MAKALAH KEADILAN UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA
Disusun Oleh Nama
: Eko Argunanto
Nim
: 11.11.4855
Kelompok
: S1-TI C
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Jl. Ringroad Utara Condong Catur Yogyakarta. Telp. 0274 884201 Fax 0274‐884208 Website: www.amikom.ac.id
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Abstraksi Diberlakukan secara adil merupakan keinginan setiap mahluk hidup. Keadilan merupakan suatu sikap yang sangat penting dalam menciptakan keharmonisan bermasyarakat. Dalam menyelenggarakan pendidikan juga diperlukan keadilan agar dapat menghasilkan mutu pendidikan yang maksimal dan berkualitas. 1.2 Latar Belakang Sering kita melihat atau mendengar di media masa baik TV, koran atau radio yang mempermaslahkan tentang keadilan. Banyak statment yang mengatakan bahwa pada saat ini keadilan hanya berlaku untuk orang-orang tertentu. Di Indonesia ini keadilan masih lemah dalam menegakkan suatu keadilan yang baik dan benar. Sebagaimana kita ketahui bahwa sampai saat ini negara indonesia masih terdapat banyak ketidakadilan, baik ditataran pemerintahan, masyarakat dan sekitar kita. Keadilan di indonesia masih seperti timbangan, mana yang berat dia yang akan menang. Bukan berat kebenaranya akan tetapi berat hartanya. Hukum dasar yang berlaku di Indonesia yaitu Undang – Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 telah memberikan kewajiban bagi negara Indonesia untuk memberikan jaminan agar setiap masyarakatnya mendapat pemenuhan hak-hak dasarnya bersamaan dengan keadilan dan kepastian hukum. Hal ini berarti hukum harus ditegakkan oleh pemerintah agar tujuan negara dapat tercapai sekaligus juga memenuhi seluruh kewajiban negara dan memberikan masyarakat hak-hak mereka. Tujuan-tujuan ini dapat dicapai dengan menyelaraskannya dengan tujuan hukum itu sendiri. Tetapi yang terjadi saat ini tujuan hukum itu dikatakan tercapai hanya untuk orang-orang yang kuat saja dan tujuan hukum itu dikatakan gagal hanya untuk orang-orang yang lemah. Boleh dikatakan negara indonesia masih menganut sistem hukum rimba. Siapa yang kuat dia yang berkuasa.
Kita tahu bahwa hukum dan keadilan adalah sebuah sistem yang saling bersangkutan dan saling membutuhkan. Keadilan bisa tercapai apabila hukum yang diberlakukan sangat kuat dan disiplin dan hukum dikatakan berhasil apabila sudah dapat memberikan keadilan yang merata bagi setiap warganya. Dengan adanya makalah ini penulis berharap hukum dan keadilan di indonesia bisa di uji kembali. Apakah sudah dikatakan berhasil atau belum.
1.3 Rumusan Masalah Dari beberpa fakta tentang penyelenggaraan keadilan untuk semua warga negara diindonesia yang dilatar belakangi oleh hukum dan keadilan dapat kita rumus beberapa masalah yaitu: 1. Apa keadilan itu? 2. Bagaimanakah keadilan dalam kontek pendidikan di indonesia saat ini?
1.4 Pendekatan a. Pendekatan Sosiologi Keadilan merupakan sikap yang sangat penting dalam menentukan perdamaian suatu bangsa. Setiap masyakat berhak untuk memperoleh keadilan yang sama dengan orang lain tanpa memperhatikan perbedaan suku bangsa, dan agama. Sehingga dapat terjalin keharmonisan dalam berbangsa dan bernegara. b. Pendekatan Yuridhis Tercantum dalam Pancasila sila kedua dan sila kelima
Sila kedua berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradap
Sila keempat berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Alenia kedua yang berbunyi"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."
Alenia keempat yang berbunyi "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”
GBHN 1999-2004 tentang visi Terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan
lingkungan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.
BAB II Pembahasan Adil berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya atau martabatnya. Keadilan adalah sikap memperlakukan seseorang dengan sama tanpa ada perbedaan. Sudah menjadi hak setiap orang untuk diakuai dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya, tanpa membedakan suku, keturunan, dan agamanya. Hakikat keadilan terdapat dalam: 1. Pancasila yaitu sila kedua dan kelima 2. Pembukaan UUD 1945 yaitu alinea II dan IV 3. GBHN 1999-2004 tentang visi Agama tidak melepas tanggung jawabnya dari perspektif sebuah keadilan. Seperti yang tercantum dalam alquran “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S An-nisa: 58 ) Dalam ayat tersebut Allah SWT menyuruh kepada setiap manusia untuk menjalankan hukum secara tepat dan bersikap adil. Agama mengajarkan kepada setiap umatnya untuk bersikap adil baik dengan diri sendiri, sesama manusia ataupun dengan alam. Dan hukum diperlukan untuk mengikat tingkah laku baik rohani (nafsu) maupun jasmani (tingkah laku). Menurut al-farabi, keadilan adalah kebaikan-kebaikan tertinggi yang di upayakan manusia untuk di olah dan di tanam di dalam dirinya dan merupakan pondasi yang di atasnya di tegakkan tatanan politik. (Fusul al-madani : 120-121)
Hukum dan keadilan seperti sebuah sistem yang saling berkaitan. Keadilan diidentikan dengan hukum yang ada. Menurut Sulistyowati Irianto Masyarakat pada umumnya telah menganggap keadilan melekat pada hukum yang dibentuk oleh negara. Padahal hukum adalah pedang bermata dua. Hukum bisa menjadi sebuah acuan yang paling adil dan paling mengayomi, tapi juga bisa digunakan sebagai alat untuk mendefinisikan kekuasaan dan kepentingan. Sehingga akan ada pihak yang menjadi korban dari hukum yang tidak adil, karena hukum dapat mengklaim kebenaran-kebenaran sampai ranah yang tidak terbatas. Bagaimana hukum akan digunakan, entah untuk tujuan baik atau tidak baik (dalam artian hukum disalah gunakan) adalah tergantung bagaimana hukum dibentuk dan siapa yang memiliki kekuasaan untuk membentuk hukum. ( 2005:32) Menurut Carl Joachim Friedrich dalam bukuFilsafat Hukum Perspektif Historis, keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk mengaktualisasikannya. (2004:239) Menurut Aristoteles dalam buku Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis yang dikutip dari buku Aristotelesnicomachean ethicsberpendapat bahwa keadilan mesti dipahami dalam pengertian kesamaan. Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkan ketika kita mengatakan bahwa semua warga adalah sama di depan hukum. Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai dengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya. Dari pembedaan ini Aristoteles menghadirkan banyak kontroversi dan perdebatan seputar keadilan. Aristoteles juga menganggap bahwa keadilan merupakan inti dari filsafat hukum karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan. (2004:24) Lalu, dalam pandangan lain, John Rawls dalam bukunya a theory of justice menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan
sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosil-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas.(1973: )Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus. Lebih lanjut John Rawls menegaskan bahwa maka program penegakan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu, pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung. (1973:3-7) Contoh dalam sebuah kasus yang terjadi di sekitar kita adalah Pemerintah melarang adanya pungutan berbentuk apapun atau sering disebut pungli (pingutan liar) tetapi pemerintah memperbolehkan sekolah untuk menerima sumbangan kepada orangtua murid , ditengarai karena adanya desakan dari pihak-pihak tertentu. Kita tahu, untuk mendukung program sekolah berkelas nasional bahkan internasional, tentu saja dibutuhkan sarana dan prasarana belajar yang memadai. Imbasnya adalah kepada persoalan pembiayaan, dimana sekolah tersebut merasa kesulitan ketika harus mencari dana keluar tanpa bantuan dari orangtua siswa. Termasuk honor untuk para pengajar ketika harus memberikan pelajaran tambahan dikarenakan untuk mengejar target materi.Bisa jadi, sekolah-sekolah unggulan yang sudah berbasis internasional yang tidak tergabung dalam PSB online nantinya hanya akan menerima anak-anak cerdas yang berasal dari keluarga mampu. Sementara, anak-anak cerdas dari keluarga miskin menjadi prioritas kedua Pertanyaannya, proses seleksi semacam ini apakah sudah mencerminkan keadilan? Lalu bagaimana nasib anak-anak yang berkemampuan menengah, anak berkebutuhan khusus, baik berkesulitan maupun lamban belajar? Mungkinkah mereka bisa mencicipi belajar di sekolah dengan fasilitas lengkap dan modern? Tentu itu bukan sebuah keadilan.Yang masih disanksikan lagi ke depan, apakah ada perlakuan yang adil antara anak-anak yang berasal dari keluarga mampu dengan yang miskin ketika diterima di suatu sekolah. Dikarenakan, keluarga yang mampu
jelas dikenakan pungutan sekolah, sementara yang miskin tidak. Apakah sekolah, dalam hal ini guru bisa berlaku bijak dan tidak pilih kasih terhadap anak-anak didiknya di dalam kelas, artinya tidak membedakan antara anak-anak dengan harta melimpah dan anak-anak dengan harta yang hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Kebijakan-kebijakan pendidikan yang diterapkan masih jauh dari nilai-nilai keadilan dan kemanusian. Dengan kata lain, kebijakan di negara ini belum dikatakan adil. Tidak bisa dipungkiri perbedaan antara sekolah yang berada di desa, dalam bahsa lain berada di plosok dengan kayu papan sebagai dindingnya. Dan sekolah yang berada di kota, tempatnya orang-orang kaya, dengan bangunan yang besar, megah. Padahal, sekolah yang berada didesa dan dikotamempunyai tujuan yang sama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Itu membuktikan bahwa pemerintah belom dikatakan adil dalam menjalankan pembangunan. seharusnya sekolah sebagai tempat belajar bagi setiap masyarakat, pemerintah tidak memandang antara orang kaya-miskin, cerdas-bodoh, dan normal-cacat. Sesuai dengan UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 Ayat 1 bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Sistem pendidikan secara bertahap harus dibuat berstandar internasional, sehingga semua sekolah di Indonesia berstandar internasional, walaupun di dalamnya ada anak-anak ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Bukankah keberhasilan pendidikan diukur dari kemampuan institusi pendidikan tersebut menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik pada diri anak, tadinya bodoh menjadi cerdas, tadinya liar menjadi beradab tadinya pemalu dan kurang percaya diri menjadi kreatif dan mandiri Bukan semata-mata dari hasil ujian nasional (UN) yang setinggi langit Sangat logis, sekolah-sekolah berlabel unggulan di atas mampu menghasilkan lulusan dengan nilai UN yang maksimal, karena memang inputnya sudah bagus. Yang luar biasa, ketika sekolah mengelola anak-anak berkemampuan biasa bahkan ABK, tetapi mampu menyamai prestasi anak-anak unggulan atau berhasil menciptakan karya yang monumental. Itulah yang dikatakan keberhasilan dalam pendidikan.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan: Dari beberapa pernyataan dan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan merupakan suatu sikap yang dapat menyamakan atau menyetarakan perbedaan baik di tinjau dari segi ekonomi maupun segi sosialantar golongan. Keadilan berhubungan erat dengan berbagai aspek seperti hukum dan kodrat. Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan keadilan baik seperti keadilan dalam memperoleh pembelajaran. Keadilan dalam memperoleh pendidikan diindonesia belum bisa dikatakan adil. Karena pemerintah tidak menyamaratakan setiap warga negara. Penggolongan-penggolongan yang dilakukan pemerintah ataupun pihak sekolah sendiri masih banyak dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA Friedrich,Carl Joachim.2004.Filsafat Hukum Perspektif Historis. Bandung: Nuansa dan Nusamedia Rawls,John.1973.A Theory of Justice. London: Oxford University press Irianto,Sulistyowati.2005. Mempersoalkan „Netralitas‟ dan „Objektivitas‟ Hukum : Sebuah Pengalaman Perempuan.Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan