PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PEM MBINAAN N IMAN BA AGI NARA APIDANA DI LEM MBAGA PE EMASYAR RAKATAN N KELAS II I A WIR ROGUNAN N YOGYAKARTA: SUATU S US SULAN KA ATEKESE PEM MBINAAN N IMAN BA AGI NARA APIDANA SKRIPSI Diiajukan untuuk Memenuuhi Salah Saatu Syarat Memperoleeh Gelar Saarjana Pendiidikan Progrram Studi Ilmu Pendiddikan Kekhuususan Penddidikan Agaama Katolikk
Oleh: Tri Ad dha Ismail Bima Putrra NIM: 1111124006
ROGRAM STUDI ILM MU PENDIDIKAN PR KEKHU USUSAN PENDIDIKA AN AGAM MA KATOL LIK AN ILMU PENDIDIK P KAN JURUSA FAKULT TAS KEGU URUAN DA AN ILMU PENDIDIK KAN UNIVERS SITAS SAN NATA DHA ARMA Y YOGYAKA ARTA 20166 i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada Seluruh narapidana Kristiani di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dan semua pihak yang terlibat dalam pembinaan iman bagi narapidana dan kupersembahkan bagi seluruh keluargaku, almarhum papah, mamah, dan semua saudara-saudariku.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO Letakkan di depan keningmu, jangan sampai menempel, biarkan mengambang 5 cm dari dahimu, dan dia takkan lepas dari matamu lalu yang harus kita lakukan hanyalah tangan yang harus bekerja lebih dari biasanya, kaki yang melangkah lebih dari biasanya, otak yang berfikir lebih dari biasanya, dan hati serta mulut yang tak berhenti untuk selalu berdoa ( Dony Dirgantara 5 cm).
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Judul skripsi ini adalah PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Judul dipilih bertitik tolak dari pengalaman penulis mengikuti pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Lewat keterlibatan itu penulis merasa prihatin dengan pembinaan iman yang dilaksanakan. Dalam pengamatan penulis, alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan kurang memadai, proses katekese masih sangat bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format yang tetap menjadi suatu keprihatinan tersendiri. Sulit bagi pembina untuk mengajak para narapidana aktif dalam proses pembinaan. Menurut penulis, pembina bertindak sebagai Guru yang memberikan pelajaran sedangkan peserta sebagai murid yang mendengarkan guru mengajar. Alokasi waktu yang kurang memadai, proses katekese yang masih bertumpu pada keberadaan pembina dan berjalan secara satu arah serta bentuk dan model katekese yang tidak memiliki format tetap merupakan tantangan yang perlu diperhatikan oleh para pembina. Oleh karena itu guna memecahkan masalah di atas penulis mengadakan penelitian bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Penulis juga mengadakan studi pustaka untuk memperoleh data dan gagasan yang mendukung. Melalui data dan gagasan tersebut, penulis dapat menemukan bentuk proses pembinaan iman atas narapidana yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan melihat fakta pembinaan iman yang telah berlangsung selama ini, dan melalui penelitian yang telah penulis lakukan maka penulis mengusulkan pembinaan iman kateketis. Pembinaan iman adalah suatu usaha untuk membentuk seseorang guna mencapai tujuan tertentu. Kateketis adalah pembinaan iman melalui katekese yang artinya pendidikan atau pengajaran iman. Pembinaan kateketis yang penulis usulkan mengambil model Shared Christian Praxis. Shared Christian Praxis (SCP) adalah salah satu model katekese umat yang menekankan proses bersifat dialog partisipatif. SCP yang lebih menekankan proses dan bersifat dialog partisipatif bertujuan supaya peserta dapat mengkomunikasikan pengalaman hidupnya sehari-hari dengan iman. Dialog partisipatif memungkinkan peserta untuk terlibat aktif dan kreatif dalam berkomunikasi dengan pembina maupun antar peserta. Melalui SCP, harapannya peserta dapat dibimbing untuk mendalami pengalaman hidupnya dan meningkatkan kualitas imannya melalui kesadaran iman yang perlahan tumbuh selama proses SCP. Harapan penulis semoga pembinaan iman kateketis dengan model SCP dapat mengurai permasalahan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT
This title of small thesis is FAITH FORMATION FOR INMATES IN CORRECTIONAL INSTITUTION CLASS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA: A PROPOSAL OF CATECHESIS FAITH FORMATION FOR INMATES. This title was chosen from the writer experience attending faith formation for inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer fell concerned with faith formation which had been done. In writer’s view, there is less time alocation given for faith formation in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta, the process of catechesis still releies on the catechist present, using top down approach, there is no fixed format model for faith formation. It’s hard for the catechist to persuade the inmates to be actively involved in a catechesis process. In the writer’s opinion, the catechist acts as a teacher who gives a lesson and the inmates as students who listen the teacher’s learning. The inadequate time alocation given for faith formation, catechesis process still releies on the catechist present, using of top down, and there is no fixed format model for faith formation become challenges for catechists. Therefore to solve the problems, the writer conducted a research for the inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta. The writer also conducted a literature study to get more data and supporting ideas. Through those data and supporting ideas, the writer can find the form of faith formation for the inmates which is suitable with their needs. According to the facts and through the research which has been done, the writer suggests a catechetical faith formation. Faith formation is an effort for building someone to reach his own goal of life. Catechetic is faith formation through a catechesis which means faith education or teaching. Catechetical faith formation which the writer proposes takes a Shared Christian Praxis model. Shared Christian Praxis (SCP) is a catechesis model which point the process of participatory dialogue. SCP model its participants communicate their daily life experience in faith in Christ. Participatory dialogue enables participants to involve actively and be creative in communication with the catechist or fellow participants. Through SCP model hope participants can be assisted to deepen their life experience and deepen their faith quality through faith realization which slowly grows during the SCP process. The writer expects that faith formation by SCP model can solve faith formation problems for inmates in correctional institution class II A Wirogunan Yogyakarta.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah atas rahmat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi
yang
berjudul
PEMBINAAN
IMAN
BAGI
NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYRAKATAN KELAS II A WIROGUNAN
YOGYAKARTA:
SUATU
USULAN
KATEKESE
PEMBINAAN BAGI NARAPIDANA. Skripsi ini diajukan guna memberikan sumbangan pemikiran, gagasan, dan inspirasi bagi siapapun yang memilki kerinduan dalam mengembangkan pembinaan iman bagi narapidana di manapun berada. Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mengalami pendampingan, dukungan, motivasi, serta perhatian. Di mana semuanya ini, penulis yakini sebagai karya Tuhan dalam membimbing serta memampukan penulis hingga pada tahap akhir dengan penuh kesetiaan. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J, selaku dosen pembimbing utama yang telah setia membimbing, mengarahkan, dan selalu memotivasi penulis dalam penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.
2.
Bapak Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd., selaku dosen pembimbing akademik, dosen penelitian dan dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberi masukan sehubungan dengan skripsi ini. x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
Dr. Carolus Putranto S.J, selaku dosen penguji III yang telah meluangkan waktu untuk mempelajari dan memberikan masukan demi semakin baiknya skripsi ini.
4.
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang telah membuka dan menerima penulis untuk mengadakan penelitian.
5.
Para dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang setia membagikan cinta kasih, pengetahuan serta pengorbanan selama penulis menjalani masa studi.
6.
Karyawan Prodi IPPAK yang turut memberi perhatian dan dukungan bagi penulis.
7.
Bapak Sukarno sebagai donator yang telah membantu membiayai penulis dalam hal pembayaran uang kuliah.
8.
BAPEDA DIY yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
9.
Frater Yusuf, Frater Andi Kurniawan, Frater Dedy, dan Frater Antonius Roja yang telah bersedia menjadi narasumber bagi penulis.
10. Ibu Kandi dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang telah meluangkan waktu untuk menemani penulis dalam melakukan penelitian di dalam LAPAS. 11. Mama, kakak, dan adik yang selalu mendukung, mendoakan dan berkorban bagi penulis selama menjalani masa studi. xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................
vii
ABSTRAK ......................................................................................................
viii
ABSTRACT .......................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR .....................................................................................
x
DAFTAR ISI ....................................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................
1
B. Rumusan Masalah............................................................................
6
C. Tujuan Penulisan .............................................................................
7
D. Manfaat Penulisan ..........................................................................
7
E. Metode Penulisan …………………………………………………
8
F. Sistematika Penulisan ......................................................................
9
BAB II. PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN WIROGUNAN………………….............................
12
A. Pembinaan Iman ..............................................................................
12
1. Pengertian Pembinaan.................................................................
13
2. Pengertian Iman ..........................................................................
15
3. Pengertian Pembinaan Iman …………………………………...
20
4. Rangkuman…………………………………………………….
25
B. Narapidana dan Lembaga Permasyarakatan ....................................
26
1.
Pengertian Terpidana ................................................................ xiii
27
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
Pengertian Narapidana..............................................................
27
3.
Lembaga Permasyarakatan ......................................................
29
a. Pengertian Lembaga Permasyarakatan ...................................
29
b. Lembaga Permasyarakatan Wirogunan……………………..
29
Pembinaan Iman di Lembaga Permsyarakatan Wirogunan Yogyakarta .....................................................................................
31
1. Pengertian Pembinaan Iman bagi Narapidana………………...
31
2. Hal-hal yang Sudah Dilakukan di Lembaga Permasyarakatan Wirogunan Yogyakarta ……………………………………….
34
D. Rangkuman…………………………………………………… .... .
35
BAB III. PENELITIAN ATAS PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA .............................................................................
38
A. Situasi Umum Pembinaan Iman di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta.......................
39
1. Tenaga Pendamping atau Pembina bagi Pembinaan Iman di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan......................
40
2. Alokasi Waktu Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan .....................................
40
3. Bentuk-bentuk Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan yang Pernah Dilakukan oleh Para Pembina 7 ..................................................
41
4. Materi Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyrakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta …………....
42
B. Penelitian atas Pembinaan Iman ......................................................
42
1. Rumusan Permasalahan ..............................................................
43
2. Tujuan Penelitian ........................................................................
43
3. Metodologi Penelitian .................................................................
44
a. Jenis Penelitian……………………………………………...
44
b. Tempat dan Waktu Penelitian………………………………
45
c. Responden Penelitian……………………………………….
45
d. Instrumen Pengumpulan Data………………………………
45
e. Pengolahan Data…………………………………………….
48
f. Analisis Data ………………………………………………..
48
C.
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
g. Variabel Penelitian………………………………………….
49
C. Laporan Hasil Penelitian Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ...................................................
49
1. Identitas Responden .....................................................................
50
2. Laporan Hasil Kuesioner Terbuka ...............................................
53
3. Rangkuman Laporan Hasil Kuesioner ........................................
56
4. Laporan Hasil Wawancara...........................................................
58
5. Laporan Hasil Observasi .............................................................
67
6. Laporan Hasil Studi Dokumen ...................................................
69
D. Pembahasan Hasil Penelitian ……………………………………...
71
1. Cukup atau tidaknya Alokasi Waktu yang Digunakan untuk Pelaksanaan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas IIA Wirogunan Yogyakarta ………….
71
a. Aspek Tingkat Kerutinan ……………………………………
72
b. Aspek Alokasi Waktu ……………………………………….
73
2. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Relevan bagi Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta…………………………….
75
3. Faktor-Faktor Penghambat Terlaksananya Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta………… . .
80
4. Faktor-Faktor Pendukung Terlaksananya Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta…………………………………………
83
5. Dampak Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta…………..
87
a. Tujuan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarkatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta…………
87
b. Dampak Pembinaan Iman bagi Narapidan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta……… .
89
6. Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Benar-benar diharapkan oleh Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta…………………………….
90
E. Kesimpulan …………………………………………………………
93
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV. SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI USULAN KATEKESE BAGI PARA NARAPIDANA DI LEMBAGA PERMASYARAKATAN KELAS IIA WIROGUNAN YOGYAKARTA……………………………. ................................
97
A. Pengertian Shared Christian Praxis……………………………..
97
1. Shared……………………………...........................................
98
2. Christian……………………………........................................
99
3. Praxis……………………………............................................
99
4. Langkah-langkah Shared Christian Praxis…………………...
100
B. Usulan Program Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, dengan Model Shared Christian Praxis…………….
102
1.
Latar Belakang……………………………..............................
103
2.
Tema dan Tujuan Pembinaan Iman…………………………..
105
3.
Gambaran Pelaksanaan Program……………………………..
110
4.
Matrik Program…………………………….............................
111
5.
Contoh Persiapan Salah Satu Sesi Pembinaan Iman…………
120
BAB V PENUTUP ..........................................................................................
135
A. Kesimpulan .....................................................................................
135
B. Saran ...............................................................................................
138
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. .
141
LAMPIRAN Lampiran 1
:
Surat Izin Penelitian .........................................................
(1)
Lampiran 2
:
Surat Bukti telah dilaksanakan penelitian .........................
(2)
Lampiran 3
:
Kuesioner penelitian ..........................................................
(3)
Lampiran 4
:
Contoh kuesioner penelitian .............................................
(9)
Lampiran 5
:
Pedoman wawancara kepada Pembina .............................. (12)
Lampiran 6
:
Contoh Pembinaan Iman dari PPNKY .............................. (13)
Lampiran 7
:
Struktur Organisasi Lembaga ............................................ (17)
Lampiran 8
:
Transkrip Wawancara........................................................ (18)
Lampiran 9
:
Perikop Kitab Suci ............................................................ (27)
Lampiran 10 :
Teks Lagu .......................................................................... (28) xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Lampiran 11 :
Dokumentasi Kegiatan ...................................................... (29)
Lampiran 12 :
Cuplikan Video.................................................................. (32)
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal.8.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja DV
: Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi yang ditulis oleh Yohanes Paulus II pada tanggal 18 November 1965.
C. Singkatan Lain Art
: Artikel
BBC
: British Boardcasting Corporation, salah satu perusahan media masa di Inggris.
Hlm
: Halaman
KAS
: Keuskupan Agung Semarang
KanWil
: Kantor Wilayah
KGK
: Katekismus Gereja Katolik
KUHP
: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
LAPAS
: Lembaga Pemasyarakatan
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Ms
: Miss
SCP
: Shared Christian Praxis
PBB
: Perserikatan Bangsa-Bangsa
PPNKY
: Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani Yogyakarta
WIB
: Waktu Indonesia Barat
WBP
: Warga Binaan Pemasyarakatan
xix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Pada penghujung tahun 2014 sampai pada awal tahun baru 2015 dunia
hukum Indonesia dipenuhi dengan beragam berita tentang eksekusi mati enam terpidana narkotika. Seperti yang dimuat dalam surat kabar digital British Broadcasting Corporation Indonesia atau BBC Indonesia pada tanggal 18 Januari 2015 dengan judul berita Enam Terpidana Mati Telah Dieksekusi di Nusakambangan dan Boyolali: Juru bicara Kejaksaan Agung, lembaga yang melakukan hukuman mati, Tony Spontana menjelaskan 5 terpidana mati telah dieksekusi di Nusakambangan, Cilacap pukul 00.30 WIB dan dinyatakan meninggal pada pukul 00.40 WIB. Satu terpidana mati lainnya dieksekusi di Boyolali pukul 01.20 WIB. Kelima terpidana mati yang dieksekusi di Nusakambangan adalah Marco Archer Cardoso Mareira (53, Warga Negara Brasil), Daniel Eneuma (38 tahun, Warga Negara Nigeria), Ang Kim (62 tahun, Warga Negara Belanda), Namaona Dennis (48 tahun, Warga Negara Malawi), dan Rini Andriani atau Melisa Aprilia (Warga Negara Indonesia), sedangkan yang menjalani hukuman mati di Boyolali adalah Tran Thi Hanh (37 tahun, Warga Negara Vietnam). Eksekusi mati tidak hanya berhenti pada enam terpidana mati yang telah dieksekusi tanggal 18 Januari 2015. Eksekusi hukuman mati jilid II terhadap sembilan terpidana mati yang menyangkut “duo Bali nine” Andrew Chan dan Myuran Sukumaran serta
“ratu ekstasi” Mary Jane Fiesta Veloso menuai
polemik. Media-media sosial maupun cetak mulai memberitakan seputar eksekusi mati jilid dua. Salah satunya adalah ulasan berita Silvanus Alvin yang dilansir
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
dalam situs berita resmi miliki liputan 6 pada tanggal 27 April 2015 dengan judul berita Kapan Eksekusi Mati jilid II dilaksanakan? Ini kata JK. Ulasan berita tersebut: Sejumlah terpidana mati masih melakukan sejumlah cara agar bisa terlepas dari hukuman eksekusi mati. Mereka juga memaksimalkan hak hukumnya. Termasuk Sergei Areski Atlaoui yang kini namanya telah dikeluarkan dari daftar eksekusi mati jilid II. Melihat kondisi ini Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK berjanji tak akan mengebiri hak hukum mereka. “Kita selalu mengikuti proses hukum sebaik-baiknya. Karena warga Prancis itu masih memiliki proses hukum yaitu Peninjau kembali (PK) kedua, maka kita tunggu itu dulu,” kata JK di Hotel Shangri-La, Jakarta, Senin(27/05/2015). Namun JK enggan memberitahukan tanggal kapan eksekusi mati akan dilakukan. Dia pun meminta pihak terkait untuk menunggu informasi resmi dari Kejaksaan Agung. “Tanggalnya tunggu sajalah,” tukas JK.
Eksekusi mati beberapa warga Negara asing dan warga Negara Indonesia ini sempat mendapat kecaman beberapa kalangan dari dunia internasional. PBB melalui sekretaris jendralnya mengecam dan menyampaikan penyesalan yang mendalam atas eksekusi mati enam terpidana yang berlangsung di Indonesia dan yang masih berlaku di seluruh Negara di dunia. Kecaman dan reaksi penolakan terhadap hukuman mati yang diserukan oleh Sekjen PBB ini juga diikuti oleh Australia dan Brazil yang menarik duta besar mereka dari Jakarta. Hal ini dapat dilihat dalam ulasan berita Evan Hardoko pada koran elektronik Kompas pada Kamis 30 April 2015 dengan judul berita Sekjen PBB Kecam Eksekusi Mati di Indonesia: New York, Kompas.com- Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mengutarakan penyesalan yang mendalam atas eksekusi mati terhadap delapan terpidana kasus narkoba di Nusakambangan, Jawa Tengah, Rabu(29/4/2015). Dalam pernyataan resminya, Ban mengatakan, hukuman mati “tidak memiliki tempat di abad 21” dan mendesak Indonesia untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
membatalkan eksekusi mati terhadap semua terpidana mati. Desakan itu, menurut Ban, sejalan dengan sikap 117 negara yang menyuarakan moratorium penggunaan hukuman mati dalam sidang Majelis Umum PBB pada Desember 2014. “Sekretaris Jendral mendesak semua negara yang masih menerapkan hukuman mati untuk bergabung dengan gerakan ini dan mendeklarasikan moratorium hukuman mati dan akhirnya menghapusnya,”demikian pernyataan Ban Ki-moon. Tidak hanya dari PBB, Australia dan Brasil, Gereja Indonesia pun sempat menyerukan seruan keras terkait eksekusi mati terpidana kasus narkotika baik eksekusi mati jilid I dan jilid II. Seruan Gereja Katolik Indonesia yang menolak hukuman mati diserukan oleh Mgr. Ignatius Suharyo Pr dalam surat gembala Paskah 2015 dengan judul
Gereja Katolik Menolak Hukuman Mati
yang
diedarkan di Keuskupan Agung Jakarta dalam judul Gereja menolak hukuman mati yang isinya:
Pada hari-hari ini, televisi, koran dan mass media lain, penuh dengan berita mengenai hukuman mati. Saya pribadi amat sedih setiap kali melihat atau membaca berita itu dan diberitakan dengan cara yang bagi saya mencederai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam suasana seperti ini saya mengajak para Imam untuk menjelaskan kepada umat pandangan Gereja mengenai hal ini dan mengajak mereka berdoa untuk para terpidana. Katekismus Gereja Katolik menyatakan : Pembelaan kesejahteraan umum masyarakat menuntut agar penyerang dihalangi untuk menyebabkan kerugian. Karena alasan ini, maka ajaran Gereja sepanjang sejarah mengakui keabsahan hak dan kewajiban dari kekuasan politik yang sah, menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan beratnya kejahatan, tanpa mengecualikan hukuman mati dalam kejadian-kejadian yang serius (KGK 2266). Menurut Katekismus ini, hukuman mati diperbolehkan dalam kasus-kasus yang sangat parah kejahatannya. Namun, apabila terdapat cara lain untuk melindungi masyarakat dari penyerang yang tidak berperikemanusiaan, cara-cara lain ini lebih dipilih daripada hukuman mati karena cara-cara ini dianggap lebih menghormati harga diri seorang manusia dan selaras dengan tujuan kebaikan bersama (bdk KGK 2267). Di sini terjadi peralihan pandangan Gereja tentang konsep hukuman mati
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
Gereja. KGK 2267 ini diambil dari ensiklik Paus Yohanes Paulus II Evangelium Vitae. Dalam ensiklik Evangelium Vitae yang diterbitkan tahun 1995, Paus Yohanes Paulus II menghapuskan status persyaratan untuk keamanan publik dari hukuman mati ini dan menyatakan bahwa, dalam masyarakat modern saat ini, hukuman mati tidak dapat didukung keberadaannya. Berikut kutipannya: Adalah jelas bahwa untuk tercapainya maksud-maksud ini, jenis dan tingkat hukuman harus dengan hati-hati dievaluasi dan diputuskan, dan tidak boleh dilaksanakan sampai ekstrim dengan pembunuhan narapidana, kecuali dalam kasus-kasus keharusan yang absolut: dengan kata lain, ketika sudah tidak mungkin lagi untuk melaksanakan hal lain untuk membela masyarakat luas. Selanjutnya ditegaskan, Namun demikian, dewasa ini, sebagai hasil dari perkembangan yang terus menerus dalam hal pengaturan sistem penghukuman, kasus-kasus sedemikian (kasus-kasus yang mengharuskan hukuman mati) adalah sangat langka, jika tidak secara praktis disebut sebagai tidak pernah ada.” (EV 56). Untuk menuju tujuan yang mulia di atas, peran dan bentuk pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan perlu mengalami perubahan juga. Berdasarkan data yang diperoleh penulis pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dilakukan berdasar pada asas: pengayoman, persamaan perlakuan dan pelayanan, pendidikan, pembimbingan, penghormatan harkat dan martabat manusia, kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga atau orang- orang tertentu (Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Bab II pasal 5). Menurut pengalaman penulis yang lain, pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dijadwalkan satu minggu sekali yakni pada hari Sabtu setiap minggunya. Dari alokasi waktu pembinaan iman ini, muncul beberapa pertanyaan yang menganjal dalam hati penulis. Pertanyaan yang sering muncul adalah cukupkah alokasi waktu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
pembinaan iman yang telah disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan? Lantas bagaimana bentuk pembinaan iman yang selama ini dilaksanakan dalam Lembaga Pemasyarakatan? Siapakah yang melaksanakan pembinaan iman dalam Lembaga Pemasyarakatan? Dalam usaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di atas. Pertama kali penulis menyadari bahwa pelayanan pembinaan iman bagi narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan membutuhkan spiritualitas yang sungguhsungguh. Dalam permenungan muncullah gagasan dan spiritualitas pelayanan yang tulus dan menyeluruh sebagai bentuk konkrit dari iman yang dianut oleh para pelayan pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan. Spiritualitas ini terinspirasi dari Matius 25: 34-36: Yesus bersabda, “Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah kerjaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijakdikan. Sebab ketika Aku haus kamu memberi Aku minum, ketika Aku seorang asing kamu memberi Aku tumpangan, ketika Aku telanjang kamu memberi Aku pakaian, ketika Aku sakit, kamu melawat Aku, dan ketika Aku di dalam penjara kamu mengunjungi Aku”. Perikop ini ingin menyampaikan bahwa menjadi orang Katolik tidak hanya berhenti pada kehidupan doa yang taat, akan tetapi kehidupan doa yang disertai dengan perbuatan. Pada dasarnya iman Katolik sendiri mengajarkan kepada umatnya agar hidup beriman tidak berhenti pada beribadah dan berbuat baik. Iman Katolik memiliki konsekunsi nyata yang membimbing umatnya untuk mewujudkan apa yang dihayati dalam perbuatan nyata. Salah satunya adalah dengan mengunjungi orang yang sedang ada di dalam penjara. Dengan menyapa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
mereka lewat pelayanan pembinaan iman, orang Katolik mengaktualisasikan imannya. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang terpapar di atas, penulis merasa tertarik untuk mendalami pembinaan iman bagi narapidana. Maka dari itu penulis mengambil judul PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN
KELAS
II
A
WIROGUNAN
YOGYAKARTA: SUATU USULAN KATEKESE PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Penulis ingin memberikan suatu sumbangan pemikiran katekese bagi pembinaan iman narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
Penulis berharap sumbangan ini dapat membawa
perubahan sikap dan moral narapidana yang terwujud dalam perubahan hidup mereka, sehingga Lembaga Pemasyarakatan dapat memenuhi visi dan misinya sebagai lembaga yang memperbaiki kesalahan dan kembali memanusiakan manusia.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut: 1.
Apa itu pembinaan iman?
2.
Siapa itu narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan?
3.
Sejauh mana pembinan iman bagi narapidana bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A WIrogunan Yogyakarta sudah berjalan?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
4.
Sejauh mana pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sudah berjalan secara efektif?
5.
Usulan katekese atau usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembinaan iman dan perubahan sikap serta moral para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan permasalahan yang diungkapkan di atas, maka ada beberapa rumusan tujuan: 1.
Mengetahui apa itu pembinaan iman.
2.
Mengetahui apa itu narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan.
3.
Mengetahui pembinaan iman yang telah berjalan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dan efektivitas pembinaan iman tersebut.
4.
Memberi usulan program pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyrakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
5.
Skripsi ini ditulis guna memenuhi salah satu syarat kelulusan sarjana strata I pada Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
D.
Manfaat Penulisan
1.
Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah
a.
Secara akademis, dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengetahuan dan pengembangan ilmu yang berkaitan dengan pembinaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
iman bagi narapidana yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam berkatekese di dalam lembaga pemasyrakatan. b.
Penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta khususnya bagi para pemerhati pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan sebagai salah satu alternatif bahan katekese.
c.
Sebagai calon katekis, penulis semakin diperkaya sehingga mampu mendesain katekese pembinaan iman narapidana yang sungguh kontekstual dan menarik.
2.
Manfaat Teoritis Manfaat teoritis penelitian ini adalah
a.
Berguna untuk penelitian lebih lanjut mengenai katekese pembinaan iman bagi narapidana.
b.
Sebagai sumbangan pustaka ilmiah, khususnya dalam bidang katekese pembinaan iman narapidana.
E.
Metode Penulisan Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskriptif analitis, artinya
penulisan yang menggambarkan dan menganalisis suatu masalah dan keadaan sebagaimana adanya. Deskripif analitis adalah usaha penulis menganalisis bukubuku sebagai sumber bahan dan membahasakannya kembali dalam bentuk tulisan. Hal yang sama akan penulis lakukan dalam pengumpulan data. Penulis akan menggunakan penelitian kualitatif dengan wawancara. Penulis akan menggali dan menganalisis hasil wawancara dengan para narapidana Untuk mendapatkan data, dan mengolahnya menjadi hasil penelitian yang akan penulis gunakan sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
dasar sumbagan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
F.
Sistematika Penulisan Skripsi
ini
mengambil
judul
PEMBINAAN
IMAN
BAGI
NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN
YOGYAKARTA:
SUATU
USULAN
KATEKESE
PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA. Judul tersebut akan diuraikan dalam lima bab sebagai berikut: Bab I
adalah bagian pendahuluan yang di dalamnya mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II
dibagi dalam tiga bagian : pertama, pembinaan iman yang terdiri dari empat sub bab yakni pembinaan, iman, pembinaan iman dan rangkuman pembinaan iman. Kedua, Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan yang mencakup tentang pengertian terpidana, pengertian narapidana, pengertian Lembaga Pemasyaraktan yang terdiri dari pengertian Lembaga Pemasyarakatan secara umum dan sekilas pandang mengenai Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang menjelaskan tentang situasi geografis, sejarah
singkat,
visi
dan
misi,
serta
strategi
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Ketiga, pembinaan iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan yang menjelaskan tentang pengertian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
pembinaan iman bagi narapidana dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Bab III
akan menguraikan tentang lima hal. situasi
umum
kegiatan
Hal yang pertama adalah
pembinaan
iman
di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang terdiri dari empat sub bab yakni tenaga pembina atau pendamping pembinaan iman bagi narapidana, alokasi waktu pembinaan iman bagi narapidana, bentuk dan model pembinaan iman bagi narapidana yang telah dilaksanakan oleh pembina, dan materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Kedua, penelitian pembinaan iman yang terdiri dari tiga sub bab yaitu rumusan permasalahan, tujuan penelitian, dan metodologi penelitian yang mencakup jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, instrument pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan variabel peneltian. Ketiga, laporan hasil penelitian yang terdiri dari identitas responden,
laporan
hasil
kuisioner
terbuka,
laporan
hasil
wawancara, laporan hasil observasi, dan laporan studi dokumen. Keempat pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari cukup atau tidaknya
alokasi
waktu
yang
digunakan
untuk
pelaksaan
pembinaan iman bagi narapidana meliputi aspek tingkat kerutinan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
dan aspek alokasi waktu, bentuk, model dan materi pembinaan iman yang relevan bagi narapidana, faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana, dampak pembinaan iman bagi narapidana yang meliputi tujuan pembinaan iman bagi narapidana dan dampak pembinaan iman bagi narapidana serta bentuk, model dan materi pembinaan iman yang benar-benar diharapkan oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Kelima, kesimpulan yang dibuat penulis sebagai rangkuman atas penelitian terhadap pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Bab IV
berisi tentang, pertama, pengertian Shared Christian Praxis yang terdiri dari pengertian Shared, Christian, dan praxis. Kedua, Shared Christian Praxis sebagai usulan model pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang terdiri dari latar belakang tema dan tujuan program, gambaran pelaksanaan program, matrik program, dan contoh persiapan salah satu sesi pembinaan iman.
Bab V
adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan atas peneltian pembinaan iman bagi narapidana dan saran bagi pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
BAB II PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN
Fokus pada bab dua ini terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama penulis membahas tentang pembinaan iman yang terdiri dari pengertian pembinaan dan iman. Pada bagian kedua penulis membahas tentang narapidana dan lembaga pemasyarakatan
yang
terdiri
dari
pengertian
narapidana
dan
lembaga
pemasyarakatan. Sedangkan pada bagian ketiga penulis membahas tentang pembinaan iman bagi narapidana yang terdiri dari pembinaan iman bagi narapidana dan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dalam membina iman narapidana khususnya narapidana yang beragama Kristen dan Katholik.
A. Pembinaan Iman 1.
Pengertian Pembinaan Dalam buku karangan Mangunhardjana berjudul Pembinaan: Arti dan
Metodenya, pembinaan didefinisikan sebagai: suatu proses belajar dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki dan mempelajari hal-hal yang baru yang belum dimiliki, dengan tujuan membantu orang yang menjalaninya untuk membetulkan dan mengembangkan pengentahuan dan kecakapan baru untuk mencapai tujuan hidup dan kerja yang sedang dijalani secara lebih efektif (Mangunhardjana 1986: 12). Dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu murni, tetapi ilmu yang akan dipraktekkan. Tidak dibantu untuk mendapatkan pengetahuan, tetapi pengetahuan untuk dijalankan. dalam pembinaan orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya, agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Oleh karena itu unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap, tingkah laku, kecakapan dan keterampilan. Dalam pembinaan terjadi proses melepas hal-hal yang sudah dimiliki berupa pengetahuan dan praktek yang sudah tidak membantu dan menghambat hidup dan kerja dan mempelajari pengetahuan dan praktek baru yang meningkatkan hidup dan kerja. Tujuannya agar orang yang menjalani pembinaan mampu mencapai tujuan hidup atau kerja yang digumuli secara lebih efisien dan efektif daripada sebelumnya. Definisi lain dari pembinaan dapat ditemukan dalam buku karangan Mitfah Thoha yang berjudul Pembinaan Organisasi: suatu proses hasil atau pertanyaan yang lebih baik dalam hal ini menunjukkan adanya perubahan, kemajuan, pertumbuhan, peningkatan, evaluasi atau berbagai kemungkinan atas berbagai sesuatu di atas. Pembinaan juga dapat dimengerti sebagai proses atau pengembangan yang mencakup urutan-urutan pengertianpengertian, diawali dengan mendirikan, membutuhkan, memelihara pertumbuhan tersebut yang disertai dengan usaha-usaha perbaikan, menggembangkan, menyempurnakan (Thoha 1999: 243). Pembinaan adalah suatu proses yang membuat manusia menjadi lebih baik. Dalam proses itu terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan sebagai syarat mutlak pembinaan. Proses itu diawali dengan mendirikan, dilanjutkan dengan proses membutuhkan bahan-bahan guna mengembangkan dirinya, tahapan pembinaan dilanjutkan dengan proses pemeliharaan terhadap pertumbuhan tersebut. Dalam usaha pemeliharaan tercakup pula usaha-usaha perbaikan, mengembangkan, dan menyempurnakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
Oleh karena itu pembinaan memiliki beberapa tujuan. Pembinaan bertujuan utnuk memampukan seseorang membaharui diri dan meningkatkan efektivitas hidup dan karya. Pembinaan dapat menganilisi situasi hidup secara positif maupun negatif dan memampukan orang untuk bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tuntutan hidup (Mangunhardjana 1986:13). Menurut Mardi Prasetya (2001: 24) tujuan pembinaan merupakan transformasi diri dalam Kristus, menjadi murid Kristus menyertakan dinamika untuk membentuk hidup atas dasar nilai-nilai yang ditawarkan oleh Kristus agar kita diubah oleh nilai-nilai tersebut. Oleh karena itu tujuan transformasi diri ini perlu dilihat secara khusus supaya pembinaan tetap dilihat sebagai tujuan yang tertinggi dibandingkan dengan tujuan-tujuan praktis yang lain sehingga hari demi hari terus dihayati dalam hidup panggilan maka tujuan praktis yang lain harus diletakkan dibawahnya. Dari pengertian di atas jelas bahwa pembinaan selalu mengarah ke hasil yang lebih baik. Jika dicermati dari masalah kepentingannya tidak semua orang memahami dan memperhatikan pentingnya pembinaan. Seperti yang diungkapkan Mangunhardjana bahwa pembinaan yang baik akan berdampak pada orang lain. Dengan kata lain pembinaan dapat membantu orang lain “keberhasilan pembinaan dapat berdampak pada orang lain dan membantu mereka untuk melihat diri dan pelaksanaan hidup serta kerjanya. Pembinaan dapat menganlisis situasi hidup dan kerjanya dari segala segi positif atau negatifnya. Pembinaan dapat digunakan sebagai sarana untuk menemukan masalah hidup dan masalah dalam kerjanya; menemukan hal atau bidang hidup dan kerjanya yang sebaiknya diubah atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
diperbaiki. Pembinaan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk merencanakan sasaran dan program di bidang hidup kerjanya sesudah mengikuti pembinaan (Mangunhardjana 1989: 13).
2.
Pengertian Iman Pengertian iman yang paling umum diketahui kalangan umat adalah
bahwa iman dipahami sebagai karunia Allah dan tanggapan manusia. Dari pengertian ini, dapat ditarik sebuah simpul bahwa Allah adalah subjek pemberi rahmat dan manusia adalah objek penerima rahmat. Akan tetapi, di sisi yang lain, Allah menjadi objek penerima tanggapan manusia atas anugerah-Nya dan manusia menjadi subjek yang memberikan tanggapan terhadap panggilan Allah. Oleh karena itu, penulis dalam sub bab ini akan memisahkan dan memberikan penjelasan terkait Allah yang menjadi subjek dan manusia yang menjadi objek, serta Allah mejadi objek dan manusia menjadi subjek. Katekismus Gereja Katolik(selanjutnya akan ditulis KGK) artikel 1 nomor 51-53 menjelaskan bahwa Allah mewahyukan Diri kepada manusia. Isi wahyu itu adalah belas kasihan Allah kepada manusia. Allah membuka diri untuk manusia, supaya manusia bisa mengenal Dia dan kehendak-Nya. Manusia mampu mengenal Allah lewat Yesus Kristus, Sang Sabda yang telah menjadi daging dan dalam Roh Kudus, ikut serta dalam kodrat ilahi. Melalui Yesus Kristus, Allah mengangkat manusia menjadi anak-anak-Nya. Dengan mewahyukan diri Allah memberikan kesanggupan bagi manusia untuk memberikan timbal balik atau tanggapan, mengikuti-Nya, dan mencintai-Nya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Dalam dokumen Dei Verbum yakni Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, iman diartikan sebagai Allah yang mewahyukan diri-Nya kepada manusia lewat perjalanan sejarah melalui perantaraan para nabi dan setelah berkali-kali mengalami kegagalan akhirnya Allah mengutus Putra-Nya yaitu Yesus Kristus (DV 4). Tahapan pewahyuan Diri Allah juga dijelaskan dalam KGK artikel 2 nomor 54-64 bahwa Allah membiarkan Diri-Nya dikenal oleh manusia sejak awal mula. segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah berasal dari sabda-Nya. Sejak awal mula, Allah telah memperkenalkan Diri-Nya dan menjalin hubungan yang erat dengan manusia pertama. Relasi antara Allah dan manusia itu tidak hanya sebatas antara pencipta dan ciptaan namun Allah memberikan keselamatan bagi manusia berupa rahmat yang berlimpah dan keadilan yang gemilang. Meski manusia jatuh dalam dosa, Allah tidak berhenti mencintai manusia. Ia tetap saja memberikan keselamatan bagi manusia yang mencari-Nya, mengikuti-Nya, dan mencintai-Nya. Berkali-kali manusia jatuh dalam jurang dosa, tetapi Allah selalu memberikan jalan bagi manusia untuk menuju keselamatan. Perjanjian dengan Nuh setelah banyak manusia jatuh dalam dosa, adalah simbol dimana Allah memberikan keselamatan kepada bangsa-bangsa. Allah tetap memberikan keselamatan kepada manusia yang terus hidup bertekun dalam perjanjian Allah dengan Nuh sembari menantikan kedatangan Kristus yang mempersatukan anak-anak manusia yang tercerai-berai. Tahapan wahyu Allah kemudian sampai pada Abraham. Allah memanggil Abraham untuk keluar dari lingkaran sanak keluarganya. Allah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
menjadikan Abraham seorang bapa bangsa yang besar, sebab dari sanalah seluruh keturunan Abraham akan menerima keselamatan Allah. Abraham dan keturunannya menjadi akar pohon dimana kelak ketika telah tumbuh, orang-orang diluar
keturunan Abraham akan dipersatukan dan diselamatkan. Dengan
demikian keselamatan menjadi milik semua orang. Setelah masa para Bapa, Allah membentuk Israel menjadi bangsa-Nya. Israel diselamatkan dari perbudakan di Mesir dan Allah memberkati bangsa Israel. Dari namanya, Israel adalah orang-orang yang menerima berkat Allah. Mereka adalah orang-orang yang mendengar panggilan Allah. Dari bangsa inilah, keselamatan Allah terbuka bagi semua orang. Yesus Kristus adalah sabda yang menjadi daging. Yesus Kristus merupakan perantara dan kepenuhan seluruh wahyu Allah yang maha tinggi. melalui Yesus Kristus, Allah yang tidak kelihatan dengan cinta kasih-Nya menyapa manusia dan bergaul dengan mereka untuk membebaskan manusia dari kegelapan dosa dan maut. Maka barang siapa melihat Yesus Kristus maka melihat Allah juga (DV 2). Allah mewahyukan diri-Nya dalam diri Yesus Kristus yang merupakan jalan kebenaran dan hidup. Melalui Yesus Kristus Allah turun ke dunia utnuk menjumpai dan berinteraksi dengan manusia yang dinyatakan dalam misteri Tritunggal Maha Kudus. Dalam karya-Nya Yesus Kristus mewartakan kabar gembira untuk membebaskan manusia dari kegelapan dosa dan maut. Barang siapa mengikuti Dia maka akan beroleh hidup yang kekal (DV 4).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
Iman sebagai pewahyuan diri Allah kepada manusia juga dapat dimengerti lewat Dei Verbum artikel 4 Oleh karena cinta kasih-Nya yang begitu besar kepada umat manusia, Allah mewahyukan diri-Nya kepada manusia dengan mengutus Putra-Nya yakni sabda kekal yang tinggal di tengah umat manusia untuk menyinari semua orang dan akan bercerita kepada mereka tentang hidup Allah yang terdalam. Yesus Kristus merupakan sabda yang menjadi daging, dan merupakan kepenuhan wahyu Allah. Barang siapa melihat Yesus berarti melihat Bapa juga.
Tampak dalam dokumen tersebut Allah begitu murah hati kepada manusia. Cinta kasih Allah melebihi dosa-dosa manusia. Untuk menebus segala dosa manusia, dianugerahi-Nya manusia dengan Putra-Nya yang Tunggal Tuhan kita Yesus Kristus. Dalam kebersamaan-Nya dengan manusia di dalam dunia, Yesus Kristus taat akan perintah Bapa-Nya. Ketaatan Kristus mewujud nyata dalam peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Ia taat kepada Bapa-Nya sampai mati di kayu salib; demi menebus dosa-dosa manusia Ia wafat di kayu salib lambang penghinaan. Wahyu dipahami sebagai Allah Sendiri, yang hadir dan menyapa manusia, yang berbicara dengan manusia, dan yang berelasi dengan manusia. Dari pihak manusia diharapkan ada tanggapan atas sapaan Allah ini. Tanggapan manusia inilah yang disebut iman. Hal ini dikatakan dengan tegas dalam Dei Verbum artikel 5: “Kepada Allah yang mewahyukan diri, manusia harus menyatakan ketaatan iman. Dalam ketaatan iman tersebut manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah dengan kepenuhan akal budi dan kehendak yang penuh kepada Allah pewahyu…..”. Dengan demikian, tampaklah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
bahwa iman dapat diartikan sebagai sikap penyerahan diri manusia, dalam perjumpaan pribadi dengan Allah. Orang yang memiliki iman adalah orang yang memiliki hubungan pribadi yang mendalam dengan Allah yang hidup di mana dalam hidupnya seseorang menerima kehadiran Allah dan menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Allah atas hidupnya. Seseorang yang menerima kehadiran Allah dalam hidupnya senantiasi hidup dalam buah-buah Roh Allah yang kudus. Hidupnya mendekati kekudusan rohaniah yang terpancar dari ketulusan serta kebaikan tingkah laku. Seseorang yang menyerahkan dirinya seutuhnya kepada Allah, senantiasa bersyukur kepada Allah karena rahmat yang diberikan Allah, dan tidak pernah khawatir akan apa yang akan terjadi pada esok hari. Sebab hidup orang beriman yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah penuh dengan buah-buah kasih yakni kesabaran, ketekunan dan rendah hati. Oleh karena itu, iman dapat dibedakan menjadi dua pengertian dasar yakni iman sebagai jawaban manusia atas wahyu Allah dan iman sebagai penyerahan diri manusia kepada Allah. Iman adalah penyerahan diri manusia kepada Allah. Penyerahan diri erat kaitannya dengan ketaatan manusia pada rencana Allah. Teladan penyerahan diri dan ketaatan pada rencana Allah sering umat Katholik dengar ketika memasuki masa prapaskah. Dalam renungan jalan salib, kita dihadapkan pada teladan nyata ketaatan dan penyerahan diri Yesus Kristus. Dalam salah satu pemberhentian jalan salib, kita merenungkan nubuat nabi Yesaya: Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan? Sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
taruk ia tumbuh di hadapan Tuhan dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seseorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; Ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah,dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita, ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kiat menjadi sembuh (Yes 53:1-5) Ketaatan Hamba Tuhan yang digambarkan dalam kitab nabi Yesaya, seringkali menjadi gambaran ketaatan Yesus Kristus akan kehendak Bapa-Nya. Penghinaan, kesakitan, penghianatan dan kematian yang dialaminya adalah bentuk penyerahan diri-Nya kepada Bapa-Nya. Ia memberi teladan kepada manusia agar menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah Bapa. Penyerahan diri seutuhnya yang diteladankan oleh Yesus Kristus lewat peristiwa sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya adalah teladan penyerahan seutuhnya. Penyerahan itu dapat diwujudkan dengan senantiasa menjadikan Yesus sebagai pokok keselamatan dan andalan dalam hidup dan meneruskan karya-Nya di dalam dunia ini.
3. Pengertian Pembinaan Iman Pembinaan iman tidak hanya dilakukan sebagai bentuk kewajiban dan kepedulian Gereja terhadap umatnya yang ada di dalam kesulitan. Akan tetapi pembinaan iman adalah bentuk sapaan kasih Allah terhadap umat-Nya. Sapaan kasih Allah itu tertuang dan berdasar pada setiap kegiatan umat beriman yang bertujuan untuk mengembangkan kedewasan imannya. Oleh karena itu penulis
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
akan menjelaskan tentang pembinaan iman yang selanjutnya akan disebut sebagai formatio iman. Dalam Direktorium Formatio Iman yang diterbitkan oleh Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang, formatio iman didefinisikan sebagai pembinaan dan pembentukan diri menjadi (sebagai) pribadi Katolik yang berakar dan berpola pada hidup Kristus dalam segala dimensi hidupnya secara total dan integral dalam ungkapan dan perwujudannya (Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang 2014: 3). Formatio iman sebagai pembinaan iman memiliki garis-garis formatif yang menjadi tolok ukur. Hal-hal yang menjadi garis-garis formatif itu adalah arah dasar dari formatio iman, sumber-sumber yang harus digunakan dalam formatio iman, dan tindakan-tindakan serta hal-hal yang harus dilakukan dalam formatio iman. Tindakan dan hal-hal yang harus dilakukan dalam formatio iman termuat dalam empat unsur utama yang harus dikerjakan yakni pengembangan pengetahuan iman, penghayatan tradisi Katolik, pembinaan moral serta peningkatan hidup menggereja dan memasyakat. Arah dasar formatio iman adalah hidup dalam Kristus: menjadi Katolik yang cerdas, tangguh dan misioner. Sakramen baptis menjadikan seseorang anak Allah dan murid Kristus. Sebagai anak Allah, hidupnya dibentuk dan diresapi nilai-nilai Injili serta dikuatkan dengan spiritualitas kesaksian martiria, yakni sedia memanggul salib kehidupan sehari-hari, mengasihi secara tulus tanpa pamrih, semangat berkorban, konsisten dalam kata dan perbuatan. Sebagai murid, hidupnya berakar dan berpola pada hidup Kristus. Dengan berpola pada hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
Kristus, orang Katolik hidup semakin bermakna bagi dunia dengan hadir sebagai garam, ragi dan terang (Dewan Karya Pastoral KAS 2024: 43). Arah dasar formatio iman yakni hidup dalam Kristus sendiri terinspirasi dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus bab 4 ayat 13 -15; “sampai kita telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh dan tingkata pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak yang diombang-ambingkan oleh ruparupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”. Sumber utama formatio iman adalah Sabda Allah. Sabda Allah itu ialah Yesus Kristus yang menjadi manusia dan bahwa suara-Nya terus menggema dalam Gereja dan di dunia melalui Roh Kudus. Sabda Allah ditujukan kepada manusia melalui perendahan diri ilahi yang mengagumkan dan sampai kepada manusia
melalui
merenungkan
perkataan-perkataan
Sabda
Allah
dengan
dan
perbuatan-perbuatan.
semangat
iman
yang
Gereja
mendalam,
mendengarkannya dengan saleh, memeliharanya dengan cinta dan mewartakannya dengan setia melalui Tradisi dan Kitab Suci (Dewan Karya Pastoral KAS 2014: 44). Sabda Allah yang terkandung dalam Tradisi dan Kitab Suci direnungkan dan dimengerti dengan lebih mendalam melalui perasaan iman seluruh umat Allah, di bawah bimbingan Magisterium. Dirayakan dalam Liturgi Suci yakni
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
tempat Sabda Allah terus menerus dimaklumkan, didengarkan, dibatinkan, dan dijelaskan. Bersinar dalam sejarah hidup Gereja teristimewa kesaksian Kristiani dan secara khusus dalam diri para Kudus. Dikaji dan diperdalam oleh studi-studi dan penelitian-penelitian teologis yang membantu umat beriman untuk semakin maju dan mendalam akan pengertiannya yang vital tentang misteri-misteri iman; dan dinyatakan dalam nilai-nilai moral dan religious serta ditaburkan dalam masyarakat dan berbagai kebudayaan (Dewan Karya Pastoral KAS 2014: 44-45). Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang dalam buku berjudul Formatio Iman Berjenjang mendefinisikan pembinaan sebagai berikut: Formatio iman merupakan konsekuensi langsung dari identitas Gereja yang bersifat misioner. Perutusan Gereja untuk senantiasa melaksanakan evangelisasi membuahkan pertobatan dan iman. Maka yang semula tidak percaya kepada Kristus, kemudian menerima warta Injil, mengimani, dan memberikan diri dibaptis. Tugas Gereja selanjutnya adalah menjaga, merawat, dan mendamingi agar semua umat Kristiani bertumbuh dalam Kristus. Jadi proses menjaga, merawat, menyuburkan dan mendewasakan ini disebut sebagai Formatio iman (Dewan Karya Pastoral KAS).
Dalam menjalakan perannya untuk menjaga, merawat, menyuburkan, dan mendewasakan iman umat formatio iman bersifat fundamental, eklesial, total dan integral. Formatio iman bersifat fundamental karena formatio iman merupakan keharusan, suatu tanggung jawab yang tidak bisa dikesampingkan. Formatio iman menjadi tugas utama Gereja. Selain fundamental formatio iman bersifat eklesial artinya formatio iman kecuali tugas Gereja juga merupakan tugas semua orang beriman, juga diarahkan sebagai tugas semua anggota Gereja (Dewan Karya Pastoral KAS 2014: 22).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Formatio iman juga bersifat total artinya formatio iman harus dilakukan dengan sungguh-sungguh, tidak bisa dilakukan dengan setengah-setengah. Formatio harus sungguh-sungguh dalam semangat, cara, dan langkah-langkahnya. Totalitas juga terjadi ketika orang semakin kreatif dan inovatif dalam mengusahakan metodologi pewartaan. Terakhir, formatio iman bersifat intergral artinya dalam melaksakannya menunjuk pada tanggung jawab bersama, bukan sekelompok orang atau komunitas keluarga, sekolah, dan paroki. Integral juga menunjuk pada kerja sama dan sinergi antar pelaku katekese atau antar komunitas (Dewan Karya Pastoral KAS 2014: 22). Formatio iman memiliki peranan vital dalam Gereja. Peranan itu antara lain adalah peran kerygmatis, edukatif, kuratif, dan transformatif. Peran Kerygmatis berarti peran pewartaan. Formatio iman berperan kerygmatis berarti formatio iman menegaskan perutusan Gereja untuk selalu menawarkan Injil terutama bagi mereka yang sudah menjadi anggota Gereja (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:23). Peran eduktif berarti peran mendidik. Formatio iman berperan mendidik umat dalam hal iman. Formatio iman berperan edukatif berarti formatio iman menjadi pendidikan iman sepanjang hidup manusia. Artinya, usaha tidak terhenti pada aspek tertentu seperti pada pengenalan kebenaran atau pada pemahaman perubatan-perbuatan moral. Tugasnya meluas sampai pada pembentukan sikap iman sebagai jawaban pribadi dan total atas rencana hidupnya (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:24).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Peran kuratif pembinaan iman memiliki arti bahwa pembinaan iman memiliki peranan untuk menjaga, merawat dan menumbuhkan iman umat dari segala macam tantangan dan godaan zaman. Untuk melaksanakan peran ini Gereja memiliki empat W sebagai sebuah dasar. Empat W itu adalah word atau pewartaan sabda, worship atau doa, devosi dan peribadatan, witness atau persekutuan hidup, kesaksian iman, sharing iman dan welfare atau pelayan dan keterlibatan yang memberdayakan (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:24-25). Sedangkan peran transformatif dari pembinaan iman berarti pembinaan iman membantu orang untuk memperbaharui dirinya melalui dan berdasar pada iman. Dalam peran transformatif, umat tidak hanya menenrima informasi atau informed tentang pengetahuan iman dan pemahaman sikap-sikap moral, akan tetapi sampai pada tahap formed yakni dibentuk oleh pengalaman-pengalaman iman, kemudian umat mengalami tahap transformed atau sampai pada tahap transformasi dimana umat mengalami perubahan dalam hidupnya berdasar pada imannya yang telah berkembang (Dewan Karya Pastoral KAS 2014:25-26).
4.
Rangkuman Dari masing-masing pengertian yang telah penulis jabarkan di atas dapat
disusun sebuah rangkuman mengenai pembinaan, iman, dan pembinaan iman. Pembinaan adalah proses belajar atau proses hasil dengan melepaskan hal-hal yang sudah dimiliki guna memperoleh hal-hal baru yang belum dimiliki dengan tujuan
untuk
membantu
orang
yang
menjalaninya
supaya
mampu
menggembangkan pengetahuan dan kecakapannya secara lebih efektif sesuai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
dengan urutan-urutan pengertian-pengertian baru yang didapatkan di mana proses belajar atau proses hasil itu diawali dengan mendirikan, membutuhkan pemeliharaan yang disertai dengan usaha-usaha perbaikan, mengembangkan, dan menyempurnakan. Iman dapat diartikan sebagai wahyu Allah dan tanggapan manusia. Iman sebagai wahyu Allah menurut KGK artikel nomor 51-53 adalah Allah mewahyukan Diri kepada manusia. Isi wahyu itu adalah belas kasihan Allah kepada manusia. Selain itu menurut DV artikel 4 iman dapat diartikan sebagai Allah yang mewahyukan diri-Nya pada manusia lewat perjalanan sejarah melalui perantaraan para nabi,dan setelah berkali-kali mengalami kegagalan akhirnya Allah mengutus Putra-Nya yaitu Yesus Kristus. Sedangkan pembinaan iman menurut Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang dapat diartikan sebagai pembinaan dan pembentukan jati diri sebagai pribadi Katolik yang berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus dalam segala dimensi hidupnya secara total dan integral dalam ungkapan dan persetujuan.
B. Narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan Setelah menjelaskan arti pembinaan, iman serta pembinaan iman, pada sub bab ini penulis akan menjelaskan pengertian narapidana dan Lembaga Pemasyarakatan. Tetapi untuk melengkapi pengertian narapidana penulis terlebih dahulu menjabarkan pengertian terpidana sesuai dengan urutan penetapan status hukum seseorang yang mendapatkan hukuman pidana.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
1. Pengertian Terpidana Dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatansebagai insan dan sumber daya manusia yang harus diperlakukan dengan baik dan manusiawi dalam satu sistem pembinaan yang terpadu. Sistem pembinaan yang terpadu tersebut disebut sistem pemasyarakatan yang merupakan rangkaian penegakan hukum yang bertujuan agar Warga Binaan Pemasyarakatan menyadari kesalahannya, dapat memperbaiki dirinya, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, undang-undang membedakan pengertian tentang terpidana dan narapidana. Terpidana menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal satu ayat enam adalah seseorang yang dipidanakan berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh hukum tetap.
2. Pengertian Narapidana Pengertian narapidana menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan pasal satu ayat tujuh adalah terpidana yang hilang kemerdekaannya dan menjalani masa pidana di lembaga pemasyarakatan. Terpidana yang telah diterima di lembaga pemasyarakatan diwajibkan untuk didaftar. Pendaftaran yang dimaksudkan adalah pengubahan status terpidana menjadi narapidana. Pendaftaran terpidana meliputi pencatatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
yang di dalamnya terdapat putusan pengadilan, jati dan barang serta uang yang dibawa. Kemudian pemeriksaan kesehatan, pembuatan pas foto, pengambilan sidik jari, dan pembuatan beriata acara serah terima terpidana. Narapidana yang telah diterima di lembaga pemasyarakatan kemudian digolongkan menurut umur, jenis kelamin, lama pidana yang dijatuhkan, jenis kejahatan dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan atau perkembangan binaan.Hal ini ditentukan dalam rangka pembinaan narapidana. Dalam lembaga pemasyarakatan serta pembinaan, narapidana berhak melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, mendapat perawatan baik perawatan rohani maupun jasmani, mendapatkan pendidikan dan pengajaran, mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak, menyampaikan keluhan, mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang, mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan, menerima kunjungan keluarga atau orang lain, mendapatkan pengurangan masa pidana atau premi, mendapatkan kesempatan asimiliasi termasuk cuti mengunjungi keluarga, mendapatkan pembebasan bersyarat, mendapatkan cuti menjelang bebas, dan mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain berhak mendapat hak-hak yang telah disebutkan di atas narapidana juga wajib untuk mengikuti semua program pembinaan dan kegiatan tertentu secara tertib. Selain hak dan kewajiban di atas, beberapa hal yang menyangkut kepentingan narapidana adalah pemindahan narapidana dari satu lembaga pemasyarakatan ke lembaga pemasyarakatan yang lain. Hal ini dilakukan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
kepentingan pembinaan, keamanan dan ketertiban, proses peradilan dan kepentingan lainnya yang dianggap perlu.
3. Lembaga Pemasyarakatan a. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Lembaga Pemasyarakatan menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 1999 adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Selain itu dijelaskan bahwa Lembaga Pemasyarakatan sebagai sebagai ujung tombak asas pengayoman merupakan tempat mencapai tujuan pemasyarakatan melalui pendidikan, rehabilitasi, dan integrasi.
b.
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirognunan Pada sub bab Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
ini akan dipaparkan dalam tiga bagian: pertama adalah situasi geografis, sejarah berdirinya, dan visi, misi, serta tujuan dari berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Keterangan mengenai tiga bagian pembahasaan pada sub bab ini diambil dari website resmi milik Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yakni www.lapaswirogunan.com. 1)
Situasi Geografis Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta yang terletak di Jalan
Tamansiswa Nomor 6 Yogyakarta, dengan luas area lebih kurang 3,8 hektar yang sebelum direnovasi terdiri dari tiga bangunan utama untuk kantor, serta terdiri dari tujuh blok sel untuk laki-laki dan satu blok sel perempuan. LAPAS Kelas II A
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
Yogyakarta mempunyai kapasitas daya tampung sebanyak 750 orang. Terdapat juga rumah sakit LAPAS Yogyakarta yang terdiri dari 3 kamar, serta satu ruang dapur, satu gedung aula, satu masjid, satu gereja, dan dua gedung bimker sebagai tempat pelatihan kerja bagi para napi dan tahanan. LAPAS Kelas IIA Yogyakarta merupakan
bangunan
peninggalan
pemerintahan
Belanda
dengan
nama
Gevangenis En huis Van Devaring. Hal ini terlihat apabila kita memasuki LAPAS Yogyakarta bentuk bangunan yang khas dengan tembok yang tinggi-tinggi dan besar serta kusen pintu dan jendela yang tebal dan besar. 2)
Sejarah singkat Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Sejarah berdirinya LAPAS Kelas II A Yogyakarta tidak begitu saja
diketahui dengan pasti kapan berdirinya, karena arsip-arsip yang menyatakan kapan dibangunnya LAPAS tidak ada yang mengetahui.
Menurut penuturan
petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta bagian hubungan dan masyarakatan khusunya bagian penlitian dan pengembang Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta didirikan antara tahun 1910 sampai 1915. Nama Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta telah mengalami pergantian nama. Pergantian nama yang dilakukan bahkan sampai 6 kali sesuai dengan penguasa setempat yang berkuasa di Yogyakarta. Berikut nama-nama Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta: a) Gevangenis En huis Van Devaring (Zaman Belanda) b) Penjara Yogyakarta c) Kepenjaraan daerah Yogyakarta d) Kantor Direktorat Jendral Bina Luna Warga e) Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Yogyakarta f)
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Yogyakarta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
3)
Visi, Misi dan Tujuan Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan
a)
Visi Memulihkan kesatuan hidup, kehidupan dan penghidupan Warga Binaan
Pemasyarakatansebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan YME (Membangun manusia Mandiri). b)
Misi Melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan dan pembimbingan Warga
Binaan Pemasyarakatan. c)
Tujuan Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatanagar
menjadi
manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan betanggung jawab. Hal ini tentunya memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan dalam rangka memperlancar proses penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan. C. Pembinaan Iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogaykarta 1. Pengertian Pembinaan Iman bagi Narapidana Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan pasal satu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
ayat satu; pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa,
intelektual, sikap dan perilaku, professional,
kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Sedangkan
pembina
Warga
Binaan
Pemasyarakatan
disebut
Pembina
Pemasyarakatan. Pembina pemasyarakatan adalah petugas pemasyarakatan yang melaksanakan pembinaan narapidana dan Anak Didik Pemsayarakatan di lembaga pemasyakaratan. Pengertian Pembina Pemasyarakatan dapat di lihat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatanpasal satu ayat 4. Adapun program pembinaan dan pembimbingan bagi Warga Binaan Pemasyarakatan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun
1999
tentang
Pembinaan
dan
Pemasyarakatan pasal 2 ayat 1 dan 2
Pembimbingan
Warga
Binaan
meliputi kegiatan pembinaan dan
pembimbingan kepribadian dan kemandirian. Pembinaan dan pembimbingan kepribadian dan kemandirian menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatanpasal 3 meliputi hal -hal yang berkaitan dengan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesadaran berbangsa dan bernegara, intelektual, sikap dan perilaku, kesehatan jasmani dan rohani, kesadaran hukum, reintegrasi sehat dengan masyarakat, keterampilan kerja, latihan kerja, dan produksi. Pelaksanaan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatandilaksanakan melalui 3 tahap yakni tahap awal, tahap lanjutan dan tahap akhir. Pengalihan pembinaan dari satu tahap ke tahap yang lain ditetapkan melalui siding Tim Pengamat Pemasyarakatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
berdasarkan data dari Pembina Pemasyarakatan, Pengaman Pemasyarakatan, Pembimbing Pemasyarakatan, dan Wali Narapidana. Pembinaan tahap awal bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai narapidana sampai dengan satu per tiga masa pidana. Pembinaan tahap awal meliputi masa pengamatan, pengenalan dan penelitian dengan rentang waktu paling lama satu bulan, perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian, dan penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal. Pembinaan tahap selanjutnya meliputi tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap dilaksanakan mulai dari awal sampai dengan setengah dari masa pidana, dan tahap lanjutan kedua dilaksanakan sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dua per tiga masa pidana. Pembinaan tahap akhir dilaksanakan sejah berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari narapidana yang bersangkutan. Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, diharapkan sampai pada pertumbuhan iman. Para narapidana diajak untuk menggali pengalaman-pengalaman hidup konkret di Lembaga Pemasyarakatan dan dijadikan sebuah pengalaman baru yang dilandasi dengan terang injil, sehingga mereka memiliki pengalaman baru yang memotivasi dan menumbuhkan iman mereka. Pembinaan iman bagi narapidana, mengajak mereka untuk kritis terhadap pengalaman-pengalaman hidupnya dan kritis terhadap teladan Kristus, sehingga dalam proses tumbuhnya iman, mereka semakin dikuatkan untuk meneladan Kristus sebagai teladan hidupnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
Pembinaan iman bagi narapidana ini diharapkan mampu memberikan fondasi bagi mereka untuk mampu dan lebih peka menilai pengalamanpengalaman hidup mereka, sehingga mereka mampu membedakan mana perbuatan
yang baik dan benar serta yang tidak baik. Kemampuan untuk
membedakan pengalaman-pengalaman itu menjadi dasar bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang menuju kedewasaan iman yang sejati.
2.
Hal-hal yang Sudah dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
Yogyakarta untuk Warga Binaan Pemasyarakatanberagama Katolik dan Kristen dijadikan menjadi satu. Menurut keterangan dari hasi pengumpulan data, kegiatan pembinaan iman katolik dilaksanakan setiap satu Minggu sekali yakni pada hari Sabtu. Pembinaan iman dimulai pukul 09.00 - 11.00 bertempat di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Wirogunan Yogyakarta, tepatnya di gedung Gereja di dalam LAPAS. kegiatan pembinaan iman sejauh ini merupakan bagian dari pelayanan pastoral yang diberikan oleh PPNKY atau Paguyuban Pendamping Narapidana Kristen Yogyakarta. Dalam melaksakanan tugasnya PPNKY membuat jadwal setiap bulannya. Pelayanan Pastoral ini biasanya diisi dengan kegiatan-kegiatan seputar katekese atau kebaktian. Bentuk umum kegiatan PPNKY
menurut
data
yang
dikumpulkan
adalah
pendalaman
iman.
pendampingan ini cenderung menuju arah pendalaman kisah kitab suci yang dilakukan dengan selingan lagu-lagu rohani, doa spontan, sharing dan renungan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
Kitab Suci. Selain itu kegiatan lainnya yang dilakukan adalah pendalaman iman tentang sakramen-sakramen Gerejawi, pokok-pokok iman Katolik-Kristen, pejelasan tentang kalender Gereja khususnya masa adven dan prapaskah, dan kegiatan natalan serta paskahan bersama.
D. Rangkuman Dari semua uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembinaan iman adalah upaya yang dilakukan oleh Gereja untuk menjaga, merawat, dan mendewasakan iman umat. Oleh karena itu, agar pembinaan iman itu terlaksana dengan baik pembinaan iman perlu memiliki aspek-aspek utama yang ada di dalamnya. Aspek- aspek itu adalah pengembangan pengetahuan iman, penghayatan Tradisi Katolik, pembinaan moral Katolik dan peningkatan hidup menggereja dan memasyarakat. Sementara itu, pembinaan iman memiliki sumber-sumber yang digunakan dalam prosesnya. Sumber-sumber itu antara lain: Kitab Suci, Tradisi Gereja, Magisterium, dan tanda-tanda zaman. Pembinaan iman tidak hanya konsekuensi identitas Gereja, namun pembinaan iman juga memiliki peran-peran yang menjadi bentuk pelayanannya. Peran- peran pembinaan iman adalah peran kerygmatis, edukatif, kuratif dan peran transformatif. Peran kerygmatis pembinaan iman berarti pembinaan iman juga bertugas mewartakan Sabda Allah kepada semua orang, terutama kepada mereka yang telah menjadi anggota Gereja. Peran edukatif pembinaan iman berarti pembinaan iman sebagai pendidikan iman, yang di dalamnya terdapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
pengenalan iman dan pemahaman sikap moral akan tetapi pembinaan iman harus menyentuh dan membuat umat sadar akan sikap-sikap iman yang sesungguhnya sebagai jawaban atas rahmat Allah. Peran kuratif pembinaan iman memiliki arti bahwa pembinaan iman memiliki peranan untuk menjaga, merawat dan menumbuhkan iman umat dari segala macam tantangan dan godaan zaman. Untuk melaksanakan peran ini Gereja memiliki empat W sebagai sebuah dasar. Empat W itu adalah word atau pewartaan sabda, worship atau doa, devosi dan peribadatan, witness atau persekutuan hidup, kesaksian iman, sharing iman dan welfare atau pelayan dan keterlibatan yang memberdayakan. Sedangkan peran transformatif dari pembinaan iman berarti pembinaan iman membantu orang untuk memperbaharui dirinya melalui dan berdasar pada iman. Dalam peran transformatif, umat tidak hanya menenrima informasi atau informed tentang pengetahuan iman dan pemahaman sikap-sikap moral, akan tetapi sampai pada tahap formed yakni dibentuk oleh pengalaman-pengalaman iman, kemudian umat mengalami tahap transformed atau sampai pada tahap transformasi dimana umat mengalami perubahan dalam hidupnya berdasar pada imannya yang telah berkembang. Sedangkan pembinaan iman bagi narapidana adalah segala upaya yang dilakukan oleh sekelompok orang guna memenuhi kebutuhan iman umat khususnya iman umat yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan iman bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, khususnya Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan diadakan di setiap hari Sabtu pagi pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
pukul 09.00-11.00. Bentuk pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan menurut penulis masih berupa pendampingan yang memberikan permenungan yang menghantar pada refleksi pribadi dan belum menyentuh pembinaan iman secara menyeluruh. Maka daripada itu, pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan harusnya memperhatikan arti pembinaan iman itu sendiri, arah pembinaan iman, aspekaspek pembinaan iman, dan terlebih masuk ke dalam sifat-sifat pembinaan iman. Untuk sampai pada pembinaan iman yang ideal, maka pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan perlu ditelaah lebih lanjut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
BAB III PENELITIAN ATAS PEMBINAAN IMAN BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA
Pada bab III ini penulis akan memaparkan tentang proses pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakan Wirogunan, Yogyakarta. Untuk mengerti proses pembinaan iman tersebut, bab III ini akan dijabarkan dalam lima hal pertama, adalah situasi umum kegiatan pembinaan iman di Lembaga Pemasryarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang mencakup tenaga pembina atau pendamping pembinaan iman bagi narapidana, alokasi waktu pembinaan iman bagi narapidana, bentuk dan model pembinaan iman bagi narapidana yang telah dilaksanakan pembina, dan materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Kedua, metodologi penelitian tentang pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang mencakup rumusan permasalahan, tujuan penelitian, dan metodologi penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, instrument pengumpulan data, pengolahan data, analisa data dan variabel peneltian. Ketiga, laporan hasil penelitian yang terdiri dari identitas responden, laporan hasil kuisioner terbuka, laporan hasil wawancara, laporan hasil observasi, dan laporan studi dokumen.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
Hal keempat, pembahasan hasil penelitian yang terdiri dari cukup atau tidaknya alokasi waktu yang digunakan untuk pelaksaan pembinaan iman bagi narapidana meliputi aspek tingkat kerutinan dan aspek alokasi waktu, bentuk, model dan materi pembinaan iman yang relevan bagi narapidana, faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana, dampak pembinaan iman bagi narapidana yang meliputi tujuan pembinaan iman bagi narapidana dan dampak pembinaan iman bagi narapidana serta bentuk, model dan materi pembinaan iman yang benar-benar diharapkan oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. selanjutnya bab III
ditutup dengan kesimpulan yang dibuat penulis sebagai
rangkuman atas penelitian terhadap pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
A.
Situasi Umum Pembinaan Iman di Lembaga Pemasyakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Berdasarkan data-data wawancara dan pengalaman penulis beberapa kali
mengunjungi dan mengikuti proses pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, penulis akan memaparkan situasi umum kegiatan pembinaan iman di Lembaga Pemasryarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang mencakup tenaga pembina atau pendamping pembinaan iman bagi narapidana, alokasi waktu pembinaan iman bagi narapidana, bentuk dan model pembinaan iman bagi narapidana yang telah dilaksanakan oleh pembina,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
dan materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
1.
Tenaga Pendamping atau Pembina Bagi Pembinaan Iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Menurut data wawancara penulis dengan Frater Yusuf Widiarko calon imam
Keuskupan Purwokerto yang berkesempatan untuk ikut melayani para narapidana dalam periode tahun 2014-2015, tenaga pendamping atau pembina pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terdiri dari para frater, suster, dan bruder dari beragam ordo dan kongregasi serta para awam yang terlibat dalam pelayanan bagi narapidana Kristiani. Para awam ini terdiri dari bapak-ibu anggota dari Legio Mariae, Kharismatik Katolik, Kerahiman Ilahi dan rekan-rekan awam muda. Salah satu rekan muda yang ikut dalam pelayanan berasal dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang merasa terpanggil untuk ikut ambil bagian dalam pelayanan iman bagi para narapidana.
2.
Alokasi Waktu Pembinaan Iman Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Menurut keterangan dari Frater Yusuf calon imam diosesan dari Keuskupan
Purwokerto yang menjadi salah satu pembina pada periode 2014-2015, kegiatan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dilaksanakan khusus pada setiap hari Sabtu yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
dilaksanakan pada pukul 09.00-11.00 WIB. Sedangkan hari Minggu keempat dilaksanakan perayaan Ekaristi bagi para narapidana. Dapat disimpulkan bahwa dalam satu bulan terdapat lima kali pertemuan pembinaan iman. Setiap pertemuan waktu yang diberikan adalah dua jam. Dalam kurun waktu tersebut Pembina dipersilakan untuk memberikan materi, renungan, atau sharing yang diharapkan dapat membantu meringankan beban psikologis dan mengubah perilaku moral serta sosial narapidana serta semakin menumbuhkan iman mereka.
3.
Bentuk-bentuk Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan yang Pernah Dilakukan oleh Para Pembina Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta, dikemas sedemikian rupa oleh Pembina. Menurut hasil wawancara dengan Frater Yusuf, pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dibagi seturut urutan Minggu. Minggu pertama, ketiga dan keempat pembinaan iman dikemas dalam bentuk pembinaan iman dengan materi yang telah disiapkan oleh petugas yang bertugas sesuai jadwal. Sedangkan pada Minggu kedua, kegiatan pembinaan iman diisi dengan ibadat serta penerimaan komuni bagi warga binaan katolik. Pada Minggu keempat, kegiatan pembinaan iman adalah perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh Romo Bernhard Kieser SJ yang juga sebagai pendamping Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
4.
Materi
Pembinaan
Iman
bagi
Narapidana
di
Lembaga
Pemasayarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Dari hasil wawancara dengan Frater Yusuf, penulis mendapatkan data materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Menurut keterangan dari Fr. Yusuf, materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dibuat satu semester sekali. Sebagai contoh pada semester pertama yakni pada bulan Oktober 2014 – Maret 2015 materi pembinaan iman adalah tentang sakramensakramen dalam Gereja Katolik. Sedangkan untuk semester kedua pada bulan April – September 2015 materi pembinaan iman adalah hidup keseharian Yesus menurut Injil Markus. Frater Yusuf juga mengatakan bahwa sebagian besar materi untuk pembinaan iman diambil dari ajaran-ajaran Gereja dan Kitab Suci.
B.
Penelitian atas Pembinaan Iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Informasi yang diperoleh dari Fr. Yusuf, menurut penulis belum begitu
memberi gambaran yang luas tentang pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara lebih detail tentang hal ikhwal pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Dalam rangka penelitian tersebut, berikut akan diuraikan mengenai permasalahan, tujuan dan metodologi. Situasi pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan akan dilengkapi dengan penelitian tentang pelaksaan pembinaan iman bagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Adapun permasalahan penelitian yang hendak diteliti oleh penulis adalah sebagai berikut: 1.
Rumusan Permasalahan a.
Apakah alokasi waktu pembinaan iman bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
Kelas II A Wirogunan sudah dirasa
mencukupi? b.
Bentuk, model, dan materi apa yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembinaan iman bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta?
c.
Faktor
penghambat apakah
yang
dijumpaidalam melaksanakan
pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta? d.
Faktor pendukung apakah yang dijumpai dalam melaksanakan pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta?
e.
Sejauh manakah pembinaan iman memberi dampak terhadap pertobatan dan perubahan sikap moral dan sosial para narapidana?
f.
Apa harapan para narapidana tentang pembinaan iman yang diberikan kepada Mereka?
2.
Tujuan Penelitian a.
Untuk mengetahui cukup atau tidaknya alokasi waktu yang digunakan untuk pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
b.
Untuk mengetahui bentuk, model, dan materi pembinaan iman yang relevan bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
c.
Untuk menemukan faktor penghambat dalam pelaksanaan pembinaan iman bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
d.
Untuk menemukan faktor pendukung dalam pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
e.
Untuk mengetahui sejauh mana pembinaan iman member dampak terhadap pertobatan dan perubahan sikap moral dan sosial para narapidana.
f.
Untuk mengetahui bentuk, model, materi pembinaan iman yang benarbenar diharapkan oleh para narapidana.
3.
Metodologi Penelitian
a.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
kualitatif.Penelitian kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yangdapat diamati (Moleong 2007:4). Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
penelitian misalnya: perilaku,motivasi, persepsi dan persoalan tentang manusia yang diteliti (Moleong 2007:6).
b.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Desember -10 Januari 2015 di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
c.
Responden Penelitian Responden penelitian adalah para narapidana Krisitanidan para Pembina
pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Guna menentukan responden penelitian perlu diketahui terlebih dahulu perbedaan antara populasi dan sampel. Populasi adalah suatu kelompok atau kumpulan subyek atau obyek yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan di teliti (Dwi Priyanto 2008:9).
d.
Instrumen Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penulis menggunakan tiga metode untuk
melengkapi informasi yang dibutuhkan dalam penelitian, yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Wawancara dimaksudkan untuk merekam percakapan dengan maksud tertentu yang bertujuan untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan, motivasi tuntutan kepedulian dan mengubah serta memperluas konstruksi yang sedang dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan. Pada metode ini peneliti dan responden berhadapan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
langsung. Dengan wawancara, dimaksudkan untuk mendapatkan informasi secara lisan dengan tujuan mendapatkan data yang dapat menjelaskan permasalahan penelitian (Moleong 1991:86). Wawancara yang akan dilakukan penulis adalah wawancara langsung maupun tidak langsung. Wawancara langsung akan penulis lakukan dengan bertemu secara langsung dengan narasumber sedangkan wawancara tidak langsung akan penulis lakukan dengan menggunakan sarana-sarana komunikasi sosial lainnya seperti email, kuesioner, dan sosial media lainnya. Narasumber wawancara penulis adalah para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, para pembina yang tergabung dalam Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani Yogyakarta yang terlibat aktif dalam pendampingan dan pembinaan bagi para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Tujuan penulis memilih para narapidana dan pembina yang tergabung dalam Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani Yogyakarta karena para narapidana dan pembimbing adalah subyek utama dari proses pembinaan iman. Oleh karena para narapidana dan pembina adalah subyek utama dari proses pembinaan iman maka mereka merekam seluruh proses pembinaan iman yang mencakup bentuk, materi, waktu, suasana, faktor penghambat, faktor pendukung, dan harapan dari pembinaan iman. Jadi tujuan wawancara yang penulis lakukan adalah untuk mendapatkan data-data primer dari narasumber-narasumber yang mengikuti, mengalami, dan mempersiapkan pembinaan iman.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Teknik pengumpulan data yang selanjutnya adalah observasi. Observasi adalah salah satu teknik pengumpulan data yang amat penting dalam metode penelitian kualitatif. Observasi menjadi amat penting karena dengan observasi penulis atau peneliti melakukan pengamatan secara langsung yang berarti penulis atau peneliti dapat secara langsung melihat dan mengamati perilaku dan kejadian sebenarnya dari subyek penelitian. Dari pengamatan langsung itulah penulis atau peneliti mendapatkan banyak catatan-catatan tentang perilaku dan kejadian yang dapat digunakan menjadi data guna menunjang penelitian. Pengamatan juga memungkinkan penulis atau peneliti untuk mengecek kepercayaan data yang telah diperoleh; pengamatan juga membantu penulis untuk memahami situasi yang rumit di mana situasi yang rumit adalah pencampuran beberapa tingkah laku atau keadaan sekaligus dari subyek penelitian. Pengamatan juga berfungsi jika caracara pengumpulan data lainnya tidak dapat berjalan dengan baik. (Moleong : 125126). Peneliti menggunakan observasi secara langsung yang meliputi: 1)
Tujuan observasi proses pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan adalah untuk memahami situasi, tingkah laku atau keadaan para narapidana, proses pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyaraktan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dan aneka program pembinaan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
2)
Aspek-aspek yang menjadi poin observasi penulis meliputi:
a)
sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyaraktan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
b)
hubungan antara komponen penilitian yang meliputi kebijakan Lembaga Pemasyarakatan, sikap sipir, kondisi narapidana, suasana proses pembinaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
iman, materi pembinaan iman, bentuk pembinaan iman dan dinamika proses pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Semua hasil dari pengamatan yang dilakukan oleh peneliti akan dicatat dalam catatan lapangan yang selanjutnya direfleksikan. Teknik pengumpulan data selanjutnya adalah studi dokumen. Dalam teknik pengumpulan data studi dokumen ini tujuan penulis adalah guna mencari datadata mengenai proses pembinaan iman. Sedangkan fokus studi dokumen pada penelitian ini adalah tentang materi pembinaan iman bagi narapidana, profil para narapidana,dokumentasi kegiatan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dan segala macam dokumendokumen yang berkaitan dengan pedoman atau panduan khusus bagi para penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
e.
Pengolahan Data Teknik pengolahan data merupakan salah satu bagian dari rangkaian
kegiatan penelitian setelah pengumpulan data. Setelah pengupulan data, proses selanjutnya adalah pengolahan data dimana data yang masih mentah perlu diolah sedemikian rupa sehingga menjadi informasi yang akhirnya dapat digunakan untuk menjawab masalah-masalah yang dikemukakan di dalam penelitian dan tujuan penelitian.
f.
Analisa Data Setelah selesai melakukan pengolahan data, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data. Data mentah yang sudah didapatkan kemudian dianalisis. Analisis data merupakan kegiatan yang sangat penting dalam suatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
penelitian, karena dengan analisis data, data yang telah diperoleh mempunyai arti atau makna yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah penelitian.
g.
Variabel Penelitian Dalam penelitian ini, variabel yang hendak penulis teliti meliputi:
1)
Bentuk pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
2)
Materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
3)
Frekuensi pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
4)
Kepentingan atau tujuan dari pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wiroguanan Yogyakarta.
5)
Faktor-faktor penghambat pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
6)
Faktor-faktor pendukung pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
7)
Harapan narapidana terhadap pelaksanaan pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
C.
Laporan Hasil Penelitian Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Pada bagian ini penulis akan menjabarkan hasil penelitian berdasarkan pada
penelitian yang dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 22 Desember 2015 untuk 24 responden warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
Yogyakarta.
Bagian ini mencakup laporan hasil penelitian yang terdiri dari
identitas responden, laporan hasil kuisioner terbuka, laporan hasil wawancara, laporan hasil observasi, dan laporan studi dokumen. Penelitian ini menggunakan kuisioner terbuka, wawancara, observasi, dan studi pustaka. Kuisioner ditujukan kepada warga binaan. Wawancara ditujukan kepada staf Lemabga Pemasyarakatan bagian hubungan masyarakat khususnya bagian penelitian dan pengembangan serta pembina yakni Frater Yusuf, Frater Roja, Frater Andi, dan Frater Dedy, sedangkan observasi dan studi pustaka dilakukan penulis saat berkunjung untuk melakukan penelitian.
1.
Identitas Responden Dari 24 responden yang ditemui penulis hanya 22 responden yang
menuliskan identitas diri. Oleh karena itu dua responden yang tidak menuliskan identitas diri dianggap abstain oleh penulis dan tidak digunakan sebagai data kuisioner terbuka. Responden penelitian pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terdiri dari 15 laki-laki, 7 perempuan dan 2 abstain karena tidak menuliskan identitas. 15 laki-laki warga binaan Kristiani terdiri dari 8 warga binaan Kristen Protestan dan 7 warga binaan Katolik, sedangkan 7 warga binaan perempuan terdiri dari 4 warga binaan Kristen Protestan dan 3 warga binaan Katolik. Usia warga binaan Kristiani berkisar pada usia 21 sampai 52 tahun. Warga binaan berusia 21 sampai 30 tahun berjumlah 8 orang dengan rincian warga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
binaan berusia 21 tahun berjumlah dua orang. Warga binaan berusia 25 dan 27 tahun berjumlah satu orang sedangkan sisanya adalah warga binaan berusia 30 tahun. Dari 8 orang warga binaan yang berusia 21 sampai 30 tahun, 7 orang adalah warga binaan laki-laki dan satu orang warga binaan perempuan. Warga binaan yang lain berada pada kisaran usia 30 sampai 65 tahun dengan rincian, warga binaan berusia pada kisaran 30 sampai 35 tahun berjumlah dua orang, kisaran usia 35 sampai 40 tahun ada satu orang, kisaran 40 sampai 45 berjumlah lima orang, kisaran usia 45 sampai 50 tahun berjumlah tiga orang, dan warga binaan yang berusia dalam kisaran 50 sampai 65 tahun berjumlah tiga orang. Warga binaan Kristiani Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang ditemui penulis berasal dari daerah yang berbeda-beda. Sebanyak 20 warga binaan merupakan warga negara Indonesia sedangkan dua warga binaan merupakan warga negara asing. 20 warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Kelas II A Yogyakarta berasal dari berbegai daerah. Berikut adalah rincian daerah asal warga binaan Kristiani: 10 orang warga binaan berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka berasal dari daerah yang berbeda-beda, yakni Bantul, Nanggulan, Pakem, Prambanan, Wates, Yogyakarta. Enam orang warga binaan berasal dari Jawa Tengah. Mereka berasal dari: Klaten, Magelang, Semarang, Surakarta dan Temanggung. Dua orang warga binaan berasal dari Daerah Kekhususan Ibukota Jakarta dan satu orang warga binaan yang berasal dari Nusa Tenggara Timur. Sedangkan warga binaan yang berkewarganegaraan asing berasal dari India yakni Ms. Esther Hulang dari India dan Ms. Mary Jane dari Filipina.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Selain berasal dari rentang usia yang berbeda, asal yang berbeda, dan suku yang berbeda, penulis juga mendapati beberapa jenis kesalahan yang dilakukan oleh warga binaan. Beberapa warga binaan tidak menjawab secara langsung jenis kesalahan mereka, akan tetapi menggunakan nomor pasal untuk menjawab jenis kesalahan mereka, beberapa diantaranya menjawab secara jelas jenis kesalahan mereka. Inilah rincian jawaban jenis kesalahan atau pelanggaran yang warga binaan lakukan: Pasal 263 KUHP tentang pelanggaran pemalsuan dokumen atau surat menyurat, Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 351 tentang penganiayan, Pasal 363 KUHP tentang pencurian, Pasal 365 KUHP tentang pencurian dengan kekerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, dan Pelanggaran Obat terlarang atau Narkotika. Seiring dengan beragamnya jenis kesalahan para warga binaan, beragam pula lama masa tahanan mereka. Lama masa tahanan warga binaan Kristiani Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A WIrogunan Yogyakarta berkisar dari satu tahun sampai hukuman mati. Pada bagian ini penulis menggolongkan lama masa tahanan menjadi empat golongan, yakni golongan lama masa tahanan 1 sampai 10 tahun, 10 sampai 20 tahun, seumur hidup, dan hukuman mati. Warga binaan yang menjalani lama masa tahanan 1 sampai 10 tahun berjumlah 16 orang. Warga binaan yang menjalani lama masa tahanan 10 sampai 20 tahun berjumlah lima orang. Warga binaan yang menjalani lama masa tahanan seumur hidup tidak ada, namun ada satu warga binaan yang mendapatkan tindak hukuman mati. Dilihat dari data jawaban yang diberikan oleh para warga binaan yang berbeda rentang usia, berasal dari tempat yang berbeda secara khusus ada yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
berasal dari luar Indonesia, kasus-kasus pelanggaran yang berbeda, serta dilihat dari lama masa tahanan yang berbeda-beda tentunya membutuhkan sebuah jaringan komunikasi yang baik guna menyamakan pola pikir karena jika tidak maka akan terjadi kekecauan antar warga binaan itu sendiri. Hal ini dialami oleh penulis ketika menyebarkan kuisioner dan membantu para warga binaan dalam mengisi kuisioner. Kesulitan berkomunikasi dengan para warga binaan baik itu karena ada perasaan takut,cemas, dan was-was setelah tahu sederet kasus pelanggaran yang telah dilakukan oleh warga binaan. Komunikasi yang baik dibutuhkan guna member dasar pembinaan iman. Komunikasi yang berjalan dengan baik membuat pembinaan iman berjalan lancar. Harapannya pembinaan iman yang dilandasi dengan komunikasi yang baik akan berbuah baik pula.
2.
Laporan Hasil Kuisioner Terbuka Jika Angket lebih bersifat membatasi jawaban responden pada pilihan
tertentu dan kurang membuka peluang bagi responden untuk menjawab dengan rinci, maka kuisioner terbuka digunakan untuk menggumpulkan data secara luas. Pada kuesioner terbuka yang telah dipersiapkan oleh penulis, responden bebas menjawab sesuai dengan pengalamannya, oleh karena itu bisa jadi jumlah jawaban yang terkumpul tidak sama dengan jumlah responden (22 orang). Adapula kemungkinan-kemungkinan jawaban yang tidak tepat sasaran atau keluar dari pokok pertanyaan yang diajukan. Hal tersebut karena sifat kuesioner terbuka yang tidak memiliki
batasan pilihan jawaban dan seorang responden bisa
menjawab satu pertanyaan dengan beberapa jawaban. Berikut ini laporan hasil kuesioner terbuka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Pada pertanyaan nomor 1, mengenai bentuk atau model pembinaan iman yang selama ini berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 17 responden menjawab bentuk pembinaan iman adalah sharing, 15 responden menjawab ibadat; 8 responden menjawab konseling, 4 responden menjawab kotbah, 3 responden menjawab diskusi;
3 responden
menjawab kambium atau pendalaman Kitab Suci; 1 responden menjawab perayaan Ekaristi dan 1 responden menjawab latihan koor. Pada pertanyaan nomor 2 mengenai materi yang menjadi bahan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 13 responden menjawab materi yang menjadi bahan pembina iman bagi narapidana adalah perikop-perikop Kitab Suci, 8 responden menjawab pengalaman pribadi, 6 responden menjawab materi tematis tentang kasih, pertobatan, dan keselamatan, 1 responden menjawab materi yang digunakan dari ajaran gereja dan 1 responden menjawab kadang-kadang materi pembinaan iman diambil dari film dengan tema tertentu. Pada pertanyaan nomor 3 mengenai seberapa rutin pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta seluruh warga binaan menjawab bahwa
pembinaan iman di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirgounan Yogyakarta dilaksanakan secara rutin. Pada pertanyaan nomor 4, mengenai cukup atau tidaknya alokasi waktu pembinaan iman yang diberikan oleh pihak Lembaga sebanyak 17 responden menjawab bahwa alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga dirasa cukup, 4 responden menjawab kurang cukup dan 1 responden menjawab bahwa waktu pembinaan iman bagi warga binaan dirasa lebih dari cukup.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
Pada pertanyaan nomor 5 mengenai tujuan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 11 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta guna memperteguh iman melalui pertobatab, 5 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi warga binaan adalah guna mempersiapkan warga binaan supaya dapat diterima kembali di masyarakat, 4 responden menjawab supaya dapat berperilaku lebih baik, 1 responden menjawab supaya bertobat dan diterima di masyarakat serta 1 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah guna tetap memiliki harapan untuk hidup. Pada pertanyaan nomor 6 mengenai hal-hal yang menjadi faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 7 responden menjawab bahwa relasi menjadi salah satu faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman, 4 responden menjawab fasilitas pembinaan iman, 3 responden menjawab antusiasme warga binaan, 2 responden menjawab materi pembinaan iman, 1 responden menjawab souvenir, 1 responden menjawab administrasi, 1 responden menjawab kerjasama antara Lembaga dan lembaga sosial masyarakat, dan 3 responden tidak memberikan jawaban. Pada pertanyaan nomor 7 mengenai hal-hal yang menjadi penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wiroguanan Yogyakarta sebanyak 6 responden menjawab bahwa waktu yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
disediakan oleh lembaga tidak mencukupi sehingga menjadi faktor penghambat, 4 responden menjawab proses administrasi, responden menjawab ada rasa malas mengikuti pembinaan iman, 3 responden menjawab warga binaan tidak dapat datang, 1 responden menjawab kondisi warga binaan yang stress memikirkan hukuman dan 1 responden menjawab lagu-lagu rohani serta bacaan rohani terbatas adalah hal-hal yang menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi warga binaan. Pada pertanyaan nomor 8 mengenai harapan para warga binaan terkait pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang akan dilaksanakan di masa mendatang sebanyak 5 responden berharap agar pembinaan iman memiliki tindak lanjut guna merealisasikan materi yang telah diberikan, 2 responden berharap tentang pembina yang merangkul, 2 responden berharap agar dapat kembali diterima di masyarakat, 2 responden berharap agar dapat belajar memimpin doa dan lagu-lagu pujian, 3 responden berharap agar pembinaan yang akan datang dapat dipersiapkan lebih baik, 1 responden berharap agar warga binaan memiliki kesadaran untuk mengikuti pembinaan iman, 1 responden berharap agar waktu pembinaan iman ditambah, 1 responden berharap agar lebih dikuatkan dalam iman, 1 responden berharap agar proses administrasi bagi warga binaan perempuan lebih mudah, dan 4 responden tidak memiliki harapan terhadap pembinaan iman yang akan dilaksanakan pada masa mendatang.
3.
Rangkuman Laporan Hasil Kuisioner Pada sub bab ini penulis akan merangkum seluruh hasil laporan kuisioner
yang telah penulis paparkan pada sub bab sebelumnya. Pada item pertanyaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
pertama mengenai bentuk dan model pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan yang telah dilaksanakan selama ini, sebagian dari responden menjawab sharing. Bentuk dan model pembinaan iman lainnya adalah ibadat. Dua bentuk dan model ini seringkali dipakai oleh para pembina. Pada item pertanyaan nomor dua tentang materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, sebagian besar responden menjawab bahwa materi yang paling sering digunakan untuk pembinaan adalah perikop-perikop dari Kitab Suci sesuai dengan tema yang telah ditentukan oleh para pembina. Jadi Kitab Suci menjadi materi utama dalam pembinaan iman bagi para narapidana. Untuk item pertanyaan nomor tiga tentang rutin atau tidaknya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakartaka, seluruh responden menjawab rutin. Pembinaan iman dilaksanakan setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Sabtu dan setiap Minggu kelima. Pembinaan iman yang dilaksanakan secara rutin ini semakin diperjelas dengan jawaban responden pada item pertanyaan nomor empat tentang cukup atau tidaknya alokasi waktu pembinaan iman. Mayoritas responden menjawab bahwa alokasi waktu yang diberikan oleh LAPAS untuk pelaksanaan pembinaan iman dirasa cukup. Setelah itu, pada item pertanyaan nomor lima tentang tujuan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, setengah dari total responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi narapidana adalah guna memperteguh iman narapidana melalui pertobatan. Selain itu ada pula responden yang menjawab bahwa pembinaan iman juga bertujuan untuk mempersiapkan narapidana supaya dapat diterima kembali di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
mayarakat, sehingga ketika narapidana sudah menyelesaikan masa hukumannya mereka mampu kembali dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam item pertanyaan nomor enam mengenai hal-hal yang menjadi faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, hampir setengah dari responden menjawab bahwa relasi mendalam antara pembina dan narapidana menjadi hal utama yang mendukung terlaksananya pembinaan iman. Lain halnya dengan item pertanyaan nomor tujuh mengenai hal-hal yang menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, sebagian besar dari responden menjawab bahwa alokasi yang diberikan kurang cukup dan proses administrasi yang cukup lama bagi narapidana perempuan sebagai faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman. Terakhir, pada item pertanyaan nomor delapan mengenai harapan para narapidana terkait dengan pembinaan iman di masa yang akan datang dijawab dengan variatif. Responden paling banyak mengatakan bahwa harapan mereka adalah pembinaan iman memiliki tindak lanjut. Selanjutnya, responden juga berharap agar pembinaan iman dapat dipersiapkan dengan baik. Terakhir beberapa responden juga menjawab bahwa mereka membutuhkan pembina yang mau merangkul dan mendengarkan.
4.
Laporan Hasil Wawancara Data yang diperoleh dari kuesioner terbuka, masih ada yang meragukan.
Guna
melengkapi
dan
memantapkan
data
kuesioner
tersebut,
penulis
menggunakan metode wawancara. Menurut Sutrisno Hadi (1989: 218), metode
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
wawancara digunakan untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu data yang diperoleh dengan cara lain. Data hasil wawancara ini digunakan untuk menguatkan pembahasan data kuesioner pada bagian selanjutnya. Narasumber wawancara ini adalah pembina atau pendamping pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yakni Frater Yusuf Widiarko, Frater Antonius Roja, Frater Yohanes Dedy Pr dan Frater Carolus Andi Kurniawan Pr. Frater Yusuf Widiarko adalah calon imam diosesan dari Keuskupan Purwokerto yang menjadi pendamping atau pembina pembinaan iman narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan pada tahun 2014-2015. Sedangkan Frater Antonius Roja adalah calon imam dari Anging Mamiri, Frater Dedy dan Frater Carolus adalah calon imam diosesan dari Keuskupan Agung Semarang yang menjadi pembina atau pendamping pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta pada tahun 2015-2016. Ada 8 hal yang menjadi fokus pertanyaan dalam wawancara ini. Delapan hal tersebut adalah: (a) bentuk atau model pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan yang selama ini dilakukan (b) materi-materi yang menjadi bahan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan, (c) frekuensi pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan, (d) cukup atau tidaknya durasi waktu pembinaan iman (e) tujuan pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana, (f) faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana, (g) faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
(h) harapan-harapan terhadap pembinaan iman yang akan dilaksanakan pada tahun-tahun mendatang. Kedelapan hal tersebut akan dibahas di bawah ini. Hal pertama, bentuk atau model apa saja yang digunakan untuk pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Menurut keempat narasumber di atas pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dibagi seturut Minggu pelaksaannya dan dilaksanakan pada setiap hari Sabtu pukul 09.00-11.00 WIB dan setiap Minggu ke empat. Pernyataan ini selaras dengan keterangan dari Frater Yusuf Widiarko: Setiap hari Sabtu di setiap bulan dan Minggu ke empat . Jadi satu bulan ada lima pertemuan. Pertemuan atau pendampingan iman di bagi menjadi Sabtu Minggu pertama, ketiga, keempat diisi dengan pendalaman iman dengan materi khusus Sabtu Minggu kedua diisi dengan ibadat dan penerimaan komuni bagi narapidana yang beragama katolik. Minggu keempat diisi dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Rm. Kieser SJ, selaku moderator PPNKY. PPNKY dibagi menjadi tiga kelompok agar koordinasi lebih mudah, sehingga ada yang bertanggung jawab pada materi setiap bulan {lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 18)}.
Pada hari Sabtu Minggu ke satu, tiga dan empat, pembinaan iman dilaksanakan dalam bentuk pendalaman iman dengan materi yang telah dirancang oleh tim pembina sedangkan unuk hari Sabtu pada Minggu ke dua pembinaan iman dilaksanakan dalam bentuk ibadat sabda dan penerimaan komuni kudus bagi warga binaan yang berkepercayaan Katolik. Pada hari Minggu pada Minggu keempat pembinaan iman dilakukan dalam bentuk perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Romo moderator Paguyuban Pendamping Narapidana Kristiani Yogyakarta. Selain itu menurut Frater Roja, Frater Dedy dan Frater Carolus pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Kelas II A
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
Wirogunan dikemas dalam bentuk yang bermacam-macam. Ketiga narasumber tersebut menyebutkan bahwa dalam pembinaan iman bentuk yang dipakai adalah menonton film, sharing, diskusi, dan ibadat sabda. Diantara bentuk pembinaan iman yang telah dilaksanakan selama ini yang paling sering digunakan adalah ibadat sabda. Ibadat sabda yang dilaksanan dikemas dengan bentuk teks Kitab Suci yang dibacakan dilanjutkan dengan renungan singkat yang dibawakan oleh pembina dan sharing dari warga binaan yang dipandu dengan pertanyaan panduan. Pernyataan ini di peroleh dari keterangan Frater Andi Kruniawan: Melengkapi apa yang telah diuraikan sama Frater Dedy, pola pendampingan ini memang diminta oleh pihak LAPAS kepada Gereja Katolik karena aspek rohani memang mendapat perhatian cukup besar dari pihak rohani. Untuk bentuk kegiaatannya minggu ke dua biasanya ibadat dan minggu keempat biasanya misa yang dipimpin oleh Romo Kieser atau pembina yang sekarang Romo Andre. Untuk minggu pertama, ketiga dan missal ada minggu kelima biasanya diserahkan kepada masing-masing kelompok. Biasanya kami mengisi seperti ibadat atau rekoleksi singkat dimana ada bacaan, renungan dan lain-lain {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 20)}. Hal kedua yang ditanyakan adalah mengenai materi-materi yang menjadi bahan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Menurut keterangan Frater Yusuf materi atau bahan pembinaan iman disusun satu semester sekali semisal pada bulan Oktober 2014 sampai Maret 2015 para pendamping atau pembina mengajak warga binaan untuk mendalami materi tentang sakramen Gereja dan berlanjut pada semester kedua pada bulan April sampai bulan Septermber 2015 para pendamping atau pembina mengajak para warga binaan untuk meneladani hidup Yesus menurut Injil Lukas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
Materi pembinaan iman telah ditentukan oleh PPNKY, ini keterangan Frater Yusuf: Materi dibuat satu semester sekali. Contoh: Oktober 2014-Maret 2015 materinya : Sakramen-Sakramen Gereja Katolik. April 2015-September 2015 materinya : hidup harian Yesus menurut Injil Lukas. Materi berdasarkan Ajaran Gereja Katolik dan Kitab Suci {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 18)}. Keterangan lainnya juga diberikan oleh Fr. Roja: Materi pembinaan iman mengambil teks Kitab Suci, Ajaran Gereja, lagulagu rohani, renungan-renungan tematis dll {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 23)}.
Hal ketiga yang ditanyakan yaitu rutin atau tidaknya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dilaksanakan. Pada awalnya Frater Yusuf mencoba untuk menjelaskan situasi pembinaan iman yang terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan. Menurut beliau, pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan dapat dilihat dari dua sisi yakni pembinaan iman yang diberikan oleh PPNKY dan pembinaan oleh komunitas-komunitas dari Gereja Kristen Protestan. Beliau memberikan keterangan bahwa pembinaan iman bagi narapidana dilaksanakan secara rutin. Hal ini dilihat dari pembagian jadwal pembinaan iman yang ditentukan oleh pihak lembaga. Pembagian jadwal pembinaan yang ditentukan oleh pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan adalah setiap hari Senin, Selasa dan Rabu adalah “jatah” waktu pembinaan iman dari komunitas pendamping Kristen Protestan. Sedangkan pada setiap hari Sabtu adalah jadwal pembinaan dari PPNKY. Sejalan dengan Frater Yusuf, ketiga narasumber yang lainnya juga memberi keterangan bahwa pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
Kelas II A Wirogunan dilaksanakan secara rutin dengan pembagian jadwal setiap Senin, Selasa, Rabu untuk pendamping dari Kristen Protestan dan setiap Sabtu untuk para pendamping atau pembinan dari PPNKY. Pernyataan ini selaras dengan keterangan yang diutarakan oleh Frater Dedy dalam wawancara: Setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Sabtu di setiap bulan dan Minggu keempat. Jadi satu minggu ada empat pertemuan. Pertemuan atau pendampingan iman di bagi menjadi Sabtu Minggu I, III, IV diisi dengan pendalaman iman dengan materi khusus Sabtu Minggu kedua diisi dengan ibadat dan penerimaan komuni bagi narapidana yang beragama katolik. Minggu keempat diisi dengan perayaan ekaristi yang dipimpin oleh Rm. Kieser SJ, selaku moderator PPNKY. Sedangkan hari Senin, Selasa, dan Rabu biasanya pembinaan iman dari Gereja Kristen Protestan {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 25)}. Hal keempat yang ditanyakan adalah mengenai cukup atau tidaknya alokasi waktu pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Menurut Frater Yusuf alokasi waktu pembinaan yang disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan adalah kurang cukup. Sedangkan menurut ketiga narasumber yang lain alokasi waktu pelasanaan pembinaan iman bagi narapidana dinilai sudah cukup. Menurut Frater Yusuf alokasi waktu masih kurang cukup hal ini diutarakan dalam wawancara: Menurut saya alokasi waktu untuk pembinaan iman kurang. Karena hanya 2 jam itu saja sudah terpotong untuk persiapan. Jika mengejar idealnya sebuah pembinaan iman maka waktu 2 jam yang diberikan oleh LAPAS menurut saya kurang {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 18)}. Hal kelima yang ditanyakan adalah mengenai tujuan diadakannya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. menurut semua narasumber tujuan dari pelaksanan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan adalah guna mendampingi atau membina narapidana dari segi pastoral dan untuk menjadi sahabat serta saudara yang menyertai, mendukung dan meneguhkan para narapidana dalam menjalani masa hukuman pertama-tama menjadi sahabat dan saudara yang menyertai, mendukung dan meneguhkan para narapidana dalam kerangka iman kristiani. Hal serupa juga diutarakan oleh semua narasumber salah satunya Frater Dedy: Pendampingan iman bagi narapidana diadakan karena waktu itu ada kebutuhan yang mendesak. Narapidana di LAPAS Wirogunan ada banyak sementara pendampingan iman tidak bisa berjalan karena tidak ada pendamping. Selain itu pendampingan narapidana dari segi rohani juga bertujuan untuk memberikan perhatian kepada mereka sebagai manusia. kadang-kadang mereka itu merasa terasing dari komunitas masyarakat. Maka pendampingan ada untuk semakin “nguwongke” para narapidana {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 26)}.
Hal keenam yang ditanyakan adalah faktor yang mendukung pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta menurut Frater Yusuf adalah adanya kerja sama yang baik antara para pembina dan petugas lapas, keterlibatan kaum awam yang mendukung pelaksanaan pembinaan iman sehingga memberi suasana baru, dan kerinduan warga binaan yang rindu untuk disapa,diteguhkan dan didengarkan. Selain itu faktor pendukung yang lain diungkapkan oleh Frater Dedy dan Frater Carolus yakni keterbukaan warga binaan untuk mau berbagi cerita dengan para pembina, dan adanya relasi yang baik antara para pembina dan warga binaan pemasyarakatan. Lain halnya dengan ketiga narasumber yang lain, Frater Roja menggangap bahwa kesediaan dan keterbukaan para pembina, adanya fasilitas alat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
musik yang lengkap, adanya buku- buku teks nyanyian baik itu dari lagu-lagu pujian rohani maupun dari madah bakti menjadi faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Pernyataan dari Frater Roja: Relasi yang baik dengan sipir LAPAS dan juga relasi mendalam dengan Romo Moderator dan rekan sepelayanan yang senantiasa saling menguatkan. Narapidana yang terbuka dan siap untuk menerima materi pembinaan iman. Alat musik yang lengkap dan menghidupkan suasana pembinaan iman {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (hlm 24)}.
Hal ketujuh yang ditanyakan adalah mengenai faktor-faktor penghambat pelasanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta menurut keterangan dari Frater Yusuf adalah minimnya fasilitias fisual seperti viewer/lcd, persiapan ala kadarnya dari para pembina yang membuat pembinaan terlihat monoton “hanya itu-itu saja” dan adanya perbedaan yang besar antara ajaran Gereja Katolik Roma dan Gereja Kristen Protestan. Selain itu menurut Frater Dedy faktor penghambat pelaksaan pembinaan iman adalah kadang-kadang pembina merasa takut dan was-was dengan materi yang disampaikan apakah mengena atau tidak dan kesulitan untuk menyampaikan materi dengan baik supaya dapat menghidari penyampain yang seolah-olah terlihat mengajari atau mendikte. Menurut Frater Carolus faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana adalah kadang-kadang warga binaan pemasyarakatan merasa malas untuk ikut pembinaan iman atau kadang-kadang ada kegiatan besukan atau kegiatan lain yang bertabarakan dengan kegiaatan pembinaan iman. Selain itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
waktu mulai pembinaan iman yang kadang molor agak lama juga menjadi penghambat pelaksanaan pembinaan iman. Lain Frater Yusuf lain pula Frater Roja. Menurut Frater Roja faktor penghambat pelasanaan pembinaan iman adalah seringkali cerita atau sharing-sharing pengalaman warga binaan hanya berkutat pada satu masalah saja, narapidana yang berbeda pendapat tentang lagu-lagu yang akan dipakai “mau pakai lagu Kristen atau lagu Katolik”, dan minimnya peralatan viewer atau lcd. Faktor penghambat menurut Frater Yusuf: Persiapan yang ala kadarnya dari anggota PPNKY, Model pembinaan yang monoton, fasilitas yang minim, jika perlu fasilitas multimedia harus membawa dari luar karena dari di dalam tidak disediakan.Perbedaan ajaran katolik dan kristen yang kadang menjadi soal, karena beberapa pandangan yang berbeda. Perbedaan pandangan yang kadang menjadi soal bagi warga binaan. Misalnya pemilihan lagu yang kadang menjadi “masalah” karena warga binaan katolik biasa dengan kidung adi, madah bakti, dan puji syukur, sementara warga binaan kristen terbiasa dengan lagu pop rohani {Lampiaran 8:Transkrip Wawancara (Hlm 19)}. Sedangkan keterangan lain dari Frater Andi Kurniawan: Kami selalu hati-hati untuk menyiapkan materi. Kalau untuk Kitab Suci kami sudah membahas dalam kelompok, tinggal materi pada minggu pertama, ketiga dan kelima yang kami buat sendiri itu yang sulit. Kami mencoba untuk membuat materi yang mengena dan tidak menyinggung perasaan mereka {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (Hlm 21)}. Hal terakhir yang ditanyakan adalah mengenai harapan akan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Hampir seluruh narasumber menjawab, harapan utama mereka adalah dengan adanya pembinaan iman para warga binaan dapat bertobat dan diterima kembali di masyarakat, lebih banyak kaum awam yang terlibat dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
pelayanan bagi narapidana sehingga dengan keterlibatan mereka dapat memberikan kesaksian baru bagi para narapidana, persiapan yang lebih baik lagi sehingga pembinaan iman tidak hanya monoton dan adanya perlalatan serta perlengkapan yang lebih baik lagi. Harapan ini selaras dengan keterangan Frater Dedy: Harapan saya yang pertama dari sisi rohani supaya mereka dapat menemukan Yesus dalam pengalaman hidup keseharian mereka. Dari sisi masyarakat harapan saya supaya mereka diterima oleh masyarakat. Dari sisi pembinaan iman supaya pembinaan iman dipersiapkan lebih baik sehingga narapidana mampu bersosialisasi dengan narapidana lainnya {Lampiran 8: Transkrip Wawancara (Hlm 26)}. 5.
Laporan Hasil Obeservasi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah
Lembaga Pemasyarakatan yang terletak di Jalan Tamansiswa nomor 6 Yogyakarta. Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta memiliki luas area sekitar 3,8 hektar yang terdiri dari 3 bangunan utama dipergunakan untuk kantor, 7 blok sel untuk narapidana laki-laki, 1 sel blok untuk narapidana perempuan, 1 klinik kesehatan LAPAS dengan kualitas setingkat puskesmas, 1 masjid, 1 gedung aula, 1 gereja, 2 lapangan bola voli dan 2 gedung bimker sebagai tempat pelatihan kerja bagi para narapidana dan tahanan. Bangunan gereja terletak setelah lapangan bola voli. Bangunan gereja adalah bangunan baru yang dibuat setelah LAPAS mengalami renovasi, oleh karena itu bangunan gereja terlihat kokoh dan kuat. Bangunan gereja di dalam LAPAS berbentuk seperti bangunan kapel pada umumnya. Menurut pengamatan penulis, bangunan tersebut berukuran 10 meter kali 12 meter persegi. Bangunan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
gereja terdiri dari satu sakristi, satu pintu masuk, dua jendela, satu meja altar, satu salib besar dan memiliki daya tampung sekitar 50 sampai 70 orang. Tidak hanya baru, tetapi sarana penunjang kegiatan pembinaan iman yang ada di dalam bangunan gereja juga cukup lengkap misalnya saja di dalam bangunan gereja terdapat beberapa alat musik seperti gitar, keyboard, cajoon, ada 2 pendingin ruangan dan cukup banyak kursi lipat berwarna merah. Pada hari Selasa tanggal 22 Desember 2015 penulis berkesempatan untuk ikut serta dalam kegiatan ibadat natal dari para pembina Kristen Protestan bersama dengan para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Namun sebelum memasuki LAPAS terlebih dahulu para pengunjung (termasuk pembina atau mahasiswa yang sedang melakukan penelitian) mendaftarkan diri pada petugas pendaftaran. Setelah itu pengunjung diminta untuk menaruh semua barang bawaan dan barang berharga di dalam loker yang telah disediakan. Setelah melewati petugas registrasi dan keamanan maka pengunjung diperbolehkan untuk berkunjung dan bertemu dengan para narapidana. Pada kesempatan itu sekaligus penulis gunakan untuk mengamati proses pelaksaan pembinaan iman dalam bentuk ibadat natal. Ibadat natal yang dilaksanakan dikemas dalam bentuk kebaktian dari gereja Kristen Protestan pada umumnya. Ibadat dibuka dengan beberapa lagu pujian, kemudian dilanjutkan dengan doa pembuka oleh bapak pendeta, kemudian singer istilah untuk pemimpin pujian mengajak umat untuk mempersiapkan hati dengan satu-dua lagu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
pujian, setelah itu teks kitab suci yang telah dipilih dibacakan dilanjutkan dengan kotbah dari bapak dan ibu pendeta, setelah itu kembali dilantunkan pujian dan ditutup dengan doa penutup serta nyanyian pujian. Saat ibadat berlangsung suasana yang tercipta cukup kidmat. Hanya saja ada beberapa warga binaan pemasyarakatan yang tidak bisa mengontrol keinginan untuk mengobrol sehingga perbincangan mereka terdengar keras. Materi yang dibawakan oleh pembina adalah materi pertobatan yang didasarkan pada kisah kitab suci. Penggunaan media audio visual sangat minim. Perangkat audio visual yang digunakan sebata microphone wireless, dan perlengkapan sound sistem lainya serta beberapa alat musik seperti gitar, keyboard, dan cajoon. Selain itu, keterlibatan warga binaan pemasyarakatan sangat minim. Hampir sebagian waktu pembinaan habis untuk kotbah bapak dan ibu pendeta. Namun berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan oleh penulis secara keseluruhan pembinaan iman yang telah dilaksanakan mendapatkan respon cukup positif dari warga binaan pemasyarakatan. Susana kebaktian pun terlihat ramai serta terlihat jelas rasa antusias dari para warga binaan untuk mengikuti kegiatan pembinaan iman. 6.
Laporan Hasil Studi Dokumen Selain menggunakan kuisioner terbuka, wawancara, dan observasi penulis
juga memindai dokumen-dokumen yang terkait dengan topik dan fokus penelitian yang telah ditentukan oleh penulis yakni materi pembinaan iman, profil narapidana, dokumentasi kegiatan pembinaan dan panduan atau tata tartib hidup di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
Dalam dokumen pembagian jadwal pelayanan pastoral pendampingan atau pembinaan narapidana yang diberikan oleh Frater Yusuf, penulis memindai ada contoh-contoh
materi
yang
dicantumkan.
Contoh-contoh
materi
yang
dicantumkan antara lain materi pada bulan April yakni Kristus bangkit-dijalan bersama murid-muridNya dengan teks Kitab Suci dari injil Lukas 24: 13-39, materi pada bulan Mei yakni Yesus sehari di Nazareth-Yesus sehari di Kapernaum dengan teks Kitab Suci dari injil Lukas 4:16-44. Pada dokumen yang lain penulis menemukan bahwa pernah pembinaan iman dikemas dalam bentuk penerimaan Sakramen Mahakudus. Materi ini penulis dapatkan dari Frater Yusuf dan dilaksanakan oleh beliau pada hari Sabtu tanggal 13 September 2014. Bentuk dari penerimaan Sakramen Mahakudus ini seturut dengan hasil pemindaian yang dilakukan oleh penulis adalah salah satu kegiatan terkonsep dengan satuan pertemuan yang dimulai dengan hening sejenak, kemudian dilanjutkan dengan lagu pembuka, tanda salib dan salam, lantas seruan tobat dan doa pembuka, kemudian adalah bacaan sabda yang disambung dengan renungan singkat dari pemimpin ibadat, lantas dilanjutkan dengan doa umat, kemudian seruan untuk menyambut komuni suci dan menyambut komuni suci diakhiri dengan doa penutup, berkat penutup dan nyanyian penutup. Selain itu dokumen yang penulis kumpulkan termasuk profil para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta akan penulis lampirkan pada lampiran. Begitu pula dengan dokumentasi foto-foto kegiatan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dan panduan atau tata tertib hidup di Lembaga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta penulis lampirkan pada bagian lampiran.
D.
Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian berdasar pada tujuan penelitian. Tujuan
penelitian ada enam, yaitu: mengetahui cukup atau tidaknya alokasi waktu yang digunakan untuk pelaksaan pembinaan iman bagi narapidana, untuk mengetahui bentuk, model, dan materi pembinaan yang relevan bagi pembinaan iman narapidana, guna menemukan hal-hal yang menjadi faktor penghambat dan halhal yang menjadi faktor pendukung pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana, untuk mengetahui sejauh mana pembinaan iman memberi dampak pertobatan dan perubahan sikap moral dan sosial para narapidana, dan untuk mengetahui bentuk, model, dan materi pembinaan iman yang benar-benar diharapkan oleh narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
1.
Cukup atau Tidaknya Alokasi Waktu yang Digunakan Untuk Pelaksaan
Pembinaan
Iman
bagi
Narapidana
di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas Ii A Wirogunan Yogyakarta Pada bagian ini penulis akan membagi pembahasan mengenai cukup atau tidaknya alokasi waktu pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan menjadi dua bagian berdasarkan aspek yang hendak diketahui, yaitu aspek tingkat kerutinan, dan aspek cukup atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
tidaknya alokasi waktu pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
a.
Aspek Tingkat Kerutinan Aspek tingkat kerutinan
pertama-tama berhubungan dengan pembagian
jadwal pembinaan yang disusun oleh Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terbagi menjadi 3 bentuk pembinaan. Pertama adalah pembinaan kemasyarakatan atau biasa disebut bimaswat meliputi kegiatan pembinaan agama Islam, Kristen, Katolik, Hidhu, Budha yang dilaksanakan melalui kerja sama dengan Departemen Keagamaan kota madya Yogyakarta, Pondok Pesantren, dan Badan Narkotika Yogykarta serta LSM yang terkait. Selain pembinaan agama, ada juga pembinaan olahraga dan kesenian meliputi pembinaan olah raga tenis menja, bola voli, futsal, bulu tangkis, musik keroncong, musik pop, dan band musik melayu. Bimaswat juga mencakupi pembinaan pendidikan wajib belajar untuk narapidana atau anak didik pemasyarakatan yang masih menempuh tingkat pendidikan, narapidana yang buta huruf diwajibkan mengikuti program kejar paket A, B, dan C. Pembinaan
yang
selanjutnya
adalah
pembinaan
kemandirian
dan
keterampilan kerja atau biasa disebut bimkerharker. Bimkerharker adalah pembinaan kemandirian dan keterampilan kerja yang didasarkan pada minat dan bakat warga binaan pemasyarakatan. Bimkerharker meliputi pembinaan pertukangan, kerajinan tangan, konblok dan batako, las dan bengel otomotif, persepatuan dan kerajinan sandang, keterampilan elektronik, peternakan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
mencakup perikanan, peternakan unggas, dan peternakan hewan seperti kambing, domba, sapi dll. Melihat bahwa Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta memiliki cukup banyak bentuk pembinaan bagi narapidana, oleh karena itu setiap pembinaan disusun sedemikian rupa hingga menjadi pembinaan rutin yang ada dijadwal pembinaan Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan iman atau pembinaan agama bagi narapidana Kristiani di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta memiliki jadwal dan waktu tersendiri. Menurut data yang penulis peroleh dari kuisioner terbuka pada pertanyaan nomor 3 semua responden (sebanyak 22 narapidana) menjawab bahwa pembinaan iman dilaksanakan secara rutin. Menurut jawaban para responden pembinaan iman dilaksanakan pada setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Sabtu dan pada hari Minggu di Minggu ke empat di setiap bulan. Pembinaan iman pada hari Senin, Selasa, dan Rabu jadwal pembinaan iman dengan pendamping atau pembina yang berasal dari Gereja Kristen Protestan. Sedangkan untuk jadwal pembinaan iman pada setiap hari Sabtu dan Minggu ke empat adalah jadwal pembinaan iman dengan pembina atau pendamping yang berasal dari kelompok PPNKY yang terdiri dari Frater, Bruder, Suster, dan para awam yang tegerak untuk melayani dan mengunjungi narapidana. b.
Aspek Alokasi Waktu Aspek alokasi waktu dapat dihubungkan dengan jadwal pembinaan yang
telah dibuat dan ditentukan oleh LAPAS. Jadwal yang telah dibuat itu tentunya dibuat dengan maksud agar para narapidana dapat menjalankan pembinaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
bertahap sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu pembinaan iman juga di batasi oleh durasi atau lamanya waktu pembinaan itu sendiri. Sebagai contoh kegiatan besukan atau kunjungan keluarga dibatasi oleh waktu besukan yang dimulai dari jam 08.00 sampai 11.30 WIB dengan alokasi masing-masing sesi kunjungan keluarga adalah 30 menit. Demikian pula dengan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta juga dibatasi dalam kurun waktu tertentu. Lama waktu yang diberikan oleh LAPAS adalah 2-2,5 jam yakni dimulai dari pukul 09.00-11.00 atau dari pukul 09.00-11.30 jika ada beberapa kondisi tertentu dan disetujui oleh petugas pendamping dari LAPAS. Melihat hal tersebut sesuai dengan tujuan penelitian pertama yang dimaksudkan penulis yakni cukup atau tidaknya alokasi waktu yang diberikan oleh LAPAS. Dari pertanyaan nomor 4 dalam kuisioner terbuka di dapatkan sebanyak 17 responden menjawab bahwa alokasi waktu pembinaan iman bagi para narapidana dirasakan mencukupi, 4 responden menjawab bahwa alokasi waktu pembinaan iman bagi para narapidana di rasa belum cukup dan satu responden menjawab bahwa alokasi waktu pembinaan iman bagi para narapidana dirasa lebih dari cukup. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebagian besar narapidana merasa bahwa alokasi waktu pembinaan iman dirasa cukup. Hal ini menunjukkan bahwa durasi waktu yang diberikan oleh LAPAS memang benar sesuai dengan kebutuhan narapidana dan durasi waktu yang diberikan oleh LAPAS yakni 2 jam dirasa cukup oleh para narapidana.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
Selain itu dari jawaban 4 responden yang menyatakan bahwa alokasi waktu pembinaan iman dirasa kurang menjadi perhatian tersendiri. Perasaan bahwa alokasi waktu dirasa kurang terjadi karena responden sering merasa kalau pembinaan iman terlambat dimulai sehingga keterlambatan itu memotong jatah alokasi waktu pembinaan iman yang telah disediakan.
2.
Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Relevan bagi Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A
Wirogunan Yogyakarta dilaksanakan secara rutin dengan jadwal seperti keterangan yang telah penulis uraikan di subbab sebelumnya. Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dilaksanakan dengan kerjasama antara LAPAS Wirogunan dan Kementrian Agama khususnya Kantor Wilayah Kementrian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta serta dengan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat tertentu. Pembinaan iman bagi narapidana dilaksanakan setiap hari Senin, Selasa, Rabu, dan Sabtu serta hari Minggu pada Minggu keempat setiap bulan. Pembinaan iman dilaksanakan sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing Warga Binaan Pemasyarakatan. Pembinaan iman bagi narapidana dengan kepercayaan Kristen Prostestan dilaksanakan setiap hari Senin, Selasa, dan Rabu. Sedangkan untuk pembinaan iman bagi narapidana dengan kepercayaan Katolik dilaksanakan setiap Sabtu dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Minggu keempat. Bagi beberapa narapidana pembedaan jadwal pembinaan ini tidak menjadi hal yang besar sehingga mereka juga mengikuti pembinaan iman baik dari narasumber Katolik maupun Kristen Protestan. Akan tetapi tidak sedikit juga yang hanya mau datang di salah satu pembinaan iman tersebut. Dari item pertanyaan nomor 1 pada kuisioner mengenai bentuk atau model pembinaan iman yang selama ini berlangsung di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 17
responden menjawab bentuk
pembinaan iman adalah sharing, 15 responden menjawab ibadat; 8 responden menjawab konseling, 4 responden menjawab kotbah, 3 responden menjawab diskusi;
3 responden menjawab kambium atau pendalaman Kitab Suci; 1
responden menjawab perayaan Ekaristi dan 1 responden menjawab latihan koor. Dari data di atas Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Wirogunan Yogyakarta dikemas sedemikian rupa sehingga menjawab kebutuhan para Warga Binaan Pemasyarakatan. Dari data kuisioner terbuka terjawab bahwa bentuk dan model yang digunakan dalam pembinaan iman sharing, ibadat, konseling, kotbah, diskusi, kambium atau pendalaman Kitab Suci perayaan Ekaristi dan latihan koor. Model dan bentuk yang digunakan memang bermacam-macam. Hal ini menunjukkan bahwa guna memenuhi kebutuhan para narapidana narasumber atau pembina harus pandai dan kreatif dalam mencari, menciptakan dan menggunakan model atau bentuk pembinaan iman. Bentuk yang paling sering digunakan oleh para narasumber atau pembina dalam melaksanakan pembinaan iman adalah sharing. Sharing yang dimaksudkan adalah sharing pengalaman para Warga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
Binaan Pemasyarakatan yang dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan panduan yang diajukan dan disiapkan oleh para pembina. Banyaknya responden yang menjawab sharing sebagai model dan bentuk pembinaan iman bagi narapidana berarti model dan bentuk sharing merupakan bentuk dan model yang relevan digunakan untuk memenuhi kebutuhan para Warga Binaan Pemasyaratakan.
Warga Binaan Pemasyarakatan memang
memerlukan “perhatian” khusus. Perhatian yang dimaksudkan adalah mereka butuh untuk dimengerti. Kebutuhan untuk dimengerti itu akan terlaksanan jika mereka merasa diterima sebagai kawan. Oleh karena itu sharing menjadi salah satu pintu gerbang untuk mengerti, menerima, dan akhinrya membina Warga Binaa Pemasyarakatan. Selain sharing, responden juga memberikan jawaban-jawaban lain seperti yang telah diuraikan oleh penulis di atas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta para pembina atau pendamping berusaha untuk menjadi kreatif dengan menyediakan beragam bentuk dan model pembinaan iman. Keberagaman model dan bentuk pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta juga menunjukkan bahwa pembinaan iman yang telah dilaksanakan menuju pada pembentukan diri pribadi Katolik/Kristen yang semakin berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus dalam segala aspek kehidupannya secara total dan integral dalam ungkapan dan perwujudannya. Keberagaman model dan bentuk pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
memenuhi empat unsur utama pembinaan iman. Unsur pengembangan pengetahuan iman dapat dikaji dalam model dan bentuk pembinaan iman diskusi, pendalaman Kitab Suci atau kambium dan kotbah. Usnur penghayatan iman Kristiani dapat nampak dalam ibadat dan Perayaan Ekaristi serta latihan koor dimana koor atau paduan suara adalah salah satu bentuk Tradisi Gereja. Sedangkan unsur pembinaan moral dan peningkatan hidup menggereja dan memasyarakat terlihat dari dua bentuk pembinaan iman yakni konseling dan sharing. Keberagaman bentuk dan model pembinaan iman juga mengakibatkan materi yang digunakan dalam pembinaan iman menjadi beragam. Dalam kuisioner pertanyaan materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta terdapat pada item nomor 2 sebanyak 13 responden menjawab materi yang menjadi bahan pembina iman bagi narapidana adalah perikop-perikop Kitab Suci, 8 responden menjawab pengalaman pribadi, 6 responden menjawab materi tematis tentang kasih, pertobatan, dan keselamatan, 1 responden menjawab materi yang digunakan dari ajaran Gereja dan 1 responden menjawab kadang-kadang materi pembinaan iman diambil dari film dengan tema tertentu. Sebanyak 13 responden menjawab materi yang digunakan adalah perikopperikop Kitab Suci memiliki arti bahwa lewat materi kisah Kitab Suci para pembina mengajak para Warga Binaan Pemasyarakatan untuk mengenal, mencintai dan mengikuti Yesus Kristus. Lewat materi Kitab Suci pembina atau pendamping pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta mencoba memenuhi kebutuhan Warga Binaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Pemasyarakatan yakni diterima dan dimengerti. Selain itu, lewat materi yang berakar pada Kitab Suci para pembina mencoba memenuhi tujuan utama pembinaan iman yakni pembentukan diri menjadi pribadi Katolik yang berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus dalam segala dimensi hidupnya secara total dan integral dalam ungkapan dan perwujudannya (Dewan Karya Pastoral Keuskupan Agung Semarang 2014 : 3). Selain materi dari kisah Kitab Suci, responden juga memberikan jawabanjawaban lain seperti yang telah diuraikan oleh penulis di atas. Hal ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta para pembina atau pendamping berusaha untuk menjadi kreatif dengan mempersiapkan materi atau bahan-bahan yang beragam untuk pelaksanaan pembinaan iman. Hal ini menunjukkan bahwa dengan materi yang beragam pembina atau pendamping mencoba memenuhi empat unsur pembinaan iman. Dalam materi ajaran Gereja dan materi-materi tematis tentang kasih, pertobatan dan keselamtan nampak bahwa unsur pengembangan pengetahuan iman dan penghayatan tradisi Katolik terpenuhi. Sedangkan lewat pengalaman pribadi dalam kehidupan seharihari dan makna atau inspirasi dari film-film tampak bahwa unsur pembinaan moral dan peningkatan hidup menggereja dan memasyakat terpenuhi. Semua materi ini dibungkus dengan materi yang berakar pada Kitab Suci sehingga dengan mendengarkan, menerima, dan mengolah materi yang telah diterima para responden dapat semakin hidup berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus. Yesus Kristus menjadi teladan sekaligus inspirasi bagi hidup mereka. Yesus menjadi pusat kasih, pertobatan dan keselamatan di kehidupan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
3.
Faktor-Faktor Penghambat Terlaksananya Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Setelah pada sub bab sebelumnya dibahas mengenai alokasi waktu,model,
bentuk dan materi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, pada sub bab ini akan dibahas mengenai halhal yang menjadi faktor-faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Dalam pembinaan iman, segala hal mungkin saja terjadi. Persiapan yang mungkin sudah dipersiapkan dengan sedemikian rupa dapat menjadi berbeda ketika berada di tengah situasi nyata. Ada hal-hal yang memang tidak terhindarkan atau menjadi halangan bagi terlaksana dan tercapainya tujuan pembinaan iman. hal-hal yang tidak terhindarkan dan hal-hal yang menjadi penghalang itu dapat disebut sebagai faktor-faktor penghambat. Demikian pula dengan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Dalam kuisioner terbuka tentang pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 6 responden menjawab bahwa waktu yang disediakan oleh lembaga tidak mencukupi, 4 responden menjawab proses administrasi bagi narapidana perempuan sedikit dipersulit, 4 responden menjawab ada rasa malas mengikuti pembinaan iman, 3 responden menjawab warga binaan tidak dapat datang, 1 responden menjawab kondisi warga binaan yang stress memikirkan hukuman dan 1 responden menjawab lagu-lagu rohani serta bacaan rohani yang terbatas menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
Sebanyak 6 responden menjawab bahwa waktu yang disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta kurang mencukupi. Waktu yang dimaksudkan adalah “jatah” atau durasi waktu pembinaan iman. Durasi atau “jatah” waktu pembinaan iman yang disediakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah 2 jam. Pembinaan iman dimulai pada pukul 09.00-11.00. WIB. Pada kenyataannya pembinaan iman praktis dimulai setelah para pembina selesai melalui serangkaian proses pemeriksaan keamaan. Proses pemeriksaan keamanan sendiri membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 15 menit. Setelah selesai di pemeriksaan keamanan para pembina masih harus berjalan kaki dari pos keamanan di pintu masuk menuju gereja yang memakan waktu sekitar 5 menit. Selanjutnya para pembina terlebih dahulu menyalami para Warga Binaan Pemasyarakatan dan mempersiapakan segala perlengkapan guna pembinaan iman yang memakan waktu sekitar 10 sampai 15 menit. Jadi proses keseluruhan sebelum pembinaan dimulai membutuhkan waktu sekitar 20 sampai 25 menit. Praktis waktu efektif untuk melaksanakan pembinaan iman tersisa 100 sampai 105 menit. Jawaban durasi yang kurang cukup kiranya dapat dipahami menginggat waktu yang efektif untuk melaksanakan pembinaan iman adalah 100 sampai 105 menit atau hanya satu setengah jam. Durasi efektif satu setengah jam bahkan tidak mencukupi untuk memutar film dengan tema tertentu dan berbagi cerita setelah menonton film, dimana film pada umumnya berdurasi 120 menit atau dua jam ditambah lagi dengan sharing yang memakan waktu lebih lama lagi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
Selain waktu atau durasi, jawaban lain yang muncul adalah proses adminitrasi bagi narapidana perempuan yang dirasa tidak berjalan dengan lancar. Para Warga Binaan Pemasyarakatan sering menyebut proses administrasi ini dengan istilah “bon-bonan”. Istilah bon-bonan ini merujuk pada sistem yang diterapkan dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Narapidana yang hendak mengikuti pembinaan iman atau kegiatan lain terlebih dahulu harus di “bon” atau dipesan atau dimintakan ijin kepada petugas penjaga sel tahanan. Selama ijin itu belum keluar maka narapidana tidak akan bisa mengikuti proses pembinaan iman atau kegiatan pembinaan lain. Selain waktu, proses “bon-bonan”, responden juga menjawab salah satu hal yang menjadi faktor penghambat terlakasananya pembinaan iman adalah rasa malas untuk mengikuti pembinaan iman dari diri Warga Binaan Pemasyarakatan. Dapat dipahami kehidupan di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak sebebas kehidupan di “dunia” luar pada umumnya. Gerak-gerik yang terbatas, pembinaan iman yang itu-itu saja, konsep Tuhan adalah baik yang tidak mudah dicerna dan dimengerti serta selalu ada pengawasan kadang membuat mood tidak nyaman. Ketidaknyaman ini yang menimbulkan rasa malas yang berujung ketidakhadiran Warga Binaan Pemasyarakatan dalam proses pembinaan iman. Lain halnya dengan rasa malas, ada juga Warga Binaan Pemasyarakatan yang ingin hadir dan mengikuti pembinaan iman namun tidak dapat hadir karena kegiatan pembinaan iman bertabrakan dengan kegiatan yang lain. Hal ini juga menjadi salah satu faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana. Terkadang, ketika jadwal pembinaan tiba beberapa narapidana juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
sedang melakukan kegiatan lain misalnya narapidana sedang mendapatkan kunjungan khusus atau harus pergi karena ada kegiatan persidangan. Selain “tempuk” dengan kegiatan lain, ada juga narapidana yang tidak mengikuti pembinaan iman karena terlampau stress memikirkan masa hukuman yang akan dijalani. Dalam keadaan ini narapidana cenderung memilih tidak hadir dalam proses pembinaan iman. Hal ini juga menjadi salah satu faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Hal terakhir yang menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah lagu-lagu dan bacaan rohani yang terbatas sehingga membuat narapidana tidak memiliki referensi lain yang dapat digunakan untuk bernyanyi atau menimba ilmu, informasi, dan nilai-nilai baik yang terkandung buku-buku bacaan rohani. Terbatasnya buku-buku dan nyanyian-nyanyian yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembinaan iman secara tidak langsung menjadi penghambat terlaksananya pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
4.
Faktor-Faktor Pendukung Terlaksananya Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Setelah pada sub bab sebelumnya dibahas mengenai hal-hal yang menjadi
faktor-faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, pada sub bab ini akan dibahas mengenai hal-hal yang menjadi faktor-faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Keberhasilan pembinaan iman tidak dapat lepas dari adanya hal-hal yang menjadi pendukung terlaksananya proses pembinaan iman itu sendiri. Hal-hal itu bisa berasal dari luar atau dalam pembinaan iman itu sendiri. Hal-hal yang menjadi pendukung keberhasilan pembinaan iman disuatu instansi tertenu disebut dengan faktor-faktor pendukung. Demikian pula dengan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Dalam kuisioner terbuka tentang pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sebanyak 7 responden menjawab bahwa relasi menjadi salah satu faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman, 4 responden menjawab fasilitas pembinaan iman, 3 responden menjawab antusiasme warga binaan, 2 responden menjawab materi pembinaan iman, 1 responden menjawab souvenir, 1 responden menjawab administrasi, 1 responden menjawab kerjasama antara Lembaga dan lembaga sosial masyarakat, dan 3 responden tidak memberikan jawaban. Hal pertama yang menjadi faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan adalah adanya relasi yang mendalam antara Warga Binaan Pemasyarakatan dengan para pembina. Relasi yang mendalam adalah hubungan timbal balik antara satu orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
dengan orang yang lain. Hubungan ini didasari pada rasa kepercayaan antara satu sama lain juga rasa saling menyayangi satu sama lain. Relasi yang mendalam menjadi dasar bagi para pembina untuk memenuhi kebutuhan para Warga Binaan Pemasyarakatan yakni kebutuhan untuk dimengerti dan diterima. Relasi yang mendalam membuat para pembina lebih mudah dalam menyampaikan materi dan membuat para Warga Binaan Pemasyarakatan lebih mudah menangkap konsep materi yang ingin disampai oleh pembina. Relasi yang mendalam menjadi simbol relasi antara Allah dengan manusia berdosa dimana Allah selalu mengerti dan menerima manusia dengan segala kesalahannya dan manusia yang selalu berusaha mencari dan membangun relasi yang mendalam dengan Allah. Hal kedua yang menjadi faktor pendukung adalah fasilitias yang tersedia cukup untuk menunjang terlaksananya pembinaan iman. Fasilitias pembinaan iman yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah satu buah gedung Gereja, satu set alat musik yang terdiri dari satu buah keyboard, dua buah gitar, dan satu buah cajoon, satu set perlengkapan audio yang terdiri dari speaker, mic wireles, dan mixer selain itu juga terdapat buku nyanyian seperti madah bakti dan buku nyanyian pujian serta Kitab Suci. Hal ketiga yang menjadi faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah antusiasme para Warga Binaan Pemasyarakatan dalam mengikuti pembinaan iman. Warga Binaan Pemasyarakatan terlihat antusias dengan adanya kegiatan pembinaan iman bagi mereka. Hal ini terlihat ketika para pembina datang mereka tidak malu untuk datang dan memberikan senyum, sapa, dan salam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Kerinduan Warga Binaan Pemasyarakatan semakin terlihat ketika mereka diberi kesempatan untuk bernyanyi, didengarkan kisah hidup kesehariannya, dan diberi renungan Kitab Suci. Hal keempat adalah oleh-oleh yang dibawa oleh para pembina. Kadangkadang meski tidak sering pembina membawakan para Warga Binaan Pemasyarakatan beberapa oleh-oleh. Oleh-oleh yang dibawakan kadang berupa makanan, buku, perlengkapan mandi, buku doa, Rosario dan lain sebagainya. Bagi Warga Binaan Pemasyarakatan oleh-oleh dipandang sebagai bentuk tanda kasih yang merupakan penghargaan kepada mereka sebab belum tentu mereka mendapatkan oleh-oleh dari orang-orang terdekat mereka. Hal kelima yang menjadi salah satu dari faktor-faktor terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah materi pembinaan iman. Menurut salah seorang Warga Binaan Pemasyarakatan materi pembinaan iman dianggap tepat memenuhi kebutuhan hidupnya. Materi pembinaan meski berakar pada Kitab Suci yang sudah ribuan tahun masih tetap relevan dengan kehidupan jaman sekarang, apalagi dengan kehidupan sehari-hari para Warga Binaan Pemasyarakatan. Hal keenam yang juga menjadi salah satu faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah proses administrasi yang baik bagi para pembina. Sejauh yang penulis amati dan berdasarkan keterangan dari Warga Binaan Pemasyarakatan hampir tidak ada masalah atau kendala administrasi yang menyangkut para pembina. Hal ini dikarenakan adanya kerja sama yang baik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
antara Lembaga Pemasyaraktan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dengan Kantor Wilayah Kementrian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Lembaga Swadaya Masyarakat seperti PPNKY. Tidak adanya masalah administrasi bagi para pembina dan adanya kerja sama yang baik antar Instasi tersebut membuat pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta berjalan dengan lancar.
5.
Dampak
Pembinaan
Iman
bagi
Narapidana
di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Setelah pada sub bab di atas penulis membahas mengenai alokasi waktu, bentuk, model, bahan, faktor penghambat, dan faktor pendukung terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, maka pada bagian kali ini penulis akan membahas mengenai dampak pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Oleh karena itu, pada bagian ini penulis akan membagi pembahasan menjadi dua pokok yakni tujuan pembinaan iman dan dampak pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. a.
Tujuan Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarkatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Setiap kegiatan pembinaan pasti memiliki tujuan akhir yang bersifat positif.
Demikian pula dengan kegiatan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Wirogunan Yogyakarta. pembinaan iman bagi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
narapidana di Lembaga Pemasyaraktan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta menurut jawaban para narapidana melalui kuisioner terbuka yakni sebanyak 11 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta guna memperteguh iman melalui pertobatan, 5 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi warga binaan adalah guna mempersiapkan warga binaan supaya dapat diterima kembali di masyarakat, 4 responden menjawab supaya dapat berperilaku lebih baik, 1 responden menjawab supaya bertobat dan diterima di masyarakat serta 1 responden menjawab bahwa tujuan pembinaan iman bagi warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah guna tetap memiliki harapan untuk hidup. Dari data di atas dapat dikaji bahwa tujuan pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta mampu dipahami sebagai pembentukkan pribadi narapidana melalui proses pertobatan dan memperteguh iman supaya karena pribadi yang utuh itulah para Warga Binaan Pemasyarakatan kembali
diterima di masyarakat dan supaya Warga Binaan Pemasyarakatan
mampu berperilaku baik dan tidak menjadi biang masalah di tengah masyarakat dimana ia diterima dan tinggal. Selain itu ada pula tujuan khusus dari pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan seperti yang disampaikan oleh Ms. Mary Jane Veloso, terpidana hukuman mati, memberikan tujuan khusus pembinaan iman, menurut beliau dan bagi beliau pembinaan iman memberikan tujuan hidup. Dalam penantian pelaksanaan hukuman mati, pembinaan iman seperti oase yang ada di tengah padang gurun gersang, pembinaan iman bagi Ms. Mary Jane memberikan harapan dan kekuatan untuk tetap percaya bahwa ia akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
tetap hidup. Pembinaan iman memberikan harapan bagi Mary Jane untuk tetap hidup dan berkumpul kembali dengan keluarganya. b.
Dampak
Pembinaan
Iman
bagi
Narapidan
di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dilaksanakan bukan tanpa maksud dan tujuan. Seperti telah dijelaskan penulis di subbab sebelumnya bahwa pembinaan iman bagi narapidana memiliki tujuan pembinaan. Kiranya diharapkan dari pembinaan iman yang telah diberikan narapidana dapat kembali hidup dengan baik di tengah masyarakat. Pembinaan iman diharapkan memberi dampak nyata pada kehidupan narapidana baik itu dalam kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan atau di lingkup masyarakat luas. Sejauh yang penulis lihat dan amati, begitu pula dengan keterangan dari narasumber yang penulis wawancarai, pembinaan iman bagi narapidana member dampak positif pada kehidupan pribadi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan. Dampak yang sering kali terlihat adalah adanya kelakuan baik dari narapidana entah
itu
menjadi
lebih
sering
berdoa,
terbuka
menceritakan
semua
permasalahannya ketika konseling, dan semakin mampu menerima kekurangan orang lain sesama narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Salah satu contoh dampak positif dari pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan adalah kisah hidup Mary Jane. Melalui pembinaan iman dalam bentuk konseling, ibadat, sharing dan perayaan Ekaristi harapannya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
untuk hidup kembali dibangun. Walau telah mendapatkan vonis hukuman mati, namun melalui pendampingan yang menjadi bagian dari pembinaan iman, ia dibantu untuk menemukan kembali harapan hidupnya. Ia dibantu untuk kembali hidup dan dibantu untuk memperjuangkan hak hidupnya. Bahkan ia juga diajak untuk siap merelakan hidupnya kapan saja demi Kristus yang ia yakini. Pembinaan iman yang berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus yang dapat diteladani lewat kisah Kitab Suci memberi dampak perubahan dan kemauan untuk berjuang menjadi lebih baik sehingga dengan perubahan dan kemauan itu, para narapidana semakin dikuatkan untuk terus berjuang dalam hidup yang keras, dan dapat kembali di terima di masyarakat dengan segala kebaikkannya.
6.
Bentuk, Model dan Materi Pembinaan Iman yang Benar-benar diharapkan oleh Para Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Pada bagian ini penulis akan membahas mengenai bentuk, model, dan
materi pembinaan iman yang benar-benar diharapkan oleh para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Pembahasan penulis mencakup harapan-harapan narapidana terhadap bentuk,model, dan materi pembinaan iman yang akan datang. Selain itu juga akan dijelaskan harapanharapan lain dari narapidana setelah mengikuti pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Secara garis besar bentuk, model dan materi pembinaan iman yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
sudah terlaksana dengan baik. Bentuk dan model yang beragam dan materi yang selalu baru serta pembinaan iman yang dipersiapkan benar-benar berdampak pada kehidupan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Dalam kuisioner terbuka mengenai harapan para warga binaan terkait pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta yang akan dilaksanakan di masa mendatang sebanyak 5 responden berharap agar pembinaan iman memiliki tindak lanjut guna merealisasikan materi yang telah diberikan, 2 responden berharap tentang pembina yang merangkul, 2 responden berharap agar dapat kembali diterima di masyarakat, 2 responden berharap agar dapat belajar memimpin doa dan lagu-lagu pujian, 3 responden berharap agar pembinaan yang akan datang dapat dipersiapkan lebih baik, 1 responden berharap agar warga binaan memiliki kesadaran untuk mengikuti pembinaan iman, 1 responden berharap agar waktu pembinaan iman ditambah, 1 responden berharap agar lebih dikuatkan dalam iman, 1 responden berharap agar proses administrasi bagi warga binaan perempuan lebih mudah, dan 4 responden tidak memiliki harapan terhadap pembinaan iman yang akan dilaksanakan pada masa mendatang. Dari data di atas dapat dilihat jika bentuk, model, dan materi pembinaan iman tidak bermasalah sehingga perlu diganti atau dirombak. Dari data di atas yang justru menjadi harapan tertinggi adalah bentuk tindak lanjut dari pembinaan iman itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa selama ini pembinaan iman mengandaikan setelah narapidana kembali ke masyarakat mereka dapat membangun hidup mereka sendiri. Namun pada kenyataannya justru sebaliknya,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
karena tidak adanya bantuan untuk bangkit dan membangun hidup kembali, residivis atau narapidana yang telah masuk ke dalam masyakarat kembali melakukan tindak kejahatan. Oleh karena itu penting bahwa pembinaan iman juga perlu memikirkan tentang tindak lanjut yang akan diperbuat guna membantu narapidana membangun kembali kehidupannya. Akan tetapi, tidak bermasalah bukan berarti pembinaan iman bagi narapidana itu sempurna. Beberapa hal yang menjadi harapan narapidana terhadap pembinaan iman nampak dalam jawaban bahwa ada responden yang ingin belajar untuk memimpin doa dan nyanyian. Hal ini menunjukkan bahwa pembinaan iman iman masih begitu tergantung pada pembina dan bertitik pusat pada pembina. Meskipun tidak begitu besar, pembinaan iman hendaknya juga memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menggembangkan dirinya, baik itu lewat kepemimpinan dalam doa, maupun dalam memimpin nyanyian. Ada pula yang berharap agar pembinaan iman dapat dipersiapkan lagi dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa pembinaan iman yang tidak dipersiapkan dengan baik dapat dimengerti oleh Warga Binaan Pemasyarakatan. Di samping keterangan dari responden, hasil observasi penulis juga menunjukkan bahwa kadang pembinaan iman dilaksanakan tanpa adanya koordinasi awal. Koordinasi selalu dilakukan setelah para pembina masuk ke dalam Gereja. Koordinasi mendadak seperti ini selain memakan waktu juga memperlihatkan bahwa pembinaan iman tidak dikoordinasikan dengan baik di awal. Ada juga Warga Binaan Pemasyarakatan yang berharap agar alokasi waktu atau durasi pembinaan iman ditambah. Hal ini tidak lepas dari berkurangnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
waktu efektif pembinaan iman karena proses administrasi keamanan dan proses persiapan pembinaan iman itu sendiri. Harapan lainnya adalah lebih mudahnya proses
administrasi
bagi
Warga
Binaan
Pemasyarakatan
Perempuan.
Terlambatnya “bon” atau adanya gangguan lain jelas merugikan dan menghmbat proses pembinaan iman. Oleh karena itu diharapkan agar proses “bon” menjadi lebih mudah dan lebih cepat agar dapat menunjang pembinan iman bagi narapidana khususnya bagi Warga Binaan Pemasyarakatan perempuan. Selain itu Warga Binaan Pemasyarakatan juga berharap agar pembinaan iman selalu memiliki pembina yang merangkul. Relasi yang terjadi bukan basabasi tetapi relasi mendalam yang saling mengerti dan memahami. Para Warga Binaan Pemasyarakatan berharap agar pembinaan iman memiliki pembina yang mampu membangun relasi mendalam antara pembina dan para Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta.
E.
Kesimpulan Pada bagian ini penulis akan menyampaikan empat kesimpulan berdasarkan
pembahasan hasil penelitian. Pertama, alokasi waktu atau durasi proses pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta penulis rasa cukup. Akan tetapi ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh para pembina yakni pertama mengenai manajemen waktu secara efektif. Misalnya pada bagian pemeriksaan banyak membuang waktu karena harus menyimpan barang-barang terlebih dahulu. Hal ini tidak akan membuang banyak waktu jika barang-barang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Selain itu pembagian petugas juga efektif karena petugas baru ditunjuk saat pembina datang ke LAPAS. Kedua, bentuk, model dan materi pembinaan iman sudah bagus karena sudah mencakup tujuan pembinaan iman yakni membina atau membentuk diri menjadi pribadi Katolik yang berakar dan berpola pada hidup Yesus Kristus dalam segala dimensi hidupnya secara total dan integral. Selain itu pembinaan iman juga sudah memenuhi empat unsur utama pembinaan iman yakni mencakup dimensi: pengembangan pengetahuan iman, penghayatan tradisi Katolik, pembinaan moral dan pengembangan hidup menggereja dan memasyarakat. Ketiga, faktor pendukung yang paling berpengaruh dalam terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah adanya relasi yang akrab dan terbuka antara pembina dengan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Relasi yang akrab dan terbuka yang terjalin antara para pembina dan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan mempermudah para pembina untuk mendampingi para Warga Binaan. Keempat, ada hal-hal yang diharapkan untuk diupayakan demi semakin berhasilnya kegiatan pembinaan bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Haarapan tersebut antara lain: pembinaan iman yang perlu dipersiapkan lebih baik lagi dengan melibatkan Warga Binaan Pemasyarakatan. Selanjutnya adalah harapan agar dapat diupayakan adanya tindak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
lanjut dari pembinaan iman guna membantu Warga Binaan Pemasyarakatan membangun kembali kehidupannya supaya dapat kembali diterima oleh masyarakat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
BAB IV SHARED CHRISTIAN PRAXIS SEBAGAI USULAN KATEKESE BAGI PARA NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WIROGUNAN YOGYAKARTA
Bab IV ini berisi tentang Shared Christian Praxis sebagai usulan model pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Yogyakarta guna meningkatkan dan mengembangkan iman mereka. Tujuan pembinaan iman ini adalah membantu para narapidana untuk menyesali semua perbuatan bersalahnya melalui pengampunan serta langkah tobat sehingga iman mereka semakin dikuatkan dan diteguhkan. Selain itu, pembinaan iman ini juga bertujuan guna mempersiapkan para narapidana untuk sadar akan kehidupan sosial yang menanti mereka setelah mereka bebas dari Lembaga Pemasyarakatan. Diharapkan kedewasaan iman yang telah terbina mengiring kedewasaan moral dan sosial mereka, sehingga mereka tidak mengulangi kesalahan yang sama ketika berada di dalam lingkup hidup bermasyarakat. Pada bab III penulis telah melakukan penelitian terhadap pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi waktu yang diberikan oleh Lembaga Pemasyarakatan masih dirasa kurang hal ini tampak dalam faktor penghambat pelaksanaan pembinaan iman yang mayoritas jawaban responden adalah alokasi waktu masih kurang, bentuk, model dan materi pembinaan iman lebih sering
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
dikemas dalam sharing dengan materi yang diambil dari Kitab Suci serta pengalaman hidup para narapidana. Selain itu relasi mendalam menjadi faktor pendukung yang utama guna menunjang pelaksanaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Maka sebagai tindak lanjut dari penelitian tersebut, penulis berusaha memberikan sumbangan pemikiran berupa model pembinaan iman dalam bentuk Shared Christian Praxis. Shared Christian Praxis ini dikemas secara menarik. Berpusat dari pengalaman hidup para narapidana, SCP menuntun para narapidana perlahan menuju pertobatan yang utuh, sehingga iman mereka semakin diteguhkan dan dikuatkan.
A.
Pengertian Shared Christian Praxis Katekese dengan model Shared Christian Praxis ini pertama kali
diperkenalkan oleh Thomas H. Groome. Ia adalah seorang ahli katekese yang berusaha mencari pendekatan katekese yang handal dan efektif, yaitu suatu model yang
sungguh-sungguh
mempunyai
dasar
teologis
yang
kuat,
mampu
memanfaatkan perkembangan ilmu pendidikan dan memiliki keprihatinan pastoral yang aktual. Model ini ditawarkan untuk menjawab kebutuhan para katekis dalam membantu umat demi perkembangan iman mereka. Model SCP merupakan salah satu model katekese umat yang menekankan proses yang bersifat dialogis partisipatif. Tujuan dari proses ini adalah agar dapat mendorong peserta untuk mampu mengkomunikasikan antara Tradisi dan visi hidup peserta dengan Tradisi dan visi Kristiani. Dan pada akhirnya, peserta baik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan pengambilan keputusan demi makin terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah. Model katekese ini dapat dikatakan sebagai model praksis, karena bermula, berproses dan berakhir dari praksis hidup peserta. Pengalaman hidup peserta tersebut, direfleksikan secara kritis sehingga peserta mampu menemukan maknanya, kemudian mengkonfrontasikan dengan Tradisi atau visi Kristiani supaya muncul pemahaman sikap dan kesadaran baru yang member motivasi pada praksis baru. Orientasi model SCP ini adalah praksis peserta sebagai subyek yang bebas dan bertanggungjawab (Heryatno Wono Wulung, 1997: 1). Model SCP ini memiliki tiga komponen yaitu praksis, Kristiani dan sharing. Untuk memahami lebih dalam model ini, maka akan dijelaskan masingmasing komponen itu sebagai berikut:
a. Shared Istilah shared atau sharing mengandung pengertian komunikasi timbal balik, pasrtisipasi aktif dan kritis dari semua peserta. Istilah ini juga merupakan proses katekese yang menekankan unsur dialog-pasrtisipatif peserta yang ditandai dengan suasana kebersamaan, persaudaraan, keterlibatan dan solidaritas. Dalam sharing semua peserta diharapkan untuk ikut aktif, terbuka, siap mendengarkan dengan hati pengalaman orang lain dan berkomunikasi dengan kebebasan hati (Heryatno WW, 1997: 4). Mendengarkan berarti juga melibatkan keseluruhan diri sehingga dalam mendengarkan timbullah gerak hati, empati terhadap apa yang dikomunikasikan oleh orang lain (Sumarno Ds, 2014: 17).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
b. Christian atau Kristiani Maksud dari kristiani dalam SCP adalah mengusahakan agar kekayaan iman kristiani sepanjang sejarah dan visinya makin terjangkau dan relevan untuk kehidupan peserta. Tradisi kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat yang hidup dan sungguh dihidupi. Sedangkan visi kristiani menegaskan tuntutan dan janji Allah yang terkandung di dalam tradisi, tanggung jawab dan pengutusan orang kristiani sebagai jalan untuk menghidupi semangat dan sikap kemuridan. Visi kristiani yang paling hakiki adalah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia (Heryatno Wono Wulung, 1997: 3).
c. Praxis atau Praksis Praksis adalah suatu tindakan manusia yang sudah direfleksikan. Sebagai tindakan, praksis meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia yang mampunyai tujuan untuk mencapai perubahan hidup yang meliputi kesatuan antara praktek dan teori, antara refleksi kritis dan kesadaran historis. Praksis mempunyai tiga unsur yaitu: aktivitas, refleksi dan kreativitas. Unsur pertama, aktifitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan social, hidup pribadi dan kegiatan public yang merupakan medan untuk perwujudan diri sebagai manusia. Kedua, refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan social terhadap kehidupan bersama serta terhadap “Tradisi dan Visi iman Kristiani sepanjang sejarah. Ketiga, kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan transendensi manusia dalam dinamika menuju masa depan yang terus berkembang sehingga melahirkan prkasis baru (Heryatno Wono Wulung, 1997: 2)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
d. Langkah-langkah Shared Christian Praxis (SCP) Menurut Thomas H. Groome, SCP merupakan suatu model berkomunikasi tentang makna pengalaman hidup antar peserta, yang mana dalam prosesnya terdapat lima langkah pokok. Namun sebelumnya didahuli langkah awal atau pendahuluan sebagai berikut: 1) Langkah Awal: Pemusatan Aktivitas Tujuan dari langkah ini adalah mendorong peserta sebagai subyek utama menemukan topik pertemuan yang bertolak pada kehidupan konkret berkaitan dengan tema pertemuan. Dalam proses menemukan topik yang sesuai dengan tema dasar dapat menggunakan sarana seperti simbol, foto, cerita, film, video, dan lain-lain. Pemilihan tema pertemuan perlu memperhatikan situasi konkret peserta, tujuannya, dinamika pendekatan yang bersifat dialogis, dan sumber-sumber iman kristiani (Heryatno Wono Wulung, 1997: 10). Di samping itu pada langkah ini, pendamping harus dapat menciptakan lingkungan psikososial dan fisik yang mendukung supaya peserta dapat berpartisipasi aktif dan kreatif dalam suasana dialog dan kebersamaan (Heryatno Wono Wulung, 1997: 10). 2) Langkah I: Pengungkapan Praksis Faktual Langkah pengalaman
ini
hidup
bertujuan faktual.
membuat Peserta
peserta
menyadari
untuk
mengungkapkan
pengalaman
hidupnya,
membahasakan dan mengomunikasikannya pada peserta lain. Pengungkapan pengalaman hidup faktual ini bisa berupa pengalaman peserta sendiri, atau kehidupan dan permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, ataupun gabungan keduanya yang dia pandang cocok dengan tema yang sudah digali bersama. ( Heryatno Wono Wulung, 1997: 11).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
3) Langkah II: Refleksi Kritis pada Komunikasi Praksis Faktual Pada langkah ini bertujuan membantu peserta supaya berdasar pengalaman hidupnya sampai pada tingkat kesadaran terdalam guna mengolah dan menemukan makna baru hingga ia terdorong melangkah pada praksis baru. Ada beberapa perspektif yang perlu diperhatikan dalam langkah ini yaitu refleksi kritis pada pengalaman peserta, interpretasi kritis dan kreatif pada komunikasi pengalaman faktual, serta komunikasi tradisi dan visi peserta (Heryatno Wono Wulung, 1997: 14). Sementara dialog dan visi peserta hendaknya berkualitas, sepertinya dialog tersebut
menekankan
terwujudnya
relasi
subyek
dengan
subyek
yang
mengandalkan kejujuran, keterbukaan dan partisipasi aktif dari semua peserta dengan rasa hormat (Heryatno Wono Wulung, 1997: 15). Pada langkah ini, pendamping perlu juga menyadari keadaan peserta karena refleksi merupakan tahap yang sulit yang membutuhkan kesabaran dan ketrampilan untuk memperkembangkannya (Heryatno Wono Wulung, 1997: 18). 4) Langkah III: Mengusahakan Tradisi dan Visi Kristiani lebih Terjangkau. Pada langkah ini, Visi kristiani mengungkapkan janji keselamatan dan kepenuhan yang mendorong peserta pada tanggungjawab mereka untuk menjadi partner Allah dalam mewujudkan kehendak-Nya yaitu menyelamatkan manusia (Heryatno Wono Wulung, 1997: 20). 5) Langkah IV: Hermeneutik yang dialektik antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan“Tradisi dan Visi” Peserta. Langkah ini lebih menekankan interpretasi yang dialektis antara tradisi dan visi faktual peserta dengan tradisi dan visi kristiani yang akan melahirkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
kesadaran sikap dan niat baru sebagai jemaat kristiani. Di satu pihak peserta mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka ke dalam tradisi dan visi kristiani, di lain pihak mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika tradisi dan visi kristiani (Sumarno Ds, 2014: 21). Pada langkah ini, peserta dapat mengemukakan apa yang sungguh-sungguh mereka pikirkan serta mengungkapkan perasaan, sikap intuisi, persepsi, penegasan dan lain-lain (Heryatno Wono Wulung, 1997: 32). Selain itu, pendamping perlu menyadari bahwa tafsiran pendamping bukan kata mati, yang bukan merupakan kebenaran satu-satunya (Sumarno Ds, 2014: 22). 6) Langkah V: Keterlibatan Baru demi Terwujudnya Kerajaan Allah Langkah ini bertujuan mendorong peserta sampai pada keterlibatan baru dengan harapan juga peserta dapat mengambil keputusan sendiri untuk mengalami pertobatan
terus-menerus
(metanoia).
Pada
umumnya
keputusan
dapat
dikategorikan dalam empat kelompok : (a). yang bersifat kognitif, afektif, dan praktikal; (b). level personal, interpersonal, dan sosial; (c). berkenaan dengan aktivitas pribadi dan kelompok; (d). menjadi operasional dalam kelompok sendiri atau di luar kelompok (Heryatno WW, 1997: 35).
B.
Usulan Program Pembinaan Iman bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Yogyakarta, Dengan Model Shared Christian Praxis. Usulan program ini merupakan tindak lanjut dari hasil peneltian yang telah
penulis
lakukan
terhadap
para
Pembina
dan
narapidana
di
Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Yogyakarta. Shared Christian Praxis ini dibuat sebagai usaha untuk pembinaan iman narapidana di Lembaga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Yogyakarta dalam membantu proses pertobatan dan sebagai upaya pendewasaan iman para narapidana.
1.
Latar Belakang Pembinaan iman haruslah dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan.
Dalam perjalanan membina iman itu, tidak jarang banyak pembina yang kemudian mengalami kesulitan baik itu kesulitan bahan, materi, maupun alokasi waktu. Setelah eksekusi mati jilid satu dan jilid dua, pembinaan iman dalam bentuk pendampingan narapidana menjadi sorotan publik. Meskipun pembinaan iman dalam bentuk pendampingan narapidana ini sudah dilaksanakan jauh sebelum eksekusi mati, namun gaung dari pembinaan iman ini seperti baru saja terjadi. Kesulitan mencari tenaga pembina dan banyaknya faktor-faktor yang menghambat pembinaan iman itu menjadi kendala tersendiri bagi daya tarik pembinaan iman. Faktor–faktor penghambat itu antara lain alokasi waktu yang dianggap kurang memadai, adanya rasa malas dari narapidana untuk mengikuti pembinaan iman, proses administrasi bagi narapidana perempuan yang terkesan dipersulit, narapidana yang tidak dapat datang karena kegiatan pembinaan iman bersamaan dengan kegiatan lain seperti kunjungan keluarga atau kegiatan pembinaan yang lain, narapidana yang terlampau stres memikirkan lama hukuman, dan terbatasnya buku rohani serta lagu-lagu rohani yang dapat digunakan untuk pembinaan iman. Dengan alasan seperti itulah penulis kemudian mencoba menggali lebih dalam tetang para narapidana dan seluk beluk kehidupannya. Penulis pernah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta Yogyakarta dan bertemu dengan komunitas narapidana Kristen dan Katolik. Memang wajah sanggar dan badan bertato membuat nyali penulis ciut, namun setelah berdinamika ternyata kesan itu hanyalah tampilan luar. Begitu pula ketika penulis berkesempatan untuk mengikuti sebuah kebaktian natal di lembaga pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Penulis menyimpulkan bahwa ada kebaikan dibalik kesalah-kesalahan yang dibuat oleh para narapidana. Lebih lagi, penulis merasa bahwa mereka juga manusia biasa seperti semua manusia yang hidup dan bernafas di dalam bumi ini. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, penulis memperoleh datadata yang penulis olah untuk menyumbangkan ide katekese baru. Dari data tersebut diketahui bahwa sebagain dari para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta masih merasa bahwa alokasi waktu pembinaan iman yang disediakan kurang begitu memadai. Dilain sisi, efektivitas pembinaan iman juga kurang terasa, karena pembinaan iman yang selama ini berjalan, terkesan tidak memiliki tindak lanjut yang signifikan. Dalam hasil penelilitian itu ditemukan bahwa kerinduan terdalam para narapidana adalah didengarkan, diterima, dan diteguhkan supaya dapat kembali diterima di masyarakat. Kerinduan terdalam itu menurut hasil penelitian adalah kebutuhan utama dan mendasar yang dilupakan oleh para pendamping. Kebutuhan untuk dimengerti setelah membuat kesalahan dan akhirnya masuk penjara. Tentu saja para
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
narapidana mengalami banyak hal dan berat. Hal yang paling berat mereka alami adalah ditolak dan diberi cap negatif oleh lingkungan tempat ia hidup. Kerinduan untuk didengarkan dan diterima itu menjadi sebuah kunci sukses pembinaan iman yang akan dilakukan oleh para pembina. Dengan didengarkan dan diterima, secara langsung para narapidana merasa
diteguhkan
dan
pembinaan
iman
mendapatkan
sifatnya
yang
berkelanjutan. Berkelanjutan artinya pembinaan iman mengacu pada apa yang dibutuhkan oleh para narapidana. Kebutuhan mendasar para narapidana itu adalah diterima dan dimengerti, sekaligus diteguhkan. Oleh karena itu, pembinaan iman itu hendaknya berpusat pada narapidana sebagai subjek pembinaan iman. Pembinaan iman tidak mungkin akan berhasil jika dijalankan secara satu arah dan dengan paksaan. Pembinaan iman yang baik akan mengundang warga binaannya untuk datang dengan terbuka dan penuh kerinduan. Idealnya, pembinaan iman diberikan dengan keterbukaan dan keinginan untuk memahami dan mengerti; seperti halnya Yesus yang memahami dan mengerti keadaan para rasul, begitu pula pembinaan iman dilakukan dengan memberikan apa yang dibutuhkan oleh warga binaannya. Pembinaan iman berarti memelihara iman dan mendewasakannya.
2.
Tema dan Tujuan Pembinaan Iman Penulis memberikan sumbagan yakni berupa sumbangan usulan program
pembinaan kateketis bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dengan model SCP. Pembinaan dengan model SCP
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
merupakan model pembinaan yang cocok bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta karena mencakup waktu yang efektif dan sangat menarik jika dikemas dengan dinamika yang menarik. Dengan adanya keterbatasan waktu pembinaan iman yang hanya beralokasi dua jam bahkan kurang, maka model pembinaan iman bagi narapidana sangatlah pas jika menggunakan model SCP. Harapannya dengan model SCP ini para narapidana semakin mampu menghayati pertobatnya dan menyiapkan diri untuk kembali dalam masyarakat luas. Maka dari itu, pertemuan-pertemuan dalam pembinaan iman ini dikemas dengan Melalui Sejarah Hidupku Aku Mengenal Allah. Proses pembinaan iman ini akan dimulai dengan pertemuan pertama dengan tema mengenal sejarah hidupku yang bertujuan untuk mengajak para narapidana semakin mengenali diri mereka sendiri sehingga mereka mampu mengajak para narapidana untuk mengenal kembali sejarah hidup mereka masingmasing. Pada pertemuan pertama yang berjudul mengenal sejarah hidup mereka sendiri dalam setiap langkah hidupnya dan terdorong untuk memperbaiki hidupnya yang tercemin dalam kehidupan sehari-hari. Tema-tema selanjutnya adalah mengikuti alur dari tema pertama yakni tema kedua mengenai sesama manusia, tema ketiga tentang pertobatan menuju hidup baru, dan tema keempat adalah hidup baru dalam Kristus. Adapun tema, tujuan, subtema, serta tujuan subetema dalam usulan pembinaan kateketis SCP yakni sebagai berikut: Tema umum : Melalui sejarah hidupku, aku mengenal Allah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
Tujuan umum :Para narapidana dapat merasakan kasih Allah yang begitu melimpah dalam hidup mereka, melalui sapaan keluarga, masyarakat, petugas lembaga pemasyarakatan, temanteman di lembaga pemasyaraktan, para Pembina dan orang-orang yang peduli terhadap perkembangan iman mereka, sehingga mereka semakin meresapi pertobatannya dan diperteguh imannya supaya semakin dewasa sikap moral dan sosialnya serta siap ketika kembali hidup dalam masyarakat luas. Judul Pertemuan Pembinaan Iman I: Siapakah Aku? Penulis memilih judul pertemuan pertama untuk mengenal diri sendiri sebagai awal pembinaan iman karena penting bagi narapidana untuk mengenal diri mereka sendiri sebelum mulai mengenal Allah. Selain itu, tidak dapat dipungkiri jika lamanya waktu hukuman, kesalahan yang telah diperbuat dan kehidupan di LAPAS mempengaruhi sikap mereka. Akan tetapi situasi kehidupan di LAPAS memungkin mereka untuk merenungi kembali siapa diri mereka sebenarnya. Tema Pertemuan I
: Mengenal sejarah hidupku
Tujuan Pertemuan I
: Bersama para pendamping peserta dapat semakin menyadari secara kritis gambaran tentang dirinya sendiri sehingga mampu menangkap kehadiran Allah dalam setiap langkah hidupnya dan terdorong untuk memperbaiki diri lebih baik lagi yang tercermin dalam hidup sehari-hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
Judul Pertemuan Pembinaan Iman II: Aku mengasihi kamu seperti apa adanya kamu. Penulis memilih judul pertemuan pembinaan iman kedua ini tentang sesama karena setelah narapidana mampu mengenal diri mereka sendiri dengan baik, langkah selanjutnya adalah mengenal sesama mereka. Mengenal sesama bukan berarti hanya mengetahui nama, asal, dan usia namun lebih dalam dengan mengenal kelebihan dan kekurangan serta menerima, memaafkan dan mencintai sesama lewat mengenali dengan baik. Tema Pertemuan II
: Siapakah sesamaku manusia?
Tujuan Pertemuan II : Bersama para pendamping peserta dapat semakin menyadari betapa pentingnya mengasihi satu sama lain apa adanya supaya tercipta suasana yang rukun dan damai dalam kehidupan sehari-hari. Judul Pertemuan Pembinaan Iman III: Kasih dan pengampungan: dasar relasi Allah dan manusia. Penulis memilih judul pertemuan pembinaan iman ketiga ini tentang kasih dan pengampunan karena kasih dan pengampunan adalah dua hal yang terikat satu sama lain. Tanpa pengampunan kasih tidak akan menjadi kudus dan bukan kasih sejati. Begitu pula sebaliknya pengampunan tanpa kasih hanyalah formalitas semata tanpa kedalaman nyata. Selain itu hal yang utama adalah karena kasih dan pengampunan merupakan dasar relasi Allah dan manusia. Allah yang senantiasa mengasihi dan mengampuni manusia diharapkan menjadi teladan bagi manusia untuk senantiasa mengasihi dan mengampuni sesama. Tema Pertemuan III : Pertobatan menuju hidup baru.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
Tujuan Pertemuan III : Bersama para pendamping peserta dapat semakin menyadari kasih Allah yang memampukan manusia untuk mengampuni sesamanya yang melukai dirinya maupun mengampuni dirinya sendiri yang merasa bersalah setelah melukai sesama. Judul Pertemuan Pembinaan Iman IV: Kita dipanggil untuk mengikuti Yesus. Penulis memilih judul pertemuan pembinaan iman keempat tentang panggilan untuk mengikuti Yesus Kristus karena menyadari panggilan untuk mengikuti Yesus Kristus adalah langkah selanjutnya dari ketiga langkah sebelumnya. Setelah narapidana diajak untuk mengenali siapa dirinya, siapa sesamanya, dan diajak untuk merenungkan serta meneladani kasih dan pengampunan dari Allah maka pada pertemuan selanjutnya para narapidana diajak untuk menyadari panggilan mengikuti Yesus. Yesus sebagai pusat kasih dan pengampungan menjadi pusat hidup narapidana. Yesus menjadi inspirasi sekaligus motivasi bagi para
narapidana untuk hidup lebih baik lagi sesuai
dengan pola dan langkah hidup Yesus Kristus. Tema Pertemuan IV:
Hidup baru dalam Kristus.
Tujuan Pertemuan IV : Bersama para pendamping peserta semakin menyadari bahwa dirinya dipanggil untuk mengikuti Yesus Kristus dan percaya kepadaNya, sehingga hidupnya menjadi baru dan menjadi teladan dalam hidup sehari-hari.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
3.
Gambaran Pelaksanaan Program Penulis akan melaksanakan programnya pada bulan Juli 2016 pada hari
sabtu pagi sampai sabtu siang. Tempat pelaksanaan pembinaan iman ini tentu di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta, tepatnya di Gereja LAPAS. Adapun penulis memilih bulan Juli adalah bertepatan dengan koordinasi awal dengan kelompok PPNKY yang melayani pada hari Sabtu.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 110
4.
Matrik Program
Tema Umum
: Melalui sejarah hidupku, aku mengenal Allah.
Tujuan Umum
: Para narapidana dapat merasakan kasih Allah yang begitu melimpah dalam hidup mereka, melalui sapaan keluarga, masyarakat, petugas lembaga pemasyarakatan, teman-teman di lembaga pemasyaraktan, para Pembina dan orang-orang yang peduli terhadap perkembangan iman mereka, sehingga mereka semakin meresapi pertobatannya dan diperteguh imannya supaya semakin dewasa sikap moral dan sosialnya serta siap ketika kembali hidup dalam masyarakat luas.
NO
(1) 1.
TEMA PEMBIN AAN IMAN (2) Mengenal sejarah hidupku.
JUDUL PERTEMUA N
TUJUAN PERTEMUAN
MATERI
(3) Siapakah Aku?
(4) Bersama para pendamping peserta dapat semakin menyadari secara kritis gambaran tentang dirinya sendiri sehingga mampu
(5) - Pembukaan dengan nyanyian pembuka Hari ini kurasa bahagia. - Dilanjutkan dnegan doa pembuka dan langkah I:
METODE
-
-
-
(6) Sharing Nonton bersam a Diskusi Refleks i pribadi Membu at suatu aksi
SARANA
-
-
(7) LCD Laptop Teks lagu Teks pendala man pertany aan Kertas folio
SUMBER BAHAN
(8) - Lukas 18: 914 - Kisah Anjing Kecil - Agustinus Giyanto SJ. Langkahku LangkahNya. Yogyakarta. Penerbit Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 111
menangkap kehadiran Allah dalam setiap langkah hidupnya dan terdorong untuk memperbaiki diri lebih baik lagi yang tercermin dalam hidup seharihari.
mengungkak an langkah hidup peserta lewat kisah anjing kecil. - Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta lewat pertanyaan pendalaman. - Langkah III: Menggali pengalaman iman Kristiani lewat perikop Perumpamaa n tentang orang Farisi dan pemungut cukai. - Langkah IV: Menerapkan pengalaman kristiani dalam
-
nyata Tanya jawab
- Speaker - Teks kisah anjing kecil.
- Lembaga Biblika Indonesia. Tafsiran Perjanjian Baru.Yogyaa rta: Penerbit Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
112
-
-
2.
Siapakah sesamaku manusia?
Aku mengasihi kamu seperti apa adanya kamu.
Bersama para pendamping peserta dapat semakin menyadari betapa pentingnya mengasihi satu sama lain apa adanya supaya tercipta suasana
-
-
kehidupan konkrit. Langkah V: mengusahaka n suatu aksi nyata lewat membuat rangkuman sejarah hidup masing masing peserta. Doa penutup dan lagu penutup Kenangan Terindah. Pembukaan dengan nyanyian pembuka Dalam Yesus Kita bersaudara. Dilanjutkan dnegan doa pembuka dan langkah I: mengungkak
-
-
-
Sharing Nonton bersam a Diskusi Refleks i pribadi Membu at suatu aksi nyata
- LCD - Laptop - Teks lagu - Teks pendala man pertany aan - Kertas folio - Ember
- Yohanes 15:9-17 - Klip video “Paus Fransiskus membasuh kaki para narapidana” - Dennis & Matt Linn. Penyembuha n Luka-Luka
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 113
yang rukun dan damai dalam kehidupan sehari-hari.
an langkah hidup peserta lewat klip video “Bapa Fransiskus membasuh kaki para narapidana” - Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta lewat pertanyaan pendalaman. - Langkah III: Menggali pengalaman iman Kristiani lewat perikop Perintah Supaya Saling Mengasihi. - Langkah IV: Menerapkan pengalaman kristiani
-
Tanya jawab
dan kain lap. - Speaker
-
Batin.Yogya karta: Penerbit Kanisius. Bagian 3 dan 4. Lembaga Biblika Indonesia. Tafsiran Perjanjian Baru.Yogya arta: Penerbit Kanisius. Hlm: 190191.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
114
-
-
3.
Pertobatan menuju hidup baru.
Kasih dan pengampung an: dasar relasi Allah dan manusia.
Bersama para pendamping peserta dapat semakin menyadari kasih Allah yang memampukan manusia untuk mengampuni sesamanya yang
-
-
dalam kehidupan konkrit. Langkah V: mengusahaka n suatu aksi nyata lewat membasuh kaki kawan narapidana yang telah disakiti atau telah menyakiti. Doa penutup dan lagu penutup Smua Baik. Pembukaan dengan nyanyian pembuka Kasih Itu mengampuni. Dilanjutkan dnegan doa pembuka dan langkah I: mengungkak
-
-
-
Sharing Nonton bersam a Diskusi Refleks i pribadi Membu at suatu aksi
- LCD - Laptop - Teks lagu - Teks pendala man pertany aan - Kertas folio
- Lukas 15:13;11-32 - Klip video “ayah mengapa aku berbeda” - Dennis & Matt Linn. Penyembuha n Luka-Luka Batin.Yogya
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 115
melukai dirinya maupun mengampuni dirinya sendiri yang merasa bersalah setelah melukai sesama.
-
-
-
-
an langkah hidup peserta lewat klip video”ayah mengapa aku berbeda?” Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta lewat pertanyaan pendalaman. Langkah III: Menggali pengalaman iman Kristiani lewat perikop Anak Yang Hilang. Langkah IV: Menerapkan pengalaman kristiani dalam kehidupan konkrit. Langkah V:
-
nyata Tanya jawab
- Amplop - Speaker
karta: Penerbit Kanisius. Bagian 5,6 dan 7. - Lembaga Biblika Indonesia. Tafsiran Perjanjian Baru.Yogyaa rta: Penerbit Kanisius. Hlm :143.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 116
4.
Hidup baru dalam Kristus
Kita Dipanggil Untuk Mengikuti Yesus
Bersama para pendamping peserta semakin menyadari bahwa dirinya dipanggil untuk mengikuti Yesus Kristus dan percaya kepadaNya,
mengusahaka n suatu aksi nyata lewat membuat surat minta maaf kepada orang yang telah disakiti(kelua rga atau korban tindakan pidana). - Doa penutup dan lagu penutup Mukjizat itu nyata. - Pembukaan dengan nyanyian pembuka Panggilan Tuhan (MB No.456). - Dilanjutkan dnegan doa pembuka dan langkah I:
-
-
-
Sharing Diskusi Refleks i pribadi Membu at suatu aksi nyata Tanya jawab
- LCD - Laptop - Teks lagu - Teks pertany aan - Kertas HVS - Speaker - Teks
- Yohanes 1:45-51 - Lembaga Biblika Indonesia. Tafsiran Perjanjian Baru.Yogyaa rta: Penerbit Kanisius. Hlm: 164-
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
117
sehingga hidupnya menjadi baru dan menjadi teladan dalam hidup seharihari.
mengungkak an langkah hidup peserta lewat cerita”keingi nan menjadi seorang Kristen dan Katolik?” - Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta lewat pertanyaan pendalaman. - Langkah III: Menggali pengalaman iman Kristiani lewat Kitab Suci 1 Yoh 45-51. - Langkah IV: Menerapkan pengalaman kristiani dalam
kisah Keingin an menjadi Kristen dan Katolik.
165. - Pujaraharja, Blasius Mgr. Pr, dkk.(2005). Renungan Harian Mutiara Iman.Yogya karta. Yayasan Pustaka Nusatama. - Komkat KAS.(1998). Mengikuti Yesus Kristus I: Buku Pegangan Calon Baptis. Yogyakarta: Kanisius. Hlm27-33
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT 118
kehidupan konkrit. - Langkah V: mengusahaka n suatu aksi nyata - Doa penutup dan lagu penutup Aku dengar bisikan suaraMu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI119
5.
Contoh Persiapan Salah Satu Sesi Pembinaan Iman
a.
Pemikiran Dasar Dalam kenyataan saat ini, kita bisa melihat banyak sekali kasus-kasus
hilangnya relasi antara Allah dan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Kasuskasus tersebut bisa kita lihat di internet, TV, radio, koran, ataupun dari media massa lainnya. Berita tentang kekerasan dalam keluarga merupakan suatu hal yang dapat kita jadikan contoh sebagai hilangnya relasi antara Allah dan manusia. Ada suami yang menganiaya istri ataupun istri yang berusaha untuk membunuh suaminya karena cemburu ataupun ketahuan selingkuh. Ada juga berita tentang anak yang berani membunuh neneknya karena tidak diberikan uang jajan. Hal-hal semacam ini tidak hanya kita lihat dalam berita di media massa tetapi juga dialami oleh masyarakat sekitar kita. Ada keluarga yang berani “membuang” anaknya karena ketahuan hamil di luar nikah hanya karena malu dengan pandangan masyarakat sekitar. Kasih dan pengampunan sebagai dasar relasi dalam keluarga pada saat ini sudah sangat sulit untuk dijalankan. Akibatnya adalah relasi dalam keluarga menjadi terganggu. Akibat yang lebih buruk adalah relasi dengan Allah menjadi tertanggu, baik itu relasi antara pelaku dengan Allah atau relasi korban dengan Allah. Hati menjadi tumpul dan tidak dapat menangkap kasih Allah. Amarah dan luka batin menjadi penyebab kekakuan hati. Hati yang tumpul dan kaku itulah yang membatasi relasi manusia dengan Allah. Padahal, Allah senantiasa mengasihi manusia. Allah tidak berhenti mengasihi manusia bahkan Ia rela mengirim Putra Tunggal-Nya untuk menebus semua dosa manusia. Gambaran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI120
kasih Allah yang tidak pernah habis kepada manusia dapat kita lihat dalam perikop Anak yang hilang. Injil Lukas 15:1-3,11-32 menceritakan tentang anak bungsu yang tanpa ragu-ragu meminta bagian warisan yang akan diterimanya jika bapanya nanti sudah meninggal. Menurut tradisi bangsa Yahudi di zaman itu, meminta warisan ketika orang tua masih hidup adalah suatu tindakan yang kurang ajar karena itu sama saja dengan menganggap (berharap) bahwa bapanya sudah meninggal. Namun, tokoh bapa dalam perumpamaan ini mengabulkan permintaan anaknya tanpa banyak komentar. Dia melakukan itu karena cintanya kepada anaknya. Ketika anaknya kembali setelah menghabiskan seluruh hartanya, ia tetap menerima dan menyambut anaknya tersebut dengan penuh cinta, bahkan membuat suatu pesta besar untuk merayakannya. Begitu cintanya kepada anaknya, sehingga ia sampai mengesampingkan martabat (gengsinya) sendiri sebagai bapa. Si anak sulung menjadi marah dan protes akan sikap kasih ayahnya kepada si bungsu. Menghadapi hal ini, sang bapa mencoba mengalah. Dia “keluar” menemui anak sulungnya dan membujuknya untuk ikut bersukacita atas kepulangan adiknya. Baginya, anak adalah anak meskipun sudah begitu durhaka padanya. Kedurhakaan tidak mampu menghapus kasihnya sebagai bapa kepada anaknya. Kasih yang tulus adalah abadi, tidak mudah dilukai, pengampun, menghendaki yang terbaik bagi yang dikasihi, dan rela melupakan kepentingan diri. Inilah kasih yang ditunjukkan oleh bapa. Dari pertemuan ini kita berharap akan semakin mampu menyadari akan pentingnya kasih sayang dan pengampunan dalam hidup kita. Lebih-lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI121
terhadap luka-luka batin yang membuat hati kita tumpul dan tidak peka terhadap kasih Allah. Saat kita mampu menyadari kasih Allah dalam diri kita, hati kita akan digerakkan dalam kuasa Roh Kudus sehinggga dapat mewujudkannya dalam tindakan nyata sehari-hari, berani membangun suatu relasi atau hubungan yang sejati dengan mengasihi dan mengampuni diri dan sesama kita tanpa syarat adalah bentuk kasih kita terhadap kasih Allah yang tanpa batas.
6.
Pengembangan Langkah-Langkah
a.
Pembukaan
1)
Pengantar Bapak-ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, pertama-tama kita
bersyukur dan berterima kasih kepada Tuhan karena kita diberi kesempatan untuk bertemu dan berkumpul bersama. Kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga besar yang mengimani Kristus sebagai Juru selamat. Bapak-ibu yang terkasih. Pada pertemuan
ini, kita akan melanjutkan permenungan kita dalam hidup
dengan tema: Kasih dan pengampunan: Dasar relasi Allah dan manusia. Melalui permenungan ini, kita diajak untuk berani membangun suatu relasi atau hubungan yang sejati sebagai keluarga. Semoga pertemuan ini membantu kita menyadari akan pentingnya kasih sayang dan pengampunan dalam hidup ini sehinggga dapat mewujudkannya dalam tindakan nyata hidup sehari-hari. 2)
Lagu Pembukaan : Ampunilah Kami Tuhan.
3)
Doa Pembukaan : Bapa yang Maha-baik, kami bersyukur dan berterima kasih atas rahmat
yang telah Engkau berikan kepada kami sampai saat ini. Secara khusus, kami juga mengucapkan banyak terima kasih karena pada kesempatan ini, kami juga Kau kumpulkan dalam satu ikatan keluarga yang mengimani Kristus. Saat ini kami akan bersama-sama menggali, merefleksikan sejauh mana kami sungguh menyadari akan pentingnya kasih dan pengampunan dalam hidup kami.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI122
Bimbinglah dan hantarlah kami agar semakin mampu untuk membangun hidup kami berdasarkan kasih dan pengampunan. Kami persembahkan segala pembicaraan kami saat ini kepada-Mu, semoga Engkau berkenan memberkati dan menyemangati usaha pendalaman iman kami ini. Demi Kristus, Tuhan dan Pengantara kami. Amin.
7.
Langkah I: Mengungkap pengalaman hidup peserta
a.
Menonton bersama film “Ayah Mengapa Kita Tidak Kaya”
b.
Penceritaan Kembali Isi Film pendamping meminta salah satu peserta untuk mencoba menceritakan
kembali dengan singkat tentang isi pokok dari film “Ayah Mengapa Kita Tidak Kaya” c.
Intisari film “Ayah Mengapa Kita Tidak Kaya” Film ini menceritakan kisah tentang seorang ayah bersama seorang
putranya. Keadaan hidup ayah dan putra itu tidaklah mewah. Mereka hidup dalam keadaan yang pas-pasan. Sang ayah bekerja serabutan, dari mengumpulkan barang bekas dan Koran-koran bekas. Sesekali sang ayah menjadi badut dan pesulap keliling yang memberikan hiburan di pinggir jalan. Dalam kehidupan yang serba pas-pasan, si anak yang merasa hidupnya kurang nyaman. Ia menganggap ayahnya bukanlah sosok ayah yang memberikan inspirasi. Ia merasa ayahnya bukanlah sosok yang luar biasa. Ayahnya adalah ayah biasa yang hidup dalam keadaan yang pas-pasan. Pada suatu ketika si anak bertanya kepada ayahnya. Pertanyaan anak itu adalah pertanyaan menyangkut keadaan hidup mereka. Ayah mengapa kita tidak kaya begitulah pertanyaan yang dilontarkan si anak. Dengan bijaksana sang ayah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI123
menjawab pertanyaan anaknya. Siapa yang mengatakan kita tidak kaya; menjadi kaya adalah kita mampu banyak memberi. Mungkin dengan memberi kita banyak kehilangan namun ketika kita memberi kita menjadi bahagia. Mendengar jawaban sang ayah, si anak membulatkan tekad bahwa esok di masa mendatang dia tidak ingin hidup seperti ayahnya yang pas-pasan. Ia ingin sukses. Beberapa tahun berlalu. Setelah lulus dari universitas ternama si anak bekerja di kota pada sebuah perusahaan besar. Berkali-kali ayahnya menelepon anaknya menanyakan tentang kehadirannya pada makan malam reuni tapi anaknya selalu saja sibuk. Bahkan ketika sang ayah meninggal dunia, si anak masih menganggap sang ayah hanyalah ayah biasa. Suatu ketika saat si anak membersihkan dan melihat kembali barangbarang sang ayah, ia menemukan beberapa surat dari yayasan anak-anak penyandang cacat. Ia melihat surat itu tertuju atas namanya. Kemudian si anak mencari tahu tentang kebenaran surat itu. Ia pun mendatangi yayasan bagi anakanak penyandang cacat itu. Setelah bertemu dengan salah seorang penggurus ia akhirnya diantar menuju ruangan direktur pendampingan. Perubahan mulai terjadi. Si anak tidak pernah menduga bahwa direktur pendampingan yang ia temui adalah seorang difabel. Direktur pendampingan itu mulai bercerita bahwa sang ayah adalah orang yang sangat baik. Sang ayah adalah orang yang bisa menghadirkan senyum dan harapan bagi anak-anak penyandang cacat yang ada di yayasan itu. Sang ayah adalah badut yang selalu datang tiap akhir pekan dan menghibur anak-anak yang merasa kesepian di yayasan itu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI124
Setelah penjelasan panjar lebar dari direktur pendampingan itu, tiba-tiba penggurus yayasan yang tadi menyambut si anak datang dan menyerahkan plakat penghargaan dengan nama si anak. Si anak kemudian tersadar bahwa apa yang dilakukan ayahnya selama ini adalah sesuatu yang luar biasa. Ia tidak melihat perbuatan ayahnya itu karena selama ini ia tertutup dengan banyaknya hal yang ia dambakan. Ia tidak pernah member, akan tetapi ayahnya yang memberi lewat uang saku miliknya yang dipotong. Setelah mendengar kisah tersebut, dan menyaksikan semua hal yang dilakukan ayahnya. Si anak akhirnya memutuskan untuk menjadi badut yang menghibur anak-anak difabel di yayasan itu. Bertepatan dengan hari ulang tahun ayahnya, ia menghibur anak-anak yang kesepian bahkan ia memahami apa yang dikatan ayahnya dulu. Kaya adalah saat kita memberi lebih banyak dari yang kita terima. Meski harus kehilangan sesuatu namun akhirnya kita akan merasa bahagia. Kaya tidak dilihat dari berapa banyak kamu memiliki apa yang ingin kamu miliki, namun dilihat dari apa yang kamu berikan bagi orang yang tidak memiliki. d. Pengungkapan Pengalaman Film Peserta diajak untuk mendalami film tersebut dengan tuntunan beberapa pertanyaan: 1) Mengapa si anak menolak untuk menerima keadaan Sang Ayah? 2) Kesulitan-kesulitan apa saja yang dihadapi oleh Sang Ayah menyadarkan anak akan pentingnya berbagi?
dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI125
3) Ceritakanlah pengalaman bapak-ibu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan mengusahakan pengampunan dan kasih yang tulus dalam keluarga terutama dalam bentuk berbagi?
e.
Rangkuman Dalam film tersebut, sebagai sang ayah mendidik putranya untuk
memahami arti kasih dan mengampuni dalam bentuk berbagi. Berbagi adalah konsep sederhana untuk memahami kasih dan pengampunan yang tulus. Sang ayah memahami kasih dan pengampunan lewat konsep berbagi dengan anak-anak difabel. Kasih sayang sang ayah kepada anak-anak difabel membuat mereka memiliki harapan dan mampu mengampuni keadaan yang tidak menguntungkan mereka. Lewat konsep berbagi, sang ayah mengajarkan kepada sang anak bahwa kasih dan pengampunan adalah dasar dari sebuah relasi yang tulus. Relasi tulus itu tidak dilihat dari seberapa banyak yang diberikan namun dilihat dari apa yang kita berikan kepada orang tidak memiliki. Meski sang anak tidak paham konsep yang dipahami oleh sang ayah, ia tidak menjadi marah dan mengutuk sang anak. Sang ayah juga menerapkan dan memahmi betul konsep pengampunan. Lewat pengampunan ia menunjukkan kepada si anak bahwa kasih yang tulus itu berasal dari keinginan untuk mengampuni. Setelah hati mampu untuk mengampuni, hati akan terbuka untuk cinta, harapan dan kehidupan. Sang ayah tidak memaksa si anak untuk mengerti konsep yang ia miliki, namun ia membiarkan waktu merubah segalanya. Ia menyiapkan kejutan yang merubah seluruh hidup si anak. Kasih tulus sang ayah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI126
kepada anaknya, nampak dalam pengampunan luar biasa yang terjadi dalam diam. Lewat pengampunan itu, ia membuka hati anaknya untuk mengampuni dirinya sendiri dan mulai mencintai orang lain.
8.
Langkah II : Mendalami pengalaman hidup peserta
a.
Merefleksikan Sharing Pengalaman Cara apa saja yang telah bapak-ibu gunakan dalam mengatasi kesulitan-
kesulitan mengusahakan pengampunan dan kasih yang tulus? b.
Rangkuman Sebagai manusia yang hidup dengan manusia lain, kita hendaknya
menyadari akan pentingnya mengusahakan pengampunan dan kasih yang tulus dalam kehidupan kita sehari-hari. Kasih dan pengampunan yang tulus itu menjadi dasar dan landasan bagi hati kita untuk tetap terbuka pada kasih Allah yang kekal. Melalui kasih dan pengampunan yang tulus tidak hanya relasi kita dengan sesama yang diteguhkan melainkan juga relasi kita dengan Allah menjadi semakin teguh dan kuat. Relasi antara manusia dengan Allah menjadi lebih intim dan mendalam.
9.
Langkah III : Menggali Pengalaman Iman Kristiani
a.
Semua peserta dimohon bantuannya untuk membacakan perikope langsung
dari Kitab Suci, Injil Lukas 15:1-3,11-32 atau dari teks fotocopy yang dibagikan secara bersama-sama. Bagi bapak-bapak membaca ayat genap sedangkan ibu-ibu ayat ganjil.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI127
b.
Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak sambil secara pribadi
merenungkan dan menanggapi pembacaan Kitab Suci dengan dibantu beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1) Ayat mana dari perikope ini yang mengungkapkan bahwa kasih dan pengampunan merupakan dasar relasi dalam keluarga? 2) Makna-makna kasih dan pengampunan seperti apa saja yang dapat dipetik dari perikop tersebut? 3) Sikap-sikap kasih dan pengampunan yang seperti apakah yang ingin ditanamkan oleh Yesus kepada kita melalui perumpamaan tentang anak yang hilang tersebut? c.
Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti dari perikope
sehubungan dengan jawaban atas 3 pertanyaan dari poin b di atas. d.
Pendamping memberikan tafsir dari Injil Lukas 15:1-3,11-32 dan
menghubungkannya dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan misalnya sebagai berikut: Konteks perumpamaan ini adalah diskusi antara Yesus melawan orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang tidak senang melihat Yesus menerima kaum pendosa. Mereka tidak senang menyaksikan sikap Yesus. Menurut pikiran mereka, selaku putra Israel, Yesus seharusnya menyesuaikan diri dengan moral yang berlaku. Omelan para ahli taurat dan orang Farisi ditanggapi Yesus dengan tiga perumpamaan, khususnya dengan perumpamaan yang ketiga (15:11-31) ini. Dalam perumpamaan ini, diceritakan tentang si bungsu yang tanpa raguragu meminta bagian warisan yang akan diterimanya jika bapanya nanti sudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI128
meninggal. Menurut tradisi yahudi di zaman itu, meminta warisan ketika orang tua masih hidup sangat kurang ajar karena itu sama saja dengan menganggap (berharap) bapanya sudah meninggal. Tindakan pembangkangan seperti ini dapat diganjar dengan hukuman mati. Namun tokoh bapa dalam perumpamaan ini mengabulkan permintaan anaknya tanpa banyak komentar. Dia melakukan itu karena
cintanya
kepada
anaknya.
Mengenai
warisan,
hukum
Yahudi
membolehkan seorang ayah untuk membagi warisan bagi anak-anaknya sebelum ia meninggal, tetapi warisan tersebut baru boleh diambil sesudah ayahnya meninggal. Jika seseorang mempunyai dua anak, anak sulung berhak mendapatkan dua pertiga dari harta yang diwariskan, atas dasar hak kesulungannya. Si bungsu, setelah menerima harta bagiannya langsung pergi dan menghabiskannya dengan berfoya-foya. Ia kemudian sangat menderita dan akhirnya memutuskan untuk kembali kepada bapanya. Ketika ia pulang ke rumah, bapanya menyambut dia dengan sangat istimewa. Hal ini sangat bertolak belakang dari dugaan si bungsu sebelumnya bahwa ia akan diterima dengan sikap dingin dan curiga. Tidak ada pikiran sama sekali di benak ayahnya untuk menghukum dia, tidak ada pembalasan yang sesuai dengan kejahatan si bungsu. Satu-satunya yang penting adalah bahwa ia masih hidup. Bagi bapanya, anaknya sendiri lebih bernilai dari pada apa yang telah dilakukannya dulu. Ketika melihat penyambutan yang dilakukan oleh ayahnya kepada adiknya, anak yang sulung menjadi marah dan rasa harga diri membuatnya peka. Ia tidak mau ambil bagian dalam pesta keluarga. Sekali lagi si bapa menunjukkan kasihnya, dengan pergi kepada anaknya yang sulung sama seperti ketika ia pergi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI129
kepada anaknya yang bungsu. Ia menginginkan keduanya berbahagia. Anak yang sulung tidak dapat melihat apa-apa selain harta milik dan terjebak dalam rasa benar sendiri. Ayah tidak menyangkal kesetiaan anak sulung. Sesuatu yang lebih penting terjadi disini; seorang anak dan saudara telah kembali dari kematian. Yesus mengisahkan perumpamaan ini untuk mengingatkan orang farisi dan para ahli Taurat bahwa kaum pendosa adalah saudara mereka juga. Mengapa? Karena mereka tetaplah anak-anak Bapa di Surga. Jika Bapa di surga begitu tulus mencintai semua anakNya, mengapa manusia sulit mengampuni sesama saudara? Kasih yang ditunjukkan oleh bapa dalam perumpamaan tadi serupa dengan kasih Bapa di Surga, yaitu kasih yang tanpa syarat, kasih yang menghendaki apa yang terbaik bagi orang yang dikasihinya. Kasih yang tulus memang bisa saja dilukai, tetapi kasih yang tulus tidak merasa terluka. Kasih tulus dari tokoh bapa dalam perumpamaan telah dilukai oleh tindakan anak bungsunya dan prasangka buruk anak sulungnya. Anehnya, si bapa tidak merasa bahwa kasihnya menjadi terluka karenanya. Oleh karena itu, tidak ada kesulitan baginya untuk mengampuni anakanaknya. Melalui perumpamaan ini, Yesus ingin mengajak kita agar bercermin pada Bapa di Surga sebagai teladan kasih yang tulus. Bapa memperlakukan kita sebagai anak-anakNya. Hendaknya kita bisa menjadi anakNya yang baik, sekaligus menjadi saudara yang baik bagi sesama kita, menjadi orang tua yang baik bagi anak-anak kita. Di dalam kasih ada pengampunan, di dalam pengampunan ada sukacita.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI130
10.
Langkah IV : Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi Peserta Konkrit
a.
Pengantar Dalam pembicaraan-pembicaraan tadi kita sudah menemukan sikap-sikap
kasih dan pengampunan seperti apa yang ingin ditanamkan Yesus kepada kita melalui perumpamaan “Anak yang hilang” tersebut. Sebagai orang kristiani yang dipanggil untuk mengikuti Kristus, kita diajak oleh-Nya untuk dapat menghayati kasih dan pengampunan tersebut dalam hidup nyata kita sehari-hari dengan mengasihi sesama serta dapat mengampuni sesama yang telah menyakiti hati kita. Sehingga kasih dan pengampunan yang menjadi sebagai dasar relasi Allah dengan manusia tidak hanya berhenti pada suatu rumusan kata-kata saja tetapi benarbenar dapat dihayati dan diwujud-nyatakan dalam hidup konkret sehari-hari. Oleh karena itu marilah kita bersama-sama dalam suasana doa dan hening, mempertanyakan kembali diri kita sendiri. Apakah benar kasih Allah yang senantiasa mau mengampuni yang menjadi teladan sudah saya lakukan dalam kehidupan sehari-hari, ataukah saya jusru cuek terhadap hal ini.
b. Pertanyaan Refleksi Sebagai bahan refleksi agar kita dapat semakin menghayati kasih dan pengampunan sebagai dasar relasi antara Allah dan manusia, kita akan melihat situasi konkrit dunia kita pada saat ini, dengan mencoba merenungkan pertanyaanpertanyaan sbb:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI131
1) Apakah arti perumpamaan yang diungkapkan Yesus tersebut bagi kehidupanku? 2) Sikap-sikap mana yang bisa kita perjuangkan agar dapat menghayati dan mewujudkan kasih dan pengampunan dalam kehidupan sehari-hari? 3) Apakah bapak-ibu semakin disadarkan, ditegur atau diteguhkan dalam pilihan-pilihan hidup sehari-hari? (Saat hening untuk berrefleksi secara pribadi akan pesan Injil dengan situasi konkrit bapak-ibu sebagai diiringi musik instrumental dari tape dengan panduan 3 (tiga) pertanyaan diatas. Kemudian diberi kesempatan untuk mengungkapkan hasil renungan pribadinya itu).
c.
Rangkuman Yesus, Guru dan teladan iman kita telah mengajarkan kepada kita untuk
mengasihi dan mengampuni sesama kita seperti teladan yang telah diberikan oleh Bapa di Surga; Mengasihi tanpa syarat dan mengampuni tanpa batas. Hendaknya kita dapat menghayati kasih dan pengampunan dalam hidup bersama. Tidaklah mudah bagi kita untuk dapat melaksanakan semuanya itu dalam hidup sehari-hari. Namun, dengan memohonkan rahmat dan kekuatan Allah sendiri akan memampukan kita untuk dapat menghayatinya dalam hidup nyata kita. 11.
Langkah V : Mengusahakan Suatu Aksi Konkrit
a.
Pengantar Para bapak/ibu yang terkasih dalam Yesus Kristus, setelah kita bersama-
sama menggali pengalaman kita melalui film “Ayah Mengapa Aku Berbeda” yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI132
mengisahkan tentang bapa yang kasihnya tulus dan tanpa syarat. Melalui bacaan yang kita dengar bersama tadi, Yesus ingin mengajak kita untuk dapat meneladani kasih dan pengampunan Bapa di Surga dalam hidup kita, mengasihi sesamaa kita dan dapat mengampuni mereka tanpa syarat. Kita telah mendapat wawasan baru atau cara pandang baru, semangat baru, harapan baru, kemauan untuk semakin memperbaharui hidup kita dengan lebih menghayati semangat kasih dan pengampunan tersebut dalam hidup kita. Marilah kita sekarang memikirkan niat dan tindakan apa yang dapat kita perbuat, sebagai bentuk penghayatan kasih dan pengampunan dalam kehidupan sehari-hari kita. b.
Membuat Suatu Aksi Konkrit. Pendamping kemudian meminta kepada para peserta untuk menyiapkan
diri. Pendamping membagikan kertas folio yang telah dibawa kemudian meminta para peserta untuk membuat surat yang isinya adalah permintaan maaf kepada orang-orang yang telah mereka kecewakan atau sakiti misalnya surat kepada keluarga atau korban tindakan pidana mereka. 12.
Penutup
a.
Doa Penutup Allah Bapa kami, sungguh tiada terkira belas kasih-Mu kepada kami orang
yang berdosa ini. Berulang-ulang kami tidak setia kepada-Mu, tetapi Engkau justru mengampuni dan selalu mengajak kami untuk mendalami rahmat yang Kau tawarkan. Kami bersyukur boleh mengalami relasi yang begitu dalam yang Kau tunjukkan melalui permenungan hari ini. Bantulah kami, ya Bapa, agar kami pun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI133
dapat membangun relasi yang akrab, erat, penuh pengertian, dan pengampunan antar sesama kami sehingga makin kuat dan kukuhlah bangunan kebersamaan kami. Semua ini kami mohon dalam nama Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan dan Pengantara kami, kini dan sepanjang segala masa. Amin. (Sesudah doa penutup, pertemuan diakhiri dengan nyanyian Mukjizat itu Nyata)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI134
BAB V PENUTUP
Pada bagian akhir dari karya tulis ini, penulis memberikan kesimpulan dengan melihat secara keseluruhan berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan penulisan ini, serta dikuatkan oleh hasil penelitian dan wawancara. Kemudian pada bagian berikutnya berisi saran bagi semua pihak yang terkait dengan penulisan karya tulis ini.
A.
Kesimpulan Sumbangan katekese pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta meliputi empat aspek yaitu: pengembangan pengetahuan iman, penghayatan tradisi Katolik, pembinaan moral serta peningkatan hidup menggereja dan memasyarakat. Di dalam empat aspek tersebut pembinaan iman membantu para narapidana untuk semakin mengenal dan mencintai Allah. Aspek pertama yakni segala upaya dan usaha guna memperkembangkan iman umat dari segi kognitif termasuk dalam pengembangan pengetahuan iman. Dalam upaya untuk mengembangkan iman dapat digunakan Kitab Suci, Tradisi Gereja, dan Ajaran-ajaran Gereja. Kedua, pembinaan bertujuan untuk membantu umat supaya semakin menghayati Tradisi Katolik. Ketiga, pembinaan iman juga dilakukan guna membina moral umat. Pembinaan iman dimaksudkan agar umat mampu memahami dan menilai suatu tindakan benar atau salah sesuai dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI135
prinsip-prinsip moral. Keempat, pembinaan iman juga mengupayakan agar keterlibatan umat dalam hidup menggereja dan memasyarakat semakin meningkat. Pembinaan iman ditujukan guna membangun sikap toleran dan terbuka terhadap hidup bersama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi waktu dan durasi pelaksaan pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta sudah baik. Hanya saja pada prakteknya kurang maksimal sehingga perlu ditingkatkan dari segi persiapan dan komunikasi dengan Warga Binaan Pemasyarakatan. Persiapan merupakan hal yang sangat penting bagi pelaksanaan pembinaan iman. Persiapan yang baik dari segi waktu, materi, dan mental menjadi kunci sukses pembinaan iman. Sukses pembinaan iman diharap dapat memberi dampak yang baik bagi narapidana. Sedangkan komunikasi adalah suatu cara guna memperlancar persiapan pelaksanaan pembinaan iman. Tanpa komunikasi yang baik maka pembinaan iman hanya akan terlaksana secara ngawur. Bentuk, model dan materi pembinaan iman sudah baik dan relevan. Hanya saja untuk beberapa bentuk, materi, dan model tidak bisa digunakan dengan maksimal karena keterbatasan alokasi waktu yang disediakan. Selain itu penulis menemukan bahwa relasi yang mendalam antara pembina dan Warga Binaan Pemasyarakatan menjadi faktor pendukung utama terlaksananya pembinaan iman. Meski ada jawaban yang lain, akan tetapi relasi tetap menjadi jawaban yang paling banyak diungkapkan oleh para Warga Binaan Pemasyarakatan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI136
Di samping faktor pendukung ada pula faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Hal-hal yang menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah waktu yang disediakan oleh LAPAS untuk kegiatan pembinaan iman belum cukup, proses administrasi bagi Warga Binaan Perempuan yang terkesan lambat, rasa malas untuk mengikuti pembinaan iman, warga binaan tidak dapat datang, warga binaan yang stres memikirkan hukuman dan lagu-lagu rohani serta bacaan rohani terbatas. Selain faktor pendukung dan penghambat para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta juga mengungkapkan harapan bagi pembinaan iman yang akan datang. Para narapidana berharap agar pembinaan iman memiliki tindak lanjut guna merealisasikan materi yang telah diberikan, pembina yang merangkul, beberapa narapidana berharap agar dapat kembali diterima di masyarakat, belajar memimpin doa dan lagu-lagu pujian, agar pembinaan yang akan datang dapat dipersiapkan lebih baik, agar warga binaan memiliki kesadaran untuk mengikuti pembinaan iman, berharap agar waktu pembinaan iman ditambah, berharap agar lebih dikuatkan dalam iman, dan berharap agar proses administrasi bagi warga binaan perempuan lebih mudah. Keseluruhan permasalahan dan data di atas perlu ditanggapi dalam suatu bentuk kegiatan pembinaan iman bagi narapidana yang sesuai dengan corak kehidupan mereka. Maka penulis menawarkan bentuk pembinaan
iman bagi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI137
melalui katekese pembinaan model SCP (Shared Christian Praxis) demi menjawab kebutuhan mereka. Sebab katekese pembinaan model ini dapat masuk ke dalam segi-segi kehidupan keseharian narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dan dapat dilaksanakan pula sesuai dengan corak kehidupan di dalam Lembaga Pemasyarakatan yang secara garis besar hidup teratur dan terjadwal.
B. Saran Berdasarkan beberapa kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran sebagai hasil refleksi pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta. Hal-hal yang menjadi saran penulis antara lain: 1.
Bagi para pembina yang tergabung dalam PPNKY, saran penulis adalah pertama, hendaknya pembina belajar model katekese SCP melalui kursus kateketik yang diadakan di Fakultas Teologi Wedabakti Kentungan maupun mengundang narasumber yang berkompeten dibidang katekese model SCP.
2.
Kedua, pembina pembinaan iman di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta hendaknya memiliki kemampuan manajemen waktu sehingga mampu mengatur waktu pembinaan iman yang disediakan oleh LAPAS Kelas II A Wirogunan Yogyakarta dengan maksimal.
3.
ketiga, lebih baik jika para pembina mampu memberikan pembagian tugas yang jelas kepada para narapidana. Pemberian tugas yang jelas menurut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI138
hemat penulis dapat menjadi cara atau solusi untuk memaksimalkan waktu pembinaan iman, selain itu juga dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana narapidana siap untuk terlibat dalam pembinaan. 4.
Saran yang keempat bagi pembina adalah mengajak kaum awam untuk ikut terlibat dalam pelayanan bagi para narapidana. Kehadiran kaum awam dalam pandangan penulis mampu menjadi warna tersendiri dari proses pembinaan iman. Kaum awam dapat menjadi gambaran “keluarga” yang senantiasa menerima, meneguhkan dan mencintai para narapidana setulus hati.
5.
Bagi Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, masukan penulis yang pertama adalah supaya proses bon-bonan bagi narapidana perempuan lebih dipermudah.
6.
Saran yang kedua adalah jika memungkinkan alokasi waktu pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta ditambah setengah sampai satu jam.
7.
Bagi para narapidana Kristiani di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta, masukan penulis, pembinaan iman tidak akan berhasil jika peserta tidak memiliki keinginan untuk terbuka pada rahmat Allah. Kesadaran bahwa diri “butuh” bertobat dan menerima kasih Allah adalah hal utama dalam keberhasilan pembinaan iman. Oleh karena itu, lebih baik jika para narapidana tidak melihat pembinaan iman sebagai rutinitas kegiatan LAPAS semata akan tetapi sebagai karunia rahmat yang diberikan Tuhan kepada mereka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI139
Selain membuka diri, menurut hemat penulis lebih bijaksana jika setelah mendapatkan pembinaan iman narapidana “praktek” dalam hidup seharihari sehingga makna-makna rohani yang telah didapatkan tidak sia-sia atau dalam bahasa jawsa ora mung mlebu kuping kiwo metu kuping tengen.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 140
DAFTAR PUSTAKA Dennis & Matt Linn. (1981). Penyembuhan Luka-Luka Batin. Yogyakrata: Penerbit Kanisius. Priyanto Dwi.2008. Mandiri Belajar SSPS. Yogyakarta: Mediacom. Heryatno Wono Wulung, FX., SJ. (1997). “Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese (Seri Puskat no. 356). (Saduran bebas dari Thomas H. Groome, Sharing Faith: A Comprehensive Approach to Religious Education and Pastoral Ministry, New York: Harper Collins, 1990, hal 133-197)”. Yogyakarta: LPKP. Komisi Kateketik KAS.(1998). Buku Pegangan Calon Baptis: Mengikuti Yesus Kristus I. Yoygkarta: Penerbit Kanisius. Komisi Kateketik KAS. (2014). Direktorium Formatio Iman: Menjadi Katolik Cerdas, Tangguh, dan Misioner Sejak Dini Sampai Mati.Yoygkarta: PT. Kanisius. ____________. (2014). Formatio Iman Berjenjang. Yogyakarta: PT. Kanisius. Lembaga Biblika Indonesia. (1984). Tafsir Perjanjian Baru.Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Mangunhardjana,A. (1986). Pembinaan Arti dan Metodenya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Mardi Prasetyo SJ. (2000). Unsur-Unsur Hakiki Dalam Pembinaan 2. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. (1999). Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Diundangkan di Jakarta pada 7 Mei 1999. ____________. (2012). Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Diundangkan di Jakarta pada 12 November 2012. ____________.(1995). Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Mitfah Thoha.(2004). Pembinaan Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Moleong (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit PT. Remaja Rosdakarya. ____________. (2007). Dasar Penelitian Kualitatif. Perbedaan Antara Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Seri Pastoral no 393), Yogyakarta: Puspas. Puja Raharja, Blasius Mgr, dkk. (2005). Renungan Harian Mutiara Iman. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama. Suharyo, Ignatius Mgr. (2015). Gereja Katolik Menolak Hukuman Mati. Surat Gembala Uskup Agung untuk para Imam di Keuskupan Agung Jakarta. Sumarno Ds, SJ. (2014). “Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki”. Diktat Mata Kuliah PPL PAK Paroki bagi Semester VI, Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Sutrisno Hadi. (1989). Metodologi Research II. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI141
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan. Yohanes Paulus II, Paus. (1979). Dei Verbum (Wahyu Ilahi):Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi (18 November 1965). Seri Dokumen Gerejawi no. 28. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: DOKPEN KWI. ____________. (1995). Katekismus Gereja Katolik ( 11 Oktober 1992). Diterjemahkan oleh P. Herman Embuiru SVD. Ende: Percetakan Arnoldus.
http://news.liputan6.com/read/2221143/kapan-eksekusi-mati-jilid-ii-dilaksanakanini-kata-jk. Diakses pada 5 Desember 2015 pada pukul 08.45 WIB. http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2015/01/150117_eksekusi_nark oba. Diakses pada 5 Desember 2015 pada pukul 08.50 WIB. http://internasional.kompas.com/read/2015/04/30/14555191/Sekjen.PBB.Kecam. Eksekusi.Mati.di.Indonesia. Diakses pada 5 Desember 2015 pada pukul 10.45 WIB. www.lapaswirogunan.com. Diakses pada tanggal 5 Desember 2015 pukul 11.15 WIB.