PENINGKATAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG DAN PENUMPANG MELALUI UDARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan )
S K R I P S I Diajukan untuk melengkapi Tugas-Tugas dalam memenuhi Syarat-Syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH: MARIA INE REYNES MARPAUNG 050200002 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
PENINGKATAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG DAN PENUMPANG MELALUI UDARA MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan )
SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi Tugas-Tugas dalam memenuhi Syarat-Syarat untuk mencapai Gelar Sarjana Hukum OLEH: Nama : Maria Ine Reynes Marpaung NIM : 050200002 Bagian : Hukum Keperdataan Program Khusus : Hukum Dagang Disetujui Oleh: Ketua Departemen Hukum Keperdataan
(Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS) NIP. 131764556
Dosen Pembimbing I
(Prof. H. Hasnil Basri Siregar, SH) NIP. 130279505
Dosen Pembimbing II
(Aflah, SH. M.Hum) NIP. 132303017
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
KATA PENGANTAR
Tiada kegembiraan yang lebih besar selain mengucapkan Puji dan Syukur kepada Tuhanku Yesus Kristus karena Kasih Karunia dan pertolonganNya yang senantiasa menyertai saya, sehingga saya diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan segala suka dan duka serta dengan berbagai rintangan dan permasalahan yang kerap timbul dalam proses penyusunan skripsi ini, namun dengan bantuan yang di AnugerahkanNya kepada saya, saya mampu menghadapinya. Amin... Skripsi
yang
berjudul
“
Peningkatan
Pengawasan
Terhadap
Penyelenggaraan Pengangkutan Barang dan Penumpang melalui Udara menurut Undang-Undang Nomor
Tahun 1992 ” ini diajukan untuk
melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan atau dorongan dari berbagai pihak baik dalam bentuk tenaga maupun pikiran. Maka dari itu, penulis sangat berterimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Runtung sitepu, SH. M. Hum.,selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum USU; 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi,SH. M. Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
3. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Hasibuan, SH. M. Hum., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 4. Bapak M. Husni, SH. M. Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukam Universitas Sumatera Utara; 5. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang berkenan menyetujui judul skripsi yang penulis ajukan; 6. Bapak Prof. Hasnil Basri Siregar, SH., sebagai Dosen Pembimbing I, yang telah banyak memberikan perhatian dan kesempatannya setiap saat pada penulis dalam memberikan petunjuk dan pengarahan dalam menyelesaikan skripsi ini; 7. Ibu Afflah, SH. M. Hum., sebagai Dosen Pembimbing II, yang telah banyak memberikan perhatiannya agar mampu mendapatkan yang terbaik dalam penulisan skripsi ini; 8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan berbagai disiplin ilmu kepada penulis; 9. Seluruh Pegawai Administrasi dan seluruh Staff Jajaran Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan yang terbaik kepada penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini; 10. Bapak Chairun Nizar,Spd beserta seluruh Staff Administrator Bandar Udara Polonia Medan, yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan Riset guna penyelesaian skripsi ini;
Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
11. Kepada Mama dan Papa tercinta, atas dukungan dan Doa yang selama ini menjadi motivator hingga skripsi ini bisa selesai,GBUs; 12. Sahabat-sahabatku seperjuangan yang selalu memberi dukungan dan kemudahan bagi penulis. Makasih atas dukungan dan Doanya ya; 13. Special for Bg. Jansen.. i luv u lah pokokkeee; 14. Semua pihak tanpa bertanda jasa yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang juga telah turut membantu dalam penulisan skripsi ini. Dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki penulis, penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis berharap mendapat saran yang dapat membangun demi sempurnanya skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Tuhan Memberkati Kita.
Medan, April 2009
(Penulis)
Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i DAFTAR ISI...................................................................................................... v ABSTRAK ......................................................................................................... vii BAB I. PENDAHULUAN............................................................................... 1 A. B. C. D. E. F. G.
Latar Belakang ............................................................................... 1 Permasalahan ................................................................................. 5 Tujuan dan Manfaat Penulisan....................................................... 6 Keaslian Penulisan ......................................................................... 7 Tinjauan Pustaka ............................................................................ 8 Metode Penulisan ........................................................................... 10 Sistematika Penulisan .................................................................... 10
BAB II. RUANG LINGKUP HUKUM PENGANGKUTAN UDARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN .......................................................... 13 A. Sejarah Pengangkutan dan Prinsip-prinsip Pengangkutan............. 13 B. Sejarah pengangkutan .................................................................... 13 C. Prinsip-prinsip pengangkutan ........................................................ 15 D. Peran dan Fungsi Pengangkutan .................................................... 17 E. Syarat-syarat dan Dokumen Pengangkutan ................................... 18 F. Perjanjian Pengangkutan Penumpang dan Cargo melalui Udara... 29 G. Tanggung Jawab Pengangkut dalam Pengangkutan Barang dan Penumpang Melalui Udara............................................................. 32 1. Tanggung jawab pengangkut udara ......................................... 34 2. Tanggung jawab pihak-pihak lainnya ...................................... 38 BAB III. PENYELENGGARAAN BANDAR UDARA UMUM ................ 48 A. Sistem Transportasi Nasional......................................................... 53 B. Tatanan Bandar Udara Nasional .................................................... 59 C. Operasi Bandar Udara .................................................................... 62 1. Sisi udara.................................................................................. 66 2. Sisi darat................................................................................... 68 3. Peralatan penunjang bandara.................................................... 68 4. Dokumen pengembangan bandara ........................................... 69 D. Sertifikasi Operasi Bandar Udara................................................... 71 E. Usaha Kegiatan Penunjang Bandar Udara ..................................... 71 Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
BAB IV. PENINGKATAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG dan PENUMPANG MELALUI UDARA MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN .............................................................................. 76 A. Bentuk Pengawasan Penumpang dan Pengawasan Barang Pengguna Jasa Angkutan Udara oleh Administrator Bandar Udara Polonia Medan..................................................................... 76 1. Data dan statistik Bandara Polonia Medan .............................. 76 2. Administrator Bandar Udara Polonia sebagai Regulator dalam melaksanakan pengawasan terhadap pengguna jasa angkutan udara ......................................................................... 82 3. Bentuk Pengawasan yang Dilakukan Administrator Bandar Udara Polonia Medan ......................................................................... 84 4. Penertiban penumpang, barang dan cargo yang diangkut Pesawat udara........................................................................... 92 B. Kendala-kendala yang Dihadapi oleh Administrator Bandar Udara Polonia Medan Dalam Menyelenggarakan Angkutan Penumpang dan Barang................................................................. 97 1. Lemahnya petugas dari instansi terkait .................................... 98 2. Disiplin penumpang masih rendah........................................... 99 3. Sistem informasi data belum lengkap ...................................... 100 4. Standard Operasional Procedure belum sesuai dengan kondisi peraturan yang ada ................................................................... 101 C. Cara Penyelesaian Atas Kendala-kendala yang Dihadapi oleh Administrator Bandar Udara Polonia Medan................................. 102 1. Terwujudnya kemampuan petugas dari instansi terkait .......... 103 2. Terwujudnya disiplin penumpang............................................ 106 3. Sistem informasi data sudah lengkap....................................... 107 4. Standard Operasional Procedure sudah terpenuhi sesuai dengan kondisi peraturan yang ada .......................................... 108 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 109 A. Kesimpulan .................................................................................... 109 B. Saran............................................................................................... 110 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
ABSTRAK
Sarana angkutan udara saat ini merupakan salah satu sarana jasa tranportasi yang menjadi andalan dalan penggerak roda pembangunan nasional, dilihat dari kecepatan dan efisiensi dalam menggunakan jasa transportasi ini. Salah satunya sub sektor transportasi udara di Bandar Udara Polonia Medan. Bandara Polonia mempunyai luas sebesar 144 hektar, panjang landasan pacu atau runway saat ini adalah 2900 Meter x 45 Meter dan memiliki taxiway dan apron seluas 81.455 Meter, untuk pesawat kedatangan rata-rata 2.102 perbulan dan keberangkatan rata-rata 2.042 perbulan, untuk penumpang kedatangan rata-rata 181.840 orang perbulan dan keberangkatan rata-rata 190.365 orang perbulan, untuk cargo-bagasi bongkar rata-rata 1.542.475 Kg perbulan dan bagasi muat ratarata 1.073.550 Kg perbulan. Dapat dikatakan Bandara Polonia Medan mempunyai arus lalulintas udara diwilayah Sumatera yang cukup padat, maka Bandara Polonia harus mempunyai sistem pengawasan yang benar-benar bisa menjamin keamanan dan keselamatan kepada angkutan penumpang dan barang yang diangkut oleh pesawat udara. Dalam skripsi ini penulis melakukan suatu riset ke Administrator Bandar Udara Polonia Medan selaku Regulator atau pejabat yang dsitunjuk sebagai koordinator dan bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban dibandar udara untuk mengetahui bentuk-bentuk pengawasan yang dilakukan Adbandara dalam upaya peningkatan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang penerbangan di Bandara Polonia. Dengan sifatnya menganalisis data maka penulisan ini akan menggambarkan kendala-kendala yang dihadapi oleh Adbandara Polonia dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan penerbangan serta upaya penyelesaian yang dilakukan dalam mengatasi kendalakendala tersebut. Pada dasarnya di Bandara Polonia untuk pengawasan jasa penumpang, barang dan cargo yang diangkut pesawat udara masih belum terwujud dengan baik dikarenakan lemahnya koordinasi dengan instansi terkait, kurangnya tenaga yang profesional dibidangnya serta fasilitas dan sarana yang ada belum memadai, hal ini tidak boleh terjadi untuk Bandar Udara Kelas I. Oleh karena itu Pemerintah harus melihat keadaan yang saat ini sedang terjadi di Bandara Polonia serta mecari penyelesaiannya secepatnya, agar kendala pengawasan terhadap penyelenggaraan penerbangan di Bandara Polonia dapat diatasi sehingga keamanan dan keselamatan penumpang dapat terjamin.
Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Transportasi
mempunyai
peranan
penting
dan
strategis
untuk
memantapkan perwujudan Wawasan Nusantara, memperkukuh Ketahanan Nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Wilayah Republik Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terdiri dari beribu pulau, terletak memanjang di garis katulistiwa,di antara dua benua dan dua samudera, oleh karena itu mempunyai posisi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam hubungan antar bangsa. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan, mempengaruhi semua aspek kehidupan bangsa dan negara serta mempererat hubungan antar bangsa. Menyadari peran transportasi tersebut, penyelenggaraan penerbangan harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuhan dan tersedianya pelayanan angkutan yang selamat, aman, lancar, tertib, teratur, nyaman dan berdayaguna dengan harga yang wajar.
Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
2
Dengan pengawasan yang teratur terhadap penyelenggaraan penerbangan, maka akan tercipta suatu pelayanan yang maksimal terhadap pengguna jasa penumpang dan barang, dan diiringi peningkatan terhadap pengawasan itu dari waktu ke waktu sesuai dengan undang-undang penerbangan yang berlaku. 1 Penerbangan merupakan salah satu moda transportasi yang tidak dapat dipisahkan dari moda transportasi lain yang ditata dalam sisten transportasi nasional. Penerbangan yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri perlu dikembangkan dengan memperhatikan sifatnya padat modal sehingga mampu meningkatkan pelayanan yang lebih luas baik didalam negeri maupun keluar negeri. Pengembangan penerbangan yang ditata dalam satu kesatuan sistem, dilakukan dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan unsur-unsur yang terdiri dari prasarana dan sarana penerbangan, peraturan-peraturan, prosedur dan metode sedemikian rupa sehingga terwujud suatu totalitas yang utuh, berdayaguna, berhasil guna serta dapat diterapkan. Indonesia sebagai salah satu negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional
(INTERNATIONAL
CIVIL AVIATION ORGANIZATION,
disingkat ICAO), konvensi Chicago 1944 beserta Annexes dan dokumendokumen teknis operasional serta konvensi-konvensi Internasional terkait lainnya, merupakan ketentuan-ketentuan yang perlu ditaati dengan memperhatikan kepentingan nasional.1
3
Mengingat penting dan strategisnya peranan penerbangan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka penerbangan dikuasai oleh negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah, pembinaan penerbangan tersebut juga 1
Sinta Uli S.H., M. Hum, Pengangkutan: Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, angkutan laut, angkutan darat, dan angkutan udara, Medan: USUpress, 2006, hal. 86
dapat digunakan untuk mendukung pertahanan dan keamanan nasional. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, transportasi memiliki posisi yang penting dan strategis dalam pembangun bangsa yang berwawasan lingkungan dan hal ini harus tercermin pada kebutuhan mobilitas seluruh sektor dan wilayah. Pentingnya transportasi tersebut tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang dari dan ke seluruh pelosok tanah air, bahkan dari dan keluar negeri, selain daripada itu transportasi juga berperan sebagai penunjang, pendorong, dan penggerak bagi pertumbuhan daerah yang berpotensi namun belum berkembang, dalam upaya peningkatan dan pemerataan pembangunan serta hasil-hasilnya. Penyelengaraan
penerbangan
perlu
diselenggarakan
secara
berkesinambungan dan terus ditingkatkan agar lebih luas daya jangkau dan pelayanannya kepada masyarkat dengan memperhatikan sebesar-besarnya kepentingan umum dan kemampuan masyarakat,kelestarian lingkungan, kordinasi antar wewenang pusat dan daerah serta antar instansi, sektor, dan antar unsur terkait serta pertahanan dan keamanan negara, sekaligus dalam rangka mewujudkan sistem transportasi nasional yang andal dan terpadu.
4
Peraturan perundang-undangan yang mengatur penerbangan yang ada pada saat ini perlu disesuaikan dengan perkembangan globalisasi, otonomi daerah, persaingan usaha, perlindungan konsumen, ilmu pengetahuan dan teknologi serta harmonisasi dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku secara Internasional dalam rangka lebih meningkatkan pembinaan dan penyelenggaraan penerbangan sesuai dengan perkembangan kehidupan rakyat dan bangsa Indonesia serta agar lebih berhasil dan berdayaguna. Dalam kurun waktu perjalanannya Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan yang ditetapkan pada tanggal 25 mei 1992 telah berjalan selama 16 ( enam belas ) tahun, dalam kurun waktu tersebut telah terjadi perubahan paradigma dan lingkungan strategis baik secara nasional maupun internasional yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan penerbangan yang ada pada saat ini. Perubahan paradigma dan lingkungan strategis baik secara nasional maupun internasional yang mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap kegiatan penerbangan sebagian besar telah tertuang dalam ketentuan-ketentuan yang bersifat nasional maupun internasional seperti Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 yang mengatur anti monopoli, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2000 yang mengatur perlindungan konsumen, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, perubahan terhadap Konvensi Chicago, perjanjian-perjanjian yang dilakukan antar negara baik bersifat bilateral maupun multilateral.
5
Dari uraian di atas penulis sudah menjabarkan sesuai dengan aspek filosofis, aspek sosiologis, aspek yuridis. Maka jelas terlihat bahwa sektor perhubungan sebagai salah satu penggerak roda pembangunan nasional mempunyai peranan yang penting dalam pelayanan jasa transportasi untuk upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam hal ini penulis mengambil studi di Administrator Bandar Udara,Bandara Polonia Medan yang merupakan salah satu bandar udara klas I.2 Untuk peningkatan pengawasan di Bandara Polonia maka dibentuk Organisasi dan tata kerja Administrator Bandar Udara Polonia Medan yang bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara ( Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 79 Tahun 2004 ). Dengan judul “ PENINGKATAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG DAN PENUMPANG MELALUI UDARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN “, maka penulis akan mencoba menggali upaya-upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah khususnya Administrator Bandar Udara di Polonia Medan untuk meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengangkutan barang dan penumpang tersebut.
B. Permasalahan Didalam skripsi ini penulis akan mencoba menguraikan permasalahan yang menjadi masalah pokok dalam peningkatan pengawasan terhadap
6
penyelenggaraan pengangkutan barang dan penumpang melalui udara, antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimanakah bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Administrator Baandar Udara Polonia Medan terhadap penumpang dan pengiriman barang pengguna jasa angkutan udara ? 2
M.Kartono SH. LLM. Hukum udara, angkutan udara dan hukum angkasa, hukum laut internasional, Bandung: Mandar Maju,1995, hal. 114.
2. Bagaimanakah bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Administrator Baandar Udara Polonia Medan terhadap penumpang dan pengiriman barang pengguna jasa angkutan udara ? 3. Kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi oleh Administrator Bandar Udara Polonia Medan dalam melakukan penertiban terhadap penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang melalui udara? 4. Bagaimanakah cara penyelesaian atas kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelengaraan pengangkutan penumpang dan barang melalui udara tersebut
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Dan yang menjadi tujuan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui dan memahami bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Administrator Bandar Udara Polonia Medan terhadap penumpang dan pengiriman barang pengguna jasa angkutan udara;
7
b. Untuk mengetahiui kendala-kendala apa sajakah yang dihadapi oleh Administrator Bandar Udara Polonia Medan dalam melakukan penertiban terhadap penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang melalui udara; c. Untuk mengetahui Bagaimana cara penyelesaian atas kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelengaraan pengangkutan penumpang dan barang melalui udara tersebut. 2. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari pembahasan mengenai peningkatan pengawasaan terhadap penyelenggaraan pengangkutan barang dan penumpang melalui udara ini adalah: a. Untuk mengetahui sistem pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Administrastor Bandar Udara Polonia Medan, sehingga masyarakat
dapat
merasa
nyaman
dalam
menggunakan
jasa
pengangkutan udara b. Penulis dalam hal ini saya dan masyarakat pada umumnya, dapat mengetahui aspek hukum apa yang mengatur pengawasan dan penertiban menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan
D. Keaslian Penulisan Setelah mencoba memahami serta bertukar pikiran baik dengan Dosen dan orang-orang yang berkompeten didalamnya, maka penulis memilih judul “
8
PENINGKATAN
PENGAWASAN
TERHADAP
PENYELENGGARAAN
PENGANGKUTAN BARANG DAN PENUMPANG MELALUI UDARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN “. Dalam hal ini penulis sudah melihat di berbagai Perpustakaan Fakultas Hukum jurusan Perdata Dagang dan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa tidak ada dijumpai kesamaan judul dengan judul tersebut.Walaupun ada akan tetapi masalah, tujuan, metode dan pembahasannya berbeda.
E. Tinjauan Pustaka Sektor perhubungan sebagai salah satu penggerak roda pembangunan Nasional mempunyai peranan yang penting dalam pelayanan jasa Transportasi untuk upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Seiring dengan kemajuan zaman yag semakin canggih di segala sektor bidang, khusus di sektor penerbangan maka diperlukan upaya pengawasan yang teratur dalam pelaksanaan penyelenggaraan penerbangan tersebut. Dalam hal ini penulis mencoba mengkaji dalam skripsi ini tentang PENINGKATAN
PENGAWASAN
TERHADAP
PENYELENGGARAAN
PENGANGKUTAN BARANG DAN PENUMPANG MELALUI UDARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN, dimana tujuannya agar penerbangan di Indonesia khususnya di Bandar Udara Polonia semakin maju guna mengimbangi kemajuan teknologi dan permintaan masyarakat akan kebutuhannya terhadap penggunaan jasa
9
angkutan udara tanpa mengabaikan keslamatan dan kenyamanan.Untuk peningkatan pengawasan di bandara polonia maka dibentuk organisasi dan tata kerja Administrator Bandar Udara Polonia yang bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.3 Dalam Pasal 3 UU Penerbangan disebutkan bahwa tujuan penerbangan adalah untuk mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman, berdayaguna, dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat, dengan mengutamakan dan melindungi penerbangan nasional, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional serta mempererat hubungan antar bangsa. Dapat dilihat dari tujuan penerbangan itu bahwa pentingnya pengawasan terhadap penyelenggaraan pengangkutan baik penumpang atau barang, sehingga apa yang menjadi tujuan penerbangan dapat tercapai. Bentuk pengawasan ini juga diatur oleh peraturan Verordening Toezicht Luchhtvart (S. 1936-425).4 Selama penyelenggaraannya hingga saat ini, Bandar Udara Polonia Medan telah melaksanakan
pengawasan
terhadap
penyelengaraan
pengangkutan
baik
penumpang maupun barang, namun seiring perkembangan teknologi hingga saat ini maka pemerintah dalam hal ini Administrator Bandar Udara Polonia Meda harus
melakukan
peningkatan
terhadap
pengawasan
penyelenggaraan
pengangkutan penumpang dan barang, yang berlandaskan UU penerbanga Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2001 tentang Kebandarudaraan serta berbagai keputusan Menteri Perhubungan.
10
3
Keputusan Menteri Perhubungan No 79 Tahun 2004 Verordening Toezicht Luchhtvart (S. 1936-425), yang merupakan peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain pengawasan atas personal penerbangan, syarat jasmani, surat tanda kecakapan sebagai ahli mesin dan ahli radio, pengawasan atas materil / penerbangan. 4
F. Metode Penulisan Adapun metode penelitian dalam penulisan skripsi adalah dengan cara melakukan studi kasus dan didukung oleh penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan hasil yang kwalitatif. Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan, penulis menggunakan tehnik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Penelitian Kepustakaan ( library research ). Dalam hal ini penulis mengumpulkan data-data yang diperlukan melalui buku-buku, tulisan ilmiah, serta bacaan lain yang berkaitan dengan judul skripsi. Data yang diperoleh adalah data sekunder yang bersifat teoritis. 2. Penelitian Lapangan ( field research ). Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari objek penelitian dengan menggunakan cara-cara sebagai berikut : a.
Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek penelitian sehubungan dengan judul penelitian.
11
b.
Wawancara ( interview ), yaitu mengadakan tanya jawab langsung dengan pihak yang berwenang dan terkait untuk memberikan data atau informasi yang dibutuhkan.
G. Sistematika Penulisan Sistem penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang dibuat secara berurutan dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Berikut uraian singkat dari masing-masing BAB yang menjadi dasar penulisan skripsi ini yang bersumber dari daftar isi. BAB I Pendahuluan Menguraikan tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Tulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penulisan, serta Sistematika Penulisan yang menjadi dasar pemikiran Penulis
BAB II Ruang
Lingkup
Hukum Pengankutan
Udara
Menurut
Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 1992 Menjelaskan Sejarah dan Prinsip-prinsip Pengangkutan, Peran dan Fungsi Pengangkutan, Syarat-syarat Pengangkutan, serta Perjanjian Tanggung Jawab Pengangkutan Penumpang dan Barang melalui Udara.
BAB III Penyelenggaraan Bandar Udara Umum
12
Menguraikan
tentang
Sistem
Transportasi
Nasional,
Tatanan
Kebandarudaraan Nasional, Operasi Bandar Udara, dan Usaha Kegiatan Penunjang Bandar Udara.
BAB IV Peningkatan Pengawasan Terhadap Pengguna Jasa Angkutan Udara pada Penumpang dan Barang Menguraikan tentang Penertiban Penumpang dan Barang yang Diangkut Pesawat Udara, Pengawasan terhadap Pengguna Jasa Angkutan Udara oleh Penumpang dan Barang baik secara Langsung maupun Tidak Langsung, serta Beberapa Kendala dan Penyelesaiannya dalam Penggunaan Jasa Angkutan Udara oleh Penumpang dan Barang.
BAB V Kesimpulan dan Saran Menguraikan Kesimpulan dan Tindak lanjut yang Diharapkan.Bab ini merupakan bab akhir yang merumuskan suatu kesimpulan dari pembahasan yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya yang merupakan jawaban terhadap permasalahan yang diajukan pada penulisan ini.
BAB II RUANG LINGKUP HUKUM PENGANGKUTAN UDARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN A. Sejarah Pengangkutan dan Prinsip-prinsip Pengangkutan 1. Sejarah pengangkutan Sejarah hukum pengangkutan bisa kita lihat pada masa penjajahan Belanda hingga setelah masa penjajahan Belanda.5 Dimana sistem pengangkutan pada waktu itu dilaksanakan melalui laut. Dalam dunia pengangkutan yang pertama berkembang sesuai dengan kemampuan manusia adalah pengangkutan darat. Hal ini tidak berbeda jauh dengan kehidupan manusia pada umumnya. Penjelajahan pertama yang dapat dilakukan oleh manusia adalah di darat, selanjutnya ke air (berenang). Pengangkutan dapat terdiri dari banyak ragam mulai dari manusia, gerobak, sepeda angin, mobil, dan kereta api. Dengan demikian tidak mengherankan kalau hukum pengankutan yang berkembang lebih awal terletak pada dua moda yaitu hukum pengangkutan darat dan pengangkutan laut.6 Arti pengangkutan itu sendiri adalah setiap kegiatan dengan menggunakan alat atau sarana untuk mengangkut penumpang dan barang untuk satu pejalanan atau lebih dari satu tempat ke tempat lainnya. Namun belakangan banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pengangkutan itu sendiri, contohnya: 5
H. Hasnil Basri.Siregar, 2002 ; Hukum Pengangkutan, Medan: Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU Medan, hal. 13. Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
14
6
Toto Tohir, 2006 ; Masalah dan aspek hukum dalam pengangkutan udara nasional, Bandung:Mandar maju, hal. 1.
HMN. Poerwosutjipto, mengatakan bahwa: “ Pengangkutan adalah perjajian 13 timbal balik antar pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkut barang/atau orang dari satu tempat ka tempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan “.7 Hasnil Basri Siregar, mengatakan bahwa: “ Pengangkutan adalah perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun orang-orang kaena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.8 Walaupun banyak ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian pengangkutan, tetapi mempunyai arti umum yang sama, karena tidak ada Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) tentang pengertian pengangkutan itu sendiri. Seiring dengan perkembangan yang pesat dibidang pengangkutan baik melalui darat, laut, udara, maka diperlukan hukum yang mengatur jalannya pengangkutan itu. Untuk pengangkutan udara sendri sudah dimulai sejak tahun 1870-an, sedangkan badan hukum yang mengatur sudah ada sejak tahun 1919, diawali dengan Konvensi Paris.9 Hingga saat ini kita mengetahui banyak sumber hukum pengangkutan udara baik Nasional maupun Internasional.
7
HMN.Poerwosutjipto. 1991. Djambatan, hal 2
Pengertian pokok hukum dagang indonesia. Jakarta:
15
8
Hasnil Basri Siregar. 1993. Kapita Selecta Hukum Laut Dagang, Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat, hal. 1. 9 Toto Tohir; Op cit, hal. 2
2. Prinsip-prinsip pengangkutan Pada pasal-pasal Ordonasi Pengangkutan Udara (Luchtvervoor OrdonanteStb. 1939 No. 100) yang memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut udara, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam Ordonasi Pengankutan Udara diikuti prinsip-prinsip tertentu.10
Dimana dalam menjalankan usahanya
pengangkut udara mungkin menimbulkan kerugian-kerugian, baik dengan sengaja atau tidak, dan kerugian-kerugian itu dapat timbul karena suatu kejadian yang menyababkan seorang tewas atau luka-luka, atau benda-benda mengalami kerusakan, muatan yang hilang, sampai terlambat tibanya. Dalam hal ini prinsip yang dibahas dilihat dari segi perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan, 11 yaitu : a.Prinsip tanggung jawab berdasarkan pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dimana dijelaskan setiap orang betanggung jawab untuk kerugiankerugian yang dilakukannya. Pihak dirugikan harus membuktikan bahwa kerugiannya diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum tersebut. b.Prinsip “ Praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab “, tanpa ada keharusan bagi pihak yang dirugikan bahwa ada perbuatan melawan hukum dari pihak pengangkut. Prinsip ini mempunyai tiga variasi, sebagai berikut: b.1) Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila dapat membuktikan bahwa kerugian ditimbulkan oleh hal-hal diluar
16
10
E. Suherman,2000; Aneka masalah hukum kedirgantaraan 1961-1995, Bandung: Mandar Maju, hal. 188. 11 Ibid, hal. 167
kekuasaannya. b.2) Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa ia telah mengmbil semua tindakan diperlukan untuk menghindarkan timbulnya kerugian. b.3) Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat
membuktikan
bahwa
kerugian
bukan
timbul
karena
kesalahannya. Pada ketiga variasi diatas berlaku pula ketentuan bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab apabila kerugian ditimbulkan oleh kesalahan atau kelalain penumpang sendiri atau karena sifat atau mutu barang yang diangkut.12 c. Prinsip “ Tanggung jawab mutlak “ tanpa ada keharusan bagi pihak yang menderita kerugian untuk membuktikan haknya atas kerugian.13 d. Prinsip “ Pembatasan tanggung jawab “, yaitu prinsip yang membatasi tanggung jawab pengangkut sampai jumlah tertentu. Menurut E.Suherman “ Prinsip yang paling cocok diterapkan pada bidang angkutan di Indonesia adalah prinsip tanggung
jawab mutlak bagi
angkutan
penumpang pada umumnya, Karena dilihat dari segi perlindungan hukum bagi pemakai jasa angkutan, tidak melibatkan permasalahan yuridis yang rumit dalam penyelesaiannya.14
12
Bandingkan dengan pasal 25 ayat (1) Ordonasi 100 tahun 1939, yang berbunyi: Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi sebagai akibat dari kemusnahan,
17
kehilangan atau kerusakan kargo, bilamana kejadian yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama pengangkutan udara. 13 Pasal 29 ayat (1) Ordonasi tahun 1939 14 E. Suherman; Op cit, hal. 169
B. Peranan dan Fungsi Pengangkutan Sangat penting sekali pengangkutan dalam dunia perniagaan, mengingat sarana ini sebagai angkutan dari produsen ke agen/grosir, sampai ke konsumen, dari satu tempat ketempat lain dari pelabuhan ke gudang, dan lain lain.15Mustahil bila ada suatu usaha perniagaan yang mengabaikan segi pengangkutan ini.16 Bisa dikatakan peranan pengangkutan saat ini tidak bisa dipisahkan dari kemajuan disetiap negara, selain mempunyai peranan yang sangat penting tapi sebagai tolak ukur kemajuan ekonomi setiap negara,karena roda ekonomi di negara kita bisa berjalan lancar dengan adanya pengangkutan baik dari darat, laut, dan udara untuk semua sektor. Selain berfungsi untuk memindahkan barang atau orang dari satu tempat ketempat lain, pengangkutan harus di imbangi oleh kepastian hukum baik terhadap penyedia jasa pengangkut, pengguna jasa, serta Pemerintah sebagai pembina pengangkutan maka diperlukan Undang-undang yang mengaturnya, supaya dapat menghadapi tantangan masa depan yang lebih berat dan lebih cepat. Perkembangan pengangkutan sangat berhubungan dengan berkembangnya perekonomian masyarakat. Semakin baik fasilitas dan peralatan pengangkutan yang tersedia menunjukan semakin baik pula perekonomian masyarakat. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat menjadi makin bertambah mudah untuk memperoleh sumber penghidupan yang ada.
18
15
Sri Redjeki Hartono. 1982. Pengangkutan dan hukum pengangkutan Darat, Semarang: Fakultas Hukum Univerditsd Diponegoro, hal. 1. 16 Sution Usman Adji, Djoko Prakoso, Hari Pramono, 1991; Hukum pengangkutan diIindonesia, Jakarta: Rineka Cipta, hal. 1.
Peranan pengangkutan mencakup hampir di setiap aktivitas manusia dan dirasakan jelas oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai transportasi untuk pergi bekerja dan juga dalam hal pengadaan dan penyedian sembilan bahan pokok (sembako) Pengangkutan berperan sebagai jembatan penghubung antara produsen dan konsumen serta juga sebagai barometer stabilitas harga. Bila pengangkutan berjalan dengan baik dan lancar maka dapat dijamin bahwa sektor ekonomi akan semakin baik dan stabil. Dengan begitu pentingnya pengangkutan ini baik darat, laut, dan udara maka pemerintah wajib memberikan perhatian lebih akan hal ini. Karena letak georafis di Indonesia maka pengangkutan sangat vital bagi kemajuan negara kita. Dengan kondisi negara kepulauan maka pengangkutan menjadi salah satu sarana yang tidak bisa dipisahkan dari kemajuan bangsa ini. Pengangkutan udara menjadi salah satu jenis pengangkutan yang sangat dibutuhkan bagi penumpang maupun barang dikarenakan pengangkutan melalui udara tidak memakan waktu yang banyak. Namun jenis pengangkutan yang lainnyapun mempunyai kelebihan masing-masing.
C. Syarat-syarat dan Dokumen Pengangkutan Dalam tiap dokumen angkutan di tunjuk pada “ Syarat-syarat umum pengangkutan “ (General Conditions of Carriage) “ dari
pengangkut yang
mengeluarkan dokumen angkutan tersebut. Syarat-syarat umum ini merupakan
19
bagian dari perjanjian angkutan dan dengan lebih terperinci dari yang tercantum dalam dokumen angkutan memuat ketentuan - ketentuan dan definisi-definisi misalnya tentang tiket, tentang tarif angkutan, tentang pembukuan tempat, tentang akomodasi, tentang bagasi, jadwal penerbangan, reufund, formalitas-formalitas, tanggung jawab pengangkut, dan sebagainya.17 Dan semua syarat-syarat umum pengangkutan ini didaftarkan pada Direktorat Pehubungan Udara, untuk melindungi pemakai jasa angkutan udara. Sebagai persyaratan umum penyelenggaraan pengangkutan barang melalui udara yang berlaku Indonesia yang telah disetujui bersama oleh negara anggota dari Internasional Trnsport Association (IATA), dimana Indonesia menjadi anggota melalui Garuda Indonesian Airlines (GIA). Internasional Air transport of Association ini berlaku terhadap penumpang dan bagasi maupun muatan barang. Syarat-syarat umum pengangkutan atau General Conditions of Carriage ini dibuat adalah bertujuan mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan dari para negara anggotanya,berlaku bagi pengangkutan barang melalui udara internasional dan domestik bagi negara anggota yang menjadi anggota I.A.T.A untuk diselenggarakan oleh pengangkutan udara. Selain dari pada itu, dalam menyalenggarakan
pengangkutan barang
melalui udara, pihak pengangkut dapat membuat sendiri persyaratan yang khusus disamping dari persyaratan umum yang telah berlaku bagi pengangkutan penumpang maupun pengangkutan barang. Syarat-syarat khusus yang diberlakukan oleh pengangkutan udara adalah
17
E. Suherman; Op cit, hal. 56
20
disesuaikan dengan persyaratan umum yang telah berlaku dan didasarkan kepada General Conditions of Carriage dari IATA. Tiket penumpang pesawat udara sebagai contoh biasanya telah memuat syarat-syarat khusus pengangkutan udara karena itu dengan diterimanya tiket itu oleh seorang penumpang maka terjadilah suatu perjanjian pengangkutan udara antara penumpang itu sendiri dengan pihak pengangkut yang syarat-syaratnya telah dianggap diketahui semuanya oleh kedua pihak dan menjadi hukum bagi kedua belah pihak tersebut. Tiap-tiap Pengangkut udara mempunyai syarat-syarat khusus yang didasarkan pada syarat-syarat umum dari IATA, “ The General Conditions of Carriage “. Sebagai contoh syarat-syarat khusus tersebut diambil dari syaratsyarat khusus pengangkutan udara yang tercantum pada tiket GIA ( Garuda Indonesia Airways ) bagi pengangkutan dalam negeri, yakni :18 1. Perjanjian
pengangkutan
ini
tunduk
pada
ketentuan-ketentuan
Ordonasi Pengangkutan Udara, serta pada syarat-syarat pengangkutan, tarif-tarif, peraturan-peraturan dinas, kecuali waktu-waktu berangkat dan tiba yang tersebut di dalamnya, dan peraturan-peraturan lain dari pengangkut yang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan
dari perjanjian ini, dan yang dapat diperiksa di kantor-kantor pasasi pengangkut. 2. tiket penumpang hanya dapat dipergunakan oleh orang yang namanya tertera diatasnya, dan tidak dapat dipergunakan oleh orang lain.
18
HMN. Purwosutjipto; Op cit, hal. 92
21
Penumpang
menyetujui
bahwa
bila
perlu
pengangkut
dapat
memeriksa apakah tiket ini benar dipakai oleh orang yang berhak.Jika tiket ini dipergunakan atau dicoba untuk dipergunakan oleh orang lain
dari pada yang namanya tersebut dalam tiket ini maka
pengangkut berhak menolak pengangkutan orang tersebut, serta hak pengangkutan dengan tiket ini oleh orang yang berhak menjadi batal. 3. hak untuk menyelengarakan perjanjian pengangkutan ini kepada perusahaan pengangkutan lain, serta hak untuk mengubah tempattempat pemberhentian yang telah disetujui tetap berada ditangan pengangkut. 4. pengangkut tidak bertanggungjawab atas kerugian apapun juga yang ditimbulkan oleh pembatalan dan/atau kelambatan penyerahan bagasi. 5. bagasi tercatat yang diangkut berdasarkan perjanjian ini hanya akan diserahkan kepada penumpang, jika surat bagasinya dikembalikan kepada pengangkut. 6. pengangkut bertanggungjawab atas kerugian-kerugian yang timbul pada penumpang
dan bagasi dengan mengingat syarat-syarat dan
batas-batas yang ditentukan dalam OPU dan syarat-syarat khusus pengangkutan dari pengangkut. 7. bila penumpang pada saat penerimaan bagasi itu tidak mengajukan protes maka dianggap bahwa bagasi itu telah diterima dalam keadaan lengkap dan baik.
22
8. semua tuntutan kerugian harus dibuktikan besarnya kerugian yang diderita. 9. tidak seorangpun dari agen-agen, pegawai-pegawai atau wakil-wakil pengangkut berhak mengubah atau membatalkan syarat-syarat pengangkutan, tarif-tarif, peraturan-peraturan dinas dan peraturan peraturan lain dari pengangkut yang berlaku baik sebagian maupun seluruhnya. Pemegang tiket penumpang pesawat udara yang sah adalah penumpang yang tertera namanya didalam tiket tersebut, dimana apabila terjadi kerugian yang disebabkan kesalahan atau kelalaian oleh pihak pengangkut atau pegawai yang bekerja pada pengangkut udara maka tiket itu dapat digunakan sebagai bukti yang sah untuk menuntut ganti kerugian yang diderita dan bagi pengangkut barang yang berlaku adalah surat muatan barang. Dalam pasal 14 OPU menyatakan bahwa surat muatan udara diperlukan sebagai bukti tentang adanya perjanjian pengangkutan barang melalui udara, penerimaan barang dan syarat-syarat pengangkutan sehingga dapat dilihat fungsi dari surat muatan udara adalah sebagai berikut: 1. Surat Muatan Udara merupakan surat bukti yang sah dari suatu perjanjian pengangkutan barang melalui udara yang berarti bahwa apabila suatu perjanjian pengangkutan barang
melalui udara tidak mempergunakan surat
muatan udara maka pengangkut tidak dapat atau tidak berhak untuk mempergunakan OPU yang meniadakan atau membatasi tanggungjawabnya.
23
2. Surat Muatan Udara merupakan pernyataan syarat-syarat yang sah dari perjanjian pengangkutan barang melalui udara yang disepakati oleh pihak pengirim barang dengan pihak pengangkut udara dimana syarat-syarat tersebut adalah bersifat mengikat kedua belah pihak untuk menjalankan setiap hak dan kewajibannya masing-masing. 3. Surat
Muatan Udara merupakan surat bukti yang sah penerimaan
barang yang telah diangkut oleh pihk pengangkut udara kepada pihak penerima barang, dimana terdapat keharusan surat muatan udara tersebut harus segera ditandatangani oleh pihak penerima barang dan segera diserahkan kembali kepada sipengirim barang. Oleh karena syarat terpenting bagi adanya perjanjian pengangkutan barang melalui uadar antara pihak pengangkut dan atau penerima barang adalah dengan adanya dokumen angkutan yang ditandatangani oleh pihak pengangkut dan pengirim barang yang dinamakan dengan surat muatan udara dan syarat-syarat yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dapat dicantumkan dalam surat muatan udara ini. Pasal 10 OPU memuat soal ketentuan umum isi dari surat muatan udara tersebut yang berarti keharusan setiap surat muatan udara yang dibuat berisikan sebagai berikut: a. Tempat dan tanggal surat muatan udara itu dibuat b. tempat pemberangkatan dan tempat tujuan c. pendaratan-pendaratan yang direncanakan dengan mengingat hak pengangkut udara untuk merubah rencana itu bila perlu
24
d. nama dan alamat pengangkut pertama e. nama dan alamat pengirim f. nama dan alamat penerima g. macam barang h. jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa atau nomor barangbarang i. berat, jumlah, besar atau ukuran barang-barang j. keadaan luar barang-barang dan pembungkusannya k. uang angkutan udara, tanggal dan tempat pembayaran dan orang-orang yang harus membayar l. jika pengiriman dilakukan dengan jaminan pembayaran, harga barangbarang dan jumlah biaya-biaya m. jumlah nilai barang-barang n. dalam rangkap berapa surat muatan udara dibuat o. surat-surat yang diserahkan kepada pengangkut untuk menyertai barang-barang p. lamanya pengangkutan udara dan petunjuk ringkas tentang rute yang akan ditempuh q. pemberitahuan bahwa pengangkutan ini tunduk pada ketentuanketentuan tanggungjawab yang diatur dalam OPU atau perjanjian Warsawa. Surat Muatan Udara terdiri dari 3 ( tiga ) lembar, yakni :
25
1. Lembar pertama memuat kata-kata “ untuk pengangkut ”,lembar ini ditandatangani oleh pengirim. 2. lembar kedua memuat kata-kata “ untuk penerima ”,lembar ini ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut dan dikirim bersamasama barangnya. 3. lembar ketiga ditandatangani oleh pengangkut dan setelah barangbarang diterimanya, diserahkan kepada pengirim. Pihak yang mengeluarkan surat muatan udara ini menurut pasal 8 (1) OPU adalah pihak pengirim barang dalam rangkap 3 dan diserahkan bersama-sama dengan barang-barang yang akan diangkut, sebenarnya walaupun telah diatur diatas bahwa yang diharuskan mengeluarkan surat muatan udara adalah pengirim barang akan tetapi dalam kenyataannya / prakteknya surat muatan udara tidaklah dikeluarkan atau dibuat oleh pihak pengirim barang melainkan pihak pengangkut udara telah menyediakan sendiri sebuah formulir yang berbentuk cetakan jadi yang harus diisi oleh pihak pengirim barang dan formulir tersebut diisyaratkan telah memenuhi ketentuan peraturan hukum yang berlaku dan akan disebut sebagai Surat Muatan Udara. Pada Dokumen angkutan
tercantum apa yang disebut “ syarat-syarat
perjanjian ” (Conditions of Contact)19. Misalnya bahwa perjanjian angkutan tunduk pada ketentuan-ketentuan dalam Ordonasi Pengangkutan udara atau Konvensi Warsawa, dan juga pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam
19
E. Suherman ; Op cit, hal. 49
26
dokumen angkutan, tarif-tarif yang berlaku, syarat-syarat umum pengangkutan dan peraturan-peraturan lain dari pengangkut. Dengan adanya perjanjian pengangkutan udara maka akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Untuk membuktikannya adalah dengan dokumen, adapun persyaratan isi dokumen menurut Ordonasi 1939 antara lain: 1. Tiket Penumpang: 20 1) Tempat dan tanggal pemberian 2) Tempat pemberangkatan dan tempat tujuan 3) Pendaratan yang direncanakan dengan mengingat hak pengangkut untuk mengadakan perubahan-perubahan bila perlu 4) Nama dan alamat pengangkut udara 5) Pemberitahuan bahwa pengangkut itu tunduk pada ketentuanketentuan mengenai tanggung jawab, yang diatur Ordonasi atau Konvensi ( Warsawa ) Dari ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa tiket penumpang bukan merupakan syarat sahnya perjanjian tetapi merupakan bukti utama adanya perjanjian pengangkutan. Ini dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan diatas dengan tidak tertulisnya nama penumpang dalam ketentuan diatas, walaupun dalam keadaan yang sebenarnya nama penumpang selalu ada dalam tiket penumpang. 2. Tiket Bagasi 21 1) Tempat dan tanggal pembelian 2) Tempat pemberangkatan dan tempat tujuan 20 21
Pasal 5 Ordonasi Pengangkutan Udara Ibid , Pasal 6
27
3) Nama dan alamat dari pengangkut 4) Nomor tiket penumpang 5) Pemberitahuan bahwa bagasi akan diserahkan kepada pemegang tiket bagasi 6) Jumlah dan besarnya barang-barang 7) Harga yang diberitahukan oleh penumpang 17 Ibid , Pasal 6 8) Jumlah dan besarnya barang-barang 9) Harga yang diberitahukan oleh penumpang 10) Pemberitahuan bahwa pengangkut bagasi ini tunduk pada ketentuanketentuan mengenai tanggung jawab, yang diatur dalam Ordonasi ini atau perjanjian ( Warsawa ) 3. Surat Muatan Udara 1) Tempat dan tanggal surat muatan udara itu dibuat 2) tempat pemberangkatan dan tempat tujuan 3) pendaratan-pendaratan yang direncanakan dengan mengingat hak pengangkut udara untuk merubah rencana itu bila perlu 4) nama dan alamat pengangkut pertama 5) nama dan alamat pengirim 6) nama dan alamat penerima 7) macam barang 8) jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa atau nomor barangbarang 9) berat, jumlah, besar atau ukuran barang-barang
28
10) keadaan luar barang-barang dan pembungkusannya 11) uang angkutan udara, tanggal dan tempat pembayaran dan orangorang yang harus membayar 12) jika pengiriman dilakukan dengan jaminan pembayaran, harga barangbarang dan jumlah biaya-biaya 13) jumlah nilai barang-barang 14) dalam rangkap berapa surat muatan udara dibuat 15)
surat-surat yang diserahkan kepada pengangkut untuk menyertai barang-barang
16)
lamanya pengangkutan udara dan petunjuk ringkas tentang rute yang akan ditempuh
17)
pemberitahuan bahwa pengangkutan ini tunduk pada
ketentuan-
ketentuan tanggungjawab yang diatur dalam OPU atau perjanjian Warsawa. Dalam prakteknya dokumen ini sudah distandarisasi dalam bentuk cetak yang tidak akan memberikan kemungkinan untuk saling beradu tawar secara wajar. Dalam perjanjian demikian pengguna atau konsumen hanya tinggal menyatakan mau menerima atau menolak, karena segala persyaratan telah ditentukan oleh pihak yang mempunyai barang atau pemberi jasa, yang bisa disebut dengan kata kontrak baku.22
22
Toto Tohir ;loc cit, hal 42 Kontrak baku adalah kontrak penawaran barang atau jasa atas dasar menerima atau menolak tanpa memberi kesempatan yang wajar kepada para konsumen untuk melakukan tawar menawar dalam memperoleh produk atau jasa yang diinginkan kecuali menerima tanpa syarat, persyaratan yang telah di tetapkansecara sepihak oleh penjual dan pemberi jasa.
29
D. Perjanjian Pengangkutan Penumpang dan Barang Melalui Udara Salah satu persoalan dalam Hukum Udara adalah persoalan tanggung jawab pengangkut udara baik penumpang maupun barang. Dalam menjalankan usahanya
pengangkut udara mungkin
menimbulkan kerugian-kerugian, baik
dengan sengaja atau tidak, yang dapat timbul karena suatu kejadian yang menyebabkan seorang tewas atau luka-luka, atau benda-benda mengalami kerusakan atau muatan pesawat udara rusak, hilang atau terlambat tibanya. Dan akan menjadi persoalan bagi siapakah yang harus menanggung kerugian itu. Pada pokoknya kerugian dapat diderita oleh dua pihak, yaitu: 1. Pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pengangkut udara, yaitu penumpang dan pengirim barang (atau penerima barang ) 2. Pihak-pihak lain yang tidak mempunyai hubungan perjanjian pengangkutan dengan pengangkut udara. 3. Pihak-pihak lain yang tidak mempunyai hubungan perjanjian pengangkutan dengan pengangkut udara, yaitu apa yang disebut pihak ketiga Mengingat salah satu sifat dari penerbangan, yaitu sifat internasional, maka mengenai tanggung jawab pengangkut udara dalam hukum udara Indonesia, khususnya menurut OPU, tidak dapat terlepas dari pembicaraan suatu perjanjian internasional, seperti: a. Perjanjian Warsawa tanggal 12 Oktober 1929, yang berlaku di Indonesia mulai tanggal 29 September 1933.23
23
Sution usman, Djoko Prakoso, Hari Pramono, Op cit, hal 5
30
Dalam perjanjian ini pada umumnya memuat prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan yang sama dengan Ordonasi Pengangkutan Udara. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Ordonasi Pengangkutan Udara dibuat berdasarkan perjanjian tersebut, bahkan dapat dikatakan merupakan suatu turunan semata - mata daripada Konvensi Warsawa dengan beberapa
perubahan dan
tambahan. b. Perjanjian Roma tanggal 29 Mei 1933.24 Perjanjian ini mengatur tentang tanggung jawab pengangkutan udara mengenai kerusakan / kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga di muka bumi.Perjanjian ini di perbaharui pada Tahun 1952. Dalam perjanjian-perjanjian diatas dapat memberikan gambaran persoalan tanggung jawab, terutama perjanjian Roma yang mempergunakan suatu system tanggung jawab lain yang mempergunakan prinsip yang berlainan. Tanggung jawab pengangkut udara terhadap pihak ketiga kita jumpai, bila: 1) suatu kecelakaan pesawat udara menimbulkan kerugian pada orang maupun benda di permukaan bumi. 2) penggunaan pesawat udara mengganggu pihak lain ( misalnya gangguan suara mesin jet ) 3) pesawat udara menimbulkan kerugian ketika sedang berada di permukaan bumi, baik pada orang maupun benda 4) pesawat udara bertabrakan di udara dengan pesawat lain.
24
Ibid, hal 52
31
Pada umumnya para pemakai jasa angkutan, terutama penumpang, berada dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan dengan rata-rata perusahaan penerbangan khususnya dari segi financial. Perusahaan penerbangan dapat mengalihkan kerugiannya kepada perusahaan asuransi, dengan biaya yang sudah dimasukan dalam kalkulasi harga angkutan yang dikenakan pada pemakai jasa angkutan. Dalam hal lainnya, sebagaimana telah diuraikan bahwa Ordonasi merupakan turunan dari Konvensi Warsawa 1929 dengan beberapa perbedaan yaitu tentang perjanjian keterlambatan dan pasal 24 dan 25 tentang persyaratan untuk adanya tanggungjawab pengangkut. Dalam keterlambatan menurut pasal 28 Ordonasi, pengangkut akan bertanggung jawab jika tidak ada persetujuan lain. Ketentuan ini sering digunakan oleh pengangkut untuk menghindari tanggung jawab dalam kelambatan dengan cara membuat klausal dalam dokumen pengangkutan yang berbentuk perjanjian baku yang menyatakan bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kelambatan. Selain perjanjian-perjanjian diatas, ada juga beberapa perjanjian yang bisa menjadi acuan system tanggung jawab terutama bagi penumpang sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan dengan perusahaan angkutan, seperti yang tertulis di perjanjian Monteral, perjanjian Guatemala, Ordonasi Pengangkutan Udara dan sistem Flat Rate. 25 Di Indonesia sistem tanggung jawab yang di pakai tergantung pada penilaian tentang kepentingan dari pihak yang terkait dalam perjanjian angkutan
25
E. Suherman; Op cit, hal. 236-238
32
udara, yaitu pengangkut dan para pemakai jasa angkutan, dengan memperhatikan aspek-aspek faktor-faktor yang relevan. Dimana memberi beban minimal bagi pemakai jasa angkutan dan memungkinkan penyelesaian pembayaran ganti rugi dalam waktu yang sesingkat mungkin dan cara yang mudah, tanpa melalui proses pengadilan.
E. Tanggung jawab Pengangkut Dalam Pengangkutan Barang dan Penumpang Melalui Udara Tanggung jawab merupakan hal sangat penting dalam penyelenggaraan penerbangan terutama untuk kerugian-kerugian yang ditimbulkannya pada pemakai jasa angkutan udara dan pihak ketiga, yang mungkin mengalami kerugian akibat dari kegiatan penerbangan dan angkutan udara tersebut. Sedangkan arti tanggung jawab adalah kewajiban untuk mengganti
kerugian
karena suatu tindakan seorang karena perbuatan melawan hukum.26 Sudah banyak konvensi-konvensi dan protokol-protokol yang mengatur masalah tanggung jawab penyelenggara penerbangan, diantaranya Konvensi Warsawa 192927 yang mengatur masalah tanggung jawab pengangkut dan dokumen angkutan pada penerbangan internasional, dan disusul dalam tahun 1952 oleh Konvensi Roma28 yang mengatur tanggung jawab untuk kerugian yang ditimbulkan pada pihak ketiga di permukaan bumi.
26
Lihat misalnya Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menetapkan bahwa ”barang siapa menimbulkan kerugian kepada pihak lain karena perbuatan melawan hukum, wajib mengganti kerugian tersebut” 27 Kovensi Warsawa ditandatangani pada tanggal 12 Oktober 1929 di Warsawa, Rusia. 28 Konvensi Roma ditandatangani pada tanggal 28 September 1952 di Roma, Italy.
33
Konvensi Warsawa sendiri beberapa kali diubah dengan beberapa protokol, Protokol The Hague 195529 dan Protokol Guatemala 197130 dan Protokol Tambahan Montreal 1975 nomor 1 sampai 4. Disamping itu terdapat suatu konvensi tambahan, yaitu Konvensi Guadalaraja 196131 yang mengatur tentang masalah tanggung jawab pada angkutan udara yang dilaksanakan oleh pihak yang bukan pihak yang mengadakan perjanjian angkutan. Dalam
penyelenggaraan
pengangkutan
penerbangan
pihak
yang
bertanggung jawab adalah pengangkut udara yang terkait didalam tugasnya melakukan pengangkutan udara. Pengangkut merupakan badan hukum yang melaksanakan perjanjian angkutan, secara keseluruhan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pengankutan penerbangan adalah, antara lain: 1. Pihak pengangkut udara atau maskapai penerbangan; dan 2. Pihak-pihak selain pengangkut udara, yang terdiri dari: a. Penyelenggara bandar udara; b. Pegawai maskapai penerbangan; c. Agen penjaulan tiket atau agen perjalanan (travel agent); d. Pegawai perusahaan penerbangan lain yang melakukan tugas bilamana perusahaan tersebut tidak mempunyai pegawai sendiri atau agen tata operasi darat (ground handling agent); dan
29
Protokol The Hague ditandatangani pada tanggal 28 September 1955 di Hague. Protokol Guatemala ditandatangani pada tanggal 8 Maret 1971 di Guatemala. 31 Konvensi Guadalaraja ditandatangani pada tanggal 18 September 1961 di Guadalaraja. 30
34
e. Perusahaan yang menyediakan jasa transportasi darat (seperti bus penghubung) yang mengangkut penumpang dari terminal ke bandara, antar terminal bandara ke terminal bandara, dan dari bandara ke pesawat atau sebaliknya; serta f. Perusahaan asuransi penerbangan. 34 Semua pihak yang melakukan penyelenggaraan penerbangan ini berpotensi untuk menimbulkan kerugian, baik itu yang bersifat kesengajaan maupun kalalaian. Untuk melindungi dan mengetahui sejauh mana resiko yang di tanggung, terhadap pihak-pihak tersebut harus ditetapkan dengan pengaturan dan ketentuan hukum yang jelas dan tegas, mengingat bahwa tidak selamanya hanya pengangkut udara yang bertanggung jawab atas kerugian yang menimpa penumpang
1. Tanggung jawab pengangkut udara Pengangkut udara atau sering juga dikatakan sebagai maskapai penerbangan
mengemban
tanggung
jawab
yang
sangat
penting
dalam
penyelenggaraan penerbangan. Dikatakan mempunyai tanggung jawab yang penting karena pengangkut udara mempunyai tugas pokok untuk mengangkut penumpang sampai di tujuan dengan selamat. Berarti selama penerbangan, pengangkut udara berkewajiban untuk meminimalisir atau berupaya mencegah terjadinya peristiwa yang dapat
34
E. Suherman, Ibid, hal. 78.
35
merugikan penumpang. Dalam
menjalankan
usahanya,
pengangkut
udara
mungkin
saja
menimbulkan kerugian-kerugian, baik dengan sengaja ataupun tidak, dan bahkan mungkin juga tanpa adanya suatu kesalahan apapun, tetapi tetap saja dapat timbul kejadian yang dapat menyebabkan kerugian terhadap penumpang, misalkan faktor cuaca yang cenderung berubah-ubah selama penerbangan. Dalam UU Penerbangan dinyatakan bahwa perusahaan angkutan udara bertanggung jawab atas: 1) Pemberian perlakuan khusus terhadap penumpang yang mempunyai cacat dan orang sakit.35 2) Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut.36 3) Musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut.37 4) Keterlambatan angkutan penumpang dan / atau barang yang diangkut apabila terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pengangkut.38 5) Kerugian yang diderita oleh pihak ketiga yang diakibatkan oleh pengoperasian pesawat udara atau kecelakaan udara atau jatuhnya benda-benda lain dari pesawat yang dioperasikan.39
35
UU Penerbangan Pasal 42. Dalam Pasal ini, yang dimaksud dengan cacat misalnya penumpang yang menggunakan kursi roda karena lumpuh, cacat kaki, tuna netra, sedangkan yang dimaksud orang sakit adalah semua orang yang sedang sakit dalam penerbangan, dan dukan jenis penyakit menular. 36 UU Penerbangan Pasal 43 angka (1) huruf a. Penyebabnya adalah karena kecelakaan selama dalam pengangkutan udara dan terjadi di dalam pesawat. 37 UU Penerbangan Pasal 43 angka (1) huruf b. 38 UU Penerbangan Pasal 43 angka (1) huruf c. 39 UU Penerbangan Pasal 44. Pihak ketiga adalah orang yang tidak mempunyai kaitan dengan pengoperasian pesawat udara tetapi terkena dampak dari pengoperasian pesawat udara tersebut.
36
Pengangkut bertanggung jawab untuk kerugian akibat dari luka atau bekas pada tubuh penumpang,40 apabila kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada hubungannya dengan angkutan udara yang dinaikinya dan terjadi selama penerbangan dalam jangka waktu antara naik dan turun dari pesawat. Pada pokoknya kerugian dapat diderita oleh 2 (dua) pihak, antara lain: 1) Pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pengangkut udara, yakni penumpang atau pengirim barang; dan 2) Pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pengangkut udara, yakni penumpang atau pengirim barang; dan 3) Pihak lain yang tidak mempunyai hubungan perjanjian pengangkutan dengan pengangkut udara, yakni pihak ketiga. Tanggung jawab pengangkut udara terhadap pihak ketiga dapat ditemukan dalam kejadian-kejadian sebagai berikut:41 a. suatu kecelakaan pesawat udara menimbulkan kerugian pada orang maupun benda di permukaan bumi, misalnya jatuhnya mesin pesawat akibat kecelakaan pesawat; b. penggunaan pesawat udara yang dapat mengganggu masyarakat di sekitarnya, misalnya gangguan suara mesin jet pesawat; c. pesawat udara menimbulkan kerugian pada saat berada di permukaan bumi, misalnya terjadi kecelakaan pesawat pada saat berada di bumi, seperti pendaratan yang kurang mulus, menyebabkan seseorang
40
Abdulkadir Muhammad,1994, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Bandung: Citra Aditya Bakti, Hal. 86. 41 Abdulkadir Muhammad. Ibid , hal. 35
37
mengalami serangan jantung dan akhirnya meninggal karena melihat kecelakaan tersebut; dan d. terjadi tabrakan di udara dengan pesawat atau benda-benda udara lainnya. Selain itu, dalam perjanjian pengangkutan udara, pengangkut udara mempunyai kewajiban-kewajiban pokok, antara lain: 1) menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan / atau barang dari bandara pemuatan sampai di bandara tujuan dengan selamat; 2) merawat, menjaga, dan memelihara penumpang dan /atau barang yang diangkut dengan sebaik-baiknya; 3) menyerahkan barang (dalam pengangkutan barang) yang diangkut kepada penerima dengan sebaik-baiknya, dalam keadaan lengkap, utuh, tidak rusak, atau tidak terlambat; 4) melepaskan atau menurunkan penumpang di bandara tujuan dengan sebaik-baiknya.42 Di dalam pemberian pelayanan oleh pengangkut sewajarnya diimbangi dengan hak atas biaya pengangkutan yang diterima dari penerima atau pengirim atau penumpang. Namun pengangkut udara juga dapat tidak bertanggung jawab atas kerugian tersebut apabila: 1) pengangkut dapat membuktikan bahwa perusahaan dan semua pegawainya telah mengambil semua tindakan yang perlu untuk
42
Abdulkadir Muhammad, Ibid, hal.81.
38
mencegah atau menghindari kerugian; 2) pengangkut
dapat
membuktikan
bahwasannya
tidak
mungkin
mengambil tindakan pencegahan apabila dirasa tindakan tersebut sangat beresiko bagi keselamatan penumpang; 3) kerugian itu disebabkan oleh kesalahanyang dilakukan oleh pihak yang menderita kerugian (penumpang) itu sendiri; dan 4) kesalahan yang dilakukan penumpang itu membantu terjadinya kerugian itu.43 2. Tanggung jawab pihak-pihak lainnya a. Penyelenggara bandar udara Penyelenggaraan penerbangan ini turut dilakukan oleh penyelenggara bandar udara umum, dalam hal ini di selenggarakan oleh unit pelaksana teknis/satuan kerja bandar udara atau badan usaha kebandarudaraan. Penyelenggara bandar udara mempunyai kewajiban untuk memenuhi stndar dan ketentuan terkait dengan pengoperasian bandar udara, mempekerjakan personil bandar udara yang berkualitas dan berkompeten, dan menjamin pengoperasian dan pemeliharaan bandar udara dengan tingkat perhatian, serta mengoperasikan dan memelihara bandar udara sesuai dengan prosedur yang berlaku.44 Pelayanan jasa kebandarudaraan di bandar udara umum dilakukan untuk kepentingan pelayanan umum, guna menunjang keamanan dan keselamatan
43 44
2007.
Abdulkadir Muhammad, Ibid, hal. 87 www.dephub.go.id, “Sertifikasi Operasi Bandar Udara”, diakses pada tanggal 22 April
39
penerbangan, kelancaran dan ketertiban lalu lintas pesawat udara, penumpang dan/atau kargo dan pos.45 Pelayanan tersebut meliputi:46 1) penyediaan, pengusahaan, dan pengembangan fasilitas untuk kegiatan peleyanan pendaratan, lepas landas, manuver, parkir, dan penyimpanan pesawat udara; 2) penyediaan, pengusahaan, dan pengembangan fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan penumpang, kargo, dan pos; 3) penyediaan, pengusahaan, dan pengembangan fasilitas elektronika, listrik, air, dan instalasi limbah buangan; 4) jasa kegiatan penunjang bandar udara, meliputi penyediaan hanggar pesawat, perbengkelan, pergudangan, jasa boga pesawat, jasa pelayanan teknis penanganan pesawat di darat, jasa pelayanan penumpang dan bagasi, jasa penanganan kargo, dan jasa penunjang lainnya yang secara langsung menunjang kegiatan penerbangan ( seperti hotel, toko/restoran, parkir kendaraan bermotor, dan jasa perawatan); 5) penyediaan lahan untuk bangunan, lapangan, dan industri serta gedung atau bangunan yang berhubungan dengan kelancaran angkutan udara; 6) penyediaan jasa konsultasi, pendidikan, dan pelatihan yang berkaitan dengan kebandarudaraan; dan 7) penyediaan jasa lainnya yang dapat menunjang pelayanan jasa kebandarudaraan. 45 46
Pasal 24 Peraturan Pemerintah tentang Kebandarudaraan. Pasal 25 Peraturan Pemerintah tentang Kebandarudaraan.
40
Dari jenis-jenis pelayanan umum tersebut, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab hukum pihak penyelenggara bandar udara (umum), antara lain: 1) bahwa selain mewajibkan perusahaan penerbangan untuk membantu pengamanan secara terpadu, penyelenggara bandar udara juga wajib melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk pencegahan dan pemberantasan tindak kejahatan di wilayah bandar udara; 2) bahwa sarana dan prasarana penerbangan yang dioperasikan, khususnya oleh penyelenggara bandar udara (umum), harus siap pakai dan secara teknis layak untuk dioperasikan dan diwajibkan untuk mempunyai keandalan dan memenuhi syarat-syarat keamanan dan keselamatan penerbangan; 3) bahwa penyelenggara bandar udara (umum) bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas-fasilitas penunjang yang memenuhi syarat-syarat keamanan dan keselamatan penerbangan; 4) bahwa pihak penyelenggara bandar udara (umum) mempunyai wewenang untuk melarang pendirian bangunan atau kegiatan-kegiatan lain disekitar bandara yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan penumpang; dan 5) bahwa penyelenggara bandar udara (umum) bertanggung jawab secara langsung terhadap keamanan, keselamatan, dan kelancaran pelayanan selama penyelenggaraan penerbangan; 6) bahwa penyelenggara bandar udara, atas izin yang diberikan pemerintah, harus memiliki dan mengelola lahan yang khusus
41
diperuntukan bagi penerbangan dan adanya pembagian lahan tersebut menjadi beberapa kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah, yakni kawasan pendekatan dan tinggal landas, kawasan kemungkinan bahaya kecelakaan, kawasan permukaan horizontal luar dan
horizontal
dalam, kawasan kerucut, dan permukaan transisi.47
b. Pegawai perusahaan penerbangan Pegawai-pegawai perusahaan penerbangan juga ikut bertanggung jawab terhadap penumpang pesawat. Yang dimaksud dengan pegawai-pegawai perusahaan penerbangan adalah orang yang mempunyai hubungan kerja dengan perusahaan penerbangan, yang terdiri dari pegawai di darat dan pegawai di udara. Pegawai di darat mempunyai tanggung jawab untuk: 1) pegawai bagian tiket bertanggung jawab untuk memberikan bantuan untuk penumpang dalam rangka memberikan informasi seputar jadwal dan tarif penerbangan; 2) pegawai bagian tiket juga bertanggung jawab untuk melakukan pembukuan (booking) dari jadwal penerbangan yang dipesan oleh penumpang dan memberikan tiket sebagai bukti tanda penerbangan; 3) pegawai bagian penerima barang bertanggung jawab melakukan penghitungan jumlah berat barang bawaan penumpang sebelum dimasukan ke pesawat udara dan memberikan pas bagasi sebagai bukti dari barang bawaannya tersebut;
47
K. Martono.1987, Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, Bandung: Alumni, hal. 112.
42
4) pegawai bagian pengecekan melakukan cek ulang nama-nama penumpang sebelum menaiki pesawat; 5) pegawai perusahaan juga bertanggung jawab untuk melakukan pengantar
jemputan
penumpang
dengan
menggunakan
bus
penghubungnya sendiri apabila memungkinkan; dan 6) pegawai bagian teknik bertanggung jawab atas kelaikan terbang pesawat sebelum dinaiki penumpang dengan melakukan pemeriksaan baik sebelum maupun sesudah pesawat udara dipergunakan. Pegawai di udara terdiri dari pilot48 dan pegawai pembantu yang disebut pramugari/a. Pegawai di udara mempunyai tanggung jawab untuk: 1) pilot bertanggung jawab atas penggunaan pesawat secara wajar keselamatan, keamanan pesawat udara sebelum tinggal landas harus meyakinkan diri bahwa pesawat udara telah memenuhi persyaratan terbang berdasarkan informasi yang diperoleh untuk untuk melakukan penerbangan;49 2) pilot bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan dan keamanan penumpang sampai ketempat tujuan berkaitan dengan tugasnya, seperti koordinasi dengan pengawas operasi dan menajemen bandar udara; 3) pilot mempunyai wewenang tunggal dalam mengambil keputusan selama penerbangan dengan tidak mengesampingkan
keselamatan
penumpangnya; 48
K. Martono,1998, Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Tanggung Jawab Awak Pesawat Udara Sipil, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, hal. 16. 49 Ibid, hal. 20. Diatur dalam Annex D Kovensi Paris 1919
43
4) pilot bertanggung jawab atas keselamatan penumpang selama penerbangan,
termasuk
mengambil
langkah-langkah
yang
dipandangnya perlu apabila terdapat hal-hal yang berkaitan dengan kejahatan,
dengan
mempertimbangkan
kelancaran,
ketertiban,
kedisiplinan selama didalam pesawat udara; 5) pilot bertanggung jawab atas keselamatan penumpang selama penerbangan,
termasuk
mengambil
dipandangnya perlu apabila terdapat kejahatan,
dengan
langkah-langkah
yang
hal-hal yang berkaitan dengan
mempertimbangkan
kelancaran,
ketertiban,
kedisiplinan selama didalam pesawat udara; 6) pramugari/a bertanggung jawab atas kenyamanan penumpang selama penerbangan dengan memberikan makanan ringan (jika ada) selama penerbangan; 7) pramugari/a juga bertanggung jawab atas keselamatan jiwa penumpang dengan cara memberituhukan cara-cara pemakaian alat keselamatan dan biasanya dilakukan sebelum pesawat tinggal landas; 8) pramugari/a diharuskan mengetahui semua prosedur penyelamatan dengan baik apabila seandainya terjadi kecelakaan.
c. Agen perjalanan (Travel Agent) Agen perjalanan (travel agent) sebagai perpanjangan tangan dari pengangkut udara, dalam kaitannya dengan perlindungan hukum bagi penumpang, bertanggung jawab atas:
44
1) perolehan informasi yang benar dan akurat mengenai jadwal dan tarif penerbangan yang dimintakan oleh penumpang; 2) pengantaran dan penjemputan secara tepat waktu dari bandar udara ke tempat penginapan apabila penumpang menggunakan jasa pelayanan agen perjalanan; 3) tugas pembukuan tempat (booking) dan konfirmasi tempat kepada pihak maskapai penerbangan.
d. Pegawai perusahaan lain/agen tata operasi darat (Ground Handling Agent) Kadangkala ada tugas yang tidak bisa dilakukan oleh pegawai-pegawai perusahaan itu sendiri sehingga perusahaan itu meminta bantuan perusahaan atau pihak lain untuk melakukan tugas yang tidak bisa dilakukannya tersebut. Biasanya tugas tersebut seperti pemeliharaan kondisi pesawat udara, peminjaman hanggar pesawat udara, sampai pada perbaikan pesawat udara. Tugas-Tugas itu mungkin tidak dapat dilakukan oeh perusahaannya sendiri dikarenakan kurangnya pegawai, kurangnya teknologi atau karena alasan penghematan dibidang-bidang tersebut. Pastinya terjadi suatu perjanjian khusus diantara kedua perusahaan tersebut. Pegawai yang dipekerjakan itu harus mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya juga dengan penuh kehati-hatian dengan memperhatikan faktor keamanan dan keselamatan penumpang.
45
Mengenai tanggung jawab yang dapat diperoleh penumpang sesampainya mendarat, umumnya dilakukan oleh agen tata operasi darat/ground handling agent. Apa yang dikerjakan oleh perusahaan ground handling ini memang sangat tergantung dari permintaan perusahaan penerbangan yang bersangkutan. Jasa perusahaan ground handling ini, antara lain:50 1) bagian lapor diri (chek-in counter); 2) keberangkatan dan/atau kedatangan; 3) keberangkatan dan/atau kedatangan; 4) parkir pesawat, bongkar muat pesawat, kargo, pos/ksurat; 5) operation, termasuk mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan untuk
keberangkatan
pesawat,
penataan
muatan
barang
dan
penumpang supaya pesawat seimbang, pengisian bahan bakar, dan pemesanan makanan; 6) cleaning, pembersihan hanya bisa dilakukan pada bagian interior pesawat seperti membersihkan lantai dengan vakum cleaner, mengganti sarun bantal, melipat selimut, membersihkan kamar kecil pesawat atau bagian eksterior pesawat.
Perusahaan penerbangan dapat saja meminta penanganan penuh (full ground handling) dari perusahaan ini atau hanya sebagian saja, misalnya hanya check-in counter dan ramp saja, sisanya dikerjakan oleh perusahaan penerbangan itu sendiri. 50
R Felix Hadi Mulyanto,1999, Ground Handling Tata Operasi Darat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hal. 31.
46
Perusahaan ini juga turut bertanggung jawab atas kenyamanan penumpang selama penerbangan. Oleh karena itu, semua pegawai-pegawainya harus diberikan pelatihan (training) yang baik sehingga dapat memuaskan penumpang.
e. Perusahaan penyedia jasa transportasi darat Selain pihak-pihak tersebut diatas, pihak lain yang juga ikut bertanggung jawab atas keamanan, keselamatan, dan kenyamanan penumpang adalah pihak perusahaan penyedia jasa transportasi darat. Sesuai dengan bidangnya, maka tugas dari perusahaan ini adalah menyediakan jasa transportasi untuk memudahkan penumpang dalam rangka melakukan perjalanannya. Jasa transportasi yang dapat disediakan oleh perusahaan ini antara lain sepeti fasilitas bus, shuttle bus, maupun taksi. Jasa yang disediakan tersebut berguna untuk memudahkan penumpang, mulai dari menghubungkan penumpang dari terminal bus ke bandara, antar terminal bandara, dan sebaliknya. Perusahaan transportasi darat ini juga bertanggung jawab atas penumpang yang menggunakan jasa pelayanannya dengan kewajibannya, yaitu mengantar penumpang sampai tempat tujuan dengan selamat dan memberikan kenyamanan selama pelayanannya, seperti pengadaan fasilitas AC (Air –Conditioner) dalam modanya.
f. Perusahaan asuransi penerbangan Asuransi atau disebut juga pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung dengan menerima premi dari tertanggung memberikan
47
santunan atas kerugian, kerusakan, atau hilangnya keuntungan yang diharapkan oleh tertanggung karena suatu peristiwa yang belum dapat dipastikan. Setiap pengoperasian pesawat udara komersil di Indonesia diharuskan mengasuransikan pesawatnya, penumpangnya, dan tanggung jawab maskapai penerbangan terhadap pihak ketiga di darat. Di Indonesia, asuransi yang diperuntukan bagi penumpang menjadi tanggung jawab
PT. Asuransi Jasa
Raharja sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Penumpang Kendaraan Umum jo. Peraturanperaturan pelaksananya. Badan hukum ini berkewajiban untuk memberikan ganti rugi apabila terjadi peristiwa yang tidak dapat dipastikan selama pengangkutan penerbangan.
BAB III PENYELENGGARAAN BANDAR UDARA UMUM Penyelenggaraan bandar udara umum adalah unit pelaksana teknis / satuan kerja bandar udara atau badan usaha kebandarudaraan. Dalam skripsi ini penulis akan membahas hal-hal mengenai penyelenggaraan bandar udara seperti : 1.
Sistem Transportasi Nasional
2.
Tatanan Kebandarudaraan Nasional
3.
Operasi Bandar Udara
4.
Kegiatan Penunjang Bandar Udara
Namun sebelum membahas masalah diatas, penulis akan mencoba mengulas secara singkat hal-hal yang terkait dengan penyelenggaraan bandar udara seperti pesawat udara, angkutan udara, bandar udara, navigasi penerbangan, pencarian dan pertolongan kecelakaan serta ketentuan-ketentuan pidana. a. Pesawat udara Pesawat udara ( Air Craft ) adalah setiap alat yang dapat terbang di atmosfer karena daya angkat dari reaksi udara kecuali reaksi udara terhadap permukaan bumi.51 Pesawat udara ( Air Craft ) terdiri dari : 1) Pesawat terbang ( Aeroplane ) yaitu pesawat yang lebih berat dari udara, bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri. 2) Pesawat udara sayap berputar ( Rotor Craft ), yaitu pesawat udara yang lebih berat dari udara, dapat terbang dengan sayap berputar, dan
Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
49
51
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan, Pasal 1 ayat 3
48
49
bergerak dengan tenaga sendiri; seperti helikopter atau gyroplane. 3) Pesawat udara ( Air Craft ) selain pesawat udara (Aeroplane )dan pesawat udara sayap berputar (Rotor Craft ) b. Angkutan udara Angkutan udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.52 c. Bandar udara Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang, dan / atau bongkar muat kargo dan /atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan keselamatan penerbangan dan sebagi tempat perpindahan antar moda transportasi.53 d. Navigasi penerbangan Navigasi penerbangan adalah setiap kegiatan pemanduan terhadap pesawat udara selama beroperasi yang dilengkapi dengan fasilitas navigasi penerbangan.54 e. Pencarian dan pertolongan kecelakaan pesawat udara Yang dimaksud dengan ketentuan ini adalah pencarian terhadap pesawat udara dan manusia yang menjadi korban, sedangkan pertolongan hanya pada manusia.55 Sesuai dengan karakteristik transportasi udara mampu mencapai tujuan dalam waktu cepat, berteknologi tinggi dan memerlukan tingkat keselamatan tinggi serta sifatnya yang padat modal sehingga tantangan terhadap masa depan 52
Undang-undang Penerbangan Pasal 1 ayat 13 Undang-undang Penerbangan Pasal 1 ayat 11 54 Undang-undang Penerbangan Pasal 1 ayat 26 55 Undang-undang Penerbangan Pasal 32 dan 33 53
50
penerbangan lebih berat dan lebih cepat, dengan bergesernya pola bisnis transportasi udara menjadi industri angkutan udara baik secara nasional maupun internasional, maka diperlukan peningkatan pengawasan dalam penyelenggaraan bandar udara umum. Pada prinsipnya penyelenggaraan bandar udara untuk umum dilakukan oleh pemerintah, namun demikian pelaksanaannya penyelenggaraan bandar udara dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik negara ( BUMN ) yang didirikan untuk maksud pengusahaan bandar udara .56 Pada saat ini telah didirikan badan usaha milik negara yang ditujukan untuk mengusahakan bandar udara masing-masing PT ( Persero ) Angkasa Pura I 57
dan PT ( Persero ) Angkasa Pura II 58. PT Angkasa Pura I mengusahakan
9 bandar udara yaitu Adisutjipto di Yogyakarta, Adisumarno di Solo, Juanda di Surabaya, Bali Ngurah Rai Internasional Airport di Bali, Hasanuddin di Ujung Pandang, Syamsudin Noor di Banjarmasin, Sam Ratulangi di Manado, Sepinggan di Balikpapan, Frans Kaiseppo di Biak. Sedangkan PT Angkasa Pura II mengusahakan 5 bandar udara yaitu Soekarno-Hatta di Jakarta, Halim Perdana Kusuma di Jakarta, Polonia di Medan.
56
Pasal 26 ayat (1) UURI Nomor. 15 Tahun 1992 menyatakan penyelenggaraan bandar udara untuk umum dan pelayanan navigasi penebangan dilakukan oleh pemerintah dan pelaksananya dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik negara yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 57 PT (Persero) Agkasa Pura I semula didirikan tahun 1962 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1962 tentang PN Angkasa Pura Kemayoran, kemudian berubah menjadi Perum Angkasa Pura berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1974, terakhir menjadi PT (persero) Angkasa Pura I berdasarkan PP No. 5 Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (perum) Angkasa Pura I, menjadi Perusahaan Persero Angkasa Pura I. 58 PT (Persero) Angkasa Pura II semula didirikan berdasarkan PP No. 20 Tahun 1984 tentang Perusahaan Umum Jakarta Cengkareng kemudian berubah menjadi Persero berdasarkan PP No. Tahun 1992 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Persero) menjadi Perusahaan Persero II.
51
Lokasi untuk penyelenggaraan bandar udara umum ditetapkan oleh Menteri berdasarkan tatanan kebandaraan. Untuk keperluan pelayanan jasa kebandaraan, keselamatan penerbangan dan fasilitas penunjang bandara penyelenggara harus menyusun rencana induk bandara, untuk kepentingan penyelenggaraan bandara ditetapkan daerah lingkungan kerja bandara, untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan di bandara dan sekitarnya juga diperlukan kawasan keselamatan operasi penerbangan untuk mengendalikan ketinggian benda tumbah dan pendirian bangunan di bandara dan sekitar. Perencanaan,pembangunan, penetapan dan penataan penggunaan tanah dan perairan yang terletak di sekitar bandar umum dilakukan dengan memperhatikan tingkat kebisingan , kawasan kebisingan di bandar udara diukur dan ditentukan dengan bertitik tolak pada rencana induk bandara. Pembangunan bandara hanya dapat dilakukan setelah ditetapkan keputusan pelaksanaan pembangunan oleh pejabat berwenang. Penambahan dan atau pengembangan yang dapat merubah konfigurasi fasilitas pokok bandara penyelenggara wajib melaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara. Pengoperasian bandara hanya dapat di lakukan setelah ditetapkan keputusan pelaksanaan pengoperasian oleh menteri. Pelaksana kegiatan di bandara , terdiri dari : 1. Pelaksana fungsi pemerintahan : a. Keamanan dan keselamatan serta kelancaran penerbangan b. Bea dan Cukai c. Imigrasi
52
d. Karantina e. Keamanan dan ketertiban di bandara 2. Penyelenggara bandara yang merupakan : a. UPT Pemerintah b. Unit pelaksana dari badan usaha kebandarudaraan 3. Badan hukum Indonesia yang melaksanakan kegiatan di bandara Pelaksana kegiatan fungsi pemerintahan dan pengusahaan di bandara dikoordinasikan oleh kepala bandara59 / pejabat pemegang fungsi koordinasi yang ditunjuk menteri. Pelayanan jasa kebandaraan oleh penyelenggaraan bandara dilaksanakan pada daerah lingkungan kerja bandara, meliputi : 1. Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas untuk kegiatan pelayanan pendaratan, lepas landas, parkir dan penyimpanan pesawat, 2. Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas terminal untuk pelayanan angkutan penumpang, kargo dan pos, 3. Penyediaan, pengusahaan dan pengembangan fasilitas elektronika, listrik, air dan instalasi limbah buangan, 4. Jasa kegiatan penunjang bandara 5. Penyediaan lahan untuk bangunan , lapangan dan kawasan industri serta gedung atau bangunan yang berhubungan dengan kelancaran angkutan udara, 6. Penyediaan jasa konsultasi, pendidikan dan latihan yang berkaitan 59
Kepala Bandar Udara adalah Pejabat yang ditunjuk untuk mengepalai dan/atau mengelolah bandar udara setempat
53
dengan kebandandaraan, 7. Penyediaan jasa pelayanan yang secara langsung menunjang kegiatan penerbangan, 8. Penyediaan jasa pelayanan yang langsung atau tidak langsung menunjang kegiatan bandara. Penyelenggaraan bandara dalam memberikan pelayanan jasa kebandaraan diwajibkan menyusun sistem dan prosedur pelayanan jasa kebandaraan dan pengamanan di daerah lingkungan kerja bandara dalam rangka menjamin kelancaran operasi bandara berdasarkan pedoman yang telah ditetapkan. Dan memelihara kelancaran , keamanan dan ketertiban pelayanan pesawat udara, penumpang, kargo dan pos serta kegiatan pihak lain sesuai dengan sistem prosedur yang telah ditetapkan. Serta melakukan pengawasan terhadap lalulintas orang dan kendaraan di dalam daerah tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara bandara.
A. Sistem Tranportasi Nasional Sistem transportasi nasional ( Sistranas ) adalah suatu tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman yang terdiri dari transportasi jalan, transportasi jalan rel, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi udara, dan transportasi pipa yang masing-masing terdiri dari sarana dan prasarana, kecuali pipa, yang saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak dan perangkat pikir, membentuk satu sistem pelayanan transportasi yang efektif dan efisien sehingga berfungsi melayani perpindahan orang dan / atau barang, yang terus berkembang secara dinamis.
54
Tujuan sistem transportasi nasional adalah agar terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubangan internasional Sasaran sistem transportasi nasional adalah terciptanya penyelenggaraan transportasi yang efektif dalam arti selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah, tepat waktu, nyaman, biaya terjangkau, tertib, aman, rendah polusi dan efisien dalam arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional. Sistem transportasi dirancang guna memfasilitasi pergerakan manusia dan barang. Pelayanan transportasi sangat terkait erat dengan aspek keselamatan (safety,) baik orang maupun barangnya. Seseorang yang melakukan perjalanan wajib mendapatkan jaminan keselamatan, bahkan jika mungkin memperoleh kenyamanan, sedangkan barang yang diangkut harus tetap dalam keadaan utuh dan tidak berkurang kualitasnya ketika sampai ditujuan. Jaminan layanan transportasi yang dilengkapi dengan jaminan keselamatan akan memberikan rasa kepastian dan ketenangan bagi pelaku perjalanan, sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat dapat terlindungi ketika melakukan perjalanan. Jika aspek keselamatan transportasi terjamin, dan hak masyarakat pengguna terlindungi, niscaya tidak akan muncul biaya-biaya tidak terduga yang merugikan masyarakat pengguna. Di Indonesia, ketidakmampuan negara dalam
55
memfasilitasi pergerakan warganya merupakan kegagalan sistem transportasi yang dikembangkannya. Kegagalan ini tampak dari tidak adanya jaminan keselamatan terhadap semua kecelakaan yang menimpa pengguna transportasi di tanah air. Kegagalan ini juga berarti tidak adanya harmonisasi antar unsur dalam penyelenggaraan transportasi, penyelenggara dan pengguna. Kegagalan juga direfleksikan dengan tidak adanya jaminan rasa aman, selalu merasa was-was baik disebagian perjalanan, maupun perjalanan sambungannya, ataupun seluruh proses perjalanannya. Keselamatan60 dan keamanan61 merupakan salah satu tolok ukur dari kualitas transportasi, dan menjadi perhatian utama dalam setiap kegiatan transportasi penerbangan. Definisi keselamatan dan keamanan transportasi secara umum dapat dirujuk pada PP No.3/2001 Tentang Keselamatan dan Keamanan. Keamanan dan keselamatan penerbangan merupakan upaya semua pihak yang berperan dan berkepentingan dalam kegiatan transportasi udara. Keamanan dan keselamatan penerbangan dapat diupayakan mulai dari konsep, rancangan, proses (pre-ongoing-post), sampai perawatan korban dan investigasi (bila terjadi kecelakaan). Kegiatan ini melingkupi kegiatan pengaturan (regulatory), proses jaminan keselamatan operasi (safety assurance) maupun proses penyelidikan kecelakaan
(investigation),
serta
upaya-upaya
menemukan
pencegahan
(prevention) agar kecelakaan serupa tidak berulang. 60
Keamanan transportasi adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan transportasi yang bebas dari gangguan dan/atau tindakan yang melawan hukum. 61 Keselamatan transportasi adalah keadaan yang terwujud dari penyelenggaraan transportasi yang lancar sesuai dengan prosedur operasi dan persyaratan kelaikan teknis terhadap sarana dan prasarana penerbangan beserta penunjangnya.
56
Usaha untuk menciptakan keselamatan ini merupakan proses dinamis dan tidak pernah berhenti (safety is never ending war).
Dinamika terjadi antara lain
karena dipicu oleh perkembangan teknologi dan tuntutan kebutuhan transportasi. Adanya tuntutan akan kapasitas yang lebih besar mau tidak mau menuntut penerapan produk teknologi baru. Implementasi produk teknologi baru dalam proses transportasi mensyaratkan penyesuaian dalam prosedur operasi, tuntutan pelatihan bagi tenaga operator, dan bila perlu mengharuskan perubahan dalam organisasi operator maupun regulator. Keselamatan penerbangan merupakan salah satu tolok ukur kualitas penyelenggaraan transportasi udara, dan dibentuk oleh perangkat keras, lunak dan sumber daya manusia. Teknologi memotori pengembangan perangkat keras dan perangkat lunak, sedangkan sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh tingkat profesionalisme, yang semuanya tidak ada kaitannya dengan pengaturan ekonomi ataupun biaya murah. Kemajuan teknologi penerbangan terus menekan biaya tidak tetap dan teknologi pengelolaan (managerial technology) dapat dimanfaatkan untuk menekan biaya tetap, dan sangat absurd bila biaya rendah hanya mungkin terjadi dengan mengurangi biaya perawatan, padahal menurut catatan ICAO biaya perawatan hanyalah sekitar 13% dari total biaya. Biaya-biaya tetap lainnya seperti gaji, operasi perkantoran, promosi dapat jauh lebih besar dari biaya perawatan. Biaya total dapat ditekan melalui penekanan biaya-biaya tetap, tetapi bukan biaya perawatan (maintenance cost).
57
Kecelakaan penerbangan dipengaruhi oleh faktor teknis pesawat, faktor infrastruktur fasilitas sisi udara bandar udara, dan faktor kawasan keselamatan operasi penerbangan. Kesalahan teknis pesawat yang menyebabkan kecelakaan penerbangan antara lain karena gangguan mesin, ban pecah, gangguan pada roda pesawat, dan tekanan udara dalam pesawat tidak normal. Sedangkan kecelakaan penerbangan akibat kesalahan infrastruktur fasilitas sisi udara karena licinnya landasan yang menyebabkan pesawat tergelincir dan amblesnya landasan bagian stopway. Oleh karenanya langkah tindak yang perlu didorong adalah Pemerintah tampaknya perlu didorong untuk segera mengambil inisiatif untuk membuat langka yang lebih sistematik dan komprehensif dalam mengelola keselamatan penerbangan. Kebijakan ini perlu didasarkan pada pijakan yang benar berdasarkan tingkat resiko yang terukur dan dilaksanakan secara berkelanjutan, oleh karena itu perlu strategi prioritas tindakan rencana aksi lima tahunan. Penerapan sistem pemeringkatan kinerja maskapai termasuk di dalamnya aspek keselamatan, merupakan cara efektif menyatakan persaingan sehat antar maskapai. Dengan pemeringkatan ini diharapkan akan memacu kinerja aspek keselamatan. Sebagai contohnya Guna mengantisipasi kecelakaan penerbangan akibat faktor teknis pesawat, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebagai regulator moda transportasi udara, berkewajiban meneliti kondisi setiap pesawat sebelum mengeluarkan Certificate of Airworthiness (CoA) bagi pesawat terbang yang akan beroperasi.
58
Dengan kata lain semua pesawat terbang yang masuk dan dioperasikan oleh maskapai penerbangan Indonesia harus melalui izin dan verifikasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk memperoleh CoA. Sistem transportasi nasional mempunyai fungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan sektor lain dan ikut menggerakkan dinamika pembangunan nasional. Fungsi pendorong sistem transportasi nasional yaitu menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk membuka isolasi, melayani daerah dan pulau terpencil, merangsang pertumbuhan daerah terbelakang dan desa tertinggal khususnya di kota serta melayani daerah perbatasan dan daerah transmigrasi sehingga akan lebih memantapkan perwujudan wawasan nusantara. Jaringan transportasi sistem transportasi nasional yaitu: 1.
Jaringan prasarana yang terdiri dari simpul dan ruang lalulintas
2.
Jaringan pelayanan
Jaringan prasarana transportasi udara : 1.
Simpul dalam bentuk bandar udara
2.
Ruang lalulintas62 berupa bagian dari ruang udara yang
dipergunakan sebagai media untuk pesawat terbang bergerak dari satu tempat ketempat lainnya Pola jaringan transportasi udara merupakan pedoman dalam perwujudan sistem transportasi nasional yang membuat indikasi tatanan yang ingin diwujudkan dalam jangka panjng oleh pemerintah saat ini mengacu pada undang62
Ruang lalu lintas merupakan sebagian ruang udara yang dipakai untuk menampung pergerakan pesawat terbang di udara berupa track dan way point.
59
undang Nomor.24 tahun 1992 tentang Tata Ruang, yang diwujudkan dalam rencana umum jaringan transportasi. Adapun rencana umum jaringan transportasi udara, berisi: 1. Rencana lokasi ruang kegiatan yang harus dihubungkan oleh ruang lalulintas, 2. Prakiraan perpindahan orang dan / atau barang menurut asal dan tujuan, 3. Arah dan kebijakan atau skenario pembagian peranan masing-masing moda transportasi, 4. Rencana pengembangan simpul yang telah ditentukan kapasitas dan lokasinya, 5. Rencana pengembangan ruang lalulintas sesuai karakteristik masingmasing moda.
B. Tatanan Bandar Udara Nasional Bandar udara harus ditata dalam suatu sistem, untuk memastikan bahwa bandar udara dapat berkembang sesuai dengan potensi dan tujuan awal pembentukannya. Indonesia menata bandar udaranya dengan berlandaskan pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional. Tatanan kebandarudaraan nasional merupakan dokumen makro strategis yang menjadi dasar perencanaan pembangunan, pendayagunaan, pengembangan, dan pengoperasian bandara-bandara di seluruh Indonesia baik bandara umum maupun bandara khusus.
60
Tatanan Kebandarudaraan Nasioanal mempunyai tujuan, antara lain : 1. Terjalinnya suatum jaringan prasarana bandar udara secara terpadu, serasi dan harmonis agar bersinergi dan tidak saling mengganggu, yang bersifat dinamis, 2. terjadinya efisiensi transportasi udara secara nasional, 3. terwujudnya penyediaan jasa kebandarudaraan sesuai dengan tingkat kebutuhan, 4. terwujudnya
penyelenggaraan
penerbangan
yang
handal
dan
berkemampuan tinggi dalam rangka menunjang pembangunan nasional dan daerah. Dalam pelaksanaanya, Keputusan Menteri Nomor 44 tahun 2002 tersebut belum dapat menjawab secara sistematis persoalan yang dihadapi terutama dalam kaitannya dengan pembangunan bandar udara baru dan/atau pengembangan fasilitas bandar udara, dengan demikian Keputusan Menteri tersebut perlu disempurnakan. Berdasarkan hirarki fungsinya bandar udara saat ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1. Bandar Udara Pusat Penyebaran adalah bandar udara yang berperan melayani penumpang jumlah besar dengan lingkup pelayanan atau daerah cakupan yang besar; 2.
Bandar Udara Bukan Pusat Penyebaran adalah bandar udara yang
berperan melayani penumpang dengan jumlah penumpang kecil dan/ atau tidak mempunyai daerah cakupan atau layanan.
61
Dari 187 bandar udara umum yang ada (Tahun 2004), hanya 49 bandar udara (23 bandar udara PT AP I & II ditambah 26 bandar udara UPT Ditjen Hubud) (26%) yang bersifat memberikan pelayanan atas dasar permintaan jasa angkutan udara, selebihnya yaitu 138 bandar udara (74%) bersifat pendorong/ penggerak ekonomi wilayah. Dari sisi jumlah dan letak geografis, bandar udara umum di Indonesia secara teoritis dapat diakses hampir 94% penduduk Indonesia (dengan asumsi radius pelayanan 100 km/ + 2 jam perjalanan dari lokasi bandar udara untuk semua wilayah Indonesia, kecuali wilayah Papua yaitu 60 km), akan tetapi dikaitkan dengan utilisasi fasilitas bandar udara dalam bentuk pelayanan penerbangan reguler berjadual, belum dapat diandalkan karena banyak bandar udara hanya dilayani oleh 3 kali atau kurang jumlah penerbangan dalam seminggu. Berdasarkan penggunaannya bandar udara di bedakan menjadi 2 jenis yaitu a) Bandar udara yang terbuka untuk melayani angkutan udara ke/ dari luar negeri; b) Bandar udara yang tidak terbuka untuk melayani angkutan udara ke/dari luar negeri. Perlu dilakukan suatu kajian mengenai status ini karena ada beberapa bandar udara yang tidak lagi dilayani oleh penerbangan ke/ dari luar negeri secara berjadual.
62
Untuk mengantisipasi perkembangan kerjasama perbatasan antar negara dimasa mendatang perlu dikembangkan bandar udara internasional didaerah perbatasan sebagai cross border airport yang dilengkapi dengan fasilitas sesuai kebutuhan serta prosedur administrasi yang ringkas sesuai peraturan perundangan. Penyelenggara Bandar Udara Umum di Indonesia sebagaimana Tabel 1
PENYELENGGARA BANDAR UDARA UMUM
Tabel 1 No 1.
Penyelenggara UPT Ditjen Hubud
Bandar Udara Umum 163 bandar udara * Termasuk Bandara Hang Nadim yang diselenggarakan oleh UPT Badan Otorita Batam
BUMN
2.
PT (Persero) Angkasa
13 Bandar Udara 10 Bandar Udara
Pura I PT (Persero) Angkasa Pura II 3.
Badan Hukum Indonesia
1 Bandar Udara * Bandar udara Timika yang dimiliki oleh PT Freeport
Saat ini, Bandar Udara Khusus dapat digunakan untuk umum dengan atas seijin Pemerintah dan memenuhi persyaratan seperti yang ditetapkan untuk bandar udara umum.
C. Operasi Bandar Udara Indonesia sebagai salah satu negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan bagi
63
semua kegiatan penerbangan sipil. Pelayanan tersebut, termasuk menyediakan jaringan prasarana yang memenuhi peraturan internasional yang ditentukan oleh ICAO dan peraturan nasional lainnya. Jaringan prasarana dimaksud terdiri dari bandara sebagai simpul dan ruang udara sebagai ruang lalu lintas. Bandar udara adalah lapangan terbang yang dipergunakan untuk mendarat dan lepas landas pesawat udara, naik turun penumpang dan/ atau bongkar muat kargo dan/ atau pos, serta dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan keselamatan penerbangan dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi. Guna menjamin agar pelayanan terhadap masyarakat pengguna jasa transportasi udara dapat terselenggara dengan teratur, aman, cepat dan efisien, maka kemampuan dan kinerja fasilitas bandar udara harus dijaga dan ditingkatkan sebagai suatu sistem yang terpadu. Dalam upaya peningkatan efisiensi pengelola bandar udara guna peningkatan pendapatan bandar udara, diberi kesempatan kepada sektor swasta, koperasi dan pemerintah daerah untuk berperan serta dalam penyelenggaraan, pembangunan dan/ atau pemanfaatan lahan di bandar udara, khususnya untuk fasilitas yang tidak terkait langsung dengan pelayanan operasi penerbangan. Namun kebijakan ini belum terlaksana secara komprehensif. Guna meningkatkan kemampuan bandar udara dalam memenuhi permintaan akan pelayanan dan fasilitas yang memadai maka pembangunan bandar udara dilaksanakan dengan pertimbangan efisiensi dan efektifitas yang mengutamakan kepentingan nasional.
64
Pengembangan bandar udara64 mengacu pada Studi Kelayakan, Rencana Induk,
Rancangan
awal
dan
Rancangan
Teknik
Terinci,
sedangkan
pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan pendanaan dan skala prioritas secara nasional. Sejalan dengan pola efisiensi dalam pendanaan dan terciptanya hubungan yang harmonis antara sipil dan militer, koordinasi hubungan sipil dan militer dilakukan dengan kebijakan teknis sebagai berikut : 1) Pengelolaan bandar udara yang digunakan bersama sipil dan militer harus didasarkan pada keseimbangan kepentingan sipil dan militer sesuai dengan strategi Pembangunan Nasional; 2) Keseimbangan kepentingan diwujudkan dalam penetapan dan pengaturan batas-batas lingkungan kerja yang tetap menjamin kelangsungan fungsi dan tugas masing-masing; 3) Keseimbangan
kepentingan
khusus
yang
menyangkut
pelayanan
keselamatan lalu lintas udara dan pengembangan bandar udara, dilaksanakan melalui koordinasi antara sipil dan militer. Dalam upaya menjamin dan meningkatkan pelayanan terhadap pengguna jasa bandar udara, tanah bandar udara harus dikuasai oleh penyelenggara bandar udara, baik dikuasai secara fisik, yuridis, maupun administratif. Secara fisik, tanah untuk bandar udara harus aman dari segala jenis gangguan.
64
Pengembangan Bandar Udara didasarkan atas KM 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional serta KM 48 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Bandar Udara Umum.
65
Secara yuridis, status tanah untuk bandar udara harus sudah dibebaskan dari kepemilikan seseorang atau institusi. Secara admnistratif, tanah untuk bandar udara perlu dilengkapi dengan dokumentasi legalitas (sertifikat). Kondisi yang ada saat ini sebagian besar tanah yang digunakan untuk pengoperasian bandar udara khususnya diwilayah Kawasan Timur Indonesia (KTI), walaupun telah dikuasai secara fisik namun penguasaan secara yuridis maupun administratif masih belum jelas. Oleh sebab itu perlu dilakukan proses pembebasan
dan
sertifikasi
tanah
bandar
udara,
bandar
udara
yang
diselenggarakan oleh Pemerintah maupun bandar udara yang dikelola oleh BUMN. Saat ini Pemerintah sedang memfokuskan penyelesaian dan legalisasi pertanahan/ pensertifikasian tanah yang digunakan oleh bandar udara-bandar udara. Penanganan terhadap tuntutan ganti rugi oleh suatu masayarakat atas tanah bandar udara dilakukan melalui suatu penelitian dan inventarisasi dokumentasi penguasaan tanah serta koordinasi dengan instansi pemerintah terkait di daerah maupun di pusat, dan dilaksanakan secara musyawarah yang hasilnya akan dituangkan dalam bentuk Surat Kesepakatan Bersama. Hasil kesepakatan bersama apabila menetapkan bahwa pemerintah (Dephub cq. Ditjen Hubud/ Bandar Udara akan memprogramkan pemberian ganti rugi namun kendala yang dihadapi dalam proses penyelesaian tuntutan ganti rugi tanah dan pensertifikatan tanah bandar udara membutuhkan anggaran yang jumlahnya mencapai milyaran rupiah. Penyelesainya dilaksanakan melalui jalur hukum yang berlaku namun kendala adanya kekurangan dalam hal kepemiikan
66
dokumentasi pertanahan yang sah dan anggaran operasional untuk proses peradilan. Bandar udara sebagai simpul jaringan transportasi udara tempat berlangsungnya perpindahan antar maupun inter moda transportasi dalam kegiatan operasinya terjadi berbagai interaksi antar komponen terutama bandara, operator penerbangan dan pengguna jasa. Interaksi ketiga komponen tersebut membentuk berbagai sub sistem bandara yang masing masing mempunyai karakteristik dan mempunyai peran masing-masing dalam membentuk sistem bandara. Ditinjau dari pembagian wilayah operasi maka sistem bandara dapat di kelompokkan dalam 3 komponen besar yaitu Sisi Udara (airside), Sisi Darat (landside)
dan
lingkungan
sekitar
bandara.
Program
pemeliharaan,
pemgembangan dan pembangunan/ pengadaan fasilitas pada bandar udara diarahkankan untuk memenuhi standard dan kegiatan yang direkomendasilkan oleh ICAO ANNEX 14 AERODROMES. 1) Sisi udara Fasilitas sisi udara, baik konfigurasi maupun dimensinya, direncanakan berdasarkan pada kebutuhan pelayanan pesawat udara terbesar yang dilayani dan volume lalu lintas pergerakan pesawat udara dari waktu ke waktu. Saat ini, dilaksanakan kegiatan pemeliharaan, pengembangan dan pembangunan fasilitas pada beberapa bandar udara untuk memenuhi persyaratan ICAO khususnya ANNEX 14 Aerodrome : Chapter Physical Characteristics dan Chapter Obstacle Restriction and Removal antara lain runway, runway strip, runway end safety area, stopwa, clearway, taxiway, apron
67
dan obstacle clearance–transitional surface antara lain runway dengan apron dan gedung terminal dan jenis obstacle lainnya. Saat ini, dilaksanakan kegiatan pemeliharaan, pengembangan dan pembangunan fasilitas pada beberapa bandar udara untuk memenuhi persyaratan ICAO khususnya ANNEX 14 Aerodrome : Chapter Visual Aids for Navigation yang disesuaikan dengan jenis pesawat udara yang beroperasi. Kalibrasi alat bantu visual untuk navigasi yang diprogramkan secara periodik di bandara, masih sering mengalami kendala mengingat keterbatasan anggaran yang tersedia sehingga sering ditempuh upaya pelaksanaan ground check . Fasilitas PKP-PK di bandar udara secara bertahap diarahkan kepada ketentuan ICAO, sedangkan pemenuhan penyediaan fasilitas rescue boat pada bandar udara yang berdekatan dengan (approach area) dengan laut/ rawa baru dapat tersedia pada sebagian bandar udara. Hanggar Pesawat Terbang saat ini disediakan pada bandara yang merupakan home base perusahaan penerbangan dan sebagian besar disediakan oleh perusahaan penerbangan sendiri. Kegiatan Ground Handling pada bandara UPT dilaksanakan oleh perusahaan penerbangan sedang di bandara yang dikelola oleh PT (Persero) Angkasa Pura I dan II dilaksanakan oleh PT Gapura, PT JAS (Jasa Angkasa Semesta) serta beberapa airline lainnya.
68
2) Sisi darat Gedung Terminal Penumpang. Perencanaan gedung terminal penumpang bandara sampai saat ini masih mengikuti konsep fungsi bahwa terminal penumpang hanya sebagai fasilitas tempat peralihan dari moda satu kemoda yang lainnya dan belum menampung secara optimal kegiatan komersial yang dapat menjadi sumber pendapatan bandar udara dan dapat digunakan oleh pengelola bandar udara untuk merawat sendiri bandaranya tanpa bantuan dana dari pemerintah. Belum seluruh bandara memiliki fasilitas check-in dengan komputer online dan fasilitas boarding masih sederhana/ konvensional mengingat jenis pesawat terbang yang beroperasi. Terminal Barang/ Kargo yang dilengkapi fasilitas pergudangan baru terdapat pada sebagian kecil bandara dan belum ada bandar udara yang fasilitas kargonya dikembangkan sebagai transhipment facilities maupun bounded area. Curb Side sebagai batas interaksi moda darat dengan terminal saat ini pengaturannya masih belum sempurna sehingga sering terjadi kemacetan yang mengganggu kenyamanan pengguna jasa. Akses Bandara saat ini seluruh bandara masih mengandalkan jalan raya sebagai satu-satunya akses dengan moda mobil pribadi sebagai moda utama. 3) Peralatan penunjang bandara Peralatan penunjang bandara meliputi peralatan untuk menunjang pelayanan operasi bandara, pelayanan keamanan bandara serta catu daya listrik
69
dan mekanikal. Untuk pelayanan operasi bandara, saat ini masih digunakan sistem layanan yang berdiri sendiri dan belum terintegrasi secara sistem. Peralatan penunjang pelayanan operasi bandara meliputi check-in system, flight Iiformation display system (FIDS), centralized information system (CIS) serta sistem komunikasi antara pengelola dan atau petugas dengan pemakai jasa bandara belum secara optimal terintegrasi. Pelayanan pengamanan bandara, di terminal penumpang menggunakan peralatan standard seperti X-Ray, walkthrough, metal detector, explosive detector, (handheld) metal detector serta peralatan keamanan lainnya. Untuk pengamanan wilayah yaitu pagar pengaman serta lampu penerangan diprogramkan untuk dipelihara dan dibangun sesuai dengan ketentuan yang ada. Namun belum seluruh bandara yang ada dilengkapi dengan fasilitas dimaksud. Catu daya listrik dan peralatan mekanikal yang ada saat ini belum seluruhnya diotomatisasi (sebagian besar masih manual), dan tidak seluruh bandara dilengkapi dengan sistem pendingin yang memadai terutama sistem pendingin di ruang peralatan.
4) Dokumen pengembangan bandara Bandar udara yang beroperasi , telah diprogramkan untuk melengkapi dokumen yang terkait dengan rencana pengembangan / pembangunan maupun kegiatan operasional. Adapun dokumen dimaksud adalah : a)
Rencana induk bandar udara/ airport master plan;
b)
Kawasan keselamatan operasi penerbangan (KKOP) / obstacle limitation surface;
70
c)
Batas kawasan kebisingan (BKK)/ airport noise contour;
d)
Daerah lingkungan kerja (DLKr)/ airport operational area;
e)
Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)/ enviromental impact assesment.
Mulai tahun 2004 studi penyusunan/ evaluasi KKOP, BKK dan AMDAL di sekitar bandar udara serta pelaksanaan pengawasannya sepenuhnya sudah dilakukan oleh penyelenggara bandar udara, yaitu BUMN, BUMD, BHI dan UPT. Hasil penyusunan rancangan peraturan perundangan dalam bentuk rancangan keputusan Menteri/ Bupati/ Walikota tentang pengaturan KKOP dan BKK, diusulkan oleh penyelenggara bandar udara untuk ditetapkan oleh Menteri/ Bupati/ Walikota. Dalam hal pelaksanaan studi penyusunan/ evaluasi AMDAL (ANDAL, RKL, RPL dan audit lingkungan), penyelenggara bandar udara menyampaikan hasilnya ke Kantor Kementerian Lingkungan Hidup untuk bandar udara internasional sesuai dengan kewenangannya yang berada pada Komisi Penilai AMDAL Pusat. Sedangkan untuk bandar udara nasional kewenangan penilaian dokumen AMDAL-nya berada pada Komisi Penilai AMDAL Daerah, yang keberadaannya bisa ditingkat Propinsi, Kabupaten ataupun Kotamadya guna mendapatkan persetujuan dokumen AMDAL dimaksud. Selanjutnya, Pemerintah Pusat akan melaksanakan fungsinya dalam upaya penetapan standar keselamatan penerbangan dan pedoman teknis lainnya. Berkenaan dengan masalah hygiene dan sanitasi bandar udara, Direktorat Jenderal
71
Perhubungan Udara saat ini melakukan penyempurnaan dalam rangkapeningkatan kegiatan untuk audit mengenai hygiene dan sanitasi bandar udara. Beberapa parameter RPL diwilayah bandar udara yang perlu untuk dilakukan pengawasan dan pemeriksaan antara lain : - Emisi gas buang kendaraan di apron; - Limbah padat cair dan padat ; - Serangga.
D. Sertifikasi Operasi Bandar Udara Seluruh bandar udara yang beroperasi saat ini akan dilakukan sertifikasi. Dengan ditetapkannya KM 47 Tahun 2002 tentang Sertifikat Operasi Bandar Udara (SOB), telah dilaksanakan sosialisasi dan implementasi SOB. Dimulai dengan bandar udara yang diusahakan oleh PT (Persero) Angkasa Pura I dan II dan kemudian akan diteruskan dengan bandar udara lain yang menjadi UPT Pusat maupun Daerah serta bandar udara-bandar udara baru yang saat ini sedang dibangun. Hingga saat ini telah dilakukan evaluasi terhadap 10 bandara dalam rangka penerbitan SOB, mengingat tahun 2005 Indonesia akan diaudit oleh ICAO terkait pelaksanaan sertifikasi bandara termasuk ketentuan-ketentuan regulasinya.
E. Usaha Kegiatan Penunjang Bandar Udara Sesuai dengan fungsi bandar udara yaitu menyediakan fasilitas yang diperlukan bagi pesawat terbang yang mendarat dan tinggal landas serta aktivitas diantara keduanya apabila diperlukan dan juga sebagai pusat kegiatan ekonomi
72
yang diharapkan dapat membiayai diri sendiri dan memberi kontribusi pendapatan terhadap pengelola bandar udara Banyak jenis pelayanan yang ada di bandara umum dengan tujuan sebagai kegiatan penunjang dalam penyelenggaraan Bandar udara umum Pelayanan Jasa Kebandarudaraan pada Bandar udara umum dikelompokkan menjadi : 1. Pelayanan Jasa Kegiatan Penerbangan. a. Pelayanan Jasa Pendaratan Penempatan, dan Penyimanan Pesawat Udara (PJP4U) b. Pelayanan Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) c. Pelayanan Jasa Penerbangan (PJP) d. Pelayanan jasa Pemakaian Counter e. Pelayanan Jasa Pemakaian Garbarata (Avio Bridge). 2. Pelayanan Jasa kegiatan Penunjang Bandar Udara meliputi : a. Pelayanan Jasa yang secara langsung menunjang kegiatan penerbangan. b. Pelayanan jasa yang secara langsung atau tidak langsung menunjang kegiatan bandar udara. Dalam rangka penanaman modal asing, untuk berusaha dibidang usaha kegiatan penunjang Bandar udara dipersyaratkan berpatungan dengan Badan Hukum Indonesia.
Adapun yang menjadi pelayanan jasa sebagai penunjang kegiatan penerbangan adalah :
73
a. Penyediaan hanggar pesawat udara yaitu kegiatan penyediaan gedung hanggar untuk keperluan penyimpanan pesawat udara, perbaikan kecil dan kantor sebagai penunjang kegiatan tersebut b. Perbengkelan pesawat udara (aircraft service and maintenance), yaitu kegiatan yang antara lain mempersiapkan pesawat udara dan komponennya pada tingkat laik udara berdasarkan ketentuan yang berlaku , termasuk peralatan dalam keadaan tidak laik udara menjadi laik udara yang mencakup overhaul, modifikasi, insprksi dan maintenance. c. Pergudangan yaitu kegiatan penampungan dan penumpukan barangbarang dengan mengusahakangudang baik tertutup maupun terbuka di bandar udara dengan menerima sewa penyimpanan barang ( lay over charge ). d. Jasa boga pesawat udara, yaitu kegiatan yang ditunjuk untuk melayani penyediaan makanan dan minuman untuk penumpang dan crew pesawat udara. e. Jasa pelayanan teknis penanganan pesawat udara di darat ( technical ramp handling service ), yaitu kegiatan yang mencakup antaralain towing, ground power supply, air conditioning, tangga pesawat udara, water supply, lavatory service, marshalling. f. Jasa pelayanan penumpang dan bagasi ( passenger and baggage handling service ), yaitu kegiatan untuk melayani penumpang dan
74
bagasi di terminal penumpang dan pelayanan angkutan menuju pesawat udara ( embarkasi) atau sebaliknya ( debarkasi ) g. Jasa penangan kargo ( cargo handling service ), yaitu kegiatan untuk melayani angkutan kargo dari gudang ke pesawat udara atau sebaliknya. h. Jasa pelayanan pembersihan pesawat udara ( aircraft cleaning service ), yaitu kegiatan untuk membesihkan pesawat udara. i. Pelayanan pengisian bahan bakar pesawat udara (aircraft fuel and lubrication service), yaitu kegiatan untuk melayani pengisian bahan bakar dan pelumas bagi pesawat udara. j. Jasa pelayanan operasi penerbangan (flight operation) yaitu pembuatan rencana penerbangan (flight plan), pengarahan awak pesawat terhadap rute penerbangan. k. Jasa pelayanan komunikasi seperti CUTE (Common Use Reservation Service) l. Jasa pelayanan security yaitu jasa yang memberikan pengamanan khusus terhadap kegiatan perusahaan penerbangan.
Dalam pelaksanaannya usaha kegiatan jasa penunjang Bandar udara dapat dilaksanakan oleh : 1. Unit pelaksana teknis/satuan kerja Bandar udara, pada Bandar udara yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/kota.
75
2. unit pelaksana dari badan usaha kebandarudaraan, pada Bandar udara yang diselenggarakan oleh badan Usaha kebandarudaraan; atau 3. Badan hukum Indonesia atau perorangan. Dalam rangka penanaman modal asing, untuk berusaha dibidang usaha kegiatan penunjang Bandar udara dipersyaratkan berpatungan dengan Badan Hukum Indonesia. Unit pelaksana teknis/satuan kerja bandar udara pada bandar udara yag diselenggarakan oleh pemerintah dan unit pelaksana dari bandar udara kebandarudaraan pada bandar udara dapat melaksanakan usaha kegiatan penunjang bandar udara. Namun bagi Badan Hukum Indonesia atau perorangan harus didasarkan atas persetujuan dan penyelenggara bandar udara umum untuk dapat melaksanakan usaha kegiatan penunjang bandar udara. Adapun persetujuan dari penyelenggara bandara umum hanya diberikan oleh kepala unit pelaksan teknis/satuan kerja bandar udara pada bandar udara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan kepal unit pelaksana dari badan usaha kebandarudaraan. Persetujuan itu dapat berupa persetujuan tertulis/ dan atau suatu perjanjian atau kesepakatan bersama tentang pelaksanaan usaha kegiatan penunjang bandar udara yang saling menguntungkan dan merupakan perjanjian dan/atau sewa menyewa dengan penelenggara bandar udara umum.
BAB IV PENINGKATAN PENGAWASAN TERHADAP PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN BARANG dan PENUMPANG MELALUI UDARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 1992 TENTANG PENERBANGAN
A. Bentuk Pengawasan Penumpang dan Pengawasan Barang Pengguna Jasa Angkutan Udara oleh Administrator Bandar Udara Polonia Medan 1. Data dan statistik Bandara Polonia Medan Bandara Polonia mempunyai luas sebesar 144 hektar. Panjang landasan pacu saat ini adalah 2.900 meter, sementara yang dapat digunakan sepanjang 2.625 meter (sehingga terdapat displaced threshold sebesar 275 meter). Hal ini terjadi karena banyaknya benda yang menghalang di sekitar tempat lepas landas dan mendarat. Polonia juga memiliki 4 taxiway dan apron seluas 81.455 meter. Polonia dirancang untuk dapat memuat maksimum sekitar 900.000 penumpang.65 Dari tahun ke tahun arus penumpang Polonia cenderung mengalami peningkatan antara 15 hingga 20 persen. Pada tahun 2003, arus penumpang mencapai sebesar 2.736.332 orang, naik dari 2.090.519 orang pada tahun sebelumnya.66 Jumlah pergerakan pesawat adalah 36.359 pada tahun 2003, naik dari 29.894 pada tahun 2002. Tercatat ada 13.713 penerbangan domestik dan 4.387 penerbangan internasional dari Polonia pada 1998. Pada 2004 jumlahnya telah mencapai 35.100 65
[email protected], "Ground breaking Bandara Baru Medan", diakses pada tanggal 29 Juni 2006 Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
77
66
www.AngkasaPuraII.com, Angkasa Pura II, "Air Traffic Statistics (Annual)", diakses pada tanggal 28 September 2006
penerbangan domestik dan 8.266 penerbangan internasional. Dari segi jumlah penerbangan, pada 76 1998 terdapat 56 penerbangan dalam sehari, namun pada tahun 2005 telah meningkat antara 125 hingga melebihi 150 penerbangan perhari, dengan penumpang lebih kurang 3,8 juta orang pertahun, baik domestik dan internasional. Di bidang transportasi barang, pada tahun 2005 pergerakan kargo di Polonia mencapai 31.347 ton.67 Terdapat dua terminal penumpang di Polonia, satu terminal keberangkatan dan satu untuk kedatangan, dan jika ditotal luasnya mencapai 13.811 meter².68 Keduanya juga masing-masing dibagi untuk penerbangan domestik dan internasional. Terminal domestik Polonia mempunyai luas 7.941 meter² dan saat ini (laporan Januari 2006) menampung 1.810 orang yang datang bersamaan, sehingga setiap penumpang mempunyai luas 4m², kurang dari standar sebesar 14m² yang ditetapkan pemerintah. Mulai 1 Oktober 2006, menyusul peristiwa penyimpangan muatan barang di Bandara Soekarno-Hatta pada September 2006, dioperasikan pula sebuah terminal kargo satu pintu yang diharapkan dapat menertibkan pergerakan kargo dan mencegah terjadinya manipulasi muatan barang. Akibat letaknya yang sangat dekat dengan pusat kota – sekitar 2 km – bandara ini menyebabkan bangunan-bangunan di Medan dibatasi jumlah tingkatnya. Dampak dari peraturan ini adalah sedikitnya jumlah bangunan tinggi di Medan. Selain itu, 67
[email protected], Op..cit., diakses pada tanggal 29 Juni 2006
78
68
[email protected], Op. cit., diakses pada tanggal 29 Juni 2006
bandara ini juga diperkirakan sudah atau hampir melebihi kapasitasnya. Sejak pemberian izin penerbangan diringankan di Indonesia pada tahun 2000-an, jumlah penerbangan yang melayani Polonia meningkat tajam. Bandara Polonia tidak mempunyai garbarata sehingga para penumpang harus berjalan melalui tarmac untuk mencapai pesawat. Menurut rencana, bandara ini dalam beberapa tahun ke depan akan dipindahkan ke Kuala Namu, di Kabupaten Deli Serdang. Pada 29 Juni 2006, wakil presiden Indonesia, Jusuf Kalla, meresmikan pembangunan Bandara Kuala Namu. Setelah Kuala Namu mulai beroperasi, Polonia direncanakan akan dialihkan fungsinya menjadi sebuah central business district (CBD) serta 40% lahannya diperuntukkan bagi sebuah kebun raya.69 Selama ini telah terjadi beberapa kecelakaan di Polonia atau di sekitarnya,antara lain: a. 11 Juli 1979 - Fokker F28-100 milik Garuda Indonesia menabrak Gunung Pertektekan; 64 orang tewas. b. 4 April 1987 - Sebuah pesawat DC-9 milik Garuda Indonesia PK-GNQ jatuh dan terbakar di landasan bandara; 26 awak dan penumpang tewas serta 19 orang luka berat. Penyebabnya, saat berada di ketinggian 1.700 kaki menjelang mendarat, pesawat mengalami gangguan dalam cuaca buruk, hujan, kilat dan angin berkecepatan 4 knot. c. 20 September 1981 - DC-9 Porong Garuda mendarat darurat akibat kerusakan mesin. Sewaktu mendarat kedua ban belakang kiri pecah
79
69
Surat kabar Medan bisnis, Hendrik Hutabarat "Eks Bandara Polonia Dijadikan Central Business District", Medan Bisnis, diakses pada tanggal 1 November 2006
mengakibatkan pelek ban menghunjam landasan hingga sulit dipindahkan, namun 38 penumpang dan awaknya selamat. d. 20 November 1985 - Pesawat C-130H-MP Hercules milik TNI AU bernomor AI-1322 jatuh menjelang pendaratan setelah menabrak dinding pegunungan Sibayak, menewaskan 10 awaknya. Pesawat tersebut sedang melakukan patroli udara di Lanud Padang dan Lanud Medan. e. 30 Januari 1993 - Pesawat SC-7 Skyvan Pan Malaysia Air Transport beregistrasi 9M-PID, hilang 35 menit setelah lepas landas dari Polonia. Pesawat dengan 11 penumpang dan lima awak tersebut jatuh di kawasan hutan Aceh Timur. f. 26 September 1997 - Garuda Indonesia Penerbangan GA 152 jenis Airbus A300-B4-200 jatuh sekitar pukul 13.30 WIB di kawasan perladangan warga di Desa Buah Nabar, Kec. Sibolangit, Kab. Deli Serdang, sekitar 50 kilometer dari Medan, Indonesia; 222 penumpang dan 12 awak pesawat tewas. Penyebab jatuh diduga karena kesalahan petugas air traffic control (ATC) saat membimbing pilot Hance Rahmowiyogo keluar dari kabut asap 15 menit sebelum mencapai Bandara Polonia dalam penerbangannya dari Jakarta. Bukannya keluar dari kabut, pesawat justru menabrak perbukitan dan menewaskan seluruh penumpang dan awak, yakni 234 orang.
80
g. 5 September 2005 - Boeing 737 milik Mandala Airlines dengan nomor penerbangan RI 091 jenis Boeing 737-200, jatuh di tengah jalan raya di Jalan Jamin Ginting, Padang Bulan, Medan, satu menit setelah lepas landas. Menelan korban 145 orang tewas termasuk Gubernur Sumut Rizal Nurdin. h. 1 Desember 2007 - Terminal keberangkatan domestik terbakar, menyebabkan aktivitas bandara terganggu
Bandar Udara Polonia, Medan, tampaknya perlu memperketat pengawasan terhadap penumpang. Hal ini diperlukan guna menjamin keamanan dan keselamatan penerbangan. Menurut pemantauan beberapa media cetak lokal, pengawasan terhadap penumpang yang bepergian melalui Polonia kurang memenuhi standar sebagai sebuah bandar udara internasional. Hal ini di antaranya tampak dari pemeriksaan terhadap penumpang yang relatif kurang ketat, sehingga semua barang yang dibawa-seperti air mineral dan alkohol yang dimasukkan dalam tas tentengan (kabin)-bisa lolos begitu saja. Pemeriksaan tersebut terkesan dilakukan sambil lalu saja. Selain itu, pemakaian peralatan pendeteksian barang-barang dari logam pun seadanya. Peralatan tersebut bahkan sulit mendeteksi barang-barang berbahaya dan seharusnya dilarang dibawa oleh penumpang. Pengawasan yang kurang ketat itu tampaknya telah berlangsung sejak musibah kebakaran di Bandara Polonia sekitar enam bulan lalu. Sementara itu, Bandara Kuala Namu
81
belum rampung, sehingga belum dapat dioperasikan. Kondisi ini cepat atau lambat dapat mengganggu keamanan dan keselamatan penerbangan. Menanggapi pemantauan dari berbagai media cetak, Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal pernah mengatakakan kepada media cetak, "Kami segera tingkatkan keamanannya [Bandara Polonia]." 70 Untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan dari Polonia, Menhub memerintahkan direksi PT Angkasa Pura II memperketat pemeriksaan dan pengawasan terhadap semua penumpang pesawat dari dan ke bandara itu. Operasional Bandara Internasional Polonia Medan tidak akan dialihkan secara keseluruhan kendati pembangunan tahap I Bandara Internasional Kualanamu rampung pada 2009. "Pengalihan operasional bandara dilakukan secara bertahap. Khusus untuk pesawat, semua armadanya dialihkan ke Bandara Kualanamu. Tapi untuk sementara sistem pengawasan keamanan lalulintas udara masih beroperasi di Bandara Polonia Medan71 ," kata Administrator Bandara (Adban)72 Ia membantah jika ada yang menyebutkan bahwa Bandara Polonia tidak lagi layak menjadi terminal kedatangan dan keberangkatan pesawat terbang lewat lalulintas jalur udara.
"Kalau Bandara Polonia dikatakan kurang nyaman bagi dunia
penerbangan (bagi pilot maupun penumpang), memang iya. Tapi bukan lantas lokasi bandara itu tidak layak. Lokasi bandara masih bisa dioperasionalkan sebagai terminal keberangkatan dan kedatangan dalam maupun luar negeri dengan menggunakan pesawat terbang.
82
70
Surat kabar, Wawancara media cetak, Medan bisnis, di akses pada tanggal Rabu, 28-
71
Surat Kabar, Ibid, diakses pada tanggal Rabu, 28-11-2007 Yuli Sudoso. SE, adalah Kepala Administrator Bandar Udara Polonia Medan
11-2007 72
Menurut Bapak Yuli, lahan Bandara Polonia Medan saat ini luasnya sekitar 144 ha yang dimiliki oleh TNI Angkatan Udara. Dengan dipindahkannya Bandara Polonia Medan ke Kualanamu, Kabupaten Deliserdang, lahan bandara kabarnya akan menjadi pangkalan udara TNI AU atau akan dijadikan kawasan hutan kota.
2. Administrator Bandar Udara Polonia sebagai Regulator dalam melaksanakan pengawasan terhadap pengguna jasa angkutan udara Bandara Polonia Medan memberi andil yang besar untuk pertumbuhan arus lalu lintas angkutan udara serta dapat merangsang pertumbuhan perekonomian di Sumatera Utara dan sekitarnya. Bandara Polonia untuk operasional di kelola oleh Angkasa Pura II dan Administrator Bandar Udara Polonia sebagai regulator. Administrator Bandar Udara Polonia Medan mempunyai: a. VISI, adalah :Terwujudnya penyelenggaraan transportasi udara yang andal, berdaya saing dan memberikan nilai. b. MISI, adalah : 1). Memenuhi standar keamanan dan keselamatan penerbangan dan pelayanan. 2). Mewujudkan kelembagaan yang efektif, efisien didukung o;eh sumber daya manusia yang profesional dan peraturan perundang-undangan yang komprehensif serta menjamin kepastian hukum. c. Mempunyai tugas, sebagai berikut :
83
Menyelenggarakan pengawasan dan pengendalian dibidang Keamanan, Keselamatan dan Kelancaran Penerbangan (K3P) serta Keamanan dan Ketertiban di Bandar Udara (K2B) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Administrator
Bandar
Udara
Polonia
Medan
untuk
peningkatan
pengawasan mempunyai struktur organisasi sebagai berikut :73 1. Kepala Kantor 2. Kepala Bidang Keamanan, Keselamatan dan Kelancaran Penerbangan (K3P) 3. Kepala Bidang Keamanan dan Ketertiban Bandar Udara (K2B) 4. Kepala Bagian Tata Usaha Agar penulisan skripsi ini tidak meluas, maka penulis mencoba mengkaji apa yang menjadi tugas dari bagian Bidang Keamanan, Keselamatan dan Kelancaran Penerbangan (K3P) dan hubungannya dengan pengawasan penertiban penumpang dan barang pengguna jasa angkutan udara. Adapun tugasnya adalah sebagai berikut :74 1. Mengawasi pelaksanaan tugas keamanan penyelenggaraan bandar udara dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap penumpang, barang dan jinjingan, pos, cargo,personil, petugas, pegawai yang akan melakukan aktivitas di daerah terbatas (Non public area/ NPA dan restricted public area/ RPA) dan tempat-tempat khusus di bandar udara. 2. Melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap fasilitas dan peralatan bandar udara.
84
73
Hasil wawancara dengan Bpk. C. Niswar ; Kepala Bidang Keamanan dan Kelancaran Penerbangan, 17 Desember 2008, Kantor Adbandara Polonia Medan 74 Keputusan DIRJEN No : SKEP/001/I/2000 tentang pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 79 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Administrator Bandar Udara
3. Melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap personil. 3. Bentuk Pengawasan yang Dilakukan Administrator Bandar Udara Polonia Medan Menyadari kerawanan di bandar udara siapapun dilarang barada di bandar udara tanpa memperoleh ijin dari pejabat yang berwenang (airport authority). Kerawanan tersebut telah terbukti dengan banyaknya tindak kejahatan yang dilakukan di bandar udara polonia, karena bandara polonia merupakan simpul antar moda darat maupun udara, sehingga bandara polonia juga
merupakan
tempat ntuk melarikan diri keluar negeri atau sebaliknya orang asing juga masuk melalui bandara polonia. Oleh karena itu semua pesawat udara yang melakukan penerbangan ke dan dari luar negeri harus mendarat di bandar udara yang ditetapkan oleh pemerintah.75 Pada prinsipnya siapapun yang berada di bandara harus memperoleh ijin tertulis maupun lisan dari pejabat yang berwenang . Daerah unuk umum (public area) terbuka untuk siapapun juga, sedangkan daerah terbatas hanya terbuka untuk para penumpang atau pengiriman barang atau petugas-petugas tertentu misalnya tempat lapor diri (check in counter) atau daerah pergudangan untuk pengiriman barang. Untuk menjamin keamanan penerbangan di bandara polonia diadakan pemeriksaan para penumpang maupun barang-barang yang dibawa oleh mereka.
85
75
Pasal 15 UURI No. 15/92 berbunyi: (1) Setiap pesawat udara sipil Indonesia atau asing yang tiba di atau berangkat dari Indonesia hanya dapa mendarat di atau tinggal landas dari bandar udara yang ditetapkan untuk itu. (2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksudkan dalam ayat (1) tidak berlaku dalam keadaan darurat. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
Para penumpang wajib lapor diri (check in) dalam waktu 1 (satu) jam sebelum keberangkatan pesawat udara. Dalam hal-hal tertentu, mereka diwajibkan lapor 2 (dua) jam sebelum keberangkatan untuk memberi kesempatan melakukan pemeriksaan lebih teliti. Untuk perusahaan penerbangan yang melakukan kegiatan di bandara polonia wajib membantu pengamanan secara terpadu dengan penyelenggara bandara. Oleh karena itu perusahaan penerbangan harus mempunyai buku pedoman keamanan (Aviation Security Manual – ASM) sebagai petunjuk langkahlangkah untuk mengambil tindakan yang diperlukan. Di dalam ASM tersebut diatur antara lain organisasi pengamanan yang diperlukan, langkah-langkah untuk melindungi penumpang pada saat lapor diri, pada saat pemerikasaan badan penumpang, pemeriksaan x-ray, penggunaan metal dectator, di ruang tunggu, jalur penumpang menuju ke pesawat udara (boarding), pemeriksaan kargo, catering, awak pesawat udara dan apabila diperlukan pemeriksaan staf perusahaan penerbangan atau siapapun yang dianggap perlu diperiksa. Didalam ASM tersebut juga diatur tindkan-tindakan yang perlu diambil dalam hal terjadi keadaan darurat, terdapat bom didalam pesawat udara, ada ancaman pembajak dan lain-lain. Pengangkut atau agen wajib mencatat nama dan alamat calon penumpang.76 Para penumpang yang diijinkan berangkat hanyalah mereka yang mempunyai tiket dan diijinkan masuk kebangku lapor diri (checkin).
86
76
Pasal 2 SKEP/97/X/1989 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 1989 tentang Penertiban Penumpang, Barang dan Kargo yang diangkut dengan pesawat udara sipil
Para penumpang wajib melaporkan diri dalam waktu 2 (dua) jam sebelum pesawat udara berangkat, sedangkan batas paling lambat lapor diri adalah 30(tiga puluh) menit sebelum pesawat udara berangkat. Para
petugas
keamanan
bandara
polonia
berwenang
melakukan
pemeriksaan badan terhadap calon penumpang, bagasi tercatat maupun bagasi kabin secara fisik maupun dengn mempergunakan alat bantu. Pemeriksaan lebih mendalam dilakukan terhadap calon penumpang atau bagasi tercatat atau bagasi kabin yang dicurigai. Setelah pemeriksaan selesai dan lulus dari pemeriksaan lalu diberi tanda berupa label. Barang yang tidak berlebel harus ditolak oleh perusahaan penerbangan. Demikian juga label yang rusak harus ditolak untuk diberangkatkan. Semua penumpang baik penumpang transfer, transit maupun penumpang yang terpaksa mendarat di bandara polonia karena suatu hal disebabkan kerusakan teknis maupun operasional tetap harus melalui pemeriksaan. Pemeriksaan penumpang transfer dilakukan sebelum memasuki ruang tunggu sedangkan penumpang transit dilakukan pemeriksaan terhadap penumpang yang keluar dan masuk kembali ke ruang tunggu. Dalam hal ini perusahaan penerbangan harus menempatkan petugas di ruang tunggu untuk memeriksa pas naik (boarding pass) penumpang yang akan naik pesawat udara sesuai dengan tujuan perjalanan masing-masing.
87
Pemeriksaan oleh petugas keamanan bandara polonia tidak hanya berlaku terhadap penumpang pesawat udara, tetapi berlaku juga bagi awak pesawat udara. Semua awak pesawat udara harus melalui pemeriksaan seperti halnya penumpang biasa, tetapi untuk keperluan menyiapkan keberangkatan pesawat udara, para awak pesawat udara memperoleh prioritas pemeriksaan. Setiap calon penumpang yang terpaksa membawa senjata api atau senjata tajam atau benda-benda lain yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau memaksakan
kehendak
harus
menyerahkan
kepada
petugas
perusahaan
penerbangan.77 Petugas perusahaan penerbangan akan menerima senjata api atau senjata tajam atau benda-benda lain yang dapat digunakan untuk mengancam atau memaksakan kehendak tersebut disimpan pada ruang kargo dalam pesawat udara yang akan diserahkan kembali kepada pemiliknya disertai tanda bukti penerimaan. Penyerahan tersebut dilakukan pada sisi darat (land side) bandara tujuan. Apabila petugas keamanan bandara polonia menemukan senjata yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau memaksakan kehendak yang tidak diserahkan kepada petugas penerbangan, maka petugas keamanan bandara polonia wajib melaporkan dan mengantarkan kepada petugas perusahaan penerbangan. Penertiban bagasi dilakukan juga oleh petugas perusahaan penerbangan. Para petugas perusahaan penerbangan wajib mencatat dan memberi tanda bukti bagasi tercatat jumlah koli yang dibawa oleh calon penumpang pada saat lapor diri. Calon penumpang yang batal berangkat atau pada saat berangkat tidak melanjutkan
penerbangannya
atau
tidak
melanjutkan
perjalanan
tanpa
pemberitahuan, maka bagasi miliknya tidak boleh diangkut, kecuali bagasi
88
tersebut telah diperiksa kembali dan disertai tanda bukti jati diri calon penumpang yang membatalkan diri keberangkatannya.
77
SKEP/97/X1989, Ibid, Pasal 15
Bagasi kabin yang dibawa oleh calon penumpang pesawat udara tidak boleh lebih dari 2 (dua) koli. Ukuran dan berat bagasi kabin ditentukan sendiri oleh perusahaan penerbangan disesuaikan dengan kebutuhan penumpang selama penerbangan
berlangsung
serta
kemampuan
pesawat
udara.
Perusahaan
penerbangan wajib melakukan pengawasan terhadap bagasi kabin yang dibawa. Bagasi kabin yang melampaui ukuran, berat yang telah ditetapkan harus dipindahkan menjadi bagasi tercatat. Tidak semua calon penumpang yang sanggup membayar harga tiket pesawat udara harus diangkut. Calon penumpang yang mabuk, buron atau berdasarkan informasi pejabat yang berwenang sedang dicurigai dapat ditolak keberangkatannya oleh perusahaan penerbangan.78 Demikian pula calon penumpang yang dibawah umur yang tidak disertai pengantar, wanita hamil tua tanpa disertai keterangan dari dokter, orang sakit yang tidak dapa berjalan sendiri tetapi tidak disertai keterangan dari dokter dan tidak disertai pengantar, jenazah yang tidak disertai surat keterangan dari instansi kesehatan, orang gila yang tidak dikawal, tahanan tanpa dikawal pejabat yang berwenang semuanya dapat ditolak oleh perusahaan penerbangan untuk keberangkatan mereka. Daerah lapor diri (check-in) merupakan daerah terbatas (restricted area) yang harus diadakan pengawasan terus menerus. Para petugas bandara polonia wajib mengawasi daerah tersebut. Setiap jalur yang menghubungkan antara
89
daerah lapor diri dengan sisi udara (air side) atau ruang tunggu harus dijaga dan dilengkapi dengan pintu dan pintu tersebut selalu dikunci pada saat tidak
78
SKEP/97/X/1989, Ibid, Pasal 19
dipergunakan. Setiap pintu yang dipergunakan untuk lalu lintas petugas perusahaan penerbangan wajib dijaga juga oleh petugas keamanan bandara. Pengawasan daerah tersebut tidak hanya dilakukan oleh petugas keamanan bandara, tetapi juga dilakukan oleh petugas perusahaan penerbangan atau petugas lain yang terkait yang dikoordinir oleh petugas keamanan bandara polonia. Demikian juga pintu ruang tunggu menuju ke sisi udara dan ke pesawat udara harus selalu dalam keadaan terkunci rapat, kecuali pintu tersebut sedang dipergunakan untuk keberangkatan para penumpang pesawat udara. Dalam hal pintu dipergunakan oleh penumpang pesawat udara yang menuju pesawat udara, pintu tersebut harus dijaga petugas keamanan bandara. Semua orang yang melewati pintu menuju ke pesawat udara juga harus melalui pemeriksaan. Pengawasan untuk menjamin keamanan penerbangan tidak hanya dibebankan kepada perusahaan penerbagan dan petugas keamanan bandara poloni saja, tetapi juga dibebankan kepada pemilik kantor konsesioner di bandara polonia. Para pemilik kantor konsesioner wajib melaksanakan pengawasan terhadap segala jenis baran atau bungkusan yang tertinggal ditempat kerja mereka. Apabila mereka menemukan barang tersebut tanpa mengetahui pemiliknya, mereka wajib melaporkan kepada petugas keamanan bandara tanpa menyentuh atau memindahkan barang atau bungkusan tersebut.
90
Disamping pengawasan tempat lapor diri (check-in), ruang tunggu, jalur menuju ke pesawat udara juga tidak terlepas dari pengawasan petugas keamanan bandara polonia dan petugas perusahaan penerbangan. Petugas perusahaan penerbangan wajib mengawasi setiap petugas perusahaan jasa boga (catering), petugas pelayanan kebersihan (cleaning service), para teknisi yang keluar masuk pesawat udara serta mengawasi peralatan yang dimasukan ke dalam pesawat udara, sedangkan terhadap pengusaha jasa boga juga diwajibkan dan bertanggung jawab terhadap proses pengolahan, pengemasan dan penyegelan kemasan makanan serta pengangkutannya sampai penempatan makanan di dalam pesawat udara. Bagi penumpang yang akan berangkat menuju ke pesawat udara harus melalui jalur-jalur yang telah ditentukan. Selama perjalanan menuju ke pesawat udara, penumpang selalu diawasi oleh petugas penerbagan. Pengawasan itu juga berlaku
terhadap penumpang yang datang, transit maupun transfer termasuk
bagasi kabin mereka dari pesawat udara sampai di ruang tunggu atau ruang kedatangan, sedangkan pengawasan ruang khusu VIP dan jalur dari ke pesawat udara dilaksanakan oleh instansi yang berwenang untuk itu. Petugas perusahaan penerbangan harus memastikan jumlah penumpang dan bagasi kabin yang masuk kedalam pesawat udara sesuai dengan jumlah penumpang yang tercantum di dalam manifest. Untuk penertiban kargo dan pos tidak luput dari pengawasan petugas keamanan bandara polonia. Kargo digolongkan menjadi 4 macam79 yaitu barang-
91
barang tidak berbahaya; barang-barang berbahaya; kiriman pos dan kiriman diplomatik. Semua barang kiriman baik barang-barang tidak berbahaya, barang-barang
79
SKEP/97/X/1989, Ibid, Bab III Pasal 39
berbahaya, kiriman pos maupun kiriman diplomatik harus dikemas sesuai dengan aturan kemasan masing-masing barang. Pengemasan tersebut sedemikian rupa sehingga dapat melindungi isinya, tidak merusak pesawat udara atau barangbarang lainnya, tidak membahayakan keselamatan penerbangan dan diberi label atau marka sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Label atau marka tersebut sedemikian rupa sehingga mudah dilihat, jelas, mudah dimengerti dan tidak rusak. Pengiriman barang-barang tidak berbahaya dapat dilakukan oleh perseorangan, perusahaan jasa transportasi, perusahaan ekspedisi muatan pesawat udara atau badan hukum Indonesia lainnya. Semua pengiriman tersebut harus melalui pemeriksaan petugas keamanan bandara polonia. Pada saat menyerahkan kargo kepada petugas perusahaan penerbangan, pengirim wajib menunjukan pengenal
diri
atau
kartu
identitas
perusahaan,
mengisi
formulir
dan
menandatangani formulir pemberitahuan yang berisi antara lain nama dan alamat, KTP atau identitas lainnya, dan menjelaskan penyerahan barang untuk diangkut oleh perusahaan penerbangan dengan nama dan alamat, nomor surat muatan udara, isi barang yang dikirim serta beratnya, dengan pernyataan bahwa akan bertanggung jawab dengan segala resiko apabila isinya tidak sesuai dengan penjelasannya.
92
Penempatan kargo didalam pesawat udara oleh petugas perusahaan penerbangan
wajib
memperhatikan
keselamatan
penerbangan
sedangkan
pengangkut atau agennya, perusahaan jasa pengurusan transportasi, perusahaan ekspedisi muatan pesawat udara harus menguasai betul tata cara kemasan, penempatan label serta pemberian marka. Kepala bandara atau Administrator bandara polonia wajib mengawasi pelaksanaan pengiriman yang dilakukan oleh petugas perusahaan penerbangan, tata cara kemasan yang dilakukan oleh perusahaan jasa pengurusan transportasi, perusahaan ekspedisi muatan pesawat udara, pelabelan dan pemberian marka sebagaimana diuraikan diatas. Apabila administrator bandara polonia mencurigai, mereka berhak menunda pengiriman kargo untuk keperluan pemeriksaan ulang demi keselamatan penerbangan, namun semua kerugian yang timbul akibat penundaan pengiriman tersebut tetap dibebankan kepada pengirim masingmasing. 4. Penertiban penumpang, barang dan cargo yang diangkut pesawat udara a.
Penumpang, awak pesawat udara dan bagasi harus diperiksa sebelum memasuki daerah steril dan sisi udara
b.
Penumpang harus melapor pada Perusahaan angkutan udara
c.
Nama dalam tiket harus sama dengan identitas penumpang
d.
Penumpang transit dan transfer dilakukan pemeriksaan
e.
Kabandara atau Adbandara dapat melakukan pemeriksaan di dalam pesawat udara
f.
Batas waktu check-in 30 menit sebelum jadwal keberangkatan
93
g.
Daerah check-in merupakan daerah terbatas yang harus dijaga petugas
h.
Jalur yang menghubungkan daerah chek-in dengan sisi udara harus dilengkapi pintu dan dikunci saat tidak dipergunakan
i.
Pintu lalu lintas petugas harus dijaga petugas sekuriti dan dikunci apabila tidak dipergunakan
j.
Petugas lain turut mengawasi dibawah koordinasi petugas sekuriti bandara
k.
Perusahaan
angkutan
udara
dapat
menolak
mengangkut
penumpang yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan l.
Bagasi harus diperiksa sebelum diserahkan di tempat check80
m.
Bagasi harus dilengkapi identitas pemilik
n.
Bagasi yang ditolak dengan alasan keamanan penerbangan tidak dibenarkan untuk diangkut81
o.
Senjata api, senjata tajam serta benda lain yang dapat dipakai sebagai alat untuk mengancam atau memaksakan kehendak dilarang dimasukkan atau ditempatkan di dalam kabin pesawat udara82
p.
Kargo dan kiriman pos harus diperiksa sebelum dimasukkan ke gudang atau pesawat udara 83
q.
Pemeriksaan pos perlu memperhatikan kelancaran pengirimannya84
r.
Pemeriksaan
pengangkutan
barang-barang
memperhatikan ketentuan yang berlaku85
berbahaya
harus
94
80
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 1989 tentang Penertiban Penumpang, Barang dan Kargo yang Diangkut Pesawat Udara Sipil, Pasal 3 81 KM 14/1989, Ibid, Pasal 5 82 KM 14/1989, Ibid, Pasal 6 83 KM 14/1989, Ibid, Pasal 7 84 KM 14/1989, Ibid, Pasal 7 ayat 2 85 KM 14/1989, Ibid, Pasal 8
s.
Nama dan alamat calon penumpang wajib dicatat oleh pengangkut atau agennya
t.
Hanya calon penumpang yang mempunyai tiket dan para pemegang izin yang syah diizinkan masuk daerah check-in
u.
Tiket dan izin masuk dicocokkan dengan orang yang bersangkutan
v.
Hanya petugas sekuriti yang berhak melakukan pemeriksaan
w.
Pemeriksaan oleh petugas lain atas persetujuan Kabandara atau Adbandara
x.
Tiket dicocokan dengan bukti kenal diri
y.
Check-in counter dibuka 2 jam sebelum jadual penerbangan
z.
Apabila pemeriksaan sekuriti dilakukan secara manual waktu pelaporan dapat diajukan
aa.
Batas waktu check-in 30 menit
ä.
Pemeriksaan secara fisik dan atau menggunakan alat bantu
ö.
Pemeriksaan dengan alat bantu harus diselingi pemeriksaan fisik secara acak
aa.
Setiap yang dicmakalah penertiban penumpang dan barang yang diangkut pesawat udaraurigai harus diperiksa secara fisik
bb.
Bagasi yang telah diperiksa harus disegel dengan label sekuriti
95
cc.
Petugas sekuriti berhak melarang keberangkatan calon penumpang yang menolak untuk diperiksa
dd.
Pengangkut harus menolak bagasi yang tidak disegel atau segel rusak
ee.
Kondisi bagasi yang kurang baik harus diberitahukan untuk diperbaiki
ff.
Pengangkut harus menyediakan blanko identitas bagasi kabin
gg.
Semua awak pesawat udara harus diperiksa
hh.
Awak pesawat udara diberikan prioritas pemeriksaan
ii.
Penumpang transfer harus diperiksa ulang sebelum memasuki ruang tunggu
jj.
Penumpang transit yang keluar dan kembali ke ruang tunggu harus diperiksa
kk.
Penumpang pesawat udara yang mendarat karena kerusakan teknis atau alasan operasional harus diperiksa
ll.
Pengangkut harus menempatkan petugas sekuriti dan bekerjasama dengan petugas security bandara untuk melaksanakan pemeriksaan penumpang, bagasi dan kargo
mm.
Pengangkut harus menempatkan petugas di ruang tunggu untuk memeriksa boarding pass
nn.
Bagasi dan bagasi kabin yang termasuk jenis barang berbahaya dapat diangkut sepanjang memenuhi peraturan pengangkutan barang berbahaya yang berlaku
96
oo.
Barang berbahaya dilarang disimpan dalam bagasi atau bagasi kabin maupun dipakai pada badan
pp.
Senjata api, senjata tajam berukuran lebih dari 5 cm atau benda lain yang dapat dipergunakan sebagai senjata harus diserahkan kepada pengangkut dengan bukti tanda terima
qq.
Petugas
sekuriti
yang
menemukan
barang
tersebut
harus
diberitahukan kepada pengangkut uu.
Barang tersebut disimpan di ruang kargo pesawat
vv.
Ditempat tujuan diserahkan kembali kepada pemiliknya dengan meminta kembali bukti tanda terima di sisi darat
tt.
Pengangkut mencatat jumlah bagasi yang telah diperiksa
uu.
Pengangkut harus memberikan bukti tanda terima bagasi
vv.
Label bagasi (stiker) harus terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah lepas
ww.
Bagasi milik calon penumpang yang batal berangkat atau tidak melanjutkan penerbangan dan tidak memberitahukan kepada pengangkut dilarang diangkut kecuali atas persetujuan PIC
xx.
Bagasi milik penumpang yang batal berangkat dilarang diangkut kecuali telah diperiksa dan disertai bukti kenal diri
yy.
Bagasi yang tidak diangkut bersama dengan pemiliknya dapat diangkut apabila telah diperiksa
ccc.
Jumlah bagasi kabin maksimum 2 koli
97
ddd.
Ukuran, berat bagasi serta kebutuhan penumpang selama penerbangan ditentukan pengangkut
eee.
Pengawasan bagasi kabin dilakukan pengangkut
fff.
Bagasi kabin yang melampaui ukuran dan berat harus diangkut sebagai bagasi
ggg.
Anak dibawah umur 8 tahun harus disertai pengantar atau orang yang bertanggung jawab baik awak pesawat atau orang dewasa lain
bbb.
Wanita hamil tua (8 bulan) harus disertai surat keterangan dokter
ccc.
Orang sakit yang tidak dapat berjalan sendiri harus disertai dengan surat dokter dan pengantar
ddd.
Jenasah harus disertai surat keterangan dari instansi kesehatan
kkk.
Orang gila harus dikawal
lll.
Tahanan atau deportee harus dikawal
ggg.
Pengangkut harus menolak calon penumpang yang tidak memenuhi ketentuan
hhh.
Pengangkut dapat menolak calon penumpang yang mabuk, buron atau dicurigai berdasarkan informasi petugas berwenang
B. Kendala-kendala yang Dihadapi oleh Administrator Bandar Udara Polonia Medan Dalam Menyelenggarakan Angkutan Penumpang dan Barang
Seiring dengan perkembangannya, bandara polonia medan merupakan bandara klas I yang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi karena begitu
98
banyaknya aktivitas penerbangan yang dilakukan di bandara polonia. Namun keadaan seperti itu tidak diimbangi dengan pelaksanaan peraturan-peraturan yang dibuat atau ditetapkan oleh pemerintah dengan maksimal. Pemerintah dalam hal ini Administrator Bandar Udara Poloni Medan masih menemui banyak permasalahan-permasalahan yang sering terjadi di bandara polonia hal ini di sebabkan beberapa kendala yang sering ditemui di lapangan untuk pengawasan penumpang, barang dan cargo. Adapun yang menjadi masalah Bandar udara polonia dalam hal ini untuk pengawasan penumpang, barang dan cargo adalah sebagi berikut:87 1. Lemahnya petugas dari instansi terkait Keberadaan petugas masih belum berpengalaman
dalam bidangnya,
dalam hal ini Adbandara polonia sering menemui kendala-kendala dalam penyelengaraan penerbangan sampai saat ini, antara lain: a.
Pemeriksaan penumpang, awak pesawat, dan bagasi kabin serta bagasi tercatat; di bandara polonia untuk pemeriksaan penumpang dilakukan seadanya dengan memaksimalkan alat-alat yang ada, sehingga ada kesan tidak peduli, dan hal ini tentunya akan berakibat fatal bagi keselamatan dan
keamanan
penumpang.
Demikian
halnya
dengan
awak
pesawat,bagasi kabin dan bagasi tercatat. Pemeriksaan Dokumen; sering terjadi kesalahan dalam penulisan di dokumen, nama dan alamat calon penumpang tidak sesuai dengan identitas diri atau dengan kata lain penulisan yang kurang detail, ata hanya bagian-bagian tertentu. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan bagi
99
penumpang dan pengangkut apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. 87
Hasil wawancara dengan Bapak Jefri Hanter ; Ketua Kelompok Pelaksana Pengawasan Angkutan Udara, 18 Desember 2008, Kantor Adbandara Polonia Medan
b.
Pelaporan (check-in); petugas terkait dalam menangani penumpang melakukan check in belum melakukan sesuai dengan standar operasional procedure yang berlaku, dan hal ini dapat menyebabkan antrian di areal pelaporan.
c.
Penertiban Kargo dan kiriman pos; dalam hal ini di bandara polonia kurangnya pemerikasaan kargo dan kiriman pos oleh petugas terkait sebelum dimasukan ke gudang atau pesawat udara.
d.
Larangan membawa senjata ke kabin; dalam kenyataannya di bandara polonia kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh petugas terhadap penumpang yang membawa senjata sehingga senjata tersebut bisa sampai ke kabin.
e.
Masih ada petugas instansi terkait yang belum mengetahui tugas dari Administrator Bandar Udara, misalnya security dalam hal ini adbandara sering menemui kesulitan dalam melakukan pengawasan di bandara karena kurangnya koordinasi dengan petugas security bandara, hal ini dikarenakan petugas (security) tidak mengetahui/memahami dengan jelas tugas dan fungsi dari adbandara, dan tentunya dapat mengganggu kinerja adbandara sendiri.
2
Disiplin penumpang masih rendah
100
Para penumpang untuk keberangkatan maupun kedatangan kedisiplinannya masih rendah, bisa dilihat dari kesemrautan yang ada di bandara. Hal ini disebabkan oleh a.
Untuk keberangkatan penumpang masih ada yang datang terlambat saat check-in, yang seharusnya dibuka 2 (dua) jam sebelum jadwal penerbangan.
b.
Penumpang saat mau masuk dan check-in sering tidak membawa identitas diri untuk pencocokan nama yang tertera pada tiket sehingga menimbulkan masalah dan terjadi pengantrian yang panjang.
c.
Penumpang setelah boarding pass sering lupa membeli airport tax.
d.
Penumpang masih belum paham tentang batas maksimum pengangkutan bagasi tercatat (diberi sticker label bagasi) dan barang bawaan (Carry on baggage) maksimum 2 koli.
e.
Penumpang masih ada yang membawa barang yang berbahaya seperti senjata, senjata tajam, korek api dan minuman keras.
f.
Penumpang di ruang tunggu masih ada yang tertinggal saat pesawat mau berangkat.
g.
Penumpang transit masih ada yang tidak melapor sehingga tidak mengetahui ruang tunggu keberangkatan.
h.
Untuk kedatangan penumpang saat mengambil barang bawaan, masih ada yang salah mengambil barang dikarenakan tidak mencocokan nomor label sehingga berurusan dengan petugas lost & found.
3. Sistem informasi data belum lengkap
101
Dalam hal ini, untuk informasi data antara pusat (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara) ke Administrator Bandar Udara Polonia masih ada yang terlambat sehingga banyak informasi-informasi yang kurang uptodate yang seharusnya apabila ada informasi yang harus diketahui oleh Adbandara maka informasi itu harus bisa langsung disampaikan terutama mengenai hal yang menyangkut peraturan penerbangan. Begitu juga antara management airline atau instansi terkait yang lain, atau penumpang, sehingga dapat menimbulkan permasalahan seperti, sebagai berikut: a.
Administrator Bandar Udara sering menerima laporan terlambat untuk kegiatan arus lalu lintas udara pada airlines, antara lain : 1). Laporan jumlah penumpang, barang dan cargo 2). Laporan keterlambatan pengiriman barang dan cargo 3). Laporan kehilangan, kerusakan barang dan cargo
b.
Standard Operasional Procedure yang telah dibuat oleh instansi terkait untuk publikasi masih datang terlambat dari pusat.
c.
Petugas dalam hal untuk menjalankan operasional tidak sesuai dengan standard operasional procedure yang ada, dan juga tidak akurat dengan peraturan yang ada.
d.
Laporan petugas terkait dilapangan sering terlambat dilaporkan ke penanggungjawab yang berwenang.
4. Standard Operasional Procedure belum sesuai dengan kondisi peraturan yang ada
102
Standard
Operasional
Procedure
adalah
acuan
standar
untuk
melaksanakan kegiatan operasional yang baik dan sesuai dengan peraturan. Adapun permasalahan yang sering timbul di bandara polonia adalah sebagai berikut : a.
Standard operasional procedure masih banyak menggunakan aturan yang lama atau tidak sesuai dengan standard
b.
Standard operasional procedure mengenai struktur organisasi masih memakai karyawan yang lama atau belum ada persetujuan dan tanggung jawab dari perusahaan.
C.
Cara Penyelesaian Atas Kendala-kendala yang Dihadapi oleh Administrator Bandar Udara Polonia Medan
Administrator polonia medan sejauh ini selalu berusaha untuk melakukan pengawasan dan penertiban penumpang dan barang oleh angkutan udara di bandara polonia, sehingga apa yang menjadi jaminan dalam penyelenggaraan penerbangan dapat tercapai di bandara polonia medan. Upaya-upaya yang dilakukan adbandara terhadap pengawasan ini dengan mensosialisasikan penertiban penumpang, barang, dan kargo yang di angkut pesawat udara yang diatur oleh Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Penulis dalam penulisan skripsi ini akan menjabarkan upaya/cara penyelesaian yang dilakukan adbandara polonia medan, dalam hal ini apa yang sudah dijabarkan sebelumnya yaitu Kendala-kendala yang dihadapi oleh
103
Administrator Bandar Udara Polonia Medan dalam menyelenggarakan angkutan penumpang dan barang. Administrator di bandar udara polonia melihat kondisi bandar udara polonia tersebut selalu melaksanakan pengawasan untuk pengguna jasa penumpang, barang dan kargo yang diangkut pesawat udara demi keamanan dan keselamatan penerbangan dengan melakukan upaya/cara penyelesaian atas kendala-kendala yang dihadapi, sebagai berikut :88 1. Terwujudnya kemampuan petugas dari instansi terkait Petugas diberi keterampilan dan pemahaman untuk peraturan dan standard operasional procedure dalam hal sebagai berikut : a. Pemeriksaan penumpang, awak pesawat, dan bagasi kabin serta bagasi tercatat. Adbandara melihat kondisi ini dengan cara melakukan sosialisasi tentang penertiban penumpang, barang dan kargo yang diangkut pesawat udara kepada petugas-petugas yang terkait dari instansi lain, bahwa : 1) Setiap penumpang pesawat udara, awak pesawat udara dan atau bagasi kabin harus melalui proses pemeriksaan security sebelum 2) memasuki daerah steril maupun daerah sisi udara bandara polonia 3) Setiap penumpang pesawat udara sipil harus melapor pada petugas perusahaan penerbangan sebelum berangkat. 4) Bahwa nama yang tercantum dalam tiket harus sesuai dengan identitas penumpang.
104
5) Setiap penumpang transit maupun transfer harus dilakukan pemeriksaan security ulang sebelum naik pesawat. 6) Apabila perlu adbandara dapat melakukan pemeriksaan didalam pesawat udara sipil.
88
Hasil Wawancara dengan Bpk. Paul B. Sianturi; Pelaksana Pengawasan Angkutan Udara dari Pusat (DSKU), 5 January 2009
7) Pejabat perusahaan penerbangan yang berwenang dapat menolak mengangkut penumpang, namun harus berdasarkan bukti yang jelas dapt membahayakan keselamatan penumpang. 8) Bagasi harus melalui proses pemeriksaan security sebelum diserahkan kepada petugas perusahaan penerbangan di tempat checkin. 9) Bagasi/ barang yang dibawa penumpang atau awak pesawat udara harus dilengkapi dengan tanda atau identitas pemilik. 10) Petugas dapat menolak bagasi penumpang dengan alasan keamanan penerbangan.
b. Pemeriksaan Dokumen Memberikan sosialisasi bahwa pengangkut dan agennya wajib mencatat nama dan alamat calon penumpang pesawat udara sesuai bukti identitas diri yang sah, memastikan hanya calon penumpang yang mempunyai tiket dan para pemegang izin yang syah yang dapat masuk daerah check-in,
105
serta tiket dan izin masuk itu harus dicocokan dengan orang yang bersangkutan. c. Pelaporan (check-in) Dalam hal ini adbandara perlu menegaskan kepada petugas-petugas yang terkait/perusahaan penerbangan bahwa check-in counter harus dibuka 2 (dua) jam sebelum jadwal penerbangan agar tidak terjadi kemepetan waktu. Waktu pelaporan dapat diajukan apabila pemeriksaan security dilakukan
secara
manual.
Selain
itu
pengangkut
juga
wajib
menginformasikan kepada penumpang pada saat membeli tiket mengenai ketentuan-ketentuan mengenai pelaporan (check-in). d. Penertiban Kargo dan kiriman pos Adbandara perlu mensosialisasikan mengenai pemeriksaan kargo dan kiriman pos, dimana setiap kargo dan kiriman pos wajib melalui proses pemeriksaan terlebih dahulu sebelum dimasukan ke gudang dan atau pesawat udara serta pengemasan, pengiriman dan pengasannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini Adbandara berhak menunda pengiriman kargo untuk pemeriksaan ulang apabila dicurigai melanggar ketentuan yang berlaku. e. Larangan membawa senjata ke kabin Mengenai hal ini, selain mensosialisasikan penertiban penumpang dan barang yang diangkut pesawat udara, adbandara juga perlu tegas bahkan memberikan
sanksi
kepada
petugas-petugas
menjalankan prosedur pemeriksaan dengan benar.
terkait
yang
tidak
106
f. Masih ada petugas instansi terkait yang belum mengetahui tugas dari Administrator Bandar Udara misalnya : Security Adbandara akan mencoba mencari jalan dan merangkul security untuk sama-sama mencoba memahami tugas dari adbandara sendiri, ditambah dengan memberikan pelatihan seperti halnya dengan petugas-petugas lain dari instansi terkait.
2. Terwujudnya disiplin penumpang Dalam hal ini adbandara berharap bahwa kesadaran penumpang untuk keberangkatan maupun kedatangan bisa melaksanakan disiplin dalam hal : a. Untuk keberangkatan, penumpang telah datang di check-in counter 2 (dua) jam sebelum jadwal penerbangan. b. Penumpang saat mau masuk dan check-in sudah membawa identitas diri untuk pencocokan nama yang tertera pada tiket sehingga tidak menimbulkan masalah dan pengantrian yang panjang. c. Penumpang mengetahui bahwa setelah boarding pass langsung membeli airport tax. Dalam hal ini petugas check-in harus mengingatkan kepada penumpang mengenai airport tax itu. d. Penumpang mengetahui tentang batas maksimum pengangkutan bagasi tercatat (diberi sticker label bagasi) dan barang bawaan (Carry on baggage) maksimum 2 koli. Dalam hal inipun perusahaan penerbangan harus memberitahukan kepada penumpang pada saat membeli tiket.
107
e. Agar penumpang tidak membawa barang yang berbahaya seperti senjata, senjata tajam, korek api dan minuman keras, apabila membawa harus mengikuti procedure yang ada. Untuk hal ini adbandara akan lebih memfokuskan kepada petugas yang melakukan pemeriksaan penumpang, barang dan kargo untuk lebih teliti dalam menjalankan tugasnya. f. Penumpang di ruang tunggu mendengar pengumuman dan melihat layar monitor agar tidak tertinggal saat pesawat mau berangkat. g. Penumpang transit agar tertib melapor sehingga mengetahui ruang tunggu keberangkatan. h. Agar penumpang tertib saat mengambil barang bawaannya sesuai nomor label yang telah tercatat dan sesuai dengan identitasnya. 3. Sistem informasi data sudah lengkap Mengenai hal ini, administrator bandara polonia akan berupaya berkoordinasi dengan pusat (Direktorat Jenderal Perhubungan Udara) menyangkut informasi data dan peraturan. Adbandara akan mencoba memperbaiki sistem yang sudah ada dengan perangkat sistem yang terbaru serta mencoba merangkul management airline atau instansi terkait dan mencari jalan yang terbaik mengenai hal ini, antara lain : a. Administrator Bandar Udara Polonia dapat menerima dengan cepat laporan kegiatan arus lalu lintas udara pada airlines, seperti : 1). Laporan jumlah penumpang, barang dan cargo 2). Laporan keterlambatan pengiriman barang dan cargo 3). Laporan kehilangan, kerusakan barang dan cargo
108
b. Standard Operasional Procedure yang telah dibuat oleh instansi terkait untuk publikasi cepat terkoordinasi dengan pusat. c. Petugas dalam menjalankan operasional sudah sesuai atau mengerti untuk menjalankan Standard Operasional Procedure yang sesuai dengan peraturan. d. Laporan petugas terkait dilapangan dengan cepat terkoordinasi dengan penanggung jawab. 4. Standard Operasional Procedure sudah terpenuhi sesuai dengan kondisi peraturan yang ada Administrator
Bandara
Polonia
akan
berupaya
mensosialisasikan
mengenai standard operasional procedure kepada perusahaan penerbangan serta mencoba menganalisa setiap hal menyangkut kegiatan operasional dengan mensesuaikan dengan keadaan dibandara polonia sehingga aturan-aturan lama bisa diperbaharui sesuai dengan peraturan yang berlaku.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari apa yang penulis uraikan dalam bab-bab sebelumnya , maka penulis mengemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Administrator Baandar Udara Polonia Medan terhadap penumpang dan pengiriman barang pengguna jasa angkutan udara kurang maksimal atau belum memenuhi sasaran. Hal ini dikarenakan oleh begitu padatnya penyelenggaraan di bandara polonia dan minimnya fasilitas yang tersedia. Seharusnya bandara polonia sebagai bandara kelas I harus memiliki sistem pengawasan yang standar sesuai dengan undangundang penerbangan yang berlaku, sehingga apa yang menjadi tujuan penyelenggaraan penerbangan di bandara polonia bisa dirasakan oleh masyarakat yang menggunakan angkutan udara ini. Adbandara dalam hal ini harus bertanggung jawab terhadap pengawasan yang berlaku di bandara polonia, adbandara wajib meningkatkan kinerjanya agar pengawasan terhadap penumpang dan barang bisa tercapai sesuai dengan tujuan penyelenggaraan penerbangan yang menuntut akan keamanan dan keselamatannya yang tinggi. 2. Bahwa kendala-kendala yang dihadapi oleh Administrator Bandar Udara Polonia Medan dalam melakukan penertiban terhadap Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
109
110
penyelenggaraan pengangkutan penumpang dan barang sangat serius atau dengan kata lain adbandara polonia harus bisa mencari jalan keluar terhadap kendala-kendala yang dihadapi, seperti lemahnya petugas dari instansi terkait, masih rendahnya disiplin para penumpang, sistem informasi data yang tersedia di bandara polonia masih belum lengkap, serta standard operasional procedure belum sesuai dengan kondisi peraturan yang berlaku. 3. Bahwa penyelesaian atas kendala-kendala yang dihadapi adbandara polonia dalam penyelengaraan pengangkutan penumpang dan barang harus segera dilaksanakan dengan cara melaksanakan pelatihan dibidang pengawasan jasa penumpang, barang dan kargo serta melaksanakan sosialisasi peraturan pengawasan penumpang, barang, dan kargo. Atau bahkan adbandara bisa memberikan teguran
dan
hukuman bagi yang melanggar peraturan.
B. Saran Saran yang dapat diberikan dari penulisan skripsi ini, antara lain : 1. Bahwa pengawasan yang dilakukan Administrator Bandara Polonia Medan saat ini dilihat dari segi aspek keamanan dan keselamatan penerbangan masih kurang maksimal, hal ini disebabkan banyaknya kendala-kendala yang dihadapi. Selain itu, berhubung Bandara Polonia memiliki arus lalulintas yang cukup padat dan letaknya yang ditengah
111
kota, maka mau tidak mau disarankan Bandara Polonia agar pindah ke bandara yang baru. 2. Adapun usaha yang dapat dilakukan untuk mendukung peningkatan pengawasan terkait, wajib didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dan kebutuhan personil yang memadai, selain itu disarankan bahwa Administrator Bandara Polonia Medan untuk dapat mengadakan koordinasi, sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada semua operator penerrbangan dan instansi terkait secara terpadu.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku Adji, Sution Usman, et.al. 1991. Hukum Pengangkutan di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta Hartono, Sri Redjeki. 1982. Pengangkutan dan hukum pengangkutan Darat, Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Kartono, M. 1995. Hukum udara, angkutan udara dan hukum angkasa, hukum laut internasional, Bandung: Mandar Maju Martono, K.1987. Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, Bandung: Alumni . 1998. Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Tanggung Jawab Awak Pesawat Udara Sipil, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Muhammad, Abdulkadir. 1994. Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Bandung: Citra Aditya Bakti Mulyanto,R Felix Hadi. 1999. Ground Handling Tata Operasi Darat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Poerwosutjipto, HMN.1991. Pengertian pokok hukum dagang indonesia, Jakarta: Djambatan Siregar, Hasnil Basri. 1993. Kapita Selecta Hukum Laut Dagang, Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat . 2002. Hukum Pengangkutan, Medan: Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU Medan Suherman, E. 2000. Aneka masalah hukum kedirgantaraan 1961-1995, Bandung: Mandar Maju . 1962. Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Udara di Indonesia, Bandung: Eresco Tohir, Toto. 2006. Masalah dan aspek hukum dalam pengangkutan udara nasional, Bandung:Mandar Maju Uli, Sinta. 2006. Pengangkutan: Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport, angkutan laut, angkutan darat, dan angkutan udara, Medan: USUpress B. Peraturan Perundang-undangan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 1989 tentang Penertiban Penumpang, Barang dan Kargo yang diangkut dengan pesawat udara sipil Keputusan Menteri Perhubungan no 44 Tahun 2002 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional Keputusan Menteri Perhubungan No 79 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Administrator Bandar Udara Kitab Undang-undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008
C. Kamus Tim Prima Pena. 2005. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Gita Media Pres
D. Internet www.medanbisnisonline.com, “Wawancara media cetak”, Medan bisnis, di akses pada tanggal 28-11-2007 www.dephub.go.id, “Sertifikasi Operasi Bandar Udara”, diakses pada tanggal 22 April 2007. www.AngkasaPuraII.com, "Air Traffic Statistics (Annual)", diakses pada tanggal 28 September 2006
[email protected], "Ground breaking Bandara Baru Medan", diakses pada tanggal 29 Juni 2006 Medan Bisnis, Hendrik Hutabarat "Eks Bandara Polonia Dijadikan Central Business District", diakses pada tanggal 1 November 2006
E. Wawancara Wawancara dengan Bpk. Chairun. Niswar ; Kepala Bidang Keamanan dan Kelancaran Penerbangan, 17 Desember 2008, Kantor Adbandara Polonia Medan Wawancara dengan Bpk. Paul B. Sianturi; Pelaksana Pengawasan Angkutan Udara dari Pusat (DSKU), 5 January 2009 Wawancara dengan Bpk Jefri Hanter ; Ketua Kelompok Pelaksana Pengawasan Angkutan Udara, 18 Desember 2008, Kantor Adbandara Polonia Medan
Maria Ine Reynes Marpaung : Peningkatan Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pengangkutan Barang Dan Penumpang Melalui Udara Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan ( Studi pada Administrator Bandar Udara Polonia Medan ), 2009 USU Repository © 2008