PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah variabel. A. Latar Belakang Masalah Pernikahan sejatinya menjadi sesuatu yang membahagiakan bagi sepasang insan. Bagaimana tidak, dua orang yang saling mencintai diikat dalam janji suci untuk hidup bersama sampai maut memisahkan. Setelah menikah pasangan suami istri hidup bahagia dalam suatu rumah tangga. Agama juga menganjurkan pernikahan bagi pasangan yang sudah siap satu sama lain. Seperti yang tertera dalam hadist Nabi: “Wahai para pemuda, barang siapa yang telah mampu, hendaklah menikah, sebab dengan menikah itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kehormatan. Kalau belum mampu, hendaklah berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu” (HR. Bukhari dan Muslim). Satu hal yang perlu digaris bawahi dari hadits di atas adalah perintah menikah bagi para pemuda dengan syarat jika ia telah mampu, maksudnya adalah siap untuk menikah. Rifiani (2011: 131) mengatakan bahwa “kesiapan menikah dalam tinjauan hukum Islam meliputi 3 hal, yaitu: kesiapan ilmu, kesiapan harta atau materi, kesiapan fisik atau kesehatan”. Pada dasarnya pernikahan memiliki usia ideal baik untuk laki-laki maupun perempuan. Papalia dan Wendkos (Rifiani, 2011: 126),
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
berpendapat bahwa “usia terbaik untuk melakukan pernikahan bagi perempuan adalah 19 sampai dengan 25 tahun, sedangkan untuk laki-laki usia 25 sampai 28 tahun”. Pada usia tersebut organ reproduksi perempuan sudah berkembang dengan baik dan kuat, serta secara psikologis sudah dianggap matang untuk menjadi calon orang tua bagi anak-anaknya. Sementara kondisi fisik dan psikis laki-laki pada usia tersebut juga sudah kuat sehingga mampu menopang kehidupan keluarga dan melindunginya baik secara psikis, emosional, ekonomi, dan sosial. Pernikahan di Indonesia diatur oleh undang-undang, dalam pasal 7 ayat 1 UU perkawinan tahun 1974 menyebutkan bahwa usia minimum perkawinan untuk perempuan adalah 16 tahun, sedangkan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun pada tahun 2010 Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan merevisi undang-undang perkawinan tahun 1974. Batas usia perkawinan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki dalam undang-undang tahun 1974 diubah menjadi 18 tahun bagi perempuan dan laki-laki. Revisi ini dilakukan terkait dua hal yaitu untuk mencegah terjadinya pernikahan dini dan untuk melindungi hak dan kepentingan anak. Pada kenyataannya pernikahan dini masih banyak terjadi di Indonesia, dan ini jelas telah melangar undang-undang perlindungan anak. Jika dikaitkan dengan undang-undang perlindungan anak,
tentu
undang-undang
pernikahan
ini
sangat
bertentangan.
Berdasarkan UU perlindungan anak nomor 23 tahun 2002, disebutkan bahwa batas usia dewasa seorang anak adalah 18 tahun. Jika salah satu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
syarat pernikahan adalah dewasa, maka izin untuk melakukan pernikahan bagi seorang anak adalah pada usia di atas 18 tahun. Walaupun sudah ada revisi undang-undang perkawinan, sebagian masyarakat Indonesia masih belum mengindahkan undang-undang tersebut. Terbukti pernikahan dini masih banyak terjadi di Indonesia (Koban, 2010: 3). Berdasarkan sudut pandang biologis, menikah di usia dini banyak memberikan resiko khususnya bagi remaja putri. Pada remaja putri, organ reproduksi mereka belum seutuhnya siap untuk melakukan hubungan seksual. Jika hal ini dipaksakan dapat menyebabkan kerusakan alat reproduksi. Selain itu faktor kehamilan pada remaja usia di bawah 17 tahun banyak menimbulkan risiko. Pada usia ini kandungan remaja belum siap untuk mengandung dan melahirkan. Jika hal ini terjadi maka akan meningkatkan resiko komplikasi medis. Anatomi tubuh gadis remaja yang belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan berpotensi pada terjadinya komplikasi berupa obstructed labour dan obstetric fistula (Fadlyana , 2009). Data United Nations Population Fund (UNPFA) pada tahun 2003, mempertegas bahwa 15-30% persalinan pada usia dini akan disertai dengan komplikasi kronik, yaitu obstetric fistula (kerusakan pada organ kewanitaan yang menyebabkan kebocoran urin dan feses ke dalam vagina). Selain resiko obstetric fistula, penelitian Bayisenge (2010) menjelaskan bahwa kehamilan di usia yang sangat muda juga ternyata berhubungan dengan angka kematian ibu, fertilitas yang tinggi, kehamilan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
dengan jarak yang singkat, juga resiko tertular penyakit HIV (Fadlyana, 2009: 138). Berdasarkan data dari penelitian yang dilakukan oleh BKKBN tahun 2012, Indonesia berada diperingkat ke-37 dunia dalam kasus pernikahan di bawah usia 18 tahun. Indonesia juga masuk peringkat kedua ASEAN setelah Kamboja dalam kasus pernikahan dini. Indonesia sendiri memiliki banyak pulau yang di dalamnya juga memiliki kasus yang sama yaitu pernikahan dini. Provinsi dengan persentase tertinggi kasus pernikahan dini dengan usia dibawah 15 tahun adalah Kalimantan Selatan sebanyak 9 persen, lalu disusul oleh Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Banten. Selain provinsi-provinsi tersebut, D.I Yogyakarta juga termasuk kategori provinsi yang memiliki banyak kasus pernikahan usia dini, khususnya di daerah Gunung Kidul. Pernikahan dini umumnya terjadi karena dilatarbelakangi oleh faktor budaya dan tingkat pendidikan orangtua yang rendah (Rafidah, 2009: 52). Selain faktor budaya dan pendidikan, faktor lain seperti ekonomi dan pergaulan bebas juga merupakan penyebab terjadinya pernikahan dini. Berdasarkan penelitian Rifiani (2011: 126), terdapat empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini yaitu faktor pendidikan, ekonomi, budaya, dan pergaulan bebas. Pernikahan dini banyak terjadi khususnya di pedesaan, karena orang desa cenderung kurang memahami dampak dari pernikahan dini. Bagi mereka menikah adalah solusi untuk mengurangi beban pengeluaran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
rumah tangga. Tanpa memikirkan dampak, para orangtua menikahkan anak-anak mereka walaupun masih berusia belia. Padahal salah satu hal yang harus dipikirkan setelah menikah adalah dampak dari pernikahan itu. Ketidakmatangan usia tentu akan mempengaruhi psikologis, terlebih bagi anak yang berada pada usia remaja. Salah satu kabupaten dimana banyak terjadi pernikahan dini adalah Gunung Kidul. Salah satu desa yang disoroti karena kasus pernikahan dini adalah desa Jurangjero, kecamatan Ngawen, Gunung Kidul. Berdasarkan data dari Pengadilan Agama Wonosari, angka dispensasi untuk menikah diusia dini pada tahun 2014 sebanyak 146 kasus dan pada tahun 2015 sebanyak 15 kasus. Pada umumnya pernikahan dini yang banyak terjadi di Gunung Kidul sebagian besar disebabkan oleh hamil diluar nikah atau biasa dikenal dengan sebutan “married by accident”. Namun sebagian besar juga terjadi karena keinginan pasangan muda itu sendiri. Bagi pasangan muda yang sudah terlanjur hamil, menikah adalah hal yang mutlak harus dilakukan. Demi menjaga nama baik keluarga, menikah di usia muda terpaksa harus dilakukan. Berbeda dengan mereka yang memang sudah siap menikah di usia muda, mereka menikah tanpa keterpaksaan. Dua pasangan ini tentu memiliki dampak yang berbeda yang mereka rasakan setelah menikah. Pada dasarnya menikah adalah baik karena merupakan suatu hal yang dilakukan untuk menyempurnakan ibadah. Namun pernikahan dini banyak disoroti karena di dalamnya terdapat dua dampak, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Para pakar agama khususnya Islam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
memandang menikah dini itu baik karena dapat menghindarkan sepasang laki-laki dan perempuan dari perzinahan. Menikah juga dapat membuat hati nyaman karena sudah tidak ada hal yang perlu ditakutkan lagi untuk dilakukan bagi sepasang laki-laki dan perempuan. Namun jika dilihat lebih jauh lagi ada dampak negatif juga yang ditimbulkan dari menikah dini. Misalnya usia yang belum matang membuat pasutri muda ini memiliki sifat egois sehingga muncullah masalah seperti KDRT, perselingkuhan, dan perceraian. Selain itu perempuan muda memiliki tingkat kesuburan yang sangat tinggi sehingga jika tidak diatur perempuan muda dapat dengan mudah melahirkan anak. Slogan “banyak anak banyak rejeki” memang tidak salah, namun memiliki banyak anak bagi pasangan muda dapat menimbulkan masalah. Salah satunya dapat memicu pertengkaran dalam rumah tangga. Banyaknya masalah yang dialami oleh pasangan muda tentu tidak bisa didiamkan begitu saja, oleh karena itu perlu adanya program untuk memberikan gambaran bagi pasangan muda dalam menangani problema rumah tangganya. Sebagai manusia tentu kita tidak bisa melawan takdir. Jika ada pasangan yang ditakdirkan menikah muda maka itu adalah jalan Tuhan. Namun diperlukan suatu program yang dapat memberikan gambaran bagi pasangan muda untuk mantap menikah. Hal ini dapat menjadi bekal bagi pasangan muda untuk mengatasi dampak negatif yang mungkin akan muncul dalam perjalanan rumah tangga mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
Berdasarkan pengamatan peneliti tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan dini, maka peneliti tertarik untuk mengangkat judul “DAMPAK PERNIKAHAN DINI PADA PASUTRI DAN
IMPLIKASINYA
PADA
PENYUSUNAN
PROGRAM
BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA (Studi Kasus pada Dua Pasang Suami Istri di Desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul)” dalam pemenuhan tugas akhir. Melalui skripsi ini peneliti berharap dapat mengungkap dampak apa saja yang ditimbulkan dari prnikahan dini dan membuat program bimbingan dan konseling keluarga bagi pasangan muda agar dapat mengatasi permasalahan yang timbul akibat dampak negatif dari pernikahan dini. B. Identifikasi Masalah Berangkat dari latar belakang masalah di atas, terkait dengan fenomena pernikahan dini dapat diidentifikasikan berbagai masalah sebagai berikut: 1.
Bagi wanita di desa Jurangjero jika sudah lulus SD atau SMP dan tidak bekerja maka dianjurkan untuk menikah.
2.
Faktor ekonomi menjadi salah satu alasan mengapa dilakukannya pernikahan dini.
3.
Faktor pendidikan orangtua juga menjadi salah satu penyebab dilakukannya pernikahan dini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.
8
Selain faktor ekonomi dan pendidikan, faktor budaya dan pergaulan bebas juga mempengaruhi banyaknya kasus pernikahan dini di desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul.
5.
Belum adanya program bimbingan yang memberikan gambaran mengenai dampak negatif dan positif pernikahan dini di kalangan remaja desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul.
C. Fokus Penelitian Dalam penelitian ini, fokus kajian di arahkan untuk masalahmasalah yang teridentifikasi di atas khususnya masalah mengenai dampakdampak negatif dan positif apa saja dibalik terjadinya pernikahan dini di kalangan remaja desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul. D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.
Dampak-dampak negatif apa saja yang terjadi pada pasangan yang menikah di usia dini?
2.
Dampak-dampak positif apa saja yang terjadi pada pasangan yang menikah di usia dini?
3.
Program bimbingan dan konseling keluarga apa yang cocok untuk diberikan pada pasangan muda dalam mengatasi dampak negatif dari pernikahan dini?
E. Tujuan Penelitian 1.
Mengeksplorasi dampak-dampak negatif yang terjadi pada pasangan yang menikah di usia dini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
9
Mengeksplorasi dampak-dampak positif yang terjadi pada pasangan yang menikah di usia dini.
3.
Membuat program bimbingan dan konseling keluarga untuk diberikan pada pasangan muda dalam mengatasi dampak negatif dari pernikahan dini.
F. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, diharapkan muncul beberapa manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap pengembangan pengetahuan mengenai dampak pernikahan dini pada pasutri desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul, khususnya dampak apa saja yang dialami para pasutri dari pernikahan dini di desa tersebut. 2. Manfaat Praktis a. Bagi para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Hasil penelitian ini dapat menjadi tolak ukur yang dapat digunakan oleh Program Studi untuk mengetahui dampak dibalik pernikahan dini pada pasutri di desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul. Selain itu, Program Studi juga dapat menentukan langkahlangkah
yang
dapat
diberikan
kepada
mahasiswa
dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
memberikan bimbingan dan konseling keluarga terkait persiapan pernikahan. b. Bagi Remaja di Desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul Bagi pasutri di desa Jurangjero, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai dampak positif dan negatif pernikahan dini. Selain itu penelitian ini juga dapat digunakan sebagai gambaran mengenai permasalahan pernikahan dini yang banyak terjadi. Sehingga bagi remaja yang mungkin belum
menikah
akan
memperoleh
gambaran
seperti
apa
sebenarnya pernikahan dini itu, faktor-faktor apa saja yang melatar belakangi terjadinya pernikahan dini, dan apa saja dampak positif dan negatif dari pelaksanaan pernikahan di usia dini. c. Bagi Peneliti Manfaat penelitian ini bagi saya sebagai seorang pendidik adalah sebagai referensi dalam memberikan bimbingan yang bersifat preventif mengenai dampak pernikahan dini bagi peserta didik. Selain itu saya juga ingin memberikan bimbingan yang bersifat kuratif bagi pasangan muda dalam menjalani rumah tangga mereka. G. Batasan Istilah Variabel Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang belum memasuki usia dewasa, yaitu pasangan yang menikah sebelum usia 16 tahun bagi wanita dan sebelum usia 19 tahun bagi pria.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini dipaparkan mengenai teori pernikahan dini, teori konsep remaja, teori bimbingan dan konseling keluarga, serta penelitian yang relevan. A. Pernikahan Dini 1. Pengertian Pernikahan Dini Pernikahan menurut Thalib adalah suatu perjanjian yang suci, kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal, santun menyantuni, kasih mengasihi, tentram dan bahagia (Ramulyo: 2002). Menurut Ghozali (2012: 7) pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh. Secara Hukum, disebutkan dalam Undang-Undang perkawinan No.1 Pasal 1 Tahun 1974 bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga atau keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian dijelaskan lebih lanjut pada pasal 7 ayat 1 bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Sejalan
dengan
definisi
undang-undang
perkawinan,
Romauli dan Vindari (2012: 110) mengungkapkan bahwa
11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan pada usia remaja, dimana biasanya remaja wanita berusia 15 tahun dan remaja pria berusia 18 tahun . Menurut United Nations Populations Fund Associations (UNPFA, tahun: 2006) pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh remaja 18 tahun, yang secara fisik, fisiologis, dan psikologis
belum
memiliki
kesiapan
untuk
memikul
tanggungjawab perkawinan. Usia pernikahan dini berbeda-beda tergantung dari budaya dan tempat kejadian. Jadi dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan di bawah usia 16 tahun (bagi perempuan) dan di bawah19 tahun bagi laki-laki (Fadlyana, 2009:137). 2. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan Dini Menurut penelitian Rifiani (2011: 126-127), secara umum sebagian masyarakat yang melangsungkan pernikahan dini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a.
Faktor ekonomi Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup dalam garis kemiskinan. Bagi keluarga yang memiliki banyak anak khususnya anak perempuan, menikahkan anaknya diusia yang masih remaja adalah salah satu hal yang dilakukan untuk meringankan beban ekonomi keluarga. Hal ini dikarenakan jika anaknya sudah menikah maka akan menjadi tanggungan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
pasangannya dan lepas dari keluarga. Oleh karena itu faktor ekonomi menjadi salah satu alasan mengapa sebagian orangtua menikahkan anaknya di usia yang seharusnya belum menikah. b.
Faktor pendidikan Pernikahan dini umumnya banyak terjadi di pedesaan. Hal ini dikarenakan rendahnya pendidikan yang ditempuh sebagian masyarakat pedesaan. Rendahnya pendidikan juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi, karena sebagian dari masyarakat pedesaan memiliki mata pencaharian yang rendah, yaitu hanya sebagai petani atau buruh. Rendahnya pendidikan juga menyebabkan
sebagian
masyarakat
pedesaan
kurang
memahami dampak dari pernikahan dini. Bagi sebagian masyarakat pedesaan menikah adalah salah satu hal yang lebih baik dilakukan jika sudah tidak menempuh pendidikan lagi. c.
Faktor budaya Budaya adalah bagian dari masyarakat yang mengakar selama turun temurun. Pernikahan dini juga merupakan budaya di beberapa daerah tertentu. Bagi daerah tertentu menikah di usia dini bukanlah suatu masalah. Bahkan budaya di suatu daerah tertentu menyatakan bahwa tidak menikahkan anaknya di usia muda merupakan suatu aib keluarga. Maka anak yang sudah menginjak remaja atau sudah berusia di atas 14 tahun sebaiknya disarankan untuk segera menikah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
d.
14
Faktor keinginan sendiri Menikah di usia muda terkadang juga menjadi keinginan bagi pasangan sendiri. Tidak selamanya pasangan yang menikah muda dipaksa oleh keinginan orangtua. Bagi sebagian remaja yang sudah tidak sekolah dan tidak bekerja, menikah adalah hal yang mereka pilih. Menurut mereka dari pada menganggur dan tidak ada pekerjaan, lebih baik menikah dan mengurus
rumah
tangga.
Selain
itu
menikah
juga
menghindarkan mereka dari perbuatan yang dilarang agama. e.
Faktor pergaulan bebas Seperti kita ketahui salah satu dampak dari pergaulan bebas adalah kehamilan yang tidak diinginkan atau hamil di luar nikah.
Keadaan
ini
memaksa
pasangan
untuk
segera
melangsungkan pernikahan. Dampak pergaulan bebas yang dialami remaja memang memberi sumbangan besar dalam kasus pernikahan di usia dini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor pergaulan bebas adalah salah satu faktor terbesar dalam kasus pernikahan di usia dini. 3. Dampak-dampak Pernikahan Dini Dampak dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik negatif maupun positif. Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh wanita yang berusia di bawah 16 tahun dan pria di bawah usia 19
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tahun.
15
Jadi dapat disimpulkan bahwa dampak pernikahan dini
adalah pengaruh kuat dari pernikahan yang mendatangkan akibat baik negatif maupun positif. Pada dasarnya pernikahan adalah baik, karena pernikahan merupakan penyempurnaan ibadah. Namun pernikahan yang dilakukan di usia yang sangat muda biasanya memberikan dampak bagi pasutri. Berangkat dari pengertian dampak, Walgito (1984: 25) mengungkapkan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi pernikahan adalah usia. Usia mempengaruhi pernikahan baik dari segi fisik, psikologis, dan sosial-ekonomi. Undang-undang perkawinan membatasi usia menikah bagi wanita 16 tahun dan bagi pria 19 tahun. Pernikahan juga diizinkan bagi pria dan wanita yang belum memasuki usia tersebut dengan jalan mengajukan dispensasi. Pernikahan ini sering kita kenal dengan sebutan “pernikahan dini”. Berikut uraian dampak-dampak dari pernikahan dini ditinjau dari segi fisik, psikologis, dan sosial-ekonomi: a.
Dampak dari segi fisik Secara fisik tidak ada yang salah dengan umur yang ditentukan oleh undang-undang. Bahkan yang menikah di usia dini pun tidak ada masalah. Hanya saja pemerintah menentukan usia tersebut tidak dibarengi dengan memikirkan dampak yang terjadi. Pada usia tersebut dari segi fisik seseorang
umumnya
sudah
matang,
khususnya
organ
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
reproduksi. Pada wanita ditandai dengan datangnya menstruasi dan pada pria ditandai dengan mimpi basah. Artinya pada usia ini seseorang sudah dapat memproduksi keturunan. Memiliki keturunan merupakan salah satu tujuan menikah. Namun perlu diketahui bahwa pernikahan yang dilakukan di usia muda umumnya akan menimbulkan masalah secara fisik khususnya dialami pada remaja putri. Romauli dan Vindari (2012: 111) mengungkapkan bahwa “alat reproduksi remaja belum siap untuk menerima kehamilan sehingga dapat menyebabkan berbagai bentuk komplikasi”. Papalia dan Old (2008: 607) dalam bukunya Human Development mengungkapkan bahwa: Remaja yang hamil sering kali mengalami akibat yang buruk. Bayinya cenderung prematur atau kekurangan berat badan yang berbahaya atau dipuncak resiko kematian setelah kelahiran, masalah kesehatan, dan ketidakmampuan berkembang yang bisa terus berlanjut sampai dewasa. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa dampak yang umumnya banyak terjadi pada remaja yang hamil adalah keguguran, prematur, dan berat bayi lahir rendah. Hal ini dikarenakan kandungan remaja masih belum kuat untuk hamil. Banyaknya kasus keguguran dan prematur pada remaja putri perlu diperhatikan karena tingkat keguguran dan prematur pada wanita hamil dan melahirkan di bawah usia 20 tahun 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan pada wanita di atas usia 20 tahun (Romauli dan Vindari, 2012: 111). Selain itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
persalinan yang dilakukan pada remaja putri juga dapat menyebabkan komplikasi kronik yaitu obstetric fistula. Fistula merupakan
kerusakan
pada
organ
kewanitaan
yang
menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina. Wanita berusia kurang dari 20 tahun sangat rentan mengalami obstetric fistula. Obstetric fistula ini dapat terjadi pula akibat hubungan seksual di usia dini. b.
Dampak dari segi psikologis Secara psikologis, usia juga memberi pengaruh pada pernikahan, terlebih pada pernikahan usia muda. Kedewasaan seseorang memang tidak dilihat dari usia, ada orang yang usia muda tetapi sudah dewasa atau bahkan sebaliknya. Namun pada umumnya seseorang yang berusia 15 dan 18 tahun belum dapat dikatakan dewasa secara psikologis. Pada usia itu seseorang masih digolongkan remaja yang secara psikologis belum memiliki kematangan dalam berpikir. Menjalani pernikahan dibutuhkan kedewasaan, jika seseorang belum memiliki kematangan dalam berpikir maka ia belum dewasa. Oleh sebab itu pasutri muda umumnya sering
mengalami
keributan karena keegoisan masing-masing. Akibatnya adalah mereka mengalami stres dan frustrasi yang bisa berujung pada perceraian. Berikut uraian mengenai hal-hal yang memberikan dampak-dampak yang terjadi secara psikologis:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
1) Perasaan setelah menikah Perasaan setelah menikah memberi dampak pada segi psikologis. Pernyataan perasaan setelah menikah yang
diungkapkan
oleh
pasangan
dapat
menggambarkan siap atau tidak siapnya pasangan ini menikah. Perasaan dipengaruhi oleh kematangan berpikir bagi pasangan. Seperti kita ketahui bahwa kematangan berpikir usia remaja belum sempurna, sehingga kemampuan berpikir yang belum matang dapat mendatangkan pikiran negatif. berpikir negatif
Jika pasangan
maka akan memberikan dampak
negatif pula, contohnya munculnya perasaan takut dan ragu-ragu. Menurut Elkind (dalam Papalia dan Old, 2008: 561) “salah satu karakteristik pemikiran remaja yang belum matang adalah ragu-ragu”. Maksud dari ragu-ragu adalah pada dasarnya remaja menyimpan berbagai alternatif dalam pikiran mereka pada waktu yang sama, namun karena kurangnya pengalaman mereka kekurangan strategi efektif untuk memilih. 2) Adaptasi dengan keluarga pasangan Adaptasi dengan keluarga pasangan berkaitan dengan kecakapan individu untuk menyesuaikan diri dengan suasana baru khususnya suasana keluarga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
pasangan yang tentu berbeda dengan keluarga asalnya. Hal ini tidak mudah karena individu harus berhadapan dengan suasana dan orang-orang yang jauh berbeda dengan dia dan keluarga asalnya. Terlebih lagi dalam diri remaja ada sifat yang disebut egosentrisme, dimana remaja belum bisa berpikir dari sudut pandang orang lain (Santrock, 2003: 122). Remaja hanya berpikir dari sudut pandang dirinya, yang artinya remaja merasa bahwa apa yang ia lakukan sudah benar menurut pandangannya. Selain itu remaja juga sensitif, artinya ia bisa salah mengartikan suatu hal karena ia merasa tersakiti hatinya. Jika individu susah beradaptasi dengan lingkungannya maka dapat memberikan dampak negatif yaitu stres dan munculnya perasaan tidak dihargai. Selain itu dapat berdampak pula pada relasi antara individu dengan keluarga pasangan, cotohnya sering terjadi kesalahpahaman antara istri/ suami dengan ibu/ ayah mertua. 3) Adaptasi dengan status baru sebagai kepala keluarga dan ibu rumah tangga Menjalani tugas baru sebagai ibu rumah tangga/ kepala keluarga memberi dampak pada segi psikologis. Menerima perubahan status dari lajang menjadi ibu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
rumah tangga atau kepala keluarga memang tidak mudah. Terlebih pada pasangan yang menikah di usia muda. Faktor usia yang masih muda, ketidaksiapan untuk menikah, belum adanya pengalaman, pemikiran yang belum matang, dan sikap egois dapat memberikan dampak negatif bagi pasangan muda (Walgito, 1984: 25). Dampak negatif yang dihasilkan antara lain adalah munculnya sikap tidak peduli. 4) Pribadi: berkumpul dengan teman sebaya Berkumpul dengan teman sebaya memberi dampak pada segi psikologis dan sosial. Berkumpul dengan teman merupakan sifat umum remaja. Hal ini mereka lakukan
guna
mencari
jati
dirinya.
Selain
itu
perkembangan sosial remaja juga dipengaruhi oleh teman sebaya. Robinson (dalam Papalia dan Old, 2008: 617)
mengungkapkan
bahwa
“sumber
dukungan
emosional penting sepanjang transisi masa remaja yang kompleks adalah peningkatan keterlibatan remaja dengan teman sebayanya”. Berdasarkan pernyataan Robinson dapat disimpulkan bahwa dalam mengalami perubahan fisik dan psikologis yang cepat, remaja membutuhkan orang lain yang juga mengalami perubahan yang sama.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Burhmester (dalam Papalia dan Old, 2008: 618) mengatakan bahwa: Teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral; tempat bereksperimen; dan setting otonomi dan independensi dari orang tua, yang juga merupakan tempat latihan bagi intimasi orang dewasa. Berdasarkan pernyataan Burhmester tersebut tidak heran jika remaja sangat menyenangi berkumpul dengan teman sebaya sebagai tempat untuk melepas stres. Terlebih bagi remaja yang sudah disibuki dengan pekerjaan. Namun jika hal ini terjadi terus menurus tanpa
adanya
kontrol
dari
dalam
diri
dapat
menimbulkan dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan antara lain adalah munculnya perasaan tidak peduli dan terbawa pengaruh buruk dari teman. Namun jika kumpul dengan teman sebaya diimbangi dengan kontrol diri maka akan memberikan dampak positif,
diantaranya
yaitu
tempat
untuk
mengekspresikan diri dan tempat untuk melepas penat. 5) Kesulitan mengurus anak Papalia dan Old (2008: 608) dalam bukunya “Human
Development”
mengungkapkan
bahwa
“individu yang menjadi orangtua di usia remaja cenderung kurang dewasa, kurang terampil, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
kekurangan dukungan sosial untuk menjadi orangtua yang baik”. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan remaja yang menjadi orangtua umumnya mengalami kesulitan dalam mengurus anak. Dampak negatif yang ditimbulkan dari kesulitan mengurus anak adalah ketidakpedulian orangtua terhadap tumbuh kembang anak. 6) Mengatasi masalah rumah tangga/pribadi Mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi memberi dampak pada segi psikologis. Setiap pasangan pasti memiliki masalah rumah tangga, baik pasangan yang menikah di usia matang maupun pasangan yang menikah di usia muda. Perbedaannya adalah tingkat kematangan pikiran, pada umumnya pasangan yang menikah di usia matang dapat menyelesaikan masalah dengan mengkomunikasikan masalahnya. Namun bagi pasangan yang menikah muda jika ada masalah cenderung masih sangat emosi. Hal ini dikarenakan salah satu karakteristik ketidakdewasaan pemikiran remaja yaitu menunjukkan hipocrisy. Menurut Elkind (dalam Papalia dan Old, 2008: 562) yang dimaksud dengan menunjukkan hipocrisy adalah “bahwa remaja sering
kali
tidak
menyadari
perbedaan
antara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
mengekspresikan sesuatu yang ideal dan membuat pengorbanan yang dibutuhkan untuk mewujudkannya”. Dampak
dari
ketidakdewasaan
dalam
mengatasi
masalah rumah tangga/ pribadi adalah stres dan meningkatnya
emosi.
Bahkan
ketidakdewasaan
pasangan muda dalam mengatasi masalah juga bisa berujung pada perceraian dan KDRT (Rifiani, 2011: 128) 7) Mengatasi emosi Mengatasi emosi memberi dampak pada segi psikologis. Seperti kita ketahui remaja masih memiliki emosi
yang belum
egosentrisme. Sifat
matang dan memiliki egosentrisme
sifat
adalah ketidak-
mampuan remaja melihat sesuatu dari sudut pandang oranglain
(Santrock,
2003:122).
Hal
ini
tentu
mempengaruhi remaja dalam mengatasi emosi. Salah satu hal yang merupakan mengatasi emosi adalah mengatur marah. Marah adalah perasaan emosi yang negatif. Jika seseorang dapat mengatasi emosinya dengan baik maka ia juga dapat mengatur marahnya dengan baik. Pada pasangan yang menikah muda, usia yang masih tergolong remaja tentu memberi pengaruh dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
diri mereka yaitu belum mampu mengatur emosi dengan baik. Hal ini dapat memberikan dampak negatif bagi pasangan suami istri yang mungkin berujung pada hal-hal yang tidak dinginkan. Dampak negatif yang mungkin muncul adalah stres dan keinginan untuk bercerai, melampiaskan marahnya pada suatu benda (contohnya menendang benda yang ada disekitarnya ketika sedang marah). Namun tidak semua remaja tidak dapat mengatasi emosinya. Belajar dari pengalaman, remaja yang telah menikah nyatanya dapat mengatasi emosi dengan baik. Hal ini tentu memberi dampak positif yaitu adanya perasaan lega. Maka dapat disimpulkan bahwa mengatasi emosi juga dapat memberikan dampak positif. 8) Persepsi hal baik dan kurang baik dari pernikahan dini Hal baik dan kurang baik dari pernikahan usia muda memberi dampak pada segi psikologis. Pernyataan tentang
pernikahan
usia
muda
menggambarkan
pemikiran pasangan suami istri tentang pernikahan usia muda. Hasil pemikiran para pasangan suami istri akan menunjukkan dampak apa yang mereka alami. Hasil pemikiran ini juga menunjukkan seberapa tinggi tingkat kematangan berpikir para pasangan muda ini. Dampak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
negatif yang umumnya terjadi adalah munculnya pemikiran dan perasaan takut dan ragu. Selain kematangan dalam berpikir, Walgito (1984: 42) menuliskan beberapa faktor psikologis yang diperlukan dalam pernikahan yaitu “ kematangan emosi dan pikiran, sikap toleransi, sikap saling pengertian, menerima, dan percaya antara suami dan istri”. Jika faktor-faktor ini tidak ada dalam pernikahan maka dapat berdampak negatif pada pasutri muda. c.
Dampak dari segi sosial-ekonomi Hal
terakhir
dimana
memberi
pengaruh
pada
pernikahan adalah kematangan sosial-ekonomi. Dilihat dari segi sosial-ekonomi, usia juga memberi pengaruh dalam pernikahan. Kematangan sosial-ekonomi seseorang pada umumnya
berkaitan
erat
dengan
usianya.
Semakin
bertambahnya usia seseorang, maka semakin kuat dorongan untuk mencari nafkah kehidupan (Walgito, 1984: 26). Hal yang paling penting dalam pernikahan adalah mencari nafkah untuk membiayai hidup. Umumnya ada sebagian pasangan muda yang belum siap secara sosial-ekonomi. Sebagian dari mereka ada yang belum bekerja dan masih menggantungkan hidupnya pada orangtua. Hal ini dapat berdampak negatif bagi pasutri muda diantaranya yaitu stres.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
d.
26
Dampak dari segi hukum Di Indonesia pernikahan sendiri diatur oleh undangundang yang membatasi usia pernikahan. Undang-undang pernikahan pasal 7 ayat 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa usia minimum perkawinan untuk perempuan adalah 16 tahun, sedangkan untuk laki-laki adalah 19 tahun. Namun undangundang itu tidak menjelaskan apakah pada usia itu orang sudah dikatakan dewasa atau belum. Ketidakjelasan undang-undang tersebut membuat sebagian orang tidak memikirkan apakah menikah perlu menunggu usia dewasa atau tidak. Bagi mereka jika seorang anak sudah dipandang layak untuk menikah, maka akan dinikahkan. Seperti yang terjadi pada masyarakat Toraja, budaya yang kuat serta pengetahuan yang kurang tentang dampak pernikahan dini membuat masyarakat Toraja tidak mempermasalahkan pernikahan walaupun di usia yang masih sangat
muda.
Bagi
mereka
jika
sudah
melaksanakan
pernikahan sesuai adat maka pernikahan itu sah. Selain ketidakjelasan undang-undang, pernikahan dini juga sudah melanggar undang-undang perlindungan anak. Keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang undang-undang membuat sebagian masyarakat tidak tahu jika anak dilindungi oleh undang-undang. Jika pernikahan dini terus dilakukan, maka anak-anak telah kehilangan haknya. Apalagi masa-masa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
itu adalah masa peralihan anak-anak menuju remaja. Selain kehilangan haknya, mereka juga kehilangan masa remajanya yang sangat berharga. Hal ini dikarenakan pemerintah kurang mensosialisasikan tentang undang-undang pernikahan serta perlindungan anak (Landung, Thaha, & Abdullah, 2009: 93). Namun pada dasarnya tidak selalu dampak negatif yang ditimbulkan dari pernikahan usia muda. Ada dampak positif yang dihasilkan dari pernikahan dini jika pasangan sudah mantap menikah dan memiliki tujuan yang sama dalam pernikahan. Bowman (1954: 28) dalam bukunya Marriage for Moderns mengungkapkan bahwa: People marry for one of a number of reasons, such reason as love, economic security, the desire for a home and children, emotional security, parent’s wishes, escape from loneliness or from a parental home situation, money, companionship, sexual attraction, protection, social position and prestige. Pernikahan yang didasari oleh tujuan yang sama dapat memberikan dampak positif bagi pasutri, termasuk pernikahan yang dilakukan pada usia muda. Walaupun dari segi usia mereka masih muda tetapi mereka mantap dan memiliki komitmen untuk menjalani pernikahan. Dampak yang mereka dapat adalah rasa aman, saling mengasihi, dan saling percaya. Adhim (2002: 82) mengungkapkan bahwa “pernikahan dengan tujuan yang baik dan dibekali dengan tanggung jawab akan mendatangkan hal yang positif”. Hal ini berarti pernikahan yang dilandaskan dengan tujuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
yang baik dan tanggung jawab akan memberi dampak positif bagi pasutri, termasuk pernikahan pada usia muda. Selain itu dampak positif yang dihasilkan dari pernikahan dini adalah frekuensi yang lama dalam membesarkan anak. Pasangan yang menikah muda biasanya akan memiliki anak pada usia yang juga masih muda. Hal ini tentu menguntungkan karena jarak orangtua dan anak tidak terlalu jauh. Sehingga orangtua dapat membesarkan dan mendidik anak dalam waktu yang lama dan dengan metode yang tidak kuno. B. Konsep Remaja yang Menikah Dini 1. Pengertian Remaja Remaja adalah individu yang berada diantara masa kanakkanak akhir dan masa dewasa awal. Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan” (Ali & Asrori, 2009: 9). Jadi dapat dikatakan bahwa remaja adalah individu
yang
sedang
dalam
masa
pertumbuhan
menuju
kematangan baik secara fisik maupun psikologis. Usia remaja berlangsung antara 12 sampai 22 tahun, namun terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Menurut Mappiare: 1982 (dalam Ali & Asrori, 2009: 9), usia remaja berlangsung antara umur 12 sampai dengan 21 tahun bagi perempuan dan 13 sampai 22 tahun bagi laki-laki. Usia remaja adalah usia individu yang umumnya duduk dibangku sekolah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
menengah. Dapat kita lihat bahwa perempuanlah yang lebih cepat mengalami perubahan fisik dari pada laki-laki. Maka banyak yang mengatakan bahwa perempuan lebih cepat mengalami pubertas dan lebih cepat dewasa dari pada laki-laki. Hal ini dikarenakan perbedaan usia dalam hal kematangan baik secara fisik maupun psikologis. 2. Hakekat Perkembangan Remaja yang Belum Menikah dan yang Sudah Menikah a.
Perkembangan dari segi fisik Menurut Papalia dan Olds: 2001 (dalam Jahja, 2011: 220), perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan keterampilan motorik. Masa remaja ditandai dengan adanya perubahan baik dari segi fisik dan psikologis. Perubahan fisik atau tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Perubahan pada otak meliputi struktur otak yang semakin sempurna untuk meningkatkan kemampuan kognitif (Jahja, 2011: 221). Santrock (2003: 90), dalam bukunya Adolescence lebih jelas lagi mengungkapkan bahwa perkembangan fisik remaja
laki-laki
meliputi
bertambahnya
ukuran
penis,
tumbuhnya rambut kemaluan, sedikit perubahan suara, ejakulasi
pertama,
pertumbuhan
rambut
ketiak,
dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
pertumbuhan rambut diwajah. Pada remaja perempuan ditandai dengan
payudara
membesar,
tumbuhnya
rambut
pada
kemaluan, tumbuhnya rambut ketiak, pinggul menjadi lebar, dan menstruasi. Seperti telah kita ketahui bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Masa peralihan ini ditandai dengan perkembangan fisik dan psikologis. Bagi remaja pada umumnya, perkembangan fisik merupakan hal yang biasa, khususnya perkembangan pada organ reproduksi. Pada remaja perempuan perkembangan reproduksi ditandai dengan menstruasi, sedangkan pada remaja laki-laki ditandai dengan mimpi basah. Perkembangan itu menandakan bahwa mereka akan menuju pada kedewasaan. Namun bagi mereka yang menikah di usia remaja, perkembangan reproduksi menjadi permasalahan, khususnya bagi remaja perempuan. Berkembangnya organ reproduksi pada remaja perempuan menyebabkan mereka sudah dapat hamil. Kehamilan pada usia remaja dapat menyebabkan beberapa masalah diantaranya berat bayi lahir sangat rendah kematian pada bayi, kematian pada ibu, dan kanker serviks (Santrock, 2003: 413). Hal ini dikarenakan organ reproduksi remaja perempuan baru beralih dari bentuk organ anak-anak menjadi organ dewasa. Namun pada dasarnya organ tersebut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
belum siap jika digunakan untuk kehamilan, karena secara fisik remaja memang belum siap melahirkan. (Romauli & Vindari, 2012: 110-111). b.
Perkembangan dari segi kognitif Seperti dituliskan sebelumnya bahwa struktur otak remaja berkembang untuk menunjang perkembangan kognitifnya. Berbeda dengan anak-anak yang berpikir konkrit atau nyata, secara kognitif remaja sudah dapat berpikir abstrak. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Piaget (dalam Jahja, 2011: 231) menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal. Pada tahap ini remaja dianggap sudah dapat berpikir lebih tinggi, dimana remaja dapat berpikir tentang konsekuensi dari tindakannya termasuk ancaman yang mungkin akan membahayakannya. Menurut Piaget (dalam Jahja, 2011: 232) ada satu hal perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum hilang sepenuhnya saat remaja yaitu kecenderungan cara berpikir egosentrisme. Menurut Papalia dan Olds (dalam Jahja, 2011: 233) egosentrisme adalah ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain. Seperti kita ketahui remaja merupakan individu yang sangat berpikir egois. Jika ia ingin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
melakukan suatu hal maka ia akan melakukannya tanpa berpikir panjang kedepan (Jahja, 2011). Seperti kita ketahui pada usia remaja perkembangan kognitif mulai memasuki tahap operasional formal. Namun perlu diingat bahwa perkembangan kognitif masa kanakkanaknya juga belum hilang sepenuhnya, oleh karena itu remaja pada masa ini sering disebut labil. Mereka ingin disebut dewasa namun terkadang perilaku masih menunjukkan mereka masih anak-anak. Remaja yang merasa dirinya sudah dewasa terkadang melakukan tindakan yang menurutnya benar namun salah. Seperti misalnya bergaul dengan siapapun yang ia anggap benar, padahal tidak semua teman bergaulnya benar. Hal itulah yang bisa menyebabkan remaja terjerumus ke dalam hal negatif. Bagi mereka yang telah menikah, mereka dihadapi pada hal yang nyata namun pada dasarnya mereka masih belum mampu berpikir kearah yang lebih jauh. Contohnya pada remaja pria yang sudah menikah, ia tahu bahwa ia harus bertanggungjawab terhadap wanita yang sudah dinikahinya. Sebagai kepala keluarga ia harus mencari nafkah untuk membiayai keluarga kecilnya. Namun disisi lain ia masih bingung karena mungkin belum memiliki pekerjaan tetap tetapi sudah menanggung beban yang berat. Di sisi lain juga, sebagai remaja yang masih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
ingin menikmati masa muda tentu pikiran untuk berkumpul dengan teman-teman tentu masih ada, namun sekarang ia sudah terikat dan sudah tidak bisa bebas seperti dulu. Sedangkan bagi remaja perempuan dihadapi pada pemikiran bahwa ia harus mengurus suami dan anak. Remaja perempuan dipaksa untuk berpikir lebih jauh tentang mengurus keluarga walaupun mungkin sebenarnya ia belum tahu apa yang harus ia lakukan. Hal-hal inilah yang terkadang membuat remaja yang sudah menikah menjadi stres, dan stres berdampak pada kehidupan rumah tangga mereka. c.
Perkembangan dari segi kepribadian dan sosial Perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia dan Olds, dalam Jahja: 2011: 219). Perkembangan kepribadian pada remaja umumnya dikenal sebagai pencarian identitas diri. Pencarian identitas diri adalah proses menjadi seseorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson, dalam Jahja: 2011: 219). Perkembangan sosial pada remaja melibatkan kelompok teman sebaya dibandingkan peran orangtua (Conger: 1991, dalam Jahja 2011: 234). Maka tidak heran jika remaja sering menghabiskan sebagian waktunya di luar rumah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
Remaja juga lebih senang berkumpul dengan teman sebayanya dari pada berkumpul dengan keluarga di rumah. Hal ini mereka lakukan mungkin untuk mencari sesuatu yang disebut identitas diri. Bagi remaja yang sudah menikah, identitas diri terbentuk dari cara mereka melakukan perannya baik sebagai suami atau istri. Perkembangan sosial bagi remaja yang sudah menikah tentu mereka dihadapi pada kenyataan bahwa mereka sudah tidak dianggap sebagai remaja lagi. Mereka adalah pasangan suami istri yang tentunya juga harus bisa beradaptasi dengan pergaulan sosial, khususnya pergaulan dengan tetangga yang sudah menikah. 3. Fenomena Pernikahan Dini pada Remaja di Desa Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, fenomena adalah sesuatu yang dapat disaksikan atau dilihat oleh panca indra, atau dengan kata lain fenomena adalah kenyataan yang ada. Fenomena remaja yang menikah dini khususnya di desa banyak didapati. Contohnya pada masyarakat sanggalangi, Tana Toraja, masyarakat Cicurug, Jawa barat, dan masyarakat Madura, Jawa Timur. Faktor budaya yang mengakar kuat, pengetahuan yang rendah, dan ekonomi keluarga menjadi pemicu terjadinya pernikahan dini. Bagi masyarakat tersebut pernikahan dini tidak dipandang sebagai hal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
yang negatif. Apalagi pernikahan dilakukan sesuai hukum adat yang berlaku, sehingga pernikahan itu dianggap sah. Selain budaya yang mengakar kuat, masyarakat tersebut juga tidak mengindahkan masalah kesehatan. Bagi mereka ketika seorang remaja menikah yang terpenting adalah dapat mengandung dan melahirkan anak dengan baik. Mereka tidak memikirkan mengenai dampak kesehatan yang terjadi. Selain itu mereka juga tidak memikirkan hak anak yang telah kehilangan masa remajanya. Mereka tidak mengenal masa remaja, bagi mereka anak yang sudah akil baligh dianggap sudah pantas untuk menikah. Hal itulah yang membuat pernikahan dini khususnya di desa banyak terjadi. Faktor budaya dan keterbatasan pengetahuan menjadi pemicu banyaknya pernikahan dini di desa. Bahkan masalah pernikahan dini jarang tersentuh oleh pemerintah, sehingga masyarakat merasa bahwa pernikahan dini bukanlah suatu hal yang bermasalah (Landung, Thaha, & Abdullah, 2009: 91-94). C. Bimbingan dan Konseling Keluarga 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Keluarga Pada
dasarnya
bimbingan
dan
konseling
memiliki
pengertian yang terpisah. Menurut Natawijaya, 1981 (dalam Winkel, 2004:29) bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Konseling sendiri memiliki arti yang sedikit berbeda dengan bimbingan. Menurut Smith, 1955 (dalam Winkel, 2004:35) konseling adalah proses dimana konselor membantu konseli untuk membuat interpretasi dari kenyataan yang berhubungan dengan pilihan, rencana, atau penyesuaian yang seharusnya dibuat oleh konseli. Walaupun bimbingan dan konseling memiliki arti yang berbeda, namun konseling merupakan bagian dari bimbingan yang tidak dapat dipisahkan. Keluarga sendiri memiliki arti yaitu kelompok sosial yang utama dan pertama, tempat seseorang belajar dan menyatakan diri sebagai
manusia
sosial
dalam
hubungan
interaksi
dalam
kelompoknya. Box (1981: 9) mengemukakan bahwa “Family is a group of people whose relationship to another is determined by ties of kinship”. Menurut Murdock, dalam bukunya Social Structure; keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi (dalam Lestari, 2012: 3). Menurut Setiono (2011:24) keluarga adalah kelompok orang yang ada hubungan darah atau perkawinan. Orang-orang yang termasuk keluarga adalah ibu, bapak, dan anak-anaknya yang disebut sebagai keluarga batih (nuclear family). Keluarga yang diperluas lagi mencangkup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
keturunan dari kakek dan nenek yang sama, termasuk keturunan suami dan istri yang disebut sebagai extended family. Berdasarkan arti dari bimbingan, konseling, dan keluarga yang terpisah ini dapat disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling keluarga adalah proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu sebagai anggota keluarga, baik dalam mengaktualisasikan potensinya, maupun dalam mengantisipasi serta menghadapi masalah yang dihadapi. 2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Keluarga Tujuan umum dari pelayanan bimbingan dan konseling adalah supaya orang yang dilayani menjadi mampu mengatur kehidupannya sendiri, memiliki pandangannya sendiri dan tidak sekedar membebek pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri akibat dan konsekuensi dari tindakan-tindakannya (Winkel, 2004:32). Intinya adalah pelayanan bimbingan
dan
konseling
bertujuan
untuk
memandirikan
seseorang. Jika tujuan pelayanan bimbingan dan konseling adalah memandirikan seseorang, maka sedikit berbeda dengan tujuan bimbingan
dan
konseling
keluarga.
Walaupun
sama-sama
memandirikan tetapi bimbingan dan konseling keluarga lebih bersifat menyadarkan dan mempererat hubungan antar anggota keluarga. Berikut adalah beberapa tujuan dari bimbingan dan konseling keluarga:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
a.
38
Membantu individu-individu sebagai anggota keluarga untuk belajar dan menghargai secara ikatan emosional tentang adanya dinamika keluarga yang saling berkesinambungan.
b.
Membantu untuk saling memahami dan menyadari diantara anggota keluarga tentang munculnya permasalahan pada salah satu individu akan saling berpengaruh pada individu-individu lainnya.
c.
Membantu untuk meningkatkan rasa toleransi dan motivasi terhadap setiap individu sebagai anggota kelompok yang sedang menghadapi masalah yang sedang terjadi, baik karena faktor sistem keluarga atau di luar sistem keluarga.
d.
Membantu untuk saling memberikan dan menjaga dalam berbagai persepsi, ekspektasi, serta berinteraksi diantara anggota keluarga.
3. Bentuk-bentuk Bimbingan dan Konseling Keluarga Menurut
Winkel
(2004:111)
terdapat
dua
bentuk
bimbingan, yaitu bimbingan individual dan bimbingan kelompok. Bila siswa yang dilayani hanya satu orang maka digunakan istilah bimbingan individual atau bimbingan perseorangan. Bimbingan individual sering juga tersalurkan melalui layanan konseling jika seorang siswa bertatap muka langsung dengan guru BK. Namun dapat juga disebut bimbingan individual jika siswa menemui guru BK dalam rangka mencari informasi mengenai institusi pendidikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
tertentu. Bimbingan kelompok adalah bimbingan yang dilakukan dengan jumlah siswa yang lebih dari satu, biasanya dilakukan dalam kelompok kecil atau besar. Bentuk-bentuk bimbingan dan konseling keluarga juga tidak berbeda jauh dari bentuk bimbingan pada umumnya. Bimbingan keluarga dapat diberikan secara individual jika yang dilayani hanya satu keluarga. Walaupun bersifat individual tetapi dalam pelaksanaannya bimbingan ini melibatkan seluruh anggota keluarga. Dengan kata lain bimbingan ini sering disebut sebagai konseling keluarga. Sedangkan bimbingan keluarga yang sifatnya kelompok biasanya dilakukan untuk memberi pembekalan bagi para orangtua dalam mengatasi masalah yang ada dalam keluarga. 4. Ruang
Lingkup
Permasalahan
dalam
Bimbingan
dan
Konseling Keluarga Lestari (2012: 103) mengungkapkan masalah yang sering terjadi dalam keluarga umumnya masalah yang disebabkan oleh konflik. Konflik yang biasanya muncul adalah konflik sibling, konflik orangtua-anak, dan konflik pasangan (Sillars, dalam Lestari, 2012: 103). Selain itu konflik yang bisa muncul juga berasal dari konflik mertua-menantu, dengan saudara ipar dan paman/ bibi (Vuchinich, dalam Lestari, 2012: 103). Masalah yang ada dikeluarga bisa datang dari mana saja, termasuk yang telah disebutkan di atas. Masalah keluarga juga bisa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
ditimbulkan dari hubungan keluarga yang tidak sehat. Masalah inilah yang kemudian ditangani oleh pendidik bidang bimbingan dan konseling keluarga. D. Penelitian yang Relevan Beberapa penelitian tentang dampak pernikahan dini sudah banyak dilakukan, salah satunya pada penelitian Zulkifli Ahmad yang mengambil judul “Dampak Sosial Pernikahan Dini”. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, observasi, dan wawancara. Hasil dari penelitian ini adalah adanya dampak sosial dari pernikahan dini pada aspek ekonomi, kesehatan, dan pandangan masyarakat. Pada aspek ekonomi, hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pasangan yang menikah muda mengalami kesulitan ekonomi karena pendapatan bulanan yang dirasa tidak mencukupi. Pada aspek kesehatan, hasil penelitian ini tidak menemukan adanya masalah pada pasangan muda khususnya wanita dalam mengandung dan melahirkan. Permasalahan mereka lebih kepada tidak adanya biaya untuk membayar uang kesehatan bagi anak mereka. Pada aspek pandangan masyarakat, penelitian ini menyatakan bahwa tidak ada pandangan negatif dari masyarakat mengenai fenomena pernikahan dini yang terjadi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini dipaparkan mengenai jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subyek penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, keabsahan data, dan teknik analisis data. Keenam sub judul tersebut merupakan bagianbagian dari metode penelitian yang harus ada dalam sebuah penelitian. Setiap pengertian dan penjabaran didasarkan pada pemahaman logis, ilmiah, dan dapat dipertanggungjawabkan. Masing-masing sub-bagian akan dijabarkan secara singkat, padat, dan jelas. Berikut merupakan penjabaran dari masing-masing subbagian. A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak (Sugiyono, 2010:15). Menurut Tohirin (2012: 3), penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada usaha
41
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
konteks khusus yang alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Menurut Daymond & Holloway: 2008, (dalam Tohirin, 2012: 19), studi kasus adalah pengujian intensif menggunakan berbagai sumber bukti terhadap suatu entitas tunggal yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Pada umumnya studi kasus dihubungkan dengan sebuah lokasi atau sebuah organisasi, sekumpulan orang seperti kelompok kerja atau kelompok sosial, komunitas, peristiwa, proses, isu maupun kampanye. Chen & Pearce: 1995 (dalam Tohirin, 2012: 21), berpendapat bahwa studi kasus bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai berbagai peristiwa komunikasi kontemporer yang nyata dalam konteksnya. B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di desa Jurangjero, kecamatan Ngawen, kabupaten Gunung Kidul, D.I Yogyakarta. Peneliti memutuskan untuk meneliti di desa Jurangjero karena di desa itu terdapat data tentang adanya kasus pernikahan dini. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah dua minggu, yaitu dari tanggal 31 Agustus 2015 sampai 13 September 2015. Namun waktu penelitian bisa berubah lebih lama jika kiranya belum memenuhi jawaban penelitian, maksudnya adalah peneliti meneliti kasus sampai semua pertanyaan penelitian terjawab. Artinya peneliti dapat melakukan penelitian sampai kapanpun sampai semua kebutuhan terpenuhi. Jika peneliti masih merasa ada yang kurang, maka peneliti dapat datang kembali sampai semua kebutuhan penelitian terpenuhi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
C. Subyek Penelitian Subjek penelitiannya adalah pasangan yang menikah di usia dini di desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul, D.I Yogyakarta yang berjumlah 2 pasang. Peneliti memilih pasangan itu dengan pertimbangan usia menikah yang masih terhitung sangat muda yaitu 15 tahun pada wanita dan 18 tahun pada pria . D. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu, Esterberg (dalam Sugiyono, 2010: 317). Menurut Basrowi & Suwandi (2008: 127), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/ pemberi pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu. Jenis pertanyaan yang digunakan
oleh
peneliti
dalam
proses
wawancara
adalah
pertanyaan terstruktur. Wawancara ditujukan kepada 2 pasangan yang sudah ditentukan. Teknik wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara mendalam. Menurut Stainback (dalam Sugiyono, 2010: 318) wawancara mendalam adalah wawancara yang dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
yang terjadi, di mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi.
Maksudnya adalah ketika melakukan wawancara
peneliti tidak hanya memberikan satu pertanyaan inti, tetapi memberikan beberapa pertanyaan sampai jawaban dari pertanyaan inti terjawab. 2. Observasi Observasi adalah salah satu cara mengumpulkan data dengan mengamati perilaku subjek secara langsung. Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut, Marshall (dalam Sugiyono, 2010: 310). Burns: 1990 (dalam Basrowi & Suwandi, 2008: 93), berpendapat bahwa dengan observasi, peneliti dapat mendokumentasikan dan merefleksikan secara sistematis terhadap kegiatan dan interaksi subjek penelitian. Peneliti melakukan observasi saat datang ke lokasi dan saat melakukan wawancara. Observasi dilakukan guna memperoleh informasi lebih dalam mengenai subyek yang akan diteliti. E. Instrumen Penelitian Di bawah ini peneliti menampilkan instrumen penelitian yang digunakan untuk wawancara dan observasi mendalam bagi ketiga subyek yaitu istri, suami, dan pihak ketiga (orangtua/ teman/ tetangga).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Tabel 1. Pertanyaan-pertanyaan untuk wawancara mendalam No.
Pertanyaan Panduan untuk Istri
1.
Apakah anda pernah mengalami kesulitan ketika hamil dan melahirkan?
2.
Bagaimana perasaan anda setelah menikah? Hal apa yang mempengaruhi anda sehingga anda memiliki perasaan itu?
3.
Setelah menikah anda tinggal dengan keluarga baru yang berbeda dari keluarga anda, apakah anda mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan keluarga baru anda? Jika ya/ tidak, hal apa yang membuat anda mengalami hal itu?
4.
Setelah menikah anda dihadapkan pada status baru yaitu sebagai istri dan ibu rumah tangga, anda juga dihadapkan pada tugas untuk mengurus keluarga, apakah anda mengalami kesulitan dalam menjalani tugas itu? Jika ya/ tidak, apa yang membuat anda mengalami hal tersebut?
5.
Setelah menikah kehidupan anda tentu tidak bebas seperti dulu, apakah terkadang masih terlintas dipikiran anda untuk bisa berkumpul dengan teman sebaya? Jika ya/ tidak, hal apa yang membuat anda berpikir seperti itu?
6.
Setelah memiliki anak, apakah anda mengalami kesulitan dalam mengurus anak? Jika ya/ tidak, hal apa yang membuat anda merasa seperti itu?
7.
Ketika anda mengarungi bahtera rumah tangga tentu ada masalah dalam perjalannya, bagaimana cara anda mengatasi masalah yang terjadi dalam rumah tangga anda? Hal apa yang membuat anda bisa seperti itu?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8.
46
Ketika anda mengalami emosi dengan masalah rumah tangga, pernahkah anda melakukan kekerasan fisik pada pasangan anda/ benda?
9.
Ketika anda merasa marah dengan pasangan anda atau masalah rumah tangga anda, apakah anda langsung meluapkan kemarahan anda atau anda menahannya? Mengapa anda melakukan hal itu?
10.
Hal baik atau kurang baik apa yang anda rasakan setelah anda menikah di usia muda dan mengarungi rumah tangga selama ini?
11.
Setelah menikah secara ekonomi anda sudah ditanggung oleh suami, apakah anda mengalami kesulitan dalam hal ekonomi? Jika ya/ tidak bagaimana cara anda mengatasi masalah itu?
No. 1.
Pertanyaan Panduan untuk Suami Bagaimana perasaan anda setelah menikah? Hal apa yang mempengaruhi anda sehingga anda memiliki perasaan itu?
2.
Setelah menikah anda tinggal dengan keluarga baru yang berbeda dari keluarga anda, apakah anda mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan keluarga baru anda? Jika ya/ tidak, hal apa yang membuat anda mengalami hal itu?
3.
Setelah menikah anda dihadapkan pada status baru yaitu sebagai suami dan kepala keluarga, anda juga dihadapkan pada tugas untuk bertanggungjawab terhadap keluarga, apakah anda mengalami kesulitan dalam menjalani tugas itu? Jika ya/ tidak, apa yang membuat anda mengalami hal tersebut?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.
47
Setelah menikah kehidupan anda tentu tidak bebas seperti dulu, apakah terkadang masih terlintas dipikiran anda untuk bisa berkumpul dengan teman sebaya? Jika ya/ tidak, hal apa yang membuat anda berpikir seperti itu?
5.
Setelah memiliki anak, apakah anda mengalami kesulitan dalam mengurus anak? Jika ya/ tidak, hal apa yang membuat anda merasa seperti itu?
6.
Ketika anda mengarungi bahtera rumah tangga tentu ada masalah dalam perjalannya, bagaimana cara anda mengatasi masalah yang terjadi dalam rumah tangga anda? Hal apa yang membuat anda bisa seperti itu?
7.
Ketika anda mengalami emosi dengan masalah rumah tangga, pernahkah anda melakukan kekerasan fisik pada pasangan anda/ benda?
8.
Ketika anda merasa marah dengan pasangan anda atau masalah rumah tangga anda, apakah anda langsung meluapkan kemarahan anda atau anda menahannya? Mengapa anda melakukan hal itu?
9.
Hal baik atau kurang baik apa yang anda rasakan setelah anda menikah di usia muda dan mengarungi rumah tangga selama ini?
10.
Setelah menikah secara ekonomi anda bertanggungjawab penuh khususnya pada istri dan keluarga kecil anda, apakah anda mengalami kesulitan dalam hal ekonomi? Jika ya/ tidak bagaimana cara anda mengatasi masalah itu?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No. 1.
48
Pertanyaan Panduan untuk Pihak Ketiga (orangtua/ teman/ tetangga) Setelah mereka menikah, mereka tinggal dengan keluarga baru yang berbeda dari keluarga asalnya, apakah mereka mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan keluarga barunya? Jika ya/ tidak, hal apa yang membuat mereka mengalami hal itu?
2.
Setelah menikah mereka dihadapkan pada status baru yaitu sebagai ibu rumah tangga dan kepala keluarga, mereka juga dihadapkan pada tugas untuk bertanggungjawab terhadap keluarga, apakah mereka mengalami kesulitan dalam menjalani tugas itu? Jika ya/ tidak, apa yang membuat mereka mengalami hal tersebut?
3.
Setelah menikah kehidupan mereka tentu tidak bebas seperti dulu, apakah terkadang masih terlintas dipikiran mereka untuk bisa berkumpul dengan teman sebaya? Jika ya/ tidak, hal apa yang membuat mereka berpikir seperti itu?
4.
Setelah memiliki anak, apakah mereka mengalami kesulitan dalam mengurus anak? Jika ya/ tidak, hal apa yang membuat mereka merasa seperti itu?
5.
Ketika mereka mengarungi bahtera rumah tangga tentu ada masalah dalam perjalannya, bagaimana cara mereka mengatasi masalah yang terjadi dalam rumah tangga mereka? Hal apa yang membuat mereka bisa seperti itu?
6.
Ketika mereka mengalami emosi dengan masalah rumah tangga, pernahkah mereka melakukan kekerasan fisik pada pasangan mereka/ benda?
7.
Ketika mereka merasa marah dengan pasangan mereka atau masalah rumah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
tangga mereka, apakah mereka langsung meluapkan kemarahan mereka atau mereka menahannya? Mengapa mereka melakukan hal itu? 8.
Apakah ada hal baik atau kurang baik yang mereka alami setelah mereka menikah di usia muda dan mengarungi rumah tangga selama ini?
9.
Setelah menikah secara ekonomi mereka bertanggungjawab penuh pada keluarga barunya dan lepas dari tanggungjawab orangtua, apakah mereka mengalami kesulitan dalam hal ekonomi? Jika ya/ tidak bagaimana cara mereka mengatasi masalah itu?
No.
Panduan Observasi untuk Istri
Kriteria Jawaban Ya
1.
Istri
menunjukkan
ekspresi
trauma
ketika
menceritakan pengalaman hamil dan melahirkan? 2.
Istri menunjukkan ekspresi wajah yang bahagia saat menyatakan perasaannya setelah menikah?
3.
Istri dapat beradaptasi dengan baik dikeluarga barunya (dengan mertua, kakak dan adik ipar, saudara dari pihak suami, tetangga)?
4.
Istri dapat menjalani tugas sebagai ibu rumah tangga (mengurus rumah, mengurus suami, mengurus anak) dengan baik?
5.
Istri masih sering mengunjungi dan berkumpul dengan
Tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
teman sebayanya? 6.
Istri dapat mengurus anak (momong, menyiapkan makan, memberi makan, memandikan, melakukan imunisasi, timbangan, melatih respon anak) dengan baik?
7.
Istri mengkomunikasikan masalah rumah tangganya pada suami dengan baik?
8.
Istri dapat mengatur emosinya dengan baik?
9.
Istri
dapat
meredakan
marahnya
dan
mengungkapkannya dengan cara yang baik? 10.
Istri menunjukkan ekspresi wajah yang positif saat menceritakan pengalamannya menikah muda dan mengarungi bahtera rumah tangga?
11.
No.
Keadaan istri secara finansial cukup baik?
Panduan Observasi untuk Suami
Kriteria Jawaban Ya
1.
Suami menunjukkan ekspresi wajah yang bahagia saat menyatakan perasaannya setelah menikah?
2.
Suami dapat beradaptasi dengan baik dikeluarga barunya (dengan mertua, kakak dan adik ipar, saudara dari pihak istri, tetangga)?
Tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
51
Suami dapat menjalani tugas sebagai kepala keluarga (mencari nafkah, mendidik istri dan anak) dengan baik?
4.
Suami masih sering mengunjungi dan berkumpul dengan teman sebayanya?
5.
Suami dapat mengurus anak (momong, menyiapkan makan, memberi makan, memandikan, melakukan imunisasi, timbangan, melatih respon anak) dengan baik?
6.
Suami mengkomunikasikan masalah rumah tangganya pada istri dengan baik?
7.
Suami dapat mengatur emosinya dengan baik?
8.
Suami
dapat
meredakan
marahnya
dan
mengungkapkannya dengan cara yang baik? 9.
Suami menunjukkan ekspresi wajah yang positif saat menceritakan pengalamannya menikah muda dan mengarungi bahtera rumah tangga?
10.
Keadaan suami secara finansial cukup baik?
F. Keabsahan Data Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi untuk melihat validitas penelitian. Sugiyono (2010: 330) menyatakan bahwa ada dua jenis triangulasi, yaitu triangulasi teknik dan triangulasi sumber.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Sedangkan triangulasi sumber untuk mendapat data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton dalam Moleong, 2009: 330-331). Penelitian ini menggunakan triangulasi, yaitu triangulasi sumber. Menurut Denzin: 1978 (dalam Tohirin, 2012: 73) terdapat lima cara dalam menggunakan triangulasi sumber, yaitu: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi. 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. 4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan rendah, menengah dan tinggi, orang berada, dan orang pemerintahan. 5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Peneliti menggunakan perbandingan tiga sumber yang berbeda, yaitu orangtua/ saudara/ tetangga, suami, dan istri (pasangan yang menikah dini). Hal ini dilakukan agar data yang terkumpul semakin valid dan jelas. G. Teknik Analisis Data Setelah proses pengumpulan data dilakukan, proses selanjutnya adalah melakukan analisis data. Menurut Muhadjir: 1998 (dalam Tohirin, 2012: 141) analisis atau penafsiran data merupakan proses mencari dan menyusun atur secara sistematis catatan temuan penelitian melalui pengamatan dan wawancara dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang fokus yang dikaji dan menjadikannya sebagai temuan untuk orang lain. Peneliti melakukan analisis data melalui dua teknik dan instrumen pengumpulan data yang berbeda. Dua teknik dan instrumen yang dimaksud adalah wawancara, dan observasi. Masing-masing teknik diberlakukan analisis yang berbeda. Teknik pengumpulan data yang pertama dilakukan dengan wawancara. Hasil wawancara yang telah diperoleh peneliti kemudian dibuat verbatim. Verbatim adalah percakapan wawancara dengan cara menuliskan jawaban dari semua pertanyaan yang diajukan pada subjek saat proses wawancara. Selanjutnya peneliti menentukan coding untuk masing-masing jawaban berdasarkan daftar pertanyaan yang berupa kode. Pemberian kode oleh peneliti hanya dimengerti oleh peneliti saja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Teknik pengumpulan data kedua yang dilakukan peneliti adalah observasi. Observasi dilakukan melalui pengamatan langsung peneliti terhadap subyek dan obyek penelitian. Subyek penelitian yang dimaksud adalah pasangan suami istri yang menikah dini, orangtua kandung, saudara, tetangga, dan pihak terkait, sedangkan obyek penelitian adalah lingkungan dan keadaan tempat tinggal subyek. Semua informasi penting yang diperoleh kemudian ditulis sebagai data hasil pengamatan secara langsung.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan proses penelitian, deskripsi subjek, hasil pelaksanaan penelitian dan usulan program bimbingan dan konseling keluarga bagi pasutri yang menikah muda. Data-data yang disajikan adalah data hasil observasi dan wawancara mendalam terhadap subjek di desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul. Pada penyajian data, identitas subjek seperti nama dan alamat tempat tinggal dirahasiakan. A. Proses Penelitian Proses penelitian berjalan dengan lancar sesuai dengan agenda yang sudah direncanakan. Adapun penelitian dilakukan di desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul, D.I Yogyakarta. Peneliti mewawancarai kedua subjek dengan datang ke rumah subjek dalam kurun waktu dua minggu. Penelitian subjek pertama dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2015 sampai dengan 6 September 2015. Penelitian subjek kedua dilaksanakan pada tanggal
7
September 2015 sampai dengan 13 September 2015. Para pasutri yang dijadikan sebagai subjek adalah pasutri yang menikah di usia 15 tahun (untuk wanita) dan 18 tahun (untuk pria). Para pasutri tersebut adalah Am (istri, usia 21 tahun) dan Dd (suami, usia 24 tahun) sebagai subjek 1, Al (istri, usia 16 tahun) dan Sg (suami, usia 19 tahun) sebagai subjek 2. Para pasutri yang dijadikan subjek memiliki latar belakang pernikahan yang berbeda. Subjek pertama (Am dan Dd) memutuskan untuk menikah
55
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
muda karena desakan keluarga, khususnya kakek Dd. Kakek Dd menyarankan ia untuk menikah saja daripada pacaran terlalu lama. Pada awalnya Am dan Dd merasa belum siap, tetapi karena desakan keluarga akhirnya mereka memutuskan untuk menikah di usia yang mereka anggap masih terlalu muda. Saat ini pernikahan Am dan Dd sudah berjalan selama enam tahun. Subjek kedua (Al dan Sg) menikah karena terjadi kehamilan sebelum menikah. Al yang saat itu baru saja lulus SMP terpaksa harus menikah karena sudah terlanjur hamil lima bulan. Sg yang saat itu juga baru akan meniti karirnya mau tidak mau harus menikahi kekasihnya yang sudah hamil. Pernikahan mereka dilaksanakan karena adanya kehamilan dan sempat tidak disetujui oleh orangtua Sg, namun suatu perbuatan yang mengakibatkan seseorang menderita tetap harus dipertanggungjawabkan. Pernikahan mereka saat ini telah berjalan satu tahun. Selain melakukan wawancara, peneliti juga melakukan observasi terhadap kedua subjek. Pelaksanaan observasi dilakukan dengan mendatangi rumah subjek saat tidak ada jadwal wawancara pada waktu pagi atau sore hari. Observasi dilakukan dengan cara mengamati perilaku subjek dalam kehidupan sehari-hari sesuai panduan observasi yang telah dibuat. Observasi dilakukan guna menambah informasi dan menguatkan jawaban dari hasil wawancara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
B. Deskripsi Subjek 1.
Deskripsi subjek 1 Pasangan suami istri yang menjadi subjek pertama adalah Am dan Dd. Am adalah seorang ibu rumah tangga, sedangkan Dd bekerja sebagai sales makanan ringan. Pernikahan mereka telah berusia enam tahun dan mereka telah dikaruniai anak yang saat ini berusia dua setengah tahun. Am dan Dd menikah atas saran dari keluarga Dd khususnya kakek Dd. Am dan Dd sama-sama berasal dari keluarga sederhana. Mereka juga berasal dari desa yang sama namun beda RT. Orangtua mereka sama-sama seorang petani. Setelah menikah Am ikut tinggal dengan suaminya. Am adalah pribadi yang sedikit pendiam namun mudah berterus terang jika ada hal yang dirasanya tidak enak, sedangkan Dd adalah pribadi yang keras dan agak kasar, namun Dd memiliki rasa tanggungjawab yang besar pada keluarga kecilnya.
2.
Deskripsi subjek 2 Pasangan suami istri yang menjadi subjek kedua adalah Al dan Sg. Berbeda dengan subjek pertama yang menikah karena keinginan keluarga, Al dan Sg menikah karena Al sudah hamil. Al adalah siswi lulusan salah satu SMP Negri di desa Jurangjero. Al bukan asli warga Jurangjero, Al berasal dari Boyolali. Al ikut tinggal dengan buliknya dan sekolah di sana. Hal ini dikarenakan orangtuanya tinggal terpisah, namun orangtua Al tidak bercerai. Ibu Al tinggal di Boyolali mengurus neneknya yang sudah sepuh dan sakit-sakitan, sedangkan Ayahnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
bekerja di Yogyakarta. Al merasa Ibunya kurang memperhatikannya karena terlalu sibuk mengurus nenek dan adik-adiknya, oleh karena itu ia memutuskan untuk ikut dengan Ayahnya. Awalnya Al ingin tinggal dengan Ayahnya di Yogyakarta dan bersekolah di sana, namun ia tidak menemukan kenyamanan sampai akhirnya ia memutuskan tinggal di tempat buliknya di Desa Jurangjero, Ngawen, Gunung Kidul. Desa Jurangjero inilah yang mempertemukan Al dan Sg sampai akhirnya pacaran dan menikah. Sg adalah warga asli Jurangjero, ia juga lulusan salah satu SMP Negri di desa Jurangjero. Sg bertemu dan mengenal Al di desa tersebut. Kedua orangtua Sg adalah petani dan warga asli Jurangjero. Sg berencana melanjutkan sekolahnya dengan menyambi kerja di sebuah bengkel kecil. Ia berencana sekolah dengan biayanya sendiri untuk meringankan beban orangtua. Namun semua itu tidak dapat ia wujudkan karena ia harus menikahi Al, kekasihnya yang saat itu sudah hamil. Sg membatalkan keinginannya dan menikahi kekasihnya, selain itu Sg juga keluar dari pekerjaannya. C. Hasil Penelitian 1.
Hasil wawancara mendalam Saat melakukan proses penelitian dengan kedua subjek, peneliti tidak begitu mengalami masalah. Penelitian berjalan lancar sesuai dengan agenda yang telah direncanakan. Berdasarkan hasil penelitian dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
kedua subjek, berikut ini dipaparkan hasil wawancara mendalam berdasarkan pedoman wawancara: a.
Dampak dari segi fisik 1) Kesulitan ketika hamil dan melahirkan (khusus istri) Pernyataan subjek 1A (Am): “Mungkin kesulitannya karena kurang informasi tentang kehamilan mba. Waktu hamil kan umur saya masih lima belas tahun mba jadi saya belum tahu banyak tentang hamil. Saya sempat dua kali keguguran mba sebelum dapat anak yang ketiga ini.” (1A.5.1) Pernyataan subjek 2A (Al): “Kalau pas hamil kayanya engga ada sih mba, cuma waktu itu anak saya lahir prematur, 6,5 bulan sudah lahir.” (2A.5.1) Berdasarkan pernyataan kedua subjek di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kehamilan di usia remaja memberikan dampak negatif bagi remaja putri. Dampak negatifnya adalah keguguran dan kelahiran prematur.
b.
Dampak dari segi psikologis 1) Perasaan setelah menikah Pernyataan subjek 1A (Am): “Ya perasaan saya takut mba karena kan saya baru pertama kali menikah dan belum punya pandangan tentang berkeluarga, tapi ya sudah dijalani saja.” (1A.1.9) Pernyataan subjek 1B (Dd): “Perasaan saya waktu itu ya ragu-ragu mba, apa sudah siap menikah atau belum.” (1B.1.5) Berdasarkan pernyataan dari subjek pertama, peneliti menemukan bahwa keduanya merasa belum siap untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
menikah. Faktor usia yang masih muda melatarbelakangi ketidaksiapan mereka untuk menikah. Akibatnya mereka memiliki pikiran negatif mengenai pernikahan yang berdampak pada perasaannya. Perasaan yang dihasilkan dari pikiran negatif adalah perasaan takut dan ragu-ragu. Takut karena subjek berpikir belum memiliki pengetahuan tentang kehidupan setelah menikah, dan ragu karena subjek berpikir tidak dapat menghidupi keluarganya. Pernyataan subjek 2A (Al): “Perasaan saya...gimana ya, ada rasa lega, ya senang, tapi ada rasa takut juga mba.” (2A.1.6) Pernyataan subjek 2B (Sg): “Ya takut ada, ragu-ragu juga ada mba, takutnya itu besok bisa ngasih nafkah atau engga, ragu-ragunya itu benar tidak keputusan saya untu menikah muda tapi ya sudah jalani saja dulu mba.” (2B.1.5) Berdasarkan pernyataan dari subjek kedua, peneliti juga menemukan ketidaksiapan dari pasangan ini. Terlebih pasangan ini menikah karena adanya kehamilan yang mengharuskan mereka untuk menikah walaupun dalam keadaan yang belum siap. Ketidaksiapan menikah dapat memberikan dampak negatif yang mengakibatkan mereka juga memiliki perasaan negatif. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan mereka yang menyatakan takut dan ragu. Alasan mereka menyatakan takut dan ragu tidak berbeda dengan subjek yang pertama yaitu apakah bisa membiayai kehidupan pernikahan mereka kedepan. Selain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
ketidaksiapan mereka untuk menikah, faktor lain juga mempengaruhi subjek memiliki perasaan negatif yaitu perkataan tidak membangun dari orang yang sangat berpengaruh. Subjek 2A mengaku bahwa perkataan ibunya membebani pikirannya sehingga ia memiliki perasaan yang negatif terkait kehidupan setelah menikah. 2) Adaptasi dengan keluarga pasangan Pernyataan subjek 1A (Am): “Saya merasa susah beradaptasi dengan keluarga suami mba.” (1A.2.1) “Yang bikin saya seperti itu karena kan saya ikut suami dan suami saya masih tinggal dengan orangtuanya otomatis saya tinggal dengan mertua. Kadang saya merasa jengkel dengan mertua saya mba, itu yang bikin saya susah beradaptasi.” (1A.2.2) Pernyataan subjek 2A (Al): “Ya susah mba, waktu awal-awal saya tinggal disini itu sering ada perselisihan mba.” (2A.2.2) “Ya dengan mertua saya.” (2A.2.3) “Ya contohnya ibu mertua pernah marah gara-gara saya salah masak nasi, harusnya kan bisa ngomong pelan-pelan mba, tapi ini ngomongnya agak kasar, orangtua saya saja ga sampai sebegitunya mba kalau memarahi saya, ini ibu mertua saya sampai sebegitu marahnya hanya karena hal sepele.” (2A.2.5) Berdasarkan pernyataan diatas, masalah yang dialami para istri dikarenakan perbedaan sifat dan faktor usia istri yang masih sangat muda. Usia 15 tahun masih dogolongkan sebagai usia remaja yang memiliki pemikiran egosentrisme. Pemikiran egosentrisme membuat para menantu belum bisa berpikir dari sudut pandang oranglain. Peneliti menyimpulkan demikian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
karena pernyataan subjek tidak sejalan dengan pernyataan Ibu mertua. Berikut pernyataan dari Ibu mertua masing-masing subjek: Pernyataan subjek 1C (Ibu mertua Am, Sr): “Sepertinya tidak mba, setelah tinggal disini ya menantu saya biasa saja namanya juga ikut suami mau ga mau kan harus tinggal disini, karena anak saya kan belum punya rumah, kalau disini kan seperti itu mba kalau perempuan sudah menikah ya harus ikut suami.” (1C.1.4) Pernyataan subjek 2C (Ibu mertua Al, ): “Ya tidak mba, menantu saya biasa saja tinggal di sini, kalau setiap pagi ya bangun merendam cucian terus bikin sarapan untuk suaminya, nanti setelah itu baru momong anaknya, ya setiap hari cuma begitu mba. Tapi memang menantu saya itu cepat tersinggung, kalau ada salah apa sedikit saya beritahu langsung marah, padahal itukan demi kebaikan dia juga to mba, masa ada orang salah dibilangin malah marah, tapi ya sudah saya diamkan saja nanti ndak dikira saya cerewet atau suka ngatur, ya namanya juga masih remaja ya mba jadi masih agak susah dibilangin.” (2C.1.7) Berdasarkan pernyataan dari pihak ketiga (ibu mertua), peneliti menyimpulkan memang terjadi adanya kesalahpahaman antara menantu dan mertua. Pemikiran egosentrisme inilah yang menyebabkan terjadinya banyak kesalahpahaman yang memicu masalah antara menantu dan ibu mertua. Padahal dari pihak ibu mertua hanya berusaha untuk melakukan yang terbaik bagi menantunya. Namun karena egosentrisme maka menantu mengartikan lain perilaku atau perkataan ibu mertuanya. Berbeda dengan para suami, mereka terlihat lebih santai beradaptasi dengan keluarga baru mereka. Selain mereka tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
tinggal dengan mertua, mereka juga jarang bertemu dengan mertua. Hanya sesekali saja mereka mengunjungi mertua untuk sekedar silaturahmi. Hal ini membuat para suami jarang mengeluarkan pikiran egosentrisme mereka, sehingga mereka jarang mengalami masalah dengan keluarga istri. Walaupun ada sedikit perbedaan sifat keluarga mereka dengan keluarga istri, namun mereka menyatakan tidak begitu merasa kesulitan untuk beradapatasi. Pernyataan subjek 1B (Dd): “Ya awal-awalnya susah mba, pasti kan kita punya perbedaan kebiasaan, perbedaan sifat, perbedaan perilaku, dan masih banyak perbedaan lainnya mba, terkadangkan perbedaan itu suka bikin masalah antar keluarga to mba.” (1B.2.1) “Kalau untuk bisa beradaptasi menurut saya meningkatkan keakraban mba, kalau sudah akrab pasti ke sana-sananya enak.” (1B.2.11) Pernyataan subjek 2B (Sg): “Ya kesulitan pasti ada mba, apalagi saya menikah usianya masih muda, kalau saya sih prinsipnya mengalah mba, kalau misalnya sana lagi marah ya saya ngalah saja gitu supaya tidak ribut.” (2B.2.1) 3) Adaptasi dengan status baru sebagai kepala keluarga dan ibu rumah tangga Pernyataan subjek 1A (Am): “Engga sih mba, saya merasa bisa menjalaninya.” (1A.3.1) “Ya soalnya dari sebelum menikah saya terbiasa dengan pekerjaan dirumah. Saya sudah terbiasa bersih-bersih rumah atau masak jadi saya tidak ada kesulitan bantu Ibu mertua saya untuk masak dan bersih-bersih rumah.” (1A.3.2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Pernyataan subjek 1B (Dd): “Kesulitan ya pasti ada mba, khususnya dalam hal ekonomi, saya dengan istri saya kan masih belum bisa mengatur uang, kadang masalah uang sering bikin kami ribut.” (1B.3.1) Berdasarkan pernyataan dari subjek pertama, peneliti menyimpulkan bahwa pernikahan usia muda dapat memberikan baik dampak negatif maupun positif dalam hal perubahan status. Dampak negatifnya adalah perasaan emosi yang tinggi dalam mengatur
keuangan.
Sebagai
pencari
nafkah,
suami
mengeluhkan uang gaji yang selalu habis belum sampai akhir bulan. Disisi lain istri juga mengeluhkan biaya kebutuhan hidup yang meningkat. Hal ini terkadang membuat mereka sering ribut. Faktor yang mempengaruhi dampak negatif ini adalah pemikiran yang belum matang. Perubahan status ini juga memberikan dampak positif. Hal ini didukung oleh pernyataan Ibu subjek yang menyatakan bahwa keduanya dapat menjalani peran masing-masing dengan baik. Pernyataan subjek 1C (Sr): “Kesulitan sih tidak ada mba, ya seperti biasa anak saya kalau pagi ya kerja, lalu istrinya dirumah kadang bantu saya masak dan bersih-bersih rumah, waktu itu sempat menantu saya kerja karena dia bosan dirumah, kalau saya sih terserah dia saja yang penting dia bisa menjalaninya.” (1C.2.2) Dampak positifnya adalah mereka dapat menerima dan menjalani peran mereka dengan baik walaupun pemikiran mereka masih dikategorikan belum matang. Mereka berusaha
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
menerima dan menjalani peran mereka walau masih minimnya pengalaman yang mereka miliki. Pernyataan subjek 2A (Al): “Sedikit kesulitan pasti ada mba cuma saya jalani saja mba, itu kan sudah jadi kewajiban saya, ya walaupun awalnya susah tapi bisa belajar sedikit-sedikit ngurus rumah tangga lama-lama jadi terbiasa.” (2A.3.3) Pernyataan subjek 2B (Sg): “Kesulitan pasti ada mba, soalnya saya menikah diusia yang masih muda juga terus saya masih ingin main-main, tapi saya ingat yang di rumah, misalnya saya mau main ke tempat teman saya, pulang-pulang pasti istri saya marah-marah, jadi kalau mau main ke tempat teman saya yang rumahnya agak jauh itu susah mba.” (2B.3.2) Berbeda dengan pernyataan subjek pertama, peneliti menyimpulkan bahwa perubahan status memberi dampak yang berbeda bagi pasangan suami istri pada subjek kedua. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan suami yang menyatakan bahwa perubahan status membuatnya susah untuk main dan sedikit otoriter terhadap istri. Dampak negatifnya adalah ia memiliki pemikiran negatif terkait perubahan statusnya dan memiliki sikap egois. Sg juga sepertinya belum bisa menerima perubahan statusnya dari lajang menjadi suami. Faktor yang mempengaruhi hal ini tentu saja pemikiran yang belum matang dan ketidaksiapan menerima perubahan status sehingga ia kurang bisa menjalani perannya sebagai kepala keluarga dengan baik. Hal ini juga didukung oleh pernyataan ibu subjek yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
menyatakan sifat anaknya belum berubah walaupun sudah menikah. Pernyataan subjek 2C (As): “Kalau anak saya mungkin karena belum siap mba, kadang sifat yang dulu masih ada sampai sekarang misalnya suka keluar malam ketemu teman, dari dulu memang sukanya keluar malam sampai setelah menikah ya masih begitu.” (2C.2.2) Berbeda dengan istri, ia dengan mantap menyatakan tidak mengalami kesulitan dengan perubahan statusnya sebagai istri dan ibu rumah tangga. Dampak positifnya adalah ia memiliki pemikiran yang baik terkait perubahan statusnya sehingga ia dapat menjalani tugas sebagai ibu rumah tangga dengan baik. Hal ini juga didukung oleh pernyataan ibu mertua subjek yang menyatakan bahwa menantunya dapat menjalani perannya dengan baik. “Kalau menantu, saya kurang tahu juga mba keliatannya dia tidak ada masalah karena saya lihat dia sayang sekali sama anaknya, terus dia juga melakukan pekerjaan ibu rumah tangga seperti biasa kaya nyuci, masak, momong, ya pokoknya semua itu dikerjakan tanpa ada beban.” (2C.2.2) 4) Berkumpul dengan teman sebaya Berkumpul dengan teman tidak hanya dilakukan bagi remaja yang belum menikah, tetapi remaja yang telah menikah juga melakukan hal tersebut. Hal ini mereka lakukan dengan alasan melepas lelah dan mencari hiburan. Berkumpul dengan teman memang tidak salah dan merupakan hak setiap orang,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
apalagi jika diri ini dilanda stres yang berkepanjangan. Bertemu teman dapat sedikit mengurangi beban stres yang melanda. Namun bagi pasangan yang telah menikah harus diimbangi dengan statusnya, artinya dapat memberikan jumlah waktu yang sama antara kumpul dengan teman dan kumpul dengan keluarga. Jika tidak diimbangi maka akan memberikan dampak negatif, namun jika dapat diimbangi maka akan memberi dampak positif. Pernyataan subjek 1A (Am): “Kalau kumpul main sama teman sih engga pernah mba, saya seringnya di rumah aja.” (1A.4.1) Pernyataan subjek 1B (Dd): “Ya sempet mba mengalami hal itu, kadang kalau saya mau keluar rumah istri malah cemburu, padahal ya saya keluar rumah cuma kumpul bareng temen-temen, nanti kalau saya nekat keluar istri saya malah marah. Menurut saya hal ini membuat saya susah beradaptasi dengan istri saya, akibatnya kita sering ribut mba gara-gara saya sering main.” (1B.4.1) Berdasarkan pernyataan dari subjek pertama, peneliti menyimpulkan bahwa keinginan untuk berkumpul dengan teman dapat memberikan dampak baik positif maupun negatif. Seperti yang dialami subjek 1A (Am), walaupun ia masih memiliki keinginan untuk berkumpul dengan teman-temannya, tetapi ia memilih jarang melakukan hal tersebut karena sudah tidak ada waktu untuk bertemu teman. Am menghasilkan ide baru dari pemikiran operasi formalnya. Ia menganggap bahwa berkumpul atau bertemu teman tidak begitu penting selama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
masih bisa berhubungan melalui ponsel. Baginya mengurus keluarga khususnya anak itu lebih penting. Kalaupun ada hal yang ingin ia ceritakan pada temannya, ia bisa melakukannya lewat telpon atau SMS. Hal ini juga dibuktikan oleh pernyataan dari pihak ketiga: Pernyataan subjek 1C (Ibu Dd, Sr): “Kalau sepengetahuan saya menantu saya tidak pernah mba kumpul bareng temannya, tapi saya juga kurang tahu, kalau anak saya masih sering main sama teman-temannya, biasanya kalau main itu malam mba, ya wajarlah mba namanya laki-laki pasti masih ingin ketemu sama teman-temannya apalagi anak saya juga masih muda to mba, pasti masih senang main, asalkan mainnya tidak macem-macem atau berbahaya menurut saya tidak apa-apa mba.” (1C.3.1) Berdasarkan pernyataan tersebut Ibu SR membenarkan bahwa menantunya tidak pernah pergi menemui temannya. Berbeda dengan anaknya (Dd) yang masih sering keluar malam dengan alasan melepas penat dan hal ini juga dibenarkan oleh Ibu Sr. Peneliti menyimpulkan bahwa subjek 1B (Dd) merasa berkumpul dengan teman itu penting untuk melepas lelah, namun dampak negatifnya adalah ia menjadi egois. Walaupun ia tahu kalau istrinya akan marah jika ia keluar malam, namun karena keegoisannya ia tetap melakukan hal itu. Memang hal yang Dd lakukan tidak salah, tetapi seharusnya Dd bisa mengimbangi waktu antara berkumpul dengan teman dan berkumpul dengan keluarga. Bagaimanapun juga keluarga butuh perhatian dari kepala keluarga.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Pernyataan subjek 2A (Al): “Kalau ingat teman ya pasti adalah mba rasa kangen, ingin main lagi kaya dulu, tapi kan sekarang sudah punya anak jadi ya ga bisa main sama teman dan tidak boleh.” (2A.4.1) Pernyataan subjek 2B (Sg): “Kalau keinginan untuk bisa kumpul sama teman ya masih mba, sampai sekarang ya masih.” (2B.4.1) Pernyataan mereka juga didukung oleh pernyataan Ibu Sg yang menyatakan bahwa: Pernyataan subjek 1C (Ibu Sg, As) “Kalau anak saya iya mba, tadi kan saya sudah bilang kalau anak saya itu masih suka keluar malam ya walaupun sekarang sudah tidak sampai malam sekali tapi masih sering, kalau menantu saya sepertinya jarang mba, kalau saya lihat dia memang sering di rumah, paling kalau mau pergi ya sama anak saya tapi saya tidak tahu pergi kemana yang saya tahu dia keluar rumah, tapi perginya kemana saya tidak tahu.” (1C.3.1) Berdasarkan pernyataan subjek kedua dan peryataan dari pihak ketiga, peneliti menyimpulkan bahwa pernyataan subjek kedua tidak jauh berbeda dengan subjek pertama. Dampak positif masih dimunculkan oleh pihak wanita yang beripikir bahwa tidak mungkin bertemu dengan teman lagi karena sudah memiliki
anak
walaupun
masih
ada
keinginan
untuk
melakukannya. Ia berusaha menepis keinginannya demi berusaha menjadi istri dan ibu yang baik. Hal berbeda diperlihatkan
pihak
pria,
dimana
sifat
egois
masih
mendominasinya, tidak hanya sifat egois tetapi juga otoriter. Sg melarang istrinya untuk bertemu dengan temannya, namun ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
sendiri sering bertemu temannya dimalam hari. Terkadang ia tidak memperdulikan istrinya yang marah karena ia sering keluar malam. Pada dasarnya baik dampak positif dan dampak negatif bisa terjadi baik dari pihak suami ataupun istri. Jika suami mau memikirkan perasaan istri dan mampu mengelola waktu serta keinginan untuk bertemu teman tentu berkumpul dengan teman akan memberikan dampak positif. Begitu juga dengan istri jika ia selalu tertekan dengan perilaku suaminya yang sering main sementara ia sendiri menahan diri, dampak negatif juga bisa terjadi pada istri. Mungkin saja istri bisa melakukan hal nekat yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Sebaiknya dalam hal bertemu dan berkumpul dengan teman perlu dilakukan kesimbangan, tidak hanya berat pada suami saja. 5) Kesulitan mengurus anak Pernyataan subjek 1A (Am): “Engga mba, setelah punya anak ya saya ngasuh anak saya tanpa kesulitan.” (1A.6.1) Pernyataan subjek 1B (Dd): “Kalau mengurus anak sih tidak ada kesulitan mba, karena dari kecil saya terbiasa momong adik, adik saya kan banyak mba jadi saya sudah punya pengalamanlah dalam mengurus anak.” (1B.5.1) “Ya kalau saya sedang santai pasti saya bantu, hanya kalau pagi saya jarang bantu istri saya momong, padahal kalau pagi istri saya sedang repot-repotnya masak buat sarapan.” (1B.5.2) Berdasarkan pernyataan subjek pertama, peneliti menyimpulkan bahwa memiliki dan mengurus anak memberi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
dampak positif bagi pasangan suami istri ini. Mereka sama-sama menyatakan tidak mengalami kesulitan dalam mengurus anak. Berbekal
pengalaman
mengurus
adik
menjadikan pengalaman mereka sebagai
sendiri, pondasi
mereka dalam
mengurus anak. Hal ini juga didukung oleh pernyataan ibu subjek yang menyatakan bahwa anak dan menantunya tidak mengalami kesulitan dalam mengurus anak. “Ga ada itu mba, anak saya kan juga ikut momong anaknya kalau istrinya sedang sibuk, kadang kalau saya sedang selo ya saya juga momong cucu saya, lagian anak saya itu terbisa ngurus adik dan sepupunya kok mba jadi tidak ada kesulitan ngurus anak apalagi anak sendiri.” (1C.4.1) Memang tidak semua pasangan muda mengalami kesulitan mengurus anak, namun ada beberapa yang masih merasa belum siap untuk mengurus anak. Peneliti menyimpulkan bahwa pada dasarnya subjek 1B masih belum siap mengurus anak. Hal ini dibuktikan oleh hasil observasi peneliti terhadap subjek dan pernyataan subjek yang menyatakan kalau ia jarang momong anaknya di pagi hari dengan alasan masih lelah dan ingin tidur. Perilakunya ini sesuai dengan teori Papalia dan Old, bahwa subjek masih kurang dewasa untuk menjadi orangtua karena usianya yang masih tergolong muda. Pernyataan subjek 2A (Al): “Kesulitannya waktu awal-awal anak saya lahir mba, anak saya kan lahir prematur dan beratnya cuma 1,8 kg, kecil banget to mba, jadi waktu itu aku masih takut mau mandiin, untung ada bulik yang mau bantu jadi ya sedikit meringankan lah.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
(2A.6.1) Pernyataan subjek 1B (Sg): “Ya mengalami mba, apalagi ini anak pertama belum ada pengalaman ngurus anak jadi kesulitan itu pasti ada mba.” (2B.5.1) Sedikit
berbeda
dengan
subjek
pertama,
peneliti
menyimpulkan bahwa subjek kedua merasa agak sedikit kesulitan dalam mengurus anak. Hal ini mereka rasakan ketika anak mereka baru saja lahir. Kesulitan mengurus anak ketika baru lahir memang dirasakan semua pasangan, tidak hanya pasangan yang menikah di usia muda, yang menikah di usia matang pun juga demikian. Namun mengurus anak memberikan dampak positif khususnya bagi istri. Selain sudah memiliki pengalaman dalam mengurus adik, jiwa seorang ibu langsung muncul ketika bersama anak. Walaupun secara pemikiran masih dianggap belum mampu, namun Al dapat menjadi ibu yang baik untuk anaknya. Hal ini juga didukung oleh pernyataan ibu mertua Al
yang menyatakan bahwa menantunya tidak
mengalami kesulitan dalam mengurus anak. “Kalau kesulitan mengurus anak ya tidak ada mba, karena saya bantu momong juga kalau menantu saya sedang sibuk, kadang Pak tuwonya juga ikut momong, kadang anak saya yang bungsu juga ikut momong.” (2C.4.1) Berbeda dengan Sg yang selalu menyatakan kesulitan mengurus anak, hal ini memberikan dampak negatif pada Sg. Sg menjadi kurang dekat dengan anaknya, walaupun ia menyatakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
senang memiliki anak namun kedakatan Sg dengan anaknya tidak sedekat Al. Ketidakdekatan Sg dengan anaknya bisa jadi dipengaruhi oleh kekurangdewasaan dan pemikiran Sg yang selalu menyatakan sulit mengurus anak. Sehingga hal ini berdampak pada kedekatan Sg dengan anaknya. 6) Mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi Pernyataan subjek 1A (Am): “Ya masalah pasti ada mba, biasanya kalau ada hal yang tidak saya sukai saya langsung ngomong sama suami saya tapi kadang suami saya suka ga terima terus marah-marah mba.” (1A.8.1) Pernyataan subjek 1B (Dd): “Dulu-dulu itu kalau ada masalah sering tak tinggal pergi mba.” (1B.7.1) “Ya soalnya kalau ada masalah istri saya ditanyain ga jawab malah nangis, saya tu paling mangkel lihat orang bisanya hanya nangis, ya sudah dari pada saya tambah marah ya saya tinggal pergi saja, nanti kalau suasana hati saya sudah agak adem baru saya pulang ke rumah.” (1B.7.2) Berdasarkan pernyataan dari subjek pertama, peneliti menyimpulkan bahwa cara mengatasi masalah rumah tangga yang salah bisa memberi dampak negatif bagi kelangsungan pernikahan. Peneliti menemukan dua pernyataan berbeda dari subjek pertama. Secara psikologis dalam pernikahan harus ada hal yang disebut kematangan emosi, kematangan pikiran, sikap saling toleransi, sikap saling menerima, sikap saling pengertian, dan sikap saling percaya antara suami dan istri. Jika hal tersebut belum ada dalam suatu pernikahan maka dapat menimbulkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
sesuatu yang tidak enak dalam hubungan suami istri. Seperti yang peneliti temukan, ketika ada masalah Am selalu ingin mengkomunikasikan dengan suaminya. Namun jika Am sedang mengkomunikasikan masalahnya Dd selalu marah. Dd belum bisa menunjukkan sikap saling menerima dan toleransi. Ia belum bisa menerima istrinya yang selalu mengadu atau mengkritiknya jika ada masalah. Hal ini dikarenakan emosi Dd yang belum matang, sehingga jika ada sesuatu yang menurutnya tidak menyenangkan ia langsung marah. Perilaku Dd yang selalu marah ketika sedang ada masalah memberi dampak negatif pada Am. Dampak negatifnya adalah Am merasa tertekan dan takut jika melihat perilaku suaminya yang seperti itu. Bahkan kadang AM hanya menangis jika hal itu terjadi. Belakangan Am agak malas mengkomunikasikan masalah rumah tangga dengan suami, ia hanya menunggu kesadaran suami untuk mulai mengkomunikasikannya. Jika ia merasa sudah tidak tahan biasanya ia hanya menangis. Berbeda dengan Am, Dd merasa bahwa jika ada masalah istrinya lebih sering menangis dan membuatnya bingung. Akibatnya Dd sering pergi keluar rumah jika melihat istrinya menangis, selain itu melihat istri menangis juga memancing emosi Dd. Maka ia memilih meninggalkannya dan menunggu suasana hati mencair. Perilaku Dd dalam menyelesaikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
masalah memberi dampak negatif dan positif bagi Dd. Dampak negatifnya adalah Dd jadi mudah emosi dan memilih untuk pergi menenangkan diri. Hal ini terjadi dikarenakan belum muncul rasa saling pengertian dalam diri Dd. Semestinya ia berpikir mengapa istrinya bisa sampai menangis dan tidak mau menjawab jika ditanya. Apakah ia memiliki salah yang tidak diketahuinya. Namun Dd memilih pergi jika istrinya menangis dan tidak memberi jawaban ketika ditanya. Hal ini seolah-olah menunjukkan Dd tidak pengertian pada istrinya. Dampak positifnya adalah Dd berusaha mengkomunikasikan masalahnya dengan menunggu suasana hati yang baik. Walaupun ketika ada masalah Dd terkesan melarikan diri, tetapi sebenarnya ia ingin meredakan emosinya dan menunggu waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalahnya. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ibu subjek yang menyatakan bahwa anak dan menantunya
jika
sedang
ada
masalah
berusaha
untuk
mengkomunikasikan berdua. “Ehm kalau setahu saya mereka bicarakan mba, memang tipenya anak saya itu kalau ada masalah suka ditinggal pergi tapi habis itu langsung diselesaikan.” (1C.6.1) Pernyataan subjek 2A (Al): “Sebenarnya kami berdua sama-sama keras kepala mba, tapi kalau ada masalah itu pasti kami bicarakan, karena kalau tidak dibicarakan tidak selesai-selesai mba masalahnya.” (2A.8.1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Pernyataan subjek 2B (Sg): “Kalau ada masalah biasanya saya lebih suka diomongin mba, tapi kalau diomongin tidak bisa ya sudah saya pilih ngalah dan saya diamkan saja.” (2B.7.1) Berdasarkan
pernyataan
subjek
kedua,
peneliti
menyimpulkan bahwa cara menyelesaikan masalah dapat memberi baik dampak negatif maupun positif. Pasangan suami istri ini memiliki cara yang baik dalam menyelesaikan masalah yaitu dikomunikasikan. Walaupun secara usia masih muda tetapi mereka memilih untuk mengkomunikasikan masalahnya dalam penyelesaiannya. Dampak negatif yang terjadi pada mereka adalah mudah terpancing emosi sehingga tidak jarang ketika mereka
mengkomunikasikan
masalahnya
sering
terlibat
pertengkaran. Hal ini dikarenakan mereka belum mampu mengatur emosinya dengan baik dan belum ada rasa saling toleransi dalam diri mereka. Cara mereka menyelesaikan masalah memang baik, namun mereka belum bisa mengatur emosi ketika mengkomunikasikan masalah yang mereka alami. Dampak positif yang dialami oleh Sg adalah ia memilih mengalah jika ia sudah malas bertengkar dengan istrinya. Hal ini dilakukan untuk mencegah kejadian diluar batas. Walaupun pada awalnya Sg juga belum bisa mengendalikan emosinya, namun jika ia merasa komunikasinya sudah berbahaya ia memilih mengalah. Pada awalnya Sg terkesan belum memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
rasa saling pengertian, namun pada akhirnya rasa itu muncul ketika ia mulai lelah dengan pertengkarannya dan memilih untuk mengalah. Selain itu Sg juga memahami sikap istrinya yang ia anggap masih seperti anak kecil. Jadi dari pada ia terus terpancing emosi lebih baik ia mengalah supaya masalah tidak melebar.
Kemampuan subjek kedua dalam menyelesaikan
masalah juga didukung oleh pernyataan Ibu subjek yang menyatakan
bahwa
anaknya
biasa
mengkomunikasikan
masalahnya dengan istrinya. “Kalau ada masalah setahu saya mereka bicarakan sendiri di kamar, nanti kalau masalah sudah dibicarakan baru mereka biasa lagi, (2C.6.1) 7) Mengatasi emosi Pernyataan subjek 1A (Am): “Biasanya saya tinggal tidur mba, lah dari pada dipikirin mba mending ditinggal tidur beres.” (1A.9.2) “Ya paling cuma nulis dibuku itu mba, kan kalau nulis dibuku ga ada yang tahu, yang tahu cuma saya sama buku itu.” (1A.9.3) Pernyataan subjek 1B (Dd): “Kalau melakukan kekerasan fisik ke istri ga pernah mba, paling ke benda yang ada di dekat saya, misalnya ada ember ya saya tendang ember.” (1B.8.1) Berdasarkan
pernyataan
subjek
pertama,
peneliti
menyimpulkan bahwa cara mengatasi emosi bagi pasangan muda dapat memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positif seperti yang terjadi pada Am, ketika ia sedang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
emosi ia memilih untuk tidur supaya dapat melupakan emosinya itu, selain itu ia juga curhat dibuku untuk meluapkan semua emosinya. Dampak positifnya adalah ia memperoleh rasa tenang dan dapat mengatur emosinya dengan baik. Terlebih setelah ia mengetahui perilaku suaminya yang suka marah jika ia mengatakan sesuatu, ia memilih diam dan tidur ketika mengalami emosi dengan suaminya. Berbeda dengan Dd yang sering melampiaskan emosinya pada benda disekitarnya. Selain wataknya yang keras, Dd juga belum mampu mengatur emosinya dengan baik. Dampak negatif yang terjadi pada Dd adalah ia menjadi stres dan mudah lelah. Sedangkan dampak positifnya adalah Dd memperoleh rasa lega dari katarsis yang ia lakukan. Sikap Dd yang belum bisa mengatur emosinya dengan baik juga diakui oleh Ibu subjek. “Kalau menantu saya sepertinya tidak mba, kalau anak saya memang wataknya agak keras jadi kalau sedang emosi atau marah dia suka banting-banting atau nendang benda yang ada didekatnya.” (1C.7.1) Pernyataan subek 2A (Al): “Tidak pernah mba, saya tidak pernah melakukan kekerasan fisik, kalau saya sedang emosi ya saya pendam saja mba, tunggu sampai emosi saya agak reda baru saya cerita ke suami, karena suami saya kan wataknya juga keras takutnya kalau langsung ngomong malah berantem.” (2A.9.1) Pernyataan subjek 2B (Sg): “Kalau saya emosi ya langsung saya ungkapkan saja mba, tetapi saya tidak pernah main fisik mba, walaupun saya orangnya emosian tapi saya tidak suka main fisik apalagi sama perempuan. Kalau sudah diungkapkan kan sudah lega to mba.” (2B.8.2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berdasarkan pernyataan dari subjek
79
kedua, peneliti
menyimpulkan bahwa cara pasangan ini mengatasi emosi dapat memberikan baik dampak negatif maupun positif. Al memilih untuk memendam emosinya dan menceritakannya pada ibu atau buliknya. Dampak negatif yang dialami Al adalah rasa tertekan karena emosi yang dipendam, dampak positifnya adalah ia mendapatkan rasa lega karena emosinya diluapkan pada orang yang tepat. Walaupun pada akhirnya ia juga mengungkapkan emosinya pada suaminya, namun ia mengungkapkan emosinya itu dengan hati yang sudah lega. Berbeda dengan Sg yang selalu berusaha mengungkapkan rasa emosinya dan tanpa adanya kekerasan. Dampak positif yang didapat Sg adalah rasa lega karena ia selalu bisa meluapkan emosinya dengan baik. Pada dasarnya ketika kita mengalami emosi memang harus diluapkan, karena jika tidak akan memberikan tekanan yang luar biasa. Dampak positif atau negatif yang didapat tergantung dari cara seseorang itu meluapkan emosinya. 8) Mengatur marah Pernyataan subjek 1A (Am): “Kalau dulu saya langsung ngomong mba tapi kalau sekarang ya saya diamkan saja mba, lah mau gimana kalau saya kasih tahu suami saya malah marah mba, jadi ya saya biarin saja mba semaunya dia apa. Saya pilih ngalah mba.” (1A.10.1) Pernyataan subjek 1B (Dd): “Ya saya lihat situasi dulu mba, kalau masalah yang sedang dialami tidak terlalu besar ya saya diamkan saja, tetapi kalau masalahnya besar ya saya ungkapkan rasa marah saya.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
(1A.9.2) Berdasarkan pernyataan dari subjek pertama, peneliti menyimpulkan bahwa pasangan ini memiliki cara yang baik dalam mengatur marahnya. Cara yang mereka lakukan itu bisa memberikan baik dampak negatif maupun dampak positif bagi mereka. Am memilih untuk diam ketika sedang marah, karena ia mengetahui sikap suaminya yang pemarah. Dampak negatifnya adalah rasa tertekan karena sering memendam marah, sedangkan dampak positifnya adalah ia mendapat rasa lega karena berhasil menghindari pertangkaran. Dd
memilih
untuk
menahan
marahnya, hal ini ia lakukan juga untuk menghindari pertengkaran. Dampak positif yang didapat Dd adalah ia mendapatkan rasa lega dari kemampuannya dalam menahan marah. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ibu subjek yang menyatakan bahwa menantunya sering memendam rasa marah dan anaknya bisa mengatasi rasa marah. “Kalau menantu saya itu seringnya dipendam mba sampai nangis, nanti baru cerita ke anak saya, tapi kalau anak saya ya itu suka pergi-pergian kalau sedang marah, dia tidak mau ngomong langsung paling cuma pergi, nanti kalau sudah tidak begitu marah baru pulang dan ngomong masalahnya apa.” (1C.8.1) Pernyataan subjek 2A (Al): “Kalau marah itu tergantung dari persoalannya mba, kalau yang kira-kira keterlaluan ya langsung saya luapkan tapi kalau cuma masalah kecil ya saya pendam saja mba.” (2A.10.1) Pernyataan subjek 2B (Sg): “Kalau saya tipenya langsung saya luapkan mba, tapi tergantung masalahnya kalau susah diluapkan ya sudah tunggu besoknya lagi, kalau tidak bisa diluapkan paling ya saya tinggal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
pergi dulu keluar atau ke angkringan baru setelah emosi saya agak reda baru saya ungkapkan.” (2B.9.1) Berdasarkan pernyataan dari subjek
kedua, peneliti
menyimpulkan bahwa pasangan ini memiliki cara yang cukup baik dalam mengatur marah. Walaupun usia tergolong masih muda namun mereka memiliki inisiatif untuk berterusterang. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ibu subjek yang menyatakan bahwa anak dan menantunya jika sedang marah biasanya mereka luapkan. “Kalau setahu saya langsung diluapkan mba, karena anak saya itu kan orangnya kalau ada apa-apa maunya langsung dibicarakan.” (2C.8.1) Meluapkan marah dapat memberi dampak positif bagi yang mengungkapkan namun dapat memberi dampak negatif bagi yang dimarahi. Tingkat kematangan emosi remaja memang belum baik, sehingga jika ia mengalami masalah cenderung langsung mengungkapkannya. Sifat egosentrisme yang ada pada remaja membuat remaja melakukan sesuatu tanpa pikir panjang. Seperti yang dilakukan pada Al dan Sg, ketika sedang marah mereka terbiasa langsung meluapkannya tanpa memikirkan dampak bagi yang dimarahi. Dampak positif dari meluapkan marah adalah mendapatkan rasa lega karena apa yang mengganjal dihati berhasil diungkapkan. Dampak negatif bagi yang dimarahi adalah rasa tertekan akibat sering dimarahi atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
dapat juga timbul rasa kebal akibat terlalu sering dimarahi. Bertengkar akibat masalah rumah tangga memang suatu hal yang lumrah. Namun sebaiknya hal itu tidak sering dilakukan. Selain dapat memberikan dampak negatif secara fisik dan psikologis, relasi pasangan juga dapat renggang karena terlalu sering marah. Selain itu anak juga bisa terkena dampak dari pertengkaran orang tua, dampaknya anak bisa menjadi murung karena memikirkan orangtua yang sering bertengkar dan marahmarah. Perasaan anak juga menjadi tidak enak jika orangtuanya sering bertengkar dan marah-marah. Meluapkan marah memang baik tetapi sebaiknya diluapkan dengan cara dan bahasa yang baik pula supaya tidak terlalu banyak memberikan dampak negatif. 9)
Hal baik dan kurang baik dari pernikahan usia muda Pernyataan subjek 1A (Am): “Ehm hal baiknya itu ya saya sudah punya pengalaman tentang menikah lebih dulu dari pada teman-teman saya yang belum menikah. Ya memang banyak hambatannya dalam menghadapi masalah rumah tangga mba tapi ya saya coba jalani dengan ikhlas karena ini sudah jadi pilihan saya. Kurang baiknya itu saya kehilangan waktu remaja saya mba, kalau teman-teman yang belum menikah kan masih enak main to mba, sedangkan saya sibuk ngurus rumah, menurut saya itu saja sih mba.” (1A.11.1) Berdasarkan
pernyataan
dari
subjek
1A,
peneliti
menyimpulkan bahwa subjek menerima pernikahannya dengan baik namun subjek merasa ada hal yang hilang dalam dirinya. Subjek merasa bahwa ia senang karena lebih dulu menikah dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
memiliki banyak pengalaman tentang pernikahan dibandingkan teman-temannya yang belum menikah. Namun subjek juga merasa sedih karena kehilangan masa remajanya. Masa yang seharusnya ia lewati bersama teman-teman tetapi hilang karena ia harus menikah. Pernyataan hal baik dan kurang baik tentu menghasilkan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah subjek dapat menerima dan menjalani pernikahannya dengan baik walaupun harus menikah diusia muda. Dampak negatifnya adalah subjek mengalami rasa kehilangan yang sampai sekarang sulit untuk dilupakan. Pernyataan subjek 1B (Dd): ”Hal positifnya mungkin terhindar dari fitnah dan zina, terus selain itu nanti kalau anak sudah besar saya masih agak muda dan masih bisa cari uang.” (1B.10.1) “Hal negatifnya itu ya kalau ada masalah masih sama-sama egois mba, kadang jarang ada yang mau ngalah mba.” (1B.10.2) Berdasarkan
pernyataan
dari
subjek
1B,
peneliti
menyimpulkan bahwa subjek menerima pernikahannya dengan baik. Walaupun berdasarkan wawancara diatas ada hal yang menunjukkan kalau sebenarnya subjek belum siap menikah, namun
ia
tetap
memiliki
pemikiran
positif
tentang
pernikahannya. Pernikahan usia muda membuat subjek merasa termotivasi untuk terus bekerja demi anak, apalagi ketika anak besar nanti ia masih dapat mencari nafkah untuk membiayai kebutuhan anaknya. Selain itu subjek juga menyadari sifat ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
dan istrinya yang masih sama-sama egois, oleh larena itu ia selalu berusaha belajar dari pengalaman. Dampak positif yang didapat subjek adalah ia termotivasi untuk terus bekerja guna memenuhi kebutuhan dimasa depan dan berusaha belajar dari pengalaman masa lalu. Pernyataan subjek 2A (Al): “Hal baiknya itu walau sudah punya anak tapi masih terlihat muda, kalau hal kurang baiknya ya karena kami masih samasama muda jadi rasa egoisnya masih terlalu tinggi.” (2A.11.1) Berdasarkan pernyataan subjek 2A, peneliti menyimpulkan bahwa subjek dapat menerima pernikahannya dengan baik dan hasil pernyataannya ini memberikan dampak positif bagi subjek. Subjek menyatakan bahwa ia bangga menikah dini karena walaupun sudah punya anak tetapi masih terlihat muda. Subjek juga menyadari sifatnya yang masih sangat egois yang sering menimbulkan keributan dalam rumah tangganya. Dampak positifnya adalah subjek menerima pernikahannya dengan baik walaupun pada awalnya subjek merasa belum siap menikah. Selain itu subjek juga memiliki kasadaran tentang sifatnya yang masih egois yang sering menimbulkan masalah dalam rumah tangganya. Pernyataan subjek 2B (Sg): “Kalau menurut saya hal baik yang saya rasakan setelah menikah muda itu ya pertama enak sudah ada yang ngurus mba, kedua dari pada buat zina mending dihahalkan sekalian to mba. Kalau hal yang kurang baiknya itu kami kan menikah diusia masih muda, jadi keinginan untuk main sama teman atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
pergi rumah teman yang agak jauh itu masih ada gitu mba, sedangkan saya sudah terikat dan sudah punya tanggungjawab sebagai suami, jadi kadang saya mengalami perasaan yang berlawanan, disisi lain saya masih ingin main tapi disisi lain saya juga ga enak sama orangtua karena kan sudah punya istri, ya dilema gitu mba.” (2B.10.1) Berdasarkan pernyataan subjek 2B, peneliti menyimpulkan bahwa subjek belum dapat menerima pernikahannya dengan baik. Sebenarnya peneliti merasa ragu dengan pernyataan subjek.
Subjek
menyatakan
bahwa
ia
menikah
untuk
menghindari zina tetapi kenyataannya subjek menikahi istrinya karena
sudah
terlanjur
hamil.
Pada
hal
ini
peneliti
menyimpulkan bahwa subjek memberikan tanggapan secara umum bukan dari pengalaman pribadi. Selain itu subjek juga menyatakan bahwa menikah membuatnya tidak bebas dan tidak bisa main dengan teman. Ia merasa sudah terikat dan susah untuk memiliki kebebasan seperti dulu. Pernyataan itu menunjukkan bahwa pernikahan usia muda memberikan dampak negatif bagi subjek. Dampak negatifnya adalah subjek merasa kehilangan suatu hal yang seharusnya mungkin masih bisa ia lakukan seperti misalnya kumpul dan main dengan teman. Walaupun merasa terkekang namun subjek tetap melakukan keinginannya dengan alasan menghibur diri. Hal ini menunjukkan bahwa memang subjek belum bisa menerima betul pernikahannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c.
86
Dampak dari segi sosial-ekonomi 1) Kondisi finansial setelah menikah Pernyataan subjek 1A (Am): “Ehm gimana ya mba, dibilang sulit ya pernah mengalami tapi dibilang cukup ya Alhamdulilah cukup.” (1A.7.1) Pernyataan subjek 1B (Dd): “Kesulitan itu ya waktu awal-awal menikah mba, waktu itu kan pekerjaan saya masih belum mapan lah istilahnya, saya juga membayangkan cukup tidak bayaran saya untuk menghidupi istri, lalu setelah punya anak saya mikir lagi kalau pengeluaran saya semakin banyak, akhirnya saya berusaha untuk cari kerjaan baru yang kira-kira bayarannya lebih dari kerjaan saya yang awal, akhirnya sekarang ya Alhamdulilah mba cukup untuk istri dan anak.” (1B.6.1) Berdasarkan pernyataan dari subjek pertama, peneliti menyimpulkan
bahwa
kondisi
finansial
yang
mapan
memberikan dampak positif bagi pasangan suami istri. Walaupun pada awalnya ada sedikit keributan dalam mengatur keuangan,
namun
keduanya
berusaha
untuk
mengatur
sedemikian rupa untuk pengeluaran. Dampak positifnya adalah mereka belajar dari pengalaman tentang bagaimana mengatur uang untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk ditabung. Selain itu suami juga memiliki inisiatif untuk mencari pekerjaan yang lebih baik guna mencukupi kebutuhan hidup keluarga kecilnya. Pernyataan subjek 2A (Al): “Kesulitan ya pasti ada mba, apalagi waktu awal nikah itu suami saya belum kerja padahal kebutuhan banyak, untuk melahirkan, untuk beli kebutuhan bayi, bingung to mba kalau kaya gitu? Tapi sekarang ya Alhamdulilah suami saya sudah dapat kerja dan hasilnya mencukupi lah.” (2A.7.1)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
Pernyataan subjek 2B (Sg): “Ya kesulitan pasti ada mba, kalau dulu saya kerja bayarannya hanya untuk saya sendiri, nah setelah nikah kan dibagi lagi untuk istri, sekarang ditambah lagi punya anak berarti bayarannya dibagi lagi untuk anak to mba, apalagi kebutuhan anakkan banyak kaya bedak, bubur, susu, popok, ya macemmacemlah mba, apalagi sekarang apa-apa mahal bayaran sebulan ya tidak mencukupi untuk biaya hidup sebulan.” (2B.6.1) Berdasarkan
pernyataan
subjek
kedua,
peneliti
menyimpulkan bahwa walaupun sempat mengalami keadaan sulit diawal pernikahan, namun hal itu tidak berdampak negatif bagi pasangan suami istri ini. Bahkan sebaliknya, peneliti menyimpulkan bahwa keadaan ekonomi yang sulit pada awal pernikahan mereka justru memberikan dampak positif. Mereka tetap bisa bertahan walau kekurangan dan harus minta bantuan dari orangtua. Selain itu mereka juga belajar dari pengalaman untuk mengatur keuangan agar semua kebutuhan tercukupi. Pada dasarnya hal ini dialami oleh beberapa pasangan diawal pernikahan, tidak hanya dialami pasangan yang menikah muda namun juga pasangan yang menikah di usia matang. Hal yang membuat berbeda adalah pasangan muda yang hakekatnya adalah seorang remaja dimana pikirannya masih belum matang tetapi sudah mampu berpikir untuk bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
88
Hasil Observasi a. Hasil observasi subjek 1A Tabel 5. Hasil Observasi Subyek 1A
No.
Kriteria Jawaban
Panduan Observasi untuk Istri
Ya 1.
Istri
menunjukkan
ekspresi
trauma
Tidak
√
ketika
menceritakan pengalaman hamil dan melahirkan? 2.
Istri menunjukkan ekspresi wajah yang bahagia saat √
menyatakan perasaannya setelah menikah? 3.
Istri dapat beradaptasi dengan baik dikeluarga barunya (dengan mertua, kakak dan adik ipar, saudara dari
√
pihak suami, tetangga)? 4.
Istri dapat menjalani tugas sebagai ibu rumah tangga (mengurus rumah, mengurus suami, mengurus anak) √ dengan baik?
5.
Istri masih sering mengunjungi dan berkumpul dengan √
teman sebayanya? 6.
Istri dapat mengurus anak (momong, menyiapkan makan, memberi makan, memandikan, melakukan
√
imunisasi, timbangan, melatih respon anak) dengan baik? 7.
Istri mengkomunikasikan masalah rumah tangganya √ pada suami dengan baik?
8.
Istri dapat mengatur emosinya dengan baik?
9.
Istri
10.
dapat
meredakan
marahnya
dan
√
mengungkapkannya dengan cara yang baik?
√
Istri menunjukkan ekspresi wajah yang positif saat
√
menceritakan pengalamannya menikah muda dan mengarungi bahtera rumah tangga?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11.
√
Keadaan istri secara finansial cukup baik?
Berdasarkan menyimpulkan
hasil bahwa
observasi ketika
89
pada
subjek
subjek
1A,
peneliti
menceritakan
tentang
perasaannya menikah di usia muda, subjek menujukkan ekspresi wajah yang datar dan ada sedikit raut penyesalan. Hal ini juga diperkuat dengan nada bicaranya yang rendah. Peneliti juga menyimpulkan bahwa subjek dapat beradaptasi dengan baik dikeluarga
suaminya.
Hal
ini
ditunjukkan
ketika
peneliti
mendapatkan subjek sedang mengobrol akrab dengan Ayah mertua dan adiknya, selain itu peneliti juga pernah mendapati subjek bergaul akrab dengan tetangganya. Namun dari lima kali observasi peneliti belum mendapatkan subjek ngobrol akab dengan ibu mertuanya, sehingga peneliti menyimpulkan bahwa hubungan subjek dengan ibu mertua kurang akrab. Kebiasaan subjek dalam mengurus rumah tangga juga termasuk baik. Hal ini dibuktikan dari kondisi rumah yang rapih dan menyiapkan makanan untuk suami dan anak tepat waktu. Selama penelitian, peneliti tidak mendapati subjek berkumpul atau menemui teman-temannya. Ketika menceritakan pengalamannya saat hamil dan keguguran subjek menunjukkan wajah yang sedikit trauma, selain itu nada bicaranya juga rendah yang menunjukkan bahwa ia tidak ingin mengalami hal itu lagi. Keterampilan mengurus anak yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
diperlihatkan subjek sangat baik. Subjek memandikan anaknya dipagi hari lalu menyuapi anaknya untuk sarapan. Anaknya juga terlihat bersih, sehat, aktif, dan terurus. Peneliti juga mendapati subjek pergi ke posyandu untuk menimbangkan anaknya. Dilihat dari segi ekonomi kebutuhan subjek termasuk selalu terpenuhi. Walaupun subjek termasuk ke dalam keluarga sederhana, namun subjek tidak kekurangan. Hal ini dilihat dari penampilan subjek dan keluarga, serta subjek dapat belanja setiap hari. Subjek juga dapat membicarakan masalah rumah tangganya dengan baik. Hal ini dibuktikan ketika peneliti mendapati subjek mengatakan pada suami tentang undangan pernikahan yang diberikan lebih dari satu orang ditanggal tua dalam waktu bersamaan. Subjek juga dapat mengatur emosi dan marahnya dengan baik. Hal ini dibuktikan ketika peneliti melihat subjek momong anaknya dengan sabar. Subjek juga menunjukkan ekspresi positif ketika menyatakan pendapatnya tentang pernikahan
usia
muda.
Walaupun
saat
menyatakan
perasaannya setelah menikah subjek agak sedikit datar, namun saat menyatakan tentang pernikahan usia muda subjek ekspresi wajah penuh senyum.
menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
b. Hasil observasi subjek 1B Tabel 6. Hasil observasi 1B No.
Panduan Observasi untuk Suami
Kriteria Jawaban Ya
1.
Tidak
Suami menunjukkan ekspresi wajah yang bahagia saat √ menyatakan perasaannya setelah menikah?
2.
Suami dapat beradaptasi dengan baik dikeluarga √ barunya (dengan mertua, kakak dan adik ipar, saudara dari pihak istri, tetangga)?
3.
Suami dapat menjalani tugas sebagai kepala keluarga √ (mencari nafkah, mendidik istri dan anak) dengan baik?
4.
Suami masih sering mengunjungi dan berkumpul √ dengan teman sebayanya?
5.
√
Suami dapat mengurus anak (momong, menyiapkan makan, memberi makan, memandikan, melakukan imunisasi, timbangan, melatih respon anak) dengan baik?
6.
√
Suami mengkomunikasikan masalah rumah tangganya pada istri dengan baik?
7.
Suami dapat mengatur emosinya dengan baik?
8.
Suami
dapat
meredakan
marahnya
√ √
dan
mengungkapkannya dengan cara yang baik? 9.
Suami menunjukkan ekspresi wajah yang positif saat √ menceritakan pengalamannya menikah muda dan mengarungi bahtera rumah tangga?
10.
Keadaan suami secara finansial cukup baik?
√
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berdasarkan
hasil
observasi
pada
subjek
1B,
92
peneliti
menyimpulkan bahwa subjek menunjukkan ekspresi wajah yang positif ketika menceritakan perasaannya setelah menikah. Subjek menceritakan perasaannya dengan raut wajah bahagia, penuh senyum, dan ramah. Peneliti juga menyimpulkan bahwa subjek dapat beradaptasi dengan baik khususnya dilingkungan tempat tinggalnya. Sebagai
kepala
keluarga
subjek
adalah
orang
yang
bertanggungjawab. Hal ini dibuktikan dengan kegiatannya setiap hari yang bekerja dari pagi sampai sore. Peneliti juga pernah mendapati subjek membantu pekerjaan orangtua di sawah pada waktu luang untuk menambah penghasilan. Subjek masih suka main dan berkumpul dengan temantemannya. Peneliti mendapati subjek janjian dengan temannya untuk suatu hal setelah subjek selesai diwawancara. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan ibu subjek (subjek 1C, Sr) yang menyatakan: “Kalau sepengetahuan saya menantu saya tidak pernah mba kumpul bareng temannya, tapi saya juga kurang tahu, kalau anak saya masih sering main sama teman-temannya, biasanya kalau main itu malam mba, ya wajarlah mba namanya laki-laki pasti masih ingin ketemu sama teman-temannya apalagi anak saya juga masih muda to mba, pasti masih senang main, asalkan mainnya tidak macem-macem atau berbahaya menurut saya tidak apa-apa mba.” (1C.3.1) Dalam hal mengurus anak peneliti menyimpulkan subjek masih belum memiliki rasa ngemong terhadap anak. Hal ini dibuktikan ketika peneliti mendapati istri subjek sedang sibuk memasak dipagi hari dan anaknya rewel, namun subjek masih tertidur dan tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
membantu istri momong anak mereka. Akhirnya istri masak sambil momong anaknya. Subjek kurang dapat mengkomunikasikan masalah rumah tangganya dengan baik. Hal ini dibuktikan ketika peneliti mendapati istri subjek membicarakan tentang undangan pernikahan namun subjek tidak begitu menanggapi. Peneliti juga menyimpulkan bahwa subjek kurang bisa mengatur emosi dan marahnya. Hal ini dibuktikan ketika peneliti mendapati subjek agak marah saat istrinya terus membicarakan masalah undangan pernikahan. Subjek menunjukkan ekspresi wajah yang positif saat menyatakan pendapatnya tentang pernikahan usia muda. c. Hasil observasi subjek 2A Tabel 7. Hasil Observasi Subyek 2A No.
Kriteria Jawaban
Panduan Observasi untuk Istri
Ya 1.
Istri
menunjukkan
ekspresi
trauma
√
ketika
menceritakan pengalaman hamil dan melahirkan? 2.
Tidak
√
Istri menunjukkan ekspresi wajah yang bahagia saat menyatakan perasaannya setelah menikah?
3.
√
Istri dapat beradaptasi dengan baik dikeluarga barunya (dengan mertua, kakak dan adik ipar, saudara dari pihak suami, tetangga)?
4.
Istri dapat menjalani tugas sebagai ibu rumah tangga
√
(mengurus rumah, mengurus suami, mengurus anak) dengan baik? 5.
Istri masih sering mengunjungi dan berkumpul dengan teman sebayanya?
√
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6.
94
Istri dapat mengurus anak (momong, menyiapkan √ makan, memberi makan, memandikan, melakukan imunisasi, timbangan, melatih respon anak) dengan baik?
7.
Istri mengkomunikasikan masalah rumah tangganya √ pada suami dengan baik?
√
8.
Istri dapat mengatur emosinya dengan baik?
9.
Istri
dapat
meredakan
marahnya
dan
√
Istri menunjukkan ekspresi wajah yang positif saat
√
mengungkapkannya dengan cara yang baik? 10.
menceritakan pengalamannya menikah muda dan mengarungi bahtera rumah tangga? 11.
√
Keadaan istri secara finansial cukup baik?
Berdasarkan
hasil
observasi
pada
subjek
2A,
peneliti
menyimpulkan bahwa subjek tidak menunjukkan ekspresi positif saat menceritakan perasaanya setelah menikah. Hal ini dibuktikan ketika subjek menceritakan perasaannya setelah menikah dengan ekspresi wajah yang datar dan nada suara rendah. Subjek juga masih belum bisa beradaptasi dengan baik dikeluarga suaminya khususnya dengan ibu mertua. Hal ini dibuktikan ketika peneliti mendapati subjek hanya diam saja saat ibu mertua menyuruhnya memperhatikan anaknya yang sedang mainan. Walaupun usia subjek masih tergolong sangat muda, namun dalam mengurus anak subjek sangat cekatan. Hal ini dibuktikan dari keadaan anaknya yang sehat, ceria, dan bersih.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
Selama penelitian, peneliti tidak pernah mendapati subjek main atau bertemu dengan teman-temannya. Subjek termasuk berkecukupan dari segi ekonomi, hal ini dibuktikan
dari
penampilan
subjek
sehari-hari
yang
tidak
menunjukkan kekurangan dari segi sandang. Selain itu kebutuhan anak juga terpenuhi seperti susu dan makanannya. Subjek menunjukkan ekspresi trauma ketika menceritakan pengalamannya yang melahirkan prematur. Apalagi saat itu anaknya harus dirawat di rumah sakit. Subjek juga dapat mengurus anaknya dengan baik. Hal ini dibuktikan ketika peneliti mendapati subjek sudah memandikan anaknya dipagi hari lalu menyuapi anaknya. Subjek juga tidak terlihat terbebani ketika mengurus anaknya. Subjek termasuk berkecukupan dari segi ekonomi. Hal ini dibuktikan dari penampilan subjek sehari-hari dalam hal sandang dan pangan yang tidak memperlihatkan subjek mengalami kekurangan. Subjek juga dapat mengkomunikasikan masalahnya dengan baik. Hal ini dibuktikan ketika peneliti mendapati subjek menelpon suaminya saat ada temannya menanyakan barang yang dipinjam. Namun subjek kurang dapat mengatur emosi dan marahnya. Hal ini dibuktikan ketika peneliti mendapati subjek marah dan agak meninggikan nada suaranya saat menelpon suaminya membicarakan masalah dengan temannya. Walaupun subjek menceritakan perasaannya setelah menikah dengan ekspresi wajah yang datar, namun subjek
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
menyatakan pendapatnya tentang menikah di usia muda dengan ekspresi wajah yang penuh senyum dan ramah. d. Hasil observasi subjek 2B Tabel 8. Hasil observasi subjek 2B No.
Panduan Observasi untuk Suami
Kriteria Jawaban Ya
1.
Tidak √
Suami menunjukkan ekspresi wajah yang bahagia saat menyatakan perasaannya setelah menikah?
2.
Suami dapat beradaptasi dengan baik dikeluarga √ barunya (dengan mertua, kakak dan adik ipar, saudara dari pihak istri, tetangga)?
3.
Suami dapat menjalani tugas sebagai kepala keluarga √ (mencari nafkah, mendidik istri dan anak) dengan baik?
4.
Suami masih sering mengunjungi dan berkumpul √ dengan teman sebayanya?
5.
√
Suami dapat mengurus anak (momong, menyiapkan makan, memberi makan, memandikan, melakukan imunisasi, timbangan, melatih respon anak) dengan baik?
6.
Suami mengkomunikasikan masalah rumah tangganya √ pada istri dengan baik?
7.
Suami dapat mengatur emosinya dengan baik?
8.
Suami
dapat
meredakan
marahnya
√ dan √
mengungkapkannya dengan cara yang baik? 9.
√
Suami menunjukkan ekspresi wajah yang positif saat menceritakan pengalamannya menikah muda dan mengarungi bahtera rumah tangga?
10.
Keadaan suami secara finansial cukup baik?
√
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berdasarkan
hasil
observasi
pada
subjek
2B,
97
peneliti
menyimpulkan bahwa subjek tidak menunjukkan ekspresi positif saat menceritakan perasaanya setelah menikah. Hal ini dibuktikan ketika subjek menceritakan perasaannya setelah menikah dengan ekspresi wajah yang datar dan nada suara rendah. Subjek dapat beradaptasi dengan baik di lingkungan tempat tinggalnya dan dengan keluarga dari pihak istri. Hal ini dibutikan ketika peneliti mendapati subjek menyambut kedatangan bulik Al dengan ramah dan sopan. Subjek juga dapat menjalani perannya sebagai kepala keluarga dengan baik, yaitu bekerja dan membantu istri jika sedang sibuk. Subjek masih sering menemui teman-temannya dimalam hari. Hal ini dibuktikan ketika peneliti beberapa kali mendapati subjek bangun kesiangan karena semalam habis main dengan temannya. Walaupun subjek agak sedikit kurang perhatian, namun subjek tidak menunjukkan kesulitan dalam hal mengurus anak. Hal ini dibuktikan ketika peneliti mendapati subjek sedang mengajak anaknya dipagi hari saat istrinya sedang mencuci. Keluarga kecil subjek dan subjek sendiri masuk ke dalam kategori keluarga yang berkecukupan. Hal ini dapat dilihat dari keseharian subjek dalam hal sandang dan pangan yang
tidak
menunjukkan
kekurangan.
Subjek
juga
dapat
mengkomunikasikan masalah rumah tangganya dengan baik. Hal ini dibuktikan ketika peneliti mendapati subjek menegur istrinya untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
merapikan rumah yang terlihat agak berantakan. Subjek juga dapat mengatur emosi dan marahnya dengan baik. Hal ini dibuktikan ketika subjek dapat menahan emosinya saat istrinya agak sedikit marah saat disuruh merapihkan rumah. Namun subjek tidak menunjukkan ekspresi wajah yang positif saat menyatakan pendapatnya tentang pernikahan usia muda. Subjek menunjukkan ekspresi wajah yang agak datar dengan nada suara yang rendah. D. Pembahasan 1. Dampak fisik a. Kesulitan saat hamil dan melahirkan Kesulitan saat hamil dan melahirkan memberi dampak pada segi fisik. Hal ini dikarenakan kondisi kandungan anak remaja yang belum siap untuk hamil. Memang tidak semua wanita remaja yang hamil mengalami masalah, namun kedua subjek yang peneliti temukan mengalami
masalah
saat
membahayakan jiwa mereka.
hamil
walaupun
tidak
sampai
Hal ini dibuktikan dari pernyataan
kedua subjek yang menyatakan bahwa masing-masing dari mereka ada yang mengalami keguguran dan prematur. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari kedua subjek, peneliti menyimpulkan bahwa kehamilan di usia muda dapat memberikan dampak negatif. Dampak negatifnya antara lain keguguran dan lahir prematur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
Hal ini juga diungkapkan oleh Papalia dan Old (2008: 607) dalam bukunya “Human Development” yang menyatakan bahwa: Remaja yang hamil sering kali mengalami akibat yang buruk. Bayinya cenderung prematur atau kekurangan berat badan yang berbahaya atau dipuncak resiko kematian setelah kelahiran, masalah kesehatan, dan ketidakmampuan berkembang yang bisa terus berlanjut sampai dewasa. Faktor penyebab dampak negatif itu bisa jadi adalah usia yang terlalu muda, minimnya pengetahuan tentang kehamilan, kurangnya informasi tentang kehamilan, dan rasa stres yang tinggi. Walaupun keguguran jarang dialami oleh wanita yang hamil di usia remaja, namun peluang terjadinya juga tidak sedikit. Selain kondisi kandungan usia remaja yang masih lemah, faktor ketidaktahuan informasi mengenai kehamilan juga dapat menjadi penyebab terjadinya keguguran dan lahir prematur. 2. Dampak Psikologis a. Perasaan setelah menikah Perasaan setelah menikah memberi dampak pada segi psikologis. Hal ini dikarenakan belum matangnya pikiran pasangan muda tentang kehidupan setelah menikah. Pikiran yang belum matang membuat pasangan muda berpikir negatif mengenai perasaan mereka setelah menikah. Hal ini dibuktikan dari pernyataan masing-masing pasangan mengenai perasaan mereka setelah menikah. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari kedua subjek, peneliti menyimpulkan bahwa pernikahan usia muda memberi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
dampak negatif bagi pasangan suami istri. Dampak negatifnya adalah usia yang masih muda yang mengakibatkan pasangan suami istri memiliki perasaan negatif mengenai kehidupan setelah menikah. Pada umumnya pasangan yang telah menikah menyatakan perasaan yang bahagia karena telah resmi menjadi suami istri dan siap menjalani bahtera rumah tangga. Namun pernikahan di usia yang masih sangat muda menyatakan sebaliknya. Hal ini dikarenakan pikiran yang belum matang yang mengakibatkan pasangan belum bisa berpikir dewasa. Berdasarkan pernyataan kedua pasangan subjek diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pernyataan keduanya sesuai dengan pernyataan Elkind (dalam Papalia dan Old, 2008: 561) tentang salah satu karakteristik
ketidakmatangan
pemikiran
remaja.
Salah
satu
karakteristik ketidakmatangan pemikiran remaja menurut Elkind adalah perasaan ragu-ragu, dimana remaja menyimpan berbagai alternatif dalam pikiran mereka pada waktu yang sama, namun karena kurangnya pengalaman mereka kekurangan strategi efektif untuk memilih. Maknanya adalah pada dasarnya kedua pasangan ini memiliki pemikiran antara siap dan tidak siap untuk menikah, namun karena mereka belum memiliki banyak pengalaman mereka berpikiran ragu dan takut tidak dapat membiayai keluarga kecil mereka. Pada kenyataannya mereka tahu apa yang harus mereka lakukan untuk membiayai keluarga kecilnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
b. Adaptasi dengan keluarga pasangan Adaptasi dengan keluarga pasangan memberi dampak pada segi psikologis. Kedua subjek yang telah menikah ini rata-rata ikut tinggal dengan suami. Hal ini merupakan keharusan karena suami belum memiliki rumah sendiri. Tinggal dengan keluarga suami berarti mengharuskan istri untuk bisa beradaptasi dengan keluarga baru yang sangat berbeda dengan keluarga aslinya. Adaptasi inilah yang menimbulkan masalah antara menantu dan mertua. Hampir rata-rata subjek perempuan memiliki masalah dengan ibu mertuanya. Hal ini dikarenakan masih adanya sifat egosentrisme pada diri remaja khususnya menantu perempuan (Santrock, 2003: 122). Berdasarkan
hasil
wawancara
dan
observasi,
peneliti
menyimpulkan bahwa pernikahan di usia muda dapat memberikan dampak negatif dalam hal adaptasi dengan keluarga khususnya bagi para istri. Hal ini mengakibatkan kesalahpahaman dalam menangkap sikap
dan
perkataan
oranglain.
Faktor
yang
menimbulkan
kesalahpahaman adalah pikiran egosentrisme yang masih dimiliki remaja. Pada umumnya masalah miss understanding juga mungkin terjadi pada pasangan yang menikah di usia matang, namun dengan kematangan berpikir mereka bisa menyelesaikannya dengan baik. Kesalahpahaman juga tidak menutup kemungkinan terjadi pada para suami jika mereka berada pada posisi yang sama dengan istri. Hanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
saja mereka tinggal dengan orangtua kandung sehingga permasalahan itu tidak terjadi. c. Adaptasi dengan status baru sebagai kepala keluarga dan ibu rumah tangga Menjalani tugas baru sebagai ibu rumah tangga/ kepala keluarga memberi dampak pada segi psikologis. Menerima perubahan status dari lajang menjadi ibu rumah tangga atau kepala keluarga memang tidak mudah. Terlebih pada pasangan yang menikah di usia muda. Faktor usia yang masih muda, pemikiran yang belum matang, dan sikap egois dapat memberikan dampak negatif bagi pasangan muda . (Walgito, 1984: 25) Namun faktor-faktor tersebut juga bisa memberikan dampak positif bagi mereka. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari kedua subjek, peneliti menyimpulkan bahwa perubahan status pada pernikahan usia muda dapat memberikan baik dampak negatif maupun dampak positif. Seperti kita ketahui bahwa perkembangan kognitif remaja disebut sebagai tahap operasi formal, dimana remaja dapat mengembangkan pikirannya untuk memunculkan ide baru (Santrock, 2003: 122). Dampak negatif dari perubahan status adalah emosi yang tinggi dan pemikiran negatif mengenai perubahan status. Dampak positif dari perubahan status bagi pasangan muda ini mungkin muncul karena mereka sudah bisa mengembangkan pikirannya sehingga muncul suatu pernyataan dalam benak mereka untuk berusaha menerima dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
menjalani perannya dengan baik. Namun perlu diingat bahwa remaja juga masih memiliki pemikiran egosentrisme. Pemikiran inilah yang mungkin muncul bagi subjek yang belum menerima perubahan statusnya. d. Pribadi: berkumpul dengan teman sebaya Berkumpul dengan teman sebaya memberi dampak pada segi psikologis dan sosial. Berkumpul dengan teman merupakan sifat umum remaja. Hal ini mereka lakukan guna mencari jati dirinya. Selain itu perkembangan sosial remaja juga dipengaruhi oleh teman sebaya. Hal ini dibuktikan oleh pernyataan Robinson (dalam Papalia dan Old, 2008: 617) yang mengungkapkan bahwa “sumber dukungan emosianal penting sepanjang transisi masa remaja yang kompleks adalah peningkatan keterlibatan remaja dengan teman sebayanya”. Berdasarkan pernyataan Robinson dapat disimpulkan bahwa dalam mengalami perubahan fisik dan psikologis yang cepat, remaja membutuhkan orang lain yang juga mengalami perubahan yang sama. Burhmester (dalam Papalia dan Old, 2008: 618) mengatakan bahwa: Teman sebaya merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral; tempat bereksperimen; dan setting otonomi dan independensi dari orang tua, yang juga merupakan tempat latihan bagi intimasi orang dewasa. Berdasarkan pernyataan Burhmester tersebut tidak heran jika remaja sangat menyenangi berkumpul dengan teman sebaya sebagai tempat untuk melepas stres. Terlebih bagi remaja yang sudah disibuki dengan pekerjaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari kedua subjek, peneliti menyimpulkan bahwa keinginan untuk berkumpul dengan teman dapat memberikan dampak baik positif maupun negatif. Keinginan berkumpul dengan teman umumnya masih banyak dilakukan bagi para suami, sedangkan para istri memilih untuk diam di rumah. Dampak positif yang dihasilkan dari keinginan bertemu teman adalah pemikiran positif bahwa tidak perlu bertemu teman selama masih bisa berkomunikasi lewat ponsel dan memilih diam di rumah karena sudah memiliki anak. Dampak negatifnya adalah pengaruh buruk dari teman, otoriter, dan perasaan egois. e. Kesulitan mengurus anak Kesulitan dalam mengurus anak memberi dampak pada segi psikologis. Pada umumnya pasangan yang telah menikah tentu mendambakan kehadiran seorang anak dalam rumah tangganya. Selain itu mereka juga sudah siap untuk mengurus dan membesarkan anak mereka. Bahkan mereka menganggap bahwa anak adalah anugrah terindah dalam hidupnya. Bagi pasangan yang menikah di usia muda, kesulitan mengurus anak dapat memberikan dampak negatif. Papalia dan Old (2008: 608) dalam bukunya “Human Development” mengungkapkan bahwa “individu yang menjadi orangtua di usia remaja cenderung kurang dewasa, kurang terampil, dan kekurangan dukungan sosial untuk menjadi orangtua yang baik.” Namun disisi lain memiliki dan mengurus anak juga dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
memberikan dampak positif. Pasangan yang menikah di usia muda, walaupun secara pemikiran mereka dianggap belum dewasa tetapi dalam hal mengurus anak mereka tidak mengalami kesulitan. Hal ini dikarenakan pengalaman mereka yang sebelumnya pernah mengasuh adik atau keponakan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari kedua subjek, peneliti menyimpulkan bahwa mengurus anak memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah mereka dapat belajar dari pengalaman selama mengurus anak. Hal ini dikarenakan mereka telah memiliki pengalaman mengurus adik atau keponakan. Dampak negatifnya adalah kurangnya kedekatan antara orangtua dan anak. Hal ini dikarenakan kurang perhatian dan jarangnya orangtua mengasuh anak (para suami) dengan alasan lelah karena pekerjaan. f. Mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi Mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi memberi dampak pada segi psikologis. Setiap pasangan pasti memiliki masalah rumah tangga, baik pasangan yang menikah di usia matang maupun pasangan yang menikah di usia muda. Perbedaannya adalah tingkat kematangan pikiran, pada umumnya pasangan yang menikah di usia matang dapat menyelesaikan masalah dengan mengkomunikasikan masalahnya. Namun bagi pasangan yang menikah muda jika ada masalah cenderung masih sangat emosi. Hal ini dikarenakan adanya salah satu karakteristik ketidakdewasaan pemikiran remaja yaitu menunjukkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
hipocrisy. Menurut Elkind (dalam Papalia dan Old, 2008: 562) yang dimaksud dengan menunjukkan hipocrisy adalah “bahwa remaja sering kali tidak menyadari perbedaan antara mengekspresikan sesuatu yang ideal dan membuat pengorbanan yang dibutuhkan untuk mewujudkannya”. Berbagai macam cara yang mereka lakukan untuk menyelesaikan masalah mereka, misalnya ditinggal pergi, marah, adu mulut, atau bahkan berusaha mengkomunikasikannya supaya cepat selesai. Hal tersebutlah yang peneliti dapatkan saat penelitian. Peneliti menyimpulkan bahwa karena usia mereka yang masih muda, sehingga dalam menyelesaikan masalah rumah tangga atau pribadi masih muncul sifat-sifat khas remaja. Namun tidak selamanya cara pasangan muda menyelesaikan masalah mendatangkan dampak negatif, pengalaman mereka dalam menyelesaikan masalah juga bisa memberikan dampak positif. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi kedua subjek, peneliti menyimpulkan bahwa cara mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi bagi pasangan muda dapat memberikan dampak positif maupun negatif.
Dampak positifnya adalah mereka memiliki kemampuan
untuk mengatasi masalah berbekal dari pengalaman-pengalaman yang sudah
terjadi.
Dampak
menghindari masalah.
negatifnya
adalah
mengabaikan
dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
g. Mengatasi emosi Mengatasi emosi memberi dampak pada segi psikologis. Seperti kita ketahui remaja masih memiliki emosi yang belum matang dan memiliki sifat egosentrisme (Santrock, 2003:122). mempengaruhi remaja dalam mengatasi emosi.
Hal ini tentu
Begitu juga pada
pasangan yang menikah di usia muda, usia yang masih tergolong remaja tentu memberi pengaruh yang sama yaitu belum mampu mengatur emosi dengan baik. Hal ini dapat memberikan dampak negatif bagi pasangan suami istri yang mungkin berujung pada hal-hal yang tidak dinginkan. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi kedua subjek, peneliti menyimpulkan bahwa cara mengatasi emosi bagi pasangan muda dapat memberikan dampak positif maupun negatif. positifnya
adalah
perasaan
tenang
dan
lega
Dampak
karena
dapat
mengendalikan emosi. Dampak negatifnya adalah rasa tertekan, stres, dan mudah lelah. h. Persepsi hal baik dan kurang baik dari pernikahan dini Hal baik dan kurang baik dari pernikahan usia muda memberi dampak pada segi psikologis. Pernyataan tentang pernikahan usia muda menggambarkan pemikiran pasangan suami istri tentang pernikahan usia muda. Hasil pemikiran para pasangan suami istri akan menunjukkan dampak apa yang mereka alami. Hasil pemikiran ini juga menunjukkan seberapa tinggi tingkat kematangan berpikir para
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
pasangan muda ini. Selain kematangan dalam berpikir, Walgito (1984: 42) menuliskan beberapa faktor psikologis yang diperlukan dalam pernikahan yaitu “ kematangan emosi dan pikiran, sikap toleransi, sikap saling pengertian, menerima, dan percaya antara suami dan istri”. Jika faktor-faktor ini tidak ada dalam pernikahan maka dapat berdampak negatif pada pasutri muda. Namun tidak selamanya persepsi tentang pernikahan dini memberikan dampak negatif, persepsi ini juga dapat memberikan dampak positif. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dari kedua subjek, peneliti menyimpulkan bahwa pernyataan mengenai pernikahan dini memberi dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah menerima kenyataan, dan berpikir lebih dewasa, serta termotivasi untuk bekerja. Dampak negatifnya adalah rasa kehilangan, perasaan tidak siap menjalani rumah tangga. 3. Dampak Sosial-ekonomi a. Kondisi finansial setelah menikah Kondisi finansial setelah menikah memberi dampak pada segi sosial-ekonomi. Salah satu syarat menikah dalam agama Islam adalah mantap secara ekonomi, artinya pria khususnya sudah memiliki pekerjaan. Hal ini dianjurkan karena pria akan menjadi kepala keluarga yang akan membiayai kebutuhan hidup keluarga kecilnya. Kematangan sosial-ekonomi seseorang pada umumnya berkaitan erat dengan usianya. Semakin bertambahnya usia seseorang, maka
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
semakin kuat dorongan untuk mencari nafkah kehidupan (Walgito, 1984: 26). Jika secara ekonomi seorang pria belum mapan atau belum memiliki pekerjaan lalu menikah, maka bisa berdampak negatif bagi istrinya. Dampak negatifnya bisa berupa stres, bunuh diri, atau perceraian. Dampak negatif tidak hanya terjadi pada istri tetapi juga bisa pada suami, seperti sering diberitakan ditelevisi ada suami yang tega membunuh istrinya karena permasalahan ekonomi. Oleh karena itulah kondisi ekonomi yang mantap menjadi dasar utama seseorang untuk menikah. Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan, kedua subjek tidak mengalami kesulitan dalam hal ekonomi. Hal ini dikarenakan kedua subjek (para pria) telah bekerja sebelum memutuskan untuk menikah. Namun pada kenyataannya kondisi finansial setelah menikah memberikan dampak positif bagi pasangan muda. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi pada kedua subjek, peneliti menyimpulkan bahwa dampak positif yang dihasilkan dari segi ekonomi adalah memiliki pemikiran untuk bisa mengatur keuangan demi tercukupinya kebutuhan hidup sehari-hari. E. Usuluan Program Bimbingan dan Konseling Keluarga Setelah peneliti melakukan wawancara dan observasi dengan dua subjek yang menikah di usia muda, peneliti mendapati bahwa terdapat dampak positif dan negatif yang dihasilkan dari pernikahan usia muda. Dampak itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
dipengaruhi dari cara pasangan menjalani pernikahan dan memecahkan masalah dalam rumah tangga. Selain itu dampak juga dipengaruhi oleh faktor usia yang masih muda dimana tingkat kematangan berpikir dan kematangan emosi masih rendah. Berdasarkan hasil penelitian tentang dampak pernikahan dini, peneliti mengusulkan beberapa program bimbingan dan konseling keluarga bagi pasangan yang menikah muda. Program ini bertujuan untuk membantu para pasangan suami istri muda dalam memecahkan masalah yang terjadi di rumah tangganya. Pada umumnya setiap pasangan yang menikah pasti memiliki masalah, tidak hanya yang menikah di usia muda tetapi juga yang menikah di usia matang. Perbedaannya adalah cara mereka dalam mengatasi masalah yang timbul. Pasangan yang menikah di usia matang mungkin lebih dewasa dalam menghadapi masalah yang terjadi dalam rumah tangganya, namun tidak demikian dengan pasangan yang menikah di usia muda. Faktor usia yang masih tergolong remaja serta tingkat pemikiran dan emosi yang belum matang membuat pasangan suami istri muda mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah rumah tangga (Walgito, 1984: 28). Masalah yang muncul dalam rumah tangga adalah suatu hal yang lumrah, namun jika terus dibiarkan akan merusak relasi pasangan suami istri. Selain itu masalah yang muncul dan tidak segera diselesaikan akan menimbulkan salah paham. Salah paham yang berlarut-larut akan menyebabkan relasi semakin merenggang. Oleh karena itu perlu adanya penyelesaian agar masalah tidak menjadi semakin banyak dan tujuan pernikahan dapat tercapai.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
Setiap pasangan yang menikah pasti memiliki tujuan menjadikan keluarganya sebagai keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. Oleh karena itu dalam keluarga perlu adanya gambaran tentang bagaimana memperkecil masalah dan mencapai tujuan pernikahan (Walgito, 1984: 25). Gambaran tentang bagaimana memperkecil masalah dan mencapai tujuan pernikahan dapat diberikan dalam bentuk bimbingan dan konseling, khususnya bimbingan dan konseling keluarga. Umumnya bimbingan dan konseling banyak diberikan di sekolah. Menurut persepsi sebagian orang, bimbingan dan konseling hanya diperuntukkan untuk anak-anak sekolah yang memiliki masalah. Pada kenyataannya bimbingan dan konseling juga dapat diberikan bagi masyarakat melalui bimbingan dan konseling keluarga. Umumnya bimbingan yang diberikan dikalangan masyarakat kebanyakan adalah bimbingan mengenai kesehatan atau keluarga berencana. Namun bimbingan yang sifatnya memberi gambaran untuk memperkecil masalah dan mencapai tujuan pernikahan masih sangatlah jarang. Oleh karena itu melalui penelitian ini peneliti berencana mengusulkan program bimbingan dan konseling keluarga untuk membantu para keluarga mengatasi masalah mereka. Program bimbingan dan konseling keluarga yang diusulkan peneliti meliputi dua program yang terpisah yaitu program bimbingan dan program konseling. Program bimbingan dapat dilakukan dengan cara melakukan bimbingan klasikal untuk keluarga atau melalui seminar keluarga. Kegiatan ini dapat dilakukan di balai desa dengan melakukan kerjasama dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
perangkat desa seperti kelurahan, dukuh, RW dan RT. Kegiatan bimbingan dibuat sekreatif mungkin agar warga tidak mudah merasa bosan. Waktu pelaksanaan kegiatan juga disesuaikan dengan jadwal waktu luang warga sekitar. Fungsi bimbingan yang diberikan adalah bimbingan yang bersifat preventif dan kuratif. Maksud dari bimbingan preventif adalah bimbingan yang berfungsi untuk mencegah, khususnya mencegah remaja untuk melakukan pernikahan dini. Sedangkan bimbingan kuratif adalah bimbingan yang berfungsi untuk memperbaiki, khususnya bagi pasangan muda yang mengalami masalah rumah tangga. Materi bimbingan dibuat sederhana sesuai dengan tingkat kemampuan masyarakat desa. Kegiatan konseling dapat dilakukan dengan cara membuat analisis kebutuhan khusus untuk keluarga. Berbeda dengan bimbingan keluarga yang sifatnya umum, konseling keluarga lebih bersifat privasi. Oleh karena itu sebelum melakukan konseling perlu adanya analisa kebutuhan keluarga untuk mengetahui masalah yang muncul dalam keluarga. Setelah itu program konseling keluarga dapat ditawarkan kepada keluarga untuk membantu mereka mengatasi masalah yang ada dalam keluarganya. Berdasarkan penelitian kepada subjek yang menikah di usia muda, peneliti mengusulkan beberapa tema bimbingan keluarga bagi para pasangan muda. Tema bimbingan ini diambil dari hasil penelitian yang diperoleh di lapangan. Peneliti berharap program bimbingan ini dapat membantu remaja untuk menunda menikah muda dan dapat membantu pasangan muda dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
mengatasi masalah rumah tangganya. Tema-tema yang diusulkan adalah sebagai berikut: 1. Tema bimbingan preventif: a. Sistem reproduksi 1) Tujuan: membantu remaja mengenal dan memahami fungsi sistem reproduksi laki-laki dan perempuan. 2) Indikator: remaja mampu mengenal dan memahami fungsi dari sitem reproduksi laki-laki dan perempuan. 3) Metode: sharing 4) Sumber: Romauli, Suryati &Vindari, Anna Vida. 2012. Kesehatan Reproduksi buat Mahasiswi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. b. Dampak pernikahan dini 1) Tujuan: membantu remaja mengenal dan memahami dampak dari pernikahan dini. 2) Indikator: remaja mampu mengenal dan memahami dampak dari pernikahan dini. 3) Metode: sharing 4) Sumber: Adhim, Mohammad Fauzil. Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani.
2002.
Indahnya
2. Tema bimbingan kuratif: a. Membina keluarga sakinah dalam pernikahan dini 1) Tujuan: membantu pasangan suami istri untuk mengetahui dan memahami hal-hal apa saja yang diperlukan untuk membina keluarga sakinah dalam pernikahan dini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
2) Indikator: pasangan suami istri mampu mengetahui dan memahami hal-hal apa saja yang diperlukan untuk membina keluarga sakinah dalam pernikahan dini. 3) Metode: sharing 4) Sumber: Law, Maureen Rogers & Law, Lanny. 2008. God knows Marriage isn’t always easy. Malang: Penerbit Dioma. b. Memaknai pernikahan dini secara positif 1) Tujuan: membantu pasangan suami istri untuk mengetahui dan memahami makna pernikahan dini secara positif. 2) Indikator: pasangan suami istri mampu mengetahui dan memahami makna pernikahan dini secara positif. 3) Metode: sharing 4) Sumber: Law, Maureen Rogers & Law, Lanny. 2008. God knows Marriage isn’t always easy. Malang: Penerbit Dioma. Topik-topik bimbingan di atas merupakan usulan dari peneliti berdasarkan hasil penelitian yang didapat. Peneliti berharap topik-topik bimbingan tersebut dapat memberi gambaran pada remaja mengenai dampak pernikahan dini. Selain itu topik-topik bimbingan tersebut diharapkan juga dapat membantu pasangan muda dalam mengatasi masalah rumah tangganya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini memaparkan kesimpulan, keterbatasan penelitian,
dan saran.
Bagian kesimpulan memuat kesimpulan dari penelitian. Kesimpulan ini mencangkup garis besar hasil yang didapatkan oleh peneliti. Keterbatasan penelitian memuat keterbatasan peneliti dalam menggali lebih dalam lagi informasi dari subjek. Bagian saran memuat saran untuk peneliti selanjutnya. Bagian saran ditujukan pada peneliti selanjutnya agar tidak melakukan kesalahan dalam penelitian dan penelitian menjadi lebih baik dari pada sebelumnya. A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat dampak baik positif maupun negatif dari pernikahan dini. Dampak tersebut dihasilkan dari bagaimana cara pasangan memaknai pernikahannya, beradaptasi dengan keluarga baru, menjalani status barunya, keinginan bertemu dengan teman sebaya, pengalaman hamil dan melahirkan, mengurus anak, mengatur ekonomi keluarga, mengatasi masalah rumah tangga, mengatur emosi, mengatur marah, dan tanggapan mereka tentang pernikahan dini itu sendiri. Dampak yang terjadi tentu saja dipengaruhi oleh faktor usia yang masih terbilang remaja dan tingkat kematangan pikiran serta emosi yang belum matang. Dampak negatif yang terjadi pada pasangan suami istri muda diantaranya adalah stres, belum dapat berpikir positif, tidak peka, belum memiliki rasa empati, otoriter, dan pemikiran egosentrisme. Dampak positif yang terjadi pada pasangan suami
115
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
116
istri muda diantaranya adalah memiliki rasa tanggungjawab, belajar mengatasi masalah, dan menjadikan masa lalu sebagai pengalaman. Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mengusulkan program bimbingan dan konseling keluarga bagi para pasangan suami istri muda. Program ini terdiri dari dua bentuk yaitu bimbingan keluarga dan konseling keluarga. Bimbingan keluarga dilaksanakan dalam bentuk seminar dengan tema-tema yang diambil dari hasil penelitian. Tema-tema yang diusulkan adalah: 1. Sistem reproduksi (preventif) 2. Dampak pernikahan dini (preventif) 3. Membina keluarga sakinah dalam pernikahan dini (kuratif) 4. Memaknai pernikahan dini secara positif (kuratif) Program konseling dilaksanakan dalam bentuk konseling keluarga. Konseling bersifat individual dan rahasia, oleh karena itu dalam pelaksanaannya ditawarkan bagi keluarga atau pasangan yang ingin dibantu untuk mengatasi masalahnya. Selain itu dapat juga dilakukan analisis kebutuhan keluarga. Hal ini bertujuan untuk mencari tahu keluarga yang sedang bermasalah kemudian menawarkan konseling untuk membantu mengatasi masalah keluarganya. Pada dasarnya masalah keluarga yang terjadi kembali pada keluarga itu masing-masing. Setiap keluarga pasti memiliki cara sendiri-sendiri dalam menyelesaikan masalah rumah tangganya. Jika suatu keluarga dapat menyelesaikan masalah rumah tangganya dengan dewasa maka masalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
tidak akan berkepanjangan. Namun jika suatu keluarga tidak dapat menyelesaikan masalah rumah tangganya dengan baik maka masalah akan semakin panjang. Selain itu jika masalah tidak segera diselesaikan akan berdampak pada anggota keluarga yang lain. Oleh karena itu dalam hal ini peneliti berusaha untuk menyusun program bimbingan dan konseling keluarga untuk membantu para keluarga atau pasangan suami istri mengatasi masalah mereka. Melalui program ini peneliti berharap para pasangan yang menikah muda dapat mengatasi masalah rumah tangga dengan baik. B. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah peneliti masih kurang berani bertanya lebih dalam mengenai masalah rumah tangga guna mengungkap lebih jauh tentang dampak pernikahan dini. Peneliti juga merasa kurang waktu untuk mengobservasi subjek khususnya suami. Hal ini dikarenakan para suami sibuk bekerja dan hanya punya waktu disore hari dan hari libur. Peneliti hanya menyimpulkan hasil observasi peneliti pada para suami dalam waktu yang singkat. Sehingga peneliti merasa hasil observasi peneliti terhadap para suami masih kurang memenuhi kriteria peneliti. Selain itu bahasa juga menjadi kendala bagi peneliti untuk melakukan wawancara. Walaupun peneliti mengajak penerjemah saat penelitian, namun peneliti merasa bahwa ada hal yang terlewati untuk ditanyakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
C. Saran Saran yang diberikan peneliti ditujukan untuk peneliti selanjutnya agar memperoleh hasil penelitian yang lebih baik. Saran yang diberikan antara lain: 1. Dibutuhkan keberanian untuk menggali informasi lebih dalam dari para subjek khususnya para suami. 2. Diperlukan pemahaman bahasa daerah dari tempat yang akan diteliti. Hal ini sangat berguna jika peneliti ingin mewawancarai khususnya para orangtua. 3. Diperlukan kemampuan dalam mengakrabkan diri dengan subjek, keluarga subjek, dan lingkungan tempat tinggal subjek. Hal ini bertujuan
untuk
memudahkan
peneliti
dalam
melakukan
penelitian. 4. Diharapkan jangan sampai terbawa emosi terhadap permasalahan yang dialami subjek.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA Adhim, Mohammad Fauzil. 2002. Indahnya Pernikahan Dini. Jakarta: Gema Insani. Ali, Muhammad & Asrori, M. 2009. Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik). Jakarta: Bumi Aksara. Basrowi & Suwandi. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rineka Cipta. Bowman, Henry A. 1954. Marriage for Moderns. New York: McGraw Hill. Box, Sally., Copley, B., Magagna, J., et al. 1981. Psychotherapy with Families, an Analytic Approach. London: Routledge & Kegan Paul. Fadlyana, Eddy dan Larasaty, Shinta. 2009. Pernikahan Usia Dini dan Permasalahannya. Sari Pediatri. Edisi 2. Volume 11. Halaman 136-140. Ghozali, Abdul Rahman. 2012. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana. Koban, Antonius Wiwan. 2010. Tinjauan Bulanan Ekonomi, Hukum, Keamanan, Politik, dan Sosial. Update Indonesia. Nomor 10.Volume 4. Landung, Juspin., Thaha, Ridwan., & Abdullah, A. Zulkifli. 2009. Studi Kasus Kebiasaan Pernikahan Usia Dini pada Masyarakat Sanggalangi Kabupaten Tana Toraja. Jurnal MKMI. Nomor 4. Volume 5. Halaman 89-94. Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga; Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Kencana. Moleong, Lexy. J. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Papalia, Diane.E., Old, Sally Wendkos., & Feldman, Ruth Duskin. 2008. Human Development. Jakarta: Prenada Media Group. Rafidah., Emilia, Ova., & Wahyuni, Budi. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat. Edisi 2. Volume 25. Halaman 51-58. Ramulyo, Mohd Idris. 2002. Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: PTBumi Aksara. Rifiani, Dwi. 2011. Pernikahan Dini dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Syari’ah dan Hukum. Edisi 2. Volume 3. Halaman 125-134. Romauli, Suryati &Vindari, Anna Vida. 2012. Kesehatan Reproduksi buat Mahasiswi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika. 119
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120
Santrock, John W. 2003. Adolescence, Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Setiono, Kusdwiratri. 2011. Psikologi Keluarga. Bandung: PT. Alumni Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Tohirin. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Walgito, Bimo. 1984. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM. Winkel, W.S. & Sri Hastuti, MM. 2012. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Hasil wawancara subjek 1 Hasil wawancara subjek 1A (Am)
Kode 1A
1
Perasaan setelah menikah 1
Pn: “Selamat pagi mba, apa kabar?” Am: “Baik mba, Alhamdulilah.”
2
Pn: “Baru rampung masak mba?” Am: “Ya sudah dari tadi mba, ni habis mandiin anak.”
3
Pn: “Ehm gitu, oiya sesuai dengan permohonan saya kemarin kalau hari ini saya mau wawancara mba terkait pernikahan usia muda, bagaimana mba sudah siap?” Am: “Insya Allah siap mba.”
4
Pn: “Ya sudah langsung saja kita mulai dengan pertanyaan pertama ya mba. Bagaimana perasan mba setelah menikah? Hal apa yang mempengaruhi mba sehingga mba memiliki perasaan itu?” Am: “Ehm...gimana ya mba. Ya biasa aja sih.”
5
Pn: “Biasa itu maksudnya gimana? Apakah pada saat itu mba merasa sudah siap menikah atau belum siap menikah?” Am: “Sebenarnya gini mba, waktu itu yang minta cepet nikah dari pihak suami, saya sih sebenarnya belum mau nikah. Waktu saya masih pacaran, orangtua saya melarang saya keluar malam sama pacar takut jadi omongan tetangga. Ya sudah lalu akhirnya kami tunangan, dan engga lama pihak suami menyuruh saya menikah. Ya saya sih mau saja mba dengan syarat mau menerima saya apa adanya. Waktu itu kan saya baru lulus SMP, saya belum punya pandangan tentang menikah apalagi berpikir seperti orang dewasa. Jadi ya kalau mau saya menikah harus mau menerima sikap saya saat itu.”
6
Pn: “Jadi sebenarnya mba belum siap untuk menikah saat itu?” Am: “Ya memang belum siap mba karena masih terlalu muda to umur saya, tapi dari pada jadi omongan tetangga ya lebih baik menikah.”
7
Pn: “Apa anak muda di desa ini tidak ada yang suka keluar malam 121
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
122
atau main dengan pacarnya?” Am: “Ya ada mba, namanya juga anak muda.” 8
Pn: “Lalu kalau mereka keluar malam apakah mereka selalu jadi omongan tetangga atau dipandang jelek oleh tetangga?” Am: “Ya engga semua, biasanya yang suka diomongin yang hamil duluan, suka keluar malam sama pacarnya terus tiba-tiba hamil. Makanya untuk menghindari itu saya disuruh menikah mba.”
9
Pn: “Lalu apa perasaan mba saat menerima kenyataan bahwa mba harus menikah di usia muda?” Am: “Ya perasaan saya takut mba karena kan saya baru pertama kali menikah dan belum punya pandangan tentang berkeluarga, tapi ya sudah dijalani saja.”
2
Adaptasi dengan keluarga 1
Pn: “Setelah menikah mba tinggal dengan keluarga baru yang berbeda dari keluarga mba, apakah mba mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan keluarga baru mba?” Am: “Saya merasa susah beradaptasi dengan keluarga suami mba.”
2
Pn: “Apa yang membuat mba merasa seperti itu?” Am: “Yang bikin saya seperti itu karena kan saya ikut suami dan suami saya masih tinggal dengan orangtuanya otomatis saya tinggal dengan mertua. Kadang saya merasa jengkel dengan mertua saya mba, itu yang bikin saya susah beradaptasi.”
3
Pn: “Mertua yang mba merasa jengkel itu apakah Ayah mertua, Ibu Mertua, atau dua-duanya?” Am: “Ibu mertua mba, kalau dengan Ayah mertua saya biasa saja karena Ayah mertua saya itu engga banyak omong, ya bisa dibilang agak cueklah mba. Tapi kalau Ibu mertua saya itu agak banyak omong, kadang kalau saya lagi di dalam rumah Ibu mertua saya bilang: “Mbo keluar biar kenal sama tetangganya jangan di dalam rumah terus”, tapi nanti kalau saya sering keluar malah dilarang takut nanti jadi tukang gosip seperti istrinya kakak ipar saya. Saya bingung mba, saya merasa apa yang saya lakukan serba salah dan tidak sesuai dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
123
kemauan Ibu mertua. Pernah mba saya mau pulang ke rumah orangtua saya, terus Ibu mertua saya melarang katanya kalau mau ke sana main aja ga usah nginep, padahal kan saya juga kangen sama orangtua saya mba. Saya bilang sama suami saya kalau Ibu mu terus ikut campur begini lama-lama saya ga betah. Berarti Ibu mu ga mau menerima saya apa adanya” 4
Pn: “Lalu selain Ibu mertua, apakah ada anggota keluarga lain yang mba merasa kurang akrab?” Am: “Ada mba, ya sama istrinya kakak ipar saya itu. Mereka kan juga tinggal serumah sama saya dan suami saya mba. Dia itu kadang suka iri sama saya mba, dia suka ngomongin saya yang jelek-jelek ke tetangga. Saya juga ga tau kenapa, makanya sebenarnya saya ga betah tinggal di sini tapi ya mau gimana lagi.”
5
Pn: “Mba tau dari mana kalau istrinya kakak ipar mba suka ngomongin mba?” Am: “Ya dari tetangga mba ada yang ngomong ke saya.”
6
Pn: “Jadi apakah hal yang membuat mba merasa sulit beradaptasi dengan keluarga suami adalah perilaku Ibu mertua dan istri dari kakak ipar mba?” Am: “Iya mba, sebenarnya kalau sikap mereka ga begitu saya sih mudah saja beradaptasi.”
3
Menjalani tugas baru sebagai Ibu rumah tangga
1
Pn: “Setelah menikah mba dihadapkan pada status baru yaitu sebagai istri dan ibu rumah tangga, mba juga dihadapkan pada tugas untuk mengurus keluarga, apakah mba mengalami kesulitan dalam menjalani tugas itu? Am: “Engga sih mba, saya merasa bisa menjalaninya.”
2
Pn: “Apa yang membuat mba merasa tidak mengalami kesulitan?” Am: “Ya soalnya dari sebelum menikah saya terbiasa dengan pekerjaan dirumah. Saya sudah terbiasa bersih-bersih rumah atau masak jadi saya tidak ada kesulitan bantu Ibu mertua saya untuk masak dan bersih-bersih rumah.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 3
124
Pn: “Jadi dalam hal bersih-bersih dan masak mba cukup akrab dengan ibu mertua mba ya?” Am:”Ya kan cuma hal-hal tertentu yang bikin saya jengkel mba, kan tadi saya bilang cuma kadang-kadang saja saya jengkel sama Ibu mertua saya, selainnya ya biasa saja. Kalau kaya tugas rumah sama masak itu kan sudah kewajiban mba.”
4 1
Berkumpul dengan teman sebaya Pn: “Setelah menikah kehidupan mba tentu tidak bebas seperti dulu, apakah terkadang masih terlintas dipikiran mba untuk bisa berkumpul dengan teman sebaya?” Am: “Kalau kumpul main sama teman sih engga pernah mba, saya seringnya di rumah aja.”
2
Pn: “Apa yang membuat mba tidak memiliki keinginan untuk kumpul atau reuni bareng teman.” Am: “Ya namanya juga sudah berumah tangga mba, sudah ga ada waktu untuk ketemu temen.”
3
Pn: “Jadi apakah mba sudah putus kontak dengan teman-teman mba?” Am: “Ya belum mba, kan kadang masih suka smsan atau telponan, biasanya suka curhat lewat sms atau telpon mba. Kalaupun mau ngajak ketemuan biasanya saya ngajak suami sama anak mba, biar ga dikira main-main.”
4
Pn: “Maksudnya main-main?” Am: “Ya saya takut dikira macem-macemlah atau kumpul engga jelas sama suami saya, makannya kalau ada teman yang ngajak ketemuan saya pasti bawa suami.”
5
Pn: “Jadi sebenarnya mba masih punya keinginan untuk bisa bertemu dan kumpul dengan teman-teman mba?” Am: “Ya masih tapi ga terlalu banget mba, namanya sudah menikah kan sibuk ngurus rumah. Paling saya cuma sms atau telpon saja mba.”
6
Pn: “Maksud mba masih memiliki keinginan untuk kumpul tetapi tidak terlalu banget itu apakah sebenarnya mba masih ingin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
125
kumpul bareng teman mba tetapi mba kurungkan perasaan itu?” Am: “Ya bisa dibilang begitu mba, tapikan saya sudah punya tugas sendiri mba, jadi ya sibuk masing-masing.” 7
Pn: “Hal apa yang membuat mba sangat senang saaat kumpul dengan teman dan sulit untuk dilupakan?” Am: “Ya banyak mba kenangannya, kaya ngobrol bareng, cerita bareng, makan bareng, dan masih banyak lagi, tetapi kan sekarang sudah punya tugas masing-masing jadi ya susah juga mau kumpul-kumpul.”
5
Kesulitan ketika hamil dan melahirkan 1
Pn: “Apakah mba pernah mengalami kesulitan ketika hamil dan melahirkan? Am: “Mungkin kesulitannya karena kurang informasi tentang kehamilan mba. Waktu hamil kan umur saya masih lima belas tahun mba jadi saya belum tahu banyak tentang hamil. Saya sempat dua kali keguguran mba sebelum dapat anak yang ketiga ini.”
2
Pn: “Usia mba sekarang berapa? Dan usia anak mba sekarang berapa?” Am: “Usia saya sekarang dua puluh satu tahun, anak saya usianya dua tahun setengah.”
3
Pn: “Kalau boleh tahu apa yang menyebabkan mba sampai keguguran?” Am: “Waktu keguguran yang pertama itu bayinya kelilit tali pusar mba. Waktu sudah dekat hpl mba tapi pas terakhir kali periksa ternyata denyut jantung bayi sudah ga ada, akhirnya saya dipacu untuk bisa ngeluarin bayi. Kalau keguguran yang kedua itu katanya karena virus yang disebabkan oleh kucing itu loh mba. Waktu itu saya baru hamil lima bulan dan kasusnya sama mba pas diperiksa ternyata denyut jantung bayi sudah ga ada dan harus dikeluarkan bayinya. Sebenarnya menurut saya bidannya yang salah mba, namanya saya kan baru pertama kali hamil dan belum punya pengalaman dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
126
bidannya itu ga ngasih banyak info tentang kehamilan. Kalau periksa hamil itu cuma dikasih vitamin dan disuruh minum aja gitu ga ada informasi lain. Beda sama hamil yang ketiga mba, setiap bulan itu perkembangan janin selalu dicek dan dikasih tau apa yang harus saya konsumsi saat tahap-tahap kehamilan.” 4
Pn: “Waktu hamil pertama dan kedua itu apakah mba Am pernah bertanya sama bidannya mengenai hal-hal apa saja yang harus dilakukan oleh ibu hamil?” Am: “Saya ga nanya mba soalnya kan yang nanganin cuma mahasiswa PKL, mau nanya juga ragu-ragu mba. Bidannya juga preksanya cuma sebentar habis itu diserahkan pada mahasiswa PKL.”
5
Pn: “Apakah mba pernah tanya informasi tentang kehamilan pada orangtua atau Ibu mertua mba?” Am: “Saya ga nanya mba kan saya ga tinggal sama orangtua saya, sama ibu mertua juga ga nanya soalnya kan hubungan saya kurang baik mba sama ibu mertua jadi males mba kalau mau tanya-tanya.”
6
Pn: “Selain kurangnya informasi tentang kehamilan, apakah ada penyebab lain yang menyebabkan mba keguguran?” Am: “Kalau kata bidannya waktu itu karena saya stres juga mba, ibu hamil kan ga boleh stres dan terlalu capek mba soalnya bisa ngaruh ke janin.”
7
Pn: “Apakah saat hamil mba bekerja?” Am: “Engga mba waktu hamil saya di rumah terus, cuma kan hubungan saya dengan ibu mertua saya kurang baik mba, jadi menurut saya itu yang bikin saya stres mba.”
8
Pn: “Setelah mengalami dua kali keguguran apakah mba ada perasaan trauma untuk hamil lagi?” Am: “Kalau trauma ya sedikit ada mba, cuma pas hamil ketiga ini saya lebih hati-hati dan perhatian sama janin karena bidan yang baru ini kan lebih perhatian dari pada yang sebelumnya.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
127
Kesulitan dalam mengurus anak 1
Pn: “Setelah memiliki anak, apakah mba mengalami kesulitan dalam mengurus anak?” Am: “Engga mba, setelah punya anak ya saya ngasuh anak saya tanpa kesulitan.”
2
Pn: “Hal apa yang membuat anda merasa seperti itu?” Am: “Ya soalnya kan suami juga mau bantu momong mba, jadi misalnya kalau saya sedang sibuk suami saya yang momong anak, kecuali kalau anak saya agak rewel baru saya momong sambil saya sambi masak.”
3
Pn: “Waktu awal-awal anak mba lahir apakah mba ada mengelami kesulitan? mengingat waktu itu umur mba masih muda?” Am: Kesulitannya paling ya itu mba susah tidur, karena kan kalau malam begadang to mba, tapi kan suami ikut momong juga mba.”
4
Pn: “Selain suami mau ikut momong, apakah ada hal lain yang membuat mba merasa tidak mengalami kesulitan mengurus anak?” Am: “Saya dari kecil sudah terbiasa momong adik atau momong anak tetangga, jadi pas punya anak saya ya tidak mengalami banyak kesulitan.”
5
Pn: “Anak mba ini kan usianya dua tahun lebih, anak seumur itu kan sedang aktif-aktifnya, pernah tidak mba merasa kesal dengan perilaku anak mba? Am: “Ya pernahlah mba, namanya anak umur segitu kan kadang nyenengin kadang ya nakal, saya sih sudah tahu perilaku anak kecil seperti itu jadi ya ga kaget.”
6
Pn: “Anak mba ini diberi ASI eksklusif sampai dua tahun?” Am: “Iya mba saya nyusuin anak saya sampai dua tahun.”
7
Pn: “Anak mba diberi makanan tambahan usia berapa?” Am: “Enam bulan mba sesuai yang disarankan bidan.”
8
Pn: “Imunisasi lengkap mba?” Am: “Alhamdulilah lengkap mba.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 7
128
Kondisi finansial setelah menikah 1
Pn: “Setelah menikah secara ekonomi mba sudah ditanggung oleh suami, apakah mba mengalami kesulitan dalam hal ekonomi?” Am: “Ehm gimana ya mba, dibilang sulit ya pernah mengalami tapi dibilang cukup ya Alhamdulilah cukup.”
2
Pn: “Kapan mba merasa kehidupan mba sulit secara ekonomi?” Am: “Ya waktu awal-awal pernikahan mba, waktu itu kan suami saya kerjanya belum mapan mba jadi gaji yang diterima saat itu kadang kurang mba, kami juga sering ribut gara-gara masalah uang itu mba.”
3
Pn: “Apa yang suka mba ributkan? Apakah karena masalah gaji yang tidak mencukupi atau ada hal lain?” Am: “Ya yang kami ributkan masalah pengaturan gaji mba. Waktu itu kan pekerjaan suami saya belum seperti sekarang, penghasilan juga masih kecil, jadi untuk jaga-jaga uang gaji pemberian suami saya tabung, sisanya saya pakai untuk beli kebutuhan sehari-hari. Tujuan saya nabung itu untuk nyicil bangun rumah karena ga mungkin kan mba selamanya kita mau tinggal sama orangtua pastilah ada keinginan punya rumah sendiri. Tapi suami saya malah tanya uang dipakai buat apa saja kok cepat habis padahal dirumah ga keliatan ada apa-apa. Saya bilang kalau uangnya saya tabung tapi dia ga percaya, dikira saya beli barang yang ga penting. Namanya mau bangun rumah butuh uang banyak to mba, makanya yang saya tabung itu memang agak banyak dari pada untuk keperluan pribadi, tapi tetap suami saya tidak percaya. Ibu mertua saya juga nanya tentang uang gaji itu dibelikan apa kok tau-tau sudah habis padahal kan tinggal dengan mertua sudah ditanggung semuanya dan tidak perlu banyak belanja. Saya pikir kalau saya mau nabung itu kan urusan saya mba, masa saya harus ngomongngomong ke mertua. Ya gara-gara Ibu mertua ini suka ikut campur saya jadi suka berantem dengan dengan suami saya.”
4
Pn: “Apa mba tidak pernah bilang dengan suami mba kalau mba
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
129
menyisihkan sebagian uang gaji untuk ditabung.?” Am: “Ya ngomong sih mba cuma kan saya tidak menyebutkan jumlahnya berapa.” 5
Pn: “Lalu bagaimana cara mba mengatasi perilaku suami mba yang tidak percaya sama mba?” Am: “Ya saya ngomong baik-baik kalau uang gaji sebagain saya tabung dan untuk membeli keperluan sehari-hari, lalu saya berikan bukti apa saja yang sudah saya beli, lama-lama ya Alhamdulilah suami percaya.”
6
Pn: “Kenapa waktu itu yang mba pikirkan adalah punya rumah? Apa mba tidak ingin membeli barang lain yang mba sukai?” Am: “Ya soalnya rumah itu kan penting sekali mba untuk tempat tinggal, kalau sudah punya rumah sendiri kan hati rasanya ayem mba. Saya sama suami saya itu bukan tipe orang yang sering beli barang-barang mba, kami selalu belanja sesuai dengan kebutuhan saja, kami juga jarang jalan-jalan keluar mba, paling kalau lagi pengen saja mba. Maka dari pada nanti uangnya habis untuk hal yang ga jelas kan lebih baik ditabung untuk bangun rumah.”
7
Pn: “Jadi apakah hal yang membuat mba sulit itu mengatur pembagian keuangan?” Am: “Iya mba, karena gaji ga seberapa tapi harus dibagi-bagi untuk banyak keperluan tapi yang paling utama ya nabung itu.”
8
Pn: “Apa kesulitan itu mba rasakan sampai sekarang?” Am: “Engga sih mba, sekarang kan suami saya kerjanya sudah lumayan, gaji juga cukup untuk ditabung dan keperluan seharihari jadi ya sudah tidak ada masalah.”
8
Mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi 1
Pn: “Ketika mba mengarungi bahtera rumah tangga tentu ada masalah dalam perjalannya, bagaimana cara mba mengatasi masalah yang terjadi dalam rumah tangga mba?” Am: “Ya masalah pasti ada mba, biasanya kalau ada hal yang tidak saya sukai saya langsung ngomong sama suami saya tapi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
130
kadang suami saya suka ga terima terus marah-marah mba.” 2
Pn: “Hal apa yang mba tidak sukai dan membuat suami mba marah?” Am: “Waktu awal-awal nikah suami saya masih suka main to mba, ya main sih ga apa-apa tapi jangan sampai larut malam apalagi sampai minum-minum mba itu yang bikin saya jengkel. Temen-temennya itu loh mba yang suka pengaruhin di untuk minum, harusnya kan dia mikir sudah punya istri malu sama keluarga istri. Kadang kalau saya kasih tahu dia malah ga terima terus marah-marah, kalau marah benda yang ada didekat dia bisa dibanting mba.”
3
Pn: “Lalu bagaimana cara mba mengatasi perilaku suami yang sering marah-marah?” Am: “Saya itu kan kalau ada hal yang ganjel pasti saya omongin to mba, saya juga ngomongnya baik-baik. Tapi ya itu suami saya suka ga terima, lah kalo ada hal yang ganjel dipendem terus ga enak to mba? Ya saya pilih dikeluarin tapi suami malah marahmarah, paling saya cuma bisa nangis mba.”
4
Pn: “Apa mba tidak pernah cerita ke orangtua mba tentang masalah yang mba alami?” Am: “Engga mba saya takut jadi beban pikiran, lagian kalau orangtua saya tahu takutnya mereka ikut campur kan malah tambah bahaya to mba. Jadi ya dipendem sendiri saja mba, orangtua saya sih taunya saya baik-baik saja.”
5
Pn: “Lalu apakah sampai sekarang suami mba suka marah-marah jika diberi masukan?” Am: “Kalau sekarang sih sudah agak mendingan mba, kalau ada masalah saya tetap ngomong kalau suami saya marah ya saya diamkan saja sampai emosinya sudah agak reda, dari situ saya ngomong lagi tentang masalah yang kami alami. Kalau emosinya sudah agak reda biasanya suami saya tidak marahmarah hanya diam saja. Karena suami saya diam jadi saya juga ikut diam sampai beberapa hari.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
131
Pn: “Lalu sampai saat ini pernahkah akhirnya suami mba mengakui kesalahannya?” Am: “Ya pernah mba tapi jarang, seringnya sih didiemin saja terus nanti biasa lagi kaya ga ada masalah.”
7
Pn: “Pernah tidak mba berpikir untuk pisah atau mengakhiri rumah tangga?” Am: “Ya pernah mba kepikiran begitu, laki-laki kan tidak hanya satu kalau memang harus pisah ya pisah saja. Kita kan nikah untuk bahagia kalau disakiti terus bisa saja saya gugat cerai. Tapi kan saya juga memikirkan anak saya kasihan kalau masih kecil orangtuanya sudah pisah. Jadi saya pilih jalani saja mba, semua itu pasti ada hikmahnya.”
8
Pn: “Jadi cara mba menyelesaikan masalah yang muncul dalam rumahtangga mba dengan berdiam diri sampai masalah itu hilang dengan sendirinya,begitu?” Am: “Ya bisa dibilang begitu mba.”
9
Mengatasi emosi 1
Pn: “Ketika mba mengalami emosi dengan masalah rumah tangga, pernahkah mba melakukan kekerasan fisik pada pasangan mba/ benda?” Am: “Ehm engga pernah mba?”
2
Pn: “Lalu apa yang mba lakukan ketika mba merasa sedang emosi?” Am: “Biasanya saya tinggal tidur mba, lah dari pada dipikirin mba mending ditinggal tidur beres.”
3
Pn: “Apakah mba pernah melepaskan emosi mba lewat curhat dengan teman atau nulis dibuku diari gitu mba?” Am: “Ya paling cuma nulis dibuku itu mba, kan kalau nulis dibuku ga ada yang tahu, yang tahu cuma saya sama buku itu. Kalau mau marah ya kasihan sama anak mba, jadi mending tidur wae, toh diungkapin juga suami suka marah saya jadi males mba, percuma saja.”
10
Mengatur marah 1
Pn: “Ketika mba merasa marah dengan pasangan mba atau masalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
132
rumah tangga mba, apakah mba langsung meluapkan kemarahan mba atau mba menahannya?” Am: “Kalau dulu saya langsung ngomong mba tapi kalau sekarang ya saya diamkan saja mba, lah mau gimana kalau saya kasih tahu suami saya malah marah mba, jadi ya saya biarin saja mba semaunya dia apa. Saya pilih ngalah mba.” 2
Pn: “Kenapa mba melakukan hal itu?” Am: “Ya mau gimana mba suami saya itu kan pemarah, jadi lamalama saya malas mba. Saya pilih diam sampai emosinya agak reda atau sampai lupa kalau ada masalah. Tapi biasanya saya selalu ngomong kalau sedang marah tapi ya suami saya tetap marah, bingung to mba? Diomongin salah ga diomongin juga ga enak. Jadi ya sudahlah diam lebih baik.”
3
Pn: “Apakah mba merasa nyaman dengan berdiam diri ketika merasa marah?” Am: “Sebenarnya sih engga mba tapi dari pada ribut saya pilih diam, terserah dia mau menyadari kesalahannya atau engga.”
4
Pn: “Apakah dari awal pernikahan suami mba memang pemarah?” Am: “Iya mba, dulu awal pernikahan malah lebih parah, suami saya suka nendang barang yang ada didekatnya kalau lagi marah, sekarang sih kalau marah cuma ditinggal pergi.”
5
Pn: “Sebelumnya mba tidak tahu kalau suami punya sifat pemarah?” Am: “Ya engga mba, waktu pacaran kan cuma ngobrol sama main saja ga pernah dia marah-marah di depan saya, saya tahu ya setelah menikah ini, tapi ya saya jalani saja mba kan sudah jadi pilihan saya mau gimana lagi.”
11
Hal baik dan kurang baik dari pernikahan usia muda 1
Pn: “Menurut mba hal baik atau kurang baik apa yang mba rasakan setelah mba menikah di usia muda dan mengarungi rumah tangga selama ini?” Am: “Ehm hal baiknya itu ya saya sudah punya pengalaman tentang menikah lebih dulu dari pada teman-teman saya yang belum
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
133
menikah. Ya memang banyak hambatannya dalam menghadapi masalah rumah tangga mba tapi ya saya coba jalani dengan ikhlas karena ini sudah jadi pilihan saya. Kurang baiknya itu saya kehilangan waktu remaja saya mba, kalau teman-teman yang belum menikah kan masih enak main to mba, sedangkan saya sibuk ngurus rumah, menurut saya itu saja sih mba.” 2
Pn: “Lalu menurut mba apakah pernikahan usia muda sebaiknya jangan terjadi atau kalaupun terjadi ya dijalani saja?” Am: “Kalau itu tertagantung ya mba, kalau memang siap menikah muda ya sudah jalani saja, kita kan ga bisa menghalangi takdir to mba, kalau takdirnya menikah muda mau gimana? Jadi ya jalani saja. Seandainya memang belum siap ya lebih baik jangan karena menikah memang tidak mudah, banyak masalahnya kalau tidak sanggup malah ujungnya nanti bisa cerai, jadi ya lebih baik yakinkan dulu lah sudah siap menikah atau belum.”
3
Pn: “Baik kalau begitu terimakasih ya mba atas waktu yang sudah mba berikan, saya minta maaf kalau perkataan saya ada yang menyinggung mba waktu wawancara tadi.” Am: “Engga ko mba, ga apa-apa.”
4
Pn: “Ya sudah kalau begitu saya pamit dulu mba, mari.” Am: “Iya mba hati-hati.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Kode
Hasil wawancara subjek 1B (Dd)
1B
Perasaan setelah menikah
1 1
134
Pn: “Selamat sore mas?” Dd: “Sore mba.”
2
Pn: “Baru pulang kerja ya mas?” Dd: “Engga sudah dari tadi mba.”
3
Pn: “Maaf mengganggu waktu istirahatnya ya mas?” Dd: “Engga apa-apa kok mba.”
4
Pn: “Baik mas kalau begitu, seperti yang saya bicarakan kemarin kalau hari ini saya mau wawancara mas tentang pernikahan usia muda, bagaimana mas sudah siap?” Dd: “Iya mba.”
5
Pn: “Ya sudah kalau begitu kita langsung mulai pertanyaan pertama ya mas. Bagaimana perasan mas setelah menikah?” Dd: “Perasaan saya waktu itu ya ragu-ragu mba, apa sudah siap menikah atau belum.”
6
Pn: “Hal apa yang mempengaruhi mas sehingga mas memiliki perasaan itu?” Dd: “Ya karena saya kepikiran mba, saya memikirkan masa depan apakah saya mampu membiayai keluarga saya setelah menikah nanti.”
7
Pn: “Lalu hal apa yang membuat mas memutuskan untuk menikah di usia muda?” Dd: “Sebenarnya yang meminta saya menikah itu mbah saya mba, ya orangtua juga menyuruh saya untuk segera menikah saja dari pada lantang lantung terus kerja uangnya habis untuk main kan lebih baik menikah. Orangtua saya juga takut mba waktu itu kan saya sering ngajak main pacar saya, takutnya sering diajak main nanti malah terjadi hal yang tidak enak kan lebih baik menikah saja, kalau sampai terjadi hal yang tidak diinginkan kan malu sama tetangga juga to mba, jadi ya sudahlah kalau memang kemauan orangtua begitu.”
8
Pn: “Tapi dari masnya sendiri apakah saat itu sudah siap untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
135
menikah?” Dd: “Ya siap ga siap mba, nikah sekarang atau nanti kan sama saja, rejeki itu kan sudah ada yang ngatur jadi ya saya terima tawaran untuk menikahi pacar saya.” 2
Adaptasi dengan keluarga 1
Pn: “Setelah menikah mas tinggal dengan keluarga baru yang berbeda dari keluarga mas, apakah mas mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan keluarga baru mas?” Dd: “Ya awal-awalnya susah mba, pasti kan kita punya perbedaan kebiasaan, perbedaan sifat, perbedaan perilaku, dan masih banyak perbedaan lainnya mba, terkadangkan perbedaan itu suka bikin masalah antar keluarga to mba.”
2
Pn: “Boleh saya tahu hal apa misalnya yang membuat mas susah beradaptasi dengan keluarga istri?” Dd: “Misalnya kalau lagi ada masalah mba, kalau keluarga saya itu biasa di rembuk bareng-bareng, kalau keluarga istris saya itu kalau sedang ada masalah sukanya kasar.”
3
Pn: “Kasar itu maksudnya apakah sampai memukul?” Dd: “Engga mba, kasarnya itu ya kalau rembuk itu ga pakai kepala dingin tapi pakai emosi, jadi tidak memikirkan dulu jalan baiknya gimana tapi malah emosi terus mba.”
4
Pn: “Apa mas pernah mengalami kejadian itu secara langsung?” Dd: “Kejadian apa mba?”
5
Pn: “Kejadian saat keluarga istri mas rembuk dengan cara yang kasar?” Dd: “Oh ya pernah mba, makannya saya merasa susah beradaptasi disitu, karena beda cara penyelesaian masalahnya mba.”
6
Pn: “Lalu apakah ada hal lain yang berbeda yang mungkin membuat mas susah untuk beradaptasi?” Dd: “Mungkin dalam penyajian makanan mba, kalau keluarga saya itu kan terbiasa taruh diwadah terus ditaruh dimeja makan, kalau keluarga istri saya itu makanan cuma ditaruh ditempate langsung misalnya taruh diwajan atau dipanci langsung, kalau begitu kan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
136
saya ga enak mau makan mba soalnya ga terbiasa gitu.” 7
Pn: “Apa keluarga istri tidak punya meja makan?” Dd: “Ya ada mba tapi sudah terbiasa seperti itu jadi susah mba.”
8
Pn: “Jadi kalau sedang dirumah mertua mas jarang makan?” Dd: “Ya makan mba cuma suasananya itu yang berbeda.”
9
Pn: “Apakah suasana makan yang kurang enak dirumah mertua mas rasakan sampai sekarang?” Dd: “Ehm iya mba, tapi kan saya jarang juga ke tempat mertua jadi ya sekarang sudah tidak seperti dulu.”
10
Pn: “Setelah bertahun-tahun menikah, berapa lama kira-kira mas merasa susah beradaptasi dengan keluarga istri?” Dd: “Ehm kira-kira tiga bulan mba, setelah itu saya sudah biasa saja.”
11
Pn: “Hal apa yang membuat mas akhirnya bisa beradaptasi dengan keluarga istri?” Dd: “Kalau untuk bisa beradaptasi menurut saya meningkatkan keakraban mba, kalau sudah akrab pasti ke sana-sananya enak.”
3
Menjalani tugas baru sebagai Kepala keluarga
1
Pn: “Setelah menikah mas dihadapkan pada status baru yaitu sebagai suami dan kepala keluarga, mas juga dihadapkan pada tugas untuk mengurus keluarga, apakah mas mengalami kesulitan dalam menjalani tugas itu?” Dd: “Kesulitan ya pasti ada mba, khususnya dalam hal ekonomi, saya dengan istri saya kan masih belum bisa mengatur uang, kadang masalah uang sering bikin kami ribut.”
2
Pn: “Hal apa yang sering diributkan dari segi ekonomi?” Dd: “Ya misalnya uang bayaran belum sebulan ko sudah habis, untuk apa saja uangnya? Padahal kan kebutuhan rumah juga tidak terlalu banyak, itu sih mba yang biasanya bikin ribut.”
3
Pn: “Lalu apakah hal itu masih mas alami sampai sekarang?” Dd: “Ehm engga, karena kalau sekarang sih sudah tidak seperti dulu, sekarang sudah bisa mengatur uang karena kejaadian yang lalu.”
4
Pn: “Ehm apakah mas menjadikan kejadian yang lalu itu sebagai bahan pelajaran.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
137
Dd: “Iya mba, kalau dulu belum bisa mengatur keuangan kalau sekarang sudah bisa mengatur lebih baik”
4
Berkumpul dengan teman sebaya 1
Pn: “Setelah menikah kehidupan mas tentu tidak bebas seperti dulu, apakah terkadang masih terlintas dipikiran mas untuk bisa berkumpul dengan teman sebaya?” Dd: “Ya sempet mba mengalami hal itu, kadang kalau saya mau keluar rumah istri malah cemburu, padahal ya saya keluar rumah cuma kumpul bareng temen-temen, nanti kalau saya nekat keluar istri saya malah marah. Menurut saya hal ini membuat saya susah beradaptasi dengan istri saya, akibatnya kita sering ribut mba gara-gara saya sering main.”
2
Pn: “Mas sudah menikah berapa tahun? Apakah hal ini masih sering mas alami sampai sekarang?” Dd: “Saya sudah menikah 6 tahun, itu terjadi cuma diawal pernikahan saja , saya mengalami hal itu kira-kira tiga tahun"
3
Pn: “Lalu kalau istri mas cemburu melihat mas main keluar padahal mas ingin sekali main, apakah mas tetap main keluar tanpa memikirkan perasaan istri atau mas tinggal di rumah?” Dd: “Ya saya tetap main keluar mba cuma lihat-lihat waktu tidak hanya asal main terus mba, biasanya ga sampai malam sekali saya pulang karena di rumah kan ada istri, tapi begitu sampai di rumah istri malah marah, maka terkadang hal ini yang membuat kami suka bertengkar.”
4
Pn: “Kalau sedang main keluar dan kumpul bareng dengan temanteman kegiatan apa yang mas lakukan?” Dd: “Paling ya ngobrol, bercanda gitu aja mba untuk melepas lelah, kan seneng kalau ngobrol atau bercanda bareng teman-teman, apalagi jarang ketemu cuma bisa malam saja ketemunya.”
5
Pn: “Lalu pernah tidak saking asiknya main mas sampai lupa waktu?” Dd: “Pernah mba, waktu itu pernah sampai jam tiga pagi, terus pas pulang istri saya marah-marah.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
138
Pn: “Hal apa yang membuat mas tetap ingin main walaupun mas tahu istri mas akan marah kalau mas sering main?” Dd: “Gini ya mba namanya laki-laki pulang kerja dari pagi sampai sore pasti ada rasa capek dan jenuh, kalau pikiran lagi tenang lalu diam di rumah sih tidak apa-apa mba, tapi kalau pikiran sedang ruwet terus diam di rumah kan tidak enak mba, saya butuh penyegaran maka saya main keluar, kalau mau main keluar dilarang sama istri kan jengkel to mba itu yang kadang buat kami bertengkar, saya sering main bukan berarti saya nakal ko mba, saya main hanya untuk menghilangkan penat dan kumpul bareng teman-teman, lagiankan bisa ketemu teman-teman cuma malam mba, kalau siang kan pada kerja.”
7
Pn: “Apakah mas pernah memikirkan perasaan istri mas kalau sering ditinggal main? Mungkin istri mas juga ingin ngobrol sama mas tapi malah mas lebih sering main, mungkinkah istri mas marah karena mas tidak punya waktu untuk sekedar ngobrol sama istri mas?” Dd: “Mikirin perasaan ya pastilah mba, maka saya kalau main itu selalu liat waktu jarang lah sampai malam sekali, saya juga tidak setiap hari main mba kadang ya di rumah, ya memang istri saya marah karena saya suka main keluar tapi mau gimana lagi mba saya kan juga butuh penyegaran tapi bukan berarti saya lupa sama istri.”
8
Pn: “Jadi pada intinya mas main keluar itu hanya untuk mencari hiburan?” Dd: “Iya mba.”
5
Kesulitan dalam mengurus anak 1
Pn: “Setelah memiliki anak, apakah mas mengalami kesulitan dalam mengurus anak?” Dd: “Kalau mengurus anak sih tidak ada kesulitan mba, karena dari kecil saya terbiasa momong adik, adik saya kan banyak mba jadi saya sudah punya pengalamanlah dalam mengurus anak.”
2
Pn: “Lalu apakah mas suka membantu istri untuk momong anak?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
139
Dd: “Ya kalau saya sedang santai pasti saya bantu, hanya kalau pagi saya jarang bantu istri saya momong, padahal kalau pagi istri saya sedang repot-repotnya masak buat sarapan.” 3
Pn: “Kenapa kalau pagi mas tidak membantu istri mas momong? Padahal kan sudah jelas istri mas itu sibuk?” Dd: “Kadang kalau pagi itu saya masih malas mba, apalagi kalau malamnya main rasanya itu masih capek banget, biasanya habis shalat shubuh itu saya tidur lagi dan saat mau berangkat kerja.”
4
Pn: “Lalu gimana dengan istri mas kalau dia harus masak dan harus momong, pastikan istri merasa sangat repot?” Dd: “Ya kadang ibu saya suka bantu momong juga mba, kalau anak saya ga rewel biasanya dibiarkan mainan sendiri.”
5
Pn: “Tadi mas bilang merasa tidak sulit mengurus anak, tetapi ko mas merasa sangat sulit untuk momong anak dipagi hari padahal kan istri mas sedang sibuk-sibuknya?” Dd: “Ya bukan tidak mau momong mba, kalau pagi itu memang rasanya berat sekali apalagi saya kan juga mau kerja, jadi saya butuh waktu istirahat agak lamalah, lagi pula anak saya lebih dekat dengan ibunya jadi ya apa-apa maunya sama ibunya.”
6
Pn: “Kalau pagi mas tidak mau momong lalu malam suka main keluar, kapan mas ada waktu untuk bersama anak mas?” Dd: “Biasanya kalau libur mba atau kalau saya pulang kerja.”
7
Pn: “Sedikitnya waktu yang mas luangkan untuk anak mas, apakah mas merasa jauh dengan anak?” Dd: “Ehm engga juga sih mba, saya memang jarang ketemu anak tapi saya tidak merasa jauh, saya masih berusaha kasih perhatian ko mba.”
6 1
Kondisi finansial setelah menikah Pn: “Setelah menikah secara ekonomi mas bertanggungjawab penuh khususnya pada istri dan keluarga kecil ma, apakah mas mengalami kesulitan dalam hal ekonomi?” Dd: “Kesulitan itu ya waktu awal-awal menikah mba, waktu itu kan pekerjaan saya masih belum mapan lah istilahnya, saya juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
140
membayangkan cukup tidak bayaran saya untuk menghidupi istri, lalu setelah punya anak saya mikir lagi kalau pengeluaran saya semakin banyak, akhirnya saya berusaha untuk cari kerjaan baru yang kira-kira bayarannya lebih dari kerjaan saya yang awal, akhirnya sekarang ya Alhamdulilah mba cukup untuk istri dan anak.” 2
Pn: “Berapa lama tepatnya mas mengalami kesulitan secara ekonomi?” Dd: “Ehm kira-kira dua tahun dari awal pernikahan mba, karena saya kerja di tempat baru sudah tiga tahun.”
3
Pn: “Saat mengalami kesulitan pernah tidak mas bertengkar dengan istri?” Dd: “Pernah mba, ya hanya meributkan bayaran itu dipakai untuk apa saja ko belum sebulan sudah habis, istri saya bilang katanya ditabung tapi kan ga semua harus ditabung, kita juga butuh beli macem-macem to mba, kalau semua ditabung ya gimana, tapi istri saya tetap mau nabung, kalau Cuma nabung sih bisa diatur tapi kan kita juga butuh beli barang yang harus dibeli saat itu juga, akhirnya saya bilang ke istri kalau uangnya kita bagi saja, berapa yang harus ditabung dan berapa yang dipakai untuk beli keperluan, karena dua-duanya penting to mba.”
7
Mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi 1
Pn: “Ketika mas mengarungi bahtera rumah tangga tentu ada masalah dalam perjalannya, bagaimana cara mas mengatasi masalah yang terjadi dalam rumah tangga mas?” Dd: “Dulu-dulu itu kalau ada masalah sering tak tinggal pergi mba.”
2
Pn: “Kenapa mas pergi ketika sedang ada masalah?” Dd: “Ya soalnya kalau ada masalah istri saya ditanyain ga jawab malah nangis, saya tu paling mangkel lihat orang bisanya hanya nangis, ya sudah dari pada saya tambah marah ya saya tinggal pergi saja, nanti kalau suasana hati saya sudah agak adem baru saya pulang ke rumah.”
3
Pn: “Biasanya kalau ditinggal pergi itu sampai berhari-hari atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
141
semaunya mas?” Dd: “Ya ga sampe berhari-hari mba, yang namanya ada masalah tetap harus diselesaikan to? Paling ya kalau saya pergi keluar rumah jam 10 malam sudah pulang ke rumah lagi.” 4
Pn: “Lalu ketika sedang ada masalah dengan istri mas, pernah tidak kalian mengkomunikasikan masalah kalian?” Dd: “Ya pernah mba, setelah pulang ke rumah kan saya tanya lagi sama istri saya dia itu kenapa ko nangis, saya ada salah apa? Kalau istri saya jawab pertanyaan saya ya saya komunikasikan dengan baik masalah yang sedang dialami, tapi kalau ditanya dia malah diam saja terus nangis ya pilih tak diemin saja mba. Lah kalau ngomong sama orang nangis gimana cara menyelesaikan masalahnya, iya to mba?”
5
Pn: “Iya mas, tapi mas pernah tidak memikirkan perasaan istri mas kenapa ko dia sering nangis, apa yang salah dari mas?” Dd: “Ya pasti saya pikirinlah mba, makannya kalau saya tanya cuma bisa nangis tu saya jadi mangkel terus tak tinggal dulu ja, nanti kalau suasana hati sudah agak reda baru saya tanya lagi.”
6
Pn: “Pernah tidak mas kalau mas sedang ada masalah terus sampai adu mulut ?” Dd: “Kalau sampai adu mulut ga pernah mba, paling cuma saya tinggal pergi saja.”
8
Mengatasi emosi 1
Pn: “Ketika mas mengalami emosi dengan masalah rumah tangga, pernahkah anda melakukan kekerasan fisik pada pasangan mas/ benda?” Dd: “Kalau melakukan kekerasan fisik ke istri ga pernah mba, paling ke benda yang ada di dekat saya, misalnya ada ember ya saya tendang ember.”
2
Pn: “Kenapa ketika mas emosi mas suka melampiaskannya ke benda yang ada disekitar mas?” Dd: “Karena kalau tidak dilampiaskan itu rasanya tidak enak mba, kaya ada yang ganjel gitu, tapi kalau sudah dilampiaskan itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
142
rasanya lega, ya walaupun bikin takut anak dan istri tapi mau gimana lagi mba sifat saya memang begitu.” 3
Pn: “Pernah tidak mas berusaha untuk menahan emosi mas dan mengalihkan pada hal lain misalnya tidur atau nonton tv begitu?” Dd: “Ehm kalau dialihkan paling ya saya tinggal pergi mba, tapi itu jarang seringnya ya banting-banting atau nendang sesuatu.”
4
Pn: “Hal apa yang sampai membuat mas begitu emosi dan ingin membanting atau menendang benda?” Dd: “Biasanya perilaku atau perkataan istri saya yang keterlaluan mba, kesabaran orang kan ada batasnya, kalau istri sering mengeluarkan kata-kata kasar kan ga enak juga mba.”
5
Pn: “Ketika istri mengeluarkan kata-kata kasar atau marah misalnya, pernah tidak mas berpikir kalau apa yang dikatakan istri memang benar atau yang dikatakan istri itu untuk kebaikan saya, pernah tidak mas berpikir begitu?” Dd: “Ehm tergantung suasana hati mba, kalau perkataannya tidak terlalu kasar ya saya tidak marah tapi kalau keterlaluan ya saya marah, tapi kan setelah saya marah terus banting-banting terus pergi habis itu saya selesaikan masalahnya dengan baik-baik, saya banting-banting dan pergi keluar rumah itu hanya untuk menenangkan hati saya saja mba.”
9
Mengatasi marah 1
Pn: “Ketika mas merasa marah dengan pasangan mas atau masalah rumah tangga mas, apakah mas langsung meluapkan kemarahan mas atau mas menahannya?” Dd: “Biasanya saya tahan dulu mba.”
2
Pn: “Kenapa mas tahan dulu?” Dd: “Ya saya lihat situasi dulu mba, kalau masalah yang sedang dialami tidak terlalu besar ya saya diamkan saja, tetapi kalau masalahnya besar ya saya ungapkan rasa marah saya.”
3
Pn: “Kalau boleh tahu masalah besar itu contohnya apa?” Dd: “Ya misalnya dulu istri saya sering pulang ke rumah ibunya, soalnya dia itu kan anak rumahan, dekat sekali dengan ibunya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
143
jadi ga bisa pisah, mau saya itu main ke rumah orangtua sesekali saja kan dia sudah jadi istri saya harusnya dia manut saya, bukannya tidak boleh main ke rumah orangtuanya tapi kan lihat kondisi, kita ini kan sudah menikah, apa kata orang kalau istri saya sering ke rumah orangtuanya, nanti malah saya dikira tidak bertanggungjawab, padahal ga da apa-apa.” 10
Hal baik dan kurang baik dari pernikahan usia muda 1
Pn: “Menurut mas hal baik atau kurang baik apa yang mas rasakan setelah mas menikah di usia muda dan mengarungi rumah tangga selama ini?” Dd: :”Hal positifnya mungkin terhindar dari fitnah dan zina, terus selain itu nanti kalau anak sudah besar saya masih agak muda dan masih bisa cari uang.”
2
Pn: “Lalu kalau hal negatifnya apa mas?” Dd: “Hal negatifnya itu ya kalau ada masalah masih sama-sama egois mba, kadang jarang ada yang mau ngalah mba.”
3
Pn: “Ehm seperti itu, baik kalau begitu. Wawancara kita sudah selesai mas, terimakasih ya atas waktu yang sudah mas sdikan untuk diwawancara oleh saya. Saya minta maaf kalau ada perkataan saya yang menyinggung perasaan mas waktu wawancara tadi.” Dd:”Engga kok mba, santai saja.”
4
Pn: “Ya sudah kalau begitu saya pamit dulu mas, mari.” Dd: “Iya mba.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Kode
Hasil wawancara subjek 1C (Sr)
1C 1
Adaptasi dengan keluarga 1
144
Pn: “Selamat pagi bu?” Sr: “Pagi mba, ini mba yang mau wawancara?”
2
Pn: “Iya bu, waktu itu kan saya sudah datang kesini minta tolong mau wawancara ibu dan ibu siapnya hari ini, bagaimana bu sudah siap diwawancara?” Sr: “Iya mba kalau begitu.”
3
Pn: “Ya sudah kita langsung mulai dengan pertanyaan pertama ya bu. Setelah putra ibu menikah, dia membawa istrinya tinggal dengan keluarga ibu yang berbeda dari keluarga asalnya, apakah menantu ibu mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan keluarga barunya?” Sr: “Ini menceritakan menantu saya?”
4
Pn: “Iya bu, apakah menantu ibu mengalami kesulitan saat tinggal disini bersama keluarga barunya?” Sr: “Sepertinya tidak mba, setelah tinggal disini ya menantu saya biasa saja namanya juga ikut suami mau ga mau kan harus tinggal disini, karena anak saya kan belum punya rumah, kalau disini kan seperti itu mba kalau perempuan sudah menikah ya harus ikut suami.”
5
Pn: “Lalu apakah menantu ibu bisa mengikuti kebiasaan keluarga disini dengan baik?” Sr: “Maksudnya gimana mba?”
6
Pn: “Maksud saya apakah menantu ibu sudah terbiasa dengan aktivitas keluarga disini, misalnya bangun pagi, masak, bersih-bersih rumah, atau aktivitas yang lain begitu bu?” Sr: “Oh ya terbiasa mba, kalau bangun pagi dan masak itu kan kewajiban istri jadi dia tahulah apa yang harus dilakukan, pasti sebagai istri ya bangun duluan to mba, ga mungkin bangun siang.”
7
Pn: “Lalu apakah menantu ibu pernah merasa terpaksa menjalani aktivitas keluarga disini?” Sr: “Tidak mba, saya tidak pernah maksa apapun, ya terserah dia yang penting dia bisa betah tinggal disini, namanya ikut suami kan ga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
145
cuma sehari dua hari mba, tapi kan selamanya, ya bisa-bisanya dia sajalah untuk bisa betah disini.” 8
Pn: “Setelah tinggal disini menantu ibu harus beradaptasi dengan semua anggota keluarga disini, bagaimana hubungan menantu ibu dengan anggota keluarga disini?” Sr: “Ya baik, sama bapak ya baik, sama saya baik, sama kakak adik juga baik, cuma memang hubungan dengan istri kakak iparnya agak sedikit renggang, ya maklumlah mba namanya satu rumah ditinggali tiga keluarga pasti ada cekcok to mba, namanya wataknya kan bedabeda, tapi saya kan tidak bisa memihak salah satu, semua kan samasama anak saya, jadi paling kalau sedang agak tegang ya saya nasihati saja.”
9
Pn: “Kalau hubungan menantu ibu dengan tetanga sekitar bagaimana bu?” Sr: “Kalau dengan tetangga ya baik mba, kan dari awal tinggal disini saya sudah nyuruh menantu saya untuk main ke tetangga biar kenal sama tetangga disekitar sini, dia kan sudah tinggal disini dan sudah jadi warga sini, ga enak to mba kalau tidak kenal sama tetangga sini nanti dikira sombong, makanya saya suka nyuruh menantu saya main ke tetangga biar kenal dan ga bosan dirumah terus gitu mba.”
2
Menjalani tugas baru sebagai suami dan istri 1
Pn: “Setelah menikah mereka dihadapkan pada status baru yaitu sebagai ibu rumah tangga dan kepala keluarga, mereka juga dihadapkan pada tugas untuk bertanggungjawab terhadap keluarga, apakah mereka mengalami kesulitan dalam menjalani tugas itu?” Sr: “Maksudnya setelah mereka menikah bagaimana begitu?”
2
Pn:”Iya bu, setelah mereka menikah dan menjadi suami istri bagaimana putra ibu menjalan tugasnya sebagai suami dan menantu ibu sebagai istri, apakah mereka mengalami kesulitan?” Sr: “Kesulitan sih tidak ada mba, ya seperti biasa anak saya kalau pagi ya kerja, lalu istrinya dirumah kadang bantu saya masak dan bersihbersih rumah, waktu itu sempat menantu saya kerja karena dia bosan dirumah, kalau saya sih terserah dia saja yang penting dia bisa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
146
menjalaninya, tapi kerja hanya sebentar mba tidak lama terus hamil, karena hamil jadi saya melarang dia untuk kerja, kasihan to mba kalau hamil sambil kerja kasihan bayinya, tidak kerja saja sempat dua kali keguguran apalagi kalau kerja mba.” 3
Berkumpul dengan teman sebaya 1
Pn: “Setelah menikah kehidupan mereka tentu tidak bebas seperti dulu, apakah ibu pernah mendapati mereka main dan berkumpul dengan teman sebaya?” Sr: “Kalau sepengetahuan saya menantu saya tidak pernah mba kumpul bareng temannya, tapi saya juga kurang tahu, kalau anak saya masih sering main sama teman-temannya, biasanya kalau main itu malam mba, ya wajarlah mba namanya laki-laki pasti masih ingin ketemu sama teman-temannya apalagi anak saya juga masih muda to mba, pasti masih senang main, asalkan mainnya tidak macem-macem atau berbahaya menurut saya tidak apa-apa mba.”
2
Pn: “Lalu pernah tidak ada keributan diantara mereka ketika putra ibu sering main keluar dan istrinya harus tinggal dirumah, pernah tidak istrinya merasa marah atau jengkel sampai mau ribut?” Sr: “Jengkel sih pernah mba tapi tidak pernah sampai berantem itu mba, paling hanya diam-diaman saja.”
3
Pn: “Ibu tahu dari mana kalau menantu ibu suka jengkel kalau putra ibu sering main keluar?” Sr: “Ya anak saya suka cerita ke saya kalau istrinya lagi marah.”
4
Pn: “Lalu sebagai orangtua apakah ibu ada memberi nasihat untuk putra ibu dan menantu ibu?” Sr: “Ya paling anak saya cuma tak kasih tahu saja mba, kalau menantu saya ya saya diamkan saja, saya takut kalau saya nasihati nanti dikira ikut campur dalam rumah tangga, kan ga enak to mba, jadi ya luweh lah.”
4
Kesulitan mengurus anak 1
Pn: “Setelah memiliki anak, apakah mereka mengalami kesulitan dalam mengurus anak?” Sr: “Ga ada itu mba, anak saya kan juga ikut momong anaknya kalau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
147
istrinya sedang sibuk, kadang kalau saya sedang selo ya saya juga momong cucu saya, lagian anak saya itu terbisa ngurus adik dan sepupunya kok mba jadi tidak ada kesulitan ngurus anak apalagi anak sendiri.” 5
Kondisi ekonomi setelah menikah 1
Pn: “Setelah menikah secara ekonomi mereka bertanggungjawab penuh pada keluarga barunya dan lepas dari tanggungjawab orangtua, apakah mereka mengalami kesulitan dalam hal ekonomi?” Sr: “Kalau secara ekonomi awal-awal menikah mungkin sulit mba, karena pekerjaan anak saya kan belum tetap, maka saya suruh tinggal dengan saya supaya beban ekonominya tidak telalu berat, kalau tinggal dengan saya kan makan masih bisa saya yang memberi walaupun seadanya tapi Insya Allah tidak akan kekurangan beras, bukannya sombong loh mba, saya bukan apa-apa cuma petani mba, tapi Insya Allah gabah yang saya hasilkan cukup untu makan tiga keluarga, kalaupun ada kekurang ya saya tinggal minta anak saya.”
2
Pn: “Lalu bagaimana dengan keadaan putra ibu sekarang?’ Sr: “Kalau sekarang ya Alhamdulilah mba pekerjaan anak saya sudah lumayan lah, sudah bisa nabung dan bantu orangtua sedikit.”
6
Mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi 1
Pn: “Ketika mereka mengarungi bahtera rumah tangga tentu ada masalah dalam perjalannya, bagaimana cara mereka mengatasi masalah yang terjadi dalam rumah tangga mereka?” Sr: “Ehm kalau setahu saya mereka bicarakan mba, memang tipenya anak saya itu kalau ada masalah suka ditinggal pergi tapi habis itu langsung diselesaikan.”
2
Pn: “Pernah tidak bu menantu ibu ada masalah dengan ibu?” Sr: “Ya pernah mba namanya juga orang pasti pernah punya salah.”
3
Pn: “Lalu bagaimana cara ibu mengatasinya?” Sr: “Saya sih kalau ada masalah dengan menantu saya diamkan mba, paling nanti anak saya yang ngomong ke saya kenapa istrinya marah, terus ngasih tahu saya apa yang tidak disenangi istrinya, dari situ ya sudah berarti besok-besok saya tidak bisa seperti itu, kalau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
148
istrinya yang salah ya anak saya juga menasihati istrinya dan memberi tahu bagaimana sebaiknya sikapnya gitu mba.” 4
Pn: “Pernah tidak anak dan menantu ibu ada masalah sampai ribut-ribut dan didengar tetangga?” Sr: “Engga mba, setahu saya mereka kalau ada masalah ya diam-diam saja dan diselesaikan sendiri.”
7
Mengatasi emosi 1
Pn: “Ketika mereka mengalami emosi dengan masalah rumah tangga, pernahkah mereka melakukan kekerasan fisik pada pasangan mereka/ benda?” Sr: “Kalau menantu saya sepertinya tidak mba, kalau anak saya memang wataknya agak keras jadi kalau sedang emosi atau marah dia suka banting-banting atau nendang benda yang ada didekatnya, tapi kalau kekerasan fisik ga pernah mba, anak saya juga ga sampai hati memukul istrinya mba atau memukul siapapun, paling ya memukul benda saja.”
8
Mengatasi marah 1
Pn: “Ketika mereka merasa marah dengan pasangan mereka atau masalah rumah tangga mereka, apakah mereka langsung meluapkan kemarahan mereka atau mereka menahannya?” Sr: “Kalau menantu saya itu seringnya dipendam mba sampai nangis, nanti baru cerita ke anak saya, setahu saya itu loh mba, tapi kalau anak saya ya itu suka pergi-pergian kalau sedang marah, dia tidak mau ngomong langsung paling cuma pergi, nanti kalau sudah tidak begitu marah baru pulang dan ngomong masalahnya apa.”
9
Hal baik dan kurang baik dari pernikahan usia muda 1
Pn: “Apakah ada hal baik atau kurang baik yang mereka alami setelah mereka menikah di usia muda dan mengarungi rumah tangga selama ini?” Sr: “Hal baiknya itu mungkin kalau menikah muda punya anak masih muda jadi kalau anaknya besar masih bisa cari uang, kan kasihan kalau anaknya masih kecil orangtuanya sudah tua, jadi lebih baik nikah waktu masih muda saja, selain itu juga menghindari pikiran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
149
jelek orang-orang to mba, kalau kelamaan pacaran juga tidak baik, hal negatifnya ya karena masih sama-sama muda jadi kalau ada apaapa ya seperti anak muda pada umumnya lah mba, ya masih pada egois tidak mau mengalah.” 2
Pn: “Ehm seperti itu, wawancaranya sudah selesai bu, terimakasih atas waktu yang ibu berikan untuk saya, saya minta maaf kalau saat wawancara tadi ada perkataan saya yang tidak berkenandihati ibu.” Sr: “Engga kok mba, saya juga senang kalau bisa bantu mba. Asal jangan kapok ke sini lagi ya adanya cuma begini mba, rumah orang gunung.”
3
Pn: “Tidak apa-apa kok bu, ya besok-besok saya main lagi ke sini, kalau begitu saya pamit dulu ya bu, mari.” Sr: “Iya mba.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
150
Hasil wawancara subjek 2 Kode
Hasil wawancara subjek 2A (Al)
2A 1
Perasaan setelah menikah Pn: “Selamat pagi mba?”
1
Al: “Pagi mba.” 2
Pn: “Sudah rampung masaknya mba?” Al: “Sudah mba cuma masak oseng-oseng ko mba.”
3
Pn: “Adik sama siapa mba?” Al: “Adik tidur mba.”
4
Pn: “Ehm gitu, oiya mba seperti yang sudah saya sampaikan kemarin kalau hari ini saya mau wawancara mba untuk keperluan penelitian saya, gimana mba sudah siap?” Al: “Sudah mba.”
5
Pn: “Kita mulai sekarang ya?” Al: “Iya mba.”
6
Pn: “Bagaimana perasan mba setelah menikah? ” Al: “Perasaan saya...gimana ya, ada rasa lega, ya senang, tapi ada rasa takut juga mba.”
7
Pn: “Hal apa yang mempengaruhi mba sehingga mba memiliki perasaan itu?” Al: “Perkataan ibu saya waktu itu mba, ibu saya bilang katanya nanti setelah menikah itu rasanya beda, kalau pacaran itu masih disayang-sayang sama pacar, tapi nanti setelah menikah sudah hilang rasa sayangnya, gitu mba.”
8
Pn: “Jadi perkataan ibu mba yang membuat mba takut dan berpikiran kalau setelah menikah nanti rasanya berbeda?” Al: “Iya mba.”
9
Pn: “Kenapa mba sampai berpikiran seperti itu? Kenapa tidak berpikir yang baik-baik saja?” Al: “Karena itu kan perkataan orangtua mba, biasanya perkataan orangtua itu kan ada benarnya, kalau saya berpikir yang baikbaik dan ternyata hasil tidak baik kan malah bikin stres mba.”
10
Pn: “Lalu bagaimana kenyataannya gimana setelah menikah?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
151
Al: “Ya gitu mba, memang benar apa yang dikatakan ibu saya.” 11
Pn: “Waktu itu menikah atas keputusan bersama atau keputusan orangtua?” Al: “Keputusan bersama.”
12
Pn: “Apa yang ada dipikiran mba saat memutuskan untuk menikah? Saat itu kan usia mba masih sangat muda, apakah mba tidak berpikir untuk cari kerja dulu baru menikah?” Al: “Ya kepikiran mba mau kerja tapi kan waktu itu saya menikah karena kecelakaan, jadi ya mau gimana lagi mba, mau tidak mau ya harus menikah.”
13
Pn: “Lalu saat memutuskan untuk menikah apakah mba sudah siap lahir batin?” Al: “Ya siap tidak siap harus menikah mba, itu kan sudah resiko dari perbuatan yang kami lakukan.”
2
Adaptasi dengan keluarga 1
Pn: “Setelah menikah mba langsung ikut tinggal dengan suami atau sempat tinggal dengan orangtua mba?” Al: “Awal menikah saya sempat tinggal dengan orangtua saya selama tiga bulan, lalu setelah itu baru ikut suami.”
2
Pn: “Lalu setelah menikah dan tinggal di rumah suami, mba kan tinggal dengan keluarga baru yang berbeda dari keluarga mba, apakah mba mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan keluarga baru mba?” Al: “Ya susah mba, waktu awal-awal saya tinggal disini itu sering ada perselisihan mba.”
3
Pn: “Perselisihan antara mba dengan siapa?” Al: “Ya dengan mertua saya.”
4
Pn: “Hal apa yang membuat adanya perselisihan antara mba dengan mertua?” Al: “Ya banyak mba, perbedaan sifat, perbedaan perilaku, dan perbedaan cara berpikir.”
5
Pn: “Boleh saya tahu hal apa yang sering diperselisihkan dengan mertua mba?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 6
152
Al: “Ya contohnya ibu mertua pernah marah gara-gara saya salah masak nasi, harusnyakan bisa ngomong pelan-pelan mba, tapi ini ngomongnya agak kasar, orangtua saya saja ga sampai sebegitunya mba kalau memarahi saya, ini ibu mertua saya sampai sebegitu marahnya hanya karena hal sepele.”
7
Pn: “Jadi yang membuat mba sering berselisih itu karena perbedaan perilaku dengan ibu mertua mba?” Al: “Iya mba, mungkin saya juga belum siap untuk menerima semua perbedaan ini.”
8
Pn: “Lalu ketika sering berselisih dengan ibu mertua apakah mba suka menceritakan ke suami mba tentang perselisihan mba dengan ibu mertua?” Al: “Iya saya ceritakan mba.”
9
Pn: “Lalu bagaimana tanggapan suami mba?” Al: “Ya dia cuma bilang diamkan saja, sifat ibu memang seperti itu, tidak usah diambil hati.”
10
Pn: “Lalu bagaimana cara mba agar bisa beradaptasi dan mengurangi perselisihan dengan ibu mertua mba?” Al: “Ya saya pilih diam dan ngalah mba, ini kan sudah menjadi pilihan saya jadi saya harus terima konsekuensinya.”
11
Pn: “Lalu pernah tidak mba mengalami tekanan atau stres selama menghadapi ini semua?” Al: “Ya tertekan pasti ada mba, apalagi kalau suami sedang sibuk sendiri dengan kerjaannya ga ada yang bisa saya curhatin kan mba, paling ya cuma curhat sama ibu.”
12
Pn: “Lalu bagaimana tanggapan dari ibu mba?” Al: “Ya cuma disuruh sabarain aja, mau gimana lagi kan itu sudah jadi jalan hidup saya.”
3
Menjalani tugas baru sebagai Ibu rumah tangga 1
Pn: “Setelah menikah mba dihadapkan pada status baru yaitu sebagai istri dan ibu rumah tangga, mba juga dihadapkan pada tugas untuk mengurus keluarga, apakah mba mengalami kesulitan dalam menjalani tugas itu?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
153
Al: “Kesulitan sih engga ada mba, soalnya dari dulu kan saya biasa momong adik jadi sudah tahu rasanya.” 2
Pn:”Momong adik dengan momong anak kan beda mba, kalau momong adik mungkin hanya sesekali atau kalau ibu sedang repot, tetapi kalau momong anak kan sepanjang waktu, apalagi kalau anak sedang rewel dan tidak mau disambi, apakah mba tidak mengalami rasa sulit dalam hal mengasuh anak misalnya?” Al: “Ya mengalami mba apalagi kalau pas lagi repot anak tidak ada yang momong, semua juga lagi sibuk, pasti ada rasa jengkel sedikit tapi semua saya jalani mba kan memang sudah tugasnya ibu mengasuh anak.”
3
Pn: “Lalu dengan tugas ibu rumah tangga yang lain bagaimana? Misalnya seperti harus bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, terus semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri seperti nyuci, masak, nyetrika, beres-beres, sedangkan saat itu usia mba masih 15 tahun dan belum banyak pengalaman tentang mengurus rumah tangga, apakah mba tidak mengalami kesulitan?” Al: “Sedikit kesulitan pasti ada mba cuma saya jalani saja mba, itu kan sudah jadi kewajiban saya, ya walaupun awalnya susah tapi bisa belajar sedikit-sedikit ngrus rumah tangga lama-lama jadi terbiasa.”
4
Pn: “Jadi pada intinya kesulitan tetap mba alami walau hanya sedikit?” Al: “Ehm ya begitulah mba.”
4
Berkumpul dengan teman sebaya 1
Pn: “Setelah menikah kehidupan mba tentu tidak bebas seperti dulu, apakah terkadang masih terlintas dipikiran mba untuk bisa berkumpul dengan teman sebaya?” Al: “Kalau ingat teman ya pasti adalah mba rasa kangen, ingin main lagi kaya dulu, tapi kan sekarang sudah punya anak jadi ya ga bisa main sama teman dan tidak boleh.”
2
Pn: “Tidak boleh itu maksud mba dilarang oleh suami kah?” Al: “Iya mba, sekarang kan sudah punya anak jadi ya suruh fokus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
154
ngurus anak.” 3
Pn: “Lalu cara mba menghilangkan keinginan mba untuk bisa main atau sekedar bertemu teman-teman bagaimana mba?” Al: “Ya paling cuma smsan saja mba.”
4
Pn: “Pernah tidak mba minta izin sama suami mau ketemu teman sambil ngajak anak mba?” Al: “Pernah mba tapi tetap tidak boleh.”
5
Pn: “Walaupun sudah minta izin suami?” Al: “Iya mba.”
6
Pn: “Selain alasannya fokus ngurus anak, ada tidak alasan lain kenapa mba tidak diperbolehkan main dengan teman-teman?” Al: “Saya tidak tahu mba, pokoknya suami saya bilangnya suruh fokus ngurus anak gitu saja.”
7
Pn: “Lalu pernah tidak mba merasa jenuh harus dirumah terus ngurus anak dan tidak diperbolehkan bertemu teman-teman?” Al: “Rasa jenuh ya pasti ada mba, tapi mau gimana lagi kalau tidak boleh, nanti kalau saya maksa malah jadi berantem, soalnya kita berdua kan sama-sama keras wataknya mba, jadi kalau tidak ada yang ngalah ujung-ujungnya bisa ribut terus.”
5
Kesulitan ketika hamil dan melahirkan 1
Pn: “Apakah mba pernah mengalami kesulitan ketika hamil dan melahirkan?” Al: “Kalau pas hamil kayanya engga ada sih mba, cuma waktu itu anak saya lahir prematur, 6,5 bulan sudah lahir.”
2
Pn: “Kalau boleh tahu apa yang menyebabkan mba bisa melahirkan prematur?” Al: “Ehm waktu itu kan saya bolak-balik ngurus surat pindah dari Boyolali ke Gunung Kidul, karena sering bolak-balik jadi kontraksinya lebih cepat mba, makannya waktu itu 6,5 bulan anak saya sudah lahir.”
3
Pn: “Lalu waktu itu melahirkan secara normal atau caesar?” Al: “Alhamdulilah normal mba.”
4
Pn: “Lalu bagaimana keadaan anak mba saat itu ketika harus lahir
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
155
prematur?” Al: “Waktu itu anak saya dari bidan langsung dibawa ke rumah sakit mba karena kekurangan oksigen, di rumah sakit sempat dirawat 9 hari danAlhamdulilah sehat sampai sekarang.” 5
Pn: “Selama hamil, apakah mba sering memeriksakan kehamilan mba ke bidan?” Al: “Periksa ke bidan hanya sekali mba, terus yang kedua waktu mau melahirkan itu.”
6
Pn: “Selain kontraksi ada tidak hal lain yang mungkin membuat mba stres dan menyebabkan melahirkan prematur?” Al: “Ehm apa ya mba? Kayanya sih Ibu mertua saya.”
7
Pn: “Memangnya ada apa dengan Ibu mertua mba?” Al: “Ibu kan tidak pernah setuju dengan pernikahan saya dengan suami.”
8
Pn: “Kalau boleh tahu kenapa Ibu mertua tidak setuju dengan pernikahan mba dan masnya?” Al: “Ya karena menurut Ibu saya ini sudah bikin malu keluarganya gitumba.”
9
Pn: “Lalu hal apa dari Ibu mertua yang menurut mba bikin mba jadi stres?” Al: “Ya perkataan sama sikapnya itu mba, dia kalau bicara itu kadang suka menyakitkan, saya jadi suka kepikiran, ya mau gimana lagi mba anaknya kan sudah menghamili saya jadi dia harus tanggungjawab to mba? Tapi kesannya ini semua salah saya padahal ya salah berdua.”
10
Pn: “Jadi sebenarnya ketika hamil mba sempat mengalami sedikit kesulitan seperti goncangan dan tekanan sehingga menyebabkan mba melahirkan prematur, benar begitu mba?” Al: “Ya begitulah mba.”
6
Kesulitan dalam mengurus anak 1
Pn: “Setelah memiliki anak, apakah mba mengalami kesulitan dalam mengurus anak?” Al: “Kesulitannya waktu awal-awal anak saya lahir mba, anak saya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
156
kan lahir prematur dan beratnya cuma 1,8 kg, kecil banget to mba, jadi waktu itu aku masih takut mau mandiin, untung ada bulik yang mau bantu jadi ya sedikit meringankan lah.” 2
Pn: “Apakah Ibu mba tidak ikut bantu mba mengurus sikecil?” Al: “Engga mba Ibu saya di Boyolali ngurus si mbah, kebetulan waktu itu si mbah lagi sakit, jadi saya ikut bulik di sini.”
3
Pn: “Lalu bagaimana dengan suami, apakah ikut bantu ngurus adik bayi?” Al: “Ehm waktu itu suami saya masih tinggal di rumahnya mba, jadi yang ngurus bayi waktu itu cuma saya dengan bulik saya.”
4
Pn: “Oh jadi setelah melahirkan mba tidak tinggal dengan suami tapi tinggal dengan bulik?” Al: “Iya mba.”
5
Pn: “Kenapa waktu itu suami mba tidak ikut tinggal dengan mba dan mengurus bayi bersama?” Al: “Waktu itu dia bilang pekewuh mba, soalnya bukan di rumah sendiri, kadang ya datang nengok saya sama adik tapi nanti malamnya pulang lagi ke rumahnya.”
6
Pn: “Berapa lama mba tinggal sama bulik?” Al: “Cuma dua bulan sih mba setelah itu saya ikut tinggal di rumah suami.”
7
Pn: “Lalu bagaimana dengan Ibu mertua mba, beliau kan tadinya tidak setuju, apakah beliau mau menerima kehadiran cucunya?” Al: “Ya mau lah mba, cucunya kan tidak salah yang salah itu orangtuanya.”
8
Pn: “Lalu setelah adik agak besar ada kesulitan tidak mba dalam mengasuh adik?” Al: “Tidak ada mba, saya kan sudah terbiasa momong adik jadi ketika momong anak sendiri sudah tidak kaget lagi.”
7
Kondisi finansial setelah menikah 1
Pn: “Setelah menikah secara ekonomi mba sudah ditanggung oleh suami, apakah mba mengalami kesulitan dalam hal ekonomi?” Al: “Kesulitan ya pasti ada mba, apalagi waktu awal nikah itu suami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
157
saya belum kerja padahal kebutuhan banyak, untuk melahirkan, untuk beli kebutuhan bayi, bingung to mba kalau kaya gitu? Tapi sekarang ya Alhamdulilah suami saya sudah dapat kerja dan hasilnya mencukupi lah.” 2
Pn: “Kalau saat menikah suami belum bekerja, lalu biaya persalinan itu dari siapa mba?” Al: “Ya dari orangtua kami mba, patungan gitu mba, terus ada jamkesda juga jadi agak terbantu lah.”
3
Pn: “Lalu bagaimana dengan perlengkapan bayi?” Al: “Kalau itu Alhamdulilah banyak yang ngasih mba jadi tidak beli banyak cuma nambah sedikit saja, ya sudah rejekinya adik mba.”
4
Pn: “Lalu berapa lama suami sempat menganggur?” Al: “Ya sekitar 8 bulan mungkin mba.”’
5
Pn: “Lalu saat itu pernah tidak mba berpikir untuk cari kerja, karena suami kan belum kerja lalu kebutuhan banyak ditambah lagi punya bayi, pernah tidak berpikir untuk bekerja untuk membantu keuangan keluarga?” Al: “Pernah mba, saya sempat kerja tiga bulan terus pas suami saya sudah dapat kerjaan saya berhenti, daripada di rumah juga tidak ngapa-ngapain mba yamending kerja to bisa dapat duit buat beli kebutuhan anak.”
6
Pn: “Kalau mba kerja lalu anak dengan siapa mba?” Al: “Dimomong sama Mbah putrinya mba.”
7
Pn: “Waktu itu usia anak berapa mba waktu mba tinggal kerja?” Al: “Empat bulan.”
8
Pn: “Jadi kesulitan dalam hal ekonomi hanya terjadi di awal pernikahan saja ya mba, sekarang Alhamdulilah sudah tercukupi, benar begitu?” Al: “Iya mba.”
8
Mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi 1
Pn: “Ketika mba mengarungi bahtera rumah tangga tentu ada masalah dalam perjalannya, bagaimana cara mba mengatasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
158
masalah yang terjadi dalam rumah tangga mba?” Al: “Sebenarnya kami berdua sama-sama keras kepala mba, tapi kalau ada masalah itu pasti kami bicarakan, karena kalau tidak dibicarakan tidak selesai-selesai mba masalahnya.” 2
Pn: “Ketika membicarakan masalah itu apakah dengan kepala dingan atau dengan keadaan emosi, misalnya sampai berantem dan adu mulut, atau bagaimana mba?” Al: “Berantem ya sering mba soalnya kan kami sama-sama keras, tapi untungnya suami saya suka ngalah, walaupun awalnya kami berantem tapi masalah terselesaikan.”
3
Pn: “Jadi cara mba menyelesaikan masalah dengan cara dibicarakan walaupun awalnya harus berantem, benar begitu mba?” Al: “Iya mba, pokoknya kalau ada masalah atau sesuatu yang mengganjal itu harus dibicarakan walaupun kenyataannya menyakitkan, biar lega gitu loh mba.”
4
Pn: “Lalu apakah cara penyampaiannya harus dengan emosi? Pernah tidak membicarakan masalah dengan kepala dingin?” Al: “Seringnya memang emosi mba, tapi kalau lagi malas berantem paling ya cuma diam-diaman saja mba, nanti kalau sudah puas diam baru dibicarakan masalahnya.”
9
Mengatasi emosi 1
Pn: “Ketika mba mengalami emosi dengan masalah rumah tangga, pernahkah mba melakukan kekerasan fisik pada pasangan mba/ benda?” Al: “Tidak pernah mba, saya tidak pernah melakukan kekerasan fisik, kalau saya sedang emosi ya saya pendam saja mba, tunggu sampai emosi saya agak reda baru saya cerita ke suami, karena suami saya kan wataknya juga keras takutnya kalau langsung ngomong malah berantem.”
2
Pn: “Tadi mba bilang kalau ada masalah langsung mba ungkapkan pada suami walaupun harus berantem, tetapi kenapa ketika emosi malah mba pendam dan tidak mba ceritakan pada suami?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
159
Al: “Kalau masalah kan memang harus dibicarakan to mba? Tapi kalau perasaan emosi kan bisa dipendam dulu tunggau perasaan saya agak baikan dulu baru cerita ke suami walaupun akhirnya nanti berantem.” 3
Pn: “Apakah mba selalu berantem ketika menceritakan masalah mba pada suami?” Al: “Ya tidak juga mba, tergantung masalahnya kalau keterlaluan ya sampai berantem kalau tidak ya paling suami saya yang akhirnya mengalah.”
4
Pn: “Pernah tidak ketika emosi mba menceritakan pada oranglain? Misalnya teman atau orang terdekat gitu?” Al: “Paling kalau curhat itu ke Ibu atau Bulik, karena saya cuma dekat sama Ibu dan Bulik.”
10
Mengatur marah 1
Pn: “Ketika mba merasa marah dengan pasangan mba atau masalah rumah tangga mba, apakah mba langsung meluapkan kemarahan mba atau anda menahannya?” Al: “Kalau marah itu tergantung dari persoalannya mba, kalau yang kira-kira keterlaluan ya langsung saya luapkan tapi kalau cuma masalah kecil ya saya pendam saja mba.”
2
Pn: “Maaf kalau boleh tahu masalah yang keterlaluan itu yang seperti apa mba dan masalah yang sepele itu apa?” Al: “Masalah yang keterlaluan itu kalau suami saya minum-minum itu loh mba, dia kan sudah punya istri dan anak masa masih minum-minum, kelewatan to mba? Apa dia tidak mikir istri sama anaknya, itukan tidak baik buat anak juga, makannya kalau saya tahu suami saya habis minum saya langsung marahi saja mba. Kalau masalah sepele ya kalau Ibu mertua ngomong sesuatu yang agak menyinggung paling ya saya diamkan saja, saya cerita sama suami terus suami saya hanya bilang ya tidak usah diambil hati memang sifatnya begitu, kalau sudah begitu ya sudah saya pilih diam.”
3
Pn: “Jadi cara mba mengatur rasa marah itu mengungkapkan sesuai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
160
dengan tingkat permasalahannya begitu?” Al: “Iya mba.” 11
Hal baik dan kurang baik dari pernikahan usia muda 1
Pn: “Menurut mba hal baik atau kurang baik apa yang mba rasakan setelah mba menikah di usia muda dan mengarungi rumah tangga selama ini?” Al: “Hal baiknya itu walau sudah punya anak tapi masih terlihat muda, kalau hal kurang baiknya ya karena kami masih samasama muda jadi rasa egoisnya masih terlalu tinggi.”
2
Pn: “Sudah selesai pertanyaannya mba, terimakasih banyak ya mba atas ketersediaan mba diwawancara dan waktu yang mba berikan, semoga semua ini bermanfaat.” Al: “Iya mba sama-sama.”
3
Pn: “Maaf ya mba kalau perkataan saya ada yang salah.” Al: “Engga ko mba.”
4
Pn: “Ya sudah saya pamit dulu, mari mba.” Al: “Monggo..”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Kode
Hasil wawancara subjek 2B (Sg)
2B
Perasaan setelah menikah
1 1
161
Pn: “Selamat sore mas?” Sg:”Sore mba.”
2
Pn: “Bagaimana kabarnya mas?” Sg: “Baik mba.”
3
Pn: “Maaf ya mas mengaganggu waktu istirahat, seperti yang saya ceritakan kemarin kalau hari ini saya mau wawancara mas terkait penelitian saya tentang pernikahan usia muda, bagaimana mas sudah siap?” Sg: “Iya mba.”
4
Pn: “Ya sudah kita langsung mulai saja ya mas dengan pertanyaan yang pertama. Bagaimana perasan mas setelah menikah?” Sg: “Perasaan gimana maksudnya mba?”
5
Pn: “Perasaan mas setelah mas memutuskan untuk menikah muda, apakah ada rasa takut, ragu-ragu, sedih, atau bahagia, bagaimana menurut mas?” Sg: “Ya takut ada, ragu-ragu juga ada mba, takutnya itu besok bisa ngasih nafkah atau engga, ragu-ragunya itu benar tidak keputusan saya untu menikah muda tapi ya sudah jalani saja dulu mba.”
6
Pn: “Mas takut tidak bisa memberi nafkah, apakah saat memutuskan akan menikah mas belum bekerja?” Sg: “Ya sudah bekerja mba tapi kerjaannya masih serabutan mba, masih belum jelas, bayaran juga tidak jelas to, itu yang bikin saya takut, kalau sekarang sih Alhamdulilah.”
7
Pn: “Saat itu hal apa yang mempengaruhi mas sampai akhirnya mas memutuskan untuk menikah di usia yang masih sangat muda?” Sg: “Saya takut keduluan orang mba, yang suka sama istri saya kan dulu banyak jadi dari pada keduluan orang ya mending saya nikahi duluan.”
8
Pn: “Tadi mas mengatakan kalau mas ada rasa takut tidak bisa memberi nafkah, tetapi mas dengan mantap menikahi pacar mas saat itu, menurut mas mengapa hal itu bisa terjadi?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
162
Sg: “Ya bisa saja mba kalau sudah niat, seperti yang saya bilang tadi jalani saja dulu, kalau masalah rejeki itu sudah diatur oleh Tuhan, jadi percaya saja.” 2
Adaptasi dengan keluarga 1
Pn: “Setelah menikah mas tinggal dengan keluarga baru yang berbeda dari keluarga mas, apakah mas mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan keluarga baru mas?” Sg: “Ya kesulitan pasti ada mba, apalagi saya menikah usianya masih muda, kalau saya sih prinsipnya mengalah mba, kalau misalnya sana lagi marah ya saya ngalah saja gitu supaya tidak ribut.”
2
Pn: “Lalu kesulitan apa yang mas rasakan saat harus beradaptasi dengan keluarga mbanya?” Sg: “Kesulitannya itu saya kurang mengenal keluarga istri saya, karena kan keluarganya tidak tinggal disini to mba, yang tinggal disini hanya buliknya, ibunya di Boyolali, bapaknya kerja di Jogja, jadi saya merasa susah untuk mengenal keluarganya.”
3
Pn: “Lalu bagaimana cara mas untuk bisa beradaptasi dengan keluarga istri?” Sg: “Ya sudah jalani saja mba, saya kan juga jarang pulang ke rumah mertua saya jadi saya belum mengenal betul orangnya, tapi saya jalani saja nanti lama-lama yang terbiasa.”
3
Menjalani tugas baru sebagai Kepala keluarga 1
Pn: “Setelah menikah mas dihadapkan pada status baru yaitu sebagai suami dan kepala keluarga, mas juga dihadapkan pada tugas untuk mengurus keluarga, apakah mas mengalami kesulitan dalam menjalani tugas itu?” Sg: “Maksudnya gimana mba?”
2
Pn: “Maksud saya setelah menikah status mas kan berubah dari lajang menjadi suami, lalu mas punya tugas sebagai keluarga, nah mas mengalami kesulitan tidak dengan perubahan status mas dan tugas baru mas sebagai kepala keluarga?” Sg: “Kesulitan pasti ada mba, soalnya saya menikah diusia yang masih muda juga terus saya masih ingin main-main, tapi saya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
163
ingat yang di rumah, misalnya saya mau main ke tempat teman saya, pulang-pulang pasti istri saya marah-marah, jadi kalau mau main ke tempat teman saya yang rumahnya agak jauh itu susah mba.” 3
Pn: “Lalu kalau sebagai kepala keluarga yang harus mengurus istri dan anak bagaimana mas, apakah mas mengalami kesulitan juga?” Sg: “Iya mba, sulitnya itu kan bagaimana saya mengatur istri saya supaya bisa seiringan dengan saya gitu mba.”
4
Pn: “Seiringan itu maksudnya gimana mas dan dalam hal apa?” Sg: “Seiringan itu ya sejalan dengan saya mba, sepemikiran lah istilahnya jadi kalau saya suka berhemat ya istri saya juga harus bisa berhemat, intinya istri saya itu harus bisa nurut apa kata sayalah.”
5
Pn: “Lalu mengapa mas mengatakan kalau membimbing atau mengajarkan istri supaya bisa sepaham dengan mas itu sulit?” Sg: “Ya sulit lah mba, saya sama istri saya kan punya sifat yang beda, apalagi istri saya kan terbilang masih remaja jadi sifat manjadan egosinya itu masih tinggi sekali, jadi bagaimana caranya supaya saya bisa merubah itu semua sesuai dengan keinginan saya.”
6
Pn: “Kenapa mas ingin merubah istri mas sesuai dengan keinginan mas, kenapa mas tidak biarkan saja istri mas jadi dirinya sendiri?” Sg: “Ya namanya istri kan harus nurut suami to mba, kan ini untuk kebaikan dia juga.”
4
Berkumpul dengan teman sebaya 1
Pn: “Setelah menikah kehidupan mas tentu tidak bebas seperti dulu, apakah terkadang masih terlintas dipikiran mas untuk bisa berkumpul dengan teman sebaya?” Sg: “Kalau keinginan untuk bisa kumpul sama teman ya masih mba, sampai sekarang ya masih.”
2
Pn: “Apa yang membuat mas masih memiliki pikiran untuk bisa kumpul dengan teman-teman?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
164
Sg: “Ya soalnya kan saya kerja dari pagi sampai sore mba, pulang kerja tu rasanya cape dan jenuh banget, makanya saya butuh hiburan dan hiburannya itu ya kumpul bareng teman, cuma kan sekarang kalau mau main juga sudah tidak bebas mba, saya sudah terikat sekarang, kalau main sama teman sampai agak malam saja pulang-pulang istri langsung marah, jadi ya susahlah mba walaupun ada keinginan untuk kumpul sama teman tapi tetap harus lihat-lihat waktu.” 3
Pn: “Sekarang kan mas sudah punya anak, biasanya anak dalam keluarga itu kan merupakan penghibur, apamas tidak merasa terhhibur dengan kehidaran anak mas sehingga mas masih punya keinginan untuk main keluar?” Sg: “Kalau sama anak itu kan tergantung mba, tergantung saya lagi capek atau engga, saya kan pulang kerja magrib kalau anak saya belum tidur ya saya main sama anak kalau sudah tidur ya saya main keluar, kadang kalau main sama anak itu malah dobel capek nya mba, soalnya pasti kan minta gendong atau minta titah ke sana-sini, kan malah tambah capek to mba.”
4
Pn: “Kalau saya boleh tahu dalam seminggu seberapa sering mas kumpul dengan teman?” Sg: “Ya tergantung keinginan mba, ga setiap hari juga. Kalau lagi stres banget ya mungkin bisa sering mba, tapi kalau lagi ga stres banget paling ya dua kali seminggu.”
5
Pn: “Lalu kalau istri mas marah karena mas sering keluar malam untuk kumpul bareng teman, apakah mas tetap pergi walaupun istri marah?” Sg: “Ya iyalah mba, kalau saya lagi stres kan butuh hiburan mba. Kalau nurutin istri yang marah terus malah tambah stres mba, mending cari hiburan.”
6
Pn: “Lalu apakah mas pernah mencari hiburan dengan ngobrol di rumah dengan istri? Istri kan juga bisa jadi tempat untuk melepas lelah dan mencurahkan perasaan, pernah tidak mas?” Sg: “Ehm gimana ya mba, kalau hanya sekedar ngobrol sama istri sih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
165
bisa kapan saja, kalau sama teman kan jarang, makannya kalau ada kesempatan untuk ketemu teman ya saya pilih ketemu teman mba soalnya lain rasanya kumpul bareng teman sama istri.” 7
Pn: “Lebih bahagia mana mas kumpul bareng istri dan anak atau kumpul bareng teman?” Sg:”He rahasia mba kalau itu, biar saya saja yang tahu.”
5
Kesulitan dalam mengurus anak 1
Pn: “Setelah memiliki anak, apakah mas mengalami kesulitan dalam mengurus anak?” Sg: “Ya mengalami mba, apalagi ini anak pertama belum ada pengalaman ngurus anak jadi kesulitan itu pasti ada mba.”
2
Pn: “Pada saat apa mas mengalami kesulitan dalam mengurus anak?” Sg: “Maksudnya mba?”
3
Pn: “Maksud saya pada saat kapan, apakah saat anak mas baru lahir atau usia berapa gitu?” Sg: “Oh kalau baru lahir pasti mba, karena kan anak saya lahir prematur kecil banget mba badannya jadi saya ga berani gendong, paling cuma saya tungguin saja kalau ditinggal mandi atau ngapain.”
4
Pn: “Lalu selama perjalanan sampai anak mas usia sekarang, 14 bulan, apakah ada kesulitan dalam mengurus anak mas?” Sg: “Kesulitan ya pasti ada terus mba, semakin besar anak semakin banyak polahnya, apalagi sekarang sudah sering minta titah, malah bikin dobel capeknya mba.”
5
Pn: “Tetapi mas senang kan punya anak?” Sg: “Ya senanglah mba siapa yang ga senang punya keturunan, cuma memang capeknya itu mba yang kadang-kadang bikin jengkel.”
6
Kondisi finansial setelah menikah 1
Pn: “Setelah menikah secara ekonomi mas bertanggungjawab penuh khususnya pada istri dan keluarga kecil mas, apakah mas mengalami kesulitan dalam hal ekonomi?” Sg: “Ya kesulitan pasti ada mba, kalau dulu saya kerja bayarannya hanya untuk saya sendiri, nah setelah nikah kan dibagi lagi untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
166
istri, sekarang ditambah lagi punya anak berarti bayarannya dibagi lagi untuk anak to mba, apalagi kebutuhan anakkan banyak kaya bedak, bubur, susu, popok, ya macem-macemlah mba, apalagi sekarang apa-apa mahal bayaran sebulan ya tidak mencukupi untu biaya hidup sebulan.” 2
Pn: “Lalu bagaimana cara mas supaya bisa memenuhi kebutuhan keluarga, apakah mas punya bisnis sampingan atau istri diperbolehkan bekerja untuk membantu keuangan keluarga mungkin, atau apa mas?” Sg: “Ya caranya untuk bisa memenuhi kebutuhan itu dengan cara membeli apa yang penting, kalau yang kira-kira tidak penting ya tidak usah dibeli, terus ya belajar hemat dan prihatin dululah namanya situasi sekarang kan lagi susah juga mba, kalau istri mau kerja sih saya tidak keberatan cuma kan anak masih kecil mba kasihan, nanti saja kalau sudah agak besar, sekarang ya apa adanya saja, adanya bayaran segitu ya terima saja.”
7
Mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi 1
Pn: “Ketika mas mengarungi bahtera rumah tangga tentu ada masalah dalam perjalannya, bagaimana cara mas mengatasi masalah yang terjadi dalam rumah tangga mas?” Sg: “Kalau ada masalah biasanya saya lebih suka diomongin mba, tapi kalau diomongin tidak bisa ya sudah saya pilih ngalah dan saya diamkan saja.”
2
Pn: “Masalah seperti apa mas yang menurut mas susah untuk diomongin?” Sg: “Ya macem-macemlah mba, misalnya kalau saya habis main keluar, istri saya kadang ga percaya saya main ke rumah teman malah dia ngomel-ngomel terus mba, padahal saya sudah berusaha jelaskan dengan baik tapi tetap dia itu ngeyel, kalau sudah begitu malas aku mba daripada diteruskan ya lebih baik saya ngalah terus saya diamkan saja nanti lama-lama ya baik sendiri. Istri saya itu kan masih kecil mba, masih belasan jadi sifat anak-anaknya kadang muncul, jadi suka cemburuan banget,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
167
egois, dan emosinya tinggi, kami berdua sama-sama wataknya keras tapi saya lebih pilih ngalah dan diam sampai masalahnya selesai sendiri.” 3
Pn: “Kalau masalah hanya didiamkan terus berarti tidak akan selesai dong mas? Lalu bagaimana cara mengatasinya mas?” Sg: : “Ya kan tidak semua masalah didiamkan mba, kalau masalah yang bisa diomongin ya kami pilih ngomong kalau engga ya sudah.”
4
Pn: “Sampai sekarang ya mbanya masih susah kalau diberi keterangan mas?” Sg: “Masih mba, merubah watak dan sifat seseorang itu kan tidak mudah, jadi sekarang pilih dijalani saja.”
8
Mengatasi emosi 1
Pn: “Ketika mas mengalami emosi dengan masalah rumah tangga, pernahkah mas melakukan kekerasan fisik pada pasangan mas/ benda?” Sg: “Wah kalau kekerasan fisik ga pernah mba, apalagi sampai memukul istri dosa besar kan itu mba.”
2
Pn: “Lalu kalau sedang emosi apa yang biasanya mas lakukan?” Sg: “Kalau saya emosi ya langsung saya ungkapkan saja mba, tetapi saya tidak pernah main fisik mba, walaupun saya orangnya emosian tapi saya tidak suka main fisik apalagi sama perempuan. Kalau sudah diungkapkan kan sudah lega to mba.”
3
Pn: “Lalu kalau melampiaskannya ke benda, misalnya nendang atau mukul benda yang ada disekitar mas, pernah tidak mas melakukan itu?” Sg: “Engga mba, sayang-sayanglah barangnya he he, lebih baik diungkapkan saja mba biar lega.”
9
Mengatasi marah 1
Pn: “Ketika mas merasa marah dengan pasangan mas atau masalah rumah tangga mas, apakah mas langsung meluapkan kemarahan mas atau mas menahannya?” Sg: “Kalau saya tipenya langsung saya luapkan mba, tapi tergantung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
168
masalahnya kalau susah diluapkan ya sudah tunggu besoknya lagi, kalau tidak bisa diluapkan paling ya saya tinggal pergi dulu keluar atau ke angkringan baru setelah emosi saya agak reda baru saya ungkapkan.” 2
Pn: “Tadi mas bilang kalau emosi itu selalu langsung mas luapkan, tetapi kenapa kalau marah itu tergantung dari masalah, dan masalah yang ringan baru mas bisa langsung marah, sedangkan yang agak berat mas tidak bisa langsung marah, kenapa bis begitu mas?” Sg: “Saya memang tipe orang yang kalau ada apa-apa itu langsung saya ungkapkan mba, tapi kan ga bisa selalu begitu kan perlu mikir juga untuk mengungkapkannya, apalagi istri saya itu kan mudah tersinggung mba orangnya jadi saya perlu cari cara supaya dia ga tersinggung, makannya kalau masalahnya agak ruwet saya tinggal dulu mba, supaya saya bisa cari cara yang pas.”
10
Hal baik dan kurang baik dari pernikahan usia muda 1
Pn: “Menurut mas hal baik atau kurang baik apa yang mas rasakan setelah mas menikah di usia muda dan mengarungi rumah tangga selama ini?” Sg: “Kalau menurut saya hal baik yang saya rasakan setelah menikah muda itu ya pertama enak sudah ada yang ngurus mba, kedua dari pada buat zina mending dihahalkan sekalian to mba. Kalau hal yang kurang baiknya itu kami kan menikah diusia masih muda, jadi keinginan untuk main sama teman atau pergi rumah teman yang agak jauh itu masih ada gitu mba, sedangkan saya sudah terikat dan sudah punya tanggungjawab sebagai suami, jadi kadang saya mengalami perasaan yang berlawanan, disisi lain saya masih ingin main tapi disisi lain saya juga ga enak sama orangtua karena kan sudah punya istri, ya dilema gitu mba.”
2
Pn: “Jadi pada intinya menikah muda itu menghindarkan mas dari perbuatan zina, tetapi mas juga tetap belum bisa menghilangkan keinginan mas untuk kumpul dan main bersama teman-teman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
169
mas layaknya remaja pada umumnya, benar begitu mas?” Sg: “Ya begitulah mba.” 3
Pn: “Ehm baik kalau begitu, wawancaranya sudah selesai mas, terimakasih ya mas atas waktu yang sudah mas sediakan untuk saya, saya minta maaf kalau selama wawancara tadi ada perkataan saya yang menyinggung perasaan mas.” Sg: “Iya mba sama-sama, santai saja ko mba.”
4
Pn: “Ya sudah kalau begitu saya pamit dulu ya mas, mari mas.” Sg: “Monggo mba.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Kode
Hasil wawancara subjek 2C (As)
2C
Adaptasi dengan keluarga
1 1
170
Pn: “Selamat siang bu.” As: “Siang mba.”’
2
Pn: “Maaf mengganggu bu, seperti yang sudah saya ceritakan kemarin kalau kedatangan saya ke sini adalah untuk mewawancarai ibu terkait penelitian saya tentang pernikahan usia muda.” As: “Ini yang ditanyakan pernikahan saya atau anak saya?”
3
Pn: “Tentang pernikahan anak ibu.” As: “Bukannya mba sudah tanya-tanya anak saya, harus saya juga ditanya mba?”
4
Pn: “Iya saya sudah tanya-tanya anak ibu, tetapi saya masih butuh sedikit informasi untuk melengkapi hasil wawancara saya, ibu bersedia kan?” As: “Ya ga apa-apa mba.”
5
Pn: “Langsung kita mulai saja ya bu.” As: “Iya mba.”
6
Pn: “Setelah putra ibu menikah, mas Sg ini kan membawa istrinya tinggal dengan keluarga ibu yang berbeda dari keluarga asalnya, apakah menantu ibu mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan keluarga barunya?” As: “Beradaptasi gimana maksudnya mba?”
7
Pn: “Beradapatasi itu maksudnya menantu ibu merasa susah tidak tinggal bareng dengan keluarga ibu, kan kebiasaan keluarga ibu pasti lain dengan keluarga mba nya, lalu menantu ibu susah tidak mengikuti kebiasaan keluarga ibu di sini?” As: “Ya tidak mba, menantu saya biasa saja tinggal di sini, kalau setiap pagi ya bangun merendam cucian terus bikin sarapan untuk suaminya, nanti setelah itu baru momong anaknya, ya setiap hari cuma begitu mba. Tapi memang menantu saya itu cepat tersinggung, kalau ada salah apa sedikit saya beritahu langsung marah, padahal itukan demi kebaikan dia juga to mba, masa ada orang salah dibilangin malah marah, tapi ya sudah saya diamkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
171
saja nanti ndak dikira saya cerewet atau suka ngatur, ya namanya juga masih remaja ya mba jadi masih agak susah dibilangin.” 8
Pn: “Lalu bagaimana hubungan ibu selama ini dengan menantu ibu?” As: “Hubungan saya sama menantu ya baik mba, cuma saya memang jarang ngobrol sama menantu saya, soalnya menantu saya mudah tersinggung gitu mba jadi saya agak segan mau ngobrol sama dia, paling saya cuma bantu momong kalau dia sedang sibuk ngurus rumah.”
9
Pn: “Kalau hubungan menantu ibu dengan anggota keluarga yang lain gimana bu? Misalnya dengan ayah dan adik ipar?” As: “Hubungannya ya baik-baik saja mba, sama bapak baik sama adik juga baik, tidak ada masalah.”
10
Pn: “Kalau hubungan menantu ibu dengan tetangga gimana bu?” As: “Hubungan sama tetangga ya baik, dia mau bergaul sama tetangga di sini.”
11
Pn: “Jadi sebenarnya menantu ibu bisa beradaptasi dengan semua orang, tapi kenapa hubungan menantu ibu dengan ibu agak renggang?” As: “Ya itu tadi mba, karena menantu saya masih seperti anak kecil sifatnya terus mudah tersinggung juga, sebenarnya sih saya biasa saja tapi ga tau kenapa dia sensitif sama saya, tapi ya sudahlah saya diamkan saja, nanti kalau terlalu banyak ngomong malah jadi masalah terus bikin dia jadi tidak betah di sini.”
2
Menjalani tugas baru sebagai suami dan istri 1
Pn: “Setelah menikah mereka dihadapkan pada status baru yaitu sebagai ibu rumah tangga dan kepala keluarga, mereka juga dihadapkan pada tugas untuk bertanggungjawab terhadap keluarga, apakah mereka mengalami kesulitan dalam menjalani tugas itu?” As: “Ya namanya sudah menikah mau tidak mau kan sudah jadi suami istri to mba, suami ya tugasnya cari nafkah, istri tugasnya ngurus rumah, kalau sudah menikah semua harus dijalani siap tidak siap, kalau kesulitan mungkin ada mba namanya mereka baru usia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
172
remaja terus menikah jadi suami istri terus sekarang sudah punya anak jadi orangtua.” 2
Pn: “Kira-kira sepengetahuan ibu kesulitan apa yang mereka alami dari perubahan status sebagai suami dan istri atau sebagai orangtua?” As: “Apa ya mba? Kalau anak saya mungkin karena belum siap mba, kadang sifat yang dulu masih ada sampai sekarang misalnya suka keluar malam ketemu teman, dari dulu memang sukanya keluar malam sampai setelah menikah ya masih begitu, saya mau nasihatin ya sudah bukan tanggungjawab saya lagi kalau tidak dinasihati tidak enak sama tetangga tapi ya luweh mba, namanya sudah menikah kan harus mandiri, harusnya sudah bisa mikir tapi ya namanya sudah kebiasaan mba susah. Kalau menantu, saya kurang tahu juga mba keliatannya dia tidak ada masalah karena saya lihat dia sayang sekali sama anaknya, terus dia juga melakukan pekerjaan ibu rumah tangga seperti biasa kaya nyuci, masak, momong, ya pokoknya semua itu dikerjakan tanpa ada beban.”
3
Berkumpul dengan teman sebaya 1
Pn: “Setelah menikah kehidupan mereka tentu tidak bebas seperti dulu, apakah ibu pernah mendapati mereka main dan berkumpul dengan teman sebaya?” As: “Kalau anak saya iya mba, tadi kan saya sudah bilang kalau anak saya itu masih suka keluar malam ya walaupun sekarang sudah tidak sampai malam sekali tapi masih sering, kalau menantu saya sepertinya jarang mba, kalau saya lihat dia memang sering di rumah, paling kalau mau pergi ya sama anak saya tapi saya tidak tahu pergi kemana yang saya tahu dia keluar rumah, tapi perginya kemana saya tidak tahu.”
2
Pn: “Kalau anak dan menantu ibu mau pergi keluar rumah, apa ibu pernah bertanya pada mereka tempat yang ingin dituju?” As: “Engga pernah mba, saya biarkan saja nanti kan kalau pamit ya ngomong mau kemana, tapi kalau tidak ngomong ya sudah saya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
173
biarkan saja nanti ndak dikira suka ikut campur.” 4
Kesulitan mengurus anak 1
Pn: “Setelah memiliki anak, apakah mereka mengalami kesulitan dalam mengurus anak?” As: “Kalau kesulitan mengurus anak ya tidak ada mba, karena saya bantu momong juga kalau menantu saya sedang sibuk, kadang Pak tuwonya juga ikut momong, kadang anak saya yang bungsu juga ikut momong.”
2
Pn: “Maaf kalau boleh tahu apakah cucu ibu imunisasi dan timbang badannya rutin?”’ As: “Kalau imunisasi saya kurang tahu mba karena biasanya kan ada jadwalnya, tapi kalau timbangan itu rutin tiap bulan karena disini kan ada posyandu tiap bulan mba.”
3
Pn: “Lalu ibu pernah tidak melihat menantu atau anak ibu merasa kesal atau agak marah saat momong si kecil?” As: “Kalau menantu saya sepertinya tidak mba, dia sayang sekali sama anaknya namanya juga ibunya. Kalau anak saya ya pernah sesekali mba, misalnya kalau dia baru capek pulang kerja terus disuruh momong kadang agak tidak sabaran, ya wajar to mba namanya orang capek habis kerja terus disuruh momong,anaknya ngajak titah, pasti capek to mba, mungkin emosi karena masih capek mba.”
5
Kondisi ekonomi setelah menikah 1
Pn: “Setelah menikah secara ekonomi mereka bertanggungjawab penuh pada keluarga barunya dan lepas dari tanggungjawab orangtua, apakah mereka mengalami kesulitan dalam hal ekonomi?” As: “Waktu awal nikah memang anak saya belum punya pekerjaan tetap, ya masih serabutan mba, tapi ya sudah lumayan dia mau tanggungjawab sama istrinya to? Kalau sekarang kan pekerjaan anak saya sudah lumayan, cukuplah untuk biaya hidup istri dan anaknya. Lagi pula anak saya ini kan tinggal bareng dengan saya jadi tidak usah takut anak dan istrinya kelaparan, saya usahakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
174
setiap hari ada makanan di sini.” 6
Mengatasi masalah rumah tangga/ pribadi 1
Pn: “Ketika mereka mengarungi bahtera rumah tangga tentu ada masalah dalam perjalannya, bagaimana cara mereka mengatasi masalah yang terjadi dalam rumah tangga mereka?” As: “Kalau ada masalah setahu saya mereka bicarakan sendiri di kamar, nanti kalau masalah sudah dibicarakan baru mereka biasa lagi, biasanya kalau menantu saya ada masalah dengan saya, anak saya yang biasa nasihati saya, suruh jangan begini jangan begitu, ya sudah saya terima saja nanti kalau dipermasalahkan malah tambah lebar kemana-mana.”
2
Pn: “Pernah tidak mereka sampai berantem (adu mulut) saat membicarakan masalah rumah tangga?” As: “Kalau berantem ya pernah mba, tapi kan saya tidak berani tanya ada apa, paling ya saya diamkan saja sampai agak reda.”
7
Mengatasi emosi 1
Pn: “Ketika mereka mengalami emosi dengan masalah rumah tangga, pernahkah mereka melakukan kekerasan fisik pada pasangan mereka/ benda?” As: “Kekerasan fisik gimana maksudnya mba?”
2
Pn: “Maksud saya ketika emosi pernah tidak sampai memukul pasangannya sendiri atau memukul benda gitu bu?” As: “Wah kalau kekerasan fisik yang dialami anak dan menantu saya tidak pernah itu mba. Ya kalau berantem memang pernah tapi kalau sampai mukul tidak mba.”
8
Mengatasi marah 1
Pn: “Ketika mereka merasa marah dengan pasangan mereka atau masalah rumah tangga mereka, apakah mereka langsung meluapkan kemarahan mereka atau mereka menahannya?” As: “Kalau setahu saya langsung diluapkan mba, karena anak saya itu kan orangnya kalau ada apa-apa maunya langsung dibicarakan, kalau menantu saya kurang tahu mba, sepengetahuan saya dia kalau sedang marah itu selalu diam”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 9
175
Hal baik dan kurang baik dari pernikahan usia muda 1
Pn: “Apakah ada hal baik atau kurang baik yang mereka alami setelah mereka menikah di usia muda dan mengarungi rumah tangga selama ini?” As: “Hal baiknya apa ya? Ya terhindar dari fitnah mba. Kalau kurang baiknya mereka masih sama-sama kecil mba, belum bisa mengatur diri dan mengatur emosi.”
2
Pn: “Ehm seperti itu, wawancaranya sudah selesai bu tadi itu pertanyaan terakhir, terimakasih untuk waktu yang ibu sediakan untuk saya dan saya minta maaf kalau ada kata-kata saya saat wawancara tadi yang mungkin menyinggung perasaan ibu.” As: “Ya sama-sama mba, saya juga senang kalau bisa bantu.”
3
Pn: “Ya sudah saya pamit dulu ya bu, mari bu.” As: “Iya mba.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI Kode 2D 1
176
Hasil wawancara subjek 2D(An) Pn: “Selamat pagi mas?” An: “Pagi mba.”
2
Pn: “Dengan mas An?” An: “Iya mba.”
3
Pn: “Perkenalkan saya Sl, saya tahu mas dari mba Al, begini mas saya kan sedang penelitian, penelitian saya tentang pernikahan usia muda dan kemarin mba Al beserta keluarganya sudah menjadi subjek saya, hanya saja saya masih merasa informasi yang saya dapat ada yang kurang, jadi saya tanya mba Al teman dekat mas Sg siapa yang kira-kira bisa saya wawancarai, lalu mba Al kasih tahu alamatnya mas An. Nah saya mau minta tolong mas An untuk saya wawancarai sebentar bisa tidak mas?” An: “Wawancara tentang apa ya mba?”
4
Pn: “Wawancara tentang keluarga mba Al khususnya mas Sg, kata mba Al mas ini teman dekatnya mas Sg, benar begitu mas?” An: “Iya mba, tapi saya ga enak sama Sg nanti kalau dia tahu gimana?”’ Pn: “Mas tenang saja, saya jamin rahasianya kok mas, jadi apa yang jadi pembicaraan kita hari ini cuma saya dan mas yang tahu, saya juga tidak akan menyebutkan identitas mas,gimana mas bersedia?” An: “Ya sudah kalau begitu.”
5
Pn: “Tetapi mohon jawab sejujurnya ya mas.” An: “Ya Insya Allah mba, asal terjamin rahasianya.”
6
Pn: “Pasti terjamin mas, oya mas ini sudah berapa lama berteman dengan mas Sg?” An: “Sudah lama mba sejak SMP, ya sudah 6 tahunan mungkin mba.”
7
Pn: “Kalau menurut mas, mas Sg itu orangnya gimana?” An: “Kalau menurut saya ya orangnya baik mba, perhatian sama teman.”
8
Pn: “Maaf ya mas bukannya saya mau cari tahu keburukan orang saya hanya ingin memastikan, kalau boleh saya tahu sifat negatif apa yang dimiliki mas Sg?” An: “Memang kenapa mba ko nanya itu?”
9
Pn: “Ya soalnya kemarin waktu wawancara jawaban mas Sg sama mba Al itu ada yang berdeda, mba Al bilang waktu menikah suaminya belum kerja, tapi mas Sg bilang sudah kerja serabutan, apakah mas Sg punya kebiasaan berbohong mas?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
177
An: “Ehm ini yang saya tahu loh mba, ya waktu di tempat kerja dulu memang dia pernah korupsi mba sampai jutaan, terus pas juragan tahu orangtuanya dipanggil ke tempat kerja di suruh ganti setengahnya kalau tidak ganti nanti mau dilaporin polisi, lah orangtuanya bingung to mba kok bisa begitu, akhirnya ibunya masuk rumah sakit terus Sg dipecat dari tempat kerjaan, itu sih mba yang saya tahu. 10
Pn: “Mas kan temenan sudah lama dengan mas Sg, apakah mas baru tahu saat itu kalau mas Sg punya kebiasaan bohong?” An: “Iya mba saya baru tahu waktu itu, saya juga kaget ko dia bisa begitu.”
11 Pn: “Mas tahu kejadian itu dari siapa?” An: “Kejadian apa mba?” 12 Pn: “Mas SG korupsi itu.” An: “Oh...waktu itu saya kan satu kerjaan sama dia mba, makannya saya tahu.” 13 Pn: “Lalu kalau boleh tahu uang hasil korupsiannya itu untuk apa?” An: “Setahu saya ya mba, uangnya dipakai untuk pacaran, waktu itu dia kan punya dua pacar, mba Al dan satu lagi orang semarang, nah orang semarang ini suka mintain duit ke SG mungkin dia sampai berani korupsi karena pacar yang di semarang itu, tapi ternyata yang sudah keburu hamil itu mba Al,jadinya yang dinikahi Sg yang mba Al itu karena sudah terlanjur hamil to mba, terus sama yang semarang itu putus kalau ga salah mba.” 14 Pn: “Mas tahu dari tentang hal itu?” An: “Ya Sg sering cerita ke saya mba makannya saya tahu banyak, maka nanti jangan sampai Sg tahu tentang wawancara kita yamba, saya cuma ingin membantu mba makannya saya mau diwawancara.” 15 Pn: “Iya mas tengan saja saya jamin tidak akan bocor, lalu setelah kejadian korupsi itu bagaimana nasib mas Sg, apakah dia langsung menikahi mba Al?” An: “Ya iyalah mba orang sudah hamil 5 bulan ya langsung dinikahi.” 16 Pn: “Lalu pekerjaannya bagaimana mas?” An: “Ehm dia dipecat mba setelah kejadian itu, terus sebulan kemudian menikah.” 17 Pn: “Jadi mas Sg ini punya kebiasaan berbohong ya mas?” An: “Ya bisa dibilang begitu mba.” Pn: “Lalu apakah mas tahu kehidupan mereka setelah menikah, apakah mereka sering berkelahi atau apa begitu?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
178
An: “Ehm yang saya tahu kalau berantem fisik ga pernah mba,paling adu mulut saja, mereka berdua kan sama-sama keras wataknya mba, jadi kalau ada masalah ya sering berantem mba.” 18 Pn: “Mas pernah melihat mba Al dan mas Sg berantem?” An: “Selama ini sih engga mba, tapi Sg sering cerita sama saya, ya curhat gitu lah mba.” 19 Pn: “Lalu kalau hubungannya mba Al dengan orangtuanya mas Sg gimana mas?” An: “Ehm saya kurang tahu juga mba, kalau Sg suka cerita sih memang Al sama ibunya itu kurang dekat, mungkin karena Al nya juga yang cepat tersinggung orangnya atau ibu nya yang belum siap punya menantu, saya pernah dengar kalau ibunya pengen Sg lanjutin sekolah mba biar bisa cari kerja gampang, tapi malah keduluan kejadian ini ya sudah jadai batal, mungkin hal itu yang bikin ibunya rada ga rela dan kurang dekat dengan Al mba saya juga kurang tahu.” 20 Pn: “Lalu saya dengar dari mba Al kalau mas Sg ini suka minum-minum, benar begitu mas?” An: “Ya kalau itu saya pergokin sekali mba, tapi saya ga ikut minum loh mba ya ga sengaja saja lagi main pas dia lagi minum, ya mungkin itu karena dia lagi stress terus pelampiasannya minum-minum itu.” 21 Pn: “Lalu apakah mas tahu penyebab mas Sg sering main dan keluar malam? Apakah mas juga sering ikut kumpul dengan mas Sg?” An: “Iya mba tapi jarang mba ga setiap hari, mungkin itu pelampiasan saja mba karena belum siap menikah tapi namanya sudah berbuat ya harus bertanggungjawab to mba, jadi dia mungkin menenangkan dirinya dengan main sma teman kalau pulang kerja.” 22 Pn: “Kalau menurut mas sendiri, setuju tidak dengan pernikahan usia muda?” An:”Kalau menurut saya ya setuju saja mba asal kita siap dan sudah mantap mau menikah muda, karena menikah itu kan ibadah dan menghindari kita dari perbuatan zina, tapi jangan menikah karena sudah kecelakaan soalnya kalau kaya gitu mungkin kitanya juga belum siapkan mba nanti malah amburadul pernikahannya, kan kita maunya menikah sekali seumur hidup gitu mba.” 23 Pn: “Ehm seperti itu, ya sudah terimakasih ya mas atas waktunya, maaf kalau saya mengganggu dan saya minta maaf juga kalau ada kata-kata saya yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
179
menyinggung perasaan mas.” An: “Iya mba sama-sama, saya juga minta kalau infonya agak kurang soalnya yang saya tahu cuma segitu.” 24 Pn: “Engga apa-apa ko mas, saya rasa ini sudah cukup, saya pamit dulu mas, mari.” An: “Iya mba.”