Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2013
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Disusun Oleh : Prima Deca Trisnawan NIM : 1110101000082
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH JAKARTA 2015 M / 1436 H
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN Skripsi, Juni 2015 Prima Deca Trisnawan, NIM : 1110101000082 Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2013
xiv+81 Halaman, 12 Tabel, 3 Bagan, 2 Lampiran ABSTRAK
Perilaku pencarian pengobatan adalah perilaku orang atau masyarakat yang sedang mengalami sakit atau masalah kesehatan yang lain, untuk memperoleh pengobatan sehingga sembuh atau teratasi masalah kesehatannya. Menurut teori Health Belief Model, perilaku kesehatan dipengaruhi oleh persepsi individu itu sendiri yaitu persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), persepsi kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan persepsi hambatan yang dirasakan (perceived barrier). Studi pendahuluan terhadap 20 mahasiswa FKIK, 30% mahasiswa tidak mencari pengobatan ketika merasakan gejala sakit atau gangguan kesehatan. Untuk menghindari perbedaan pengetahuan dan karakterisitik maka penelitian ini mengambil responden pada mahasiswa angkatan 2013 dengan jumlah sampel 126 mahasiswa.Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional. Sumber data penelitian adalah data primer dengan menggunakan kuesioner. Analisis statistik menggunakan uji Chi Square dilakukan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang melakukan pencarian pengobatan sebesar 35,7%. Berdasarkan hasil uji statistik analisis bivariat diketahui persepsi keseriusan yang dirasakan tidak memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa (P Value=0,749), persepsi kerentanan yang dirasakan memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa (P Value=0,01), persepsi manfaat yang dirasakan tidak memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa (P Value=0,055), dan persepsi hambatan yang dirasakan tidak memiliki hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa (P Value=0,069). Bagi mahasiswa, diharapkan menerapkan ilmu-ilmu kesehatan yang telah didapat dalam perilaku pencarian pengobatan yang baik, agar dapat menjadi contoh bagi orang disekitarnya. Kata Kunci : Model Kepercayaan Kesehatan (Healh Belief Model), Perilaku Pencarian Pengobatan
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES/FKIK STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH HEALTH PROMOTION Undergraduate Thesis, June 2015 Prima Deca Trisnawan, NIM: 1110101000082 Determinant Of Health Seeking Behavior Among Students In Faculty Of Medicine And Health Sciences Uin Syarif Hidayatullah Jakarta Class of 2013 xiv+81Pages, 12 Tabels, 3 Chart, 2 Attachment ABSTRACT
Health seeking behavior is the behavior of the person or people who are experiencing illness or other health problems, to obtain the treatment that cured or overcome health problems. According to the Health Belief Model theory,health behavior is influenced by the individual's own perception which include the perception of perceived seriousness, the perception of perceived susceptibility, the perception of perceived benefits, and the perception of perceived barriers. Preliminary study of the 20 students Faculty Of Medicine and Health Science/FKIK, 30% of students did not seek treatment when had feeling symptoms or health problems. To avoid differences in knowledge and characteristics, this study took a student of class 2013 as respondents with a sample of 126 students. This research used a quantitative research with cross sectional study design. Source of research data is a primary data using questionnaires. Statistical analysis using Chi Square test conducted to see what factors are associated with health seeking behavior FKIK students UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. The results showed that students who perform a search of treatment of 35.7%. Based on the results of the statistical test known bivariate analyzes perception of perceived seriousness were nort related with a students health seeking behavior (P Value = 0.749), perception of perceived vulnerability were related with students health seeking behavior (P Value = 0.01), the perception of the perceived benefits were not related with a student health seeking behavior (P Value = 0.055), and the perception of perceived barriers were not related with a student's health seeking behavior (P Value = 0.069). For students, are expected to implement a health science that have been obtained for good health seeking behavior , in order to become an example for the people around. Keyword : Health Belief Model, Health Seeking Behavior
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Prima Deca Trisnawan
Tempat, Tanggal Lahir
: Blitar, 6 Agustus 1992
Alamat
: Jl. H. Sarin, no135, RT 02 RW 03, Lebak Wangi, Parung ,Bogor
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Email
:
[email protected]
Telepon
: 085774995354
Riwayat Pendidikan 1998 – 2004
SDN Duren Seribu 04, Kota Depok
2004 – 2007
SMPN 2 Depok, Kota Depok
2007 – 2010
SMAN 5 Depok, Kota Depok
2010 – sekarang
Peminatan Promosi Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya
“Determinan
peneliti
Perilaku
dapat
menyelesaikan
Pencarian
Pengobatan
Skripsi
yang
Mahasiswa
berjudul Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan Tahun 2013”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S1) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itulah, peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, MKes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, MKes, PhD, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat dan penanggung jawab skripsi. 3. Ibu Raihana Nadra Al-Kaff, SKM, MMA, selaku penanggung jawab Peminatan Promosi Kesehatan. 4. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si dan Catur Rosidati, MKM, selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih atas arahan, nasehat, waktu serta bimbingannya selama peneliti mengerjakan skripsi ini. 5. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS, ibu Fajar Ariyanti,Mkes, P.HD, dan ibu Julie Rostina, SKM, MKM selaku penguji sidang yang telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan pada skripsi ini. 6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi peneliti. 7. Kedua orang tuaku tercinta, yang tak pernah lelah mendukung dan mendoakanku. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, kepercayaan, kesabaran, dan doa yang tiada henti selama ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kasih dan sayangnya kepada kalian.
vii
8. Adikku tercinta Vivi, tumbuh dan berkembanglah lebih baik lagi melebihi kakakmu ini, gapailah mimpi-mimpimu dengan tekad yang kuat, dan jadilah anak yang lebih berbakti lagi kepada orang tua. 9. Kepada sahabat-sahabatku Randika, Alul, Richo, dan Supriadi yang selalu mendukung, menasihati, dan menghibur dikala peneliti sedang kehilangan semangat. Semoga Allah SWT melancarkan segala urusan kalian. 10. Seluruh teman-teman seperjuangan Promkes 2010 (Wahyunita, Furi, Zahrita, Siva, Yuli, Ayu, Ilmi, Sariyati, Hervina,dan Dita) yang selalu mendukung peneliti selama mengerjakan skripsi. 11. Kak Ida Farida yang telah memberikan banyak masukan serta berbagi ilmu dan pengalaman kepada peneliti. 12. Dan tak lupa kepada rekan-rekan lain yang telah membantu peneliti dalam proses penyetakan skripsi ini.
Skripsi yang telah dibuat oleh peneliti ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amin.
Jakarta, Juni 2015
Peneliti
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................................
i
ABSTRAK .....................................................................................................................
ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................................
iv
PANITIA SIDANG........................................................................................................
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.......................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
vii
DAFTAR ISI..................................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL..........................................................................................................
xiii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................
1
1.1 LatarBelakang ..........................................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................................
8
1.3Pertanyaan Penelitian ................................................................................................
8
1.4 Tujuan Penelitian .....................................................................................................
9
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................................
9
1.4.2 Tujuan Khusus ...............................................................................................
10
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................................
10
1.5.1Bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ...........................
10
1.5.2 Bagi Peneliti Lain ..........................................................................................
11
1.5.3 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.............................................
11
1.5.4 Bagi Dinas Kesehatan ....................................................................................
11
1.6 Ruang Lingkup Penelitian........................................................................................
11
ix
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................
12
2.1 Respon Terhadap Sakit ............................................................................................
12
2.2 Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior) ....................................
15
2.2.1 Proses Perilaku Pencarian Pengobatan ..........................................................
16
2.2.2 Jenis Perilaku Pengobatan..............................................................................
19
2.3 Perilaku ....................................................................................................................
21
2.4 Persepsi ....................................................................................................................
22
2.5 Model Kepercayaan Kesehatan(Health Belief Model).............................................
23
2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Pencarian Pengobatan......................
32
2.7 Kerangka Teori.........................................................................................................
34
BAB IIIKERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS .......
36
3.1 Kerangka Konsep .....................................................................................................
36
3.2 Definisi Operasional.................................................................................................
37
3.3 Hipotesis...................................................................................................................
39
BAB IV METODELOGI PENELITIAN ...................................................................
41
4.1 Jenis Penelitian.........................................................................................................
41
4.2Tempat dan Waktu penelitian ...................................................................................
41
4.3Populasi dan Sampel .................................................................................................
41
4.3.1 Populasi..........................................................................................................
41
4.3.2 Jumlah Sampel ...............................................................................................
42
4.3.3 Pengambilan Sampel......................................................................................
43
4.4 Metode Pengumpulan Data ......................................................................................
44
4.5Istrumen Penelitian....................................................................................................
45
4.6 Validitas dan Realibitas Instrumen ..........................................................................
46
4.7Pengolahan Data........................................................................................................
47
4.8 Analisis Data ............................................................................................................
48
x
BAB V HASIL ..............................................................................................................
50
5.1 Gambaran Umun Tempat Penelitian........................................................................
50
5.2 Analisis Univariat.....................................................................................................
51
5.2.1 Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan ....................................................
51
5.2.2 Gambaran Persepsi Keseriusan Yang Dirasakan (Perceived Seriousnees) ............................................................................................................
52
5.2.3 Gambaran Persepsi Kerentanan Yang Dirasakan (Perceived Susceptibility)..........................................................................................................
53
5.2.4 Gambaran Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Benefits)..............
54
5.2.5 Gambaran Persepsi Hambatan Yang Dirasakan (Perceived Barrier)............
55
5.3 Analisis Bivariat.......................................................................................................
56
5.3.1 Gambaran Persepsi Keseriusan Yang Dirasakan (Perceived Seriousness) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa............................................
56
5.3.2 Gambaran Persepsi Kerentanan Yang Dirasakan (Perceived Susceptibility) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa....................
57
5.3.3 Gambaran Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Benefits) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa............................................
58
5.3.4 Gambaran Persepsi Hambatan Yang Dirasakan (Perceived Barriers) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa............................................
59
BAB VI PEMBAHASAN.............................................................................................
61
6.1 Keterbatasan Penelitian............................................................................................
61
6.2 Persepsi Keseriusan Yang Dirasakan (Perceived Seriousness) terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa............................................................
61
6.3 PersepsiKerentanan Yang Dirasakan (Perceived Susceptibillity) terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa............................................................
66
6.4 Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Benefits) terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa..........................................................................
68
6.5 Persepsi Hambatan Yang Dirasakan (Perceived Barrier) terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa ..................................................................................
72
xi
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................
76
7.1 Kesimpulan ..............................................................................................................
76
7.2 Saran.........................................................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................
78
LAMPIRAN..................................................................................................................
xii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1Definisi Operasional .......................................................................................
37
Tabel 4.1 Penghitungan Sampel Minimum....................................................................
43
Tabel 4.2 Jumlah Sampel Per Program Studi Angkatan 2013 .......................................
44
Tabel 5.1 Gambaran perilaku pencarian pengobatan mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013......................................................................................................................
51
Tabel 5.2 Gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan oleh mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013 .................................................................................................
52
Tabel 5.3 Gambaran persepsi kerentanan yang dirasakan oleh mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013 .................................................................................................
53
Tabel 5.4 Gambaran persepsi manfaat yang dirasakan oleh mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013 .................................................................................................
54
Tabel 5.5 Gambaran persepsi hambatan yang dirasakan oleh mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013 .................................................................................................
55
Tabel 5.6 Gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013.................................
56
Tabel 5.7 Gambaran persepsi kerentanan yang dirasakanterhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013.................................
57
Tabel 5.8 Gambaran persepsi manfaat yang dirasakan terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013 .................................................
58
Tabel 5.9 Gambaran persepsi hambatan yang dirasakan terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa FKIK UIN Jakarta tahun 2013.................................
59
xiii
DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Health Belief Model......................................................................................
32
Bagan 2.2 Kerangka Teori .............................................................................................
35
Bagan 3.1 Kerangka konsep...........................................................................................
36
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam kerangka mencapai tujuan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai pentahapannya (Depkes RI, 2009). Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 1 poin kesatu, Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kemudian pada pasal 1 poin ke 7 fasilitas pelayanan digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Semua orang yang hidup tentu saja pernah mengalami sakit selama rentang hidupnya. Tidak ada manusia yang dapat menghindari dari mengalami sakit . Manusia yang mengalami sakit tentu saja akan berupaya untuk mengobati penyakitnya dengan berbagai macam cara, sehingga dapat kembali melakukan kegiatan atau aktifitasnya sehari-hari. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 diketahui bahwa rumah tangga yang mengobati sendiri bila sakit dalam satu 1
tahun sebesar
55,8% di seluruh Indonesia, sedangkan sisanya
mencari
pengobatan ke pelayanan kesehatan apabila mengalami sakit. Kemudian pada Riskesdas tahun 2013 dibahas mengenai proporsi rumah tangga yang menyimpan obat untuk pengobatan sendiri (Swamedikasi) dan pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional (Yankestrad). Untuk rumah tangga yang menyimpan obat untuk melakukan pengobatan sendiri di indonesia sebesar 35,2% sedangkan untuk rumah tangga yang menggunakan pelayanan kesehatan tradisional (Yankestrad) sebesar (30,4%). Berdasarkan data Susenas BPS tahun 2009 diketahui sekitar 66 persen orang sakit di Indonesia melakukan Pengobatan Sendiri /Swamedikasi. Penelitian Tinendung (2009) pada masyarakat Suku Pak-Pak di Kelurahan Sidikalang, dapat dilihat bahwa ada sebagian masyarakat yang langsung memberikan pengobatan langsung ketika sakit, ada juga yang tidak melakukan tindakan khusus untuk pengobatan. Terdapat empat pola pencarian pengobatan di suku tersebut yaitu, mengobati diri sendiri, berobat ke pengobatan tradisional (orang pintar), berobat ke pelayanan kesehatan dan kombinasi dari pengobatan tradisional dan pengobatan medis. Kemudian untuk akses pelayanan kesehatan oleh remaja di indonesia sebesar 29 persen, paling banyak pada kelompok 20-24 tahun (31%) dan 10-12 tahun (31%), banyak pada perempuan dan tinggal di perkotaan sebesar 29 Persen (Sulistyowati, 2007). Perilaku pencarian pengobatan/penyembuhan adalah perilaku orang atau masyarakat yang sedang mengalami sakit atau masalah kesehatan yang lain, untuk memperoleh pengobatan sehingga sembuh atau teratasi masalah kesehatannya. Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak 2
apa-apa terhadap penyakit tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha (Notoadmodjo, 2010). Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku pengobatan dan pelayanan kesehatan terkait dengan respon masyarakat terhadap sakit itu sendiri. Respon masyarakat terhadap sakit yang biasa terjadi antara lain yaitu, tidak bertindak atau tidak melakukaan kegiatan apa-apa (no action), tindakan mengobati sendiri ( self treatment atau self medication), mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisioanal (traditional remedy), dan
mencari pengobatan ke
fasilitas-fasilitas pengobatan modern. Sebagian anggota masyarakat dalam mencari pemecahan masalah kesehatan atau kebiasaan mencari pengobatan (health seeking behavior) dengan mencoba mengobati sendiri terlebih dahulu dengan menggunakan bahan tradisional yang sehari-hari dipergunakan di lingkungan keluarga. Kalau belum berhasil baru mereka pergi ke tempat-tempat pelayanan kesehatan, hasilnya akan jauh lebih baik daripada tidak mengobati (Agoes & Jacob, 1996). Pengobatan sendiri (self medication) masih jauh dari praktek pengobatan yang benar-benar aman. Potensi risiko praktik pengobatan sendiri meliputi, salah diagnosis akibat diagnosis sendiri (self-diagnosis), keterlambatan dalam mencari nasihat medis, efek samping yang jarang namun parah, interaksi obat yang berbahaya, pengobatan dengan cara yang salah, dosis tidak tepat, pilihan terapi yang
salah,
penyakit
menjadi
parah
penyalahgunaan obat (Ruiz ,2010).
3
dan
risiko
ketergantungan
dan
Menurut Notoatmodjo (2010), setelah seseorang melakukan pengobatan sendiri namun dianggap tidak dapat menyelesaikan masalah kesehatannya maka pencarian pengobatan keluar menjadi pilihan berikutnya. Pada masyarakat pedesaaan mencari pengobatan ke fasilitas pengobabatan tradisional masih menjadi pilihan teratas. Sedangkan untuk masyarakat kota lebih banyak mengandalkan fasilitas pengobatan modern. Penelitian Setyawan (2007) menyatakan ada hubungan antara sikap dan minat masyarakat untuk memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan modern, selain itu pencarian pengobatan juga berkaitan dengan faktor-faktor pendukung antara lain biaya pengobatan, hasil pengobatan, kepercayaan kepada sarana pengobatan, kondisi waktu berobat, keberadaan sarana, pelayanan pengobatan dan situasi di sarana pengobatan serta konsep sehat dan sakit yang dimiliki oleh masyarakat. Penelitian El Kahi (2012) tentang perilaku pencarian pelayanan kesehatan terhadap mahasiswa di Lebanon didapatkan bahwa
mahasiswa yang tercatat
mengalami gangguan kesehatan secara fisik 61,9% mencari pertolongan informal dari anggota keluarga atau teman, sedangkan 35,7% mencari pelayanan kesehatan formal dari dokter atau fasilitas kesehatan. Kemudian penelitian Vaz (2012) tentang perilaku pencarian pengobatan terhadap mahasiswa medis di Universitas Goa India ditemukan bahwa 31,3% mahasiswa mengdiagnosa sendiri gejala sakitnya dan 66,3% melakukan pengobatan sendiri. Sedangkan Avolobi (2013) dalam penelitianya tentang perilaku pencarian pengobatan dan persepsi mahasiswa terhadap pelayanan kesehatan di komunitas universitas di Nigeria didapatkan hasil 37,5% hanya berkonsultasi terhadap sesama daripada mencari 4
pengobatan di fasilitas kesehatan universitas, 27% memilih apotek komunitas, dan 16,8% membiarkan saja tanpa melakukan penanganan medis. Penelitian Ulvah (2011) tentang faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa kesehatan dan non kesehatan Universitas Jember menyatakan bahwa perilaku pencarian pengobatan mahasiswa dipengaruhi oleh bidang ilmu yang dipelajari. Raflis (2013) penelitian tentang pengaruh agen sosialisasi terhadap pola pencarian pengobatan mahasiswa rumpun fakultas non-eksata Universitas Sumatera Utara didapatkan 77,9% mahasiswa menyatakan segera mencari pengobatan jika sakit dan 61,1% mahasiswa akan segera mencari pengobatan jika merasakan gejala sakit. Hasil analisis bivariat pada penelitian tersebut menyatakan bahwa teman memberikan pengaruh terhadap pola pencarian pengobatan. Penelitian-penelitian di atas menunjukkan beragamnya
pencarian
pengobatan oleh mahasiswa ketika mengalami sakit atau gangguan kesehatan. Walaupun bervariasinya jenis pengobatan pada individu ketika ia sakit, namun tidak dipungkiri keputusan dalam bertindak atau tidak untuk mencari pengobatan tetap tergantung pada masing-masing individu sendiri. Mackian (2003) menyatakan bahwa perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) umumnya menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama melihat dari perilaku pencarian pelayanan kesehatan (pendekatan sistem kesehatan) dan pendekatan kedua yaitu perilaku pencarian pengobatan (proses respon dari sakit) atau persepsinya. Studi perilaku pencarian pengobatan melihat
5
perilaku sakit yang lebih umum dan fokus, khususnya pada faktor persepsi penyakit dan kepercayaan kesehatan yang memotivasi (Grundy, 2010). Health Belief Model (HBM) digunakan untuk memprediksi perilaku preventif dalam bentuk perilaku sehat dan juga respon perilaku terhadap pengobatan yang akan dilakukan. Rosenstock, Strecher, dan Becker menyatakan bahwa Health Belief Model adalah model kognitif yang menjelaskan perilaku sehat dengan fokus pada sikap dan kepercayaan (believe) pada individu (Taylor, 2006). Konsep mendasar dari model kepercayaan kesehatan yang asli adalah perilaku kesehatan ditentukan oleh kepercayaan individu atau persepsi tentang penyakit dan cara yang tersedia untuk mengurangi kejadiannya (Hocbhaum, 1958). Dapat disimpulkan bahwa teori Health Belief Model (HBM) dapat menjelaskan perilaku pencarian pengobatan melalui persepsinya. Notoatmodjo (2010), menjelaskan bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan. Kedua pokok pikiran tersebut akan mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit tenaga kesehatan, maka tentu saja masyarakat belum tentu atau tidak mau mencari pengobatan dan penggunanan fasilitas kesehatan. Penelitian
Kurnia
(2012)
tentang
faktor-faktor
HBM
yang
melatarbelakangi pasien patah tulang berobat ke pengobatan tradisional ahli patah tulang di sumedang menyatakan salah satu faktor yang paling berpengaruh pada responden untuk memilih tempat pelayanan kesehatan seperti apa yang akan
6
digunakan yaitu faktor persepsi manfaat (benefit perceived) dan persepsi rintangan (barrier perceived) dari tindakan yang dilakukan. Kemudian penelitian Yenita (2011) tentang faktor determinan pemilihan tenaga penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Desa Baru Kabupaten Pasaman Barat menyatakan adanya hubungan antara persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), manfaat yang dirasakan (perceived benefits) terhadap pemilihan tenaga penolong persalinan. Penelitian pendahuluan yang dilakukan kepada 20 Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tentang
perilaku mereka ketika mengalami gejala sakit. Diketahui sebanyak 10 orang mahasiswa mengobati sendiri (self treatment/self medication), 4 orang mahasiswa mencari pengobatan keluar/fasilitas kesehatan, dan 6 orang mahasiswa tidak melakukan apa-apa (no action) terhadap penyakitnya. Dari 20 orang responden penelitian pendahuluan diketahui hampir 80% hanya mengalami gejala penyakit ringan seperti sakit kepala, batuk, pilek, flu, maag, diare, dan juga radang. Sepuluh orang yang melakukan pengobatan sendiri diantaranya mencari pengobatan melalui minum obat warung, obat dari apotek, meminum vitamin, dan meminum obat herbal. Empat orang mahasiswa mencari pengobatan ke dokter. Sedangkan yang tidak melakukan apa-apa terhadap gejala penyakitnya lebih cenderung melakukan istirahat, menjaga pola makan, dan minum air putih. Dari hasil tersebut juga dapat terlihat bahwa ada perbedaan perilaku pengobatan oleh masing-masing mahasiswa di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7
Berdasarkan hal diatas, peneliti tertarik meneliti perilaku pencarian pengobatan menggunakan teori health belief model untuk melihat determinan dari persepsi individu dalam perilaku pencarian pengobatan. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013 untuk menghindari adanya perbedaan pengetahuan dan karakteristik yang besar antara angkatan 2011-2014 yang sedang aktif kuliah. 1.2 Perumusan Masalah Menurut Notoadmodjo (2007) masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakit tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Berdasarkan penelitian pendahuluan diketahui bervariasinya perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ketika mengalami gejala sakit. Berdasarkan uraian di atas dan berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan , maka peneliti tertarik untuk mencari pengaruh persepsi keseriusan yang dirasakan , persepsi kerentanan yang dirasakan, persepsi manfaat yang dirasakan, dan persepsi hambatan yang dirasakan terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”
8
1.3 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013? 2. Bagaimana gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan persepsi rintangan yang dirasakan (perceived barrier) pada perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013? 3. Bagaimana hubungan persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan persepsi rintangan yang dirasakan (perceived barrier) pada perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan yahun 2013.
9
1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui gambaran perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013. 2. Mengetahui gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan persepsi rintangan yang dirasakan (perceived barrier) pada perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013. 3. Mengetahui hubungan persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan persepsi rintangan yang dirasakan (perceived barrier) pada perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Menambah pustaka bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan mengenai perilaku pencarian pengobatan serta dapat memberikan masukan bagi mahasiswa dalam berperilaku pencarian pengobatan yang baik dan benar.
10
1.5.2 Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan serta acuan untuk penelitian perilaku pencarian pengobatan selanjutnya yang lebih baik. 1.5.3 Bagi Fakultas Kekokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Memberikan
tambahan
pustaka
tentang salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi perilaku pencarian pengobatan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013. 1.5.4 Dinas Kesehatan Dapat memberikan masukan bagi dinas kesehatan tentang perilaku pencarian pengobatan di masyarakat khususnya pada perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan tahun 2013. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 oleh mahasiswa semester 10 peminatan Promosi Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respon Terhadap Sakit Menurut Notoatmodjo (2010), masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapatkan penyakit, dan tidak dirasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macama perilaku dan usaha. Respon seseorang apabila sakit adalah sebagai berikut: a. Tidak bertindak atau tidak melakukan kegiatan apa-apa (no action). Alasanya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak mengganggu kegiatan dan kerja mereka sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun simptom atau gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lainyang dianggap lebih penting daripada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa kesehatan belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupannya. Alasan lain seperti fasilitas kesehatan yang yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsif, takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya menjadi beberapa alasan yang membuat masyarakat malas untuk melakukan pengobatan (Notoatmodjo, 2010).
12
b. Tindakan mengobati sendiri (self treatment atau self medication) Terjadi karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya terhadap diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalau usaha pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan. Mengobati sendiri yang dilakukan masyarakat melalui berbagai cara antara lain: kerokan, pijat, membuat ramuan sendiri, misalnya jamu, minum jamu yang ada di warung , minum obat yang bebas di warung obat atau apotek (Notoatmodjo, 2010).
c. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional (tradisional remedy) Untuk masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki
tempat
teratas
dibanding dengan
pengobatan-
pengobatan yang lain. pada masyarakat yang masih sederhana, masalah sehat dan sakit adalah lebih bersifat budaya daripada gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu, pencarian pengobatan pun lebih berorientasi kepada sosial-budaya masyarakat daripada hal-hal yang dianggap masih asing. Dukun,
jamu,
dan
bermacam-macam
obat
herbal
adalah
pengobatan tradisonal yang merupakan bagian dari masyarakat, berada di tengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat,dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat daripada dokter, mantri, bidan, dan sebagainya yang masih asing bagi
13
mereka, seperti juga pengobatan yang dilakukan dan obat-obatnya pun merupakan kebudayaan mereka (Notoatmodjo, 2010).
d. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan modern Fasilitas pengobatan yang diadakan oleh pemerintah atau lembagalembahga kesehatan swasta, yang dikategorikan ke dalam balai pengobatan, puskesmas, rumah sakit, dan termasuk pencarian pengobatan ke fasilitas pengobatan modern yang diselenggarakan oleh dokter praktik (Notoatmodjo, 2010).
Dari uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat sakit adalah berbeda dengan konsep tenaga kesehatan tentang konsep sehat sakit itu. Demikian juga persepsi sehat-sakit antara kelompok-kelompok masyarakat pun akan berbeda-beda pula. Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku
pencarian
pengobatan.
Kedua
pokok
pikiran
tersebut
akan
memepengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep sehat-sakit tenaga kesehatan, maka tentu saja masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan fasilitas yang diberikan. Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah sama dengan pengertian sehat-sakit tenaga kesehatan, maka kemungkinan besar fasilitas yang diberikan akan mereka pergunakan (Notoatmodjo, 2010).
14
2.2 Perilaku pencarian pengobatan/penyembuhan (Health Seeking Behavior) Perilaku pencarian pengobatan telah didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh individu yang menganggap diri mereka memiliki masalah kesehatan atau sakit dan dimaksudkan untuk menemukan pengobatan yang tepat (Mackian, 2003). Mackian juga menyatakan peneliti-peneliti lain sudah lama tertarik dengan pelayanan kesehatan apa masyarakat mencari pengobatan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat berperilaku berbeda dalam perilaku kesehatan. Terdapat dua pendekatan untuk melihat perilaku pencarian pengobatan yaitu: 1. Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan : Pemanfaatan Sistem Studi ini menunjukkan bahwa keputusan untuk terlibat dengan pelayanan medis tertentu
dipengaruhi oleh berbagai variabel sosio-ekonomi, jenis
kelamin, usia, sosial status perempuan, jenis penyakit, akses ke layanan dan kualitas yang dirasakan dari layanan kesehatan (Tipping dan Segall 1995 dalam Mackian 2003). 2. Perilaku Pencarian Pengobatan : Proses Respon Penyakit Berakar terutama dalam faktor psikologi, melihat perilaku mencari pengobatan lebih umum, menggambarkan faktor yang memungkinkan atau mencegah orang dari membuat 'pilihan yang sehat', baik dalam perilaku gaya hidup mereka
atau
menggunakan
perawatan
medis
dan
pengobatan.
(Mackian,2003). Studi perilaku pencarian pengobatan melihat perilaku sakit yang lebih umum dan fokus, khususnya pada faktor persepsi penyakit dan kepercayaan kesehatan yang memotivasi. Studi yang terlihat di luar individu 15
untuk pola sosial atau faktor-faktor penentu pengambilan keputusan mengacu pada konsep 'kognisi sosial'. Ini termasuk rasa kontrol lokal atas keadaan dan pengaruh kelompok dan masyarakat lokal terhadap pola pengambilan keputusan (Grundy, 2010). Notoatmodjo
(2010)
menjelaskan
perilaku
pencarian
penyembuhan/pengobatan (health seeking behavior) adalah perilaku kelompok atau orang sakit yang berupaya untuk mencari penyembuhan atau pengobatan guna membebaskan diri dari penyakit tersebut, serta memperoleh pemulihan kesehatannya. Oleh sebab itu perilaku penyembuhan ini mencakup: 1. Perilaku orang sakit untuk memperoleh kesembuhan dan cepat sembuh (perilaku kuratif) 2. Perilaku orang sakit memperoleh pemulihan kesehatannya atau cepat pulih kesehatannya (perilaku rehabilitatif) 2.2.1 Proses Perilaku Penyembuhan Notoatmodjo (2010) menyatakan perilaku pencarian penyembuhan (health seeking behavior) adalah merupakan sebuah proses. Proses ini biasanya terdiri dari beberapa tahap antara lain mencakup: 1. Mengenali gejala penyakit dengan menggunakan caranya sendiri, misalnya pengalaman orang lain, atau pengetahuan yang dimiliki (Notoatmodjo, 2010). 2. Melakukan penyembuhan atau pengobatan sendiri (self tretment atau self medication),
sesuai
dengan
pengetahuan,
keyakinanan,
atau
kepercayaannya. Perilaku pengobatan sendiri ini terdiri dari berbagai 16
bentuk,baik secara tradisional dan modern. Bentuk perilaku penyembuhan sendiri sacara tradisional ini misalnya: kerokan, pijat, atau membuat ramuan atau minum jamu yang dibuat sendiri atau beli di warung. Sedangkan pengobatan sendiri dengan cara modern juga dilakukan berbagai cara misalnya, minum obat yang bebas dijual bebas di warung, toko obat atau apotek. Kadang-kadang juga minum obat paten yang dibeli di toko obat atau apotek. Sebab banyak obat-obat paten yang dijual bebas (tanpa resep) (Notoatmodjo, 2010). 3. Melakukan upaya memperoleh kesembuhan dan pemulihan dari luar, sesuai dengan pemahaman dan persepsi terhadap penyakitnya tersbut. Pilihan-pilihan
jenis
pelayanan
kesehatan
tersebut
berbeda-beda
urutannya. Pilihan pertama pelayanan kesehatan bagi masyarakat pada umumnya (terutama di pedasaan) adalah pelayanan kesehatan tradisioanal yaitu dukun dan paranormal kesehatan. Pelayanan kesehatan tradisional sebagai pilihan pertama , sebenarnya kurang tepat. Sebab pada umumnya pengobatan atau penyembuhan yang digunakan oleh para pengobatan tradisioanal tidak didasarkan pada diagnosis penyakit. Penyembuhan dan pengobatan biasanya didasarkan pada hasil diagnosis kebatinan atau para normal, yang sering kuarang masuk akal (Notoatmodjo, 2010).
Akibat dari proses penyembuhan dan pengobatan semacam ini kadangkadang berakibat yang lebih buruk atau lebih parah bagi pasien. Setelah gagal ditangani oleh pengobatan tradisional, maka biasanya pasien dibawa ke pelayanan kesehatnan modern (Rumah Sakit, Puskesmas, dan Dokter).
17
Namun demikian karena sudah terlambat, maka pelayanan kesehatan modern pun tidak mampu menanganinya. Oleh sebab itu seyogyanya pelayanan kesehatan sebagai tempat pencarian penyembuhan atau pengobatan (health seeking behavior) ini sesuai dengan urutan di bawah ini: a. Mencari Pengobatan ke pelayanan kesehatan, bentuknya puskesmas, dokter praktek, bidan atau mantri praktek. Apabila pelayanan kesehatan primer ini tidak berhasil menanganinya, maka baru mencari pelayanan kesehatan rujukan. b. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama (rumah sakit D/C). Tetapi bagi masyarakat pedesaan, dimana bidan praktek atau mantri praktek sebagai tempat pelayanan kesehatan primer,maka dokter praktek dan puskesmas mungkin sebagai pelayanan kesehatan tingkat rujukan pertama ini. Apabila pelayanan kesehatan primer ini tidak berhasil menanganinya, maka baru mencari pertolongan pelayanan kesehatan rujukan tingkat dua. c. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat dua (rumah sakit tipe B atau A). Adalah pelayanan kesehatan rujukan yang memepunyai sarana dan prasarana yang lebih lengkap, serta mempunyai tenaga medis maupun para medis yang lebih ahli. Bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan, di mana pelayanan kesehatan primer yang digunakan adalah bidan atau mantri praktek, maka rumah sakit (tipe C) pun sudah merupakan pelayanan kesehatan rujukan yang paling tinggi. Sebaliknya bagi golongan orang yang mampu utamnya dari kota besar, maka pelayanan rujukan yang digunakan adalah rumah sakit internasional, baik yang ada di Jakarta,
18
maupun di luar negeri Singapura, Malaysia, Cina, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). 2.2.2 Jenis perilaku pencarian pengobatan/penyembuhan Perilaku pencarian pengobatan/penyembuhan (Health Seeking Behavior) adalah perilaku orang atau masyarakat yang sedang mengalami sakit atau masalah kesehatan lain, untuk memperoleh pengobatan sehingga teratasi masalah kesehatannya. Perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan bagaimana untuk mendapatkan pengobatan, yaitu mengobati sendiri (self medication), dan mencari pengobatan keluar/pelayanan kesehatan (Notoatmodjo, 2010). 1. Perilaku penyembuhan/pengobatan sendiri (self medication) Terjadi karena orang atau masyarakat tersebut sudah percaya terhadap diri sendiri, dan sudah merasa bahwa berdasarkan pengalaman yang lalu bahwa usaha pengobatan
sendiri
sudah
dapat
mendatangkan
kesembuhan.
Hal
ini
mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan. Terdapat 3 pola pengobatan sendiri (self medication) yang dilakukan oleh masyarakat saat, yaitu: a. Obat-obat modern, baik dibeli diwarung maupun di apotek, seperti obatobat untuk sakit kepala, sakit perut,sakit mata, luka, dan sebagainya. b. Obat-obat tradisional, baik yang diramu atau dibuat sendiri dari daundaunan, maupun yang dibeli di warung, seperti jamu atau jamu gendong keliling.
19
c. Obat-obat lainnya, yakni obat-obatan lain yang tidak termasuk dua jenis obat diatas. Obat-obat ini biasanya diberikan oleh para normal atau dukun, yang berupa air, atau benda-benda lain yang diberikan mantera-mantera. Pola perilaku penyembuhan sendiri (self medication) pada masyarakat dapat saja dikombinasikan. Sesorang bisa saja mencari pengobatan dengan obat modern atau tradisioanal dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan (Notoatmodjo, 2010). 2. Perilaku pencarian penyembuhan/pengobatan keluar Perilaku pencarian pengobatan keluar (tidak diobati sendiri) pada waktu orang dewasa atau anak-anak sakit dibawa oleh keluarganya, terwujud dalm fasilitas atau
pelayanan
kesehatan
yang
digunakan
oleh
anggota
masyarakat,
dikelompokkan dalam: a. Rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah maupun swasta b. Praktek Dokter c. Puskesmas,Pustu, dan Balkesmas d. Petugas Kesehatan e. Dukun atau pengobatan tradisioanal (batra) lainnya Seperti halnya dengan pengobatan sendiri , maka pola pencarian pengobatan ini kemungkinan juga terjadi kombinasi. Artinya seseorang bisa saja dalam waktu sakit mencari penyembuhan atau berobat ke kedua fasilitas atau pelayanan kesehatan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan. Pola pencarian pengobatan masyarakat perkotaan sedikit berbeda dengan pola pencarian pengoabatan masyarakat pedesaan. Pada masyarakat 20
pedesaan , Puskesmas dan Pustu merupakan pilihan tertinggi tempat pencarian pengoabatan. Sedangkan pada masayarakat perkotaan, dokter praktek merupakan pilihan yang tertinggi. Peran dukun, baik pada masyarakat pedesaan maupun perkotaan memang masih ada, namun dalam persentase yang rendah (Notoatmodjo, 2010).
2.3 Perilaku Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai kegiatan yang sangat luas sepanjang kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan, berbicara, menangis,
tertawa,
bekerja,kuliah,
menulis,
membaca,
dan
seterusnya
(Notoatmodjo, 2007). Perilaku pencarian pengobatan telah didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh individu yang menganggap diri mereka memiliki masalah kesehatan atau sakit dan dimaksudkan untuk menemukan pengobatan yang tepat (Mackian, 2003). Rosenstock dan Becker menjelaskan perilaku dalam teori Health Belief Model, bahwa munculnya suatu perilaku sehat merupakan kumpulan dari core belief yaitu persepsi individu yang berkaitan dengan susceptibility to illness, the severity of the illness, the cost involved in carrying out the behavior,
21
the benefit involved in carrying out the behavior dan cues to action. Health belief model digunakan untuk memprediksi perilaku preventif dalam bentuk perilaku sehat dan juga respon perilaku terhadap pengobatan yang dilakukan (Taylor, 2006). Hocbaum dan Rosenstock menyatakan bahwa salah satu teori sikap yang paling berpengaruh dalam menjelaskan mengapa individu tersebut melakukan perilaku sehat adalah Health Belief Model. Individu melakukan perilaku sehat tertentu tergantung pada dua faktor yaitu apakah individu tersebut merasakan ancaman kesehatan dan apakah individu meyakini bahwa perilaku tertentu secara efektif dapat mengurangi ancaman yang dirasakan (Taylor, 2006). Berdasarkan definisi teori-teori datas, dapat disimpulkan bahwa perilaku pencarian pengobatan tidak lepas dari persepsi seseorang tentang mencari pengobatan itu sendiri baik persepsi Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan rintangan yang dirasakan (perceived barrier).
2.4 Persepsi Menurut Kotler (2000), persepsi adalah proses yang dipakai seseorang untuk memilih mengorganisasikan serta menginterpretasikan informasi guna menciptakan gambaran yang memiliki arti dan persepsi tidak tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga tergantung pada lingkungan sekitar dan keadaan individu tersebut. Persepsi adalah bagaimana seorang individu tersebut termotivasi untuk bertindak. Bagaimana orang tersebut bertindak akan 22
dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas obyek yang sama. Tiga proses persepsi: a. Perhatian selektif; seorang tidak mungkin dapat menanggapi semua rangsangan karena itu rangsangan yang masuk akan disaring. b. Distorsi selektif; kecenderungan seseorang untuk mengubah informasi menjadi bermakna secara pribadi Dan menginterpretasikan informasi itu dengan cara yang akan mendukung mereka. c. Ingatan/retensi selektif: orang cenderung untuk mengingat hal-hal yang baik tentang produk yang disukai. Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi adalah memberikan makna pada stimulus. Masalah kesehatan (penyakit) dalam masyarakat, akan dipersepsikan berbeda-beda oleh masing-masing orang. Bahkan beberapa orang yang menderita penyakit yang sama, pada sebagian orang dipersepsikan sebagai penyakit, tetapi bagi sebagian lain dipersepsika bukan sebagai penyakit (Notoatmodjo, 2010).
2.5 Model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model) Model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model) adalah suatu bentuk penjabaran dari model sosiopsikologis, munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider, kegagalan ini akhirnya memunculkan teori
23
yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventif health behavior), yang oleh Becker dikembangkan dari teori lapangan menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model) (Notoatmodjo,2010). Rosesnstock (1988) menyatakan, hipotesis Health Belief Model (HBM) tergantung pada terjadinya simultan pada ketiga faktor yaitu: 1. Adanya motivasi yang cukup (masalah kesehatan) agar menjadi sebuah masalah kesehatan yang menonjol atau relevan. 2. Keyakinan bahwa seseorang rentan terhadap masalah kesehatan atau penyakit yang serius. Hal ini sering disebut Ancaman. 3. Keyakinan bahwa setelah melakukan perilaku kesehatan tertentu akan bermanfaat dalam mengurangi ancaman dan dengan biaya atau usaha yang dikeluarkan secara subjektif diterima. Biaya mengacu pada hambatan yang diraskan harus diatasi dalam berperilaku kesehatan, namun tidak terbatas pada pengeluaran biaya. Ketiga faktor di atas dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kepribadian dan lingkungan individu, serta pengalaman berhubungan dengan sarana dan petugas kesehatan. Kesiapan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit, potensi ancaman, motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit, dan adanya kepercayaan perubahan perilaku akan memberikan keuntungan. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, penilaian individu terhadap perubahan yang serupa.
24
Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) memiliki empat persepsi inti yang membentuk HBM itu sendiri yaitu Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), manfaat yang dirasakan (perceived benefits), dan rintangan yang dirasakan (perceived barrier). Namun dalam perkembangannya faktor lain telah ditambahkan kedalam HBM seperti variabel modifikasi (modifying variable), isayarat untuk bertindak (cues to action), dan juga self efficacy. Setiap persepsi tersebut baik secara sendiri maupun dikombinasikan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku kesehatan (Rosenstock, 1988). Berikut Komponen Dari Teori Health Belief Model (HBM); 1. Persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) Rosenstock dalam Glanz (1990) menyatakan keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) dapat diartikan sebagai perasaan tentang keseriusasn dari tertular penyakit atau meninggalkan penyakit yang tidak diobati, termasuk dalam konsekuensi medis dan klinis (kematian, cacat, dan rasa sakit) dan konsekuensi sosial (efek terhadap pekerjaan, keluarga, dan hubungan sosial). Tindakan individu untuk menilai keseriusan kondisi dari penyakit yang dideritanya. Menurut Notoadmodjo (2010), Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit terhadap individu atau masyarakat tersebut. Penyakit, polio misalnya, akan dirasakan lebih serius bila dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu, tindakan pencegahan polio akan lebih banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan dan pengobatan flu.
25
Konstruk dari keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) yaitu berbicara kepada keyakinan individu tentang keseriusan atau keparahan penyakit. Sedangkan persepsi keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari kepercayaan yang seseorang miliki tentang kesulitan dari penyakit akan membuat atau berefek kepada hidup seseorang secara umum (McCornick, 1999). 2. Persepsi kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) Mengacu pada persepsi subjektif seseorang tentang resiko mengidap penyakit atau hal yang mengganggu kondisi kesehatan. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (susceptible) terhadap penyakit tersebut. Dengan kata lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan tiba bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit tersebut. Menurut Belcher (2005) risiko atau kerentanan seseorang adalah salah satu persepsi yang lebih kuat dalam mendorong orang untuk mengadopsi perilaku sehat. Semakin besar risiko yang dirasakan, semakin besar kemungkinan dalam perilaku untuk mengurangi risiko. Logis bahwa ketika orang percaya bahwa mereka berada pada keadaan risiko penyakit, mereka akan lebih cenderung untuk mencegah hal itu terjadi. Sayangnya, sebaliknya juga terjadi. Ketika orang percaya bahwa mereka tidak berisiko atau memiliki kerentanan risiko rendah, cenderung mengakibatkan perilaku tidak sehat (yep, 1993).
26
Kombinasi kerentanan yang dirasakan dan keseriusan disebut ancaman. Ancaman yang dirasakan memiliki komponen kognitif dan dipengaruhi oleh informasi. Ini menciptakan tekanan untuk bertindak, tetapi tidak menentukan bagaimana seseorang akan bertindak (G.M. Hochbaum, 1958). 3. Persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits) Ketika penerimaan persepsi kerentanan (perceived susceptibility) diri dan juga diyakini keseriusaanya (perceived seriousness) sebagai ancaman (perceived threat), itu menentukan tindakan tertenetu yang mungkin diambil. Secara hipotesis bergantung keyakinan seseorang tentang efektivitas berbagai tindakan yang tersedia (ada) dalam mengurangi ancaman penyakit atau manfaat yang diterima dari melakukan perilaku kesehatan. Seseorang yang menunjukan tingkat optimal keyakinan dalam kerentanan dan keparahan tidak akan melakukan tindakan kesehatan kecuali tindakan itu dianggap layak dan manjur (Glanz, 1990). Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit yang dianggap gawat(serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung manfaat yang dirasakan apabila melakukan tindakan tersebut. (Notoatmodjo, 2010). Konstruksi atau manfaat yang dirasakan adalah opini seseorang dari nilai atau kegunaan dari perilaku baru dalam mengurangi risiko pengembangan penyakit. Orang-orang cenderung mengadopsi perilaku yang lebih sehat ketika mereka percaya perilaku baru akan mengurangi kesempatan mereka untuk terserang penyakit. Apakah orang-orang berusaha untuk makan lima porsi buah-buahan yang sayuran sehari jika mereka tidak
27
percaya itu adalah menguntungkan? Akan orang berhenti merokok jika mereka tidak percaya itu bahwa lebih baik untuk kesehatan? Apakah orang menggunakan tabir surya jika mereka tidak percaya itu terbukti? Mungkin tidak (Frank & Swedmark, 2004). Begitu pula dengan tindakan mengobati. Seseorang akan mengambil tindakan mengobati baik dari manfaat yang akan didapat besar atau tidak. Apabila mengobati sendiri sudah dapat menyembuhkan penyakitnya, maka mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan kurang dirasa membrikan banyak keuntungan atau manfaat. 4. Persepsi hambatan yang dirasakan (perceived barrier) Aspek potensial dari suatu tindakan kesehatan dapat menjadi hambatan utnuk melakukan tindakan yang disarankan. Secara tidak sadar, analisis biaya dan manfaat terhadap efeketifitas dari tindakan kesehatan, berbahaya (memiliki efek samping negatif dan iatrogenik), tidak menyenangkan (menyakitkan, sulit, menjengkelkan), tidak nyaman, memekan waktu, dan lainnya (Glanz, 1990). Penilaian individu mengenai seberapa besar hambatan yang akan ditemui apabila melakukan suatu tindakan. pada umumnya manfaat dari tindakan (perceived benefits) lebih menentukan daripada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan suatu tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2010). Karena perubahan bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah bagi kebanyakan orang, konstruk terakhir dari HBM mengatasi masalah hambatan yang dirasakan untuk berubah. Evaluasi individu sendiri dari hambatan dalam 28
mengadopsi perilaku baru. Dari semua konstruksi, hambatan yang dirasakan adalah yang paling signifikan dalam menentukan perubahan perilaku (Janz & Becker, 1984). Rosenstock (1974) dalam Glanzs (1990) menyatakan "tingkat gabungan kerentanan dan keparahan menyediakan energi atau kekuatan untuk bertindak dan persepsi manfaat (tanpa hambatan-hambatan) menyediakan jalur yang disukai untuk bertindak". Keseimbangan antara keuntungan dan hambatan kemungkinan mensugesti seseorang untuk mendapatkan
perilaku yang
diinginkan, tetapi tidak selalu menentukan bahwa mereka akan bertindak. Jika skor manfaat dan hambatan yang dirasakan seseorang untuk berperilaku mendekati seimbang, orang tersebut akan merasa bimbang untuk bertindak (Hocbhaum, 1958). 5. Variabel Modifikasi (modifying variables) Keempat konstruk utama dari empat persepsi di pengaruhi oleh variabel yang lain, seperti budaya, tingkat pendidikan, pengalaman masa lalu, keahlian, dan motivasi. Hal tersbut adalah karakteristik individual yang mempengaruhi persepsi personal (Hayden, 2009). Diyakini bahwa beragam demogarafik, sosiopsikologis, dan variabel struktural, seperti contoh yang diberikan, mempengaruhi persepsi individu dan secara tidak langsung mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya faktor sosiodemografi, terutama pendidikan diyakini memiliki efek tidak langsung pada persepsi kerentanan, keparahan, manfaat, dan hambatan (Glanz, 1990).
29
6. Isyarat untuk Bertindak (cues to action) Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan, kagawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa factor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut, misalnya pesan-pesan pada media masa, nasehat atau anjuran kawan-kawan anggota keluarga lainnya dari si sakit dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). 7. Self-Efficacy Bandura Menjelaskan Self efficacy adalah kepercayaan seseorang tentang kemampuannya untuk melakukan sesuatu . Orang-orang pada umumnya tidak akan mencoba sesuatu yang baru tanpa mereka berpikir mereka dapat melakukanya. Jika seseorang percaya perilaku yang baru berguna (manfaat yang dirasakan), tetapi tidak berpikir ia mampu untuk melakukannya (hambatan yang dirasakan), maka kesempatan itu tidak akan dicoba. Self efficacy di tambahkan ke dalam health belief model yang asli pada tahun 1988 (Rosenstock, Strecher, & becker 1988). Penelitian Kurnia (2012) tentang faktor-faktor yang melatar belakangi pasien patah tulang berobat ke pengobatan tradisional ahli patah tulang di sumedang didapatkan tiga faktor dari teori HBM yang paling berpengaruh utnuk responden dalam menentukan keputusaanya untuk memilih tempat pelayanan kesehatan untuk mengobati sakitnya, yaitu faktor motivasi untuk menyembuhkan sakitnya, faktor persepsi manfaat (benefit perceived) dan persepsi rintangan (barrier perceived), serta kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan.
30
Kemudian penelitian Sri Yenita (2011) tentang faktor determinan perilaku pemilihan tenaga penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Desa Baru Kabupaten Pasaman Barat menyatakan adanya hubungan antara persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits) terhadap pemilihan tenaga penolong persalinan. Penelitian Andham (2013) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pencarian pengobatan pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pancoran mas depok didapatkan bahwa ada hubungan antara persepsi keseriusan terhdapa perilaku ibu memiilih pengobatan pneumonia tersebut. Meskipun responden tidak mengetahui bahwa gejala sesak napas dan napas cepat adalah gejala pneumonia, namun responden memiliki persepsi bahwa gejala tersebut berbahaya maka dapat mendorong responden untuk mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Dari ketiga penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa pesrsepsi-persepsi yang ada di dalam teori health belief model berpengaruh terhadap perilaku individu dalam berbagai perilaku pengobatan.
31
Bagan 2.1 Health Belief Model
Kerangka Teori Health Belief Model Rosenstock,Becker,Janz, dan Hocbaum
2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Pencarian Pengobatan Menurut Grundy (2010), perilaku pencarian pengobatan melihat perilaku sakit yang lebih umum dan fokus, khususnya pada faktor persepsi penyakit dan kepercayaan kesehatan yang memotivasi. Sheeran dan Abraham (1996) dalam Mackian (2003) mengkategorikan berbagai perilaku yang telah diperiksa menggunakan Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) dalam tiga 32
bidang: perilaku kesehatan preventif, perilaku peran sakit dan penggunaan klinik. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa komponen dari Model Kepercayaan Kesehatan dapat terkait dengan Perilaku Pencarian Pengobatan pada mahasiswa. 1. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) Menurut Notoadmodjo (2010), bahwa tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit terhadap individu tersebut. Persepsi seseorang tentang penyakit dan gejala penyakit dapat berdampak buruk terhadap dirinya sehingga dibutuhkan tindakan pengobatan. 2. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) Resiko atau kerentanan seseorang merupakan salah satu persepsi yang kuat dalam mendorong orang untuk berperilaku sehat. Persepsi seseorang tentang kerentanan penyakit atau gejala penyakitnya dapat bertambah parah sehingga butuh tindakan pengobatan 3. Manfaat yang dirasakan (perceived benefits) Persepsi seseorang tentang manfaat yang didapatkan dari tindakan pengobatan. Seseorang akan mengambil tindakan mengobati baik dari manfaat yang akan didapat besar atau tidak. Apabila dengan dibiarkan saja sudah dapat menyembuhkan penyakitnya, maka pencarian pengobatan kurang dirasa memberikan banyak keuntungan atau manfaat.
33
4. Hambatan yang dirasakan (perceived barrier) Persepsi seseorang tentang hambatan atau rintangan dari tindakan pengobatan yang akan diambilnya. Hocbhaum (1958) menyatakan keseimbangan antara keuntungan dan hambatan kemungkinan mensugesti seseorang untuk mendapatkan perilaku yang diinginkan, tetapi tidak selalu menentukan bahwa mereka akan bertindak. Jika skor manfaat dan hambatan yang dirasakan seseorang untuk berperilaku mendekati seimbang, orang tersebut akan merasa bimbang untuk bertindak.
2.7 Kerangka Teori Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku pencarian penyembuhan atau pengobatan adalah perilaku kelompok orang sakit yang berupaya untuk mecari penyembuhan atau pengobatan guna membebaskan diri dari penyakit tersebut, serta memperoleh pemulihan kesehatannya. Penelitian Pendahuluan yang telah dilakukan kepada 20 Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tentang perilaku mereka ketika mengalami sakit. Diketahui sebanyak sepuluh orang mahasiswa mengobati sendiri (self treatment/self medication), empat orang mahasiswa
mencari
pengobatan keluar/ ke fasilitas kesehatan, dan enam orang mahasiswa tidak melakukan apa-apa (no action) terhadap penyakitnya. Dari hasil di atas diketahui adanya perbedean perilaku pencarian pengobatan oleh mahasiswa di fakultas kedokterna dan ilmu kesehatan UIN
34
Jakarta. Maka untuk menjelaskan dan mengengetahui faktor apa saja yang mempengerahui perilaku pengobatan oleh mahasiswa di atas maka pada penelitian ini digunakan kerangka teori health belief model (HBM). Bagan 2.2 Kerangka Teori
35
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Dalam Mackian (2003) menyatakan pendekatan studi mengenai perilaku pencarian pengobatan ada dua macam yaitu pertama perilaku pencarian pelayanan kesehatan (pemanfaatan sistem) yang menitik beratkan pada hubungan pasien terhadap fasilitas kesehatan dan kemudian pendekatan perilaku pencarian pengobatan (proses dari respon penyakit) yang menitik beratkan pada persepsi dan kepercayaan kesehatan seseorang untuk memutuskan tindakan pengobatan. Kerangka konsep terdiri dari variabel independen dan dependen. Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah persepsi kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefit), persepsi hambatan yang dirasakan (perceived barrier). Sedangkan sebagai variabel dependen adalah perilaku pencarian pengobatan. Bagan 3.1 Kerangka konsep Kerentanan yang dirasakan
Keseriusan yang dirasakan Perilaku Pencarian Pengobatan Manfaat yang dirasakan
Hambatan yang dirasakan 36
3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel
Definisi
Cara Ukur
1
Pengisian
Alat
Hasil
Ukur
Ukur
Kuesioner
0.Tidak
Perilaku
Perilaku
pencarian
kelompok
atau Kuesioner
Mencari
pengobatan
seseorang
yang sendiri
Pengobatan
menganggap diri
1.Mencari
mereka memiliki
pengobatan
masalah kesehatan
atau
sakit
dan
berupaya
untuk
mencari penyembuhan atau pengobatan guna membebaskan diri dari penyakit tersebut,
serta
memperoleh pemulihan kesehatannya.
37
Skala
Ordinal
(Notoatmodjo,20 10 dan Mackian, 2003) 2
Persepsi
Persepsi
Pengisian
keseriusan
seseorang tentang
Kuesioner
yang
penyakit
sendiri
dirasakan
gejala
(perceived
dapat berdampak
seriousness) buruk
dan
Kuesioner
0. Tidak serius
Ordinal
1. Serius
penyakit
terhadap
dirinya sehingga dibutuhkan tindakan pengobatan 3
Persepsi
Persepsi
Pengisian
kerentanan
seseorang tentang
Kuesioner
yang
kerentanan
sendiri
dirasakan
penyakit
(perceived
gejala
susceptibilit
penyakitnya
y)
dapat bertambah
atau
parah
sehingga
butuh
tindakan
pengobatan
38
Kuesioner
0. Tidak rentan 1. Rentan
Ordinal
4
5
Persepsi
Persepsi
Pengisian
manfaat
seseorang tentang
Kuesioner
bermanfaat
yang
manfaat
sendiri
1. Bermanfaat
dirasakan
didapatkan
(perceived
perilakumencari
benefit)
pengobatan
Persepsi
Persepsi
Pengisian
hambatan
seseorang tentang
Kuesioner
1.Tidak
yang
hambatan
atau
sendiri
terhambat
dirasakan
rintangan
untuk
(perceived
mencari
barrier)
pengobatan
yang
Kuesioner
0.Tidak
dari
Kuesioner
0. Terhambat
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Adanya
hubungan
Ordinal
antara
kerentanan
yang
dirasakan
(perceived
susceptibility) terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 2. Adanya hubungan antara kerentanan keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas
39
Ordinal
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 3. Adanya hubungan antara manfaat yang dirasakan (perceived benefit) terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013 4. Adanya hubungan antara hambatan yang dirasakan (perceived barrier) terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013
40
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode deskriptif dan analitik. Peneltian ini menggunakan desain studi Cross Sectional yaitu pada penelitian ini varabel independen dan dependen diamati pada waktu (periode) yang sama.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Kesehatan Masyarakat dan dilaksanakan pada bulan April tahun 2015. Pemberian kuesioner kepada sampel dilakukan pada saat jam kuliah kosong atau di luar jam kuliah. 4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa fakultas kodekteran dan ilmu kesehatan UIN Jakarta dari angkatan 2013. Peneliti memilih angkatan 2013 agar tidak ada perbedaan pengetahuan kesehatan yang besar dan karena peneliti mengasumsikan bahwa mahasiswa dan mahasiswi pada angkatan tersebut sudah terpapar informasi mengenai kesehatan dengan cukup.
41
4.3.2 Jumlah Sampel Untuk jumlah sampel pada penelitian ini digunakan rumus besal sampel untuk uji beda dua proporsi 2 sisi (two tail).
Z1-α/2 2P(1-P)+Z1-β P1 (1-P1 )+ P2 (1-P2 ) n= (P1 - P2 )2
2
Keterangan: n1
= Jumlah sampel minimal
Zα
= Nilai Z pada derajat kemakanaan α
Zβ
= Nilai Z pada kekuatan uji 1-β
P
= Proporsi rata-rata = (P1+P2)/2
P1
= Proporsi yang berperilaku pengobatan baik
P2
= Proporsi yang berperilaku pengobatan tidak baik
Peneliti menginginkan derajat kemaknaan sebesar 5% dan kekuatan uji sebesar 95% pada penelitian ini. Untuk menentukan besar sampel pada penelitian ini, digunakan data proporsi satu (P1) dan Proporsi dua (P2) variabel yang sama dari penelitian serupa yang telah dilakukan sebelumnya, berikut tabel jumlah penghitungan sampel:
42
Tabel 4.1 Penghitungan Sampel Minimum
No Variabel
Peneliti
P1
P2
N
1
Kurnia,Susi (2012)
50%
50%
-
34,5%
65
Persepsi Kerentanan
2
Persepsi
Dewi,Andham(2013) 65,5%
Keseriusan 3
Persepsi
Manfaat Kurnia,Susi (2012)
61,76% 38,24%
115
dan Rintangan
Tabel diatas menunjukan jumlah sampel penelitian yang dapat diambil dalam peneltian kali ini. Kemudian peneliti memutuskan jumlah sampel untuk penelitian ini yaitu sebesar 115 responden. Sampel ditambah 10% dari total sampel seluruhnya sehingga didapatkan jumlah sebesar 126 responden.
4.3.3. Pengambilan Sampel Langkah pertama adalah menentukan sampel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti, Sampel yang akan dipilih yaitu responden yang mengalami sakit paling lama atau kurang dari 3 bulan sebelum pengambilan data dilakukan,karena peneliti mengasumsikan bahwa responden masih dapat mengingat tindakan yang dilakukan ketika sakit saaat itu.
43
Kemudian setelah didapatkan jumlah sampel yang sesuai kriteria, jumlah sampel
dibagi
per
program
studi
yaitu
program
studi
kesehatan
masyarakat,farmasi, pendidikan kedokteran, dan keperawatan. Sampel ditentukan secara proporsional berdasarkan jumlah mahasiswa masing-masing program studi di Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan memakai rumus:
Jumlah sampel = Jumlah Populasi Masuk Kriteria /Programstudi X Total Sampel Total Populasi Tabel 4.2 Jumlah Sampel Per Program Studi Angkatan 2013 Jurusan
Populasi
Masuk Sampel
Kriteria Kesehatan Masyarakat
70
35
Farmasi
62
31
Kedokteran
79
39
Keperawatan
40
21
Total
251
126
4.4 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden dengan menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Instrumen penelitian berupa kuesioner berisi pertanyaaan sesuai variabel yang akan diteliti yaitu pertanyaan
44
tentang perilaku pencarian pengobatan, keseriusan yang dirasakan, kerentanan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan dan hambatan yang dirasakan. Sebelum dilakukannya penelitian, peneliti melakukan uji kuesioner. hasil uji kuesioner digunakan untuk memeriksa pertanyaan yang kurang dimengerti, sehingga peneliti mengganti kata-kata pertanyaan yang lebih mudah dipahami.
4.5 Instrumen Penelitian Instrumen penlitian yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner diisi langsung oleh responden tanpa intervensi dari enumerator. Adapun isi kuesioner berdasarkan variabel yang telah ditentukan yaitu: a. Perilaku pencarian pengobatan berisi empat pertanyaan b. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) berisi tujuh pertanyaan c. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibilty) berisi enam pertanyaan d. Manfaat yang dirasakan (perceived benefit) berisi sembilan delapan pertanyaan e. Hambatan yang dirasakan (perceived barrier) berisi sembilan pertanyaan
45
4.6 Validitas dan Realibitas Instrumen Kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu uji validitas dan reliabilitas. Untuk itu kuesioner tersebut harus dilakukan uji coba pada 20 orang mahasiswa FKIK. Untuk mengetahui sejauhmana kesamaan antara yang diukur peneliti dengankondisi yang sebenarnya di lapangan, maka dilakukan uji validitas terhadap kuesioneryang telah dipersiapkan, dengan melihat nilai koefisien korelasi item pertanyaandengan total nilai pertanyaan pada setiap variabel (corrected item total correlation).Item pertanyaan dalam kuesioner dikatakan valid apabila nilai corrected item total> nilai r tabel (0,444) pada α =5%. Untuk
mengetahui
sejauhmana
konsistensi
hasil
penelitian
jika
kegiatantersebut dilakukan berulang-ulang, maka dilakukan uji reliabilitas terhadap kuesioneryang telah dipersiapkan dengan formula cronbach alpha. Item pertanyaan dalamkuesioner dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha > 0,6. Hasil uji coba kuesioner terhadap 20 orang untuk menguji validitas dan realibilitas menunjukan 80% pertanyaan untuk variabel persepsi kerentanan, keseriusan, manfaat dan rintangan yang dirasakan memperoleh nilai corrected item total >0,444 dan nilai croncbach alpha>0,6. Untuk sisa pertanyaan yang belum valid dikarenakan responden kesulitan untuk menerjemahkan arti kata dari pertanyaan sehingga peneliti mengubah kalimat yang lebih mudah dimengerti untuk responden agar diperoleh pertanyaan yang valid.
46
4.7 Pengolahan Data Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun sekunder menggunakan sistem komputerisasi yang akan diolah melalui tahap-tahap berikut: 1. Mengkode data (data coding) Kode data dilakukan dengan memberi kode pada tiap jawaban responden. pemberian kode dimaksudkan untuk memudahkan dalam memasukkan data. 2. Menyunting data (data editing) Pada tahap ini peneliti memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul. Pemerikasaan meliputi pengisian, konsistensi, validitas, dan jumlah pertanyaan yang dijawab. 3. Memasukkan data (data entry) Daftar pertanyaan yang telah dilengkapi dengan pengisian kode jawaban selanjutnya dimasukkan ke dalam program software komputer berupa kode-kode. 4. Membersihkan data (data cleaning) Pengecekan kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut siap diolah dan dianalisis.
47
4.8 Analisis Data 1. Analisis Univariat Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel independen dan dependen yang dikehandaki dari tabel distribusi melalui nilai rata-rata, serta proporsinya. Dalam penelitian ini meliputi perilaku pencarian pengobatan, keseriusan yang dirasakan, kerentanan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, dan hambatan yang dirasakan. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan vairabel dependen. Karena semua variabel dependen dan independen pada penelitian ini berbentuk kategorik, maka analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi square dengan membuat tabel silang antara variabel independen dengan variabel dependen. Dalam analisis bivariat ini akan dicari apakah variabel keseriusan yang dirasakan, kerentanan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, dan hambatan yang dirasakan mempunyai hubungan dengan perilaku pencarian pengobatan menggunakan uji Chi-Square dengan rumus; Rumus Chi Square:
2
k
i 1
(oi ei ) 2 ei
48
Keterangan: k : banyaknya kategori/sel, 1,2 ... k
oi : frekuensi observasi untuk kategori ke-i ei : frekuensi ekspektasi untuk kategori ke-i Penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan (α) sebesar 0,05 (derajat kepercayaan 95%), sehingga apabila hasil uji chi- square didapatkan nilai p< 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan diantara kedua variabel tersebut. Namun jika nilai p> 0,05 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan signifikan antara kedua variabel tersebut.
49
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian Fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan merupakan salah satu fakultas UIN syarif hidayatullah jakarta yang berdiri pada tahun 2005. Terletak di wilayah Kampus II UIN Syarif Hidayatullah Jakartayaitu Kertamukti kelurahan Pisangan kecamatan Ciputat Tangerang Selatan Saat ini Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan terdiri dari empat program studi yaitu program studi pendidikan kedokteran, program studi kesehatan masyarakat, program studi farmasi, dan program studi keperawatan. Mahasiswa yang aktif melakukan perkuliahan adalah angkatan 2011-2014 dengan jumlah mahasiswa berjumlah 1375 orang. Mahasiswa angkatan 2011 berjumlah 408 orang, angkatan 2012 berjumlah 331 orang, angkatan 2013 berjumlah 291 orang, dan angkatan 2014 berjumlah 335 orang. Latar belakang pendidikan mahasiswa di FKIK cukup bervariasidari Sekolah Menengah Atas (SMA),Madrasah Aliyah (MA), dan Pesantren. Berdasarakan BPJS, Fasilitas kesehatan terdaftar pada tahun 2014 yang ada di tangerang selatan yaitu 25 puskesmas, 18 rumah sakit, dan 20 klinik. UIN Jakarta pun memiliki sebuah fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit yang dapat diakses gratis oleh mahasiswa untuk melakukan pengobatan apabila sedang mengalami sakit.
50
5.2 Analisis Univariat 5.2.1 Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan Perilaku pencarian pengobatan adalah upaya untuk mencari kesembuhan atau pengobatan guna membebaskan diri dari penyakit atau gejala sakit. Dalam penelitian ini diukur tindakan pertama kali yang dilakukan oleh mahasiswa ketika mengalami gejala sakit atau .gangguan kesehatan. Tabel 5.1 Gambaran perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013
Kategori
Jumlah (orang)
Persentase
81
64,3%
Mencari Pengobatan
45
35,7%
Total
126
100%
Tidak
Mencari
Pengobatan
Dari tabel 5.1 dapat diketahui pengelompokan responden dibagi menjadi dua, yaitu mencari pengobatan dan tidak mencari pengobatan saat mengalami gejala sakit atau gangguan kesehatan. Responden
yang langsung melakukan
pencarian pengobatan saat mengalami gejala sakit atau gangguan kesehatan ada sebanyak 45 orang (35,7%).
51
5.2.2 Gambaran Persepsi Keseriusan Yang Dirasakan (Perceived Seriousnees) Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data diskoring dan dikategorikan sesuai dengan cut off point dari median data tersebut yaitu 19, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut; Tabel 5.2 Gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013
Kategori
Jumlah (orang)
Persentase
Tidak Serius
57
45,2
Serius
69
54,8
Total
126
100
*cutoffpoint=median(19) Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) oleh responden ketika mengalami gejala sakit atau gangguan kesehatan yaitu sebanyak 57 orang (45,2%) merasa tidak serius dengan gejala sakit atau gangguan kesehatanya. Dari kuesioner juga diketahui responden yang merasa gejala penyakit berat sebanyak 24,6%, sakitnya dapat mengancam hidupnya sebanyak 14,3%, sakitnya dapat mengganggu aktifitas sehari-hari sebanyak 90,5%, cemas jika sakit terlalu lama 93,6%, penyakitnya dapat menular sebanyak 70,6%, takut merepotkan orang lain 92%, dan sakitnya dapat menggangu orang lain 55,5%.
52
5.2.3
Gambaran
Persepsi
Kerentanan
Yang
Dirasakan
(Perceived
Susceptibility) Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data diskoring dan dikategorikan sesuai dengan cut off point dari median data tersebut yaitu 19, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut; Tabel 5.3 Gambaran persepsi kerentanan yang dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013 Kategori Jumlah (orang) Persentase Tidak Rentan
55
43,7%
Rentan
71
56,3%
Total
126
100%
*cutoffpoint=median(16) Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa persepsi kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)
oleh responden ketika mengalami gejala sakit atau
gangguan kesehatan yaitu sebanyak 55 orang (43,7%) merasa tidak rentan dengan gejala sakit dan gangguan kesehatan. Dari kuesioner juga diketahui responden yang menyatakan sakitnya mempunyai kemungkinan untuk bertambah parah sebanyak 34,1%, merasa takut apabila sakitnya bertambah parah sebanyak 74,6%, merasa memiliki imunitas yang rendah 35,8%, yakin sakitnya akan sembuh dengan sendirinya sebanyak 71,4%, dengan istirahat sudah cukup untuk mengatasi sakitnya sebanayak 61,9% , dan tahu cara mengobati penyakitnya sebanyak 87,3%.
53
5.2.4 Gambaran Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Benefits) Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data diskoring dan dikategorikan sesuai dengan cut off point dari median data tersebut yaitu 21, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut; Tabel 5.4 Gambaran Persepsi Manfaat yang dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013 Kategori Jumlah (orang) Persentase Tidak Bermanfaat
52
41,3%
Bermanfaat
74
58,7%
Total
126
100%
*cutoffpoint=median(21) Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits) oleh responden terhadap perilaku pencarian pengobatan sebanyak 74 orang (58,7%) merasa memiliki manfaat. Dari kuesioner juga diketahui, mahasiswa yang merasa dengan tidak diobati (dibiarkan atau istirahat) dapat langsung sembuh sembuh sebesar 88,3%, langsung sembuh dengan minum obat warung 44,5%, langsung sembuh dengan minum obat apotek 63,5%, langsung sembuh dengan jamu atau obat herbal 27%, langsung sembuh dengan pergi ke pelayanan kesehatan 80,9%, melakukan pengobatan ke pelayanan kesehatan dapat dengan cepat mencegah penyakit berbahaya sebanyak 88,1%, lebih aman diobati tenaga kesehatan sebanyak 91,2%, dan dengan istirahat tidak mengeluarkan usaha yang lebih 52,3%.
54
5.2.5 Gambaran Persepsi Hambatan Yang Dirasakan (Perceived Barriers) .Setelah dilakukan pengumpulan data, kemudian data diskoring dan dikategorikan sesuai dengan cut off point dari median data tersebut yaitu 22, hasilnya dapat dilihat sebagai berikut; Tabel 5.5 Gambaran persepsi hambatan yang dirasakan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013 Kategori Jumlah (orang) Persentase Tidak Terhambat
55
43,7%
Terhambat
71
56,3%
Total
126
100%
*cutoffpoint=median(22) Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa Hambatan yang dirasakan (perceived barriers) oleh responden ketika mengalami gejala sakit atau gangguan kesehatan sebanyak 55 orang (43,7%) merasa tidak terhambat untuk melakukan pengobatan. Dari kuesioner juga diketahui hambatan yang dihadapi yaitu, responden yang melakukan pengobatan apabila disuruh 38,1%, sering minum obat tidak baik untuk tubuh 89%, malas membeli obat 40,4%, khawatir dengan obat tidak cocok untuk gejala sakitnya 61,6%, malas pergi mencari pengobatan 38,%, menghabiskan waktu dan biaya 19,9%, sibuk 30,2%, dengan sakit ada waktu untuk istirahat 51,7%, dan ada yang merawat 57,9%.
55
5.3 Analisis Bivariat Analisis hubungan variabel keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness), kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility), manfaat yang dirasakan (perceived benefits) dan hambatan yang dirasakan (perceived barrier) dengan variabel perilaku pencarian pengobatan mahasiswa di Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilakukan uji chi square. 5.3.1 Gambaran Persepsi Keseriusan Yang Dirasakan (Perceived Seriousness) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa Tabel 5.6 Gambaran persepsi keseriusan yang dirasakan terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013
Persepsi keseriusa
Pencarian Pengobatan Tidak mencari
Mencari Total
n yang
pengobata
pengobata
dirasaka
n
n
n
P Value
jumlah
%
jumlah
%
jumlah %
Tidak serius
38
66,7
19
33,3
57
100
Serius
43
62,3
26
37,7
69
100
0,749
Berdasarkan tabel diketahui sebanyak 37,3% responden yang persepsinya serius terhadap sakit atau gangguan kesehatan yang sedang dialaminya, langsung
56
mencari pengobatan untuk mengatasi sakit dan gangguan kesehatannya. Sedangkan untuk yang persepsinya tidak serius, 33,35% responden langsung mencari pengobatan untuk mengatasi gejala sakit atau gangguan kesehatannya. Hasil uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,749 sehingga pada tingkat kemaknaan 5% menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa. 5.3.2 Gambaran Persepsi Kerentanan Yang Dirasakan (Perceived Susceptibility) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa Tabel 5.7 Gambaran persepsi kerentanan yang dirasakanterhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013
Pencarian Pengobatan Persepsi
Tidak Mencari
kerentan
mencari
an yang
pengobata
dirasakan
n
Total
P.Value
pengobata n
jumlah
%
jumlah
%
jumlah
%
Tidak Rentan
28
50,9
27
49,1
55
100
Rentan
53
74,6
18
25,4
71
100
57
0.01
Berdasarkan tabel 5.7 diketahui sebanyak 25,4% responden yang persepsinya rentan terhadap sakit atau gangguan kesehatan yang sedang dialaminya, langsung mencari pengobatan untuk mengatasi gejala sakit dan gangguan kesehatannya. Sedangkan untuk yang persepsinya tidak rentan, 49,1% responden langsung mencari pengobatan untuk mengatasi gejala sakit atau gangguan kesehatannya. Hasil uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,01 sehingga pada tingkat kemaknaan 5% menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) dengan perilaku pencarian pengobatan mahasiswa. 5.3.3 Gambaran Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Benefits) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa Tabel 5.8 Gambaran persepsi manfaat yang dirasakan terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013
Pencarian Pengobatan Persepsi Tidak manfaat
Mencari Total
mencari yang
P.Value
pengobata pengobata
dirasaka
n n
n jumlah
%
jumlah
%
jumlah
% 0,055
Tidak
39
75
13
25
58
52
100
Bermanfa at Bermanfaat
42
56,8
32
43,2
74
100
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui sebanyak 43,2% responden yang persepsi manfaatnya memiliki manfaat langsung mencari pengobatan untuk mengatasi gejala sakit dan gangguan kesehatannya. Sedangkan untuk yang persepsinya tidak bermanfaat, 25% responden langsung mencari pengobatan untuk mengatasi sakit atau gangguan kesehatannya. Hasil uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,055 sehingga pada tingkat kemaknaan 5% menunjukkan tidak manfaaat
ada hubungan yang signifikan antara
yang dirasakan (perceived benefits) dengan perilaku pencarian
pengobatan mahasiswa. 5.3.4 Gambaran Persepsi Hambatan Yang Dirasakan (Perceived Barriers) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Mahasiswa Tabel 5.9 Gambaran persepsi hambatan yang dirasakan terhadap perilaku pencarian pengobatan mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta tahun 2013
Persepsi hambatan
Pencarian Pengobatan Tidak
Mencari Total
yang
mencari
pengobata
dirasakan
pengobata
n
59
P.Value
n
Terhambat
n
%
n
%
n
%
51
71,8
20
28,2
71
100 0,069
Tidak 30
54,5
25
45,5
55
100
terhambat
Berdasarkan tabel 5.9 diketahui sebanyak 45,5% responden yang persepsi hambatannya tidak terhambat
langsung mencari pengobatan untuk mengatasi
gejala sakit dan gangguan kesehatannya. Sedangkan untuk yang merasa terhambat, 28,2% responden langsung mencari pengobatan untuk mengatasi gejala sakit atau gangguan kesehatannya. Hambatan yang dirasakan mengacu kepada aspek potensial negatif atau halangan untuk mengambil tindakan kesehatan yang disarankan. Hal tersebut adalah kepercayaan tentang harga fisik dan psikologi dari melakukan tindakan kesehatan (Janz, 2002 dalam Frankenfield, 2009). Pada penelitian ini hambatan yang dikur hambatan seperti rasa malas untuk melakukan pengobatan, takut efek samping dari obat, takut salah minum obat, kesibukan, menghabiskan waktu dan biaya, pengaruh orang tua, dengan sakit bisa berhenti sejenak dari aktifitas, dan ada yang merawat ketika sakit. Hasil uji chi square diperoleh nilai p sebesar 0,069 sehingga pada tingkat kemaknaan 5% menunjukkan tidak hambatan
ada hubungan yang signifikan antara
yang dirasakan (perceived barriers) dengan perilaku pencarian
pengobatan mahasiswa.
60
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini memeliki beberapa kelemahan, antara lain: 1. Kuesioner yang digunakan merupakan tipe pertanyaan mengingat ingatan (memory recall) sehingga dapat mengakibatkan bias respon yaitu kecenderungan responden untuk memberikan jawaban tidak sesuai dengan kondisi aktual karena lupa. Namun dalam penelitian ini, untuk meminimalkan hal tersebut dengan memilih responden yang sesuai dengan kriteria penelitian. 2. Tidak melihat data dengan observasi maupun wawancara mendalam sehingga tidak mendapatkan informasi mengenai faktor – faktor yang lebih dalam dan lebih menyeluruh. Observasi dan wawancara mendalam dapat memberikan pemahaman mendalam terhadap perilaku seseorang sekaligus sebagai cara untuk validasi pernyataan responden.
6.2 Persepsi Keseriusan Yang Dirasakan (Perceived Seriousness) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa
Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa keseriuasan yang dirasakan (perceived seriousness) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013 dalam 61
melakukan perilaku pencarian pengobatan apabila merasakan gejala sakit atau gangguan kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang persepsinya serius terhadap gejala penyakit atau gangguan kesehatannya, tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku pencarian pengobatan mereka , begitu pula sebaliknya. Menurut HBM seharusnya jika seseorang persepsinya serius terhadap kondisi dirinya maka akan mendorong seseorang untuk bertindak. Semestinya responden dapat mengukur keseriusannya sendiri misalnya seperti
“seberapa seriuskah gejala saya?”,
“apakah mengancam hidup saya?”, atau “gejala sakit saya ini mengganggu kegiatan sehari-hari”, jika si responden menanggapi secara negatif maka akan membentuk ancaman ke dalam dirinya untuk segera melakukan tindakan pengobatan. Namun sayang apabila pertanyaan-pertanyaan dalam diri tentang keseriusan itu ditanggapi positif maka persepsi keseriusan yang diterimapun kecil. Jadi dapat diasumsikan persepsi responden tentang keseriusan berasal dari seberapa besar dampak gejala sakit yang dirasakannya. Berdasarkan hasil per program studi, jumlah responden yang persepsinya serius lalu melakukan pencarian pengobatan didapatkan
yaitu kesehatan
masyarakat sebanyak 36,8%, farmasi sebanyak 27,8%, keperawatan sebanyak 35,7%, dan kedokteran sebanyak 50%. Responden pada penelitian ini sedang berada di semester empat masa perkuliahanya, dilihat dari mata kuliah dari semester satu sampai tiga, keempat program studi memiliki persamaan mata kuliah yaitu Anatomi Fisiologi dan juga Patologi. Anatomi atau ilmu urai mempelajari susunan tubuh dan hubungan bagian-bagiannya satu sama lain sedangkan fisiologi mempelajari fungsi atau kerja tubuh manusia dalam keadaan 62
normal (Pearch, 2009). Untuk Patalogi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu yang mempelajari penyakit. Menurut Notoatmodjo (2010), bahwa proses pertama dari perilaku pencarian pengobatan adalah mengenali gejala penyakit. Seorang mahasiswa kesehatan tentu saja memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kesehatan akibat paparan informasi selama perkuliahan. Dari hasil kuesioner didapatkan hanya 24,6% mahasiswa yang merasa gejala sakitnya tersebut parah/berat dan 14,3% mahasiswa merasa sakit yang dideritanya dapat mengancam hidupnya. Dengan responden memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk menganalisa kondisi sendiri maka konsisi sebenarnya dari gejala sakit atau gangguan kesehatan yang sebenarnya kemungkinan besar mudah diketahui. Pada penelitian ini pun gejala sakit atau gangguan kesehatan yang dirasakan oleh responden sebagian besar seperti sakit kepala, masuk angin, diare, radang, batuk dan flu. Penelitian Vaz (2012) tentang perilaku pencarian pengobatan terhadap mahasiswa medis di Universitas Goa India ditemukan bahwa 31,3% mahasiswa mengdiagnosa sendiri gejala sakitnya dan 66,3% melakukan pengobatan sendiri. Menurut (McCornick-Brown, 1999), keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) berbicara kepada keyakinan individu tentang keseriusan atau keparahan penyakit. Sedangkan persepsi keseriusan sering didasarkan pada informasi medis atau pengetahuan, juga dapat berasal dari kepercayaan yang seseorang miliki tentang kesulitan dari penyakit akan membuat atau berefek kepada hidup seseorang secara umum.
63
Penelitian Dewi (2013) pada penlitian faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pencarian pengobatan pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas Pancoran Mas Depok menyatakan bahwa persepsi keseriusan memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku pencarian pengobatan ibu untuk mengatasi pneumonia anaknya. Hal tersebut dapat dimaklumi bahwa adanya perbedaan karakteristik responden. Dari segi pengetahuan mungkin sangat berbeda jauh antara masyarkat umum dengan mahasiswa. Kemudian bisa dilihat dari sisi yang menerima keseriusannya, balita tentu saja tidak dapat menilai kondisinya sendiri, sehingga sang ibu lah yang menilai keseriusannya. Sedangkan untuk responden mahaiswa kesehatan tentu saja dapat merasakan keseriusan kondisi gejala sakitnya itu serius atau tidak. Masalah kesehatan (penyakit) dalam masyarakat, akan dipersepsikan berbeda-beda oleh masing-masing orang. Bahkan beberapa orang yang menderita penyakit yang sama, pada sebagian orang dipersepsikan sebagai penyakit, tetapi bagi sebagian lain dipersepsikan bukan sebagai penyakit (Notoatmodjo, 2010). Dengan pengetahuan dan kemampuan menganalisa kondisi kesehatan yang baik, maka mahasiswa dapat menerima keseriusan yang dirasakan dengan baik. Namun dari pernyataan Notoatmodjo diatas setiap orang memiliki persepsi secara subjektif terhadap kondisi kesehatan yang dirasakan, jadi apabila mahasiswa merasakan keseriusan dari suatu gejala sakitnya, bisa saja pada mahasiswa lain dianggap tidak serius walaupun dengan gejala sakit yang sama. Dalam teori HBM itu sendiri menyatakan bahwa bahwa ada faktor eksternal atau subvariabel yang secara tidak langsung mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap persepsi keseriusan itu sendiri. Untuk mendapatkan tingkat 64
penerimaan yang benar tentang kerentanan, keseriusan, keuntungan, dan hambatan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor eksternal. Faktorfaktor eksternal seperti pesan di media massa, nasihat atau anjuran teman, nasihat atau anjuran orang tua, dan sebagainya. Jika faktor-faktor itu tidak cukup untuk mempengaruhi penerimaan keseriusan yang dirasakan, maka kecil juga kemungkinan persepsi keseriusan yang dirasakan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku. Mengacu pada Mackian (2003), bahwa pendekatan untuk mempelajari perlaku pencarian kesehatan bisa juga menggunakan pendekatan perilaku pencarian pelayanan kesehatan (pemanfaatan sistem). Kemudian menurut Anderson dalam Notoatmodjo (2010) dengan model sistem kesehatan (health system model), percaya bahwa setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakterisitk, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, mempunyai perbedaan pola pengobatan dan penggunaan pelayanan kesehatannya masingmasing. Ia menambahkan bahwa perbedaan struktur sosial, gaya hidup pada akhirnya mempengaruhi perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan. Penerimaan seseorang mengenai keseriusan yang dirasakan,didasarkan oleh pengetahuan, pengalaman tentang penyakit dan gangguan kesehatan yang pernah dialami sebelumnya. Selain itu faktor eksternal juga mungkin dapat mempengaruhi penerimaan persepsi keseriusan yang dirasakan. Oleh karena itu, pada penelitian ini ditemukan bahwa persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) tidak berhubungan secara signifikan terhadap perilaku pencarian pengobatan oleh mahasiswa.
65
6.3 Persepsi Kerentanan Yang Dirasakan (Perceived Susceptibility) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel tabel 5.7 dapat disimpulkan bahwa kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku mahasiwa dalam melakukan tindakan pertama pencarian pengobatan apabila mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,01 atau lebih kecil dari nilai α, yaitu 0,05. Sejalan dengan teori HBM apabila seseorang persepsinya rentan terhadap kondisinya maka kemungkinan untuk bertindak akan lebih besar. Hampir sama dengan persepsi sebelumnya, pertanyaan dalam diri misalnya seperti “apakah penyakit saya akan bertambah parah besok?”, “merasa gejala sakit yang dirasakan adalah dari sebuah penyakit yang serius”, “seberapa kuatkah imun saya”, “apakah gejala sakit ini dapat sembuh sendiri”, jika cenderung persepsinya negatif maka persepsi kerentanan yang diterimapun besar, begitupun sebaliknya. Dilihat dari hasil kuesioner 34,1% responden merasa sakitnya mempunyai kesempatan untuk bertambah parah dan 74,6% merasa takut apabila sakitnya tambah parah. walaupun gejala sakit yang diderita dianggap tidak serius pada saat itu, tapi merasa rentan karena khawatir akan bertambah parah di kemudian hari, maka kemungkinan untuk mencari pengobatan menjadi lebih besar. Berdasarkan hasil per program studi, jumlah
responden yang merasa
rentan lalu melakukan pencarian pengobatan didapatkan
yaitu kesehatan
masyarakat sebanyak 17,6%, farmasi sebanyak 22,7%, keperawatan sebanyak 30%, dan kedokteran sebanyak 31,8%.
66
Menurut Rosenstock dalam Glanz (1990) bahwa kombinasi dari persepsi keseriusan
(perceived
seriousness)
dan
persepsi
kerentanan
(perceived
susceptibility) membentuk persepsi ancaman (perceived threat) yang menentukan seseorang untuk melakukan perilaku kesehatan. Dari pernyataan Rosesnstock diatas, persepsi keseriusan dan kerentanan yang dirasakan membentuk persepsi ancaman, sedangkan diketahui pada penelitian ini persepsi keseriusan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku pencarian pengobatan. Hal ini dapat diasumsikan
bahwa persepsi kerentanan lebih dominan untuk
membentuk persepsi ancaman yang dirasakan mahasiswa sehingga mempengaruhi mereka untuk melakukan pencarian pengobatan ketika mengalami sakit atau gangguan kesehatan. Pada penelitian Ulvah (2011) tentang faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa di lingkungan Fakultas Kesehatan dan Non Kesehatan Universitas Jember menyatakan bahwa hanya variabel bidang ilmu dipelajari yang berpengaruh terhadap pencarian pengobatan mahasiswa. Informasi/pengetahuan mengenai konsep sakit, penyakit dan perilaku sakit lebih banyak diterima oleh mahasiswa fakultas kesehatan dibandingkan mahasiswa non kesehatan, sehingga mempengaruhi perilaku pencarian pengobatannya. Responden pada penelitian ini memiliki pengetahuan untuk mengenali gejala-gejala sakit atau gangguan kesehatan seperti yang dijelaskan pada pembahasan persepsi keseriusan sebelumnya. Mata kuliah anatomi fisiologi dan patologi memberikan pengetahuan mengenai organ-organ tubuh dan penyakit apa saja yang dapat menyerangnya, sehingga responden pada penelitian ini sudah cukup tahu mengenai gejala-gejala sakit atau gangguan kesehatan. Gejala-gejala 67
sakit dan gangguan kesehatan bisa saja gejala awal dari penyakit yang lebih berat, tentu saja mahasiswa yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai kesehatan akan merasa rentan dengan kondisi yang dialaminya sehingga perlu melakukan sebuah tindakan pengobatan. Walaupun gangguan kesehatan yang sedang dialami individu tidak dirasa serius (persepsi keseriusan) tetapi ia merasa khawatir akan kemungkinan untuk bertambah parah di kemudian hari karena gejala gangguan kesehatan yang dialaminya
mungkin saja gejala dari penyakit yang berbahaya (persepsi
kerentanan), sehingga individu tersebut segara melakukan tindakan pencarian pengobatan. Menurut Yep (1993), logis bahwa ketika orang percaya bahwa mereka berada pada keadaan risiko penyakit, mereka akan lebih cenderung untuk mencegah hal itu terjadi. Sayangnya, sebaliknya juga terjadi. Ketika orang percaya bahwa mereka tidak berisiko atau memiliki kerentanan risiko rendah, cenderung mengakibatkan perilaku tidak sehat.
6.4 Persepsi Manfaat Yang Dirasakan (Perceived Benefits) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel 5.8 dapat disimpulkan bahwa manfaat yang dirasakan (perceived benefits) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilakumahasiwa dalam melakukan tindakan pertama pencarian pengobatan apabila mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,055 atau lebih besar dari nilai α, yaitu 0,05.
68
Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang persepsinya bermanfaat terhadap tindakan pengobatan, tidak memiliki kontribusi yang signifikan terhadap penentuan keputusan perilaku pencarian pengobatan mereka. begitu pula sebaliknya. Menurut Hochbaum (1958), ketika penerimaan keseriusan dan kerentanan membentuk dorongan untuk perilaku seseorang tetapi tidak cukup untuk menentukan tindakan apa yang akan diambil. Maka Keseimbangan antara manfaat dan biaya mungkin kemungkinan menyarankan seseorang untuk bertindak. Persepsi manfaat dari satu tindakan pencarian pengobatan apakah benar-benar dibutuhkan menjadi kuncinya. Walaupun responden persepsinya dengan melakukan pencarian pengobatan itu bermanfaat, tetapi ia merasa gejala sakitnya itu dapat sembuh walau tanpa pengobatan, maka responden tidak akan merasa butuh untuk mencari pengobatan. Responden akan memperhitungkan manfaat-manfaat dari tindakan yang diambilnya, jika dirasa dengan dibiarkan memiliki banyak keuntungan maka kecil kemungkinan untuk responden mencari pengobatan. Berdasarkan hasil per program studi, jumlah responden yang merasakan manfaat lalu melakukan pencarian pengobatan didapatkan
yaitu kesehatan
masyarakat sebanyak 42,9%, farmasi sebanyak 44,4%, keperawatan sebanyak 61,5%, dan kedokteran sebanyak 31,8%. Dari kuesioner juga diketahui, responden yang merasa dengan tidak diobati (dibiarkan atau istirahat} dapat langsung sembuh sembuh sebesar 88,3%, langsung sembuh dengan minum obat warung 44,5%, langsung sembuh dengan minum obat apotek 63,5%, langsung sembuh dengan jamu atau obat herbal 27%, langsung sembuh dengan pergi ke pelayanan kesehatan 80,9%. Dari data diatas dapat diambil kesimpulan walaupun sebagian
69
besar responden merasa pencarian pengobatan itu bermanfaat untuk proses kesembuhan namun dilihat juga bahwa dengan tidak mengobatipun banyak merasa gejala sakitnya dapat sembuh dengan sendirinya. Gejala sakit atau gangguan kesehatan ringan seperti sakit kepala atau batuk mungkin tidak mengharuskan responden untuk melakukan tindakan pengobatan, walaupun responden merasa dengan melakukan pengobatan akan mempercepat penyembuhan. Responden sebagai mahasiswa kesehatan dengan pengetahuan dan pengalaman bisa menilai kondisinya sendiri dan merasa gejalagejala penyakit tersebut dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada keharusan atau kebutuhan untuk mencari pengobatan. Menurut Rosenstock dalam Glanz (1990) terdapat variabel yang secara tidak
langsung
mempengaruhi
tingkat
penerimaan
persepsi
keseriusan,
kerentanan, manfaat, dan hambatan pada seseorang seperti variabel demografis dan keadaan sosial psikologis. Untuk variabel demografis pada responden penelitian ini, untuk umur tidak jauh berbeda karena hanya dari satu angkatan saja sedangkan suku bangsa dari responden mungkin lebih beragam. Selain itu ada faktor pendorong seperti pesan di media massa, nasihat atau anjuran teman, nasihat atau anjuran orang tua, dan sebagainya. Penelitian Kurnia (2012) tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi pasien patah tulang berobat ke pengobatan tradisional ahli patah tulang di sumedang menyatakan salah pengaruh manfaat yang diterima pasien sangat menentukan
pemilihan
tindakan
pengobatan.
Dalam
penelitian
tersebut
masyarakat merasakan manfaat yang besar berobat ke pengobatan tradisonal
70
daripada konvesional, sehingga masyarakat banyak memilih ke pengobatan tradisional. Hal tersebut bisa saja terjadi pada mahasiswa, walaupun dalam konteks yang berbeda, ketika perilaku pencarian pengobatan untuk mengobati gejala penyakitnya tidak memberikan manfaat yang lebih daripada dibiarkan saja, maka kemungkinan kecil mahasisw akan melakukan pencarian pengobatan. Penelitian Raflis (2013) tentang pengaruh agen sosialisasi terhadap pola pencarian pengobatan mahasiswa rumpun Fakultas Non-Eksata Universitas Sumatera Utara, didapatkan bahwa teman memberikan pengaruh terhadap pola pencarian pengobatan. Hal tersebut mungkin bisa terjadi pada responden penelitian ini, nasihat dan anjuran dari teman sesama mahasiswa kesehatan dapat mempengaruhi penerimaan persepsi manfaat untuk melakukan pengobatan. Bisa juga pengalaman dari teman yang pernah mengalami gejala sakit atau gangguan kesehatan yang sama namun dapat sembuh dengan sendirinya lalu diceritakan ke teman lainnya sehingga mempengaruhi perilaku pencarian pengobatannya. Anderson dalam Notoatmodjo (2010) dengan model sistem kesehatan (health system model),
percaya bahwa setiap individu mempercayai adanya
kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan. Dalam teorinya itu pun tersebut ia menyatakan bahwa faktor-faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Dengan kata lain walaupun sebuah tindakan pengobatan dianggap bermanfaat oleh responden, tetapi responden tersebut tidak menganggapnya sebagai kebutuhan maka kecil kemungkinan mahasiswa tersebut akan bertindak
71
Dari keterengan-keterangan di atas dapat diasumsikan jika faktor-faktor itu tidak cukup mempengaruhi tingkat penerimaan persepsi manfaat yang dirasakan, maka kecil juga kemungkinan persepsi manfaat yang dirasakan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku. Meskipun persepsi kerentanan yang dirasakan pada penelitian ini memiliki kontribusi dalam perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswab,namun tidak ikut mempengaruhi dari persepsi manfaat yang dirasakan setiap individunya. Dapat disimpulkan walaupun mahasiswa tersebut merasa bermanfaaat terhadap sebuah tindakan pengobatan, pada akhirnya bukan faktor untuk memutuskan untuk melakukan untuk melakukan sebuah tindakan pencarian pengobatannya.
6.5 Persepsi Hambatan Yang Dirasakan (Perceived Barriers) Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Berdasarkan data yang didapatkan dari lapangan pada tabel tabel 5.9 dapat disimpulkan bahwa hambatan yang dirasakan (perceived barrier) tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilakumahasiswa dalam melakukan tindakan pertama pencarian pengobatan apabila mengalami gangguan kesehatan karena memiliki p value sebesar 0,06 atau lebih besar dari nilai α, yaitu 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang persepsinya tidak terhambat untuk
melakukan tindakan pengobatan saat mengalami sakit atau gangguan
kesehatan, tidak memiliki pengaruh terhadap penentuan perilaku pencarian pengobatan mereka, begitu pula sebaliknya. Persepsi hambatan menurut Rosenstock (Glanz, 1990) adalah aspek negatif potensial dari suatu tindakan
72
kesehatan yang dapat menjadi hambatan untuk melakukan perilaku yang disarankan. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010) persepsi hambatan adalah penilaian individu mengenai seberapa besar hambatan yang akan ditemui apabila melakukan suatu tindakan kesehatan. Berdasarkan hasil per program studi, jumlah responden yang merasa tidak terhambat lalu melakukan pencarian pengobatan didapatkan
yaitu kesehatan
masyarakat sebanyak 29,4%, farmasi sebanyak 50%, keperawatan sebanyak 50%, dan kedokteran sebanyak 55%. Adapun hambatan yang dihadapi yaitu, melakukan pengobatan apabila disuruh 38,1%, sering minum obat tidak baik untuk tubuh 89%, malas membeli obat 40,4%, khawatir dengan obat tidak cocok untuk gejala sakitnya 61,6%, malas pergi mencari pengobatan 38,%, menghabiskan waktu dan biaya 19,9%, sibuk 30,2%, dengan sakit ada waktu untuk istirahat 51,7%, dan ada yang merawat 57,9%. Dari data diatas dapat diartikan penghambat terbesar yang diterima yaitu responden merasa sering minum obat tidak baik untuk tubuh dan merasa khawatir dengan obat yang dikonsumsinya tidak cocok. Dari penjelasan di atas, responden sepertinya tahu bahwa obat juga memiliki efek samping yang negatif terhadap tubuhnya sendiri dan takut salah minum obat, dapat disimpulkan pengetahuan responden mengenai obat dan efek sampingnya sudah baik. Namun dilihat dari penghambat lainya, hanya kurang dari sebagian responden yang merasa terhambat. Seharusnya semakin sedikit hambatan yang dirasakan oleh seseorang maka kemungkinan untuk melakukan pencarian pengobatan lebih besar. Dalam penelitian ini walaupun hambatan yang dirasakan
73
respoden sedikit dan pada pada hasil sebelumnya responden merasakan manfaat dari melakukan pengobatan, tetapi tetap saja banyak yang tidak melakukan pencarian pengobatan. Hochbaum (1958) menyatakan keseimbangan antara keuntungan mendapatkan
dan
hambatan
kemungkinan
mensugesti
seseorang
untuk
perilaku yang diinginkan (pengobatan), tetapi tidak selalu
menentukan bahwa mereka akan bertindak. Avolobi (2013) dalam penelitianya tentang perilaku pencarian pengobatan dan persepsi mahasiswa terhadap pelayanan kesehatan di komunitas universitas di Nigeria didapatkan hasil 37,5% mahasiswa hanya berkonsultasi terhadap sesama daripada mencari pengobatan di fasilitas kesehatan universitas, 27% mahasiswa memilih apotek komunitas, dan 16,8% mahasiswa membiarkan saja tanpa melakukan penanganan
medis. Avolobi
menyatakan perilaku pencarian
pengobatan mahasiswa disana secara esensial dipengaruhi oleh sifat penyakit, lama waktu tunggu di fasilitas kesehatan dan sikap dari tenaga kesehatan. Dari penelitian diatas hambatan eksternal dari pelayanan kesehatan juga mempengaruhi perilaku mahasiswa mencari pengobatan. Bisa saja hambatan eksternal seperti ketersediaan obat, jarak pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan kesehatan, tidak adanya tranportasi, dan letak tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan mempunyai kontribusi yang besar dalam perilaku pencarian pengobatan mahasiswa. Faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, interaksi yang berkaitan dengan informasi kesehatan, dan pengalaman yang merubah perilaku. Perilaku seseorang
74
tergantung pada informasi yang diterimanya selama melakukan interaksi sosial secara terus menerus. Jika
informasi yang diterima benar, seseorang akan
menjalaninya dengan benar demikian juga
sebaliknya. Jadi dorongan dari
lingkungan sosial juga mempunyai peranan yang cukup tinggi dalam perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2007). Dalam penelitian ini diketahui bahwa persepsi manfaat tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap perilaku pencarian pengobatan, secara tidak langsung juga mempengaruhi persepsi hambatan yang dirasakan oleh individu untuk melakukan pencarian pengobatan. Mungkin dapat dikatakan walaupun tidak ada yang menghambat individu untuk melakukan pencarian pengobatan tetapi keputusan untuk melakukannya dipengaruhi juga oleh faktor-faktor penghambat eksternal selain persepsi individu itu sendiri.
75
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan 1. Perilaku pencarian pengobatan mahasiswa fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan untuk melakukan pencarian pengobatan cukup rendah sebesar 35,7% 2. Sebanyak 54,8% mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013 yang persepsinya serius terhadap gejala kesehatan yang dialaminya. 3. Sebanyak 56,3% mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013 yang persepsinya rentan terhadap gejala sakitnya 4. Sebanyak 58,7% mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013 yang persepsinya bermanfaat untuk segara melakukan pencarian pengobatan untuk mengatasi gejala penyakitnya. 5. Sebanyak 43,7% mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013 yang persepsinya tidak terhambat untuk segera melakukan pencarian pengobatan untuk mengatasi gejala penyakitnya. 6. Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness) dengan perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013.
76
7. Ada hubungan yang signifikan antara persepsi kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) dengan perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013. 8. Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi manfaat yang dirasakan (perceived benefits) dengan perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013. 9. Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi hambatan yang dirasakan (perceived barrier) dengan perilaku pencarian pengobatan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Jakarta angkatan tahun 2013. 7.2 Saran 1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Bagi mahasiswa, diharapkan menerapkan ilmu-ilmu kesehatan yang telah didapat dalam perilaku pencarian pengobatan yang baik agar dapat menjadi contoh bagi orang disekitarnya. 2. Peneliti lain Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian perilaku pencarian pengobatan denagan menggunakan teori Health Belief Model (HBM) , diharapkan mengkaji faktor atau variabel yang lebih luas serta lebih spesifik pada satu jenis penyakit. Secara teori faktor-faktor eksternal juga mempengaruhi
perilaku
seseorang
untuk
melakukan
pengobatan, tidak tergantung dengan faktor-faktor internal saja. 77
pencarian
3. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Perlu ditingkatkan pemahaman bagi mahasiswa terhadap perilaku pencarian pengobatan dengan melakukan penyuluhan mengenai pencarian pengobatan yang baik dan benar. Menyediakan fasilitas kesehatan di dalam kampus agar mendorong mahasiswa melakukan perilaku pencarian pengobatan yang baik dan benar. 4. Dinas Kesehatan Adanya
kerjasama
antara
dinas
kesehatan
dan
FKIK
dalam
mempromosikan perilaku pencarian pengobatan yang baik dan benar kepada masyarakat khususnya kepada mahasiswa.
78
Daftar Pustaka
Afolabi,M.O. Daropale,V.O. Irinoye,A.I. Adogake,A.A. 2013. Journal”Healthseeking behaviour and student perception of health care services in a uniiversity community in Nigeria”. Abofami Awolowo University. Agoes, Azwar & Jacob. (1996). Antropologi Kesehatan Indonesia, Jilid I, Pengobatan Tradisional. Jakarta : EGC. Belcher,l,sternberg, M.R, wolotski, R.J, Halkitis, P.,& Hoff,c. (2005). Journal “condom Use and perceived risk of HIV transmission among sexually active HIV positive men who have sex with men. Aids Education and prevention” . Departemen Kesehatan Indonesia, 2009. “Sistem Kesehatan Nasional”. Jakarta Dewi, Andham. 2013. skripsi “ Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu dalam pencarian pengobatan pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas pancoran mas depok tahun” Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. El Kahi, H.A. Abi Rizk,G.Y. Hlais, S.A. Adib.S,M. 2012. Journal “Health-CareSeeking Behaviour Among University Students In Lebanon”. Saints-Joseph University. Frank, D., Swedmark,J., & Grubbs,L (2004) Jurnal “colon cancer african american women. ABNF Journal. Frankenfield, Kirsten M, 2009,thesis “ Health Belief Model of Breast Cancer Screening for Female Collage Students” Eastren Michigan University. Hayden, Joanna ,2009 “introdution to health behavior” Jones and Bartlett Publisher, Canada. Hocbaum, 1958,. “Health Belief Model Review “ di akses dari http://www.med.uottawa.ca/courses/epi6181/images/Health_Belief_Model_revie w.pdf pada 24 Agustus 2014. Glanz,karen. Lewis,France Marws, rimer, k Barbara. 1990 . “health behavior and health educator: theory, research,and practice” Jossey Bass inc.publisher, san fransisco. Grundy, John. Annear, Peter. 2010. “Health-seeking behaviour studies: a literature review of study design and methods with a focus in Cambodia” University of Melbroune.
79
Janz NK, Becker MH. 1984. “The Health Belief Model a decade later”. Health Education Quarterly di akses dari http://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/handle/2027.42/66877/10.1177_10901981 8401100101.pdf%20?sequence=2 pada 3 September 2014. Kotler, 2000, Dasar- Dasar Ilmu Perilaku, Rineke Cipta, Jakarta. Kurnia, Susi hanifah. Kosasih, cecep eli. Prawesti, Ayu. 2012. Jurnal “faktorfaktor yang melatarbelakangi pasien patah tulang berobat ke pengobatan tradisioanl ahli tulang di sumedang” Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjajaran. Mackian, Sara. 2013. ” A Review Of Health Seeking Behaviour: Problems and Prospect”. University of Manchaster. McCornick-Brown, K 1999. ”Review Health belief model”. Di akses http://hsc.usf.edu/~kmbrown/health_belief_model_overview.htm. pada 18 Agustus 2014. Notoadmodjo, 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta Notoatmodjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta, Jakarta. Pearch,Evelyn C. 2009. “Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis”. Gramedia, Jakarta. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010. Kementerian Kesehatan Indonesia, Jakarta. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. Kementerian Kesehatan Indonesia, Jakarta. Rosenstock, Irwin.M. Strecher, Victor J. Becker, Marshall.H. 1988 “social learning theory and the health belief model” diakses dar http://deepblue.lib.umich.edu/bitstream/handle/2027.42/67783/10.1177?sequence =2 pada 7 September 2014. Ruiz me, 2010, “Risk of self medication” di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20615179 29 Juni 2014.
unduh
dari
Setyawan, EF, 2007, Skripsi “Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Kelompok Ibu Rumah Tangga di Desa Tirtonarto Kecamatan cawas Kabupaten Klaten” Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang. Sulistyowati, Ning. Senewe, Fellyphilipus, 2007, Jurnal ” pola pencarian pengobatan dan perilaku berisiko remaja di indonesia”
80
Raflis, Rifandi.2013, skripsi “pengaruh agen sosialisasi terhadap pola pencarian pengobatan mahasiswa rumpun faklutas non-eksakta universitas sumatera utara di kota medan tahun 2013” Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Taylor,David. Bury, michael....., 2006.Jurnal. “A Review of the use of the Health Belief Model (HBM), the Theory of Reasoned Action (TRA), the Theory of Planned Behaviour (TPB) and the Trans-Theoretical Model (TTM) to study and predict health related behaviour change” di akses dari https://www.nice.org.uk/guidance/ph6/resources/behaviour-change-taylor-et-almodels-review2 pada 18 Agustus 2014. Tinendung, Ariyanto. 2009. skripsi “Pola Pencarian Pengobatan pada Masyarakat Suku Pak-Pak di Kelurahan Sidiangkat Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Sumatera Utara Tahun 2009” Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Seumetara Utara. Ulvah, Mirza Lusiana. 2011.Skripsi” Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Di Lingkungan Fakultas Kesehatan Dan Non Kesehatan Universitas Jember”. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Jember Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Kementerian Kesehatan Indonesia, Jakarta Vaz, F.S. Ferreira, AM. Kulkarni AM. Perni SG. Dsouza D. Dsouza LC. 2012. Journal “study of health seeking behavior among medical students in Goa,India”. Goa Medical Collage Yenita, sri , 2011. Tesis “faktor determinan pemilihan tenaga penolong persalinan di wilayah kerja puskesmas desa baru kebupaten pasaman barat tahun 2011”Universitas Andalas Padang. Yep, G.A. 1993 .Jurnal “ HIV prevention among asian american collage students: does the health belief model work? Journal of america college health.”
81
Kuesioner Penelitian Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya Prima Deca Trisnawan Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat peminatan promosi kesehatan UIN Jakarta. Saya sedang melakukan penelitian tentangPerilaku Pencarian PengobatanPada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan. Saya harap partisipasinya untuk mengisi kuesioner ini dengan benar dan selengkaplengkapnya. Jawaban anda akan sangat bermanfaat bagi penelitian saya. Semua jawaban yang anda jawab pada kuesioner ini akan dijaga kerahasiaanya. Atas partisipasinya saya ucapkan terimakasih. Wassalamua’alaikum Wr. Wb.
Identitas Responden No. Responden
(peneliti yang mengisi)
Nama
:...................................
Jurusan
:...................................
82
A. Perilaku pencarian pengobatan Isilah jawaban sesuai dengan keterangan yang ada dalam tanda kurung pada tempat yang sudah disediakan. (“koding” diisi oleh peneliti) No Pertanyaan A1 Kapan terakhir kali
Kolom Jawaban
kamu mengalami atau .......... Hari yang lalu,atau ........... Minggu yang lalu, atau .......... Bulan yang lalu
sakit gangguan kesehatan? [isi salah satu] A2 Mengalami
sakit
gangguan .................................................. .................................................. kesehatan apa .................................................. kamu waktu itu? atau
A3 Tindakan
yang
pertama
kamu
lakukan
saat
1. Dibiarkan 2. Istirahat atau tidur
mengalami sakit
3. Minum obat beli di warung
atau
4. Minum obat beli di apotek
gangguan
kesehatan
pada
5. Minum jamu atau obat herbal
saat itu? [pilih
6. Berobat ke dokter praktik/klinik
salah
7. Berobat ke puskesmas
satu
jawaban]
8. Berobat ke runah sakit 9. Lainnya, sebutkan.................
A4 Tindakan berikutnya setelah atau
sakit gangguan
1. Dibiarkan 2. Istirahat atau tidur 3. Minum obat beli di warung
kesehatan kamu,
4. Minum obat beli di apotek
“dirasa
5. Minum jamu atau obat herbal
sembuh”
belum saat
itu? [boleh lebih
6. Berobat ke dokter praktik/klinik 7. Berobat ke puskesmas
83
Koding
dari 1 jawaban]
8. Berobat ke rumah sakit 9. Lainya,sebutkan.........................
Berdasarkan jawaban kamu dari pertanyaan di kuesioner sebelumnya, apa yang kamu rasakan pada saat mengalami sakit atau gangguan kesehatan pada saat itu?[Beri tanda ceklis√ salah satu pilihan yang mewakili dari jawaban kamu]
No
B1
B. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness)
Sangat tidak setuj u
Saya merasa penyakit saya berat/parah
B2
Saya merasa sakit saya inidapat mengancam hidup saya
B3
Sakit saya ini dapat menganggu aktifitas saya sehari-hari
B4
Saya cemas kalau sampai sakit terlalu lama
B5
Saya merasa bersalah bila menularkan penyakit saya ke orang lain
B6
Apabila saya sakit saya takut merepotkan orang lain
B7
Saya
rasa,sakit
saya
84
Tidak setuj u
setuju
Sangat setuj u
dapat mengganggu hubungan saya dengan orang lain
No
C. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)
Sangat tidak setuj u
Tidak setuj u
Sangat tidak setuj u
Tidak setuj u
Setuju
Sangat setuj u
setuju
Sangat setuj u
C1 Saya rasa, sakit saya itu kemungkinanbesar akan bertambah parah C2 Saya takut apabila penyakit saya bertambah parah C3 Sistem imunitas saya rendah sehingga penyakit saya mudah bertambah parah C4 Saya yakin, sakit saya itu akan sembuh dengan sendirinya C5 Menurut saya istirahat saja sudah cukup untuk mengatasi sakit saya, tidak perlu minum obat C6 Saya tahu cara mengobati penyakit saya
No
D. Manfaat yang dirasakan (perceived benefit)
D1 Saya
rasa
dengan 85
dibiarkan dan istirahat yang cukup, saya akan cepat sembuh D2 Saya rasa, dengan langsung minum obat beli warung ketika sakit, saya akan cepat sembuh D3 Saya rasa, dengan langsung minum obat dari apotek ketika sakit, saya akan cepat sembuh D4 Saya rasa, dengan langsung minum jamu atau obat herbal beli warung ketika sakit, saya akan cepat sembuh D5 Saya rasa, dengan langsung mengobati di pelayanan kesehatan (klinik,puskesmas,ru mah sakit), saya akan cepat sembuh D6 Dengan melakukan pengobatan ke pelayanan kesehatan akan mencegah dengan cepat penyakit yang berbahaya D7 Saya merasa lebih aman diobati oleh tenaga kesehatan ketika sakit D8 Saya merasa dengan istirahat saja, saya tidak mengeluarkan 86
usaha lebih untuk mengobati sakit saya
No
E. Hambatan yang dirasakan (perceived barrier)
E1
Saya baru akan melakukan pengobatan setelah disuruh oleh orang tua saya
E2
Saya merasa kalau sering minum obat tidak baik untuk tubuh saya sendiri Saya malas untuk membeli obat di warung atau apotek
E3
E4
Saya khawatir obat yang saya beli sendiri tidak cocok untuk mengobati sakit saya
E5
Saya merasa malas untuk pergi ke pelayanan kesehatan saat sakit
E6
Bagi saya mencari pengobatan di pelayanan kesehatan menghabiskan waktu dan biaya
E7
Saya sibuk sehingga tidak sempat mengobati sakit saya
Sangat tidak setuj u
87
Tidak setuj u
setuju
Sangat setuj u
E8
Dengan sakit saya bisa berhenti sejenak dari rutinitas seharihari saya
E9
Selalu ada merawat ketika sakit
yang saya
Terima Kasih Atas Waktu dan Partisipasinya
88
Uji Normalitas Data Case Processing Summary Cases Valid N Skor_B
Missing Percent
126
N
100.0%
Percent
Total N
0 .0%
Percent 126
100.0%
Descriptives Statistic Skor_B
Mean
Std. Error
18.5635 .24024
95% Confidence Interval for
Lower Bound
18.0880
Mean
Upper Bound
19.0390
5% Trimmed Mean
18.6437
Median
19.0000
Variance
7.272
Std. Deviation
2.69665
Minimum
7.00
Maximum
25.00
Range
18.00
Interquartile Range
3.00
Skewness
-.759 .216
Kurtosis
2.211 .428
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Skor_B
df
.124
Shapiro-Wilk Sig.
126 .000
Statistic .957
a. Lilliefors Significance Correction
89
df
Sig. 126 .000
Descriptives Statistic Skor_C
Mean
Std. Error
15.8095 .14506
95% Confidence Interval for
Lower Bound
15.5224
Mean
Upper Bound
16.0966
5% Trimmed Mean
15.8236
Median
16.0000
Variance
2.651
Std. Deviation
1.62832
Minimum
9.00
Maximum
20.00
Range
11.00
Interquartile Range
2.00
Skewness
-.353 .216
Kurtosis
1.784 .428
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Skor_C
df
.144
Shapiro-Wilk Sig.
126 .000
Statistic
df
.944
Sig. 126 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary Cases Valid N Skor_D
Missing Percent
126
N
100.0%
Percent 0 .0%
90
Total N
Percent 126
100.0%
Descriptives Statistic Skor_D
Mean
Std. Error
20.8492 .20317
95% Confidence Interval for
Lower Bound
20.4471
Mean
Upper Bound
21.2513
5% Trimmed Mean
20.8439
Median
21.0000
Variance
5.201
Std. Deviation
2.28059
Minimum
14.00
Maximum
27.00
Range
13.00
Interquartile Range
3.00
Skewness
.016
.216
Kurtosis
.353
.428
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Skor_D
df
.114
Shapiro-Wilk Sig.
126 .000
Statistic
df
.977
Sig. 126 .030
a. Lilliefors Significance Correction
Case Processing Summary Cases Valid N Skor_E
Missing Percent
126
N
100.0%
Percent 0 .0%
91
Total N
Percent 126
100.0%
Descriptives Statistic Skor_E
Mean
Std. Error
22.0635 .23004
95% Confidence Interval for
Lower Bound
21.6082
Mean
Upper Bound
22.5188
5% Trimmed Mean
22.0265
Median
22.0000
Variance
6.668
Std. Deviation
2.58223
Minimum
16.00
Maximum
29.00
Range
13.00
Interquartile Range
4.00
Skewness
.232
Kurtosis
.216 -.300 .428
Tests of Normality a
Kolmogorov-Smirnov Statistic Skor_E
Shapiro-Wilk
df
.097
Sig.
Statistic
126 .005
df
.980
Sig. 126 .060
a. Lilliefors Significance Correction
Analisis Univariat Frequency Table Perilaku Pengobatan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
Tidak Melakukan Pengobatan
81
64,3
64,3
64,3
Melakukan Pengobatan
45
35,7
35,7
100,0
126
100,0
100,0
Total
92
persepsi keseriusan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
tidak merasa serius
57
45,2
45,2
45,2
merasa serius
69
54,8
54,8
100,0
126
100,0
100,0
Total
persepsi kerentanan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
tidak merasa rentan
55
43,7
43,7
43,7
merasa rentan
71
56,3
56,3
100,0
126
100,0
100,0
Total
persepsi manfaat Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
merasa tidak bermanfaat
52
41,3
41,3
41,3
merasa bermanfaat
74
58,7
58,7
100,0
126
100,0
100,0
Total
persepsi hambatan Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid
merasa terhambat
71
56,3
56,3
56,3
tidak merasa terhambat
55
43,7
43,7
100,0
126
100,0
100,0
Total
93
ANALISIS BIVARIAT persepsi keseriusan * Perilaku Pengobatan Crosstab Perilaku Pengobatan
persepsi keseriusan
tidak merasa serius
Tidak Melakukan
Melakukan
Pengobatan
Pengobatan
Count % within persepsi keseriusan
merasa serius
Count % within persepsi keseriusan
Total
Count % within persepsi keseriusan
38
19
57
66.7%
33.3%
100.0%
43
26
69
62.3%
37.7%
100.0%
81
45
126
64.3%
35.7%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.612
.103
1
.749
.258
1
.612
.257 b
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.709 .255
1
.614
126
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 20,36. b. Computed only for a 2x2 table
94
Total
.375
persepsi kerentanan * Perilaku Pengobatan Perilaku Pengobatan
persepsi kerentanan
tidak merasa rentan
Tidak Melakukan
Melakukan
Pengobatan
Pengobatan
Count % within persepsi kerentanan
merasa rentan
28
27
55
50.9%
49.1%
100.0%
53
18
71
74.6%
25.4%
100.0%
81
45
126
64.3%
35.7%
100.0%
Count % within persepsi kerentanan
Total
Count % within persepsi kerentanan Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.006
6.608
1
.010
7.618
1
.006
7.607 b
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.008 7.547
1
.006
126
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,64. b. Computed only for a 2x2 table
95
Total
.005
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for persepsi kerentanan (tidak merasa
.352
.166
.747
.682
.509
.914
1.936
1.197
3.134
rentan / merasa rentan) For cohort Perilaku Pengobatan = Tidak Melakukan Pengobatan For cohort Perilaku Pengobatan = Melakukan Pengobatan N of Valid Cases
126
persepsi manfaat * Perilaku Pengobatan Crosstab Perilaku Pengobatan
persepsi manfaat
merasa tidak bermanfaat
Count % within persepsi manfaat
merasa bermanfaat
Count % within persepsi manfaat
Total
Count % within persepsi manfaat
96
Tidak Melakukan
Melakukan
Pengobatan
Pengobatan
Total
39
13
52
75.0%
25.0%
100.0%
42
32
74
56.8%
43.2%
100.0%
81
45
126
64.3%
35.7%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.035
3.668
1
.055
4.530
1
.033
4.427 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.040
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
4.392
1
.036
126
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18,57. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for persepsi manfaat (merasa tidak bermanfaat / merasa
2.286
1.050
4.977
1.321
1.026
1.702
.578
.337
.990
bermanfaat) For cohort Perilaku Pengobatan = Tidak Melakukan Pengobatan For cohort Perilaku Pengobatan = Melakukan Pengobatan N of Valid Cases
126
97
.027
persepsi hambatan * Perilaku Pengobatan Crosstab Perilaku Pengobatan
persepsi hambatan
merasa terhambat
Tidak Melakukan
Melakukan
Pengobatan
Pengobatan
Count
51
20
71
71.8%
28.2%
100.0%
30
25
55
54.5%
45.5%
100.0%
81
45
126
64.3%
35.7%
100.0%
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
% within persepsi hambatan tidak merasa terhambat
Count % within persepsi hambatan
Total
Total
Count % within persepsi hambatan
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.045
3.316
1
.069
4.027
1
.045
4.033 b
Likelihood Ratio
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.061 4.001
1
.045
126
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 19,64. b. Computed only for a 2x2 table
98
.034
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for persepsi hambatan (merasa terhambat / tidak merasa
2.125
1.013
4.458
1.317
.993
1.746
.620
.387
.992
terhambat) For cohort Perilaku Pengobatan = Tidak Melakukan Pengobatan For cohort Perilaku Pengobatan = Melakukan Pengobatan N of Valid Cases
126
99