STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PEREMPUAN USIA REPRODUKTIF DALAM UPAYA DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MELALUI PAP SMEAR DI WILAYAH KERJA RSUD KABUPATEN TANGERANG
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh TRISTI AGUSTIN 1111104000014
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436H/2015M
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Tristi Agustin
Tempat/ Tanggal Lahir
: Jakarta, 19 Agustus 1993
Status Pernikahan
: Belum Menikah
Alamat
: JL. Kurma IV Blok E8/1 Perumahan Bumi Asri, Kel. Kutabumi, Kec. Pasar Kemis, Kab. Tangerang 15561.
Telepon
: 0856-8484-021
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1. TK Islam El-Cairo Bumi Asri
[1998-1999]
2. SDN Kutabumi 1
[1999-2005]
3. SMP Negeri 12 Kota Tangerang
[2005-2008]
4. SMA Negeri 4 Kota Tangerang
[2008-2011]
Pengalaman, Pelatihan, Seminar, Workshop 1. Pelatihan Pertolongan Pertama pada Mahasiswa “Tau Trik, Pasti Bisa Nolong...!!” tahun 2011 ii
2. Seminar Keperawatan “Nursing as Partner Society and Delivering Public Health” tahun 2011 3. Seminar
Nasional
Keperawatan
“Uji
Kompetensi
Nasional
Perawat:
Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” tahun 2012 4. National Nursing Talkshow “Gambaran Target Poin ke-4 MDGs 2015” tahun 2012 5. National Nursing Seminar “Implementasi Kangaroo Mother Care di Pelayanan Kesehatan” tahun 2012 6. Workshop Keperawatan “Update Diagnosa NANDA, Aplikasi ISDA dan Diagnostic Reasoning” tahun 2012 7. Seminar Keperawatan “Update Diagnosa NANDA, Aplikasi ISDA dan Diagnostic Reasoning” tahun 2012 8. Seminar
Nasional
Keperawatan
“NANDA,
NIC,
NOC:
Concept,
Implementation and Innovation for Better Quality of Nursing Service in Indonesia” tahun 2013 9. Seminar Nasional “Kekerasan Seks pada Anak dan Remaja, Peran Perawat dan Keluarga” tahun 2014
iii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Oktober 2015 Tristi Agustin, NIM : 1111104000014 Studi Fenomenologi Pengalaman Perempuan Usia Reproduktif dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Serviks melalui Pap Smear di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Tangerang xv + 88 halaman, 1 tabel, 1 bagan, 1 gambar, 5 lampiran
ABSTRAK Kanker serviks merupakan salah satu kanker yang paling banyak terjadi pada perempuan. Kanker serviks bisa disembuhkan bila masih stadium awal. Deteksi dini kanker serviks terdiri dari banyak jenis, salah satunya dengan menggunakan metode Pap smear. Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengalaman perempuan usia reproduktif dalam upaya deteksi dini kanker serviks melalui Pap Smear dan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Partisipan berjumlah enam orang. Pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan analisa data menggunakan teknik Collaizi. Penelitian ini mengidentifikasi tujuh tema, yaitu: 1) Persepsi perempuan usia reproduktif mengenai Pap smear; 2) Persepsi perempuan usia reproduktif mengenai kanker serviks; 3) Sumber informasi yang didapatkan perempuan usia reproduktif mengenai Pap smear; 4) Hambatan perempuan usia reproduktif untuk melakukan Pap smear; 5) Pendukung perempuan usia reproduktif melakukan Pap smear; 6) Perasaan perempuan mengenai pemeriksaan Pap smear; dan 7) Harapan perempuan terhadap pelayanan Pap smear. Masih diperlukan penelitian mengenai mengapa perempuan enggan melakukan untuk melakukan Pap smear dan bagaimana cara menanggulangi keengganan tersebut.
Kata kunci : perempuan usia reproduktif, kanker serviks, Pap smear Daftar bacaan : 2000-2015
iv
NURSING SCIENCE PROGRAM FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA
Undergraduate Thesis, October 2015 Tristi Agustin, NIM 1111104000014 Fenomenological Study of Experiences of Reproductive Age Women in the Early Detection of Cervical Cancer through Pap Smear in Work Region of RSUD Kabupaten Tangerang xv + 98 pages, 1 table, 1 chart, 1 picture, 5 attachments
ABSTRACT Cervical cancer is one of the most common cancers among women worldwide. Cervical cancer can be cured when it is still in early stage. Early detection of cervical cancer consists of many types, one of them using the Pap smear. This study aimed to explore the experiences of reproductive age women in the early detection of cervical cancer through Pap Smear and used a qualitative research approach descriptive phenomenology. Participants were six people. Collected data using in-depth interviews and data analyzed using Collaizi techniques. This study identified seven themes: 1) Reproductive age women’s perception about the Pap smear; 2) Reproductive age women’s perception about cervical cancer; 3) Sources of information obtained reproductive age women about Pap smear; 4) Barriers that influence reproductive age women to Pap smears; 5) Supports that influence reproductive age women to Pap smears; 6) Women’s feelings regarding the Pap smear; and 8) Women’s hope to the Pap smear services. Research still needed on why women are unwilling to commit to doing a Pap smear and how to cope with this unwillingness.
Keywords : reproductive age women, cervical cancer, Pap smear Reading List : 2000-2015
v
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahirabil’alamin segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “STUDI
FENOMENOLOGI
PENGALAMAN
PEREMPUAN
USIA
REPRODUKTIF DALAM UPAYA DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MELALUI PAP SMEAR DI WILAYAH KERJA RSUD KABUPATEN TANGERANG” Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas akhir perkuliahan sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep). Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Dr. Arief Sumantri SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Ns. Puspita Palupi S.Kep, M.Kep, Sp.Mat selaku pembimbing I yang telah membimbing dan mengarahkan penulis untuk menyelesaikan proposal penelitian ini.
vi
5.
Jamaluddin S.Kep, M.Kep selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis untuk menyelesaikan proposal penelitian dan mengoreksi proposal penelitian ini.
6.
Segenap Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan pengetahuan serta wawasan selama penulis masih duduk di bangku kuliah.
7.
Staf-staf akademik bagian kemahasiswaan yang telah membantu penulis untuk membuat surat perizinan dan membantu proses pengumpulan berkasberkas untuk penelitian ini.
8.
Dr. Desiriana Dinardianti selaku Direktur RSUD Kabupaten Tangerang, stafstaf bagian Pendidikan dan Penelitian RSUD Kabupaten Tangerang, staf-staf bagian Laboratorium Mikrobiologi RSUD Kabupaten Tangerang, staf-staf bagian Poli Kebidanan dan staf bagian Rekam Medik RSUD Kabupaten Tangerang yang telah membantu peneliti untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan oleh penulis dalam penelitian ini.
9.
Orang tua, Bapak Sutrisman dan Ibu Siti Khotijah, serta keluarga besar penulis yang selalu mendukung, mengingatkan, dan memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman PSIK angkatan 2011, terkhusus kepada Ratna, Suci, Rifka, Dina, Widiany, Ita, dan Susi yang senantiasa memberi dukungan dan masukan kepada penulis. 11. Semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Peneliti sadar bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti menerima segala kritik dan masukan demi tercapainya kesempurnaan dari
vii
penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan para pembaca. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Tangerang Selatan, 19 Oktober 2015
Tristi Agustin
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................. i DAFTAR RIWAYAT HIDUP..........................................................................
ii
ABSTRAK.......................................................................................................... iv KATA PENGANTAR........................................................................................ iv DAFTAR ISI....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL.............................................................................................. xii DAFTAR BAGAN............................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xv
BAB 1
PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah.................................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian...................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian.................................................................... 7 1. Bagi Pelayanan Keperawatan............................................. 7 2. Bagi Pendidikan Keperawatan........................................... 7 E. Ruang Lingkup Penelitian........................................................ 7
ix
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman.............................................................................. 8 B. Kanker Serviks......................................................................... 8 1. Definisi Kanker Serviks..................................................... 8 2. Etiologi Kanker Serviks..................................................... 9 3. Faktor Risiko Kanker Serviks........................................... 10 4. Tanda dan Gejala Kanker Serviks..................................... 11 5. Patogenesis Kanker Serviks.............................................. 13 6. Stadium Kanker Serviks................................................... 16 7. Penatalaksanaan Kanker Serviks...................................... 19 8. Pencegahan Kanker Serviks............................................. 24 C. Papanicolaou Smear atau Pap Smear..................................... 28 1. Definisi Pap Smear.......................................................... 28 2. Manfaat Pap Smear.......................................................... 30 3. Prosedur Pap Smear......................................................... 31 D. Perempuan Usia Reproduktif................................................ 32 E. Kerangka Teori...................................................................... 33
BAB 3
DEFINISI ISTILAH DAN METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian................................................................... 34 B. Tempat dan Waktu Penelitian................................................ 35 C. Instrumen Penelitian............................................................... 36 D. Partisipan Penelitian................................................................ 36 E. Teknik Pengumpulan Data..................................................... 37
x
F. Teknik Analisa Data............................................................... 38 G. Teknik Validasi Data............................................................. 39 H. Etika Penelitian....................................................................... 41
BAB 4
HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Partisipan........................................................... 44 B. Hasil Analisis Tematik............................................................ 45
BAB 5
PEMBAHASAN A. Interpretasi Hasil Penelitian.................................................... 57 B. Keterbatasan Penelitian........................................................... 72
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan............................................................................. 73 B. Saran....................................................................................... 75 1. Pelayanan Kesehatan........................................................ 75 2. Pendidikan Keperawatan.................................................. 76 3. Penelitian Selanjutnya....................................................... 76 4. Perempuan Usia Reproduktif............................................ 76
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 77 LAMPIRAN........................................................................................................ 83
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Stadium Kanker Serviks menurut FIGO............................................... 17
xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1......................................................................................................... 33
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Stadium kanker serviks menurut FIGO............................................. 19
xiv
DAFTAR LAMPIRAN 1. Lampiran 1
Matriks Analisis Tematik
2. Lampiran 2
Pedoman Wawancara
3. Lampiran 3
Inform Consent
4. Lampiran 4
Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan
5. Lampiran 5
Surat Izin Penelitian
xv
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering kedua pada perempuan di dunia setelah kanker payudara dan penyebab terbesar kematian ketiga akibat kanker pada perempuan. World Health Organization atau WHO (2014) menyebutkan bahwa setiap tahun lebih dari 270.000 perempuan meninggal akibat kanker serviks, lebih dari 85% dari kematian ini ada di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah atau negara berkembang. Lebih banyak perempuan yang meninggal karena kanker serviks di negara berkembang daripada di negara-negara maju. Indonesia berada pada urutan keenam dari 50 negara di dunia dengan kematian akibat kanker serviks terbanyak, yaitu sebanyak 7.493 orang (WHO, United Nations, The World Bank, IARC Globocan, 2013). Indonesia berada pada urutan keempat dari jumlah penderita kanker serviks terbanyak di Asia Tenggara setelah Kamboja, Myanmar, dan Thailand, yaitu sebanyak 17,3 per 100.000 perempuan per tahun (ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre), 2014). Sekitar 20.928 kasus baru kanker serviks didiagnosa setiap tahun di Indonesia (estimasi untuk 2012). Kanker serviks adalah kanker perempuan paling umum pada perempuan berusia 15-44 tahun di Indonesia (ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre), 2014).
1
2
Penyebab utama timbulnya kanker serviks adalah infeksi HPV (Human Papillomavirus) risiko tinggi atau HPV onkogenik yaitu HPV yang mengandung protein yang menyebabkan terjadinya kanker yang disebut dengan onkoprotein. 13 jenis HPV (16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, dan 69) yang menyebabkan kanker disebut HPV “risiko tinggi” yang ditularkan melalui hubungan seksual. Tipe yang paling berbahaya adalah jenis HPV 16 dan 18 yang menyebabkan 80% kanker serviks. Hubungan seks yang tidak aman, terutama pada usia muda, membuat infeksi HPV lebih memungkinkan. Perempuan yang sering berganti-ganti pasangan seksual atau berhubungan seksual dengan laki-laki yang memiliki banyak mitra seksual memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan HPV (Nurwijaya, Andrijono, & Suheimi, 2012). Kanker serviks pada stadium dini sering tidak menunjukkan gejala, namun seiring berkembangnya penyakit, pasien biasanya akan mengalami perdarahan di luar masa haid, nyeri dan perdarahan setelah berhubungan seksual atau dispareunia, nyeri di daerah panggul, tidak nafsu makan, serta akan mengalami penurunan berat badan (Wijayakusuma, 2008). Kanker serviks pada stadium lanjut dapat menyebar atau metastase ke berbagai organ lainnya sehingga dapat menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ, seperti ginjal, paru-paru, hati, dan organ lainnya (Nurwijaya, Andrijono, & Suheimi, 2012). Individu yang aktif secara seksual hampir semuanya akan terinfeksi HPV di beberapa titik dalam hidup mereka dan mungkin akan berulang kali terinfeksi. Puncak waktu infeksi yaitu segera setelah melakukan seksual
3
secara aktif. Kebanyakan perempuan terinfeksi HPV setelah melakukan aktivitas seksual (WHO, 2013). Kanker serviks kemungkinan besar dapat disembuhkan jika diketahui sedini mungkin dan dilakukan pengobatan yang tepat. Jika tidak diobati akan berubah menjadi kanker serviks yang bersifat invasif yang sulit disembuhkan. Kanker serviks invasif adalah kanker serviks yang terlah menembus bagian terdalam dari jaringan serviks dan telah tersebar ke jaringan lain melalui
pembuluh getah bening
(Wijayakusuma, 2008). Perempuan dengan kanker serviks biasanya baru datang ke pelayanan kesehatan setelah berada pada stadium lanjut, padahal bila diketahui dari stadium dini kanker serviks dapat disembuhkan. Deteksi dini atau skrining merupakan hal yang sangat diperlukan. Skrining kanker serviks adalah pengujian untuk prakanker dan perempuan yang berisiko mengidap kanker, yang sebagian besar terjadi tanpa timbulnya gejala. Minimal, skrining dianjurkan bagi setiap perempuan berusia 30-49 tahun setidaknya sekali seumur hidup. Tahun 2012, ada hampir satu miliar perempuan berusia antara 30 dan 49 tahun, yang sebagian besar belum pernah melakukan skrining satu kali pun dalam hidup mereka. Deteksi dini dan pengobatan lesi prakanker dapat mencegah sebagian besar kanker serviks. Terdapat tiga jenis tes yang saat ini tersedia diantaranya yaitu cara konvensional (tes Pap) dan sitologi berbasis cairan (LBC/Liquid-Based Cytology), Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) , dan tes HPV untuk jenis HPV risiko tinggi (misalnya tipe 16 dan 18) (WHO, 2014).
4
Skrining untuk kanker serviks direkomendasikan untuk perempuan mulai dari usia 30 tahun dan, pada penelitian terbaru, untuk perempuan usia 25 tahun ke atas. Skrining tidak diperlukan untuk perempuan di atas 65 tahun, jika dua tes terakhir negatif (WHO, 2006). Ada cukup bukti bahwa skrining perempuan antara usia 35 dan 64 tahun untuk prekursor kanker serviks setiap 3-5 tahun dengan Pap smear dapat mengurangi insiden dan kematian kanker serviks (WHO, 2013). The Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan skrining kanker serviks setidaknya sekali setiap tiga tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Maas et. al. (2013) kepada 18 tenaga kesehatan di Kanada yang juga merupakan anggota masyarakat untuk menggali hambatan apa yang membuat banyak perempuan enggan untuk melakukan deteksi dini kanker serviks, banyak faktor yang membuat perempuan tidak melakukan deteksi dini kanker serviks diantaranya adalah faktor tenaga kesehatan, faktor pengingat, faktor kesibukan, faktor pendidikan dan sosioekonomi yang tidak adekuat. Faktor tenaga kesehatan menjadi hal yang membuat seorang perempuan untuk tidak melakukan deteksi dini kanker serviks adalah karena banyak perempuan merasa tidak nyaman untuk melakukan deteksi dini dengan seorang tenaga kesehatan laki-laki yang mana pemeriksaan tersebut harus membuka bagian tubuh yang sangat privasi. Kurangnya informasi dari pemerintah maupun tenaga kesehatan
untuk
mengingatkan
perempuan
usia
reproduktif
untuk
melakukan deteksi dini kanker serviks. Perempuan yang memiliki kesibukan atau perempuan karir juga merasa tidak memiliki waktu yang cukup untuk
5
melakukan deteksi dini kanker serviks dikarenakan oleh banyaknya pekerjaan yang dimilikinya. Sedangkan faktor pendidikan dan sosioekonomi merupakan faktor yang paling banyak ditemukan pada perempuan yang tidak pernah melakukan deteksi dini kanker serviks. Sebagian besar kematian terjadi pada perempuan yang hidup di negara-negara
berpenghasilan
rendah
dan
menengah
atau
negara
berkembang. Ada metode yang efektif untuk deteksi dini lesi prakanker menggunakan sitologi (Pap smear) dan telah terbukti berhasil di negaranegara berpenghasilan tinggi. Namun, tingginya persaingan prioritas perawatan kesehatan, sumber daya keuangan yang tidak memadai, sistem kesehatan yang lemah, dan terbatasnya jumlah penyedia layanan yang terlatih telah membuat target skrining kanker serviks di sebagian besar negara-negara
berpenghasilan
rendah
dan
menengah
atau
negara
berkembang sulit dicapai (WHO, 2013). Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan di RSUD Kabupaten Tangerang, pada tahun 2014 terdapat sekitar 255 orang yang telah melakukan deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear. Tahun 2014, terdapat 9 orang perempuan yang dirawat karena kanker serviks di RSUD Tangerang. Deteksi dini kanker serviks di RSUD Kabupaten Tangerang terdiri dari dua macam, yaitu Pap smear dan sitologi berbasis cairan. Rata-rata perempuan ingin melakukan Pap smear dikarenakan keinginan sendiri atau atas rekomendasi dari dokter setelah melakukan pemeriksaan. Berdasarkan data di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
6
penelitian mengenai pengalaman perempuan usia reproduktif dalam upaya deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear.
B.
Rumusan Masalah Banyak perempuan yang belum menyadari pentingnya melakukan deteksi dini kanker serviks, dibuktikan dengan masih tingginya angka kejadian kanker serviks di dunia, terutama di negara berkembang. Kanker serviks bisa disembuhkan bila diketahui secara dini dan dilakukan pengobatan yang tepat. Banyaknya perempuan yang kurang menyadari pentingnya deteksi dini kanker serviks menyebabkan makin banyaknya perempuan yang baru mengetahui bahwa dirinya terinfeksi kanker serviks setelah stadium lanjut. Salah satu jenis pemeriksaan dini kanker serviks adalah dengan metode Pap smear. Metode ini merupakan metode yang paling mudah dan murah. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk menggali pengalaman perempuan usia reproduktif dalam upaya deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Tangerang.
C.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengalaman perempuan usia reproduktif dalam upaya deteksi dini kanker serviks melalui Pap Smear di wilayah kerja RSUD Kabupaten Tangerang.
7
D.
Manfaat Penelitian 1.
Bagi Pelayanan Keperawatan Penelitian ini dapat dijadikan sumber rujukan dalam upaya promosi kesehatan dan pencegahan primer dalam upaya mengurangi keparahan penyakit. Hasil dari penelitian ini bisa menjadi salah satu strategi untuk mengajak masyarakat lebih sadar dan peka akan pentingnya deteksi dini kanker serviks.
2.
Bagi Pendidikan Keperawatan Penelitian ini dapat menjadi bahan pengembangan bagi institusi, sumber rujukan atau referensi bagi peneliti yang melakukan penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini.
E.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan kepada perempuan usia reproduktif (usia antara 15 sampai 49 tahun) yang pernah melakukan deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Tangerang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara langsung (purposive) dengan menggunakan prinsip kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan (adequancy). Data diperoleh dengan melakukan
wawancara
mendalam
(in-depth
interview)
dengan
menggunakan alat perekam (tape recorder) dan alat tulis untuk mencatat. Penelitian ini perlu dilakukan untuk menggali pengalaman perempuan usia reproduktif dalam upaya deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A.
Pengalaman Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014) menyebutkan bahwa pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami (dirasai, dijalani, ditanggung, dan sebagainya). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Daehler & Bukatko, 1985 dalam Syah, 2003). Pengalaman merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang manusia. Pengalaman dapat menjadi suatu pembelajaran pada diri manusia itu sendiri. Banyak hal yang dapat dipelajari dari pengalaman, salah satunya adalah tidak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari. Pengalaman dalam hal menjaga kesehatan juga salah satu hal yang terpenting. Tanpa adanya pengalaman, manusia tidak dapat belajar dari masa lalu dan mencegah hal yang tidak diinginkan pada masa depan.
B.
Kanker Serviks 1.
Definisi Kanker Serviks Kanker yang terjadi pada serviks disebut kanker serviks (Fujimoto, 2011). Kanker serviks adalah salah satu jenis keganasan atau neoplasma yang terletak di daerah serviks, leher rahim atau mulut rahim (Rasjidi, 2010). 8
9
2.
Etiologi Kanker Serviks Penyebab utama terjadinya kanker serviks adalah HPV (Human Papillomavirus) (Nurwijaya, Andrijono, & Suheimi, 2012). HPV adalah virus berukuran kecil (kurang lebih 55 nm), virus yang mengandung DNA yang ada dimana-mana dalam alam, menginfeksi kebanyakan mamalia dan banyak spesies binatang non mamalia (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). HPV adalah sekelompok virus yang dapat terdiri dari 150 jenis virus yang dapat menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit (Nurwijaya, Andrijono, & Suheimi, 2012). Kebanyakan HPV tidak berbahaya dan tidak menunjukkan gejala. Sebanyak 40 tipe HPV bisa ditularkan melalui hubungan seksual. Sasarannya adalah alat kelamin dan digolongkan menjadi dua golongan, yaitu tipe HPV yang risiko tinggi yang menyebabkan kanker dan HPV risiko rendah dan hanya beberapa saja dari ratusan varian HPV yang bisa menyebabkan kanker. Kanker bisa saja terjadi apabila virus HPV tidak kunjung senbuh dalam waktu yang cukup lama (Subagja, 2014). 13 jenis tipe HPV yang menyebabkan kanker serviks, yaitu HPV tipe 16, 18, 31, 33, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59 dan 69 yang merupakan HPV risiko tinggi yang ditularkan melalui hubungan seksual. Tipe yang paling berbahaya adalah jenis HPV 16 dan 18 yang menyebabkan 80% kanker serviks. HPV risiko rendah atau HPV yang tidak menyebabkan kanker ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual (kulit ke kulit) seperti vaginal, anal,
10
ataupun oral. Penularan HPV pada umumnya melalui hubungan seksual (90%) dan sisanya, yaitu 10%, terjadi secara non seksual (Nurwijaya, Andrijono, & Suheimi, 2012).
3.
Faktor Risiko Kanker Serviks Beberapa faktor risiko yang diduga merupakan penyebab terjadinya kanker serviks, yaitu : a.
Merokok Wanita yang merokok dua kali kemungkinan terkena kanker serviks daripada yang tidak merokok (Nurwijaya, Andrijono, & Suheimi, 2012). Rokok yang terbuat dari tembakau bisa menyebabkan terjadinya kanker serviks. Tembakau mengandung nitrosamine dan derivate nikotin bersifat karsinogen karena mudah diabsorpsi ke dalam darah sehingga bisa merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks (Subagja, 2014).
b.
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV adalah virus penyebab AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). Setelah terkena infeksi HIV dan menderita penyakit AIDS, membuat sistem kekebalan tubuh perempuan kurang mampu melawan infeksi HPV dan kanker secara dini (Nurwijaya, Andrijono, & Suheimi, 2012).
c.
Infeksi Chlamydia
11
Chlamydia adalah organisme yang dapat menembus membran mukosa tubuh dan dapat menyebabkan infeksi saluran reproduksi. Penularannya adalah melalui hubungan seksual (Hegner & Caldwell, 2003). d.
Infeksi Herpes Simplex tipe 2 Virus ini ditularkan terutama melalui kontak seksual langsung. Penderita Herpes lebih berisiko mengalami kanker serviks daripada yang tidak mengalaminya (Hegner & Caldwell, 2003).
e.
Hubungan seksual pertama kali yang dilakukan pada usia di bawah umur (kurang dari 16 tahun) atau melakukan hubungan seksual di usia dini (Subagja, 2014).
f.
Melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan atau berhubungan seksual dengan seorang pria yang memiliki banyak pasangan seksual (European Society for Medical Oncology, 2012).
g.
Penggunaan DES (dietilstilbestrol) pada perempuan hamil untuk mencegah keguguran yang banyak digunakan pada tahun 19401970,
4.
h.
Pemakaian pil KB yang sudah terlalu lama, dan
i.
Kekurangan vitamin C, E, dan asupan asam folat (Subagja, 2014).
Tanda dan Gejala Kanker Serviks Subagja (2014) mengatakan bahwa pada kanker serviks stadium dini, gejala kanker serviks tidak tampak sehingga sering
12
disebut dengan silent killer. Pada tahap pra kanker (displasia) sampai stadium I tidak ada keluhan sama sekali sehingga banyak perempuan yang tidak merasakan sama sekali. Biasanya, gejala baru muncul ketika sel serviks yang abnormal telah berubah menjadi ganas dan menyusup ke jaringan di sekitarnya. Pada saat itu akan timbul gejalagejala berikut: a.
Perdarahan vagina yang tidak normal, yaitu di luar masa menstruasi,
setelah
melakukan
hubungan
seksual
atau
dispareunia, dan setelah menopause. b.
Menstruasi yang tidak normal, yaitu waktunya memanjang dan jumlahnya lebih banyak.
c.
Keputihan yang menetap dengan cairan yang encer, berwarna pink, cokelat, mengandung darah atau berwarna hitan serta berbau busuk.
d.
Nyeri pada perut bagian bawah (Nurwijaya, Andrijono, & Suheimi 2012). Pada stadium lanjut, biasanya akan timbul gejala-gejala
berikut: a.
Perdarahan post coitus (setelah berhubungan seksual).
b.
Nafsu makan berkurang, berat badan menurun, dan cepat merasa lelah.
c.
Nyeri panggul dan tungkai.
d.
Vagina mengeluarkan urin atau feses bahkan terjadi patah tulang panggul.
13
e.
Tidak dapat buang air kecil (terdapat sumbatan pada saluran kemih)
f.
Nyeri punggung
g.
Salah satu kaki bengkak dikarenakan kanker yang menyumbat pembuluh limfe
h.
Batuk-batuk dikarenakan kanker telah menyebar hingga ke paruparu (Nurwijaya, Andrijono, & Suheimi 2012)
5.
Patogenesis Kanker Serviks Gomez dan Santos (2007) menyebutkan bahwa penularan HPV terutama melalui kulit ke kulit. Sel basal epitel skuamosa berlapis yang terinfeksi oleh HPV. Jenis sel lain relatif resisten terhadap HPV. Diasumsikan bahwa siklus replikasi HPV dimulai dengan masuknya virus ke dalam sel-sel dari lapisan basal dari epitel. Infeksi HPV pada lapisan basal menyebabkan abrasi ringan atau mikrotrauma pada epitel. Setalah masuk ke dalam sel inang, proses replikasi HPV terjadi di permukaan epitel. Pada lapisan basal, replikasi virus dianggap tidak produktif, dan virus melakukan replikasi episom secara perlahan dengan menggunakan mesin replikasi DNA inang untuk mensintesis DNA-nya rata-rata satu kali per siklus sel. Didalam keratinosit yang berbeda dari lapisan suprabasal epitel, virus beralih ke mode lingkaran-berputar dari replikasi DNA, membuat DNA bereplikasi dengan cepat, mensintesis protein kapsid, dan menyebabkan perakitan virus. 1.
Biologi Molekuler
14
Kanker serviks merupakan salah satu contoh terbaik untuk memahami
bagaimana
infeksi
virus
dapat
menyebabkan
keganasan. Tipe HPV risiko tinggi dapat dibedakan dari tipe HPV risiko rendah dengan struktur dan fungsi produk E6 dan E7. Dalam lesi jinak yang disebabkan oleh HPV, DNA virus terletak di ekstrakromosomal dalam nukleus. Pada highgrade neoplasia intaepitel dan kanker invasif, DNA HPV umumnya terintegrasi dalam genom inang. Integrasi dari DNA HPV mengganggu dan menghapus daerah E2, yang menyebabkan hilangnya ekspresi. Hal ini mengganggu fungsi E2, yang biasanya mengatur transkripsi dari gen E6 dan E7, dan mengarah kepada peningkatan ekspresi gen E6 dan E7. Fungsi dari E6 dan produk E7 selama infeksi HPV produktif adalah untuk menumbangkan jalur pertumbuhan sel reguler dan memodifikasi lingkungan seluler untuk memfasilitasi replikasi virus. Produk gen E6 dan E7 melakukan regulasi kembali siklus pertumbuhan sel inang dengan mengikat dan menonaktifkan dua protein penekan tumor, yaitu protein penekan tumor (p53) dan produk gen retinoblastoma (PRB). Produk gen HPV E6 mengikat p53 dan menargetkan untuk degradasi cepat. Akibatnya, kegiatan normal p53 yang mengatur penangkapan G1, apoptosis, dan perbaikan DNA menjadi tidak berfungsi. Protein HPV E6 risiko rendah tidak mengikat p53 pada tingkat tidak terdeteksi dan tidak berpengaruh pada stabilitas p53 in vitro. Produk gen HPV E7 mengikat PRB
15
dan pengikatan ini mengganggu hubungan anatara PRB Dan faktor transkripsi seluler E2F-1 yang mana akan mengakibatkan pembebasan E2F-1, yang memungkinkan transkripsi gen yang produknya dibutuhkan agar sel dapat memasuki fase S dari siklus sel. Produk gen E7 dapat berikatan dengan protein seluler mitotik interaktif lainnya seperti cyclin E. Hasilnya adalah stimulasi seluler sintesis DNA dan proliferasi sel. Protein E7 dari tipe HPV risiko rendah mengikat PRB dengan penurunan afinitas. Selanjutnya, produk gen E5 menginduksi peningkatan aktifitas protein
kinase
mitogen
yang telah
teraktivasi,
sehingga
meningkatkan respon seluler terhadap faktor pertumbuhan dan diferensiasi. Hal ini menyebabkan proliferasi terus menerus dan menunda diferensiasi pada sel inang. Inaktifasi protein p53 dan PRB dapat menimbulkan tingkat proliferasi meningkat dan ketidakstabilan genomik. Akibatnya, didalam sel inang semakin banyak terakumulasi kerusakan DNA yang tidak bisa diperbaiki, menyebabkan sel-sel kanker berubah. Selain efek onkogen diaktifkan dan ketidakstabilan kromosom, mekanisme
potensial
berkontribusi
terhadap
transformasi
termasuk metilasi dari virus dan DNA seluler, aktivasi telomerase, dan faktor hormonal dan imunogenetik. 2.
Riwayat alami kanker serviks Patogenesis kanker serviks dimulai dengan infeksi HPV dari epitel serviks selama hubungan seksual. Riwayat alami kanker
16
serviks
adalah
proses
penyakit
yang
berkesinambungan
berkembang secara bertahap dari neoplasia intraepitel serviks (CIN) ringan ke derajat yang lebih parah dari neoplasia (CIN 2 dan CIN 3) dan akhirnya menjadi kanker invasif. Perkembangan lesi tingkat tinggi (CIN 2 atau 3) dan kanker invasif biasanya berhubungan dengan konversi genom virus dari bentuk episom menjadi bentuk yang terintegrasi, berasam dengan inaktivasi atau penghapusan daerah E2 dan ekspresi produk gen E6 atau E7. Beberapa peneliti telah membandingkan tipe HPV dengan derajat berbeda dari CIN dan telah mengambil kesimpulan bahwa CIN I dan CIN 2 atau CIN 3 adalah proses yang berbeda, dengan mengindikasikan CIN I adalah terbatas pada infeksi HPV yang ditularkan melalui seksual dan CIN 2 atau CIN 3 menjadi satusatunya
prekursor
kanker
serviks.
Perkembangan
kanker
umumnya terjadi selama periode 10 sampai 20 tahun. Beberapa lesi menjadi kanker lebih cepat, kadang-kadang dalam waktu dua tahun. 6.
Stadium Kanker Serviks Stadium adalah derajat keparahan penyakit didalam tubuh. Dokter menggunakan stadium untuk menilai risiko dan prognosis dengan sejauh mana karakteristik spesifik dari kanker pasien dan untuk menentukan bagaimana pengobatan yang tepat. Penilaian dilakukan dua kali, pertama sebelum pengobatan, menggunakan pemeriksaan pencitraan medis dan klinis, sehingga dapat menentukan
17
pengobatan terbaik, yang kedua, jika pengobatan dengan cara pembedahan pengangkatan jaringan, maka diperlukan penilaian untuk memverifikasi keberhasilan pembedahan (Gomez & Santos, 2007). Sistem yang umumnya digunakan untuk pembagian stadium kanker serviks adalah sistem yang diperkenalkan oleh International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). Pada sistem ini, angka romawi O sampai IV menggambarkan stadium kanker (Subagja, 2014). Penyakit pra kanker, setiap tahap kanker utama dari I sampai IV, dan subdivisi dari setiap stadium dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 2.1 Stadium Kanker Serviks menurut FIGO (2000) Stadium Stadium O
Definisi Ini adalah stadium penyakit pra kanker, yaitu lesi kecil terbatas pada lapisan superficial (epitel) dari leher rahim (yang menyerupai kulit). Lesi tersebut juga disebut karsinoma in situ atau neoplasia intraepitel serviks (CIN). CIN grade 1 sampai 3 dibedakan dari apakah lesi terbatas pada lapisan basal dari epitel permukaan serviks (CIN1), mencapai ke dalam lapisan tengah (CIN2 atau meluas ke lapisan di atasnya (CIN3). Stadium I Merupakan tahap pertama dari kanker invasif, bahkan ketika belum terlihat makroskopik tetapi terbukti dengan pemeriksaan laboratorium biopsi mikroskopik yang terlihat bahwa sel kanker tumbuh hingga stroma, yaitu jaringan dibawah lapisan superfisial serviks. Pelebaran lesi tidak melampaui serviks, yaitu tidak melibatkan vagina atau parametria. Tergantung pada dimensi lesi dan visibilitas makroskopik (yaitu visibilitas setelah pemeriksan dengan mata telanjang), salah satu hal yang membedakan dengan sub stadium yang lain. Kanker invasif mikroskopik yang mana tidak Stadium IA terlihat makroskopik dan telah tumbuh kurang dari 5 mm ke dalam stroma dan lebarnya kurang dari 7 mm. Invasi stroma yang kedalamannya Stadium kurang dari 3 mm dan penyebaran IA1 lateral kurang dari 7 mm. Invasi stroma dengan kedalaman Stadium antara 3 sampai 5 dan penyebaran IA2
18
lateral kurang dari 7 mm. Kanker terlihat makroskopik atau kanker invasif mikroskopik yang ukurannya lebih besar dari stadium IA2. Diameter terbesar lesi kurang dari 4 Stadium cm. IB1 Diameter terbesar lesi lebih dari 4 cm. Stadium IB2 Kanker memperluas diri hingga ke dalam jaringan luar uterus, tetapi Stadium tidak sampai tulang panggul atau sepertiga bagian bawah vagina. II Stadium IIA Terlihat makroskopik (terlihat dengan mata telanjang) kanker meluas hingga luar serviks, tanpa ekstensi ke dalam parametria. Lesi terlihat makroskopik dengan Stadium diameter terbesar kurang dari 4 cm IIA1 Lesi terlihat makroskopik dengan Stadium diameter terbesar lebih dari 4 cm IIA2 Stadium IIB Kanker terlihat makroskopik dengan ekstensi ke dalam parametria Kanker meluas hingga ke sisi dinding pelvis, tulang dan /atau Stadium sepertiga bagian bawah vagina dan /atau menekan kedua ureter. III Tidak ada ekstensi ke dalam sisi dinding pelvis, Stadium tetapi melibatkan sepertiga bagian bawah vagina. IIIA Kanker meluas hingga dinding panggul dan /atau Stadium menekan satu atau kedua ureter. IIIB Metastasis kanker tingkat lanjut. Stadium Menyerang organ panggul yang berdekatan IV Stadium (kandung kemih, rektum) dan /atau menyebar IVA hingga ke luar panggul, yaitu ke dalam perut atau selangkangan. Metastasis jauh, misalnya ke paru-paru atau hati. Stadium IVB Sumber : European Society for Medical Oncology, Cervical Cancer: a guide for patients - Information based on ESMO Clinical Practice Guidelines – v.2012.1 Stadium IB
19
Gambar 2.1 Stadium kanker serviks menurut FIGO Sumber : (Clamisao, Brenna, Lombardelli, Djahjah, & Zeferino, 2007)
7.
Penatalaksanaan Kanker Serviks 1.
Stadium 0 dan stadium IA1 a.
Konisasi
20
Konisasi
adalah
pengobatan
dengan
operasi
standar.
Konisisasi dilakukan dengan cara membuat insisi atau potongan berbentuk kerucut pada jaringan serviks disekitar orifisium uteri yang menghubungkan vagina dengan bagian dalam serviks, lalu kemudian dibuang. Hal ini dilakukan dengan menggunakan pisau, laser, atau prosedur eksisi elektrosurgical loop. Jika pada pemeriksaan histopatologi, pada bagian yang kerucut yang telah dipotong tidak terdapat sel-sel tumor lagi, maka berarti pengobatan tersebut kuratif dan tidak perlu dilakukan perawatan lebih lanjut (European Society for Medical Oncology, 2012). b.
Pengobatan adjuvant ketika ada risiko kekambuhan Pengobatan ini adalah untuk mengurangi risiko kekambuhan. Jika setelah konisasi dilakukan pemeriksaan histopatologi dan dinyatakan bahwa tumor sembuh, maka tidak diperlukan pengobatan adjuvant. Namun bila ditemukan bahwa tumor telah menyebar lebih luas melebihi stadium IA1, pengobatan adjuvant sangat diperlukan. Pengobatan adjuvant akan dilakukan bersamaan dengan radioterapi dan kemoterapi (European Society for Medical Oncology, 2012).
2.
Stadium IA2 a.
Operasi (Trachelectomy atau Histerectomy)
21
Pengobatan standar adalah dengan melakukan bedah atau operasi. Operasi dapat dilakukan dengan trachelectomy maupun hysterectomy (European Society for Medical Oncology, 2012). Trachelectomy merupakan teknik operasi yang terdiri dari atas limfadenektomi kelenjar getah bening pelvis dengan laparaskopi dan diikuti dengan reseksi sebagian dari serviks, parametrium, dan sepertiga vagina proksimal. Bagian dari serviks yang dipotong pada segmen bawah uterus meninggalkan bagian ismus dan korpus uteri yang bertujuan untuk mempertahankan fungsi reproduksi (Rasjidi & Nurseta, 2008). Histerectomy merupakan suatu prosedur pengangkatan sebagian atau seluruh rahim (Rasjidi, 2008). b.
Pengobatan adjuvant Seperti yang telah disebutkan diatas, pengobatan adjuvant adalah pengobatan yang diberikan selain operasi jika diduga masih ada sel kanker setelah dilakukannya operasi, atau jika kanker meluas ke jaringan sekitarnya, seperti parametria atau kelenjar getah bening (European Society for Medical Oncology, 2012).
3.
Stadium IB1 Ada beberapa pilihan pengobatan untuk kanker serviks stadium IB1 ini, yaitu :
22
a.
Hysterectomy
b.
Radioterapi digabungkan dengan iradiasi eksternal ditambah dengan bracytherapy, yang merupakan iradiasi topikal dari radiasi jarak pendek yang dilakukan tepat pada tumor (European
Society
for
Medical
Oncology,
2012).
Bracytherapy adalah pengobatan keganasan dengan cara menanamkan sumber sinar radioaktif dekat dengan tumor yang dituju. Sumber ini akan mengeluarkan sinar radioaktif dengan dosis tinggi, namun demikian jaringan disekitar tumor harus dilindungi dari penyinaran (Djojodibroto, 2009). c. 4.
Gabungan radioterapi dan pembedahan.
Stadium IB2 sampai IVA Pengobatan standar dengan melakukan radioterapi bersamaan dengan kemoterapi. Radiasi bertujuan membunuh tumor primer dan kelenjar getah bening yang berpotensi. Obat yang paling umum digunakan untuk kemoterapi adalah cisplastin (Subagja, 2014).
5.
Stadium IVB Pasien dengan stadium IVB yang memiliki prognosis yang buruk akan diberi pengobatan paliatif. Radiasi pelvis dilakukan untuk mengontrol perdarahan vagina serta nyeri. Kemoterapi sistemik disarankan untuk meringankan gejala dan memperpanjang kelangsungan hidup secara keseluruhan. Regimen kemoterapi
23
digunakan untuk kelompok wanita yang mengalami kekambuhan (Hoffman et al, 2012). Hysterectomy, seperti yang telah dijelaskan di atas, merupakan salah satu cara untuk pengobatan kanker serviks. Hoffman et al (2012) menyatakan bahwa terdapat tiga jenis operasi hysterectomy yang dibagi berdasarkan derajat reseksinya, yaitu: a.
Simple Hysterectomy (Type I) Hysterectomy tipe 1 disebut juga extrafascial hysterectomy atau simple hysterectomy, membuang uterus dan serviks tetapi tidak mengharuskan pemotongan pada parametrium. Pilihan tipe ini biasanya adalah benigna ginekologi patologi, penyakit kanker serviks invasif, dan kanker serviks stadium IA1.
b.
Modified Radical Hysterectomy (Type II) Tipe ini membuang serviks, vagina bagian proksimal, dan jaringan parametrial dan paraserviks. Tipe ini digunakan untuk pasien kanker serviks dengan stadium IA1 setelah melakukan konisasi yang tidak memungkinkan lagi bila harus dilakukan konisasi ulang.
c.
Radical Hysterectomy (Type III) Tipe hysterectomy ini mengharuskan reseksi besar pada parametria. Ruang kosong pada bagian paravesikal dan pararektal dibuka. Arteri uterus diligasi di tempatnya semula dari arteri iliaka internal, dan semua jaringan sebelah medial direseksi. Eksisi parametrium diperpanjang ke dinding pelvis. Ureter
24
sepenuhnya dibedah dari tempatnya, dan kandung kemih dan rektum dimobilisasi untuk memperluas pembuangan jaringan. Septum rektovaginal dibuka untuk meletakkan rektum jauh dari vagina, dan ligamen uterosakral diletakkan dekat dengan rektum. 8.
Pencegahan Kanker Serviks National
Health
Service
(NHS)
Inggris
Raya
(2013)
menyebutkan tidak ada cara tunggal yang benar-benar dapat mencegah kanker serviks, tetapi ada beberapa hal yang dapat membantu mengurangi risiko, yaitu : a.
Seks yang aman Sebagian besar kasus kanker serviks terkait dengan infeksi HPV. HPV dapat menyebar melalui hubungan seksual tanpa pengaman, sehingga pengaman atau kondom dapat membantu mengurangi risiko terkena kanker serviks. Risiko terkena infeksi HPV meningkat bila melakukan hubungan seksual di usia muda dan memiliki banyak pasangan seksual, meskipun perempuan yang hanya memiliki satu pasangan seksual juga dapat menderita kanker serviks.
b.
Melakukan deteksi dini Skrining atau deteksi dini kanker serviks adalah pengujian prakanker dan kanker pada wanita yang tidak memiliki gejala dan mungkin merasa sangat sehat. Ketika skrining mendeteksi lesi pra-kanker, kanker dapat dengan mudah diobati bila diketahui sedini mungkin. Skrining juga dapat mendeteksi kanker pada
25
tahap
awal
dan
memiliki
potensi
lebih
tinggi
untuk
disembuhkan. Dikarenakan lesi pra-kanker memakan waktu bertahun-tahun untuk berkembang, skrining dianjurkan bagi setiap wanita mulai dari usia 30 sampai 49 tahun setidaknya sekali dalam seumur hidup dan idealnya lebih sering (WHO, 2014). Beberapa cara untuk mendeteksi kanker serviks, antara lain : a)
Pap Smear Pap smear adalah tes untuk melakukan deteksi dini terhadap kanker serviks dengan pemeriksaan sitologi serviks. Metode ini dilakukan dengan cara mengerik atau mengambil sedikit sampel sel-sel serviks yang kemudian akan dianalisis di laboratorium (Subagja, 2014).
b)
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) Metode pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat langsung serviks yang telah diolesi larutan asam asetat 3 sampai 5%. Perubahan warna pada serviks dapat menunjukkan serviks normal yang berwarna merah homogen atau lesi prakanker yang berwarna seperti bercak-bercak
putih
(Handayani,
Suharmiati,
&
Ayuningtyas, 2012). c)
ThinPrep Pap Test Metode ini adalah metode berbasis cairan. Metode thin prep memeriksa secara keseluruhan bagian serviks.
26
Sampel yang diambil dari serviks dimasukkan ke dalam botol/vial yang berisi cairan kemudian dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut (Subagja, 2014). d)
Kolposkopi Pemeriksaan
ini
menggunakan
mikroskop
dengan
pembesaran rendah sekitar 40 kali. Tujuannya untuk mengenal perubahan pada pembuluh darah dan jaringan tertentu.
Diperlukan
keahlian
khusus
dalam
mempergunakan alat dan menginterpretasikan perubahan tertentu pada jaringan. Dapat dipakai sebagai penuntun untuk mengambil jaringan bahan pemeriksaan patologi anatomi sehingga lebih jelas (Manuaba, Manuaba, & Manuaba, 2009). e)
Tes Schiller Tes ini dilakukan dengan cara mengolesi serviks dengan larutan iodium. Sel yang sehat akan berubah warna menjadi cokelat, sedangkan sel yang tidak normal warnanya menjadi putih atau kuning (Subagja, 2014).
f)
Biopsi Serviks Biopsi serviks adalah tindakan untuk mengambil sedikit jaringan serviks yang dicurigai kanker. Tujuannya adalah unutk mendiagnosis keganasan dan/atau mengetahui jenis
27
histopatologik kanker serviks (Aziz, Witjaksono, & Rasjidi, 2008). g)
Pemeriksaan Panggul Pemeriksaan
panggul
terdiri
dari
pemeriksaan
menggunakan spekulum dan dengan melakukan vaginal toucher atau pemeriksaan bimanual. Inspeksi spekulum secara makroskopik dilakukan dengan teliti menggunakan cahaya yang adekuat. Sedapat mungkin harus dihindari penghilangan lendir serviks dan tidak ikut mengambil material sel yang mengalami ekskoriasi (Velde, Bosman, & Wagener, 1996). c.
Vaksin Kanker Serviks Vaksin HPV terdiri dari dua macam yang dapat melindungi dari dua jenis virus yang menyebabkan kanker serviks, yaitu tipe 16 dan 18. Kedua vaksin bekerja dengan baik jika diberikan sebelum paparan HPV. Oleh karena itu, adalah lebih baik untuk melakukannya sebelum aktivitas seksual pertama. Program imunisasi ini diberikan kepada anak-anak ketika berusia 9 sampai 13 tahun karena pada usia inilah yang paling memungkinkan untuk mencegah kanker. Walaupun vaksin HPV secara signifikan dapat mengurangi risiko terkena kanker serviks, hal ini tidak menjamin bahwa tidak akan terkena kanker serviks. Orang yang telah diberi vaksin tetap harus melakukan skrining kanker serviks secara berkala (WHO, 2014).
28
d.
Hindari merokok Tidak merokok dapat mengurangi kemungkinan terkena kanker serviks.
Orang
yang
merokok
kurang
mampu
untuk
menyingkirkan infeksi HPV dari tubuh yang dapat berkembang menjadi kanker (Subagja, 2014).
C.
Papanicolaou Smear atau Pap Smear 1.
Definisi Pap Smear Pap smear atau Papanicolaou smear adalah mengambil atau mengelupas sel di endoserviks dan portio untuk mendeteksi adanya lesi preinvasif serta lesi invasif (Watson et. al, 2012). Pap smear merupakan skrining kanker serviks. Sel serviks dikerok dari serviks, kamudian di poles di slide dan dianalisis menggunakan mikroskop untuk mendeteksi perubahan prakanker atau kanker pada serviks (Jhpiego, 2005). Pap smear dapat mendeteksi adanya sel abnormal sebelum menjadi lesi prakanker atau kanker serviks sedini mungkin, terutama pada wanita yang telah aktif secara seksual ataupun yang telah divaksinasi. Dasarnya tes Pap smear ini mengambil sediaan dari epitel permukaan serviks yang mengelupas atau eksfoliasi dimana epitel permukaan serviks selalu mengalami regenerasi dan digantikan oleh lapisan epitel di bwahnya. Epitel yang eksfoliasi ini merupakan gambaran keadaan epitel dibawahnya. Sediaan ini kemudian diwarnai secara khusus dan dilihat di bawah mikroskop untuk diinterpretasi
29
lebih lanjut dan dibedakan derajat lesi kankernya (Sarjidi, 2010). Pemeriksaan Pap smear merupakan pemeriksaan tersimpel untuk mendeteksi kanker serviks secara dini. Pap smear juga merupakan pemeriksaan termurah dan paling banyak digunakan (Soemardji, Wagey, & Laihad, 2012). Pap smear pertama kali diperkenalkan oleh Dr. George Nicholas Papanicolaou pada tahun 1940-an (Shepard, 2011). Adanya pengenalan skrining secara rutin dengan Pap smear membuat angka kejadian dan kematian untuk kanker serviks telah menurun 70-80% dan 90%, masing-masing, di sebagian besar negara berkembang (Soemardji, Wagey, & Laihad, 2012). Masih banyak kendala membuat program skrining dengan menggunakan metode dasar Pap smear di negara-negara berkembang seperti Indonesia, terutama keterbatasan dari ahli patologi yang sangat penting untuk melakukan diagnosis (Nuranna, et al., 2012). Hanya ada 292 patolog (data dari IAPI 2010) di Indonesia yang harus melayani penduduk Indonesia yang berjumlah 237 juta orang (Badan Pusat Statistik (BPS), 2010). Panduan terbaru menganjurkan perempuan dengan usia 21 sampai 29 tahun untuk melakukan skrining setiap 2 tahun dan bukan setiap tahun, yaitu dengan menggunakan uji Pap smear standar atau sitologi berbasis cairan. Perempuan berusia 30 tahun atau lebih yang melakukan uji sitologi servikal tiga kali berturut-turut dengan hasil negatif dan tidak mempunyai riwayat neoplasia intraepitel serviks dua
30
atau tiga ataupun kanker, tidak terinfeksi HIV atau mempunyai gangguan imunologik, serta tidak terpapar oleh DES in utero, maka mereka dapat memperpanjang pemeriksaan sitologi servikalnya setiap tiga tahun (American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG), 2009). 2.
Manfaat Pap Smear Pemeriksaan Pap smear berguna sebagai pemeriksaan skrining dan pelacak adanya perubahan sel ke arah keganasan secara dini sehingga kelainan prakanker dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi lebih mudah dan murah (Hillegas dalam Octavia, 2009). Manuaba dalam Octavia (2009) menyebutkan manfaat Pap smear dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut : a.
Diagnosis dini keganasan Pap smear berguna dalam mendeteksi kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba Falopii, dan mungkin keganasan ovarium.
b.
Perawatan kolaborasi dari keganasan Pap smear berguna sebagai perawatan kolaborasi setelah operasi dan setelah mendapatkan kemoterapi dan radiasi.
c.
Interpretasi hormonal wanita Pap smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkinan keguguran pada usia kehamilan awal.
31
d.
Menentukan proses peradangan Pap smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri atau jamur. Tes Pap smear memiliki tingkat sensitivitas 90% apabila
dilakukan setiap tahun, 87% jika dilakukan setiap dua tahun, 78% setiap tiga tahun, dan 68% jika dilakukan setiap lima tahun (Sarjidi, 2010). 3.
Prosedur Pap smear Hawkins, Roberto-Nicols & Stanley-Haney (2012) menyatakan bahwa prosedur untuk melakukan Pap smear adalah sebagai berikut : a.
Sebelum melakukan Pap smear, sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan bimanual pelvis menggunakan spekulum yang tidak mengandung pelumas. Spekulum dapat dihangatkan dengan menggunakan air hangat.
b.
Lakukan palpasi pada vagina dan serviks untuk mencari lokasi serviks dan mengidentifikasi posisi dari tulang.
c.
Serviks dan vagina harus terlihat seluruhnya ketika melakukan smear untuk dapat melihat seluruh percabangan skuamokolumnar.
d.
Jika terdapat pengeluaran vagina yang banyak, maka harus dibersihkan dengan sekali usap untuk memperoleh smear. Tidak boleh terdapat darah sedikit pun pada sampel sitologi.
e.
Pengelupasan sel dilakukan pada zona transformasi serviks, kemudian diletakkan langsung pada slide kaca, ditutup, di beri label identitas pasien, dan dikirim ke laboratorium.
32
D.
Perempuan Usia Reproduktif Menurut WHO (2013) perempuan usia reproduktif adalah perempuan yang berusia 15 sampai 49 tahun. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN (2014) menyebutkan bahwa perempuan usia reproduktif atau wanita usia subur (WUS) adalah perempuan yang berumur 15 sampai 49 tahun baik yang berstatus kawin maupun yang belum kawin atau janda.
BAB 3 METODE PENELITIAN A.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif. Penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan
yang
mengekplorasi,
menemukan,
menjelaskan,
dan
menerangkan fenomena atau objek sosial yang tidak dapat dejelaskan, didefiniskan, diukur, dan tidak dapat dijumlahkan secara numerik atau angka-angka (Afiyanti & Rachmawati, 2014). Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya (Moleong, 2013). Penelitian kualitatif bertujuan untuk mencari kedalaman sebuah fenomena dan menemukan serangkaian variabel secara induktif, dapat menggunakan in-depth interview dan focus group discussion. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, dan mengandung makna (Sugiyono, 2009). Fenomenologi adalah ilmu mengenai fenomena yang dibedakan dari sesuatu yang sudah menjadi, atau disiplin ilmu yang menjelaskan dan mengklasifikasikan fenomena, atau studi tentang fenomena. Fenomenologi bertujuan untuk mengetahui dunia dari sudut pandang orang yang mengalaminya secara langsung atau berkaitan dengan sifat-sifat alami pengalaman manusia, dan makna yang melekat padanya. Fenomenologi cenderung menggunakan metode observasi, wawancara mendalam, dan
34
35
analisis dokumen dengan menggunakan metode hermeneutik (seni memahami konteks, terutama konteks sosial dan bahasa) (Kuswarno, 2009). Penelitian fenomenologi bersifat induktif dan berfokus pada pemahaman tentang respon atas kehadiran atau keberadaan manusia, bukan sekadar pemahaman atas bagian-bagian yang spesifik atau perilaku khusus. Tujuan dari penelitian fenomenologi adalah menjelaskan pengalamanpengalaman apa yang dialami oleh orang di dalam kehidupan ini, termasuk interaksinya dengan orang lain (Danim, 2003). Fenomenologi deskriptif atau fenomenologi transenden adalah peneliti
mengeksplorasi
secara
langsung,
menganalisis,
dan
mendeskripsikan fenomena yang diteliti melalui pengungkapan intuisi peneliti secara maksimal (Polit & Beck, 2010). Fenomenologi tipe ini mengharuskan peneliti untuk melakukan proses bracketing atau peneliti mengurung asumsi dan pengetahuan tentang fenomena yang diteliti untuk dapat memberikan gambaran secara utuh seperti apa dan bagaimana para partisipan mengalami fenomena tersebut (Afiyanti & Rachmawati, 2014). B.
Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2015 di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Tangerang.
36
C.
Instrumen Penelitian Instrumen atau alat utama untuk menghasilkan temuan penelitian pada penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Peneliti melakukan wawancara mendalam (indepth interview) dengan bentuk wawancara tak terstruktur agar dapat lebih menggali informasi secara lebih rinci dan merekam aktifitas wawancara tersebut menggunakan alat perekam atau audio recorder dan mencatat hal yang perlu dengan menggunakan alat tulis atau disebut juga field note atau catatan lapangan.
D.
Partisipan Penelitian Pemilihan
partisipan
penelitian
ini
menggunakan
teknik
nonprobability sampling atau nonrandom sampling, yaitu dipilih atau ditentukan tidak secara acak. Partisipan dipilih menggunakan metode convenience sampling, yaitu peneliti memilih partisipan berdasarkan kemudahan saja. Dalam hal ini, peneliti memilih domisili partisipan yang mudah dijangkau oleh peneliti sehingga mempermudah proses penelitian. Mengacu pada prinsip diatas, maka kriteria inklusi penelitian ini adalah: a. Berjenis kelamin perempuan b. Dapat berkomunikasi secara verbal dengan baik c. Berusia antara 15-49 tahun atau usia reproduktif ketika melakukan deteksi dini Pap smear terakhir d. Berdomisili atau bertempat tinggal di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Tangerang
37
e. Partisipan sudah pernah melakukan deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode Pap smear minimal satu kali dalam enam bulan sampai satu tahun terakhir di RSUD Kabupaten Tangerang.
E.
Teknik Pengumpulan Data Sebelum dilakukan pengumpulan data, peneliti melakukan uji coba pedoman wawancara dengan dua orang partisipan lalu mendiskusikan dengan pembimbing dan wawancara yang dilakukan masih kurang mendalam sehingga peneliti melakukan wawancara ulang dan data yang didapatkan sudah cukup sehingga bisa melanjutkan ke wawancara yang sebenarnya. Pengumpulan data pada penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan cara pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui wawancara mendalam dengan partisipan. Sebelum dilakukan wawancara, terlebih dahulu peneliti menjelaskan mengenai penelitian ini dan mendapatkan kesediaan dari partisipan untuk menjadi partisipan atau informed concent. Wawancara dilakukan secara face-to-face dalam waktu 30 sampai 45 menit dan direkam menggunakan alat perekam suara atau audio recorder dan dicatat di dalam field note atau catatan lapangan untuk mencatat kejadian yang terjadi ketika melakukan proses wawancara, seperti suasana ruangan, ekspresi dan mimik wajah partisipan. Data sekunder didapat melalui berbagai dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini. Peneliti telah melakukan studi pendahuluan di RSUD
38
Kabupaten Tangerang. Pengumpulan data ini digunakan untuk melengkapi hasil penelitian.
F.
Teknik Analisis Data Tahapan proses analisis data kualitatif terdapat beberapa model analisis, salah satunya menggunakan model Colaizzi (1978) dalam Streubert & Carpenter (2003). Langkah-langkah analisis data kualitatif dari Colaizzi adalah sebagai berikut: 1.
Peneliti mendeskripsikan fenomena yang diteliti, yaitu mengenai pengalaman perempuan usia reproduktif dalam upaya deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear.
2.
Peneliti mengumpulkan deskripsi fenomena melalui pendapat atau pernyataan
partisipan.
menuliskannya
dalam
Peneliti bentuk
melakukan naskah
wawancara
transkrip
untuk
dan dapat
mendeskripsikan gambaran konsep penelitian. 3.
Peneliti membaca seluruh deskripsi fenomena yang telah disampaikan oleh semua partisipan.
4.
Peneliti membaca kembali transkrip hasil wawancara secara berulangulang dan mengutip pernyataan-pernyataan yang bermakna dari semua partisipan.
5.
Peneliti menguraikan arti yang ada dalam pernyataan-pernyataan semua partisipan secara signifikan.
6.
Peneliti mengorganisir kumpulan-kumpulan makna yang terumuskan ke dalam kelompok tema. Peneliti membaca seluruh kategori yang ada,
39
membandingkan dan mencari persamaan diantara kategori tersebut, dan pada akhirnya mengelompokkan kategori-kategori yang serupa ke dalam tema dan sub tema. 7.
Peneliti menuliskan deskripsi secara lengkap dalam bentuk hasil penelitian.
8.
Peneliti menemui partisipan lembali untuk melakukan validasi deskripsi hasil analisis. Hal ini dilakukan agar dapat menyamakan persepsi antara peneliti dan partisipan.
9.
Peneliti menggabungkan data hasil validasi kepada partisipan ke dalam deskripsi hasil analisis.
G.
Teknik Validasi Data Validasi data merupakan suatu proses penentuan apakah suatu wawancara dalam penelitian dilakukan dengan benar dan bebas dari bias. Dalam berbagai metode pengumpulan data tidak selalu mudah untuk melakukan pemantauan secara ketat dalam proses pengumpulan data (Hermawan, 2010). Afiyanti & Rachmawati (2014) menyatakan bahwa terdapat empat istilah yang digunakan untuk menyatakan kevaliditasan data hasil temuan penelitian kualitatif, yaitu: a.
Kredibilitas Data Kredibiltas data atau ketepatan dan keakurasian suatu data yang dihasilkan dari studi kualitatif menjelaskan derajat atau nilai kebenaran dari data yang dihasilkan termasuk proses analisa data dari penelitian yang dilakukan (Moleong, 2013). Cara yang digunakan peneliti untuk
40
memperoleh kredibilitas data adalah dengan cara member check. Hasil penelitian ini telah diberitahukan kepada para partisipan dan peneliti telah melakukan pengecekkan apabila ada dugaan-dugaan yang berbeda dengan para partisipan dan apakah hasil penelitian ini sesuai dengan data yang partisipan berikan. b.
Transferabilitas atau Keteralihan Data Tingkat transferabilitas atau keteralihan dinilai dengan seberapa mampu suatu hasil penelitian kualitatif dapat diaplikasikan dan dialihkan pada keadaan atau konteks lain. Dalam hal ini, peneliti memilih partisipan yang sesuai dengan kriteria inklusi dan menjalin hubungan yang baik dengan para partisipan sehingga partisipan dapat percaya kepada peneliti dan memberikan informasi yang dibutuhkan.
c.
Dependabilitas (Ketergantungan) Data Dependabilitas mempertanyakan tentang konsistensi dan reliabilitas suatu instrumen yang digunakan lebih dari satu penggunaan. Maksud dari dependabilitas adalah bagaimana penelitian yang sama dapat diulang atau replikasi pada waktu yang berbeda dengan menggunakan metode yang sama, partisipan yang sama, dan dalam konteks yang sama. Dalam hal ini peneliti meminta bantuan kepada dosen pembimbing untuk melakukan audit trail atau penelusuran data kasar.
d.
Konfirmabilitas Peneliti akan merefleksikan hasil temuannya pada jurnal terkait, peer review, konsultasi dengan para ahli, dan melakukan konfirmasi informasi dengan partisipan. Konfirmabilitas data akan diperoleh
41
peneliti ketika terdapat hubungan antara data dengan sumber yang akurat, yaitu pembaca dapat menentukan bahwa kesimpulan dan penafsiran yang dituliskan peneliti muncul dari sumber-sumber tersebut. Data-data penelitian, seperti transkrip wawancara, field note, dan hasil rekaman suara dibuat serapi mungkin sehingga dapat dibuktikan bahwa penelitian ini adalah benar didapatkan dari lapangan langsung. Dalam hal ini peneliti mendiskusikan hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam penelitian, yaitu dosen pembimbing dengan tujuan agar hasilnya lebih obyektif.
H.
Etika Penelitian Etika penelitian merupakan hal yang harus diperhatikan oleh seorang peneliti. Prinsip etik menurut ANA (American Nurses Association) yang berkaitan dengan peran perawat sebagai seorang peneliti adalah sebagai berikut: 1.
Autonomy Prinsip ini berkaitan dengan kebebasan seseorang dalam menentukan nasibnya sendiri (independen). Hak untuk memilih apakah ia ingin disertakan atau tidak dalam suatu penelitian dengan memberikan persetujuannya atau tidak memberi persetujuannya dalam informed consent. Informed consent merupakan upaya peningkatan perlindungan terhadap salah satu hak asasi partisipan (subjek penelitian) dalam hubungan peneliti dan partisipan, yaitu hak atas informasi yang dikaitkan dengan hak untuk menentukan nasib sendiri (hak otonomi).
42
Secara rinci, dasar informasi bagi persetujuan kedua belah pihak, dalam hal ini peneliti dan partisipan, adalah sebagai berikut : a.
Jujur dalam menjelaskan judul penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian yang sedang dilaksanakan.
b.
Mendeskripsikan proses penelitian dari awal hingga akhir, bagaimana setting penelitian yang akan dilakukan, dan risiko-risiko yang mungkin akan terjadi.
c.
Memberikan kesempatan kepada partisipan untuk bertanya mengenai prosedur yang telah dijelaskan.
d.
Memberikan kesempatan kepada partisipan untuk berpikir apakah akan ikut serta dalam penelitian yang dilakukan atau tidak.
e.
Tidak melakukan pemaksaan, tekanan atau ancaman kepada partisipan dalam waktu sebelum, saat, dan setelah penelitian berlangsung.
2.
Confidentiality Peneliti wajib merahasiakan data-data yang sudah dikumpulkan. Kerahasiaan ini bukan tanpa alasan. Seringkali partisipan menghendaki agar dirinya tidak diekspos kepada publik. Oleh karena itu, peneliti akan menulis jawaban tanpa nama partisipan yang bersangkutan dan tidak
akan
menyebutkan
identitas
partisipan.
Apabila
dalam
perjalanannya peneliti memerlukan data pribadi partisipan, maka peneliti harus meminta persetujuan terlebih dahulu kepada partisipan yang bersangkutan. 3.
Veracity
43
Penelitian yang dilakukan hendaknya dijelaskan secara rinci mengenai, manfaat, risiko, dan apa yang akan didapatkan oleh partisipan yang terlibat dalam penelitian tersebut. Hal ini dilakukan karena partisipan berhak untuk mengetahui segala informasi mengenai penelitian yang sedang dilakukan. 4.
Justice Dalam hal ini peneliti harus memperlakukan semua partisipan penelitian dan semua pihak yang terlibat dalam penelitian dengan adil tanpa membedakan suku, agama, ras, dan antar golongan.
BAB 4 HASIL PENELITIAN
A.
Karakteristik Partisipan Partisipan 1 (P1) 44 tahun, memiliki 3 orang anak, Islam, Sunda, pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai pegawai rumah sakit, suami wiraswasta, pendidikan terakhir suami SMA. Partisipan 2 (P2) 43 tahun, memiliki 1 orang anak, Islam, Jawa, pendidikan terakhir S1, bekerja sebagai guru TK dan guru les privat SD, suami pegawai swasta, pendidikan terakhir suami SMA. Partisipan 3 (P3) 43 tahun, memiliki 3 orang anak, Kristen Protestan, Batak, pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai ibu rumah tangga, suami wiraswasta, pendidikan terakhir suami S1. Partisipan 4 (P4) 47 tahun, memiliki 4 orang anak, Islam, Betawi, pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai guru ngaji TPA dan juga seorang kader, suami pegawai swasta, pendidikan terakhir suami SMA. Partisipan 5 (P5) 29 tahun, memiliki 1 orang anak, Kristen Protestan, Chinese, pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai ibu rumah tangga, suami pegawai swasta, pendidikan terakhir suami S1. Partisipan 6 (P6) 49 tahun, memiliki 3 orang anak, Islam, Betawi, pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai guru les piano, suami wiraswasta, pendidikan terakhir suami SMA.
44
45
B.
Hasil Analisis Tematik Hasil analisis tematik ini menjelaskan tujuh tema yang ditemukan pada penelitian ini. Tema-tema tersebut adalah sebagai berikut : 1)Persepsi perempuan usia reproduktif mengenai Pap smear; 2)Persepsi perempuan usia reproduktif mengenai kanker serviks; 3)Sumber informasi yang didapatkan perempuan usia reproduktif mengenai Pap smear; 4)Hambatan perempuan usia reproduktif untuk melakukan Pap smear; 5)Pendukung perempuan usia reproduktif dalam melakukan Pap smear, 6)Perasaan perempuan usia reproduktif ketika Pap smear; dan 7)Harapan perempuan terhadap pelayanan Pap smear.
Tema 1. Persepsi Perempuan Usia Reproduktif Mengenai Pap Smear Persepsi yang dimiliki oleh perempuan usia reproduktif mengenai Pap smear meliputi usia tua tidak perlu Pap smear, jadi sakit ketika tidak Pap smear, lingkungan sekitar masih awan dan tidak mengerti mengenai kesehatan. a. Usia tua tidak perlu Pap smear Partisipan yang berusia 29 tahun, memiliki 1 orang anak, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga menganggap bahwa semakin tua usia seseorang, maka tidak perlu melakukan pemeriksaan Pap smear. Berikut ungkapannya: “...ah enggak. Ibu mah udah tua, 65 (tahun)...” (P5) b. Jadi sakit ketika tidak Pap smear
46
Salah satu partisipan yang berusia 43 tahun, memiliki 1 orang anak, Islam, Jawa, pendidikan terakhir S1, dan bekerja sebagai guru TK dan guru les privat SD menganggap bahwa ketika dirinya tidak melakukan Pap smear secara teratur, dirinya menjadi sakit dan tidak sadar akan penyakit yang dideritanya. Berikut kutipan perkataan dari partisipan tersebut: “...Buktinya aku enggak Pap smear dari tahun yang aku cerita kayak mbak (peneliti) tadi, pengalamanku aku terus enggak Pap smear malah aku jadi sakit, ada itu (mioma uteri) aku enggak tau...” (P2) c. Lingkungan sekitar masih awan dan tidak mengerti mengenai kesehatan Dua dari enam partisipan mengatakan bahwa orang-orang disekitarnya tidak mengerti mengenai kesehatan dan masih memiliki pola pikir yang ketinggalan zaman. Berikut salah satu kutipan dari ungkapan partisipan : “...habis kan kalo disini mah orang kan awam. Jadi saya mau ngajak orang disini enggak tau deh...tapi orang sini kayaknya pada enggak sempet kali itu apa bagaimana aku enggak ngerti ye. Mungkin menyepelein...” (P6)
Tema 2. Persepsi Perempuan Usia Reproduktif Mengenai Kanker Serviks Persepsi mengenai kanker serviks yang diungkapkan oleh perempuan usia reproduktif meliputi penyebab dan cara pencegahan kanker serviks. 1. Penyebab kanker serviks Penyebab kanker serviks yang banyak diungkapkan oleh para partisipan meliputi berbagai mikroorganisme dan gaya hidup yang kurang baik. a. Karena mikroorganisme
47
Lima dari enam partisipan mengungkapkan bahwa penyebab utama dari kanker serviks adalah adanya mikroorganisme meskipun tidak mengetahui
nama
mikroorganisme
tersebut.
Berikut
adalah
ungkapan dari partisipan : “...dari bakteri deh itu kayaknya yaa...dari kuman...” (P6) “...jadi dalemnya itu jamuran karna kan kotor ya, enggak dijaga, makanya jadi lama-lama kanker...” (P3) Tiga dari enam partisipan juga mengungkapkan bahwa salah satu penyebab kanker serviks adalah karena adanya infeksi di dalam organ reproduksi, berikut salah satu kutipan perkataan dari partisipan: “...dari yang saya baca sih itu ada bakteri yang bikin infeksi yaa terus berkembang jadi kanker...” (P2)
b. Gaya hidup yang kurang baik Dua dari enam partisipan juga mengungkapan bahwa penyebab dari kanker serviks adalah gaya hidup yang kurang baik dan kotor. Berikut adalah ungkapannya : “...kan kalo di WC umum tu suka kotor ya, kayak di terminal K itu tu kotor banget, jorok pokoknya, jadinya bisa bikin sakit itu...” (P6) 2. Pencegahan kanker serviks Pencegahan kanker serviks yang diungkapkan oleh para partisipan diantaranya adalah memperbaiki gaya hidup, tidak BAK di tempat yang kurang bersih, dan lebih menjaga kebersihan. a. Memperbaiki gaya hidup
48
Dua dari enam partisipan mengatakan bahwa memperbaiki gaya hidup yang kurang baik merupakan salah satu pencegahan dari kanker serviks. Berikut kutipan dari perkataan salah satu partisipan : “...kanker serviks gitu kan emang pencegahannya kita dari pola makan ya, dari pola makan gitu kan, ya mungkin olahraga...” (P4)
b. Lebih menjaga kebersihan Sementara itu, tiga dari enam partisipan mengatakan bahwa lebih menjaga kebersihan merupakan upaya dalam melakukan pencegahan kanker serviks. Berikut adalah ungkapan salah satu partisipan : “...mmm lebih ngejaga kebersihan aja sih, yang bersih gitu...” (P5) c. Tidak BAK di tempat yang kurang bersih Salah satu partisipan juga menambahkan bahwa tidak buang air kecil sembarangan merupakan salah satu upaya pencegahan kanker serviks. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut : “...yaa jangan deh kencing kencing di WC umum gitu. Kita kan enggak tau ya itu bersih apa enggak, enggak taunya banyak banget penyakitnya kan kita enggak tau ya...” (P6)
Tema 3. Sumber Informasi yang Didapatkan Perempuan Usia Reproduktif Mengenai Pap Smear Tema ini berkaitan dengan dari mana partisipan memperoleh informasi mengenai Pap smear dan kanker serviks yang membuat partisipan tertarik untuk melakukan Pap smear. Berdiskusi dengan orang lain, media massa, dan informasi dari petugas kesehatan merupakan sumber informasi yang didapatkan oleh partisipan yang mempengaruhi partisipan untuk melakukan Pap smear.
49
1.
Teman Tiga dari enam partisipan mengatakan bahwa dirinya melakukan Pap smear dikarenakan ajakan dari teman atau orang yang dikenalnya. Berikut salah satu ungkapannya: “...Kan tetangga-tetangga, “Heh, kita mau Pap smear, mau ikut enggak luh?”. “Ayuk ayuk ayuk”, gitu, kita pada ikutan...” (P6)
2.
Media massa Tiga dari enam partisipan mengungkapkan bahwa mereka mengetahui informasi mengenai Pap smear dari media massa, seperti televisi, internet, banner, maupun brosur yang disebar di berbagai tempat. Berikut salah satu ungkapan partisipan : “...Baca-baca kadang aku di BB. He-eh internet. Buka aja.....Terus kalo ada pas selebaran tentang kanker apa kan ada tu...” (P2)
3.
Petugas kesehatan Petugas kesehatan juga bisa menjadi salah satu sumber informasi yang dapat meningkatkan kemauan ibu usia reproduktif dalam melakukan Pap smear. Petugas kesehatan ini bisa berprofesi sebagai dokter, perawat, maupun bidan. Salah satu partisipan yang berusia 47 tahun, memiliki 4 orang anak, pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai guru ngaji TPA dan juga seorang kader, mengatakan bahwa dirinya mengetahui mengenai Pap smear dari penyuluhan yang ada di daerahnya. Berikut perkataan partisipan tersebut : “...Kebetulan saya kan ada rapat di kelurahan, ada eeee.... monitoring dari kecamatan ke kelurahan, ya ditawarin disitu, siapa yang mau ikut Pap smear...” (P4)
50
Salah satu partisipan yang berusia 43 tahun, memiliki 3 orang anak, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan informasi mengenai Pap smear dari tenaga kesehatan, yaitu bidan. Berikut ini ungkapannya : “...Sebenernya sih... saya itu lebih dapet keterangannya dari bidan yang disini. Karna saya juga seneng tentang kesehatan, jadi ada dikit sakit udah langsung periksa. Sakit terus periksa, terus saya ke bidan, ke bidan yang disini, disitu dijelasin justru...” (P3) Dua dari enam partisipan mengungkapkan bahwa dirinya memperoleh informasi kesehatan dari dokter yang memeriksanya ketika dirinya mengalami keluhan pada organ reproduksi. Berikut salah satu kutipan dari partisipan tersebut : “...Diperiksa sama dokter ya langsung Pap smear aja, kan kita ngikut aja...” (P5)
Tema 4. Hambatan Perempuan Usia Reproduktif untuk Melakukan Pap Smear Penelitian ini menemukan faktor-faktor yang menghambat seorang perempuan usia reproduktif untuk melakukan Pap smear. Faktor ini terdiri dari sikap petugas kesehatan yang tidak terapeutik dan sistem pelayanan kesehatan yang berbelit-belit. 1. Petugas tidak terapeutik Empat dari enam partisipan mengeluhkan bahwa sikap tenaga kesehatan yang kurang ramah membuat mereka malas untuk melakukan Pap smear kembali. Berikut salah satu keluhan partisipan mengenai sikap tenaga kesehatan :
51
“...terus aku ngerasa, jadi aku tu aah ga usah kesini lagi. Soalnya aku jadi sebel sama petugas itu lah, karna gitu servisnya kan enggak ramah...cara bertanyanya enggak enak lah. Jadi aku tu aah enggak kesini lagi aku...”(P2) 2. Sistem pelayanan kesehatan yang berbelit-belit Selain pengalaman perempuan mengenai petugas kesehatan, sistem pelayanan kesehatan yang ada saat ini juga dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan Pap smear lagi atau tidak. Tiga dari enam partisipan mengeluhkan mengenai antrian yang panjang dan mereka harus menunggu dalam waktu yang lama. Berikut salah satu ungkapan dari partisipan mengenai keadaan ini : “...Cuma daftarnya ada yang sebel. Daftarnya lama, ngantrinya lama...itu pelayanan yang negeri jeleknya itu. Ngantri bisa dua jam tiga jam. Bosen banget. (sambil tertawa)...” (P3) Selain antrian yang panjang, proses yang berbelit-belit juga dikeluhkan oleh seorang partisipan yang berusia 47 tahun, memiliki 4 orang anak, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai guru ngaji TPA dan juga seorang kader. Berikut ungkapannya : “...kayaknya kok prosesnya banyak banget gitu ya, ngantri disana, ngantri disini...” (P4)
Tema 5. Pendukung Perempuan Usia Reproduktif dalam Melakukan Pap Smear Faktor-faktor yang mendukung yang diungkapkan oleh seorang perempuan usia reproduktif untuk melakukan Pap smear diantara lain adalah sistem jaminan kesehatan yang ada, biaya yang gratis, cukupnya biaya, sikap dokter terapeutik, dan yang peling penting adalah dukungan dari seorang suami.
52
a. Sistem jaminan kesehatan yang ada Empat dari enam partisipan mengatakan tidak mengeluarkan biaya sama sekali untuk melakukan pemeriksaan Pap smear dan hal ini membuat mereka ingin melakukan pemeriksaan. Berikut adalah ungkapan partisipan mengenai biaya pemeriksaan yang di tanggung oleh BPJS Kesehatan : “...Ya kalo untuk materi mah Alhamdulillahnya kita enggak keluar uang sama sekali...kan kita mah ada BPJS...” (P4) b. Biaya yang gratis Partisipan yang berusia 44 tahun, memiliki 3 orang anak, pendidikan terakhir
SMA,
dan
bekerja
sebagai
pegawai
rumah
sakit
mengungkapkan bahwa dirinya mendapatkan pemeriksaan secara gratis dikarenakan dirinya adalah seorang pegawai d rumah sakit tempatnya memeriksakan diri. Berikut ungkapan dari partisipan tersebut : “...Karena saya karyawan, gratis...” (P1) c. Cukupnya biaya yang dimiliki Sementara itu, dua dari enam partisipan yang menggunakan biaya pribadi mengatakan bahwa mengeluarkan biaya yang besar untuk pemeriksaan kesehatan bukan merupakan hal yang berat dan menganggap bahwa itu merupakan hal yang wajar. Berikut ungakapan salah satu partisipan : “...aku biaya pribadi kemaren. Udah buat BPJS, tapi semua pribadi... ya...kalo untuk kesehatan mah ya enggak mahal. Kerana kita kan sering ngalami gangguan gitu. Jadi kita kan kepengen tau kita sakit apa enggak gitu ya. Segitu mah normal aja. Kan untuk kesehatan...” (P5) d. Sikap dokter yang terapeutik
53
Lima dari enam partisipan mengatakan tidak ada masalah dengan sikap petugas kesehatan. Salah satu partisipan yang berusia 29 tahun, memiliki 1 orang anak, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai ibu rumah tangga mengatakan bahwa dokter yang menanganinya memiliki sikap yang baik. Berikut perkataan partisipan tersebut : “...Ramah, bisa bantu, nyambung gitu...” (P5) e. Dukungan suami Dukungan orang terdekat merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan seorang perempuan usia produktif. Orang terdekat disini biasanya adalah suami dari partisipan. Tiga dari enam partisipan mengatan bahwa suaminya sangat mendukungnya untuk melakukan Pap smear. Dua dari enam partisipan juga mengungkapkan bahwa
suaminya
sering
mengingatkannya
untuk
melakukan
pemeriksaan kesehatan. Berikut beberapa kutipan ungkapan para partisipan : “...oh, dia (suami) sangat sangat setuju. Dia mendukung karna dia juga tau badan itu harus dirawat...” (P3) “...enggak papa. Malah kalo aku enggak ini, suka,”Ibu enggak checkup?,” gitu. Waktu akus akit malah dia yang nyuruh aku ke dokter terus. Malah aku yang rada-rada cuek gitu...” (P2)
Tema 6. Perasaan Perempuan Usia Reproduktif ketika Pap Smear Takut, malu, dan sakit adalah beberapa perasaan yang diungkapkan oleh para partisipan ketika melakukan pemeriksaan Pap smear. 1. Takut
54
Tiga dari enam partisipan mengungkapkan bahwa mereka merasa takut untuk melihat proses ketika Pap smear. Jadi yang dilakukan hanya pasrah dan berdoa agar selama pemeriksaan tidak terjadi apa-apa. Berikut kutipan ungkapan dari salah satu partisipan : “...itu juga takut ngeri ya...enggak liat prosesnya, takut...” (P5) 2. Malu Tiga dari enam pastisipan mengungkapan berbagai perasaan yang mereka rasakan selama proses Pap smear berlangsung. Perasaanperasaan tersebut seperti, malu, sungkan, tegang, cemas, waswas, dan grogi. Berikut ungkapan dari para partisipan tersebut : “...pertama, tegang. Karna belum pernah. Tegang lah...terus yang kedua yaaa...agak tegang juga. Namanya di rogoh ke dalem. Tapi enggak setegang yang awal, karna saya udah bisa bayangin. Yang ketiga tetep aja takut yang pertamanya...cowok sama cewek (dokter yang melakukan pemeriksaan) itu sih ya sebenernya sama aja sih. Cuma bedanya malu doang...” (P3) “...ya cemas ada gitu...ya emang sih pas kita mau di ini ya kayaknya rasa malu apa gimana (sambil tertawa)...” (P4) “...ya agak sedikit sungkan sih, malu juga. Tapi ya apa ya...demi kesehatan ya...malu. yaaa...risih sih, risih sedikit...” (P5) 3. Tidak takut dan malu Berbeda dengan tiga partisipan di atas, tiga partisipan lainnya mengungkapkan bahwa mereka tidak merasakan takut atau malu dengan alasan demi kesehatan. Berikut ungkapan dari salah satu partisipan yang berusia 49 tahun, memiliki 3 orang anak, pendidikan terakhir SMA, dan bekerja sebagai guru les piano : “...enggak malu sih. Saya mah enggak pernah malu. Orang buat kesehatan sih...enggak apa-apa sih...ya kan kita buat kesehatan enggak jadi masalah...” (P6)
55
4. Tidak merasakan apa-apa Tiga dari enam partisipan mengatakan tidak merasakan apa-apa ketika sedang dilakukan pemeriksaan Pap smear. Berikut ungkapan salah satu partisipan : “...enggak ngerasa apa-apa...paling cuman kita kena sosor bebeknya dingin, terus diginiin, terus udah...” (P1) 5. Sakit Sementara itu, tiga partisipan lainnya mengungkapkan bahwa mereka merasakan sakit dan ketidaknyamanan selama proses Pap smear berlangsung. Berikut ungkapan dari para partisipan tersebut : “...ininya pas dirogoh, pas ditariknya itu, sakit. Kalo udah keluar itu, semacem udah di tarik, udah ditarik, udah enggak. Pas ditarik, kayak dijepit kali, enggak ngerti saya. Kayaknya itu pake alat dijepit deh...” (P3) “...sakit sedikit sih. Sakit sih, tapi yah di...di...apa sih...di masukin ke tangan gitu aja sama dokternya sih. Itu juga takut ngeri ya...” (P5) “...pas dibuka kan sakit banget tu...orang sakit banget, aduuuuuh...udah ketahuan sakit, dibentak lagi. Duuuh enggak nyaman...” (P6)
Tema 7. Harapan Perempuan Usia Reproduktif terhadap Pelayanan Pap Smear Berbagai harapan dikemukakan oleh para partisipan untuk perbaikan pelayanan Pap smear, yaitu sikap dokter yang terapeutik, menginginkan adanya dokter perempuan, lebih menjaga privasi pasien, dan adanya penyuluhan mengenai kanker serviks dan Pap smear agar lebih banyak masyarakat yang mengetahui hal ini. Hanya dua dari enam partisipan yang mengungkapkan harapan mereka untuk perbaikan kulaitas Pap smear, sementara selebihnya mengatakan
56
bahwa kulitas Pap smear saat ini sudah baik dan tidak diperlukan perbaikan lagi. Berikut ungkapan dari dua partisipan tersebut : “...mungkin kalo menurut aku ya sebaiknya petugas itu lebih memahami lagi pasien ini tadi udah dari mana. Kayak aku disuruh ke lab, udah Pap smear hasilnya belum di bawa. Giliran disana ditanyain, disuruh jalan lagi, balik, ngambil lagi. Padahal udah ada yang nyuruh saya...dokter harus menjelaskan secara detail tentang kasus apa yang diderita pasien ya harus wajib kan...mbok ya ditutup...kayak sarung gitu, ditutup...aku biarpun dia perempuan, aku malu kalo suruh...waaah...” (P2) “...sebenernya Pap smear itu yang harus mungkin di angkat lagi, dalam arti biar ibu-ibu tau. Ya itu, penyuluhan lah ya namanya ya. Kalo bisa penyuluhan tu tentang Pap smear, bahayanya penyakit itu seperti apa. Terus yang kedua, kalo Pap smear itu kalo bisa perempuan dokternya supaya enggak segan-segan. Saya tu sebenernya kendalanya banyaknya orang tu segan aja sih, kalo laki-laki malu...” (P3)
BAB 5 PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai tema-tema yang terdapat dalam penelitian dan dikaitkan dengan teori-teori dan penelitian yang telah ada sebelumnya. A.
Interpretasi Hasil Penelitian Penelitian ini menemukan tujuh tema dan beberapa diantaranya juga terdapat sub tema dan kategori. Berikut penjelasan dan pembahasan secara rinci mengenai tema-tema yang ada :
Tema 1. Persepsi Perempuan Usia Reproduktif Mengenai Pap Smear Persepsi diartikan sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu; serapan; proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya
(Departemen
Pendidikan
Nasional,
2005).
Faktor
yang
mempengaruhi persepsi menurut Robbins (2003) adalah sebagai berikut: (1) faktor perilaku persepsi yang terdiri dari karakteristik pribadi seperti sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan, (2) faktor target yang terdiri dari hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang dan kedekatan. Karakteristik dalam target persepsi yang sedang di observasi dapat mempengaruhi apa saja yang dipersepsikan, dan (3) faktor dalam situasi meliputi waktu, keadaan kerja dan keadaan sosial. Persepsi dapat dibentuk dari harapan-harapan dan pengalaman. Individu menyadari, dapat mengerti tentang keadaan lingkungannya yang
57
58
ada di sekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang bersangkutan melalui persepsinya (Nuraeni, 2010). Partisipan pada penelitian ini memiliki persepsi bahwa Pap smear tidak perlu dilakukan ketika usia sudah tua, menjadi sakit ketika tidak Pap smear, dan menganggap bahwa lingkungan disekitarnya masih awam sehingga merasa tidak perlu memberitahukan informasi mengenai Pap smear kepada orang disekitarnya. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan di Peru mengenai kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh perempuan mengenai kanker serviks dan Pap smear menjelaskan bahwa banyak perempuan tidak mengetahui tujuan dari Pap smear, meskipun pengetahuan mengenai Pap smear lebih tinggi daripada pengetahuan mengenai kanker serviks. Tujuan Pap smear yang paling banyak dikemukakan oleh partisipan pada penelitian tersebut adalah untuk mendeteksi semua jenis penyakit atau infeksi vaginal dan hanya satu orang yang mengungkapkan bahwa tujuan dari Pap smear adalah untuk mendeteksi kanker serviks. Rata-rata perempuan yang hidup di area perkotaan menjelaskan saat mereka mendengar mengenai prosedur pemeriksaan, mereka tidak yakin apa itu dan tidak mengerti mengapa prosedur tersebut penting. Hal ini disebabkan karena tidak ada petugas kesehatan yang menjelaskan mengenai Pap smear kepada mereka dan mereka pun tidak pernah berkeinginan untuk bertanya (Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, & Cabrera, 2010). Berbagai penelitian menemukan bahwa kurangnya pengetahuan, khususnya mencakup tindakan pencegahan dan kesehatan seksual dan
59
reproduksi, menjadi hambatan utama untuk melakukan Pap smear (Bingham et.al, 2003, Hunter et.al, 2004, Winkler et.al, 2008 dalam (Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, & Cabrera, 2010), Gu, Chan, Twinn, 2010, Fylan, 1998, Twinn, Holroyd, Adab, 2006 dalam Yao et. al., 2013). Tingkat
pengetahuan
seseorang
mengenai
Pap
smear
tidak
sepenuhnya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, namun lebih dipengaruhi oleh paparan informasi yang diperolehnya (Octavia, 2013). Kurniawan, Asmika, & Sarwono (2008) juga menambahkan bahwa tingkat pengetahuan mengenai pemeriksaan Pap smear memiliki hubungan yang sangat kuat dengan informasi yang ada. Seorang perempuan yang lebih sering terpapar oleh media massa lebih banyak memiliki pengetahuan dibandingkan yang tidak terpapar media massa. Bagaimanapun, latar belakang pendidikan yang tinggi tanpa adanya keinginan untuk belajar tidak menjamin seseorang memiliki pengetahuan yang baik. Sebaliknya, seorang perempuan yang memiliki keinginan untuk belajar dan menambah pengetahuannya dengan cara mencari informasi, meskipun dirinya memiliki latar belakang pendidikan yang rendah, dapat memiliki pengetahuan yang baik mengenai suatu informasi. Penelitian yang dilakukan oleh Yao et. al. (2013) yang juga mendukung teori Health Belief Model mengemukakan bahwa pengetahuan perempuan mengenai kanker serviks memperlihatkan hubungan yang sangat jelas dengan partisipasi perempuan dalam melakukan skrining kanker serviks. Masih banyaknya persepsi yang salah di masyarakat dapat menimbulkan kurangnya kesadaran untuk melakukan deteksi dini kanker
60
serviks ini. Informasi yang didapatkan dari perempuan yang sudah pernah Pap smear juga merupakan hal yang penting sehingga tidak menimbulkan angapan-anggapan yang tidak benar pada perempuan yang belum pernah melakukan Pap smear.
Tema 2. Persepsi Perempuan Usia Reproduktif Mengenai Kanker Serviks Penyebab utama terjadinya kanker serviks adalah HPV (Human Papillomavirus) (Nurwijaya, Andrijono, & Suheimi, 2012). Hasil penelitian ini para partisipan mempersepsikan penyebab kanker serviks secara umum seperti karena mikroorganisme dan karena gaya hidup yang kurang baik. Namun ketika ditanyakan kembali mikroorganisme jenis apa yang dapat menyebabkan kanker serviks, para partisipan hanya menjawab tidak tahu. Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, & Cabrera (2010) menuliskan dalam penelitiannya bahwa banyak perempuan yang tidak mengetahui apa penyebab kanker serviks dan tidak mengetahui hubungan antara kanker serviks dan HPV. Perempuan tidak cukup paham mengenai kanker serviks dan Pap smear. Selain itu, sedikit sekali perempuan yang mengetahui bahwa kanker serviks dapat disembuhkan. Hal inilah yang membuat beberapa perempuan merasa tidak perlu melakukan pemeriksaan untuk penyakit yang mereka anggap tidak dapat disembuhkan. Penelitian yang dilakukan di Inggris oleh Waller, McCaffery, Nazroo, & Wardle (2005) menyebutkan bahwa banyak perempuan tidak mengetahui bahwa kanker serviks berhubungan dengan seksualitas dan merasa terkejut
61
ketika mengetahui bahwa kanker serviks dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Persepsi perempuan usia repsroduktif mengenai kanker serviks masih harus diperbaiki lagi. Perlu adanya edukasi dan promosi kesehatan mengenai penyebab kanker serviks dan proses terjadinya kanker serviks sehingga perempuan menjadi lebih mengerti lagi akan pentingnya pencegahan kanker serviks.
Tema 3. Sumber Informasi yang Didapatkan Perempuan Usia Reproduktif mengenai Pap Smear Partisipan pada penelitian ini mengungkapkan bahwa mereka mendapatkan informasi mengenai Pap smear melalui media massa, hubungan interpersonal yang mereka miliki dan ada pula yang mendapatkan informasi mengenai Pap smear secara kebetulan dari petugas kesehatan ketika mereka berkunjung ke rumah sakit. Media massa dan teman merupakan hal yang banyak dikemukakan para partisipan sebagai sumber informasi yang diterima. Majunya teknologi akan menimbulkan tersedianya bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang berbagai informasi baru. Sebagai sarana komunikasi dan pemberi informasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan,
dan
lain-lain
mempunyai
pengaruh
besar
terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Media massa juga membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan
62
tindakan seseorang untuk melakukan sesuatu (Notoatmojo, 2007). Informasi mengenai kanker serviks dan Pap smear lebih mudah disebarkan melalui media massa daripada media lainnya seperti teman ke teman atau melalui tenaga kesehatan. Yao et. al. (2013) mengungkapkan bahwa informasi yang akurat mengenai kanker serviks harus diadakan sehingga perempuan bisa mendapatkan pengetahuan mengenai kanker serviks, khususnya faktor risiko, metode skrining, perawatan dan yang terpenting adalah skrining umum untuk deteksi dini. Penyedia layanan kesehatan, yang mewakili sumber informasi kesehatan terbesar, harus memberikan pengaruh yang besar tehadap perilaku skrining perempuan, yang mana bisa dilakukan dengan cara memberitahukan kepada pelayanan kesehatan di komunitas dan penyedia layanan kesehatan lain bahwa komponen yang sangat penting adalah menaikkan kesadaran perempuan untuk melakukan skrining kanker serviks. Soneji & Fukui (2013) menambahkan bahwa petugas kesehatan bisa menjadi pengaruh yang sangat besar terhadap pengambilan keputusan terhadap pelayanan kesehatan yang akan pasien kunjungi dan mungkin menjadi lebih efektif dengan mendeteksi kurangnya pengetahuan dan hambatan kultural yang ada, seperti malu, takut akan sakit, dan hubungan antara HPV dan kanker serviks. Ketika ditanyakan siapa orang yang paling berpengaruh untuk memberikan informasi kesehatan, perempuan memberikan jawaban yang bermacam-macam. Petugas kesehatan adalah yang paling banyak dipilih, disusul oleh selebritis lokal maupun mancanegara, teman atau kerabat,
63
spesialis dari luar negeri, dokter pengobatan herbal, dan psikolog. Ketika topik gender didiskusikan, sebagian besar perempuan mengatakan lebih suka datang bila fasilitatornya adalah seorang perempuan juga, hal ini dikarenakan perempuan akan cenderung merasa lebih nyaman jika mendengarkan dari seorang perempuan juga (Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, & Cabrera, 2010). Informasi mengenai Pap smear dan kanker serviks dapat diberikan melalui berbagai sumber. Bisa melalui media massa, teman ke teman, maupun dari tenaga kesehatan. Informasi mengenai kesehatan reproduksi yang berasal dari petugas kesehatan merupakan informasi yang paling baik diterima oleh perempuan karena sudah pasti informasi yang diberikan benar dan terhindar dari opini yang tidak benar.
Tema 4. Hambatan Perempuan Usia Reproduktif untuk Melakukan Pap Smear Faktor penghambat perilaku Pap smear pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu petugas kesehatan yang tidak terapeutik dan sistem pelayanan
kesehatan
yang
berbelit-belit.
Sebagian
partisipan
mengungkapkan bahwa petugas kesehatan yang kurang ramah membuat mereka merasa tidak nyaman kembali ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan Pap smear. Selain itu, sistem pelayanan kesehatan yang berbelit-belit membuat mereka malas untuk melakukan pemeriksaan dikarenakan banyak menghabiskan waktu ketika menunggu akan diperiksa.
64
Faktor penghambat dalam sistem pelayanan kesehatan yang berbelitbelit juga dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh Kivistik, Lang, Baili, Anttila, & Veerus (2011) bahwa perempuan yang hidup di area perkotaan mengemukakan tidak cocoknya waktu perjanjian dengan tenaga kesehatan
dan
terlalu
lamanya
waktu
mengantri,
yang
mana
mengindikasikan bahwa keadaan pelayanan kesehatan di daerah urban tidak cukup baik. Pelcastre-Villafuerte, Tirado-Gómez, Mohar-Betancourt, & López-Cervantes (2007) juga mengemukakan hal yang sama bahwa ratarata perempuan menunda untuk berkunjung ke dokter karena lamanya waktu mengantri dan saat mereka memutuskan untuk datang ke pelayanan kesehatan mungkin penyakit yang diderita sudah parah atau terlambat. Kurangnya komunikasi yang berdasarkan patient-centered adalah jawaban umum yang dilontarkan perempuan ketika ditanya apakah yang membuat seorang perempuan tidak percaya kepada petugas kesehatan atau sistem pelayanan kesehatan yang ada. Kurangnya komunikasi yang berdasarkan patient-centered dideskripsikan dalam beberapa macam, termasuk bahwa petugas kesehatan tidak menjadi pendengar yang yang baik atau cenderung terburu-buru dalam melakukan pemeriksaan, menjelaskan diagnosa, dan menjawab pertanyaan. Persepsi mengenai kurang baiknya pelayanan kesehatan yang tersedia menjadi hal yang paling menentukan bagi seorang perempuan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan (McAlearney, et al., 2012). Kemampuan petugas kesehatan dalam berkomunikasi dengan pasien—dalam hubungan saling percaya—adalah
65
karakteristik utama dalam melakukan tindakan pemeriksaan kesehatan (Kim, et al., 2012). Sebuah penelitian di China yang dilakukan oleh Yao, et al. (2013) menyebutkan ada tujuh jawaban paling banyak yang dikemukakan oleh perempuan yang tidak ingin melakukan Pap smear, yaitu takut jika ternyata terdiagnosa penyakit, tidak da keluhan atau ketidaknyamanan, tidak mengetahui keuntungan dati deteksi dini kanker serviks, takut ditipu, takut merasakan sakit selama pemeriksaan, menganggap bahwa kanker serviks tidak bisa diobati walaupun sudah sering melakukan deteksi dini, dan suami yang tidak mengizinkan untuk melakukan deteksi dini kanker serviks. Studi yang dilakukan di Jamaica yang dilakukan oleh Ncube, Bey, Knight, Bessler, & Jolly (2015) juga menemukan faktor-faktor yang menghambat seorang perempuan untuk melakukan Pap smear, yaitu kurangnya informasi, takut ketika pemeriksaan, butuh banyak waktu dengan petugas kesehatan, dan takut dengan hasil Pap smear. Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan harus dilakukan agar perempuan yang telah melakukan Pap smear akan kembali lagi melakukan pemeriksaan selanjutnya. Komunikasi terapeutik dari petugas kesehatan juga menjadi salah satu hambatan bagi perempuan sehingga perlu adanya perbaikan.
Tema 5. Pendukung Perempuan Usia Reproduktif dalam melakukan Pap Smear
66
Hasil penelitian ini menemukan bahwa dukungan suami termasuk dalam faktor pendukung seorang perempuan untuk melakukan Pap smear. Berbeda dengan hasil penelitian ini, penelitian yang dilakukan oleh William & Amoateng (2012) di Ghana mengenai pengetahuan dan kepercayaan para suami mengenai kanker serviks, kebanyakan laki-laki merasa tidak nyaman bila mengetahui istri mereka melakukan pemeriksaan Pap smear dengan dokter laki-laki. Dengan pengecualian ketika akan melahirkan, seorang lakilaki menganggap bahwa merupakan hal yang tabu bagi laki-laki lain, termasuk dokter, untuk melihat bagian intim dari istri orang lain. Ada partisipan yang mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah menceritakan atau meminta izin kepada suaminya untuk melakukan pemeriksaan Pap smear. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Thorburn, Kue, Keon, & Zukoski (2012) di Amerika Serikat mengungkapkan hal yang sama bahwa perempuan suku Hispanic tidak pernah mengungkapkan keputusannya untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dan memilih keputusa secara mandiri. Ini mengindikasikan bahwa pengambilan keputusan perempuan suku Hispanic dipengaruhi oleh dimensi dari perpindahan, akulturasi, tingginya pendidikan, dan kemandirian perempuan. Faktor yang berhubungan dengan sosial, seperti dukungan sosial dan/atau emosional yang perempuan terima dari orang terdekatnya, keluarga, atau teman-teman mungkin mempengaruhi perilaku pencegahan terhadap kanker serviks (Bingham et.al. & Winkler et. al. dalam (PazSoldan, Nussbaum, Bayer, & Cabrera, 2010).
67
Hasil penelitian ini menemukan bahwa para partisipan merasa sistem jaminan kesehatan dari pemerintah sangat membantu mereka ketika akan melakukan pemeriksaan kesehatan. Hal ini membuktikan bahwa masalah biaya masih menjadi suatu hambatan yang dirasakan oleh sebagian partisipan penelitian ini sehingga tanpa adanya sistem jaminan kesehatan, para partisipan menjadi enggan untuk melakukan pemeriksaan Pap smear. Namun, penelitian yang dilakukan oleh Williams & Amoateng (2012) yang meneliti mengenai pengetahuan dan kepercayaan mengenai deteksi dini kanker serviks pada laki-laki atau para suami di Ghana menemukan bahwa para suami merasa keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk membiayai istrinya melakukan pemeriksaan Pap smear. Beberapa partisipan pada penelitian tersebut menyatakan bahwa biaya yang harus dikeluarkan untuk skrining kanker serviks menjadi hambatan terbesar yang mencegah mereka mendukung istri-istri mereka untuk mendapatkan skrining. Penelitian yang dilakukan oleh Soneji & Fukui (2013) menyebutkan bahwa jumlah penghasilan yang besar meningkatkan kemungkinan untuk melakukan Pap smear. Perempuan dengan penghasilan yang besar mungkin memiliki lebih banyak pengalaman dan kesempatan untuk melakukan pemeriksaan Pap smear dengan dokter pribadi, dan menghadapi lebih sedikit hambatan, termasuk transportasi dan keperluan lainnya. Dukungan orang-orang terdekat merupakan salah satu faktor pendukung bagi perempuan. selain dukungan dari orang-orang terdekat,
68
jaminan kesehatan dari pemerintah juga merupakan dukungan yang penting bagi seorang perempuan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan.
Tema 6. Perasaan Perempuan Usia Reproduktif mengenai Pemeriksaan Pap Smear Hasil penelitian ini juga mengungkapkan perasaan para partisipan ketika melakukan pemeriksaan Pap smear. Perasaannya antara lain takut, malu, tegang, sakit, waswas, grogi, dan berbagai emosi lainnya. Namun ada juga beberapa partisipan yang tidak merasakan apa-apa, tidak malu, tidak takut, dan tidak merasakan sakit apapun. Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, & Cabrera (2010) menyebutkan bahwa malu dan takut sejauh ini adalah hambatan yang paling umum untuk melakukan Pap smear. Perempuan mendeskripsikan malu ketika membuka pakaian di depan orang lain, atau di depan petugas kesehatan, atau memperlihatkan area genital mereka pada petugas kesehatan. Malu umumnya adalah hal yang dikemukakan oleh perempuan yang masih berusia muda. Perempuan juga mengatakan merasakan ketidaknyamanan dengan petugas kesehatan lawan jenis sebagai sumber rasa malu mereka. Sebagian
perempuan
merasa
menyalahi
norma
kesopanan
jika
memperlihatkan atau membiarkan petugas kesehatan lawan jenis menyentuh area genital mereka. Informasi yang salah atau cerita-cerita menakutkan yang diceritakan oleh lingkungan sosial seorang perempuan mengenai pengalaman nyeri ketika melakukan Pap smear juga bisa menjadi hambatan bagi seorang perempuan unutk melakukan Pap smear.
69
Perasaan khawatir akan terdiagnosa suatu penyakit, tidak adanya keluhan dan ketidaknyamanan, dan tidak mengetahui keuntungan dari skrining kanker serviks merupakan tiga alasan terbanyak seorang perempuan menolak untuk melakukan skrining. Perempuan yang berusia kurang dari 45 tahun atau memiliki sedikit penghasilan, riwayat penyakit kanker dalam keluarga, jenjang pendidikan yang tinggi, pengetahuan yang baik dan sedikitnya hambatan yang ditemui merupakan beberapa hal yang yang membuat seorang perempuan bersedia untuk berpartisipasi dalam skrining dibandingkan dengan perempuan yang tidak memiliki karakteristik tersebut (Yao, et al., 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Lyimo dan Beran (2012) di Tanzania mengungkapkan bahwa perempuan yang tidak pemilih dalam menentukan jenis kelamin petugas kesehatan yang memeriksanya kemungkinan besar lebih sering melakukan skrining daripada yang lebih suka diperiksa dengan petugas kesehatan yang berjenis kelamin perempuan. Jadi, perempuan yang lebih suka diperiksa oleh petugas kesehatan perempuan menjamin bahwa mereka bersungguh-sungguh untuk melakukan skrining. Perempuan yang merasa malu melakukan pemeriksaan mungkin kurang menjadi enggan melakukan skrining. Mungkin rasa malu memperlihatkan bagian tubuh pribadi lebih sedikit kepada petugas kesehatan perempuan daripada petugas kesehatan laki-laki. Selain itu, kemungkinan skrining lebih tinggi pada perempuan yang tidak percaya bahwa pemeriksaannya sakit. Mungkin mereka lebih bisa menahan rasa ketidaknyamanan fisik ketika sedang dilakukan prosedur.
70
Banyak perempuan yang merasakan sakit dan merasa tidak nyaman ketika melakukan Pap smear. Mereka merasakan ketidaknyaman fisik yang berasal dari kasarnya sikap petugas kesehatan dan tidak tepatnya ukuran spekulum ketika dilakukan prosedur. Perempuan biasanya merasakan emosi yang kurang baik selama pemeriksaan, seperti takut, malu, dan marah. Beberapa mengatakan merasa trauma dan tersakiti ketika melakukan pemeriksaan Pap smear. Ada pula yang mengungkapkan bahwa tingkat kebersihan di ruang pemeriksaan sangat jauh dari standar kesehatan yang seharusnya ada. Mereka juga merasa tidak adanya privasi selama pemeriksaan (Magee, Hult, Turalba, & McMillan, 2005). Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, & Cabrera (2010) menambahkan beberapa perempuan yang pernah mendengar mengenai Pap smear dan mereka mengetahui bahwa mereka harus melakukan Pap smear setelah menjadi seorang seksual yang, rasa takut dan malu yang mereka milikilah yang menghalangi mereka untuk melakukan pemeriksaan. Malu dan takut merupakan hal yang paling umum dialami oleh seorang perempuan ketika prosedur Pap smear sedang dilakukan. Meskipun dokter perempuan yang melakukan pemeriksaan, masih ada perempuan yang merasa malu dan takut. Perlu diadakan penyuluhan terlebih dahulu agar perempuan tidak merasakan takut dan merasa tenang ketika sedang dilakukan prosedur Pap smear.
Tema 7. Harapan Perempuan Usia Reproduktif terhadap Pelayanan Pap Smear
71
Harapan yang dimiliki oleh para partisipan dalam penelitian ini bermacam-macam.
Salah
satu
partisipan
dalam
penelitian
ini
mengungkapkan harapannya agar dokter lebih bisa menjelaskan secara detail mengenai penyakit pasien, apa yang harus dilakukan pasien dan pilihan apa yang bisa diambil oleh pasien. Seperti yang dikemukakan pada penelitian Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, & Cabrera (2010) bahwa wanita merasakan banyak ketidaknyaman selama proses pemeriksaan berlangsung, seperti kurangnya kerahasiaan dan privasi dan rasa malu dikarenakan ada orang yang melihat (termasuk petugas kesehatan) atau mendengar mereka. Masalah ini bisa ditangani dengan cara mengadakan pelatihan kepada para petugas kesehatan agar lebih menghargai privasi perempuan dan mengurangi rasa malu mereka. Pelatihan ini bisa diadakan di rumah sakit, di universitas bagi dokter, perawat, maupun bidan. Paz-Soldan, Nussbaum, Bayer, & Cabrera (2011) menjelaskan dalam penelitiannya mengenai salah satu cara agar pendidikan kesehatan mengenai kanker serviks dan pencegahannya bisa sampai ke pasien dengan baik tanpa usaha yang besar, yaitu dengan cara menyediakan selebaran yang dibagikan atau menyalakan video mengenai kanker serviks dan Pap smear di ruang tunggu pasien. Jadi, walaupun tidak ingin melihat, para perempuan yang duduk menunggu di ruang tunggu dapat mendengarkan dan membuat mereka lebih tertarik dan sadar untuk melakukan deteksi dini kanker serviks. Harapan-harapan yang dimiliki oleh seorang perempuan untuk perbaikan kualitas Pap smear merupakan hal perlu diperhatikan oleh petugas
72
kesehatan agar kualitas pelayanan kesehatan yang ada menjadi semakin baik dan perempuan menjadi lebih tertarik untuk melakukan pemeriksaan Pap smear.
B.
Keterbatasan Penelitian Terdapat berbagai keterbatasan penelitian selama penelitian ini berlangsung. Keterbatasan tersebut antara lain : 1. Pemilihan partisipan menggunakan teknik convenience sampling sehingga kurang obyektif dan hanya berdasarkan azas kemudahan bagi peneliti tanpa memandang calon partisipan lainnya yang mungkin memiliki pengalaman yang lebih baik. 2. Domisili dari para partisipan tidak tersebar di berbagai wilayah di Kabupaten Tangerang, namun hanya berkisar di lima daerah. Hal ini dikarenakan data yang diberikan oleh pihak RSUD Kabupaten Tangerang hanya di beberapa daerah tersebut dan sisanya tidak dapat ditemukan alamat dari para calon partisipan. 3. Jenjang pendidikan terakhir dari partisipan juga masih kurang beragam. Seharusnya terdiri dari beragam jenjang pendidikan dari SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Namun pada penelitian ini, pendidikan terakhir partisian hanya SMA dan perguruan tinggi.
.
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman perempuan usia reproduktif dalam upaya deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear. Terdapat tujuh tema yang teridentifikasi pada penelitian ini yang dihasilkan dari wawancara yang dilakukan kepada para partisipan.
A.
Kesimpulan Para partisipan mendeskripsikan pengertian Pap smear secara umum, seperti untuk pemeriksaan organ kewanitaan, pemeriksaan kanker serviks, dan ada partisipan yang menjawab tidak tahu. Manfaat Pap smear adalah untuk mendeteksi adanya sel kanker dikemukakan oleh sebagian partisipan sedangkan yang lain hanya menjawab untuk mendeteksi kelainan pada organ kewanitaan dan untuk mencegah penyakit. Pemahaman mengenai kanker serviks meliputi pengertian, penyebab, dan pencegahan. Para partisipan mengungkapkan kanker serviks disebabkan oleh adanya mikroorganisme pada daerah kewanitaaan namun masih kurang paham organisme jenis apa yang dapat menyebabkan kanker serviks. Cara pencegahan kanker serviks yang diungkapkan oleh para partisipan meliputi memperbaiki gaya hidup yang kurang baik dan lebih menjaga kebersihan di area kewanitaan.
73
74
Sumber informasi dari tenaga kesehatan merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Para partisipan mendapatkan informasi dari berbagai sumber, seperti media massa, penyuluhan kesehatan, dan dari teman atau kerabat. Sumber informasi yang didapatkan perempuan usis reproduktif dapat dijadikan sebagai faktor pendukung dalam melakukan Pap smear. Selain sumber informasi ini, terdapat faktor pendukung lain yang membuat seorang perempuan ingin melakukan Pap smear, yaitu sistem jaminan kesehatan yang ada, biaya yang gratis, cukupnya biaya yang dimiliki, sikap dokter terapeutik, dan dukungan suami. Selain faktor pendukung, terdapat faktorfaktor yang menghambat perempuan usia reproduktif dalam melakukan deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear, diantaranya yaitu petugas tidak terapeutik dan sistem pelayanan kesehatan yang berbelit-belit. Malu dan takut merupakan hal yang membuat seorang perempuan enggan untuk melakukan Pap smear. Mereka merasa bahwa merupakan hal yang tabu jika organ reproduksinya diperlihatkan kepada dokter laki-laki. Takut jika ternyata dirinya terdeteksi memiliki penyakit kanker adalah alasan selanjutnya mengapa perempuan tidak ingin melakukan Pap smear. Padahal akan lebih baik jika kanker serviks ini terdetksi semakin dini, maka harapan agar sembuh menjadi lebih banyak. Perasaan perempuan usia reproduktif ketika melakukan Pap smear sangat beragam, seperti takut, malu, semas, waswas, dan grogi. Sebagian partisipan merasakan sakit ketika dilakukan prosedur Pap smear dan sebagian lagi tidak merasakan apa-apa.
75
Perempuan usia reproduktif mengungkapkan beberapa harapan agar kualitas Pap smear di masa depan menjadi lebih baik, seperti sikap petugas kesehatan yang lebih ramah dan terapeutik, adanya dokter perempuan yang khusus untuk melakukan Pap smear, lebih terjaganya privasi, dan adanya penyuluhan atau promosi kesehatan bagi yang belum paham mengenai Pap smear agar lebih tertarik untuk melakukan deteksi dini kanker serviks.
B.
Saran 1. Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi mengenai pengalaman perempuan usia reproduktif yang sudah pernah melakukan Pap smear sehingga para petugas kesehatan bisa lebih memperbaiki kualitas Pap smear yang sudah ada dan membuat para perempuan lebih tertarik lagi untuk melakukan Pap smear. Promosi kesehatan mungkin bisa lebih digalakkan lagi melalui media-media yang mudah di lihat sehingga pengetahuan perempuan mengenai kanker serviks dan Pap smear menjadi lebih baik. Selain melalui media massa, pemerintah juga bisa melakukan promosi kesehatan di perkumpulan-perkumpulan ibuibu PKK atau perkumpulan di masing-masing RT sehingga kesadaran perempuan usia reproduktif akan pentingnya deteksi dini kanker serviks menjadi lebih baik. Promosi kesehatan juga dapat dilakukan kepada semua perempuan yang datang ke poli kebidanan. Promosi dapat dilakukan melalui televisi maupun pengeras suara yang terdapat di ruang tunggu poli. Promosi
76
kesehatan juga dapat dilakukan oleh petugas kesehatan kepada para pengunjung poli kebidanan. Selain adanya promosi kesehatan di berbagai setting masyarakat, adanya pemeriksaan kesehatan gratis juga dapat menjadi kesempatan agar perempuan menjadi lebih tertarik lagi untuk melakukan Pap smear. Petugas kesehatan di pelayanan kesehatan juga harus diberikan pelatihan mengenai sikap terapeutik sehingga perempuan yang melakukan Pap smear menjadi lebih nyaman dan secara rutin ingin melakukan pemeriksaan Pap smear 2. Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian keperawatan selanjutnya mengenai kanker serviks dan Pap smear karena masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penelitian ini. 3. Penelitian Selanjutnya Penelitian yang harus dilakukan kedepannya antara lain perlu adanya pengkajian mengapa perempuan enggan melakukan untuk melakukan Pap smear dan bagaimana cara menanggulangi keengganan tersebut. 4. Perempuan Usia Reproduktif Setelah membaca penelitian ini, diharapkan perempuan akan semakin tertarik untuk melakukan Pap smear dan akan timbul kesadaran yang lebih baik akan pentingnya deteksi dini kanker serviks terutama melalui Pap smear.
DAFTAR PUSTAKA
Afiyanti, Y., & Rachmawati, I. N. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan (1st ed.). Jakarta: RajaGrafindo Persada. Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, I. (2008). Panduan Pelayanan Medik : Model Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC. Behrman, R. E., Kliegman, R. M., & Arvin, A. M. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson (15th ed., Vol. II). Jakarta: EGC. Center for Disease Control (CDC). (t.thn.). Dipetik November 12, 2014, dari http://www.cdc.gov/cancer/cervical/pdf/cc_basic.pdf Clamisao, C. C., Brenna, S. M., Lombardelli, K. V., Djahjah, M. C., & Zeferino, L. C. (2007). Magnetic Resonance Imaging In The Staging Of Cervical Cancer. Radiologia Brasileira, III(40), 207-215. Danim, S. (2003). Riset Keperawatan : Sejarah dan Metodologi. Jakarta: EGC. Djojodibroto, R. D. (2009). Respiration : Respiratory Medicine. Jakarta: EGC. Effendy, N. (1998). Dasar - Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat (2nd ed.). Jakarta: EGC. Gomez, D. T., & Santos, J. L. (2007). Human Papilomavirus Infection and Cervical Cancer: Pathogenesis and Epidemiology. Communicating Current Research and Educational Topics and Trends in Applied Microbiology, 680-688. Gulo, W. (2000). Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo. Handayani, L., Suharmiati, & Ayuningtyas, A. (2012). Menaklukkan Kanker Serviks dan Kanker Payudara dengan Tiga Terapi Alami : Terapi Herbal, Terapi Jus & Terapi Diet. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Hawkins, J. W., Roberto-Nichols, D. M., & Stanley-Haney, J. L. (2012). Guidelines for Nurse Practitioners in Gynecologic Setting (10th ed.). New York: Springer Publishing Company. Hegner, B. R., & Caldwell, E. (2003). Asisten Keperawatan : Suatu Proses Pendekatan Keperawatan (6th ed.). Jakarta: EGC.
77
78
Hermawan, A. (2010). Penelitian Bisnis : Paradigma Kuantitatif. Jakarta: Grasindo. Hoffman, B. L., Schorge, J. O., Schaffer, J. J., Halvorson, L. M., Bradshaw, K. D., & Cunningham, F. G. (2012). Williams Gynecology (2nd ed.). United States: McGraw-Hill. Hong, Y., Zhang, C., Li, X., Lin, D., & Liu, Y. (2013). HPV and cervical cancer related knowledge, awareness and testing behaviors in a community sample of female sex workers in China. BMC Public Health, 13(696). HPV Information Centre. (2014). Human Papillomavirus and Related Disease Report : INDONESIA. Barcelona: ICO Information Centre on HPV and Cancer (HPV Information Centre). Iswari, Y. (2011). Analisis Faktor Risiko Kejadian Diare pada Anak dibawah Usia 2 Tahun di RSUD Koja Jakarta (Tesis). Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Jhpiego. (2005). Cervical Cancer Prevention : Guidelines for Low-Resource Setting. Maryland, USA: John Hopkins University. Jhpiego. (2006). Preventing Cervical Cancer in Low-Resource Settings : From Research to Practice. Maryland: John Hopkins University. Jhpiego. (2014). Cervical Cancer Prevention in Low-Resource Setting. John Hopkins University. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Promosi Kesehatan di Daerah Bermasalah Kesehatan : Panduan bagi Petugas Kesehatan di Puskesmas . Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Kemenkes RI. Kim, Y. M., Ati, A., Kols, A., Lambe, F. M., Soetikno, D., Wysong, M., et al. (2012). Influencing Women’s Actions on Cervical Cancer Screening and Treatment in Karawang District, Indonesia. Asian Pacific J Cancer Prev, 13, 2913-2921. Kivistik, A., Lang, K., Baili, P., Anttila, A., & Veerus, P. (2011). Women’s Knowledge about Cervical Cancer Risk Factors, Screening, and Reasons for Non-Participation in Cervical Cancer Screening Programme in Estonia. BioMed Central. Kurniawan, B., Asmika, & Sarwono, I. (2008). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Partisipasi pada Pemeriksaan Pap Smear pada Wanita Pekerja Seks Komersial. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 24(3), 126-134.
79
Kuswarno, E. (2009). Metodologi Penelitian Komunikasi : Fenomenologi : Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjaran. Lyimo, F. S., & Beran, T. N. (2012). Demographic, knowledge, attitudinal, and accessibility factors associated with uptake of cervical cancer screening among women in a rural district of Tanzania: Three public policy implications. BioMed Central Public Health. Maar, M., Burchell, A., Little, J., Ogilvie, G., Severini, A., Yang, J. M., et al. (2013, September 1). A Qualitative Study of Provider Perspectives of Structural Barriers to Cervical Cancer Screening Among First Nations Women. PubMed Central Canada, 23(5), e319-e325. Magee, C. G., Hult, J. R., Turalba, R., & McMillan, S. (2005, October). Preventive Care for Women in Prison: A Qualitative Community Health Assessment of the Papanicolaou Test and Follow-Up Treatment at a California State Women’s Prison. American Journal of Public Health, 95(10), 1712-1717. Manuaba, I. B., Manuaba, I. B., & Manuaba, I. B. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita (2nd ed.). Jakarta: EGC. Manuaba, I. C., Manuaba, I. G., & Manuaba, I. G. (2009). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita (2nd ed.). Jakarta: EGC. Mayoclinic. (t.thn.). Dipetik December 13, http://www.mayoclinic.org/diseases-condition/cervicalcancer/basics/definition/con-20030522
2014,
dari
Mayoclinic. (t.thn.). Dipetik December http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/papsmear/basics/definition/prc-20013038
2014,
dari
2,
McAlearney, A. S., Oliveri, J. M., Post, D. M., Song, P. H., Jacobs, E., Waibel, J., et al. (2012, January). Trust and Distrust Among Appalachian Women Regarding Cervical Cancer Screening: A Qualitative Study. Patient Educ Couns, 86(1), 120-126. Moleong, L. J. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif (Revisi ed.). Bandung: Remaja Rosdakarya. Mosavel, M., Simon, C., Oakar, C., & Meyer, S. (2009). Cervical Cancer Attitudes and Beliefs—A Cape Town Community Responds on World Cancer Day. J Cancer Educ, 2(24), 114-119.
80
National Health Service (NHS) United Kingdom. (t.thn.). Dipetik December 14, 2014, dari http://www.nhs.uk/Conditions/Cancer-of-thecervix/Pages/Prevention.aspx Ncube, B., Bey, A., Knight, J., Bessler, P., & Jolly, P. E. (2015, Maret). Factors Associated with the Uptake of Cervical Cancer Screening Among Women in Portland, Jamaica. N Am J Med Sci, 7(3), 104-113. Nuraeni, N. (2010). Persepsi dan Harapan Perempuan dengan Kanker Serviks Terhadap Asuhan Keperawatan Spiritual di RSUP Dr. Sadikin Bandung: Studi Fenomenologi (Tesis). Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. Nuranna, L., Aziz, M. F., Cornain, S., Purwoto, G., Purbadi, S., Budiningsih, S., et al. (2012, May 22). Cervical Cancer Prevention Program in Jakarta : See and Treat Model in Developing Country. Journal of Gynecologic Oncology, 23(3), 147-152. Nurwijaya, H., Andrijono, & Suheimi. (2012). Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta: Elex Media Komputindo. Octavia, C. (2009). Gambaran Pengetahuan Ibu Mengenai Pemeriksaan Pap Smear di Kelurahan Petisah Tengah Tahun 2009. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Paz-Soldan, V. A., Nussbaum, L., Bayer, M. A., & Cabrera, L. (2010). Low Knowledge of Cervical Cancer and Cervical Pap Smears Among Women in Peru, and Their Ideas of How This Could be Improved. Int Q Community Health Educ, 31(3), 245-263. Pelcastre-Villafuerte, B. E., Tirado-Gómez, L. L., Mohar-Betancourt, A., & López-Cervantes, M. (2007, March 1). Cervical Cancer: A Qualitative Study on Subjectivity, Family, Gender and Health Services. PubMed Central, 4(2). Pender, N. J. (1982). The Health Promotion Model. University of Michigan. Polit, F. D., & Beck, T. C. (2010). Generalization in Quantitative and Qualitative Research: Myths and Strategies. International Journal of Nursing Studies, 47, 1451-1458. Pujileksono, S. (2015). Metode Penelitian Komunikasi: Kualitatif. Malang: Intrans Publishing. Rasjidi, I. (2008). Manual Histerektomi. Jakarta: EGC.
81
Rasjidi, I. (2010). 100 Questions & Answers : Kanker pada Wanita. Jakarta: Elex Media Komputindo. Schwab, M. (Penyunt.). (2011). Encyclopedia of Cancer (3rd ed.). London: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Soemardji, W. M., Wagey, F. W., & Laihad, B. J. (2012, April). Factors Influencing the Knowledge Level of Pap Smear Examination in Cervical Cancer Patients. Indonesian Journal Obstetry and Gynecology, 36(2), 6165. Soneji, S., & Fukui, N. (2013, March). Socioeconomic Determinants of Cervical Cancer Screening in Latin America. Rev Panam Salud Publica, 33(3), 174-182. Spencer, J. V. (2007). Deadly Diseases and Epidemics : Cervical Cancer. New York: Infobase Publishing. Subagja, H. P. (2014). Waspada!!! Kanker-Kanker Ganas Pembunuh Wanita. Yogyakarta: FlashBooks. Swartz, M. H. (1995). Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: EGC. Thorburn, S., Kue, J., Keon, K. L., & Zukoski, A. (2012, Desember 4). “We don’t talk about it” and other interpersonal influences on Hmong women’s breast and cervical cancer screening decisions. Health Education Research, 28(5), 760-771. Utari, R. (2015). BPPK. Dipetik September 30, 2015, dari Departemen Keuangan: http://www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/attachments Velde, C. v., Bosman, F., & Wagener, D. T. (1996). Onkologi (5th ed.). Leiden: Stafleu. Waller, J., McCaffery, K., Nazroo, J., & Wardle, J. (2005). Making sense of information about HPV in cervical screening: a qualitative study. British Journal of Cancer, 92, 265-270. WHO Regional Office for South-East Asia. (2011). Cancer Fact Sheet. WHO Regional Office for South-East Asia. Wijayakusuma, H. (2008). Atasi Kanker dengan Tanaman Obat. Jakarta: Puspa Swara. Wijayakusuma, H. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda.
82
Williams, M. S., & Amoateng, P. (2012, September). Knowledge and Beliefs About Cervical Cancer Screening Among Men in Kumasi, Ghana. Ghana Medical Journal, 46(3), 147-152. World Health Organization. (2007). Cancer control : Knowledge into Action : WHO Guide for Effective Programmes : Early Detection ; module 3. Geneva: WHO Press. World Health Organization. (2013). WHO Guidance Note : Comprehensive Cervical Cancer Prevention and Control : A Healthier Future for Girls And Women. Geneva: WHO Press. World Health Organization. (2013). WHO Guidelines for Screening and Treatment Precancerous Lesions for Cervical Cancer Prevention. Geneva: WHO Press. Yao, J., Li, S., Yang, R., Zhou, H., Xiang, Q., Hu, T., et al. (2013, July 2). Knowledge about Cervical Cancer and Barriers of Screening Program among Women in Wufeng County, a High-Incidence Region of Cervical Cancer in China. PLoS ONE, 8(7), e67005.
MATRIKS ANALISIS TEMATIK PERNYATAAN SIGNIFIKAN
KATEGORI
SUB TEMA
TEMA
Ah enggak, ibu mah udah tua,
Usia tua tidak perlu
Persepsi perempuan usia
ngapain Pap smear
Pap smear
reproduktif mengenai
P1
P2
P3
P4
P5
P6
√
Pap smear Aku enggak Pap smear malah
Jadi sakit ketika tidak
saya jadi sakit mioma
Pap smear
Orang disini kayaknya masih
Lingkungan sekitar
dulu banget, masih awam, pada
masih awan dan tidak
enggak ngerti
mengerti mengenai
√
√
√
kesehatan Karena bakteri, kuman, jamur
Karena
Penyebab kanker
Persepsi perempuan usia
mikroorganisme
serviks
reproduktif mengenai
√
√
√
√
√
√
√
kanker serviks Kanker serviks ini karena di dalemnya ada infeksi Karena gaya hidup yang enggak
Karena gaya hidup
√
√
baik, jorok Kanker serviks gitu kan emang
Memperbaiki gaya
Pencegahan kanker
pencegahannya kita dari pola
hidup
serviks
√
√
√
makan ya, ya mungkin olahraga Jangan kencing sembarangan ya,
Tidak BAK di tempat
√
MATRIKS ANALISIS TEMATIK kayak WC umum gitu
yang kurang bersih
Mungkin lebih bersih aja kali
Menjaga kebersihan
Saya sih sharing sama temen.
Teman
Ngobrol-ngobrol
√
√
√
Sumber informasi yang didapatkan perempuan usia reproduktif
√
√
√
mengenai Pap smear Saya sih baca-baca internet,
Media massa
√
selebaran tentang kanker, televisi Ditawarin di Kecamatan, siapa
√
Petugas kesehatan
√ √
yang mau ikut Pap smear Saya lebih dapet keterangannya
√
dari bidan disini Saya disarankan sama dokter
√
untuk Pap smear Sebel sama petugas, jutek,
Petugas tidak
Hambatan perempuan
ngelayaninnya enggak ramah,
terapeutik
usia reproduktif untuk
cara bertanyanya enggak enak
√
√
√
√
√
√
√
melakukan Pap smear
Ngantrinya lama banget, ngantri
Sistem pelayanan
sana ngantri sini
kesehatan yang berbelit-belit
Prosesnya kok banyak banget
√
√
MATRIKS ANALISIS TEMATIK Saya pakai BPJS, jadi gratis.
Sistem jaminan
Pendukung perempuan
BPJS merupakan kesempatan
kesehatan yang ada
usia reproduktif dalam
untuk periksa kesehatan Karena saya pegawai, jadinya
Biaya yang gratis
Kalo buat kesehatan mah enggak
Cukupnya biaya yang
mahal
dimiliki
Dokternya ramah, baik
Sikap dokter
√ √ √
terapeutik Dukungan suami
√
√
√
√ √
√
Suami sangat sangat setuju Takut
√
√
nyuruh aku ke dokter terus
Saya ngeri, takut liat prosesnya
√
melakukan Pap smear
gratis
Aku sakit malah suami yang
√
√
√
Perasaan perempuan usia √
reproduktif ketika Pap
√
√
smear Saya malu, sungkan, tegang,
Malu
√
cemas, waswas, grogi Saya enggak takut, enggak malu,
Tidak takut
kan untuk kesehatan Ga ngerasa apa-apa
Tidak merasakan apaapa
√ √
√ √
√
√
√ √
MATRIKS ANALISIS TEMATIK √
Sakit
Sakit
Dokter harus menjelaskan secara
Sikap dokter
Harapan perempuan usia
detail tentang kasus apa yang
terapeutik
reproduktif terhadap
diderita pasien, cara ngomongnya
pelayanan Pap smear
√
jangan jutek Kalo bisa perempuan dokternya,
Dokter perempuan
√
biar enggak segan-segan Mbok ya ditutup, aku malu
Privasi terjaga
Kalo bisa lakukan penyuluhan
Beri penyuluhan
tentang Pap smear, Pap smear harus di angkat lagi
√ √
√
√
PEDOMAN WAWANCARA PENGALAMAN PEREMPUAN USIA REPRODUKTIF DALAM UPAYA DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MELALUI PAP SMEAR DI WILAYAH KERJA RSUD KABUPATEN TANGERANG A.
Petunjuk Umum 1. Tahap perkenalan atau orientasi 2. Penjelasan maksud dan tujuan penelitian 3. Membuat inform consent dan melakukan kontrak waktu
B.
Petunjuk Wawancara 1. Wawancara akan dilakukan oleh peneliti dengan informan secara faceto-face 2. Informan bebas unutk mengungkapkan pendapat, pengalaman, saran, maupun kritik 3. Kata-kata yang diungkapkan oleh informan tidak bernilai benar ataupun salah 4. Percakapan selama wawancara dengan informan akan direkam menggunakan audio recorder untuk mempertahankan data dari informan dan akan dicatat pada buku catatan sebagai field note agar data yang penting dapat dicatat segera 5. Semua informasi pribadi yang diberikan oleh informan akan dirahasiakan dan semua data-data yang ada akan segera dihancurkan setelah penelitian ini selesai
1
C.
D.
Identitas Pewawancara Nama pewawancara
:
Waktu wawancara
:
Tempat wawancara
:
Identitas Informan Nama Informan
:
Tempat/Tanggal Lahir :
E.
Pendidikan Terakhir
:
Pekerjaan
:
Pertanyaan Wawancara 1.
Darimana ibu memperoleh informasi mengenai Pap smear?
2.
Bagaimana perasaan ibu sebelum, saat, dan setelah melakukan pemeriksaan Pap smear?
3.
Bagaimana persiapan ibu sebelum melakukan Pap smear?
4.
Hambatan apa saja yang ibu temui, baik sebelum, ketika dan setelah melakukan Pap smear?
5.
Bagaimana dukungan (sosial, emosional, instrumental, informasi, dan persahabatan) yang diterima ibu ketika melakukan pemeriksaan Pap smear?
6.
Bagaimana kepercayaan atau mitos orang-orang disekitar ibu mengenai pemeriksaan Pap smear yang telah ibu lakukan? Apakah kepercayaan atau mitos itu mempengaruhi ibu?
2
7.
Bagaimana pendapat ibu mengenai tenaga kesehatan yang melakukan pemeriksaan Pap smear kepada ibu (komunikasi, keahlian, prinsip terapeutik, empati, dan sebagainya)?
8.
Setelah melakukan Pap smear, apakah ibu merasakan manfaatnya? Seperti apa?
9.
Menurut ibu, apa saja kekurangan dari pemeriksaan Pap smear yang telah ibu lakukan?
10. Bagaimana saran ibu untuk perbaikan pemeriksaan Pap smear kedepannya? 11. Bagaimana sikap ibu kedepannya setelah melakukan pemeriksaan Pap smear ini? Apakah ibu akan melakukan Pap smear secara berkala?
3
PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth. Ibu/ Sdri Informan Assalamu’alaikum wr. wb
Nama : Tristi Agustin NIM
: 1111104000014
Saya adalah mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan yang sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Berkaitan dengan penelitian yang akan saya lakukan, saya mohon bantuan dan kesediaan waktu Ibu untuk menjadi informan penelitian saya. Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengalaman perempuan usia reproduktif dalam upaya deteksi dini kanker serviks melalui Pap smear. Partisipasi Ibu/ Sdri akan sangat berarti terhadap penelitian saya. Kerahasiaan identitas dan perkataan Ibu/Sdri selama wawancara akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Saya mengucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi Ibu/Sdri dalam penelitian ini. Wassalamu’alaikum wr. wb
Hormat saya,
Tristi Agustin
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, Inisial
:
Alamat
:
No. HP
:
Dengan ini menyatakan bersedia/tidak bersedia* menjadi informan penelitian yang dilakukan oleh, Nama
: Tristi Agustin
NIM
: 1111104000014
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Judul penelitian
: Pengalaman Perempuan Usia Reproduktif dalam Upaya Deteksi Dini Kanker Serviks melalui Pap Smear di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Tangerang
Saya akan memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti sesuai dengan keyakinan saya untuk membantu penelitian ini. Demikian pernyataan ini saya buat secara sukarela dan tanpa unsur paksaan dari siapapun.
Tangerang, ....................................
(...........................................................)
*coret yang tidak perlu