ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC (HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL) PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11 FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, TAHUN 2013 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat SKRIPSI
OLEH : MUHAMMAD FIL SOCRATES 109101000012 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434H/ 2013 M
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDIKESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, September 2013 Muhammad Fil Socrates, NIM: 109101000012 Analisis Risiko Keselamatan Kerja Dengan Metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) Pada Alat Suspension Preheater Bagian Produksi Di Plant 6 dan 11 Field Citeureup PT. Indocement Tunggal Prakarsa,Tahun 2013 xvii + 232 halaman, 24 tabel, 10 lampiran ABSTRAK HIRARC merupakan salah satu cara mengidentifikasi potensi bahaya yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Langkah-langkahnya dimulai dengan cara mengidentifikasi bahaya, lalu menilai risikonya dan melakukan pengendalian. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk terletak di jalan Mayor Oking Jaya Atmaja kecamatan Citeureup, Bogor Jawa Barat. Barang hasil produksi yang dihasilkan berupa semen dengan salah satu proses produksinya adalah dengan alat pemanasan awal atau suspension preheater (SP). Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti HIRARC yang dimiliki PT Indocement. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu observasi lapangan, telaah dokumen, dan wawancara mendalam. Analisis data dimulai dengan menghitung nilai risiko dengan bentuk skor. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat 19 jenis pekerjaan di SP yang memiliki sumber bahaya berbeda-beda dan dibandingkan dengan 11 jenis pekerjaan di Indocement. Dari segi keselamatan PT Indocement masih memiliki beberapa kekurangan khususnya keselamatan pada perlengkapan APD dan menganalisis HIRARC yang telah dibuat. Saran dari penelitian ini adalah agar perusahaan mau meningkatkan keselamatan pada setiap pekerjaan di SP untuk mengurangi unsafe action dan unsafe condition. Untuk perlengkapan APD seharusnya dapat disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang dilakukan karena masih terdapat ketidak sesuaian dalam memakai APD atau masih belum memakainya. . Daftar bacaan : 42 (1970-2012) Kata Kunci :Suspension Preheater, HIRARC.
iii
FACULTY MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH MAJOR OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Thesis, September 2013 Muhammad Fil Socrates, NIM :109101000012 Safety Risk Analysis With HIRARC Methods (Hazard Identification, Risk Assessment And Risk Control) To The Suspension Preheater Tools Of Production Section In Plant 6 And 11 Case Study PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Field Citeureup, years 2013. ABSTRACT HIRARC is one way to identify potencial hazard that accompany any type of job. The step begin with hazard identification, risk assessement and risk control. PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk is located at Mayor Oking Jaya Atmaja, Citeureup, Bogor west java. Manufactured goods produced in the form of cement with one of the production process is the beginning of the heating appliance or suspension preheater (SP). For that researchers interested in studying HIRARC owned PT.Indocement. This study is a qualitative research. The technique used in the data collection field observation, document review, and in-depth interviews. Data analysis began by calculating the value of the risk score form. Based of the result, it is known that there are 19 types of jobs in the SP which has a different source of danger and in comparison with the 11 types of jobs in Indocement. In terms of safety, PT Indocement still has some shortcomings particularly in safety equipment and analyze HIRARC PPE that has been made. Suggestions from this study is that companies want to improve the safety of each job in SP to reduce unsafe action and unsafe condition. For PPE items should be tailored to the type of work done because there is still a discrepancy in the use of PPE or still do not wear it. References : 42 (1970-2012) Key words : suspension preheater, HIRARC
iv
CURRICULUM VITAE
PERSONAL IDENTITY Full Name
: MUHAMMAD FIL SOCRATES
Place/Date of Birth
: BOGOR/ NOVEMBER
Sex
: MALE
Religion
: MOSLEM
Address
: Puri Nirwana 1 Blok P No. 02 RT 03/16
1991
Pabuaran, Cibinong-Bogor Post Code
: 16916
Citizenship
: INDONESIAN
Height/ Weight
: 170 cm/ 52 Kg
Phone Number
: 087870774764
Email Address
:
[email protected]
Hobies
: Badminton, Reading history book
vii
FORMAL EDUCATION Year In
2009
Out
2013
Name Of Institute
Location
ISLAMIC STATE
CIPUTAT
Faculty/ Majoring
Result
PUBLIC
UNIVERSITY SYARIF
HEALH/
HIDAYATULLAH
SHE
JAKARTA 2006
2009
SMAN 1 CIBINONG
CIBINONG
-
Graduated
2003
2006
SMPN 1 CIBINONG
CIBINONG
-
Graduated
1997
2003
SDN CIRIUNG 2
CIBINONG
-
Graduated
ORGANIZATION EXPERIENCES Year
Organization/ Events
2013
Apprentice in PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup, Bogor
2013
Apprentice in PT Pertamina Prabumulih, Sumatera Selatan
2012
Participant in occupational safety and health at PT. Pertamina Garut
2012
Participant in analysis of environmental impacts at Bantar Gebang, Bekasi
2012
Participant in HIV/AIDS prevention Training from UNESCO at Ciputat, Banten
2011
Participant in occupational safety and health at PT. Pertamina Balongan, Cirebon
2010
English languange courses in Mahesa Institute Pare, Kediri
2010
English languange courses in Able Pare, Kediri
viii
SEMINAR PARTICIPATION Year
Organization/ Events
2013
Training of Working of Heigh Basic Awareness Indorope, Prabumulih
2012
Participant of Seminar K3 Tanggap Darurat Bencana Banjir Participant of Seminar Profesi Gizi Bongkar Kebiasaan Lama Ganti Dengan Diet Yang Tepat
2012
Participant of Seminar profesi Gizi Sudah sehatkah kantin kita
2012
Participant of Seminar Profesi K3 Lalai Listrik Waspadalah Kebakaran
2011 2011 2011
Participant of Seminar Profesi K3 Angkutan Transportasi Nyaman Tanpa Berdesakan Sampai Tujuan Dengan Aman Participant of Seminar Profesi K3 Sudah Amankah Anda Berkendara Participant of Seminar Profesi Regulasi Keamanan Pangan Minuman Isotonik Di Indonesia
2011
Participant of Workshop Disaster Management
2011
Participant of Seminar Hari Bumi
Year
Organization/ Events
2010
Participant of Seminar Peran Pesantren dalam Pembangunan Nasional
2010 2010 2010 2009 2009
2009
2009
Participant of Seminar Nasional Simposium Perspektif Islam Dalam membangun Karakter Bangsa Pada Era Milenium Kesehatan Participant of Seminar Esensi Shalat Dalam Perspektif keislaman Participant of SeminarNasional Bahaya kanker serviks dan Hubungannya dengan Seks Anda Participant of Seminar Pengembangan Profesi K3 Participant of Seminar Umum “Hilangnya Ayat Dalam Undang-Undang Anti Rokok” Participant of Seminar Nasional Menuju Indonesia Bebas Kaki Gajah dan Sosialisasi Flu Burung Participant of Seminar Gizi Status Gizi Baik, Keturunan Sehat, Keluarga Bahagia
ix
2009
Participant of Seminar Gizi Sudah Sehatkah Dan Idealkah Pola Makan Anda
x
Lembar Persembahan Kulangkahkan Kakiku Menuju Impian Namun Tidak Sendiri … Karena Tangan Ini Selalu Dirangkul Oleh Manusia-Manusia Luar Biasa Yang Selalu Memberiku Dukungan, Doa, dan Harapan Agar Kami Dapat Berhasil Namun Tidak Sendiri … Tapi Selalu Bersama
Skripsi Ini ku Persembahakn Untuk Kedua Orang Tua Tercinta, Adikku Dan Sahabat Kembarku Yang Luar biasa, Serta TemanTeman Sejawat dan Seperjuangan
xi
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT, yang telah menciptakan dunia dan seisinya dengan beraneka ragam dan menjadikan perrbedaan sebagai rahmat-NYA, karena syukur tak pernah henti bagi penulis ucapkan ridhanya akhirnya Penelitian saya yang berjudul “ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC (HAZARD IDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL) PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11 FIELD CITEUREUP
PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA,
TAHUN 2013” telah penulis selesaikan. Shalawat serta salam selalu tak lupa penulis sampaikan kepada Rasullallah Muhammad SAW yang membawa perubahan jaman yang gelap gulita menjadi jaman yang terang benderang. Dalam proses penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, petunjuk dan motivasi dari banyak orang-orang terdekat karena tanpa bantuannya penulis belum tentu bisa menyelesaikannya. Dengan kerendahan hati penulis memberikan rasa hormat dan ucapan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada : 1.
Kedua Orang tua tercinta, Ibuku yang selalu memberikan dukungan berupa doa dan nasihatnya sehingga saya dapat termotivasi untuk terus mengerjakan penelitian ini hingga selesai. Kemudian ayah yang banyak memberikan masukan dan dukungan terlebih beliau memahami isi penelitian yang saya kerjakan.
2.
Adikku Tercinta “Layalia Qodri” yang selalu memberikan semangat agar saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan semaksimal mungkin.
3.
Saudara sanak family ku yang selalu memberikan support dan dukungan agar aku selalu semangat mengerjakan penelitian ini.
4.
Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. M.K Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
xii
5.
Ibu Febriyanti, M.Si. selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.
Bapak Muhammad Farid Hamzen, M.Si. selaku pembimbing Fakultas yang selalu memberikan masukan positif dan membimbing saya hingga skripsi saya dapat berjalan dengan baik dan hasil yang memuaskan.
7.
Ibu Dewi Utami Iriani M.Kes Phd selaku pembimbing Fakultas yang memberikan nasihatnya dengan sangat baik.
8.
Ibu Fase Badriyah, Ph.D selaku dosen penguji yang memberikan motivasi dengan baik agar saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lebih baik.
9.
Bapak dr.Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dosen penguji yang banyak sekali memberikan masukan dan nasihat agar revisian skripsi saya lebih baik lagi.
10. Ibu Nurul Wandasari S.,M.Epid selaku dosen penguji yang banyak sekali memberikan masukan dan nasihat agar revisian skripsi saya lebih baik lagi. 11. Ibu Iting Shofwati ST, MKKK selalu penanggung jawab peminatan K3. 12. Bapak Widi Wibisono selaku pembimbing penelitian di Perusahaan yang tiada hentinya memberikan ilmu-ilmu mengenai safety dengan cukup baik. 13. Ibu Tika selaku pembimbing penelitian di perusahaan yang selalu memberikan masukan positif terutama mengenai perundangan keselamatan kerja. 14. Teman-teman kantor PT Indocement Tunggal Prakarsa atas bantuannya selama ini. 15. Sahabat-sahabat Benkyu (Nia, Denis, VJ, Ubay, Ana, Heni) yang selalu mensupport hingga saat ini dan selalu mendoakan agar kami dapat lulus dengan hasil yang memuaskan. 16. Teman-teman K3 2009 seperjuangan yang selalu kompak dalam menjarkom, menghabiskan waktu luang,berdiskusi kelompok, maupun dalam hal lainnya. 17. Anak-anak pengajian Himatul Ulya atas doa dan dukungannya selama ini. 18. Dan semua rekan yang telah membantu dalam tahap menyusun laporan skripsi saya.
Akhir kata dengan mengucapkan rasa syukur dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, semoga semua amal kebaikan dari semua pihak dibals oleh Allah SWT
xiii
amin dan semoga laporan magang ini dapat menambah keilmuan pengetahuan penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Jakarta, 22 Agustus 2013
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii ABSTRAK ........................................................................................................ iii ABSTRACT ...................................................................................................... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN .................................................................. v LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. vi CURRICULUM VITAE .................................................................................. vii LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................... xi KATA PENGANTAR ...................................................................................... xii DAFTAR ISI .................................................................................................... xv DAFTAR TABEL ............................................................................................ xix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xxi DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xxii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah ..................................................................................... 5 1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 5 1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6 1.4.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 6 1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 6 1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 7 1.5.1 Bagi Peneliti ........................................................................................ 7 1.5.2 Bagi Institusi ....................................................................................... 7
xv
1.5.3 Bagi Perusahaan .................................................................................. 7 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................ 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................................................
9
2.2 Kecelakaan Akibat Kerja ...........................................................................
11
2.2.1 Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja ..................................................
12
2.3 Bahaya .......................................................................................................
16
2.3.1 Jenis Bahaya .....................................................................................
17
2.4 Analisis Risiko ...........................................................................................
18
2.4.1 Pengertian Risiko .............................................................................
18
2.5 Manajemen Risiko ....................................................................................
19
2.5.1 Tujuan Manajemen Risiko ................................................................
19
2.5.2 Manfaat Manajemen Risiko ...............................................................
20
2.6 Perangkat Manajemen Risiko ....................................................................
21
2.7 HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) .........
25
2.7.1 Identifikasi Bahaya ............................................................................
25
2.7.2 Penilaian Risiko ...............................................................................
27
2.7.3 Pengendalian Risiko .........................................................................
29
2.8 Definisi Suspension Preheater ..................................................................
33
2.9 Kerangka Teori ..........................................................................................
41
BAB 3 KERANGKA BERFIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Berfikir .....................................................................................
43
3.2 Definisi Istilah ..........................................................................................
45
xvi
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian .........................................................................................
48
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian .....................................................................
48
4.3 Informan Penelitian ...................................................................................
48
4.4 Instrumen Penelitian .................................................................................
50
4.5 Sumber Data .............................................................................................
51
4.6 Pengumpulan Data .....................................................................................
51
4.7 Keabsahan Data ........................................................................................
53
4.8 Pengolahan Data .......................................................................................
54
4.9 Analisis Data .............................................................................................
55
4.10 Penyajian Data ........................................................................................
55
BAB 5 HASIL 5.1 Gambaran Umum PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ..........................
56
5.1.1 Sejarah PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ..................................
56
5.1.2 Perkembangan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ......................
58
5.1.3 Visi, Misi, Motto dan Logo PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ...
59
5.1.4 Lokasi PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ..................................
60
5.1.5 Struktur Organisasi ...........................................................................
62
5.1.6 Manajemen Perusahaan ....................................................................
64
5.1.7 Produk Semen ..................................................................................
66
5.1.8 Proses Produksi ................................................................................
68
5.2 Alur Kerja Suspension Preheater ..............................................................
76
5.3 SOP Suspension Preheater ........................................................................
78
5.4 Hasil Identifikasi Bahaya Suspension Preheater ........................................
82
5.4.1 Hasil Identifikasi Bahaya SP PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk .
83
xvii
5.4.2 Hasil Identifikasi Bahaya SP dari hasil observasi peneliti .................
94
5.5 Hasil Analisis Penilaian Risiko SP ............................................................ 110 5.5.1 Penilaian Risiko PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ..................... 114 5.5.2 Penilaian Risiko dari hasil observasi peneliti .................................... 117 5.6 Hasil Pengendalian Risiko SP ................................................................... 125 5.6.1 Pengendalian Risiko PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ............. 126 5.6.2 Pengendalian Risiko dari hasil observasi peneliti .............................. 129 5.7 Rekomendasi Pengendalian Risiko ............................................................ 152
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 161 6.2 Pembahasan Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja Dengan Metode HIRARC Pada Pekerjaan Di Suspension Preheater .................................................. 162 6.3 Analisis Perbandingan Milik PT Indocement Dengan Peneliti ................... 211 6.3.1 HIRARC Perusahaan Dengan Peneliti .............................................. 211 6.4 Peraturan Perundang-Undangan dan Standarisasi dari Pemerintah ............. 216 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ............................................................................................... 228 7.2 Saran ......................................................................................................... 231 DAFTAR PUSTAKA LEMBAR OBSERVASI PEDOMAN WAWANCARA
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penilaian Tingkat Kemungkinan (Occurance / O) .............................. 26 Tabel 2.2 Penentuan Tingkat Konsekuensi/ Keparahan (Severity / S) .................. 28 Tabel 2.3 Penentuan Tingkat Risiko ................................................................... 28 Tabel 2.4 Klasifikasi Risiko ............................................................................... 28 Tabel 2.5 Penentuan Tingkat Keberhasilan (Detection / D) ................................. 33 Tabel 4.1 Informan Penelitian ............................................................................ 51 Tabel 5.1 Jam Kerja Normal Untuk Mining dan Packing Departement .............. 65 Tabel 5.2 Jam Kerja Normal Untuk Mining dan Packing Departement ............... 66 Tabel 5.3 Jam Kerja Shift Untuk Bagian Produksi, Pengendalian Mutu, Elektrik Dan Power station dan Paper Bag ....................................................... 66 Tabel 5.4 Jam Kerja untuk Departement Paperbag ............................................. 66 Tabel 5.5 HIRARC PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ................................ 86 Tabel 5.6 Identifikasi Bahaya Pekerjaan Di Alat Suspension Preheater ............. 103 Tabel 5.7 Lembar Observasi Identifikasi Risiko Pada Suspension Preheater ....... 108 Tabel 5.8 Penilaian Tingkat Kemungkinan Dilakukannya Kegiatan ................... 112 Tabel 5.9 Penentuan Tingkat Konsentrasi/Keparahan ......................................... 112 Tabel 5.10 Matriks Risiko WRAC ..................................................................... 113 Tabel 5.11 Penentuan Tingkat Risiko ................................................................. 114 Tabel 5.12 Penilaian Risiko Pada Pekerjaan di SP PT ITP Tbk ........................... 116 Tabel 5.13 Hasil Observasi Penilaian Risiko ...................................................... 119 Tabel 5.14 Lembar Observasi Penilaian Risiko .................................................. 125
xix
Tabel 5.15 Pengendalian Risiko PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk ............. 128 Tabel 5.16 Hasil Pengendalian Risiko SP ........................................................... 131 Tabel 5.17 Lembar Observasi Pengendalian Bahaya ........................................... 140 Tabel 5.18 Rekomendasi pengendalian Risiko ................................................... 143
xx
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Suspension Preheater ..................................................................... 37 Gambar 2.2 Proses Suspension Preheater .......................................................... 38
xxi
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ................................................................................. 42 Bagan 3.1 Kerangka Berfikir ............................................................................. 44
xxii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko terjadinya kecelakaan. Besarnya risiko yang terjadi tergantung dari jenis industri, teknologi serta upaya pengendalian risiko yang dilakukan. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan pada perusahaan. Secara garis besar kejadian kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor, yaitu tindakan manusia yang tidak memenuhi keselamatan kerja (unsafe act) dan keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe condition) (Suma’mur, 1984). Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja dituliskan bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. Begitu juga dengan setiap orang lain yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya. Oleh karena itu, sesuai dengan peraturan yang berlaku setiap perusahaan yang didalamnya terdapat pekerja dan resiko terjadinya bahaya wajib untuk memberikan perlindungan Keselamatan. Seperti yang terjadi bahwa sistem keselamatan kesehatan kerja dapat dikatakan baru akan dilaksanakan setelah proses pendirian suatu pabrik/ unit usaha berjalan, padahal menurut aturan hukum seharusnya dilakukan pada saat
1
2
perencanaan pabrik/ perusahaan tersebut (Pabiban, 2007). Dari data ILO menunjukkan bahwa sebanyak 1.2 juta pekerja meninggal dunia akibat kecelakaan kerja tiap tahun, penyakit akibat kerja (PAK) menimpa 160 juta tenaga kerja pertahun. Kerugian pun mencapai tingkat yang tinggi sebesar 2.4 % dari Gross domestic product (GDP). Data angka kecelakaan di Indonesia pada tahun 2012, terjadi kasus kecelakaan kerja sebesar 4.130 yang mengalami cacat fungsi, 2.722 orang mengalami cacat sebagian, 34 orang harus mengalami cacat total tetap dan 2.218 jiwa meninggal dunia (Jamsostek, 2012). Upaya pencegahan kecelakaan akibat kerja dapat direncanakan, dilakukan dan dipantau dengan melakukan studi karakteristik tentang kecelakaan agar upaya pencegahan dan penananggulanganya dapat dipilih melalui pendekatan yang paling tepat. Analisa tentang kecelakaan dan resikonya dilakukan atas dasar pengenalan atau identifikasi bahaya di lingkungan kerja dan pengukuran bahaya di tempat kerja. Secara garis besar ada empat faktor utama yang mempengaruhi kecelakaan yaitu faktor manusia, alat atau mesin, material dan lingkungan (Suma’mur, 1986). Proses identifikasi bahaya merupakan salah satu bagian dari manajemen resiko. Penilaian resiko merupakan proses untuk menentukan prioritas pengendalian terhadap tingkat resiko kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Proses identifikasi bahaya bisa dimulai berdasarkan kelompok, seperti: kegiatan, lokasi, aturan-aturan, dan fungsi atau proses produksi. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan guna mengidentifikasi bahaya di lingkungan kerja, misalnya melalui inspeksi, informasi mengenai data kecelakaan kerja, penyakit dan absensi, laporan dari tim K3, P2K3,
3
supervisor dan keluhan pekerja, pengetahuan tentang industri, lembar data keselamatan bahan dan lain-lain (Depnaker, 1991). Salah satu sistem manajemen K3 yang berlaku global atau Internasional adalah OHSAS 18001;2007. Menurut OHSAS 18001, manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis perusahaan. Manajemen risiko terbagi atas tiga bagian yaitu Hazard Identification, Risk Assessment dan Risk Control. Biasanya dikenal dengan singkatan HIRARC. Metode ini merupakan bagian dari manajemen risiko dan yang menentukan arah penerapan K3 dalam perusahaan (Ramli, 2010). PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (PT.ITP) adalah perusahaan semen swasta terbesar di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1975 dan memiliki 12 pabrik yang tersebar di 3 kota yakni Bogor, Cirebon dan Kotabaru. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memiliki 6316 jumlah karyawan yang bekerja yang tidak dipungkiri bahwa terdapat bermacam-macam jenis bahaya yang bisa saja terjadi mulai dari proses awal hingga produksi akhir (www.Indocement.co.id). Dilihat dari proses produksinya, PT Indocement Tunggal Prakarsa tidak akan terlepas dari risiko timbulnya kecelakaan akibat kerja. Dengan jumlah karyawan mencapai angka 3000 karyawan, risiko terjadinya kecelakaan kerja dapat terjadi sewaktu-waktu ketika pekerja melakukan pekerjaannya. Data angka kecelakaan kerja pada tahun 2010 hingga tahun 2012 di pabrik PT Indocement Tunggal Prakarsa Citeureup adalah berjumlah 86 orang pada tahun 2010 dengan jumlah karyawan 3145 orang, kemudian mengalami penurunan di tahun 2011 yakni 76 orang dengan
4
jumlah karyawan 3074orang. Namun kembali mengalami kenaikan di tahun 2012 adalah 86 orang dengan jumlah karyawan 3090 orang (HSE Indocement, 2013). Dari data angka kecelakaan yang terjadi dari tahun 2010-2012 menunjukkan masih adanya kecelakaan kerja yang terjadi di areal pabrik tersebut dengan 20 divisi yang tersebar di area pabrik terdapat angka yang paling besar mengalami kecelakaan yakni pada plant 6/11 berjumlah 15 orang. Riwayat kejadian kecelakaan di Plant 6 dan 11 menunjukkan fluktuasi jumlah kecelakaan kerja yang tertinggi dari divisi lainnya. Kemudian setelah melihat temuan data pada plant 6 dan 11 dalam produksi semen, kegiatan proses kerja yang mempunyai risiko paling tinggi atau high risk di bagian suspension preheater. Hasil ini didapatkan dari hasil temuan investigasi di plant 6/11 dalam kurun waktu 3 tahun terakhir yang didapatkan dari data HSE pusat. Pada proses ini mesin akan mengeluarkan panas yang cukup tinggi dan pada proses ini semen mengalami pemanasan awal dengan suhu diatas 3000 derajat celcius. Hal itu mengindikasikan adanya risiko keselamatan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan plant atau divisi lainnya. Untuk itu diperlukan analisis risiko keselamatan kerja untuk mengetahui tingkat risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 dengan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Indocement Tunggal Prakarsa, field Citeureup tahun 2013.
5
1.2 Perumusan Masalah Perusahaan atau industri memerlukan proses yang baik di semua kegiatan dalam mencapai tujuan yang efektif dan efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja dan menekan angka kecelakaan kerja. Walaupun telah dibuatkannya sistem HIRARC dalam mengidentifikasi bahaya dan risiko sebagai acuan dalam mengevaluasi permasalahan kecelakaan yang ada, kemudian peraturan dan prosedur kerja yang baik serta penyediaan alat pelindung diri (APD), akan tetatpi kecelakaan kerja masih terjadi lebih tinggi dibandingkan plant atau divisi lainnya yakni di plant 6/11 PT Indocement Tunggal Prakarsa tahun 2013. Hal ini merupakan alasan bagi peneliti untuk menjadikan masalah kecelakaan kerja bagi pekerja untuk di analisis melalui suatu penelitian dengan menggunakan metode HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control)
1.3 Pertanyaan penelitian 1. Bagaimana risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ? 2. Bagaimana pelaksanaan identifikasi bahaya pada alat suspension preheater preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ? 3. Bagaimana pelaksanaan menganalisis risiko pada alat suspension preheater preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ?
6
4. Bagaimana pelaksanaan pengendalian risiko pada alat suspension preheater preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013 ? 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Diketahuinya tingkat risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 dengan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) di PT Indocement Tunggal Prakarsa, Citeureup tahun 2013. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Diketahuinya risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2. Diketahuinya pelaksanaan identifikasi bahaya pada alat suspension preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013. 3. Diketahuinya pelaksanaan analisis risiko pada alat suspension preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013. 4. Diketahuinya pelaksanaan pengendalian risiko pada alat suspension preheater bagian produksi plant 6/11 field Citeureup PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada tahun 2013.
7
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti Memberikan manfaat bagi peneliti untuk memperdalam pengetahuan, wawasan serta kemampuan untuk mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan kerja. Terutama mengenai analisis risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater dengan metode HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) 1.5.2 Bagi Institusi Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan bagi civitas akademik prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Terutama mengenai analisis risiko keselamatan kerja pada alat suspension preheater preheater dengan metode HIRARC ( Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) 1.5.3 Bagi Perusahaan Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dan rekomendasi kepada perusahaan dan mitra kerja sebagai bahan pertimbangan atau masukan tentang potensi bahaya yang terdapat di pekerjaan bagian produksi pada alat suspension preheater.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta karena ingin menganalisis risiko yang ada di plant 6/11 bagian produksi pada alat suspension
8
preheater. Penelitian ini dilakukan di PT Indocement Tunggal Prakarsa Citeureup, Jawa Barat pada bulan Mei-Juli tahun 2013 karena dari data kecelakaan menunjukkan adanya risiko yang berbahaya pada pekerjaan di bagian tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan sasaran pekerja yang melakukan produksi menggunakan alat suspension preheater di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Citeureup. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder, data sekunder dengan telaah dokumen yang terdapat di bagian SHE (Safety Health and Environment) dari pusat dan data dari plant 6/11. Data primer dilakukan dengan cara wawancara kepada pekerja, pekerja maintenance dan pekerja SHE plant 6/11.
9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut ILO/WHO (1998) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu promosi, perlindungan dan peningkatan derajat kesehatan yang setinggitingginya mencakup aspek fisik, mental, dan sosial untuk kesejahteraan seluruh pekerja di semua tempat kerja. Pelaksanaan K3 merupakan salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat nmeningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Sedangkan menurut Suma’mur (1988) keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan dari keselamatan itu sendiri adalah sebagai berikut : (Suma’mur, 1981) 1. Melindungi tenaga kerja atas hak dan keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. 2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
9
10
3. Menjamin agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Kecelakaan kerja dapat menimbulkan kerugian langsung dan juga dapat menimbulkan kerugian tidak langsung yaitu kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi, kerusakan pada lingkungan kerja. Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan, cacat, dan kematian sebagai akibat kecelakaan kerja. Adapun syarat-syarat keselamatan kerja yang di atur dalam Undang-Undang keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat untuk (Undang-Undang K3 pasal 3 ayat 1, tahun 1970) : a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan; b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan; d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya; e. Memberi pertolongan pada kecelakaan; f. Member alat-alat perlindungan diri kepada pekerja; g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembapan, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca,sinar atau radiasi, suara dan getaran; h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physic maupun psikis. Peracunan, infeksi dan penularan; i.
Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
11
j.
Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; l.
Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman dan barang; o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang; q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. 2.2 Kecelakaan Akibat Kerja Menurut Suma’mur (1995), definisi kecelakaan adalah kejadian tidak terduga dan tidak diharapkan. Dikatakan tidak terduga karena dibelakang peristiwa yang terjadi tidak terdapat unsur kesengajaan atau unsur perencanaan, sedangkan tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian materil ataupun menimbulkan penderitaan dari skala paling ringan sampai skala paling berat. Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja atau sedang melakukan pekerjaan di suatu t empat kerja. Ruang lingkup kecelakaan akibat kerja terkadang diperluas meliputi kecelakaan tenaga kerja yang terjadi saat perjalanan ke dan dari tempat kerja.
12
Menurut Bird and Germain (1990) kecelakaan kerja adalah kejadian tidak diharapkan yang mengakibatkan kesakitan (cedera atau korban jiwa) pada orang, kerusakan pada properti dan kerugian dalam proses yang terjadi saat pekerjaan dilakukan. Kecelakaan kerja biasanya terjadi karena adanya kontak dengan bahan atau sumber energi (bahan kimia, suhu tinggi, kebisingan, mesin, listrik, dan lainlain) di atas nilai ambang batas kemampuan tubuh manusia untuk.dapat menerimanya, yang kemungkinan dapat menyebabkan terpotong, terbakar, luka lecet, patah tulang, dan terjadi ganguan fungsi fisiologis alat tubuh. 2.2.1 Penyebab Kecelakaan Akibat Kerja Kecelakaan akibat kerja terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sekejap mata. Bennett (1991) mengemukakan bahwa di dalam setiap kejadian kecelakaan kerja, empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai, yakni a) faktor lingkungan, b) faktor bahaya, c) faktor peralatan dan perlengkapan, dan d) faktor manusia. Cara penggolongan sebab-sebab kecelakaan di berbagai negara tidak sama. Namun ada kesamaan umum, yaitu kecelakaan disebabkan oleh dua golongan penyebab, antara lain (Suma’mur, 1981) : 1. Tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts) 2. Keadaan-keadaan lingkungan yang tidak aman (unsafe conditions) A. Faktor Manusia -Umur Umur mempunyai pengaruh yang penting terhadap kejadian kecelakaan akibat kerja. Golongan umur tua mempunyai kecenderungan yang lebih tinggi untuk
13
mengalami kecelakaan akibat kerja dibandingkan dengan golongan umur muda karena umur muda mempunyai reaksi dan kegesitan yang lebih tinggi (Menurut Hunter dalam Hernawati, 2008). Namun umur muda pun sering pula mengalami kasus kecelakaan akibat kerja, hal ini mungkin karena kecerobohan dan sikap suka tergea-gesa (Tresnaningsih, 1991). Dari hasil penelitian di Amerika Serikat diungkapkan bahwa pekerja muda usia lebih banyak mengalami kecelakaan dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Pekerja muda usia biasanya kurang berpengalaman dalam pekerjaanya (ILO, 1989). -Jenis Kelamin Tingkat kecelakaan akibat kerja pada perempuan akan lebih tinggi daripada pada laki-laki. Perbedaan kekuatan fisik antara perempuan dengan kekuatan fisik laki-laki adalah 65%. Secara umum, kapasitas kerja perempuan rata-rata sekitar 30% lebih rendah daripada laki-laki. Tugas yang berkaitan dengan gerak berpindah, laki laki mempunyai waktu reaksi lebih cepat daripada perempuan, baik pergerakan kaki, tangan, dan lengan (www.depkes.go.id). -Pengalaman kerja Semakin banyak pengalaman kerja dari seseorang, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan kerja bertambah baik sesuai dengan usia, masa kerja atau lamanya bekerja di tempat yang bersangkutan. Pengalaman kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Berdasarkan berbagai penelitian dengan meningginya pengalaman dan keterampilan akan disertai dengan
14
penurunan angka kecelakaan akibat kerja. Kewaspadaan terhadap kecelakaan akibat kerja bertambah baik sejalan dengan pertambahan usia dan lamanya kerja di tempat kerja yang bersangkutan (Suma’mur 1989). Tenaga kerja baru biasanya belum mengetahui secara mendalam seluk-beluk pekerjaannya. Penelitian dengan studi restropektif di Hongkong dengan 383 kasus membuktikan bahwa kecelakaan akibat kerja karena mesin terutama terjadi pada buruh yang mempunyai pengalaman kerja di bawah 1 tahun (Menurut Ong, Sg, dalam Agusliadi 1982). -Tingkat pendidikan Pendidikan sesorang berpengaruh dalam pola pikir sesorang dalam menghadapi pekerjaan yang dipercayakan kepadanya, selain itu pendidikan juga akan mempengaruhi tingkat penyerapan terhadap pelatihan yang diberikan dalam rangka melaksanakan pekerjaan dan keselamatan kerja. Hubungan tingkat pendidikan dengan lapangan yang tersedia bahwa pekerja dengan itngkat pendidikan rendah, seperti Sekolah Dasar atau bahkan tidak pernah bersekolah akan bekerja di lapangan yang mengandalkan fisik. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja karena beban fisik yang berat dapat mengakibatkan kelelahan yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan akibat kerja. Pendidikan adalah pendidikan formal yang diperoleh disekolah dan ini sangat berpengaruh terhadap perilaku pekerja. Namun disamping pendidikan formal, pendidikan non formal seperti penyuluhan dan pelatihan juga dapat berpengaruh terhadap pekerja dalam pekerjaannya (Menurut Achmadi dalam Agusliadi 1990).
15
-Kelelahan Kelelahan dapat menimbulkan kecelakaan kerja pada suatu industri. Kelelahan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Kelelahan ini ditandai dengan adanya penurunan fungsifungsi kesadaran otak dan perubahan pada organ di luar kesadaran. Kelelahan disebabkan oleh berbagai hal, antara lain kurang istirahat, terlalu lama bekerja, pekerjaan rutin tanpa variasi, lingkungan kerja yang buruk, serta adanya konflik (Silalahi, 1991). B. Faktor Lingkungan -Lokasi/Tempat kerja Tempat kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi suatu usaha, dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di tempat itu (Silalahi, 1991). Disain dari lokasi kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan kecelakaan kerja. Tempat kerja yang baik apabila lingkungan kerja aman dan sehat. -Peralatan/perlengkapan Proses produksi adalah bagian dari perencanaan produksi. Langkah penting dalam perencanaan adalah memilih peralatan dan perlengkapan yang efektif sesuai dengan apa yang diproduksinya. Pada dasarnya peralatan/perlengkapan mempunyai bagian-bagian kritis yang dapat menimbulkan keadaan bahaya, yaitu (Silalahi, 1991): 1. bagian-bagian fungsional 2. bagian-bagian operasional
16
Bagian-bagian mesin yang berbahaya harus ditiadakan dengan jalan mengubah konstruksi, memberi alat perlindungan. Peralatan dan perlengkapan yang dominan menyebabkan kecelakaan kerja, antara lain : 1. peralatan/perlengkapan yang menimbulkan kebisingan 2. peralatan/perlengkapan dengan penerangan yang tidak efektif 3. peralatan/perlengkapan dengan temperatur tinggi ataupun terlalu rendah 4. peralatan/perlengkapan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya 5. peralatan/perlengkapan dengan efek radiasi yang tinggi 6. peralatan/perlengkapan yang tidak dilengkapi dengan pelindung, dll. -Shift Kerja Menurut National Occupational Health and Safety Commitee, shift kerja adalah bekerja diluar jam kerja normal, dari Senin sampai Jumat termasuk hari libur dan bekerja dimulai dari jam 07.00 sampai dengan jam 19.00 atau lebih. Shif kerja malam biasanya lebih banyak menimbulkan kecelakaan kerja dibandingkan dengan shift kerja siang, tetapi shif kerja pagi-siang tidak menutup kemungkinan dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja. 2.3 Bahaya Bahaya adalah segala sesuatu termasuk situasi atau tindakan yang berpotesi menimbulkan kecelakaan atau cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Karena hadirnya bahaya maka diperlukan upaya pengendalian agar bahaya tersebut tidak menimbulkan akibat yang merugikan (Ramli, 2010). Bahaya merupakan sifat yang melekat dan menjadi bagian dari suatu zat, sistem, kondisi atau peralatan. Misalkan api, secara alamiah mengandung sifat panas
17
yang bila mengenai benda atau tubuh manusia dapat menimbulkan kerusakan atau cidera. 2.3.1 Jenis Bahaya Ditempat umum banyak terdapat sumber bahaya seperti perkantoran, tempat rekreasi, mal, jalan raya, sarana olahraga dan lain-lain. Di tempat kerja juga banyak jenis bahaya seperti di pertambangan, pabrik kimia, kilang minyak, pengecoran logam dan lainnya. Kita tidak dapat mencegah kecelakaan jika tidak dapat mengenal bahaya dengan baik dan seksama. Jenis bahaya dapat diklasifikasiakan antara lain (Ramli, 2010) : a) Bahaya Mekanis Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempa, pengaduk dan lain-lain. b) Bahaya Listrik Adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan arus pendek. Dilingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik.
18
c) Bahaya Kimiawi Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahan kimiawi. d) Bahaya Fisik. Bahaya yang berasal dari faktor fisik diantaranya : karena getaran, tekanan, gas, kebisingan, suhu panas atau dingin, cahaya penerangan, radiasi dari bahan radioaktif 2.4 Analisis Risiko 2.4.1 Pengertian Risiko Menurut OHSAS 18001, risiko adalah kombinasi dari kemungkinan terjadinya kejadian berbahaya atau paparan dengan keparahan dari cidera atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut. Sedangkan manajemen risiko adalah suatu proses untuk mengelola risiko yang ada dalam setiap kegiatan (Ramli, 2010). Risiko adalah manifestasi atau perwujudan potensi bahaya (hazard event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian menjadi lebih besar. Tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ke tahap yang paling berat atau tinggi. Melalui analisis dan evaluasi semua potensi bahaya dan risiko, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya ( Sugandi, 2003). Risiko diukur dalam kaitannya dengan kecenderungan terjadinya suatu kejadian dan konsekkuensi atau akibat yang dapat ditimbulkannya. Dari definisi
19
tersebut maka diperoleh pengertian bahwa suatu risiko diperhitungkan menurut kemungkinan terjadinya suatu kejadian serta konsekuensi yang ditimbulkan. Tidak selamanya risiko diartikan sebagai sesuatu yang negatif. Contohnya adalah seseorang harus berani mengambil risiko untuk melakukan suatu perubahan. 2.5 Manajemen Risiko Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik (Ramli, 2010). Namun sebagaimana dikemukakan Webb (1994) manajemen risiko adalah “suatu kegiatan yang dilakukan untuk menanggapi risiko yang telah diketahui (melalui rencana analisa risiko atau bentuk observasi lain) untuk meminimalisasi konsekuensi buruk yang mungkin muncul”. Untuk itu risiko harus didefinisikan dalam bentuk suatu rencana atau prosedur yang reaktif. Kerzner (2001) mengemukakan pengertian manajemen risiko sebagai semua rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan risiko, dimana didalamnya termasuk perencanaan (planning),
penilaian
(assesment)
(identifikasi
dan
dianalisa),
penanganan
(handling), dan pemantauan (monitoring) risiko. 2.5.1 Tujuan Manajemen Risiko Tujuan manajemen risiko menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 (1999), yaitu : 1. Membantu meminimalisasi meluasnya efek yang tidak diinginkan terjadi. 2. Memaksimalkan pencapaian tujuan organisasi dengan meminimalkan kerugian.
20
3. Melaksanakan program manajemen secara efisien sehingga memberikan keuntungan bukan kerugian. 4. Melakukan peningkatan pengambilan keputusan pada semua level. 5. Menyusun program yang tepat untuk meminimalisasi kerugian pada saat terjadi kegagalan. 6. Menciptakan manajemen yang bersifat proaktif bukan bersifat reaktif. 2.5.2 Manfaat Manajemen Risiko Manajemen risiko sangat penting bagi keberlangsungan suatu usaha atau kegiatan dan merupakan alat untuk melindungi perusahaan dari setiap kemungkinan yang merugikan.Manajemen tidak cukup melakukan langkah-langkah pengamanan yang memadai sehingga peluang terjadinya bencana semakin besar. Dengan melaksanakan
manajemen
risiko
diperoleh
berbagai
manfaat
antara
lain
(Ramli,2010) : •
Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap kegiatan yang mengandung bahaya.
•
Menekan biaya untuk penanggualangan kejadian yang tidak diinginkan.
•
Menimbulkan
rasa
aman
dikalangan
pemegang
saham
mengenai
kelangsungan dan keamanan investasinya. •
Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi setiap unsur dalam organisasi/ perusahaan.
•
Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku.
21
2.6 Perangkat Manajemen Risiko Untuk membantu pelaksanaan manajemen risiko khususnya untuk melakukan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendaliannya diperlukan metoda atau perangkat. Khusus untuk risiko K3, ada beberapa metoda yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi bahaya diantaranya : 1. Preliminary Hazard Analysis (PHA) Preliminary Hazard Analysis adalah suatu metode yang dilakukan sebagai analisis awal (Budiono, 2003). Preliminary Hazard Analysis dilakukan jika tidak ada suatu informasi mengenai sistem (Colling, 1990). PHA dilakukan pada kegiatan identifikasi bahaya pada tahap awal (pra desain) untuk memberikan rekomendasi tahapan pekerjaan desain final. Hasil PHA adalah berupa daftar sumber bahaya dan risiko yang berhubungan dengan detail desain lengkap dengan rekomendasi kepada perencanaan dalam upaya menghindari dan mengendalikan sumber bahaya dan risiko yang akan terjadi Data yang diperlukan dalam PHA kriteria desain tempat kerja spesifikasi peralatan dan instalasi dan spesifikasi bahan maupun produk 2. Hazard and Operability Study (HAZOPS) Merupakan suatu Identifikasi penyimpangan/deviasi yang terjadi pada pengoperasian suatu instalasi industri dan kegagalan operasinya yang menimbulkan keadaan tidak terkendali. Metode ini dilakukan oleh kelompok para ahli dari multi disiplin ilmu dan dipimpin oleh spesials keselamatan kerja yang berpengalaman atau oleh konsultan pelatihan khusus. HAZOPS bertujuan untuk meninjau suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara seistematis, untuk menentukan apakah proses penyimpangan dapat
22
mendorong kearah kejadian atau kecelakaan yang tidak diinginkan. Biasanya metode ini dipakai pada insudtri proses seperti industri kimia, petrokimia dan kilang minyak (Ramli,2010). 3. Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Menurut Cooling (1990) FMEA adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis sistem yang berhubungan dengan engineering yang mungkin mengalami kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan. FMEA secara sistematis menilai komponen dari suatu sistem tentang bagaimana sistem dapat gagal, lalu mengevaluasi efek dari kegagalan tersebut, tingkat bahaya yang dihasilkan dari kegagalan, dan bagaimana kegagalan tersebut dicegah atau dikurangi.FMEA merupakan kajian bahaya yang sistematis, terstruktur dan komprehensif. Proses dasar dari FMEA adalah dengan membeuat daftar semua bagian dari sistem dan kemudian analisa apa saja dampak jika sistem tersebut gagal berfungsi. Kemudian dilakukan evaluasi dengan menetapkan konsekuensinya. FMEA adalah tabulasi dari sistem, peralatan pabrik, dan pola kegagalannya serta efeknya terhadap operasi. FMEA adalah uraian mengenai bagaimana suatu peralatan dapat mengalami kegagalan. Kegagalan suatu peralatan dapat beragam, misalnya membuka yang seharusnya tertutup, mati, bocor dan lainnya. Dampak dari kegagalan peralatan ini dapat berupa respon dari sistem atau kecelakaan. 4. Job Safety Analysis (JSA) Merupakan teknik analisis untuk mengkaji langkah-langkah suatu kegiatan dan mengidentifikasikan sumber bahaya yang ada dari tiap langkah-langkah tersebut serta merencanakan tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko.
23
Identifikasi bahaya dengan menggunakan JSA menurut Diberardinis (1999) dapat menghasilkan analisa yang baik. 5. What if Pemeriksaan yang dilakukan dari proses atau operasi yang dilakukan oleh sekelompok individu yang berpengalaman sehingga dapat mengajukan pertanyaan atau menyumbang suara tentang peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan (proses brainstorming).
Analisis
what-if mendorong
pemeriksa
untuk
memikirkan
pertanyaan yang dimulai dengan "bagaimana jika" (“what if”) untuk mengidentifikasi kejadian kecelakaan yang mungkin terjadi, konsekuensinya, dan tingkat keselamatan yang ada, sehingga dapat menyarankan alternatif untuk pengurangan risiko. Teknik ini memberikan kebebasan yang luas kepada peserta dalam berpikir dan memberikan pendapatnya, sehingga terkesan kurang terstruktur. Karena itu, pihak yang mengkritik teknik ini menilai teknik ini terlalu luas dan tidak fokus sehingga sulit mendapatkan hasil yang lebih rinci lagi. Namun teknik ini lebih baik digunakan kepada mereka yang kurang memahami teknik identifikasi bahaya, namun memiliki spectrum pangalaman, bidang spesialisasi dan pengetahuan yang luas. 6. Brainstorming Sumber informasi tentang bahaya dapat diperoleh dari semua pihak. Semakin banyak sumber informasi yang digunakan akan semakin luas, dalam dan rinci informasi yang diperoleh. Karena itu, salah satu teknik sederhana untuk mengidentifikasi bahaya adalah dengan teknik “brainstorming”. Melalui diskusi dan pertemuan
berbagai
pihak
dan
individu
yang
berbeda
dapat
dilakukan
24
“brainstorming” untuk menggali potensi bahaya yang ada, atau diketahui oleh masing-masing anggota kelompok. 7. Fault Tree Analysis FTA atau pohon kegagalan dikembangkan pertama kali pada tahun 1961 oleh US Army ketika merancang peluru kendali. FTA menggunakan metoda analisis yang bersifat deduktif. Dimulai dengan menetapkan kejadian puncak (top event) yang mungkin terjadi dalam sistem atau proses, misalnya kebakaran atau ledakan. Selanjutnya semua kejadia yang dapat menimbulkan akibat dari kejadian puncak tersebut diidentifikasi dalam bentuk pohon logika ke bawah. 8. Task Risk Assessment Sebelum suatu kegiatan dimulai perlu dilakukan kajian analisa risiko untuk mengetahui apa saja dan besarnya potensi bahaya yang timbul selama kegiatan berlangsung. Untuk itu dilakukan Task Risk Assessment (TRA). 9. Check list / Daftar Periksa Metoda lain untuk mengidentifikasi bahaya adalah menggunakan daftar periksa. Metoda ini sangat mudah dan sederhana yaitu dengan membuat daftar periksa pemeriksaan di tempat kerja. Pemeriksaan bahaya dilakukan oleh mereka yang mengenal dengan baik kondisi lingkungan kerjanya. Semakin dalam pemahamannya, semakin rinci identifikasi bahaya yang dapat dilakukan.Karena itu pengembangan daftar periksa perlu melibatkan para pekerja setempat. 10. HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) merupakan serangkaian proses mengidentifikasi bahaya yang dapat terjadi dalam
25
aktifitas rutin ataupun non rutin diperusahaan, kemudian melakukan penilaian risiko dari bahaya tersebut lalu membuat program pengendalian bahaya tersebut agar dapat dimini malisir tingkat risikonya ke yang lebih rendah dengan tujuan mencegah terjadi kecelakaan. Implementasi K3 dimulai dengan perencanaan yang baik diantaranya, identifikasi bahaya, peniliaian dan pengendalian risiko yang merupakan bagian dari manajemen risiko. HIRARC inilah yang menentukan arah penerapan K3 dalam perusahaan. 2.7 HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) HIRARC dimulai dari menentukan jenis kegiatan kerja yang kemudian diidentifikasikan sumber bahaya nya sehingga didapatkan risikonya. Kemudian akan dilakukan penilaian risiko dan pengendalian risiko untuk mengurangi paparan bahaya yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. 2.7.1 Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi risiko merupakan landasan dari manajemen risiko.tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik. Menurut Stuart Hawthron cara sederhana adalah dengan melakukan pengamatan. Melalui pengamatan maka kita sebenarnya telah melakukan suatu identifkasi bahaya. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari program pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat
26
ditentukan sehingga upaya pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan (Ramli, 2010). Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain: a) Mengurangi Peluang Kecelakaan. Identifikasi bahaya dapat mengurangi peluang terjadinya kecelakaan, karena identifikasi bahaya berkaitan dengan faktor penyebab kecelakaan. b) Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi bahaya dari aktivitas perusahaan sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam menjalankan operasi perusahaan. c) Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan mengenal bahaya yang ada, manajemen dapat menentukan skala prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga diharapkan hasilnya akan lebih efektif. d) Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan. Dengan demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko suatu usaha yang akan dilakukan. Tabel 2.1 Penilaian Tingkat Kemungkinan (Occurance / O)
Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
27
Tahap awal proses HIRARC pada PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah dengan Mengidentifikasi semua kegiatan baik yang rutin maupun tidak rutin (abnormal) di unit kerja, atau kegiatan yang dapat menyebabkan keadaan darurat. kemudian mengidentifikasi sumber bahaya yang berhubungan dengan kergiatan yang diidentifikasi. 2.7.2 Penilaian Risiko Setelah semua risiko dapat teridentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui analisa dan evaluasi risiko.Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkannya. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakuakan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan. Hasil analisa risiko dievaluasi dan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan atau standard dan norma yang berlaku untuk menentukan apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak. Jika risiko dinilai tidak dapat diterima, harus dikelola atau ditangani dengan baik. Penilaian risiko (Risk Assessment) mencakup dua tahapan proses yaitu menganalisa risiko (Risk Analysis) dan mengevaluasi risiko (Risk Evaluation). Kedua tahapan ini sangat penting karena akan menentukan langkah dan strategi pengendalian risiko.
28
Tabel 2.2 Penentuan Tingkat Konsekuensi/ Keparahan (Severity / S)
Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Tabel 2.3 Penentuan Tingkat Risiko
Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Menilai tingkat risiko dari kegiatan yang diidentifikasi dalam hubungannya dengan tingkat kemungkinan dan tingkat keparahan pada Tabel risiko WRAC (WRAC = workplace risk assessment and control atau kontrol dan penilaian risiko tempat kerja). Tabel 2.4 Klasifikasi Risiko
Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
29
Setelah menentukan tingkat risiko suatu pekerjaan, tahap selanjutnya adalah dengan mengklasifikasikan risiko yang ada mulai dari tingkatan paling rendah hingga ke tingkat yang tinggi dimana tingkat pengendalian pekerjaannya dapat disesuaikan dengan pengendalian risiko yang ada. 2.7.3 Pengendalian Risiko Kendali (kontrol) terhadap bahaya dilingkungan kerja adalah tindakantindakan yang diambil untuk meminimalisir atau mengeliminasi risiko kecelakaan kerja melalui eliminasi, subsitusi, engineering control, warning system,administrative control, alat pelindung diri. 1. Eliminasi Hirarki teratas adalah eliminasi dimana bahaya yang ada harus dihilangkan pada saat proses pembuatan/ desain dibuat. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain.Penghilangan bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan perilaku pekerja dalam menghindari risiko, namun demikian penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.Missal : bahaya jatuh, bahaya ergonomi, bahaya confined space, bahaya bising, bahaya kimia. Semua ini harus dieliminasikan jika berpotensi berbahaya 2. Subsitusi Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian ini akan menurunkan bahaya dan risiko melalui sistem
30
ulang maupun desain ulang. Missal : sistem otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah. 3. Engineering control Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan. 4. Warning System Pengendalian bahaya yang dilakukan dengan memberikan peringatan, intruksi, tanda, label yang akan membuat orang waspada akan adanya bahaya dilokasi tersebut. Sangatlah penting bagi semua orang mengetahui dan memperhatikan tanda-tanda peringatan yang ada dilokasi kerja sehingga mereka dapat mengantisipasi adanya bahaya yang akan memberikan dampak kepadanya. Aplikasi didunia industry untuk pengendalian jenis ini antara lain berupa alrm system , detektor asap, tanda peringatan. 5. Administrative control Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja, seperti rotasi kerja, pelatihan, pengembangan standar kerja (SOP), shift kerja, dan housekeeping.
6. Alat Pelindung Diri
31
Alat pelindung diri dirancang untuk melindungi diri dari bahaya dilingkungan kerja serta zat pencemar, agar tetap selalu aman dan sehat. Adapun langkahlangkah keselamtan APD : a. Selalu Gunakan APD b. Bicarakanlah, apabila peralatan pelindung pribadi yang digunakan tidak tepat untuk pekerjaan, atau tidak nyaman atau tidak sesuai sebagaimana mestinya dengan mengatakan kepada rekan-rekan kerja atau kepada supervisior. c. Tetap
selalu
diberitahukan.pastikanlingkungan
kerja
selalu
terinformasi tentang sifat dari bahaya atau risiko yang mungkin dijumpai. d. Perhatikan APD yang digunakan. Dengan tidak merusak atau merubah kemapuan APD menjadi berkurang kegunaannya. Karena kondisi APD menentukan manfaat perlindungan yang diberikannya. e. Lindungi Keluarga. Jangan membawa kontaminasi bahaya dari tempat kerja ke keluarga atau teman-teman anda di rumah, tinggalkan APD di tempat kerja. Berbagai jenis APD yang tersedia diklasifikasikan berdasarkan anggota tubuh yang dilindungi, yaitu sebagai berikut : •
Perlindungan terhadap kepala
•
Perlindungan terhadap wajah dan mata
•
Perlindungan terhadap telinga
32
•
Perlindungan terhadap tangan dan lengan
•
Perlindungan terhadap tungkai kaki dan badan
•
Perlindungan terhadap kaki bagian bawah
•
Perlindungan dari potensi jatuh
•
Perlindungan terhadap pernapasan
Pada PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, prinsip semua risiko harus dikendalikan dengan cara menghilangkan, mengurangi, mengendalikan atau memindahkan bahaya yang bisa saja terjadi. Dan pengendalian risiko di unit kerja Indocement ini adalah : a. Jika risiko dapat dihilangkan atau dikurangi dapat menggunakan alat pelindung diri atau pengaman; b. Jika terdapat potensi bahaya yang berdampak ke lingkungan masyarakat harus diupayakan memenuhi peraturan perundangan dan atau standar yang berlaku, c. Apabila belum dapat mengendalikan risiko, dapat dialihkan kepada pihak yang kompeten. Menentukan upaya pengendalian risiko berdasarkan tingkatan pengendalian risiko dan tingkatan pengendalian limbah. Menentukan ukuran tingkat keberhasilan upaya pengendalian risiko melalui antara lain: a. Pemantauan pemenuhan peraturan perundangan dan standar: 1. Pemantauan atau pengukuran faktor lingkungan: fisika, kimia, biologi, ergonomi dan psikologis.
33
2. Pemantauan lingkungan kerja: kondisi berbahaya dan tindakan berbahaya. b. Pengukuran kinerja K3: 1. Pengukuran tingkat kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 2. Pengukuran tingkat kerugian terhadap asset, produksi, lingkungan.
Tabel 2.5 Penentuan Tingkat Keberhasilan (Detection / D)
Sumber : SHE PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk 2.8 Definisi Suspension preheater Preheater adalah alat dalam unit produksi semen yang berfungsi untuk melepaskan material sebelum dibakar didalam rotary kiln. Tujuan pemanasan ini adalah untuk memanaskan material secara perlahan-lahan sesempurna mungkin sehingga umpan kiln nantinya sudah siap untuk mengalami proses selanjutnya sehingga akan didapatkan terak dengan hasil yang baik. Adapun jenis-jenis preheater adalah sebagai berikut : (Hikmah, 2009)
34
1. Polysius Dopol Preheater Preheater jenis ini dalam pemanasan awal terhadap raw mix dilakukan dalam dua aliran suspention preheater. Stage tingkat I,III,IV (dihitung dari bawah ke puncak) tersusun atas double cyclone yang dipasang parallel. Stage II yang merupakan single unit merupakan counter current HE. Pemisahan aliran gas di dalam dua aliran pada stage tingkat I, III, dan IV menyebabkan penggunaan siklon yang lebih kecil untuk volumetric gas yang sama dengan tingkat pemisahan yang lebih tinggi. Dopol preheater kiln tersedia sampai kapasitas 43000 bbl/hari. 2. The Bihler Miag Raw Mix Preheater Terdiri atas 3 tingkat yang tersusun atas double cyclone yang bekerja dengan aliran parallel dan terdiri atas satu preheater shaft berbentuk kerucut sebagai siklon IV dengan aliran counter current. 3. The Zap Raw Mix Suspension preheater Ciri khusus dari jenis preheater ini adalah dalam hal tingkat keamanan operasinya yang tinggi. ZAP ini tersedia dalam dua jenis, yaitu twin constraction dan single tower yang memiliki kapasitas 2000 ton klinker/hari. 4. The Krupp Counter Suspension preheater Stage paling atas di dalam Preheater jenis ini tersusun atas double cyclone yang berfungsi untuk pemisahan debu. Konsumsi panas preheater ini antara 530000 dan 595000 Btu/bbl klinker dengan kapasitas operasi 9000 bbl/hari. 5. The Counter Current Suspension preheater of The Prerov Engineering Work Prerov, Czechoslovakia
35
Dua siklon paling atas sebagai penangkap debu sedangkan dua siklon yang lebih rendah berfungsi untuk resirkulasi dan pemanasan awal raw mix. Kontruksi dan metode pengoperasian preheater ini cukup sederhana . tidak ada expansion joint sehingga diharapkan dapat mengurangi false air masuk. Suspension preheater memamfaatkan gas panas dari rotary kiln sebagai pemanas. Karena hisapan SP fan maka gas panas tersebut akan naik ke preheater dan dimanfaatkan untuk proses kalsinasi dan penguapan air. Jenis preheater yang digunakan adalah suspension preheater dengan dua line (string), masing-masing terdiri 4 stage. Di suspension preheater terdapat sebuah saluran yang menghubungkan tiap tingkat siklon dengan siklon berikutnya yang disebut dengan connection duct. Setiap siklon dan connection duct membentuk satu tingkat preheater. Preheater stage diberi nomor I sampai IV, dari top ke bottom. Perpindahan panas bila di tinjau dalam setiap stage berlangsung secara counter current flow. Di dalam connection duct terjadi perpindahan panas antara gas panas dari kiln dengan material selama perjalanan ke siklon berikutnya. Gas panas mengalir dari bagian bawah preheater sedangkan raw mix (kiln feed) dialirkan dari bagian atas preheater. Perpindahan panas dari gas kepadatan menjadi dalam duct (80%) dan sisanya terjadi dalam siklon, sekaligus proses pemisahan. Hal ini dikemukakan oleh peneliti dari Soviet Cement Plant yang bernama Mr.Spassky (Duda, 1975). Jadi duct berfungsi sebagai tempat pemindahan panas sedangkan siklon berfungsi sebagai tempat pemisahan material. Panas yang terkandung dalam gas keluar preheater dimanfaatkan untuk pengeringan pada unit raw mill dan coal mill.
36
Suspension preheater merupakan salah satu peralatan produksi untuk memanaskan awal bahan baku sebelum masuk ke dalam rotary kiln. Suspension preheater terdiri dari siklon untuk memisahkan bahan baku dari gas pembawanya, riser duct yang lebih berfungsi sebagai tempat terjadinya pemanasan bahan baku (karena hampir 80% -90% pemanasan debu berlangsung di sini), dan kalsiner untuk sistem-sistem dengan proses prekalsinasi yang diawali di SP ini. Pada awalnya proses pemanasan bahan baku terjadi dengan mengalirkan gas hasil sisa proses pembakaran di kiln melalui suspension preheater ini. Namun dengan berkembangnya teknologi, di dalam suspension preheater proses pemanasan ini dapat dilanjutkan dengan proses kalsinasi sebagian dari bahan baku, asal peralatan suspension preheater ditambah dengan kalsiner yang memungkinkan ditambahkannya bahan bakar (dan udara) untuk memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan untuk proses kalsinasi tersebut. Peralatan terakhir ini sudah banyak ditemui untuk pabrik baru dengan kapasitas produksi yang cukup besar, dan disebut dengan suspension preheater dengan kalsiner. Pada suspension preheater tanpa kalsiner, prosentase proses kalsinasi lebih kecil dibandingkan dengan yang terjadi di dalam preheater dengan kalsiner. Pada suspension preheater dengan kalsiner ini derajat kalsinasi raw mix (artinya prosentase bahan baku yang telah mengalami proses kalsinasi) pada saat masuk ke kiln dapat mencapai 90 – 95 %.
37
Gambar 2.1 Suspension preheater Sedangkan pada suspension preheater tanpa kalsiner,
menurut hasil
penelitian selama ini, tidak akan melebihi 40%. Sebagai konsekuensi dari pemakaian kedua jenis preheater ini, proses yang terjadi di dalam kiln akan sedikit berbeda, demikian pula energi yang dibutuhkannya. Pada prinsipnya dengan adanya kalsiner sebagian besar proses kalsinasi dipindahkan dari kiln ke kalsiner sehingga proses kalsinasi yang terjadi di kiln tinggal sedikit. Dengan demikian pada suspension preheater dengan kalsiner ini, di dalam kiln tinggal terjadi sedikit proses kalsinasi, klinkerisasi dan sintering, serta awal pendinginan klinker saja. Untuk itu biasanya kiln dirancang dengan demensi yang lebih pendek.
38
Gambar 2.2 Proses Suspension preheater Pada proses kalsinasi, energi yang dibutuhkan merupakan energi laten reaksi sehingga tidak untuk meningkatkan temperatur bahan baku dan sebagian atau seluruh udara pembakaran diambil dari udara pendinginan klinker di cooler yang telah merekuperasi panas pendinginan klinker. Udara pembakaran dari cooler ini disebut dengan udara tertier. Oleh karena itu di dalam kalsiner ini beda temperatur antara gas dan material paling rendah. Dengan penggunaan kalsiner ini pembakaran klinker (klinkerisasi dan sintering) dapat dilakukan pada rotary kiln yang lebih kecil dengan waktu tinggal yang tepat. Dasar pemikiran penggunaan kalsiner ini adalah bahwa rotary kiln, sebagai alat penukar panas, perpindahan panas yang efektif terjadi pada zona pembakaran (burning zone) di mana perpindahan panasnya hampir seluruhnya secara radiasi. Sedang pada tempat yang bertemperatur lebih rendah seperti zona kalsinasi perpindahan panas yang terjadi lebih didominasi oleh mekanisme konveksi tidak cukup ekonomis dilakukan di dalam kiln karena kecepatan aliran gas cukup rendah. Berdasarkan konsep pemikiran inilah, akan diperoleh penghematan energi
39
pembakaran klinker bila proses kalsinasi dilakukan sebagian besar di luar kiln. Penggunaan kalsiner mempunyai keuntungan sebagai berikut :
1. Diameter kiln dan thermal load-nya lebih rendah terutama untuk kiln dengan kapasitas besar. Pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner, 100% bahan bakar dibakar di kiln. Dengan kalsiner ini, dibandingkan dengan kiln yang hanya menggunakan SP saja, maka suplai panas yang dibutuhkan di kiln hanya 35% – 50%. Biasanya sekitar 40 % bahan bakar yang dibakar di dalam kiln, sementara sisanya dibakar di dalam kalsiner. Sebagai konsekuensinya untuk suatu ukuran kiln tertentu, dengan adanya kalsiner ini, kapasitas produksinya dapat mencapai hampir dua kali atau dua setengah kali lipat dibanding apabila kiln tersebut dipergunakan pada sistem suspension preheater tanpa kalsiner. Kapasitas kiln spesifik, dengan penggunaan kalsiner ini, bisa mencapai 4,8 TPD/m3. 2. Di dalam kalsiner dapat digunakan bahan bakar dengan kualitas rendah karena temperatur yang diinginkan di kalsiner relatif rendah (850 – 900 oC), sehingga peluang pemanfaatan bahan bakar dengan harga yang lebih murah, yang berarti dalam pengurangan ongkos produksi, dapat diperoleh. 3. Dapat mengurangi konsumsi refraktori kiln khususnya di zona pembakaran karena thermal load-nya relatif rendah dan beban pembakaran sebagian dialihkan ke kalsiner. 4. Emisi NOx-nya rendah karena pembakaran bahan bakarnya terjadi pada temperatur yang relatif rendah.
40
5. Operasi kiln lebih stabil sehingga bisa memperpanjang umur refraktori. 6. Masalah senyawa yang menjalani sirkulasi (seperti alkali misalnya) relatif lebih mudah diatasi. Selain beberapa keuntungan di atas, penggunaan kalsiner ini juga memiliki beberapa hal yang kurang meguntungkan, di antaranya adalah:
1. Temperatur gas buang keluar dari top cyclone relatif lebih tinggi. Untuk mengatasi hal ini dirancang siklon dengan penurunan tekanan yang rendah sehingga dapat ditambah dengan siklon ke-lima sehingga secara keseluruhan suspension preheater memiliki lima tingkat siklon. 2. Temperatur klinker yang keluar dari kiln relatif lebih tinggi karena berkurangnya jumlah udara sekunder yang diperlukan di kiln. Untuk mengatasi hal ini biasanya digunakan pendingin klinker yang efektif yaitu grate cooler. 3. Penurunan tekanan total di suspension preheater lebih tinggi dibanding sistem tanpa kalsiner sehingga dapat mengakibatkan meningkatnya konsumsi daya listrik pada motor ID fan. Namun hal ini biasanya dikompensasi dengan desain siklon yang hemat energi. 4. Lokasi kalsiner, ducting, tambahan alat pembakaran, duct udara tersier akan menambah kompleksnya konstruksi peralatan. Dari uraian di atas banyak orang membedakan konfigurasi sistem kiln (SP, kiln dan cooler) menjadi dua kelompok besar yaitu : 1. Sistem kiln tanpa udara tertier
41
2. Sistem kiln dengan udara tertier Di dalam membahas proses yang terjadi di dalam suspension preheater, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain ukuran partikel bahan baku, proses pemisahan oleh siklon dan proses pemanasan bahan baku oleh gas panas. Satu dan lainnya dari beberapa parameter tersebut saling berkaitan. Agar lebih rinci, berikut ini akan diuraikan secara singkat kaitan antara satu parameter dengan parameter lainnya. 2.9 Kerangka Teori Standarisasi OHSAS 18001 tahun 2007 mengenai sistem keselamatan dan kesehatan kerja – persyaratan diperuntukan sebagai landasan perusahaan sebagai pedoman khususnya bagi negara
berkembang
untuk
dapat
meningkatkan
keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Dalam OHSAS terdapat manajemen risiko yang dirancang menjadi satu komponen untuk meminimalir risiko dan dinamakan HIRARC (Hazard identification, risk assessment and risk control). HIRARC disusun mulai dari identifikasi bahaya, penilaian risiko, hingga pengendalian bahayanya. Untuk dapat meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja berikut dapat dilihat melalui bagan kerangka teori.
42
Bagan 2.1 Kerangka Teori HIRARC (Hazard identification, Risk Assessment and Risk Control)
Menentukan jenis kegiatan pekerjaan
Identifikasi Bahaya dan risiko Menentukan sumber bahaya, jenis bahaya dan menentukan risiko
Penilaian Risiko Tingkat keparahan dan Klasifikasi risiko
Pengendalian Risiko -Eliminasi, subsitusi, pengendalian tehnik, pengendalian administrasi, APD -Kewajiban perundangan yang relevan -Monitoring pengendalian
BAB 3 KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk mengetahui analisis risiko keselamatan pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Dalam penelitian ini peneliti memakai metode HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control) yang dimulai dari cara mengidentifikasi risiko, cara menganalisis risikonya hingga pengendalian risiko. Penelitian ini dimulai dengan mengambil data angka kecelakaan selama kurun waktu 3 tahun terakhir (2010, 2011 dan 2012), jumlah angka pekerja di pabrik Indocement Field Citeureup dan didapatkan bahwa dari 20 divisi, plant 6 dan 11 layak untuk dianalisis tingkat risiko pekerjaannya. Kemudian setelah melihat data investigasi dari sumber HSE pusat didapatkan bahwa departemen bagian produksi memiliki potensi bahaya yang lebih besar dari departemen lainnya. Maka langkah selanjutnya adalah dengan wawancara dengan informan yang bersangkutan
melakukan
untuk menemukan batasan ruang
lingkup dan tahapan proses kerja departemen produksi yang ada di plant 6 dan 11.
43
44
Bagan 3.1 Kerangka Berpikir
Analisis Risiko keselamatan kerja alat suspension preheater proses produksi plant 6/11 PT ITP Tbk
PT Indocement
Peneliti
Identifikasi Bahaya
Identifikasi Bahaya
11 Jenis pekerjaan
19 Jenis Pekerjaan Dibandingkan
Penilaian Risiko
Dibandingkan
Pengendalian Risiko
Penilaian Risiko
Pengendalian Risiko Dibandingkan
Analisis Perbandingan
45
3.2 DEFINISI ISTILAH 1.Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam mengembangkan manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi risiko merupakan landasan dari manajemen risiko.tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mungkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik. Menurut Stuart Hawthron cara sederhana adalah dengan melakukan pengamatan. Melalui pengamatan maka kita sebenarnya telah melakukan suatu identifkasi bahaya. Cara Ukur
: Wawancara dan observasi
Alat Ukur
: Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control) , alat recording, kamera.
Hasil Ukur
: Diketahuinya potensi-potensi bahaya apa saja yang dapat terjadi pada pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
2. Penilaian Risiko Setelah semua risiko dapat teridentifikasi, dilakukan penilaian risiko melalui analisa dan evaluasi risiko.Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkannya. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakuakan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan. Cara Ukur
: Observasi
46
Alat Ukur
: Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control) dan tabel kategori penilaian risiko.
Hasil Ukur : Diketahuinya besar suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkannya pada yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk 3. Pengendalian Risiko Kendali (kontrol) terhadap bahaya dilingkungan kerja adalah tindakantindakan yang diambil untuk meminimalisir atau mengeliminasi risiko kecelakaan kerja melalui eliminasi, subsitusi, engineering control, warning system,administrative control, alat pelindung diri. Pengendalan risiko di unit kerja: a. Jika risiko tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dapat menggunakan alat pelindung diri atau pengaman; b. Jika terdapat potensi bahaya yang berdampak ke lingkungan masyarakat harus diupayakan memenuhi peraturan perundangan dan atau standar yang berlaku, c. Apabila belum dapat mengendalikan risiko, dapat dialihkan kepada pihak yang kompeten. Cara Ukur
: Wawancara
Alat Ukur
: Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control) dan tabel penentuan prioritas upaya pengendalian risiko.
47
Hasil Ukur
: Diketahuinya cara mengendalikan potensi bahaya yang ada di pekerjaan alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
Alat Ukur
: Tabel HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment And Risk Control) , alat recording, kamera.
Hasil Ukur
: Diketahuinya potensi-potensi bahaya apa saja yang dapat terjadi pada pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk.
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan studi evaluasi dengan menggunakan pendekatan
kualitatif yang ditujukan untuk mendapatkan informasi menganai risiko keselamatan pekerja yang bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk kemudian dibandingkan dengan hasil observasi yang telah di observasi oleh peneliti untuk menentukan tingkat risiko keselamatan kerja, digunakan metode HIRARC (Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control) yang dimulai dengan mengidentifikasi risiko, cara menilai risikonya hingga pengendalian risiko. 4.2
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli tahun 2013 di
PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Field Citeureup 4.3
Informan Penelitian Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek
penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahaminya. Fungsi informan dalam penelitian adalah sebagai sumber untuk mencari informasi mengenai penyebab perilaku pekerja sehingga terjadinya risiko kecelakaan dalam bekerja pada alat suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11 PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Pengambilan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik
48
49
purposive sampling, yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat informan yang sudah diketahui sebelumnya. (Neldi, 2011) Pada penelitian ini informan akan dibagi menjadi tiga bagian yakni : a. Informan Utama Informan utama dalam penelitian ini adalah pekerja yang memang bekerja di alat proses pembuatan semen yakni suspension preheater bagian produksi di plant 6 dan 11. b. Informan Kunci Informan kunci adalah informan yang tidak terkait dengan pelaksanaan, akan tetapi informan adalah orang yang berpengalaman dan ahli dalam hal tersebut. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang pekerja di bagian SHE (safety health environment) yang tugasnya selalu mengawasi tiap-tiap pekerja yang melakukan pekerjaan di bagian alat suspension preheater, mengoreksi atau mengevaluasi setiap masalah yang berkaitan dengan keselamatan pekerja. c. Informan Pendukung Informan pendukung adalah rekan kerja yang bekerja di bagian mekanik dan elektrik (maintenance) di plant 6/11. memperbaiki suspension preheater
Pekerja di bagian ini bertugas
jika terjadi kerusakan alat atau
kegiatan
merawat secara rutin. Jadi pekerja ini tahu betul risiko yang mengancam pekerja utama di bagian suspension preheater.
50
Tabel 4.1 Informan Penelitian NO Jenis Informan 1 Informan Utama 2
Informan kunci
3
Informan pendukung
4.4
Jumlah Informan Jenis pekerjaan 3 Pekerja bagian alat Suspension preheater (SP) 2 Pekerja SHE (safety healt and environment 2 Rekan kerja (mekanik dan elektrik)
Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Tabel HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya yang ada di produksi semen bagian pemanasan awal dengan alat suspension preheater PT ITP,Tbk Citeureup. b. Pedoman wawancara dan lembar observasi untuk menganalisis bahaya yang terdapat di produksi semen bagian pemanasan awal dengan alat suspension preheater PT ITP,Tbk Citeureup. c. Dokumen standar operasional prosedur ( yang telah ditetapkan oleh PT ITP, Tbk Citeureup. d. Alat perekam e. Kertas catatan f. Alat tulis g. Kamera h. Laptop
51
4.5
Sumber Data 1. Data Primer a. Data primer didapatkan dengan wawancara kepada pekerja, pekerja SHE plant 6/11 dan pekerja maintenance. 2. Data Sekunder Didapatkan dari telaah dokumen HSE PT ITP (data angka kecelakaan kurun waktu 2010-2012, SOP (Standar operasional Prosedur) suspension preheater, tabel HIRARC)
4.6
Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pengamatan lapangan, wawancara mendalam, dan analisis dokumen standar operasional prosedur. A. Pengamatan Teknik pengamatan yang dilakukan peneliti adalah pengamatan terbuka, yaitu pengamatan yang mana keberadaan pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan (Prastowo, 2010). Pengamatan dilakukan oleh peneliti untuk melihat risiko bahaya secara langsung di lokasi tempat kerja. Dan hasil pengamatan lapangan menjadi informasi yang penting bagi peneliti serta dapat mendukung keabsahan data.
52
B. Wawancara Wawancara merupakan suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan antara dua orang atau lebih secara langsung berbicara untuk bertukar informasi yang ada dan ide dengan Tanya jawab secara lisan sehingga dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu (Prastowo, 2010). Dalam penelitian ini, teknik wawancara akan digunakan yang berguna untuk mencari penyebab risiko-risiko apa saja yang terdapat di plant dan 11 bagian produksi di alat suspension preheater. Wawancara akan dilakukan pada informan utama, informan kunci dan informan pendukung. C. Analisis dokumen Dokumen yang akan diamati dalam penelitian ini adalah dokumen resmi milik PT. Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Citeureup berupa prosedur identifikasi potensi bahaya dan risiko, data rekam HIRARC plant 6 dan 11, SOP (standar operasional prosedur) pada alat suspension preheater dan dokumen lainnya. Dokumen seperti ini dapat memberikan petunjuk tentang cara kerja di lokasi (Prastowo, 2010). Bahkan pengaruh dokumen cukup besar manfaatnya dalam penelitian ini. Dokumen resmi yang akan ditelaah dalam penelitian ini merupakan data-data sekunder yang didapatkan di kantor SHE pusat maupun kantor SHE plant 6 dan 11.
53
4.7
Keabsahan Data Peneliti menggunakan teknik triangulasi sebagai teknik untuk mengecek
keabsahan data yang ada. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil wawancara terhadap objek penelitian (Moloeng, 2004). Triangulasi dapat dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003) yaitu wawancara, observasi dan dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data juga dilakukan untuk memperkaya data. Menurut Nasution, selain itu triangulasi juga dapat berguna untuk menyelidiki vaiditas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif. Menurut Moloeng, ada empat macam untuk membedakan triangulasi diantaranya adalah dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. Namun sebagai teknik pengumpulan data ada dua jenis triangulasi yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang sama. Triangulasi sumber adalah penggunaan teknik yang sama oleh peneliti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda. Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, maka ditempuh langkah sebagai berikut : 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
54
3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 4.8
Pengolahan Data a. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan untuk menganalisis risiko keselamatan kepada pekerja di plant 6/11 bagian produksi pada alat Suspension Preheater PT. ITP, Tbk field Citeureup dengan menggunakan HIRARC perusahaan yang sudah ada dan membandingkan keadaan lapangan dengan literatur-literatur mengenai HIRARC (Studi kepustakaan). b. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan adalah untuk mencari faktor penyebab masalah kecelakaan tertinggi di bagian produksi pada alat suspension preheater adalah sebagai berikut : •
Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari wawancara, pengamatan lapangan, serta dokumen yang didapatkan.
•
Data yang telah terkumpul kemudian dibuat dan disusun dalam bentuk transkip data yaitu membuat catatan hasil wawancara seperti apa adanya, termasuk mencatat kembali hasil wawancara dan data rekaman.
•
Data yang telah disusun dalam bentuk transkip data selanjutnya dibandingkan dengan metode HIRARC perusahaan dan dilihat apakah sudah sesuai dengan prosedur yang telah dibuat.
•
Selanjutnya adalah dilakukan analisis data dan interpretasi data.
55
4.9
Analisis Data Analisa data dimulai dengan menghitung nilai risiko yang diperoleh dari hasil
rating konsekuensi, paparan dan kemungkinan, sehingga diperoleh nilai risiko untuk pembanding dalam tahap penilaian tingkat risiko dalam bentuk skor. Selanjutnya skor yang di peroleh di bandingkan dengan standar yang ada untuk melihat apakah nilai tersebut masih bisa di terima atau tidak dan apakah perlu penanganan lain untuk mengurangi risiko tersebut sampai pada batas yang bisa di terima pekerja. 4.10
Penyajian Data Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan
matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan hasil pengamatan lapangan dan analisis dokumen
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk 5.1.1 Sejarah PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk PT Indocement Tunggal Prakarsa didirikan melalui penggabungan usaha enam perusahaan yang memiliki delapan pabrik semen pada tanggal 16 Januari 1985. pabrik-pabrik yang telah bergabung ini sebelumnya dimiliki oleh PT Distinct Indonesia Cement Enterprise (DICE) di daerah Citeureup pada tanggal 1 Juni 1973 mulai membangun tanur putar pertama dengan kapasitas 500.000 ton semen pertahun. Pembangunan tanur ini selesai pada tahun 1975 dan diresmikan pada tanggal 4 Agustus 1975 yang kemudian tanggal ini diresmikan sebagai hari jadi perseroan. pada tanggal 4 Agustus 1976, pabrik yang ke dua dari DICE dengan kapasitas produksi sebesar 500.000 ton semen pertahun diresmikan dan menjadi pabrik kedua milik perseroan. Pabrik ketiga adalah milik PT Perkasa Indonesia Cement Enterprise (PICE) yang dibangun oleh kontraktor Kawasaki Heavy Industries Inc. dengan kapasitas 1.000.000 ton semen pertahun yang diresmikan pada tanggal 26 Desember 1981. PICE meresmikan pabrik keduanya pada tanggal 17 November 1980 yang merupakan pabrik keempat perseroan. pabrik keempat ini memiliki kapasitas yang sama dengan pabrik ketiga dan dibangun oleh kontraktor yang sama. pada tahun 1981 juga, tepatnya tanggal 11 maret
56
57
1981, Indocement Group mengembangkan produksi semen putih yaitu dengan mendirikan PT Perkasa Indah Indonesia Cement Putih Enterprise (PIICPE) dengan kapasitas produksi terpasang 150.000 ton semen putih per tahun dan 50.000 ton semen minyak (oil well cement) pertahun dengan kontraktor Kawasaki Heavy Industries Inc./Nihon cement. produksi pabrik ini dimulai pada awal tahun 1982. PT Perkasa Agung Utama Indonesia Cement Enterprise (PAUICE) yang didirikan oleh Indocement Group meresmikan pabrik semennya pada tanggal 5 September 1983 dengan kapasitas produksi terpasang 1.500.000 ton semen pertahun. pabrik ini menjadi pabrik ke enam PT Indocemen Tunggal Prakarsa, Tbk. peresmian pabrik ke delapan perseroan dilakukan pada tanggal 26 Juli 1985 oleh Indocement Group dengan pengelola PT Perkasa Inti Abadi Indonesia Cement Enterprice (PIACE) dan PT Perkasa Abadi Mulia Indonesia Cement Enterprise (PAMICE). Tanggal 5 Desember 1989 status perseroan menjadi perusahaan publik, dimana perseroan mencatatkan sebagian sahamnya kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Pada tahun 1991 PT. Indocement Tunggal Prakarsa mengakuisisi pabrik ke-9 di Palimanan daerah Cirebon, Jawa Barat yang sebelumnya telah memiliki 8 plant yang tersebar di Citeureup, Jawa barat. Kapasitas produksi pada pabrik ke-9 ini mencapai 1.3 juta ton semen pertahun. Indocement Dengan status sebagai perusahaan publik, maka nama Perseroan ditambah dengan “Tbk.” (yang berarti Terbuka) menjadi PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk. Selanjutnya, pada tanggal 26 September
58
1994 Perseroan mencatatkan seluruh sahamnya di BEJ dan BES yang akan semakin meningkatkan produksi besarnya sehingga pada tahun 1996 mendirikan kembali pabrik ke-10 nya di Cirebon dengan kapasitas produksi 1.3 juta ton semen pertahun. Pada 18 April 2001, Kimmeridge Enterprise Pte. Ltd. (anak perusahaan Heidelberg Cement Group) telah membeli seluruh saham Perseroan milik Badan Penyehatan Perbankan Nasional dan PT Holdiko Perkasa. Dengan demikian, pada tanggal tersebut Heidelberg Cement Group telah resmi menjadi pemegang saham Perseroan yang kemudian memiliki 12 pabrik yang sebelumnya pada tahun 1997 pabrik ke-11 selesai dibangun. Dan pabrik ke-12 di bangun di Tarjun,Kota baru, Kalimantan Selatan pada tahun 1998. Sejak tahun 2005, Perseroan telah melakukan diversifikasi produk dengan meluncurkan Semen Komposit Portland (Portland Composite Cement/PCC). Perseroan juga memproduksi berbagai jenis semen lainnya, yaitu Semen Ordinary Portland Tipe I, Tipe II dan Tipe V, serta Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement) dan Semen Putih. Sampai saat ini, Indocement merupakan satusatunya produsen Semen Putih di Indonesia. Produk-produk Perseroan tersebut dipasarkan dengan merek dagang “Tiga Roda”. 5.1.2 Perkembangan PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Pada tanggal 1 januari 1985 memiliki hukum tanggal 17 mei 1985 dengan pengesahan dari Departemen Kehakiman melalui surat keputusan No. C2-3641. HT.01. tahun 1985. dengan pengesahan dari Departemen Kehakiman melalui surat izin yang diperoleh dari menteri keuangan Republik Indonesia No. SI062/SHM/MK-10/89 tertanggal 16 Oktober 1989, PT. Indocement Tunggal
59
Prakarsa, Tbk melakukan go public. setelah mengalami beberapa perubahan, maka susunan pemegang saham adalah (sesuai data tahun 2009) : 1. Heidel Berg Cement
: 65.5 %
2. PT.Mekar Perkasa dan K.I.U
: 13 %
3. Publik atau Masyarakat
: 21.5 %
Pada tanggal 27 November 1991 PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk berusaha meningkatkan kapasitas produksinya dengan membeli plant milik PT.Tridaya Manunggal Perkasa Cement Enterprise yang berlokasi di Palimanan, Cirebon. Pabrik ini dinamakan plant 9 dengan kapasitas produksi 1.2 juta ton/tahun. Selanjutnya pada tahun 1997 dibangun plant 10 disebelah plant 9 dengan kapasitas produksi yang sama. selanjutnya pada tahun 1999 di Citeureup dibangun plant 11 dengan kapasitas produksi 2.5 juta/ton pertahun. pada tahun 1994 didirikan pabrik dibawah PT.Indo Kodeco Cement dengan sistem joint venture (Indocement : 51%, Korea Devt. Co.: 46%, Marubeni Corp.: 3%) didaerah Tarjun, Kalimantan dengan kapasitas produksi 2.4 juta ton/tahun. pada tanggal 20 Oktober 2000, berdasarkan RUPS luar biasa, diputuskan bahwa anak perusahaan PT.IKC langsung berada dibawah operasional PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dan dinamakan plant 12. 5.1.3 Visi, Misi, Motto dan Logo PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Visi : Pemain utama dalam bisnis semen domestic dan pemimpin pasar di bidang beton siap pakai, agregat dan bisnis pasir di Jawa.
60
Misi : Kami berkecimpung dalam bisnis penyediaan semen dan bahan bangunan berkualitas
dengan
harga
kompetitif
dan
tetap
memperhatikam
pembangunan berkelanjutan. Motto Perseroan : Turut membangun kehidupan bermutu. Logo :
Gambar 5.1 Logo PT.Indocement Tunggal Prakarsa, TBk 5.1.4 Lokasi PT.Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk a. Plant Citeureup, Bogor Indocement memiliki 11 pabrik yang tersebar luas mulai dari pabrik 1 hingga 8 dan pabrik 11 yang berada di Citeureup, Bogor. Dimana asal muasal PT. Indocement berdiri pada tahun 1975. Di kawasan Citeureup memiliki kapasitas produksi sebesar 11.9 juta ton per tahun dengan cadangan bahan bakunya dapat memuat hingga lebih dari 80 tahun dengan tegangan listrik sebesar 376 MW.
Gambar 5.2 : Komplek pabrik Citeureup, Bogor
61
b. Plant Palimanan, Cirebon Komplek pabrik di Palimanan memiliki dua pabrik yakni pabrik ke-9 dan ke-10 dengan kapasitas produksinya 3.9 juta ton semen pertahun dan mampu bertahan selama lebih dari 65 tahun beroperasi.
Gambar 5.3 Komplek Pabrik Palimanan, Cirebon c. Plant Tarjun, Kotabaru Komplek pabrik di Tarjun, Kalimantan Selatan hanya memiliki satu pabrik dengan kapasitas produksi 2.8 juta ton pertahun dengan cadangan bahan bakunya mampu hingga lebih dari 100 tahun lamanya.
Gambar 5.4 Komplek Pabrik Tarjun, Kalimantan Selatan
62
5.1.5 Struktur Organisasi Sebagai suatu badan usaha yang bergerak dibidang industri dan perdagangan, perusahaan membagi unit-unit dalam organisasi secara fungsional, kekuasaan tertinggi dalam perusahaan membagi unit-unit dalam organisasi secara fungsional, kekuasaan tertinggi dalam perusahaan terletak pada rapat umum pemegang saham (RUPS), untuk melaksanakan kegiatan operasional perusahaan dibentuk 7 dewan, 1 wakil dan 1 orang direktur utama. Untuk mewakili para pemegang saham dalam melaksanakan pengawasan, maka disusun dewan komisaris yang terdiri dari 5 orang termasuk komisaris utama. Suatu anggaran dasar yang menyangkut dalam pengaturan tata kerja dalam perseorangan telah disusun dan telah mendapatkan persetujuan dari departemen kehakiman pada tanggal 19 Juni 1987. Untuk melaksanakan kegiatan eksekutif diangkat 2 orang plant coordinator, untuk selengkapnya struktur organisasi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk adalah sebagai berikut : A. Tugas dan wewenang susunan hirarki PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk diantaranya : 1. Rapat Umum Pemegang Saham - Membubarkan perusahaan dan mengembangkan usaha. - Mengangkat dan menghentikan pengurus. 2. Dewan Komisaris
63
- Mengangkat dan menghentikan direksi perusahaan. - Mengesahkan anggaran dan belanja perusahaan. - Mengawasi jalannya perusahaan. 3. Dewan Rideksi - Menyusun
dan
melaksanakan
anggaran
belanja
perusahaan. - Mengelola dan mengembangkan jalannya perusahaan. 4. Plant Coordinator - Menyusun
dan
melaksanakan
anggaran
belanja
perusahaan. - Mengkoordinir pengelola plant dan divisi penunjang. 5. Plant/ divisi manager - Mengkoordinir pengelola operasional departemen head dibawahnya. - Menyusun dan melaksanakan anggaran belanja plant/ divisi. 6. Departement Head 7. Planner /Inspektor 8. Superintendent 9. Foreman 10. Pelaksana 11. Pembantu Pelaksana
64
B. Divisi Penunjang 1. TSD (Techinal Service Division) 2. HED (Heavy Equitment Division) 3. PBD (Paper Bag Division) 4. GEDC (General Engineering and Contarction Division) 5.1.6 Manajemen Perusahaan Agar pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik, maka fungsi manajemen harus berjalan dengan baik pula, dimana setiap pekerjaan diatur jam kerjanya agar tidak melanggar Undang-undang jam kerja. pembagian waktu kerja yang teratur dan pasti akan membuat karyawan dapat menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Pembagian kerja yang diberikan kepada karyawan di PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk dibagi dalam dua waktu kerja, yaitu: a. Waktu Kerja Normal : Terdapat dua macam kerja normal yakni Mining Departemen dan Packing Departement : Tabel 5.1 Jam Kerja Normal untuk Mining dan Packing Departement Hari Waktu Keterangan 07.00 - 11.30 Jam Kerja Senin-Kamis 11.30 – 13.00 Istirahat 13.00 – 16.30 Jam Kerja 07.00 - 11.00 Jam Kerja Jum’at 11.00 – 13.00 Istirahat 13.00 – 16.30 Jam Kerja
65
Tabel 5.2 Jam Kerja Normal untuk Non Mining dan Packing Departement Hari Waktu Keterangan 08.00-12.15 Jam Kerja Senin-Kamis 12.15-13.00 Istirahat 13.00-17.00 Jam Kerja 08.00-11.00 Jam Kerja Jum’at 11.00-13.00 Istirahat 13.00-17.00 Jam Kerja Sumber : Bagian Personalia PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk b. Waktu Kerja Shift : Waktu kerja shift ada dua macam, yaitu untuk bagian produksi, pengendalian mutu, elektrik dan power station serta untuk departemen paperbag. Tabel 5.3 Jam Kerja Shift untuk bagian produksi, pengendalian mutu, elektrik ,power station dan paperbag. Shift Jam Kerja A 07.00-15.00 B 15.00-23.00 C 23.00-07.00 Karyawan yang terkena sistem shift ini bekerja selama 6 hari dan libur 2 hari. pembagian jam kerja pada 6 hari ini adalah 2 hari kerja pada shift A, 2 hari kerja pada hari shift B, dan 2 hari pada shift C. Apabila waktu kerja pada sistem shift ini berkenaan dengan hari besar maka jam kerjanya dihitung dengan lembur. Tabel 5.4 Jam kerja untuk Departemen Paperbag Shift Jam Kerja Keterangan A 07.00-12.15 Jam Kerja 12.15-13.00 Istirahat 13.00-16.00 Jam Kerja B 12.00-15.15 Jam Kerja 15.15-16.00 Istirahat 16.00-21.00 Jam Kerja
66
5.1.7 Produk Semen Berdasarkan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan karena kondisi lokasi atau kondisi tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan konstruksi serta tujuan-tujuan ekonomisnya. Maka semen diklarifikasikan sesuai dengan peruntukannya. Klarifikasi dan jenis-jenis semen adalah sebagai berikut : 1. Semen Portland Semen Portland adalah Hidraulid binder (material yang mempunyai sifat-sifat adhesive dan cohesive) yang dihasilkan dengan cara menghaluskan tanah semen (klinker) yang terutama terdiri dari silikatsilikat kalsium hydrat yang bersifat hidraulis dan digiling bersama-sama bahan tambahan. Klinker adalah penamaan untuk gabungan komponen produk semen yang belum diberikan tambahan bahan lain untuk memperbaiki dari semen. semen portland dibagi 5 tipe diantaranya: a. Tipe I : Ordinary Portland Cement b. Tipe II : Moderat Heat Portland Cement c. Tipe III : High Early Portland Cement d. Tipe IV : Low Heat Portland Cement e. Tipe V : Sulfate Resistance Portland Cement 2. Semen Putih (White cement) Semen putih adalah semen yang dibuat dengan bahan baku batu kapur yang mengandung oksida besi dan oksida magnesia yang sangat rendah
67
(kurangdari 1 %). Semen putih digunakan untuk tujuan dekoratif, bukan konstruktif, olahan traso, bangunan aksitektur dan dekorasi. 3. Semen Sumur Minyak (Oil Well Cement) Semen sumur minyak adalah semen portland yang dicampur dengan bahan retarder khusus. fungsi retarder adalah untuk mengurangi kecepatan pengerasan semen, sehingga adukan dapat dipompakan kedalam sumur minyak atau gas. Semen sumur Minyak digunakan antara lain untuk melindungi ruangan antara rangka sumur minyak dengan karang atau tanah disekelilingnya, sebagai pelindung rangka sumur minyak dari pengaruh air yang korosif, untuk menyangga rangka sumur minyak sehingga mengurangi tegangan dalam pipa baja. 4. Super PPC (Portland Pozzoland Cement) Semen Portland Pozzoland merupakan suatu bahan pengikat hidraulis yang dibuat dengan menggiling bersama-sama terak semen portland dan bahan yang bersifat Pozzoland, atau mencampur secara merata bubuk semen Pozzoland dan bubuk bahan lain yang mempunyai sifat Pozzoland yang ditambahkan besarnya antara 15-40%. 5. Clean Set Cement (CSC) Semen ini digunakan untuk stabilisasi tanah seperti endapan lumpur, limbah industri, tanah gambut, dan tanah rawa yang tidak bisa dilakukan dengan metode konvensional seperti semen biasa.
68
6. Fly ash Cement Semen ini terbuat dari campuran semen portland tipe I dengan bahan abu terbang berupa abu hasil pembakaran batubara. Semen jenis ini menambah ketahanan beton terhadap pengelupasan karena pembentukkan dan pencairan yang silih berganti. 7. Portland Composite Cement (PCC) PCC adalah semen yang dipakai untuk segala macam konstruksi apabila jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, misalnya ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi, dan sebagainya. 5.1.8 Proses Produksi PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memiliki sumber bahan baku yang cukup banyak berupa daerah perbukitan disekitar lokasi pabrik yang mengandung batu kapur, tanah liat dan silica. Ketiga komponen ini merupakan bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut, perusahaan sudah melakukan penambangan pada beberapa lokasi antara lain Quarry D dan didaerah Hambalang. Selain ketiga bahan tersebut dalam pembuatan semen digunakan juga pasir besi dan gypsum sebagai bahan baku tambahan. a. Penambangan batu kapur Kegiatan penambangan batu kapur melalui beberapa tahap antara lain :
69
-Cleaning (Pembersih) : Upaya pembersihan dilakukan untuk menghilangkan lapisan tanah kurang lebih 30 cm dengan menggunakan alat berat yaitu bulldozer. Alat ini mengeruk tanah yang bergelombang hingga rata untuk dibuat akses jalan, peledakan dan pendistribusian material. - Drilling (Pengeboran) : Maksud pengeboran dilakukan untuk membuat lubang tembak. Dimana lubang tersebut kedalamannya 9-13 m yang berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan peledak. Bahan peledak ditempatkan pada lubang dan kemudian di netralisirkan dari seluruh karyawan di lapangan untuk menjauhi lubang dengan radius jarak aman. Balsting (Peledakan) : Tujuan peledakan adalah untuk membongkar batuan kapur yang memiliki kekerasan yang tinggi. Batuan kapur di bor 9-13 meter (zona aman) Ketika semua aman bahan peledak diledakkan atas perintah operator minning atau penambangan sesuai dengan SOP yang berlaku pada pukul 12.00 hingga 13.00 WIB dengan ketentuan tidak ada karyawan atau warga yang berada di zona peledakan. - Loading (Pemuatan) dan hauling (Pengakuan) : Memuat batu kapur hasil ke atas alat angkut. Alat yang digunakandi quarry D sebagian besar adalah whell loader dengan kapasitas 5-10
. Loader mengangkut batuan dan
memindahkan dalam dump truck yang berkapasitas 30-60 ton. Buldozer mengeruk bahan material untuk dimasukkan ke dalam whell loader dan dibawa ke crusher untuk diolah dengan hasil ukuran standar.
70
- Crushing (Penghancuran) : Mereduksi ukuran batu menjadi suatu produk yang dapat diterima oleh raw mill. Alat crushing memecahkan bahan material lime stone untuk dikirim ke gudang lime stone dengan alat conveyor sepanjang 5 KM di Quarry D ke gudang lime stone raw mill. - Conveying (Penerimaan) : pengiriman batu kapur dari Quarry D menggunakan belt conveyor dengan kapasitas 2500 ton/jam langsung dikirim ke plant namun sebagian disimpan terlebih dahulu dalam storage Quarry D. Alat ini juga membantu mengatur dan menginspeksi kualitas batu kapur agar fluktuasinya tidak tajam.
b. Penyimpanan Bahan Baku Untuk Limestone -Timbunan Memanjang (Longitudinal Stockpile) : Dengan menggunakan metode memanjang dimana material ditimbun dengan cara menjatuhkan dari atas, penimbun bergerak secara kontinyu sepanjang garis pusat arah memanjang timbunan. Dengan cara ini akan terjadi berlapis-lapis material yang berbentuk atap sepanjang timbunan. Ini dimaksudkan untuk meniadakan variasi sehingga diharapka disemua penampang lintang timbunan mempunyai komposisi yang sama. Pada penimbunan cara ini, material yang jatuh dari atas akan sliding dan bergulir turun sehingga akan terjadi segregasi yang kadarnya tergantung dari sifat material dimana material yang kasar akan cenderung terkempul dibagian bawah timbunan.
71
- Timbunan Melingkar (Circular Blending Bed) kontinyu : Secara umum menggunakan metode melingkar, hal ini dimaksudkan agar dapat memberikan homogenitas material yang baik pada material dengan jumlah yang besar untuk diameter blending yang sama. Penimbunan dilakukan secara kontinyu tanpa harus menunggu pembukaan seksi yang baru dan mampu menyimpan dalam jumlah yang besar dan operasinya lebih mudah.
c. Penambangan Tanah Liat - Penambangan sandy clay dilakukan di Hambalang, dengan cara diangkut dengan dump truck yang memiliki kapasitas 30 ton dan untuk menaikannya digunakan wheel loader kemudian dibawa ke tempat penghancuran. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengangkutan dengan belt conveyor menuju plant dan untuk mempersiapkan bahan baku agar memenuhi standar ukuran yang diinginkan sebelum dihancurkan kembali di dalam raw mill.
d. Penyediaan Pasir Besi, Bijih Besi, Pasir Silika dan gypsum Dalam pembuatan semen, pasir besi digunakan sebagai bahan korektif yang ditambahkan ke dalam bahan baku apabila komposisinya belum memenuhi syarat. Kebutuhan pasir besi dan biji besi dipenuhi oleh PT Aneka Tambang di Cilacap, sedangkan kebutuhan gypsum dipenuhi dengan mengimpor Thailand, Jepang Australia atau dari PT.Petrokimia Gresik. Pasir silika dibeli dari pulau Belitung dan daerah Cibadak, Sukabumi.
72
e. Unit Pengeringan dan Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill Unit) Sebelum bahan baku dimasukkan ke dalam kiln, bahan baku tersebut mengalami tahap pengeringan dan penggilingan. Proses pengeringan sandy clay berlangsung pada rotary dryer dan untuk lime stone berlangsung pada impact dryer dengan memanfaatkan panas yang diambil dari exhaust gas suspension preheater. Berikut langkah-langkah pengeringan yang dilakukan terhadap raw material adalah : - Batu kapur dari tempat penyimpanan diambil oleh reclaimer
ke belt
conveyor dan diteruskan ke impact dryer untuk memperkecil ukurannya hingga 30 mm dengan kadar air dijaga 1%. Batu kapur yang telah dihancurkan dan dikeringkan dalam impact dryer
kemudian masuk ke
dalam hopper limestone. - Tanah liat dan pasir silica dari tempat penyimpanan diangkut dengan belt conveyor untuk dimasukkan ke dalam rotary dryer. Di sini terjadi pengeringan oleh gas panas yang keluar dari SP. Setelah keluar dari SP rotary dryer, tanah liat dimasukkan ke dalam storage sementara oleh belt conveyor lalu dialirkan menuju hopper
dengan menggunakan bucket
elevator. - Pyrite cinder atau besi oksida langsung dimasukkan ke dalam hopper dengan menggunakan belt conveyor dan bucket conveyor. - Dari masing-masing hopper, material di timbang dengan menggunakan weighing feeder dan dialirkan ke dalam air separator. Di air separator ini terjadi pemisahan partikel halus dan kasar, dimana partikel yang sudah halus
73
dan telah memenuhi syarat akan terbawa oleh udara panas ke cyclone dan di cyclone akan terjadi pemisahan partikel halus dengan udara panas sedangkan partikel kasar yang masuk air separator akan jatuh keluar separator dan masuk kedalam raw grinding mill untuk dihancurkan menjadi partikelpartikel yang lebih halus. Partikel-partikel yang telah halus dimasukkan kembali ke dalam air separator untuk diproses kembali. Output dari cyclone yang berupa partikel halus dialirkan ke air blending silo dan diteruskan lagi ke storage silo. Output udara panas dari raw mill yang masih membawa partikel yang halus terkandung dalam udara panas.
f. Unit Pembakaran Tepung Baku dan Pendinginan Clinker (Burning Unit) Tahapan proses ini dimaksudkan untuk mereaksikan bahan baku sehingga membentuk klinker dan proses ini terdiri atas 3 tahap : 1. Tahap homogenisasi Di dalam air blending silo,
tepung baku mengalami proses
homogenisasi secara pneumatik dengan udara bertekanan yang dialirkan dari bagian bawah silo untuk mencegah terjadinya pemampatan material. Proses ini memiliki beberapa keunggulan antara lain : •
Mutu klinker lebih baik dan seragam serta mudah digiling.
•
Pemakaian bahan bakar lebih hemat.
•
Proses pembakaran lebih stabil dalam jangka waktu yang lama.
74
•
Bata tahan api lebih tahan lama karena operasi kiln lebih stabil dengan adanya coating yang stabil.
2. Tahap pembentukkan klinker Proses pembentukkan klinker terdiri atas beberapa tahap sebagai berikut : •
Proses pemanasan dan penguapan air yang terjadi di suspension preheater.
•
Proses kalsinasi awal yang terjadi di suspension preheater.
•
Proses kalsinasi lanjutan yang terjadi di rotary kiln.
•
Proses safety yang terjadi di rotary kiln.
•
Proses transisi yang terjadi di rotary kiln.
•
Proses sintering atau klinkerisasi yang terjadi di rotary kiln.
•
Proses pendinginan yang terjadi di air quenching cooler. Tepung baku yang terdapat dalam raw meal silo yang lebih dikenal
dengan nama kiln feed dialirkan oleh air sliding conveyor ke tangki pengumpan. Dengan bantuan rotary feeder, tepung baku tersebut dijatuhkan ke weighing feeder yang terdapat dibawahnya. Umpan kiln kini dialirkan ke suspension preheater dengan bucket elevator. 3. Tahap pendinginan klinker Klinker yang keluar dari rotary kiln mengalami pendinginan awal dalam kiln yaitu pada cooling zone dari
menjadi
pada proses pendinginan dalam kiln, fasa cair mengkristal kembali.
75
Klinker harus didinginkan secara cepat sebelum masuk ke unit penggilingan akhir.
g. Unit Penggilingan Akhir (Cement Mill Unit) Dari klinker silo, klinker keluar melalui apron conveyor dibawa dengan bucket elevator menuju ke hopper clinker, proporsinya ditentukan dengan weighting feeder. Kemudian klinker dibawa ke penggilingan akhir. Produk yang keluar dari cement mill akan terbagi atas dua arah. Produk semen yang halus akan dihisap oleh EP (electrostatic precipitator) melewati grit separator sedangkan produk semen yang relatif kasar akan jatuh ke air slide dan dibawa ke bucket elevator dan selanjutnya diteruskan ke dynamic separator. Didalam alat ini, partikel yang halus akan terbawa menuju enam buah cyclone lalu terbawa pada bucket elevator. Kemudian ditiup dengan menggunakan blower. Produk akhir tersebut dimasukkan kedalam cement silo, sedangkan partikel kasar akan masuk kembali kedalam cement mill melalui air slide.
h. Unit Pengantongan Semen (Packing Unit) Didalam in line packer terdiri dari enam buah corong pengisian yang mengumpankan semen kedalam kantong dengan kapasitas masing-masing 50kg. Pada unit packing terdapat juga pengemasan dalam ukuran besar yaitu jumbo bag dengan kapasitas 1 ton dan 1.5 ton dan semen curah 19-20 ton. Untuk semen curah, semen yang berasal dari bin langsung didistribusikan ke
76
loading truck. Untuk mencegah polusi udara maka pada unit pengantongan ini dilengkapi dengan dust collector jenis bag filter.
5.2 Alur Kerja Suspension Preheater Suspension Preheater (SP) hanya digunakan pada proses kering dimana meal (tepung baku) hasil pengeringan dan penggilingan di raw mill ditumpahkan ke aliran exhaust gas dari kiln. Tahapan proses di SP ini diawali dengan pengumpanan raw meal ke dalam saluran gas yang berada di stage 1 (paling atas). Raw meal tersebut akan mengalami pemanasan oleh gas yag berasal dari siklon yang berada di bawah. Setelah mengalami pemanasan, raw meal dipisahkan oleh siklon dengan gaya sentrifugal. Gaya ini menyebabkan raw meal
akan terlempar ke dinding siklon
karena memiliki massa yang lebih besar dibandingkan gas dan selanjutnya raw meal jatuh dan masuk ke siklon berikutnya. Raw meal
akan tersuspensi dalam aliran gas panas sehingga terjadi
perpindahan panas yang efektif. Ditinjau dari prinsip perpindahan panasnya dikenal dua jenis SP, yaitu SP counter current dan SP co-current. Pada SP counter current material masuk dari samping atas dan gas panas dari bawah. Suspensi ini akan keluar lewat atas preheater. Sistem ini ada kelemahannya yaitu waktu kontaknya rendah sekali sehingga perpindahan panasnya kurang efisien. SP co-current biasanya menggunakan siklon, kemudian pada siklon langsung dapat dipisahkan kembali antara gas panas bebas dengan materialnya. Untuk menambah
efektifitas
perpindahan panasnya biasanya digunakan lebih dari satu siklon. SP co-current banyak digunakan oleh pabrik-pabrik semen di Indonesia.
77
Dalam proses kerja alat SP, kiln feed masuk bagian atas (connection duct antara siklon stage I dan II), saat itu juga umpan terbawa aliran gas panas dari stage II sehingga masuk ke siklon stage I. Bersamaan dengan itu terjadi transfer panas dari gas panas ke kiln feed. Panas ini kemudian digunakan untuk menaikkan suhu kiln feed sekaligus untuk menguapkan air yang ada didalam kin feed. Adanya gas sentrifugal menyebabkan bagian umpan yang lebih halus akan terbawa aliran gas menuju ke siklon atasnya sedangkan bagian yang lebih kasar/berat akan jatuh pada bagian bawah siklon. Umpan tanur yang jatuh ke bawah, keluar dari pipa umpan tersebut terbawa lairan gas panas dari siklon III menuju siklon II lewat connection duct. Di siklon II tersebut umpan menjalani proses seperti di siklon I. karena gaya sentrifugal, bagian umpan yang lebih berat jatuh kebawah siklon II da keluarkan lewat pipa material. Keluar dari pipa material siklon II, bersama-sama gas panas dari siklon IV umpan terbawa ke atas lewat connection duct
menuju ke siklon III. Umpan
mengalami pemanasan oleh gas dari siklon IV sampai mencapai suhu kalsinasi yaitu sekitar suhu 600 derajat. Di connection duct siklon III inilah proses kalsinasi mulai terjadi. Proses kalsinasi di siklon III ini terjadi sampai derajat kalsinasi 75%. Secara total pengamatan maka terlihat bahwa proses pemanasan kiln feed adalah berlawanan arah dimana gas panas berjalan dari bagian bawah menuju puncak SP berjalan menuju ke bagian bawah. Tetapi bila diamati secara bagian per bagian tiap stage maka akan tampak bahwa aliran gas panas dari kiln feed berjalan searah.
78
5.3 SOP (Standar Operasional Prosedur) Suspension Preheater A. Mengatasi Masalah Cyclone Clogging Tujuan
:-Membersihkan penyumbatan oleh material di dalam cyclone. -Mengembalikan kondisi operasi menjadi normal
Persiapan : - Alat-alat lampu spotlight, slang angin, tang, kunci inggris, pipa rojokan dan peralatan las harus tersedia. - Personil minimal 4 orang. Prosedur : - Amankan daerah-daerah yang berbahaya dengan rambu-rambu bahaya. - Atur draught kiln hood dengan mengatur bukaan damper EP Cooler (hingga isapan cenderung ke arah cooler). - Gantung/ angkat damper cyclone, periksa chute dibawah cyclone apakah macet atau tidak. - Mulailah membersihkan material di atas damper dan terus menuju ke atas, bila di perlukan bisa membuat lubang baru untuk memudahkan pekerjaan. - Sebelum pindah ke posisi yang lebih atas, tutup dahulu lubang-lubang yang ada di bawahnya untuk sementara. - Bila pekerjaan sudah mencapai daerah cone, usahakan pekerja selalu pada posisi yang lebih tinggi dari posisi material yang dirojok. - Apabila pekerjaan di daerah cone sudah mencapai sepertiga bagian, pasang pipa dan slang angin.
79
- Rojok material dari bagian atas lewat pocking hole atau lewat man hole cyclone dengan hati-hati. - Bila yang macet K-1 atau C-1, setelah chute terbebas dari macet, cyclone cukup di ketok-ketok dengan palu besar. B. Inspeksi Oksigen Pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner Tujuan
: Untuk mengetahui proses pembakaran di dalam SP yaitu dengan mengukur kadar oksigen dalam gas Outlet ILC Calciner dan SLC Calciner.
Persiapan : - Kondisi operasi berlangsung normal. - Instrumen memberitahukan ke CCP operator dan memperiapkan alat pengukur. - Kondisi man hole atau pocking hole tertutup. Prosedur : - Pengambilan sampel di cegah agar tidak terjadi kebocoran. - Periksa
dan CO.
- Beritahukan hasil pengukuran ke CCP Operator. - CCP Operator akan menindak lanjuti hasil pengukuran (jika di luar standard). - Jika di perlukan ulangi pengukuran. Periode
: Minimal 1 x per bulan (sesuai kebutuhan).
C. Inspeksi Decarbonation Tujuan
: - Mengetahui proses kalsinasi di SP. - Untuk mengoptimumkan operasi di SP.
Persiapan : - Kondisi operasi berlangsung normal.
80
- Kondisi man hole atau pocking hole di inlet kiln & SP tertutup - CCP Operator memberitahu Process Control & Monitoring bahwa. - Siapkan alat pengambil sample dan tempat sample tertutup. Prosedur : - Pengambilan sample pada chute cyclone K-5 atau C-5. - Segera periksa decarbonation. - Beritahukan hasil pengukuran ke CCP Operator. - CCP Operator akan menindak lanjuti hasil pengukuran (jika di luar standar). - Jika di perlukan ulangi pengukuran. Periode
: minimal 1 x per minggu (sesuai kebutuhan).
D. Pengaturan Temperatur di SP Tujuan
: -Menjaga kondisi tetap aman. -Mengoptimalkan perpindahan panas dan kalsinasi material.
Tindakan pencegahan
:
- Jaga operasi dalam keadaan stabil (sesuai parameter operasi). - Jaga supply dan kualitas material feed/coal stabil. - Jaga bentuk flame burner dan ratio kiln speed stabil. - Jaga pressure Grate I dan temperature udara sekunder stabil. Tindakan Koreksi
:
1. Jika temperatur naik : - Kurangi coal dan sesuaikan feeding, atau
81
- Kurangi speed SP Fan. Pilih salah satu tindakan diatas, jika belum teratasi lanjutkan langkah berikutnya sampai masalah teratasi. 2. Jika temperatur turun : - Tambahkan coal dan sesuaikan dengan feeding, atau - Tambahkan speed SP Fan. Pilih salah satu tindakan diatas, jika belum teratasi lanjutkan langkah berikutnya sampai masalah teratasi. E. Pengaturan Draught di SP Tujuan
: -Menjaga kondisi tetap aman -Mengoptimalkan perpindahan panas dan kalsinasi material
Tindakan pencegahan
:
- Jaga operasi dalam keadaan stabil (sesuai parameter operasi). - Jaga supply dan kualitas material feed/coal stabil. - Jaga bentuk flame burner dan ratio kiln speed stabil. - Jaga pressure Grate I dan temperatur udara sekunder stabil. Tindakan koreksi
:
1. Jika Draught cenderung naik : - Kurangi speed SP Fan. - Periksa dan atasi penyumbatan/coating yang terjadi. 2. Jika Draught cenderung turun : - Tambahkan speed SP Fan.
82
- Periksa dan atasi kebocoran pada duct & casing. Catatan : Jika kenaikan draught secara tiba-tiba dan naik drastis, stop feeding dan periksa cyclone kemungkinan terjadi clogging. F. Pengaturan O2 Di Outlet C-1 (ILC & SLC) Tujuan
: - Menjaga O2 di Outlet C-1 : 1.5 ~ 3.0% - Menjaga pembakaran di Rising duct sempurna.
Tindakan pencegahan
:
- Jaga operasi dalam keadaan stabil (sesuai parameter operasi). - Jaga supply dan kualitas material feed/coal stabil. - Jaga bentuk flame burner dan ratio kiln speed stabil. - Jaga pressure Grate I dan temperatur udara sekunder stabil. Tindakan koreksi
:
- Ukur O2 di outlet C-1. - Tambahkan coal apabila O2 di cyclone lebih tinggi dari standar. - Kurangkan coal apabila O2 di cyclone lebih tinggi dari standar. - Sesuaikan feeding apabila terjadi perubahan coal di SP. Catatan : Jika kenaikan draught secara tiba-tiba dan naik drastis, stop feeding dan periksa cyclone kemungkinan terjadi clogging. 5.4 Hasil Identifikasi Bahaya Suspension Preheater Menurut OHSAS 18001 : 2007, setiap Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi bahaya yang ada, penilaian risiko, dan penetapan pengendalian yang diperlukan. Prosedur untuk mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko harus memperhatikan:
83
a) aktivitas rutin dan tidak rutin; b) aktivitas seluruh personel yang mempunyai akses ke tempat kerja (termasuk kontraktor dan tamu); c) perilaku manusia, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya; d) bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang berdampak pada kesehatan dan keselamatan personel di dalam kendali organsisasi di lingkungan tempat kerja; e) bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempat kerja hasil aktivitas kerja yang terkait di dalam kendali organisasi. Peneliti membuat perbandingan antara HIRARC yang dimiliki oleh PT.Indocement Tunggal Prakarsa dengan HIRARC yang dibuat oleh peneliti. Tujuannya adalah untuk melihat perbandingan hasil analisis risiko pada alat suspension preheater. 5.4.1 Hasil Identifikasi Bahaya SP PT.Indocement Tunggal Prakarsa PT Indocement telah membuat HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment and Risk Control) dengan section burning pada kegiatan alat suspension preheater. Section burning dibagi atas dua kegiatan proses yaitu proses kegiatan material di suspension preheater dan proses material di dalam kiln. Didapatkan 11 jenis kegiatan pada bagian kerja di area suspension preheater dari 39 jenis kegiatan kerja di area burning section diantaranya adalah : Mengatasi clogging, pembersihan coating riser duct, pembersihan BE, pembersihan chute, pembersihan dumper cyclone di SP,
84
pembersihan material di SP, pengoperasian alat angkat/angkut, mengatasi kebakaran dengan APAR, aktivitas gunning/ casting castable saat bricklining, dan aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine. Berikut adalah lembar HIRARC milik PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk :
85
Tabel 5.5 HIRARC PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
86
87
88
89
90
91
92
93
94
5.4.2 Hasil Identifikasi Bahaya suspension preheater dari hasil observasi dan wawancara Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja pada bagian produksi semen alat suspension preheater dilakukan dengan menggunakan metode HIRARC (Hazard Identification, risk assessment and risk control). Dari hasil identifikasi bahaya pada pekerjaan di bagian alat suspension preheater terdapat beberapa pekerjaan yang termasuk dalam kategori high risk atau risiko tinggi. Penggolongan jenis risikonya berdasarkan jenis bahaya keselamatan kerja yaitu bahaya mekanis, bahaya listrik, bahaya kimiawi dan bahaya fisik. Proses kerja melingkupi beberapa pekerjaan di SP yang diantaranya : mengatasi masalah Cyclone Clogging, menginspeksi oksigen pada outlet ILC calciner dan SLC calciner, menginspeksi Decarbonation, melakukan pengaturan temperatur di SP, melakukan pengaturan Draught di SP, pengaturan O2 Di Outlet C-1 (ILC & SLC). •
Sumber Bahaya di Suspension preheater Dari hasil observasi peneliti yang dilakukan di lapangan, diketahui
bahwa sumber bahaya yang terdapat di area suspension preheater adalah berasal dari material panas baik dari mesin cyclone maupun semburan akibat clogging. Berikut kutipan hasil wawancara dengan pekerja di SP, karyawan HSE dan rekan kerja. “…Kita kan ngecek cooting, kalau kita gak hati-hati bisa kesembur material panas… (Pekerja A)
95
“…kebisingan dari alat sama suhu panas, karena kita kalau diluar aja kan kerasa panas dari cyclonenya… Apalagi suhu dalamnya tuh bisa habis kalo sampe kena material panasnya…” (Pekerja B) “…Banyak sumber bahaya yang ada di SP sana, salah satunya ya panas yang dihasilkan… (Pekerja C) “…Pertama, kena benda panas atau terpapar oleh benda panas contohnya dari cyclone, cube itu panas semua sekitar 200 derajat. Semua sistim ada di SP dan radiasi nya kena panas aja. Nah kalau tersentuh bisa cidera. Terus tersembur material panas kondisi normal bisa terkena karena pressure… (HSE A) “…Kalau kita bicara SP, itu paling panas, kebisingan, debu ya itu aja…” (HSE B) “…Di area suspension preheater ya itu panas yang dihasilkan dari mesinnya, debu yang berterbangan karena memang kita di pabrik semen. Kemudian …kebisingan dari mesin-mesinnya…” (HSE C) “…Yang jelas panas, panas langsung di cassing dan panas dari material panas kalo glogging biasanya produksi yang ngerjain kan nyembur gitu. Di wilayah-wilayah cyclone pak. Mungkin ada bahan pengerasan trus kesumbat bisa nyembur pas dibuka tutupnya. Kadang kan semburansemburan api tapi bukan api murni…” (Informan Tehnik A) “…Yang utama panas, rata-rata panas kan bisa melepuh tuh jika terpapar panas…” (Informan Tehnik B)
96
“…Sumber panas atau kebocoran panas biasanya yang ada di SP… (Informan Tehnik C) Selain material panas, sumber bahaya lainnya berperan penting dalam mengakibatkan kecelakaan bagi pekerja SP diantaranya adalah bahaya dari ketinggian di SP karena tinggi lantai suspension preheater di plant 6/11 adalah 8 lantai. Jadi kemungkinan pekerja untuk terjatuh selalu ada. Kemudian kebisingan dari alat, ruangan terbatas, pencahayaan yang kurang, kondisi lingkungan yang berdebu, kebocoran gas, konsleting lift, konduksi panas, serta radiasi panas merupakan sumber bahaya yang terdapat di SP. Beberapa sumber bahaya di sebutkan dalam hal wawancara dengan informan, namun belum menyebutkan semua sumber bahaya yang telah peneliti lakukan. Berikut hasil wawancara dengan informan : “… alat di kiln itu cukup tinggi paparan suaranya ya bisa juga kebisingan, …” (Karyawan A) “…Bekerja diketinggian bisa juga terjatuh dari ketinggian tapi sampai saat ini yang saya tau sih nggak ada temen saya yang terjatuh dari ketinggian gitu…”(Karyawan B) “…Kejatuhan dari ketinggian juga bisa, bising, kemudian berdebu di area kerjanya..”(HSE A) “…debu yang ada cukup tinggi membuat semua pekerja wajib memakai maske…”(HSE B)
97
“…Ketinggian cukup berbahaya jika bekerja tidak hati-hati, juga alat-alat dari mesin yang berputar…”(Informan tehnik A) “…debu yang ada di SP sangat memungkinkan membuat lingkungan serta pekerja terpapar…”(Informan tehnik B) •
Jenis Bahaya di Suspension Preheater Pada lingkungan kerja suspension preheater terdapat 3 jenis bahaya
diantaranya adalah bahaya fisik, bahaya mekanis, dan bahaya listrik. Bahaya fisik terdapat pada pekerjaan yang efek bahayanya berdampak kepada pekerja baik secara langsung (misal : tersembur material panas) atau berdaya jangka waktu (misal : gangguan pendengaran akibat kebisingan). Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda-benda yang dikerjakan oleh pekerja (misal : tangan terjepit blower). Dan bahaya listrik yang dapat megakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik dan hubungan arus pendek. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama bahwa jenis bahaya yang ada di SP adalah bahaya Fisik, dan listrik namun belum menyebutkan adanya bahaya listrik. Berikut hasil wawancara dengan pekerja di SP. “…Ya kalo kita melihat jenis bahaya kan beda ya sama yang tadi tu sumber bahaya, menurut saya ya jenis bahaya di SP itu bahaya dari material panas itu fisik ya karena kalo terjadi nanti kena ke tubuh langsung. Terus ada lagi bahaya dari mesin SP nya…” (Pekerja A)
98
“…Mesin yang bekerja terus dek selama 24 jam bisa berakibat bahaya karena tidak pernah berhenti kecuali pas maintenance….nah dari mesin itu bisa jadi bahaya…” (Pekerja B) Berdasarkan hasil wawancara dengan karyawan HSE plant 6/11 jenis bahaya beberapa karyawan HSE menyebutkan dengan baik dan jelas. Berikut hasil wawancara dengan karyawan HSE plant 6/11. “…Jenis bahaya di SP itu mulai dari bahaya fisik yang terdapat dari clogging, coating karena semua itu ada hubungannya dengan material panas. Kemudian dari bahaya listrik yang disebabkan konsleting, karena pekerja juga bisa kesetrum jika ada konsleting malah dapat terjadi kebakaran. Sama itu dek bahaya dari alat-alatnya ya dari mesin SP nya juga berakibat berbahaya…” (HSE A) “…Ya paling bahaya listrik, mekanik itu dari mesin-mesin yang bekerja sama yang langsung efek ke pekerjanya langsung dek…”(HSE B) Kemudian berdasarkan hasil wawancara dengan informan pendukung lebih menuju ke arah profesinya sebagai pekerja tehnik maintenance. Berikut hasil wawancara dengan pekerja tehnik mekanik dan elektrik. “…Saya kan bukan di bagian produksi ya karena kami baru ke SP jika ada panggilan kerusakan atau memang jadwalnya untuk maintenance jadi kurang begitu spesifik ya kalo bicara jenis bahaya di SP….Gak papa ya ini yang saya tahu aja, menurut saya itu jenis bahaya dari mesin SP nya ya, terus ya kalo di bagian kami ya pasti di jenis bahaya listrik karena pekerja
99
juga ngelakuin pekerjaan instalasi listrik di area kerja SP… itu aja sih…”( Pekerja Tehnik A) “…Waduh ini tingkatannya lebih tinggi lagi ya..hehehe mungkin ini aja sih bahaya kecelakaan kerja dari panas udara sekitarnya kan panas pak…(kemudian peneliti menjelaskanpengertian mengenai jenis bahaya)… bahaya listrik ya pas kita betulin instalasi listrik, terus jenis lainnya itu fisik ya yang langsung ke tubuh pekerjanya…” (Pekerja Tehnik B) “…Oh jenis bahaya ya macem-macem …kesetrum itu ya dari listrik…terjepit ya dari mesin… (Pekerja Tenik C) •
Risiko Kerja di Suspension Preheater Risiko
merupakan
perwujudan
profesi
yang
mengakibatkan
kemungkinan kerugian menjadi lebih besar. Dalam pekerjaan di suspension preheater, terdapat beberapa potensi bahaya yang berakibat risiko. Bermacam-macam risiko yang terdapat di lingkungan kerja SP diantaranya adalah, bahaya terjepit, luka bakar, tertimpa, gangguan pendengaran, kebisingan, iritasi dan lain-lain. Berdasarkan hasil wawancara kepada pekerja di SP, bahwa risiko kerja di lingkungan kerja SP sangatlah beragam dengan tingkat bahayanya bermacam-macam. Berikut wawancara dengan pekerja di SP. “…Biasanya yang paling banyak terjadi itu semburan material panas pak dari pekerjaan clogging tu…bisa luka bakar karena kan materialnya nyembur kalo gak hati-hati saat clogging ya bisa terluka bakar…suara dari kiln nya jga kan masih kerasa sampe ke pekerja di SP berakibat kebisingan
100
jga, ya kalo mau dijelasin semua banyak banget tar kita bisa langsung liat langsung ke lapangan pak kalo mau bisa saya antarkan kita naik ke SP…”(Pekerja A) “…Wah kalau disebutin satu-satu ya banyak…debu di sana kan numpuk banget kalo diinjek ya langsung ngangkat semua debunya itu bisa mengganggu paru-paru, terus semburan api pas kita melakukan clogging, terus apa tu yang kena kulit?...hmm iritasi ya…” (Pekerja B) “…Setahu saya ya ada tersetrum listrik…karena kan rata-rata bahan alatnya dari besi jadi kalo nyetrum ya bisa juga kena ke pekerjanya, semburan api juga bisa, panas api dari cyclonennya ya masih banyak lagi…”(Pekerja C) Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja HSE dan pekerja tehnik hampir sama dengan pekerja utama di SP. Berikut wawancara dengan pekerja HSE dan pekerja tehnik. “…Jenis-jenis bahaya dalam pekerjaan di SP seperti yang ada di HIRARC adalah bermacam-macam mulai dari bahaya terjepit,tertimpa material maupun alat,… kemudian kebakaran dan ledakan juga sewaktuwaktu terjadi…kemudian adanya penurunan pendengaran atau bisa tuli karena kebisingan alat kerja…”(HSE A) “…luka bakar juga bisa karena pernah juga adanya kecelakaan karena material panas yang menyebabkan luka bakar …”(HSE B)
101
“…secara umum dan kebanyakan sih karena panas sama api, karena semua pekerja yang ke SP pasti terpapar suhu panas SP…” (Pekerja Tehnik A) “…karena saya di elektrik mungkin pekerjaannya bahaya kesetrum sama paparan panas …” (Pekerja Tehnik B) “...Mulai dari material panasnya itu bisa kebakaran di tempat SP, kalo pekerja nggak hati-hati ya bisa terbakar juga, terus pas lewat bawah kiln tu bising t…” (Pekerja Tehnik C) Berdasarkan hasil wawancara kepada 3 jenis informan dapat disimpulkan bahwa seluruh apa yang disebutkan masuk dalam kategori HIRARC yang dimiliki oleh PT.Indocement namun belum seluruhnya di sebutkan, maka dari itu peneliti membuat HIRARC ulang yang didapatkan dari hasil observasi, wawancara dan data perusahaan. Berikut tabel HIRARC yang dibuat oleh peneliti dengan 19 jenis kegiatan pekerjaan di area SP.
102
Tabel 5.6 Identifikasi bahaya pekerjaan di alat suspension preheater NO
Nama Kegiatan
Kondisi
1
Mengatasi Clogging
Tidak Normal
2
Pembersihan coating riser duct
Normal
3
Pembersihan BE
Normal
4
Pembersihan Chute
Normal
5
Pemeriksaan damper cyclone di SP
Tidak Normal
6
Mengelas dinding cyclone
Tidak Normal
Sumber Bahaya -Material panas -Kerja di ketinggian -Berdebu
Jenis bahaya F F F
-Udara panas -Material panas -Kerja diketinggian -Berdebu
F F F F
-Udara panas -Alat kerja -Material panas -Mesin berputar -Confined spaced -Pencahayaan yang kurang -Oksigen terbatas -Material panas -Kerja di ketinggian -Berdebu
F M F M F F F F F F
-Udara panas -Percikan api las -Listrik dari alat las -Berdebu
F M F F
-udara panas dinding cyclone
F
Risiko/ dampak -Luka bakar,meninggal -Cidera ringan/berat, meninggal -Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi -Luka Bakar,meninggal - Cidera ringan/berat, meninggal - Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi -Terbentur, terjepit, tertimpa -Luka Bakar,meninggal -Terbentur, terjepit, tertimpa -Terbentur, terjepit -Terbentur, terjepit -Kekurangan Oksigen -Luka bakar,meninggal -Cidera ringan/berat, meninggal -Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi -Luka bakar, iritasi mata - Tersengat listrik - Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan - dehidrasi dan luka bakar
103
NO
Nama Kegiatan
Kondisi
7
Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine
Normal
8
9 10
11
12
13
Pembersihan material di SP Pengoperasian Alat angkat/angkut Mengatasi kebakaran kecil/APAR Kerja di area SP dan spray tower Kerja di ruang blower fine coal Sp calciner
Pembersihan coating
Normal
Normal Emergen cy
Normal
Normal
Normal
Sumber Bahaya -Material dari coating -Gas panas yang keluar -Berdebu
Jenis Bahaya F F F
-Udara Panas -stripping machine
F M
-Berdebu
F
-Lokasi panas -Area sempit -Alat angkat/angkut material yang diangkat -Tabung bertekanan, api
F F M
-Material panas -Lokasi diketinggian -Berdebu
F F F
-Udara Panas -Suara blower
F M
-Material panas -Lokasi diketinggian -Berdebu
F F F
-Udara Panas -Stripping machine
F M
M
Risiko/ dampak -Luka bakar,meninggal -Cidera ringan/berat, meninggal -Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi - Menabrak, kejatuhan material -Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi -Kejatuhan material,terpeleset -Menabrak, kejatuhan material Ledakan, terbakar, kejatuhan alat atau material, Iritasi -Luka bakar,meninggal,iritasi -Kejatuhan benda terjatuh -Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi -Terjepit, getaran, gangguan pendengaran. -Luka bakar,meninggal,iritasi -Kejatuhan benda terjatuh -Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi -Menabrak, kejatuhan material
104
NO
Nama Kegiatan
Kondisi
14
Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat clogging
Tidak normal
Melakukan Inspeksi Oksigen Pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner
Normal
Melakukan inspeksi Decarbonation
15
16
17
18
Pengaturan temperatur di SP
Menaiki dan menuruni tangga SP
Sumber Bahaya -Material panas dinding SP -Lokasi diketinggian -Berdebu
Jenis Bahaya F F F
-Udara Panas -Material clogging -Material panas -Lokasi diketinggian -Berdebu
F F F F F
Normal
-Udara Panas -Kebocoran gas -Material panas -Lokasi diketinggian -Berdebu
F F F F F
Normal
-Udara Panas -Material panas -Kondisi alat -Berdebu
F F M F
-Udara Panas -Radiasi panas suhu luar -Konduksi dari panas besi tangga -Terpeleset di tangga
F F F
Normal
-Paparan debu lantai tangga
F F
Risiko/ dampak -Luka bakar,meninggal,iritasi -Kejatuhan benda terjatuh -Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi -Kebakaran/ ledakan -Luka bakar,meninggal,iritasi -Kejatuhan benda terjatuh -Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi -Gangguan pernapasan,keracunan. -Luka bakar,meninggal,iritasi -Kejatuhan benda terjatuh -Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi -Luka bakar,meninggal,iritasi -Kebakaran/ ledakan alat -Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan -Dehidrasi -Dehidrasi, Luka bakar -Lebam/memar, luka bakar -Lebam/Memar, cidera ringanberat -Gangguan pernapasan, iritasi
105
NO
Nama Kegiatan
Kondisi
19
Menaiki dan menuruni Lift
Normal
Sumber Bahaya -Lift Konsleting -Tali baja lift putus
Jenis Bahaya M F
Risiko/ dampak -Lift Mati -Cidera parah, meninggal
106
Dari hasil wawancara dan tabel identifikasi yang ada, peneliti menemukan 19 aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja di SP. Dan dapat disimpulkan bahwa pekerja SP belum sepenuhnya mengetahui bahaya yang ada di lingkungan SP, mereka hanya mengutarakan bahaya-bahaya yang terpapar oleh panas, kebisingan dan listrik yang dapat dikatakan mempunyai risiko tinggi. Namun belum mengetahui secara keseluruhan sumber bahaya yang terdapat di lingkungan area kerja suspension preheater. Secara keseluruhan pekerja selalu menyebutkan sumber bahaya didapatkan dari suhu panas atau material panas yang terdapat di area kerja SP. Memang secara umum bahaya yang tinggi/ high risk didapatkan dari material panas dan pekerjaan clogging namun bahaya lain secara bersamaan bisa saja terjadi. Dalam penelitian di area suspension preheater, peneliti telah membuat lembar observasi yang bertujuan untuk mendapatkan data yang akurat dan mengukur tingkat keberhasilan atau ketercapaian tujuan penelitian. Berikut lembar observasi yang dibuat oleh peneliti :
107
Tabel 5.7 Lembar Observasi Identifikasi Risiko pada suspension preheater milik PT Indocement Tunggal Prakarsa NO
1
Identifikasi Risiko
Tahapan pekerjaan/ jenis pekerjaan dan rincian pekerjaan
Sasaran observasi -Mengatasi Clogging -Pembersihan coating riser duct -Pembersihan BE -Pembersihan Chute -Pemeriksaan damper cyclone di SP -Mengelas dinding cyclone -Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine -Pembersihan material di SP -Pengoperasian Alat angkat/angkut -Mengatasi kebakaran kecil/APAR -Kerja di area SP dan spray tower -Kerja di ruang blower fine coal Sp calciner -Pembersihan coating -Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat clogging -Melakukan Inspeksi Oksigen Pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner -Melakukan inspeksi Decarbonation -Pengaturan temperatur di SP -Menaiki dan menuruni tangga SP -Menaiki dan menuruni menggunakan Lift
Ada
Tidak
Keterangan
108
2
3
Sumber Bahaya di SP
Jenis Bahaya di SP
-Material Panas -Tersengat arus listrik -Berdebu -Bekerja di ketinggian -Confined spaced -Pencahayaan yang kurang baik -Alat angkat/angkut material yang diangkat. -Lempengan mesin rusak -Area sempit -Udara Panas -Suara blower -Material clogging -Kebocoran gas -Radiasi panas suhu luar -Konduksi dari panas besi tangga -Paparan debu lantai tangga -Lift Konsleting -Tali baja lift putus -Percikan api las
-Bahaya Fisik -Bahaya Mekanis -Bahaya Kimia -Bahaya Listrik -Bahaya Psikologis -Bahaya Biologi
109
4
Risiko/ dampak di SP
-Luka Bakar -Kebisingan -Cidera ringan/berat -Iritasi kulit atau mata -Gangguan pernapasan -Tersengat arus listrik -Dehidrasi -Terbentur -Terjepit -Tertimpa -Kejatuhan benda terjatuh -Menabrak -Kejatuhan material -Lift Mati -Meninggal
110
5.5 Hasil Analisis Penilaian Risiko Suspension Preheater Analisa risiko dimaksudkan untuk menentukkan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya dan besar akibat yang ditimbulkannya. Berdasarkan hasil analisa dapat ditentukan peringkat risiko sehingga dapat dilakukan pemilahan risiko yang memiliki dampak besar terhadap perusahaan dan risiko yang ringan atau dapat diabaikan. Hasil analisa risiko dievaluasi dan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan atau standar dan norma yang berlaku untuk menentukkan apakah risiko tersebut dapat diterima ataupun ditolak. Jika risiko dinilai tidak dapat diterima harus dikelola atau ditangani dengan baik. Setelah dilakukan identifikasi risiko, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis risiko dari setiap tahapan pekerjaan proses produksi di suspension preheater. Analisis risiko dalam penelitian ini menggunakan metode HIRARC berdasarkan OHSAS 18001 : 2007. Berdasarkan data yang didapatkan berupa observasi, wawancara dengan informan dan data dokumen didapatkan hasil penilaian risiko berupa ketentuan work risk assessment control (WRAC) merupakan hasil dari tabel kemungkinan (O) dikalikan dengan tabel konsekuensi (S).
111
Tabel 5.8 Penilaian tingkat kemungkinan dilakukannya kegiatan (Occurrence/O)
Tingkat penilaian kemungkinan adalah dimana suatu kegiatan/ pekerjaan dilakukan seberapa sering terpapar bahaya yang ada di lingkungan SP. Tingkatan ini dimulai dari score 1 yang merupakan suatu pekerjaan dapat berbahaya sewaktuwaktu tanpa diketahui kapan akan terjadi hingga dapat dikatakan sering sekali terkena paparan diberikan dengan score 5 (sering sekali terpapar/setiap hari).
Tabel 5.9 Penentuan tingkat konsekuensi/ keparahan (severity/S)
Tingkat konsekuensi/ keparahan adalah tingkatan yang menggambarkan kondisi seberapa parahnya risiko yang ada pada suatu kegiatan terhadap manusia, lingkungan/aset, dan alat/produksi. Jika suatu pekerjaan yang berbahaya rendah tidak
112
menimbulkan cidera sama sekali/ near miss, dan tidak merusak lingkungan serta merusak alat maka score yang akan diberikan adalah 1. Namun jika menimbulkan kerugian untuk ketiganya maka score yang diberikan akan meningkat hingga level tertinggi yakni 5. Tabel 5.10 Matriks risiko WRAC (Work Risk Assessment Control) PT.ITP Tbk
Untuk memberikan makna terhadap suatu bahaya perlu dilakukan penilaian risiko sehingga seseorang mengetahui besarnya risiko yang dapat terjadi. Untuk itu setelah risiko atau bahaya diidentifikasi dilakukan penilaian risiko untuk mengetahui seberapa besar risiko tersebut.
Penilaian risiko ini sangat penting karena dapat
membentu opini atau persepsi terhadap suatu risiko. Dari tabel diatas, selanjutnya dikembangkan tabel matriks atau peringkat risiko yang mengkombinasikan antara kemungkinan dan konsekuensinya. Peringkat risiko sebaiknya dikembangkan oleh masing-masing organisasi sesuai dengan kondisi masing-masing. Perusahaan Indocement Tunggal Prakarsa membuat matriks peringkat risiko dengan ketentuan nilai kemungkinan dan konsekuensi mulai dari score 1-5. Ditemukan satu sama lain sehingga mendapatkan angka yang menjadi prioritas risiko. Dalam matriks ini, tingkat konsekuensi ditinjau dari berbagai aspek
113
yaitu dampak terhadap manusia, lingkungan dan alat/proses kerja. Selanjutnya jika dikombinasikan dengan kemungkinan atau likelihood akan diperoleh peringkat risiko yang dikategorikan atas risiko Tinggi, ketat, bersyarat dan rendah.
Tabel 5.11 Penentuan tingkat risiko
Suatu kejadian akan dinilai sebagai disaster atau bencana jika memenuhi kriteria sebagai berikut : o Mengakibatkan fasilitas atau korban tewas lebih dari satu orang. o Mengakibatkan kerugian finansial lebih dari 500 ribu dollar Amerika atau menimbulkan dampak terhadap perusahaan secara menyeluruh. Kerugian sangat besar dan sulit untuk dipulihkan kembali. o Dari sisi kelangsungan bisnis, kejadian akan mengakibatkan kerugian total bagi perusahaan (misalnya kebakaran di SP dan menyebabkan ledakan) atau dampak parah lainnya. o Menimbulkan dampak lingkungan yang luas dan berskala rasional atau global. o Mendapatkan tekanan dan pemberitaan skala luas atau global.
114
5.5.1 Penilaian Risiko PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
Pada penilaian risiko milik PT ITP, terdapat 12 jenis pekerjaan yang akan di nilai tingkatan bahaya mulai dari terendah hingga yang paling tinggi. Pada tabel penilaian risiko milik PT ITP hanya satu yang dinilai pada tiaptiap jenis pekerjaan. Hasil dari WRAC (Work Risk Assessment Control) diambil dari perkalian antara skala kemungkinan (O) dengan skala konsekuensi (S) dengan tingkatan risiko mulai dari rendah hingga tingkatan yang tinggi. Hasil dari penilaian ini dinamakan tingkat keparahan. Namun dari hasil perhitungan tabel di bawah terdapat kesalah gabungan antara penilaian pada “kemungkinan (O) dengan penilaian konsekuensi (S) di tabel baris pertama yakni “mengatasi clogging” dan baris kedua yakni “pembersihan coating riser duct” Berikut adalah tabel yang dibuat oleh PT ITP Tbk :
115
Tabel 5.12 Penilaian Risiko pada pekerjaan di alat suspension preheater PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk NO
Nama Kegiatan
Sumber Bahaya
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Gangguan pernapasan
3
4
23
Tinggi
Iritasi
3
4
23
Tinggi
Kontak Material
4
4
21
Ketat
Terbentur
5
4
23
Tinggi
Risiko/dampak
WRAC*
Tingkat Risiko
Material panas
1
Mengatasi Clogging
Kerja di ketiggian Berdebu Udara Panas
2
Pembersihan coating riser duct
Material panas Kerja diketinggian Berdebu Udara panas Alat kerja
3
Pembersihan BE
Material panas Mesin berputar Tempat sempit
4
Pembersihan Chute
Tempat agak gelap
116
NO
Nama Kegiatan
Sumber Bahaya
Pemeriksaan damper cyclone di SP
Material panas
5
6
Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine
7
Pembersihan material di SP
8
Pengoperasian Alat angkat/angkut
9
Mengatasi kebakaran kecil/APAR
10
Kerja di area SP dan spray tower
11
Kerja di ruang blower fine coal Sp calciner
Berdebu Udara panas Material coating Gas Panas Stripping machine Berdebu Lokasi Panas Area Sempit Alat angkat/angkut material yang diangkat Tabung bertekanan, api Material panas Lokasi diketinggian Suara blower Ruangan blower
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Iritasi
5
3
20
Ketat
Kejatuhan Material
2
4
14
Bersyarat
Iritasi
5
3
20
Ketat
Menabrak
5
2
16
Bersyarat
Ledakan
3
4
18
Ketat
Kontak material panas
5
3
20
Ketat
Gangguan pendengaran
3
3
13
Bersyarat
Risiko/dampak
WRAC*
Tingkat Risiko
117
5.5.2 Penilaian Risiko Hasil Observasi Dari Area Suspension Preheater Penilaian risiko yang dilakukan peneliti berbeda dengan apa yang di buat oleh PT ITP. Perbedaannya adalah ketika mengkategorikan penentuan tingkat risiko. PT ITP membuat tabel penilaian risiko dengan menentukan satu jenis bahaya yang paling tinggi namun peneliti membuat tabel penilaian risiko dengan mengkategorikan semua sumber bahaya tanpa membedakan mana yang menjadi prioritas utama. Berikut adalah tabel penilaian risiko yang peneliti buat berdasarkan observasi, wawancara, dan data dokumentasi milik pribadi serta PT ITP tbk :
118
Tabel 5.13 Hasil Observasi Penilaian Risiko Pekerjaan Di Area Suspension Preheater NO
Nama Kegiatan
Sumber Bahaya Material panas
1
Mengatasi Clogging
Kerja di ketiggian Berdebu Udara Panas Material panas Kerja diketinggian
2
Pembersihan coating riser duct
Berdebu
Udara panas Alat kerja Material panas 3
Pembersihan BE Mesin berputar
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Luka bakar,meninggal
4
5
24
Tinggi
Cidera ringan/berat, meninggal Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan Dehidrasi
4
5
24
Tinggi
5
3
20
Ketat
3
2
8
Rendah
Luka Bakar,meninggal Cidera ringan/berat, meninggal Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
4
5
24
Tinggi
4
5
24
Tinggi
5
3
20
Ketat
Dehidrasi
3
2
8
Rendah
Terbentur, terjepit, tertimpa
3
4
18
Ketat
Luka Bakar,meninggal
4
5
24
Tinggi
Terbentur, terjepit, tertimpa
3
4
18
Ketat
Risiko/dampak
WRAC*
Tingkat Risiko
119
NO
4
Nama Kegiatan
Pembersihan Chute
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Terbentur, terjepit
5
4
23
Tinggi
Terbentur, terjepit
5
4
23
Tinggi
Kekurangan oksigen
5
4
23
Tinggi
Luka Bakar,meninggal Cidera ringan/berat, meninggal
4
5
24
Tinggi
4
5
24
Tinggi
5
3
20
Ketat
Dehidrasi Luka bakar,meninggal
3
2
8
Rendah
3
5
22
Tinggi
3
5
22
Tinggi
Berdebu
Tersengat arus listrik Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
5
3
20
Ketat
Udara Panas
Dehidrasi, Luka bakar
3
4
18
Ketat
Sumber Bahaya
Risiko/dampak
Confined spaced Pencahayaan yang kurang Oksigen terbatas Material panas
5
Pemeriksaan damper cyclone di SP
Kerja diketinggian Berdebu Udara panas Sinar api las Listrik dari las
6
Mengelas dinding cyclone
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
WRAC*
Tingkat Risiko
120
NO
7
Nama Kegiatan
Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Luka bakar/ meninggal Cidera ringan/ berat, meninggal
2
5
19
Ketat
2
5
19
Ketat
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
5
3
20
Ketat
Udara panas
Dehidrasi
2
2
5
Rendah
Stripping machine
Menabrak, kejatuhan material Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan Dehidrasi Kejatuah material, terpeleset
2
4
14
Bersyarat
5
3
20
Ketat
4
2
12
Bersyarat
4
3
17
Bersyarat
Menabrak, kejatuhan material
2
4
14
Bersyarat
Ledakan, terbakar, kejatuhan alat atau material, Iritasi
1
5
15
Bersyarat
Sumber Bahaya
Risiko/dampak
Material dari coating Gas panas yang keluar
Berdebu 8
Pembersihan material di SP
Lokasi Panas Area Sempit
9
Pengoperasian Alat angkat/angkut
Alat angkat/angkut material yang diangkat
10
Mengatasi kebakaran kecil/APAR
Tabung bertekanan api
WRAC*
Tingkat Risiko
121
NO
11
12
Nama Kegiatan
Kerja di area SP dan spray tower
Kerja di ruang blower fine coal Sp calciner
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Luka bakar,meninggal,iritasi
4
5
24
Tinggi
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
5
3
20
Ketat
Udara panas
Dehidrasi
3
2
8
Rendah
4
3
17
Bersyarat
4
5
24
Tinggi
Sumber Bahaya
Risiko/dampak
Material panas Kerja diketinggian
Suara blower
Material panas
13
Pembersihan coating
Terjepit, getaran, gangguan pendengaran. Luka bakar,meninggal,iritasi
WRAC*
Tingkat Risiko
Kerja diketinggian
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
5
3
20
Ketat
Udara panas
Dehidrasi
3
2
8
Rendah
Menabrak, kejatuhan material
3
3
13
Bersyarat
Stripping machine
122
NO
14
Nama Kegiatan
Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat clogging
Berdebu Udara panas
Kerja diketinggian Berdebu Udara panas Kebocoran gas Material panas
16
Melakukan inspeksi Decarbonation
(O)
(S)
Luka bakar,meninggal,iritasi
4
5
24
Tinggi
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan Dehidrasi
5
3
20
Ketat
3
2
8
Rendah
Kebakaran/ledakan Luka bakar,meninggal,iritasi
5
5
25
Tinggi
4
5
24
Tinggi
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan Dehidrasi Gangguan pernapasan, keracunan Luka bakar,meninggal,iritasi
5
3
20
Ketat
3
2
8
Rendah
1
5
15
Bersyarat
4
5
24
Tinggi
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan Dehidrasi
5
3
20
Ketat
3
2
8
Rendah
Material panas dinding SP Lokasi ketinggian
Material panas
15
Konsekuensi
Risiko/dampak
Material clogging
Melakukan Inspeksi Oksigen Pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner
Kemungkinan Sumber Bahaya
Kerja diketinggian Berdebu Udara panas
WRAC*
Tingkat Risiko
123
NO
17
Nama Kegiatan
Pengaturan temperatur di SP
Kemungkinan
Konsekuensi
(O)
(S)
Luka bakar,meninggal,iritasi
4
5
24
Tinggi
Kerja diketinggian
Jatuh dari ketinggian
4
5
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
5
3
20
Ketat
Dehidrasi
3
2
8
Rendah
Dehidrasi, Luka bakar
5
3
20
Ketat
Lebam/memar, luka bakar
5
3
20
Ketat
Gangguan pernapasan, iritasi Lebam/Memar, cidera ringan-berat
5
3
20
Ketat
1
4
10
Bersyarat
Lift Konsleting Tali baja lift
Lift Mati Cidera parah,
1
1
1
Rendah
putus
meninggal
5
5
25
Tinggi
Sumber Bahaya
Risiko/dampak
Material panas
Udara panas Radiasi panas suhu luar
18
Menaiki dan menuruni tangga SP
Konduksi dari panas besi tangga Paparan debu lantai tangga Terpeleset di tangga
19
Menaiki dan menuruni Lift
WRAC : Work Risk Assessment Control
WRAC*
Tingkat Risiko
124
Tabel 5.14 Lembar Observasi Penilaian Risiko NO 1
2
3 4
Penilaian Risiko Penilaian Tingkat Kemungkinan dilakukannya kegiatan (Occurrence / O) Penentuan Tingkat Konsekuensi /Keparahan (Severity / S) - Konsekuensi terhadap manusia - Konsekuensi terhadap lingkungan -Konsekuensi terhadap alat - Konsekuensi citra Perusahaan WRAC (Work Risk Assessment Control) Tingkat Risiko
Ada
Tidak
Keterangan
Lembar observasi pada tahap penilaian risiko dibuat untuk melihat kelengkapan pada tata cara pembuatan HIRARC di bagian analisis tingkat keparahan dan konsekuensi yang ada pada pekerjaan di SP. Dan PT Indocement membuat tatanan pada penilaian risiko cukup baik walau ada satu yang belum memenuhi syarat yaitu citra perusahaan. Citra perusahaan merupakan kegiatan suatu perusahaan di mata khalayak publik yang berdasarkan pengetahuan, tanggapan serta pengalaman-pengalaman yang telah diterimanya. Penilaian tertentu terhadap citra perusahaan oleh publiknya bisa berbentuk citra baik, sedang maupun buruk.
125
5.6 Hasil Pengendalian Risiko Suspension Preheater Pengedalian risiko merupakan langkah penting dan menentukkan dalam keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak bersifat konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini sudah merupakan realisasi dari upaya pengelolaan risiko dalam perusahaan. Dalam OHSAS 18001 memberikan pedoman pengendalian risiko yang lebih spesifik untuk bahaya K3 dengan pendekatan yang diantaranya: a. Eliminasi b. Subsitusi c. Engineering control d. Pengendalian administratif e. Alat pelindung diri (APD) Pengendalian risiko secara hirarki dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut : •
Hindarkan risiko dengan mengambil keputusan untuk menghentikan kegiatan atau pengguanaan proses, bahan, alat yang berbahaya.
•
Mengurangi kemungkinan terjadi (reduce likelihood)
•
Mengurangi konsekuensi kejadian (reduce consequences)
•
Pengalihan risiko ke pihak lain (risk transfer)
•
Menanggung risiko yang tersisa. Penanganan risiko tidak mungkin menjamin risiko atau bahaya hilang seratus persen, sehingga masih ada sisa risiko (residual risk) yang harus ditanggung perusahaan.
126
Peneliti telah melakukan observasi, wawancara dan telaah dokumen yang kemudian peneliti membuat tabel HIRARC pengendalian bahaya pada alat produksi suspension preheater di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Berikut tabel yang telah dibuat: 5.6.1 Pengendalian Risiko PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Terdapat beberapa ketentuan dalam mengendalikan risiko yang dilakukan PT Indocement Tunggal Prakarsa, karena pada prinsipnya semua risiko harus dikendalikan; pengendalian risiko dapat dilakukan dengan menghilangkan,
mengurangi,
mengendalikan,
atau
memindahkan.
Pengendalan risiko di unit kerja: a.Jika risiko tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dapat menggunakan alat pelindung diri atau pengaman; b. Jika terdapat potensi bahaya yang berdampak ke lingkungan masyarakat harus diupayakan memenuhi peraturan perundangan dan atau standar yang berlaku, c. Apabila belum dapat mengendalikan risiko, dapat dialihkan kepada pihak yang kompeten. Menentukan upaya pengendalian risiko berdasarkan tingkatan pengendalian risiko dan tingkatan pengendalian limbah. Beikut adalah pengendalian risiko yang dilakukan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk :
127
Tabel 5.15 Pengendalian Risiko PT.Indocement Tunggal Prakarsa Tbk
NO
Nama Kegiatan
1
Mengatasi Clogging
2
Pembersihan coating riser duct
3
Pembersihan BE
4
Pembersihan Chute
5
Pemeriksaan damper cyclone di SP
6
Aktivitas gunning/ casting castable saat bricklining
Sumber Bahaya -Material panas -Kerja di ketinggian -Berdebu -Alat Kerja -Udara panas -Material panas -Kerja diketinggian -Berdebu -Udara panas -Alat kerja -Material panas -Mesin berputar -Tempat sempit -Tempat agak gelap -Material panas -Berdebu -Udara panas -gunning machine -Kerja di ketinggian -Berdebu -Lokasi sempit/terbatas
Jenis Bahaya Gangguan Pernapasan ,kontak material, kontak gas panas
Iritasi, Gangguan Pernapasan, terjatuh, kontak material panas, terjepit Kontak Material, Terjepit, Iritasi Iritasi, Terbentur, terjepit Iritasi, Gangguan pernapasan, Kontak Panas Membentur, jatuh dari ketinggian, kejatuhan material, iritasi
Pengendalian Risiko Superintendent, SOP, Safety Talks, Safety shoes, Safety helm, Masker, Safety Gloves, Google
Ahli K3, SOP, Safety Talks, Safety shoes, Safety helm, Masker, Safety Gloves, Google
Superintendent, Safety Talks, Safety shoes, Safety helm, Masker, Safety Gloves, Google Foreman, SOP, Safety Talks, Safety shoes, Safety helm, Masker, Safety Gloves, Google Foreman, Safety Talks, Safety shoes, Safety helm, Masker, Safety Gloves, Google Foreman, SIK, SIKB, Safety Talks, Safety shoes, Safety helm, Masker, Safety Gloves, Google
128
NO
7
Nama Kegiatan Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine
8
Pembersihan material di SP
9
Pengoperasian Alat angkat/angkut
10
Mengatasi kebakaran kecil/APAR
11
Kerja di area SP dan spray tower
12
Kerja di ruang blower fine coal Sp calciner
Sumber Bahaya -Material dari coating -Gas panas yang keluar -stripping machine
-Berdebu -Lokasi panas -Area sempit -Alat angkat/angkut material yang diangkat
Jenis Bahaya Kejatuhan Material, Terpapar material/ gas panas, membentur, tertabrak, iritasi Iritasi, Kejatuhan material, terpeleset, kontak panas, terjatuh Menabrak, kejatuhan material
-Tabung bertekanan, api Ledakan, terbakar, kejatuhan material, iritasi -Material panas -Lokasi diketinggian -Suara blower
Kontak material panas, Kejatuhan benda, terjatuh, iritasi Gangguan pendengaran, getaran, terjepit
Pengendalian Risiko Foreman, maintenance strip, ping machine
Superintendent, Safety Talks, Safety shoes, Safety helm, Masker, Safety Gloves, Google, inspeksi Foreman, Safety Talks, Safety shoes, Safety helm, Masker, Safety Gloves, Google Foreman,SOP, Penanggulangan keadaan darurat, Safety Talks, Safety shoes, Safety helm, Masker, Safety Gloves, Google, Inspeksi Superintendent, Safety Talks, Safety shoes, Safety helm, Masker, Safety Gloves, Google Foreman, Rambu K3, pembatasan ijin masuk, safety shoes, safety helm, safety gloves, ear muff/plug, google
129
5.6.2 Pengendalian Risiko dari hasil observasi peneliti pada pekerjaan di Area Suspension Preheater Dari hasil observasi peneliti didapatkan 19 pekerjaan yang memiliki tingkatan bahaya mulai dari rendah hingga tinggi. Maka dari itu peneliti membuat tabel pengendalian risiko pada formulir HIRARC yang bertujuan untuk mengurangi bahaya yang terdapat di area kerja suspension preheater. Perbandingan dengan yang dimiliki oleh PT.Indocement Tunggal Prakarsa adalah dari segi kelengkapan dalam menangani risiko yang terjadi. Upaya pengendalian yang dimiliki PT ITP Tbk hanya sebatas APD namun dalam upaya pengendalian secara Hirarki belum memenuhinya. Ada beberapa SOP yang dimiliki oleh PT ITP Tbk namun pada jenis pekerjaan lainnya belum di sebutkan dalam formulir HIRARC. Perawatan alat/mesin, training secara menyeluruh atau spesifikasi belum disebutkan dalam form HIRARC milik Indocement. Maka dari itu peneliti membuat formulir pengendalian risiko pada area kerja SP, berikut adalah tabel yang telah dibuat peneliti :
130
Tabel 5.16 Hasil Pengendalian Risiko Suspension Preheater
NO
1
Nama Kegiatan
Mengatasi Clogging
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
Material Panas
Luka bakar,meninggal
24
Tinggi
Kerja Diketinggian
Cidera ringan/berat, meninggal
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
20
Ketat
Pengendalian Risiko Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm,harness, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator(EP), penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
131
NO
1
2
Nama Kegiatan
Mengatasi Clogging
Pembersihan coating riser duct
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
Udara Panas
Dehidrasi
8
Rendah
Material panas
Luka Bakar,meninggal
24
Tinggi
Kerja diketinggian
Cidera ringan/berat, meninggal
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
20
Ketat
Pengendalian Risiko Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker, ear plug, aluminized clothing, Adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm,harness, safety gloves, masker, ear plug, aluminized clothing Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator(EP), maintenance alat secara rutin, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker, ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
132
NO
2
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Tingkat Risiko
Udara panas
Dehidrasi
8
Rendah
Alat kerja
Terbentur, terjepit, tertimpa
18
Ketat
24
Tinggi
Pembersihan coating riser duct
Material panas
3
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Luka Bakar,meninggal
Pembersihan BE (Bucket elevator) Mesin berputar
Terbentur, terjepit, tertimpa
18
Ketat
Pengendalian Risiko Adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm,harness, safety gloves, masker, ear plug, aluminized clothing Maintenance alat secara rutin, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm,harness, safety gloves, masker, ear plug, aluminized clothing Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker, ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Inspeksi peralatan kerja, maintenance alat kerja, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker, ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
133
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
Terbentur, terjepit Confined spaced
4
Pembersihan Chute
Pencahayaan yang kurang
Oksigen Terbatas
23
Tinggi
Terbentur, terjepit 23
Kekurangan oksigen
23
Tinggi
Tinggi
Pengendalian Risiko Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug aluminized clothing, safety shoes) Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug aluminized clothing, safety shoes) Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator(EP), penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug aluminized clothing, safety shoes)
134
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Material panas
5
Pemeriksaan damper cyclone di SP
Kerja diketinggian
Berdebu
Risiko/ dampak
Luka Bakar,meninggal
Cidera ringan/berat, meninggal
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
24
Tinggi
24
Tinggi
20
Ketat
Pengendalian Risiko Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug aluminized clothing, safety shoes) Adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves,harness, masker,ear plug aluminized clothing, safety shoes) Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug aluminized clothing, safety shoes)
135
NO
5
Nama Kegiatan
Pemeriksaan damper cyclone di SP
Sumber bahaya
Udara panas
Sinar api las
6
Risiko/ dampak
Dehidrasi
Luka bakar, meninggal
Work Risk Assessment Control (WRAC)
8
22
Tingkat Risiko
Rendah
Tinggi
Mengelas dinding cyclone
Listrik dari las
Tersengat arus listrik
22
Tinggi
Pengendalian Risiko Adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug aluminized clothing, safety shoes) Adanya signal sign, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, penangungg jawab dari Superintendent, Foreman, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Adanya signal sign, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, Foreman, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
136
NO
6
7
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
Berdebu
Iritasi kulit atau mata, gangguan pernapasan
20
Ketat
Udara panas
Dehidrasi, luka bakar
18
Ketat
Mengelas dinding cyclone
Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine
Material dari coating
Luka bakar, meninggal
19
Ketat
Pengendalian Risiko Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), adanya signal sign, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, Foreman, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Adanya signal sign, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, Foreman, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, Foreman,ping machine, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
137
NO
7
Nama Kegiatan
Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
Gas panas yang keluar
Cidera ringan/berat, meninggal
19
Ketat
Berdebu
Iritasi kulit atau mata, gangguan pernapasan
20
Ketat
Udara Panas
Dehidrasi
5
Rendah
Pengendalian Risiko Adanya signal sign, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, penangungg jawab dari Superintendent, Foreman,ping machine, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), adanya signal sign, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, penangungg jawab dari Superintendent, Foreman,ping machine, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
Adanya signal sign, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, penangungg jawab dari Superintendent, Foreman,ping machine, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
138
NO
Nama Kegiatan
7
Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine
8
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
Stripping Machine
Menabrak, kejatuhan material
14
Bersyarat
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
20
Ketat
12
Bersyarat
Pembersihan material di SP
Lokasi Panas
Dehidrasi
Pengendalian Risiko Adanya signal sign, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, penangungg jawab dari Superintendent, Foreman,ping machine, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
139
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
8
Pembersihan material di SP
Area Sempit
Kejatuah material, terpeleset
17
Bersyarat
9
Pengoperasian Alat angkat/angkut
Alat angkat/angkut material yang diangkat
Menabrak, kejatuhan material
14
Bersyarat
10
Mengatasi kebakaran kecil/APAR
Tabung bertekanan, api
Ledakan, terbakar, kejatuhan alat atau material, Iritasi
15
Bersyarat
Pengendalian Risiko Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP, Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Adanya tim pemadam kebakaran(Fireman), maintenance alat secara rutin, adanya SOP, training (OJT: On job training menganai tata cara pemakaian APAR), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
140
NO
11
Nama Kegiatan
Kerja di area SP dan spray tower
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
Material panas
Luka bakar,meninggal,iritasi
24
Tinggi
Kerja diketinggian
Jatuh dari ketinggian
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
20
Ketat
Pengendalian Risiko Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm,harness, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
141
NO
11
12
13
Nama Kegiatan
Kerja di area SP dan spray tower
Kerja di ruang blower fine coal Sp calciner
Pembersihan coating
Sumber bahaya
Udara panas
Suara blower
Material panas
Risiko/ dampak
Dehidrasi
Terjepit, getaran, gangguan pendengaran.
Luka bakar,meninggal,iritasi
Work Risk Assessment Control (WRAC)
8
17
24
Tingkat Risiko
Pengendalian Risiko
Rendah
Inspeksi untuk pemeriksaan rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm,harness, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
Bersyarat
Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), Melaksanakan pemeriksaan audiometri , maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
Tinggi
Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
142
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Kerja diketinggian
13
Pembersihan coating
Berdebu
Udara panas
Risiko/ dampak
Jatuh dari ketinggian
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
Dehidrasi
Work Risk Assessment Control (WRAC)
24
20
8
Tingkat Risiko
Pengendalian Risiko
Tinggi
Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
Ketat
Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan, maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
Rendah
Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
143
NO
13
14
Nama Kegiatan
Pembersihan Coating
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
Stripping machine
Menabrak, kejatuhan material
13
Bersyarat
Material panas dinding SP
Luka bakar,meninggal,iritasi
24
Tinggi
Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat clogging Lokasi ketinggian
Jatuh dari ketinggian
24
Tinggi
Pengendalian Risiko Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm,harness, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
144
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Berdebu
14
Risiko/ dampak
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
Work Risk Assessment Control (WRAC)
20
Tingkat Risiko
Ketat
Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat clogging
Udara panas
Dehidrasi
8
Rendah
Pengendalian Risiko Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
145
NO
14
15
Nama Kegiatan
Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat clogging
Sumber bahaya
Material clogging
Risiko/ dampak
Kebakaran/ledakan
Work Risk Assessment Control (WRAC)
25
Tingkat Risiko
Tinggi
Material panas
Luka bakar,meninggal,iritasi
24
Tinggi
Kerja diketinggian
Jatuh dari ketinggian
24
Tinggi
Melakukan Inspeksi Oksigen Pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner
Pengendalian Risiko Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), maintenance alat secara rutin, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,harness, aluminized clothing, safety shoes)
146
NO
15
Nama Kegiatan
Melakukan Inspeksi Oksigen Pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
20
Ketat
Udara panas
Dehidrasi
8
Rendah
Kebocoran gas
Gangguan pernapasan, keracunan
15
Bersyarat
Pengendalian Risiko Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), maintenance alat secara rutin, melakukan inspeksi secara rutin dan berskala, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,harness, aluminized clothing, safety shoes) Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,harness, aluminized clothing, safety shoes)
147
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Material panas
16
Melakukan inspeksi Decarbonation
Risiko/ dampak
Luka bakar,meninggal,iritasi
Work Risk Assessment Control (WRAC)
24
Tingkat Risiko
Pengendalian Risiko
Tinggi
Melakukan inspeksi secara rutin dan berskala, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
Kerja diketinggian
Jatuh dari ketinggian
24
Tinggi
Berdebu
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
20
Ketat
Melakukan inspeksi secara rutin dan berskala, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm,harness, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), maintenance alat secara rutin, melakukan inspeksi secara rutin dan berskala, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
148
NO
16
17
Nama Kegiatan
Melakukan inspeksi Decarbonation
Sumber bahaya
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
Udara panas
Dehidrasi
8
Rendah
Material panas
Luka bakar,meninggal,iritasi
24
Tinggi
Kerja diketinggian
Jatuh dari ketinggian
24
Tinggi
Pengaturan temperatur di SP
Pengendalian Risiko Maintenance alat secara rutin, melakukan inspeksi secara rutin dan berskala, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Melakukan inspeksi secara rutin dan berskala, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
149
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Berdebu
17
Tingkat Risiko
Iritasi Kulit atau mata, gangguan pernapasan
20
Ketat
Dehidrasi
8
Rendah
Dehidrasi, Luka bakar
20
Ketat
Pengaturan temperatur di SP
Udara panas
18
Risiko/ dampak
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Menaiki dan menuruni tangga SP
Radiasi panas suhu luar
Pengendalian Risiko Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), maintenance alat secara rutin, melakukan inspeksi secara rutin dan berskala, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Melakukan inspeksi secara rutin dan berskala, penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, membuat SIKA dan JSA, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
150
NO
Nama Kegiatan
Sumber bahaya
Konduksi dari panas besi tangga
18
Menaiki dan menuruni tangga SP
Paparan debu lantai tangga
Terpeleset di tangga
19
Menaiki dan menuruni Lift
Lift Konsleting
Risiko/ dampak
Lebam/memar, luka bakar
Gangguan pernapasan, iritasi
Lebam/Memar, cidera ringan-berat
Lift Mati
Work Risk Assessment Control (WRAC)
Tingkat Risiko
20
Ketat
20
Ketat
10
Bersyarat
1
Rendah
Pengendalian Risiko Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator (EP), penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Penangungg jawab dari Superintendent, adanya SOP, safety talks, training (OJT: On job training), APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) Maintenance lift secara rutin dan berskala, safety talks, training (OJT: On job training), safety sign, adanya prosedur menaiki lift, APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
151
NO
19
Nama Kegiatan
Menaiki dan menuruni Lift
Sumber bahaya
Tali Baja lift putus
Risiko/ dampak
Cidera parah, meninggal
Work Risk Assessment Control (WRAC)
25
Tingkat Risiko
Pengendalian Risiko
Tinggi
Maintenance lift secara rutin dan berskala, safety talks, training (OJT: On job training), safety sign, adanya prosedur menaiki lift, APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
152
Tabel 5.17 Lembar Observasi Pengendalian Bahaya NO 1 2 3 4 5
Jenis Pengendalian Bahaya Eliminasi Subsitusi Engineering control Administrative control Alat Pelindung diri
Ada
Tidak
Keterangan
Dalam pengendalian bahaya terdapat 5 cara secara hirarki mulai dari eiminasi, subsitusi, engineering control, administrative control, dan alat pelindung diri (APD). Namun dalam hasil observasi hanya tiga pengendalian yang dapat dipakai dalam area kerja suspension preheater. Hasilnya adalah Engineering control, administrative control dan APD. 5.7 Rekomendasi Pengendalian Risiko PT Indocement menentukan prioritas upaya pengendalian risiko berdasarkan keterkaitan kegiatan, potensi bahaya, dan tingkat keberhasilan pengendalian risiko, yaitu dengan menentukan Risk Priority Number (RPN):
RPN = O X S X D RPN = Angka Prioritas Risiko (Risk Priority Number). O = Tingkat kemungkinan (Occurrence). S = Tingkat keparahan (Severity). D = Tingkat keberhasilan (Detection). Risiko yang dapat diterima (acceptable risk) adalah jika nilai RPN < 64, tetapi bila nilai > 64 ; atau belum terpenuhinya peraturan perundangan atau standar
153
maka kegiatan tersebut diprioritaskan untuk dibuatkan tindakan perbaikan / peningkatan : Action plan yang dapat dilakukan melalui, yaitu : a. program o Menentukan program pengendalian K4LM/daftar program (lampiran 2) o Menyusun rincian untuk setiap program dengan format one sheet project ( o Memantau kemajuan untuk setiap program minimal 3 bulan sekali dengan format Progress Report o Mengevaluasi keefektifan pencapaian tujuan, minimal 3 bulan sekali (daftar action plan, pada daftar program) b. Menentukan pengendalian operasi (Perbaikan berlanjut): Merupakan peningkatan atau perbaikan pengendalian operasi dan/atau manajemen darurat : o Menentukan perbaikan berlanjut dengan RPN > 64 o Menyusun rencana kerja untuk setiap perbaikan berlanjut dapat menggunakan: Practical Quality Improvement (PQI), Perbaikan Sistem Saran (PSS), Tujuh langkah, tujuh alat (TULTA), dll o Mengevaluasi keefektifan pencapaian tujuan pada setiap minimal 3 bulan sekali (daftar action plan, pada daftar pengendalian operasi atau daftar manajemen darurat). Namun HIRARC yang dimiliki oleh PT.ITP belum membuat kegiatan action plan dikarenakan semua jenis kegiatannya dibawah range <64. Seperti dari sumbernya bahwa setiap sumber bahaya yang dibawah point 64 dari hasil perkalian
154
RPN tidak dilakukannya program action plan. Selain itu, kendala dana/ cost yang harus diberikan untuk melaksanakan program action plan membuat perusahaan tidak mudah untuk mengeluarkan dana yang jumlahnya besar. Akan tetapi, peneliti tetap memberikan tindakan monitoring/ action plan demi mengoreksi atau memperbaiki pengendalian yang sudah dilakukan. Berikut adalah tabel rekomendasi pengendalian risiko:
155
Tabel 5.18 Rekomendasi pengendalian risiko NO
1
2
3
Nama Kegiatan Kerja
Mengatasi Clogging
Pembersihan coating riser duct
Pembersihan BE
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar kerja mesin - UU K3 No 1 tahun 1970 -SOP dalam melakukan antisipasi clogging -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang bejana Tekan -Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri. -UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-04/MEN/1985 tentang pesawat tenaga dan produksi -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1988 tentang kwalifikasi dan syarat-syarat operator pesawat uap -Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri. -UU K3 No 1 tahun 1970 -Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Tindakan Monitoring pengendalian Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan, penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi, adanya signal sign, shock absorben, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan, penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi ,adanya signal sign,Inspeksi secara rutin dan berskala, shock absorben, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja Maintenance Bucket Elevator secara berskala, Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
156
NO
4
5
6
7
Nama Kegiatan Kerja
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar kerja mesin -UU K3 No 1 tahun 1970 -Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja -Peraturan Menteri perburuhan No.7 tahun 1964 tentang syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan di tempat kerja -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Tindakan Monitoring pengendalian
Pemeriksaan damper cyclone di SP
-UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang bejana Tekan -Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Mengelas dinding las
-UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No:Per 02/MEN/1982 Tentang kwalifikasi juru las -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Adanya pengawas agar dapat diawasi ketika pekerja masuk ke area confined spaced, Adanya signal sign, lampu darurat untuk penerangan, Inspeksi secara rutin dan berskala, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja khususnya bantuan alat pernapasan , sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan, penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi, Adanya signal sign,lampu untuk penerangan, Inspeksi secara rutin dan berskala, shock absorben, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, , penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, pemeriksaan kesehatan, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
-UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang bejana Tekan -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi, Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
Pembersihan Chute
Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping
machine
157
NO
8
9
10
Nama Kegiatan Kerja
Pembersihan material di SP
Pengoperasian Alat angkat/angkut
Mengatasi kebakaran kecil/APAR
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar kerja mesin
Tindakan Monitoring pengendalian
Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke -UU K3 No 1 tahun 1970 penampungan, penyediaan air minum agar -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang terhindar dari dehidrasi, Inspeksi secara bejana Tekan rutin dan berskala, Adanya signal sign, -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per- penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi 08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri. mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja -UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-05/MEN/1985 tentang pesawat angkat dan angkut -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI No.Per09/MEN/VII/2010 tentang operator dan petugas pesawat angkat dan angkut -Keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.: Kep-75/ MEN/2002 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000) di tempat kerja. -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri. -UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-04/MEN/1980 tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan alat pemadam api ringan -Keputusan menteri tenaga kerja RI No.Kep-186/MEN/1999 tentang penanggulangan kebakaran di tempat kerja -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
158
NO
Nama Kegiatan Kerja
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar kerja mesin
11
-UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-02/MEN/1982 Kerja di area SP Tentang kwalitas Juru las dan spray tower -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang bejana Tekan
Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan, penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi, adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, shock absorben,penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
12
-UU K3 No 1 tahun 1970 Kerja di ruang -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang blower fine coal bejana Tekan Sp calciner -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan, Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
13
Pembersihan coating
-UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang bejana Tekan -Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi, Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, shock absorben, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
14
Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat clogging
Tindakan Monitoring pengendalian
Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan, -UU K3 No 1 tahun 1970 penyediaan air minum agar terhindar dari -Keputusan presiden RI.No 22 tahun 1993 tentang penyakit yang dehidrasi, Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, shock absorben,penyediaan timbul karena hubungan kerja -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per- APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan 08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri. tindakan tegas kepada pekerja
159
NO
15
16
17
18
Nama Kegiatan Kerja Melakukan Inspeksi Oksigen Pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar kerja mesin -UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Melakukan inspeksi Decarbonation
-UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Pengaturan temperatur di SP
-UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1982 tentang bejana Tekan -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Menaiki dan menuruni tangga SP
Tindakan Monitoring pengendalian Penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi, Adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, shock absorben,penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja Penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi, adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, shock absorben, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan, penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi, adanya signal sign, Inspeksi secara rutin dan berskala, shock absorben ,penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan, Adanya signal sign, penyediaan APD secara -UU K3 No 1 tahun 1970 lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per- sosialisasi mengenai APD dengan tindakan 08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri. tegas kepada pekerja
160
NO
19
Nama Kegiatan Kerja
Menaiki dan menuruni Lift
Peraturan perundang-undangan keselamatan kerja dan standar kerja mesin -UU K3 No 1 tahun 1970 -Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-03/MEN/1999 tentang syarat-syarat Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lift Untuk Pengangkutan Orang dan Barang. -Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan pengawasan Ketenagakerjaan No.Kep-407/BW/1999 tentang persyaratan, penunjukkan Hak dan Kewajiban Teknisi Lift. -Keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.: Kep75/ MEN/2002 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000) di tempat kerja. -Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.Per08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri.
Tindakan Monitoring pengendalian
Adanya signal sign, tersedianya nomor darurat jika lift mengalami kerusakan atau keadaan darurat, penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut : 1. Pada penelitian ini, penulis melakukan observasi dan wawancara pada proses produksi pada pekerjaan di bagian suspension preheater. Proses observasi yang dilakukan hanya dengan melakukan pengamatan terhadap setiap tahapan yang ada pada proses pekerjaan di Suspension Preheater (SP). Identifikasi dan analisis yang dilakukan pada proses pekerjaan di SP hanya terbatas pada risiko keselamatan kerja saja, hal ini karena keterbatasan waktu penelitian. 2. Peneliti tidak dapat menampilkan gambar atau dokumentasi proses kerja secara keseluruhan karena area tempat penelitian yang memiliki temperatur ekstrim dan tidak memungkinkan untuk mengambil seluruh gambar rangkaian proses kerja SP. 3. Peneliti tidak melampirkan beberapa data seperti data invertigasi kecelakaan, dan master data perusahaan dikarenakan data-data tersebut bersifat rahasia.
161
162
6.2 Pembahasan Hasil Analisis Risiko Keselamatan Kerja Dengan Metode HIRARC Pada Pekerjaan Di Suspension Preheater Ditempat kerja terdapat sumber bahaya yang beraneka ragam mulai dari kapasitas bahaya yang rendah hingga bahaya tinggi. Kita tidak dapat mencegah kecelakaan jika tidak dapat mengenal bahaya dengan baik dan seksama. Jenis Bahaya diklasifikasikan menjadi beberapa macam yakni bahaya mekanis, listrik, kimiawi, dan fisik. Dari risiko keselamatan yang telah diidentifikasikan, risiko keselamatan kerja yang terdapat pada proses kerja di suspension preheater berdasarkan jenis bahaya keselamatan ditemukan tiga jenis bahaya diantaranya : 1. Bahaya Fisik, yaitu jatuh dari ketinggian, tersembur material panas, mengalami gangguan pernapasan, iritasi mata yang disebabkan debu, iritasi kulit dari paparan debu dan semen langsung, dehidrasi ringan hingga akut karena situasi lingkungan kerja yang panas, terpapar sinar api burner dapat mengakibatkan kebutaan jika tidak memakai APD dengan tepat, kejatuhan material, terpeleset di tempat kerja, menabrak,terjepit, getaran, lebam/ memar, mengalami cidera ringgan-hingga berat, dan hal yang paling besar adalah kehilangan nyawa atau meninggal dunia. 2. Bahaya Mekanik (mechanical hazard) yaitu, terbentur, terjepit dan tertimpa alat dari alat riser duct, bucket elevator dan blower fine coal sp calciner, mengalami gangguan pendengaran dari suara alat kipas/fan, menabrak dan kejatuhan material dari alat angkut dan stripping machine, terjadi kebakaran dan ledakan dari tabung bertekanan api dan pekerjaan
163
saat pengecekan temperatur SP, lift mengalami konsleting dan mengakibatkan lift mati. Bahaya-bahaya ini diakibatkan oleh bendabenda atau mesin serta proses yang bergerak. 3. Bahaya listrik (electrical hazard) yaitu, terkena aliran listrik (kesetrum). Kemudian dapat mengalami luka bakar hingga meninggal dunia, Hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, pengendalian bahaya dan rekomendasi pengendalian keselamatan dilakukan dengan menggunakan data primer berupa wawancara dan observasi kepada pekerja di SP, karyawan HSE, dan rekan kerja pekerja. Didapatkan hasil identifikasi berupa sembilan belas jenis pekerjaan di proses kerja SP. 1. Mengatasi clogging 1a.Identifikasi bahaya Clogging adalah sumbatan-sumbatan material yang terjadi di dalam suspension preheater yang terjadi karena sirkulasi kandungan senyawa-senyawa volatile yang membuat mampat di sistem preheater itu sendiri. Hal ini terjadi karena senyawa-senyawa sulfur, dan kloin yang dapat berasal dari raw meal ataupun bahan bakar alternatif, menguap di zona burning kiln dan terbawa dalam bentuk gas kembali ke preheater, karena suhu yang rendah maka gas-gas tersebut kembali kedalam bentuk padat, bercampur dengan raw mix lalu kembali masuk ke burning zone kiln, menguap kembali dan bersirkulasi seperti itu terus sehingga meningkatkan konsentrasi senyawa-senyawa tersebut didalam sitem
164
pembakaran. Dalam pekerjaan mengatasi problem clogging, terdapat sumber bahaya berupa material panas yang berkisar 700 derajat celcius yang dapat mengakibatkan luka bakar pada tubuh pekerja hingga meninggal dunia (Wibisono, 2012). Kemudian dengan struktur Sp yang cukup tinggi dengan wilayah kerja berlantai-lantai pekerja tidak luput dari bahaya ketinggian yang dapat berakibat cidera ringan,ringan, berat hingga meninggal dunia. Kemudian area kerja cukup berdebu karena memang lingkungan kerja di SP masih belum cukup untuk dibersihkan secara otomatis karena hanya memakai tenaga manual manusia dalam membersihkan material-material debu semen. Bahaya ini dapat mengakibatkan iritasi kulit, iritasi mata hingga gangguan pernapasan. Dalam suhu luar SP berada pada suhu >40 derajat celcius dalam radius 1 meter dengan dinding cyclone dapat menyebabkan dehidrasi yang berakibat kekurangan cairan bagi pekerja.
1b. Penialian Risiko dan pengendaliannya Dari pekerjaan ini terdapat 4 macam risiko yang dapat merugikan karyawan dan perusahaan diantaranya adalah : a. Material Panas Material panas masuk dalam kategori jenis bahaya Fisik karena memiliki potensi bahaya yang dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang terpapar (Rosalia, 2011). Material panas dari alat cyclone preheater dapat berakibat luka bakar ringan
165
hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan clogging, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
b.Kerja di ketinggian Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Seseorang yang bekerja di ketinggian atau lebih termasuk aktivitas bekerja di ketinggian (Indorope, 2011). Tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan clogging, scafolding, dan pemakaian
166
APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes) c.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Debu adalah salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel melayang di udara (Suspended Particulate Matter /SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Untuk itu bahaya yang ditimbulkan cukup besar walaupun masih dapat dilakukan pengendalian bahayanya (Rais, 2009). Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan
debu
memakai
dust
collector
dan
electrostatic
precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d.Udara Panas Udara atau suhu panas merupakan jenis bahaya yang masuk dalam kategori jenis bahaya fisik (Ramli, 2010). Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari
167
suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP . Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD.
2. Pembersihan coating riser duct 2a. Identifikasi bahaya Pengendapan gas-gas biasanya terjadi di preheater, karena suhu di preheater berkisar 800 derajat celcius lebih rendah dari burning kiln zone yang rata-rata 900-1000 derajat celcius sehingga gas-gas tersebut kembali ke dalam bentuk yang tidak terlalu padat atau sticky dan bercampur kembali dengan raw mix yang berada di preheater menjadi lebih lengket dan berpotensi menimbulkan blocking pada saluran/duct yang dilewatinya, terutama yang berada di bottom cyclone atau cyclone yang paling bawah (Ilham, 2009). Terdapat sumber bahaya dari pekerjaan tersebut diantaranya material panas yang berkisar 800 derajat celcius yang dapat mengakibatkan luka bakar pada tubuh pekerja hingga meninggal dunia. Kemudian dengan struktur Sp yang cukup tinggi dengan wilayah kerja berlantai-lantai pekerja tidak luput dari bahaya ketinggian yang dapat berakibat cidera ringan,ringan, berat hingga meninggal dunia. Kemudian area kerja cukup berdebu karena memang
168
lingkungan kerja di SP masih belum cukup untuk dibersihkan secara otomatis karena hanya memakai tenaga manual manusia dalam membersihkan material-material debu semen. Bahaya ini dapat mengakibatkan iritasi kulit, iritasi mata hingga gangguan pernapasan. Dalam suhu luar SP berada pada suhu >40 derajat celcius dalam radius 1 meter dengan dinding cyclone dapat menyebabkan dehidrasi yang berakibat kekurangan cairan bagi pekerja.
2b.Penialian Risiko dan pengendaliannya Dari pekerjaan ini terdapat 5 macam risiko yang dapat merugikan karyawan dan perusahaan diantaranya adalah : a. Material Panas Material panas pada saat membersihkan riser duct dari alat cyclone preheater dapat berakibat luka bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan membersihkan coating riser duct,
169
dan pemakaian APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves,
masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b.Kerja di ketinggian Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis), dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator, SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan
170
pekerjaan ketinggian, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d.Udara Panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan membersihkan riser duct. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD yang dikhususkan untuk menangani debu terutama masker. e.Alat KerjaS Dalam
membersihkan
riser
duct
terdapat
alat
untuk
membersihkannya. Potensi bahaya dari alat tersebut dapat menyebabkan terbentur, terjepit dan tertimpa dari alat. Menurut Miner (1994) hal tersebut tergolong dalam unsafe behavior dimana hal tersebut merupakan tipe prilaku yang mengarah pada kecelakaan. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 18 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian yang dapat dilakukan guna meminimalisir bahaya dengan cara training
171
pada penggunaan alat kerja, SOP, memiliki SIKA, JSA dan pemakaian APD.
3. Pembersihan BE (Bucket elevator) 3a. Identifikasi Bahaya Bucket Elevator merupakan salah satu alat transport material yang terdapat di pabrik Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, yang berguna untuk memindahkan material (raw mix) secara ertikal dan secara berkesinambungan dengan menggunakan bucket. Bucket elevator dibagi menurut sistem transmisinya ada yang menggunakan rantai dan belt. Sifat material yang dipindahkan berupa serbuk, granular dan pasir yang kering. Material raw mix merupakan hasil proses dari raw mill yang selanjutnya ditransport ke separator dengan menggunakan BE untuk proses pembuatan semen selanjutnya. Dalam pekerjaan ini terdapat sumber bahaya berupa material panas dari area kerja yang dapat berisiko luka bakar hingga meninggal dunia. BE tidak cocok digunakan untuk memindahkan material yang bergumpal besar dan lengket. Mesin BE beroperasi secara dinamis atau berjalan maka terdapat sumber bahaya dari mesin berputar yang dapat menciderai pekerja seperti terbentur, terjepit dan terpapar material panas.
172
3b. Penilaian risiko dan pengendaliannya Dari pekerjaan ini terdapat 2 macam risiko yang dapat merugikan karyawan dan perusahaan diantaranya adalah : a. Material panas Material panas pada saat membersihkan bucket elevator dari rangkaian alat cyclone preheater dapat berakibat luka bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara menginspeksi peralatan kerja dan maintenance alat kerjanya, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan bucket elevator, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b. Mesin berputar Pada alat BE, mesin akan berputar ke atas dengan membawa material yang siap dimasukkan kedalam cyclone preheater. Potensi bahaya dari alat tersebut dapat menyebabkan terbentur, terjepit dan
173
tertimpa dari alat. Menurut Miner (1994) hal tersebut tergolong dalam unsafe behavior dimana hal tersebut merupakan tipe prilaku yang mengarah pada kecelakaan. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 18 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian yang dapat dilakukan guna meminimalisir bahaya dengan cara training pada penggunaan alat kerja, SOP, memiliki SIKA, JSA dan pemakaian APD.
4. Pembersihan chute 4a.Identifikasi bahaya Pembersihan chute dilakukan secara rutin demi menjaga keutuhan produksi. Fungsi dari chute adalah untuk mendistribusikan material dari satu alat ke alat lainnya melalui alat ini yang berupa corong yang berisikan material. Dengan kondisi ruangan yang terbatas/ confined space dikarenakan sempit, oksigen yang terdapat didalam chute sangatlah terbatas dan pencahayaan yang kurang maka menimbulkan bahaya bagi pekerja. Risiko pekerja ketika membersihan chute adalah terjepit, kekurangan oksigen dan terbentur.
4b.Penilaian risiko dan pengendaliannya Dari pekerjaan ini terdapat 3 macam risiko yang dapat mengancam keselamatan kerja diantaranya adalah :
174
a. Confined spaced Ketika membersihkan chute, pekerja dihadapkan dengan ruangan yang terbatas/ confined spaced karena ukuran ruangan tidak begitu luas. Dalam Peraturan menteri perburuhan No 7 tahun 1964 mengenai syarat kesehatan pekerja ditetapkan bahwa pekerja harus dibuat ukuran ruang kerja yang cukup sehingga memiliki ruang udara yang cukup yang sedikitnya 10-15 m. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 23. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan bucket elevator, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b. Pencahayaan yang kurang Kemungkinan cahaya dalam ruangan chute sangat terbatas dan dapat menimbukan kerugian risiko pada pekerja. Dalam Peraturan menteri perburuhan No 7 tahun 1964 mengenai syarat kesehatan, dan pencahayaan bahwa ketika ruangan kerja tidak di fasilitasi dengan penerangan secara permanen maka harus dibuatkan penerangan darurat dengan kekuatan paling sedikit 5 lux (0.5 ft candles). Kemungkinan terjadinya kecelakaan dapat berakibat membentur dinding chute, dan
175
terjepit dari sela-sela chute. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 23. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan bucket elevator, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c. Kekurangan oksigen Selain bahaya dari ruangan terbatas dan pencahayaan yang kurang, suplai oksigen yang terdapat pada ruangan ini cukup terbatas. Pekerjaan ini menimbulkan risiko berupa kekurangan oksigen. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 23. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan bucket elevator, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
176
5. Pemeriksaan damper cyclone di SP 5a.Identifikasi bahaya Damper adalah alat pengatur udara yang berfungsi untuk merubah jumlah udara pembakaran. Alat ini dapat mempengaruhi kinerja proses (pertukaran panas yang ada) dari instalasi dan hidup dari internal perusahaan seperti pabrik semen (Magotteaux, 2012). Dalam pekerjaan ini terdapat sumber bahaya berupa material panas dari area kerja yang dapat berisiko luka bakar hingga meninggal dunia ruangan yang berdebu, dan suhu udara yang panas.
5b.Penilaian risiko dan pengendaliaanya Dalam pekerjaan ini terdapat 4 sumber bahaya diantaranya adalah : a.Material Panas Material panas pada memeriksa damper dari alat cyclone preheater dapat berakibat luka bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang
177
berhubungan dengan pekerjaan pemeriksaan damper cyclone dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b. Kerja di ketinggian Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan pemeriksaan damper cyclone, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang
178
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis), dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d.Udara Panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment control. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD.
6. Mengelas dinding cyclone 6a.Identifikasi bahaya Mengelas dinding cyclone dilakukan apabila bata didalam cyclone sudah mengalami pengeroposan dan berakibat rusaknya dinding cyclone akibat panas dari pembakaran cyclone
yang kemudian
mengeroposkan dinding-dinding cyclone. Maka perlu dilakukan pengelasan atau penambalan apabila bagian dalam cyclone telah di pasangangi bata anti api. Terdapat sumber bahaya dari pekerjaan
179
tersebut diantaranya adalah sinar api las, tersengat arus listrik, berdebu, dan udara panas dari dinding cyclone. 6b.Penilaian risiko dan pencegahannya a.Percikan api las Dalam melakukan proses pengelasan terdapat pilar Undangundang yang melindiungi pekerja dari bahaya pengelasan yakni tertuang dalam Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No:Per 02/MEN/1982 Tentang kwalifikasi juru las (PPUK3). Akibat pekerjaan ini pekerja dapat berisiko luka bakar dari percikan las dan iritasi mata dari asap pembuangan pembakaran las. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 22. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman), formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan mengelas, adanya scafolding dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b.Listrik dari alat las Bahaya pekerjaan mengelas selain dari percikan api dapat pula memiliki sumber dari listrik instalasi las. Hal ini dapat mengakibatkan pekerja tersengat listrik 220 volt dari alat las. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada
180
angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 22. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan mengelas dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis), dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d.Udara panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius bahkan mencapai 939 derajat ketika sampai di riser duct. Risiko dehidrasi dapat dialami
181
oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengelas dinding cyclone. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “ketat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 18. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD yang dikhususkan untuk melindungi tangan dari paparan panas dinding cyclone juga baju tahan panas.
7. Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine 7a. Identifikasi bahaya Aktivitas
pembersihan
coating
adalah
melakukan
suatu
penyemprotan yang berisikan adukan semen untuk membersihkan coating yang terdapat di dalam riser duct. Terdapat sumber bahaya ketika melakukan pekerjaan tersebut diantarannya adalah material dari coating, gas panas yang keluar dari riser duct, berdebu area SP, udara panas dan Stripping machine.
7b. Penilaian risiko dan pencegahannya a. Material dari coating Material dari coating saat di semprotkan stripping machine dapat memicu material coating tersembur keluar dinding dan dapat berisiko
182
luka bakar dan meninggal dunia. Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan membersihkan riser duct. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “ketat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 2 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 19. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD yang dikhususkan untuk menangani material yang menyembur terutama baju tahan api. b. Gas panas Ketika alat stripping machine diaktifkan maka akan ada gas panas yang keluar dari dinding cyclone dan gas dapat terhirup oleh pekerja. Dari sumber bahaya tersebut risiko yang terjadi dapat mengakibatkan cidera ringan/berat hingga meninggal dunia akibat terhirup gas panas. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 2 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 19 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan
debu
memakai
dust
collector
dan
electrostatic
precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis), dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
183
c. Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis), dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d. Udara panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan membersihkan coating dengan stripping machine. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 2 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment 5. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD yang dikhususkan untuk menangani panas yakni baju tahan api.
184
e.Stripping Machine Stripping machine menimbulkan risiko menabrak dan kejatuhan material. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 2 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 14. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan alat stripping machine, dan pemakaian APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
8. Pembersihan material di SP 8a. Identifikasi bahaya Membersihkan material di SP dilakukan secara manual oleh pekerja/ karyawan dengan membentuk tim atau perorangan. Dalam pekerjaan ini dibutuhkan tehnik yang terampil agar lingkungan area kerja tetap optimal. Terdapat tiga sumber bahaya dari pekerjaan ini diantaranya adalah kondisi lingkungan yang berdebu, lokasi panas, dan area yang sempit.
185
8b. Penilaian risiko dan pencegahannya a.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b. Lokasi panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan membersihkan material di SP. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk
186
assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD.
9. Pengoperasian alat angkat/angkut 9a. Identifikasi bahaya Alat angkat atau alat angkut di area SP memakai alat hoist crane. Hoist adalah bagian dari crane yang berfungsi sebagai alat pemindah barang
dengan
pergerakan
vertical
(hoisting)
dan
horizontal
(tranversing). Hoist merupakan peralatan yang sangat vital dan harus hati-hati dalam proses pekerjaan karena beresiko tinggi yang memerlukan tingkat safety tertentu. Pekerjaan dengan alat ini memiliki tingkatan bahaya cukup tinggi dengan sumber bahaya berupa kejatuhan dari alat dan benda yang bergerak yang dapat berisiko menabrak kepada pekerja dan kejatuhan material dari alat angkut yang digunakan.
9b. Penilaian risiko dan pengendaliannya Dalam pekerjaan ini hanya ada satu risiko dari pekerjaan pengoperasian alat angkat dan angkut yakni: a.Alat angkat/angkut material yang diangkat Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 2 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment control. Pengendalian yang
187
sudah dilakukan perusahaan adalah maintenance alat secara rutin, adanya penanggung jawab dari superitendent,adanya SOP, SIKA, JSA, dan pemakaian APD. 10. Mengatasi Kebakaran kecil/APAR 10a.Identifikasi bahaya Menurut Hargianto (2003), APAR (alat pemadam api ringan) adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran. Tabung APAR harus diisi ulang sesuai dengan jenis dan kontruksinya. Dalam bekerja di area SP wajib alat ini di letakkan di dinding-dinding tiap lantai agar jika terjadi keadaan kegawatan darurat dapat dipakai sebagaimana mestinya. Ketika memakai pemakaian APAR terdapat beberapa sumber bahaya yang diantaranya adalah dari tabung bertekanan api.
10b. Penilaian risiko dan pengendaliannya Dalam pekerjaan ini hanya ada satu risiko dari mengatasi APAR yakni: a.Tabung bertekanan api Ketika pekerja memakai APAR untuk keadaan darurat/ emergency terdapat risiko yang dapat membahayakan yakni dapat mengalami kebakaran dari sumber api, ledakan kejatuhan alat atau
188
material dan iritasi dari paparan zat yang terkandung dalam APAR. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 1 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment control adalah 15. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah adana tim pemadam kebakaran, maintenance alat secara rutin, adanya penanggung jawab dari superitendent,adanya SOP, SIKA, JSA, dan pemakaian APD.
11. Kerja di area SP dan spray tower 11a. Identifikasi bahaya Bekerja pada area suspension preheater memiliki risiko yang tinggi. Tower yang berada pada puncak SP menyebabkan sumber bahaya diantaranya material panas, bekerja di ketinggian, ruangan yang berdebu, udara panas.
11b.Penilaian risiko dan pencegahannya a. Material Panas Material panas ketika bekerja di area SP dapat berakibat luka bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat
189
kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan clogging, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b. Kerja di ketinggian Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan clogging, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan
190
konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d.Udara Panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD.
12. Kerja di ruang blower fine coal SP calciner 12a. Identifikasi bahaya Bekerja di ruangan blower sangat rentan akan bahaya yang dapat terjadi dari bisingnya alat blower. Kegunaan blower adalah untuk mendorong material yang akan masuk ke cyclone. Sumber bahaya yang
191
terdapat di pekerjaan ini adalah kebisingan dari suara blower yang melebihi NAB (Nilai ambang batas).
12b. Penilaian risiko dan pencegahannya a. Suara blower Suara blower merupakan dampak risiko tertinggi kepada pekerja yang dapat mengakibatkan gangguan pendengaran. Alat ini juga dapat mengakibatkan pekerja mengalami terjepit dari alat blower dan getaran/ vibration. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 17. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust collector dan elektrostatic precipitator (EP), bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan clogging, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
192
13. Pembersihan coating 13a. Identifikasi bahaya Pembersihan coating dilakukan pada area riser duct dengan suhu 939 derajat
celcius dan merupakan suhu tertinggi di rangkaian SP.
Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk membersihkan penyumbatan material di dalam riser duct dan mengembalikan kondisi seperti semula. Sumber bahaya yang terdapat pada saat membersihkan coating adalah Material panas, kerja di ketinggian, berdebu, udara panas, dan stripping machine.
13b. Penilaian risiko dan pencegahannya a. Material Panas Material panas dari alat riser duct dapat berakibat luka bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan
training
yang
berhubungan
dengan
pekerjaan
193
membersihkan coating, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b.Kerja di ketinggian Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan pembersihan coating, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job
194
safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d.Udara Panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD. e.Stripping Machine Sumber bahaya dari alat stripping machine menimbulkan risiko menabrak dan kejatuhan material. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 2 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 14. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan membersihkan coating, dan pemakaian APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes)
195
14. Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat clogging 14a.Identifikasi bahaya Pembersihan sisa bata dilakukan pada saat mesin SP mati total atau dalam keadaan shut down. Pekerja akan masuk kedalam cyclone dan melakukan pembersihan. Dalam pekerjaan ini memiliki sumber bahaya ruangan terbatas confined sapced, lokasi ketinggian , berdebu, udara panas, material clogging.
14b. Penilaian risiko dan pencegahannya a.Confined spaced Ketika membersihkan sisa bata pekerja dihadapkan dengan ruangan yang terbatas/ confined spaced karena ukuran ruangan tidak begitu luas. Dalam Peraturan menteri perburuhan No 7 tahun 1964 mengenai syarat kesehatan pekerja ditetapkan bahwa pekerja harus dibuat ukuran ruang kerja yang cukup sehingga memiliki ruang udara yang cukup yang sedikitnya 10-15 m. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 23. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training
196
yang berhubungan dengan pekerjaan yang berhubungan denga pekerjaan bucket elevator, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b.Kerja di ketinggian Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan
training
yang
berhubungan
dengan
pekerjaan
membersihkan sisa bata di dalam cyclone, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust
197
collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d.Udara Panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD. e.Material Clogging Material clogging berbahaya ketika didekatkan dengan sumber panas atau api karena akan ada proses tekanan mengeluarkan api yang dapat mengakibatkan kebakaran dan ledakan. Risiko ini sangat tinggi karena memiliki nilai paling besar yakni 25. Angka ini didapatkan dari kemungkinan yang terjadi sangat sering dengan nilai 5 dan konsekuensi yang diterima juga tinggi sebesar 5. Pengendalian yang baik adalah dengan cara adanya foreman yang mengamankan pekerjanya untuk melakukan aktivitas pekerjaan, adanya SOP, dan surat izin kerja aman, serta pemakaian APD lengkap.
198
15. Melakukan inspeksi oksigen pada outlet ILC calciner dan SLC Calciner 15a. Identifikasi bahaya Pekerjaan ini membutuhkan tingkat keamanan yang tinggi karena fungsi kerja pekerjaan ILC dan SLC oksigen bertujuan untuk mengetahui proses pembakaran di dalam SP yaitu dengan mengukur kadar oksigen dalam gas Outlet ILC Calciner dan SLC Calciner. Terdapat sumber bahaya diantaranya material panas dari cyclone dan riser duct, bekerja pada ketinggian, keadaan lingkungan yang berdebu, udara panas SP dan kebocoran gas.
15b. Penilaian risiko dan pencegahannya a. Material Panas Material panas dari alat cyclone preheater dapat berakibat luka bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang
199
berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan inspeksi Oksigen pada outlet ILC dan SLC, dan pemakaian APD
(Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug,
aluminized clothing, safety shoes) b.Kerja di ketinggian Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan inspeksi inspeksi Oksigen pada outlet ILC dan SLC, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
200
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d.Udara Panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD. e.Kebocoran gas Kebocoran gas dari pekerjaan inspeksi oksigen ILC dan SLC dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan keracuran jika terhirup atau tertelan. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 1 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 15. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan
201
formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan inspeksi Oksigen pada outlet ILC dan SLC, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
16. Melakukan inspeksi Decarbonation 16a. Identifikasi bahaya Tujuan dari pekerjaan ini adalah mengetahui proses kalsinasi atau pembakaran di SP, dan mengoptimalkan proses kerja. Terdapat sumber bahaya ketika melakukan inspeksi karena pekerjaan ini terfokus pada area panas langsung diantaranya adalah material panas dari cyclone dan riser duct, bekerja pada ketinggian, keadaan lingkungan yang berdebu, dan udara panas SP. 16b. Penilaian risiko dan pencegahannya a.Material Panas Material panas dari alat cyclone preheater dapat berakibat luka bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya
202
yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan inspeksi decarbonation, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b.Kerja di ketinggian Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan inspeksi decarbonation, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment
203
20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d.Udara Panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD.
17. Pengaturan temperatur di SP 17a. Identifikasi bahaya Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk menjaga kondisi suhu dan keadaan SP tetap aman serta mengoptimalkan perpindahan panas dan kalsinasi material. Terdapat sumber bahaya dari pekerjaan tersebut
204
diantaranya adalah material panas, bekerja di ketinggian, berdebu, dan udara panas.
17b. Penilaian risiko dan pencegahannya a. Material Panas Material panas dari alat cyclone preheater dapat berakibat luka bakar ringan hingga berat serta jika tidak ditanggulangi pertolongan pertama dapat mengakibatkan kehilangan nyawa atau meninggal dunia. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan mengatur temperatur di SP , dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b.Kerja di ketinggian Bekerja pada ketinggian merupakan
pekerjaan dengan risiko
yang tinggi karena dapat mengakibatkan jatuh dari ketinggian dengan risiko cidera ringan,berat hingga meninggal dunia. Tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 4 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5
205
dengan hasil work risk assessment 24. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan pengaturan temperatur SP, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c.Berdebu Lingkungan di area suspension preheater merupakan area yang seluruh lantainya di lapisi oleh debu yang memiliki risiko berupa gangguan pernapasan, iritasi kulit atau mata. Paparan yang diterima setiap hari memiliki tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20 yang berada pada tingkatan risiko “ketat”. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator, bekerja dengan SOP yang berlaku, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) d.Udara Panas Suhu panas di area SP berkisar kurang lebih 40-50 derajat celcius pada suhu luar dan lebih dari suhu 800 derajat celcius pada suhu dalam SP. Risiko dehidrasi dapat dialami oleh pekerja yang sedang melakukan pekerjaan mengatasi clogging. Risiko ini digolongkan pada tingkatan
206
“rendah” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 3 dan konsekuensi (S) berada pada angka 2 dengan hasil work risk assessment 8. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah pemakaian APD.
18. Menaiki dan menuruni tangga SP 18a. Identifikasi bahaya Area kerja di suspension preheater dilakukan mulai dari lantai dasar hingga ketinggian 8 lantai. Salah satu alternatif dalam menaiki atau menuruni setiap lantainya adalah dengan menaiki tangga. Material tangga dibuat dari bahan besi dimana besi merupakan salah satu bahan yang terbuat dari konduktor (penghantar listrik dan panas). Terdapat beberapa sumber bahaya ketika menaiki atau menuruni tangga diantaranya adalah radiasi suhu panas luar dari cyclone preheater ketika mesin bekerja yang berisiko menjadi dehidrasi atau kekurangan cairan tubuh, dan luka bakar. konduks i dari material tangga dapat menyebabkan lebam atau memar dan luka bakar jika suhu luar cyclone tinggi. Kemudian dapat terjadi accident terpeleset yang dapat menyebabkan lebam, memar atau cidera. Paparan debu yang menumpuk di setiap lantai dan pegangan tangga pun dapat menyebabkan gangguan pernapasan dan iritasi pada mata dan kulit jika bersentuhan langsung.
207
18b. Penilaian risiko dan pengendaliannya Dalam pekerjaan ini hanya ada dua risiko dari pekerjaan menaiki dan menuruni tangga yakni: a.Radiasi panas suhu luar SP memikiki delapan lantai dan di tiap lantai nya terdapat radiasi panas dari cyclone. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, penanggung jawab dari superitendent, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan menaiki dan menuruni tangga, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) b.Konduksi dari panas besi tangga Dari hasil observasi peneliti, material atau bahan tangga di SP terbuat
dari
besi
yang
merupakan
suatu
bahan
yang
dapat
menghantarkan panas (konduktor) . ketika suhu panas dari cyclone menyebarkan radiasi panasnya besi pada tangga akan ikut memanas dan dapat menimbulkan risiko lebam/ memar dan luka bakar. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20. Pengendalian bahaya yang dapat
208
dilakukan adalah dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, penanggung jawab dari superitendent, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan menaiki dan menuruni tangga, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes) c.Paparan debu lantai tangga Ketinggian dari debu di SP mencapai ketebalan hingga 4cm dan ketika terinjak oleh pekerja, material debu semen akan menyebar menyebabkan iritasi pada kulit terutama leher jika tercampur dengan keringat. Kemudian gangguan pernapasan dari debu semen yang terhirup dapat menyebabkan penyakit akibat debu. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “tinggi” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 3 dengan hasil work risk assessment 20. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator (EP), dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, penanggung jawab dari superitendent, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan menaiki dan menuruni tangga, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
209
d.Terpeleset di tangga Dengan keadaan debu semen yang berada di semua area SP termasuk pada tangga tiap lantai mengakibatkan risiko terpeleset di tangga dan dapat menyebabkan lebam/memar, cidera ringan hingga berat. Risiko ini digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 1 dan konsekuensi (S) berada pada angka 4 dengan hasil work risk assessment 10. Pengendalian bahaya yang dapat dilakukan adalah penangkapan debu memakai dust collector dan electrostatic precipitator (EP), dengan cara bekerja dengan SOP yang berlaku, penanggung jawab dari superitendent, adanya SIKA (surat ijin kerja aman) dan formulir JSA (Job safety analysis) memberikan training yang berhubungan dengan pekerjaan menaiki dan menuruni tangga, dan pemakaian APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
19. Menaiki dan menuruni lift 19a. Identifikasi bahaya Indocement memiliki SP dengan 8 lantai di setiap plant nya. Setiap pekerja atau karyawan lain yang bekerja di area tersebut dapat memanfaatkaan lift yang masih bekerja di setiap plant. Namun setiap mesin yang bekerja dapat berisiko membahayakan pekerja. Dan di dalam lift bisa saja keadaan konsleting mendadak yang dapat menyebabkan lift akan mati. Kemudian tali labrang lift juga bisa putus sewaktu-waktu jika
210
tidak adanya upaya maintenance rutin yang dapat berakibat cidera hingga meninggal dunia bagi pekerja.
19b. Penilaian risiko dan penanganannya Dalam pekerjaan ini hanya ada dua risiko dari pekerjaan menaiki dan menuruni lift yakni: a.Lift Konsleting Keadaan lift tidak akan selalu dalam kondisi baik, kadangkali lift akan mengalami konsleting yang mengakibatkan lift akan mati. Risiko ini memiliki risiko yang digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 1 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment control adalah 15. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah memeriksa keadaan lift secara rutin, safety talks, adanya rambu darurat jika lift tibatiba mati dan pemakaian APD secara tepat guna. b.Tali Baja lift putus Risiko ini sangat tinggi karena memungkinkan pekerja akan mengalami cidera atau bahkan meninggal dunia. Risiko ini memiliki risiko yang digolongkan pada tingkatan “bersyarat” karena tingkat kemungkinan (O) berada pada angka 5 dan konsekuensi (S) berada pada angka 5 dengan hasil work risk assessment control adalah 25. Pengendalian yang sudah dilakukan perusahaan adalah memeriksa
211
keadaan lift secara rutin, safety talks, adanya rambu darurat jika lift tibatiba mati dan pemakaian APD secara tepat guna.
6.3 Analisis Perbandingan milik PT ITP Tbk dengan peneliti 6.3.1 HIRARC perusahaan dengan peneliti Dari hasil Identifikasi bahaya milik PT Indocement Tunggal Prakarsa dengan peneliti dapat ditemukan perbandingan pada tabel HIRARC dimana pada jenis pekerjaan yang dimiliki Perusahaan terdapat 12 jenis pekerjaan sedangkan peneliti melakukan hasil observasi, wawancara, dan data dokumen ditemukan 19 jenis pekerjaan. 8 pekerjaan yang peneliti dapatkan dari hasil observasi, wawancara dan data dari dokumen adalah : 1. Melakukan Inspeksi oksigen pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner 2. Melakukan inspeksi decarbonation 3. pengaturan temperatur di SP 4. Pembersihan coating 5. Menaiki dan menuruni lift 6. Menaiki dan menuruni tangga 7. Mengelas dinding cyclone
212
8. Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat clogging Klasifikasi penilaian risiko pada tabel HIRARC milik perusahaan Indocement memfokuskan hanya satu disetiap jenis pekerjaan dengan tujuan adalah dapat menghemat biaya pengeluaran ketika melakukan pengendalian risikonya. Namun peneliti membuat tabel HIRARC dengan tidak sama sekali menjadikan salah satu sumber bahaya menjadi yang paling penting. Karena disetiap pekerjaan dan sumber bahaya memiliki risikonya sendiri dan butuh di lakukan pengendalian risiko masing-masing dari sumber bahaya yang telah ada. Pada hal terpenting yakni pengendalian risiko, perusahaan hanya memfokuskan kepada alat pelindung diri (APD) tanpa melihat aspek-aspek keselamatan lainnya. Beberapa jenis pekerjaan memang sudah di awasi oleh superitendent namun ketika tabel HIRARC mengarah kepada jenis pekerjaan yang ada hubungannya dengan alat kerja atau mesin yang dipakai pada saat pengerjaan oleh karyawan sistem pemeriksaan atau maintenance alat tidak diberlakukan dalam tabel HIRARC. Berikut adalah tindakan pengendalian lebih lanjut yang telah seharusnya dilakukan oleh perusahaan : a. Pembersihan debu secara manual dengan cara di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan. Pengendalian secara ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak lingkungan dari paparan debu semen. Fakta dilapangan bahwa terdapat
213
debu semen dengan tinggi 1-4cm pada permukaan lantai. Ketika karyawan atau pekerja menginjaknya maka debu akan berterbangan mengakibatkan bahaya dan dapat menimbulkan risiko gangguan pernapasan, iritasi kulit dan mata. Maka dari itu debu yang ada akan di sekop dan di sapu kemudian dikumpulkan dalam satu tempat yang akan di buang ke penampungan material dan dapat diproses kembali menjadi semen baru. Peranan dust collector dan Elektrostatic Precipitator EP sangat berperan penting dalam pengendalian risiko akibat debu semen (Syaid, 2009). Perusahaan Indocement telah menerapkan alat ini sejak berdiri pertama kali di tahun 1975 dan memakai EP sejak tahun 1991. b. Penyediaan air minum Suhu udara di dalam cyclone berkisar 394.5 derajat pada pemanasan awal, meningkat pada suhu 571,807,847,hingga di suhu akhir pada riser duct mencapai 939 derajat celcius dan suhu luar cyclone berkisar 40-50 derajat celcius (SOP Burning). Dengan adanya stasiun penempatan air minum yang strategis memudahkan pekerja untuk menghilangkan risiko dehidrasi karena asupan kebutuhan air tetap terjaga. Di dalam tubuh, selsel yang mempunyai konsentrasi airpaling tinggi antara lain adalahsel-sel otot dan organ-organ pada rongga badan, seperti paru-paru atau jantung, sedangkan sel-sel yang mempunyai konsentrasi airpaling rendah adalah sel-sel jaringan seperti tulang atau gigi. Konsumsi cairan yang ideal untuk memenuhi kebutuhan harian bagi tubuh manusia Adalah mengkonsumsi
214
1 ml air untuk setiap 1 kkal konsumsi energi tubuh atau dapat juga diketahui berdasarkan estimasi total jumlah air yang keluar dari dalam tubuh. Secara ratarata tubuh orang dewasa akan kehilangan 2.5 L cairan per harinya. Sekitar 1.5 L cairan tubuh keluar melalui urin, 500 ml melalui keluarnya keringat, 400 ml keluar dalam bentuk uap air melalui proses respirasi (pernafasan) dan 100 ml keluar bersama dengan feces (tinja). Sehingga berdasarkan estimasi ini, konsumsi antara 8-10 gelas biasanya dijadikan sebagai pedoman dalam pemenuhan kebutuhan cairan per- harinya (Irawan, 2007). Maka dari itu setiap pekerja yang bekerja di area suhu yang panas diharuskan minum agar terhindar dari dehidrasi.
c. Signal sign Rambu-rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk membantu melindungi kesehatan dan keselamatan karyawan dan pengunjung yang sedang berada di tempat kerja. Penempatan signal sign yang ada di area SP tidak begitu maksimal. Dalam hasil observasi tidak terlihat adanya rambu-rambu mengenai suhu panas atau area berbahaya panas dengan kapasitas tinggi. Kemudian pada plant 6 tidak ditemukan rambu-rambu pada daerah kebisingan saat pekerjaan di area blower. Maka dari itu pemberian signal sign atau rambu keselamatan sangat berpengaruh agar pekerja atau orang lain yang masuk ke area tersebut dapat mengetahui sumber bahaya apa saja yang ada di area SP.
215
d. Maintenance alat Kegunaan maintenance alat kerja atau mesin diperuntukkan agar mesin dapat tetap bekerja optimal. Karena rangkaian SP selalu bekerja sepanjang hari selama 24 jam nonstop sampai adanya pemeriksaan rutin pada saat shut down.
e. Penyediaan APD Alat pelindung diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi
seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan
adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja. Alat pelindung diri dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi pekerja apabila engineering dan administrative tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian alat pelindung diri bukanlah pengganti dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir. Alat pelindung diri haruslah nyaman dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif terhadap bahaya (HIPERKES, 2008). Alat pelindung diri (APD) harus tersedia dari perusahaan agar dapat digunakan pekerja demi melindungi diri dari bahaya dan risiko. Namun dari hasil observasi, APD pelindung badan atau pakaian tahan api (aluminized clothing) tidak di gunakan oleh pekerja. Bahkan orang lain yang berkunjung ke area SP tidak diberikan APD baju tahan api dan panas dengan alasan tidak tersedianya APD tersebut. Alat pelindung diri lainnya yang belum tersedia adalah harness yakni APD untuk menahan seseorang yang
216
bekerja di ketinggian agar tidak terjatuh ke bawah. Alat ini digunakan di segala situasi dimana pekerja bekerja di ketinggian lebih dari 2 meter atau di segala situasi dimana prosedur kerja menyatakan bahwa harness harus digunakan.
f. Sosialisasi pemakaian APD dan perilaku aman saat bekerja Pemberlakuan tindakan tegas dari foreman atau HSE agar pekerja mau menggunakan APD dengan benar dan tepat guna. Ketika ditemui di lapangan, masih banyak pekerja yang tidak menggunakan masker atau alat pelindung diri untuk pernapasan. Pada tahap akhir yakni rekomendasi monitoring, PT Indocement membuat kebijakan pemberlakuan monitoring akan dilakukan jika hasil RPN (Risk Priority Number) lebih dari 64. Hal ini dimaksudkan supaya dapat meminimalisir dana
perusahaan.
Namun
peneliti
tetap
membuat
tindakan
monitoring
pengendalian dengan tujuan dapat mengevaluasi sumber bahaya yang terdapat pada jenis pekerjaan. Pemberlakuan UU K3 juga dicantumkan sebagai pilar hukum dan standarisasi bagi pekerja agar mempunyai payung keselamatan.
6.4
Peraturan perundang-Undangan dan standarisasi dari pemerintah a. Undang-Undang no 1 tahun 1970 Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan sebagainya yang serba pelik banyak dipakai sekarang ini, bahan-bahan tehnis baru banyak
217
diolah dan dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas dimana-mana. Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensif kerja operasionil dan tempo kerja para pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga secara intensif pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari padanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan. Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan ketrampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja. Maka dapatlah dipahami perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang maju dan tepat. Selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa tentram, kegiatan dan kegairahan bekerja pada tenaga-kerja yang bersangkutan dan hal ini dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan produksi dan produktivitas kerja.
b. Peraturan Menteri Negara Kerja RI No.Per-01/MEN/1982 Tentang Bejana Tekan
218
Bejana tekan adalah selain pesawat uap didalamnya terdapat tekanan yang melebihi dari tekanan udara luar, dan dipakai untuk menampung gas atau campuran gas termasuk udara, baik dikempa menjadi cair dalam keadaan larut atau beku. Dalam peraturan ini berlaku untuk perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan, dan penyimpanan bejana bertekanan. c. Keputusan Presiden RI.No 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Terdapat 31 jenis penyakit yang ditimbulkan karena hubungan kerja : 1.Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (silikosis,
antrakosilikosis,
asbestosis)
dan
silikotuberkulosis
yang
silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian. 2.Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras. 3.Penyakit paru dan saluran pernapasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis). 4.Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan. 5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik.
219
6.Penyakit yang disebabkan oleh berilium atau persenyawaannya yang beracun. 7. Penyakit yang disebabkan kadmium atau persenyawaannya yang beracun. 8. Penyakit yang disebabkan fosfor atau persenyawaannya yang beracun. 9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun. 10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun. 11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun. 12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun. 13. Penyakit yang disebabkan oleh timbul atau persenyawaannya yang beracun. 14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun. 15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida. 16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atu aromatik yang beracun. 17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun. 18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun. 19.Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya. 20.Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton.
220
21.Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel. 22.Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan. 23.Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi). 24.Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih. 25.Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektro magnetik dan radiasi yang mengion. 26.Penyakit kulit (dermatoses) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologik. 27.Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasena atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut. 28.Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes. 29.Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus. 30.Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi. 31.Penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat Didalam 31 penyakit akibat hubungan kerja, bekerja di pabrik semen memiliki
risiko
penyakit
paru,
penyakit
saluran
pernapasan
221
(bronkhopulmoner), Alveolitis allergika, kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan, getaran, Penyakit kulit (dermatoses), penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi dan penyakit lainnya. d. Peraturan
menteri
tenaga
kerja
dan
transmigrasi
RI.No.Per-
08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri. Alat pelindung diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD wajib digunakan ditempat kerja sesuai dengan pekerjaannya. APD
secara
umum
yang
tercantum dalam
undang-undang
keselamatan kerja meliputi : a. Pelindung kepala b. Pelindung mata dan muka c. Pelindung telinga d. Pelindung pernapasan berserta perlengkapannya e. Pelindung tangan, dan atau f. Pelindung kaki g. Pakaian pelindung h. Alat pelindung jatuh perorangan dan atau i. Pelampung APD harus dilakukan maintenance secara rutin, dan pelaporan dilakukan oleh seluruh pegawai atau hasil dari inspeksi atau audit. APD yang
222
rusak , retak atau tidak dapat berfungsi dengan baik harus dibuang atau dimusnahkan. Kemudian pemusnahan APD yang mengandung bahan berbahaya harus dilengkapi dengan berita acara pemusnahan. e. Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-04/MEN/1985 tentang pesawat tenaga dan produksi Pasal ini mengatur atas ketentuan umum teknis keselamatan kerja pada pesawat tenaga dan pesawat produksi, ketentuan mengenai alat perlindungan, pengujian bagi bejana tekan sebagai penggerak mula motor diesel, keselamatan perlengkapan transmisi mekanik, keselamatan mesin perkakas dll. Juga diatur mengenai pemeriksaan, pengujian, dan pengesahan pesawat tenaga dan pesawat produksi.
f. Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-01/MEN/1988 tentang kwalifikasi dan syarat-syarat operator pesawat uap Peraturan ini mengatur persyaratan pendidikan, pengalaman, umur, kesehatan, administrasi, mengikuti kursus operator dan lulus ujian sesuai kualifikasinya. Operator diberi kewenangan sesuai dengan kualifikasinya. Jumlah dan kualifikasi operator untuk ketel uap serat kurikulum operator sesuai kualifikasinya dicantumkan dalam peraturan.
g. Peraturan Menteri perburuhan No.7 tahun 1964 tentang syarat kesehatan, kebersihan serta penerangan di tempat kerja
223
Setiap tempat kerja harus dibuat ukuran ruang kerja yang cukup sehingga memiliki ruang udara yang cukup yang sedikitnya 10m – 15m untuk ruangan minimal. Suhu kerja harus sesuai dengan keberadaan suhu tubuh pekerja, jika tidak memadai haruslah memakai APD hingga memasuki NAB yang cukup. Kadar penerangan diukur dengan alat-alat pengukur cahaya yang baik setinggi tempat kerja yang sebenarnya atau setinggi perut untuk penerangan umum (kurang lebih 1 meter). Penerangan darurat harus mempunyai kekuatan paling sedikit 5 lux (0,5 ft candles).
h. Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi ri no.per-09/men/vii/2010 tentang operator dan petugas pesawat angkat dan angkut. Pesawat angkat dan angkut ialah suatu pesawat atau alat yang digunakan untuk memindahkan, mengangkat muatan baik bahan atau barang atau orang secara vertikal dan atau horizontal dalam jarak yang ditentukan. Peraturan
ini
mengatur
kualifikasi,
syarat-syarat,
wewenang,
kewajiban,operator dan petugas pesawat angkat dan angkut dan operator harus memiliki lisensi K3 dan buku kerja. Jumlah operator harus memenuhi kualifikasi dan jumlah sesuai dengan jenis dan kapasitas pesawat angkat dan angkut tercantum dalam lampiran peraturan menteri ini.
i. Keputusan menteri tenaga kerja dan transmigrasi RI.No.: Kep-75/ MEN/2002 tentang pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI-04-0225-
224
2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2000) di tempat kerja. Perencanaan, pemasangan, penggunaan, pemeriksaan dan pengujian instalasi listrik di tempat kerja harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No. SNI 04-0225-2000 mengenai persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja. Pengawasan terhadap pelaksanaan SNI 04-0225-2000 mengenai persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di tempat kerja dilakukan oleh pegawai atau ahli keselamatan kerja spesialis bidang listrik.
j. Peraturan Menteri Negara Kerja Ri No.Per-04/MEN/1980 Tentang SyaratSyarat Pemasangan Dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan Alat pemadam api ringan ialah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran. Pemasangan alat pemadaman api ringan harus sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada pada ketinggian 1.2 m dari permukaan lantai kecuali jenis CO2 dan tepung kering dapat ditempatkan lebih rendah dengan syarat, jarak antara dasar alat pemadam api ringan tidak kurang 15 cm dari permukaan lantai. APAR harus dilengkapi masa berlaku, tata cara penggunaan agar dapat dipakai oleh orang awam/baru memakainya sekalipun serta harus dilakukan maintenance dengan rutin jika masa berlaku telah habis.
225
k. Keputusan menteri tenaga kerja RI No.Kep-186/MEN/1999 tentang penanggulangan kebakaran di tempat kerja Penanggulangan kebakaran ialah segala upaya untuk mencegah timbulnya kebakaran dengan berbagai upaya pengendalian setiap perwujudan energi, pengadaan sarana proteksi kebakaran dan sarana penyelamatan serta pembentukkan organisasi tanggap darurat untuk memberantas kebakaran. Unti pemadam dibuat menjadi tim yang meliputi kegiatan administrasi, identifikasi
sumber-sumber
bahaya,
pemeriksaan,
pemeliharaan
dan
perbaikan sistem proteksi kebakaran. Pengurus atau pengusaha yang telah membentuk unit penanggulangan kebakaran sebelum keputusan ini ditetapkan, selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun harus menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam keputusan menteri ini.
l. Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-02/MEN/1982 Tentang kwalitas Juru las Juru las dianggap terampil apabila telah menempuh ujian las dengan hasil yang memuaskan dan mempunyai sertifikasi juru las. Juru las digolongkan atas : 1. Juru las kelas Satu 2. Juru las kelas dua 3. Juru las kelas tiga
226
m. Peraturan menteri negara kerja RI No.Per-03/MEN/1999 tentang syaratsyarat Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Lift Untuk Pengangkutan Orang dan Barang. Peraturan ini berlaku bagi perencanaan, pembuatan, pemasangan, pemakaian, dan perawatan lift yang digunakan secara tetap maupun sementara untuk melayani pengangkutan orang dan barang atau khusus barang di dalam suatu bangunan. Kapasitas angkutan lift harus dicantumkan dan dipasang dalam kereta serta dinyatakan dalam jumlah orang atau jumlah bobot muatan yang diangkut dalam kilogram. Penetapan jumlah orang yang dapat diangkut harus sesuai dengan SNI. Kerangka lift, tali baja, teromol dan kapasitas muatan juga diperhatikan dan disesuaikan dengan SNI. Setiap lift sebelum dipakai harus diperiksa dan diuji terlebih dahulu sesuai dengan standar uji, yang telah di tentukan. Pemeriksaan dan pengujia sebagaimana dimaksud dilakukan oleh pegawai pengawas dan atau ahli K3 dan dilaksanakan sekurang-kurangnya satu tahun sekali.
n. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pembinaan
Hubungan
Industrial
dan
pengawasan Ketenagakerjaan No.Kep-407/BW/1999 tentang persyaratan, penunjukkan Hak dan Kewajiban Teknisi Lift. Teknisi
lift
adalah
orang
yang
mempunyai
keahlian
dan
keterampilan untuk mengerjakan, memperbaiki dan atau merawat lift. Setiap pekerjaan pemasangan, perawatan dan atau perbaikan serta pengoperasian lift harus dikerjakan oleh teknisi lift. Setiap pemasangan, perawatan dan
227
perbaikan lift harus dilaksanakan oleh perusahaan jasa K3 pemasangan, perawatan dan perbaikan lift yang telah mendapat penunjukkan Menteri tenaga kerja.
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan 1. Hasil identifikasi risiko keselamatan kerja yang terdapat pada alat suspension preheater bagian produksi di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yaitu : Luka bakar, cidera ringan hingga berat, iritasi kulit atau mata, gangguan pernapasan, kekurangan oksigen, dehidrasi, terbentur, terjepit, tertabrak, tertimpa alat-alat atau mesin, kejatuhan material, terpeleset, lift mati, hingga yang paling parah yaitu meninggal dunia. 2. Dari hasil observasi penelitian dan data berupa dokumen serta hasil wawancara dengan informan didapatkan 19 jenis pekerjaan pada lingkungan kerja di area suspension preheater bagian produksi di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yaitu : -Mengatasi Clogging -Pembersihan coating riser duct -Pembersihan BE -Pembersihan Chute -Pemeriksaan damper cyclone di SP -Mengelas dinding cyclone -Aktivitas pembersihan coating/ bata saat bricklining menggunakan stripping machine -Pembersihan material di SP -Pengoperasian Alat angkat/angkut
228
229
-Mengatasi kebakaran kecil/APAR -Kerja di area SP dan spray tower -Kerja di ruang blower fine coal Sp calciner -Pembersihan coating -Pembersihan sisa bata/ castable saat shutdown dan tumpahan material saat clogging -Melakukan Inspeksi Oksigen Pada outlet ILC Calciner dan SLC Calciner -Melakukan inspeksi Decarbonation -Pengaturan temperatur di SP -Menaiki dan menuruni tangga SP -Menaiki dan menuruni menggunakan Lift Dari 19 jenis pekerjaan yang memiliki sumber bahaya diantaranya adalah: Material Panas, tersengat arus listrik, berdebu ,bekerja di ketinggian, confined spaced, pencahayaan yang kurang baik, alat angkat/angkut material yang diangkat, lempengan mesin rusak, area sempit, udara Panas, suara blower, material clogging, kebocoran gas, radiasi panas suhu luar, konduksi dari panas besi tangga, paparan debu lantai tangga, lift konsleting, dan tali baja lift putus.
3. Penilaian Risiko keselamatan kerja dari alat suspension preheater bagian produksi di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk memiliki tingkatan risiko mulai dari skor terendah hingga tertinggi. Berikut adalah tingkatan risiko dari sumber bahaya yang telah diobsevasi oleh peneliti: Tinggi
: skor 23-25
Ketat
: skor 18-22
230
Bersyarat
: skor 10-17
Rendah
: skor 1-9
A. Tingkatan risiko tertinggi dalam range 23-25 pada pekerjaan di suspension preheater diantaranya adalah : sumber bahaya dari material panas, bekerja pada ketinggian, ruangan terbatas (confined spaced), sinar api dari pengelasan, tersengat arus listrik dari pengelasan, pencahayaan yang kurang, dan oksigen yang minim atau terbatas. B. Tingkatan risiko “ketat” terdapat pada range 18-22 pada pada pekerjaan di suspension preheater diantaranya adalah : sumber bahaya dari debu lingkungan, penggunaan alat-alat kerja atau mesin yang bekerja, kegiatan gunning machine, material dari coating yang terpapar ke pekerja, lokasi sempit, gas panas yang keluar dari cyclone, radiasi panas suhu luar lingkungan, dan konduksi dari panas besi tangga. C. Tingkatan risiko “bersyarat” terdapat pada range 10-17 pada pada pekerjaan di suspension preheater diantaranya adalah : sumber bahaya dari lokasi field yang panas, area yang sempit, alat angkat/angkut material yang diangkat, tabung bertekanan api, suara dari blower, kegiatan stripping machine, kebocoran gas, terpeleset di tangga, dan tali baja yang putus. D. Tingkatan risiko “rendah” terdapat pada range 1-9 pada pada pekerjaan di suspension preheater diantaranya adalah : sumber bahaya dari udara panas pada saat mengatasi clogging, uadara panas ketika membersihkan riser duct dan damper cyclone.
231
4. Pengendalian risiko yang sudah dilakukan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk pada alat suspension preheater bagian produksi adalah penangkapan debu memakai dust collector dan Elektrostatic precipitator(EP), adanya tim pemadam kebakaran (fireman), foreman, ping machine, inspeksi peralatan kerja, telah adanya penanggung jawab dari superitendent, maintenance alat secara rutin, beberapa pekerjaan yang telah memiliki SOP, meaksanakan pemeriksaan audiometri, membuat SIKA (surat ijin kerja aman), JSA (Job safety analysis), afety talks, training , APD (Safety glass, safety helm, safety gloves, masker,ear plug, aluminized clothing, safety shoes)
7.2 Saran A. Perusahaan seharusnya memiliki APD dengan lengkap karena ketika tamu atau karyawan lain datang ke area SP tidak diberikan APD dengan sesuai standar. B. Pengawasan dari foreman dan karyawan HSE harus dilakukan dengan rutin dan berskala karena ditemukan pekerja yang melanggar keselamatan kerja seperti tiduran di tempat kerja dengan mendirikan ayunan gantung, membuang material dengan sembarangan, tidak membereskan peralatan kerja dan lain-lain. C. Meningkatkan safety performance dalam perusahaan untuk mengurangi unsafe behavior yang terjadi pada pekerja di rasa lebih baik di bandingkan dengan fokus terhadap angak kecelakaan. Karena kecelakaan merupakan hasil akhir dari rentetan unsafe behavior dan perusahaan hanya memperhatikan safety ketika kecelakaan meningkat, sebaliknya behavioral safety lebih proaktif yang
232
cenderung mengidentifikasi setiap unsafe behavior yang muncul sehingga bisa langsung di tanggulangi. D. Pemberian isi Undang-Undang keselamatan kerja dengan jelas agar pekerja mempunyai pilar hukum dengan kuat dan dapat mematuhi peraturan yang berlaku. E. Untuk meminimalisir risiko pada masing-masing tahapan proses kerja perlu dilakukan upaya pengendalian lebih lanjut/ monitoring, yaitu dengan cara : •
Pembersihan debu secara manual dengan di sapu, disekop dan dibuang ke penampungan yang berguna untuk membersihkan debu lingkungan agar karyawan terhidar dari penyakit yang terdapat dari debu semen.
•
Maintenance Bucket Elevator secara berskala dan mesin-mesin lainnya.
•
Penyediaan air minum agar terhindar dari dehidrasi karena suhu lingkungan kerja cukup tinggi.
•
adanya signal sign atau rambu-rambu peringatan yang dapat dipasangkan pada dinding cyclone, tangga, lift, dan area sekitarnya.
•
APD berupa shock absorben yang berguna untuk menahan pekerja dari bahaya ketinggian.
•
penyediaan APD secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pekerja, serta sosialisasi mengenai APD dengan tindakan tegas kepada pekerja.
NO
Dasar Pemikiran
1
Data angka kecelakaan dan jumlah Karyawan
2
Menentukan Ruang Lingkup
3
Metode HIRARC awal (Identifikasi Risiko)
Sasaran Observasi Ada Jumlah Angka Kecelakaan secara keseluruhan pabrik Jumlah angka Karyawan PT ITP Tbk Jumlah angka kecelakaan terbesar dari seuruh divisi plant Bagan Struktur organisasi PT ITP Tbk Bagan Struktur organisasi departemen produksi Suspension Preheater di plant 6/11 Bagan Alur Kerja Produksi Semen PT ITP Tbk Bagan Alur Kerja Suspension Preheater A.Tahapan Pekerjaan/ jenis pekerjaan dan rincian Pekerjaan - Menaiki tangga 1 hingga 7 - Membersihkan material di dalam SP - Membersihkan debu lingkungan kerja - Instalasi listrik SP B.Sumber Bahaya di suspension Preheater - Suhu Panas dalam SP - Suhu Panas luar SP - Kebisingan - Kebakaran - Ledakan - PAK (Debu, asap) C.Jenis Bahaya yang ada di Suspension Preheater - Bahaya Mekanis - Bahaya Listrik - Bahaya Kimiawi - Bahaya Fisik D.Risiko yang ada di Suspension Preheater - Terjepit - Luka Bakar 1,2,dan 3 - Terjatuh dari ketinggian - Gangguan Pendengaran - Tertimpa benda - Terpeleset
Tidak Jumlah
Keterangan
4
Penilaian Risiko
5
Pengendalian Bahaya
6
Kejadian Kecelakaan Kerja di Suspension Preheater
- Penyakit paru-paru. Tingkat Keparahan pada bahaya yang ada Klasifikasi risiko pada bahaya yang ada A.Pengendalian Yang Telah dilakukan Secara Hirarki 1. Eliminasi 2. Subsitusi 3. Engineering control 4. Administrative control 5. Alat Pelindung Diri B.Pemenuhan PerundangUndangan C.Penyakit akibat Kerja dari pekerjaan Suspension Preheater D.Action Plan (Peningkatan program, Pengendalian operasi, dan manajemen darurat) Informasi pernah terjadi kecelakaan kerja di bagian produksi pada alat Suspension Preheater plant 6/11 Informasi Rincian Kejadian Kecelakaan Pengendalian/penanganan yang telah dilakukan oleh Perusahaan
Pedoman Wawancara ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC (HAZARDIDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL) PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11 FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, TAHUN 2013 Identitas Informan No Informan
:
Nama Lengkap
:
Usia
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki/ perempuan
Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi Alamat Lengkap
:
Pertanyaan untuk Informan Utama (Pekerja) 1. Berapa lama anda bekerja di bagian produksi pada alat suspension preheater? 2. Bagaimana proses kerja alat suspension preheater? 3. Apakah bekerja di bagian alat suspension preheater sangat berbahaya? 4. Sumber bahaya dari mana saja yang terdapat pada alat suspension preheater? 5. Jenis bahaya apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater? 6. Risiko kerja apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
7. Apa Pernah anda mengalami Kecelakaan kerja di bagian alat suspension preheater ? 8. Kapan kecelakaan tersebut terjadi? 9. Ceritakan lah kronologis kecelakaan yang anda alami dan bagaimana itu bisa terjadi? 10. Apa dampak kecelakaan kerja tersebut? 11. Apa yang anda langsung lakukan setelah terjadi kecelakaan pada diri anda? 12. Upaya Apa saja yang perusahaan lakukan setelah anda mengalami kecelakaan kerja? (pengendalian kerja pada perusahaan) 13. Apakah anda memakai alat pelindung diri ? 14. Apakah anda telah dilatih atau mengetahui SOP pada pekerjaan anda? 15. Berapa lama anda harus meninggalkan pekerjaan anda atau loss time demi mengobati luka dan memulihkan keadaan anda? 16. Menurut anda seberapa sering kejadian kecelakaan serupa tersebut terjadi? 17. Selain peristiwa pertama, apakah ada peristiwa lainnya yang anda alami di bagian alat suspension preheater ?
Pedoman Wawancara ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC (HAZARDIDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL) PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11 FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, TAHUN 2013
Identitas Informan No Informan
:
Nama Lengkap
:
Usia
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki/ perempuan
Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi Alamat Lengkap
:
Pertanyaan untuk Informan kunci (pekerja SHE) 1. Berapa lama anda bekerja sebagai SHE di plant 6/11 pada bagian produksi di alat suspension Preheater? 2. Bagaimana proses kerja alat suspension preheater? 3. Sumber bahaya dari mana saja yang terdapat pada alat suspension preheater? 4. Jenis bahaya apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
5. Risiko kerja apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater? 6. Mengapa masih ada angka kecelakaan kerja di bagian suspension Preheater? 7. Kecelakaan kerja apa saja yang pernah terjadi di plant 6/11 pada bagian produksi di alat suspension Preheater? 8. Apa yang menyebabkan pekerja sehingga menimbulkan kecelakaan kerja? 9. Upaya apa yang langsung dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi kecelakaan yang terjadi kepada pekerja? 10. Apakah mesin suspension preheater rutin dilakukan maintenance atau perawatan rutin? 11. Apakah pekerja telah dilakukan training / pelatihan terkait pekerjaannya? 12. Apakah pekerja diberikan atau difasilitasi Alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan pekerjaanya? 13. Apakah HIRARC di perusahaan sudah dijalankan dengan baik dan benar? 14. Apakah dari tim SHE memiliki rekaman dokumen terkait kejadian kecelakaan kerja di alat suspension Preheater? 15. Apakah ada upaya tindakan lebih lanjut (action plan) terhadap kecelakaan yang terjadi?
Pedoman Wawancara ANALISIS RISIKO KESELAMATAN KERJA DENGAN METODE HIRARC (HAZARDIDENTIFICATION, RISK ASSESSMENT AND RISK CONTROL) PADA ALAT SUSPENSION PREHEATER BAGIAN PRODUKSI DI PLANT 6 DAN 11 FIELD CITEUREUP PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA, TAHUN 2013 Identitas Informan No Informan
:
Nama Lengkap
:
Usia
:
Jenis Kelamin
: Laki-laki/ perempuan
Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/Perguruan Tinggi Alamat Lengkap
:
Pertanyaan untuk Informan pendukung (Rekan kerja : Mekanik dan elektric) 1. Berapa lama anda bekerja sebagai maintenance alat di plant 6/11 pada bagian produksi di alat suspension Preheater? 2. Bagaimana proses kerja alat suspension preheater? 3. Bagaimana proses kerja pada bagian pekerjaan anda anda? 4. Sumber bahaya dari mana saja yang terdapat pada alat suspension preheater? 5. Jenis bahaya apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater?
6. Risiko kerja apa saja yang terdapat pada alat suspension preheater? 7. Apakah anda pernah melihat kecelakaan kerja yang terjadi kepada rekan kerja anda di bagian suspension preheater atau anda pernah mengalami kecelakaan kerja di bagian yang sama? 8. Kapan kejadian kecelakaan tersebut? 9. Apakah dampak yang telah terjadi setelah kecelakaan kerja tersebut? 10. Apakah anda mengetahui apa saja yang dilakukan perusahaan setelah anda atau rekan kerja anda mengalami kecelakaan kerja?