FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA) DI PUSKESMAS SEPATAN KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009
Disusun Oleh : UCU SUHENDRI NIM : 105104003490
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA) DI PUSKESMAS SEPATAN KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (SKep)
Disusun Oleh : UCU SUHENDRI NIM: 105104003490
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
LEMBAR PERNYATAAN بسم اهلل الرحمن الرحيم
Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Ucu Suhendri
NIM
: 105104003490
Jurusan
: Ilmu Keperawatan
Fakultas
: Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1.
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya sini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, November 2009
Ucu Suhendri
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH Skripsi, November 2009 Ucu Suhendri, NIM: 105104003490 Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak diBawah Lima Tahun (Balita) Di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
xxiv + 117 halaman, 22 tabel, 4 skema, 3 lampiran
ABSTRAK Menurut Riskesdas tahun 2007 status gizi anak balita di Provinsi Banten berdasarkan BB/U menunjukan prevalensi dengan gizi buruk 4,4% dari total Nasional (5,4%) dan gizi kurang 12,2 % (total Nasional 13,0%) dan Pada tahun 2006 Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mencatat sekitar 18 ribu bayi dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Sebanyak 17.150 bayi dengan gizi kurang dan 1.180 bayi lainnya menderita gizi buruk dari 280 ribu bayi di Kabupaten Tangerang. Sedangkan dari laporan Pemantauan Status Gizi (PSG) balita Puskesmas Sepatan bulan Agustus 2008 terdapat balita dengan gizi buruk sebanyak 154 balita dan 414 balita dengan gizi kurang dari total balita yang ditimbang sebanyak 6.207 balita atau sekitar (81,75%). Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran dan hubungan antara variabel dependen dan independen di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, dimana pengumpulan data dilakukan pada bulan September 2009. Sebagai sampel penelitian adalah anak balita umur 0-59 bulan. Variabel dependen adalah status gizi anak balita dan variabel independen adalah pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, umur balita, dan penyakit infeksi. Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan analisa bivariat (Chi-Square) dengan α 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 107 anak balita di Puskesmas Sepatan diperoleh balita dengan gizi kurang sebesar 57%. Sebagian besar balita berasal dari keluarga yang pendidikan ibunya masih rendah ≤ SLTP (77.6%), ibunya yang tidak bekerja (89.7%), sekitar 98.1% pendapatan keluarga balita masih rendah, sebagian besar ibu balita pengetahuan tentang gizinya tinggi (97.2%), persentase balita perempuan (56.1%) lebih banyak dibandingkan balita laki-laki, persentase umur 13-36 bulan lebih banyak yaitu sebesar (60.7%), balita yang jumlah anggota keluarga ≤ 6 orang (70.1%), dan balita yang menderita penyakit infeksi ringan sebesar (86.9%) dan infeksi berat (13.1%). Dari hasil analisa bivariat diperoleh hasil p-value > 0,05 bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, umur balita, dan penyakit infeksi dengan status gizi di Puskesmas Sepatan Kecamtan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009. ii
Berdasarkan penelitian yang diperoleh, disarankan kepada pihak Puskesmas untuk lebih meningkatkan kegiatan monitoring dan penilaian status gizi secara berkala yang dilaksanakan dalam Pos Gizi dan Klinik Gizi. Untuk ibu balita dengan gizi kurang agar lebih memperhatikan pola makan dan asupan konsumsi makan sesuai dengan kebutuhan gizi setiap anak balita. Saran untuk penelitian lain yang akan mempelajari tentang status gizi anak balita dan faktor-faktornya agar meneliti dengan sampel yang lebih besar dengan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian seperti kohort, dan meneruskan dengan analisa multivariat.
Referensi: 51 (1988-2008)
iii
FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCE NURSING PROGRAM STUDY ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH Undergraduated Thesis, November 2009 Ucu Suhendri, NIM: 105104003490
The Factors Associated With Nutritional Status of Children Under Five Years (Toddlers) The District Health Center Sepatan Tangerang Year 2009 xxiv + 117 pages, 22 tables, 4 images, 3 attachment
ABSTRACT
According to the 2007 year Riskesdas nutritional status of children under five in Banten province on the basis of BW/U showed a malnutrition prevalence of 4.4% of national total (5.4%) and 12.2% under nutrition (13.0% national total) and in the 2006 Tangerang District Health Office recorded about 18 thousand infants under five years suffer from malnutrition. The total number of infant in Tangerang regency was 280.000 babies. Within those number 17.150 infants with under nutrition and other 1.180 infants suffer from malnutrition. While the monthly Nutrition Status Monitoring report (PSG) in Sepatan health center for infants under five years conducted in August 2008 there were 154 infants with malnutrition and 414 infants with under nutrition from the total number of infants which 6.207 infants who were weighed, or approximately (81.75%). This study aims to look at the picture and the relationship between the independent and dependent variables in Sepatan district health center Tangerang. This study uses a quantitative design with a cross-sectional approach, where data collection conducted in September 2009. As a sample of research is children under the age of 0-59 months. Dependent variable was the nutritional status of children under five (toddler) and the independent variables were maternal education, maternal knowledge, maternal employment, family income, family size, gender, age of infants, and infectious diseases. Analysis is used univariate and bivariate analysis (ChiSquare) with α 5%. The results showed that 107 children under five at district health centers obtained in Sepatan, the percentage of infants with under nutrition was 57%. Most infants came from families who had low mother's education ≤ junior (77.6%), the mother who does not work (89.7%), approximately 98.1% of family’s income is still low, most of mothers had high knowledge about nutrition (97.2%), percentage female infants (56.1%) more than male infants, the percentage of aged 13-36 months more in the amount (60.7%), the number of infants ≤ 6 iv
family members of people (70.1%), and toddler who suffer from a mild infectious diseases (86.9%) and severe infection (13.1%). Bivariate analysis p-value > 0.05 which means there is no relationship between maternal education, maternal knowledge, maternal employment, family income, family size, gender, age infants, and infectious diseases with nutritional status in the district health center Sepatan Tangerang District in 2009. Based on that research results, is in recommended to the health center especially in nutritional clinic monitoring and evaluation for nutritional status of the infants periodically. For mothers who have children with under nutrition should pay more attention about their food intake and quality of nutritious food based on their needs. Other recommendation for other research to continue the study related to nutritional status of children and the factors influences to nutritional status using qualitative research.
References: 51 (1988-2008)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA) DI PUSKESMAS SEPATAN KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, November 2009
Pembimbing I
Pembimbing II
Ahmad Eru S. SKp, M.Kep., Sp. Kom
Bambang P. Cadrana, SKM, MKM
NIP: 1966 10011 9880 21 001
NIP: 196902051994031003
vi
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAN NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 18 oktober 2010 Penguji I
Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat NIP: 132 146 260
Penguji II
Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM NIP: 19790520 200901 1012
Penguji III
Diah Juliastuti, M.Kep, Sp.Mat NIP: 19750702 2000 12 2 001
vii
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tien Gartinah, MN
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And
viii
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Ucu Suhendri
Tempat/Tanggal Lahir
: Sukabumi, 13 April 1986
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
: Jl. Raya Curug Pareang Km. 3 RT 05 RW 02 Buni Asih Desa Sindang Resmi Kecamatan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi – Jawa Barat 43171
No. Telepon/Hp
:(021) 98771547/085710340478
e-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan: 1.
SD Negeri 1Sirna Sari
(1993-1999)
2.
SLTP Negeri 1 Jampang Tengah
(1999-2002)
3.
SMA Negeri 1 Jampang Tengah
(2002-2005)
4.
S-1 Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2005-2009)
ix
x
KATA PENGANTAR بسم اهلل الرحمن الرحيم Alhamdulillahirobil’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis sampaikan kepada baginda Rassulallah SAW yang membawa umatnya ke jalan yang diridhoi Allah SWT. Dengan penuh kesadaran skripsi yang berjudul “Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak diBawah Lima Tahun (Balita) di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009” masih banyak yang harus diperbaiki dalam penyusunannya. Selama penulisan skripsi ini penulis mendapat banyak dukungan dan doa dari beberapa pihak, sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1) Bapak Prof. Dr. (Hc). dr. M. K. Tadjudin Sp. And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2) Ibu Tien Gartinah, MN, selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3) Bapak Ahmad Eru S. SKp, M.Kep., Sp. Kom., sebagai dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan pengembangan pemikiran dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 4) Bapak Bambang P. Cadrana, SKM, MKM, sebagai dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan pengembangan pemikiran dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 5) Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp.Mat, Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM dan Diah Juliastuti, M.Kep, Sp.Mat sebagai dosen penguji sekaligus pembimbing yang telah memberikan masukan dan arahan demi penyusunan skripsi ini. 6) Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penyusun, beserta Civitas Akademik Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah membantu kelancaran dalam proses perkuliahan.
xi
7) Dr. Indra Suardi, selaku kepala Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan yang telah memberikan izin penelitian. 8) Ibu Farida Haryati, SKM selaku ketua Klinik gizi Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan dan Teh Fitri Damayanti, AMG yang selalu membimbing, membantu, dan menemani penulis dalam melakukan penelitian. 9) Teman-teman seperjuangan Ners ‘05 yang telah memberikan dukungan terima kasih banyak, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Kedua Orang tuaku tercinta dan kakek nenekku tersayang yang telah memberikan dukungan, do’a, perhatian dan kasih sayangnya kepada penulis dalam menempuh program Sarjana Strata Satu (S-1). Kakak dan adik-adikku yang selalu memberikan inspirasi bagi penulis dalam penulisan skripsi ini. Serta seluruh sanak saudaraku paman dan bibi yang selalu memberikan dukungan moril dan materil. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga penulisan atau skripsi ini dapat digunakan dengan baik dan bermanfaat bagi penulis pada khususunya serta orang lain pada umumnya. Amin.
Jakarta, November 2009
Ucu Suhendri
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
Halaman i
ABSTRAK ......................................................................................................
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ...............................................................
vi
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .........................................................
vii
DAPTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................
ix
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................
x
KATA PENGANTAR ....................................................................................
xi
DAFTAR ISI...................................................................................................
xiii
DAFTAR SKEMA .........................................................................................
xix
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
xx
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................
xxii
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ...........................................................................
9
C. Pertanyaan Penelitian ......................................................................
10
D. Tujuan Penelitian .............................................................................
12
1. Tujuan Umum .............................................................................
12
2. Tujuan Khusus ............................................................................
12
E. Manfaat Penelitian ...........................................................................
14
1. Bagi Peneliti ...............................................................................
14
2. Masyarakat (keluarga) ................................................................
15
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ............................................................
15
4. Instansi Kesehatan (Puskesmas) .................................................
15 xiii
5. Pemerintah Daerah (Kabupaten) ...............................................
15
F. Ruang Lingkup Penelitian ...............................................................
16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gizi ............................................................................
17
B. Zat Gizi .........................................................................................
18
1. Standar Kecukupan Gizi .........................................................
19
2. Konsep dan Kegunaan Angka Kecukupan Gizi .....................
19
C. Penilaian Zat Gizi .........................................................................
20
1. Pengukuran Antropometri ......................................................
21
2. Klasifikasi Status Gizi ............................................................
22
D. Nilai Gizi Pangan (Nutritional Value of Food) ............................
23
E. Kelompok Rawan Pangan dan Gzi ...............................................
24
F. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan ……………… ...........
25
1. Pertumbuhan ...........................................................................
25
2. Perkembangan ........................................................................
26
G. Prinsip Gizi Pada Balita ...............................................................
28
H. Mengatur Makanan Anak Usia Balita ………………….. ...........
29
I. Faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita ........
30
1. Pendidikan ..............................................................................
30
2. Pengetahuan............................................................................
32
a. Tingkat Pengetahuan ........................................................
33
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan.....................................................................
35
3. Jenis Kelamin ………………………………………. ...........
35
4. Sosial Ekonomi …………………………………..................
36
5. Pekerjaan Ibu ……………………………………….. ...........
36
6. Pendapatan Keluarga ……………………………….. ...........
37
7. Jumlah Anggota Keluarga ………………………….. ...........
38
xiv
J. Akibat Kurang Energi Protein (KEP) …………………... ...........
38
1. Kwashiorkor ………………………………………... ...........
38
2. Marasmus ..............................................................................
40
3. Stunting dan Wasting ..............................................................
41
4. Penyakit Infeksi .....................................................................
41
K. Upaya Penanggulangan Gizi .......................................................
43
1. Strategi Penaggulangan Gizi ..................................................
46
2. Penanggulangan Gizi Menurut Depkes Kabupaten Tangerang…………………………………………… ...........
47
L. Penatalaksanaan Keperawatan .....................................................
48
1. Anamnesis………………………………………….. ............
49
2. Pemeriksaan Jasmani ..............................................................
49
3. Pemeriksaan Laboratorium …………………………............
50
M. Kerangka Teori …………………………………………. ...........
50
BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep ……………………………………….. ........
53
B. Hipotesa Penelitian ……………………………………… ........
54
C. Definisi Operasional ……………………………………. .........
55
BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ……………………………………….. ............
59
B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ……. ...........
59
1. Populasi ……………………………………………... ...........
59
2. Sampel ………………………………………………. ...........
60
3. Teknik Pengambilan Sampel ……………………….............. ....
61
C. Lokasi dan Waktu Penelitian …………………………… ...........
62
D. Alat Pengumpul Data …………………………………… ...........
62
E. Metode Pengumpulan Data …………………………… ........... ...
63
F. Pengolahan Data ………………………………............ ………...
64
xv
G. Analisa Data …………………………… ........... ………………..
65
1. Analisa Univariat …………… .......... ……………………….
65
2. Analisa Bivariat……………………………………... ............
66
BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambaran Tempat Penelitian ........................................................
67
1. Data Geografi ...........................................................................
68
2. Data Demografi ........................................................................
68
a. Jumlah Penduduk.................................................................
68
b. Jenis Pekerjaan ....................................................................
68
3. Visi dan Misi Puskesmas Sepatan ............................................
69
a. Visi Puskesmas Sepatan………………………………. .....
69
b. Misi Puskesmas Sepatan......................................................
69
4. Pelayanan Puskesmas ...............................................................
70
B. Hasil Analisa Univariat .................................................................
70
1.
Gambaran Status Gizi Anak Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ............................................................................
2.
Gambaran Pendidikan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 .......
3.
72
Gambaran Pendapatan Keluarga di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 .......
5.
71
Gambaran Pekerjaan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 .......
4.
70
73
Gambaran Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 .......
74
6. Gambaran Umur Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ........
75
7. Gambaran Penyakit Infeksi di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ........
76
xvi
8. Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ...........................................................
77
9. Gambaran Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ........
78
C. Hasil Analisa Bivariat ...................................................................
79
1. Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita .............
79
2. Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita ...............
80
3. Hubungan Pendapatan Dengan Status Gizi Balita ...................
81
4. Hubungan Jenis Kelamin Balita Dengan Status Gizi Balita ....
82
5. Hubungan Umur Balita Dengan Status Gizi Balita .................
83
6. Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita ...........
84
7. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Balita ................................................................................
85
8. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita ..........
86
BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian .................................................................
88
B. Analisa Univariat ..........................................................................
89
1. Status Gizi Anak Balita ............................................................
89
2. Pendidikan Ibu..........................................................................
90
3. Pekerjaan Ibu ............................................................................
91
4. Pendapatan keluarga .................................................................
91
5. Jenis Kelamin Balita.................................................................
92
6. Umur Balita ..............................................................................
93
7. Penyakit Infeksi ........................................................................
94
8. Jumlah Anggota Keluarga ........................................................
96
9. Pengetahuan Ibu .......................................................................
97
C. Analisa Bivariat.............................................................................
98
1. Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita .............
98
2. Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita ...............
99 xvii
3. Hubungan Pendapatan Dengan Status Gizi Balita ...................
100
4. Hubungan Jenis Kelamin Balita Dengan Status Gizi Balita ........................................................................................
101
5. Hubungan Umur Balita Dengan Status Gizi Balita ..................
102
6. Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita ...........
103
7. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Balita ................................................................................
104
8. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita ...........
105
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ..........................................................................................
107
B. Saran ....................................................................................................
110
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
113
LAMPIRAN
xviii
DAFTAR SKEMA
Nomor Skema
Halaman
Skema 2.1
Zat Gizi dan Fungsi Utamanya.................................................
Skema 2.2
Interaksi Antara Ketidakcukupan Asupan Gizi dengan
19
Penyakit Menurut Tomkins (1989) ..........................................
43
Skema 2.3
Penyebab Kurang Gizi .............................................................
52
Skema 3.1
Kerangka Konsep .....................................................................
53
xix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Halaman
Tabel 2.1
Pengukuran Antropometri yang Utama ………………….......
21
Tabel 2.1
Klasifikasi Zat Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) …… ..
22
Tabel 2.3
Nilai Kepadatan Zat Gizi Beberapa Pangan …………………
23
Tabel 2.4
Kecukupan Gizi Rata-rata Pada Anak Prasekolah …………..
28
Tabel 3.1
Definisi Operasional .................................................................
55
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 …………………………………………………..
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009…….
Tabel 5.3
71
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ……
Tabel 5.4
71
72
Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ………………………………………………….
Tabel 5.5
73
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ………………………………………………….
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Umur Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ……
Tabel 5.7
74
75
Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009………………………………………………….
76
xx
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Jumlah Anggota Keluarga Balita di Puskesmas Sepaa tan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ……………………………………..
Tabel 5.9
77
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 …………………………………………………
Tabel 5.1.1
78
Analisa Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 …………………………
Tabel 5.1.2
79
Analisa Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 …………………………
Tabel 5.1.3
80
Analisa Hubungan Antara Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ………………..
Tabel 5.1.4
81
Analisa Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ………………………..
Tabel 5.1.5
82
Analisa Hubungan Antara Umur Balita Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ………………………..
Tabel 5.1.6
83
Analisa Hubungan Antara Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ………………
Tabel 5.1.7
84
Analisa Hubungan Antara Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 ….
Tabel 5.1.8
85
Analisa Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009……………………….
86
xxi
DAFTAR SINGKATAN
AKG
: Angka Kecukupan Gizi
APBD
: Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
ASI
:Air Susu Ibu
Bapenas
: Badan Pendidikan Nasional
BB/U
: Berat Badan/Umur
BBLR
: Berat Badan Lahir Rendah
BKKBN
: Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
BPS
: Badan Pusat Statistik
CI
: Confidence Interval
DDST
: Denver Development Screening Test
Depkes RI
: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
HDI
: Human Development Index
ISPA
: Infeksi Saluran Pernapasan Akut
IU
: International Unit
Kadarzi
: Keluarga Sadar Gizi
KB
: Keluarga Berencana
KEP
: Kurang Energi Protein
KKP
: Kurang Kalori Protein
MDGs
: Millenium Development Goals
MEP
: Malnutrisi Energi Protein
MP-ASI
: Makanan Pendamping Air Susu Ibu
PASI
: Pengganti Air Susu Ibu
xxii
PBB
: Perserikatan Bangsa-Bangsa
PHBS
: Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PKG
: Pemantauan Konsumsi Gizi
PKK
: Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga
PKMD
: Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa
PMT
: Pemberian Makanan Tambahan
Posyandu
: Pos Pelayanan Terpadu
PSG
: Pemantauan Status Gizi/Penilaian Status Gizi
RDA
: Recommended Dietary Allowance
Riskesdas
: Riset Kesehatan Dasar
SD
: Standar Deviasi
SDM
: Sumber Daya Manusia
SKPG
: Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Susenas
: Survei Sosial Ekonomi Nasional
TB
: Tinggi Badan
UPGK
: Usaha Perbaikan Gizi Keluarga
WHO
: World Health Organization
xxiii
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kesehatan adalah hak asasi manusia, dan merupakan investasi sumber daya manusia yang paling mahal, serta memiliki kontribusi yang besar untuk meningkatkan Indek Pembangunan Manusia (Human Development Index-HDI). Oleh karena itu menjadi keharusan bagi semua pihak untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan demi kesejahteraan seluruh masyarakat (Depkes RI 2007). Pembangunan suatu negara pada hakekatnya adalah suatu upaya pemerintah bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Keberhasilan pembangunan nasional suatu negara ditentukan oleh ketersediaanya sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu pengetahuan serta teknologi. Salah satu indikator untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas SDM adalah Indek Pembangunan Manusia. Tiga faktor utama penentu HDI adalah pendidikan, kesehatan, dan ekonomi (Azwar, 2004). Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Makanan adalah sumber energi satu-satunya
2
bagi manusia untuk mencapai kesehatan. Karena jumlah penduduk yang terus berkembang, maka jumlah produksi makananpun harus tetap bertambah melebihi jumlah penduduk ini, apabila kecukupan pangan harus tercapai. Seperti telah dikemukakan terdahulu, permasalahan yang timbul dapat mengakibatkan kualitas dan kuantitas bahan pangan. Hal ini tidak boleh terjadi atau tidak dikehendaki karena orang makan itu sebetulnya bermaksud mendapatkan energi agar tetap bertahan hidup, dan tidak untuk menjadi sakit karena makanan. Dengan demikian makanan sangat bermanfaat bagi anak balita (Slamet, 2004). Dalam kesepakatan global yang dituangkan Millenium Development Goals (MDGs) 2007 yang terdiri dari 8 tujuan, 18 target, dan 59 indikator, menegaskan bahwa pada tahun 2015 setiap negara menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi tahun 1990. Seperti pada tujuan pertama MDGs yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Dengan target pertama yaitu menurunkan proporsi penduduk yang tingkat pendapatannya dibawah US$1 per hari menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015. Target kedua menurunkan proporsi penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya dalam kurun waktu 1990-2015 dengan (indikator 6) presentase anak-anak berusia lima tahun yang mengalami gizi buruk (severe underweight), (indikator 7) yaitu presentase anak-anak berusia lima tahun yang mengalami gizi kurang (moderate underweight). Sejalan dengan upaya mencapai kesepatan global, World Summit for Children 1990, International Conference on Nutrition 1992 di Roma dan World Food
3
Summit 1996 menetapkan sasaran program pangan dan perbaikan gizi yang harus dicapai oleh semua negara. Sasaran global tersebut sampai saat ini menjadi salah satu acuan pokok didalam pembangunan program gizi di semua negara termasuk Indonesia. Pembangunan program pangan dan gizi di Indonesia selama 30 tahun terakhir menunjukan hasil yang positif. Analisis penyediaan pangan tahun 1999 secara makro disimpulkan bahwa persediaan energi dan protein perkapita/hari masing-masing sebesar 2.890 Kkal dan 62,7 gram, telah memenuhi kecukupan yang dianjurkan. Masalah pangan baru terlihat pada tingkat konsumsi rumah tangga. Data tahun 1998 menunjukan bahwa antara 49% sampai 53% rumah tangga diberbagai daerah mengalami defisit energi (konsumsi < 70% kebutuhan energi). Defisit pangan ditingkat rumah tangga disertai distribusi pangan antar anggota keluarga yang tidak baik didasari pengetahuan atau perilaku gizi yang belum memadai berakibat munculnya masalah kurang gizi (Adisasmito, 2007). Masalah gizi kurang pada anak balita sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Faktor penyebab langsung yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi yang terkait satu sama lain. Sedangkan faktor penyebab tidak langsung seperti ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, pola pengasuh anak, jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan. Apabila anak tidak mendapatkan asupan makanan yang tidak cukup akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit. Status gizi seseorang sangat erat kaitannya dengan permasalahan kesehatan individu, karena disamping merupakan faktor predisposisi yang dapat memperparah penyakit
4
infeksi, juga dapat menyebabkan gangguan kesehatan, bahkan status gizi janin yang masih berada dalam kandungan dan masih menyusu sangat dipengaruhi oleh status gizi (Depkes RI, 2004). Gizi kurang dan gizi buruk berdampak serius terhadap generasi mendatang. Anak yang menderita gizi kurang akan mengalami gangguan pertumbuhan fisik dan
perkembangan
mental.
Gangguan
pertumbuhan
diartikan
sebagai
ketidakmampuan untuk mencapai tinggi badan tertentu sesuai dengan umumnya, gangguan pertumbuhan juga merupakan akibat dari gangguan yang terjadi pada masa balita, bahkan pada masa sebelumnya, dan pertumbuhan fisik anak menjadi terhambat (anak akan mempunyai tinggi badan lebih pendek). Perkembangan mental dan kecerdasan terhambat, anak akan mempunyai IQ lebih rendah. Setiap anak yang berstatus gizi buruk mempunyai risiko kehilangan IQ 10-13 poin (Depkes RI, 2002). Pertumbuhan anak yang kurang gizi akan tidak sempurna, termasuk pertumbuhan organ tubuhnya. Banyak organ tubuh yang berkualitas rendah. Penyakit kekurangan gizi, bila tidak terlalu parah jarang menyebabkan kematian, kecuali karena timbulnya komplikasi. Penyakit penyulit justru mudah timbul karena status gizi sedemikian. Penyakit penyulit yang sering terjadi sebagai kekurangan gizi adalah penyakit menular. Anak yang kekurangan gizi tidak mampu membentuk antibodi (daya tahan) terhadap penyakit infeksi. Sebagai akibatnya, anak-anak ini sering kali terkena penyakit sehingga pertumbuhannya
5
terganggu dan sering pula tidak sembuh sempurna dan menjadi penyandang cacat (Slamet, 2004). Ketidakstabilan ekonomi, politik dan sosial, dapat berakibat pada rendahnya tingkat kesejahteraan rakyat yang dapat mencerminkan masalah gizi kurang dan gizi buruk di masyarakat. Upaya mengatasi masalah ini bertumpu pada pembangunan ekonomi, politik dan sosial yang kondusif sehingga mampu menurunkan tingkat kemiskinan setiap rumah tangga untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi serta memberikan akses kepada pendidikan dan pelayanan kesehatan (Bapenas, 2007).
Data yang dicatat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2004 ada 5.119.935 anak balita yang menderita gizi kurang dan gizi buruk. Kondisi gizi buruk, termasuk busung lapar yang belakangan terungkap, sebenarnya dapat dicegah. Gizi buruk sebenarnya masalah yang bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan. Juga karena aspek sosial-budaya yang ada di masyarakat kita, sehingga menyebabkan tindakan yang tidak menunjang tercapainya gizi yang memadai untuk balita (masalah individual dan keluarga) (Kompas.com, 2009).
Seperti laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Bangladesh terdapat dua juta anak usia antara 6 bulan sampai lima tahun menderita kurang gizi akut dan merupakan masalah yang besar yang tengah dihadapi Bangladesh. Sedangkan dari laporan UNICEF dan Institusi Kesehatan Nutrisi Publik, tiap satu dari empat rumah tangga di Bangladesh mengalami kekurangan pangan dan dari dua juta
6
yang kekurangan gizi terdapat setengah juta yang menderita malnutrisi akut dan dari hasil survey 58% rumah tangga mengaku sulit mendapatkan makanan yang cukup sepanjang tahun 2008 akibat kenaikan harga bahan pangan (Kompas.com, 2009). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukan prevalensi gizi buruk Nasional menurun (5,4%) jika dibandingkan dengan hasil Susenas 2005 (8,8%), namun masalah anemia di Indonesia masih berada diatas ambang batas masalah kesehatan. Dimana presentase berat badan lahir rendah (BBLR) 12 bulan terakhir menurut Provinsi yaitu sekitar 11,5% dari 33 Provinsi. Sedangkan prevalensi status gizi anak balita menurut BB/U berdasarkan wilayah (Kota dan Desa) yaitu prevalensi gizi buruk wilayah Kota sebesar 4,2%, dan wilayah Desa 6,4% dimana prevalensi gizi kurang wilayah Kota sebesar 11,7% dan wilayah Desa 14,0% dengan prevalensi Nasional 13,0% (Depkes RI, 2008). Menurut Riskesdas tahun 2007 status gizi anak balita di Provinsi Banten berdasarkan BB/U menunjukan prevalensi dengan gizi buruk 4,4% dari total Nasional (5,4%) dan gizi kurang 12,2 % (total Nasional 13,0%), dan berdasarkan TB/U terdapat 20,6% (total Nasional 18,8%) balita sangat pendek dan 18,3% balita pendek dari total Nasional (18,0%), sedangkan prevalensi status gizi berdasarkan (BB/TB) sangat kurus 6,6% (total Nasional 6,2%) dan 7,5% balita kurus dari total Nasional (7,4%) (Depkes RI, 2008).
7
Pada tahun 2006 Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang mencatat sekitar 18 ribu bayi dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Sebanyak 17.150 bayi dengan gizi kurang dan 1.180 bayi lainnya mendapat gizi buruk dari 280 ribu bayi di Kabupaten Tangerang. Kepala Subdinas Kesehatan Keluarga Kabupaten Tangerang dr. Shirley mengatakan, jika tidak diatasi masalah kekurangan gizi akan berpengaruh pada perkembangan otak bayi. “Perkembangan dan pertumbuhan otak pada manusia terjadi pada usia 6-23 bulan atau dibawah usia 2 tahun” (Gizi.net, 2006). Dari data program gizi Puskemas Sepatan tahun 2008 di wilayah Kecamatan Sepatan terdapat keluarga miskin dengan jumlah 44,51% dari 8 Desa. Sedangkan dari laporan Pemantauan Status Gizi (PSG) balita Puskesmas Sepatan bulan Agustus 2008 terdapat balita dengan gizi buruk sebanyak 154 balita dan 414 balita dengan gizi kurang dari total balita yang ditimbang sebanyak 6.207 balita atau sekitar (81,75%). Presentase balita gizi buruk berdasarkan golongan umur yaitu 3,9% (umur 0-11 bulan), 46,75% (umur 12-35 bulan), dan 49,35% (umur 36-59 bulan). Dengan presentase gizi buruk bedasarkan jenis kelamin di wilayah UPT Puskesmas Sepatan sekitar 55,84% laki-laki dan 44,16% perempuan. Dalam alquran telah ditetapkan oleh Allah SWT mengenai ukuran yang benar dalam soal makanan, dalam firmanNya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”(Al A’raf: 31).
8
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi” (Al Baqoroh: 168) Alquran menganggap gizi adalah sarana bukan tujuan. Ia merupakan sarana penting untuk mencapai tujuan kehidupan manusia. Allah menciptakan di dalam diri manusia naluri yang selalu cenderung untuk makan, disamping menetapkan hikmah bahwa kecenderungan ini disertai dengan indera untuk merasakan makanan dan organ pencernaan. Dengan semakin berkembangannya masalah kurang gizi di masyarakat, maka sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG) yang sudah ada perlu diaktifkan kembali terutama di tingkat kecamatan. Sistem ini akan berjalan efektif apabila di tunjang oleh kerja sama lintas sektoral yang baik antara sektor Pertanian, Kesehatan, BKKBN dan dikoordinasi langsung oleh camat setempat. Ujung tombak untuk mengetahui pelaksanaan SKPG ada di Posyandu (sektor kesehatan) karena efektivitas penimbangan berat badan anak balita dilakukan secara rutin. Posyandu akan efektif memantau secara dini terjadinya masalah kekurangan gizi di masyarakat. Penimbangan berat badan anak di posyandu perlu diprioritaskan untuk wilayah kerja Puskesmas yang rawan pangan. Anak-anak yang sakit karena kekurangan gizi yang berat akan dipantau melalui Balai Pengobatan Puskesmas. Oleh karena itu, peningkatan efesiensi dan efektivitas manajemen program pelayanan kesehatan merupakan alternatif terbaik untuk terus dikembangkan.
9
B. Rumusan Masalah Masalah gizi kurang pada anak balita sangat dipengaruhi oleh dua faktor penyebab. Pertama penyebab langsung, yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi yang terkait satu sama lain. Apabila anak tidak mendapatkan asupan makanan yang tidak cukup akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit. Kedua penyebab tidak langsung seperti ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah tangga, pola pengasuh anak, jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan. Rendahnya kualitas konsumsi pangan dipengaruhi oleh kurangnya akses rumah tangga dan masyarakat terhadap pangan, baik akses pangan karena masalah ketersediaan maupun tingkat pendapatan yang dapat berpengaruh pada daya beli rumah tangga terhadap pangan, pola asuh, pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan dipengaruhi oleh pendidikan, pelayanan kesehatan, informasi, pelayanan keluarga berencana, serta kelembagaan sosial masyarakat untuk pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang pada tahun 2006 tercatat sekitar 18 ribu bayi dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi. Sebanyak 17.150 bayi dengan gizi kurang dan 1.180 bayi lainnya mendapat gizi buruk dari 280 ribu bayi di Kabupaten Tangerang. Dari data program gizi Puskemas Sepatan tahun 2008 di wilayah Kecamatan Sepatan terdapat keluarga miskin dengan jumlah 44,51% dari 8 Desa. Sedangkan dari laporan Pemantauan Status Gizi
10
(PSG) balita Puskesmas Sepatan bulan Agustus 2008 terdapat balita dengan gizi buruk sebanyak 154 balita dan 414 balita dengan gizi kurang dari total balita yang ditimbang sebanyak 6.207 balita atau sekitar (81,75%). Presentase balita gizi buruk berdasarkan golongan umur yaitu 3,9% (umur 0-11 bulan), 46,75% (umur 12-35 bulan), dan 49,35% (umur 36-59 bulan). Dengan presentase gizi buruk bedasarkan jenis kelamin di wilayah UPT Puskesmas Sepatan sekitar 55,84% laki-laki dan 44,16% perempuan. Berdasarkan uraian data di atas, penulis merasa tertarik untuk meneliti faktorfaktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan, sebagai salah satu masukan informasi demi upaya penyelesaian masalah gizi buruk dan gizi kurang di wilayah Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif.
C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka pertanyaan untuk penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 2. Bagaimana gambaran pendidikan ibu anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 3. Bagaimana gambaran pekerjaan orang tua anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
11
4. Bagaimana gambaran pendapatan keluarga anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 5. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 6. Bagaimana gambaran banyaknya jumlah anggota keluarga anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 7. Bagaimana gambaran jenis kelamin anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 8. Bagaimana gambaran umur anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 9. Bagaimana gambaran penyakit infeksi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 10. Apakah ada hubungan antara pendidikan ibu dan pendapatan keluarga) dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 11. Apakah ada hubungan antara pekerjaan orang tua dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 12. Apakah ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
12
13. Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 14. Apakah ada hubungan antara banyaknya jumlah anggota keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 15. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 16. Apakah ada hubungan antara umur anak dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009? 17. Apakah ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi gambaran status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
13
b. Mengidentifikasi gambaran pendidikan ibu anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. c. Mengidentifikasi gambaran pekerjaan orang tua anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. d. Mengidentifikasi gambaran pendapatan keluarga anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. e. Mengidentifikasi gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. f. Mengidentifikasi banyaknya jumlah anggota keluarga anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. g. Mengidentifikasi jenis kelamin anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. h. Mengidentifikasi gambaran umur anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. i. Mengidentifikasi gambaran penyakit infeksi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. j. Mengidentifikasi hubungan pendidikan ibu dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. k. Mengidentifikasi hubungan pekerjaan dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
14
l. Mengidentifikasi hubungan pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. m. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. n. Mengidentifikasi hubungan antara banyaknya jumlah anggota keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. o. Mengidentifikasi hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. p. Mengidentifikasi hubungan antara umur anak dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. q. Mengidentifikasi hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
D. Manfaat penelitian 1. Bagi peneliti: a. Menambah pengetahuan dan untuk mengetahui berbagai masalah tentang gizi pada anak balita.
15
b. Meningkatkan wawasan penulis tentang faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi pada anak balita dan mampu mengenali permasalahan dimasyarakat serta dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat dibangku kuliah ketengah masyarakat. 2. Masyarakat (keluarga): Memberikan masukan kepada keluarga agar memperhatikan pentingnya gizi bagi anak balita dan untuk mempertahankan tumbuh kembang balita secara optimal sehingga didapatkan status gizi yang baik. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya: Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi oleh peneliti lain baik secara teoritis maupun secara metodologis mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan satus gizi kurang anak balita. 4. Instansi Kesehatan (Puskesmas): Memberikan masukan kepada pihak Puskesmas Sepatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang optimal dan pemulihan balita gizi buruk. 5. Pemerintah Daerah (Kabupaten): Sebagai bahan masukan dan informasi untuk para pembuat keputusan dalam merencanakan
pengembangan
program
khususnya
bidang
kesehatan
lingkungan, sosial ekonomi dan peningkatan pengetahuan keluarga di bidang kesehatan.
16
E. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini yaitu menggambarkan status gizi anak balita dengan gangguan gizi, dengan karakteristik sosial ekonomi, sosio demografi, dan keadaan kesehatan anak terhadap status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan dengan melihat sejauh mana faktor- faktor tersebut dapat berhubungan dengan status gizi anak balita. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang pada tahun 2009. Populasi penelitian ini adalah anak dibawah lima tahun (0-59 bulan). Desain penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan rancangan penelitian secara cross-sectional.
17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Gizi Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru mulai dikenal sekitar tahun 1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris Nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan mengejanya sebagai “nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam kamus umum bahasa Indonesia Badudu-Zain tahun 1994.
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme
dan
pengeluaran
zat-zat
yang
tidak
digunakan
untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Idrus, 1990).
Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik dan lebih. (Almatsier, 2005).
18
B. Zat Gizi Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan didalam alat pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrient. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk ke dalam cairan tubuh. Fungsi umum zat gizi tersebut ialah: 1. Sebagai sumber energi atau zat pembangun. 2. Menyumbang pertumbuhan badan. 3. Memelihara jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak. 4. Mengatur metabolisme dan mengatur keseimbangan air, mineral dan asam-basa di dalam cairan tubuh. 5. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit sebagai antibodi dan antitoksin. Terdapat penggolongan lain bahan makanan berdasarkan fungsi zat gizi tersebut, yaitu sebagai berikut: 1. Zat gizi penghasil energi, ialah karbohidrat, lemak, dan protein. Zat gizi ini sebagian besar dihasilkan dari makanan pokok. 2. Zat gizi pembangun sel, terutama diperankan protein. Oleh karena itu, bahan pangan lauk pauk digolongkan makanan sumber zat pembangun. 3. Zat pengatur, termasuk didalamnya vitamin dan mineral. Bahan pangan sumber mineral dan vitamin adalah buah sayur.
19
Skema 2.1 Zat gizi dan fungsi utamanya
Karbohidrat
Prinsip
Sumber energi
Lemak gizi pada
balita Mineral
Setelah
Pertumbuhan dan mempertahnkan jaringan
Protein
anak
Vitamin
berumur satu Air tahun
Regulasi proses dalam tubuh
menunya harusYuniastuti, 2008 Gizi dan Kesehatan. Sumber: bervariasi untuk 1. Standar Kecukupan Gizi mencegah Standar kecukupan gizi diperlukan sebagai pedoman yang dibutuhkan oleh kebosanan dan secara diberi rata-rata dalam sehari untuk mencapai derajat optimal. individu susu, Kebutuhan gizi setiap individu berbeda-beda tergantung beberapa faktor yang serealia mempengaruhinya. Penilaian standar kecukupan gizi berpedoman pada Angka (seperti bubur Gizi (AKG). AKG yang digunakan sebagai pedoman adalah hasil Kecukupan beras, roti), Widya Karya Pangan dan Gizi yang direvisi setiap lima tahun sekali. daging, sup, 2. Konsep dan Kegunaan Angka Kecukupan Gizi sayuran Pedoman atau acuan jenis dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh dan buahbuahan. individu secara rata-rata dalam satu hari sangat diperlukan. Berkaitan dengan itu Makanan padat yang diberikan tidak perlu diblender
20
terdapat konsep kebutuhan gizi minimum sehari (minimum daily requirement), yaitu jumlah zat gizi minimal yang diperlukan seseorang dalam sehari untuk hidup sehat. Selain itu, juga dikenal konsep jumlah yang dianjurkan sehari (recommended dietary allowance/RDA), yaitu standar gizi yang dianjurkan untuk dimakan agar dapat menjamin kesehatan yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, RDA adalah suatu kecukupan rata-rata gizi setiap hari bagi hampir semua orang (97,5%) menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
C. Penilaian Status Gizi Definisi Penilaian Status Gizi (PSG) adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengindentfikasi populasi atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk. Tujuan Penilaian Status Gizi: 1. Memberikan gambaran secara umum mengenai metode penilaian status gizi. 2. Memberikan penjelasan mengenai keuntungan dan kelemahan dari masing-masing metode yang ada. 3. Memberikan gambaran singkat mengenai pengumpulan data, perencanaan, dan implementasi untuk penilaian status gizi.
21
1. Pengukuran Antropometri Pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari bebagai ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan (Supariasa, 2002). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Pengukuran Antropometri yang Utama Pengukuran Tinggi badan
Komponen Jaringan utama yang diukur Kepala, tulang belakang, Tulang tulang panggul, dan kaki Berat Badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan khususnya; lemak, otot, tulang, tulang dan air. Lemak bawah kulit Otot (secara tehnik lebih sedikit digunakan di negara maju) Lingkar lengan Otot, tulang Lemak (lebih sering digunakan secara tehnik di negara maju) Lipatan lemak Lemak bawah kulit, kulit Lemak Sumber: Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assesment. Oxford University Press dalam Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
22
2. Klasifikasi status gizi Pertimbangan dalam menetapkan batas ambang (cut-off point) status gizi ini, adalah didasarkan pada asumsi resiko kesehatan: a. Antara – 2 SD sampai + 2 SD, tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk menderita masalah kesehatan. b. Antara – 2 SD sampai – 3 SD atau antara + 2 SD sampai + 3 SD, memilki resiko cukup tinggi (moderate) untuk menderita masalah kesehatan. c. Dibawah – 3 SD atau diatas + 3 SD memiliki resiko tinggi untuk menderita masalah kesehatan. Dalam keputusan Menteri Kesehatan RI nomor: 920/Menkes/SK/VIII/2002, disebutkan status gizi anak bawah lima tahun, sebagai berikut: Tabel 2.2 Klasifikasi Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) *) SD = Standar Deviasi
Status Gizi Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk Normal Pendek (stunted) Gemuk Normal Kurus Kurus sekali
Ambang Batas*) > + 2 SD ≥ - SD sampai + 2 SD < - 2 SD sampai ≥ - 3 SD < - 3 SD ≥ - 2 SD < - 2 SD > + 2 SD ≥ - 2 SD sampai + SD < - 2 SD sampai ≥ - 3 SD < - 3 SD
23
D. Nilai Gizi Pangan (Nutritional Value of Food) Menurut UU RI No. 7 Tahun1996, mutu pangan (food quality) adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. Tampak jelas bahwa nilai gizi pangan merupakan salah satu kriteria mutu pangan yang penting. Nilai gizi pangan, atau mutu pangan dalam dimensi gizi, yaitu nilai kemanfaatan suatu pangan terhadap kebutuhan baku tubuh akan energi dan zat gizi. Lebih rinci zat gizi pangan diartikan sebagai asupan energi dan zat gizi yang dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk beraktivitas (tenaga), pertumbuhan, pemeliharaan, dan pengaturan reaksi biokimiawi tubuh. Oleh karena itu nilai gizi pangan perlu dipertahankan dan diperbaiki agar bermanfaat bagi keseimbangan proses biokimiawi dalam tubuh manusia. Tabel 2.3 Nilai kepadatan zat gizi beberapa pangan (dalam 100 gram) Energi dan zat gizi Beras Energi (Kal) 18,3 Karbohidrat (g) 28,7 Protein (g) 15,2 Lemak (g) 1,3 Tiamin (mg) 26,0 Riboflavin (mg) 2,0 Niasin (mg) 22,9 Vitamin C (mg) 0 Vitamin A (RE) 0 Kalsium (Ca; mg) 6,6 Zat besi (Fe, mg) 5,0 Sumber: Tejasari (2005).
Kepadatan Zat , % AKG Jagung Terigu Singkong Telur Ikan 17,3 16,7 7,7 9,9 5,4 26,8 28,1 13,4 0,3 1,7 18,4 18,0 2,0 26,0 37,2 5,2 1,3 0,4 20,4 1,5 38,0 10,0 6,0 13,0 3,0 6,0 3,5 * 31,5 5,0 12,9 7,1 * 1,4 20,0 0 0 51,7 0 0 15,3 0 0 7,5 0 1,1 2,4 8,6 13,8 7,3 15,0 8,1 6,9 20,6 43,8
Udang 3,4 0,03 31,6 0,3 1,0 2,5 12,1 0 1,8 11,3 37,5
Kedelai 19,1 9,1 80,8 22,3 52,0 6,0 8,6 0 0,8 24,7 62,5
24
Kandungan zat gizi (nutrient content) pangan menunjukan jumlah energi dan zat gizi dalam pangan, namun tidak langsung menentukan nilai gizi pangan. Sementara, konsep kepadatan zat gizi (nutrient density) lebih dapat digunakan untuk menentukan suatu pangan bergizi atau tidak. Yang dimaksud dengan kepadatan zat gizi adalah nisbah antara kandungan energi, atau zat gizi terhadap kebutuhan energi, atau zat gizi yang dianjurkan (AKG atau angka kecukupan gizi). Kepadatan zat gizi dinyatakan sebagai persentase terhadap energi, atau zat gizi yang dianjurkan (% AKG). Konsep tersebut menjelaskan bahwa pangan bergizi (nutrient food) adalah pangan yang mampu memberi sumbangan tinggi terhadap kecukupan dan kebutuhan energi dan zat gizi yang dianjurkan. Oleh karena itu, kepadatan zat gizi dapat digunakan untuk menilai suatu pangan lebih bergizi dari jenis pangan yang lain.
E. Kelompok Rawan Pangan Dan Gizi Kelompok masyarakat yang rawan (vunerable) terhadap pangan dan gizi dapat dibedakan sesuai dengan: a. Lokasi tempat tinggalnya, disebut rawan ekologis, misalnya daerah terpencil. b. Kedudukan/posisinya di masyarakat, disebut rawan sosio-ekonomis, misalnya kelompok miskin. c. Umur dan jenis kelamin, disebut rawan biologis.
25
Secara biologis kelompok yang paling rawan terhadap kekurangan pangan atau gizi adalah bayi, balita dan anak sekolah, wanita hamil dan menyusui, penderita penyakit dan orang yang sedang dalam penyembuhan, penderita cacat, mereka yang diasingkan dan para jompo. Semua golongan ini sering kali dijumpai pada masyarakat miskin dan tidak memliki lahan pangan. Disektor pertanian, terdapat proporsi rumah tangga miskin yang sangat besar (72,0%) dibandingkan dengan sektor lainnya (Irawan & Romdiati, 2000). Kemiskinan inilah yang menjadi akar permasalahan dari ketidak mampuan keluarga untuk menyediakan pangan dalam jumlah, mutu, dan ragam yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu untuk memenuhi asupan kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan jasmani maupun rohani.
F. Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan 1. Pertumbuhan Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, dan kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Soetjiningsih,1995). Bogin (1988) mendefinisikan pertumbuhan sebagai meningkatnya secara kuantitatif ukuran organ atau jaringan. Penambahan ukuran tinggi badan dakm
26
centimeter dan berat badan dalam kilogram menunjukan seberapa besar pertumbuhan anak telah terjadi. Pertumbuhan jaringan tubuh seperti hati dan otak juga dapat dijelaskan dengan mengukur jumlah, berat atau besar sel yang ada. Sementara itu Johnston (1986) mendefinisikan pertumbuhan sebagai peningkatan atau penurunan secara kuantitatif jaringan. Sedangkan Satoto (1990) mengutif dari pendapat Hurlock (1978) menjelaskan bahwa istilah pertumbuhan berbeda dengan perkembangan, walaupun tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pertumbuhan secara konseptual didefinisikan sebagai perubahan kuantitatif dalam arti meningkatnya ukuran dan struktur.
2. Perkembangan Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dari lingkungan (Soetjiningsih,1995). Frankerburg dkk (1981) melalui DDST (Denver Developmental Screening Test) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan anak balita yaitu:
27
1) Personal social (kepribadian/tingkah laku sosial). Aspek yang berhubungan
dengan
kemampuan
mandiri,
bersosialisasi
dan
berinteraksi dengan lingkunganya. 2) Fine motor adaptive (gerakan motorik halus) Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan memegang suatu benda dan kemampuan untuk menggambar. 3) Language (bahasa) Kemampuan untuk memberikan respons suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan. 4) Gross motor (perkembangan motorik kasar) Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Ada juga yang membagi perkembangan balita ini menjadi 7 aspek perkembangan, seperti pada buku petunjuk program BKB (Bina Keluarga dan Balita) yaitu perkembangan: 1) Tingkah laku sosial 2) Menolong diri sendiri 3) Intelektual 4) Gerakan motorik halus
28
5) Komunikasi pasif 6) Komunikasi aktif 7) Gerakan motorik kasar.
G. Prinsip Gizi Pada Balita Setelah anak berumur satu tahun menunya harus bervariasi untuk mencegah kebosanan dan diberi susu, serealia (seperti bubur beras, roti), daging, sup, sayuran dan buah-buahan. Makanan padat yang diberikan tidak perlu diblender lagi melainkan yang kasar supaya anak yang sudah mempunyai gigi dapat belajar mengunyah. Adakalanya anak tidak mau makan dan sebagai gantinya ibu memberikan susu. Kebiasaan demikian akan mengarah kediet yang hanya terdiri dari susu saja. Jika anak tidak mau makan makanan padatnya, jangan diberikan susu sebagai pangganti akan tetapi bawa pergi makanan itu dan coba lagi jika anak sudah tidak lapar. Tabel 2.4 Kecukupan gizi rata-rata pada anak prasekolah Golongan
Berat
Tinggi
Umum
Badan
Badan
1-3 tahun
12 kg
4-6 tahun
18 kg
Energi
Protein
89 cm
1220 Kkal
23 gram
108 cm
1720 Kkal
32 gram
Sumber: Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi ke-4
29
Anak dibawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Gizi ibu yang kurang atau buruk pada waktu konsepsi atau sedang hamil muda dapat berpengaruh pada pertumbuhan seorang balita. Masa balita adalah masa pertumbuhan sehingga memerlukan gizi yang baik. Bila gizinya kurang itu akan berpengaruh pada kehidupannya di usia sekolah dan prasekolah.
H. Mengatur Makanan Anak Usia Dibawah Lima Tahun Makanan memberikan sejumlah zat gizi yang diperlukan untuk tumbuh kembang pada setiap tingkat perkembangan dan usia, yaitu masa bayi, masa balita dan masa usia prasekolah. Pemilihan makanan yang tepat dan benar, bukan saja akan menjamin kecukupan gizi bagi tumbuh kembang fisik, tetapi juga perkembangan sosial, psikologis dan emosional. Kebutuhan manusia akan zat gizi untuk tiap kurun umumnya sama, dan hanya jumlah zat gizi yang dibutuhkan yang berbeda. Untuk itu, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama, anak memerlukan keteladan terutama dari lingkungan keluarga, guna menciptakan makan dan pola makan yang sehat. Kedua, para orang tua hendaknya mendorong anak menyenangi aneka ragam makanan. Penanaman kebiasaan makanan yang baik dan sehat sejak usia dini dapat mengurangi resiko terjadinya gangguan kesehatan yang bersumber pada kesalahan akan makan, seperti kurang gizi,
30
kegemukan (obesitas), penyakit kencing manis, penyakit kardiovaskuler dan berbagai penyakit kronis.
I. Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita 1. Pendidikan Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1987). Seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibanding dengan orang lain yang pendidikannya lebih tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah, kalau orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan mustahil pengertian gizinya akan lebih baik (Apriadji, 1986). Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan didalam kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik praktis atau praktek pendidikan, oleh sebab itu konsep pendidikan kesehatan adalah konsep pendidikan yang diaplikasikan pada bidang kesehatan. Konsep
31
dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat (Notoadmodjo, 2003). Pendidikan pada hakekatnya adalah: a. Salah satu bentuk pemecahan masalah kesehatan dengan pendekatan pendidikan. b. Suatu bentuk penerangan pendidikan dalam pemecahan masalah kesehatan masyarakat. c. Suatu usaha untuk membantu individu, keluarga atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan atau perilaku untuk mencapai kesehatan secara optimal. d. Didalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yang lebih baik, lebih dewasa, lebih matang pada diri individu, kelurga, kelompok, dan masyarakat. e. Merupakan komponen vital dalam community health nursing sebab peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan kesehatan mengandalkan klien untuk memahami syarat-syarat pemeliharaan kesehatan. f. Salah satu kompetensi yang dituntut dari tenaga keperawatan. g. Salah satu peranan yang harus dilaksanakan dalam setiap pemberian asuhan keperawatan.
32
Unsur-unsur pendidikan a. Input Input adalah sasaran pendidikan yaitu individu, kelompok, masyarakat, dan pendidik atau pelaku pendidikan. b. Proses Proses adalah upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain. c. Output Output adalah melakukan apa yang diharapkan atau pelaku. Perlu dipertimbangkan bahwa tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dalam kepentingan gizi keluarga, pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Apriadji, 1986).
2. Pengetahuan Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (supersitition, dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation). (Soekanto, 2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
33
tertentu. Penginderaan terjadi melaui panca indera, penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan hal yang sangat utuh terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoadmodjo, 2003). a. Tingkat pengetahuan Pengetahuan
yang
dicakup
dalam
domain
kognitif
menurut
Notoadmodjo (2003) mempunyai 6 tingkatan, yaitu: 1) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali temasuk (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima. 2) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara luas. 3) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada situasi atau kondisi nyata.
34
4) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjukan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran penilaian dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pentingnya pengetahuan gizi terhadap konsumsi didasari atas tiga kenyataan: (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan; (2) setiap orang hanya akan cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan, dan energi; (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.
35
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan 1) Pendidikan Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang diperkenalkan (Kuncoroningrat, 1997). 2) Pekerjaan Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang
dan banyak
tantangan (Erick, 1996). 3) Umur Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun (Elizabeth, BH, 1995).
3. Jenis Kelamin Kebutuhan zat gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan dan biasanya lebih tinggi karena anak laki-laki memiliki aktivitas fisik yang lebih tinggi. Khumaidi (1989) menyebutkan bahwa anak laki-laki biasanya mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dalam hal makanan dibandingkan anak perempuan. Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa kekurangan gizi lebih banyak terdapat pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
36
4. Sosial Ekonomi Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah tingkat sosial ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya. Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Orang dengan tingkat ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian pendapatan untuk makanan, sedangkan orang dengan tingkat ekonomi tinggi akan berkurang belanja untuk makanan. Berg (1986) mengatakan bahwa pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangannya.
5. Pekerjaan Ibu Menurut Hurlock (1999), pengaruh ibu yang bekerja terhadap hubungan ibu dan anak, sebagian besar bergantung pada usia anak pada waktu ibu mulai bekerja. Jika ia mulai bekerja sebelum anak telah terbiasa selalu bersamanya dan sebelum suatu hubungan terbentuk maka pengaruhnya akan minimal, tetapi bila hubugan ibu dan anak telah terbentuk maka pengaruhnya akan mengakibatkan anak merasa kehilangan dan kurang diperhatikan.
37
Menurut pudjiadi (2000), para ibu setelah melahirkan kemudian langsung bekerja dan harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore akan membuat bayi tidak mendapat ASI sedangkan pemberian pengganti ASI maupun makanan tambahan tidak dilakukan dengan semestinya.
6. Pendapatan keluarga Pendapatan/kapita/bulan adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh seluruh anggota keluarga (ayah dan ibu, jika bekerja) dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumber daya manusia, sehingga seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan keluarga akan relatif lebih besar jika suami dan istri bekerja bekerja diluar rumah (Susanti, 1999). Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak dan status gizi anak, karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun sekunder. Berdasarkan hasil laporan statistik yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) diketahui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia tahun 2007 sebesar 17.600.000,- per orang/tahun. Artinya untuk keluarga dengan 4 orang (orang tua dengan 2 anak) didapat penghasilan keluarga sebesar Rp
38
6000.000,- per bulan (Anonim, 2008). Jika dihitung dalam per kapita penduduk diperoleh sebesar Rp 1.500.000,- /kapita/bulan.
7. Jumlah anggota keluarga Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima oleh anak. Lebih-lebih jika jarak anak terlalu dekat. Menurut Apriadji (1986) jumlah anggota keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi makanan, yaitu jumlah dan distribusi makanan dalam rumah tangga. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar diikuti dengan distribusi makanan yang tidak merata, dengan asumsi orang dewasa lebih banyak dari anak-anak akan menyebabkan anak balita dalam keluarga tersebut menderita kurang gizi.
J. Akibat KEP (Kurang Energi Protein) Kekurangan protein terdapat pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak balita. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi malnutrisi yang dinamakan marasmus. 1. Kwashiorkor Istilah kwashiorkor pertama diperkenalkan oleh Dr.Cecily Williams pada tahun 1933 ketika dia menentukan keadaan ini di Ghana, Afrika. Ditinjau dari
39
golongan umur, kwashiorkor sering terjadi pada anak balita. Angka kejadian tertinggi pada umur 1½ - 2 tahun, yaitu saat terjadinya penyapihan sedangkan anak belum mengenal jenis makanan lainnya. Pada masa pertumbuhan balita memerlukan
protein
lebih
banyak
dibanding
orang
dewasa,
apabila
keseimbangan energi protein tidak terpenuhi, maka setelah beberapa saat anak akan menderita malnutrisi protein. Gejala kwashiorkor Gejala umum kwashiorkor adalah sebagai berikut: a. Pertumbuhan dan mental mundur, perkembangan mental apatis. b. Edema. c. Otot menyusut (kurus). d. Depigmentasi rambut dan kulit. e. Karakteristik di kulit: timbul sisik, gejala kulit itu disebut dengan flaky paint dermatosis. f. Hipoalbuminemia, infiltrasi lemak dalam hati yang reversibel. g. Atropi dari kelenjar Acini dari pankreas sehingga produksi enzim untuk merangsang aktivitas enzim atau mengeluarkan juice duodenum terhambat. h. Anemia. i. Masalah diare dan infeksi.
40
j. Menderita kekurangan vitamin A, dihasilkan karena ketidakcukupan sintesis plasma protein pengikat retinol sehingga sering kali timbul gejala kebutaan yang tetap atau permanen. 2.
Marasmus Marasmus adalah suatu keadaan kekurangan protein dan kalori yang kronis. Karakteristik dari marasmus adalah berat badannya sangat rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007). a. Gejala marasmus Gejala umum maarasmus adalah: 1) Kurus kering. 2) Tampak hanya tulang dan kulit. 3) Otot dan bawah kulit atropi (mengecil). 4) Wajah seperti orang tua. 5) Keriput atau kulit wajah mengkerut. 6) Lemas, layu/kering. 7) Diare umum terjadi. b. Masalah penyebab terjadinya marasmus Marasmus terjadi karena adanya faktor-faktor sebagai berikut: 1) Masalah sosial yang kurang menguntungkan 2) Kemiskinan 3) Infeksi.
41
3. Stunting dan Wasting Stunting (tubuh yang pendek) dan wasting (tubuh yang kurus) didiagnosis melalui pemeriksaan antropometri.
Berat badan dan tinggi badan anak
dinyatakan dalam skor standar nilai tengah (median of reference) yang diterima secara international sebagai acuan menurut usia dan jenis kelamin. Kekurangan berat badan yang sedang (moderat) menunjukan bahwa berat badan menurut usia yang kurang dari -2 SD dibawah nilai tengah/median dari NCHS (the National for Center Health Statistics), stunting yang menunjukkan tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 SD, dan wasting yang sedang menunjukkan berat badan menurut tinggi badan yang kurang dari -2 SD. Nilai dibawah -3 SD menunjukkan keadaan yang parah. 4. Penyakit Infeksi Scrimshaw (1968, 2003) mengemukakan interaksi sinergis antara gizi dengan infeksi. Dikemukakan bahwa kurang gizi sebagian besar diikuti dengan infeksi, dan sebaliknya, infeksi akan mempengaruhi status gizi. Tomkins (1989) menjelaskan proses hubungan antara kesakitan, kekurangan asupan gizi dengan pertumbuhan seperti pada skema 2.2. Kurang gizi merupakan hasil interaksi antara penyakit dan kecukupan asupan gizi. Kekurangan gizi akan menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan resiko dan meningkatkan infeksi. Ketidakcukupan asupan gizi dapat menyebabkan kematian. Mekanisme dampak infeksi terhadap pertumbuhan dijelaskan sebagai berikut. Infeksi menurunkan asupan karena gangguan nafsu makan, mengganggu absorbsi zat gizi,
42
menyebabkan kehilangan zat gizi, meningkatkan metabolisme dan katabolisme dan mengganggu transpor zat gizi. Penyakit infeksi pada anak akan mengganggu metabolisme yang membuat ketidakseimbangan hormon dan mengganggu fungsi imunitas. Jadi anak yang terkena infeksi yang berulang dan kronis akan mengalami gangguan gizi dan imunitas baik secara absolut maupun relatif (Syamsul, 1999). Diantara penyakit infeksi, diare merupakan penyebab utama gangguan pertumbuhan anak balita. Menurut Thomkin, et al. (1989) bahwa diare sering sebagai penyebab kemerosotan status gizi dan di pihak lain status gizi yang jelek dapat menambah lamanya sakit diare. Penelitian di Bangladesh dan Guatemala menunjukan bahwa diare menyebabkan berkurangnya konsumsi makanan anak sekitar 2040%. Disamping itu kebiasaan orang tua mencegah pemberian makanan pada anak yang menderita diare ikut memperburuk keadaan. Belum lagi akibat buruk gangguan penyerapan zat-zat gizi karena peristaltik usus yang meningkat dan malabsorpsi yang terjadi sewaktu diare (Jalal dan Sukirman, 1990) dalam Minarto (2006). Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam akhirnya akan menderita kurang gizi, demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik maka daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah dan dalam keadaandemikian akan mudah diserang infeksi, yang dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya anak dapat menderita kurang gizi (Depkes RI, 2000).
43
Skema 2.2. Interaksi antara ketidakcukupan asupan gizi dengan penyakit menurut Tomkins (1989). Tidak cukup asupan gizi
- Kehilangan zat gizi - Malabsorpsi - Kelainan metabolisme
- berat badan turun/tidak cukup - daya tahan turun - kerusakan jaringan Penyakit: - insidens - Keparahan - Lama sakit
K. Upaya Penanggulangan Gizi Tujuan dari upaya penanggulangan masalah gizi di Indonesia menurut DepKes RI (2002) secara garis besar adalah menurunkan prevalensi KKP pada balita, prevalensi kekurangan vitamin A, prevalensi akibat kekurangan iodium, prevalensi anemia gizi (terutama pada ibu hamil), dan upaya tersebut mendukung upaya penurunan angka kematian bayi, balita, dan ibu hamil serta mendorong makin terwujudnya pola keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Upaya penanggulangan keempat masalah gizi utama tersebut dilaksanakan dalam bentuk pelayanan langsung terhadap kelompok sasaran, dan pelayanan secara tidak langsung di masyarakat.
44
Pelayanan langsung kepada kelompok sasaran dilaksanakan dalam bentuk pelayanan gizi di Puskesmas dan di Posyandu. Pelayanan gizi di Posyandu dengan sasaran khusus ibu dan anak, dipadukan dengan kegiatan pelayanan kesehatan dasar dan KB (keluarga berencana). Sedang pelayanan tidak langsung di masyarakat dilaksanakan dalam bentuk penyuluhan gizi masyarakat, fortifikasi bahan makanan dengan vitamin A atau zat iodium, dan pemanfaatan tanaman pekarangan. Kegiatan upaya langsung dan tidak langsung untuk penanggulangan KKP, kekurangan vitamin A, dan anemia gizi, dilaksanakan dengan memantapkan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dalam bentuk pelayanan gizi untuk ibu dan anak diposyandu, dan dalam bentuk kegiatan lainnya di masyarakat, diluar kegiatan posyandu. UPGK adalah kegiatan masyarakat untuk melembagakan upaya peningkatan gizi dalam tiap keluarga di Indonesia. Usaha ini termasuk lintas sektoral, yang dilaksanakan Departemen terkait yaitu Kesehatan, Pertanian, BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), Agama, Dalam Negeri, Tim Penggerak PKK, dll. Kegiatannya antara lain berupa penyuluhan gizi masyarakat, pelayanan gizi melalui Posyandu, dan peningkatan pemanfaatan tanaman. Dalam rangka perbaikan keadaan gizi masyarakat pada umumnya, akan lebih dibina peran serta masyarakat dan perusahaan swasta dalam kegiatan usaha perbaikan gizi institusi, misalnya di Rumah Sakit, pabrik, perusahaan, lembaga pemasyarakatan, dll. Disamping itu akan digalakkan penyuluhan gizi masyarakat,
45
pemanfaatan pelajaran ilmu gizi dan upaya perbaikan gizi sekolah, terutama di sekolah tingkat dasar dan menengah. Disamping kegiatan-kegiatan diatas, dilakukan pula program perbaikan makanan bayi dan anak, yang bertujuan memperbaiki kebiasaan pemberian makanan pada bayi dan anak, termasuk pemberian ASI, pengganti ASI (PASI), makanan pendamping ASI (MP ASI), dalam rangka meningkatkan status gizi dan kesehatan anak berumur 0-5 tahun. Upaya-upaya dalam rangka pencegahan dan penanggulangan kekurangan vitamin A di Indonesia pada dasarnya adalah penyediaan vitamin A yang cukup untuk tubuh, dan ditempuh dengan dua cara yaitu: 1. Penyuluhan untuk meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami terutama sayuran hijau. 2. Suplementasi vitamin A yang dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan tak langsung. Cara langsung dilakukan dengan cara pemberian vitamin A dosis tinggi (200.000 IU) secara periodik (2 kali setahun) pada umur 1-4 tahun di Puskesmas maupun di Posyandu. Cara tidak langsung dilakukan dengan menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh golongan sasaran secara luas, cara ini disebut fortifikasi.
46
1. Strategi Penanggulangan Gizi
Menurut Menkes RI Siti Fadilah Supari (2005), strategi utama dalam penanggulangan masalah gizi terdiri 4 butir yaitu menggerakkan dan memberdayakan masyarakat
untuk
hidup
sehat,
meningkatkan akses
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan serta meningkatkan pembiayaan
kesehatan.
Dalam
menjalankan
strategi
utama
tersebut,
dilaksanakan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai dasar (core values) yaitu berpihak kepada rakyat, bertindak cepat dan tepat, kerja sama tim, integritas yang tinggi, transparasi dan akuntabilitas.
Terdapat tiga sasaran yang hendak dicapai dalam menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat yaitu seluruh desa menjadi desa siaga, seluruh keluarga mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan seluruh keluarga sadar gizi (Kadarzi). Penerapan ketiga sasaran tersebut tidak secara terpisah-pisah, melainkan sesuatu yang kait mengkait. Keluarga sadar gizi dapat menjadi awal tumbuhnya perilaku hidup sehat dan pada gilirannya perilaku hidup bersih dan sehat akan membawa desa itu menjadi desa siaga.
Desa siaga yaitu desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mengatasi masalah kesehatan secara mandiri dalam rangka mewujudkan “Desa Sehat”. Dalam tahun 2006 akan digerakkan 12 ribu desa
47
menjadi desa siaga dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).
Mengenai gizi buruk, Menkes menambahkan bahwa secara nasional upaya pencegahan gizi buruk dilakukan melalui 3 tahap. Dalam jangka pendek, dilaksanakan tatalaksana penanggulangan gizi buruk mencakup sistem kewaspadaan dini secara intensif, pelacakan kasus dan penemuan kasus baru serta menangani kasus gizi buruk dengan perawatan di puskesmas dan rumah sakit. Dalam jangka menengah dilaksanakan revitalisasi puskesmas dan Posyandu
dengan
mengaktifkan
kegiatan
preventif
dan
promotif,
meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan termasuk tatalaksana gizi buruk bagi petugas rumah sakit dan puskesmas perawatan serta pemberdayaan keluarga di bidang ekonomi, pendidikan dan ketahanan pangan. Sedangkan dalam jangka panjang, dilakukan dengan mengintegrasikan program perbaikan gizi dan ketahanan pangan dalam program penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan keluarga untuk menerapkan perilaku sadar gizi.
2. Penanggulangan Gizi Menurut Depkes Kabupaten Tangerang Penanggulangan KEP dilakukan melalui beberapa intervensi yang dilakukan pada saat skrining kasus, antara lain penyuluhan individual dan konseling pengetahuan tentang pola asuh keluarga dan PMT dalam rangka peningkatan keluarga sadar gizi serta Pemberian makanan tambahan (PMT) pemulihan untuk balita gizi buruk. Pada kasus-kasus kronis gizi buruk yang
48
memerlukan rawatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas) maka kasus di rawat inapkan bahkan bila memerlukan rawatan lanjutan dapat di rujuk ke RSUD, dengan biaya rujukan bersumber dari APBN melalui Jamkesmas dan APBD Kabupaten Tangerang. Langkah-langkah yang telah ditempuh cukup efektif didalam menurunkan angka gizi buruk dilapangan. Dengan angka kemiskinan yang cukup tinggi maka balita gizi buruk dan gizi kurang merupakan prioritas untuk ditanggulagi setiap tahunnya.
L. Penatalaksanaan Keperawatan Anak yang menderita defisiensi gizi tidak selalu dirawat di rumah sakit kecuali yang menderita malnutrisi berat, kwashiorkor/marasmik kwashiorkor atau malnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya. Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah memenuhi kebutuhan gizi, bahaya terjadi komplikasi, gangguan rasa aman dan nyaman/psikososial, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai makanan anak. Anak yang menderita malnutrisi energi protein (MEP) yang berat pada umumnya menderita anoreksia yang hebat sehingga sukar sekali untuk memberikan makanan. Selain anoreksia juga menderita gangguan pada saluran pencernaan sebagai akibat kurangnya enzim-enzim yang diperlukan untuk pencernaan makanan; juga adanya atrofi vili usus mengakibatkan gangguan penyerapan. Akibat tidak dicerna dan diserap dengan baik, makanan yang ada di dalam usus tersebut menyebabkan berkembang-biaknya flora usus dan terjadi
49
diare. Padahal anak dengan defisiensi gizi yang berat memerlukan makanan tinggi kalori dan protein (3-4 g/kg BB/hari dan 160-175 g/kg BB/hari). Karena pada MEP/kwashiorkor toleransi terhadap makanan rendah maka pemberian makanannya harus bertahap; caranya dimulai dari tahap penyesuaian yaitu pemberian kalori dimulai dari 50 kalori/kg BB/hari dalam cairan 200 ml/kg BB/hari pada kwashiorkor, dan 250 ml/ kg BB/hari pada marasmus. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada anak dengan gangguan gizi yaitu: 1. Anamnesis Dengan anamnesis yang baik akan diperoleh informasi tentang riwayat nutrisi selama dalam kandungan, saat kelahiran, keadaan waktu lahir (termasuk berat badan dan panjang badan), penyakit dan kelainan yang diderita, data imunisasi, data keluarga, serta riwayat kontak dengan penderita riwayat penyakit tertentu. 2. Pemeriksaan Jasmani Bermanfaat untuk memperoleh kesan klinis tentang tumbuh kembang. Secara umum perlu diperhatikan bentuk tubuh serta perbandingan bagian kepala, tubuh dan anggota gerak. Demikian pula keadaan mental anak yang dapat kompos mentis, bersifat cengeng, atau apatik. Pada kepala yang perlu mendapat perhatian khusus adalah rambut (warna, tekstur, mudah dicabut), wajah (serupa anak sehat, orang tua susah, wajah bulan), mata yang mencakup sinar mata (biasa, sayu, apatik), bulu mata (biasa atau lurus, panjang dan
50
jarang), dan gejala defisiensi vitamin A, serta mulut (stomatitis dan noma). Pada abdomen mungkin tampak biasa atau membuncit, adanya asites, hepatomegali, dan splenomegali. Terhadap ektremitas perhaitkan adanya edema dan hipertropi otot. 3. Pemeriksaan Laboratorium Terutama mencakup pemeriksaan darah rutin seperti kadar haemoglobin dan protein serum (albumin, globulin), serta pemeriksaan kimia darah lain bila diperlukan (kadar hormon, perbandingan asam amino esensial dengan nonesensial, kadar lipid, kadar kolesterol).
M. Kerangka Teori Berdasarkan uraian dari berbagai literatur serta berbagai penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya tentang faktor-faktor yang berkaitan dengan status gizi anak balita, maka dapat dikatakan bahwa status gizi anak balita ditentukan oleh berbagai faktor yang terdiri dari penyebab langsung dan tidak langsung. faktor penyebab langsung, yaitu asupan makanan dan penyakit infeksi yang terkait satu sama lain. Apabila anak tidak mendapatkan asupan makanan yang tidak cukup akan memiliki daya tahan tubuh yang rendah terhadap penyakit. Faktor penyebab gizi kurang juga dapat disebabkan oleh tiga faktor penyebab tidak langsung seperti ketersediaan dan pola konsumsi pangan dalam rumah
51
tangga, pola pengasuh anak, jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan. Rendahnya kualitas konsumsi pangan dipengaruhi oleh kurangnya akses rumah tangga dan masyarakat terhadap pangan, baik akses pangan karena masalah ketersediaan maupun tingkat pendapatan yang dapat berpengaruh pada daya beli rumah tangga terhadap pangan, pola asuh, pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan dipengaruhi oleh pendidikan, pelayanan kesehatan, informasi, pelayanan keluarga berencana, serta kelembagaan sosial masyarakat untuk pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan.
52
Untuk lebih jelasnya variabel-variabel yang berhubungan dengan status gizi tersebut ditunjukkan dalam skema 2.3. Skema 2.3. Penyebab Kurang Gizi Dampak
Kurang gizi Makanan tidak seimbang
Tidak cukup Persediaan pangan
Pola asuh anak tidak memadai
Infeksi
Sanitasi dan air bersih/pelayanan kesehatan dasar tidak memadai
Penyebab langsung
Penyebab tidak langsung
Kurang pendidikan Pengetahuan dan ketrampilan
Kurangnya pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumberdaya masyarakat
Pokok masalah di masyarakat
Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan
Krisis Ekonomi, Politik, dan Sosial
Akar masalah
Sumber : UNICEF (1988) dengan penyesuaian dalam buku pengantar pangan dan gizi oleh Baliwati, et el. 2004.
53
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESA PENELITIAN, DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Berdasarkan kepustakaan, diketahui bahwa banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi, namun dalam penelitian ini tidak semua faktor dapat dianalisis. Dalam penelitian ini yang dianalisis hanya pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jenis kelamian anak, umur balita, dan penyakit infeksi. Maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut: Skema 3.1 Kerangka Konsep Sosial ekonomi: - Pendidikan ibu - Pengetahuan ibu tentang gizi - Pekerjaan orang tua - Pendapatan keluarga STATUS GIZI ANAK BALITA
Sosio demografi: - Jumlah anggota keluarga - Jenis kelamin anak - Umur balita Keadaan kesehatan anak/riwayat penyakit: - Penyakit infeksi Keterangan: Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel yang diteliti
54
B. Hipotesa penelitian Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kerangka konsep penelitian maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian sebagai berikut: a. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. b. Ada hubungan antara pekerjaan orang tua dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. c. Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. d. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. e. Ada hubungan antara banyaknya jumlah anggota keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. f. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. g. Ada hubungan antara umur anak dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009. h. Ada hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009.
55
C. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional
Pendidikan
Definisi Cara ukur operasional Jenjang pendidikan Pertanyaan
Kuesioner (0) Rendah: <
ibu
formal terakhir
kepada
A No. 5
yang berhasil
responden
(1)Tinggi: ≥
diselesaikan oleh
dengan
SLTP
responden.
menggunakan
Variabel
Alat ukur
kuesioner.
Hasil ukur
Skala ukur Ordinal
SLTP
(Depdiknas, wajib belajar 9 tahun)
Pengetahuan Tingkat
Pertanyaan
Kuesioner (0): Pengetahuan Ordinal
ibu tentang
pemahaman ibu
kepada
D No. 1- kurang jika nilai
gizi
mengenai gizi anak responden balita.
15
kurang dari
dengan
Median.
menggunakan
(1): Pengetahuan
kuesioner.
baik jika lebih dari Median.
Pekerjaan ibu Bekerja atau tidak Pertanyaan bekerjanya ibu
kepada
dalam rangka
responden
memberikan
dengan
penghasilan
menggunakan
tambahan pada
kuesioner.
keluarga. (Miko, 2003)
Kuesioner (0): Tidak A No. 6
bekerja (1): Bekerja
(Miko, 2003)
Ordinal
56
Definisi operasional Pendapatan Perbandingan
Pertanyaan
Alat Hasil ukur ukur Kuesioner (0): Ekonomi
per kapita/
antara jumlah
kepada
A No. 7
keluarga
pendapatan
responden
Rp. 1.500.000,-
keluarga terhadap
dengan
/kapita/bulan
seluruh jumlah
menggunakan
(1): Ekonomi
seluruh anggota
kuesioner.
menengah ke bawah
Variabel
Cara ukur
Skala ukur Ordinal
menengah ke atas: ≥
keluarga.
< Rp. 1.500.000,-
(Orisinal, 2003)
/kapita/bulan. (BPS, 2007)
Jenis
Menyebutkan
kelamin
bahwa anak laki- kepada laki
Pertanyaan
Kuesioner (0): laki-laki B No. 2
Nominal
(1): perempuan
biasanya responden
mendapatkan
dengan
prioritas yang lebih menggunakan tinggi
dalam
hal kuesioner.
makanan dibandingkan anak perempuan. (Khumaidi (1989)
Umur anak Lama hidup yang Pertanyaan telah dijalani anak, kepada dihitung
dalam responden
satuan bulan penuh dengan (Orisinal, 2003)
menggunakan kuesioner.
Kuesioner 1: 0-6 bulan B No. 3
2: 7-12 bulan 3: 3: 13-36 bulan 4: 4: 37-59 bulan (LIPI, 1998)
Ordinal
57
Jumlah
Banyaknya orang yang Pertanyaan
Skala ukur Kuesioner (0): ≤ 6 orang Ordinal
anggota
tinggal satu atap dan kepada
E. No. 1
keluarga
makan dalam satu dapur responden
(Morley
(BPS dalam Kartono et dengan
dalam
al, 2001)
menggunakan
Pudjiadi
kuesioner.
1997)
Variabel
Definisi operasional
Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
(1): > 6 orang
Penyakit
Keadaan dimana pernah Pertanyaan
Kuesioner0: (0):Tidak
infeksi
atau
C No. 1-5 Ada penyakit
tidaknya
menderita
anak kepada
diare
atau responden
infeksi
ISPA dalam 2 minggu dengan
(1): Ada
terakhir
penyakit
sebelum/saat menggunakan
pengumpulan data.
kuesioner.
infeksi
Disebut menderita diare apabila anak mengalami
(Sihotang,
buang air besar dengan
2007)
frekuensi 3 kali atau lebih dalam satu hari dan adanya perubahan konsistensi (lembek
tinja atau
cair).
Disebut ISPA apabila anak mengalami salah satu
diantara
gejala-
gejala
seperti
demam/panas,
batuk,
dan pilek.
(Sihotang, 2007)
Ordinal
58
Variabel Status gizi
Skala ukur balita, Penimbangan Dacin, 1. Gizi baik :≥ - Ordinal
Definisi operasional Keadaan yang
gizi
diukur
dengan
BB/U
berdasarkan
indeks
antropometri:
Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
Meteran.
2 SD s/d + 2 SD
2. Gizi kurang:
BB (Kg) yang diukur
< - 2 SD
dibandingkan
sampai ≥ - 3
umur,
dengan
menggunakan
standar WHO-NCHS.
SD 3. Gizi buruk: 4. < -3 SD
(Depkes, 1991) (Menkes, 2002)
59
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang akan digunakan dalam melakukan prosedur penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dalam penelitian yang akan dilakukan peneliti menggunakan rancangan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian Cross-sectional (potong lintang) karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu (periode) yang sama. Rancangan penelitian deskriptif ini bertujuan untuk menerangkan atau menggambarkan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan status gizi seperti pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin anak, umur balita, dan keadaan kesehatan anak/riwayat penyakit (penyakit infeksi).
B. Populasi, Sampel dan Teknik pengambilan sampel 1. Populasi Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut (Hidayat, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua/ibu/bapak dengan anak
60
balita umur 0-59 bulan yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 568 orang di Kecamatan Sepatan. 2. Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Kriteria sampel penelitian ini adalah orang tua/ibu/bapak dengan anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang dengan jumlah sampel sebanyak 107 orang yaitu keluarga yang mempunyai masalah dengan status gizi anak balita. Besar sampel dihitung berdasarkan Hipotesis beda dua proporsi dengan rumus sebagai berikut: [Z1−α/2 2𝑃 1 − 𝑃
𝑛=
+ Z1−β P₁ 1 − P₁ + P₂(1 − P₂)]² (P₁ − P₂)²
Keterangan: n
= Jumlah sampel yang dibutuhkan
Z1−α/2
= 1,96 (Derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval dengan (α) sebesar 5%)
Z1−β
= 0,84 (Kekuatan uji sebesar 80%)
P₁
= 0,593 (Proporsi distribusi balita gizi buruk menurut tingkat pendidikan berdasarkan penelitian di Kota Sukabumi Tahun 2006 oleh Sarikasih Harefa).
61
P₂
= P₁-20% (0,593-0.20= 0,393) Proporsi distribusi balita gizi buruk menurut tingkat pendidikan berdasarkan penelitian di Kota Sukabumi Tahun 2006 oleh Sarikasih Harefa dengan perbedaan 20% dari proporsi awal.
P̅
= (P₁+P₂)/2 (0.593+0,393)/2= 0.493
=
=
[Z1−α/2 2𝑃 1−𝑃
+Z1−β P₁ 1−P₁ +P₂(1−P₂)]² (P₁−P₂)²
[1.96 2 0.493 1−0.493 +0,84 0.593 1−0.593 +0.393 (1−0.393)]² (0.593−0.393)²
= 97 orang
Dengan cadangan 10% untuk menghindari drop out responden
97 𝑥10% 100
=
9,7 sehingga jumlah sampel yang dibutuhkan adalah sebanyak 97+9,7 = 106,7 dibulatkan menjadi 107 orang.
3. Teknik pengambilan sampel Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2008). Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan peneliti adalah aksidental sampling yaitu dimana pengambilan sampel dilakukan dengan cara kebetulan bertemu.
62
C. Lokasi dan Waktu Penelitian Sebelum melakukan penelitian, peneliti akan melakukan uji validitas dan realibilitas di Puskesmas Kampung Sawah Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang. Lokasi Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Puskesmas ini dipilih menjadi tempat penelitian karena jumlah kasus balita gizi buruk dan gizi kurang cukup tinggi dibandingkan dengan Puskesmas lain di Kabupaten Tangerang. Selain itu, penduduk di sekitar wilayah Puskesmas ini tingkat perekonomiannya menengah kebawah dan masih banyak keluarga dibawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, terdapat banyak anak yang mengalami gizi buruk dan gizi kurang sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan bulan September Tahun 2009.
E. Alat Pengumpul Data Alat yang digunakan dalam penelitian untuk mengumpulkan data berupa angket/kuesioner dengan beberapa pertanyaan hasil rancangan peneliti yang dibuat sesuai tujuan penelitian yang akan dilakukan dan mengacu pada kerangka konsep.
63
F. Metoda Pengumpulan Data Prosedur Pengumpulan data dilakukan secara langsung memberikan kuesioner kepada Ibu/orang tua dengan anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang dengan prosedur sebagai berikut: 1. Langkah awal yang dilakukan peneliti meliputi mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada institusi pendidikan sebagai landasan permohonan mengadakan penelitian di Puskesmas Sepatan yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan penelitian. 2. Kemudian
penelitian
dilanjutkan
di
puskesmas,
setelah
peneliti
memperoleh ijin dari pihak Puskesmas Sepatan. 3. Peneliti melakukan pendekatan pada masing-masing responden yang memenuhi kriteria sampel dan untuk memperoleh kesediaannya menjadi responden penelitian. 4. Responden memberikan kesediaannya menjadi subyek penelitian setelah mendapat penjelasan mengenai tujuan penelitian, keuntungan penelitian, dan cara pengisian kuesioner. Jika calon responden setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini harus menandatangani lembar persestujuan (informed consent) dengan tanpa paksaan. 5. Peneliti akan menunggu responden sampai responden selesai mengisi lembar kuesioner.
64
6. Sebelum
kuesioner
dikumpulkan,
responden
dipersilahkan
untuk
memeriksa kembali apakah lembar kuesioner yang sudah diisi sesuai dengan petunjuk. Jika ada pertanyaan yang sulit dipahami, maka peneliti akan menjelaskan kembali maksud pertanyaan tersebut. 7. Selama pengisian kuesioner, peneliti menimbang BB dan mengukur TB anak.
G. Pengolahan Data Dalam proses pengolahan data peneliti mengunakan langkah-langkah pengolahan data diantaranya: 1. Editing Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data atau formulir kuesioner yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul. 2. Coding Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel. Misalnya status pekerjaan dilakukan coding (0 = tidak bekerja dan 1 = bekerja).
65
3. Entry data Data entri adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa dengan membuat tabel kontingensi. 4. Processing data Setelah semua isian kuesioner tersisi penuh dan benar, dan juga data sudah dikoding, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis. Proses pengolahan data dilakukan dengan cara memindahkan data dari kuesioner ke paket program komputer pengolahan data statistik. 5. Cleaning data Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang sudah dientri, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin terjadi pada saat meng-entry data ke komputer.
H. Analisa Data 1. Analisa Univariat Analisa univariat dilakukan secara deskriptif, yaitu menampilkan tabel frekuensi tentang karakteristik responden sebagai variabel independen dalam penelitian ini berdasarkan karakteristik sosial ekonomi (pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi, pekerjaan, pendapatan keluarga), Sosio demografi (jumlah anggota keluarga, jenis kelamin anak, umur balita), dan keadaan
66
kesehatan anak/riwayat penyakit (penyakit infeksi). Sedangkan variabel dependen yaitu status gizi anak balita. 2. Analisa Bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen yaitu sosial ekonomi (pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi, pekerjaan, pendapatan keluarga), Sosio demografi (jumlah anggota keluarga, jenis kelamin anak, umur balita), dan keadaan kesehatan anak/riwayat penyakit (penyakit infeksi) dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang. Tehnik analisa yang dilakukan yaitu dengan analisa Chi-Square dengan menggunakan derajat kepercayaan 95% dengan α 5%, sehingga jika nilai P (p value) < 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen, dan apabila nilai p value > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.
67
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Tempat Penelitian 1.
Data Geografi Puskesmas Sepatan merupakan bagian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang yang terletak di jalan raya Mauk Desa Sepatan Kecamatan Sepatan. Dengan luas wilayah 11.030,326 Ha. Terdiri dari perumahan, perkampungan, pesawahan, ladang dan sungai dengan luas pesawahan 2.305,093 Ha. Ketinggian dari permukaan laut 4-5 meter dan jarak ke Ibu Kota Kabupaten 39 kilometer.
Puskesmas Sepatan terdapat di Desa Sepatan jalan raya Mauk Km 11, dengan status kepemilikan tanah milik Pemerintah kabubaten Tangerang. Batas-batas wilayah kecamatan Sepatan adalah sebagai berikut: a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Mauk dan Sukadiri. b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sepatan timur dan Paku Haji. c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pasar Kemis dan Periuk. d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Rajeg.
68
Jumlah desa wilayah kerja Puskesmas Sepatan terbagi menjadi delapan desa:
2.
a.
Desa Sepatan
b.
Desa Pondok Jaya
c.
Desa Karet
d.
Desa Mekar Jaya
e.
Desa Pisangan Jaya
f.
Desa Kayu Bongkok
g.
Desa Kayu Agung
h.
Desa Sarakan
Data Demografi a.
Jumlah Penduduk Komposisi penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sepatan berasal dari penduduk asli dan penduduk pendatang. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Tahun 2008 yaitu laki-laki sebanyak 33.418 jiwa dan perempuan sebanyak 42.534 jiwa, dengan jumlah keseluruhan 75.952 jiwa.
b. Jenis Pekerjaan Lapangan pekerjaan penduduk Puskesmas Sepatan terdiri dari petani, buruh, nelayan, pedagang, pengusaha, pengrajin, pedangang, pengangkutan,
peternak,
PNS,
TNI
dan
POLRI.
Dengan
69
keanekaragaman profesi dan strata ekonomi menengah ke bawah, tinggal di lokasi perumahan dan pedesaan. Namun masyarakat yang ekonominya relatif rendah tinggal di perkampungan dengan sebagian besar mata pencahariannya adalah buruh dan petani.
3.
VISI dan MISI Puskesmas Sepatan a.
VISI Puskesmas Sepatan Untuk mendukung visi Kabupaten Tangerang dan rencana strategi pembangunan Pemerintah Tangerang dan khususnya Kecamatan Sepatan dalam bidang kesehatan, maka dirumuskan Visi Pembangunan Kesehatan Puskesmas Sepatan yaitu: “PUSKESMAS SEPATAN MENUJU PELAYANAN KESEHATAN YANG BERMUTU”.
b. MISI Puskesmas Sepatan Untuk mewujudkan visi tersebut diatas, ditetapkan 3(tiga) misi pelayanan kesehatan yang bermutu sebagai berikut: 1). Meningkatkan kualitas dan kinerja SDM 2). Meningkatkan sarana dan prasarana, dan 3). Meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.
70
4.
Pelayanan Puskesmas
Jenis pelayanan Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan terdiri dari Rawat Inap, Unit Gawat Darurat (UGD), ruang Rontgen, USG, Poned, promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, balai pengobatan umum, balai pengobatan gigi, balai kosultasi gizi, immunisasi, konsultasi kesehatan remaja dan usila, usaha kesehatan sekolah (UKS)/UKGS, pencegahan dan pemberantasan
penyakit,
kesehatan
lingkungan,
kesehatan
Jiwa,
pemeriksaan laboratorium sederhana, kesehatan mata, dan kesehatan Telinga.
B. Hasil Analisa Univariat 1.
Gambaran Status Gizi Anak Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Status gizi dalam penelitian ini menggunakan indikator berat badan menurut umur (BB/U). Berdasarkan perhitungan BB/U dikatakan kurang jika memilki nilai > -3 SD s/d < -2 SD dan dikatakan baik jika memiliki nilai > - 2 SD s/d < 2 SD (WHO, 2005). Hasil penelitian status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 menunjukkan bahwa anak balita dengan status gizi baik berjumlah 46 orang (43%) dan anak balita yang mengalami gizi kurang sebanyak 61 orang (57%). Gambaran status gizi dapat dilihat pada Tabel 5.1
71
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009
2.
Status Gizi
Jumlah
Persen (%)
Baik
46
43
Kurang
61
57
Total
107
100
Gambaran Pendidikan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Distribusi frekuensi pendidikan ibu balita yang menjadi responden di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pendidikan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Pendidikan Ibu
Jumlah
Persen (%)
Tinggi
24
22.4
Rendah
83
77.6
Total
107
100
72
Dari tabel 5.2 terlihat bahwa dari 107 ibu balita yang menjadi responden di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang yang berpendidikan berpendidikan tinggi sebanyak 24 orang atau sekitar 22.4 % dan rendah yaitu sebanyak 83 orang atau sebesar 77.6% . Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan ibu tergolong rendah, sehingga kemungkinan balita dapat mengalami gizi kurang. Sebab tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan kepada balitanya. Semakin tinggi pendidikan ibu maka akan memberikan makanan yang semakin baik untuk balitanya, sehingga akan memberikan dampak terhadap status gizi anak balitanya.
3.
Gambaran Pekerjaan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Distribusi frekuensi pekerjaan ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Pekerjaan Ibu
Jumlah
Persen (%)
Tidak bekerja
96
89.7
Bekerja
11
10.3
Total
107
100
73
Dari tabel 5.3 terlihat bahwa dari 107 ibu di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang sebagian besar ibunya tidak bekerja yaitu sebanyak 96 orang atau sekitar 89.7%. Jadi hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu mempunyai waktu lebih banyak untuk merawat anaknya karena ibu tidak bekerja diluar rumah untuk mencari nafkah, sehingga kemungkinan balitanya tidak mengalami gizi kurang.
4.
Gambaran Pendapatan Keluarga di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Distribusi frekuensi pendapatan keluarga di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.4. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pendapatan Keluarga di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Pendapatan Keluarga
Jumlah
Persen (%)
Tinggi
2
1.9
Rendah
105
98.1
Total
107
100
Dari tabel 5.4 terlihat bahwa dari 107 responden di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang sebagian besar pendapatan keluarga masih rendah yaitu sebanyak 105 orang atau sekitar 98.1%. Hal ini
74
menunjukkan bahwa pendapatan keluarga dapat mempengaruhi status gizi pada balita, jika suatu keluarga memiliki pendapatan yang besar serta cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarga maka dijamin kebutuhan gizi pada balita akan terpenuhi.
5.
Gambaran Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Distribusi frekuensi jenis kelamin balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.5. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Jenis Kelamin Balita
Jumlah
Persen (%)
Laki-Laki
47
43.9
Perempuan
60
56.1
Total
107
100
Dari tabel 5.5 terlihat bahwa dari 107 balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 persentase balita yang berjenis kelamin perempuan sekitar 56.1% (60 orang) lebih banyak daripada laki-laki. Hasil ini menunjukkan bahwa yang sering mengalami masalah gizi lebih banyak balita berjenis kelamin perempuan. Hal ini juga
75
bisa dimungkinkan jumlah balita yang berkunjung ke Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang lebih banyak balita perempuan daripada balita laki-laki.
6.
Gambaran Umur Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Distribusi frekuensi umur balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.6. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Umur Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Umur Balita
Jumlah
Persen (%)
0-6 bulan
1
0.9
7-12 bulan
13
12.1
13-36 bulan
65
60.7
37-59 bulan
28
26.2
Total
107
100
Dari tabel 5.6 terlihat bahwa dari 107 balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 persentase balita yang datang ke Puskesmas paling banyak umur 13-36 bulan sebanyak 65 orang atau sekitar 60.7%.
76
7.
Gambaran Penyakit Infeksi di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Distribusi frekuensi penyakit infeksi di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.7. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Penyakit Infeksi
Jumlah
Persen (%)
Berat
14
13.1
Ringan
93
86.9
Total
107
100
Dari tabel 5.7 terlihat bahwa dari 107 balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 persentase balita yang menderita penyakit infeksi berat sebanyak 14 balita atau (13.1%) dan yang menderita penyakit infeksi ringan sebanyak 93 balita atau sebesar (86.9%).
77
8.
Gambaran Jumlah Anggota Keluarga Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Distribusi frekuensi jumlah anggota keluarga balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.8. Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Jumlah Anggota Keluarga Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah
Persen (%)
≤ 6 orang
75
70.1
> 6 orang
32
29.9
Total
107
100
Dari tabel 5.8 terlihat bahwa dari 107 balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 sebagian besar balita berasal dari keluarga yang jumlah anggota keluarganya kurang dari sama dengan (≤ 6 orang) yaitu sebesar 70.1% atau sebanyak 75 balita. Sedangkan sebagian kecil balita berasal dari keluarga yang jumlah anggota keluarganya lebih dari 6 orang yaitu sebesar 29.9% atau sebanyak 32 balita.
78
9.
Gambaran Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Distribusi frekuensi pengetahuan ibu balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh hasil yang disajikan pada tabel 5.9. Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Pengetahuan Ibu Balita
Jumlah
Persen (%)
Pengetahuan Tinggi
104
97.2
Pengetahuan Rendah
3
2.8
Total
107
100
Dari tabel 5.9 terlihat bahwa dari 107 ibu balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 sebagian besar ibu balita pengetahuannya baik yaitu sebanyak 104 ibu balita atau sebesar 97.2%. Sedangkan hanya sebagian kecil ibu balita pengetahuan rendah yaitu sebanyak 3 orang atau sebesar 2.8%.
79
C. Hasil Analisa Bivariat Analisa bivariat ini yaitu untuk melihat adanya hubungan antara faktorfaktor yang diduga berhubungan seperti (pendidikan ibu, pekerjaan, pendapatan, umur balita, jenis kelamin balita, jumlah anggota keluarga, penyakit infeksi, dan pengetahuan ibu) dengan status gizi anak balita.
1.
Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita Hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.1.1 berikut ini. Tabel 5.1.1 Analisa Hubungan Antara Pendidikan Ibu Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Status Gizi Baik
Kurang
Jumlah
OR 95% CI
Kategori Tinggi Pendidikan Ibu Rendah Total
n
n
n
(%)
(%)
(%)
10
14
24
41.7%
58.3%
100%
1.072
36
47
83
43.4%
56.6%
100%
0.4272.692
46
61
107
43.0
57.0%
100%
Pvalue
1.000
80
Dari tabel 5.1.1 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang lebih banyak dialami oleh ibu yang memiliki pendidikan rendah yaitu sebesar 47 balita daripada yang memiliki ibu berpendidikan tinggi 14 balita. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai P 1.000. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna secara statistik antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
2.
Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita Hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.1.2 berikut ini. Tabel 5.1.2 Analisa Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Status Gizi
Kategori Tidak Pekerjaan bekerja Ibu Bekerja Total
Baik
Kurang
Jumlah
n (%) 40 41.7% 6 54.5% 46 43.0%
n (%) 56 58.3% 5 45.5% 61 57.0%
n (%) 96 100% 11 100% 107 100%
OR 95% CI
Pvalue
0.595 0.1702.086
0.620
81
Dari tabel 5.1.2 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang lebih banyak dialami oleh ibu yang tidak bekerja yaitu sebanyak 56 balita dibandingkan dengan ibu yang bekerja yaitu sebanyak 5 balita. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai P 0.620. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna secara statistik antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
3.
Hubungan Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Balita Hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.1.3 berikut ini. Tabel 5.1.3 Analisa Hubungan Antara Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Status Gizi Kategori Pendapatan Keluarga
Tinggi Rendah
Total
Baik
Kurang
Jumlah
n (%) 0 0% 46 43.8% 46 43.0%
n (%) 2 100% 59 56.2% 61 57.0%
n (%) 2 100% 105 100% 107 100%
P-value
0.269
82
Dari tabel 5.1.3 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang lebih banyak dialami oleh keluarga yang berpendapatan rendah yaitu sebanyak 59 balita dibandingkan dengan ibu yang berpendapatan tinggi yaitu sebanyak 2 balita. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nila P 0.269. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna secara statistik antara pendapatan dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
4.
Hubungan Jenis Kelamin Balita Dengan Status Gizi Balita Hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.1.4 berikut ini. Tabel 5.1.4 Analisa Hubungan Antara Jenis Kelamin Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Status Gizi
Kategori
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
OR 95% CI
Pvalue
47 100%
1.542
0.815
60 100% 107 100%
0.7113.340
Baik
Kurang
Jumlah
n (%)
n (%)
n (%)
23 48.9%
24 51.1%
23 38.3% 46 43.0%
37 61.7% 61 57.0%
83
Dari tabel 5.1.4 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang lebih banyak dialami oleh balita perempuan yaitu sebanyak 37 balita dibandingkan dengan balita laki-laki yaitu sebanyak 24 balita. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai P 0.815. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna secara statistik antara jenis kelamin dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
5.
Hubungan Umur Balita Dengan Status Gizi Balita Hubungan antara umur balita dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.1.5 berikut ini. Tabel 5.1.5 Analisa Hubungan Antara Umur Balita Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Status Gizi Kategori
Umur Balita
0-6 bulan 7-12 bulan 13-36 bulan 37-59 bulan Total
Baik
Kurang
Jumlah
Pvalue
n (%) 0 0% 6 46.2% 31 45.6% 9 36.0% 46 43.0%
n (%) 1 100% 7 53.8% 37 54.4% 16 64.0% 61 57.0%
n (%) 1 100% 13 100% 68 100% 25 100% 107 100%
0.684
84
Dari tabel 5.1.5 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang lebih banyak dialami oleh balita umur 13-36 bulan yaitu sebanyak 37 balita dibandingkan dengan balita umur 0-6 bulan hanya ada 1 balita. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai P 0.684. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna secara statistik antara umur balita dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
6.
Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita Hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.1.6 berikut ini. Tabel 5.1.6 Analisa Hubungan Antara Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Status Gizi Baik
Penyakit Infeksi
Kurang Jumlah
Kategori
n (%)
n (%)
n (%)
Infeksi Berat
6 42.9%
8 57.1%
14 100%
Infeksi Ringan
40 43.0%
53 57.0%
93 100%
Total
46 43.0%
61 57.0%
107 100%
OR 95% CI
P-value
0.994 0.319-3.093
1.000
85
Dari tabel 5.1.6 diketahui bahwa balita yang menderita gizi kurang lebih banyak mengalami penyakit infeksi ringan yaitu sebanyak 53 balita atau sekitar (57%) dibandingkan dengan balita yang gizi baik yaitu sebanyak 40 balita atau sekitar (43%). Dari hasil perhitungan dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai P 1.000. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna secara statistik antara penyakit infeksi dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
7.
Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Balita Hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.1.7 berikut ini. Tabel 5.1.7 Analisa Hubungan Antara Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Status Gizi Baik Kategori Jumlah Anggota Keluarga
≤ 6 orang > 7 orang Total
Kurang Jumlah
n (%)
n (%)
n (%)
33 44.0% 13 40.6% 46 43.0%
42 56.0% 19 59.4% 61 57.0%
75 100% 32 100% 107 100%
OR 95% CI
Pvalue
1.148 0.4962.660
0.913
86
Dari tabel 5.1.7 menunjukkan bahwa balita yang menderita gizi kurang lebih banyak pada jumlah anggota keluarga kurang dari sama dengan 6 orang (≤ 6 orang) yaitu sebanyak 42 balita. Dengan menggunakan uji chisquare diperoleh nilai P 0.913. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna secara statistik antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
8.
Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita Hubungan antara pengetahuan dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.1.8 berikut ini. Tabel 5.1.8 Analisa Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Status Gizi Balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 Status Gizi
Kategori
Pengetahuan
Rendah Tinggi Total
Baik n (%) 0 0% 46 44.2% 46 43.0%
Kurang n (%) 3 100% 58 55.8% 61 57.0%
Jumlah n (%) 3 100% 104 100% 107 100%
P-value 0.350
87
Dari tabel 5.1.8 menunjukkan bahwa balita yang menderita gizi kurang lebih banyak dari orang tua yang pengetahuannya tinggi yaitu sebanyak 58 balita daripada orang tua yang pengetahuannya rendah yaitu sebanyak 3 balita. Dengan perhitungan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai P 0.350. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna secara statistik antara pengetahuan dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009.
88
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional, variabel sebab dan akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur untuk atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan). Penggunaan desain ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat mengetahui hubungan kausal dari masing-masing variabel. Akan tetapi desain ini memiliki keunggulan antara lain cepat dan tidak memerlukan biaya yang cukup besar (Pratiknya, 2003). Kerangka konsep pada penelitian ini hanya menghubungkan beberapa faktor yang dapat berhubungan dengan status gizi balita yaitu pendidikan ibu, pengetahuan ibu tentang gizi, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin anak, umur
balita dan penyakit infeksi.
Sedangkan faktor-faktor lainnya tidak diteliti. Sehingga apabila tidak ditemukan adanya hubungan antara status gizi dengan faktor–faktor tersebut, maka ada kemungkinan status gizi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti.
89
B. Analisa Univariat 1.
Status Gizi Anak Balita Pada penelitian ini didapat hasil dari 107 orang responden anak balita, ternyata ada 61 balita atau sekitar 57% balita menderita gizi kurang. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kota Tasikmalaya tahun 2002 berdasarkan hasil penelitian Miko yaitu sebesar 21,5% (163 balita), dan ini merupakan masalah yang serius mengingat dampak yang diakibatkan oleh gizi kurang tersebut. Semakin banyak anak balita yang menderita gizi kurang, maka daerah itu akan semakin menghadapi sebagian masalah sumber daya. Banyaknya jumlah anak yang menderita gizi kurang ini harus mendapatkan perhatian yang serius agar keadaan tidak menjadi hal yang buruk. Sebab jika hal ini dibiarkan berlarut-larut maka akan menurunkan derajat kesehatan anak dan menghambat pertumbuhan fisik dan mental anak. Hal ini sesuai dengan penelitian Azwar (2000) yang menyebutkan resiko relatif (RR) angka kematian bagi penderita gizi buruk adalah sebesar 8,4 kali dan gizi kurang 4,6 kali dibandingkan anak balita dengan gizi baik. Dengan demikian keadaan anank yang menderita gizi kurang, pertumbuhan dan perkembangannya akan terhambat karena pada proses pertumbuhan dibutuhkan zat gizi yang optimal.
90
2.
Pendidikan Ibu Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendidikan ibu tergolong masih rendah, sehingga kemungkinan balita mengalami
masalah
kurang
gizi
bisa
terjadi.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar balita gizi kurang di Klinik Gizi Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari keluarga yang pendidikan ibunya rendah (≤ SLTP) yaitu sebesar 77.6%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sularyo, dkk (1984) dan Riskesdas 2007. Menurut Sularyo, dkk (1984) dalam penelitiannya menemukan bahwa lebih kurang 90% ibu dipedesaan yang diteliti berpendidikan paling tinggi SD bahkan seperenamnya tidak sekolah. Sedangkan menurut Riskesdas 2007 menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan kepala keluarga maka semakin rendah prevalensi gizi buruk dan gizi kurang pada balita, dan menunjukkan bahwa sebagian besar balita gizi kurang berasal dari keluarga yang pendidikan ibunya ≤ SLTP. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Sebab tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang diberikan kepada balitanya.
91
3.
Pekerjaan Ibu Ibu yang tidak bekerja dalam keluarga dapat mempengaruhi asupan gizi balita. Karena ibu berperan sebagai pengasuh dan pengatur konsumsi makanan anggota keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian balita yang mengalami gizi kurang di Klinik Gizi Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari keluarga yang ibunya tidak bekerja sebesar 89.7%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian ibu memiliki waktu yang yang lebih banyak untuk mengasuh dan merawat anaknya karena ibu tidak bekerja diluar rumah untuk mancari nafkah. Namun hal ini tidak diimbangi dengan pemberian makanan yang seimbang dan bergizi pada anak balitanya. Sebab tanpa diberi jaminan makananyang bergizi dan pola asuh yang benar, maka anak akan mengalami kekurangan gizi. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Miko (2003). Pada penelitian Miko (2003) didapatkan proporsi gizi kurang pada anak umur 6-60 bulan mempunyai ibu tidak bekerja lebih banyak (22,4%) dibandingkan dengan anak yang mempunyai ibu bekerja (19,9%) di Kecamatan Bojongasih Kabupaten Tasikmalaya.
4.
Pendapatan Keluarga Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 107 ibu balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang sebagian besar
92
pendapatan keluarga masih rendah yaitu sebanyak 105 orang atau sekitar 98.1%. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan keluarga dapat mempengaruhi status gizi pada balita, jika suatu keluarga memiliki pendapatan yang besar serta cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi anggota keluarga maka dijamin kebutuhan gizi pada balita akan terpenuhi. Pendapatan seseorang identik dengan mutu sumber daya manusia, sehingga seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya memiliki pendapatan yang relatif tinggi pula. Pendapatan keluarga juga tergantung pada jenis pekerjaan suami dan anggota keluarga lainnya. Pendapatan keluarga akan relatif lebih besar jika suami dan istri bekerja diluar rumah.
5.
Jenis Kelamin Balita Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa jumlah balita gizi kurang perempuan di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 lebih tinggi daripada balita gizi kurang laki-laki. Hal ini dikarenakan jumlah balita gizi kurang perempuan yang berkunjung ke Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 lebih banyak daripada balita gizi kurang laki-laki. Jenis kelamin merupakan faktor gizi internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehingga pada waktunya ada hubungan antara jenis kelamin dengan keadaan gizi (Apriadji, 1986). Jumlah balita gizi kurang
93
di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 lebih banyak pada balita perempuan (60 balita) daripada balita lakilaki (47 balita). Hal ini sejalan dengan yang di ungkapkan Khumaidi (1989) yang menyebutkan bahwa anak laki-laki biasanya mendapatkan prioritas yang lebih tinggi dalam hal makanan dibandingkan anak perempuan. Tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil Riskesdas 2007 yang menyebutkan bahwa tidak nampak adanya perbedaan yang mencolok antara prevalensi gizi buruk, kurang, baik dan lebih antara balita laki-laki dan perempuan. Status gizi balita perempuan seharusnya lebih tinggi daripada lakilaki, sebab pada balita perempuan pada usia dewasa akan mengalami proses kehamilan. Sehingga ketika pertambahan berat badannya sesuai dengan pertambahan usianya, maka risiko untuk mengalami berat badan lahir rendah (BBLR) menjadi lebih kecil.
6.
Umur Balita Umur balita merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi, sehingga umur berkaitan erat dengan status gizi anak balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 menunjukkaan balita yang mengalami gizi kurang banyak terjadi pada umur 13-36 bulan yaitu sebesar 60.7%.
94
Anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Karena makanan memberikan sejumlah zat gizi yang
diperlukan
untuk
tumbuh
kembang
pada
setiap
tingkat
perkembangan dan usia, yaitu masa bayi, masa balita dan masa usia prasekolah. Pemilihan makanan yang tepat dan benar, bukan saja akan menjamin kecukupan gizi bagi tumbuh kembang fisik, tetapi juga perkembangan sosial, psikologis dan emosional. Hasil ini sejalan dengan hasil Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa keseriusan masalah gizi menjadi lebih jelas terjadi pada kelompok umur 12-47 bulan, karena pada kelompok ini merupakan periode pertumbuhan kritis dimana terjadi kegagalan pertumbuhan (growth failure). Kejadian masalah gizi pada kelompok umur tersebut yang tinggal didaerah desa lebih tinggi dibandingkan dengan kota. Dengan demikian usia 12-47 bulan merupakan usia rawan untuk menderita gizi kurang. Karena semakin bertambah umur anak balita, berarti semakin besar pula kebutuhan zat gizi bagi anak balita tersebut.
7.
Penyakit Infeksi Pada Balita Hasil ini menunjukkan bahwa anak balita yang mengalami masalah gizi beresiko menderita penyakit infeksi. Keberadaan penyakit infeksi pada balita mengakibatkan balita kehilangan nafsu makan, sehingga balita
95
sering menolak makan yang berarti asupan zat gizi juga tidak ada. Apalagi infeksi yang disertai muntah yang menghilangkan zat gizi yang ada pada balita. Penyakit infeksi dapat berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh abak balita, karena penyakit infeksi dapat menurunkan nafsu makan sehingga konsumsi makanan menurun. Padahal kebutuhan gizi anak pada waktu sakit justru meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009 persentase balita yang menderita penyakit infeksi berat sebanyak 14 balita (13.1%) dan yang menderita penyakit infeksi ringan sebanyak 93 balita atau sebesar (86.9%). Pada penelitian ini, jenis penyakit infeksi yang banyak diderita yaitu penyakit infeksi ringan seperti batuk, pilek, dan demam. Tetapi menurut Depkes RI (2005) penyakit infeksi yang sering diderita adalah diare (7.52%), demam thipoid (3.155%) dan demam dengue (3.01%). Sedangkan Malta (1992) menemukan bahwa panas, diare, dan batuk merupakan gejala yang paling sering ditemui bayi diatas 6 bulan. Sehingga dapat dijelaskan bahwa apabila anak kurang gizi menderita penyakit infeksi, maka gangguan pertumbuhan dan perkembangan semakin besar.
96
8. Jumlah Anggota Keluarga Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang mengalami gizi kurang di Klinik Gizi Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari keluarga yang jumlah anggota keluarganya kurang dari sama dengan 6 orang (≤ 6 orang) sebesar 70.1%. Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi status gizi anak balita dalam rumah tangga yang bersangkutan. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diikuti oleh peningkatan jumlah pendapatan akan memperburuk status gizi keluarga secara keseluruhan. Karena jumlah anak yang banyak pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan kasih sayang yang diterima oleh anak. Lebih-lebih jika jarak anak terlalu dekat. Sedangkan pada keluarga dengan keadaan sosial ekonominya kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak terpenuhi. Sehingga jumlah saudara sangat berpengaruh terhadap status gizi anak.
97
9. Pengetahuan Ibu Pengetahuan
gizi
ibu
merupakan
salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi balita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang mengalami gizi kurang di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari ibu yang berpengetahuannya baik yaitu sebayak 97.2%. Dalam penelitian yang dilakukan Hermina (1992) ditemukan bahwa pengetahuan ibu balita menentukan keadaan gizi anak pada usia balita. Menurut Soekanto (2003) pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefes), takhayul (supersitition, dan penerangan-penerangan
yang
keliru
(misinformation).
Sedangkan
menurut Notoadmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melaui panca indera, penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan merupakan hal yang sangat utuh terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja, melainkan pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman hidup sehari-hari terutama pengetahuan ibu tentang gizi. Dengan pengetahuhan
98
yang cukup diharapkan ibu dapat memberikan asupan makanan yang cukup terhadap balitanya. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian informasi kesehatan dan penyuluhan kesehatan khususnya tentang gizi balita kepada ibu balita gizi kurang yang berpendidikan rendah.
C. Analisa Bivariat 1.
Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi balita Hasil analisa bivariat status gizi berdasarkan pendidikan ibu di Klinik Gizi Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh p-value 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009. Rendahnya pengetahuan dan pendidikan orang tua khususnya ibu merupakan faktor penyebab mendasar terrpenting karena sangat mempengaruhi kemampuan individu, keluarga dan masyarakat dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan kecukupan bahan makanan serta sejauh mana sarana pelayanan kesehatan, gizi dan sanitasi lingkungan yang tersedia dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya (Depkes RI, 2000). Selanjutnya rendahnya tingkat pendidikan dapat menyebabkan
99
rendahnya pemahaman terhadap apa yang dibutuhkan pada pengasuhan perkembangan optimal anak. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hartono (2003) yang mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara pertumbuhan bayi umur 6-12 bulan dengan pendidikan ibu.
2.
Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Status Gizi Hasil penelitian ini menemukan ada kecenderungan ibu yang tidak bekerja berpeluang untuk mempunyai anak gizi kurang lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Namun hasil uji statistik pada penelitian didapatkan p-value 0.620 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi anak balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Miko (2003) dan Harsiki (2003). Pada penelitian Miko (2003) didapatkan proporsi gizi kurang pada anak umur 6-60 bulan yang mempunyai ibu tidak bekerja lebih banyak (22,4%) dibandingkan dengan anak yang mempunyai ibu bekerja (19,9%) di Kecamatan Bojongasih Kabupaten Tasikmalaya. Sedangkan menurut Astuti (2004) yang menganalisa data Susenas tahun 1990 di lima daerah perkotaan, yaitu Medan, Palembang, Bandung, Semarang, dan Surabaya, menunjukkan bahwa status pekerjaan ibu berrhubungan dengan Mutu Gizi Makanan (MGM). Ibu yang bekerja mempunyai MGM lebih tinggi dibandingkan dengan ibu tidak bekerja dan selanjutnya MGM tersebut berdampak terhadap status gizi balita.
100
Ibu yang bekerja mempunyai tingkat pendidikan yang berbeda. Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih baik dan akan mempengaruhi sikap ibu dalam pola pemberian makanan terhadap anak balita yang baik. Pada ibu yang bekerja tentu saja waktu yang diberikan kepada anak balitanya akan lebih sedikit daripada ibu yang tidak bekerja, tetapi ibu yang bekerja dapat meningkatkan kualitas gizi untuk balita dengan bertambahnya pendapatan keluarga.
3.
Hubungan Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Peningkatan pendapatan keluarga dapat meningkatkan status gizi anak balita. Sebagian besar keluarga yang mempunyai pendapatan baik mempunyai anak yang berstatus baik. Hal ini berarti semakin baik pula status gizi anak balitanya. Berdasarkan uji statistk diperoleh p-value 0.269 yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pendaptan keluarga dengan status gizi anak balita. Hasil ini berbeda dengan Berg (1986) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan status gizi. Sedangkan hasil penelitian Orisinal (2003) menyatakan bahwa ada perbedaan bermakna proporsi KEP pada keluarga yang pendapatan perkapita kurang dengan keluarga yang pendapatan perkapita cukup. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang
101
rendah menyebabkan daya beli rendah. Sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan dan pada akhirnya berakibat buruk terhadap status gizi anak balitanya.
4.
Hubungan Jenis Kelamin Dengan Status Gizi Dilihat dari karakteristik jenis kelamin, maka gizi kurang lebih banyak pada balita dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 37 balita (61.7%). Namun dalam penelitian ini tidak memberikan kontribusi terhadap status gizi anak balita. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai pvalue 0,815. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna secara statistik antara jenis kelamin dengan status gizi balita. Tetapi ada kecenderungan status gizi kurang lebih banyak terjadi pada anak perempuan (61.7%) daripada anak laki-laki (51.1%). Hal ini didukung oleh Berg (1986) yang menyatakan presentase balita laki-laki yang berstatus gizi kurang dan gizi buruk cenderung lebih rendah dibandingkan dengan balita perempuan. Namun hal ini bertentangan dengan hasil analisa data Susenas 1986 yang dilakukan Sudati (1989) yang menyebutkan bahwa prevalensi gizi kurang dan gizi buruk lebih banyak pada kelompok laki-laki dibanding perempuan. Tidak adanya hubungan antara jenis kelamkin anak balita dengan status gizi dapat dimungkinkan karena perbedaan fisik dan anatomi pada
102
anak balita, disamping juga pengaruh faktor genetika dan perbedaanperbedaan dalam hal perawatan dan pemberian makanan.
5.
Hubungan Umur Balita Dengan Status Gizi Anak balita yang mengalami gizi kurang lebih banyak pada anak yang berusia antar 13-36 bulan. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan P-value 0.684 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang bemakna secara statistik antara umur balita dengan status gizi balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009. Hasil penelitian tidak sejalan dengan hasil penelitian Kunanto (1992) yang mengatakan bahwa ada hubungan yang erat antara umur balita dengan status gizi anak balita. Hal ini berkaitan dengan menurunnya perhatian orang tua terhadap anaknya, yang mungkin disebabkan oleh adanya anak yang baru dilahirkan. Pada usia diatas 6 bulan, merupakan usia dimana balita sangat tergantung pada makanan tambahan. Disamping itu juga anak balita yang sudah mulai mengenal makanan jajanan. Apabila hal ini tidak terpenuhi dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup maka status gizi anak akan menurun. Ini merupakan salah satu alasan mengapa status kurang lebih tinggi pada usia 13-36 bulan.
103
6.
Hubungan Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Penyakit infeksi yang dilihat dalam penelitian ini adalah penyakit infeksi ringan dan infeksi berat. Hasil uji statistik didapatkan p-value 1.000 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009. Kekurangan gizi akan menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan resiko terkena penyakit infeksi. Penyakit infeksi pada anak akan mengganggu metabolisme yang membuat ketidakseimbangan hormon dan menggangu fungsi imunitas. Jadi anak yang tekena infeksi yang berulang dan kronis akan mengalami gangguan gizi dan imunitas baik secara absolut maupun relatif (Syamsul, 1999) dalam Minarto (2006). Tidak adanya hubungan antara penyakit infeksi dengan status gizi balita mungkin dikarenakan perbandingan jumlah balita gizi kurang yang menderita penyakit infeksi ringan pada penelitian ini lebih besar daripada balita yang menderita penyakit infeksi berat. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Farida (2002) yang mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan antara penyakit infeksi dengan waktu peningkatan status gizi balita pada program PMT di Kecamatan Bogor Selatan. Namun hasil ini bertolak belakang dengan hasil Tarigan (2001) yang mengungkapakan bahwa penyakit infeksi memepengaruhi status gizi.
104
7.
Hubungan Jumlah Anggota Keluarga Dengan Status Gizi Hasil analisa didapatkan bahwa proporsi balita yang berstatus gizi kurang dengan jumlah anggota keluarga ≤ 6 orang lebih tinggi yaitu sebanyak 42 balita. Hasil uji statistik didapatkan p-value 0.913 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Miko (2003) dan Kalsum (2005). Penelitian Miko (2003) menunjukkan kejadian gizi kurang pada anak dengan jumlah anggota keluarga ≥ 5 orang lebih banyak (35,9%) dibandingkan dengan anak yang jumlah anggota keluarganya ≤ 4 orang (9,1%) di Kecamatan Bojong asih Kabupaten Tasikmalaya. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota keluarga tidak mempengaruhi status gizi anak balita. Tetapi jumlah aggota keluarga dan banyaknya balita dalam keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi makanan yaitu jumlah dan distribusi makanan dalam rumah tangga. Dengan jumlah anggota keluarga yang besar tanpa dibarengi
dengan
distribusi
makanan
yang
tidak
merata
akan
menyebabkan anak balita dalam keluarga tersebut menderita gizi kurang. Jumlah anggota keluarga merupakan indikator penting dalam pembagian makanan. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga,
105
akan semakin kecil distribusi ke masing-masing anggota. Hal ini menjadi rawan bila terjadi pada keluarga dengan sosial ekonomi terbatas.
8.
Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Ibu yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik cenderung mempunyai anak yang berstatus gizi baik. Dari hasil penelitian diperoleh 55.8% ibu yang berpengetahuan tinggi mempunyai anak yang menderita gizi kurang. Hasil uji statistik didapat p-value 0.350 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi anak balita. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Simanjuntak (2002) yang menyebutkan bahwa anak balita yang berstatus gizi baik dan pengetahuan ibunya baik lebih banyak dibandingkan dengan yang pengetahuan gizinya rendah dan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan status gizi anak balita di Kecamatan Siantar Martoba dan Siantar Marihat. Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan merupakan masalah yang sudah umum. Salah satu sebab masalah kurang gizi yaitu kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
106
Tingkat pengetahuan gizi ibu ini sangat diperlukan untuk ibu terutama ibu yang mempunyai anak balita atau untuk pengasuh anak balita. Karena kebutuhan dan kecukupan gizi anak balita tergantung dari konsumsi makanan yang diberikan oleh ibu atau pengasuh anak. Seorang ibu akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap anggota keluarga.
107
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 maka dapat disimpukan bahwa: 1.
Dari 107 anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 diperoleh balita dengan status gizi baik sebesar 43% dan yang mengalami gizi kurang yaitu sebesar 57%.
2.
Sebagian besar balita yang mengalami gizi kurang di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari keluarga yang pendidikan ibunya masih rendah yaitu ≤ SLTP sebesar 77.6%.
3.
Sebagian besar balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari keluarga yang ibunya tidak bekerja yaitu sebesar 89.7%.
4.
Sekitar 98.1% balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari keluarga yang pendapatan keluarganya masih rendah yaitu dibawah ≤ 1.500.000,-.
108
5.
Sebagian besar balita yang berkunjung ke di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari keluarga yang pengetahuan ibunya tingggi yaitu sebesar 97.2%.
6.
Sekitar 70.1% balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 berasal dari kelurga yang jumlah anggota keluarganya kurang dari ≤ 6 orang.
7.
Dari 107 anak balita persentase balita perempuan yang berkunjung ke Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 yaitu sebesar 56.1% lebih banyak dibandingkan balita laki-laki.
8.
Dari 107 anak balita persentase balita umur 13-36 bulan di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 lebih banyak yaitu sebesar 60.7%.
9.
Dari 107 anak balita persentase balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 yang menderita infeksi ringan yaitu sebesar 86.9% lebih banyak dibandingkan yang menderita infeksi berat.
10. Tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dengan p-value sebesar 1,000 (p>0,05). 11. Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dengan p-value sebesar 0,620 (p>0,05).
109
12. Tidak ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dengan p-value sebesar 0,269 (p>0,05). 13. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dengan p-value sebesar 0,350 (p>0,05). 14. Tidak ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dengan p-value sebesar 0,913 (p>0,05). 15. Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dengan p-value sebesar 0,815 (p>0,05). 16. Tidak ada hubungan antara umur balita dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dengan p-value sebesar 0,684 (p>0,05). 17. Tidak ada hubungan antara penyakit infeksi yang diderita balita dengan status gizi anak balita di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang tahun 2009 dengan p-value sebesar 1,000 (p>0,05).
110
B. Saran Mengingat bahwa gizi kurang pada anak balita dapat mengganggu ketahanan kesehatan tubuh, dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan balita maka disarankan kepada: 1.
Pihak Puskesmas Sepatan a. Berdasarkan data-data yang didapatkan dari penelitian ini maka disarankan kepada pihak Puskesmas untuk meningkatkan kegiatan monitoring dan penilaian status gizi secara berkala yang dilaksanakan dalam Pos Gizi dan Klinik Gizi, dan memberikan bimbingan konsultasi gizi terhadap ibu balita yang dilakukan secara rutin (± 1x perbulan). Mengingat bahwa anak balita sangat membutuhkan asupan kecukupan gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik. Mudah-mudahan kegiatan ini lebih baik dan memberikan dampak positif dalm peningkatan kelurga sadar gizi. b. Mengadakan
penyuluhan
kesehatan
secara
rutin
dengan
memasukkan materi gizi yang berisi tentang kebiasaan makan sehari-hari, kebutuhan gizi yang seharusnya dipenuhi, dan penjelasan tentang kandungan zat gizi pada makanan, sebagai upaya pencegahan agar pola hidup bersih dan sehat, dan pola makan yang baik tercipta. Sehingga dapat mengurangi tingkat keparahan penyakit infeksi dan penyebaran infeksi yang lebih luas.
111
2.
Bagi keluarga atau ibu balita a. Disarankan ibu balita untuk lebih memperhatikan pola makan dan asupan konsumsi makan sesuai dengan kebutuhan gizi setiap anak balita. Dalam mengkonsumsi makanan sehari-hari biasakan dengan menu seimbang, yaitu nasi lengkap dengan lauk-pauk, sayuran dan buah. b. Sebaiknya ibu balita dengan anak balita gizi kurang lebih rajin berkunjung ke Puskesmas sehingga kondisi berat badannya dapat terpantau dengan baik. c. Sebaiknya orang tua balita lebih giat mencari informasi tentang cara merawat anak balita dan pemberian makanan yang bergizi dan seimbang melalui petugas kesehatan, di Posyandu, di Puskesmas, maupun melalui media masa atau media informasi. Sehingga pengetahuan tentang gizi menjadi meningkat dan penyakit infeksi pada anak tidak terjadi.
3.
Bagi Peneliti Lain a.
Perlu penelitian lebih lanjut lagi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita, dengan pendekatan kualitatif karena pada penelitian ini banyak ditemukan tidak terdapat hubungan yang signifikan dan memakai rancangan penelitian seperti kohort, yang dapat mengetahui kekuatan hubungan sebab akibat antara faktor yang diteliti dengan status gizi.
112
b.
Pada penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan penelitian mengenai pola asuh sehingga dapat terlihat gambaran pola asuh orang tua terhadap anak balita.
c.
Pada
penelitian
selanjutnya
sebaiknya
dilakukan
penelitian
mengenai pekerjaan ayah sehingga didapatkan gambaran tentang pekerjaan ayah yang dapat mempengaruhi status gizi dengan sapel yang lebih banyak.
113
DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, Wiku. Sistem Kesehatan Ed.1. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007 Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2001. Aslamiah, Suhaibatul. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Lebih Pada Anak Usia Prasekolah di TK Islam Al Azhar 8 Jaka Permai Bekasi Tahun 2008. Jakarta: Skripsi FKIK UIN Syarif Hidayatullah. 2008 Astuti, Rahayu. Peran penyakit ifeksi, sosial ekonomi dan sanitasi lingkungan dalam mempengaruhi status gizi balita dipedesaan provinsi jawa tengah tahun 2002. Tesis FKM-UI. Depok. 2004 Azwar, Azrul. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi LIPI. 2004 Baliwati, Yayuk Farida., dkk. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya. 2004 Beck, Mary E. Nutrition and Dietitics For Nurses (Ilmu Gizi dan Diet). Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika. 2000 Berg, Alan. Peranan Gizi Dalam Pembangunan Nasional. CV. Rajawali, Jakarta. 1998 Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat. Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 2007 Depkes RI. Pedoman Penanggulangan KEP dan petunjuk Pelaksanaan Pemberian Makanan Tambahan Balita. Jakarta: Depkes RI 1997 . Rencana aksi pangan dan gizi nasional. Depkes RI Jakarta. 2000
114
. Program Gizi Makro. Jakarta. 2002 . Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2007 . Gizi Dalam Angka. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2008 Hadi, Imam. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Kelurahan Neglasari dan Kedaung Wetan. Depok: Skripsi FKM UI. 2005 Farida, Ida. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Waktu Peningkatan Status Gizi Balita Pada Program PMT di Kecamatan Bogor Selatan Tahun 2002. Depok: Tesis FKM-UI. 2002 Harefa, Sarikasih. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Z-Score Balita Gizi Buruk Di Kota Sukabumi Tahun 2006. Depok: Tesis FKM UI. 2008 Henningham, Helen Baker., McGregor, Sally Grantham. Gizi dan Perkembangan Anak. Jakarta: EGC. 2004 Hermina, BSC. Penelitian latar belakang kalangan yang mempunyai anak balita dengan keadaan gizi buruk pengunjung klinik gizi bogor. Puslitbang gizi. 1990 Hidayat, A. Aziz Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. 2007 Khumaidi.
Bahan Pengajaran Gizi Masyarakat, Departemen Pendidikan Kebudayaan, Dirjen Dikti, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.IPB Bogor. 1994
Kunanto, Gatot. Hubungan karakteristik anak dan keluargadengan status gizi balitadi provinsi irian jaya. Tesis Pasca sarjana UI. Jakarta. 1992
115
Malta, L. Diarrhea Disease as a Cause of Malnutirition. Am. J. Trop. Med. Hyg, 47:16-27. 1992 Markum, A. H. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1991 Miko, Hadiyat. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi (KEP) Anak umur 6-60 bulan di Kecamatan Bojongasih Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2002. Depok: Tesis FKM UI. 2003 Minarto. Berat Badan Tidak Naik Sebagai Indicator Dini Ganggaun Pertumbuhan Pada Bayi Sampai Usia 12 Bulan di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Depok: Disertasi FKM UI. 2006 Mubarak, Wahit Iqbal, dkk. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas cet. 1. Jakarta: Sagung seto. 2006 Muninjaya, A. A. Gde. Manajemen Kesehatan Ed. 2. Jakarta: EGC. 2004 Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit. Jakarta:EGC. 2005 Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. 2007 Orisinal. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Balita di Sumatera Barat tahun 2001. Depok: Tesis FKM UI. 2003 Paath, Erna Francin, dkk. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EG. 2004. Pratiknya, Watik. Dasar-dasar metodologi penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada. 2003 Pudjiadji, S. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, Ed. Ketiga. FK-UI. 1997
116
Purwanto, Bambang. Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Dengan Perilaku Perawatan Dalam Memberikan Informasi Cara Minum Obat Kepada Pasien Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam RSCM Jakarta Tahun 2007. Depok: Tesis FKM UI. 2007 Rokhani, Yekti. Hubungan Status Gizi dan Pola Asuh Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 3-8 Bulan di Puskesmas Kampung Sawah pada Tahun 2008. Jakarta: Skripsi FKIK UIN Syarif Hidayatullah. 2008 Sari, Tri Novita. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita di Desa Sirnagalih Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor bulan juli Tahun 1998. Skripsi FKM UI. Depok. 1999 Sihotang, Leonita Katarina. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak Balita 6-59 Bulan di Jakarta Timur Tahun 2005. Tesis: FKM UI. 2007 Simanjuntak, Urat Hatoguan. Fakto-Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Balita Di Kecamatan Siantar Martoba Dan Siantar Marihat Kota Pematangsiantar Tahun 2002. Depok: Skripsi FKM UI. 2002 Slamet, Juli Soemirat. Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2004 Soetjiningsih, DSAK, dr. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC. 1995 Sudirman, dkk. Besar dan luasnya masalah KEP serta Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat. Depkes RI dan BPS, Jakarta. 1992 Sularyo, Titi S. Pentingnya Stimulasi Mental Dini. Seminar Sehari Pencatatan Pemantauan Tumbuh Kembang Balita. Jakarta: FK UI-RSCM. 1993 Supariasa, I Dewa Nyoman., Bakri, Bachyar., Fajar, Ibnu. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. 2001
117
Sutanto. Analisa Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Cakupan Penimbangan Balita di Posyandu di Kota Tangerang Tahun 2006. Tesis FKM UI. 2007 Tarigan, I. U. Gambaran Status Gizi Anak Umur 6-36 Bulan dan Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi di Wilayah Jawa Tengah. Tesis FKM-UI. Depok. 2002 Tejasari. Nilai Gizi Pangan Edisi I. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2005 www.depkes.go.id diakses 27 Maret 2009 www.gizi.net diakses Maret 2009 www://kompas.com diakses Maret 2009 Yuniastuti, Ari. Gizi dan Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2008
KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA) DI PUSKESMAS SEPATAN KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009 Assalamualaikum. WR. WB Salam sejahtera. Nama
: Ucu Suhendri
NIM
: 105104003490
Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (SKep). Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Untuk itu saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya ibu bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kerahasiaan jawaban ibu akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Kuesioner ini saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi ibu dalam pengisian kuesioner ini. Apakah ibu bersedia menjadi responden? YA
/
TIDAK
Tertanda Responden
KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK DIBAWAH LIMA TAHUN (BALITA) DI PUSKESMAS SEPATAN KECAMATAN SEPATAN KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2009
Tujuan : Kuisioner ini dirancang untuk mengidentifikasi: “Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Anak Dibawah Lima Tahun (Balita) Di Puskesmas Sepatan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang Tahun 2009”. Petunjuk: 1. Beri tanda silang (X) pada kotak pertanyaan yang Ibu/saudara anggap benar. 2. Jika Ibu/Saudara salah mengisi jawaban, coret jawaban tersebut (#) dan beri tanda silang pada jawaban yang dianggap benar.
A. Data Demografi/Identitas Ibu 1. Inisial Nama Responden:……………………………… 2. Usia
:………………………………
3. Agama
:………………………………
4. Suku Bangsa
:………………………………
5. Pendidikan terakhir
: ( ) Tidak tamat SD ( ) SD ( ) SLTP ( ) SLTA ( ) Perguruan Tinggi (PT)
6. Pekerjaan
: ( ) Tidak bekerja ( ) Bekerja Jika bekerja sebutkan:………….
7. Pendapatan
: ( ) ≥ 1.500.000,- /kapita/bulan ( ) < 1.500.000,- /kapita/bulan
B. Data Identitas Anak: 1. Nama Balita: 2. Jenis kelamin: 3. Umur (bulan): 4. Berat badan: 5. Tinggi badan/ Panjang badan: C. Penyakit Infeksi 1. Apakah dalam satu bulan terakhir ini anak ibu pernah sakit? a. Ya
b. Tidak
2. Bila pernah sakit, sakit apa? a. Infeksi berat (Diare, ISPA, Pneumonia, Campak, Infeksi kronik lainnya). b. Infeksi ringan (batuk, pilek dan demam biasa) D. Data Jumlah Anggota Keluarga 1. Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah dan menjadi tanggungan keluarga? …………… orang. E. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Anak Balita No.
Pertanyaan
1.
Zat gizi merupakan sumber energi atau zat pembangun, menyumbang pertumbuhan badan, memelihara jaringan tubuh,dan mengganti sel yang rusak.
2.
Karbohidrat, lemak, dan protein merupakan sumber tenaga dalam tubuh.
Ya
Tidak
No.
Pertanyaan
3.
Makanan yang dimakan balita diperlukan untuk tumbuh kembang.
4.
Asupan gizi pada balita yang tidak cukup dapat menurunkan berat badan, dan daya tahan tubuh.
5.
Makanan yang bergizi dan seimbang, selain menjamin kecukupan gizi bagi tumbuh kembang fisik balita. Juga dapat meningkatkan perkembangan sosial, psikologis dan emosional balita.
6.
Makanan yang bergizi dan seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin.
7.
Kekurangan gizi pada balita dapat mengakibatkan gizi buruk dan gizi kurang, dan pertumbuhan anak akan terganggu.
8.
ASI ekslusif diberikan pada umur bayi 0-6 bulan.
9.
Makanan pendamping ASI diberikan setelah bayi berumur 6 bulan.
10.
Selain ASI bayi dapat diberikan makanan selingan seperti: bubur kacang hijau, pisang, dan biskuit.
11.
Batuk, pilek, diare, ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas) dapat mempercepat terjadinya gizi buruk dan gizi kurang.
12.
Tanda-tanda kekurangan tenaga pada anak adalah badan anak tampak kurus, lemas, dan kulit wajah mengkerut.
13.
Penimbangan berat badan setiap bulan secara teratur dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan balita.
Ya
Tidak
HASIL ANALISA UNIVARIAT Frequencies Statistics Pendidikan terakhir N
Valid Missing
107 0
Pendidikan terakhir
Valid
< SLTP > SLTP Total
Frequency 83 24 107
Percent 77.6 22.4 100.0
Valid Percent 77.6 22.4 100.0
Cumulative Percent 77.6 100.0
Frequencies Statistics Pekerjaan N
Valid Missing
107 0
Pekerjaan
Valid
Tidak bekerja Bekerja Total
Frequency 96 11 107
Percent 89.7 10.3 100.0
Valid Percent 89.7 10.3 100.0
Cumulative Percent 89.7 100.0
Frequencies Statistics Pendapatan N
Valid Missing
107 0
Pendapatan
Frequency Valid
Tinggi (≥ 1500000) Rendah (<1500000) Total
2 105 107
Percent 1.9 98.1 100.0
Valid Percent 1.9 98.1 100.0
Cumulative Percent 1.9 100.0
Frequencies Statistics Jenis kelamin N
Valid Missing
107 0
Jenis kelamin
Valid
Laki-laki Perempuan Total
Frequency 47 60 107
Frequencies Statistics Umur balita N
Valid Missing
107 0
Percent 43.9 56.1 100.0
Valid Percent 43.9 56.1 100.0
Cumulative Percent 43.9 100.0
Umur balita
Valid
1-6 bulan 7-12 bulan 13-36 bulan 37-59 bulan Total
Frequency 1 13 65 28 107
Percent .9 12.1 60.7 26.2 100.0
Valid Percent .9 12.1 60.7 26.2 100.0
Cumulative Percent .9 13.1 73.8 100.0
Frequencies Statistics Apakah dalam satu bulan terakhir ini anak ibu pernah sakit? N
Valid Missing
107 0
Apakah dalam satu bulan terakhir ini anak ibu pernah sakit?
Valid
Frequency 107
Ya
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Cumulative Percent 100.0
Frequencies Statistics Bila pernah sakit, sakit apa? N Valid 107 Missing 0
Bila pernah sakit, sakit apa?
Frequency Valid
Infeksi berat ( diare, ISPA, pneumonia, campak) Infeksi ringan (nbatuk, pilek, demam) Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
14
13.1
13.1
13.1
93
86.9
86.9
100.0
107
100.0
100.0
Frequencies Statistics Jumlah anggota keluarga N Valid 107 Missing 0
Jumlah Anggota Keluarga
Frequency Valid
≤ 6 orang > 6 orang Total
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
75
70.1
70.1
70.1
32 107
29.9 100.0
29.9 100.0
100.0
Frequencies Statistics Kategori pengetahuan N
Valid Missing
107 0
Kategori Pengetahuan
Valid
pengetahuan rendah pengetahuan tinggi Total
Frequency 3 104 107
Percent 2.8 97.2 100.0
Valid Percent 2.8 97.2 100.0
Cumulative Percent 2.8 100.0
STATUS GIZI Statistics s tatusgizi N Valid Mis s ing
107 0
statusgizi
Valid
baik kurang Total
Frequency 46 61 107
Percent 43.0 57.0 100.0
Valid Percent 43.0 57.0 100.0
Cum ulative Percent 43.0 100.0
HASIL ANALISA BIVARIAT Bivariat pendidikan Case Processing Summary
N Pendidikan terakhir * s tatus gizi
Valid Percent 107
100.0%
Cas es Mis sing N Percent 0
.0%
Total N
Percent 107
Pendidikan terakhir * statusgizi Crosstabulation
Pendidikan terakhir
<SLTP
>SLTP
Total
Count % within Pendidikan terakhir Count % within Pendidikan terakhir Count % within Pendidikan terakhir
s tatusgizi baik kurang 36 47
Total
43.4%
56.6%
100.0%
10
14
24
41.7%
58.3%
100.0%
46
61
107
43.0%
57.0%
100.0%
83
100.0%
Chi-Square Tests Value .022 b .000 .022
Pears on Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test N of Valid Cases
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-s ided) .882 1.000 .882
Exact Sig. (2-s ided)
Exact Sig. (1-s ided)
1.000
.536
107
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 10. 32.
Risk Estimate 95% Confidence Interval Lower Upper
Value Odds Ratio for Pendidikan terakhir (<SLTP / >SLTP) For cohort s tatusgizi = baik For cohort s tatusgizi = kurang N of Valid Cases
1.072
.427
2.692
1.041
.611
1.775
.971
.659
1.429
107
Bivariat pekerjaan Case Processing Summary
N Pekerjaan * s tatus gizi
Valid Percent 107 100.0%
Cases Mis sing N Percent 0 .0%
Total N 107
Pekerjaan * statusgizi Crosstabulation
Pekerjaan
Tidak bekerja Bekerja
Total
Count % within Pekerjaan Count % within Pekerjaan Count % within Pekerjaan
s tatusgizi baik kurang 40 56 41.7% 58.3% 6 5 54.5% 45.5% 46 61 43.0% 57.0%
Total 96 100.0% 11 100.0% 107 100.0%
Percent 100.0%
Chi-Square Tests
Pears on Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test N of Valid Cases
Value .668 b .246 .660
Asymp. Sig. (2-s ided) .414 .620 .416
df 1 1 1
Exact Sig. (2-s ided)
Exact Sig. (1-s ided)
.525
.308
107
a. Computed only for a 2x2 table b. 1 cells (25.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 4. 73.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for Pekerjaan (Tidak bekerja / Bekerja) For cohort status gizi = baik For cohort status gizi = kurang N of Valid Cases
95% Confidence Interval Lower Upper
.595
.170
2.086
.764
.424
1.377
1.283
.657
2.506
107
Bivariat pendapatan Case Processing Summary
N Pendapatan * s tatusgizi
Valid Percent 107 100.0%
Cas es Mis sing N Percent 0 .0%
Total N 107
Percent 100.0%
Pendapatan * statusgizi Crosstabulation
Pendapatan
>1500000 <1500000
Total
s tatusgizi baik kurang 0 2 .0% 100.0% 46 59 43.8% 56.2% 46 61 43.0% 57.0%
Count % within Pendapatan Count % within Pendapatan Count % within Pendapatan
Total 2 100.0% 105 100.0% 107 100.0%
Chi-Square Tests Value 1.537 b .269 2.277
Pears on Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test N of Valid Cases
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-s ided) .215 .604 .131
Exact Sig. (2-s ided)
Exact Sig. (1-s ided)
.505
.323
107
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is . 86.
Risk Estimate
Value For cohort s tatusgizi = kurang N of Valid Cases
1.780
95% Confidence Interval Lower Upper 1.503
2.107
107
Bivariat jenis kelamin Case Processing Summary
Jenis kelamin * s tatusgizi
Valid N Percent 107 100.0%
Cas es Mis sing N Percent 0 .0%
Total N 107
Percent 100.0%
Jenis kelamin * statusgizi Crosstabulation
Jenis kelamin
laki-laki
Count % within Jenis kelamin Count % within Jenis kelamin Count % within Jenis kelamin
perempuan Total
s tatus gizi baik kurang 23 24 48.9% 51.1% 23 37 38.3% 61.7% 46 61 43.0% 57.0%
Total 47 100.0% 60 100.0% 107 100.0%
Chi-Square Tests
Pears on Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test N of Valid Cases
Value 1.209 b .815 1.209
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-s ided) .272 .367 .272
Exact Sig. (2-s ided)
Exact Sig. (1-s ided)
.327
.183
107
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 20. 21.
Risk Estimate
Value Odds Ratio for Jenis kelamin (laki-laki / perempuan) For cohort s tatusgizi = baik For cohort s tatusgizi = kurang N of Valid Cas es
95% Confidence Interval Lower Upper
1.542
.711
3.340
1.277
.827
1.970
.828
.587
1.168
107
Bivariat umur balita Case Processing Summary
Valid N Percent 107 100.0%
Umur balita * s tatusgizi
Cas es Mis sing N Percent 0 .0%
Total N 107
Umur balita * statusgizi Crosstabulation
Umur balita
1-6 bulan
Count % within Umur balita Count % within Umur balita Count % within Umur balita Count % within Umur balita Count % within Umur balita
7-12 bulan 13-36 bulan 37-59 bulan Total
s tatusgizi baik kurang 0 1 .0% 100.0% 6 7 46.2% 53.8% 31 37 45.6% 54.4% 9 16 36.0% 64.0% 46 61 43.0% 57.0%
Chi-Square Tests Value 1.493 a 1.870 107
Pears on Chi-Square Likelihood Ratio N of Valid Cases
df 3 3
Asymp. Sig. (2-s ided) .684 .600
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .43.
Risk Estimate Value Odds Ratio for Umur balita (1-6 bulan / 7-12 bulan)
a
a. Ris k Es timate statis tics cannot be computed. They are only computed for a 2*2 table without empty cells .
Total 1 100.0% 13 100.0% 68 100.0% 25 100.0% 107 100.0%
Percent 100.0%
Bivariat penyakit infeksi Case Processing Summary
N Bila pernah s akit, s akit apa? * s tatus gizi
Cases Mis sing N Percent
Valid Percent 107
100.0%
0
Total N
.0%
Percent 107
100.0%
Bila pernah sakit, sakit apa? * statusgizi Crosstabulation
Bila pernah s akit, s akit apa?
Infeks i berat ( diare, ISPA, pneumonia, campak) infeks i ringan (nbatuk, pilek, demam)
Total
Count % within Bila pernah s akit, s akit apa? Count % within Bila pernah s akit, s akit apa? Count % within Bila pernah s akit, s akit apa?
s tatusgizi baik kurang 6 8
Total
42.9%
57.1%
100.0%
40
53
93
43.0%
57.0%
100.0%
46
61
107
43.0%
57.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pears on Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test N of Valid Cases
Value .000 b .000 .000
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-s ided) .991 1.000 .991
Exact Sig. (2-s ided)
Exact Sig. (1-s ided)
1.000
.613
107
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 6. 02.
14
Risk Estimate 95% Confidence Interval Lower Upper
Value Odds Ratio for Bila pernah s akit, sakit apa? (Infeksi berat ( diare, ISPA, pneumonia, campak) / infeksi ringan (nbatuk, pilek, demam)) For cohort s tatus gizi = baik For cohort s tatus gizi = kurang N of Valid Cases
.994
.319
3.093
.996
.521
1.906
1.003
.616
1.631
107
Bivariat Jumlah Anggota Keluarga
Case Processing Summary
N Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?..... orang. * s tatusgizi
Valid Percent
107
100.0%
Cases Mis sing N Percent
0
.0%
Total N
Percent
107
100.0%
Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan orang. * statusgizi Crosstabulation keluarga?..... statusgizi baik Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?..... orang.
≤ 6 orang
Count % within Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?..... orang.
> 6 orang
Count % within Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?..... orang.
Total
Count % within Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?..... orang.
33
kurang 42
Total 75
44.0%
56.0%
100.0%
13
19
32
40.6%
59.4%
100.0%
46
61
107
43.0%
57.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pears on Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test N of Valid Cases
Value .104 b .012 .105
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-s ided) .747 .913 .746
Exact Sig. (2-s ided)
Exact Sig. (1-s ided)
.832
.458
107
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 13. 76.
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam serumah dan menjadi tanggungan keluarga?..... orang. (≤ 6 orang / > 6 orang)
1.148
.496
2.660
For cohort statusgizi = baik
1.083
.663
1.769
For cohort statusgizi = kurang
.943
.665
1.338
N of Valid Cases
107
Bivariat pengetahuan
Case Processing Summary
N kategori pengetahuan * status gizi
Valid Percent 107
100.0%
Cas es Mis sing N Percent 0
Total N
.0%
Percent 107
100.0%
kategori pengetahuan * statusgizi Crosstabulation
kategori pengetahuan pengetahuan rendah
pengetahuan tinggi
Total
Count % within kategori pengetahuan Count % within kategori pengetahuan Count % within kategori pengetahuan
s tatusgizi baik kurang 0 3
Total 3
.0%
100.0%
100.0%
46
58
104
44.2%
55.8%
100.0%
46
61
107
43.0%
57.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Pears on Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fis her's Exact Test N of Valid Cases
Value 2.328 b .873 3.437
df 1 1 1
Asymp. Sig. (2-s ided) .127 .350 .064
Exact Sig. (2-s ided)
Exact Sig. (1-s ided)
.258
.181
107
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count les s than 5. The minimum expected count is 1. 29.
Risk Estimate
Value For cohort s tatusgizi = kurang N of Valid Cases
1.793 107
95% Confidence Interval Lower Upper 1.511
2.128