FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STRES KERJA PADA PEKERJA PERTOLONGAN KECELAKAAN PENERBANGAN DAN PEMADAM KEBAKARAN (PKP-PK) DI BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA JAKARTA TAHUN 2014
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh AHMAD RIVAI NIM : 107101001696
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, Juli 2014 Ahmad Riva’i, NIM : 107101001696 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta Tahun 2014 xix + 121 Halaman, 17 Tabel, 2 Gambar, 2 Bagan, Lampiran ABSTRAK Stres kerja adalah satu bentuk tanggapan seorang, baik fisik maupun mental terhadap satu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Petugas pemadam kebakaran dan petugas penyelamat (rescue workers) merupakan pekerjaan dengan resiko stres yang tinggi karena terpajan dengan berbagai kejadian yang bersifat traumatis sebagai bagian dari pekerjaannya. Salah satu jenis pekerjaan seperti itu adalah unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di suatu bandar udara. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan desain studi crosssectional. Sampel dalam penelitian ini adalah pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta yang berjumlah 96 responden. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Chi-square. Variabel yang diteliti yaitu, faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan), pengembangan karier (promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) dan faktor pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan status pernikahan). Stres kerja diukur dengan menggunakan metode pengukuran life event scale. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pekerja yang mengalami stres kerja berat yaitu sebesar 21,9% (21 orang), mengalami stres kerja ringan sebesar 68,8% (66 orang) dan yang tidak mengalami stres sebesar 9,4% (9 orang). Kemudian dari hasil analisis bivariat, diperoleh dua faktor yang berhubungan dengan stres kerja yaitu beban kerja dengan p value 0,011 dan kebisingan dengan p value 0,020. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka ada beberapa saran yang dapat direkomendasikan kepada unit kerja PKP-PK dan para pekerjanya agar mengisi waktu standby dengan hal-hal yang positif seperti berolahraga ringan, membaca buku dan kegiatan lainnya yang mendukung dalam pelaksanaan tugas. Pihak instansi dapat menyediakan alat pelindung telinga yang sesuai dengan standar yang ada sehingga kebisingan di tempat kerja dapat dikurangi yang pada akhirnya tidak menimbulkan efek yang buruk terhadap pendengaran para pekerjanya. Kata Kunci : Stres Kerja, Bandar Udara, Cross Sectional, Kebisingan Daftar bacaan : 35 (1985 - 2013) ii
JAKARTA STATE ISLAMIC UNIVERSITY THE FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH Undergraduate, July 2014 Ahmad Riva’i, NIM : 107101001696 FACTORS ASSOCIATED WITH JOB STRESS ON AIRPORT RESCUE AND FIREFIGHTING SERVICES (ARFS) WORKERS IN SOEKARNO-HATTA AIRPORT JAKARTA IN 2014 xix + 121 pages, 17 tables, 2 pictures, 2 charts, attachments ABSTRACT Job stress is one form of responses, either physical or mental to a change in their environment are perceived annoying and resulting in himself threatened. Firefighters and rescue workers is a job at the risk of a stress that high because is exposed to a variety of an occurrence that is spatially traumatic as part of the job. One of the types of work as it is a unit of Airport Rescue and Firefighting Services (ARFS) in an airport. This research is the kind of research quantitative with a design the study of crosssectional. A sample in this research is Airport rescue and firefighting Services (ARFS) workers in Soekarno-Hatta Airport Jakarta which totaled 96 respondents. Statistical test used in this research is chi-square. The variables examined is an intrinsic factors in work (workload, routines and noise), it is a further career (employment promotion, salary satisfaction, education and training) and workers (age, education, past employment and marital status). Job stress measured by using the method of life event scale. Based on the results of the study revealed that workers who experience stress that amounted to 37.5% (36 people) and are not subjected to the stress of 62.5% (60 people). Then from bivariat analysis results, obtained two factors related to stress of work it is the workload with a p value 0,020 and noise with a p value 0.042. Based on the results of the research conducted, then there are some suggestions that can be recommended to the working unit of ARFS and his workers in order to fill the time standby with positive things such as mild exercise, read books and other activities that support the implementation of the task. The Agency can provide the appropriate ear protectors with existing standards so that the noise in the workplace can be reduced that ultimately did not result in bad effects against hearing his workers. Keywords : Job Stress, Airport, Cross Sectional, Noise References : 35 (1985 - 2013)
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NAMA
: Ahmad Riva’i
TTL
: Jakarta, 9 April 1989
JENIS KELAMIN
: Laki-laki
AGAMA
: Islam
ALAMAT
: Jalan Manunggal 2 No. 59 Rt. 003 Rw. 02 Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan
KEWARGANEGARAAN
: Indonesia
AGAMA
: Islam
NO. TELEPON
: +6285694404744
EMAIL
:
[email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 2007 – 2014 : S1 – Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2004 - 2007
: Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Jakarta
2001 – 2004 : Madrasah Tsanawiyah (Mts) Darunnajah Petukangan, Jakarta Selatan 1995 – 2001 : Madrasah Ibtidaiyah (MI) Darunnajah Petukangan, Jakarta Selatan
vi
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... Puji Syukur kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam tidak lupa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman kejahiliyahan menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Skripsi dengan judul “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak kesulitan dan hambatan yang dihadapi. Keberhasilan penyusunan laporan skripsi ini tentu tidak luput dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada : 1.
Kedua orangtua, ayahanda dan ibunda yang selalu mendoakan dan memberikan kasih sayang serta dukungannya kepada penulis.
2.
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Prof. Dr. (HC) dr. M. K. Tadjuddin, Sp. And.
vii
3.
Ibu Ir. Febrianti, M. Si, sebagai ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS sebagai pembimbing I, yang selalu bersedia menyediakan waktu dan memberikan masukan, kritik dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.
5.
Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM sebagai pembimbing II, yang dengan setianya memberikan bimbingan saran dan motivasi kepada penulis.
6.
Ibu Fase Badriah Ph.D sebagai penguji I, terimakasih atas saran, masukan dan bimbingan selama penyusunan skripsi.
7.
Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK sebagai penguji II sekaligus dosen panutan, terimakasih atas nasehat, motivasi dan kesempatan yang telah ibu berikan selama ini kepada saya dan mohon maaf atas keterlambatan dalam penyusunan skripsi ini.
8.
Bapak Alibin, Amd. dan Bapak Enten Rostendi, Amd. yang telah memberikan izin dalam melaksanakan penelitian di unit kerja PKP-PK.
9.
Seluruh pekerja PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta yang telah membantu dan bekerjasama dalam rangka penyusunan skripsi ini.
10. Komandan Jaga dan Personel Delta Force, yang selalu memberikan izin, dukungan dan semangat dikala penulis melaksanakan penyusunan skripsi. 11. Teman-teman seperjuangan magang SUCOFINDO, Thanks bro Hasyim & Said, semoga kita bisa menjadi orang-orang yang sukses!!! viii
12. Sahabatku “Profesor” Nur Najmi Laila, SKM, terimakasih atas jerih payah, bantuan dan andil yang luar biasa kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. 13. Untuk Tim “veteran” angkatan 2007 (arif, hadi, faiz, ambang, riki, fadlie, yogi, agista, hara, rita, tiwi, zakia) terimakasih atas perjuangannya selama ini yang pada akhirnya kita bisa sampai pada tahapan ini bersama. 14. Sahabat-sahabatku angkatan OPUS 2007, selamat berjuang untuk menuju kesuksesan..!!! 15. Dan untuk semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan secara keseluruhan. 16. Yang teramat spesial, untuk mutiara hatiku (Lu’luil Maknuun) yang telah memberikan anugerah yang sangat luar biasa bagi keluarga kita (Alula Khairiyah Az-Zahra), terimakasih atas kesabarannya, dukungan semangat serta kasih sayang yang sangat luar biasa sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Pada akhirnya, skripsi ini telah disusun sedemikian rupa, tentunya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran sangat diharapkan, semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun bagi pembaca pada umumnya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh... Jakarta, Juli 2014 Penulis
ix
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................
i
ABSTRAK ..................................................................................................
ii
ABSTRACT ...............................................................................................
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................
iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ......................................................
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................
vi
KATA PENGANTAR ................................................................................
vii
DAFTAR ISI ..............................................................................................
x
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
xvii
DAFTAR BAGAN .....................................................................................
xviii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................
xix
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ..................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah .............................................................................
7
1.3
Pertanyaan Penelitian ........................................................................
8
1.4
Tujuan Penelitian ..............................................................................
9
1.5
Manfaat Penelitian.............................................................................
11
1.6
Ruang Lingkup Penelitian .................................................................
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Stres ................................................................................
13
2.2
Pengertian Stres Kerja ......................................................................
15
2.3
Tahapan Stres ...................................................................................
16
2.4
Pembangkit Stres ..............................................................................
19
2.4.1 Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan ................................
19
2.4.2 Peran Individu dalam Organisasi ...........................................
24
x
2.4.3 Pengembangan Karir .............................................................
27
2.4.4 Hubungan dalam Pekerjaan ...................................................
32
2.4.5 Struktur dan Iklim Organisasi ...............................................
33
2.4.6 Tuntutan dari Luar Organisasi/ Pekerjaan ..............................
34
2.4.7 Karakteristik Individu ..........................................................
34
2.5
Dampak Stres Kerja ..........................................................................
41
2.6
Pengukuran Stres ..............................................................................
43
2.7
Manajemen Stres Kerja ....................................................................
49
2.8
Kerangka Teori ................................................................................
55
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1
Kerangka Konsep ..............................................................................
57
3.2
Definisi Operasional ..........................................................................
59
3.3
Hipotesis Penelitian ..........................................................................
61
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1.
Desain Penelitian ...............................................................................
62
4.2.
Waktu dan Tempat Penelitian ...........................................................
62
4.3.
Populasi dan Sampel .........................................................................
62
4.4.
Alat dan Cara Pengumpulan Data ......................................................
4.5.
4.6.
1.
Data Primer ................................................................................
65
2.
Data Sekunder ...........................................................................
66
Pengolahan Data................................................................................ 1.
Data Editing................................................................................
67
2.
Data Coding................................................................................
67
3.
Data Entry ..................................................................................
68
4.
Data Cleaning .............................................................................
69
Analisis Data ..................................................................................... 1.
Analisis Univariat .......................................................................
69
2.
Analisis Bivariat .........................................................................
70
xi
BAB V HASIL 5.1.
Gambaran Umum Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandar Udara Soekarno-Hatta .........
71
5.1.1. Gambaran Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan
5.2.
Pemadam Kebakaran Bandar Udara Soekarno-Hatta ..............
71
5.1.2. Tugas dan Fungsi Unit PKP-PK ..............................................
73
5.1.3. Struktur Organisasi PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta ....
73
5.1.4. Tugas dan Tanggung Jawab dalamStruktur Organisasi PKP-PK
74
Analisis Univariat ..............................................................................
79
5.2.1. Gambaran Stres Kerja pada Pekerja PKP-PK di Bandara
5.3.
Soekarno-Hatta Tahun 2014.....................................................
79
5.2.2. Gambaran Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan ............................
80
a. Beban Kerja ......................................................................
81
b. Rutinitas ............................................................................
81
c. Kebisingan .......................................................................
81
5.2.3. Gambaran Pengembangan Karir ..............................................
82
a. Promosi kerja ....................................................................
82
b. Kepuasan Gaji ...................................................................
82
c. Pendidikan dan Pelatihan ...................................................
83
5.2.3. Gambaran Faktor Pekerja ........................................................
83
a. Umur ................................................................................
84
b. Pendidikan .........................................................................
84
c. Masa Kerja ........................................................................
84
d. Status Pernikahan ..............................................................
84
Analisis Bivariat ................................................................................ 5.3.1. Hubungan antara Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan (Beban Kerja, Rutinitas dan Kebisingan) .................................
85
a. Beban Kerja ......................................................................
85
b. Rutinitas ............................................................................
86
c. Kebisingan .......................................................................
87
xii
5.2.3. Hubungan antara Pengembangan Karir (Promosi Kerja, Kepuasan Gaji dan Pelatihan Keterampilan) ...........................
88
a. Promosi kerja ....................................................................
88
b. Kepuasan Gaji ...................................................................
89
c. Pendidikan dan Pelatihan ...................................................
90
5.2.3. Hubungan antara Faktor Pekerja (Umur, Pendidikan, Masa Kerja dan Status Pernikahan .........................................
91
a. Umur ................................................................................
91
b. Pendidikan .........................................................................
92
c. Masa Kerja ........................................................................
93
d. Status Pernikahan ..............................................................
94
BAB VI PEMBAHASAN 6.1.
Keterbatasan Penelitian ....................................................................
95
6.2.
Gambaran Stres Kerja .......................................................................
96
6.3.
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja ........................
98
1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan ...................................................
98
a. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja ....................
98
b. Hubungan antara Rutinitas dengan Stres Kerja...........................
100
c. Hubungan antara Kebisingan dengan Stres Kerja .......................
102
2. Pengembangan Karir .....................................................................
105
a. Hubungan antara Promosi Kerja dengan Stres Kerja .................
105
b. Hubungan antara Kepuasan Gaji dengan Stres Kerja ..................
107
c. Hubungan antara Pendidikan dan Pelatihan dengan Stres Kerja .
108
3. Faktor Pekerja ...............................................................................
109
a. Hubungan antara Umur dengan Stres Kerja ...............................
109
b. Hubungan antara Pendidikan dengan Stres Kerja .......................
110
c. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja ......................
111
c. Hubungan antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja ............
112
xiii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan .....................................................................................
114
7.2.
Saran ................................................................................................
116
1. Bagi Pekerja ..................................................................................
116
2. Bagi Instansi ..................................................................................
116
3. Bagi Penelitian Selanjutnya ..........................................................
117
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
118
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Daftar Pertanyaan untuk Metode Life Event Scale .................
45
Tabel 3.1
Definisi Operasional ...............................................................
59
Tabel 4.1
Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu ...............
63
Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di bandara Soekarno-Hatta Tahun 2014 ...................................................
80
Distribusi Responden menurut Faktor Intrinsik Pekerjaan pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2014 .............................................................................
81
Distribusi Responden menurut Pengembangan Karier pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2014 ........................................................................................
82
Distribusi Responden menurut Faktor Pekerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2014 ........................................................................................
83
Distribusi Responden menurut Beban Kerja terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara SoekarnoHatta Tahun 2014 ....................................................................
85
Distribusi Responden menurut Rutinitas terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2014 .............................................................................
86
Distribusi Responden menurut Kebisingan terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara SoekarnoHatta Tahun 2014 ....................................................................
87
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Tabel 5.5
Tabel 5.6
Tabel 5.7
xv
Tabel 5.8
Tabel 5.9
Tabel 5.10
Tabel 5.11
Tabel 5.12
Tabel 5.13
Tabel 5.14
Distribusi Responden menurut Promosi Kerja terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara SoekarnoHatta Tahun 2014 ....................................................................
88
Distribusi Responden menurut Kepuasan Gaji terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara SoekarnoHatta Tahun 2014 ....................................................................
89
Distribusi Responden menurut Pendidikan dan Pelatihan terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2014 .....................................
90
Distribusi Responden menurut Umur terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2014 .............................................................................
91
Distribusi Responden menurut Pendidikan terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara SoekarnoHatta Tahun 2014 ....................................................................
92
Distribusi Responden menurut Masa Kerja terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara SoekarnoHatta Tahun 2014 ....................................................................
93
Distribusi Responden menurut Status Pernikahan terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Tahun 2014 .....................................
94
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Unit Kerja PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta; (a) North Fire Station, (b) South Fire Station dan (c) Main Fire Station .....................................................................................
72
Struktur Organisasi Unit Kerja PKP-PK di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta ...........................................................
74
xvii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1
Kerangka Teori .......................................................................
56
Bagan 3.1
Kerangka Konsep ....................................................................
58
xviii
DAFTAR SINGKATAN
PKP-PK
: Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
ICAO
: International Civil Aviation Organization
NIOSH
: National Institute for Occupational Safety and Health
xix
BAB I PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional kini memasuki era industrialisasi yang menuntut produktivitas kerja yang tinggi. Produktivitas dan efisiensi kerja baik bagi pekerja maupun perusahaan merupakan landasan kuat dalam memacu produktivitas nasional. Namun, pembangunan berteknologi tinggi memiliki resiko bahaya dan penyakit akibat kerja yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas kerja, efisiensi perusahaan dan juga menghambat laju kemajuan nasional. Era industrialisasi yang disertai dengan modernisasi industri dan pembangunan teknologi canggih, diantaranya juga dapat memberikan dampak negatif terhadap keselamatan dan kesehatan bagi para tenaga kerja (Nugrahani, 2008). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, membawa perubahan pula dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan itu mambawa akibat yaitu tuntutan yang lebih tinggi terhadap setiap individu untuk lebih meningkatkan kinerja mereka sendiri dan masyarakat luas. Agar eksistensi tetap terjaga, maka setiap individu akan mengalami stres terutama bagi individu yang kurang dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut (Novitasari, 2003). Stres kerja merupakan masalah yang sering dijumpai serta menjadi perhatian di bidang kesehatan dan keselamatan kerja. Masalah yang dialami pekerja dapat menghasilkan ketidakstabilan psikologis dan mempengaruhi produktivitas. Berdasarkan “model stres kerja dan kesehatan” dari National
1
2
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), berbagai stressor di lingkungan kerja dapat menimbulkan reaksi psikis, fisiologis dan perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan (Afrianti dkk, 2011). Penyebab utama stres kerja adalah tuntutan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuan atau keterampilan pekerja, keinginan atau aspirasi yang tidak tersalurkan, dan ketidakpuasan dalam bekerja. Stres kerja merupakan tahap awal terjadinya penyakit pada individu yang rentan. Sebagai akibatnya, stres dapat menimbulkan gangguan psikosomatik, neurotik, dan psikosis yang dapat dilihat dengan meningkatnya angka absenteisme, angka terlambat kerja, pergantian karyawan, kecelakaan kerja dan besarnya angka kerugian sehubungan dengan ketidakhadiran pekerja. Di samping itu, stres kerja selain dapat menurunkan tingkat kesehatan dapat pula mempengaruhi tingkat produktivitas kerja dan akhirnya mempengaruhi kualitas performa kerja (Fatmah, 1993 dikutip oleh Airmayanti, 2009). Kebanyakan pekerjaan dengan waktu yang sangat sempit ditambah lagi dengan tuntutan harus serba cepat dan tepat membuat orang hidup dalam keadaan ketegangan atau stres (Hawari, 1999). Salah satu pekerjaan yang menuntut pelaksanaan tugas tersebut adalah seorang pemadam kebakaran. Organisasi pemadam kebakaran tidak hanya di miliki oleh daerah pada umumnya, tetapi juga dimiliki oleh instansi atau perusahaan untuk melindungi aset yang dimiliki dari bahaya kebakaran termasuk di dalam suatu bandar udara. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 420 Tahun 2011, setiap bandar udara wajib membentuk organisasi Pertolongan
3
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) sesuai dengan kategori bandar udara untuk Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK). Pelayanan Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) dilaksanakan secara cepat dan tepat untuk penyelamatan dan pertolongan kecelakaan penerbangan serta pemadaman kebakaran di bandar udara dan sekitarnya. Tugas dan fungsi unit Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di bandar udara, yaitu : a. memberikan pelayanan Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) untuk menyelamatkan jiwa dan harta benda dari suatu pesawat udara yang mengalami kejadian (incident) atau kecelakaan (accident) di bandar udara dan sekitarnya b. mencegah, mengendalikan, memadamkan api, melindungi manusia dan barang yang terancam bahaya kebakaran pada fasilitas di bandar udara Pada dasarnya, tugas dan tanggung jawab PKP-PK tidak jauh berbeda dengan pemadam kebakaran pada umumnya yaitu untuk menyelamatkan jiwa dan harta masyarakat yang mengalami musibah terutama kebakaran. Kebakaran adalah proses kimia yaitu reaksi antara bahan bakar (fuel) dengan oksigen dari udara atas bantuan sumber panas (heat). Ketiga unsur api tersebut dikenal sebagai segitiga api (fire triangle). Oleh karena itu, bencana kebakaran selalu melibatkan bahan mudah terbakar dalam jumlah yang besar baik yang berbentuk padat seperti kayu, kertas atau kain maupun bahan cair seperti bahan bakar dan bahan kimia (Ramli, 2010).
4
Menurut data National Fire Protection Association (NFPA), jumlah kasus kebakaran yang terjadi di 50 negara bagian Amerika Serikat pada tahun 2006 sebanyak 524.000 kasus, tahun 2007 sebanyak 530.500 kasus dan pada tahun 2008 jumlah kebakaran yang terjadi sebanyak 515.000 kasus (Ramli, 2010). Menurut penelitian CareerCast, secara global pemadam kebakaran menempati peringkat ketiga dalam pekerjaan yang paling rawan stres. Di Amerika Serikat pada 2011 dilaporkan ada 81 orang yang meninggal saat bertugas. Sedangkan pada 2012 ada 77 orang meninggal saat menjalankan tugas pemadaman kebakaran. Secara global biasanya jam shift pemadam kebakaran hingga 48 jam. Jumlah jam kerja yang panjang ini memberikan kontribusi pada kelelahan fisik dan dapat menjadi beban psikis pada kehidupan keluarga dan kesejahteraan emosional. Menurut Hurell dalam Munandar (2006), faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar, yaitu faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Terkait faktor-faktor penyebab stres kerja ini, Siu et al (1997) dalam Nugrahani (2008) melakukan penelitian tentang stres kerja di beberapa pabrik di Cina dengan jumlah sampel 342 orang. Tujuan studinya adalah untuk menginvestigasi stres kerja pada pekerja pabrik. Hasil penelitian tersebut diantaranya menunjukkan bahwa sumber utama stres kerja adalah faktor intrinsik pekerjaan.
5
Pada penelitian yang dilakukan oleh Aulya (2013) pada polisi lalu lintas di Polres Jakarta Pusat tahun 2013, menyatakan bahwa dari 65 responden yang diteliti, 16 responden (24,6%) mengalami stres berat, 34 responden (52,3%) mengalami stres ringan dan 15 responden (23,1%) tidak mengalami stres. Menurut penelitian Airmayanti (2009) pada pekerja di Bagian Produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk Tahun 2009, diketahui bahwa dari 100 responden yang menyatakan beban kerja berat, 73,3% mengalami stres kerja berat. Sebaliknya responden yang menyatakan beban kerja ringan, 65,6% juga mengalami stres kerja ringan. Berdasarkan teori Robert L Kahn (dalam Desy, 2002), yang termasuk dalam faktor intrinsik pekerjaan diantaranya adalah: pekerjaan rutin yang menimbulkan kejenuhan karena bersifat monoton, shift kerja (kerja gilir), beban kerja terlalu berat atau terlalu ringan, dan lain-lain. Petugas pemadam kebakaran dan petugas penyelamat (rescue workers) lainnya merupakan pekerjaan dengan resiko stres yang tinggi karena terpajan dengan berbagai kejadian yang bersifat traumatis sebagai bagian dari pekerjaannya. Kejadian kebakaran merupakan peristiwa yang tidak dapat diprediksi sebelumya, sehingga petugas kebakaran dituntut untuk selalu siaga ketika bertugas. Pekerjaan memadamkan api yang berkobar tidak jarang membuat petugas mengalami kecelakaan dan bahkan menjadi korban. Di sejumlah negara sudah banyak pemadam kebakaran yang menjadi korban karena pekerjaan mereka. Beban pekerjaan yang keras menjadikan pemadam kebakaran sebagai profesi rawan stres.
6
PKP-PK adalah suatu unit di bandar udara yang bertugas untuk memberikan pelayanan pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadaman kebakaran terhadap pesawat udara yang mengalami kecelakaan (incident dan accident) dan/atau yang disertai dengan kebakaran di bandar udara dan sekitarnya dengan mengutamakan keselamatan jiwa dan harta penumpang yang ada di dalam pesawat tersebut, serta mengendalikan, memadamkan api, dan melindungi manusia dan barang yang dibawa yang terancam oleh api yang terdapat di fasilitas lain yang ada di bandar udara. Bandar udara Soekarno-Hatta sendiri jumlah pergerakan pesawat mencapai > 700/harinya. Jelas, pelayanan keselamatan penerbangan yang prima dan berkelas dunia wajib disediakan oleh unit PKP-PK sesuai ketentuan ICAO. Berdasarkan hasil studi pendahulan yang telah dilakukan pada 12 pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKPPK) di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dengan menggunakan metode pengukuran life event scale, di dapatkan hampir 66,7% pekerja mengalami stres kerja. Seperti yang diketahui bahwa stres kerja selain dapat menurunkan tingkat kesehatan dapat pula mempengaruhi tingkat produktivitas kerja yang akhirnya mempengaruhi kualitas dan performa kerja sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap stres kerja. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya, diharapkan proses pencegahan dapat lebih mudah dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta.
7
1.2. Rumusan Masalah Petugas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama halnya dengan petugas pemadam kebakaran pada umumnya, mereka adalah karyawan yang dilatih dan bertugas untuk menganggulangi kebakaran dan penyelamatan (rescue). Selain terlatih untuk memadamkan api, menyelamatkan korban dari kebakaran, para petugas juga dilatih untuk menyelamatkan korban dari kecelakaan pesawat udara, gedung runtuh dan lain sebagainya. Jika melihat deskripsi pekerjaannya, petugas PKP-PK merupakan pekerjaan yang berbahaya dan memiliki tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Pekerjaan ini dianggap berisiko tinggi karena dapat menyebabkan luka ringan, luka sedang, luka parah, kecatatan bahkan kematian dari pekerjaannya. Berdasarkan hasil studi pendahulun yang dilakukan terhadap 12 pekerja di unit kerja PKP-PK, diketahui bahwa 8 orang diantaranya mengalami gejala stres dan 4 orang lainnya tidak mengalami stres. Risiko pekerjaan yang tinggi dan tuntutan untuk menyelesaikan perkerjaan dalam waktu yang singkat dapat menimbulkan terjadinya stres kerja. Selain itu beban kerja yang fluktuatif dan paparan kebisingan di tempat kerja menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian stres kerja. Menurut hasil observasi langsung dan pengamatan lapangan yang telah dilakukan pada petugas PKP-PK di bandar udara Soekarno Hatta, banyak faktor-faktor lainnya yang dapat menimbulkan stres kerja. Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tentang
faktor- faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada
8
pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
1.3. Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana gambaran stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara SoekarnoHatta Jakarta pada tahun 2014?
2.
Bagaimana gambaran faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan) pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara SoekarnoHatta Jakarta pada tahun 2014?
3.
Bagaimana gambaran faktor-faktor pengembangan karier atau jabatan (promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014?
4.
Bagaimana gambaran faktor-faktor pekerja (umur, masa kerja, pendidikan dan status pernikahan) pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara SoekarnoHatta Jakarta pada tahun 2014?
5.
Apakah ada hubungan antara faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan) dengan stres kerja pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014?
9
6.
Apakah ada hubungan antara faktor-faktor pengembangan karier (promosi, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) dengan stres kerja pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014?
7.
Apakah ada hubungan antara faktor-faktor pekerja (umur, masa kerja, pendidikan dan satatus pernikahan) dengan stres kerja pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKPPK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014?
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum Diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stress kerja pada unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara
Soekarno-Hatta Jakarta tahun
2014.
1.4.2. Tujuan Khusus a.
Diketahuinya gambaran stres kerja pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKPPK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
b.
Diketahuinya gambaran faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas, kebisingan) pada pekerja di unit kerja Pertolongan
10
Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014. c.
Diketahuinya gambaran faktor-faktor pengembangan karier jabatan (promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno- Hatta Jakarta pada tahun 2014.
d.
Diketahuinya gambaran faktor-faktor pekerja (umur, masa kerja, pendidikan dan status pernikahan) pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKPPK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
e.
Diketahuinya hubungan antara faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan) dengan stres kerja pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
f.
Diketahuinya hubungan antara faktor-faktor pengembangan karier (promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) dengan stres kerja pada pekerja di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
g.
Diketahuinya hubungan faktor-faktor pekerja (umur, masa kerja, pendidikan dan status pernikahan) dengan stres kerja pada pekerja di
11
unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta pada tahun 2014.
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Institusi a. Memperoleh informasi tambahan mengenai stress yang dialami oleh pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. b. Sebagai acuan dalam program peningkatan performa dan produktivitas kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta
1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat a. Hasil penelitian dapat dijadikan tambahan kepustakaan yang bermanfaat bagi keilmuan di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) b. Terciptanya kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat dengan institusi lainnya.
1.5.3. Bagi Peneliti a. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan bagi peneliti lainnya yang akan melakukan penelitian terkait kejadian stress kerja. b. Dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan terkait stress kerja yang telah di dapat diperkuliahan dan tempat kerja yang sesungguhnya
12
c. Meningkatkan kemampuan penulis khususnya dalam proses identifikasi terkait masalah stress kerja yang terjadi di lingkungan kerja
1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun hal yang ingin diteliti adalah tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara SoekarnoHatta Jakarta Tahun 2014. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni tahun 2014. Populasi penelitian ini adalah Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran yang berjumlah 195 orang. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 12 pekerja PKP-PK di Bandar Udara Soekarno Hatta, diketahui 8 pekerja mengalami stres kerja. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Stres Manusia merupakan anggota lebih dari satu kelompok sosial. Dalam melakukan kegiatan di setiap kelompok, manusia dapat mengalami stres. Stres yang dialami sebagai hasil kegiatannya di setiap kelompok saling menunjang, saling menguatkan. Pada umumnya kita merasakan bahwa stres merupakan suatu kondisi yang negatif, suatu kondisi yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik atau pun mental, atau mengarah ke perilaku yang tak wajar (Munandar, 2006). Menurut Ficham dan Rhodes (1988) dalam Munandar (2006) mengasumsikan bahwa stres, yang disimpulkan dari gejala-gejala dan tanda-tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, adalah hasil dari atau kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti keprbadiannya, bakatnya dan kecakapannya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif. Sedangkan yang dimaksud dengan stres menurut Hans Style (1950) dalam Hawari (2001) adalah respons tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respons tubuh seseorang manakala yang bersangkutan mengalami beban kerja yang berlebihan. Bila ia sanggup mengatasinya itu berarti tidak ada gangguan pada fungsi organ tubuh, maka dikatakan yang bersangkutan tidak mengalami stres. Tetapi sebaliknya bila ternyata
13
14
ia mengalami gangguan pada satu / lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia mengalami distres. Mendefinisikan stres merupakan masalah yang tidak mudah. Namun menurut Hasan (2008), setidaknya terdapat tiga macam pendekatan tentang stres yaitu stres dapat dipandang sebagai stimulus, sebagai tanggapan psikologis atau fisiologis terhadap stimulus, atau interaksi antara keduanya. a. Stres sebagai stimulus Pendekatan stres sebagai stimulus terfokus pada lingkungan, yakni bila individu yang bersangkutan mengidentifikasikan sumber atau penyebab stres yang dialaminya adalah karena kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa disekitarnya. Kejadian atau peristiwa yang dianggap mengancam atau merugikan, dengan sendirinya, akan menghasilkan perasaan tertekan yang disebur stresor. b. Stres sebagai respons atau tanggapan Fokus pendekatan stres, sebagai respons atau tanggapan, adalah pada reaksi inidividu terhadap stresor. Ketika sesorang menggunakan kata stres, maka yang dimaksudkannya adalah keadaan tegangnya itu sendiri. Respons atau reaksi individu tersebut mengandung dua komponen yang saling berhubungan, yaitu psikologis dan fisiologis. Reaksi psikologis meliputi perilaku, pola pikir dan emosi dalam ruang lingkup yang luas. Sementara, reaksi fisiologis meliputi
15
reaksi tubuh yang meningkat, seperti jantung berdebar-debar, mulut terasa kering, perut kembung dan sebagainya. c. Stres sebagai interaksi antara stimulus dan respons Stres dapat dilihat sebagai proses yang mencakup stresor dan ketegangan dengan ditambah dimensi penting lain, yaitu hubungan di antara individu dan lingkungannya. Proses ini mencakup interaksi dan penyesuaian yang terus menerus yang disebut transaksi. Menurut pendekatan ini, stres bukan hanya merupakan stimulus atau respons, tetapi lebih merupakan suatu proses di mana seseorang adalah agen yang aktif yang dapat mempengaruhi dampak stresor melalui strategi perilaku, kognitif, dan emosional yang dimilikinya. Oleh sebab itu, setiap individu akan memberikan reaksi stres yang berbeda terhadap stresor yang sama karena dipengaruhi oleh berbagai perbedaan yang dimiliki masingmasing individu, baik dari aspek biologi, mental, spiritual maupun sosialnya. 2.2. Pengertian Stres Kerja Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Jika seseorang / karyawan mengalami stres yang terlalu besar maka akan dapat menganggu kemampuan seseorang / karyawan tersebut untuk menghadapi lingkungannya dan pekerjaan yang akan dilakukannya (Handoko, 1997).
16
Menurut Pandji Anoraga (2001), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Gibson dkk (1996), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu. Yoder dan Staudohar (1982) mendefinisikan stres kerja adalah Job stres refers to a physical or psychological deviation from the normal human state that is caused by stimuli in the work environment, yang kurang lebih memiliki arti suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada.
2.3. Tahapan Stres Gejala-gejala stres pada diri sesorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan stres timbul secara lambat. Baru akan dirasakan bilamana tahapan
17
gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja atau pun di pergaulan lingkungan sosialnya (Hawari, 2001). Menurut Dr. Robert J. Van Amberg (1979) dalam Hawari (2001), membagi tahapan-tahapan stres menjadi enam tahapan, sebagai berikut : a. Stres tahap I Pada tahap ini, merupakan tahapan stres yang paling ringan yang disertai dengan perasaan semangat dalam bekerja, mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya dan merasa senang dengan pekerjaannya, namun tanpa disadari energi yang dikeluarkan terlampau berlebihan. b. Stres tahap II Pada tahapan ini, perasaan yang awalnya menyenangkan berubah dengan timbulnya keluhan-keluhan yang diakibatkan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk beristirahat seperti merasa letih sewaktu bangun pagi, sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman dan tidak bisa merasa santai c. Stres tahap III Pada tahapan ini, akibat dari terlalu memaksakan diri dalam pekerjaannya, maka keluhan-keluhan yang terjadi akan semakin nyata dan mengganggu, seperti gangguan lambung dan usus semakin terasa, perasaan ketidak-tenangan dan ketergangan emosional semakin meningkat serta mengakibatkan gangguan pola tidur.
18
d. Stres tahap IV Pada tahapan ini, gejala stres yang timbul akan semakin bertambah parah seperti pekerjaan teramat membosankan dan sulit untuk diselesaikan, pola tidur semakin terganggu dengan disertai mimpi-mimpi yang menegangkan, daya konsentrasi dan daya ingat menurun serta timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya. e. Stres tahap V Bila keadaan berlajut, maka akan ditandai dengan kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion), sulit menyelesaikan pekerjaan yang terbilang mudah dan sederhana, terjadinya gangguan pencernaan yang semakin berat dan timbul perasaan ketakutan serta kecemasan (bingung dan panik). f. Stres tahap VI Tahapan ini merupakan tahap klimaks, tidak jarang orang yang mengalami tahap ini berulangkali dibawa ke UGD bahkan ke ICCU. Keluhan yang terjadi seperti debaran jantung teramat keras, sesak napas, tubuh gemetaran bahkan pingsan atau kolaps (collapse). Bila disimpulkan, maka keluhan atau pun gejala-gejala dari setiap tahapan stres yang ada didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stresor psiko-sosial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
19
2.4. Pembangkit Stres (Stressors) Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Tenaga kerja dalam interaksinya di pekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil interaksinya di tempat lain, di rumah, di sekolah, di perkumpulan dan sebagainya. Faktor-faktor di pekerjaan
yang
berdasarkan
penelitian
dapat
menimbulkan
stres
dapat
dikelompokkan ke dalam lima katergori besar, yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi (Hurrell, dkk. 1988). 2.4.1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan 1. Beban Kerja Salah satu yang menjadi faktor seorang pekerja mengalami stres adalah akibat dari beban kerja. Menurut Munandar (2006) beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres. Beban kerja dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebih/ terlalu sedikit ‘kuantitatif’, yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/ sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih/ terlalu sedikit ‘kualitatif’, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan dan/ atau potensi dari tenaga kerja.
20
Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan. Bentuk lain yang merupakan pembangkit stres adalah adanya fluktuasi dalam beban kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan, tetapi untuk saat-saat lain bebannya malah berlebihan. Faktor waktu juga perlu dipertimbangkan, makin singkat waktu yang diberikan dalam proses pengambilang keputusan suatu pekerjaan, makin dirasakan desakan waktu, maka akan semakin besar stresnya. Waktu merupakan salah satu ukutan efisiensi. Pedoman yang banyak didengar adalah “Cepat dan Selamat”. Atas dasar ini orang sering harus bekerja berkejaran dengan waktu. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aulya (2013) pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat, menyatakan bahwa tingkat stres kerja berat lebih banyak dialami oleh responden dengan beban kerja berat. Sehingga terdapat hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja dengan p value 0,030. Namun menurut Desy (2002), berdasarkan penelitian yang dilakukan PT. Unilever Indonesia Tbk. diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat beban kerja dengan stres kerja.
21
2. Waktu Kerja Menurut standar HIPERKES, rata-rata jam kerja adalah 8 jam per hari. Sehingga penambahan jam kerja diluar standar dapat meningkatkan ekskresi katokholamin yaitu hormon adrenalin dan non-adrenalin (Munandar, 2006). Hasil penelitian membuktikan bahwa kerja lembur yang berlebihan tidak hanya meragukan akan keluaran per jamnya, tetapi juga akan diikuti dengan meningkatnya kemangkiran karena sakit atau kecelakaan kerja. Perbandingan antara konsumsi energi dan penggantian kembalinya, atau penggantian antara bekerja dan pemulihannya berlaku sama bagi semua fungsi tubuh. Hal tersebut diperlukan oleh semua pegawai. Waktu istirahat merupakan kebutuhan fisiologis yang tidak dapat dihindarkan dalam rangka mempertahankan kapasitas kerja (Sedamayanti, 2009). Menurut penelitian Airmayanti (2009) diketahui bahwa responden yang bekerja > 8 jam sebagian besar (55,8%) mengalami stres kerja berat. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara jam kerja dengan stres kerja dengan p value 0,037. 3. Rutinitas Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampaunya sedikit tugas yang harus dilakukan dapat menghasilkan
22
berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat. Masa lama tidak adanya aktivitas, yang mungkin merupakan ciri dari pekerjaannya sehingga memerlukan rancangan ulang, merupakan suatu alasan yang yang tepat dari peningkatan kecemasan, depresi dan ketidakpuasan kerja. George Everly dan Daniel Girdano (1980), dua orang ahli dari Amerika memperkenalkan istilah deprivational stres untuk menjelaskan kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang, atau tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial). Menurut hasil penelitian Vinallia (2009), diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja pada pekerja di bagian Weaving PT. Unitex dengan p value sebesar 0,003. 4. Kebisingan Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurunnya produktivitas kerja. Bayangkan saja, jika ruangan kerja tidak nyaman, panas, sirkulasi udara kurang memadai, ruangan kerja terlalu padat,
23
lingkungan kerja kurang bersih, berisik, tentu besar pengaruhnya pada kenyamanan kerja karyawan. Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Salah satu kondisi fisik dalam pekerjaan yang merupakan pembangkit stres di dalam suatu pekerjaan adalah kebisingan. Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis kita. Paparan (exposure) terhadap bising berkaitan dengan rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Akibat paparan terhadap bising dalam bentuk perilaku, misalnya penurunan unjuk-kerja/ produktivitas, terjadinya kecelakaan, penurunan perilaku membantu, bersikap lebih negatif terhadap orang lain, rasa bermusuhan yang lebih terbuka dan agresi terbuka. Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki
24
dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian (Buchori, 2007 dalam Nadhiroh, 2011) Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadaannya dirasakan mengganggu atau tidak diinginkan (Tigor, 2009 dalam Nadhiroh, 2011) secara : 1) Fisik (menyakitkan telinga pekerja) 2) Psikis (mengganggu konsentrasi dan kelancaran komunikasi) Hasil penelitian Airmayanti (2009), menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja dengan p value 0,005 dan diperoleh OR sebesar 3.429, artinya responden yang menyatakan kebisingan mengganggu memiliki peluang 3,429 kali untuk mengalami stres kerja berat dibandingkan dengan responden yang menyatakan tidak mengganggu. 2.4.2. Peran Individu dalam Organisasi Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil
untuk
memainkan
perannya tanpa
menimbulkan
masaiah.
25
Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meiiputi: konflik peran dan ketaksaan peran (role ambiguity). 1. Konflik Peran Ada sebuah penelitian menarik tentang stres kerja menemukan bahwa sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, atau yang kurang memiliki struktur yang jelas, mengalami stres karena konflik peran. Mereka stres karena ketidakjelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen (Rice, 1992). Kenyataan seperti ini mungkin banyak dialami pekerja di Indonesia, dimana perusahaan atau organisasi tidak punya garis-garis haluan yang jelas, aturan main, visi dan misi yang seringkali tidak dikomunikasikan pada seluruh karyawannya. Akibatnya, sering muncul rasa ketidakpuasan kerja, ketegangan, menurunnya prestasi hingga akhirnya timbul keinginan untuk meninggalkan pekerjaan. Konflik peran timbul jika seorang tenaga kerja mengalami adanya:
Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan antara tanggung jawab yang ia miliki,
Tugas-tugas yang harus ia lakukan menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya,
26
Tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya,
Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaanya.
2. Ketaksaan Peran Ketaksaan peran dirasakan jika seorang tenaga kerja tidak memiliki cukup informasi untuk dapat melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketaksaan peran menurut Everly dan Girdano dalam Munandar (2001) ialah:
Ketidakjelasan dari sasaran-sasaran (tujuan-tujuan) kerja,
Kesamaran tentang tanggung jawab,
Ketidakjelasan tentang prosedur kerja,
Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain,
Kurang adanya balikan, atau ketidakpastian tentang unjuk-kerja pekerjaan. Menurut Khan dkk. dalam Munandar (2006), stres yang timbul
karena ketidakjelasan sasaran akhirnya mengarah ke ketidakpuasan
27
pekerjaan, kurang memiliki kepercayaan diri, rasa diri tidak berguna, rasa harga diri yang menurun, depresi, motivasi rendah untuk bekerja, peningkatan tekanan darah dan detak nadi, dan kecenderungan untuk meninggalkan pekerjaan. 2.4.3. Pengembangan Karier 1. Promosi Kerja Setiap orang pasti punya harapan-harapan ketika mulai bekerja di suatu perusahaan atau organisasi. Bayangan akan kesuksesan karier, menjadi fokus perhatian dan penantian dari hari ke hari. Namun pada kenyataannya, impian dan cita-cita mereka untuk mencapai prestasi dan karier yang baik seringkali tidak terlaksana. Alasannya bisa bermacammacam seperti ketidakjelasan sistem pengembangan karier dan penilaian prestasi kerja, budaya nepotisme dalam manajemen perusahaan, atau karena sudah "mentok" alias tidak ada kesempatan lagi untuk naik jabatan. Everly dan Girdano dalam Munandar (2006) menganggap bahwa untuk menghasilkan kepuasan pekerjaan dan mencegah timbulnya frustasi pada para tenaga kerja (yang merupakan bentuk reaksi terhadap stres), perlu diperhatikan tiga unsur yang penting dalam pengembangan karier, yaitu:
Peluang menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya,
28
Peluang mengembangkan keterampilan baru
Penyuluhan karier untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karier Pengembangan karier merupakan pembangkit stres potensial yang
mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang. 1. Job Insecurity Perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru yang dapat
mempunyai
dampak pada perusahaan.
Reorganisasi
dirasakan perlu untuk dapat mcnghadapi perubahan lingkungan dengan lebih baik. Sebagai akibatnya
ialah adanya pekerjaan lama yang
hilang dan adanya pekerjaan yang baru. Dapat terjadi bahwa pckerjaan yang baru memerlukan ketrampilan yang baru. Setiap reorganisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang potensial. 2. Over dan Under-promotion Setiap organisasi industri mempunyai proses pertumbuhan masing-masing. Ada yang tumbuhnya cepat dan ada yang lambat, ada pula yang tidak tumbuh atau
setelah tumbuh besar mengalami
penurunan, organisasi menjadi lebih kecil. Pola pertumbuhan
29
organisasi
industri berbeda-beda. Salah satu akibat dari proses
pertumbuhan ini ialah tidak adanya kesinambungan dari mobilitas vertical dari para tenaga kerjanya. Peluang dan kecepatan promosi tidak sama setiap saat. Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak mengijinkan maupun karena mungkin ‘dilupakan’, dapat merupakan pembangkit stres bagi tenaga kerja yang tidak memiliki aspirasi karier. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan antarpribadi yang bermutu rendah, berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan. Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion memberikan kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan ketrampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya. Promosi sendiri dapat merupakan sumber stres, jika peristiwa tersebut dirasakan sebagai perubahan drastis yang mendadak, misalnya jika tenaga kerjanya kurang dipersiapkan untuk promosi. Everly dan Girdano dalam Munandar (2006) mengajukan tiga faktor yang menyebabkan promosi dirasakan sebagai stres, yaitu:
Perubahan-perubahan nyata dari fungsi pekerjaan, misalnya menjadi fungsi pemantau;
30
Penambahan tanggung jawab terhadap manusia, produksi dan uang; Perubahan dalam peran sosial yang ‘menemani’ promosinya,
misalnya menjadi ketua dari berbagai macam panitia, mewakili menjadi anggota dari delegasi organisasi dalam negosiasi dengan pihak-pihak lain. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Aulya (2013), pada 65 responden yang dilakukan penelitian, tingkat stres kerja lebih banyak dialami oleh responden yang tidak puas atas promosi yang berlaku di perusahaan, hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara promosi kerja dengan stres kerja. 2. Kepuasan Gaji Gaji merupakan kompensasi yang diterima oleh pekerja apabila ia telah menyelesaikan pekerjaannya (Munandar, 2006). Sedangkan menurut Schultz (1998) salah satu penyebab tingginya turn over pekerja disebabkan gaji yang mereka terima sewaktu bekerja tidak sesuai dengan yang diharapkannya. Selain itu gaji dapat mempengaruhi motivasi pekerja. Berdasarkan teori dua faktor oleh Heizberg (1990) dalam Munandar (2006) menyatakan kepuasan bekerja sangat menentukan motivasi untuk bekerja, salah satu komponennya adalah upah.
31
Menurut penelitian Setyani (2013), dari 40 responden yang memiliki gaji yang tidak sesuai sebanyak 35,0% mengalami stres kerja, berdasarkan hasil uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara gaji dengan stres kerja dengan p value 0,045. Namun menurut penelitian Nugroho (2004), menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara gaji dengan stres kerja. 3. Pendidikan dan Pelatihan Munandar (2006) menjelaskan bahwa risiko dan bahaya jika digandengkan dengan jabatan tertentu merupakan sumber dari stres. Kelompok-kelompok jabatan yang dianggap memliki risiko tinggi, dalam arti kata secara fisikal berbahaya, antara lain polisi, pekerja tambang, tentara, pegawai di lembaga permasyarakatan, pegawai mobil kebakaran, pekerja pada eskplorasi gas dan minyak, dan pada instalasi produksi. Berbagai kajian menunjukkan bahwa para pekerja melihat risiko dan bahaya berkaitan dengan pekerjaan sebagai sumber stres. Makin besar kesadaran akan bahaya dan akibat pembuatan kesalahan, makin besar depresi dan kecemasan pada seorang pekerja. Risiko dan bahaya berkaitan dengan banyak jabatan yang tidak dapat diubah, tetapi persepsi karyawan terhadap risiko dapat dikurangi melalui pelatihan dan pendidikan. Para pekerja yang cemas, memiliki
32
obsesi dan takut, kurang bermotivasi untuk bekerja, mempunyai semangat rendah dan lebih mudah menimbulkan kecelakaan, dan dalam jangka panjang dapat menderita akibat-akibat dari penyakit yang berhubungan dengan stres, termasuk sakit jantung dan perut. 2.4.4. Hubungan dalam Pekerjaan Stres akan cenderung muncul pada para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan (khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah dukungan
terkena stres. Hal ini
sosial
yang
disebabkan
oleh
tidak
adanya
menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan
pekerjaan dan tugasnya. Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antarpribadi yang tidak sesuai antara para tenaga
33
kerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan (Khan dkk. dalam Munandar, 2006). Hubungan sosial yang menunjang (supportive) dengan rekan-rekan kerja, atasan, dan bawahan di pekerjaan, tidak menimbulkan tekanan-tekanan antar pribadi yang berhubungan dengan persaingan. Kelompok kerja dapat memberikan tekanan yang besar kepada anggota kelompoknya untuk berperilaku konform, sesuai dengan norma-norma kelompok kerjanya. Kondisi ini dapat merupakan sumber dari stres jika individu memliki keyakinan, nilai dan norma yang berbeda. Tenaga kerja yang penuh semangat kerja akan merasakan stres dalam situasi kerja dimana semua rekan-rekan kerjanya bekerja secara santai. 2.4.5. Struktur dan Iklim Organisasi Gambaran perusahaan Asia dewasa ini masih diwarnai oleh kurangnya struktur organisasi yang jelas. Salah satu sebabnya karena perusahaan di Asia termasuk Indonesia, masih banyak yang berbentuk family business. Kebanyakan (family) business dan bisnis-bisnis lain di Indonesia yang masih sangat konvensional dan penuh dengan budaya nepotisme, minim akan kejelasan struktur yang menjelaskan jabatan, peran, wewenang dan tanggung jawab. Tidak hanya itu, aturan main yang terlalu kaku atau malah tidak jelas, iklim politik perusahaan yang tidak sehat serta minimnya keterlibatan atasan
34
membuat karyawan jadi stres karena merasa seperti anak ayam kehilangan induk - segala sesuatu menjadi tidak jelas. Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta pada support sosial. Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif.
Peningkatan
peluang
untuk
berperan
serta
menghasilkan
peningkatan kinerja dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik. 2.4.6. Tuntutan dari Luar Organisasi/ Pekerjaan Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seorang yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dengan demikian memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaanya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi. 2.4.7. Karakteristik Individu Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan pula oleh individunya scndiri, sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres.
35
Reaksi-reaksi sejauh
mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres.
Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciriciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial. a) Kepribadian Mereka yang berkepribadian introvert bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan yang kebih besar daripada mereka yang berkepribadian extrovert, pada konflik peran. Kepribadian yang flexible (orang yang lebih terbuka terhadap pengaruh dari orang lain sehingga lebih mudah mendapatkan beban yang berlebihan) mengalami ketegangan yang lebih besar dalam situasi konflik, dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian rigid.
36
b) Kecakapan Kecakapan merupakan variabel penting dalam menentukan stres tidaknya seorang individu menghadapi situasi yang dihadapinya. Jika seseorang tidak mampu memecahkan sebuah masalah, sedangkan masalah yang dihadapinya sangat penting, maka hal tersebut dapat memicu terjadinya stres. Ketidakmampuan individu menyelesaikan masalah tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya stres, berkaitan dengan kecakapan dan kemampuan masing-masing individu (Munandar, 2006). c) Nilai dan Kebutuhan Setiap organisasi dan perusahaan memiliki budaya dan nilai masing-masing. Para tenaga kerja diharapkan dapat mengikuti nilai dan budaya yang dimiliki perusahaan tersebut. Proses sosialisasi pekerja dalam mengikuti nilai dan budaya yang dimiliki oleh perusahaan tidak sepenuhnya berjalan lancar, ada yang sepenuhnya berhasil, ada yang setengah, adapula yang gagal menyesuaikan diri. Bagi pekerja yang gagal tersebut biasanya akan mengundurkan diri. Bila ia tidak mengundurkan diri, karena tidak ada pekerjaan lain atau sebab lain maka tenaga kerja tersebut akan mengalami stres (Munandar, 2006)
37
d) Masa Kerja Masa kerja mempunyai potensial untuk terjadinya stres kerja. Baik masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat memicu terjadinya stres kerja serta diperberat dengan adanya beban kerja yang besar (Munandar, 2006). Selain itu menurut Munandar (2006) bahwa masa jabatan yang berhubungan dengan stres kerja sangat berkaitan dengan kejenuhan dalam bekerja. Pekerja yang telah bekerja di atas 5 tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi daripada pekerja yang baru bekerja. Sehingga dengan adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stres kerja. Sedangkan menurut Wantoro (1999) mengatakan bahwa pekerja dengan masa kerja lebih lama, lebih mempunyai pengalaman yang luas, kematangan berfikir dan bersikap, sehingga dapat bertindak lebih bijaksana. Semakin lama masa kerja seorang pekerja berarti semakin tinggi pengalamannya di tempat kerja. Dengan demikian semakin tinggi pula kepuasan kerjanya, mereka lebih berpengalaman sehingga mempunyai kemampuan untuk mengatasi berbagai situasi pekerjaan, lebih mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan disekitarnya dan adanya kesempatan untuk pengembangan kemampuan dan keterampilan kerjanya, sehingga lebih terhindar dari stres.
38
Berdasarkan penelitian Suprapto (2008) pada polisi lalu lintas menunjukkan bahwa responden yang memiliki masa kerja > 5 tahun sebesar 40,6% mengalami stres kerja berat. Sementara itu responden yang memiliki masa kerja < 5 tahun hanya sebesar 36,7% yang mengalami stres kerja. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Setyani (2013), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja dengan p value sebesar 0,034. Sedangkan menurut penelitian Aulya (2013) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara faktor individu (masa kerja) dengan stres kerja. e) Umur Hubungan antara umur dengan stres memiliki kesamaan dengan hubungan antara masa kerja dengan stres. Namun, tidak selamanya umur dengan stres kerja dihubungkan dengan masa kerja. Ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan umur, terutama yang berhubungan dengan sistem indera dan kekuatan fisik. Biasanya pekerja yang memiliki umur yang lebih muda memiliki penglihatan yang dan pendengaran yang lebih tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh yang kuat. Namun, untuk beberapa jenis pekerjaan lain, faktor umur yang lebih tua biasanya memiliki pengalaman dan pemahaman bekerja yang lebih banyak, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu umur dapat menjadi kendala dan dapat memicu terjadinya stres (Munandar, 2006).
39
Penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University (2000) yang dikutip dalam Suprapto (2008) terhadap faktor-faktor demografi yang mempengaruhi timbulnya stres kerja, dapat disimpulkan bahwa umur memiliki hubungan dengan timbulnya stres kerja. Dalam penelitian ini, umur dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu usia 18-32 tahun, 33-40 tahun dan di atas usia 51 tahun. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kategori usia 41-50 tahun memiliki persentase terbesar untuk terkena stres kerja tinggi (20,8%). Sedangkan untuk kategori usia yang memiliki persentase terbesar yang mengalami stres tingkat rendah adalah usia 1832 tahun dan usia 51 tahun ke atas (83%). Hal ini disebabkan pada usia awal perkembangan keadaan emosi seseorang masih lebih labil. Sedangkan pada usia lanjut biasanya daya tahan tubuh seseorang sudah mulai berkurang sehingga sangat berpotensi untuk terkena stres. Berdasarkan penelitian Airmayanti (2009) yang dilakukan pada pekerja bagian produksi PT ISM Bogasari Flour Mills Tbk diketahui bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan stres kerja. Sementara itu, penelitian Suprapto (2008) yang dilakukan pada polisi lalu lintas di kawasan puncak Bogor diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur dengan stres kerja.
40
f) Pendidikan Baik disadari atau tidak, pendidikan mempunyai pengaruh dalam stres kerja. Hal ini disebabkan seorang pekerja harus memiliki kualifikasi sebagai gambaran keserasian seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang secara internal dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki (Effendi, 2003). Menurut
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Utami
(2009)
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kejadian stres kerja. Namun pada hasil penelitian Lelyana (2003) diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan stres kerja dengan p value 0,002. g) Status Pernikahan Status pernikahan dapat pula berpengaruh terhadap pekerjaan. Menurut Handy dalam Appelbaum (1981) menyatakan bila seseorang pekerja mendapat dukungan dalam karier dari istri maka ia akan mendapatkan kepuasan kerja, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, hubungan pernikahan yang baik membantu pekerja untuk mencegah atau mengurangi stres kerja. Evayanti (2003) menyatakan bahwa bagi pekerja yang berstatus menikah, keadaan keluarga bisa menjadi penghambat, mempercepat
41
atau menjadi penangkal proses terjadinya stres. Bila sesorang mempunyai
masalah
gawat
di
rumah,
kecenderungan
untuk
mendapatkan stres di tempat kerja akan lebih besar. Sebaliknya, bila rumah tangga dirasakan aman, nyaman dan menyenangkan maka masalah-masalah di tempat kerja dapat dihadapi dengan lebih baik. Hasil studi penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009) pada perawat di RS Pelni Petamburan, menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan kejadian stres kerja dengan p value sebesar 0,031. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hidayat (2012) pada pengemudi bus yang ada di Terminal Kampung Rambutan Jakarta, yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status perkawinan dengan stres kerja. 2.5. Dampak Stres Kerja Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku dan terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau berdiam diri (freeze). Dalam kehidupan sehari-hari kedua reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.
42
Pada umumya, stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya. Sedangkan bagi perusahaan, konsekuensinya adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, hingga turnover. Selain itu, reaksi individu terhadap stres, secara umum dikelompokkan dalam berbagai segi, yaitu kognitif, emosi dan tingkah laku sosial (dalam Herawaty, 2005). 1. Dampak Stres Terhadap Kognitif Stres yang tingkahnya sudah tinggi bisa mengganggu ingatan dan perhatian seseorang dalam melakukan kegiatan yang melibatkan kognitif 2. Dampak Stres Terhadap Emosi Emosi cenderung hadir ketika seseorang sedang stres dan orang juga sering menggunakan emosinya untuk mengevaluasi stres yang sedang dialaminya. Salah satu reaksi emosional yang sering muncul ketika stres adalah rasa takut (fear). Rasa takut merupakan kombinasi ketidaknyamanan psikologis (psychological discomfort) dan physical arousal dalam situasi yang mengancam. Ada dua kategori takut, yaitu phobia dan anxiety. Phobia merupakan takut yang berlebihan dan tidak masuk akal yang diasosiasikan dengan peristiwa atau situasi tertentu. Sedangkan anxiety adalah perasaan tidak nyaman yang sering terjadi pada situasi mengancam yang tidak pasti.
43
Stres juga bisa menyebabkan terjadinya perasaan sedih atau depresi. Perasaan seperti ini merupakan hal yang normal. Perbedaan antara depresi yang normal dan yang tidak normal terletak pada tingkat depresi itu sendiri. Depresi bisa menjadi gangguan psikologis apabila tingkatnya parah terjadi pada kurun waktu yang lama dan frekuensi terjadinya sering. Perasaan sedih yang terjadi pada karyawan masih pada tingkat yang normal, karena stres yang dialami karyawan tidak menyebabkannya menjadi depresi berat. Reaksi emosional lainnya adalah rasa marah (anger), yang sering terjadi ketika situasi yang ada dinilai membahayakan atau membuat frustrasi. 3. Dampak Stres Terhadap Tingkah Laku Sosial Stres bisa mengubah perilaku seseorang terhadap orang lain. Dalam situasi yang menyebabkan stres, seperti bencana alam, orang-orang yang bekerja sama untuk bisa menolong orang lain. Hal ini dilakukan karena mereka mempunyai tujuan yang sama dan hanya bisa diwujudkan dengan bekerja sama. Tapi dalam situasi lain, orang lain bisa menjadi tidak sensitif, kurang peduli dan lebih agresif terhadap orang lain. Ketika stres diikuti dengan rasa marah, maka akan terjadi perilaku sosial yang negatif. Dampak stres terhadap tingkah laku sosial dapat terlihat dari tingkah laku yang menjauhi sesamanya. 2.6. Pengukuran Stres Teknik pengukuran stres yang banyak digunakan dalam studi di Amerika menurut Karoley (dalam Hawari, 2001) dapat digolongkan ke dalam 4 cara, yaitu :
44
1. Self report measure Cara ini mencoba mengukur stres dengan menanyakan melalui kuesioner tentang intensitas pengalaman psikologis, fisiologis dan perubahan fisik yang dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang. Teknik ini disebut “life event scale”. 2. Performane measure Teknik ini mengukur stres dengan melihat atau mengobservasi perubahan-perubahan perilaku yang ditampilkan oleh seseorang, seperti misalnya penurunan prestasi kerja yang tampak dalam gejala-gejala seperti : a. Cenderung berbuat salah b. Cepat lupa, kurang perhatian terhadap detail c. Lamban dalam bereaksi 3. Physiological measure Pengukuran ini berusaha untuk melihat perubahan yang terjadi pada fisik sesorang seperti perubahan tekanan darah, ketegangan otot-otot bahu, leher dan pundak, dan sebagainya. Cara ini sering dianggap memiliki reabilitas paling tinggi, namun sangat bergantung pada alat yang digunakan dan pengukur itu sendiri.
45
4. Biochemical measure Teknik pengukuran dengan cara ini adalah berusaha melihat respon kimia lewat perubahan kadar hormon kotekolamin dan kortikosteroid setelah pemberian suatu stimulus. Walaupun cara ini dianggap memiliki reabilitas yang tinggi, namun mempunyai kelemahan yaitu seandainya subjek penelitian adalah perokok, peminum alkohol dan sering mengkonsumsi kopi, karena pemberian stimulus tersebut juga akan meningkatkan kadar kedua hormon tersebut. Dari keempat cara pengukuran stres seperti yang telah disebutkan di atas, yang paling sering digunakan dalam penelitian adalah life event scale karena dianggap manageable dan biayanya relatif lebih murah walaupun dengan keterbatasan tertentu. Tabel 2.1. Daftar Pertanyaan untuk Metode Life Event Scale
Jantung berdebar Gemetar Menggertakan gigi pada saat tidur Tidak bisa tidur Rentan terhadap penyakit Sakit perut Sakit kepala Sakit kepala sebelah (migrain)
Tidak Pernah
Jarang
Kadangkadang
Sering
Setiap Hari
(0)
(1)
(2)
(3)
(4)
46
Merasa lelah terusmenerus Sembelit Maag Percaya diri menurun Hilang nafsu makan Keringat berlebihan Telapak tangan berkeringat Lesu Lupa Linglung Merasa jengkel Merasa muak Merasa ingin bunuh diri Pesimis Cemburu Murung Sakit pada bagian punggung Depresi Gelisah Kehilangan minat dalam berbagai hal Nyeri otot Sensitif/ peka Ragu-ragu Memeriksa pekerjaan yang berlebihan Sulit bernapas Berjuang untuk mengatasi penyakit minor (misalnya dingin) Bersikap curiga Rambut rontok Gangguan konsentrasi Perut mulas/ rasa panas dalam perut
47
Menurunkan berat badan Iritasi pada tenggorokan Hilang rasa humor Penyakit kulit Mengambil inisiatif terlebih dahulu Mimpi buruk Mulut kering Mengonsumsi tonik (Bioplus, liviton, lucozade, pharmathon) Diare Gugup Putus asa Mudah kaget Meningkatnya nafsu makan Gangguan koordinasi Ketidakpastian Cepat frustrasi Kurang keterlibatan dengan orang lain Menggigit kuku Kurang motivasi Peningkatan motivasi Peningkatan konsumsi kafein (kopi, teh) Resah Pengambilan keputusan yang buruk Merokok Merasa di luar kendali Merasa bingung Tidur yang berlebihan Menggunakan Obat tidur Merasa lelah ketika bangun
48
Merasa kewalahan dengan banyak pekerjaan Mengedipkan mata secara berlebihan Melamun Menunda pekerjaan Merasa panik Mengurangi produktivitas Membuang-buang waktu pekerjaan Sulit untuk mengidentifikasikan penyebab nun kinerja Tidak bisa mendiskusikan masalah dengan orang lain Sumber : http://bfec.kenyon.edu/Healthy_Kenyon/stres_psymptoms.pdf di akses melalui situs Brown family environmental center at Kenyon college Berdasarkan pernyataan di atas, bobot skor 0 jika responden menjawab “tidak pernah”, bobot skor 1 jika responden menjawab “jarang”, bobot skor 2 jika responden menjawab “kadang-kadang”, bobot skor 3 jika responden menjawab “sering”, bobot skor 4 jika responden menjawab “setiap hari”. Untuk melakukan penilaian indikator stres kerja, dapat dilakukan penelitian sendiri (self assesment) Sistem skoring/ penilaian yang digunakan sebagai indikator untuk masing-masing kelompok sebagai berikut : Nilai > 91
: mengalami stres berat
Nilai 21 - 90 : mengalami stres ringan Nilai < 20
: tidak mengalami stres
49
2.7. Manajemen Stres Kerja Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampak yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman untuk memacu perubahan dan penanggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul terutama yang berkaitan dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul dalam beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya keterampilan (khusus keterampilan manajemen) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999). Suprihartono dkk. (2003) mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres tertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada
50
tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi. 1. Pendekatan Individual Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu: pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran bagi dirinya. 2. Pendekatan Organisasional Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga
51
faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres kerja karyawannya melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional dan program kesejahteraan. Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental. Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penganganan individual, organisasional dan dukungan sosial. a.
Strategi Penanganan Individual Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: - Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif. Artinya, jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya time out terlebih dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudhu bagi orang Islam, dan sebagainya.
52
- Melakukan relaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan mediasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libu kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikian karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup
atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang
mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa. - Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buahbuahan dan sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:78). b.
Strategi-strategi penanganan organisasional Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol penekan tingkat
organisasional untuk mencegah atau
mengurangi stres kerja untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan dengan :
53
- Menciptakan iklim organisasional yang mendukung. Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iktim impersonal. Ini dapat membawa pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin membuat struktur lebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mcreka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka. - Memperkaya
desain
tugas-tugas
dengan
memperkaya
kerja
baik dengan meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi skill, identitas tugas, Signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab, pengetahuan hasil-hasil. - Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional. Konflik peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah penekan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga penyebab stres ini dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing
54
pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah pengertian yang ambigious dari apa yang dia kerjakan. Sebuah strategi klarifikasi peran yang spesifik memungkinkan seseorang mengambil sebuah peranan menemukan sebuah catatan ekspektansi dari masingmasing pengirim peran. Catatan ini kemudian akan dibandingkan dengan ekspektansi fokal seseorang, dan banyak perbedaan akan secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi ketidakjelasan dan negoisasikan untuk memecahkan konflik. - Rencana dan pengembangan jalur karier dan menyediakan konseling. Secara tradisional,
organisasi
telah
hanya
menunjukkan
melalui
kepentingan dalam perencanaan karier dan pengembangan pekerja mercka. Individu dibiarkan untuk memutuskan gerakan dan slrategi karier sendiri. c.
Strategi dukungan sosial Untuk mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain. Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh seperti dikatakan Landy (dalam Margiati, 1999) dan Goldberger & Breznitz (dalam Margiati, 1999). Karyawan dapat mengajak berbicara orang lain tentang masalah yang dihadapi, atau setidaknya ada tempat mengadu atas keluh kesahnya (Minner dalam Margiati, 1999).
55
2.8. Kerangka Teori Berdasarkan teori yang telah dikemukakan oleh Hurrell, dkk (1988) dalam Munandar (2001) diketahui bahwa faktor-faktor di pekerjaan yang dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar, yaitu: faktor-faktor intrinsik pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karier, hubungan dalam pekerjaan serta struktur dan iklim kerja. Faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan meliputi beban kerja, waktu kerja, rutinitas dan kebisingan. Peran dalam organisasi merupakan kecakapan dan kejelasan peran individu dalam suatu organisasi untuk memenuhi tuntutan dan berbagai harapan terhadap dirinya. Pengembangan karier terkait dengan adanya promosi, gaji dan pendidikan serta pelatihan
dalam
pengembangan
ketrampilan.
Hubungan
dalam
pekerjaan
merupakan hubungan antara pekerja dengan atasan, rekan kerja/ sejawat dan juga bawahan. Sementara itu struktur dan iklim organisasi terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan pada support sosial. Teori lainnya dikemukakan oleh Cooper (1989), bahwa faktor lainnya yang dapat menimbulkan stres adalah tuntutan dari luar organisasi atau pekerjaan dan faktor individu pekerja itu sendiri.
56
Variabel Independen
Variabel Dependen
1. Faktor Intrinsik Pekerjaan
a. Beban Kerja b. Waktu kerja c. Rutinitas d. Kebisingan 2. Peran dalam organisasi 3. Pengembangan karier a. Promosi Kerja b. Kepuasan Gaji
STRES KERJA
c. Pendidikan dan Pelatihan 4. Hubungan dalam pekerjaan 5. Struktur dan iklim organisasi 6. Tuntutan dari luar organisasi atau pekerjaan 7. Faktor pekerja a. Umur b. Pendidikan c. Masa kerja d. Status pernikahan Sumber: Hurrell,dkk (1988) & Cooper (1989) dalam Munandar (2006) Bagan 2.1 Kerangka Teori
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.
Kerangka Konsep Dari kerangka teori di atas menunjukkan bahwa faktor-faktor penyebab stres kerja cukup bervariasi berdasarkan tempat dan situasi yang berada di dalam suatu perusahaan atau industri. Berdasarkan dari teori-teori yang telah dikemukakan tersebut, maka peneliti hanya akan meneliti beberapa faktor yang berperan sebagai penyebab stres di tempat kerja yaitu seperti faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan), faktor pengembangan karier (promosi kerja, kepuasan gaji, pendidikan dan pelatihan) dan faktor individu atau pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan status pernikahan). Untuk lebih jelasnya, kerangka konsep dapat di lihat pada bagan 3.1
57
58
Variabel Independen
Variabel Dependen
1. Faktor Intrinsik Pekerjaan
a. Beban Kerja b. Rutinitas c. Kebisingan 2. Pengembangan Karier a. Promosi Kerja b. Kepuasan Gaji c. Pendidikan dan Pelatihan 3. Faktor Pekerja a. Umur b. Pendidikan c. Masa Kerja d. Status Pernikahan
Bagan 3.1. Kerangka Konsep
STRES KERJA PADA PETUGAS PKP-PK
59
3.2.
Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional
No.
Variabel
Definisi Operasioonal Alat Ukur Variabel Dependen
Kondisi yang dipersepsikan oleh responden Kuesioner dimana faktor-faktor dalam pekerjaan berinteraksi dengan pekerja, menimbulkan tekanan pada pekerja, sehingga dapat 1. Stres Kerja mengganggu keseimbangan emosi, fisiologis, perilaku kognitif, yang ditandai dengan 3 indikator; perilaku, emosi dan fisik. Variabel Independen Faktor Intrinsik Pekerjaan
1.
Beban Kerja
Persepsi responden terhadap jumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh responden selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal, yang diukur dengan jawaban kuesioner.
Rutinitas
Persepsi responden terhadap pekerjaan yang dilakukan secara berulang dan sama sehingga menimbulkan kebosanan.
Kuesioner
2.
Kuesioner
Kebisingan
Persepsi responden terhadap suara yang tidak disukai di tempat kerja dan dirasakan mengganggu
3.
Kuesioner
Hasil Ukur 1. Stres Berat ( > 91 )
Skala Ordinal
2. Stres Ringan ( 21 - 90) 3. Tidak Mengalami Stres ( < 20 ) (Kenyon, dalam Hawari 2001)
1. Berat
Ordinal
2. Tidak Berat
1. Membosankan
Ordinal
2. Tidak Membosankan 1. Mengganggu 2. Tidak Mengganggu
Ordinal
60
Pengembangan Karier 4.
Promosi Kerja
Persepsi responden terhadap perhatian perusahaan untuk memberikan kenaikan jabatan fan keberhasilan jenjang karier di perusahaan
Kepuasan Gaji
Persepsi responden tentang hasil yang diterima responden berupa uang terhadap pekerjaan yang telah dilakukan.
Kuesioner
5.
Kuesioner
Pendidikan dan Pelatihan
Persepsi responden terhadap perusahaan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan keterampilan tambahan dalam melaksanakan tugas
Lamanya responden hidup yang dihitung dalam tahun sejak lahir sampai penelitian ini berlangsung.
Kuesioner
Umur
Kuesioner
Pendidikan
Jenjang sekolah formal yang telah ditempuh responden yang disertai dengan ijazah atau surat kelulusan
6.
Kuesioner
1. Tidak Memuaskan
Ordinal
2. Memuaskan
1. Tidak Sesuai
Ordinal
2. Sesuai 1. Tidak Memuaskan
Ordinal
2. Memuaskan
Faktor Pekerja 7.
8.
1. ≥ 34 tahun (nilai median)
Ordinal
2. < 34 tahun (nilai median) 1. SMA
Ordinal
2. D3 3. Sarjana (S1)
9.
Masa Kerja
Lamanya waktu responden bekerja terhitung sejak awal masuk kerja hingga penelitian berlangsung.
Kuesioner
Status Pernikahan
Keadaan responden mengenai pendamping hidup yang disertai pengesahan secara hukum dan agama
Kuesioner
10.
1. < 12 tahun (nilai median)
Ordinal
2. > 12 tahun (nilai median) 1. Belum menikah 2. Sudah menikah
Ordinal
61
3.3.
Hipotesis Penelitian 1.
Ada hubungan antara faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan) dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKPPK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta tahun 2014.
2.
Ada hubungan antara faktor-faktor pengembangan karier (promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta tahun 2014.
3.
Ada hubungan antara faktor-faktor pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan status pernikahan) dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta tahun 2014.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan bersifat analitik yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen. Dengan menggunakan desain studi cross-sectional yaitu mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel dependen (informasi atau gambaran analisis mengenai situasi yang ada) dalam waktu yang bersamaan. 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada rentang waktu bulan Januari sampai dengan Juni 2014 dengan lokasi penelitian bertempat di unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandar Udara Soekarno–Hatta. 4.3. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah seluruh petugas Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandar Udara Soekarno–Hatta, dengan jumlah 195 petugas. Sedangkan sampel penelitian ini dipilih secara random, dengan menggunakan metode simple random sampling dan menggunakan rumus perhitungan sampel uji hipotesis dua proporsi, karena untuk mendapatkan sampel kasus yang dapat mewakili populasi induknya.
62
63
Rumus besar sampel uji hipotesis dua proporsi: Sampel (n) = [Z1-α/2 √2P (1-P) + Z1-β √P1 (1-P1) + P2 (1-P2)]2 (P1-P2)2 Keterangan: n
= besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian
Z1-α/2
= derajat kepercayaan, CI 95% = 1,96 ; 5% (two tail)
Z1-β
= kekuatan uji 95%
P
= rata-rata proporsi pada populasi
P1
= proporsi yang mengalami stres kerja berat akibat dari beban kerja berat (P1) adalah 0,37 (Aulya, 2013)
P2
= proporsi yang mengalami stres kerja berat namun beban kerjanya ringan (P2) adalah 0,10 (Aulya, 2013)
Perhitungan sampel dilakukan berdasarkan beberapa hasil penelitian terdahulu dengan menggunakan rumus uji hipotesis dua proporsi yang kemudian diperoleh hasil seperti pada tabel 4.1. berikut: Tabel 4.1. Hasil Penghitungan Sampel Berdasarkan Uji Hipotesis Beda Dua Proporsi Terhadap Hasil Penelitian Terdahulu Variabel Beban Kerja P1: Berat P2: Sedang (Aulya, 2013)
P1
0,37
P2
0,10
α (%) 1 5 10 1 5 10
β (%) 80
95
N 57 38 30 85 63 51
64
Kebisingan P1: Mengganggu P2: Tidak Mengganggu (Airmayanti, 2009)
Rutinitas P1: Membosankan P2: Tidak Membosankan (Yunus, 2011)
Promosi Kerja P1: Tidak Memuaskan P2: Memuaskan (Siswanti, 2004)
Kepuasan Gaji P1: Tidak Sesuai P2: Sesuai (Suprapto, 2008)
Masa Kerja P1: > 5 tahun P2: ≤ 5 tahun (Vierdelia, 2008)
Status Pernikahan P1: Belum menikah P2: Sudah menikah (Utami, 2009)
0,56
0,65
0,64
0,47
0,80
0,71
0,27
0,34
0,43
0,19
0,40
0,33
1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10 1 5 10
80
95
80
95
80
95
80
95
80
95
80
95
66 45 35 100 73 60 60 40 32 90 65 54 131 88 69 198 144 120 65 44 34 97 71 59 34 23 18 50 36 30 39 26 21 59 42 35
65
Berdasarkan hasil perhitungan sampel pada tabel 4.1, jumlah sampel (Aulya, 2013) yang akan diambil adalah 63 orang (P1 = proporsi beban kerja kategori berat pada stres kerja dan P2 = proporsi beban kerja kategori sedang pada stres kerja). Dari hasil tersebut, kemudian dilakukan penghitungan sampel minimal dengan menggunakan perbandingan dari hasil penelitian Yunus (2011) yaitu hasil dari responden yang tidak stres sebesar 65,7% : 63 = 65,7/100 x n n
= 63 x 100/65,7
n
= 96 responden
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka sampel dalam penelitian ini yaitu sebesar 96 sampel pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta.
4.4. Alat dan Cara Pengumpulan Data Alat dan cara pengumpulan data yaitu melalui data primer dan data sekunder yang diuraikan sebagai berikut: 1.
Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner yang disebarkan dan diisi oleh para pekerja.
66
Isi dari kuesioner memuat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan variabel independen yang berupa faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja seperti faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan), pengembangan karier (promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan), faktor individu atau pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan status pernikahan), serta pertanyaan yang berisi indikator dalam menentukan stres kerja yang merupakan variabel dependen. Dimana nantinya indikatorindikator tersebut digunakan untuk menilai tingkatan stres pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Variabel dependen (stres kerja) diukur dengan indikator yang telah ditetapkan sesuai dengan metode self report measurement. Metode self report measurement menggunakan sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan adanya perubahan fisiologis, psikologis dan perilaku yang dialami dalam peristiwa kehidupan seseorang.
2.
Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen, catatan dan laporan perusahaan, seperti profil unit kerja PKP-PK dan jumlah karyawan di bagian tersebut.
67
4.5. Pengolahan Data 1.
Data Editing Pada langkah ini peneliti akan melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban dikuesioner sudah: a.
Lengkap: semua pertanyaan sudah terisi jawabannya
b.
Jelas: jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas terbaca
c.
Relevan: jawaban yang tertulis apakah relevan dengan pertanyaannya
d.
Konsisten: apakah antara beberapa pertanyaan yang berlaitan isi jawabannya konsisten. Jika isian kuesioner sudah sesuai dengan poin-poin tersebut (poin a
sampai d) maka pengolahan data dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Proses editing/ pengecekan ini dapat peneliti lakukan sebelum meninggalkan responden penelitian atau setelahnya. 2.
Data Coding Coding merupakan kegiatan memberikan kode pada jawaban kuesioner yang ada untuk mempermudah proses pengolahan dalam komputerisasi. Mengkode jawaban adalah merubah data berbentuk huruf menjadi data berupa angka. Pada proses coding ini, variabel independen dan dependen akan diberi kode untuk memudahkan dalam menganalisis yaitu: a. Variabel stres kerja
Stres berat
[1]
Stres ringan
[2]
Tidak mengalami stres
[3]
68
b. Beban kerja
c. Rutinitas
d. Kebisingan
e. Promosi kerja
f. Kepuasan gaji
g. Pendidikan dan Pelatihan
h. Umur
i.
j.
Pendidikan
Masa Kerja
k. Status pernikahan
Berat
[1]
Tidak berat
[2]
Membosankan
[1]
Tidak membosankan
[2]
Mengganggu
[1]
Tidak mengganggu
[2]
Tidak Memuaskan
[1]
Memuaskan
[2]
Tidak sesuai
[1]
Sesuai
[2]
Tidak Memuaskan
[1]
Memuaskan
[2]
> 34 tahun
[1]
< 34 tahun
[2]
SMA
[1]
D3
[2]
Sarjana (S1)
[3]
< 12 tahun
[1]
> 12 tahun
[2]
Belum menikah
[1]
Sudah menikah
[2]
3. Data Entry Memproses data yang telah didapat dari hasil kuesioner agar dapat dianalisis dengan menggunakan program komputer.
69
4.
Data Cleaning Cleaning (pembersihan data) merupakan kergiatan pengecekan kembali untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data yang sudah dimasukkan/ entry, baik dalam pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode, kemudian mencari apakah ada data entry yang salah, melihat responden serta memeriksa ulang di kuesioner. Untuk melihat apakah terdapat kesalahan dalam meng-entry maka akan dilakukan dengan cara distribusi frekuensi sehingga akan muncul kesalahan dalam meng-entry data. Misalnya 0= laki-laki, 1= perempuan, ketika dilakukan pengecekan kembali ternyata ada kesalahan dalam meng-entry misalnya ada angka 2 sedangkan pada pengkodean tidak ada angka tersebut. Maka untuk mengeluarkan angka 2 tersebut dengan cara mengklik angka yang dalah pada entry data kemudian mereset pada tabel frekuensi lalu diganti dengan kode yang benar. Kemudian data baru siap untuk dianalisis.
4.6. Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan beberapa analisa data, yaitu: 1.
Analisis Univariat Untuk melihat distribusi frekuensi pada variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen terdiri dari faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja, waktu kerja, rutinitas dan kebisingan), pengembangan karier (promosi, kepuasan gaji, pendidikan dan pelatihan) dan faktor individu atau pekerja
70
(umur, pendidikan, masa kerja dan status pernikahan), sedangkan variabel dependennya adalah stres kerja.
2.
Analisis Bivariat Analisis dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Karena semua data berbentuk kategori, uji yang digunakan untuk analisis pada penelitian ini yaitu uji Chi-square, dengan menggunakan CI 95% derajat kemaknaan 5%. Metode ini digunakan untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika p value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Sebaliknya, jika p value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut.
BAB V HASIL
5.1. Gambaran Umum Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandar Udara Soekarno-Hatta 5.1.1. Gambaran Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) Bandar Udara Soekarno-Hatta Dalam era low Cost carrier sekarang ini, transportasi udara menjadi pilihan utama transportasi massal di Indonesia yang mengakibatkan tingginya jumlah penumpang dan padatnya air traffic di Bandar Udara. Bandar Udara Soekarno-Hatta sendiri jumlah pergerakan pesawat mencapai > 700/harinya. Jelas, pelayanan keselamatan penerbangan yang prima dan berkelas dunia wajib disediakan oleh unit PKP-PK sesuai ketentuan ICAO. PKP-PK adalah suatu unit di Bandar Udara yang bertugas untuk memberikan pelayanan pertolongan kecelakaan penerbangan dan pemadaman kebakaran terhadap pesawat udara yang mengalami kecelakaan (incident dan accident) dan/atau yang disertai dengan kebakaran di bandar udara dan sekitarnya dengan mengutamakan keselamatan jiwa dan harta penumpang yang ada di dalam pesawat tersebut, serta mengendalikan, memadamkan api, dan melindungi manusia dan barang yang dibawa yang terancam oleh api yang terdapat di fasilitas lain yang ada di bandar udara.
71
72
Bandar Udara Soekarno-Hatta memiliki tiga Fire Station. South Fire Station bertanggung jawab bila terjadi emergency aircraft accident di Runway Selatan. Sementara itu, North Fire Station mengatasi emergency aircraft accident di Runway Utara. Kedua Fire Station ini dibangun berdekatan dengan tiap Runway agar dapat mencapai Response Time sesuai ketentuan ICAO. Main Fire Station selain sebagai pendukung dari kedua Fire Station juga bertanggung jawab untuk mengatasi domestic fire.
(a)
(b)
(c) Gambar 5.1 Unit Kerja PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta; (a) North Fire Station, (b) South Fire Station dan (c) Main Fire Station
73
Selain tugas utama, unit PKP-PK memiliki misi pelayanan keselamatan penerbangan (safety service mission) diantaranya: aircraft evacuation drill, removal of fuel hazard, bad weather standby, bird strike inspection, bomb treat standby, dan domestic fire. Dengan demikian keberadaan unit PKP-PK di Bandar Udara jelas begitu vital karena mampu memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap terciptanya pelayanan keselamatan penerbangan di bandar udara. 5.1.2. Tugas dan Fungsi unit PKP-PK Pelayanan PKP-PK dilaksanakan secara cepat dan tepat untuk penyelamatan
dan
pertolongan
kecelakaan
penerbangan
serta
pemadaman kebakaran di bandar udara dan sekitarnya. Tugas dan fungsi unit PKP-PK di bandar udara, yaitu : a. Memberikan pelayanan PKP-PK untuk menyelamatkan jiwa dan harta benda dari satu pesawat udara yang mengalami kejadian (incident) atau kecelakaan (accident) di bandar udara dan sekitarnya. b. Mencegah, mengendalikan, memadamkan api, melindungi manusia dan barang yang terancam bahaya kebakaran pada fasilitas di bandar udara. 5.1.3. Struktur Organisasi PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta Penyelenggara bandar udara harus mempertahankan organisasi dalam bentuk unit PKP-PK sesuai dengan struktur manajemen yang baik dan efektif serta dikaitkan dengan keberadaan dan kondisi pelayanan yang diberikan. Personel PKP-PK Bandar Udara Soekarno-Hatta terdiri
74
dengan 195 orang, masing-masing individu mempunyai tingkat jabatan terterntu sesuai dengan struktur organisasi yang ada.
Gambar 5.2 Struktur Organisasi Unit Kerja PKP-PK di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta
5.1.4. Tugas dan Tanggung Jawab dalam Struktur Organisasi PKP-PK Menurut Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP. 420 Tahun 2011 tentang Persyaratan Standar Teknis Operasional Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 Volume IV, Pelayanan
Pertolongan
Kecelakaan
Penerbangan
dan
Pemadam
Kebakaran (PKP-PK), tugas dan tanggung jawab struktur organisasi PKP-PK adalah sebagai berikut :
75
1. Kepala Unit PKP-PK a. Bertanggung jawat kepada kepala divisi PKP-PK b. Menyiapkan standar prosedur operasi PKP-PK c. Menyiapkan standar prosedur latihan PKP-PK serta pencegahan bahaya kebakaran d. Menyiapkan standar prosedur pemeliharaan kendaraan dan peralatan PKP-PK e. Melaksanakan bimbingan unit PKP-PK f. Memimpin pelaksanaan operasi, latihan dan pemeliharaan kendaraan dan peralatan PKP-PK g. Menyiapkan program kerja unit PKP-PK h. Melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan operasi, pelatihan dan pemeliharaan kendaraan PKP-PK i.
Menentukan pelaksanaan tugas kerja harian unit PKP-PK apabila berhalangan
j.
Menyiapkan laporan unit PKP-PK
k. Melaksanakan urusan administrasi l.
Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasa langsung
2. Komandan Unit Operasi a. Bertanggung jawab kepada kepala unit PKP-PK b. Membantu menyiapkan standar prosedur operasi PKP-PK c. Melaksanakan bimbingan bidang operasi PKP-PK d. Memimpin pelaksanaan operasi PKP-PK e. Menyiapkan program kerja operasi unit PKP-PK f. Melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan operasi PKP-PK g. Menentukan pelaksana tugas kerja harian apabila berhalangan h. Menyiapkan laporan operasi PKP-PK i.
Melaksanakan urusan administrasi
j.
Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung
76
3. Komadan Unit Latihan a. Bertanggung jawab kepada kepala dinas PKP-PK b. Menyiapkan standar prosedur latihan PKP-PK c. Membantu menyiapkan standar latihan PKP-PK d. Melaksanakan bimbingan bidang latihan PKP-PK e. Memimpin pelaksanaan latihan PKP-PK f. Menyiapkan program kerja pelatihan PKP-PK g. Melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan pelatihan PKP-PK h. Menentukan pelaksana tugas kerja harian apabila berhalangan i.
Menyiapkan laporan latihan PKP-PK
j.
Melaksanakan urusan administrasi
k. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung 4. Komandan Unit Perawatan a. Bertanggung jawab kepada kepala dinas PKP-PK b. Membantu menyiapkan standar prosedur teknik pemeliharaan PKP-PK c. Melaksanakan bimbingan bidang teknik pemeliharaan PKP-PK d. Memimpin pelaksanaan teknik pemeliharaan PKP-PK e. Menyiapkan program kerja teknik perawatan unit PKP-PK f. Melakukan pengawasan, pengendalian dan evaluasi kegiatan teknik perawatan PKP-PK g. Menentukan pelaksana tugas kerja harian apabila berhalangan h. Menyiapkan laporan teknik perawatan PKP-PK i.
Melaksanakan urusan administrasi
j.
Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung
77
5. Komandan Jaga Operasi a. Bertanggung jawab kepada komandan unit operasi b. Melaksanakan pembagian tugas harian kegiatan c. Melakukan komando kegiatan d. Memimpin operasional harian e. Melaksanakan kordinasi kegiatan f. Melaksanakan pengawasan kegiatan g. Membuat laporan kegiatan h. Membantu urusan administrasi i.
Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung
6. Komandan Regu Operasi a. Bertanggung jawab kepada komandan jaga b. Bertanggung jawab terhadap kesiapan kendaraan dan peralatan operasi serta anggotanya c. Memimpin operasi dalam regunya d. Mengoperasikan kendaraan dan peralatan operasi PKP-PK e. Memimpin latihan dalam regunya dan membuat laporan kemajuan personil f. Memeriksa dan bertanggung jawab untuk melaporkan kerusakankerusakan peralatan operasi yang menjadi tanggung jawabnya g. Berkoordinasi dengan komandan regu lain h. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung 7. Pelaksana a) Pelaksana Operasi 1. Melaksanakan tugas kerja harian yang ditentukan 2. Memeriksa dan merawat semua peralatan/ perlengkapan operasi yang digunakan dalam regunya 3. Melaporkan kerusakan-kerusakan serta kekurangan kepada atasan
78
4. Menjaga disiplin dan memupuk kerjasama sesama anggota dalam menjalankan tugas operasi/ latihan/ pemeliharaan 5. Melaksanakan tugas lain langsung
yang ditugaskan oleh atasan
b) Pelaksana Pencegahan 1. Melaksanakan tugas kerja harian yang ditentukan 2. Memeriksa dan merawat semua peralatan/ perlengkapan 3. Melaporkan kerusakan-kerusakan sera kekurangan kepada atasan 4. Menjaga disiplin dan memupuk kerjasama sesama anggota dalam menjalankan tugas pencegahan 5. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung c) Pelaksana Perawatan 1. Melaksanakan tugas kerja harian yang ditentukan 2. Memeriksa dan merawat semua kendaraan/ perlengkapan 3. Melaporkan kerusakan kendaraan/ peralatan kepada atasan serta melakukan tindakan perbaikan 4. Menjaga disiplin dan memupuk kerjasama sesama anggota dalam menjalankan tugas perawatan 5. Melaksanakan tugas lain yang ditugaskan oleh atasan langsung Dari penjabaran mengenai tugas dan tanggung jawab struktur organisasi PKP-PK di Bandar Udara Soekarno-Hatta, dapat disimpulkan bahwa secara umum pembagian dalam pelaksanaan tugas di dalam PKPPK terbagi menjadi 2 macam, yaitu pada tingkat jabatan pelaksana dan tingkat jabatan komandan. Pada tingkat jabatan pelaksana, kegiatan-kegiatan yang dilakukan lebih menekankan kepada kemampuan dan keterampilan fisik, karena
79
pada saat kejadian kebakaran maupun keadaan darurat lainnya pelaksana menjadi garda terdepan yang bertugas untuk melaksanakan pemadaman dan juga pertolongan, sehingga membutuhkan kemampuan fisik yang prima. Oleh karena itu, memungkinkan persepsi beban kerja pada tingkat jabatan pelaksana menjadi berat. Berbeda halnya pada tingkat jabatan komandan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan lebih kepada kemampuan berfikir untuk bisa melaksanakan operasi pemadaman maupun keadaan darurat lainnya berjalan baik dan lancar. Untuk tingkat jabatan komandan ke atas, beban kerja yang dirasakan mungkin lebih kepada beban kerja secara psikis, karena kesuksesan dari suatu operasi pemadaman kebakaran maupun keadaan darurat bergantung bagaimana memimpin dan merencanakan teknik dan taktik operasi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa gambaran tingkat jabatan hampir sama antara pelaksana dan komandan. Sehingga membuat persepsi beban kerja dalam penelitian ini memiliki persentase yang sama besar (lihat tabel 5.2).
5.2. Analisis Univariat 5.2.1. Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 Pada variabel stres kerja dilakukan pengelompokkan menjadi 3 kategorik dengan menggunakan standar skor, yaitu jika total skor jawaban yang diperoleh > 91 dikategorikan mengalami stres, skor
80
jawaban antara 21 – 90 dikategorikan mengalami stres ringan sedangkan untuk skor jawaban < 20 dikategorikan tidak mengalami stres. Sehingga dapat diketahui distribusi responden berdasarkan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 seperti terlihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 No.
Gambaran Stres Kerja
Jumlah
Prosentase (%)
1.
Stres Berat
21
21,9
2.
Stres Ringan
66
68,8
3.
Tidak Mengalami Stres
9
9,4
96
100
Jumlah
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1 dari 96 responden yang dijadikan sampel, diketahui gambaran pekerja yang mengalami stres ringan memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebesar 68,8%.
5.2.2. Gambaran Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan Hasil penelitian mengenai stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 diperoleh data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan) adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.2.
81
Tabel 5.2 Distribusi Responden menurut Faktor Intrinsik Pekerjaan pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 No. 1. 2. 3.
Jumlah
Prosentase (%)
Berat
48
50,0
Tidak Berat
48
50,0
Membosankan
26
27,1
Tidak membosankan
70
72,9
Mengganggu
75
78,1
Tidak mengganggu
21
21,9
Variabel Faktor
Kategori
Beban kerja Rutinitas Kebisingan
a. Beban Kerja Berdasarkan tabel 5.2 dari 96 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja yang menjawab beban kerja berat dan tidak berat memiliki jumlah yang sama besar yaitu sebesar 50,0%. b. Rutinitas Berdasarkan tabel 5.2 dari 96 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja yang menyatakan rutinitas kerja tidak membosankan memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebesar 72,9%. c. Kebisingan Berdasarkan tabel 5.2 dari 96 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja yang menyatakan kebisingan di tempat kerja mengganggu memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebesar 78,1%.
82
5.2.3. Gambaran Pengembangan Karier Hasil penelitian mengenai stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 diperoleh data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan pengembangan karir (promosi kerja, kepuasan gaji dan Pendidikan dan Pelatihan) adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.3. Tabel 5.3 Distribusi Responden menurut Pengembangan Karir pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 No. Variabel Faktor 1. 2. 3.
Promosi Kerja Kepuasan Gaji Pendidikan dan Pelatihan
Jumlah
Prosentase (%)
Tidak memuaskan
54
56,2
Memuaskan
42
43,8
Tidak sesuai
39
40,6
Sesuai
57
59,4
Tidak memuaskan
45
46,9
Memuaskan
51
53,1
Kategori
a. Promosi Kerja Berdasarkan tabel 5.3 dari 96 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja yang menyatakan promosi kerja tidak memuaskan memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 56,3%. b. Kepuasan Gaji Berdasarkan tabel 5.3 dari 96 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja yang menyatakan kepuasan gaji sesuai memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 59,4%.
83
c. Pendidikan dan Pelatihan Berdasarkan tabel 5.3 dari 96 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja yang menyatakan Pendidikan dan Pelatihan sudah memuaskan memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 53,1%. 5.2.4. Gambaran Faktor Pekerja Hasil penelitian mengenai stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 diperoleh data bahwa, jumlah stres kerja berdasarkan faktor pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan status pernikahan) adalah seperti yang tercantum dalam tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Responden menurut Faktor Pekerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014 No. 1. 2.
3. 4.
Variabel Faktor
Kategori
Jumlah
Umur
≥ 34 tahun
48
Prosentase (%) 50,0
< 34 tahun
48
50,0
SMA
79
82,3
D3
7
7,3
Sarjana
10
10,4
< 12 tahun
40
41,7
≥ 12 tahun
56
58,3
Belum menikah
28
29,2
Sudah menikah
68
70,8
Pendidikan
Masa Kerja Status Pernikahan
84
a. Umur Berdasarkan tabel 5.4, dengan umur tertinggi adalah 56 tahun dan terendah adalah 21 tahun, nilai mean 35,46 dan median 33,50. Untuk kepentingan analisis data, umur dikelompokkan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 33,50. Berdasarkan kategori tersebut, diketahui gambaran pekerja yang memiliki umur ≥ 34 tahun dan < 34 tahun memiliki jumlah yang sama besar, yaitu sebesar 50%. b. Pendidikan Berdasarkan tabel 5.4 dari 96 responden yang diambil, diketahui gambaran pekerja yang berpendidikan SMA memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 82,3%. c. Masa Kerja Berdasarkan tabel 5.4, dengan masa kerja tertinggi adalah 34 tahun dan terendah adalah 2 tahun, nilai mean 13,55 dan median 12,00. Untuk kepentingan analisis data, masa kerja dikelompokkan menjadi 2 kategori berdasarkan nilai median yaitu 12,00. Berdasarkan kategori tersebut, diketahui gambaran pekerja dengan masa kerja ≥ 12 tahun memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 58,3%. d. Status Pernikahan Berdasarkan tabel 5.4, dari 96 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja yang sudah menikah memiliki jumlah yang paling besar, yaitu sebesar 70,8%.
85
5.3. Analisis Bivariat 5.3.1. Hubungan Antara Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan (Beban Kerja, Rutinitas dan Kebisingan) a. Beban Kerja Hubungan antara beban kerja dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Distribusi Responden menurut Beban Kerja terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Stres Kerja Beban Kerja Berat Tidak Berat
Berat
Ringan
Tidak Stres
Total
N
%
N
%
N
%
N
%
16
33,3
30
62,5
2
4,2
48
100
5
10,4
36
75,0
7
14,6
48
100
P value
0,011
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan beban kerja berat, diperoleh bahwa ada sebanyak 16 dari 48 (33,3%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan beban kerja tidak berat, ada 5 dari 48 (10,4%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,011 (p value < 0,05) sehingga
86
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja. b. Rutinitas Hubungan antara rutinitas dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Distribusi Responden menurut Rutinitas terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Stres Kerja Rutinitas Membosankan Tidak Membosankan
Berat
Ringan
Tidak Stres
Total
N
%
N
%
N
%
N
%
9
34,6
14
53,8
3
11,5
26
100
12
17,1
52
74,3
6
8,6
70
100
P value
0,137
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan rutinitas kerja membosankan, diperoleh bahwa ada sebanyak 9 dari 26 (34,4%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan rutinitas kerja tidak membosankan, ada 12 dari 70 (74,3%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,137 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja.
87
c. Kebisingan Hubungan antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Distribusi Responden menurut Kebisingan terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Stres Kerja Total Kebisingan
Berat
Ringan
Tidak Stres
P value
N
%
N
%
N
%
N
%
Mengganggu
19
25,3
52
69,3
4
5,3
75
100
Tidak Mengganggu
2
9,5
14
66,7
5
23,8
21
100
0,020
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan kebisingan di tempat kerja mengganggu, diperoleh bahwa ada sebanyak 19 dari 75 (25,3%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan kebisingan di tempat kerja tidak mengganggu, ada 2 dari 21 (9,5%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,020 (p value < 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja.
88
5.3.2. Hubungan Antara Pengembangan Karir (Promosi Kerja, Kepuasan Gaji dan Pendidikan dan Pelatihan) a. Promosi Kerja Hubungan antara promosi dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.8. Tabel 5.8 Distribusi Responden menurut Promosi Kerja terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Stres Kerja Promosi Kerja Tidak Memuaskan Memuaskan
Berat
Ringan
Tidak Stres
Total
N
%
N
%
N
%
N
%
14
25,9
36
66,7
4
7,4
54
100
7
16,7
30
71,4
5
11,9
42
100
P value
0,469
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan promosi kerja tidak memuaskan, diperoleh bahwa ada sebanyak 14 dari 54 (25,9%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan promosi di tempat kerja memuaskan, ada 7 dari 42 (16,7%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,469 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara promosi kerja dengan stres kerja.
89
b. Kepuasan Gaji Hubungan antara kepuasan gaji dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.9. Tabel 5.9 Distribusi Responden menurut Kepuasan Gaji terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Stres Kerja Kepuasan Gaji
Berat
Ringan
Tidak Stres
Total
N
%
N
%
N
%
N
%
Tidak Sesuai
10
25,6
25
64,1
4
10,3
39
100
Sesuai
11
19,3
41
71,9
5
8,8
57
100
P value
0,709
Berdasarkan tabel 5.9 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan bahwa gaji tidak sesuai, diperoleh bahwa ada sebanyak 10 dari 39 (25,6%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan gaji telah sesuai, ada 11 dari 57 (19,3%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,709 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kepuasan gaji dengan stres kerja.
90
c. Pendidikan dan Pelatihan Hubungan antara Pendidikan dan Pelatihan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.10. Tabel 5.10 Distribusi Responden menurut Pendidikan dan Pelatihan terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Stres Kerja Pendidikan dan Pelatihan
Total Berat
Ringan
Tidak Stres
P value
N
%
N
%
N
%
N
%
Tidak Memuaskan
11
24,4
30
66,7
4
8,9
45
100
Memuaskan
10
19,6
36
70,6
5
9,8
51
100
0,848
Berdasarkan tabel 5.10 dapat diketahui bahwa responden yang menyatakan Pendidikan dan Pelatihan tidak memuaskan, diperoleh bahwa ada sebanyak 11 dari 45 (24,4%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja yang menyatakan Pendidikan dan Pelatihan sudah memuaskan, ada 10 dari 51 (19,6%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,848 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara Pendidikan dan Pelatihan dengan stres kerja.
91
5.3.3. Hubungan Antara Faktor Pekerja (Umur, Pendidikan, Masa Kerja dan Status Pernikahan) a. Umur Hubungan antara umur dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.11. Tabel 5.11 Distribusi Responden menurut Umur terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Stres Kerja Total Umur
> 34 tahun
Berat
Ringan
Tidak Stres
P value
N
%
N
%
N
%
N
%
12
25,0
33
68,8
3
6,3
48
100 0,490
< 34 tahun
9
18,8
33
68,8
6
12,5
48
100
Berdasarkan tabel 5.11 dapat diketahui bahwa responden yang memliki umur > 34 tahun, diperoleh bahwa ada sebanyak 12 dari 48 (25,0%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja yang memiliki umur < 34 tahun, ada 9 dari 48 (18,8%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,490 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan stres kerja.
92
b. Pendidikan Hubungan antara pendidikan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.12. Tabel 5.12 Distribusi Responden menurut Pendidikan terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Stres Kerja Total Pendidikan
Berat
Ringan
Tidak Stres
P value
N
%
N
%
N
%
N
%
SMA
20
25,3
54
68,4
5
6,3
79
100
D3
0
0
6
85,7
1
14,3
7
100
Sarjana
1
10,0
6
60,0
3
30,0
10
100
0,075
Berdasarkan tabel 5.12 dapat diketahui bahwa responden dengan tingkat pendidikan SMA, diperoleh bahwa ada sebanyak 20 dari 79 (25,3%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja dengan tingkat pendidikan D3 tidak ada yang mengalami stres kerja berat, sementara itu pekerja dengan tingkat pendidikan Sarjana ada 1 dari 10 (10,0%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,075 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan stres kerja.
93
c. Masa Kerja Hubungan antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.13. Tabel 5.13 Distribusi Responden menurut Masa Kerja terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Stres Kerja Total
Masa Kerja
Berat
Ringan
Tidak Stres
P value
N
%
N
%
N
%
N
%
< 12 tahun
8
20,0
26
65
6
15
40
100
> 12 tahun
13
23,2
40
71,4
3
5,4
56
100
0,277
Berdasarkan tabel 5.13 dapat diketahui bahwa responden yang memliki masa kerja < 12 tahun, diperoleh bahwa ada sebanyak 8 dari 40 (20,0%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja yang memiliki masa kerja > 12 tahun, ada 13 dari 56 (23,2%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,277 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja.
94
d. Status Pernikahan Hubungan antara status pernikahan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.14. Tabel 5.14 Distribusi Responden menurut Status Pernikahan terhadap Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Tahun 2014
Stres Kerja Total
Status Pernikahan Belum Menikah Sudah Menikah
Berat
Ringan
Tidak Stres
P value
N
%
N
%
N
%
N
%
4
14,3
19
67,9
5
17,9
28
100 0,130
17
25,0
47
69,1
4
5,9
68
100
Berdasarkan tabel 5.14 dapat diketahui bahwa responden dengan status belum menikah, diperoleh bahwa ada sebanyak 4 dari 28 (14,3%) pekerja yang mengalami stres kerja berat. Sedangkan diantara pekerja dengan status sudah menikah, ada 17 dari 68 (25%) yang mengalami stres kerja berat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,130 (p value > 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan stres kerja.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat mempengaruhi hasil penelitian, keterbatasan-keterbatasan tersebut yaitu : 1. Pengukuran indikator stres kerja yang sangat banyak, membuat responden merasa terbebani untuk menjawab kuesioner tersebut sehingga timbul perasaan malas untuk menjawab. 2. Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian ini hanya menghubungkan variabel-variabel yang diperkirakan memiliki hubungan dengan variabel dependen, sehingga masih terdapat kemungkinan variabel-variabel lain yang belum masuk dalam kerangka konsep. 3. Uji coba kuesioner dilakukan pada tempat yang sama dilakukannya penelitian yang memungkinkan dapat menyebabkan terpilihnya kembali sebagai responden penelitian. 4. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner penelitian bersifat subjektif dan relatif sesuai dengan persepsi individu masing-masing, sehingga membuat responden memilih jawaban sesuai dengan keinginannya. 5. Waktu
pengisian
kuesioner
dilakukan
pada
saat
responden
bekerja
(melaksanakan kegiatan standby) sehingga mempengaruhi kualitas dari hasil pengukuran stres kerja terkait beban kerja.
95
96
6. Pengukuran variabel kebisingan dilakukan dengan pertanyaan persepsi, tidak dilakukan dengan pengukuran objektif.
6.2. Gambaran Stres Kerja Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai satu tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja (Widyasari, 2007) Stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan, tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Akibat adanya stres kerja tersebut, orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan perubahan kondisi fisik individu. Sebagai hasil dari adanya stres kerja pekerja mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti mudah marah dan agresif, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mau terlibat dan kesulitan masalah tidur (Agungpia, 2008). Hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan terhadap 96 pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udaraa Soekarno-Hatta tahun 2014 ini menunjukkan sebagian besar pekerja mengalami stres kerja ringan yaitu sebesar 68,8%, sementara itu untuk stres kerja berat sebesar 21,9% dan sisanya 9,4% tidak mengalami stres kerja. Dari hasil
97
penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pekerja PKP-PK dengan sejumlah tanggung jawab pekerjaannya, berpotensi mengalami stres kerja. Berbagai faktor penyebab terjadinya stres merupakan bagian terintegrasi dalam kehidupan manusia yang tidak dapat dihilangkan begitu saja. Faktor penyebab terjadinya stres tersebut sangatlah kompleks dan bervariasi serta sangat sulit untuk diidentifikasi secara pasti apa yang menjadi penyebab stres sesungguhnya. Sehingga sering ditemui bahwa seseorang yang terkena stres biasanya tidak menyadari terhadap apa yang sedang dialaminya. Sauter, et a.l (1990) dikutip dari National Institute for Occupational Safety and Health (dalam Tarwaka, 2004) memberikan rekomendasi tentang bagaimana cara untuk mengurangi atau meminimalisasi stres akibat kerja. Rekomendasi ini juga bisa diaplikasikan sebagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan meminimalisasi stres kerja pada pekerja PKP-PK. Upaya-upaya tersebut adalah sebagai berikut : 1. Beban kerja fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban kerja berlebih maupun beban kerja yang terlalu ringan. 2. Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerjaan. 3. Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan keahlian.
98
4. Membentuk lingkungan sosial yang sehat, hubungan antar tenaga kerja yang satu dengan yang lain, tenaga kerja-supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi akan membuat situasi yang nyaman. 5. Kejadian stres kerja harus di desain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya. Rotasi tugas dapat dilakukan untuk meningkatkan karier dan pengembangan usaha.
Kejadian stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang diduga mempengaruhi stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udaraa Soekarno-Hatta Tahun 2014 adalah faktor intrinsik pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan), pengembangan karier (promosi kerja, kepuasan gaji dan pendidikan dan pelatihan) dan faktor pekerja (umur, masa kerja, pendidikan dan status pernikahan). Berikut akan dibahas satu persatu mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK).
6.3. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja 1. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan a. Hubungan antara Beban Kerja dengan Stres Kerja Pada variabel beban kerja, dapat disimpulkan bahwa antara pekerja yang memiliki beban kerja yang berat dan tidak berat memiliki persentase yang
99
sama yaitu sebesar 50,0% baik pada pekerja yang menjawab beban kerja yang mereka merasakan itu berat maupun tidak berat. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masing-masing individu memiliki persepsi yang tidak sama mengenai beban kerja yang harus mereka lakukan di tempat kerja. Hal ini disebabkan karena sebagai seorang petugas pertolongan dan pemadam kebakaran, para pekerja PKP-PK di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta dihadapkan pada situasi kerja dimana ada kalanya harus menunggu dengan tetap siap siaga dan tidak jarang dihadapkan pada situasi kerja yang menuntut pada kesiapan fisik yang prima dengan waktu yang ditargetkan apabila terjadi panggilan tugas. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan stres kerja dengan p value sebesar 0,011. Menurut Munandar (2006) beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres. Beban kerja dibedakan lebih lanjut ke dalam beban kerja berlebih/ terlalu sedikit ‘kuantitatif’, yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/ sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih/ terlalu sedikit ‘kualitatif’, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan dan/ atau potensi dari tenaga kerja. Menurut Davis dan Newstrom dalam Margiati mengemukakan bahwa stres kerja disebabkan karena terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Dalam kondisi tertentu, pada beberapa pekerjaan seringkali
100
memberikan tugas dengan
waktu yang terbatas. Akibatnya, pekerja
dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Bentuk lain yang merupakan pembangkit stres adalah adanya fluktuasi dalam beban kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan, tetapi untuk saat-saat lain bebannya malah berlebihan. Faktor waktu juga perlu dipertimbangkan, makin singkat waktu yang diberikan dalam proses pengambilan keputusan suatu pekerjaan, makin dirasakan desakan waktu, maka akan semakin besar stresnya. Waktu merupakan salah satu ukuran efisiensi. Pedoman yang banyak didengar adalah “Cepat dan Selamat”. Atas dasar ini orang sering harus bekerja berkejaran dengan waktu. Dari hasil tersebut diharapkan bagi para pekerja mampu menyesuaikan diri dengan beban kerja yang harus dikerjakan dengan kemampuan dan kapasitas kerja pada pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban kerja berlebih maupun beban kerja yang terlalu ringan. Dengan cara mengisi waktu standby dengan hal-hal yang positif seperti berolahraga ringan, membaca buku dan kegiatan lainnya yang mendukung dalam pelaksanaan tugas.
b. Hubungan antara Rutinitas dengan Stres Kerja Untuk variabel rutinitas kerja, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang merasakan rutinitas pekerjaannya membosankan mencapai
101
27,1% dari 96 pekerja yang diteliti, sedangkan sisanya sebanyak 72,9% merasakan rutinitas pekerjaannya tidak membosankan. Pada penelitian ini, juga telah dilakukan analisis bivariat yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel rutinitas kerja dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udaraa Soekarno-Hatta Jakarta dengan p value sebesar 0,137. Dari hasil analisis bivariat diketahui bahwa pekerja yang merasakan rutinitas pekerjaannya membosankan dan mengalami stres kerja berat sebesar 34,6%, namun ada juga pekerja yang merasakan rutinitas pekerjaannya tidak membosankan dan mengalami stres kerja berat prosentasenya mencapai 17,1%. Kebosanan
dalam
kerja
rutin
sehari-hari,
sebagai
hasil
dari
terlampaunya sedikit tugas yang harus dilakukan dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat (Cooper dan Kelly, 1984 dalam Munandar, 2008). Hasil yang didapat menunjukkan bahwa rutinitas kerja yang dirasakan adalah tidak membosankan oleh sebagian besar responden yang diteliti, hal ini disebabkan karena para pekerja sudah terbiasa dan mampu beradaptasi dengan rutinitas kerja yang ada. Walaupun dihadapkan pada rutinitas kerja yang bersifat monoton, para pekerja menyiasati keadaan yang ada dengan diisi kegiatan seperti latihan harian pada saat bekerja dan kegiatan lainnya
102
untuk menghilangkan kejenuhan yang nantinya dapat berakibat terhadap timbulnya stres kerja. Hal ini perlu diketahui bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara rutinitas dengan stres kerja dapat disebabkan karena stressor yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda, yaitu dapat sebagai peristiwa yang positif dan berbahaya, atau menjadi peristiwa yang berbahaya dan mengancam. Penilaian individu dalam hal ini sangat menentukkan apakah stressor itu dapat berakibat positif atau negatif. Penilaian kognitif tersebut sangat berpengaruh terhadap respons yang akan muncul (Selye, 1956 dalam Widyasari, 2005). Hal lainnya yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2002) bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stres kerja terkait rutinitas pekerjaan salah satunya yaitu pola harmonis, yaitu dengan kemampuan mengakali waktu dan kegiatan secara harmonis dan tidak menimbulkan hambatan. Dengan pola ini, individu mampu mengendalikan berbagai kesibukan dan tantangan dengan cara mengatur waktu secara teratur.
c. Hubungan antara Kebisingan dengan Stres Kerja Kebisingan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan stres kerja. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2, diketahui bahwa sebagian besar responden yang diteliti menyatakan kebisingan mengganggu yaitu sebesar 78,1%.
103
Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta. Kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi faal dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Salah satu kondisi fisik dalam pekerjaan yang merupakan pembangkit stres di dalam suatu pekerjaan adalah kebisingan. Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis kita. Paparan (exposure) terhadap bising berkaitan dengan rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Akibat paparan terhadap bising dalam bentuk perilaku, misalnya penurunan unjuk-kerja/ produktivitas, terjadinya kecelakaan, penurunan perilaku membantu, bersikap lebih negatif terhadap orang lain, rasa bermusuhan yang lebih terbuka dan agresi terbuka. Menurut Nawawinetu dan Adriyani (2007) efek kebisingan dengan intensitas tinggi terhadap pendengaran berupa ketulian syaraf (Noise Induced Hearing Loss) tersebut telah banyak diteliti. Namun kebisingan selain memberikan efek terhadap pendengaran (Auditory Effects) juga dapat menimbulkan efek bukan pada pendengaran (Non Auditory Effects) dan efek ini bisa terjadi walaupun intensitas kebisingan tidak terlalu tinggi. Efek non
104
auditori terjadi karena bising dianggap sebagai suara yang mengganggu sehingga respon yang timbul adalah akibat stres bising tersebut. Kebisingan terbukti berhubungan dengan terjadinya stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udaraa Soekarno-Hatta Jakarta. Hal tersebut dapat terjadi karena tempat mereka bekerja berada di lingkungan yang secara langsung terkena paparan kebisingan pesawat udara, posisi kerja mereka berada di dekat landasan pacu atau di sekitar pergerakan pesawat udara. Ditambah lagi kurangnya fasilitas alat pelindung telinga dengan standar baik, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sudah ada beberapa bentuk pengendalian yang telah dilakukan oleh pihak perusahaan untuk dapat mengurangi paparan kebisingan yang diterima oleh pekerja di unit kerja PKP-PK, salah satunya adalah dengan memasang kaca kedap suara pada ruangan-ruangan tertentu yang digunakan pekerja untuk standby. Namun, ketika para pekerja berada di luar ruangan, maka paparan kebisingan tetap terasa. Agar paparan kebisingan dapat direduksi maka diharapkan pihak instansi dapat menyediakan alat pelindung telinga sesuai dengan standar yang ada sehingga kebisingan di tempat kerja dapat dikurangi dan tidak mengganggu pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari dan terutama tidak memberikan efek yang buruk terhadap pendengaran para pekerja akibat terpapar kebisingan.
105
Pilihan alat pelindung pendengaran sangat tergantung pada sejumlah faktor termasuk tingkat kebisingan, kenyamanan dan kesesuaian alat pelindung pendengaran bagi pekerja dan lingkungannya. Faktor paling penting, alat pelindung pendengaran harus memberikan pengurangan kebisingan yang diinginkan. Jika paparan kebisingan adalah intermiten (sesuai dengan lingkungan kerja di PKP-PK), maka ear muff lebih tepat digunakan. Kemampuan pengurangan kebisingan dari alat pelindung pendengaran dikenal dengan NRR (Noise Reduction Rating). Pemilihan alat pelindung pendengaran untuk PKP-PK harus disesuaikan dengan kondisi pekerjaannya, dengan kata lain pekerja harus menggunakan alat pelindung pendengaran agar suara yang diterima pada kisaran yang diinginkan (di bawah atau sama dengan 85 desibel), sehingga pada saat pekerja sedang melakukan standby dan menggunakan alat pelindung pendengaran panggilan darurat masih dapat terdengar.
2. Pengembangan Karir a. Hubungan antara Promosi Kerja dengan Stres Kerja Promosi merupakan salah satu usaha perusahaan dalam meningkatkan kemampuan pekerjanya. Peluang pekerja untuk mendapatkan promosi berbeda-beda tergantung kepada kebutuhan perusahaan. Bentuk promosi pada pekerja bermacam-macam, seperti kenaikan pangkat/ jabatan, mendapatkan pendidikan atau pelatihan, mengikuti seminat atau simposium dan lain-lain (Munandar, 2006).
106
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa promosi kerja tidak memuaskan yaitu sebesar 56,2%. Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara promosi kerja dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta. Menurut Hurrel, dkk (1988) dalam Munandar (2006) mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah pengembangan karier yaitu promosi. Selain itu dari hasil penelitian Siswanti (2004) yang menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sistem promosi dengan stres kerja atau dapat dikatakan bahwa pekerja yang tidak puas terhadap promosi yang diberlakukan, memiliki potensi terkena stres. Dari hasil analisis bivariat yang dilakukan menunjukkan tidak adanya hubungan antara promosi kerja dengan stres kerja, namun dari hasil gambaran frekuensi sebagian besar responden menyatakan tidak puas dengan sistem promosi kerja yang ada. Dari hasil pengamatan yang dilakukan memang belum adanya mekanisme yang baik dan sesuai standar dalam memberikan promosi kepada seorang di lingkungan unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK). Berdasarkan hasil tersebut disarankan untuk instansi agar memberikan reward yang sesuai bagi pekerja yang memang berprestasi dan membuat sebuah mekanisme yang baik di dalam memberikan promosi/ kenaikan
107
jabatan bagi seorang pekerja sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki dengan standar penilaian yang sudah disesuaikan.
b. Hubungan antara Kepuasan Gaji dengan Stres Kerja Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa gaji telah sesuai yaitu sebesar 59,4%. Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kepuasan gaji dengan stres kerja pada Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Cooper yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah pemebangan karir yaitu gaji (Munandar, 2008). Sementara itu, menurut Hezberg dalam Munandar (2008) menyatakan bahwa jika seorang menganggap gajinya terlalu rendah, tenaga kerja akan merasa tidak puas. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nugroho (2004) yang menyatakan tidak ada hubungan antara gaji dengan stres kerja, karena responden merasa bahwa gaji yang diperoleh telah sesuai dengan tanggung jawab kerja yang dibebankan kepada mereka dan gaji bukan merupakan motivasi utama bagi mereka, melainkan terdapat hal lainnya seperti adanya rasa senang dalam melaksanakan pekerjaannya karena responden merasa dapat membantu dan bermanfaat bagi orang lain, dengan begitu responden
108
lebih merasa puas akan pekerjaannya yang pada akhirnya dapat mengurangi stres kerja yang mungkin timbul.
c. Hubungan antara Pendidikan dan Pelatihan dengan Stres Kerja Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kerja setiap organisasi perlu memberikan pendidikan dan pelatihan kepada para pekerjanya. Pendidikan dan pelatihan pekerja tidak hanya terbatas menambah wawasan dan keterampilan saja, tetapi lebih dari itu diharapkan dapat merubah kemampuan seorang pekerja, sehingga dapat menciptakan kerja yang lebih baik. Lebih-lebih bagi seorang pekerja yang menduduki jabatan tertentu atau pekerja baru yang belum memiliki dasar pengetahuan pakerjaan yang diemban. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan yang ada sudah cukup memuaskan yaitu sebesar 53, 1%. Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan dan pelatihan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta. Dari sistem pendidikan dan pelatihan yang diterapkan untuk unit kerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) sudah cukup baik dan menunjang untuk pelaksanaan kerja.
109
3. Faktor Pekerja a. Hubungan antara Umur dengan Stres Kerja Penelitian yang dilakukan oleh Cardiff University (2000) yang dikutip dalam
Suprapto
(2008)
terhadap
faktor-faktor
demografi
yang
mempengaruhi timbulnya stres kerja, dapat disimpulkan bahwa umur memiliki hubungan dengan timbulnya stres kerja. Pada umumnya umur dan pengalaman kerja lebih meningkatkan keyakinan, kemampuan, penghargaan dan tanggung jawab pekerja. Umur juga mempengaruhi kondisi tubuh seseorang yang berusia muda sanggup melakukan pekejaan berat dan sebaliknya jika seseorang berusia lanjut akan merasa cepat lelah dan tidak bergerak dengan gesit ketika melaksanakan tugasnya sehingga mempengaruhi kinerjanya. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4, diketahui bahwa gambaran distribusi umur responden memiliki jumlah prosentase yang sama yaitu sebesar 50,0% antara responden yang memiliki umur ≥ 34 tahun dan < 34 tahun. Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan dikatahui bahwa responden yang berumur ≥ 34 tahun sebesar 25,0% mengalami stres kerja berat dibandingkan dengan responden yang berumur < 34 tahun yang mengalami stres kerja berat dengan prosentase hanya 18,8%. Berdasarkan hasil uji statistik, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Udara Soekarno-Hatta Jakarta dengan p value sebesar 0,490.
110
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori Cooper yang mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah umur (Munandar, 2006). Dikarenakan ada beberapa jenis pekerjaan yang sangat berpengaruh dengan umur, terutama yang berhubungan dengan sistem indera dan kekuatan fisik. Biasanya pekerja yang memiliki umur yang lebih muda memiliki penglihatan yang dan pendengaran yang lebih tajam, gerakan yang lebih lincah dan daya tahan tubuh yang kuat. Namun, untuk beberapa jenis pekerjaan lain, faktor umur yang lebih tua biasanya memiliki pengalaman dan pemahaman bekerja yang lebih banyak, sehingga pada jenis pekerjaan tertentu umur dapat menjadi kendala dan dapat memicu terjadinya stres (Munandar, 2006).
b. Hubungan antara Pendidikan dengan Stres Kerja Baik disadari atau tidak, pendidikan mempunyai pengaruh dalam stres kerja. Hal ini disebabkan seorang pekerja harus memiliki kualifikasi sebagai gambaran keserasian seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya yang secara internal dipengaruhi oleh kemampuan, pengalaman, pendidikan dan pengetahuan yang dimiliki (Effendi, 2003). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu sebesar 82,3%. Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara penddidikan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran
111
(PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta. Dari seluruh pekerja yang tingkat pendidikannya SMA dan mengalami stres kerja berat prosentasenya sebesar 25,3%, lalu yang tingkat pendidikannya D3 tidak ada yang mengalami stres kerja berat dan pekerja dengan tingkat pendidikan S1 yang mengalami stres kerja berat sebesar 10,0%. Hasil yang diperoleh menunjukkan ketiadaksesuaian dengan teori yang ada bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi kejadian stres kerja. Pekerja dengan tingkat pendidikan rendah tidak selalu mengalami stres kerja dan pekerja yang mempunyai pendidikan tinggi pun tidak bisa dipastikan bahwa mereka akan terbebas dari kemungkinan mengalami stres kerja. Dari hasil uji statistik diperoleh hasil p value 0,075 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan para pekerja dengan stres kerja
c. Hubungan antara Masa Kerja dengan Stres Kerja Masa kerja mempunyai potensial untuk terjadinya stres kerja. Baik masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat memicu terjadinya stres kerja serta diperberat dengan adanya beban kerja yang besar (Munandar, 2006). Berdasarkan penelitian pada tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki masa kerja ≥ 12 tahun yaitu sebesar 58,3%. Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan stres kerja pada pekerja
112
Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta. Seperti teori yang diungkapkan oleh Cook (1997) yang dikutip dalam Utami (2009) bahwa stres dapat dipacu oleh buruknya hubungan antara sesama pekerja. Apabila hubungan antar sesama pekerja telah dibangun dengan baik, maka masa kerja lama ataupun sebentar tidak menjadi masalah meskipun bagi pekerja yang masa kerjanya lebih singkat tentu punya beban sedikit lebih besar karena harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kerjanya. Upaya yang mungkin dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya stres kerja sebagai akibat dari masa kerja yang sebentar atau lama adalah dengan menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman serta meningkatkan hubungan dalam pekerjaan agar lebih baik lagi dapat mengurangi tingkat kejenuhan akibat masa kerja yang relatif lama. Selain itu program rotasi pekerja juga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya stres kerja karena lingkungan yang baru akan menimbulkan semangat baru serta tantangan baru dalam bekerja.
d. Hubungan antara Status Pernikahan dengan Stres Kerja Status pernikahan dapat pula berpengaruh terhadap pekerjaan. Menurut Handy dalam Appelbaum (1981) menyatakan bila seseorang pekerja mendapat dukungan dalam karir dari istri maka ia akan mendapatkan kepuasan kerja, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, hubungan
113
pernikahan yang baik membantu pekerja untuk mencegah atau mengurangi stres kerja. Berdasarkan penelitian pada tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian besar responden berstatuskan sudah menikah dengan prosentase sebesar 70,8%. Dari hasil analisis bivariat yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status pernikahan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan teori yang ada, hal ini mungkin dikarenakan pekerja yang sudah menikah maupun yang belum menikah mendapat dukungan baik istri maupun keluarganya, mereka merasa termotivasi untuk terus bekerja dengan baik. Sehingga dalam hal ini, status pernikahan ataupun hubungan keluarga yang baik mampu mengatasi timbulnya stres kerja yang akan terjadi.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta bulan Januari sampai Juni 2014, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Gambaran stres kerja, faktor intrinsik dalam pekerjaan (beban kerja, rutinitas dan kebisingan), pengembangan karir (promosi kerja, kepuasan gaji dan pelatihan keterampilan) dan faktor pekerja (umur, pendidikan, masa kerja dan status pernikahan) pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta Jakarta bulan Februari – Juni 2014 adapun distribusinya adalah sebagai berikut : a. Dari 96 pekerja PKP-PK yang diteliti, 21,9% pekerja mengalami stres kerja berat, 68,8% mengalami stres kerja ringan dan 9,4% tidak mengalami stres. b. Persentase pekerja yang menyatakan beban kerja berat dan tidak berat adalah sama yaitu sebesar 50%. c. 27,1% pekerja menyatakan rutinitas kerjanya membosankan dan 72,9% lainnya menyatakan rutinitas kerjanya tidak membosankan d. 78,1% pekerja menyatakan kebisingan di tempat kerja mengganggu dan 21,9% lainnya menyatakan kebisingan di tempat kerja tidak mengganggu
114
115
e. 56,2% pekerja menyatakan promosi kerja tidak memuaskan dan 43,8% lainnya menyatakan promosi kerja memuaskan. f. 40,6% pekerja menyatakan kepuasan gaji tidak sesuai dan 59,4% lainnya menyatakan kepuasan gaji telah sesuai g. 46,9% pekerja menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan tidak memuaskan dan 53,1% lainnya menyatakan pendidikan dan pelatihan telah memuaskan. h. Persentase pekerja dengan kategori umur ≥ 34 tahun dan < 34 tahun adalah sama yaitu sebesar 50,0% i.
82,3% pekerja memiliki tingkat pendidikan SMA, sedangkan pekerja yang memiliki tingkat pendidikan D3 dan Sarjana masing-masing persentasenya sebesar 7,3% dan 10,4%.
j.
41,7% pekerja memiliki masa kerja < 12 tahun dan 58,3% lainnya memiliki masa kerja ≥ 12 tahun.
k. 29,2% pekerja berstatus belum menikah dan 70,8% lainnya berstatus sudah menikah
2. Faktor yang menunjukkan adanya hubungan dengan stres kerja pada pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) di Bandar Udara Soekarno-Hatta tahun 2014 adalah hanya pada faktor intrinsik dalam pekerjaan yaitu beban kerja dan kebisingan.
116
7.2. Saran 1. Bagi Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan dan Pemadam Kebakaran (PKP-PK) a. Diharapkan bagi para pekerja mampu menyesuaikan diri dengan beban kerja yang harus dikerjakan dengan kemampuan dan kapasitas kerja pada pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban kerja berlebih maupun beban kerja yang terlalu ringan. Dengan cara mengisi waktu standby dengan hal-hal yang positif seperti berolahraga ringan, membaca buku dan kegiatan lainnya yang mendukung dalam pelaksanaan tugas. b. Pekerja diharapkan mampu melakukan pemerkayaan pekerjaan (job enrichment), sebagai upaya untuk mengatasi stres kerja yang dipengaruhi oleh faktor pengembangan karir.
2. Bagi Instansi a. Pihak instansi dapat menyediakan alat pelindung telinga sesuai dengan standar yang ada sehingga kebisingan di tempat kerja dapat dikurangi dan tidak mengganggu pekerja dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari dan terutama tidak memberikan efek yang buruk terhadap pendengaran para pekerja akibat terpapar kebisingan. b. Pihak instansi agar dapat membuat sebuah mekanisme penilaian yang baik di dalam melaksanakan promosi kerja, sehingga penilaian objektif dapat diberikan bagi para pekerja yang memang memiliki prestasi, kemampuan dan pengetahuan.
117
c. Pihak instansi lebih mengoptimalkan pelatihan dan pendidikan terkait dengan resiko dan bahaya pekerjaan yang merupakan bagian dari keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan, sehingga persepsi terhadap resiko dan bahaya pekerjaan dapat dikurangi dan pekerja dapat bekerja tanpa adanya kecemasan dan ketakutan yang apabila berlangsung dalam jangka panjang berpotensi menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan stres.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel-variabel lainnya sehingga tidak hanya terbatas pada variabel-variabel dalam penelitian ini saja, seperti variabel waktu kerja, hubungan dalam pekerjaan, kondisi lingkungan kerja dan sebagainya. b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan metode pengukuran stres kerja yang lainnya, sehingga ada perbandingan antara penggunaan metode pengukuran stres kerja pada penelitian ini dengan penelitian selanjutnya seperti menggunakan metode pengukuran stres kerja dari NIOSH atau yang lainnya. c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan pengukuran yang objektif pada variabel-variabel yang ada, contohnya pada variabel beban kerja dan kebisingan, sehingga hasil yang diperoleh akan lebih sesuai dengan keadaan yang ada.
118
DAFTAR PUSTAKA
Airmayanti, Diah. 2009. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja Pada Pekerja Bagian Produksi PT. ISM. Bogasari Flour Mills Tbk. Skripsi. UIN Andraeni, Ni Nyoman Novitasari. 2003. Pengaruh Stres Kerja Terhadap Motivasi Kerja dan Kinerja Karyawan PT. H. M. Sampoerna Tbk. Surabaya. Tesis. Universitas Airlangga, Surabaya Anoraga, P. 2005. Psikologi Kerja. Cetakan Ketiga. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Appelbaum H. Steven. 1981. Stress Management For Health Care Profesionals. An Aspen Publication. London. Aulya, Diana. 2013. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Stres Kerja pada Polisi Lalu Lintas di Polres Metro Jakarta Pusat Bulan April-Aguatus Tahun 2013. Skripsi. UIN Bida, Putu. 1995. Hubungan Faktor Instrinsik dalam Pekerjaan dan Faktor Rumah Tangga dengan Stres Kerja pada Karyawan Bagian Canoco dan Kontraktor di Block B Kepulauan Natuna. Tesis. FKM UI Budi Utami, Gitalia. 2009. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stres Kerja Pada Perawat Instalasi Rawat Inap B RS. Pelni Petamburan. Skripsi. UIN. Cook, et. al. 1997. Management and Organisational Behavior. McGraw-Hill Companies, Inc. Cooper Cary & Straw Alison, 1995. Stres Management yang Sukses. Jakarta: Kesain Blanc
119
Desy, Vita Helia. 2002. Tingkat Stres Kerja dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Karyawan Bagian Marketing Services PT. Unilever Indonesia Tbk. Skripsi. FKM UI Evayanti. 2003. Gambaran Keluhan Stres Kerja pada Pengemudi Bus Kota PPD Jakarta Tahun 2002. Skripsi. FKM UI. Fatmah, 1993. Identifikasi Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Karyawan Unit Produksi Langsung PT. Barata Indonesia Cabang Jakarta. Skripsi. FKM UI Gibson, et, al. 1985. Organisasi: Perilaku Struktur Proses. Jakarta: Erlangga. Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FK UI Hidayat, Firman. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Pekerja, Kondisi Pekerjaan dan Lingkungan Kerja dengan Stres Kerja pada Pengemudi Mini Bus di Terminal Kampung Rambutan Jakarta Tahun 2012. Skripsi. UIN Lelyana, Margareta. 2003. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja pada Perawat RS. X Tahun 2003. Skripsi UI. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Margiati, Lulus. 1999. Stres Kerja: Latar Belakang Penyebab dan Alternatif Pemecahannya. Jurnal Masyarakat, kebudayaan dan politik, Surabaya: FKM Universitas Airlangga. Munandar, Ashar Sunyoto. 2006. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press
120
Nadhiroh, Mirza Hardiyatun. 2011. Hubungan Paparan Kebisingan dengan Stress Kerja Pada Tenaga Kerja Di Bagian Weaving PT. Triangga Dewi Surakarta. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Nawawinetu, Erwin Dyah dan Adriyani, Retno. 2007. Stres Akibat Kerja pada Tenaga Kerja yang Terpapat Bising. The Indonesian Journal Of Public Health. 4 : 59-63. Nurgahani, Salafi. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian Operasiona PT. Gunze Indonesia. Skripsi. FKM UI Handoko, Hani T. 1992. Management Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty Hawari,
Dadang.
1999.
Al-Qur’an:
Ilmu
kedokteran
Jiwa
dan
Kesehatan
Jiwa.Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa Karoley, Paul. 1985: Measurement Strategic in Health Psychology. P. 49-51 dan 100 Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat Rini, Jacinta. 2000. Stres Kerja. Http://www.Team e-psikologi.com/www.google.com/. Siswanti, Nevita. 2004. Keluhan Stres dan Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Stres Kerja pada Karyawan Bagian Produksi PT. Pandu Dayatama Patria. Skripsi. FKM UI. Depok. Sedarmayanti. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: CV.Mandar Maju Suprapto, Prasetyo Herniawan. 2008. Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja Pada Polisi Lalu Lintas di Kawasan Puncak-Cianjur tahun 2008. Skripsi. UIN
121
Tarupolo, Bambang. 2002. Warta Kesehatan Kerja Media Komunikasi Kesehatan Kerja edisi 2. Tarwaka, et. al. 2004. Ergonomi: Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: Uniba Press. Purwakania Hasan, Aliah B. 2008. Pengantar Psikoligi Kesehatan Islami. Jakarta: Rajawali Pers. Vinallia, Bugen. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja Bagian Weaving PT. Unitex Tbk. Tahun 2011. Skripsi. UIN Yunus, Muhammad. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stres Kerja Pada Pegawai Unit Kerja Laundry RSUD Pasar Rebo Tahun 2011. Skripsi. UIN.
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Saya mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Program Studi Kesehatam Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang mengadakan penelitian untuk tugas akhir saya (skripsi) tentang “Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Stres Kerja pada Pekerja Pertolongan Kecelakaan Penerbangan-Pemadam Kebakaran di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta Tahun 2014”. Di tengah-tengah kesibukan bapak saat ini, izinkanlah saya meminta waktu selama kurang lebih 10 menit untuk mengisi daftar pertanyaan/ angket penelitian yang bersama ini saya lampirkan. Saya mengharapkan kesediaan bapak untuk mengisi kuesioner ini dengan sejujur mungkin tanpa ada rasa takut, karena tidak ada penilaian benar atau salah untuk jawaban yang telah diberikan. Kami menjamin kerahasiaan data jawaban yang bapak berikan. Atas kesediaannya, saya ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, Mei 2014 Hormat Saya,
Ahmad Riva’i 107101001696
No. Responden
Petunjuk Pengisian Angket 1. Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan teliti 2.
Pilihlah jawaban yang dianggap paling sesuai dengan pendapat anda, dengan cara melingkari (O) pada jawaban yang telah disediakan.
3.
Pada kuesioner poin E (Indikator Stres Kerja) mohon diberi tanda ceklist ( √ ) untuk jawaban yang dipilih
NAMA : .................................................. A. FAKTOR PEKERJA 1.
Usia (tanggal/ bulan/ tahun) : ........../ ........../ ..........
[
] A.1
2.
Masa Kerja : ........................ tahun
[
] A.2
[
] A.3
[
] A.4
3.
4.
Status Pernikahan 1. belum menikah 2. sudah menikah Apa pendidikan terakhir anda? 1. SMA 2. D3 3. Sarjana (S1)
B. FAKTOR INTRINSIK PEKERJAAN B1. BEBAN KERJA
B1.1.
B1.2.
B1.3.
Dalam mengerjakan suatu pekerjaan, apakah anda dituntut untuk bekerja cepat dalam menyelesaikannya? 1. Ya 2. Tidak Apakah jumlah pekerjaan yang harus anda kerjakan pada saat bekerja sangat banyak? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda merasa bosan dengan pekerjaan anda yang terlalu sedikit ? 1. Ya 2. Tidak
[
] B.1.1
[
] B1.2
[
] B1.3
B2. RUTINITAS
B2.1.
Bagaimana dengan rutinitas dalam bekerja yang anda rasakan? 1. Membosankan 2. Tidak Membosankan
[
] B2.1
[
] B3.1
[
] B3.2
[
] B3.3
[
] C.1.1
[
] C.2.1
[
] C.3.1
B3. KEBISINGAN B3.1.
B3.2.
B3.3.
Apakah anda merasakan kebisingan di sekitar tempat kerja? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda merasa pusat perhatian terhadap pekerjaan menjadi berkurang dengan adanya suara yang bising? 1. Ya 2. Tidak Apakah anda merasa sulit berkomunikasi dengan orang lain dengan adanya suara yang bising? 1. Ya 2. Tidak
C. PENGEMBANGAN KARIR C.1. PROMOSI KERJA Apakah anda merasa puas terhadap kesempatan promosi kerja/ kenaikan jabatan yang ada? C.1.1. 1. Tidak 2. Ya C.2. KEPUASAN GAJI Apakah anda merasa gaji yang berlaku di perusahaan anda sesuai? C.2.1. 1. Tidak 2. Ya C.3. PELATIHAN KETERAMPILAN Apakah anda sudah pernah mendapatkan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan (diklat ) selain basic, C.3.1. junior dan senior? 1. Tidak 2. Ya
E. INDIKATOR STRES KERJA Berilah tanda ( √ ) pada kolom indikator perubahan akibat stres kerja dalam 6 bulan terakhir!
Jantung berdebar Gemetar Menggertakan gigi pada saat tidur Tidak bisa tidur Rentan terhadap penyakit Sakit perut Sakit kepala Sakit kepala sebelah (migrain) Merasa lelah terus- menerus Sembelit Maag Percaya diri menurun Hilang nafsu makan Keringat berlebihan Telapak tangan berkeringat Lesu Lupa Linglung Merasa jengkel Merasa muak Merasa ingin bunuh diri Pesimis Cemburu Murung Sakit pada bagian punggung Depresi Gelisah
Tidak Pernah
Jarang
Kadangkadang
Sering
Setiap Hari
(0)
(1)
(2)
(3)
(4)
Kehilangan minat dalam berbagai hal Nyeri otot Sensitif/ peka Ragu-ragu Memeriksa pekerjaan yang berlebihan Sulit bernapas Berjuang untuk mengatasi penyakit minor (misalnya dingin) Bersikap curiga Rambut rontok Gangguan konsentrasi Perut mulas/ rasa panas dalam perut Menurunkan berat badan Iritasi pada tenggorokan Hilang rasa humor Penyakit kulit Mengambil inisiatif terlebih dahulu Mimpi buruk Mulut kering Mengonsumsi tonik (zat yang digunakan untuk mengembalikan kondisi normal jaringan atau untuk perangsang nafsu makan) Diare Gugup Putus asa Mudah kaget Meningkatnya nafsu makan Gangguan koordinasi Ketidakpastian
Tidak Pernah
Jarang
Kadangkadang
Sering
Setiap Hari
(0)
(1)
(2)
(3)
(4)
Tidak Pernah
Jarang
Kadangkadang
Sering
Setiap Hari
(0)
(1)
(2)
(3)
(4)
Cepat frustrasi Kurang keterlibatan dengan orang lain Menggigit kuku Kurang motivasi Peningkatan motivasi Peningkatan konsumsi kafein (kopi, teh, dll.) Resah Pengambilan keputusan yang buruk Merokok Merasa di luar kendali Merasa bingung Tidur yang berlebihan Menggunakan obat tidur Merasa lelah ketika bangun Merasa kewalahan dengan banyak pekerjaan Mengedipkan mata secara berlebihan Melamun Menunda pekerjaan Merasa panik Mengurangi produktivitas Membuang-buang waktu pekerjaan Tidak bisa mendiskusikan masalah dengan orang lain Sulit untuk mengidentifikasikan penyebab non-kinerja Sumber : http://bfec.kenyon.edu/Healthy_Kenyon/stress_psymptoms.pdf di akses melalui situs Brown family environmental center at Kenyon college
HASIL OUTPUT ANALISIS DATA
A. HASIL ANALISIS DATA UNIVARIAT 1. Stres Kerja Streskerja_kelompok Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
stres berat
21
21.9
21.9
21.9
stres ringan
66
68.8
68.8
90.6
9
9.4
9.4
100.0
96
100.0
100.0
tidak stres Total
2. Beban Kerja beban_kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
berat
48
50.0
50.0
50.0
tidak berat
48
50.0
50.0
100.0
Total
96
100.0
100.0
3. Rutinitas rutinitas Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
membosankan
26
27.1
27.1
27.1
tidak membosankan
70
72.9
72.9
100.0
Total
96
100.0
100.0
4. Kebisingan kebisingan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
mengganggu
75
78.1
78.1
78.1
tidak mengganggu
21
21.9
21.9
100.0
Total
96
100.0
100.0
5. Promosi Kerja promosi_kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak memuaskan
54
56.2
56.2
56.2
memuaskan
42
43.8
43.8
100.0
Total
96
100.0
100.0
6. Kepuasan Gaji kepuasan_gaji Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak sesuai
39
40.6
40.6
40.6
sesuai
57
59.4
59.4
100.0
Total
96
100.0
100.0
7. Pendidikan dan Pelatihan diklat Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak memuaskan
45
46.9
46.9
46.9
memuaskan
51
53.1
53.1
100.0
Total
96
100.0
100.0
8. Umur umur_kelompok Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
> = 34 tahun
48
50.0
50.0
50.0
< 34 tahun
48
50.0
50.0
100.0
Total
96
100.0
100.0
9. Pendidikan pendidikan Cumulative Frequency Valid
SMA
Percent
Valid Percent
Percent
79
82.3
82.3
82.3
7
7.3
7.3
89.6
Sarjana
10
10.4
10.4
100.0
Total
96
100.0
100.0
D3
10. Masa Kerja masakerja_kelompok Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
< 12 tahun
40
41.7
41.7
41.7
> = 12 tahun
56
58.3
58.3
100.0
Total
96
100.0
100.0
11. Status Pernikahan status_pernikahan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
belum menikah
28
29.2
29.2
29.2
sudah menikah
68
70.8
70.8
100.0
Total
96
100.0
100.0
B. HASIL ANALISIS DATA BIVARIAT Case Processing Summary Cases Valid N beban_kerja *
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
rutinitas * stres_kelompok
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
kebisingan * stres_kelompok
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
promosi_kerja *
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
pendidikan * stres_kelompok
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
status_pernikahan *
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
stres_kelompok
stres_kelompok kepuasan_gaji * stres_kelompok diklat_keterampilan * stres_kelompok
stres_kelompok umur_kelompok * stres_kelompok masakerja_kelompok * stres_kelompok
1. Beban Kerja
beban_kerja * stres_kelompok Crosstab stres_kelompok stres berat beban_kerja
berat
Count % within beban_kerja
tidak berat
Count % within beban_kerja
Total
Count % within beban_kerja
stres ringan 30
2
48
33.3%
62.5%
4.2%
100.0%
5
36
7
48
10.4%
75.0%
14.6%
100.0%
21
66
9
96
21.9%
68.8%
9.4%
100.0%
Asymp. Sig. (2df
sided)
9.085a
2
.011
Likelihood Ratio
9.548
2
.008
Linear-by-Linear Association
8.889
1
.003
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
96
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.
Total
16
Chi-Square Tests
Value
tidak stres
2. Rutinitas
rutinitas * stres_kelompok Crosstab stres_kelompok stres berat rutinitas
membosankan
Count % within rutinitas
tidak membosankan
Count % within rutinitas
Total
Count % within rutinitas
stres ringan 14
3
26
34.6%
53.8%
11.5%
100.0%
12
52
6
70
17.1%
74.3%
8.6%
100.0%
21
66
9
96
21.9%
68.8%
9.4%
100.0%
Asymp. Sig. (2df
sided)
3.976a
2
.137
Likelihood Ratio
3.794
2
.150
Linear-by-Linear Association
1.330
1
.249
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
96
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,44.
Total
9
Chi-Square Tests
Value
tidak stres
3. Kebisingan
kebisingan * stres_kelompok
Crosstab stres_kelompok stres berat kebisingan
mengganggu
Count % within kebisingan
Total
4
75
25.3%
69.3%
5.3%
100.0%
2
14
5
21
9.5%
66.7%
23.8%
100.0%
21
66
9
96
21.9%
68.8%
9.4%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
7.865a
2
.020
Likelihood Ratio
7.076
2
.029
Linear-by-Linear Association
6.429
1
.011
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
96
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,97.
Total
52
Count % within kebisingan
tidak stres
19
tidak mengganggu Count % within kebisingan
stres ringan
4. Promosi Kerja
promosi_kerja * stres_kelompok Crosstab stres_kelompok stres berat stres ringan tidak stres promosi_kerja tidak memuaskan Count % within promosi_kerja memuaskan
Total
14
36
4
54
25.9%
66.7%
7.4%
100.0%
7
30
5
42
16.7%
71.4%
11.9%
100.0%
21
66
9
96
21.9%
68.8%
9.4%
100.0%
Count % within promosi_kerja Count % within promosi_kerja
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
1.514a
2
.469
Likelihood Ratio
1.532
2
.465
Linear-by-Linear Association
1.490
1
.222
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
96
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,94.
Total
5. Kepuasan Gaji
kepuasan_gaji * stres_kelompok Crosstab stres_kelompok stres berat kepuasan_gaji tidak sesuai
Count % within kepuasan_gaji
sesuai
Total
4
39
25.6%
64.1%
10.3%
100.0%
11
41
5
57
19.3%
71.9%
8.8%
100.0%
21
66
9
96
21.9%
68.8%
9.4%
100.0%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
.687a
2
.709
Likelihood Ratio
.682
2
.711
Linear-by-Linear Association
.182
1
.670
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
96
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,66.
Total
25
Count % within kepuasan_gaji
tidak stres
10
Count % within kepuasan_gaji
stres ringan
6. Pendidikan dan Pelatihan
diklat * stres_kelompok Crosstab stres_kelompok stres berat stres ringan tidak stres diklat
tidak
Count
memuaskan memuaskan
% within diklat
Total
11
30
4
45
24.4%
66.7%
8.9%
100.0%
10
36
5
51
19.6%
70.6%
9.8%
100.0%
21
66
9
96
21.9%
68.8%
9.4%
100.0%
Count % within diklat Count % within diklat
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
.330a
2
.848
Likelihood Ratio
.330
2
.848
Linear-by-Linear Association
.264
1
.608
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
96
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,22.
Total
7. Umur
umur_kelompok * stres_kelompok umur_kelompok * streskerja_NEW2 Crosstabulation stres_kelompok stres berat stres ringan tidak stres umur_kelompok > = 34 tahun Count % within
Total
12
33
3
48
25.0%
68.8%
6.3%
100.0%
9
33
6
48
18.8%
68.8%
12.5%
100.0%
21
66
9
96
21.9%
68.8%
9.4%
100.0%
umur_kelompok < 34 tahun
Count % within umur_kelompok
Total
Count % within umur_kelompok
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
1.429a
2
.490
Likelihood Ratio
1.449
2
.484
Linear-by-Linear Association
1.250
1
.264
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
96
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,50.
8. Pendidikan
pendidikan * stres_kelompok Crosstab stres_kelompok stres berat pendidikan
SMA
Count % within pendidikan
D3
Count % within pendidikan
Sarjana
Count % within pendidikan
Total
Count % within pendidikan
stres ringan 54
5
79
25.3%
68.4%
6.3%
100.0%
0
6
1
7
.0%
85.7%
14.3%
100.0%
1
6
3
10
10.0%
60.0%
30.0%
100.0%
21
66
9
96
21.9%
68.8%
9.4%
100.0%
Asymp. Sig. (2df
sided)
8.509a
4
.075
Likelihood Ratio
8.561
4
.073
Linear-by-Linear Association
5.933
1
.015
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
96
a. 5 cells (55,6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,66.
Total
20
Chi-Square Tests
Value
tidak stres
9. Masa Kerja
masakerja_kelompok * stres_kelompok Crosstab stres_kelompok stres berat stres ringan tidak stres masakerja_kelompo < 12 tahun k
Count % within
Total
8
26
6
40
20.0%
65.0%
15.0%
100.0%
13
40
3
56
23.2%
71.4%
5.4%
100.0%
21
66
9
96
21.9%
68.8%
9.4%
100.0%
masakerja_kelompok > = 12 tahun Count % within masakerja_kelompok Total
Count % within masakerja_kelompok
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
2.565a
2
.277
Likelihood Ratio
2.535
2
.282
Linear-by-Linear Association
1.286
1
.257
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
96
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,75.
10. Status Pernikahan
status_pernikahan * stres_kelompok Crosstab stres_kelompok stres berat stres ringan tidak stres status_pernikahan belum menikah Count % within
Total
4
19
5
28
14.3%
67.9%
17.9%
100.0%
17
47
4
68
25.0%
69.1%
5.9%
100.0%
21
66
9
96
21.9%
68.8%
9.4%
100.0%
status_pernikahan sudah menikah Count % within status_pernikahan Total
Count % within status_pernikahan
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
4.079a
2
.130
Likelihood Ratio
3.851
2
.146
Linear-by-Linear Association
3.403
1
.065
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
96
a. 1 cells (16,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,63.
Descriptives Statistic umur
Mean 95% Confidence Interval for Mean
35.46 Lower Bound
33.37
Upper Bound
37.54
5% Trimmed Mean
35.25
Median
33.50
Variance
10.298
Minimum
21
Maximum
56
Range
35
Interquartile Range
20
Skewness Kurtosis Mean
.250
.246
-1.390
.488
13.55
1.033
95% Confidence Interval for
Lower Bound
11.50
Mean
Upper Bound
15.60
5% Trimmed Mean
13.22
Median
12.00
Variance Std. Deviation
102.376 10.118
Minimum
2
Maximum
34
Range
32
Interquartile Range
19
Skewness Kurtosis
1.051
106.040
Std. Deviation
masa_kerja
Std. Error
.345
.246
-1.386
.488
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
umur
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
masa_kerja
96
100.0%
0
.0%
96
100.0%
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
umur
.159
96
.000
.911
96
.000
masa_kerja
.234
96
.000
.845
96
.000
a. Lilliefors Significance Correction