UNIVERSITAS INDONESIA
KOLOKASI KATA SAKURA DALAM LIRIK LAGU BAHASA JEPANG
MAKALAH NON SEMINAR
NUR SHABRINA SALSABILA NPM 1006764851
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK SEPTEMBER, 2014 1 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
2 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPETINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: Nur Shabrina Salsabila : 1006764851 : Jepang :: Ilmu Pengetahuan Budaya : Skripsi/Tesis/Disertasi/Karya Ilmiah*: Makalah Non Seminar
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Kolokasi Kata Sakura dalam Lirik Lagu Bahasa Jepang beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Pada tanggal
: Depok : 26 September 2014 Yang menyatakan
(Nur Shabrina Salsabila)
* Contoh Karya Ilmiah: makalah non seminar, laporan kerja praktek, laporan magang, dll
3 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Kolokasi Kata Sakura dalam Lirik Lagu Bahasa Jepang Nur Shabrina Salsabila dan Filia Program Studi Jepang Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Depok Email:
[email protected]
Abstrak Jurnal ini membahas tema kolokasi leksikal dalam bahasa Jepang. Penelitian dilakukan dengan menganalisis kolokasi kata sakura pada 16 lirik lagu populer Jepang bertema sakura secara sintaktis dan semantis. Lagu yang dipilih sebagai objek penelitian merupakan lagu-lagu yang masuk ke dalam 10 besar ranking tahunan lagu-lagu bertema sakura versi Oricon Chart sejak tahun 2006 hingga tahun 2013. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan penganalisisan secara sintaktis dan semantis terhadap kolokasi kata sakura pada lirik lagu-lagu populer Jepang bertema sakura yang telah dipilih sebagai objek penelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa kolokasi kata sakura yang terdapat dalam 16 lirik lagu populer Jepang tersebut terdiri dari 2 tipe kolokasi leksikal, yaitu [nomina1 + (of) + nomina2] yang berbentuk frasa nominal dan kolokasi [nomina + verba] yang berbentuk klausa verbal. Kata kunci: Kolokasi leksikal, Komponen makna, Sakura, Frase, Klausa, Nomina, Verba
Collocation of Word Sakura in Japanese Song Lyrics
Abstract
This journal discusses lexical collocations in Japanese. The study was conducted by analyzing syntactically and semantically the collocation of word sakura on 16 Japanese popular song lyrics themed sakura. The song that choosen as the object of research goes into the annual ranking of the top 10 songs sakura-themed by Oricon Chart from 2006 to 2013. This study aims to describe the syntactically and semantically analysis of the collocation of word sakura on Japanese popular song lyrics themed sakura that have been the object of research. The analysis showed that the collocation of word sakura contained in those 16 Japanese popular songs consists of two types of lexical collocation, i.e. [noun1 + of + noun2] in the form of a noun phrase and collocation [noun + verb] in the form of a verbal clause. Keyword: Lexical collocation, Semantic feature, Sakura, Phrase, Clause, Noun, Verb
4 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Pendahuluan Lirik dapat diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan, karena disusun dalam susunan sederhana dan mengungkapkan sesuatu yang sederhana pula. Atar Semi (1993:106) mengungkapkan bahwa lirik adalah puisi yang sangat pendek yang mengekspresikan emosi. Ragam bahasa lagu atau lirik lagu termasuk dalam kategori ragam bahasa tidak resmi atau disebut juga ragam non formal/tidak baku. Pemakaian bahasa yang ditulis bersifat longgar seperti bahasa yang digunakan dalam situasi santai namun tentu tidak terlepas dari proses kreatif, seleksi kata, dan bahasa. Lirik lagu yang dihasilkan oleh seorang pencipta lagu sebaiknya merupakan bahasa yang mampu memberikan kenikmatan estetik bagi pendengarnya. Kenikmatan estetik dalam bahasa adalah perasaan senang yang ditimbulkan oleh pemakaian bahasa yang indah, halus, melodius, yang mencerminkan selera artistik pengarang atau penyairnya yang tinggi. Keindahan bahasa dibuat melalui pemilihan kata yang akurat, yang memperlihatkan nilai rasa, keselarasan bunyi, irama yang teratur atau bergelombang, serta penggunaan idiom yang tepat. Hal ini menjadikan pemakaian bahasa pada lirik lagu memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan pemakaian bahasa lainnya. Seorang pencipta lagu dalam menulis lirik lagu mementingkan faktor linguistik untuk mewujudkan hasil karyanya, antara lain: pilihan kata dan gaya bahasa. Faktor diksi dalam syair lagu merupakan faktor penting karena pemilihan kata yang tepat dan sesuai dengan musik merupakan daya tarik dari suatu lagu. Demikian juga dengan gaya bahasa, merupakan faktor yang membentuk suatu keindahan lagu. Dalam lagu, penyair atau pengarang harus cermat memilih kata-kata karena kata-kata yang ditulis harus dipertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan kedudukan kata dalam keseluruhan lagu itu. Menurut Herman J. Waluyo (1987:72), setidaknya dalam proses pemilihan kata terdapat tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu perbendaharaan kata, urutan kata, dan daya sugesti kata. 1) Perbendaharaan Kata Perbendaharaan kata penyair dapat memberikan kekuatan ekspresi dan menunjukkan ciri khas penyair. Penyair memilih kata-kata berdasarkan pada beberapa hal, yaitu makna yang akan disampaikan, tingkat perasaan, suasana batin, dan faktor sosial budayanya. 2) Urutan Kata
5 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Urutan kata dalam lagu bersifat beku. Artinya, urutan itu tidak dapat dipindahpindahkan tempatnya meskipun maknanya tidak berubah oleh perpindahan tempat itu. Terdapat perbedaan teknik menyusun urutan kata dalam lagu baik urutan dalam tiap baris maupun urutan dalam suatu bait. Oleh karena itu, pengurutan kata itu bersifat khas antara masing-masing penyair. 3) Daya Sugesti Kata Sugesti ditimbulkan oleh makna kata yang dipandang sangat tepat mewakili perasaan penyair. Ketepatan pilihan dan ketepatan penempatan menyebabkan katakata itu seolah memancarkan daya yang mampu memberikan sugesti kepada pendengar untuk ikut bersedih, terharu, bersemangat, dan marah. Sehubungan dengan pemilihan kata, kesesuaian kata meliputi bentuk dan makna. Bentuk merupakan wujud ujaran yang diucapkan manusia, sedangkan makna mengacu pada pesan yang disampaikan. Makna memiliki tipe-tipe sesuai dengan kedudukan pemakai bahasa dalam suatu kalimat. Dengan pemilihan kata yang tepat, suatu karya akan memberi kesan kepada para pembaca atau pendengar. Kesesuaian kata erat hubungannya dengan salah satu kajian semantik, yaitu kolokasi. Kolokasi menurut Kridalaksana (2001:113) merupakan asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat. Sejalan dengan itu, dalam “Oxford Collocations Dictionary” dijelaskan bahwa kolokasi adalah sebuah cara beberapa kata berkombinasi dalam sebuah bahasa untuk memproduksi pendengaran yang alamiah secara ucapan ataupun tulisan (the way words combined in a language to produce a natural-sounding speech and writing).1 Keraf (2001:33) pun memberikan contoh kata gelap berkolokasi dengan kata „malam‟ dan tidak pernah berkolokasi dengan kata „baik‟ atau „jahat‟. Begitu pula gabungan kata kurai yoru „malam gelap‟ dalam bahasa Jepang. Gabungan kata ini terdengar alamiah untuk orang Jepang . Salah satu kata yang paling sering muncul di dalam lirik lagu Jepang adalah kata sakura. Sakura dianggap sebagai bunga nasional negara Jepang. Sakura sangat disukai dan dikagumi oleh orang Jepang. Banyak dari orang Jepang yang jika ditanya bunga apa yang paling disukai, mereka akan menjawab bunga sakura. Seperti ujaran dari executive director Naraya Memorial Sugimoto Family Preservation Society Foundation, Sugimoto Setsuko, dalam majalah “Kateigaho International Edition 2012 Spring/Summer”, volume 29:
1
Dikutip oleh Hoff manová, M. (2008) dalam Michaud, Matthew. "On Collocative Meaning” http://www.kyoto-seika.ac.jp/ (Juli 2014)
6 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
「早朝や夕暮れ、鴨川沿いから木屋町通の桜並木への桜が舞い散るのを 眺めるのが好きです。」 “Souchou ya Yuugure, Kamogawa-zoi kara Kiyamachi-doori no sakura namiki e no sakura ga maichiru no o nagameru no ga suki desu.” “Saya sangat senang memandangi sakura yang berguguran dari deretan pohon sakura di sepanjang sungai Kamogawa hingga jalan Kiyamachi pada pagi atau sore hari.” Keindahan sakura menimbulkan rasa cinta dan inspirasi bagi orang Jepang. Dalam kesusastraan Jepang, banyak puisi yang memiliki tema sakura. Salah satunya adalah waka,2 yang ditulis oleh Motoori Norinaga (1730-1801), seorang filsuf dan sarjana kesusastraan yang sering menulis waka. Ia telah menulis sekitar 10.000 waka dan 300 di antaranya bertemakan sakura, karena ia sangat menyukai sakura. Waka berikut ini merupakan bagian dari cara Norinaga menggambarkan jiwa atau semangat orang Jepang yang disimbolkan oleh sakura (dalam Shirane, 2013:212): 敷島の 大和心を 人とわば 朝日に匂う 山桜花3 Shikishima no Yamatogokoro o Hito towaba Asahi ni niou Yamazakurabana Jika seseorang bertanya Mengenai isi hati Yamato (Jepang Kuno) Itu adalah pegunungan bunga sakura Yang berkilauan bermandikan mentari pagi Para musisi hingga saat ini pun selalu terinspirasi untuk menciptakan lagu bertema sakura. Ketika orang Jepang mendengar atau menyanyikan lagu-lagu bertemakan sakura, mereka merasakan kedatangan musim semi. Lagu-lagu bertema sakura sangat terkenal dan sering diputar di hampir seluruh Jepang pada musim semi. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan jurnal ini adalah mengenai bagaimana kolokasi kata sakura yang terdapat dalam bahasa Jepang yang diungkapkan melalui lirik lagu populer Jepang bertema sakura.
2
Waka adalah puisi Jepang yang terdiri dari 31 mora „suku kata‟. Gill, Robin D. 2006. Cherry Blossom Epiphany: The Poetry and Philosophy of a Flowering Tree. Florida: Paraverse Press. Hlm. 661. 3
7 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Kemudian yang menjadi tujuan dan cakupan dalam penelitian ini adalah penganalisisan secara sintaktis dan semantis terhadap kolokasi kata sakura pada lirik lagulagu populer Jepang bertema sakura yang diambil datanya dari tahun 2006 sampai tahun 2013. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih tentang kolokasi kata dalam bahasa Jepang terutama yang diungkapkan melalui lirik lagu-lagu populernya. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi panduan berpikir di bidang linguistik Jepang baik bagi para peneliti linguistik secara khusus dan masyarakat secara umum.
Tinjauan Teoritis
Data dalam jurnal ini akan dianalisis dengan memperhatikan kesesuaian sintaktik dan semantik setiap kata yang merupakan kolokasi dari kata sakura dalam lagu popular Jepang bertema sakura yang telah dipilih menjadi objek penelitian. Oleh karena itu, pertama-tama penulis akan menjelaskan tentang teori yang berkaitan dengan sintaksis, yaitu teori mengenai satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frasa, dan klausa dalam bahasa Jepang. Kemudian akan dijelaskan pula teori yang berkaitan dengan semantik, yaitu teori mengenai makna kata, komponen makna, serta kolokasi. 1. Teori Sintaksis Sintaksis termasuk dalam tataran ilmu tata bahasa atau gramatika. Istilah sintaksis dalam bahasa Jepang disebut dengan tougoron ( 統 語 論 ). Sutedi (2003:61) berpendapat bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang struktur dan unsur-unsur pembentuk kalimat. Chaer (2012:206) menjelaskan lebih rinci bahwa ada beberapa hal yang biasa dibicarakan dalam sintaksis, yaitu struktur sintaksis yang mencakup masalah fungsi, kategori dan peran sintaksis serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu, satuansatuan sintaksis yang berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Berikut adalah teori yang berkaitan dengan sintaksis yang akan dibahas dalam jurnal ini, yaitu satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frasa, dan klausa dalam bahasa Jepang. 1.1. Kata Kata merupakan satuan terkecil dalam sintaksis. Menurut Kridalaksana (2001:98), kata merupakan morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai 8 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas; satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal (contoh: batu, rumah, datang) atau gabungan morfem (contoh: pejuang, mengikuti, pancasila, mahakuasa). Kelas kata dalam bahasa Jepang dikelompokkan menjadi dua, yaitu jiritsugo (自立 語) atau morfem bebas dan fuzokugo (付属語) atau morfem terikat. Jiritsugo terbagi lagi menjadi delapan belas kelas kata, salah satunya yang berhubungan dengan masalah dalam jurnal ini adalah meishi (名詞) atau nomina. Menurut Matsuoka dalam Sudjianto (2007:156), meishi adalah kata yang menyatakan orang, benda, peristiwa, dan sebagainya, tidak mengalami konjugasi dan dapat diikuti oleh kakujoshi (kata keterangan). Ciri-ciri meishi yang dikemukakan oleh Murakami Motojiro (dalam Sudjianto, ibid.): 1. 2. 3. 4.
Merupakan jiritsugo (morfem bebas), Tidak berkonjugasi, Dapat membentuk bunsetsu (klausa) dengan ditambah partikel ga, wa, wo, no, ni; Dapat menjadi subjek.
Dalam jurnal ini, meishi (nomina) yang akan dianalisis adalah sakura. Analisis akan dilakukan dengan melihat bagaimanakah pola kolokasi nomina sakura serta kelas kata apa saja yang berkolokasi dengan nomina sakura dalam lagu-lagu populer Jepang bertema sakura yang telah dipilih penulis sebagai objek penelitian. Berikutnya, kelas kata yang termasuk dalam fuzokugo (付属語) yang akan dibahas adalah joshi (助詞) atau partikel. Bahasa Jepang memiliki berbagai partikel yang menyusun struktur gramatikalnya. Karena joshi termasuk ke dalam kategori fuzokugo (kata yang tidak dapat berdiri sendiri), joshi selalu berada baik di depan maupun di belakang sebuah kata. Hal ini diperkuat dengan pernyataan yang disampaikan oleh Tsujimura (1996:124) yang mengatakan bahwa partikel tidak dapat berdiri sendiri dan selalu melekat pada sebuah kata. Dalam pengertian ini, partikel bukan sebuah kata karena ia tidak memiliki arti apabila berdiri sendiri. Tsujimura memberikan dua buah contoh yang membuktikan bahwa partikel selalu mendampingi sebuah kata. (1) 太郎が図書館で本を読んでいる。 Taro-ga toshokan-de hon-o yondeiru. “Taro sedang membaca buku di perpustakaan” (2) 花子が友達とコーヒーを飲んだ。 Hanako-ga tomodachi-to koohii-o nonda. “Hanako minum kopi dengan temannya.”
9 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Menurut Hirai (1982:161) joshi (partikel) terbagi atas empat jenis, yaitu kakujoshi (格 助詞), setsuzokushi (接続詞), fukujoshi (副助詞), dan shuujoshi (終助詞). Joshi yang berhubungan dengan analisis pada kolokasi kata sakura dalam jurnal ini adalah kakujoshi (格 助詞) yang pada umumnya dipakai setelah nomina untuk menunjukkan hubungan antara nomina tersebut dengan kata lainnya, seperti partikel ga, no, wo, ni, he, to, yori, kara, de, ya. 1.2. Frasa Frasa dalam tataran sintaksis didefinisikan sebagai satuan bahasa yang berada satu tingkat di bawah satuan klausa, atau satu tingkat berada di atas satuan kata (Chaer, 2012: 222). Dalam bahasa Indonesia, frasa tidak dapat dipindahkan “sendirian”. Misalnya frasa yang terbentuk dari kata „kamar‟ dan „tidur‟ di bawah ini. „Nenek membaca komik di kamar tidur.‟ Frasa „kamar tidur‟ merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipindahkan dengan cara dipisah, karena dapat menimbulkan makna baru dalam kalimat. Pengertian lain mengenai frasa dijelaskan pula oleh Kridalaksana (2001:59): Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif; gabungan itu dapat rapat, dapat renggang; mis, gunung tinggi adalah frasa karena merupakan konstruksi non-predikatif; konstruksi ini berbeda dengan gunung itu tinggi yang bukan frasa karena bersifat predikatif. Dalam bahasa Jepang, istilah frasa disebut ku (句). Pada dasarnya baik istilah frasa maupun ku mengacu pada referen yang sama. 1.3. Klausa Menurut Chaer (2012:231) klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Berbeda dengan frasa, di dalam konstruksi klausa terdapat komponen, berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Karena di dalam klausa telah mengandung fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat, klausa berpotensi menjadi kalimat tunggal apabila kepadanya diberi intonasi final atau intonasi kalimat, entah berupa intonasi deklaratif, interogatif, maupun interjektif. Dalam bahasa Jepang, klausa atau yang disebut dengan bunsetsu adalah satuan gramatika yang lebih besar dari tango yang membentuk sebuah kalimat dalam bahasa Jepang. Bunsetsu terdiri atas tango–tango, seperti jiritsugo dan fuzokugo yang dibantu oleh tango
10 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
lainnya. Bunsetsu tersebut merupakan satuan bahasa yang merupakan bagian–bagian dari kalimat. Salah satu contoh bunsetsu adalah 桜の花が咲いた (Sudjianto, 2007:138-139). 2. Teori Semantik Semantik dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah imiron ( 意 味 論 ). Izuru (1983:166) menjelaskan pengertian imiron (意味論) sebagai berikut. 「単語や形態素の意味や意味の変化を歴史的心理学的に研究する語学の 部門。」 “Tango ya keitaiso no imi no henka o rekishi-teki shinrigaku-teki ni kenkyuu suru gogaku no bumon.” “Bagian dari ilmu bahasa yang secara historis dan psikologis meneliti makna kata, makna morfem, dan perubahan makna.” Selain itu, Sutedi (2003:103) juga menjelaskan bahwa semantik (imiron) merupakan salah satu cabang linguistik (gengogaku) yang mengkaji tentang makna. Semantik memegang peranan penting karena bahasa yang digunakan dalam komunikasi tiada lain hanya untuk menyampaikan suatu makna. Misalnya menyampaikan ide dan pikiran kepada lawan bicara, lalu lawan bicaranya bisa memahami apa yang dimaksud, karena ia bisa menyerap apa makna yang dimaksud. Pendapat Sutedi (2003) didukung dengan pernyataan Chaer (2013:2) yang mendefinisikan semantik sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, yang disebut makna atau arti. Dengan kata lain, semantik adalah bidang linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Teori yang berkaitan dengan semantik yang akan dibahas pada jurnal ini adalah teori mengenai makna kata, komponen makna, serta kolokasi. 2.1. Makna Kata Kata atau yang dalam istilah semantik disebut sebagai leksem merupakan unit yang paling kecil dalam bahasa yang mengandung konsep atau gagasan tertentu (Keraf, 2001:25). Berdasarkan pengertian di atas, dalam pembicaraan tentang semantik yang dibicarakan adalah hubungan antara kata itu dengan konsep atau makna dari kata tersebut, serta benda atau hal yang dirujuk oleh makna itu yang berada di luar dunia bahasa. Hubungan antara ketiganya itu disebut hubungan referensial; biasanya dibagankan dalam bentuk segitiga semantik berikut. Gambar 1. Segitiga Semantik Ogden-Richard
11 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Komponen makna
Ookami
Hitsuji
Mamalia
+
+
Berkaki empat
+
+
Pemakan daging
+
-
Keterangan: tanda (+) mempunyai komponen makna tersebut dan tanda (-) tidak mempunyai komponen makna tersebut.
Perbedaan makna antara kata ookami dan hitsuji adalah pada ciri makna atau komponen makna; ookami „serigala‟ memiliki makna „pemakan daging‟, sedangkan hitsuji „domba‟ tidak memiliki makna „pemakan daging‟. 2.3. Kolokasi Kolokasi merupakan asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat. Kolokasi dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah rengo. Machida dan Momiyama (1997:114) dalam Sutedi (2003:147) menjelaskan bahwa rengo merupakan frasa biasa yang maknanya bisa dipahami cukup dengan mengetahui makna setiap kata yang membentuk frasa tersebut. Komiya Chizuko dalam laporan akhir penelitiannya yang berjudul “Technical Collocation in Basic Economics” (経済の初期専門教育における 専 門 連 語 ) memberikan contoh rengo (kolokasi) yama no sakura ( 山 の桜) merupakan kolokasi, tetapi yamazakura (山桜) merupakan sebuah kata, bukanlah kolokasi. Menurut Benson, Benson, & Ilson (1997:ix) dalam Kurosaki (2010:70), kolokasi terdiri atas dua kategori yaitu kolokasi gramatikal dan kolokasi leksikal. Kolokasi gramatikal terdiri dari sebuah kelas kata dominan seperti nomina, adjektiva, dan verba, serta sebuah preposisi. Sedangkan kolokasi leksikal tidak memiliki kelas kata yang dominan melainkan sebuah struktur seperti [verba + nomina], [adjektiva + nomina], [nomina + verba], [nomina + (of) + nomina], [adverbia + adjektiva], dan [verba + adverbia]. Misalnya dalam bahasa Indonesia „minum obat‟, „teh tawar‟, „menanak nasi‟, „berjalan cepat‟. Karena dalam jurnal ini penulis menganalisis kolokasi kata sakura yang termasuk ke dalam kelas kata nomina, maka yang akan digunakan sebagai dasar penelitian adalah kolokasi leksikal yang meliputi 6 pola4: a. [verba + nomina] b. [adjektiva + nomina]
Contoh: (to) launch a missile Contoh: reckless abandon
4
(Benson, 1985) dalam disertasi linguistik Miyakoshi, Tomoko. 2009. Investigating ESL Learners' Lexical Collocations: The Acquisition of Verb+ Noun Collocations by Japanese Learners of English. Manoa: University of Hawa‟i. http://www.ling.hawaii.edu/graduate/dissertations/TomokoMiyakoshiFinal.pdf (Agustus 2014)
13 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
c. d. e. f.
[nomina + verba] [nomina + (of) + nomina] [adverbia + adjektiva] [verba + adverbia]
Contoh: alarms go off Contoh: a bunch of flowers Contoh: deeply religious Contoh: (to) affect deeply
Analisis Kolokasi
Objek penelitian jurnal ini adalah lirik lagu-lagu populer Jepang bertema sakura yang masuk ke dalam 10 besar ranking tahunan lagu-lagu bertema sakura versi Oricon Chart5 sejak tahun 2006 hingga tahun 2013 yang mengandung kata sakura dan kolokasinya, sejumlah 16 lagu. Dari total 16 lagu yang telah diteliti liriknya, penulis menemukan 20 temuan kata sakura dan kolokasinya yang ditemukan dalam 12 lagu. Analisis yang dilakukan terhadap seluruh data tersebut mencakup dua bahasan yaitu secara sintaktis dan semantis. Secara sintaktis, data dianalisis berdasarkan kategori sintaksis dari setiap kata atau leksem yang menyusun kolokasi kata sakura dalam tiap lagu. Berdasarkan analisis tersebut, ditemukan bahwa kolokasi yang terdapat dalam 20 temuan tersebut adalah kolokasi [nomina1 + (of) + nomina2] dan kolokasi [nomina + verba] berdasarkan tipe kolokasi leksikal menurut Benson M, Benson E, dan Ilson (1997). Selain itu, data juga akan diklasifikasikan menurut satuan sintaksisnya. Kemudian akan dilakukan analisis persesuaian semantik dan sintaktik dengan memaparkan komponen makna yang menonjol serta kategori sintaksis dari setiap kolokasi kata sakura. Pertama-tama kita analisis terlebih dahulu kata sakura itu sendiri. Kata sakura termasuk dalam kategori nomina atau yang dalam bahasa Jepang disebut meishi (名詞). Meishi adalah kata yang menyatakan orang, benda, peristiwa, dan sebagainya, tidak mengalami konjugasi dan dapat diikuti oleh kakujoshi (kata keterangan). Seperti yang telah dijelaskan pada bagian tinjauan teoritis, bahwa salah satu ciri meishi adalah dapat membentuk frasa atau klausa dengan ditambah partikel ga, wa, wo, no, dan ni (Murakami Motojiro dalam Sudjianto, 2007:156). Selanjutnya, menurut Chaer (1995:150), kata-kata atau leksem-leksem nominal dapat dibagi ke dalam 10 tipe berdasarkan kesamaan komponen makna yang menonjol dari tiap kelompok. Berdasarkan pembagian tersebut (lihat Chaer, 1995:150), kata sakura termasuk ke
5
Oricon Chart adalah sebuah ranking mengenai tingkat penjualan lagu, video, software dan lainnya yang disurvei oleh Oricon Research Corporation, sebuah data service dari perusahaan di bidang layanan informasi dunia hiburan Jepang bernama Oricon Group.
14 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
dalam nomina tipe VI, mengandung komponen makna [+ benda, + bunga-bungaan, + terhitung, + konkret, - hidup]. Dari komponen makna sakura ini, penulis kemudian akan menganalisis kata-kata yang berkolokasi dengan kata sakura dalam setiap lirik lagu. Berikut akan disajikan 10 data dari total keseluruhan 20 temuan kata sakura dan kolokasinya. Dengan pertimbangan, terdapat kemiripan data dari 20 data yang ada, baik kesamaan struktur gramatikal maupun semantik, dan 10 data yang akan disajikan merupakan data yang dapat mewakili keseluruhan data yang diperoleh. 1. Kolokasi [nomina1 + (of) + noun2] Pada tipe ini, kolokasi kata sakura ditemukan dalam bentuk frasa nominal. Menurut Hideichi Ono (1973), frasa nominal dalam bahasa Jepang ditandai dengan penggunaan partikel genetif no. Seperti pernyataannya berikut dalam bukunya yang berjudul “Japanese Grammar” (Lihat Ono, 1973:311). “の (no) is the possessive adjective (“of” or “’s” in English) used in sentences employing modifying nouns. Besides this use, の (no) also functions to form nouns, noun phrases, and clauses in Japanese.” “の (no) adalah kata sifat posesif (“of” atau “„s“ dalam bahasa Inggris) digunakan dalam kalimat yang menggunakan nomina-modifikasi6. Selain itu, の (no) juga berfungsi untuk membentuk kata benda, frasa nominal, dan klausa dalam bahasa Jepang.” Pernyataan Ono (1973) di atas sesuai dengan contoh yang diberikan Halliday-Hassan (1976) dalam Koizumi (1993:179) berikut. 名詞句 = 直示詞 My 〈私の〉
数量詞 two 〈2つの〉
形容詞 white 〈白い〉
類別詞 名詞 silk gloves 〈絹の〉 〈手袋〉
Frasa nominal = Deiksis Numeralia Adjektiva-i Klasifikasi Nomina Watashi no futatsu no shiroi kinu no tebukuro Saya GEN dua buah GEN putih sutra GEN sarung tangan “Dua buah sarung tangan sutra putih milik saya” Pernyataan dari Hideichi Ono (1973) dan contoh dari Halliday-Hassan dalam Koizumi (1993) di atas, sesuai dengan bentuk kolokasi Benson, et al. (1997:ix), [nomina1 + (of) + nomina2] yang ditemukan dalam objek penelitian yang akan dipaparkan berikut.
6
Nomina-modifikasi biasa dikenal dengan sebutan klausa relatif (lihat Matsumoto, Yoshiko. 1997. Noun-modifying Constructions in Japanese: A Frame-semantic Approach. Amsterdam, Philadelphia: John Benjamins Publishing. Hlm. 3.
15 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Data (1) 桜の花びら Sakura no hanabira Sakura GEN kelopak bunga “Kelopak bunga sakura” Kata yang berkolokasi dengan kata sakura pada frasa sakura no hanabira adalah kata hanabira. Kata sakura termasuk dalam kategori nomina begitu pula dengan kata hanabira. Oleh karena itu, untuk menghubungkan keduanya diperlukan partikel genitif no. Kata hanabira „kelopak (bunga)‟ mengandung komponen makna [+ benda, + pembalut, + bagian bunga, -manusia]. Apabila dilihat dari salah satu komponen makna penyusun hanabira, yaitu [+ bagian bunga], maka partikel no pada frasa ini menunjuk ke suatu benda yang merupakan bagian dari sesuatu 7 , serta bukan arti kepemilikan karena komponen maknanya, yaitu [manusia]. Jadi apabila diartikan secara terperinci adalah „kelopak dari bunga sakura‟ bukan „kelopak milik bunga sakura‟. Data (2) 桜の木 Sakura no ki Sakura GEN pohon “Pohon sakura” Kata yang berkolokasi dengan kata sakura pada frasa sakura no ki adalah kata ki. Struktur frasa nominal berikut sama seperti contoh sebelumnya: meishi1 + joshi no + meishi2. Namun, setelah dianalisis lebih lanjut, terdapat perbedaan fungsi pada partikel genitif no dalam frasa ini. Sebelumnya, partikel no berfungsi untuk menunjukkan bagian dari suatu benda. Pada frasa ini, partikel no menunjuk ke objek dari sesuatu8. Hal ini dapat dilihat pula dari komponen makna yang dimiliki oleh kata ki, yaitu [+ tumbuhan, + hidup] yang sesuai dengan sakura, yaitu [+ bunga-bungaan, - hidup]. Salah satu objek dari tumbuhan yang hidup salah satunya adalah bunga-bungaan. Kata ki „pohon‟ menjelaskan sakura itu sendiri. Bahwa yang dimaksud adalah sakura secara keseluruhan yang tumbuh pada pohonnya yang berkayu. Data (3) さくらの下 Sakura no shita 7
Ono, Hideichi. 1973. Japanese Grammar. Tokyo: The Hokuseido Press. Hlm. 40-41.
8
Ibid. Hlm. 40.
16 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Sakura GEN bawah “Di bawah pohon sakura” Kata yang berkolokasi dengan sakura pada frasa sakura no shita di atas adalah kata shita „bawah‟ yang memiliki komponen makna [+ tempat, + letak, + benda, + arah , + sisi]. Melihat dari komponen makna kata shita tersebut, maka dapat diketahui bahwa kegunaan partikel no pada frasa sakura no shita adalah menunjukkan tempat atau keberadaan dari sesuatu, yaitu seseorang dalam lirik lagu yang berada di bawah sakura. Namun apabila kita perhatikan, salah satu komponen makna yang dimiliki oleh kata sakura adalah [+ bungabungaan]. Terjemahan akan menjadi janggal apabila frasa di atas diterjemahkan sebagai „di bawah bunga sakura‟. Oleh karena itu dimunculkan objek yang dapat menjelaskan sakura tersebut, yaitu pohon. Sehingga muncul arti „di bawah pohon sakura‟ Data (4) 何回目の桜 Nankaime no sakura Keberapa kali GEN sakura “Sakura yang keberapa kalinya” Kata yang berkolokasi dengan kata sakura pada frasa nankaime no sakura adalah kata nankaime. Kata nankaime merupakan sebuah kata majemuk yang disebut dengan fukugougo (複合語) dalam bahasa Jepang. Nankaime terbentuk dari kata nan „berapa‟, kai „pembilang munculnya suatu kejadian‟, dan me „akhiran untuk bilangan bertingkat„ yang membentuk satu kesatuan kata dengan makna „keberapa kalinya‟. Kata nankaime mengandung komponen makna [+ jumlah, + satuan, + waktu, + urutan, + perulangan]. Apabila kita lihat kesesuaian komponen makna nankaime di atas dengan komponen makna yang dimiliki oleh kata sakura, yaitu [+ benda, + terhitung, + konkret, - hidup], dapat dijelaskan bahwa „sakura‟ sebagai benda konkret yang terhitung jumlahnya sepadan dengan kata „keberapa kalinya‟ yang merupakan ujaran pertanyaan yang menanyakan perulangan jumlah, sehingga arti „sakura yang keberapa kalinya‟ dapat berterima. Partikel no pada frasa ini menunjukkan waktu9 dan diterjemahkan sebagai „yang‟ untuk menghubungkan nomina „sakura‟ dan nomina pertanyaan „keberapa kalinya‟. Data (5) 僕のさくら 9
Ibid. Hlm. 41.
17 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Boku no sakura Aku GEN sakura “Sakura ku” Kata yang berkolokasi dengan kata sakura pada frasa boku no sakura adalah kata boku yang terletak sebelum kata sakura. Kata boku „aku‟ dapat dikategorikan ke dalam kata atau leksem nominal tipe I, subtipe I c yang memiliki komponen makna [+ benda, + orang, + nama pengganti, + bernyawa, + konkret, - hidup, + tunggal] (lihat Chaer, 2013:148). Pada frasa ini, partikel no menunjukkan kepemilikan terhadap sesuatu,
10
karena kata sakura yang
berkomponen makna [+ benda] berkolokasi dengan boku yang berkomponen makna [+ manusia]. Seorang manusia yang dalam frasa ini adalah boku, dapat memiliki sesuatu benda yang dalam frasa ini adalah sakura. Arti secara terperinci adalah „sakura (milik)-ku‟. Namun apabila kita lihat lirik lagu ini secara lengkap, kata sakura yang ditunjukkan dalam bait lagu ini bukanlah sakura secara harfiah dalam bentuk bunga, melainkan dipergunakan majas metafora. Momiyama dalam Sutedi (2003:151) menjelaskan metafora adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan sesuatu hal atau perkara, dengan cara mengungkapkannya dengan hal atau perkara lain, berdasarkan pada sifat kemiripan atau kesamaannya. Kemiripan dalam arti luas, baik secara fisik, sifat, karakter, atau dalam hal tertentu. Contoh yang mirip antara bahasa Jepang dan bahasa Indonesia yaitu mengungkapkan bunga desa dan shokuba no hana (bunga ditempat kerja). Kata bunga dan hana pada kedua contoh tersebut menunjukkan makna wanita cantik yang berada di tempat tersebut. Bunga pada umumnnya dalam budaya manapun melambangkan suatu keindahan atau kecantikan, sama halnya dengan wanita cantik. Begitu pula dengan frasa nominal di atas yang mengungkapkan sesuatu, yaitu seorang gadis sebagai sakura. Lirik sebelum bait ini yang mendukung terciptanya makna idiomatikal tersebut adalah sakura no you na kimi deshita. Jelas sekali penulis lagu mengumpamakan seseorang seperti sakura. Karena sakura adalah nama dari sebuah bunga yang identik dengan keindahan dan kelembutan, maka dapat kita identikkan pula sakura ini sebagai seorang gadis. 2. Kolokasi [nomina + verba] Pada tipe ini, kolokasi kata sakura ditemukan dalam bentuk klausa. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian tinjauan teoritis, bahwa klausa merupakan runtunan kata-kata bersifat predikatif (Chaer, 2012:231). Salah satu penanda bahwa suatu runtunan kata bersifat
10
Ibid. Hlm. 40.
18 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
predikatif dalam bahasa Jepang adalah dengan adanya partikel ga yang mengikuti sebuah nomina dan diikuti oleh sebuah verba intransitif, seperti yang dijelaskan oleh Hideichi Ono (1973) mengenai pola kalimat tipe ke-4 dari sembilan pola kalimat yang terdapat dalam bahasa Jepang (Ono, 1973:11), yaitu Gambar 2. Pola Kalimat Tipe Ke-4 Menurut Hideichi Ono
Tsujimura (1996:165) juga menyatakan bahwa partikel kasus nominatif dalam bahasa Jepang adalah ga. Ga adalah partikel nominatif atau disebut juga partikel subjek. Partikel ga secara semantik (makna gramatikal) memiliki tugas menekankan bahwa konstituen sebelum partikel ga adalah hal yang ingin disampaikan atau diketahui penutur. Misalnya:
Gakusei ga kita NOM datang Mahasiswa “Mahasiswalah yang datang” Data (6) サクラが咲いている Sakura ga saiteiru Sakura NOM sedang mekar “Sakura bermekaran” Kata yang berkolokasi dengan sakura pada klausa di atas adalah saiteiru yang merupakan ~te iru kei (~ている形 ) atau bentuk -te iru dari kata saku. Saku „mekar‟ memiliki komponen makna [+ berkembang, + terbuka, + muncul, + proses, + bertambah, + banyak, + besar] dan merupakan verba tipe V (lihat Chaer, 2013:157). Verba yang termasuk ke dalam verba tipe V merupakan verba yang menyatakan proses perubahan keadaan yang dialami oleh nomina yang menjadi subjek. Keberadaan partikel ga menekankan kata sakura sebagai nomina yang ingin disampaikan oleh penulis lirik lagu. Selain sebagai penekanan terhadap konstituen sebelumnya, partikel ga juga memiliki fungsi sebagai penanda bahwa
19 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
informasi yang dimaksud dalam sebuah tuturan bersifat spesifik dan aktual.11 Fungsi partikel ga ini didukung oleh bentuk verba -te iru pada kata saiteiru yang menunjukkan keadaan saat musim semi sedang berlangsung, yaitu saat sakura bermekaran. Data (7) 桜が降る 桜が降る 新しい僕らの上に Sakura ga furu sakura ga furu, atarashii bokura no ue ni Sakura NOM gugur sakura NOM gugur, baru kita GEN atas di “Sakura berguguran, sakura berguguran, di atas diri kita yang baru” Pada potongan bait lagu di atas, kata sakura & kolokasinya membentuk klausa sakura ga furu. Pada klausa tersebut, partikel ga menekankan bahwa sakuralah yang berguguran di atas „kita‟ dalam lirik lagu. Penekanan dalam lirik lagu ini juga dapat dilihat dari perulangan klausa sakura ga furu yang terdapat dalam potongan bait lagu di atas. Seperti data sebelumnya, partikel ga pada klausa ini juga memiliki fungsi sebagai penanda bahwa informasi yang dimaksud bersifat spesifik dan aktual. Pada potongan bait di atas, fungsi partikel ga ini didukung oleh frasa atarashii bokura no ue ni „di atas diri kita yang baru‟ yang menunjukkan sebuah kejadian aktual yang ditunjukkan oleh kata atarashii. Hingga keseluruhan potongan bait di atas dapat diinterpretasikan sebagai „aku‟ dalam lirik lagu dan orang yang ia suka menjalin sebuah hubungan kekasih pada saat sakura berguguran. Data (8) さくら散りだす Sakura chiridasu Sakura mulai berguguran “Sakura mulai berguguran” Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu bentuk klausa dalam bahasa Jepang adalah [nomina + partikel ga + verba]. Sedangkan klausa sakura chiridasu dalam potongan bait lirik lagu di atas menghilangkan partikel ga, karena pemilihan kata yang dilakukan oleh penulis lirik lagu untuk tujuan keindahan rima dan irama, yang apabila memasukkan partikel ga pada klausa di atas dapat mengurangi bahkan menghilangkan efek keindahan lirik lagu tersebut. Kolokasi kata sakura pada klausa sakura chiridasu di atas adalah fukugougo (kata majemuk) chiridasu yang terbentuk dari kata chiru „gugur‟ dan dasu „keluar‟. Kata chiru 11
dalam paper Wlodarczyk, André. 2005. From Japanese to General Linguistics: Starting with the Wa and Ga Particles. France: Université de Gaulle. http://celta.paris-sorbonne.fr/anasem/asmic-papers/JapToGeneral.pdf (Agustus 2014)
20 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
„gugur‟ merupakan verba tipe V (lihat Chaer, 2013:157), yaitu verba yang menyatakan proses perubahan keadaan yang dialami oleh nomina yang menjadi subjek. Kata chiru „gugur‟ mengandung komponen makna [+ jatuh, + rontok, + perubahan, + proses, + terpisah, + menjauh]. Apabila dilihat dari komponen maknanya, kata chiru „gugur‟ dapat berterima apabila disandingkan dengan kolokasinya dalam klausa ini, yaitu sakura yang memiliki komponen makna [+ benda, + bunga-bungaan, + terhitung, + konkret]. Sehingga kita dapat melihat bentukan sakura (ga) chiru yang berarti bunga sakura rontok dari dahannya. Kata dasu „keluar‟ memiliki komponen makna [+ perubahan, + bergerak, + tempat, + waktu, + tujuan, + pergi, + memulai sesuatu]. Apabila kata dasu „keluar‟ digabungkan dengan chiru „gugur‟ sesuai dengan komponen makna yang dimiliki oleh masing-masing kata, maka dapat diartikan menjadi „berubah menjadi rontok‟, „jatuh terpisah dari tempatnya (pohon)‟, „mulai gugur‟. Sehingga klausa sakura chiridasu dapat diartikan sebagai „sakura mulai berguguran‟. Data (9) 桜 いざ舞い上がれ Sakura iza Sakura (ungkapan mengajak)
maiagare membubung tinggi
“Sakura, membubunglah tinggi” Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa salah satu penanda sebuah klausa dalam bahasa Jepang adalah terdapatnya partikel nominatif ga yang diikuti oleh verba intransitif. Bentuk klausa di atas merupakan bentuk perintah dari klausa bentuk biasa sakura ga maiagaru. Dengan identifikasi terdapatnya fukushi (adverbia) iza yang merupakan kata yang mengungkapkan suatu perasaan ketika ingin mengajak lawan bicara bergerak untuk melakukan suatu hal (“Digital Daijirin” dalam http://kotobank.jp, diakses 20 Agustus 2014, pukul 10:12), serta kata maiagare yang merupakan meireikei (bentuk perintah) dari maiagaru. Kata yang berkolokasi dengan kata sakura pada klausa sakura iza maiagare adalah kata maiagare (meireikei „bentuk perintah‟ dari maiagaru). Kata maiagaru merupakan fukugougo (kata majemuk) yang terdiri atas verba mau „menari‟ dengan komponen makna [+ manusia, + bergerak, + berputar, + irama] dan verba agaru „naik‟ dengan komponen makna [+ bergerak, + atas, + tinggi]. Apabila dilihat dari komponen makna yang dimiliki tiap kata pembentuknya, maiagaru dapat diartikan dengan „bergerak naik ke atas seperti gerakan menari‟, seperti yang terdapat dalam kamus “Daijirin Third Edition” terbitan Sanseido (diakses melalui http://kotobank.jp, pada 20 Agustus 2014, pukul 10.47) berikut. 舞い上がる・舞上がる 21 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
舞うようにしてあがる。風に吹かれて高くあがる。 Maiagaru; maiagaru Mau you ni shite agaru. Kaze ni fukarete takaku agaru. Maiagaru; maiagaru Bergerak naik seperti menari. Naik tinggi dalam hembusan angin. Apabila kata maiagaru dengan arti „bergerak seperti menari‟ disesuaikan dengan kolokasi katanya, yaitu sakura yang memiliki komponen makna [+ benda, + bunga-bungaan, + terhitung, + konkret, - hidup], klausa di atas termasuk ke dalam gaya bahasa personifikasi yaitu gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan (Keraf, 2001:140), karena pelaku verba mau „menari‟ dalam maiagaru seharusnya adalah nomina yang berciri makna [+ bernyawa, + hidup] (Chaer, 2013:155-156). Sedangkan, kata sakura tidak mungkin menari karena termasuk ke dalam nomina dengan komponen makna [+ benda, - hidup]. Selain maiagaru yang berarti „bergerak naik seperti menari‟, terdapat pula arti „naik tinggi dalam hembusan angin‟ yang lebih sepadan dengan kolokasi kata dalam bahasa Indonesia yaitu „membubung tinggi‟. Selain itu, pemilihan arti „membubung tinggi‟ lebih cocok dengan bentuk klausa di atas yang merupakan meireikei, karena kesan yang ingin ditimbulkan dalam bentuk ujaran perintah akan lebih kuat jika menggunakan frasa „membubung tinggi‟ daripada „bergerak naik seperti menari‟. Frasa „membumbung tinggi‟ pada makna. Sehingga klausa di atas dapat diartikan menjadi „sakura, membubunglah tinggi‟. Data (10) 桜 ひらひら 舞い降りて落ちて Sakura hira-hira maiorite ochite Sakura (keadaan terbang bergetar karena angin) jatuh berguguran “Sakura jatuh berguguran” Kata yang berkolokasi dengan kata sakura pada klausa sakura hira-hira maiorite ochite adalah kata maiorite ochite. Pada lirik lagu ini, penulisnya menghilangkan partikel ga dan menysipkan fukushi (adverbia) hira-hira. Maiorite ochite merupakan fukugougo (kata majemuk) yang terdiri atas verba mau „menari‟ dengan komponen makna [+ manusia, + bergerak, + berputar, + irama], verba oriru „turun‟ dengan komponen makna [+ bergerak, + menuju ke bawah, + arah, + tujuan], serta ochiru „jatuh‟ dengan komponen makna [+ bergerak, + turun, + menuju ke bawah, + tujuan, + perubahan keadaan, + kalah, + gagal, + tidak kuat]. Verba oriru „turun‟ dan ochiru „jatuh‟ memiliki kesamaan komponen makna, yaitu [+ bergerak , + menuju ke bawah, + tujuan]. Kedua kata ini digabungkan menjadi orite 22 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
ochite yang menggambarkan sakura jatuh dari pohonnya yang dapat dipadankan dengan kata „gugur‟ untuk istilah „jatuh‟ bagi bunga. Seperti pada data (9), verba mau „menari‟ melambangkan gerakan jatuhnya bunga sakura yang seperti gerakan menari, berputar-putar tertiup angin. Selain itu, apabila dilihat dari arti dalam kamus, berikut arti kedua kata majemuk maioriru dan maiochiru dalam “Daijirin Third Edition” terbitan Sanseido (diakses melalui http://kotobank.jp, pada 27 Agustus 2014, pukul 15.00) まいおりる【舞い降りる・舞降りる】 ふわりと舞うようにして降りる。 Maioriru (Maioriru; maioriru) Fuwari to mau you ni shite oriru. Maioriru (Maioriru; maioriru) Turun dengan lembut, seperti menari. まいおちる【舞い落ちる・舞落ちる】 舞うように落ちる。 Maiochiru (Maiochiru; maiochiru) Mau you ni ochiru. Maiochiru (Maiochiru; maiochiru) Jatuh seperti menari. Hira-hira termasuk ke dalam gitaigo (onomatope), yaitu
kata-kata yang
mengungkapkan aktfitas, keadaan, suasana, atau perasaan seperti fuwa-fuwa, bonyari (Sudjianto, 2007:115). Hira-hira adalah kata yang menunjukkan sesuatu yang tipis dan ringan yang terbang bergetar karena hembusan angin. (“Digital Daijisen” dalam http://kotobank.jp, diakses 27 Agustus 2014, pukul 15:40). Sisipan fukushi (adverbia) hira-hira pada klausa maiorite ochite menggambarkan gerakan terbangnya kelopak bunga sakura yang jatuh tertiup angin dan bergerak turun seperti menari. Penggunaan fukushi (adverbia) hira-hira ini juga dapat mencerminkan kedekatan orang Jepang terhadap alam. Gerakan angin, kelopak bunga yang berputar di udara, semua tidak luput dari perhatian penulis lirik lagu.
Kesimpulan Emosi yang dituangkan oleh seorang pencipta lagu diungkapkan melalui kata-kata dalam lirik yang ia ciptakan. Oleh karena itu, dalam menulis lirik lagu, seorang pencipta lagu mementingkan faktor linguistik untuk mewujudkan hasil karyanya, salah satunya adalah pemilihan kata. Pemilihan kata erat kaitannya dengan kesesuaian kata yang berhubungan 23 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
dengan salah satu kajian semantik, yaitu kolokasi. Kolokasi (rengo) adalah asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat. Salah satu kata yang paling sering muncul di dalam lirik lagu Jepang adalah kata sakura. Keindahan sakura menimbulkan rasa cinta dan inspirasi bagi orang Jepang. Para musisi hingga saat ini pun selalu terinspirasi untuk menciptakan lagu bertema sakura. Penulis menganalisis kolokasi kata sakura yang terdapat dalam 16 lirik lagu populer Jepang bertema sakura yang masuk ke dalam 10 besar ranking tahunan lagu-lagu bertema sakura versi Oricon Chart sejak tahun 2006 hingga tahun 2013 secara sintaktis dan semantis. Dari total 16 lagu yang telah analisis tersebut dihasilkan 20 temuan kata sakura dan kolokasinya yang termasuk dalam kolokasi [nomina1 + (of) + nomina2] dan kolokasi [nomina + verba] berdasarkan tipe kolokasi leksikal menurut Benson M, Benson E, dan Ilson (1997). Kolokasi [nomina1 + (of) + nomina2] didapatkan dalam bentuk frasa nominal dan kolokasi [nomina + verba] didapatkan dalam bentuk klausa verbal.
Daftar Referensi Buku: Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. (Ed. Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. ___________. 2013. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Gill, Robin D. 2006. Cherry Blossom Epiphany: The Poetry and Philosophy of a Flowering Tree. Florida: Paraverse Press. Hirai, Masao. 1982. Nandemo Wakaru Shinkokugo Handobukku. Tokyo: Sanseido. Keraf, Gorys. 2001. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Koizumi, Tamotsu. 1993. Nihongo Kyoushi no Tame no Gengogaku Nyuumon. Tokyo: Taishuukan Shoten. Matsumoto, Yoshiko. 1997. Noun-modifying Constructions in Japanese: A Frame-semantic Approach. Amsterdam, Philadelphia: John Benjamins Publishing. Semi, M. Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Shirane, Haruo. 2013. Japan and the Culture of the Four Seasons: Nature, Literature, and the Arts. New York: Columbia University Press. Sudjianto & Ahmad Dahidi. 2007. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang. Jakarta: Kesaint Blanc. Sutedi, Dedi. 2003. Dasar-Dasar Linguistik Bahasa Jepang. Bandung: Humaniora Utama Press. 24 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Tsujimura, Natsuko. 1996. An Introduction to Japanese Linguistics. Australia: Blackwell Publishing. Ono, Hideichi. 1973. Japanese Grammar. Tokyo: The Hokuseido Press. Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. Jurnal Online: Komiya, Chizuko. 2001. Keizai no Shoki Senmon Kyouiku ni Okeru Senmon Rengo. Senmon Nihongo Kyouiku Kenkyuu. (Vol. 3. Hlm. 21-28) http://stje.kir.jp/download/03_21.pdf (Juli 2014) Kurosaki, Shino. 2010. An Analysis of Japanese L2 Learners' Knowledge of" Verb+ Noun" Collocations. Jissen Women’s University FLC Journal. (Vol. 5. Hlm. 63-77.) http://ci.nii.ac.jp/naid/110007617617/en (Agustus 2014) Paper Ilmiah: Michaud, Matthew. "On Collocative Meaning” http://www.kyotoseika.ac.jp/researchlab/wp/wp-content/uploads/kiyo/pdf-data/no43/no_matthew_michaud.pdf (Juli 2014) Wlodarczyk, André. 2005. From Japanese to General Linguistics: Starting with the Wa and Ga Particles. France: Université de Gaulle. http://celta.paris-sorbonne.fr/anasem/asmic-papers/JapToGeneral.pdf (Agustus 2014) Disertasi: Miyakoshi, Tomoko. 2009. Investigating ESL Learners' Lexical Collocations: The Acquisition of Verb+ Noun Collocations by Japanese Learners of English. Manoa: University of Hawai‟i. http://www.ling.hawaii.edu/graduate/dissertations/TomokoMiyakoshiFinal.pdf (Agustus 2014) Kamus: Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. (Ed. Ke-3). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Shinmura, Izuru. 1983. Koujien. Tokyo: Iwanami Shoten. http://kotobank.jp Majalah: Kateigaho International Edition 2012 Spring/Summer. 2012. (Vol. 29. Hlm. 100). Tokyo: Sekai Bunka Publishing Inc.
25 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014
Lampiran
Tabel 2. Klasifikasi Kolokasi Kata Sakura berdasarkan Pola Kolokasi Leksikal Benson, Benson, dan Ilson
No
Pola Kolokasi
Bentuk Kolokasi menurut
Kolokasi Kata Sakura
Jumlah
Leksikal
Satuan Sintaksis
1.
Sakura no hana
1 buah
2.
Sakura no hanabira
3 buah
3.
Sakura no hanabira-tachi
1 buah
Sakura no ki
1 buah
Sakura no shita
1 buah
6.
Nankaime no sakura
1 buah
7.
Boku no sakura
1 buah
4.
Nomina1 + (of)
5.
Nomina2
Frasa Nominal
TOTAL
9 buah
8.
Sakura ga furu
2 buah
9.
Sakura ga saku
1 buah
10.
Sakura ga saiteiru
1 buah
11.
Sakura ima sakihokoru
1 buah
12.
Sakura meippai sakimidareru
1 buah
13.
Sakura mau
2 buah
Sakura maiyuku
1 buah
15.
Sakura iza maiagare
1 buah
16.
Sakura maichiru
3 buah
17.
Sakura tada maiochiru
1 buah
18.
Sakura hira-hira maiorite ochite
1 buah
19.
Sakura chiru
1 buah
20.
Sakura chiridasu
1 buah
14.
Nomina + Verba
Klausa Verbal
TOTAL
17 buah
26 Kolokasi kata …, Nur Shabrina Salsabila, FIB UI, 2014