HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN LAMA PENGGUNAAN TERHADAP KELUHAN KESEHATAN PADA WANITA USIA SUBUR PENGGUNA ALAT KONTRASEPSI HORMONAL DAN NON-HORMONAL DI PULAU JAWA TAHUN 2012 (Berdasarkan Data SDKI 2012)
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh: Nama: Naila Rohmatin NIM: 1111101000133
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
iv
v
vi
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI Skripsi, 11 Desember 2015 Naila Rohmatin, NIM: 1111101000133 Hubungan Antara Umur dan Lama Penggunaan Terhadap Keluhan Kesehatan pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi Hormonal dan Non-Hormonal di Pulau Jawa Tahun 2012 (Analisis Data SDKI 2012) CXLVI + 146 Halaman + 3 Bagan + 23 Tabel ABSTRAK Angka kematian ibu (AKI) menurun dari 390 100.000 KH tahun 1991 menjadi 228 per 100.000 KH tahun 2007, namun meningkat menjadi 359 per 100.000 KH tahun 2012. Salah satu cara untuk menurunkan AKI yaitu meningkatkan cakupan penggunaan kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi di Indonesia dari data SDKI 2012 cenderung meningkat dari 50% tahun 1991 menjadi 62% tahun 2012, sementara Riskesdas 2013 menunjukkan peningkatan dari 55,8% tahun 2010 menjadi 59,7% tahun 2013. Walaupun terjadi peningkatan, namun wanita yang mengalami keluhan kesehatan karena penggunaan kontrasepsi masih ditemukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara umur dan lama penggunaan terhadap keluhan kesehatan pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal di Pulau Jawa tahun 2012 berdasarkan data SDKI 2012. Penelitian ini menggunakan desain Cross sectional study pada 5.605 WUS yang menggunakan kontrasepsi dan tinggal di Pulau Jawa tahun 2012 berdasarkan data SDKI 2012. Analisis hubungan antara umur dan lama penggunaan kontrasepsi dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil menunjukkan 5.605 (46%) WUS menggunakan kontrasepsi. Sebagian besar menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik 3 bulan) pada kelompok umur <35 tahun. Pengunaan IUD dan kontap pada kelompok >35 tahun dan sebagian besar telah menggunakan kontrasepsi selama >1 tahun. Keluhan yang dialami yakni sakit kepala, perubahan berat badan dan tidak haid. Tidak terdapat hubungan antara umur dan lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan keluhan kesehatan (pvalue 0,445 dan 0,378). Tidak terdapat hubungan antara umur dan lama dengan keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi non-hormonal (p-value 0,314 dan 0,772). Saran yang diberikan, meningkatkan standar pelayanan KB yang berkualitas dan ketersediaan alat kontrasepsi di pedesaan, mengoptimalkan penyuluhan atau sosialisasi, meningkatkan konseling KB dan informed choice serta diperlukan penelitian lanjut terkait pemanfaatan pelayanan KB dalam menangani efek samping suatu alat kontrasepsi. Kata Kunci: Keluhan Kesehatan, Umur dan Lama, Kontrasepsi Pulau Jawa, Hormonal, Non-hormonal Daftar Bacaan: 71 (1995-2014)
vii
FACULTY OF MEDICAL AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH STUDY OF EPIDEMIOLOGY Undergraduated Thesis, 11 December 2015 Naila Rohmatin, NIM: 1111101000133 The Relationship between Age and Duration of Hormonal and Non Hormonal Contraceptive Use to Health Complaints among Women at Reproductive Age in Java 2012 (2012 SDKI Data Analysis) CXLVI+ 146 Pages + 3 Diagrams + 23 Tabels ABSTRACT The maternal mortality rate (MMR) had decreased from 390 in 1991 to 228 per 100,000 live births in 2007, but increased to 359 per 100,000 live births in 2012. One way to reduce the MMR is to prevent pregnancy by using contraception. Contraceptive use according to 2012 Indonesia Demographic and Health Survey was increased from 50% in 1991 to 62% in 2012, Riskesdas 2013 also shown the improvement from 55.8% in 2010 to 59.7% in 2013. However, the increased use of contraception followed by many health complaints by the women. The purpose of this study is to determine the relationship between age and the duration of hormonal and non hormonal contraceptive use among women at reproductive age in Java, based on data from 2012 Demographic and Health Survey. This study uses a cross-sectional study design at 5.605 women at reproductive age use contraception and lived in Java island based on data from Demographic and Health Survey 2012. Analysis of the relationship between age and the duration of contraceptive use was using Chi-Square test. The results showed, 5,605 (46%) women at reproductive age using contraception, mostly using hormonal contraception (injectable 3 months) in the age group under 35 years old. While in the age group above 35 years old, mostly use IUDs and sterilization and have been using contraception for more than 1 years. Health complaints were headaches, weight changes and amenorrhea. There is no relationship between age and duration of hormonal contraceptive use with health complaints (p-value 0.445 and 0.378). There is no relationship between age and duration of non-hormonal contraceptive use with health complaints with each pvalue 0.314 and 0.772. Thus, the standard of quality family planning services should be improved, distributed evenly contraceptive, optimizing education and socialization, improve family planning counseling and informed choice also further research is needed concerning utilization in the treatment of side effects contraceptives. Keywords: Health Complaints, Age and duration, Contraception Java, hormonal, non-hormonal Reading List: 71 (1995-2014)
viii
RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi Nama
: Naila Rohmatin
Tempat/Tgl Lahir
: Mangun Jaya, 31 Maret 1993
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status Marital
: Belum Menikah
Alamat
: Jl. Merdeka LK VII RT/RW 003/002 Kab. Musi Banyuasin Kec. Sekayu, Sumatera Selatan
Tlp/Hp
: 08981155398 / 085273563414
Email
:
[email protected]
B. Riwayat Pendidikan 1997-1999
: TK Aisyiyah Sekayu
1999-2005
: SD MI. Istiqomah Sekayu
2005-2008
: MTs Negeri 1 Sekayu
2008-2011
: MAN Model Sekayu
2011-sekarang : S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
C. Prestasi 2006-2007
: Juara III Pidato Bahasa Arab Tingkat Tsanawiyah
2009-2010
: Juara Umum II Peringkat Sekolah
ix
2011-2015
: Peraih Beasiswa penuh Program Sarjana - Program Beasiswa Santri Jadi Dokter (SJD) Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin
D. Pengalaman Kerja 2014 : Praktek Belajar Lapangan (PBL) I dan II di Wilayah Kerja Puskesmas Rawa Buntu, Serpong, Tangsel.
E. Pengalaman Organisasi 2006-2007 : Anggota OSIS Bidang Kesenian dan Olahraga MTs Negeri Sekayu 2009-2010 : Anggota OSIS Bidang Acara MAN Model Sekayu 2012-2013 : Bendahara As-Shof Musi Banyuasin 2014-sekarang: Anggota As-Shof Muba Divisi Departemen Sosial
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb Alhamdulillahirobil’alamin, Segala puji kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas limpahan Rahmat dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Antara Umur dan Lama Penggunaan Terhadap Keluhan Kesehatan Pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi Hormonal Dan Non-Hormonal di Pulau Jawa Pada Tahun 2012 (Berdasarkan Data SDKI 2012)”. Shalawat dan salam tak lupa tercurah selalu untuk Rasulullah SAW yang telah menjadi panutan bagi umatnya. Begitu banyak kenangan, suka duka dan perjuangan yang dihadapi dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun karena tekad untuk bisa sidang dan lulus walaupun tidak tepat waktu tetapi penulis sangat senang dan bersyukur karena mampu menghargai arti sebuah proses, usaha dan perjuangan. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak dan Ibu yang tiada henti-hentinya mendoakan di setiap waktunya, memberikan kasih sayang, semangat, dukungan serta motivasi kepada penulis. Selalu teringat akan support yang diberikan disaat teman-teman seperjuangan sudah banyak yang telah menyelesaikan study-nya. “Tidak usah terburu-buru untuk berlomba-lomba siapa yang selesai duluan, yang penting jalani dan nikmati setiap hal yang kamu lakukan. Kerjakan, dan mintalah kepada-Nya setiap kamu bersujud”. Yah, terima kasih Bapak Ibu untuk doa dan semangatnya . Semoga Allah selalu melindungi dan meridhoi kalian berdua. Amin. 2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM., M.kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
xi
3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Si, selaku kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Hoirun Nisa, P.Hd selaku penanggung jawab peminatan Epidemiologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Ibu Catur Rosidati, SKM., MKM dan Ibu Minsarnawati Tahangnacca, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas waktu yang diberikan, kesabaran dan arahannya setiap kali bimbingan. Penulis merasa senang dengan cara Ibu memberikan bimbingan serta arahan, sehingga memberikan semangat bagi penulis untuk selalu mengerjakan dan menyelesaikan skripsi ini . 6. Terima kasih kepada Mbak Riza, Staff BKKBN yang telah memberikan izin menggunakan data SDKI untuk penelitian. 7. Teman-teman seperjuangan Epidemiologi 2011, Sukma, Ila, Iis, Lina, Anjar dan lela yang udah lebih dulu selesai, senang bisa bantu-bantu kerempongan kalian. Buat Rini, Pipi, Dina, Fira, Fica, Denok, Kemal, Desy, Upit terima kasih pernah membantu dan menyemangati. Tetap semangat untuk Siti, Falah, Kiki, Mbak Lia, Dhea dan Karim. Semoga pertemanan dan silaturahmi tetap terjaga hingga tua nanti. Amin . 8. Semua teman-teman Kesehatan Masyarakat 2011 yang telah wisuda terlebih dahulu, terima kasih telah menularkan semangat untuk menyelesaikan skripsi dan kepada teman-teman yang telah terlebih dahulu melaksanakan sidang terima kasih support dan motivasinya untuk wisuda bersama. 9. Teman-teman As-Shof dan SJD 2011, Puspita, Gina, Donna, Umi, Kak Mahmud, Kak Angga, Mang Atok, Rizky dan semua pihak yang terlibat. Terima kasih atas perhatian, pengertian dan bantuannya. Terus semangat teman. Adik-adik kosan kuning, serta adik-adik kosan Pak Lebba terima kasih atas bantuannya, adik Nuril terima kasih atas perhatian dan dukungannya. 10. Dek Fita, Dek Iis dan Mas Fajar, saudaraku. Terima kasih atas perhatiannya yang selalu menantikan kehadiranku di rumah. Semoga kalian sehat dan segera menyusul menyelesaikan study-nya.
xii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak sekali kesalahan dan kekurang dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini akan diterima dengan senang hati. Mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca, dan Amal Baik yang diberikan dibalas oleh Allah SWT. Amiinn. Wasalamu’alailum wr.wb
Jakarta, 08 Desember 2015
Naila Rohmatin
xiii
DAFTAS ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................... i PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii ABSTRAK ................................................................................................................. iv ABSTRACT ............................................................................................................... v DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................. vi KATA PENGANTAR .............................................................................................viii DAFTAR ISI.............................................................................................................. xi DAFTAR BAGAN ................................................................................................. xiv DAFTAR TABEL .................................................................................................... xv DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................ xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 6 1.3 Pertanyaan Penelitian ..................................................................................... 7 1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 8 1.2.1 Tujuan Umum ...................................................................................... 8 1.2.2 Tujuan Khusus ..................................................................................... 8 1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 10 1.6 Ruang Lingkup ............................................................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kontrasepsi ............................................................................................ 12 2.1.1 Definisi Kontrasepsi.................................................................... 12 2.1.2 Metode Kontrasepsi .................................................................... 13 2.1.3 Jenis Kontrasepsi ........................................................................ 14 2.1.3.1 Kontrasepsi Hormonal .................................................... 14 2.1.3.2 Kontrasepsi Non-hormonal ............................................. 17 2.1.3.3 Kontrasepsi Alami .......................................................... 21 2.2 Efek Samping Alat Kontrasepsi .......................................................... 22 2.2.1 Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) ............................ 22 2.2.2 Metode Kontrasepsi Non-MKJP ................................................. 26 2.3 Pemilihan Jenis Kontrasepsi ................................................................ 29 2.4 Keluhan Kesehatan pada Pengguna Kontrasepsi ................................. 32 2.5 Determinan Kesehatan ........................................................................ 37 2.5.1 Faktor Determinan Keluhan Penggunaan Kontrasepsi .................. 38 2.6 Kerangka Teori ..................................................................................... 44 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep ................................................................................. 45 3.2 Definisi Operasional ............................................................................ 47 3.3 Hipotesis .............................................................................................. 48 xiv
BAB VI METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian .................................................................................... 49 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 49 4.3 Populasi dan Sampel ............................................................................... 49 4.4 Instrumen Penelitian ............................................................................... 51 4.5 Pengumpulan Data .................................................................................. 51 4.6 Pengolahan Data .................................................................................... 52 4.7 Analisis Data ........................................................................................... 53 4.7.1 Univariat .................................................................................... 53 4.7.2 Bivariat ....................................................................................... 54 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Penduduk di Wilayah Pulau Jawa .............................. 55 5.1.1 Jumlah Penduduk .............................................................................. 55 5.1.2 Jumlah Wanita Usia Subur (15-49 tahun) di Pulau Jawa............. 56 5.2 Gambaran Hasil Penelitian ...................................................................... 57 5.2.1 Jumlah Wanita Usia Subur di Pulau Jawa Tahun 2012................ 57 5.2.2 Gambaran Keluhan Kesehatan .................................................... 58 5.2.3 Gambaran Penggunaan Jenis Kontrasepsi .................................. 60 5.2.4 Gambaran Penggunaan Metode Kontrasepsi .............................. 60 5.2.5 Gambaran Lama Penggunaan Kontrasepsi ................................. 61 5.2.6 Gambaran Penggunaan Jenis Kontrasepsi Berdasarkan Kelompok Umur ......................................................................... 62 5.2.7 Gambaran Penggunaan Metode Kontrasepsi Berdasarkan Kelompok Umur ......................................................................... 63 5.2.8 Gambaran Lama Penggunaan Kontrasepsi Berdasarkan Jenis Kontrasepsi ................................................................................. 64 5.2.9 Gambaran Jenis Keluahan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Kelompok Umur ......................................................................... 65 5.2.10 Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Jenis Kontrasepsi ........................................................................ 66 5.2.11 Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Lama Penggunaan Kontrasepsi ................................................... 67 5.3 Hasil Penelitian Bivariat ........................................................................... 68 5.3.1 Hubungan Umur WUS dengan Keluhan Kesehatan pada Pengguna Kontrasepsi Hormonal................................................. 68 5.3.2 Hubungan Umur WUS dengan Keluhan Kesehatan pada Pengguna Kontrasepsi Non-hormonal......................................... 69 5.3.3 Hubungan Lama Penggunaan Dengan Keluhan Kesehatan pada WUS Penggunan Kontrasepsi Hormonal .......................... 70 5.3.4 Hubungan Lama Penggunaan Dengan Keluhan Kesehatan pada WUS Penggunan Kontrasepsi Non-hormonal .................. 71 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 73 6.2 Gambaran Hasil Penelitian ...................................................................... 74 6.2.1 Umur Wanita Usia Subur di Pulau Jawa Tahun 2012 ................ 74 6.2.2 Keluhan Kesehatan .......................................................................... 74 xv
Penggunaan Jenis Kontrasepsi ....................................................... 76 Penggunaan Metode Kontrasepsi .................................................. 77 Lama Penggunaan Kontrasepsi ...................................................... 78 Penggunaan Jenis Kontrasepsi Berdasarkan Kelompok Umur .................................................................................................. 78 6.2.7 Penggunaan Metode Kontrasepsi Berdasarkan Kelompok Umur .................................................................................................. 79 6.2.8 Lama Penggunaan Berdasarkan Jenis Kontrasepsi ..................... 83 6.2.9 Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Kelompok Umur .............................................................................. 84 6.2.10 Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Jenis Kontrasepsi ............................................................................. 86 6.2.11 Jenis Keluhan Kesehata pada WUS Berdasarkan Lama Penggunaan Kontrasepsi ...................................................... 88 6.3 Hubungan Umur dan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Non-hormonal pada Wanita Usia Subur di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012 ........................................................................................ 89 6.3.1 Umur dengan Keluhan Kesehatan .............................................. 90 6.3.2 Lama Penggunaan dengan Keluhatan Kesehatan.......................... 96 6.2.3 6.2.4 6.2.5 6.2.6
BAB VII PENUTUP 7.1 Simpulan ........................................................................................... 100 7.2 Saran ..........................................................................................................102 7.2.1 Bagi Instansi Pemerintah ......................................................... 102 7.2.2 Bagi Instansi Kesehatan ...........................................................102 7.2.3 Bagi Peneliti Lain .....................................................................103 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xvi
DAFTAR BAGAN
Nomor Bagan
Hal
2.2
Kerangka Teori………………………………………………
44
3.1
Kerangka Konsep…………………………..……………….
45
4.1
Bagan Alur Pengambilan Sampel…………………………...
51
xvii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Hal
2.1
Pemilihan Alat Kontrasepsi Berdasarkan Fase Reproduksi..
31
3.1
Definisi Operasional Variabel……………………………...
47
4.2
Daftar Variabel dan Kuesioner SDKI 2012………………...
51
5.1
Jumlah Penduduk di Pulau Jawa Menurut BPS Tahun
55
2010………………………………………………………… 5.2
Proyeksi Penduduk di Pulau Jawa Tahun 2015 Menurut
56
BPS………………………………………………………… 5.3
Estimase Jumlah Wanita Usia Subur (14-49 tahun) di Pulau
57
Jawa Tahun 2014…………………………………………… 5.4
Kelompok Umur WUS Berdasarkan Data SDKI di Pulau
57
Jawa Tahun 2012…………………………………………….………….. 5.5
Gambaran WUS Berdasarkan Kelompok Umur di Pulau
58
Jawa Tahun 2012…………………………………………… 5.6
Gambaran Keluhan Kesehatan Penggunaan Kontrasepsi
59
pada WUS di Pulau Jawa Tahun 2012……………………... 5.7
Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS di Pulau
59
Jawa Tahun 2012…………………………………………… 5.8
Gambaran Penggunaan Jenis Kontrasepsi pada WUS di
60
Pulau Jawa Tahun 2012……………………………………. 5.9
Gambaran Penggunaan Metode Kontrasepsi pada WUS di
61
Pulau Jawa Tahun 2012………………………….………… 5.10
Gambaran Lama Penggunaan Kontrasepsi pada WUS di
62
Pulau Jawa Tahun 2012…………………………………… 5.11
Gambaran Penggunaan Jenis Kontrasepsi Berdasarkan
62
Kelompok Umur WUS di Pulau Jawa Tahun 2012………... 5.12
Gambaran Penggunaan Metode Kontrasepsi Berdasarkan Kelompok Umur WUS di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012. xviii
63
5.13
Gambaran Lama Penggunaan Berdasarkan Jenis
64
Kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa Tahun 2012………... 5.14
Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS
65
Berdasarkan Kelompok Umur di Pulau Jawa Tahun 2012… 5.15
Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS
66
Berdasarkan Jenis Kontrasepsi di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012………………………………………………… 5.16
Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS
67
Berdasarkan Lama Penggunaan Kontrasepsi di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012…………………………………… 5.17
Hubungan Umur WUS dengan Keluhan Kesehatan pada
68
Pengguna Kontrasepsi Hormonal di Pulau Jawa Tahun 2012………………………………………………………… 5.18
Hubungan Umur WUS dengan Keluhan Kesehatan pada
69
Pengguna Kontrasepsi Non-hormonal di Pulau Jawa Tahun 2012…………………………………………….………….. 5.19
Hubungan Lama Penggunaan dengan Keluhan Kesehatan
70
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012………………………………………………… 5.20
Lama Penggunaan Kontrasepsi dengan Keluhan Kesehatan Penggunaan Kontrasepsi Non-hormonal di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012……………………………………………
xix
71
DAFTAR SINGKATAN
AIDS
: Acquired Immune Deficiency Syndrome
AKDR
: Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
ASI
: Air Susu Ibu
BKKBN
: Badan Kesehatan dan Keluarga Berencana Nasional
BPS
: Badan Pusat Statistik
CPR
: Contraceptive Prevalence Rate
DI
: Daerah Istimewa
DKI
: Daerah Khusus Ibukota
DMPA
: Depo Medroksiprogesteron Provera
FSH
: Follicle Stimulating Hormone
HBV
: Hepatitis B Virus
HIV
:Human Immunodeficiency Virus
IMS
: Infeksi Menular Seksual
IMT
: Indeks Massa Tubuh
IUD
: Intra Uterine Devices
KB
: Keluarga Berencana
KONTAP
: Kontrasepsi Mantap
LB
: Live Birth
LH
: Hormone Luteinizing
LNG
: Levonorgestrel
MAL
: Metode Amenorrhea Laktasi
MDGs
: Millenium Development Goals
MKE
: Metode Kontrasepsi Efektif
MKJP
: Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
MOP
: Metoda Operasi Pria
MOW
: Metoda Operasi Wanita
MUI
: Majelis Ulama Indonesia
PRP
: Penyakit Radang Panggul
PSU
: Primary Sampling Unit
PUS
: Pasangan Usia Subur
xx
PUSLITBANG
: Pusat Penelitian dan Pengembangan
RISKESDAS
: Riset Kesehatan Dasar
RSIA
: Rumah Sakit Ibu dan Anak
SDKI
: Survei Demografi Kesehatan Indonesia
SWT
: Subhanahu Wa Ta’ala
TFR
: Total Fertility Rate
WPK
: Wanita Pernah Kawin
WUS
: Wanita Usia Subur
xxi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan dalam target Millenium Development Goals atau MDGs goal kelima yaitu meningkatkan angka kesehatan ibu. Upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu tersebut dilakukan melalui indikator penurunan 75% angka kematian ibu kurun waktu 1990-2015 dan tercapainya akses secara universal. Keberhasilan pencapaian universal akses ditargetkan dengan indikator yang terdiri dari cakupan penggunaan alat kontrasepsi, cakupan pelayanan antenatal, termasuk didalamnya memperhatikan angka kelahiran remaja dan angka unmet need untuk keluarga berencana (Riskesdas, 2010). Angka kematian ibu (AKI) selama beberapa tahun sempat mengalami penurunan. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia selama periode tahun 1991-2007 angka kematian ibu mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Namun tahun 2012, mengalami peningkatan kembali menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup, sementara target MDGs 2015 adalah menurunkan AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk menurunkan angka kematian ibu adalah dengan meningkatkan cakupan penggunaan kontrasepsi, karena bila cakupan ber-KB meningkat maka angka fertilitas dapat diturunkan (Kemenkes, 2014).
1
Salah satu bentuk pelayanan kesehatan ibu adalah penggunaan KB. Penggunaan KB memberikan kontribusi terhadap kesehatan ibu karena dapat mengendalikan angka kelahiran dengan penurunan angka fertilitas atau Total Fertility Rate (TFR) (Sumini, 2009). Secara nasional, penggunaan kontrasepsi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Angka prevalensi penggunaan kontrasepsi di Indonesia cenderung meningkat antara tahun 1991-2012 yaitu dari 50% menjadi 62% (SDKI, 2012). Sementara data Riskesdas 2013 menunjukkan peningkatan dari 55,8% pada tahun 2010 menjadi 59,7% tahun 2013 dan sebagian besar diketahui menggunakan cara modern (59,3%), di mana 51,9% penggunaan KB hormonal dan 7,5% non-hormonal. Sementara penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) hanya sebesar 10,2% dan non-MKJP 49,1% (Riskesdas, 2013). Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, estimasi jumlah penduduk di Indonesia tahun 2013 sebesar 248.422.956 jiwa, dengan jumlah penduduk terbanyak terdapat di Pulau Jawa. Pada Sensus penduduk tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa Pulau Jawa merupakan Pulau terpadat di Indonesia karena hampir setengah dari seluruh penduduk Indonesia berada di Pulau Jawa yakni sebanyak 57% dengan jumlah penduduk terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat (BPS, 2014). Secara berurutan yakni Provinsi Jawa Barat 45.472.830 jiwa, Jawa Timur 38.268.825 jiwa dan Jawa Tengah 32.684.579 jiwa, kemudian disusul Banten 11.523.018 jiwa dan DKI Jakarta 10.001.943 jiwa, lalu DI Yogyakarta 3.560.080 jiwa (Kemenkes, 2014).
2
Selain memiliki jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, Pulau Jawa juga memiliki jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) serta PUS yang memakai alat/cara KB tertinggi. Melalui mini survei Indonesia, Puslitbang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera menunjukkan data tentang pemantauan pasangan usia subur dengan estimasi jumlah wanita PUS sekitar 252.497 jiwa, di mana jumlah PUS dan PUS yang memakai alat/cara KB tertinggi terdapat di Jawa Timur. Secara berurutan yaitu Provinsi Jawa Timur 28.372, Jawa Tengah 25.997, Jawa Barat 20.179 jiwa, kemudian Banten 6.111 jiwa, DKI Jakarta 4.150 jiwa, DI Yogyakarta 3.512 jiwa (Puslitbang, 2013). Pada tahun 2013, keenam Provinsi di pulau Jawa tersebut mempunyai prevalensi penggunaan kontrasepsi yang berbeda antara tahun 2011-2013. Menurut hasil Mini Survei 2013, pada tahun 2011 prevalensi penggunaan kontrasepsi di Jawa Tengah menempati urutan pertama (74,4%). Kemudian Jawa Timur menempati urutan ketiga (72,9%) setelah Banten (73,6%). Sedangkan DI Yogyakarta menempati urutan keenam (70,3%) setelah DKI Jakarta ( 70,7%) dan Jawa Barat (72,9%). Sementara pada tahun 2013 Jawa Timur menempati urutan pertama sebesar (74,1%), kemudian Jawa Tengah (70,6%), DI Yogyakarta (69,9%), dan disusul Banten (68,7%), Jawa Barat 65,3%, DKI Jakarta 60,1% (Puslitbang, 2013). Seiring dengan meningkatnya penggunaan kontrasepsi, keluhan kesehatan yang dialami pun semakin bervariasi. Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2007 melaporkan bahwa terdapat 25% perempuan mengalami masalah kesehatan selama menggunakan alat kontrasepsi, di antaranya sakit kepala, tidak mengalami menstruasi, masalah kesehatan lainnya dan mengalami
3
kenaikan berat badan. Persentase terbesar yang mengalami gangguan kesehatan selama menggunakan alat kontrasepsi adalah mereka yang menggunakan suntik 3 bulan (30%) dibandingkan dengan metode yang lain. Selain itu, keluhan sakit kepala dan mual banyak dialami oleh mereka yang menggunakan metode kontrasepsi dengan menggunakan pil yaitu sebanyak 42% (SDKI, 2007). Berbagai penelitian mengenai penggunaan kontrasepsi baik hormonal maupun non hormonal menunjukkan tingkat pemakaian yang tinggi, namun memberikan masalah dan keluhan bagi kesehatan seperti kegemukan, keputihan, tidak haid ataupun perdarahan. Penelitian Hidayanti (2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan kegemukan atau Indeks Massa Tubuh (IMT) di Desa Sukaherang Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya (Handayani, 2012). Begitu juga penelitian Syahlani, dkk (2013) menyatakan ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian keputihan di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman Kota Banjarmasin (Syahlani, 2013). Selain itu, perdarahan dan gangguan saat haid juga dikeluhkan pada pengguna kontrasepsi IUD dan suntik. Penelitian Kundarti (2012) di RSIA Aura Syifa Kabupaten Kediri menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan kontrasepsi IUD dengan gangguan perdarahan dan gangguan siklus haid (Kundarti, 2012). Pada penelitian Anggia dan Mahmudah (2012) mengenai kontrasepsi suntik di bidan praktek swasta Surabaya menyatakan bahwa jenis kontrasepsi suntik 3 bulan kemungkinan untuk mengalami gangguan pola menstruasi 15,4 kali lebih besar jika dibandingkan dengan jenis
4
kontrasepsi 1 bulan dan responden yang menggunakan jenis kontrasepsi suntik 3 bulan kemungkinan untuk mengalami gangguan siklus menstruasi 7,52 kali lebih besar jika dibandingkan responden yang menggunakan jenis kontrasepsi suntik 1 bulan (Anggia, 2012). Berbeda dengan penelitian Harianto (2005) yang mengemukakan bahwa pengguna pil kontrasepsi kombinasi memiliki risiko 1,864 kali lebih tinggi untuk terkena kanker payudara dibandingkan dengan bukan pengguna pil kontrasepsi kombinasi. Namun demikian, risiko tersebut tidak signifikan sebagai faktor risiko utama terjadinya kanker payudara karena pil kontrasepsi kombinasi hanya sebagai peningkat risiko yang ringan terhadap kejadian kanker payudara (Harianto, 2005). Keberhasilan program keluarga berencana yang diukur melalui tingkat kepuasan klien justru masih memberikan dampak kepada akseptornya. Program kesehatan ibu dan anak tahun 2012 menyebutkan bahwa penggunaan kontrasepsi dapat memberikan dampak di antaranya masih dijumpai tingkat komplikasi (2,24%), ketidakberlangsungan pelayanan KB (2,61%), dan kegagalan walaupun masih berada dalam batas toleransi (0,06%) (Kemenkes, 2013). Beberapa penelitian juga menemukan berbagai faktor dari penggunaan kontrasepsi yang dianggap berpengaruh terhadap munculnya keluhan kesehatan seperti sakit kepala, haid tidak teratur, peningkatan berat badan dan perdarahan. Minarti (2013) dan Sambosir (2009) menyatakan umur ibu mempengaruhi penggunaan kontrasepsi dalam memilih jenis kontrasepsi. Miawati (1999) dan Sriwahyuni (2012) menemukan jenis KB dan lama penggunaan kontrasepsi
5
dapat mempengaruhi keluhan kesehatan yang dialami. Begitu juga Hidayati (2012) dan Lestari (2012) menemukan bahwa lama penggunaan kontrasepsi dapat mempengaruhi keluhan kesehatan para akseptor. Penelitian tentang keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi di Indonesia khususnya secara Provinsi masih jarang dilakukan. Oleh sebab itu, berdasarkan pemaparan masalah diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait Hubungan Antara Umur dan Lama Penggunaan terhadap Keluhan Kesehatan Pada Wanita Usia Subur Pengguna Kontrasepsi Hormonal dan Non-Hormonal di Pulau Jawa Tahun 2012 (Analisis Data SDKI 2012).
1.2 Rumusan Masalah Tren penggunaan kontrasepsi menunjukkan peningkatan dalam angka prevalensi kontrasepsi yaitu 50% pada tahun 1991 menjadi 62% pada tahun 2012 (SDKI, 2012). Secara nasional juga meningkat dari 55,8% pada tahun 2010 menjadi 59,7% tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Pulau Jawa merupakan Pulau yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yakni sebesar 57%. Jumlah PUS dan PUS yang memakai KB terbanyak juga terdapat di Pulau Jawa. Hasil Mini Survei tahun 2013 menunjukkan prevalensi penggunaan kontrasepsi antara tahun 2011-2013 dimasing-masing Provinsi, di mana pada tahun 2011 Provinsi yang memiliki prevalensi penggunaan kontrasepsi tertinggi adalah Jawa Tengah (74,4%), Banten (73,6%), Jawa Timur (72,9%), Jawa Barat (72,9%), DKI Jakarta (70,7%), dan DI Yogyakarta (70,3%), kemudian pada tahun 2013 menjadi Jawa Timur (74,1%), Jawa Tengah (70,6%), DI Yogyakarta (69,9%), kemudian
6
disusul Banten (68,7%), Jawa Barat 65,3% dan DKI Jakarta 60,1% (Puslitbang, 2013). Akan tetapi, selama menggunakan alat kontrasepsi masih dijumpai sekitar 25% perempuan yang tercatat sebagai peserta KB mengalami masalah kesehatan diantaranya sakit kepala, gangguan menstruasi, perubahan berat badan dan keluhan lainnya. Akibatnya, memberikan dampak pada kualitas pelayanan KB karena masih ditemukannya tingkat komplikasi (2,24%), ketidakberlangsungan (2,61%) dan kegagalan kontrasepsi (0,06%). Beberapa penelitian menemukan bahwa faktor yang dianggap berpengaruh secara tidak langsung terhadap munculnya keluhan kesehatan seperti sakit kepala, haid tidak teratur, peningkatan berat badan dan perdarahan salah satunya yakni umur dan lama penggunaan kontrasepsi. Sehingga penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui Hubungan Antara Umur dan Lama Penggunaan Kontrasepsi terhadap Keluhan Kesehatan pada Wanita Usia Subur Pengguna kontrasepsi Hormonal dan Non-Hormonal di Pulau Jawa Tahun 2012 berdasarkan analisis Data SDKI 2012.
1.3 Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana gambaran umur wanita usia subur yang mengalami keluhan kesehatan dan lamanya penggunaan kontrasepsi di Pulau Jawa tahun 2012? b. Apakah ada hubungan antara umur dan lama penggunaan kontrasepsi terhadap keluhan kesehatan pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal di Pulau Jawa tahun 2012?
7
1.4 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara umur dan lama penggunaan kontrasepsi terhadap keluhan kesehatan pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal dan nonhormonal di wilayah Pulau Jawa tahun 2012 berdasarkan analisis data SDKI 2012.
1.3.2
Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran keluhan kesehatan pada WUS pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal di Pulau Jawa tahun 2012. b. Diketahuinya gambaran jenis keluhan kesehatan yang dialami oleh WUS di Pulau Jawa tahun 2012. c. Diketahuinya gambaran penggunaan jenis kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa tahun 2012. d. Diketahuinya gambaran penggunaan metode kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa tahun 2012. e. Diketahuinya gambaran lama penggunaan kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa tahun 2012. f. Diketahuinya gambaran penggunaan jenis kontrasepsi berdasarkan kelompok umur WUS di Pulau Jawa tahun 2012. g. Diketahuinya
gambaran
penggunaan
metode
kontrasepsi
berdasarkan kelompok umur WUS di Pulau Jawa tahun 2012.
8
h. Diketahuinya gambaran lama penggunaan berdasarkan jenis kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa tahun 2012. i. Diketahuinya gambaran jenis keluhan kesehatan pada WUS berdasarkan kelompok umur di Pulau Jawa tahun 2012. j. Diketahuinya gambaran jenis keluhan kesehatan pada WUS berdasarkan jenis kontrasepsi di Pulau Jawa tahun 2012. k. Diketahuinya gambaran jenis keluhan kesehatan pada WUS berdasarkan lama penggunaan kontrasepsi di Pulau Jawa tahun 2012. l. Diketahuinya hubungan antara umur WUS dengan keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi hormonal di Pulau Jawa tahun 2012. m. Diketahuinya hubungan antara umur WUS dengan keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi non-hormonal di Pulau Jawa tahun 2012. n. Diketahuinya hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan pada WUS pengguna kontrasepsi hormonal di Pulau Jawa tahun 2012. o. Diketahuinya hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan pada WUS pengguna kontrasepsi nonhormonal di Pulau Jawa tahun 2012.
9
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi Instansi Pemerintahan Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan para pembuat kebijakan sesuai dengan system ber-KB yang “Informed Contraceptic Choice” sehingga dapat memberikan standar pelayanan yang berkualitas terkait penggunaan dan penyediaan alat kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan yang dinginkan oleh para wanita.
1.5.2
Bagi Instansi Kesehatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi dalam mengaktifkan kembali kegiatan penyuluhan dan layanan konseling KB untuk para wanita dalam memilih dan menggunakan alat kontrasepsi.
1.5.3
Bagi Peneliti Lain Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan menjadi salah satu referensi ataupun acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terkait keluhan penggunaan kontrasepsi, khususnya spesifik pada masing-masing daerah baik rural maupun urban yang ada di Pulau Jawa.
10
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini merupakan analisis data skunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 dengan responden wanita yang pernah menikah usia 15-49 tahun dan tidak sedang hamil. Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Peminatan Epidemiologi 2011. Analisis data SDKI 2012 dilakukan dengan menggunakan desain studi Cross sectional terkait hubungan antara umur dan lama penggunaan kontrasepsi terhadap keluhan kesehatan pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal di Pulau Jawa pada tahun 2012. Analisis data dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2015 di Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kontrasepsi 2.1.1 Definisi Kontrasepsi Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dengan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan dengan cara mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi pertemuan sel telur dengan sel sperma (Ramadhan, 2008). Program keluarga berencana (KB) merupakan program yang dicanangkan pemerintah dengan tujuan mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera yang menjadi dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pertumbuhan penduduk di Indonesia (Asih L. d., 2009). Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu upaya dalam Program Keluarga Berencana untuk pengendalian fertilitas atau menekan pertumbuhan penduduk yang paling efektif. Pelaksanaan program KB diupayakan agar semua metoda atau alat kontrasepsi yang disediakan dan ditawarkan kepada masyarakat memberikan manfaat optimal dengan meminimalkan efek samping maupun keluhan yang ditimbulkan (BKKBN, 2007).
12
Menurut Hartanto (2004) pelayanan kontrasepsi diupayakan untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna. Tujuannya yaitu: a. Untuk menunda kehamilan atau kesuburan b. Untuk menjarangkan kehamilan c. Untuk mencegah kehamilan atau kesuburan
2.1.2 Metode Kontrasepsi Kontrasepsi atau alat/ cara KB adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Bila dilihat berdasarkan metode atau cara kontrasepsi dibagi dalam dua kategori, yaitu metode kontrasepsi modern dan cara tradisional. Metode kontrasepsi modern meliputi sterilisasi wanita, sterilisai pria, pil KB, IUD, suntik KB, susuk, kondom pria, intravag, diafragma, kontrasepsi darurat dan metode amenore laktasi (MAL). Cara tradisional meliputi pantang berkala (kalender), sanggama terputus dan jamu (SDKI, 2012). Metoda kontrasepsi menurut jangka waktu pemakaiannya dibagi atas dua kelompok, yaitu metoda kontrasepsi jangka panjang (MKJP) dan metoda kontrasepsi non-MKJP. Metode Kontrasepsi Jangka Panjang atau MKJP merupakan kontrasepsi yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama lebih dari 2 tahun, efektif dan efisien untuk tujuan pemakaian menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri kehamilan atau sudah tidak ingin tambah anak lagi, di antaranya yaitu IUD, Implan/susuk KB dan Sterililisasi pada pria/wanita. Sedangkan
13
pil, suntik KB dan kondom merupakan metoda kontrasepsi non-MKJP (Asih L. d., 2009). Bila dilihat berdasarkan kandungannya, kontrasepsi dapat dibedakan sebagai kontrasepsi hormonal (pil, suntikan, implan dan IUD-mirena atau LNG-IUS) dan kontrasepsi non-hormonal (kondom, IUD-TCu, dan metoda kontap) (Asih L. d., 2009).
2.1.3 Jenis Kontrasepsi 2.1.3.1 Kontrasepsi Hormonal Kontrasepsi
hormonal
adalah
kontrasepsi
yang
mengandung hormon estrogen dan progesteron. Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal dengan cara memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi. Melalui hipotalamus dan hipofisis tersebut estrogen dapat menghambat pengeluaran Follicle Stimulating Hormone (FSH) sehingga perkembangan dan kematangan folikel de graaf tidak terjadi. Disamping itu, progesteron dapat menghambat pengeluaran Luteinizing Hormone (LH). Estrogen mempercepat peristaltik tuba sehingga hasil konsepsi mencapai uterusendometrium yang belum siap untuk menerima implanasi (Manuaba, 1998). Berikut jenis-jenis metode kontrasepsi hormonal:
14
a. Pil KB Pil KB merupakan jenis kontrasepsi oral yang mengandung kombinasi estrogen dan progesteron dalam bentuk tablet, untuk menghambat pelepasan FSH, LH dan ovum. Kontrasepsi ini protektif terhadap kanker ovarium, kehamilan ektopik, penyakit radang panggul (PRP) dan anemia. Selain itu, juga dapat mengurangi kram menstruasi dan nyeri (Stright, 2004). Pil KB bekerja dengan cara mengentalkan lendir leher rahim sehingga sperma akan sulit masuk dan mencapai sel telur. Lapisan dinding rahim juga akan diubah sehingga tidak siap menerima dan menghidupi sel telur yang telah dibuahi. Selain itu, juga dapat mencegah indung telur melepaskan
sel
telur
setiap
bulannya
(ovulasi)
(Siswosuharjo, 2010).
b. Suntik KB Kontrasepsi suntik terdiri dari dua jenis yaitu suntik 1 bulan dan suntik 3 bulan. Suntik 3 bulan merupakan suntik intramuscular
yang
bekerja
sama
seperti
implan,
mengandung Medroksiprogesteron (DMPA atau DepoProvera). Kerugiannya, berisiko kanker payudara dan meningkatkan
osteoporosis
karena
terjadi
densitas tulang (reversible) (Stright, 2004).
15
penurunan
c. Implan atau Susuk Implan merupakan alat kontrasepsi yang dipasang atau disisipkan di bawah kulit, efektif mencegah kehamilan dengan cara mengalirkan secara perlahan-lahan hormon yang dibawanya. Selanjutnya hormon akan mengalir ke dalam tubuh lewat pembuluh-pembuluh darah (Asih L. d., 2009). Implan sangat sulit dilepaskan dan tidak dapat digunakan
oleh
seorang
wanita
yang
menderita
tromboflebitis aktif, perdarahan yang tidak dapat dijelaskan, penyakit atau tumor hati yang aktif, atau penderita/dicurigai mengalamai kanker payudara (Stright, 2004). Implan dipasang secara subdermal pada lengan bagian dalam sebelah kanan atas dengan menggunakan insisi dan anestesi lokal dengan bantuan trokar. Cara kerja implan yaitu mengganggu serviks menjadi kental, mengganggu pembentukan proses endometrium sehingga sulit terjadi implanasi dan mengurangi transportasi sperma serta menekan ovulasi. (Asih L. d., 2009). Hormon yang dikandung dalam susuk ini adalah levonorgestrel (LNG), yakni hormon yang berfungsi menghentikan suplai hormon estrogen yang berfungsi mendorong pembentukan lapisan dinding lemak dan dengan demikian
menyebabkan
16
terjadinya
menstruasi.
Dibandingkan pil atau suntikan KB, hormon
yang
terkandung dalam susuk ini lebih sedikit (Asih L. d., 2009). Beberapa jenis susuk KB yang masa penggunaannya berbeda. Susuk 1 dan 2 batang bisa digunakan selama 3 tahun, sedangkan susuk 6 batang digunakan selama 5 tahun, berupa silastik yang panjangnya 3,4 cm dengan diameter 2,4 mm dan mengandung levonorgestrel 75 mg (Siswosuharjo, 2010). Setiap kapsul susuk KB mengandung 36 mgr levonorgestrel yang akan dikeluarkan setiap harinya sebanyak 80 mcg. Konsep mekanisme kerjanya sebagai progesteron yang dapat mengahalangi pengeluaran LH sehingga tidak terjadi ovulasi, mengentalkan lendir serviks dan menghalangi migrasi spermatozoa, dan menyebabkan situasi endometrium tidak siap menjadi tempat nidasi (Manuaba, 1998).
2.1.3.2 Kontrasepsi Non-hormonal Kontrasepsi non-hormonal adalah kontrasepsi yang tidak mengandung hormon, di antaranya yaitu sebagai berikut: a. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau yang dikenal dengan IUD (Intra-Uterine Devices) merupakan
17
kontrasepi non hormonal yang dipasang di rahim (Asih L. d., 2009). AKDR merupakan alat kontrasepsi yang dipasang dalam
rahim
dengan
menjepit
menghasilkan
indung
telur
kedua
sehingga
saluran tidak
yang terjadi
pembuahan, terdiri dari bahan plastik polietilen, ada yang dililit oleh tembaga dan ada yang tidak (BKKBN, 2012). Beberapa jenis alat KB yang bekerja dari dalam rahim untuk mencegah pembuahan sel telur oleh sperma, salah satunya adalah spiral, yang bisa bertahan dalam rahim dan terus menghambat pembuahan sampai 10 tahun lamanya. Setelah itu harus dikeluarkan dan diganti. Bahan spiral yang paling umum digunakan adalah plastik, atau plastik bercampur tembaga (Asih L. d., 2009).
b. Kontrasepsi Mantap Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma (pada lelaki). Kontap adalah salah satu cara kontrasepsi untuk mengakhiri kelahiran, yang dikenal dengan dua macam, yaitu Kontap Pria atau MOP atau Vasektomi dan Kontap Wanita atau MOW atau Tubektomi (Asih L. d., 2009).
18
Efektifitasnya tinggi, dengan angka kegagalan rendah dan kejadian kegagalan disebabkan oleh tehnik operatif yang kurang baik ataupun rekanalisasi spontan, serta efek samping minimal. Keuntungannya lebih aman (keluhan lebih sedikit), lebih praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan) dan lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil) serta ekonomis (Asih L. d., 2009).
1) MOW (Metoda Operasi Wanita/Tubektomi) MOW adalah tindakan penutupan terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri, yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati sel telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki-laki sehingga tidak terjadi kehamilan. Cara yang dilakukan dengan mengoklusi (mengikat dan memotong atau memasang cincin) tubafalopi maka sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Asih L. d., 2009).
2) MOP (Metoda Operasi Pria/Vasektomi) Salah
satu
bentuk
kontrasepsi
pria
yaitu
vasektomi, yang dilakukan melalui sebuah insisi kecil di skrotum dan lumen vas deferens dirusak untuk menghambat lewatnya sperma dari testis (Leveno, 2009).
19
MOP atau vasektomi adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan melakukan oklusi vas deferens sehingga alur tranportasi sperma terhambat dan proses fertilitasi (penyatuan dengan ovum tidak terjadi). Tindakan oklusi dilakukan terhadap kedua saluran mani sebelah kanan dan sebelah kiri sehingga tidak dapat menyebabkan kehamilan (Asih L. d., 2009).
c. Kondom Kondom merupakan selubung/sarung karet sebagai salah satu metode kontrasepsi atau alat untuk mencegah kehamilan dan atau penularan penyakit kelamin pada saat bersenggama (BKKBN, 2012). Cara
kerjanya
adalah
menghalangi
terjadinya
pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma diujung selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah kedalam saluran reproduksi
perempuan.
Selain
itu,
untuk
mencegah
penularan mikroorganisme (Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HBV dan HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (khusus kondom yang terbuat dari lateks dan vinil) (BKKBN, 2012).
20
2.1.3.3 Kontrasepsi Alami a. Senggama Terputus (Koitus Interuptus) Metode kontrasepsi alamiah melalui senggama terputus dilakukan dengan cara menarik penis yang sedang ereksi dari vagina sebelum ejakulasi guna mencegah sperma masuk ke vagina. Oleh sebab itu, perlu pengetahuan dasar tentang orgasme dan pengendalian diri pasangan pria. Efektivitas pada penggunaan yang sempurna, angka kehamilan diperkirakan sekitar 4%, sedangkan pada penggunaan yang biasa mencapai 19% (Sinclair, 2009). Sementara keuntungan yang diperoleh yaitu nyaman, tidak memerlukan biaya, tidak menggunakan obat dan alat. Sedangkan memberikan
kerugian
dari
metode
perlindungan
terhadap
ini IMS
adalah
tidak
dan
angka
kehamilan tinggi. (sperma bisa terdapat di dalam cairan praejakulasi) (Sinclair, 2009).
b. Metode Amenore Laktasi (MAL) Amenore
laktrasi
merupakan
metode
ber-KB
alamiah yang bersifat sementara dengan memberikan ASI secara eksklusif segera setelah melahirkan (post partum) selama 6 bulan. Metode ini dapat memberikan perlindungan kepada ibu dari kehamilan berikutnya yang terlalu dekat atau cepat dengan efektifitas 98,2% selama 9 sampai 10
21
bulan, karena pada masa tersebut ibu menyusui belum datang haid pasca persalinan (Muryanta, 2012).
c. Pantang Berkala (Kalender) Metode pantang berkala merupakan salah satu metode puasa senggama, di mana tidak melakukan hubungan badan selama kurun waktu kemungkinan dalam masa subur wanita. Salah satunya yaitu melalui metode kalender, dengan melihat periode subur wanita yang berlangsung 3-15 hari selama siklus menstruasi. Tanda psikologis seperti lendir serviks, perubahan serviks dan suhu tubuh mengindikasikan kesuburan (Sinclair, 2009).
2.2 Efek Samping Alat Kontrasepsi 2.2.1 Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) 2.2.1.1 Alat Kontrasepsi dalam Rahim (AKDR) Efek samping penggunaan kontrasepsi IUD/AKDR di antaranya dismenore, meningkatnya aliran darah menstruasi, bercak darah diantara periode menstruasi, infeksi uterus, atau perforasi dan kehamilan ektopik. Tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai meliputi periode menstruasi terlambat atau tidak ada, nyeri abdomen berat, demam dan menggigil, daerah vagina bau, terdapat bercak-bercak, perdarahan atau periode
22
menstruasi berat. Pengeluaran spontan terjadi pada 2%-10% pemakaian dalam tahun pertama (Stright, 2004). Efek samping yang umum terjadi adalah sebagai berikut (Asih L. d., 2009): a. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan
berkurang setelah tiga bulan) b. Haid lebih lama dan banyak c. Perdarahan antar menstruasi d. Saat haid lebih sakit
Adapun
manfaat
dari
penggunaan
kontrasepsi
AKDR/IUD yaitu (Asih L. d., 2009): a. Memilki efektivitas tinggi (hanya 6 kegagalan dalam 1000 kehamilan). b. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu diganti) d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual dan meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil f. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT380A) g. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI h. Kesuburan segera kembali setelah IUD diangkat
23
i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi) j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid terakhir) k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat l. Membantu mencegah kehamilan ektopik Sedangkan komplikasi lain yang dapat terjadi yaitu: 1. Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan 2. Perdarahan berat pada waktu haid 3. Perforasi dinding uterus 4. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS 5. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau
perempuan yang sering berganti pasangan 6. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan
IMS memakai AKDR
2.2.1.2 Implan atau Susuk Efek samping Implan yang ditimbulkan dari pemakaian implan atau susuk di antaranya dapat mengalami perdarahan yang tidak teratur, nyeri tekan dan memar pada tempat pemasangan, sakit kepala, jerawat, perubahan berat badan dan nyeri tekan pada payudara. Tanda-tanda komplikasi yang harus dilaporkan meliputi infeksi perdarahan atau nyeri pada tempat
24
pemasangan, batang subdermal menembus dan rusak melalui kulit, perdarahan vagina berat, nyeri abdomen berat, menstruasi tidak teratur secara medadak setelah siklus yang teratur tercapai. Kehamilan yang terjadi cenderung bersifat ektopik (Stright, 2004). Keuntungan penggunaan kontrasepsi implan atau susuk yaitu (Asih L. d., 2009): a. Daya guna tinggi b. Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun) c. Kembalinya masa subur cepat setelah pencabutan d. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam e. Bebas dari pengaruh estrogen f. Tidak mengganggu kegiatan senggama g. Tidak mengganggu ASI Sementara keterbatasan dari penggunaan kontrasepsi ini adalah: a. Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan b. Tidak mencegah IMS c. Klien
tidak
dapat
menghentikan
sendiri
pemakaian
kontrasepsi, tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan.
25
2.2.1.3 Metode Operasi Pria/Vasektomi MOP sangat efektif, tidak ada efek samping jangka panjang, tindakan bedah aman dan sederhana, serta dapat digunakan seumur hidup dan tidak mengganggu kehidupan suami isteri (Asih L. d., 2009). Selain bersifat permanen dan tidak memberikan efek samping, namun tetap memilik kerugian di antaranya harus melakukan operasi kecil untuk mengenbalikan fungsi, keinginan untuk mempunyai anak sulit karena keberhasilan dari pemulihan sangat kecil (Marshall, 2000).
2.2.1.4 Metode Operasi Wanita/Tubektomi Keuntungan dari metode operasi wanita hampir sama dengan metode steril pada pria, yaitu bersifat permanen, efek jangka panjang tidak diketahui (Marshall, 2000). Akan tetapi bahaya utama dari metode operasi wanita ini adalah komplikasi anestesi, cedera struktur di sekitar tuba secara tidak sengaja, embolisme
paru
(tetapi
jarang
terjadi)
dan
kegagalan
menimbulkan sterilitas disertai terjadinya kehamilan ektopik (Leveno, 2009).
2.2.2 Metode Kontrasepsi Non-MKJP 2.2.2.1 Kondom Manfaat dari penggunaan alat kontrasepsi kondom yaitu:
26
a. Efektif mencegah kehamilan bila digunakan dengan benar b. Tidak mengganggu produksi ASI c. Tidak mengganggu kesehatan klien d. Tidak mempunyai pengaruh sistemik e. Murah dan dapat dibeli secara umum f. Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus g. Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda. Sedangkan keterbatasan dari pengunaan kondom yaitu (BKKBN, 2012): a. Agak
mengganggu
hubungan
seksual
(mengurangi
mungkin
menimbulkan
sentuhan langsung) b. Pembuangan
kondom
bekas
masalah dalam hal limbah c. Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual d. Malu membeli kondom di tempat umum.
2.2.2.2 Pil KB Efek samping dari penggunaan pil KB pada bulan pertama mungkin akan menimbulkan rasa mual, perdarahan atau flek di masa haid, kenaikan berat badan atau sakit kepala. Di sisi lain, pil Kb dapat mengatasi berbagai gangguan kesehatan seperti mengatasi nyeri haid, mencegah kurang darah dan mencegah penyakit kanker (Siswosuharjo, 2010).
27
Namun,
penggunaan
pil
KB
memiliki
beberapa
keuntungan di antaranya (BKKBN, 2012): a. Efektif jika diminum setiap hari di waktu yang sama b. Tidak diperlukan pemeriksaan panggul c. Tidak mempengaruhi ASI d. Tidak mengganggu hubungan seksual e. Kembalinya fertilitas segera jika pemakaian dihentikan f. Efek samping kecil, mudah digunakan dan nyaman Sementara keterbatasan pil KB yang dimiliki yaitu: a. Harus digunakan setiap hari pada waktu yang sama b. Bila lupa satu pil saja, kegagalan menjadi besar c. Risiko kehamilan ektopik, tetapi risiko lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak menggunakan pil d. Tidak mencegah IMS
2.2.2.3 Suntik KB Efek Samping yang ditimbilkan dari kontrasepsi suntik KB yaitu bercak darah, sakit kepala dan pertambahan berat badan. Kandungan DMPA dapat memungkinkan menyebabkan amenore setelah tahun pertama (Stright, 2004). Adapun keuntungan dari penggunaan kontrasepsi suntik yaitu (BKKBN, 2012) : a. Pencegahan kehamilan jangka panjang b. Tidak berpengaruh pada hubungan suami isteri
28
c. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah d. Tidak mempengaruhi ASI e. Sangat efektif dan sedikit efek samping f. Dapat digunakan oleh perempuan usia >35 tahun sampai perimenopouse g. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik h. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara i. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul Sedangkan keterbatasan yang dimiliki yaitu: 1. Harus kembali sesuai dengan jadwal suntikan 2. Tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikutnya. 3. Tidak mencegah IMS 4. Kembalinya masa subur menjadi lambat setelah penghentian pemakaian.
2.3 Pemilihan Jenis Kontrasepsi Hampir semua metode medis teknis keluarga berencana yang diluncurkan pemerintah dapat diterima masyarakat, di antaranya keluarga berencana mandiri artinya masyarakat memilih metode KB dengan biaya sendiri melalui KB lingkaran biru dan KB lingkaran emas, kemudian
29
mengarah pada pelayanan Metode Kontrasepsi Efektif (MKE) yakni AKDR, suntikan KB, susuk KB dan kontap (Manuaba, 1998). Dalam pelayanan kontrasepsi sangat diperlukan peranan seorang bidan. Salah satu peran penting bidan adalah untuk meningkatkan jumlah penerimaan dan kualitas metode KB kepada masyarakat, sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan bidan, terutama pada penggunaan kontrasepsi AKDR, suntik KB, susuk KB dan kontap (Manuaba, 1998). Menurut Indrawati (2003) dalam Bria (2013) menjelaskan bahwa ada 3 tahap dalam melakukan konseling KB yaitu membina hubungan baik dengan ibu, pengambilan keputusan dan pelayanan KB serta tindak lanjut pertemuan. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa persepsi wanita pasangan usia subur terhadap peran tenaga kesehatan dalam memberikan konseling KB negatif karena masyarakat merasa tenaga kesehatan tidak pernah menggali masalah kesehatan klien atau masalah tentang KB. Suatu penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara peran tenaga kesehatan dalam memberikan konseling KB dengan pemilihan alat kontrasepsi (Bria, 2013). Salah satu kendala dalam memberikan konseling KB yaitu terkait pemahaman. Pemahaman sangat berkaitan dengan pendidikan dan pengetahuan. Pendidikan yang rendah membuat responden kurang bisa menerima dan memahami konseling keluarga berencana yang diberikan oleh petugas KB (Widiyawati. S., 2012). Pengetahuan yang didapatkan oleh seseorang tentang metode kontrasepsi juga akan berdampak pada pemilihan jenis alat kontrasepsi sehingga secara tidak langsung mepengaruhi perilaku pemakainya (Sriwahyuni, 2012).
30
Konsep pemilihan alat kontrasepsi yang rasional disesuaikan dengan fase umur para akseptor, di antaranya yaitu (Manuaba, 1998): Tabel 2.1 Pemilihan Alat Kontrasepsi Berdasarkan Fase Reproduksi Fase Repoduksi
Kelompok Umur
Menunda Kehamilan 20-30 tahun Menjarangkan Hamil 30-35 tahun Mengakhiri Kehamilan
Metode Metode sederhana (pil KB, suntik KB) a. Metode MKE, kecuali kontap b. Metode sederhana 1. Metode MKE (AKDR, suntik, susuk dan kontap) 2. Metode sederhana
Umur yang tergolong dalam risiko tinggi dan sekaligus menjadi faktor risiko jika terjadi kehamilan adalah umur ≥35 tahun. Pada usia tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu (anemia, malaria, tuberkulosa jantung, payah jantung, diabetes mellitus, HIV/AIDS, toksoplasmosis, dan pre-eklamsi ringan) dan terjadi penurunan organ reproduksi. Selain terjadi perubahan pada alat-alat reproduksi, kemungkinan ibu dengan umur ≥35 tahun sudah pernah mengalami riwayat obstetrik buruk seperti persalinan dengan cesar, kelainan letak, usia anak terkecil ≤2 tahun, lama kawin, usia ibu tua dan riwayat penyakit (Rochjati, 2003). Penelitian Sriwahyuni (2012) menyatakan bahwa sebagian besar responden dalam kurun reproduksi sehat memilih KB hormonal seperti pil, suntik dan implan. KB suntik dianggap memiliki efektivitas yang tinggi dan jangka panjang, terutama suntik 3 bulan dikarenakan lebih praktis dan murah dibandingkan suntik 1 bulan (DMPA) dan tidak perlu meminum pil setiap hari (Octasari, 2014).
31
Alasan lain banyak wanita usia subur yang menggunakan suntik karena menganggap lebih praktis dan bisa sekali dalam sebulan (KB 1 bulan) ataupun sekali dalam tiga bulan (KB 3 bulan). Namun, faktor lain yang mempengaruhi yaitu pengalaman dari sesama wanita pasangan usia subur yang sudah menggunakan alat kontrasepsi dan adanya media elektronik (televisi) sehingga responden merasa tidak perlu berkonsultasi lagi tentang KB di tenaga kesehatan (Bria, 2013).
2.4 Keluhan Kesehatan Pada Pengguna kontrasepsi 2.4.1 Perubahan Siklus Menstruasi Menstruasi adalah periode pengeluaran cairan darah dari uterus yang disebabkan oleh rontoknya endometrium. Keluaran terdiri dari selsel pecah endometrium dan stromal, sel-sel darah tua dan sekresi kelenjar. Lamanya rata-rata sekitar 5 hari pada awal menstruasi. Kadar estrogen, progesteron dan LH menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus (Hamilton, 1995). Siklus menstruasi adalah rangkaian periode dari perubahan yang terjadi berulang pada uterus dan organ yang dihubungkan pada saat pubertas dan berakhir pada saat monopouse. Siklus tersebut bervariasi dari 18 sampai 40 hari, rata-rata 28 hari. Sebagian besar pada pengguna kontrasepsi pil KB bekerja berdasarkan prinsip bahwa estrogen dan progesteron mencegah ovulasi (Hamilton, 1995). Pada penelitian yang dilakukan Hartanto (2004) terkait dengan penggunaan AKDR menyatakan bahwa perubahan siklus mentruasi
32
umumnya terjadi pada 3 bulan pertama dan berkurang setelah 3 bulan. Hal ini dikarenakan enzim-enzim yang merusak protein dan mengaktivasi
penghancuran
bekuan-bekuan
darah
(plasminogen
activator) terkumpul dalam jaringan endometrium. Enzin-enzim
plasminogen
activator
tersebut
menyebabkan
bertambahnya aktivitas fibrinolitik yaitu pemisahan fibrin yang membentuk bagian-bagian bekuan darah, maka terjadilah pengeluaran darah yang bertambah dan diperkirakan terjadinya menstruasi pada akseptor AKDR lebih cepat, kira-kira 2 hari lebih dulu sebelum berakhirnya fase luteal. Kadar estrogen juga lebih tinggi dari keadaan biasa saat menstruasi (Glasier, 2005).
2.4.2 Perubahan Jumlah Darah Menstruasi Di Indonesia, jenis AKDR yang saat ini merupakan AKDR medicates yang mengandung logam seperti Copper T dan Nova T dan hanya sebagian yang menggunakan kontrasepsi AKDR unmedicates yaitu jenis Lippes dan Lop. Hal ini mengakibatkan jumlah darah menstruasi akseptor setelah menggunakan IUD bertambah banyak, semakin banyaknya darah yang keluar dari tubuh akan mempengaruhi tekanan darah sehingga terjadi penurunan tekanan darah (Zannah, 2011). Peningkatan jumlah darah mentruasi setelah penggunaan IUD merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pada akseptor IUD ditempat pelayanan kesehatan. Peningkatan atas alasan medis, terutama
33
akibat peningkatan banyaknya darah menstruasi, nyeri dan bercak darah antar menstruasi (spotting) (Zannah, 2011). Insersi IUD menyebabkan meningginya konsentrasi palsminogen activators dalam endometrium dan enzim-enzim ini menyebabkan bertambahnya aktivitas fibrinolitik serta menghalangi pembekuan darah. Akibatnya menimbulkan perdarahan yang lebih banyak. Pada unmedicatus IUD, volume darah bertambah rata-rata 20-100% atas volum pra-insersi, sedangkan medicates IUD bertambah 20-50% dari pra-insersi (Hartanto, 2004).
2.4.3 Spotting Spotting adalah bercak darah diantara dua masa mentruasi baik pra maupun pos-menstruasi. Spotting terjadi akibat adanya kerusakankerusakan mekanis pada endometrium menyebabkan adanya bercak darah inter-menstrual yang akan sembuh dengan sendirinya (Zannah, 2011). Glasier dan Gebbie (2005) menyatakan bahwa Spotting terjadi karena iritasi mekanik dari dinding rahim dan sebagai akibat peningkatan aktivitas proteolytik (fibrinolytik) dari cairan uterus dan endometrium. Biasanya akseptor IUD akan menemukan bercak darah pada celana dalam mereka menjelang waktu menstruasi dan setelah menstruasi. Akseptor IUD akan mengalamai Spotting terutama pada 3 bulan awal setelah pemasangan IUD, namun akan berkurang setelah beberapa lama pemasangan (Zannah, 2011). Menurutnya bercak darah
34
diantara dua masa mentruasi tersebut terjadi akibat adanya kerusakankerusakan mekanis pada endometrium, sehingga menyebabkan adanya bercak darah inter-menstrual yang akan sembuh dengan sendirinya. Spotting juga dapat terjadi pada penggunaan metode suntik, baik suntik 1 bulan maupun 3 bulan. Sebagaimana diketahui bahwa KB suntik 3 bulan mengandung depo provera yang dapat menimbulkan peningkatan estrogen darah (Mato, 2014). Kandungan hormon progesterone pada suntik DMPA ataupun suntik progestin dapat menyebabkan gangguan menstruasi sedangkan amenore yang tinggi disebabkan karena hormon progesterone menekan LH sehingga endometrium menjadi lebih dangkal dan mengalami kemunduran sehingga kelenjarnya menjadi tidak aktif (Laely, 2011). Namun, penyebab pasti spotting sendiri belum diketahui, kemungkinan karena adanya mekanisme morfologi vaskular endometrium dan terjadi pelebaran pembuluh darah vena kecil di endometrium, kemudian vena tersebut akhirnya rapuh sehingga terjadi perdarahan lokal (Baziad, 2008).
2.4.4 Sakit Kepala (Cephalgia) Sakit kepala atau cephalgia yakni suatu kondisi sakit yang terletak disekitar kepala, terkadang rasa sakit pada leher dan bagian atas kepala akibat ketegangan otot dan konsumsi kontrasepsi hormonal, namun hal ini bukan merupakan penyebab utama terjadinya sakit kepala (Nelii, 2012).
35
Penelitian menyataka bahwa sakit kepala sangat berpengaruh dengan penggunaan alat kontrasepsi
hormonal
terutama pada
penggunaan suntik. Oleh sebab itu, dalam penelitian Mato dan Rasyid (2014) menyatakan bahwa ada pengaruh terhadap lama pemakaian kontrasepsi suntik dengan sakit kepala. Kemudian Saifuddin (2006) juga menjelaskan bahwa pada penggunaan kontrasepsi suntik dalam jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, penurunan libido, gangguan emosi, sakit kepala dan dapat menimbulkan jerawat. Sakit kepala ini biasanya terjadi pada wanita yang memiliki fluktuasi yang terlalu tinggi pada hormon estrogen, terutama pada masa menstruasi dan memakai alat kontrasepsi. Oleh karena tiap bulannya wanita akan mengalami masa menstruasi, maka akan terjadi pula perubahan siklus hormonal di mana hormon estrogen dalam darah akan mengalami peningkatan yang merupakan pencetus terjadinya sakit kepala (Mato, 2014).
2.4.5 Perubahan Tekanan Darah (Hipertensi) Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistol yang tingginya tergantung umur individu yang terkena. Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistol tanpa disertai peningkatan tekanan diastol lebih sering terjadi pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan tekanan diastole tanpa disertai peningkatan tekanan sistol lebih sering dialami pada dewasa muda (Tambayong, 2000). Pada penelitian Lestari (2012) mengenai lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian
36
hipertensi menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal dengan kejadian hipertensi. Metode kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi tekanan darah baik estrogen maupun proseteron, di mana pada hormone estrogen ini dapat meningkatkan retensi elektrolit dalam ginjal sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi natrium dan air yang menyebabkan hipervolemi kemudian curah jantung meningkat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Sementara hormon progesteron dapat merendahkan kadar HDL-kolesterol serta meningkatakan LDL-kolesterol sehingga dapat terjadi aterosklerosis kadar LDL-Kolesterol tinggi dalam darah yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan retensi ferifer pembuluh darah kemudian mengakibatkan peningkatan pembuluh darah (Hartanto, 2010).
2.5 Detereminan Kesehatan Menurut Broeck dan Brestoff (2013), konsep „Determinan‟ digunakan dalam arti luas sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian/hasil (outcome) (Broeck, 2013). Sementara menurut Gregg (2008) menyatakan bahwa determinan merupakan deskripsi tentang mengapa dan bagaimana faktor-faktor penyebab dapat mempengaruhi terjadinya suatu peristiwa yang berhubungan dengan kesehatan (Gregg, 2008). Para epidemiolog menganggap bahwa penyakit tidak terjadi secara acak, melainkan adanya kombinasi atau akumulasi yang tepat dari faktor risiko atau determinan. Faktor risiko adalah semua faktor yang berhubungan
37
dengan meningkatnya risiko atau probabilitas terjadinya penyakit. Suatu faktor bisa disebut sebagai faktor risiko jika faktor tersebut berhubungan dengan terjadinya penyakit, walaupun hubungan tersebut bukan kausal (tidak harus sebab-akibat) (Masriadi, 2012). 2.4.1
Faktor Determinan Keluhan Penggunaan Kontrasepsi Pada sub bab ini, penulis akan membahas mengenai faktor determinan individu yang secara tidak langsung berkaitan dengan keluhan penggunaan kontrasepsi baik hormonal maupun nonhormonal. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko terjadinya keluhan kesehatan di antaranya yaitu: a. Umur Saifuddin (2006) menyatakan bahwa usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi sehat atau fase menjarangkan kehamilan, sehingga penggunaan jenis alat kontrasepsi hormonal seperti suntik, pil dan implan pada masa menjarangkan kehamilan merupakan cara KB yang efektif. Sementara usia diatas 35 tahun merupakan usia reproduksi tua sehingga dianjurkan memakai kontap, atau paling tidak cara yang efektif dengan menggunakan AKDR/IUD, implan dan suntik. Namun Selviana, dkk (2013) menyatakan minat penggunaan metode implan rendah yang dikarenakan takut terhadap efek samping yang akan terjadi pada pengguna seperti gemuk dan bercak-bercak yang muncul pada kulit, takut mengalami kegagalan dalam penggunaan kontrasepsi
38
tersebut, dapat mengganggu aktifitas sehari-hari yang diakibatkan rasa tidak nyaman atau infeksi pada tempat pemasangan. Kemudian Sriwahyuni (2012) menambahkan bahwa pada usia diatas 35 tahun merupakan usia reproduksi tua atau fase mengakhiri kehamilan. Hal tersebut dimungkinkan selain telah mempunyai 2 orang anak, tetapi juga akan memiliki risiko jika terjadi kehamilan seperti lahir prematur, komplikasi kehamilan, pendarahan hingga kematian baik pada bayi maupun ibu. Oleh sebab itu, pemilihan alat kontrasepsi hendaknya disesuaikan dengan tahap masa reproduksi (Sriwahyuni, 2012). Menurut Pradila (2013) umur juga dapat dikaitkan dengan pengalaman. Semakin tua umur maka semakin banyak pengalaman yang didapat dan semakin banyak pula informasi yang diperoleh. Penelitian lain juga menyatakan bahwa umur akan mempengaruhi seseorang untuk menentukan penggunaan alat kontrasepsi. Pada penelitian Noviyanti (2010) mengenai pemilihan KB hormonal pada wanita usia risiko tinggi (>30 tahun) banyak memilih menggunakan jenis KB pil dan suntik dikarenakan bahwa menggunakan KB pil lebih cocok bagi mereka dan dianggap tidak memiliki keluhan yang berlebihan. Jenis KB suntik dianggap sangat praktis dan murah dibandingkan dengan jenis KB yang lainnya sehingga mereka yang cenderung tidak peduli dengan efek samping jika digunakan dalam jangka panjang (Noviyanti, 2010). Padahal, pemakaian kontrasepsi
39
suntik dalam jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, penurunan libido, gangguan emosi, sakit kepala dan dapat menimbulkan jerawat (Saifuddin, 2006). Penggunaan kontrasepsi hormonal dapat mempengaruhi peningkatan berat badan yang terjadi antara usia 20-35 tahun. Usia 20-30 tahun merupakan tingkat kesuburan reproduksi tinggi dibandingkan
usia
<20
tahun.
Pada
usia
tersebut
dapat
menyebabkan adanya perubahan berat badan dimungkinkan karena mereka masih mempunyai semangat untuk beraktivitas fisik, mempunyai keinginan kuat untuk menjaga berat badan agar tetap ideal dengan cara berdiet, tetapi menimbulkan nafsu makan yang makin kuat sehingga menyebabkan penambahan berat badan (Haryani., 2010). Akan tetapi, apabila belum berusia 20 tahun telah mengonsumsi jenis pil KB, maka dapat menurunkan kadar vitamin-vitamin penting seperti B6 dan asam folat serta meningkatkan risiko kanker payudara. Hal ini dikarenakan pil KB akan menekan ovulasi, fungsi normal ovarium serta produksi dan aktivitas hormon alami wanita sehingga pil KB akan menggantikan aktifitas dari hormon alami dengan hormon sintesis yang mengakibatkan hormon tidak stabil (Welch, 2011). Di sisi lain, wanita di 30 tahun keatas juga biasanya banyak memilih
menggunakan
IUD.
Sebagian
besar
WUS
yang
menggunakan IUD pada usia lebih dari 30 tahun mereka memiliki
40
kekhawatiran untuk mengalami kehamilan karena akan memiliki risiko tinggi (Fajrin, 2014). Oleh sebab itu, wanita muda cenderung menggunakan cara KB suntik dan pil, sementara wanita yang lebih tua cenderung memilih kontrasepsi IUD (Sumini, 2009). Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur dengan keluhan kesehatan pada penguna kontrasepsi. Suatu penelitian yang dilakukan Igwegbe dan Ugboaja (2010) di Nigeria mengemukakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan keluhan kesehatan, yakni masalah haid tidak teratur pada pengguna kontrasepsi suntik progestin (p=0,000). Tingkat estradiol yang rendah dapat mengakibatkan perubahan pola perdarahan yang tidak teratur (spotting) menjadi amenore atau oligomenore (Pamuji, 2008).
a. Lama Penggunaan Kontrasepsi Terdapat hubungan antara lama pemakaian alat kontrasepsi hormonal dengan peningkatan berat badan responden. Pemakaian kontrasepsi hormonal lebih dari satu tahun cenderung terjadi peningkatan berat badan dan berisiko mengalami kegemukan (Sriwahyuni, 2012). Semakin lama penggunaan alat kontrasepsi maka akan terjadi peningkatan IMT (Hidayati, 2012). Kegemukan ini terjadi karena adanya penambahan berat badan yang secara terus-menerus. Komponen estrogen dapat memberikan efek pertambahan berat badan akibat restensi cairan, sedangkan
41
komponen progestin memberikan efek pada nafsu makan dan berat badan yang bertambah besar (Hartanto, 2004). Pada penelitian Family Health International, Pil KB tidak secara langsung menyebabkan kenaikan berat badan. Hal ini kemungkinan adanya perubahan gaya hidup yang memengaruhi perubahan pola makan, sehingga berat badan mengalami kenaikan. Oleh sebab itu, para akseptor pil KB perlu meninjau kembali perubahan gaya hidup yang terjadi karena penggunaan pil KB disertai pola hidup yang baik dapat mengurangi lemak tubuh (Lopes, 2007). Peningkatan berat badan biasanya terjadi antara rentang usia 20-35 tahun keatas karena usia tersebut merupakan tingkat kesuburan reproduksi tinggi dibandingkan usia <20 tahun. Adanya perubahan berat badan dimungkinkan karena mereka masih mempunyai semangat untuk beraktivitas fisik, mempunyai keinginan kuat untuk menjaga berat badan agar tetap ideal dengan cara berdiet, tetapi menimbulkan nafsu makan yang makin kuat sehingga menyebabkan penambahan berat badan (Haryani., 2010). Selain itu, usia diatas 35 tahun secara biologis sistem reproduksinya telah mengalami banyak perubahan baik organ maupun fungsinya. Perubahan tersebut di antaranya yakni siklus menstruasi normonal mulai tidak teratur, menurunnya kondisi fisiologis disertai dengan mengecilnya indung telur sehingga sel telur tidak dihasilkan lagi dan dinding rahim mulai menipis, otot
42
rahim mulai menyusut, leher rahim mengecil, otot jaringan vagina (liang senggama) melemah, jaringan vulva (mulut kemaluan) menipis dan hilangnya elastisitas sehingga menyebabkan gangguan senggama (dispareunia) (Alimoeso, 2012). Penelitian lain mengungkapkan bahwa lama penggunaan kontrasepsi hormonal signifikan dengan kejadian penyakit hipertensi (Lestari, 2012). Hartanto (2010) menyebutkan bahwa kontrasepsi hormonal baik yang mengandung hormon estrogen maupun progesteron dapat mempengaruhi tekanan darah. Estrogen merupakan salah satu hormon yang dapat meningkatkan retensi elektrolit dalam ginjal sehingga dapat terjadi peningkatan reabsorbsi natrium dan air yang menyebabkan hipervolemi, kemudian
curah
jantung
meningkat
dan
mengakibatkan
peningkatan tekanan darah. Kemudian, keluhan sakit kepala juga terjadi karena pengaruh lamanya pemakaian kontrasepsi suntik. Penelitian yang dilakukan Mato dan Rasyid (2014) menyatakan bahwa ada pengaruh terhadap lama pemakaian kontrasepsi suntik dengan sakit kepala. Hal ini dikarenakan pemakaian kontrasepsi suntik dalam jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, penurunan libido, gangguan emosi, sakit kepala dan dapat menimbulkan jerawat (Saifuddin, 2006).
43
2.5 Kerangka Teori Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan mengenai keluhan kesehatan dari penggunaan kontrasepsi hormonal dan non hormonal, maka dapat disimpulkan model determinan terjadinya keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi yaitu sebagai berikut: Bagan 2.2 Kerangka Teori 1. Umur 2. Lama penggunaan kontrasepsi
Penggunaan jenis kontrasepsi
Keluhan Pengunaan Alat Kontrasepsi Hormonal dan Non-Hormonal
Sumber: Winarni (2000), Sambosir (2009), Sriwahyuni (2012), Mmiawati (1999), Hidayati (2012), Lestari (2012).
Pada bagan 2.2 menunjukkan bahwa faktor yang dianggap berhubungan terhadap munculnya keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi baik pada pengguna hormonal maupun non-hormonal yaitu umur dan lama penggunaan kontrasepsi.
44
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu keluhan kesehatan penggunaan alat kontrasepsi hormonal dan non-hormonal pada WUS. Sedangkan variabel independen pada penelitian ini yakni umur dan lama penggunaan kontrasepsi. Maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan sebagai berikut: Bagan 3.1 Kerangka Konsep Umur
Keluhan Pengunaan Alat Kontrasepsi Hormonal dan NonHormonal
Lama Penggunaan Kontrasepsi
Adapun alasan pentingnya untuk diteliti pada variabel umur dan lama penggunaan KB tersebut, yaitu: a. Umur Secara biologis, fisik manusia itu berangsur-angsur tumbuh sesuai dengan pertambahan usia. Dalam konteks penggunaan KB, umur mempengaruhi seseorang untuk menentukan jenis alat kontrasepsi yang digunakan. Pada fase mengatur kehamilan (<35 tahun), organ resproduksi wanita sudah cukup matang, rahim dan indung telur sudah berkembang
45
optimal sehingga siap untuk masa kehamilan. Sementara pada fase mengakhiri kehamilan (>35 tahun), organ reproduksi wanita mulai melemah dan akan mempunyai risiko jika mengalami kehamilan. Oleh sebab itu, pemilihan jenis alat kontrasepsi yang aman dan efektif harus disesuaikan dengan fase usia reproduksi dengan tujuan agar dapat meminimalisir efek samping atau keluhan kesehatan dan tingkat kegagalan dari penggunaan kontrasepsi tersebut.
b. Lama Penggunaan Kontrasepsi Semakin lama penggunaan alat kontrasepsi maka akan terjadi peningkatan berat badan atau IMT (Hidayati, 2012), karena komponen estrogen dapat menyebabkan restensi cairan, sedangkan komponen progestin memberikan efek pada nafsu makan. Sementara pemakaian kontrasepsi suntik dalam jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, penurunan libido, gangguan emosi, sakit kepala dan dapat menimbulkan jerawat. Hal ini dikarenakan terjadi ketidakseimbangan hormonal dalam tubuh serta kandungan dari hormon progestin yang membuat lendir rahim mengental. Selain itu, metode kontrasepsi hormonal juga dapat mempengaruhi tekanan darah, di mana hormon estrogen dapat meningkatkan retensi elektrolit dalam ginjal sehingga reabsorbsi natrium meningkat, sementara hormon
progesteron
dapat
meningkatakan
LDL-kolesterol
yang
menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan retensi perifer. Oleh sebab itu, untuk memilih suatu metode kontrasepsi klien harus mempetimbangkan
46
status kesehatan, efek samping, konsekuensi/tingkat kegagalan dari alat kontrasepsi tersebut.
3.2 Definisi Operasional
No
1.
Variabel
Keluhan kesehatan
2.
Umur
3.
Lama penggunaan kontrasepsi
Table 3.1 Definisi Operasional Variabel Alat Cara Definisi Hasil Ukur Ukur Ukur Variabel Dependen Masalah-masalah kesehatan yang muncul atau dialami responden selama menggunakan alat kontasepsi baik hormonal maupun non-hormonal, di Kuesioner antaranya: SDKI12Observasi 0. Ya 1. Berat badan naik WUS No. data 1. Tidak 2. Perdarahan/spotting 319A dan skunder (SDKI,2012) 3. Perubahan tekanan 319B darah 4. Pusing, mual 5. Perubahan siklus menstruasi 6. Perubahan jumlah darah menstruasi Variabel Independen Lama hidup responden dari lahir hingga saat penelitian dilakukan atau saat diwawancarai Lamanya waktu pemakaian alat kontrasepsi yang pernah digunakan responden saat pengumpulan data/wawancara dilakukan.
Skala Ukur
Ordinal
Kuesioner SDKI12WUS No. 103
Observasi data skunder
0. <35 tahun 1. ≥35 tahun (Rochjati, P., 2003)
Ordinal
Kuesioner SDKI12WUS No. 308A
Observasi data skunder
1. Lama > 1 tahun 2. Singkat < 1 tahun (SDKI,2012)
Ordinal
47
3.3 Hipotesis a. Ada hubungan antara umur dengan keluhan kesehatan pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal di Pulau Jawa tahun 2012. b. Ada hubungan antara umur dengan keluhan kesehatan pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi non-hormonal di Pulau Jawa tahun 2012. c. Ada hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal di Pulau Jawa tahun 2012. d. Ada hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi non hormonal di Pulau Jawa tahun 2012.
48
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain Cross sectional studi. Desain ini dipilih karena pengambilan data antara variabel independen dan dependen diukur dalam waktu yang bersamaan. Penelitian yang dilakukan adalah menganalisis data skunder dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari SDKI tahun 2012 di Pulau Jawa yang dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2015 di Ciputat, Kota Tangerang Selatan.
4.3 Populasi dan Sampel Sampel SDKI bertujuan memberikan estimasi karakteristik bagi perempuan usia 15-49 tahun dan laki-laki menikah usia 15-54 tahun di Indonesia secara keseluruhan, baik di daerah perkotaan ataupun pedesaan di setiap provinsi. Total sebanyak 1.840 blok sensus (874 di derah perkotaan dan 966 di derah pedesaan) dipilih dari daftar blok sensus pada primary sampling unit (PSU) yang terbentuk saat sensus penduduk 2010.
49
Jumlah sampel blok sensus di setiap Kabupaten tidak dialokasikan sebanding dengan jumlah penduduk, akan tetapi dialokasikan untuk setiap stratum menggunakan rumus akar kuadrat. Dalam setiap blok sensus, pemutakhiran dan pemetaan daftar rumah tangga secara lengkap dilakukan pada bulan April 2012. Daftar lengkap rumah tangga di masing-masing blok sensus dijadikan dasar untuk mengambil sampel tahap kedua. Sebanyak 25 rumah tangga dipilih secara sistematis dari setiap blok sensus. Semua wanita usia subur 14-49 tahun yang memenuhi syarat diwawancarai dalam komponen Remaja dari SDKI. Cakupan survei untuk wanita yang memenuhi syarat diwawancarai sebanyak 47.533. 96% berhasil diwawancarai dan 2% tidak diwawancarai karena responden tidak dirumah. Alasan lainnya, karena tempat tinggal tidak ditemukan atau tempat tinggal telah dibongkar. Populasi pada penelitian ini adalah semua wanita usia subur berusia 1549 tahun berstatus kawin dan tidak hamil yang masih menggunakan alat kontrasepsi dan tinggal di wilayah Pulau Jawa. Sampel dalam penelitian ini adalah semua wanita yang bersedia diwawancarai (responden) dalam Survei SDKI 2012 berusia 15-49 tahun berstatus kawin dan tidak hamil yang masih menggunakan kontrasepsi dan tinggal di wilayah Pulau Jawa. Sampel yang terkumpul dalam SDKI 2012 yakni sebanyak 12.179 wanita usia subur 15-49 tahun yang menggunakan kontrasepsi hormonal dan nonhormonal di daerah Pulau Jawa, dengan nilai kemaknaan sebesar 5%. Jika terdapat data yang missing maka tidak masuk menjadi sampel penelitian. Berikut pemilihan sampel yang dilakukan:
50
Bagan 4.1 Alur Pengambilan Sampel Target responden wanita usia subur 15-49 tahun di Pulau Jawa pada sampel SDKI 2012 = 15.300 Wanita usia subur 15-49 tahun di Pulau Jawa yang berhasil diwawancarai = 12.564 Jumlah wanita usia subur 15-49 tahun yang menggunakan kontrasepsi hormonal dan non-hormonal di Pulau Jawa = 12.179 Jumlah wanita usia subur 15-49 tahun yang memenuhi kriteria sebagai sampel SDKI= 12.179
WUS di Pulau Jawa tahun 2012 yang terpilih sebagai sampel penelitian adalah 5.605 pada nilai 1-β 99%
4.4 Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder dari SDKI tahun 2012 sehingga instrumen yang digunakan adalah kuesioner SDKI 2012-WPK. Kuesioner yang dipakai menggambarkan pengetahuan dan praktek keluarga berencana. Adapun daftar variabel dan kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pada table berikut:
No. 1 2 3
Tabel 4.2 Daftar Variabel dan Kuesioner SDKI 2012 Variabel Kuesioner SDKI12-WUS No.324A Keluhan dan No. 324C SDKI12-WUS No.103 Umur Lama penggunaan kontrasepsi SDKI12-WUS No.308A
4.5 Pengumpulan Data Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder SDKI 2012 yang telah dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik
51
bekerjasama dengan BKKBN dan Departemen Kesehatan RI. Data dikumpulkan melalui wawancaraa terarah menggunakan kuesioner dari SDKI yang diterbitkan oleh BPS. Kuesioner tersebut kemudian ditelusuri dan dipelajari variabel-variabel yang terkait dengan kemungkinan terjadinya keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal.
4.6 Pengolahan Data Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar, terdapat beberapa tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui. Namun, ada beberapa tahapan tidak dilakukan dikarenakan data yang digunakan merupakan data sekunder yang telah dilakukan oleh BPS. Pengolahan data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan proses komputerisasi melalui beberapa langkah sebagai berikut: 1. Filtering Filtering (penyaringan data) merupakan tahap pemilahan data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Filtering ini dilakukan saat pengambilan sampel pada bagan 4.1 yaitu menghapus sampel yang tidak memenuhi kriteria. Oleh sebab itu, filtering dilakukan untuk menyaring data yang berhubungan dengan keperluan analisis data terkait keluhan penggunaan kontrasepsi. 2. Cleaning Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekkan kembali, untuk memastikan bahwa tidak ada kesalahan pada data yang sudah dimasukkan/entry, baik dalam pengkodean maupun kesalahan dalam
52
membaca kode, kemudian mencari apakah ada entry data yang salah. Jika terdapat data yang missing pada variabel-variabel independen, maka dihapus. Cleaning ini juga dilakukan saat pengambilan sampel pada bagan 4.1. 3. Recode Recode yaitu mengubah kode atau kategori data sebelumnya menjadi kategori yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Variabel yang diubah kategorinya yaitu umur dana lama penggunaan. 4. Compute Compute yaitu membuat variabel baru dari beberapa variabel yang ada pada data sesuai dengan kebutuhan penelitian, dilakukan bersamaan saat proses recode.
4.7 Analisis Data 4.7.1
Univariat Analisis univariat dilakukan terhadap variabel yang terkait dengan keluhan kesehatan pada WUS pengguna kontrasepsi hormonal dan non hormonal, seperti umur dan lama penggunaan kontrasepsi. Analisa ini akan digunakan pada masing-masing variabel dari hasil penelitian dengan cara membuat distribusi dan frekuensi dari setiap variabel. Hasil analisis ini akan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
53
4.7.2
Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian. Analisis ini dilakukan terhadap dua variabel untuk membuktikan hubungan, yakni antara variabel dependen (keluhan penggunaan kontrasepsi) dan variabel independen (umur, informed choice dan lama penggunaan kontrasepsi) dengan menggunakan uji Chi square. Penggunaan uji Chi square karena untuk membuktikan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, dilihat dari tingkat kemaknaan sebesar 0,05 (α = 5%) dan Confidence Interval sebesar 95%. Interpretasinya yaitu: a. Jika nilai probabilitas p≤0,05 maka ada hubungan yang signifikan
antara
variabel
dependen
dengan
variabel
independen. b. Jika nilai probabilitas p>0,05 maka tidak ada hubungan yang signifikan
antara
variabel
independen.
54
dependen
dengan
variabel
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Penduduk di Pulau Jawa 5.1.1
Jumlah Penduduk Hasil sensus yang dilakukan oleh BPS tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa dengan jumlah penduduk tertinggi menurut Provinsi terdapat di Pulau Jawa, yaitu sebagai berikut: Tabel 5.1 Jumlah Penduduk di Pulau Jawa Menurut BPS Tahun 2010 Provinsi
Jumlah
Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Banten DKI Jakarta DI Yogyakarta Total
43.053.732 37.476.757 32.382.657 10.632.166 9.607.787 3.457.491 136.610.590
(Sumber: Data BPS, 2010)
Berdasarkan tabel 5.1 terlihat bahwa jumlah penduduk tertinggi di Pulau Jawa menurut BPS tahun 2010 adalah Jawa Barat yakni 43.053.732 jiwa dan jumlah penduduk terendah adalah DI Yogyakarta hanya 3.457.491 jiwa. BPS juga melakukan proyeksi penduduk menurut Provinsi tahun 2010-2035, di mana pada tahun 2015 proyeksi penduduk di
55
Indonesia sekitar 255.461,7 jiwa dengan jumlah penduduk tertinggi masih terdapat di Pulau Jawa, yakni pada tabel sebagai berikut: Tabel 5.2 Proyeksi Penduduk di Pulau Jawa Tahun 2015 Menurut BPS Provinsi Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Banten DKI Jakarta DI Yogyakarta Total
Jumlah 46.709,6 38.847,6 33.774,1 11.955,2 10.177,9 3.679,2 145.143,6
(Sumber: Data Badan Pusat Statistik)
Dari tabel 5.2 diketahui bahwa proyeksi penduduk di Pulau Jawa tahun 2015 menurut BPS dilihat berdasarkan Provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbanyak masih sama dengan tahun 2010, yakni Provinsi Jawa Barat dengan proyeksi jumlah penduduk mencapai 46.709,6 jiwa dan proyeksi jumlah penduduk terendah adalah DI Yogyakarta yakni hanya 3.679,2 jiwa.
5.1.2
Jumlah Wanita Usia Subur (15-49 tahun) di Pulau Jawa Estimasi jumlah wanita usia subur (15-49 tahun) di Pulau Jawa tahun 2014 diketahui sebanyak 39.629.741 jiwa. Berikut tabel estimasi jumlah wanita usia subur (15-49 tahun) menurut Provinsi tahun 2014.
56
Tabel 5.3 Estimase Jumlah Wanita Usia Subur (14-49 tahun) di Pulau Jawa Tahun 2014 Provinsi Jawa Barat Jawa Timur Jawa Tengah Banten DKI Jakarta DI Yogyakarta Total
Jumlah 12.630.355 10.646.613 8.800.984 3.418.977 3.152.821 979.991 39.629.741
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa jumlah wanita usia subur di Pulau Jawa terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Barat yaitu 12.630.355 jiwa dan jumlah wanita usia subur terendah terdapat di Provinsi DI Yogyakarta yakni hanya 979.991 jiwa.
5.2 Gambaran Hasil Penelitian 5.2.1
Jumlah Wanita Usia Subur di Pulau Jawa Tahun 2012 Jumlah wanita usia subur (15-49 tahun) berdasarkan data SDKI 2012 dibedakan menjadi beberapa kategori kelompok umur yang mengacu pada BPS, yakni ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 5.4 Kelompok Umur WUS Berdasarkan Data SDKI di Pulau Jawa Tahun 2012 Jumlah (n) 1800 1652 1791 1855 1838 1737 1506 12.179
Kelompok Umur 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 Total
57
Persentase (%) 14,8 13,6 14,7 15,2 15,1 14,3 12,4 100,0
Berdasarkan tabel 5.4 kelompok umur wanita usia subur berdasarkan data SDKI 2012 terbanyak berada pada kelompok umur 30-34 tahun (15,2%) dan jumlah terendah adalah kelompok umur 45-49 tahun (12,4%), kemudian diketahui usia terendah yakni kelompok umur 15-19 tahun sebanyak 14,8%. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah wanita usia subur 15-49 tahun pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal yang tinggal di Pulau Jawa pada tahun 2012. Jumlah sampel yang digunakan yakni sebanyak 5.605 WUS dengan distribusi berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.5 Gambaran WUS Berdasarkan Kelompok Umur di Pulau Jawa Tahun 2012 Jumlah (n) 3007 2598 5.605
Kelompok Umur <35 tahun >35 tahun Total
Persentase (%) 53,6 46,4 100,0
Berdasarkan tabel 5.5 sebagian besar WUS yang tinggal di Pulau Jawa tahun 2012 adalah kelompok umur <35 tahun (53,6%).
5.2.2
Gambaran Keluhan Kesehatan Keluhan Kesehatan penggunaan kontrasepsi merupakan masalah kesehatan yang muncul dan dialami oleh WUS selama menggunakan alat kontrasepsi baik hormonal maupun non-hormonal. Berikut WUS yang mengalami keluhan kesehatan selama menggunakan kontrasepsi di Pulau Jawa tahun 2012.
58
Tabel 5.6 Gambaran Keluhan Kesehatan Penggunaan Kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa Tahun 2012 Jumlah (n) 456 1170 1626
Keluhan Kesehatan Ya Tidak Total
Persentase (%) 28,0 72,0 100
Pada table 5.6 menunjukkan bahwa WUS yang menggunakan kontrasepsi baik hormonal dan non-hormonal hanya sebagian kecil yang menunjukkan keluhan kesehatan yakni 28%. Adapun
distribusi
jenis
keluhan
kesehatan
penggunaan
kontrasepsi yang paling banyak dialami oleh wanita usia subur di Pulau Jawa tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.7 Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS di Pulau Jawa Tahun 2012 Jumlah (n) 97 8 17 6 114 19 82 9 101 453
Jenis Keluhan Kesehatan Berat badan naik Berat badan turun Perdarahan Hipertensi Sakit kepala Mual Tidak haid Lemas Lainnya Total
Persentase (%) 21,3 1,8 3,7 1,3 25,1 4,2 18,0 2,0 22,2 100,0
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi yang paling banyak dialami oleh WUS di Pulau Jawa yakni sakit kepala (25,1%), kemudian yang mengalami peningkatan berat badan sebesar 21,3% dan mengeluh tidak haid sebesar 18%. Sementara
59
keluhan perdarahan hanya 3,7%, dan dijumpai sebanyak 1,3% mengalami keluhan hipertensi.
5.2.3
Gambaran Penggunaan Jenis Kontrasepsi Distribusi penggunaan jenis kontrasepsi oleh WUS yang tinggal di Pulau Jawa tahun 2012 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 5.8 Gambaran Penggunaan Jenis Kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa Tahun 2012 Jumlah (n) 4235 1370 5605
Jenis Kontrasepsi Hormonal Non-hormonal Total
Persentase (%) 75,6 24,4 100,0
Dari tabel 5.8 diketahui bahwa WUS yang tinggal di Pulau Jawa tahun 2012 lebih banyak yang menggunakan jenis kontrasepsi hormonal dibandingkan dengan jenis non-hormonal yakni sebesar 75,6%.
5.2.4
Gambaran Penggunaan Metode Kontrasepsi Distribusi penggunaan metode kontrasepsi yang dipakai oleh WUS di Pulau Jawa tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 5.9 berikut:
60
Tabel 5.9 Gambaran Penggunaan Metode Kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa Tahun 2012 Metode Kontrasepsi Hormonal Pil KB Suntik Impant Metode modern lainnya Non-hormonal IUD Kondom MOW MOP Senggama terputus MAL Kalender Metode tradisional lainnya Total
Jumlah (n)
Persentase (%)
1161 2825 246 1
20,7 50,4 4,4 0,0
493 217 315 12 189 3 127 11 5593
8,8 3,9 5,5 0.2 3,4 0,1 2,3 0,2 100,0
Pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa semua WUS yang menggunakan kontrasepsi hormonal, sebagian besar memakai suntik (50,4%) dibandingkan dengan metode hormonal lainnya. Sedangkan untuk penggunaan jenis kontrasepsi non-hormonal, WUS banyak memakai IUD (8,8%).
5.2.5
Gambaran Lama Penggunaan Kontrasepsi Lama
penggunaan
kontrasepsi
adalah
lamanya
waktu
pemakaian kontrasepsi yang digunakan oleh WUS baik pada penggunaan kontrasepsi hormonal maupun non-hormonal. Berikut gambaran lama penggunaan kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa tahun 2012.
61
Tabel 5.10 Gambaran Lama Penggunaan Kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa Tahun 2012 Lama Penggunaan Kontrasepsi ≤1 tahun >1 tahun Total
Jumlah (n) 1530 4063 5593
Persentase (%) 27,4 72,6 100,0
Tabel 5.11 menunjukkan bahwa sebagian besar WUS di Pulau Jawa Tahun 2012 telah mengunakan kontrasepsi selama lebih dari 1 tahun (72,7%).
5.2.6
Gambaran Penggunaan Jenis Kontrasepsi Berdasarkan Kelompok Umur Distribusi penggunaan jenis kontrasepsi berdasarkan kelompok umur WUS di Pulau Jawa tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 5.12 sebagai berikut: Tabel 5.11 Gambaran Penggunaan Jenis Kontrasepsi Berdasarkan Kelompok Umur WUS di Pulau Jawa Tahun 2012 Kelompok Umur <35 tahun >35 tahun Total
Jenis Kontrasepsi Hormonal Non-hormonal n % n % 2526 84,0 481 16,0 1709 65,8 889 34,2 4235 75,6 1370 24,4
Total n 3007 2598 5605
% 100,0 100,0 100,0
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa distribusi terbanyak pada WUS yang menggunakan kontrasepsi hormonal di Pulau Jawa tahun 2012 adalah kelompok umur <35 tahun (84%), sedangkan distribusi terbanyak pada WUS yang menggunakan kontrasepsi non-hormonal adalah kelompok umur >35 tahun (34,2%).
62
5.2.7
Gambaran Penggunaan Kelompok Umur Distribusi
Metode
penggunaan
Kontrasepsi
metode
Berdasarkan
kontrasepsi
berdasarkan
kelompok umur WUS di Pulau Jawa tahun 2012 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 5.12 Gambaran Penggunaan Metode Kontrasepsi Berdasarkan Kelompok Umur WUS di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012 Metode Kontrasepsi Hormonal Pil KB Suntik Impant Metode modern lainnya Non-hormonal IUD Kondom MOW MOP Senggama terputus MAL Kalender Metode tradisional lainnya Total
Kelompok Umur <35 >35 n % n % 598 51,5 563 1.803 63,8 1.022 125 50,8 121
Total n
%
48,5 36,2 49,2
1.161 2.825 246
100,0 100,0 100,0
0
0,0
1
100,0
1
100,0
197 104 33 2 90 2 41
40,0 47,9 10,7 16,7 47,6 66,7 32,3
296 113 275 10 99 1 86
60,0 52,1 89,3 83,8 52,4 33,3 67,7
493 217 308 12 189 3 127
100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
3
27,3
8
72,7
11
100,0
46,4
5.593
100,0
3.007 53,6 2.598
Berdasarkan tabel 5.13 terlihat bahwa dari semua WUS di wilayah Pulau Jawa tahun 2012 yang menggunakan kontrasepsi hormonal, distribusi terbanyak berdasarkan kelompok umur adalah kelompok <35 tahun dengan metode kontrasepsi yang banyak digunakan yakni suntik (63,8%), sedangkan pada kelompok umur >35 tahun metode kontrasepsi yang banyak digunakan yakni implan (49,2%). Sementara pada WUS pengguna kontrasepsi non-hormonal
63
berdasarkan kelompok umur sebagian besar terdapat pada kelompok >35 tahun dengan menggunakan metode steril atau kontap.
5.2.8
Gambaran Lama Penggunaan Berdasarkan Jenis Kontrasepsi Distribusi lama penggunaan berdasarkan jenis kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 5.14 sebagai berikut: Tabel 5.13 Gambaran Lama Penggunaan Berdasarkan Jenis Kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa Tahun 2012
Lama Penggunaan Kontrasepsi ≤1 tahun >1 tahun Total
Jenis Kontrasepsi NonHormonal hormonal n % n % 1229 80,3 301 19,7 3006 74,0 1057 26,0 4235 75,7 1358 24,3
Total n 1530 4063 5593
% 100,0 100,0 100,0
Pada tabel 5.13 diketahui bahwa WUS yang menggunakan kontrasepsi hormonal di Pulau Jawa tahun 2012 kurang dari 1 tahun lebih banyak (80,3%) dibandingkan dengan WUS yang menggunakan kontrasepsi lebih dari 1 tahun (74%). Berbeda dengan lama penggunaan kontrasepsi pada akseptor KB non-hormonal di Pulau Jawa tahun 2012, WUS yang menggunakan kontrasepsi lebih dari 1 tahun lebih banyak (26%) dibandingkan dengan WUS yang menggunakan kontrasepsi kurang dari 1 tahun (19,7%).
64
5.2.9
Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Kelompok Umur Distribusi jenis keluhan kesehatan pada WUS pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal berdasarkan kelompok umur di Pulau Jawa tahun 2012 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.14 Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Kelompok Umur di Pulau Jawa Tahun 2012 Jenis Keluhan Kesehatan Berat badan naik Berat badan turun Perdarahan Hipertensi Sakit kepala Mual Tidak haid Lemas Lainnya Total
Kelompok Umur <35 >35 n % n % 74 76,3 23 23,7 7 87,5 1 12,5 9 52,9 8 47,1 5 83,3 1 16,7 91 79,8 23 20,2 14 73,7 5 26,3 57 69,5 25 30,5 8 88,9 1 11,1 69 68,3 32 31,7 334 73,7 119 26,3
Total n 97 8 17 6 114 19 82 9 101 453
% 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Berdasarkan tabel 5.15 menunjukkan bahwa keluhan kesehatan yang dialami oleh WUS di wilayah Pulau Jawa tahun 2012 berdasarkan kelompok umur banyak terjadi pada kelompok kurang dari 35 tahun dengan keluhan terbanyak lemas (88,9%), penurunan berat badan (87,5%), hipertensi (83,3%) dan keluhan terendah adalah perdarahan (52,9%). Sedangkan pada kelompok umur lebih dari 35 tahun, keluhan yang banyak dialami adalah perdarahan (47,1%), keluhan lainnya (31,7%), tidak haid (30,5%) dan keluhan terendah adalah lemas (11,1%).
65
5.2.10 Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Jenis Kontrasepsi Distribusi jenis keluhan kesehatan pada WUS berdasarkan jenis kontrasepsi di Pulau Jawa tahun 2012 dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 5.15 Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Jenis Kontrasepsi di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012
Jenis Keluhan Kesehatan Berat badan naik Berat badan turun Perdarahan Hipertensi Sakit kepala Mual Tidak haid Lemas Lainnya Total
Jenis Kontrasepsi Total NonHormonal hormonal n % n % n % 94 96,9 3 3,1 97 100,0 8 100,0 0 0,0 8 100,0 14 82,4 3 17,6 17 100,0 5 83,3 1 16,7 6 100,0 114 100,0 0 0,0 114 100,0 19 100,0 0 0,0 19 100,0 82 100,0 0 0,0 82 100,0 8 88,9 1 11,1 9 100,0 77 76,2 24 23,8 101 100,0 421 93,0 32 7,0 453 100,0
Pada tabel 5.16 menunjukkan bahwa keluhan kesehatan yang paling banyak dialami oleh WUS di wilayah Pulau Jawa tahun 2012 yakni jenis kontrasepsi hormonal dibandingkan kontrasepsi nonhormonal. Keluhan kesehatan pada kontrasepsi hormonal sebagian besar mengalami sakit kepala, tidak haid, mual serta perubahan berat badan. Sedangkan keluhan kesehatan pada WUS jenis kontrasepsi nonhormonal yakni banyak mengalamai keluhan lainnya (23,8%) seperti kram perut, keputihan dan gangguan menstruasi, kemudian perdarahan (17,6%).
66
5.2.11 Gambaran Jenis Keluhan Kesehata pada WUS Berdasarkan Lama Penggunaan Kontrasepsi Distribusi jenis keluhan kesehatan pada WUS berdasarkan lama penggunaan kontrasepsi di Pulau Jawa tahun 2012dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 5.16 Gambaran Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Lama Penggunaan Kontrasepsi di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012 Jenis Keluhan Kesehatan Berat badan naik Berat badan turun Perdarahan Hipertensi Sakit kepala Mual Tidak haid Lemas Lainnya Total
Lama Penggunaan ≤1 Tahun >1 Tahun n % n % 37 19,2 60 61,9 3 1,6 5 62,5 9 4,7 8 47,1 3 1,6 3 50,0 43 22,3 71 62,3 7 4,1 12 63,2 38 20,7 44 53,7 4 2,1 5 55,6 45 23,3 56 55,4 189 41,5 264 58,5
Total n 97 8 17 6 114 19 82 9 101 453
% 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Berdasarkan tabel 5.17 diperoleh bahwa keluhan kesehatan paling banyak dialami pada penggunaan kontrasepsi lebih dari 1 tahun dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi kurang dari 1 tahun, dengan keluhan terbanyak yakni mual (63,2%), penurunan berat badan (62,5%), sakit kepala (62,3%) dan peningkatan berat badan (61,9%). Sedangkan keluhan kesehatan yang banyak dialami pada penggunaan kurang dari 1 tahun yakni keluhan lainnya (23,3%) sakit kepala (22,3%), tidak haid (20,7%) kemudian berat badan naik (19,2%).
67
5.3 Hasil Penelitian Bivariat Analisis bivariat yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji statistik Chi-Square. Analisis ini dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian yakni terkait ada tidaknya hubungan antara umur dan lama penggunaan dengan keluhan kesehatan pada WUS pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal di Pulau Jawa tahun 2012. Analsis bivariat pada masing-masing variabel umur dan lama penggunaan kontrasepsi dilakukan secara terpisah. Berikut hasil analisis yang dilakukan secara terpisah antara umur dan lama penggunaan dengan pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal pada WUS di Pulau Jawa tahun 2012.
5.3.1
Hubungan Umur WUS dengan Keluhan Kesehatan pada Pengguna Kontrasepsi Hormonal Hasil analisis bivariat antara umur WUS dengan keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi hormonal di Pulau Jawa tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 5.18, sebagai berikut: Tabel 5.17 Hubungan Umur WUS dengan Keluhan Kesehatan pada Pengguna Kontrasepsi Hormonal di Pulau Jawa Tahun 2012 Keluhan Kesehatan Kelompok Umur <35 tahun >35 tahun Total
Ya n 317 107 424
Tidak
% 31,3 29,0 30,7
n 695 262 957
Total
% n % 68,7 1012 100,0 71,0 369 100,0 69,3 1381 100,0
Pvalue
0,445
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara umur WUS dengan keluhan kesehatan pengguna kontrasepsi hormonal di Pulau Jawa tahun 2012 pada tabel 5.18 diperoleh bahwa hanya sebagian kecil WUS 68
mengalami keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi hormonal. Keluhan kesehatan banyak dijumpai pada kelompok umur <35 tahun (31,3%). Hasil uji statistik diperoleh nilai P-value sebesar 0,445 atau >0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa pada α=5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur wanita usia subur dengan keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi hormonal di wilayah Pulau Jawa tahun 2012.
5.3.2
Hubungan Umur WUS dengan Keluhan Kesehatan pada Pengguna Kontrasepsi Non-hormonal Adapun analisis bivariat antara umur wanita usia subur dengan keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi non-hormonal di wilayah Pulau Jawa tahun 2012, yaitu pada tabel 5.19 sebagai berikut: Tabel 5.18 Hubungan Umur WUS dengan Keluhan Kesehatan pada Pengguna Kontrasepsi Non-hormonal di Pulau Jawa Tahun 2012
Kelompok Umur <35 tahun >35 tahun Total
Keluhan Kesehatan Total Ya Tidak n % n % n % 20 15,5 109 84,5 129 100,0 12 10,3 104 89,7 116 100,0 32 13,1 213 86,9 245 100,0
Pvalue 0,314
Hasil analisis hubungan antara umur wanita usia subur dengan keluhan kesehatan pengguna kontrasepsi non-hormonal pada tabel 5.19 diperoleh bahwa hanya sebagian kecil WUS mengalami keluhan kesehatan
pada
pengguna
kontrasepsi
non-hormonal.
Keluhan
kesehatan banyak dijumpai pada kelompok umur <35 tahun (15,5%).
69
Hasil uji statistik diperoleh nilai P-value sebesar 0,314 atau >0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa pada α=5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur wanita usia subur dengan keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi non-hormonal di wilayah Pulau Jawa tahun 2012.
5.3.3
Hubungan Lama Penggunaan Dengan Keluhan Kesehatan pada WUS Pengguna Kontrasepsi Hormonal Berikut hasil analisis bivariat antara lama penggunaan dengan keluhan kesehatan pada WUS pengguna kontrasepsi hormonal di Pulau Jawa tahun 2012, yakni pada tabel 5.20 sebagai berikut: Tabel 5.19 Hubungan Lama Penggunaan dengan Keluhan Kesehatan Penggunaan Kontrasepsi Hormonal di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012 Lama Penggunaan Kontrasepsi ≤1 tahun >1 tahun Total
Keluhan Kesehatan Total Ya Tidak n % n % n % 178 32,1 376 67,9 554 100,0 246 29,7 581 70,3 827 100,0 424 30,7 957 69,3 1381 100,0
Pvalue 0,378
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan pada WUS pengguna kontrasepsi pada tabel 5.20 diperoleh bahwa keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi hormonal banyak terjadi pada lama penggunaan kontrasepsi kurang dari 1 tahun (32,1%) dibandingkan dengan penggunaan lebih dari 1 tahun.
70
Hasil uji statistik diperoleh nilai P-value sebesar 0,378 atau >0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa pada α=5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama pengunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi hormonal di wilayah Pulau Jawa tahun 2012.
5.3.4
Hubungan Lama Penggunaan Dengan Penggunan Kontrasepsi Non-hormonal
Keluhan
Kesehatan
Berikut hasil analisis bivariat antara lama penggunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan pada WUS pengguna kontrasepsi non-hormonal di Pulau Jawa tahun 2012, yakni pada tabel 5.21 sebagai berikut: Tabel 5.20 Lama Penggunaan Kontrasepsi dengan Keluhan Kesehatan Penggunaan Kontrasepsi Non-hormonal di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012 Lama Penggunaan KB ≤1 tahun >1 tahun Total
Keluhan Kesehatan Total Ya Tidak n % n % n % 11 14,7 64 85,3 75 100,0 21 12,4 149 87,6 170 100,0 32 13,1 213 86,9 245 100,0
Pvalue 0,772
Berdasarkan hasil analisis hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan pada WUS pengguna kontrasepsi non-hormonal pada tabel 5.21 diperoleh bahwa keluhan kesehatan penggunaan
kontrasepsi
hormonal
banyak
terjadi
pada
lama
penggunaan kontrasepsi kurang dari 1 tahun (14,7%) dibandingkan dengan penggunaan lebih dari 1 tahun.
71
Hasil uji statistik diperoleh nilai P-value sebesar 0,772 atau >0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa pada α=5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi hormonal di wilayah Pulau Jawa tahun 2012.
72
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya faktor yang berhubungan dengan keluhan kesehatan pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal di wilayah Pulau Jawa tahun 2012. Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini yakni sulit untuk menghindari recall bias mengingat sumber data yang digunakan adalah data sekunder SDKI 2012 maka penentuan variabel-variabel penelitiannya pun disesuaikan dengan poin-poin pertanyaan yang ada sehingga informasi yang diperoleh pun terbatas pada data yang telah terkumpul saja. Keterbatasan lainnya yakni adanya bias informasi terhadap data yang „missing’ pada variabel keluhan dengan artian, WUS tidak menjawab apakah pernah mengalami keluhan kesehatan atau tidak, atau mungkin memang sebetulnya WUS merasakan keluhan selama menggunakan kontrasepsi, namun dianggap hal biasa sehingga banyak yang tidak memberikan jawaban. Begitu juga terkait data penggunaan cara/alat KB saat ini (saat survey dilakukan tahun 2012) WUS banyak yang menjawab “not using” dan “no method” kemungkinan WUS sebelumnya pernah menggunakan kontrasepsi namun saat survey dilakukan kebetulan WUS sedang tidak menggunakan suatu alat/cara KB sehingga menyebabkan bias informasi.
73
6.2 Gambaran Hasil Penelitian 6.2.1
Umur Wanita Usia Subur di Pulau Jawa Tahun 2012 Jumlah seluruh wanita usia subur yang tinggal di Pulau Jawa dalam Survei Demografi Kesehatan Indonsia tahun 2012 diketahui sebanyak 12.179 dan hampir sebagian besar WUS berada pada kelompok umur 30-49 tahun dan 14,8% adalah kelompok umur ≤20 tahun, dengan umur termuda yakni 15 tahun. Sementara berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5.605 WUS yang tinggal di Pulau Jawa, sebagian besar adalah kelompok umur <35 tahun. Saifuddin (2006) menyatakan bahwa usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi sehat atau fase menjarangkan kehamilan, sementara usia diatas 35 tahun merupakan usia reproduksi tua. Umur akan mempengaruhi seseorang untuk menentukan penggunaan alat kontrasepsi. Semakin tua umur semakin tinggi proporsi wanita yang memakai alat kontrasepsi (Winarni, 2000). Hal ini dikarenakan semakin muda usia (15-10 tahun) cenderung masih kurang untuk mengetahui sumber informasi terkait penggunaan KB. Sementara usia diatas 20 tahun cenderung lebih terpapar pada pengalaman seperti hamil, melahirkan dan informasi pemakaian kontrasepsi (Sambosir, 2009).
6.2.2
Keluhan Kesehatan Keluhan kesehatan adalah gangguan terhadap kondisi fisik maupun jiwa atau hal lain yang menyebabkan adanya kelainan atau
74
masalah pada kesehatannya. Keluhan kesehatan yang terjadi pada wanita pengguna kontrasepsi diantaranya perubahan berat badan, perdarahan, hipertensi atau perubahan tekanan darah,sakit kepala, mual, tidak haid, lemas dan keluhan lainnya seperti keputihan, nyeri atau keram perut, jerawat atau flek hitam (SDKI, 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil WUS yang mengalami keluhan selama menggunakan kontrasepsi, dengan jenis keluhan terbanyak yakni sakit kepala, peningkatan berat badan, tidak haid dan keluhan lainnya. Sakit kepala atau cephalgia yakni suatu kondisi sakit yang terletak disekitar kepala, terkadang rasa sakit pada leher dan bagian atas kepala akibat ketegangan otot dan konsumsi kontrasepsi hormonal, tetapi hal tersebut bukan merupakan penyebab utama terjadinya sakit kepala (Nelii, 2012). Hal ini dikarenakan tiap bulannya wanita akan mengalami masa menstruasi. Pada masa menstruasi, biasanya keadaan hormon estrogen akan tinggi apalagi bila sedang memakai alat kontrasepsi, maka akan terjadi pula perubahan siklus hormonal di mana hormon estrogen dalam darah akan mengalami peningkatan yang merupakan pencetus terjadinya sakit kepala (Mato, 2014). Begitu juga dengan keluhan lainnya seperti keputihan, jerawat maupun flek hitam. Sementara peningkatan berat badan terjadi karena adanya perubahan karbohidrat dan gula dalam tubuh menjadi lemak (Ramadhan, 2008). Selanjutnya keluhan tidak haid merupakan salah satu gangguan menstruasi yang terjadi karena adanya penekanan LH dalam
75
endometrium sehingga keadaannya menjadi dangkal dan atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif (Glasier, 2005).
6.2.3
Penggunaan Jenis Kontrasepsi Persentase penggunaan kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa tahun 2012 dalam penelitian ini hanya 46%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa tahun 2012 tergolong masih rendah. Mengingat bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbanyak dan diproyeksikan
jumlah
penduduknya
juga
menunjukkan
adanya
peningkatan tiap tahunnya maka seharusnya penggunaan alat kontrasepi juga harus tinggi.
Bila dibandingkan dengan angka prevalensi
penggunaan kontrasepsi atau Contraceptive Prevalence Rate (CPR) di Indonesia, penggunaan kontrasepsi Pulau Jawa masih berada dibawah target angka CPR tersebut yakni sebesar 61,9% dan menurut RPJMN tahun 2014 sendiri yakni sebesar 60,1% (Infodatin, 2014). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan jenis kontrasepsi
kontrasepsi
hormonal
pada
WUS
lebih
banyak
dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi non-hormonal. Hal tersebut dimungkinkan karena hampir sebagian besar WUS yang menggunakan kontrasepsi adalah kelompok umur <35 tahun yang merupakan usia reproduksi sehat. Dengan demikian, kemungkinan alasan pemilihan kontrasepsi hormonal pada WUS tersebut adalah untuk menunda ataupun mengatur jarak kelahiran.
76
6.2.4
Penggunaan Metode Kontrasepsi Metode kontrasepi dalam penelitian ini adalah informasi menganai cara atau alat kontrasepsi yang digunakan WUS di Pulau Jawa tahun 2012. Dilihat berdasarkan jenis kontrasepsi hormonal, metode kontrasepsi terbanyak yang digunakan yakni suntik, terutama suntik 3 bulan. Sedangkan pada jenis kontrasepsi non-hormonal WUS banyak menggunakan IUD. Hal ini kemungkinan dikarenakan sebagai antisipasi agar tidak terjadi kehamilan, mengingat bahwa IUD memiliki masa pakai yang cukup. Sementara pengunaan suntik dianggap cukup efektif karena cepat mengembalikan masa subur. Octasari (2014) menjelaskan bahwa pemilihan KB suntik dianggap memiliki efektivitas tinggi dan dapat digunakan dalam jangka pajang, terutama suntik 3 bulan, dikarenakan lebih praktis dan murah dibandingkan suntik 1 bulan (DMPA) dan tidak perlu meminum pil setiap hari seperti pil KB. Dengan demikian, pemilihan metode kontrasepsi pada WUS di Pulau Jawa tahun 2012 sudah cukup efektif karena penggunaannya disesuaikan dengan faktor umur atau fase reproduksinya, di mana pada umur <35 tahun cenderung menggunakan suntik agar cepat bisa mengembalikan masa subur, sedangkan pada umur >35 tahun cenderung menggunakan IUD yang memiliki masa pakai cukup lama yang apabila menginginkan kehamilan sewaktu-waktu dapat dilepas.
77
6.2.5
Lama Penggunaan Kontrasepsi Lama penggunaan kontrasepsi adalah lamanya jangka waktu pemakaian kontrasepsi yang digunakan oleh WUS baik pada penggunaan kontrasepsi hormonal maupun non-hormonal. Penggunaan alat kontrasepsi pada wanita usia subur di Pulau Jawa tahun 2012 dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar WUS telah menggunakan kontrasepsi lebih dari 1 tahun. Hal ini dikarenakan usia WUS banyak pada kelompok umur <35 tahun yang merupakan fase menjarangkan kehamilan sehingga cenderung penggunaan KB-nya sudah lama, karena selain telah mengenal jenis dan metode KB lebih dulu, pengalaman hamil dan melahirkan pada usia tersebut juga lebih sering serta mungkin telah memiliki jumlah anak yang diinginkan, 2 bahkan 3 orang.
6.2.6
Penggunaan Jenis Kontrasepsi Berdasarkan Kelompok Umur Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa sebagian besar WUS yang menggunakan kontrasepsi hormonal banyak terdapat pada kelompok umur <35 tahun, sedangkan WUS yang menggunakan kontrasepsi non-hormonal banyak terdapat pada kelompok umur >35 tahun. Menurut Hartanto (2004), pada periode usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi sehat atau fase menjarangkan kehamilan dan merupakan periode yang paling baik untuk melahirkan dengan jumlah anak 2 orang dan jarak kelahiran 2 sampai 4 tahun. Kemudian
78
Sriwahyuni (2012) menambahkan bahwa pada usia diatas 35 tahun merupakan usia reproduksi tua atau fase mengakhiri kehamilan. Hal tersebut dimungkinkan selain telah mempunyai 2 orang anak, tetapi juga akan memiliki risiko jika terjadi kehamilan seperti lahir prematur, komplikasi kehamilan, pendarahan hingga kematian baik pada bayi maupun ibu.
6.2.7
Penggunaan Metode Kontrasepsi Berdasarkan Kelompok Umur Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa WUS di Pulau Jawa tahun 2012 yang menggunakan kontrasepsi hormonal berdasarkan kelompok umur banyak terdapat pada kelompok umur <35 tahun dengan metode suntik dan pada kelompok umur >35 tahun banyak menggunakan implan. Pemilihan jenis kontrasepsi tersebut cukup efektif karena dapat mengembalikan masa subur dengan cepat, mengingat bahwa umur WUS terbanyak pada penelitian ini adalah <35 tahun yang merupakan fase menjarangkan kehamilan. Hal ini sejalan dengan penelitian Sriwahyuni (2012) yang menyatakan bahwa sebagian besar WUS dalam kurun reproduksi sehat memilih KB hormonal seperti pil, suntik dan implan. Sementara itu, Octasari (2014) menjelaskan bahwa pemilihan KB suntik dianggap memiliki efektivitas tinggi dan dapat digunakan dalam jangka pajang, terutama suntik 3 bulan, dikarenakan lebih praktis dan murah dibandingkan suntik 1 bulan (DMPA) dan tidak perlu meminum pil setiap hari. Berbeda halnya dengan penggunaan metode implan yang
79
biasanya kurang diminati dikarenakan rentan akan efek samping dan kegagalan. Alasan rendahnya minat penggunaan metode implan tersebut dipertegas dalam penelitian Selviana, dkk (2013) yang menyatakan bahwa karena takut terahadap efek samping yang akan terjadi pada pengguna seperti gemuk dan bercak-becak yang muncul pada kulit, takut mengalami kegagalan, dapat mengganggu aktifitas sehari-hari yang diakibatkan rasa tidak nyaman atau infeksi pada tempat pemasangan. Adapun penelitian serupa yang dilakukan oleh Bria (2014) menyatakan bahwa sebagian besar wanita usia subur di wilayah Puskesmas Rafae Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur telah menggunakan kontrasepsi tetapi hanya jenis hormonal saja yakni metode suntik, dengan alasan lebih praktis dan suntiknya bisa sekali dalam sebulan ataupun sekali dalam tiga bulan. Namun, menurut Siswosudarmo, dkk (2007) menyatakan bahwa cara KB yang cocok pada fase menjarangkan kehamilan (umur 20-35 tahun) dianjurkan agar menggunakan cara yang efektif seperti pil, suntik dan implan. Sedangkan untuk usia diatas 35 tahun dianjurkan memakai kontap, atau paling tidak yang dianggap sangat efektif adalah implan, suntik dan AKDR. Di sisi lain, pada kelompok umur <35 tahun pengguna kontrasepsi non-hormonal banyak menggunakan metode MAL dan kondom, sedangkan pada kelompok umur >35 tahun banyak
80
menggunakan metode steril atau kontap. Kontrasepsi mantap (kontap) atau sterilisasi merupakan metode KB yang bersifat relatif permanen yakni melalui operasi sederhana untuk memotong saluran indung telur pada wanita (tubektomi) dan memotong saluran pembawa sperma (vasektomi) sehingga metode tersebut dianggap paling efektif, murah serta aman (Manuaba, 1998). Jika ditinjau kembali pada penggunaan kontap di usia 35 tahun, usia
tersebut
masih
merupakan
usia
reproduksi
dalam
fase
menjarangkan kehamilan bukan untuk mengakhiri kehamilan. Selain itu, para ahli fiqih juga memandang masalah penggunaan kontrasepsi kontap atau sterilisasi baik pada perempuan maupun laki-laki dalam tiga pandangan yakni mengharamkan secara mutlak, membolehkan secara mutlak dan membolehkan apabila tidak berakibat kemandulan permanen (Muhyiddin, 2014). Pendapat MUI mengharamkan secara mutlak dengan alasan bahwa sterilisasi termasuk tindakan mengubah ciptaan sang Pencipta dan menentang kehandak Allah (qadar). Meskipun medis menyatakan tindakan sterilisasi dapat direhabilitasi melalui upaya rekanalisasi (penyambungan kembali) tetapi MUI tetap mengaharamkannya karena tingkat keberhasilan pemulihan kembali sangat kecil. Dasar penetapan bahwa vasektomi hukumnya haram yakni berdasarkan firman Allah SWT surat As-Syura ayat 50 yang artinya “… dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa (QS. As-Syura 42:50)” (MUI, 2009).
81
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada usia <35 tahun
banyak
menggunakan
metode
MAL.
Amenore
laktrasi
merupakan metode ber-KB alamiah yang bersifat sementara dengan memberikan ASI secara eksklusif segera setelah melahirkan (post partum) selama 6 bulan. Metode ini dapat memberikan perlindungan kepada ibu dari kehamilan berikutnya yang terlalu dekat atau cepat dengan efektifitas 98,2% (Muryanta, 2012). Menurut pandangan Islam, para fuqoha juga memperbolehkan menggunakan kontrasepsi asal bersifat sementara dan mengacu pada hukum Islam sebagaimana yang tertulis dalam Al- Qur‟an Surat al Baqarah ayat 233 mengenai metode laktasi yakni anjuran untuk menyusukan anaknya selama 2 tahun, artinya boleh menghentikan susuan sebelum 2 tahun (Ash Shiddieqy, Jilid 1). Dalam tafsir AlMishbah Quraish Shihab menjelaskan kembali bahwa menyusui selama 2 tahun merupakan anjuran bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan, sehingga 2 tahun telah dinilai sempurna oleh Allah SWT (Shihab, 1999). Metode kontrasepsi secara alami dengan cara pemberian ASI ekslusif bagi seorang ibu pada bayinya selama 2 tahun sebagai usaha untuk mencegah atau memperlambat terjadinya kehamilan berikutnya. Hal ini dipertegas oleh Muryanta (2009) yang menyatakan bahwa menyusui dapat melindungi ibu dari kehamilan berikutnya karena pada masa tersebut ibu menyusui belum datang haid pasca persalinan. Adapun metod kontrasepsi secara alami lainnya yang juga dianjurkan
82
dalam Islam yakni azal. Azal atau senggama terputus menurut fuqoha memandang bahwa hukumnya makruh, kecuali karena sesuatu hajat. Selanjutnya, mencegah kehamilan dengan menggunakan obat yang hanya memberi jarak kehamilan seperti yang dianjurkan oleh BKKBN (pil KB, suntik, implan, IUD/AKDR ataupun jenis kontrasepsi lainnya) hukumnya makruh tanpa suatu dharurat dan mubah karena sesuatu hajat, sedangkan melenyapkannya atau mengakhirinya tanpa keadaan darurat hukumnya haram dan dibolehkan hanya dalam keadaan dharurat (Rini, 2011). Dari penjelasan diatas jelas bahwa sesungguhnya agama Islam telah mengatur metode kontrasepsi untuk kehidupan umatnya, yakni dengan metode laktasi ataupun azl (senggama terputus). Sedangkan, penggunaan kontap tidak dihalalkan karena dianggap banyak mudhoratnya dibandingkan dengan manfaatnya. Oleh sebab itu, para akseptor baik KB hormonal maupun non-hormonal menurut Islam seharusnya lebih bisa selektif lagi dalam memilih jenis atau metode kontrasepsi yang akan digunakan dengan mempertimbangkan faktor agama yakni terkait halal dan haramnya suatu cara atau metode kontrasepsi yang ada.
6.2.8
Lama Penggunaan Berdasarkan Jenis Kontrasepsi Penggunaan alat kontrasepsi pada wanita usia subur di Pulau Jawa tahun 2012 dalam penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar WUS telah menggunakan kontrasepsi lebih dari 1 tahun.
83
Persentase WUS yang menggunakan kontrasepsi hormonal ≤1 tahun lebih banyak dibandingkan dengan lama penggunaan >1 tahun. Namun, berbeda pada pengguna kontrasepsi non-hormonal, penggunaan kontrasepsi >1 tahun lebih banyak dibandingkan dengan penggunaan ≤1 tahun.. Hal ini dikarenakan WUS yang menggunakan kontrasepsi hormonal distribusinya memang lebih banyak dibandingkan dengan WUS yang menggunakan kontrasepsi non-hormonal. Jika ditinjau kembali berdasarkan kelompok umur, umur <35 tahun memang lebih banyak dan cenderung menggunakan kontrasepsi hormonal karena usia tersebut merupakan fase reproduksi sehat. Selain itu, tidak menutup kemungkinan diantara kelompok umur tersebut ditemukan WUS yang berusia kurang dari 20 tahun yang telah menggunakan kontrasepsi, di mana usia tersebut merupakan fase menunda kehamilan sehingga waktu pemakaian alat kontrasepsinya cenderung belum lama. Berbeda halnya dengan WUS yang berusia >35 tahun, di mana usia tersebut merupakan usia reproduksi tua untuk menjarangkan kehamilan dan kemungkinan juga telah memiliki pengalaman hamil atau melahirkan sehingga pemakaiannya cenderung sudah lama.
6.2.9
Jenis Keluhan Kesehatan pada WUS Berdasarkan Kelompok Umur Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa WUS yang mengalami keluhan kesehatan berdasarkan kelompok umur banyak terdapat pada usia <35 tahun dengan keluhan lemas, penurunan berat badan,
84
hipertensi dan sebagian kecil mengalami perdarahan. Hal ini dikarenakan memang pada usia <35 jenis kontrasepsi yang banyak digunakan adalah kontrasepsi hormonal dengan metode suntik 3 bulan. Sementara pada usia >35 tahun keluhan yang banyak dialami WUS adalah perdarahan, tidak haid dan keluhan lainnya. Hal ini terjadi karena pada usia tersebut WUS banyak yang menggunakan kontrasepsi kontap dan sebanyak 60% menggunakan IUD. Fajrin (2014) menjelaskan bahwa sebagian besar WUS yang menggunakan IUD adalah usia lebih dari 30 tahun. Hal ini dikarenakan mereka memiliki kekhawatiran untuk mengalami kehamilan karena akan memiliki risiko tinggi. Oleh sebab itu, wanita muda cendrung menggunakan cara KB suntik dan pil KB, sementara wanita yang lebih tua cenderung memilih kontrasepsi IUD (Sumini, 2009). Sementara itu, menurut Saifuddin (2006) usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi sehat atau fase menjarangkan kehamilan, sehingga penggunaan alat kontrasepsi hormonal seperti suntik, pil dan implan merupakan cara KB yang efektif. Sementara usia diatas 35 tahun merupakan usia reproduksi tua sehingga dianjurkan memakai kontap, atau paling tidak cara yang efektif dengan menggunakan AKDR/IUD, implan dan suntik. Namun, jika seorang wanita belum berusia 20 tahun telah mengonsumsi jenis pil KB, maka dapat menurunkan kadar vitamin-vitamin penting seperti B6 dan asam folat serta meningkatkan risiko kanker payudara. Hal ini dikarenakan pil KB akan menekan ovulasi, fungsi normal ovarium serta produksi dan
85
aktivitas hormon alami wanita sehingga pil KB akan menggantikan aktifitas
dari
hormon
alami
dengan
hormon
sintesis
yang
Berdasarkan
Jenis
mengakibatkan hormon tidak stabil (Welch, 2011).
6.2.10 Jenis Keluhan Kontrasepsi
Kesehatan
pada
WUS
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa keluhan kesehatan yang paling banyak dialami oleh WUS di wilayah Pulau Jawa tahun 2012 yakni jenis kontrasepsi hormonal dibandingkan kontrasepsi non-hormonal. Pada penggunaan jenis hormonal banyak menggunakan
suntik
dan
pada
jenis
non-hormonal
banyak
menggunakan metode steril dan IUD. Menurut Saifuddin (2006) penggunaan kontrasepsi suntik terutama dalam jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, jerawat, gangguan emosional dan sakit kepala. Sedangkan efek dari pemakaian IUD dan steril dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan atau spotting. Hartanto (2004) dan Glasier dan Gebbie (2005) menyatakan bahwa penggunaan IUD pada tahun pertama pemakaian akan memberikan rasa sakit atau nyeri perut, keputihan yang sangat banyak dan bau, mengalami peningkatan jumlah darah menstruasi serta spotting. Sama halnya dengan hasill penelitian ini yang diperoleh bahwa keluhan kesehatan yang dialami WUS berdasarkan jenis kontrasepsi pada pengguna hormonal sebagian besar mengalami sakit kepala, tidak haid, mual serta perubahan berat badan dan pada pengguna kontrasepsi non-hormonal banyak mengalamai keluhan lainnya seperti kram perut,
86
keputihan dan gangguan menstruasi, kemudian perdarahan. Hal tersebut dikarenakan kandungan hormon progesterone pada suntik DMPA ataupun suntik progestin juga dapat menyebabkan gangguan menstruasi baik haid tidak teratur maupun amenore (Laely, 2011). Kemudian Mato (2014) menjelaskan bahwa Suntik 3 bulan yang mengandung depo provera dapat menimbulkan peningkatan estrogen darah sehingga hormon tidak stabil yang dapat menyebabkan sakit kepala, jerawat ataupun gangguan emosional. Sementara Syahlani (2013) menyatakan ada hubungan antara penggunaan kontrasepsi hormonal dengan kejadian keputihan di Wilayah Kerja Puskesmas Pekauman kota Banjarmasin. Selain itu, pada penelitian Ambarwati dan Neni (2012) menyatakan bahwa ada perbedaan berat badan yang bermakna sebelum dan sesudah pemakain KB suntik di wilayah kerja Polindeskes Dusun Mengger Kecamatan Karanganyar Kabupaten Ngawi. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan nafsu makan akibat kandungan DMPA mempengaruhi neurohumeral regulasi dari nafsu makan dan energi di hypothalamus (Clark, 2005). Namun berbeda dengan penelitian (Sriwahyuni, 2009) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan jenis alat kontrasepsi hormonal yang digunakan dengan peningkatan berat badan akseptor. Hal ini dikarenakan, penggunaan kontrasepsi hormonal bukanlah penyebab langsung terjadinya kenaikan berat badan. Perubahan berat badan atau kegemukan kemungkinan terjadi karena adanya perubahan gaya hidup yang memengaruhi
87
perubahan pola makan, sehingga berat badan mengalami kenaikan (Lopes, 2007).
6.2.11 Jenis Keluhan Kesehata Penggunaan Kontrasepsi
pada
WUS
Berdasarkan
Lama
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa hampir sebagian besar WUS telah menggunakan kontrasepsi >1 tahun sehingga keluhan kesehatan paling banyak dialami pada penggunaan kontrasepsi juga banyak ditemukan pada penggunan kontrasepsi >1 tahun dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi <1 tahun. Hidayati (2012) menyatakan bahwa semakin lama penggunaan alat kontrasepsi maka akan menimbulkan suatu keluhan. Keluhan kesehatan yang banyak dialami dalam penelitian ini berdasarkan lama penggunaan >1 tahun diantaranya mual, perubahan berat badan dan sakit kepala. Sedangkan keluhan kesehatan pada lama penggunaan <1 tahun diantaranya keluhan lainnya (jerawat, flek, nyeri perut dan keputihan), sakit kepala tidak haid dan berat badan naik. Dari hasil tersebut diketahui bahwa baik pada penggunaan kontrasepsi <1 tahun ataupun >1 tahun, keluhan yang ditimbulkan masih cukup ringan. Hal ini dikarenakan WUS yang menggunakan kontrasepsi tersebut merupakan sebagian besar masih merupakan usia reproduksi sehat yang cenderung menggunakan kontrasepsi hormonal terutama jenis suntik, sehingga keluhan tersebut muncul kemungkinan karena adanya reaksi biologis dari kerja hormon itu sendiri, yakni
88
adanya pergantian aktifitas hormon alami dengan hormon sintesis yang mengakibatkan hormon tidak stabil (Welch, 2011). Selain itu, mengingat bahwa WUS dalam penelitian ini masih berada pada fase reproduksi sehat dan masih produktif, maka aktifitas dan nafsu makannya pun tinggi, sehingga keluhan yang sangat dominan adalah adanya perubahan berat badan terutama berat badan naik. Hal ini dikarenakan kandungan hormon depoprovera merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus yang menyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya sehingga bertambahnya lemak dalam tubuh (Mato, 2014).
6.3 Hubungan Umur dan Lama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Nonhormonal pada Wanita Usia Subur di Wilayah Pulau Jawa Tahun 2012 Kontrasepsi hormonal adalah kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan progsteron sedangkan kontrasepsi non-hormonal adalah kontrasepsi yang tidak mengandung hormon. Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal dengan cara memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi (Manuaba, 1998). Melalui hipotalamus dan hipofisis tersebut, estrogen dapat menghambat pengeluaran Follicle Stimulating Hormone (FSH) sehingga perkembangan dan kematangan folikel de graaf tidak terjadi. Disamping itu progesterone dapat menghambat pengeluaran Luteinizing Hormone (LH). Estrogen mempercepat peristaltik tuba sehingga hasil konsepsi mencapai uterus-endometrium yang belum siap untuk menerima implanasi (Manuaba, 1998).
89
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa antara variabel umur dan lama penggunaan kontrasepsi hormonal dengan keluhan kesehatan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan keluhan kesehatan pada wanita usia subur di wilayah Pulau Jawa tahun 2012. Begitu juga pada variabel lama penggunaan kontrasepsi non-hormonal dengan keluhan kesehatan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan, sedangkan antara umur dengan penggunaan
kontrasepsi
non-hormonal
menunjukkan
hubungan
yang
signifikan. Berikut ini pembahasan dari masing-masing variabel tersebut.
6.3.1
Umur dengan Keluhan Kesehatan Dalam konteks penggunaan kontrasepsi, umur sangat diperlukan untuk
menilai secara biologis keadaan atau status kesehatan reproduksi wanita, sehingga umur digunakan sebagai penentu pemilihan jenis alat kontrasepsi yang rasional dan disesuaikan dengan fase reproduksi akseptor. Dengan demikian, diharapkan dapat meminimalisir efek samping ataupun keluhan kesehatan yang mungkin terjadi jika alat kontrasepsi tersebut digunakan dalam jangka waktu lama. Umur reproduksi dalam pemakaian kontrasepsi terdiri dari fase menunda menjarangkan dan fase mengakhiri kehamilan. Fase menunda dan menjarangkan kehamilan termasuk dalam kategori usia reproduksi sehat yakni umur 20-35 tahun, sedangkan fase mengakhiri kehamilan merupakan kategori usia reproduksi tua dengan rentang usia 35 tahun keatas. Oleh sebab itu, pemilihan alat kontrasepsi hendaknya disesuaikan dengan tahap masa reproduksi (Sriwahyuni, The Indonesian Journal of Publich Health.
90
Departemen Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Universitas Eirlangga, 2012). Namun, telah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa dalam Islam haram hukumnya mengakhiri kehamilan tanpa alasan medis yang jelas, karena Islam memandang hal tersebut menentang ketetapan Allah. Menurut Saifuddin (2006) usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi sehat atau fase menjarangkan kehamilan, sehingga penggunaan alat kontrasepsi hormonal seperti suntik, pil dan implan merupakan cara KB yang efektif. Sementara usia diatas 35 tahun merupakan usia reproduksi tua sehingga dianjurkan memakai kontap, atau paling tidak cara yang efektif dengan menggunakan AKDR/IUD, implan dan suntik. Namun, jika seorang wanita belum berusia 20 tahun telah mengonsumsi jenis pil KB, maka dapat menurunkan kadar vitamin-vitamin penting seperti B6 dan asam folat serta meningkatkan risiko kanker payudara. Hal ini dikarenakan pil KB akan menekan ovulasi, fungsi normal ovarium serta produksi dan aktivitas hormon alami wanita sehingga pil KB akan menggantikan aktifitas dari hormon alami dengan hormon sintesis yang mengakibatkan hormon tidak stabil (Welch, 2011). Jika ditinjau kembali menurut hukum Islam bahwa menggunakan alat kontrasepsi itu diperbolehkan dengan alasan untuk menunda kehamilan, bukan membatasi kehamilan. Menunda kehamilan berarti mencegah kehamilan sementara untuk memberikan jarak pada kelahiran sebelumnya. Sedangkan membatasi kehamilan atau kelahiran berarti mencegah kehamilan untuk selama-lamanya setelah mendapatkan jumlah anak yang diinginkan, biasanya melalui sterilisasi (Asih L. d., 2009). Membatasi kehamilan atau kelahiran
91
dalam ajaran Islam dengan jalan mensterilkan rahim, pengangkatan rahim, vasektomi dan cara steril lainnya tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum syariat maka jelas keharamannya, kecuali pada keadaan sakit parah, kanker ganas pada rahim atau hal semacamnya yang mengancam jiwa dan membahayakan keselamatan, maka diperbolehkan (MUI, 2009). Hasil penelitian ini menunjukkan 30,7% keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi banyak dialami oleh wanita usia subur pada kelompok umur <35 tahun. Berdasarkan uji statistik antara umur dengan keluhan kesehatan pengguna kontrasepsi hormonal diperoleh nilai p-value sebesar 0,445 dan antara umur dengan keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi non-hormonal diperoleh nilai sebesar 0,314 artinya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan keluhan kesehatan pada penggunaan kontrasepsi baik pada pengguna kontrasepsi hormonal maupun non-hormonal di Pulau Jawa tahun 2012. Hal tersebut dimungkinkan karena memang distribusi umur wanita usia subur yang menggunakan kontrasepsi hormonal terutama suntik banyak pada kelompok <35 tahun sehingga kemungkinan WUS yang mengalami keluhan ataupun yang tidak mengalami keluhan sebenarnya sama-sama merasakan keluhan namun dianggap hal yang wajar. Selain itu, pada pengguna kontrasepsi non-hormonal menunjukkan tidak ada hubungan dikarenakan pada hasil menunjukkan bahwa keluhan banyak dijupai pada usia <35 tahun, padahal diketahui bahwa pengguna nonhormonal itu cenderung banyak digunakan pada kelompok umur >35 tahun sehingga kemungkinan karena adanya faktor pernah ganti pemakaian alat kontrasepsi sehingga sulit menentukan apakah keluhan muncul karena
92
penggunaan jenis hormonal atau jenis non-hormonal. Sebagaimana diketahui bahwa usia 35 tahun telah memasuki usia reproduksi tua, di mana pada usia tersebut secara biologis sistem reproduksinya mulai mengalami banyak perubahan baik organ maupun fungsinya. Perubahan-perubahan secara biologis pada fase reproduksi tua di antaranya yakni siklus menstruasi normonal mulai tidak teratur, menurunnya kondisi fisiologis disertai dengan mengecilnya indung telur sehingga sel telur tidak dihasilkan lagi dan dinding rahim mulai menipis, otot rahim mulai menyusut, leher rahim mengecil, otot jaringan vagina (liang senggama) melemah, jaringan vulva (mulut kemaluan) menipis dan hilangnya elastisitas sehingga menyebabkan gangguan senggama (dispareunia) (Alimoeso, 2012). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Igwegbe dan Ugboaja (2010) dari Nigeria yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara umur dengan keluhan kesehatan, yakni masalah haid tidak teratur pada pengguna kontrasepsi suntik progestin (p=0,000). Hal tersebutu terjadi karena tingkat estradiol yang rendah dapat mengakibatkan perubahan pola perdarahan yang tidak teratur (spotting) menjadi amenore atau oligomenore (Pamuji, 2008). Pada penelitian ini, keluhan sakit kepala merupakan keluhan kesehatan terbanyak yang dikeluhkan oleh WUS di Pulau Jawa tahun 2012. Mengingat bahwa jenis kontrasepsi yang banyak digunakan WUS yakni suntik 3 bulan kemudian pil KB maka kemungkinan keluhan tersebut muncul dikarenakan adanya reaksi biologis antara hormon alami dan hormon pengganti dari dalam tubuh akseptor dan terjadi ketidakseimbangan hormon estrogen dalam tubuh
93
akseptor sehingga pelepasan hormon alaminya tidak stabil. Sebagaimana diketahui bahwa KB suntik 3 bulan mengandung depo provera yang dapat menimbulkan peningkatan estrogen darah (Mato, 2014). Selain sakit kepala keluhan kesehatan lainnya yang dialami yakni perubahan berat badan, tidak haid atau masalah menstruasi lainnya. Pada peneliti Pamuji, dkk (2008) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara keluhan perdarahan pada pengguna kontrasepsi DMPA dengan umur. Perdarahan atau spotting terjadi karena iritasi mekanik dari dinding rahim dan sebagai akibat peningkatan aktivitas proteolytik (fibrinolytik) dari cairan uterus dan endometrium (Glasier, 2005). Namun, penyebab pasti spotting sendiri belum diketahui, kemungkinan karena adanya mekanisme morfologi vaskular endometrium dan terjadi pelebaran pembuluh darah vena kecil di endometrium, kemudian vena tersebut akhirnya rapuh sehingga terjadi perdarahan lokal (Baziad, 2008). Sementara Zannah (2011) mengatakan bercak darah diantara dua masa mentruasi tersebut terjadi akibat adanya kerusakan-kerusakan mekanis pada endometrium, sehingga menyebabkan adanya bercak darah inter-menstrual yang akan sembuh dengan sendirinya. Kandungan hormon progesterone pada suntik DMPA ataupun suntik progestin dapat menyebabkan gangguan menstruasi sedangkan amenore yang tinggi disebabkan karena hormon progesterone menekan LH sehingga endometrium menjadi lebih dangkal dan mengalami kemunduran sehingga kelenjarnya menjadi tidak aktif (Laely, 2011).
94
Selanjutnya perubahan berat badan yang terjadi pada pengguna kontrasepsi dikarenakan adanya perubahan karbohidrat dan gula dalam tubuh menjadi lemak. Peningkatan berat badan biasanya terjadi antara rentang usia 20-35 tahun keatas karena usia tersebut merupakan tingkat kesuburan reproduksi tinggi dibandingkan usia <20 tahun. Adanya perubahan berat badan dimungkinkan karena mereka masih mempunyai semangat untuk beraktivitas fisik, mempunyai keinginan kuat untuk menjaga berat badan agar tetap ideal dengan cara berdiet, tetapi menimbulkan nafsu makan yang makin kuat sehingga menyebabkan penambahan berat badan (Haryani., 2010). Oleh sebab itu, walaupun hasil penelitian ini tidak menunjukkan adanya hubungan antara umur dengan keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal, tetapi karena keluhan kesehatan masih dialami oleh sebagian kecil WUS sehingga sebagai upaya untuk meminimalisir berbagai efek samping ataupun keluhan kesehatan yang mungkin ditimbulkan oleh suatu alat kontrasepsi maka sangat diperlukan peran petugas untuk memberikan konseling ataupun informed choice terutama kepada para pasangan wanita usia subur yang akan menjadi peserta KB baru. Selain itu, juga diperlukan peran petugas lapangan KB untuk memberikan penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat umum dengan harapan agar masyarakat dapat tahu dan paham akan jenis, metode dan efek samping dari suatu alat kontrasepsi.
95
6.3.2
Lama Penggunaan dengan Keluhan Kesehatan Lama penggunaan kontrasepsi yakni lamanya waktu pemakaian suatu
alat kontrasepsi. Terdapat hubungan antara lama pemakaian alat kontrasepsi dengan berbagai keluhan kesehatan. Semakin lama penggunaan alat kontrasepsi maka akan menimbulkan suatu keluhan (Hidayati, 2012). Penggunaan kontrasepsi ≤1 tahun pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kontrasepsi lebih dari 1 tahun. Pada penelitian ini tidak menunjukkan tidak adanya hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal dan non-hormonal dengan keluhan kesehatan, dengan perolehan p-value masing-masing sebesar 0,378 dan 0,772. Tidak adanya hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi hormonal kemungkinan dikarenakan bahwa WUS yang menggunakan kontrasepsi hormonal sebagian besar mengalami keluhan pada pemakaian ≤1 tahun dan mengingat bahwa yang mengalami keluhan banyak pada kelompok umur <35 tahun, tidak menutup kemungkinan keluhan juga terjadi pada umur terendah yakni ≤20 tahun sehingga walaupun antara pengguna kontrasepsi hormonal dan non-hormonal memang sama-sama mengalami keluhan tetapi jenis keluhan yang ditimbulkan berbeda, apalagi pada masa pemakaian kontrasepsi yang belum lama karena secara teori semakin lama menggunakan alat kontrasepsi maka akan menimbulkan suatu keluhan. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mato dan Rasyid (2014) yang menyatakan bahwa ada pengaruh terhadap lama pemakaian kontrasepsi suntik dengan sakit kepala. Sakit kepala atau cephalgia yakni suatu kondisi sakit yang terletak disekitar kepala, terkadang rasa sakit pada leher dan
96
bagian atas kepala akibat ketegangan otot dan konsumsi kontrasepsi hormonal, namun hal ini bukan merupakan penyebab utama terjadinya sakit kepala (Nelii, 2012). Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada lama penggunaan kontrasepsi ≤1 tahun, cenderung mengalami keluhan kesehatan yang masih cukup ringan yaitu mual dan sakit kepala, sementara pada lama penggunaan kontrasepsi >1 tahun mengalami sakit kepala, tidak haid dan perubahan berat badan. Hal ini kemungkinan terjadi karena sebagaimana diketahui bahwa kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen maupun progesteron memberikan umpan balik terhadap kelenjar hipofisis melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap perkembangan folikel dan proses ovulasi (Manuaba, 1998). Estrogen juga dapat meningkatkan retensi elektrolit dalam ginjal. Sedangkan progesteron dapat menekan LH sehingga endometrium menjadi lebih dangkal dan atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif dan menyebabkan tidak haid (Glasier, 2005). Selain itu, hormon progesteron mampu mempermudah perubahan karbohidrat menjadi lemak sehingga mengakibatkan penumpukan lemak dan menyebabkan perubahan berat badan (Ramadhan, 2008). Dengan demikian, semakin lama menggunakan kontrasepsi hormonal maka akan mengalami berbagai keluhan kesehatan. Sementara itu, penggunaan kontrasepsi suntik dalam jangka panjang diketahui akan menimbulkan keluhan. Saifuddin (2006) menjelaskan bahwa pemakaian kontrasepsi suntik dalam jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina, penurunan libido, gangguan emosi, sakit kepala dan dapat menimbulkan jerawat. Sementara Sriwahyuni (2012) mengungkapkan
97
bahwa pemakaian kontrasepsi hormonal lebih dari satu tahun cenderung terjadi peningkatan berat badan dan berisiko mengalami kegemukan. Kegemukan ini terjadi karena adanya penambahan berat badan yang secara terus-menerus. Semakin lama penggunaan alat kontrasepsi hormonal maka akan terjadi peningkatan berat badan atau IMT. Hal ini dikarenakan komponen estrogen dapat memberikan efek pertambahan berat badan akibat restensi cairan, sedangkan komponen progestin memberikan efek pada nafsu makan dan berat badan yang bertambah besar (Hartanto, 2004). Hormon
progesteron
dalam
alat
kontrasepsi
juga
mampu
mempermudah perubahan karbohidrat menjadi lemak sehingga mengakibatkan penumpukan lemak yang menyebabkan berat badan bertambah dan menurunnya gairah seksual. Sifat lemak yang sulit bereaksi atau berikatan dengan air dan organ yang mengandung banyak lemak cenderung memiliki kandungan air yang sedikit atau kering. Jika hal tersebut terjadi pada vagina, maka akan terjadi dispareuni (merasa sakit) saat berhubungan seksual, jika kondisi tersebut berlangsung lama akan menimbulkan penurunan libido atau disfungsi seksual pada wanita (Ramadhan, 2008). Keluahan lainnya yang sering ditimbulkan pada pemakaian kontrasepsi suntik dalam jangka panjang adalah gangguan menstruasi. Gangguan menstruasi adalah salah satu efek samping utama dari pemakaian alat kontrasepsi suntik yang berupa siklus menstruasi tidak teratur, dan biasanya terjadi nyeri pada saat haid yang tidak seperti biasanya yang dirasakan dan biasanya disertai pendarahan yang hebat (Mato, 2014). Selain itu, gangguan menstruasi lainnya yakni keluhan tidak haid. Gangguan haid berupa amenore
98
disebabkan karena progesteron dalam komponen DMPA menekan LH sehingga endometrium menjadi lebih dangkal dan atrofis dengan kelenjarkelenjar yang tidak aktif (Glasier, 2005). Di sisi lain, penelitian dari Sutriyani, dkk (2013) terkait dengan penggunaan kontrasepsi non-hormonal menyatakan bahwa pada hasil uji Mann Whitney diperoleh kesimpulan tidak ada perbedaan lama pemakaian AKDR antara akseptor yang mengalami keluhan dan yang tidak mengalami keluhan dengan perolehan nilai Z = -1,179 dan nilai p 0,238 (p-value >0,05) sehingga H0 diterima. Hal tersebut terjadi kemungkinan WUS yang menyatakan tidak mengalami keluhan selama memakai AKDR sebenarnya mengalami keluhan. Namun, karena sebelumnya WUS telah mendapatkan informasi yang positif mengenai keluhan pemakaian AKDR dari pengalaman-pengalaman orang terdekat, maka WUS menganggap hal yang dialaminya adalah wajar sehingga WUS tetap merasa nyaman memakai AKDR (Sutriyani, 2013). Dengan demikian, oleh karena penggunaan pada kontrasepsi hormonal dan non-hormonal masing-masing memiliki perbedaan keluhan menurut lama pemakaiannya walaupun masih dalam kategori ringan, tetapi terkait kualitas standar pelayanan KB tetap perlu diperhatikan, khususnya pelayanan yang terkonsentrasi pada klien salah satunya dengan memberikan kemudahan para klien untuk memperoleh suatu cara/alat kontrasepsi yang mereka butuhkan sehingga diharapkan pemerintah bisa menyediakan dan mendistribusikan alat kontrasepsi secara merata.
99
BAB VII PENUTUP
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai determinan keluhan penggunaan kontrasepsi pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal dan non-homonal di wilayah Pulau Jawa tahun 2012 berdasarkan data SDKI 2012, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: a. Sebagian kecil pengguna kontrasepsi di Pulau Jawa tahun 2012 mengalami keluhan kesehatan. b. Sebagian besar pengguna kontrasepsi mengalami keluhan kesehatan berupa sakit kepala, peningkatan berat badan dan tidak haid. c. Pengguna kontrasepsi hormonal lebih banyak dibandingkan dengan pengguna non-hormonal. d. Sebagian besar wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal menggunakan metode kontrasepsi suntik 3 bulan kemudian pil, sedangkan pada pengguna kontrasepsi non-hormonal menggunakan IUD dan kontap. e. Sebagian besar wanita usia subur di Pulau Jawa tahun 2012 telah menggunakan kontrasepsi selama >1 tahun. f. Penggunaan kontrasepsi hormonal banyak terdapat pada kelompok umur ≤20 tahun sedangkan pada penggunaan kontrasepsi non-hormonal terdapat pada kelompok umur 30-49 tahun.
100
g. Sebagian besar wanita usia subur menggunakan metode suntik 3 bulan, pil, IUD dan kontap adalah kelompok umur 30-49 tahun. h. Sebagian besar wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal di Pulau Jawa tahun 2012 telah menggunakan kontrasepsi selama ≤1 tahun, sedangkan pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi non-hormonal telah menggunakan kontrasepsi selama >1 tahun. i. Sebagian besar keluhan sakit kepala, peningkatan berat badan dan tidak haid banyak terjadi pada kelompok umur 30-49 tahun dibandingkan kelompok umur lainnya. j. Sebagian besar keluhan banyak terjadi pada wanita usia subur pengguna kontrasepsi hormonal dibandingkan dengan pengguna kontrasepsi nonhormonal. k. Keluhan kesehatan selama menggunakan kontrasepsi lebih banyak dialami oleh wanita usia subur yang menggunakan kontrasepsi lebih dari 1 tahun dibandingkan penggunaan kontrasepsi ≤1 tahun. l. Tidak terdapat hubungan antara umur dengan keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi pada pengguna kontrasepsi hormonal di wilayah Pulau Jawa dengan nilai p-value sebesar 0,463. m. Tidak terdapat hubungan antara umur dengan keluhan kesehatan penggunaan kontrasepsi pada pengguna kontrasepsi non-hormonal di wilayah Pulau Jawa dengan nilai p-value sebesar 0,034. n. Tidak terdapat hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi hormonal di wilayah Pulau Jawa dengan nilai p-value sebesar 0,378.
101
o. Tidak terdapat hubungan antara lama penggunaan kontrasepsi dengan keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi hormonal di wilayah Pulau Jawa dengan nilai p-value sebesar 0,772.
7.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan yakni sebagai berikut: 7.2.1
Bagi Instansi Pemerintahan a. Meningkatkan upaya program keluarga berencana dengan standar pelayanan
KB
yang
berkualitas
melalui
pendekatan
yang
terkonsentrasi pada klien (client centered approach) b. Meningkatkan ketersediaan penyedia cara KB/alat kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan oleh para wanita, khususnya di wilayah pedesaan dengan harapan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh suatu cara/alat kontrasepsi yang dibutuhkan.
7.2.2
Bagi Instansi Kesehatan a. Mengoptimalkan kembali kegiatan penyuluhan atau sosialisasi kepada masyarakat terkait jenis dan metode berbagai macam alat kontrasepsi dengan harapan dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi para calon klien maupun pengguna kontrasepsi. b.
Meningkatkan peran petugas dalam memberikan konseling KB dan informed choice kepada para pasangan wanita usia subur yang akan menjadi peserta KB baru, dengan harapan konseling yang diberikan
102
petugas dapat membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai pilihannya dengan mempertimbangkan usia atau fase reproduksi dan status kesehatan klien sehingga dapat lebih puas.
7.2.3
Bagi Peneliti Lain Tindak lanjut atau intervensi terkait keluhan kesehatan yang dialami selama penggunaan kontrasepsi pada akseptor belum terlalu difokuskan dalam kegiatan konseling KB. Oleh karena itu, diharapakan dilakukan penelitian lanjut terkait keluhan penggunaan kontrasepsi, khususnya spesifik pada masing-masing daerah yang terdapat di Pulau Jawa, ataupun penelitian lanjut terkait pemanfaatan pelayanan KB bagi para akseptor dalam menangani masalah kesehatannya juga perlu dilakukan sehingga dapat menggali lebih banyak informasi tentang determinan lainnya yang menyebabkan keluhan kesehatan pada pengguna kontrasepsi.
103
DAFTAR PUSTAKA Adriansz, W. d. (2007). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Alimoeso, S. (2012). Pembinaan Kesehatan Reproduksi Bagi Lanasia. Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Lansia dan Rentan, BKKBN. Ambarwati, W. d. (2012). Pengaruh Kontrasepsi Terhadap Berat Badan dan Lapisan Lemak pada Akseptor Kontrasepsi Suntik DMPA di Polindes Mengger Karanganyar Ngawi. Fakultas Ilmu Kesehatan, Program Studi Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Anggia, R. d. (2012). Hubungan Jenis dan Lama Pemakaian Kontrasepsi Hormonal dengan Gangguan Menstruasi di Bidan Praktek Swasta. Journal Biometrika dan Kependudukan Universitas Airlangga Vol. 1 No. 1 , 43-51. Ash Shiddieqy, H. F. (Jilid 1). Al Bayan Tafsir Penjelasan Al Qur-anul Karim. Juz 1-15: Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy. Asih, L. d. (2009). Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Analisis Lanjut SDKI 2007: Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional 2009. Baziad, A. (2008). Kontrasepsi Hormonal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo. BKKBN. (2007). Kontribusi Pemakaian Alat Kontrasepsi terhadap Fertilitas. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi 2009. ______. (2011). Sterilisasi Kurang Mendongkrak Penurunan Fertilitas. Policy Brief. Pusat Penelitian dan Pengembangan KB-KS. ______. (2012). Metode Kontrasepsi berdasarkan Sarana Ditjelpem. Pedoman Pelayanan Keluarga Berencana Pasca Persalinan di Fasilitas Kesehatan Kementerian RI.
104
BPS. (2014). Badan Pusat Statistik. http://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/843 di Akses pada Juni 2015. Bria, E. I. (2013). Hubungan Peran Tenaga Kesehatan Dalam Memberikan KB dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi Pada Wanita Pasangan Usia Subur di Puskesmas Rafae Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. Broeck, J. V. (2013). Epidemioogy Principles and Practical Guidelines. Spinger. Clark, M. D. (2005). Weight, Fat Mass, and Central Distribution of Fat Increase When Women use Depotmedroxy progesterone Acetate for Contraception. International Journal of obesity . Fajrin. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD pada Pasangan Usia Subur di Puskesmas Limba B Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo . Universitas Negeri Gorontalo . Glasier, A. a. (2005). Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Ed. 4. Jakarta: EGC. Gregg, M. B. (2008). Field Epidemiology, Vol 1. New York: Oxford university Press. Hamilton, P. M. (1995). Dasar-Dasar Maternitas Edisi 6. Jakarta: EGC. Handayani, L. (2012). Dampak Penggunaan Berbagai Alat Kontrasepsi terhadap Indeks Massa Tubuh pada Wanita Pasangan Usia Subur (Studi pada Wanita PAsangan Usia Subur di Desa Sukaherang Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012). Peminatan Gizi Universitas Siliwangi Tasikmalaya . Harianto. (2005). Risiko Penggunaan Pil Kombinasi terhadap Kejadian Kanker Payudara pada Reseptor KB di Perjan RS DR. Cipto Mangunkusumo. Majalah Ilmu Kefarmasian Departemen Farmasi FMIPA-UI Vol. II NO. 1 April 2005 , 84-99.
105
Hartanto, H. (2004). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. ________. (2010). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan . Haryani., d. (2010). Pengaruh Frekuensi Kontrasepsi Suntik DMPA terhadap Kenaikan Berat Badan pada Akseptor Kontrasepsi Suntik DMPA. Jurnal Ilmiah Kebidanan Vol.1 No.1. Akademi Kebidanan YLPP Purwokerto. Hidayati, L. (2012). Dampak Penggunaan Berbagai Alat Kontrasepsi terhadap IMT Pada Wanita Pasangan Usia Subur (Studi pada Wanita Pasangan Usia Subur di Desa Sukaherang Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2012. FKM Gizi Universitas Siliwangi. Ibwegbe AO, a. U. (2010). Clinical experience with injectable progestogen- only contraceptives at Nnamdi Azikiwe University Teaching Hospital, Nnewi, Nigeria. Department of Obstetrics and Gynaecology, Nnamdi Azikiwe University Teaching Hospital, P.M.B. 5025, Nnewi, Anambra State, Nigeria: International Research Journals: Journal of Medicine and Medical Sciences Vol. 1(8) pp. 345-349. Infodatin. (2014). Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI . Kemenkes. (2013). Rencana Aksi Nasional Pelayanan Keluarga Berencana 20142015. Dirjen Bina Gizi dan KIA . ________. (2014). Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 . ________. (2014). Situasi Kesehatan Ibu. Pusat Data dan Informasi. Kundarti, F. d. (2012). Pengaruh Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) terhadap Ganggian Perdarahan dan Siklus haid di RSIA Aura Syifa Kabupaten Kediri. Jurnal Poltekes Malang .
106
Laely, F. N. (2011). Perbedaan Pengaruh KB Suntik Depo Medroxi Progesteron Asetat (DMPA) dengan KB Implan Terhadap Ganguan Menstruasi di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Purwonegoro Kabupaten Banjarnegara Tahun 2011. YLPP Purwokerto: Academy of Midwifery. Lestari, I. P. (2012). Hubungan Antara Lama Penggunaan Metode Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Hipertensi. STIKES Telogorejo Semarang. Leveno, K. J. (2009). Obstetri Williams: Panduan Ringkas ed. 21. Jakarta: EGC. Lopes. (2007). Pil KB tidak Membuat Gemuk. http://www.home/rmonline/rmexpose.com/detail.php diakses pada Mei 2015. Manuaba, I. B. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC. Marshall, C. (2000). Awal Menjadi Ibu. Jakarta: Arcan. Masriadi. (2012). Epidemiologi. Yogyakarta: Ombak. Mato, R. d. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efek Samping pada Pemakaian Alat Kontrasepsi Suntik Depo Provera di Puskesmas Sudiang Makassar. Stikes Nani Hasanuddin Makassar: Kemenkes Poltekes Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Vol. 5 No. 2. Muhyiddin. (2014). Fatma MUI Tentang Vasektomi. Tanggapan Ulama dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Medis Operasi Pria (MOP). Al-Ahkam (Jurnal Pemikiran Hukum Islam) IAIN Walisongo Semarang Vol.24 No.1. MUI, K. (2009). Masail Fiqhiyyah Mu'ashirah (Masalah Fiqih Kontemporer). Padang Panjang: Keputusan Komisi B-2 Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI Se Indonesia III. Muryanta, A. (2012). Penyuluhan Keluarga Berencana (PKB) Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo.
107
Nelii, K. (2012). Pusing dan Sakit Kepala Karena Efek Samping Pemakaian KB Hormonal. http://nelii-komalaa.blogspot.co.id/2012/05/pusing-dan-sakitkepala-karena-efek.html diakses pada 14 September 2015. Noviyanti., d. (2010). Faktor Faktor Yang Berhubungan dengan Pemilihan KB Hormonal Jenis Pil dan Suntik Pada Akseptor KB Hormonal Golongan Usia Resiko Tinggi di Puskesmas Cipageran Cimahi Utara Bulan Juli - Agustus 2010. Stikes Jendral Ahmad Yani Cimahi. Octasari, F. d. (2014). Hubungan Jenis dan Lama Penggunaan Alat Kontrasepsi Hormonal Terhadap Gangguan Menstruasi Pada Ibu PUS di Kelurahan Binjai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2014. FKM Universitas Sumatera Utara. Pamuji, E. S. (2008). Associiotion Between Bleeding Pattern And Estradiol Level of Depot Medroxy Progesteron Actate Users. Obstetri dan Ginekologi FK UGM. RSUP Dr. Satdjito, Yogyakarta: Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 24 No. 2. Prawirohardjo, .. d. (2011). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto. Puslitbang. (2013). Pemantauan Pasangan Usia Subur Melalui Mini Survei Indonesia. BKKBN. Ramadhan. (2008). Kontrasepsi Suntik. Pro Health, For Better Life. Forum diskusi dan Sharing Masalah Kesehatan: https://forbetterhealth.wordpress.com/2008/11/19/kontrasepsi-suntik/ diakses pada 14 September 2015. Rini, A. E. (2011). KB dalam Epistemologi Islam. Yogyakarta, UIN Sunan Kalijaga: http://arrereebocil.blogspot.co.id/2013/01/kb-dalam-epistemologikeilmuan-islam.html diakses pada 26 September 2015. Riskesdas. (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013 .
108
Riskesdas. (2010). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2010. Rochjati, P. (2003). Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya . Saifuddin, A. B. (2006). Buku Pnaduan Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sambosir, O. B. (2009). Analisis Lanjut SDKI 2007. Pengetahuan Sikap dan Perilaku Ber-KB Pasangan Usia Subur Muda Di Indonesia. SDKI. (2007). Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) 2009 . ______. (2012). Laporan Pendahuluan Badan Pusat Statistik Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan . ______. (2012). Measure DHS (Demografi Health Survei). Shihab, M. Q. (1999). Tafsir Al-Mishbahi Pesan, Kesan dan Keserasian AlQur'an. Cairo. Sinclair, C. (2009). Buku Saku Kebidanan. Jakarta: EGC. Siswosuharjo, S. d. (2010). Panduan Super Lengkap Hamil Sehat. Semarang. Sriwahyuni, E. d. (2012). Hubungan Antara Jenis dan Lama Pemakaian Alat Kontrasepsi Hormonal dengan Peningkatan Berat Badan Akseptor. The Indonesian Journal of Publich Health. Departemen Epidemiologi Kesehatan Masyarakat Universitas Eirlangga. Stright, B. R. (2004). Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir Ed. 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC . Sumini, Y. T. (2009). Konstribusi Pemakaian Alat Kontrasepsi Terhadap Fertilitas. Analisis Lanjut SDKI 2007 . Syafrudin, d. H. (2009). Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC.
109
Syahlani, A. d. (2013). Hubungan Pengetahuan Kontrasepsi Hormonal dan Pengetahuan Ibu terhadap Perawatan Organ Reproduksi dengan Kejadian Keputihan Di Wilayah Kekauman Banjarmasin. Dinamika Kesehatan Vol. 12 No. 12 Desember 2013. Tambayong, J. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Welch, C. (2011). Balance Your Hormones, Balance Your Life. Cambridge : Da Capo Press . Widiyawati. S., d. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) di Wilayah Kerja Puskesmas Batuah Kutai Kartanegara. Jurnal Promosi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Winarni, E. d. (2000). Hasil Penelitian faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian IUD . Zannah, I. R. (2011). Gambaran Keluhan-Keluhan Akibat Penggunaan Alat Kontrasepsi IUD pada Akseptor IUD di Wilayah kerja Puskesmas Sukajadi Kota Bandung. Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung .
110