PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS PENGGUNAAN SITUS JEJARING SOSIAL (SJS) DAN KECERDASAN EMOSI PADA REMAJA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Oleh : Agnes Wijaya 119114049
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN MOTTO
Dalam mengerjakan sesuatu, bukan hanya tentang kerja keras, satu hal yang tak kalah penting adalah kesabaran menjalani proses.
Ketakutan adalah kesempatan kita untuk menjadi lebih baik dan berkembang.
Ketika arus terlalu kuat bagi kita, itulah saatnya kita untuk mengalir bersama arus; Ketika kita mampu bertindak dengan efektif, itulah saatnya untuk mengerahkan upaya. - Ajahn Brahm -
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk :
Papa dan Mama yang selalu mendukung dan mau menunggu dengan sabar hingga karya ini selesai kubuat.
Adikku, selamat menapaki dunia baru dunia perkuliahan, Dut!
Ciwik-ciwik atas segala semangat dan support yang selalu kalian berikan padaku
Teman-teman seperjuanganku yang sedang berjuang menyelesaikan karyanya masing-masing
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS PENGGUNAAN SITUS JEJARING SOSIAL (SJS) DAN KECERDASAN EMOSI PADA REMAJA
Agnes Wijaya Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara intensitas penggunaan situs jejaring sosial dan kecerdasan emosi pada remaja. Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu terdapat hubungan negatif antara intensitas penggunaan Situs Jejaring Sosial dan kecerdasan emosi pada remaja. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantatif dengan teknik analisis data spearman Rho untuk menguji korelasi kedua variabel. Responden penelitian adalah 221 remaja dengan rentang usia 13-18 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan (p < 0.05) antara intensitas penggunaan Situs Jejaring Sosial dan kecerdasan emosi pada remaja. Kata kunci : intensitas penggunaan situs jejaring sosial, kecerdasan emosi, remaja
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Correlation of the Intensity of Sosial Networking Sites (SNS) Usage Used Intensity and Emotional Intelligence among Adolescents
Agnes Wijaya Abstract The purpose of this research is to determine the correlation between the intensity of Social Networking Sites usage and adolescence emotional intelligence. This research hypothesis is, there is a negative correlation between the intensity of Social Networking Sites usage and adolescence emotional intelligence. This research is quantitative research that using spearman rho as its analysis data technique. Respondents are 221 teenagers (13 to 18 years old). The result shows that there is significance (p < 0.05) negative correlation between the intensity of Social Networking Sites usage and adolescence emotional intelligence. Keyword : the intensity of Social Networking Sites usage, emotional intelligence, adolescence.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan-Nya selama penulisan, pelaksanaan, hingga terselesaikannya skripsi ini. Pengerjaan skripsi ini juga tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, peneliti hendak mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 2. Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 3. Carolus Wijoyo Adinugroho M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi peneliti yang telah membimbing, serta memberi kritik dan saran selama proses penulisan skripsi ini, 4. Prof. Dr. Augustinus Supratiknya selaku DPA peniliti saat ini, dan Yohanes Heri Widodo M.Psi. selaku DPA peneliti terdahulu yang sedang studi S3, atas segala bimbingan dan arahannya selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, 5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak pelajaran, pengetahuan, dan pengalaman hidup selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta,
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6. Staf Sekretariat Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu melancarkan proses pembelajaran selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, 7. Kedua orang tua peneliti, Rendy Wijaya dan Rohana Teguh Djaya. Terimakasih atas cinta, dukungan, doa, dan kesabaran yang sudah Papa dan Mama berikan padaku, 8. Pihak SMP Kanisius Gayam, SMP Pangudi Luhur, SMA BOPKRI I, dan SMA BOPKRI II, atas kerja samanya dalam pengumpulan dan pengambilan data penelitian yang peneliti lakukan, 9. Agung Santoso, M. A dan Benedicta Herlina Widiastuti, S. Psi atas saransaran dan jawaban-jawabannya yang selalu memberikan pencerahan pada peneliti. 10. Engger, S. Psi, atas waktu yang sudah diluangkan untuk menjawab setiap pertanyaan peneliti, 11. Verni Emelia, S. Farm, teman kos yang telah terlebih dahulu menyandang gelar sarjananya. Terimakasih atas malam-malam gila dan mabuk huruf dan angkanya ketika membantuku coding, 12. Endah Febiana Gunawan, Yunika Ayu Agrippina, Benedikta Elsa Yuninda Pasaribu, Nidia Gabriella, Tuti Mariana Damanik, dan Marius Angga atas bantuannya di saat-saat peneliti hectic hendak mengambil data, selama persiapan dan pengambilan data yang peneliti lakukan di sekolah-sekolah, dan selama proses coding,
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13. Heribertus Septian Panji, teman seperjuangan dan seperjalanan, karena ajakanmu aku mendapatkan kesempatan untuk melihat dan belajar tentang kehidupan lebih luas lagi. Terimakasih juga atas bantuanmu dalam menyelesaikan coding beberapa tumpukan skalaku. Ingat! Next Trip Toraja! 14. Felinsa Oktora Tanau, atas waktu yang kamu sediakan di sela-sela jadwalmu yang padat untuk menjadi editor dalam penulisan skripsi ini. Terimakasih juga untuk semangat yang selalu kamu berikan pada Cicik! 15. Ciwik-ciwik, Angga, Bella, Bene, Bincik, Ela, Ghea, Martha, dan Rere atas kehadiran kalian sebagai sahabat-sahabatku. Mengenal kalian, dukungan, dan semangat dari kalian - tanpa itu semua, aku mungkin tidak akan setangguh ini dalam hidupku, salah satunya ketika menyelesaikan skripsiku, 16. Para mitra-mitri Perpustakaan Paingan USD atas doa dan semangatnya selama aku mengerjakan skripsi ini, 17. Pihak-pihak lain yang terkait selama proses penulisan dan pelaksanaan penelitian yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 14 November 2015 Peneliti,
Agnes Wijaya
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………………………
i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……………….
ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….
iii
HALAMAN MOTTO ……………………………………………………..
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………..
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………….
vi
ABSTRAK …………………………………………………………………
vii
ABSTRACT .................................................................................................
viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……….
ix
KATA PENGANTAR …………………………………………………….
x
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
xiii
DAFTAR SKEMA ………………………………………………………...
xvii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………
xviii
DAFTAR GRAFIK ……………………………………………………….. xix DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xx BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1 A. Latar Belakang …………………………………………………… 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………..
9
C. Tujuan Penelitian …………………………………………………
9
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………..
9
1. Manfaat Teoritis ……………………………………………… 9
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Manfaat Praktis ……………………………………………….
9
BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………..
11
A. Kecerdasan Emosi ………………………………………………..
11
1. Definisi Kecerdasan ………………………………………….. 11 2. Definisi Emosi ………………………………………………..
14
3. Definisi Kecerdasan Emosi …………………………………... 15 4. Faktor-faktor Kecerdasan Emosi ……………………………..
18
5. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi ……………………………... 18 6. Individu yang Cerdas secara Emosi ………………………….. 28 B. Situs Jejaring Sosial ………………………………………………
29
1. Definisi Media Sosial ………………………………………… 29 2. Definisi dan Karakteristik Situs Jejaring Sosial ……………… 31 3. Fitur-fitur Situs Jejaring Sosial ………………………………
33
4. Keuntungan dan Risiko Penggunaan Situs Jejaring Sosial …..
35
C. Intensitas Penggunaan Situs Jejaring Sosial ……………………..
37
D. Remaja ……………………………………………………………
38
1. Definisi Remaja ………………………………………………
38
2. Aspek Perkembangan Remaja ………………………………..
41
3. Remaja dan Situs Jejaring Sosial ……………………………..
50
E. Kecerdasan Emosi dan Situs Jejaring Sosial ……………………..
52
F. Dinamika Hubungan Intensitas Penggunaan SJS dan Kecerdasan Emosi Remaja …………………………………………………….
55
G. Kerangka Dinamika Variabel …………………………………….
60
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
H. Hipotesis ………………………………………………………….
61
BAB III METODE PENELITIAN ………………………………………
62
A. Jenis Penelitian …………………………………………………..
62
B. Indentifikasi Variabel Penelitian …………………………………
62
C. Definisi Operasional ……………………………………………...
63
1. Intensitas Penggunaan SJS …………………………………...
63
2. Kecerdasan Emosi …………………………………………....
63
D. Responden Penelitian …………………………………………….
66
E. Prosedur Penelitian ……………………………………………….
67
F. Metode Pengumpulan Data ………………………………………
69
1. Teknik Pengumpulan Data …………………………………...
69
2. Alat Pengumpulan Data ………………………………………
70
G. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ……………………………... 74 1. Validitas ………………………………………………………
74
2. Seleksi Item …………………………………………………..
75
3. Reliabilitas ……………………………………………………
77
H. Metode Analisis Data …………………………………………….
79
1. Uji Asumsi ……………………………………………………
79
2. Uji Hipotesis ………………………………………………….
80
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………..
82
A. Pelaksanaan Penelitian …………………………………………… 82 B. Deskripsi Responden Penelitian ………………………………….
82
C. Hasil Penelitian …………………………………………………...
83
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Uji Asumsi ……………………………………………………
84
2. Uji Hipotesis ………………………………………………….
86
3. Analisis Tambahan …………………………………………...
87
D. Pembahasan ………………………………………………………
92
E. Keterbatasan Penelitian …………………………………………..
97
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………......
98
A. Kesimpulan ……………………………………………………….
98
B. Saran ……………………………………………………………...
98
1. Bagi Peneliti Selanjutnya …………………………………….. 98 2. Bagi Remaja ………………………………………………….. 99 3. Bagi Pendidik dan/atau Pendamping Remaja ………………... 100 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
xvi
101
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Kemampuan-kemampuan Dalam Area-area Kecerdasan Emosi … 27
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Skala Kecerdasan Emosi Sebelum Uji Coba ………….
72
Tabel 2. Skor Item Positif Skala Kecerdasan Emosi ……………………….
73
Tabel 3. Skor Item Negatif Skala Kecerdasan Emosi ……………………… 73 Tabel 4. Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosi Untuk Uji Coba ………..
73
Tabel 5. Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosi yang Gugur ……………
76
Tabel 6. Distribusi Item Bentuk Final Skala Kecerdasan Emosi …………..
77
Tabel 7. Deskripsi Jenis Kelamin Responden Penelitian …………………..
83
Tabel 8. Deskripsi Usia Responden Penelitian ……………………………..
83
Tabel 9. Uji Normalitas Variabel Penelitian ……………………………….. 84 Tabel 10. Uji Korelasi Intensitas Penggunaan SJS dan Kecerdasan Emosi ..
87
Tabel 11. Deskripsi Data Skala Kecerdasan Emosi ………………………... 88 Tabel 12. Kategorisasi Skor Kecerdasan Emosi ……………………………
89
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Penggunaan SJS …………………………...
90
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Q-Q Plot Data Kecerdasan Emosi ………………………………..
85
Grafik 2. Q-Q Plot Data Intensitas Penggunaan SJS ……………………….
85
Grafik 3. Distribusi Frekuensi Intensitas Penggunaan SJS …………............ 90 Grafik 4. Distribusi Frekuensi Waktu Penggunaan SJS ……………………
xix
92
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Kecerdasan Emosi ……………………………………...
108
Lampiran 2. Lembar Aktivitas SJS Model Pertama ………………………..
117
Lampiran 3. Lembar Aktivitas SJS Model Kedua …………………………
118
Lampiran 4. Korelasi Item Total Skala Kecerdasan Emosi Final ………….
119
Lampiran 5. Uji Reliabilitas Alpha Cronbach Skala Kecerdasan Emosi Final …………………………………………………………... 120 Lampiran 6. Uji Normalitas ………………………………………………...
121
Lampiran 7. Uji Linearitas …………………………………………………. 122 Lampiran 8. Analisis Deskripsi Data ………………………………………. 123 Lampiran 9. Uji Hipotesis ………………………………………………….. 124 Lampiran 10. Scatterplot Intensitas Penggunaan SJS dan Kecerdasan Emosi ………………………………………………………... 125
xx
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Selama beberapa ribu tahun, metode utama manusia dalam pembelajaran dan komunikasi sosial adalah melalui interaksi atau komunikasi tatap muka (Uhls et al., 2014). Mann (1980, dalam Baumeister & Leary, 1995) juga menyatakan bahwa setiap orang dalam setiap masyarakat di bumi pasti tergabung dalam kelompok kecil yang utama yang melibatkan interaksi tatap muka, interaksi yang personal. Namun, pada abad 21 ini, seiring dengan ketersediaan internet dan telepon seluler di hampir seluruh penjuru dunia, media digital telah menjadi faktor umum dalam pembelajaran informal. Banyaknya waktu yang dihabiskan oleh anak-anak dan remaja dengan media digital mungkin akan mengambil waktu komunikasi tatap muka dan beberapa aktivitas antara individu (Giedd, 2012). Data pada Januari 2015 menunjukkan bahwa pengguna telepon seluler di Indonesia telah melampaui jumlah total penduduk Indonesia sendiri (Digital in, 2015). Selain itu, hasil sebuah penelitian perusahaan konsultan manajemen dan layanan teknologi Accenture yang melibatkan 3600 profesional di 30 negara, termasuk Indonesia menunjukkan bahwa 80 persen responden melakukan multitasking terkait gawai atau gadget dalam pertemuan atau konferensi (Manfaatkan Gawai, 2015).
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
Martin Niens, seorang digital specialist dari Arcade mengemukakan bahwa banyaknya kepemilikan telepon seluler di Indonesia disebabkan karena semakin meningkatnya kesadaran masyarakat di negara berkembang terhadap akses informasi. Selain itu, telepon seluler juga telah menjadi sarana untuk mengekspresikan diri di media sosial (Pengguna Smartphone, 2014). Hal ini sesuai dengan hasil riset yang dilakukan oleh Google, bahwa meski penduduk Indonesia memiliki perangkat lain, seperti laptop atau tablet, akses terhadap dunia maya tetap dilakukan melalui perangkat dengan layar yang lebih kecil, yaitu telepon seluler. Dari hasil riset Google, didapatkan bahwa kegiatan yang paling sering dilakukan melalui telepon seluler adalah akses media sosial dan googling (Ini Hasil, 2015). Beberapa penelitian telah meneliti tentang pengaruh penggunaan teknologi
komunikasi
terhadap
aspek
psikologi
individu.
Misalnya,
konsekuensi pertemanan melalui jejaring sosial terhadap harga diri sosial (social self-esteem) dan well being individu (Valkenburg, Peter, & Schouten, 2006); keterbukaan diri online dan offline (Nguyen, Bin, & Campbell, 2012); pengalaman sense of belonging dan keterbukaan diri secara online (Davis, 2012). Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa teknologi komunikasi berpengaruh terhadap kemampuan anak dalam membaca tanda-tanda emosi yang bersifat nonverbal. Dalam eksperimen lapangan yang dilakukan Uhls et al. (2014) ditemukan bahwa anak-anak yang menghabiskan waktu untuk berkemah tanpa media digital seperti telepon seluler atau komputer lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
mampu membaca dengan tepat emosi ekspresi wajah dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti kegiatan kemah dan menghabiskan waktu dengan media digital seperti biasanya. Terkait penelitian tersebut, Amy Morin (2015), seorang psikoterapis dalam artikelnya Are We Losing the Ability to Read Each Other’s Emotions? mengemukan bahwa teknologi telah mengganggu kemampuan individu untuk mendeteksi perasaan orang-orang di sekitarnya. Menurutnya, jika seseorang terlalu banyak menghabiskan waktu dengan layar, hal tersebut dapat mengganggu kemampuan seseorang dalam mengenali emosi. Mengenali emosi merupakan salah satu dari aspek dalam kecerdasan emosi, yaitu mempersepsi emosi (Salovey & Grewal, 2005). Terkait hal tersebut, Amy Morin pun menyebutkan bahwa individu dapat meningkatkan kecerdasan emosi yang dimilikinya dengan mengurangi penggunaan media digital dan memperbanyak kontak tatap muka dengan orang-orang di sekitar kita. Dengan kata lain, menghabiskan banyak waktu dengan layar telepon seluler atau komputer dan berkurangnya waktu interaksi tatap muka dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan emosi seseorang. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memonitor emosi diri dan orang lain, membedakan emosi-emosi yang ada, dan menggunakan informasiinformasi terkait emosi untuk mengarahkan tindakan dan pikiran diri sendiri (Salovey dan Mayer, 1990 dalam Mayer dan Salovey, 1993). Berdasarkan definisi tersebut, Salovey dan Mayer (dalam Salovey dan Grewal, 2005) pun membagi kecerdasan emosi ke dalam empat area, yaitu (1) merasakan emosi;
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
(2) menggunakan emosi; (3) memahami dan menganalisa emosi; (4) mengontrol emosi. Keempat area tersebut disusun dari area dengan proses psikologis yang lebih rendah menuju area dengan proses psikologis yang lebih tinggi. Artinya, ketika keterampilan-keterampilan dalam satu area tumbuh, misalnya dalam mempersepsi emosi; maka keterampilan-keterampilan dalam area lain juga akan tumbuh, misalnya dalam menggunakan emosi. Goleman (1995) mengemukakan bahwa banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang cakap secara emosional – mengetahui dan menangani perasaan mereka dengan baik, dan mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif – memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan, seperti dalam hubungan asmara dan intim, atau menangkap aturanaturan tak tertulis yang dapat menentukan keberhasilan keberhasilan dalam organisasi politik. Individu yang keterampilan emosionalnya berkembang dengan baik sangat mungkin untuk berbahagia dan berhasil dalam kehidupan, individu tersebut juga dapat menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas. Sebaliknya, orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang mengganggu kemampuan mereka untuk fokus pada pekerjaan dan pikiran yang jernih. Dari jumlah pengguna telepon seluler yang ada di Indonesia, aktivitas yang paling sering dilakukan melalui telepon seluler adalah mengakses media sosial (Mobile Activities, 2015). Lebih khususnya, berdasarkan hasil wawancara tertulis yang telah peneliti lakukan terhadap 16 informan pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
tanggal 4 – 5 Mei 2015, peneliti menemukan bahwa kegiatan yang dilakukan melalui ponsel yang paling banyak muncul adalah browsing Situs Jejaring Sosial (SJS) (81,25 %). Berdasarkan data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa menggunakan media sosial, khususnya dalam penelitian ini SJS merupakan aktivitas paling umum yang dilakukan anak-anak dan remaja saat ini. Dengan demikian, tidak heran bila perkembangan emosi dan sosial sebagian generasi saat ini tidak lepas dari kontribusi internet dan telepon seluler (O’Keefee & Pearson, 2011). Situs Jejaring Sosial (SJS) merupakan komunitas virtual yang memungkinkan pengguna untuk membuat profil publik, berinteraksi dengan teman-teman dunia nyata, dan berkenalan dengan orang baru yang memiliki ketertarikan yang sama (Kuss & Griffiths, 2011). Contoh SJS, antara lain Facebook, Path, Instagram, dsb. Kandell (1998, dalam Spraggins, 2009) menyatakan bahwa remaja merupakan kelompok yang paling rentan terhadap penggunaan internet yang bermasalah atau berlebihan dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu karakteristik perkembangan dan psikologis remaja, akses terhadap internet, dan ekspektasi terhadap remaja untuk dapat menggunakan komputer atau akses internet. Hal ini sesuai dengan data survei yang dilakukan Kementerian KOMINFO pada tahun 2014 terhadap 400 responden (anak dan remaja usia 10-19 tahun). Hasil survei menunjukkan bahwa 79.5 persen dari responden adalah pengguna internet dengan salah satu motivasi utama mereka mengakses internet, yaitu untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
fungsi komunikasi (Siaran Pers, 2014). Oleh karena itu, berbeda dengan penelitian Uhls et al. (2014) sebelumnya, dalam penelitian kali ini, peneliti menspesifikkan subjek yang akan peneliti libatkan, yaitu remaja pengguna SJS. Berdasarkan uraian yang disampaikan Goleman (1995) dalam bukunya Emotional Intelligence, dapat dilihat bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi tingkat kecerdasan emosi seseorang, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, yaitu aktivitas otak emosional (emotional brain) meliputi sistem limbik, area neokorteks dan prefrontal, serta amygdala. Sebaliknya, faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu seperti kebiasaan dan interaksi langsung dengan orang lain. Namun, peneliti belum menemukan adanya peneliti atau ahli lain yang mengkaji kontribusi interaksi dengan media sebagai faktor eksternal kecerdasan emosi, dalam penelitian ini melalui media SJS. Dalam penelitian ini, peneliti lebih spesifik memilih kegiatan yang dilakukan dalam telepon seluler daripada telepon seluler itu sendiri, yaitu aktivitas SJS. Hal ini peneliti putuskan berdasarkan adanya argumen yang saling bertolakbelakang terkait kualitas interaksi yang dibangun dalam interaksi lewat media (SJS) dan interaksi langsung (interaksi tatap muka) (Briggle, 2008; Cocking & Matthews, 2001). Cocking & Matthews (2001) mengemukakan bahwa interaksi virtual (SJS) tidak memiliki fitur-fitur layaknya interaksi non-virtual (interaksi tatap muka), seperti kompleksitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
intonasi dalam berbicara, gesture tubuh, ekspresi wajah, dsb. Ketiadaan fiturfitur yang kompleks dalam interaksi melalui SJS tersebut membuat apa yang didapat dalam interaksi tatap muka tidak didapatkan dalam interaksi melalui SJS. Salah satunya adalah kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dan keterampilan sosial penting lainnya melalui kompleksitas yang ada dalam interaksi non-virtual (Giedd, 2012) sebagaimana yang diungkapkan Amy Morin dalam artikelnya. Hal yang serupa juga disampaikan Uhls et al. (2014) bahwa interaksi tatap muka dapat mengembangkan pemahaman akurat terhadap tanda-tanda emosi (emotion cues) non-verbal. Di sisi lain, Briggle (2008) mengemukakan bahwa adanya jarak dan kecepatan yang lebih lambat pada relasi internet (SJS) dapat meningkatkan kedekatan pertemanan dalam taraf yang setara atau lebih besar dibandingkan dengan relasi offline (relasi tatap muka). Hal ini mungkin terjadi karena indikator-indikator dalam relasi melalui media dapat lebih kaya dan lebih tepat dibandingkan dengan indikator dalam relasi tatap muka. Relasi yang terbangun melalui media online kebanyakan berdasarkan pada aktivitas menulis dan membaca. Seiring dengan aktivitas menulis dan membaca, tingkat introspeksi dan kesadaran diri seseorang juga meningkat. Berdasarkan teori yang dikemukan oleh Mayer, Salovey, dan Caruso (2004) kesadaran diri juga termasuk dalam aspek ketiga kecerdasan emosi, yaitu memahami emosi – kapasitas untuk menganalisa emosi dan memahami hasil (dampak) dari emosi. Dengan demikian, secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa relasi atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
dalam tingkat yang lebih rendah – interaksi melalui SJS mungkin dapat meningkatkan kecerdasan emosi individu. Meski demikian, pada kenyataannya, salah satu isu tentang intensitas penggunaan SJS yang sedang berkembang saat ini adalah intensitas penggunaan dunia online diduga dapat menjadi pemicu depresi untuk beberapa remaja (O’Keeffe & Pearson, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Moreno et al. (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara intensitas penggunaan facebook dengan depresi. Penelitian lain mengungkapkan bahwa individu yang menghabiskan banyak waktu dalam relasi online akan membuatnya merasa lebih tidak puas. Hal ini terjadi karena relasi online kurang memiliki relasi antar pribadi – komunikasi langsung. Ketidakpuasan yang dirasakan individu ini dapat membuat individu mengalami stress (Szwedo, Mikami, & Allen, 2012). Depresi atau dalam taraf yang lebih ringan stress ini telah terbukti berhubungan dengan kecerdasan emosi. Orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan lebih mudah keluar dari situasi yang membuatnya depresi, juga lebih cepat bangkit dari keterpurukan yang mereka alami. Kemampuan tersebut terdapat dalam area keempat kecerdasan emosi (Goleman, 1995). Berdasarkan penjabaran tersebut, peneliti melihat adanya kesesuaian antara argumen Cocking dan Matthews dengan isu penggunaan SJS dan depresi. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
B. RUMUSAN MASALAH Apakah terdapat hubungan antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi?
C. TUJUAN PENELITIAN Mengetahui ada tidaknya hubungan antara intensitas penggunaan SJS dan Kecerdasan Emosi individu.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat teoritis a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan kajian Kecerdasan Emosi dalam ranah psikologi. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya literatur kajian aspek atau atribut psikologis dalam ranah cyberpsychology.
2. Manfaat praktis a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi remaja tentang keterkaitan antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi. b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi orangtua dan/atau pendamping remaja, dan pendidik tentang keterkaitan antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan bagi penelitian selanjutnya untuk mengetahui hubungan lebih rinci antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
A. KECERDASAN EMOSI 1. Definisi Kecerdasan Kecerdasan adalah kapasitas untuk belajar dari pengalaman dengan menggunakan
proses-proses
metakognitif
untuk
meningkatkan
pembelajaran, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar (Sternberg, 2008). Binet dan Simon (dalam Gregory, 2011) mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan menilai, memahami, dan berpikir
logis
dengan
baik.
Thorndike
(dalam
Gregory,
2011)
mendefinisikan kecerdasan sebagai kekuatan merespon dengan baik dari sudut pandang kenyataan atau fakta. Weschler (dalam Gregory, 2011) mendefinisikan kecerdasan sebagai kapasitas global dari individu untuk bertindak secara sengaja, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungan secara efektif. Sementara, Piaget (dalam Gregory, 2011) melihat kecerdasan sebagai istilah umum untuk mengindikasikan bentuk superior dari organisasi atau keseimbangan struktur kognitif yang digunakan untuk beradaptasi dengan lingkungan fisik dan sosial. Selain itu, Spearman (dalam Gregory, 2011) menyatakan bahwa inteligensi terdiri dari dua faktor, yaitu faktor umum (general factor, g) dan faktor spesifik (s1, s2, s3, dst.). Menurut Spearman, kinerja seorang
11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
peserta pada tes-tes atau subtes kemampuan inteligensi yang serupa ditentukan oleh kedua faktor tersebut. Spearman (dalam Gregory, 2011) sering menyebut g sebagai “energi” atau “kekuatan” dari seluruh korteks. Sementara faktor spesifik merupakan substrat psikologis yang berada dalam kelompok neuron. Substrat psikologis tersebut berguna untuk melakukan operasi mental yang dibutuhkan dalam mengerjakan tes atau subtes. Menurut Spearman, beberapa jenis tes memang mengandung faktor g, sementara tes-tes lainnya – khususnya tes yang mengukur kemampuan sensoris, secara umum diwakili oleh faktor s. Dua tes yang mengandung faktor g akan berkorelasi secara signifikan. Sebaliknya, tes-tes psikologis yang tidak mengandung faktor g tidak akan berkorelasi secara signifikan satu sama lain. Tokoh lainnya, Howard Gardner (dalam Gregory, 2011) mengajukan teori multiple intelligence yang didasarkan pada hubungan antara otak dan perilaku. Ia mengatakan bahwa sebenarnya terdapat beberapa inteligensi yang terpisah antara satu sama lainnya, meskipun ia mengaku bahwa sifat dasar, batasan, dan jumlah pasti dari intenligensi belum dapat dibuktikan kepastiannya. Menurut Gardner (dalam Kuswana, 2011), terdapat delapan inteligensi dasar, yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
1. Inteligensi linguistik, melibatkan kepekaan terhadap bahasa tulis dan lisan, kemampuan belajar bahasa, kapasitas menggunakan bahasa untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Inteligensi
logika
matematika,
melibatkan
kemampuan
untuk
menganalisis masalah secara logis, melakukan operasi matematika, dan menyelidiki masalah ilmiah. 3. Inteligensi spasial, potensi untuk mengenali pola ruang yang luas dan pola yang lebih terbatas. 4. Inteligensi musikal, keterampilan dalam kinerja, dan mampu mengkomposisikan atau mengapresiasi musik. 5. Inteligensi kinestetik, potensi untuk menggunakan seluruh atau sebagian anggota tubuh untuk memecahkan masalah atau metode produk tertentu 6. Inteligensi
interpersonal,
kapasistas
seseorang
untuk
berniat
memahami motivasi dan keinginan orang lain dan akibatnya untuk bekerja secara efektif dengan orang lain. 7. Inteligensi intrapersonal, melibatkan kemampuan untuk memahami diri sendiri untuk memiliki model kerja yang efektif dari diri sendiri, termasuk keinginan, ketakutan, dan kapasitas serta menggunakan informasi tersebut dalam mengatur kehidupan sendiri. 8. Inteligensi
naturalis,
kapasitas
inti
untuk
mengenali
dan
mengklasifikasikan makhluk hidup, untuk membedakan antaranggota
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
spesies dan mengakui keberadaan yang lain, tetangga spesies, dan grafik hubungan secara formal dan informal di antara beberapa spesies. Berdasarkan beberapa definisi kecerdasan yang diungkapkan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan secara efektif dan kemampuan untuk belajar dari lingkungan.
2. Definisi Emosi Goleman (1995) mengemukakan bahwa secara esensi, semua emosi merupakan dorongan untuk bertindak – sebuah rencana instan untuk menghadapi kehidupan yang telah ditanamkan oleh evolusi dalam diri kita. Akar kata dari emosi dalam bahasa latin adalah motere yang berarti “bergerak”, penambahan awalan e- mengkonotasi “bergerak menjauh” menunjukkan bahwa kecenderungan bertindak secara implisit ada di dalam setiap emosi. Masih terkait dengan mekanisme evolusi, Watson (dalam Strongman, 2003) mengemukakan bahwa emosi adalah reaksi berpola yang turun-temurun yang melibatkan perubahan yang sangat besar pada mekanisme tubuh sebagai satu kesatuan, tetapi khususnya bagian sistem organ dalam dan kelenjar. Di sisi lain, Santrock (2007) mendefinisikan emosi sebagai perasaan atau afek yang terjadi ketika seseorang berada pada saat atau interaksi yang
penting
untuknya,
terutama
untuk
well-beingnya.
Emosi
dikarakterisasi oleh perilaku yang merefleksikan kesenangan atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
ketidaksenangan yang dialami individu dalam suatu keadaan, atau dalam suatu interaksi yang mereka alami. Emosi juga dapat lebih spesifik dan terlihat dalam wujud kebahagiaan, ketakutan, kemarahan, dst. – tergantung pada bagaimana interaksi yang ada mempengaruhi individu. Misalnya, interaksi yang mengancam, interaksi yang membuat frustasi, interaksi yang melegakan, sesuatu yang harus ditolak, sesuatu yang tak terduga, dst. Sementara itu, Papalia (2007) mendefinisikan bahwa emosi adalah reaksi subjektif terhadap pengalaman yang diasosiasikan dengan perubahan fisik dan perilaku. Berdasarkan beberapa teori tersebut, dapat disimpulkan definisi emosi dalam penelitian ini. Emosi adalah reaksi subjektif terhadap pengalaman dalam bentuk perasaan atau afek yang melibatkan perubahan fisik dan perilaku atau yang mengarah pada kecenderungan bertindak.
3. Definisi Kecerdasan Emosi Untuk dapat memahami konsep kecerdasan emosi, pertama-tama kita perlu mengeksplorasi dua istilah terlebih dahulu, yaitu kecerdasan dan emosi. Kedua hal tersebut telah peneliti jabarkan sebelumnya. Mayer dan Salovey (dalam Salovey, Mayer, dan Caruso, 2004) mengemukakan kecerdasan emosi sebagai konsep harus mengarah pada heightened emotional atau kemampuan mental. Oleh karena itu, keduanya mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk merasa secara akurat, menilai, dan mengekspresikan emosi, kemampuan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengakses
dan
membangkitkan
emosi
agar
membantu
16
pikiran,
kemampuan untuk memahami emosi dan pengetahuan terkait emosi, dan kemampuan meregulasi emosi untuk meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual. Definisi tersebut menggabungkan ide bahwa emosi dapat membuat pikiran menjadi semakin cerdas dan seseorang yang berpikir dengan cerdas tentang emosi. Kedua-duanya menghubungkan inteligensi dan emosi. Namun, pada tahun 2008, Mayer, Roberts, dan Barsade merumuskan sebuah definisi kecerdasan emosi yang lebih sederhana, yaitu kemampuan bernalar tentang emosi secara akurat dan kemampuan untuk menggunakan emosi dan pengetahuan emosi untuk meningkatkan pikiran. Patton (1998) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai tujuan, membangun hubungan produktif dan meraih keberhasilan. Sementara Goleman (2007) melihat bahwa kecerdasan emosi meliputi beberapa kemampuan, seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, mengatur suasana hati dan menjaga agar stressor tidak melumpuhkan kemampuan berpikir. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan definisi kecerdasan emosi dalam penelitian ini. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memahami, menggunakan dan meregulasi emosi secara efektif untuk meningkatkan pikiran dan mencapai suatu tujuan. Jika dibandingkan dengan teori kecerdasan dan emosi yang telah peneliti jabarkan, kecerdasan emosi merupakan konsep yang berbeda
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
dengan konsep emosi, konsep kecerdasan menurut beberapa ahli, terutama konsep faktor umum dan faktor khusus dari Spearman. Menurut Salovey dan Mayer (1993), kecerdasan emosi berbeda dengan kecerdasan umum (g). Argumen tersebut tercipta karena tidak seperti kecerdasan umum, kecerdasan emosi melibatkan manipulasi emosi dan isi emosional (emotional content). Oleh karena itu, kecerdasan emosi memiliki validitas diskriminan terhadap kecerdasan umum. Hal ini berarti kecerdasan emosi memiliki kosntruk yang berbeda dari kecerdasan umum. Secara statistik, validitas diskriminan tercapai ketika dua konstruk memiliki hubungan yang positif, tetapi tidak signifikan atau memiliki hubungan yang negatif dan signifikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dua konstruk yang diuji korelasi terbukti berbeda secara valid (Supratiknya, 2014). Sebaliknya, Salovey (dalam Goleman, 1995) sepakat dengan konsep kecerdasan majemuk yang dicetuskan oleh Gardner – bahwa kecerdasan tidak hanya berkisar pada kecakapan linguistik dan matematika yang sempit. Salovey percaya bahwa kecerdasan memiliki cakupan yang lebih luas. Setelah itu, jalur penelitian menuntun para ahli kembali pada pemahamana betapa pentingnya kecerdasan personal atau kecerdasan emosional. Terkait hal tersebut, Salovey (dalam Goleman, 1995) pun menempatkan kecerdasan personal (Gregory, 2011) dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
4. Faktor-faktor Kecerdasan Emosi Berdasarkan uraian yang disampaikan Goleman (1995) dalam bukunya Emotional Intelligence, pada dasarnya, terdapat dua faktor yang mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi seseorang, yaitu 1) Faktor internal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, yaitu aktivitas otak emosional (emotional brain) meliputi sistem limbik, area neokorteks dan prefrontal, serta amygdala. Beberapa bagian otak yang penting untuk kehidupan emosional adalah bagian yang paling lambat matang. Ketika area sensorik matang selama masa kanak-kanak awal dan sistem limbik matang saat pubertas, lobus frontal, tempat kontrol emosi, pemahaman, dan respon artistik masih terus berkembang hingga usia 16 sampai dengan 18 tahun. 2) Faktor eksternal. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu seperti kebiasaan dan interaksi langsung dengan orang lain, termasuk di dalamnya pola asuh orangtua dan lingkungan sosial individu. Anak terus belajar berbagai informasi tentang emosi dari lingkungannya, yaitu orangtua hingga seiring bertambah usia dan pergaulan anak (masuk ke sekolah, bertemu teman, dst).
5. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi Berdasarkan definisi kecerdasan emosi yang dirumuskan oleh Salovey dan Mayer (dalam Mayer & Salovey, 1997; Salovey dan Grewal,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
2005), keduanya mencetuskan teori Four Branch Model on Emotional Intelligence yang membagi kecerdasan emosi ke dalam empat area. Keempat area tersebut disusun dari area dengan proses psikologis yang lebih rendah menuju area dengan proses psikologis yang lebih tinggi. Keempat area tersebut, sebagai berikut : 1. Mempersepsi emosi (perceiving emotion) Kemampuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi emosi pada wajah, gambar, suara, atau artifak (Salovey dan Grewal, 2005). Kemampuan ini mulai dipelajari sejak masih bayi, dimulai dengan mengidentifikasi keadaan emosi pada diri sendiri dan orang lain serta belajar untuk membedakan emosi-emosi yang ada.
Individu yang
matang secara emosi dapat dengan teliti memantau perasaan yang terjadi di dalam dirinya (Mayer & Salovey, 1997). Lebih jauhnya, individu menyadari mood yang sedang ia alami dan pikiran-pikirannya terkait mood tersebut (Goleman, 1995). Anak yang berkembang dengan sesuai akan mulai mampu untuk mengevaluasi di mana saja emosi dapat diekspresikan, baik pada orang lain, arsitektur, maupun hasil karya seni (Mayer & Salovey, 1997). Selanjutnya, individu juga mampu untuk mengekspresikan perasaan secara akurat serta mampu mengekspresikan kebutuhan yang mengikuti perasaan yang ada. Hal ini terjadi karena individu yang pandai secara emosi mengetahui ekspresi dan manifestasi emosi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
sehingga mereka menjadi sensitif terhadap kejanggalan atau ekspresi yang manipulatif (Mayer & Salovey, 1997). Goleman (1995) menyatakan bahwa mereka yang memiliki kepastian tentang perasaan mereka – menyadari sepenuhnya perasaan yang ada dalam diri mereka lebih baik dalam mengarahkan hidup mereka, merasa lebih yakin tentang bagaimana perasaan mereka terkait keputusan pribadi yang mereka ambil. Mempersepsi emosi adalah representasi yang paling dasar dari kecerdasan emosi karena mempersepsi emosilah yang memungkinkan terjadinya pemrosesan informasi yang terkait emosi (Salovey & Grewal, 2005).
2. Menggunakan emosi (using emotion) Kemampuan untuk memanfaatkan emosi untuk memfasilitasi berbagai macam aktivitas kognitif, seperti berpikir dan penyelesaian masalah (Salovey & Grewal, 2005). Emosi merupakan sebuah sistem kewaspadaan sejak lahir. Artinya, emosi ini beroperasi sejak awal untuk menandakan perubahan-perubahan penting, baik pada diri individu maupun pada lingkungan. Seiring dengan kematangan seseorang, emosi mulai membentuk dan meningkatkan pikiran dengan mengarahkan perhatian individu pada perubahan-perubahan yang penting. Contohnya, ketika seorang anak khawatir dengan pekerjaan rumahnya, tetapi tetap menonton tv. Sementara seorang guru yang memiliki pemikiran yang lebih berkembang akan lebih memilih untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
menyelesaikan pekerjaannya sebelum perhatiannya teralihkan pada hal-hal yang menyenangkan (Mayer & Salovey, 1997). Selain itu, menggunakan emosi juga termasuk di dalamnya menempatkan emosi yang ada di dalam diri seakan-akan kita adalah orang lain, layaknya “teater pikiran”. Dengan demikian, emosi dapat lebih mudah dipahami. “Teater pikiran” inilah yang dapat digunakan untuk membangkitkan perasaan untuk membantu perencanaan (Mayer & Salovey, 1997). Individu yang cerdas secara emosi tahu bagaimana melibatkan atau memisahkan emosi dari pikiran (Mayer, Roberts, & Barsade, 2008). Dengan demikian, individu dapat mengantisipasi bagaimana perasaan mereka ketika mereka masuk ke sekolah baru, mengambil pekerjaan baru, atau saat menghadapi kritik sosial. Dengan mengantisipasi perasaan yang ada, individu dapat lebih mudah memutuskan bilamana, misalnya ia akan mengambil suatu pekerjaan atau tidak (Mayer & Salovey, 1997). Terakhir, emosi juga dapat memfasilitasi pikiran dengan membuat individu mempertimbangkan banyak perspektif (Mayer & Salovey, 1997). Misalnya, ketika individu harus menyelesaikan tugas yang sulit dan membosankan yang membutuhkan penalaran deduktif dan perhatian terhadap detail dalam waktu yang singkat, manakah yang lebih baik, mengerjakan tugas tersebut dengan mood senang atau mood sedih? Berada dalam sedikit mood sedih akan membantu individu untuk bekerja dengan hati-hati dan sesuai metode. Sebaliknya,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
mood senang dapat menstimulasi pikiran yang kreatif dan inovatif. Dengan demikian, individu yang cerdas secara emosi dapat menguasai seutuhnya perubahan mood-nya agar sesuai dengan tugas atau pekerjaan yang mereka miliki (Salovey & Grewal, 2005).
3. Memahami dan menganalisa emosi Kemampuan memahami dan menggunakan pengetahuan terkait emosi, serta mengerti relasi di antara emosi yang kompleks. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk sensitif dengan berbagai macam emosi yang berbeda tipis, seperti merasa senang (happy) dan sangat senang (ecstatic) (Salovey & Grewal, 2005). Selain itu, aspek ini juga mencakup kemampuan untuk mengenali dan mendeskripsikan bagaimana emosi berkembang seiring waktu, seperti bagaimana terkejut dapat berubah menjadi duka (Salovey dan Grewal, 2005). Kemampuan ini berkembang, segera setelah anak mampu mengenali emosi, anak akan melabel dan memahami relasi di antara label-label yang ada. Kemudian, anak mulai belajar persamaan dan perbedaan antar emosi, seperti menyukai dan mencintai, kesal dan marah, dst. Anak juga akan belajar secara otomatis makna relasi dari setiap perasaan, seperti kesedihan dan kehilangan. Individu yang tumbuh dan berkembang juga akan mulai mengenali adanya emosi yang kompleks dan kontradiktif yang mungkin muncul pada situasi dan kondisi tertentu. Misalnya, individu akan belajar bahwa mungkin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
untuk mempersepsi cinta dan benci terhadap orang yang sama (Mayer & Salovey, 1997). Pada tahap perkembangan ini, individu juga akan belajar tentang campuran atau kombinasi emosi. Misalnya, takjub terkadang dilihat sebagai kombinasi dari takut dan terkejut, harapan dianggap sebagai kombinasi kepercayaan dan optimisme (Mayer & Salovey, 1997). Selain itu, emosi cenderung terjadi dalam rangkaian yang berpola, misalnya amarah yang semakin intens meningkat, lalu diekspresikan, dan kemudian berubah menjadi rasa puas atau rasa bersalah, tergantung pada situasi dan kondisinya. Penalaran terhadap urutan emosi pun terjadi, misalnya individu yang merasa tidak dicintai akan menolak perhatian dari orang lain karena ia merasa takut dengan penolakan di masa mendatang. Penalaran tentang perkembangan emosi dalam relasi interpersonal inilah yang merupakan pusat dari kecerdasan emosi (Mayer dan Salovey, 1997).
4. Mengatur atau meregulasi emosi Kemampuan ini adalah kemampuan dalam area yang paling tinggi dalam kecerdasan emosi. Kemampuan ini terkait kemampuan meregulasi emosi secara sadar, baik dalam diri sendiri ataupun dalam orang lain untuk meningkatkan perkembangan emosi dan kecerdasan individu. Reaksi emosi harus ditoleransi, bahkan diterima ketika terjadi, terlepas dari apabila reaksi tersebut menyenangkan atau tidak. Hanya orang yang mau memperhatikan perasaan yang ada yang dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
belajar tentang suatu hal terkait perasaan mereka. Oleh karena itu, area ini dimulai dengan kemampuan untuk terbuka terhadap perasaan (Mayer & Salovey, 1997). Dalam perkembangannya, anak akan belajar emosi-emosi yang pantas dan tidak pantas untuk diekspresikan pada publik. Oleh karena itu, anak belajar bahwa emosi dapat dipisahkan dari perilaku. Misalnya, tetap tersenyum saat berhadapan di publik meski mungkin individu sedang merasa sedih atau marah, atau menyendiri terlebih dahulu atau masuk ke dalam kamar jika sedang merasa marah. Sebagai konsekuensi, anak pun belajar untuk mengikuti atau tidak mengikuti emosi pada waktu-waktu yang tepat. Merasa marah pada seseorang atau karena ketidakadilan dapat berguna bagi penalaran terkait situasi yang ada, tetapi akan lebih berkurang daya gunanya ketika rasa marah mencapai titik klimaks. Individu yang matang secara emosi akan tahu bahwa ia harus menahan dirinya dan mendiskusikan permasalahan yang ada dengan orang kepercayaan yang lebih tenang (cool-headed). Selanjutnya, insight-insight emosi dan energi yang didapatkan dari pengalaman tersebut dapat digunakan untuk proses penalaran, yaitu untuk memotivasi dan memfasilitasi, misalnya memicu kemarahan seseorang untuk melawan ketidakadilan (Mayer & Salovey, 1997). Dengan demikian, individu yang cerdas secara emosi mampu memanfaatkan emosi, termasuk yang negatif, dan mengelolanya untuk mencapai tujuan tertentu (Salovey & Grewal, 2005).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Seiring dengan kematangan individu, akan muncul juga metaexperience mood dan emosi. Meta-experience (Mayer & Salovey, 1997) ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a) Meta-evalution, yaitu seberapa besar perhatian individu terhadap moodnya, dan seberapa jelas, tipikal, dapat diterima, dan pengaruhnya mood individu tersebut. b) Meta-regulation,
yaitu
ketika
individu
mencoba
untuk
memperbaiki mood yang buruk, meredakan mood yang baik, atau meninggalkan moodnya. Meta-experience ini berkaitan dengan fenomena-fenomena penting, seperti
seberapa
lama
seseorang
tinggal
dalam
pengalaman-
pengalaman traumatis (Mayer & Salovey, 1997). Individu yang sedang dalam mood sedih akan lebih mudah berpikir tentang hal-hal yang semakin meningkatkan intensitas mood sedih yang ia rasakan. Hal yang sama juga terjadi pada individu yang depresi, pikiran-pikiran terkait mood sedih akhirnya membuat indivdu kesulitan untuk menekan mood sedih (Goleman, 1995). Salah satu cara untuk dapat membuat emosi menjadi lebih positif adalah dengan melakukan reframing cognitive. Reframing cognitive terjadi ketika individu mulai memunculkan pikiran-pikiran lain yang kontradiktif atau berpikir dengan melihat alternatif lain terkait situasi yang sedang dialaminya (Goleman, 1995). Misalnya, ketika remaja baru saja mengakhiri hubungan romantis dengan pasangannya, ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
mungkin berpikir bahwa “setelah ini, aku akan terus sendiri.” Namun, ketika remaja mencoba melihat kejadian tersebut dengan cara berpikir yang berbeda, seperti hubungannya selama ini jarang membuatnya bahagia, ia lebih sering bertengkar daripada akur dengan pasangannya akan membuat mood sedih berkurang. Dengan kata lain, melihat kehilangan secara berbeda, yaitu dengan sudut pandang yang lebih positif merupakan penawar rasa sedih. Dengan demikian, metaexperience ini juga memungkinkan individu memahami emosi tanpa harus membesar-besarkan atau mengecilkan kepentingan emosi tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 27
Skema 1 Kemampuan-kemampuan dalam area-area kecerdasan emosi
Mengatur dan Meregulasi Emosi
Kemampuan untuk terbuka terhadap perasaan, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan.
Kemampuan untuk terlibat atau tidak melibatkan diri dalam emosi berdasarkan penilaian informasi atau kegunaannya
Memonitor secara reflektif emosi dalam relasi dengan diri sendiri dan orang lain.
Kemampuan mengatur emosi dalam diri & orang lain dengan menjembatani emosi negatif & meningkatkan emosi yang menyenangkan, tanpa menekan atau melebihlebihkan informasi yang dikandungnya.
Memahami dan Menganalisa Emosi
Melabel emosi dan mengenali relasi antara kata dan emosi , sep-erti hubingan antara menyukai dan mencintai.
Menginterpretasi makna bahwa emosi berubah tergantung relasi, seperti kesedihan sering muncul bersamaan dengan kehilangan.
Mengerti perasaan yang kompleks, misalnya perasaa cinta dan benci yang muncul bersamaan.
Mengenali transisi di antara emosi, seperti perubahan marah menuju puas atau marah menuju rasa malu.
Menggunakan Emosi
Emosi menentukan prioritas pikiran dan mengarahkan perhatian pada informasi yang penting.
Digunakan sebagai bantuan untuk menilai dan sebagai ingatan terkait perasaan.
Mood swing dapat mengubah perspektif individu, mendorong adanya pertimbangan dari beberapa sudur pandang.
Menguasai perubahanperubahan mood yang terjadi dalam diri.
Mempersepsi Emosi
Mengidentifikasi emosi pada keadaan fisik, perasaan dan pikiran diri sendiri.
Mengidentifikasi emosi pada orang lain, desain, karya seni lewat bahasa, suara, penampilan dan perilaku.
Mengekspresikan emosi secara akurat dan kebutuhan yang berkaitan dengan perasaan.
Membedakan akurat atau tidak akurat atau jujur atau tidak jujur suatu ekspresi perasaan.
Kecerdasan Emosi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
6. Individu yang Cerdas secara Emosi Berdasarkan aspek-aspek kecerdasan emosi (Mayer, Salovey, & Caruso, 2004), maka individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi adalah individu yang dapat mempersepsi emosi, menggunakan emosi dalam pikiran, memahami makna emosi, dan meregulasi emosi lebih baik daripada orang lain. Mereka lebih mahir dalam mendeskripsikan atau menjelaskan tujuan, target, dan misi dalam hidup mereka (Mayer et al., 2004). Dalam menyelesaikan masalah, individu dengan kecerdasan emosi tinggi tidak membutuhkan upaya kognitif yang besar. Mereka juga cenderung memiliki keterampilan sosial dan kemampuan verbal yang lebih tinggi, terutama jika individu memiliki skor yang tinggi dalam area memahami emosi. Selain itu, mereka yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi juga cenderung lebih terbuka, ramah dan kooperatif (aggreable). Selain itu, jika dibandingkan dengan yang lainnya, individu dengan kecerdasan emosi yang tinggi lebih jarang terlibat dalam perilaku bermasalah dan menghindari perilaku merusak diri, seperti merokok, minum minuman keras berlebihan, pemakaian obat-obat terlarang, atau terlibat melakukan kekerasan dengan orang lain. Individu yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi juga memiliki kelekatan yang sentimentil terhadap keluarga (home) dan memiliki interaksi sosial yang lebih positif dengan orang-orang di sekitarnya, terutama jika individu memiliki skor yang tinggi dalam area mengatur dan meregulasi emosi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
B. SITUS JEJARING SOSIAL 1. Definisi Media Sosial Pertama-tama, penting untuk diketahui terlebih dahulu bahwa Situs Jejaring Sosial (SJS) merupakan salah satu bentuk dari Media Sosial. Media Sosial merupakan sekumpulan media online jenis baru yang memiliki semua atau beberapa karakteristik (Mayfield, 2008), sebagai berikut : a) Partisipasi. Media sosial memungkinkan semua orang yang tertarik di dalamnya memberi kontribusi dan tanggapan. Dengan kata lain, media sosial mengaburkan garis antara pengguna dan media itu sendiri. b) Keterbukaan. Kebanyakan layanan media sosial terbuka terhadap tanggapan dan partisipasi. Mereka mendorong penggunanya untuk memberi suara, berkomentar, dan berbagi informasi. Mereka juga sangat jarang menggunakan batasan untuk akses dan penggunaan isi di dalam media sosial. c) Percakapan. Ketika media tradisional berkutat dengan broadcast (content yang didistribusikan kepada pengguna), media sosial lebih dilihat sebagai percakapan dua arah. d) Komunitas. Media sosial memungkinkan terbentuknya komunitas dengan cepat dan berkomunikasi secara efektif. Komunitas-komunitas dapat berbagi ketertarikan yang sama, seperti kecintaan dengan fotografi, isu-isu politik atau acara TV favorit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
e) Keterhubungan. Kebanyakan jenis media sosial berkembang pesat dalam keterhubungan mereka. Artinya, media sosial memungkinkan pengguna untuk menggunakan hubungan atau tautan dengan situs lain, sumber, atau orang lain. Saat ini, pada dasarnya terdapat tujuh jenis media sosial (Mayfield, 2008), yaitu : a) Jejaring Sosial atau dalam penelitian ini disebut Situs Jejaring Sosial (SJS). Situs jenis ini memungkinkan orang-orang untuk membuat halaman web pribadi dan kemudian berhubungan dengan teman untuk berbagi content dan komunitkasi. Salah satu SJS terbesar adalah Facebook. b) Wikis. Situs ini memungkinkan orang-orang untuk menambah content atau menyunting informasi yang ada di dalamnya, berperan sebagai dokumen atau database umum. Wiki yang paling terkenal adalah Wikipedia, sebuah ensikopedi online yang memiliki lebih dari dua juta artikel berbahasa inggris. c) Blogs. Situs jenis ini mungkin adalah jenis yang paling diketahui oleh semua orang. Blog adalah jurnal online dengan catatan yang ditampilkan merupakan yang paling sering diakses. d) Podcasts. Situs berlangganan dokumen audio dan video melalui layanan seperti apple Itunes.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
e) Forum. Area untuk diskusi online, sering kali seputar topik atau ketertarikan tertentu. Forum sudah ada sebelum istilah media sosial ada dan merupakan elemen yang sangat kuat dalam komunitas online. f) Content Communities. Komunitas yang terorganisasi dan berbagi content tertentu. Content communities yang paling popular untuk berbagi foto, yaitu Flickr dan berbagi video, yaitu Youtube. g) Microblogging. Jaringan sosial yang dikombinasikan dengan bite-sized blogging, yaitu content dalam jumlah yang kecil dapat didistribusikan secara online lewat jaringan telpon seluler. Pemimpin dalam jenis jaringan sosial ini adalah Plurk. Dalam penelitian ini, jenis media sosial yang peneliti gunakan adalah SJS. Hal ini peneliti putuskan berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap 16 informan pada tanggal 4-5 Mei 2015, yaitu sebesar 81,25% responden mengakses SJS dibandingkan kegiatan lain, seperti online shopping (12,5%) , main games (18,75%), chatting (18,75%), dan membaca komik (6,25%) melalui gadget yang mereka miliki.
2. Definisi dan Karakteristik Situs Jejaring Sosial Situs Jejaring Sosial (SJS) adalah komunitas virtual yang memungkinkan pengguna untuk membuat profil publik, berinteraksi dengan teman-teman dunia nyata, dan berkenalan dengan orang lain yang memiliki ketertarikan yang sama (Kuss & Griffiths, 2011). Menurut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
Ellison dan Boyd (2007), SJS merupakan layanan berbasis web yang memungkinkan individu untuk (1) menciptakan profil publik atau semipublik dalam sistem yang terbatas; (2) menunjukkan pengguna lain yang berhubungan dengan dirinya di dalam sistem; (3) melihat dan memperluas hubungan dengan pengguna lain di dalam sistem. Dengan demikian, SJS memiliki tiga karakteristik utama, yaitu profil, teman, dan daftar teman lintas pengguna (Ahn, 2011). SJS merupakan bagian dari serangkaian aplikasi Web yang menggunakan prinsip “Web 2.0”. Situs yang menerapkan prinsip Web 2.0 ini didesain untuk (1) bergantung pada partisipasi kelompok pengguna yang besar daripada kontrol terpusat dari penyedia content; (2) mengumpulkan dan menggabungkan content dari berbagai sumber; (3) lebih menghubungkan antara pengguna dan content secara bersama-sama (O’Reilly, 2007). Kebanyakan dari SJS berfungsi untuk mempertahankan relasi yang sudah ada sebelumnya dalam dunia nyata (Choi, 2006 dalam Boyd & Ellison, 2008). Namun, di sisi lain SJS juga dapat membantu orang-orang yang tidak saling kenal menjadi saling terhubung atas dasar memiliki ketertarikan, pandangan politik, atau aktivitas yang sama (Boyd & Ellison, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
3. Fitur-fitur Situs Jejaring Sosial Dalam artikelnya, Boyd & Ellison (2008) menjabarkan variasi SJS, seperti akses untuk melihat profil, sebutan untuk pengguna, dan fasilitasfasilias yang ditawarkan. Setelah bergabung dalam sebuah SJS, individu akan diminta untuk mengisi halaman dengan serangkaian pertanyaan. Melalui tahap inilah, profil online seseorang akan tercipta. Biasanya profil terdiri dari informasi usia, tempat tinggal, ketertarikan, dan kolom “deskripsi diri”. Kebanyakan SJS juga memfasilitasi penggunanya untuk mengunggah
foto
profil.
Beberapa
situs
bahkan
memungkinkan
penggunanya untuk meningkatkan profil mereka dengan menambahkan konten media-media atau memodifikasi tampilan profil mereka. Akses untuk melihat profil juga bervariasi untuk setiap SJS dan bergantung pada kebijakan pengguna. Misalnya, profil Friendster dan Tribe.net dapat dijangkau dengan mesin pencari (search engine) sehingga dapat diakses oleh siapa saja. Lain halnya dengan LinkedIn, SJS satu ini mengontrol apa yang dapat dilihat oleh pengguna tergantung bilamana pengguna sudah membayar akunnya atau belum. Situs lainnya, seperti MySpace memfasilitasi penggunanya untuk memilih bilamana mereka ingin profilnya dilihat oleh publik atau “hanya teman”. Berbeda dengan Facebook, dalam pengaturan awal, profil pengguna dapat dilihat oleh siapa saja, kecuali pengguna tersebut memblokir orang-orang tertentu untuk dapat melihat profilnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Selanjutnya,
SJS
juga
memfasilitasi
pengguna
34
untuk
mengidentifikasi pengguna-pengguna lain yang memiliki hubungan dengannya di dalam sistem. Istilah yang digunakan untuk menyebut hubungan ini berbeda-beda untuk setiap situs, istilah populer yang biasanya digunakan adalah “Teman”, “Kontak”, atau “Fans.” Kebanyakan SJS membutuhkan persetujuan antar pengguna untuk “berteman”, tetapi ada juga yang tidak. Biasanya, istilah “Fans” atau “Pengikut” merupakan label yang digunakan untuk SJS yang bersifat satu arah atau tidak membutuhkan persetujuan antar pengguna untuk “berteman.” Hampir semua SJS juga menyediakan sebuah mekanisme agar pengguna dapat meninggalkan pesan di profil teman mereka. Fitur ini biasanya disebut “komentar”, tetapi beberapa SJS lain memiliki istilah yang berbeda untuk fitur ini. Selain itu, beberapa SJS juga memfasilitasi penggunanya untuk meninggalkan pesan pribadi untuk pengguna lain, layaknya e-mail. Selain profil, teman, komentar, dan pesan pribadi, SJS sebenarnya memiliki beragam fitur dan user base. Beberapa SJS memiliki kapasitas untuk mengunggah dan berbagi foto atau video, sementara yang lainnya lagi memiliki built-in blogging dan teknologi pesan singkat. Ada beberapa SJS yang didukung penuh penggunaannya dengan menggunakan telepon genggam, tetapi ada juga SJS yang hanya memiliki akses terbatas ketika diakses menggunakan telepon genggam, seperti Facebook atau MySpace.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
4. Keuntungan dan Risiko Penggunaan Situs Jejaring Sosial Dalam penggunaan SJS, terdapat beberapa keuntungan yang bisa didapatkan oleh remaja (O’Keefee & Pearson, 2011), yaitu : a) Tetap terhubung dengan teman dan keluarga, membuat pertemanan baru, berbagi gambar dan bertukar ide. b) Kesempatan untuk terikat dengan komunitas dengan menghasilkan uang untuk acara amal atau menjadi volunteer dalam acara lokal. c) Perluasan koneksi online dan bahkan beralih ke offline melalui ketertarikan yang sama yang melibatkan orang lain dari latar belakang yang lebih beragam. d) Membantu perkembangan identitas dan keterampillan sosial remaja. e) Meningkatkan atau mempermudah kesempatan belajar. Misalnya, siswa SMP dan SMA terhubung satu sama lain melalui SJS untuk pengerjaan tugas atau proyek. f) Kemudahan untuk mengakses atau mendapatkan informasi kesehatan. Meski demikian, jika digunakan secara tidak tepat, penggunaan SJS juga memiliki beberapa risiko untuk remaja, antara lain a) Cyberbullying dan Kekerasan Online Cyberbullying adalah tindakan menggunakan media digital untuk menyampaikan fitnah, mempermalukan, atau menyampaikan pesan yang kasar pada orang lain. Cyberbullying adalah risiko online yang paling umum untuk kalangan remaja dan memiliki dampak untuk pelaku maupun korbannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
Namun, kekerasan online lebih jarang terjadi dibandingkan cyberbullying. Selain itu, kekerasan online juga tidak sering terjadi pada kalangan anak-anak dan remaja (O’Keefee & Pearson, 2011). b) Kecanduan SJS Pada umumnya, SJS digunakan untuk fungsi atau tujuan sosial, kebanyakan untuk mempertahankan relasi offline (Kuss & Griffiths dalam Griffiths, Kuss, Demetrovic, 2014). Namun, bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa individu mungkin merasa dipaksa untuk mempertahankan jaringan sosial online mereka dalam suatu cara dalam beberapa situasi mengarah pada penggunaan SJS yang berlebihan (Griffiths, Kuss, Demetrovic, 2014). Banyak karyawan-karyawan perkantoran telah mengklaim bahwa kecanduan SJS sudah saatnya menjadi perhatian, terutama di antara kalangan anak muda atau remaja. Misalnya, dalam sebuah survei terhadap 120 manajer dan praktisi muda, didapatkan hasil bahwa partisipan memiliki ketakukan bahwa aktivitas SNS menggantikan aktivitas lainnya dan interaksi sosial tatap muka (Davies & Cranston dalam Griffiths, Kuss, Demetrovic, 2014). c) Depresi Intensitas penggunaan dunia online diduga dapat menjadi pemicu depresi untuk beberapa remaja (O’Keeffe & Pearson, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Moreno et al. (2011) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara intensitas penggunaan facebook
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
dengan depresi. Dengan kata lain, individu yang sering mengakses facebook juga sering menunjukkan update-update yang terkait depresi. Penelitian lain mengungkapkan bahwa individu yang menghabiskan banyak waktu dalam relasi online akan membuatnya merasa lebih tidak puas. Hal ini terjadi karena relasi online kurang memiliki relasi antar pribadi – komunikasi langsung. Ketidakpuasan yang dirasakan individu ini dapat membuat individu mengalami stress (Szwedo, Mikami, & Allen, 2012).
C. INTENSITAS PENGGUNAAN SITUS JEJARING SOSIAL Intensitas adalah nilai kuantitatif dari stimulus atau sensasi. Kekuatan dari perilaku, seperti impuls atau emosi. Kekuatan dari performansi individu dalam beberapa aktivitas atau bidang dengan satu atau lebih referensi atribut, yaitu gairah, komitmen, upaya, asertif, dan fokus (VandenBos et al., 2007). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), intensitas adalah keadaan tingkatan atau ukuran intensnya. Masih dari sumber yang sama, intens adalah kekuatan atau efek yang sangat kuat atau hebat. Dengan demikian, secara lebih menyeluruh intensitas adalah keadaan tingkatan atau ukuran kekuatan atau efek. Sementara itu, Wulandari (2000) mengemukakan bahwa kata intensitas merujuk pada waktu yang dihabiskan dalam melakukan aktivitas tertentu (durasi) dan jumlah ulangan melakukan aktivitas tertentu dalam jangka waktu tertentu (frekuensi).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berdasarkan
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
(2011),
38
kata
penggunaan berasal dari kata dasar “guna”, yaitu faedah, manfaat, atau fungsi. Sementara kata penggunaan sendiri berarti proses, cara, perbuatan menggunakan sesuatu, pemakaian. Berdasarkan uraian tersebut, maka intensitas penggunaan SJS yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan tingkatan atau ukuran kekuatan atau efek dalam menggunakan SJS. Keadaan tingkatan dapat dilihat dari waktu yang dihabiskan untuk mengakses dan menggunakan SJS (durasi) dan jumlah ulangan yang dilakukan dalam mengakses dan menggunakan SJS (frekuensi) dalam waktu satu hari. Di Indonesia sendiri, berdasarkan survei yang dilakukan sebuah social media agency pada tahun 2015, rata-rata waktu yang digunakan oleh populasi di Indonesia untuk mengakses media sosial, termasuk SJS adalah 2 jam 52 menit (Time Spent, 2008). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa rata-rata intensitas penggunaan SJS oleh pengguna SJS di Indonesia adalah 2 jam 52 menit.
D. REMAJA 1. Definisi Remaja Istilah remaja berasal dari bahasa latin, yaitu adolescere. Adolescere ini merupakan kata kerja yang artinya adalah “untuk bertumbuh menuju masa dewasa (Steinberg, 2002).” Dalam ilmu kedokteran, remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
yaitu masa alat-alat kelamin mencapai kematangannya. Secara anatomis, alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna dan telah berfungsi secara sempurna pula. Masa pematangan fisik ini berjalan lebih kurang dua tahun dan biasanya ditandai ketika perempuan mengalami menstruasi pertama atau sejak seorang laki-laki mengalami mimpi basah. Masa selama lebih kurang dua tahun ini disebut pubertas (Sarwono, 2011). Dalam semua masyarakat, masa remaja adalah waktu untuk bertumbuh, bergerak dari ketidakmatangan pada masa kanak-kanak menuju kematangan pada masa dewasa, masa persiapan untuk masa depan (Steinberg, 2002). Papalia (2014) mendefinisikan masa remaja sebagai perkembangan transisi yang melibatkan perubahan fisik, kognitif, emosional, dan sosial dengan beragam bentuk latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi yang berbeda. Sementara itu, pada tahun 1974, WHO (dalam Sarwono, 2011) menetapkan definisi remaja secara konseptual. WHO mendefinisikan remaja sebagai suatu masa ketika : a) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. b) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
c) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Selain itu, WHO juga menetapkan definisi remaja secara operasional. Ditinjau dari bidang kegiatan WHO, yaitu kesehatan, masalah yang terutama dirasakan mendesak mengenai kesehatan remaja adalah kehamilan yang terlalu awal. Berangkat dari masalah pokok ini, WHO pun menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja, batasan usia ini juga berlaku bagi remaja pria. WHO juga membagi kurun waktu tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja awal (10-14 tahun) dan remaja akhir (15-20 tahun). Sedikit berbeda dari WHO, ilmuwan sosial yang mempelajari masa remaja biasanya membedakan rentang usia remaja menjadi tiga kelompok, yaitu remaja awal (10-13 tahun), remaja tengah (14-18 tahun), dan remaja akhir (19-22 tahun). Pembagian kelompok usia ini didasarkan pada kelompok-kelompok orang muda dalam institusi pendidikan dalam kebanyakan masyarakat, yaitu sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi (Steinberg, 2002). Selain itu, berdasarkan hasil riset dasar kesehatan pada tahun 2010, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI mengkategorikan usia remaja menjadi dua kelompok, yaitu remaja awal (13-15 tahun) dan remaja (16- 18 tahun). Batas bawah usia kelompok remaja ini didapatkan dari analisis yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dilakukan
dengan
mengamati
keseluruhan
proses
41
kesehatan
rerproduksi yang dialami perempuan mulai dari usia pertama menstruasi (menarche) yang merupakan awal dari proses reproduksi dimulai sampai dengan reproduksi berakhir (menopause). Hasil analisis menemukan bahwa 37,5 persen perempuan Indonesia mengawali usia reproduksi (menarche) pada umur 13-14 tahun (Riset Kesehatan, 2013). Terkait dengan kecerdasan emosi, Goleman (1995) dalam bukunya menuliskan bahwa kecerdasan emosi diatur oleh otak emotional (emotional brain) yang meliputi sistem limbik, neokorteks dan prefrontal, serta amygdala. Keempat bagian otak tersebut berkembang dan matang pada saat individu berada pada tahap remaja (pubertas hingga usia 18 tahun). Oleh karena itu, batas bawah usia remaja yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah 13 tahun, sementara batas atas usia remaja yang peneliti gunakan adalah 18 tahun. Dengan demikian, batasan kelompok usia remaja yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah individu yang berusia 13 – 18 tahun.
2. Aspek Perkembangan Remaja Saat memasuki masa remaja, remaja mengalami transisi dalam tiga aspek kehidupannya, yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
a. Aspek Fisik Masa pubertas merupakan awal penting yang menandai masa remaja. Pubertas adalah sebuah periode ketika kematangan fisik berlangsung cepat dan melibatkan perubahan hormonal dan tubuh yang terutama berlangsung pada masa remaja awal. Terdapat lima perubahan utama yang terjadi selama pubertas (Steinberg, 2002), yaitu
(1)
pertumbuhan
yang
cepat
yang
mengakibatkan
peningkatan yang dramatis terhadap tinggi dan berat badan; (2) perkembangan karakteristik seks primer, termasuk pertumbuhan kelenjar kelamin, yaitu testis pada laki-laki dan ovarium pada perempuan; (3) perkembangan karakteristik seks sekunder, yang melibatkan
perubahan
pada
alat
kelamin
dan
payudara,
pertumbuhan rambut pada alat kelamin, wajah, dan tubuh, serta perkembangan lebih jauh pada organ kelamin; (4) perubahan pada komposisi tubuh, terutama dalam jumlah dan persebaran otot dan lemak dalam tubuh; (5) perubahan pada sistem pernapasan dan peredaran darah yang mengarah pada peningkatan kekuatan dan toleransi terhadap kegiatan olahraga. Terdapat beberapa perbedaan pada pubertas laki-laki dan perempuan (Santrock, 2011). Para peneliti menemukan urutan perkembangan
karakteristik
pubertas
sebagai
berikut,
meningkatnya ukuran penis dan testis; keluarnya rambut kemaluan yang lurus, sedikit perubahan pada suara, ejakulasi pertama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
(biasanya terjadi ketika melakukan masturbasi atau mimpi basah), munculnya rambut kemaluan yang kaku, terjadinya pertumbuhan maksimal, tumbuhnya rambut di ketiak, perubahan suara yang terlihat jelas, dan pertumbuhan rambut di wajah. Perubahan fisik pada perempuan diawali dengan payudara membesar atau rambut kemaluan muncul. Selanjutnya, tumbuh rambut di ketiak. Seiring perubahan ini, anak perempuan bertambah tinggi serta pinggulnya melebar melebihi bahunya. Menarche atau menstruasi pada perempuan berlangsung lebih akhir dalam siklus pubertas. Pada pubertas perempuan tidak terjadi perubahan suara seperti yang terjadi pada laki-laki. Kemudian, pada akhir masa pubertas, payudara perempuan menjadi lebih bulat. Terkait pertumbuhan fisik, pertambahan berat tubuh terjadi bertepatan dengan masa pubertas. Di awal remaja, remaja perempuan cenderung lebih berat dibandingkan remaja laki-laki. Meskipun demikian, pada usia 14 tahun, berat tubuh laki-laki melampaui berat tubuh remaja perempuan. Demikian pula, pada masa awal remaja, tubuh perempuan cenderung sama tinggi atau lebih tinggi dibandingkan tubuh laki-laki. Namun, pada akhir usia sekolah dasar, sebagian besar remaja laki-laki cenderung mengejar tinggi atau lebih tinggi dibandingkan perempuan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
Sebuah aspek psikologis yang pasti terjadi dan berkaitan dengan perubahan fisik adalah citra tubuh. Remaja sangat memperhatikan tubuhnya dan mengembangkan citra mengenai tubuhnya. Preokupasi terhadap citra tubuh itu sangat kuat di antara para remaja, tetapi secara khusus sangat terlihat pada masa remaja awal, ketika remaja tidak puas dengan tubuhnya dibandingkan pada masa remaja akhir (Santrock, 2011).
b. Aspek Kognitif Menurut Piaget (dalam Santrock, 2011), ketika anak berusia 11 tahun, tahap perkembangan kognitif yang keempat dan final atau tahap operasional formal pun dimulai. Pemikiran operasional formal ini lebih bersifat abstrak, remaja mampu merekayasa terhadap berbagai situasi atau peristiwa yang masih berupa kemungkinan dan mencoba berpikir logis tentang situasi atau peristiwa tersebut. Kualitas pemikiran abstrak pada tahap operasional formal terbukti pada kemampuan remaja untuk memecahkan masalah secara verbal. Indikator lain yang memperlihatkan kualitas abstrak dari pemikiran remaja adalah meningkatnya kecenderungan untuk berpikir mengenai pikiran itu sendiri. Pemikiran yang menyertai sifat dasar abstrak dari pemikiran formal operasional adalah pemikirian yang banyak mengandung idealism dan kemungkinan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Remaja
terlibat
di
dalam
berbagai
spekulasi
45
mengenai
karakteristik-karakteristik ideal, yaitu kualitas yang mereka inginkan terdapat pada diri maupun orang lain. Cara berpikir tersebut sering kali menggiring remaja untuk membandingkan dirinya dengan orang lain menurut standar ideal tersebut. Selain itu, pemikiran mereka juga sering kali berisi fantasi mengenai kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Selain berpikir abstrak dan idealistik, remaja juga berpikir logis. Remaja cenderung memecahkan masalah melalui trial and error. Remaja membuat rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji solusi. Dalam pemecahan masalah, dibutuhkan penalaran hipotetis deduktif yang mencakup penciptaan sebuah hipotesis dan melakukan deduksi terhadap implikasinya, yang memungkinkan untuk menguji hipotesis. Dengan demikian, remaja mengembangkan hipotesis mengenai cara memecahkan masalah dan secara sistematis melakukan deduksi terhadap langkah terbaik yang harus diikuti untuk memecahkan masalah. Perubahan kognisi lain yang juga terjadi pada masa remaja adalah munculnya egosentrisme remaja (Santrock, 2011). Elkind (1967) mengemukan bahwa egosentrisme pada remaja ini muncul ketika remaja telah mampu mengenali pikiran orang lain, tetapi gagal untuk membedakan objek yang menjadi pemikiran orang lain dan fokusnya terhadap diri sendiri. Sebagai akibatnya, remaja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
berasumsi bahwa orang lain terobsesi dengan penampilan dan perilaku mereka, sebegaimana mereka juga terobsesi dengan diri mereka sendiri. Keyakinan remaja bahwa orang lain terobsesi dengan penampilan dan perilaku mereka ini disebut sebagai imaginary audience. Selanjutnya, ketika remaja percaya bahwa ia penting bagi orang lain – imaginary audience, ia mulai memandang dirinya sendiri, terutama perasaannya sebagai sesuatu yang unik dan spesial. Misalnya, remaja berpikir bahwa hanya dia yang dapat merasakan penderitaan batin yang amat menyakitkan, tidak ada orang lain yang dapat memahami perasaannya, dan pada tingkat tertentu remaja merasa tidak akan terkalahkan, sehingga apa yang terjadi pada orang lain tidak akan terjadi pada dirinya, misalnya kehamilan di luar nikah dan kematian. Keyakinan remaja tentang keabadiannya atau kekebalan dan keunikan perasaannya ini disebut sebagai personal fable.
c. Aspek Sosioemosi Selama masa remaja, Sullivan (1953, dalam Santrock, 2011) berpendapat bahwa sahabat menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sosial. Secara khusus, Sullivan menyatakan bahwa kebutuhan intimasi meningkat di masa remaja awal dan memotivasi remaja untuk mencari sahabat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Percakapan di antara remaja sering kali didominasi oleh bergosip tentang teman sebaya (Buhrmester & Chong, 2009 dalam Santrock, 2011). Kebanyakan gosip tersebut dicirikan dengan komentar negatif
tentang remaja lain, seperti membicarakan
remaja yang minum hingga mabuk minggu lalu, penampilan seseorang di sekolah kemarin, atau bagaiman seseorang berani melakukan apa yang dikatakannya. Dalam beberapa hal, gosip negatif dapat berupa agresi relasi, yaitu menyebarkan rumor untuk melecehkan seseorang. Meskipun demikian, tidak semua gosip di antara teman bersifat negatif. Beberapa gosip dapat melibatkan konstruksi kolaboratif yang berkontribusi untuk perkembangan perspektif terhadap intimasi dan relasi yang akrab. Sahabat juga dapat menunjukkan rasa percaya mereka dengan mengutarakan pendapat yang berisiko. Selain kebutuhan akan intimasi, perubahan dalam aspek sosioemosi yang terjadi selama masa remaja juga terkait dengan harga diri (self esteem) (Santrock, 2011). Harga diri merujuk pada evaluasi global mengenai diri; harga diri juga disebut sebagai martabat diri (self worth) atau citra diri (self image). Penghargaan diri dapat mencerminkan persepsi yang tidak selalu sesuai dengan realitasnya (Krueger, Vohs, & Baumeister, 2008). Penghargaan diri remaja dapat mengindikasikan persepsi tentang apakah remaja tersebut pintar dan menarik, tetapi persepsi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
tersebut mungkin tidak akurat. Dengan demikian, penghargaan diri yang tinggi dapat mengacu pada persepsi yang akurat mengenai nilai seseorang sebagai manusia serta keberhasilan dan pencapaian seseorang, tetapi juga dapat mengindikasikan kesombongan dan rasa superior dari orang lain. Dengan cara yang sama, penghargaan diri yang rendah mengindikasikan persepsi mengenai kekurangan atau penyimpangan seseorang atau bahkan rasa inferior dan ketidakamanan patologis. Penghargaan diri yang tinggi berkaitan erat dengan narsisme. Narsisme ini mengacu pada pendekatan terhadap orang lain yang berpusat pada diri (self-centered) dan memikirkan diri sendiri (self concerned). Biasanya, pelaku narsisme tidak menyadari keadaan aktual diri sendiri dan bagaimana orang lain memandangnya. Pelaku narsisme sangat berpusat pada dirinya, selalu menekankan bahwa dirinya sempurna (self congratulatory), serta memandang keinginan dan harapannya adalah hal terpenting (Santrock, 2011). Selain itu, tugas perkembangan yang harus dilewati selama masa remaja adalah pencarian identitas diri. Identitas diri adalah potret diri yang tersusun dari berbagai aspek, yang mencakup identitas pekerjaan atau karier, identitas politik, identitas spiritual, identitas relai, indentitas prestasi atau intelektual, identitas seksual, identitas etnik, minat, kepribadian, dan identitas fisik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
Erik Erikson adalah tokoh pertama yang memahami betapa pentingnya pertanyaan-pertanyaan mengenai memahami
perkembangan
remaja.
identitas untuk
Berdasarkan teori
yang
dikemukakan Erikson, tahap yang dialami individu di masa remaja, yaitu tahap indentitas versus kebingungan identitas (Santrock, 2011). Menurut Erikson, pada masa ini, remaja harus memutuskan siapa dirinya, bagaimana dirinya, dan tujuan apa yang hendak diraihnya. Pencarian identitas yang berlangsung pada masa remaja ini disertai oleh berlangsungnya moratorium psikososial (psychosocial moratorium), yaitu kesenjangan antara keamanan kanak-kanak dan otonomi orang dewasa (Santrock, 2011). Selama periode ini, masyarakat secara relatif membiarkan remaja bebas dari tanggung jawab
dan
bereksperimen
bebas
mencoba
dengan
berbagai
berbagai
peran
identitas. dan
Remaja
kepribadian.
Eksperimen ini merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja oleh remaja agar dapat menemukan keseuaian mereka di dunia. Remaja yang berhasil mengatasi konflik identitas akan tumbuh dengan penghayatan mengenai diri yang menyegarkan dan dapat diterima. Remaja yang tidak berhasil mengatasi krisis identitas akan mengalami kebingungan identitas. Kebingunan ini dapat berupa mengisolasi diri dari teman sebaya dan keluarga atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
melebur dalam dunia teman sebaya dan kehilangan identitasnya di tengah crowd-nya.
3. Remaja dan Situs Jejaring Sosial Remaja merupakan kelompok yang berada di garis paling depan dalam penggunaan SJS (Lenhart, Madden, Smith & Macgill, 2007). Selain itu, remaja juga adalah populasi pengguna SJS yang unik. Mereka adalah generasi pertama yang seluruh pertumbuhannya dikelilingi oleh teknologi komunikasi (Ahn, 2011). Dengan demikian, tidak heran bila perkembangan emosi dan sosial sebagian generasi saat ini tidak lepas dari kontribusi internet dan telepon seluler (O’Keefee & Pearson, 2011), khususnya dalam penelitian ini adalah SJS. Dunia online, khususnya SJS dapat diadaptasi dengan antusias oleh remaja karena SJS merepresentasikan “dunia” mereka, lebih mudah diakses oleh teman sebaya dibandingkan pengawasan orang dewasa, menyediakan kesempatan yang menyenangkan dan relatif aman untuk mengadakan tugas psikologis sosial bagi remaja, yaitu membentuk, bereksperimen, dan menunjukkan rancangan diri reflektif dalam konteks sosial, begitu pula untuk melakukan perilaku yang berisiko (Livingstone, 2008). Berdasarkan
beberapa
penelitian,
dapat
dilihat
bahwa
penggunaan SJS atau fitur-fitur SJS sangat dekat keberadaannya dengan aspek dan tugas perkembangan remaja. Hasil penelitian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
Livingstone (2008) menunjukkan bahwa SJS merupakan media bagi remaja untuk merepresentasikan diri mereka. Bagi mereka yang masih berada pada usia remaja awal, perhatian terhadap diri didapatkan dari tampilan (display) yang elaboratif dan deskripsi identitas dengan gaya tinggi.
Tampilan
profil
dibuat
dari
berbagai
gambar
atau
content(terkadang bukan milik sendiri) yang mencerminkan diri yang sukses dan dikagumi banyak teman sebayanya. Seiring bertambahnya usia, remaja perlahan-lahan beralih dari tampilan profil menjadi tampilan kontak SJS, link dengan profil orang lain, dan foto-foto kelompok teman sebaya dari dunia offline yang diposting dalam SJS. Fitur-fitur tersebut yang menjadi representasi diri bagi remaja yang lebih tua. Terkait dengan pertemanan dengan teman sebaya, Davis (2012) menemukan bahwa komunikasi online melalui SJS mendukung sense of belonging dan keterbukaan diri – dua mekanisme penting dalam perkembangan
identitas
remaja.
Pertukaran
komunikasi
yang
dilakukan remaja dengan teman sebaya melalui SJS dapat menjaga rasa keterhubungan dan sense of belonging dengan teman-teman terdekat mereka. Di sisi lain, komunikasi online juga memungkinkan adanya pertukaran intimasi – sebuah kesempatan unik bagi remaja untuk terikat dalam keterbukaan diri dengan teman-teman mereka. Pertukaran intimasi ini merefleksikan karakteristik pertemanan remaja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
yang berperan penting dalam membantu remaja dalam mengartikulasi dan menerima feedback terkait identitas mereka. Hal yang sama juga ditemukan oleh Ahn (2011) bahwa profil SJS dan karakteristik teman SJS yang dimiliki remaja memiliki hubungan yang kuat dengan bagaimana seorang remaja itu dilihat atau dipersepsi oleh orang lain. Selain itu, feedback yang diberikan oleh pengguna SJS yang lainnya juga berpengaruh terhadap perkembangan identitas sosial remaja. Dengan demikian, SJS menyediakan media bagi remaja untuk mengembangkan identitas diri dan sosial mereka.
E. KECERDASAN EMOSI DAN SITUS JEJARING SOSIAL Kebanyakan aktivitas yang dilakukan melalui SJS didasari dengan menulis
dan
membaca.
Terkait
hal
tersebut,
Briggle
(2008)
mengemukakan bahwa SJS dapat meningkatkan introspeksi secara sadar. Hal ini mungkin terjadi karena menulis tentang diri sendiri secara alami akan diikuti oleh meningkatnya introspeksi secara sadar dalam diri individu. Intropeksi adalah cara mengumpulkan data yang dilakukan individu dengan mengobservasi, merekam, dan mendeskripsikan proses mental yang terjadi di dalam dirinya dan pengalaman yang terjadi pada dirinya (Colman, 2009). Jika dikaitkan dengan kecerdasan emosi, intropeksi merupakan satu cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi area pertama (merasakan emosi), area ketiga (memahami dan menganalisa emosi), dan area keempat (mengatur atau meregulasi emosi) dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
kecerdasan emosi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukan oleh Redford Williams (dalam Goleman, 1995) bahwa salah satu cara untuk dapat mengatur dan meregulasi emosi yang menyebabkan seseorang menjadi kasar (misalnya, mudah marah) adalah melalui kesadaran diri yang dapat dilakukan dengan cara menulis setiap pikiran-pikiran buruk yang muncul. Selain itu, Briggle (2008) mengemukakan bahwa menulis terjadi dalam kecepatan yang lebih lambat dibanding ketika berbicara. Hal ini dapat meningkatkan perhatian individu untuk menemukan kebenaran yang lebih dalam tentang orang lain. Oleh karena itu, melalui SJS, individu dapat lebih menunjukkan indikator-indikator tentang siapa dan bagaimana diri mereka secara terpusat, tersaring, dan mendalam. Pada akhirnya, indikator-indikator dalam interaksi atau relasi dengan media dapat lebih kaya dan lebih tepat dibanding dengan indikator offline. Terkait kecerdasan emosi, indikator-indikator (cues) inilah yang diolah individu sebagai informasi emosi untuk memfasilitasi semua area dalam kecerdasan emosi, khususnya area ketiga kecerdasan emosi. Kegiatan menulis dan membaca juga merupakan salah satu pendekatan naratif, yaitu ketika seseorang menulis dan membaca riwayat hidupnya atau ketika seseorang membaca riwayat hidup orang lain. Mc Adams (2006) dalam artikelnya A New Big Five menyatakan bahwa pendekatan naratif mengasumsikan bahwa manusia mengkonstruksi hidup mereka dalam cerita yang terus berlanjut. Cerita-cerita tersebut yang akan membantu manusia untuk membentuk perilaku, menentukan identitas, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
mengintegrasi individu ke dalam kehidupan sosial modern, termasuk di dalamnya menulis atau membaca emosi-emosi yang dirasakan dan dimaknai oleh diri sendiri. Dengan demikian, argumen pendekatan naratif, secara tidak langsung juga menyatakan bahwa SJS mungkin dapat membantu atau memfasilitasi remaja untuk meningkatkan kecerdasan emosi yang mereka miliki melalui kegiatan menulis dan membaca. Meskipun demikian, fitur-fitur SJS seperti profil, komentar, posting status, foto, atau video yang banyak melibatkan aktivitas menulis dan membaca ini sangat mudah dimanipulasi. Dalam signaling theory yang dikemukan oleh Donath (2007), fitur-fitur SJS ini termasuk dalam conventional signals – tanda-tanda (cues) yang mudah dimanipulasi sesuai keinginan individu. Hal ini sesuai dengan argumen yang disampaikan Cocking dan Matthews (2001) bahwa individu dapat bebas memilih dan mengontrol “tampilan” dirinya pada orang lain melalui dunia virtual, khususnya dalam penelitian ini adalah SJS. Cocking & Matthews (2001) mengemukakan bahwa interaksi virtual, yaitu melalui SJS tidak memiliki fitur-fitur layaknya interaksi non-virtual (interaksi tatap muka), seperti kompleksitas intonasi dalam berbicara, gesture tubuh, ekspresi wajah, dsb. Fitur-fitur tersebut termasuk dalam tanda-tanda (cues) non-voluntary yang cenderung lebih sulit untuk dimanipulasi. Ketiadaan fitur-fitur yang kompleks dalam interaksi virtual tersebut membuat apa yang didapat dalam interaksi non-virtual tidak didapatkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
dalam interaksi virtual. Salah satunya adalah kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dan keterampilan sosial penting lainnya melalui kompleksitas yang ada dalam interaksi non-virtual (Giedd, 2012). Argumen tersebut juga semakin diperkuat oleh argumen yang diungkapkan oleh Uhls dkk. (2014) bahwa interaksi non-virtual dapat mengembangkan pemahaman yang akurat tentang tanda-tanda emosi (emotion cues) non-verbal. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kegiatan SJS tidak dapat memfasilitasi area pertama dan ketiga kecerdasan emosi, yaitu merasakan emosi dan memahami dan menganalisa emosi. Pada akhirnya, remaja yang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan mengakses SJS akan mengalami hambatan dalam perkembangan kecerdasan emosi yang mereka miliki.
F. DINAMIKA HUBUNGAN INTENSITAS PENGGUNAAN SJS DAN KECERDASAN EMOSI REMAJA Dari jumlah pengguna telepon seluler yang ada di Indonesia, aktivitas yang paling sering dilakukan melalui telepon seluler adalah mengakses media sosial (Mobile Activities, 2015). Menggunakan media sosial, khususnya dalam penelitian ini SJS merupakan aktivitas paling umum yang dilakukan anak-anak dan remaja saat ini. O’Keefee dan Pearson (2011) juga menyatakan bahwa perkembangan emosi dan sosial sebagian generasi muda saat ini tidak lepas dari kontribusi internet dan telepon seluler.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Perkembangan emosi dan sosial sebagian generasi muda saat ini yang tidak lepas dari internet dan telepon seluler sudah pernah dicetuskan oleh Kandell. Kandell (1998, dalam Spraggins, 2009) menyatakan bahwa remaja merupakan kelompok yang paling rentan terhadap penggunaan SJS yang bermasalah atau berlebihan dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu karakteristik perkembangan dan psikologis remaja, akses terhadap internet, dan ekspektasi terhadap remaja untuk dapat menggunakan komputer atau akses internet. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa teknologi berpengaruh terhadap kemampuan anak dalam membaca tanda-tanda emosi yang bersifat nonverbal. Membaca tanda-tanda emosi nonverbal merupakan kemampuan yang terdapat dalam aspek pertama kecerdasan emosi, yaitu mempersepsi emosi (Mayer & Salovey, 1997). Dalam eksperimen lapangan yang dilakukan Uhls et al. (2014) ditemukan bahwa anak-anak yang menghabiskan waktu untuk berkemah tanpa media digital, seperti telepon seluler atau komputer lebih mampu membaca dengan tepat emosi ekspresi wajah dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti kegiatan kemah dan menghabiskan waktu dengan media digital seperti biasanya. Sejalan dengan argumen yang dikemukan oleh Kandell (1998) dan O’Keefee & Pearson (2011), dalam penelitiannya, Uhls et al. mengumpulkan partisipan sebanyak 105 remaja berusia 12 tahun.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
Dari eksperimen lapangan yang dilakukan oleh Uhls et al. peneliti menduga bahwa terdapat hubungan antara intensitas penggunaan teknologi, termasuk di dalamnya SJS dengan kecerdasan emosi. Hubungan keduanya dapat muncul karena aspek pertama dalam kecerdasan emosi, yaitu mempersepsi emosi terbukti berhubungan dengan intensitas penggunaan media digital. Hal ini dapat terjadi karena keempat aspek kecerdasan emosi merupakan aspek yang saling berhubungan secara positif, yaitu seiring dengan tumbuhnya keterampilan-keterampilan dalam sebuah aspek, keterampilan-keterampilan dalam aspek lain juga tumbuh. Dengan demikian, jika perkembangan aspek pertama dalam kecerdasan emosi terbukti terhambat seiring dengan semakin sering penggunaan media digital, perkembangan ketiga aspek lainnya juga akan terhambat seiring dengan semakin sering penggunaan media digital. Meskipun demikian, berdasarkan tinjauan pustaka yang telah peneliti lakukan, peneliti belum menemukan penelitian yang secara khusus membahas hubungan antara SJS dan kecerdasan emosi remaja. Namun, peneliti menemukan beberapa argumen terkait aktivitas SJS dan kecerdasan emosi. Argumen-argumen ini dikemukan oleh Cocking & Matthews (2000). Cocking dan Matthews (2000) mengemukakan bahwa interaksi virtual (SJS) tidak memiliki fitur-fitur layaknya interaksi non-virtual (interaksi tatap muka), seperti kompleksitas intonasi dalam berbicara, gesture tubuh, ekspresi wajah. Dengan demikian, ketiadaan fitur-fitur yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
kompleks dalam interaksi melalui SJS tersebut membuat apa yang didapat dalam interaksi tatap muka tidak didapatkan dalam interaksi melalui SJS. Salah satunya adalah kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dan keterampilan sosial penting lainnya melalui kompleksitas yang ada dalam interaksi tatap muka (Giedd, 2012). Dengan demikian, remaja yang sering menggunakan SJS tidak atau kurang mendapatkan pengalaman-pengalaman terkait intonasi seseorang ketika berbicara, gesture tubuh ketika seseorang sedang berinteraksi dengan orang lain, maupun ekspresi wajah seseorang ketika sedang bercerita atau melakukan aktivitas. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukan Bosacki dan Astington (dalam Uhls et al., 2014) bahwa interaksi tatap muka penting sebagai proses yang mengarah pada pemahaman tentang emosi orang lain. Pemahaman tentang emosi orang lain juga adalah kemampuan yang terdapat dalam area pertama dari kecerdasan emosi, yaitu mempersepsi emosi. Kompleksitas intonasi dalam berbicara, gesture tubuh, ekspresi wajah ini merupakan tanda-tanda emosi (emotion cues) non-verbal. Pemahaman yang akurat terhadap tanda-tanda emosi non-verbal inilah yang dapat membantu perkembangan kecerdasan emosi. Argumen ini didukung oleh penjabaran Goleman (1995) dalam bukunya, yaitu individu belajar tentang emosi dari ekspresi-ekspresi wajah orang-orang di sekitarnya, ekspresi dan kontrol emosi individu juga mereka pelajari dari perlakuan-perlakukan orang-orang di sekitarnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
Pemahaman yang akurat tersebut merupakan salah satu kemampuan dalam area pertama kecerdasan emosi, yaitu mempersepsi emosi. Mempersepsi emosi merupakan representasi yang paling dasar dari kecerdasan emosi karena mempersepsi emosilah yang memungkinkan terjadinya pemrosesan informasi yang terkait emosi (Salovey and Grewal, 2005). Jika kompleksitas dalam interaksi tatap muka tidak terdapat dalam interaksi melalui SJS, kecerdasan emosi pun terhambat perkembangannya karena interaksi melalui SJS tidak mampu memfasilitasi representasi paling dasar dari kecerdasan emosi. Dengan kata lain, interaksi melalui SJS tidak dapat memfasilitasi remaja untuk belajar tentang kontrol emosi, serta memperkaya kemampuan dan informasi emosi yang dimilikinya. Berdasarkan penjabaran tersebut, peneliti melihat adanya hubungan negatif antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi. Peneliti menduga bahwa semakin sering remaja mengakses SJS, semakin rendah tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki oleh remaja dan juga sebaliknya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
G. KERANGKA DINAMIKA VARIABEL -
Semakin sering
Remaja
Kurangnya atau ketiadaan indikatorindikator emosi meliputi gesture tubuh, intonasi suara, ekspresi wajah
Intensitas Penggunaan SJS
Kecerdasan Emosi semakin rendah : Selalu atau jarang melibatkan emosi dalam pemecahan masalah Melebih-lebihkan ekspresi emosi yang dirasakan Kurang mampu melihat alternatif lain dalam melihat suatu hal atau pemecahan masalah Kurang sensitif pada diri sendiri dan/atau lingkungan sekitar Kurang mampu membedakan emosi-emosi yang dirasakan Sering lepas kendali ketika sedang mengalami emosi tertentu Kurang mampu mengenali dan mendeskripsikan perubahanperubahan emosi
Kecerdasan Emosi
Semakin tidak sering -
Adanya atau kaya akan indikatorindikator emosi meliputi gesture tubuh, intonasi suara, ekspresi wajah
Kecerdasan Emosi semakin tinggi : Tahu kapan harus atau tidak melibatkan emosi dalam pemecahan masalah Mengekspresikan emosi yang dirasakan secara tepat Mampu melihat alternatif lain dalam melihat suatu hal atau pemecahan masalah Sensitif dengan diri sendiri dan/atau lingkungan sekitar Mampu membedakan emosi-emosi yang dirasakan Dapat mengontrol emosi dalam semua situasi dan kondisi Mampu mengenali dan mendeskripsikan perubahanperubahan emosi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
H. HIPOTESIS Berdasarkan uraian yang telah peneliti jabarkan sebelumnya, maka peneliti mengajukan sebuah hipotesis, yaitu terdapat hubungan yang negatif antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi. Ketika remaja semakin sering mengakses SJS, maka tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki remaja tersebut semakin rendah atau sebaliknya. Semakin remaja jarang mengakses SJS, maka tingkat kecerdasan emosi remaja tersebut semakin tinggi atau sebaliknya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN Paradigma penelitian yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah paradigma penelitian kuantitatif. Tujuan penelitian kuantitatif adalah untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2013), menguji teori, membangun fakta, menunjukkan hubungan dan pengaruh serta perbandingan antar variabel, dan memberikan deskripsi statistik (Siregar, 2013). Proses penelitian kuantitatif bersifat deduktif, yaitu untuk menjawab rumusan masalah digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. Hipotesis tersebut kemudian diuji melalui pengumpulan data lapangan menggunakan instrumen penelitian. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif atau inferensial sehingga dapat disimbulkan bilamana hipotesis yang dirumuskan terbukti atau tidak (Sugiyono, 2013).
B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN 1. Variabel X
: Intensitas Penggunaan SJS
2. Variabel Y
: Kecerdasan Emosi
62
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
C. DEFINISI OPERASIOANAL 1. Intesitas Penggunaan SJS Intensitas penggunaan SJS adalah keadaan tingkatan atau ukuran kekuatan atau efek dalam menggunakan SJS. Keadaan tingkatan dapat dilihat dari waktu yang dihabiskan remaja untuk mengakses dan menggunakan SJS (durasi) dan jumlah ulangan yang dilakukan remaja dalam mengakses dan menggunakan SJS (frekuensi) dalam waktu satu hari. SJS yang dimaksud dalam penelitian ini adalah komunitas virtual yang memiliki tiga karakteristik utama, yaitu adanya profil, teman, dan daftar teman lintas pengguna. Intensitas penggunaan SJS
oleh remaja dapat dilihat dari
penjumlahan durasi dalam setiap kali penggunaan SJS selama satu hari. Semakin besar jumlahnya, semakin tinggi juga intensitas penggunaan SJS remaja tersebut. Sebaliknya, semakin kecil jumlahnya, semakin rendah juga intensitas penggunaan SJS remaja tersebut.
2. Kecerdasan Emosi Kecerdasan emosi adalah kemampuan remaja untuk memahami, menggunakan dan meregulasi emosi secara efektif untuk meningkatkan pikiran dan mencapai suatu tujuan. Dalam penelitian ini, kecerdasan emosi diukur dengan Skala Kecerdasan Emosi yang dibuat oleh peneliti. Skala kecerdasan emosi ini peneliti buat berdasarkan empat aspek kecerdasan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
emosi, yaitu (1) Mempersepsi emosi, (2) Menggunakan emosi, (3) Memahami dan Menganalisa emosi, (4) Mengatur atau meregulasi emosi. Setiap aspek kecerdasan emosi dibagi lagi menjadi empat indikator, yaitu 1) Mempersepsi emosi a) Kemampuan untuk mengidentifikasi emosi pada keadaan fisik, perasaan dan pikiran diri sendiri, b) Kemampuan untuk mengidentifikasi emosi pada orang lain, desain, karya seni lewat bahasa, suara, penampilan dan perilaku, c) Kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara akurat dan mengekspresikan kebutuhan yang berkaitan dengan perasaanperasaan tersebut, d) Kemampuan untuk membedakan ekspresi perasaan yang akurat dan tidak akurat atau yang jujur dan tidak jujur.
2) Menggunakan emosi a) Emosi
menentukan
prioritas
pikiran
dengan
mengarahkan
perhatian pada informasi yang penting, b) Kemampuan untuk menggunakan emosi sebagai bantuan untuk menilai dan ingatan terkait perasaan, c) Mood swing mengubah persepektif individu dari optimis menjadi pesimis, mendorong adanya pertimbangan dari beberapa sudut pandang,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
d) Menguasai perubahan-perubahan mood yang terjadi dalam diri.
3) Memahami dan menganalisa emosi a) Kemampuan untuk melabel emosi dan mengenali relasi antara kata dan emosi, seperti relasi antara menyukai dan mencintai, b) Kemampuan
untuk
menginterpretasi
makna
bahwa
emosi
berpindah tergantung relasi, misalnya kesedihan sering kali muncul bersamaan dengan kehilangan, c) Kemampuan untuk memahami perasaan yang kompleks, seperti perasaan cinta dan benci yang terjadi bersamaan, atau kombinasi seperti takjub yang merupakan gabungan dari takut dan terkejut, d) Kemampuan untuk mengenali transisi di antara emosi, seperti dari kemarahan menuju kepuasan atau kemarahan menuju rasa malu.
4) Mengatur atau meregulasi emosi a) Kemampuan untuk terbuka terhadap perasaan, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan, b) Kemampuan untuk terlibat atau tidak melibatkan diri dalam emosi berdasarkan penilaian informasi atau kegunaannya, c) Kemampuan untuk memonitor emosi dalam relasi dengan diri sendiri dan orang lain, seperti mengetahui seberapa jelas, wajar, berpengaruh, atau masuk akalnya emosi tersebut,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
d) Kemampuan untuk mengatur emosi dalam diri dan orang lain dengan menjembatani emosi negatif dan meningkatkan emosi yang menyenangkan, tanpa menekan atau melebih-lebihkan informasi yang dikandungnya. Tingkat kecerdasan emosi remaja dapat dilihat melalui skor total skala kecerdasan emosi. Semakin tinggi skor total yang didapatkan remaja, semakin tinggi pula tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki remaja tersebut. Sebaliknya, semakin rendah skor total yang didapatkan remaja, semakin rendah pula tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki remaja tersebut.
D. RESPONDEN PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan remaja sebagai responden penelitian, khususnya remaja dengan rentang usia 13 – 18 tahun. Teknik sampling yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah nonprobality sampling atau sampel nonprobabilitas. Nonprobality sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2014). Peneliti memilih menggunakan nonprobability sampling karena keterbatasan tenaga dan biaya, serta untuk efisiensi waktu pengambilan data. Terdapat beberapa jenis nonprobality sampling. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan salah satu jenis nonprobality sampling, yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
purposive sampling. Purposive sampling merupakan metode penetapan responden untuk dijadikan sampel berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu (Siregar, 2013). Dalam penelitian ini, peneliti menetapkan dua kriteria untuk penetapan responden, yaitu : 1) Remaja laki-laki atau perempuan dengan rentang usia 13 - 18 tahun, 2) Memiliki satu atau lebih akun SJS.
E. PROSEDUR PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan uji coba skala (tryout). Uji coba skala dilakukan untuk mendapatkan sejumlah masukan awal terkait alat ukur yang digunakan dalam penelitian. Selain itu, data hasil tryout juga digunakan untuk menentukan item-item yang baik dan buruk, yang layak untuk digunakan sebagai alat ukur yang valid dan reliabel dalam pengambilan data yang sesungguhnya (Supratiknya, 2014). Tryout dilakukan di Universitas Sanata Dharma dengan responden dari kalangan mahasiswa/i dengan menyebarkan skala yang terdiri dari 64 item dan lembar aktivitas SJS. Setelah hasil tryout diolah, peneliti kemudian menyusun skala final Kecerdasan Emosi yang terdiri dari 28 item yang baik dan membuat lembar aktivitas SJS. Peneliti melakukan pengambilan data pada dua SMP dan dua SMA di Yogyakarta, yaitu SMP Kanisius Gayam, SMP Pangudi Luhur, SMA BOPKRI I, dan SMA BOPKRI II. Pengambilan data dilakukan melalui kuesioner yang terdiri dari Skala Kecerdasan Emosi dan Lembar Aktivitas SJS. Sebelum mengisi skala dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
lembar aktivitas SJS, siswa/i terlebih dahulu membaca informed consent yang berisi tentang pernyataan persetujuan untuk melakukan pengisian data terhadap kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini. Responden yang setuju untuk melakukan pengisian data diminta untuk membubuhkan tanda tangan pada lembar informed consent. Sebelum menandatangani informed consent, peneliti terlebih dahulu menjelaskan cara pengisian lembar aktvitas SJS. Lembar aktivitas SJS dibawa pulang oleh responden selama satu hari, 24 jam agar diisi setiap kali responden mengakses akun jejaring sosial yang mereka miliki. Oleh karena itu, lembar aktivitas ini dikumpulkan kembali pada peneliti selang dua hari setelah pengisian skala. Setelah semua responden memahami cara pengisian lembar aktivitas SJS, peneliti mengarahkan responden untuk beralih pada skala kecerdasan emosi. Setelah
responden
menandatangi
informed
consent,
peneliti
mengarahkan responden untuk mengisi identitas diri dan data terkait SJS. Setelah itu, peneliti memandu responden untuk membaca instruksi pengerjaan. Kemudian, responden mengisi 28 item yang tersedia di dalam skala. Setelah selesai mengisi, responden langsung mengumpulkan kembali skala pada peneliti ke depan kelas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
F. METODE PENGUMPULAN DATA 1) Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian (Noor, 2012). Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket. Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Sifat pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner atau angket dapat bersifat terbuka atau tertutup dan dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet. Selain itu, teknik pengumpulan jenis ini tepat digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas (Sugiyono, 2011). Terdapat empat komponen inti dari sebuah kuesioner (Sugiyono, 2011), yaitu : 1. Adanya subjek, yaitu individu atau lembaga yang melaksanakan penelitian, 2. Adanya ajakan, yaitu permohonan dari peneliti kepada responden untuk turut serta mengisi atau menjawab kuesioner secara aktif dan objektif, 3. Adanya petunjuk pengisian kuesioner yang mudah mengerti dan tidak multitafsir (memunculkan persepsi yang beragam),
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
4. Adanya pertanyaan atau pernyataan beserta tempat untuk mengisi jawaban, baik secara tertulis maupun terbuka.
2) Alat Pengumpulan Data a. Intensitas Penggunaan SJS Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan self report yang diisi oleh responden untuk mengetahui intensitas penggunaan SJS. Self report yang akan peneliti cantumkan adalah durasi penggunaan dalam setiap kali penggunaan SJS selama satu hari. Intensitas penggunaan SJS didapat dari hasil penjumlahan durasi dalam setiap penggunaan SJS selama satu hari. Peneliti membuat self report penggunaan SJS dalam bentuk tabel sebanyak 24 baris. Setiap baris mewakili jam dalam satu hari. Setiap baris “jam” terdiri dari dua belas kolom yang dibagi per rentang waktu lima menit. Pengisian tabel dilakukan dengan men-checklist kolom yang ada sesuai dengan lamanya responden mengakses SJS dalam setiap kali penggunaan SJS selama satu hari. Peneliti menyebut self report dalam bentuk tabel ini sebagai lembar aktivitas SJS. Rancangan final lembar aktivitas SJS ini dibuat setelah melalui dua kali tahap survei terhadap beberapa mahasiswa/i Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma dan expert judgement dari dosen pembimbing skripsi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Survei pertama dilakukan dengan menjaring pendapat dari tiga belas mahasiswa/i terhadap lembar aktivitas SJS model pertama dan model kedua. Survei kedua dilakukan dengan meminta tujuh belas mahasiswa/i mengisi lembar aktivitas SJS model pertama (bdk. Lampiran 2) dan tujuh belas mahasiswa/i mengisi lembar aktivitas SJS model kedua (bdk. Lampiran 3). Selang sehari dari waktu pengisian, saat waktu pengumpulan kembali, peneliti meminta evaluasi dan saran dari 34 mahasiswa/i yang bersangkutan terhadap lembar aktivitas SJS yang telah diisi. Keputusan mengunakan salah satu model dari lembar aktivitas SJS peneliti putuskan berdasarkan pertimbangan terhadap evaluasi dari responden survei dan expert judgement dari dosen pembimbing.
b. Skala kecerdasan emosi Alat pengumpul data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah skala. Skala merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengkuantifikasi informasi-informasi yang diberikan oleh responden dalam menjawab pertanyaan atau merespon pernyataan yang dirumuskan dalam kuesioner (Noor, 2011). Dalam penelitian ini, teknik penskalaan yang peneliti gunakan untuk mengukur kecerdasan emosi adalah skala Likert yang dikemukakan oleh Rensis Likert. Skala Likert merupakan skala yang menunjukkan
kesetujuan-ketidaksetujuan
responden
terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
pernyataan-pernyataan yang disusun peneliti dalam rangka untuk mengukur atribut psikologis tertentu (Supratiknya, 2014). Setiap item dalam skala ini terdiri dari empat kategori jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Peneliti tidak menggunakan alternatif jawaban Netral untuk mengurangi central tendency error. Central tendency error terjadi ketika
responden
cenderung
memilih
jawaban
netral
untuk
menghindari pilihan-pilihan jawaban ekstrim (Friedenberg, 1995). Skala kecerdasan emosi yang peneliti rumuskan terdiri dari 64 item, yaitu 32 item favorable dan 32 item unfavorable. Item-item tersebut dibuat berdasarkan indikator-indikator dari empat aspek kecerdasan emosi. Berikut ini adalah blue print item-item sebelum uji coba (tryout) : Tabel 1 Blue print skala Kecerdasan Emosi sebelum uji coba Aspek Kecerdasan Emosi Merasakan emosi Menggunakan emosi Memahami dan menganalisa emosi Mengatur dan meregulasi emosi
Favorable 8 8 8 8
Unfavorable 8 8 8 8 Total
Jumlah 16 (25%) 16 (25%) 16 (25%) 16 (25%) 64 (100%)
Berikut ini skor skala kecerdasan emosi dan distribusi item skala kecerdasan emosi :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel 2 Skor item positif skala Kecerdasan Emosi Respon Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Skor 4 3 2 1
Tabel 3 Skor item negatif skala Kecerdasan Emosi Respon Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Skor 1 2 3 4
Tabel 4 Distrubusi item skala kecerdasan emosi untuk uji coba No.
Aspek
1
Mempersepsi emosi
2
Menggunakan emosi
3
Memahami dan menganalisa emosi
4
Mengatur dan meregulasi emosi
Nomor Item Jumlah Favorabel Unfavorable 3, 6, 8, 27, 7. 11, 12, 20, 16 33, 52, 58, 60 28, 35, 55, 59 5, 13, 14, 25, 2, 22, 23, 37, 16 26, 29, 30, 57 46, 48, 49, 53 15, 36, 38, 16, 17, 18, 16 40, 41, 45, 19, 44, 56, 47, 50 63, 64 4, 9, 10, 21, 1, 24, 31, 32, 16 34, 43, 51, 61 39, 42, 54, 62 32 32 64
73
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR 1. Validitas Validitas atau kesahihan adalah sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang ingin diukur (Siregar, 2013). Suatu instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat (Azwar,
2003). Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan dua jenis validitas, yaitu validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi adalah analisis logis atau empiris terhadap seberapa memadai isi tes mewakili ranah isi serta seberapa relevan ranah isi tersebut sesuai dengan interpretasi skor tes yang dimaksudkan. Isi tes mengacu pada tema-tema, pilihan kata, serta format atau bentuk item, tugas, atau pertanyaan yang digunakan dalam tes. Validitas isi lazim diperoleh melalui penilaian pakar atau ahli terhadap kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang diukur (Supratiknya, 2014). Dalam penelitian ini, validitas isi diperoleh melalui penilaian Dosen Pembimbing Skripsi, lulusan S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan beberapa orang awam. Penilaian oleh dosen pembimbing skripsi dilakukan selama proses pembuatan skala meliputi format skala, format dan pemilihan kata dalam setiap item, serta kesesuaian item dengan indikator-indikator kecerdasan emosi. Selain itu, penilaian efektivitas dan pemahaman kalimat setiap item dilakukan oleh lulusan S1 Pendidikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
Bahasa dan Sastra Indonesia serta beberapa orang awam. Penilaian dilakukan dengan meminta revisi dan saran untuk kalimat setiap item yang dibuat. Validitas konstruk adalah penilaian tentang sejauh mana item-item dan komponen-komponen dalam tes saling berhubungan sedemikian rupa sesuai dengan konstruk yang diukur. Pengujian ini terkait dengan konsistensi internal atau homogenitas tes. Konsistensi internal atau homogenitas tes yang tinggi dipandang merupakan bukti yang kuat bahwa tes tersebut mengukur sebuah konstruk yang memang hendak diukur oleh peneliti (Supratiknya, 2014). Validitas
konstruk
dalam
penelitian
ini
dilakukan
melalui
perhitungan korelasi item total. Korelasi item total menggambarkan tentang hubungan antara masing-masing item dengan skor total tes sebagai kriteria internal (Supratiknya, 2014). Perhitungan korelasi item total ini peneliti jabarkan lebih detail pada bagian Seleksi Item.
2. Seleksi Item Seleksi item dilakukan dengan menghitung korelasi item total dari 64 item yang terdapat pada skala kecerdasan emosi yang digunakan saat tryout. Perhitungan korelasi item total dapat menunjukkan item-item yang paling baik mengukur konstruk atau isi yang sedang diukur. Semakin tinggi korelasi antara skor item dan skor total skala, semakin baik juga item yang bersangkutan. Item-item yang berkorelasi negatif dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
berkorelasi positif, tetapi nilainya rendah dengan skor total harus digugurkan. Sebagai patokan, semua item yang berkorelasi ≥ 0,20 dengan skor total layak dipertahankan (Supratiknya, 2014). Tryout dilakukan pada tanggal 28 September – 3 Oktober 2015 dengan melibatkan 50 mahasiswa/i Kampus III Universitas Sanata Dharma dengan rentang usia 17-18 tahun. Dari 50 data tryout yang ada, terdapat dua data yang tidak dapat diolah lebih lanjut karena skala tidak diisi dengan lengkap. Dari 64 item yang diuji, didapatkan 32 item yang baik (rit ≥ 0,2) dan 32 item yang gugur (rit < 0,2). Adapun 32 item yang gugur, yaitu item nomor 3, 5, 6, 7, 13, 15, 17, 21, 23, 24, 25, 27, 30, 32, 33, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 44, 45, 46, 48, 50, 51, 54, 56, 58, 61, dan 62. Berikut adalah distribusi item skala kecerdasan emosi yang gugur : Tabel 5 Distribusi item skala kecerdasan emosi yang gugur No.
Aspek
1
Mempersepsi emosi
2
Menggunakan emosi
3
Memahami dan menganalisa emosi
4
Mengatur dan meregulasi emosi
*) item yang gugur
Nomor Item Favorable Unfavorable 3*, 6*, 8, 7*, 11, 12, 20, 27*, 33*, 52, 28, 35, 55, 59 58*, 60 5*, 13*, 14, 2, 22, 23*, 25*, 26, 29, 37*, 46*, 48*, 30*, 57 49, 53 15*, 36, 38*, 16, 17*, 18, 40*, 41*, 19, 44*, 56*, 45*, 47, 50* 63, 64 4, 9, 10, 21*, 1, 24*, 31, 34, 43*, 51*, 32*, 39*, 42, 61* 54*, 62* 32 32
Jumlah 16
16
16
16
64
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
Setelah itu, peneliti menghitung kembali korelasi item total dari 32 item yang baik (rit ≥ 0,2). Dari 32 item yang diuji, didapatkan 2 item yang gugur (rit < 0,2), yaitu item nomor 8 dan 36. Dari sisa 30 item yang baik, untuk menyetarakan jumlah item setiap aspek, maka peneliti memilih tujuh item dengan korelasi item total terbaik dari setiap aspek. Dengan demikian, bentuk final skala kecerdasan emosi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 28 item. Berikut ini distribusi item bentuk final skala kecerdasan emosi : Tabel 6 Distribusi item bentuk final skala kecerdasan emosi No.
Aspek
1 2 3
Mempersepsi emosi Menggunakan emosi Memahami dan menganalisa emosi Mengatur dan meregulasi emosi
4
Nomor Item Favorable Unfavorable 3, 26 6, 7, 12, 23, 25 8, 14, 24 2, 13, 20, 22 17, 19 9, 10, 11, 27, 28 4, 5, 16, 21 1, 15, 18 11
17
Jumlah 7 7 7 7 28
3. Reliabilitas Reliabilitas adalah sejauh mana konsistensi hasil pengukuran apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat pengukuran yang sama pula (Siregar, 2013). Hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama. Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap ada toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
Apabila perbedaan yang ada sangat besar dari waktu ke waktu maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan alat pengukuran dikatakan sebagai tidak reliabel (Azwar, 2003). Dalam
aplikasinya,
reliabilitas
dinyatakan
dalam
koefisien
reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi pula reliabilitas alat ukur. Sebaliknya, semakin rendah koefisien reliabilitas mendekati angka 0, berarti semakin rendah pula reliabilitas alat ukur (Azwar, 2009). Menurut Guilford (dalam Kelin, 1986 dalam Supratiknya, 2014), koefisien minimum yang dipandang memuaskan untuk reliabilitas tes adalah 0,70. Secara psikometrik, reliabilitas menunjuk pada dua ciri dalam tes, salah satunya adalah konsistensi internal. Konsistensi internal adalah konsistensi antar bagian-bagian dalam tes. Salah metode untuk mengestimasi konsistensi internal adalah dengan menggunakan rumus alpha Cronbach (Supratiknya, 2014). Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan
uji
reliabilitas
konsistensi internal dengan metode alpha Cronbach. Metode alpha cronbach ini akan menghasilkan koefisien reliabilitas alpha. Perhitungan koefisien reliabilitas alpha dalam penelitian ini dilakukan melalui program SPSS for windows versi 16.00. Bentuk final skala kecerdasan emosi yang terdiri dari 28 item memiliki koefisien reliabilitas alpha 0,733. Hal ini menunjukkan bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
skala kecerdasan emosi yang peneliti buat memiliki reliabilitas atau konsistensi hasil pengukurunan yang cukup tinggi.
H. METODE ANALISIS DATA 1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal atau tidak. Uji ini perlu dilakukan karena semua perhitungan statistik parametrik memiliki asumsi normalitas sebaran. Data yang sebarannya normal memiliki taraf signifikansi lebih besar dari 0,1 (p ≥ 0,1) (Santoso, 2014). Uji normalitas dalam penelitian ini dihitung menggunakan Kolmogorov-Smirnov Z dan grafik q-q plot sebagai acuan pelengkap. Terkait grafik q-q plot, jika kebanyakan titik berada sangat dekat dengan garis atau bahkan menempel pada garis, dapat kita simpulkan bahwa data penelitian mengikuti distribusi normal (Santoso, 2014).
b. Uji Linearitas Asumsi linearitas menyatakan bahwa hubungan antarvariabel yang hendak dianalisis itu mengikuti garis lurus. Dengan kata lain, peningkatan atau penurunan kuantitas pada satu variabel akan diikuti secara linear oleh peningkatan atau penurunan kuantitas pada variabel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
lainnya. Hubungan antarvariabel dapat dikatakan linear jika memiliki taraf signifikansi kurang dari 0,05 (p ≤ 0,05) (Santoso, 2014). Uji asumsi ini berkaitan dengan teknik statistik korelasi, khususnya korelasi product moment. Uji asumsi ini penting dilakukan karena korelasi product moment dan turunannya mengasumsikan bahwa hubungan antarvariabel dalam penelitian bersifat linear. Jika ternyata pola hubungannya tidak linear, teknik korelasi product moment akan cenderung melakukan underestimate kekuatan hubungan antara dua variabel. Dengan demikian, sangat mungkin jika dua variabel yang memiliki hubungan yang kuat, tetapi diestimasi oleh product moment sebagai tidak ada hubungan atau memiliki hubungan yang lemah hanya karena pola hubungannya tidak linear (Santoso, 2014).
2. Uji Hipotesis Dalam penelitian ini, uji hipotesis dilakukan dengan teknik korelasi. Teknik korelasi merupakan teknik analisis yang melihat kecenderungan pola dalam satu variabel berdasarkan kecenderungan pola dalam variabel lain. Dengan kata lain, ketika kecenderungan dalam satu variabel selalu diikuti oleh kecenderungan dalam variabel lain, maka dapat disimpulkan bahwa dua variabel tersebut memiliki hubungan atau korelasi (Santoso, 2010).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
Terdapat banyak teknik korelasi yang dapat digunakan atau biasa digunakan. Beberapa teknik korelasi tersebut dikelompokkan ke dalam dua kelompok uji statistik, yaitu uji statistik parametrik dan uji statistik nonparametrik.
Uji
statistik
parametrik
adalah
statistik
yang
mempertimbangkan jenis sebaran atau distribusi data normal dan memiliki varians homogen. Sebaliknya, uji statistik non-parametrik adalah statistik yang parameter populasinya atau datanya tidak mengikuti suatu distribusi tertentu atau memiliki distribusi yang bebas dari persyaratan dan variansnya tidak perlu homogen (Siregar, 2013). Persyaratan yang dimaksud di sini didapatkan melalui uji asumsi, yaitu uji normalitas dan uji linieritas. Dalam uji statistik parametrik, teknik korelasi yang biasa digunakan adalah teknik korelasi product moment (Santoso, 2010). Dengan demikian, jika uji asumsi terpenuhi, teknik korelasi yang digunakan adalah product moment. Sebaliknya, dalam uji statistik non-parametrik, teknik korelasi yang biasa digunakan adalah teknik korelasi spearman rho (Siregar, 2013). Dengan demikian, jika uji asumsi tidak terpenuhi, teknik korelasi yang digunakan adalah spearman rho.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN PENELITIAN Pengambilan data dilakukan dari tanggal 8 Oktober – 24 Oktober 2015. Pengambilan data dilakukan di empat sekolah, yaitu SMP Kanisius Gayam, SMP Pangudi Luhur, SMA BOPKRI I, dan SMA BOPKRI II. Keempat sekolah tersebut peneliti libatkan dalam penelitian karena merupakan sekolah yang siswa/i-nya berasal dari latar belakang ekonomi menengah ke atas. Peneliti berasumsi bahwa dengan latar belakang ekonomi tersebut, setiap siswa/i di empat sekolah tersebut memiliki telpon seluler dan akses terhadap internet yang cukup mudah dan luas. Pengambilan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh asisten peneliti. Peneliti menyebarkan 598 paket kuesioner yang terdiri dari skala kecerdasan emosi dan lembar aktivitas SJS kepada 598 responden.
B. DESKRIPSI RESPONDEN PENELITIAN Responden penelitian adalah siswa/i SMP dan SMA dengan rentang usia 13 – 18 tahun. Dari 598 paket kuesioner yang telah disebar, didapatkan 221 paket kuesioner yang dapat dipakai dalam penelitian ini, yaitu kembali lengkap kepada peneliti, diisi sesuai instruksi, dan memenuhi kriteria responden penelitian. 221 responden yang mengisi paket kuesioner tersebut terdiri dari 113 laki-laki dan 108 perempuan.
82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
Di sisi lain, 277 paket kuesioner lainnya tidak dapat dipakai dalam penelitian ini. 277 paket kuesioner yang tidak dapat dipakai tersebut terdiri dari, 249 paket kuesioner yang tidak lengkap (lembar aktivitas SJS tidak kembali), 23 lembar aktivitas SJS diisi tidak sesuai instruksi, tiga skala kecerdasan emosi diisi tidak sesuai instruksi, dan dua paket kuesioner diisi oleh responden yang tidak memenuhi kriteria usia responden penelitian. Berikut ini adalah deskripsi responden penelitian : Tabel 7 Deskripsi jenis kelamin responden penelitian Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Total
Jumlah 107 114 221
Tabel 8 Deskripsi usia responden penelitian Usia 13 14 15 16 17 18 Total
Jumlah 29 62 67 35 23 5 221
C. HASIL PENELITIAN Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu peneliti melakukan uji asumsi dasar. Uji asumsi dasar yang peneliti lakukan, meliputi uji normalitas dan uji linearitas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
1. Uji Asumsi a. Uji Normalitas Berdasarkan perhitungan SPSS for windows versi 16.00 dengan menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov test, didapatkan data sebagai berikut : Tabel 9 Uji normalitas variabel penelitian
Kecerdasan Emosi Intensitas Penggunaan Jejaring Sosial
Situs
Kolmogorov Smirnov
p
1,178 2,704
0,124 0,000
Berdasarkan data di atas, didapatkan taraf signifikansi kecerdasan emosi sebesar 0,124 (p ≥ 0,1) dan intensitas penggunaan situs jejaring sosial 0,000 (p ≥ 0,1). Hal ini menunjukkan bahwa data yang berasal dari skala kecerdasan emosi memiliki sebaran data yang normal. Sebaliknya, data yang berasal dari lembar aktivitas SJS memiliki sebaran data yang tidak normal. Hasil ini juga didukung oleh grafik qq plot dari masing-masing variabel, sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
Grafik 1 q-q plot data kecerdasan emosi
Dari grafik dapat dilihat bahwa kebanyakan titik berada dekat dengan garis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data yang berasal dari skala kecerdasan emosi memiliki sebaran data yang normal. Selain itu, dapat dilihat pula terdapat sebuah outlier yang terletak
di pojok kanan atas grafik. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat satu data ekstrem dalam data skor kecerdasan emosi
Grafik 2 q-q plot data intensitas penggunaan SJS
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Dari grafik dapat dilihat bahwa kebanyakan titik tidak berada dekat pada garis, sebaran titik juga tidak mengikuti bahkan mendekati pola garis yang linear. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data yang berasal dari lembar aktivitas SJS memiliki sebaran data yang tidak normal. Selain itu, dapat dilihat pula terdapat dua outlier yang terlatak di pojok kanan atas grafik. Hal ini menunjukkan bahwa terdaapat dua data ekstrem dalam data intensitas penggunaan SJS.
b. Uji Linearitas Berdasarkan perhitungan test for linierity dengan menggunakan SPSS for windows versi 16.00, didapatkan hasil F sebesar 14,535 dengan p (2- tailed) sebesar 0,000 (p ≤ 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan antarvariabel, yaitu kecerdasan emosi dan intensitas penggunaan SJS memiliki hubungan yang linear.
2. Uji Hipotesis Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis korelasi spearman rho untuk melakukan uji hipotesis. Peneliti menggunakan teknik analisis korelasi spearman rho karena terdapat data satu variabel yang memiliki sebaran data tidak normal. Pengujian korelasi dilakukan terhadap variabel intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi. Pengujian korelasi dilakukan dengan membandingkan probability value (sig.) dan taraf signifikan (α). Taraf signifikansi yang digunakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
dalam penelitian ini adalah 0,05. Jika nilai sig. lebih kecil dari nilai α, dapat disimpulkan bahwa nilai korelasi yang didapat signifikan. Di sisi lain, seberapa kuat dan arah hubungan kedua variabel dapat dilihat dari koefisien korelasi. Perhitungan korelasi spearman rho dilakukan melalui program SPSS for windows versi 16.00. Analisis spearman rho menunjukkan hasil sebagai berikut : Tabel 10 Uji korelasi intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed) N Intensitas Pengunaan Correlation SJS Coefficient Sig. (1-tailed) N
Kecerdasan Intensitas emosi Penggunaan SJS 1.000 -.254
221 -254
.000 221 1.000
.000 221
221
Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa kecerdasan emosi dan intensitas penggunaan SJS berkorelasi negatif (r = -0.254) secara signifikan (sig. < 0.05).
3. Deskripsi Data Penelitian a. Mean Teoritik dan Mean Empirik Skala Kecerdasan Emosi Perbandingan mean teoritik dan mean empirik dilakukan untuk mengetahui keadaan skor subjek pada variabel penelitian, yaitu kecerdasan emosi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
Tabel 11 Deskripsi data skala kecerdasan emosi
Min. 60
Empirik Max. Mean 107 78,91
SD 7,355
Min. 0
Teoritik Max. Mean 112 56
SD 18,67
Perhitungan mean empirik diperoleh melalui perhitungan SPSS 16.00 for windows. Selain itu, mean teoritik diperoleh melalui perhitungan manual dengan menggunakan rumus
(Azwar,
2013). Berdasarkan tabel 11, dapat dilihat bahwa mean empirik subjek penelitian adalah 78,91 dan mean teoritik skala kecerdasan emosi adalah 56. Hal ini menunjukkan bahwa mean empirik subjek penelitian berbeda dengan mean teoritik skala kecerdasan emosi. Perbedaan mean teoritik dan mean empirik ini menunjukkan bahwa rata-rata skor subjek penelitian lebih tinggi dibanding rata-rata skor subjek secara teoritik. Dengan demikian, rata-rata skor kecerdasan emosi subjek penelitian ini adalah tinggi.
b. Kategorisasi Skala Kecerdasan Emosi Berdasarkan data yang ada, didapatkan hasil tambahan bahwa sebanyak 3,62% (n=8) dari responden penelitian memiliki skor kecerdasan emosi yang tergolong rata-rata. Sementara itu, 78,28% (n=173) responden lainnya memiliki skor kecerdasan emosi yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
tergolong tinggi, sisanya 18,10% (n=40) memiliki skor kecerdasan emosi yang tergolong sangat tinggi. Berikut ini adalah kategorisasi skor kecerdasan emosi : Tabel 12 Kategorisasi skor kecerdasan emosi Rentang Skor ≤ 28 29 – 46 47 – 65 66 – 84 ≥ 85
Kategori Sangat Rendah Rendah Rata-rata Tinggi Sangat tinggi Total
Jumlah 0 0 8 173 40
Persentase 0% 0% 3,62 % 78,28 % 18,10 %
221
100 %
c. Distribusi Frekuensi Intensitas Penggunaan SJS Data lembar aktivitas SJS menunjukkan bahwa rerata waktu yang dihabiskan oleh remaja dalam mengakses SJS adalah selama 120,70 menit, atau sekitar dua jam. Temuan ini lebih sedikit dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan oleh social media agency pada Januari 2015 lalu di Indonesia, yaitu 2 jam 52 menit. Meski demikian, hal ini juga berarti bahwa remaja cukup banyak menghabiskan waktu dengan SJS, yaitu hampir mendekati rata-rata penggunaan SJS populasi di Indonesia. Banyaknya waktu yang dihabiskan remaja dengan SJS juga dapat dilihat dari persebaran frekuensi waktu penggunaan SJS (bdk. Grafik 4). Secara lebih detail, berikut ini adalah tabel distribusi frekuensi penggunaan SJS oleh remaja :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
Grafik 3 Distribusi frekuensi intensitas penggunaan SJS
Berdasarkan grafik distribusi frekuensi intensitas penggunaan SJS, didapatkan bahwa sebanyak 36,3 % sample memiliki skor intensitas penggunaan SJS yang lebih tinggi dibandingkan rerata intensitas penggunaan SJS subjek penelitian. Sebaliknya, 63,7 % sample memiliki skor intensitas penggunaan SJS yang lebih rendah dibandingkan rerata intensitas penggunaan SJS subjek penelitian.
d. Frekuensi Waktu Penggunaan SJS Dari perhitungan data deskriptif, didapatkan juga frekuensi waktu penggunaan SJS oleh siswa/i. Frekuensi waktu penggunaan SJS ini adalah jumlah jawaban yang muncul terkait waktu atau jam penggunaan SJS.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
Dari perhitungan tersebut, didapatkan bahwa waktu atau jam penggunaan SJS yang paling banyak muncul adalah pada jam 19.0020.00, dengan persentase jawaban yang muncul sebesar 38%. Hal ini berarti kebanyakan siswa/i mengakses SJS pada atau selama rentang jam 19.00-20.00. Selanjutnya secara berurutan, jam penggunaan SJS yang muncul adalah pada jam 14.00-15.00 (37,55%), 18.00-19.00 (37,55%), 22.00-23.00 (37,10%), 06.00-07.00 (35,74%), dan 21.0022.00 (35,74%). Sebaliknya, jam pengunaan SJS yang paling sedikit muncul adalah pada jam 03.00-04.00. Hal ini berarti bahwa kebanyakan siswa/i jarang paling jarang mengakses SJS pada jam 03.00-04.00. Selain itu, dapat dilihat juga terdapat siswa/i yang masih mengakses SJS pada jam atau waktu kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung, yaitu dari jam 07.00 – 13.00. Secara lebih detail, frekuensi waktu penggunaan SJS subjek penelitian ini adalah sebagai berikut :
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
Grafik 4 Distribusi frekuensi waktu penggunaan SJS
Waktu PEnggunaan SJS
Waktu penggunaan SJS 05-06 04-05 03-04 02-03 01-02 00-01 23-00 22-23 21-22 20-21 19-20 18-19 17-18 16-17 15-16 14-15 13-14 12-13 11-12 10-11 09-10 08-09 07-08 06-07 0
5
10
15
20
25
30
35
40
Persentase Jumlah Jawaban Waktu Penggunaan SJS
D. PEMBAHASAN Pengujian hipotesis mengunakan teknik analisis korelasi spearman rho menunjukkan bahwa kecerdasan emosi dan intenstitas penggunaan SJS memiliki hubungan yang negatif secara signifikan (p < 0.05). Dengan kata lain, hasil analisis data menunjukkan bahwa hipotesis penelitian terbukti, yaitu terdapat hubungan negatif antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi pada remaja. Hasil
tersebut
menunjukkan
bahwa
semakin
tinggi
intensitas
penggunaan SJS yang dimiliki remaja, maka semakin rendah tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki remaja. Sebaliknya, semakin rendah intensitas penggunaan SJS yang dimiliki remaja, maka semakin tinggi tingkat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
kecerdasan emosi yang dimiliki remaja. Begitu juga, ketika semakin rendah tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki remaja, maka semakin tinggi intensitas penggunaan SJS yang dimiliki remaja. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki remaja, maka semakin rendah intensitas penggunaan SJS yang dimiliki remaja. Hasil ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, yaitu eksperimen yang dilakukan oleh Uhls et al. (2014) yang menemukan bahwa anak-anak yang menghabiskan waktu tanpa media digital, seperti telepon seluler lebih mampu membaca dengan tepat ekspresi wajah dibandingkan anak-anak yang menghabiskan waktu dengan media digital seperti biasanya. Dalam hal ini, membaca dengan tepat ekspresi wajah merupakan salah satu kemampuan dalam kecerdasan emosi yang berada dalam area pertama kecerdasan emosi. Kesesuaian penelitian ini dan penelitian Uhls et al. (2014) ini dapat terjadi karena seperti yang dikemukan Salovey dan Mayer (dalam Mayer dan Salovey, 1997) bahwa keempat area kecerdasan emosi saling berhubungan satu sama lain, yaitu seiring tumbuhnya keterampilan-keterampilan dalam satu area, maka keterampilan-keterampilan dalam area lainnya juga akan tumbuh. Seperti yang disampaikan oleh Cocking dan Metthews (2000) bahwa interaksi virtual, dalam hal ini interaksi melalui SJS tidak memiliki fitur-fitur layaknya interaksi tatap muka, seperti kompleksitas intonasi suara dalam berbicara, gesture tubuh, dan ekspresi wajah. Sejalan dengan itu, Bosacki dan Astington (dalam Uhls et al, 2014) mengemukakan bahwa interaksi tatap muka penting sebagai proses yang mengarah pada pemahaman tentang emosi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
orang lain yang merupakan salah satu kemampuan dalam area kecerdasan emosi. Sejalan dengan itu, Giedd (2012) menyatakan bahwa kompleksitas yang ada dalam interaksi tatap muka merupakan kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dan ketertampilan sosial penting lainnya. Dengan demikian, ketika remaja menghabiskan banyak waktu dengan SJS, kesempatan untuk mengembangkan kecerdasan emosi dan keterampilan sosial penting lainnya menjadi berkurang. Hal ini dapat terjadi karena fitur-fitur SJS tidak dapat memfasilitasi penggunanya untuk mengembangkan kecerdasan emosi secara optimal layaknya interaksi tatap muka. Oleh karena itu, hasil pengolahan data memperlihatkan ketika intensitas penggunaan SJS cenderung tinggi, tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki remaja cenderung rendah. Sebaliknya, ketika intensitas penggunaan SJS cenderung rendah, tingkat kecerdasan emosi yang dimiliki remaja cenderung tinggi. Meski demikian, berdasarkan koefisien korelasi (r = -0,254) dan scatterplot (bdk. Lampiran 9 & 10) yang dimiliki oleh kedua variabel, terlihat bahwa hubungan negatif antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi termasuk dalam kategorisasi hubungan yang cenderung lemah (Cohen, 1988; Siregar, 2013). Dengan kata lain, data yang didapat dalam penelitian ini tidak seluruhnya menunjukkan bahwa ketika intensitas penggunaan SJS tinggi maka tingkat kecerdasan emosi rendah, atau sebaliknya ketika tingkat kecerdasan emosi rendah maka tingkat intensitas penggunaan SJS tinggi. Beberapa interpretasi untuk menjelaskan lemahnya hubungan negatif yang ada, yaitu pertama, koefisien korelasi yang didapat memang merupakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
gambaran kenyataan yang sebenarnya. Gambaran tersebut dapat terlihat secara lebih detail melalui scatterplot (bdk. Lampiran 10). Ada remaja yang menghabiskan banyak waktu mengakses SJS memiliki skor kecerdasan emosi yang sama dengan remaja yang menghabiskan lebih sedikit waktu mengakses SJS ataupun sebaliknya. Keadaan lainnya, ada remaja yang menghabiskan banyak waktu mengakses SJS memiliki skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang menghabiskan lebih sedikit waktu untuk mengakses SJS (bdk. Lampiran 10). Kedua keadaan tersebut tentunya bertolak belakang dengan argumen bahwa SJS tidak dapat memfasilitasi perkembangan kecerdasan emosi. Kedua keadaan tersebut dapat terjadi karena adanya peran dari variabel asing (extranous variable) yang berkontribusi terhadap hubungan kedua variabel penelitian. Hal ini berarti bahwa variabel atau faktor yang berkontribusi terhadap tingkat kecerdasan emosi tidak hanya berasal dari intensitas penggunaan SJS. Misalnya, meski remaja menghabiskan banyak waktu untuk mengakses SJS, tetapi hal ini diimbangi dengan banyaknya waktu yang juga dihabiskan untuk melakukan kegiatan lain yang dapat memfasilitasi perkembangan kecerdasan emosi, seperti interaksi tatap muka. Dalam penelitian ini, kegiatan lain yang dapat memfasilitasi perkembangan kecerdasan emosi inilah yang disebut sebagai variabel asing (extranous variable). Variabel asing adalah variabel yang bukan merupakan fokus penelitian, tetapi dapat mempengaruhi hasil penelitian (Myers & Hansen, 2002).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
Berdasarkan data deskriptif (bdk. Lampiran 8), dapat dilihat bahwa rerata waktu yang dihabiskan responden untuk mengakses SJS adalah 120 menit. Ketika remaja menghabiskan waktu rata-rata 120 menit dalam sehari untuk mengakses SJS, sangat mungkin jika waktu lainnya remaja habiskan dengan melakukan kegiatan lain yang dapat memfasilitasi perkembanagan kecerdasan emosi, salah satunya interaksi tatap muka dengan individu lain. Oleh karena itu, dapat dilihat juga pada scatterplot (bdk. Lampiran 10) terdapat 14 data memiliki skor kecerdasan emosi yang sama dengan 14 data lainnya yang memiliki intensitas penggunaan SJS yang berbeda-beda. Misalnya, dua responden yang masing-masing menghabiskan waktu 25 menit dan 365 menit untuk mengakses SJS memiliki skor kecerdasan emosi yang sama, yaitu 88 (bdk. Lampiran 10). Kedua, terkait variabel atau faktor lain yang mungkin berkontribusi terhadap hubungan kedua variabel, yaitu latar belakang lingkungan keluarga atau gaya pengasuhan orangtua. Seperti yang dijabarkan Goleman (1995) bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi individu, yaitu internal dan eksternal. Salah satu contoh dari faktor eksternal adalah interaksi langsung dengan orang lain, termasuk di dalamnya pola asuh dan interaksi dengan orangtua. Kemampuan-kemampuan dalam kecerdasan emosi dipelajari sejak individu masih anak-anak. Anak belajar tentang informasi emosi dari lingkungan sekitarnya, yaitu pertama-tama dari orangtua hingga seiring bertambahnya usia dan pergaulan anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
Dalam penelitian ini, sangat mungkin jika responden berasal dari berbagai latar belakang keluarga yang berbeda dengan lingkungan dan pola asuh orangtua yang juga berbeda-beda. Karena latar belakang keluarga yang berbeda-beda inilah, remaja yang menghabiskan waktu lebih banyak dengan SJS dapat memiliki skor yang sama dengan remaja yang menghabiskan lebih sedikit waktu dengan SJS. Dengan kata lain, meski remaja menghabiskan banyak waktu dengan SJS, remaja tersebut sudah cukup mempelajari dan mengembangkan kemampuan-kemampuan dalam kecerdasan emosi sedari anak-anak. Dengan demikian, remaja ybs. dapat memiliki skor yang sama tingginya dengan remaja lain yang menghabiskan lebih sedikit waktu dengan SJS.
E. KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian, yaitu 1. Peneliti tidak dapat mengontrol totalitas dalam menyediakan waktu dan kesungguhan responden untuk mengerjakan skala kecerdasan emosi dan lembar aktivitas SJS. Hal ini mungkin berdampak pada jawaban-jawaban yang diberikan responden dalam penelitian ini. 2. Menurut peneliti, instrumen yang digunakan untuk mengambil data intensitas penggunaan SJS pada remaja masih kurang efektif dan efisien. Hal inilah yang mungkin menyebabkan 41,64 % lembar aktivitas SJS yang peneliti sebar tidak kembali lagi kepada peneliti.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi pada remaja. Dengan kata lain, semakin tinggi intensitas penggunaan SJS, semakin rendah tingkat kecerdasan emosi remaja, dan sebaliknya. Begitu juga, semakin rendah tingkat kecerdasan emosi remaja, semakin tinggi pula tingkat intensitas penggunaan SJS, dan sebaliknya.
B. SARAN 1. Saran bagi peneliti selanjutnya a. Penelitian ini hanya mengungkap tentang hubungan antara intensitas penggunaan SJS dan kecerdasan emosi pada remaja. Hal tersebut membuat penelitian ini tidak dapat lebih jauh menyimpulkan jenis hubungan yang ada pada kedua variabel. Untuk semakin mempertajam hasil penelitian berikutnya, peneliti berikutnya mungkin perlu melakukan desain penelitian eksperimen, atau penelitian yang sifatnya longitudinal. b. Untuk mengantisipasi kontribusi variabel asing yang tidak diketahui, ada baiknya peneliti selanjutnya mengambil data yang lebih detail terkait penggunaan SJS yang dilakukan responden, seperti apa saja
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
yang dilakukan saat menggunakan SJS, misalnya update status, scrolling timeline, dan/atau kegiatan lain yang dilakukan responden selain menggunakan SJS dalam waktu sehari. c. Peneliti selanjutnya dapat mendesain instrumen intensitas penggunaan SJS yang lebih efisien untuk mendapatkan data intensitas penggunaan SJS, misalnya menggunakan program yang dapat diinstall pada perangkat responden.
2. Saran bagi remaja a. Remaja baiknya lebih menyadari seberapa waktu yang mereka habiskan untuk melakukan aktivitas SJS terkait hubungannya dengan kecerdasan emosi. Kemudian, remaja juga perlu untuk mengurangi intensitas penggunaan SJS yang mereka miliki dan mengoptimal kegiatan lain yang dapat memfasilitasi kecerdasan emosi, seperti memperbanyak interaksi tatap muka dengan inidividu lain. b. Dari data yang ada, masih terdapat 3,62 % responden yang memiliki skor kecerdasan emosi yang tergolong rata-rata. Oleh karena itu, remaja sebaiknya dapat lebih memahami tentang kemampuankemampuan yang mereka miliki dalam kecerdasan emosi sehingga mereka dapat meningkatkan kecerdasan emosi yang mereka miliki.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
3. Saran bagi pendidik dan/atau pendamping remaja a. Pendidik dan/atau pendamping remaja perlu membuat kebijakan di sekolah agar siswa/i tidak menghabiskan banyak waktunya di sekolah dengan mengakses SJS. Kebijakan ini perlu diambil karena dari data yang peneliti dapat, beberapa siswa/i mengakses SJS saat kegiatan belajar mengajar berlangsung (bdk. Grafik 4). Sekolah perlu mengambil tindakan tegas dengan membuat kebijakan, seperti semua siswa/i harus menitipkan semua gadget yang mereka miliki kepada pihak sekolah selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Kebijakan ini dibuat agar tidak ada siswa/i yang curi-curi bermain gadget dan mengakses SJS. b. Selain itu, pendidik dan/atau pendamping juga dapat membuat program-program yang dapat mengembangkan kecerdasan emosi remaja, seperti pengembangan karekter siswa yang berkaitan dengan simpati, kepekaan, empati, dsb. Mengingat sebanyak 68,78% responden penelitian masih memiliki skor kecerdasan emosi yang tergolong
dalam
kategori
rata-rata,
maka
program-program
pengembangan karakter ini penting untuk dilaksanakan. Dengan adanya program yang dapat mengembangkan kecerdasan emosi pada remaja, peneliti berharap kemampuan-kemampuan yang dimiliki dalam kecerdasan emosi remaja dapat semakin berkembang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
DAFTAR PUSTAKA Ahn, J. (2011). The effect of social network sites on adolescents' social and academic development: Current theories and controversies. Journal of the American Society for Information Science and Technology, 62(8), 14351445. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Azwar, S. (2003). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Azwar, S. (2009). Penyusunan skala psikologis. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Azwar, S. (2013). Penyusunan skala psikologis (ed. ke-2). Yogyakarta : Pustaka Belajar. Baumeister, R. F., & Leary, M. R. (1995). The need to belong : desire for interpersonal attachment as a fundamental human motivation. Pychology bulletin, 117(3), 497. Briggle, A. (2008). Real friends: How the internet can foster friendship. Ethics and Information Technology, 10(1), 71-79. Cocking, D., & Matthews, S. (2000). Unreal friends. Ethics and Information Technology, 2(4), 223-231. Cohen, J. (2009). Statistical power analysis for the behavioral sciences (2nd ed). New York : Psychology Press. Colman, A. M. (2009). Oxford dictionary of psychology (3rd ed). Newyork : Oxford University Press Inc. Davis, K. (2012). Friendship 2.0: Adolescents' experiences of belonging and selfdisclosure online. Journal of Adolescence, 35(6), 1527-1536. Donath, J. (2007). Signals in social supernets. Journal of Computer-Mediated Communication. 13(1), 231-251.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
Elkind, D. (1967). Egocentrism in adolescence. Child development,1025-1034. Ellison, N. B. & Boyd, M. D. (2007). Social network sites: Definition, history, and scholarship.Journal of Computer‐Mediated Communication, 13(1), 210-230. Friedenberg, L. (1995). Psychological Testing : Design, Analysis, and Use. Massachusetts : Allyn & Bacon. Giedd, J. N. (2012). The digital revolution and adolescent brain evolution.Journal of Adolescent Health, 51(2), 101-105. Goleman, D. (1995). Emotional intelligence. New York: Bantam Books. Goleman, D. (2007). Kecerdasan emosional. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Gregory, R. J. (2011). Tes psikologi : sejarah, prinsip, dan aplikasinya (ed. ke-6, jilid 1). Jakarta : Erlangga. Griffiths, M. D., Kuss, D. J., & Demetrovics, Z. (2014). Social networking addiction: An overview of preliminary findings. Behavioral addictions: Criteria, evidence and treatment, 119-141. Ini Hasil Riset Google soal Penggunaan Ponsel Pintar di Indonesia. (20 November 2015). Tribuntechno. Diakses pada tanggal 31 Desember 2015 dari http://www.tribunnews.com/techno/2015/11/20/ini-hasil-riset-google-soalpenggunaan-ponsel-pintar-di-indonesia?page=2 Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. (2014). Siaran Pers tentang Riset KOMINFO dan UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan Remaja dalam Menggunakan Internet (SIARAN PERS NO. 17/PIH/KOMINFO/2/2014). Jakarta : Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo. Krueger, J. I., Vohs, K. D., & Baumeister, R. F. (2008). Is the allure of selfesteem a mirage after all?.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
Kuss, D. J., & Griffiths, M. D. (2011). Online social networking and addiction – a review of the psychological literature. International journal of environmental research and public health, 8(9), 3528 – 3552. Kuswana, W. S. (2011). Taksonomi berpikir. Bandung : Rosda. Lenhart, A., Madden, M., Macgill, A. R., & Smith, A. (2007). Teens and social media. Pew internet and American life project. Livingstone, S. (2008). Taking risky opportunities in youthful content creation : teennagers’ use of social networking sites for intimacy, privacy and selfexpression. New media & society, 10(3), 393-411. Manfaatkan Gawai secara Cerdas. (2015, April 15). Harian Kompas, hh. 1, 15. Mayer, J. D., Roberts, R. D., & Barsade, S. G. (2008). Human abilities: emotional intelligence. Annu. Rev. Psychol., 59, 507-536. Mayer, J. D., & Salovey, P. (1993). The intelligence of emotional intelligence. Intelligence, 17(4), 433-442. Mayer, J. D., & Salovey, P. (1997). What is Emotional Intelligence? In P. Salovey & D. J. Sluyter (Eds.) Emotional Development and Emotional Intelligence. New York : Basic Books. Mayer, J. D., Salovey, P., & Caruso, D. R. (2004). Emotional intelligence: Theory, findings, and implications. Psychological inquiry, 197-215. Mayfield, A. (2008). What is Social Media? e-book from iCrossing. McAdams, D. P., & Pal, J. L. (2006). A new Big Five : fundamental principle for an integrative science of personality. American Psychologist, 61(3), 204. Moreno, M. A., Jelenchick, L. A., Egan, K. G., Cox, E., Young, H., Gannon, K. E., & Becker, T. (2011). Feeling bad on Facebook: depression disclosures by college students on a social networking site. Depression and anxiety, 28(6), 447-455. Morin, A. (2015). Are We Losing the Ability to Read Each Other’s Emotions? Diakses pada tanggal 22 Mei 2015 dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
https://www.psychologytoday.com/blog/what-mentally-strong-peopledont-do/201505/are-we-losing-the-ability-read-each-others-emotions. Myers, A. & Hansen, C. H. (2002). Experimental psychology. USA : Wadsworth Nguyen, M., Bin, Y. S., & Campbell, A. (2012). Comparing online and offline self-disclosure: A systematic review. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking, 15(2), 103-111. Noor, J. (2011). Metode penelitian : skripsi, tesis, disertasi, dan karya ilmiah. Jakarta : Kencana. O'Keeffe, G. S., & Clarke-Pearson, K. (2011). The impact of social media on children, adolescents, and families. Pediatrics, 127(4), 800-804. O'reilly, T. (2007). What is Web 2.0: Design patterns and business models for the next generation of software. Communications & strategies, (1), 17. Papalia, D. E. (2007). Human development (10th ed.). New York : McGrawHill. Papalia, D. E., & Feldman, R. D. (2014). Menyelami perkembangan manusia (ed. ke-12). Jakarta :Salemba Humanika. Patton, P. (1998). EQ (Kecerdasan Emosional) di tempat kerja. Jakarta : PT. Pustaka Delapratasa. Pengguna Smartphone Indonesia Peringkat Kelima Dunia. (2 November 2014). Diakses pada tanggal 31 Desember 2015 dari http://m.republika.co.id/berita/trendtek/gadget/14/11/02/neefh-penggunasmartphone-indonesia-peringkat-kelima-dunia Salovey, P., & Grewal, D. (2005). The science of emotional intelligence. Current directions in psychological science, 14(6), 281-285. Santrock, J. W. (2007). Life-Span development (3rd ed.). New York : McGrawHill. Santrock, J. W. (2011). Perkembangan masa-hidup (ed. ke-13). Jakarta : Erlangga. Santoso, A. (2010). Statistik untuk psikologi dari blog menjadi buku. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
Sarwono, S. W. (2011). Psikologi remaja (ed. rev). Jakarta : Rajawali Pers. Siregar, S. (2013). Metode penelitian kuantitatif. Jakarta : Kencana. Spraggins, A. (2009). Problematic use of online social networking sites for college students : Prevalence, predictors, and association with well-being (Doctoral dissertation, University of Florida). Steinberg, L. D. (2002). Adolescence (6th ed.). New York : McGrawHill. Sternberg, R. J. (2008). Psikologi kofnitif (ed. ke-4). Yogyakarta : Pustaka Belajar. Strongman, K. T. (2003). The psychology of emotion from everyday life to theory (5th ed.). England : John Wiley & Sons Ltd. Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta. Sugono, D., et al. (2011). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (ed. ke4). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Supratiknya, A. (2014). Pengukuran psikologis. Yogyakarta : Penerbit Universitas Sanata Dharma. Szwedo, D. E., Mikami, A. Y., & Allen, J. P. (2012). Social networking site use predicts changes in young adults’ psychological adjustment. Journal of Research on Adolescence, 22(3), 453-466. Uhls, Y. T., Michikyan, M., Morris, J., Garcia, D., Small, G. W., Zgourou, E., & Greenfield, P. M. (2014). Five days at outdoor education camp without screens improves preteen skills with nonverbal emotion cues. Computers in Human Behavior, 39, 387-392. Valkenburg, P. M., Peter, J., & Schouten, A. P. (2006). Friend networking sites and their relationship to adolescents' well-being and social selfesteem.CyberPsychology & Behavior, 9(5), 584-590. VandenBos, G. R., et al. (Ed.) (2007). APA Dictionary of Psychology. Washington DC : American Psychological Association.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
We Are Social Ltd. (2008). Digital in Indonesia. Diakses 10 Juli 2015, dari http://www.slideshare.net/wearesocialsg/digital-social-mobile-in2015/155-We_Are_Social_wearesocialsg_155JAN2015. We Are Social Ltd. (2008). Mobile activites. Diakses 10 Juli 2015, dari http://www.slideshare.net/wearesocialsg/digital-social-mobile-in2015/163-We_Are_Social_wearesocialsg_163JAN2015. We Are Social Ltd. (2008). Time spent with media. Diakses 10 Juli 2015, dari http://www.slideshare.net/wearesocialsg/digital-social-mobile-in2015/157-We_Are_Social_wearesocialsg_157JAN2015. Wulandari, R. (2000). Hubungan antara citra raga dengan intensitas melakukan body language pada wanita. Skripsi Sarjana yang tidak diterbitkan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 1 Skala kecerdasan emosi
SKALA PENELITIAN PSIKOLOGI
Disusun oleh : Agnes Wijaya 119114049
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA 2015
108
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
Yogyakarta, September 2015
Perkenalkan, saya Agnes Wijaya. Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir, saya membutuhkan sejumlah data yang dapat saya peroleh dengan adanya kerjasama dari teman-teman dalam mengisi kuesioner ini. Data yang saya peroleh dari teman-teman akan saya gunakan dalam penelitian saya yang berkenaan dengan penggunaan Situs Jejaring Sosial dan Kecerdasan Emosi.
Informasi yang teman-teman berikan akan menjadi informasi yang berguna apabila teman-teman memberikan jawaban yang jujur, spontan, dan apa adanya. Tidak ada jawaban yang benar atau yang salah, maka silakan temanteman memberikan jawaban yang paling sesuai dengan diri teman-teman. Saya memahami bahwa mungkin saja jawaban yang teman-teman berikan bersifat rahasia. Oleh karena itu, saya akan menjaga kerahasiaan identitas dan jawaban teman-teman. Saya hanya akan menggunakan informasi dari teman-teman hanya untuk kepentingan penelitian ini saja.
Saya mengucapkan terimakasih atas kerjasama dan kesediaan temanteman untuk mengisi kuesioner ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
LEMBAR PERNYATAAN KESEDIAAN
Dengan ini, saya telah membaca informasi terkait penelitian yang dilakukan oleh Sdri. Agnes Wijaya dan saya bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Saya berpartisipasi secara suka rela dan tanpa paksaan atau tekanan dari pihak tertentu. Dalam peneltian ini, terdapat sebuah kuesioner yang terdiri dari : 1. Skala Penelitian 2. Lembar aktivitas SJS Semua jawaban yang saya berikan dalam skala penelitian dan lembar aktivitas SJS merupakan jawaban yang jujur dan murni berasal dari diri saya yang sesungguhnya, dan bukan berdasarkan apa yang benar atau salah dan apa yang baik atau buruk dalam masyarakat. Saya juga mengijinkan peneliti untuk menggunakan jawaban-jawaban yang saya berikan untuk kepentingan penelitian ini.
Menyetujui, …, ……………. 2015
……………………...
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
Identitas Nama/Inisial : Usia
:
Jenis kelamin :
Berdasarkan survei yang telah peneliti lakukan, ditemukan bahwa kebanyakan orang masih menggunakan istilah media sosial atau medsos untuk menyebutkan akun jejaring sosial yang mereka miliki. Padahal, Jejaring Sosial merupakan salah satu jenis dari media sosial. Ketidaktepatan kedua istilah tersebut dapat menyebabkan multitafsir atau salah paham yang dapat menyebabkan data dari responden penelitian nantinya menjadi tidak dapat digunakan. Dalam penelitian ini peneliti hendak mengikutsertakan responden, yaitu teman-teman sekalian yang memiliki satu atau lebih akun jejaring sosial. Oleh karena itu, pertama-tama peneliti menjabarkan terlebih dahulu definisi Media Sosial dan Situs Jejaring Sosial untuk menghindari salah paham yang dapat terjadi. Sosial Media atau Media Sosial merupakan sekumpulan media online jenis baru dengan beberapa karakteristik khusus. Terdapat tujuh jenis media sosial, yaitu 1) Situs Jejaring Sosial, seperti Facebook, Instagram, Path, Line, dll 2) Wikis, seperti Wikipedia 3) Blogs 4) Podcasts, seperti itunes 5) Forum 6) Content Communities, seperti Youtube, dll 7) Microblogging, seperti Plurk, dll Situs Jejaring Sosial atau SJS adalah komunitas virtual yang memungkinkan pengguna untuk membuat profil (deskripsi diri) yang dapat dibagikan pada publik; menambah teman (friend, follower, dsb); dan melihat list atau daftar teman dari pengguna lain. Ketiga ciri tersebut merupakan ciri utama dari SJS. Dengan demikian, sebuah komunitas virtual baru dapat disebut SJS jika memiliki ketiga ciri tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
Data terkait SJS 1. Akun Jejaring Sosial yang saya miliki (beri tanda silang [X]; boleh pilih lebih dari 1) : a. Instagram b. Path c. Facebook d. Line e. Twitter f. Lain-lain (tuliskan) …………………………… 2. Urutkan akun-akun yang Anda jawab pada nomor 1 dari yang paling sering Anda akses sampai paling jarang Anda akses! (contoh : Path, Facebook, Instagram, dst)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
Petunjuk Pengisian Dalam pernyataan-pernyataan berikut ini, Anda akan ditanyai tentang pengalaman-pengalaman sehari-hari Anda terkait emosi, baik dalam interaksi Anda dengan diri sendiri ataupun interaksi Anda dengan orang lain. Bacalah setiap pernyataan dengan seksama, kemudian berikan tanda silang (X) pada kolom pilihan jawaban yang tersedia. Terdapat empat pilihan jawaban, yaitu SS
: bila Anda Sangat Setuju dengan pernyataan tersebut
S
: bila Anda Setuju dengan pernyataan tersebut
TS
: bila Anda Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut
STS
: bila Anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan tersebut Tidak ada jawaban benar atau salah. Jawablah semua pernyataan yang ada
sesuai dengan kenyataan diri Anda yang sesungguhnya. Bekerjalah dengan teliti, jangan sampai ada pernyataaan yang terlewati
Contoh pengisian Pernyataan
SS
S
TS
Saya adalah seorang yang pemalu
STS X
Contoh penggantian jawaban Pernyataan Saya adalah seorang yang pemalu
== Selamat Mengerjakan ==
SS
S X
TS
STS X
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
PERNYATAAN
1
Saya kesulitan menenangkan diri saat saya marah.
2
Saya tidak mampu menolak ajakan jalan-jalan dari
teman
saat
saya
SS
mengerjakan
tugas
sekolah/kuliah. 3
Saya dapat mengetahui keinginan teman saya yang sesungguhnya di balik kemarahannya.
4
Saya akan tetap tenang, meski ada teman yang menghina saya.
5
Saya memikirkan konsekuensi-konsekuensi dari perasaan saya.
6
Saya melampiaskan kemarahan saya pada semua orang yang saya temui.
7
Saya tidak mengerti tentang apa yang sedang saya rasakan.
8
Saya mampu memotivasi
diri
ketika saya
mengalami kegagalan. 9
Ketika sedang kesal, saya kesulitan menemukan penyebab kekesalan saya.
10
Saya dapat tiba-tiba merasa sedih tanpa tahu penyebabnya.
11
Saya kesulitan menyebutkan perasaan-perasaan yang saya rasakan.
12
Saya bertindak tanpa mengerti perasaan yang mendasari tindakan tersebut.
13
Bagi saya, kesedihan yang teman saya rasakan tidak ada apa-apanya dibandingkan kesedihan yang pernah saya rasakan.
S
TS
114
STS
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No. 14
PERNYATAAN Saya
tetap
memilih
SS
mengerjakan
tugas
sekolah/kuliah meski ada hal menyenangkan lainnya yang dapat saya lakukan. 15
Saya mudah marah ketika ada teman yang mengganggu atau menjahili saya.
16
Saya masih dapat berpikir jernih meski berada dalam situasi yang genting.
17
Saya mampu membedakan antara rasa cemburu dan rasa iri.
18
Saya pernah merasa sedih yang berkepanjangan karena kesalahan di masa lampau.
19
Ketika sedang marah, saya tahu penyebab kemarahan saya.
20
Saya lebih memilih pergi bersama teman-teman saya daripada mengerjakan tugas yang harus segera dikumpulkan.
21
Ketika saya sedang marah, saya berusaha untuk menenangkan diri.
22
Saya kesulitan memahami perasaan teman saya yang sedang tertimpa musibah.
23
Saya kesulitan untuk menentukan apakah teman saya berkata jujur atau tidak saat ia bercerita pada saya.
24
Saya dapat mengatur mood saya sesuai dengan aktivitas yang saya lakukan.
25
Saya hanya dapat mengetahui perasaan teman saya
ketika
perasaannya.
saya
langsung
menanyakan
S
TS
115
STS
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No.
PERNYATAAN
SS
26
Saya dapat memilih waktu yang tepat untuk
S
TS
menyampaikan isi hati atau pikiran saya pada orang lain. 27
Senang dan sedih adalah perasaan yang saling bertolak
belakang
sehingga
tidak
mungkin
muncul pada waktu yang bersamaan dalam diri seseorang. 28
Saya tidak menyadari ketika perasaan saya tibatiba berubah, seperti dari marah menjadi benci.
Periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada yang terlewatkan!
116
STS
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 2 Lembar Aktivitas SJS (model pertama) yang digunakan Bagian cover
Bagian dalam
117
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
Lampiran 3 Lembar Aktivitas SJS model kedua
Bagian dalam Jam
Bagian cover Menit
LEMBAR AKTIVITAS JEJARING SOSIAL
06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00
Isilah lembar aktivitas ini dengan menuliskan waktu atau jumlah menit setiap kali Anda mengakses Akun Jejaring Sosial Anda dalam waktu satu hari, seperti Facebook, Instagram, Path, Twitter, Line, Tumblr, dll. Isilah kolom “Menit” sesuai dengan lamanya Anda mengakses akun Jejaring Soial Anda dengan satuan menit. Misalnya, “25 menit” pada kolom “13.00 –
15.00-16.00
14.00” jika anda mengakses akun Anda pada jam “13.00
16.00-17.00
– 13.25”. Atau, misalnya Anda mengakses akun Jejaring
17.00-18.00
Sosial Anda dari jam “09.00 – 10.35”, maka tuliskan
18.00-19.00
“60 menit” pada kolom “09.00 – 10.00” dan tuliskan
19.00-20.00
“35 menit” pada kolom “10.00 – 11.00”.
20.00-21.00
Isilah lembar aktivitas ini dengan jujur tanpa
21.00-22.00
manipulasi.
22.00-23.00
Terimakasih atas kesediaan Anda untuk mengisi lembar
23.00-00.00
aktivitas ini.
00.00-01.00 01.00-02.00
Identitas diri :
02.00-03.00
Nama / Inisial
:
03.00-04.00
Usia
:
Jenis Kelamin
:
04.00-05.00 05.00-06.00
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 4 Korelasi item total skala kecerdasan emosi final Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Corrected Item-Total Deleted
Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
s1
149.6000
338.750
.772
.717
s2
149.3200
338.060
.672
.717
s4
148.8400
354.807
.171
.731
s9
149.6400
346.823
.387
.725
s10
149.0400
340.623
.612
.719
s11
149.1200
339.110
.613
.718
s12
149.6000
345.833
.396
.724
s14
149.3600
343.407
.671
.721
s16
149.6800
347.643
.420
.725
s18
149.8000
350.667
.244
.728
s19
150.0000
350.417
.270
.728
s20
149.5600
347.923
.418
.725
s22
149.3200
355.727
.143
.731
s29
149.4000
344.833
.533
.722
s31
149.3200
348.727
.409
.726
s34
149.8800
349.360
.368
.726
s36
149.5600
344.340
.446
.723
s42
150.0800
347.660
.313
.726
s47
149.0000
353.250
.265
.729
s49
148.8000
348.750
.422
.726
s52
149.4400
350.173
.394
.727
s53
149.6800
346.810
.416
.724
s55
149.7200
340.710
.634
.719
s57
149.4000
349.500
.353
.726
s59
149.9200
352.327
.234
.729
s60
149.2800
341.627
.502
.720
s63
149.8000
346.917
.386
.725
s64
149.3600
351.907
.245
.729
76.0800
90.493
1.000
.854
Total28item
119
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 5 Uji reliabilitas alpha cronbach skala kecerdasan emosi final Reliability Statistics Cronbach's Alpha .733
N of Items 29
120
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 6 Uji normalitas
Skala Kecerdasan Emosi
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
SkorTotal N Normal Parameters
221 a
Most Extreme Differences
Mean
78.91
Std. Deviation
7.355
Absolute
.079
Positive
.079
Negative
-.079
Kolmogorov-Smirnov Z
1.178
Asymp. Sig. (2-tailed)
.124
a. Test distribution is Normal.
Lembar Aktivitas SJS
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kartu N Normal Parameters
221 a
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
120.70 132.890
Absolute
.182
Positive
.160
Negative
-.182 2.704 .000
121
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
122
Lampiran 7 Uji Linearitas ANOVA Table
Sum of Squares SkorTotal * Kartu
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Within Groups
Total
df
Mean Square
F
Sig.
4140.233
66
62.731
1.245
.138
732.614
1
732.614
14.535
.000
3407.620
65
52.425
1.040
.414
7761.957
154
50.402
11902.190
220
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
123
Lampiran 8 Analisis deskriptif data
Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Kecerdasan Emosi
221
60
107
78.91
7.355
Intensitas Pengunaan SJS
221
0
1020
120.70
132.890
Valid N (listwise)
221
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 9 Uji hipotesis
Correlations SkorTotal Spearman's rho
SkorTotal
Correlation Coefficient Sig. (1-tailed)
1.000
**
-.254
.
.000
221
221
-.254**
1.000
Sig. (1-tailed)
.000
.
N
221
221
N Kartu
Kartu
Correlation Coefficient
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
124
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 10 Scatterplot Intensitas Penggunaan SJS dan Kecerdasan Emosi
125