Skripsi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
OLEH : Febria Suryani NIM : 107101000572
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 2011
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, November 2011
Febria Suryani
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, November 2011 Febria Suryani, NIM : 107101000572 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT.COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011 (xvi+ 115 halaman, 11 tabel, 12 gambar, 6 lampiran) ABSTRAK Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan. Salah satu penyebab dari dermatitis kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik. Bahan kimia tersebut memiliki posibilitas untuk mengiritasi dan mensesitisasi kulit pekerja. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia, didapatkan bahwa 60% dari 15 orang pekerja mengalami dermatitis kontak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan pada bulan juli-oktober 2011 di bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia. Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia. Sampel penelitian merupakan seluruh total populasi pekerja di bagian processing dan filling sebanyak 50 orang pekerja. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD. Penentuan penyakit dermatitis kontak dan riwayat penyakit kulit didapatkan dari hasil diagnosa dokter, variabel personal hygiene dan penggunaan APD didapatkan dengan observasi langsung dan variabel lainnya didapatkan dengan menyebarkan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi square dan t independent. Hasil penelitian menunjukan bahwa 48% pekerja mengalami dermatitis kontak, dengan 33,3% dermatitis kontak alergi dan 66,7% dermatitis kontak iritan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak dalam penelitian ini yaitu lama kontak (Pvalue 0.020), masa kerja (Pvalue 0.012), usia (Pvalue 0,006) dan personal hygiene (Pvalue 0,028). Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak disarankan agar pekerja menggunakan APD dengan lengkap dan memperhatikan kebersihan diri selama bekerja, melakukan penyuluhan kepada pekerja untuk mengenal gejala dermatitis kontak serta pengawasan mengenai penggunaan APD dan personal hygiene. Daftar bacaan : 43 (1980 – 2010)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Paper, November 2011 Febria Suryani, NIM : 107101000572 FACTORS ASSOCIATED WITH CONTACT DERMATITIS AT PROCESSING AND FILLING SECTIONS IN PT.COSMAR INDONESIA SOUTH TANGERANG YEAR 2011 xvi+ 115 pages, 11 tables, 12 pictures, 6 attachments Contact dermatitis prevalence among occupational disease is 50%, which irritant contact dermatitis is more often occurs than the allergic. One of the dermatitis contact agent is chemical which are often used in cosmetic production process. These chemical has possibility to irritate and sensitize the workers. Based on preeliminary study at PT.Cosmar Indonesia as one of cosmetic industries in Indonesia, showed that 60% of 15 workers suffer contact dermatitis. This research is a quantitative study used a cross sectional method, and held in Juli-October 2011 at processing and filling sections in PT.Cosmar Indonesia. The purpose of this study was to analyze factors associated with contact dermatitis in PT Cosmar Indonesia. Fifty workers was taken as total sampling at processing and filling sections. The independent variables are duration contact, years of employment, age, sex, skin diseases history, personal hygiene and used of PPE (Personal Protective Equipment). For contact dermatitis and skin diseases history obtained by diagnose doctor, for personal hygiene and used of PPE was collected by direct observation, and the other variables was collected by questionaire. Afterwards, tests, such as chi square and t independent, are used to analyze the data. Results showed that 48% workers suffered contact dermatitis, which 33,3% alergic type and 66,7% irritant type. Factors associated with contact dermatitis are duration contact (Pvalue: 0.020), years of employment (Pvalue: 0.012), age (Pvalue 0.006) and personal hygiene (Pvalue: 0,028). To reduce contact dermatitis risk, workers should use completed PPE during work, and awareness of their personal hygiene, early recognizing of contact dermatitis symptoms and improve supervised the used of PPE and personal hygiene. References : 43 (1980 – 2010)
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 14 November 2011
Mengetahui,
Iting Shofwati, ST, MKKK
M. Farid Hamzens, Msi
Pembimbing I
Pembimbing II iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 14 November 2011 Penguji I,
Iting Shofwati, ST, MKKK
Penguji II,
M. Farid Hamzens, Msi
Penguji III,
dr. Rahmania Diandini, MKK v
DATA RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi Nama
: Febria Suryani
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 27 Februari 1990
Jenis Kelamin
: Perempuan
Nomor Telepon
: 08567156252
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Jl. H. Sarmili RT.003 RW.02 No.17.A Pd.Aren Jurang Mangu Timur Tangerang, 15222
E-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan Tahun 2007-Sekarang 2004-2007 2001-2004 1995-2001
Riwayat Pendidikan S1-Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3) Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta SMA Negeri 47 Jakarta Selatan SMP Negeri 177 Jakarta Selatan SD Negeri Cipulir 04 Jakarta Selatan
Pengalaman Organisasi Tahun 2010-2011 2004-2006 2001-2003
Jabatan Anggota BEMJ Kesehatan Masyarakat Divisi Dana dan Usaha UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selatan Anggota MPK Komisi II SMA Negeri 47 Jakarta Selatan Anggota OSIS SMP Negeri 177 Jakarta Selatan
vi
KATA PENGANTAR ا و
ا ا
ور
ا م
ا
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW semoga kelak kita mendapat syafa’at nya. Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan laporan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS ; selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK; selaku dosen pembimbing pertama, terima kasih ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4.
Bapak Farid Hamzens, Msi; selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih bapak atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama penyusunan skripsi.
5.
dr. Rahmania Diandini, MKK; selaku penguji sidang skripsi, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi.
vii
6.
Ibu Febrianti, Msi; selaku dosen penasehat akademik, terima kasih ibu atas bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama penyusunan skripsi.
7.
dr. Asmanudin, terima kasih atas saran, bimbingan, waktu serta bantuannya selama proses pengumpulan data, semoga kebaikan dokter dibalas Allah SWT, amin.
8.
Ibu Leni Arsita Jadi, MM; selaku pihak personalia, yang telah memberikan izin, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di PT. Cosmar Indonesia.
9.
Ibu Krisna dan Pak Sapto; selaku supervisior bagian produksi PT.Cosmar Indonesia, terimakasih atas kebaikan dan kesediaan waktunya untuk mendampingi, membimbing dan membantu jalannya proses pengumpulan data di perusahaan.
10.
Para pekerja PT.Cosmar Indonesia, khususnya bagian processing dan filling, terimakasih atas kerjasamanya dalam proses pengumpulan data di perusahaan. Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud mengucapkan
Special Thanks To : 1.
Keluargaku Tercinta; Alm. Ayah dan Mama, Kakak-kakaku (Teh Elin, Teh Yeni, A Asep) serta keponakan-keponakanku (Ryan, Athar, Amel, Noya) tersayang. Terimakasih banyak atas segala dukungan baik moril maupun materil, kasih sayang yang berlimpah serta doa yang tulus sehingga de’ bisa menyelesaikan kuliah dan menuju masa depan yang lebih cerah, amiin.. LUV U ALL!!
2.
Sahabat-sahabatku tersayang; Shani, Menk, Ayu, Anita, Wita, makasii kalian selalu menjadikan hari-hari ebby lebih indah dan penuh warna. That’s Unforgetable Moment” Friends Forever Guys ☺!!!. Especially to deas, makasii yah atas semua bantuan, saran dan bimbingan yang kamu berikan dari mulai awal skripsi sampai selesai, semoga kamu cepet jadi dokter, amiin ☺.
3.
Sahabat-sahabat K3 (farhan, firman, arif, hasyim, kemol, fadli, hara, dilla, yuni, vita, agung, danis, said) makasii atas segala bantuan dan kebaikan kalian selama kuliah, makasi juga telah membuat hari-hari ebby lebih indah ☺. Especially to profesor ami (Nur Najmi Laila), thank’s banget mii atas segala bantuan ami dari
viii
mulai magang sampe skripsi, semoga semua kebaikan ami dibalas Allah SWT, amiin ☺. 4.
Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2007 (OPUS) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik!!
5.
Dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal
dari Allah Subhanahu Wata’ala. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa laporan ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. و
ا
ور
م
وا
Jakarta, November 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................................. i ABSTRAK ............................................................................................................................ ii PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. v DATA RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. vi KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xiv DAFTAR BAGAN ............................................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ................................................................................................................ 1 1.2.Rumusan Masalah.... ....................................................................................................... 5 1.3.Pertanyaan Penelitian ...................................................................................................... 7 1.4.Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 8 1.4.1. Tujuan Umum .................................................................................................... 8 1.4.2. Tujuan Khusus.................................................................................................... 8 1.5.Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 9 1.5.1. Bagi Perusahaan ................................................................................................. 9 1.5.2. Bagi Peneliti ....................................................................................................... 9 1.5.3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ................................................. 9 1.6.Ruang Lingkup ................................................................................................................ 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi kulit Manusia................................................................................................... 11 2.2. Dermatitis Kontak .......................................................................................................... 13 2.2.1. Definisi Dermatitis Kontak .................................................................................. 13 2.2.2. Jenis Dermatitis Kontak ....................................................................................... 14 2.2.3. Patogenesis Dermatitis Kontak ............................................................................ 16 2.2.4. Gambaran Klinis Dermatitis Kontak ................................................................... 18 2.2.5. Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak .................................................................... 22 2.3. Kosmetik ........................................................................................................................ 23 2.3.1. Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak ............................. 24 2.4. Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia .................................................................. 31 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak .............................. 32 2.6. Faktor Langsung ............................................................................................................ 33 2.6.1. Bahan Kimia ........................................................................................................ 33
x
2.6.2. Lama Kontak ........................................................................................................ 36 2.7. Faktor Tidak Langsung .................................................................................................. 37 2.7.1. Suhu dan Kelembaban ......................................................................................... 37 2.7.2. Masa Kerja ........................................................................................................... 38 2.7.3. Usia ...................................................................................................................... 39 2.7.4. Jenis Kelamin ....................................................................................................... 42 2.7.5. Ras........................................................................................................................ 43 2.7.6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya ................................................................... 44 2.7.7. Personal Hygiene ................................................................................................. 45 2.7.8. Penggunaan Alat Pelindung Diri ......................................................................... 47 2.8. Kerangka Teori............................................................................................................... 51 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep ............................................................................................................ 52 3.2.Definisi Operasional........................................................................................................ 56 3.3.Hipotesis.......................................................................................................................... 58 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Desain Penelitian ............................................................................................................. 59 4.2.Lokasi dan Waktu ........................................................................................................... 59 4.3.Populasi dan Sample ....................................................................................................... 59 4.4.Instrumen Penelitian........................................................................................................ 60 4.5.Jenis Data ........................................................................................................................ 61 4.6.Pengumpulan Data .......................................................................................................... 61 4.7.Pengolahan Data.............................................................................................................. 63 4.8.Analisis Data ................................................................................................................... 64 BAB V HASIL 5.1. Gambaran Umum Perusahaan ........................................................................................ 65 5.1.1. Latar Belakang dan Sejarah PT.Cosmar Indonesia.............................................. 65 5.1.2. Visi dan Misi PT.Cosmar Indonesia .................................................................... 66 5.1.3. Sumber Daya Manusia (SDM) ............................................................................. 66 5.1.4. Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia ......................................... 67 5.1.5. Proses Kerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia .................... 72 5.2. Analisis Univariat .......................................................................................................... 79 5.2.1. Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak ............................................................... 79 5.5.2. Gambaran Faktor Langsung ................................................................................. 79 a. Lama Kontak ..................................................................................................... 80 5.2.3. Gambaran Faktor Tidak Langsung ...................................................................... 80 a. Masa Kerja ........................................................................................................ 81 b. Usia Pekerja ...................................................................................................... 81 c. Jenis Kelamin .................................................................................................... 82 d. Riwayat Penyakit Kulit ..................................................................................... 82 e. Personal Hygiene .............................................................................................. 82 f. Penggunaan APD ............................................................................................... 82 xi
5.3. Analisis Bivariat ............................................................................................................. 83 5.3.1. Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak ........... 83 a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................................... 83 5.3.2. Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak . 84 a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak.............................................. 85 b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak......................................................... 85 c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak ......................................... 86 d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................... 86 e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak ................................... 86 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian .................................................................................................. 88 6.2. Kejadian Dermatitis Kontak ........................................................................................... 89 6.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak ....................................... 92 6.3.1. Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak ............ 92 a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................................... 92 6.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak .. 97 a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak.............................................. 97 b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak......................................................... 99 c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak ......................................... 102 d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................... 104 e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak ................................... 106 f. Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak .................................... 108 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan .................................................................................................................... 113 7.2. Saran ............................................................................................................................... 114
xii
DAFTAR TABEL
No.Tabel
Halaman
2.1. 3.1. 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 5.5. 5.6.
Iritan Primer ................................................................................................................. 34 Definisi Operasional .................................................................................................... 56 Distribusi SDM PT.Cosmar Indonesia ........................................................................ 67 List Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia ......................................... 67 Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak ....................................................................... 79 Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) ................................................................ 80 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) ............................................... 81 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene, Penggunaan APD) ......................................................................... 81 5.7. Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) dengan Kejadian Dermatitis Kontak ..... 83 5.8. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) dengan Kejadian Dermatitis Kontak.......................................................................................................................... 84 5.9. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene, Penggunaan APD) dengan Kejadian Dermatitis Kontak .............. 85
xiii
DAFTAR GAMBAR
No.Gambar 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 2.10. 2.11. 2.12.
Halaman
Anatomi Kulit Manusia ............................................................................................... 11 Dermatitis pada Tangan ............................................................................................... 20 Dermatitis pada Wajah ................................................................................................ 20 Dermatitis pada Lengan ............................................................................................... 21 Dermatitis pada Kaki ................................................................................................... 21 Dermatitis pada Badan ................................................................................................. 22 Dermatitis pada Leher.................................................................................................. 22 Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air ............................................................. 46 Alat Pelindung Pernapasan .......................................................................................... 48 Alat pelindung Tangan ................................................................................................ 48 Alat Pelindung Kaki .................................................................................................... 49 Pakaian Pelindung ....................................................................................................... 49
xiv
DAFTAR BAGAN
No.Bagan 2.1. 3.1. 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 5.5. 5.6. 5.7.
Halaman
Kerangka Teori ............................................................................................................ 51 Kerangka Konsep......................................................................................................... 53 Alur Proses Pembuatan Kosmetik ............................................................................... 72 Alur Proses Kerja Pembuatan Dry ............................................................................... 74 Alur Proses Kerja Pembuatan Lipstik.......................................................................... 75 Alur Proses Kerja Pembuatan Liquid .......................................................................... 76 Alur Proses Kerja Filling Dry ..................................................................................... 77 Alur Proses Kerja Filling Lipstik ................................................................................ 78 Alur Proses Kerja Filling Liquid ................................................................................. 78
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Pengantar Izin Penelitian
Lampiran 2
Surat Izin Penelitian
Lampiran 3
Kuesioner penelitian
Lampiran 4
Hasil Analisis Univariat
Lampiran 5
Hasil Analisis Bivariat
Lampiran 6
Foto
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) merupakan suatu peradangan kulit yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2007 ). Penyakit ini ditandai dengan peradangan kulit polimorfik yang mempunyai ciri – ciri yang luas, meliputi : rasa gatal, eritema (kemerahan), endema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 55mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55mm), crust dan skuama (Freedberg, 2003). Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak. Di antara dermatitis kontak, dermatitis kontak iritan menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki urutan kedua dengan 14%-20% (Taylor et al, 2008). Data dari United Stases Bureau of Labor Statistict Annual Survey of Occupational Injuries and Illnesses pada tahun 1988, didapatkan 24 % kasus penyakit akibat kerja adalah kelainan atau penyakit kulit. Data di
1
2
Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 % merupakan dermatitis kontak (Djunaedi dan Lokananta, 2003). Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Menurut Perdoski (2009) Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar 92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002). Pada sub bagian alergi imunologi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, insiden dermatitis kontak akibat kerja sebesar 50 kasus per tahun atau 11,9% dari seluruh dermatitis kontak. Di Jawa Tengah, Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja mebel sebesar 4,62% dengan proporsi DKI akibat kerja sebesar 23,53% (Perdoski, 2009). Diagnosis dermatitis kontak ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinis, dan tes kulit berupa patch test (Orton dan Wilkinson, 2004). Beberapa penelitian menunjukan bahwa penyakit dermatitis kontak merupakan penyakit yang lazim terjadi pada pekerja-pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan dan trauma. Beberapa jenis dermatitis kontak seperti dermatitis kontak iritan disebabkan oleh bahan iritan absolut seperti asam basa, basa kuat, logam berat dan konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan, misalnya sabun, deterjen dan pelarut organik, sedangkan jenis dermatitis lain adalah
3
dermatitis kontak alergi biasanya disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia atau lainnya yang meninggalkan sensitifitas kulit (Erliana, 2008). Bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dermatitis kontak dapat terjadi pada hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya ibu rumah tangga, petani dan pekerja yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia dan lain-lain (Orton dan Wilkinson, 2004). Bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik yang merupakan penyebab dari dermatitis kontak diantaranya senyawa kimia, tanaman, obat-obatan yang terkandung dalam krim kulit, zat kimia yang digunakan dalam pengolahan pakaian dan kosmetik (Putra, 2008). Pekerja pembuat kosmetik juga beresiko
besar
menderita
penyakit
dermatitis
kontak,
karena
dalam
proses
pembuatannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia. Berdasarkan data penelitian di Indonesia pada tahun 1985 yang dilakukan di 14 Balai Hiperkes dilaporkan 90% penyakit kulit akibat kerja di Indonesia adalah dermatitis kontak akibat bahan kimia (Cahyono, 2004). Salah satu penyebab dematitis kontak adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam industri, seperti salah satu perusahaan industri pembuatan kosmetik yang banyak mengunakan bahan-bahan kimia. Bahanbahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan kulit pada pekerja yang berkontak langsung dalam proses pembuatannya. Bahan kimia dalam kosmetik yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kulit pekerja diantaranya metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea, DMDM hydantoin (dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea, 5chloro-2methyl-4-isothiazolin-3-one
(methylchloroisothiazolinone),
N-isopropyl-N-
4
pheniyl para phenylenediamine, quarternium-15, iodopropynyl butylcarbamate dan methyldibromoglutaronitrile. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sotya Prasari dkk di Klinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta tahun 2005 - 2006, tiga alergen kosmetik standart yang paling sering menimbulkan hasil patch test positif adalah fragrance mix (13,7 %), N-isopropyl-N-pheniyl para phenylenediamine 0,1 % (10,7 %) dan paraben mix 1 % (8,3 %). Alergen kosmetik yang paling sering menimbulkan hasil pact test positif adalah facial cream (18,2 %), sabun (12,9 %) dan sampo (11,6 %). PT.Cosmar Indonesia adalah sebuah perusahaan kosmetik yang menerima pembuatan kosmetik berdasarkan pesanan (makloon). Perusahaan ini terletak di Taman Tekno Blok A1 No. 11-15 Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong, Banten Indonesia 15314. Produk yang dihasilkan dari perusahaan ini meliputi decorative cosmetics (lipsticks, lip gloss,lip liner, liquid makeup, blushes, concealers, eye shadow, mascaras, eye liner, powders), perawatan kulit (cleansing foam, body lotion, skin care regimens, blemish balm ,lotions and creams, gels, sunscreens, acne control and treatment), perawatan rambut (shampoo, conditioner, hair mask, hair reconstructor serum, hair spa straightening products, gels ,waxes) dan perawatan personal (shower gel, facial soap, feminine wash, fragrances). Alur pembuatan kosmetik di PT. Cosmar Indonesia dimulai dari purchasing, ware house in, quality control, processing, filling, packaging dan ware house out. Pekerjaan di bagian processing pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan, kemudian pada bagian filling bahan-bahan kimia yang telah diolah tersebut dimasukan ke dalam wadah yang telah ditentukan. Pada processing dan filling tersebut pekerja berkontak dengan bahan kimia. Sedangkan
5
terdapat ribuan macam bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, diantara bahan-bahan kimia tersebut ada yang bersifat toksik maupun alergik, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja sangat besar. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja PT. Cosmar Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak dan 6 orang pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan telah diperkuat dengan pemeriksaan dokter. Kesembilan pekerja yang menderita dermatitis kontak kebanyakan mengeluh kelainan kulit setelah berkontak dengan zat kimia. Berdasarkan teori dari para ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal dari faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dilakukan tindakan preventif seperti pelatihan atau penyuluhan pada pekerja untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja di PT.Cosmar Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik
6
maupun alergik (Orton dan Wilkinson, 2004). Salah satu penyebab dari dermatitis kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan kosmetik. Sebagian besar bahan yang terdapat di dalam kosmetik adalah bahan sintetik alami dengan kandungan zat yang bersifat toksik dan alergik sehingga dapat menimbulkan dermatitis kontak. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak dan 6 orang pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan telah diperkuat dengan pemeriksaan dokter. Pada saat proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, pekerja pada bagian processing dan filling banyak berkontak dengan bahan kimia, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak lebih besar dibandingkan dengan bagian lain. Pada bagian processing pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan, kemudian pada bagian filling bahan-bahan kimia yang telah diolah tersebut dimasukan ke dalam wadah yang telah ditentukan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan pada bagian processing dan filling. Penyakit dermatitis kontak pada pekerja dapat mengurangi produktifitas kerja, karena gejalanya dapat mengakibatkan rasa gatal, panas, kemerahan, bengkak serta tonjolan padat maupun cairan, sehingga dapat menggangu pekerjaan. Berdasarkan teori dari para ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal dari faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). Dengan demikian diperlukan suatu penelitian yang membuktikan adanya faktor-faktor
7
yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia. 1.3 Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana gambaran proses kerja pada bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
2.
Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
3.
Bagaimana gambaran faktor langsung (lama kontak) pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
4.
Bagaimana gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
5.
Apakah ada hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
6.
Apakah ada hubungan antara faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
8
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011. 1.4.2 Tujuan Khusus 1.
Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
2.
Diketahuinya gambaran faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
3.
Diketahuinya gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
4.
Diketahuinya hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
5.
Diketahuinya hubungan antara faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
9
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Perusahaan Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman bagi perusahaan mengenai bahaya serta faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Sehingga perusahaan dapat melakukan upaya-upaya perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja.
1.5.2 Bagi Peneliti Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti serta sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang telah dipelajari semasa kuliah khususnya mengenai dermatitis kontak.
1.5.3 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 1.
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai dermatitis kontak.
2.
Terbentuknya kerjasama antara perusahaan dangan fakultas dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa kesehatan masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011. Hal tersebut dilakukan karena
10
kemungkinan terjadinya dermatitis di perusahaan kosmetik sangat besar, mengingat pekerja sering berkontak langsung dengan bahan-bahan kimia yang sebagian besar bersifat toksik dan alergik. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja didapatkan 9 orang pekerja menderita dermatitis kontak (subjektif dan diperkuat dengan pemeriksaan dokter). Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi cross sectional (potong lintang). Populasi penelitian berjumlah 50 orang pekerja di bagian processing dan filling, dengan jumlah sampel seluruh populasi. Data-data yang diperoleh berasal dari data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari hasil pemeriksaan klinis, kuesioner dan observasi, sedangkan data sekunder didapatkan dari penelusuran dokumen, catatan, dan laporan dari perusahaan. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chisquare dan T-independen untuk melihat hubungan antara variabel.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kulit Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 1,5% dari berat tubuh dan luasnya 1,5-1,75 m2, rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (16 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki, sedangkan paling tipis (1,5 mm) terdapat di penis (Harahap, 2000). Berikut akan dijelaskan pembagian kulit secara histopatologik (Djuanda, 2007) :
Gambar 2.1 Anatomi Kulit Manusia
11
12
1.
Epidermis (lapisan tanduk), terdiri dari 5 lapis : a.
Stratum korneum, merupakan lapisan paling luar yang terdiri dari kumpulan sel-sel yang telah mati dan terus menerus diganti oleh sel yang baru. Lapisan ini menebal di telapak tangan dan kaki sedangkan menipis di kelopak mata.
b.
Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan stratum korneum yang terdiri dari protein dan lemak, berwarna transparan dan tampak jelas di telapak kaki dan tangan.
c.
Stratum granulosum, terdiri dari sel-sel yang memipih dengan sitoplasma berwarna gelap karena keratohialin.adanya granula ini menunjukan bahwa sel-sel mulai mati.
d.
Stratum spinosum, terdiri dari sel-sel polygonal yang makin ke atas makin pipih. Diantara stratum spinosum terdapat jembatan antar sel dan sel Langerhans.
e.
Stratum basal, terdiri dari satu lapis sel silindris dengan sumbu panjang tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable membrane terhadap bahan kumia yang larut dalam air. Lapisan ini mengandung sel-sel malanosit. Pada orang normal, perjalanan sel dari stratum basal sampai ke stratum korneum lamanya 40–56 hari.
2.
Dermis Lapisan dermis terdapat dibawah epidermis, yang membuat kulit lebih tebal dan elastis karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrosa dan elastis. Lapisan ini terdiri dari 2 lapis, yaitu :
13
a.
Stratum papilare yang menonjol masuk ke dalam lapisan bawah epidermis, mangandung kapiler dan ujung-ujung syaraf sensori.
b.
Stratum retilukare yang
berhubungan dengan subkutis, mengandung
kelenjar keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara di folikel rambut. 3.
Subkutis Terdiri dari jaringan longgar dan mengandung banyak kelenjar keringat dan sel-sel lemak.
2.2. Dermatitis Kontak 2.2.1 Definisi Dermatitis Kontak Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. Selain itu menurut American Medical Association, dermatitis seringkali cukup digambarkan sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan untuk eksim, kontak (infeksi dan alergi) (HSE UK, 2004). Menurut Djuanda dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit (Djuanda, 2007). Menurut Firdaus dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang mengenai kulit (Firdaus, 2002). Menurut Michael dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja (Michael,
14
2005). Menurut Hayakawa dermatitis kontak merupakan inflamasi non-alergi pada kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000) dan menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi), maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan) (Hudyono, 2002). Salah satu penyebab dari dermatitis kontak akibat kerja yaitu bahan kimia yang kontak dengan kulit saat melakukan pekerjaan. Bahan kimia (kontaktan) untuk dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja, pertama harus mengenai kulit kemudian melewati lapisan permukaan kulit dan kemudian menimbulkan reaksi yang memudahkan lapisan bawahnya terkena. Lapisan permukaan kulit ini ketebalannya menyerupai kertas tissue, mempunyai ketahanan luar biasa untuk dapat ditembus sehingga disebut lapisan barrier. Lapisan barrier menahan air dan mengandung air kurang dari 10 % untuk dapat berfungsi secara baik. Celah diantara lapisan barrier ada kelenjar minyak dan akar rambut yang terbuka dan merupakan tempat yang mudah ditembus (HSE UK, 2004). 2.2.2 Jenis Dermatitis Kontak Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Perbedaan prinsip antar keduanya adalah dermatitis kontak iritan terjadi karena adanya penurunan kemampuan kulit dalam melakukan regenerasi sehingga mudah teriritasi oleh bahan-bahan tertentu. Penurunan kemampuan ini dipengaruhi oleh selaput tanduk dan kandungan air pada sel tanduk tersebut. Sementara pada dermatitis kontak alergi, paparan bahan kimia menimbulkan rangsangan tertentu pada imunitas tubuh. Rangsangan ini akan menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan peradangan kulit disini hanya terjadi pada
15
seseorang yang mempunyai sifat hipersensitif (mudah terkena alergi). Kedua bentuk dermatitis ini sulit dibedakan satu sama lain, sehingga memerlukan pemeriksaan medis yang spesifik untuk membedakan keduanya. 1.
Dermatitis Kontak Iritan Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang bersifat non imunologik, ditandai dengan adanya eritema (kemeraham), edema (bengkak) ringan dan pecah-pecah setelah terjadi pajanan bahan kontaktan dari luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia yang dapat menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit (Firdaus, 2002). Dermatitis kontak iritan merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar berasal dari sel epidermis (Michael, 2005). Penyebab munculnya Dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh molekul, daya larut dan konsentrasi bahan tersebut, dan lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2007). Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menutun) misalnya dermatitis atopik (Djuanda, 2007).
16
2.
Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Kontak Alergi merupakan salah satu tipe penyakit kulit akibat sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar rendah yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan pada kulit akibat sensitivitas. Gejala dari dermatitis kontak alergi antara lain ruam kulit, bengkak, gatal-gatal dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan lenyap begitu kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan, tetapi akan muncul lagi ketika kulit kembali terpapar (Widyastuti, 2006) Penyebab terjadinya Dermatitis Kontak Alergika diantaranya kosmetik (cat kuku, penghapus cat kuku, deodoran, pelembab, losyen sehabis bercukur, parfum, tabir surya, senyawa kimia (nikel), tanaman (racun ivy (tanaman merambat), racun pohon, sejenis rumput liar, primros), obat-obat yang terkandung dalam krim kulit dan zat kimia yang digunakan dalam pengolahan pakaian.
2.2.3 Patogenesis Dermatitis Kontak Mekanisme terjadinya dermatitis kontak pada kulit akan dibahas dibawah ini (Djuanda, 2007) : 1.
Dermatitis Kontak Iritan Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala
17
peradangan klasik di tempat terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas, nyeri bila iritan kuat. Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. 2.
Dermatitis Kontak Alergi Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3 minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses) masuk ke dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel langerhans yang kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Sel langerhans melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik untuk di proses (di kenali). Setelah di proses, turunan sel ini yaitu sel-T memori akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi tersensitisasi. Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dengan zat yang sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.
18
2.2.4 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan dermatitis. Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergi. 1.
Fase Akut Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh detergen. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Pada dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam setelah melalui proses sensitisasi. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang berat selain eritema (kemeraham) dan edema (bengkak) yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi dan eksudasi (cairan). Lesi cederung menyebar dan batasnya kurang jelas. Dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2007).
19
2.
Fase Kronis Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu untuk menyebabkan menyebabkan dermatitis kontak iritan. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Pada dermatitis kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupan bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal (Djuanda, 2007). Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis
kontak dapat juga dilihat menurut prediksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya (Trihapsoro, 2003). 1.
Dermatitis pada tangan Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering terdapat pada bagian tangan. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Hal tersebut dikarenakan tangan merupakan bagian tubuh
20
yang paling sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering berkontak langsung dengan bahan kimia.
Gambar 2.2 Dermatitis pada tangan 2.
Dermatitis pada wajah Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.
Gambar 2.3 Dermatitis pada wajah 3.
Dermatitis pada lengan Lengan juga merupakan tempat yang cukup sering dijumpai terkena dermatitis karena barang–barang seperti jam tangan (mengandung bahan nikel), debu semen, dan tanaman tertentu secara langsung mengenai lengan. Selain itu di ketiak juga bisa terkena karena penggunaan penggunaan deodoran. Pada pekerja,
21
walaupun lengan bukan bagian tubuh yang sering berkontak dengan bahan kimia, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terciprat bahan kimia saat melakukan pekerjaan.
Gambar 2.4 Dermatitis pada lengan 4.
Dermatitis pada kaki Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah. Dermatitis pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen,sandal dan sepatu. Pada pekerja kemungkinan terjadinya dermatitis pada kaki akibat tumpahan ataupun cipratan bahan kimia saat melakukan pekerjaan.
Gambar 2.5 Dermatitis pada kaki 5.
Dermatitis pada badan Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen, bahan pelembut
dan pewangi pakaian.
22
Gambar 2.6 Dermatitis pada badan 6.
Dermatitis pada leher Sering disebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, dan zat pewarna pakaian.
Gambar 2.7 Dermatitis pada leher 2.2.5 Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan teliti, dan bentuk gejala klinis yang terjadi. Secara garis besar terdapat tiga metode diagnosa yang dilakukan dalam mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode-
metode tersebut yaitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga pemeriksaan penunjang (Firdaus, 2002). Pada anamesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh
dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang
23
pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin riwayat psikologik. Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, endema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel biasa dan uji tempel dengan pra-perlakuan (pre-treatment). Uji tempel biasa digunakan untuk alergen dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum yang utuh, sedangkan uji tempel pra-perlakuan digunakan untuk alergen dengan BM yang besar seperti protein dan gluprotein yang dapat menembus stratum korneum kulit jika barier kulit tidak utuh lagi. 2.3 Kosmetik Kosmetik adalah bahan yang diaplikasikan secara topikal dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan. Komponen kosmetik secara umum mengandung bahan aktif, pewangi, pengawet, stabilizer, lipid, air, alkohol dan bahan pelarut lain serta zat warna. Kandungan bahan-bahan ini di samping memberi efek seperti yang diinginkan, juga tidak terlepas dari efek samping yang mungkin terjadi akibat bahan kima yang terkandung seperti, dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi, kontak urtikaria, fotosensitivitas dan lain sebagainya. Pengawet merupakan penyebab terbanyak dermatitis kontak alergi karena kosmetik setelah pewangi. Pengawet adalah bahan kimia biosidal yang ditambahkan dalam kosmetik, obat topikal, makanan dan produk industri lainnya supaya terjaga dari kemungkinan kontaminasi mikroorganisme seperti bakteri, jamur, kapang dan alga yang berimplikasi
24
pada percepatan proses pembusukan. Pengawet yang ideal di samping efektif mencegah kontaminasi berbagai mikroorganisme, juga stabil, cocok dengan bahan lain dalam suatu produk, non-toksik dan tidak menimbulkan iritasi maupun sensitisasi. Kosmetik berdasarkan tempat aplikasi dibagi menjadi 4 golongan, yaitu kosmetik rambut, wajah, mata, dan kuku, sedangkan menurut fungsinya dikenal kosmetik perawatan dan kosmetik rias (dekoratif). Di dalam kosmetik rambut dan kuku paling banyak menggunakan pengawet formaldehid sedangkan pengawet tersering untuk krim wajah dan mata adalah paraben (Putra, 2008). 2.3.1 Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak Dermatitis kontak karena bahan kimia yang terkandung dalam kosmetik dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilengkapi dengan uji tempel. Menurut North American Contact Dermatitis (NACD), fragrance dan preservatif (pengawet kosmetik) merupakan bahan kosmetik yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak (Mehta and Reddy, 2003). Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 2001, melaporkan sebelas pengawet terbanyak yang dipakai dalam kosmetik, yaitu: metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea, DMDM hydantoin (dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea, 5-chloro-2methyl-4isothiazolin-3-one
(methyl
chloroisothiazolinone),
quarternium-15,
iodopropynyl
butylcarbamate, methyl dibromoglutaronitrile (Putra, 2008). Berikut ini akan diuraikan beberapa pengawet kosmetik yang sering menimbulkan reaksi sensitisasi dan iritasi pada kulit, yaitu : 1.
Paraben Paraben atau ester alkyl parahydroxy benzoic acid adalah pengawet yang tidak berwarna, tidak berbau, dan nonvolatil yang diinaktifkan oleh surfaktan non-ionik
25
terdiri dari metil-, etil-, propil- dan butilparaben. Aktivitas paraben sebagai bahan pengawet ditingkatkan oleh propilen glikol. Pada tahun 1930, paraben ini diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik, makanan dan obat topikal. Golongan yang tersering dipakai adalah metil dan etilparaben. Paraben efektif terhadap jamur dan bakteri Gram positif tetapi kurang efektif terhadap Gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa, sehingga sering dikombinasi dengan pengawet lain seperti isothiazolines atau phenoxyethanol yang bersifat formaldehyde releaser. Konsentrasi yang dipakai pada kosmetik 0,1-0,8%. Walaupun paraben termasuk pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940 telah dilaporkan dermatitis kontak alergi yang disebabkan karena paraben. Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan Amerika Utara pada periode tahun 1985-2000 dilaporkan berkisar 0,5-1%. Sensitisasi dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal yang memakai bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan kosmetik jarang terjadi walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari pemakai sediaan topikal. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena paraben paradox. Fenomena ini terjadi karena paraben mampu mensensitisasi kulit yang abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak mensensitisasi kulit normal. 2.
Formaldehid dan Pengawet Pelepas Formaldehid Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol. Secara alami formaldehid dapat dihasilkan dari hasil pembakaran kayu, tembakau, batubara dan bensin, sedangkan síntesis formaldehid dibuat pada tahun 1889 dan
26
dipergunakan secara luas dalam berbagai industri, pembuatan kain, kertas, lem, kosmetik, pengawet kosmetik, obat-obatan, makanan, lateks dan lain sebagainya. Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia dan Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa penggunaan formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada uji tempel konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North America Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun 1998-2000, dilaporkan sebesar 9,2%. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada periode sebelumnya dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun 1970-1976 sebesar 3,4%, pada tahun 1985-1990 sebesar 5,3% dan pada tahun 1992-1994 sebesar 6,8 %. Produk kosmetik yang mengandung formaldehid masih mungkin ditemukan dalam sampo, produk perawatan rambut dan pengeras kuku. Formaldehid saat ini telah digantikan oleh pengawet yang melepas formaldehid dalam air (formaldehyde releaser) seperti quarternium-15, diazodidinyl urea, imidazoldinyl urea, DMDM hydantoin, dan bronopol. Reaksi silang antara formaldehid dan pengawet pelepas formaldehid dapat terjadi, tetapi bila hasil uji tempel terhadap salah satu dari pelepas formaldehid menunjukkan hasil positif tidak perlu menghindari semua pengawet penghasil formaldehid. 3.
Quarternium Pengawet ini didapatkan dalam sampo, kondisioner, kosmetik mata, losyen, krim, sabun cair dan lain-lain. Nama dagang quarternium adalah Dowicil 75, 100,
27
200, dan sering dalam label disebut sebagai N-(3chlorally)-hexanium chloride dan chlorallyl methanamine chloride. Sifat kelarutan yang baik dalam air, tidak berbau, tidak berwarna dan aktivitas antimikrobialnya tidak tergantung dari pH membuat pengawet ini dipakai secara luas. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri termasuk Pseudomonas aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum didapatkan 1-9%. Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas formaldehid 100 ppm (parts per million). Konsentrasi dalam kosmetik 0,02-0,3%. Kosmetik yang banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air (water-based) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan sabun cair. Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah 2% dalam petrolatum 4.
Imidazolidinyl Urea Bahan ini diperkenalkan sebagai pengawet pada tahun 1970. Nama dagang imidazolidinyl urea adalah Germall 115 dan efektif terhadap bakteri. Germaben adalah kombinasi Germall 115 dengan paraben yang menjadi efektif terhadap bakteri dan jamur. Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik 0,03-0,2%, sedangkan konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam aqua. Pengawet ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif terhadap formaldehid.
5.
Diazolidilnyl Urea Diperkenalkan pada tahun 1982 dengan nama dagang Germal II. Diazolidinyl urea sangat larut dalam air dan efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif. Konsentrasi dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak digunakan pada sedíaan sabun cair, make-up wajah, make-up mata, produk perawatan kulit, dan perawatan rambut. Konsentrasi yang dipakai pada uji tempel standar 1% dalam aqua.
28
6. Bronopol Pengawet dengan nama 2-bromo-2-nitropropane-diol (BNPD) atau Myacide BT diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik terutama sabun pada tahun 1970. Bahan ini mempunyai aktivitas antimikroorganisme yang luas dan larut dalam air. Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya melebihi 1% dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan bronopol disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak sehingga penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga berinteraksi dengan amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau nitrosamides yang dicurigai sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol untuk uji tempel standar adalah 0,5% dalam petrolatum. 7.
Dimethyloldimethyl Hydantoin (DMDM Hydantoin) Dipasarkan dengan nama dagang Glydant dan mempunyai spektrum antimikroba yang luas dan sangat larut dalam air sehingga dipakai sebagai pengawet sampo. DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman DMDM hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji tempel standar sebesar 1% dalam aqua.
8. Methylchloroisothiazolinone/Methylisothiazolinone (MCI/MI) Pengawet ini dikenal dengan nama Kathon CG (CG=Cosmetic Grade), pertama kali dipakai di Eropa pada tahun 1970 dan di Amerika tahun 1980. Bahan pengawet ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan perbandingan 3:1. Formulasi lainnya dipasarkan dengan nama Kathon 886 MW, Kathon WT, Kathon LX, dan Euxyl K100 yang dipakai pada industri logam, produk pembersih, cat, lateks, lem,
29
dan lain sebagainya. Sedangkan Kathon 893 dan Proxel dipakai dalam pewarna, cairan fotografi, emulsi, plastik, dan penyegar udara. MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di atas 200 ppm bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun 1985-2000 yang dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di Amerika antara 1,8-3%. Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100 ppm kandungan aktif dalam air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan isothiazolinone lainnya. Konsentrasi MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk produk kosmetik di Eropa 15 ppm, sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam produk leave-on dan 15 ppm dalam produk rinse-off. Kosmetik dengan kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim moisturizer, lotion, dan gel rambut. Penderita dengan hasil tes positif alergi terhadap MCI/MI terkadang masih toleran terhadap produk yang rinseoff, misalnya pada kondisioner, sampo, dan bubble bath. Sumber dermatitis kontak alergi lain dari bahan ini adalah kertas toilet, sampo karpet, dan pelembut pakaian. 9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol Bahan ini diperkenalkan di Eropa pada tahun 1985 dan di Amerika Utara pada tahun 1990. Di pasaran dikenal dengan nama Euxyl K 400. Euxyl K 400 terdiri dari 2-phenoxyethanol dan methyldibromoglutaronitrile (MDBGN) dengan perbandingan 4:1. Bahan ini juga dikenal dengan nama 1,2-dibromo-2,4-dicyabobutane (Tektamer 38). Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%. Euxyl K 400 dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada binatang tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini merupakan pengawet
30
kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang dilakukan di Eropa tahun 2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5% sedangkan di Amerika pada periode tahun 1994-1996 sebesar 1,5%, pada periode tahun 1996-1998 sebesar 2,7% dan pada periode tahun 1998-2000 sebesar 3,5%. Konsentrasi Euxyl K 400 untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam petrolatum. Konsentrasi Euxyl K 400 2,5% mengandung MDBGN 0,5%. Lesi dermatitis kontak alergi yang ditimbulkan umumnya eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh produk kosmetik yang leave-on seperti lotions, moist toilet paper, gel rambut, gel mata, hair mousse, conditioner rambut, krim tabir surya dan sebagainya. Bagian yang menimbulkan alergi adalah MDBGN sedangkan phenoxyethanol jarang sebagai sensitizer. 10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC) Iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC) sangat efektif sebagai antifungi, antibakteri dan antiparasit. Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada makeup, krim, losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas toilet. Selain pengawet kosmetik diatas, terdapat bahan-bahan kimia lain dalam kosmetik yang dapat menyebabkan reaksi sensitisasi maupun iritasi pada kulit, diantaranya : 1.
Berdasarkan Indonesian science forum, paraben yang terdapat di kosmetik, deodoran dan beberapa produk perawatan kulit dapat memberikan efek kemerahan dan reaksi alergi pada kulit. Propylene glycol yang terdapat pada produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah dapat memberikan efek kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak dan Isopropyl alcohol yang terdapat pada produk perawatan kulit dapat
31
memberikan efek iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. 2.
Berdasarkan penelitian Prasari Sotya di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun 2005-2006, tiga alergen standar yang paling sering memberikan hasil
pact
test
positif adalah
fragrance
mix,
N-isopropyl-N-phenyl
para
phenylenediamine dan paraben mix. 2.4 Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia Program perduli kesehatan kulit sebagai upaya pengendalian resiko paparan bahan kimia. Paparan bahan kimia dapat terjadi akut maupun kronik, efek akut pada kesehatan terjadi karena kontak dengan kulit berupa luka bakar, kemerahan, ekskoriasi sampai rusaknya jaringan lunak. Bila penyakit dermatitis kontak pada pekerja terjadi, umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk menyembuhkannya. Penyakit akan berulang karena pekerja berkontak dengan zat yang menimbulkan dermatitis semakin lama semakin sering, sehingga penyakit tersebut semakit berat. Terjadinya dermatitis kontak alergi memerlukan waktu yang lama sesuai proses sensitisasi bahan alergen (SHARP, 1999). Usaha
pencegahan
merupakan
tindakan
yang
paling
efektif
dalam
menganggulangi penyakit dermatitis kontak. Pihak managemen harus mengidentifikasi potensial bahaya, termasuk masalah bahan kimia yang digunakan dan pengaruhnya terhadap pekerja untuk mengurangi pekerja untuk mengurangi resiko yang mungkin timbul dikemudian hari (SHARP, 1999). Usaha pencegahan dilaksanankan dengan cara pengendalian teknis, administratif maupun perubahan perilaku pekerja melalui program perduli kulit (skin care program), yaitu dengan cara sebagai berikut (SHARP, 1999) :
32
1.
Membuat lingkungan mempunyai suhu, kelembaban yang sesuai melalui penerapan ventilasi udara yang memenuhi standar.
2.
Memperbaiki teknik proses analisis sesuai prosedur yang lebih efisien dan efektif, misalnya substitusi bahan kimia.
3.
Menerapkan alat exhaust atau inhaust udara di beberapa titik lokasi kerja.
4.
Memonitor secara berkala suhu, kelembaban dan sirkulasi udara di dalam lingkungan kerja.
5.
Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan, pakaian laboratoruim yang tertutup atau berlengan panjang, sepatu boots dan masker.
6.
Rekrutmen pekerja secara selektif untuk mengetahui riwayat atopi pekerja atau keluarga pekerja.
7.
Penyuluhan kesehatan bagi pekerja sehingga mampu menjaga kebersihan pribadi dan melakukan upaya pencegahan pribadi.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak Menurut Djuanda (2007) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis diantaranya molekul, daya larut dan konsentrasi bahan dan faktor lain yaitu lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor individu juga ikut berpengaruh pada Dermatitis Kontak, misalnya usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi Dermatitis Kontak Iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan menurun) misalnya Dermatitis Atopik. Menurut Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja atara lain ras, keringat,
33
terdapat penyakit kulit lain, personal hygiene dan tindakan mengunakan APD. Menurut Rietschel (1985), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis, terdiri dari Direct Influence dan Indirect Influenece. Faktor Direct Influence, yaitu berupa toxic agent. Sedangkan yang termasuk Indirect Influenece adalah usia dan gender, kebiasaan (hobby), kebersihan dan riwayat penyakit. Menurut Cohen E David (1999), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis adalah Direct Causes, yaitu berupa bahan kimia dan Indirect Causes yang meliputi penyakit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, dan personal hygiene. Menurut Freedberg, dkk (2003) kelainan kulit akibat dermatitis ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, serta suhu bahan iritan tersebut, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), suhu dan kelembaban lingkungan. Berdasarkan beberapa sumber yang menjelaskan tentang faktor penyebab dermatitis diatas, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang dominan menyebabkan terjadinya dermatitis, yaitu faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut, konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). 2.6 Faktor Langsung 2.6.1 Bahan Kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) Bahan kimia merupakan penyebab utama dari penyakit kulit dan gangguan pekerjaan. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis kontak akibat kerja (Cohen, 1999). Bahan kimia untuk dapat menyebabkan kelainan pada kulit ditentukan dari ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi. Melalui
34
kontak yang cukup lama dan konsentrasi yang memadai, bahan kimia dapat menyebabkan kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritan atau dermatitis kontak alergi. Seorang pekerja dapat terkena bahan kimia berbahaya melalui kontak langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, pengendapan aerosol, dan perendaman, atau percikan. Besarnya bahaya tergantung oleh besaran kontak bahan kimia yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan besarnya pengaruh pada kesehatan manusia. Hal inilah yang disebut exposurerespons relationship. Paparan ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama kontak (durasi), frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain (Agius R, 2006). Agen kimia dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sensitizers iritasi. 1.
Iritan Primer Kebanyakan dermatitis kerja disebabkan oleh kontak dengan iritan primer. Iritan primer ini mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit sehingga kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak iritan primer dapat terjadi. Iritasi primer menyebabkan reaksi kulit langsung pada kulit saat pemaparan pertama. Tabel 2.1 Iritan Primer Agen Paraben
Produk kosmetik, deodoran, dan beberapa produk perawatan kulit Propylene Glycol produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah Isopropyl Alcohol produk perawatan kulit
(Sumber : Indonesian science forum )
Efek kemerahan dan reaksi alergi pada kulit kemerahan pada dermatitis kontak
kulit
dan
iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. Disamping itu, alkohol juga dapat menyebabkan penuaan dini.
35
2.
Sensitizers Sensitizers tidak dapat menyebabkan reaksi kulit langsung, tetapi pemaparan berulang bisa menyebabkan reaksi alergi. Bahan kimia yang menyebabkan sensitisasi kulit jauh lebih sedikit dari pada yang menyebabkan iritasi primer. Contohnya logan dan garam-garamnya (kromium,kobalt dan lainlain), bahan-bahan kimia karet, obat-obatan dan antibiotik, kosmetik dan lainlain. Bahaya bahan kimia adalah korosif (iritan) dan racun. Bahan kimia dapat
menyebabkan langsung jaringan kulit iritasi sampai cedera atau korosi pada permukaan logam, namun yang sering terjadi adalah cedera korosi yang merusak jaringan lunak baik kulit maupun mata. Iritasi kulit merupakan derajat cedera korosif dengan derajat ringan. Bahan kimia korosif cairan basa dapat merusak jaringan lunak lebih kuat daripada asam anorganik. Bahan ini merusak lebih dalam pada jaringan lunak kulit dengan menimbulkan proses perlemakan dalam hitungan minggu, rasa nyeri yang hebat dan melemahkan lapisan endermis sehingga kulit menjadi lebih rentan terhadap bahan kimia lain. Namun pada saat permulaan terpapar justru tidak timbul rasa sakit. Bahan cair asam berbeda cara kerjanya dengan basa, yang mana asam menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dan proses perusakan jaringan lunak. Asam bereaksi sangat cepat dengan lapisan pelindung. Cairan korosif memerlukan pH yang sangat rendah atau sangat tinggi untuk menyebabkan cedera korosi. Sedangkan pelarut organik dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit dan
36
membran mukosa dengan merusak jaringan lunak yang menyebabkan jalan masuk untuk terjadinya infeksi sekunder. Selain menyebabkan iritasi, kontak dengan bahan kimia dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit yang merugikan dengan sensitisasi sistem kekebalan tubuh yang dihasilkan dari kontak bahan kimia atau struktur bahan kimia yang serupa sebelumnya. Satu kejadian sensitisasi dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah. Reaksi alergi dapat terjadi tipe lambat maupun sedang. Contoh bahan yang dapat menyebabkan reaksi alergi yaitu fromaldehid, kromium, nikel, fenoliat. Bahan kimia dalam kosmetik yang dapat menyebabkan dermatitis kontak diantaranya paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI), iodopropylnyl
buthylcarbamate
(IPBC),
methyldibromoglutaronitrile/
phenoxyethanol, p-phenylenediamine (PPD), p-toluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate. 2.6.2 Lama Kontak Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Lama kontak antar pekerja berbeda-beda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Lama kontak
mempengaruhi kejadian dermatitis
kontak akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Fatma, 2007). Menurut Hudyono (2002), kontak kulit dengan bahan kimia yang
37
bersifat iritan atau alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat. Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin lama berkontak maka semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis. Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi perlu dilakukan. Misalnya seperti upaya pengendalian lama kontak dengan bahan kimia dengan menggunakan terminologi yang bervariasi seperti Occupational Exposure Limits (OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan bagi pekerja yang melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata-rata 8 jam per hari (Agius R, 2006). Berdasarkan penelitian Lestari, Fatma (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak dengan P Value sebesar 0,003. Berdasarkan penelitian tersebut kejadian dermatitis paling sering terjadi pada responden dengan lama kontak 8 jam dengan 13 responden (92,8%) untuk dermatitis kontak akut, 20 responden (95,2%) sub akut, dan 5 responden (100%) kronis. 2.7 Faktor Tidak Langsung 2.7.1 Suhu dan Kelembaban Bila bahaya di lingkungan kerja tidak di antisipasi dengan baik akan terjadi beban tambahan bagi pekerja. Lingkungan kerja terdapat beberapa potensial bahaya yang perlu diperhatikan seperti kelembaban udara dan suhu udara. Kelembaban udara dan suhu udara yang tidak stabil dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak. Kelembaban rendah menyebabkan pengeringan pada epidermis.
38
Semua bahan penyebab dermatitis kontak iritan seperti basa kuat dan asam kuat, sabun, detergen dan bahan kimia organik lainnya jika diperberat dengan turunnya kelembaban dan naiknya suhu lingkungan kerja dapat mempermudah terjadinya dermatitis kontak iritan bila berkontak dengan kulit. Bila kelembaban udara turun dan suhu lingkungan naik dapat menyebabkan kekeringan pada kulit sehingga memudahkan bahan kimia untuk mengiritasi kulit dan kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis. Berdasarkan pada rekomendasi NIOSH (1999) tentang kriteria untuk nyaman, suhu udara di dalam ruangan yang dapat diterima adalah berkisar antara 20-24 oC untuk musim dingin dan 23-28 oC untuk musim panas dengan kelembaban 35-65 oC. Sebagai bahan pertimbangan, dimana Indonesia merupakan daerah tropis yang mempunyai suhu yang lebih panas dan kelembaban yang lebih tinggi rekomendasi NIOSH (1999) perlu dikoreksi apabila diterapkan di daerah tropis. Maka berdasarkan penelitian untuk ruangan ber-AC dianjurkan suhu antara 24-26 oC atau perbedaan antara suhu di dalam dan diluar ruangan tidak lebih dari 5 oC (NIOSH, 1999). 2.7.2 Masa Kerja Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai terpajan dengan bahan kimia sampai waktu penelitian. Menurut Handoko (1992) lama bekerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat, sedangkan menurut Tim penyusun KBBI (1992) lama bekerja adalah lama waktu untuk melakukan suatu kegiatan atau lama waktu seseorang sudah bekerja. Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak dengan
39
bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Suma’mur (1996) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis (Fatma, 2007). Hubungan dermatitis kontak dengan masa kerja terlihat dalam beberapa penelitian terdahulu, yaitu: 1.
Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada yang masa kerjanya <1.
3.
Penelitian Erliana (2008) pada pekerja CV. F Loksumawe didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak dengan P Value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui pekerja yang memiliki masa kerja ≥ 5 tahun sebanyak 61,5% yang menderita dermatitis, sedangkan pekerja dengan masa kerja < 5 tahun yaitu hanya 18,8 %.
4.
Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa pada pekerja yang masa kerjanya ≤ 1 tahun terdapat 12 orang yang mengalami dermatitis dan pekerja yang masa kerjanya ≥ 2 tahun sebanyak 15 orang yang mengalami dermatitis.
2.7.3 Usia Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya
40
dermatitis kontak. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999). Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Produksi sebum menurun tajam, hingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun (HSE, 2000). Pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin, 1980). Dapat dikatakan bahwa dermatitis kontak akan lebih mudah menyerang pada pekerja dengan usia yang lebih tua. Menurut Djuanda (2007) anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi. Namun pada beberapa penelitian terdahulu pekerja dengan usia yang lebih muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak. Pekerja yang lebih muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung berhubungan dengan bahan kimia dibandingkan pekerja yang tua. Pekerja muda juga memiliki kecenderungan untuk tidak menghargai keselamatan dan kebersihan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia. Selain itu pekerja yang lebih tua biasanya lebih banyak memilki pengalaman. Hal ini berbanding terbalik dengan kondisi kulit mereka (HSE, 2000). Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat
41
pelindung diri. Sedangkan menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan kejadian dermatitis kontak berdasarkan usia dapat menyerang semua kelompok usia, artinya usia bukan merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan penyebab dermatitis kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian cenderung didominasi oleh usia pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin lama usia hidupnya menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak. Hubungan antara kejadian dermatitis dengan umur, dapat terlihat dari beberapa penelitian terdahulu, yaitu: 1.
Pada penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis.
2.
Trihapsoro (2003) pada pasien rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan dengan diagnosis dermatitis kontak alergik, berdasarkan penelitian tersebut diperoleh hasil kelompok usia tertinggi pada perempuan adalah 31-40 tahun (17,5%) dan pada laki-laki adalah 61-70 tahun (12,5%). Kelompok usia terendah pada perempuan adalah 10-20 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 12,5%) dan pada laki-laki 21-30 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 5,0%).
3.
Lestari, Fatma (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, berdasarkan hasil analisis hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis diperoleh sebanyak 26 pekerja yang berusia ≤ 30 tahun terkena dermatitis kontak dan untuk pekerja yang berusia > 30 tahun yang terkena dermatitis kontak sekitar 13 orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pekerja muda lebih beresiko terkena dermatitis kontak.
42
4.
Penelitian Anissa (2010) pada pekerja pengolahan sampah juga didapatkan hasil bahwa pekerja berusia ≤ 31 tahun lebih banyak mengalami dermatitis kontak dibanding pekerja berusia > 31 tahun.
2.7.4 Jenis Kelamin Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster’s New World Dictionary). Dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulit akan semakin kering. Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis, terlihat dari beberapa penelitian, yaitu : 1.
Trihapsoro, Iwan (2003) pada pasien rawat jalan RSUP Haji Adam Malik Medan, berdasarkan jenis kelamin yang menderita dermatitis kontak terbanyak adalah perempuan yaitu 72,5% sedangkan laki-laki hanya 27,5%.
43
2.
Mahadi (1991-1992) melaporkan penderita dermatitis kontak alergik pada praktek klinik swasta di Medan 72,73% adalah perempuan dan 27,27% laki-laki.
3.
Nasution dkk di RS Dr Pirngadi Medan tahun 1992 perempuan 63,79% dan lakilaki 36,21%. Tahun 1993 perempuan 67,19% dan laki-laki 32,18%. Tahun 1993 perempuan 67,19% dan laki-laki 32,81%. Tahun 1994 perempuan 71,43% dan laki-laki 28,57%. Terlihat adanya peningkatan persentase penderita perempuan dari tahun 1992, 1993, 1994.
4.
Villafuerte dan Palmero (2001) dari Filipina melaporkan dari tahun 1996- 2001 pada 267 pasien yang dilakukan uji tempel 71,4% adalah perempuan dan 28,6% laki-laki.
2.7.5 Ras Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan merupakan pendukung terjadinya dermatitis kerja (HSE, 2000). Ras Manusia adalah karakteristik luar yang diturunkan secara genetik dan membedakan satu kelompok dari kelompok lainnya. Bila dikaitkan dengan penyakit dermatitis, ras merupakan salah satu faktor yang ikut berperan untuk terjadinya dermatitis (Djuanda, 2007). Ras dalam hubungannya dengan dermatitis terlihat dari warna kulit. Setiap individu mempunyai warna kulit yang berbeda berdasarkan ras-nya masing-masing. Menurut Djuanda kulit putih lebih rentan terkena dermatitis dibandingkan dengan kulit hitam. Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri karena kulitnya kaya akan melanin. Melanin merupakan pigmen kulit yang berfungsi sebagai proteksi atau perlindungan kulit (Djuanda, 2007). Sel pembentukan pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal dengan melanosit adalah 10 : 1.
44
Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun individu. Melanosit turut berperan dalam melindungi kulit dari pengaruh sinar matahari maupun gangguan fisis, mekanis dan kimiawi seperti zat kimia (Djuanda, 2007). 2.7.6 Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk riwayat keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat penyakit sebelumnya (Putra, 2008). Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit (Djuanda, 2007). Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit dermatitis pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru. Para pekerja yang pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga akan lebih mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999). Berdasarkan penelitian Lestari, Fatma (2007) pada pekerja di PT Inti Pantja Press Industri, diketahui kejadian dermatitis kontak pada responden yang tidak mempunyai riwayat penyakit kulit sebelumnya sebesar 44,4%, sedangkan responden
45
yang mempunyai penyakit kulit sebelumnya sebesar 57,7%. Hal tersebut menunjukan bahwa riwayat penyakit kulit sebelumnya berhubungan dengan timbulnya penyakit dermatitis kontak.
2.7.7 Personel Hygiene Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak antara lain: 1.
Mencuci tangan Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan, karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999). Mencuci tangan bukan hanya sekedar megunakan sabun dan membilasnya dengan air, tetapi mencuci tangan memiliki prosedur juga agar tangan kita benar-benar dikatakan bersih. Kesalahan dalam mencuci tangan ternyata dapat menjadi salah satu penyebab dermatitis, misalnya kurang bersih dalam mencuci tangan dan kesalahan dalam pemilihan jenis sabun yang dapat menyebabkan
46
masih terdapatnya sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit, dan kebiasaan tidak mengeringkan tangan setelah selesai mencuci tangan yang dapat menyebabkan tangan menjadi lembab. Oleh karena itu World Health Organization (2005) merekomendasikan cara mencuci tangan yang baik, yaitu minimal menggunakan air dan sabun. Cara mencuci tangan yang baik dapat terlihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 2.8 Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air Mencuci tangan yang baik dan benar dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak karena dapat menghilangkan zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat. 2.
Mencuci Pakaian Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju dicampur dengan baju anggota keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan terkena dermatitis. Sebaiknya
47
baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai kembali (Hipp, 1985). Personal Hygiene merupakan salah satu faktor penyebab dermatitis, hal ini dapat terlihat dalam penelitian sebelumnya, yaitu: 1.
Berdasarkan penelitian Metty Carina pada pekerja pengangkut sampah kota Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah.
2.
Penelitian Lestari, Fatma pada pekerja di PT IPPI terdapat 29 orang yang memiliki personal hygiene kurang mengalami dermatitis, dan 10 orang yang mengalami dermatitis kontak walaupun memiliki personal hygiene yang baik.
2.7.8 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya. Semua tempat yang dipergunakan untuk menyimpan, memproses dan membuang bahan kimia dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang berbahaya. Perusahaan wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada (Cahyono AB, 2004). Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, karena dengan mengunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia. Berikut merupakan jenis alat pelindung diri yang perlu digunakan pada pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia, yaitu:
48
1.
Alat Pelindung Pernafasan Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas, uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun, korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang masuk kedalam pernafasan.
Gambar 2.9 Alat Pelindung Pernapasan 2.
Alat Pelindung Tangan Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bahan-bahan kimia, benda-benda tajam, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung ini dapat terbuat dari karet, kulit, dan kain katun. Sarung tangan untuk kontak dengan bahan kimia terbuat dari vinyl dan neoprene dan bentuknya menutupi lengan.
Gambar 2.10 Alat Pelindung Tangan
49
6.
Alat Pelindung Kaki Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia, benda panas dan kontak listrik.
Gambar 2.11 Alat Pelindung Kaki 7.
Pakaian Pelindung Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api, panas, dingin, cairan kimia dan oli, Bahan dapat terbuat dari kain drill, kulit, plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium.
Gambar 2.12 Pakaian Pelindung Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting untuk melindungi tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan
50
kerja. Agar terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia perlu menggunakan APD seperti pakaian pelindung, sarung tangan, masker dan safety shoes. Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, seperti pada beberapa penelitian dibawah ini : 1.
Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok, menunjukan bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD 87,5% menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan APD hanya 19%.
2.
Suryani (2008), didapatkan hasil sebanyak 23 orang yang mengalami dermatitis kontak dari 30 orang yang tidak menggunakan APD yang lengkap. Sedangkan pekerja yang menggunakan APD lengkap yang mengalami dermatitis kontak hanya sebanyak 4 orang dari 16 orang.
51
2.8 Kerangka Teori Berdasarkan Teori Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990), Djuanda (2007), Rietschel (1985), Cohen E David (1999) dan Fredberg I.M, et all (2003) mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dermatitis kontak, maka didapatkan kerangka teori sebagai berikut : Faktor Langsung - Bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) - Lama kontak
Faktor Tidak Langsung - Suhu - Kelembaban - Masa kerja - Usia - Jenis kelamin - Ras - Riwayat penyakit kulit sebelumnya - Personal hygiene - Penggunaan APD
Kejadian Dermatitis Kontak
Bagan 2.1 Kerangka Teori
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep ini mengacu kepada teori-teori dari para ahli (Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990), Djuanda (2007), Rietschel (1985), Cohen E David (1999) dan Fredberg I.M, et all (2003)). Berdasarkan teori yang ada, faktorfaktor yang menyebabkan terjadinya dermatitis yaitu faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). Namum pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, antara lain : 1.
Variabel bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) tidak diteliti karena homogen. Setiap pekerja terpapar dengan bahan kimia yang sama saat proses pembuatan kosmetik, sehingga variabel tersebut tidak diteliti.
2.
Variabel suhu dan kelembaban tidak diteliti karena homogen. Semua responden bekerja pada lingkungan dengan suhu dan kelembaban yang sama, sehingga variabel tersebut tidak diteliti.
3.
Variabel ras tidak diteliti karena homogen. Semua responden mempunyai ras dengan warna kulit yang sama. Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas
(independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah lama kontak, sedangkan variabel dependen adalah kejadian dermatitis kontak dengan
52
53
melibatkan faktor confounding yaitu masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene, dan penggunaan APD, Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Langsung :
Kejadian
- Lama kontak
Dermatitis Kontak
Faktor Confounding Faktor Tidak Langsung : - Masa kerja
- Usia - Jenis kelamin - Riwayat penyakit kulit sebelumnya - Personal hygiene - Penggunaan APD Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Variabel yang diteliti : 1.
Lama kontak Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari. Pekerja yang lebih lama berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin sering berkontak maka semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.
54
2.
Masa kerja Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.
3.
Usia Usia merupakan salah satu faktor resiko yang dapat memperparah terjadinya dermatitis kontak, karena kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia, terutama dari sisi ketebalan lapisan kulit, fungsi kelenjar ekrin dan holokrin. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan dan menipisnya lapisan kulit ini memudahkan proses bahan kimia untuk mengiritasi dan atau proses sensitisasi kulit. Sehingga pada kulit usia lanjut lebih mudah terkena dermatitis.
4.
Jenis kelamin Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar keringat dan hormon. Kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit sehingga lebih kering daripada pria, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis.
55
5.
Riwayat penyakit kulit sebelumnya Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita non dermatitis akibat kerja lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit.
6.
Personal hygiene Kebersihan perorangan seperti mencuci tangan yang baik dan benar dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak karena dapat menghilangkan dan menetralkan pH dari zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat. Perusahaan sudah membuat peraturan untuk menjaga kebersihan diri selama bekerja, terdapat pula aturan untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan produksi, akan tetapi semua tergantung dari perilaku pekerjanya masing-masing.
7.
Penggunaan APD Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak, karena dengan mengunakan APD dapat menghindari pajanan langsung dari bahan kimia. Perusahaan telah menyediakan APD sesuai dengan jenis dan karakteristik potensi bahaya di tempat kerja, akan tetapi semua tergantung dari perilaku pekerjanya. Pekerja yang menggunakan APD lengkap dan sesuai saat melakukan pekerjaan akan mengurangi resiko menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengunakan APD.
56
3.2. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi operasional No Variabel 1. Kejadian Dermatitis Kontak
Definisi Peradangan kulit yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit pekerja dengan gejala kemerahan, bengkak, pembentukan lepuh kecil pada kulit, kering, mengelupas dan bersisik.
Alat Ukur Pemeriksaan dokter
Cara Ukur Diagnosa dokter
0.
1.
Kriteria Dermatitis kontak (hasil diagnosa dokter dermatitis kontak) Tidak dermatitis kontak (hasil diagnosa dokter tidak dermatitis kontak)
Skala Ordinal
2.
Lama Kontak
Jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari.
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Jam/hari
Rasio
3.
Masa Kerja
Jangka waktu pekerja mulai bekerja Kuesioner sampai waktu penelitian.
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Bulan
Rasio
4.
Usia
Rasio
Jenis Kelamin
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Tahun
5.
Lama waktu hidup pekerja (dalam tahun) dari sejak lahir sampai penelitian berlangsung. Perbedaan yang tampak antara lakilaki dan perempuan.
0. Perempuan 1. Laki-laki
Ordinal
Kuesioner
Kuesioner
57
6.
Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja pada bagian tangan.
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
0. 1.
Memiliki riwayat Tidak memiliki riwayat
Ordinal
7.
Personal Hygiene
Kebiasaan pekerja untuk menjaga kebersihan diri sebelum dan setelah bekerja.
Observasi
Pengamatan langsung mengunakan lembar ceklist
0.
Tidak baik, jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai Baik, jika semua hasil pengamatan sesuai
Ordinal
Tidak lengkap, jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai Lengkap, jika semua hasil pengamatan sesuai
Ordinal
1.
8.
Penggunaan APD
Kelengkapan pekerja untuk menggunakan Alat Pelindung Diri guna melindungi bagian tubuh dari kontak langsung dengan bahan kimia selama melakukan pekerjaan.
Observasi
Pengamatan langsung mengunakan lembar ceklist
0.
1.
58
3.3 Hipotesis 1.
Ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
2.
Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
3.
Ada hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
4.
Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
5.
Ada hubungan antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
6.
Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
7.
Ada hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional (potong lintang), dimana variabel independen dan dependen diamati pada waktu (periode) yang sama, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2011 di bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia yang berlokasi di Taman Tekno Blok A1 No. 11-15 Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong, Banten Indonesia 15314. Alasan memilih lokasi karena pada bagian processing dan filling pekerja berkontak dengan bahan kimia. 4.3 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah pekerja yang bekerja pada bagian processing dan filling PT. Cosmar Indonesia, yaitu sebanyak 50 orang. Sedangkan untuk sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi pekerja pada bagian processing dan filling. Perhitungan sampel dilakukan dengan mengunakan uji hipotesis dua proporsi dengan rumus sebagai berikut : {z1-α 2P̅ (1- P̅ ) + z1-ß α P1 (1- P1)+ P2(1- P2) }2 n= (P1- P2)2
59
60
Keterangan : n
: Besar sampel
P1
: Proporsi
pekerja yang masa kerja > 1 tahun dengan kejadian dermatitis
sebanyak 67% = 0,67 (Mausulli, 2010) P2
: Proporsi pekerja yang masa kerja 1 tahun dengan kejadian dermatitis sebanyak 31% = 0,31 (Mausulli, 2010)
P
: Rata-rata proporsi (P1 + P2 /2)
Z1-α
0,67 + 0,31 = 0,49 2 : Derajat kemaknaan α pada uji 1sisi α = 5% = 1,96
Z1-β
: Kekuatan uji 80 % = 0,84 {1,96 2 x 0,49 (1-0,49) + 0,84 0,61 (1-0,61) + 0,31 (1-0,31) }2
n= (0,31- 0,67)2 n = 30 x 2 = 60 Berdasarkan rumus diatas, jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 60 pekerja, namun karena pekerja pada bagian processing dan filling hanya sebanyak 50 orang, maka peneliti mengambil semua pekerja di bagian processing dan filling untuk dijadikan sampel.
4.4 Instrumen Penelitian Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data agar memperkuat hasil penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisikan pertanyaan yang harus dijawab oleh responden dan lembar ceklist hasil pengamatan yang akan diisi oleh peneliti. Kuesioner dalam penelitian ini mencakup pertanyaan mengenai lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit
61
kulit sebelumnya, sedangkan lembar ceklist mengenai personal hygiene dan penggunaan APD. 4.5 Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 1.
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pekerja mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak, meliputi kejadian dermatitis kontak, lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD.
2.
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen, catatan, dan laporan dari perusahaan, meliputi profil perusahaan, proses produksi dan list bahan kimia yang digunakan.
4.6 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi kejadian dermatitis kontak, lama kontak, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene, penggunaan APD dan masa kerja yang dikumpulkan dengan cara sebagai berikut : 1.
Kejadian Dermatitis Kontak Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendiagnosa secara klinis gejala-gejala dermatitis yang terdapat pada pekerja dengan bantuan dokter.
2.
Lama Kontak Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari melalui kuesioner.
62
3.
Masa Kerja Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jangka waktu pertama kali responden bekerja pada bagian processing dan filling sampai waktu penelitian melalui kuesioner.
4.
Usia Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan tanggal lahir (tanggal, bulan, tahun) responden melalui kuisioner.
5.
Jenis Kelamin Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jenis kelamin melalui kuesioner.
6.
Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan riwayat penyakit kulit pekerja melalui kuesioner dan diperkuat dengan anamnesis dokter.
7.
Personal Hygiene Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung oleh peneliti dengan panduan lembar cheklist mengenai kebiasaan pekerja untuk menjaga kebersihan diri. Penilaian dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu tidak baik jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai dan baik jika semua hasil pengamatan sesuai.
8.
Penggunaan APD Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung oleh peneliti dengan panduan lembar cheklist mengenai kelengkapan menggunakan APD.
63
Penilaian dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu tidak lengkap jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai dan lengkap jika semua hasil pengamatan sesuai.
4.7 Pengolahan Data Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1.
Mengkode data (data coding) Sebelum dimasukkan ke komputer, setiap variabel yang telah diteliti diberi kode untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya.
2. Menyunting data (data editing) Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu, yaitu kelengkapan jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan kesalahan jawaban pada kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini. 3.
Memasukkan data (data entry) Setelah dilakukan penyuntingan data, kemudian memasukkan data dari hasil kuesioner yang sudah di berikan kode pada masing-masing variabel. Setelah itu dilakukan analisis data dengan memasukan data-data tersebut dengan software statistik untuk dilakukan analisis univariat (untuk mengetahui gambaran secara umum) dan bivariat (untuk mengetahui variabel yang berhubungan).
4.
Membersihkan data (data cleaning) Tahap terakhir yaitu pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap untuk dianalis.
64
4.8 Analisa Data 1.
Analisis Univariat Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel dependen, independen dan confounding. Variabel tersebut adalah kejadian dermatitis kontak, lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD.
2.
Analisa Bivariat Analisa yang digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) dengan uji statistik yang sesuai dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah Chi
Square untuk menghubungkan
variabel kategorik dengan kategorik dan uji T-independent untuk menghubungkan variabel numerik dengan kategorik apabila variabel numerik berdistribusi normal. Uji chi-Square dan uji T-independent menggunakan derajat kepercayaan 95%. Jika P Value ≤ 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan dependen. Jika P Value > 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan bermakna antara variabel independen dengan dependen.
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1 Latar Belakang dan Sejarah PT.Cosmar Indonesia PT.Cosmar Indonesia adalah perusahaan milik keluarga yang merupakan produsen pembuatan bahan-bahan kosmetik di Indonesia. PT.Cosmar sangat menghargai dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan sehingga menghasilkan hubungan kerja dalam jangka panjang. Untuk memastikan kepercayaan diri, PT.Cosmar tidak memiliki merk dagang sendiri dan hanya berkonsentrasi dalam memproduksi bahan kosmetik dan R&D. PT.Cosmar Indonesia didirikan pada tanggal 11 April 2003 di Jl. Pulobuaran II blok R2 BPSP, Pulogadung Industrial Estate, Jakarta 13920 Indonesia, dengan Direktur Ibu.Juanita Aditiawan. Pada tahun 2005 PT.Cosmar sudah tersertifikasi ISO 9001-2000 dan cGMP. Tahun 2007 PT.Cosmar melaksanakan joint venture di Etiopia dengan Perusahaan Afrika Selatan yang dinamakan Cosmar East Africa. Tahun 2008 PT.Cosmar menjadi perusahaan dengan fasilitas penuh dan berpindah ke Taman Tekno Blok A1/Nr.11-15 Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong 15314, Indonesia. Pada tahun 2009 PT.Cosmar melaksanakan ekspor pertama ke Asia Timur dan Asia Selatan. Fasilitas produksi PT.Cosmar memenuhi syarat GMP dan meliputi peralatan proses dan filling untuk memproduksi produk bubuk (powder products), produk cair (liquid products) dan produk panas (hot poor products). PT Cosmar juga memiliki
65
66
fasilitas uji mikrobial. Bertahun-tahun PT Cosmar telah membantu berbagai pelanggan untuk mengelola konsep dan jalur produksi seperti akses produksi ke jejaring suplaier material. Pelanggan PT.Cosmar termasuk perusahaan lokal dan multinasional, perusahaan yang baru didirikan, organisasi jual langsung (direct selling) dan organisasi retail dengan label pribadi (private labels for retailing organisations). Pelayanan di PT.Cosmar termasuk formulasi sesuai pesanan, pengisian dan pengepakan, efikasi dan uji keamanan. Produk yang dihasilkan oleh PT. Cosmar diantaranya : 1.
Decorative Cosmetics : lipstik, lip gloss, lip liner, cairan makeup, blush, concealers, eye shadow, mascaras, eye liner, bedak.
2.
Perawatan kulit : cleansing foam, body lotion, skin care regimens, blemish balm (BB cream), lotions and creams, gels, sunscreens, acne control and treatment.
3.
Perawatan rambut : sampo, kondisioner, hair mask, hair reconstructor serum, hair spa, produk pelurus rambut, pewarna rambur, gel , minyak rambut.
4.
Perawatan diri : sabun cair, sabun wajah, pembersih daerah kewanitaan, wewangian.
5.1.2 Visi dan Misi PT Cosmar Indonesia 1.
Menguasai kontrak produksi kosmetik di Indonesia.
2.
Menjual kosmetik berkualitas dengan harga yang terjangkau.
3.
Memastikan pelanggan mendapatkan produk dan pelayanan yang diharapkan.
5.1.3 Sumber Daya Manusia (SDM) PT Cosmar Indonesia mempekerjakan 120 pekerja yang dipimpin oleh Ibu Juanita Aditiawan. Pekerja di PT.Cosmar sudah terlatih dengan pelatihan GMP, ISO, TPM and HACCP. Tim PT.Cosmar berusaha untuk memberikan kualitas dan
67
pelayanan terbaik dengan tanggung jawab dalam produksi, sehingga pelanggan dapat meningkatkan bursa mereka. Adapun distribusi sumber daya manusia yang terdapat di PT.Cosmar dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut. Tabel 5.1 Distribusi SDM PT.Cosmar Indonesia Berdasarkan Divisi Kerja Tahun 2011 Divisi Kerja Staff Processing Filling Packaging Total
Jumlah 20 12 38 50 120
Berdasarkan tabel diatas jumlah pekerja terbanyak di PT.Cosmar indonesia terdapat di bagian packaging dengan jumlah 50 orang. Kemudian pada bagian filling jumlah pekerja 38 orang, staff jumlah pekerja 20 orang dan bagian processing jumlah pekerja 12 orang. 5.1.4 Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia Dalam proses pembuatan kosmetik, PT.Cosmar Indonesia menggunakan ribuan macam bahan kimia. Pada proses pengambilan data, peneliti hanya diizinkan untuk mengetahui beberapa macam bahan kimia yang digunakan, diantaranya : Tabel 5.2 List Bahan Kimia yang Digunakan dalam Pembuatan Kosmetik di PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bahan Kimia Paraben Formaldehid dan cetyl alcohol Quarternium-15 Imidazolidinyl urea Diazolidinylurea Bronopol Dimethyloldimethyl hydantoin Methylisothiazolinone (MCI/MI) Methyldibromoglutaronitrile/
No 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Bahan Kimia Anthemis nobilis flower oil Polyethylene scrub 20 Sodium ascorbyl phosphate Ceramide 3 P-toluenediamine Isostearyl neopentanoate Sodium lauryl ether sulfate Ferric ammonium ferrocyanide N-isopropyl-N-pheniyl para
68
No 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Bahan Kimia Phenoxyethanol Iodopropylnyl buthylcarbamate P-phenylenediamine (PPD) Sodium lauryl ether sulfate Diazodidinyl urea Paraffin dan petrolatum Propylene glycol Isopropyl alcohol Sodium hydroxine Glycerol esters Acrylates/Steareth-20 Methacrylate Acrylates copolymer Candelilla (Euphorbia Cerifera) wax
No 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Bahan Kimia phenylenediamine Butylene slycol cocoate Tocopheryl acetate Caprylic/capric triglyceride Pentaerythrityl tetraisostearate Calcium patothenate Maltodextrin Octyldodecyl neopentanoate Niacinamide Octylacrylamide copolymer Synthetic wax Butyl stearete Aminopropyl phenyltrimerthicone
Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), diantara bahan kimia diatas terdapat beberapa bahan kimia yang berpotensi untuk menimbulkan penyakit kulit pada bekerja seperti dermatitis kontak. Bahan-bahan kimia tersebut merupakan pengawet kosmetik yang biasa digunakan dalam setiap pembuatan produk kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, diantaranya : 1.
Paraben Konsentrasi paraben yang dipakai pada kosmetik sebesar 0,1-0,8%. Walaupun paraben termasuk pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940 telah dilaporkan dermatitis kontak alergi yang disebabkan karena paraben. Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan Amerika Utara pada periode tahun 1985-2000 dilaporkan berkisar 0,5-1%. Sensitisasi dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal yang memakai bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan kosmetik jarang terjadi walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari pemakai sediaan topikal. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena paraben
69
paradox. Fenomena ini terjadi karena paraben mampu mensensitisasi kulit yang abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak mensensitisasi kulit normal. 2.
Formaldehid Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol. Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia dan Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa penggunaan formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada uji tempel konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North America Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun 1998-2000, dilaporkan sebesar 9,2%. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada periode sebelumnya dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun 1970-1976 sebesar 3,4%, pada tahun 1985-1990 sebesar 5,3% dan pada tahun 1992-1994 sebesar 6,8 %.
3.
Quarternium Konsentrasi Quarternium dalam kosmetik sebesar 0,02-0,3%. Kosmetik yang banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air (waterbased) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan sabun cair. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri termasuk Pseudomonas aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum didapatkan 1-9%. Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas formaldehid 100 ppm
70
(parts per million). Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah 2% dalam petrolatum. 4.
Imidazolidinyl Urea Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik sebesar 0,03-0,2%, sedangkan konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam aqua. Pengawet ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif terhadap formaldehid.
5.
Diazolidilnyl Urea Konsentrasi diazolidilnyl urea dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak digunakan pada sedíaan sabun cair, make-up wajah, make-up mata, produk perawatan kulit, dan perawatan rambut. Konsentrasi yang dipakai pada uji tempel standar 1% dalam aqua.
6. Bronopol Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya melebihi 1% dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan bronopol disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak sehingga penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga berinteraksi dengan amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau nitrosamides yang dicurigai sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol untuk uji tempel standar adalah 0,5% dalam petrolatum. 7.
Dimethyloldimethyl Hydantoin DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman DMDM hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji tempel standar sebesar 1% dalam aqua. Dimethyloldimethyl Hydantoin
71
mempunyai spektrum antimikroba yang luas dan sangat larut dalam air sehingga dipakai sebagai pengawet sampo. 8. Methylisothiazolinone (MCI/MI) Bahan pengawet ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan perbandingan 3:1. MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di atas 200 ppm bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun 1985-2000 yang dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di Amerika antara 1,8-3%. Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100 ppm kandungan aktif dalam air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan isothiazolinone lainnya. Konsentrasi MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk produk kosmetik di Eropa 15 ppm, sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam produk leave-on dan 15 ppm dalam produk rinse-off. Kosmetik dengan kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak alergi adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim moisturizer, lotion, dan gel rambut. 9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%. Phenoxyethanol dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada binatang tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini merupakan pengawet kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang dilakukan di Eropa tahun 2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5% sedangkan di Amerika pada periode tahun 1994-1996 sebesar 1,5%, pada periode tahun 1996-1998 sebesar 2,7% dan pada periode tahun 1998-2000 sebesar 3,5%.
72
Konsentrasi Phenoxyethanol untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam petrolatum. Lesi dermatitis kontak alergi yang ditimbulkan umumnya eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh produk kosmetik yang leave-on seperti lotion, moist toilet paper, gel rambut, gel mata, hair mousse, conditioner rambut, krim tabir surya dan sebagainya. 10.
Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC) Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada make-up, krim, losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas toilet. Selain pengawet kosmetik di atas, terdapat pula bahan-bahan kimia lain yang
digunakan PT.Cosmar Indonesia dan berpotensi untuk menyebabkan dermatitis kontak pada pekerja, diantaranya p-phenylenediamine (PPD) dan p-toluenediamine pada pembuatan pewarna rambut, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol pada pembuatan krim wajah, sodium hydroxine pada pembuatan sabun dan sodium lauryl ether sulfate pada pembuatan sampo (Prasari Sotya, 2009). 5.1.5 Proses Kerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Proses kerja pembuatan kosmetik di PT.Cosmar indonesia melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini : Bagan 5.1 Alur Proses Pembuatan Kosmetik PT.Cosmar Indonesia Purchasing
Ware house out
Ware house in
PPIC dan R&D
Packaging
Filling
Quality control
Processing
73
Berdasarkan bagan 5.1, tahap pertama yang dilakukan dalam proses pembuatan cosmetik di PT.Cosmar Indonesia yaitu membeli bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan produk (purchasing), selanjutnya bahan-bahan tersebut dimasukan ke dalam gudang (ware house in), kemudian PPIC akan mengeluarkan izin untuk pembuatan kosmetik disertai formula (build of materials) yang dibutuhkan dan R&D akan mengecek formula tersebut untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam formula yang akan digunakan. Setelah izin dan formula dikeluarkan selanjutnya bahan-bahan yang digunakan akan ditimbang sesuai lembar petunjuk proses (quality control), kemudian bahan-bahan tersebut diproses (processing) sesuai dengan petunjuk sehingga menghasilkan bulk (adonan). Selanjutnya masuk ke proses pengisian (filling) dan pengepakan (packaging), terakhir kosmetik yang telah di packing dimasukan ke dalam gudang akhir (ware house out) yang selanjutnya akan diambil oleh costomer. Pada penelitian ini, peneliti mengambil tempat di bagian processing dan filling dengan pertimbangan pada kedua bagian tersebut pekerja banyak berkontak dengan bahan kimia dibandingkan dengan bagian lain. Berikut akan dijelaskan proses kerja pada bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia. 1. Proses Kerja Bagian Processing Pekerjaan di bagian processing, pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan. Produk yang dihasilkan terdiri dari tiga jenis yaitu dry atau powder, lipstik dan liquid dimana proses kerjanya akan dijelaskan berikut ini.
74
a.
Processing Dry atau Powder Bagan 5.2. Alur Proses Kerja Pembuatan Dry
Masukan bahan ke dalam mesin nermix
Campurkan seluruh bahan ke mesin loudige
Tidak
Cek apakah warna bedak sudah sesuai ?
Ya Diayak sampai partikel benar-benar halus
Filling
75
b.
Processing Lipstik Bagan 5.3. Alur Proses Kerja Pembuatan Lipstik
Masukan bahan ke mesin pemanas
Cairkan based (bahan berbentuk lilin)
Tidak
Masukan pasta (pewarna) lipstik, aduk hingga homogen
Cek apakah warna sudah homogen ?
Ya Tambahkan vit.E dan parfum
Bulk (adonan) siap untuk di filling
76
c.
Processing Liquid Bagan 5.4. Arus Proses Kerja Pembuatan Liquid
Masukan bahan ke mesin loudige
Panaskan pada suhu 70OC-80OC hingga homogen
Ambil sampel sedikit, periksa sesuai spesifikasi yang ditentukan
Bulk (adonan) siap untuk di filling
Pada bagian processing pekerja berkontak dengan bahan kimia saat melakukan proses kerja, seperti memasukan bahan-bahan ke dalam mesin, mengaduk bahan (proses lipstik), serta memasukan bulk (adonan) yang sudah jadi ke dalam tabung besar untuk dilanjutkan ke proses filling. Selain itu setelah proses pembuatan kosmetik selesai, tugas pekerja selanjutnya yaitu membersihkan mesin yang selesai digunakan untuk proses pembuatan kosmetik.
77
2. Proses Kerja Bagian Filling Pekerjaan di bagian filling, pekerja memasukan bulk (adonan) yang telah diolah ke dalam wadah yang ditentukan. Berikut akan dijelaskan proses filling dry, lipstik dan liquid. a.
Filling Dry atau powder Bagan 5.5. Alur Proses Kerja Filling Dry
Masukan bedak ke dalam cetakan
Test kehalusan
Kembali ke Processing Dry
Ya
Drop test (mengukur apakah bedak mudah pecah atau tidak) ?
Tidak Tempatkan ke dalam wadah yang telah ditentukan
78
b.
Filling Lipstik Bagan 5.6. Alur Proses Kerja Filling Lipstik Masukan bulk (adonan) ke dalam cetakan (khusus lipstik)
Dinginkan ke dalam mesin pendingin hingga bulk (adonan) mengeras
Masukan lipstik yang telah dicetak ke dalam wadah yang telah ditentukan
c.
Filling Liquid Bagan 5.7. Alur Proses Kerja Filling Liquid Masukan bulk (adonan) ke dalam cup/botol/pot
Khusus cream padat dinginkan ke dalam mesin pendingin
Masukan ke dalam kemasan
Pada bagian filling pekerja berkontak dengan bahan kimia saat memasukan bulk (adonan) ke dalam cetakan atau wadah. Selain itu pada saat melalukan proses filling liquid apabila terdapat bulk (adonan) yang tercecer di pinggir wadah, tugas pekerja membersihkan ceceran di sekitar wadah hingga bersih. Kemudian apabila ada produk reject seperti krim padat yang tidak halus (terdapat gelembung udara), tugas pekerja meratakan gelembung tersebut dengan jari hingga krim halus dan padat.
79
5.2 Analisis Univariat 5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak Hasil penelitian mengenai kejadian dermatitis kontak diperoleh dari diagnosa dokter. Variabel kejadian dermatitis dikategorikan menjadi dua yaitu dermatitis dan tidak dermatitis. Adapun hasil yang diperoleh mengenai kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 Kejadian Dermatitis Dermatitis Tidak Dermatitis Jumlah Dermatitis Kontak Alergi Dermatitis Kontak Iritan Jumlah
Frekuensi 24 26 50 8 16 24
Persentase (%) 48 52 100 33,3 66,7 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 50 pekerja, 24 pekerja (48%) mengalami dermatitis kontak dan 26 pekerja (52%) tidak mengalami dermatitis kontak. Dari 24 (48%) pekerja yang menderita dermatitis kontak, 8 pekerja (33,3%) mengalami dermatitis kontak alergi, dan 16 pekerja (66,7%) mengalami dermatitis kontak iritan. 5.2.2 Gambaran Faktor Langsung Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak dibedakan menjadi faktor langsung dan faktor tidak langsung. Dibawah ini akan dijelaskan gambaran distribusi faktor langsung terjadinya dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia.
80
a.
Lama Kontak Dalam penelitian ini, lama kontak merupakan faktor langsung terjadinya
dermatitis kontak. Hasil mengenai lama kontak diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada responden. Distribusi faktor langsung (lama kontak) pada pekerja bagian processing dan filling dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut. Tabel 5.4 Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 Variabel
Mean
SD
Min-Max
Lama Kontak
5.2 jam/hari
2.119
2 jam/hari - 8 jam/hari
Lama kontak dilihat dari lamanya responden berkontak dengan bahan kimia selama proses pekerjaan dalam hitungan jam/hari. Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa rata-rata lama kontak pekerja bagian processing dan filling adalah 5.2 jam/hari dengan standar deviasi 2.119. Lama kontak terendah adalah 2 jam/hari pada bagian filling, sedangkan lama kontak tertinggi adalah 8 jam/hari pada semua pekerja bagian processing.
5.2.3 Gambaran Faktor Tidak Langsung Faktor tidak langsung dalam penelitian ini meliputi masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit, personal hygiene, dan penggunaan APD. Hasil penelitian mengenai masa kerja, usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit kulit pekerja diperoleh dengan menyebarkan kuesioner, sedangkan personal hygiene dan penggunaan APD diperoleh dari hasil observasi. Distribusi faktor tidak langsung pada pekerja bagian processing dan filling dapat terlihat pada tabel 5.5 dan tabel 5.6 berikut ini.
81
Tabel 5.5 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 No 1. 2.
Variabel Masa Kerja Usia
Mean 18 bulan 22 tahun
SD 16.732 3.738
Min-Max 1 bulan – 84 bulan 17 tahun – 32 tahun
Tabel 5.6 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene, Penggunaan APD) pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 No Variabel 1. Jenis Kelamin 2.
3. 4.
a.
Kategori Perempuan Laki-laki Riwayat Penyakit Memiliki Riwayat Kulit Tidak Memiliki Riwayat Personal Hygiene Tidak baik Baik Penggunaan APD Tidak lengkap Lengkap Jumlah
Frekuensi 30 20 18 32
Persentase (%) 60 40 36 64
11 39 50 0 50
22 78 100 0 100
Masa Kerja Masa kerja dalam penelitian ini dilihat dari lamanya responden bekerja pada
bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi rata-rata masa kerja pekerja bagian processing dan filling adalah 18 bulan dengan standar deviasi 16.732. Masa kerja terendah adalah 1 bulan sedangkan masa kerja tertinggi adalah 84 bulan. b. Usia Variabel usia dinyatakan dalam tahun, yaitu lama hidup responden dari mulai lahir hingga waktu penelitian. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi rata-rata
82
usia pekerja bagian processing dan filling adalah 22 tahun dengan standar deviasi 3.738. Usia termuda adalah 17 tahun sedangkan usia tertua adalah 32 tahun.
c.
Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan. Distribusi frekuensi jenis kelamin pekerja bagian processing dan filling dapat dilihat dari tabel 5.6. Dalam tabel tersebut diketahui bahwa dari 50 pekerja, 30 pekerja (60%) berjenis kelamin perempuan dan 20 pekerja (40%) berjenis kelamin laki-laki.
d. Riwayat Penyakit Kulit Riwayat penyakit kulit merupakan pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit pada bagian tangan. Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 50 pekerja, 18 pekerja (36%) memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya dan 32 pekerja (64%) tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya.
e.
Personal Hygiene Personal Hygiene dalam penelitian ini merupakan kebiasaan pekerja untuk
menjaga kebersihan diri sebelum dan setelah bekerja. Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 50 pekerja, 11 pekerja (22%) memiliki personal hygiene yang tidak baik dan 39 pekerja (78%) memiliki personal hygiene yang baik. f.
Gambaran Penggunaan APD Penggunaan APD dalam penelitian ini merupakan kelengkapan pekerja untuk
menggunakan alat pelindung diri guna melindungi bagian tubuh dari kontak langsung dengan bahan kimia selama melakukan pekerjaan. Berdasarkan tabel 5.6
83
dapat diketahui bahwa seluruh pekerja bagian processing dan filling tidak lengkap dalam menggunakan APD. Sehingga dalam penelitian ini variabel pengunaan APD tidak bisa dilakukan analisis lebih lanjut, dikarenakan datanya homogen.
5.3 Analisis Bivariat 5.3.1 Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak menggunakan uji t-independen yang hasilnya akan dijelaskan dibawah ini. a.
Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Hasil penelitian mengenai hubungan antara faktor langsung (lama kontak)
dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.7 Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 Kejadian Dermatitis Kontak Dermatitis Tidak dermatitis
N 24 26
Mean (jam/hari) 5.92 4.54
SD
P value
2.083 1.964
0.020
Berdasarkan tabel 5.7 diatas, diketahui bahwa rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 6 jam/hari dengan standar deviasi sebesar 2.083, sedangkan rata-rata lama kontak pada pekerja yang tidak mengalami
84
dermatitis kontak adalah 4.54 jam/hari dengan standar deviasi sebesar 1.964. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.020, yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011. 5.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor tidak langsung dengan kejadian dermatitis kontak pada penelitian ini, menggunakan uji tindependen dan chi square. Uji t-independen digunakan untuk variabel masa kerja dan usia, sedangkan uji chi square digunakan untuk variabel jenis kelamin, riwayat penyakit kulit dan personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak. Hasil penelitian mengenai hubungan antara faktor tidak langsung (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit dan personal hygiene) dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.8 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja dan Usia) dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011 No
Variabel
1.
Masa Kerja
2.
Usia
Kejadian Dermatitis Kontak Dermatitis Tidak dermatitis Dermatitis Tidak dermatitis
N
Mean
SD
24 26 24 26
23.92 bulan 12.27 bulan 23.25 tahun 20.42 tahun
19.744 11.062 4.162 2.730
P value 0.012 0.008
85
Tabel 5.9 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit, Personal Hygiene) dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011
No. 1.
2.
3.
a.
Variabel Jenis Kelamin
Riwayat Penyakit Kulit
Personal hygiene
Perempuan
Kejadian Dermatitis Dermatitis Tidak Dermatitis n % n % 11 36,7 19 63,3
n 30
% 100
Laki-laki
13
65,0
7
35,0
20
100
Memiliki Riwayat ≠ Memiliki Riwayat Tidak Baik
7
38,9
11
61.1
18
100
17
53,1
15
46.9
32
100
9
81,8
2
18.2
11
100
Baik
15
38,5
24
61.5
39
100
Kategori
Total
Pvalue
0.094
0.501
0.028
Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa rata-rata masa kerja pada pekerja yang
mengalami dermatitis kontak adalah 24 bulan dengan standar deviasi sebesar 19.744, sedangkan rata-rata masa kerja pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak adalah 12.27 bulan dengan standar deviasi sebesar 11.062. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.012, yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011. b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa rata-rata usia pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 23.25 tahun dengan standar deviasi sebesar 4.162, sedangkan rata-rata usia pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak
86
adalah 20.42 tahun dengan standar deviasi sebesar 2.730. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.008, yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011. c.
Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.9 pekerja yang berjenis kelamin perempuan dan
menderita dermatitis kontak sebesar 36,7% (11 dari 30 pekerja) sedangkan pekerja yang berjenis kelamin laki-laki dan menderita dermatitis kontak sebesar 65% (13 dari 20 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.094, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011. d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.9 pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 38,9% (7 dari 18 pekerja) sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 53.1 % (17 dari 32 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.501, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011. e.
Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak Berdasarkan tabel 5.9 pekerja dengan personal hygiene yang tidak baik dan
menderita dermatitis kontak sebesar 81.8% (9 dari 11 pekerja) sedangkan pekerja
87
dengan personal hygiene baik dan menderita dermatitis kontak sebesar 38.5% (15 dari 39 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.028, yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian yaitu : 1.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain ini tidak dapat menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan. Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan penelitian, serta efektif dari segi waktu.
2.
Pemeriksaan kejadian dermatitis kontak hanya dilihat secara umum dari gejalagejala dan pemeriksaan fisik dengan bantuan dokter, tanpa mengunakan uji tempel untuk memperkuat hasil. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian.
3.
Tidak ada data sekunder mengenai kondisi kesehatan pekerja. Hal ini menyebabkan peneliti sulit menilai pencegahan kesehatan dan keselamatan kerja yang sudah dilaksanakan secara baik dan efektif untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak di perusahaan.
4.
Peneliti tidak diizinkan untuk mengetahui berapa konsentrasi setiap bahan kimia yang digunakan, sehingga peneliti hanya melakukan analisis berdasarkan jenis bahan kimia yang digunakan.
5.
Peneliti hanya menganalisis beberapa bahan-bahan kimia umum yang pasti digunakan dalam setiap proses pembuatan kosmetik di perusahaan. Hal tersebut
88
89
dikarenakan keterbatasan peneliti untuk mendapatkan data keseluruhan bahan kimia yang digunakan serta dari segi waktu dan biaya untuk meneliti keseluruhan bahan kimia yang digunakan di perusahaan. 6.
Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan setiap variabel.
6.2 Kejadian Dermatitis Kontak Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja. Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor (HSE,2000). Menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi alergi) maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan). Hasil penelitian menunjukan bahwa 48% dari 50 orang pekerja di PT.Cosmar Indonesia menderita dermatitis kontak. Berdasarkan diagnosa dokter, dari 48% pekerja yang menderita dermatitis kontak, 33,3% pekerja mengalami dermatitis kontak alergi dan 66,7% pekerja mengalami dermatitis kontak iritan. Hal tersebut sejalan dengan studi epidemiologi di Indonesia yang memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002). Menurut Cohen (1999), kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja di PT.Cosmar Indonesia berkontak dengan bahan kimia saat melakukan proses pekerjaan. Diantara ribuan macam bahan kimia yang digunakan, terdapat beberapa bahan kimia umum yang biasa digunakan dalam setiap pembuatan produk kosmetik di PT.Cosmar Indonesia. Bahan-bahan
90
kimia tersebut berpotensi untuk menimbulkan dermatitis kontak, diantaranya pengawet kosmetik yaitu paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI), iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/ phenoxyethanol dan bahan kimia lain seperti p-phenylenediamine (PPD), ptoluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate. Bahan kimia yang digunakan PT.Cosmar Indonesia diatas umumnya bersifat iritan lemah dan sensitizer, sehingga dapat menyebabkan dermatitis kontak. Terlihat dari 66,7 % pekerja yang menderita dermatitis kontak iritan timbul kelainan kulit setelah berulang kali kontak dengan zat kimia, dengan kelainan kulit berupa plak hiperpigmentasi (kulit yang menghitam dan terlihat lebih tebal), likenifikasi (penebalan kulit), visura (retakan) serta timbul gejala seperti nyeri, panas, kulit kering bahkan tanpa gejala. Pada 33,3 % pekerja yang menderita dermatitis kontak alergi timbul kelainan kulit setelah berkontak dengan zat kimia melalui proses sensitisasi sebelumnya. Proses sensitisasi pada setiap individu bervariasi, bisa terjadi pada kontak pertama kali atau kontak kesekian kali dengan bahan kimia. Kelainan kulit pada pekerja yang menderita dermatitis kontak alergi berupa bercak kemerahan, papula (tonjolan padat), vesikel (tonjolan berisi cairan), endema (bengkak) dan gejala gatal yang tidak tertahankan. Lokasi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia di bagian tangan meliputi punggung tangan, volar tangan, lengan bawah sisi depan dan lengan bawah sisi belakang. Trihapsoro (2003) juga menyatakan bahwa dermatitis
91
kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Hal tersebut terjadi karena dalam melakukan proses pekerjaan yang berkontak secara langsung dengan bahan kimia adalah tangan pekerja, sehingga memungkinkan untuk terciptrat atau tertumpah bahan kimia saat melakukan pekerjaan apabila tidak menggunakan APD dengan lengkap. Umumnya pekerja yang mengalami dermatitis ringan hanya menunjukan gejala gatal-gatal, nyeri, kulit kering dan retak-retak, sedangkan pekerja yang mengalami dermatitis berat merasakan nyeri, panas, serta kulit bengkak. Namun mereka tidak menyadari bahwa gangguan kulit tersebut merupakan gejala dermatitis kontak. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa faktor penyebab utama terjadinya dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia yaitu kontak dengan zat kimia melalui proses kerja. Berdasarkan pengamatan peneliti, dermatitis kontak yang terjadi pada pekerja timbul akibat kecelakaan atau akibat kebiasaan kerja yang buruk, seperti tidak memakai sarung tangan dan baju kerja yang menutupi seluruh bagian tubuh saat melakukan proses pekerjaan serta kurang berhati-hati dalam melakukan proses pekerjaan. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan, pekerja yang terkena bahan kimia saat melakukan proses pekerjaan tidak langsung membilasnya dengan air, melainkan terus melanjutkan pekerjaannya. Hal tersebut memperbesar peluang untuk terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Faktor-faktor lain yang diteliti dalam penelitian ini juga sebagian besar berpengaruh terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja, seperti 100% pekerja di PT.Cosmar Indonesia tidak lengkap dalam menggunakan APD, frekuensi lama kontak pekerja dengan bahan kimia rata-rata 5.2 jam/hari, rata-rata masa kerja pekerja pada bagian yang berkontak dengan bahan kimia 1,5 tahun yang artinya
92
selama 1,5 tahun pekerja terpapar dan kontak dengan bahan kimia, selain itu walaupun pada saat dilakukan observasi didapatkan distribusi pekerja dengan personal hygiene buruk lebih sedikit, hal tersebut tidak menutup kemungkinan pada hari sebelum atau sesudah dilakukan observasi perilaku personal hygiene pekerja lebih banyak yang tidak baik, karena observasi yang dilakukan hanya berdasarkan satu waktu tertentu. Maka dapat disimpulkan bahwa kejadian dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia, terjadi akibat proses kerja yang mengharuskan para pekerja berkontak dengan bahan kimia, kelalaian pekerja serta faktor-faktor lain yang mendukung untuk terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Dibawah ini akan dijelaskan lebih lanjut hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian procesing dan filling PT.Cosmar Indonesia. 6.3
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak
6.3.1 Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak a.
Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia
dalam hitungan jam/hari. Lama kontak setiap pekerja berbeda-beda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Berdasarkan data pada tabel 5.4 diketahui frekuensi rata-rata lama kontak pekerja bagian processing dan filling adalah 5,2 jam/hari. Bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kontak, pada penelitian ini diketahui bahwa rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 6 jam/hari, sedangkan rata-rata lama kontak pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak adalah 4,5 jam/hari.
93
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,020. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatma Lestari (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, dimana pada penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak dengan Pvalue sebesar 0,003. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis kontak akibat kerja (Cohen, 1999). Besarnya bahaya pada pekerja tergantung oleh besaran kontak yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan pengaruh pada kesehatan kulit pekerja. Menurut Hudyono (2002), kontak kulit dengan bahan kimia yang bersifat iritan atau alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat. Pekerja di PT.Cosmar Indonesia berkontak dengan bahan kimia saat melakukan proses pekerjaannya. Diantara ribuan macam bahan kimia yang digunakan, terdapat beberapa bahan kimia umum yang biasa digunakan dalam setiap pembuatan produk kosmetik di PT.Cosmar Indonesia. Bahan-bahan kimia tersebut berpotensi untuk menimbulkan dermatitis kontak, diantaranya paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI), iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/
phenoxyethanol,
p-phenylenediamine
(PPD),
p-
toluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate
94
Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), pengawet kosmetik seperti paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol,
dimethyloldimethyl
hydantion,
methylisothiazolinone
(MCI/MI),
iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile yang terdapat di hampir setiap produk kosmetik merupakan bahan kimia bersifat iritan maupun sensitizer yang dapat menyebabkan kelainan kulit seperti dermatitis kontak. Menurut North American Contact Dermatitis (NACD), fragrance dan preservatif (pengawet kosmetik) merupakan bahan kosmetik yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak (Mehta and Reddy, 2003). Berdasarkan Indonesian science forum, paraben yang terdapat di kosmetik, deodoran dan beberapa produk perawatan kulit dapat memberikan efek kemerahan dan reaksi alergi pada kulit. Propylene glycol yang terdapat pada produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah dapat memberikan efek kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak dan Isopropyl alcohol yang terdapat pada produk perawatan kulit dapat memberikan efek iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. Berdasarkan penelitian Prasari Sotya di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun 2005-2006, tiga alergen standar yang paling sering memberikan hasil pact test positif adalah fragrance mix, N-isopropylN-phenyl para phenylenediamine dan paraben mix. Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, dapat diketahui bahwa beberapa bahan kimia umum yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar Indonesia, berpotensi untuk menyebabkan dermatitis kontak. Bahan-bahan kimia tersebut umumnya bersifat iritan dan sensitizer. Pada bahan iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak
95
lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul peradangan pada kulit. Akibat peradangan tersebut akan menimbulkan kelainan kulit disertai gejala dermatitis kontak. Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Sedangkan pada bahan iritan kuat akan terjadi kematian sel secara spontan (saat kontak pertama kali dalam hitungan menit-jam), tergantung luas paparan pada kulit (Djuanda, 2007). Selain bersifat iritan, bahan kimia yang digunakan di PT.Cosmar juga ada yang bersifat sensitizer. Kontak dengan bahan kimia yang bersifat sensitizer menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Mekanisme terjadinya kelainan kulit akibat bahan kimia yang bersifat sensitizer mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3 minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses) masuk ke dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel langerhans yang kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Sel langerhans melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui
96
kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik untuk di proses (di kenali). Setelah di proses, turunan sel ini yaitu sel-T memori akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi tersensitisasi. Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dangan zat yang sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam (Djuanda, 2007). Bila dikaitkan dengan lama kontak, rentetan peristiwa terjadinya dermatitis kontak akibat bahan kimia diatas dapat terjadi pada pekerja saat pertama kali kontak maupun pada kontak kesekian kali dengan bahan kimia. Bahan kimia yang digunakan di PT.Cosmar Indonesia bersifat iritan lemah dan sensitizer. Pada iritan lemah kelainan kulit timbul setelah berulang kali kontak atau dalam durasi yang lebih lama, begitu juga dengan bahan kimia sensitizer. Pada penelitian ini menunjukan bahwa pekerja yang mempunyai rata-rata lama kontak dengan bahan kimia lebih lama cenderung lebih banyak menderita dermatitis kontak, dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai rata-rata lama kontak lebih singkat. Terbukti bahwa lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Hal tersebut bisa terjadi karena semakin lama pekerja berkontak dengan bahan kimia yang bersifat iritan maupun sensitizer, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit. Oleh karena itu resiko kontak bahan kimia perlu dikendalikan dan dikontrol. Cara mengontrolnya dengan melaksanakan standar dan prosedur kerja dengan baik, misalnya memakai sarung tangan dan baju kerja yang tepat saat melakukan pekerjaan
97
yang berkontak dengan bahan kimia. Pengendalian kontak dapat dilakukan dengan cara langsung membilas bahan kimia saat pertama kali mengenai kulit. Selain itu konsentrasi bahan iritan atau alergen yang berada di lingkungan kerja perlu dikontrol dan dikendalikan. 6.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak Menurut Handoko (1992) masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja dalam penelitian ini merupakan jangka waktu pekerja mulai bekerja di bagian processing dan filling sampai waktu penelitian. Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan bahan kimia. Berdasarkan data pada tabel 5.5 diketahui bahwa distribusi pekerja menurut masa kerja cukup bervariasi, dengan rata-rata masa kerja pekerja bagian processing dan filling adalah 1,5 tahun. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah pekerja yang memiliki rata-rata masa kerja selama 2 tahun, sedangkan pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak memiliki rata-rata masa kerja selama 1 tahun. Dari hasil analisis bivariat, menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,012. Hal ini sejalan dengan penelitian Fatma Lestari (2007) di PT.Inti Pantja Press Industri yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak. Sejalan pula dengan penelitian Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok yang mengatakan
98
bahwa semakin lama pekerja di perusahaan percetakan, semakin beresiko terhadap terjadinya dermatitis kontak. Penelitian ini menunjukan bahwa pekerja dengan rata-rata masa kerja lebih lama cenderung lebih banyak menderita dermatitis kontak, dibanding pekerja dengan rata-rata masa kerja lebih singkat. Hasil ini sebanding dengan hasil penelitian Trihapsoro (2008) pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada dengan masa kerja <1tahun. Suma’mur (1996) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Berkaitan dengan penelitian ini, semakin lama masa kerja pekerja di bagian processing dan filling, semakin sering terpajan dan berkontak dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja yang lebih lama terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis. Masa kerja berkaitan dengan lama kontak pekerja di PT.Cosmar Indonesia. Semakin lama pekerja yang berkontak dengan bahan kimia setiap harinya, ditambah masa kerja yang lama akan memperberat kejadian dermatitis kontak pada pekerja. Seperti halnya rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak yaitu 6 jam/hari dan pekerja tersebut memiliki rata-rata masa kerja selama 2 tahun, artinya dalam durasi 6 jam/hari selama 2 tahun pekerja terpapar dengan zat kimia. Zat kimia tersebut akan menimbulkan kelainan kulit pada pekerja setelah berulang
99
kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan kulit kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya. Semakin lama berkontak maka semakin memperberat keadaan kulit pekerja dan timbullah dermatitis kontak. Oleh karena itu, baik pekerja baru maupun pekerja lama sebaiknya diberi pelatihan terlebih dahulu mengenai hal-hal yang dapat menggangu keselamatan dan kesehatan pekerja tersebut selama bekerja, yaitu melalui training mengenai proses kerja aman, baik pada awal penerimaan bekerja maupun safety briefing terkait melaksanakan standar dan prosedur kerja aman setiap hari sebelum mulai bekerja. Selain itu juga perlu disediakan alat pelindung diri yang lengkap dan mencukupi seluruh jumlah pekerja, sehingga dapat terhindar dari bahaya-bahaya bahan kimia. Rotasi kerja ke bagian yang tidak mempunyai resiko kontak langsung dengan bahan kimia juga pelu dilakukan. b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak 2011 Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu. Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya dermatitis kontak. Berdasarkan tabel 5.6 rata-rata usia pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia yaitu 22 tahun. Bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kontak, hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata usia pekerja yang mengalami dermatitis kontak yaitu 23 tahun, sedangkan rata-rata usia pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak yaitu 20 tahun. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,008. Hal tersebut sejalan dengan
100
penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya yang menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih sensitif dan kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena dermatitis (Cohen,1999). Cronin (1980) juga berpendapat bahwa pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik. Walaupun dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak, akan tetapi sebagian besar usia pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia relatif muda dengan rata-rata usia 22 tahun. Menurut HSE (2000) kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia 40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena menipisnya lapisan basal. Selain itu produksi sebum juga menurun tajam, sehingga banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun. Jika rata-rata usia pekerja di PT.Cosmar Indonesia 22 tahun, maka dapat dikatakan masuk dalam ketegori usia muda. Beberapa penelitian menunjukan bahwa pekerja dengan usia muda juga berpotensi mengalami dermatitis kontak. Seperti penelitian Fatma Lestari (2007) pada pekerja PT.Inti Pantja Press Industri, didapatkan hasil 26 pekerja yang berusia ≤30 tahun terkena dermatitis kontak dan 13 pekerja yang berusia >30 tahun yang terkena dermatitis kontak. Penelitian Anissa (2010) pada pekerja pengolahan sampah
101
juga didapatkan hasil bahwa pekerja berusia ≤ 31 tahun lebih banyak mengalami dermatitis kontak dibanding pekerja berusia > 31 tahun. Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat pelindung diri. Menurut HSE (2000), pekerja muda memiliki kecenderungan untuk tidak menghargai keselamatan dan kebersihan seperti kurang hati-hati dalam pekerjaan dan kerapkali tidak mau memakai alat pelindung diri yang telah ditentukan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia. Menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan kejadian dermatitis kontak berdasarkan umur dapat menyerang semua kelompok umur, artinya umur bukan merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan penyebab dermatitis kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian cenderung didominasi oleh usia pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin lama usia hidupnya menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak. Maka dalam penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan bahwa walaupun sebagian besar usia pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia relatif muda, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mengalami dermatitis kontak. Pekerja muda mempunyai fungsi proteksi kulit yang lebih baik dibanding pekerja tua, akan tetapi apabila dalam melaksanakan prosedur kerjanya tidak memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan kerja, maka akan berpotensi untuk mengalami dermatitis kontak. Oleh karena itu, untuk mencegah pekerja terkena dermatitis kontak ataupun memperparah keadaan kulit pekerja, perlu dilakukan program pemeriksaan kesehatan pada pekerja. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan
102
sebelum bekerja dan pemeriksaan secara berkala. Diajurkan juga untuk seluruh pekerja menggunakan APD dan memperhatikan kebersihan diri masing-masing pekerja. c.
Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster’s New World Dictionary). Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukan bahwa pekerja pada bagian processing dan filling yang banyak mengalami dermatitis kontak ádalah pekerja dengan jenis kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 13 pekerja (65%). Sedangkan pekerja dengan jenis kelamin perempuan dan menderita dermatitis kontak hanya sebanyak 11 pekerja (36,7%). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,094. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anissa (2010) di TPA Cipayung yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak iritan, dengan Pvalue sebesar 1,000. Penelitian Goh (1984-1985) di singapura juga melaporkan prevalensi dermatitis kontak alergik pada 2471 pasien yang positif terhadap uji kulit terdiri dari 49,2% perempuan dan 49,8% laki-laki. Berbeda halnya dengan penelitian Trihapsoro (2003) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki prevalensi dua kali lipat terkena dermatitis kontak dibandingkan laki-laki. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang
103
dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulit akan semakin kering. Maka berdasarkan pernyataan tersebut, dalam hal penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria. Akan tetapi pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak, hal tersebut dapat terjadi karena dalam penelitian ini pekerja laki-laki lebih banyak di tempatkan di bagian yang sering berhubungan langsung dengan bahan kimia, dengan durasi kontak lebih lama dibandingkan pekerja berjenis kelamin perempuan. Terlihat pada bagian processing dimana pekerja melakukan proses pengolahan bahan-bahan kimia menjadi sebuah produk, lebih di dominasi oleh pekerja laki-laki, dan bagian filling pekerja laki-lakilah yang mempunyai tugas memasukan bulk (adonan) ke mesin yang selanjutnya di masukan ke wadah sesuai takaran. Selain itu pekerja laki-laki juga mempunyai tugas untuk membersihkan mesin-mesin setelah pengolahan bahan-bahan kimia. Sehingga pada penelitian ini, didapatkan hasil tidak adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak. Walau demikian masih terdapat 35% pekerja laki-laki yang tidak menderita dermatitis kontak, yang artinya tidak semua pekerja laki-laki pada penelitian ini mengalami dermatitis kontak. Hal tersebut dapat terjadi karena dari 35% pekerja tersebut memiliki lama kontak dan masa kerja yang lebih singkat dibandingkan dengan pekerja laki-laki lainnya, serta perilaku personal hygiene mereka yang baik.
104
d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak Riwayat penyakit kulit dalam penelitian ini merupakan pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja. Perlu dipertegas bahwa riwayat penyakit kulit yang dialami pekerja pada penelitian ini terdapat di bagian tangan, karena dalam proses kegiatan produksi yang berkontak dengan zat kimia adalah tangan pekerja, sehingga apabila ada pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit selain ditangan, masuk dalam kategori tidak memiliki riwayat. Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan bahwa distribusi pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit (36%) lebih sedikit, dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit (64%). Bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis kontak, hasil penelitian menunjukan bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 38,9%, sedangkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 53.1 %. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,501. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anissa (2010) di TPA Cipayung yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Akan tetapi berbeda halnya dengan penelitian Fatma Lestari (2007) pada pekerja di PT.Inti Pantja Press Industri yang menunjukan bahwa riwayat penyakit kulit sebelumnya berhubungan dengan timbulnya penyakit dermatitis kontak, responden yang tidak mempunyai riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 44,4%, sedangkan responden yang mempunyai penyakit kulit sebelumnya dan menderita dermatitis kontak sebesar 57,7%.
105
Fatma lestari (2007) menjelaskan bahwa riwayat penyakit kulit akibat pekerjaan sebelumnya dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pekerja terkena dermatitis kontak kembali. Menurut Djuanda (2007), pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita non dermatitis akibat kerja lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan yang berkurang tersebut antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit. Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit dermatitis pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru. Para pekerja yang pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga akan lebih mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999). Namun berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit lebih sedikit mengalami dermatitis kontak. Hal tersebut bisa terjadi karena pada penelitian ini distribusi pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit pada bagian tangan lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit. Pada saat bekerja pada bagian processing dan filling pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit sebagian besar sudah benarbenar sembuh dari penyakitnya, sehingga sudah terbentuk kembali fungsi perlindungan kulitnya. Selain itu semua pekerja, baik yang memiliki atau tidak memiliki riwayat penyakit kulit, berpotensi untuk menderita dermatitis kontak karena
106
semua pekerja terpapar dan berkontak dengan zat kimia yang sama saat bekerja. Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak. e.
Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan
perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan kimia. Berdasarkan tabel 5.9, menunjukan bahwa sebagian besar pekerja pada bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia mempunyai personal hygiene baik sebanyak 78%, dan hanya 22% pekerja yang mempunyai personal hygiene buruk. Hasil tersebut didapat dari observasi peneliti pada satu waktu tertentu. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa 81.8% pekerja dengan personal hygiene tidak baik menderita dermatitis kontak, sedangkan hanya 38.5% pekerja dengan personal hygiene baik yang menderita dermatitis kontak. Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,028. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Metty Carina (2008) pada pekerja pengangkut sampah kota Palembang, yang menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah. Penelitian Fatma Lestari (2007) pada pekerja di PT.Inti Pantja Press Industri juga menunjukan bahwa 29 pekerja dengan personal hygiene yang kurang mengalami dermatitis kontak dan hanya 10 pekerja dengan personal hygiene baik yang mengalami dermatitis kontak.
107
Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan terhadap penyakit kulit. Salah satu tindakan personal hygiene untuk mencegah penyakit dermatitis kontak yaitu dengan cara mencuci tangan yang baik dan benar. Karena tangan merupakan anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia. Dengan mencuci tangan sebelum melakukan proses pekerjaan dapat menghilangkan kuman-kuman yang menempel sehingga tidak terbawa ke ruang produksi dan mencuci tangan sesudah melakukan proses pekerjaan dapat menghilangkan dan menetralkan pH dari zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat kimia (Cohen, 1999). Perusahaan sudah membuat peraturan untuk menjaga kebersihan diri selama bekerja seperti peraturan untuk mencuci tangan. Sebelum memasuki ruang produksi seluruh pekerja diwajibkan untuk mencuci tangan. Disediakan pula fasilitas lengkap untuk membersihkan tangan seperti wastafel, sabun pencuci tangan dan pengering tangan di lengkapi dengan panduan cara mencuci tangan yang baik dan benar sebelum memasuki ruangan produksi. Hal tersebut sudah menjadi peraturan perusahaan untuk menjamin kebersihan dan kualitas dari produk yang dihasilkan, dan ternyata dapat pula memberikan efek positif untuk menghindari terjadinya penyakit kulit diakibatkan bahan kimia yang menempel pada kulit. Terbukti pada penelitian ini pekerja dengan personal hygiene baik lebih sedikit mengalami dermatitis kontak dibanding pekerja dengan personal hygiene tidak baik. Walau demikian masih terdapat beberapa pekerja yang tidak mematuhi aturan untuk menjaga kebersihan diri selama di tempat kerja. Dari hasil observasi, selain masih terdapat pekerja yang tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan proses kerja, terlihat pula beberapa pekerja tidak langsung membilas ceceran bahan
108
kimia yang menempel di kulit mereka saat melakukan proses pekerjaan. Pekerja dengan personal hygiene buruk tersebut banyak yang mengalami dermatitis kontak. Mereka tidak menyadari bahwa kontak dengan bahan kimia selama proses kerja, apabila tidak langsung dibilas dengan air bisa menyebabkan penyakit kulit seperti dermatitis. Dari hal tersebut terlihat masih kurangnya kesadaran pekerja di PT.Cosmar Indonesia akan pentingnya menjaga kebersihan diri mereka. Maka dari itu, perlu adanya penyuluhan mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat kepada semua pekerja, serta diimbangi dengan pengawasan yang dilakukan oleh pihak manajemen. Selain itu agar terhindar dari penyakit kulit akibat kerja, seluruh pekerja sebaiknya memperhatikan kebersihan diri selama berada di lingkungan kerja, seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan proses kerja, langsung membilas bagian tubuh saat terkena bahan kimia serta menggunakan pakaian yang bersih (tidak ada tetesan bahan kimia) selama melakukan proses pekerjaan. f.
Hubungan antara Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak Penggunaan APD merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya
dermatitis kontak akibat kerja, karena dengan mengunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia. Berdasarkan penelitian terdahulu menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok, menunjukan bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD 87,5% menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan APD hanya 19%.
109
Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol juga menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0.001. Hal tersebut menunjukan bahwa penggunaan APD merupakan faktor yang sangat penting terhadap terjadinya dermatitis kontak. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa seluruh pekerja tidak mengunakan APD dengan lengkap saat melakukan proses kerja. Sehingga tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut, karena data yang ada bersifat homogen. Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak ada satupun pekerja yang menggunakan APD dengan lengkap saat melakukan proses pekerjaannya. Padahal pihak manajemen di PT.Cosmar Indonesia telah mengupayakan berbagai cara untuk menjaga keselamatan dan kesehatan kerja seperti menyediakan APD yang sesuai dengan kondisi pekerjaan. Alat pelindung diri yang tersedia diantaranya sarung tangan karet, baju pelindung, masker dan penutup kepala. Namun jumlah yang disediakan belum sesuai dengan jumlah pekerja pada masing-masing bagian, terutama jumlah baju pelindung. Perusahaan hanya menyediakan baju pelindung bagi pekerja lama dan sebagian besar baju pelindung yang di sediakan tersebut di bawa pulang oleh masing-masing pekerja. Sehingga ketika ada pekerja baru yang bekerja, tidak disediakan kembali baju pelindung guna melindungi bagian tubuh mereka dari cipratan bahan kimia. Berikut hasil penuturan salah seorang supervisior bagian produksi, saat di wawancarai mengenai ketidaksedianya baju pelindung yang mencukupi : “Dulu disediakan jas laboratorium, tapi pada di bawa pulang sama pekerjanya, terus ga’ di balikin lagi, jadi jumlah jas laboratorium sekarang kurang.
110
Sekarang pekerja disuruh pakai baju kaos hijau dan putih aja yang bisa nyerap keringat saat bekerja. Kaos hijau di bagian proses, kaos putih di bagian pengisian dan pengemasan”. Dari hasil penuturan diatas terlihat minimnya pengetahuan pihak manajemen akan pentingnya menyediakan APD yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Hasil pengamatan peneliti terlihat pada bagian processing pekerja hanya menggunakan kaos berwarna hijau dengan lengan panjang, walaupun berlengan panjang akan tetapi sebagian lengannya di gulung sehingga memungkinkan zat kimia untuk mengenai kulit mereka. Sedangkan pada bagian filling pekerja menggunakan kaos berwarna putih dan sebagian besar berlengan pendek, hal tersebut semakin memperbesar kemungkinan untuk tercipratnya bahan kimia saat melakukan proses kerja. Mereka tidak menggunakan baju pelindung yang sebagaimana di wajibkan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan bahan kimia. Hal tersebut semata-mata dikarenakan ketidaksedianya baju pelindung yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Selain itu pihak manajemen hanya memberikan alternatif untuk menggunakan kaos yang menyerap keringat saat melakukan pekerjaan, bukan menyediakan kembali APD yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Maka dari itu perlu dilakukan intervensi kepada pihak manajemen mengenai pentingnya APD guna mencegah terjadinya kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja, khususnya penyakit dermatitis kontak. Selain itu juga perlu di cek kelengkapan, jumlah dan fungsi APD secara berkala oleh pihak manajemen. Serta diberlakukannya peraturan untuk meletakkan APD (khususnya baju pelindung) pada tempatnya setelah selesai melakukan pekerjaan. Selain baju pelindung, sarung tangan juga merupakan alat pelindung diri yang tidak kalah pentingnya digunakan pada pekerjaan yang berhubungan dengan bahan
111
kimia. Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang wajib digunakan pekerja guna meminimalisir kontak langsung antara kulit dengan zat kimia. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, pekerja bagian processing dan filling banyak yang tidak menggunakan sarung tangan saat melakukan proses pekerjaannya. Hanya sedikit pekerja yang menggunakan sarung tangan di tempat produksi. Padahal pihak manajemen telah menyediakan sarung tangan yang mencukupi seluruh jumlah pekerja. Berikut penuturan salah seorang pekerja saat diwawancarai mengenai ketidakpatuhan mereka terkait penggunaan APD : “Kalau pakai sarung tangan nanti kerjaannya jadi lama mbak, jadi mengganggu pekerjaan. Terus juga cepet keringetan tangannya, jadi gak’ enak”. Berdasarkan penuturan salah seorang pekerja tersebut, terlihat minimnya pengetahuan pekerja terhadap pentingnya penggunaan APD. Sebagian besar pekerja merasa risih dan berpendapat bahwa dengan mengunakan APD akan memperlambat pekerjaan mereka. Mereka tidak mengetahui kontak langsung dengan bahan kimia selama melakukan proses pekerjaan dapat mengakibatkan penyakit kulit akibat kerja. Oleh karena itu, pihak manajemen perlu memberikan penyuluhan kepada pekerja terkait pentingnya penggunaan APD untuk mencegah terjadinya kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja, khususnya penyakit dermatitis kontak. Penyuluhan mengenai ciri-ciri, gejala serta penyebab penyakit dermatitis kontak juga perlu dilakukan, sehingga pekerja dapat menghindari dan mencegah bahaya tersebut. Ketidakpatuhan terkait penggunaan APD di atas, akan terus berlangsung jika tidak ada pemantauan dan sanksi yang keras bagi pekerja yang melanggar peraturan. Di PT.Cosmar Indonesia peraturan yang mewajibkan setiap pekerja untuk mengunakan APD saat melakukan proses kerja juga telah tertera, akan tetapi
112
peraturan tersebut tidak berlaku apabila tidak diimbangi dengan pemantauan dari pihak manajemen. Kepatuhan terkait penggunaan APD dapat berjalan dengan baik, apabila pihak manajemen membentuk tim pengawas yang bukan hanya mengawasi proses kerja tetapi juga mengawasi penggunaan APD. Pihak manajemen juga perlu memberikan peringatan ataupun sangsi yang keras bagi pekerja yang tidak patuh dalam menggunakan APD, seperti berupa pemotongan gaji. Dengan adanya kerjasama dari pihak manajemen dan pekerja mengenai tindakan pencegahan bahaya di lingkungan kerja, diharapkan dapat menghindari dan meminimalisir resiko terjadinya dermatitis kontak di perusahaan tersebut.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bagian processing dan
filling PT.Cosmar Indonesia, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1.
Gambaran pekerja yang mengalami dermatitis kontak sebesar 48% dan pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak sebesar 52%. Dari 48% pekerja yang menderita dermatitis kontak, 33,3% pekerja mengalami dermatitis kontak alergi dan 66,7% pekerja mengalami dermatitis kontak iritan.
2.
Hasil yang secara statitik menunjukan hubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah lama kontak (Pvalue 0,020), masa kerja (Pvalue 0,012), usia (Pvalue 0,008) dan personal hygiene (Pvalue 0,028).
3.
Sedangkan hasil yang secara statistik tidak menunjukan hubungan dengan kejadian dermatitis kontak adalah jenis kelamin (Pvalue 1,000) dan riwayat penyakit kulit (Pvalue 0,501).
4.
Untuk variabel penggunaan APD didapatkan presentase sebesar 100% pekerja tidak lengkap dalam penggunaan APD, sehingga tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut karena data yang ada bersifat homogen.
113
114
7.2
Saran Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar
Indonesia, disarankan : 1.
Bagi Pekerja a.
Pekerja seharusnya menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap selama melaksanankan proses kerja, terutama sarung tangan, baju kerja dan sepatu kerja, sehingga dapat mencegah terjadinya kontak langsung dengan bahan kimia.
b.
Pekerja seharusnya memperhatikan kebersihan diri selama berada di lingkungan kerja, seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan proses kerja, langsung membilas bagian tubuh saat terkena bahan kimia dan menggunakan pakaian yang bersih (tidak ada tetesan bahan kimia) selama melakukan proses pekerjaan.
2.
Saran Bagi Pihak Manajemen PT.Cosmar Indonesia a.
Menyediakan alat pelindung diri yang lengkap seperti sarung tangan, baju kerja dan sepatu kerja, serta mencukupi jumlah APD bagi seluruh pekerja.
b.
Pekerja baru maupun pekerja lama seharusnya diberi pelatihan dan penyuluhan mengenai proses kerja yang aman, pentingnya penggunaan APD dan perilaku hidup bersih dan sehat selama bekerja.
c.
Perlu dilakukan rotasi kerja pada pekerja bagian processing dan filling ke bagian yang tidak mempunyai resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak, seperti bagian gudang atau pengepakan, dengan tetap mempertimbangkan skill dari masing-masing pekerja.
115
d.
Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala baik pada pekerja muda maupun pada pekerja usia lanjut, agar dapat terdeteksi secara dini gejala-gejala dermatitis kontak sehingga dapat dilakukan tindakan pengendalian dengan cepat.
f.
Meningkatkan pengawasan yang bukan hanya mengawasi proses kerja tetapi juga mengawasi personal hygiene dan penggunaan APD pekerja.
g.
Memberikan peringatan atau pun sangsi tegas bagi pekerja yang tidak patuh terhadap peraturan untuk menjaga kebersihan diri dan penggunaan APD.
3.
Saran Bagi Peneliti Selanjutnya a.
Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat melakukan uji tempel untuk memperkuat hasil diagnosa mengenai kejadian dermatitis kontak.
b.
Diagnosa kejadian dermatitis kontak sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis kulit.
c.
Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti ukuran molekul, daya larut serta konsentrasi dari bahan kimia yang kontak dengan kulit.
d.
Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti variabel suhu dan kelembaban, jika dilakukan pada kondisi lingkungan kerja yang berbedabeda.
e.
Penelitian mengenai dermatitis kontak sebaiknya lebih difokuskan pada satu jenis dermatitis kontak saja.
f.
Perlu diadakan penelitian kualitatif untuk menggali lebih dalam pekerja yang tidak lengkap dalam penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak.
DAFTAR PUSTAKA
Agius R. 2006. Occupational Exposure and its Limit, Practical Occupational Medicine. www.agius.com. Diakses 21 Agustus 2011. Cahyono A. 2004. Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Cohen. DE. 1999. Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety and Health, second edition, Canada. Cronin E. 1980. Contact Dermatitis. Ediburgh London dan New York: Churchill Livingstone. Daili, Emmy, dkk. 2005. Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia. PT Medical Multimedia Indonesia. Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Djunaedi H, Lokananta MD. 2003. Dermatitis Kontak Akibat Kerja, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia Nomor 3 volume 31. Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV. F. Lhoksumawe. Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Firdaus U. 2003. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penyakit Kulit Akibat Kerja Terbanyak di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat, Vol. II no.5. Florence, Suryani. 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol di PT X Medan Tahun 2008. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Fredberg I.M, et all. 2003. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 6th Ed, McGraw-Hill Professional, New York. Gilles L, Evan R, Farmer and Antoinette F H. 1990. The Pathophysiology of Irritant Contact Dermatitis. In : Jacksin EM, Goldner R, editors Irritant Contact Dermatitis, Clinical Dermatology, New York : Marcel Dekker. Harahap. 1998. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, jakarta. Hudyono J. 2002. Dermatosis akibat kerja. Majalah Kedokteran Indonesia, November 2002. HSE. 2000. The Prevalence of Occupational Dermatitis among Work in The Printing Industry and Your Skin dalam hsebooks.co.uk. HSE UK. 2004. Medical Aspect Of Occupational Skin Disease. Guidance Note MS 24, Second Edition. Norwich, England. Hayakawa, R. 2000. Contact Dermatitis. Med.Sci. Nagoya. Hipp, LL. 1985. Industrial Dermatoses. Chicago, USA: National Safety Council.
Indonesian Science Forum, Dermatitis Kontak Iritan, www.indonesiaindonesia.com, Diakses tanggal 22 Juli 2011. International
Journal
Of
Cosmetic
Surgery,
Aesthetic
Surgery
Journal,
www.surgery.org, Diakses tanggal 25 Juli 2011. Kosasih A. 2004. Dermatitis Akibat Kerja. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta. Lestari, Fatma. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja di PT Inti Pantja Press Industri. Skripsi Universitas Indonesia. Mahadi IDR. 1993. Allergic contact dermatitis at private clinic in Medan (Indonesia) during 1991-1992. Majalah Nusantara Vol XXIII No 3 Sept 1993, Medan: FK USU. Mausulli Anissa. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Pengolahan Sampah di TPA Cipayung Kota Depok Tahun 2010. Skripsi Universitas Islam Negeri Jakarta. Metha S.S, Reddy B.S.N. 2003. Cosmetic Dermatitis – Current Perspectives. International Journal of Dermatology. Metty Carina. 2008. Hubungan Antara Higiene Pribadi Dengan Kejadian Dermatitis pada Pekerja Pengangkut Sampah Kota Palembang Tahun 2008. Skripsi Universitas Sriwijaya.
Michael, J. A. 2005. Dermatitis, Contact, Emedicine; www.emedicine.com, Diakses tanggal 16 Juli 2011. Nasution D, Manik M, Lubis E. 1995. Insidensi dermatitis kontak di RS Pirngadi Medan Sumatera Utara 1992-1994.IN Kumpulan makalah Kongres Nasional VIII Perdoski. Yogyakarta: Perdoski Yogyakarta. NIOSH. 2006. Occupational and Environment Exposureof Skin to Chemic, dala, http://www.mines.edu/outreach/oeesc. NN, Kebersihan Perorangan, www.Hiperkes.com, Diakses tanggal 22 Juli 2011 Orton D.I, Wilkinson J.D. 2004. Cosmetic Allergy : Incidence, Diagnosis and Managemen. Am J Clin Dermatol. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), 2009, Kategori Galeri Kesehatan; Dermatitis Kontak, www.perdoski.org, Diakses 21 Agustus 2011 Putra, B. I. 2008. Penyakit Kulit Akibat Kerja Karena Kosmetik. Universitas Sumatera Utara. Prasari Sotya, dkk. 2009. Profil Dermatitis Kontak Kosmetik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun 2005 - 2006, Vol.XI. Rietschel RL. 1985. Industrial Toxicology: Safety and Health Applications in The Workplace. New York: Van Nostrand Rienhold.
SHARP. 1999. Preventing Occupational Dermatitsis. Washington State Departement of Labour and Industries. Suma’mur PK. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Gunung Agung Suryani, Dinny. Dermatitis Akibat Kerja dan Upaya Pencegahan pada Pemulung Sampah di LPA Benowo Surabaya. Skripsi FKM Universitas Airlangga. Taylor S, Sood A. 2003. Occupational Skin Diseases. In : Fritzpatricks et al, editors Dermatology in General Medicine 6 th ed. New York : Mc Graw Hill Book co. Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam Malik,Medan. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Villafuerte LL, Palmero MLH. 2001. Prevalence and revalence pf patch test reactions at the JRRMMC dermatology departement. The 6th Asian Dermatological Congress; 2001 Nov. 11-13; Bangkok. Widyastuti, P. 2006. Dermatitis Akibat Kerja . Bumi Aksara. Jakarta. World Health Organization (WHO). 2005. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care (Advance Draft): A Summary. Switzerland: WHO Press.
LAMPIRAN 3
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum wr.wb Bersama ini saya Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ingin menyampaikan bahwa akan melaksanakan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT. Cosmar Indonesia Tahun 2011”, yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Untuk itu saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan di bawah ini dengan jujur, semua jawaban Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya. Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu, saya mengucapkan terima kasih Peneliti
Febria Suryani Petunjuk Pengisian Kuesioner 1.
Isilah kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda.
2.
Pada pilihan ganda, beri tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan kondisi anda.
3.
Kode diisi oleh peneliti.
4.
Kejujuran anda dalam menjawab kuesioner ini, sangat saya harapkan.
No. Responden :
Diisi oleh peneliti Hasil Diagnosis Dokter :
A1 (
)
0. Dermatits kontak 1. Tidak dermatitis kontak
Diisi oleh responden/pekerja 1.
Nama
:
2.
Alamat
:
3.
No. Telp/HP
:
4.
Sub Bagian Kerja: No
Pertanyaan
Kode
Lama Kontak 1.
Pernahkan anda kontak/bersentuhan dengan bahan kimia selama proses
B1 (
)
B2 (
)
B3 (
)
C1 (
)
pekerjaan anda? a. Ya b. Tidak Jika “ya” lanjut ke pertanyaan no.2, jika “tidak” langsung ke no. 4 2.
Berapa lama anda bersentuhan dengan bahan kimia setiap harinya? .......................................jam/hari
3.
Apakah kontak/sentuhan dengan bahan kimia tersebut karena proses kerja atau karena kecelakaan (cipratan/tumpahan bahan kimia)? a. Proses kerja b. Kecelakaan c. Proses kerja dan kecelakaan
Masa kerja 4.
Kapan anda mulai bekerja pada bagian processing/filling di PT. Cosmar Indonesia ? bulan.....................tahun......................
5.
Apakah sebelumnya anda pernah bekerja dengan berkontak zat kimia pada
C2 (
)
C3 (
)
C4 (
)
D1 (
)
tempat kerja lain? a. Ya b. Tidak Jika “ya” lanjut ke pertanyaan no.3, jika “tidak” langsung ke no.7 6.
Sejak kapan anda bekerja di tempat sebelumnya? tahun......................................
7.
Jika tidak, anda dulu bekerja sebagai apa? -.................................................. -.................................................. -..................................................
Usia 8.
Pada tanggal, bulan dan tahun berapa anda lahir ? Tgl................bulan...............tahun.............
Jenis Kelamin 9.
Apa jenis kelamin anda ?
E1 ( )
0. Perempuan 1. Laki-laki Riwayat Penyakit Kulit 10.
Apakah sebelum bekerja pada bagian processing/filling di PT.Cosmar
F1 ( )
Indonesia anda pernah menderita penyakit/kelainan kulit? 0. Tidak 1. Ya Jika “ya” lanjut ke pertanyaan no.7, jika “tidak” selesai 11.
12
Bagaimana bentuk kelainan kulit yang anda derita? *jawaban boleh lebih dari 1 a. gatal
e. tonjolan berisi air
b. kemerahan
f. bengkak
c. beruntusan kecil
g. luka robek/bekas jahitan
d. koreng
h. lainya.............................................
Pada bagian tubuh mana posisi kelainan kulit yang anda derita ? -................................................
F2 ( )
F3 ( )
-.................................................. -.................................................. 13.
Apakah anda telah melakukan pengobatan terhadap kelainan kulit yang
F4 ( )
pernah anda derita? a. Ya, hingga sembuh b. Ya, tidak sembuh c. Tidak melakukan pengobatan
LEMBAR OBSERVASI Personal Hygiene No
Kriteria
1.
Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum melakukan proses pekerjaan.
2.
Mencuci tangan dengan air dan sabun setelah melakukan proses pekerjaan.
3.
Melakukan tahapan-tahapan cara mencuci tangan yang benar.
4.
Tangan dibilas dengan air yang cukup hingga tidak tersisa sabun pencuci tangan
5.
Mengeringkan tangan setelah mencuci tangan.
6.
Pakaian yang digunakan pekerja bersih tanpa ada tetesan bahan kimia
Cheklist
Penggunaan APD No
Kriteria
1.
Menggunakan sarung tangan yang terbuat dari terbuat dari vinyl atau neoprane
2.
Sarung tangan yang digunakan menutupi seluruh bagian lengan
3.
Mengunakan baju pelindung yang sesuai
4.
Baju pelindung yang digunakan menutupi seluruh bagian tubuh sampai kebawah
5.
Mengunakan sepatu yang menutupi seluruh bagian kaki
Cheklist
UNIVARIAT 1. KEJADIAN DERMATITIS KONTAK dermatitis kontak
Valid
Frequency Percent
Cumulative Valid Percent Percent
24
48.0
48.0
48.0
TIDAK DERMATITIS 26
52.0
52.0
100.0
Total
100.0
100.0
DERMATITIS
50
2. LAMA KONTAK Uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test lama kontak N Normal Parametersa Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
Statistics lama kontak N
Valid
50
Missing
0 5.20 5.00 8 2.119 2 8
Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
50 5.20 2.119 .174 .174 -.147 1.233 .095
lama kontak
Valid
Frequency Percent
Cumulative Valid Percent Percent
2
4
8.0
8.0
8.0
3
11
22.0
22.0
30.0
4
8
16.0
16.0
46.0
5
4
8.0
8.0
54.0
6
6
12.0
12.0
66.0
7
5
10.0
10.0
76.0
8
12
24.0
24.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
3. MASA KERJA Uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test masa kerja N Normal Parametersa
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal. Statistics masa kerja N
Valid
50
Missing
0 17.86 12.50 7 16.732 1 84
Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
50 17.86 16.732 .157 .142 -.157 1.109 .171
masa kerja
Valid
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
4
8.0
8.0
8.0
2
2
4.0
4.0
12.0
4
4
8.0
8.0
20.0
5
1
2.0
2.0
22.0
6
3
6.0
6.0
28.0
7
6
12.0
12.0
40.0
8
1
2.0
2.0
42.0
9
1
2.0
2.0
44.0
12
3
6.0
6.0
50.0
13
1
2.0
2.0
52.0
14
1
2.0
2.0
54.0
15
1
2.0
2.0
56.0
17
3
6.0
6.0
62.0
21
1
2.0
2.0
64.0
23
1
2.0
2.0
66.0
24
2
4.0
4.0
70.0
25
1
2.0
2.0
72.0
27
3
6.0
6.0
78.0
28
1
2.0
2.0
80.0
29
1
2.0
2.0
82.0
30
2
4.0
4.0
86.0
33
1
2.0
2.0
88.0
34
1
2.0
2.0
90.0
41
1
2.0
2.0
92.0
42
1
2.0
2.0
94.0
48
1
2.0
2.0
96.0
61
1
2.0
2.0
98.0
84
1
2.0
2.0
100.0
100.0
100.0
Total 50
4. UMUR Uji normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test umur pekerja N Normal Parametersa Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
50 21.78 3.738 .143 .143 -.136 1.011 .258
a. Test distribution is Normal. umur pekerja N
Valid
50
Missing
0 21.78 21.00 19 3.738 17 32
Mean Median Mode Std. Deviation Minimum Maximum
Valid
Frequency Percent
Valid Percent Cumulative Percent
17
1
2.0
2.0
2.0
18
8
16.0
16.0
18.0
19
9
18.0
18.0
36.0
20
5
10.0
10.0
46.0
21
5
10.0
10.0
56.0
22
4
8.0
8.0
64.0
23
6
12.0
12.0
76.0
24
3
6.0
6.0
82.0
25
2
4.0
4.0
86.0
26
1
2.0
2.0
88.0
27
2
4.0
4.0
92.0
30
1
2.0
2.0
94.0
31
2
4.0
4.0
98.0
32
1
2.0
2.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
5. JENIS KELAMIN jenis kelamin pekerja
Valid
Frequency Percent
Cumulative Valid Percent Percent
PEREMPUAN
30
60.0
60.0
60.0
LAKI-LAKI
20
40.0
40.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
6. RIWAYAT PENYAKIT KULIT SEBELUMNYA Riwayat Penyakit Kulit
Valid
Frequency Percent
Cumulative Valid Percent Percent
18
36.0
36.0
36.0
TIDAK MEMILIKI RIWAYAT 32
64.0
64.0
100.0
Total
100.0
100.0
MEMILIKI RIWAYAT
50
7. PERSONAL HYGIENE Personal Hygiene
Valid
Frequency Percent
Cumulative Valid Percent Percent
TIDAK BAIK
11
22.0
22.0
22.0
BAIK
39
78.0
78.0
100.0
Total
50
100.0
100.0
8. PENGGUNAAN APD Alat Pelindung Diri
Valid
TIDAK LENGKAP
Frequency Percent
Cumulative Valid Percent Percent
50
100.0
100.0
100.0
BIVARIAT 1. LAMA KONTAK DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK
Group Statistics dermatitis kontak
N
Mean Std. Deviation Std. Error Mean
24
5.92
2.083
.425
TIDAK DERMATITIS 26
4.54
1.964
.385
lama kontak DERMATITIS
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F lama kontak Equal variances assumed Equal variances not assumed
.069
Sig. .795
t
df
Std. Error Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower
Upper
2.408
48
.020
1.378
.572
.227
2.529
2.402
47.073
.020
1.378
.574
.224
2.533
2. MASA KERJA DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK
Group Statistics
masa kerja
dermatitis kontak
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
DERMATITIS
24
23.92
19.744
4.030
TIDAK DERMATITIS
26
12.27
11.062
2.169
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F masa kerja Equal variances assumed Equal variances not assumed
3.191
Sig. .080
t
df
Std. Error Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower
Upper
2.600
48
.012
11.647
4.480
2.639
20.656
2.545
35.516
.015
11.647
4.577
2.360
20.934
3. UMUR DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK
Group Statistics
N
Mean
Std. Error Std. Deviation Mean
24
23.25
4.162
.850
TIDAK DERMATITIS 26
20.42
2.730
.535
dermatitis kontak umur pekerja DERMATITIS
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F umur pekerja Equal variances assumed Equal variances not assumed
4.910
Sig. .031
t-test for Equality of Means
t
df
95% Confidence Interval of the Difference Std. Error Upper Sig. (2-tailed) Mean Difference Difference Lower
2.861
48
.006
2.827
.988
.840
4.814
2.815
39.206 .008
2.827
1.004
.796
4.858
4. JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK Case Processing Summary Cases Valid N Jenis Kelamin * dermatitis 50 kontak
Missing
Total
Percent
N
Percent
N
Percent
100.0%
0
.0%
50
100.0%
Jenis Kelamin * dermatitis kontak Crosstabulation dermatitis kontak
Jenis Kelamin
PEREMPUAN LAKI-LAKI
Total
DERMATITIS
TIDAK DERMATITIS
Total
11
19
30
% within Jenis Kelamin 36.7%
63.3%
100.0%
Count
7
20
% within Jenis Kelamin 65.0%
35.0%
100.0%
Count
26
50
52.0%
100.0%
Count
13 24
% within Jenis Kelamin 48.0% Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Value
df
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided) sided)
3.860a 2.808 3.907
1 1 1
.049 .094 .048 .082
3.782
1
Exact Sig. (1sided)
.046
.052
50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,60. b. Computed only for a 2x2 table
5. RIWAYAT PENYAKIT DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK Case Processing Summary Cases Valid Riwayat Penyakit Kulit * dermatitis kontak
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
50
100.0%
0
.0%
50
100.0%
Riwayat Penyakit Kulit * dermatitis kontak Crosstabulation dermatitis kontak TIDAK DERMATITIS DERMATITIS Riwayat Penyakit Kulit MEMILIKI RIWAYAT
Count
TIDAK MEMILIKI RIWAYAT Total
7
11
18
% within Riwayat Penyakit 38.9% Kulit
61.1%
100.0%
Count
15
32
% within Riwayat Penyakit 53.1% Kulit
46.9%
100.0%
Count
26
50
52.0%
100.0%
17
24
% within Riwayat Penyakit 48.0% Kulit
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
a
.935 .452 .941
df
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided) sided)
1 1 1
.333 .501 .332 .388
.917
1
Total
Exact Sig. (1sided)
.251
.338
50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,64. b. Computed only for a 2x2 table
6. PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK Case Processing Summary Cases Valid Personal Hygiene * dermatitis kontak
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
50
100.0%
0
.0%
50
100.0%
Personal Hygiene * dermatitis kontak Crosstabulation dermatitis kontak
Personal Hygiene TIDAK BAIK
BAIK
Total
DERMATITIS
TIDAK DERMATITIS
Total
Count
9
2
11
% within Personal Hygiene
81.8%
18.2%
100.0%
Count
15
24
39
% within Personal Hygiene
38.5%
61.5%
100.0%
Count
24
26
50
% within Personal Hygiene
48.0%
52.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Value
df
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2sided) sided)
6.462a 4.841 6.834
1 1 1
.011 .028 .009 .016
6.333
1
Exact Sig. (1sided)
.013
.012
50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,28. b. Computed only for a 2x2 table
LAMPIRAN
LAMPIRAN 6
FOTO 1. Gedung Cosmar
FOTO 2. Bahan kimia yang di olah
FOTO 3. Bulk (Adonan) yang siap di filling
FOTO 4. Pekerja bagian processing
FOTO 5. Pekerja bagian filling
FOTO 6. Ketidakpatuhan penggunaan APD
FOTO 7. Pekerja dengan personal hygiene buruk
ceceran bahan kimia
FOTO 8. Ketersediaan sarana kebersihan diri
FOTO 9. Peraturan untuk menjaga kebersihan diri
FOTO 10. Peraturan terkait penggunaan APD