UNIVERSITAS INDONESIA
PERAN DEWA DAPUR DALAM KEHIDUPAN KAUM TIONGHOA DI INDONESIA
MAKALAH NON SEMINAR
MUTIA NURUL IZZATI 0906559750
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI CINA DEPOK JANUARI 2014
1
Peran dewa ..., Mutia Nurul Izzati, FIB UI, 2014
2
Peran dewa ..., Mutia Nurul Izzati, FIB UI, 2014
3
Peran dewa ..., Mutia Nurul Izzati, FIB UI, 2014
PERAN DEWA DAPUR DALAM KEHIDUPAN KAUM TIONGHOA* DI INDONESIA Mutia Nurul Izzati Sastra Cina, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Makalah ini membahas tentang peran Dewa Dapur dalam kehidupan kaum Tionghoa. Dewa dapur merupakan salah satu dari sekian banyak dewa yang dipercaya oleh masyarakat Cina. Dewa Dapur memiliki peranan yang penting dalam kehidupan mereka. Dewa dapur dipercaya sebagai penentu kemakmuran sebuah keluarga. Oleh karena itu setiap tahun selalu diadakan pemujaan kepada dewa dapur. Kepercayaan ini diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Cina dari jaman dinasti hingga masa kini. Begitu pula dengan kaum Tionghoa di Indonesia yang masih memegang teguh tradisi dan kepercayaan leluhur mereka. Mereka percaya bahwa warisan leluhur tersebut harus terus dilestarikan. Oleh karena itu hingga saat ini di antara mereka masih ada yang percaya dan terus melakukan ritual pemujaan terhadap Dewa Dapur. Kata kunci : Dewa Dapur, Mitologi Cina, Tionghoa
The Role of Kitchen God in Tionghoa People’s Life in Indonesia Abstract This paper discussed about the role of Kitchen God in the life of the Tionghoa people. Kitchen God is one of the many gods are believed by the Chinese people. Kitchen God has an important role in their lives. Kitchen God believed to be the determinant of a prosperous family. Therefore the ritual worship of Kitchen God always held every year. This belief passed down through the generations by the people of China from dynasty period to the present time. Similarly, Tionghoa people in Indonesia who still adhere to the traditions and beliefs of their ancestors. They believe that the heritage should continue to be preserved. Therefore to this day among them there are those who believe and continue to perform the ritual worship of the Kitchen God. Keywords : Kitchen God, China Myth, Tionghoa
*
Kaum Tionghoa mengacu pada orang-orang keturunan Cina yang tinggal di Indonesia. Leluhur Kaum Tionghoa di masa lalu berimigrasi dari Cina ke Indonesia dan menikah dengan masyarakat lokal hingga kemudian keluarga dan keturunan mereka menjadi bagian dari warga Indonesia.
4
Peran dewa ..., Mutia Nurul Izzati, FIB UI, 2014
juga menjelaskan bagaimana bentuk pemujaan yang dilakukan kaum Tionghoa terhadap Dewa Dapur, dan alasan mengapa mereka masih memegang teguh kepercayaan terhadap Dewa Dapur.
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika pertama kali mempelajari mitologi Cina dalam mata kuliah Pengantar Kebudayaan Cina, penulis sangat tertarik terhadap banyaknya dewa-dewi yang dipercaya dan dipuja oleh masyarakat Cina. Dewadewi dalam mitologi Cina ini menurut kepercayaan masyarakat Cina dibedakan menjadi Dewa yang sesungguhnya, dan Dewa yang pada awalnya merupakan manusia, namun karena telah berjasa maka setelah meninggal mereka “diangkat” ke langit dan dijadikan dewa. Dalam pandangan masyarakat Cina, dewa-dewi tersebut memiliki birokrasi seperti halnya sebuah kerajaan manusia, yang biasa disebut dengan Kerajaan Langit. Mereka memiliki penguasa tunggal tertinggi yang disebut Tian. Selain itu, juga terdapat sistem aturan yang wajib ditaati oleh semua dewa-dewi di Kerajaan Langit. Mereka memiliki kedudukan dan tugasnya masing-masing. Salah satu di antara banyak dewa yang dipercaya masyarakat Cina adalah Dewa Dapur. Meskipun Dewa Dapur adalah dewa yang memiliki kedudukan terendah tetapi ia memiliki peran yang penting. Masyarakat Cina memiliki cara pemujaan tersendiri untuk Dewa Dapur. Mitos-mitos mengenai Dewa Dapur juga sering terdengar, salah satunya adalah harus memberikan makanan yang manis atau lengket untuk Dewa Dapur. Kepercayaan masyarakat Cina itu dianut juga oleh kaum Tionghoa di Indonesia. Mereka merupakan masyarakat yang menaati adat istiadat dan kepercayaan leluhur yang telah diwariskan secara turun-temurun. Kaum Tionghoa di Indonesia seperti halnya masyarakat Cina juga mempercayai mitologi dewa. Mereka juga melaksanakan upacara persembahan untuk menghormati dewa-dewi yang berjasa dalam kehidupan mereka. Dapat dilihat dalam keseharian kaum Tionghoa, mereka memajang lukisan ataupun patung dewa-dewi yang mereka sembah. Misalnya patung atau lukisan Dewi Kwan Im, Budha, dan lainnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah Dewa Dapur masih dipercaya oleh Kaum Tionghoa di Indonesia saat ini? Bagaimanakah bentuk pemujaannya? Mengapa mereka masih memegang teguh kepercayaan terhadap Dewa Dapur? Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa Dewa Dapur merupakan salah satu dewa yang masih dipercaya oleh kaum Tionghoa di Indonesia. Selain itu
2. Metode Penelitian Metode yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode kualitatif, yaitu metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci. Teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, Prof. DR., 2008: 1). Alasan penulis menggunakan penelitian kualitatif karena obyek dalam penelitian ini adalah obyek yang alamiah serta dinamis. Obyek yang alamiah adalah obyek yang apa adanya dan tidak dimanipulasi oleh penulis. Selain itu penelitian ini dilakukan guna mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Oleh karena itu, metode penelitian kualitatif lebih tepat untuk digunakan dalam penelitian ini.
3. Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka pembahasan dalam makalah ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu Dewa Dapur, kaum Tionghoa dan peran Dewa Dapur dalam kehidupan mereka, dan ritual pemujaan terhadap Dewa Dapur. 3.1 Dewa Dapur Cina merupakan salah satu negara yang terkenal dengan mitologinya. Kepercayaan masyarakat Cina terhadap suatu kekuatan yang dapat mengendalikan hidup dan menentukan nasib mereka adalah kepercayaan yang turun-temurun diyakini oleh masyarakat Cina. Kekuatan tersebut dalam pandangan masyarakat Cina diwujudkan dalam bentuk dewa atau dalam Bahasa Cina sering disebut shen (神) yang berarti roh. Masyarakat Cina merupakan masyarakat politeisme, yaitu percaya terhadap banyak dewa. Pada awalnya dewa-dewi dalam mitologi Cina digambarkan berdasarkan imajinasi untuk makhluk seperti manusia atau manusia yang telah meninggal yang diberi kemampuan lebih karena perbuatan baiknya. Imajinasi ini kemudian berkembang menjadi sebuah dunia lain yang memiliki mekanisme yang mirip dengan mekanisme dunia manusia. 5
Peran dewa ..., Mutia Nurul Izzati, FIB UI, 2014
Setelah munculnya dinasti-dinasti penguasa, imajinasi berkembang sehingga membentuk Kerajaan Langit yang dipimpin oleh Yu Huang (玉皇). Kerajaan Langit ini mencakup Langit dan Neraka. Keduanya memiliki sistem seperti pemerintahan di dunia manusia dengan memperkerjakan banyak dewadewi, bidadari dan makhluk halus lainnya. Selain itu dikenal juga keadaan abadi atau tidak mati seperti pada Delapan Dewa. Delapan Dewa adalah dewa-dewi dari agama Tao.
Yunnan, pada tahun 1965 terbukti bahwa Manusia Yuanmou yang tinggal di goa sudah mulai menciptakan api (Pradany Hayyu, 2009:28). Bagi manusia primitif, api digunakan untuk menghangatkan badan, memasak, alat penerangan, dan melawan binatang liar di malam hari. Oleh karena itu dapat disimpulkan api telah dikenal manusia sejak zaman batu.
Dewa dalam kepercayaan masyarakat Cina terdiri dari berbagai kategori, diantaranya adalah Dewa Pencipta Alam (dipimpin oleh Yu Huang), Dewa Penguasa Manusia (yang mengurus berbagai aspek kehidupan manusia, seperti kematian, kelahiran, dan lain-lain),
tungku (Zao 灶). Pada mulanya tungku dimiliki oleh tiap kelompok besar manusia primitif, tetapi setelah mereka hidup dalam kelompok kecil maka tungku dimiliki oleh setiap keluarga.
dan juga Dewa Penjaga Rumah (jujia baohu shen 居家
Dalam melangsungkan hidupnya, manusia tidak dapat dipisahkan dari keberadaan api. Karena api dianggap memegang peranan penting dalam kehidupan manusia maka manusia pada zaman dahulu meyakini adanya
保护神). Dewa Penjaga Rumah dipercaya dan dipuja oleh seluruh keluarga dalam kehidupan sehari-hari. Mereka melindungi keamanan, kesehatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan setiap rumah tangga dan anggotanya. Dewa Dapur atau Zaoshen (灶神) adalah salah satu di antara banyaknya dewa yang termasuk dalam kategori Dewa Penjaga Rumah. Dewa Dapur memiliki peran besar dalam kehidupan masyarakat Cina. Beberapa dewa penjaga rumah lainnya (Pradany Hayyu, 2009:28) adalah Dewa Obat (Yaowang 药王), Dewa Pintu (Menshen 门神), Dewa Kamar Mandi (Ceshen 厕神),
Dewa
Sumur
(Jingshen
井神),
Dewa
Kesejahteraan (Caishen 财神), Dewa Tempat Tidur (Chuangshen 床神), Dewa Asmara (Aishen 爱神), Dewa Reuni (Tuanyuanshen 团圆神), Dewa Kelahiran (Shengyushen 生育神), dan lain-lain. 3.1.1 Legenda Dewa Dapur Dapur adalah tempat melakukan kegiatan memasak di rumah. Dapur pada jaman dahulu identik dengan tungku. Pada masa itu masyarakat Cina kuno memasak dengan menggunakan tungku. Sesuai dengan namanya Dewa Dapur adalah dewa yang muncul di dapur maka dari itu Dewa Dapur juga berkaitan dengan tungku yang digunakan di dapur oleh masyarakat Cina kuno. Dalam Bahasa Cina nama Dewa Dapur menggunakan kata Zao (灶) yang berarti dapur atau kompor (tungku) dan Shen (神) yang berarti dewa atau roh. Dalam sejarah Cina, dapur memiliki sejarah yang cukup panjang. Berdasarkan penemuan fosil Manusia Yuanmou yang ditemukan di Yuanmou, provinsi
Setelah manusia dapat menciptakan api secara bertahap mereka mulai membuat media untuk memasak, yaitu
Dewa Api (Huoshen 火神) yang menjaga kehidupan manusia. Dewa Api inilah yang menjadi cikal bakal adanya Dewa Dapur, seperti yang tertulis dalam buku Huaxia Zhushen (Berbagai Macam Dewa di Cina) (2001: 60) : “Setelah pemujaan Dewa Api masuk ke dalam rumah, pemujaan terhadap Dewa Dapur telah melahirkan hubungan yang tak terpisahkan, dapur pun menjadi tempat tinggalnya. Seiring berlalunya waktu, Dewa Api berevolusi menjadi Dewa Dapur.” Dewa Api bukanlah nama seorang dewa, namun merupakan kategori dewa. Dalam mitologi Cina kuno, Dewa Dapur direpresentasikan oleh Yandi (炎帝) dan Zhurong (祝融). Yandi (炎帝) merupakan salah satu dari Lima Kaisar (Wudi 五帝). Di (帝) yang dimaksud dalam istilah ini adalah sebutan bagi dewa yang dianggap sebagai raja atau kaisar. Dalam mitologi Cina kuno, Wudi merupakan dewa yang mengatur pembagian Lima Arah, yaitu utara, selatan, timur, barat, tengah dan Lima Elemen, yaitu kayu, api, logam, tanah, air di bumi. Sejak dahulu, masyarakat Cina percaya bahwa setiap elemen di dunia ini memiliki dewa yang menguasai dan mengaturnya dalam kegunaannya demi kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, Wudi disebut juga sebagai penguasa alam. Menurut kitab Chuci (楚辞), Wudi terdiri dari Penguasa Arah Tengah (Huangdi 黄帝), Penguasa Arah Timur (Shaohao 少昊 ), Penguasa Arah Utara (Zhuanxu 颛顼), Penguasa Arah Barat (Shennong 神农), dan Penguasa Arah Selatan (Fuxi伏羲) (Pradany Hayyu, 2009:30). Menurut mitologi Cina kuno, Huangdi adalah saudara 6
Peran dewa ..., Mutia Nurul Izzati, FIB UI, 2014
dari Yandi. Mereka adalah penguasa arah tengah dan elemen api. Dalam perkembangannya, Huangdi dan Yandi dianggap sama dengan Dewa Api (Huoshen). Selain itu, masyarakat Cina kuno juga mengenal Zhurong sebagai Dewa Api. Dikatakan bahwa Zhurong merupakan keturunan kelima dari Yandi. Ada pula yang mengatakan bahwa Zhurong merupakan bawahan Yandi dalam sistem hierarki para dewa. Maka dari itu dapat dikatakan Zhurong juga merupakan bagian dari kategori Dewa Api (Huoshen). Maka, dapat disimpulkan bahwa Dewa Api yang terdiri dari Yandi dan Zhurong merupakan dewa yang dipuja oleh masyarakat Cina kuno. Mereka juga merupakan dewa yang sering muncul dalam kitab-kitab Cina kuno yang disebut memiliki hubungan dengan Dewa Dapur (Zaoshen). Dikatakan bahwa Dewa Dapur mulai dipuja ketika manusia menciptakan tungku, yang pada waktu itu terbuat dari batu bata. Jauh sebelum tungku ditemukan manusia, Zhurong sebagai Dewa Api telah dipuji sebagai dewa yang memberi manusia kesejahteraan dan perlindungan. 3.2 Kaum Tionghoa dan Dewa Dapur 3.2.1. Perkembangan Kepercayaan Kaum Tionghoa di Indonesia terhadap Dewa Dapur Menurut Gondomono dalam buku “Membanting Tulang Menyembah Arwah: Kehidupan Kekotaan Masyarakat Cina” (1996: 2-3) Kaum Tionghoa di Indonesia telah ada jauh sebelum orang-orang Portugis maupun orang Belanda datang ke wilayah Jawa. Para pedagang Cina ketika itu telah ada yang bermukim di sekitar pantai utara pulau Jawa pada tahun-tahun terakhir abad keenam belas. Ketika kehidupan di Nusantara terbukti lebih baik dan memberi harapan yang lebih cerah, maka semakin banyak imigran yang datang dalam jumlah besar ke Indonesia. Pada awalnya mereka masih berniat untuk kembali ke negeri Cina setelah mengumpulkan kekayaan, namun lama kelamaan pikiran tersebut hilang dan mereka malah hidup dengan perempuan setempat dan menetap di Indonesia untuk selamanya. Mereka membentuk komunitas sendiri yang semakin lama semakin berbeda secara kultural dengan masyarakat leluhur Cina. Maka terbentuklah sebuah kelompok yang sering disebut sebagai “peranakan”. Kaum imigran yang datang pada abad kesembilan belas sampai awal tahun 1930an banyak yang membawa istri atau keluarganya sehingga mereka pun membentuk komunitas sendiri yang disebut golongan Cina Totok, yang secara kultural lebih akrab dengan budaya leluhur mereka daripada golongan “peranakan”.
Unsur kebudayaan leluhur yang dibawa mengalami percampuran dengan budaya setempat. Bahkan terdapat unsur kebudayaan Cina lainnya yang dianggap kurang sesuai dengan budaya Indonesia, yaitu keyakinan-keyakinan religius Cina. Pada masa Orde Baru, terdapat kebijakan untuk mengurangi bahkan meniadakan kegiatan atau penyelenggaraan perayaanperayaan yang masih ada kaitannya dengan budaya Cina secara mencolok oleh Pemerintah RI dimaksudkan untuk mempercepat pembaruan dan penerimaan kelompok etnik Cina ke dalam masyarakat Indonesia. Akibatnya terjadi perubahan secara terpaksa tradisi leluhur yang dilakukan Kaum Tionghoa karena peraturan tersebut. Upacara keagamaan Cina dilakukan secara tidak mencolok, pengunjung klenteng berkurang, tradisi mengunjungi kuburan sudah sangat berkurang. Tradisi memperingati arwah keluarga pada Hari Raya itu hanya dilakukan di rumah sesuai dengan ketentuan pemerintah RI. Namun, sejak masa Reformasi, di bawah pemerintahan Presiden K.H Abdurahman Wahid Kaum Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan mereka dalam mejalankan tradisi dan keyakinannya. Mereka tidak perlu lagi menyembunyikan identitas diri mereka sebagai golongan Cina “peranakan” maupun Cina Totok. Tradisi yang sebelumnya dilarang dapat kembali dijalankan dengan jaminan dari pemerintah. Perayaan Hari Imlek dilakukan dengan meriah oleh masyarakat Cina, klenteng kembali ramai pengunjung. Tradisi dan keyakinan tersebut walaupun sudah bercampur dengan budaya setempat namun masih tetap dipegang teguh oleh Kaum Tionghoa di Indonesia, termasuk mitos dan kepercayaan terhadap dewa-dewa Cina yang terbukti masih dipuja hingga saat ini. Hal itu dapat terlihat ketika mengunjungi klenteng terdapat patung-patung dewa yang digunakan untuk sembahyang. Selain di klenteng, patung-patung dewa juga terdapat di dalam rumah Kaum Tionghoa, termasuk Dewa Dapur. 3.2.2. Peran Dewa Dapur dalam kehidupan kaum Tionghoa Dewa Dapur dipercaya sebagai salah satu dewa yang memiliki peran penting dalam kehidupan keluarga oleh Kaum Tionghoa. Mereka percaya bahwa Dewa Dapur berkuasa atas kehidupan anggota keluarga, memiliki wewenang untuk memberikan kekayaan dan kemiskinan sesukanya, dan membuat laporan kepada Yang Tertinggi. Untuk itu ia biasanya tidak berada di tempat selama empat sampai tujuh hari. Sebagian orang meyakini laporan itu dilakukan satu atau dua kali atau beberapa kali dalam sebulan. Hal ini juga berlaku dalam Kaum Tionghoa di Indonesia yang masih memiliki kepercayaan terhadap Dewa Dapur. Mereka percaya bahwa Dewa Dapur 7
Peran dewa ..., Mutia Nurul Izzati, FIB UI, 2014
berpengaruh terhadap kesejahteraan kehidupan keluarga, seperti yang dikatakan oleh Tanuwijaya (45 tahun) bahwa dengan menyenangkan Dewa Dapur ketika ia akan naik ke “Langit” maka dipercaya rezeki keluarga tersebut akan terjamin untuk satu tahun mendatang. Mitos mengenai Dewa Dapur pun masih sering terdengar di kalangan Kaum Tionghoa, misalnya saja mitos tentang Dewa Dapur yang senang dengan rasa manis. Menurut penuturan Dharmawan, mitos tersebut sudah ada sejak ia masih kecil. Pria yang sekarang berumur 52 tahun tersebut percaya bahwa tradisi keyakinan terhadap Dewa Dapur harus tetap dilestarikan. Sebagai salah satu mitos, Dewa Dapur memiliki manfaat dan peran bagi kehidupan sosial kaum Tionghoa. Berikut ini akan dijelaskan peranan Dewa Dapur dilihat dari berbagai sisi (Pradany Hayyu, 2009: 50-51). 1) Sebagai salah satu mitos, Dewa Dapur dapat berfungsi sebagai sarana pendidikan bagi masyarakat. Kisah asal usul Zaoshen yang diceritakan secara turun temurun kepada generasi muda dijadikan sebagai sarana untuk menanamkan moral yang baik kepada generasi tersebut, yaitu berupa rasa mensyukuri terhadap nikmat yang dimilikinya serta agar selalu berbuat baik kepada anggota keluarga. 2) Zaoshen sebagai pelindung keluarga Zaoshen merupakan satu-satunya dewa yang tinggal di rumah sebuah keluarga. Oleh karena itu, Zaoshen memiliki kedekatan khusus dengan kehidupan Kaum Tionghoa dibandingkan dewadewa yang lainnya. Kaum Tionghoa juga sangat menghormati Zaoshen karena dipercaya dapat melindungi serta memberi kesejahteraan kepada keluarga tempat ia bersemayam. Disamping itu, Zaoshen juga memiliki peranan dalam kehidupan sosial budaya keluarga. Saat anggota keluarga akan meninggalkan rumah untuk melakukan perjalanan yang cukup panjang, ia terlebih dahulu akan membakar hio di depan Zaoshen dengan harapan akan mendapatkan keselamatan. Begitu pula dalam hal keselamatan, saat ada anggota keluarga yang menikah maka pengantin wanita akan bersembahyang di depan lukisan Zaoshen setelah terlebih dahulu bersembahyang kepada tian (langit) dan Dewa Bumi (bumi), dan para leluhur. 3.3 Ritual Pemujaan terhadap Dewa Dapur Zaoshen merupakan dewa penjaga rumah yang memiliki peranan penting dalam kehidupan keluargaKaum Tionghoa. Ia sangat disegani dan
dihormati oleh Kaum Tionghoa. Dalam beberapa literatur Barat, ia juga disebut sebagai „Lord of The Heath‟ (pangeran tungku) dan „Master of The Household‟ (tuan dalam rumah) (Amy Tan, 1994: 9093). Oleh sebab kedudukannya yang penting, tak heran jika tahun baru Cina segera tiba, masyarakat beramairamai mempersiapkan pemujaan terhadap Zaoshen yang akan pergi menghadap Yang Tertinggi. Ritual pemujaan Zaoshen adalah sebagai berikut: 1) Songzao 送灶(Mengantar Zaoshen) Ritual ini dilakukan pada tanggal 23 bulan ke-12 penanggalan Cina. Namun ada juga sebagian kecil Kaum Tionghoa yang melakukannya pada tanggal 24. Pada hari itu dikenal dengan Jizao Rizi yaitu hari mengadakan pemujaan kepada Zaoshen (中国民俗网, 2007: 2). Disebut juga sebagai Xiao Nian (tahun baru kecil) karena pada hari itu masyarakat sibuk membeli bahan makanan, gambar Zaoshen yang baru, Hio dan lain-lain layaknya kesibukan menjelang tahun baru tiba. Ritual „mengantar‟ Zaoshen umum dilakukan setelah makan malam. Menurut salah satu sumber, tata cara pelaksanaan ritual ini yaitu: - Meletakkan beberapa meja di dapur tepatnya di depan tungku atau kompor yaitu dihadapan gambar Zaoshen. (Perlengkapan-perlengkapan yang sebelumnya sudah dibeli seperti Hio, bunga, arak, lilin, permen, buah-buahan dan makanan manis digunakan sebagai instrumen utama). - Membuat alat transportasi yang bentuknya menyerupai kuda dari sebuah batang gandum atau padi-padian untuk Zaoshen dalam perjalanannya menuju Tian. - Tiap anggota keluarga mengoleskan madu, manisan atau permen pada gambar bibir Zaoshen agar ia melaporkan hal-hal yang baik saja kepada Tian. - Kepala Keluarga membakar Hio dan berlutut dihadapan Zaoshen, kemudian melepas gambar Zaoshen dan membakarnya di dalam sebuah jambangan berisi uang kertas tiruan (digunakan untuk sembahyang) serta membakar kuda tiruan bersama Hio, lilin, dan kertas sembahyang. Zaoshen pun siap untuk pergi menghadap Tian. Dalam melakukan ritual Songzao, kaum Tionghoa mempersembahkan makanan dan minuman yang bervariasi berupa makanan manis dan lengket. Seperti yang dilakukan Irmawati (38 tahun), ia menyediakan pula 3 cangkir arak sebagai tambahan. Pemilihan makanan dan minuman tersebut mencerminkan kemampuan suatu keluarga dalam memberi pemujaan terbaik kepada Zaoshen serta tentu saja mengharapkan keberuntungan, kesejahteraan dan perlindungan dari Zaoshen untuk kurun waktu satu tahun mendatang. 8
Peran dewa ..., Mutia Nurul Izzati, FIB UI, 2014
2) Jiezao 接灶 (Menyambut kedatangan Zaoshen) Ritual ini dilakukan untuk menyambut kedatangan Zaoshen yang menurut kepercayaan orang Cina jatuh pada malam tahun baru atau Chuxi (tanggal 30 bulan ke-12 penanggalan Cina) dimana Zaoshen dan para dewa lainnya kembali ke bumi. Umumnya Kaum Tionghoa melakukan ritual ini pada malam tahun baru, namun ada juga yang melakukannya pada tanggaltanggal berikut : - Bulan pertama tanggal 1 penanggalan cina disebut yuandan atau zhengyue chu yi - Bulan pertama tanggal 3 penanggalan cina disebut zhengyue sanri - Bulan pertama tanggal 4 penanggalan cina disebut Zhengyue Siri - Bulan pertama tanggal 5 penanggalan cina disebut Zhengyue Wuri Meskipun Kaum Tionghoa melakukan tradisi tersebut pada tanggal yang berlainan namun paling lambat ritual tersebut akan dilakukan sebelum bulan pertama tanggal 15 penanggalan cina atau sebelum tiba Perayaan Capgomeh /Perayaan Lentera (Yuanxiao Jie). Tata cara Ritual „Menyambut‟ Zaoshen yaitu : - Menempelkan gambar Zaoshen yang baru di dekat dapur atau tempat memasak. Cara lain untuk menyambut Zaoshen adalah dengan mengganti lampu dapur dan membakar Hio didepan lukisan Zaoshen yang baru. - Mempersiapkan hidangan makanan, arak, hio yang nantinya akan dibakar sebagai bentuk penghormatan terhadap Zaoshen. Ritual pemujaan terhadap Dewa Dapur dapat dilakukan di klenteng maupun dirumah. Seperti yang dilakukan keluarga Hendro Lazuardi, pada hari sebelum perayaan imlek mereka tidak pergi ke klenteng untuk melakukan sembahyang, melainkan melakukannya di rumah sendiri. Di dalam rumah mereka terdapat berbagai altar untuk berbagai macam dewa, seperti Dewi Kwan Im, Buddha, Dewa Bumi, Dewa Dapur dan lain-lain. Hendro sebagai kepala keluarga memimpin pelaksanaan upacara sembahyang. Upacara ini dimaksudkan untuk mengantar dewa-dewa yang akan naik ke “langit” dan memohon doa kepada mereka agar membawakan kesejahteraan dan kekayaan sekembalinya mereka dari “langit”. Altar untuk Dewa Dapur yang terdapat dalam rumah Hendro diletakkan di belakang pintu dapur. Menurutnya upacara sembahyang terhadap Dewa Dapur merupakan salah satu ritual penting yang harus dilakukan setiap tahunnya. Demi kesejahteraan dan kemakmuran hidup keluarga selama setahun mendatang, maka harus memohon kepada dewa-dewa. Pada dasarnya ritual pemujaan yang dilakukan di klenteng maupun di rumah tidak jauh berbeda. Namun, pada pelaksanaan ritual pemujaan Dewa Dapur
kebanyakan orang Cina lebih memilih melakukannya di rumah. Hal ini dikarenakan Dewa Dapur merupakan dewa yang tinggal di rumah sehingga dalam mengantar dan menjemput Zaoshen akan terasa lebih sesuai bila dilakukan di rumah. Akan tetapi, menurut Amelia Salim, tidak semua keluarga keturunan Cina saat ini memiliki altar khusus di rumah, sehingga masih banyak dari mereka yang pergi ke klenteng untuk melakukan sembahyang. Pilihan tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing keluarga.
4. Kesimpulan Kaum Tionghoa di Indonesia merupakan masyarakat yang memegang teguh tradisi dan adat istiadat leluhur. Meskipun terjadi akulturasi budaya antara budaya leluhur, yaitu budaya Cina dengan budaya tempat tinggal mereka di Indonesia, namun hal tersebut tidak membuat hilangnya kepercayaan dan keyakinan orang Cina peranakan dan Cina Totok terhadap budaya warisan leluhur. Mereka percaya bahwa budaya dan keyakinan warisan tersebut haruslah dilestarikan. Alasan mereka tetap berpegang teguh kepada keyakinan tersebut sangatlah sederhana. Mereka mengatakan bahwa kepercayaan terhadap dewa-dewi adalah warisan leluhur, sehingga tanpa perlu mempertanyakan lebih jauh mereka meyakini bahwa warisan tersebut adalah hal yang harus tetap dipertahankan. Dewa Dapur sebagai dewa pelindung dan pemberi kesejahteraan pada keluarga, merupakan salah satu dari sekian banyak dewa yang hingga saat ini masih dipercaya oleh kaum Tionghoa di Indonesia. Kepercayaan ini dapat terlihat dari ritual pemujaan yang dilakukan menjelang Tahun Baru Imlek. Ritual ini dapat dilakukan di klenteng-klenteng atau rumah masing-masing. Ritual pemujaan yang dilakukan kaum Tionghoa di Indonesia merupakan bukti bahwa mereka masih menganggap penting kepercayaan terhadap dewa-dewi yang memiliki peran dalam kehidupan mereka. Selain itu, budaya dan adat istiadat warisan leluhur yang tetap dipegang teguh oleh Kaum Tionghoa di Indonesia merupakan salah satu cara untuk tetap menjaga jati diri sebagai orang yang memiliki darah keturunan Cina.
5. Daftar Acuan Gondomono. (1996). Membanting Tulang Menyembah Arwah: Kehidupan Kekotaan Masyarakat Cina. Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta. 9
Peran dewa ..., Mutia Nurul Izzati, FIB UI, 2014
Hayyu, Pradany. (2009). Dewa Dapur (Zaoshen) sebagai Salah Satu Mitos dalam Mitologi Cina dan Bentuk Pemujaannya. Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Depok. Yang Lihui. (2005). Handbook of Chinese Mythology, California: ABC-CLIO. Sugiyono. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. Amy Tan. (1994). The Kitchen God’s Wife. Terj. Joyce K. Isa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 刘锡诚. (2007). 谈谈灶王爷传说, 中国民俗网. 北京: 中国文史出版社. Qi Xing. (1998). Folk Customs at Traditional Chinese Festivities. Beijing: Foreign Language Press. 王作楫. (2007).中国居家保护神. 北京: 中国文史出 版社.
10
Peran dewa ..., Mutia Nurul Izzati, FIB UI, 2014