PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA DIFENOKONAZOL PADA BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN KONSUMEN DIBAWAH PENGARUH KONDISI TROPIS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh : Serlika Rostiana 118114148
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ASESMEN PAPARAN RESIDU FUNGISIDA DIFENOKONAZOL PADA BUAH MELON (Cucumis melo L.) TERHADAP KEAMANAN KONSUMEN DIBAWAH PENGARUH KONDISI TROPIS DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi
Oleh : Serlika Rostiana 118114148
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN “Dan seandainya semua pohon yang ada dibumi dijadikan pena, dan lautan dijadikan tinta, ditambah lagi tujuh lautan sesudah itu, maka belum akan habislah kalimat-kalimat Allah yang akan dituliskan, sesungguhnya Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Lukman: 27)
Ya Allah, terimakasih atas nikmat dan rahmat-Mu yang berlimpah ini, sebuah langkah usai sudah telah ku gapai, sebuah perjalanan panjang dan gelap telah kau berikan secercah cahaya terang, meskipun ini bukan akhir dari perjalanan namun awal dari perjuangan. Dari perjalanan ini kini aku mengerti arti sebuah kesabaran dalam penantian, sungguh berarti hikmah dari perjalanan ini. Terimakasih ya Allah tiada hentinya aku bersyukur kepada-Mu…
Ibu tersayang dan Ayah tercinta… Tanpa kasih sayang dan doa kalian yang tulus dan ikhlas tiada keridhaan yang hadir untukku, semua nasihat dan petuahmu menjadi tuntunan jalanku. Tak pernah terlihat keluh kesah diwajahmu dalam berjuang dan berkorban untuk mengantar anakmu ini meraih cita-cita dan harapan serta impian sehingga menjadi kenyataan. Sungguh aku tak mampu menggantikan segala yang telah kau berikan yang setara dengan pengorbananmu, kini..sambutlah anakmu dan terimalah keberhasilanku ini sebagai wujud jawaban atas kepercayaan yang kau berikan serta atas kesabaran dan dukunganmu.
Kupersembahkan karya ini khusus untuk: Tuhanku, Allah SWT Ibu dan Ayah terima kasih atas doa, motivasi, semangat, kasih sayang yang tak pernah putus Suami, Anak dan Adik tercinta terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya selama ini Semua keluarga,saudara-saudara, dan sahabat Almamaterku iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan skripsi ini dengan judul “Asesmen Paparan Residu Fungisida Difenokonazol Pada Buah Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Keamanan Konsumen Dibawah Pengaruh Kondisi Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta“. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi S1 program studi Ilmu Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan penuh rasa hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memotivasi, memberikan kritik dan saran dari awal hingga akhir penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Yohanes Dwiatmaka, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik serta dosen penguji yang telah memberikan dukungan, motivasi, arahan, masukan dan bimbingan. 3. Dr. Christine Patramurti, M. Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan bimbingan.
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4. Aris Widayati, M.Si., Ph. D., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 5. Agustina
Setiawati,
M.
Sc.,
Apt.
atas
perijinannya
menggunakan
laboratorium. 6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas pengalaman dan ilmu yang telah diberikan. 7. Sanjayadi, M. Si. yang telah banyak meluangkan waktunya untuk mendampingi, membimbing, memotivasi, membantu, memberikan kritik dan saran, serta membagi pengalaman dari sejak awal penelitian hingga akhir penyusunan skripsi. 8. Teman seperjuangan skripsi: Rizky Seviana Puspitasari, Florentina Silviana Devi dan Rushadi Jatmiko atas kesabaran, kebersamaan, kerja sama, dan suka duka dari awal penelitian sampai akhir penyusunan skripsi. 9. Mas Bimo dan Pak Mus, seluruh staff laboratorium dan keamanan atas bantuan dan kerjasamanya. 10. Teman seperjuangan di laboratorium Kimia Analisis Instrumental: Mbak Yola, Wirna, Satrio, Devina, Opik, Yolanda, dan Adit atas kebersamaan dan suka dukanya. 11. Ibu, Ayah, Adik, dan seluruh anggota keluargaku tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa. 12. Suami tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa serta waktu dan bantuannya selama proses penelitian.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13. Teman-teman FST B 2011 dan seluruh angkatan 2011 atas dukungan, semangat, suka dan duka selama ini. 14. Sahabat-sahabat tercinta atas doa, dukungan dan semangatnya selama ini. 15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dunia ilmu pengetahuan.
Penulis
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL...............................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................
v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ..........................................
vi
PRAKATA ..............................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...........................................................................................
x
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xviii
INTISARI................................................................................................
xx
ABSTRACT ..............................................................................................
xxi
BAB I PENGANTAR .............................................................................
1
A. Latar Belakang ............................................................................
1
1. Permasalahan.........................................................................
3
2. Keaslian Penelitian ................................................................
3
3. Manfaat Penelitian ................................................................
4
B. Tujuan Penelitian ........................................................................
5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA......................................................
6
A. Pestisida ......................................................................................
6
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Fungisida .....................................................................................
6
1. Peranan Fungisida dalam Pengelolaan Penyakit Tumbuhan
7
2. Fungisida Sistemik ................................................................
7
3. Paparan dan Pengaruh Samping Fungisida ...........................
8
C. Difenokonazol .............................................................................
10
1. Sifat Fisika Kimia .................................................................
11
2. Toksisitas ..............................................................................
12
D. Melon (Cucumis melo L.) ...........................................................
13
1. Sejarah Perkembangan Melon...............................................
13
2. Taksonomi Tanaman Melon .................................................
14
3. Sifat dan Ciri Tanaman Melon ..............................................
14
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Melon ...............................................................................................
16
5. Kandungan Buah Melon .......................................................
18
6. Cara Budidaya Melon ...........................................................
18
7. Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Melon .........................
24
E. Laju Disipasi Residu Pestisida ....................................................
25
F. Iklim Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta .................................
29
G. Landasan Teori ............................................................................
30
H. Hipotesis......................................................................................
31
BAB III METODE PENELITIAN..........................................................
33
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ..................................................
33
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .............................
33
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Variabel Penelitian ................................................................
33
2. Definisi Operasional..............................................................
34
C. Bahan Penelitian..........................................................................
35
D. Alat Penelitian .............................................................................
36
E. Tata Cara Penelitian ....................................................................
37
1. Penyiapan Lahan Permodelan Tanaman Melon ....................
37
2. Pengecekan Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban Lahan .....
38
3. Pengecekan Jenis Tanah, pH Tanah dan Kandungan Bahan Organik Tanah.......................................................................
38
4. Kalibrasi Penyemprotan ........................................................
38
5. Aplikasi Formula Fungisida Difenokonazol Pada Tanaman Melon ....................................................................................
38
6. Pengambilan Sampel Buah Melon dari Lahan Permodelan Tanaman Melon ....................................................................
39
7. Preparasi Sampel ...................................................................
40
8. Ekstraksi ................................................................................
40
9. Clean up Sampel Menggunakan SPE C18 .............................
41
10. Pembuatan Larutan Kurva Baku Difenokonazol ..................
42
11. Penetapan Kadar Residu Difenokonazol ...............................
42
F. Analisa Hasil ...............................................................................
43
G. Rancangan Penelitian ..................................................................
48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................
51
A. Penyiapan Lahan Permodelan Tanaman Melon ..........................
52
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Aplikasi Formula Fungisida Difenokonazol Pada Tanaman Melon .....................................................................................................
55
C. Pengambilan Sampel Buah Melon dari Lahan Permodelan Tanaman Melon dan Preparasi Sampel Buah Melon ..................
56
D. Penetapan Kadar Residu Difenokonazol .....................................
57
E. Hilangya Residu DIfenokonazol ke dalam Daging Buah Melon
67
F. Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap Laju Disipasi Residu Difenokonazol dalam Sampel Buah Melon ................................
69
G. Asesmen Paparan Residu Difenokonazol pada Buah Melon ......
72
H. Penilaian Terhadap Keamanan Konsumen .................................
76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................
78
A. Kesimpulan .................................................................................
78
B. Saran............................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
80
LAMPIRAN ............................................................................................
83
BIOGRAFI PENULIS ............................................................................
111
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Halaman Tabel I.
Kandungan dan Komposisi Gizi Buah Melon tiap 100 gram Bahan ..........................................................................
Tabel II.
Kondisi Optimum Sistem Kromatografi Gas
18
yang
Digunakan ............................................................................
43
Tabel III.
Data Suhu, Curah Hujan, dan Kelembaban .........................
53
Tabel IV.
Data pH, Bahan Organik, Komposisi dan Kelas Tekstur Tanah ....................................................................................
53
Tabel V.
Data Hasil Kalibrasi Penyemprotan .....................................
55
Tabel VI.
Dosis Aplikasi Penyemprotan Fungisida Formulasi Difenokonazol ......................................................................
56
Tabel VII. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan Siliran Kulonprogo ...............................................................
62
Tabel VIII. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan Panggungharjo Bantul ..........................................................
63
Tabel IX. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan Wedomartani Sleman ........................................................... Tabel X.
63
Kadar Residu Difenokonazol pada Keseluruhan Buah Melon ...................................................................................
64
Tabel XI. DT50 Residu Difenokonazol Pada Buah Melon ...................
73
Tabel XII. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Difenokonazol
Pada
Buah
Melon
Siliran
Hasil
Perpotongan..........................................................................
74
Tabel XIII. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol
Pada
Buah
Melon
Bantul
Hasil
Perpotongan..........................................................................
75
Tabel XIV. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol
Pada
Buah
Melon
Slemn
Hasil
Perpotongan..........................................................................
xv
75
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Jalur Penyebaran atau Hilangnya Pestisida .........................
26
Gambar 2. Penentuan Titik Potong Sebagai PHI ..................................
45
Gambar 3. Diagram Pengambilan Sampel Buah Melon .......................
49
Gambar 4. Skema Analisis Residu Difenokonazol Pada Buah Melon .
50
Gambar 5. Sistem Penanaman Buah Melon ..........................................
54
Gambar 6. Kurva Baku Standar Difenokonazol ...................................
59
Gambar 7. Struktur Diastereoisomer Difenokonazol ............................
61
Gambar 8. Overlay Kromatogram.........................................................
62
Gambar 9 . Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel Lahan Siliran Kulonprogo ..................................................
68
Gambar 10. Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel Lahan Panggungharjo Bantul .............................................
68
Gambar 11. Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel Lahan Wedomartani Sleman ..............................................
69
Gambar 12. Kurva Disipasi Residu Difenokonazol pada Keseluruhan Buah Melon ........................................................................
70
Gambar 13. Degradasi Difenokonazol oleh Mikroorganisme secara Aerob ..................................................................................
72
Gambar 14. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Siliran ................................................... Gambar 15. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol
xvi
74
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pada Buah Melon Bantul ...................................................
74
Gambar 16. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Sleman ..................................................
xvii
75
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Sertifikat Analisis Standar dan Formulasi Difenokonazol Donasi dari PT Syngenta..................................................
84
Lampiran 2. Kemasan Benih dan Determinasi Buah Melon Varietas Action............................................................................... Lampiran 3.
85
Data Suhu dan Kelembaban Lahan Siliran Kulonprogo dari BMKG ......................................................................
86
Lampiran 4. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Wedomartani Sleman dari BMKG.........................................................
87
Lampiran 5. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Panggungharjo Bantul dari BMKG ..........................................................
88
Lampiran 6.
Data Curah Hujan dari BMKG ........................................
89
Lampiran 7.
Data Analisis Tanah dari Pertanian UGM .......................
90
Lampiran 8.
Label Penggunaan Formulasi Difenokonazol Syngenta ..
91
Lampiran 9.
Kalibrasi
Penyemprotan
dan
Perhitungan
Dosis
Semprot Formulasi Difenokonazol Donasi dari PT Syngenta ..........................................................................
92
Lampiran 10. Kerusakan Lahan Buah Melon Wedomartani, Sleman Akibat Penyakit Antraknosa ...........................................
96
Lampiran 11. Cara Pemotongan Sampel Buah Melon ...........................
97
Lampiran 12. Contoh Penimbangan Sampel Buah Melon .....................
99
Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Residu, Laju Disipasi, dan
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PHI ...................................................................................
100
Lampiran 14. Uji Signifikansi Kadar Residu di Kulit dengan di dalam daging buah ......................................................................
105
Lampiran 15. Uji Signifikansi Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap Laju Disipasi dengan ANOVA ........................................
xix
108
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
INTISARI
Iklim tropis Indonesia yang panas dan lembab, memicu perkembangan dan penyebaran antraknosa (Colletotrichum sp.) yang menyebabkan kerusakan pada buah melon. Untuk mengontrol antraknosa, para petani menggunakan difenokonazol. Oleh karena itu, untuk menjamin keamanan konsumen, kadar residu difenokonazol pada buah melon harus ditentukan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pre-harvest interval (PHI) dengan melihat perilaku residu difenokonazol pada buah melon dibawah kondisi Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk itu dipilih 3 lokasi penelitian dengan perbedaan kondisi geografis dan budidaya, yaitu Siliran Kulonprogo, Panggungharjo Bantul dan Wedomartani Sleman. Rancangan penelitian mengikuti decline study dengan aplikasi formulasi difenokonazol mengikuti anjuran maksimum yaitu 1 ml/L volume 600L/ha sebanyak 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada penetrasi residu difenokonazol dari kulit ke dalam daging buah. Secara statistik, laju disipasi tidak mempengaruhi kondisi geografi pada ketiga tempat tanam. DT50 residu difenokonazol pada kulit buah adalah 4 hari yang mengindikasikan adanya biodegradasi dan tercuci air hujan. PHI ditetapkan pada hari ke-7 untuk lahan Siliran dan Sleman serta hari ke5 untuk lahan Bantul sehingga petani disarankan panen saat hari ke-7 setelah aplikasi terakhir. Kadar residu difenokonazol pada melon saat PHI di ketiga tempat tanam jauh dibawah nilai BMR FAO/WHO sehingga aman untuk dikonsumsi. Kata kunci : laju disipasi, residu, difenokonazol, PHI, BMR
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
Indonesian tropical climate, which is warm and humid, promote the development and spread of anthracnose (Colletotrichum sp.) causing significant damage in melon. To control the anthracnose, farmers used difenoconazole. For the reason, to assure the safety of the consumer, the level of difenoconazole residue in melon should be managed. The purpose of this study is determining the pre-harvest interval (PHI) through understanding the behavior of difenoconazole residue in melon under Special Region of Yogykarta condition. The study sites were melon production center in Siliran Kulonprogo, Panggungharjo Bantul and Wedomartani Sleman with has differences in geographical conditions and cultivation. The study design follow decline study with application formulations difenoconazole follow the recommended maximum dose that is 1 ml/L on the volume 600 L/ha much as 3 times. The data didn’t show residue penetration from peel to the flesh. Statistically, dissipation rate on the whole fruit are no significant differences in those study site. From the dissipation rate DT50 in peel were 4 day were indicating biodegradation and leaching. The PHI were 7th day for Siliran and Sleman also 5th day for Bantul, so the farmer should harvest at 7 day after last application. Difenoconazole residue on melon at PHI in those study sites are bellow the MRL FAO/WHO requirement so it is safe for consumption. Keywords : dissipation rate, residue, difenoconazole, PHI, MRL
xxi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu produk hortikultura yang banyak disukai oleh masyarakat. Daya tarik melon terletak pada cita rasa buahnya yang manis, beraroma harum dan menyegarkan (Fitri, 2011). Saat ini Indonesia sedang digalakkan buah tropis untuk menjadi produsen dan eksportir buah tropis terbesar di Asia Tenggara. Salah satunya buah melon yang sampai saat ini telah mampu mengisi pasar di berbagai negara, khususnya negara-negara di Asia Tenggara, Timur Tengah, dan Asia Timur (Abby, 2015). Selain itu, permintaan konsumsi buah melon setiap tahunnya selalu meningkat sehingga memerlukan pasokan yang cukup besar dan berkesinambungan. Mengingat nilai ekonominya yang cukup tinggi maka para petani di Indonesia melakukan budidaya melon di berbagai daerah. Dibandingkan dengan buah tropis Indonesia lainnya, buah melon memiliki keunggulan karakteristik yaitu dapat ditanam disepanjang musim dengan umur yang tidak terlalu panjang sekitar 60 hari (Putra, 2015). Karena tanaman melon berumur pendek (± 60 hari) maka gangguan disetiap tahap pertumbuhannya akan langsung berpengaruh terhadap hasil produksinya. Tanaman buah melon sering terkena serangan penyakit yang disebabkan oleh fungi Colletrotichum sp. yang biasa disebut dengan antraknosa atau penyakit patek. Nama Colletrotichum sp. dalam dunia pertanian sudah menjadi momok yang paling menakutkan terutama di daerah tropis seperti Indonesia maupun subtropis karena dalam waktu beberapa hari penyakit
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
antraknosa dapat menggagalkan areal pertanaman melon (Kurnianti, 2013). Salah satu cara penanggulangan serangan antraknosa adalah menggunakan fungisida sistemik seperti difenokonazol yang banyak digunakan oleh petani. Difenokonazol merupakan fungisida golongan triazol yang memiliki spketrum fungi luas dengan aksi sistemik, serta mempunyai daya preventif dan kuratif terhadap banyak patogen. Difenokonazol menghambat demetilasi selama sintesis ergosterol sehingga menghentikan perkembangan jamur. Ketika fungisida difenokonazol disemprotkan ke tanaman melon, maka akan meninggalkan residu bagian buahnya. Secara tidak langsung residu yang ditinggalkan akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsi buah melon yang terkontaminasi fungisida difenokonazol. Untuk menjaga kesehatan konsumen, komisi internasional FAO/WHO Codex Allimentarius Commision (CAC) telah menetapkan angka Batas Maksimum Residu (BMR) difenokonazol pada buah melon yang masih diperbolehkan yaitu sebesar 0,7 mg/kg (CAC, 2014). Supaya ketersediaan melon dipasaran tetap terjaga terutama dipasaran internasional dan aman bagi konsumen, maka perlu mengetahui kadar residu difenokonazol pada buah melon dan pola laju disipasi fungisida difenokonazol pada kondisi tropis di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan adanya perbedaan kondisi geografi tempat tanam melon untuk menentukan selang waktu antara aplikasi formulasi fungisida difenokonazol terakhir dengan saat panen (PHI) sehingga mengetahui waktu panen yang tepat dengan kadar residu yang sangat rendah dibawah BMR.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
Metode analisis yang digunakan untuk menentukan keberadaan residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging buah melon adalah metode analisis yang sudah divalidasi oleh Devi (2015) meliputi ekstraksi, clean-up dan determinasi dengan kromatografi gas detektor penangkap elektron (ECD). Metode analisis untuk analisis residu difenokonazol menggunakan GC-ECD sudah pernah dilakukan pada buah anggur, buah pisang, buah delima (pomegranate), dan padi dimana penelitian pada buah melon sejauh penelusuran pustaka peneliti belum dilakukan. 1. Permasalahan a. Berapakah kadar residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging buah melon (Cucumis melo L.)? b. Bagaimana pola laju disipasi residu fungisida difenokonazol terhadap perbedaan kondisi geografi tempat tanam buah melon (Cucumis melo L.) yang digunakan dan berapa hari PHI (Pre Harvest Interval) atau waktu panennya yang tepat? c. Berdasarkan kadar residu difenokonazol pada saat PHI, apakah buah melon (Cucumis melo L.) di Daerah Istimewa Yogyakarta aman dikonsumsi? 2. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran pustaka peneliti, penelitian mengenai “Asesmen Paparan Residu Fungisida Difenokonazol Pada Buah Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Keamanan Konsumen Dibawah Pengaruh Kondisi Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta” belum pernah dilakukan. Penelitian mengenai disipasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
difenokonazol telah dilakukan pada beras pada tahun 2012 oleh K. Wang dkk dengan judul penelitian “Dissipation of difenoconazole in rice, paddy soil, and paddy water under field conditions”. Selanjutnya ada penelitian menggunakan GC-ECD mengenai ”Dissipation Behavior of Difenoconazole Residues in/on Grapes (Vitis vinifera L.)” yang dilakukan oleh Osama I. Abdallah tahun 2014 dan “Residue Analysis of Difenoconazole in Banana and Soil” pada tahun 2012 yang dilakukan oleh HUAN Zhibo. Pada artikel EFSA (European Food Safety Authority) yang berjudul ”Reasoned opinion on the modification of the existing MRLs for difenoconazole in various crops” dicantumkan bahwa MRL untuk melon berdasarkan Regulation (EC) No 1107/2009 of the European Parliament and of the Council adalah 0,05 mg/kg sedangkan berdasarkan EFSA sebesar 0,2 mg/kg dimana penelitian dilakukan di beberapa negara subtropis di Eropa. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat metodologis. Penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan mengenai cara menentukan laju disipasi dan Pre-Harvest Interval (PHI) residu fungisida difenokonazol pada buah melon (Cucumis melo L.) sebagai evaluasi keamanan residu fungisida difenokonazol pada buah melon (Cucumis melo L.). b. Manfaat praktis. Penelitian ini dapat digunakan sebagai model penetapan laju disipasi residu fungisida difenokonazol pada buah melon (Cucumis melo L.) pada kondisi tropis Daerah Istimewa Yogyakarta dengan adanya perbedaan kondisi geografi tempat tanam melon.
berbagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
B. Tujuan Penelitian 1. Menetapkan kadar residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging buah melon (Cucumis melo L.). 2. Menentukan pola laju disipasi residu fungisida difenokonazol terhadap perbedaan kondisi geografi tempat tanam buah melon (Cucumis melo L.) yang digunakan sebagai dasar penetapan waktu panen yang tepat atau PHI (Pre-harvest Interval). 3. Mengevaluasi keamanan residu fungisida difenokonazol pada buah melon (Cucumis melo L.) di Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan kadar residu difenokonazol pada saat PHI.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pestisida Pestisida adalah substansi kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama. Yang dimaksud hama bagi petani adalah sangat luas, yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteri dan virus, kemudian nematode (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Sudarmo, 1991). Menurut The United States Environmental Control Act pestisida didefinisikan sebagai berikut. a. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematode, gulma, virus, bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia. b. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman (Djojosumarto, 2008).
B. Fungisida Fungisida adalah salah satu jenis pestisida yang dipakai untuk membunuh atau menghambat perkembangan jamur. Fungisida berasal dari dua kata dalam bahasa Latin yaitu : fungus dan caedo. Fungus atau jamaknya fungi artinya jamur,
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sedangkan caedo
7
artinya membunuh. Dalam bahasa Indonesia kata tersebut
menjadi fungisida (Sumardiyono, 2013). 1.
Peranan Fungisida dalam Pengelolaan Penyakit Tumbuhan Kelompok organisme yang paling banyak menjadi patogen adalah jamur
(fungi), disusul oleh bakteri dan virus. Oleh karena itu, pengelolaan kimiawi penyakit tumbuhan paling banyak menggunakan fungisida dan sebagian kecil bakterisida. Penyakit menyebar dari suatu tempat ke tempat lain bersama dengan penyebaran spora, yang terjadi terutama dengan perantaraan angin, air, tanah dan serangga. Spora jamur berbobot ringan, sehingga mudah diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh dan jatuh ke permukaan tanaman atau daun. Pada tanaman yang rentan, setelah patogen bertemu dengan permukaan tanaman atau daun, maka spora akan berkecambah kemudian akan terjadi penetrasi yang diikuti dengan perkembangan patogen dalam jaringan tanaman. Fungisida yang disemprotkan pada permukaan tanaman menghambat perkecambahan spora. Spora menjadi mati dan tidak terjadi penetrasi. Apabila sudah terjadi penetrasi, perkembangan patogen dalam jaringan tanaman dapat dihambat apabila fungisida yang diaplikasikan dapat terserap oleh tanaman. Tanaman yang sudah menderita sakit dapat disembuhkan atau dikurangi intensitas kerusakannya (Sumardiyono, 2013). 2.
Fungisida Sistemik Fungisida sistemik adalah fungisida yang dapat masuk melewati kutikula
dan terserap oleh tanaman, bersifat mobile (bergerak) atau ditranslokasikan dari tempat aplikasi ke bagian tanaman yang lain, atau bergerak dari akar melalui
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
xilem ke daun. Fungisida sistemik dapat diaplikasikan sebagai fungisida protektan atau terapeutan. Fungisida jenis ini berfungsi mencegah perkembangan penyakit sehingga dapat menyembuhkan tanaman yang sudah sakit atau menghambat perkembangan penyakit atau disebut juga fungisida kemoterapeutan. Fungisida sistemik yang baik harus memenuhi beberapa kriteria : a. Senyawa tersebut harus bersifat fungisidal atau dapat diubah menjadi senyawa yang beracun dalam tanaman. b. Senyawa tersebut harus mempunyai fitotoksisitas yang sangat rendah karena terserap oleh tanaman. c. Senyawa tersebut harus dapat terserap oleh akar, daun atau biji sebelum dapat ditranslokasikan ke bagian tanaman yang lain (Sumardiyono, 2013). Setelah perlakuan dengan fungisida ini akan terjadi penetrasi ke dalam jaringan tanaman, kemudia ditranslokasikan ke bagian tanaman yang lain. Fungisida sistemik bekerja sampai jarak yang jauh dari tempat aplikasi dan dapat menyembuhkan tanaman yang sudah sakit. Fungisida sitemik bekerja bersama dengan proses metabolism tanaman. Fungisida sistemik hanya bekerja pada satu tempat dari bagian sel jamur, sehingga disebut mempunyai cara kerja single site action atau spesifik. Jenis-jenis fungisida sistemik diantaranya golongan oksatin, metalaksil, benzimidazol, fosfat organik, pirimidin, triazol dan strobilurin (Sumardiyono, 2013). 3. Paparan dan Pengaruh Samping Fungisida a. Pengaruh terhadap lingkungan. Fungisida mengandung racun yang disamping dapat mengendalikan jamur juga mempunyai pengaruh racun terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
lingkungan. Tiap jenis fungisida mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap lingkungan. Pengaruh terhadap lingkungan tergantung dari daya racun (toksisitas), cara dan kekerapan aplikasi, serta persistensi. Dalam praktik penyemprotan tanaman dengan fungisida, sebagian fungisida ada yang jatuh ke atas tanah sekitar tanaman. Hal ini menyebabkan tanah sekitar tanaman terpapar fungisida, sehingga dapat mempengaruhi kualitas air tanah yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Pada keadaan cuaca yang beranging kencang, sebagian bahan semprot akan memberikan drift (cipratan) ke tempat bukan sasaran yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan berupa kontaminasi akibat cipratan misalnya akan mencemari sekitar lahan pertanian. Kontaminasi pada lingkungan juga terjadi akibat dari pencucian alat semprot setelah aplikasi. Pencucian sprayer tidak boleh dilakukan pada saluran air irigasi, sungai kecil atau sumber air lain. Pencucian dilakukan dengan sisa dibuang jauh dari pemukiman atau tempat bermain anakanak (Sumardiyono, 2013). b. Pengaruh terhadap organisme tanah. Pestisida yang persisten termasuk didalamnya fungisida yang persisten, sangat berbahaya bagi tanah dan air tanah. Klasifikasi pestisida yang berbahaya di
dalam tanah didasarkan atas
persistensinya. Makin persisten suatu pestisida, maka semakin berbahaya. Umumnya fungisida tidak berbahaya, kecuali PCP dan golongan merkuri (Sumardiyono, 2013). c. Pengaruh terhadap manusia. Pengaruh terhadap manusia dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Yang bersifat langsung adalah pengaruh terhadap kesehatan pekerja. Para pekerja dan pemakai fungisida tentu akan terpapar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
fungisida sewaktu melakukan aplikasi. Bila fungisida yang diaplikasikan berdaya racun tinggi, akibat terhadap para pekerja menjadi sangat berbahaya. Para pekerja akan terpapar fungisida melalui udara yang terhirup karena sebagian bahan yang disemprotkan akan terbawa angin dan masuk ke dalam saluran pernafasan. Para pekerja juga rentan terpapar fungisida bila terjadi kecelakaan atau tumpahan yang mengenai tangan atau kulit. Secara tidak langsung, manusia mendapatkan kontaminasi
fungisida
melalui
makanan
yang
kita
makan.
Manusia
mengkonsumsi daging, ikan, sayur, beras, atau produk-produk pertanian yang lain. Bila produk tersebut mengandung residu pestisida maka manusialah yang akan mendapatkan residu yang paling banyak (Sumardiyono, 2013).
C. Difenokonazol Difenokonazol merupakan fungisida berspektrum luas yang digunakan untuk berbagai penyakit pada berbagai buah, sayur, sereal dan tanaman lainnya. Fungisida difenokonazol termasuk golongan fungisida triazol yang bekerja secara sistemik dan memiliki daya preventif dan kuratif. Difenokonazol bekerja menghambat demetilasi selama sintesis ergosterol sehingga menghentikan perkembangan jamur. Difenokonazol merupakan molekul yang berpotensi dapat bergerak, tidak mudah untuk dicuci karena kelarutan dalam air rendah. Difenokonazol tidak volatil, persisten di dalam tanah dan pada lingkungan akuatik (Anonim1, 2015). Nama umum
: difenoconazole
Sinonim
: CGA 169374
Nama IUPAC
: 1-[2-[2-chloro-4-(4-chloro-phenoxy)-phenyl]-4-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
methyl[1,3]dioxolan-2-ylmethyl]-1H-1,2,4-triazole Rumus molekul
: C19H17Cl2N3O3
Massa molekul
: 406,3
Rumus struktur
:
(EFSA, 2011). 1.
Sifat Fisika Kimia
Bentuk fisik
: putih, tidak berbau, bubuk Kristal halus
Titik lebur
: 82-83 ºC
Titik didih
: 100,8 ºC pada 3,7 mPa
Suhu dekomposisi
: 337 ºC
Kepadatan relatif
: 1,39 pada 22 ºC
Tekanan uap
: 3,32 × 10-8 Pa pada 25 ºC
Kelarutan di dalam air
: 15 mg/L pada 25 ºC
Log Pow (koefisien partisi)
: 4,4 pada 25 ºC
Konstanta disosiasi dalam pKa
: 1,1 pada 20 ºC
Konstanta Henry’s law
: 9,0 × 10-7 Pa m3 mol-1 pada 25 ºC
Kelarutan dalam pelarut organik
: Aseton
> 500 g/L
Diklorometan
> 500 g/L
Etil asetat
> 500 g/L
11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Hexan
3,0 g/L
Metanol
> 500 g/L
Oktanol
110 g/L
Toluen
> 500 g/L
12
(EFSA, 2011). 2.
Toksisitas Pada toksisitas akut difenokonazol memiliki LD50 oral pada tikus sebesar
1453 mg/kg bb, LD50 oral pada mencit > 2000 mg/kg bb, LD50 dermal pada kelinci > 2010 mg/kg bb dan LD50 inhalasi pada tikus > 3,3 mg/L (4 jam paparan) (EFSA, 2011). Pada toksisitas jangka pendek difenokonazol, pada tikus terjadi efek penurunan berat badan dan jantung, penurunan nafsu makan dan minum, liver (pada dosis tinggi setelah paparan secara oral), liver dan tiroid setalah paparan secara dermal. Pada mencit terjadi efek penurunan berat badan, penurunan berat indung telur, liver (pembesaran dan peningkatan berat, vakuolisasi dan koagulasi nekrosis) dan pada anjing terjadi penurunan berat badan, liver (berat meningkat dan perubahan secara klinis), pembentukan katarak (pada dosis tinggi). NOAEL oral pada rat 20 mg/kgbb/d (90 hari), mouse : 34 mg/kgbb/d (90 hari), anjing : 31 mg/kgbb/d (28 minggu) sedangkan NOAEL dermal pada
rat
adalah
100
mg/kgbb/d (28 hari). Difenokonazol mungkin menjadi genotoksik secara in vivo (EFSA, 2011). Pada toksisitas jangka panjang pada Rat terjadi efek penurunan berat badan, liver (berat relatif meningkat, hepatosit hipertropi) dan pada mouse terjadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
penurunan berat badan, liver (berat meningkat, perubahan histopatologi termasuk nekrosis, hipertropi, perubahan lemak dan stasis empedu). Karsinogenisitas difenokonazol ditunjukkan adanya adenoma/karsinoma liver pada mice, hanya pada dosis tinggi, namun difenokonazol dianggap tidak menimbulkan resiko karsinogenik pada manusia (EFSA, 2011). Pada toksisitas
reproduksi
difenokonazol secara parental
dapat
menurunkan berat badan, pada keturunan yang dihasilkan dapat menurunkan berat badan melalui laktasi dan tidak ada efek samping pada reproduksi. NOAEL parental adalah 16,8 mg/kgbb/d, NOAEL reproduksi adalah 189 mg/kgbb/d dan NOAEL keturunan adalah 16,8 mg/kgbb/d (EFSA, 2011). Toksisitas difenokonazol terhadap perkembangan terjadi efek variasi skeletal (rat) dan peningkatan jumlah resorpsi (rat,rabbit), pada maternal terjadi efek penurunan berat badan dan nafsu makan (rat, kelinci), aborsi dan kematian. NOAEL maternal pada rat adalah 15,6 mg/kg bb/d, pada kelinci 25 mg/kgbb/d serta NOAEL perkembangan pada rat 15,6 mg/kg bb/d dan pada kelinci 25 mg/kgbb/d (EFSA, 2011).
D. Melon (Cucumis melo L.) 1.
Sejarah Perkembangan Melon Melon (Cucumis melo L.) merupakan tanaman buah termasuk famili
Curcubitaceae, banyak yang menyebutkan buah melon berasal dari Lembah Panas Persia atau daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika. Dan tanaman ini akhirnya tersebar luas ke Timur Tengah dan ke Eropa. Pada abad ke-14 melon dibawa ke Amerika oleh Colombus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
dan akhuirnya ditanam luas di Colorado, California, dan Texas. Akhirnya melon tersebar keseluruh penjuru dunia terutama di daerah tropis dan subtropis termasuk Indonesia (Kemenristek, 2015). 2.
Taksonomi Tanaman Melon Tanaman melon termasuk jenis tanaman labu. Tanaman lain yang masih
satu keluarga dengan melon di antaranya semangka, blewah, mentimun, dan waluh. Secara taksonomi tanaman melon dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Klas
: Dikotiledoneae
Subklas
: Sympetalae
Ordo
: Curcubitales
Famili
: Curcubitaceae
Genus
: Cucumis
Spesies
: Cucumis melo L.
3.
(Redaksi Agromedia, 2007).
Sifat dan Ciri Tanaman Melon a. Bentuk Tanaman. Tanaman melon tumbuh menjalar di atas permukaan
tanah atau seringkali dirambatkan pada turus bambu. Apabila tanaman dibiarkan tumbuh, maka akan membentuk banyak cabang yang muncul dari ketiak daun. Dari cabang-cabang terebut akan muncul bunga yang akhirnya akan menjadi buah setelah terjadi persilangan antara bunga jantan dan bunga bentina. Tanaman melon dapat mencapai ketinggian lebih dari 2 m, sehingga dengan demikian perlu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
dilakukan pemangkasan. Susunan daun berselang-seling dengan daun yang ada di atasnya (Samadi, 2007). b. Akar. Sistem perakaran pada tanaman melon menyebar tetapi tidak dalam. Cabang akar dan rambut-rambut akar menyebar ke segala arah sampai dengan kedalaman 15-30 cm (Samadi, 2007). c. Batang. Batang tanaman melon berbentuk segilima dengan sudut-sudut yang sedikit membulat. Pertumbuhan batang tidak lurus. Batang berstruktur lunak, berbulu, dan berwarna hijau muda. Pada batang utama muncul cabang-cabang baru yang berkembang ke arah samping (Samadi, 2007). d. Daun. Daun melon memiliki bentuk agak bulat, bersudut lima, dengan tepi daun bergerigi (tidak rata) dan permukaan yang berbulu. Daun memiliki diameter 10-16 cm. Susunan daun berselang-seling antara daun yang di bawah dengan daun yang tumbuh di atasnya. Pada setiap ketiak daun tumbuh sulur yang berfungsi sebagai alat untuk menjelar. Panjang tangkai daun berkisar antara 10-17 cm (Samadi, 2007). e. Bunga. Bunga melon berbentuk lonceng, berwarna kuning cerah, mirip bunga tanaman semangka, memiliki kelopak daun sebanyak 5 buah dan kebanyakan bersifat uniseksual monoesius. Lebah sangat berperan dalam proses penyerbukannya, sehingga bantuan manusia sudah tidak diperlukan lagi. Bungabunga ini muncul hampir pada setiap ketiak tangkai daun. Dalam waktu beberapa hari, bunga-bunga tersebut akan layu dan gugur, kecuali bunga betina yang telah dibuahi. Bunga yang telah dibuahi akan bertahan dan berkembang hingga menjadi buah (Samadi, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
f. Buah. Buah melon sangat beragam dalam hal ukuran, bentuk buah, rasa, aroma, dan kenampakan permukaan kulit buahnya. Hal ini sangat tergantung pada varietasnya. Tanaman melon dapat dipanen buahnya pada umur 65-75 hari setelah pindah tanam, tergantung pada varietas dan ketinggian tempat tumbuhnya. Melon yang ditanam di dataran tinggi berumur lebih panjang daripada yang ditanam di dataran rendah. Daging buah melon memiliki warna yang bervariasi tergantung pada varietasnya. Ada yang memiliki warna daging buah hijau muda, putih susu, kuning muda, jingga dan lain-lain (Samadi, 2007). 4.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Melon a. Iklim 1) Angin yang bertiup cukup keras dapat merusak pertanaman melon, dapat mematahkan tangkai daun, tangkai buah dan batang tanaman. 2) Hujan yang terus menerus akan menggugurkan calon buah yang sudah terbentuk dan dapat pula menjadikan kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi pathogen. Saat tanaman melon menjelang panen, akan mengurangi kadar gula dalam buah. 3) Tanaman melon memelukan penyinaran matahari penuh selama pertumbuhannya. 4) Tanaman melon memerlukan suhu yang sejuk dan kering untuk pertumbuhannya. Suhu pertumbuhan untuk tanaman melon antara 25 – 30 °C. Tanaman melon tidak dapat tumbuh apabila kurang dari 18 °C.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5) Kelembaban
udara
secara
tidak
langsung
17
mempengaruhi
pertumbuhan tanaman melon. Dalam kelembaban yang tinggi tanaman melon mudah diserang penyakit (Kemenristek, 2015). b. Media Tanam 1) Tanah yang baik untuk budidaya tanaman melon ialah tanah liat berpasir
yang
banyak
mengandung
bahan
organik
untuk
memudahkan akar tanaman melon berkembang. Tanaman melon tidak menyukai tanah yang terlalu basah. 2) Tanaman melon akan tumbuh baik apabila pH-nya 5,8 – 7,2. 3) Tanaman melon pada dasarnya membutuhkan air yang cukup banyak. Tetapi, sebaiknya air itu berasal dari irigasi, bukan dari air hujan (Kemenristek, 2015). c. Ketinggian Tempat. Tanaman melon dapat tumbuh dengan cukup baik pada ketinggian 300–900 meter dpl. Apabila ketinggian lebih dari 900 meter dpl tanaman tidak berproduksi dengan optimal (Kemenristek, 2015).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5.
18
Kandungan Buah Melon Kandungan gizi buah melon dapat dilihat pada Tabel I.
Tabel I. Kandungan dan Komposisi Gizi Buah Melon tiap 100 gram Bahan (Roe, 2013)
6.
Komposisi Gizi
Banyaknya (Jumlah)
Energi
29 kcal.
Protein
0,50 gram
Lemak
0,10 gram
Karbohidrat
6,8 gram
Serat
0,70 gram
Abu
0,70 gram
Kalsium
6 mg
Fosfor
6 mg
Kalium
180,00 mg
Zat besi
0,18 mg
Natrium
11 mg
Thiamin
0,07 mg
Riboflavin
0,01 mg
Vitamin B6
0,07 mg
Vitamin C
8,0 mg
Niacin
0,40 mg
Air
91,0 gram
Cara Budidaya Melon a. Pembibitan. Melon termasuk tanaman yang tidak terlalu menuntut media
semai yang khusus untuk pembibitannya. Benih disemai di polybag dan akan tumbuh menjadi calon bibit dan harus mendapatkan pemeliharaan yang baik agar menjadi bibit melon yang sehat dan kekar. Bibit dipersemaian di siram setiap pagi hari mulai dari kecambah belum muncul sampai bibit muncul kepermukaan tanah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
Saat menyemprot untuk penyiraman jangan terlalu kuat karena akan mengikis tanah media dan melemparkan benih atau kecambah keluar dari polibag. Apabila daun sejati keluar, penyiraman bibit baru dapat dilakukan embrat atau gembor. Saat cuaca panas, tanah pada polybag kering dan penyiraman perlu diulangi pada sore hari, jangan menyiram bibit tanaman pada siang hari karena akan menyebabkan air dan zat-zat makanan tidak dapat terserap akibatnya bibit menjadi kurus, kering dan layu (Kemenristek, 2015). Bibit melon dipindahkan ke lapangan apabila sudah berdaun 4–5 helai atau tanaman melon telah berusia 10– 12 hari. Cara pemindahan tidak berbeda dengan cara pemindahan tanaman lainnya, yaitu kantong plastik polibag dibuang secara hati-hati lalu bibit berikut tanahnya ditanam pada bedengan yang sudah dilubangi sebelumnya, bedenganpun jangan sampai kekurangan air (Kemenristek, 2015). b. Persiapan Pengolahan Media Tanam. Sebelum bibit melon dipindahkan ke lapangan maka perlu dilakukan pengukuran pH tanah, analisis tanah, penetapan waktu/jadwal tanam, penetapan luas areal penanaman, dan pengaturan volume produksi. Penetapan waktu tanam berkaitan dengan perkiraan waktu panen suatu varietas melon yang ditanam dan waktu panen varietas melon lainnya. Penetapan luas penanaman berkaitan erat dengan pemilikan modal, luas lahan yang tersedia, musim dan permintaan pasar. Tanaman melon yang diusahakan di lahan terbuka di musim hujan akan rusak terserang penyakit karena terguyur hujan terusmenerus. Maka penanaman melon di musim hujan lebih diarahkan dengan sistem hidroponik (Kemenristek, 2015).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
c. Pembukaan Lahan. Untuk penanaman melon lahan dilakukan pembajakan. Untuk pencangkulan dan penggarukan, keadaan tanahnya harus cukup kering karena kita bisa mudah membentuk tanah yang semula berbongkah-bongkah dan cukup liat, tanah yang beremah-remah dan cukup sarang (mudah diserap air). Dengan tanah tersebut akan menguntungkan tanaman. Selain perakarannya mudah menembus tanah, juga akan mudah bernapas (Kemenristek, 2015). d. Pembentukan Bedengan. Selama 5–7 hari lahan dibiarkan kering setelah dibajak (atau dibalik). Proses ini akan membuat tanah menjadi lengket dan berbongkah sehabis dibajak menjadi agak hancur karena mengalami proses pengeringan matahari dan penganginan. Selama proses tersebut beberapa senyawa kimia yang beracun dan merugikan tanaman dan akan hilang perlahan-lahan. Setelah kering, bongkahan tanah dibuat petakan dengan tali rafia untuk membentuk bedengan dengan ukuran panjang bedengan maksimum 12–15 m; tinggi bedengan 30–50 cm; lebar bedengan 100–110 cm; dan lebar parit 55–65 cm. Bedengan dibentuk dengan cara mencangkuli bongkahan tanah menjadi struktur tanah yang remah/gembur. Bila telah bentuk bedengan terlihat, baik itu bedengan kasar/setengah jadi bedengan tersebut dikeringanginkan lagi selama seminggu agar terjadi proses oksidasi/penguapan dari unsur-unsur beracun ada hingga menghilang tuntas. Dengan panjang maksimum 15 m tersebut akan memudahkan perawatan tanaman dan mempercepat pembuangan air, terutama di musim hujan. Tinggi bedengan dibuat sesuai dengan musim dan kondisi tanah. Pada musim hujan tinggi bedengan 50 cm agar perakaran tanaman tidak terendam air jika hujan deras. Dan pada musim kemarau tinggi bedengan cukup 30 cm,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
karena untuk memudahkan perawatan pada saat bedengan digenangi. Parit dibuat dengan lebar 55–65 cm adalah untuk memudahkan perawatan pada saat penyemprotan, pemasangan ajir, maupun penalian (Kemenristek, 2015). e. Pemasangan Mulsa Plastik Hitam-Perak (PHP). Mulsa PHP yang terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan berwarna perak di bagian atas dan warna hitam dibagian bawah dengan berbagai keuntungan. Warna perak pada mulsa akan memantulkan cahaya matahari sehingga proses fotosintesis menjadi lebih optimal, kondisi pertanaman tidak terlalu lembab, mengurangi serangan penyakit, dan mengusir serangga-serangga penggangu tanaman. Sedangkan warna hitam pada mulsa akan menyerap panas sehingga suhu di perakaran tanaman menjadi hangat, akibatnya perkembangan akar akan optimal. Selain itu warna hitam juga mencegah sinar matahari menembus ke dalam tanah sehingga benih-benih gulma tidak akan tumbuh (kecuali teki dan anak pisang). Pemasangan mulsa sebaiknya dilakukan pada saat panas matahari terik agar mulsa dapat memuai sehingga menutup bedengan dengan tepat. Teknis pemasangannya cukup oleh 2 orang untuk satu bedengan. Setelah selesai pemasangan, bedengan-bedengan dibiarkan tertutup mulsa PHP selama 3 – 5 hari sebelum dibuat lubang tanam. Tujuan agar pupuk kimia yang diberikan dapat berubah menjadi bentuk tersedia sehingga dapat diserap tanaman (Kemenristek, 2015). f. Teknik Penanaman. Untuk membuat lubang tanam dengan menggunakan pelat pemanas atau memanfaatkan bekas kaleng susu kental. Plat pemanas yang berupa potongan besi dengan diameter 10 cm, dibuat sedemikian rupa hingga panas yang ditimbulkan dari arang yang dibakar mampu melubangi mulsa PHP
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
dengan cepat. Model penanaman dapat berupa dua baris berhadap-hadapan membentuk segi empat dua baris berhadap-hadapan membentuk segi tiga. Bibit yang telah di semai ± 3 minggu dipindahkan ke dalam wadah besar beserta medianya. Akar tanaman diusahakan tidak sampai rusak saat menyobek polibag kecil. Cetakan tanah yang telah berisi bibit melon, diletakkan pada lubang yang telah ditugal dan diusahakan agar tidak pecah/hancur karena bisa mengakibatkan kerusakan akar dan tanaman akan layu jika hari panas (Kemenristek, 2015). g. Pemeliharaan Tanaman. Pemupukan diberikan sebanyak 3 kali, yaitu 20 hari setelah ditanam, tanaman berusia 40 hari (ketika akan melakukan penjarangan buah) dan pada saat tanaman berusia 60 hari (saat menginjak proses pematangan). Untuk memudahkan dalam pemupukan, dibuat data mengenai rangkaian pemupukan sejak awal. Tanaman melon menghendaki udara yang kering untuk pertumbuhannya, tetapi tanah harus lembab. Pengairan harus dilakukan jika hari tidak hujan. Pengairan dilakukan pada sore atau malam hari. Tanaman di siram sejak masa pertumbuhan tanaman, sampai tanaman akan dipetik buahnya. Saat menyiram jangan sampai air siraman membasahi daun dan air dari tanah jangan terkena daun dan buahnya. Tujuannya adalah supaya tanaman tidak dijangkiti penyakit yang berasal dari percikan tersebut, kalau daun basah kuyup akan mengundang jamur sangat besar. Penyiraman dilakukan pagi-pagi sekali atau malam hari. Oleh karena itu ada pengairan di sekitar kebun besar sekali manfaatnya (Kemenristek, 2015). h. Pemeliharaan Lain. Ajir atau tongkat dari kayu atau bilahan bambu, untuk rambatan dapat dipasang setelah selesai membuat pembubunan dan selesai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
mensterilkan kebun. Atau dapat juga ajir dipasang sesudah bibit ditanam, dan bibit sudah mengeluarkan sulur-sulurnya kira-kira tingginya adalah 50 cm. Ajir harus terbuat dari bahan yang kuat sehingga mampu menahan beban buah dengan bobot kira-kira 2–3 kg. Tempat ditancapkannya ajir dengan jarak kira-kira 25 cm dari pinggir gulu dan baik kanan maupun kiri. Supaya ajir lebih kokoh lagi, kita bisa menambahkan bambu panjang yang diletakkan di bagian pucuk segitiga antara bambu atau kayu yang menyilang, mengikuti barisan ajir-ajir di belakangnya. Pemangkasan yang dilakukan pada tanaman melon bertujuan untuk memelihara cabang sesuai dengan yang dikehendaki. Tinggi tanaman dibuat ratarata antara titik ke-20 sampai ke-25 (bagian ruas, cabang atau buku dari tanaman tersebut). Pemangkasan dilakukan kalau udara cerah dan kering, supaya bekas luka tidak diserang jamur. Waktu pemangkasan dilakukan setiap 10 hari sekali, yang paling awal dipangkas adalah cabang yang dekat dengan tanah dan sisakan dua helai daun, kemudian cabang-cabang yang tumbuh lalu dipangkas dengan menyisakan 2 helai daun. Pemangkasan dihentikan, jika ketinggian tanamannya sudah mencapai pada cabang ke-20 atau 25 (Kemenristek, 2015,). i.
Panen. Tanda/ciri penampilan tanaman siap panen adalah ukuran buah
sesuai dengan ukuran normal, serat jala pada kulit buah sangat nyata/kasar, dan warna kulit hijau kekuningan, umur Panen ± 3 bulan setelah tanam, waktu Pemanenan yang baik adalah pada pagi hari. Cara panen adalah potong tangkai buah melon dengan pisau, sisakan minimal 2 cm untuk memperpanjang masa simpan buah, tangkai dipotong berbentuk huruf “T” maksudnya agar tangkai buah utuh dan kedua sisi atasnya merupakan tangkai daun yang telah dipotong
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
daunnya, pemanenan dilakukan secara bertahap, dengan mengutamakan buah yang benar-benar telah siap dipanen (Kemenristek, 2015). 7.
Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Melon Tanaman melon merupakan tanaman yang rentan terhadap berbagai
serangan penyakit dan hal ini akan berakibat pada hasil buah yang diproduksi (Nuryanto, 2007). Jenis penyakit yang sering muncul pada tanaman melon adalah penyakit jamur atau cendawan dan kekeringan (Anonim, 2014). Tanaman melon memang membutuhkan kelembaban udara yang tinggi pada awal fase pertumbuhannya yaitu dari perkecambahan benih. Pada fase dewasa, tanaman memerlukan kelembaban udara lebih rendah disbanding pada fase pertumbuhan awal. Sementara kelembaban yang tinggi dan kualitas sirkulasi udara yang buruk dapat mengakibatkan tanaman mudah terserang penyakit, karena dengan kelembaban yang tinggi maka orgaisme penyebab penyakit seperti cendawan atau jamur dapat tumbuh dan mempengaruhi kondisi tanaman (Nuryanto, 2007). Penyakit patek atau antraknosa merupakan salah satu jenis penyakit tanaman yang sering merepotkan petani atau pembudidaya. Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan patek atau antraknosa ini terbilang sangat besar, bahkan tidak jarang penyakit ini menimbulkan kegagalan panen. Penyakit ini sangat sulit dikendalikan terutama jika kelembaban areal pertanaman sangat tinggi. Penyakit patek atau antraknosa disebakan oleh serangan cendawan. Penyakit ini terutama menyerang pada saat kelembaban udara tinggi dan suhu rendah. Penyebaran spora dan miselium cendawan penyebab antraknosa sangat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
cepat. Serangan sangat hebat terjadi pada saat kelembaban di atas 95% dan suhu udara dibawah 32 °C. Jenis cendawan yang paling sering menyebabkan timbulnya penyakit antraknosa adalah Colletrotichum sp. Nama cendawan Colletrotichum sp menjadi momok yang paling menakutkan terutama di daerah subtropis dan daerah tropis seperti Indonesia. Penyakit ini terutama sering menyerang tanaman melon (Kurnianti, 2013). Penyakit antraknosa menyerang semua bagian tanaman yang ditandai dengan adanya bercak agak bulat berwarna cokelat muda, lalu berubah menjadi cokelat tua sampai kehitaman. Gejala lain adalah bercak bulat memanjang berwarna kuning atau cokelat. Buah yang terserang akan nampak bercak agak bulat dan berlekuk berwarna cokelat tua, disini cendawan akan membentuk massa spora berwarna merah jambu. Pengendalian secara kimiawi menggunakan fungisida sitemik dengan bahan aktif yang bisa digunakan adalah difenokonazol (Oktara, 2014).
E. Laju Disipasi Residu Pestisida Seperti halnya pestisida yang lain, fungisida juga meninggalkan residu pada berbagai komoditas pertanian, lingkungan dan manusia. Residu adalah sisa pestisida yang masih terdapat di lingkungan, produk tanaman atau bahan lain setelah mengalami degradasi. Adanya residu akan berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan. Untuk menjaga kesehatan masyarakat, oleh pemerintah ditetapkan angka MRLs (Maximum Residue Limits) yaitu batas maksimum residu yang masih diperbolehkan pada komoditas pertanian (Sumardiyono, 2013).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Di Indonesia masalah residu fungisida juga telah mendapatkan perhatian yang cukup besar dari masyarakat. Hal ini terkait dengan meningkatnya produk ekspor maupun impor beberapa komoditas hortikultura. Oleh karena itu, data analisis residu berbagai komoditas tetap diperlukan untuk memenuhi syarat sertifikasi bahan ekspor. Ekspor komoditas hasil pertanian yang mengandung residu fungisida di atas MRL ada kemungkinan akan ditolak oleh negara pengimpor yang mempunyai persyaratan yang ketat (Sumardiyono, 2013). Residu dapat hilang atau terurai dan faktor-faktor yang mempengaruhi hilangnya residu di lingkungan adalah penguapan, pencucian, penyerapan (terabsorpsi), mengalami reaksi, degradasi, titik-titik semprot yang terbawa oleh angin (spray drift), dan run off.
Gambar 1. Jalur Penyebaran atau Hilangnya Pestisida (Anonim2, 2015)
Adsorpsi adalah pengikatan pestisida oleh partikel tanah. Jumlah pestisida yang teradsorpsi dengan tanah bergantung pada jenis pestisida, jenis tanah, kelembaban, pH tanah, dan tekstur tanah. Pestisida sangat teradsorpsi dengan tanah liat atau kandungan bahan oraganik yang tinggi. Pestisida tidak cukup kuat teradsorpsi pada tanah berpasir (Anonim2, 2015).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Penguapan adalah proses padatan atau cairan berubah menjadi gas yang dapat bergerak jauh dari tempat aplikasi. Penguapan pestisida paling mudah terjadi pada tanah berpasir dan tanah yang basah. Cuaca yang panas, kering atau berangin dan droplet semprot yang kecil dapat meningkatkan terjadinya penguapan (Anonim2, 2015). Spray drift adalah gerakan droplet-droplet (titik-titik) semprot menjauhi tempat aplikasi oleh udara/angin. Spray drift dipengaruhi oleh : a. Ukuran droplet/tetesan semprot, semakin kecil ukuran tetesan maka akan lebih mudah terbawa udara. b. Kecepatan angin, semakin kuat angin maka petisida yang disemprotkan akan mudah terbawa oleh angin. c. Jarak antara nozel dengan tanaman target atau tanah, semakin jauh jarak maka angin semakin mempengaruhi semprotan (Anonim2, 2015). Adanya
titik-titik
semprot
yang
terbawa
oleh
angin
dapat
mengkontaminasi tanaman didekatnya atau tanaman yang siap panen. Selain itu, titik semprot yang terbawa angin dapat mencemari air kolam, sungai, selokan, ikan atau tanaman dan hewan akuatik lainnya. Pastisida yang mengalami spray drift yang berlebihan akan mengurangi aplikasinya ke tanaman target dan mengurangi efektivitas pestisida (Anonim2, 2015). Pencucian adalah perpindahan pestisida oleh air ke dalam tanah. Faktorfaktor yang mempengaruhi apakah pestisida tercuci ke tanah adalah interaksi pestisida dengan air hujan. Pencucian akan meningkat ketika : a. Pestisida dapat larut dalam air
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
b. Tanah berpasir c. Terjadi hujan tidak lama setelah penyemprotan d. Pestisida tidak terikat kuat dengan tanah (Anonim2, 2015). Karakterisasi tanah sangat penting terhadap perpindahan pestisida. Tanah liat memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengadsorpsi banyak bahan kimia seperti pestisida. Tanah berpasir memiliki kapasitas yang jauh lebih rendah untuk menyerap pestisida. Bahan organik di dalam tanah juga dapat menyerap pestisida. Pestisida akan cenderung berpindah pada volume air hujan yang besar dengan interval yang lebih sering (Anonim2, 2015). Penyerapan (absorpsi) adalah masuknya pestisida dan bahan kimia lainnya ke dalam jaringan tanaman atau mikroorganisme. Sedangkan degradasi adalah proses perusakan pestisida setelah aplikasi. Pestisida dapat terpecah karena mikroba, reaksi kimia, dan cahaya atau fotodegradasi. Proses ini dapat berlangsung dimana saja pada jam, hari bahkan tahun tergantung pada kondisi lingkungan dan karakteristik kimia dari pestisida. Pestisida yang pecah dengan cepat umumnya tudak bertahan pada lingkungan atau tanaman. Proses degradasi dapat terjadi karena : a. Mikrobia, adalah pemecehan pestisida oleh mikroorganisme seperti fungi, bakteri dan protozoa. Degradasi oleh mikrobia dapat meningkat ketika suhu hangat, pH menguntungkan, kondisi yang lembab dan kesuburan tanah baik yang berarti banyaknya bahan organik (Gardner, 2015).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
b. Kimiawi, adalah pemecahan pestisida oleh reaksi kimia di dalam tanah. Tingkat dan jenis reaksi kimia yang terjadi dipengaruhi oleh ikatan pestisida dengan tanah, suhu tanah dan pH tanah. c. Fotodegradasi, adalah pemecahan pestisida oleh sinar matahari. Semua pestisida rentan terhadap fotodegradasi sampai batas tertentu. Tingkat pemecahan dipengaruhi oleh intensitas dan spectrum sinar matahari, lama penyinaran, dan sifat pestisida (Anonim2, 2015). Konsentrasi residu pestisida yang dapat dianggap aman yakni bila telah 95% terdisipasi dari dosis awal yang diaplikasikan. Suatu pestisida perlu ditetapkan dalam hal ini nilai DT50, yaitu waktu yang dibutuhkan suatu pestisida untuk mengalami proses disipasi sehingga kadarnya menjadi separo dari kadar awal yang diaplikasikan. Nilai DT50 ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam penilaian keamanan residu pestisida. Standar keamanan untuk setiap residu pestisida dalam setiap komoditi pertanian disebut dengan batas maksimum residu (BMR, Maximum Residue Limits, MRLs) (Noegrohati, 2008).
F.
Iklim Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta
Wilayah DIY berada di sekitar garis khatulistiwa tepatnya pada posisi 7º.33’- 8º.12’ LS, sehingga termasuk daerah yang beriklim tropis atau memiliki dua musim dalam setahun yakni musim penghujan dan kemarau. Secara umum, karakteristik cuaca di wilayah DIY bertemperatur tinggi atau memiliki suhu udara yang panas dengan suhu rata-rata 25 ºC sampai 32 ºC serta memiliki kelembaban udara dan curah hujan yang cukup tinggi. Di tempat-tempat yang lebih tinggi suhunya lebih dingin (BPS DIY, 2014).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
Iklim tropis yang bercirikan temperatur dan kelembaban tinggi, kaya sinar matahari, dan memiliki dua musim berseling, yaitu musim kemarau (kering) dan penghujan (basah), mempunyai pengaruh yang besar terhadap persistensi pestisida di lingkungan. Secara umum, iklim tropis memungkinkan proses degradasi, baik degradasi kimiawi maupun degradasi mikrobial berlangsung lebih cepat, sehingga persistensi pestisida di daerah tropis relatif lebih
pendek
dibandingkan daerah beriklim sedang (Tortensson, 1985).
G. Landasan Teori Fungisida adalah salah satu jenis pestisida yang digunakan untuk untuk membunuh atau mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh cendawan (jamur atau fungi). Difenokonazol merupakan salah satu fungisida yang bekerja secara sistemik yang banyak digunakan oleh petani untuk menghentikan perkembangan jamur penyebab berbagai penyakit pada berbagai buah, sayur, sereal dan tanaman lainnya. Buah melon merupakan salah satu buah tropis yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena buahnya yang segar dan rasanya manis. Pada pertumbuhannya, tanaman buah melon mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan atau jamur pada kelembaban tinggi seperti kondisi tropis di Indonesia. Salah satu penyakit yang menyerang tanaman melon yang disebabkan oleh cendawan atau jamur adalah antraknosa yang disebabkan cendawan Colletrotichum s. Cara pengendalian antraknosa yang sering digunakan oleh para petani melon dengan menggunakan fungisida difenokonazol.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
Fungisida difenokonazol dapat meninggalkan residu pada tanaman melon termasuk pada bagian buahnya setelah diaplikasikan. Residu dapat hilang karena proses pencucian oleh air hujan, penguapan, terdegradasi bahkan terabsorpsi atau terdistribusi ke dalam daging buah melon. Secara tidak langsung residu difenokonazol yang ditinggalkan akan berpengaruh terhadap kesehataan manusia yang mengkonsumsi buah melon yang terkontaminasi. Difenokonzol yang diaplikasikan akan menempel pada kulit buah kemudian berpenetrasi ke dalam daging buah. Hilangnya residu fungisida difenokonazol pada buah melon dapat digambarkan dengan laju disipasi yaitu nilai slope pada kurva hari vs kadar residu difenokonazol serta waktu degradasi (DT50) dalam hari. Wilayah DIY termasuk daerah beriklim tropis memungkinkan terjadinya proses degradasi residu difenokonazol dan dibandingkan dengan daerah beriklim sub tropis laju disipasi residu difenokonazol pada kondisi tropis di DIY akan berlangsung lebih cepat. Untuk menjaga keamanan bagi manusia yang mengkonsumsi buah melon perlu ditetapkan kadarnya pada buah melon saat waktu panen (PHI) dan tidak melebihi BMR FAO/WHO residu difenokonazol pada buah melon yang sudah ditetapkan yaitu 0,7 mg/kg.
H. Hipotesis 1. Kadar difenokonazol dalam kulit buah melon lebih besar dari pada di dalam daging buah melon. 2. Kondisi geografi tempat tanam buah melon berpengaruh pada laju disipasi residu fungisida difenokonazol pada buah melon.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
3. Berdasarkan kadar pada saat PHI yang ditetapkan, buah melon di Daerah Istimewa Yogyakarta aman dikonsumsi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni sederhana karena terdapat perlakuan pada subjek uji yaitu tanaman buah melon. Rancangan penelitian ini merupakan pola lengkap satu arah. Lengkap berarti terdapat dua kelompok subyek uji dalam penelitian ini yaitu adanya kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Pola satu arah artinya penelitian ini hanya meneliti pengaruh satu variabel bebas saja yaitu besarnya kadar dan pola laju disipasi residu difenokonazol pada buah melon pada kondisi geografi tempat tanam melon yang berbeda.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1.
Variabel Penelitian j. Variabel Bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar
fungisida difenokonazol yang disemprotkan pada model tanaman melon dan kondisi geografi tempat tanam melon. k. Variabel Tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar dan pola laju disipasi residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging buah melon (Cucumis melo L.) dengan kondisi geografi tempat tanam yang berbeda.
33
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
l. Variabel Pengacau Terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah jenis benih tanaman melon yang digunakan, penyemprotan pestisida lain oleh petani, cara penyemprotan fungisida difenokonazol. m.
Variabel Pengacau Tak Terkendali. Variabel pengacau tak
terkendali dalam penelitian ini adalah cuaca tempat tanam melon. 2.
Definisi Operasional a. Residu fungisida adalah sisa fungisida yang masih terdapat di tanaman buah melon setelah mengalami degradasi, dinyatakan dengan satuan mg/kg. b. Residu fungisida yang dianalisis adalah difenokonazol yang merupakan fungisida golongan triazol. c. Kadar residu difenokonazol pada kulit buah adalah kadar residu pada sampel bagian kulit buah yang berbentuk kasar, berjaring dan keras dengan ketebalan ± 0,5 cm, dinyatakan dengan satuan mg/kg. d. Kadar residu difenokonazol pada daging buah adalah kadar residu pada sampel bagian daging buah yang berwarna hijau muda atau hijau keputihan, dinyatakan dengan satuan mg/kg. e. Kadar residu difenokonazol pada keseluruhan buah adalah kadar residu gabungan sampel bagian kulit dan daging buah, dinyatakan
dengan
satuan mg/kg. f. Disipasi adalah proses hilangnya senyawa residu fungisida difenokonazol pada buah melon yang disebabkan karena degradasi, absorbsi atau peluruhan ke medium lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
g. Laju disipasi dilihat dari penurunan kadar residu fungisida difenokonazol pada kulit, daging dan keseluruhan buah melon pada hari ke 0, 1, 3, 5, 7, 14 setelah aplikasi terakhir fungisida difenokonazol, dinyatakan dengan satuan per hari. h. H-1 adalah satu hari sebelum aplikasi terakhir fungisida difenokonazol. i. H0, H+1, H+3, H+5, H+7 dan H+14 adalah hari ke-0, 1, 3, 5, 7, dan 14 setelah aplikasi terakhir fungisida difenokonazol. j. BMR (Batas Maksimum Residu) adalah batas maksimum kandungan residu fungisida difenokonazol yang boleh terdapat pada buah melon, dinyatakan dengan satuan (mg/kg). k. Pre-Harvest Interval (PHI) adalah jumlah hari yang harus dilewati residu fungisida difenokonazol antara aplikasi teakhir fungisida sampai pada saat panen.
C. Bahan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah formulasi difenokonazol donasi dari PT Syngenta (Registration Number 01020120052228), standar difenokonazol donasi dari PT Syngenta dengan kemurnian 96,3 % (Registration Number 119446-68-3), standar dekaklorobifenil (DCB) (analytical standard E. Sigma-Aldrich) CAS Number 2051-24-3, methanol (for analysis, E. Merck, Katalog Number 1.06009.2500), acetonitril (gradient grade for liquid chromatography, E. Merck, Katalog Number 1.00030.4000), n-Hexan ((for analysis, E. Merck, Katalog Number 1.04367.2500), aquadest dan aquabidest (Laboratorium Kimia Analisis Instrumental Fakultas Farmasi USD), Magnesium
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
Sulfat (MgSO4) (for analysis, E. Merck, Katalog Number 1.05886.1000), Natrium klorida (NaCl) (for analysis, E. Merck, Katalog Number 1.06404.5000), Na3citr (for analysis, E. Merck, Katalog Number 1.06448.1000), Na2Hcitr (for analysis, E. Sigma-Aldrich, Katalog Number 71635), gas nitrogen UHP dengan kemurnian 99,999% (PT. SAMATOR), SPE C18 400 mg, sampel buah melon dari tanaman buah melon (Cucumis melo L.) varietas Action (sudah dideterminasi oleh Bagian Biologi Farmasi UGM pada Surat Keterangan No. BF/474 Ident/Det/XII/2015 atas nama Serlika Rostiana) yang berasal dari 3 lahan yaitu dusun Siliran kabupaten Kulonprogo, dusun Pelemsewu kabupaten Bantul dan dusun Wedomartani kabupaten Sleman.
D. Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, masker, sarung tangan latex, tangki alat semptro 6 Liter (sprayer), kromatografi gas HP 5890 Series II dilengkapi dengan detektor ECD 63Ni dan kolom kapiler non polar (5%-phenyl)-methylpolysiloxane, kolom SPE C18 6 ml ukuran 400 mg, neraca analitik (OHAUS Carat Series PAJ 1003, max 60/120 g, min 0,001 g), blender,botol centrifuge BIOLOGIX® 15 ml, vortex, thermometer, centrifuge, hot plate, stopwatch, ultrasonifikasi dan vakum, mikropipet, glass fin, syringe, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium analisis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
E. Tata Cara Penelitian 1.
Penyiapan Lahan Permodelan Tanaman Melon Tanaman buah melon yang digunakan berasal dari 3 lokasi lahan
pertanian melon di area provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki kelembaban, curah hujan, ketinggian tempat, jenis tanah, kandungan bahan organik tanah dan pH tanah yang berbeda. Adapun lokasi lahan pertanian melon yang digunakan untuk permodelan antara lain lokasi pertama terletak di dusun Siliran Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo, lokasi kedua terletak di dusun Pelemsewu Kelurahan Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul dan lokasi ketiga terletak di dusun Demangan Lama Kelurahan Wedomartani Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman. Seluruh tanaman melon pada masing-masing lahan ditanam dan diolah seperti biasa petani mengolahnya dan diberikan pestisida, pupuk maupun obat oleh petani seperti biasa tanpa mengandung bahan aktif difenokonazol. Bibit melon yang dipakai adalah jenis Action. Jarak antar tanaman melon dan jarak antar baris masing-masing secara berturut-turut adalah 40 cm dan 2 meter (lokasi Siliran, Kulonprogo), 40 cm dan 30 cm (lokasi Ngemplak, Sleman), 40 cm dan 40 cm (lokasi Panggungharjo, Bantul). Luas tanaman melon bagian kelompok perlakuan berbeda-beda setiap lahan yaitu masing-masing 20 meter x 30 meter (lokasi Siliran, Kulonprogo), 22,75 meter x 1 meter (lokasi Panggungharjo, Bantul) dan 14,0 meter x 1,9 meter (lokasi Ngemplak, Sleman). Jumlah tanaman melon yang diberi perlakuan penyemprotan fungisida formulasi difenokonazol donasi dari PT Syngenta masing-masing lahan ada 100 tanaman melon sehingga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
luas bagian kelompok perlakuan setiap lahan berbeda-beda sedangkan sisa tanaman melon yang lain sebagai kelompok kontrol tanpa penyemprotan fungisida formulasi difenokonazol donasi dari PT Syngenta. 2.
Pengecekan Curah Hujan, Suhu dan Kelembaban Lahan Dilakukan oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika)
Daerah Istimewa Yogyakarta selama proses penanaman. 3.
Pengecekan Jenis Tanah, pH Tanah dan Kandungan Bahan Organik Tanah Dilakukan oleh Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Gajah
Mada Yogyakarta. 4.
Kalibrasi Penyemprotan Kalibrasi penyemprotan dilakukan menggunakan air yang dimasukkan ke
dalam tangki penyemprot pestisida dengan volume yang diketahui. Setelah tangki terisi air kemudian berjalan biasa sambil menyemprotkan ke area plot tanaman melon yang akan diberi perlakuan formula difenokonazol. Mencatat waktu saat mulai menyemprot sampai selesai yaitu ketika seluruh area plot tanaman melon yang akan diberi perlakuan terbasahi oleh air hasil penyemprotan. Air yang masih tersisa di dalam tangki dikeluarkan lalu menghitung volumenya. Selisih volume awal air dengan volume air sisa penyemprotan adalah volume larutan semprot yang akan diaplikasikan. 5.
Aplikasi Formula Fungisida Difenokonazol Pada Tanaman Melon Cara penyemprotan formula difenokonazol dilakukan mengikuti good
agricultural practices (GAP) berdasarkan hasil kalibrasi penyemprotan yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
volume larutan semprot yang digunakan sebanyak hasil kalibrasi dan waktu penyemprotan supaya seluruh tanaman melon terbasahi. Masing-masing lahan pada kelompok perlakuan memiliki luas yang berbeda-beda sehingga dosis semprot yang digunakan berbeda-beda sesuai perhitungan dosis aplikasi maksimum menurut label yaitu 1 𝑚𝑙�𝐿 dengan volume cairan semprot 600 L/ha.
Formula fungisida difenokonazol disemprotkan sebanyak 3 kali, penyemprotan
pertama ketika bunga pada tanaman melon rontok dan mulai muncul bakal buah, penyemprotan kedua 10 hari setalah penyemprotan pertama serta penyemprotan ketiga dilakukan saat buah melon siap panen dengan kematangan mencapai 75%. Penyemprotan fungisida dilakukan pada pagi hari maksimal pukul 08.00 ketika cuaca tidak berangin. 6.
Pengambilan Sampel Buah Melon dari Lahan Permodelan Tanaman Melon Sampel buah melon diambil sebanyak masing-masing 5 buah dari
petakan secara acak terstratifikasi 1 hari sebelum penyemprotan ketiga dan setelah penyemprotan ketiga yaitu pada hari ke 0, 1, 3, 5, 7 dan 14. Sebagai kontrol diambil sabanyak 5 sampel buah melon dari petakan yang letaknya paling jauh dari petakan sampel perlakuan secara acak terstratifikasi. Sampel diambil menggunakan gunting bersih dan sarung tangan, terlebih dahulu sampel dibersihkan dengan sikat halus kemudian dikemas dalam plastik bersih. Sampel yang diperoleh dibawa ke laboratorium dan segera dilakukan proses preparasi berdasarkan metode analisis yang sudah dilakukan validasi oleh Devi (2015).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7.
40
Preparasi Sampel Sampel
buah
melon
masing-masing
terlebih
dahulu
dilakukan
penimbangan berat 1 buah melon tanpa ada pencucian sebelumnya. Setelah ditimbang
dilakukan
proses
pemotongan
dimana
sampel
buah
melon
dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu seluruh (whole), kulit (peel) dan daging (flesh) dengan metode quartering caranya satu buah melon dipotong menjadi dua bagian lalu dari setengah buah melon tersebut dipotong lagi menjadi dua bagian dimana bagian yang satu sebagai sampel whole yang ditimbang beratnya dan bagian yang satu lagi dipisahkan antara kulit dan daging buahnya lalu masingmasing dilakukan penimbangan berat kulit buah melon dan berat daging buah melon. Sehingga satiap buah melon diambil seperempat bagian untuk sampel kulit dan daging lalu seperempat bagian untuk sampel keseluruhan buah (whole). 8.
Ekstraksi Setelah sampel buah melon dipotong-potong berdasarkan kelompok
bagiannya, sampel buah melon dilakukan homogenisasi dengan cara diblender tanpa penambahan air. Kelompok bagian keseluruhan, kulit dan daging buah masing-masing dilakukan 3 kali replikasi dari mulai penimbangan. Jumlah sampel yang ditimbang sebanyak 5 gram yang langsung dimasukkan ke dalam tabung sentrifuge lalu ditambahkan 2 gram MgSO4; 0,5 gram NaCl; 0,5 gram Na3sitrat dan 0,25 gram Na2HCitr dan asetonitril sebanyak 5 ml. Setelah itu digojog dengan tangan selama 1 menit lalu divortex selama 2 manit kemudian disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Supernatan hasil sentrifugasi diambil semuanya, ditampung ke dalam flakon bersih. Kemudian dilakukan reekstraksi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
dengan cara menambahkan 5 ml asetonitril ke dalam tabung sentrifuge yang sudah diambil supernatannya lalu digojog kembali dengan tangan selama 1 menit, divortex selama 2 manit setelah itu dilakukan sentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Supernatan hasil reekstraksi diambil semuanya dan ditampung ke dalam flakon yang berisi supernatan hasil ekstraksi pertama. Selanjutnya dikeringkan menggunakan nitrogen sehingga memperoleh ekstrak kering. Sampel ekstrak kering sebelum dilakukan clean up ditambahkan 500 µl aquabidest kemudian dilakukan degasing. 9.
Clean up Sampel Menggunakan SPE C18 a. Pengkondisian kolom SPE C18. Sebelum SPE C18 digunakan terlebih
dahulu dilakukan pengkondisian dengan cara memasukkan 5 ml methanol ditunggu sampai semuanya keluar dari SPE C18 dan kering. Setelah kering dilanjutkan memasukkan 5 ml aquabidest ke dalam SPE C18 dan ditunggu sampai keluar dari SPE C18 tetapi jangan sampai kering. b. Loading Sampel. Sampel yang sudah didegasing, sebelum SPE C18 mengering dimasukkan ke dalam kolom SPE C18 dan eluat yang dihasilkan dibuang dan jangan sampai kolom SPE C18 mengering. c. Pencucian Sampel. Menambahkan 5 ml aquabidest ke dalam sampel kemudian dimasukkan ke dalam SPE C18 dan eluat yang dihasilkan dibung dan kolom SPE C18 ditunggu sampai agak mengering. d. Elusi. Elusi dilakukan dengan cara menambahkan 3 ml methanol ke dalam sampel lalu dimasukkan ke kolom SPE C18 dan eluat yang dihasilkan ditampung ke dalam flakon baru lalu selanjutnya dikeringkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
10. Pembuatan Larutan Kurva Baku Difenokonazol a. Pembuatan larutan stok difenokonazol (larutan induk). Sebanyak kurang lebih 52,6 mg baku difenokonazol ditimbang dengan seksama kemudian dilarutkan dengan 1 ml heksan sehingga didapatkan baku difenokonazol dengan konsentrasi 52,6 mg/ml. b. Pembuatan larutan intermediet difenokonazol 1 (Stok A). Sebanyak 40 µl larutan induk difenokonazol dilarutkan ke dalam 1000 µl heksan sehingga didapatkan konsentrasi baku difenokonazol sebesar 0,526 µg/µl. c. Pembuatan larutan intermediet difenokonazol 2 (Stok D). Sebanyak 10 µl stok A diambil dengan menggunakan syringe dilarutkan ke dalam 1000 µl heµksan sehingga diperoleh larutan intermedie difenokonazol 2 dengan konsentrasi 0.526 x 10-2 µg/µl. d. Pembuatan seri larutan kurva baku difenokonazol. Baku difenokonazol dari stok D diambil volume 1 µl, 2 µl, 3 µl, 4 µl, 5 µl, 7 µl, 10 µl, 15 µl, dan 20 µl, masing-masing ditambahkan 2 µl DCB lalu diencerkan dengan heksan hingga volume 200 µl. Masing-masing larutan baku diinjeksikan ke dalam kromatografi gas sebanyak 2 µl. Dalam tahap ini diperoleh hubungan antara kadar difenokonazol dengan rasio luas puncak difenokonazol terhadap DCB. 11. Penetapan Kadar Residu Difenokonazol Ekstrak kering hasil clean up ditambahkan DCB sebanyak 2 µl lalu dilarutkan menggunakan hexan sebanyak 200 µl. Sebanyak 2 µl diinjeksikan kedalam kromatografi gas dengan detektor penangkap elektron pada kondisi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
sistem kromatografi gas yang optimum. Adapun kondisi kromatografi gas detektor penangkap elektron yang digunakan yaitu: Tabel II. Kondisi Optimum Sistem Kromatografi Gas yang Digunakan (Sanjayadi, 2014)
Parameter
Kondisi optimum
1. Injektor (split) Suhu injektor
230 °C
Volume injeksi
2 µl
2. Oven Panjang kolom
25 meter
Fase diam
5%-phenyl-methylpolysiloxane
Temperatur
Terprogram 100 °C (3 menit) 30 °C/menit, 245 °C (30 menit) 30 °C /menit, 260 °C (15 menit)
3. Detektor Detektor
ECD63Ni
Suhu detektor
295 °C
4. Gas Gas
N2 UHP
Laju alir gas
1ml/menit
F. Analisa Hasil 1.
Penentuan Kadar Residu Fungisida Difenokonazol Untuk menentukan kadar residu difenokonazol pada sampel buah melon
dilakukan dengan cara setelah didapatkan luas puncak DCB dan luas area dua puncak difenokonazol pada kromatogram, ditentukan jumlah luas puncak difenokonazol kemudian menentukan rasio luas puncak difenokonazol dengan luas puncak DCB. Rasio yang diperoleh diintrapolasikan ke dalam persamaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
regresi linier kurva baku yang sudah diperoleh. Kadar residu difenokonazol dihitung dengan menggunakan persamaan: y = Bx + A dimana y merupakan rasio luas puncak analit dengan DCB dan x adalah kadar analit yang diperoleh. 2.
Penentun Laju Disipasi Residu Fungisida Difenokonazol Laju disipasi residu fungisida difenokonazol merupakan slope hubungan
antara hari vs ln kadar (mg/kg) residu fungisida difenokonazol. 3.
Penentuan Waktu-Degradasi (DT50) DT50 merupakan waktu yang diperlukan residu fungisida difenokonazol
untuk 50% terdegradasi/terdisipasi. DT50 merupakan parameter penting penanda kecepatan degradasi. Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung DT50 adalah :
Keterangan : k = laju disipasi 4.
𝐷𝑇50 =
ln 2 0,693 = 𝑘 𝑘
(Abdallah, 2014).
Penentuan Pre-Harvest Interval (PHI) Penentuan PHI dilakukan dengan cara menentukan titik potong pada
kurva kadar vs hari setelah aplikasi terakhir antara proses disipasi mulai paling cepat menuju proses disipasi yang lambat atau bentuk kurva mulai mendatar. Setelah titik potong ditemukan kemudian menentukan persamaan y = bx + a yang dihasilkan dari kedua kurva hasil perpotongan dengan menggunakan program powerfit (Universiteit Utrecht faculteit scheikunde). Kemudian slope antara kedua persamaan garis dilakukan uji signifikansi dengan uji t (t-test), apabila slope
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
antara garis hasil perpotongan berbeda signifikan maka titik potong tersebut adalah sebagai PHI (Noegrohati, 2015). mg/kg Persamaan regresi linier y = Bx +a
Persamaan regresi linier y = Bx +a
Hari PHI Gambar 2. Penentuan Titik Potong Sebagai PHI (Noegrohati, 2015).
5. Uji Signifikansi Kadar Residu Difenokonazol pada Kulit dan Daging Buah Melon Uji signifikansi diawali dengan uji F (p = 0,05) untuk melihat homogenitas data berdasarkan perbedaan standar deviasi setelah itu dilakukan uji t (p = 0,05). Perbedaan standar deviasi ini untuk menentukan persamaan yang digunakan untuk uji t. Rumus uji F: 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑆12 𝑆22
Degrees of freedom = n1-1, n2-1 Apabila Fhitung
(𝑛1 −1)𝑆12 +(𝑛2 −1)𝑆22 (𝑛1 +𝑛2 −2)
|𝑏1 −𝑏2 |
1 1 + 𝑛1 𝑛2
𝑠�
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
Degrees of freedom = n1 + n2 – 2 Apabila Fhitung > Ftabel maka standar deviasi berbeda signifikan maka persamaan uji t yang digunakan adalah : 𝑡=
|𝑏1 −𝑏2 | 2
2
𝑆 𝑆 � 1+ 2
𝑛1 𝑛2
𝐷𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒𝑠 𝑜𝑓 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑑𝑜𝑚 =
�𝑆12 +𝑆22 � 4 𝑆1 𝑆4 + 2 2 2 𝑛1 (𝑛1 −1) 𝑛2 (𝑛2 −1)
Hasilnya apabila thitung> ttabel artinya berbeda signifikan, begitu juga sebaliknya (Miller, 2010). Untuk memperoleh data polynomial seperti standar deviasi slope dan slope dengan cara memplotkan ln kadar terhadap hari ke dalam software powerfit (Universiteit Utrecht faculteit scheikunde). 6. Uji Signifikansi Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap Laju Disipasi Residu Difenokonazol pada Ketiga Lahan Menentukan laju disipasi pada masing-masing lahan dengan program powerfit (Universiteit Utrecht faculteit scheikunde) dengan cara memplotkan hari vs ln kadar (mg/kg) residu fungisida difenokonazol sehingga diperoleh data polynomial. Selanjutnya untuk melihat ada perbedaan yang signifikan atau tidak pada laju disipasi diketiga lahan dilakukan uji signifikasi menggunakan ANOVA. Menurut Miller (2010) uji ANOVA meliputi: a.
Menentukan variansi masing-masing kelompok sampel dengan persamaan:
b.
∑(𝑥𝑖 − 𝑥̅ 2 ) /(𝑛 − 1) atau variansi = SD2
Menentukan within-sample variation dengan persamaan:
∑ 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 h
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c.
47
Menentukan between-sample variation dengan persamaan: n �(x� i − x�)2 /(h − 1) i
dimana h adalah jumlah kelompok sampel. d.
Melakukan uji F (p = 0,05) satu arah yaitu dengan Fhitung adalah hasil dari between-sample variation dibagi dengan hasil dari within-sampel variation. Ftabel adalah (h − 1, h(n − 1)). Apabila Fhitung > Ftabel maka berbeda signifikan, begitu juga sebaliknya apabila Fhitung < Ftabel maka tidak berbeda signifikan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
G. Rancangan Penelitian 1.
Persiapan dan Perlakuan Lahan Permodelan Pentuan Lokasi Lahan Melon dan Area Perlakuan Kontrol
Penanaman Tanaman Melon Kontrol
Aplikasi formula fungisida difenokonazol pada plot perlakuan sesuai perhitungan dosis aplikasi Semprot 1 : Bunga mulai rontok dan muncul bakal buah Semprot 2 : 10 hari setelah penyemprotan pertama Semprot 3 : Menjelang panen kematangan ± 75%
48
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
49
Pengambilan Sampel Buah Melon 100 tanaman melon Dibagi menjadi 3 bagian
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Pilih 1 buah secara acak per hari
Pilih 3 buah secara acak per hari
Pilih 1 buah secara acak per hari
Gambar 3. Diagram Pengambilan Sampel Buah Melon secara Acak Terstratifikasi pada Lahan Perlakuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
Analisis Residu Difenokonazol pada Buah Melon Sampel buah melon
Keseluruhan
Kontrol
Perlakuan
Daging
Sampel buah melon diambil pada H-1 dan H0, H+1, H+3, H+5, H+7, H+14 setelah aplikasi terakhir
Kulit
Ekstraksi
Keseluruhan
Daging
Kulit
Clean-up dengan C18 Ekstraksi Determinasi dengan GC-ECD Clean-up dengan C18 Analisis Data Determinasi dengan GC-ECD Kadar residu pada keseluruhan, kulit, daging buah melon kontrol Analisis Data
Hipotesis 1
Hipotesis 2
Hipotesis 3
Kadar residu pada keseluruhan, kulit, daging buah melon hasil perlakuan
Laju Disipasi pada Tiap Lahan
Menentukan DT50 dan PHI
Gambar 4. Skema Analisis Residu Difenokonazol Pada Buah Melon
50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman buah melon sering terkena serangan penyakit yang disebabkan oleh fungi Colletrotichum sp. yang biasa disebut dengan antraknosa atau penyakit patek. Salah satu cara penanggulangan serangan antraknosa adalah menggunakan fungisida sistemik seperti difenokonazol yang banyak digunakan oleh petani yang dapat mengganggu kesehatan konsumen. Supaya ketersediaan melon dipasaran tetap terjaga dan aman bagi konsumen maka perlu mengetahui kadar residu difenokonazol pada buah melon dan pola laju disipasi fungisida difenokonazol pada kondisi tropis di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari laju disipasi dapat menentukan selang waktu antara aplikasi formulasi fungisida difenokonazol terakhir dengan saat panen (PHI) sehingga mengetahui waktu panen yang tepat dengan kadar residu yang sangat rendah dibawah BMR Codex 0,7 mg/kg dan melon yang dikonsumsi aman bagi masyarakat Indonesia khususnya serta diterima dalam perdagangan internasional. Metode analisis yang digunakan untuk menentukan kadar residu difenokonazol pada buah melon adalah Gas Chromatography Electron Capture Detector (GC-ECD). Metode analisis ini dilakukan validasi dan optimasi oleh Devi (2015) dengan rangkaian penelitian uji kesesuaian sistem GC-ECD, preparasi sampel buah melon, optimasi clean-up SPE C18, dan validasi metode analisis residu difenokonazol pada buah melon. Kinerja sistem GC-ECD teroptimasi memberikan kisaran linearitas 0,890 - 0,999 dengan LLMV 7,364 ng/g, IDL (Instrument Detection Limit) 0,01 – 0,07 ng/ml dan IQL (Instrument
51
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Quatitation Limit) 0,002 µg/g sehingga metode analisis dapat digunakan untuk memantau kadar residu difenokonazol dibawah BMR FAO/WHO 0,7 mg/kg. Sedangkan hasil validasi metode analisis residu difenokonazol pada buah melon dengan adisi pada ekstrak blanko sebelum diinjeksikan ke GC-ECD untuk melihat kinerja GC memberikan nilai recovery adisi 86 - 91%; recovery adisi sebelum clean-up dengan SPE C18 sebesar 113-121% dengan kesalahan 8,753 % dan recovery adisi pada keseluruhan metode analisis sebesar 71-115% sehingga metode analisis ini memenuhi spesifikasi persyaratan untuk memantau kadar residu difenokonazol pada buah melon. Setelah dinyatakan valid, peneliti mulai menyiapkan lahan permodelan tanaman melon yang kemudian diberikan perlakuan terntentu untuk menetukan kadar residu fungisida difenokonazol.
A.
Penyiapan Lahan Permodelan Tanaman Melon
Terdapat 3 lokasi perkebunan melon yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipilih menjadi lahan permodelan yaitu : 1. Terletak di dusun Siliran Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo (110° 10' 18.6276" BT dan -7° 57' 37.206" LS, 16 mdpl). 2. Terletak di dusun Pelemsewu Kelurahan Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul (110° 21' 40.5936" BT dan -7° 50' 7.8324" LS, 84 mdpl). 3. Terletak di dusun Demangan Lama Kelurahan Wedomartani Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman (110° 26' 13.236" BT dan -7° 43' 6.204"LS, 254 mdpl). Ketiga lahan permodelan diatas memiliki kondisi geografi yang masingmasing berbeda pada setiap lahan seperti yang ditunjukkan pada Tabel III dan IV.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Berdasarkan data dari BMKG DIY (Nomor Surat KT.401/798/YGI/VI/2015 atas nama Rushadi Jatmiko) dan analisis tanah dari Pertanian UGM (Nomor Surat 014/T/0117/02/15 atas nama Serlika Rostiana) tersebut ketiga lahan memenuhi kriteria untuk tumbuh kembang tanaman buah melon dari segala aspek iklim, media tanam dan ketinggian tempat. Sistem penanaman berbeda-beda pada tiap lahan dapat dilihat pada Gambar 5, pada lahan lokasi Siliran, Kulonprogo dengan dibiarkan tanaman melon berada diatas pasir sedangkan sistem penanaman pada lahan lokasi Panggungharjo, Bantul dan Wedomartani, Sleman dengan ditopang menggunakan ajir atau tongkat dari bilah bambu. Waktu penanaman buah melon pada lahan Siliran dan Bantul adalah bulan Januari-Maret 2015 dan waktu penanaman buah melon pada lahan Sleman adalah bulan Februari-April 2015. Tabel III. Data Suhu, Curah Hujan, dan Kelembaban (Sumber: BMKG DIY)
Rata-rata Suhu (°C)
Rata-rata Kelembaban (%)
Rata-rata Curah Hujan (mm)
Siliran, Kulonprogo
26,2
85,3
313
Panggungharjo, Bantul
25,3
87,3
275
Wedomartani, Sleman
24,2
80,3
417,3
Lokasi
Tabel IV. Data pH, Bahan Organik, Komposisi dan Kelas Tekstur Tanah (Sumber: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM)
Lokasi Siliran, Kulonprogo Panggungharjo, Bantul Wedomartani, Sleman
pH Tanah
Bahan Organik (%)
6,71
Komposisi Tanah (%)
Kelas Tekstur Tanah
Lempung
Debu
Pasir
0,54
2,45
7,17
90,37
Pasir
6,58
2,08
23,84
35,17
40,99
Geluh
6,67
1,09
4,64
19,97
75,39
Pasir geluhan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Pemilihan ketiga lahan permodelan tanaman melon tersebut berdasarkan beberapa kriteria yaitu: 1. Bibit tanaman buah melon yang digunakan adalah bibit buah melon varietas Action 434 yang telah menjadi pilihan utama banyak petani melon di Daerah Istimiwa Yogyakarta. Buah melon varietas Action memiliki ciri-ciri buah melon yang memiliki jaring (net) pada permukaan kulit buahnya dan berwarna hijau serta daging buah berwarna hijau kekuningan (Tanindo, 2010). 2. Petani tidak menggunakan pestisida berbahan aktif difenokonazol untuk mendapatkan kadar residu yang benar-benar dari hasil perlakuan. 3. Setiap lahan memiliki kondisi geografi yang berbeda, dimana kondisi geografi meliputi jenis tanah, komposisi tanah, curah hujan, suhu, dan kelembaban.
(1)
(2)
(3)
Gambar 5. Sistem penanaman buah melon (1) lahan Siliran, Kulonprogo, (2) lahan Panggungharjo, Bantul dan (3) lahan Wedomartani Sleman
Selain ada 100 tanaman melon sebagai sampel perlakuan, diambil juga sampel yang digunakan sebagai kontrol. Sampel kontrol diharapkan tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
mengandung residu difenokonazol sehingga dapat digunakan sebagai pembanding negatif terhadap sampel perlakuan.
B. Aplikasi Formula Fungisida Difenokonazol Pada Tanaman Melon Sebelum formula fungisida difenokonazol diaplikasikan ke tanaman melon, dilakukan kalibrasi penyemprotan terlebih dahulu. Perhitungan dosis aplikasi berdasarkan luas lahan karena sudah kebiasaan petani dan industri yang memproduksi formula fungisida pada label berdasarkan luas lahan. Kadar difenokonazol pada label formula dari PT Syngenta sebesar 125 g/L dengan aturan pakai maksimum 1 ml/L dengan volume larutan semprot 600 L/ha. Dengan
adanya
hasil
kalibrasi
penyemprotan,
dosis
formula
difenokonazol di dalam sejumlah volum larutan semprot dapat disemprotkan merata ke seluruh tanaman melon pada masing-masing lahan sehingga kadar yang diterima setiap tanaman buah melon sama. Tabel V. Data Hasil Kalibrasi Penyemprotan
Luas lahan Volume cairan formulasi hasil perhitungan Volume cairan semprot hasil kalibrasi
Waktu penyemprotan hasil kalibrasi
Siliran Kulonprogo
Panggungharjo Bantul
Wedomartani Sleman
60 m2
22,7 m2
26,6 m2
3,6 ml
1,365 ml
2 ml
4 liter
4 liter
4 liter
3 menit 16 detik (3 putaran), habis (tidak ada sisa), seluruh tanaman rata terkena semprotan
6 menit (3 putaran), habis (tidak ada sisa), seluruh tanaman rata terkena semprotan
Kedua plot masingmasing 2 menit 50 detik (1 putaran), habis (tidak ada sisa), seluruh tanaman rata terkena semprotan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Tabel VI. Dosis Aplikasi Penyemprotan Fungisida Formulasi Difenokonazol
Siliran, Kulonprogo (luas 60 m2) 3,6 𝑚𝑙� 4𝐿
Panggungharjo, Bantul (luas 22,7 m2) 1,4 𝑚𝑙� 4𝐿
Wedomartani, Sleman (luas 26,6 m2) 2,0 𝑚𝑙� 6𝐿
Penyemprotan formula difenokonazol dilakukan sebanyak 3 kali yaitu
penyemprotan pertama ketika bunga pada tanaman melon rontok dan mulai muncul bakal buah karena pada saat itu jamur sangat mudah tumbuh. Penyemprotan kedua 10 hari setalah penyemprotan pertama serta penyemprotan ketiga dilakukan saat buah melon siap panen dengan kematangan mencapai 75%.
C. Pengambilan Sampel Buah Melon dari Lahan Permodelan Tanaman Melon dan Preparasi Sampel Buah Melon Setelah aplikasi formula difenokonazol yang terakhir, mulai 1 hari sebelum semprot terakhir (H-1) sampel buah melon diambil, selanjutnya diambil pada hari ke-0, 1, 3, 5, 7 dan 14 setelah aplikasi terakhir. Pengambilan sampel buah melon 75% masak dilakukan secara acak terstratifikasi baik untuk sampel perlakuan maupun sampel kontrol masing-masing sebanyak 5 buah melon. Pengambilan sampel acak terstratifikasi adalah pengambilan sampel buah melon dengan cara mengelompokkan tanaman buah melon pada plot perlakuan menjadi bagian tepi dan tengah kemudian setiap kelompok masing-masing diambil sebagai sampel. Melalui pengambilan sampel secara acak terstratifikasi diharapkan sampel dapat terambil dan mewakili semua kelompok yang ada, sehingga tidak ada kelompok yang terabaikan (Nasution, 2003). Sampel kontrol diambil lebih dahulu dari petakan lain yang jaraknya paling jauh dari petakan sampel perlakuan karena diharapkan dengan jarak yang paling jauh untuk menghindari drifting residu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
difenokonazol sehingga tidak mengandung residu difenokonazol. Drifting merupakan titik-titik semprot ketika penyemprotan berlangsung ikut terbawa angin. Pengambilan sebanyak 5 buah tersebut berdasarkan aturan FAO yaitu untuk pengambilan sampel tanaman dengan buah yang beratnya lebih dari 250 gram, diharuskan mengambil sebanyak 5 buah sampel atau sekurang-kurangnya 2 kg (FAO, 1999). Sampel diambil menggunakan gunting bersih dan sarung tangan, terlebih dahulu sampel dibersihkan dengan sikat halus untuk menghilangkan kotorankotoran atau sisa-sisa pasir yang menempel pada permukaan kulit buah melon. Pembersihan dengan sikat ini dilakukan secara perlahan dan halus supaya mengurangi terjadinya kehilangan senyawa target yaitu residu fungisida difeokonazol. Setelah dibersihkan masing-masing sampel buah melon dimasukkan ke dalam kantong plastik bening dan diberi label kemudian segera dibawa ke laboratorium untuk dilakukan preparasi.
D. Penetapan Kadar Residu Difenokonazol pada Sampel Buah Melon Sebelum dilakukan penetapan kadar residu difenokonazol, berdasarkan hasil validasi metode analisis oleh Devi (2015) sampel buah melon melalui proses preparasi sampel dan homogenisasi dengan diblender tanpa penambahan air terlebih dahulu kemudian melakukan proses ekstraksi.
Homogenisasi sampel
dengan blender tanpa penambahan air karena pada hasil validasi oleh peneliti lain kandungan kadar air di dalam buah melon adalah 92,224% pada daging buah; 93,782% pada keseluruhan buah dan 93,050% pada kulit buah, sehingga dipersyaratkan untuk preparasi sampel kadar air lebih dari 80% tidak perlu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
penambahan air (Anastasiades, 2006). Ekstraksi dilakukan menggunakan asetonitril dan 4 jenis garam yaitu MgSO4 anhidrat, NaCl, Na3sitrat dan Na2HCitr berdasarkan metode analisis untuk multiresidu yang sudah ada. MgSO4 anhidrat digunakan untuk menarik air kemudian adanya NaCl karena kelarutan difenokonazol kecil di dalam air dan difenokonazol memiliki energi bebas membentuk rongga di dalam air maka air lebih menarik NaCl kemudian difenokonazol didesak sehingga keluar dan lebih larut ke dalam asetonitril. Na3sitrat dan Na2HCitr digunakan sebagai buffer untuk mengontrol pH, mempertahankan pH sampel antara 4-6 dan pada pH tersebut analit stabil selama proses
dan
meminimalkan
ko-ekstraktan
(Anastasiades,
2006).
Adanya
penggojogan dilakukan untuk memecah gumpalan matriks sampel sehingga gumpalan matriks sampel semakin kecil, luas permukaan akan semakin meningkat dan kesetimbangan yang optimum akan lebih cepat tercapai. Hasil sentrifugasi menunjukkan asetonitrik berada di bagian atas dan air berada dibagian bawah karena massa jeis air lebih besar dari asetonitril. Reekstraksi dilakukan untuk meminimalisir analit yang masih tertinggal di dalam matriks sampel dan kesetimbangan akan lebih banyak tercapai. Setelah diperoleh ekstrak kering hasil ekstraksi selanjutnya sampel dilakukan proses clean-up dengan SPE C18. Difenokonazol akan terjerap pada fase diam C18 dengan ikatan lemah agar dapat terelusi dan dengan washing menggunakan aquabidest analit akan tertahan pada fase diam dan senyawa yang labih polar akan ikut terelusi. Setelah itu analit dielusi menggunakan metanol yang akan mengambil analit yang tertahan pada fase diam karena kelarutan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
difenokonazol di dalam metanol > 500 g/L. Setelah itu hasil elusi dikeringkan sehingga diperoleh ekstrak kering yang siap untuk determinasi menggunakan GCECD. Sebelum dilakukan penginjekan ke dalam GC-ECD terlebih dahulu dibuat seri larutan kurva baku difenokonazol untuk memperoleh persamaan regresi linear untuk menghitung kadar residu difenokonazol. Kurva baku yang digunakan untuk menghitung kadar residu difenokonazol pada sampel ekstrak ditunjukkan pada Gambar 6. Persamaan regresi linear yang diperoleh dari kurva baku adalah y=0,08989+3,50422x dengan koefisien korelasi (R2) 0,9977 yang artinya metode yang digunakan memiliki linearitas yang baik karena memenuhi persyaratan nilai R2 yaitu ≥ 0,98 (Ahuju, 2005). Kurva Baku Standar Difenokonazol
4.0
Rasio luas puncak Dif/DCB
y = 3.50422x - 0.08989 R² = 0.9977
3.0 2.0 1.0 0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
massa (ng) Gambar 6. Kurva Baku Standar Difenokonazol
Penetapan kadar residu fungisida difenokonazol pada kulit, daging dan keseluruhan buah melon dilakukan menggunakan GC-ECD dengan cara memasukkan rasio luas puncak difenokonazol dengan DCB yang dihasilkan pada kromatogram kedalam persamaan kurva baku sehingga diperoleh kadar residu difenokonazol
pada
sampel.
Penetapan
kadar
dilakukan
menggunakan
kromatografi gas karena volatilitas analit yaitu difenokonazol yang ditunjukkan dalam konstanta Henry’s law yaitu 9,0 x 10-7 Pa m3 mol-1 dimana semakin besar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
nilai konstanta Henry maka senyawa semakin cepat menguap (Kenndler, 2004). Digunakan detektor ECD berdasarkan struktur dari difenokonazol yang mengandung atom elektronegatif seperti Cl dan O yang mempunyai afinitas terhadap elektron bebas yang berasal dari sumber radioaktif
63
Ni. Gugus
elektronegatif akan menangkap elektron bebas untuk dibawa keluar detektor, sehingga terjadi pengurangan jumlah elektron dari sistem dan pengurangan jumlah arus akan direkam dan dianggap sebagai respon kromatogram. Semakin banyak jumlah atom elektronegatif dalam suatu senyawa maka akan semakin tinggi respon pada GC-ECD (Grob, 1995). Kromatogram standar, sampel blangko dan residu difenokonazol yang dihasilkan pada masing-masing sampel bagian ditunjukkan pada Gambar 8. Gambar 8 (A) adalah puncak standar DCB (dekaklorobifenil) pada waktu retensi (tR) sekitar 22-23 menit. DCB digunakan sebagai standar internal saat determinasi karena untuk mengkoreksi kesalahan hilangnya analit saat determinasi menggunakan GC-ECD. DCB dipilih sebagai standar internal karena dapat dideteksi oleh GC-ECD, memiliki waktu retensi yang konstan dan rasio dengan analit konstan (jika konsentrasi bertambah maka rasio juga naik). Gambar 8 menunujukkan keajegan waktu retensi (tR) antara puncak DCB dengan dua puncak difenokonazol yaitu
± 22-23 menit dan sekitar 26-28 menit secara
berturut-turut. Respon senyawa difenokonazol adalah munculnya 2 puncak pada tR sekitar 26-28 menit yaitu ditunjukkan pada Gambar 8 (B). Adanya 2 puncak ini dikarenakan difenokonazol memiliki struktur diastereoisomer dengan adanya 2 karbon kiral pada strukturnya (Hamilton, 2014). Struktur diastereoisomer
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
difenokonazol dapat dilihat pada Gambar 7. Tanda bintang (*) menunjukkan karbon kiral dimana pada bagian kiral struktur dapat terjadi perputaran sehingga terjadi perubahan bentuk molekul yang mengakibatkan difenokonazol memiliki dua isomer (diastereoisomer). Menurut Spivey (2008) diastereoisomer memiliki sifat fisika dan kimia yang berbeda sehingga pada kromatogram terdapat dua puncak difenokonazol. Karena difenokonazol memiliki respon 2 puncak pada GCECD maka kedua luas puncak yang dihasilkan dijumlahkan. Menurut United States Department of Agriculture (2015) mengenai data program pestisida, kuantifikasi senyawa yang memiliki puncak banyak (multi-peak) berdasarkan puncak terbesar atau menjumlahkan semua puncak. Gambar 8 menunjukkan pada sampel blangko dan daging buah tidak terdapat difenokonazol. Pada penginjekan standar, sampel kulit buah dan keseluruhan buah terdapat difenokonazol yang ditunjukkan pada kromatogram (Gambar 8). Tinggi rendahnya puncak difenokonazol yang dihasilkan pada kromatogram berdasarkan kadar residu difenokonazol yang terkandung di dalam masing-masing sampel.
Gambar 7. Struktur Diastereoisomer Difenokonazol (Twohig, 2013).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
Gambar 8. Overlay Kromatogram (A) puncak DCB dan (B) puncak difenokonazol pada GC-ECD
Tabel VII. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan Siliran Kulonprogo
Hari setelah aplikasi terakhir
Kadar di dalam kulit buah (mg/kg)
Kadar di dalam daging buah (mg/kg)
H-1
0,003
0,000
H0
0,079
0,002
H+1
0,040
0,000
H+3
0,026
0,000
H+5
0,024
0,000
H+7
0,016
0,000
H+14
0,007
0,002
Kontrol
0,000
0,000
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
Tabel VIII. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan Panggungharjo Bantul
Hari setelah aplikasi terakhir
Kadar di dalam kulit buah melon (mg/kg)
Kadar di dalam daging buah melon (mg/kg)
H-1
0,002
0,000
H0
0,025
0,002
H+1
0,051
0,000
H+3
0,013
0,000
H+5
0,011
0,000
H+7
0,013
0,000
Kontrol
0,000
0,000
Tabel IX. Kadar Residu Difenokonazol di dalam Buah Melon Lahan Wedomartani Sleman
Hari setelah aplikasi terakhir
Kadar di dalam kulit buah melon (mg/kg)
Kadar di dalam daging buah melon (mg/kg)
H-1
0,014
0,000
H0
0,022
0,000
H+1
0,022
0,000
H+3
0,014
0,000
H+5
0,021
0,000
H+7
0,009
0,000
H+14
0,009
0,000
Kontrol
0,011
0,000
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Tabel X. Kadar Residu Difenokonazol pada Keseluruhan Buah Melon
Hari setelah aplikasi terakhir H-1
Kadar pada buah Kadar pada buah Kadar pada buah melon Siliran melon Bantul melon Sleman (mg/kg) (mg/kg) (mg/kg) 0,001 0,001 0,021
H0
0,042
0,013
0,018
H+1
0,022
0,010
0,023
H+3
0,026
0,004
0,016
H+5
0,020
0,002
0,020
H+7
0,012
0,007
0,003
H+14
0,007
-
0,002
Kontrol
0
0
0,011
Kadar residu fungisida difenokonazol di dalam kulit dan daging buah melon pada masing-masing lahan dan masing-masing hari setelah aplikasi terakhir dapat dilihat pada Tabel VII, Tabel VIII dan Tabel IX. Penetapan kadar residu fungisida difenokonazol di dalam kulit dan daging buah melon dilakukan untuk membuktikan hipotesis 1 yaitu kadar residu difenokonazol rata-rata paling banyak terdapat di dalam kulit buah melon daripada daging buah bila dilihat langsung. Untuk membuktikan apakah kadar residu difenokonazol pada kulit lebih besar daripada di daging buah maka dilakukan uji signifikansi slope antara kadar residu difenokonazol pada kulit dengan daging buah setiap harinya. Uji signifikansi diawali dengan uji F untuk melihat perbedaan standar deviasi kemudian uji signifikansi slope dengan uji t. Hasil uji F antara standar deviasi kadar residu difenokonazol pada kulit dengan daging buah setiap harinya dari lahan Siliran adalah Fhitung= 254,56 dan Ftabel=5,05 artinya Fhitung>Ftabel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
sehingga standar deviasi berbeda signifikan dan hasil uji t slope yang dilakukan adalah thitung=6,352 dan ttabel=180 maka thitung>ttabel sehingga berbeda signifikan, artinya kadar residu difenokonazol pada kulit buah lebih besar dari pada di daging buah dari Siliran. Sedangkan hasil uji F antara standar deviasi kadar residu difenokonazol pada kulit dengan daging buah setiap harinya dari lahan Bantul adalah Fhitung= 333,58 dan Ftabel=5,05 artinya Fhitung>Ftabel sehingga standar deviasi berbeda signifikan dan hasil uji t slope yang dilakukan adalah thitung= 3,154 dan ttabel=100 maka thitung>ttabel sehingga berbeda signifikan, artinya kadar residu difenokonazol pada kulit buah lebih besar dari pada di daging buah dari Bantul. Dari hasil uji signifikansi baik buah melon dari Siliran maupun Bantul kadar residu difenokonazol di kulit buah lebih besar daripada di daging buah melon karena kulit buah terletak paling luar sehingga saat penyemprotan fungisida kulit buah langsung terkena cairan semprot. Residu difenokonazol di dalam daging buah melon pada lahan Siliran Kulonprogo terdapat pada hari ke-0 dan hari ke-14 serta di dalam daging buah melon Panggungharjo Bantul terdapat residu difenokonazol pada hari ke-0 setelah aplikasi terakhir. Adanya residu difenokonazol pada daging buah melon dari Siliran dan Bantul pada hari ke-0 karena ada sisa residu dari penyemprotan formula fungisida difenokonazol sebelumnya (penyemprotan 2). Tabel X adalah kadar residu difenokonazol pada keseluruhan buah melon dari Siliran, Bantul dan Sleman. Penetapan kadar residu difenokonazol pada keseluruhan buah dilakukan untuk menetapkan pola laju disipasi residu difenokonazol pada masing-masing lahan untuk pembuktian hipotesis 2 sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
dasar penentuan PHI (Pre Harvest Interval) (Hamilton, 2014). Secara keseluruhan data dapat dilihat pada hari sebelum aplikasi terakhir (H-1) mula-mula kadar residu difenokonazol kecil karena ada sisa-sisa residu difenokonazol hasil penyemprotan formula difenokonazol aplikasi kedua kemudian kadar residu meningkat pada hari ke-0 4 jam setelah aplikasi terakhir. Kadar kontrol sampel buah melon Siliran Kulonprogo dan Panggungharjo Bantul baik pada kulit, daging maupun keseluruhan buah adalah 0 mg/kg yang artinya pada kontrol tidak mengandung residu difenokonazol. Kadar residu difenokonazol pada kulit, daging dan keseluruhan buah melon dari Sleman tidak dapat menggambarkan keadaan sebenarnya karena kerusakan yang terjadi pada buah melon Sleman akibat penyakit antraknosa. Kerusakan yang terjadi pada tanaman buah melon dimulai pada saat sudah muncul buah melon sekitar umur 40 hari yang ditandai dengan munculnya bercak kecoklatan pada sebagian batang dan daun menyerang pada hampir seluruh lahan tanaman melon. Ketika buah melon mulai tumbuh membesar, kebanyakan buah yang terbentuk tidak terdapat jaring (net) tidak seperti buah melon yang semestinya dan banyak buah yang mengalami pembusukan. Namun, secara kasat mata dapat dilihat kadar residu difenokonazol di kulit lebih besar daripada di dalam daging buah karena pada daging buah per hari setelah aplikasi terakhir tidak terdapat residu difenokonazol. Selanjutnya pada kontrol terdapat residu difenokonazol karena petani juga menyemprotkan fungisida yang mengandung difenokonazol pada seluruh lahan melon akibat serangan antraknosa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
E. Hilangnya Residu Difenokonazol ke dalam Daging Buah Melon Disipasi adalah proses hilangnya residu fungisida difenokonazol pada buah melon yang disebabkan karena penguapan, pencucian, pelapukan, degradasi, absorbsi atau peluruhan ke medium lainnya. Laju disipasi karena adanya absorpsi ke dalam daging buah dilihat dari penurunan kadar residu fungisida difenokonazol pada kulit dan daging buah melon pada hari ke 0, 1, 3, 5, 7, 14 setelah aplikasi terakhir fungisida difenokonazol. Laju disipasi didapat dengan cara memplotkan antara ln kadar rata-rata residu difenokonazol (mg/kg) vs hari setelah aplikasi terakhir sehingga diperolah persamaan y=bx+a. Slope (kemiringan) pada persamaan yang diperoleh menunjukkan laju disipasi. Persamaan pada Gambar 9 menunjukkan laju disipasi terjadi pada kulit buah melon Siliran yaitu sebesar 0,153/hari. Pada daging buah melon Siliran tidak terjadi disipasi karena residu difenokonazol hanya terdapat pada hari ke-0 setelah aplikasi terakhir yang diakibatkan dari sisa penyemprotan kedua setelah itu residu difenokonazol terdapat pada daging buah melon pada hari ke-14 setelah aplikasi terakhir yang artinya terjadi penetrasi residu difenokonazol dari kulit ke dalam daging buah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
Kurva Disipasi Residu Difenokonazol Siliran
Ln mg/kg
0 5 -1 0 y = -0.1532x - 2.9338 -2 R² = 0.9151 -3
10
15 Kulit Daging
-4
Linear (Kulit)
-5 -6 -7
Hari
Gambar 9. Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel Lahan Siliran Kulonprogo
Persamaan pada Gambar 10 menunjukkan laju disipasi pada kulit buah melon Bantul sebesar 0,165/hari dan laju disipasi pada daging buah tidak ditentukan karena residu difenokonazol pada daging buah melon Bantul hanya terdapat pada hari ke-0 setelah aplikasi terakhir akibat sisa penyemprotan 2 dan tidak terdapat residu difenokonazol pada hari selanjutnya artinya tidak terjadi penetrasi residu difenokonazol dari kulit ke dalam daging buah melon dari Bantul. Kurva Disipasi Residu Difenokonazol Bantul
0 -1 0
2
4
8 Kulit
-2 Ln mg/kg
6 y = -0.1655x - 3.4477 R² = 0.5389
-3 -4
Daging
-5 -6 -7
Hari
Gambar 10. Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel Lahan Panggungharjo Bantul
Pada Gambar 11 laju disipasi residu difenokonazol pada kulit buah melon adalah 0,068/hari dan pada daging buah karena tidak terdapat residu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
difenokonazol maka laju disipasi residu difenokonazol pada daging buah tidak dapat ditentukan artinya sama sekali tidak terjadi penetrasi residu difenokonazol dari kulit buah ke dalam daging buah. Tidak terjadi penetrasi diduga disebabkan karena kerusakan yang terjadi pada buah melon dari Sleman ini dimana terjadi perubahan pada tekstur buahnya. Kurva Disipasi Difenokonazol Sleman 0
Ln mg/kg
-1
0
5
10
15
-2
Kulit Daging
-3 y = -0.0687x - 3.8585 R² = 0.6503
-4
Linear (Kulit)
-5 -6
Hari
Gambar 11. Kurva Laju Disipasi Residu Difenokonazol Pada Sampel Lahan Wedomartani Sleman
F. Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap Laju Disipasi Residu Difenokonazol dalam Sampel Buah Melon Daerah tropis secara umum dicirikan oleh keadaan iklim yang hampir seragam. Namun adanya perbedaan geografi seperti perbedaan ketinggian tempat di atas permukaan laut (dpl) menimbulkan perbedaan cuaca secara keseluruhan pada tempat tersebut. Unsur cuaca dan iklim tersebut adalah suhu, kelembaban dan curah hujan serta jenis tanah. Pada dataran rendah ditandai dengan suhu lingkungan yang tinggi sedangkan dataran tinggi ditandai dengan menurunnya suhu udara dan peningkatan curah hujan (Andrian, 2014). Pengaruh kondisi geografi terhadap laju disipasi residu difenokonazol dapat dilihat dari aspek curah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
hujan, suhu udara, kelembaban dan jenis tanah pada masing-masing lahan tempat tanam buah melon. Kurva Disipasi Difenokonazol Keseluruhan Buah Melon 0
Ln mg/kg
-1
0
5
10
15 Siliran
-2 y = -0.1186x - 3.4051 R² = 0.9014 -3
Bantul
-4
Sleman
-5 -6 -7
y = -0.1618x - 4.6248 R² = 0.3497
y = -0.1784x - 3.7297 R² = 0.788 Hari
Gambar 12. Kurva Disipasi Residu Difenokonazol pada Keseluruhan Buah Melon
Pada kurva disipasi residu difenokonazol plot antara ln kadar residu difenokonazol (mg/kg) vs hari setelah aplikasi terakhir diperoleh persamaan kurva y=bx + a dimana b adalah laju disipasi residu difenokonazol. Untuk membuktikan pengaruh kondisi geografi terhadap laju disipasi maka dilakukan uji signifikansi slope antara laju disipasi pada lahan Siliran, Bantul dan Sleman dengan ANOVA. Uji signifikansi diawali dengan uji within-sample variation dengan hasil 0,00625 dan uji between-sample variation dengan hasil 0,000965. Selanjutnya uji F satu arah yaitu perbandingan antara within-sample variation dengan betweensample variation dengan hasil 0,1544 serta Ftabel (2, 15) adalah 3,682. Berdasarkan perhitungan menunjukkan bahwa Fhitung
Kulonprogo
dapat
disebabkan
terjadinya
biodegradasi
oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
mikroorganisme melalui paparan tanah karena tanaman melon yang dekat dengan tanah, fotodegradasi dan tercuci oleh air hujan (curah hujan di lahan Siliran sebanyak 313 mm lebih besar daripada di lahan Bantul sebanyak 275 berdasarkan BMKG). Difenokonazol diketahui tidak volatil pada lingkungan sehingga tinggi atau rendahnya suhu tidak berpengaruh terhadap hilangnya residu difenokonazol karena penguapan namun mungkin terjadi proses fotodegradasi (Anonim1, 2015). Hilangnya residu difenokonazol pada buah melon Sleman dapat disebabkan tercuci oleh air hujan karena curah hujan di Sleman paling tinggi 417,3 mm. Namun karena kadar residu difenokonazol tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya maka laju disipasi juga tidak dapat menggambarkan keadaan sebenarnya. Laju disipasi residu difenokonazol pada sampel buah melon dari Panggungharjo Bantul dapat disebabkan biodegradasi oleh mikroorganisme yang tumbuh di lingkungan karena kelembaban udara di Panggungharjo Bantul paling tinggi yaitu 87,3 % dibandingkan dengan Siliran Kulonprogo yaitu 85,3 %. Menurut Gardner (2015) degradasi residu pestisida oleh mikroba dapat meningkat pada kondisi yang lembab, serta mikroba membutuhkan air untuk tumbuh sehingga daerah lembab yang berarti memiliki kandungan air yang banyak rentan terhadap pertumbuhan mikroba (Thompson, 2015). Kelembaban pada lahan Bantul yang tinggi menyebabkan mikroorganisme tumbuh pada lingkungan dan dapat mendegradasi residu difenokonazol pada buah melon. Menurut Hamilton (2014) difenokonazol dapat terdegradasi oleh mikroorganisme secara aerob dengan reaksi seperti pada Gambar 13. Selain itu hilangnya residu difenokonzol dapat disebabkan adanya adsorpsi residu difenokonazol dengan tanah karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
difenokonazol teradsorpsi kuat dengan tanah (Anonim, 2012). Oleh karena itu dengan tingginya jumlah bahan organik pada lahan Bantul menyebabkan mikroorganisme di tanah tumbuh baik sehingga mikroorganisme dapat mendegradasi residu difenokonazol di tanah.
Gambar 13. Degradasi difenokonazol oleh mikroorganisme secara aerob (Hamilton, 2014).
G. Asesmen Paparan Residu Difenokonazol pada Buah Melon Setelah mengetahui pola laju disipasi residu difenokonazol pada buah melon selanjutnya menentukan waktu degradasi (DT50) yaitu waktu yang dibutuhkan residu difenokonazol 50% terdegradasi. Waktu degradasi (DT50) ditentukan dengan cara memasukkan slope (laju disipasi) pada keseluruhan buah melon yang diperoleh ke dalam persamaan berikut: 𝐷𝑇50 =
0,693 𝑘
DT50 menandakan kecepatan degradasi residu difenokonazol. Dari data yang diperoleh waktu degradasi pada sampel keseluruhan buah melon dari lahan Panggungharjo Bantul dengan DT50 4,304 hari serta pada sampel keseluruhan buah melon dari lahan Siliran Kulonprogo dengan DT50 5,873 hari. Data waktu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
degradasi (DT50) yang diperoleh pada sampel kulit buah melon dari lahan Panggungharjo Bantul yaitu 4,2 hari. Secara keseluruhan data dapat dilihat kecepatan degradasi residu difenokonazol pada buah melon di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 4-5 hari. Tabel XI. DT50 Residu Difenokonazol Pada Buah Melon
DT50 (hari) Kulit Whole Daging
Siliran Kulonprogo 4,529 5,873 -
Panggungharjo Bantul 4,200 4,304 -
Wedomartani Sleman 10,191 3,893 -
Selain menetapkan waktu degradasi (DT50) juga ditentukan Pre-Harvest Interval (PHI) yaitu jumlah hari yang harus dilewati residu fungisida difenokonazol antara aplikasi terakhir fungisida sampai pada saat panen sehingga dapat mengetahui waktu panen yang tepat yaitu dengan kadar residu difenokonazol dibawah BMR 0,7 mg/kg berdasarkan CODEX FAO/WHO. PHI ditentukan melalui titik potong pada kurva kadar vs hari setelah aplikasi terakhir pada sampel buah melon keseluruhan (whole) karena sesuai dengan aturan pada BMR dan juga saat setelah aplikasi residu difenokonazol langsung terpenetrasi ke dalam daging buah melon dan daging buah melon tersebut yang dikonsumsi manusia (Hamilton, 2014). Titik potong ditentukan dengan melihat kurva kadar vs hari setelah aplikasi terakhir yang terbentuk, apabila pada satu titik bentuk kurva berbentuk menurun kemudian mulai mendatar yang artinya laju disipasi mulai berjalan lambat serta masih memenuhi LOQ maka titik tersebut menjadi titik potong. Titik potong tidak diambil pada kurva yang mendatar karena pada daerah tersebut artinya laju disipasi yang terjadi berjalan sangat lambat dan tidak dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
ditentukan kapan laju disipasi tersebut akan berhenti atau residu difenokonazol benar-benar hilang. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Siliran
Kadar mg/kg
0.050 0.040
y = -0.00422x + 0.040 R² = 0.984
0.030 0.020
H0 - H7 H7 - H14 Linear (H0 - H7)
y = -0.00071x + 0.016 R² = 1
0.010
Linear (H7 - H14)
0.000 0
5
10
Hari
15
Gambar 14. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Siliran
Tabel XII. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Siliran Hasil Perpotongan
thitung
Α
ttabel
Kesimpulan
13,25784
0,05
2,132
Berbeda signifikan
Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Bantul
Kadar mg/kg
0.015
y = -0.00225x + 0.012 R² = 0.948
0.010
H0 - H5 H5 - H7
y = 0.0025x - 0.010 R² = 1
0.005
Linear (H0 H5)
0.000 0
2
4 Hari
6
8
Gambar 15. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Bantul
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
Tabel XIII. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Bantul Hasil Perpotongan
thitung 56742,84
Α 0,05
ttabel 2,132
Kesimpulan Berbeda signifikan
Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Sleman
Kadar mg/kg
0.025 0.020
H0 - H7
0.015
H7 - H14
0.010
y = -0.0028x + 0.026 R² = 0.670
0.005
Linear (H0 - H7)
y = -0.00014x + 0.004 R² = 1
Linear (H7 - H14)
0.000 0
5
Hari
10
15
Gambar 16. Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Sleman Tabel XIV. Uji Signifikansi Slope Dua Kurva Kadar vs Hari Residu Difenokonazol Pada Buah Melon Sleman Hasil Perpotongan
thitung 2.57005
Α 0,05
ttabel 2,132
Kesimpulan Berbeda signifikan
Pada Gambar 14 dan Gambar 16 kurva kadar vs hari residu difenokonazol pada buah melon Siliran dan Sleman, kurva mulai akan mendatar pada titik hari ke-7 setelah aplikasi terakhir sehingga hari ke-7 dijadikan sebagai titik potong. Sedangkan pada Gambar 15 kurva kadar vs hari residu difenokonazol pada buah melon Bantul kurva mulai mendatar pada titik hari ke-5 setelah aplikasi terakhir karena interval waktu pengambilan sampel buah melon Bantul hanya sampai hari ke-7 sehingga hari ke-5 dijadikan sebagai titik potong untuk menentukan PHI buah melon lahan Bantul. Setelah menentukan titik potong maka diperoleh 2 kurva hasil perpotongan yang dapat diketahui slope masing-masing
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
kemudian melakukan uji t untuk melihat signifikansi antara kedua slope tersebut. Jika berbeda signifikan maka titik potong dapat digunakan sebagai waktu panen (PHI). Dari hasil data tersebut diperoleh waktu panen yang tepat saat PHI buah melon dari Siliran dan Sleman adalah 7 hari setelah aplikasi terakhir dan PHI buah melon Bantul adalah 5 hari setelah aplikasi terakhir fungisida difenokonazol. Sebagai referensi waktu degradasi (DT50) residu difenokonazol pada buah anggur dari Italia yang beriklim subtropis adalah 15 hari dengan PHI 21 hari, buah apel dari Prancis yang beriklim subtropis DT50-nya 693 hari dengan PHI 14 hari, buah papaya dari Brazil yang beriklim tropis DT50-nya 6 hari dengan PHI 14 hari, dan buah mangga dari Brazil DT50-nya 5 hari dengan PHI 7-9 hari (Hamilton, 2014). Artinya iklim tropis memang berpengaruh terhadap kecepatan degradasi (DT50) maupun waktu panen (PHI) dimana waktu degradasi maupun laju disipasi pada daerah subtropis lebih lambat.
H. Penilaian Terhadap Keamanan Konsumen Dari hasil PHI yang diperoleh waktu panen yang tepat untuk buah melon lahan Siliran Kulonprogo adalah 7 hari dengan kadar residu difenokonazol sebesar 0,012 mg/kg; waktu panen yang tepat untuk buah melon lahan Panggungharjo Bantul adalah 5 hari dengan kadar residu difenokonazol sebanyak 0,002 mg/kg, dan waktu panen yang tepat untuk buah melon lahan Wedomartani Sleman adalah 7 hari dengan kadar residu difenokonazol sebesar 0,003 mg/kg. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa waktu panen yang tepat untuk buah melon Daerah Istimewa Yogyakarta rata-rata adalah 5-7 hari dengan kadar residu difenokonazol yang sangat rendah dibawah BMR Codex 0,7 mg/kg yang sudah ditetapkan pada tahun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
2014, sehingga aman dikonsumsi oleh manusia dan sesuai dengan label penggunaan difenokonazol dari Syngenta yaitu penggunaan dilakukan 7 hari sebelum waktu panen (PHI).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kadar residu difenokonazol pada kulit buah lebih besar dari pada di dalam daging buah melon. 2. Kondisi geografi tempat tanam tidak mempengaruhi laju disipasi dengan hasil relatif sama secara statistik antara laju disipasi residu difenokonazol pada buah melon di Bantul yaitu 0,161/hari, laju disipasi residu difenokonazol pada buah melon di Siliran yaitu 0,118/hari dan laju disipasi residu difenokonazol pada buah melon di Sleman yaitu 0,178/hari dengan PHI 7 hari untuk buah melon di Siliran dan Sleman serta 5 hari untuk buah melon di Bantul. 3. Kadar residu difenokonazol pada buah melon yang dipanen saat PHI berada dibawah nilai MRL Codex yaitu 0,7 mg/kg (kadar residu Siliran 0,012 mg/kg, Bantul 0,002 mg/kg, Sleman 0,003 mg/kg) sehingga buah melon di Daerah Istimewa Yogyakarta aman dikonsumsi manusia.
B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai laju disipasi residu difenokonazol pada buah melon diberbagai tempat di luar Daerah Istimewa Yogyakarta di Indonesia. 2. Perlu dilakukan penelitian mengenai laju disipasi residu difenokonazol pada tanah tempat tanam melon.
78
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
3. Perlu penambahan interval waktu pengambilan sampel buah melon yang lebih panjang dan mempersempit selang waktu pengambilan sampel buah melon sehingga waktu PHI yang didapatkan lebih akurat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
DAFTAR PUSTAKA
Abby,
M., 2015, Potensi Indonesia sebagai Eksportir Buah Tropis, http://solusibisnis.co.id/potensi-indonesia-sebagai-eksportir-buahtropis.html, diakses tanggal 20 Agustus 2015. Abdallah, O. I., Almaz, M. M., Arief, M. H., El-Aleem, A. E. H. A., 2014, Behaviour of Chlorfenapyr and Difenoconazole Residues in/on Grapes (Vitis vinifera L.), Nature and Science, 12 (1), pp. 51. Ahuja, S., and Dong, M.W., 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC, volume 6, Elsevier, Inc., USA, p. 192. Anastassiades, M., The QuEChERS Method –Background Informationand Recent Developments, Community Reference LaboratoryPesticide Residuesusing Single Residue Methods,Stuttgart, pp. 50, 66. Andrian, Supriadi, Marpaung, P., 2014, Pengaruh Keringgian Tempat dan Kemiringan Lereng Terhadap Produksi Karet (Heven brasiliensis Muell. Arg.) di Kebun Hapesong PTPN III Tapanuli Selatan, Jurnal Online Agroekoteknologi, 2 (3), 981-989. Anonim, 2012, Material Safety Data Sheet Difenoconazole 25% EC, Tagros. Anonim, 2014, Distanak Banten Dorong Petani Tanam Melon Golden, http://www.antarabanten.com/berita/21637/distanak-banten-dorongpetani-tanam-melon-golden, diakses tanggal 21 November 2015. Anonim1, 2014, Difenoconazole Stereoisomeric Composition with Reduced Phytotoxicity, Patent WO2014118127A1, http://www.google.com/patents/WO2014118127A1?cl=en, diakses tanggal 21 November 2015. Anonim1, 2015, Difenoconazole (Ref: CGA 169374), University of Hertfordshire, http://sitem.herts.ac.uk/aeru/ppdb/en/Reports/230.htm, diakses tanggal 15 November 2015. 2 Anonim , 2015, Pesticide Wise; Environmental Fate, http://www.agf.gov.bc.ca/pesticides/c_2.htm, diakses tanggal 19 November 2015. Badan Pusat Statistik DIY, 2014, Statistik Daerah Istimewa Yogyakarta, BPS, Yogyakarta, pp. 1. CAC (Codex Alimentarius Comission), 2014, Pesticide Residues in Food and Feed, http://www.codexalimentarius.org/standards/pestres/pesticidedetail/en/?p_id=224, diakses tanggal 13 November 2015. Devi, F. S., 2015, Validasi Metode Analisis, Residu Difenokonazol dalam Buah Melon (Cucumis melo L.), Skripsi. Djojosumarto, P., 2008, Pestisida dan Aplikasinya, Agromedia Pustaka, Jakarta, pp. 1-5. European Food Safety Authority (EFSA), 2011, Conclusion on the Peer Review of the Pesticide Risk Assessment of the Active Substance Difenoconazole, EFSA Journal, 9 (1), 22-23.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
Fitri, M., Nurdin, A., dan Warnita, 2011, Pengaruh Pemberian Beberapa Konsentrasi Pupuk Pelengkap Cair Nutrifarm AG terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Melon (Cucumis melo L.), Jerami, 4 (3), 148-149. Food and Agriculture Organization, 1999, Recommended Methods of Sampling for The Determination of Pesticide Residue for Compliance With MRLs, CAC/GL, 33, pp. 8. Gardner, R., 2015, Understanding the Fate of Pesticide After Application, http://pesticidestewardship.org/water/Pages/FateofPesticides.aspx, diakses tanggal 29 November 2015. Grob, L.R., 1995, Modern Practice of Gas Chromatography, John Wiley and Sons Inc., New York. pp. 291-295 Hamilton, D. J., 2014, Difenoconazole (224), http://www.fao.org/fileadmin/templates/agphome/documents/Pests_Pesti cides/JMPR/Evaluation07/Difenoconazole.pdf, diakses tanggal 9 Mei 2014. Kementrian Riset dan Teknologi RI, 2015, Tentang Budidaya Pertanian Melon, http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/melon.pdf, diakses tanggal 21 November 2015. Kurnianti, N., 2013, Penyakit Patek atau Antraknosa, http://www.tanijogonegoro.com/2013/09/patek-antraknosa.html, diakses tanggal 12 November 2015. Miller, J. N., Miller, J. C., 2010, Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry, Sixth Edition, Pearson Education Limited, UK, pp. 39-40. Nasution, R., 2003, Teknik Sampling, USU digital library, Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, pp. 3-4. Noegrohati, S., 2008, Pelatihan Pengambilan Contoh dan Analisis Multiresidu Pestisida, Peningkatan SDM BPMPT, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Yogyakarta. Noegrohati, S., 2015, Wawancara Pribadi. Nuryanto, H., 2007, Budi Daya Melon, Azka Press, Jakarta, pp. 46, 47, 95. Oktara, N., 2014, Hama dan Penyakit Tanaman Melon, http://www.petanihebat.com/2014/05/hama-dan-penyakit-tanamanmelon.html, diakses tanggal 21 November 2015. Putra, Y. M. P., 2015, Indonesia Miliki 94 Varitas Melon Unggulan, http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/08/12/nsz7n4284 -indonesia-miliki-94-varietas-melon-unggulan, diakses tanggal 12 November 2015. Redaksi Agromedia, 2007, Budi Daya Melon, Agromedia Pustaka, Jakarta, pp. 5. Roe, M., Church, S., Pinchen, H., Finglas, P., 2013, Nutrient Analysis of Fruit and Vegetables; Analytical Report, Institute of Food Research, UK, pp. 65. Samadi, B., 2007, Melon; Usaha Tani dan Penanganan Pasca Panen, Kanisius, Yogyakarta, pp. 13-17. Sree, K. S., Varma, A., 2015, Biocontrol of Lepidopteran Pests; Use of Soil Microbes and their Metabolites, Springer International Publishing, Switzerland, pp. 146.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
Spivey, A., 2008, Chemistry I (Organic); Stereochemistry; Diastereomers, http://www.ch.ic.ac.uk/local/organic/tutorial/ACS4.pdf, diakses tanggal 13 November 2015. Sudarmo, S., 1991, Pestisida, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, pp. 9. Sumardiyono, C., 2013, Pengantar Toksikologi Fungisida, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, pp. 6-9, 29, 32, 54-60, 88-91, 94-96. Tanindo, 2010, Enggan Beralih dari Action, 11 (2), Edisi XXXIX, http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article& id=366:enggan-beralih-dari-action&catid=387:enggan-beralih-dariaction&Itemid=101, diakses tanggal 12 November 2015. Tortensson, L., 1985, Behaviour of Glyphosate in Soils and Its Degradation, Eds. The Herbicide Glyphosate, Swedish University of Agricultural Sciences, Uppsala, Sweden, pp. 137-150. Twohig, M., 2013, Enantiomeric and Diastereomeric Resolutions of Chiral Pesticides by ACQUITY UPC2 with UV Detection, Application Note, pp. 3. United States Department of Agriculture, 2015, United States Department of AgricultureAgricultural Marketing Service, Science & Technology, Pesticide Data Program, US, pp 8-29.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
Lampiran 1. Sertifikat Analisis Standar Difenokonazol dan Formulasi Difenokonazol Donasi dari PT Syngenta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2. Kemasan Benih dan Determinasi Buah Melon Varietas Action
85
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 3. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Siliran Kulonprogo dari BMKG
86
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
Lampiran 4. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Wedomartani Sleman dari BMKG
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
Lampiran 5. Data Suhu dan Kelembaban Lahan Panggungharjo Bantul dari BMKG
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 6. Data Curah Hujan dari BMKG
89
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 7. Data Analisis Tanah dari Pertanian UGM
90
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 8. Label Penggunaan Formulasi Difenokonazol Syngenta
91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
Lampiran 9. Kalibrasi Penyemprotan dan Perhitungan Dosis Semprot Formulasi Difenoconazole Donasi dari PT Syngenta
Aturan pakai pada label untuk melon : 0,5 – 1 ml/L Dosis maksimum : 600 L/ha Lokasi Lahan I : Siliran, Kulonprogo A. Perhitungan Dosis Semprot Formulasi Fungisida Difenokonazol Lahan Siliran Kulonprogo Luas lahan perlakuan : 20 meter × 3 meter = 60 m2 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑝𝑟𝑜𝑡 =
60 𝑚2 × 600 𝐿 = 3,6 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟 10000 𝑚2
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑐𝑜𝑛𝑎𝑧𝑜𝑙𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 = 3,6 𝐿 × 1 𝑚𝑙�𝐿 = 3,6 𝑚𝑙
Dosis semprot untuk lahan Siliran adalah 3,6 𝑚𝑙�3,6 𝐿
B. Kalibrasi Penyemprotan Lahan Siliran Kulonprogo Kecepatan berjalan pelan-pelan biasa Percobaan 1
: isi sprayer 5 liter Waktu 1 menit 30 detik (1 putaran) Waktu 3 menit 90 detik (3 putaran) Sisa dalam sprayer 3,620 ml
Percobaan 2
: isi sprayer 5 liter Waktu 3 menit (4 putaran) Sisa 2,2 ml
Percobaan 3
: isi sprayer 5 liter
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
Waktu 3 menit 35 detik (3 putaran) Habis (tidak ada sisa) Percobaan 4
: isi sprayer 3,6 liter Waktu 3 menit 20 detik (3 putaran kurang ¼ sisa lahan yang belum terkena) Habis (tidak ada sisa)
Percobaan 5
: isi sprayer 4 liter Waktu 3 menit 16 detik (3 putaran) Habis (tidak ada sisa) tetapi seluruh tanaman rata terkena semprotan
C. Dosis Semprot Fungisida Difenokonazol Pada Lahan Perlakuan Perhitungan volume cairan amistar Top
: 3,6 ml
Volume cairan semprot hasil kalibrasi
: 4 liter : 3,6 𝑚𝑙�4 𝐿
Dosis semprot
Lokasi Lahan 2 : Panggungharjo, Bantul A. Perhitungan Dosis Semprot Formulasi Fungisida Difenokonazol Lahan Panggungharjo Bantul Luas lahan perlakuan : 22,75 meter × 1 meter = 22,75 m2 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑝𝑟𝑜𝑡 =
22,75 𝑚2 × 600 𝐿 = 1,365 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟 10000 𝑚2
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑐𝑜𝑛𝑎𝑧𝑜𝑙𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 = 1,365 𝐿 × 1 𝑚𝑙�𝐿 = 1,365 𝑚𝑙
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
Dosis semprot untuk lahan Bantul adalah 1,365 𝑚𝑙�1,365 𝐿
B. Kalibrasi Penyemprotan Lahan Panggungharjo Bantul Kecepatan berjalan pelan-pelan biasa Percobaan 1
: isi sprayer 4 liter Waktu 5 menit 30 detik (3 putaran) Sisa
Percobaan 2
: isi sprayer 4 liter Waktu 6 menit (3 putaran) Habis (tidak ada sisa) tetapi seluruh tanaman rata terkena semprotan
C. Dosis Semprot Fungisida Difenokonazol Pada Lahan Perlakuan Perhitungan volume cairan amistar Top Volume cairan semprot hasil kalibrasi Dosis semprot
: 1,365 ml ≈ 1,4 𝑚𝑙 : 4 liter
: 1,4 𝑚𝑙�4 𝐿
Lokasi Lahan 3 : Wedomartani, Sleman A. Perhitungan Dosis Semprot Formulasi Fungisida Difenokonazol Lahan Wedomartani Sleman Luas lahan perlakuan : 14 meter × 1,9 meter = 26,6 m2 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑎𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑚𝑝𝑟𝑜𝑡 =
26,6 𝑚2 × 600 𝐿 = 1,596 𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟 10000 𝑚2
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑐𝑜𝑛𝑎𝑧𝑜𝑙𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑝𝑙𝑖𝑘𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑛 = 1,596 𝐿 × 1 𝑚𝑙�𝐿 = 1,596 𝑚𝑙 ≈ 2 𝑚𝑙
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
Dosis semprot untuk lahan Wedomartani adalah 1,596 𝑚𝑙�1.596 𝐿
B. Kalibrasi Penyemprotan Lahan Panggungharjo Bantul Kecepatan berjalan pelan-pelan biasa Percobaan 1
: isi sprayer 6 liter Waktu 2 menit 50 detik (1 putaran pada bedeng 1) Waktu 2 menit 50 detik (1 putaran pada bedeng 2) Habis (tidak ada sisa) tetapi seluruh tanaman rata terkena semprotan
C. Dosis Semprot Fungisida Difenokonazol Pada Lahan Perlakuan Perhitungan volume cairan amistar Top Volume cairan semprot hasil kalibrasi Dosis semprot
: 1,596 𝑚𝑙 ≈ 2 𝑚𝑙
: 6 liter
: 2 𝑚𝑙�6 𝐿
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
Lampiran 10. Kerusakan Lahan Buah Melon Wedomartani, Sleman Akibat Penyakit Antraknosa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
Lampiran 11. Cara Pemotongan Sampel Buah Melon Setelah sampel buah melon diambil dari lahan kemudian segera dibawa ke laboratorium, dipotong menjadi 2 bagian dan setengah buah melon untuk analisis.
½ bagian yang satu dipotong lagi menjadi dua dan ½ bagian yang lain dibuang
Bagian buah yang dipotong dari ½ bagian dipotong menjadi 2 lagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Bagian buah yang dipotong dari ½ bagian dipotong menjadi 2 lagi Potongan 1 (1/4) digunakan untuk sampel whole
Potongan yang terpilih untuk analisis
Potongan 1 (1/4) yang lain digunakan untuk sampel kulit dan daging
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 12. Contoh Penimbangan Sampel Buah Melon
99
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
Lampiran 13. Contoh Perhitungan Kadar Residu, Laju Disipasi, dan PreHarvest Interval (PHI) A. Contoh Perhitungan Kadar Karena pada kromatogram difenokonazol memiliki 2 puncak sehingga didapatkan 2 luas puncak maka luas puncak difenokonazol dijumlahkan kemudian baru ditentukan rasionya dengan DCB. Penentuan kadar ekstrak yang terukur dengan cara memasukkan rasio luas puncak dalam persamaan kurva baku sebagai y. Sehingga didapatkan nilai x yang merupakan kadar ekstrak yang terukur. y = bx + a y = rasio luas puncak x = Cekstrak (ng/2µl) Setelah mendapatkan kadar dalam ekstrak, maka menghitung kadar residu dalam sampel dengan persamaan:
Keterangan:
𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝐶𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑉𝑖𝑛𝑗 × 𝑉𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝑃 = 𝑚
Csampel
: kadar dalam sampel (ng/g)
Cekstrak
: kadar dalam ekstrak (ng/2µl)
Vinj
: volume injeksi (µl)
Vsampel
: volume sampel (µl)
P : faktor pengenceran m : berat sampel (g)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
Contoh: Sampel buah melon diambil pada hari ke-1 setelah aplikasi terakhir kemudian dibawa ke laboratorium untuk dipreparasi (homogenisasi). Sampel hasil homogenisasi ditimbang sebanyak 5 gram untuk segera dilakukan ekstraksi. Esktrak kering hasil clean up dilarutkan dengan 200µl hexan kemudian dilakukan pengenceran dengan mengambil sebanyak 40 µl dari larutan tersebut, lalu di add 200 µl hexan dan setelah itu diinjeksikan ke dalam GC sebanyak 2 µl. Setelah diinjeksikan, pada kromatogram diperoleh luas puncak DCB 24194,8; luas puncak difenokonazol 8276,8 dan 18714,5. Berapa kadar residu difenokonazol pada hari ke-1 setelah aplikasi terakhir tersebut? Diketahui: Persamaan kurva baku = y = -0.08989 + 3.50422 x Luas puncak DCB = 24194,8 Luas puncak difenokonazol 1 = 8276,8 Luas puncak difenokonazol 2 = 18714 -
Luas puncak difenokonazol = 8276,8 + 18714 = 26991,3 Rasio =
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑓𝑒𝑛𝑜𝑘𝑜𝑛𝑎𝑧𝑜𝑙 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑝𝑢𝑛𝑐𝑎𝑘 𝐷𝐶𝐵
26991,3
= 24194,8
= 1,1156 -
Cekstrak y = -0.08989 + 3.50422 x 1,1156 = -0.08989 + 3.50422 x x = 0,34401 ng/2µl
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
-
102
Csampel Vinj = 2 µl Vsampel = 200 µl P=
200 40
m = 5 gram 𝐶𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 =
0,34401 200 × 200 × 2 40
5
Csampel = 344,01 ng/g B. Contoh Penentuan Laju Disipasi Setelah didapatkan kadar sampel dengan satuan ng/g kemudian dikonversikan satuannya hingga menjadi mg/kg seperti pada contoh berikut:
Hari H-1
Rata-rata Kadar Residu Difenokonazol pada Sampel C whole C whole Ln C whole (ng/g) (mg/kg) 1,333 0,001 -6,62067
H0
41,773
0,042
-3,1755
H+1
22,186
0,022
-3,80829
H+3
25,638
0,026
-3,66367
H+5
20,198
0,020
-3,90215
H+7
11,768
0,012
-4,44237
H+14
6,760
0,007
-4,99677
Selanjutnya memplotkan antara hari dengan ln kadar sehingga diperoleh kurva laju disipasi dengan persamaan y = bx + a dimana b (slope) adalah laju disipasi dengan satuan hari-1 :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kurva Disipasi Residu Difenokonazol Siliran
0 0
-1 Ln mg/kg
103
5
10
15
-2 -3 -4 -5
y = -0.1186x - 3.4051 R² = 0.9014 Hari
-6
C. Penentuan PHI -
Pada kurva laju disipasi ditentukan titik potongnya Kurva Perpotongan Kadar vs Hari Pada Buah Melon Siliran
Kadar mg/kg
0.050 0.040
y = -0.0042x + 0.0406 R² = 0.9841
0.030
H7 - H14
0.020
Linear (H0 - H7)
0.010 0.000 0
-
H0 - H7
5
y = -0.0007x + 0.0168 R² = 1 10 Hari
15
Analisis kedua slope dengan software power fit H0 – H7 : Polynomial Degree is: 1 , based on 4 data points (#1 to #4) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.04084 - 0.00422 x higher degree is no significant improvement: F(1,1,95.0%) = 161.448 > F_obs = 1.949 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 4.08411E-002 1.60650E-003 3.39299E-002 4.77523E-002 a1 -4.22430E-003 3.52672E-004 -5.74150E-003 -2.70709E-003 Variance Y, S^2 =
3.327102804E-006
Covariance matrix of Coefficients: 2.58084E-006 -4.66416E-007
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
-4.66416E-007
1.24378E-007
Correlation Coefficient: -0.99310 x value at y = 0: 9.668 Std.Dev.: 0.539 Range: 7.3E+000 < x0 < 1.2E+001 H7-H14: Polynomial Degree is: 1 , based on 2 data points (#4 to #5) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.01700 - 0.00071 x Polynomial fits data exactly Correlation Coefficient: -1.00000 -
Uji signifikansi slope dua kurva hasil perpotongan dengan uji t thitung 13,25784
Α 0,05
ttabel
Keterangan
2,132
Berbeda signifikan
104
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
Lampiran 14. Contoh Uji Signifikansi Kadar Residu Difenokonazol pada Kulit dan Daging Buah Melon Siliran 1.
Analisis polynomial slope kurva kadar di kulit dan daging buah per hari dengan software power fit -
Slope kadar di kulit buah : Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.05169 - 0.00394 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 4.149 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 5.16923E-002 1.05384E-002 2.24361E-002 8.09485E-002 a1 -3.93846E-003 1.54267E-003 -8.22113E-003 3.44208E-004 Variance Y, S^2 =
3.093769231E-004
Covariance matrix of Coefficients: 1.11058E-004 -1.18991E-005 -1.18991E-005 2.37982E-006 Correlation Coefficient: -0.78721 x value at y = 0: 13.125 Std.Dev.: 2.3E+001 -
3.668 Range: 2.9E+000 < x0 <
Slope kadar di daging buah : Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = 0.00036 + 0.00006 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 7.941 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 3.58974E-004 6.59129E-004 -1.47086E-003 2.18881E-003
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
a1
6.15385E-005
Variance Y, S^2 =
9.64866E-005
-2.06322E-004
106
3.29399E-004
1.210256410E-006
Covariance matrix of Coefficients: 4.34451E-007 -4.65483E-008 -4.65483E-008 9.30966E-009 Correlation Coefficient: 0.30382 x value at y = 0: -5.833 Std.Dev.: 18.487 Range: -5.7E+001 < x0 < 4.5E+001 2.
Uji Signifikansi slope 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑆12 𝑆22
0,0015422
0,00009652
0,00000237
0,00000000931
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 254,56
Degrees of freedom = n1-1, n2-1 = 6-1, 6-1 = 5,5
Ftabel
= 5,05
Apabila Fhitung>Ftabel maka standar deviasi berbeda signifikan maka persamaan uji t yang digunakan adalah : 𝑡= 𝑡=
|𝑏1 −𝑏2 | 2
2
𝑆 𝑆 � 1+ 2
𝑛1 𝑛2
|−0,00394−0,00006| 2
�0,001542 +0,0000965 6
6
2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
0,004
𝑡=
0,00000237 0,00000000931 � + 6 6
𝑡=
�3,95×10−7 +1,552×10−9
𝑡=
107
0,004
0,004
�3,965×10−7 0,004
𝑡 = 6,297×10−4 𝑡 = 6,325
𝐷𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒𝑠 𝑜𝑓 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑑𝑜𝑚 =
�𝑆12 +𝑆22 � 4 𝑆1 𝑆4 + 2 2 2 𝑛1 (𝑛1 −1) 𝑛2 (𝑛2 −1)
𝐷𝑒𝑔𝑟𝑒𝑒𝑠 𝑜𝑓 𝑓𝑟𝑒𝑒𝑑𝑜𝑚 = 180 𝛼 = 0,05
𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 1,9732
thitung>ttabel maka slope berbeda signifikan artinya kadar residu difenokonazol di kulit lebih besar daripada di dalam daging buah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
Lampiran 15. Uji Signifikansi Pengaruh Kondisi Geografi Terhadap Laju Disipasi dengan ANOVA 1.
Analisis polynomial slope kurva laju disipasi masing-masing lahan dengan software power fit -
Slope lahan Siliran : Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = -3.40521 - 0.11859 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 0.269 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 -3.40521E+000 1.33757E-001 -3.77653E+000 -3.03388E+000 a1 -1.18592E-001 1.95800E-002 -1.72949E-001 -6.42354E-002 Variance Y, S^2 =
4.983880641E-002
Covariance matrix of Coefficients: 1.78909E-002 -1.91688E-003 -1.91688E-003 3.83375E-004 Correlation Coefficient: -0.94957 x value at y = 0: -28.714 Std.Dev.: 1.3E+001 -
5.619 Range: -4.4E+001 < x0 < -
Slope lahan Bantul: Polynomial Degree is: 1 , based on 5 data points (#1 to #5) POLYNOMIAL is: F(x) = -4.62461 - 0.16187 x higher degree is no significant improvement: F(1,2,95.0%) = 18.514 > F_obs = 7.017 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 -4.62461E+000 5.22406E-001 -6.28712E+000 -2.96210E+000
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
a1
-1.61872E-001
Variance Y, S^2 =
1.27454E-001
-5.67483E-001
109
2.43739E-001
5.328207541E-001
Covariance matrix of Coefficients: 2.72908E-001 -5.19825E-002 -5.19825E-002 1.62445E-002 Correlation Coefficient: -0.59132 x value at y = 0: -28.570 Std.Dev.: 25.096 Range: -1.1E+002 < x0 < 5.1E+001 -
Slope lahan Sleman : Polynomial Degree is: 1 , based on 6 data points (#1 to #6) POLYNOMIAL is: F(x) = -3.72928 - 0.17838 x higher degree is no significant improvement: F(1,3,95.0%) = 10.127 > F_obs = 0.006 Coefficients, Standard Deviations and 95.0% Confidence Limits are: Coefficient Std.Dev. Min.Limit Max.Limit a0 -3.72928E+000 3.16003E-001 -4.60655E+000 -2.85201E+000 a1 -1.78377E-001 4.62581E-002 -3.06796E-001 -4.99577E-002 Variance Y, S^2 =
2.781755910E-001
Covariance matrix of Coefficients: 9.98579E-002 -1.06991E-002 -1.06991E-002 2.13981E-003 Correlation Coefficient: -0.88770 x value at y = 0: -20.907 Std.Dev.: 2.0E+000 2.
6.826 Range: -4.0E+001 < x0 < -
Uji Signifikansi slope dengan ANOVA a. Variansi 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 lahan Siliran = 0,01952 = 0,0003802 Variansi 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 lahan Bantul = 0,12742 = 0,01623
Variansi 𝑠𝑙𝑜𝑝𝑒 lahan Sleman = 0,04632 = 0,002144
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. 𝑊𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 𝑊𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 =
110
0,0003802+0,01623+0,002144 0,01875
3
3
𝑊𝑖𝑡ℎ𝑖𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 0,00625
c. 𝐵𝑒𝑡𝑤𝑒𝑒𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 =
(−0,118+0,153)2 +(−0,162+0,153)2 +(−0,178+0,153)2 3−1
𝐵𝑒𝑡𝑤𝑒𝑒𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 =
(0,035)2 +(−0,009)2 +(−0,025)2
𝐵𝑒𝑡𝑤𝑒𝑒𝑛 − 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 = 0,000965
d. One-sided F test =
0,000965 0,00625
e. Ftabel (3, 15) = 3,682
2
= 0,1544
Fhitung< Ftabel artinya slope tidak berbeda signifikan sehingga kondisi geografi tidak mempengaruhi laju disipasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
BIOGRAFI PENULIS Penulis skripsi dengan judul “Asesmen Paparan Residu Fungisida Difenokonazol Pada Buah Melon (Cucumis melo L.) Terhadap Keamanan Konsumen Dibawah Pengaruh Kondisi Tropis Daerah Istimewa Yogyakarta” ini memiliki nama lengkap Serlika Rostiana. Penulis dilahirkan di Gunungkidul pada tanggal 27 September 1993 sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Abdul Halim Aliap dan Tuminah. Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis yaitu TK Islam Tunas Melati Yogyakarta (19971999). Sekolah Dasar (SD) Wojo III Bantul (1999-2005), Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah 4 Yogyakarta (2005-2008), Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kasihan Tirtonirmolo Bantul (2008-2011) dan pada tahun 2011 melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan kepanitiaan antara lain sebagai volunteer pada longmarch memperingati hari HIV/AIDS dunia oleh JMKI 2012, Panitia Pharmacope 2013 sebagai keamanan, Panitia Pengambilan Sumpah/Janji Apoteker Baru Angkatan XXIV 2013 sebagai penerima tamu, Panitia Pelepasan Wisuda Fakultas Farmasi 2013 sebagai koordinator konsumsi, dan Panitia dalam Komisi Pemilihan Umum Gubernur BEMF & Ketua DPMF Farmasi Periode 2014-2015 sebagai koordinator konsumsi pada tahun 2013.