GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN HIGIENE SANITASI PEDAGANG MAKANAN JAJANAN DI SEKOLAH DASAR CIPINANG BESAR UTARA KOTAMADYA JAKARTA TIMUR TAHUN 2014
SKRIPSI
DISUSUN OLEH: ELFIRA AUGUSTIN 1110101000070
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan hatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 30 Januari 2015 Elfira Augustin, NIM: 1110101000070 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN HIGIENE SANITASI PEDAGANG MAKANAN JAJANAN DI SEKOLAH DASAR CIPINANG BESAR UTARA KOTAMADYA JAKARTA TIMUR TAHUN 2014 ( xxii + 111 halaman, 33 tabel, 3gambar, 6 lampiran) ABSTRAK Makanan adalah kebutuhan dasar yang sangat penting untuk kehidupan sehari-hari tetapi sangat mungkin terkontaminasi sehingga menimbulkan penyakit bawaan makanan. Seringkali kasus keracunan makanan jajanan yang dijual di sekolah dasar dikarenakan higiene sanitasi makanan yang buruk. Jenis penelitian ini merupakan kuantitatif deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan sejak bulan Oktober sampai dengan Nopember tahun 2014 di Sekolah Dasar Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling dengan jumlah sampel 35 pedagang makanan dan menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan 60% responden berjenis kelamin laki-laki, 34,4% responden berumur 31-40 tahun, 68,6% respoden menggunakan gerobak, 60% responden berstatus pemilik sarana berdagang, 74,3% responden telah bekerja selama ≤ 10 tahun, serta 40% responden berpendidikan SMA. Pada pengetahuan responden, 60% responden berpengetahuan baik mengenai kebersihan diri, 62,9% berpengetahuan baik mengenai peralatan, 68,6% responden berpengetahuan baik mengenai penyajian dan sebesar 74,3% berpengetahuan baik mengenai sarana. Dalam sikap responden, 80% responden bersikap baik terhadap kebersihan diri, 65,7% responden bersikap baik terhadap peralatan, 80% responden bersikap baik terhadap penyajian dan sebesar 97,1% responden bersikap baik terhadap sarana. Untuk tindakan responden, 77,1% responden bertindak baik terhadap kebersihan diri, 60% responden bertindak baik terhadap peralatan, 60% responden bertindak baik terhadap penyajian tetapi sebesar 54,3% responden masih bertindak buruk terhadap sarana. Meskipun pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi pedagang makanan secara umum adalah baik, tindakan terhadap sarana masih termasuk buruk. Oleh karena itu pengetahuan dan kesadaran pedagang makanan jajanan perlu ditingkatkan dengan cara memberikan penyuluhan, pelatihan serta pengawasan yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan. Kata kunci: Higiene sanitasi, pengetahuan, sikap, tindakan, pedagang makanan. Daftar bacaan: 67 (1956-2014)
ii
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ISLAMIC STATE UNIVERSITY FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH Undergraduate Thesis, 30th January 2015 Elfira Augustin, Reg 1110101000070 HYGIENE KBOWLEDGE, ATTITUDE, AND PRACTICE OF FOOD SELLERS AT CIPINANG BESAR UTARA ELEMENTARY SCHOOLS, EAST JAKARTA MUNICIPAL 2014 ( xxii + 111 pages, 33 tables, 3 pictures, 6 attachments)
ABSTRACT Food is an important primary need for daily life. In other hand, it can easily contaminated so that foodbone disease occurs. There are often food intoxication cases because of the food concumption which sold in elementary schools. Food intoxicaton occurs because of terrible food higiene. This research is a quantitative descriptive study using cross sectional study design, conducted since October to November 2014 at Cipinang Besar Utara elementary schools. The sampling method used was total sampling with a sample of 35 food sellers and using univariate analysis. Results of research based on the characteristics of the respondent indicates there are 60% of respondents are male, 34,4% of respondents are in 3140 age range, 68,6% of respondents uses cart, 60% of respondents are owners, 74,3% of respondents have worked ≤ 10 years, and most of respondents (40%) posses an high school. The Study found that respondents’s level of knowledge were mostly good, such as: knowledge of personal hygiene (60%), knowledge about utensils (62,9%), knowledge about food serving (68,6%), and knowledge about facility (74,3%). The level of respondents’s attitude were almost good, such as: attitude of personal hygiene (80%), attitude of utensils (65,7%), attitude of food serving (80%), and attitude of facility (97,1%). This research also shows that the level of practice was mostly good (personal higiene (77,1%), utensils (60%), food serving (60%)), except the facility was poor (54,3%). Although the level of knowledge, level of attitude and level of practice were mostly good, the facility was not yet good enough. That is why knowledge and awareness of food sellers have to be increased with some information about food sanitation and supervision in order to fulfil the food hygiene sanitation requierements. Keywords: Hygiene sanitation, knowledge, attitude, practice, food seller. Refferences: 67 (1956-2014)
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Pribadi Nama Lengkap Tempat , Tanggal Lahir Alamat Agama Telp / HP E-mail Golongan Darah Riwayat Pendidikan 1998 – 2004 2004 – 2007 2007 – 2010 2010 – sekarang
: Elfira Augustin : Jakarta, 20 Agustus 1992 : Jl. Tebet Timur III-G No. 2, Jakarta 12820 : Islam : 08568938935 :
[email protected] :O
: SD Negeri Klender 04 Pagi, Jakarta : SMP Negeri 255, Jakarta : SMA Negeri 61, Jakarta : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan Lingkungan Pengalaman Organisasi 2011 - 2013 : Paduan Suara Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (PASIFIK) UIN Jakarta 2012 - 2013 : Staf Departemen Penelitian, Pengembangan dan Keilmuan (P2K), Pergerakan Anggota Muda IAKMI (PAMI) Jakarta Raya 2012 - 2013 : Staf Departemen Slavia, Himpunan Pelajar Bahasa Seluruh Indonesia (HIPESASI) 2013 : Ketua Redaksi majalah Jiwa Slavia 2013 - 2014 : Ketua Forum Kajian Edukasi (FoKaSi), Environmental Health Student Association (ENVIHSA) UIN Jakarta Pengalaman Praktik Kerja 2012 – 2013 : Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) Puskemas Kecamatan Pamulang, Tangerang Selatan 2013 : Orientasi Kerja di bagian QHSE PT. Aerofood ACS, Garuda Indonesia Group, Jakarta. 2014 : Kerja Praktik di departemen Supply Chain PT. Tira Austenite, Cileungsi.
vi
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,, yang telah memberi kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi yang berjudul “Gambaran Perilaku Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur Tahun 2014”. Shalawat dan salam kepada baginda Rasulullah SAW yang membawa Rahmat kepada semesta alam. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada : 1. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberi motivasi serta kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini. 2. Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat 4. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph. D selaku Dosen Pembimbing I, terima kasih penulis ucapkan atas semua arahan dan masukan dalam bimbingannya serta keikhlasan waktunya selama penyusunan skripsi. 5. Ibu Yuli Amran SKM, MKM selaku Dosen Pembimbing II, penulis ucapkan terima kasih semua arahan dan masukan dalam bimbingannya serta keikhlasan waktunya selama penyusunan skripsi. 6. Bapak Dr. Farid Hamzens, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademik dan Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan penulis.
vii
7. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS dan Bapak Anton Wibawa, M.KM selaku penguji siding skripsi yang telah mengarahkan penulis pada skripsi ini. 8. Pihak Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur yang telah mengizinkan, mendukung dan membantu penelitian ini. 9. Bapak Rindit Pambayun dan Ibu Febria Agustina selaku peneliti dari UNSRI yang telah membantu selama studi pendahuluan. 10. Adik-adik peminatan Kesehatan Lingkungan 2012: Annisa, Isna, Ivan dan Putri yang sudah membantu selama uji kuesioner. 11. Para Kepala Sekolah Dasar Cipinang Besar Utara yang telah mengizinkan dan membantu penelitian ini. 12. Seluruh pedagang makanan jajanan di lingkungan sekolah dasar Cipinang Besar Utara yang sukarela menjadi responden dalam penelitian ini. 13. Sahabat-sahabat karib Endah Purwanti, Maulana Yodha Permana, Darizky Retno Setyorini dan Muhamad Syarif Hidayat yang telah mendukung proses pembuatan skripsi ini. 14. Kawan-kawan peminatan Kesehatan Lingkungan 2010: Tri Astuti, Rizka, Misyka, Fitri, Nida, Annis, Dillah, Alya, Reka, Ifa, Yuni, Ilham, Fuad, Angger, Febri dan Akbar. 15. Teman-teman program studi Kesehatan Masyarakat 2010. Semoga berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan masukan kepada Penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhir kata, penelitian ini tidak lepas dari berbagai kekurangan, sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat Penulis harapkan agar terdapat perbaikan di masa yang akan datang. Jakarta,
Februari 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................
i
ABSTRAK ..............................................................................................
ii
ABSTRACT ............................................................................................
iii
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..............................................................
v
KATA PENGANTAR ............................................................................
vi
DAFTAR ISI ...........................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xvi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xx
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................
xxi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................
8
1.3 Pertanyaan Penelitian ...................................................................
9
1.4 Tujuan Penelitian .........................................................................
9
1.4.1 Tujuan Umum .....................................................................
9
1.4.2 Tujuan Khusus ....................................................................
10
1.5 Batasan Masalah ...........................................................................
10
1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................
11
1.6.1 Manfaat bagi Sekolah ..........................................................
11
1.6.2 Manfaat bagi Peneliti ..........................................................
11
ix
1.6.3 Manfaat bagi Institansi ........................................................
11
1.7 Ruang Lingkup .............................................................................
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku ......................................................................
13
2.1.1 Pengertian Pengetahuan ......................................................
14
2.1.2 Pengertian Sikap ..................................................................
14
2.1.3 Pengertian Tindakan ............................................................
15
2.2 Pengertian Higiene Sanitasi .........................................................
15
2.2.1 Kebersihan Diri ...................................................................
16
2.2.2 Peralatan ..............................................................................
17
2.2.3 Penyajian .............................................................................
17
2.2.4 Sarana ..................................................................................
18
2.3 Pengertian Pedagang Makanan Jajanan .......................................
19
2.3.1 Pengertian Pedagang ...........................................................
19
2.3.2 Makanan Jajanan .................................................................
19
2.4 Kantin Sehat .................................................................................
20
2.5 Zat yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan .............................................................................................................
21
2.5.1 Pewarna, pemanis dan pengawet ........................................
22
2.5.2 Mikroba ...............................................................................
23
2.5.3 Logam Berat ........................................................................
24
2.6 Penyakit Bawaan Makanan (foodborne disease) .........................
25
x
2.7 Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan ................................................................................
26
2.8 Kerangka Teori .............................................................................
28
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep .........................................................................
29
3.2 Definisi Operasional .....................................................................
31
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian .............................................................................
35
4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................
35
4.3 Tempat dan Waktu .......................................................................
36
4.4 Pengumpulan Data .......................................................................
37
4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ..............................................
37
4.4.2 Data Primer dan Sekunder ..................................................
38
4.5 Pengolahan dan Analisis Data ......................................................
39
4.5.1 Pengolahan Data...................................................................
39
4.5.2 Analisis Data .......................................................................
40
4.6 Aspek Pengukuran .......................................................................
40
4.6.1 Pengetahuan ........................................................................
40
4.6.2 Sikap ....................................................................................
41
4.6.3 Tindakan ..............................................................................
41
BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................
43
5.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Cipinang Besar Utara ...........
43
xi
5.1.2 Gambaran Umum Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang Besar Utara .............................................................................................
44
5.2 Gambaran Umum Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................................
45
5.2.1 Gambaran Jenis Kelamin Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................
45
5.2.2 Gambaran Umur Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .............................
46
5.2.3 Gambaran Jenis Sarana Berdagang yang Digunakan oleh Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..................................................................................
46
5.2.4 Gambaran Status Kepemilikan Sarana Berdagang yang Digunakan Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .........................................................................
47
5.2.5 Gambaran Lama Bekerja Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................
48
5.2.6 Gambaran Tingkat Pendidikan Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....
49
5.3 Aspek Pengetahuan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................................
49
5.3.1 Aspek Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ..................................................................................
xii
50
5.3.2 Aspek Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .......................................................................................................
51
5.3.3 Aspek Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .......................................................................................................
53
5.3.4 Aspek Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .......................................................................................................
55
5.4 Aspek Sikap pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................................
56
5.4.1 Aspek Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .......................................................................................................
57
5.4.2 Aspek Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .
59
5.4.3 Aspek Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .
60
5.4.4 Aspek Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....
62
5.5 Aspek Tindakan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................................
xiii
63
5.5.1 Aspek Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .
64
5.5.2 Aspek Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .......................................................................................................
66
5.5.3 Aspek Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....
67
5.5.4 Aspek Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .
70
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ................................................................
72
6.2 Karakteristik Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....................................................
73
6.2.1 Jenis Kelamin ......................................................................
73
6.2.2 Umur ...................................................................................
74
6.2.3 Jenis Sarana Berdagang .......................................................
75
6.2.4 Status Kepemilikan Sarana .................................................
76
6.2.5 Lama Bekerja ......................................................................
77
6.2.6 Tingkat Pendidikan .............................................................
78
6.3 Pengetahuan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .........................
xiv
80
6.3.1 Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .......................................................................................................
80
6.3.2 Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .
83
6.3.3 Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .
85
6.3.4 Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....
87
6.4 Sikap Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................................
89
6.4.1 Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .
89
6.4.2 Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....
91
6.4.3 Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....
92
6.4.4 Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................
94
6.5 Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................................
95
6.5.1 Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....
xv
95
6.5.2 Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....
99
6.5.3 Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....
100
6.5.4 Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .....
103
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ......................................................................................
108
7.2 Saran .............................................................................................
109
7.2.1 Saran bagi Sekolah ..............................................................
107
7.2.2 Saran bagi Peneliti Selanjutnya ...........................................
110
7.2.3 Saran bagi Instansi ..............................................................
111
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
112
LAMPIRAN ............................................................................................
118
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Definisi Operasional ................................................................
34
Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas ................................................................
38
Tabel 5.1 Distribusi Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang Besar Utara
44
Tabel 5.2 Distribusi Pedagang Makanan Jajajan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Jenis Kelamin ...............
45
Tabel 5.3 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Umur ............................
46
Tabel 5.4 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara berdasarkan Jenis Sarana Berdagang ....................
47
Tabel 5.5 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara berdasarkan Status Kepemilikan Sarana ..............
47
Tabel 5.6 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara berdasarkan Lama Bekerja ...................................
48
Tabel 5.7 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara berdasarkan Tingkat Pendidikan ..........................
49
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Kebersihan Diri di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...............................
50
Tabel 5.9 Distribusi Pengetahuan mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................................................................................................................
xvii
51
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Peralatan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .........................................
52
Tabel 5.11 Distribusi Pengetahuan mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
53
Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .........................................
53
Tabel 5.13 Distribusi Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
55
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Sarana di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .........................................
55
Tabel 5.15 Distribusi Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
56
Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Pedagang Makanan Jajanan mengenai Kebersihan Diri di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .........................................
57
Tabel 5.17 Distribusi Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
58
Tabel 5.18 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Pedagang Makanan Jajanan mengenai Peralatan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...........................................................
xviii
59
Tabel 5.19 Distribusi Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .............
60
Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...........................................................
61
Tabel 5.21 Distribusi Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
62
Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...........................................................
62
Tabel 5.23 Distribusi Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .................
63
Tabel 5.24 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Kebersihan Diri di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...........................................................
64
Tabel 5.25 Distribusi Tindakan Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 ...................................................................................................................
65
Tabel 5.26 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Peralatan ...................................................................................................................
66
Tabel 5.27 Distribusi Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014
xix
67
Tabel 5.28 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Penyajian ...................................................................................................................
67
Tabel 5.29 Distribusi Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 .............
69
Tabel 5.30 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Penyajian ...................................................................................................................
70
Tabel 5.31 Distribusi Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinnang Besar Utara Tahun 2014
xx
71
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Klasifikasi Penyebab foodborne disease ..............................
26
Gambar 2.2 Kerangka Teori .....................................................................
26
Gambar 3.1 Kerangka Konsep .................................................................
30
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2 Output SPSS Lampiran 3 Perrmohonan Izin Pengambilan Data Lampiran 4 Balasan Izin Pengambilan Data Lampiran 5 Permohonan Izin Penelitian di Sekolah Dasar Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian
xxii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Makanan yang sehat dan bergizi serta seimbang adalah yang mengandung
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, air, dan mineral dalam jumlah yang seimbang. Makananan baik kualitas maupun kuantitasnya merupakan kebutuhan agar kesehatan tetap terjaga (Akase, 2012). Sebagai kebutuhan yang paling mendasar dalam hidup manusia, makanan sangat mungkin terkontaminasi sehingga menyebabkan penyakit bawaan makanan (food-borned disease) (Agustina dkk, 2009). Makanan yang dijajakan di sekolah, terutama sekolah dasar dan anak sekolah merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Terburu-buru berangkat ke sekolah, orangtua yang sangat sibuk dan rasa jajanan yang enak membuat anak sekolah dasar lebih memilih untuk jajan di lingkungan sekolah (Suci, 2009). Makanan jajanan sangat rentan terkontaminasi akibat proses penyimpanan yang salah, pengolahan makanan yang kurang baik serta penyajian yang tidak higienis (WHO, 2005). Makanan dapat menjadi media perantara bagi suatu penyakit. Terjadinya penyakit akibat makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan atau food-borne diseases (Susanna dan Hartono, 2003). Timbulnya gejala diare merupakan salah satu gejala penyakit bawaan makanan (Arisman, 2009). Secara global, terdapat 1500 juta kejadian penyakit
1
bawaan makanan dengan jumlah penderita meninggal sebanyak 3 juta. Penyakit bawaan makanan ini banyak menyerang kalangan bayi dan anak-anak. Sedangkan diare merupakan penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia (WHO, 2005). Menurut laporan tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2012, terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan yang berasal dari 23 provinsi dengan jumlah orang yang terpapar sebanyak 8.590 orang, 3.235 orang diantaranya sakit dan 19 orang meninggal dunia. Sedangkan menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013, angka kematian (CFR) akibat diare di Indonesia adalah 1,08%. Kasus diare di Kecamatan Jatinegara, DKI Jakarta menempati urutan tertinggi, yaitu 10.643 kasus (Sudinkes Kotamadya Jakarta Timur, 2013). Salah satu kelurahan di Kecamatan Jatinegara, yaitu Kelurahan Cipinang Besar Utara, mengalami kenaikan secara terus-menerus sejak tahun 2009 sampai tahun 2012, yaitu 412 kasus (2009), 569 kasus (2010), 740 kasus (2011) menjadi 861 kasus (2012), tetapi di tahun 2013 hanya 6 kasus karena data surveilans tidak lengkap, dibandingkan kelurahan lainnya (Balimester, Kp. Melayu, Cipinang Muara, Cipinang Besar Selatan, Bidara Cina, Cipinang Cempedak dan Rawa Bunga) yang tidak mengalami kenaikan selama empat tahun berturut-turut (Surveilans Dinas Kesehatan DKI Jakarta, 2009-2013). Jenis makanan penyebab KLB keracunan makanan tahun 2012 yang paling mendominasi adalah masakan rumah tangga (27,38%) dan makanan jajanan (27,38%). Sedangkan keracunan makanan berdasarkan tempat/ lokasi kejadian, sekolah dasar (SD) menempati peringkat kedua terbanyak kejadian KLB
2
keracunan makanan. Pada umumnya KLB keracunan makanan di sekolah dasar disebabkan kontaminasi bakeri patogen, sehingga pemberdayaan dan pengawasan mengenai makanan jajanan di sekolah perlu ditingkatkan (BPOM, 2012). Makanan yang terkontaminasi seringkali dibuat dan dijual oleh penjaja kaki lima yang memiliki standar higiene yang buruk dan mutu yang rendah (WHO,
2005).
Menurut
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan, higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang,tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Dampak dari perilaku yang tidak higienis yang meliputi orang yang menangani makanan, tempat berjualan, peralatan dan proses pengolahan makanan yaitu keracunan makanan (Purawidjaja, 1995 dalam Susanna dan Hartono, 2003). Pedagang makanan jajanan seringkali memiliki higiene sanitasi yang rendah. Menurut penelitian Agustina, dkk (2009), terdapat 47,8% responden yang kebersihan dirinya tidak baik, 65,2% responden memiliki sanitasi yang tidak baik dari segi peralatannya, 30,4%responden menyajikan makanan jajanan dalam keadaan sanitasi yang tidak baik, dan 47,8% responden yang memiliki sarana penjaja yang sanitasinya tidak baik. Higiene
sanitasi yang buruk dapat menimbulkan dampak terhadap
kesehatan. Menurut penelitian Manalu dkk (2012), ada hubungan yang bermakna antara kepadatan lalat, perilaku ibu mencuci tangan, perilaku ibu menutup makanan, penggunaan sumber air bersih serta air minum terhadap kejadian diare
3
pada balita. Berdasarkan penelitian Rahayu (2007), proses pengolahan makanan, pencucian bahan makanan, higiene penjamah dan sanitasi makanan berpengaruh dengan angka bakteri pada makanan. Makanan juga dapat terkontaminasi melalui vektor, salah satunya lalat. Lalat mencemari makanan dan minuman oleh bakteri yang terbawanya setelah hinggap di tempat-tempat yang kotor. Bakteri tersebut tersebut lalu termakan manusia dan dapat menyebabkan penyakit diare (Andriani,2007 dalam Manalu dkk, 2012). Hidayanti (2012) menyatakan hal serupa bahwa perilaku cuci tangan, higiene sanitasi makanan, faktor lingkungan (jenis lantai, sumber air bersih, penanganan sampah dan pembuangan tinja) serta bakteriologis air bersih, terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian penyakit bawaan makanan. Tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan merupakan hal yang penting. Penelitian mengenai pengetahuan dan tindakan higiene sanitasi pedagang makanan jajanan diperkuat oleh penelitian Aminah dan Hidayah (2006). Tingkat pengetahuan pedagang makanan tentang keamanan makanan yang baik masih terbilang kurang, hanya sebesar 17,65%. Tingkat pengetahuan mengenai dosis yang tidak berlebihan dari pewarna makanan sebesar 64,7% sedangkan 52% pedagang mengetahui bahaya formalin dan boraks. Di sisi lain, praktik higiene sanitasi pedagang yang masuk kategori baik sebesar 58,82%. Pengetahuan tentang higiene sanitasi juga tidak selalu sebanding dengan kondisi tempat berjualan yang memenuhi syarat. Berdasarkan penelitian Pratiwi (2012), pedagang dengan keadaan lokasi tempat berjualan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 100%, kondisi pedagang sudah memenuhi syarat (67%), cara penyajian yang memenuhi
4
syarat (50%) serta pedagang dengan tingkat pengetahuan tentang higiene sanitasi yang cukup baik sebanyak 67%. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, dari 13 pedagang makanan jajanan yang terdapat di Kelurahan Cipinang Besar Utara, beberapa diantaranya menunjukkan perilaku yang tidak higienis dalam menjajakan makanannya. 100% pedagang tidak mencuci tangan saat sebelum menjamah makanan, 38% diantaranya menjajakan makanan dalam keadaan terbuka di pinggir jalan serta menjamah makanan tanpa menggunakan alat, merokok ketika menyajikan makanan dan berkuku panjang masing-masing sebesar 8%. Banyak atau sedikitnya pedagang yang berperilaku tidak higienis dalam kebersihan diri mengindikasikan adanya risiko makanan yang dijajakan oleh mereka dapat tercemar kuman penyakit yang dapat mengakibatkan penyakit bawaan makanan (Purnawijayanti, 2002). Di Jakarta, makanan jajanan banyak dikonsumsi anak-anak dikarenakan penduduknya identik dengan kesibukan kerja yang padat, memperbesar kemungkinan para orangtua siswa tidak sempat menyiapkan bekal untuk anaknya, sehingga lebih memilih memberikan uang jajan agar anaknya bisa membeli makanan sendiri di sekolah. Hal seperti ini memungkinkan siswa sekolah dasar rentan terkena penyakit bawaan makanan karena pengetahuan yang terbatas mengenai jajanan yang sehat serta kurangnya pengawasan orangtua tehadap apa yang dimakan anaknya (Suci, 2009). Penyakit bawaan makanan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di banyak negara. Penyakit ini dianggap bukan termasuk penyakit yang
5
serius,
sehingga
seringkali
kurang
diperhatikan
(Judarwanto,
2012).
Penyakit bawaan makanan seringkali terjadi pada orang-orang yang kekebalan tubuhnya rentan seperti: bayi, anak-anak, lansia dan mereka mengalami penyakit gangguan kekebalan tubuh (WHO, 2005). Dari golongan orang-orang yang kekebalan tubuhnya rentan terhadap penyakit, salah satunya adalah anak-anak. Seringkali mereka suka jajan di sekolah karena sering terburu-buru ke sekolah, orang tua yang sibuk dan citarasa jajanan yang lebih enak (Suci, 2009). Sehingga anak-anak adalah golongan yang sering menjadi korban penyakit akibat makanan (Agustina, 2009). Sekolah merupakan salah satu lokasi yang strategis untuk ditempati pedagang makanan, terutama pedagang kaki lima (Widjajanti, 2009). Banyaknya pendatang dari luar kota untuk mencari nafkah di Jakarta serta banyaknya jumlah sekolah dasar, memungkinkan banyaknya pedagang makanan jajanan yang berjualan di sekitar sekolah dasar. Sebagian besar dari pedagang makanan jajanan adalah pendatang dari luar Jakarta atau penduduk musiman (Mokoginta, 1999). Besarnya jumlah penduduk di Jakarta (13.000-15.000 Jiwa/km2 dalam Bank Data DKI Jakarta (2009) berbanding dengan banyaknya jumlah sekolah dasar dan jumlah siswanya. Berdasarkan informasi dari Bank Data DKI Jakarta tahun 2010, jumlah sekolah dasar negeri di Jakarta sebesar 2.225 sekolah. Dengan rincian di masing-masing Kotamadya yaitu: Jakarta Pusat sebanyak 285 sekolah, Jakarta Utara sebanyak 269 sekolah, Jakarta Barat sebanyak 456 sekolah, Jakarta Selatan sebanyak 527 sekolah, Jakarta Timur sebanyak 674 sekolah dan Kepulauan Seribu sebanyak 14 sekolah. Sedangkan jumlah siswa sekolah dasar negeri di Jakarta
6
sebesar 686.610 siswa, dengan jumlah siswa di masing-masing Kotamadya yaitu: Jakarta Pusat sebanyak 69.921 siswa, Jakarta Utara sebanyak 93.641 siswa, Jakarta Barat sebanyak 145.919 siswa, Jakarta Selatan sebanyak 155.314 siswa, Jakarta Timur sebanyak 219.501 siswa dan Kepulauan Seribu sebanyak 2.314 siswa. Kotamadya Jakarta Timur dipilih karena memiliki jumlah sekolah dan siswa sekolah dasar negeri terbanyak. Melihat banyaknya jumlah sekolah dasar dan jumlah siswa yang ada, bisa dipastikan setiap sekolah ada beberapa pedagang yang berjualan makanan. Kelurahan Cipinang Besar Utara terdapat 13 sekolah dasar yang sering disinggahi pedagang makanan jajanan, baik sekolah yang letaknya di pinggir jalan raya maupun di tengah-tengah permukiman. Banyaknya pedagang makanan yang berjualan di sekolah dasar dikarenakan beberapa sekolah yang ada dalam satu gedung dan anak-anak yang bersekolah saat pagi maupun petang. Higiene sanitasi makanan merupakan salah satu dari ruang lingkup kesehatan lingkungan. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut meliputi: vektor penyakit, higiene sanitasi makanan, penyediaan air minum, pengolahan air limbah, pembuangan tinja, pencemaran udara, pengelolaan sampah padat serta perumahan dan lingkungan permukiman (WHO, 1975). Oleh karena itu, penyakit bawaan makanan secara khusus merupakan masalah kesehatan lingkungan karena terdapat makanan atau pangan sebagai media transmisi penyakit (Achmadi ,2012). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi dari aspek kebersihan diri,
7
peralatan penyajian dan sarana pada pedagang makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara Kotamadya Jakarta Timur.
1.2
Rumusan Masalah Kasus tertinggi diare ditemukan pada Kecamatan Jatinegara. Salah satu
kelurahannya, yaitu Kelurahan Cipinang Besar Utara, terdapat kasus diare yang terus meningkat selama tahun 2009 sampai tahun 2012. Banyaknya sekolah dasar yang terdapat pedagang makanan jajanan serta ditemukannya perilaku pedagang makanan jajanan yang tidak higienis sangat berisiko mengakibatkan penyakit bawaan makanan, mengingat sekolah dasar menempati peringkat kedua kejadian KLB keracunan makanan dan makanan jajanan adalah jenis makanan yang paling mendominasi penyebab KLB keracunan makanan. Perilaku pedagang yang tidak higienis seperti: tidak mencuci tangan saat sebelum menjamah makanan, menjajakan makanan dalam keadaan terbuka di pinggir jalan, menjamah makanan tanpa menggunakan alat, merokok ketika menyajikan makanan dan berkuku panjang berisiko menimbulkan penyakit bawaan makanan pada konsumen, khususnya anak sekolah. Perilaku tersebut tidak sesuai pedoman Depkes RI tahun 2003 tentang persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan. Hal tersebut merupakan ironi mengingat anak sekolah dasar sebagai mayoritas konsumen makanan jajanan yang berada dalam usia pertumbuhan, merupakan investasi bagi orangtua dan negara sehingga membutuhkan makanan dengan nutrisi yang baik serta terjaga kebersihannya agar kesehatannya tetap terjaga.
8
Berdasarkan latar belakang di atas, serta belum pernah diadakannya penelitian ini di wilayah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku higiene sanitasi pedagang makanan jajanan di lingkungan sekolah dasar Kecamatan Cipinang Besar Utara.
1.3
Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran umum pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara? 2. Bagaimana gambaran pengetahuan mengenai higiene sanitasi(kebersihan diri, peralatan, penyajian, sarana) pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara? 3. Bagaimana gambaran sikap mengenai higiene sanitasi (kebersihan diri, peralatan, penyajian, sarana) pedagang makanan jajanan di sekolah dasar kelurahan Cipinang Besar Utara? 4. Bagaimana gambaran tindakan mengenai higiene sanitasi (kebersihan diri, peralatan, penyajian, sarana) pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara?
1.4
Tujuan Penelitian 1.4.1
Tujuan Umum Mengetahui gambaran perilaku higiene sanitasi pedagang makanan
jajanan sekolah dasar di kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014.
9
1.4.2
Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran umum pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara. 2. Diketahuinya
gambaran
pengetahuan
(kebersihan
diri,
peralatan,
penyajian, sarana) pedagang mengenai higiene sanitasi makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara. 3. Diketahuinya gambaran sikap (kebersihan diri, peralatan, penyajian, sarana) higiene sanitasi pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara. 4. Diketahuinya gambaran tindakan (kebersihan diri, peralatan, penyajian, sarana) higiene sanitasi pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara.
1.5
Batasan Masalah Variabel yang diukur dalam penelitian ini yaitu pengetahuan, sikap dan
tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan, baik di dalam sekolah (kantin) maupun di luar sekolah yaitu: kebersihan diri pedagang makanan, kebersihan peralatan, penyajian serta kondisi sarana yang digunakan pedagang makanan jajanan. Penelitian ini menggunakan analisis univariat sehingga tidak meneliti hubungan antar variabel.
10
1.6
Manfaat Penelitian Penelitianini memberikan informasi mengenai gambaran pengetahuan,
sikap dan tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan.
1.6.1
Manfaat bagi Sekolah
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada pihak sekolah agar dapat dilakukan upaya tindakan higiene sanitasi oleh pedagang makanan di kantin sekolah. 1.6.2
Manfaat bagi Peneliti a. Melatih pola pikir secara sistematis dalam menghadapi masalah kesehatan lingkungan. b. Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan. c. Hasil penelitian dapat digunakan untuk referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.6.3
Manfaat bagi Instansi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi instansi terkait, yaitu Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur untuk memberikan penyuluhan kepada pedagang makanan jajanan mengenai pentingnya higiene sanitasi pada pengolahan dan penyajian makanan. Sehingga dapat dilakukan upaya-upaya tertentu agar berkurangnya risiko penyakit akibat makanan.
11
1.7
Ruang Lingkup Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku higiene
sanitasi pada pedagang makanan jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014. Penelitian ini akan dilaksanakan bulan Oktober 2014. Sampel dalam penelitian ini yaitu pedagang yang berjualan makanan di lingkungan sekolah, baik di dalam maupun di sekitar sekolah. Jenis penelitian ini yaitu kuantitatif deskriptif dengan desain studi kasus. Dalam pengumpulan data primer mengenai higiene sanitasi pedagang makanan, peneliti menggunakan observasi dan kuesioner. Data sekunder didapatkan dari buku, internet serta instansi.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Higiene sanitasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pencegahan penyakit menular, khususnya penyakit bawaan makanan yang disebabkan cara penanganan makanan yang salah. Hal ini terkait dengan pembangunan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya di Jakarta. Cara pengolahan makanan yang baik agar tidak menimbulkan penyakit merupakan isu yang penting untuk dibahas. Gejala penyakit bawaan makanan yang populer di masyarakat adalah diare. Saat ini banyak pedagang makanan yang cara menjajakan makanannya berisiko menimbulkan penyakit bawaan makanan. Misalnya makanan dibiarkan terbuka, berjualan di tempat yang kotor, tidak mencuci tangan, tidak mencuci peralatan makan di air yang mengalir, serta tidak menjaga kebersihan diri. Semua hal tersebut merupakan faktor penyebab makanan terkontaminasi dengan patogen, sehingga bukan tidak mungkin diare dapat menyerang konsumen, khususnya anak sekolah dasar.
2.1
Pengertian Perilaku Perilaku merupakan semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003). Perilaku yang diamati dapat diukur dengan berbagai skala, salah satunya adalah skala Guttman. Skala ini memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban
13
atas pernyataan / pertanyaan: ya dan tidak, positif dan negatif, setuju-tidak setuju, serta benar dan salah (Hidayat, 2007). Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku dalam tiga domain/ kawasan. Pembagian kawasan ini dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Ketiga komponen tersebut antara lain: pengetahuan, sikap dan tindakan.
2.1.1
Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Manusia memiliki rasa ingin tahu, lalu ia mencari, hasilnya ia tahu sesuatu. Sesuatu itulah dinamakan pengetahuan. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengelaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu (Notoatmodjo, 2003). Menurut Plato dalam Budiman dan Riyanto (2013), pengetahuan adalah “kepercayaan sejati” yang dibenarkan (valid). Hasil Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dinyatakan dengan “baik” atau “ buruk” (Dahlan, 2008).
2.1.2
Pengertian Sikap
Sikap menurut Sarwono (2003) adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku atau merespon sesuatu baik terhadap rangsangan positif maupun rangsangan negatif dari suatu objek rangsangan. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tetapi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk berperilaku. Menurut Djaali dan Muljono (2007), sikap dapat dinyatakan dengan benar-salah, setuju-tidak setuju, positif-negatif.
14
Sikap dapat dikatakan sebagai respon evaluatif. Respon evaluatif artinya adanya reaksi dari individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus juga berbentuk penilaian baik-buruk, positif-negatif serta menyenangkan-tidak menyenangkan (Azwar, 2011).
2.1.3
Pengertian Tindakan
Sikap yang diwujudkan menjadi suatu perbuatan nyata oleh suatu individu disebut tindakan (Budiman dan Riyanto, 2013). Menurut Allport dalam Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI (2007), tindakan dalam pilihan seseorang didasari oleh nilai, sehingga tindakan dan perbuatan dapat berupa benar-salah, baik-buruk serta indah-tidak indah.
2.2
Pengertian Higiene Sanitasi Dalam Undang-undang No. 11 Tahun 1962 tentang Higiene Untuk Usaha-
usaha bagi umum disebutkan, higiene adalah segala usaha untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan (Hanafiah, 1999). Dalam pengertian lain, higiene adalah suatu pengetahuan mengenai kesehatan dan pencegahan suatu penyakit (Tarwotjo, 1998). Sanitasi diartikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan cara mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit. Sedangkan ilmu sanitasi adalah sebuah penerapan prinsip untuk membantu memperbaiki, mempertahankan atau mengembalikan kondisi kesehatan yang baik (Jenie, 1996 dalam Purnawijayanti, 2006). Dengan kata lain, sanitasi
15
dapat disebut sebagai penciptaan atau pemeliharaan kondisi yang mampu mencegah terjadinya kontaminasi terhadap makanan atau terjadinya penyakit yang disebabkan oleh makanan (Labensky dkk, 1994 dalam Purnawijayanti, 2006). Menurut
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan, higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan. Dengan demikian, higiene dan sanitasi adalah pengetahuan mengenai kesehatan dan pencegahan penyakit dengan cara menerapkan kondisi sehingga terjadinya suatu penyakit dapat dicegah.
2.2.1
Kebersihan Diri
Kebersihan diri (personal hygiene) seseorang dalam menjajakan makanan adalah syarat yang harus dipenuhi. Menurut Depkes RI (2003), persyaratan tersebut antara lain: a. Tidak menderita penyakit mudah menular seperti: batuk, pilek, influenza, diare, serta penyakit perut lainnya;. b. Jika terdapat luka atau bisul harus ditutup; c. Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian; d. Memakai celemek dan tutup kepala; e. Mencuci tangan setiap kali menangani makanan; f. Menjamah makanan dengan alat atau sarung tangan; g. Tidak sambil merokok dan atau menggaruk anggota tubuh;
16
h. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan yang dijajakan tanpa menutup mulut atau hidung.
2.2.2
Peralatan
Peralatan masak adalah semua perlengkapan yang diperlukan dalam proses pengolahan makanan seperti pisau, sendok, kuali dan lain-lain. Sehingga yang perlu diperhatikan dalam perlengkapan dan peralatan masak untuk menjaga kebersihannya adalah bentuk peralatan mudah dibersihkan dan tidak boleh berlekuk, tidak boleh digunakan untuk keperluan lain selain memasak, mengolah makanan dan penyimpanan makanan (Depkes RI, 1999). Peralatan yang memenuhi persyaratan higiene sanitasi antara lain: a. Peralatan dicuci dengan air bersih; b. Dikeringkan dengan pengering atau lap yang bersih; c. Disimpan ditempat yang bersih d. Tidak digunakan lebih dari sekali apabila dirancang hanya untuk sekali pakai (Depkes RI, 2003).
2.2.3
Penyajian Makanan
Kebersihan ketika penyajian makanan meliputi berbagai hal, seperti: air, bahan makanan, bahan tambahan serta cara penyajian makanan itu sendiri. a. Air yang digunakan harus memenuhi standar higiene sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air minum
17
b. Bahan makanan yang akan diolah harus dalam keadaan baik mutunya dan terdaftar di Departemen Kesehatan jika bahan makanan tersebut merupakan bahan olahan dalam kemasan. c. Bahan makanan, bahan tambahan, bahan penolong serta bahan makanan yang mudah rusak harus disimpan secara terpisah. d. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan tertutup dan pembungkusnya dalam keadaan bersih serta tidak ditiup. e. Makanan yang diangkut harus dalam keadaan tertutup dan terpisah dari bahan mentah (Depkes RI, 2003).
2.2.4
Sarana
Sarana penjaja adalah suatu tempat atau fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan, baik menetap maupun berpindah-pindah. Kebersihan sarana meliputi berbagai hal yang harus dipenuhi, antara lain: a. Konstruksi sarana dapat melindungi makanan dari pencemaran; b. Konstruksi sarana penjaja mudah dibersihkan dan tersedia tempat: air bersih, penyimpanan bahan makanan, penyimpanan makanan jadi, penyimpanan peralatan, tempat cuci dan tempat sampah (Depkes RI, 2003).
18
2.3
Pengertian Pedagang Makanan Jajanan 2.3.1
Pengertian Pedagang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pedagang adalah orang yang mencari nafkah dengan berdagang. Pedagang dapat dikelompokan menjadi: a. Pedagang besar: Adalah kegiatan pengumpulan dan penjualan kembali barang baru atau bekas oleh pedagang dari produsen atau importir ke pedagang lainnya. b. Pedagang
eceran:
Kegiatan
pedagang
melayani
konsumen
perorangan tanpa mengubah sifat barang itu sendiri (Badan Pusat Statistik, 2012).
2.3.2
Makanan Jajanan
Makanan merupakan kebutuhan dasar yang terkadang merupakan kesenangan. Disamping itu, makanan dapat meningkatkan kesehatan atau malah menyebabkan penyakit (Sunardi dan Soetardjo, 2001). Makanan sambilan dan makanan jajanan adalah sejenis makanan yang keberadaannya tidak terlalu penting karena makanan tersebut bukan makanan pokok (Moertjipto, 1993). Makanan jajanan juga merupakan makanan yang siap makan atau dimasak terlebih dahulu di tempat berjualan (Lindawati dkk, 2006). Menurut
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
nomor
942/MENKES/SK/VII/2003 tentang pedoman persyaratan higiene sanitasi
19
makanan jajanan, makanan jajanan adalah makanan yang dijajakan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
2.4
Kantin Sehat Menurut Kemendiknas (2011), kantin atau warung sekolah yang
merupakan salah satu tempat jajan didalam sekolah memiliki peranan yang penting, yaitu menyediakan makanan sepinggan maupun makanan cemilan dan minuman yang sehat, aman dan bergizi. Makanan yang disajikan harus terbebas dari bahaya: mikrobiologis, kimia maupun fisik. Ada lima kunci penyediaan makanan yang aman, yaitu: a. Menjaga kebersihan; b. Memisahkan makanan mentah dari makanan yang matang; c. Memasak makanan dengan benar; d. Menyimpan makanan pada suhu yang aman; e. Menggunakan air dan bahan baku yang aman. Kantin sekolah terdapat dua jenis, yaitu jenis tertutup maupun terbuka seperti di koridor atau halaman. Meskipun kantin berada di ruang terbuka, tempat penyimpanan makanan harus dalam keadaan tertutup. Kantin sekolah dengan ruangan tertutup maupun terbuka harus memiliki sarana dan prasarana berupa: sumber air bersih, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, tempat penyajian dan ruang makan, fasilitas sanitasi, perlengkapan kerja serta tempat pembuangan limbah.
20
Dalam mewujudkan kantin yang sehat di sekolah, terdapat langkahlangkah yang harus dilakukan oleh pihak sekolah, antara lain: 1. Melakukan koordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Puskesmas; 2. Melakukan sosialisasi kepada orang tua murid, pengelola kantin atau penjual makanan di sekolah; 3. Menunjuk pembina dan pengawas kantin sekolah; 4. Mengirimkan pembina dan pengawas kantin sekolah untuk mengikuti pelatihan kantin sehat yang dilaksanakan oleh instansi terkait; 5. Melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap pengelola kantin dan penjual makanan di sekolah; 6. Melakukan perbaikan dan penyediaan sarana kantin sehat; 7. Melakukan monitoring internal terhadap pelaksanaan kantin sehat di sekolah.
2.5
Zat yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Makanan Jajanan Makanan jajanan masih berisiko buruk terhadap kesehatan dikarenakan
penanganannya serikali tidak higienis sehingga memungkinkan terkontaminasi oleh mikroorganisme berbahaya, bahan tambahan pangan yang tidak diizinkan dan logam berat (Cahanar dan Suhanda, 2006).
21
2.5.1
Pewarna, pemanis dan pengawet
Pewarna yang umum digunakan dalam makanan jajanan antara lain: tartrazine, erythrosine, fast green FCF dan sunset yellow. Meskipun pewarna tersebut diizinkan tetapi pemakaiannya dibatasi. Berikut ini berbagai dampak buruk konsumsi makanan yang mengandung pewarna sintetis berlebihan: a. Tartrazine menyebabkan reaksi alergi, asma dan hiperaktif pada anakanak. b. Erithrosine menyebabkan reaksi alergi pada saluran pernafasan, tumor dan tiroid pada tikus, gangguan pada otak, hiperaktif dan gangguan perilaku pada anak-anak. c. Fast green FCF menyebabkan reaksi alergi dan tumor. d. Sunset yellow menyebabkan radang selaput lendir pada hidung, sakit pinggang, muntah-muntah serta gangguan pencernaan (Cahanar dan Suhanda, 2006). Pemanis yang digunakan dalam sebagian besar makanan jajanan adalah sakarin, siklamat dan aspartam. Sakarin menyebabkan kanker kandung kemish dan terputusnya plasenta pada janin. Siklamat hanya boleh dikonsumsi oleh penderita diabetes karena kandungan kalorinya yang rendah. Namun, penggunaan siklamat sudah dilarang di Amerika, Inggris dan Kanada pada tahun 1970-an karena produk degradasinya bersifat karsinogen (Saparinto dan Hidayati, 2006). Aspartam akan berubah menjadi formaldehida dan diketopierazin yang bersifat karsinogen ketika berada di dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kanker (Lingga, 2012).
22
Boraks dan formalin sering digunakan sebagai pegawet untuk mi, bakso, saus tomat, ikan segar, ikan asin serta ayam potong. Formalin pada dasarnya digunakan dalam pembuatan karpet, lem, plywood, tekstil, antiseptik, desinfektan dan pengawetan mayat. Kadar formalin yang tinggi dalam tubuh manusia bereaksi dengan hampir semua sel sehingga fungsinya tertekan dan terjadi kematian sel. Jika formalin masuk lewat mulut dalam dosis berlebih menyebabkan sakit perut, kolaps, pingsan, mual, muntah dan kematian karena kegagalan peredaran darah (Saparinto dan Hidayati, 2006).
2.5.2
Mikroba
Mikroorganisme yang mengontaminasi makanan terjadi karena beberapa sebab, yaitu terbawa dari bahan makanan saat proses produksi atau pendistribusian produk. Bakteri pencemar makanan antara lain Entamoeba proteus, Eschericia coli, Pseudomonas dan Salmonella. Mikroorganisme ini seringkali menyebabkan berbagai penyakit seperti: sesak nafas, mual, muntah, pusing, diare, disentri, pingsan hingga kematian (Saparinto dan Hidayati, 2006). Dalam kehidupan sehari-hari, ada tiga jenis bakteri yang sering muncul, antara lain: a. Salmonella: seringkali ditemukan pada daging unggas, telur, daging babi, kambing dan binatang pengerat. Gejala yang ditimbulkan akibat infeksi Salmonella antara lain sakit kepala, nyeri perut, diare, muntah, dehidrasi, demam dan hilangnya nafsu makan.
23
b. E. coli: ditemukan pada keju, daging sapi, susu tanpa pasteurisasi, ikan mentah, serta makanan yang tidak bersih. Gejala yang ditimbulkan saat infeksi E. coli yaitu sakit perut akut, kram, muntah, demam, diare, koma, penggumpalan darah pada otak hingga kematian. c. Listeria: ditemukan pada daging dan susu tanpa pasteurisasi. Gejala yang timbul karena infeksi Listeria antara lain pusing, sakit kepala, muntah, pingsan, shock, koma (Susianto. dkk, 2008).
2.5.3
Logam berat
Makanan jajanan dapat tercemar logam berat, seperti Pb dan Hg (merkuri). Pb yang mencemari makanan dapat berasal dari lapisan keramik, porselen atau tanah liat yang dapat larut dalam cairan asam serta kertas koran atau kertas bekas lainnya yang digunakan sebagai bungkus makanan (PERSAGI, 2009). Pb yang berada dalam makanan juga diduga berasal dari sisa pembakaran kendaraan bermotor dikarenakan tempat berjualan yang berlokasi di pinggir jalan serta makanan jajanan yang tidak ditutup. Timbal dapat menyebabkan keracunan kronis dan akut. Gejala keracunan Pb kronis yaitu: depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, gangguan daya ingat dan insomnia. Sedangkan gejala keracunan Pb akut antara lain: mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, anemia berat, kerusakan ginjal hingga kematian dalam jangka waktu 1-2 hari (Saparinto dan Hidayati, 2006). Merkuri atau air raksa (Hg) yang mencemari makanan dapat berasal dari air yang tercemar limbah industri. Penyakit akibat akumulasi Hg yaitu
24
penyakit Minamata. Hg masuk ke dalam tubuh ikan-ikan yang hidup di sekitar Teluk Minamata sehingga terakumulasi. Ikan tersebut dimakan oleh para nelayan dan timbul penyakit tersebut dengan gejala seperti: sakit kepala, baal terutama pada ujung kaki dan kehilangan keseimbangan (Sumardjo, 2006).
2.6
Penyakit Bawaan Makanan (foodborne disease) Arisman (2009) menyatakan bahwa penyakit bawaan makanan adalah
penyakit yang ditularkan lewat makanan, tanpa mempedulikan apakah mikroorganisme (bakteri, virus dan parasit) tersebut menghasilkan racun atau tidak. Dalam praktiknya, foodbone disease dibagi menjadi tiga, antara lain: a. Foodborne infections: masuknya mikroorganisme patogen kedalam tubuh dan menetap. Pada umumnya mikroorganisme ini berkembang biak didalam saluran cerna sambil mengiritasi saluran cerna bahkan ada yang sampai menginvasi jaringan. Contoh mikroorganisme patogen itu antara lain Listeria, Salmonella, dan Campylobacter, akan tetapi tidak semua Salmonella dapat menimbulkan infeksi. b. Foodborne
toxicoinfections:
adalah
ketika
mikroorganisme
menghasilkan racun dan berkembang biak di dalam saluran pencernaan.
Dalam
arti,
yang
berbahaya
tidak
hanya
mikroorganismenya saja tetapi juga racun yang dihasilkannya. Contohnya adalah Clostridium perfringens dan E. coli O157:H7.
25
c. Foodborne intoxications: terjadi akibat mengonsumsi makanan yang mengandung racun. Racun ini dihasilkan saat pertumbuhan bakteri (enterotoksin).
Gambar 2.1 Klasifikasi penyebab foodborne disease (Arisman, 2009)
2.7
Faktor-faktor Lain yang Mempengaruhi Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan Menurut Lawrence Green dalam WHO (2005), ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi higiene sanitasi pedagang makanan jajanan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
26
a. Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan pemicu atau alasan terbentuknya perilaku, misalnya: pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, keterampilan dan lain-lain). b. Faktor kemudahan (enabling factor) merupakan suatu kondisi yang dapat memudahkan terwujudnya suatu tujuan. Faktor kemudahan ini dapat berupa ketersediaan fasilitas seperti air untuk mencuci dan tempat untuk berjualan. c. Faktor penguat (reinforcing factor) merupakan faktor yang muncul sesudah suatu perilaku. Faktor ini dapat berupa imbalan atau insentif yang diberikan karena keberlangsungan suatu perilaku, misalnya pemberian penghargaan kepada penjamah makanan yang lulus pemeriksaan higiene sanitasi makanan. Dari faktor predisposisi, upaya higiene sanitasi makanan dipengaruhi umur, jenis kelamin, lama kerja, tingkat pendidikan dan status kepemilikan. Sedangkan sarana berjualan dapat dilihat sebagai faktor kemudahan (Budiyono, 2008). Cahyaningsih, dkk (2009) menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara perilaku higiene sanitasi dengan angka kuman.
27
2.8
Kerangka Teori
Sumber: Modifikasi Bloom (1956) dalam Notoatmodjo (2003), Wahyuni (2005), Cahyaningsih, dkk (2009), Green dalam WHO (2005), Budiyono (2008), Depkes RI (2003), Arisman (2009) Gambar 2.2 Kerangka Teori
28
BAB III KERANGKA KONSEP
3.1
Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian ini ingin mengetahui gambaran karakteristik
serta pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan di sekolah dasar dengan melihat beberapa aspek dari sisi karakteristik, pengetahuan, sikap maupun tindakan oleh pedagang makanan jajanan yang sesuai kaidah higiene sanitasi. Anak-anak sekolah dasar merupakan konsumen yang paling berisiko terkena penyakit bawaan makanan (foodbone disease). Oleh karena itu, foodborne disease tidak diteliti karena sampel penelitian ini adalah pedagang makanan jajanan, sedangkan foodborne disease merupakan penyakit yang melanda konsumen akibat memakan makanan dengan higiene sanitasi yang buruk.
29
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
30
3.2
Definisi Operasional
Karakteristik Pedagang Makanan Jajanan No. 1.
Variabel Jenis kelamin
2.
Umur
3.
Jenis sarana
4.
Status kepemilikan
5.
Lama bekerja
6.
Tingkat pendidikan
Definisi
Cara Ukur
Pembagian responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki Wawancara atau perempuan. Wawancara
Alat Ukur
Skala Ukur
Kuesioner
Nominal
Kuesioner
Nominal
Pembagian responden berdasarkan umur
Pembagian responden berdasarkan jenis sarana yang Wawancara digunakan Wawancara Pembagian responden berdasarkan status kepemilikan sarana
Kuesioner
Nominal
Kuesioner
Nominal
Wawancara
Kuesioner
Nominal
Wawancara
Kuesioner
Nominal
Pembagian responden berdasarkan lama bekerja sebagai pedagang makanan jajanan
Pembagian responden berdasarkan pendidikan terakhir yang pernah ditempuh
31
Hasil ukur 1. Laki-laki 2. Perempuan 1. < 20 tahun 2. 21-30 tahun 3. 31-40 tahun 4. 41-50 tahun 5. ≥ 51 tahun 1. Gerobak 2. Kios 1. Pemilik 2. Penyewa 3. Peminjam 1. ≤ 10 tahun 2. 11-20 tahun 3. ≥ 21 tahun 1. Tidak sekolah 2. Tidak lulus SD 3. SD / sederajat 4. SMP / sederajat 5. SMA / sederajat
Kuesioner Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan No. 1.
2.
3.
4.
Variabel Pengetahuan mengenai kebersihan diri Pengetahuan mengenai peralatan
Pengetahuan mengenai penyajian
Pengetahuan mengenai sarana
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
Wawancara
Kuesioner
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan jajanan mengenai kebersihan diri (Bloom, 1956).
Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan jajanan mengenai bagaimana cara menjaga kebersihan peralatan (Bloom, 1956). Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan jajanan mengenai penyajian makanan yang sesuai standar (Bloom, 1956). Segala sesuatu yang diketahui oleh pedagang makanan jajanan mengenai higiene sanitasi pada sarana yang digunakan untuk berjualan seperti gerobak atau kios (Bloom, 1956).
32
Hasil Ukur
Kuesioner Sikap Pedagang Makanan Jajanan No.
Variabel
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
5.
Sikap terhadap kebersihan diri
Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai Wawancara kesediaan untuk mentaati persyaratan tentang kebersihan diri (Sarwono, 2003).
Kuesioner
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
6.
Sikap terhadap peralatan
Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai Wawancara kesediaan untuk mentaati persyaratantentang kebersihan peralatan (Sarwono, 2003).
Kuesioner
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
7.
Sikap terhadap penyajian
Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai Wawancara kesediaan untuk mentaati persyaratanterhadap persyaratan tentang penyajian yang baik (Sarwono, 2003).
Kuesioner
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
8.
Sikap terhadapsarana
Pernyataan dari pedagang makanan jajanan mengenai Wawancara kesediaan untuk mentaati persyaratanterhadap persyaratan tentang kebersihan sarana. (Sarwono, 2003).
Kuesioner
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
33
Form Observasi Pengamatan Tindakan Pedagang Makanan Jajanan No.
Variabel
9.
Tindakan kebersihan diri
10.
Tindakan terhadap peralatan
11.
Tindakan saat penyajian
12.
Tindakan terhadap sarana
Definisi
Cara Ukur
Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan jajanan mengenai kebersihan diri yang sesuai pedoman higiene sanitasi makanan jajanan (Budiman dan Riyanto, 2013). Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan jajanan mengenai bagaimana cara menjaga kebersihan peralatan yang sesuai pedoman higiene sanitasi makanan jajanan (Budiman dan Riyanto, 2013). Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan jajanan mengenai penyajian makanan yang sesuai pedoman higiene sanitasi makanan jajanan (Budiman dan Riyanto, 2013). Suatu sikap yang diwujudkan oleh pedagang makanan jajanan mengenai higiene sanitasi pada kondisi sarana yang digunakan untuk berjualan seperti gerobak atau kios sesuai pedoman higiene sanitasi makanan jajanan (Budiman dan Riyanto, 2013).
Skala Ukur
Hasil Ukur
Observasi dan Wawancara
Form Observasi
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
Observasi dan Wawancara
Form Observasi
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
Observasi dan Wawancara
Form Observasi
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
Observasi dan Wawancara
Form Observasi
Ordinal
1. Baik 2. Buruk
Tabel 3.2 Definisi Operasional
34
Alat Ukur
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif di mana data
yang besarnya semua variabel digambarkan dalam bentuk numerik. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional di mana data variabel bebas dan variabel terikat dibandingkan pada waktu yang sama. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Cipinang Besar Utara. Gambaran tersebut diperoleh dengan menggunakan instrumen kuesioner dan lembar observasi. Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi pedagang makanan jajanan. variabel higiene sanitasi pedagang makanan
jajanan
diukur
berdasarkan
kemampuannya
untuk
menjawab
pertanyaan-pertanyaan dengan benar pada kuesioner untuk aspek pengetahuan dan sikap serta check list untuk tindakan yang terdiri atas: kebersihan diri pedagang, peralatan yang digunakan, penyajian makanan serta sarana yang digunakan.
4.2
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang makanan jajanan
yang berjualan di sekitar sekolah dasar Cipinang Besar Utara, baik yang didalam
35
maupun diluar gedung sekolah. Populasi pedagang makanan jajanan di lokasi penelitian ini terdiri atas dua jenis, yaitu pedagang yang mengolah dan menjajakan makan serta pedagang yang hanya menjajakan makanan yang sudah jadi. Penelitian ini menggunakan teknik Total Population Sampling, dimana subjek yang akan diteliti merupakan seluruh anggota populasi. Kriteria sampel yang telah ditetapkan oleh peneliti, yaitu: a. Pedagang makanan jajanan berjualan di lingkungan sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara, baik di dalam maupun di luar sekolah; b. Pedagang melakukan persiapan bahan, mengolah sampai menyajikan hidangan ke konsumen; c. Berjualan antara pukul 07.00 – 17.00; d. Persiapan bahan sampai penyajian dilakukan di sarana berjualan seperti kios atau gerobak. Banyaknya pedagang makanan yang berjualan di sekitar sekolah dasar kurang lebih 50 orang. Jumlah sampel yang memenuhi kriteria kurang lebih 45 orang. Besar sampel yang bersedia menjadi responden dari kriteria tersebut adalah 35 orang.
4.3
Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di beberapa sekolah dasar yang berada di wilayah
Kecamatan Jatinegara, Kelurahan Cipinang Besar Utara. Penelitian dilakukan bulan Oktober - November 2014.
36
4.4
Pengumpulan Data 4.4.1
Uji Validitas dan Reliabilitas
Sebelum kuesioner digunakan untuk pengumpulan data, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Validitas adalah suatu ukuran tingkat kesahihan suatu kuesioner, sedangkan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya (Budiman dan Riyanto, 2013). Kuesioner pengukuran pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini dibuat oleh Budiman dan Riyanto (2013). Kumpulan kuesioner tersebut sudah digunakan oleh tiga penelitian lain. Kuesioner ini sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas di SD Baros Mandiri 6, Kota Cimahi tahun 2011. Jumlah sampel (n) 20 responden dan nilai alpha 0,05, didapatkan r tabel sebesar 0,468. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner sebanyak 17 pertanyaan yang semuanya valid dan reliabel. Kuesioner pengukuran sikap yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelitian Muthmainnah (2012). Dengan jumlah sampel (n) 14 responden dan nilai alpha 0,05, didapatkan r tabel sebesar 0,576. Jumlah pertanyaan dalam kuesioner sebanyak 24 pertanyaan yang semuanya valid dan reliabel. Checklist penilaian tindakan dibuat berdasarkan Kepmenkes RI nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Higiene Sanitasi Makanan Jajanan. Kuesioner dan cheklist tersebut kemudian diuji kembali
37
untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut tepat untuk mengukur variabel yang akan diukur. a. Uji Validitas Jumlah sampel dalam uji ini adalah 20 sampel sehingga didapatkan nilai R tabel adalah 0,468. Dapat disimpulkan bahwa 66 pertanyaan yang terdiri atas variabel pengetahuan, sikap dan tindakan mengenai: kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana adalah valid, sehingga dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Variabel pengetahuan, pertanyaan B1-B17 adalah valid. 2. Variabel sikap, pertanyaan C1-C19 adalah valid. 3. Variabel tindakan, pernyataan D1-30 adalah valid. b. Uji Reliabilitas Dari hasil uji reliabilitas, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Pengetahuan Sikap Tindakan
4.4.2
Cronbach Alpha 0,947 0,968 0,981
R tabel (n = 20)
Reliabilitas
0,468
Reliabel Reliabel Reliabel
Data Primer dan Sekunder
Data primer diambil dengan cara mendatangi sampel yang memenuhi kriteria. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk menilai pengetahuan dan sikap serta check list dan wawancara untuk menilai tindakan pedagang makanan jajanan tentang higienesanitasi makanan.
38
Data sekunder yang diperoleh antara lain dari instansi terkait dalam penelitian ini, yaitu Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur serta situs resmi pemerintah di internet. Selain itu juga dilakukan observasi dan wawancara dengan lembar observasi berdasarkan Departemen Kesehatan RI (2003) untuk menilai tindakan higiene dan sanitasi pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Cipinang Besar Utara.
4.5
Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1
Pengolahan Data
Setelah jawaban kuesioner dikumpulkan, kemudian peneliti melakukan pengolahan data melalui berapa tahapan, yaitu: 1. Editing, peneliti melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten. 2. Koding, peneliti merubah data yang berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka yang berguna untuk mempermudah analisis data, mempercepat entry data 3. Entry data, penelitimeng-entry data dari kuesioner dengan program computer tertentu 4. Cleaning data, peneliti mengecekan kembali data yang sudah dientry apakah data kesalahan atau tidak. 5. Analisa data, peneliti menganalisa data secara statistik untuk memudahkan interpretasi dan pengujian hipotesis lebih lanjut
39
4.5.2
Analisis Data
Analisis data yang telah terkumpul dilakukan secara deskriptif baik pada data univariat maupun data yang telah dikategorikan dalam distribusi frekuensi. Setelahnya dilakukan skoring, skor hasil wawancara mengenai pengetahuan, sikap dan tindakan higiene sanitasi makanan.
4.6
Aspek Pengukuran Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan check list.
Skala pengukuran menggunakan skala Guttman, dimana pertanyaan mengani pengetahuan dan sikap yang dijawab dengan benar atau positif diberikan nilai 1 dan salah atau negatif diberikan nilai 0. Sedangkan observasi tindakan yang dilakukan diberikan nilai 1 dan tidak dilakukan diberikan nilai 0.
4.6.1
Pengetahuan
Aspek pengetahuan pada responden dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: a. Pengetahuan menngenai kebersihan diri diukur melalui 5 pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 5. b. Pengetahuan menngenai peralatan diukur melalui 4 pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 4. c. Pengetahuan menngenai penyajian makanan diukur melalui 5 pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 5.
40
d. Pengetahuan menngenai sarana yang digunakan diukur melalui 3 pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 3.
4.6.2
Sikap
Aspek sikap pada responden dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: a. Sikap terhadap kebersihan diri diukur melalui 7 pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 7. b. Sikap terhadap peralatan diukur melalui 6 pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 6. c. Sikap terhadap penyajian makanan diukur melalui 4 pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 4. d. Sikap terhadap sarana yang digunakan diukur melalui 2 pertanyaan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 2.
4.6.3
Tindakan
Tindakan responden yang diukur dibagi menjadi 4 kategori, yaitu: a. Tindakan kebersihan diri diukur melalui 8 pernyataan. Skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 8. b. Tindakan terhadap peralatan diukur melalui 4 pernyataan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 4. c. Tindakan saat penyajian makanan diukur melalui 10 pernyataan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 10.
41
d. Tindakan terhadap sarana yang digunakan diukur melalui 8pernyataan. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 8.
Setelah diperolah data skor pengetahuan, sikap dan psikomotor per kategori, kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif. Selanjutnya data diintepretasikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk dan digunakan untuk membandingkan dengan data lain yang relevan. a. Baik apabila skor jawaban reponden ≥ ( nilai minimum + nilai maksimum) x 50% dari masing-masing total skor. b. Buruk apabila skor jawaban responden < ( nilai minimum + nilai maksimum) x 50% dari masing-masing total skor (Budiyono dkk, 2008).
42
BAB V HASIL
5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1
Gambaran Umum Kelurahan Cipinang Besar Utara
Kelurahan Cipinang Besar Utara merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Jatinegara, Kotamadya Jakarta Timur dengan luas wilayah 115,2 hektar. Kelurahan Cipinang Besar Utara berbatasan dengan daerah-daerah sebagai berikut: Utara : Rel K.A Kelurahan Pisangan Timur Timur : Jalan Cipinang Jaya Selatan : Kelurahan Cipinang Besar Selatan Barat : Jalan DI. Panjaitan (Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 171, 2007). Jumlah penduduk di Kelurahan Cipinang Besar Utara sebesar 53.387 jiwa, dengan rincian 20.660 laki-laki dan 22.727 perempuan serta kepadatan penduduk per Km2 sebesar 46,342.88. (Badan Pusat Statistik, 2010).
43
5.1.2
Gambaran Umum Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang
Besar Utara Di Kelurahan Cipinang Besar Utara terdapat sebanyak 11 Sekolah Dasar Negeri (SDN) dan 3 Sekolah Dasar Swasta (SDS). Sekolah-sekolah tersebut berada di tujuh lokasi dengan rincian sebagai berikut: Tabel 5.1. Distribusi Sekolah Dasar di Kelurahan Cipinang Besar Utara No.
Lokasi
Sekolah Dasar
1
Jl. Bekasi Timur IV No. 1
SDN Cipinang Besar Utara 01 Pagi SDN Cipinang Besar Utara 02 Petang SDN Cipinang Besar Utara 03 Pagi SDN Cipinang Besar Utara 04 Petang SDN Cipinang Besar Utara 05 Pagi SDN Cipinang Besar Utara 06 Petang SDN Cipinang Besar Utara 07 Pagi SDN Cipinang Besar Utara 08 Petang SDN Cipinang Besar Utara 09 Pagi
2
Jl. Cipinang Latihan Rt. 03/ 10
3
Jl. Cipinang Latihan No. 6
4
Jl. Prumpung Tengah
5
Jl. Bekasi Timur IV No. 15
SDN Cipinang Besar Utara 10 Pagi SDN Cipinang Besar Utara 11 Pagi SDS DCB Palad
6
Jl. Bekasi Timur IV Dalam
SDS Nurul Yaqin
7
Jl. Kb. Jeruk Timur Rt. 02/ 02
SDS YPBK
Sumber: Dinas Pendidikan Dasar Provinsi DKI Jakarta, 2008
44
5.2
Gambaran Umum Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan gambaran umum pedagang
makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara sebagai berikut:
5.2.1
Gambaran Jenis Kelamin Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Distribusi pedagang makanan jajanan berdasarkan jenis kelamin yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 5.2 sebagai berikut: Tabel 5.2 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Jenis Kelamin No. 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
n 21 14 35
% 60 40 100
Berdasarkan Tabel 5.2, dari 35 pedagang makanan jajanan paling banyak berjenis kelamin laki-laki sebesar 60%.
45
5.2.2
Gambaran Umur Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah
Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Karakteristik pedagang makanan jajanan berdasarkan umur dapat dilihat dalam tabel 5.3 sebagai berikut: Tabel 5.3 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Umur No. 1. 2. 3. 4. 5.
Umur ≤ 20 21 - 30 31 - 40 41 - 50 ≥ 51 Total
n 2 8 12 8 5 35
% 5,7 22,9 34,3 22,9 14,3 100
Berdasarkan tabel 5.3, dari 35 pedagang makanan jajanan paling banyak terdapat pada kelompok umur 31 – 40 tahun sebanyak 34,3%, sedangkan paling sedikit terdapat pada kelompok umur ≤ 20 tahun sebanyak 5,7% . 5.2.3
Gambaran Jenis Sarana Berdagang yang Digunakan Oleh
Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Berdasalkan hasil penelitian, diketahui pedagang makanan jajanan berdasarkan jenis sarana berdagang yang digunakan dalam tabel 5.4 sebagai berikut:
46
Tabel 5.4 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Jenis Sarana Berdagang No. 1. 2.
Jenis Sarana Berdagang Gerobak Kios Total
n 24 11 35
% 68,6 31,4 100
Berdasarkan tabel 5.4, diketahui bahwa sebagian besar pedagang makanan jajanan menggunakan gerobak (68.6%) dan sisanya menggunakan kios sebagai sarana berdagang.
5.2.4
Gambaran Status Kepemilikan Sarana yang Digunakan
Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi pedagang makanan jajanan berdasarkan status kepemilikan sarana berdagang dalam tabel 5.2.4 sebagai berikut: Tabel 5.5 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Status Kepemilikan Sarana No. 1. 2. 3.
Status Kepemilikan Sarana Pemilik Penyewa Peminjam Total
n 21 7 7 35
47
% 60 20 20 100
Berdasarkan tabel 5.5, sebanyak 60% pedagang makanan jajanan merupakan pemilik dari tempat berdagang, sedangkan penyewa dan peminjam tempat berdagang masing-masing sebanyak 20%. Peminjam merupakan orang yang diminta untuk berdagang makanan jajanan oleh pihak sekolah atau yayasan untuk berjualan tanpa dipungut biaya sewa.
5.2.5
Gambaran Lama Bekerja Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Distribusi pedagang makanan jajanan dari hasil penelitian berdasarkan lama bekerja sebagai pedagang makanan jajanan dapat dilihat dalam tabel 5.2.5 sebagai berikut: Tabel 5.6 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Lama Bekerja No. 1. 2. 3.
Lama Bekerja ≤ 10 tahun 11 – 20 tahun ≥ 21 tahun Total
n 26 8 1 35
% 74,3 22,9 2,9 100
Berdasarkan tabel 5.6, sebagian besar pedagang makanan jajanan telah bekerja selama ≤ 10 tahun (74,3%) dan hanya 2,9% pedagang makanan jajanan yang telah bekerja lebih dari 20 tahun.
48
5.2.6
Gambaran Tingkat Pendidikan Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil penelitian menunjukkan pedagang makanan jajanan berdasarkan tingkat pendidikan dalam tabel 5.7 sebagai berikut: Tabel 5.7 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tingkat Pendidikan No. 1. 2. 3. 4. 5.
Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah Tidak Lulus SD SD / Sederajat SMP / Sederajat SMA / Sederajat Total
n 1 2 7 11 14 35
% 2,9 5,7 20 31,4 40 100
Berdasarkan tabel 5.7, tingkat pendidikan tertinggi dan terbanyak yang ditempuh oleh pedagang makanan jajanan adalah SMA / sederajat sebanyak 14 orang (40%), sedangkan pendidikan terendah adalah tidak sekolah sebanyak 1 orang (2,9%).
5.3
Aspek Pengetahuan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil penelitian pada aspek pengetahuan menggambarkan segala sesuatu
yang diketahui oleh pedagang makanan jajanan mengenai higiene sanitasi makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014.
49
5.3.1
Aspek Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh distribusi frekuensi jawaban responden yang dapat dilihat pada tabel 5.8: Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Kebersihan Diri di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No. B1
B2
B3 B4 B5
Pertanyaan Kebersihan Diri Pengertian menjaga kebersihan pada saat berdagang Manfaat menjaga kebersihan diri saat berdagang Akibat kebersihan makanan yang buruk Akibat tidak melakukan kebiasaan hidup bersih Contoh sikap terhadap kebersihan yang buruk
Benar
%
Salah
%
32
91,4
3
8,6
32
91,4
3
8,6
29
82,9
6
17,1
19
54,3
16
45,7
23
65,7
12
34,3
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa pedagang makanan jajanan memiliki pengetahuan yang baik mengenai manfaat kebiasaan hidup bersih (54,3%) dan pengetahuan yang baik mengenai sikap yang bukan termasuk menjaga kebersihan sebesar 65,7%. Hasil skoring pada jawaban yang benar dari aspek pengetahuan mengenai kebersihan diri pedagang makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014, didapatkan skor terendah
50
sebesar 1 dan tertinggi sebesar 5 dengan mean sebesar 3,86. Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi buruk jika skor ≤ 3 dan baik jika skor > 3. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, presentasi pedagang makanan jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan aspek pengetahuan mengenai kebersihan diri dapat dilihat pada tabel 5.9 sebagai berikut: Tabel 5.9 Distribusi Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 21 14 35
% 60 40 100
Berdasarkan Tabel 5.9 dari 35 pedagang makanan jajanan, sebagian besar pedagang
memiliki tingkat pengetahuan mengenai kebersihan diri yang baik
(60%).
5.3.2
Aspek Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Berdasarkan hasil penelitian, diketahui distribusi frekuensi jawaban responden pada tabel 5.10 berikut ini.
51
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Peralatan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No. B6 B7 B8 B9
Pertanyaan Peralatan Tahapan mencuci peralatan untuk makanan jajanan yang benar Syarat tempat penyimpanan makanan yang baik Tindakan yang menyebabkan pencemaran makanan Kondisi peralatan yang digunakan untuk menyiapkan makanan
Benar
%
Salah
%
28
80
7
20
22
62,9
13
37,1
16
45,7
19
54,3
31
88,6
4
11,4
Dari tabel 5.10 diketahui bahwa sebesar 62,9% responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai syarat tempat penyimpanan makanan yang baik. Namun, sebesar 54,3% responden memiliki pengetahuan yang buruk mengenai tindakan yang menyebabkan pencemaran makanan. Hasil skoring aspek pengetahuan mengenai peralatan pada pedagang makanan jajanan diperoleh skor terendah sebesar 1, tertinggi sebesar 4 dan mean sebesar 2,77 . Kemudian data dikelompokkan menjadi buruk jika skor ≤ 2,5 dan baik jika skor > 2,5. Hasil perhitungan pada variabel pengetahuan mengenai peralatan pada pedagang makanan jajanan disajikan pada tabel 5.11 sebagai berikut:
52
Tabel 5.11 Distribusi Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 22 13 35
% 62,9 37,1 100
Berdasarkan Tabel 5.11 dari 35 pedagang makanan jajanan, sebagian besar pedagang makanan jajanan yang tingkat pengetahuan mengenai peralatannya baik adalah sebesar 62,9%.
5.3.3
Aspek Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Dari hasil perhitungan statistik, diperoleh frekuensi jawaban responden berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai penyajian pada tabel 5.12. Tabel 5.12 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No. B10 B11
B12
Pertanyaan Penyajian Tujuan menjaga kebersihan makanan yang buruk Akibat mengonsumsi makanan yang mengandung zat kimia berbahaya Bahan kimia yang boleh terkandung didalam makanan
53
Benar
%
Salah
%
22
62,9
13
37,1
33
94,3
2
5,7
27
77,1
8
22,9
No. B13 B14
Pertanyaan Penyajian Penyebab menurunnya kualitas makanan Contoh makanan yang baik untuk kesehatan
Benar
%
Salah
%
13
37,1
22
62,9
16
45,7
19
54,3
Berdasarkan tabel 5.12, diketahui bahwa sebanyak sebesar 62,9% responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai tujuan menjaga kebersihan makanan yang buruk. Sebesar 77,1% responden juga dapat menjawab dengan baik mengenai bahan kimia yang boleh terkandung didalam makanan. Di sisi lain, pedagang makanan jajanan yang dijadikan responden memiliki pengetahuan yang buruk mengenai penyebab menurunnya kualitas makanan (62,9%) serta pengetahuan yang buruk mengenai contoh makanan yang baik untuk kesehatan (54,3%). Berdasarkan skoring pada aspek pengetahuan mengenai penyajian pada pedagang makanan jajanan, diketahui bahwa skor terendah sebesar 0, skor tertinggi sebesar 5 dengan mean sebesar 3,17. Kemudian data dibagi menjadi buruk jika skor ≤ 2,5 dan baik jika skor > 2,5. Dari variabel pengetahuan mengenai penyajian pada pedagang makanan jajanan diperoleh informasi pada tabel 5.13 berikut:
54
Tabel 5.13 Distribusi Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 24 11 35
% 68,6 31,4 100
Berdasarkan Tabel 5.13 diketahui bahwa mayoritas pedagang memiliki tingkat pengetahuan mengenai penyajiaannya yang baik (68,6%).
5.3.4
Aspek
Pengetahuan
Mengenai
Sarana
pada
Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Dari aspek pengetahuan mengenai sarana diperoleh informasi distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan tingkat pengetanuan mengenai sarana pada tabel 5.14 berikut ini. Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Pedagang Makanan Jajanan mengenai Sarana di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No.
Pertanyaan Sarana
B15
Syarat fasilitas sarana pedagang kaki lima yang sudah memenuhi kriteria kesehatan Dampak yang ditimbulkan jika tidak menjaga kebersihan lingkungan Hal tidak menyebabkan pencemaran makanan ketika dijajakan
B16 B17
55
Benar
%
Salah
%
21
60
14
40
32
91,4
3
8,6
23
65,7
12
34,3
Dari tabel 5.14 diketahui sebesar 60% responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai persyaratan fasilitas sarana pedagang kaki lima yang memenuhi kesehatan. Sebesar 65,7% responden memiliki pengetahuan yang baik mengenai hal-hal yang tidak menyebabkan pencemaran makanan. Pada aspek pengetahuan mengenai sarana pada pedagang makanan jajanan, diperoleh mean sebesar 2,17 dengan skor terendah sebesar 0 dan skor tertinggi sebesar 3. Pengetahuan mengenai sarana dikatakan buruk jika skor ≤ 1,5 dan baik jika skor > 1,5. Hasil pengolahan data pengetahuan mengenai sarana pada pedagang makanan jajanan menunjukan presentasi pada tabel 5.15 sebagai berikut: Tabel 5.15 Distribusi Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 26 9 35
% 74,3 25,7 100
Berdasarkan Tabel 5.15 dari 35 pedagang makanan jajanan, sebagian besar (74,3%) pedagang memiliki tingkat pengetahuan mengenai sarana yang baik.
5.4
Aspek Sikap pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil penelitian pada aspek sikap menggambarkan penyataan pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014
56
mengenai kesediaan untuk menuruti berbagai persyaratan mengenai higiene sanitasi makanan jajanan.
5.4.1
Aspek Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Dari hasil penelitian diperoleh distribusi frekuensi jawaban sikap mengenai kebersihan diri pada tabel 5.16 berikut ini. Tabel 5.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Pedagang Makanan Jajanan mengenai Kebersihan Diri di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No. C1
C2
C3 C4
C5 C6 C7
Pernyataan mengenai Kebersihan Diri Mencuci tangan menggunakan sabun harus dilakukan oleh pengolah makanan sebelum memasak Pengolah makanan harus menggunakan pakaian bersih dan menyerap keringat Pengolah makanan tidak boleh memiliki kuku yang panjang Mengobati dan menutup luka terbuka adalah hal yang penting dilakukan pengolah saat memasak Pengolah makanan diperkenankan merokok saat memasak Penjamah makanan boleh bersin atau batuk saat mengolah bahan makanan Penjamah makanan menggunakan tangan tanpa alat penjepit/sendok/garpu bersih untuk mengambil makanan matang
57
Positif
%
Negatif
%
33
94,3
2
5,7
30
85,7
5
14,3
28
80
7
20
26
74,3
9
25,7
4
11,4
31
88,6
17
48,6
18
51,4
7
20
28
80
Berdasarkan tabel 5.16, diketahui bahwa masih ada sebagian pedagang makanan jajanan yang sikap yang buruk terhadap tidak bolehnya bersih atau batuk saat mengolah makanan (51,4%). Hasil penelitian dari aspek sikap mengenai kebersihan diri pedagang makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014, dapat disimpulkan bahwa mean sebesar 5,51 dengan skor terendah sebesar 1 dan tertinggi sebesar 7. Aspek sikap terhadap kebersihan diri buruk jika skor ≤ 4 dan baik jika skor lebih dari 4. Hasil perhitungan statistik menunjukan presentase sikap pedagang makanan jajanan terhadap kebersihan diri pada tabel 5.17 berikut: Tabel 5.17 Distribusi Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 28 7 35
% 80 20 100
Berdasarkan Tabel 5.17 dari 35 pedagang makanan jajanan diketahui sebagian besar memiliki sikap yang baik terhadap standar kebersihan diri (80%).
58
5.4.2
Aspek Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Berdasarkan hasil perhitungan statistik, diperoleh sebaran frekuensi jawaban responden berdasarkan sikap terhadap peralatan pada tabel 5.18. Tabel 5.18 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Pedagang Makanan Jajanan mengenai Peralatan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No. C8
C9
C10
C11 C12
C13
Pernyataan mengenai Peralatan Pengolah harus menggunakan air bersih yang memenuhi syarat air minum untuk memasak Penjamah makanan perlu menggunakan peralatan yang bersih saat mengolah makanan Sebelum digunakan peralatan harus dibersihkan dahulu oleh pengolah makanan Penjamah mengelap piring atau gelas dengan lap meja Penjamah mencuci piring dengan sabun dan air yang mengalir Penjamah makanan menggunakan kertas bekas untuk alas makanan (seperti gorengan)
Positif
%
Negatif
%
35
100
-
-
35
100
-
-
33
94,3
2
5,7
8
22,9
27
77,1
30
85,7
5
14,3
2
5,7
33
94,3
59
Berdasarkan tabel 5.18, keseluruhan pertanyaan mengenai sikap mengenai peralatan dapat dijawab oleh sebagian besar responden. Hal ini terlihat dari presentase jumlah responden yang menjawab dengan benar di atas 50%. Penelitian dari aspek sikap mengenai peralatan pada pedagang makanan jajanan, diketahui skor terendah sebesar 4 dan tertinggi sebesar 6 dengan mean sebesar 5,51. Aspek sikap terhadap peralatan dikelompokkan menjadi buruk jika skor ≤ 5 dan baik jika skor > 5. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, berikut ini gambaran sikap terhadap peralatan pada pedagang makanan jajanan pada tabel 5.19: Tabel 5.19 Distribusi Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 23 12 35
% 65,7 34,3 100
Berdasarkan Tabel 5.19, terdapat sebesar 65,7% pedagang makanan jajanan yang memiliki sikap yang baik untuk terhadap standar kebersihan pada peralatan.
5.4.3
Aspek Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Dari hasil wawancara, diperoleh distribusi frekuensi sikap responden terhadap pernyajian pada tabel 5.20.
60
Tabel 5.20 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No. C14
C15
C16
C17
Pernyataan mengenai Penyajian Pengolah makanan harus memilih bahan makanan yang baik dan bersih Memisahkan bahan makanan mentah dengan makanan matang harus dilakukan pengolah makanan Penjamah makanan menutup makanan jadi dengan penutup yang bersih dan melindungi (tudung saji/tutup panci dll) Penjamah memanaskan secara berulang-ulang olahan sayuran hijau (bayam, kangkung dll).
Positif
%
Negatif
%
35
100
-
-
33
94,3
2
5,7
33
94,3
2
5,7
5
14,3
30
85,7
Tabel 5.20 menunjukkan bahwa semua pertanyaan sikap terhadap penyajian dapat dijawab dengan baik, hal ini dapat dilihat dari jumlah responden yang hampir 100% dapat menjawab dengan baik. Berdasarkan skoring pada aspek sikap mengenai penyajian pada pedagang makanan jajanan, dapat disimpulkan skor terendah sebesar 2, skor tertinggi sebesar 4 dan mean sebesar 3,74. Data dibagi menjadi buruk jika skor ≤ 3 dan baik jika skor > 3. Tabel 5.21 berikut ini merupakan hasil penelitian mengenai sikap terhadap penyajian pada pedagang makanan jajanan:
61
Tabel 5.21 Distribusi Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 28 7 35
% 80 20 100
Berdasarkan Tabel 5.21, dapat diketahui bahwa sebagian besar pedagang makanan jajanan (80%) memiliki sikap yang baik terhadap persyaratan penyajian yang baik.
5.4.4
Aspek Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil penelitian menunjukkan distribusi frekusensi jawaban sikap responden terhadap penyajian dalam tabel 5.22 berikut. Tabel 5.22 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Penyajian di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No. C18
C19
Pernyataan mengenai Sarana Penjamah makanan harus menyediakan tempat pembuangan sampah yang memadai Kebersihan tempat berjualan harus dijaga oleh penjamah makanan
Positif
%
Negatif
%
34
97,1
1
2,9
35
100
-
-
62
Dari tabel 5.22 diketahui bahwa kedua pertanyaan sikap terhadap penyajian dapat dijawab oleh hampir seluruh pedagang makanan jajanan yang menjadi responden. Aspek sikap mengenai sarana pada pedagang makanan jajanan, diperoleh mean sebesar 1,97 dengan skor terendah sebesar 1 dan skor tertinggi sebesar 2. Aspek sikap terhadap sarana dikatakan buruk jika skor ≤ 1,5 dan baik jika skor > 1,5. Dibawah ini pada tabel 5.23 merupakan hasil perhitungan variabel sikap terhadap sarana pada pedagang makanan jajanan sebagai berikut:
Tabel 5.23 Distribusi Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 34 1 35
% 97,1 2,9 100
Berdasarkan Tabel 5.23, diperoleh informasi bahwa hampir seluruh pedagang makanan jajanan (97,1%) memiliki sikap yang baik terhadap persyaratan tentang kebersihan sarana, hanya 1 pedagang makanan jajanan yang sikap terhadap persyaratan kebersihan sarananya buruk.
5.5
Aspek Tindakan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil penelitian pada aspek tindakan menggambarkan segala sesuatu yang dilakukan pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang
63
Besar Utara tahun 2014 yang sesuai pedoman higiene sanitasi makanan jajanan.
5.5.1
Aspek Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil perhitungan statistik dari observasi dan wawancara pedagang makanan jajanan mengeai kebrsihan diri diperoleh hasil pada tabel 5.24 berikut. Tabel 5.24 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Pedagang Makanan Jajanan Terhadap Kebersihan Diri di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No. D1
D2
D3 D4 D5 D6
Pesyaratan Kebersihan Diri Tidak sedang menderita penyakit mudah menular, misal: batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya; Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya) atau tidak terdapat luka; Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian; Memakai celemek dan tutup kepala Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan; Menjamah makaann memakai alat/perlengkapan, atau dengan alas tangan
88,6
Tidak memenuhi 4
11,4
34
97,1
1
2,9
13
37,1
22
62,9
1
2,9
34
97,1
1
2,9
34
97,1
28
80
7
20
Memenuhi
%
31
64
%
No. D7
D8
Pesyaratan Kebersihan Diri Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung
91,4
Tidak memenuhi 3
8,6
94,3
2
5,7
Memenuhi
%
32
33
%
Dari tabel 5.24, diketahui bahwa sebagian besar pedagang tidak menjaga kebersihan tangan, rambut kuku dan pakaian (62,9%), tidak memakai celemek dan tutup kepala (97,1%) serta tidak mencuci tangan setiap kali menangani makanan (97,1%). Hasil skoring jawaban yang benar dari aspek tindakan mengenai kebersihan diri pedagang makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014, didapatkan skor terendah sebesar 2 dan tertinggi sebesar 7 dengan mean sebesar 4,94. Data yang diperoleh dikelompokkan menjadi buruk jika skor ≤ 4,5 dan baik jika skor lebih dari 4,5. Hasil penelitian pada tindakan kebersihan diri pada pedagang makanan jajanan dapat dilihat pada tabel 5.25 berikut: Tabel 5.25 Distribusi Tindakan Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 27 8 35
65
% 77,1 22,9 100
Berdasarkan Tabel 5.27, dapat diketahui bahwa sebagian besar pedagang makanan jajanan memiliki kebersihan diri yang baik (77,1%).
5.5.2
Aspek
Tindakan
Terhadap
Peralatan
pada
Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Dari aspek tindakan terhadap peralatan, diperoleh distribusi frekuensi frekuensi tindakan terhadap peralatan pada tabel 5.26 berikut ini. Tabel 5.26 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Peralatan No. D9 D10 D11 D12
Tidak Pesyaratan Memenuhi % memenuhi Peralatan Peralatan yang sudah dipakai dicuci 30 85,7 5 dengan air bersih dan dengan sabun Peralatan dikeringkan dengan alat 22 62,9 13 pengering/ lap yang bersih Peralatan disimpan di tempat yang 21 60 14 bebas pencemaran Tidak menggunakan kembali 33 94,3 2 peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai
% 14,3 37,1 40 5,7
Dari tabel 5.26, diketahui bahwa masih ada pedagang makanan jajanan yang tindakan terhadap peralatannya buruk meskipun hanya sebagian kecil, yaitu tidak mengeringkan peralatan dengan alat / lap yang bersih (37,1%) dan tidak menyimpan peralatan di tempat yang bebas pencemaran (40%). Penelitian aspek tindakan mengenai peralatan pada pedagang makanan jajanan, disimpulkan bahwa mean sebesar 3,02 dengan skor terendah sebesar 1 66
dan tertinggi sebesar 4. Data dikelompokkan menjadi buruk jika skor ≤ 2,5 dan baik jika skor > 2,5. Hasil uji statistik pada variabel tindakan terhadap peralatan pada pedagang makanan jajanan ditunjukkan pada tabel 5.27 berikut ini: Tabel 5.27 Distribusi Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 21 14 35
% 60 40 100
Berdasarkan Tabel 5.27 sebanyak 60% pedagang makanan jajanan yang kebersihan peralatannya baik.
5.5.3
Aspek Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, diperoleh distribusi frekuensi tindakan responden saat penyajian pada tabel 5.28 berikut. Tabel 5.28 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Penyajian No. D13
Pesyaratan Penyajian Semua bahan yang diolah harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk
67
Memenuhi
%
35
100
Tidak memenuhi -
% -
No. D14
D15
D16
D17
D18
D19
D20
D21
D22
Pesyaratan Penyajian Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluarsa, tidak cacat atau tidak rusak Bahan makanan serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan Makanan jajanan yang disajikan harus dalam keadaan terbungkus atau tertutup Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan Pembungkus sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya tidak ditiup Makanan jajanan yang diangkut dalam keadaan tertutup atau terbungkus dalam wadah yang bersih Makanan jajanan yang diangkut dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehingga terlindung dari pencemaran
68
68,6
Tidak memenuhi 11
31,4
35
100
-
-
35
100
-
-
31
88,6
4
11,4
20
57,1
15
42,9
28
80
7
20
35
100
-
-
24
68,6
11
31,4
35
100
-
-
Memenuhi
%
24
%
Pada tabel 5.28 diketahui bahwa meskipun sebagian besar tindakan terhadap penyajian pada responden baik, sebagian kecil responden masih ada yang tidak menggunakan bahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan (31,4%), tidak menyajikan makanan dalam keadaan tertutup (42,9%) dan tidak mengangkut makanan jajanan dalam wadah yang bersih (31,4%). Hasil penelitian pada aspek tindakan mengenai penyajian pada pedagang makanan jajanan, diperoleh skor terendah sebesar 6, skor tertinggi sebesar 10 dan mean sebesar 8,57. Kemudian data dibagi menjadi buruk jika skor ≤ 8 dan baik jika skor > 8. Berdasarkan hasil penelitian pada variabel tindakan saat penyajian pada pedagang makanan jajanan diketahui presentase pada tabel 5.29 dibawah ini: Tabel 5.29 Distribusi Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 21 14 35
% 60 40 100
Berdasarkan Tabel 5.29 diketahui bahwa sebagian besar terdapat 60% pedagang makanan jajanan yang cara penyajiannya baik.
69
5.5.4
Aspek Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Dari hasil penelitian, diperoleh informasi berupa distribusi frekuensi tindakan terhadap sarana pada pedagang makanan jajanan yang dapat dilihat pada tabel 5.30 berikut ini. Tabel 5.30 Distribusi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 berdasarkan Tindakan Terhadap Penyajian No. D23
D24 D25
D26 D27 D28 D29 D30
Pesyaratan Sarana Konstruksi sarana penjaja untuk makanan jajanan mudah dibersihkan Tersedia tempat air bersih Tersedia tempat penyimpanan bahan makanan Tersedia tempat penyimpaan makanan jadi/siap disajikan Tersedia tempat penyimpanan peralatan Tersedia tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan) Tersedia tempat sampah Makanan terlindung dari pencemaran ketika dijajakan
25
Tidak % Memenuhi 71,4 10 28,6
13 35
37,1 100
22 -
62,9 -
32
91,4
3
8,6
31
88,6
4
11,4
15
42,9
20
57,1
22 18
62,9 51,4
13 17
37,1 48,6
Memenuhi
%
Berdasarkan tabel 5.30, diketahui bahwa sebagian responden yang kondisi sarana berjualan yang buruk terlihat dari tidak tersedianya tempat air bersih (62,9%) dan tidak tersedia tempat cuci (57,1). Di sisi lain, meskipun sebagian besar persyaratan sarana berjualan sudah dipenuhi dengan baik, masih 70
ditemukan adanya konstruksi sarana yang sulit dibersihkan (28,6%), tidak tersedia tempat sampah (37,1%) dan tidak makanan yang tidak dapat terlindungi dari pencemaran ketika dijajakan (48,6%). Hasil skoring dari aspek tindakan mengenai sarana pada pedagang makanan jajanan diketahui skor terendah sebesar 3 dan skor tertinggi sebesar 8 dengan mean sebesar 5,45. Tindakan terhadap sarana dikatakan buruk jika skor ≤ 5,5 dan baik jika skor > 5,5. Dari aspek tindakan terhadap sarana diperoleh presentase tindakan terhadap sarana pada pedagang makanan jajanan dalam tabel 5.31 sebagai berikut: Tabel 5.31 Distribusi Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinnang Besar Utara Tahun 2014 No 1. 2.
Kategori Baik Buruk Total
n 16 19 35
% 45,7 54,3 100
Berdasarkan Tabel 5.31 berbeda dari hasil penelitian pada variabel-variabel sebelumnya, sebagian besar pedagang makanan jajanan memiliki kondisi sarana berjualan yang buruk (54,3%).
71
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian Didalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, antara lain: 1. Ketika mengukur pengetahuan, sikap dan tindakan pedagang saat wawancara dan observasi, air tidak dilihat sebagai persyaratan higiene dan sanitasi saat penyajian karena tidak semua pedagang makanan
jajanan
menggunakan
air untuk
memasak
serta
terbatasnya kemampuan peneliti untuk memeriksa air tersebut sesuai standar air minum. 2. Observasi pedagang makanan dalam poin menggaruk anggota badan, batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan tidak dapat dipastikan kebenarannya dikarenakan terdapat kemungkinan pedagang tersebut tidak menggaruk anggota tubuh serta tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan saat observasi berlangsung (meskipun observasi diadakan secara diam-diam) tetapi melakukan hal sebaliknya saat berdagang seperti biasa. 3. Cara pencucian dan penyimpanan peralatan tidak seluruhnya dapat diketahui dengan cara observasi sehingga peneliti melakukan wawancara. Jawaban yang diperoleh peneliti dapat terjadi bias
72
informasi karena tidak semua pedagang mencuci peralatan dan menyimpannya saat observasi berlangsung.
6.2
Karakteristik Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 6.2.1
Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penelitian dari 35 pedagang makanan jajanan, pedagang yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (60%). Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Agustina (2009), dimana jumlah pedagang makanan jajanan yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak (52,2%) dibandingkan pedagang makanan jajanan yang berjenis kelamin perempuan. Banyaknya responden yang sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebagai pedagang makanan jajanan dikarenakan daya tahan tubuh yang lebih kuat untuk berjualan makanan jajanan yang sebagian besar menggunakan gerobak untuk berkeliling (Zendrato, 2012). Di sisi lain, terdapat kecenderungan perbedaan perilaku higiene sanitasi pada masing-masing jenis kelamin. Pada umumnya jenis kelamin perempuan dinilai mempunyai perhatian lebih terhadap higiene sanitasi daripada laki-laki dikarenakan perempuan lebih sering berhubungan dengan proses pengolahan makanan ketika berada di rumah. Berdasarkan survei oleh Casell di beberapa kota di Amerika Serikat pada 5.953 perempuan dan laki-laki yang diwawancara melalui telepon dan
73
diobservasi secara langsung, pada umumnya perempuan lebih sering mencuci tangannya (74%), sementara laki-laki hanya 61% (Timmreck, 2005). Dengan lebih banyaknya laki-laki yang bekerja sebagai pedagang makanan jajanan, terdapat kemungkinan higiene sanitasi yang lebih rendah pada responden yang berjenis kelamin laki-laki dibandingkan responden perempuan, sehingga kesadaran akan pentingnya higiene sanitasi perlu ditingkatkan dengan cara pelatihan dan penyuluhan, terutama pada responden laki-laki.
6.2.2
Umur
Hasil penelitian menunjukkan responden paling banyak berada pada kelompok umur 31-40 tahun (34,3%) dan paling sedikit yaitu umur ≤ 20 (18) tahun (5,7%). Karakteristik umur ini serupa dengan penelitian Budiyono (2008), dimana umur responden terendah (17 tahun) sebesar 2,8% dengan rata-rata umur responden kurang dari 41 tahun. Banyaknya kelompok usia 31-40 tahun yang bekerja sejalan dengan data dari Portal Data Indonesia (2012), dimana jumlah penduduk yang bekerja menurut umur yang jumlahnya paling besar adalah kelompok umur 31-40 tahun (1.440.182 jiwa). Kelompok umur 31-40 tahun menempati jumlah terbesar dikarenakan rentang usia tersebut merupakan puncak usia produktif. Banyaknya jumlah responden pada usia produktif tergolong sebagai orang yang dewasa dan dapat mengerti segala sesuatu. Setidaknya dengan keadaan ini, responden dapat berpikir dan menanggapi secara positif bagaimana cara menangani makanan yang sesuai dengan persyaratan higiene sanitasi jika
74
sewaktu-waktu diberikan penyuluhan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Marsaulina (2004) bahwa terdapat perbandingan yang nyata pada usia pedagang makanan jajanan, dimana semakin tua usianya semakin baik tingkat pengetahuan kebersihan makanannya.
6.2.3
Jenis Sarana Berdagang
Berdasarkan hasil penelitian yang melibatkan 35 responden, gerobak lebih banyak digunakan untuk berjualan makanan jajanan (68,6%) dibandingkan kios. Di sisi lain dalam alasan pemilihan jenis sarana berdagang, berdasarkan penelitian Zendrato (2012), para pedagang makanan lebih memilih menggunakan gerobak karena sangat praktis dan ekonomis. Gerobak juga digunakan sebagai strategi berjualan karena dapat menarik konsumen jika terlihat bersih serta dapat menjadi media promosi dengan menambahkan warna, tulisan atau gambar. Penggunaan gerobak yang praktis dibandingkan kios ternyata memiliki sisi negatif. Seringkali gerobak yang diamati keadaannya lebih kotor dibandingkan kios. Gerobak memiliki tempat penyimpanan yang lebih kecil dan gelap pada bagian bawah. Penutup tempat penyimpanan tersebut terdapat di bagian sisi belakang didekat pendorong yang memiliki bidang yang lebih sempit dibandingkan sisi kanan dan kirinya. Karena bidang pada sisi tersebut lebih sempit, cahaya yang masuk lebih sedikit sehingga lebih sulit untuk dibersihkan. Tempat penyimpanan tersebut seringkali digunakan untuk menyimpan peralatan makan dan peralatan masak.
75
Peralatan yang disimpan tersebut berisiko terkontaminasi oleh permukaan tempat penyimpanan. Hal ini diperkuat oleh penelitian Susanna dan Hartono (2003), ysng mernyatakan gerobak lebih banyak mengandung angka kuman yang tinggi ( > 100 koloni/mL) di bagian tempat penyimpanan piring dibandingkan tempat penyimpanan piring pada kios, sehingga kebersihan pada gerobak dinilai kurang daripada kios. Agar proses pembersihan tempat penyimpanan dibagian bawah lebih mudah, disarankan agar letak penutup tempat penyimpanan terletak pada bidang yang lebih besar. Letak penutup pada bidang yang lebih besar diharapkan terdapat lebih banyak cahaya yang masuk sehingga mempermudah proses pembersihan
6.2.4
Status Kepemilikan Sarana
Hasil penelitian diperoleh informasi bahwa sebagian besar pedagang makanan jajanan merupakan pemilik sarana berjualan (60%), baik berupa gerobak ataupun kios. Sedangkan pedagang makanan jajanan yang menyewa ataupun meminjam sarana berjualan masing-masing sebesar 20%. Berbeda dari penelitian lainnya, pada penelitian ini ditemukan status kepemilikan sarana berupa peminjam, yaitu orang yang diminta untuk berjualan makanan jajanan oleh pihak sekolah atau yayasan tanpa dipungut biaya sewa. Peminjam sarana berjualan pada umumnya adalah keluarga atau kerabat dari penjaga sekolah. Salah satu responden yang berstatus sebagai penyewa gerobak menyatakan bahwa membersihkan peralatan dan gerobak yang digunakan cukup di lap dan
76
dibilas dengan air saja. Kalaupun di cuci tidak perlu menggunakan sabun selama masih terlihat bersih. Hal ini dikarenakan kurangnya rasa memiliki pada penyewa sehingga mendorongnya untuk bersikap kurang peduli pada gerobak yang disewanya. Di sisi lain, hal tersebut jarang terlihat pada responden yang berstatus sebagai pemilik. Responden dengan status pemilik lebih memiliki kepedulian yang besar terhadap sarana berjualan yang digunakan seperti mengelap, membersihkan dengan sabun, dan sebagainya walaupun seringkali sarana tersebut masih terlihat kotor. Dharma (2013) menyatakan bahwa kurangnya rasa memiliki (sense of belonging) dan tanggung jawab para penyewa menyebabkan diabaikannya faktor kebersihan, kesehatan dan ketertiban. Oleh karena itu lebih diperlukan pengawasan dari pemilik sarana yang disewakan kepada penyewa.
6.2.5
Lama Bekerja
Berdasarkan wawancara pada 35 responden, diperoleh informasi bahwa sebagian besar responden bekerja sebagai pedagang makanan jajanan selama kurang dari 11 tahun (74,3%), sedangkan hanya 2,9% responden yang bekerja lebih dari 20 tahun. Hasil penelitian ini hampir serupa dengan penelitian Agustina (2009), dimana pedagang makanan jajanan yang telah berjualan selama kurang dari 11 tahun menempati presentase terbesar yaitu 47,8% dan hanya 8,7% responden yang bekerja lebih dari 20 tahun.
77
Responden yang bekerja sebagai pedagang makanan jajanan dikarenakan baru beberapa tahun beralih pekerjaan menjadi pedagang makanan jajanan. Pengalaman bekerja selama beberapa tahun diharapkan dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan
responden mengenai higiene sanitasi makanan.
Marsaulina (2004) menyatakan bahwa semakin lama pengalaman kerja sebagai pedagang makanan jajanan setelah mencapai 1 tahun atau lebih maka semakin tinggi tingkat pengetahuannya. Pada kelompok responden yang bekerja kurang dari 11 tahun, ada beberapa pedagang yang baru bekerja selama kurang dari 1 tahun. Mengingat masih adanya pedagang yang tergolong baru memiliki pengalaman, adanya pengawasan yang dapat berupa pelatihan dan pendampingan dapat dilakukan. Pengawasan tersebut dapat dilakukan oleh pihak terkait seperti dinas kesehatan setempat.
6.2.6
Tingkat Pendidikan
Hasil penelitian diketahui bahwa jenjang pendidikan tertinggi dan terbanyak yang pernah ditempuh oleh pedagang makanan jajanan adalah SMA / sederajat (40%) dari 35 responden dan jenjang pendidikan paling sedikit dan paling rendah yang pernah ditempuh responden adalah tidak sekolah yaitu 2,9%. Presentase dari penelitian ini hampir serupa dengan penelitian Agustina (2009) yang sebagian besar respondennya tamat SMA / sederajat (34,8%) serta ada 1 orang responden yang pernah menempuh jenjang perguruan tinggi tetapi tidak ada responden yang tidak tamat SD atau tidak sekolah.
78
Responden yang sebagian besar tingkat pendidikannya SMA / sederajat memilih langsung bekerja selepas SMA / sederajat dikarenakan biaya untuk melanjutkan pendidikan yang mahal serta harus membantu keluarga. Hal ini terlihat dari tidak adanya satupun responden yang berasal dari tingkat pendidikan perguruan tinggi / akademi. Meskipun tidak ada responden yang pernah menamatkan jenjang perguruan tinggi / akademi, mayoritas responden dengan tamatan SMA / sederajat dapat dikatakan memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi pengetahuan sehingga diharapkan perilaku higiene sanitasinya dapat lebih baik lagi. Sedikit berbeda dengan Marsaulina (2004), yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan tidak selalu diiringi dengan tingkat pengetahuan yang lebih baik dikarenakan presentase tingkat pengetahuan yang paling baik ada pada kelompok responden dengan tingkat pendidikan SMP dibandingkan SD atau SMA. Meskipun tingkat pengetahuan tidak selalu berbanding denngan tingkat pendidikan, pelatihan dan pendampingan kepada pedagang tetap perlu dilaksanakan agar dapat tercipta suatu kebiasaan yang positif terhadap higiene sanitasi makanan.
79
6.3
Pengetahuan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Pengetahuan mengenai higiene sanitasi makanan jajanan sangat penting
dimiliki pedagang. Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa sebagian besar responden (68,6%) memiliki tingkat pengetahuan higiene sanitasi yang baik. Berikut ini analisis mengenai pengetahuan pedagang makanan jajanan berdasarkan empat aspek higiene sanitasi makanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara.
6.3.1
Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri pada Pedagang
Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai kebersihan diri sudah baik (60%). Dari penelitian tersebut, semua poin mengenai pengetahuan kebersihan diri seperti manfaat dan pentingnya kebersihan diri, akibat kebersihan makanan yang buruk terhadap tubuh serta bagaimana cara menjaga kebersihan diri sudah dikatakan baik. Meskipun secara umum pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai kebersihan diri sudah baik, masih ditemukan beberapa pedagang makanan jajanan pengetahuan yang buruk mengenai akibat kebiasaan hidup yang tidak
80
bersih (45,7%) karena tidak mengetahui bahwa hal tersebut menimbulkan berbagai penyakit yang dapat meningkatkan angka kesakitan di masyarakat. Sebagian responden (34,3%) juga tidak mengetahui bagaimana contoh sikap terhadap kebersihan yang buruk karena mereka tidak mengetahui dengan pasti bahwa pencemaran makanan dapat terjadi jika langsung memegang makanan setelah memegang uang. Memegang makanan secara langsung setelah memegang uang ternyata umum dilakukan oleh responden. Pengetahuan mengenai kebersihan diri yang secara umum sudah baik meskipun ada sebagian poin yang termasuk buruk tidak terlepas dari karakteristik responden. Responden yang sebagian besar menempuh pendidikan tertinggi SMA / sederajat diperkirakan memiliki pengaruh terhadap tingkat pengetahuan yang diperoleh. Kurangnya pengetahuan mengenai akibat kebiasaan hidup tidak bersih serta pencemaran makanan yang terjadi karena memegang makanan secara langsung setelah memegang uang dikarenakan kebiasaan sehari-hari dari lingkungannya sehingga dianggap lumrah. Sejalan pada penelitian sebelumnya oleh Budiyono dkk (2008), berdasarkan distribusi frekuensi jawaban responden menunjukkan bahwa banyaknya pedagang makanan jajanan yang memiliki tingkat pengetahuan baik di atas 50%, namun tingkat pengetahuan pada poin apakah penyebaran penyakit melalui makanan dari pedagang yang sakit diare masih rendah (44,4%). Meskipun berbeda karakteristik responden dari segi tingkat pendidikan (mayoritas lulusan SMP / sederajat), adanya sebagian kecil
81
responden yang memiliki pengetahuan buruk menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak selamanya sebanding dengan pengetahuan. Marsaulina (2004) menyatakan dalam penelitiannya bahwa kelompok responden dengan tingkat pengetahuan rendah memiliki tren meningkat jika tingkat pendidikannya rendah tetapi pada kelompok responden dengan tingkat pengetahuan baik dan tingkat pengetahuan sedang malah menunjukkan penurunan jumlah pada tingkat pendidikan SMP ke SMA. Hal ini semakin memperkuat faktor pendidikan tidak selalu berbanding dengan tingkat pengetahuan. Hasil tingkat pengetahuan yang berbeda
ditunjukan oleh
penelitian Wahyuni (2005). Hasil penelitian dari 43 responden yang sebagian besar adalah SMA / sederajat (41,86%), menunjukkan sebagian besar (60,47%) pengetahuan kebersihan diri pada penjajanya kurang (skor <4 dari 10). Meskipun ada kesamaan dalam tingkat pendidikan responden antara penelitian Wahyuni (2005) dengan penelitian ini dalam hal tingkat pendidikan responden, hasil pengukuran tingkat pengetahuan mengenai kebersihan diri menunjukan hasil yang berbeda. Tingkat pengetahuan kebersihan diri yang tidak sebanding dengan tingkat pendidikan diduga karena responden tidak mau tahu tentang bagaimana penjaja makanan yang memenuhi syarat kesehatan. Persepsi seperti ini muncul juga karena kurangnya sumber informasi lain seperti penyuluhan atau media masa yang didapat sehingga menghasilkan pengetahuan yang kurang. Pelatihan dan pendampingan perlu
82
dilakukan agar pengetahuan dan kesadaran mengenai kebersihan diri dapat ditingkatkan.
6.3.2
Pengetahuan Mengenai Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Berdasarkan hasil wawancara diketahui tingkat pengetahuan mengenai peralatan pada sebagian besar pedagang makanan jajanan adalah baik (62,9%). Sebagian besar pertanyaan pengetahuan mengenai peralatan dapat dijawab dengan baik oleh responden kecuali poin pertanyaan tentang tindakan yang dapat menyebabkan pencemaran makanan. Poin ini hanya 45,7% responden yang menjawab dengan benar. Masih banyaknya responden yang tidak mengetahui cara pencegahan kontaminasi makanan dikarenakan responden beranggapan bahwa mencampur makanan dengan bahan makanan tambahan dapat mencemari makanan dan menimbulkan penyakit. Responden beranggapan bahan tambahan makanan yang dimaksud adalah seperti pengawet, pewarna, pemanis dan sebagainya dapat mempengaruhi kesehatan. Responden juga tidak terlalu menyadari bahwa makanan yang sudah kadaluarsa berdampak lebih buruk jika dicampurkan dengan makanan matang karena efeknya dapat terjadi beberapa jam setelah makanan tersebut dikonsumsi. Di sisi lain, ada beberapa responden (37,1%) yang berpengetahuan buruk mengenai hal-hal yang harus dihindarkan dari tempat penyimpanan makanan.
83
Sebagian berpendapat bahwa debu, bau tak sedap dan asap tidak harus selalu dihindarkan dari tempat penyimpanan makanan karena hal seperti itu sangat lumrah terjadi saat berjualan. Makanan yang tercemar oleh debu dan asap kendaraan bermotor dapat mengandung logam berat seperti Pb atau timbal yang dapat membahayakan kesehatan (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009). Serupa dengan penelitian sebelumnya, Budiyono dkk (2008) menyatakan bahwa semua pertanyaan pengetahuan mengenai peralatan (cara mencuci peralatan yang baik dan benar serta penyimpanan peralatan) dapat dijawab dengan baik oleh sebagian besar responden ( > 50%). Adanya kesamaan dengan penelitian Budiyono dkk (2008) dalam hal tingkat pengetahuan mengenai peralatan pada responden kemungkinkan karena faktor pendidikan sebagian besar responden yang pernah memasuki tingkat pendidikan menengah (SMP / SMA sederajat). Wahyuni (2005) menyatakan sebaliknya, dalam penelitiannya seluruh responden (100%) berpengetahuan kurang (skor <1,6 dari 4) pada pengetahuan mengenai peralatannya. Meskipun sebagian besar respondennya memiliki tingkat pendidikan SMA / sederajat dan seluruhnya setuju jika peralatan harus dicuci sebelum digunakan. Responden secara keseluruhan tidak mengetahui jika peralatan yang digunakan harus dalam keadaan utuh (tidak patah, gompel dan retak), kedap air dan tidak terdapat ukiran. Ketidaktahuan responden kemungkinan dikarenakan responden tidak menyangka jika keadaan bentuk fisik peralatan makan dapat mempengaruhi kebersihannya. Responden mengira jika peralatan sudah cukup baik jika
84
dibersihkan terlebih dahulu tanpa melihat kualitasnya secara fisik. Oleh karena itu saat pelatihan dan pendampingan, perlu diinformasikan mengenai jenisjenis bahan tambahan makanan yang aman dan aturan penggunaannya serta pentingnya kualitas peralatan makan dan peralatan masak yang digunakan.
6.3.3
Pengetahuan Mengenai Penyajian pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil penelitian pengetahuan penyajian pada pedagang makanan jajanan diperoleh informasi bahwa sebanyak 68% pedagang makanan jajanan sebagai responden memiliki tingkat pengetahuan mengenai penyajian yang baik. Di sisi lain, setelah proses wawancara ditemukan sebesar 62,9% responden memiliki pengetahuan yang buruk mengenai penyebab menurunnya kualitas makanan. Hal ini dikarenakan secara keseluruhan responden menjajakan jenis makanan yang langsung habis saat berjualan, sehingga tidak terlalu berpengalaman memanaskan makanan agar tetap dalam kondisi baik. Di sisi lain karena makanan yang dijajakan langsung habis terjual, responden tidak pernah mengalami basinya makanan yang dijajakan meskipun disajikan dalam keadaan
terbuka.
Makanan
yang
tidak
dipanaskan
menyebabkan
berkembangnya bakteri Clostridium perfringens sehingga timbul penyakit enteritis (Arisman, 2009). Sebanyak 54,3% responden juga tidak menngetahui contoh makanan apa saja yang baik untuk kesehatan karena mereka menganggap makanan yang
85
siap saji seperti makanan kalengan dan mie instan tidak menimbulkan dampak buruk selama tidak terlalu sering dikonsumsi. kebiasaan memakan makanan instan dan makanan yang diawetkan berisiko menimbulkan kanker (Utami, 2013). Beberapa hal terkait pengetahuan mengenai penyajian yang meskipun presentasenya tidak terlalu besar tetapi patut mendapat perhatian antara lain: sebesar 37,1% responden memiliki pengetahuan yang buruk mengenai tujuan menjaga kebersihan makanan serta 22,9% responden masih belum mengetahui bahan kimia yang boleh terkandung dalam makanan. Hal tersebut dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh responden mengenai bahan kimia apa saja yang boleh atau dilarang dipergunakan untuk makanan serta pengakuan responden yang belum pernah mendapat pelatihan mengenai higiene sanitasi makanan sehingga perlu diadakan oleh instansi terkait. Dalam penelitian Budiyono dkk (2008), sebagian besar responden dapat menjawab dengan baik pertanyaan pada aspek: cara pengolahan, bahan makanan, penyimpanan dan pemisahan jenis bahan makanan tetapi banyak responden yang salah saat menjawab bagian pertanyaan: pemisahan bahan sesuai jenis, penggunaan wadah tertutup, pemisahan bahan mentah dengan makanan matang. Adanya beberapa bagian pertanyaan yang tidak mampu dijawab dengan baik dikarenakan reponden sebagian besar (94,4%) belum pernah memperoleh pelatihan atau penyuluhan mengenai higiene sanitasi makanan.
86
Berbeda dengan penelitian Wahyuni (2005) yang menyatakan seluruh responden berpengetahuan sedang mengenai penyajian (skor 1,6-3 dari 4). Dari 4 pertanyaan yang diberikan, seluruh responden menjawab dengan benar 2 pertanyaan sedangkan sisanya salah. Menggunakan perlengkapan yang bersih dan pembungkus atau wadah yang bersih dapat dijawab dengan baik oleh seluruh responden, namun meniup pembungkus makanan dan memanaskan kembali makanan setelah 6 jam tidak diketahui oleh seluruh responden.
Hal
ini
dikarenakan
ketidaktahuan
responden
mengenai
pembungkus dapat tercemar jika ditiup serta makanan dijajakan dengan cara berkeliling didalam gerbong kereta sehingga tidak memungkinkan untuk memanaskan kembali makanannya.
6.3.4
Pengetahuan Mengenai Sarana pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Dari aspek pengetahuan sarana pada pedagang makanan jajanan, diketahui sebagian besar pedagang makanan jajanan (74,3%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik. Meskipun secara umum pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai sarana untuk berjualan sudah dinilai baik, ditemukan sebesar 40% responden tidak memahami persyaratan pedagang makanan jajanan yang memenuhi persyaratan dan 34,3% responden tidak memahami bahwa makanan yang tidak dibiarkan terbuka tidak akan tercemar. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang diperoleh mengenai
87
persyaratan sarana berjualan makanan jajanan yang baik dan persyaratan tersebut tidak disosialisasikan secara luas oleh instansi terkait seperti dinas kesehatan setempat. Diketahui dari pedagang makanan jajanan yang mengatakan bahwa mereka pernah didatangi petugas kesehatan yang meminta sampel dagangan mereka tanpa diberi informasi mengenai bagaimana persyaratan higiene sanitasi yang baik serta belum pernah mendapatkan penyuluhan mengenai higiene sanitasi makanan jajanan. Oleh karena itu, saat pelatihan dan pendampingan perlu diberikan materi mengenai cara menjaga higiene sanitasi sarana serta bagaimana bentuk sarana yang dapat melindungi makanan yang dijajakan dari pencemaran. Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012), semua pedagang makanan (100%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai sarana berjualan dibandingkan presentase responden sebelum diberikan pelatihan dan pendampingan, yaitu sebesar 92,9%. Hal ini menunjukkan bahwa proses pelatihan dan pendampingan mengenai higiene sanitasi dapat meningkatkan pengetahuan pedagang makanan jajanan.
Tingkat pengetahuan yang baik pada sebagian besar pedagang makanan jajanan dimungkinkan oleh pendidikan yang telah ditempuh oleh mayoritas responden (SMA / sederajat) serta informasi yang mungkin tidak dengan sengaja diketahui oleh responden, seperti dari percakapan harian, pengalaman hidup serta informasi dari media masa.. Pentingnya pendidikan dan pelatihan higiene sanitasi
88
makanan diungkapkan oleh Mortimore dan Wallace (2001), bahwa kebersihan diri serta pendidikan dan pelatihan tentang higiene sangat penting karena derajat kebersihan suatu usaha tergantung pada perilaku higiene yang ditunjukkan oleh penjamah makanan. Pelatihan mengenai higiene sanitasi makanan dibuktikan oleh Muthmainnah (2012), dimana terjadi peningkatan pada seluruh aspek pengetahuan higiene sanitasi makanan dari segi kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana pada responden setelah diberi pelatihan dan pendampingan.
6.4
Sikap Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Sikap adalah kesiapan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku
atau merespon sesuatu, baik rangsangan positif maupun rangsangan negatif dari suatu objek. Meskipun sikap belum merupakan wujud tindakan, sikap merupakan faktor predisposisi seseorang untuk berperilaku (Sarwono, 2003). Secara umum, sebesar 94,3% responden menanggapi dengan baik pernyataan mengenai higiene sanitasi makanan. Berikut ini uraian mengenai sikap higiene sanitasi pada pedagang makanan jajanan.
6.4.1
Sikap Terhadap Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil penelitian dari aspek sikap mengenai kebersihan diri pedagang makanan jajanan di Kelurahan Cipinang Besar Utara tahun 2014 diketahui
89
sebagian besar responden (80%) memiliki sikap yang baik terhadap standar kebersihan diri. Saat proses wawancara mengenai sikap terhadap kebersihan diri, ada seorang responden yang mengatakan bahwa boleh saja memiliki kuku yang panjang saat berjualan asalkan kukunya bersih meskipun saat menjamah makanan tetap menggunakan alat. Responden tersebut terlihat memiliki kuku yang panjang. Ditemukan juga sebanyak 51,4% dari 35 responden yang bersikap positif terhadap boleh saja bersin atau batuk saat mengolah bahan makanan karena hal tersebut dianggap tidak dapat mencemari makanan. Menurut Purnawijayanti (2001), mulut, hidung dan kulit mengandung banyak kuman yang dapat menimbulkan penyakit. Dalam
penelitian
Muthmainnah
(2012)
pada
sebaran
responden
berdasarkan sikap terhadap kebersihan diri dilihat dari 11 pertanyaan pada sebaran berdasarkan daftar pertanyaan, 9 pertanyaan diantaranya mampu dijawab dengan baik oleh sebagian besar responden. Di sisi lain, terdapat 50% responden yang menanggapi secara positif terhadap pernyataan mengenai kepemilikan kuku panjang. Terlihat dari kondisi dimana responden tersebut memiliki kuku yang panjang sehingga responden menganggap hal itu diperbolehkan.
Penyebaran
informasi
mengenai
pentingnya
menjaga
kebersihan diri sangat diperlukan, terutama dalam bentuk penyuluhan secara lisan atau melalui media. Hampir serupa dengan penelitian Wahyuni (2005), sebanyak 86,05% responden penelitian memiliki tingkat sikap terhadap kebersihan diri yang sedang (skor 4-7,5 dari 10). Dalam hal kebersihan kuku, sebagian besar
90
responden tidak setuju jika memiliki kuku panjang. Mereka menganggap kuku yang panjang akan menyulitkan pekerjaan. Sedangkan sisanya yang setuju dengan kebolehan berkuku panjang, menganggap kuku panjang tidak mencemari makanan selama kebersihannya terjaga.
6.4.2
Sikap Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Penelitian dari sikap terhadap peralatan pada pedagang makanan jajanan diketahui sebesar 65,7% memiliki sikap yang baik terhadap standar kebersihan peralatan. Pada sebaran pertanyaan mengenai sikap terhadap peralatan, semua pertanyaan mampu dijawab dengan baik oleh responden. Banyaknya responden yang menanggapi secara positif seluruh poin kebersihan peralatan dikarenakan alat masak dan alat makan yang kotor tidak enak dilihat dan tidak nyaman digunakan. Sedangkan sebesar 5,7% responden menanggapi secara positif dalam penggunaan kertas bekas untuk alas makanan. Meskipun jumlah tersebut kecil, penggunaan kertas bekas dianggap diperbolehkan selama kertas tersebut terlihat bersih dan karena responden tersebut menggunakan kertas bekas ketika berjualan sehari-hari. Penggunaan kertas bekas dapat mencemari makanan karena terdapat logam berat berupa timbal (Pb) pada tinta yang masih melekat pada kertas (Persatuan Ahli Gizi Indonesia, 2009). Timbal sangat berbahaya jika termakan terutama oleh ibu hamil karena dapat mengganggu perkembangan dan merusak otak janin (Sinsin, 2008).
91
Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012) pada sebaran pernyataan responden mengenai sikap terhadap peralatan. Dari 6 pernyataan mengenai sikap terhadap peralatan saat sebelum pelatihan dan pendampingan, 5 pernyataan yang berupa menjaga kebersihan peralatan dapat dijawab dengan baik oleh responden. Pernyataan penggunaan kertas bekas untuk alas makanan pada awalnya disetujui oleh hampir seluruh responden (92,9%). Setelah dilakukan pelatihan dan pendampingan, hanya 14% responden yang masih menyetujui penggunaan kertas bekas. Hal ini dikarenakan pelatihan dan pendampingan yang dilakukan dapat mempengaruhi sikap responden sehingga terjadi perubahan sikap. Hampir serupa dengan pernyataan Wahyuni (2005) dalam penelitiannya menyatakan sebagian besar respondennya (65,12%) bersikap sedang terhadap higiene sanitasi peralatan (skor 1,6-3 dari 4). Sikap tersebut terlihat dari seluruh responden yang menyatakan setuju jika peralatan yang digunakan harus dicuci terlebih dahulu karena mereka menganggap hal itu penting untuk menjaga kebersihan makanan.
6.4.3
Sikap Terhadap Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Penelitian pada variabel sikap terhadap penyajian menunjukan banyaknya responden yang memiliku sikap yang baik terhadap penyajian sebesar 80%. Hal ini terlihat dari sebaran pernyataan sikap terhadap penyajian sebanyak empat soal menunjukkan semua soal dapat dijawab dengan baik oleh
92
responden. Semua responden menanggapi secara positif jika pengolah bahan makanan harus memilih bahan makanan yang baik dan bersih. Makanan yang baik dan bersih menurut responden diharapkan tidak menyebabkan penyakit setelah dikonsumsi. Pemisahan bahan makanan mentah dan matang dengan menutup makanan dengan penutup yang bersih juga ditanggapi secara positif oleh masing-masing sebesar 94,3% responden. Pemisahan bahan makanan dilakukan karena mereka anggapan bahwa bahan makanan yang mereka gunakan juga tidak memungkinkan untuk disimpan dalam satu wadah. Menutup makanan juga diyakini responden dapat melindungi makanan dari pencemaran. Sebanyak 85,7% responden juga menanggapi secara negatif jika sayuran hijau dipanaskan secara berulang-ulang. Meskipun sebagian besar jenis makanan yang dijajakan langsung habis, responden mengetahui pemanasan sayuran berulang kali tidak baik, hal ini dimungkinkan responden mengetahui hal tersebut dari lingkungan keluarganya. Hampir serupa dengan penelitian Muthmainnah (2012), semua responden setuju dengan penggunaan bahan makanan yang baik dan bersih, baik sebelum maupun sesudah pendampingan dan pelatihan. Sebanyak 71,4% responden setuju dengan pemisahan bahan mentah dan matang, jumlah tersebut meningkat menjadi 100% setelah pelatihan. Semua responden setuju jika harus menutup makanan jadi dengan penutup yang bersih, baik sebelum maupun sesudah pelatihan. Sedangkan terjadi peningkatan dari 92,8% menjadi 100% responden yang setuju pada pemanasan sayuran hijau tidak boleh dilakukan berulang kali. Pada penelitian tersebut, secara umum sikap
93
responden yang cenderung baik dikarenakan responden adalah kader yang sering mendapat informasi kesehatan.
6.4.4
Sikap Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Penelitian pada sikap terhadap sarana pedagang makanan jajanan menunjukkan hampir semua pedagang makanan jajanan (97,1%) memiliki sikap yang baik terhadap persyaratan higiene sanitasi sarana berjualan. Sebanyak 91,1% responden menanggapi secara positif jika mereka harus menyediakan tempat sampah yang memadai dan semua responden menunjukkan sikap positif jika kebersihan tempat berjualan harus dijaga. Hal ini dikarenakan tempat sampah sangat diperlukan untuk membuang sisa dan bungkus makanan, serta kebersihan tempat berjualan mempengaruhi kenyamanan dan pengunjung yang datang membeli sehingga responden setuju saja dengan pernyataan tersebut. Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012), semua responden setuju jika harus menyediakan tempat sampah yang memadai dan menjaga kebersihan tempat berjualan. Tempat sampah sangat diperlukan untuk menampung sisa olahan makanan serta berbagai kemasan bekas pakai agar tidak mengotori lingkungan. Kebersihan tempat berjualan juga diyakini responden dapat mempengaruhi jumlah pembeli yang datang.
94
Sehubungan mengenai teori tentang sikap yang digunakan, sikap pedagang makanan jajanan terhadap: kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana berjualan yang ada di sekolah dasar Kecamatan Cipinang besar Utara masih ditemukan hal yang tidak konsisten dalam menyikapi higiene sanitasi makanan. Ketidakkonsistenan itu terlihat dari banyaknya responden yang berpikir boleh saja batuk atau bersin dihadapan makanan yang dijajakan (51,4%), sehingga dibutuhkan serangkaian pelatihan atau pemasangan media penyuluhan agar sikap higiene sanitasi yang baik dapat dibiasakan (Purnawijayanti, 2001).
6.5
Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang Makanan Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Sikap yang diwujudkan menjadi suatu perbuatan nyata oleh suatu individu
disebut tindakan (Budiman dan Riyanto, 2013). Berdasarkan observasi, ditemukan sebanyak 74,3% responden bertindak buruk terhadap higiene sanitasi makanan. Berikut ini penjabaran analisis hasil penelitian pada aspek tindakan higiene sanitasi makanan jajanan.
6.5.1
Tindakan Kebersihan Diri pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil skoring dari tindakan terhadap kebersihan diri pada pedagang makanan jajanan menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang makanan (77,1%) kebersihan dirinya baik. Di sisi lain, pada distribusi frekuensi tindakan kebersihan diri pedagang makanan yang diperoleh dari observasi dan
95
wawancara, ditemukan jumlah responden yang sebagian besar tidak memenuhi aspek tindakan kebersihan diri, seperti: tidak menjaga kebersihan (tangan, kuku dan rambut) sebanyak 62,9%, tidak memakai celemek dan tutup kepala (97,1%) serta tidak mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan (97,1%). Beberapa responden yang kebersihan tangan, kuku dan rambutnya buruk memiliki kuku yang panjang dan kehitaman serta mengenakan pakaian yang terlihat kotor. Kebersihan diri yang buruk tersebut dikarenakan para pedagang makanan yang terlihat tidak peduli pada kebersihan kuku serta pakaiannya. Padahal pakaian, tangan dan kuku yang kotor dapat memindahkan agen penyakit ke makanan (Purnawijayanti, 2001). Pemakaian celemek dan tutup kepala hanya ditemukan pada satu orang responden, namun pemakaian tutup kepala berupa kerudung atau topi dilakukan karena alasan kebiasaan, bukan karena untuk menghindari kontaminasi makanan oleh rambut. Pemakaian tutup kepala sangat penting untuk mencegah rambut terjatuh dan masuk kedalam makanan, meskipun berpeluang kecil mengontaminasi makanan dengan bakeri yang melekat, keberadaan sehelai rambut pada makanan dapat menurunkan nilai estetis dari makanan itu sendiri (Purnawijayanti, 2001). Banyaknya responden yang tidak mencuci tangan saat observasi dikarenakan mereka sudah terbiasa tidak mencuci tangan serta sarana air bersih yang jarang ditemukan. Di tempat-tempat berjualan yang tersedia tempat air bersih juga ditemukan pedagang makanan jajanan yang tidak mencuci tangannya karena merasa malas harus mondar-mandir setiap akan
96
menangani makanan, terlebih saat pembeli yang hampir seluruhnya anak-anak datang dalam jumlah banyak ketika waktu istirahat dan pulang sekolah. Saat anak-anak tersebut berebut untuk membeli makanan jajanan dan pedagang makanan jajanan sibuk melayani, pedagang tersebut tidak mencuci tangannya, padahal selalu memegang uang setelah selesai menangani makanan lalu kembali menangani makanan untuk pembeli berikutnya. Kebersihan diri yang buruk seperti: bersin didekat makanan, meludah, merokok ataupun tidak mencuci tangan menyebabkan kontaminasi silang terhadap makanan yang disajikan atau diproses (Mortimore dan Wallace, 2001). Kontaminasi silang dapat menyebabkan makanan tercemar sehingga kuman penyebab diare masuk kedalam tubuh dan menginfeksi saluran pencernaan (Arisman, 2009). Oleh karena itu, bagi pedagang yang menggunakan gerobak hendaknya menyediakan sabun dan tempat air yang terpisah antara air untuk mencuci tangan dengan mencuci peralatan serta membiasakan cuci tangan dengan cara yang benar (tangan tidak dicelupkan langsung ke wadah air) serta menggunakan penjepit makanan atau sarung tangan plastik, sedangkan pemilik kios hendaknya menyediakan tempat cuci tangan yang memadai. Jika pengguna kios adalah penyewa, hal tersebut dapat disiasati dengan menggunakan wadah air khusus untuk mencuci tangan yang diletakkan tidak terlalu jauh atau mengusulkan kepada pemilik kios untuk menyediakan tempat cuci tangan yang memadai. Hampir serupa dengan penelitian Muthmainnah (2012) menunjukkan beberapa
tindakan
kebersihan
diri
97
pada
pedagang
makanan
masih
menunjukkan presentase yang rendah meskipun sudah diberi pelatihan dan pendampingan. Tindakan tersebut antara lain: mencuci tangan menggunakan sabun (28,6%), penggunaan celemek (14,2%), serta tidak menggunakan perhiasan saat mengolah bahan makanan (35,7%) Jumlah responden yang rendah ketika mencuci tangan dengan sabun serta penggunaan perhiasan dikarenakan faktor kebiasaan. Rendahnya penggunaan celemek pada para responden disebabkan mereka lupa untuk menggunakannya meskipun sudah difasilitasi saat pelatihan. Sejalan dengan penelitian Agustina dkk (2009) mengenai Higiene dan Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan Demang Lebar Daun Palembang, tindakan kebersihan diri yang baik pada respondennya sebesar 52,2%. Pada penelitian tersebut tidak ditemukan responden yang menderita penyakit menular dan tidak ada yang terdapat luka atau bisul. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden (34,8%) tamat SMA / sederajat. Di sisi lain, seluruh responden tidak ada yang menggunakan celemek dan sebagian besar responden (86,9%) tidak mencuci tangan saat hendak menjamah makanan. Hal tersebut dikarenakan faktor kebiasaan tidak mencuci tangan dan pemakaian celemek dianggap mengganggu kenyamanan.
98
6.5.2
Tindakan Terhadap Peralatan pada Pedagang Makanan
Jajanan di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Penelitian pada tindakan terhadap peralatan pada pedagang makanan jajanan di sekolah dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara menunjukkan bahwa sebagian besar responden (60%) kebersihan peralatannya baik. Ditribusi frekuensi tindakan responden berdasarkan observasi terlihat bahwa sebanyak 4 persyaratan mengenai kebersihan peralatan dapat dipenuhi dengan baik. Meskipun secara umum tindakan terhadap kebersihan peralatan sudah baik, masih ditemukan adanya pedagang makanan jajanan yang tidak mengeringkan peralatannya dengan lap yang bersih (37,1%). Hal ini dikarenakan mereka beranggapan bahwa peralatan yang sudah dicuci cukup ditiriskan saja sampai kering sehingga tidak perlu dilap kembali. Selain itu, meskipun peralatan yang dicuci sudah kering, lap yang digunakan untuk mengeringkan peralatan terlihat sudah lusuh. Penggunaan lap yang sudah kotor untuk mengelap peralatan dapat mencemari makanan dikarenakan mikroorganisme dapat berpindah ke peralatan tersebut (Setyorini, 2013). Pedagang makanan jajanan juga ada yang tidak menyimpan peralatan di tempat yang bebas pencemaran (40%). Ketika diwawancara dan diobservasi, responden mengatakan bahwa tempat penyimpanan peralatan yang digunakan adalah rak piring yang terbuka serta ada yang menggunakan tempat yang tertutup tetapi permukaannya kotor. Mereka beranggapan bahwa tempat penyimpanan yang bersih, tertutup serta terlindungi merupaka hal yang tidak
99
terlalu penting selama peralatan yang disimpan masih terlihat bersih secara kasat mata. Media informasi yang lebih memadai seperti media massa diharapkan dapat digunakan oleh instansi terkait untuk memberikan informasi mengenai bagaimana cara menjaga higiene sanitasi peralatan. Sejalan dengan penelitian Muthmainnah (2012), dimana 6 persyaratan mengenai higiene sanitasi peralatan terjadi peningkatan setelah dilakukan pelatihan dan pendampingan. Seluruh responden menggunakan peralatan yang bersih sebelum dan setelah pelatihan. Pembersihan peralatan yang dilakukan sebelum digunakan meningkat dari 35,7% menjadi 50%. Penggunaan lap yang sama untuk tangan dan peralatan berkurang dari 100% menjadi 92,9%. Pencucian peralatan dengan sabun dan air mengalir meningkat dari 42,9% menjadi 50% serta penggunaan kertas bekas untuk alas makanan berkurang dari 92,9% menjadi 57,1%. Hal tersebut dikarenakan materi pelatihan dan pendampingan dapat dimengerti dan diterapkan dengan baik oleh responden. Kebersihan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat menentukan kebersihan makanan (Sunardi, 1996).
6.5.3
Tindakan Saat Penyajian pada Pedagang Makanan Jajanan di
Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil penelitian pada tindakan saat penyajian berdasarkan hasil observasi dan wawancara menunjukkan sebagian besar (60%) pedagang makanan jajanan memiliki cara penyajian yang baik. Pada distribusi frekuensi tindakan
100
terhadap penyajian, semua persyaratan mengenai higiene sanitasi saat penyajian dapat dipenuhi dengan baik oleh sebagian besar pedagang. Di sisi lain, masih ditemukan responden yang menggunakan bahan olahan yang tidak terdaftar di Departemen Kesehatan (31,4%). Pada umumnya bahan yang tidak terdaftar adalah selai curah dan saos sambal. Selai dan saos sambal yang ditemukan tersebut berwarna cerah sehingga dicurigai menggunakan bahan pewarna yang tidak boleh digunakan untuk makanan. Meskipun ditemukan juga produk saos yang terdaftar di BPOM, produk makanan yang berwarna cerah karena menggunakan perwarna sintetis umum ditemukan pada pedagang makanan jajanan berisiko menyebabkan kanker (Nasution, 2014). Ditemukan juga adanya makanan jajanan yang tidak disajikan dalam keadaan tebungkus atau tertutup meskipun jumlahnya berbeda tipis (42,9%) dengan makanan yang dijajakan secara tertutup (57,1%). Selain itu, sebesar 31,4% responden tidak mengangkut makanan jajanan dalam keadaan tertutup atau terbungkus dalam wadah yang bersih. Pada umumnya hal ini ditemukan pada makanan jajanan yang digoreng. Setelah bahan mentah digoreng lalu diletakkan di tempat makanan matang tetapi tidak tertutup, seringkali angin bertiup dan debu yang beterbangan dapat mengenai makanan karena pedagang tersebut menjajakan makanannya di pinggir jalan di depan sekolah, walaupun jalan tersebut merupakan jalan yang sepi dan tidak banyak kendaraan bermotor yang lewat. Purnawijayanti (2001) menyatakan bahwa pemakaian penutup makanan
yang bersih dapat menghindarkan makanan dari
kontaminasi.
101
Hampir
serupa
dengan
penelitian
Muthmainnah
(2012),
dalam
menyediakan penutup makanan, 50% responden menggunakan penutup makanan yang bersih dan memadai, namun sisanya hanya menggunakan penutup berupa kertas atau plastik. Penutup yang berupa plastik atau kertas tidak memadai karena memiliki struktur yang ringan dan mudah tertiup angin sehingga makanan berisiko tercemar debu. Hasil penelitian ini juga serupa dengan penelitian Agustina (2009). Meskipun secara umum sebagian besar responden (69,6%) memiliki tindakan terhadap penyajian yang baik, masih ditemukan beberapa penerapan higiene sanitasi yang buruk dalam penyajian. Higiene sanitasi penyajian yang buruk seperti
tidak
menutup
dagangannya
(56,5%).
Walaupun
ada
yang
menggunakan penutup, hanya digunakan sesekali saat sedang tidak ada pembeli. Sebagian penutup yang digunakan berupa selembar plastik yang sudah terlihat kotor. Ditemukannya beberapa pedagang makanan jajanan yang tidak menutup makanan ketika disajikan dan diangkut menunjukkan kurangnya kesadaran mengenai manfaat jika makanan terlindungi dengan cara ditutup. Makanan yang tertutup dapat terhindar dari berbagai kontaminasi serta vektor seperti lalat, kecoa dan tikus (Ide, 2007). Oleh karena itu, pelatihan dan pendampingan yang memadai terkait kondisi saat penyajian makanan serta pengawasan berupa sampling makanan terhadap bahan berbahaya yang mungkin digunakan oleh pedagang sangat diperlukan.
102
6.5.4
Tindakan Terhadap Sarana pada Pedagang Makanan Jajanan
di Sekolah Dasar Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2014 Hasil skoring pada tindakan mengenai sarana pada tindakan terhadap sarana, diketahui sebagian besar pedagang makanan jajanan memiliki kondisi sarana berjualan yang buruk (54,3%). Berdasarkan distribusi frekuensi tindakan higiene sanitasi terhadap sarana berjualan, ditemukan dua syarat sarana berjualan yang tidak terpenuhi, yaitu tidak adanya tempat air bersih (62,9%) serta tidak tersedianya tempat cuci (alat, tangan dan bahan makanan) sebanyak 57,1%. Tidak tersedianya tempat mencuci menyebabkan sebagian besar pedagang makanan jajanan tidak mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menangani makanan. Meskipun ada sarana air bersih yang tersedia pada sarana berjualan seperti kios, letaknya agak berjauhan dengan tempat menyimpan dan menangani makanan sehingga kemungkinan besar pedagang makanan jajanan merasa malas untuk mencuci tangannya terlebih dahulu. Di sisi lain, ditemukan adanya pedagang makanan jajanan yang terdapat tempat penyimpanan air berupa ember. Air yang dibawa pada mulanya bersih tetapi lama-kelamaan menjadi keruh dikarenakan cara mencuci tangan yang salah, yaitu sekedar menceburkan tangan ke wadah air. Kotoran yang melekat di tangan berpindah kedalam air sehingga berpotensi besar mengontaminasi peralatan lainnya apabila digunakan untuk mencuci. Serupa dengan penelitian Wibawa (2006), sebagian besar kantin Sekolah Dasar di Kabupaten Tangerang tidak memenuhi syarat air bersih (75,5%) dan
103
kuantitasnya belum mencukupi. Kurangnya air bersih secara kuantitas dikarenakan penyediaan air tidak menggunakan sistem perpipaan akibat tidak tersedianya sumber air bersih. Air yang terlalu sedikit dan sumber air yang sulit dijangkau mengakibatkan kebersihan perorangan yang buruk sehingga berisiko menularkan penyakit infeksi. Muthmainnah (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dari tiga persyaratan tindakan higiene sanitasi pada peralatan, dua diantaranya seperti menggunakan air bersih serta menjaga kebersihan ruangan dapat dipenuhi responden. Sedangkan syarat mengenai penyediaan tempat sampah yang memadai tidak dapat dipenuhi sebagian besar responden karena faktor keterbatasan ekonomi. Air sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pengolahan makanan. Air sangat berperan dalam setiap proses pengolahan. Saat tahap persiapan pegolahan makanan, air digunakan untuk merendam dan mencuci bahan mentah, serta untuk mencuci tangan pengolah makanan. Tahap selanjutnya air digunakan untuk memasak. Di akhir proses pengolahan makanan, air berguna untuk membersihkan peralatan, ruangan maupun orang yang mengolah makanan. Oleh karena itu air yang digunakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar layak digunakan (Purnawijayanti, 2001). Selain itu, sebesar 28,6% memiliki konstuksi sarana penjaja makanan yang sulit dibersihkan. Pada kios, ada beberapa hal yang menyebabkan kios tersebut sulit dibersihkan, antara lain: luas kios yang sempit dijejali berbagai macam makanan ringan yang masih dikemas didalam kardus serta ditumpuk di bawah
104
meja, penggunaan meja kayu yang permukaannya tidak rata serta ditemukannya barang-barang bekas yang tidak ada hubungannya dengan penyajian makanan di bawah meja tersebut, seperti tumpukan kayu dan alas kaki yang berdebu. Kardus berisi makanan ringan yang ditumpuk dibawah meja sangat menyulitkan seseorang untuk membersihkan area tersebut karena mempersempit ruang gerak. Meja kayu yang permukaannya tidak rata membuat proses pembersihan lebih sulit karena kotoran dapat menempel di sela-sela kayu tersebut. Barang-barang rongsokan berupa tumpukan kayu serta alas kaki yang berdebu dapat mencemari makanan yang sedang dimasak diatas meja tersebut. Pada sarana berjualan berupa gerobak, adanya celah-celah diantara kaca dan kayu serta permukaan kayu yang terlihat berpori besar menyebabkan menumpuknya kotoran dan sulit dibersihkan. Bagian tempat penyimpanan peralatan yang berada di sisi bawah bagian dalam gerobak seringkali menjadi bagian yang terlupakan untuk dibersihkan karena gelap dan penggunanya lebih fokus pada pembersihan peralatannya saja. Dari penelitian Susanna dan Hartono (2003), Kebersihan pada gerobak dinilai kurang daripada kios. Semua gerobak yang diteliti lebih banyak mengandung angka kuman yang tinggi ( > 100 koloni/mL) di bagian tempat penyimpanan piring dibandingkan tempat penyimpanan piring pada kios. Sebagian pedagang makanan jajanan (37,1%) ditemukan tidak tersedia tempat sampah pada sarana tempat berjualan. Pada umunya pedagang yang tidak terdapat tempat sampah adalah pedagang yang memiliki bahan-bahan
105
mentah yang siap dimasak tanpa perlu membuka kulit luar atau kemasannya. Bahan-bahan mentah tersebut ditempatkan di wadah khusus dan baru dibuka jika isinya akan dimasak. Namun ada juga pedagang makanan jajanan yang langsung membuang sisa makanan ke saluran air saat mencuci peralatan. Ketiadaan tempat sampah tersebut diduga karena responden merasa sampah yang dihasilkan hanya berupa remah-remah sisa proses memasak makanan yang dapat dibuang begitu saja saat gerobak sedang dilap sehingga tempat sampah tidak dibutuhkan. Sebesar 48,6% pedagang makanan jajanan tidak menjajakan makanannya dalam kedaan terlindung dari pencemaran. Hal ini berkaitan dengan poin sebelumnya mengenai penyajian yaitu tertutup atau tidaknya pembungkus yang digunakan serta sarana berjualan yang mampu menutup makanan yang disajikan.
Meskipun gambaran tindakan pedagang makanan jajanan secara umum adalah buruk. Tindakan terhadap: kebersihan diri, peralatan dan penyajian masih bisa dinilai baik, kecuali tindakan terhadap sarana yang digunakan. Hal ini dimungkinkan karena pengetahuan dan sikap yang secara umum adalah baik. Di sisi lain, gambaran sikap yang secara umum baik, dan gambaran sikap yang sangat positif terhadap pernyataan “mencuci tangan menggunakan sabun harus dilakukan oleh pengolah makanan sebelum memasak” (94,3%) ternyata belum sepenuhnya diwujudkan, terlihat dari banyaknya pedagang makanan jajanan yang tidak mencuci tangannya sebelum menangani makanan (97,1%). Dikarenakan
106
adanya pengetahuan yang baik dan sikap positif yang bertentangan dengan tindakan, perlu diadakan pengawasan secara berkala oleh dinas kesehatan / instansi setempat.
107
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut: 1. Gambaran umum pedagang makanan jajanan meliputi: a. Pedagang makanan jajanan sebagian besar berjenis kelamin lakilaki (60%) dibandingkan perempuan dari 35 responden. b. Kelompok umur 31-40 tahun menempati jumlah terbanyak, yaitu sebesar 34,3%, sedangkan paling sedikit terdapat pada kelompok umur ≤ 20 tahun sebanyak 5,7%. c. Jenis sarana berdagang yang banyak digunakan responden adalah gerobak (68,6%) dibandingkan kios. d. Sebagian besar pedagang makanan jajanan (60%) merupakan pemilik sarana berdagang yang digunakan. e. Sebanyak 74,3% merupakan responden yang telah bekerja sebagai pedagang makanan jajanan selama ≤ 10 tahun dan sebanyak 2,9% responden telah bekerja lebih dari 20 tahun. f. Tingkat pendidikan terbanyak dan tertinggi yang pernah ditempuh oleh pedagang makanan jajanan adalah SMA / sederajat sebanyak 40%, sedangkan pendidikan terendah adalah tidak sekolah (2,9%).
108
2. Pengetahuan responden sebagian besar sudah baik, yaitu pengetahuan mengenai kebersihan diri (60%), pengetahuan mengenai peralatan (62,9%), pengetahuan mengenai penyajian (68,6%) dan pengetahuan mengenai sarana (74,3%). 3. Gambaran sikap responden adalah baik pada seluruh aspek, antara lain:: sikap terhadap kebersihan diri (80%), sikap terhadap peralatan (65,7%), sikap terhadap penyajian (80%) dan sikap terhadap sarana (97,1%). 4. Tindakan responden sudah baik pada aspek: tindakan kebersihan diri (77,1%), tindakan terhadap peralatan (60%) dan tindakan saat penyajian (60%), namun tindakan terhadap sarana berdagang masih buruk (54,3%).
7.2
Saran
7.2.1
Saran bagi Sekolah 1. Diupayakan menerapkan pentingnya higiene sanitasi makanan jajanan kepada pedagang makanan jajanan yang berjualan di kantin sekolah dengan cara: membuat peraturan tata cara penyajian makanan jajanan yang sesuai pedoman higiene sanitasi. 2. Memperbaiki fasilitas sarana berdagang seperti tempat cuci peralatan dan tempat cuci tangan di kantin agar memenuhi persyaratan higiene sanitasi sarana berdagang. Tempat mencuci tangan untuk pedagang makanan jajanan hendaknya dibuat berdekatan atau tersedia di setiap kios agar pedagang tidak merasa malas untuk mencuci tangan setiap akan menangani makanan.
109
3. Melakukan pengawasan dan pembinaan mengenai penerapan higiene sanitasi makanan jajanan dengan melakukan kerja sama dengan puskesmas setempat. Hal ini dimaksudkan agar higiene sanitasi
dapat
diterapkan
secara
terus-menerus
sehingga
membentuk kebiasaan yang sesuai persyaratan higiene sanitasi makanan jajanan pada pedagang.
7.2.2
Saran bagi Peneliti Selanjutnya 1. Perlu dilakukan penelitian kualitatif mendalam mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan, sikap dan tindakan dari beberapa aspek higiene sanitasi makanan jajanan secara rinci, seperti: kebersihan diri, peralatan, penyajian dan sarana yang digunakan. 2. Dilakukan penelitian mengenai peran dinas kesehatan atau pemegang kebijakan terkait mengenai pembinaan dan pengawasan higiene sanitasi pedagang makanan jajanan dikarenakan belum adanya penelitian yang membahas hal tersebut. 3. Dilakukan penelitian mengenai perbandingan antara higiene sanitasi pedagang makanan yang berjualan di dalam dengan di luar sekolah. Serta memperluas ruang lingkup penelitian menjadi lingkup kecamatan / kota.
110
7.2.3
Saran bagi Instansi 1. Bagi instansi khususnya Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Timur perlu meningkatkan pentingnya higiene sanitasi makanan jajanan dengan cara membentuk suatu peraturan mengenai perizinan pedagang makanan jajanan. Dengan cara ini, diharapkan pengawasan pedagang makanan jajanan dapat dengan mudah dikoordinasikan oleh pemerintah. 2. Memberikan penyuluhan dan pelatihan higiene sanitasi makanan dan keamanan pangan kepada pedagang makanan jajanan. 3. Pemberian peralatan dan atau alat pelindung diri kepada pedagang sebagai percontohan.
111
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers. Agustina, Febria. dkk. 2009. Hygiene Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Tradisional di Lingkungan Sekolah Dasar di Kelurahan Demang Lebar Daun Palembang Tahun 2009. Jurnal Publikasi Ilmiah Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Akase, Gesnawati D. 2012. Hygiene Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan di Lingkungan Sekolah Dasar di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo Tahun 2012. Jurnal Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Vol 1, No 1 (2012). Universitas Negeri Gorontalo. h 2. Aminah, Siti dan Nur Hidayah. 2006. Pengetahuan Keamanan Pangan Penjual Makanan Jajanan Di Lingkungan Sekolah Kelurahan Wonodri Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang. Jurnal Litbang Universitas Muhammadiyah Semarang, Vol 4, No 3 (2006). h 19-24. Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Keracunan Makanan. Jakarta: EGC. Avis, James dkk. 2010. Teaching in Lifelong Learning: A Guide to Theory and Practice. Berkshire: McGraw-Hill. Azwar, Saifuddin. 2011. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 2012. Laporan Tahunan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pusat Statistik. 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Dairi Tahun 2007-2011. Dairi: Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi. Bank Data DKI Jakarta. 2009. Kondisi Demografi. Diakses tanggal 29 Maret 2013 dari (http://www.jakarta.go.id/web/bankdata/download/246/Kondisi%20Demo grafi.pdf). _________. 2010. Jumlah Sekolah SD Berdasarkan Status. Diakses tanggal 29 Maret 2013 dari (http://www.jakarta.go.id/web/bankdata/download/1265/5102e470fd055c9 310853e365c2e52a9.pdf).
112
_________. 2010. JumlahSiswa Sekolah Dasar (SD) Berdasarkan Status Sekolah. Diakses tanggal 29 Maret 2013 dari (http://www.jakarta.go.id). Bloom, Benjamin. 1956. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook 1, Cognitive Domain. New York: David McKay. Budiman dan Agus Riyanto. 2013. Kapita selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. Budiyono dkk. 2008. Tingkat Pengetahuan Dan Praktik Penjamah Makanan Tentang Hygiene Dan Sanitasi Makanan Pada Warung Makan Di Tembalang Kota Semarang Tahun 2008. Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 1 / Januari 2009. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP, Semarang. h 52. Cahanar, P dan Iwan Suhanda. 2006. Makan Sehat Hidup Sehat. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. Cahyaningsih, dkk. 2009. Hubungan Higiene Sanitasi dan Perilaku Penjamah Makanan Dengan Kualitas Bakteriologis Peralatan Makanan dengan Kualitas Bakteriologis Peralatan Makan di Warung Makan. Jurnal. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 25, No. 4, Desember 2009. Dahlan, M. Sopiyudin. 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Edisi -3. Jakarta: Salemba Medika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Ditjen PPM dan PLP Depkes RI. 1999. Tentang Prinsip-Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan. ____________. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 942/MENKES/SK/VII/2003 tentang Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan. ____________. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa. Dharma, Agus. 2013. Peremajaan Permukiman Kumuh Di Dki Jakarta. Jurnal. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma. h 8. Djaali dan Muljono. 2007. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
113
Hanafiah, M. Jusuf dan Amri Amir. 1999. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: EGC. Hidayat, Alimul Aziz. 2007. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika. Ide, Pangkalan. 2007. Menangkal Penyakit di Tempat Kerja dan Mencapai Kedamaian Batin. Jakarta: Elex Media Komputindo. Judarwanto, Widodo. 2012. Perilaku Makan Anak Sekolah. Diakses pada tanggal 20 Maret 2013 dari (http://gizi.depkes.go.id/makalah/download/perilaku%20makan%20anak% 20sekolah.pdf). Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. 2011. Menuju Kantin Sehat di Sekolah. Lindawati. dkk. 2006. Isolasi dan Analisis Keragaman Genetik Escherichia Coli pada Makanan Jajanan Berdasarkan Sekuen Eric – PCR. Jurnal. Atma nan Jaya: majalah ilmiah Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Volume 21, Issue 1 (2006). Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. h 25. Lingga, Lanny. 2012. Bebas Diabetes Tipe-2 Tanpa Obat. Jakarta: AgroMedia. Manalu, Merylanca dkk. 2012. Hubungan Tingkat Kepadatan Lalat ( Musca domestica ) dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Permukiman Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Namo Bintang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012. Jurnal. Universitas Sumatera Utara, Vol 2, No 2 (2013). Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Marsaulina, Irnawati. 2004. Studi Tentang Pengetahuan Perilaku dan Kebersihan Penjamah Makanan pada Tempat Umum Pariwisata di DKI Jakarta (TMII, TIJA, TMR) Jurnal.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Moertjipto. 1993. Makanan: wujud, variasi dan fungsinya serta cara penyajiannya pada orang Jawa Daerah Istimewa Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Penelitian, Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya.
114
Mokoginta, Lukman. 1999. Jakarta Untuk Rakyat. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Mortimore, S dan C. Wallace. 2001. HACCP: Sekilas Pandang. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Muthmainnah. 2012. Analisis Dampak Pelatihan dan Pendampingan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Praktik Higiene Sanitasi Makanan Ibu Warung Anak Sehat (IWAS). Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Nasikhin dkk. 2013. Hubungan Tingkat Pendidikan Pedagang dengan Higiene Sanitasi Makanan Jajan Anak Sekolah Dasar di Kabupaten Kulon ProgoDIY. Jurnal. AgriSains Vol. 4 No. 7. Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Agroindustri. h 28. Nasution, Annis Syarifah. 2014. Analisis Kandungan Zat Pewarna Sintetis Karsinogenik pada Makanan dan Minuman Jajanan di SDN Kelurahan Ciputat Kecamatan Ciputat Kota Tangsel Tahun 2014. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Notoadmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta Notoadmojo, Soekidjo. 2008. Pengantar Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta Rahayu, Ni Putu Sri. 2007. Hubungan antara Higiene Sanitasi Lingkungan Warung dan Praktek Pengolahan Mie Ayam dengan Angka Kuman. Tesis. Kesehatan Lingkungan, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). 2009. Kamus Gizi: Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta: Kompas Media Nusantara. Portal Data Indonesia. 2012. Penduduk yang Bekerja Menurut Umur 2012. Diakses tanggal 14 Desember 2014 pukul 7.22 dari (http://data.id/dataset/penduduk-yang-bekerja-menurut-kelompok-umurdan-jenis-kelamin-2011/resource/2bf75928-9e0e-4786-81136d59ca4f72af). Pratiwi, Defiyanti. 2012. Hygiene Sanitasi Pedagang Kue Dan Keberadaan Escherichia coli Pada Makanan Jajanan Kue Cucur Di Wilayah Pasar Tradisional Desa Kaliyoso Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo
115
Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol 1, No 1 (2012). Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. h 1. Purnawijayanti, Hiasinta. A. 2001. Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius. Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius. Sarwono, Solita. 2003. Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Setyorini, Endah. 2013. Hubungan Praktek Higiene Pedagang Dengan Keberadaan Eschericia Coli pada Rujak yang di Jual di Sekitar Kampus Universitas Negeri Semarang. Unnes Journal of Public Health Vol. 2 No. 3 Tahun 2013. Departemen Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan. Sinsin, Iis. 2008. Seri Kesehatan Ibu dan Anak: Masa Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: Elex Media Komputindo. Suci, Eunike Sri Tyas.2009. Gambaran Perilaku Jajan Murid Sekolah Dasar di Jakarta. Jurnal. Psikobuana tahun 2009, Vol. 1, No. 1. Departemen Psikologi, Universitas Atma Jaya. h 29-38. Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC. Sunardi, Tuti. 1996. Makanan untuk Tumbuh Kembang Bayi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sunardi, Tuti dan Susirah Soetardjo. 2001. Hidangan Sehat Untuk Mencegah Kanker. Jakarta: Gramedia. Surveilans Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Data tabular dari STP tahun 2009 – 2012. Diakses tanggal 24 Agustus 2014 pukul 0:00 dari (http://surveilansdinkesdki.net/tab_stp.php). Susanna, Dewi dan Budi Hartono. 2003. Pemantauan KualitasMakanan Ketoprak dan Gado-Gado di Lingkungan Kampus UI Depok Melalui Pemeriksaan Bakteriologis. Jurnal MAKARA, Seri Kesehatan, Vol. 7, No. 1, Juni 2003. Departemen Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. h-22. Susianto. dkk. 2008. Diet Enak Ala Vegetarian. Jakarta: Penebar Plus. 116
Tarwotjo, C. Soejoeti. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta.: Grasindo. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. Bandung: PT. Imtima. Timmreck, Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar Edisi-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Utami, Prapti. 2013. Diet Aman dan Sehat Dengan Herbal. Jakarta: FMedia. Wahyuni, Sri. 2005. Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan Penjaja Makanan Tentang Higiene Sanitasi Penjamah, Peralatan, Pengangkutan Dan Penyajian Makanan Jajanan Dalam Kereta Api PT. Kereta Api Indonesia Medan Rute Medan – Kisaran Tahun 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. WHO. 1975. Guide to The Integration of Health Education in Environmental Health Programmes. Geneva: WHO Offset. WHO. 2005. Penyakit Bawaan Makanan : Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC. Wibawa, Anton. 2006. Faktor Penentu Kontaminasi Bakteriologik pada Makanan Jajanan di Sekolah Dasar di Kabupaten Tangerang. Tesis. Program Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Widjajanti, Retno. 2009. Karakteristik Aktivitas Pedagang Kaki Lima pada Kawasan Komersial di Pusat Kota. Jurnal Teknik, Vol 30, No 1 (2009). Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. h 165. Zendrato, Ruth Nove Cahayani. 2012. Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Kaki Lima yang Beroperasi di Jalan Prof. Dr. M. Yamin. Jurnal Mahasiswa Ilmu Sosiatri, Volume 1 No. 1, Desember 2012. Program Studi Ilmu Sosiatri Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura.
117
Lampiran 1 Formulir Pengetahuan Higiene Sanitasi pada Pedagang Makanan di Sekolah Dasar A. Identitas Umum 1. Nomor : 2. Nama : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur 5. Jenis tempat berjualan: 6. Statur kepemilikan tempat berjualan (pegawai/ pemilik) : 7. Lama Bekerja : 8. Pendidikan : 9. Makanan yang dijajakan: 10. Tanggal dan waktu pengamatan:
B. Pengetahuan Higiene Sanitasi Pedagang Kebersihan Diri B1
B2
B3
1. Menjaga kebersihan pada saat berdagang yaitu: a. Tidak tahu b. Upaya menjaga kebersihan dalam pengolahan makanan c. Upaya menjaga kebersihan bahan makanan dan penyimpanannya d. Upaya menjaga kebersihan tempat kerja, peralatan dan bahan makanan mulai dari diri sendiri, penyiapan, pengolahan, sampai dengan penyimpanannya. 2. Apa manfaat menjaga kebersihan diri saat berdagang? a. Tidak mengembangkan kebiasaan pola hidup bersih b. Meningkatkan terjadinya penyebaran penyakit yang menular melalui makanan yang mengandung mikroba/kuman penyebab infeksi c. Meningkatkan kesehatan d. Makanan menjadi terkontaminasi 3. Penyakit apa yang diakibatkan kebersihan makanan yang buruk? a. Maag b. Diare c. Pilek d. Batuk
118
[ ]
[ ]
[ ]
B4
B5
4. Apa akibat dari kebiasaan hidup yang tidak bersih? a. Mengembangkan kebiasaan pola hidup bersih. b. Mencegah terjadinya penyebaran penyakit yang menular melaluimakanan yang mengandung mikroba atau kuman penyebab infeksi. c. Meningkatkan kesehatan d. Meningkatnya angka kesakitan 5. Apa contoh sikap terhadap kebersihan yang buruk? a. Selalu mencuci tangan setiap akan mengangani makanan b. Setelah memegang uang, langsung menjamah makanan c. Mengambil makanan dengan alat bantu d. Menutupi makanan dengan alat penutup makanan
[ ]
[ ]
Peralatan B6
B7
B8
B9
6. Di bawah ini , bagaimana tahapan yang benar dalam menjaga peralatan untuk penanganan makanan jajanan? a. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan sabun,keringkan, kemudian simpan di tempat yang bersih b. Peralatan yang sudah dipakai, dicuci dengan air yang bersih,keringkan dan simpan di tempat yang bersih. c. Disimpan dan dicuci kembali. d. Cukup dengan dibersihkan 7. Bagaimana syarat tempat penyimpanan makanan yang baik? a. Terdapat debu b. Ada bau tak sedapdi sekitarnya c. Ada asap disekitarnya d. Jauh dengan pembuangan sampah. 8. Tindakan apa yang menyebabkan makanan tercemar? a. Tidak membiarkan keadaan makanan dalam keadaan terbuka b. Pisau dan talenan yang digunakan untuk memotong daging ayammentah, jangan digunakan untuk memotong daging sapi yang sudah matang tanpa dicuci terlebih dahulu. c. Mencampur makanan matang dengan makanan yang sudah kadaluwarsa. d. Mencampur bahan makanan dengan bahan tambahan makanan.
[ ]
9. Bagaimanan seharusnya kondisi peralatan yang digunakan untuk menyiapkan makanan? a. Dibiarkan tetap bersih tanpa dilap kembali b. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan makanan harus dicucidengan air dan sabun c. Peralatan dibiarkan kotor dan berdebu d. Peralatan dicuci tidak menggunakan sabun
[ ]
119
[ ]
[ ]
Penyajian B10
B11
B12
B13
B14
10. Apa tujuan menjaga kebersihan makanan yang buruk? a. Menjamin keamanan dan kualitas makanan sehingga layakkonsumsi b. Makanan yang dikonsumsi lebih bergizi dan menyehatkan c. Mencegah keracunan dan kerusakan makanan akibat kontaminasimikroba yang beracun d. Menggunakan bahan pengolahan makanan secara berulang 11. Apa salah satu dampak mengonsumsi makanan yang mengandung zat kimia yang berbahaya? a. Dapat menyebabkan kanker b. Dapat menutrisi tubuh c. Dapat menjadi suplemen bagi tubuh kita d. Dapat menjadi asupan gizi yang baik bagi tubuh 12. Bahan kimia apa yang boleh terkandung didalam makanan adalah? a. Bahan pewarna kulit b. Bahan pewarna tekstil c. Bahan pewarna kertas d. Bahan tambahan makanan 13. Apa penyebab menurunnya kualitas makanan? a. Panaskan kembali makanan matang. b. Simpan makanan matang dengan hati-hati c. Makanan dibiarkan dalam keadaan terbuka sehingga makanan tercemar d. Hindari kontak antara makanan mentah dengan makanan matang 14. Apa contoh makanan yang baik untuk kesehatan? a. Makanan gorengan dengan minyak yang sudah berulang-ulang dipakai b. Makanan kalengan c. Mie instan d. Makanan yang diolah dengan matang
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
Sarana B15
15. Apa contoh fasilitas sarana pedagang kaki lima yang tidak memenuhi kriteria kesehatan? a. Tersedia tempat untuk air bersih b. Tersedia tempat untuk penyimpanan bahan makanan c. Tidak adanya tempat sampah d. Tersedia tempat penyimpanan peralatan
120
[ ]
B16
B17
16. Dampak apa yang ditimbulkan jika tidak menjaga kebersihan lingkungan? a. Penyebaran penyakit cepat menyebar b. Suasana berjualan nyaman dan terkendali c. Pelanggan semakin banyak d. Keuntungan menjadi melimpah 17. Apa yang tidak termasuk dalam penyebab kontaminasi makanan ketika dijajakan? a. Pencemaran mikroba seperti bakteri pada makanan b. Pencemaran fi sik seperti rambut, debu, tanah, dan kotoran lainnya c. Pencemaran kimia seperti pupuk, merkuri, zat pewarna padamakanan d. Makanan tidak dibiarkan terbuka.
121
[ ]
[ ]
Formulir Sikap Higiene Sanitasi pada Pedagang Makanan di Sekolah Dasar
No. C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7
No. C8 C9 C10 C11 C12 C13
No.
Kebersihan diri Pernyataan Responden
Setuju
Tidak Setuju
Mencuci tangan menggunakan sabun harus dilakukan oleh pengolah makanan sebelum memasak Pengolah makanan harus menggunakan pakaian bersih dan menyerap keringat Pengolah makanan boleh memiliki kuku yang panjang Mengobati dan menutup luka terbuka adalah hal yang tidak penting dilakukan pengolah saat memasak Pengolah makanan diperkenankan merokok saat memasak Penjamah makanan tidak diperkenankan bersin atau batuk saat mengolah bahan makanan Penjamah makanan menggunakan tangan tanpa alat penjepit/sendok/garpu bersih untuk mengambil makanan matang Peralatan Pernyataan Responden
Setuju
Tidak Setuju
Pengolah harus menggunakan air bersih yang Memenuhi syarat air minum untuk memasak Penjamah makanan perlu menggunakan peralatan yang bersih saat mengolah makanan Sebelum digunakan peralatan harus dibersihkan dahulu oleh pengolah makanan Penjamah mengelap piring atau gelas dengan lap meja Penjamah mencuci piring dengan sabun dan air yang mengalir Penjamah makanan menggunakan kertas bekas untuk alas makanan (seperti gorengan) Penyajian Pernyataan Responden
Setuju
Tidak Setuju
C14
Pengolah makanan harus memilih bahan makanan yang baik dan bersih
C15
Memisahkan bahan makanan mentah dengan makanan matang harus dilakukan pengolah makanan Penjamah makanan menutup makanan jadi dengan penutup yang bersih dan melindungi (tudung saji/tutup panci, dll)
C16
122
No. C17
No. C18 C19
Pernyataan Responden Penjamah memanaskan secara berulang-ulang olahan sayuran hijau (bayam, kangkungdll). Sarana Pernyataan Responden Penjamah makanan harus menyediakan tempat Pembuangan sampah yang memadai Kebersihan tempat berjualan harus dijaga oleh penjamah makanan
123
Setuju
Tidak Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Formulir Tindakan Higiene Sanitasi pada Pedagang Makanan di Sekolah Dasar
D. Tindakan Higiene Sanitasi Pedagang Kebersihan Diri D1
D2
D3 D4 D5 D6 D7
D8
1.Tidak sedang menderita penyakit mudah menular, misal: batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya; 1. Ya 2. Tidak 2.Menutup luka (pada luka terbuka/bisul atau luka lainnya) atau tidak terdapat luka; 1. Ya 2. Tidak 3.Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku dan pakaian; 1. Ya 2. Tidak 4.Memakai celemek dan tutup kepala; 1.Ya 2. Tidak 5.Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan; 1.Ya 2. Tidak 6.Menjamah makaann memakai alat/perlengkapan, atau dengan alas tangan; 1. Ya 2. Tidak 7.Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya); 1. Ya 2. Tidak 8.Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut atau hidung; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
[ ]
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
[ ]
Peralatan D9
9.
Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun; 1. Ya 2. Tidak D10 10. Peralatan dikeringkan dengan alat pengering/ lap yang bersih; 1. Ya 2. Tidak D11 11. Peralatan disimpan di tempat yang bebas pencemaran;
124
[ ] [ ] [ ]
1. Ya 2. Tidak D12 12. Tidak menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai; 1. Ya 2. Tidak
[ ]
Penyajian D13 13. Semua bahan yang diolah harus dalam keadaan baik mutunya, segar dan tidak busuk; 1. Ya 2. Tidak D14 14. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluarsa, tidak cacat atau tidak rusak; 1. Ya 2. Tidak D15 15. Bahan makanan serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah; 1. Ya 2. Tidak D16 16. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah; 1. Ya 2. Tidak D17 17. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan. 1. Ya 2. Tidak D18 18. Makanan jajanan yang disajikan harus dalam keadaan terbungkus atau tertutup; 1. Ya 2. Tidak D19 19. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan; 1. Ya 2. Tidak D20 20. Pembungkus sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya tidak ditiup; 1. Ya 2. Tidak D21 21. Makanan jajanan yang diangkut dalam keadaan tertutup atau terbungkus dalam wadah yang bersih; 1. Ya 2. Tidak D22 22. Makanan jajanan yang diangkut dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehingga terlindung dari pencemaran; 1. Ya 2. Tidak
125
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
[ ] [ ]
[ ]
Sarana Pedagang D23 Konstruksi sarana penjaja untuk makanan jajanan mudah dibersihkan 1. Ya 2. Tidak D24 Tersedia tempat air bersih; 1. Ya 2. Tidak D25 Tersedia tempat penyimpanan bahan makanan; 1. Ya 2. Tidak D26 Tersedia tempat penyimpaan makanan jadi/siap disajikan; 1. Ya 2. Tidak D27 Tersedia tempat penyimpanan peralatan; 1. Ya 2. Tidak D28 Tersedia tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan); 1. Ya 2. Tidak D29 Tersedia tempat sampah; 1. Ya 2. Tidak D30 Makanan terlindung dari pencemaran ketika dijajakan 1. Ya 2. Tidak
126
[ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ] [ ]
OUTPUT SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Pengetahuan Higiene Sanitasi Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
B1
42.2000
104.274
.662
B2
42.3500
103.608
.786
B3
43.2500
109.039
.831
B4
41.3500
104.345
.812
B5
43.0500
107.945
.541
B6
43.1500
106.661
.585
B7
41.4500
101.208
.863
B8
42.4500
103.313
.737
B9
43.1500
110.345
.801
B10
41.3000
104.958
.780
B11
42.4000
103.516
.787
B12
41.1500
110.239
.813
B13
42.5500
101.103
.816
B14
42.1000
95.463
.694
B15
42.2000
104.274
.662
B16
43.0500
107.945
.541
B17
42.0500
95.839
.816
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .947
N of Items .958
17
127
2. Sikap Higiene Sanitasi Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted
Total Correlation
C1
24.3000
46.537
.654
C2
24.3000
46.537
.654
C3
24.0000
43.789
.930
C4
24.2000
45.642
.709
C5
24.2000
45.642
.709
C6
24.3000
46.537
.654
C7
24.0000
43.789
.930
C8
24.2000
45.642
.709
C9
24.2000
46.063
.640
C10
24.2000
46.063
.640
C11
24.0000
43.789
.930
C12
24.3000
46.537
.654
C13
24.0000
43.789
.930
C14
24.2000
45.642
.709
C15
24.3000
46.537
.654
C16
24.0000
43.789
.930
C17
24.0000
43.789
.930
C18
24.3000
46.537
.654
C19
24.0000
43.789
.930
Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Cronbach's
Standardized
Alpha
Items .968
N of Items .967
19
128
Tindakan Higiene Sanitasi Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Corrected ItemItem Deleted Total Correlation
D1
38.3000
115.168
.628
D2
38.4000
114.568
.796
D3
38.4000
114.568
.796
D4
38.4000
114.568
.796
D5
38.4000
114.568
.796
D6
38.1000
111.884
.883
D7
38.4000
114.568
.796
D8
38.4000
114.568
.796
D9
38.1000
111.884
.883
D10
38.3000
115.168
.628
D11
38.3000
115.168
.628
D12
38.4000
114.568
.796
D13
38.1000
111.884
.883
D14
38.3000
115.168
.628
D15
38.4000
114.568
.796
D16
38.4000
114.568
.796
D17
38.1000
111.884
.883
D18
38.1000
111.884
.883
D19
38.4000
114.568
.796
D20
38.1000
111.884
.883
D21
38.3000
116.011
.543
D22
38.4000
114.568
.796
D23
38.1000
111.884
.883
D24
38.4000
114.568
.796
D25
38.1000
111.884
.883
D26
38.3000
115.168
.628
D27
38.4000
114.568
.796
D28
38.4000
114.568
.796
D29
38.1000
111.884
.883
D30
38.1000
111.884
.883
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha .981
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items .981
N of Items 30
129
Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Statistics Jenis Kelamin N
Valid
35
Missing
0 1.4000 1.0000
Mean Median
Jenis Kelamin Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Laki-laki
21
60.0
60.0
60.0
Perempuan
14
40.0
40.0
100.0
Total
35
100.0
100.0
2. Jenis Tempat Berjualan Statistics Jenis Tempat Berjualan N
Valid
35
Missing
0 1.3143 1.0000
Mean Median
Jenis Tempat Berjualan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Gerobak
24
68.6
68.6
68.6
Kios
11
31.4
31.4
100.0
Total
35
100.0
100.0
3. Status Kepemilikan Tempat Statistics Status Kepemilikan Tempat N
Valid Missing
Mean Median
Cumulative Percent
35 0 1.6000 1.0000
130
Status Kepemilikan Tempat Frequency Valid
Pemilik
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
21
60.0
60.0
60.0
Penyewa
7
20.0
20.0
80.0
Peminjam
7
20.0
20.0
100.0
35
100.0
100.0
Total
4. Pendidikan Terakhir Statistics Pendidikan Terakhir N
Valid
35
Missing
0 3.00 3.00
Mean Median
Pendidikan Terakhir Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak Sekolah
1
2.9
2.9
2.9
Tidak Lulus SD
2
5.7
5.7
8.6
SD / Sederajat
7
20.0
20.0
28.6
SMP / Sederajat
11
31.4
31.4
60.0
SMA / Sederajat
14
40.0
40.0
100.0
Total
35
100.0
100.0
5. Umur Statistics Umur1 N
Valid Missing
Mean Median
35 0 3.1714 3.0000 Umur1 Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
2
5.7
5.7
5.7
2
8
22.9
22.9
28.6
3
12
34.3
34.3
62.9
4
8
22.9
22.9
85.7
5
5
14.3
14.3
100.0
35
100.0
100.0
Total
131
6. Lama Kerja Statistics LamaKerjaKlp N
Valid
35
Missing
0
Mean
1.2857
Median
1.0000
LamaKerjaKlp Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
26
74.3
74.3
74.3
2
8
22.9
22.9
97.1
3
1
2.9
2.9
100.0
35
100.0
100.0
Total
Pengetahuan Higiene Sanitasi 1. Pengetahuan Mengenai Kebersihan Diri Descriptives Statistic Peng_BersihDiri
Mean
3.8571
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
3.4651
5% Trimmed Mean
3.9286
Median
4.0000
Variance
Std. Error .19291
4.2492
1.303
Std. Deviation
1.14128
Minimum
1.00
Maximum
5.00
Range
4.00
Interquartile Range
2.00
Skewness
-.586
.398
Kurtosis
-.562
.778
132
Pengetahuan Kebesihan Diri Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Buruk
14
40.0
40.0
40.0
Baik
21
60.0
60.0
100.0
Total
35
100.0
100.0
2. Pengetahuan Mengenai Peralatan Descriptives Statistic Peng_Alat
Mean
2.7714
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
2.4587
5% Trimmed Mean
2.8016
Median
3.0000
Variance
Std. Error .15386
3.0841
.829
Std. Deviation
.91026
Minimum
1.00
Maximum
4.00
Range
3.00
Interquartile Range
1.00
Skewness
-.259
.398
Kurtosis
-.659
.778
Pengetahuan Peralatan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Buruk
13
37.1
37.1
37.1
Baik
22
62.9
62.9
100.0
Total
35
100.0
100.0
133
3. Pengetahuan Mengenai Penyajian Descriptives Statistic Peng_Saji
Mean
3.1714
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
2.6613
5% Trimmed Mean
3.2222
Median
3.0000
Variance
Std. Error .25100
3.6815
2.205
Std. Deviation
1.48494
Minimum
.00
Maximum
5.00
Range
5.00
Interquartile Range
3.00
Skewness
-.312
.398
Kurtosis
-.937
.778
Pengetahuan Penyajian Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Buruk
11
31.4
31.4
31.4
Baik
24
68.6
68.6
100.0
Total
35
100.0
100.0
134
4. Pengetahuan Mengenai Sarana Descriptives Statistic Peng_Sarana
Mean
2.1714
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
1.8436
5% Trimmed Mean
2.2460
Median
2.0000 .911
Std. Deviation
.95442
Minimum
.00
Maximum
3.00
Range
3.00 Statistic
Interquartile Range
Std. Error
2.00
Skewness
-.793
.398
Kurtosis
-.507
.778
Pengetahuan Sarana Frequency Buruk
.16133
2.4993
Variance
Valid
Std. Error
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
9
25.7
25.7
25.7
Baik
26
74.3
74.3
100.0
Total
35
100.0
100.0
135
Sikap Higiene Sanitasi 1. Sikap Terhadap Kebersihan Diri Descriptives Statistic Sikap_BersihDiri
Mean
5.5143
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
4.9720
5% Trimmed Mean
5.6587
Median
6.0000 2.492
Std. Deviation
1.57875
Minimum
1.00
Maximum
7.00
Range
6.00
Interquartile Range
2.00
Skewness
-1.360
.398
1.381
.778
Kurtosis Sikap Kebersihan Diri Frequency Buruk
.26686
6.0566
Variance
Valid
Std. Error
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
7
20.0
20.0
20.0
Baik
28
80.0
80.0
100.0
Total
35
100.0
100.0
136
2. Sikap Terhadap Peralatan Descriptives Statistic Sikap_Alat
Mean
5.5143
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
5.2592
5% Trimmed Mean
5.5714
Median
6.0000
.12550
5.7693
Variance
.551
Std. Deviation
.74247
Minimum
4.00
Maximum
6.00
Range
2.00
Interquartile Range
1.00
Skewness
-1.195
.398
-.044
.778
Kurtosis
Sikap Peralatan Frequency Valid
Std. Error
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Buruk
12
34.3
34.3
34.3
Baik
23
65.7
65.7
100.0
Total
35
100.0
100.0
137
3. Sikap Terhadap Penyajian Descriptives Statistic Sikap_Saji
Std. Error
Mean
3.7429
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
3.5503
5% Trimmed Mean
3.8254
Median
4.0000
Variance
.09476
3.9354
.314
Std. Deviation
.56061 Statistic
Std. Error
Minimum
2.00
Maximum
4.00
Range
2.00
Interquartile Range
.00
Skewness Kurtosis
-2.153
.398
3.857
.778
Sikap Penyajian Frequency Valid
Buruk
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
7
20.0
20.0
20.0
Baik
28
80.0
80.0
100.0
Total
35
100.0
100.0
138
4. Sikap Terhadap Sarana Descriptives Statistic Sikap_Sarana
Mean
1.9714
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
1.9134
5% Trimmed Mean
2.0000
Median
2.0000
Variance
2.0295
.16903
Minimum
1.00
Maximum
2.00
Range
1.00
Interquartile Range
.00
Skewness
-5.916
.398
Kurtosis
35.000
.778
Sikap Sarana Frequency Buruk
.02857
.029
Std. Deviation
Valid
Std. Error
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
1
2.9
2.9
2.9
Baik
34
97.1
97.1
100.0
Total
35
100.0
100.0
139
Tindakan Higiene Sanitasi 1. Kebersihan Diri Descriptives Statistic Tind_BersihDiri
Std. Error
Mean
4.9429
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
4.6208
5% Trimmed Mean
4.9921
Median
5.0000
Variance
5.2649
.879
Std. Deviation
.93755
Minimum
2.00
Maximum
7.00
Range
5.00
Interquartile Range
.00
Skewness
-.790
.398
Kurtosis
2.196
.778
Kebersihan Diri Frequency Valid
Buruk
.15847
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
8
22.9
22.9
22.9
Baik
27
77.1
77.1
100.0
Total
35
100.0
100.0
140
2. Peralatan Descriptives Statistic Tind_Alat
Mean
3.0286
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
2.6704
5% Trimmed Mean
3.0873
Median
3.0000
Variance
Std. Error .17626
3.3868
1.087
Std. Deviation
1.04278
Minimum
1.00 Statistic
Maximum
4.00
Range
3.00
Interquartile Range
2.00
Skewness Kurtosis
Std. Error
-.390
.398
-1.431
.778
Peralatan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Buruk
14
40.0
40.0
40.0
Baik
21
60.0
60.0
100.0
Total
35
100.0
100.0
141
3. Penyajian Descriptives Statistic Tind_Saji
Std. Error
Mean
8.5714
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
8.1362
5% Trimmed Mean
8.6349
Median
9.0000
Variance
9.0066
1.605
Std. Deviation
1.26690
Minimum
6.00
Maximum
10.00
Range
4.00
Interquartile Range
3.00
Skewness
-.492
.398
Kurtosis
-.932
.778
Penyajian Frequency Valid
.21415
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Buruk
14
40.0
40.0
40.0
Baik
21
60.0
60.0
100.0
Total
35
100.0
100.0
142
4. Sarana Descriptives Statistic Tind_Sarana
Mean
5.4571
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
4.8839
5% Trimmed Mean
5.4524
Median
5.0000
.28208
6.0304
Variance
2.785
Std. Deviation
1.66879
Minimum
3.00
Maximum
8.00
Range
5.00
Interquartile Range
3.00
Skewness
.019
.398
-1.326
.778
Kurtosis Sarana Frequency Valid
Std. Error
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Buruk
19
54.3
54.3
54.3
Baik
16
45.7
45.7
100.0
Total
35
100.0
100.0
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
DOKUMENTASI PENELITIAN Tempat pencucian yang tidak memadai
Pencucian peralatan yang tidak memenuhi syarat dan pedagang yang sambil merokok
Sarana berjualan yang tidak terlindung dari pencemaran
Lokasi berjualan di pinggir jalan raya
Peletakan kain lap ditempat yang tidak Menyentuh bahan matang dengan semestinya tangan
153
Memegang uang saat menangani makanan
Merokok saat berjualan
Penggunaan kertas bekas untuk alas makanan
Bagian bawah tempat berjualan yang kotor
Tumpukan barang penyebab kios sulit untuk dibersihkan
Wadah tempat peralatan yang kotor
154
Sudut dan lantai kios yang kotor
Sampah berserakan dan meja yang sulit dibersihkan
155