HUBUNGAN KEPEMILIKAN SARANA SANITASI DASAR RUMAH TANGGA, PERSONAL HYGIENE IBU BALITA DAN KEBIASAAN JAJAN TERHADAP RIWAYAT PENYAKIT DIARE PADA BALITA DAERAH SEPANJANG ALIRAN SUNGAI CITARUM DI KELURAHAN ANDIR KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2014
SKRIPSI
DISUSUN OLEH FUAD HILMI SUDASMAN 11010000037
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, Agustus 2014 Fuad Hilmi Sudasman, NIM : 11101010000037 Hubungan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygine Ibu Balita dan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 xiv + 117 halaman, 17 tabel, 6 gambar, 13 lampiran ABSTRAK Diare merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, terutama di kalangan balita. Penelitian ini melihat apa saja seberapa besar risiko variabel penelitian berupa kepemilikan sarana sanitasi dasar (sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga), personal hygiene (kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dan kebiasaan cuci tangan sebelum makan) ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita sepanjang aliran Sungai Citarum. Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain studi case control dengan analisis chi square. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung dengan jumlah sampel 122 kontrol dan 122 kasus. Faktor – faktor yang berhubungan dengan kejadian diare, diantaranya adalah variabel jamban (OR=4,588), saluran pembuangan air limbah (OR=2,128), pengelolaan sampah rumah tangga (OR=0,353), kebiasaan cuci tangan sebelum makan (OR=0,256) dan kebiasaan jajan (OR=0,545). Sedangkan tidak ditemukannya hubungan antara sarana air bersih dan kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dengan riwayat penyakit diare pada balita. Perlunya pengadaan dan peningkatan kepemilikan sarana sanitasi dasar oleh Dinas Pekerjaan Umum yang berkoordinasi dengan Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan serta Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Selain itu peran serta Puskesmas dalam pemberian informasi terkait peningkatan kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan pengawasan mengenai produk jajanan yang beredar di masyarakat dengan sosialisasi informasi maupun advokasi. Daftar bacaan : 106 (1958-2014) Kata kunci : diare, sarana sanitasi dasar, personal hygiene, jajan, Sungai Citarum
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduate Thesis, August 2014 Fuad Hilmi Sudasman, NIM : 11101010000037 The Relation Of Basic Sanitation Facilities Ownership, Personal Hygiene Of Mother and Snacking Habit To Diarrhea Medical Record in Infant in By Citarum River Area Andir Baleendah District Bandung Regency 2014 xiv + 117 pages, 17 tables, 6 images, 13 attachments ABSTRACT Diarrhea is one of public health’s problem with high mortality and morbidity rate, especially among 12 to 60 months children. This research observed risks to diarrhea. The variables are basic sanitation facilities (clean water, toilet, wastewater sewer, and household waste management) , personal hygiene of mother (handwashing after defecation and handwashing before eating) and snacking habits to their 12 to 60 months children diarrhea along the Citarum River. This research used case-control study design with chi square analysis. This research was conducted in the Andir Baleendah Village, District of Bandung Regency with 122 controls and 122 cases. Factors related to the incidence of diarrhea are latrine ( OR = 4.588 ) , wastewater sewer ( OR = 2.128 ) , household waste management ( OR = 0.353 ) , the habit of washing hands before eating ( OR = 0.256 ) and snacking habit ( OR = 0.545 ) . Meanwhile, there are no relation between clean water and handwashing after defecation with diarrhea record in infants . It is recomended basic sanitation facilities that should be upgraded by the Public Work Service and the Housing , Spatial Planning and Sanitation Service together with Health Service in District of Bandung. In addition, the role of Health Centre in providing information related to the increase in ownership of basic sanitation , personal hygiene and control of snacks circulating in the community through giving information and advocacy. Reading lists : 106 (1958-2014) Keywords : diarrhea, basic sanitation facilities, personal hygiene, snacking, Citarum River
iv
v
vi
IDENTITAS PERSONAL Nama Alamat Asal TTL Jenis Kelamin Golongan Darah No. Hp Alamat Email 2010-sekarang
2007 – 2010 2004 – 2007 1998 – 2004 2012 2012 – 2013 2012 – 2013 2012 – 2013 2013 – 2014 2013 – 2015 2012 – 2014 2013
2011-2012
2012 2013
: Fuad Hilmi Sudasman : Jl. Raya Banjaran Gg. 201 Kp. Reungascondong Andir RT 07/11 Baleendah Kabupaten Bandung 40375 : Bandung, 12 November 1991 : Laki-Laki : O : 081809141357 :
[email protected] PENDIDIKAN FORMAL : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan : MA Darul Arqam Muhammadiyah Garut : MTs Darul Arqam Muhammadiyah Garut : SDN KORPRI II Baleendah Bandung PENGALAMAN ORGANISASI : Ketua Divisi Pendidikan ACIKITA Nasional : Staff Ahli Departemen Kajian dan Strategi BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta : Menteri Departemen Informasi dan Komunikasi PAMI Jakarta Raya : Staff Departemen Pengembangan Pesantren dan Pembinaan Masyarakat CSS MoRA UIN Jakarta : Dewan Pembina ENVIHSA UIN Jakarta : Koordinator Biro Barat Redaktur Majalah SANTRI : Lembaga Kesehatan Masyarakat PC IMM Ciputat : Tim Kemitraan CSR PT.YAMA Engineering dengan FKIK UIN PENGALAMAN KERJA : Pengalaman Belajar Lapangan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Pondok Jagung Timur Kota Tangerang Selatan, Banten Tahun 2012 – 2013 : Orientasi Kerja Departemen HSE PT. YAMA Engineering Tahun 2012 : Orientasi Kerja Departemen QHSE PT ACS Aerofood Tahun 2013
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan rahmatNya sehingga penyusunan skripsi dapat tersusun dengan baik dan lancar. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada pembawa peradaban Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya iman dan islam sampai zaman ini. Atas rahmat dan berkahNya skripsi dengan judul “Hubungan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar, Personal Hygiene Ibu Balita dan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Berbasis Lingkungan pada Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014” dapat disusun dengan baik dan lancar. Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Skripsi ini tak bisa lepas dari bantuan banyak pihak dalam penyusunannya. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Ayahanda H. Sudasman, Ibunda Dra. Hj. Siti Nuroniah dan keluarga yang telah memotivasi baik secara moril maupun materil selama ini. 2. Prof. Dr (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Fajar Ariyanti, SKM. M.Kes. Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat. 4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si. selaku pembimbing akademik dan dosen penguji sidang skripsi.
viii
5. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM. M.Kes. dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM., S.Sn.Kes. selaku dosen pembimbing. 6. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku pimpinan sidang skripsi. 7. Ibu Hj. Farihah Sulasiah, SKM. MKM. selaku dosen penguji sidang skripsi. 8. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, MKM, selaku pembina jamaah yang selalu memberikan masukan dan mutiara hikmah 9. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Barat 10. Dinas Kesehatan dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bandung 11. Puskesmas Baleendah dan Kader- Kader Posyandu RW 01, 02, 03, 06, 07, dan 13 Kelurahan Andir. 12. Kementrian Agama yang memberikan kesempatan kuliah dengan Program Beasiswa Santri Berprestasi 13. Teman-teman seperjuangan Peminatan Kesehatan Lingkungan 14. Teman-teman sepermainan, Ginan, Angger, Ilham, Misyka, Agung, Aziz, Ucup, Akbar, Mono, Alul, Prima, Randika, Supri, Iqbal, Dani, Fahrur, Fikri, Arum, Rendy, Kiki, Ari, Onta, Ibnu, Almen, Nizar, Munir, Imam, Rizki, Abidin, Umar, Tsalis, Arik, Dini, Uun, Ali, dan lainnya 15. Teman saya yang baik hati mau meminjamkan kosannya selama penyusunan skripsi hingga daftar wisuda, Zaki Izmatullah dan Wahyu Manggala Putra. 16. Seluruh teman-teman Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta yang memberi motivasi dan doa, terutama teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat 2010
ix
17. Seluruh teman-teman IKADAM yang memberikan semangat dan keceriaan. 18. Seluruh temen-teman IMM Cabang Ciputat yang memberikan semangat bergorganisasi. 19. Seluruh teman-teman BEM FKIK 2012-2013 20. Seluruh teman-teman ACIKITA 21. Seluruh teman-teman PBSB Kementrian Agama 22. Seluruh Kru Majalah Santri, terutama Ibu Pimred Surotul Ilmiyah 23. Seluruh teman-teman CSS MoRA, terutama angkatan 2010 24. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Jakarta, Agustus 2014 Penulis
x
DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................... i ABSTRAK .................................................................................................................... ii PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................................... iv IDENTITAS PERSONAL .................................................................................. vi KATA PENGANTAR ........................................................................................vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ x DAFTAR TABEL ..............................................................................................xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1
Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah ................................................................................... 6
1.3
Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 7
1.4
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 10
1.5
Manfaat Penelitian ................................................................................... 13
1.6
Ruang Lingkup......................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 15 2.1
Penyakit Diare ......................................................................................... 15
2.2
Sanitasi ..................................................................................................... 21
2.3
Personal Hygiene (Higiene Perorangan) ..................................................... 37
2.4
Kebiasaan Jajan ........................................................................................ 40
2.5
Sungai ...................................................................................................... 43
2.6
Kerangka Teori ........................................................................................ 44
BAB III KERANGKA KONSEP ....................................................................... 46 3.1
Kerangka Konsep ..................................................................................... 46
3.2
Definisi Operasional ................................................................................ 49
3.3
Hipotesis .................................................................................................. 52
BAB IV METODE PENELITIAN..................................................................... 54 4.1
Desain Penelitian ..................................................................................... 54
4.2
Waktu dan Tempat ................................................................................... 55
xi
4.3
Populasi Penelitian ................................................................................... 56
4.4
Sampel Penelitian..................................................................................... 56
4.5
Skema Pengumpulan Data ............................................................................. 61
4.6
Instrumen Penelitian ................................................................................ 62
4.7
Uji Validitas Instrumen Penelitian ............................................................... 63
4.8
Pengolahan Data ...................................................................................... 64
4.9
Analisis Data ............................................................................................ 65
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................... 69 5.1
Gambaran Karakteristik Sampel Studi ......................................................... 69
5.2
Analisis Univariat .................................................................................... 70
5.3
Analisis Bivariat....................................................................................... 76
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 89 6.1
Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 89
6.2
Gambaran Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Sungai Citarum Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung ....................................................................................... 90
6.3
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Riwayat Penyakit Diare pada Balita Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung ............................................... 91
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 112 7.1
Kesimpulan ............................................................................................ 112
7.2
Saran ...................................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ....................................................... 49 Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Minimum Penelitian .............................. 57 Tabel 4.2 Pemilihan Sampel di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014............................................................ 60 Tabel 5.1 Distribusi Sarana Air Bersih Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014......................................................................................................... 70 Tabel 5.2 Distribusi Jamban Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ........... 71 Tabel 5.3 Distribusi Saluran Pembuangan Air Limbah Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 .............................................................................. 72 Tabel 5.4 Distribusi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 .............................................................................. 73 Tabel 5.5 Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014............................................................ 74 Tabel 5.6 Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 .............................................................................. 75 Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Jajan Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014......................................................................................................... 76 Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Sarana Air Bersih dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014...................... 77 Tabel 5.9 Analisis Hubungan antara Jamban dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ......................................... 79 Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara Sarana Pembuangan Air Limbah dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ........... 80
xiii
Tabel 5.11 Analisis Hubungan antara Pengelolaan Sampah dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014...................... 82 Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ............................................................................................. 84 Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014......................................................................................................... 86 Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 ......................................... 87
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ............................................................. 45 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ......................................................... 48 Gambar 4.1 Skema Dasar Studi Case Control .................................................. 54 Gambar 4.2 Peta Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah ............................... 55 Gambar 4.3 Skema Pengumpulan Data ............................................................. 61 Gambar 5.1 Skema Perolehan Sampel .............................................................. 69
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit diare merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi, terutama di negara berkembang. Setiap tahun diperkirakan 2,5 milyar kejadian diare terjadi pada anak-anak berumur bawah lima tahun, lebih dari separuhnya berasal dari Afrika dan Asia Selatan. Insidennya bervariasi menurut musim dan umur. Anak-anak adalah kelompok yang rentan terkena diare dengan insiden tertinggi pada usia bawah 2 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia anak (WHO, 2009; Kosek. et al, 2003) Diare merupakan penyebab kematian balita nomor dua di dunia (16%) setelah pneumonia (17%). Kematian pada anak-anak meningkat sebesar 40% setiap tahun disebabkan oleh diare. Penyakit diare disebabkan oleh infeksi bakteri, virus dan parasit yang dapat ditularkan melalui air dan makanan yang terkontaminasi kotoran manusia atau hewan. Selain itu diare dapat disebabkan oleh sarana air bersih, penanganan makanan dan kesehatan pribadi (Kemenkes RI, 2011; Pruss. et al, 2002; WHO, 2009) Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi penyakit berat dengan
1
kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Menurut catatan United Nations Children and Education Fund (UNICEF), setiap detik satu balita meninggal karena diare dan menurut World Health Organization (WHO), diare membunuh dua juta anak setiap tahunnya. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang ditandai dengan gejalagejala seperti: perubahan bentuk dan kosistensi tinja menjadi lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari pada biasanya (tiga kali atau lebih dalam sehari) disertai muntah-muntah, sehingga penderita akan mengalami kekurangan cairan tubuh (dehidrasi) yang pada akhirnya apabila tidak mendapat pengobatan segera dapat menyebabkan kematian (Partawihardja, 1991; Depkes RI, 1999; Depkes RI, 2005). Kasus diare yang tercatat Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung sebanyak 3.313 kasus di Puskesmas Baleendah pada tahun 2012. Hal ini menjadi kasus tebanyak ke 2 setelah Puskesmas Bojongsoang, yaitu sebanyak 3.701 kasus. Kasus ini terjadi peningkatan yang pada tahun 2011 terdapat 1.479. Lebih dari 2 kali lipat peningkatan kasus diare terjadi di Puskesmas Baleendah (Dinkes Kabupaten Bandung, 2012; Dinkes Kabupaten Bandung, 2013). Tercatat di Puskesmas Baleendah, daerah yang memiliki kasus diare terbesar adalah Kelurahan Andir sebesar 1.209 kasus. Sekitar 31% kasus di Puskesmas Baleendah berasal dari Kelurahan Andir (Profil Puskesmas Baleendah, 2013).
2
Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk pun dilihat dari banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya pencemaran tinja manusia. Kontaminasi bakteri E.coli terjadi pada air tanah yang banyak dimanfaatkan penduduk di perkotaan, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun tercemar bakteri ini. Hasil penelitian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta menunjukkan 80 % sampel air tanah dari 75 kelurahan memiliki kadar E.coli dan fecal coli melebihi ambang batas (Adisasmito, 2007). Berdasarkan
Profil
Kesehatan
Kabupaten
Bandung
(2012)
persentase jamban sehat pada Puskesmas di Kecamatan Baleendah memiliki persentase yang cukup rendah. Puskesmas Rancamanyar tercatat memiliki persentase sebesar 61%. Hal ini masih di bawah persentase Kabupaten Bandung yang mencapai 70,5%. Hanya satu Puskesmas yang tercatat melebihi capaian jamban sehat Kabupaten Bandung, yaitu Puskesmas Jelekong yang mencapai 72%. Begitu pun dengan sarana tempat pembuangan sampah tercatat kedua Puskesmas memiliki persentase tempat pembuangan sampah sehat yang di bawah persentase Kabupaten Bandung sebesar 48,2%. Puskesmas Rancamanyar tercatat memiliki sarana pembuangan sampah sebesar 44% yang diikuti Puskesmas Jelekong sebesar 33% (Profil Kesehatan Kabupaten Bandung, 2012). Banyak faktor risiko penyebab terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita di Indonesia. Faktor risiko tersebut dapat berupa faktor
3
lingkungan yang meliputi sarana air bersih (SAB), sanitasi, jamban, saluran pembuangan air limbah (SPAL), kualitas bakterologis air, dan kondisi rumah. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya adalah faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, yang terdiri dari faktor agen, penjamu, lingkungan dan perilaku (Dinkes Kota Pontianak, 2009; Kamila. dkk., 2012) Daerah-daerah pinggiran yang dekat dengan aliran sungai memang ditemukan kasus diare yang cukup tinggi. Dari data yang dihimpun di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru diketahui dari bulan Juni hingga Agustus 2010 tidak terlihat tren peningkatan atau penurunan yang siknifikan. Namun diare menjadi penyakit endemik di daerah pnggiran sungai di Kota Pekanbaru. Hanya saja kasus diare masih sering ditemukan di daerah pinggiran. Pada bulan Juni 2010 ditemukan kasus diare sebanyak 869 kasus, bulan Juli 2010 sejumlah 679 dan Agustus 2010 sebanyak 725 kasus diare (Dinkes Kota Pekanbaru, 2010). Hal ini pun sesuai dengan asumsi peneliti terhadap kasus diare di daerah sepanjang aliran sungai. Peneliti berasumsi bahwa di sepanjang sungai, masyarakat memiliki pola aktivitas yang tinggi sehingga ada kemungkinan sarana sanitasi dasar rumah tangga di sepanjang aliran
4
sungai dapat memiliki pengaruh terhadap pola kepemilikan sarana sanitasi dasar. Hal ini diasumsikan juga dapat mempengaruhi kepemilikan sarana sanitasi dasar pada masyarakat Sungai Citarum yang mungkin akan cenderung menggunakan Sungai Citarum sebagai sarana atau tempat pemanfaatan dari segi sarana sanitasi dasar. Peneliti berasumsi bahwa sarana sanitasi dasar, seperti sarana air bersih yang terdapat di sepanjang aliran sungai dapat memiliki pengaruh dikarenakan serapan aliran sungai terhadap sarana air bersih yang tidak terlindung. Begitu pun jamban, saluran
pembuangan
air limbah
dan
pengelolaan
sampah
yang
diasumsikan bahwa masyarakat akan menggunakan sungai sebagai objek akhir dari variabel tersebut. Wardhani (2010) menyebutksn dalam hasil penelitiannya bahwa erat kaitannya personal hygiene dengan diare sebagai agen pembawa penyakit.Kebiasaan jajan pun merupakan hal yang erat kaitannya dengan diare sebagaimana dalam agen pembawa penyakit dalam hal ini makanan dan tangan host. Sehingga variabel ini perlu dimasukan sebagai faktor risiko dalam penelitian ini. Said (1999) menyebutkan bahwa kualitas air dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia atau masyarakat melalui berbagai cara yakni melalui adanya mikroorganisme patogen misalnya protozoa, bakteria, virus dan lain-lainnya, melalui perkembang-biakan vektor penyakit, serta melalui senyawa polutan organik dan anorganik yang ada dalam air. Sungai sebagai lingkungan akan berdampak secara langsung maupun tidak
5
langsung terhadap kejadian diare. Sungai pun merupakan salah satu sumber air yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sungai. Hal ini berkaitan dengan variabel-variabel yang akan diteliti nanti. Sungai pun dapat menjadi sumber infeksi berbagai penyakit terhadap manusia. Sehingga variabel yang menghubungkan sungai dengan infeksi diare pada balita diasumsikan oleh peneliti berupa sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan. Oleh karena itu, perlu penelitian tentang pengaruh kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita sekitar Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. 1.2. Perumusan Masalah Diare merupakan penyakit ke 2 terbanyak menurut pola penyakit rawat jalan di Puskesmas golongan umur <1-4 tahun di Kabupaten Bandung. Kasus diare di Puskesmas Baleendah pun tertinggi ke 2 di Kabupaten Bandung setelah Puskesmas Bojongsoang pada tahun 2012. Selain itu kasus diare di Puskesmas Baleendah mengalami peningkatan mencapai lebih dari 2 kali lipat dari tahun 2011. Beberapa aspek kepemilikan sanitasi dasar di Kecamatan Baleendah masih rendah dan masih di bawah persentase Kabupaten Bandung. Persentase jamban sehat pada Puskesmas di Kecamatan Baleendah
memiliki
persentase
6
yang
cukup
rendah.
Puskesmas
Rancamanyar tercatat memiliki persentase sebesar 61%. Hal ini masih di bawah persentase Kabupaten Bandung yang mencapai 70,5%. Hanya satu Puskesmas yang tercatat melebihi capaian jamban sehat Kabupaten Bandung, yaitu Puskesmas Jelekong yang mencapai 72%. Begitu pun dengan sarana tempat pembuangan sampah tercatat kedua Puskesmas memiliki persentase tempat pembuangan sampah sehat yang di bawah persentase Kabupaten Bandung sebesar 48,2%. Puskesmas Rancamanyar tercatat memiliki sarana pembuangan sampah sebesar 44% yang diikuti Puskesmas Jelekong sebesar 33%. Berdasarkan
permasalahan
tersebut
perlunya
analisis
akan
pengaruh kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Analisis ini mencari bagaimana hubungan antar variabel yang menjadi permasalahan di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupeten Bandung. 1.3. Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana gambaran sarana air bersih rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
2.
Bagaimana gambaran jamban rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
7
3.
Bagaimana gambaran saluran pembuangan air limbah rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
4.
Bagaimana gambaran pengelolaan sampah rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
5.
Bagaimana gambaran kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
6.
Bagaimana gambaran kebiasaan mencuci tangan sebelum makan ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
7.
Bagaimana gambaran kebiasaan jajan pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
8.
Seberapa besar risiko faktor sarana air bersih rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
8
9.
Seberapa besar risiko faktor jamban rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014?
10. Seberapa besar risiko faktor saluran pembuangan air limbah rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014? 11. Seberapa besar risiko faktor pengelolaan sampah rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014? 12. Seberapa besar risiko faktor kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014? 13. Seberapa besar risiko faktor kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014? 14. Seberapa besar risiko faktor kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare terhadap balita daerah sepanjang aliran Sungai
9
Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten
Bandung tahun 2014? 1.4. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar risiko faktor kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
2.
Tujuan Khusus 1. Diketahuinya gambaran sarana air bersih rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung tahun
2014 2. Diketahuinya gambaran jamban rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 3. Diketahuinya gambaran saluran pembuangan air limbah rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum
di
Kelurahan
Andir
Kecamatan
Baleendah
Kabupaten Bandung tahun 2014 4. Diketahuinya gambaran pengelolaan sampah rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di
10
Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 5. Diketahuinya gambaran kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 6. Diketahuinya gambaran kebiasaan mencuci tangan sebelum makan ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum
di
Kelurahan
Andir
Kecamatan
Baleendah
Kabupaten Bandung tahun 2014 7. Diketahuinya gambaran kebiasaan jajan pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 8. Diketahuinya besar risiko faktor
sarana air bersih rumah
tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 9. Diketahuinya besar risiko faktor
jamban rumah tangga
terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 10. Diketahuinya besar risiko faktor saluran pembuangan air limbah rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada
11
balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
Kabupaten Bandung tahun
2014 11. Diketahuinya besar risiko faktor pengelolaan sampah rumah tangga terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 12. Diketahuinya besar risiko faktor
kebiasaan cuci tangan
setelah buang air besar ibu balita terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 13. Diketahuinya besar risiko faktor
kebiasaan cuci tangan
sebelum makan ibu balita terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 14. Diketahuinya besar risiko faktor kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
12
1.5. Manfaat Penelitian 1.
Pemerintah Kabupaten Bandung Sebagai
dasar
dalam
pemantauan
dan
pemenuhan
kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan di daerah daerah sepanjang aliran Sungai Citarum, Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah . 2.
Puskesmas Sebagai bahan penilaian akan gambaran seberapa besar risiko faktor kepemilikan sanitasi dasar dan personal hygiene terhadap risiko penyakit diare. Selain itu Puskesmas dapat memberikan informasi tentang perbaikan dan kepedulian akan kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan kepada masyarakat.
3.
Peneliti Sebagai dasar pengembangan dan pemahaman yang lebih baik terkait dengan sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan yang berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar risiko faktor kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terhadap riwayat penyakit diare pada balita. Waktu
13
penelitian dilaksanakan
pada bulan Juni 2014 pada balita daerah
sepanjang aliran Sungai Citarum Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. Metode penelitian menggunakan metode analisis kuantitatif dengan sumber data sekunder dari Puskesmas Baleendah dan data primer dari responden dengan desain studi case control, yaitu dilakukan studi retrospektif dimulai variabel dependen (riwayat penyakit diare) dan selanjutnya mencari faktor-faktor risiko atau variabel independen (sarana sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan) yang mempengaruhi variabel dependen. Studi ini meneliti faktor-faktor risiko pada riwayat penyakit diare dengan mambandingkan antara kasus dan kontrol pada populasi penelitian yaitu balita.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Diare Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 13 episode diare berat (Simatupang, 2004) Diare adalah kondisi ketika terjadi defekasi yang abnormal (lebih dari 3 kali per hari) serta perubahan dalam isi (lebih dari 200 gram per hari) dan konsistensi feses cair (Sardjana, 2007) 2.1.1. Jenis Diare Menurut WHO (2005) diare dapat diklasifikasikan kepada: 1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari. 2. Disentri, yaitu diare yang disertai dengan darah.
15
3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. 4. Diare yang disertai dengan malnutrisi berat (Simatupang, 2004). Menurut Ahlquist dan Camilleri (2005), diare dibagi menjadi akut apabila kurang dari 2 minggu, persisten jika berlangsung selama 2-4 minggu, dan kronik jika berlangsung lebih dari 4 minggu. Lebih dari 90% penyebab diare akut adalah agen penyebab infeksi dan akan disertai dengan muntah, demam dan nyeri pada abdomen. 10% lagi disebabkan oleh pengobatan, intoksikasi, iskemia dan kondisi lain. Berbeda dengan diare akut, penyebab diare yang kronik lazim disebabkan oleh penyebab non infeksi seperti alergi dan lain-lain. 2.1.2. Etiologi Diare Menurut Widjaja (2002), diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan dan faktor psikologi. Sedangkan menurut Widoyono (2008) penyebab diare dapat
dikelompokkan
menjadi
virus
(rotavirus
dan
adenovirus), bakteri (E. Coli, Shigella sp.,Vibrio cholerae), parasit (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia), keracunan makanan, malabsorpsi (karbohidrat, lemak dan protein), alergi (makanan dan susu sapi) dan imunodefisiensi (AIDS).
16
1. Faktor infeksi Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain: a.
Infeksi oleh bakteri Escherichia coli, Salmonella
thyposa, Vibrio cholera (kolera), dan serangan bakteri lain yang
jumlahnya
berlebihan
dan
patogenik
seperti
pseudomonas. b. Infeksi basil (disentri), c. Infeksi virus rotavirus, d. Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides), e. Infeksi jamur (Candida albicans) f. Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang tenggorokan. Faktor resiko yang dapat menyebabkan diare karena faktor infeksi misalnya ketersediaan sumber air bersih, ketersediaan jamban, dan kebiasaan tidak mencuci tangan. 1. Sumber Air Bersih Sumber air bersih yang digunakan untuk minum merupakan salah satu sarana sanitasi yang tidak kalah
17
pentingnya berkaitan dengan kejadian diare. Sebagian kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam mulut, cairan atau bendayang tercemar oleh tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan makanan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air yang tercemar (Depkes RI, 2000). Menurut Depkes RI (2000), hal - hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah : a. Mengambil air dari sumber air yang bersih. b. Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air. c.
Memelihara
atau
menjaga
sumber air dari
pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber pengotoran seperti septic tank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter. d. Mengunakan air yang direbus.
18
e.
Mencuci semua peralatan masak dan makan
dengan air yang bersih dan cukup 2. Ketersediaan Jamban Keluarga Ketersediaan
jamban
atau
pembuangan
tinja
merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak menurut aturan memudahkan terjadinya penyebaran penyakit tertentu yang penulurannya melalui
tinja
antara
lain
penyakit
diare.
Menurut
Notoatmodjo (2003), syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah : a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekitarnya b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya c. Tidak mengotori air dalam tanah di sekitarnya d.
Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat
dipakai tempat lalat bertelur atau perkembangbiakan vector penyakit lainnya e. Tidak menimbulkan bau f. Pembuatannya murah, penggunaanya mudah dan mudah dipelihara.
19
3. Kebiasaan Mencuci Tangan Beberapa perilaku yang tidak sehat dalam keluarga adalah kebiasaan tidak mencuci tangan. Mencuci tangan yang
baik
sebaiknya
menggunakan
sabun
sebagai
desifektan atau pembersih kuman yang melekat pada tangan, kebiasaan mencuci tangan dapat dilakukan pada saat sesudah membuang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi makanan pada anak, dan sesudah makan mempunyai dampak terhadap diare. Kemudian kebiasaan membuang tinja juga dapat beresiko terhadap diare misalnya membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan benar. Banyak orang yang beranggapan bahwa tinja pada bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sehingga dapat menimbulkan diare pada anak (Widjaja, 2002). 2. Faktor malabsorpsi Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi
20
lemak, terjadi bila dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida.
Triglyserida,
dengan
bantuan
kelenjar
lipase,
mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus. Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena lemak tidak terserap dengan baik (Widjaja, 2002). 3. Faktor makanan Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita (Widjaja, 2002). 4. Faktor psikologis Rasa takut , cemas, dan tegang yang berlebihan, jika terjadi pada anak bisa menyebabkan diare. Tetapi jarang terjadi pada balita umumnya pada anak yang lebih besar (Widjaja, 2002). 2.2. Sanitasi Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa sanitasi adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Depdiknas (2009) menjelaskan pengertian sanitasi adalah kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar kondisi lingkungan yang mendasar yang dapat mempengaruhi kesejahteraan manusia. Kondisi
21
tersebut mencakup pasokan air yang bersih dan aman; pembuangan limbah dari hewan, manusia dan industri yang efisien; perlindungan makanan dari kontamasi biologis dan kimia; udara yang bersih dan aman; dan rumah yang bersih dan aman. 2.2.1. Sanitasi Dasar Sanitasi dasar merupakan salah satu
persyaratan dalam
rumah sehat. Sarana sanitasi dasar berkaitan langsung dengan masalah kesehatan, terutama masalah kesehatan lingkungan. Sarana sanitasi dasar menurut Depkes (2002), yaitu meliputi penyediaan sarana air bersih, jamban, pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga. 1.
Sarana Air Bersih Air merupakan unsur yang paling penting dalam kehidupan ini setelah udara. Air merupakan salah satu kebutuhan pokok yang mutlak dibutuhkan bagi kehidupan manusia sepanjang masa baik langsung maupun tidak langsung. Sejalan dengan waktu dan kemajuan peradaban, kebutuhan akan air semakin hari. Menurut Permenkes 416 tahun 1990 definisi air bersih adalah air yang digunakan untu keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah direbus terlebih dahulu.
22
Sarana air bersih adalah sarana yang dapat menghasilkan air bersih seperti sumur gali (SG), sumur pompa tangan (SPT), penempungan air hujan (PAH), perlindungan mata air (PMA), sistem perpipaan (PP) dan terminal air (TA). Sumur gali merupakan sarana air bersih dengan cara mengambil air dari lapisan tanah dengan kedalaman tertentu. Sumur gali banyak didapat dan diterapkan di daerah pedesaan karena mudah dalam pembuatan dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri dengan peralatan sederhana dan biaya yang murah (Sanropie. dkk., 1984). Biasanya air sumur gali relatif dekat dengan tanah permukaan. Oleh karena itu sumur gali mudah terkontaminasi melalui rembesan. Kontaminasi paling umum adalah karena penapisan air dari sarana pembuangan kotoran manusia dan binatang (Depkes, 1995). Sarana air bersih yang dibuat memenuhi syarat konstruksi dan kesehatan, diharapkan kontaminasi dapat dikurangi dan kualitas air yang dihasilkannya baik. Sarana air bersih adalah semua sarana yang dipakai sebagai sumber air bersih bagi penghuni rumah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga perlu diperhatikan dalam pendirian sarana air bersih. Apabila sarana air bersih dibuat memenuhi syarat
23
teknis kesehatan diharapkan tidak ada lagi pencemaran terhadap air bersih, maka kualitas air yang diperoleh menjadi baik. Persyaratan kesehatan sarana air bersih sebagai berikut: 1. Sumur Gali (SGL) a. Jarak sumur gali dari sumber pencemar minimal 11 meter b. Lantai harus kedap air c. Tidak retak atau bocor d. Mudah dibersihkan e. Tidak tergenang air f. Tinggi bibir sumur minimal 80 cm dari lantai, dibuat dari bahan yang kuat dan kedap air g. Dibuat tutup yang mudah dibuat h. Lantai sekitar sumur dibuat dengan jarak minimal 1 meter dari dinding sumur, dengan kemiringan yang cukup untuk memudahkan air mengalir keluar, dan dibuat
kedap
air
merembesnya air kotor
24
untuk
mencegah
i. Dinding sumur dibuat kedap air, dengan kedalaman minimal 3 meter di bawah permukaan tanah j. Terdapat saluran pembuangan air kotor (SPAL) 2. Sumur Pompa Tangan (SPT) a. Sumur pompa berjarak minimal 11 meter dari sumber pencemar b. Dinding sumur harus kedap air setinggi 70 sentimeter di atas permukaan tanah atau permukaan air banjir c. Lantai tidak retak atau bocor d. SPT harus kedap air e. Panjang
SPT
dengan
sumur
resapan
minimal 11 meter f. Dudukan pompa harus kuat g. Lantai sumur dibuat minimal 1 meter dari dinding sumur dengan
ketinggian
20
sentimeter di atas permukaan tanah h. Saluran pembuangan harus ada untuk mengalirkan air limbah ke bak peresapan i. Kedalaman sumur cukup untuk mencapai lapisan tanah yang mengandung air;
25
j. Dinding sumur dibuat yang kuat agar tanah tidak longsor 3. Penampungan Air Hujan (PAH) a. Talang air yang masuk ke bak PAH harus dipindahkan atau dialihkan agar air hujan pada 5 menit pertama tidak masuk ke dalam bak b. Lokasi jauh dari sumber pencemar c. Talang / saluran air tidak kotor dan dapat mengalirkan air d. Dinding penampung air hujan harus kuat dan tidak bocor e. Bak saringan terbuat dari bahan yang kuat dan rapat nyamuk serta dilengkapi kerikil, ijuk, dan pasir f. Pipa peluap dipasang kawat kasa rapat nyamuk dan tidak menghadap ke atas g. Kran air tidak rusak h. Bak resapan terdapat batu, pasir, dan bersih i. Sebelum
digunakan,
air
hujan
harus
ditambah dengan kapur (CaCO3), dengan tujuan untuk mencukupi garam mineral yang
26
diperlukan
tubuh
dan
untuk
mengurangi kandungan CO2 yang terlarut dalam air hujan (Machfoedz, 2004) 4. Perlindungan Mata Air (PMA) a. Sumber air harus pada mata air, bukan pada saluran air yang berasal dari mata air tersebut yang kemungkinan tercemar b. Lokasi harus berjarak minimal 11 meter dari sumber pencemar c. Atap dan bangunan rapat air
serta
di
sekeliling bangunan dibuat saluarn air hujan
yang
arahnya
keluar bangunan,
pipa peluap dilengkapi dengan kawat kaca d. Lubang kontrol pada bak penampungan dipasang tutup dan terbuat dari bahan yang kuat e. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan dengan kemiringan mengarah pada pipa penguras f. Terdapat pagar pengaman yang kuat dan tahan lama g. Terdapat saluran pembuangan air limbah yang kedap air
27
5. Perpipaan a. Pipa yang digunakan harus kuat tidak mudah pecah b. Jaringan pipa tidak boleh terendam air kotor c. Pemasangan pipa tidak boleh terendam air kotor atau air sungai d. Bak penampung harus kedap air dan tidak dapat tercemar oleh kontaminan e. Bak pengambilan air dari sarana perpipaan harus melalui kran f. Pipa distribusi yang dipakai harus terbuat dari bahan yang tidak mengandung atau melarutkan bahan kimia g. Sebelum disalurkan ke konsumen, sumber air utama yang digunakan harus diolah dulu dengan metode yang tepat (Waluyo, 2009; Mahfoedz, 2004; Depkes RI, 1995) 2.
Jamban Jamban adalah salah satu ruangan yang memiliki fasilitas pembuangan kotoran manusia sederhana yang terdiri dari tempat jongkok dengan leher angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk
28
membersihkan. Sedangkan kotoran manusia (tinja, air seni) adalah zat sisa yang terbentuk dari proses pencernaan makanan yang dapat menjadi sumber dan media penularan penyakit. Kesehatan lingkungan memperhatikan hal-hal seperti tinja dan air seni karena memilkik karakteristik yang khas dalam penyebab timbulnya penyakit. Jamban sebagai pembuangan kotoran manusia sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan dan risiko penularan
penyakit,
pencernaan.
Klasifikasi
khususnya sarana
penyakit
saluran
pembuangan
kotoran
manusia dibedakan atas 4 jenis sarana, yaitu kakus leher angsa, plengsengan, kakus cemplung dan cubluk (Depkes RI, 2000) Pembuangan kotoran merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh terhadap lingkungan. Pembuangan kotoran ini merupakan salah satu faktor lingkungan untuk memenuhi derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya
(Mubarak dan Chayatin, 2009) 1. Jenis Sarana Jamban Jenis jamban yang digunakan menunjukkan apakah tempat pembuangan kotoran tersebut memenuhi syarat atau tidak dilihat dari kemungkinan mencemari
29
lingkungan sekitarnya seperti sumber air dan permukaan tanah serta kemungkinan digunakan sebagai tempat vektor berkembang biak dan penyebaran kuman yang berasal dari tinja. Pada jenis jamban bukan jenis kakus leher angsa seperti kakus cemplung, kali, kolam dan sungai kemungkinan terjamahnya kotoran oleh serangga atau vektor lain lebih besar dibandingkan dengan jenis kakus leher angsa sehingga meningkatkan risiko terhadap
penularan
penyakit
serta
kemungkinan
terjadinya kontaminasi tinja pada sumber air. Ada beberapa jenis jamban menurut Wagner dan Lanoix (1958), yaitu: 1. Kakus cemplung (pit privy) Kakus dengan cara paling sederhana, yaitu dengan cara membuat lubang atau menggali tanah kemudia
dibat
tempat
jongkok.
Biasanya
digunakan di daerah sulit air. 2. Cubluk berair (aqua privy) Cubluk berair ini adalah seperti kakus cemplung namun memiliki konstruksi yang kedap air sehingga dibangun di dekat rumah. Jamban ini memerlukan banyak air dalam pemeliharaan.
30
3. Angsa latrine (water seraled latrine) Bentuk kakus yang dimodifikasi klosetnya, yaitu berbentuk leher angsa yang selalu terisi air. Fungsi air adalah sebagai penutup hubungan antara bagian luar dengan tempat penampung tinja sehingga dapat menghambat bau tinja keluar atau serangga masuk ke dalam penampungan tinja. Jamban ini memerlukan banyak air. 4. Kakus plengsengan (trench latrine) Kakus plengsengan adalah kakus dengan lubang penampung yang dihubungkan dengan saluran miring. 5. Jamban cemplung (overhung latrine) Kakus yang dibuat di atas kolam atau di pinggiran kali dengan bangunan seperti rumah non permanen. Kakus ini tidak memenuhi
syarat
kesehatan karena dapat mencemari air kolam atau air sungai. 6. Tangki septik (septic tank) Model jamban iini terdiri dari tempat jongkok dan dilengkapi tangki septik. Fungsi
31
umum dari tangki septik ini adalah melindungi kemampuan
absorbsi
dari
tanah
resapan.
Sedangkan fungsi khususnya adalah sebagai pengambilan bahan padat, pengolahan biologis, penyimpanan sludge dan scum (Kusnoputranto, 1997). Jamban ini memenuhi syarat kesehatan tetapi memerlukan temat yang cukup luas. 7. Kakus ember (bucket latrine) Kakus ember adalah kakus berbentuk ember
yang
merupakan
tempat
menampung
kotoran manusia dan setelah selesai kotorannya dibuang ke tempat pembuangan. 8. Jamban kimia (chemical toilet) Jamban kima adalah tempat pembuangan atau penampungan kotoran manusia yang berupa tangki atau bejana yang berisi larutan kimia yang berfungsi untuk pengenceran atau penghancuran sekaligus disinfeksi. 9. Jamban kompos (the compos privy) Jamban kompos adalah tempat pembuangan kotoran manusia sekaligus memproses menjadi
32
kompos. Biasanya banyak di negara-negara sedang berkembang karena tidak memerlukan tekonologi dan biaya yang cukup tinggi. Hal ini perlu mendapat
perhatian
adalah
kehidupan
mikroorganisme atau patogen. Pembuangan kotoran di sembarang tempat akan berdampak negatif pada kesehatan manusia yang hidup di sekitarnya karena kotoran tersebut menjadi sumber penyakit yang dapat ditularkan melalui serangga, lalat dan kecoa secara mekanis. Penularan melalui air, tanah dan akanan dapat secara tidak langsung atau melalui kontak langsung. Hal tersebut senada dengan pendapat Kusnoputranto (1984) bahwa kotoran manusia yang berbentuk padat (tinja) maupun cair (air kemih) harus dikelola dengan baik dan benar. Kotoran tidak hanya menimbulkan bau dari segi estetika namun tidak baik pula dari segi virus, bakteri, kista protozoa, telur cacing dan mikroorganisme patogen lainnya yang terdapat dalam kotoran yang dapat menyebabkan penyakit pada individu lain.
33
3.
Pembuangan Air Limbah Air limbah menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic waste) maupun (industrial waste). Air limbah rumah tangga terdiri atas tiga faktor penting, yaitu : 1. Tinja (feces), berpotensi mengandung mikroba patogen 2. Air seni (urine), umumnya mengandung mikroba nitrogen, posfor dan sedikit mikroorganisme 3. Grey water, merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar mandi Air limbah industri umunya dihasilkan akibat adanya pemakaian air dalam proses industri. Pada industri, air memiliki beberapa fungsi, yaitu: 1. Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses industri 2. Mentransportasikan produk atau bahan baku 3. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler pada pabrik minuman dan sebagainya 4. Mencuci dan membuat produk atau gedung serta instalasi (Mubarak dan Chayatin, 2009).
34
Selain itu menurut Kusnoputranto (2000) air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta
mengganggu
lingkungan
hidup.
Batasan
lain
mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada. Batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan dan sebagainya. Air sisa ini memiliki volume yang besar dan kurang lebih 80% dari air yang digunakan dibuang dan tercemar. Air limbah ini akan mengalir ke sungai dan laut yang selanjutnya akan digunakan kembali. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola dan diolah dengan baik.
35
4.
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Sampah (wastes) diartikan sebagai benda yang tidak terpakai, tidak diinginkan dan dibuang atau sesuatu yang tidak digunakan, tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia , serta tidak terjadi dengan sendirinya (Mubarak dan Chayatin, 2009). Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap penimbunan; penyimpanan (sementara, pengumpulan, pemindahan atau pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah) dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik
dari
(engineering),
kesehatan
masyarakat
perlindungan
alam
seperti
teknik
(conservation),
keindahan dan pertimbangan-pertimbangan lainnya, serta mempertimbangkan sikap masyarakat. Pengelolaan sampah pada saat ini merupakan masalah yang kompleks, karena semakin banyaknya sampah yang dihasilkan, beraneka ragam
komposisinya,
makin
berkembangnya
kota,
terbatasnya dana yang tersedia dna masalah lainnya yang berkaitan (Mubarak dan Chayatin, 2009).
36
Tahap pengelolaan sampah mulai dari pengumpulan dan
penyimpanan;
pengangkutan;
pengelolaan
dan
pemusnahan; pembakaran; dan dijadikan pupuk. Adapun metode yang tidak memuaskan adalah dengan cara pembuangan sampah secara terbuka (open dumping); pembuangan sampah ke dalam air (dumping in water) dan pembakaran yang dilakukan di rumah tangga (burning on premises/ individual incineration) (Mubarak dan Chayatin, 2009). 2.3. Personal Hygiene (Higiene Perorangan) Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
diartikan sebagai ilmu yg berkenaan dengan
(2008),
higiene
masalah kesehatan dan
berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan. Personal hygiene berasal dari Bahasa Yunani yaitu personal artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Higiene perorangan adalah tindakan
memelihara
kebersihan
dan
kesehatan seseorang
untuk
kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Higiene perorangan merupakan ciri berperilaku hidup sehat. Beberapa kebiasaan berperilaku hidup sehat antara lain kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah BAB dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan (Depkes RI, 2006).
37
2.3.1. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun setelah Buang Air Besar Tangan
yang
kotor
atau
terkontaminasi
dapat
memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Oleh karenanya kebersihan tangan dengan
mencuci
tangan
perlu
mendapat
prioritas
tinggi,
walaupun hal tersebut sering disepelekan (Fathonah, 2005). Kegiatan mencuci tangan sangat penting untuk bayi, anak-anak, penyaji makanan di restoran, atau warung serta orangorang yang merawat dan mengasuh anak. Setiap tangan kontak dengan feses, urine atau dubur sesudah buang air besar (BAB) maka harus dicuci pakai sabun dan kalau dapat disikat (Depkes RI, 2007). Pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokkan dan pembilasan dengan partikel
kotoran
air
yang
mengalir
akan
menghanyutkan
banyak mengandung mikroorganisme
(Fathonah, 2005). 2.3.2. Kebiasaaan Mencuci Tangan Sebelum Makan Kebersihan tangan sangatlah penting bagi setiap orang. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan harus dibiasakan. Pada umumnya ada keengganan untuk mencuci tangan sebelum mengerjakan sesuatu karena dirasakan memakan waktu, apalagi letaknya cukup jauh. Dengan kebiasaan mencuci tangan, sangat
38
membantu dalam mencegah penularan bakteri dari tangan kepada makanan (Depkes RI,2006). Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting. Setiap tangan yang dipergunakan untuk memegang makanan, maka tangan harus sudah bersih. Tangan perlu dicuci karena ribuan jasad renik, baik flora normal maupun cemaran, menempel ditempat tersebut dan mudah sekali berpindah ke makanan yang tersentuh. Pencucian dengan benar telah terbukti berhasil mereduksi angka kejadian kontaminasi dan KLB (Arisman, 2008). Cara mencuci tangan yang benar adalah sebagai berikut: 1. Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun. Tidak perlu harus sabun
khusus
antibakteri,
namun
lebih
disarankan sabun yang berbentuk cairan. 2. Gosok tangan setidaknya selama 15-20 detik. 3. Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan, sela-sela jari dan kuku. 4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir. 5. Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lain. 6. Gunakan tisu atau handuk sebagai penghalang ketika mematikan keran air (Proverawati dan Eni, 2012).
39
2.4. Kebiasaan Jajan Makanan
jajanan
menurut
FAO
(Food
and
Agriculture
Association) didefisinikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat - tempat keramaian umum lain yang langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut (Judarwanto, 2008). Sedangkan menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 942/MENKES/SK/VII/2003, makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan atau restoran, dan hotel. Jajan difahami sebagai bagian dari makanan dalam rangkaian makanan harian. Jajan merupakan makanan selingan dalam memenuhi kebutuhan gizi harian seseorang. Jajanan berfungsi untuk mengatasi krisis energi atau kelaparan diantara waktu makan. Maka jajanan disajikan sebagai midmorning snack (09.00-10.00) dan midafternoon snack (16.0017.00). Konsumsi jajanan juga membantu memastikan asupan air terpenuhi. Setelah mengkonsumsi makanan kecil muncul rasa haus. Hal ini lebih terasa jika jajanan yang dikonsumsi berupa jajanan kering (Kristianto, 2010).
40
Pangan dipersiapkan
jajanan
adalah
dengan teknologi
makanan atau minuman yang
sangat
sederhana,
yang dimana
seringkali faktor higiene atau kebersihan kurang diperhatikan, baik kebersihan bahan yang digunakan, peralatan yang dipakai maupun kebersihan
lingkungannya.
Selain
itu,
karena tingkat
pendidikan
pedagang yang relatif rendah dan ketidaktahuannya, mengakibatkan mereka
seringkali
menggunakan
bahan-bahan
tambahan makanan
seperti pemanis, pewarna, pengawet, dan lain-lain, yang sebenarnya tidak diijinkan untuk bahan-bahan tersebut
dapat
lebih murah
(Fardiaz & Fardiaz 1994). Pangan
jajanan
menurut
Nuraida
et
al
(2009)
dapat
dikelompokkan sebagai makanan sepinggan, makanan camilan, minuman dan buah. Makanan sepinggan merupakan kelompok makanan utama yang dapat disiapkan di rumah terlebih dahulu atau disiapkan di kantin. Contoh makanan sepinggan seperti gado-gado, nasi uduk, siomay, bakso, mie ayam, lontong sayur dan lain-lain. 2.4.1. Jenis Jajanan Berdasarkan jenis produsennya, jajanan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu jajanan tradisional dan pabrikan. Jajanan tradisional dibuat di tingkat rumah tangga dengan teknik pengolahan yang lazim digunakan sehari-hari. Peredaran makanan jajanan jenis ini di Indonesia tidak dipersyaratkan menggunakan merk dagang dan ijin edar. Termasuk
41
dalam kelompok ini adalah cilok, bakso, pisang goreng, siomay, pangsit, batagor, nagasari, dan lumpur. Jajanan pabrikan diproduksi oleh pabrik makanan dalam jumlah besar dan diedarkan secara luas. Ciri jajanan jenis ini adalah penggunaan kemasan kedap dan label (Kristianto, 2010). Jajanan yang baik dapat dilihat dari persyaratan-persyaratan, yaitu: 1. Tempat membeli yang baik 2. Suhu penyimpanan yang tepat 3. Eliminasi dari pencemaran baik dari bahan makanan lain, orang (penjual sendiri maupun pembeli), dan lingkungan sekitar (asap, debu, serangga). 4. Aspek bentuk, warna, bau keadaan makanan layak atau normal sesuai seharusnya. 5. Tidak terdapat penyimpangan dari kondisi seharusnya mengindikasikan keadaan tidak layak 6. Jajanan berwarna, baik makanan atau minuman, yang tidak terlalu menyolok atau terkesan wajar sebagai warna makanan. Pigmen warna makanan menjadi pudar karena proses pengolahan. Waspada terhadap jus tomat, strawbery atau jus anggur
yang
berwarna merah berpendar. Makanan berkadar air tinggi atau bersifat basa lemah disukai oleh mikroorganisme pembusuk atau patogen. Jajanan jenis tersebut harus dipilih dengan ekstra
42
hati-hati.
Jajanan memiliki
peran penting dalam memberikan kontribusi terhadap kebutuhan gizi sehari-hari. Konsumsi jajanan yang benar baik dari aspek jumlah maupun jenis akan membantu seseorang tetap berenergi sepanjang hari. Jajanan yang bermutu harus dipilih dengan cara yang benar (Kristianto, 2010). 2.5. Sungai Sungai menurut Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011 adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Pengertian lain menyebutkan sungai adalah bagian dari permukaan bumi yang karena sifatnya, menjadi tempat air mengalir (Syarifuddin dkk, 2000) Air atau sungai dapat merupakan sumber malapetaka apabila tidak dijaga, baik dari segi manfaatnya maupun pengamanannya. Misalnya dengan tercemarnya air oleh zat-zat kimia selain mematikan kehidupan yang ada disekitarnya juga merusak lingkungan.(Subagyo, 1999) Sedangkan wilayah sungai menurut Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2011 adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulaupulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 KM2 (dua ribu kilo meter persegi).
43
Berdasarkan Wicaksono. Dkk (2013) tingkat pencemaran air pembuangan limbah cair meningkat dilihat dari semakin dekat jaraknya. Pencemaran ini dikaji mulai dari jarak 0 meter hingga 1.500 dari lokasi sumber cemaran. Indeks pencemaran air mengalami peningkatan di jarak tersebut dan termasuk dalam kategori cemaran ringan. 3.1. Kerangka Teori Kerangka teori disusun dengan memakai konsep segitiga epidemiologi (host, agent, dan environment). Kerangka teori ini disusun berdasarkan teori-teori tentang faktor risiko terjadinya diare. Berikut seperti yang telah digambarkan dalam gambar 2.1 merupakan bentuk kerangka teori hasil modifikasi dari berbagai sumber.
44
Malabsorpsi Penyakit Diare Psikologi
Makanan
Air
Tanah
Kebiasaan Jajan
Tangan
Sarana Sanitasi Dasar Sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga
Infeksi
Personal Hygiene Kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan
Bakteri, Virus, Parasit dan Jamur
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian Sumber: Widjaja (2002), Mubarak dan Chayatin (2009), Kusnoputranto (2000), Fathonah (2005), Depkes RI (2006), Depkes RI (2002), Anies (2006) dan Fardiaz dan Fardiaz (1994)
45
BAB III KERANGKA KONSEP 3.1. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori hasil modifikasi peneliti dari berbagai sumber
dalam
tinjauan
pustaka
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi riwayat penyakit diare maka dibentuk suatu kerangka konsep. Kerangka konsep ini memuat variabel independen sebagai variabel bebas yang diasumsikan menjadi faktor risiko variabel dependen sebagai variabel terikat. Gambar 3.1 menujukkan bahwa variabel independen yang akan diteliti berupa variabel sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan menjadi variabel independen dalam penelitian ini. Variabel yang dinilai dalam faktor sanitasi dasar berupa sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga. Sedangkan variabel personal hygiene ibu balita yang dinilai adalah kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan. Beberapa variabel seperti psikologi, malabsorpsi, makanan dan infeksi dalam kerangka teori tidak dijadikan variabel yang akan diteliti. Variabel psikologi tak diteliti karena peneliti tak meneliti faktor psikis pada balita dan tak secara spesifik diidentifikasi diare akibat psikologi. Begitupun faktor malabsoprsi dan makanan tak diteliti karena fokus
46
peneliti ada pada
ruang lingkup kesehatan lingkungan sedangkan
malabsorpsi dan makanan lebih berfokus dalam studi gizi. Slain itu, faktor gizi tak dijadikan hal-hal yang ditanyakan dalam penelitian ini. Sedangkan faktor infeksi tak diteliti karena perlu dilakukan pengujian laboratorium yang membutuhkan dana yang besar dengan sampel yang relatif
besar serta keterbatasan peneliti dalam jarak antara lokasi
penelitian dengan laboratorium uji terdekat. Faktor risiko berupa air, tanah dan tangan pun tak dijadikan variabel independen dalam penelitian ini karena berkaitan langsung dengan kualitas fisik, bilogi dan kimia dari air, tanah dan tangan. Hal ini tak dimasukan menjadi variabel independen karena perlu penelitian yang menggunakan laboratorium dan perlu dana yang besar karena jumlah yang besar pula. Selain itu karena keterbatasan dan minat peneliti dalam meneliti maka peneliti fokus terhadap variabel sanitasi dasar yang tertera dalam Depkes (2010) berupa jamban, sarana pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah; personal hygiene ibu balita ; kebiasaan jajan; dan karaktersitik individu yang diasumsikan peneliti menjadi jalur pemajanan penularan agen infeksi kepada balita.
47
Sarana Sanitasi Dasar 1. 2. 3. 4.
Sarana Air Bersih Jamban Saluran Pembuangan Air Limbah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Personal Hygiene Ibu Balita 5. Kebiasaan Mencuci Tangan Setelah Buang Air Besar 6. Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan
7. Kebiasaan Jajan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
48
Riwayat Penyakit Diare
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
No.
Nama Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Pengukuran
Hasil Ukur
Skala
Data Puskesmas , Data RT/RW dan Kuesioner
Telaah Dokumen dan Pengisian Kuesioner
1 = Memiliki riwayat penyakit diare 2 = Tidak memilki riwayat diare
Ordinal
Variabel Dependen 1.
Riwayat Kasus penyakit diare
Responden memiliki balita (12-60 bulan) dengan riwayat penyakit diare tercatat di register Puskesmas selama Januari 2014-Mei 2014
Kontrol Responden yang memiliki balita (12-60 bulan) tanpa riwayat penyakit diare selama Januari 2014-Mei 2014) yang bertempat tinggal berdekatan dengan kasus
49
No.
Nama Variabel
Variabel Dependen 1. Sarana air bersih rumah tangga
Definisi Operasional
Alat Ukur
Cara Pengukuran
Hasil Ukur
Skala
Sarana air bersih yang memenuhi persyaratan jenis sumber air terlindung, kualitas fisik air dan memiliki jarak sumber air bersih ≥ 10 meter dari sumber pencemar (Depkes, 1999)
Kuesioner, Lembar Observasi dan Meteran
Pengisian Kuesioner, Observasi dan Pengukuran
1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi)
Ordinal
2.
Jamban rumah tangga
Kepemilikan jamban secara individu dengan jenis jamban leher angsa dan memiliki septic tank (Depkes, 1999)
Kuesioner dan Lembar Observasi
Pengisian Kuesioner dan Observasi
1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi)
Ordinal
3.
Saluran pembuangan air limbah
Kepemilikan saluran pembuangan secara individu dengan saluran tertutup (saluran kota) untuk diolah tidak langsung dibuang ke perairan terbuka (Depkes, 1999)
Kuesioner dan Lembar Observasi
Pengisian Kuesioner dan Observasi
1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi)
Ordinal
4.
Pengelolaan sampah rumah tangga
Pengelolaan sampah berupa pembuangan tertutup dan kedap air sebelum diproses lebih lanjut dan tidak dibuang ke tempat sampah yang terbuka (Depkes, 1999)
Kuesioner dan Lembar Observasi
Pengisian Kuesioner dan Observasi
1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi)
Ordinal
50
No.
Nama Variabel
Definisi Operasional
Alat Ukur
5.
Kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita
Kebiasaan ibu balita mencuci tangan dengan sabun disertai air yang mengalir secara benar setelah buang air besar
Kuesioner
6.
Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita
Kebiasaan ibu balita mencuci tangan dengan sabun disertai air yang mengalir secara benar sebelum makan dan/atau memberi makan anak
Kuesioner
7.
Kebiasaan jajan
Kuesioner Kebiasaan balita makan/jajan di tempat yang sembarangan seperti di pinggir jalan (Pedagang Kaki Lima) atau tempat yang jorok (pinggir selokan, tidak memiliki tempat pencucian yang bersih dengan air mengalir)
51
Cara Pengukuran Pengisian Kuesioner
Hasil Ukur
Skala
1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi)
Ordinal
Pengisian Kuesioner
1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi)
Ordinal
Pengisian Kuesioner
1= Tidak memenuhi syarat (Jika salah satu pertanyaan tidak dipenuhi) 2= Memenuhi syarat (Jika seluruh pertanyaan terpenuhi
Ordinal
3.3. Hipotesis 1.
Sarana air bersih berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
2. Jamban berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 3. Saluran pembuangan air limbah berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 4. Pengelolaan sampah rumah tangga berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 5. Kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014 6. Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Bandung tahun 2014 52
Kabupaten
7. Kebiasaan jajan berisiko terhadap riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung tahun 2014
53
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitaif dengan desain case control. Desain penelitian ini memungkinkan untuk mendapatkan penyebab suatu faktor risiko dengan jalan mengamati akibat dari faktor risiko tersebut dan
menelusurinya ke belakang untuk mencari
penyebabnya. Pada penelitian ini dibandingkan kelompok kasus dengan kelompok kontrol (Sandjaja dan Heriyanto, 2011) . Faktor risiko (sarana sanitasi personal hygiene ibu balitadan kebiasaan jajan) terpenuhi
Kasus (memiliki riwayat penyakit diare)
Faktor risiko (sarana sanitasi personal hygiene ibu balitadan kebiasaan jajan terpenuhi) tidak terpenuhi Faktor risiko (sarana sanitasi personal hygiene dan kebiasaan jajan terpenuhi) terpenuhi
Kontrol ( tidak memiliki riwayat penyakit diare)
Faktor risiko (sarana sanitasi personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan terpenuhi) tidak terpenuhi
Gambar 4.1 Skema dasar studi case control Pada penelitian ini identifikasi awal subjek dimulai dari variabel dependen kemudian ditelusuri identifikasi variabel independen (Dahlan, 2009). Pada penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi lebih dari 54
sati faktor penyebab pada data yang sama dan pada saat yang bersamaan (Sandjaja dan Heriyanto, 2011). 4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2014 di daerah sepanjang aliran
Sungai
Citarum,
Kelurahan
Andir
Kecamatan
Baleendah
Kabupaten Bandung Jawa Barat.
Sumber: Profil Kelurahan Andir Tahun 2013 Gambar 4.2 Peta Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah 55
4.3. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah balita daerah sepanjang aliran bantaran Sungai Citarum, Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Jawa Barat. Populasi balita yang menderita diare seluruhnya pada Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah
tersebut
berjumlah 1.209 jiwa. 4.4. Sampel Penelitian Perhitungan besar sampel minimal pada peneltian ini menggunakan rumus besar sampel uji hipotesis untuk dua proporsi populasi, yaitu (Lameshow, 1997): [Z1-αα/2 √2P (1-P) + Z 1-β √P1 (1-P1) + P2 (1-P2)]2 n = (P1 - P2)2 n
: Besar sampel minimum
Z1-α/2 : Nilai Z pada derajat kemaknaan α (1,65) Z1-β
: Nilai Z pada kekuatan uji 1-β (0,80)
P
: (P1 – P2) / 2
P1
: Proporsi risiko penyakit diare pada kelompok yang berisiko
P2
: Proporsi risiko penyakit diare pada kelompok yang tidak berisiko 56
Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Minimum Penelitian No
Variabel
P1
P2
Jumlah Sampel
Referensi
1.
Sarana air bersih
0,49
0,184
29
Winda, 2013
2.
Jamban
0,487
0,239
46
Kusumaningrum, 2011
3.
Saluran pembuangan limbah
0,309
0,167
111
Tarigan, 2008
air
4.
Pengelolaan Sampah
0,766
0,25
11
Nuri, 2013
5.
Sanitasi Lingkungan Rumah
0,549
0,357
83
Salbiah, 2008
Hasil
penghitungan
yang
mengacu
pada
penelitian
sebelumnya yang dilakukan Tarigan (2008) menunjukkan jumlah sampel minimum yang paling tinggi dibandingkan penelitian lainnya yang berkaitan yang berjumlah 111 sampel dengan potensi sampel dropout sebesar 10% sehingga didapatkan jumlah 122 sampel. Perbandingan sampel kasus : kontrol dalam penelitian ini adalah 1:1. Perbandingan ini diambil karena persepsi awal peneliti akan kekhawatiran pada kondisi lapangan ketika pengambilan data yang ditakutkan akan banyak kasus dibandingkan kontrol mengingat diare merupakan kasus yang banyak ditemukan pada balita. Jadi, pada penelitian ini diperlukan 122 sampel yang
57
memiliki riwayat penyakit diare sebagai kasus dan 122 sampel yang tidak memiliki riwayat penyakit diare. Kriteria inklusi
dalam penelitian ini adalah, sebagai
berikut: 1. Kasus a. Memiliki balita (usia 1-5 tahun) pada waktu penelitian (Juni 2014) b. Balita yang telah didiagnosis oleh dokter atau paramedis menderita diare tanpa disertai penyakit lain yang datang berobat ke Puskesmas Baleendah Kecamatan Baleendah dalam riwayat penyakit pasien (Januari 2014 - Mei 2014). c. Balita yang diasuh oleh ibu balita d. Balita yang tidak mendapatkan ASI Ekslusif e. Balita yang memiliki tempat tinggal di daerah sepanjang aliran sungai dengan jarak 0-1.500 meter dari bibir sungai 2. Kontrol a. Balita yang tidak menderita diare atau gejala penyakit yang sama dan tinggal beerdekatan dengan kasus selama Januari 2014 - Mei 2014.
58
Kontrol bertempat tinggal di wilayah Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah . b. Balita yang memiliki tempat tinggal dibatasi oleh satu rumah dari rumah kontrol Kriteria yang tidak termasuk subjek penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Menolak diobservasi keadaan sarana sanitasi dasar rumah tangga b. Balita tidak pernah mengakses fasilitas kesehatan (Puskesmas) c. Balita tidak tinggal satu rumah dengan ibu balita d. Balita merupakan penduduk pendatang (belum masuk proses administrasi) atau calon penduduk (dalam proses administrasi) e. Balita yang teregister di Puskesmas telah meninggal f. Tidak memberikan informasi dengan lengkap Sampel
pada
penelitian
ini,
balita yang dipilih dari
register kasus diare Puskesmas Baleendah di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung dilakukan secara acak menggunakan simple random sampling. RW yang terpilih dalam penelitian ini adalah RW 001, RW 002, RW 003, RW 006, RW 007 dan RW 013. Pemilihan RW 59
ini
berdasarkan
karakteristik
geografis
RW
yang
bersinggungan/besebelahan dengan sungai Citarum. Tabel 4.2 Pemilihan Sampel di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 No
RW
Jumlah Kasus
Sampel Kasus
Sampel Kontrol
1.
001
218
22
22
2.
002
327
33
33
3.
003
208
21
21
4.
006
148
15
15
5.
007
188
19
19
6.
013
120
12
12
Total
1.209
122
122
Pengambilan sampel di tiap RW berdasarkan metode simple random sampling dari kerangka sampel yang telah didapatkan.
60
4.5. Skema Pengumpulan Data
Jumlah sampel minimal
Data kasus diare dari register Puskesmas
Data kasus di RW 001, 002, 003, 006, 007 dan 013
Random sampling balita yang memiliki riwayat diare tiap RW
Pemilihan subjek sebagai kontrol
Analisis data
Gambar 4.3 Skema Pengumpulan Data Pada proses pengumpulan data dimulai dengan penentuan jumlah sampel penelitian yang dilanjutkan dengan penentuan sampel kasus dan kontrol.
61
Data selanjutnya diambil dari UPT Puskesmas Baleendah. Data tersebut berupa data kunjungan balita yang menderita diare pada bulan Januari – Mei 2014 beserta alamat dari masyarakat sekitar Kelurahan Andir
tersebut. Kerangka sampel diambil setelah pemilihan sampel
berdasarkan letak geografis, yaitu balita yang menderita diare yang berada di daerah sepanjang aliran sungai. Data tersebut dicek dan disesuaikan dengan data kependudukan RW jika alamat yang disertakan dalam register Puskesmas kurang lengkap. Selanjutnya sampel kasus yang telah lengkap dengan alamatnya dilakukan penentuan sampel secara acak dan dikumpulkan datanya lebih lanjut. Setelah itu dilakukan pemilihan secara acak dengan metode simple random sampling pada RW 001, 002, 003, 006, 007 dan 013 untuk pengambilan data lebih lanjut. Jika pada proses pengumpulan data ditemukan ketidaksesuaian dengan kriteria inklusi
dan eksklusi maka
dilakukan kembali pengacakan sampel baik untuk kontrol maupun kasus. Pada akhirnya data dilakukan analisis lebih lanjut dengan hasil penelitian tentang kepemilikan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung. 4.6. Instrumen Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuesioner tertutup, observasi non parsitipatif dan pengukuran. Instrumen yang digunakan dalam 62
penelitian ini berupa panduan kuesioner, lembar observasi dan meteran. Instrumen kuesioner terdiri dari pertanyaan – pertanyaan tentang variabel dependen dan independen yang telah digunakan oleh Yunus (2003) dan Hidayanti (2012). Sedangkan pada lembar observasi terdiri dari poin-poin sarana sanitasi dasar di tempat tinggal yang mengacu pada Octafiany (2012) yang didukung oleh meteran untuk mengukur jarak pada salah satu variabel yang diteliti. 4.7. Uji Validitas Instrumen Penelitian Pada pengumpulan data primer dilakukan uji validitas intrumen penelitian terlebih dahulu. Instrumen yang digunakan merupakan hasil modifikasi instrumen yang berasal dari penelitian Yunus (2003), Hidayanti (2012) dan Octafiany (2012). Penelitian ini menggunakan kuesioner tertutup yang akan diuji validitas dan reliabilitasnya kembali dengan metode Pearson. Kuesioner ini dinilai valid jika alat ukur yang ditentukan tepat mengukur objek yang akan diukur ataupun dapat mengukur apa yang harus diukur. Sedangkan kuesioner dinilai reliabel jika alat ukur mengahasilkan hasil ukur yang konsisten jika dilakukan pengukuran berkali-kali. Langkah-langkah dalam pengujian validitas dan reliabilitas, yaitu: 1. Validitas kuesioner Pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan valid apabila r hitung > r tabel (0,361). Kuesioner penelitian ini awalnya berjumlah 63
46 pertanyaan dan setelah diuji validitas didapatkan 7 pertanyaan (B.4, B.5, B.6, B.7, B.8, C.7, D.8, D.9) yang tidak valid sehingga pertanyaan tersebut dihapus karena masih dapat terwakili dengan pertanyaan lainnya yang valid.. 2. Reliabilitas kuesioner Pertanyaan dalam kuesioner dinyatakan reliabel jika nilai r Alpha Cronbach > r tabel (0,361). Berdasarkan hasil uji kuesioner
didapatkan Alpha Cronbach sebesar 0,881.
Sehingga dengan hasil tersebut dapat dikatakan kuesioner ini reliabel untuk digunakan sebagai instrumen penelitian yang akan datang. 4.8. Pengolahan Data Pengolahan
data
dilakukan
secara
sistematik
dengan
menggunakan program dalam komputer sesuai dengan teknik pengolahan data setelah pengumpulan data, yaitu : 1. Editing Data yang akan diteliti melalui proses editing yaitu memperkecil potensi kesalahan. Pada proses ini dilakukan pengecekan data dari segi kelengkapan data, konsistensi data serta keseragaman data sehingga validitasnya terjamin.
64
2. Coding Data diberikan kode khusus peneliti untuk memudahkan dalam pengelompokkan dan analisis data kemudiannya. Pada tahap ini juga dilakukan kodifikasi data untuk menjaga otentifikasi dan kerahasian responden. 3. Entry Data dimasukkan sesuai kategori setlah proses kodifikasi ke dalam program pada komputer yang telah disediakan. 4. Cleaning Data yang telah dimasukkan ke program dalam komputer dilakukan pembersihan atau pengecekkan kembali data yang telah dianalisis. Pada tahap ini dilakukan pemilahan jika terdapat data yang tidak sesuai atau terdapat kesalahan sebelum akhirnya dilakukan pengolahan dan analisis data. 4.9.
Analisis Data Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitik. Analisis data dilakukan secara statistik menggunakan program olah data statistik. Pada penelitian ini dilakukan analisis secara univariat dan bivariat. Gambaran masalah pada variabel dependen dan independen dianalisis secara univariat. Sedangkan untuk hubungan diantara variabel dependen dan independen dilakukan secara bivariat. 65
4.9.1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan pada setiap variabel dari penelitian ini baik dependen maupun independen. Hasil analisis univariat ini disajikan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel. Variabel tersebut meliputi variabel dependen berupa riwayat penyakit diare dan variabel independen berupa sarana sanitasi dasar, yaitu sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air limbah, pengelolaan sampah rumah tangga, kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita, kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita serta kebiasaan jajan. 4.9.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antar variabel yang diujikan dalam hipotesis antara variabel dependen dengan variabel independen. Analisis ini juga memungkinkan menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis bivariat ini menggunakan uji chi square dengan Penelitian ini menggunakan derajat kemaknaan α 0,05 dengan Confidential Interval (CI) 95% untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi. Uji chi square memiliki persamaan sebagai berikut : 66
X2 = Σ ( O – E )2 E Keterangan: X2 = Chi Square O = Efek yang diamati E = Efek yang diharapkan Metode ini untuk mendapatkan probabilitas kejadian. Jika P value > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika P value ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan antara kedua variabel. Kemudian tabulasi silang dilakukan pada semua variabel yang akan dianalisa. Variabel tersebut meliputi variabel dependen berupa riwayat penyakit diare yang diuji hubungannya dengan variabel independen berupa sarana sanitasi dasar, yaitu sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air limbah, pengelolaan sampah rumah tangga, kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita, kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita serta kebiasaan jajan. Besar risiko dilihat dari nilai Odds Ratio (OR) paparan terhadap
kasus
pada
tingkat 67
kepercayaan
95%
dengan
menggunakan tabel 2x2. Nilai besarnya Odds Ratio ditentukan dengan rumus sebagai berikut : OR (Odds Ratio) = AD/BC Interpretasi nilai OR menurut Sandjaja dan Heriyanto (2011), adalah: 1. Odd ratio = 1 berarti tidak ada asosiasi (paparan tidak menyebabkan sakit) 2. Odd ratio < 1 berarti asosiasi negatif atau proteksi (terpapar berarti terlindung dari penyakit) 3. Odd ratio > 1 berarti asosiasi positif (paparan sebagai penyebab sakit)
68
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Gambaran Karakteristik Sampel Studi Gambaran karakteristik sampel studi menggambarkan pengambilan data berupa sampel ketika di lapangan. Gambaran nampak dalam gambar 5.1 Sampel minimal 122 Kasus dan 122 Kontrol
Sampel yang didapat 125 Kasus dan 122 Kontrol
Menolak masuk dalam studi 3 responden
3 Kasus dikeluarkan dari studi Sampel yang dianalisis 122 Kasus dan 122 Kontrol
Gambar 5.1 Skema Perolehan Sampel Pada gambar 5.1 terlihat bahwa sampel awal pada perhitungan sampel berjumlah 244 dengan 122 kontrol dan 122 kasus. Sedangkan sampel yang didapatkan dari pengambilan data primer berjumlah 247 dengan rincian 125 kasus dan 122 kontrol. 69
Jumlah 247 sampel tersebut dipilih 244 sampel dengan jumlah kasus sebanyak 122 sampel dan jumlah kontrol sebanyak 122 sampel karena studi case control awal yang menentukan perbandingan sampel 1:1. Sehingga beberapa sampel dikeluarkan dan tidak dianalisis menjadi bagian studi penelitian dikarenakan sampel yang didapatkan menolak diobservasi lebih lanjut. 5.2. Analisis Univariat 5.2.1. Gambaran Sarana Sanitasi Dasar 1.
Sarana Air Bersih Gambaran sarana air bersih dikategorikan menjadi dua, yaitu yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.1 Tabel 5.1 Distribusi Sarana Air Bersih Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Sarana Air Bersih Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
Jumlah
%
185 59 244
75,8 24,2 100,0
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar sarana air bersih daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir memenuhi syarat dengan jumlah 185 (75,8%). Sedangkan
sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat 70
berjumlah 59 (24,2%). Tabel ini menunjukkan bahwa sarana air bersih daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir sebagian besar telah memenuhi syarat. 2.
Jamban Gambaran
jamban dikategorikan
menjadi
dua,
yaitu
yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.2 Tabel 5.2 Distribusi Jamban Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Jamban Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
Berdasarkan tabel 5.2 dapat
Jumlah 112 132 244
% 45,9 54,1 100,0
diketahui bahwa sebagian
besar jamban daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir tidak memenuhi syarat dengan jumlah
132
(54,1%).
Sedangkan jamban yang memenuhi syarat berjumlah 112 (45,9%). Tabel ini menunjukkan bahwa jamban di Kelurahan Andir sebagian besar tidak memenuhi syarat.
71
3.
Saluran Pembuangan Air Limbah Gambaran saluran pembuangan air limbah dikategorikan menjadi dua, yaitu yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.3 Tabel 5.3 Distribusi Saluran Pembuangan Air Limbah Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Saluran Pembuangan Air Limbah Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
Berdasarkan tabel 5.3 dapat
Jumlah
%
100 144 244
41,0 59,0 100,0
diketahui bahwa sebagian
besar saluran pembuangan air limbah daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir tidak memenuhi syarat dengan jumlah 144 (59,0%). Sedangkan saluran pembuangan air limbah telah memenuhi syarat berjumlah 100 (41,0%). Tabel ini menunjukkan bahwa saluran pembuangan air limbah dasar daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir masih banyak yang tidak memenuhi syarat.
72
4.
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Gambaran umur dikategorikan menjadi dua, yaitu yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.4 Tabel 5.4 Distribusi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
Berdasarkan tabel 5.4 dapat
Jumlah
%
79 165 244
32,4 67,6 100,0
diketahui bahwa sebagian
besar pengelolaan sampah rumah tangga daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir tidak memenuhi syarat dengan jumlah
165
(67,6%). Sedangkan pengelolaan sampah rumah
tangga yang telah memenuhi syarat berjumlah 79 (32,4%). Tabel ini menunjukkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir masih banyak yang tidak memenuhi syarat.
73
5.2.2. Gambaran Personal Hygiene Ibu Balita 1.
Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Gambaran kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dikategorikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.5 Tabel 5.5 Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Buruk Baik Total
Berdasarkan tabel 5.5 dapat
Jumlah
%
22 222 244
9,0 91,0 100,0
diketahui bahwa sebagian
besar kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar pada balita yang menjadi responden daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir sudah baik. Dari tabel 5.5 nampak kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar yang baik berjumlah 222 (91,0%) lebih besar dibanding kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar yang buruk hanya 22 responden (9,0%). Hal ini menjadi gambaran bahwa kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar pada balita sudah lebih baik.
74
2.
Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Ibu Balita Gambaran kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita dikategorikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.6 Tabel 5.6 Distribusi Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Ibu Balita Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita Buruk Baik Total
Berdasarkan tabel 5.6 dapat
Jumlah
%
96 148 244
39,3 60,7 100,0
diketahui bahwa sebagian
besar kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita pada balita yang menjadi responden daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir sudah baik. Dari tabel 5.6 nampak kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita yang baik berjumlah 148 (60,7%)
lebih besar dibanding kebiasaan cuci tangan sebelum
makan ibu balita yang buruk yang mencapai 96 responden (39,3%). Hal ini menjadi gambaran bahwa kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita pada balita sudah lebih baik.
75
5.2.3. Gambaran Kebiasaan Jajan Gambaran kebiasaan jajan dikategorikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk dengan hasil yang dapat dilihat pada tabel 5.7 Tabel 5.7 Distribusi Kebiasaan Jajan Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Kebiasaan Jajan Buruk Baik Total
Jumlah 155 89 244
% 63,5 36,5 100,0
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa sebagian besar balita yang menjadi responden daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir masih memiliki kebiasaan jajan yang buruk dengan jumlah 155 balita (63,5%). Sedangkan balita dengan kebiasaan jajan yang baik berjumlah 119 balita (36,5%). Hal ini terlihat masih kurang baiknya kebiasaan jajan pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir. 5.3. Analisis Bivariat 5.3.1. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar dengan Riwayat Penyakit Diare 1.
Sarana Air Bersih Analisis hubungan antara sarana air bersih dengan riwayat penyakit diare diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs
untuk melihat 76
nilai
OR.
Sarana air bersih
dikategorikan menjadi dua, yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.8 Tabel 5.8 Analisis Hubungan antara Sarana Air Bersih dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Sarana Air Bersih
Riwayat Penyakit Diare Memiliki Tidak Jumlah Riwayat Memiliki Diare Riwayat Diare % % % n n n 89 48,1 96 51,9 185 100,0
Memenuhi Syarat Tidak 33 Memenuhi Syarat Total 122
OR (CI 95%)
P Value
1,369 (0,759100,0 2,468)
0,370
55,9
26
44,1
59
50,0
122
50,0
244 100,0
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 59 responden dengan sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 33 responden (55,9%) dan yang tidak memilki riwayat diare sebanyak 26 responden (44,1%). Sedangkan dari 185 responden dengan sarana air bersih yang memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat jumlah
sebanyak 89
responden (48,1%) dan yang tidak memiliki riwayat penyakit diare sebanyak 96 responden (51,9%). 77
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 1,369 sehingga dalam penelitian case control, paparan atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai penyebab sakit (asosiasi positif) karena nilai OR > 1, artinya sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat 1,308 kali menyebabkan penyakit diare dibandingkan jenis sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat. Selain
itu didapat nilai CI 95% (0,759-2,468) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sarana air bersih dengan riwayat penyakit diare. 2.
Jamban Analisis hubungan antara jamban dengan riwayat penyakit diare diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Jamban dikategorikan menjadi dua,
yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat.
Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.9
78
Tabel 5.9 Analisis Hubungan Jamban dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Jamban
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
Riwayat Penyakit Diare Memiliki Tidak Jumlah Riwayat Memiliki Diare Riwayat Diare % % % n n n 34 30,4 78 69,6 112 100,0 88
66,7
44
OR (CI 95%)
P Value
4,588 <0,001 (2,67633,3 132 100,0 7,885)
122 50,0 122 50,0 244 100,0
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.9 dapat diketahui bahwa dari 132 responden dengan jamban yang tidak memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 88 responden (66,7%) dan yang tidak memilki riwayat diare sebanyak 44 responden (33,3%). Sedangkan dari 112 responden dengan jamban yang memenuhi syarat dan
memiliki riwayat penyakit
diare terdapat jumlah sebanyak 34 responden (30,4%) dan yang tidak memiliki riwayat penyakit diare sebanyak 78 responden (69,6%). Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 4,588 sehingga dalam penelitian case control,
paparan atau
variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai penyebab sakit 79
(asosiasi positif) karena nilai OR > 1, artinya jamban yang tidak memenuhi syarat 4,588
kali
menyebabkan
penyakit diare
dibandingkan jamban yang tidak memenuhi syarat. Selain itu didapat nilai CI 95% (2,676-7,885) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara jamban dengan riwayat penyakit diare. 3.
Saluran Pembuangan Air Limbah Analisis hubungan antara saluran pembuangan air limbah dengan riwayat penyakit diare diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Saluran pembuangan air limbah dikategorikan menjadi dua, yaitu memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.10 Tabel 5.10 Analisis Hubungan antara Saluran Pembuangan Air Limbah dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014
Saluran Pembuangan Air Limbah
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
Riwayat Penyakit Diare Memiliki Tidak Jumlah Riwayat Memiliki Diare Riwayat Diare % % % n n n 39,0 39 61 61,0 100 100,0 83
57,6
61
122
50,0
122 50,0 244 100,0 80
42,4 144 100,0
OR (CI 95%)
P Value
2,128 (1,2653,581)
0,006
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.10 dapat diketahui bahwa dari 144 responden dengan saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 83 responden (57,6%) dan yang tidak memiliki riwayat diare sebanyak 61 responden (42,4%). Sedangkan dari 100 responden dengan
saluran pembuangan air limbah
yang
memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat jumlah sebanyak 39 responden (39,0%) dan yang tidak memiliki riwayat penyakit diare sebanyak 61 responden (61,0%). Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 2,128 sehingga dalam penelitian case control, paparan atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai penyebab sakit (asosiasi positif) karena nilai OR > 1, artinya saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat 2,128 kali menyebabkan penyakit diare dibandingkan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi syarat. Selain itu didapat nilai CI 95% (1,265-3,581) yang menunjukkan bahwa
ada hubungan antara saluran
pembuangan air limbah dengan riwayat penyakit diare. 4.
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Analisis
hubungan antara sarana pengelolaan sampah
dengan riwayat penyakit diare diperoleh dengan menggunakan uji
crosstabs
untuk melihat
nilai
OR. Sarana pengelolaan
sampah dikategorikan menjadi dua, yaitu memenuhi syarat dan 81
tidak memenuhi syarat. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.11 Tabel 5.11 Analisis Hubungan antara Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Pengelolaan Sampah
Memenuhi Syarat Tidak Memenuhi Syarat Total
Riwayat Penyakit Diare Memiliki Tidak Jumlah Riwayat Memiliki Diare Riwayat Diare % % % n n n 26 32,9 53 67,1 79 100,0 96
58,2
69
41,8 165 100,0
OR (CI 95%)
P Value
0,353 (0,2010,619)
<0,001
122 50,0 122 50,0 244 100,0
Berdasarkan
hasil analisis dalam tabel 5.12
dapat
diketahui bahwa dari 79 responden dengan sarana pengelolaan sampah yang memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 26 responden (32,9%) dan yang tidak memilki riwayat diare sebanyak 53 responden (67,1%). Sedangkan dari 165 responden dengan sarana pengelolaan sampah yang memenuhi syarat dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 96 responden (58,2%) dan yang tidak memiliki riwayat penyakit diare sebanyak 69 responden (41,8%).
82
Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 0,353 sehingga dalam penelitian case control, paparan atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai faktor proteksi (asosiasi negatif) karena nilai OR < 1, artinya responden dengan sarana pengelolaan sampah yang tidak memenuhi syarat 1/ 0,353 atau 2,83 kali
memiliki riwayat penyakit diare
dibandingkan
sarana pengelolaan sampah yang memenuhi syarat. Selain itu didapat nilai CI 95% (0,201-0,619) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara sarana pengelolaan sampah dengan riwayat penyakit diare. 5.3.2. Hubungan Personal Hygiene Ibu Balita dengan Riwayat Penyakit Diare 1.
Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Analisis hubungan antara kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dengan riwayat penyakit diare diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dikategorikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.12
83
Tabel 5.12 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Baik Buruk Total
Riwayat Penyakit Diare OR (CI Memiliki Tidak Jumlah 95%) Riwayat Memiliki Diare Riwayat Diare % % % n n n 110 49,5 112 50,5 222 100,0 0,818 12 54,5 10 45,5 22 100,0 (0,340122 50,0 122 50,0 244 100,0 1,972)
P Value
0,824
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.12 dapat diketahui bahwa dari 222 responden dengan kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita yang baik dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 110 responden (49,5%) dan yang tidak memilki riwayat diare sebanyak 112
responden (50,5%).
Sedangkan dari 22 responden dengan kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita yang baik dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 12 responden (54,5%) dan yang tidak memiliki riwayat penyakit diare sebanyak 10 responden (45,5%). Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 0,818 sehingga dalam penelitian case control, paparan atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai faktor proteksi 84
(asosiasi negatif) karena nilai OR < 1, artinya responden dengan kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita yang buruk 1/ 0,818 atau 1,22 kali memiliki riwayat penyakit diare dibandingkan kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita yang baik. Selain itu didapat nilai CI 95% (0,340-0,1,972) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita dengan riwayat penyakit diare. 2.
Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Ibu Balita Analisis hubungan antara kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita dengan riwayat penyakit diare diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita dikategorikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.13
85
Tabel 5.13 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Ibu Balitadengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita Baik Buruk Total
Riwayat Penyakit Diare OR (CI Memiliki Tidak Jumlah 95%) Riwayat Memiliki Diare Riwayat Diare % % % n n n 55 37,2 93 62,8 148 100,0 0,256 67 69,8 29 30,2 96 100,0 (0,148122 50,0 122 50,0 244 100,0 0,443)
Berdasarkan
hasil analisis dalam tabel 5.13
P Value
<0,001
dapat
diketahui bahwa dari 148 responden dengan kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita yang baik dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 55 responden (37,2%) dan yang tidak memilki riwayat diare sebanyak 93 responden (62,8%). Sedangkan dari 96 responden dengan kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita yang baik dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 67 responden (69,8%) dan yang tidak memiliki penyakit diare sebanyak 29 responden (30,2%). Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 0,256 sehingga dalam penelitian case control, paparan atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai faktor proteksi (asosiasi negatif) karena nilai OR < 1, artinya responden dengan 86
kebiasaan cuci tangan sebelum makan yang buruk 1/ 0,256 atau 3,9 kali memiliki riwayat penyakit diare dibandingkan jenis jamban yang baik. Selain itu didapat nilai CI 95% (0,148-0,443) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita dengan riwayat penyakit diare. 5.3.3. Hubungan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare Analisis
hubungan
antara
kebiasaan jajan
dengan
riwayat
penyakit diare diperoleh dengan menggunakan uji crosstabs untuk melihat nilai OR. Kebiasaan jajan dikategorikan menjadi dua, yaitu baik dan buruk. Adapun hasil uji yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 5.14 Tabel 5.14 Analisis Hubungan antara Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare Daerah Sepanjang Aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Kebiasaan Jajan
Baik Buruk Total
Riwayat Penyakit Diare Memiliki Tidak Jumlah Riwayat Memiliki Diare Riwayat Diare % % % n n n 36 40,4 53 59,6 89 100,0 86 55,5 69 44,5 155 100,0 122 50,0 122 50,0 244 100,0
OR (CI 95%)
P Value
0,545 (0,3210,925)
0,033
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel 5.14 dapat diketahui bahwa dari 89 responden dengan kebiasaan jajan yang baik dan memiliki riwayat 87
penyakit diare terdapat sebanyak 36 responden (40,4%) dan yang tidak memilki riwayat diare sebanyak 53 responden (59,6%). Sedangkan dari 155 responden dengan kebiasaan jajan yang baik dan memiliki riwayat penyakit diare terdapat sebanyak 86 responden (55,5%) dan yang tidak memiliki penyakit diare sebanyak 69 responden (44,5%). Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa nilai OR sebesar 0,545 sehingga dalam penelitian case control, paparan atau variabel yang diteliti diinterpretasikan sebagai faktor proteksi (asosiasi negatif) karena nilai OR < 1, artinya responden dengan kebiasaan jajan yang buruk 1/ 0,545 atau 1,83 kali
memiliki riwayat penyakit diare
dibandingkan
kebiasaan jajan yang baik. Selain itu didapat nilai CI 95% (0,321-0,925) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare.
88
BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain keterbatasan dari segi desain penelitian, variabel penelitian dan pengumpulan data. Pada segi desain, penelitian ini menggunakan case control, sehingga data yang didapatkan tidak dapat menghitung suatu insidensi penyakit yang berada di populasi karena sifatnya yang retrospektif. Selain itu pemilihan sampel kasus dalam populasi yang rawan terjadinya bias karena wilayah populasi sampel yang cukup luas. Pada segi variabel penelitian, masih terdapat variabel dalam kerangka teori yang tidak diteliti. Salah satu alasan beberapa variabel dalam kerangka teori tidak diteliti karena berfokus pada bidang kesehatan lingkungan yaitu sanitasi, personal hygiene ibu balita dan kebiasaan jajan. Sedangkan variabel yang tidak diteliti lebih ke bidang gizi serta variabel yang butuh uji laboratorium yang membutuhkan waktu dan biaya yang lebih besar. Begitupun variabel air, tanah dan tangan yang memerlukan biaya yang besar dalam uji laboratorium dalam melihat kualitas kesehatan dari segi fisik, kimia dan biologi karena sampel yang dibutuhkan dalam jumlah besar. Pada variabel kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar dan kebiasaan cuci tangan sebelum makan pun memiliki kekurangan karena hanya meneliti faktor luar dari ibu balita tidak meneliti personal hygiene 89
balita itu sendiri. Hal ini berdasarkan asumsi peneliti bahwa balita masih dalam bimbingan orang tua, yaitu ibu dalam aktivitas sehari-harinya. Selain itu, variabel dependen berupa diare dalam penelitian ini tidak
spesifik
hanya
diakibatkan
oleh
infeksi.
Sehingga dapat
menimbulkan bias dengan diare yang diakibatkan oleh masalah gizi maupun psikologi. Pada segi pengumpulan data, keterbatasan terdapat pada penentuan sampel kasus dan sampel kontrol. Jumlah sampel dalam penelitian ini terbilang cukup besar yaitu 122 dengan perbandingan kasus kontrol 1:1. Sehingga ketika penetapan sampel kontrol perlu melewati kriteria yang cukup banyak untuk meminimalisir bias. Namun pada pengambilan data ditemani dengan kader sehingga penentuan kontrol tidak terlalu sulit. Pada instrumen pengukuran, yaitu menggunakan meteran pun terdapat keterbatasan dengan adanya kesulitan memastikan ukuran jarak yang tepat antara sarana air bersih dengan sumber pencemar. 6.2. Gambaran Riwayat Penyakit Diare di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah (Simatupang, 2004). 90
Penelitian ini memiliki perbandingan kasus dan kontrol sebesar 1:1 dengan jumlah masing-masing 122 responden. Jumlah keseluruhan balita di Kelurahan Andir mencapai 6.587 jiwa dengan jumlah yang menderita diare sebanyak 1.209 balita pada tahun 2013. 6.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Riwayat Penyakit Diare pada Balita Sekitar Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 Faktor-faktor yang dijadikan variabel penelitian adalah sarana sanitasi dasar, yaitu sarana air bersih, jamban, saluran pembuangan air limbah dan pengelolaan sampah rumah tangga; personal hygiene, yaitu kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita dan kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita; serta kebiasaan jajan. Berikut pembahasan terhadap faktor-faktor yang diteliti yang mempengaruhi riwayat penyakit diare. 6.3.1. Hubungan Sarana Sanitasi Dasar dengan Riwayat Penyakit Diare 1. Sarana Air Bersih Sarana air bersih adalah sarana yang dapat menghasilkan air bersih seperti sumur gali (SG), sumur pompa tangan (SPT), penempungan air hujan (PAH), perlindungan mata air (PMA), sistem perpipaan (PP) dan terminal air (TA). Sumur gali merupakan sarana air bersih dengan cara mengambil air dari lapisan tanah dengan kedalaman tertentu. Sumur gali banyak 91
didapat dan diterapkan di daerah pedesaan karena mudah dalam pembuatan dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat itu sendiri dengan peralatan sederhana dan biaya yang murah (Sanropie. dkk., 1984). Hasil uji statistik menunjukkanbahwa nilai OR sebesar 1,369 dengan nilai interval CI 95% (0,759-2,468), sehingga dapat disimpulkan sarana air bersih merupakan penyebab sakit karena nilai OR>1 namun tidak memiliki hubungan karena nilai interval CI 95% yang tidak menunjukkan tidak ada hubungan. Sarana air bersih di Kelurahan Andir sudah cukup baik terlihat dari 244 responden diantaranya sejumlah 185 responden telah memenuhi syarat. Sehingga kecil kemungkinannya sarana air bersih menjadi faktor risiko terjadinya penyakit diare. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Amaliah (2010) yang menyatakan
bahwa
sarana
air
bersih
tidak
berhubungan
mengakibatkan diare pada balita. Pada sampel yang diambil pun didapatkan banyak reponden yang telah memakai sumber air terlindung yang hal ini sudah sesuai dengan persyaratan sarana air bersih menurut Depkes (1995) yang menurutnya sumber air bersih yang tidak terlindunglah yang dapat mudah terkontaminasi oleh agen penyebab penyakit. Kontaminasi yang paling umum adalah karena penapisan air dari sarana pembuangan kotoran manusia dan binatang. Hal ini menjadi tidak berisiko dalam penelitian ini karena 92
mayoritas reponden telah memiliki sarana air bersih yang sudah terlindung seperti pompa listrik, sumur pompa tangan dan sumur gali. Sungai Citarum pun dapat menjadi sumber kontaminasi, terutama bakteri Escherichia coli sebagai penyebab diare. Menurut Affandi (2000) rata-rata sungai di Bandung sudah tercemar, begitupun dengan Sungai Citarum dengan kandungan E coli yang cukup tinggi. Sebanyak 38 sungai yang ada di Bandung sudah terjadi pencemaran dan beban pencemaran yang paling tinggi terjadi pada Sungai Citarum, sebagai tempat pertemuan semua aliran air dari sungai-sungai kecil, antara lain
Sungai
Cikapundung, Sungai Cikijing dan Sungai Cicadas. Penyebab utama munculnya E coli adalah limbah yang dihasilkan masyarakat. Sekitar 70% dari seluruh limbah yang dihasilkan dari 2,5 juta penduduk Bandung merupakan limbah domestik. Hal ini karena
dapat
dikaitkan
dengan
saluran
pembuangan
dan
pengelolaan sampah yang masih belum baik seperti dalam hasil penelitian ini. Hasil observasi masih menemukan dari 185 (75,8%) sarana air bersih yang memenuhi syarat secara fisik masih kurang begitu baik meskipun dalam persyaratan masih memenuhi syarat. Hal ini terlihat dari sarana air bersih yang fisiknya terlindung namun tidak permanen. Sehingga dari ada kemungkinan terkontaminasi secara
93
fisik. Hal ini dapat diakibatkan oleh faktor ekonomi dari masyarakat daerah aliran sungai yang masih kurang. Hasil uji statistik menunjukkan ketidaksesuaian hasil penelitian dengan penelitian sebelumnya. Anwar dan Anwar (2009) dan Kamilla dkk. (2012) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian diare adalah kualitas fisik dan akses terhadap sarana air bersih. Hartoyo (2003) dan Angeline dkk. (2012) pun menyebutkan ada hubungan keadaan sarana air bersih dengan kejadian diare. Herwanti (2011) dan Hannif dkk (2011) juga menyebutkan ada hubungan antara sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita. Mansur (2013), Bumulo (2012), Ibrahim (2003) dan Suwantoro (2006) menyebutkan ada hubungan antara kepemilikan sarana air bersih dengan kejadian diare pada balita. Penggunaan air bersih pun terdapat hubungan yang signifikan dengan kejadian diare. Hal ini disampaikan dalam penelitian Suwantoro (2006), Hamzah dkk. (2012), Amaliah (2010) dan Elfiatri dkk. (2008). Jenis sarana air bersih dalam penelitian Ibrahim (2003) disebutkan memiliki hubungan terhadap kejadian diare. Penelitian Longginus (2004) menyebutkan bahwa sarana air bersih non perpipaan memiliki hubungan terhadap kejadian diare. Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dapat disebabkan oleh karena sarana air bersih tidak langsung berkaitan dengan agen 94
penyebab diare dan hasil observasi dari 244 sampel pun menyatakan bahwa konsumsi air dari sarana air bersih yang ada masih kurang dan lebih banyak yang membeli air bersih yang dapat dikonsumsi seperti air galon. Hal ini seperti disebutkan dalam hasil penelitian Charertanyarak, et.al. (2011) yaitu kasus diare banyak dipengaruhi oleh konsumsi air minum tanpa dimasak terlebih dahulu. Sedangkan hasil observasi menunjukkan sudah banyaknya masyarakat mengkonsumsi air minum kemasan atau air minum isi ulang yang bukan diambil dari sumber air bersih rumah tangga. 2. Jamban Jamban adalah salah satu ruangan yang memiliki fasilitas pembuangan kotoran manusia sederhana yang terdiri dari tempat jongkok dengan leher angsa yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkan (Depkes, 2000). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai OR sebesar 4,588 dengan nilai interval CI 95% (2,670-7,885), sehingga dapat disimpulkan jamban memiliki hubungan dengan riwayat penyakit diare dengan interpretasi sebagai penyebab sakit karena nilai OR>1. Nilai OR menunjukkan jamban yang tidak memenuhi syarat memiliki potensi sebesar 4,588 kali menyebabkan diare. Hubungan ini sesuai dengan penelitian Sinaga dkk (2013), Ibrahim (2003), Hamzah dkk. (2012), Pebriani dkk. (2012) dan 95
Suwantoro (2006) yang secara jenis memenuhi persyaratan yaitu berjenis leher angsa dengan septic tank (Depkes, 1999). Dalam penelitian ini sebanyak 132 responden (54,1%) memiliki jamban yang tidak memenuhi syarat dan 88 orang (66,7%) diantaranya memiliki riwayat diare. Asumsi awal peneliti pada akan banyak jamban yang tidak memenuhi syarat karena letak wilayah penelitian yang berdekatan dengan sungai. Asumsi itu jelas terbukti secara signifikan. Asumsi itu pun terbukti dengan adanya kaitan antara pemenuhan syarat jamban dengan kejadian diare. Terbukti dengan kasus yang tinggi pada responden yang memiliki jamban yang tidak memenuhi syarat yang mencapai 66,7% dari keseluruhan responden yang memiliki jamban yang tidak memenuhi syarat. Selain dari jenis jamban, penelitian ini juga membahas tentang kepemilikan jamban yang harus dimiliki masing-masing keluarga tidak bercampur atau bahkan jamban umum. Sesuai dengan penelitian Mansur (2013), Amaliah (2010), Kamilla dkk. (2012) dan Ibrahim (2003) bahwa kepemilikan jamban sendiri mengurangi faktor risiko terkena diare. Penelitian ini pun terlihat bahwa masih relatif tinggi kepemilikan jamban yang tidak memenuhi syarat. Hasil observasi menunjukkan jamban yang masih menggunakan jamban umum tanpa perlindungan yang kemungkinan mencemari lingkungan sekitarnya seperti sumber air 96
dan permukaan tanah serta kemungkinan digunakan sebagai tempat vektor berkembang biak dan penyebaran kuman yang berasal dari tinja terhadap sumber air bersih yang menjadi konsumsi masyarakat. Kepemilikan jamban ini pun terkait dengan penularan baik secara langsung ataupun tidak langsung dari kotoran manusia ataupun hewan kepada manusia dalam menularkan diare. Eshete et.al (2009) menyebutkan pula dalam penelitiannya bahwa kepemilikan dan ketrersediaan jamban berpengaruh secara signifikan terhadap diare pada balita. Pengaruh lingkungan di sekitar jamban terhadap kejadian diare sangat memungkinkan karena salah satunya diakibatkan oleh tingkat kebersihan orangrang yang berbeda sehingga ada kemungkinan tercecernya kotoran hasil pembuangan orang lain jika jamban tersebut dipakai bersamasama. Mubarak
dan
Chayatin
(2009)
menjelaskan
bahwa
pembuangan kotoran merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh
terhadap
lingkungan.
Pembuangan
kotoran
ini
merupakan salah satu faktor lingkungan untuk memenuhi derajat kesehatan yang setingi-tingginya. Jika dihubungkan dengan Depkes (1995) yang menyebutkan bahwa penyakit yang ditularkan melalui air disebabkan oleh kontaminasi dari hasil rembesan kotoran manusia atau binatang. Hal ini sesuai dengan penelitian ini yang terlihat dari gambaran jamban rumah tangga yang masih 97
banyaknya jamban yang tidak memenuhi syarat 132 (54,1%) dibandingkan dengan jamban yang memenuhi syarat. Jumlah ini sebanding dengan jumlah riwayat penyakit diare pada masingmasing responden. Responden dengan jamban yang tidak memenuhi syarat berbanding lurus dengan jumlah riwayat penyakit diare sebaliknya responden yang memiliki jamban yang memenuhi syarat yang berbanding terbalik dengan riwayat penyakit diare. Pada penelitian ini masih ditemukan banyak rumah tangga yang tidak memiliki jamban dan membuang langsung kotoran ke perairan terbuka seperti sungai atau ke selokan terdekat. Hal ini juga dikarenakan banyaknya rumah tangga yang beranggapan lebih efisien dan mudah jika pembuangan kotoran langsung ke sungai. Letak rumah masyarakat yang berdekatan dengan sungai menjadi alasan utama mereka membuang kotoran ke sungai sehingga banyak rumah tangga yang memiliki jamban leher angsa namun tidak memiliki septic tank dan langsung membuang ke sungai. Hal ini tentu menambah risiko terjadinya penyakit diare seperti penelitian yang dilakukan oleh Sinaga dkk (2013), Ibrahim (2003), Hamzah dkk. (2012), Pebriani dkk. (2012) dan Suwantoro (2006). Kusnoputranto (1997) pun menyebutkan bahwa model jamban yang memenuhi syarat kesehatan adalah model jamban yang terdiri dari tempat jongkok dan dilengkapi tangki septik. Fungsi umum dari tangki septik ini adalah melindungi kemampuan absorbsi dari 98
tanah resapan. Sedangkan fungsi khususnya adalah sebagai pengambilan bahan padat, pengolahan biologis, penyimpanan sludge dan scum. Sehingga kotoran yang terbuang tidak mengkontaminasi sumber air bersih yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Pembuangan kotoran di sembarang tempat akan berdampak negatif pada kesehatan manusia yang hidup di sekitarnya karena kotoran tersebut menjadi sumber penyakit yang dapat ditularkan melalui serangga, lalat dan kecoa secara mekanis. Penularan melalui air, tanah dan akanan dapat secara tidak langsung atau melalui kontak langsung. Hal tersebut senada dengan pendapat Kusnoputranto (1984) bahwa kotoran manusia yang berbentuk padat (tinja) maupun cair (air kemih) harus dikelola dengan baik dan benar. Kotoran tidak hanya menimbulkan bau dari segi estetika namun tidak baik pula dari segi virus, bakteri, kista protozoa, telur cacing dan mikroorganisme patogen lainnya yang terdapat dalam kotoran yang dapat menyebabkan penyakit pada individu lain. 3. Saluran Pembuangan Air Limbah Sarana pembuangan air limbah (SPAL) adalah salah satu dari persyaratan rumah sehat, dimana dengan SPAL yang tertutup baik tidak akan menjadi tempat perkembangbiakan maupun
99
peristirahatan organisme yang mungkin bisa merugikan kesehatan (Depkes, 1990). Hasil uji statistik menunjukkanbahwa nilai OR sebesar 2,128 dengan nilai interval CI 95% (1,265-3,581), sehingga dapat disimpulkan saluran pembuangan air limbah memiliki hubungan dengan riwayat penyakit diare dengan interpretasi sebagai penyebab sakit karena nilai OR>1. Nilai OR menunjukkan saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat memiliki potensi sebesar 2,128 kali menyebabkan diare. Banyaknya saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat di sekitar Sungai Citarum menyebabkan dengan jumlah 144 responden (59,0%) dari total 244 sampel keseluruhan. Dari jumlah 144 tersebut 83 orang (57,6%) diantaranya memiliki riwayat diare. Sehingga faktor wilayah juga dapat mempengaruhi sarana saluran pembuangan air limbah masyarakat. Hal ini terbukti banyaknya saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat. Hasil ini sesuai dengan Suryani (2012), Kamilla dkk. (2012) dan Hamzah dkk. (2012) yang menyebutkan saluran pembuangan air limbah memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadi diare pada balita. Hasil penelitian ini menunjukkan masih banyaknya saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat seperti masih 100
banyaknya rumah tangga yang membuang limbah rumah tangga ke saluran terbuka dan tidak tertutup. Jumlah yang didapatkan dari penelitian ini, yaitu sebanyak 149 rumah tangga dari 244 jumlah sampel memiliki saluran pembuangan air limbah yang tidak memenuhi syarat. Hal ini menambah risiko terkena diare terlihat dari jumlah 149 sebanyak 57,7% diantaranya memiliki riwayat penyakit diare. Pemukiman yang memiliki wilayah yang berdekatan dengan sungai membuat saluran pembuangan air limbah tidak begitu diperhatikan. Jumlah saluran yang tidak memenuhi syarat mencapai 59,0% dari total responden dalam penelitian ini memiliki saluran yang tidak memenuhi syarat. Masih banyaknya rumah tangga yang memiliki saluran berdekatan dengan sumber air bersih dan terbuka langsung ke perairan, yaitu Sungai Citarum yang memang berdekatan dengan pemukiman. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang harus diperhatikan dalam Depkes (1990) bahwa saluran pembuangan air limbah tidak mencemari sumber air minum,
tidak
mengotori
permukaan
tanah,
menghindari
tersebarnya cacing tambang, mencegah berkembangnya lalat dan serangga lain, tidak menimbulkan bau dan memiliki jarak minimal 10 meter dengan sumber air bersih. Sedangkan pada penelitian ini masih ditemukan saluran pembuangan air limbah yang memiliki jarak kurang dari 10 meter dan masih terbuka sehingga 101
dimungkinkan menjadi sarang atau tempat berkembangbiaknya serangga dan vektor lainnya. Hal ini dapat menjadikan saluran pembuangan air limbah menjadi sumber cemaran dan sumber agen penyakit terutama diare. Hal ini pun diatur dalam Kepmenkes 829 tahun 1999 tentang rumah sehat yang menyebutkan setidaknya syarat minimal saluran pembuangan air limbah adalah diresapkan dan tidak mencemari sumber air dengan jarak minimal 10 meter dari sumber air bersih. Peraturan ini pun memberi batasan yang paling baik yaitu dialirkan ke selokan tertutup dan diolah lebih lanjut oleh sistem saluran kota. 4. Sarana Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan
pengaturan
terhadap
penimbunan;
penyimpanan
(sementara, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pemrosesan dan pembuangan sampah) dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti teknik (engineering), perlindungan alam (conservation), keindahan dan pertimbangan-pertimbangan lainnya, serta mempertimbangkan sikap masyarakat. Pengelolaan sampah pada saat ini merupakan masalah yang kompleks, karena semakin banyaknya sampah yang dihasilkan, beraneka ragam komposisinya, makin berkembangnya kota, terbatasnya dana yang tersedia dna masalah lainnya yang berkaitan (Mubarak dan Chayatin, 2009). 102
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai OR sebesar 0,353 dengan nilai interval CI 95% (0,201-0,619), sehingga dapat disimpulkan pengelolaan sampah rumah tangga merupakan faktor proteksi karena nilai OR<1. Sehingga pengelolaan sampah rumah tangga yang baik dapat menjaga dari kemungkinan terkena diare. Hasil CI 95% menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengelolaan sampah rumah tangga dengan riwayat penyakit diare. Jika melihat OR yang terdapat di hasil dapat disimpulkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga yang tidak memenuhi syarat 1/0,353 atau 2,83 kali dapat menimbulkan riwayat diare dibandingkan pengelolaan sampah rumah tangga yang memenuhi syarat. Hasil pengisian kuesioner masih banyaknya masyarakat yang membuang sampah langsung ke perairan terbuka, yaitu sungai atau ke lapangan terbuka tanpa pengolahan ataupun pengelolaan oleh pihak tertentu. Sehingga di hasil dapat terlihat sarana pengolaan sampah yang tidak memenuhi syarat dapat mencapai angka 165 responden dari jumlah 244. Herwanti (2011), Hamzah dkk. (2012), Angeline dkk. (2012) dan Elfiatri dkk. (2008) pun memiliki hasil yang sama terhadap hubungan antara pengelolaan sampah dengan kejadian diare. Sehingga pengelolaan sampah harus dikelola dengan baik.
103
Depkes (1999) menyebutkan syarat sarana pengelolaan sampah untuk rumah sehat diantaranya yaitu kedap air dan bertutup. Banyaknya rumah tangga yang masih menggunakan sarana pengelolaan sampah dengan cara pembuangan ke tanah terbuka dan tidak memiliki tempat khusus seperti lapangan terbuka. Belum adanya lahan tempat pembuangan sementara membuat masyarakat lebih senang membuang ke tempat yang terbuka yang masih banyak dijumpai di Kelurahan Andir. Hal ini tidak sesuai dengan syarat Depkes (1999) yang menyebutkan sarana pengelolaan sampah haruslah kedap air dan bertutup. Daerah pemukiman yang berdekatan dengan wilayah sungai pun menjadi alasan kuat masyarakat lebih senang membuang ke bibir sungai yang tidak tertutup dan cenderung lembab karena dekat dengan perairan terbuka. Kelembaban sampah dapat menjadi salah satu faktor penyabab terjadinya riwayat penyakit diare. Hal ini terkait dengan perkembangbiakan bakteri dalam
sampah
yang
menyenangi
daerah
yang
lembab.
Dwidjoseputro (1981) menyebutkan pula kadar air ini berhubungan dengan perkembangbiakan bakteri yang lebih menyukai dalam keadaan
yang basah.
Perkembangbiakan
bakteri ini akan
berpengaruh pada tejadinya diare yang mayoritas agen penyakit diare adalah bakteri. Hal ini ditambah dengan kondisi dan jarak
104
timbunan sampah yang kurang dari 10 meter dari sumber air bersih. 6.3.2. Hubungan Personal Hygiene Ibu Balita dengan Riwayat Penyakit Diare Higiene perorangan merupakan ciri berperilaku hidup sehat. Beberapa kebiasaan berperilaku
hidup
sehat
antara
lain
kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah BAB dan kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun sebelum
makan
(Depkes RI, 2006). Wardhani (2010), Yusiana dan Devita (2013) dan Hanif dkk. (2011) menyebutkan ada hubungan antara praktik personal hygiene ibu balita dengan kejadian diare balita di Kelurahan Sugihwaras Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Begitupun dalam penelitian Setyanto (2006) menyebutkan hubungan yang bermakna antara personal hygiene ibu dengan kejadian diare pada balita umur 6-24 bulan rawat inap Puskesmas Wirosari I Kabupaten Grobogan. Fatmawati (2003) pun menyatakan ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian diare. 1. Kebiasaan Cuci Tangan Setelah Buang Air Besar Ibu Balita Hasil uji statistik menunjukkanbahwa nilai OR sebesar 0,818 dengan nilai interval CI 95% (0,340-1,972), sehingga dapat disimpulkan kebiasaan mencuci tangan setelah Buang Air Besar 105
merupakan faktor protektif karena nilai OR<1 namun tidak memiliki hubungan karena nilai interval CI 95% yang tidak menunjukkan tidak ada hubungan. Lauziah (2012), Rosisdi dkk. (2010), Elfiatri (2008) dan Sinaga dkk (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare. Rompas dkk., Amaliah (2010) dan Mansur (2013) menyimpulkan dalam hasil penelitiannya bahwa ada hubungan antara perilaku cuci tangan pakai sabun dengan terjadinya diare. Sehingga hubungan antara cuci tangan pakai sabun sangat penting untuk mencegah penyakit termasuk diare. Hasil penelitian Wardayu (2010), Kamilla dkk. (2012) dan Taosu dkk. (2013) menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan setelah Buang Air Besar dengan kejadian diare. Ketidaksesuaian
penelitian
ini
dengan
penelitian
sebelumnya yang menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan setelah buan air besar dengan kejadian diare ini dapat disebabkan oleh karena kekurangan peneliti dalam menggali dan mengingatkan responden akan pertanyaan tentang kebiasaan mencuci tangan setelah Buang Air Besar. Hal ini pun menjadi salah satu kekurangan dalam metode case control yang seringkali
106
sulit merekam dan menggali kejadian yang telah berlalu kepada responden dalam penggalian faktor risiko. Selain itu variable ini tidak berhubungan bisa terjadi karena ada beberapa responden yang memang tidak berhubungan langsung dengan balita atau kesalahan pemiihan responden yang memiliki pengasuh sehingga tidak terjadi paparan secara langsung ke balita. Penelitian ini meneliti ibu balita sebagai responden sehingga ada kemungkinan balita yang memiliki riwayat penyakit diare telah mampu makan sendiri dan tidak memiliki paparan langsung dengan ibu balita sehingga tidak langsung menjadi faktor risiko. Selain itu dari distribusi kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar pada ibu balita terlihat sudah sangat baik dengan jumlah 222 (91,0%) dari total sampel 244. Sehingga diare di Kelurahan Andir tidak disebabkan oleh personal hygiene berupa kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar karena kebiasaan responden yang sudah baik. Namun dari jumlah responden yang memiliki riwayat penyakit diare lebih kecil dari jumlah responden tidak memiliki riwayat penyakit diare. Hal ini dapat disebabkan oleh tidak adanya observasi secara langsung kepada responden sehingga ada kemungkinan responden tidak mengatakan kebiasaan yang sebenarnya. 2. Kebiasaan Cuci Tangan Sebelum Makan Ibu Balita 107
Hasil uji statistik menunjukkanbahwa nilai OR sebesar 0,256 dengan nilai interval CI 95% (0,148-0,443), sehingga dapat disimpulkan kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita merupakan faktor proteksi karena nilai OR<1. Nilai CI 95% menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita dengan riwayat penyakit diare. Nilai OR menunjukkan bahwa kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita yang buruk dapat 1/0,256 atau 3,9
kali menimbulkan
riwayat penyakit diare dibandingkan kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita yang baik. Penelitian ini sesuai dengan pernyataan Taosu dkk. (2013) dan Kamilla dkk. (2012) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita dengan kejadian diare pada balita. Hal ini terlihat sudah baiknya reponden dalam kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita dengan jumlah mencapai 148 orang dari 244 orang. Jumlah tersebut mayoritas tidak memiliki riwayat diare dengan jumlah 93 orang. Hasil survey Environmental Service Program (ESP) tahun 2011 di Indonesia menunjukkan hanya sekitar 3% responden yang mencuci tangan dengan sabun, dengan rincian: responden yang mencuci tangan setelah buang air besar hanya 12 %, setelah membantu BAB (Buang Air Besar) bayi 14 %, sebelum makan 14%, sebelum memberi makan bayi 7 %, dan sebelum menyiapkan 108
makanan 6 % (World Bank, 2011). Temuan ini sangat memprihatinkan
jika
dibandingkan
dengan
survey
yang
membuktikan hampir setiap rumah memiliki sabun. Menjawab persoalan tersebut, mencuci tangan dengan
sabun adalah
penanggulangan paling sederhana dan efektif untuk menahan penyebaran virus dan bakteri, mulai dari virus penyebab flu, bakteri penyebab diare, hingga virus dan bakteri yang mematikan seperti penyebab Hepatitis A. Sementara Department of Infectious and Tropical Diseases di London, Inggris, menyatakan mencuci tangan dengan sabun dapat menekan angka kematian akibat penyakit diare dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) hingga 42-47%. Lewat studi ini, mencuci tangan diramalkan dapat mencegah 1 juta kematian anak di seluruh dunia (Depkes, 2007; Ejemot. et. al, 2007; Curtis. et. al., 2003). Sehingga dari hal tersebut dapat disimpulkan hubungan yang berkaitan antara kebiasaan cuci tangan sebelum makan dengan riwayat penyakit diare. Kebiasaan cuci tangan di Kelurahan Andir sudah baik sehingga menjadi proteksi dari kejadian penyakit diare. 6.3.3. Hubungan Kebiasaan Jajan dengan Riwayat Penyakit Diare Pangan
jajanan
adalah
makanan/minuman
yang
dipersiapkan dengan teknologi yang sangat sederhana, dimana seringkali faktor hiegine atau kebersihan kurang diperhatikan, baik kebersihan bahan yang digunakan, peralatan yang dipakai 109
maupun kebersihan lingkungannya. Selain itu, karena tingkat pendidikan pedagang yang relatif rendah dan ketidaktahuannya, mengakibatkan mereka seringkali menggunakan bahan-bahan tambahan makanan seperti pemanis, pewarna, pengawet, dan lain-lain, yang sebenarnya tidak diijinkan untuk bahan-bahan tersebut dapat lebih murah (Fardiaz & Fardiaz, 1994). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai OR sebesar 0,545 dengan nilai interval CI 95% (0,321-0,925), sehingga dapat disimpulkan kebiasaan jajan merupakan faktor proteksi karena nilai OR<1. Nilai CI 95% menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare. Nilai OR menunjukkan bahwa kebiasaan jajan yang buruk dapat 1/0,545 atau 1,83 kali menimbulkan riwayat penyakit diare dibandingkan kebiasaan jajan yang baik. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan positif antara kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare. Sesuai dengan penelitian Pradipta dkk. (2013) yang menyebutkan hal yang sama. Hasil menunjukkan dari 244 responden sebanyak 155 orang diantaranya memiliki kebiasaan jajan yang buruk. Hal ini dapat disebabkan motivasi balita yang mengikuti orang banyak dalam jajan ke pedangan yang sering lewat rumah. Selain itu kebiasaan orang tua memberikan uang jajan menjadi salah satu faktor dalam kebiasaan jajan balita. Daerah pemukiman yang padat dengan 110
jumlah balita yang cukup besar, yaitu 6.587 balita dengan persentase sebesar 33,4% dari jumlah penduduk Kecamatan Baleendah. Hal ini dapat menjadi ketertarikan pedagang untuk berjualan sehingga balita pun tertarik untuk membeli. Pradipta dkk. (2013) menyebutkan kebiasaan jajan yang buruk terlihat dari kebiasaan jaajn pada tempat yang memiliki higienitas yang buruk sehingga dapat memperbesar risiko terkena penyakit diare. Kebiasaan jajan yang buruk akan menimbulkan risiko dalam riwayat penyakit diare karena ada kemungkinan jajanan yang dijual tidak memenuhi prinsip higienis. BPOM RI (2011) menyebutkan sekitar 40-44% jajajanan anak sekolah belum memenuhi syarat. Hal ini berkaitan dengan higinietas jajanan yang masih kurang. Sparringa (2012) menyebutkan jajanan yang berkualitas
harus
memperhatikan
kualitas
air,
ventilasi,
pengelolaan air limbah, tempat sampah, tempat cuci tangan, dan piring, tempat peyimpanan alat makan dan masak, lingkungan tempat cuci peralatan makan dan masak, higienitas penjaja makan dan lainnya. Hal ini dapat diasumsikan menjadi penyebab adanya hubungan antara kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare pada balita.
111
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan 1. Sarana air bersih rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 75,8% telah memenuhi syarat. 2. Jamban rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 54,1% tidak memenuhi syarat. 3. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 59,0% tidak memenuhi syarat. 4. Pengelolaan sampah rumah tangga pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 67,6% tidak memenuhi syarat. 5. Kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 91,0% sudah baik. 6. Kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 60,7% sudah baik. 112
7. Kebiasaan jajan pada balita daerah sepanjang aliran Sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 63,5% masih buruk. 8. Tidak ada hubungan antara sarana air bersih rumah tangga dengan riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014. 9. Ada hubungan antara jamban rumah tangga dengan riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 dengan OR 4,588 dan nilai interval CI 95% (2,676-7,885) sehingga jamban rumah tangga menjadi penyebab sakit. 10. Ada hubungan antara saluran pembuangan air limbah rumah tangga dengan riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 dengan OR 2,128 dan nilai interval CI 95% (1,265-3,581) sehingga saluran pembuangan air limbah menjadi penyebab sakit 11. Ada hubungan antara pengelolaan sampah dengan riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 dengan OR 0,353 dan nilai interval CI 95% (
0,201-0,619)
pengelolaan sampah rumah tangga menjadi faktor proteksi 113
sehingga
12. Tidak ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan setelah buang air besar ibu balita dengan riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014. 13. Ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan sebelum makan ibu balita ibu balita dengan riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 dengan OR 0,256 dan nilai interval CI 95% (0,148-0,443) sehingga cuci tangan sebelum makan ibu balita menjadi faktor proteksi. 14. Ada hubungan antara kebiasaan jajan dengan riwayat penyakit diare pada balita daerah sepanjang aliran sungai Citarum di Kelurahan Andir Kecamatan Baleendah Kabupaten Bandung Tahun 2014 dengan OR 0,545 dan nilai interval CI 95% (0,321-0,925) sehingga kebiasaan jajan menjadi faktor proteksi 5.2.Saran 5.2.1.
Pemerintah 1. Ditingkatkannya sarana air bersih rumah tangga dengan melengkapi sarana air bersih yang masih tidak memenuhi syarat dengan pengadaan sarana air bersih yang terlindung komunal di tiap RT ataupun penyediaan pipa ledeng oleh Dinas Pekerjaan Umum bekerja sama dengan Dinas
114
Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten Bandung. 2. Ditingkatkannya pengadaan dan kualitas jamban rumah tangga dengan pengadaan jamban sehat bagi keluarga yang belum memiliki jamban rumah tangga yang memenuhi syarat atau pengadaan jamban keluarga komunal di tiap RT oleh Dinas Pekerjaan Umum bekerja sama dengan Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten Bandung berkoordinasi dengan Puskesmas Baleendah. 3. Ditingkatkannya saluran pembuangan air limbah rumah tangga dengan pengadaan saluran pembuangan limbah rumah tangga kota terpusat dengan pengelolaan lebih lanjut serta penutupan saluran pembuangan air limbah yang masih terbuka Dinas Pekerjaan Umum bekerja sama dengan Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten Bandung. 4. Ditingkatkannya pengelolaan sampah rumah tangga dengan pengadaan tempat pengelolaan sampah di tiap RT oleh pihak Kelurahan Andir dengan pengajuan ke Pemerintah Kabupaten Bandung dan pengangkutan sampah pada tempat pengumpulan sampah terbuka oleh Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten Bandung.
115
5. Diperlukannya pengawasan terhadap jajanan yang dijual bebas di masyarakat sekitar aliran Sungai Citarum oleh Dinas Kesehatan bekerjasama dengan BPPOM Kabupaten Bandung. 6. Pemasangan
papan
peringatan
terkait
pelarangan
membuang sampah maupun limbah ke Sungai Citarum 5.2.2.
Puskesmas 1. Pemberian informasi kepada ibu balita akan pengawasan kebiasaan jajan balita dan penertiban dengan pengawasan Dinas Kesehatan bagi jajanan yang tidak sehat yang dijual bebas melalui penyuluhan oleh kader Posyandu yang berkoordinasi dengan Puskesmas Baleendah. 2. Pemberian informasi akan peningkatan sarana air bersih dengan penggantian sarana air bersih yang belum terlindung dengan sarana air bersih yang terlindung. 3. Pemberian informasi akan peningkatan jamban keluarga dengan pembuangan melalui septic tank tidak langsung membuang ke Sungai Citarum. 4. Sosialisasi informasi akan penutupan dan pembuatan saluran pembuangan air limbah ke sumber resapan di setiap RW. 5. Sosialisasi informasi dan edukasi mengenai pengelolaan sampah yang baik dan benar. 116
6. Advokasi dan pengajuan terkait sarana sanitasi dasar yang belum memenuhi syarat ke Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten Bandung melalui Kelurahan Andir. 5.2.3.
Peneliti 1. Dilakukannya penelitian yang lebih mendalam dengan studi kualitatif tentang permasalahan sanitasi dasar, personal hygiene dan kebiasaan jajan pada balita 2. Dilakukannya penelitian lebih lanjut dengan kontrol yang
lebih banyak dan pengukuran yang lebih valid dan reliabel.
117
DAFTAR PUSTAKA Adisasmito, Wiku. 2007. Faktor Risiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia: Systematic Review. Universitas Indonesia Affandi, Apun. 2000. Sungai di Bandung Tercemar Bakteri Berbahaya. Bandung: Indopubs. Ahlquist D.A, and Camilleri M., 2005. Diarrhea and Constipation. In: Harrison’s Principles Of Internal Medicine 16th ed. USA: McGraw Hill Amaliah, Fitri. 2010. Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Faktor Budaya Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Desa Toriyo Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo. Prosiding Seminar Nasional Unimus 2010: h.91-97 Angeline, Yuki Laura. I. Marsaulina. E. Naria. 2013. Hubungan Kondisi Sanitasi Dasar Dengan Keluhan Kesehatan Diare Serta Kualitas Air Pada Pengguna Air Sungai Deli Di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012 . Jurnal Lingkungan Dan Keselamatan Kerja Vol. 2 No.3, 2013: h. 1-8 Anies. 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Elex Media Komputindo. Anwar, Athena. A. Musadad. 2009. Pengaruh Akses Penyediaan Air Bersih Terhadap Kejadian Diare Pada Balita. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 8, No. 2, Juni 2009: h. 953-963 Arisman. 2008. Keracunan Makanan. Jakarta: EGC. Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Data Agregat Per Kecamatan di Kabupaten Bandung. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia .Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Bumulo, Septian Bumulo. 2014. Hubungan Sarana Penyediaan Air Bersih Dan Jenis Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pilolodaa Kecamatan Kota Barat Kota Gorontalo Tahun 2012. Skripsi. Gorontalo: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo.
Cairncross, Sandy. et. al. 2010. Water, Sanitation and Hygiene for The Prevention of Diarrhoea. International Journal of Epidemiology 2010 Vol. 39: p. i193i205. Charerntanyarak, Lertchai. et.al. 2011. Environmental Burden of Diarrhea for Water, Sanitation and Hygiene in Thailand. Epidemiology Vol. 22, Issue 1, January 2011, January (Suplement 2011, 2010 Joint Conference of International Society of Exposure Science & International Society for Environmental Epidemiology): p. s153 Dahlan, M. Sopiyudin. 2009. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan Berdasar Prinsip IKVE 1741. Jakarta: CV Sagung Seto. Departemen Kesehatan RI. 1995. Pengawasan Kualitas Air untuk Penyediaan Air Bersih Pedesaan dan Kota Kecil.. Jakarta: Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 1995. Penyehatan Air dalam Program Penyediaan dan Pengolahan Air Bersih Buku Pedoman Bagi Para Pengelola Program. Jakarta: Dirjen PPM & PLP Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 1999. Buku Ajar Diare. Jakarta: Dirjen PPM dan PLP Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 2000.Buku Pedoman Pelaksanaan Klinik Sanitasi untuk Puskesmas. Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan Pemukiman Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 2000.Buku Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Rumah Tangga. Jakarta: Direktorat Promosi Kesehatan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 2000.Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes RI. Departemen Kesehatan RI. 2002. Profil Kesehatan Indonesia 2002. Jakarta: Depkes RI Departemen Kesehatan RI. 2005. Profil Kesehatan Indonesia 2003. Jakarta: Depkes RI Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Jakarta: Direktorat Jendral PP & PL. Departemen Kesehatan RI. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI.
Elfiatri, Vera. Hari Kusnanto. Lutfan Lazuardi. 2007. Analisis Spasial Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Sebagai Faktor Risiko Diare Di Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan Tahun 2007. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Gadjah Mada Eshete, Wondwossen Birke. et.al. 2009. Environmental Determinants of Diarrhea among Children in Nekemte Town, Western Ethiopia.Epidemiology, Vol. 20, Issue 6: p. s23 Fathonah, Siti. 2005. Higiene dan Sanitasi Makanan. Semarang: UNNES Press. Fatmawati, Heny. 2003. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif, Mpasi, Higiene Perorangan Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Bayi 4-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kudus. Skripsi.Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Diponegoro University. Gunawan, Andang. 2001. Food Combining. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Hamzah. A. Arsin. J. Ansar. 2012. Hubungan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo Tahun 2012. Skripsi. Makasar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanudin Hannif, N.S. Mulyani, S. Kuscithawati. 2011. Faktor Risiko Diare Akut Pada Balita. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 27, No. 1, Maret 2011: h. 10-17 Hartojo, Ade. 2003. Hubungan Faktor-Faktor Lingkungan Keluarga Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Langensari Kabupaten Ciamis, Agustus - Sepember 2003. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Ibrahim. 2003. Hubungan Kondisi Sarana Air Bersih, Pembuangan Limbah Dan Karakteristik Individu Dengan Kejadian Diare Balita Di Kota Solok, Sumatra Barat. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Judarwanto, Widodo. 2012. Perilaku Makan Anak Sekolah. Artikel. Jakarta: Depkes RI. Junias, Marylin. E. Balelay. 2008. Hubungan Antara Pembuangan Sampah Dengan Kejadian Diare Pada Penduduk Di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. MKM Vol. 03, No. 02, Desember 2008: h. 92104 Kamila, Laila. dkk. 2009. Hubungan Praktek Personal HygieneIbu dan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2, Oktober 2012: hal. 138143 Kamilla, Laila. Suhartono. Nur Endah W. 2012. Hubungan Praktek Personal Hygieneibu Dan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Kampung Dalam Kecamatan Pontianak Timur. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11, No. 2, Oktober 2012: h. 138-143 Kementrian Kesehatan RI. 2011. Buku Pedoman Pengendalian Penyakit Diare. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes RI. Kementrian Kesehatan RI. 2011. Profil Data Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kemenkes RI. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kemenkes RI. Kosek, M. et al. 2003. The Global Burden of Diarrhoeal Disease, as Estimated form Studies Published Between 1992 and 2000. Bulletin of the World Health Organization 2003: p. 197-204 Kristianto, Yohannes. 2010. Panduan Memilih dan Belanja Makanan Sehat. Yogyakarta: Nailil Printika. Kusnoputranto, Haryoto dan Dewi Susanna. 2000. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Kusnoputranto, Haryoto. 1984. Air Limbah dan Ekskreta Manusia Aspek Kesehatan Masyarakat dan Pengelolaannya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Laporan 20 Penyakit Terbanyak Kabupaten Bandung. Lauziah, Farah. 2012. Hubungan Penyediaan Air Minum Dan Perilaku Higiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Sugihwaras, Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Longginus, Lowa. 2004. Hubungan Cakupan Penyediaan Air Bersih Dan Jamban Keluarga Dengan Kejadian Diarerelation. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Mahfoedz, Ircham. 2004. Menjaga Kesehatan Rumah dari Berbagai Penyakit. Yogyakarta: Fitrayana.
Mansur, Fauzi. 2013. Faktor Risiko Kejadian Diare Akut Pada Balita Di Kabupaten Magelang. Tesis. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Mubarak, Wahid Iqbal dan Nurul Chayatin. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Muhajirin. 2007. Hubungan antara Praktek Personal Hygiene Ibu Balita dan Sarana Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap.Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang. Munthe, Seri Asnawati. 2012. Hubungan Kondisi Lokasi dan Alat Perlengkapan pada Depot Air Minum Isi Ulang (Amiu)dengan Kualitas Bakteriologi di Kecamatan Medan Helvetia Tahun 2012. Medan: Universitas Sari Mutiara Indonesia. Noor, Nur Nasry. 2007. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Bandung: Rineka Cipta. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengantar Kesehatan Masyarakat. Bandung: Rineka Cipta. Partawihardja, S. 1991. Pengantar Diare Akut Anak Diare Kronik Anak Suatu Pengenalan Awal Penatalaksanaan Dietetik Penderita Diare Anak. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Pebriani, Rahma Ayu. S. Dharma. E. Naria. 2013 .Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Jamban Keluarga Dan Kejadian Diare Di Desa Tualang Sembilar Kecamatan Bambel Kabupaten Aceh Tenggara Tahun 2012. Jurnal Lingkungan Dan Keselamatan Kerja Vol. 2, No. 3, 2013: h. 1-5 Penny, Liana. dkk. 2012. Kajian Perilaku Masyarakat Membuang Sampah di Bantaran Sungai Martapura terhadap Lingkungan Perairan. Jurnal EnviroScience 8 Tahun 2012: hal. 117-126. Pradipta, Aditya. Djallalluddin Djallalluddin, Metria S.N. Hubungan Perilaku Jajan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Sekolah Dasar Di Kel. Cempaka Kec. Cempakakota Banjarbaru Pradipta, Aditya. Djallalluddin, Meitria S. N. 2013. Hubungan Perilaku Jajan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Sekolah Dasar. Berkala Kedokteran Vol. 9, No. 1, April 2013: h. 81-86 Pratama, Riki Nur. 2013. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kelurahan Sumurejo
Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Priambodo, Agung. dkk. 2006. Analisis Perilaku Masyarakat Bantaran Sungai Ciliwungterhadap Aktivitas Pembuangan Sampah Rumah Tangga di Kelurahan Kampung Melayu Jakarta Timur. Buletin Ekonomi Perikanan Vol. VI, No. 2 tahun 2006: hal. 20-29 Profil Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru Tahun 2010. Profil Dinas Kesehatan Kota Pontianak Tahun 2009. Profil Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun 2011. Profil Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun 2012. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012. Profil Puskesmas Baleendah Tahun 2011 Prosiding Pertemuan Konsultasi Masyarakat 2 BAPPEDA Jawa Barat 2011. Proverawati, Atikah dan Eni Rahmawati. 2012. Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS). Yogyakarta: Nuha Medika Pruss, Annete. et al. 2002. Estimating The Burden Disease from Water, Sanitation and Hygiene at Global Level. Purwaningsih, Hidayani. 2009. Analisis Hubungan Antara Kondisi Sanitasi, Air Bersih dan Penderita Diare di Jawa Timur. Tugas Akhir. Surabaya: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Rompas, Megaria. Josef Tuda. Tati Ponidjan. 2012. Hubungan Antara Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Dengan Terjadinya Diare Pada Anak Usia Sekolah Di SD Gmim Dua Kecamatan Tareran. Jurnal Keperawatan Vol. 1 No. 1, 2012 Said, Nusa Idaman. 1999. Kesehatan Masyarakat dan Teknologi Peningkatan Kualitas Air. Jakarta: Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Sandjaja, B. dan Albertus Heriyanto. 2011. Panduan Penelitian Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit Prestasi Pustakaraya
Sanropie, Djasio. dkk. 1984. Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih Akademi Penilik Kesehatan Teknologi Sanitasi (APK-TS) . Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Sardjana, 2007. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Lemlit UIN Jakarta & UIN Jakarta Press Setyanto. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Umur 6-24 Bulan Di Rawat Inap Puskesmas Wirosari I Kabupaten Grobogan. Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang Simatupang M., 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Medan: Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Sinaga, Fiesta Oktorina. Surya Dharma. Irnawati Marsaulina. Hubungan Kondisi Lingkungan Perumahan Dengan Kejadian Diare Di Desa Sialang Buah Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2012. Jurnal Lingkungan Dan Keselamatan Kerja Vol. 2, No. 3, 2013: h. 1-5 Sparringa, Roy. 2012. Pangan Jajanan Anak Sehat. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Subagyo. 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. Suganda, Emirhadi. dkk. 2009. Pengelolaan Lingkungan dan Kondisi Masyarakat pada Wilayah Hilir Sungai. Jurnal Makara Sosial Humaniora Vol.13 No. 2, Desember 2009: hal. 143-153. Suryani, Defin Riski. 2012. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dan Personal Hygiene Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Suwantoro, Suwantoro. 2006. Hubungan Antara Ketersediaan Dan Pemanfaatan Sarana Air Bersih Dan Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Puskesmas Mojosongo Kabupaten Boyolali. Skripsi. Semarang: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Taosu, Stefen Anyerdy. R. Azizah. 2013. Hubungan Sanitasi Dasar Rumah Dan Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Bena Nusa Tenggara Timur. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1, Juli 2013: h. 1-6 Tarigan, Putri Sortaria. 2008. Hubungan Kerentanan Kondisi Fisik, Sanitasi Dasar Rumah dan Tingkat Risiko Lokasi Permukiman Penduduk dengan
Riwayat Penyakit Berbasis Lingkungan di Kelurahan Bidara Cina, Jakarta Timur Tahun 2008. Skripsi. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Tim Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang. 2009. Pendidikan Lingkungan Hidup untuk Sekolah Menengah Atas Kelas X Jilid 1. Departemen Pendidikan Nasional. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Usfar, Avita A. et. al. Food and Personal Hygiene Perceptions and Practices among Caregivers Whose Children Have Diarrhea: A Qualitative Study of Urban Mothers in Tangerang, Indonesia. Journal of Nutrition Education and Behavior Vol. 42, Number 1, 2010: p. 33-40. Wagner, E. G. dan J. N. Lanoix. 1958. Excreta Disposal For Rural Areas and Small Comminities. Geneva: WHO. Waluyo, Lud. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang: UMM Press. Wardayu , Tintisnowati Guritno. 2010. Hubungan Antara Kondisi Sanitasi Dan Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Anak Batita Di Desa Grudo Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Wardhani, Dea Priska Kusuma. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Frekuensi Kejadian Diare Pada Bayi Umur 7-12 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012: h. 945-954 Wardhani, Siska Jaya. 2010. Hubungan Antara Praktik Personal Hygiene Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Pembantu Kelurahan Sugihwaras Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro. Wibowo, Tony. 2004. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian diare pada bayi dan anak balita di Indonesia. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Wicaksono, Dwi Fajar. dkk. 2013. Evaluasi Tingkat Pencemaran Air Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kertas di Sungai Klinter Kabupaten Nganjuk. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 1, No. 2, Juni 2013: h. 85-92
Widjaja. 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga. World Bank. 2011. Handwashing with Soap TwoPaths to National Scale Programs Lessons from the Field: Vietnam and Indonesia. Jakarta: Water and Sanitation Program World Bank. World Health Organization dan United Nations Children’s Fund. 2000. Global Water Supply and Sanitation Assessment 2000 Report. Geneva: WHO and UNICEF Joint Monitoring Programme for Water Supply and Sanitation World Health Organization. 2009. WHO Fact Sheet of Diarrheal Disease. Geneva: WHO. World Health Organization. 2010. Global Water Supply and Sanitation Assesment. Geneva: WHO. Wulandari, Anjar Purwidiana. 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi Dengan Kejadian Diarep pada Balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen Tahun 2009. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Yusiana, Maria Anita. Devita Maharani W. S. 2013. Personal Hygiene Ibu Yang Kurang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Ruang Anak. Jurnal Stikes Vol. 6, No. 1, Juli 2013: h. 119-128
KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN KEPEMILIKAN SARANA SANITASI DASAR, PERSONAL HYGIENE IBU BALITA DAN KEBIASAAN JAJAN DENGAN RIWAYAT PENYAKIT DIARE PADA BALITA DAERAH SEPANJANG ALIRAN SUNGAI CITARUM DI KELURAHAN ANDIR KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2014 LEMBAR KESEDIAAN RESPONDEN Assalamu’alaikum. Wr. Wb. Saya, Fuad Hilmi Sudasman adalah mahasiswa Kesehatan Lingkungan Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian tentang “HUBUNGAN KEPEMILIKAN SARANA SANITASI DASAR, PERSONAL HYGIENE IBU BALITA DAN KEBIASAAN JAJAN TERHADAP RIWAYAT PENYAKIT DIARE PADA BALITA DAERAH SEPANJANG ALIRAN SUNGAI CITARUM DI KELURAHAN ANDIR KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2014”. Kami berharap Bapak/Ibu bersedia menjadi responden penelitian kami dengan menjawab pertanyaan yang ada di kuisioner ini. Informasi yang anda berikan akan kami jaga kerahasiaannya. Jika anda bersedia di mohon untuk menandatangani lembar persetujuan yang telah disediakan. Data Responden 1. Nomor responden : ____________________________ 2. Nama responden : ____________________________ 3. Hari/tanggal pengamatan : ____________________________ Dengan ini bersedia menjadi responden pada penelitian ini.
, Responden
Pemeriksa
(...............................................)
(.............................................)
2014
No. Responden Desa/Kelurahan RT/RW Status Responden
Kasus/Kontrol*
IDENTIFIKASI RESPONDEN (*Balita) IR 1 IR 2
Nama Responden Jenis kelamin*
IR 3
Umur *
IR 4
No Hp/Email
KODING
IDENTITAS PENELITI IP 1
Nama
IP 2
Kode
IP 3
Tanggal wawancara Jam mulai wawancara Jam selesai wawancara
IP 4 IP 5
/
/2014
Jam
:
Jam
:
I. Kejadian Diare A. Kejadian Diare A.1
A.2
Apakah keluarga balita ibu memiliki riwayat penyakit diare? (Diare= buang air besar lembek/cari bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya, biasanya 3 kali/lebih dalam sehari) 1. Ya 2. Tidak Berapa lama balita ibu menderita penyakit diare? ______________hari
[ ] A.1
[ ] A.2
II. Kondisi Sanitasi Dasar B. Sarana Air Bersih Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati! B.1 Apa jenis sarana air bersih yang digunakan sebagai sumber [ ] B.1 air bersih di rumah ibu/bapak/saudara/i? (Jika jawaban 6/7 langsung lanjutkan ke soal bagian C)
B.2
1. Sumur pompa/sumur bor 2. Sumur gali/sumur gali dengan pompa listrik 3. Ledeng/PAM/Perpipaan 4. Perlindungan Mata Air (PMA) 5. Penampungan Air Hujan (PAH) 6. Sungai/Kali 7. Lain-Lain, Sebutkan_____________________ Bagaimana kondisi fisik sarana air bersih yang digunakan?
[ ] B.2
(Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian C)
B.3
1. Terlindung (kondisi fisik baik) 2. Tidak Terlindung (kondisi fisik tidak baik) Apakah di sekeliling/sekita dari sarana air bersih (kurang lebih 1 meter) disemen? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan
[ ] B.3
ke soal bagian C)
B.4
1. Ya 2. Tidak Bagaimana kebersihan sarana air bersih dan sekelilingnya?
[ ] B.4
(Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian C
B.5
1. Tidak ada sampah dan /atau pencemar lainnya (bersih) 2. Terdapat sampah dan/atau pencemar lainnya (tidak bersih) Bagaimana jarak sarana air bersih ke tempat pembuangan kotoran manusia/sumber pencemar? (Jika jawaban 2
[ ] B.5
langsung lanjutkan ke soal bagian C
B.6
1. Lebih dari/sama dengan 10 meter 2. Kurang dari 10 meter Apakah ada sumber pencemar lain (kotoran, hewan, sampah) di sekitar sarana air bersih? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian C)
1. Ya 2. Tidak
[ ] B.6
B.7
Apakah ada genangan air di sekitar sarana air bersih? (Jika
[ ] B.7
jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian C)
B.8
1. Ya 2. Tidak Apakah ada serangga atau binatang pengerat (tikus) yang bersarang di sekitar sarana air bersih? (Jika jawaban 1
[ ] B.8
langsung lanjutkan ke soal bagian C)
1. Ya 2. Tidak C. Jamban Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati! C.1 Dimanakah ibu buang air besar? (Jika jawaban 2,3,4,5 [ ] C.1 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. 2. 3. 4. 5.
C.2
Kakus Kali Empang Kebun Lain-lain, Sebutkan _______________________
Jika di kakus, apa jenis kakus/jamban ibu? (Jika jawaban
[ ] C.2
1,2,4,6 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
C.3
1. Cemplung 2. Cubluk 3. Angsa latrine 4. Plengsengan 5. Septik tank 6. Lain-lain, sebutkan ________________________ Apakah ibu memiliki kakus/jamban sendiri? (Jika jawaban
[ ] C.3
2 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
C.4
1. Ya 2. Tidak Bagaimana kondisi fisik jamban yang ada? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
1. Tidak rusak dan terawat (baik) 2. Rusak dan tidak terawat (tidak baik)
[ ] C.4
C.5
Bagaimana kebersihan jamban dan lingkungan sekitar jamban tersebut? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal
[ ] C.5
bagian D)
C.6
1. Bersih 2. Tidak bersih Bagaimana jarak jamban ke sarana air bersih? (Jika jawaban
[ ] C.6
2 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
C.7
1. Lebih dari/ sama dengan 10 meter 2. Kurang ari 10 meter Apakah ada sumber pencemar lain (kotoran, hewan, sampah) di sekitar jamban? (Jika jawaban 1 langsung
[ ] C.7
lanjutkan ke soal bagian D)
C.8
1. Ya 2. Tidak Apakah ada genangan air di sekitar jamban? (Jika jawaban
[ ] C.8
1 langsung lanjutkan ke soal bagian D)
C.9
1. Ya 2. Tidak Apakah ada serangga atau binatang pengerat (tikus) yang bersarang di sekitar jamban? (Jika jawaban 1 langsung
[ ] C.9
lanjutkan ke soal bagian D)
1. Ya 2. Tidak D. Saluran Pembuangan Air Limbah Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati! D.1 Apakah ibu memiliki SPAL di rumah? (Jika jawaban 2 [ ] D.1 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
D.2
1. Ya 2. Tidak Apa jenis SPAL di rumah ibu yang digunakan? (Jika jawaban 1,4,5,6 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pembuangan umum Digunakan untuk menyiram tanaman Dibuang ke lapangan peresapan Dialirkan ke saluran terbuka Dialirkan ke salurna tertutup/selokan Lain-lain, sebutkan ___________________
[ ] D.2
D.3
Bagaimana kondisi fisik SPAL yang ada? (Jika jawaban 2
[ ] D.3
langsung lanjutkan ke soal bagian E)
D.4
1. Terlidung, tertutup dan tidak berdekatan dengan sumber air bersih (baik) 2. Tidak terlidung, terbuka dan berdekatan dengan sumber air bersih (tidak baik) Apakah konstruksi SPAL disemen? (Jika jawaban 2
[ ] D.4
langsung lanjutkan ke soal bagian E)
D.5
1. Ya 2. Tidak Bagaiman akebersihan SPAL dan lingkungan sekitar SPAL tersebut? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian
[ ] D.5
E)
D.6
1. Bersih 2. Tidak bersih Bagaimana jarak SPAL ke sarana air bersih? (Jika jawaban
[ ] D.6
2 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
D.7
1. Lebih dari/sama dengan 10 meter 2. Kurang dari 10 meter Apakah ada sumber pencemar lain (kotoran, hewan, sampah) di sekitar SPAL? (Jika jawaban 1 langsung
[ ] D.7
lanjutkan ke soal bagian E)
D.8
1. Ya 2. Tidak Apakah ada genangan air di sekitar SPAL? (Jika jawaban 1
[ ] D.8
langsung lanjutkan ke soal bagian E)
D.9
1. Ya 2. Tidak Apakah ada serangga atau binatang pengerat (tikus) yang bersarang di sekitar SPAL? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian E)
1. Ya 2. Tidak
[ ] D.9
E. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati! E.1 Dimanakah ibu membuang sampah? (Jika jawaban 1,3,4,5 [ ] E.1 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
E.2
E.3
1. Ditumpuk tanpa penutupan (open dumping) 2. Dibuat kompos 3. Dibakar 4. Sanitary landfill 5. Lain-lain, sebutkan ______________________ Bagaimana kondisi fisik tempat pengumpulan sampah yan ada? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian F) 1. Baik 2. Tidak baik Bagaiamana kebersihan tempat sampah dan lingkungan sekitar tempat sampah tersebut? (Jika jawaban 2 langsung
[ ] E.2
[ ] E.3
lanjutkan ke soal bagian F)
E.4
1. Bersih 2. Tidak bersih Bagaiamana jarak tempat sampah ke sarana air bersih?
[ ] E.4
(Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
E.5
1. Lebih dari/sama dengan 10 meter 2. Kurang dari 10 meter Apakah ada sumber pencemar lain (kotoran, hewan) di sekitar tempat sampah? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan
[ ] E.5
ke soal bagian F)
1. Ya 2. Tidak
E.6
Apakah ada genangan air di sekitar tempat sampah? (Jika
[ ] E.6
jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
E.7
1. Ya 2. tidak Apakah ada serangga atau binatang pengerat (tikus yang bersarang di sekitar tempat sampah? (Jika jawaban 1 langsung lanjutkan ke soal bagian F)
1. Ya 2. Tidak
[ ] E.7
F. Personal Hygiene Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati! F.1
Apakah ibu mencuci tangan setelah buang air besar? (Jika
[ ] F.1
jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian F.4)
F.2
1. Ya 2. Tidak Apakah ibu mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian
[ ] F.2
F.4)
F.3
1. Ya 2. tidak Apakah ibu mencuci tangan dengan menggosok tangan, sela-sela jari dan kuku setelah buang air besar? (Jika
[ ] F.3
jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian F.4)
F.4
1. Ya 2. Tidak Apakah ibu mencuci tangan sebelum memberi makan balita ibu? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian
[ ] F.4
G)
F.5
1. Ya 2. Tidak Apakah ibu mencuci tangan menggunakan sabun sebelum memberi makan balita ibu? (Jika jawaban 2 langsung
[ ] F.5
lanjutkan ke soal bagian G)
F.6
1. Ya 2. tidak Apakah ibu mencuci tangan, sela-sela jari dan kuku sebelum memberi makan balita ibu? (Jika jawaban 2 langsung lanjutkan ke soal bagian G)
1. Ya 2. Tidak
[ ] F.6
G. Kebiasaan Jajan Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1 atau 2) dengan checklist/tanda silang/membulati! G.1
Apakah ibu pernah memberikan balita jajan/makan di sembarang tempat (pedagang kaki lima)? (Jika jawaban 1
[ ] G.1
sudahi wawancara)
G.2
1. Ya 2. Tidak Apakah balita ibu pernah meminta uang jajan/makan di sembarang tempat kepada ibu? (Jika jawaban 1 sudahi
[ ] G.2
wawancara)
G.3
1. Ya 2. Tidak Apakah balita ibu pernah mengerubuni/ikut membeli jajanan pada pedagang yang suka berkeliling? (Jika jawaban
[ ] G.3
1 sudahi wawancara)
G.4
1. Ya 2. Tidak Apakah balita ibu pernah mengerubuni/ikut membeli jajanan pada pedagang yang suka berkeliling? (Jika jawaban
[ ] G.4
1 sudahi wawancara)
G.5
1. Ya 2. Tidak Apakah balita ibu pernah membeli jajanan di tempat yang seadanya dan penjual yang tidak mencuci tangan? (Jika
[ ] G.5
jawaban 1 sudahi wawancara)
G.6
1. Ya 2. Tidak Apakah balita ibu pernah membeli jajanan dengan bentuk dan bau yang tidak normal? (Jika jawaban 1 sudahi
[ ] G.6
wawancara)
G.7
1. Ya 2. Tidak Apakah balita ibu pernah membeli jajanan dengan warna yang mencolok? (Jika jawaban 1 sudahi wawancara) 1. Ya 2. Tidak
[ ] G.7
III. Lembar Observasi (Diisi Oleh Peneliti) Pilihlah jawaban yang menurut ibu paling benar (1,2,3,4,5,6 atau 7) dengan checklist/tanda silang/membulati! (untuk kolom pemenuhan syarat harap dikosongkan) Aspek Sanitasi Dasar Jenis sarana Sarana Air air bersih Bersih
Kualitas Air
Jamban
Karekteristik/Jenis 1. PAM 2. SGL 3. SPT 4. PL 5. PMA 6. MA 7. Lainnya
Pemenuhan Syarat
Keruh/Tidak Berasa/Tidak Berbau/Tidak Berwarna/Tidak
Jarak Sarana ______________Meter Air Bersih dari Sumber Pencemar Konsumsi 1. Sarana Air Bersih tanpa dimasak 2. Sarana Air Bersih dengan dimasak 3. Sarana Air Lain 1. LA/ST 2. CB/ST 3. PL/ST 4. Non ST 5. MCK
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Angkut Bakar Timbun TPS Rumah TPS Umum Sungai
Saluran Pembuangan Air Limbah
1. Terbuka 2. Tertutup
*PAM (Pengolahan Air Minum/PDAM), PP (Perpipaan), SGL (Sumur Gali), SPT (Sumur Pompa Tangan), PL (Pompa Listrik), PMA (Perlindungan Mata Air). MA (Mata Air), PAH (Penampungan Air Hujan), LA (Latrine Angsa), CB (Cubluk), PL (Plengsengan), ST (Septic Tank)
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N
Cases Valid a
Excluded
Total
%
30
100.0
0
.0
30
100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items
Case Processing Summary
N
Cases Valid
%
30
100.0
0
.0
30
100.0
a
Excluded
Total
.881
42 Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Scale Variance if
Deleted
Item Deleted
Corrected Item-Total Cronbach's Alpha if Correlation
Item Deleted
B.1
60.00
105.379
.389
.886
B.2
61.27
117.513
.482
.879
B.3
61.27
117.513
.482
.879
B.4
61.23
118.116
.340
.880
B.5
61.33
118.782
.497
.880
B.6
61.27
118.271
.366
.880
B.7
60.97
119.757
.072
.883
B.8
60.97
119.757
.072
.883
C.1
61.00
112.621
.762
.874
C.2
59.87
91.361
.691
.878
C.3
61.00
112.621
.762
.874
C.4
61.00
112.621
.762
.874
C.5
61.00
112.621
.762
.874
C.6
61.00
112.621
.762
.874
C.7
60.40
121.834
-.267
.883
C.8
61.03
112.999
.742
.874
C.9
61.03
112.999
.742
.874
D.1
59.23
103.495
.523
.878
D.2
60.97
119.895
.059
.883
D.3
60.93
119.651
.080
.883
D.4
60.93
119.651
.080
.883
D.5
60.90
119.197
.121
.882
D.6
60.90
119.197
.121
.882
D.7
60.87
118.257
.206
.881
D.8
60.93
121.237
-.063
.885
D.9
60.93
121.237
-.063
.885
E.1
60.27
115.513
.201
.884
E.2
60.63
115.620
.514
.877
E.3
60.70
115.941
.448
.878
E.4
60.67
115.747
.481
.878
E.5
60.70
115.941
.448
.878
E.6
60.67
115.747
.481
.878
E.7
60.67
115.747
.481
.878
F.1
61.17
116.695
.447
.878
F.2
61.17
116.695
.447
.878
F.3
61.17
116.695
.447
.878
F.4
61.13
114.189
.698
.875
F.5
61.17
114.557
.697
.876
F.6
61.20
115.752
.600
.877
G.1
61.13
114.189
.698
.875
G.2
61.17
114.557
.697
.876
Case Processing Summary
N
Cases Valid a
Excluded
Total
%
30
100.0
0
.0
30
100.0
G.3
61.20
115.752
.600
.877
G.4
61.17
114.189
.697
.879
G.5
61.13
115.752
.698
.878
G.6
61.20
114.557
.600
.877
G.7
61.13
114.189
.697
.877
Analisis Univariat Statistics
A.1 Apakah
N
memiliki riwayat
BB Sarana Air
penyakit diare?
Bersih
Valid
Missing
E.1 Sarana
F.1 Kebiasaan
F.2 Kebiasaan
DD Saluran
pengelolaan
cuci tangan
cuci tangan
Pembuangan Air
sampah
memakai sabun
memakai sabun
G.1 Kebiasaan
Limbah
memenuhi syarat?
setelah BAB?
sebelum makan?
jajan?
CC Jamban
244
244
244
244
244
244
244
244
0
0
0
0
0
0
0
0
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Kasus
122
50.0
50.0
50.0
Kontrol
122
50.0
50.0
100.0
Total
244
100.0
100.0
BB Sarana Air Bersih
Cumulative Frequency
Valid
Tidak Memenuhi Syarat
Percent
Valid Percent
Percent
59
24.2
24.2
24.2
Memenuhi Syarat
185
75.8
75.8
100.0
Total
244
100.0
100.0
CC Jamban
Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Memenuhi Syarat
132
54.1
54.1
54.1
Memenuhi Syarat
112
45.9
45.9
100.0
Total
244
100.0
100.0
DD Saluran Pembuangan Air Limbah
Cumulative Frequency
Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Memenuhi Syarat
144
59.0
59.0
59.0
Memenuhi Syarat
100
41.0
41.0
100.0
Total
244
100.0
100.0
E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi syarat?
Frequency
Valid
Memenuhi syarat
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
79
32.4
32.4
32.4
Tidak memenuhi syarat
165
67.6
67.6
100.0
Total
244
100.0
100.0
F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun setelah BAB?
Cumulative Frequency
Valid
Baik
Percent
Valid Percent
Percent
222
91.0
91.0
91.0
Buruk
22
9.0
9.0
100.0
Total
244
100.0
100.0
F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum makan?
Cumulative Frequency
Valid
Baik
Percent
Valid Percent
Percent
148
60.7
60.7
60.7
Buruk
96
39.3
39.3
100.0
Total
244
100.0
100.0
G.1 Kebiasaan jajan?
Cumulative Frequency
Valid
Baik
Percent
Valid Percent
Percent
89
36.5
36.5
36.5
Buruk
155
63.5
63.5
100.0
Total
244
100.0
100.0
Analisis Bivariat
Case Processing Summary
Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
BB Sarana Air Bersih * A.1 Apakah memiliki riwayat
244
100.0%
0
.0%
244
100.0%
244
100.0%
0
.0%
244
100.0%
244
100.0%
0
.0%
244
100.0%
penyakit diare? CC Jamban * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? DD Saluran Pembuangan Air Limbah * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi syarat? * A.1 Apakah memiliki riwayat
244
100.0%
0
.0%
244
100.0%
244
100.0%
0
.0%
244
100.0%
244
100.0%
0
.0%
244
100.0%
244
100.0%
0
.0%
244
100.0%
penyakit diare? F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun setelah BAB? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum makan? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? G.1 Kebiasaan jajan? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
BB Sarana Air Bersih * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Kasus
BB Sarana Air Bersih
Tidak Memenuhi Syarat
Count
% within BB Sarana Air Bersih
Memenuhi Syarat
Count
% within BB Sarana Air Bersih Total
Count % within BB Sarana Air Bersih
Kontrol
Total
33
26
59
55.9%
44.1%
100.0%
89
96
185
48.1%
51.9%
100.0%
122
122
244
50.0%
50.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-sided)
a
1
.295
.805
1
.370
1.097
1
.295
1.095 b
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
.370 1.091 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29,50. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (2-
1
.296
.185
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for BB Sarana Air Bersih (Tidak Memenuhi Syarat / Memenuhi
Lower
Upper
1.369
.759
2.468
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus
1.163
.886
1.525
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol
.849
.617
1.169
N of Valid Cases
244
Syarat)
CC Jamban * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Kasus
CC Jamban
Tidak Memenuhi Syarat
Count
% within CC Jamban
Memenuhi Syarat
Count
% within CC Jamban Total
Count % within CC Jamban
Kontrol
Total
88
44
132
66.7%
33.3%
100.0%
34
78
112
30.4%
69.6%
100.0%
122
122
244
50.0%
50.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.000
30.517
1
.000
32.711
1
.000
31.952 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.000 31.821 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 56,00. b. Computed only for a 2x2 table
1
.000
.000
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower Upper
Odds Ratio for CC Jamban (Tidak Memenuhi Syarat / Memenuhi Syarat)
4.588 2.670 7.885
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus
2.196 1.618 2.980
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol
.479
N of Valid Cases
244
.365
.627
DD Saluran Pembuangan Air Limbah * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Kasus
DD Saluran Pembuangan Air Limbah
Tidak Memenuhi Syarat
Count
% within DD Saluran Pembuangan Air Limbah
Memenuhi Syarat
Count
% within DD Saluran Pembuangan Air Limbah Total
Count % within DD Saluran Pembuangan Air Limbah
Kontrol
Total
83
61
144
57.6%
42.4%
100.0%
39
61
100
39.0%
61.0%
100.0%
122
122
244
50.0%
50.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.004
7.472
1
.006
8.254
1
.004
8.201 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.006 8.168
1
244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 50,00. b. Computed only for a 2x2 table
.004
.003
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for DD Saluran Pembuangan Air Limbah (Tidak Memenuhi Syarat / Memenuhi
Lower
Upper
2.128
1.265
3.581
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus
1.478
1.114
1.960
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol
.694
.543
.889
N of Valid Cases
244
Syarat)
E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi syarat? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Kasus
E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi
Memenuhi syarat
Count
Kontrol
Total
26
53
79
32.9%
67.1%
100.0%
96
69
165
58.2%
41.8%
100.0%
122
122
244
50.0%
50.0%
100.0%
syarat? % within E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi syarat?
Tidak memenuhi syarat
Count
% within E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi syarat? Total
Count % within E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi syarat?
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
(2-sided)
a
1
.000
12.654
1
.000
13.855
1
.000
13.646 b
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
Exact Sig. (2-sided)
(1-sided)
.000 13.590 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 39,50. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig.
1
.000
.000
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for E.1 Sarana pengelolaan sampah memenuhi syarat? (Memenuhi syarat / Tidak memenuhi syarat)
.353
.201
.619
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus
.566
.402
.795
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol
1.604
1.266
2.034
N of Valid Cases
244
F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun setelah BAB? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? Crosstab A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Kasus
F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai
Baik
Count
Kontrol
Total
110
112
222
49.5%
50.5%
100.0%
12
10
22
54.5%
45.5%
100.0%
122
122
244
50.0%
50.0%
100.0%
sabun setelah BAB? % within F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun setelah BAB?
Buruk
Count
% within F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun setelah BAB? Total
Count % within F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun setelah BAB?
Chi-Square Tests
Exact Sig.
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig.
(1-
sided)
(2-sided)
sided)
a
1
.655
.050
1
.823
.200
1
.655
.200 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.824 .199 244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,00. b. Computed only for a 2x2 table
1
.656
.412
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for F.1 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun setelah
Lower
Upper
.818
.340
1.972
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus
.908
.607
1.360
For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol
1.110
.690
1.786
BAB? (Baik / Buruk)
N of Valid Cases
244
F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum makan? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Kasus
F.2 Kebiasaan cuci tangan Baik
Count
Kontrol
Total
55
93
148
37.2%
62.8%
100.0%
67
29
96
69.8%
30.2%
100.0%
122
122
244
50.0%
50.0%
100.0%
memakai sabun sebelum % within F.2 Kebiasaan cuci tangan
makan?
memakai sabun sebelum makan?
Buruk
Count
% within F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum makan? Total
Count % within F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum makan?
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.000
23.510
1
.000
25.328
1
.000
24.798 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear
.000
24.697
Association b
N of Valid Cases
1
.000
244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 48,00. b. Computed only for a 2x2 table
.000
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
Odds Ratio for F.2 Kebiasaan cuci tangan memakai sabun sebelum
.256
.148
.443
.532
.416
.682
2.080
1.498
2.889
makan? (Baik / Buruk) For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol N of Valid Cases
244
G.1 Kebiasaan jajan? * A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? Crosstab
A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare?
Kasus
G.1 Kebiasaan jajan?
Baik
Count
% within G.1 Kebiasaan jajan?
Buruk
Count
% within G.1 Kebiasaan jajan? Total
Count % within G.1 Kebiasaan jajan?
Kontrol
Total
36
53
89
40.4%
59.6%
100.0%
86
69
155
55.5%
44.5%
100.0%
122
122
244
50.0%
50.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.024
4.528
1
.033
5.136
1
.023
5.112 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.033 5.091
1
.024
244
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 44,50. b. Computed only for a 2x2 table
.017
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Odds Ratio for G.1 Kebiasaan jajan? (Baik / Buruk) For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kasus For cohort A.1 Apakah memiliki riwayat penyakit diare? = Kontrol N of Valid Cases
Lower
Upper
.545
.321
.925
.729
.546
.973
1.338
1.047
1.710
244