PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DESKRIPSI DAN FAKTOR PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTRI YANG TERTULAR HIV/AIDS Studi Kualitatif Naratif di Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Oleh: Christina Preventi Suryaningrum 109114137
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERSETUJUAN
SKRIPSI
DESKRIPSI DAN FAKTOR PSYCHOLOGICAL WELL.BEING PADA ISTRI YANG TERTULAR HIV/AIDS Studi Kualitatif Naratif di Yogyakarta
Oleh:
Chri stina Preventi Suryaningrum
togt14t37
Telah Disetujui oleh:
Pembimbing,
/N" V. Didik Suryo H., S.Psi., M.
Si.
Yogyakarta,
ll
2
0 JAN /url
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKRIPSI
DESKRIPSI DAN FAKTOR PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTRI YANG TERTULAR HIV/AIDS Studi Kualitatif Naratif di Yogyakarta
Telah dipersiapkan oleh: Christina Preventi Suryaningrum
rcgnqnl
Telah dipertahankan di depan panitia penguji pada .. - I-L..N9y91!.ber
Lotl
dan dinyatakan mernenuhi syarat
Susunan panitia penguji
T4rda Tangan
Nama Lengkap
/Nt{Y-
1.
V. Didik Suryo H., S.Psi., M. Si.
2.
Dr. Tjipto Susana
3.
P. Henrietta P. D. A. D. S., S. Psi., M. A.
-rv
@
Yogyakarta, ?..Q..J4 ll. .?Lr.t Itas Psikologi
lrre\ g,C
itas Sanata Dharma
Dekan,
i
lL::: P ir. Ju.'zhs \
\\ "Gvr
Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M. Si.
1ll
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini. (Markus 12:30-31)
I’ll do my best and give love in everything that I do... and let God’s kindness do the rest. (Christina Preventi Suryaningrum)
Karya ini saya persembahkan kepada Tuhan, Sang Pengasih kepada Bapak, Ibu, dan adik-adikku yang menanamkan benih kebaikan dalam hati kepada seluruh anggota keluarga besarku, kalian memberiku lebih banyak dari yang kalian kira
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan kesungguhan hati bahwa karya
ini tidak memuat karya
orang lain kecuali yang tercantum dalam sumber acuan dan daftar pustaka selayaknya karya ilmiah.
Yogyakarta,
Januari 2015
Christina Preventi Suryaningrum
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DESKRIPSI DAN FAKTOR PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTRI YANG TERTULAR HIV/AIDS Studi Kualitatif Naratif di Yogyakarta Christina Preventi Suryaningrum ABSTRAK Terjadi pergeseran penularan HIV/AIDS dari masyarakat rentan ke masyarakat umum, khususnya ibu rumah tangga/istri. Mereka menjadi populasi dominan penderita HIV/AIDS di berbagai daerah di Indonesia. Sebagai istri yang tertular HIV/AIDS, mereka memiliki banyak sumber stres. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan PWB, menemukan faktor PWB, dan menemukan keterkaitan antara faktor PWB dengan narasi yang dimiliki istri yang tertular HIV/AIDS melalui metode kualitatif studi naratif. Peneliti mewawancarai 2 orang istri yang tertular HIV/AIDS untuk mengumpulkan data. Peneliti mempertimbangkan durasi tertular/mengetahui tertular HIV/AIDS agar memperoleh data yang beragam dan berniat membandingkan kedua data tersebut. Data akan dianalisis menggunakan analisis tematik. Hasil penelitian ini adalah subjek yang memiliki PWB baik memiliki narasi kehidupan progresif/optimistik, sedangkan subjek yang memiliki PWB kurang baik memiliki narasi regresif /pesimistik. Faktor-faktor yang mempengaruhi PWB antara lain pemahaman tentang diri dan frekuensi keberhasilan, self-efficacy (termasuk didalamnya self-esteem dan kondisi fisik), dukungan sosial dari ODHA lain, perasaan diterima, penilaian terhadap seseorang atau sesuatu yang melekat pada seseorang, harapan kepada orang lain dan perasaan kecewa karena harapan tidak terpenuhi, penilaian terhadap situasi yang dihadapi, keterbukaan terhadap pengalaman baru, rasa tanggung jawab terhadap peran istri dan ibu, kepuasan ketika menolong orang lain, dan keyakinan (belief) pada sesuatu. Self-efficacy merupakan faktor yang paling penting untuk dikembangkan karena memberikan dampak besar pada perkembangan narasi subjek.
Kata kunci: HIV/AIDS, istri, psychological well-being (PWB), deskripsi, narasi, faktor
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
THE DESCRIPTION AND THE FACTORS OF PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ON WIVES WHO WERE INFECTED HIV/AIDS Narrative Qualitative Study in Yogyakarta Christina Preventi Suryaningrum ABSTRACT
HIV/AIDS transmission friction from vulnerable communities into general communities, especially wife, was happened. They became dominant population of HIV/AIDS patients in various regions in Indonesia. Wives, who were infected HIV/AIDS, had many stressors. The aim of this reserch was to describe psychological well-being (PWB), to found factors of PWB, and to found relationship between PWB factors and wives’ narrative who were infected HIV/AIDS through narrative qualitative study. Researcher interviewed two wives who were infected HIV/AIDS to collect datas. Researcher considered the duration of having known if they had been infected HIV/AIDS so researcher could collect various datas and intended to compared them. Tematik data analysis would been used to analyze the datas. Results of the research was progressive/optimistic narrative was owned by subject who had good PWB. Whereas, regressive/pessimistic narrative was owned by subject who had weak PWB. Factors that affect PWB were the understanding of themselves and the frequency of success, self-efficacy (including self-esteem and physical condition), social support from other ODHA, feeling accepted, an assessment of someone or something that is attached to a person, expectations to the others and disappointed feeling because the expectations are not met, an assessment of the situation, openness to new experiences, a sense of responsibility towards the roles of wife and mother, the satisfaction when helping others, and belief in something. Self-efficacy was the most important factor because it gave big impact on subject’s narrative development.
Key words: HIV/AIDS, wives, psychological well-being (PWB), description, narrative, factors
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama Nomor
: Christina Preventi Suryaningrum
Mahasiswa : 109114137
Demi pengembangan ilmu pegetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
DESKRIPSI DAN FAKTOR PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA ISTRI YANG TERTULAR HIV/AIDS Studi Kualitatif Naratif di Yogyakarta
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain. mengelolanya di internet atau media lain r:r-rtuk kepentingarr akademis tanpa perlu
meminta
ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tangg al 22 J anuari 201 5
Yang menyatakan,
'f( Christina Preventi Suryaningrum )
vlll
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan, atas berkat dan penyertaanya, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Peneliti menyadari bahwa tanpa benih impian, peristiwa, dan setiap perjumpaan yang merupakan rencana-Nya, peneliti tidak akan dapat segera menyelesaikan skripsi ini. Peneliti berharap agar skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi ODHA dan pihak-pihak terkait sehingga kualitas hidup ODHA dapat ditingkatkan. Semoga penelitian ini dapat merangsang kemunculan penelitian lain mengenai psychological well-being pada ODHA mengingat dampaknya yang sangat baik bagi kesejahteraan psikologis dan fisik. Berdasarkan faktor-faktor yang ditemukan dalam peneitian ini, peneliti berharap akan dirancang program khusus atau terapi untuk meningkatkan psychological wellbeing bagi ODHA, terutama pada istri yang tertular HIV/AIDS dari suaminya. Terselesaikanya skripsi ini tidak akan terjadi tanpa kesempatan, semangat, dan masukkan dari beberapa pihak. Dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak. 1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma sekaligus Dosen Pembimbing Akademik (2010-2011 dan 2013-2014), Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M. Si. atas nasihat dan dukungannya selama peneliti menjalani proses perkuliahan.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Ibu Ratri Sunar A., S.Psi., M. Si. sebagai Ketua Program Studi yang telah memfasilitasi kelancaran kegiatan perkuliahan. 3. Ibu Monica Eviandaru M., M. App., Psych. sebagai dosen pembimbing akademik (2012) yang telah memberikan pemikiran-pemikiran segar dan masuk akal bagi peneliti. Anda memberi peneliti pengalaman bahwa bereksperimen dalam keseharian, mempertanyakan, dan mencari jawaban dari sesuatu yang tidak pasti adalah hal yang menyenangkan dan penuh kreatifitas. Metode pengajaran yang Anda terapkan dalam kelas memberikan perspektif baru bagi peneliti mengenai proses belajar. 4. Bapak V. Didik Suryo H., S. Psi., M. Psi. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan arahan, masukan, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Peneliti akan selalu ingat kata-kata Anda, “Jangan cepat merasa cukup”. Semoga dengan demikian penulis akan terus membangun pemahaman mendalam mengenai sesuatu. 5. Dr. Tjipto Susana dan P. Henrietta P. D. A. D. S., S.Psi., M. A. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan sehingga penelitian ini memiliki kualitas yang lebih baik. 6. Staf dan karyawan Fakultas Psikologi: Bu Nanik, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni, Pak Gik atas pelayanan baik dalam administrasi dan sarana perkuliahan. 7. Mega, Novi, Cintem, Uli, Marta, Sheila, dan Disti atas kebersamaan, dukungan, kejutan, cercaan, canda, dan tawa. Peneliti belajar banyak dari perjumpaan dengan kalian, terutama menjadi teman yang baik bagi orang
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
lain. Peneliti berkembang dalam kebersamaan kalian dan peneliti merasa terberkati karena itu. 8. Cicil, Esri, Yulia, Eztee, Nining atas obrolan ringan nan hangat yang memberi inspirasi. 9. Novi dan Silvia atas bantuan dalam melakukan analisis tematik. Sandi atas pinjaman buku membuat rujukan sumber dan daftar isi. 10. Paguyuban Lektor Pringwulung, Az Dancer, dan teman-teman Psikologi 2010 atas pengalaman dan dukungannya. 11. LSM Victory Plus dan 2 orang subjek dalam penelitian ini atas pengalaman bekerjasama
dan
berbagi
pengalaman
hidup
yang
memungkinkan
terselesaikannya skripsi ini. 12. Pihak-pihak lain yang telah memberikan dukungan. Sekali lagi peneliti mengucapkan terima kasih. Peneliti juga ingin mengucapkan maaf jika selama berelasi, peneliti melakukan kesalahan yang membuat Anda dan teman-teman sekalian tidak nyaman. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan adanya masukkan agar skripsi ini lebih berkualitas dan berguna.
Yogyakarta, 22 Januari 2015
Peneliti
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. i LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .......................... ii LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................... iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................. v ABSTRAK ................................................................................................ vi ABSTRACT .............................................................................................. vii LEMBAR PERSETUJUAN PIBLIKASI ............................................ viii KATA PENGANTAR .............................................................................. ix DAFTAR ISI ............................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvi DAFTAR TABEL ................................................................................. xvii DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xviii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................................ 9 C. Tujuan .................................................................................................. 9 D. Manfaat ................................................................................................ 9 BAB II TINJAUAN TEORI A. Keadaan Psikologis ODHA ............................................................... 11
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Peran Wanita sebagai Ibu, Istri, dan Pekerja ..................................... 13 C. Psychological Well-Being (PWB) ..................................................... 15 1. Eudaimonia Happinness ............................................................. 15 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PWB .................................. 27 3. Dampak bagi Kesehatan ............................................................. 30 D. Kerangka Pikir Teori ......................................................................... 32 E. Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian .................................................................................. 35 B. Fokus Penelitian ................................................................................ 37 C. Subjek Penelitian ............................................................................... 39 D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 40 E. Analisis Data...................................................................................... 42 1. Tahap Organisasi Data ............................................................... 42 2. Tahap Analisis Tematik ............................................................. 43 3. Tahap Interpretasi....................................................................... 45 F. Keabsahan Data ................................................................................. 46 1. Kredibilitas ................................................................................. 46 2. Dependabilitas ............................................................................ 48 3. Transferabilitas ........................................................................... 50 4. Konfirmabilitas .......................................................................... 50
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 52 1. Proses Pengumpulan Data .......................................................... 52 2. Proses Analisis Data ................................................................... 53 B. Hasil Analisis Narasi ......................................................................... 56 1. Narasi Subjek A ......................................................................... 56 2. Narasi Subjek B ......................................................................... 66 3. Analisis Struktur Narasi ............................................................. 77 C. Hasil Analisis Tematik/Interpretatif Psychological Well-Being ....... 79 1. Penerimaan Diri ......................................................................... 79 2. Penguasaan Lingkungan............................................................. 81 3. Kemandirian ............................................................................... 84 4. Hubungan Positif dengan Orang Lain ........................................ 86 5. Perkembangan Diri..................................................................... 89 6. Tujuan Hidup ............................................................................. 91 D. Ringkasan dan Integrasi................................................................... 100 E. Pembahasan ..................................................................................... 103 1. Keterkaitan antara Faktor PWB dengan Dimensi PWB/PWB . 103 2. Keterkaitan antara Faktor PWB dengan Narasi Subjek ............ 108 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...................................................................................... 115
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Saran ................................................................................................ 116 1. Bagi Istri yang Tertular HIV/AIDS.......................................... 116 2. Bagi Kerabat dan Instansi Terkait ............................................ 116 3. Bagi Peneliti Selanjutnya ......................................................... 117 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 118 LAMPIRAN ............................................................................................ 124
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Panduan Wawancara ............................................................................... 125 Catatan Lapangan Subjek A 1. Wawancara 1 (CL A/1) ............................................................... 128 2. Wawancara 2 (CL A/2) ............................................................... 130 Catatan Lapangan Subjek B 1. Wawancara 1 (CL B/1) ............................................................... 132 2. Wawancara 2 (CL B/2) ............................................................... 135 Transkrip Wawancara Subjek A (TR A/F) ............................................. 137 Transkrip Wawancara Subjek B (TR B/F) .............................................. 159 Analisis Tematik Subjek A Sebelum Mengetahui Tertular HIV/AIDS (AT A/a) .............................. 190 Ketika Mengetahui Tertular HIV/AIDS (AT A/b).................................. 195 Setelah Mengetahui Tertular HIV/AIDS (AT A/c)................................. 201 Analisis Tematik Subjek B Sebelum Mengetahui Tertular HIV/AIDS (AT B/a) ............................... 237 Ketika Mengetahui Tertular HIV/AIDS (AT B/b) .................................. 243 Setelah Mengetahui Tertular HIV/AIDS (AT B/c) ................................. 249
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Daftar Panduan Pertanyaan ......................................................... 52 Tabel 2. Contoh Tabel Analisis Tematik .................................................. 40 Tabel 3. Identitas Subjek ......................................................................... 44 Table 4. Proses Analisis Data ................................................................... 54 Tabel 5. Ringkasan Analisis Struktur Narasi ............................................ 79 Tabel 6. Rangkuman Tema Hasil Analisis Tematik ................................. 92 Table 7. Ringkasan Faktor PWB............................................................. 102
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pikir Teori ............................................................... 32 Gambar 2. Dinamika Pengaruh Faktor PWB terhadap Narasi Progresif/Optimistik ............................................................. 113 Gambar 3. Dinamika Pengaruh Faktor PWB terhadap Narasi Regresif/ Pesimistik ............................................................. 114
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, Nafsiah Mboi, menyatakan bahwa jumlah wanita yang tertular HIV/AIDS di Indonesia terus meningkat dengan cepat. Hal tersebut diperjelas dengan beberapa data. Saat ini terdapat 40.000 ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV/AIDS di Indonesia (Wardah, 2010). Ibu rumah tangga memiliki roporsi 58,8 penderita HV/AIDS di kabupaten Jayapura, Papua sejak 2011 (Amelia, tt). Jumlah penderita HIV/AIDS di Bandung meningkat dan didominasi oleh kalangan ibu rumah tangga (Ardia, 2014). Proporsi ibu rumah tangga yang tertular HIV/AIDS di Kupang, NTT juga menempati urutan teratas (158/MUT, 2014). Selain itu, ditemukan rata-rata satu kasus HIV/AIDS pada anak setiap bulan di DI Yogyakarta. Anak-anak ini tertular HIV/AIDS dari ibu yang tertular dari suami mereka (Harahap, 2012). Data tersebut mengindikasikan bahwa istri/ibu rumah tangga memiliki risiko yang tinggi tertular HIV/AIDS. Pemaparan data di atas memperlihatkan adanya perubahan pola penyebaran HIV/AIDS, dari kelompok berisiko tinggi ke masyarakat umum, khususnya ibu rumah tangga, yang berdasarkan data di atas memiliki proporsi besar tertular HIV/AIDS. Berdasarkan Survei Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) yang dilakukan Kemenkes pada 2012, memperlihatkan bahwa pada tahun 2007-2011 proporsi penularan HIV/AIDS melalui transmisi seksual sebanyak 81,1 persen. Dari jumlah tersebut, 72,4 persen kasus dialami oleh
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
pelaku hubungan heteroseksual yang berisiko. Dari proporsi tersebut, sebanyak 70 persen pria yang melakukan hubungan heteroseksual berisiko, berstatus sebagai suami (Amelia, tt). Hal tersebut mengindikasikan bahwa ibu rumah tangga/ istri memiliki kerentanan yang tinggi untuk tertular HIV/AIDS dari suami mereka. Faktor lain yang membuat wanita memiliki kerentanan tinggi untuk tertular HIV/AIDS karena bentuk organ reproduksi yang dapat lebih banyak menampung sperma yang mungkin terinfeksi virus HIV/AIDS (Ramadhan, 2013). Faktor risiko lain yang memungkinkan wanita tertular HIV/AIDS adalah kontroversi di negara kita mengenai pemakaian kondom pada wanita dan faktor budaya dimana wanita tidak memiliki otoritas yang kuat untuk menolak berhubungan seks tanpa kondom (Haroen, Juniarti, & Windani, 2013). Kondom bagi wanita yang belum dijual bebas dan berharga mahal juga membuat wanita lebih rentan tertular HIV/AIDS (Ramadhan, 2013). Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) menghadapi banyak tekanan akibat penyakit yang mereka derita. Pengobatan yang seharusnya menjadi harapan bagi ODHA ternyata memiliki resiko menimbulkan stres. Dalam penjelasan Yayasan Spiritia (2014) lembar informasi Penggunaan Obat Antiretroviral memperlihatkan beberapa hal yang mungkin dapat menjadi stresor bagi penderita HIV/AIDS saat menjalani ART (antiretroviral therapy). Obat-obatan ARV (antiretroviral) memiliki aturan dan cara minum beraneka
ragam,
memungkinkan
timbulnya
efek
samping,
dan
penggunaannya harus disertai diet makanan dengan kandungan nutrisi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
tertentu. Selain itu, ODHA memiliki kerentanan yang tinggi terserang penyakit aportunistik sebagai dampak menurunnya kekebalan tubuh. Penyakit yang seringkali menyerang mereka seperti tuberculosis (TB), diare kronis, pneumonia (radang paru), ataupun candidiasis (infeksi jamur candida) (Reniindrastuti, 2012). Mereka juga menerima diskriminasi dan stigma buruk perilaku seks. Orang-orang sering kali tidak sengaja mendiskriminasikan mereka karena takut tertular dan kurang memahami cara penularan HIV/AIDS (Mendatu, 2007). Banyak dari ODHA yang tidak memperoleh dukungan dari keluarga dan pasangan. Istri yang tertular HIV/AIDS memiliki sumber stres lain. Stresor lain yang dihadapi oleh seorang istri berkaitan dengan perannya sebagai wanita menikah. Seorang istri bertanggung jawab untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan tugas pengasuh anak. Istri diharapkan dapat merawat suaminya yang juga sakit. Mereka juga diliputi kekhawatiran menularkan virus tersebut kepada janin yang mereka kandung (Rachmawati, 2013). Aspek ekonomi juga dapat menjadi sumber stres ketika mereka harus bekerja untuk memberikan penghasilan tambahan bagi keluarga (Ramadhan, 2013). Memiliki banyak tanggung jawab terhadap peran sebagai wanita menikah dan sumber stres lain dari penyakit HIV/AIDS merupakan tantangan tersendiri bagi seorang istri yang tertular HIV/AIDS. Hal tersebut beresiko tinggi menurunkan kualitas hidup mereka (Haroen et al., 2013). Istri yang tertular HIV/AIDS dari suaminya memiliki resiko tinggi untuk mengalami penurunan kualitas hidup akibat tekanan fisik, psikologis,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
dan sosial. Kita tidak bisa mengurangi tekanan fisik yang mereka alami karena penyakit HIV/AIDS belum bisa disembuhkan (Yayasan Spiritia, 2013). Tekanan fisik lain yang muncul akibat pengobatan tidak bisa dikurangi karena pengobatan tersebut hanya bersifat memperpanjang usia sehingga mereka harus mengkonsumsi obat seumur hidup. Tekanan sosial juga sulit dihilangkan karena hal tersebut berhubungan dengan kepercayaan masyarakat yang sulit diubah. Sesuatu yang dapat kita upayakan untuk mengurangi beban para istri yang tertular HIV/AIDS adalah memperbaiki kondisi psikologis yang tertekan akibat situasi buruk yang mereka alami. Psychological well-being (PWB) merupakan sebutan bagi kesejahteraan (well-being) psikologis manusia. Snyder, Lopez, dan Pedrotti (2011) mendefinisikan
PWB
sebagai
tingkat
kesejahteraan
manusia
yang
dikarakteristikan oleh penerimaan diri (self-acceptance), perkembangan diri (personal growth), memiliki tujuan hidup (purpose in life), penguasaan lingkungan (environmental mastery), kemandirian (autonomy), dan hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others). PWB cenderung meninjau alasan seseorang sejahtera secara psikologis (Baumgardner & Crothers, 2009). PWB menggunakan perspektif eudaimonia, yang menyatakan bahwa kesejahteraan psikologis diperoleh melalui perjuangan menemukan diri yang sesungguhnya dan mengaktualisasikannya dalam kehidupan nyata (Ryff, 2014).
Eudaimonia memiliki persamaan konsep dengan self-actualization
(Maslow, 1968) dan fully functioning person (Roger, 1961) yang merupakan kriteria bagi perkembangan psikologi yang sehat dan memiliki fungsi yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
optimal.
Ryff
berpendapat
bahwa
PWB
merupakan
5
sumber
ketahanan/resiliensi dalam menghadapi kesulitan hidup dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan kesehatan mental (Baumgardner & Crothers, 2009). Psychological well-being memiliki perbedaan mendasar dengan subjective well-being (SWB) yang menggunakan perspektif hedonik. Pespektif hedonik memandang kesejahteraan psikologis diperoleh dengan memperoleh kepuasan dan kesenangan semaksimal mungkin dan menghindari rasa sakit. SWB cenderung mengukur kebahagiaan dan kepuasan seseorang terhadap hidupnya. Hal ini dikarenakan SWB cenderung mengevaluasi kehidupan seseorang secara menyeluruh dengan mempertimbangkan perasaan positif (positif affect), perasaan negatif (negative affect), dan kepuasan hidup (life satisfaction) (Snyder et al., 2011). Perspektif hedonik tidak cocok jika diterapkan pada hidup istri yang tertular HIV/AIDS yang memiliki banyak stresor. Jika menggunakan perspektif ini, maka semua istri yang tertular HIV/AIDS akan nampak tidak bahagia. Dilain pihak, PWB menggunakan perspektif eudaimonik, yang meninjau kebahagiaan sebagai pecapaian seseorang untuk menemukan diri yang sesungguhnya dan menjadikan pencapaian tersebut sebagai sumber ketahanan dalam menghadapi kesulitan. SWB cenderung mengukur kebahagiaan seseorang, sedangkan PWB cenderung meninjau alasan seseorang bahagia. Hal tersebut memperlihatkan bahwa PWB memiliki nilai manfaat yang lebih banyak dari pada SWB. Kemampuan mengukur suatu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
konstruk hanya memberi kesempatan kepada peneliti untuk mengetahui sesuatu yang sudah dimiliki oleh subjek, sedangkan kemampuan meninjau alasan keberadaan suatu konstruk memberi kesempatan kepada peneliti untuk mengetahui sesuatu yang dimiliki oleh subjek dan bagaimana cara mengembangkan konstruk tersebut. Berdasarkan perbandingan tersebut, peneliti menilai bahwa PWB merupakan konstruk yang paling cocok untuk dikaji dalam penelitian ini. Psychological well-being dinilai dapat menjadi sumber resiliensi seseorang dalam mengatasi tantangan hidup (Ryff dalam Baumgardner & Crothers, 2009). Selain itu, PWB dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh manusia (Ryan & Deci, 2001) dan memperpanjang angka harapan hidup. Alasan tersebut membuat Ryff berpendapat bahwa PWB akan menjadi target yang penting dan berharga dalam intervensi (Ryff, 2014). Oleh karena itu, peneliti merasa penting untuk meninjau faktor-faktor PWB sehingga faktorfaktor tersebut dapat menjadi dasar dalam melakukan intervensi. Telah banyak penelitan dilakukan mengenai HIV/AIDS sebelumnya. Namun masih sedikit dari penelitian tersebut yang meneliti mengenai deskripsi dan faktor psychological well-being pada istri yang tertular HIV/AIDS. Kebanyakan dari penelitian tersebut meneliti mengenai dukungan sosial bagi ODHA (Nurbani, 2012), faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental ODHA (Riyanto, 2012), coping pada ODHA (Nugroho, 2009), kualitas hidup wanita penderita AIDS dan wanita pasangan hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
penderita AIDS (Haroen at al., 2013), dan penelitian mengenai stigma negatif pada masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS (Pratikno, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto (2012) dan Haroen et al. (2013) memiliki kemiripan dengan penelitian ini. Penelitian yang dilakukan Riyanto berusaha melihat faktor kesehatan mental menggunakan ciri-ciri yang dicetuskan oleh Harber dan Runyon (Siswanto dalam Riyanto, 2012). Dalam analisis penelitian tersebut, Riyanto cenderung menganggap ciri-ciri dan faktor kesehatan mental adalah hal yang sama sehingga hasil penelitian terbatas pada pendeskripsian ciri-ciri yang disebutkan oleh Harber dan Runyon. Hal tersebut membuat penelitian ini tidak mampu menemukan faktor baru. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti meninjau dimensi PWB dan berupaya meninjau faktor-faktor PWB dari dimensi
tersebut. Selain itu,
penelitian yang dilakukan oleh Riyanto tidak mengkaitkan hidup ODHA dengan konteks hidup lain yang mereka jalani seperti dalam penelitian ini, yakni konteks wanita menikah/istri. Penelitian yang dilakukan oleh Haroen et al. (2013) melihat kualitas hidup wanita penderita dan wanita pasangan hidup penderita AIDS melalui segi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan hubungan interpersonal. Selain itu, penelitian Haroen et al. (2013) menggunakan pendekatan deskriptif, sedangkan
penelitian
ini
menggunakan
pendekatan
naratif
untuk
menggambarkan kehidupan subjek dengan konteks kehidupannya. Hal tersebut memungkinkan peneliti untuk melihat daya tahan dan perkembangan diri subjek dalam menghadapi situasi sulit.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
Penelitian ini ingin memperoleh pemahaman mendalam mengenai pengalaman dan pemaknaan subjek, sehingga peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian kualitatif (Poerwadari, 2005). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi naratif. Pemilihan metode ini didasarkan pada pemahaman Dunn (dalam Dunn, Uswatee, & Elliott, 2009) bahwa narasi dapat memberikan bukti mengenai daya tahan dan perkembangan diri subjek serta bagaimana mereka beradaptasi dengan situasi sulit. PWB memiliki unsur kemampuan beradaptasi dengan situasi sulit dan setiap orang memerlukan waktu untuk melakukan adaptasi. Hal tersebut membuat peneliti ingin membandingkan narasi dua orang istri yang tertular HIV/AIDS yang memiliki durasi mengetahui tertular HIV/AIDS berbeda, satu orang sudah cukup lama mengetahui bahwa dirinya tertular dan satu orang baru saja mengetahui bahwa dirinya tertular. Hal ini juga memudahkan peneliti dalam mengidentifikasi narasi dan pengaruh faktor-faktor PWB dalam narasi kehidupan seseorang. Data dalam penelitian ini akan diperoleh melalui deep interview dan dikaji dengan analisis tematik. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai deskripsi dan faktor psychological well-being kepada istri yang tertular HIV/AIDS dan orang lain di sekitar mereka (para pekerja medis, praktisi psikologi, praktisi LSM, orang-orang terdekat dari penderita HIV/AIDS). Informasi tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas kesejahteraan psikologis mereka sehingga dapat menjadi pribadi yang lebih produktif.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah deskripsi psychological well-being pada istri yang tertular HIV/AIDS? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi psychological well-being pada istri yang tertular HIV/AIDS?
C. Tujuan 1. Mengetahui deskripsi psychological well-being pada istri yang tertular HIV/AIDS. 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being pada istri yang tertular HIV/AIDS.
D. Manfaat 1. Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas pemahaman ilmu psikologi. Penelitan ini dapat menambah wawasan dan mengkonfirmasi informasi dari penelitian-penelitian sebelumnya dibidang psikologi kesehatan dan psikologi klinis, khususnya psikologi positif yang berkaitan dengan PWB. Penemuan mengenai faktor PWB diharapkan mampu memberi informasi mengenai konstruk-konstruk penting yang harus dikembangkan pada istri yang tertular HIV/AIDS. Keterkaitan antara faktor PWB dan narasi subjek memberi informasi mengenai peran penting faktor PWB pada kemampuan seseorang dalam menghadapi situsi sulit. Pemahaman mengenai faktor
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
PWB dan keterkaitannya dengan kemampun seseorang dalam menghadapi situasi sulit, diharapkan dapat memunculkan penelitian-penelitian baru mengenai intervensi PWB bagi ODHA. 2. Praktis Peneliti berharap dapat memberikan informasi bagi para pembaca yang berkecimpung di bidang HIV/AIDS, pekerja medis, dan sukarelawan LSM mengenai deskripsi dan faktor psychological well-being pada istri yang tertular HIV/AIDS. Setelah mengetahui dan memahami informasi mengenai deskripsi dan faktor PWB, orang-orang yang berkecimpung dalam bidang HIV/AIDS diharapkan akan tergerak untuk mendukung dan memfasilitasi istri yang tertular HIV/AIDS menghadapi sumber stres sehingga menjadi pribadi yang lebih produktif.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Psikologis ODHA Reaksi yang muncul dalam diri penderita bermacam-macam ketika pertama kali vonis tertular HIV/AIDS dijatuhkan. Reaksi yang muncul dipengaruhi oleh persepsi penderita terhadap penyakit, perilaku, dan daya adaptasi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Paputungan (2013), reaksi yang muncul pada subjek menelitiannya adalah denial dan acceptance. Reaksi yang muncul bisa sangat berbeda antara penderita yang satu dengan yang lain. Namun secara umum, diagnosis HIV menimbulkan gangguan yang berhubungan dengan coping, menurunnya harga diri, mengisolasi diri, dan keadaan emosi yang buruk (Vanable et al. dalam Rachmawati, 2013). Lubis dalam Paputungan (2013) menyatakan bahwa pasien penyakit akut sebagian besar menunjukkan gangguan psikologis, tidak terkecuali orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Krisis kejiwaan ini berbentuk kepanikan, perasaan takut, kecemasan, dan keputusasaan. Mereka menghadapi kenyataan memiliki waktu hidup yang terbatas. ODHA
memiliki
kerentanan
yang tinggi
terserang penyakit
aportunistik sebagai dampak menurunnya kekebalan tubuh. Penyakit yang seringkali menyerang mereka seperti tuberculosis (TB), diare kronis, pneumonia (radang paru), ataupun candidiasis (infeksi jamur candida) (Reniindrastuti, 2012). Strategi untuk mempertahankan kondisi fisik dan
11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
emosional untuk beradaptasi dengan kondisi tersebut menambah jumlah sumber stres pada ODHA (Hasan dalam Paputungan, 2013). Menjalani ART seringkali menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan, bahkan bisa berakibat fatal. Efek samping tersebut antara lain kelelahan, kelesuan/tidak enak badan, sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, sulit tidur, sakit perut, muntah, diare, dan keracunan organ hati (”What is...”, tt). ODHA juga dibayangi oleh kelainan lemak yang membuat bentuk tubuh mereka terlihat aneh dan bersifat permanen ketika menjalani ART. Bentuk tubuh yang aneh sering kali membuat mereka merasa tidak percaya diri (“Efek psikologis....”, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Rabkin, Ferrando, Lin, Sewell, McElhiney (2000) menyatakan bahwa gejala fisik memiliki hubungan yang kuat dengan level stres ODHA. ODHA yang patuh pada terapi juga menghadapi stres akibat kejenuhan terapi/pil. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Olisah, Baiyewu, Sheikh (2010), depresi pada ODHA diasosiasikan dengan kepatuhan yang lemah pada pengobatan antiretroviral. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa situasi ketika menjalan ART menimbulkan stres pada ODHA. Mereka menghadapi kekawatiran mengenai efek samping dan kejenuhan obat ARV yang mereka gunakan seumur hidup. Diskriminasi
masyarakat
akibat
persepsi
bahwa
HIV/AIDS
berhubungan dengan perilaku seksual dan pergaulan yang tidak benar menambah daftar sumber stres yang harus ODHA hadapi. Seringkali mereka juga tidak memperoleh dukungan sosial karena mereka ditinggalkan oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
keluarga dan teman (Hawari dalam Rachmawati, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilaukan Wargner et al. (dalam Rachmawati, 2013) stigma dan diskriminasi dapat menimbulkan depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan jika dikaitkan dengan bagaimana ODHA memandang dirinnya. Stigma masyarakat terhadap penyakit HIV/AIDS membuat ODHA harus melakukan adaptasi psikososial. Adaptasi ini tidak selalu mudah bagi setiap ODHA (Hawari dalam Paputungan, 2013). Hal-hal di atas membuat ODHA berada dalam kondisi depresif sehingga angka kecenderungan mereka untuk melakukan bunuh diri meningkat (Hasan dalam Paputungan, 2013).
B. Peran Wanita sebagai Ibu, Istri, dan Pekerja Peran wanita saat ini semakin meluas berkenaan dengan globalisasi dan berkembangnya paham feminisme. Wanita memiliki peran yang bersifat tradisional dan bersifat transisi. Peran yang bersifat tradisional adalah wanita sebagai seorang ibu, istri, dan pengelola rumah tangga. Spitze (dalam Putrianti, 2007) menyatakan bahwa wanita, walaupun pekerjaan rumah ada yang membantu, mereka tetap merasa bahwa merekalah yang memiliki tanggung jawab paling besar untuk memastikan rumah tangga terselenggara dengan baik. Peran wanita yang bersifat transisi antara lain peran sebagai seorang tenaga kerja, anggota masyarakat, dan manusia pembangun. Dalam peran transisi, wanita turut mencari nafkah sesuai keterampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan kerja yang tersedia (Sukesi dalam Wibowo, 2012). Alessandra dalam Putrianti (2007) menyatakan bahwa hal di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
atas disebut sebagai peran ganda yang berarti pekerjaan rangkap yang dilakukan seorang wanita sebagai istri (ibu rumah tangga) maupun karyawati. Peran ganda membuat wanita memiliki tanggung jawab ganda. Keadaan ini memungkinkan wanita mengalami konflik peran. Menurut Luthan (dalam Siwi, 2005), konflik peran merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki dua atau lebih tanggung jawab disaat yang bersamaan dan mereka mengalami ketidaksesuaian pengharapan yang berhubungan dengan peran tersebut (Gregson et al. dalam Siwi, 2005). Konflik peran ini muncul sebagai akibat dari ketidakmampuan seseorang untuk menyesuaikan diri pada tanggung jawab yang ia miliki. Konflik peran ini juga muncul ketika seseorang
hanya
berusaha
memenuhi
salah
satu
tanggung
jawab.
Permasalahan yang mereka hadapi adalah mengusahakan suatu keseimbangan antara pekerjaan dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ketika, misalnya, seseorang wanita tenggelam dalam kehidupan rumah tangga, ia tidak memperoleh wadah penyaluran yang dapat memberikan keseimbangan perkembangan intelektual dan spiritual (Putrianti, 2007). Sebuah penelitian di Malaysia membuktikan bahwa konflik peran memiliki hubungan positif dengan tekanan pekerjaan dan wanita memiliki kerentanan stres pekerjaan yang lebih tinggi dibandingkan pria (Siwi, 2005). Indonesia merupakan negara dengan budaya patriarki yang kuat. Hal ini menempatkan wanita pada sisi yang tidak menguntungkan secara kultural, struktural, dan ekologis (Umar dalam Siwi, 2005). Kontribusi dan aspirasi wanita seringkali diabaikan karena kecilnya kekuasaan dan kesempatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
(Kanter dalam Siwi, 2005). Mereka juga mengalami ketidakadilan dalam menerima kompensasi (Michael dan Shannon dalam Siwi, 2005). Suratiyah dan Hardyastuti (1989) menyatakan bahwa wanita yang bekerja hanya menyumbang 38% pemasukkan rumah tangga dengan durasi waktu kerja 7 jam tiap hari. Peran ganda sebagai pekerja, istri, dan ibu rumah tangga memberikan tanggung jawab yang lebih pada wanita. Mereka dituntut untuk menjadi partner dan profesional di tempat mereka bekerja, namun tetap menjadi istri dan dapat merawat anak dengan baik (Putrianti, 2007). Tanggung jawab ini menghabiskan banyak waktu, energi, dan keterampilan pengelolaan yang tinggi.
Selain
itu,
mereka
juga
tidak
diuntungkan
dalam
sistem
kemasyarakatan. Jika wanita mengalami kehabisan energi, keseimbangan mentalnya dapat terganggu dan bahkan menimbulkan stres dalam proses menyeimbangkan peran ganda tersebut (Triaryati, 2003).
C. Psychological Well-Being 1. Eudaimonic Happinness Pendekatan
eudaimonic
dalam
(happiness) dicetuskan oleh seorang filsuf
memandang
kebahagiaan
Yunani, yakni Aristoteles.
Menurut Aristoteles, kebahagiaan ditemukan ketika seseorang dapat mewu judkan kebenaran (virtue) dan melakukan apa yang berharga untuk dilakukan (Ryan & Deci, 2001). Ia mendefinisikan kebahagiaan sebagai hasil dari perwujudan diri, pemberian arti, dan pemenuhan potensi diri
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
(Baumgardner & Crothers, 2009). Teori eudaimonia tidak memandang bahwa kebahagiaan dapat diraih dari usaha untuk selalu memperoleh kenikmatan. Kenikmatan yang diperoleh tidak selalu baik atau membuat manusia berkembang. Aristoteles menganggap bahwa kebahagiaan yang didasarkan pada prinsip hedonisme (kenikmatan) akan membuat manusia menjadi hamba dari hasrat/nafsu. Penelitian mengenai eudaimonia telah banyak dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian, keberadaan eudaimonia yang dicetuskan oleh Aristoteles diwakili oleh psychological well-being dalam diri seseorang (Ryan & Deci, 2001). Ryan dan Deci mendeskripsikan well-being sebagai konstruk kompleks yang menitikberatkan pada pengalaman dan fungsi diri yang optimal. Menurut Waterman, eudaimonic well-being memiliki unsur utama memenuhi dan mewujudkan sifat diri yang sebenarnya (Ryan & Deci, 2001). Sedangkan Ryff, pakar psychological well-being, berpendapat bahwa
well-being
seharusnya
menjadi
sumber
resiliensi
dalam
menghadapi kesulitan dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan kesehatan mental (Baumgardner & Crothers, 2009). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa psychological well-being adalah pemenuhan dan perwujudan diri seseorang yang menjadi sumber resiliensi/ketahanan diri dalam menghadapi kesulitan dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan kesehatan mental. Psycholgical well-being terwujud dalam 6 dimensi, yakni penerimaan diri, penguasaan lingkungan, kemandirian, hubungan positif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
dengan orang lain, perkembangan diri, dan tujuan dalam hidup. Dimensidimensi tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Penerimaan diri Penerimaan diri diawali dengan pengenalan akan diri. Menurut Maslow, orang yang mampu menerima diri dapat menerima kekurangan dan kelemahannya tanpa rasa malu, bersalah, maupun defensif. Ia menerima kodrat sebagaimana adanya dan menerima nafsu tanpa rasa malu. Ia memiliki perasaan positif terhadap masa lalu (Ryff, 2014). Ia puas dengan dirinya. Diri merupakan sesuatu yang luas dan dalam karena semua pikiran dan perasaan mampu diungkapkan. Oleh karena itu, ia tidak memalsukan diri dan tidak menyembunyikan diri dibelakang topeng peran sosial. Ia sadar sedang memainkan peran dan tidak mencampurkan peran dengan diri. Pribadi ini mengembangkan keharmonisan antara dirinya yang sebenarnya dan kenyataan (Schultz, 1977/2010). Oleh karena itu, penerimaan diri dapat dedefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk menerima diri seutuhnya dan mampu mengungkapkannya secara leluasa. Self-criticism merupakan keadaan yang berlawanan dengan self-acceptance. Seseorang dengan self-criticism memiliki perasaan inferior yang kuat. Ia merasa malu dan bersalah atas kelemahan dan kekurangannya (Blatt dalam Blatt, Quinlan, Chevron, McDonald, Zuroff, 1982). Orang ini juga merasa tidak berharga dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
mengembangkan sikap defensif. Orang ini banyak membuang waktu untuk mencemaskan hal-hal yang tidak dapat diubah (Schultz, 1977/2010). Menurut Ryff (2014), orang yang tidak memiliki selfacceptance cenderung merasa kecewa terhadap masa lalu dan berharap menjadi seseorang yang berbeda dari dirinya yang sebenarnya. Dengan demikian, self-criticism didefinisikan sebagai ketidakmampuan seeorang untuk menerima diri secara utuh sehingga diri merasa inferior, tidak berharga, dan berharap menjadi orang lain yang berbeda dari dirinya.
b. Penguasaan lingkungan Dimensi penguasaan lingkungan pada kepribadian sehat pertama kali dicetuskan oleh Phillips. Ia memaparkan bahwa penguasaan lingkungan dapat diraih dengan 5 tahap, yakni isolation, dependency,
autonomy,
cooperation,
independence.
Namun,
penguasaan lingkungan tidak memperoleh perhatian khusus sebelum diperkenalkan kambali oleh Ryff (Perron, 2006). Ryff mengutarakan bahwa penguasaan lingkungan dapat didefinisikan sebagai kapasitas atau kemampuan seseorang untuk mengatur hidup dan dunia/lingkungan sekitar (dalam Perron, 2006). Sedangkan Jahoda berpendapat bahwa penguasaan lingkungan adalah kemampuan untuk memilih atau membuat lingkungan sesuai dengan kondisi fisik. Allport menyatakan pendapatnya mengenai penguasaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
lingkungan. Menurutnya, penguasaan lingkungan adalah kemampuan berpartisipasi dalam bidang penting dimana terjadi proses untuk keluar dari diri. Penguasaan lingkungan juga sering disinggung oleh teori
perkembangan.
Teori-teori
tersebut
menyatakan
bahwa
penguasaan lingkungan adalah kemampuan untuk memanipulasi dan mengontrol lingkungan kompleks melalui aktifitas mental dan fisik (Ryff & Singer, 2008). Ryff (2014) menyatakan bahwa mampu menggunakan kesempatan yang muncul dan kemampuan untuk memilih maupun menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi juga merupakan salah satu aspek penguasaan lingkungan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penguasan
lingkungan
adalah
mengontrol
(memilih,
membuat,
kemampuan mengatur)
seseorang
untuk
lingkungan
yang
kompleks serta menggunakan kesempatan yang muncul melalui aktivitas fisik dan mental agar sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi. Situasi yang berlawanan dengan penguasan lingkungan adalah ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness). Learned helplessnes merupakan keyakinan bahwa semua usaha yang dilakukan seseorang akan mengantarnya pada kesalahan/kegagalan. Learned helplessness muncul sebagai akibat dari keyakinan seseorang bahwa peristiwa-peristiwa dalam hidupnya serta hasil-hasil yang ia peroleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
dalam hidup secara umum tidak bisa dikontrol dan ia mendapati kegagalan dalam semua usaha yang ia lakukan (repeated failure) (Woolfolk, 2013). Ketika mereka merasa tidak dapat mengontol peristiwa-peristiwa dalam hidup, muncul pemikiran bahwa usaha untuk mencoba tidak diperlukan karena hasilnya akan sia-sia dan tidak akan berhasil. Mereka akhirnya menjadi seseorang yang merasa tidak memiliki harapan (hopelessness). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa learned helplessness adalah perasaan tidak berdaya karena tidak mampu mengendalikan hasil-hasil yang diperoleh dalam hidup.
c. Kemandirian Maslow
berpendapat
bahwa
pribadi
yang
memiliki
kemandirian (autonomy) tidak memiliki kebutuhan yang kuat akan orang lain. Pemuasan datang dari dalam diri sehingga mereka dapat menghasilkan kepuasan-kepuasan sendiri. Mereka tidak memerlukan orang lain atau hal-hal di luar diri untuk menghasilkan kepuasan. Perasaan dan tingkah laku terarah pada diri sendiri. Mereka memiliki kemampuan
untuk
membentuk
pikiran,
mencapai
keputusan,
melaksanakan dorongan, maupun disiplin yang mereka miliki. Oleh karena itu, mereka mampu dengan baik melawan pengaruh sosial, mampu mempertahankan otonomi batin, dan tidak serta merta terpengaruh oleh budaya (Schultz, 1977/2010). Mereka juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
mengevaluasi diri menggunakan standar pribadi (Ryff, 2014). Dengan demikian, kemandirian didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk membentuk pikiran dan melaksanakan dorongan sehingga tidak memiliki kebutuhan yang kuat akan orang lain. Situasi yang bertolak belakang dengan autonomy adalah dependency/ketergantungan. Seseorang dengan dependency memiliki perasaan putus asa dan merasa lemah. Mereka berusaha memiliki relasi interpersonal yang baik untuk meningkatkan self-esteemnya yang rendah (Coyne dan Whiffen, 1995). Ia tidak mampu menghasilkan kepuasan sendiri (Schultz, 1977/2010). Orang ini merasa takut ditinggalkan orang lain. Ia berharap dirawat, dicintai, dan dilidungi oleh orang lain (Blatt dalam Blatt et al., 1982). Mereka tidak memiliki perasaan akan diri yang kuat sehingga mereka bersandar pada ide, nilai, dan tingkah laku orang lain. Perasaan akan diri yang mereka miliki hanya merupakan pantulan diri orang lain yang tidak berasal dari perkembangan mereka sendiri (Schultz, 1977/2010). Berdasarkan uraian tersebut, ketergantungan merupakan keadaan dimana seseorang merasa lemah dan tidak memiliki perasaan kuat akan diri sehingga mengusahakan relasi interpersonal untuk meningkatkan self-esteem.
d. Hubungan positif dengan orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
Dalam bukunya Pattern and Growth in Personality (1961), Gordon W. Allport menyebutkan 2 jenis hubungan hangat dengan orang lain, yakni keintiman (intimacy) dan belas kasih (compassion). Allport memaparkan bahwa keintiman merupakan perasaan cinta/sayang yang ditujukan kepada orang tua, anak, partner, dan teman. Seseorang mampu mengembangkan dengan baik suatu keintiman ketika ia telah memiliki perasaan identitas diri (Schultz, 1977/2010). Keintiman membuat seseorang memiliki relasi yang hangat, memuaskan, dan terpercaya. Mereka
merasa bahwa
kesejahteraan orang lain sama penting dengan kesejahteraan dirinya. Hal tersebut juga membuat orang ini memiliki rasa empati yang kuat (Ryff, 2014). Cinta dan perhatian yang mereka berikan kepada orang lain tanpa syarat dan tidak mengikat. Seseorang yang mampu mengembangkan keintiman dengan baik akan memiliki rasa perluasan diri yang berkembang baik pula (Schultz, 1977/2010). Bentuk relasi hangat yang kedua adalah belas kasih (compassion). Perasaan ini muncul sebagai hasil dari perluasan imajinatif diri seseorang bahwa ia adalah bagian dari keluarga semua bangsa. Hal ini membuat individu
memahami pengalaman sakit,
menderita, kuat, dan gagal yang muncul dalam kehidupan manusia. Belas kasih membuat seseorang sabar terhadap perilaku orang lain, tidak menghakimi maupun menghukum. Seseorang menjadi mampu menerima kelemahan-kelemahan manusia dan sadar bahwa dirinya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
memiliki kelemahan yang sama (Schultz, 1977/2010). Berdasarkan uraian tersebut dapat didefiniskian bahwa relasi positif dengan orang lain merupakan relasi yang didasari oleh keintiman dan belas kasih. Orang yang tidak memiliki hubungan positif dengan orang lain cenderung tidak sabar dan tidak mampu memahami sifat universal dari pengalaman dasar manusia (Schultz, 1977/2010). Hal ini membuat mereka memiliki sedikit hubungan yang dekat, hangat, dan terpercaya. Ia sulit menjadi terbuka dan peduli dengan orang lain. Terkadang, orang-orang ini merasa terisolasi dan frustasi dengan hubungan interpersonal. Hal ini membuat mereka tidak memiliki keinginan untuk berusaha menjaga relasi yang penting dengan orang lain (Ryff, 2014). Dengang demikian, dapat disimpulkan bahwa relasi negatif dengan orang lain merupakan keadaan dimana terjalinnya sedikit relasi hangat dan terpercaya karena ketidakmampuan dalam memahami sifat dasar manusia sehingga seseorang sulit terbuka, peduli, dan tidak ingin menjaga relasi penting dengan orang lain.
e. Perkembangan diri Perkembangan diri/personal growth merupakan dimensi wellbeing yang paling dekat dengan teori eudaimonia yang dipaparkan oleh Aristoteles. Perkembangan diri bertitik berat pada perwujudan diri seseorang yang sesungguhnya (self-realization) (Ryff & Singer, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Perkembangan diri dimulai sejak masa kanak-kanak. Anakanak mulai memiliki dorongan untuk melakukan sesuatu dan mengusahakan hubungan yang memuaskan dengan dunia. Hal tersebut menyebabkan munculnya dorongan untuk mengolah selera dan ketertarikan. Seseorang terdorong untuk meningkatkan dan memenuhi dirinya secara lengkap. Seseorang dapat terus berkembang ketika mampu menerima dirinya dengan penuh rasa penghargaan dan humor (Murphy, 1954). Berdasarkan keterangan proses diatas, menurut Murphy (1954), pertumbuhan pribadi adalah pergerakan individu menuju pemenuhan potensi diri sebagai seorang pribadi. Robitscheck (dalam Stevic & Ward, 2008) berpendapat bahwa pertumbuhan pribadi merupakan
keterlibatan
seseorang
dalam
meningkatkan,
mengembangkan, dan menumbuhkan diri sebagai pribadi. Ryff dan Singer (2008) berpendapat bahwa pertumbuhan pribadi merupakan proses berkelanjutan
untuk
mengembangkan
potensi.
Dengan
demikian, pertumbuhan pribadi dapat disimpulkan sebagai pergerakan indiviu untuk meningkatkan, mengembangkan, dan menumbuhkan potensi diri sehingga diri seseorang yang sesungguhnya dapat terwujud. Seseorang dengan personal growth yang baik akan terbuka pada pengalaman baru. Mereka berperilaku secara efektif dan menunjukkan pemahaman akan diri (Ryff, 2014). Mereka memiliki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
rasa kuat akan arah hidup, mengetahui aturan dirinya sendiri dalam hidup, dan memiliki rencana untuk memenuhi tujuan tertentu dalam hidup (Robitscheck dalam Stevic & Ward, 2008). Orang yang tidak memiliki personal growth merasakan suatu kemandegan dalam hidupnya. Ia merasa kurang berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini seringkali membuat mereka merasa bosan dan tidak tertarik dengan hidup. Selain itu, mereka juga tidak bisa mengembangkan sikap dan perilaku baru (Ryff, 2014). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kemandegan merupakan situasi dimana seseorang kurang berkembang dan mengalami kesulitan mengembangkan sikap serta perilaku baru dari waktu ke waktu.
f. Tujuan dalam hidup Carr (1997) menuturkan bahwa tujuan dalam hidup merupakan rasa keberartian dalam hidup seseorang. Frankl menekankan pentingnya menemukan arti dalam hidup dalam pendekat yang ia lakukan mengenai kesehatan psikologis. Ketika seseorang mampu memberi arti/tujuan pada hidupnya, ia akan semakin menjadi manusia yang utuh. Kemauan akan arti hidup didorong oleh kebutuhan untuk memberi suatu maksud bagi keberadaan manusia. Tanggung jawab pribadi sangat diperlukan dalam proses memperoleh pengertian dan pemahaman akan arti/tujuan dari kehidupan manusia. Dalam menghadapi situas-situasi yang menantang dalam hidup, manusia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
secara bertanggung jawab dan bebas berusaha menemukan maksud dari kondisi yang muncul. Manusia bertanggung jawab menentukan caranya masing-masing dalam menemukan makna dan tetap bertahan didalam cara maupun makna tersebut segera setelah ditemukan. Arti maupun tujuan yang manusia peroleh mengenai hidup akan terwujud dalam kehidupan sehari-hari melalui 3 cara, yakni melalui pemberian kepada dunia dengan suatu ciptaan, pemaknaan yang diambil dari suatu pengalaman, dan sikap yang diambil terhadap penderitaan. Orang yang mampu menemukan arti/tujuan dalam hidup mampu menghadap suatu penderitaan dengan sabar karena ia memiliki alasan untuk bertahan hidup (Schultz, 1977/2010). Orang yang memiliki tujuan dalam hidup merasa bahwa hidupnya memiliki arah. Ia mampu menemukan arti dalam masa lalunya. Ia juga memiliki kepercayaan yang memberi tujuan akan hidupnya (Ryff, 2014). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk memberi makna sehingga hidup memiliki arah. Seseorang yang kekurangan arti dalam hidup merasa hidupnya kosong, hampa, dan tanpa tujuan. Ia merasa bosan dan kekurangan arah dalam menjalani hidup. Mereka tidak menemukan arti dalam masa
lalu.
Hal
ini
dikarenakan
mereka
tidak
memiliki
pandangan/kepercayaan yang dapat memberi mereka makna akan hidup (Ryff, 2014). Situasi inilah yang disebut sebagai kekosongan eksistensial (Schultz, 1977/2010).
Oleh karena itu, kekosongan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
eksistensial dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memberikan makna pada hidup sehingga hidup tidak memilik arah.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being Berbagai penelitian telah berupaya memaparkan faktor-faktor PWB, baik faktor yang ditarik melalui dimensi PWB maupun yang ditarik langsung dari PWB. Penelitian ini dirangkum oleh Ryff (2014) dalam jurnal berjudul Psychological Well-Being Revisited: Advances in the Science and Practice of Eudaimonia dan Ryan & Deci (2001) dalam jurnal yang berjudul On Happiness and Human Potentials: A Review of Research on Hedonic and Eudaimonic Well-Being. Menurut Ryff (2014), perubahan well-being berkaitan dengan berbagai proses psikologi (perbandingan sosial, konsep diri yang fleksibel, dan strategi coping) untuk bernegosiasi dengan peristiwa hidup. Staudinger, Fleeson, Baltes (dalam Ryff, 2014) menggungkapkan bahwa regulasi
diri
berhubungan
dengan
well-being.
Optimisme
juga
mempengaruhi well-being dengan faktor penghubung rasa kontrol (Ferguson & Goodwn dalam Ryff, 2014), sedangkan self-esteem mempengaruhi kemandirian, penguasaan lingkungan, dan tujuan hidup (Paradise & Kernis dalam Ryff, 2014). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Reis et al. (dalam Ryan & Deci, 2001) mengungkapkan bahwa selfefficacy penting untuk perkembangan PWB. Penelitian juga dilakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
terhadap dampak The Big 5 pada PWB. Schumutte dan Ryff (dalam Ryff, 2014) menemukan bahwa keramahan (agreeableness) berhubungan dengan relasi positif dengan orang lain dan keterbukaan pada pengalaman baru (openness to experience) berhubungan dengan perkembangan diri. Uraian tersebut mengemukakan bahwa aspek kepribadian mempengaruhi PWB. Dalam berbagai penelitian diungkapkan bahwa pengalaman kekeluargaan mempengaruhi PWB. Bagaimana anak hidup/beradaptasi mempengaruhi well-being orang tua (Ryff, Lee, Essex, Schmutte (1994); Greenfield & Marks (2006) dalam Ryff, 2014). Ryff juga mengungkapkan bahwa mengasuh dapat meningkatkan well-being orang dewasa, terutama jika anak mereka dapat melakukan hal baik. Selain itu, membantu orang lain mempengaruhi tujuan hidup dan penerimaan diri (Schwartz, Keyl, Marcum, Bode dalam Ryff, 2014). Menurut Ryff (2014), beban pekerjaan dapat menjadi faktor depresi dan gejala fisik. Pekerjaan dan keluarga berhubungan dengan well-being. PWB seseorang akan menurun ketika seseorang mengalami konflik peran dalam keluarga dan pekerjaan, sedangkan ketika peran yang satu berpengaruh positif dengan peran lainnya, seseorang akan mengalami peningkatan PWB. Pekerjaan suka rela juga cenderung meningkatkan PWB seseorang (Son & Wilson dalam Ryff, 2014). Uraian di atas mengungkapkan pengaruh peran seseorang terhadap PWB.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
Beberapa penelitian juga menemukan bahwa kesehatan fisik berpengaruh pada PWB. Penelitian yang dilakukan oleh Heidrich dan Ryff (dalam Ryff, 2014) mengungkapkan bahwa kesehatan fisik memprediksi PWB dengan faktor penghubung perbandingan sosial. Wanita dengan tingkat kesehatan lebih rendah, namun memiliki perbandingan sosial yang positif, memiliki relasi yang lebih positif dengan orang lain dan memiliki tingkat depresi serta kecemasan yang lebih rendah. Ryan & Frederick (dalam Ryan & Deci, 2001) mengungkapkan bahwa vitalitas seseorang tidak hanya berkaitan dengan faktor psikologis, namun juga dipengaruhi oleh keadaan fisik. Dalam jurnalnya, Liwarti (2013) mengungkapkan terdapat 7 faktor yang mempengaruhi psychological well-being. Faktor-faktor tersebut adalah usia (Ryff dan Keyes (1995); Ryff at al. (2002); Ryff (1989,1991, 1998), tingkat pendidikan (Ryff, Magee, Kling, & Wling, 1999), jenis kelamin (Ryff (1989); Ryff & Singer (2002)), dukungan sosial (Listwan, Colvin, Hanley, & Flannery, 2010), kepribadian (Gutierrez, Jimenez, & Hernandez, 2004), spiritualias (Wink & Dillon, 2008), dan status ekonomi sosial (Ryff, 1999). Ryff (dalam Ryan & Deci, 2001) dengan lebih jelas mengungkapkan bahwa status ekonomi dan sosial mempengaruhi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan, dan perkembangan diri. Berdasarkan uraian tersebut, terdapat 7 faktor yang mempengaruhi PWB seseorang, yaitu kepribadian, pengalaman kekeluargaan, peran,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
kondisi fisik, dukungan sosial, ciri demografis, dan spiritualitas. Walaupun penelitian sebelumnya sudah menemukan beberapa faktor PWB, peneliti tetap melakukan penelitian mengenai faktor PWB pada istri yang tertular HIV/AIDS karena peneliti ingin melihat peran faktor PWB yang ditemukan terhadap narasi subjek. Penelitian
sebelumnya
sudah
menemukan
7
faktor
yang
mempengaruhi PWB, namun peneliti tidak akan mengkaji semua faktor tersebut dalam penelitian ini. Penelitian ini akan mengkaji faktor kepribadian, pengalaman kekeluargaan, peran, kondisi fisik, dan dukungan sosial. Peneliti memilih faktor-faktor tersebut untuk dikaji karena konteks kehidupan subjek yang dikaji dalam penelitian ini berkaitan dengan hal-hal tersebut.
3. Dampak bagi Kesehatan Ryff (2014) mengungkapkan banyak bukti mengenai hubungan positif antara PWB dan kesehatan. Ryff menyatakan bahwa orang dewasa dengan kesejahteraan mental baik disegala tingkat usia memiliki lebih sedikit situasi kronis jika dibandingkan dengan orang dewasa yang memiliki PWB rendah. Psychological well-being diketahui berhubungan dengan
penyesuaian
diri
pada
pasien
yang
terkena
hipertensi.
Psychological well-being yang tinggi juga mempengaruhi perilaku hidup sehat, terutama dalam hal olah raga, jadwal dan durasi tidur, serta kontrol terhadap berat badan. Selain itu, orang dengan tingkat PWB yang tinggi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
diketahui memiliki kadar hormon kortisol (salah satu hormon stres) yang rendah dalam darah sehingga meminimalisir risiko penyakit jantung. Psychological well-being memaksimalkan aktifitas gen pembentuk sistem kekebalan tubuh sehingga orang dengan PWB tinggi memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
D.
32
Kerangka Pikir Teori Sumber stress: Penderitaan sebagai ODHA: Gejala sakit Pengobatan Stigma dan dikriminsi
Peran sebagai ibu dan istri: Mengerjakan pekerjaan rumah Pengasuhan anak Merawat suami yang sakit
Peran sebagai pekerja: Mampu menjalankan tanggung jawab sebagai pekerja
Faktor: Kepribadian Pengalaman kekeluargaan Peran Kondisi fisik Dukungan sosial
Psychological Well-Being
Gambar 1. Kerangka Pikir Teori
Istri yang tertular HIV/AIDS dari suaminya memiliki banyak tekanan dan beban dalam hidup berkaitan dengan dimensi kehidupannya yang kompleks. Dimensi kehidupan yang mereka miliki antara lain adalah dimensi sebagai ODHA, sebagai istri dan ibu, dan sebagai pekerja. Stresor sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
ODHA diantaranya adalah mereka rentan terhadap berbagai penyakit akibat menurunnya daya tahan tubuh. Mereka menjalani pengobatan yang berpotensi menimbulkan efek samping dan kebosanan karena dikonsumsi seumur hidup. Selain itu, mereka juga menerima stigma dan diskriminasi dari masyarakat. Peran dan status mereka sebagai ibu dan istri membuat mereka bertanggung jawab terhadap pekerjaan rumah dan mengasuh anak. Sebagai seorang istri, mereka diharapkan mampu merawat suami yang sakit. Sebagai seorang pekerja, mereka diharapkan dapat bertanggung jawab secara profesional atas tugas yang diberikan kepada mereka. Situasi di atas melibatkan mereka dalam situasi depresif. Mereka merasakan kepanikan, ketakutan, kecemasan, keputusasaan, dan penurunan harga diri. Dengan demikian, istri yang tertular HIV/AIDS dari suami akan cenderung mengalami penurunan psychological well-being karena situasi tersebut.
E. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka pikiran tersebut, beberapa pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah narasi istri yang tertular HIV/AIDS? 2. Bagaimanakah deskripsi psycholgical wel-being istri yang tertular HIV/AIDS ketika menjalani kehidupan sebagai ODHA, ibu dan istri, serta pekerja?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
3. Faktor apa yang mempengaruhi psychogical well-being istri yang tertular HIV/AIDS ketika menjalani kehidupan sebagai ODHA, ibu dan istri, serta pekerja? 4. Bagaimanakah peran faktor-faktor PWB dalam membentuk narasi istri yang tertular HIV/AIDS?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being. Tujuan penelitan dapat dicapai dengan cara melakukan eksplorasi mendalam mengenai perasaan dan pemaknaan subjek terhadap konteks yang mereka hadapi sehari-hari. Oleh karena itu, peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian kualitatif. Menurut Moleong (2009), penelitian kualitatif merupakan penelitian yang berusaha memahami fenomena yang dialami oleh subjek dalam konteks alami yang kompleks. Fenomena yang diamati meliputi persepsi, motivasi, perilaku, dan sebagainya. Penelitian kualitatif dilakukan untuk memahami dan menginterpretasi sesuatu dibalik data yang nampak serta bagaimana manusia meletakkan makna pada peristiwa yang dihadapi (Poerwandari, 2005). Penelitian ini menggunakan metode studi naratif. Narasi mencerminkan pendekatan kualitatif untuk mempelajari ketahanan dan perkembangan diri seseorang. Metode studi naratif digunakan tidak hanya untuk mengkaji bukti ketahanan atau perkembangan positif seseorang, namun juga untuk mengidentifikasi mekanisme yang mendorong penyesuaian adaptif pada ketidakmampuan atau situasi sulit (Dunn dalam Dunn et a., 2009). Melalui analisis narasi, peneliti dimampukan untuk memahami subjek dan dunianya. Metode ini didefinisikan sebagai metode penceritaan yang didalamnya mengandung susunan interpretasi berdasarkan urutan waktu awal, tengah,
35
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
akhir. Tiga bagian tersebut digunakan karena mampu menampilkan peristiwa secara terintegrasi. Metode ini berfungsi deskriptif dan interpretif. Sebagai metode yang memiliki fungsi mendeskripsikan, metode studi naratif berusaha menangkap dan mendeskripsikan kata kunci, isu, dan peristiwa kompleks yang dialami oleh subjek. Melalui proses koding, studi naratif didesain untuk menangkap keseluruhan arti cerita dan isu-isu khusus yang berkaitan. Sebagai metode yang memiliki fungsi interpretif, studi naratif menghubungkan keseluruhan arti cerita dan isu-isu khusus dengan teori yang lebih luas. Hal tersebut memampukan peneliti untuk melakukan interpretasi. Tahap ini juga dapat membawa peneliti pada proses pelabelan data sebagai kategori tertentu yang mengilustrasikan isi teori yang diacu. Fungsi interpretif dari metode ini mampu melihat bagaimana elemen dalam cerita dapat saling berkaitan, isu apa yang menjadi tema utama, gambar diri, serta kepercayaan dan nilai-nilai apa yang mendasari (Smith, 2008). Terdapat beberapa jenis sruktur narasi, diantaranya adalah struktur narasi progresif/optimistik
dan
struktur
narasi
regresif/pesimistik).
Narasi
progresif/optimistik merupakan narasi yang menggambarkan rangkaian tantangan dalam hidup dan tokoh utama dapat memunculkan kesepatan untuk menjadi manusia yang lebih baik. Narasi progresif/optimistik juga ditandai dengan
nuansa
narasi
yang
optimistik.
Sedangkan
struktur
narasi
regresif/pesimistik merupakan narasi yang menggambarkan rangkaian kesengsaraan tokoh utama dan memiliki nuansa narasi pesimistik (Smith, 2008).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
Peneliti menilai bahwa metode studi naratif sangat cocok digunakan pada penelitian ini. Tujuan dari metode studi naratif sesuai dengan definisi konstruk PWB dan tujuan dari penelitian ini. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan dan menemukan faktor PWB, yang didefinisikan sebagai pemenuhan
dan
perwujudan
diri
seseorang
yang
menjadi
sumber
resiliensi/ketahanan diri dalam menghadapi kesulitan dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan kesehatan mental, sedangkan tujuan dari metode studi naratif adalah mempelajari ketahanan dan perkembangan diri seseorang, serta mengidentifikasi mekanisme yang mendorong penyesuaian adaptif pada ketidakmampuan atau situasi sulit. Hal tersebut membuat studi naratif dapat menjadi alat bagi peneliti untuk mencapai tujuan penelitian.
B. Fokus Penelitian Data yang terkumpul dalam penelitian kualitatif bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah satu dengan yang lain). Karena luasnya cakupan penelitian, maka peneliti melakukan pembatasan penelitian melalui fokus. Fokus dalam penelitian kualitatif menitikberatkan pada kebaruan informasi yang dapat diperoleh dari upaya untuk memahami secara lebih luas dan mendalam tentang situasi sosial yang dialami subjek (Sugiyono, 2013). Dalam upaya memahami secara lebih luas dan mendalam mengenai konteks kehidupan subjek, ada 3 hal yang harus didefinisikan secara jelas agar arah dari penelitian ini menjadi jelas. Hal pertama yang harus didefiniskan secara operasional adalah subjek penelitian. Subjek dalam penelitian ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
adalah wanita yang telah dinyatakan positif tertular HIV/AIDS oleh instansi kesehatan. Istilah istri dalam penelitian ini dibatasi sebagai seorang wanita menikah dengan suami serta anak yang masih hidup dan bekerja. Definisi PWB yang dikaji dalam penelitian ini mengandung unsur penyesuaian diri. Peneliti memiliki pemikiran bahwa diri memerlukan waktu untuk mengolah informasi baru dan memunculkan perlaku yang sesuai. Oleh karena itu subjek penelitian ini memiliki periode diagnosis tertular HIV/AIDS yang berbeda. Hal
tersebut
bertujuan
agar
peneliti
memperoleh
gambaran
yang
beranekaragam mengenai kehidupan subjek dan memiliki kesempatan untuk membandingkan keduanya. Hal kedua yang perlu didefnisikan secara operasional adalah konstruk PWB. Konstruk PWB yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini adalah konstruk PWB yang dikembangkan oleh Ryff dan kawan-kawan. Berdasarkan pemikiran mereka, PWB dalam penelitian ini didefinikan sebagai pemenuhan
dan
perwujudan
diri
seseorang
yang
menjadi
sumber
resiliensi/ketahanan diri dalam menghadapi kesulitan dan mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal, dan kesehatan mental. PWB memiliki 6 dimensi, yakni penerimaan diri, penguasaan lingkungan, kemandirian, relasi positif dengan orang lain, perkembangan diri, dan tujuan hidup. Hal ketiga yang harus didefiisikan adalah faktor PWB yang digunakan sebagai acuan. Peneliti menggunakan faktor-faktor PWB yang dirangkum oleh Ryff (2014) dalam jurnal berjudul Psychological Well-Being Revisited: Advances in the Science and Practice of Eudaimonia, Ryan & Deci (2001)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
dalam jurnal yang berjudul On Happiness and Human Potentials: A Review of Research on Hedonic and Eudaimonic Well-Being, dan jurnal Liwarti (2013) yang berjudul Hubungan Pengalaman Spiritualitas dengan Psychological Well-Being
pada
Penghuni
Lembaga
Pemasyarakatan.
Berdasarkan
rangkuman tersebut, peneliti ingin mengkaji faktor kepribadian, pengalaman kekeluargaan, peran, kondisi fisik, dan dukungan sosial. Peneliti ingin mengkaji faktor-faktor tersebut karena beberapa alasan. Peneliti mengkaji faktor kepribadian karena kepribadian memiliki peran yang sangat penting terhadap kemampuan seseorang merespon sesuatu. Peneliti mengkaji faktor pengalaman kekeluargaan dan peran karena seorang wanita selalu terikat dengan perannya sebagai ibu, istri, dan pekerja. Peneliti mengkaji faktor kondisi fisik karena penelitian ini secara khusus ingin memahami pengalaman subjek sebagai ODHA. Peneliti juga mengkaji faktor dukungan sosial karena isu mengenai stigma dan diskriminasi selalu menjadi bagin dari kehidupan ODHA di Indonesia saat ini.
C. Subjek Penelitian Penelitian ini menggunakan purposive sampling. Purposive sampling didefinisikan sebagai pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Tujuan purposive sampling adalah memaksimalkan kedalaman informasi. Berbeda dengan probability sampling yang bertujuan agar hasil penelitian dapat digeneralisasikan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
D. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data wawancara. Esterberg (dalam Sugiyono, 2013) mendefinisikan wawancara sebagai pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga makna dalam suatu topik tertentu dapat dikonstruksi. Peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik wawancara karena memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh teknik pengumpulan data yang lain. Teknik pengumpulan data ini mampu menggali informasi secara mendalam melalui self-report dan inquiry (Sugiyono, 2013). Peneliti juga dimudahkan ketika akan melakukan konfirmasi data kepada subjek. Peneliti menggunakan pendekatan wawancara dengan petunjuk umum. Pendekatan ini mengharuskan peneliti untuk membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok informasi yang akan ditanyakan (Moleong, 2009). Hal ini bertujuan agar informasi yang diperlukan oleh peneliti dapat diperoleh dan terbatas pada konteks yang relevan dengan penelitian. Untuk memastikan bahwa semua data terkumpul dengan baik, peneliti menggunakan alat perekam dan membuat catatan lapangan. Tabel 1 Daftar Panduan Pertanyaan Peran sebagai ODHA
Peran Sebagai Istri, Ibu, dan Pekerja
Awal
Bagaimana kehidupan anda sebelum tertular HIV/AIDS? Tengah
Bagaimana sejarah anda mengetahui kalau
-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
tertular HIV/AIDS?
Apa yang anda pikirkan ketika mengetahui bahwa anda tertular HIV/AIDS dari suami anda?
Bagaimana perasaan anda saat itu?
Mengapa anda berfikir dan merasa seperrti itu?
Akhir
Bagaimana hubungan anda dengan suami?
Bagaimana hubungan anda dengan orang
menjalankan
lain?
peran/tugas
Apa yang membuat anda memiliki
sebagai seorang
hubungan seperti itu?
istri dan ibu
Apakah anda mendapat diskriminasi dari
setelah mengetahui
orang di sekitar anda? Bagaimana pikiran
bahwa anda
dan perasaan anda terhadap hal tersebut?
tertular HIV/AIDS
Bagaimana pikiran dan perasaan anda
dari suami?
mengenai kematian? (pertanyaan sangat
Bagaimana anda
Bagaimana cara
sensitif)
anda memberi
Mengapa anda berpikir dan merasa seperti
penjelasan pada
itu?
anak?
Apakah anda pernah terserang penyakit
Bagaimana anda
aportunistik? Apa yang anda rasakah dan
menghadapi tugas-
pikirkan saat itu?
tugas dalam
Sudah berapa lama menjalani ART?
pekerjaan?
Apakah menurut anda ART sangat
Bagaimana anda
berpengaruh dalam hidup anda?
memaknai kegiatan
Bagaimana perasaan dan pikiran anda
yang anda lakukan?
mengenai ART?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Apakah penggunaan ART cukup rumit?
Bagaimana anda menyikapi hal tersebut?
Bagaimana keluarga anda memperoleh
42
dana untuk berobat? Apakah anda memiliki harapan tertentu?
E. Analisis Data Data penelitian kualitatif berbentuk narasi, deskripsi, dan cerita. Sangat
penting
bagi
peneliti
untuk
mengetahui
bagaimana
cara
memperlakukan data agar informasi yang terkandung dalam data dapat digunakan secara maksimal. Metode analisis data yang paling sesuai dengan karakteristik data penelitian kualitatif adalah analisis tematik. Secara lebih rinci, metode analisis data dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut (Poerwandari, 2005):
1. Tahap Organisasi Data Metode analisis data dalam penelitian ini diawali dengan pengorganisasian data. Hal ini dilakukan karena data penelitian kualitatif sangat banyak dan beragam. Organisasi data memampukan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis, dan menyimpan data yang berkaitan dengan penyelesaian penelitian. Pengorganisasan data dapat dilakukan dengan: a. Mencantumkan kode yang mudah diingat dan menggambarkan berkas/data
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
b. Mencantumkan tanggal pada setiap berkas yang memerlukan spesifikasi waktu c. Melakukan penomoran secara urut dari baris ke baris ketika melakukan analisis data d.
Memisahkan data menjadi 3 bagian, yakni awal, tengah, dan akhir
2. Tahap Analisis Tematik Analisis tematik merupakan proses dasar analisis penelitian kualitatif. Analisis tematik adalah proses menemukan tema dan indikator yang
berada
dalam
tumpukan
informasi
yang
tersedia
serta
mengklasifikasikan tema tersebut dengan label, definisi, dan deskripsi. Tema-tema
tersebut,
mendeskripsikan
secara
fenomena
dan
minimal, secara
diharapkan maksimal
mampu diharapkan
memampukan peneliti melakukan interpretasi terhadap fenomena yang terjadi. Tema-tema tersebut dapat muncul pada tingkat manifes (secara langsung dapat terlihat) dan pada tingkat laten ( secara langsung tidak dapat terlihat namun mendasari/ membayangi). Sangat penting bagi peneliti untuk sadar terhadap emosi, nilai-nilai, prakonsepsi teoritis, pilihan-pilihan, dan pandangan tentang hidup dalam melakukan proses analisis tematik. Dengan menyadari hal-hal tersebut, peneliti diharapkan tidak memproyeksikannya dalam proses analisis tematik. Melakukan analisis tematik dengan cara sengaja memikirkan konsep yang berada dikutub berlawanan dengan konsep yang peneliti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
dalami akan sangat membantu. Teknik ini dinamakan flip flop. Teknik flip flop menjadi bagian penting dari identifikasi dan kategorisasi konsep. Dengan teknik ini, peneliti dimungkinkan untuk mengembangkan berbagai kemungkinan konsep dan penjelasannya. Peneliti melakukan analisis tematik pada masing-masing kasus secara terpisah terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan peneliti ingin melihat bagaimana
individu-individu
yang
berbeda
mengembangkan
psychological well-being. Analisis kasus secara terpisah memungkinkan peneliti melihat fenomena secara lebih mendalam. Setelah melakukan analisis kasus secara terpisah, peneliti melakukan analisis antar kasus. Hal ini memungkinkan peneliti memperoleh gambaran lebih mendalam dan komprehensif. Analisis tematik, secara teknis akan dilakukan sebagai berikut: a. Membaca transkrip wawancara berulang kali sebelum melakukan pemadatan data. b. Mengidentifikasi tema yang muncul c. Secara disiplin segera menuliskan tambahan-tambahan pemikiran dan pencerahan ketika muncul d. Mendaftar tema yang muncul pada lembar terpisah
Tabel 2 Contoh Tabel Analisis Tematik Kategori tema
Hasil wawancara
Pemadatan fakta
Tema
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
Hasil wawancara merupakan transkrip asli wawancara. Pemadatan fakta berisi inti dari hasil wawancara. Berdasarkan pemadatan fakta, peneliti berusaha menemukan makna dan tema yang muncul dan diletakkan pada kolom tema. Berdasarkan isi dari kolom tema, peneliti berusaha mengkategorikan tema dalam deskripsi PWB, faktor PWB, dan peran subjek (ODHA, istri dan ibu, pekerja) kemudian diletakkan pada kolom kategori tema.
3. Tahap Interpretasi Istilah analisis dan interpretasi seringkali digunakan bergantian. Namun, menurut Kvale (1996), interpretasi merupakan upaya memahami data
secara
lebih
ekstensif
dan
mendalam.
Peneliti
berusaha
mengembangkan struktur dan hubungan-hubungan bermakna yang secara eksplisit tidak ditampilkan oleh data/ hasil wawancara. Dalam tahap ini, peneliti perlu mengambil jarak dari data, memahami dan melakukan langkah-langkah metodis dan teoritis yang jelas, dan memasukkan data dalam konteks konseptual khusus. Pada bagian hasil penelitian ini, peneliti akan memaparkan narasi kehidupan subjek sesuai dengan urutah awal, tengah dan akhir. Berdasarkan pemaparan narasi tersebut, peneliti melakukan analisi narasi yang meliputi struktur narasi, nuansa narasi, gambaran diri, dan tema dominan. Berdasarkan analisis narasi yang telah dilakukan, peneliti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
diharapkan dapat melihat perbedaan struktur narasi diantara kedua subjek dengan membandingkan keduanya. Peneliti akan melakukan analisis PWB subjek pada bagian selanjutnya. Peneliti mencoba untuk mendeskripsikan dan memaparkan faktor PWB yang ditemukan menggunakan acuan teori yang digunakan pada penelitian ini. Pada bagian pembahasan, peneliti akan membahas faktor-faktor PWB tersebut dengan cara mengkonfirmasikannya dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Selain itu, peneliti akan mencoba mencari keterkaitan antara narasi dan faktor-faktor PWB yang dimiliki oleh subjek. F. Keabsahan Data Dalam melakukan penelitian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah kualitas penelitian. Penelitian kualitatif memiliki kriteria kualitas penelitian yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Kriteria kualitas tersebut adalah kredibilitas, dipendabilitas, transferabilitas, dan konfirmabilitas(Poerwandari, 2005).
1. Kredibilitas Kredibilitas merupakan pengganti validitas dalam penelitian kualitatif. Kredibilitas terletak pada kemampuan penelitian dalam mengeksplorasi masalah, menggambarkan setting, proses, kelompok sosial, maupun pola interaksi yang kompleks (Poerwandari, 2005). Untuk mencapai maksud
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
tersebut, peneliti memutuskan untuk menggunakan 2 orang subjek dengan periode waktu mengetahui telah tertular HIV/AIDS yang berbeda dan mengkaitan permasalahan subjek dengan konteks perannya sebagai wanita menikah. Hal ini dimaksudkan agar peneliti memperoleh gambaran mengenai proses yang beraneka ragam dan lebih kopleks. a. Validitas kumulatif Sebuah penelitian dikatakan memiliki validitas kumulatif jika penelitian lain dengan topik yang sama kurang lebih memiliki hasil yang serupa dengan penelitian yang sedang dilakukan. Peneliti akan melakukan kajian pustaka terhadap hasil penelitian dengan topik yang sama di bagian pembahasan untuk memaparkan perbedaan dan persamaan hasil penelitian. b. Validitas komunikatif Suatu penelitian akan memiliki validitas komunikasi yang baik jika peneliti mengkonfirmasikan data dan hasil penelitian kepada responden. Dalam proses pengambilan data, peneliti menggunakan alat perekam dan melakukan pencatatan lapangan segera setelah proses pengambilan data untuk memastikan agar data yang diperoleh akurat dan tidak mengandung unsur subjektif peneliti. Peneliti tidak melakukan konfirmasi data kepada responden karena diharapkan rerkaman dan catatan lapangan sudah menggambarkan apa yang benarbenar ingin disampaikan oleh subjek sehingga data yang diperoleh peneliti tidak perlu dikonfirmasikan lagi kepada subjek.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
c. Validitas argumentatif Penelitian dikatakan memiliki validitas argumentatif yang baik jika rasionale data yang diperoleh dan hasil penelitian dapat diikuti dengan baik. Untuk mencapai validitas argumentatif, peneliti melakukan diskusi dengan dosen pembimbing. d. Validitas ekologis Validitas ekologis menunjukkan sejauh mana penelitian dilakukan pada kondisi alamiah dari partisipan yang diteliti. Selama proses pengambilan data, peneliti tidak berusaha memberikan perlakuan khusus (treatmen) agar subjek mengubah pandangan dan pikirannya mengenai sesuatu. Peneliti berupaya memperoleh data apa adanya dengan
mengajukan
pertanyaan
untuk
memancing
subjek
menunjukkan perasaan, pikiran, pandangan, dan sikapnya terhadap sesuatu.
2. Dependabilitas Dependabilitas merupakan pengganti reliabilitas dalam penelitian kualitatif. Walaupun demikian, konsep mengenai keajegan yang dimaksud sangat berbeda antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kuantitatif berpendapat bahwa realita bersifat statis sehingga dapat direplikasi dengan serangkaian pengendalian atau manipulasi. Sedangkan penelitian kualitatif berpendapat bahwa dunia sosial bersifat dinamis. Peneliti kualitatif justru dituntut untuk memahami kompleksitas konteks
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
realita menggunakan strategi atau desain penelitian yang luwes. Dengan dasar demikian, konsep replikasi dalam penelitian kualitatif tidak dapat diterima. Reliabilitas dalam penelitian kualitatif dilakuan dengan menjaga data agar benar-benar sesuai dengan realita. Hal ini dilakukan dengan pencatatan rinci mengenai data, desain penelitian, keputusan-keputusan serta alasan pengambilan keputusan tersebut. Hal ini memungkinkan pihak lain untuk mempelajari data, mengajukan pertanyaan jika perlu, dan melakukan analisis kembali (Marshall dan Rossman dalam Poerwandari, 2005). Oleh karena itu, peneliti kualitatif mengusulkan beberapa hal untuk meningkatkan dipendabilitas (Sarantakos dalam Poerwandari, 2005). a. Koherensi Koherensi merupakan kesesuaian metode yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian. Untuk mencapai hal ini, peneliti telah menjelaskan rasionale penelitian ini pada bagian sebelumnya. b. Keterbukaan Keterbukaan merupakan sejauh mana peneliti membuka diri dengan memanfaatkan metode-metode yang berbeda untuk mencapai tujuan. Cara peneliti dalam menentukan metode yang digunakan telah peneliti jelaskan rasionalenya pada bagian sebelumnya. c. Diskursus Diskursus merupakan sejauh mana dan sesensitif apa penelitian mendiskusikan temuan dan analisisnya dengan orang-orang lain. Untuk mencapai hal ini, peneliti melibatkan 2 orang rekan peneliti lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
dalam melakukan analisis data (devil’s advocate). Peneliti juga dibimbing oleh seorang dosen untuk menjamin kualitas penelitian.
3. Transferabilitas Transferabilitas adalah aspek validitas eksternal dalam penelitian kualitatif. Transferabilitas merupakan sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan atau digunakan dalam situasi lain. Oleh karena itu, sangat penting bagi peneliti untuk membuat orang lain memahami penelitiannya (Sugiyono, 2013). Untuk mencapai transferabilitas, peneliti berusaha memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya agar orang lain dapat memutuskan apakah hasil penelitian dapat diaplikasikan di tempat atau kasus lain.
4. Konfirmabilitas Konfirmabilitas merupakan aspek pengganti objektivitas dalam penelitian kualitatif. Konfirmabilitas menyiratkan bahwa penelitian dapat dikonfirmasikan dan bukan berarti menciptakan jarak antara peneliti dan subjek (Patton dalam Poerwandari, 2005). Lincoln dan Guba (dalam Poerwandari, 2005) menyarankan agar evaluasi objektif diarahkan pada data yang diperoleh. Objektivitas dalam penelitian kualitatif merupakan kesamaan pandangan atau analisis terhadap topik atau data penelitian. Dengan demikian, konfirmabilitas merupakan sejauh mana diperoleh kesetujuan di antara peneliti-peneliti mengenai aspek yang dibahas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
(Sarantakos dalam Poerwandari, 2005). Peneliti melakukan devil’s advocade, diskusi dengan dosen pembimbing, dan studi literatur untuk memenuhi aspek ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Proses Pengumpulan Data Peneliti menghubungi sebuah LSM di Yogyakarta untuk meminta bantuan agar dihubungkan dengan subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti. Setelah berhasil memperoleh persetujuan subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian, peneliti membuat janji wawancara dengan subjek. Tiap subjek dalam penelitian ini menjalani wawancara sebanyak 2 kali. Pada wawancara pertama, peneliti melakukan rapor (mencatat data subjek yang relevan) dan memberikan informed consent secara lisan dengan memaparkan tujuan wawancara, kerahasiaan identitas subjek, alasan kenapa subjek terpilih, dan menjelaskan peran subjek dalam penelitian. Data subjek diuraikan sebagai berikut: Tabel 3 Identitas Subjek Subjek A Inisial Usia
Subjek B
LK
RR
44 tahun
39 tahun
6 anak (1 anak tertular 1 anak (tidak terkena Jumlah anak
Periode
HIV/AIDS)
HIV)
3 tahun 11 bulan
5 bulan
52
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 53
mengetahui
(sejak Juli 2010)
(sejak januari 2014)
3 tahun 11 bulan
4 bulan
tertular Periode menggunakan ART
Sebelum
memberikan
pertanyaan,
peneliti
meminta
ijin
untuk
menggunakan alat perekam kepada subjek. Peneliti memberikan instruksi dan mulai memberikan pertanyaan pokok. Diakhir wawancara pertama, peneliti membuat janji untuk melakukan wawancara berikutnya dan mengucapkan
terimakasih.
Wawancara
kedua
dilakukan
untuk
melakukan konfirmasi terhadap data yang kurang jelas dan menanyakan beberapa pertanyaan tambahan. Durasi wawancara berkisar antara 30120 menit tiap petemuan sehingga total waktu wawancara tiap subjek kurang lebih 120-155 menit. Segera setelah melakukan wawancara, peneliti membuat catatan lapangan mengenai peristiwa yang terjadi dan mencatat gagasan yang muncul selama wawancara. Selain itu, peneliti juga mulai melakukan penulisan transkrip wawancara.
2. Proses Analisis Data Setelah selesai membuat transkrip wawancara, peneliti melakukan analisis tematik. Dalam melakukan analisis tematik, peneliti dibantu oleh dua rekan lain untuk meminimalisir peneliti memasukkan unsur-unsur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 54
subjektifnya kedalam hasil analisis data. Proses kegiatan analisis data diuraikan dalam tabel di bawah ini. Tabel 4 Proses Kegiatan Analisis Data No.
Tanggal
Kegiatan
Kesulitan yang Dialami Peneliti kesulitan menentukan tematema pada cuplikan transkrip wawancara agar sesuai dengan fokus penelitian
Evaluasi
1.
6/8/2014 (10.1512.15)
Peneliti dan 2 rekan (Novia O. W dan Silvia) melakukan analisis tematik dari AT A/c/1 – AT A/c/56
2.
8/8/2014 (09.2011.20)
Peneliti dan 2 rekan (Novia O. W dan Silvia) melakukan analisis tematik dari AT A/a/1selesai dan AT A/b – selesai
Terkadang peneliti memiliki perbedaan pendapat dengan rekan karena ada kesalahpahaman dalam memahami transkrip wawancara karena melewatkan beberapa informasi
Peneliti dan rekan membaca ulang transkrip wawancara dan menyamakan persepsi.
Peneliti dan 2 rekan (Novia O. W dan Silvia) melakukan analisis tematik dari AT A/c/56 selesai
Peneliti terkadang merasa kesulitan dalam memecah transkrip wawancara yang panjang menjadi beberapa bagian tema
Peneliti membaca ulang transkrip wawancara, mencoba memecahnya menjadi beberapa tema dan mengkonfirmasik anya kepada rekan.
3.
11/8/2014 (10.2011.45)
Peneliti berusaha memusatkan perhatian pada cuplikan yang berkaitan dengan PWB; stresor sebagai pasien, istri, ibu, pekerja; dan faktor-faktor yang mempengaruhiny a.
Peneliti mulai memasukkan kesimpulan awal mengenai faktorfaktor PWB
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 55
4.
13/8/2014 (10.3012.30
Peneliti dan seorang rekan (Silvia) melakukan analisis tematik AT B/a/1 – selesai dan AT B/b/1selesai
Peneliti dan rekan merasa kesulitan untuk menentukan tema karena susunan kata subjek yang berantakan, pemilihan kata yang tidak tepat, dan terkadang isi wawancara yang satu tidak singkron dengan isi wawancara yang lain
Peneliti dan rekan membaca ulang transkrip wawancara agar dapat lebih memahami apa yang sebenarnya ingin dikatakan subjek. Subjek dan rekan menyimpulkan bahwa beberapa isi wawancara yang tidak sinkron merupakan reaksi mekanisme pertahanan diri subjek.
5.
15/8/2014 (09.4011.35)
Peneliti dan 2 orang rekan ( Novia O. W dan Silvia) melakukan analisis tematik dari AT B/c/1-60
Peneliti dan rekan terkadang menganalisis subjek secara objektif sehingga kurang mampu menangkap apa yang sebenarnya dirasakan dan dipikirkan subjek
Peneliti berusaha untuk mengarahkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk melihat fenomena sesuai dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan subjek
6.
16/8/2014 (09.1711.33)
Peneliti dan 2 orang rekan ( Novia O. W dan Silvia) melakukan analisis tematik dari AT B/c/61120
Peneliti dan rekan terkadang menganalisis subjek secara objektif sehingga kurang mampu menangkap apa yang sebenarnya dirasakan dan dipikirkan subjek
Peneliti berusaha mengarahkan bahwa penelitian ini bertujuan untuk melihat fenomena sesuai dengan apa yang dirasakan dan dipikirkan subjek
7.
19/8/2014 (09.1510.45)
Peneliti dan 2 orang rekan ( Novia O. W dan Silvia)
Terkadang peneliti kurang mampu menangkap inti dari apa yang
Rekan membantu mengarahkan peneliti untuk memahami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 56
melakukan analisis tematik dari AT B/c/121187
dirasakan dan dipikirkan subjek
perasaan dan pikiran subjek
B. Hasil Analisis Narasi 1. Narasi Subjek A a. Pengalaman sebelum tertular (awal) dan ketika divonis tertular HIV dari suami (tengah) (Awal) Subjek adalah seorang ibu dari 6 anak perempuan, 5 anak berasal dari pernikahan pertama dan seorang anak dari pernikahan kedua. Suami subjek yang pertama meninggal. Subjek harus bekerja sendiri untuk menafkahi 5 anak perempuannya.
Suami saya meninggal. Nah dari suami yang kedua ini dapet satu, yang paling kecil, kebetulan yang sakit..yang ikut sakit. Jadi dari awal sebelum saya punya suami ini saya kan sudah sendiri itu lho. Menghidupi sendiri. Jadi udah terbiasa. (AT A/F/210-213) Subjek bertemu dengan suaminya yang kedua secara tidak sengaja. Karena ajakan untuk membesarkan anak bersama-sama, subjek menikah lagi.
Padahal saya sudah punya anak 5 waktu itu. Anakku 5 e, anakku 1..bojoku minggat (tertawa)..dia gitu. Nek kowe? Nek aku wis resmi..bojoku wis ra ono...saya bilang gitu. Ya udah yo..do momong anak bareng-bareng. Gitu langsung. (TR A/F/942-945)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 57
Subjek mencari nafkah dengan berjualan sayur keliling dari pagi sampai malam setelah menikah. Hal ini membuat subjek tidak akrab dengan tetangga, disamping karena subjek memang tidak terlalu senang bergaul.
Biasa juga kalo pas arisan ya arisan. Trus sebelum diketahui ini kan saya juga jualan, jadine ya nggak begitu akrab sama tetangga itu lho, sama kakak ipar yang depan rumah aja jarang. Pagi saya jalan, jalan, nanti kan sampe jam 9 malam, ya udah. Nanti kalo misalnya sore ada arisan ya tak pedot arisan. Saya orangnya nggak seneng terus duduk-duduk ngobrol-ngobrol itu nggak seneng. (TR A/F/599-604) Subjek juga tidak memiliki pemaknaan khusus terhadap pekerjaan ini.
Kalo dulu kan sebelum diketahui ini ya e...belum diketahui terinfeksi ini ya nggak begitu mikir. Nggak sampe mikir-mikir banget. (TR A/F/634-635) (Tengah) Setelah menikah, subjek melahirkan seorang anak perempuan yang sering sakit-sakitan. Saat usia 6 bulan, anak ini dirawat di rumah sakit dan menjalani pemeriksaan. Melalui pemeriksaan tersebut, anak didiagnosa tertular HIV. Saat itu subjek dan suami masih dalam keadaan sehat, namun disarankan untuk menjalani pemeriksaan medis dan riwayat hidup. Dalam pemeriksaan tersebut, subjek menyatakan bahwa ia yakin bahwa perilakunya tidak berisiko tertular HIV.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 58
Waktu saya ditanya tiap harinya apa kegiatan saya. Saya ibu rumah tangga. Nggak pernah pergi kemana-mana gak pernah mengenal apa itu narkoba. Nggak pernah mengenal apa itu jarum suntik. (TR A/F/26-28)
Ketika subjek bertanya, suami menyatakan bahwa ia tidak pernah berperilaku berisiko, terutama berselingkuh dan menggunakan jarum suntik narkoba. Suami diduga tertular HIV dari jarum yang digunakan teman suami saat mentato.
Saya ganti ditanya ke bapaknya dan saya cek, bapaknya gak pernah juga macem-macem. Istilahnya main perempuan ga pernah. Kalau keluar malam dia kan waktu itu masih jaga malam juga. Nah..dia gak penah pake jarum suntik juga. Cuma dia banyak tato..gitu lho. Nah diperkirakan dari situ. (TR A/F/29-33) Suami dan subjek menjalani konseling informasi mengenai HIV. Informasi yang disampaikan dalam konseling tersebut adalah tingkat keparahan HIV/AIDS dan pengobatan yang harus ditempuh. Ketika subjek divonis tertular HIV tingkat 1, subjek tidak merasa kaget maupun menangis. Subjek merasa bahwa penyakitnya belum parah. Subjek merasa bisa menerima keadaan.
Tau awalnya sih saya nggak bingung..nggak stres, nggak apa. Ya itu..sebelumnya sudah diberitahu dulu..eehhh.. istilahnya sudah dijentrengke konselingnya itu lho..sama ibu konseling di poli anak. Udah diberi tahu macem-macem itu. Dari a-z. Jd trus pas dikasih tahu hasilnya, udah saya nggak kaget nggak nangis nggak apa. (TR A/F/63-67)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 59
Ketika menerima saran proses pengobatan, subjek berniat mematuhi, terutama setelah mengetahui bahwa pengobatan mendapat subsidi dari pemerintah.
Kok ketokke ethel wae. Ibu perasaannya gimana? Ya gak papa. Tu malah waktu itu konselornya...nanti obatnya dijamin kok dari pemerintah. O ya..apalagi kalo dijamin, mau saya (tertawa). Kalo disuruh beli mikir-mikir. Cuma pendaftaran...ibu ada jaminan nggak? Kartu jaminan kesehatan Jamkesmas? O ada..ada. itu pendaftaran gratis. O ya udah nggak papa. Anggep aja nggak ada masalah. (TR A/F/723-729) b. Kehidupan setelah mengetahui tertular HIV/AIDS dari suami (akhir) i. Kehidupan sebagai ODHA Sebagai seorang istri yang tertular HIV dari suami, subjek merasa bahwa kehidupannya tidak berubah, baik dalam aspek kesehatan maupun aktifitas.
Kalo saya sendiri itu nggak. Nggak ada perubahan. Harusnya biasa bangun pagi ya bangun pagi. Trus nggak ada perubahan lah pokoknya. (TR A/F/590-592)
Menurut subjek, dampak HIV tidak langsung terlihat.
Saya nggak tau ya. Pokoknya kalo virus itu kan nggak langsung muncul (TR A/F/770-771)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 60
Subjek merasa tidak takut walaupun telah mengetahui bahwa HIV/AIDS dapat menyebabkan kematian. Subjek menganggap penyakitnya tidak menakutkan karena ada obat untuk menekan penyakit tersebut. Selain itu, subjek juga berpendapat bahwa kematian ada di tangan Tuhan dan selama berusaha, ia berharap Tuhan juga selalu menjaganya tetap sehat.
Pokoknya selama kita masih berupaya masih mau minum obat ya insa Allah lah sehat. Kematian nggak, nggak begitu menakutkan gitu. Itu aja. Takdir kan mbak. Mati itu bukan kita yang bikin (tertawa). Sesehat apa pun, sesakit apa pun, kalo kita usaha sehat, Tuhan menghendaki sehat, ya sehat. Kalo Tuhan menghendaki mati ya mati. Nggak terlalu saya pikirkan (TR A/F/189-194).
Subjek mengalami konflik dalam menjalani pengobatan. Subjek merasa bahwa pengobatan penting untuk dilakukan, harus dilakukan sesegera mungkin, bersifat aman, dan merupakan penunjang hidup. Disisi lain, subjek merasa bosan setelah meminum obat selama 4 tahun karena jumlah obat, karakteristik obat, dan durasi minum obat yang lama. Biaya pengobatan juga membuat subjek terbebani.
Ya ada yang bilang obat untuk saat ini karena sudah 2 tahun lebih 3 tahun memasuki 4 tahun, ya dianggaplah vitamin. Apalagi saya nyepeda. Ya..vitamin buat apa kekuatan, itu aja. Sebenernya ya bosen kalo pilnya sekarang kan gedhe-gedhe. Minum 2, kalo sekarang saya. (TR A/F/387-390)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 61
Walaupun demikian, pengetahuan mengenai cara kerja obat membuat subjek mampu beradaptasi dan mensinkronkan proses pengobatan dan kegiatan sehari-hari.
Sebenernya nggak, nggak harus tepat. Ada antisipasi jam... Ee...kerja obat itu 12 jam. Jadi misalnya kompensasi 1 jam lah. Tapi kita juga apa..nggak, nggak harus tepat. Ah..istilah, ono kesempatan 1 jam itu juga nggak. Tapi kalo pas kepepet atau lupa juga nggak papa. (TR A/F/224-228) Subjek cenderung menyembunyikan penyakitnya dari orang lain di luar anggota keluarganya. Hal ini dikarenakan subjek berpandangan bahwa orang lain akan mendiskriminasikan dirinya dan keluarga. Alasan lain yang membuat subjek cenderung menyembunyikan statusnya adalah perasaan malu dan pandangan bahwa masyarakat tidak mempercayai ODHA.
....tapi kalo tetangga, saya nggak perlu gembor-gembor ya, eh saya tertular. (TR A/F/105-106)
Subjek berpandangan bahwa orang lain mendiskriminasikan ODHA karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai HIV/AIDS.
Sekarang masih lho mbak itu bayangan mereka itu AIDS itu sing menular, mematikan, nggak ada obatnya. Mereka nggak tau nularnya seperti apa. (TR A/F/662-664)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 62
Menurut subjek, masyarakat tidak memiliki pengetahuan cukup karena merasa takut pada HIV/AIDS dan kurang memperoleh sosialisasi.
Mbok ya o..ngasih puskesmas..apa ato apa sering ke posyandu kan..nah saya harap itu mereka ngasih tahu gambaran itu. Apa sih itu HIV. (TR A/F/642-645)
Subjek merasa bahwa diskriminasi menyakitkan walaupun yang mengalami adalah anaknya.
He’e pernah dan itu sak tenane itu sebenere sakit banget. (TR A/F/120)
ii. Kehidupan sebagai ibu dan istri Sebagai seorang ibu, subjek merasa bahwa mengerjakan pekerjaan rumah penting. Dalam menjalankan peran mengerjakan pekerjaan rumah, subjek merasa memerlukan bantuan dari anak perempuannya yang lain. Namun, subjek berpandangan bahwa anak-anaknya sulit diberitahu untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah sehingga subjek seringkali mengerjakan sendiri pekerjaan rumah. Subjek mengaku masih sanggup mengerjakan sendiri pekerjaan rumah karena sudah terbiasa.
Kan waktunya udah habis. Nanti saya slunthang slunthung kadang aja kerjaan rumah utuh mbak. (TR A/F/443-444)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 63
Mengasuh anak merupakan peran yang penting bagi subjek. Subjek memandang bahwa anak lebih berharga dari pada harta dan dirinya sendiri.
Saya diharuskan suntik. Tapi suntiknya itu nggak dijamin. Padahal saya pake jamkesmas to. Saya tanyakan, pake jamkesmas nggak? Nggak bisa. Jamkesma nggak bisa, berati kan tanpa jaminan. Dan itu sekali suntik 250 ribu. Sehari diharuskan 5 kali suntik, selama seminggu. Mbok yo tak nggo makani anakku, saya bilang gitu. Trus saya tanya kalo nggak ambil suntikan gimana? Ya nggak papa. Cuma lama sembuhnya. Ya udahlah. Dari pada saya buat suntik saya, tapi anak saya kelaperan, saya bilang gitu. (TR A/F/288-295) Subjek merasa bahwa anak-anaknya yang lebih tua mau membantu subjek mengasuh adik yang sakit. Subjek merasa akrab dengan anak dan subjek menganggap bahwa anak mampu menerima situasi yang sedang mereka hadapi.
Kalo saya nggak, kalo posisi saya di rumah itu..nggak apa...nggak membatasi saya ibu, saya ..pokoknya dirumah itu anak saya itu teman saya. (TR A/F/202-204) Subjek merasa bahwa ia jarang berkomunikasi dengan suami karena kegiatan masing-masing dan proses pengobatan suami.
Jarang sih kalo omong-omong yang penting-penting jarang. Trus nanti misalnya jam setengah 8 saya udah pergi bapaknya masih tiduran di rumah. Nanti pulang sore gini bapaknya udah, belum pulang, pulangnya malem. Kadang jam 10 lah, jam 11. Jadi ngomongnya memang.....kurang. Tapi nggak ada masalah sih. Jarang ketemu di rumah. Pulang-pulang saya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 64
sudah ngantuk to. Misalnya kadang kalo anak sudah tidur saya malah nyuci, ganti nimba, gitu. Nggosok. (TR /F/524530) Subjek berpandangan bahwa suami tidak menjalankan peran sebagai suami dengan baik dan menjadi beban bagi subjek. Oleh karena itu, subjek ingin melepaskan perannya sebagai istri.
Tapi saya jengkelnya kalo saya suruh pulang ke tempat ibunya nggak mau dan ibunya nggak mau nrima sampe sekarang. Masih takut kalo kumat kayak dulu gimana. Padahal saya udah ngomong..sekarang udah nggak. Sekarang di tempat ibu aja, hitung-hitung ngurangi apa..harian saya. Saya kan berarti kerja sendiri to. (TR A/F/848-853) Walaupun demikian subjek merasa bahwa pengobatan membuat kondisi suaminya membaik. Subjek tetap ingin mengusahakan pengobatan bagi suami jika tinggal terpisah dengan suami. Subjek merasa bahwa drinya adalah penolong suami.
Tapi ya syukur kemarin kecekel saya itu lho. Kalo nggak, nggak tau juga kan. Nggak ada pengobatan to. Kan taraf obat sakitnya ini kan nggak langsung kliatan. Nanti efek sampingnya kan ada misalnya trus nglengreng. Saya pikir, untunge ketemu aku, kalo nggak..kalo kemarin dia nglengreng di jalan malah nggak karuan di jalan hidupnya. (TR A/F/842-847) iii. Kehidupan sebagai pekerja Subjek merasa bahwa penghasilan suami tidak cukup memenuhi kebutuhan. Karena subjek merasa masih kuat, subjek bekerja untuk menambah pemasukkan. Subjek merasa berguna ketika bekerja
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 65
sebagai pendamping sebaya di LSM. Subjek berpandangan bahwa pekerjaannya bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Ya seneng (suara tenang). Seneng juga. Yang penting melakukan dengan iklas. Ini juga salah satu buat semangat buat saya juga. Kan kalo orang yang kita dampingi itu berubah jadi sehat, kan seneng juga. Ohh..ternyata ku ini ada gunanya gitu lho. Merasa berguna, gitu. Sesama pasien. (TR A/F/432-436) iv. Harapan
Subjek berharap agar ia dapat mematuhi proses pengobatan dan hidup sehat agar kesehatan subjek tetap terjaga. Dengan tetap sehat dan aktif dalam kegiatan, subjek berharap mampu melengserkan pandangan negatif tentang ODHA dan menghilangkan diskriminasi.
Apapun itu penilaian mereka apapun itu, apa yang diomongkan ke saya itu, sebisa mungkin saya tetep sehat. Jadi apa yang mereka banyakan, oh ternyata AIDS itu masih bisa outer. Hidup sehat itu lho. Pokoknya saya harus memperlihatkan itu. Nggak saya yang nglentruk itu nggak. Biar mereka agak salah dikit (tertawa). Rasain lho.. emang enak salah perkiraan....gitu kalo saya (tertawa). (TR A/F/111117) Subjek juga berharap agar dirinya dan instansi masyarakat bisa memberi informasi yang cukup tentang HIV/AIDS kepada masyarakat agar tidak ada lagi diskriminasi kepada ODHA.
Ya harapannya ya itu. Sedikit-sedikit itu mereka dah ngerti, bukan dari saya langsung tapi dari tulisan. Jadi nggak ada diskriminasi di kampung gitu lho. Trus yang bersangkutan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 66
istilahnya, yang terinfeksi sendiri hidupnya nyaman. Mengharapkan nggak ada diskriminasi di kampung-kampung itu. Di sekolah terutama sekolah. Kalo di kampung nggak tiap hari ya. Di sekolah kan otomatis kalo ngerti teman-temannya ada yang, eh..kae lho anak e kae AIDS, kena AIDS. Nah bayangan AIDS di ibu-ibu..aduh anakku nggko keno. Guruguru dikasih tau. ( TR A/F/664-672) Subjek juga berharap kepada instansi terkait untuk memberikan pelatihan kepada ibu-ibu ODHA dan bantuan alat agar mereka memiliki kegiatan dan tetap bersemangat hidup.
Terus apa ya..mungkin bagi kalangan-kalangan instansi kalo bagi ibu-ibu ODHA harusnya biar nggak nglangut. Biar nggak ngelamun, biar nggak mikirnya macem-macem, tu otomatis pikirane negatif to. Itu ada instansi yang memberi apa, semacam kursus. Kemarin kan juga udah ada semacam kursus misalnya menjahit. Trus nanti ada bantuan alatnya untuk kesibukan di rumah. Saya mohon ya itu terus, nggak cuma sekali dua kali. (TR A/F/691-698)
Selain itu, subjek berharap agar anaknya mau membantu mengerjakan pekerjaan rumah.
Nti kalau pas saya capek, udah diisi banyu? Uwis bu. Ibu capek, ayo wis saiki tak timbakke, kamu sing ngasahi. Baru mau itu. (TR A/F/ 492-494)
2. Narasi Subjek B a. Pengalaman sebelum tertular (awal) dan ketika divonis tertular HIV dari suami (tengah) (Awal) Subjek adalah ibu dari seorang anak laki-laki. Anak lakilaki ini berasal dari pernikahannya yang pertama. Subjek bercerai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 67
dengan suami pertama setelah mengalami KDRT selama 9 tahun karena perbedaan prinsip. Subjek merasa sakit hati dengan perlakuan suami.
Mana sih yang hatinya dipukulin, ditusuk-tusuk di apa..nggak mau. Saya juga ngrasain mbak. Saya itu juga 9 tahun (tertawa sinis)..hanya karena apa..prinsip mbak, suami saya itu KDRT. (TR B/F/1289-1291) Karena relasi anak dan mantan suami tidak baik, anak memilih untuk tinggal dengan subjek.
Nggak mau dia. Dulu pernah sama bapaknya dibohongin. Waah..ayah ternyata bohongin aku bu..gini..gini. (TR B/F/798799)
Subjek bertemu dengan suami kedua karena dikenalkan oleh teman dan akhirnya menikah. Sebelum menikah, suami tidak pernah menyinggung masalah mengenai kesehatnnya.
Ya saya pikir orangnya..ya kan aku juga nggak tau...kalo orang masih pacaran nggak mau kan dia mengakui statusnya. Nggak mau..apalagi kalo udah..begitu tau..kaget saya. (TR B/F/10321035) Subjek merasa tenang dan dapat menikmati hidup. Subjek merasa sehat dan memiliki relasi yang wajar dengan orang lain sebelum tahu tertular HIV.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 68
Kehidupanya? Sebelum kena? Sebelum kena ya namanya istilahnya kalo yang namanya sayuran yang tadinya segar. Kan dia dilihat segar, enak kan gitu....kan orang berarti dia itu sehat, hidupnya enjoy, tenang. (TR B/F/437-440)
(Tengah) Subjek akhirnya mengetahui bahwa dirinya tertular HIV dari suaminya ketika memeriksakan penyakit herpes suami. Suami didiagnosa terkena HIV TB (tuberculosis) ketika memeriksakan diri ke puskesmas. Setelah suami didesak, suami mengaku kalau pernah mengidap penyakit sipilis. Subjek merasa tidak puas dengan penjelasan suami dan melakukan penyelidikan sendiri. Subjek memperoleh informasi bahwa suami sering jajan perempuan.
Alasannya dia nggak mau..alasannya dia nggak tau...dia bilang gitu. Trus selidiki demi selidiki dari tetangga ternyata suami saya sendiri itu orangnya tukang jajan. Ternyata kamu yang nakal..aku bilang gitu. (TR B/F/58-61)
Ketika memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit, subjek disarankan untuk menjalani pemeriksaan dan subjek didiagosa tertular HIV dari suaminya. Subjek merasa kaget dan lemas ketika mengetahui dirinya dan suami tertular HIV/AIDS.
Awalnya saya kaget dan lemes..nggak nyangka kalau suami saya itu kena..itu aja. Nggak nyangka trus ya sudah lah..kalau memang sudah dirinya saya kena sama suami saya kena HIV..dalam hati kecil saya si ya..saya trima aja. (TR B/F/28-32)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 69
Subjek berusaha menerima keadaan walaupun muncul berbagai pikiran negatif tentang dampak negatif HIV.
Tapi setelah kena penyakit dia akan terus pikirannya nggak karu-karuan. Bagi mereka yang belum tau identiknya, yang belum tau sama sekali mereka akan berpikirannya..aduh kok saya kena ini. Nanti saya dikucilkan tidak dengan keluarga saya dikucilkan nggak dengan tetangga-tetangga gitu. (TR B/F/469473)
Rumah sakit memberi semangat kepada subjek dan menyarankan subjek jangan memberitahu orang lain agar tidak dikucilkan. Subjek merasa akan ada orang yang memberinya dukungan jika ada orang lain yang mengucilkan dirinya.
Lho..kalo saya berpikiran begini..kalo saya dikucilkan saya nggak papa. Nggak masalah saya dikucilkan, toh saya juga tidak akan mengganggu kalian. Nanti toh juga saya ada yang membangkitkan..bukan kamu tapi orang lain..gitu aja kalo saya. (TR b/F/126-130) Subjek berniat merawat suami agar sembuh.
Kalau dia memang sudah kena kayak gitu..saya obatin sampe dia sembuh..gitu aja (sambil memukul karpet) gitu aja..nggak ada pikiran apa-apa. (32-34) b. Kehidupan setelah mengetahui tertular HIV/AIDS dari suami (Akhir) i. Kehidupan sebagai ODHA Subjek menolak penyakit yang ia derita.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 70
Kalo dpikir saya tu nggak mau, kamu pun nggak mau dikasih penyakit semacam kayak gitu. Iya..tapi mau bagaimana lagi..sudah takdir..sekarang klo sudah kena (tertawa). (TR B/F/1337-1339) Hal ini dipengaruhi oleh pikiran-pikiran negatif tentang HIV.
Memang sih kalo orang yang kena gitu pikirannya aduh saya..pikirannya ke yang nggak karu-karuan. Pikiranya..saya bisa hidup nggak ya? Masa depan saya suram nggak ya? Pasti gitu. Pasti arah pikirannya kesitu. Pikirannya kenegatifnegatif. Dia tidak ada dorongan semangat untuk hidup. (TR B/F/203-207) Subjek berpandangan bahwa HIV berdampak negatif pada kehidupannya. Subjek merasa takut bahwa HIV membatasi kehidupannya. Subjek berpandangan bahwa penyakit
yang
dideritanya terus berkembang. Subjek juga merasa tidak berdaya menerima penyakitnya. Menurut subjek, pikiran-pikiran negatif tersebut juga mempengaruhi kesehatan.
Aslinya memang ooh..kenapa sih aku kok jadi kayak gini..orang tadinya saya sehat-sehat aja, trus saya jadi kena, trus dikucilkan segala macem. (TR B/F/1205-1208)
Subjek merasa bahwa perasaan senasib dengan penderita HIV yang lain meningkatkan semangat hidupnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 71
Dari situ saya juga...yaah..yang lain kena kenapa saya harus mesti takut..saya bilang gitu. Dari semangat hidup saya disitu. Berarti nggak cuma saya aja yang kena, ternyata sudah merajalela senusantara..ku bilang gitu. Ya udah lah biarin aja, kenapa saya mesti malu. (TR B/F/369-372) Subjek juga merasa bahwa keadaan kesehatannya masih lebih baik daripada suami karena penyakitnya masih lebih mudah untuk ditanggulangi.
Sedangkan saya ini..memang saya akuin aku penyakitku seperti ini masih kuat ketimbang dengan suami saya, brarti saya sombong dong, gitu aja. Bukan berarti sombong ini..sombong karena saya masih bisa kuat, masih bisa apa. (TR B/F/1245-1248)
Pengobatan membebani bagi subjek. Peraturan minum obat membuat subjek merasa bosan. Subjek berpandangan bahwa pengobatan berdampak negatif pada aspek kesehatan dan emosi sehingga aktifitas subjek terganggu.
Ketika saya pas minum itu memang awalnya saya sedikit agak mual. Saya terus ngantuk. Mau dihadapkan semacam itu saya kurang konsen. Kayak seperti ini sih..ngantuk aja...saya kerja itu. (TR B/F/403-405) Selain perasaan takut karena pengobatan tidak bisa memberantas penyakit, subjek juga merasa biaya pengobatan membebani.
Panti rapih itu pun juga mereka tidak bisa menerima rujukannya pake Jamkesda. Saya kan pake jamkesda...jadi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 72
nggak mau panti rapih. Jadi KTP saya yang jadi jaminan sampe sekarang belum saya ambil KTPnya (tertawa). Masih jaminan di panti rapih (tertawa). (TR B/F/345-349) Hal yang membuat subjek bertahan menjalani pengobatan adalah pandangan bahwa ia harus hidup untuk mengurus anak dan suaminya. Selan itu, subjek juga berpandangan bahwa pengobatan dapat mempertahankan kesehatan.
Nggak..saya tu nggak mau mati..saya tetep minum obat meskipun sedikit-sedikit telat, nggak tepat waktu (tertawa) itu aja. Memang saya bandel. Suka mengabaikan minum obat. Saya males minum obat itu. Bosen minum obat. Tapi terus saya inget anak, inget suami, saya minum lagi. (TR B/F/1219-1223)
Subjek menyembunyikan kondisinya yang tertular HIV karena berpadangan bahwa orang lain akan mendiskriminasikan dirinya. Subjek juga merasa bahwa orang lain curiga dan menilai kondisinya dan suami memburuk.
Awalnya memang..saya tu takutnya gini..saya sempat tanya sama ibu PKK, saya cuman begini..diem aja kan saya itu..yang kena itu kan suami saya, bukan saya. Tapi mereka tau..kamu sakit apa? Ah..biasa..sakit gini-gini. (TR B/F/132135)
Walaupun demikian, subjek merasa bahwa tetangganya bisa menerima kondisi dirinya karena perilakunya yang baik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 73
Ya saya cuma hanya..berarti..saya menyikapi berarti mereka masih ada rasa sayang, ada rasa kasihan dengan saya. Jadi mereka berpandangan ke positif, tidak berpandangan ke negaif (tertawa). Perilakunya kebaikan saya di kampung suami saya..gitu aja. (TR B/F/148-151) ii. Kehidupan sebagai ibu dan istri Subjek menyembunyikan penyakitnya dari anak karena khawatir terhadap dampak negatif yang mungkin timbul. Subjek merasa menjadi satu-satunya orang yang diandalkan oleh anak. Hal ini membuat subjek merasa dirinya berbohong demi kebaikan.
Kasihan juga sih anak saya, tapi saya tetep untuk menyembunyikan status penyakit saya dengan keluarga saya dengan anak saya. Berbohong demi untuk kebaikan (tertawa) gitu aja. (TR B/F/266-269) Subjek merasa tidak berdaya untuk menerima peran ibu karena berpandangan bahwa relasi anak dan mantan suami tidak baik. Subjek menganggap bahwa perannya sebagai ibu membebani. Subjek berpandangan bahwa ia sudah memenuhi tanggung jawabnya sebagai ibu namun merasa bahwa usahanya sia-sia. Subjek berpandangan bahwa usahanya tidak dihargai oleh anak dan anak tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai anak dan murid. Subjek
merasa
mengarahkan anak.
bingung
bagaimana
harus
mendidik
dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 74
Padahal dianya..bu aku pingin.. saya turutin dia mau kemana. Mau menjelang ulangan, mau menjelang apa gitu dia saya ajak refreshing, jalan-jalan ke mal, ke pantai lah supaya dia itu fresh itunya..biar dia nggak terlalu tegang. Hasilnya sama aja, nggak ada menonjol, jeblog. Kurang apa saya coba? (TR B/F/883-888) Subjek berpandangan bahwa anak tidak memiliki keinginan untuk berprestasi dan lebih suka bermain. Subjek bingung terhadap kehendak anak karena kehendak subjek dan anak seringkali berbeda. Subjek merasa jengkel dan menolak perilaku anak yang tidak sesuai dengan subjek. Subjek ingin melepas perannya sebagai ibu.
Aku sempat mengancam dengan anak saya (tersenyum)...nanti kamu suatu saat ketauan saya atau dibilang..gak usah deh kamu ngomong gitu ke orang. Saya tau sendiri atau saya denger sendiri kamu ngrokok atau..nggak ada ampun-ampun lagi saya bilang. Jangan ikut sama saya kamu saya lempar..udah. (TR B/F/511-515) Selain itu, subjek khawatir terhadap lingkungan pergaulan anak walaupun subjek berpandangan bahwa kenakalan anak masih dalam tahap wajar. Subjek berpandangan bahwa lingkungan pergaulan anak dapat memberi dampak negatif pada anak dan dirinya. Subjek tidak mempercayai anaknya.
Terus kalo kamu udah capek begini, apa yang ngajakin kamu kayak gini..apa mereka ada respon? Apa mereka repot sama kamu..nggak kan. Aku udah berkali-kali ngasih tau. Tapi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 75
tetep wae anakku itu. Yang repot aku juga..aku juga. (TR B/F/669-672)
Subjek menyalahkan suami atas penyakit yang dideritanya. Subjek juga merasa khawatir tertular penyakit tuberculosis yang diderita oleh suami. Subjek merasa kecewa, jengkel, dan tidak berdaya menghadapi perilaku suami yang sulit untuk diarahkan dalam menjalani pengobatan. Subjek berpandangan bahwa suami tidak menghargai usaha subjek untuk merawat suami. Dalam pandangan subjek, suami tidak menjalankan peran sebagai seorang suami selama mereka menikah. Hal-hal di atas membuat subjek merasa bahwa peran sebagai istri merupakan beban.
Capek stres. Pikirannku udah nggak karu-karuan. Capek tenaga, capek ngurusin anak, capek ngurusin suami. (TR B/F/1026-1027) Subjek berkeinginan melepas perannya sebagai seorang istri dan mengabaikan perilaku suami walaupun sampai saat ini subjek merasa bahwa dirinya masih setia.
Kamu nggak usah banyak bicara. Kalo memang nggak bisa ya sudah. Kita bubar aja, saya tu gitu. (TR B/F/1368-1370) Setelah menghadapi banyak rintangan untuk mengarahkan suami, subjek berpandangan bahwa keadaan suaminya sudah membaik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 76
Iya..pas kena HIV kena ini. Sekarang dia agak mendingan dibelakangnya. (TR B/F/779-780)
iii. Kehidupan sebagai pekerja Subjek merasa kesulitan dalam faktor ekonomi dan merasa bertanggung jawab untuk mencari tambahan pemasukkan. Subjek merasa pekerjaannya tidak memforsir tenaga walaupun subjek masih merasa bingung bagaimana cara menjalankan pekerjaannya yang baru. Subjek merasa masih bisa hidup mandiri dan menafkahi dirinya dan anak.
Malah saya kepinginnya kalo bisa sendiri. Selagi saya masih bisa bekerja..tanpa suami..saya bilang gitu. (TR B/F/13631365)
iv. Harapan Subjek memiliki harapan agar anak, suami, dan dirinya sehat.
Harapannya? Ya semacam supaya kita sembuh. Harapannya bagaimana supaya kita bisa sembuh dari penyakit ini. Saya sehat, suami saya pun juga sehat, anak saya pun juga sehat. (TR B/F/459-461) Subjek juga berharap agar anak menjalankan tanggung jawabnya sebagai anak dan murid dengan menghargai usaha yang telah dilakukan subjek sebagai seorang ibu. Subjek berharap agar anaknya bisa lebih sukses dari subjek dan membuat subjek bangga.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 77
Aku bersi keras supaya kamu bisa bangkit membanggakan orang tua..aku bilang gitu aja (AT B/c/80). (TR B/F/580-582) 3. Analisis Struktur Narasi a. Subjek A Deskripsi
tersebut
menggambarkan
bagaimana
subjek
menganggap kematian suaminya yang pertama sebagai kesempatan untuk menjadi seseorang yang mandiri, karena situasinya yang sulit. Ketika mengetahui tertular HIV dari suami, subjek merasa bisa menerima keadaan dan berniat mematuhi pengobatan. Subjek tidak merasa takut dengan penyakitnya maupun kematian dan sampai saat ini merasa sehat. Subjek dapat menyesuaikan diri antara kegiatan dan pengobatan. Diskriminasi membuat subjek ingin merubah pendapat negatif orang lain mengenai ODHA. Sebagai seorang ibu, subjek berpandangan bahwa dirinya masih sanggup mengerjakan pekerjaan rumah, mengurus anak, dan bekerja. Subjek bahkan merasa berguna ketika menjalankan pekerjaan sebagai pendamping sebaya bagi ODHA lain. Sebagai seorang istri, subjek merasa bahwa usaha untuk memberi pengobatan pada suami memberikan hasil positif. Berdasarkan deskripsi fenomena kehidupan di atas, subjek A memiliki struktur narasi progresif/optimistik. Nuansa dari narasi kehidupan subjek adalah optimistik. Gambaran diri (image) yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 78
nampak dalam ceritanya adalah seseorang yang mampu mengatasi situasi/lingkungan. Tema dominan yang muncul adalah perjuangan.
b. Subjek B Subjek mengalami pegalaman pernikahan yang tidak menyenangkan dari pernikahan pertama, namun merasa masih bisa menikmati hidupnya. Ketika mengetahui tertular HIV dari suami, subjek merasa kaget dan dibohongi oleh suami. Subjek menolak penyakitnya dan ia menyalahkan suami atas penyakitnya. Subjek merasa takut dengan penyakitnya karena merasa pengobatan tidak dapat menyembuhkan penyakit secara tuntas. Selain itu, subjek merasa tidak nyaman dengan pengobatan karena efek samping negatif yang subjek terima. Subjek juga merasa khawatir jika mengalami diskriminasi. Selain permasalahan dalam menghadapi penyakit, subjek juga merasakan ketidakberdayaan dalam mendidik anak dan mengarahkan suami untuk menjalani pengobatan. Subjek merasa lelah menjalankan peran sebagai ibu dan istri. Dalam bekerja, subjek masih berusaha menyesuaikan diri dengan pekerjaan barunya sebagai pendamping sebaya. Subjek merasa bahwa hidupnya berat. Subjek mengibaratkan dirinya sebagai sayuran yang dulu segar namun sekarang layu. Berdasarkan deskripsi kehidupan di atas, subjek B memiliki struktur narasi regresif/pesimistik. Nuansa dari narasi kehidupan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 79
subjek adalah pesimistik. Gambaran diri (image) yang muncul dalam cerita adalah seseorang yang menjadi korban situasi. Tema dominan yang muncul adalah ketidakberdayaan.
Tabel 5 Ringkasan Analisis Struktur Narasi Subjek A
Subjek B Struktur Narasi
Progresif/optimistik
Regresif/pesimistik
Nuansa narasi: optimis
Nuansa narasi: pesimis
Gambaran diri: seseorang yang
Gambaran diri: korban situasi
mampu menguasai lingkungan Tema dominan: penguasaan
Tema dominan: ketidakberdayaan
lingkungan
C. Hasil Analisis Tematik/Interpretasi Psychological Well-Being 1. Penerimaan Diri Subjek A cenderung mampu menerima dirinya. Hal ini terlihat dari perilakunya yang membanggakan diri ketika bertanya mengenai pengobatan HIV/AIDS, menerima keadaan ekonominya yang sulit, menganggap masa lalu sebagai pembelajaran positif, dan tidak merasa takut dengan kematian.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 80
Om..brati saya masuk lini dua dong om. Brarti saya bangga dong, saya tingkatan paling atas. E..nggak..kenapa..obatnya apa? Obatnya ini sama ini. Kok bisa konsumsi obat itu. Iya..karena yang pertama saya nggak cocok. Yang kedua giniginigini.. o..itu brarti masih lini satu (TR A/F/346-349) Subjek B cenderung tidak memiliki penerimaan diri/self-criticism. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilaku subjek yang memproyeksikan diri dalam orang lain dan peran sosial, tidak bisa menerima kesulitan ekonomi yang dialami, pandangan bahwa masa lalu menyakitkan, ingin menjadi ibu yang tidak memiliki anak bandel, dan menolak penyakit dalam diri.
Kalo dpikir saya tu nggak mau, kamu pun nggak mau dikasih penyakit semacam kayak gitu. Iya..tapi mau bagaimana lagi..sudah takdir..sekarang klo sudah kena (tertawa)(AT B/F/1337-1339). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan diri subjek A. Subjek memiliki pemahaman mengenai keadaan dirinya. Informasi mengenai penyakit dan pengobatan dalam konseling mengubah cara pandang subjek terhadap penyakitnya dan membuat subjek dapat menerima keadaan. Faktor berikutnya adalah frekuensi keberhasilan. Sampai sekarang, subjek merasa bahwa pengobatan yang ia lakukan berhasil sehingga ia tetap sehat setelah 4 tahun tertular HIV/AIDS.
Tau awalnya sih saya nggak bingung..nggak stres, nggak apa. Ya Itu..sebelumnya sudah diberitahu dulu..eehhh.. istilahnya sudah dijentrengke konselingnya itu lho..sama ibu konseling di poli anak. Udah diberi tahu macem-macem itu. Dari a-z. Jd trus pas dikasih tahu hasilnya, udah saya nggak kaget nggak nangis nggak apa (TR A/F/63-67).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 81
Faktor yang mempengaruhi subjek B tidak mampu menerima dirinya adalah frekuensi keberhasilan yang rendah. Sujek berpandangan bahwa keadaan kesehataannya memburuk karena pengobatan yang ia lakukan tidak berhasil. Selain itu, subjek juga mengalami kegagalan dalam pernikahannya yang pertama.
pertama saya mengkonsumsi obat itu suka sakit ini..di leher itu lho. Nyeriii banget di sarafnya gitu. Trus kepala pusing trus kalo minum obat itu maunya muntaaah aja..muaal aja gitu. Tapi itu kan karena e..apa ya..dari obatnya itu. Efek samping dari si obatnya itu (TR B/F/334-337) 2. Penguasaan Lingkungan Subjek A dapat menghadapi situasi dan tanggung jawabnya sebagai ODHA, ibu dan istri, serta pekerja. Hal ini nampak dari penilaian subjek bahwa HIV tidak mempengaruhi ibadah, aktifitas, semangat, dan kesehatan. Usaha subjek untuk merawat suami dengan memberi pengobatan juga berhasil. Peran subjek sebagai pekerja juga menambah semangat hidup subjek.
Kalo saya tu sama aja mbak. Sebelum ya seperti ini, setelah terinfeksi ya ora nglangut, ora mikirke piye-piye ya nggak (TR A/F/706-707)
Subjek B mengalami ketidakberdayaan menerima peran sebagai ODHA, ibu, dan istri. Hal ini nampak dari pandangan subjek bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 82
dirinya tidak bisa melakukan apa-apa untuk mencegah dirinya tertular HIV. Subjek merasa tidak berdaya menerima peran sebagai ibu, merasa usahanya dalam mendidik anak sia-sia, dan merasa tidak memahami keinginan anak. Subjek juga mengalami kesulitan dalam mengarahkan suami untuk mematuhi pengobatan dan merasa kehidupan pernikahannya tidak memiliki harapan jika suami tidak merubah sikap buruknya. Dalam bekerja, subjek merasa bingung dengan pekerjaan barunya.
Kamu nggak usah banyak bicara. Kalo memang nggak bisa ya sudah. Kita bubar aja, saya tu gitu (TR B/F/1351-1353). Faktor
yang
mempengaruhi
subjek
A
mampu
menguasai
lingkungan/menjalankan peran dan tanggungjawab sebagai ODHA, istri dan ibu, serta pekerja adalah self-efficacy. Self-efficacy memiliki 3 dimensi, yakni penilaian terhadap kekuatan, penilaian terhadap tingkat kesulitan, dan harapan yang diperoleh dari melakukan sesuatu. Dalam menilai kekuatan, subjek memiliki self-esteem yang positif. Hal tersebut ditandai dengan subjek berpandangan bahwa tubuhnya dapat beradaptasi dengan pengobatan dan pengobatan mampu menjaga kesehatannya selama mengikuti aturan yang dianjurkan, subjek merasa dirinya masih sehat dan kuat, subjek merasa bahwa dirinya memiliki respon yang baik terhadap penyakit jika dibanding dengan ODHA lain, subjek juga merasa lebih baik daripada wanita lain. Subjek memahami tingkat kesulitan situasi yang dialami dengan memahami cara kerja penyakit. Perkembangan penyakit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 83
dapat ditekan dengan melakukan beberapa usaha. Selain itu, subjek memiliki harapan pada sesuatu yang terus ia lakukan/perjuangkan, seperti berusaha tetap sehat, bekerja, melakukan pekerjaan rumah, mengasuh anak, dan memberi pengobatan pada suami.
Apapun itu penilaian mereka apapun itu, apa yang diomongkan ke saya itu, sebisa mungkin saya tetep sehat. Jadi apa yang mereka banyakan, oh ternyata AIDS itu masih bisa outer. Hidup sehat itu lho. Pokoknya saya harus memperlihatkan itu. Nggak saya yang nglentruk itu nggak. Biar mereka agak salah dikit (tertawa). Rasain lho.. emang enak salah perkiraan....gitu kalo saya (tertawa). (TR A/F/111-117) Faktor yang mempengaruhi perasaan tidak berdaya subjek B adalah frekuensi kegagalan yang sering dialami (repeated failure). Subjek juga memiliki self-efficacy yang rendah karena self-esteem subjek yang negatif. Hal tersebut nampak dari perasaan subjek yang merasa bahwa ia tidak memiliki suber daya yang cukup untuk mendidik anak, keadaan fisiknya memburuk, subjek juga merasa bahwa dirinya kotor. Dalam menilai sarana, subjek berpandangan bahwa pengobatan yang dijalani tidak mampu memberantas penyakit dengan tuntas. Selain itu, subjek juga memahami cara kerja penyakit, yang menurut subjek menakutkan.
Kok anak saya susah gitu lho..maunya apa, gitu lho..saya nggak ngerti (TR B/F/881-882). Walapun demikian, subjek sebenarnya memiiki sumber daya yang berpotensi membuat subjek dapat menguasai lingkungan, yakni dukungan sosial dari ODHA lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 84
Dari pertemuan-pertemuan di sarjito trus dikasih pemasukkanpemasukan, saran-saran..si ODHA jangan terlalu lemah, jangan terlalu stres kalo udah kena penyakit semacam gini. Si ODHA sudah harus semangat hidup. Jangan terlalu ke negatif..harus pesimis). Dari situ saya juga...yaah..yang lain kena kenapa saya harus mesti takut..saya bilang gitu. Dari semangat hidup saya disitu. Berarti nggak cuma saya aja yang kena, ternyata sudah merajalela senusantara..ku bilang gitu. Ya udah lah biarin aja, kenapa saya mesti malu (TR B/F/365-372). 3. Kemandirian Subjek A memiliki kemandirian. Hal ini terlihat dari pandangan subjek yang menganggap bahwa komunikasi dengan tetangga tidak penting, hubungan dengan saudara yang tidak akrab, dan keinginan untuk tinggal terpisah dengan suami. Subjek juga memiliki keinginan untuk melengserkan pendapat negatif masyarakat tentang ODHA.
Biasa juga kalo pas arisan ya arisan. Trus sebelum diketahui ini kan saya juga jualan, jadine ya nggak begitu akrab sama tetangga itu lho, sama kakak ipar yang depan rumah aja jarang. Pagi saya jalan, jalan, nanti kan sampe jam 9 malam, ya udah. Nanti kalo misalnya sore ada arisan ya tak pedot arisan. Saya orangnya nggak seneng terus duduk-duduk ngobrol-ngobrol itu nggak seneng. (TR A/F/599-604) Subjek B memiliki kebutuhan untuk berelasi dengan orang lain untuk menghadapi situasi berkaitan dengan perannya sebagai ODHA. Subjek berpandangan bahwa kerjasama dapat menyelesaikan masalah dan pasti ada orang lain yang membantu. Subjek juga memiliki kebutuhan untuk dinilai baik oleh orang lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 85
Karena dulu saya pernah waktu sebelum minum obat itu mudah putus asa. Tapi terus saya ngerasa..ya udahlah. Akhirnya saya dikasih penjelasan kamu harusnya begini-begini, diberi suport teman-teman supaya begini begini. Harus tenang. Yang sakit itu nggak cuma kamu aja (kata aja diberi penekanan), yang lain juga kena, saya kena. Yang lain bisa bertahan hidup, kenapa kamu nggak...digitun. Iyaya.. Iyaaa..gitu (TR B/F/1147-1153). Namun, subjek B memiliki kemandirian dalam memegang prinsip pribadi. Hal ini nampak dari kemampuan subjek dalam mengungkapkan ketidaksetujuan pada sesuatu yang dianggap negatif. Subjek juga merasa bahwa dirinya bisa hidup mandiri tanpa suami.
Aku..kalo saya nggak seneng, nggak seneng. Ke hal-hal negatifnegatif itu kalo saya nggak seneng, nggak seneng. Keras saya (tertawa)(TR B/F/717-719) Faktor yang mempengaruhi subjek A adalah pandangan bahwa dirinya masih kuat (self-efficacy) dan self-esteem positif. Selain itu, pengalaman sukses menghadapi situasi yang sama membuat subjek merasa bisa mengatasi situasi.
Selama saya masih bisa, saya masih kuat, saya berusaha untuk cari tambahan (TR A/F/206-207)
Faktor yang mempengaruhi subjek B tidak memiliki kemandirian adalah kegagalan beruntun yang pernah dialami subjek dimasa lalu. Kegagalan ini menurunkan self-efficacy subjek. Selain itu, subjek juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 86
memiliki self-esteem negatif yang membuat subjek merasa diri kurang baik dan memerlukan bantuan orang lain.
pertama saya mengkonsumsi obat itu suka sakit ini..di leher itu lho. Nyeriii banget di sarafnya gitu. Trus kepala pusing trus kalo minum obat itu maunya muntaaah aja..muaal aja gitu. Tapi itu kan karena e..apa ya..dari obatnya itu. Efek samping dari si obatnya itu. Tapi tadinya saya tu sudah malas saya..saya nggak mau minum obatnya itu saya pikir. Memang sempet putus asa saya itu. Saya sempet down juga lho karena saya kelebihan dosis (tersenyum) (TR B/F/334-340). Faktor yang membuat subjek B mandiri dalam prinsip hidup adalah self-efficacy. Subjek berpandangan bahwa prinsip yang dijalaninya benar. Subjek berharap agar prinsip yang subjek anggap benar dapat membawa kebaikan pada hidup subjek sehingga prinsip itu subjek pertahankan. Selain itu, subjek juga merasa mampu untuk menafkahi diri sendiri dan anak.
Ndableg memang ndableg saya mengakui saya ndableg, keras kepala..tapi kan ke hal-hal yang postif gitu saya (TR B/F/689-691). 4. Hubungan Positif dengan Orang Lain Subjek A memiliki relasi positif dengan anak. Hal ini tampak dalam pandangan subjek bahwa anak lebih penting dari pada harta dan dirinya. Subjek juga memiliki komunikasi yang baik dan akrab dengan anak.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 87
kalo saya nggak, kalo posisi saya di rumah itu..nggak apa...nggak membatasi saya ibu, saya ..pokoknya dirumah itu anak saya itu teman saya (TR A/F/202-204). Walaupun demikian, subjek A memiliki relasi negatif dengan suami, tetangga, dan saudaranya. Hal tersebut nampak dari perilaku subjek yang mengutamakan pekerjaan dan kegiatan lain dari pada berkomunikasi dengan suami, jarang membicaraan hal penting bersama suami, ingin tinggal terpisah dari suami, mengabaikan perilaku aneh suami. Subjek juga memiliki relasi yang kurang baik dengan tetangga dan saudara. Subjek cenderung menyembunyikan penyakitnya dan keluarga dari orang lain.
Duduk-duduk gini jarang. Kayaknya nggak seneng, kita masingmasing nggak seneng duduk ngobrol, ngobrol, sing diobrolke paling, malah tiduran dari pada duduk, dipake tidur gitu (TR A/F/531-534). Subjek B tidak memiliki relasi positif dengan anak, suami, keluarga besar, dan tetangga. Hal ini tampak dari perilaku subjek yang tidak mempercayai anak dan suami. Subjek tidak memiliki keinginan untuk mempertahankan relasi dengan suami dan anak. Selain itu, subjek juga menyembunyikan kondisinya yang tertular HIV dari anak, tetangga, dan keluarga besar.
Kemarin dia juga bilang..bu aku kepingin ikut nyanyi begini..begini. Trus..aku tak ikut ya. Aku kan gitu pingin liat bener apa nggak. Aku nggak tau bu..masak boleh ibunya ikut (TR B/F/746-749).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 88
Faktor yang mempengaruhi subjek A memiliki relasi positif dengan anak adalah pandangan bahwa anak dapat menerima situasi yang dialami oleh subjek.
Untung saja anak saya itu dari awalnya emang gampang nrima juga. Nggak protes, nggak pingin seperti anak yang lain, pingin ini pingin ini, nggak. Ngerti (TR A/F/306-309). Ada beberapa faktor yang membuat subjek A tidak memiliki relasi positif dengan suami, saudara, dan tetangga. Subjek merasa kecewa pada suami yang tidak menjalankan perannya sebagai suami. Subjek berpandangan bahwa suami tidak merasa bersalah atas kesalahannya, tidak menghargai usahanya, tidak memberi nafkah, tidak mampu mengontrol emosi, dan tidak bisa diandalkan. Selain itu, subjek memiliki penilaian negatif terhadap suami. Subjek berpandangan bahwa suami adalah beban, baik dari segi biaya pengobatan, gangguan perilaku yang dialami suami, dan dampaknya bagi subjek sekeluarga. Subjek juga memiliki penilaian negatif terhadap orang lain/tetangga. Subjek berpandangan bahwa tetangga menganggap penyakit subjek lebih parah dari yang sebenarnya, orang lain takut pada HIV, orang lain tidak mempercayai ODHA, perilaku orang lain berubah terhadap subjek, dan orang lain mendiskriminasikan subjek.
Dia ya nggak..nggak merasa bersalah ya nggak. Dia njawabnya gini.. salahe orang kok bikin jengkel (TR A/F/904-906).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 89
Faktor yang mempengaruhi subjek B tidak memiliki relasi positif dengan orang lain adalah penilaian negatif terhadap peran ibu dan istri. Bagi subjek, peran ibu dan istri adalah beban. Subjek juga menilai bahwa orang lain akan mengucilkan subjek. Selain itu, subjek memiliki keyakinan bahwa relasi harus bertimbal balik. Hal ini mengimplikasikan bahwa subjek memiliki harapan terhadap apa yang sudah ia lakukan untuk orang lain. Perasaan kecewa karena harapannya tidak terpenuhi itulah yang membuat subjek tidak memiliki relasi positif dengan orang lain.
Trus kenapa kamu dipikirkan. Entah mereka juga belum tentu mikirin kamu. Kamu mikirin dia...capek-capek badanmu..aku bilang gtiu (TR B/F/1295-1297).
5. Perkembangan Diri Subjek A merasa dirinya berkembang ketika melakukan pekerjaan. Subjek merasa memiliki tambahan kenalan dilingkungan pekerjaan dan memiliki kesempatan membantu sesama pasien.
makna itu arti ya. Klo menjabarkan tu piye ya.. ya pokoknya itu kegiatan yang sosial, yang sangat berguna juga. Ya terutama dari temem-temen yang nggak kenal jadi kenal. Trus bisa membantu teman sesama juga. Membantu e..pasien lain yang mungkin se..apa ya..senasib lah istilahnya. Kadang kluarganya ada yang setres, kita juga memberi support gitu lho..memberi dukungan lahir batin. Biar mereka itu nggak drop. Biar mereka nggak patah semangat. Biar dia itu punya semangat hidup (TR A/F/415-422). Subjek B merasa kualitas hidup dan dirinya menurun. Hal ini terungkap dari perumpamaan yang digunakan subjek bahwa dirinya adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 90
sayur yang dulu segar, namun sekarang layu. Subjek berpandangan bahwa kondisi kesehatannya tidak kunjung membaik. Selain itu, subjek merasa relasinya yang wajar dengan orang lain berubah menjadi tidak menyenangkan. Subjek merasa dikucilkan oleh orang lain.
kehidupanya? Sebelum kena? Sebelum kena ya namanya istilahnya kalo yang namanya sayuran yang tadinya segar. Kan dia dilihat segar, enak kan gitu....kan orang berarti dia itu sehat, hidupnya enjoy, tenang. Tapi kalau si sayuranya katakanlah kena virus dia kan layu..semacam saya ini (tertawa). Jadinya kan orang menilai kok kamu semakin kurus, semakin memburuk..kan gitu (TR B/F/437-442). Faktor yang mendorong subjek A untuk berkembang adalah sudut pandang subjek yang menganggap keadaannya yang sulit merupakan suatu tantangan. Subjek ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa ODHA bisa tetap sehat dan aktif bekerja. Subjek juga terbuka pada pengalaman baru ketika melakukan pekerjaan yang belum pernah ia kerjakan sebelumnya. Hal ini terlihat dari pernyataan subjek yang merasa senang ketika melakukan pekerjaan.
Mbak LK piye iki? Ya wis lah tak melu neh. Tapi nek aku ora teko ojo nesu yo... saya udah bilang gitu. Kalo anak saya misalnya mau ngganti datang ya monggo. Misalnya kalau nggak anak saya nggak mau datang atau nggak ada yang nganu ya udah. Sing penting saya pasok gitu kan. Iya ra popo. Mereka ya udah. Saya pokoke bayangan mereka yang gini-gini itu biar lengser gitu lho, biar ilang sedikit (TR A/F/176-182)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 91
Faktor yang membuat subjek B merasa kualitas hidup dan dirinya menurun adalah banyaknya pengalaman tidak menyenangkan yang dihadapi dan subjek tidak bisa mengendalikan situasi tersebut. Karena subjek kesulitan menghadapi situasinya yang sulit, maka ia menganggap kesulitan yang dialami sebagai ancaman. Hal ini terlihat dari perasaan takut yang diceritakan oleh subjek.
Kalo saya itu setahu saya dari saya sebelum kena ama yang sesuah kena ya..yang sebelum kena itu yang tadinya dia segar..ya dia kan sehat-sehat saja, hepi ending tidak pernah punya keluhan apa. Tu sebelum kena. Gambaran yang sesudah kena dia akan..takut juga sih takut ada juga (TR B/F/1200-1204). 6. Tujuan Hidup Subjek A memiliki tujuan hidup. Hal ini terlihat dari kegigihan subjek untuk minum obat. Selain itu, subjek juga merasa hidupnya berarti ketika melakukan pekerjaan.
Trus lagi, kalo saya nggak minum ARV kan saya masih punya anak kecil. Nggak mungkin kan kakaknya yang sekolah, ya sekali dua kali ingetlah. Tapi kalo misalnya anaknya nggak mau kan, emoh2, ya wis lah nggak jadi minum obat kan, gitu. Kalo nggak saya siapa. Kalo saya nggak sehat siapa. Ya wis, saya harus sehat. Mau nggak mau ya harus (TR A/F/402-407). Subjek B memiliki tujuan hidup. Hal ini terlihat dari ungkapan subjek bahwa ia tetap bertahan menghadapi kesulitan dan menjalani pengobatan karena anak dan suami.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 92
Nggak..saya tu nggak mau mati..saya tetep minum obat meskipun sedikit-sedikit telat, nggak tepat waktu (tertawa) itu aja. Memang saya bandel. Suka mengabaikan minum obat. Saya males minum obat itu. Bosen minum obat. Tapi terus saya inget anak, inget suami, saya minum lagi (TR B/F/1219-1223).
Faktor yang mendorong subjek A memiliki tujuan hidup adalah tanggung jawab terhadap peran sebagai ibu. Selain itu, subjek juga merasakan kepuasan dengan membantu ODHA lain ketika bekerja.
P:Trus perasaan ibu ketika melakukan ini? Hal-hal pendampingan ini seperti apa? S: ya seneng (suara tenang). Seneng juga. Yang penting melakukan dengan iklas. Ini juga salah satu buat semangat buat saya juga. Kan kalo orang yang kita dampingi itu berubah jadi sehat, kan seneng juga. Ohh..ternyata ku ini ada gunanya gitu lho. Merasa berguna, gitu. Sesama pasien (TR A/F/430-436) Faktor yang mendorong subjek B memiliki tujuan hidup adalah keyakinan pada ajaran agama dan rasa tanggung jawab terhadap peran sebagai ibu dan istri.
Biasa-biasa saja..tidak ada...orang kan ada yang parnonya banget.. o..saya nggak mau gini.gini. Tapi kalau disisi lain kita dosa juga dia ken, kita kena..orang kita kena, suami kena..trus mengapa kita mengabaikan suami, kasian juga. Mau gimana lagi, namanya kita sama-sama kena mati pun juga harus sama-sama (TR B/F/235-239)
Tabel 6 Rangkuman Tema Hasil Analisis Tematik Subjek A
Subjek B
Penerimaan Diri Subjek memiliki penerimaan diri Subjek tidak memiliki penerimaan diri/self-criticism
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 93
1. Membanggakan diri dengan bercanda ketika bertanya tentang penyakit (TR A/F/346-349) 2. Menerima keadaan ekonomi yang sulit (TR A/F/301-302) 3. Masa lalu adalah pembelajaran (melihat masa lalu secara positif) (TR A/F/270-279, 208-213, 712716) 4. Tidak takut pada kematian (tidak terancam dengan sesuatu yang tidak dapat dikendalikan) (TR A/F/190-194)
1. Memproyeksikan diri pada orang lain dan peran sosial (bersembunyi dalam topeng peran sosial) (TR B/F/623-624) 2. Menutupi kalau memerlukan uang (menutupi dan malu pada kelemahan) (TR B/F/298-300) 3. Masa lalu membebani masa sekarang (berpandangan negatif pada masa lalu) (TR B/F/13281332) 4. Ingin menjadi ibu yang memiliki anak tidak bandel (TR B/F/942948) 5. Menolak penyakit yang ada dalam diri (TR B/F/1337-1339)
Faktor yang mempengaruhi:
Faktor yang mempengaruhi:
1. Pemahaman tentang diri: pemahaman akan penyakit yang merupakan bagian dari diri Informasi pada konseling membantu menerima keadaan (TR A/F/53-60, 6367) Konseling mengubah cara pandang subjek terhadap HIV (TR A/F/76-82) 2. Frekuensi keberhasilan yang tinggi: merasa bahwa sampai sekarang masih sehat (TR A/F/111-117)
Frekuensi keberhasilan yang rendah: Berpandangan bahwa keadaan kesehatan memburuk: Terkena efek samping ARV (TR B/F/403-405, 334-337) Kegagalan dalam pernikahan dimasa lalu (TR A/F/1324-1328)
Penguasaan Lingkungan Subjek mampu menghadap situasi Subjek mengalami ketidakberdayaan sebagai ODHA, ibu dan istri, pekerja dalam menjalankan peran ODHA, ibu dan istri, dan pekerja 1. HIV tidak mempengaruhi ibadah puasa (TR A/F/568-569) 1. Ketidakberdayaan dalam 2. HIV tidak mempengaruhi mencegah tertular penyakit dan aktivitas (TR A/F/590-592) menghadapinya (TR B/F/3763. HIV tidak mempengaruhi 382) kesehatan (241-247) 2. Ketidakberdayaan menerima
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 94
4. HIV tidak membuat hidup subjek lesu (TR A/F/706-707) 5. Usaha pengobatan yang dilakukan dapat menekan perilaku negatif suami (TR A/F/795-798) 6. Pekerjaan menambah semangat hidup (TR A/F/432-436)
Faktor yang mempengaruhi: Self-efficacy tinggi Mengukur kekuatan Mengukur kekuatan diri: selfesteem positif - Keyakinan terhadap adaptasi tubuh dengan obat (TR A/F/579-582) - Merasa diri masih sehat dan kuat (TR A/F/206207) - Merasa bahwa responnya terhadap penyakit lebih baik daripada ODHA lain (708-712) - Merasa diri lebih baik daripada wanita lain (TR A/F/ 945-947) Mengukur kekuatan sarana (obat): - Pengobatan adalah penunjang hidup (TR A/F/399-401) - Pengobatan aman (TR A/F/332-333) - Mengetahui informasi tentang pengobatan (TR A/F/224-228, 571-578) - Mengetahui konsekuensi jika tidak minum obat (TR A/F/356-370) - Pengobatan harus dilakukan sesegera
peran sebagai ibu dan mendidik anak (TR B/F/800-803, 883-888) 3. Kesulitan mengarahkan suami (TR B/F/1027-1030) dan merasa kehidupan rumah tangga tidak memiliki harapan jika suami tidak mau merubah sikap (TR B/F/1351-1353) 4. Merasakan kebingungan dalam melakukan pekerjaan (TR B/F/295-297) Faktor yang mempengaruhi ketidakberdayaan: 1. Kegagalan berulang kali (repeated failure) Penyakit masih berkembang walaupun sudah menjalani pengobatan (TR B/F/12481251) Mengalami efek samping karena obat (TR B/F/216-220) Berkali-kali mengarahkan suami tetapi tidak berhasil (TR B/F/1027-1030) Merasa sudah melakukan tanggungjawab sebagai ibu, namun sia-sia (TR B/F/883888) 2. Self-efficacy rendah Mengukur kekuatan Mengukur kekutan diri: self-esteem negatif - Merasa tidak memiliki sumber daya untuk mendidik anak: tidak memahami keinginan anak (TR B/F/557-559, 881-882) - Tidak memperoleh dukungan dari suami dan mertua dalam mendidik anak (TR B/F/975-989) - Keadaan fisik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 95
mungkin (TR A/F/376382) Memahami tingkat kesulitan: Mengetahui cara kerja penyakit (TR A/F/687-688) Memiliki harapan tertentu dari apa yang dilakukan Keinginan melengserkan pandangan negatif masyarakat tentang ODHA dengan tetap sehat dan aktif berkegiatan (TR A/F/111117, 176-182) Merasa ada hal penting yang harus diperjuangkan - Berpandangan bahwa pekerjaan rumah penting untuk dilakukan (TR A/F/453-456, 320-328) - Berpandangan bahwa merawat anak penting (TR A/F/402-407) - Berpandangan bahwa bekerja penting (TR A/F/559-604, 622-625) - Berpandangan bahwa pengobatan suami penting (TR A/F/ 853-855)
memburuk (TR B/F/334-340) - Merasa diri kotor (TR B/F/67-82) Mengukur kekuatan sarana: - Pengobatan tidak mampu mengobati penyakit secara tuntas (TR B/F/1092-1099)
Memahami tingkat kesulitan: mengetahui cara kerja penyakit (TR B/F/1092-1099)
Faktor yang berpotensi meningkatkan kemampuan menguasi lingkungan: Dukungan sosial dari ODHA lain (TR B/F/365-372, 1147-1157)
Kemandirian Subjek memiliki kebutuhan pada orang /pihak lain untuk membantu 1. Tidak memiliki kebutuhan kuat menghadapi situasi yang terjadi karena akan orang lain HIV Komunikasi dengan 1. Memiliki kebutuhan untuk dinilai tetangga tidak penting (TR baik oleh orang lain agar A/F/105-106, 599-604) memperoleh dukungan (TR Ingin tinggal terpisah B/F/148-151, 720-723) dengan suami (TR A/F/9192. Pandangan bahwa relasi dan 924) kerjasama dapat menyelesaikan Hubungan dengan saudara masalah (TR B/F/202-203) tidak akrab (TR A/F/5413. Pandangan bahwa akan ada orang 548) lain yang membantu (TR B/F/1262. Berkeinginan melawan pengaruh 130) social: keinginan melengserkan
Subjek memiliki kemandirian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 96
pandangan negatif masyarakat tentang ODHA (TR A/F/111117, 176-182)
Subjek memiliki kemandirian terhadap prinsip-prinsip pribadi 1. Padangan bahwa subjek mampu mengatakan ketidaksetujuan pada hal yang dianggap negatif (TR B/F/717-719) 2. Merasa bisa hidup sendiri tanpa suami (TR B/F/1363-1365)
Faktor yang mempengaruhi: 1. Self-effcacy: memandang bahwa diri masih kuat (TR A/F/206207) 2. Self-esteem positif: merasa diri lebih baik orang lain (diri berharga) (TR A/F/708-712, 945-947) 3. Pengalaman keberhasilan dimasa lalu meningkatkan self-efficacy (TR A/F/208-213)
Faktor yang mendukung tidak memiliki kemandirian: 1. Kegagalan berulang dalam menghadapi situasi yang berkaitan dengan HIV/AIDS menurunkan self-efficacy (TR B/F/334-340, 1083-1088, 1106-1109) 2. Self-esteem negatif: Keadaan fisik memburuk (TR B/F/334-340) Faktor yang pendukung kemandirian: self-efficacy 1. Harapan tertentu dengan melakukan hal yang benar sehingga prinsip subjek dipertahankan: berpandangan bahwa prinsip yang dijalani benar (TR B/F/689-691) 2. Masih mampu mencari nafkah (TR B/F/1363-1365)
Hubungan Positif dengan Orang Lain Relasi positif dengan anak Tidak memiliki relasi positif dengan orang lain (anak, suami, kerabat lain, 1. Subjek memiliki cinta dan tetangga) perhatian tanpa syarat kepada anak 1. Merasa tidak percaya pada anak (TR B/F/746-749) Pandangan bahwa anak 2. Merasa tidak percaya pada suami lebih penting dari pada (TR B/F/58-61) harta (TR A/F/297-300) 3. Menyembunyikan kondisinya Pandangan bahwa anak yang tertular HIV dari anak, lebih penting daripada diri tetangga, dan keluarga besar (TR sendiri (TR A/F/288-295)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 97
2. Subjek memiliki relasi hangat dan terpercaya denga anak Komunikasi yang baik antara subjek dan anak (TR A/F/309-312) Hubungan yang akrab (TR A/F/202-204)
B/F/260-269, 442-444) 4. Tidak ingin mempertahankan relasi dengan anak dan suami (TR B/F/649-650, 1351-1353)
Relasi negatif dengan suami 1. Tidak menjaga relasi penting dengan suami Komunikasi dipengaruhi pengobatan (TR A/F/517518) Relasi dipengaruhi aktifitas masing-masing (TR A/F/524-531) 2. Relasi tidak terbuka dan hangat Jarang mengobrol hal penting dengan suami (TR A/F/531-534) 3. Mengabaikan suami Ingin tinggal terpisah dengan suami (TR A/F/919-924) Mengabaikan perilaku aneh suami (TR A/F/927929) Tidak memiliki relasi hangat dan terpercaya dengan tetangga dan saudara (TR A/F/105-106, 541-548) Relasi negatif dengan orang lain: Subjek menyembunyikan penyakitnya dan kelurga dari orang lain (TR A/F/143-146)
Faktor yang mempengaruhi:
Faktor yang mempengaruhi:
Relasi positif dengan anak: pandangan bahwa anak dapat menerima situasi subjek (TR A/F/306-309)
1. Penilaian negatif pada seseorang/yang melekat pada seseorang: Menganggap peran sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 98
Relasi negatif 1. Perasaan kecewa pada perilaku suami yang tidak melakukan peran sebagai suami Suami tidak merasa bersalah atas kesalahannya (TR A/F/904-906) Suami tidak menghargai usaha subjek (TR A/F/750-757, 887-888) Suami tidak mampu mengontrol emosi (TR A/F/878-887) Tidak puas dengan pekerjaan suami (TR A/F/439-440) Tidak bisa diandalkan sebagai seorang suami(TR A/F/914-919, 204-206, 930-932) 2. Penilaian negatif terhadap seseorang /yang melekat pada seseorang: Pandangan bahwa suami adalah beban Suami adalah beban (TR A/F/848-853) Biaya pengobatan suami adalah beban (TR A/F/855-859) Khawatir dengan perilaku aneh suami (TR A/F/798-800) Tidak mau nemerima dampak negatif dari perilaku negatif suami (TR A/F/859-862, 811817) Prasangka subjek kepada orang lain/tetangga yang tidak tertular HIV/AIDS Berpandangan tetangga menganggap penyakitnya lebih parah dari yang sebenarnya
ibu dan istri adalah beban (TR B/F/1026-1027) Prasangka bahwa orang lain akan mengucilkan (TR B/F/373-376) 2. Harapan agar kebaikannya dibalas: pandangan bahwa sebuah relasi harus bertimbal balik (TR B/F/909-912, 1295-1297)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 99
(TR A/F/106-111) Berpandangan orang lain takut dengan HIV (TR A/F/662-664, 658662) Berpandangan orang lain tidak mempercayai ODHA (TR A/F/645647) Pandangan bahwa anggapan orang lain mempengaruhi relasi (TR A/F/593-596) Berpandangan bahwa orang lain akan mendiskriminasikan subjek (TR A/F/169174)
Perkembangan Diri Subjek merasa diri berkembang Subjek merasa kualitas diri dan hidupnya menurun Subjek merasa terlibat dalam meningkatkan, menumbuhkan, dan Sayur segar menjadi layu (TR mengembangkan pribadi ketika B/F/437-442) bekerja Relasi berubah dengan orang lain Memiliki tambahan kenalan (dikucilkan) (TR B/F/1205-1208) (TR A/F/415-422) Setelah minum obat, kesehatan Memiliki kesempatan tidak membaik (TR B/F/1143membantu sesama pasien (TR 1145) A/F/415-422)
Faktor yang mempengaruhi: 1. Kesulitan merupakan tantangan: subjek ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa ODHA bisa tetap sehat dan aktif bekerja (TR A/F/111-117, 176-182) 2. Terbuka pada pengalaman pekerjaan yang belum pernah dilakukan sebelumnya (TR
Faktor yang mempengaruhi: Situasi sulit yang dihadapi merupakan ancaman: Dulu merasa tidak memiliki keluhan, sekarang merasa takut (TR B/F/1200-1204, 1092-1100) Menghadapi banyak situasi yang tidak menyenangkan dan tidak bisa subjek kendalikan (merasa putus asa) (TR B/F/1101-1106)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 100
A/F/432-436)
Subjek memiliki tujuan hidup
Tujuan Hidup Subjek memiliki tujuan hidup:
1. Bertahan menjalani pengobatan (TR A/F/402-407) 2. Merasa diri berarti ketika bekerja membantu sesama ODHA (TR A/F/430-436) Faktor yang mempengaruhi:
Bertahan menjalani pengobatan karena anak dan suami (TR B/F/386-388, 1219-1223)
Faktor yang mempengaruhi:
1. Rasa tanggung jawab terhadap peran sebagai ibu (TR A/F/402-407) 2. Merasakan kepuasan saat membantu ODHA (TR A/F/430-436)
1. Keyakinan pada ajaran agama (TR B/F/235-239) 2. Rasa tanggung jawab terhadap peran ibu dan istri (TR B/F/12191223)
D. Ringkasan dan Integrasi hasil Berdasarkan
kesimpulan
yang
peneliti
buat
mengenai
definisi
psychological well-being dalam tinjauan teori bahwa psychological wellbeing merupakan pemenuhan dan perwujudan diri seseorang yang menjadi sumber
resiliensi/ketahanan
diri
dalam
menghadapi
kesulitan
dan
mencerminkan fungsi positif, kekuatan personal dan kesehatan mental maka tidak heran jika narasi subjek A bernuansa progresif/optimistik dan narasi subjek B bernuansa regresif/pesimistik. Subjek A memiliki 5 dimensi pembentuk
PWB,
yakni
penerimaan
diri,
penguasaan
lingkungan,
kemandirian, perkembangan diri, dan tujuan hidup, sedangkan subjek B hanya memiliki 2 dimensi pembentuk PWB, yakni kemandirian dan tujuan hidup. Hal tersebut sekaligus membuktikan bahwa dimensi PWB membantu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 101
istri yang tertular HIV/AIDS untuk bertahan menghadapi kesulitan yang mereka hadapi dalam hidup. Berdasarkan pemaparan analisis tematik PWB pada bagian sebelumnya, peneliti dapat menemukan beberapa faktor penting yang mempengaruhi perkembangan dimensi PWB pada subjek. Faktor yang mempengaruhi perkembangan penerimaan diri subjek adalah pemahaman tentang diri dan frekuensi keberhasilan. Pengalaman kegagalan atau kesuksesan dimasa lalu, self-efficacy (termasuk didalamnya self-esteem dan kondisi fisik), dan dukungan dari ODHA lain mempengaruhi perkembangan dari penguasaan lingkungan dan kemandirian. Perasaan diterima, penilaian terhadap seseorang atau sesuatu yang melekat pada seseorang, harapan pada orang lain, dan perasaan kecewa karena harapan tidak terpenuhi mempengaruhi relasi positif subjek dengan orang lain. Perkembangan diri subjek dipengaruhi oleh penilaian terhadap situasi yang dihadapi dan keterbukaan terhadap pengalaman baru. Rasa tanggung jawab terhadap peran istri dan ibu, kepuasan ketika menolong orang lain, dan keyakinan (belief) pada sesuatu membuat subjek memiliki tujuan hidup.
Tabel 7 Ringkasan Faktor Psychological Well-Being Faktor Pendukung
Psychological Well-Being
Faktor Penghambat
Penerimaan Diri -
Pemahaman tentang diri
-
Frekuensi
keberhasilan
yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 102
-
Frekuensi keberhasilan yang tinggi
rendah
Penguasaan Lingkungan -
-
Self-efficacy yang tinggi (termasuk
-
Kegagalan berulang
didalamnya kondisi fisik yang
-
Self-efficacy
yang
rendah
baik dan self-esteem positif)
(termasuk didalamnya
kondisi
Dukungan sosial dari ODHA lain
fisik yang memburuk dan selfesteem negatif)
Kemandirian -
Self-efficacy yang tinggi
-
-
Self-esteem positif
-
Pengalaman keberhasilan dimasa
Kegagalan berulang menghadapi situasi menurunkan self-efficacy
-
Self-esteem negatif
lalu Relasi Positif dengan Orang Lain -
Perasaan diterima oleh orang lain
-
Penilaian
negatif
terhadap
seseorang ataupun sesuatu yang melekat pada seseorang -
Harapan pada orang lain dan perasaan kecewa karena harapan tidak terpenuhi
Perkembangan Diri -
Penilaian terhadap situasi sulit: tantangan
-
-
Penilaian terhadap situasi sulit: ancaman
Terbuka pada pengalaman baru Tujuan Hidup
-
Rasa tanggung jawab sebagai istri dan ibu
-
Perasaan puas saat membantu orang lain
-
Keyakinan pada ajaran agama
-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 103
E. Pembahasan 1. Keterkaitan antara faktor PWB dengan dimensi PWB/PWB Peneliti telah menemukan beberapa faktor penting yang mempengaruhi perkembangan dimensi PWB pada diri subjek. Dalam pembahasan ini, peneliti akan membahas faktor-faktor tersebut dan memaparkan keterkaitannya dengan dimensi PWB maupun PWB itu sendiri, peran sebagai wanita, dan ODHA. Penelitian ini menemukan bahwa pemahaman diri dan frekuensi keberhasilan merupakan faktor penting pembentuk penerimaan diri. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Hurlock dalam Satyaningtyas dan Abdullah (2012). Rasyida (2008) juga menemukan bahwa pemahaman diri dan keberhasilan mempengaruhi penerimaan diri ODHA. Seseorang yang memiliki pemahaman akan diri mempunyai kesempatan untuk mengenali
dan
menilai
secara
realistik
kemampuan
dan
ketidakmampuannya. Hal ini memampukan seseorang menggunakan secara maksimal kemampuannya untuk mencapai keberhasilan. Menurut Hurlock, seseorang yang sering mengalami keberhasilan akan lebih mudah menerima dirinya. Dengan kata lain, penguasaan lingkungan berkorelasi dengan penerimaan diri (Ryff dalam Perron, 2006). Self-efficacy merupakan faktor yang mempengaruhi penguasaan lingkungan dan kemandirian. Menurut Judge et al. (dalam Siwi, 2005), self-efficacy merupakan persepsi seseorang mengenai kemampuannya untuk mengatasi keadaan yang tidak diinginkan. Persepsi ini muncul dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 104
penilain seseorang mengenai tingkat kesulitan situasi/tanggung jawab yang dimiliki, kekuatan/sumber daya yang dimiliki, dan harapan dari sesuatu
yang
dilakukan.
Pemahaman
seseorang
mengenai
keterbatasannya juga diperoleh dari akumulasi penilaian pengalaman kegagalan dan kesuksesannya dimasa lalu (Ormrod, 2008). Seseorang yang mengalami kegagalan berulang kali akan merasa dirinya tidak memiliki cukup sumber daya untuk mengatasi situasi sehingga selfefficacynya menurun. Jika yang terjadi sebaliknya, self-efficacy orang tersebut akan meningkat. Self-efficacy ini akan mempengaruhi ketekunan seseorang dalam melakukan sesuatu dan terus mencoba (Ormrod, 2008). Ketekunan inilah yang pada akhirnya membuat seseorang cenderung berhasil dalam menghadapi tantangan dan memenuhi tugas dan tanggung jawab dalam hidupnya. Ketika seseorang merasa mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, ia merasa tidak tergantung pada bantuan dan saran orang lain. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Jannah (2013) bahwa terjadi relasi positif antara self-efficacy dan kemandirian. Oleh karena itu, hasil penelitian ini mendukung pendapat Reis et al. (dalam Ryan & Deci, 2001) bahwa self-efficacy penting bagi perkembangan PWB seseorang karena mempengaruhi penguasaan lingkungan dan kemandirian. Faktor lain yang mempengaruhi penguasaan lingkungan dan kemandirian adalah self-esteem. Self-esteem didefinisikan sebagai evaluasi diri yang dibuat setiap individu; sikap seseorang terhadap diriya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 105
sendiri dalam rentang dimensi positif-negatif (Baron & Byrne, 2003/2004). Evaluasi ini dilakukan dalam dimensi yang majemuk, seperti bidang olah raga, kesehatan/kondisi fisik, akademis, hubungan interpersonal, dan sebagainya. Semakin besar perbedaan antara diri yang sebenarnya dengan diri ideal, seseorang akan memiliki self-esteem negatif. Semakin kecil berbedaan antara diri yang sebenarnya dengan diri ideal, seseorang akan memiliki self-esteem positif. Ketika memiliki selfesteem negatif terhadap bidang tertentu, seseorang akan cenderung merasa inferior dan depresi. Sebaliknya, ketika memiliki self-esteem positif terhadap bidang tertentu, seseorang akan merasa memiliki rasa kendali terhadap bidang tersebut. Rasa kendali terhadap sesuatu itulah yang membuat seseorang yang memiliki self-esteem akan memiliki penguasaan lingkungan dan kemandirian. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Paradis & Kernis (dalam Ryff, 2014). Dukungan sosial dari ODHA lain juga berpotensi meningkatkan penguasaan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurbani (2012), dukungan sosial membuat ODHA menjadi tidak mudah putus asa, tetap semangat, tidak merasa cemas, merasa ikhlas dengan kondisinya, dan merasa lebih tenang dalam menghadapi kondisinya. Hal tersebutlah yang membuat dukungan sosial dari ODHA lain berpotensi meningkatkan penguasaan lingkungan sehingga penting bagi perkembangan PWB (Listwan et al. dalam Liwarti, 2013)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 106
Penelitian ini menemukan bahwa perasaan diterima oleh orang lain membuat seseorang memiliki relasi positif dengan orang lain. Penerimaan menumbuhkan kepercayaan pada diri seseorang (Hendriani, Handariyati, dan Sakti, 2006). Kepercayaan membantu seseorang untuk terbuka dan mengkomunikasikan dirinya dengan orang lain. Komunikasi yang intim dan terpercaya inilah yang membuat seseorang memiliki relasi positif dengan orang lain (Ryff, 2014) Penilaian negatif mengenai seseorang ataupun sesuatu yang melekat pada seseorang dan perasaan kecewa karena harapan kepada orang lain tidak terpenuhi membuat seseorang tidak memiliki relasi positif dengan orang lain. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Hermawati (2011) bahwa persepsi ODHA mengenai stigma yang akan diberikan oleh orang lain mempengaruh interaksi sosial ODHA. Lazarus & Smith (2008) juga menyatakan bahwa proses kognitif, yakni pengetahuan dan penilaian mempengaruhi emosi. Penilaian negatif akan menimbulkan emosi negatif sehingga orang tersebut tidak memiliki relasi positif dengan orang lain yang menjadi objek penilaian. Faktor kedua yang mempengaruhi penurunan hubungan positif dengan orang lain adalah harapan pada pada orang lain dan perasaan kecewa karena harapan tersebut tidak terpenuhi. Individu akan berusaha melindung diri dari kekecewaan yang diperkirakan terulang dengan menghindari relasi akrab dengan orang lain (Horowitz, Rosenberg, Bartholomew, 1993).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 107
Faktor yang mempengaruhi perkembangan diri adalah penilaian terhadap situasi sulit yang dihadapi. Ketika seseorang menilai situasi yang dihadapi sebagai tantangan, ia dapat mengembangkan diri (Carver dalam Pudrovska, 2010). Situasi sulit yang dihadapi merupakan katalisator bagi perkembangan diri (Pudrovska, 2010) karena orang tersebut terbuka pada pengalaman baru dan belajar dari pengalaman tersebut. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Schumutte dan Ryff (dalam Ryff, 2014) bahwa keterbukaan pada pengalaman membuat seseorang berkembang secara pribadi. Jika seseorang merasa kesulitan mengelola stresor yang muncul, ia akan menilai situasi sulit sebagai ancaman dan tidak mengalami perkembangan diri. Hal ini dikarenakan seseorang akan cenderung menutup diri pada pengalaman yang mengancam dan tidak belajar apapun dari pengalaman. Terdapat 3 faktor yang muncul sebagai pembentuk tujuan hidup, yakni rasa tanggung jawab terhadap peran sebagai ibu dan istri, kepuasan saat membantu orang lain, dan keyakinan tertentu. Ryff (2014) mengungkapkan bahwa kegiatan pengasuhan meningkatkan well-being orang dewasa melalui dimensi tujuan hidup. Baruch dan Barnett (1986) juga menemukan bahwa menjadi seorang ibu meningkatkan well-being wanita. Griffin juga mengungkapkan bahwa relasi antara anak dan orang tua membuat seseorang merasa hidupnya berarti (dalam Ryff & Singer, 1998). Penilaian orang tua terhadap adaptasi atau kehidupan anak juga mempengaruhi well-being (Ryff, Lee, Essex, Schumutte (1994);
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 108
Greenfield & Marks (2006) dalam Ryff, 2014). Membantu orang lain dapat mempengaruhi tujuan hidup seseorang, menurut Schwartz, Keyl, Marcum, dan Bode (dalam Ryff, 2014). Membantu orang lain memberi kesempatan pada seseorang untuk memberikan cinta. Russell (dalam Ryff & Singer, 1998) mengungkapkan bahwa cinta membuat hidup seseorang lebih bermakna. Dengan memberikan cinta, seseorang merasakan kepuasan tersendiri. Faktor lain yang membangun tujuan hidup seseorang adalah adanya kepercayaan/pandangan tertentu yang dihidupi. Kepercayaan/pandangan tertentu memberi makna pada kegiatan dan pengalaman yang dialami seseorang. Hal ini sesuai dengan pendapat Ryff (2014) bahwa kepercayaan memberikan tujuan pada hidup seseorang.
2. Keterkaitan antara faktor PWB dengan narasi subjek Pada bagian sebelumnya, peneliti menjelaskan faktor-faktor PWB dan kaitannya dengan dimensi PWB maupun PWB itu sendiri. Pada bagian ini, peneliti akan mencoba menjelaskan dinamika antara faktorfaktor PWB dan bagaimana faktor tersebut mempengaruhi narasi subjek. Self-efficacy memiliki
3
dimensi,
yakni
tingkat
kesulitan
situasi/tanggung jawab yang dimiliki, kekuatan/sumber daya yang dimiliki, dan harapan dari sesuatu yang dilakukan (Siwi, 2005). Penilaian terhadap tingkat kesulitan dipengaruhi oleh kecenderungan seseorang dalam menilai situasi, sebagai tantangan atau ancaman. Ketika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 109
menganggap situasi sebagai tantangan, seseorang tidak takut pada situasi. Ketika menganggap situasi sebagai ancaman, seseorang akan cenderung takut pada situasi yang dihadapi. Penilaan terhadap kekuatan/sumber daya yang dimiliki dipengaruhi oleh kemampuan seseorang dalam memahami dirinya. Seseorang yang memiliki pemahaman akan diri mempunyai kesempatan untuk mengenali dan menilai secara realistik kemampuan dan ketidakmampuannya. Dalam bagian
ini,
seseorang
(subjek)
akan
menganalisa
frekuensi
keberhasilan/kegagalan, kemampuan yang dimiliki, kondisi fisik, penerimaan orang lain terhadap diri dan sebagainya. Proses evaluasi ini akan membuat seseorang memiliki self-esteem positif ataupun self-esteem negatif. Seseorang yang memiliki self-esteem positif merasa memiliki banyak sumber daya dan merasa diri yang sesungguhnya mendekati diri idealnya. Seseorang yang memiliki self-esteem negatif merasa memiliki sedikit sumber daya dan merasa diri yang sesungguhnya memiliki kesenjangan yang besar dengan diri idealnya. Ketika seseorang merasa bahwa sumber daya yang dimiliki mampu mengatasi kesulitan, maka seseorang akan memiliki self-efficacy yang tinggi. Bandura (dalam Siwi, 2005) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung lebih merasa mampu untuk memenuhi tanggungjawab dan mengatasi kesulitan. Self-efficacy ini akan mempengaruhi ketekunan seseorang dalam melakukan sesuatu dan terus mencoba (Ormrod, 2008). Ketekunan ini juga diperkuat oleh harapan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 110
yang muncul atas hasil yang akan diperoleh dari usaha yang sedang dilakukan. Ketekunan inilah yang pada akhirnya membuat seseorang cenderung berhasil dalam menghadapi tantangan dan memenuhi tugas dan tanggung jawab dalam hidupnya. Keberhasilan tersebut akan membuat self-esteem semakin positif, meningkatkan self-efficacy, dan meningkatkan penerimaan diri. Sebaliknya, ketika seseorang merasa bahwa dirinya tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk mengatasi kesulitan, ia memiliki self-efficacy rendah. Orang ini cenderung merasa tidak berdaya sehingga tidak meneruskan usahanya karena tidak memiliki rasa kontrol terhadap hasil dari usaha yang telah diberikan. Subjek A memiliki self-efficacy yang tinggi. Hal ini berasal dari evaluasi subjek mengenai situasi yang dihadapi dan sumber daya yang ia miliki. Subjek menganggap bahwa situasi adalah tantangan dan tidak merasa takut terhadap situasi sulit yang dihadapinya. Hal tersebut membuat subjek menjadi terbuka pada pengalaman baru karena belajar hal baru. Subjek mampu memahami dirinya dan memiliki self-esteem yang positif terhadap diri. Hal ini membuat subjek merasa bahwa ia memiliki sumber daya cukup untuk menghadapi tantangan dan subjek cederung mampu menghadap kesulitan secara mandiri. Hal tersebut didukung oleh sebuah penelitian yang dilakukan oleh Siwi (2005). Siwi (2005) menemukan bahwa self-efficacy berelasi negatif dengan konflik peran yang dialami wanita bekerja. Penelitian itu menunjukkan bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 111
penurunan 1 poin self-efficacy meningkatkan konflik peran sebesar 0,593. Self-efficacy yang tinggi membuat subjek A merasa memiliki sumber daya untuk menghadapi tantangan sehingga merasa tidak takut dalam
menghadapi
tantangan
tersebut.
Karena
merasa
mampu
menghadapi tantangan, narasi yang dimiliki progresif/optimistik dan suasana narasi menjadi optimistik. Selain itu, subjek A bahkan merasa hidupnya lebih bermakna karena memiliki kesempatan untuk membantu ODHA lain setelah tertular HIV/AIDS. Subjek B menilai situasi sebagai ancaman. Sujek tidak memiliki pemahaman diri dan memiliki self-esteem negatif. Hal tersebut membuat subjek merasa tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menghadapi situasi sehingga ia memiliki self-efficacy yang rendah. Subjek merasa tidak mampu, takut, dan putus asa dalam menghadapi situasi. Struktur narasi subjek B tidak berubah menjadi lebih baik walaupun sudah menerima dukungan sosial dari ODHA lain. Hal ini diperkirakan karena dukungan sosial yang diterima subjek tidak dapat memberi dukungan pada aspek lain yang juga menimbulkan stres. Dukungan sosial yang diterima subjek menyangkut perannya sebagai ODHA, sedangkan perannya sebagai ibu dan istri memberikan stresor yang berat. Dalam menghadapi perannya sebagai ibu, subjek bahkan merasa sendiri karena tidak memperoleh dukungan dari suami dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 112
mertua. Dalam menjalani perannya sebagai istri, subjek merasa kewalahan karena suami sulit untuk diberitahu mengenai pengobatan. Subjek B memiliki narasi regresif/pesimistik karena memiliki selfefficacy yang rendah. Self-efficacy yang rendah membuat subjek merasa tidak mampu, takut, dan putus asa dalam menghadapi situasi. Perasaanperasaan negatif tersebut membuat narasi subjek nampak sebagai rangkaian kesengasaraan. Selain itu, perasaan tersebut membuat narasi subjek bernuansa pesimistik. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa faktor self-efficacy merupakan faktor yang paling penting dalam pengembangan PWB pada istri yang tertular HIV/AIDS. Self-efficacy menjadi faktor yang penting karena merupakan faktor kunci penentu jenis narasi seseorang. Selain itu, ketika memiliki self-efficacy, seseorang cenderung akan memiliki faktor pembentuk PWB yang lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 113
1. Self-efficacy tinggi - Mengukur kesulitan: situasi sulit adalah tantangan - Mengukur sumber daya: o Pemahaman diri o Self-esteem positif (termasuk diantaranya kondisi fisik baik, frekuensi keberhasilan banyak, penerimaan orang lain) o Memiliki harapan terhadap hasil yang diperoleh dari melakukan usaha
Rintangan: Penderitaan sebagai OHA, peran sebagai ibu dan istri, pekerja
Merasa memiliki sumber daya, mampu menghadapi tantangan, tidak takut
Narasi Progresif/Optimistik
Gambar 2. Dinamika Pengaruh Faktor PWB terhadap Narasi Progresif/Optimistik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 114
1. Self-efficacy rendah - Mengukur kesulitan: situasi sulit adalah ancaman - Mengukur sumber daya: o Self-esteem negatif (termasuk diantaranya kondisi fisik yang memburuk, frekuensi kegagalan banyak) o Dukungan dari ODHA lain tidak dapat menghilangkan stresor lain
Rintangan: Penderitaan sebagai OHA, peran sebagai ibu dan istri, pekerja
Merasa tidak mampu, takut, tidak berdaya
Narasi Regresif/Pesimistik
Gambar 3. Dinamika Pengaruh Faktor PWB terhadap Narasi Regresif/Pesimistik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Subjek
yang
memiliki
5
dimensi
PWB
memiliki
narasi
progresif/optimistik. Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek mampu menghadapi kesulitan dalam hidup. Subjek yang memiliki 2 dimensi PWB dan
memiliki
banyak
faktor
penghambat
PWB
memiliki
narasi
regresif/pesimistik. Hal tersebut menunjukkan bahwa subjek tidak mampu menghadapi kesulitan yang dihadapi dalam hidup. Pemaparan tersebut mengungkapkan bahwa faktor-faktor PWB mampu meningkatkan kualitas hidup seseorang dan menjadi sumber resiliensi. Faktor-faktor yang mempengaruhi PWB antara lain pemahaman tentang diri dan frekuensi keberhasilan, self-efficacy (termasuk didalamnya self-steem dan kondisi fisik), dukungan sosial dari ODHA lain, perasaan diterima, penilaian terhadap seseorang atau sesuatu yang melekat pada seseorang, harapan pada orang lain dan perasaan kecewa karena harapan tersebut tidak terpenuhi, penilaian terhadap situasi yang dihadapi, keterbukaan terhadap pengalaman baru, rasa tanggung jawab terhadap peran istri dan ibu, kepuasan ketika menolong orang lain, dan keyakinan (belief) pada sesuatu. Berdasarkan dinamika yang diperoleh antar faktor dan keterkaitannya dengan narasi, faktor yang sangat penting untuk dikembangkan pada istri yang tertular HIV/AIDS adalah selfefficacy.
115
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 116
B. Saran 1. Bagi Istri yang Tertular HIV/AIDS Terkena HIV bukanlah akhir dari segalanya. Hidup Anda dapat tetap produktif dan berarti. Anda dapat meningkatkan kualitas hidup dengan berusaha menumbuhkan dan memiliki faktor-faktor PWB yang disarankan oleh hasil penelitian ini, yaitu self-efficacy. 2. Bagi Kerabat dan Instansi Terkait a. ODHA memiliki beban fisik dan psikologis akibat penyakit yang mereka alami. Mereka juga memiliki penilaian negatif dan kekecewaan terhadap orang lain yang tidak tertular HIV/AIDS. Kerabat dan instansi terkait diharapkan dapat memupuk kepercayaan dan rasa aman pada mereka untuk berelasi. Dukungan sosial akan sangat berarti untuk membantu ODHA menghadapi kesulitan yang mereka hadapi. Selain itu, Anda juga disarankan untuk membantu meningkatkan kualitas hidup
ODHA
dengan
memfasilitasi
proses
memunculkan
psychological well-being dalam diri mereka. b. Bagi tenaga medis atau konselor Sebelum memberikan diagnosa atau informasi bahwa ODHA tertular, berikanlah pandangan-pandangan yang lebih positif mengenai HIV dan informasi yang berguna bagi ODHA untuk bertahan hidup. Berdasarkan pengalaman salah satu subjek penelitian ini, hal tersebut sangat membantu dalam proses penerimaan diri dan beradaptasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 117
3. Bagi Peneliti Selanjutnya a. Data yang diperoleh mengenai kasus penularan HIV/AIDS melalui hubungan heteroseksual terus meningkat. Kasus penularan kepada pasangan banyak terjadi dalam lingkup pernikahan. Hal tersebut memungkinkan
munculnya
dinamika
pernikahan
yang
tidak
sehat/kepuasan pernikahan tidak tercapai. Oleh karena itu, peneliti selanjutnya disarankan untuk mengkaji kepuasan pernikahan pada pasangan ODHA. b. Berdasarkan data yang peneliti peroleh, bagaiman subjek memaknai keberadaan Tuhan dan sifat-Nya juga mempengaruhi subjek. Namun karena batasan penelitian, peneliti tidak dapat mengkaji secara lebih mendalam mengenai hal tersebut. Peneliti selanjutnya dianjurkan mengkaji hal tersebut karena berdasarkan beberapa penelitian, religiusitas berdampak positif bagi kesehatan mental/ PWB. c. Peneliti
selanjutnya
dapat
mengusahakan
perencanaan
suatu
terapi/intervensi psychologial well-being mengingat kebermanfaatan dampaknya. Faktor-faktor yang telah ditemukan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai pijakan awal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA 158/MUT. (2014, 28 November). Ibu Rumah Tangga, Jumlah Terbanyak Penderita HIV/AIDS di NTT. beritasatu.com. Dipungut 29 November, 2014, dari http://www.beritasatu.com/kesehatan/228683-ibu-rumah-tanggajumlah-terbanyak-penderita-hivaids-di-ntt.html Allport, G. W. (1961). Pattern and Growth in Personality. New York: Holt, Rinehart, & Winston. Amelia, Lola. (tt). IRT dengan HIV/AIDS. theindonesianinstitute.com. Dipungut 28 November, 2014, dari http://theindonesianinstitute.com/irt-denganhivaids/ Ardia, Hedi. (2014, 29 September). Astaga, Banyak IRT Mengidap HIV/AIDS Tertular Suaminya. bandung.bisnis.com. Dipungut 29 November, 2014, dari http://bandung.bisnis.com/read/20140929/82444/518049/astaga-banyak-irtmengidap-hivaids-tertular-suaminya Baron, R. A., & Byrne, D. (2004). Social Psychology 10th Edition: Psikologi Sosial Edisi 10 Jilid 1. (Djuwita, R., terj). Jakarta: Erlangga. (Karya asli terbit 2003) Baruch G. K & Barnett R. (1986). Role quality, multiple role involvement, and psychological well-being in midlife woman. Journal of Personality and Social Psychology, 51(3), 578-585. doi:10.1037/0022-3514.51.3.578 Baumgardner, S. R., & Crothers, M. K. (2009). Positive Psychology. New Jersey: Pearson Education, Inc. Blatt, S. J., Quinland, D. M., Chevron, E. S., & McDonal, C., Zuroff, D. (1982). Dependency and self-criticism: Psychological dimensions of depression. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 1, 113-124. doi: 10.1037/0022-006X.50.1.113 Carr, D. (1997). The fulfillment of career dreams at midlife: does it matter for women’s mental health?. Journal of Health and Social Behavior, 331-344. Coyne, J. C., & Whiffen, V. E. (1995). Issues in personality as diathesis for depression: the case of sociotropy-dependency and autonomy-selfcriticism. Psychological bulletin, 118(3), 358. doi: 10.1037/00332909.118.358 Dunn, D. S., Uswatte, G., & Elliott, T. R. (2009). Happiness, resilience, and positive growth following physical disability: Issues for understanding, 118
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 119
research, and therapeutic intervention. Oxford Handbook of Positive Psychology, 2(62), 651-664. Efek
Psikologis dari Dampak d4t pada ODHA Perempuan. (2012). odhaberhaksehat.org. Dipungut 3 Juni, 2014, dari http://www.odhaberhaksehat.org/ 2012/efek-psikologis-dari-dampak-d4tpada-odha-perempuan/
Harahap, S. W. (2012, 1 Maret). Kian Banyak Suami di DI Yogyakarta yang Menularkan HIV kepada Istrinya. kompasiana.com. Dipungut 16 Mei, 2014, dari http://regional.kompasiana.com/2012/03/01/kian-banyak-suami-di-diyogyakarta-yang-menularkan-hiv-kepada-istrinya-443487.html Haroen, H., Juniarti, N., & Windani, C. (2013, Juni). Kualitas Hidup Wanita Penderita AIDS dan Wanita Pasangan Penderita AIDS di Kabupaten Bandung Barat. Dipungut 16 Mei, 2014, dari http://pujikesehatan.blogspot.com/2013/06/ jurnal-artikel-kesehatan-dalamhiv-aids.html Hendriani, W., Handariyati, R., & Sakti, T. M. (2006). Penerimaan Keluarga Terhadap Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. INSAN Vol. 8 No. 2, Agustus. Hermawati, P. (2011). Hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA. Dipungut 10 September, 2014, dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Psikologi. http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/4864 Horowitz, L.M., Rosenberg, S.E., Bartholomew, K. (1993). Interpersnal problems, attachment styles, and outcome in brief dynamic psychoterapy. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 61(4), 549-560. Jannah, E. U. (2013). Hubungan antara self-efficacy dan kecerdasan emosional dengan kemandirian pada remaja. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, 2 (3), 278-287. Lazarus R. S & Smith C. A. (2008). Knowledge and appraisal in the cognitionemotion relationship [Abstract]. Cognition and Emotion, 2(4), 281-300. Dipungut 2 September, 2014, dari http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1080/02699938808412701#.VCzU6 9d_u5U Liwarti, Liwarti. (2013). Hubungan pengalaman spiritual dengan psychological well-being pada penghuni lembaga pemasyarakatan. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi, I(I), 77-88. Dipungut 1 September, 2014, dari http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jspp/article/view/1350
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 120
Mendatu, A. (2007, Agustus). Diskriminasi Penderita AIDS. smartpsikologi.blogspot.com. Dipungut 9 April, 2014, dari http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/diskriminasi-penderitaaids.html Moleong, L. J. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Murphy, G. (1954). Professional progress through personal growth. AJN The American Journal of Nursing, 54 (12), 1464-1467. Nugroho, P. (2009). Coping Stress pada Orang dengan HIV dan AIDS. Dipungut pada 11 September, 2014, dari http://eprints.umm.ac.id/9063/ Nurbani, F. (2012). Dukungan Sosial Pada ODHA. Dipungut pada 11 September, 2014, dari http://publication.gunadarma.ac.id/handle/123456789/1880 Olisah, V. O., Baiyewu, O., & Sheikh, T. L. (2010). Adherence to highly active antiretroviral therapy in depressed patients with HIV/AIDS attending a Nigerian university teaching hospital clinic. African Journal of Psychiatry, 13 (4), 275-279. Ormrod, J. E. (2008). Educational Psychology Developing Learners 6th Edition. New Jersey: Pearson Education Inc. Paputungan, K. (2013). Dinamika Psikologis Pada Orang Dengan HIV Dan AIDS (Odha). EMPATHY Jurnal Fakultas Psikologi, 2(1). Dipungut 26 Mei, 2014, dari http://journal.uad.ac.id/index.php/EMPATHY/article/view/1540/878 Perron, B. E. (2006). A critical examination of the environmental mastery scale. Social Indicators Research, 79, 171-188. Poerwandari, K. (2005). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Pratikno, H., & Emilia, O. (2008). Stigma dan diskriminasi oeh petugas kesehatan terhadap ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS) di Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau (desertasi doktoral), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Dipungut pada 11 September, 2014, dari http://etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail &act=view&typ=html&buku_id=37974&obyek_id=4
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 121
Pudrovska, T. (2010). What makes you stronger: ages and cohort differences in personal growth after cancer. Journal of Health and Social Behavior, 51(3), 260-273. Putrianti, F. G. (2007). Kesuksesan peran ganda wanita karir ditinjau dari dukungan suami, optimisme, dan strategi coping. Indigenous: Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi, 9(1), 3-17. Dipungut 22 September, 2014, dari http://publikasiilmiah.ums.ac.id:8080/handle/123456789/1399 Rabkin, J. G., Ferrando, S. J., Lin, SH., Sewell, M., & McElhiney. M. (2000). Psychological effect of HAART: A 2-years study [Abstrak]. Psychological Medicine, 62(3), 413-422. Rachmawati, S. (2013). Kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS yang mengikuti terapi antiretroviral. Jurnal Sains dan Praktik Psikologi, 1(1), 48-62. Ramadhan, H. (2013). Perempuan Lebih Rentan Tertular HIV/AIDS. jurnalperempuan.org. Dipungut 16 Mei, 2014, dari https://www.jurnalperempuan.org/perempuan-lebih-rentan-tertularhivaids.html Rasyida, A. N. (2008). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN DIRI ODHA (ORANG DENGAN HIV-AIDS) (desertasi doktoral), Unika Soegijapranata, Semarang, Indonesia. Reniindrastuti. (2012). Lebih dari Pemenang (Hidup Produktif dengan Stigma Negatif). Dipungut 26 Maret, 2014, dari http://thedoctorundercover.wordpress.com/2012/12/07/lebih-dari-pemenang/ Riyanto, R. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Mental Penderita HIV. Dipungut pada 11 September, 2014, dari http://publication.gunadarma.ac.id/handle/123456789/1862 Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2001). On happiness and human potentials: A review of research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Reviews of Psychology, 52(1), 141-166. Ryff, C. D. (2014). Psychological well-being revisited: Advances in the science and pactice of eudaimonia. Psychotherapy and Psychosomatics, 83, 10-28. doi: 10.1159/000353263 Ryff, C. D. & Singer, B. (1998). The contours of positive human health. Psychological Inquiry, 9 (1), 1-28.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 122
Ryff, C. D. & Singer, B. H. (2008). Know thyself and become what you are: A eudaimonic approach to psychological well-being. Journal of Happiness Studies, 9(1), 13-39. doi: 10.1007/s10902-006-9019-0 Satyaningtyas, R., & Abdullah, S. M. (2012). Penerimaan Diri dan Kebermaknaan Hidup Penyandang Cacat Fisik. Dipungut pada 8 September, 2014, dari http://fpsi.mercubuana-yogya.ac.id/wp-content/uploads/2012/06/LIAPENERIMAANKEMAKNAAN-HIDUP.pdf Schultz, D. (2010). Psikologi Pertumbuhan: Model-model Kepribadian Sehat [Growth psychology: models of the heathy personality]. Terj. Yustinus, Yogyakarta: Kanisius. (Karya asli terbit 1977) Siwi, T. (2005). Pengaruh Komitmen Profesi, Partisipasi Anggaran, dan SelfEfficacy terhadap Konflik Peran (Studi Empiris pada Wanita Karir di Yogyakarta). Makalah disajikan dalam Simposium Riset Ekonomi II Surabaya, 23-24 November 2005. Dipungut 30 September, 2014, dari http://www.upy.ac.id/digilib/journal/trisiwi/4.pengaruh_komitmen_profesi.p df Smith, J. A. (2008). Qualitative Psychology: A Practice Guide to Research Methods 2nd Edition. Singapore: Sage. Snyder, C.R., Lopez, S. J., & Pedrotti, J. T. (2011). Positive Psychology: The Scientific and Practical Explorations of Human Strengths. Los Angeles: Sage. Stevic, C. R. & Ward, R. M. (2008). Initiating personal growth: The role of recognition and life satisfaction on the development of college students. Social Indicator Research, 89 (3), 523-534. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: CV. Alfabeta. Suratiyah, K. & Hardyastuti, S. (1989). Peranan dan alokasi waktu buruh wanita (Kasus di PT. Perusahaan Perkebunan, Perindustrian dan Perdagangan Pagilaran, Batang) [Abstrak]. Jurnal Ilmu Pertanian, IV(5). Dipungut 16 September, 2014, dari http://i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId=4642 Triaryati, N. (2003). Pengaruh adaptasi kebijakan mengenai work family issue terhadap absen dan turnover. Jurnal Manajemen dan Kewirusahaan, 5 (1). Dipungut pada 12 September, 2014, dari http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/man/article/viewArticle/15636 Wardah, Fathiyah. (2010, 27 November). 40.000 Ibu Rumah Tangga Terkena HIV/AIDS. voaindonesia.com. Dipungut pada 28 November, 2014, dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 123
http://www.voaindonesia.com/content/empat-puluh-ribu-ibu-rumah-tanggaterkena-hivaids--110912699/86602.html What is Antiretroviral Therapy (ART) and HAART for HIV?. (tt). healthitalk.com. Dipungut 24 Juli, 2014, dari http://www.healthitalk.com/what-is-antiretroviral-therapy-art-and-haart-forhiv/ Wibowo, D. E. (2012). Peran ganda perempuan dan kesetaraan gender. Jurnal Muwazah, 3 (1). Dipungut pada 12 September, 2014, dari http://ejournal.stain-pekalongan.ac.id/index.php/Muwazah/article/view/6 Woolfolk Hoy, A. (2013). Educational Psychology 12th Edition. Boston: Pearson Education Inc. Yayasan Spiritia. (2013). Apa AIDS Itu?. Dipungut 16 Mei, 2014, dari http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=101 Yayasan Spiritia. (2014). Penggunaan Obat AntiretroviraI. Dipungut 15 Mei, 2014, dari http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=401
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
124
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Panduan wawancara Deskripsi dan Faktor Psychological Well-Being pada Istri yang Tertular HIV/AIDS dari Suaminya Karakteristik Subjek:
Tertular HIV/AIDS dari suaminya Seorang istri yang memiliki suami dan anak yang masih hidup Bekerja 1 subjek baru saja mengetahui bahwa dirinya tertular HIV/AIDS dan 1 subjek telah mengetahui dirinya tertular HIV/AIDS sejak lama
Pertanyaan dalam wawancara berusaha untuk mengungkap dan menggambarkan pola dan fator Psychological Well-Being yang meliputi:
Penerimaan diri (self-acceptance) Penguasaan lingkungan (environmental mastery) Kemandirian (autonomy) Hubungan positif dengan orang lain (positif relations with others) Tujuan hidup (purpose in life) Perkembangan diri (personal growth)
Panduan Wawancara 1. Rappor a. Salam b. Memperkenalkan diri (nama, universitas, tujuan bertemu, kerahasiaan, menceritakan kenapa dipilih) c. Menggali data diri subjek (nama (samaran), usia, jumlah anak, lama mengetahui tertular HIV/AIDS, lama bergabung dalam LSM) d. Menjelaskan peran subjek 2. Menggali data a. (Ijin menggunakan perekam) Mempersiapkan alat pencatat (recorder dan catatan lapangan) b. Memberikan instruksi (silahkan nanti pertanyaan saya dijawab sebagaimana adanya, yang mencerminkan diri ibu. Jawabab tidak ada yang salah dan benar)
125
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
126
c. Mengajukan pertanyaan Peran Sebagai Istri,
Peran sebagai ODHA
Bagaimana kehidupan ibu sebelum tertular
Ibu, dan Pekerja
Bagaimana anda
HIV/AIDS?
menjalankan
Bagaimana sejarah anda mengetahui kalau
peran/tugas sebagai
tertular HIV/AIDS?
seorang istri dan
Apa yang anda pikirkan ketika mengetahui
ibu setelah
bahwa anda tertular HIV/AIDS dari suami
mengetahui bahwa
anda?
anda tertular
Bagaimana perasaan anda saat itu?
HIV/AIDS dari
Mengapa anda berfikir dan merasa seperrti
suami?
itu?
Bagaimana cara
Bagaimana hubungan anda dengan suami?
anda memberi
Bagaimana hubungan anda dengan orang
penjelasan pada
lain?
anak?
Apa yang membuat anda memiliki
menghadapi tugas-
Apakah anda mendapat diskriminasi dari
tugas dalam
orang di sekitar anda? Bagaimana pikiran
pekerjaan? Bagaimana anda memaknai kegiatan
mengenai kematian? (pertanyaan sangat
yang anda lakukan?
Mengapa anda berpikir dan merasa seperti itu?
Bagaimana pikiran dan perasaan anda
sensitif)
Bagaimana anda
hubungan seperti itu?
dan perasaan anda terhadap hal tersebut?
Apakah anda memiliki harapan tertentu? Apakah anda pernah terserang penyakit aportunistik? Apa yang anda rasakah dan pikirkan saat itu?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sudah berapa lama menjalani ART?
Apakah menurut anda ART sangat berpengaruh dalam hidup anda?
Bagaimana perasaan dan pikiran anda mengenai ART?
Apakah penggunaan ART cukup rumit?
Bagaimana anda menyikapi hal tersebut?
Bagaimana keluarga anda memperoleh dana untuk berobat?
3. Penutup Ucapan terimakasih Menyusun janji jika masih ada yang perlu ditanyakan Pamit
127
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Catatan Lapangan: Subjek A Kode: CL A/1 Wawancara
:1
Hari/Tanggal : Jumat, 6 Juni 2014 Waktu
: 10.30-11.30 WIB
Tempat
: Kantor Victory Plus, Mrican
Disusun jam : 14.36 WIB
Subjek:
Nama
: LK
Usia
: 44 tahun
Usia suami
: 36 tahun
Jumlah anak/usia
: 6 orang anak ( 3 orang anak sudah menikah, 1 orang anak SMK, 1 orang anak SD, 1 orang anak mau masuk TK (tertular HIV/AIDS))
Lama menggunakan ART
: hampir 4 tahun (sejak Juli 2010)
Mengetahui tertular
: hampir 4 tahun (sejak Juli 2010)
Lama bergabung di LSM : menjadi anggota sejak Juli 2010, menjadi pendamping sebaya sejak 2013
Bagian deskriptif (jangan menggunakan kata-kata abstrak):
Gambaran diri subjek (penampilan fisik, cara berpakain, cara bertindak, gaya berbicara): Berpakaian tertutup (celana panjang, jaket, berjilbab, sepatu), bersemangat ketika bercerita, sering tersenyum dan tertawa, ketika ada pertanyaan sensitif (kematian) subjek mempersilakan pewawancara bertanya dan menjawab dengan tenang, ketika bercerita hal yang menyedihkan, nada suara subjek nampak sedikit mengecil.
Catatan peristiwa khusus: Pindah tempat wawancara karena suara yang gaduh. Ketika pindah ke tempat baru, subjek menyapu lantai karena kotor. Karena tidak ada kursi dan tempat sempit, kita duduk di latai.
128
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
129
Perilaku pengamat: Ketika datang ke kantor Victory Plus, akan lebih baik jika mengajak berjabat tangan terlebih dahulu agar terasa lebih akarab. Coba mencari tempat wawancara yang lebih tenang dan nyaman.
Bagian Reflektif:
Refleksi analisis (pola yang mulai muncul): Secara sepintas, subjek memiliki PWB: positif relation with other, purpose in life, environmental mastery, otonomy. Refleksi metode: - Metode wawancara sudah berjalan lancar. Tetapi pertanyaan kurang mendalam dan peneliti merasa belum terlalu mahir melakuan inquiry. - Pewawancara diharapkan tidak terlalu terpaku pada panduan pertanyaan. Cobalah lebih berani mengalir dan lebih mnggali data menggunakan apa yang subjek katakan.
Refleksi etik dan konflik: Pewawancara merasa kurang enak hati ketika akan menanyakan tentang kematian. Pertanyaan itu dapat digunakan setelah meminta kesediaan subjek.
Refleksi kerangka berpikir: Data masih nampak belum jelas. Pewawancara harus memilah data dan mencari tema yang muncul. Mungkin tema purpose in life juga dapat dilihat pada subjek ini.
Klarifikasi: Perlu klarifikasi mengenai bentuk konkret hubungan subjek dengan suami.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Wawancara
:2
130
Kode: CL A/2
Hari/Tanggal : Senin, 16 Juni 2014 Waktu
: 16.30-17.20 WIB
Tempat
: R. Konseling, F. Psikologi, USD, Paingan
Disusun jam : 19.00 WIB
Bagian deskriptif (jangan menggunakan kata-kata abstrak):
Gambaran diri subjek (penampilan fisik, cara berpakaian, cara bertindak, gaya berbicara): Subjek memiliki gaya berpakaian, cara bertindak, dan gaya berbicara yang sama dengan wawancara 1.
Catatan peristiwa khusus: Subjek menanyakan sesuatu kepada pewawancara. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan perilaku anak subjek yang perhatiannya tidak mau dialihkan jika sudah menemukan sesuatu yang disenangi (terus memegangi suatu barang/melihat sesuatu). Pertanyaan tersebut distimulasi oleh mainan di ruang konseling. Subjek juga bercerita bahwa anaknya yang paling kecil tidak mau bersekolah dan kesehatannya selalu menurun ketika akan masuk sekolah. Subjek juga bercerita bahwa anaknya sering menghindar jika ada anak lain yang berlari-lari di sekitar anaknya.
Perilaku pengamat: Subjek merasa kehabisan pertanyaan berkaitan degan konteks HIV/AIDS yang dialami subjek. Pewawancara membiarkan subjek menunggu sebentar sehingga pewawancara dapat menemukan pertanyaan. Pertanyaan yang ditayakan berkaitan dengan kehidupan sehari-hari subjek.
Bagian Reflektif:
Refleksi analisis (pola yang mulai muncul): Subjek sebenarnya merasa berat untuk menanggung kesulitan yang diakibatkan oleh suaminya. Namun, ia berusaha untuk bersikap baik dan sabar terhadap suaminya.
Refleksi metode: - Metode wawancara sudah berjalan lancar. - Pewawancara mulai mampu melakukan inquiry berdasarkan informasi yang diberikan subjek. Pertanyaan ini sebelumnya tidak ada didaftar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
131
pertanyaan, namun mampu memancing subjek untuk bercerita lebih mengenai kehidupan pernikahan subjek dan relasinya dengan suami.
Refleksi etik dan konflik: -
Refleksi kerangka berpikir: - Data sudah cukup jelas dan terlihat polanya. - Pewawancara sebaiknya melakukan analisis dangkal atau mendengar rekaman beberapa kali sebelum melakukan wawancara lanjutan. Hal ini bertujuan supaya pewawancara dapat memunculkan pertanyaan yang sesuai dan lebih mendalam.
Klarifikasi: -
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Catatan Lapangan: Subjek B Kode: CL B/1 Wawancara
:1
Hari/Tanggal : Senin, 16 Juni 2014 Waktu
: 11.00-12.45 WIB
Tempat
: R. Observasi I, F. Psikologi, USD, Paingan
Disusun jam : 14.00 WIB
Subjek:
Nama
: RR
Usia
: 39 tahun
Usia suami
: 50-an tahun
Jumlah anak/usia
: 1 orang anak SMP (tidak tertular HIV/AIDS)
Lama menggunakan ART
: 4 bulan (sejak Februari 2014)
Mengetahui tertular
: 5 bulan (sejak Januari 2014)
Lama bergabung di LSM
: sejak Januari 2014, menjadi pendamping sebaya sejak Februari 2013
Bagian deskriptif (jangan menggunakan kata-kata abstrak):
Gambaran diri subjek (penampilan fisik, cara berpakain, cara bertindak, gaya berbicara): Menggunakan kemeja, mengenakan make up, sepatu, dan celana panjang. Mata tidak terbuka lebar sehingga pandangan nampak lemah dan sinis. Subjek mengenakan kaca mata. Subjek memiliki cara berbicara diseret, nampak sedikit malas berbicara namun suara lantang. Di saat tertentu menggebu-gebu sampai seperti kehabisan nafas. Menggunakan gerakan tangan seperti memukul karpet dan mengepalkan tangan.
Catatan peristiwa khusus: - Ada sedikit suara gaduh di ruang sebelah. Hal ini membuat subjek merasa suaranya bisa didengar oleh orang-orang di ruang sebelah. - Subjek banyak bercerita mengenai anak dan kebingungannya mengenai cara mendidik anak agar anak lebih termotivasi belajar.
132
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
-
133
Subjek memperlihatkan foto anak dan herpes yang pernah menyerang suami kepada pewawancara. Setelah alat perekam dimatikan (karena informasi dirasa cukup), subjek berhenti sejenak dan melanjutkan bercerita. Cerita tersebut secara garis besar diuraikan sebagai berikut: o Subjek mengeluh pusing saat wawancara berakhir. Namun ketika pewawancara bertanya alasan sakit kepala, subjek bercerita panjang lebar. o Subjek berkali-kali mengatakan bahwa dirinya capek dengan ekspresi wajah yang mendukung. o Subjek merasa bahwa pikirannya kacau dan tidak tenang. o Subjek mengatakan bahwa suaminya malas dan sulit dikasih tahu. o Subjek bercerita bahwa sebelum berangkat kerja hari ini, subjek bertengkar dengan suami. o Subjek menikah lagi dengan alasan menikah adalah ibadah. Namun, ternyata suami sulit diajak kerjasama. o Kalau boleh memilih, subjek sebenarnya ingin hidup sendiri dan tidak berkeluarga lagi. Subjek merasa sudah mampu menghidupi diri sendiri dan anak. o Subjek merasa perceraian/perpisahan tidak bisa mengubah keadaannya yang sudah tertular HIV. Ia ingin bersama-sama suami berusaha hidup sehat. o Subjek merasa bahwa perpisahan tidak menyelesaikan masalah, malahan bisa menurunkan kesehatan subjek. Subjek mengatakan apa yang terjadi diterima. o Subjek mengatakan bahwa seharusnya suami/orang yang lebih tua mampu memberikan contoh/teladan. o Subjek mengatakan bahwa tubuh suaminya penuh penyakit. o Subjek beranggapan bahwa orang tua dn saudaranya tidak akan menerima dia. Jika pun bisa menerima, keluarga subjek akan meminta subjek untuk berisah dengan suami.
Perilaku pengamat: - Pewawancara berusaha membuat subjek merasa nyaman diawal proses wawancara ketika melihat ekspresi subjek yang sedikit tidak menyenangkan. - Merasa bersalah karena tidak mengantar subjek sampai tempat tujuan karena keterbatasan waktu dan tenaga untuk melakukan wawancara dengan subjek 1 pada pukul 16.00 WIB.
Bagian Reflektif:
Refleksi analisis (pola yang mulai muncul): - Hubungan dengan Tuhan membuat subjek lebih dapat menerima keadaannya yang tertular HIV dari suami. - PWB yang secara sepintas muncul adalah autonomy.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
134
Refleksi metode: - Metode wawancara sudah berjalan lancar. Tetapi pertanyaan kurang mendalam dan peneliti merasa belum terlalu mahir melakuan inquiry. - Pewawancara perlu memperjelas poin-poin pertanyaan mengenai kehidupan subjek.
Refleksi etik dan konflik: -
Refleksi kerangka berpikir: -
Klarifikasi: Perlu klarifikasi mengenai kehidupan subjek sebelum tertular HV dari suaminya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Wawancara
135
:2 Kode: CL B/2
Hari/Tanggal : Sabtu, 21 Juni 2014 Waktu
: 11.15-11.55 WIB
Tempat
: Kantor Victory Plus, Mrican
Disusun jam : 14.00 WIB
Bagian deskriptif (jangan menggunakan kata-kata abstrak):
Gambaran diri subjek (penampilan fisik, cara berpakain, cara bertindak, gaya berbicara): Ekspresi wajah lebih ramah, tidak mengenakan kaca mata. Hal lain masih sama dengan wawancara pertama.
Catatan peristiwa khusus: Subjek mengkonfirmasi bahwa ketika kami melakukan wawancara pertama, subjek sedang menstruasi, sehingga suasana hatinya kurang baik. Subjek merasa bahwa perilaku suaminya sudah lebih baik. Subjek merasa bahwa semua pertanyaan yang diajukan telah ia jawab saat wawancara pertama.
Perilaku pengamat: Pewawancara merasa lebih yakin saat wawancara berakhir dan semua informasi yang diperlukan sudah ada.
Bagian Reflektif:
Refleksi analisis (pola yang mulai muncul): Konseling untuk mempersiapkan subjek menerima diagnosa HIV/AIDS sangat penting dalam proses penyesuaian subjek setelah mengetahui dirinya tertular.
Refleksi metode: - Metode wawancara sudah berjalan lancar. - Kalimat pertanyaan yang digunakan pewawancara mungkin kurang spesifik sehingga subjek merasa bahwa pertanyaan sama dengan wawancara pertama. Hal ini membuat subjek memberikan jawaban yang sama dengan wawancara pertama. Hal tersebut juga mempengaruhi motivasi subjek untuk menjawab lebih lengkap dan mendalam.
Refleksi etik dan konflik: -
Refleksi kerangka berpikir:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Data sudah cukup jelas dan terlihat polanya.
Klarifikasi: -
136
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kode: TR A/F
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Transkrip Wawancara WAWANCARA I P: Nah ini..nanti jawaban ibu itu nggak ada jawaban benar nggak ada jawaban salah yang penting jawabannya itu sesuai dengan yang ibu rasakan dan yang ibu pikirkan. Karena memang e..saya berusaha untuk menangkap fenomena yang terjadi senyata-nyatanya. (Tertawa) S: Uka...uka....(membesarkan suara dan tertawa) P: sebenarnya saya juga masih pertama sih bu seperti ini. Rada piye gitu sebenarnya. S: iya tanya aja....(tertawa) P: iya....kan saya nggak terlalu pinter menyampaikan sesuatu itu lho bu...ngomongnya itu rada..tapi ya saya harus... S: sama...saya njawabnya kalo ditanya..kalo nggak ditanya ya nggak njawab (tertawa). P: ok..ini ya bu. Bagaimana sih bu critanya kok ibu akhirnya bisa mengetahui kalau ibu tertular HIV? S: e..itu..waktu itu tahun 2010 tepatnya bulan 7, itu sebelumnya anak saya opname yang ke dua..eeh...opname yang pertama tapi pindahan dari..eh..semalam di wirosaban trus paginya dioper ke sarjito. Trus disitu selang 2 hari anak saya dicek, dan ternyata ada virus HIV. Selang 3 hari lagi saya ma bapaknya juga dikonseling ke konselor anak itu, bagian anak dan saya diharuskan untuk tes juga karena nggak mungkin kalo anak dari mana datanya kan nggak mungkin. Apalagi masih balita waktu itu. Otomatis dari ibunya. Saya ditanya pekerjaan saya apa. Saya ibu rumah tangga atau pernah.......(suara motor). P: Nggak lewat-lewat. Kalau agak ke atas gimana ya bu ya.... S: waktu saya ditanya tiap harinya apa kegiatan saya. Saya ibu rumah tangga. Nggak pernah pergi kemana-mana gak pernah mengenal apa itu narkoba. Nggak pernah mengenal apa itu jarum suntik (AT A/b/1). Trus setelah saya setuju. Saya ganti ditanya ke bapaknya dan saya cek, bapaknya gak pernah juga macem-macem. Istilahnya main perempuan ga pernah. Kalau keluar malam dia kan waktu itu masih jaga malam juga. Nah..dia gak penah pake jarum suntik juga. Cuma dia banyak tato..gitu lho. Nah diperkirakan dari situ. Waktu ketemu saya sudah penuh dan itu dia juga ada indikasi mungkin kesitu tertularnya itu. Trus akhirnya suami saya juga mau dites. Baru ee..seminggu saya balik lagi diberitahu hasilnya saya sama bapaknya juga positif (AT A/b/2). P: Jadi ketidaktahuannya itu ya bu ya? S: jadi terbukanya dari anak saya yang opname dulu. P: trus..eh...ketika ibu tertular dari suami itu perasannya ibu gimana? S: tau itu..tau status.. P: tau..kok tertuarnya dari suami gitu. (sudah berusaha dipancing, tapi
137
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87
138
nampaknya subjek tidak merasa) S: kalau itu saya yakin karena saya nggak pernah macem-macem juga (ATA/b/3). Sebenarnya suami juga waktu itu nggak percaya gitu kan. Dia juga sebelumnya nggak penah apa. Tau apa itu virus HIV dan apa itu AIDS nggak perah tau juga. Yang berkata kan kebanyakan kalo udah tau AIDS baru yang seperti itu, yang mematikan itu kan. Nah, suami saya sempet nggak terima gitu lho waktu itu. Kan dia merasa tatonya itu buka kemauan dia. Mungin kalo ketemu temen itu baru eeh..buat kenangan, digambar (AT A/b/4). Gitu. Ketemu lagi selang sebulan..ketemu temen lagi digambar itu buat kenangan.... jadi nggak dia yang minta..eh mbok aku digambar, nggak. Nggak niat nggambar tu nggak. P: jadi ketika ibu tertular dari suami, itu ada perasaan eehhh..apa..tidak menyenangkan ..em..ada perasaan negatif ke suami gitu gak bu? S: nggak. Itu saya terima saja. Eehhh saya sudah sebelumnya udah dikonseling juga..macem-macem gitu. Tingkat, ada tingkatantingkatannya. Trus obatnya untuk menekan juga ada meskipun untuk, diberitahu untuk sembuhnya itu nggak mungkin. Cuma ada obat untuk menekan virusnya gitu lho, dan setelah saya tau itu mungkin dari suami, ya udah saya terima, gitu (AT A/b/5). Saya nggak, percaya saya nggak pernah macem2 gitu lho (AT A/b/6). P: eeehhhh....kena..ee..bagaimana perasaan ibu ketika tau awalnya itu? S: tau awalnya sih saya nggak bingung..nggak stres, nggak apa. Ya itu..sebelumnya sudah diberitahu dulu..eehhh.. istilahnya sudah dijentrengke konselingnya itu lho..sama ibu konseling di poli anak. Udah diberi tahu macem-macem itu. Dari a-z. Jd trus pas dikasih tahu hasilnya, udah saya nggak kaget nggak nangis nggak apa (AT A/b/7). Tp waktu itu saya tanya ada obatnya? Ada obatnya, untuk sembuh tu nggak ada, untuk menekan virusnya ada. Misalnya obatnya dikonsumsi rutin. Gak pernah bolong tepat waktu tepat dosis. Nanti badannya tetep sehat. Uda saya jalani aja. Nggak merasa apa gimana itu nggak. Nangis juga nggak. Iya trima aja gitu. Mau berobat? Iya nanti saya berobat (tertawa). Gitu aja (AT A/b/8). P: trus apa sih yang mendasari ibu kok bisa istilahya sekuat itu..apa pikiran ibu terhadap HIV itu seperti apa sih kok nampaknya bisa menerima. S: itu..ee....apa ya..yang diterangkan dari konselor itu juga mungkin yang mendukung ya. Mungkin sepinter-pinternya konselornya memberi konseling waktu itu mungkin. Karena kalo ditakutkan bayangan orang itu ya itu..kalo AIDS kan itu badannya abis kayak jelangkung hidup misalnya, gak bisa apa-apa gitu. Ya itulah. Tapi kalo sekedar baru viruskan istilahe belum sampe gitu lho...bayangannya seperti itu. Jadi ringan dan masih bisa ditekan belum terlambat (AT A/b/9). Misal saya berobatnya besok-besok mungkin saya sudah drop, opmane dan obatnya masih banyak lagi dan harus cek ini cek itu lagi, obatnya banyak mungkin bosen ya..sekarang aja sudah agak bosen (tertawa). Jujur karena nggak terasa menjalani 4 tahun ya..hampir 4 tahun (AT A/b/10). P: berarti ibu tau kalau ibu tetular itu ketika masih tahapnya baru ada virus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133
139
HIV? S: he’em..dan itu saya masih sehat. Bapaknya juga masih sehat. Jadi nggak..sampe sekarang ya alhamdulilah jangan sampe lah drop. Jangan sampe (AT A/b/11). P: iya..takut e..sekali sakit dinaikannya lagi susah. S: kalo ketauan udah drop udah opname, udah nanti badannya udah item trus ada kulit juga. Belum nanti kalo ada penyakit dalemnya ikut, kan bisa susah lagi itu lho. Pengobatan lama lagi (AT A/b/12). Eemmm... P: eeehhh..kalau sejauh dari tadi saya dengar cerita ibu..berati hubungan ibu sama suami ibu baik-baik saja? S: tetep baik (AT A/c/1). P: kalo ini..hubungan ibu dengan orang-orang lain, orang diluar mungkin diluar suami dan anak? Mungkin dengan saudara yang lain. S: Kalau saya sama anak juga baik. Mereka juga udah ngerti. Pokoknya saya memberitahukannya juga nggak yang wah...nggak..(kurang jelas krn suara motor). Saya juga ngasih tau kalo virus ini sekedar kayak virus flu aja. Ada pengobatnya ada penangkalnya. Jadi nggak perlu ditakutkan (AT A/c/2). Jadi anak saya juga.. tapi kalo tetangga, saya nggak perlu gembor-gembor ya, eh saya tetular (AT A/c/3). Cuma mereka itu mungkin bayangannya ya itu, pasti kalo AIDS itu. Lamalama mereka ada yang tau juga. Meskipun saya nggak ngasih tau mungkin dulu awal bocornya dari timbangan posyadu itu. Sekarang sih udah hampir..hampir kanan kiri saya ngerti lah kalo keluarga saya itu ada AIDS-nya gitu. Tapi mereka taunya kan AIDS (AT A/c/4). Apapun itu penilaian mereka apapun itu, apa yang diomongkan ke saya itu, sebisa mungkin saya tetep sehat. Jadi apa yang mereka banyakan, oh ternyata AIDS itu masih bisa outer. Hidup sehat itu lho. Pokoknya saya harus memperlihatkan itu. Nggak saya yang nglentruk itu nggak. Biar mereka agak salah dikit (tertawa). Rasain lho.. emang enak salah perkiraan....gitu kalo saya (tertawa) (AT A/c/5). P: eehhh..mereka ada semacam..kan ini kan bu sering dikatakan orangorang nanti mendiskriminasi. Ibu kena diskriminasi nggak? S: he’e pernah dan itu sak tenane itu sebenere sakit banget. Ya saya sebelumnya itu kan pernah ikut bikin meskipun sekilas ya diskriminasi itu yang dulu terjadi di gunung Kidul itu ternyata terjadi pada anak saya sendiri itu waktu mau masuk TK itu saya nggak..saya nggak kepikiran kesitu sebenarnya sih mbak. Waktu itu saya pesen sama tetangga saya pesen kalau ada formulir udah kluar saya pesen satu buat anak saya itu. Waktu itu tetangga saya kan bilang belum keluar belum ada itu. Oke nggak papa nanti selang seminggu saya tembusi sekolahan katanya malah udah habis...habisnya kenapa? Habisnya mereka mereka yang udah ambil udah ngembalikan formulir jadi nggak ada formulir kosong. Ya udah..brarti kan kehabisan formulir intinya. Ya udah saya terima. Saya nggak mikir panjang apa itu, nggak. Trus selang..ee..beberapa bulan itu saya pertemuan disini kebetulan juga ada anggota KPA juga KPA kota dan kepikiran juga itu satu wilayah dengan saya. Langsung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179
140
menayakan ke saya. Padahal saya sebenarnya nggak pernah ketemu. Dia langsung tanya, mbak LK itu anakmu jadi sekolah nggak? Saya nggak curiga apa, saya bilang belum mbak. Kemarin di sana tutup, kehabisan formulir. O..iya. Dia langsung tanpa basa basi langsung ngomong. Iya waktu habis mbak LK itu ke sekolahan itu tanya, dia sorenya kepala sekolah sama guru yang dua itu nemuin saya dirumah langsung menanyakan apa itu HIV, apa itu AIDS. Trus itu kasusnya mbak LK sama anaknya gimana. Trus..o brarti saat setelah ee..mbak X itu bilang saya langsung sadar..oh brarti kemarin itu masalah HIV. Ya udahlah saya nggak papa (AT A/c/6). Waktu itu sesaat saya itu emosi. Pingin datang ke sekolah itu pingin saya tanyakan mau tanyakan aja. Cuma mau tau siapa yang ngasih tau gitu ya. Tapi sama pendamping saya itu mbak Y yang masih megang IPI juga di Jogja direre istilahe (AT A/c/7). Wis lah sesuk tak tanyakan dulu gitu. Trus katanya juga nyamperin ke sekolahnya..mungkin karena udah ngerti ato takut bagaimana mereka menjawabnya sama, kehabisan formulir gitu. Padahal waktu saya masuk ke situ, dia itu kehabisan formulir, saya langsung ke sekolah lain, mereka belum buka. Malah mereka heran. Lho.. kenapa kok disini aja belum ada pengumuman buat buka kok sana udah tutup gitu. Saya juga nggak ngerti kan. Mungkin..mungkin yang nanya banyak, yang pesen banyak, Yang pesen tempat banyak. Waktu itu bilang gitu. Ya udah. Dan saya sempet ngambil formulir ke TK itu yang kedua, belum sempat saya isi anak saya drop, opname gitu lho. Waktu itu ya udah ditunda. Trus kemarin juga pas ada pertengahan gitu saya, ah pertengahan mau saya masukin kan umurnya sudah..sudah apa..menginjak 6. Kan 5,5 kemarin tak masukke TK. Kan cuma setengah tahun nggak papa. Opnam lagi. Trus kemarin juga, tinggal 2 bulan kenaikan ini mau saya titipkan gitu kan. Dua bulan biar untuk dasaran. Trus besok masuk kelas 1 saya bilang gitu. Dia opnam lagi, kemarin itu. Baru keluar tanggal 30 kemarin saya bawa bulang, sudah sehat. Hampir sebulan kemarin. Ya udah terpaksa besok itu kalau mudahmudahan ada yang nerima untuk TK mungkin kan udah 6 tahun gitu lho (AT A/c/8). Soalnya anaknya juga kecil (tertawa), anaknya kecil nggak nggak besar gitu lho. Perkiraan mereka itu 4 tahun, padahal 6 tahun. Karena sering sakitnya itu (AT A/c/9). P: kalau ibu sendiri pernah mengalami diiskriminasi? S: kalau saya nggak sih. Nggak begitu. Masalahnya juga saya pergi udah pagi pulang juga udah sore. Dan kebetulan saya juga e..sudah sudah berhenti dari ikut arisan. Kemarin2 ikut. Karena saya pulangnya sore terus dan anak saya nggak mau ngganti di itu arisan. Ya udah saya sementara keluar. Tapi bulan ini saya ikut lagi. Udah hampir setahun (AT A/c/10). P: nggak ikut arisan? S: ho’o.. kemarin juga pas waktu timbangan ditanyakan lagi. Mbak LK piye iki? Ya wis lah tak melu neh. Tapi nek aku ora teko ojo nesu yo... saya udah bilang gitu. Kalo anak saya misalnya mau ngganti datang ya monggo. Misalnya kalau nggak anak saya nggak mau datang atau nggak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225
141
ada yang nganu ya udah. Sing penting saya pasok gitu kan. Iya ra popo. Mereka ya udah. Saya pokoke bayangan mereka yang gini-gini itu biar lengser gitu lho, biar ilang sedikit (AT A/c/11). P: ini bu mau bertanya ini mungkin sedikit sensitif ya.... S: ya..monggo... P: pemikiran ibu mengenai kematian itu seperti apa sih bu? S: kalau kematian itu saya nggak, nggak saya pikir banget ya. Karena orang sehat pun sekarang duduk-duduk liat TV, besok pagi meninggal juga bisa. Ada yang baru baca koran langsung meninggal juga ada. Apalagi yang sakit gitu lho. Pokoknya selama kita masih berupaya masih mau minum obat ya insa Allah lah sehat (AT A/c/12). Kematian nggak, nggak begitu menakutkan gitu. Itu aja. Takdir kan mbak. Mati itu bukan kita yang bikin (tertawa). Sesehat apa pun, sesakit apa pun, kalo kita usaha sehat, Tuhan menghendaki sehat, ya sehat. Kalo Tuhan menghendaki mati ya mati. Nggak terlalu saya pikirkan (AT A/c/13). P: ini kan ibu kan sebagai istri, sebagai ibu juga. Dan ibu eeemm.... S: pencari nafkah juga....(suara keras bersemangat dan tertawa) P: o..pencari nafkah juga. Nah...ini ibu menjalankan peran ibu sebagai ibu, seperti apa? Peran ibu sebagai suami..eh..suami..sebagai istri? Gimana ibu menghadapi peran itu. Kan itu perannya banyak banget ibu ya.. S: dobel-dobel.... P: dobel-dobel kan. Nah bagaimana sih ibu menghadapi? S: kalo saya nggak, kalo posisi saya di rumah itu..nggak apa...nggak membatasi saya ibu, saya ..pokoknya dirumah itu anak saya itu teman saya (AT A/c/14). Anak saya temen saya dan dari awal memang saya itu nggak bisa diem. Saya nggak bisa njagakke dari, istilahnya njagakke suami ....nggak bisa (AT A/c/15). Selama saya masih bisa, saya masih kuat, saya berusaha untuk cari tambahan (AT A/c/16). Itu dari dulu. Karena dari awalnya memang... ini kan dari suami yang kedua sebenernya. Dari suami yang pertama kan punya anak lima. Perempuan semua juga. Suami saya meninggal. Nah dari suami yang kedua ini dapet satu, yang paling kecil, kebetulan yang sakit..yang ikut sakit. Jadi dari awal sebelum saya punya suami ini saya kan sudah sendiri itu lho. Menghidupi sendiri. Jadi udah terbiasa (AT A/c/17). Dikatakan single parent, ya tersamar. Punya suami ada gitu, tapi saya harus tetep cari nafkah untuk anak saya. Meskipun bapaknya ada tapi ya tetep saya nggak bisa njagakke itu lho istilahnya. P: nah bu..ini mau bertanya. Ibu ini kan istilahnya kalau diliat jadwal kerjanya dari pagi sampe malem gitu. Trus kadang ngurusin anak yang sakit di rumah sakit. Dan ada jadwal minum obat juga. Nah itu e..apakah..bagaimana ibu menyikapi, kan katanya kalo AR..apa ARV itu kan e...jadwal minumnya tu... S: nggak boleh telat lama (melanjutkan) P: harus sak klek itu. Nah itu gimana sih bu? S: sebenernya nggak, nggak harus tepat. Ada antisipasi ja... Ee...kerja obat itu 12 jam. Jadi misalnya kompensasi 1 jam lah. Tapi kita juga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271
142
apa..nggak, nggak harus tepat. Ah..istilah, ono kesempatan 1 jam itu juga nggak. Tapi kalo pas kepepet atau lupa juga nggak papa (AT A/c/18). Kalo untuk anak saya kan kebetulan sekarang dia sudah ambil yang itu lho..dispelsif. Jadi yang larut itu lho. Kayak bodreksin gitu. Jadi 3 macam jadikan satu, tapi saya 2 tablet minumnya. Dan itu ada rasa jeruknya dikit. Kayak bodreksin persis (AT A/c/19). Jadi sekali minum 2. Misalnya kalo sebelum berangkat ini saya minumkan dulu. Kalo sorenya misalnya saya pesankan sama anak saya yang SD. Kadang SD sama yang SMA yang sering bantu itu. Kalo saya belum pulang ya nanti sekitar jam 18.00 atau jam 19.00 minumkan(AT A/c/20). Kalo saya udah pulang ya udah saya minumkan sendiri. P: Berarti sehari 2 kali yang bu anaknya. S: Sama..saya juga 2 kali. P: nah bu..ini saya mau tanya...e..ibu selama ini pernah mengalami terjangkit penyakit aportunistik ? S: aportunistik sih nggak. Cuma dulu kalo sariawan kan..dan sampe sekarang pun dari saya..seinget saya lho..saya masih sekolah dulu sampe sekarang kalo apa ya..kalo misal saya sekarang makan buah, buah apa aja itu dan besok pagi timbul sariawan. Itu aja. Jadi kalo dibilang (nggak jelas). Saya mikir, kalo sekarang makan buah, besok sore langsung timbul sariawan itu. Jadi itu nggak pengaruh dari HIV ato nggak gitu (AT A/c/21). Trus klo penyakit lain itu saya sempet ee..herpes. Herpes itu pas, lupa jenisnya apa. Katanya ada 4 jenis. Kebetulan separuh gini (menunjuk separuh bagian muka) di wajah tok. Jadi kayak monster itu lho. Itu karena, kata dokter mungkin karena kecapekkan juga. Ada yang bilang dari tabung asap gas karena waktu itu saya kalo saya sebelum jadi PS (pendamping sebaya), saya pagi jualan kaset sama minuman. Sebenernya dari pagi jam 9.00 sampe jam 21.00. Cuma kalo jam 16.00 saya udah ikut bantu ke warung makan chinnese itu. Jadi yang rumah diteruskan anak-anak saya. Trus jam 16.00 saya sudah cabut ke sana sampe jam 01.00. Nah mungkin karena saya kecapekan dan juga masak pake gas tabung sing gedhe itu. Trus timbul itu. Mungkin saya capek nggak saya rasakan banget. Mungkin waktu itu saya drop ato gimana, tapi merasa sehat gitu lhoo (AT A/c/22). Nah..timbul ini.. pertama gatelgatel. Trus saya basuh pake air kok perih. Nah selang..ini udah penuh. Itu pas minggunya. Minggu pagi jam 06.00 anak saya, saya suruh sms pendamping saya waktu itu yang juga mbak Y yang sekarang pegang IPI itu. Langsung dibawa ke Sarjito. Nah itu. P: kayaknya nggak terlalu bekas ya bu? S: Alhamdulilah nggak. Cuma ini, masih tebel sekitar sini ini (menunjuk bagian kepala atas). Jadi kalo dipegang masih agak belum terasa. Karena katanya kalo herpes itu yang diserang saraf-sarafnya itu. Jadi ini sempet, yang kanan ini berat ini. Kelopak mata sini berat, tebel gitu, rasanya tebel. Sampe sekarang masih terasa tebel. Tapi alhamdulilah ini bekasnya..(tertawa). Ini kalo dibuka ada bekas putih-putih. Kayak habis luka yang sebelah sini. Makanya saya pake krudung ini bukan karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 314 315 316 317 318
143
saya sok alim ato apa gitu. Memang awalnya saya dulu memang pake krudung. Setelah dapat suami yang pertama itu kan dulu tementemennya suruh beli minuman, suruh beli kartu, masak saya pake krudung gitu kan. Trus saya lepas. Nah kemarin mungkin Tuhan...nah..harus pake krudung lagi (suara ditinggikan, tertawa). Mungkin bahasanya seperti itu. Inget kae krudungmu nganggur, gitu. (tertawa). Saya nggak berpikir negatif itu nggak kok. Saya terima aja. (tertawa). Saya liat positifnya aja (AT A/c/23). P: (bercerita pengalaman terkena herpes) S: (ikut bercerita) anakku yang sekarang SMA kan dulu masih SMP kan. Aduh bu. Kalo aku punya ibu kayak monster piye? Ya doain aja lah..semoga ilang. Saya bilang gitu. Klo anak saya yang SD..iihh ibu kayak yang main film. Gitu. Jadi monster e. Kalo anak saya yang SD kayak gitu. Aduuuh.. saya sempet waktu habis sakit itu, apapun sempet kujual. Meski yang sakit yang muka, tapi kaki ini lumpuh lho mbak. Lemes gak bisa jalan, nggak bisa apa-apa. Saya 2 bulan, opname 10 hari langsung saya pulang. Saya diharuskan suntik. Tapi suntiknya itu nggak dijamin. Padahal saya pake jamkesmas to. Saya tanyakan, pake jamkesmas nggak? Nggak bisa. Jamkesma nggak bisa, berati kan tanpa jaminan. Dan itu sekali suntik 250 ribu. Sehari diharuskan 5 kali suntik, selama seminggu. Mbok yo tak nggo makani anakku, saya bilang gitu. Trus saya tanya kalo nggak ambil suntikan gimana? Ya nggak papa. Cuma lama sembuhnya. Ya udahlah. Dari pada saya buat suntik saya, tapi anak saya kelaperan, saya bilang gitu (AT A/c/24). Ya udah, sekarang kalo dibangsal tinggal suntikan. Nggak diambil ya, ibu pulang nggak papa, udah sehat. Gitu. Saya pulang tapi masih lemes. 2 bulan saya dirumah. Nggak kerja nggak apa. Ya udah, terpaksa TV saya jual. Kulkas saya jual, frezzer. Yang penting anak saya makan. Kalo barang-barang kan kalo kita sehat nanti cari lagi bisa. Ya udah, habis-habisan tapi (tertawa) (AT A/c/25). Sekarang bu, kok durung tuku..(tidak jelas). Insaallah sesuk. Tuhan pasti kasih jalannya, saya bilang gitu. Nggak usah disesali (AT A/c/26). Sing penting kan ibukke sehat, saya bilang gitu (tertawa). Yo. Nggo sangu sekolah penting ra? Saya bilang gitu. Penting (kata anaknya). Ya uwis. Penting sangu sekolah ato penting frezeer e? Ya sangu sekolah (anaknya). Y uwis, ra usah mikir frezzer e. Ho’o ya (anaknya). Untung saja anak saya itu dari awalnya emang gampang nrima juga. Nggak protes, nggak pingin seperti anak yang lain, pingin ini pingin ini, nggak. Ngerti (AT A/c/27). Dan dia juga tau. Bu gajimu piro to? Saya bilang segini. Sakmene, nanti kalo untuk sangu kalian berdua sebulan itu sudah sekian. Tinggal sekian. Nanti untuk makan dan listrik, saya bilang gitu. Udah ngerti (tertawa) (AT A/c/28). P: ibu menggunakan ARV itu sudah berapa lama? S: jadinya langsung waktu itu. Bulan 7, 2010, saya langsung. Mulai langsung. Dan itu udah ganti kedua, ketiga kali ini. Saya yang pertama itu, saya mual, terus-terusan. Trus diganti yang kedua, yang kedua itu saya teler. Telernya nggak sembuh-sembuh.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364
144
P: nggak sembuh-sembuh maksud e? Kayak fly? S: Ho’o. Kaki tu ringan banget. Jedher... Mau masuk pintu sini jebles. Padahal kalo malem-malem saya bikin susu botol kan, udah, jebles. Mau ke kamar mandi kena batako dulu, jebler. Trus saya mau ambil ini apa..di bawah itu sendal ato selang waktu itu, gara-gara saya teler itu (Paku: tidak jelas) saya cabut, nggak saya teruskan. Saya pilih nimba. Kalo make selang kan nggak ditaruh di atas tangki, ditaruh bawah. Lha pas saya ngambil itu saya ndlosor dulu. Nlungsep gitu. Suurr...gitu. Sampe anak tetangga itu, mbak LK i ngopo e. Ho’o..teler iki, ngantuk banget mumet (AT A/c/29), saya bilang gitu. Enteng banget mbak. Saya kerja itu langsung ngiyung, ngiyung. Koyo wong mabuk. Tetangga saya, kayak wong mabok to mbak LK. Bendino kok mabok. Obat e mumet, saya bilang gitu. Obat mumet kok malah marai teler, saya bilang gitu. Gara-gara itu PAM saya cabut. Saya masih tetep nimba biasa itu. Trus ganti yang ketiga ini obatnya. Aman, yang ketiga ini nggak ada efeknya (AT A/c/30). P: jadi cocok-cocokan? S: iya, ho’o. Padahal obat yang ketiga saya ini harusnya untuk lini yang ke dua. P: Ibu lini dua ini? S: saya tetep lini satu cuma obatnya konsumsinya untuk lini dua karena efek samping. Kalo yang orang yang masuk lini dua itu kan udah lama..putus. Udah drop lagi drop lagi itu masuk lini dua. Kalo saya kan karena efek sampingnya yang nggak kuat. Satu nggak kuat, dua nggak kuat, cocoknya yang ketiga. Tapi masih lini satu. P: Boleh ya? S: Kemarin keterangannya seperti itu (tertawa). Jadi waktu pelatihan kemarin itu saya tanyakan. Om..karena saya lebih tua, merasa lebih tua. Om..brati saya masuk lini dua dong om. Brarti saya bangga dong, saya tingkatan paling atas. E..nggak..kenapa..obatnya apa? Obatnya ini sama ini. Kok bisa konsumsi obat itu. Iya..karena yang pertama saya nggak cocok. Yang kedua giniginigini.. o..itu brarti masih lini satu (AT A/c/31). Trus temen saya bilang, aahh..merana deh lu..nggak jadi kelas atas (tertawa). Kelas atas kok dibanggakan. Ternyata saya bukan masuk lini dua. Tetep lini satu cuma obatnya karena efek samping nggak kuat. P: kalau menurut ibu, ART ini sangat berpengaruh nggak untuk hidupnya ibu? S: bagi kita yang ODHA ya. Sangat, sangat diperlukan sekali. (AT A/c/32). Dan itu kalo udah masuk ART itu kalo bisa jangan bolong. Jangan sering telat. Telat boleh mengantisipasi. Tapi kan..mosok tiap hari telat. Berarti kan males kan. Gitu. Karena kalo itu telat dan sering telat sering bolong itu nanti violanya sering muncul. P: apanya? S: violanya muncul. P: viola..viola..viola itu apa ya bu? S: penyakit yang tadi ditanyakan itu. Nanti cepet banget muncul. Karena ibaratnya virusnya yang ditekan udah hidup lagi. Nah trus nyerang, daya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410
145
tahan tubuh kita berkurang. Nanti munculah yang gatel-gatel. Nanti munculah yang sariawan. Sariawan aja nggak sariawan yang biasa. Sariawan yang sangat apa..misalnya ini ngremen itu lho. Cepet banget, berkembang cepet banget. Nanti kalo kulitnya muncul, trus gosonggosong. Nggak doyan makan, nggak doyan makan otomatis lemes. Klo lemes ya udah..tambah semuanya muncul (AT A/c/33). Teman saya ada yang kemarin habis pulang opname. Seminggu kontrol disuruh tes laborat, dia nggak bilang ke saya, dia langsung pulang. Dan sebulan lagi dia datang, udah. Matanya udah nggak bisa liat karena telat. Cepet banget. Kalo itu nyerang itu cepet banget. Udah sampe mata sekarang. Padahal anaknya masih kecil, masih TK, baru 30 tahun, suaminya udah pisah. Suaminya pisah. Seringnya itu kita menganggap enteng. Ah berobat, sesuklah, sesuklah gitu. Biasanya kan gitu kalo belum terjadi. Kalo sudah terjadi nyeselnya itu, biasa ya, yang namanya penyesalan pasti belakang. Nggak mungkin ya nyesel didepan tu nggak mungkin. Mengharap ya kalo didepan itu (tertawa). Kalo nyesel paling dibelakang. Kalo..balik lagi udah nggak bisa. Yang saya sarankan tu seperti itu. Jadi ARV sangat penting, sangat perlu, dan jangan bolong-bolong. Seperti itu (AT A/c/34). P: nah..obat ARV kan rumit gitu kan bu ya. Minumnya gitu. Dibayangan saya sih. Mungkin akhirnya akan salah (tertawa). Itu ibu bagaimana pada awalnya beradaptasi mungkin tadi yang ibu bilang mulai bosan dengan ARV. Itu gimana ibu menghadapinya? S: ya ada yang bilang obat untuk saat ini karena sudah 2 tahun lebih 3 tahun memasuki 4 tahun, ya dianggaplah vitamin. Apalagi saya nyepeda. Ya..vitamin buat apa kekuatan, itu aja. Sebenernya ya bosen kalo pilnya sekarang kan gedhe-gedhe. Minum 2, kalo sekarang saya (AT A/c/35). P: sekali minum 2 pil? S: ho’o. Jadi sehari kan 4. 3 sama yang pendampingnya satu. Dua macam kalo saat ini saya 2 macam tapi yang satu kan 2 tablet. P: jadi sekali minum 3 tablet? S: ho’o. Diminum 2 kali, pagi sama sore. Dan itu harus seumur hidup. Dan itu (meninggikan suara)..wadahnya gedhe (tertawa). Mau buka itu, haduh obate wis gedhe, haduh tempatnya udah besar, males aduuuh (ekspersi tidak suka sama obat). Saya bilang saya mau minum coneblock. Ah..saya minum coneblok (AT A/c/36). Ah..vitamin laah.. ben kuat, saya bilang gitu. Biar kuat nyepeda, saya bilang gitu. Kan nyepeda (AT A/c/37). Ya saya bilang ah..buat nyepeda lah. Saya bilang gitu. Ya udah. Trus lagi, kalo saya nggak minum ARV kan saya masih punya anak kecil. Nggak mungkin kan kakaknya yang sekolah, ya sekali dua kali ingetlah. Tapi kalo misalnya anaknya nggak mau kan, emoh2, ya wis lah nggak jadi minum obat kan, gitu. Kalo nggak saya siapa. Kalo saya nggak sehat siapa. Ya wis, saya harus sehat. Mau nggak mau ya harus (AT A/c/38). Meskipun Tuhan, ehh..sesuk kamu mati. Ya nggak masalah. Tapi kan sebelumnya berusaha (tertawa) (AT A/c/39). Tok..tok..min..(tertawa keras). P: sebenarnya pertanyaan saya sudah habis sih bu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456
146
S: kok cuma sedikit. Lagi dong... (tertawa keras). P: usianya ibu berapa ya? S: 43, 44 lah, kan wis tua. P: ibu memaknai apa yang ibu lakukan di victory ini seperti apa sih bu? S: makna itu arti ya. Klo menjabarkan tu piye ya.. ya pokoknya itu kegiatan yang sosial, yang sangat berguna juga. Ya terutama dari temem-temen yang nggak kenal jadi kenal. Trus bisa membantu teman sesama juga. Membantu e..pasien lain yang mungkin se..apa ya..senasib lah istilahnya. Kadang kluarganya ada yang setres, kita juga memberi support gitu lho..memberi dukungan lahir batin. Biar mereka itu nggak drop. Biar mereka nggak patah semangat. Biar dia itu punya semangat hidup (AT A/c/40). Kan banyak yang baru tau status, aduuh..wis lah kowe cerai wae sko aku. Aku tingga beberapa hari lagi hidup, tinggal menghitung hari, gitu. Trus bilang, aku tinggal berapa hari ya hidupku, umurku? Hidupku kurang brapa hari ya? Kan banyak yang seperti itu. Trus ada yang disini nangis-nangis nggak terima, ada yang keluargnya sampe beberapa hari nggak makan. Ikut merasakan itu dan itu yang bikin pasien yang bersangkutan juga tambah lemes, tambah mikir. Kita perlu dukungan (AT A/c/41). P:Trus perasaan ibu ketika melakukan ini? Hal-hal pendampingan ini seperti apa? S: ya seneng (suara tenang). Seneng juga. Yang penting melakukan dengan iklas. Ini juga salah satu buat semangat buat saya juga. Kan kalo orang yang kita dampingi itu berubah jadi sehat, kan seneng juga. Ohh..ternyata ku ini ada gunanya gitu lho. Merasa berguna, gitu. Sesama pasien (AT A/c/42). P: sekarang suaminya umur berapa? S: dia...36. P: 36..bapaknya bekerja atau? S: sekarang cuma parkir (raut wajah nampak sedikit sedih) (AT A/c/43). P: selain ibu ikut kegiatan di victory gitu, di RT/RW selain ikut arisan itu ibu ikut kegiatan lain nggak? S: nggak. Kan waktunya udah habis. Nanti saya slunthang slunthung kadang aja kerjaan rumah utuh mbak (AT A/c/44). P: lha anaknya? S: yaa di rumah. Pokoknya kalo nonton TV, mainan HP sekarang udah. Kadang tu temen-temen saya yang, halaaah..jeng..kowe ki..anakmu wedok-wedok yo gaweanmu utuh (AT A/c/45). Sering kan kalo misale kalo mau kemana gitu ada jalan-jalan gitu sms. Hey...jeng nganggur to kowe. Ayo ke mall. Trus saya di ajak. Ya jalan..isinya liat-liat tas..sepatusepatu...ya cuma liat itu. Kadang beli kadang nggak. Klo nggak ya beli es..es daweet. Trus duduk kalau ada sesamanya...eehh..koyo kowe ki..gitu, sering itu. Halah jeng..gaweanmu kok ga ganti-ganti. Ya saya jawabnya, ya selama kerjaan ini nggak rampung ya dikerjakan sesuk meneh. Saiki dirampungke yo uwis. Yo nek ra rampung saiki yo sesuk meneh. Gak tak bikin mangkel, saya bilang gitu (AT A/c/46).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500 501 502
147
P: Berarti ibu cukup bisa menghadapi peran yang ganda-ganda itu, ibu tetep merasa bisa nglakuin ya? S: ho’o. Klo saya ngomel-ngomel ya percuma to mbak. Pertama, saya capek..wah iki (meninggikan suara). Saya dateng sudah sore kehujanan, basah. Saya kan tempat saya nimba, kamar mandi airnya nggak ada. Haduh..trus mau bikin minum gelas tu satu rak kotor semua. Nggak ada yang nyuci. Ha.. ujan kok (meniru suara anaknya). Kalo yang kecil, hah le nimbo abot kok. Arep wisuh wae ndadak ra ono banyu (AT A/c/47). Saya sering itu ngomel-ngomel. Kalo sekarang saya ngomel, percuma saya ngomel, buang tenaga. Sekali dua kali tiga kali tetep. Ya wis lah. Saya jalanin aja. Cuma saya pesen ke anak-anak, seandainya bangun tidur ibumu mati kepiye? Saya bilang gitu. Sering saya gitukan. Mereka denger setiap hari saya ngoceh seperti itu kayaknya biasa gitu, dicuekke gitu (AT A/c/48). Yo deloken yo, angger ibumu ra bali titinono. Yo ra popo. Isih ono beras to? Jawabnya kayak gitu. Karena apa, karena ngerti kalo saya itu cuma ngomong doang, cuma ngasih banyangan ke mereka itu (AT A/c/49). Ngko delokken sesuk angger ngerti-ngerti kowe gedhe ra iso opo-opo. Ya kan? Ibu e wis metong. Ibumu sesuk metong sesuk kowe ra iso ngopo-ngopo. Sing butuh sekolah sopo, nggo ragat. Klo saiki kowe ra pinter sesuk koe arep ragat opo, pingin opo-opo ra nduwe. Saya bilang gitu. Kerjaanmu opo? Ya cuma diem aja. Pada diem. Kesel kan tiap hari saya ngomel kayak gitu (AT A/c/50). Alah yo mbok wis. Pas saya jengkel itu, mengeluarkan kejengkelan saya kalo ngumbahi itu, kadang ada gelas di dalam itu sampe kering. Saya kan gak ngerti, tau-tau di belakang TV itu ada 3 gelas kering. Ya udah saya ambil, saya lempar keluar, pyar. Nti anak saya pada diem. Sering itu. Trus ada mangkok. Yang saya cucikan yang di luar trus. Nggak tau kalau yang di dalam bufet itu disembunyikan atau niatnya ditaruh atau kelupaan nggak ngerti. Ada 4-5 itu udah kering. Bikin mie ganti-ganti. Ya udah saya ambil ulegan itu lho. Saya geprek tengahnya, prek, pecah semua. Udah, nggak saya bersihkan. Anak saya yang membersihkan. Besok, sehari gitu dia yang membersihkan, ngerti kalo saya marah. Tapi ya udah balik lagi (tertawa). Trus saya mikir. Haduh kalo kayak ngene carane entek barangku dewe. Ya udah sekarang nek, nek nggak mau bersiin taruh di luar, saya bilang gitu. Udah..meskipun nanti ditumpuk di luar itu, ora gelem ngasahi rapopo, sing penting kasih air, saya bilang gitu. Biar nggak kering, saya gitu. Ya ada tahapnya gitu. Nti kalau pas saya capek, udah diisi banyu? Uwis bu. Ibu capek, ayo wis saiki tak timbakke, kamu sing ngasahi. Baru mau itu (AT A/c/51). Haduuh..kalo ngomel-ngomel itu tenagane entek mbak. Wis emosi, kesel. Kalo saya nggak dianggap kesel ya, uwis biasa itu. Udah dari pagi sampai sorenya udah kayak gitu. Liat kerjaan rumah seperti itu juga, nggak ganti-ganti (AT A/c/52). Kalo kita ngomel tiap hari, masak arep ngomel tiap hari. Yang namanya kerjaan rumah nggak ganti kan mbak. Dari pagi sampe sore ya cuma itu. Pelan-pelan itu (AT A/c/53).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544 545 546 547 548
148
WAWANCARA II P: ini bu mau tanya, kemarin kan ibu mengatakan kalau hubungan ibu dengan suami itu baik, gitu kan. Nah, itu..ee..bisa tolong digambarkan seperti apa sih hubungannya gitu. Soalnya kemarin kurang di app..di jelaskan. Kan kemarin ibu ceritanya lebih ke hubungan ibu dengan anak. Kalau hubungan ibu dengan suami seperti apa? S: hubungan dengan suami ya biasa aja...ee..nggak, maksudnya tu nggak pernah cekcok, nggak pernah, kayak wong jowo, pathu gitu nggak pernah. Pokoknya setiap hari kerjanya masing-masing gitu lho (AT A/c/54).. Bangun tidur, misale bapake biasanya nimba ya nimba. Trus kalo sarapan pagi emang aku gak pernah masak yang fokus tu nggak ya. Kalo bapaknya punya duit pingin jajan apa ya udah beli apa gitu P: kalau komunikasi antara bapak sama ibu gimana? S: biasa. Mungkin kalo selama pengobatan ini bapaknya sering tidur ya. Obatnya banyak, ada obat tidurnya (AT A/c/55). Pokoknya gini, bapaknya itu aku jam 6 minum obat, bangun tidur itu dia misalnya nimba, trus, aku sebelum minum obat itu harus makan. Nah, dia punya duit to, punya duit jajan, beli untuk sarapan. Soalnya dia prinsipnya sebelum minum obat aku harus makan dulu. Harus makan baru minum obat, trus nunggu, nunggu jam lagi. Nunggu satu jam lagi, kan biasanya itu jam 7 dia minum obat lagi, dia tiduran. Bangun jam 7 minum obat lagi. Jarang sih kalo omongomong yang penting-penting jarang. Trus nanti misalnya jam setengah 8 saya udah pergi bapaknya masih tiduran di rumah. Nanti pulang sore gini bapaknya udah, belum pulang, pulangnya malem. Kadang jam 10 lah, jam 11. Jadi ngomongnya memang..... kurang. Tapi nggak ada masalah sih. Jarang ketemu di rumah. Pulang-pulang saya sudah ngantuk to. Misalnya kadang kalo anak sudah tidur saya malah nyuci, ganti nimba, gitu. Nggosok (AT A/c/56). Duduk-duduk gini jarang. Kayaknya nggak seneng, kita masing-masing nggak seneng duduk ngobrol, ngobrol, sing diobrolke paling, malah tiduran dari pada duduk, dipake tidur gitu (AT A/c/57). P: nah ini, kemarin ibu belum menjelaskan gimana sih hubungan ibu dengan orang tuanya ibu dan saudara-saudaranya ibu? S: kalau orang tua saya sudah meninggal, udah lama. Bapak saya itu meninggal waktu saya masih, eh.. mau awal TK, bapak sudah meninggal. Kalau ibu saya meninggal pas saya melahirkan anak kedua. P: kalau yang saudaranya ibu? S: saudara kebetulan jauh sih, di Bekasi sama Jakarta Selatan. Kalo yang satu di Kraton. Nah di Kraton juga jarang ketemu. Cuma sering sms. Ya udah saya sms aja gak ada suarane (tertawa). Sms nek perlu aja. Kebetulan kan anaknya kakak satu sekolahan sama anak saya yang sekarang SMK, ya jarang ketemu juga. Anak saya ambil yang busana, kebetulan ponakan saya ambil apa gitu, jadi jarang ketemu. Kalo pas rapat aja, hari ini LK, tanggal eh..hari ini rapat lho. Iya. Di sana juga nggak ketemu. Nggak tau nyelip dimana (tertawa) (AT A/c/58).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
549 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570 571 572 573 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 594
149
P: trus ini, apa..kan berarti di rumah ibu itu ada 3 orang yang terkena HIV, nah itu kan obatnya, biaya obatnya cukup banyak kan ya bu ya? S: iya kalo biaya sendiri. Kebetulan kan ARV kan disubsidi. Kalo ARV, khusus disubsidi sama pemerintah. E..dapat bantuan dari GF itu lhoo..apa GF itu apa..Global Fund itu. Saya juga belum pernah itu berupa orang apa organisasi nggak tau juga, dari luar juga. Tapi dengerdengar sampe 2015. Trus 2016 udah nggak ada bantuan dari GF. Nah, trus saya mikir, paling tidak obatnya itu 500rban itu lho satu pasang per orang. Nggak tau juga besok misalnya, kemarin kan ada isu, wah GF cuma ada pendanaan sampe 2015 gitu (AT A/c/59). Trus temen-temen, ah yowis, nek iso yo tuku nek ora yo wis. Sing penting sekarang pola hidup sehat (AT A/c/60). P: Jamkesmas? S: klo Jamkesmas tu cuma dipake pendaftaran. Pendaftaran, trus obat-obat yang lain bisa. Tapi kalo khusus ARV kan emang gratis. P: o..brarti dari GF itu bener-bener dikasih gratis? S: ho’o..untuk ARV apapun jenisnya. Lini 1, lini 2 tetep gratis. Cuma yang membedakan pendaftaran aja. Kalo mereka yang punya jaminan apa nggak dipendaftarannya. P: trus ini bu. Kalo bulan puasa gitu ibu juga puasa? S: puasa (AT A/c/61). P: trus jadwal obat? S: jadwal obat kalo temen-temen yang sudah tahun-tahunan itu menyarankan kalo yang baru ARV kurang dari setahun disarankan kalo bisa jangan puasa dulu. Tapi kalo udah 2-3 tahun lebih istilahnya adaptasi obatnya kan udah biasa. Nanti kita mundur-mundur setiap setengah jam mundur, sebelum. Misalnya kurang 2 minggu gini, misalnya hari ini biasanya pagi jam 7 jam 8. Nah besok pagi kita mundur setengah jam. Jadi nanti pas dipuasanya kalo bisa kita ngitungnya pas disahurnya (AT A/c/62). P: ooo..jadi di itung-itung? S: iya. Tapi kalo saya nggak pake tak itung. Kemarin aja biasa jam 8, pas puasa ya wis pas sahur ya shaur. Habis sahur pas imsak itu saya ngemplok (tertawa). Pas buka, dul itu minum obat langsung (AT A/c/63). P: brarti tetep aja dua kali ya bu? S: ho’o..tetep. Kalo saya tetep, pas sahur dan buka. P: ini bu..kemarin saya belum menanyakan mengenai bagaimana sih kehidupan ibu sebelum mengetahui kalau tetular HIV? S: sebelum dan sesudahnya..oo..sebelum ya? P: he’em..nah itu ibu merasakan ada perubahan gitu nggak sih? Dengan kehidupan ibu setelah mengetahui tertular HIV? S: kalo saya sendiri itu nggak. Nggak ada perubahan. Harusnya biasa bangun pagi ya bangun pagi. Trus nggak ada perubahan lah pokoknya (AT A/a/1). P: kalo dipergaulan? S: ee..kalo dipergaulan sama aja. Cuma setelah ini ada isu-isu itu, baru
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
595 596 597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617 618 619 620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634 635 637 638 639 640 641
150
ada perbedaan. Bukan dari diri saya lho. Kalo saya sendiri cuek. Nggak da perubahan, minder itu nggak (AT A/a/2). Tetep. P: kalo sebelum tertular HIV ya hubungannya seperti apa dengan orangorang? S: biasa juga kalo pas arisan ya arisan. Trus sebelum diketahui ini kan saya juga jualan, jadine ya nggak begitu akrab sama tetangga itu lho, sama kakak ipar yang depan rumah aja jarang. Pagi saya jalan, jalan, nanti kan sampe jam 9 malam, ya udah. Nanti kalo misalnya sore ada arisan ya tak pedot arisan. Saya orangnya nggak seneng terus dudukduduk ngobrol-ngobrol itu nggak seneng (AT A/a/3). P: jadi hubungan ibu dengan saudara sebelum ketauan HIV juga sama aja? S: sama aja. Cuma karena kerjaan aja sih yang membedakan. Kalo dulu saya sebelum kerja sebelum jualan kan sering ketemu, trus kakak saya juga sebelum..apa sebelum di Kraton kan ada tingkat-tingkatan, gampang ditemui. Sekarang jarang ditemui, susah gitu lho. Kalo gak pas janjian, paaas, jarang (AT A/a/4). P: kalo mengenai pekerjaan kan berarti pekerjaan ibu sekarang dan pekerjaan ibu sebelum tertular HIV berbeda to? S: he’e.. P: itu ibu merasakan perbedaan gitu nggak? Maksudnya entah pemaknaannya, entah rasanya melakukan pekerjaan. S: kalo dulu sebelum kan aku pernah jualan. Jualan apa..ee..nasi sayur. Trus tapi setelah..setelah ada virus ini kok aku merasa, mungkin lamalama kan mereka pada ngerti, tetangga mesti nggosip. Nah aku terus beralih, takut.... duh aku tetep jualan nati nek ada sing pengetahuane belum ngerti bener, aduh itu sing masak AIDS, bukan HIV. Tapi kan mereka, wis kae kena AIDS. Takut sendiri gitu lho (AT A/a/5). Ya udah saya trus beralih jualan dari nasi sayur waktu itu, langsung ke, behenti dulu, pas lahiran juga, kebetulan saya lahiran, saya jualan kaset (AT A/a/6). Anak saya umur 6 bulan baru diketahui ada, nggak langsung diketahui sih. Sakit-sakitan itu, sering panas. P: udah sih bu. S: (tersenyum) cukup? Wedi nek kurang. Adoh lho. P: iya bu. Ini perjalanan lebih lama dari pada kita disini. Aku nggak trima. S: (tertawa) berontak. Harus ada yang lebih, cari lagi. Ayo tanya..ayo tanya..tak jawab..ayo tanya. P: klo yang pekerjaannya ibu yang dulu itu e...ibu merasakan ada pemaknaan khusus gitu nggak sih? S: kalo dulu kan sebelum diketahui ini ya e...belum diketahui terinfeksi ini ya nggak begitu mikir. Nggak sampe mikir-mikir banget (AT A/a/7). P: o..iya.. ibu ada harapan-harapan gitu nggak sih? S: harapan untuk siapa? Untuk saya, untuk ODHA? Untuk anak-anak? P: boleh (AT A/c/64). S: Kalo untuk saya sendiri harapannya ya tetep, mudah-mudahan tetep diberi kesehatan, nggak ada diskriminasi itu maksudnya, kan ada itu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
642 643 644 645 646 647 648 649 650 651 652 653 654 655 656 657 658 659 660 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 671 672 673 674 675 676 677 678 679 680 681 682 683 684 685 686 687
151
yang kemarin juga terjadi pada anak saya juga (AT A/c/65). Mbok ya o..ngasih puskesmas..apa ato apa sering ke posyandu kan..nah saya harap itu mereka ngasih tahu gambaran itu. Apa sih itu HIV (AT A/c/66). Tapi juga, dari istilahnya dari kita yang ngerti ya... harusnya terjun. Tapi kayak e susah e mbak, susahnya tu gini, mereka mungkin udah ngecap wah kae HIV, mosok ngomong e ngono, gitu (AT A/c/67). P: oh..mentang-mentang kamu kena HIV, makane ngomong e diapikapike..gitu.. S: he’e.. tapi ya tetep saya pingin suatu saat kan ada pertemuan to..kayak misalnya besok pertemuan RT. Saya pingin tu di..pas ruangan saya, saya tempel itu lho..ee..apa..gambar ato tulisan, misalnya yang apa sebabakibat HIV, trus cara-cara penularannya. Pingin saya tempel, saya nggak usah, orang lain nggak usah nerangke. Tapi mereka oooo... HIV tu penularanne seko kae, seko kae. Mereka tau langsung gitu lho. Ga usah panjang lebar kita nerangke. Pelan-pelan ngerti..oo..penularane melalui iku, iku, iku. Oo..nek berjabat tangan, nek maem bareng ki ora nular (AT A/c/68). Kalo ngumpulke trus nerangke kayak e susah gitu lho. Ibu-ibu rumah tangga biasane alasane..aah masak. Sedangkan demo alat-alat masak aja kadang-kadang..aah..aku gek masak e..aah..anakku rewel. Apalagi tentang masalah penyakit yang de’e hiii gitu. Bayangane kan kae AIDS (AT A/c/69). Sekarang masih lho mbak itu bayangan mereka itu AIDS itu sing menular, mematikan, nggak ada obatnya. Mereka nggak tau nularnya seperti apa (AT A/c/70). Ya harapannya ya itu. Sedikit-sedikit itu mereka dah ngerti, bukan dari saya langsung tapi dari tulisan. Jadi nggak ada diskriminasi di kampung gitu lho. Trus yang bersangkutan, istilahnya, yang terinfeksi sendiri hidupnya nyaman. Mengharapkan nggak ada diskriminasi di kampung-kampung itu. Di sekolah terutama sekolah. Kalo di kampung nggak tiap hari ya. Di sekolah kan otomatis kalo ngerti teman-temannya ada yang, eh..kae lho anak e kae AIDS, kena AIDS. Nah bayangan AIDS di ibu-ibu..aduh anakku nggko keno. Guru-guru dikasih tau (AT A/c/71). P: kalo harapan untuk ODHA nya? S: kalo untuk ODHA-nya ya.. harapannya karena obatnya mahal gitu lho, obatnya mahal, trus selamanya kalo bisa gitu. Sedangkan obatnya gratis aja ada yang putus obat, ada yang males, kadang alasane wah jauh. Kadang udah diambilkan aja, mau minum males. Aduh obat meneh, aduh seumur hidup. Sering banyak yang males itu lho. Apalagi besok kalo beli. Ah mbok tak nggo tuku beras, paling kalo ibu-ibu ya. Aduh mbayar semono, alaah mending tak nggo tuku beras nggo mangani anak-anak (AT A/c/72) . Harapan buat ODHA itu kalo bisa obat itu terus. Kalo ada ya dari ODHA-nya sendiri dijaga pola hidupnya. Nggak usah makan sembarangan. Kalo dari ODHA sendiri kan nggak ada pantang makanan, cuma ya itu kalo udah dapat obat ya harus minum rutin lah. Makan apa aja tu nggak pantang kalo ODHA. Kalo mau makan ya makanlah sebanyak-banyaknya biar sehat kuat (AT A/c/73). Soalnya kekebalan tubuh to sing diserang. Kalo nggak mau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
688 689 690 691 692 693 694 695 696 697 698 699 700 701 702 703 704 705 706 707 708 709 710 711 712 713 714 715 716 717 718 719 720 721 722 723 724 725 726 727 728 729 730 731 732 733
152
makan, pilih-pilih, nanti malah sering ambruk (AT A/c/74). P: kalo tadikan berarti harapan buat orang yang disekitar. Trus harapan buat ODHA. Harapan buat ibu sendiri? S: kalo saya sendiri ya, anu ya..ya bisa sehat terus (suara tenang). Terus apa ya..mungkin bagi kalangan-kalangan instansi kalo bagi ibu-ibu ODHA harusnya biar nggak nglangut. Biar nggak ngelamun, biar nggak mikirnya macem-macem, tu otomatis pikirane negatif to. Itu ada instansi yang memberi apa, semacam kursus. Kemarin kan juga udah ada semacam kursus misalnya menjahit. Trus nanti ada bantuan alatnya untuk kesibukan di rumah. Saya mohon ya itu terus, nggak cuma sekali dua kali (AT A/c/75). P: biar ibu-ibu yang kena HIV itu nggak nganggur.. S: ada kesibukan sendiri. Trus pikirannya nggak nge-blank gitu lho (AT A/c/76). Kalo diem aja..aduh, loro koyo ngene, arep metu isin. Apalagi kalo di kampung-kampung. Kalo di kota nggak begitu. Kalo di kampung tu masih (AT A/c/77). P: kalo yang saya belum paham itu tentang kehidupan ibu sebelum tertular HIV. S: kalo saya tu sama aja mbak. Sebelum ya seperti ini, setelah terinfeksi ya ora nglangut, ora mikirke piye-piye ya nggak (AT A/a/8). Tetep biasa. Memang ada sih temen-temen yang aduh umurku tinggal beberapa hari. Trus menyendiri, nggak mau makan, akhirnya drop-drop sakit. Minum obat, njuk halah aku minum obat ya percuma wong iki penyakitku seumur hidup. Misal ada yang gitu banyak. Tapi kalo saya nggak (AT A/a/9). Cuma ada yang sampe nangis terus, semaput-semaput itu ada. PS juga ada, tapi sekarang dia menyadari ya sehat. Malah kalo ada pasien gitu dia malah...dulu saya seperti ibu, lebih seperti itu. Saya dulu nglokro, nggak punya tenaga, pikiran mau mati, tapi sekarang buktinya saya sehat. Jadi bisa untuk ndorong si pasien yang baru itu (AT A/a/10). Saya dari awal iya..iya, minum obat ya bu. Iya. Obatnya ini ini, sebenernya tu nggak ada obatnya, tapi ada obat untuk menekan virusnya. O ya. Tapi diminum seumur hidup ya bu. Iya. Kok ibu e enak? Iya (tertawa) (AT A/a/11). P: mungkin dokter ato perawatnya mikir ni orang kok iya iya aja, nggak nangis-nangis. S: kok ketokke ethel wae. Ibu perasaannya gimana? Ya gak papa. Tu malah waktu itu konselornya...nanti obatnya dijamin kok dari pemerintah. O ya..apalagi kalo dijamin, mau saya (tertawa). Kalo disuruh beli mikir-mikir. Cuma pendaftaran...ibu ada jaminan nggak? Kartu jaminan kesehatan Jamkesmas? O ada..ada. itu pendaftaran gratis. O ya udah nggak papa. Anggep aja nggak ada masalah (AT A/b/13). P: kalo dulu waktu suaminya ibu tertular, tau kalo juga kena HIV rekasinya gimana? S: kalo suami saya juga sama sih. Nggak mikirke. Cuma setelah minum 3 bulan emang nggak ada reaksi kan. Bukan seperti obat koreng, yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
734 735 736 737 738 739 740 741 742 743 744 745 746 747 748 749 750 751 752 753 754 755 756 757 758 759 760 761 762 763 764 765 766 767 768 769 770 771 772 773 774 775 776 777 778 779
153
kalo diobati langsung hilang, itu kan nggak. Jadikan...ndi..aku ngombe 3 bulan nggak ada apa-apanya kok. Kan nggak keliatan. Sakitnya itu bukan muncul di kulit kan, nggak kelihatan. Apalagi waktu itu kan saya dan suami saya juga dalam keadaan sehat seperti ini dan sekarang suami saya malah tambah gemuk (AT A/b/14). Cuma karena..kalo suami saya sudah ada kena sarafnya. Tapi beruntungnya juga ketahuan di ARVnya itu. Jadi waktu ARV, ketahuan ada virus HIV itu, trus dia ARV, nah sekalian saya tes-tes. Mungkin ada lain-lain kan dia dulunya sering minum to, tapi berhentinya mendadak, nggak pelan-pelan dikurangi. Mungkin saraf otaknya yang biasanya diglontori alkohol banyak sampe njeglek teler, nggak bisa bergerak sama sekali. Terus langsung berhenti, mungkin kaget juga kan. Ya udah ada gangguan saraf disitu. Jadi sebulan itu dia 3 poli. Poli edelweis untuk ARV, poli saraf untuk kadang sering lupa itu lho, pokoknya tingkahnya aneh, trus di poli jiwa itu, karena tingkahnya aneh dia masuk poli jiwa..pskiater itu. Tapi anehnya obatnya malah obat yang dicari orang-orang. Laku di luar, yang sering buat orang teler-teleran itu. Dia malah nyaman. Trus sering disalah gunakan. Saya sering jengkelnya disitu. Udah belinya mahal, malah dijual. Dia nggak niat njual, tapi temennya datang. Jadi buat saya emosi. Obat itu laku gitu lho. Saya jadi sering jengkel. Kadang tengah malam temennya datang. Mbak, bapaknya ada? Kenapa? Mau ambil obat. Emangnya di sini apotek buat beli obat? Nggak ada, nggak ada. Biasanya bapak nganu obat ini lho. Nggak punya, mahal harganya. Aku aja nunggu sebulan, kalo nggak sebulan nggak dapat obat kok (AT A/b/15). Nggak boleh kalo dibeli. Beli sendiri aja sana, atau kamu jadi gila dulu. Kamu jadi gila aja dulu, nanti kan kamu dapat obat. Saya sering emosi gitu (tertawa) (AT A/b/16). P: tapi sekarang perilaku bapak sudah membaik? S: sudah, tapi sekarang agak cuek. Kalo anak-anak saya yang besar bilang..alaah..wong soak. Memang mungkin dari kecil dia kurang perhatian dari orang tua. Dari kecil suami saya cuma diikutkan orang gitu lho. Bapak angkatnya itu kan parkir itu, sampai sekarang masih. Sama bapak ibunya sendiri itu nggak dekat. Padahal rumah ibunya kan dekat sarjito. Klo kontol ke sarjito saya suruh mampir nggak mau. Kalo ke tempat bapak ibunya malah kayak tamu, duduk di luar. Sejam dua jam udah nggak betah, pulang (AT A/c/78). P: dulu sebelum tertular HIV sudah kayak gitu? S: saya nggak tau ya. Pokoknya kalo virus itu kan nggak langsung muncul (AT A/c/79). P: sebelum bapaknya ketauan kalau tertular HIV, hubungannya dengan orang tua udah kayak gitu? S: he’e..emang dari dulu kayak gitu. Tapi kalo sekarang tambah nggak karuan lagi. Tapi ya beruntungnya juga ketahuan. Jadi ada obatnya (AT A/c/80). Ini anak saya yang besar-besar kan sama suami saya yang sekarang cuek, udah nggak nggubris. Pokoknya kalo diajak ngomong ya ngomong. Misalnya diajak bercanda ya..sering kelantur omongnya. Jadi anak saya kan nggak seneng (AT A/c/81). Anak saya memang nggak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
780 781 782 783 784 785 786 787 788 789 790 791 792 793 794 795 796 797 798 799 800 801 802 803 804 805 806 807 808 809 810 811 812 813 814 815 816 817 818 819 820 821 822 823 824 825
154
suka bercanda, sama dengan saya juga. Bicara yang nyleneh-nyleneh gitu nggak mau gitu lho. Kalo bapaknya ngomong apa gitu, ah gak nyambung, ngomong kok sama orang soak (AT A/c/82). Tapi juga nggak sakit hati dia. Nggak jengkel, mangkel dia, nggak. P: Ini anak ibu yang di rumah ini? S: Ho’o yang di rumah. Jadi anak saya yang SMK, yang SD, trus yang kecil ini, trus yang nomor tiga ini kan udah punya anak satu, ya serumah. Dulu sering kumat gitu lho. Tengah-tengah tidur kayak ngunyah, tingkahnya aneh. Ngunyah tapi nggak makan apa-apa. Ngunyah trus lepas baju, kadang trus nyanyi-nyanyi, kadang joged. Trus kadang kalau liat apa gitu, diambil ditarik, ditarik, dipegangi. Cepet-cepet, cepet gowo cepet gowo. Padahal nggak ada apa-apa. Ayo tarik-tarik cepet. Kalo narik kayak beneran. Nanti 10 menit dia langsung blek tidur (AT A/c/83). P: tapi itu dalam keadaan merem nggak? S: udah melek. Dia kayak nglakuin apa gitu bener-bener. Selang 10 menit udah berhenti, ngrokok, dimatikan, tidur. Bangun dia nggak tau. Tadi ngapain nggak ngerti. Dulu sering kayak gitu. Ini udah 4 bulan ini nggak (AT A/c/84). Takutnya nanti kalau di luar rumah, kalau pas tengah-tengah kumat, kalo liat apa barang dikantongi. Kalo kemarinkemarin sering kayak gitu (AT A/c/85). Anak-anak saya.. kumat, kumat lho, gitu. Kalo anak saya ngerti yang SD atau yang SMK. Kalo yang kecil itu, bu..bu..bapak kumat. Kalo anak saya tau hp-ne dikantongi sendiri. Uang-uang diamankan sendiri-sendiri. Wis barange diamanke sendiri lho. Dia sering ngambil, disakuin gitu lho (AT A/c/86). P: trus dikantongi nggak diapa-apain lagi? S: nggak, dikumpulin. Tapi kalo tau misalnya dia ngambil itu, tak minta, meganginya kenceng banget. Trus nanti kalo udah tidur, bangun tidur, lho kok kantongku penuh. Kadang sendok, garpu. Trus korek dimasukkan saku semua. Kalo bangun, ini kenapa kok mengantongi barang seperti ini. Anak saya pada ketawa...salahnya kumat. Dia aneh. Kalo di rumah bisa buat hiburan (tertawa) (AT A/c/87). Tapi takutnya kalau di luar... dia padahal nggak ingat. Masalahnya nggak lama mbak, misalnya 10 menit, 15 menit, udah gitu lho. Kalau ada sandal, takutnya kalau punya orang pas lewat dipake, ada helm diambil. Padahal dia nggak sadar, trus ditinggal tidur. Nah..misalnya barangnya ada di sebelahnya dia tidur, nggak tau punya siapa. Takutnya itu. Tapi bersyukur sudah 4 bulan ini nggak kumat (AT A/c/88). P: tapi masih ke poli jiwa? S: tetep. Pokoknya saya target seumur hidup juga (tersenyum). Dia sendiri minum obatnya nggak bosan kok. Malah saya yang bosan mbak, soalnya liat bertebaran itu lho. Dekat tidurnya, dekat bantal satu kantong putih dari edelweis, kantong putih dari syaraf, kantong putih dari jiwa. Dia sendiri yang hapal mana yang harus di minum jam 6. Trus yang jam 7 pagi mana, nanti yang malam yang jam 7 jam 6 mana, dia sendiri yang ngerti. Kalau berangkat pergi, dia sangu itu lho,dikantongi dipake nanti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
826 827 828 829 830 831 832 833 834 835 836 837 838 839 840 841 842 843 844 845 846 847 848 849 850 851 852 853 854 855 856 857 858 859 860 861 862 863 864 865 866 867 868 869 870 871
155
sekitar jam 7 jam 8 dia minum disana. Kalau saya sudah bosan (AT A/c/89). Anak saya yang besar itu.. bu..kok pak heru nggak bosan ya minum obat terus, padahal sekali minum 3, sekali minum 3, pagi sore? Brti 18 kan. 3 poli, satu poli kan 3 macam. Jam 6, 3. Nanti yang jam 7, 3. Trus yang jam berapa selang bentar lagi. Trus malam lagi. Itu kan tiap hari. P: berarti sehati 18 tablet? S: iya. Nggak bosan itu lho. Anak saya, kok nggak bosan ya? Haa mbuh..eneeg, saya bilang gitu. Trus anak saya, lha dasar e orang soak ya nggak ada bosannya (tertawa). Tapi yang saya mikir tu kasihan. Anak saya kan ceplas ceplos gitu ngomongnya. Dia juga nggak nggubris, nggak sakit hati, nggak apa. Kayak apa ya istilahnya buat genep-genep lah di rumah (tertawa), soalnya nggak pernah marah (AT A/c/90). Kadang omongane njengkelke, anak saya nggak suka. Misalnya nggoda, tapi nggodanya kebangetan. Ngomongnya juga nglantur, pas crita-crita itu nglantur. Anak saya trus ninggal, gitu aja. Luweh..ngomong kok karo wong nggak bener (tertawa) (AT A/c/91). Baru 36 sekarang. Kalo saya kan udah 43. Tapi ya syukur kemarin kecekel saya itu lho. Kalo nggak, nggak tau juga kan. Nggak ada pengobatan to. Kan taraf obat sakitnya ini kan nggak langsung kliatan. Nanti efek sampingnya kan ada misalnya trus nglengreng. Saya pikir, untunge ketemu aku, kalo nggak..kalo kemarin dia nglengreng di jalan malah nggak karuan di jalan hidupnya (AT A/c/92). Temen-temen...hee...untungmu ngobatke. Kalau bapak ibunya sendiri, senengnya diajak bicara udah nyambung. Tapi saya jengkelnya kalo saya suruh pulang ke tempat ibunya nggak mau dan ibunya nggak mau nrima sampe sekarang. Masih takut kalo kumat kayak dulu gimana. Padahal saya udah ngomong..sekarang udah nggak. Sekarang di tempat ibu aja, hitung-hitung ngurangi apa..harian saya. Saya kan berarti kerja sendiri to (AT A/c/93). Trus nanti setiap mau berobat ya saya usahakan, saya bilang gitu. Nanti saya akses kan. Selama saya ada bantuan, saya akseskan. Ibunya tetep nggak mau (AT A/c/94). Kemarin saya baru ngomong sama suami saya...ini bantuan obat sampe 2015, perkiran..saya bilang. Besok 2016 beli sendiri lho. Padahal 1 poli 500rb-1juta per bulan. Kalau 3 poli bisa 1,5-2juta to. Khusus utukmu..saya bilang gitu. Uang dari mana? (AT A/c/95) Trus suami saya..ya tak bakar rumah sakitnya. Ya bakarlah...saya bilang gitu (tertawa). Kalau mau bakar..kamu jangan di sini, kembali dulu ke tempat ibu..dari pada nanti kausnya ada di tempatku (AT A/c/96). Trus anak saya...aah..diajak bicara kok gak nyambung..udah bu biarkan saja. Nggak ada mikir..o ya..kalo udah nggak ada bantuan aku kalo beli obat gimana. Maksudnya kan gitu..saiki tak nabung. Nggak..tak bakar rumah sakitnya. Jadi langsung gitu lho. Nggak mikir yang baik gitu. Jadi anak saya kemarin ya udah bu..ngomong kok sama orang yang nggak bener. Nggak isa mikir (suara tenang) (AT A/c/97). P: jadi ibu sama ibu mertua hubungannya baik? S: ho’o..tetep baik (AT A/c/98). P: cuma kayaknya ibu mertua kurang bisa menerima suami ibu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
872 873 874 875 876 877 878 879 880 881 882 883 884 885 886 887 888 889 890 891 892 893 894 895 896 897 898 899 900 901 902 903 904 905 906 907 908 909 910 911 912 913 914 915 916 917
156
S: ho’o. Kalo saya suruh pulang sini nggak mau. Suami saya juga nggak nyaman karena sejak kecil memang kayaknya jauh to (AT A/c/99). Ibunya ya takutnya nanti kalo seperti dulu lagi. Dia sampe sekarang itu..ngontrol emosi itu belum bisa. Itu..salah satu kendalanya dia nggak bisa nahan emosi. Efek dari obat-obat itu lho (AT A/c/100). P: selama ibu menikah nggak ada kejadian-kejadian apa... S: pernah.. tapi dia tak usir nggak mau pergi. Cuma gara-gara uang 100rb..karena adiknya dia datang, ngasih ke anak saya yang kecil. Trus waktu itu saya masih sore kerja di warung makan to..mbantu, saya tinggal kerja, uangnya dibawa bapake. Sini tak bawane. Dilipat kecil. Saya nggak tau..dikantongi atau ditaruh mana kan nggak tau, saya tinggak kerja. Saya pulang jam 12. Besok pagi pas tempat saya bayar kos itu kan sisa 50rb, trus saya belanjakan. Dikirain yang uang 100rb itu saya belanjakan gitu lho. Woo..marahnya minta ampun...pokoknya aku itung sampe 3, klo nggak ngganti tak pecah kacane. Ya dipecah beneran kaca-kaca rumah itu jendelanya (AT A/c/101). Padahal baru saya pasang baru 5 hari slese, dipecah (AT A/c/102). Saya nggak papa, tetangga yang ngerti..dia menghubungi polsek (AT A/c/103). Otomatis polsek ke sini, datang ke rumah. Ya udah, suami saya dibawa sama linggisnya itu. Akhirnya malam saya disuruh datang, disuruh ngrereh njemput pulang. Padahal saya masih jengkel kan karena mecahin tu. Ya terpaksa datang malem-malem jam 9 saya datang ke polsek, dia pulang. Tapi saya suruh janji..udah..kamu pulang ke tempat ibu dulu, saya masih jengkel, saya bilang gitu. Tempat ibunya cuma 2 malam, kembali lagi di tempat saya. Dan itu..waktu itu udah saya ganti to kacanya, yang satu blok itu sudah saya ganti. Habisnya 250rb kalau tidak salah sama masangnya. Dia dengan santainya..kok sampun diganti bu..kok yang di sana belum? Dia nggak mikir aku nggantinya pake uang apa. Trus yang mbersihin siapa? Perasaan saya gimana? Dia nggak mikir (AT A/c/104). Kok mpun diganti bu? Ya diganti mau buat pertemuan. Yang disana kok nggak? Saya diem aja. Ya udah, dia nggak apa. Cuma bilang linggisnya diambil yuk bu. Malah ngajak..nggak boleh, saya bilang gitu. Saya tembusi ke polsek nggak boleh diambil. Nah, yang rugi siapa? Dia ya nggak..nggak merasa bersalah ya nggak. Dia njawabnya gini.. salahe orang kok bikin jengkel (AT A/c/105). P: tapi nggak ingat uangnya disaku atau.. S: nggak...dia nggak ingat. Apa dilinting-linting trus kebuang atau ditaruh mana, nggak ngerti saya. Seingat saya kan ditekuk kecil..trus saya tinggal berangkat. Saya nggak masalah malah ada tetangga yang melaporkan ya udah (tersenyum) (AT A/c/106). P: mungkin takut kalau bu ita kenpa-napa. S: iya..kan pake linggis to. Prangg!!! Heem..meneh iki? saya hitung 3 kali nggak dikembalikan, trus prang!!! Jadi 1-6 kotakkan besar itu. Sampe sekarang ya.. saya malah dihitung punya hutang (tertawa). Aduuhh... bu, anda mau mengembalikan uang kapan? Apaaa? Saya bilang. Lha ini suaminya apa nggak..saya bilang gitu. Kayake nggak pernah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
918 919 920 921 922 923 924 925 926 927 928 929 930 931 932 933 934 935 936 937 938 939 940 941 942 943 944 945 946 947 948 949 950 951 952 953 954 955 956 957 958 959 960 960 961 962
157
membelanjakan, nggak pernah ngasih uang, saya malah punya hutang (AT A/c/107). Aku nggak pernah pinjam..saya bilang gitu. Trus saya bilang, ya wis gampang. Saya kembalikan..tapi satu sarat, anda kembali ke tempat ibu. Kalo kembali ke tempat ibu, saya usahakan hutangku gimana caranya hutangku saya kembalikan. Tapi kalau anda masih di sini, kenapa aku mikir buat ngembalikan? Mosok aku disuruh tombok, tombok ya nggak mau. Ya diem (tersenyum) (AT A/c/108). Misalnya dia punya uang, saya bayar listrik kurang. Kurang 25rb, dia ngasih. Ni ditambahi ngangge duit kulo riyen, dicatet. Lama-lama jadi banyak. Bu utange njenengan lho...ini apa? Ya itu..anehnya di situ. Tapi nggak saya pikir banget. Istilahnya untuk hiburan di rumah. Tapi ya itu, aneh, aneh orangnya. Makanya..wis nggo genep-genep omah (tertawa) (AT A/c/109). Tetangga-tetangga sama temen-temen bilang..anakmu lanang, ho’o..anakku lanang, anak mbarep (tertawa). Kebetulan kan anak saya perempuan semua to (AT A/c/110). P: awalnya ibu bisa ketemu sama bapak? S: dulu dia itu kan timer bis aspada di mirota kampus itu depan mirota kampus. Saya kan sering nengok anak saya yang nomor 2 di sleman..sepedaan itu lho. Ketemu..lewat itu..nah dia nyapa karena dulu inget saya kan waktu saya masih STM saya sering latihan monteiner tu di jetis..nah dia main layangan. Tapi saya sudah STM dia main layangan. Trus pas udah tua kan ketemu..lho si kae to? Ho’o..koe ning ndi? Lha kae omahku sing kui. Trus sering..saya sebulan sekali kan ke sleman, nyepeda itu..ketemu (tertawa). Nggak nyangka-nyangka.. (AT A/a/12). Padahal saya sudah punya anak 5 waktu itu. Anakku 5 e, anakku 1..bojoku minggat (tertawa)..dia gitu. Nek kowe? Nek aku wis resmi..bojoku wis ra ono...saya bilang gitu. Y udah yo..do momong anak bareng-bareng. Gitu langsung (AT A/a/13). Setau temen-temen tu..dia tu kalo sama perempuan udah cuek. Ibunya juga..ibunya sampe takut (AT A/a/14). P: berarti sebelum menikah suami ibu sudah punya anak satu? S: ho’o..sekarang lulus SD. P: Trus nggak tinggal sama ibu? S: sama mbahnya, sama mertua saya. Kebetulan dari bayi umur 6 bulan ditinggal pergi sama ibunya, istilahnya ke Malaysia waktu itu. Tapi sempet e..kelas berapa ya..anaknya kelas 4 itu saya sempet ngurus ke PJTKI..kelas 3 kalo gak salah..saya bantu ngurus ke PJTKI setahun nggak ada kabar. Trus dari sana itu cuma ngasih lembaran yang bersangkutan udah pindah kerja tu lho. Udah loss kontak, kemana..hidup ato mati ngga tau. Tapi setiap..kan aslinya yang perempuan itu aslinya prambanan, setiap lebaran mertua sini sama anak suami saya ke sana..tempat mbahnya itu. Kan ada neneknya si perempuan itu masih di situ to. Bulik-buliknya disitu. Cuma klo ditanya kabarnya si A nggak ada. Padahal ibunya si A masih..juga di Malaysia..tapi sering kontak, masih sering telepon. Cuma ibunya perempuan itu ditanya.. lha anakmu piye kabare...juga gak ngerti. Nggak pernah ketemu. Kalo saya berharap..kalo ibu mertua saya sih pinginnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
963 964 965 966 967 968 969 970 971
158
masih hidup, suatu saat pulang. Trus kalo pulang gimana? Suami saya kan namanya heru. Besok kalo istrinya heru pulang gimana? Ya nggak apa bu, saya bilang gitu. Kalau misalnya pulang sendiri, ya itu masih menantu ibu. Soalnya kan ibunya anaknya. Kalo misalnya pulang sudah punya anak sudah bawa suami ya dianggap keluarga (tertawa). Ya tetep nenantu ibu. Saya nggak papa. Misalnya pak heru mau kembali lagi..ya silakan..syukur alhamdulilah, saya bilang gitu (AT A/c/11). Nggak mau aku, kalau di sini nggak boleh....nanti kalau kambuh lagi (suara meninggi meniru suara ibu mertua).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kode: TR B/F No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43
Transkrip Wawancara
WAWANCARA 1 P: mau tanya bu..ini bagaimana sih sejarahnya ibu kok akhirnya mengetahui kalau tertular HIV? S: sejarah saya? Ya saya waktu pas tau itu ya priksa dari sumi saya itu pertama awal kena dia itu kena semacam herpes. Trus dia saya ajak priksa tadinya nggak mau. Trus saya paksa, saya priksa ke..pertama kali saya priksa itu di rumah sakit wirosaban. Di wirosaban itu diketahui kalau dia kena herpes tapi tidak ada penyembuhan. Trus saya larikan ke puskesmas dinyatakan suami saya kena positif si HIV itu, TB. Dari situ saya terus lari ke itu..ke sarjito. Dari sarjito memang ternyata kena virus HIV TB. Dari sarjito langsung suami saya langsung terapi di sana sampe selama 3 bulan, udah sampe penyembuhan. Dia kena juga herpes, dia kena juga penyakit kulit juga..gatel-gatel..kulit pada terkelupas semua. Pertama terapi ke..kulit. Dia sebelum kena itu tadinya dia nggak mau ngaku. Tapi terus saya desak, saya tanya-tanya..ternyata dia dulunya kena siphilis..gitu (AT B/b/1). Kemudian terus saya dianjurkan sama dokter untuk cek CD-4 saya. Ternyata CD-4 saya masih kuat dibanding suami saya. Waktu itu CD-4 suami saya masih terlalu lemah, 58..VCTnya juga rendah. Saya waktu itu 200..ehhh..350 CD-4nya saya. Trus saya juga dinyatakan positif dari dokternya (tangan mengepal saling bertemu). Ya udah sampe sekarang saya juga terapi ART. Cuma gitu. P: lalu ketika ibu mengetahui kalau tertular HIV dari suaminya pikiran ibu seperti apa sih..pikiran dan perasaan ibu? S: kalau saya sih waktu suami saya...lhaah kenapa kalau suami saya udah kena trus masak akan saya sesali. Namanya juga orang penyakit kayak gitu kan tidak diduga-duga (AT B/b/2). Awalnya..memang saya itu ya ini..ama dokter tidak dikasih tau. Tapi saya tetep bersikeras kepingin tau..sakit apa dok? Tapi saya bersikeras pingin tau. Awalnya saya kaget dan lemes..nggak nyangka kalau suami saya itu kena..itu aja. Nggak nyangka trus ya sudah lah..kalau memang sudah dirinya saya kena sama suami saya kena HIV..dalam hati kecil saya si ya..saya trima aja (AT B/b/3). Kalau dia memang sudah kena kayak gitu..saya obatin sampe dia sembuh..gitu aja (mbil memukul karpet) gitu aja..nggak ada pikiran apaapa (AT B/b/4). Terus cuma dari pihak keluarga saya sampe sekarang..dia juga tidak tau kalo saya itu kena HIV dan saya pun juga hanya diam aja. Trus kata dokter katanya nggak usah dikasih tau dengan tetanggatetangga kamu..tapi kan mereka tetap curiga. Awalnya suami saya itu kurus badannya itu..dia kayak orang ya...patah semangat gitu. Tapi saya tetep beri dia dorongan untuk tetep hidup (AT B/b/5). Saya kasih dia semangat untuk hidup, apalagi dia seorang kepala rumah tangga..hanya mencukupi saya dan anak saya dengan ibunya. Ibunya aja sudah umur 90 tahun (tersenyum) (AT B/b/6). Adiknya itu udah di Jakarta. Kalau suami saya dua berkeluar..ga..dua saudara..maksud saya gitu. Tapi adiknya
159
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89
160
pun dulu waktu saya kasih tau kalau kakaknya kena HIV..begini..begini..mereka juga tidak terima...nggak mungkin kalo kakak saya kena..orang dari awal kakak saya itu diperkirakan kena sakit gula. Kan kulitnya pada item-item semua tu..kaki kanannya itu pada item-item...kaki tangan..pada item-item. Padahal dia itu kena di sini lehernya pertama kali di sini herpes..pada benjol-benjol semua. Kluar terkelupas. Pada waktu itu saya tetep bersikeras untuk menyembuhkan dengan suami saya..mau nggak mau saya tetep biar cepet sembuh. Terserah dia kalo selesai sembuh dia mau berbuat apa-apa (tertawa) terserah..saya kan nggak mau tau gitu kan (AT B/b/7). Trus saya tanya..saya mau tanya kamu itu kena ini dari awal dari istri yang pertama apa kamu suka jajan? Saya tanya gitu kan.. tapi suami saya nggak ngaku. Kenapa kamu sudah tau istri kamu yang dulu kena kayak gitu kenapa kamu masih tetep mendekati..katakanlah..kenapa kamu masih mau jadi suaminya istri kamu. Alasannya dia nggak mau..alasnnya dia nggak tau...dia bilang gitu. Trus selidiki demi selidiki dari tetangga ternyata suami saya sendiri itu orangnya tukang jajan. Ternyata kamu yang nakal..aku bilang gitu (AT B/b/8). Jadi kamu jangan salahkan istri kamu..kamu yang nakal. Dia perokok berat..masih bandel dia juga. Takutnya dia itu kan kena TB. Pertama saya cek..negatif..tapi nggak begitu banget...jaman paru-paru apaaa..tapi tetep dia minum obat paru-paru TBnya. Dianya juga masih tetep bersikeras masih suka putus dengan minum obat paru...suka bandel juga. Aku tu..aduh mbak..jengkel saya sih kalo liat suami saya dulu (AT B/b/9). Saya sampe bilang gini..saya itu jadi istri kamu..apa ya dibilang katakanlah seperti orang..saya nggak munafik..saya sendiri juga kotor..saya nggak sok suci bukan saya sok bersih. Saya jadi istri kamu istilahnya jadi istri kamu seperti dapet dapat seperti orang bejat...gitu deh. Saya trima kekurangan kamu. Saya nggak menilai kamu dari kelebihan..kekuranganmu..tapi kamu sendiri saya tolong..saya obati..tapi kamu sendiri kayaknya tanggapannya lain. Dia kayaknya nggak mau tau..nggak peduli. Yayayya..tapi tidak dijalankannya. Dia itu sempet waktu pas masih terapi paru dia sempet ngumpet-ngumpet sambil ngrokok. Ketahuankan sama saya trus kayak apa muka saya itu (tersenyum)..marahnya kayak apa saya waktu itu. Wah..langsung..saya tampari dia..sekarang gini aja deh..kamu itu masih dalam tahap terapi, itu kamu masih dalam tahap pengobatan...aku bilang gitu. Kamu abisin satu bungkus obat itu..abis itu kamu bunuh saya..aku bilang gitu kan. Saya sudah mati-matian ngasih kamu pengobatan tapi kamu bandel..aku bilang gitu (AT B/b/10). Akhirnya dia berenti..nggak mau lagi ngerokok walaupun dia sembunyi-sembunyi ngerokok tanpa sepengetahuan saya, saya tetep tau tapi saya diemin aja. Terserah kamu deh...kalo kamu masih tetep bandel..masih tetep apa..kalo ada apa-apa terpaksa saya lepas tangan..saya itu aja. Sampe sekarang sebodo teing kalo orang jawa barat bilang. Orang sini udah capek-capek..dia cuma diem aja (AT B/b/11). P: sekarang masih sering kontak nggak sama suami?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135
161
S: masih..saya masih kontak sama suami. Tapi ya itu..dia bandel gitu aja orangnya tu (AT B/c/1). P: masih tinggal bersama? S: ya iyaaa..saya kan masih tinggal satu rumah. Tapi walaupun yang sebenarnya dinyatakan suami saya belum tentu sembuh total. Namanya juga belum ada 3 bulan..taruhlah 3 bulan...atau 6 bulan itu kan orang pengobatan paru harus ada jarak waktunya kan 6 bulan..udah agak mendingan gitu. Tapi saya nggak papalah (suara lemas)..takutnya nanti kalo saya ganti-ganti obat..apa namanya sendok, gelas..takutnya kalo ganti-ganti kan takutnya tersinggung suami saya..gitu. Saya juga udah disaranin sih..birin aja lah (suara lemas) kalo memang suami saya kayak gitu toh suami saya itu orangnya tidak positif banget....gitu lho. Tapi kan ada pengobatannya juga (AT B/c/2) . P: nggak positif banget maksudnya HIVnya? S: nggak terlalu sampe ke TB-nya maksud saya. Kalo HIVny sih masih. Itu kan tergantung dari fisik si pasiennya gitu lho. Kalo dia misalnya CD-4 nya rendah..Hbnya rendah..dia akan terlalu drop..dia akan terlalu lemah. Dia tidak akan kuat dengan penyakit badannya..gitu aja (AT B/c/3). Tapi saya ya alhamduliah sampe sekarang dia sehat-sehat aja (AT B/c/4)..cuma ya itu tadi..dia sedikit agak..ya biasalah kalo orang mengeluh meriang-meriang masuk angin ato gimana it biasa..orang manusia (tertawa). P: lalu perasaan ibu ketika tau tertular dari suami gitu? S: perasaan saya? Ya itu tadi..dari awal saya bilang kalo memang sudah kena..mau gimana (suara kecil) saya terima. Apa istilahnya..diterima dengan lapang dada. Orang saya dapat penyakit ini dari Atas...mau saya tolak? Mau bagaimana? Kalo orang udah kena? Manusia kan nggak bisa apa-apa. Itu kan tergantung dari yang di Atas (AT B/b/12). Kalo misalnya kalo saya kalo suami saya dikasih penyakit kayak gini dia tidak kuat tidak tangguh ya sudah..mati aja..aku bilang gitu. Kalo dia mau nggak mau hidup, mau berhenti dari obat ..sudahlah. Kalo pingin hidup ya terus aja minum obatnya..aku bilang gitu (tertawa) (AT B/b/13). Ya iya sih jadi awalnya memang saya pikirnya gini..kok bisa..gitu aja. Kok bisa ya saya tu kena, suami saya juga kena. Tapi saya berpikirannya begini...ke positif..tidak berpikiran ke negatif. Mereka kan pasti bilang kalo saya kena pasti orang-orang berpikiran nanti ketular lah..nanti kena ini lah..nanti di kucilkan lah (AT B/b/14). Lho..kalo saya berpikiran begini..kalo saya dikucilkan saya nggak papa. Nggak masalah saya dikucilkan, toh saya juga tidak akan mengganggu kalian. Nanti toh juga saya ada yang membangkitkan..bukan kamu tapi orang lain..gitu aja kalo saya (AT B/b/15). Saya terima dengan lapang dada. P: lalu hubungan ibu dengan mungkin tetangga seperti apa sih bu? S: awalnya memang..saya tu takutnya gini..saya sempat tanya sama ibu PKK, saya cuman begini..diem aja kan saya itu..yang kena itu kan suami saya, bukan saya. Tapi mereka tau..kamu sakit apa? Ah..biasa..sakit ginigini.(AT B/c/5). Trus...lho..tapi mereka menyikapinya sudah tau sudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181
162
memahaminya bahwa kalo saya sakit ini tertular dari suami saya. Jadi kan bukan dari disengaja usur kesengajaan (AT B/c/6). Bahwa saya itu kan sakit ini tertular dari suami saya tu, tetangga saya itu mereka juga udah tau kalo kenakalan dari suami saya (AT B/c/7). Jadi mereka tidak memperkucilkan saya dengan keluarga saya. Jadi mereka hanya menerima dengan lapang dada, dengn ya..legowo lah kalo orang sini bilang. Aku sempet tanya..apa penduduk sini akan mengucilkan saya? Apa akan mengucilkan suami saya? Tapi mereka hanya menyikapinya ..saya tidak akan mengucilkan kalian. Saya cuma bilang menyuruh kamu untuk berhati-hati atau merawat diri kamu sama anak kamu. Jangan sampai tertular dengan suami kamu. Terutama anak kamu jangan sampai kena dengan suami kamu, kasian anak kamu (AT B/c/8). Ya saya cuma hanya..berarti..saya menyikapi berarti mereka masih ada rasa sayang, ada rasa kasihan dengan saya. Jadi mereka berpandangan ke positif, tidak berpandangan ke negaif (tertawa). Perilakunya kebaikan saya di kampung suami saya..gitu aja (AT B/c/9). P: berarti istilahnya nggak .. S: diperkucilkan gitu-gitu nggak. Mereka hanya bisa menilai..ya mungkin kemungkinan saya sih pasrah aja deh mereka mau bilang saya apa terserah..saya pasrah. Yang penting perilaku saya didalam lingkungan keluarga atau di kampung suami saya..saya tidak macem-macem, saya tidak menyimpang atau tidak berbuat onar. Saya hanya..punya kepribadian saya sendiri layaknya seperti istrinya suami saya. Saya tidak akan melakukan yang seronok ato yang bagaimana. Mereka menyikapinya kayak apa terserah..yang penting saya..saya..kamu..kamu (AT B/c/10). Tapi sih mereka juga bisa bilang begini..oh..kamu tu orangnya begini-begini. Memang awalnya juga berpikirannya begitu, cuma saya dari awal saya sudah bilang saya pasrah. Mereka mau ngusir saya terserah.. Tapi trus saya cuma diem-diem..tapi mereka menyadainya..o ya sudah...nggak papa..memang sudah takdirnya..saya nggak mau menyalahkan kamu, nggak mau menyalahkan suami kamu. Dia hanya bisa memberi spirit atau dorongan...yang penting kamu harus sabar. Menjalaninya harus sabar dan kamu harus merawat anakmu dengan suami kamu yang baik (AT B/c/11). P: malah di kasih semangat ya bu ya... S : iya..malah dikasih semangat..mereka malah memberi spirit untuk hidup dengan suami saya (AT B/c/12). P: kalau di lingkungan rumah itu ibu ikut kegiatan ibu PKK? S: saya tetep ikut. Mereka malah menyarankan gini..e..kamu tu sudah termasuk cukup sabar. Trus kamu orangnya diam, nggak neko-neko. Maksudnya seperti..kayak ibu-ibu..yang kalo suaminya udah kena trus dia malah ditinggalnya pula suaminya...kan gitu. Makanya mereka itu menyikapinya ya itu tadi dari awal saya sudah bilang..mereka hanya memberi spirit, dorongan untuk hidup, untuk bersabar dan bertawakal..gitu aja (tersenyum..nafas seperti ngos-ngosan) (AT B/c/13). P: ini bu..mungkin ini pertanyaan yang sedikit sensitif ya.. jadi kan e..orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227
163
yang tertular HIV kan biasanya semacam kayak divonis..o..kamu penyakitnya tidak bisa disembuhkan. Nah itu kan..bagaiman sih ibu memandang kematian? S: gini..orang itu kan berpikirnya..tadi saya sudah jelasin..mau..dianya tergantung dari dua alterntif... Kan ada dua... itu kan kamu mau sembuh atau nggak..pilihan itu aja. Kalau sudah dinyatakan vonis untuk kena virus HIV, kamu mau hidup apa nggak..apalagi obat itu harus diminum seumur hidup (AT B/c/14). Misalnya kamu sudah divonis mati..itu tergantung fisik tubuh si penderita. Jangan dia kalo sudah bosan...kan kadang orang itu dari gini..dari pikiran aja. Si pederita harus jiwanya tenang, pikirannya tenang. Kalo misalnya si penderita pikirannya galau, pikirannya kacau, pikirannya nggak karuan..sumpeklah..apa segala macem. Mereka akan down. Trus dia jenuh dengan minum obat itu dan dia membosankan hidupnya sendiri karena dianya kenapa saya kena penyakit semacam ini?(AT B/c/15) Saya harus..nggak ada pe..istilahnya nggak ada peningkatan..nggak ada gairah..sudah saya cari masalah..segala macam, pikirannya nggak karuan. Itu mereka akhirnya putus dengam obat trus mereka bosan untuk hidup. Tu satu. Kalo mereka yang kedua..saya harus semangat untuk hidup. Kan misalnya kalo dia sudah semangat untuk hidup, dia bosan..kenapa saya nggak. Harus bersemangat untuk hidup (AT B/c/16). Saya hanya..kalo ada masalah semacam apa ya diselesaikan dengan bareng-bareng (AT B/c/17). Memang sih kalo orang yang kena gitu pikirannya aduh saya..pikirannya ke yang nggak karukaruan. Pikiranya..saya bisa hidup nggak ya? Masa depan saya suram nggak ya? Pasti gitu. Pasti arah pikirannya kesitu. Pikirannya kenegatifnegatif. Dia tidak ada dorongan semangat untuk hidup (AT B/c/18). P: lalu mengenai kematian ibu memandangnya seperti apa? S: saya pasrah yang di Atas. Kalau yang di Atas menginginkan saya mati ya mati (tersenyum). Kalo mereka tidak menginginkan saya tetap hidup ya saya semangat hidup, begitu aja (AT B/c/19). Kalo mereka yang menginginkan mati itu kan dari manusianya sendiri. Kalo dia misalnya pikirannya sudah nggak karu-karuan..udah bosan dengan setiap hari minum obat..setiap hari mengkonsumsi ini..jenuh kan (AT B/c/20). Memang saya tidak munafik, buktinya saya sendiri aja suka bosan dengan minum obatnya itu saya bosan (AT B/c/21). Tapi saya merasakan pada kondisi tubuh saya sendiri..rasanya nggak enak, pikirannya nggak karuan, kepala pusing, maunya pingin marah. Kalo mengonsumsi obat itu rasanya itu mual di perut itu, jadi rasanya nggak enak di tubuh(AT B/c/22). Tidak seperti kayak..ya gimana ya namanya juga kita tadinya daging sempurna, daging yang masih utuh, ternyata dikasih penyakit semacam kayak gitu memang nggak mau. Tapi mau apa dikata lagi (tertawa)..ya..namanya penyakit kan kita nggak bisa mencegahnya. Orang itu juga namanya sirkulasi udara dia itu kan kena. Kalo namanya HIV itu tergantung sama suntik dan hubungannya...gitu aja. P: kemudian ibu..bagaimana sih ibu menjalankan peran ibu sebagai seorang ibu dan sebagai seorang istri setelah tertular HIV?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273
164
S: setelah saya menjalankan seorang ibu dan seorang istri tertular HIV saya menyikapinya biasa-biasa aja. Tidak ada rasa was..ya ada rasa waswas sih emang, tapi tidak terlalu berat dipikirnya (AT B/c/23). Memang itu tadi kalau misalnya memang diaturan kalau kita kena, suami kena, apalagi kita dalam terapi atau gimana, kita melakukan dengan suami itu pake itu..unsur kesehatan, unsur kebersihan rumah tangga kita, dari kita sendiri harus pake sa..apa..kondom (AT B/c/24). seperti gitu aja saya sih. Biasa-biasa saja..tidak ada...orang kan ada yang parnonya banget.. o..saya nggak mau gini.gini. Tapi kalau disisi lain kita dosa juga dia ken, kita kena..orang kita kena, suami kena..trus mengapa kita mengabaikan suami, kasian juga. Mau gimana lagi, namanya kita sama-sama kena mati pun juga harus sama-sama (AT B/c/25). Gitu aja saya sih (tertawa). Nggak lebih nggak kurang. P: lalu hubungan ibu dengan anak seperti apa? S: biasa-biasa aja. Tidak ada ya..takut atau gimana. Cuma anak saya ya.. yang merasa dirinya ketakutan... nggak mau tertular bu..saya nggak mau. Dia tu nggak mau makan bareng..istilahnya sendokan bareng dari dia..gelas pun bareng dari dia (AT B/c/26). Cuma ya udah nggak apa..yang penting kamu istilahnya bismiah aja deh kamu jangan sampe tertular, yang penting kamu sehat (AT B/c/27). Takut sih memang anak saya. Saya juga sedikit ada rasa was-was, apalagi suami saya itu kan kena TB. Yang sekarang tadinya nggak tidur sama saya sekarang jadi ikut tidur sama saya. Tapi misah itu tidurnya (AT B/c/28). P: ini anaknya ibu usianya berapa ya bu? S: udah SMP. P: Berarti sejak awal juga udah mengetahui kalau ibu juga tertular HIV? S: anak saya? Kalau anak saya kalo saya kena HIV belum tau dia (suara melemah). Saya tidak akan menjelaskan kepada anak saya, tapi anak saya pun pernah ikut program, maksudnya dia pernah saya ajak ikut dalam acara program-program kayak gini tapi dia nggak nanya saya kena atau nggak (AT B/c/29). Yang dia tau yang kena program-program semacam kaya gitu yang kena suami saya. Jadi dia taunya suami saya yang kena tapi dia nggak tau kalau saya juga kena (tertawa). Kalo toh dia tau kalau saya kena dia pun juga akan down..aduh ibu saya kena.. apa..suami saya kena..trus jadi saya ikut tinggal satu rumah dengan semacam orang menderita HIV. Saya juga kasihan dengan anak saya. Dia itu kan yang diandalkan, pegangan, patokan itu hidupnya hanya cuma saya (AT B/c/30). Kalo dia dengan bapaknya sekarang sudah nggak mau, maunya sama saya (AT B/c/31). Kasihan juga sih anak saya, tapi saya tetep untuk menyembunyikan status penyakit saya dengan keluarga saya dengan anak saya. Berbohong demi untuk kebaikan (tertawa) gitu aja (AT B/c/32). P: takutnya nanti dia ini.. S: malu..kena...apa gimana..ya kayak gitu. P: ini ibu selain ibu rumah tangga ibu bekerja di victory atau gimana ya? S: saya kerja di victory.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 314 315 316 317 318 319 320
165
P: itu kerjaan di victory menurut ibu cukup berat atau gimana ya bu? S: dibilang berat ya nggak berat-berat banget. Cuma ya itu tadi kalo kita orang namanya kerja mana ada yang nggak capek. Semua pasti akan capek. Capeknya ya kan mondar-mandir mondar-mandir dari ke sana ke sini..gitu aja (AT B/c/33). P: bagaimana sih ibu menghadapi tugas-tugas pekerjaan yang ada di victory. Kan maksudnya ibu kan juga seorang ibu gitu..trus ibu kerja..gitu kan. Istiahnya itu kan perannya ganda..ibu rumah tangga dan kerja. Lalu ibu menyikapinya seperti apa? Apalagi ibu kan harus juga apa..minum obat, jaga kesehatan. S: capek..capek juga menyikapinya (tersenyum). Kalau dipikir e..apa ya stres juga sih saya..aduh saya harus bangun pagi harus nyiapin buat anak, untuk suami kalo mau kluar.. , belum lagi ke kantor. Bentar belum lagi njemput anak, njeput suami. Capek sebenarnya. Padahal kalo si penderita ODHA itu seharusnya tidak usah terlalu capek, tidak usah terlalu sepaneng atau bagaimana (AT B/c/34). Harus dipikir enjoy. Tapi mau bagaimana lagi kalau keadaan saya harus begini ya..mau gimana lagi. Saya cuma saya jalankan saja. Capek memang capek, resiko..tetapi kalau orang bilang ya jangan dipikir-pikir banget (AT B/c/35). Dipikir santai aja, slow.. gitu aja. P: lalu perasan ibu ketika kerja di victory seperti apa? S:bingung, nggak tau bagaimana cara kerjanya kayak apa. Saya sendiri kan belum begitu paham...kok bisa ya orang kerja kayak gini, gitu..gitu..gitu (AT B/c/36). Bagaimana caranya untuk.... tadinya memang nggak tahu saya...caranya gimana, cara kerjanya harus bagaimana. Nanti kalau saya begini salah, kalau saya nggak ngerjain saya nggak dapet..nggak dapet pasien (AT B/c/37). Saya pertama kerja di situ pertama memang namanya manusia masih barukan..ya..sempet dimarah-marahin juga sih. Ada kesalahan..namanya masih baru..jadi maklumin aja..saya bilang gitu. Sebenernya kalau dipikir..enak sih kerjaannya..dari jam sekian sampe jam sekian, tidak terlalu difokus banget tenaganya..gitu aja (AT B/c/38). P: ibu memaknai kegiaan ibu..e..sehari-hari seperti apa sih? S: maksudnya? P: maksudnya memaknai itu menilai kegiatan ibu..maksunya di victory..di rumah seperti apa. S: ya seperti kayak biasa aja gitu. Ya seperti di rumah ya kayak di kantor. Kalo di rumah ya kita mengerjakan seperti layaknya ibu rumah tangga, kalo di victory ya kita mengerjakan ya seperti kerja. Ya gitu aja...menurutku sama aja (AT B/c/39). P: sejauh ini ibu pernah nggak sih terserang penyakit aportunistik? S: apa itu? P: penyakit yang..kan kalo HIV kan katanya daya tahan tubuhnya terus menurun. Makanya trus banyak banyak penyakit yang bisa menyerang, itu termasuk mungkin TB, apa segala macem. S: kalo saya TB belum...alhamdulilah saya nggak ya. Trus biasanya kalo
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366
166
orang udah kena ...kamu kalo misalnya putus dengan gini...nah..itu ada otomatis ada 4 tahap. Saya termasuk e...ke tahap satu. Kalo suami saya kan ke tahap tiga. Kalo tahap empat sudah dinyatakan tamat riwayat kamu..gitu. Ada kan sampe keluar kulitnya sampe naujubila..(tertawa) putih-putiiiih, udah rapuh banget kan kalo yang kena HIV/AIDS (AT B/c/40). Kalo HIV masih bisa ditanggulangi. Kalo sudah HIV/AIDS itu kan dia melepuh semua kulitnya. Tu dia akan trombositnya turun. Selama saya kena penyakit HIV ini kan saya harus mengkonsumsi minum ini..apa namanya..jus jambu. Jus jambu itu kan sama juga..trombositnya itu untuk menaikkan..CD-4nya untuk menaturalkan antibody kita (AT B/c/41). P: berarti sampe saat ini belum pernah kena penyakit sampingan dari kena HIV itu? S: pertama saya mengkonsumsi obat itu suka sakit ini..di leher itu lho. Nyeriii banget di sarafnya gitu. Trus kepala pusing trus kalo minum obat itu maunya muntaaah aja..muaal aja gitu. Tapi itu kan karena e..apa ya..dari obatnya itu. Efek samping dari si obatnya itu (AT B/c/42). Tapi tadinya saya tu sudah malas saya..saya nggak mau minum obatnya itu saya pikir. Memang sempet putus asa saya itu. Saya sempet down juga lho karena saya kelebihan dosis (tersenyum) (AT B/c/43). Karena saya masuk ke UGD di sarjito..dah..pulang. Diisi keluar..diisi keluar..saya nggak mau..udah nggak bisa lagi...udah lemees banget badan saya itu. Udah pucat kaya tulang..udah nggak kliatan lagi itu. Emang saya alhamdulilah belum sampe ke transfusi darah. Saya hanya cuma melalui infus air itu. Trus kumat lagi, down lagi trus masukin panti rapih. Panti rapih itu pun juga mereka tidak bisa menerima rujukannya pake Jamkesda. Saya kan pake jamkesda...jadi nggak mau panti rapih. Jadi KTP saya yang jadi jaminan sampe sekarang belum saya ambil KTPnya (tertawa). Masih jaminan di panti rapih (tertawa) (AT B/c/44). Itu juga masuk di panti rapih itu cuma satu malam tok..cuma semalem...dari jam 7-12 udah abis nfus 1 trus itu pun juga habisnya cuma 380rb atau berapa itu. Saya kan nggak bawa uang waktu itu..jadi ya udah KTP saya jadi sasarannya..jadi jaminan (tertawa). P: ibu ini kan obatnya berarti merasakan efek samping, itu nggak di..apa..nggak ada penanggulangan diganti atau seperti apa gitu? S: pernah itu dulu, sekali itu diganti. Tapi tetep dari awal saya itu obatnya 2 aja. Tambahannya waktu itu dikasih cuma untuk nyeri mual-mual itu aja. Kalo sudah nggak merasa nyeri mual ya sudah. P: ibu menjalani ART sudah berapa lama berarti? S: menjalani ART itu dari pas awal bula Februari. ..itu pertamanya. P: o..jadi ketahuannya pertamanya Januari.. S: saya terapinya Februari. P: itu ada persiapan persiapan khusus nggak sih sebelum ibu menerima terapi itu? Mungkin kayak konsultasi atau apa ke dokter? S: nggak...biasa aja. Cuma kalo ada acara apa..ikut ke..apa..rapat-rapat. Dari pertemuan-pertemuan di sarjito trus dikasih pemasukkanpemasukan, saran-saran..si ODHA jangan terlalu lemah, jangan terlalu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412
167
stres kalo udah kena penyakit semacam gini. Si ODHA sudah harus semangat hidup. Jangan terlalu ke negatif..harus pesimis (AT B/c/45). Dari situ saya juga...yaah..yang lain kena kenapa saya harus mesti takut..saya bilang gitu. Dari semangat hidup saya disitu. Berarti nggak cuma saya aja yang kena, ternyata sudah merajalela senusantara..ku bilang gitu. Ya udah lah biarin aja, kenapa saya mesti malu (AT B/c/46). Tetapi mereka yang akan mengucilkan saya..kamu kena gi..gini.. Kenapa? Saya kena begini bukan kemauan saya kok. Yang lain juga ada. Tanya pada diri kamu sendiri, kamu pasti akan kena..tapi kamu tidak tahu kan. Tapi pasti kamu kena, saya gitu aja (AT B/c/47). Saya bukannya untuk membanggakan kena penyakit kayak gitu sih enggak. Kalo dipikir...saya menolak, saya nggak mau kena penyakit semacam gitu. Tapi kalo saya sudah dinyatakan, divonis saya segala macem..mau nolak bagaimana..penyakitnya sudah masuk. Nggak bisa dong saya harus menolak. Ya udah..akhirnya saya cuma saya jalanin aja...dengan kedepan bagaimana saya (AT B/c/48). Misalnya kalo saya masih diberi umur panjang ya alhamdulilah, kalo saya yang di Atas menginginkan saya stop ya pasrah..saya bilang gitu. Yang peting saya untuk semangat untuk hidup..gitu aja (tertawa). P: yang membuat ibu tetap semangat itu apa sih bu? S: anak (cepat, tegas, tertawa). Kalo saya nggak liat anak saya udah malas (nada suara menurun) (AT B/c/49). P: menurut ibu itu ART berpengaruh nggak sih untuk hidupnya ibu? S: maksudnya? P: ART itu menurut ibu..e...mempengaruhi hidupnya ibu nggak ya? S: kalo setahu saya..saya itu biasa aja (AT B/c/50). Tapi kalo yang lain saya kurang tahu ya. Semua orang kan beda-beda tergantung fisik dan kondisi tubuh mereka (AT B/c/51). Kalo..kalo ini kan memang ada tahap-tahapnya, dari berapa bulan kedepannya nanti si ODHA kena penyakitnya atau down bagaimana. Trus nanti keberapa bulan lagi dia akan membaik, kan ada tahap-tahapnya minum obatnya itu. Tergantung dari mengkonsumsi kesehatan dan mengkonsumsi pola makanan yang baik (AT B/c/52). P: ketika ibu meminum obat ARV itu pasti kan ada jadwal-jadwalnya gitu. Ibu kan juga ada kegiatan, lalu bagaimana sih ibu mulai beradaptasi dengan mungkin rutinitas dan harus minum obat seperti itu? S: ketika saya pas minum itu memang awalnya saya sedikit agak mual. Saya terus ngantuk. Mau dihadapkan semacam itu saya kurang konsen. Kayak seperti ini sih..ngantuk aja...saya kerja itu (AT B/c/53). Saya tanya karena HB kamu. Saya kontrol lagi saya cek ternyata memang dari HB saya memang rendah. Mungkin kamu terlalu capek. Kalo bisa jangan terlalu capek..dokter bilang gitu. Bisa mempengaruhi juga dari CD-4 (AT B/c/54). P: trus sebelum ibu ini tertular HIV ibu bekerja di tempat lain gitu? S: saya di itu..di hotel tapi bagian masak. Trus sama di salon tapi bagian perawatan untuk spa khusus wanita.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458
168
P: lalu ibu ketika tertular ibu e...keluar sendiri atau semacam..? S: saya sebelum kena itu saya memang sudah mau keluar. Sudah keluar tapi waktu itu pas saya terakhir kena itu saya masih kerja di..apa ya di hotel tapi ternyata saya kan ya nggak enak sendiri, sebentar minta ijin..sebentar minta ijin..sebentar minta ijin karena terapi kan. Terus ternyata ada unsur pengurangan pegawai, tapi bukan saya aja..yang lainnya pun ikut dikurangi. Berarti nggak saya yang ini gitu kan, berarti ada hikmahnya saya harus untuk merawat suami saya..itu aja (AT B/c/55). Ya udahlah..saya terima dengan lapang dada kalo memang kenyataannya suami saya sakit...masak mau saya abaikan (AT B/c/56). P: ini kan e..istilahnya berarti ibu mengkonsumsi obat dan bapak mengkonsumsi obat. Itu kan istilahnya obat itu kan biayanya lumayan besar kan ya bu....itu bagaimana ibu maksudnya membiayainya itu bagaimana sih ibu? S: kan itu..suami saya kan..apalagi dari kalangan orang paling kebawah banget ya....soalnya suami saya kan kerjanya buruh, dibagian bengkel mobil tapi dia bagian jahit jok. Itupun juga penghasilannya dibawah UMR (AT B/c/57). Jadi saya kalo nggak bantu dengan suami saya gitu mungkin saya nggak tau kehidupannya. Jadi untuk bayar semacam kayak gini dia kan pake jamkesmas. Itu pun kalo juga nggak dibantu dan nggak dikasih spirit dorongan dari victory atau bantuan semacam apa ya namanya untuk dana gitu....suami saya nggak tau (AT B/c/58). P: kemudian kehidupan ibu sebelum terkena HIV seperti apa? Kehidupan ibu sebelum mengetahui kalau tertular HIV. S: kehidupanya? Sebelum kena? Sebelum kena ya namanya istilahnya kalo yang namanya sayuran yang tadinya segar. Kan dia dilihat segar, enak kan gitu....kan orang berarti dia itu sehat, hidupnya enjoy, tenang (AT B/a/1). Tapi kalau si sayuranya katakanlah kena virus dia kan layu..semacam saya ini (tertawa). Jadinya kan orang menilai kok kamu semakin kurus, semakin memburuk..kan gitu (AT B/a/2). Tapi saya tidak menjelaskan kalau saya kena HIV. Ya karena saya hanya cuma bilang karena saya capek (AT B/a/3). Udah. Tapi saya juga gini..o iyaya..memang gini ya... saya kena..saya jadi istrinya suami saya tadinya saya segar..ternyata saya tertular dengan suami saya kok memburuk (AT B/a/4). Tapi saya hanya cuek saja, biasa saja saya. Saya tidak ada berpikiran gimana-gimana. Saya tu netral-netral aja (AT B/a/5). P: berarti istilahnya ibu merasa dulu tu merasa lebih enjoy lebih.. S: lebih enjoy..dan sekarng pun juga lebih enjoy. Tapi yang lebih saya nggak enjoy itu...biasa yang namanya manusia ya dana..faktor ekonomi (tertawa), biasanya kan gitu (AT B/a/6). Tapi kalo dipikir sepaneng, dipikir terlalu tegang, nanti kita akan semakin memburuk dan kita akan semakin drop juga. Buat apa saya mesti harus terlalu dipikir sepaneng (AT B/a/7). Sepaneng sih memang sepaneng, tegang memang tegang tapi..yah (menghela napas)..dari awal itu tadi...pasraaaah (AT B/a/8). P: ibu memiliki semacam harapan-harapan gitu nggak sih bu untuk kehidupan dimasa yang.. ?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498 499 500 501 502 503 504
169
S: harapannya? Ya semacam supaya kita sembuh. Harapannya bagaimana supaya kita bisa sembuh dari penyakit ini. Saya sehat, suami saya pun juga sehat, anak saya pun juga sehat (AT B/c/59). Harapanharapan saya cuma itu aja. Menghindari dari segala macam penyakit yang tidak saya inginkan. Semua orang memang menginginkan sehat, ligkungan sehat, kluarga sehat. P: Cuma yang saya masih bingung sih gambaran kehidupan ibu sebelum terkena HIV. S: se..tadi kan saya sudah bilang gambaran sebelum kena HIV kan mananya daging kan yang tadiya segar tenang enjoy sehat, lingkungan sehat. Tapi setelah kena penyakit dia akan terus pikirannya nggak karukaruan. Bagi mereka yang belum tau identiknya, yang belum tau sama sekali mereka akan berpikirannya..aduh kok saya kena ini. Nanti saya dikucilkan tidak dengan keluarga saya dikucilkan nggak dengan tetangga-tetangga gitu (AT B/a/9). Terus pas kena itu mereka memberi spirit dorongan..jadi mereka menyarankan saya waktu kena itu dikasih pendamping jangan sampe dari pihak keluarga kamu tau kalo kamu tu kena. Kalo misalnya keluarga kamu tau..mereka akan mengucilkan kamu dan juga mengucilkan keluarga dari suami kamu juga. Sampe sekarang saya juga nggak ngasih tau. Toh kalo mereka tau mereka hanya cuma diam. Tapi saya tetep memilih diam (AT B/a/10). Tadi kan saya sudah bilang...saya nggak papa. Memang saya jadinya pikirannya sedikit agak goyang saya tu. Jadi saya takut bagaimana, nanti kedepannya bagaimana, tapi ternyata saya kena ini nggak sendiri. Ternyata diluar-luar sana mereka juga ada yang kena tetapi mereka yang kena diluar itu dia bisa hidup kenapa saya nggak..dah..gitu aja (AT B/a/11). P: ya..ya..dah paham bu.. S: udah pahaam..(terawa) P: (recorder dipause) memberi stimulus bebas kepada subjek untuk bercerita diluar pertanyaan yang telah ditentukan. Topik pembicaraan mengarah pada anak. S: santai. Dia malah menjawab dengan saya..orang saya tu belajar tu nggak perlu terlalu difokus atau terlalu sepaneng. Nanti kalo kita belajar terus...belum tentu kita berhasil. Enak banget jawabanya. Kan dia bilang gitu. Sudah...sekarang saya tanya sama kamu..kamu bisa tanya begitu...kenapa kamu sekolah diswasta? Tanya gitu aja. Ya karena saya ini aja bu..saya.. ya memang kalo saya nilainya segitu mau gimana lagi? Naah..enak juga kan jawabannya. Berarti kamu tu orangnya terlalu ini..terlalu santai dan tidak ada dorongan untuk kepingin cepet punya IQ yang kuat, aku bilang gitu. Nggak punya dorongan supaya punya prestasi atau bagaimana..kamu tu nggak ada kesitunya (AT B/c/60). Aku tu memberi dorongan kamu supaya kamu punya prestasi biar dapet...ya..istilahnya beasiswalah (AT B/c/61). Yang pinter kan kamu yang seneng kamu. Tapi malah dia jawabannya..orang kalo saya begini mau gimana lagi. Gimana coba kalo begitu. Saya harus bagaimana?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544 545 546 547 548 549 550
170
Dikasarin nggak bisa, dialusin nggak bisa. Dikasarin anak saya itu nangis apa bagaimana. Dialusin dia semakin ngelunjak (AT B/c/62). Pada dasarnya tu saya nggak kepingin anak saya itu ya sampe sekarang sih memang..ya apa ya dibilang e...anak sekarang SMP sekarang sudah banyak sekali ada yang merokok lah, yang minum, faktor dari pergaulan di lingkungan sekolah. Tapi saya perhatiin di sekolahnya juga ada yang ngrokok (AT B/c/63). Aku sempat mengancam dengan anak saya (tersenyum)...nanti kamu suatu saat ketauan saya atau dibilang..gak usah deh kamu ngomong gitu ke orang. Saya tau sendiri atau saya denger sendiri kamu ngrokok atau..nggak ada ampun-ampun lagi saya bilang. Jangan ikut sama saya kamu saya lempar..udah (AT B/c/64). Liat aja itu yang anak jalan, anak yang mampu..tarohlah istilahnya orang nggak mampu lah ya. Kamu istilahnya masih bisa sekolah..kamu masih bisa makan..itu aja kamu nyepelein..apalagi mereka orang jalanan yang kepingin sekolah bisa berprestasi kenapa kamu nggak? Aku gituin. Harusnya kan kamu berpikir..oh iyaya..saya begini-begini kenapa saya nggak kok saya begini. Karena kamu terlalu santai..nggak punya dorongan spirit untuk bagaimana saya..saya tu udah ngasih tau ke dia..ngasih contoh. Harusnya kamu tu bergaul..maunya saya bergaul itu yang berbobot...aku gitu lho. Yang bisa kamu menghasilkan diri kamu sendiri, kesenangan kamu sendiri dapat keberhasilan kamu (AT B/c/65). Kalau tidak kamu bisa membanggakan orang tua (AT B/c/66). Jadi aku tu nggak nyuruh dia..memberi ciut hati ke anak saya tu nggak. Tu malah memberi spirit e saya itu (AT B/c/67). Temen anak saya itu orangnya...kayaknya ogahogahan gitu lho (AT B/c/68). Aku tu udah ngajakin ada di tempat pertontonan kesana kemane. Itu lho kamu liat..anak dibawah umur kamu dia masih bisa berdiri kesana kesini. Kamu nggak malu? Aku bilang gitu. Hasilnya tu kamu liat. Dia tu orang nggak punya..saya bilang gitu. Dia bisa membanggakan orang tua. Kamu nggak malu kamu ngliat tuh? Diem aja dia. Aku tu keras memang sama anak. Tapi kalo terlalu keras kasiahan..dislowin anak saya itu kayaknya nyepelein...aku gitu aja. Ngomong sama anak saya tu saya harus bagaimana? Karena semakin hari semakin ngelunjak (AT B/c/69). Saya sebenarnya tu capek..beneran..saya tu capek. Capek dalam otak saya, capek tenaga saya, capek semuanya saya tu sebenernya kalo dipikir (AT B/c/70). Cuma saya itu..ya udah lah. Kalo anak saya maunya pribadinya kayak begini mau gimana lagi (AT B/c/71). Anak saya kan gini..dia itu kan hatinya ciut. Kalo digetak, kalo dibentak, ato kalo diapa..dia langsung nangis (AT B/c/72). Kalo kamu nggak mau dibentak kalo kamu nggak mau dipukul kamu berusaha dong. Mandiri..bagaimana kamu. Setiap hari kamu harus selalu saya pukul, setiap hari harus selalu saya tendang..kamu maunya kayak gitu? Kamu kan manusia, kamu kan bukan binatang..saya gituin. Kamu kan manusia..kamu anak siapa?(AT B/c/73) Diem aja dianya. Aku tu sebetulnya..mungkin dia hatinya tu ini..apa tu namanya..gimana ya..kalo saya bilang dia tu terlalu..terlalu dimarahin dia bingung, nggak.. dia tu orangnya terlalu bingung..saya terlalu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570 571 572 573 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 588 589 590 591 592 593 594 595 596
171
memberi dia..ayaoayoayo..kan gitu saya maunya. Cuman aku tu maunya orangnya tu disiplin gitu kalo saya tu. Kalo dia nggak disiplin saya marah. Aku berkali-kali ngasih tau ke dia disiplin itu lho. Kalo kamu disiplin..berhasil sukses(AT B/c/74)..kenapa kok kamu susah banget sih. Ngeyel anakku itu (AT B/c/75). Sampe bingung saya. P: ini minat anaknya ibu apa dia? S: saya juga nggak tau. Dia kemauannya kayak apa saya juga nggak tau. Kamu tu sebetulnya saya tanyain..kamu tu sebetulnya pingen apa (memukul lantai)? (AT B/c/76) Diem. Maunya tu kamu maeeen aja. Dia tu maunya maen (AT B/77). P: main apa bu dia sukanya? S: ya..banyak omong gitu dia. Ngobrol sana sini..yang diobrolin saya sendiri nggak tau. Dia misalnya..maunya saya dia gini lho..bergaul itu yang berbobot yang menghasilkan buat kamu berhasil..kan gitu maksud saya (AT B/c/78). Bukan kamu berhasil terus kamu istilahnya apa ya..dia kemarin pingin memelihara burung, kepingin memelihara ini, itu kan. Nanti hasilnya kan kita uang kan bisa kasihkan ibu. Buka itu kemauan saya. Maksud saya kamu berprestasi itu bukan untuk jual beli, aku bilang gitu. Yang bisa menghasilkan kamu itu, antaranya kamu bisa menciptakan sesuatu yang nggak mungkin orang tau jadi tau trus kamu dapat reward atau dapet apa. Itu kan udah termasuk membanggakan nama orang tua kamu. Tapi kalo kamu nggak bisa saya nggak maksa, aku kan bilang gitu. Dia tu senenganya main layang-layang..main. Yang namanya juga anakanak masih belum ini..masih..dia usianya masih 13 tahun. P: berarti kelas 1 SMP? S: masih kelas 1 SMP. Tapi saya gini..aku kasih kamu kebebasan bermain, aku kasih kebebasan kamu bergaul dengan siapa saja. Tapi kamu menyimpang..liat aja kamu. Menyimpang misalnya kamu melakukan yang sekarang ada kan..melakukan pemerkosaan, ada yang melakukan sodomi-sodomi. Liat aja kamu!(AT B/c/79) Aku bersi keras supaya kamu bisa bangkit membanggakan orang tua..aku bilang gitu aja (AT B/c/80). Tapi kamu menyimpang..liat aja..saya tendang kamu. Saya nggak mengakui anak saya nggak papa. Capek-capek aku berjuang tapi kamu kayak gitu (AT B/c/81). Keras memang saya. Orang dia bilang kamu tu galak..bla..bla..biarin aja. Saya galak buat anak saya sendiri, bukan buat anak kamu, saya gituin. Toh juga nanti yang berhasil yang seneng ya dia sendiri, bukan saya (AT B/c/82). Saya tu kepinginnya dia berhasil. Dia kadang dia masih..labil dia itu. Sebentar aku pingin jadi pilot bu, aku kepingin jadi masuk tentara bu...dia tanya-tanya gitu. Kamu itu lho..hari ini ngomong kayak gitu..hari ini ngomongin yang lain. Berarti kamu tu labil orangnya. Ayo..ayo ikut sana..ayo...ayo ikut sana, dia kan gitu..namanya anak-anak ya sudah biarin yang penting kamu nggak usah nakal. Kenakalan anak-anak tu biasa. Tapi kenakalannya kan ada 2..minum, mencuri, mabok-mabok, sama memperkosa..ada kan itu..usia-usia kayak gitu. Kenakalan dia itu kenakalan cuma lari sana lari sini, mejeng sana..mejeng sini, gitu aja dia kehidupan pribadinya anak saya itu (AT
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617 618 619 620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634 635 637 638 639 640 641 642 643
172
B/c/83). P: tapi dia memiliki teman banyak? S: banyak. Dia memiliki teman banyak memang. Memang anak saya itu anaknya itu banyak omong..gitu aja. Kalo di sekolahan itu nggak pernah memperhatikan gurunya bagaimana-bagaimana (AT B/c/84). Gurunya pun juga suka dengan dia gitu (tertawa), pinter dia mencari perhatian sama gurunya. Pak capek ya..nanti saya pijit ya. Nanti disuruhnya..dikasih uang, dirayu-rayu gurunya, anak saya gitu orangnya (AT B/c/85). P: peneliti memberi penjelasan tentang perkembangan anak usia remaja. S: kadang gini..kalo saya ikut sana..ibu saya marah nggak. Ibu saya aja nggak mengijinkan saya. Saya sebetulnya kepingin, gitukan..biasa gitu. Cuma saya itu kalo anak saya itu menyuruhnya mana yang terbaik...gitu aja kan (tertawa) (AT B/c/86). Kalo saya menyuruh dia bisa jawabannya..terserah ibu..terserah ibu (nada ditekankan). Jadi dia nggak berani mengambil..saya mau gini. Jadi dia maunya apa yang saya mau (AT B/c/87). Kayaknya saya memaksa..gini..gini..ya terserah ibu. Kalo saya bilang ya ayo..tapi kayaknya nggak mau, kayak terbebani..orang saya nggak mau kok dipaksa. Kan dia pemikirannya kan kesitu. Kalo kamu nggak mau ya bilang nggak mau. Jadi saya nggk usah memaksa..maunya saya kan gitu. Jadi dia itu kepinginnya..dia maunya itu kamu maunya apa sih?(AT B/c/88) Tapi kadang maunya dia gini..tapi saya nggak suka itu dijalanin terus, itu lho yang saya nggak sukanya kesitu. Susahnya disitu anak saya (AT B/c/89). Harusnya bagaimana sih kamu itu maunya kayak apa saya sendiri nggak ngerti. P: peneliti memberi penjelasan tentang perkembangan anak usia remaja. S: waktu dia duduk pernah..saya marahin..saya saking emosi..namanya seorang ibu kan (AT B/c/90). Waktu itu kan dia namanya sepatu baru satu, tas baru satu. Maksud saya itu kalo hujan mbok jangan langsung..hujan pulang hujan-hujan...gitu maksud saya. Tunggulah reda kan..gitu maunya saya. Dia basah semua..setasnya, sebajunya, sesepatunya. Lha besok kamu pake apa? (memukul lantai) Kalo ada gantinya sih nggak apa-apa..orang itu nggak ada apa-apanya kok..sepatu nggak ada, tas nggak ada. Aku tu kesalnya disitu. Emoh... Tambah emosi saya. Saya pukul dia sampe nangis-nangis...saya kata-katain macem-macem itu lah (tertawa). Trus tetangga saya..kamu jangan marahi anaknya..kamu marahi temennya. Aku nggak butuh..mereka kan orang lain. Yang saya marahin kan anak saya..kenapa kamu ikut (AT B/c/90). Karena sudah berkali-kali ngomong..kalo hujan nunggu reda. Kenapa kamu ikut-ikutan. Kamu marahin itu temennya. Lho kenapa? Dia kan bukan anak saya (nada suara meninggi). Yang saya marahin anak saya dong...orang anak saya yang ikut ujan-ujanan kok (AT B/c/92). Nanti kalo apa...temen anak saya kalo saya marahin..kalo dia nggak trima, dia ngadu orang tuanya, gimana coba? (AT B/c/93) Gitu aja saya sih. Saya tu bagaimana pun juga namaya anak saya yang nakal ya anak saya aja, mereka nggak peduli. Itu urusannya mereka. Saya..saya..kamu.kamu..toh saya juga nggak mau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
644 645 646 647 648 649 650 651 652 653 654 655 656 657 658 659 660 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 671 672 673 674 675 676 677 678 679 680 681 682 683 684 685 686 687 688 689
173
ngeganggu urusan rumah tangga kamu kok. Kalo saya diganggu saya marah. Gitu kalo saya itu (tersenyum). Memang saya akui saya memang keras kepala. Tapi anak saya nggak ada jera-jeranya. Ngeyel anak saya itu (AT B/c/94). Capek (tertawa. Suara gak mendesah). Saya itu sampe bingung saya harus bagaimana, saya mengatasinya harus bagaimana, aku cuma gitu aja (AT B/c/95). Saya suruh ikut bapaknya dia nggak mau, dia malah nangis-nangis (AT B/c/96). Trus sampe..aahh..udahlah (suara lemah). Mau dikerasin kayak apa juga tetep aja anaknya orangnya kayak gitu (AT B/c/97). Dia sebenernya nurut, cuman ya itu tadi kalo sudah ada temennya...rasid... nama anak saya rasid. Rasiiid...trus dia..apa? Ayo nanana..nah ikut. Apa yang saya perintah dia lupa..gitu aja. Apa yang saya suruh dia lupa. Nah gitu..namanya anak (tertawa) sekarang gitu kan..labil. Aku kesel e sebenernya (AT B/c/98). Ya tapi saya juga cukup bersyukur juga sih. Orang nilai anak kamu udah termasuk ya bersyukur nggak nakal..gitu aja. Kemaren kan dia crita sama saya..lha dia tu..apa ya dia punya apa gitu..heeem..enak kan bu saya dapet waah...berhasil. Dia bangga. Tapi saya nggak harus untuk..ngapain kamu..gitu-gitu (suara meninggi). Tapi saya memberi ya udahlah terserah. Itu kan hak kamu. Berarti kamu bisa menyikapinya. O yaya ternyata susah cari uang. Ternyata bagaimana saya harus mendapatkan uang (tertawa) (AT B/c/99). Lha kan dia kemarin gini..kemarin dia ujan-ujan. Ada yang ojek payung gitu..payung bu..payung...diejekin sama tementemennya (tertawa). Anak saya itu kan fisiknya lemah..gitu lho. Jadi dia pas fisiknya lemah badannya kecapekkan gitu, dia langsung sakit. Maksud saya itu kamu jangan terlalu sakit..jangan terlalu capek (AT B/c/100) . Terus kalo kamu udah capek begini, apa yang ngajakin kamu kayak gini..apa mereka ada respon? Apa mereka repot sama kamu..nggak kan. Aku udah berkali-kali ngasih tau. Tapi tetep wae anakku itu. Yang repot aku juga..aku juga (AT B/c/101). Ya memang dia anak saya. Tapi anak saya nggak bisa menjaga fisik tubuhnya dia sendiri. Kalo saya ini sakit nggak perlu kayak gini. Udah tak kasih contoh. Abis makan diem dulu..kalo tidak kamu tidur. Dia bisa ngomong..ternyata enak ya bu abis makan tidur. Bangun tidur langsung fresh. Sekali. Besoknya maen lagi dia. Coba kayak gitu. Aku sape ya Allah..namanya anak..memang sulit sih anak sekarang itu. P: pewawancara memberikan penjelasan cara bagaimana menasehati anak. S: memang iya. Saya sampe bingung. Saya sudah kasih contoh kayak gini salah..udah tak kerasin salah..tak halusin salah. Tetep aja dianya kayak gitu. Trus mesti bagaimana saya? Orang tua ngasih tau ke anak saya mesti bagaimana? Gitu aja. Kalo dipikir saya itu orangnya dobel..single parent lho (ada penekanan) walaupun sekarang saya sudah punya suam tapi itu anak bukan dari suami saya yang sekarang lho..dari suami saya yang dulu. Toh dia hanya cuma ngasih tau begini-begini itu hanya karena menutup-nutupin aja gitu sebagai kepala rumah tangga. Tapi saya berperan dobel sebenarnya. Kalo dipikir berat saya hidup saya (AT B/c/102). Tapi saya menyikapinya hanya sebaiknya ejoy aja saya. Ndableg
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
690 691 692 693 694 695 696 697 698 699 700 701 702 703 704 705 706 707 708 709 710 711 712 713 714 715 716 717 718 719 720 721 722 723 724 725 726 727 728 729 730 731 732 733 734 735
174
memang ndableg saya mengakui saya ndableg, keras kepala..tapi kan ke hal-hal yang postif gitu saya (AT B/c/103). Sulit sih kalo saya pikirpikir..padahal kalo ada acara apa ada kegiatan apa anak saya saya ajak ke tempat acara apa gitu ya. Kamu tu maunya apa? Ke barongsai kan. Ya monggo kalo kamu mau ke barongsai, ya ayok..ikut sana. Sekali dua kali selanjutnya udahan. Anak saya bosenan. Jadi dia tidak diteruskan. Dia hanya kalo saya..anak ini ya itu tadi labil dianya..kesana..kesini. Dia belum mengambil kesimpulan (AT B/c/104). Dia kalau saya suruh..tapi dia yang paling utama yang dia senengi kesenia itu jatilan. Kenapa kamu nggak ikut? Nanti sama bunda nggak boleh..dia bilang gitu, nanti dimarahin begini...begini. Ya terserah lho kalau selagi kamu bisa, kamu senengin, ya kenapa kamu nggak? Saya kasih, saya dukung kamu..aku bilang gitu. Aku dukung kalo kamu memang enjoy, nyaman..kenapa nggak (AT B/c/105). Gaul kan bu..saya gaul kan bu. Dia cuma gitu-gitu aja. Goal-gaul-goal-gaul..apa terus kalo gaul, keren apa kamu terus kenyang. Makan itu gaul...aku bilang gitu. Apa terus kamu bisa pinter, aku bilang gitu. Makan itu keren gaul itu. Aku juga heran kok anak-anak sekarang itu...ya ampun. Boro-boro aku yang namanya begitu-begitu, paling juga pleek..beneran (tertawa). Nakal ya nakal, tapi nggak sampe ke situ dia. Sebatas anak-anak aja seusia-usia dia (AT B/c/106). Pernah kok dia sms cewek. Saya tanya..kamu ada hubungan apa sama rasid..aku bilang gitu. Kalo kamu bergaul sama rasid bertemen sama rasid nggak apa-apa. Tapi sampe kamu pacaran, sayang-sayangan, liat aja..nggak usah..bubar..aku gituin (tertawa). Masih bau kencur anak kemarin udah macem-macem kamu itu. Nggak kok bu nggak..saya sama rasid itu cuma temen biasa. Temen apa kamu (suara meninggi)..tak gituin (tertawa). Anak saya saya gituin dia udah ketakutan..aku nggak ada apa-apa ya bu..ini pacare si iki. Liat aja kamu kalo macem-macem (AT B/c/107). Aku..kalo saya nggak seneng, nggak seneng. Ke hal-hal negatif-negatif itu kalo saya nggak seneng, nggak seneng. Keras saya (tertawa) (AT B/c/108). Kalo misalkan anak saya nakal..orang lain kan yang menginiin..anak siapa sih ini..kok orang tuanya nggak ngasih tau begini-begini. Yang kena kan orang tua. Sangkanya yang tua nggak bisa ndidik, nggak bisa ngasi tau. Nanti kan orang kesitu (AT B/c/109). Pernah kok suatu ketika tetangga saya, anak saya narik-narik layangan. Rebutan..wowowoooy.. Aku liat sendiri..tentangga saya ngomel-ngomel. Yang saya pukul yang saya teriakin anak saya, bukan orang lain. Turunin nggak kamu..turunin nggak. Tapi tetep anak saya bersi keras. Saya tampar, saya pukul dia..turunin nggak kamu (suara meninggi). Tetangga itu cuma diem, liatin aja. Cari perkara kamu itu..cari masalah dengan orang sini ya. Kamu tu ngapain rebut-rebutan pake kayak gini. Turun nggak, buang!! Tak sobek-sobek ini..liatin aja. Trus dilemparnya, dia masuk langsung pergi dia. Tetanga saya ngliatin aja gitu. Saya tu gitu orangnya. Dari pada anak saya yang kena diomongin, mending saya tampar. Orang lain bodo amat. Dia nggak ikut makan sama saya. Wah..galak’e ibunya rasid ni (tertawa)..ya biarin aja. Wong anak saya sendiri, yang ngasih makan aku. Aku nggak minta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
736 737 738 739 740 741 742 743 744 745 746 747 748 749 750 751 752 753 754 755 756 757 758 759 760 761 762 763 764 765 766 767 768 769 770 771 772 773 774 775 776 777 778 779 780 781
175
makan kamu..gitu aja. Istilahnya kan mau saya pukul mau saya bacok mau saya (tertawa)..anak gue (AT B/c/110). Tapi kan sekarang sudah ada undang-undangannya kalo anak harus diperilaku yang baik yang bijak..kan begitu. Tapi saya nggak sampe kesitu. Kan udah ada undang-undangnya. Nanti kalo saya pukul saya apa gitu..anak saya udah berani gini kok..ibu menganiaya. Sekarang sudah ada undang-undang. Jangan seenak-enaknya kamu ya. Makanya kalo sudah tau begitu jangan bikin naik darah ibu kamu, saya bilang gitu (tertawa) (AT B/c/111). Ketawa aja dianya juga. Pukul saya pukul beneran kalo kamu cari masalah. Ya bener kamu memang ada undang-undangnya tapi jangan sekurang ajar antara anak sama ibu..saya bilang gitu (tertawa). Ketawa aja dianya. Kemarin dia juga bilang..bu aku kepingin ikut nyanyi begini..begini. Trus..aku tak ikut ya. Aku kan gitu pingin liat bener apa nggak. Aku nggak tau bu..masak boleh ibunya ikut (AT B/c/112). Aku ikutnya kan pinginnya liat apa dia...tau suaranya kayak apa gitu anakku bagaimana. Nggak tau sekarang nggak ada beritanya. Dia cuma diem aja (tertawa). Katanya ke Solo mau bikin band, anak band. Saya dukung-dukung aja. Tak ikut ya..aku ikut. Bukan berarti saya mempermasalahkan ato pingin gini-gini nggak. Saya pingin tau anakku berarti ada bakatnya kedunia musik atau bagaimana. Malah saya tu kepingin anak saya tu maunya kayak apa. Cuma anak saya itu masih malu-malu..masih apa. Apa kamu ini aja..ikut pragawan tu..anak kecil laki-laki masih bisa kok, kenapa kamu nggak. Padahal kalo dipikir cakepan kamu lho..aku bilang gitu. Dia aja jelek kamu, dia brani kok kamu nggak. Kan aku anak laki. Dia anak laki..ibu pikir cakepan kamu. Diem aja dianya. Kamu bener-bener kelewatan (tertawa). Susah anakku itu orangnya..nggak ngerti. Klo disuruh ikut bapaknya dia nggak mau (AT B/c/113) . P: peneliti bercerita tentang pengalamannya menjadi guru les tapi ceritanya dipotong subjek S: segini anakku tu.(menunjukkan foto anaknya) P: kok tinggi ya... S: tinggi...ya begini anak saya. Anak saya bilang gini..gaul gak bu..gaul gak? Dia kan pingin dandanya begini begini dianya. P: ya anak SMP memang ini sih..lagi jamannya pake jamper. S: ya iya. Ini kan jaket saya..ama dia diambil. Baju saya, celana saya sama dia diambil sama dia semua. Aduh...ya ampuun (tertawa). Bener ini. Bu jaketnya buat aku aja ya..diambilnya sama dia..gaya gayaan. Trus ibunya disuruh telanjang? Aku bilang gitu. Aku bilang gini..malah lebih parahan kamu dari pada anakku cewek. Ini suami saya yang pertama kali kena kayak gini tu(menujukkan foto)..herpes. P: herpes dimana itu bu? S: pertama kali kena ini..herpes. P: banyak banget ya? S: iya..pas kena HIV kena ini. Sekarang dia agak mendingan dibelakangnya (AT B/c/114). Kalo orang bilang semacam kelenjar putih disini. Itu kan biasanya kan udah kena kayak HIV tu...kayak si
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
782 783 784 785 786 787 788 789 790 791 792 793 794 795 796 797 798 799 800 801 802 803 804 805 806 807 808 809 810 811 812 813 814 815 816 817 818 819 820 821 822 823 824 825 826 827
176
Olga..kelenjar putih di sini itu pasti kena cuma dia ditutup-tutupin aja gitu dianya. Anakku ini cakep. Banyak tingkah sekarang anakku itu......Imut dia (AT B/c/115)). P: mukanya agak badung sih (tertawa) S: makanya saya bilang gini..itu aja dia masih cakepan kamu lho. Cakepan kamu dibanding anak itu. Apa kamu nggak berani..aku gitu aja. Anaknya pemalu, nggak PD an dia. Saya dorong-dorong dia..ikutlah..ikutlah..ku bilang gitu. Nggak mau..nggak mau. Padahal aku beroptimis..ayooo...ayooo kesana...moh...moh. dia ada dorongan dari ibunya. P: tapi kalo dia belajar gampang menangkep pelajaran nggak sih bu? S: Cuma sebentar doang. Cuma dari jam sekian sampe jam sekian. Kamu tu belajar apa? Jawabannya belajar ini..udah belajar kok. Orang aku udah belajar sepaneng-sepaneng malah ntar pelajarannya nggak masuk..dia bilang gitu. Kurang ajar banget nggak kayak gitu (AT B/c/116). Ni..gayagayanya kayak gini ni (memperlihatkan foto). Cakep lho. P: masih sering kontak sama bapaknya? S: nggak. Nggak mau dia. Dulu pernah sama bapaknya dibohongin. Waah..ayah ternyata bohongin aku bu..gini..gini. Terserah..itu hak kamu (AT B/c/117). Lha terus kamu gimana..mau ikut sama ayah apa mau sama ibu? Dah aku ikut sama ibu aja. Terserah..aku bilang gitu (tertawa). Mau dipaksa namanya dia mau ikut sama ibunya mau gimana lagi. Susah. Ya itu tadi..kalo kamu macem-macem liat aja (AT B/c/118). P: keras ibu. S: keras saya emang. Malah kakak saya nyuruhnya..dah dia dipondokin aja..di pondok pesantren aja. Klo dipondokin pun sama..namanya anak sekarang dipondokin. Ntar keluar dari pondok ya brutal. P: biasanya kalo dia terpaksa masuk, kluarnya malah... S: (memotong perkataan pewawancara) brontak nanti jiwanya..dia nggak sesuai dengan keinginannya (AT B/c/119). Tapi aku tu respon dari wajahnya..sekiranya saya memaksakan..kamu mau nggak ini? Aku tu bisa menilai dari raut wajahnya dia. Udah sana..kalo dipaksa gitu kan. Disuruh dia mau, tapi terpaksa gitu ketahuan dari wajahnya dia nggak nyenengin gitu..ketahuan anaknya. Cemberut gitu. Udah deh nggk usah..nggak usah..aku gitu. Beda dengan anak yang..yeeeeess!! hore!!! Pasti dia kan seneng, hepi...kemauan dia. Terus..mau ya..udah sana. Mau dia tapi kan..kita kan jadi merasa bersalahkan kayaknya memaksa terhadap si anak. Paksa-paksain percuma kalo dia nggak mau..mau diapain lagi (AT B/c/120). P: peneliti menceritakan pengalamannya saat menjalani mata kuliah psikologi pendidikan tentang motivasi belajar. S: bingung saya pingin ngelesin. Kadang nggak sesuai dengan mata pelajarannya dia, nggak sesuai dengan jam pelajarannya dia. Jadi tempuk. Jadi kalo saya lesin jam segini dia pulang sekolahnya jam segini. Jadi kan perjalanannya..perjalanannya dari les sampe ini kan udah habis..belum macet. Sebenernya kepingin ngelesin dia gitu lho. P: pewawancara menjelaskan pengetahuannya yang dia ketahui mengenai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
828 829 830 831 832 833 834 835 836 837 838 839 840 841 842 843 844 845 846 847 848 849 850 851 852 853 854 855 856 857 858 859 860 861 862 863 864 865 866 867 868 869 870 871 872 873
177
motivasi belajar kepada subjek. S: nggak ada yang nggak sulit selagi kamu nggak berusaha semaksimal mungkin. Diem aja dia. Emang kamu pikir sekolah kayak begitu gampang apa? Sekarang gini aja..kalo kamu kepingin gratis, kepingin kamu bisa ini ilmu kamu dapet lebih bagus ya kamu harusnya mikir..oyaya..supaya..ato orang bilang sekarang itu gimana ya..pengalaman sama yang berilmu lebih bagus mana, lebih mahal mana harganya, aku bilang gitu. Kalo toh kamu memang bertitle tinggi tapi kamu nggak punya pengalaman hayo..sama aja kan. Tapi kalo kamu bisa menyikapi kamu bisa punya hasil dua-duanya..so why (tertawa), aku bilang gitu? Kenapa nggak? Kamu bisa punya pengalaman, kamu punya ilmu, kamu punya titile, itu kamu berhasil, suks...aku bilang gitu. Iyaya..ho’o.. trus ibu kenapa nggak jadi sarana? Itu lain lagi (tertawa) aku bilang gitu. Anakku tu banyak omong (tertawa). Sulit e ternyata jadi ibu itu. Jadi orang tua itu ternyata sulit. Tapi ya itu tadi ...beresiko tinggi memang (AT B/c/121). Tapi orang yang ini..berpikirannya begini..bagaimana...pikiranya sudah kenegatif kan. Bisa nggak ya dia sama saya. Tapi aku patok pedoman saya, saya jalanin aja. Kalo misalnya nggak cocok ya sudah..gitu aja. Saya jalankan. Terkadang dalam hidup saya susah sepahit apapun, kepuruk apapun, saya itu kadang lupa kayak apa kebelakangnya itu kayak gimana...saya malah lupa. Saya liatnya kedepan supaya berhasil. Gitu aja (AT B/c/122). P: pewawancara menceritakan pengalamannya mengelesi anak yang IQ dibawah rata-rata dan learned helplessness. S: berarti kan dia tidak ada dorongan. Kalo saya gini..dulu saya ngajari anak saya...nggak bisa..lagi dibaca..saya gituin. Bu ini bacanya apa. Dibaca lagi! Gitu kalo saya. Sampe dia bisa. Sulit e.. Dibaca!! Nah kalo memang misalkan dia nggak bisa sama sekali baru saya kasih gini..gini..dah. Trus nanti saya terangin. Bu kok ini? Bisa ketemu kayak gini dari mana? Saya suruh cari di bukunya gitu kan..dirangkuman itu saya cari. Saya suruh cari, saya suruh baca. Kamu buka-buka apa yang kamu pelajari tadi..ada nggak. Kalo nggak ada di situ, nggak ada di rangkuman..kamu tanya ke sekolahan. Simple kan. Kenapa kamu pusing-pusing, aku gitu aja. Orang kamu sekolah itu harusnya kamu menyimak. Berarti kamu yang nggak menyimak. Aku gituin. Berarti kamunya yang kurang ajar. Anak saya memang kayak gitu. Kadang saya juga jengkel (AT B/c/123). Itu sih kalo tadi yang kamu bilang anakmu itu kayak gitu..nggak bisa saya bu..saya nggak mau...karena kurang dorongan dari orang tuanya. Orang tuanya terlalu egois, nggak mau tau anaknya berhasil. Mungkin dia pikirannya gini..buat apa anak saya..saya pinter-pinterin aku aja istilahnya inilah ya berpendidikan rendah, IQ rendah lah. Aku aja sampe kesini anakku harus sama seperti saya..harusnya kan seperti itu. Tapi orang tua kayak begitu orang tua yang picik gitu. Dia tidak bisa membanggakan anaknya. Lain dengan saya, kalo saya itukan supaya anak saya berhasil, jangan seperti saya, kalo bisa diatas saya kan..aku gitu (AT B/c/124). Malah dulu anak saya itu umur 3 tahun sudah saya berusaha menulis, mengenal huruf. Huruf A kayak apa, huruf B kayak apa gitu..dia nulis nulis sendiri walaupun dia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
874 875 876 877 878 879 880 881 882 883 884 885 886 887 888 889 890 891 892 893 894 895 896 897 898 899 900 901 902 903 904 905 906 907 908 909 910 911 912 913 914 915 916 917 918 919
178
bacanya belum terlalu pinter, belum lancar. Dari dulu dia saya masukin itu ke TPA. Dulu gimana sakit hatinya saya berusaha maksimal mungkin supaya anak saya bisa mengenal tentang agama dan mengenal tentang mata pelajaran, itu aja prinsip saya. Tapi itu tadi..alhamdulilah agak lumayan meskipun dia sedikit labil, nyepelein..gitu aja dia. Tapi kalo saya ngliatin anak orang berhasil, pinter kayak gitu, saya suka iri. Anak itu kok pinter begini..begini..anakku kok nggak bisa. Aku tu kurangnya apa, kayak gitu saya..irinya ke situ (AT B/c/125). Kok anak saya susah gitu lho..maunya apa, gitu lho..saya nggak ngerti (AT B/c/126). Anakku sulit orangnya itu. Kalo disuruh itu..klo nggak kemauannya dia. Padahal dianya..bu aku pingin.. saya turutin dia mau kemana. Mau menjelang ulangan, mau menjelang apa gitu dia saya ajak refreshing, jalan-jalan ke mal, ke pantai lah supaya dia itu fresh itunya..biar dia nggak terlalu tegang. Hasilnya sama aja, nggak ada menonjol, jeblog. Kurang apa saya coba?(AT B/c127) P: mungkin bakatnya nggak di pelajaran. S: lha bakatnya di apa coba? P: nah itu yang harus dicari S: bakatnya maen? Makanya saya tanya..kamu tu lulus SD..saya tanya sekali lagi..kamu tu mau sekolah apa nggak? Saya gituin. Aku mau sekolah bu. Aku pingin pinter (AT B/c/128). Trus kamu tu klo pingin sekolah, kepingin pinter..hasil kamu semacam kayak gini puas nggak? Aku tanya gitu kan. Diem aja dianya (AT B/c/129). Ibu tu nggak mau doain. Lho..kenapa kamu protes saya harus berdoa? (suara meninggi) Toh kalo saya berdoa kamu sendiri nggak belajar apa terus bisa hasilnya sama? Bisa puas? Berdoa sambil belajar..aku bilang gitu. Aku berdoa kamu nggak belajar sama aja, percuma (AT B/c/130). Diem aja dia. Sekarang..aah..kemarin saya tanya gini..liat aja kamu ya..nanti kamu sekolah nggak naik jangan bikin malu saya kamu. Apa kamu nggak malu? Saya gituin. Kalo kamu nggak naik sekolah apa kamu nggak malu? Jangan bikin malu saya kamu (AT B/c/131). Dia kayaknya merasa bersalah apa bagaimana kayak gitu. Saya tanya lagi..kira-kira kamu naik nggak? Ya doain bu biar naik. Lho..kok doain. Orang kamu belajarnya aja kayak gitu kok pake tanya doain (suara meninggi). Kira-kira naik nggak? Aku tanya gitu aja. Dia apa-apa sudah saya turutin tapi kayaknya dia nyepelein (AT B/c/132). Aku kurang apa? Udah tanggung jawab tapi kamu sendiri nggak tanggung jawab. Ibu tu nggak tanggung jawab. Lho..kok kamu bisa bilang nggak tanggung jawab? Aku sudah memenuhi tanggung jawabku (AT B/c/133). Kamu aja nggak ada tanggung jawabnya. Kamu nggak punya rasa disiplin kok. Kamu sendiri nggak punya rasa menghargai orang tua..tak gituin (AT B/c/134). Coba kalo kamu..aku sudah nurutin kamu gini..gini.. berusaha walaupun saya sampe nabrak sana nabrak sini cari uang supaya kamu bisa sekolah supaya kamu bisa mengikuti pelajaran, tapi hasilnya mana, hasilnya kamu? Bisa bikin saya puas nggak? Diem aja dianya juga (AT B/c/135). Saya kurang apa saya? Sudah kurang apa sebagai orang tua? Sudah tak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
920 921 922 923 924 925 926 927 928 929 930 931 932 933 934 935 936 937 938 939 940 941 942 943 944 945 946 947 948 949 950 951 952 953 954 955 956 957 958 959 960 960 961 962 963 964
179
jelasin, udah saya didik, sudah saya tutun..kurang apa? Memang anak sayanya aja yang itu (AT B/c/136). P: agak susah ya.. S: susah memang anak saya itu. Sulit..aku sampe bingung. Kadangkadang anak saya maunya apa..aku sendiri juga nggak tau. Saya tanyain..dia jawabannya diem (AT B/c/137).kadang kalo saya ini..nangis. Saya tanya malah nangis. Bukannya jawaban malah tangisan. Trus apa kalo ditanyaain kalo udah nangis kayak gitu apa udah selesai? Maunya apa kamu sekarang? Bukan jawaban..nangis dia itu (ditekankan). Kalo udah nangis trus..apa tu namanya orang akan langsung terluluh, trus akan merasa kasihan. Senjatamu kan kayak gitu. Dia senjatanya gitu..nangis..padahal laki itu. Coba..terangin bagaimana? Apa dia merasa terbebani? Apa dia merasa takut? P: mungkin bu. S: aku sendiri nggak ngerti. Padahal saya cuma tanya. Takut dia merasa kalo saya ambil kesimpulan mungkin merasa dia salah..mungkin juga bisa. Mungkin dia merasa nggak mampu bagaimana..dia ketakutan gitu dia. Dia kan kalo dah ketakutan tu respek dari wajahnya tu ketahuan. Bu..ini begini ini begini...anak ini sudah ketakutan ini (tertawa). Nggak berani ni anak satu ini. Kalo sudah disuruh kesini ke sekolahnya..kesini..kalo dia ngomong sambil begini begini ya wis. Tangannya digini-giniin (menirukan gerakan tangan anaknya)...dia sudah ketakutan. Di sekolahan ya udah..aku yang maju. Anak ini gimana sih maunya..sampe pusing aku. Beneran aku satu... ngeyel’e melebihi anak satu..dah gitu aja. Sampe orang bilang..anakmu cuma satu aja kok susah banget to hidupmu tu. Lhoo..kamu nggak ngrasain sih. Aku milih anak 10 dibanding anak 1..aku bilang gitu. Anak satu ngeyel’e lebih dari anak 10 kok. Kamu jangan nyalahin, jangan salah. Anak satu memang..anak satu aja kok hidupnya susah..orang kan pikirannya gitu. Kalo aku bisa milih ya milih anaku 10 (AT B/c/138). P: tapi nggak bandel... S: tapi nggak bandel. Cuma karena anak 1 bandelnya lebih dari anak 10..gitu aja. Cuma karena Yang di Atas ngasihnya cuma 1 ya mau gimana lagi..ya kan. Sulit memang orangnya tu. Kalo kemungkinan kalo saya sih...mungkin dia bosan, dia nggak ada teman untuk curhat apa gimana. Dia merasa...kan anak tunggal..jenuh kan jadinya dia. Nggak ada temen, nggak ada adek dianya kan (tertawa). Mungkin itu. Oohhh..sudahlah (menghela napas). P: menjelaskan pada subjek bahwa subjek menganggap anak sebagai orang dewasa, padahal anak masih SMP. S: iya memang. Harusnya kan...maksud saya mandiri lah..gitu lho. Harus mandiri tanpa harus orang tua yang maju..gitu lho. Ya..kan usia semacam kayak dia itu kan memang boleh dia saya kasih..ok anak-anak ya... nggak papa kan memang gitu..wajar saya..tapi nggak terus..sekarang umur kamu berapa? Aku kan gitu. Usia seperti kayak kamu itu harusnya stop cara bermainnya seperti kayak anak-anak TK gitu. Kamu kurangi...aku bilang gitu (AT B/c/139). Aku nggak menyuruh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
965 966 967 968 969 970 971 972 973 974 975 976 977 978 979 980 981 982 983 984 985 986 987 988 989 990 991 992 993 994 995 996 997 998 999 1000 1001 1002 1003 1004 1005 1006 1007 1008 1009 1010
180
dia harus berpikiran dewasa..harus bagaimana..nggak. Maksud saya tanggung jawab dianya sebagai anak..gitu aja. Nggak harus berpikiran dewasa gitu nggak. Tanggung jawab dia sebagai anak sebagai murid (AT B/c/140). Dah gitu aja kalo saya..tidak ditonjolkan..cuma itu. Kalo dia mau berpikiran dewasa, mau berpikiran apa itu urusannya dia..kalo saya kan gitu orangnya. Nggak..nggak harus kamu harus begini harus begini nggak aku. Itu hak asasi kamu (AT B/c/141). Cuma yang aku nggak senengnya dia tu kalo saya tanyain itu bukan jawaban tapi hanya air mata..gitu lho. Air mata nangis. Trus kalo kamu udah nangis kayak gitu trus aku merasa kasihan..malah saya tampar kamu, saya gituin. Bukan jawaban itu. Trus kalo sudah saya tampar..wowowowo (menirukan gumaman anak) nah..bersuara..seakan-akan aku yang mukulin. Kan bikin naik darah kayak gitu. Coba kamu kalo kayak gitu kayak apa coba. Trus nanti kalo saya marahin..trus dibela dengan ibu saya. Lantas trus kalo anak saya pas nakal, pas saya apa, bagaimana gitu kan..ibu saya nglaporin..anak kamu tu begini begini. Kamu sebagai ibunya nggak bisa ngasih tau anak..begini begini..coba.. kurang apa saya? Trus saya tanya lagi...lho..kenapa waktu kalo saya marahin kenapa anakku dibela (suara keras). Jadi seakan-akan dia minta perlindungan kalo saya marahin dia minta perlindungan sama eyang (kata eyang ditekankan). Saya lapor ke eyang....dia yang gini gini. Nah..otomatis kan dilindungin. Mau saya itu kalo anak saya saya marahi ibu saya nggak usah ikut campur. Sekarang suami saya gitu, kalo anak saya saya marahin gini gini, saya pukuin, saya apa..suami saya ngebelain. Posisi saya jadi serba salah gitu lho. Jadi anak semakin ngelunjak (AT B/c/142). Tuuh. Kalo kamu nyikapinya bagaimana coba..kalo sebagai psikolog. P: pewawancara memberikan pendangannya mengenai bagaimana mencari tahu minat anak. Pewawancara juga memberikan opini bahwa sistem pendidikan di Indonesia terlalu berat untuk kanak-anak. S: iya. Sekarang itu segala-segalanya lain (tentang kurikulum sekolah)...kasian. Justru saya menyarankan dia itu..maunya saya..anak saya itu seringkali bermain ketimbang istirahat..gitu lho. P: dia pulang sekolah jam berapa? S: kadang setengah 2 kadang jam 1 ato jam 2, belum ekstra lagi. Tidurlah..tidur sejenak setengah jam bagaimana. Mauku gitu. Kalo dia malah nggak. Kamu kan sudah..disekolahan kamu sudah bermain to. Apa badan kamu tu nggak capek? Aku cuma gitu aja. Apa kamu ini tu nggak capek? Bukan masalah aku ngelarang kamu nggak boleh main. Badanmu..aku bilang gitu (AT B/c/143). Apa kamu udah..kurang puas kamu bermain di sekolahan? Oke aku nggak.. kamu boleh sama tementemen kamu begini begini..tapi rileks lah sejenak. Ayam aja bisa rileks apa lagi manusia..aku bilang gitu aja. Susah dianya itu..nggak mau. Malah..tapi kalo dia udah tidur dibangunin susah bangunnya..gitu dianya (tertawa). Dibangunin kayak apa..bangun tidur lagi bangun tidur lagi. Tapi kalo udah digini giniin tidur lagi dianya. Susah dia orangnya. Makanya aku tu kadang..aduh kasian banget anak itu..kalo capek..kecapekkan banget trus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1011 1012 1013 1014 1015 1016 1017 1018 1019 1020 1021 1022 1023 1024 1025 1026 1027 1028 1029 1030 1031 1032 1033 1034 1035 1036 1037 1038 1039 1040 1041 1042 1043 1044 1045 1046 1047 1048 1049 1050 1051 1052 1053 1054 1055 1056
181
sakit. P: mungkin dia belum bisa ngerasain dia capek itu bu. S: karna dia sendiri pernah ngalamin. Sekarang saya tanya kamu.. S: (topik baru) badan sakit-sakit semua kalo saya minum ARV kan fisik saya tu baik-baik aja. Ini ae..sakit semua badanku. Aduh..aku udah terasa badanku ngrasain. Minum obat..pertama minum pertama kali terasa sakit badanku. Aku harus minum ini..kalo nggak minum aku malah tambah down ini..sekarang sakit e (AT B/c/144). Trus kata temenku kamu konsul aja dulu sama dokter. Konsul apa? Ya apa tentang yang kamu derita, sakit kamu. Tulang..siniku sakit. Harusnya kan aku operasi juga. P: operasi apa ibu? S: abeien. P: ooooo... S: udah keluar itunya. Tapi kalo aku setres kalo aku capek gitu..buat duduk sakit. Capek stres. Pikirannku udah nggak karu-karuan. Capek tenaga, capek ngurusin anak, capek ngurusin suami (AT B/c/145). Suami saya juga bandel itu. Disuruh minum obat juga susah. Ya ampuuuun. Orang aku udah nyuruhnya baik-baik udah apa gimana..masih kuraaang aja saya. Suamiku tu susah orangnya (AT B/c/146). P: lha ibu bagaimana dulu bisa ketemu suami yang kedua? S: dari temenku, dikenalin. Kan dulu sama-sama kerja. Ya saya pikir orangnya..ya kan aku juga nggak tau...kalo orang masih pacaran nggak mau kan dia mengakui statusnya. Nggak mau..apalagi kalo udah..begitu tau..kaget saya (AT B/a/12). P: oo..berarti sebelumnya dia, sebelum menikah udah tau kena HIV atau gimana suaminya ibu itu? S: sebenernya..tapi kan waktu pas dia bilang gini..waktu pas dia kena HIV itu kan dia nggak tau. Tapi pas sipilis dia dulu katanya pernah..gitu lho. Dia ngomong. Itu kan awal dari kamu kena HIV itu kan dari sipilis..aku ngomong. Itu kamu sudah kena aslinya. Cuma kamu tu nggak mau menyikapinya (AT B/b/16). Kamu kan orangnya..e...dia tu percaya dengan jamu-jamu jawa. Tap kalo minum obat dari dokter dia itu nggak begitu respek banget. Maunya dia tu disuntik langsung sembuh. Orang sakit kayak gitu diliat dari jenis penyakitnya..nggak asal main suntik (AT B/b/17). Kalo dokter pun juga mikir..biar pun kamu bayar mahal kalo kamu penyakitnya kamu kayak apa nanti jadi masalah lagi. Nanti bukannya sembuh..melayang nyawamu..iya kan. Contohnya aja udah banyak sampe suntik-suntik segala. Sekarang aku bilang gini sama dia..sekarang saya tanya..apa dokter sama jamu dari kulit kamu sekarang ini kamu bisa ngrasain, kamu bisa ngebedain kayak apa dari pertama saya liat kulit kamu sampe sekarang. Kulit kamu agak mendingan. Agak nipislah gatel-gatelnya meskipun kamu gatel-gatel gitu kan. Karena apa gatelgatelnya..ternyata bukan dari alergi dari makanan. Ternyata kamu gatelgatel dari penyakit apa namanya..e...kerjaan kantor kamu. Temenku ini kurang kerjaan..liatin ini..distempel (memperlihatkan bekas stempel
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1057 1058 1059 1060 1051 1052 1053 1054 1055 1056 1057 1058 1059 1060 1061 1062 1063 1064 1065 1066 1067 1068 1069 1070 1071 1072 1073 1074 1075 1076 1077 1078 1079 1080 1081 1082 1083 1084 1085 1086 1087 1088 1089 1090 1091 1092
182
ditangannya). Kurang ajar memang. P: tadi saya kira tato S: ini bukan tato. Tadi saya lagi nulis-nulis distepel. Kirain nggak kena. Wooo..kurang ajar memang (tersenyum)
WAWANCARA 2 P: (mengingatkan subjek mengenai jawaban yang subjek berikan diwawancara sebelumnya) jadi saya belum mendapat gambaran jelas..gambaran kehidupan ibu sebelum mengetahui tertular HIV seperti apa sih? S: waktu pas belum kena apa...waktu pas belum kena gambaran hidup saya kan enjoy, santai..ya di..di..apa namanya..dijalanin aja gitu..tidak ada merasakan sakit apa-apa. Tapi yang tadinya gemuk, segar..tiba-tiba trus abis badannya..itu. P: terus kalau dalam pekerjaan? S: waktu pas belum kena itu dalam hal pekerjaan biasa-biasa aja. Tapi setelah kena ada yang sakit..sering nyeri di dada, terasa tangan pada kesemutan, trus kepala pusing, pening. Lemah badannya itu. Itu aja yang dirasakan (AT B/a13). P: kalo hubungan dengan e..apa..orang lain sebelum kena itu hubungannya seperti apa sih, berelasi dengan orang lain gitu? S: biasa-biasa aja. Berelasi dengan orang lain sebelum kena ya sewajarnya seperti kita kalo yang namanya..ya kita kan namanya orang nggak tau. Sampai diketahui, sampai disadari setelah orangnya kena si penderita HIV itu dia tidak sadar..tidak disangka..apa..nggak diketahui lah pokoknya. Biasa aja. Tapi setelah tau itu ya....udah deh (suara mengecil)(AT B/a/14). P: lalu..kalo ibu menggambarkan diri ibu dulu seperti apa sih sebelum kena? Memandang diri ibu seperti apa sih sebelum kena? S: tadi kan sudah saya jelaskan...hepi ending..(tertawa) P: oooo gitu..o...soalnya dibayangan saya ibu menggambarkan diri ibu seperti apa..trus ibu memanang diri ibu mungkin aku tu dulu orangnya..e..percaya diri S: iya..hepi ending..percaya diri juga gitu kan. Tapi itu kan sebelum kena. Tidak dirasakan ngeluh-ngeluh apa-apa. Ya nggak ngrasa apa-apa gitu. Enjoy gitu waktu belum kena. Setelah kena, dampak-dampak, hambatanhambatan penyakitnya segala macem penyakit itu dia datang. Ya keluhannya macem-macem...kepala..trus kesemutan, sering..kondisi tubuh kita ini lemah..gitu aja (AT B/a/15). Trus gampang marah, emosi. Biasanya nggak begitu marah jadi marah gitu kan karena pengaruh dari obat ARVnya itu (AT B/c/16). Jadi terasosiasi dengan seluruh tubuh si ODHAnya itu karena CD-4 nya itu kan kadang belum tentu mereka akan menyatu. Sel-sel darahnya kan suka dia menyebar kemana-mana itu lho. Misalnya kalo si ODHA itu kena trus dia nggak minum obat sekali..virus ini akan terus menumbuh...menjalar semakin banyak. Kalo dia tetep
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1093 1094 1095 1096 1097 1098 1099 1100 1101 1102 1103 1104 1105 1106 1107 1108 1109 1110 1111 1112 1113 1114 1115 1116 1117 1118 1119 1120 1121 1122 1123 1124 1125 1126 1127 1128 1129 1130 1131 1132 1133 1134 1135 1136 1137 1138
183
minum ARV si virus itu akan terus..yang namanya HIV itu pengobatannya itu belum ada yang jelas. Makanya dia bilangin harus minum seumur hidup karena kalo kita terus minum ARV dia itu mati tapi belum tentu mati. Dia hanya tidur sementara. Kalo kita mengkonsumsi terus ARV itu dia tidur. Tapi kalo kita berhenti, dia akan menggerogoti kita lagi. Lama-lama dia akan mati tapi bukan langsung dinyatakan yeeess..aku menang gitu nggak. Virus itu kan ganas menggerogoti sel-sel tubuh. Makanya sebenarnya saya takut (AT B/a/17). Saya gini..sering sakit di sini..kesemutan, sakit-sakit di sini (memegang tangan dan kaki), sakit di kepala. Si penyerang ARV ku ini lagi menggerogoti. Memang saya rasain...aduh.. sakitnya kok nggak sembuhsembuh sih. Yang rasain sakit kan saya..orang lain belum tentu sakit, belum tentu dia ngrasain. Dia liatnya kan seperti dia sehat. Padahal hancur. Badan kita ini.. gitu aja dari saya (AT B/a/18). Saya juga suka ngeluh sakit di sini, sakit di sini kan itu karena apa dok.. kan saya sering tanya. Tulang-tulang kok bisa sakit. Itu kan kata dokter hanya pengaruh dari ARV (AT B/a/19). Tapi apa karena dari faktor usia atau faktor dari obat apa dari penyakit saya...apa mungkin... Ya nggak mungkin dok dengan faktor kayak gitu. Apa karena faktor dari obat? Aku bilang gitu kan. Doktenya cuma diem aja gitu kan. Ya udah nanti saya akan..mungkin obatnya itu mau dikurangi atau dilebihin dosisnya saya juga nggak tau. Tapi obat saya kan masih. ARV belum habis. P: dan itu baru sekali dikasih dan belum habis sampe sekarang? S: belum habis. Itu katanya sekarang ada penemuan obat baru lagi. Ntar apalagi menjelang lebaran..apa..puasa...yang tadinya 3 obat sekarang jadi satu..jadi sekali minum. P: ooo.. S: itu. Satu tablet tapi komposisinya 3 jadi sekali minum. Biasanya kan harusnya 2 pagi dan malam. Sekarang minumnya satu kali aja menjelang buka puasa. Jadi kalo pas sahur nggak perlu minum lagi. P: itu lebih meringankan bu. S: ya iya. Makanya yang jadi beban berat kan itu (AT B/c/147).Saya tu baru tau dari puskesmas kemarin. Enak dong pak kalo gitu..ya iya. Tapi kan jam-jamnya itu? Ya kan sudah terkumpul disitu, dosisnya sudah terkumpul disitu. P: jadi mungkin dosis dua duanya dimasukin ke satu tablet. S: kan gini. Misalnya kita mau puasa apa..minum obat..malam kan. Nanti jam 7 pagi pun minum obat. Jam 7 itu kan kita puasa. Kan kita jam 7 malam udah minum..masak habis sahur kita minum..kan nggak mungkin. Jangkanya kan terlalu ini banget...sulit (AT B/c/148). Apalagi? P: kalo yang ini bu..kalo ibu kan menggambarkan diri ibu setelah tertular HIV seperti daging busuk gitu kan bu. Nah..ibu melihat kehidupan ibu sekarang itu seperti apa sih bu? Kalo nggambarkan kehidupannya ibu sekarang. S: menggambarkan kehidupan saya ya saya jalanin aja. Maksudnya yang bagaimana?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1139 1140 1141 1142 1143 1144 1145 1146 1147 1148 1149 1150 1151 1152 1153 1154 1155 1156 1157 1158 1159 1160 1161 1162 1163 1164 1165 1166 1167 1168 1169 1170 1171 1172 1173 1174 1175 1176 1177 1178 1179 1180 1181 1182 1183 1184
184
P: mungkin hidupnya lebih e...menyenangkan atau tidak menyenangkan atau rasanya lebih berat atau biasa aja. S: biasa aja (langsung menyahut). Kalo dibilang berat apa yang diberatin? Sedih..apa yang disedihkan. Orang penyakitnya kayak gini. Biasa aja (AT B/c/149). Cuman ya itu tadi yang saya rasakan..o..begini ya rasanya kalo orang nggak minum obat..setelah minum obat kok begini. Nggak jadi sehat, jadi begini (AT B/c/150). Gitu aja saya. Kalo waktu pas saya down downnya, turun turunnya itu saya karena saya juga belajar untuk tidak mematuhi minum obat. Karena dulu saya pernah waktu sebelum minum obat itu mudah putus asa. Tapi terus saya ngerasa..ya udahlah. Akhirnya saya dikasih penjelasan kamu harusnya begini-begini, diberi suport teman-teman supaya begini begini. Harus tenang. Yang sakit itu nggak cuma kamu aja (kata aja diberi penekanan), yang lain juga kena, saya kena. Yang lain bisa bertahan hidup, kenapa kamu nggak...digitun. Iyaya.. Iyaaa..gitu (AT B/c/151). Contohnya aja yang tadinya suami saya yang loyo yang orang mudah iniini..apa..tidur, mudah lemas itu kan. Saya kasih suport, saya kasih semangat. Sekarang suami saya sudah agak mendingan (AT B/c/152). Saya memang sekarang itu mungkin faktor dari hormon kali ya..hormon seorang wanita kan biasa kalo orang mau menstruasi biasa emosi...menjalani hidup kita juga emosi. Kehidupan saya yang sehari-hari, yang dulu sama yang sekarang biasa-biasa aja gitu saya, saya anggap..tidak ada kendala, tidak ada masalah, seperti itu. P: kalo sebelum dulu ibu didiagnosis itu ibu ada konseling gitu nggak sih? Ada pendampingan gitu.. S: belum saya. Belum..belum dikonseling saya.. P: oo...jadi ketika e..biasanya kan ooo...kalo ketahuan suaminya trus nanti ditanyaain apa.. S: (memutus perkataan pewawancara) itu kan konseling kan hanya untuk saran (AT B/b/18). P: berarti waktu itu ibu dikasih tau nanti kemungkinan penyakit anda penyakitnya seperti ini. Nanti anda harus....yang harus anda hadapi seperti ini..gitu..dari pihak rumah sakit? S: dari pihak rumah sakit saya belum..belum dikasih konseling. Tapi waktu dari pihak puskesmas sudah diitu. Untuk sementara ini belum dikonseling saya. Waktu pas dikasih tau yang kemarin itu kan saya sudah crita..kamu kena ini, suami kamu kena ini, kamu harus sabar, kamu harus percaya diri, jangan putus asa, jangan cepat..ya itu tadi..menyerah (sambil mengepal, memukul tangan, dan tersenyum)..gitu. Segala yang terjadi..sakit, mati, itu cobaan buat kamu. Jadi kamu jangan yang diterima hanya sekedar enaknya aja tapi kamu tidak mau menerima kepahitan dari yang di Atas..peyakit..itu bilangnya. Ya semua orang nggak kepingin sih kena penyakit kayak gini. Tapi ya mau gimana lagi. Kalo udah dikasih yang di Atas. Itu aja yang saya dikasih tau dari puskesmas. P: kalo menurut ibu ARV itu membantu nggak sih? S: membantu. Membantu kita memang tetapi kan kalo kita nggak minum
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1185 1186 1187 1188 1189 1190 1191 1192 1193 1194 1195 1196 1197 1198 1199 1200 1201 1202 1203 1204 1205 1206 1207 1208 1209 1210 1211 1212 1213 1214 1215 1216 1217 1218 1219 1220 1221 1222 1223 1224 1225 1226 1227 1228 1229 1230
185
ARV..soalnya saya sendiri juga udah melihat..ARV itu kan hanya untuk meringankan..belum sampe AIDS lho. Klo kita sudah sampe stadium ke 3 atau 4, mereka kan sudah sampe parah sekali. ARV itu kan baru level ke 1 dan level ke 2. Itu kan membantu sekali. Kalo si penderita sudah sampe AIDS, kita kan harus untuk bertahan untuk selalu mengkonsumi ARV supaya tidak sampe begitu parah. Hanya meringankan. Kalo untuk sembuh total sih ya enggak, meringankan...gitu aja (AT B/c/153). P: dah..sudah cukup. S: sudah cukup? (tersenyum). Nggak ada lagi yang ketinggalan? P: semoga. Kayaknya sudah nggak ada bu. S: udah. Kayaknya kemarin sudah dijelasin semua. P: saya sih ini merasa ada yang..mungkin menurut ibu sudah jelas gambaran ibu seperti itu. Tapi menurut saya masih bisa digali lagi. Ternyata jawabannya sama juga..gitu (tertawa). Jadi seperti itu. S: yaaah..kan semua orang kan beda-beda. Kalo yang ini lain klo yang ini lain. Kalo saya itu setahu saya dari saya sebelum kena ama yang sesuah kena ya..yang sebelum kena itu yang tadinya dia segar..ya dia kan sehatsehat saja, hepi ending tidak pernah punya keluhan apa. Tu sebelum kena. Gambaran yang sesudah kena dia akan..takut jugs sih takut ada juga (AT B/c/154). Tapi ada yang ngasih nasihat-nasihat tertentu seperti itu..mereka bisa menerima dan tegar (AT B/c/155). Gitu aja. Aslinya memang ooh..kenapa sih aku kok jadi kayak gini..orang tadinya saya sehat-sehat aja, trus saya jadi kena, trus dikucilkan segala macem (AT B/c/156). Memang pada dasarnya saya sih takut nggak boleh ini, nggak boleh itu (AT B/c/157). Tapi saya pasrah, pasrah sama yang di Atas. Kalo mau dikasih seperti kaya gini..ya saya rela, saya ikhlas, atas tanganmu..atas berkatmu. Rejeki dan matiku ada ditanganMu. Saya terima dengan lapang dada (AT B/c/158). Ya gitu aja. Kalo misalnya apa itu...ada yang huuu..kamu nggak mungin ginigni.. yang menjalankan kan saya bukan kamu. Badan badan saya bukan kamu. Mulut mulut saya..apa mulut kamu? Saya gitu aja. Jadi mau saya begini, mau saya begitu, kan saya yang ngrasain bukan kamu. Terserah kamu mau bilang saya apa terserah (AT B/c/159). Mereka juga udah sering menjelaskan kalo kamu putus obat itu..udah saya nggak mau tau. Klo kamu mau mati ya mati aja. Nggak..saya tu nggak mau mati..saya tetep minum obat meskipun sedikit-sedikit telat, nggak tepat waktu (tertawa) itu aja. Memang saya bandel. Suka mengabaikan minum obat. Saya males minum obat itu. Bosen minum obat. Tapi terus saya inget anak, inget suami, saya minum lagi (AT B/c/160). Gitu aja saya. Tadinya memang bukan..apa sih ya..bosen sih saya itu. Kadang saya cepet putus asa. Putus asanya tu bukan karena dari diri saya atau penyakit saya itu lho. Putus asa itu karena keadaan saya itu kayak begini. Apa dari efek obat atau bagaimana? Itu kan bisa aja. Tapi trus saya berusaha untuk melawan supaya jangan sampe menyerah (AT B/c/161). Gitu aja. Karena orang emosi itu kan menekan kekebalan tubuh dengan ini kan beda-beda unsurnya (AT B/c/162). Ada yang dari hatinya nggak nerima tapi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1231 1232 1233 1234 1235 1236 1237 1238 1239 1240 1241 1242 1243 1244 1245 1246 1247 1248 1249 1250 1251 1252 1253 1254 1255 1256 1257 1258 1259 1260 1261 1262 1263 1264 1265 1266 1267 1268 1269 1270 1271 1272 1273 1274 1275 1276
186
pikiranya mau, dari pikiranya mau tapi atinya nggak mau. Jadi nggak bisa nerima tubuh. Tubuh ini nggak bisa nerima gitu. Aku pingin sembuh tapi disini nggak mau. Di sini mau sembuh tapi di mulut nggak. Gitu aja. Kan yang dipikir dari pengaruh efek obatnya disitu. P: jadi ibu tu bingung..aku udah minum obat tapi kok sakit? Ini pengaruh apa.. S: haiya..dari itu. Mungkin karena dari obatnya itu. P: trus itu mempengaruhi ibu males minum obat nggak sih? S: awalnya memang.Tapi terus...saya bisa menjelaskan pada suami saya kamu harus minum obat..begini begini. Saya menekan terus tapi saya sendiri nggak. Nah..hati kecil saya juga gitu mengapa saya nyuruh suami saya tapi saya kok enggak (AT B/c/163). Apa saya sudah bosen minum obat, apa saya berenti sampe disini? Gitu aja. Tapi trus saya bukannya apa..saya tu..hati kecil tu wah sombong ni saya ni..berarti saya sombong. Sedangkan saya ini..memang saya akuin aku penyakitku seperti ini masih kuat ketimbang dengan suami saya, brarti saya sombong dong, gitu aja. Bukan berarti sombong ini..sombong karena saya masih bisa kuat, masih bisa apa (AT B/c/164). Saya harus menaklukkan dari segala penyakitnya, tapi belum tentu penyakitnya itu mati, gitu aja. Padahal penyakitnya masih berkembang, masih berjalan, merembet..disitu (AT B/c/165). Tapi terus saya trus mikir..iya ya ternyata saya orangnya sombong..gitu aja (tertawa). Ternyata saya sombong. Orang saya aja e..CD-4nya masih kuat ketimbang dengan suami saya. Sementara suami saya..tapi sekarang ini saya sendiri belum tau CD-4 saya sekarang berapa. Naik apa turunnya saya juga nggak nggak tau. Tapi suami saya, dia sekarang udah agak mendingan. Udah agak ada peningkatan berat badannya. Tapi setelah dipikir saya juga sudah ada peningkatan sedikitsedikit. Berat badan saya sudah agak mendingan setelah minum ARV itu dengan rutin, gitu (AT B/c/166). P: yang mempengaruhi berat badan turun banget sebenarnya apa sih bu? S: Hbnya dia. Itu kan dari faktor pikir. Kalo kita terlalu stres, terlalu dipikir, dia akan turun. Terlalu capek, terlalu stres, turun (AT B/c/167). Kemarin itu pas hari apa ya..rabu. Saya kemarin ke sarjito. Saya ketemu teman saya juga. Bukan pendamping saya, pendamping temen saya juga lah, tapi saya juga ikut mendampingi. Dari bulan apa ya aku kenal dia itu dari Maret aku ketemu dia di Sayidan, Sleman, pertemuan untuk dana sosial dari kabupaten. Ibu PKK itu lho. Dia sehat. Dia itu kena TB trus ama B20. P: B20 itu apa bu? S: HIV. Makanya disebut TBHIV. Makanya trus dia tu sehat, agak seger, agak mendingan. Kemarin saya liat dia sudah lemes lagi. Lho?? Kaget saya juga. Makanya..lho kan saya merinding. Lho..kok bisa kamu? Dia inget saya tapi saya lupa gitu lho. Ngerti saya nggak mbak? Siapa ya? Yang waktu kita ketemu di Sayidan. Oiya mbak. Lho kamu to? Yaampuuun badan kamu kok jadi..apa coba..Hbnya dia 4, lebih rendah. Dia harus dinyatakan transfusi darah 5 kantong. Trus saya tanya...kenapa kamu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1277 1278 1279 1280 1281 1282 1283 1284 1285 1286 1287 1288 1289 1290 1291 1292 1293 1294 1295 1296 1297 1298 1299 1300 1301 1302 1303 1304 1305 1306 1307 1308 1309 1310 1311 1312 1313 1314 1315 1316 1317 1318 1319 1320 1321 1322
187
kok bisa seperti kayak gini? Aku stres (AT B/c/168). Stresnya kenapa? Aku gini..gini. Dia punya anak 4, suaminya ninggalin dia karena dia itu kena dari suminya itu lho. P: dia kena dari suaminya tapi suaminya ninggalin dia? S: ho’o. Masih main sama peremuan WTS lagi. Dia nggak sadar. Tapi dia itu sebenernya tau kalo kena, cuma dia nggak mau mengakui kalo dia itu kena, nggak mau berobat. Berselingkuh. Malah katanya dia sama perempuan nakal itu yang tanya ke dia kalo dia ngerebut suaminya. Padahal dia yang ngrebut, malah dikatain dia yang perepuan nakal, segala macam. Yang nakal siapa? Kamu. Kamu yang rebut suami saya dari anak saya kok. Dia yang sakit hatinya disitu. Trus aku bilang gini..udah lah mbak..oke memang semua wanita sakit hati. Mana sih yang hatinya dipukulin, ditusuk-tusuk di apa..nggak mau. Saya juga ngrasain mbak. Saya itu juga 9 tahun (tertawa sinis)..hanya karena apa..prinsip mbak, suami saya itu KDRT. Trus dia bilang..sama..suami saya juga KDRT, mukuli saya gini..gini. Trus kenapa kamu ngeberatin dia...ya buat apa kamu beratinbertin. Ya udah lepas. Kalo kamu emang nggak suka (AT B/c/169). Harusnya dia udah kena lho, dipenjara. Sekarang sudah ada undangundang..saya sudah lapor, sudah gini. Ya udah terserah. Trus kenapa kamu dipikirkan. Entah mereka juga belum tentu mikirin kamu. Kamu mikirin dia...capek-capek badanmu..aku bilang gtiu (AT B/c/170). Iyakan? Dibikin tenang, dibikin enjoy. Orang itu..suami kamu..kalo kamu mikirin suami kamu tapi kondisi kamu buruk seperti kayak gini, dia malah senang. Kalo bisa kamu tu nggak sama dia, kamu bisa berdiri. Tunjukin...jadi dia yang kalah (AT B/c/171). Abis dia badannya. Kurus banget kayak jelangkong, kecil. Aku yang nganterin baju, obat. Aku sama kamu statusnya sama mbak. Cuma bedanya kamu TB, kalo aku kan cuma kena HIV. Sudah TB sudah HIV pula. Ya sudah..diujung kematian banget, gitu. Tbnya tidak diobati kalo udah terlalu mikir banget, makin buruk. Sudah B20 pula. Kasian banget kan itu. Makin buruk makin terpuruk dianya. Harusnya kalo orang yang sakit TB gitu orangnya nggak terlalu mikir, nggak terlalu stres. Mau saya juga gitu..kamu mikir boleh tapi jangan dipikir-pikir banget, gitu lho. Pikirnya yang santai-santai. Kalo hari ini ibaratnya kita nggak makan, besok nggak makan juga nggak papa. Makan sama garam..tenang aja..ngak usah dipikir. Teori memang teori bisa..saya juga ngalamin...kalo ngasih tau mereka gini...gini. Aku sendiri aja pikiranku udah nggak karukaruan (tertawa). Emang iya..saya nggak munafik sih memang nggak. Tapi saya sendiri ngalamin..gitu aja. Senasib. Saya nggak munafik. Memang iya..saya bisa ngomong sendiri tapi saya belum tentu ngejalanin. Saya ngaku memang gitu (tertawa). Ya nggak mungkin dong kalo saya salah nggak mau disalahkan, saya nggak salah (AT B/c/172). Manusia kan apasih nggak sempurna. Yang sempurna kan yang di Atas...iya kan. Itu..udah lah mbak nggak usah dipikirin banget. Yang jelas kamu udah pasrah aja sama yang di Atas. Cepat atau lambat dia itu akan kena, gitu aja. Malah dikatain gini kok..kamu itu..kita kan kena karma pa? Kamu..gini..gini. Orang kamu makan nasi yang bikin karma
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1323 1324 1325 1326 1327 1328 1329 1330 1331 1332 1333 1334 1335 1336 1337 1338 1339 1340 1341 1342 1343 1344 1345 1346 1347 1348 1349 1350 1351 1352 1353 1354 1355 1356 1357 1358 1359 1360 1361 1362 1363 1364 1365 1366 1367 1368
188
kamu kok..malah dikatain gitu. Aku sakit ati lho mbak dikatain kayak gitu (kata temennya). Sama..saya juga sakit hati. Saya ngrasain mbak memang sakit hati..kayak apa..sakiiit emang sakit. Kan takdiiir..kalo kamu sudah dikatakan kayak gini..takdirmu. Ya harus terima. Udah..nggak usah terlalu dipersulit, nggak usah terlalu diperpanjang. Hadapi..hadapi dengan legowo (AT B/c/173). Kamu nengok belakang..nengok ke depan aja, nggak usah ke belakang. Kalo nengok ke belakang kamu nabrak tembok, bilang gitu. Kan kalo jalan sambil liat kebelakan nabrak kan. Lha iya..kita yang liat ke depan aja masih ketabrak, apa lagi yang negok ke belakang (AT B/c/174). Ibaratkan gitu aja. Kalo kita nengok kebelakang ya jurang dan naikan tajam. Aku bilang kayak gitu itu memang kasian sih dia..anaknya masih kecil-kecil. Yang satu udah SMA atau bagaimana, yang 2 perempuan, 4..mksudnya yang 1 itu kembar. Aku juga ngrasain juga..pernah mengalami..pahit getirnya ngalami kayak apa kalo disakiti suami. Kalo dpikir saya tu nggak mau, kamu pun nggak mau dikasih penyakit semacam kayak gitu. Iya..tapi mau bagaimana lagi..sudah takdir..sekarang klo sudah kena (tertawa) (AT B/c/175). Besok kita ketemu lagi ya (kata temannya). Sembuhkan badan kamu, sembuhkan pikiran kamu, nanti kita insaallah akan ketemu dibulan depan, dibulan puasa, lebaran..tertawa dianya (tertawa). Makasih ya..iya..bilang gitu saya. Baru tau kalo dia..padahal ketemu dia badannya seger. Dia kuruuuus banget. P: ho’o..cepet. 3 bulan. S: karena dia terlalu mikir banget, stres. Stres dia karena nggak tenang sama suaminya. Ternyata suaminya yang kurang ajar (AT B/c/176). P: itu ibu KDRTnya dengan suami yang pertama? S: kalo saya memang dengan suami saya yang ini saya terus terang memang saya keras. Saya tu orangnya nggak mau ngalah..gitu. Apalagi berdebat gitu..wuwuwu..berantem kan. Udah kamu diem. Udah. Kamu nggak usah banyak bicara. Kalo memang nggak bisa ya sudah. Kita bubar aja, saya tu gitu (AT B/c/177). Saya orangnya ini..mudah terbawa mentalnya tapi mulut..tapi tidak pake tangan saya tu. Tadi aja saya abis berantem (tersenyum). Tapi dianya juga bikin saya kesel. Tapi kalo saya sudah bertindak segala macem itu dianya nangis. Dianya nangis (ada penekanan). Baru kali ini aku liat ada cowok nangis. Berantem..berantem (AT B/c/178). Malah dia mikirnya gini apa tu namanya..aku tau kalo kamu pasti punya pasangan, pasti kamu punya pacar. Klo kita berantem kamu selalu ngajak bubar..ngajak apa..pisah. Aku tu tau sebenarnya (AT B/c/179). Lho..aku seujung kuku saya itu nggak ada untuk mencari cowok lain. Memang diluar sana banyak cowok cakep, cowok ini, saya nggak ada secuil pun (AT B/c/180). Malah saya kepinginnya kalo bisa sendiri. Selagi saya masih bisa bekerja..tanpa suami..saya bilang gitu (AT B/c/181). Tapi kamu yang saya iniin, kamu nggak ada perubahan sama sekali. Kalo masih kayak gitu..ya pisah aja (AT B/c/182). Aku jadi istri kamu, saya kena itu karena kamu (AT B/c/183). Saya ibaratnya..kalo kamu mau sembuh ya silahkan. Kalo
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1369 1370 1371 1372 1373 1374 1375 1376 1377 1378 1379 1380 1381 1382 1383 1384 1385 1386 1387 1388 1389 1390 1391 1392 1393 1394 1395 1396
189
kamu mau jajan sama perempuan lain ya monggo..ku bilang gitu (AT B/c/183). Ya udah kita mendingan bubar aja. Dia nangis-nangis (tertawa). Anak saya bilang nggak pak...ibu cuma bercandaa pak..ibu cuma bercanda (tertawa). Aku jadi tertawa kan. Aku tadinya marah jadi ketawa aku. Kurang ajar (tertawa). P: jadi anak ibu liat kalo bapaknya nangis? S: liat klo berantem. Ibu cuma bercanda pak...Udah pak..ibu nggak usah diiniin. P: biar bapaknya nggak nangis. S: memang udah nagis (tertawa). Aku kan ketawa..dia menangis. Woouuwuu..gitu hahahah.. Yaampun..tertawa sendiri kalo liatnya. Kasian sebenernya liat, tapi dia kelakuannya kayak gitu jengkel to saya itu (AT B/c/185). Memang sekarang dia sudah nggak ngrokok sih emang. Kamu kok bikin ribut, bikin berantem, bikin apa. Itu kamu paliiing seneng..paliing nomor satu bikin susah kamu. Siapa yang bikin susah orang? Saya nggak bikin susah orang. Itu hanya mengeritik salahnya..kan saya bilang gtu (AT B/c/186). P: pak tugiman siapa? S: suami saya. P: yang bilang kok sukanya bikin susah..anaknya ibu? S: anak saya. Bukan dari anak pak tugiman. Saya dengan suami saya ini belum punya anak. Belum..istilahnya belum ada isi. Udah hampir satu tahun ini belum hamil. Ini kan juni..bulan depan sudah satu tahun saya, agustus itu sudah satu tahun. P: oooo..berarti baru sebentar ya bu S: iya. Kalo dia masih kayak begini..waduh.. aku tu sebenernya nggak mau sih ribut-ribut kayak gini..ya udahlah (AT B/c/187). Trus apalagi? P: udah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Analisis Tematik Subjek A Sebelum Mengetahui Tertular HIV/AIDS Kode: AT A/a
No. 1.
Kategori Tema Penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
2.
Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan orang lain Peran sebagai ODHA
3.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan orang lain Peran sebagai pekerja
Transkrip Wawancara S: kalo saya sendiri itu nggak. Nggak ada perubahan. Harusnya biasa bangun pagi ya bangun pagi. Trus nggak ada perubahan lah pokoknya. TR A/F/590-592 P: kalo dipergaulan? S: ee..kalo dipergaulan sama aja. Cuma setelah ini ada isu-isu itu, baru ada perbedaan. Bukan dari diri saya lho. Kalo saya sendiri cuek. Nggak da perubahan, minder itu nggak. Tetep. TR A/F/593-596 S: biasa juga kalo pas arisan ya arisan. Trus sebelum diketahui ini kan saya juga jualan, jadine ya nggak begitu akrab sama tetangga itu lho, sama kakak ipar yang depan rumah aja jarang. Pagi saya jalan, jalan, nanti kan sampe jam 9 malam, ya udah. Nanti kalo misalnya sore ada arisan ya tak pedot arisan. Saya orangnya nggak
190
Pemadatan Fakta Subjek tidak merasakan perubahan dalam hidupnya. Sujek tetap melakukan aktifitas seperti biasa.
Tema Pandangan bahwa HIV tidak merubah aktivitas subjek
Setelah ada isu mengenai diri subjek, sikap orang lain berubah pada subjek
Pandangan bahwa relasi dengan orang lain berubah kerena anggapan orang lain
Sebelum tertular, relasi subjek dengan tetangga dan saudara tidak akrab karena subjek sibuk bekerja
Pandangan bahwa bekerja lebih penting dari pada berelasi dengan orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 191
4.
Relasi dengan orang lain
5.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan orang lain
6.
Penguasaan lingkungan
seneng terus duduk-duduk ngobrolngobrol itu nggak seneng. TR A/F/599-604 P: jadi hubungan ibu dengan saudara sebelum ketauan HIV juga sama aja? S: sama aja. Cuma karena kerjaan aja sih yang membedakan. Kalo dulu saya sebelum kerja sebelum jualan kan sering ketemu, trus kakak saya juga sebelum..apa sebelum di Kraton kan ada tingkat-tingkatan, gampang ditemui. Sekarang jarang ditemui, susah gitu lho. Kalo gak pas janjian, paaas, jarang. TR A/F/606-611 S: kalo dulu sebelum kan aku pernah jualan. Jualan apa..ee..nasi sayur. Trus tapi setelah..setelah ada virus ini kok aku merasa, mungkin lama-lama kan mereka pada ngerti, tetangga mesti nggosip. Nah aku terus beralih, takut.... duh aku tetep jualan nati nek ada sing pengetahuane belum ngerti bener, aduh itu sing masak AIDS, bukan HIV. Tapi kan mereka, wis kae kena AIDS. Takut sendiri gitu lho. TR A/F/617-622 Ya udah saya trus beralih jualan dari
Dulu subjek dan kakak sering bertemu, tapi sekarang mereka jarang bertemu karena pekerjaannya
Pandangan bahwa HIV tidak mengubah relasi subjek dan saudara
Tetangga takut sendiri untuk membeli sayur dari subjek karena menganggap subjek kena AIDS dan bukan HIV
Anggapan subjek bahwa orang lain takut padanya karena pengetahuan mengenai HIV/AIDS yang kurang
Setelah berjualan sayur,
Subjek mengetahui apa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 192
Peran sebagai pekerja
7.
Tidak ada tujuan hidup khusus dalam pekerjaan sebelum tertular
8.
Penguasaan lingkungan
9.
Kemandirian
nasi sayur waktu itu, langsung ke, behenti dulu, pas lahiran juga, kebetulan saya lahiran, saya jualan kaset. Anak saya umur 6 bulan baru diketahui ada, nggak langsung diketahui sih. Sakit-sakitan itu, sering panas. TR A/F/622-625 P: klo yang pekerjaannya ibu yang dulu itu e...ibu merasakan ada pemaknaan khusus gitu nggak sih? S: kalo dulu kan sebelum diketahui ini ya e...belum diketahui terinfeksi ini ya nggak begitu mikir. Nggak sampe mikir-mikir banget TR A/F/632-635 S: kalo saya tu sama aja mbak. Sebelum ya seperti ini, setelah terinfeksi ya ora nglangut, ora mikirke piye-piye ya nggak. TR A/F/706-707 Memang ada sih temen-temen yang aduh umurku tinggal beberapa hari. Trus menyendiri, nggak mau makan, akhirnya drop-drop sakit. Minum obat, njuk halah aku minum obat ya percuma wong iki penyakitku seumur hidup. Misal ada yang gitu banyak.
subjek beralih jualan kaset
yang harus dilakukan untuk tetap menghasilkan uang
Subjek tidak terlalu memikirkan pemaknaan pekerjaannya sebelum tertular HIV.
Sebelum tau tertular,subjek tidak memiliki pemaknaan khusus terhadap pekerjaan
Setelah terinfeksi, hidup subjek tidak menjadi lesu, tetap
HIV tidak membuat hidup subjek lesu
Respon subjek terhadap HIV tidak negatif seperti orng kebanyakan
Pandangan bahwa subjek kuat dan berbeda dari orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 193
Tapi kalo saya nggak. 10.
Faktor internal yang meningkatkan peneriman diri
11.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
12.
TR A/F/708-712 Cuma ada yang sampe nangis terus, semaput-semaput itu ada. PS juga ada, tapi sekarang dia menyadari ya sehat. Malah kalo ada pasien gitu dia malah...dulu saya seperti ibu, lebih seperti itu. Saya dulu nglokro, nggak punya tenaga, pikiran mau mati, tapi sekarang buktinya saya sehat. Jadi bisa untuk ndorong si pasien yang baru itu. TR A/F/712-716 Saya dari awal iya..iya, minum obat ya bu. Iya. Obatnya ini ini, sebenernya tu nggak ada obatnya, tapi ada obat untuk menekan virusnya. O ya. Tapi diminum seumur hidup ya bu. Iya. Kok ibu e enak? Iya (tertawa). TR A/F/717-720 S: dulu dia itu kan timer bis aspada di mirota kampus itu depan mirota kampus. Saya kan sering nengok anak saya yang nomor 2 di sleman..sepedaan itu lho. Ketemu..lewat itu..nah dia nyapa karena dulu inget saya kan waktu saya masih STM saya sering latihan
Pengalaman masa lalu bisa dijadikan pemompa semangat orang lain
Subjek memandang masa lalu sebagai hal yang positif
Ketika diberitahu tentang pengobatan, subjek menurut
Subjek berkeinginan untuk mematuhi aturan pengobatan
Subjek kebetulan bertemu dengan suami ketika akan mengunjungi anak
Pandangan bahwa pertemuan subjek dan suami tidak direncanakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 194
13.
Tujuan khusus menikah
14.
Faktor internal yang meningkatkan penerimaan diri
monteiner tu di jetis..nah dia main layangan. Tapi saya sudah STM dia main layangan. Trus pas udah tua kan ketemu..lho si kae to? Ho’o..koe ning ndi? Lha kae omahku sing kui. Trus sering..saya sebulan sekali kan ke sleman, nyepeda itu..ketemu (tertawa). Nggak nyangka-nyangka... TR A/F/934-942 Padahal saya sudah punya anak 5 waktu itu. Anakku 5 e, anakku 1..bojoku minggat (tertawa)..dia gitu. Nek kowe? Nek aku wis resmi..bojoku wis ra ono...saya bilang gitu. Y udah yo..do momong anak bareng-bareng. Gitu langsung. TR A/F/942-945 Setau temen-temen tu..dia tu kalo sama perempuan udah cuek. Ibunya juga..ibunya sampe takut. TR A/F/945-947
Subjek memutuskan untuk menikah dengan suami setelah diajak membesarkan anak bersama-sama
Tujuan subjek menikah adalah merawat anak
Suami sudah tidak peduli dengan orang lain selain dirinya
Pandangan bahwa subjek berharga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 195
Analisis Tematik Subjek A ketika Mengetahui Tertular HIV/AIDS Kode: AT A/b
No. 1.
Kategori Tema Faktor internal yang meningkatkan penerimaan diri
2.
Faktor internal yang meningkatkan relasi dengan suami Peran sebagai istri
Transkrip Wawancara S: waktu saya ditanya tiap harinya apa kegiatan saya. Saya ibu rumah tangga. Nggak pernah pergi kemana-mana gak pernah mengenal apa itu narkoba. Nggak pernah mengenal apa itu jarum suntik. TR A/F/26-28 Saya ganti ditanya ke bapaknya dan saya cek, bapaknya gak pernah juga macem-macem. Istilahnya main perempuan ga pernah. Kalau keluar malam dia kan waktu itu masih jaga malam juga. Nah..dia gak penah pake jarum suntik juga. Cuma dia panyak tato..gitu lho. Nah diperkirakan dari situ. Waktu ketemu saya sudah penuh dan itu dia juga ada indikasi mungkin kesitu tertularnya itu. Trus akhirnya suami saya juga mau dites. Baru ee..seminggu saya balik lagi diberitahu hasilnya saya sama
Pemadatan Fakta Tema Subjek tidak pernah Subjek berpandangan memakai narkoba dan jarum bahwa perilakunya tidak suntik berisiko tertular HIV
Suami tidak pernah berselingkuh dan menggunakan jarum suntik
Subjek percaya bahwa suami setia dan perilakunya tidak berisiko tertular HIV
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 196
bapaknya juga positif. 3.
Faktor internal yang meningkatkan penerimaan diri
4.
5.
Faktor eksternal yang meningkatkan penerimaan diri
TR A/F/29-36 S: kalau itu saya yakin karena saya Subjek yakin tidak pernah nggak pernah macem-macem juga. macem-macem TR A/F/43-44 Sebenarnya suami juga waktu itu nggak percaya gitu kan. Dia juga sebelumnya nggak penah apa. Tau apa itu virus HIV dan apa itu AIDS nggak pernah tau juga. Yang berkata kan kebanyakan kalo udah tau AIDS baru yang seperti itu, yang mematikan itu kan. Nah, suami saya sempet nggak terima gitu lho waktu itu. Kan dia merasa tatonya itu buka kemauan dia. Mungin kalo ketemu temen itu baru eeh..buat kenangan, digambar. TR A/F/44-50 P: jadi ketika ibu tertular dari suami, itu ada perasaan eehhh..apa..tidak menyenangkan ..em..ada perasaan negatif ke suami gitu gak bu? S: nggak. Itu saya terima saja. Eehhh saya sudah sebelumnya udah dikonseling juga..macem-macem gitu. Tingkat, ada tingkatan-tingkatannya. Trus obatnya untuk menekan juga ada
Subjek yakin bahwa perilakunya tidak berisiko tertular HIV
Awalnya, suami tidak memiliki informasi yang cukup tentang HIV/AIDS. Suami sempat tidak bisa menerima keadaan karena menganggap HIV mematikan dan merasa tidak sengaja tertular HIV
Pandangan bahwa ketidaktahuan suami membuat suami tertular dan tidak bisa menerima keadaan saat didiagnosa.
Subjek menerima keadaan setelah diberi informasi dalam sebuah konseling
Pandangan bahwa konseling membantu subjek menerima keadaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 197
6.
Faktor internal yang meningkatkan penerimaan diri
7.
Faktor eksternal yang meningkatkan penerimaan diri
8.
Faktor internal yang meningkatkan penguasan lingkungan Peran sebagai ODHA
meskipun untuk, diberitahu untuk sembuhnya itu nggak mungkin. Cuma ada obat untuk menekan virusnya gitu lho, dan setelah saya tau itu mungkin dari suami, ya udah saya terima, gitu. TR A/F/53-60 Saya nggak, percaya saya nggak Subjek percaya nggak pernah macem2 gitu lho. pernah macem-macem TR A/F/60-61 S: tau awalnya sih saya nggak bingung..nggak stres, nggak apa. Ya itu..sebelumnya sudah diberitahu dulu..eehhh.. istilahnya sudah dijentrengke konselingnya itu lho..sama ibu konseling di poli anak. Udah diberi tahu macem-macem itu. Dari a-z. Jd trus pas dikasih tahu hasilnya, udah saya nggak kaget nggak nangis nggak apa. TR A/F/63-67 Tp waktu itu saya 197anya ada obatnya? Ada obatnya, untuk sembuh tu nggak ada, untuk menekan virusnya ada. Misalnya obatnya dikonsumsi rutin. Gak pernah bolong tepat waktu tepat dosis. Nanti badannya tetep sehat. Uda saya jalani aja. Nggak
Pandangan bahwa perilaku subjek bukan penyebab dia tertular HIV
Subjek tidak terkejut dengan 197anya197se karena sudah diberi informasi yang cukup oleh konselor
Pandangan bahwa konseling/informasi yang cukup membantu subjek menerima keadaan
Subjek mencari informasi tentang pengobatan penyakitnya dan berniat mematuhi saran pengobatan
Sikap subjek terhadap pengobatan untuk mencari informasi dan berniat mematuhi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 198
9.
Faktor eksternal yang meningkatkan penerimaan diri
10.
Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
merasa apa gimana itu nggak. Nangis juga nggak. Iya trima aja gitu. Mau berobat? Iya nanti saya berobat (tertawa). Gitu aja. TR A/F/67-73 S: itu..ee....apa ya..yang diterangkan dari konselor itu juga mungkin yang mendukung ya. Mungkin sepinterpinternya konselornya memberi konseling waktu itu mungkin. Karena kalo ditakutkan bayangan orang itu ya itu..kalo AIDS kan itu badannya abis kayak jelangkung hidup misalnya, gak bisa apa-apa gitu. Ya itulah. Tapi kalo sekedar baru viruskan istilahe belum sampe gitu lho...bayangannya seperti itu. Jadi ringan dan masih bisa ditekan belum terlambat. TR A/F/76-82 Misal saya berobatnya besok-besok mungkin saya sudah drop, opmane dan obatnya masih banyak lagi dan harus cek ini cek itu lagi, obatnya banyak mungkin bosen ya..sekarang aja sudah agak bosen (tertawa). Jujur karena nggak terasa menjalani 4 tahun ya..hampir 4 tahun. TR A/F/82-86
Melalui informasi dari konseling, pandangan subjek mengenai penyakitnya berubah lebih positif
Pandangan bahwa konseling mengubah cara pandang subjek terhadap HIV
Subjek merasa bosan karena Subjek merasa bosan sudah minum ARV selama menjalani pengobatan 4 tahun
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 199
11.
Peran sebagai ODHA
12.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
13.
Faktor eksternal yang meningkatkan penguasaan lingungan
14.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
S: he’em..dan itu saya masih sehat. Bapaknya juga masih sehat. Jadi nggak..sampe sekarang ya alhamdulilah jangan sampe lah drop. Jangan sampe. TR A/F/89-91 S: kalo ketauan udah drop udah opname, udah nanti badannya udah item trus ada kulit juga. Belum nanti kalo ada penyakit dalemnya ikut, kan bisa susah lagi itu lho. Pengobatan lama lagi. Eemmm... TR A/F/93-95 S: kok ketokke ethel wae. Ibu perasaannya gimana? Ya gak papa. Tu malah waktu itu konselornya...nanti obatnya dijamin kok dari pemerintah. O ya..apalagi kalo dijamin, mau saya (tertawa). Kalo disuruh beli mikirmikir. Cuma pendaftaran...ibu ada jaminan nggak? Kartu jaminan kesehatan Jamkesmas? O ada..ada. itu pendaftaran gratis. O ya udah nggak papa. Anggep aja nggak ada masalah. TR A/F/723-729 S: Cuma setelah minum 3 bulan emang nggak ada reaksi kan. Bukan seperti obat koreng, yang kalo diobati
Sampai sekarang subjek merasa sehat dan berharap tetap sehat
Subjek berharap agar tetap sehat
Kalau diketahui tertular HIV sudah dalam keadaan parah, keadaan tubuh sudah lebih buruk dan pengobatan lebih lama
Pandangan subjek tentang dampak jangka panjang tertular HIV
Subjek merasa tidak keberatan berobat ketika biaya pengobatan ditanggung pemerintah
Bantuan dana membuat subjek mau menjalani pengobatan
Setelah minum obat, obat nampak tidak memberikan reaksi karena waktu
Padangan bahwa pengobatan mampu mempertahankan kondisi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 200
Peran sebagai ODHA
15.
Faktor eksternal yang menurunkan hubungan subjek dengan suami
16.
Faktor internal yang menurunkan hubungan subjek dengan suami
langsung hilang, itu kan nggak. Sakitnya itu bukan muncul di kulit kan, nggak kelihatan. Apalagi waktu itu kan saya dan suami saya juga dalam keadaan sehat seperti ini dan sekarang suami saya malah tambah gemuk. TR A/F/732-738 Saya sering jengkelnya disitu. Udah belinya mahal, malah dijual. Dia nggak niat njual, tapi temennya datang. Jadi buat saya emosi. Obat itu laku gitu lho. Saya jadi sering jengkel. Kadang tengah malam temennya datang. Mbak, bapaknya ada? Kenapa? Mau ambil obat. Emangnya di sini apotek buat beli obat? Nggak ada, nggak ada. Biasanya bapak nganu obat ini lho. Nggak punya, mahal harganya. Aku aja nunggu sebulan, kalo nggak sebulan nggak dapat obat kok. TR A/F/750-757 Nggak boleh kalo dibeli. Beli sendiri aja sana, atau kamu jadi gila dulu. Kamu jadi gila aja dulu, nanti kan kamu dapat obat. Saya sering emosi gitu (tertawa). TR A/F/757-759
didiagnosa subjek dan suami masih sehat
kesehatan yang baik
Subjek sering merasa jengkel pada suami karena obat gangguan jiwanya malah dijual. Padahal, harga obat mahal dan memerlukan waktu lama untuk memperoleh obat tersebut
Subjek merasa jengkel karena merasa bahwa suami tidak menghargai kerja keras untuk memperoleh obat
Menyuruh teman suami menjadi gila dulu agar memperoleh obat yang sama dengan suami
Pandangan bahwa suami gila
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 201
Analisis Tematik Subjek A setelah Mengetahui Tertular HIV/AIDS Kode: AT A/c
No. 1.
2.
3.
Kategori Tema Relasi yang baik dengan suami
Transkrip Wawancara P: eeehhh..kalau sejauh dari tadi saya dengar cerita ibu..berati hubungan ibu sama suami ibu baik-baik saja? S: tetep baik.
TR A/F/96-98 Relasi yang baik S: Kalau saya sama anak juga baik. dengan anak Mereka juga udah ngerti. Pokoknya saya memberitahukannya juga nggak Faktor internal yang yang wah...nggak..(kurang jelas krn meningkatkan suara motor). Saya juga ngasih tau kalo penguasaan lingkungan virus ini sekedar kayak virus flu aja. Ada pengobatnya ada penangkalnya. Jadi nggak perlu ditakutkan. TR A/F/101-105 Faktor internal yang tapi kalo tetangga, saya nggak perlu menurunkan relasi gembor-gembor ya, eh saya tetular. dengan orang lain TR A/F/105-106
Pemadatan Fakta Subjek merasa bahwa hubungannya dengan suami tetap baik setelah mereka tertular HIV
Tema - Pandangan subjek bahwa relasinya dengan suami baik - HIV tidak merubah hubungan subjek dengan suami
Hubungan subjek dengan - Pandangan bahwa relasi anak baik. Subjek juga subjek dan anak baik sudah memberitahu anaknya - Pandangan bahwa HIV kalau dia tertular HIV dan tidak menakutkan HIV tidak perlu dikuatirkan
Subjek merasa tidak penting memberi tau tetangga tentang penyakitnya
Pandangan bahwa komunikasi dengan tetangga tidak penting
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 202
4.
Peran sebagai ODHA
5.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan ligkungan
6.
Peran sebagai ODHA
Cuma mereka itu mungkin bayangannya ya itu, pasti kalo AIDS itu. Lama-lama mereka ada yang tau juga. Meskipun saya nggak ngasih tau mungkin dulu awal bocornya dari timbangan posyadu itu. Sekarang sih udah hampir..hampir kanan kiri saya ngerti lah kalo keluarga saya itu ada AIDS-nya gitu. Tapi mereka taunya kan AIDS. TR A/F/106-111 Apapun itu penilaian mereka apapun itu, apa yang diomongkan ke saya itu, sebisa mungkin saya tetep sehat. Jadi apa yang mereka banyakan, oh ternyata AIDS itu masih bisa outer. Hidup sehat itu lho. Pokoknya saya harus memperlihatkan itu. Nggak saya yang nglentruk itu nggak. Biar mereka agak salah dikit (tertawa). Rasain lho.. emang enak salah perkiraan....gitu kalo saya (tertawa). TR A/F/111-117 S: he’e pernah (diskriminasi) dan itu sak tenane itu sebenere sakit banget. Waktu itu saya pesen sama tetangga saya pesen kalau ada formulir udah kluar saya pesen satu buat anak saya
Subjek merasa bahwa tetangga tahu kalau keluarganya terkena AIDS dan bukan HIV
Pandangan bahwa tetangga menganggap penyakit subjek lebih parah dari yang sebenarnya.
- Subjek ingin mematahkan pendapat masyarakat dengan membuktikan kalau dirinya tetap bisa sehat dan semangat.
Harapan subjek jika ia tetap sehat, ia dapat melengserkan pendapat masyarakat yang negatif tentang ODHA
Anak subjek mengalami diskriminasi saat akan masuk TK dan hal tersebut sangat menyakitkan bagi subjek.
Subjek merasa bahwa diskriminasi menyakitkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 203
itu. Waktu itu tetangga saya kan bilang belum keluar belum ada itu. Oke nggak papa nanti selang seminggu saya tembusi sekolahan katanya malah udah habis...habisnya kenapa? Habisnya mereka mereka yang udah ambil udah ngembalikan formulir jadi nggak ada formulir kosong. Ya udah..brarti kan kehabisan formulir intinya. Trus selang..ee..beberapa bulan itu saya pertemuan disini kebetulan juga ada anggota KPA. Dia langsung tanya, mbak LK itu anakmu jadi sekolah nggak? Saya nggak curiga apa, saya bilang belum mbak. Kemarin di sana tutup, kehabisan formulir. O..iya. Dia langsung tanpa basa basi langsung ngomong. Iya waktu habis mbak LK itu ke sekolahan itu tanya, dia sorenya kepala sekolah sama guru yang dua itu nemuin saya dirumah langsung menanyakan apa itu HIV, apa itu AIDS. Trus itu kasusnya mbak LK sama anaknya gimana. Trus..o brarti saat setelah ee..mbak X itu bilang saya langsung sadar..oh brarti kemarin itu masalah HIV. Ya udahlah saya nggak papa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 204
7.
Relasi negatif dengan orang lain
8.
Peran sebagai ibu
9.
Peran sebagai ibu
10.
Faktor internal yang menurunkan relasi hubungan dengan orang lain Peran sebagai ODHA
TR A/F/120-143 Waktu itu sesaat saya itu emosi. Pingin datang ke sekolah itu pingin saya tanyakan mau tanyakan aja. Cuma mau tau siapa yang ngasih tau gitu ya. Tapi sama pendamping saya itu mbak Y yang masih megang IPI juga di Jogja direre istilahe. TR A/F/143-146 Ya udah terpaksa besok itu kalau mudah-mudahan ada yang nerima untuk TK mungkin kan udah 6 tahun gitu lho. TR A/F/163-165 Soalnya anaknya juga kecil (tertawa), anaknya kecil nggak nggak besar gitu lho. Karena sering sakitnya itu. TR A/F/165-167 S: kalau saya nggak sih (diskriminasi). Nggak begitu. Masalahnya juga saya pergi udah pagi pulang juga udah sore. Dan kebetulan saya juga e..sudah sudah berhenti dari ikut arisan. Kemarin2 ikut. Karena saya pulangnya sore terus dan anak saya nggak mau ngganti di itu arisan. Ya udah saya sementara keluar.
Awalnya subjek emosi dan ingin tahu siapa yang memberitahu kalau keluarganya tertular HIV. Namun subjek ditenangkan oleh pendamping sebayanya. Akhirnya subjek bisa menerima.
Subjek menyembunyikan HIV yang diderita dirinya dan keluarganya.
Semoga anak diterima di TK
harapan anak tidak mendapat diskriminasi lagi
Subjek menganggap bahwa tubuh anaknya kecil jika dibandingkan dengan usianya karena sering sakit.
Pandangan mengenai dampak HIV pada anak
Subjek merasa tidak terlalu kena diskriminasi karena kegiatan sehari-hari yang padat.
Pandangan bahwa orang lain mungkin mendiskriminasikan dalam kegiatan masyarakat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 205
11.
12.
13.
Tapi bulan ini saya ikut lagi. Udah hampir setahun. TR A/F/169-174 Faktor internal yang S: Mbak LK piye iki? Ya wis lah tak meningkatkan melu neh. Tapi nek aku ora teko penguasaan lingkungan (arisan) ojo nesu yo... saya udah bilang gitu. Kalo anak saya misalnya mau ngganti datang ya monggo. Misalnya kalau nggak anak saya nggak mau datang atau nggak ada yang nganu ya udah. Sing penting saya pasok gitu kan. Iya ra popo. Mereka ya udah. Saya pokoke bayangan mereka yang ginigini itu biar lengser gitu lho, biar ilang sedikit. TR A/F/176-182 Faktor internal yang Pokoknya selama kita masih berupaya meningkatkan masih mau minum obat ya insa Allah penguasaan lingkungan lah sehat.. TR A/F/189-190 Faktor internal yang Kematian nggak, nggak begitu meningkatkan menakutkan gitu. Itu aja. Takdir kan penguasaan diri mbak. Mati itu bukan kita yang bikin (tertawa). Sesehat apa pun, sesakit apa pun, kalo kita usaha sehat, Tuhan menghendaki sehat, ya sehat. Kalo Tuhan menghendaki mati ya mati. Nggak terlalu saya pikirkan
Subjek berharap dengan tetap aktif dalam kegiatan, pandangan negatif mengenai ODHA menghilang.
Harapan mampu melengserkan pandangan masyarakat yang negatif tentang ODHA dengan tetap aktif dalam kegiatan.
Subjek minum obat agar sehat.
Harapan dengan pengobatan bisa tetap sehat
Kematian tidak terlalu menakutkan karena di luar kendali subjek.
Subjek merasa tidak terancam pada sesuatu yang tidak dapat dikendalikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 206
14.
15.
16.
TR A/F/190-194 S: kalo saya nggak, kalo posisi saya di rumah itu..nggak apa...nggak membatasi saya ibu, saya ..pokoknya dirumah itu anak saya itu teman saya. TR A/F/202-204 Faktor eksternal yang dan dari awal memang saya itu nggak menurunkan relasi bisa diem. Saya nggak bisa njagakke subjek dengan suami dari, istilahnya njagakke suami ....nggak bisa. TR A/F/204-206 Faktor internal yang Selama saya masih bisa, saya masih meningkatkan kuat, saya berusaha untuk cari penguasaan lingkungan tambahan. Relasi positif dengan anak
Anak adalah teman di rumah.
Hubungaan subjek dan anak akrab.
Subjek merasa tidak bisa menyandarkan diri pada suami.
Pandangan bahwa suami tidak bisa diandalkan
Selama masih bisa dan kuat, ia akan berusaha mencari tambahan.
Subjek memandang bahwa dirinya masih kuat dan bisa mandiri.
Masa lalu membuat subjek mandiri
Pandangan subjek bahwa pengalaman membuat subjek mampu menghadapi kesulitan
Aturan minum obat ada toleransi 1 jam
Pengetahuan tentang cara kerja obat membuat subjek
Kemandirian 17.
18.
TR A/F/206-207 Faktor eksternal yang Karena dari awalnya memang... ini kan meningkatkan dari suami yang kedua sebenernya. penguasaan lingkungan Dari suami yang pertama kan punya anak lima. Perempuan semua juga. Suami saya meninggal. Jadi dari awal sebelum saya punya suami ini saya kan sudah sendiri itu lho. Menghidupi sendiri. Jadi udah terbiasa. TR A/F/208-213 Faktor internal yang S: sebenernya nggak, nggak harus meningkatkan tepat. Ada antisipasi ja... Ee...kerja obat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 207
19.
20.
21.
penguasaan lingkungan itu 12 jam. Jadi misalnya kompensasi 1 jam lah. Tapi kita juga apa..nggak, nggak harus tepat. Ah..istilah, ono kesempatan 1 jam itu juga nggak. Tapi kalo pas kepepet atau lupa juga nggak papa. TR A/F/224-228 Peran ibu Kalo untuk anak saya kan kebetulan sekarang dia sudah ambil yang itu lho..dispelsif. Jadi yang larut itu lho. Kayak bodreksin gitu. Jadi 3 macam jadikan satu. Dan itu ada rasa jeruknya dikit. Kayak bodreksin persis. TR A/F/228-231 Faktor eksternal yang Misalnya kalo sebelum berangkat ini meningkatkan saya minumkan dulu. Kalo sorenya penguasaan lingkungan misalnya saya pesankan sama anak saya yang SD. Kadang SD sama yang Peran ibu SMA yang sering bantu itu. Kalo saya belum pulang ya nanti sekitar jam 18.00 atau jam 19.00 minumkan. Kalo saya udah pulang ya udah saya minumkan sendiri. TR A/F/232-235 Peran sebagai ODHA S: aportunistik (penyakit) sih nggak. Cuma dulu kalo sariawan kan..dan sampe sekarang pun dari saya..seinget saya lho..saya masih sekolah dulu
merasa pengobatan tidak kaku
Anak subjek meminum obat yang jenisnya mudah diminum dan rasanya enak
Subjek meminumkan obat ke anak sebelum berangkat kerja. Ketika sore jika subjek belum pulang, ia minta tolong pada anak yang SD dan SMK.
Secara umum, subjek merasa tidak pernah terkena penyakit aportunistik karena HIV. Penyakit disebabkan
Pandangan bahwa pengobatan anak tidak membebani
Anak yang lebih tua membantu mengsuh anak terkecil yang sakit
Pandangan bahwa HIV tidak mempengaruhi kesehatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 208
22.
Peran sebagai pekerja
23.
Faktor internal yang meningkatkan penerimaan diri
sampe sekarang kalo apa ya..kalo misal saya sekarang makan buah, buah apa aja itu dan besok pagi timbul sariawan. Jadi itu nggak pengaruh dari HIV ato nggak gitu. TR A/F/241-247 Trus klo penyakit lain itu saya sempet ee..herpes. Itu karena, kata dokter mungkin karena kecapekkan (bekerja) juga. Ada yang bilang dari tabung asap gas. Mungkin saya capek nggak saya rasakan banget. Mungkin waktu itu saya drop ato gimana, tapi merasa sehat gitu lhoo. TR A/F/247-259 Ini kalo dibuka ada bekas putih-putih. Kayak habis luka yang sebelah sini. Makanya saya pake krudung ini bukan karena saya sok alim ato apa gitu. Memang awalnya saya dulu memang pake krudung. Setelah dapat suami yang pertama itu kan dulu tementemennya suruh beli minuman, suruh beli kartu, masak saya pake krudung gitu kan. Trus saya lepas. Nah kemarin mungkin Tuhan...nah..harus pake krudung lagi (suara ditinggikan, tertawa). Mungkin bahasanya seperti
oleh hal lain.
Subjek tidak merasakan kondisi tubuh yang sebenarnya karena bekerja
Subjek kurang memperhatikan keadaan diri karena sibuk bekerja
Subjek merasa bahwa Tuhan mengingatkan dia untuk memakai kerudung lagi melalui sakit herpes
Subjek merasa mampu melihat makna positif dari masa lalu, walaupun nampak negatif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 209
24.
Faktor internal yang meningkatkan relasi subjek dengan anak Peran sebagai ibu
25.
Faktor internal yang meningkatkan relasi subjek dengan anak Peran sebagai ibu
26.
Faktor internal yang meningkatkan penerimaan diri
itu. Inget kae krudungmu nganggur, gitu. (tertawa). Saya nggak berpikir negatif itu nggak kok. Saya terima aja. (tertawa). Saya liat positifnya aja. TR A/F/270-279 Saya diharuskan suntik. Tapi suntiknya itu nggak dijamin. Dan itu sekali suntik 250 ribu. Sehari diharuskan 5 kali suntik, selama seminggu. Mbok yo tak nggo makani anakku, saya bilang gitu. Trus saya tanya kalo nggak ambil suntikan gimana? Ya nggak papa. Cuma lama sembuhnya. Ya udahlah. Dari pada saya buat suntik saya, tapi anak saya kelaperan, saya bilang gitu. TR A/F/288-295 Saya pulang tapi masih lemes. 2 bulan saya dirumah. Nggak kerja nggak apa. Ya udah, terpaksa TV saya jual. Kulkas saya jual, frezzer. Yang penting anak saya makan. Kalo barang-barang kan kalo kita sehat nanti cari lagi bisa. Ya udah, habis-habisan tapi (tertawa). TR A/F/297-300 Sekarang bu, kok durung tuku..(tidak jelas). Insaallah sesuk. Tuhan pasti kasih jalannya, saya bilang gitu. Nggak usah disesali.
Rasa lemas dan lumpuh subjek bisa hilang dengan suntikan. Namun karena mahal, subjek memilih untuk sembuh dalam waktu lama dari pada anaknya nanti tidak makan karena tidak punya uang.
Pandangan bahwa anak lebih penting dari pada diri subjek
Hal terpenting bagi subjek adalah anaknya makan. Harta bisa dicari lagi kalau sudah sehat.
Pandangan bahwa anak lebih penting dari pada harta
Tuhan pasti memberi jalan dalam kesulitan dan tidak menyesali apa yang terjadi
Pasrah dan menerima keadaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 210
27.
Faktor internal yang meningkatkan relasi subjek dengan anak
28.
Faktor internal yang meningkatkan relasi subjek dengan anak
29.
Peran sebagai ibu
TR A/F/301-302 Untung saja anak saya itu dari awalnya emang gampang nrima juga. Nggak protes, nggak pingin seperti anak yang lain, pingin ini pingin ini, nggak. Ngerti. TR A/F/306-309 Dan dia juga tau. Bu gajimu piro to? Saya bilang segini. Sakmene, nanti kalo untuk sangu kalian berdua sebulan itu sudah sekian. Tinggal sekian. Nanti untuk makan dan listrik, saya bilang gitu. Udah ngerti (tertawa). TR A/F/309-312 S: Ho’o. Kaki tu ringan banget. Jedher... Mau masuk pintu sini jebles. Padahal kalo malem-malem saya bikin susu botol kan, udah, jebles. Mau ke kamar mandi kena batako dulu, jebler. Trus saya mau ambil ini apa..di bawah itu sendal ato selang waktu itu, garagara saya teler itu (Paku: tidak jelas) saya cabut, nggak saya teruskan. Saya pilih nimba. Kalo make selang kan nggak ditaruh di atas tangki, ditaruh bawah. Lha pas saya ngambil itu saya ndlosor dulu. Nlungsep gitu. Suurr...gitu. Sampe anak tetangga itu,
Subjek merasa anak dapat menerima situasi yang menimpa subjek
Pandangan bahwa anak dapat menerima situasi yang dialami subjek
Subjek mengkomunikasikan pendapatannya kepada anak
Komunikasi yang baik antara subjek dan anak
Subjek tetap melakukan pekerjaan rumah walaupun dalam keadaan tidak sehat
Pekerjaan rumah penting untuk dilakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 211
30.
mbak LK i ngopo e. Ho’o..teler iki, ngantuk banget mumet TR A/F/320-328 Faktor internal yang Trus ganti yang ketiga ini obatnya. Obat yang digunakan aman meningkatkan Aman, yang ketiga ini nggak ada penguasaan lingkungan efeknya.
Pandangan bahwa pengobatan yang dilakukan aman
Peran sebagai ODHA 31.
Penerimaan diri
32.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
Subjek membanggakan diri kalau tahap HIV-nya lebih tinggi untuk bahan candaan dengan tman-teman.
Subjek dapat menerima dirinya
- ART sangat diperlukan ODHA
Pandangan bahwa pengobatan sangat penting dilakukan
Faktor internal yang Dan itu kalo udah masuk ART itu kalo Subjek memahami kalau meningkatkan bisa jangan bolong. Jangan sering telat. sering telat dan bolong penguasaan lingkungan Karena kalo sering telat sering bolong minum obat, virus akan
Subjek memahami cara kerja obat dan konsekuensi tidak mentaati pengobatan
Peran sebagai ODHA 33.
TR A/F/332-333 Om..brati saya masuk lini dua dong om. Brarti saya bangga dong, saya tingkatan paling atas. E..nggak..kenapa..obatnya apa? Obatnya ini sama ini. Kok bisa konsumsi obat itu. Iya..karena yang pertama saya nggak cocok. Yang kedua giniginigini.. o..itu brarti masih lini satu. TR A/F/346-349 S: bagi kita yang ODHA ya. Sangat, sangat diperlukan sekali.
TR A/F/353-356
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 212
itu nanti violanya sering muncul. Nanti cepet banget muncul. Karena ibaratnya virusnya yang ditekan udah hidup lagi. Nah trus nyerang, daya tahan tubuh kita berkurang. Nanti munculah yang gatel-gatel. Nanti munculah yang sariawan. Sariawan aja nggak sariawan yang biasa. Sariawan yang sangat apa..misalnya ini ngremen itu lho. Cepet banget, berkembang cepet banget. Nanti kalo kulitnya muncul, trus gosong-gosong. Nggak doyan makan, nggak doyan makan otomatis lemes. Klo lemes ya udah..tambah semuanya muncul. TR A/F/356-370 Faktor internal yang Seringnya itu kita menganggap enteng. meningkatkan Ah berobat, sesuklah, sesuklah gitu. penguasaan lingkungan Biasanya kan gitu kalo belum terjadi. Kalo sudah terjadi nyeselnya itu, biasa Peran sebagai ODHA ya, yang namanya penyesalan pasti belakang. Kalo..balik lagi udah nggak bisa. Yang saya sarankan tu seperti itu. Jadi ARV sangat penting, sangat perlu, dan jangan bolong-bolong. Seperti itu. TR A/F/376-382 Faktor internal yang S: ya ada yang bilang obat untuk saat menurunkan ini karena sudah 2 tahun lebih 3 tahun Peran sebagai ODHA
34.
35.
aktif kembali & menyerang tubuh sehingga banyak penyakit bisa menyerang tubuh.
Jangan menunda pengobatan karena nant bisa menyesl
Pandangan bahwa pengobatan harus dilakukan sesegera mungkin
- Subjek mengatasi kebosanan obat dengan
- Perasaan subjek bahwa pengobatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 213
36.
37.
penguasaan lingkungan memasuki 4 tahun, ya dianggaplah menganggap bahwa obat vitamin. Apalagi saya nyepeda. adalah vitamin kekuatan Faktor internal yang Ya..vitamin buat apa kekuatan, itu aja. sehari-hari. meningkatkan Sebenernya ya bosen kalo pilnya - Ukuran pil yang besar penguasaan lingkungan sekarang kan gedhe-gedhe. Minum 2, membuat subjek bosan kalo sekarang saya. minum obat. Peran sebagai ODHA TR A/F/387-390
membosankan - Pandangan bahwa pengobatan adalah penunjang hidup
Faktor internal yang S: ho’o. Diminum 2 kali, pagi sama menurunkan sore. Dan itu harus seumur hidup. Dan penguasaan lingkungan itu (meninggikan suara)..wadahnya gedhe (tertawa). Mau buka itu, haduh Peran sebagai ODHA obate wis gedhe, haduh tempatnya udah besar, males aduuuh (ekspersi tidak suka sama obat). Saya bilang saya mau minum coneblock. Ah..saya minum coneblok. TR A/F/395-399 Faktor yang internal Ah..vitamin laah.. ben kuat, saya bilang yang meningkatkan gitu. Biar kuat nyepeda, saya bilang penguasaan ligkungan gitu. Kan nyepeda.
Hal yang membuat subjek malas minum obat adalah pikiran mengenai minum obat seumur hidup, tempat obat besar, ukuran obat besar.
Pandangan bahwa pengobatan membebani
Mengatasi kebosanan minum obat dengan mengatakan bahwa obat vitamin
Pandangan bahwa pengobatan adalah penunjang hidup
Motivasi subjek untuk tetap sehat adalah merasa bertanggung jawab untuk merawat anaknya yang sakit
Pandangan bahwa mengasuh anak adalah hal yang penting dilakukan
Peran sebagai ODHA 38.
Tujuan hidup Faktor internal yang meningkatkan
TR A/F/399-401 Trus lagi, kalo saya nggak minum ARV kan saya masih punya anak kecil. Nggak mungkin kan kakaknya yang sekolah, ya sekali dua kali ingetlah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 214
39.
40.
41.
penguasaan lingkungan Tapi kalo misalnya anaknya nggak mau kan, emoh2, ya wis lah nggak jadi Peran sebagai ibu minum obat kan, gitu. Kalo nggak saya siapa. Kalo saya nggak sehat siapa. Ya wis, saya harus sehat. Mau nggak mau ya harus. TR A/F/402-407 Penerimaan diri Meskipun Tuhan, ehh..sesuk kamu mati. Ya nggak masalah. Tapi kan sebelumnya berusaha (tertawa). TR A/F/407-408 Perkembangan diri S: makna (sebagai Pendamping dalam pekerjaan Sebaya) itu arti ya. Klo menjabarkan tu piye ya.. ya pokoknya itu kegiatan Tujuan hidup yang sosial, yang sangat berguna juga. Ya terutama dari temem-temen yang nggak kenal jadi kenal. Trus bisa membantu teman sesama juga. Membantu e..pasien lain yang mungkin se..apa ya..senasib lah istilahnya. Kadang kluarganya ada yang setres, kita juga memberi support gitu lho..memberi dukungan lahir batin. Biar mereka itu nggak drop. Biar mereka nggak patah semangat. Biar dia itu punya semangat hidup. TR A/F/415-422 Peran sebagai ODHA Ada yang keluargnya sampe beberapa
Subjek merasa tidak apa-apa Subjek menerima keadaan jika sudh berusaha tetapi yang dialami gagal - Subjek merasa bahwa menjadi PS merupakan kegiatan sosial yang sangat berguna & bisa membantu teman senasib. - Subjek merasa memiliki tambahan kenalan.
Kegiatan/pekerjaan yang dilakukan bermanfaat untuk orang lain dan diri subjek
- Subjek merasa bahwa
- Pandangan bahwa ODHA
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 215
42.
Faktor yang memperjelas tujuan hidup dalam pekerjaan Peran sebagai pekerja
43.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami
44.
Peran sebagai ibu
hari nggak makan. Ikut merasakan itu ODHA dan keluarganya dan itu yang bikin pasien yang memerlukan dukungan. bersangkutan juga tambah lemes, - Subjek merasa bahwa tambah mikir. Kita perlu dukungan. tekanan yang dirasakan keluarga ODHA menambah beban pikiran ODHA. TR A/F/426-429 P: Trus perasaan ibu ketika melakukan ini? Hal-hal pendampingan ini seperti apa? Menjadi Pendamping S: ya seneng (suara tenang). Seneng Sebaya memberi subjek juga. Yang penting melakukan dengan semangat untuk menjalani iklas. Ini juga salah satu buat semangat hidup karena ketika pasien buat saya juga. Kan kalo orang yang yang didampingi menjadi kita dampingi itu berubah jadi sehat, sehat, subjek merasa kan seneng juga. Ohh..ternyata ku ini berguna ada gunanya gitu lho. Merasa berguna, gitu. Sesama pasien. TR A/F/430-436 P: 36..bapaknya bekerja atau? Subjek mengatakan bahwa S: sekarang cuma parkir (raut wajah pekerjaan suami hanya nampak sedikit sedih). tukang parkit TR A/F/439-440 P: selain ibu ikut kegiatan di victory Subjek merasa bahwa gitu, di RT/RW selain ikut arisan itu subjek tidak mengikuti ibu ikut kegiatan lain nggak? kegiatan lain karena S: nggak. Kan waktunya udah habis. keterbatasan waktu dan
dan keluarganya perlu dukungan - Kebutuhan akan dukungan
Pekerjaan membuat subjek merasa berguna
Subjek merasa tidak puas dengan pekerjaan suami
- Pekerjaan rumah penting dilakukan - Kebutuhan akan bantuan mengerjakan pekerjaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 216
45.
Peran sebagai ibu
46.
Peran sebagai ibu
47.
Peran sebagai ibu
Nanti saya slunthang slunthung kadang aja kerjaan rumah utuh mbak. TR A/F/441-444 P: lha anaknya? S: yaa di rumah. Pokoknya kalo nonton TV, mainan HP sekarang udah. Kadang tu temen-temen saya yang, halaaah..jeng..kowe ki..anakmu wedokwedok yo gaweanmu utuh. TR A/F/445-448 Halah jeng..gaweanmu kok ga gantiganti. Ya saya jawabnya, ya selama kerjaan ini nggak rampung ya dikerjakan sesuk meneh. Saiki dirampungke yo uwis. Yo nek ra rampung saiki yo sesuk meneh. Gak tak bikin mangkel, saya bilang gitu. TR A/F/453-456 S: ho’o. Klo saya ngomel-ngomel ya percuma to mbak. Pertama, saya capek..wah iki (meninggikan suara). Saya dateng sudah sore kehujanan, basah. Saya kan tempat saya nimba, kamar mandi airnya nggak ada. Haduh..trus mau bikin minum gelas tu satu rak kotor semua. Nggak ada yang nyuci. Ha.. ujan kok (meniru suara anaknya). Kalo yang kecil, hah le
masih harus mengerjakan pekerjaan rumah
rumah
Walau semua anak subjek perempuan, subjek mengerjakan pekerjaan rumah sendiri
Harapan kepada anak perempuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah
Setip hari, subjek mengerjakan pekerjaan rumah semampunya
Pandangan bahwa mengerjakan pekerjaan rumah penting
Subjek merasa kesal karena anak tidak mengerjakan pekerjaan rumah
Harapan agar anak mengerjakan pekerjaan rumah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 217
48.
Peran sebagai ibu
49.
Peran ibu
50.
Peran sebagai ibu
nimbo abot kok. Arep wisuh wae ndadak ra ono banyu. TR A/F/459-464 Saya sering itu ngomel-ngomel. Kalo sekarang saya ngomel, percuma saya ngomel, buang tenaga. Sekali dua kali tiga kali tetep. Ya wis lah. Saya jalanin aja. Cuma saya pesen ke anak-anak, seandainya bangun tidur ibumu mati kepiye? Saya bilang gitu. Sering saya gitukan. Mereka denger setiap hari saya ngoceh seperti itu kayaknya biasa gitu, dicuekke gitu. TR A/F/465-470 Yo deloken yo, angger ibumu ra bali titinono. Yo ra popo. Isih ono beras to? Jawabnya kayak gitu. Karena apa, karena ngerti kalo saya itu cuma ngomong doang, cuma ngasih banyangan ke mereka itu. TR A/F/470-473 Ngko delokken sesuk angger ngertingerti kowe gedhe ra iso opo-opo. Ya kan? Ibu e wis metong. Ibumu sesuk metong sesuk kowe ra iso ngopongopo. Sing butuh sekolah sopo, nggo ragat. Klo saiki kowe ra pinter sesuk koe arep ragat opo, pingin opo-opo ra
Walau sering mengomel, perilaku anak subjek tidak berubah
Pandangan bahwa anak sulit diberi tahu
Anak tidak merubah perilaku karena menganggap apa yang dikatakan subjek tidak serius
Pandangan bahwa anak menyepelekan nasihat subjek
Subjek bekerja untuk mencari nafkah dan dana pendidikan anak. Kalau harus juga mengerjakan pekerjaan rumah subjek merasa capek
Harapan agar anak membantu pekerjaan rumah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 218
51.
52.
53.
54.
nduwe. Saya bilang gitu. Kerjaanmu opo? Ya cuma diem aja. Pada diem. Kesel kan tiap hari saya ngomel kayak gitu. TR A/F/473-478 Peran sebagai ibu Nti kalau pas saya capek, udah diisi banyu? Uwis bu. Ibu capek, ayo wis saiki tak timbakke, kamu sing ngasahi. Baru mau itu. TR A/F/492-494 Peran sebagai ibu Kalo saya nggak dianggap kesel ya, uwis biasa itu. Udah dari pagi sampai sorenya udah kayak gitu. Liat kerjaan rumah seperti itu juga, nggak gantiganti. TR A/F/495-498 Faktor internal yang Kalo kita ngomel tiap hari, masak arep meningkatkan ngomel tiap hari. Yang namanya penguasaan lingkungan kerjaan rumah nggak ganti kan mbak. Dari pagi sampe sore ya cuma itu. Pelan-pelan itu. TR A/F/498-500 Relasi subjek dengan S: hubungan dengan suami ya biasa suami aja...ee..nggak, maksudnya tu nggak pernah cekcok, nggak pernah, kayak wong jowo, pathu gitu nggak pernah. Pokoknya setiap hari kerjanya masingmasing gitu lho.
subjek menyuruh anak Pandangan bahwa anak melakukan sesuatu dan anak akan membantu mau mengerjakan pekerjaan rumah jika diberi instruksi Subjek merasa biasa mengerjakan pekerjaan rumah karena bersifat diulang terus
Pandangan bahwa pekerjaan rumah bersifat rutinitas
Subjek tidak nyaman kalau jengkel setiap hari
Pandangan bahwa mengatur emosi penting
Suami dan subjek tidak pernah bertengkar karena berfokus pada aktivitas masing masing
Pandangan bahwa relasi subjek dan suami dipengaruhi aktivitas masing-masing
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 219
55.
Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan suami
56.
Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan suami Peran sebagai istri dan pekerja
57.
TR A/F/509-514 P: kalau komunikasi antara bapak sama ibu gimana? S: biasa. Mungkin kalo selama pengobatan ini bapaknya sering tidur ya. Obatnya banyak, ada obat tidurnya. TR A/F/517-518 Jarang sih kalo omong-omong yang penting-penting jarang. Trus nanti misalnya jam setengah 8 saya udah pergi bapaknya masih tiduran di rumah. Nanti pulang sore gini bapaknya udah, belum pulang, pulangnya malem. Kadang jam 10 lah, jam 11. Jadi ngomongnya memang..... kurang. Tapi nggak ada masalah sih. Jarang ketemu di rumah. Pulangpulang saya sudah ngantuk to. Misalnya kadang kalo anak sudah tidur saya malah nyuci, ganti nimba, gitu. Nggosok. TR A/F/524-531 Duduk-duduk gini jarang. Kayaknya nggak seneng, kita masing-masing nggak seneng duduk ngobrol, ngobrol, sing diobrolke paling, malah tiduran dari pada duduk, dipake tidur gitu. TR A/F/531-534
Subjek merasa komunikasi dengan suami kurang karena selama pengobatan suami banyak tidur
Pengobatan suami mempengaruhi komunikasi/relasi suami istri
Komunikasi subjek dengan anak dan suami kurang karena pekerjaan masingmasing.
Pandangan bahwa pekerjaan mempengaruhi komunikasi
Komunikasi kurang karena memang tidak suka mengobrol, lebih memilih tidur
- Pandangan bahwa komunikasi dipengaruhi sifat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 220
58.
59.
Relasi subjek dengan saudara
S: saudara kebetulan jauh sih, di Bekasi sama Jakarta Selatan. Kalo yang satu di Kraton. Nah di Kraton juga jarang ketemu. Cuma sering sms. Ya udah saya sms aja gak ada suarane (tertawa). Sms nek perlu aja. Kebetulan kan anaknya kakak satu sekolahan sama anak saya yang sekarang SMK, ya jarang ketemu juga. Anak saya ambil yang busana, kebetulan ponakan saya ambil apa gitu, jadi jarang ketemu. Kalo pas rapat aja, hari ini LK, tanggal eh..hari ini rapat lho. Iya. Di sana juga nggak ketemu. Nggak tau nyelip dimana (tertawa). TR A/F/541-548 Faktor eksternal yang S: iya kalo biaya sendiri. Kebetulan penguasaan lingkungan kan ARV kan disubsidi. Kalo ARV, khusus disubsidi sama pemerintah. Peran sebagai ODHA E..dapat bantuan dari GF itu lhoo..apa GF itu apa..Global Fund itu. Saya juga belum pernah itu berupa orang apa organisasi nggak tau juga, dari luar juga. Tapi denger-dengar sampe 2015. Trus 2016 udah nggak ada bantuan dari GF. Nah, trus saya mikir, paling tidak obatnya itu 500rban itu lho satu pasang per orang. Nggak tau juga besok
Subjek jarang bertemu dengan saudara dan menghubungi hanya ketika perlu
Hubungan subjek dan saudara tidak akrab
Biaya pengobatan saat ini ringan karena disubsidi pemerintah. Tapi kalau subsidi sudah tidak ada, subjek tidak tahu mampu membeli obat atau tidak
Pandangan bahwa biaya pengobatan membebani
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 221
60.
61.
misalnya, kemarin kan ada isu, wah GF cuma ada pendanaan sampe 2015 gitu. TR A/F/551-558 Faktor internal yang Trus temen-temen, ah yowis, nek iso Kalau subsidi sudah tidak meningkatkan yo tuku nek ora yo wis. Sing penting ada, ingin menerapkan pola penguasaan lingkungan sekarang pola hidup sehat. hidup sehat
Penguasaan lingkungan
TR A/F/558-560 P: trus ini bu. Kalo bulan puasa gitu ibu Subjek berpuasa dibulan juga puasa? puasa. S: puasa.
Pandangan bahwa pola hidup sehat adalah solusi alternati untuk menjaga kesehatan HIV tidak mempengaruhi kewajiban ibadah
Peran sebagai ODHA 62.
TR A/F/568-569 Faktor internal yang S: jadwal obat kalo temen-temen yang meningkatkan sudah tahun-tahunan itu menyarankan penguasaan lingkungan kalo yang baru ARV kurang dari setahun disarankan kalo bisa jangan Peran sebagaai ODHA puasa dulu. Tapi kalo udah 2-3 tahun lebih istilahnya adaptasi obatnya kan udah biasa. Nanti kita mundur-mundur setiap setengah jam mundur, sebelum. Misalnya kurang 2 minggu gini, misalnya hari ini biasanya pagi jam 7 jam 8. Nah besok pagi kita mundur setengah jam. Jadi nanti pas dipuasanya kalo bisa kita ngitungnya pas disahurnya. TR A/F/571-578
Pasien yang sudah 2-3 tahun Pengetahuan terhadap cara menggunakan ARV bisa kerja obat membuat subjek berpuasa dengan bisa berpuasa memundurkan jadwal minum obat karena adaptasi tubuh terhadap obat sudah lebih baik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 222
63.
64.
Faktor internal yang P: ooo..jadi di itung-itung? meningkatkan S: iya. Tapi kalo saya nggak pake tak penguasaan lingkungan itung. Kemarin aja biasa jam 8, pas puasa ya wis pas sahur ya shaur. Habis Peran sebagai ODHA sahur pas imsak itu saya ngemplok (tertawa). Pas buka, dul itu minum obat langsung. TR A/F/579-582 S: harapan untuk siapa? Untuk saya, untuk ODHA? Untuk anak-anak?
65.
Peran sebagai ODHA
66.
Peran sebagai ODHA
67.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan orang lain
TR A/F/638-639 S: Kalo untuk saya sendiri harapannya ya tetep, mudah-mudahan tetep diberi kesehatan, nggak ada diskriminasi itu maksudnya, kan ada itu yang kemarin juga terjadi pada anak saya juga. TR A/F/640-642 Mbok ya o..ngasih puskesmas..apa ato apa sering ke posyandu kan..nah saya harap itu mereka ngasih tahu gambaran itu. Apa sih itu HIV. TR A/F/642-645 Tapi juga, dari istilahnya dari kita yang ngerti ya... harusnya terjun. Tapi kayak e susah e mbak, susahnya tu gini, mereka mungkin udah ngecap wah kae HIV, mosok ngomong e ngono, gitu.
Subjek berpuasa tidak dengan cara memundurkan jadwal minum obat
Keyakinan terhadap adaptasi tubuh terhadap obat
Subjek memiliki harapan untuk diri sendiri, anak, dan ODHA
Subjek memiliki banyak harapan
Subjek berharap tetap sehat dan tidak ada diskriminasi untuk ODHA.
Harapan untuk tetap sehat dan tidak ada diskriminasi
Berharap pada instansi kesehatan (posyandu & puskesmas) melakukan sosialisasi tentang HIV.
Harapan kepada instansi kesehatan untuk melakukan sosialisasi tentang HIV
Karena lebih memahami, ODHA harusnya terlibat dalam sosialisasi. Namun akan sulit karena pelabelan dari masyarakat.
Pandangan bahwa orang lain tidak mempercayai ODHA
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 223
68.
69.
70.
Peran sebagai ODHA
TR A/F/645-647 S: he’e.. tapi ya tetep saya pingin suatu saat kan ada pertemuan to..kayak misalnya besok pertemuan RT. Saya pingin tu di..pas ruangan saya, saya tempel itu lho..ee..apa..gambar ato tulisan, misalnya yang apa sebab-akibat HIV, trus cara-cara penularannya. Pingin saya tempel, saya nggak usah, orang lain nggak usah nerangke. Tapi mereka oooo... HIV tu penularanne seko kae, seko kae. Mereka tau langsung gitu lho. Ga usah panjang lebar kita nerangke. Pelan-pelan ngerti..oo..penularane melalui iku, iku, iku. Oo..nek berjabat tangan, nek maem bareng ki ora nular. TR A/F/650-658 Kalo ngumpulke trus nerangke kayak e susah gitu lho. Ibu-ibu rumah tangga biasane alasane..aah masak. Sedangkan demo alat-alat masak aja kadangkadang..aah..aku gek masak e..aah..anakku rewel. Apalagi tentang masalah penyakit yang de’e hiii gitu. Bayangane kan kae AIDS. TR A/F/658-662 Sekarang masih lho mbak itu bayangan
Subjek ingin menempel informasi tentang HIV/AIDS di rumah agar orang lain memperoleh pengetahuan tentang HIV/AIDS
Pandangan bahwa pengetahuan yang cukup dapat mengubah pandangan masyarakat terhadap ODHA
Mengumpulkan ibu-ibu untuk sosialisasi HIV/AIDS sulit karena mereka takut pada HIV/AIDS
Pandangan penyebab orang lain tidak memiliki pengetahuan cukup tentang HIV/AIDS karena takut
Orang lain takut HIV/AIDS
Pandangan bahwa orang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 224
71.
Peran sebagai ODHA
72.
Peran sebagai ODHA
mereka itu AIDS itu sing menular, mematikan, nggak ada obatnya. Mereka nggak tau nularnya seperti apa. TR A/F/662-664 Ya harapannya ya itu. Sedikit-sedikit itu mereka dah ngerti, bukan dari saya langsung tapi dari tulisan. Jadi nggak ada diskriminasi di kampung gitu lho. Trus yang bersangkutan, istilahnya, yang terinfeksi sendiri hidupnya nyaman. Mengharapkan nggak ada diskriminasi di kampung-kampung itu. Di sekolah terutama sekolah. Kalo di kampung nggak tiap hari ya. Di sekolah kan otomatis kalo ngerti teman-temannya ada yang, eh..kae lho anak e kae AIDS, kena AIDS. Nah bayangan AIDS di ibu-ibu..aduh anakku nggko keno. Guru-guru dikasih tau. TR A/F/664-672 S: kalo untuk ODHA-nya ya.. harapannya karena obatnya mahal gitu lho, obatnya mahal, trus selamanya kalo bisa gitu. Sedangkan obatnya gratis aja ada yang putus obat, ada yang males, kadang alasane wah jauh. Kadang udah diambilkan aja, mau
karena tidak tahu cara penularannya
lain takut pada HIV/AIDS karena tidak memiliki pengetahuan cukup
Subjek berharap masyarakat memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS sehingga tidak ada diskriminasi
Harapan agar diskriminasi hilang dengan memberi informasi yang cukup mengenai HIV/AIDS pada masyarakat
Obat gratis ada yang putus obat karena malas, jarak jauh, pikiran harus minum obat seumur hidup. Apalagi kalau tidak gratis. Padahal mahal dan lebih baik untuk makan anak-anak.
- Pandangan subjek tentang sikap dan perasaan ODHA dalam pengobatan - Pandangan subek bahwa biaya pengobatan memperberat proses pengobatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 225
73.
74.
minum males. Aduh obat meneh, aduh seumur hidup. Sering banyak yang males itu lho. Apalagi besok kalo beli. Ah mbok tak nggo tuku beras, paling kalo ibu-ibu ya. Aduh mbayar semono, alaah mending tak nggo tuku beras nggo mangani anak-anak. TR A/F/674-681 Peran sebagai ODHA Harapan buat ODHA itu kalo bisa obat itu terus. Kalo ada ya dari ODHA-nya sendiri dijaga pola hidupnya. Nggak usah makan sembarangan. Kalo dari ODHA sendiri kan nggak ada pantang makanan, cuma ya itu kalo udah dapat obat ya harus minum rutin lah. Makan apa aja tu nggak pantang kalo ODHA. Kalo mau makan ya makanlah sebanyak-banyaknya biar sehat kuat. TR A/F/681-687 Faktor internal yang Soalnya kekebalan tubuh to sing meningkatkan diserang. Kalo nggak mau makan, penguasaan lingkungan pilih-pilih, nanti malah sering ambruk.
Harapan untuk ODHA minum obat terus, dijaga pola hidupnya, jangan pilihpilih makanan dan makan yang banyak supaya kuat.
Harapan agar ODHA menjalani pola hidup sehat dan mematuhi proses pengobatan
HIV menyerang kekebalan tubuh sehingga ODHA harus banyak makan
Pengetahuan tentang HIV membuat subjek menerapkan pola hidup sehat
Peran sebagai ODHA 75.
Peran sebagai ODHA
TR A/F/687-688 Terus apa ya..mungkin bagi kalangan- Subjek berharap agar kalangan instansi kalo bagi ibu-ibu instansi-instansi memberi ODHA harusnya biar nggak nglangut. kursus dan bantuan alat
Harapan pada instansi untuk memberi pelatihan secara berkelanjutan agar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 226
76.
77.
78.
Peran sebagai ODHA
Peran sebagai ODHA
Biar nggak ngelamun, biar nggak mikirnya macem-macem, tu otomatis pikirane negatif to. Itu ada instansi yang memberi apa, semacam kursus. Kemarin kan juga udah ada semacam kursus misalnya menjahit. Trus nanti ada bantuan alatnya untuk kesibukan di rumah. Saya mohon ya itu terus, nggak cuma sekali dua kali. TR A/F/691-698 S: ada kesibukan sendiri. Trus pikirannya nggak nge-blank gitu lho.
TR A/F/700-701 Kalo diem aja..aduh, loro koyo ngene, arep metu isin. Apalagi kalo di kampung-kampung. Kalo di kota nggak begitu. Kalo di kampung tu masih. TR A/F/701-703 Memang mungkin dari kecil dia (suami) kurang perhatian dari orang tua. Dari kecil suami saya cuma diikutkan orang gitu lho. Bapak angkatnya itu kan parkir itu, sampai sekarang masih. Sama bapak ibunya sendiri itu nggak dekat. Padahal rumah ibunya kan dekat sarjito. Klo kontol ke
yang berkelanjutan agar ibu- hidup ODHA lebih ibu ODHA ada kesibukan semangat di rumah sehingga hidupnya tidak lesu, melamun, dan berpikiran negatif
Kalau ada kesibukan, pikiran tidak kosong/negatif
Pandangan bahwa kegiatan menghilangkan pikiran negatif pada ODHA tentang penyakit
Karena sakit HIV, malu kalau ingin keluar rumah, terutama di daerh perkampungan
ODHA di perkampungan merasa lebih tertekan secara sosial dibanding di kota
Suami sulit diajak berkunjung ke rumah orang tuanya karena sejak kecil subjek diasuh oleh orang lain
Pandangan bahwa hubungan suami dan ibu mertua tidak akrab
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 227
79.
Peran sebagai ODHA
80.
Peran sebagai istri
81.
82.
Relasi negatif dengan suami
sarjito saya suruh mampir nggak mau. Kalo ke tempat bapak ibunya malah kayak tamu, duduk di luar. Sejam dua jam udah nggak betah, pulang. TR A/F/762-768 S: saya nggak tau ya. Pokoknya kalo virus itu kan nggak langsung muncul. TR A/F/770-771 Tapi kalo sekarang tambah nggak karuan lagi. Tapi ya beruntungnya juga ketahuan (penyakit jiwa). Jadi ada obatnya. TR A/F/774-776 Ini anak saya yang besar-besar kan sama suami saya yang sekarang cuek, udah nggak nggubris. Pokoknya kalo diajak ngomong ya ngomong. Misalnya diajak bercanda ya..sering kelantur omongnya. Jadi anak saya kan nggak seneng. TR A/F/776-779 Anak saya memang nggak suka bercanda, sama dengan saya, juga. Bicara yang nyleneh-nyleneh gitu nggak mau gitu lho. Kalo bapaknya ngomong apa gitu, ah gak nyambung, ngomong kok sama orang soak. TR A/F/779-782
Dampak HIV tidak langsung muncul
Pandangan bahwa dampak HIV tidak langsung terlihat
Subjek merasa bersyukur karena penyakit jiwa subjek ketahuan sehingga bisa ditanggulangi
Pandangan bahwa pengobatan jiwa suami dapat menekan perilaku aneh suami
Suami sering bercanda kelewatan sehingga anak subjek merasa tidak senang dengan suami
- Pandangan bahwa anak tidak menyukai suami
Anak tidak menyukai suami karena memiliki sifat sama dengan subjek
Pandangan bahwa komunikasi subjek dan suami tidak baik
- Alasan anak tidak menyukai suami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 228
83.
Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan suami
84.
Peran sebagai istri
85.
Peran sebagai istri
86.
Dulu sering kumat gitu lho. Tengahtengah tidur kayak ngunyah, tingkahnya aneh. Ngunyah tapi nggak makan apa-apa. Ngunyah trus lepas baju, kadang trus nyanyi-nyanyi, kadang joged. Trus kadang kalau liat apa gitu, diambil ditarik, ditarik, dipegangi. Cepet-cepet, cepet gowo cepet gowo. Padahal nggak ada apaapa. Ayo tarik-tarik cepet. Kalo narik kayak beneran. Nanti 10 menit dia langsung blek tidur. TR A/F/787-793 S: udah melek. Dia kayak nglakuin apa gitu bener-bener. Selang 10 menit udah berhenti, ngrokok, dimatikan, tidur. Bangun dia nggak tau. Tadi ngapain nggak ngerti. Dulu sering kayak gitu. Ini udah 4 bulan ini nggak. TR A/F/795-798 Takutnya nanti kalau di luar rumah, kalau pas tengah-tengah kumat, kalo liat apa barang dikantongi. Kalo kemarin-kemarin sering kayak gitu. TR A/F/798-800 Anak-anak saya.. kumat, kumat lho, gitu. Kalo anak saya ngerti yang SD atau yang SMK. Kalo yang kecil itu,
Dulu suami subjek sering berperilaku aneh jika penyakitnya kambuh.
Pandangan bahwa perilaku suami aneh
Suami subjek sudah 4 bulan tidak kambuh
Pandangan bahwa kondisi suami sekarang sudah membaik
Subjek takut kalo suami kambuh di luar rumah mengambil barang orang lain
Perasaan khawatir terhadap perilaku aneh suami
Ketika suami kumat, subjek dan anak-anak berusaha mengamankan miliknya
Sikap keluarga yang tidak melakukan apa-apa kepada suami ketika berperilaku
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 229
87.
88.
Peran sebagai istri
bu..bu..bapak kumat. Kalo anak saya tau hp-ne dikantongi sendiri. Uanguang diamankan sendiri-sendiri. Wis barange diamanke sendiri lho. Dia sering ngambil, disakuin gitu lho. TR A/F/800-804 Trus nanti kalo udah tidur, bangun tidur, lho kok kantongku penuh. Kadang sendok, garpu. Trus korek dimasukkan saku semua. Kalo bangun, ini kenapa kok mengantongi barang seperti ini. Anak saya pada ketawa...salahnya kumat. Dia aneh. Kalo di rumah bisa buat hiburan (tertawa). TR A/F/807-811 Tapi takutnya kalau di luar... dia padahal nggak ingat. Masalahnya nggak lama mbak, misalnya 10 menit, 15 menit, udah gitu lho. Kalau ada sandal, takutnya kalau punya orang pas lewat dipake, ada helm diambil. Padahal dia nggak sadar, trus ditinggal tidur. Nah..misalnya barangnya ada di sebelahnya dia tidur, nggak tau punya siapa. Takutnya itu. Tapi bersyukur sudah 4 bulan ini nggak kumat. TR A/F/811-817
masing-masing
aneh
Keluarga menertawakan kebingungan suami setelah kambuh
Sikap keluarga yang mengabaikan dampak penyakit jiwa pada diri suami
Subjek khawatir kalau perlaku aneh suami kambuh di luar rumah. Suami mengambil milik orang lain dan tidak bisa mengembalikanya
Kekhawatiran terhadap dampak perilaku aneh suami kepada orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 230
89.
Peran sebagai istri
90.
Peran sebagai istri
S: tetep. Pokoknya saya target seumur hidup juga (tersenyum). Dia sendiri minum obatnya nggak bosan kok. Malah saya yang bosan mbak, soalnya liat bertebaran itu lho. Dekat tidurnya, dekat bantal satu kantong putih dari edelweis, kantong putih dari syaraf, kantong putih dari jiwa. Dia sendiri yang hapal mana yang harus di minum jam 6. Trus yang jam 7 pagi mana, nanti yang malam yang jam 7 jam 6 mana, dia sendiri yang ngerti. Kalau berangkat pergi, dia sangu itu lho,dikantongi dipake nanti sekitar jam 7 jam 8 dia minum disana. Kalau saya sudah bosan. TR A/F/819-827 S: iya. Nggak bosan itu lho. Anak saya, kok nggak bosan ya? Haa mbuh..eneeg, saya bilang gitu. Trus anak saya, lha dasar e orang soak ya nggak ada bosannya (tertawa). Tapi yang saya mikir tu kasihan. Anak saya kan ceplas ceplos gitu ngomongnya. Dia juga nggak nggubris, nggak sakit hati, nggak apa. Kayak apa ya istilahnya buat genep-genep lah di rumah (tertawa), soalnya nggak pernah marah.
Subjek merasa bosan melihat obat suami yang sangat banyak
Subjek merasa bosan mengurusi penyakit suami
Subjek merasa kasian pada suami karena anak sering mengatai-ngatai
Rasa kasihan pada suami yang diperlakukan buruk oleh anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 231
91.
92.
Faktor yang memperjelas tujuan hidup merawat suami Peran sebagai istri
93.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami
TR A/F/832-837 Kadang omongane njengkelke, anak saya nggak suka. Misalnya nggoda, tapi nggodanya kebangetan. Ngomongnya juga nglantur, pas critacrita itu nglantur. Anak saya trus ninggal, gitu aja. Luweh..ngomong kok karo wong nggak bener (tertawa). TR A/F/838-841 Tapi ya syukur kemarin kecekel saya itu lho. Kalo nggak, nggak tau juga kan. Nggak ada pengobatan to. Kan taraf obat sakitnya ini kan nggak langsung kliatan. Nanti efek sampingnya kan ada misalnya trus nglengreng. Saya pikir, untunge ketemu aku, kalo nggak..kalo kemarin dia nglengreng di jalan malah nggak karuan di jalan hidupnya. TR A/F/842-847 Tapi saya jengkelnya kalo saya suruh pulang ke tempat ibunya nggak mau dan ibunya nggak mau nrima sampe sekarang. Masih takut kalo kumat kayak dulu gimana. Padahal saya udah ngomong..sekarang udah nggak. Sekarang di tempat ibu aja, hitunghitung ngurangi apa..harian saya. Saya
Anak jengkel karena suami kalau berbicara tidak menyenangkan
Pandangan mengenai alasan anak tidak menyukai suami
Subjek bersyukur karena suami menikah dengan dirinya sehingga suami dapat memperoleh pengobatan
Pandangan bahwa subjek adalah penolong suami
Subjek jengkel dengan mertua yang tidak mau menerima suami subjek sehingga subjek juga harus menghidupi suami
Pandangan bahwa suami adalah beban
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 232
94.
Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan mertua
95.
Peran sebagai istri
96.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami Peran sebagai istri
97.
Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan suami
kan berarti kerja sendiri to. TR A/F/848-853 Trus nanti setiap mau berobat ya saya usahakan, saya bilang gitu. Nanti saya akses kan. Selama saya ada bantuan, saya akseskan. Ibunya tetep nggak mau. TR A/F/853-855 Kemarin saya baru ngomong sama suami saya...ini bantuan obat sampe 2015, perkiran..saya bilang. Besok 2016 beli sendiri lho. Padahal 1 poli 500rb-1juta per bulan. Kalau 3 poli bisa 1,5-2juta to. Khusus utukmu..saya bilang gitu. Uang dari mana? TR A/F/855-859 Trus suami saya..ya tak bakar rumah sakitnya. Ya bakarlah...saya bilang gitu (tertawa). Kalau mau bakar..kamu jangan di sini, kembali dulu ke tempat ibu..dari pada nanti kasusnya ada di tempatku. TR A/F/859-862 Nggak ada mikir..o ya..kalo udah nggak ada bantuan aku kalo beli obat gimana. Maksudnya kan gitu..saiki tak nabung. Nggak..tak bakar rumah sakitnya. Jadi langsung gitu lho. Nggak
Mertua tetap tidak mau menerima suami subjek walau subjek mengatakan akan membantu pengobatan suami
Pandangan bahwa mertua menolak suami subjek
Jika tidak ada bantuan, subjek bingung mengenai biaya pengobatan suami
Pandangan bahwa biaya pengobatan suami merupakan beban
Kalau suami akan melakukan kejahatan disuruh pulang ke rumah mertua agar subjek tidak terkena dampaknya
Subjek tidak mau menerima dampak negatif perilaku suami
Suami tidak memikirkan solusi agar bisa membeli obat setelah tidak ada bantuan, malah ingin membakar rumah sakit
Pandangan bahwa suami tidak bisa berpikir jernih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 233
98.
Relasi dengan mertua baik
99.
100.
101. Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan suami
mikir yang baik gitu. Jadi anak saya kemarin ya udah bu..ngomong kok sama orang yang nggak bener. Nggak isa mikir (suara tenang). TR A/F/862-868 P: jadi ibu sama ibu mertua hubungannya baik? S: ho’o..tetep baik. TR A/F/869-870 P: cuma kayaknya ibu mertua kurang bisa menerima suami ibu. S: ho’o. Kalo saya suruh pulang sini nggak mau. Suami saya juga nggak nyaman karena sejak kecil memang kayaknya jauh to. TR A/F/871-873 Ibunya ya takutnya nanti kalo seperti dulu lagi. Dia sampe sekarang itu..ngontrol emosi itu belum bisa. Itu..salah satu kendalanya dia nggak bisa nahan emosi. Efek dari obat-obat itu lho. TR A/F/874-876 S: pernah.. tapi dia tak usir nggak mau pergi. Cuma gara-gara uang 100rb..karena adiknya dia datang, ngasih ke anak saya yang kecil. Trus waktu itu saya masih sore kerja di
Hubungan subjek dengan ibu mertua baik
Pandangan subjek bahwa relasinya dengan mertua baik
Suami tidak nyaman dengan ibu kandungnya karena sejak kecil hubungannya jauh
Pandangan bahwa hubungan suami dengan mertua tidak akrab
Mertua tidak bisa menerima suami subjek karena tidak bisa menahan emosi akibt efek obat
Alasan mertua tidak mau menerima suami subjek karena tidak bisa menahan emosi
Suami marah besar hanya karena masalah yang dianggap subjek sepele
Pandangan bahwa suami tidak mampu mengontrol emosi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 234
102. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami 103. Faktor internal yang menaikkan relasi dengan suami
warung makan to..mbantu, saya tinggal kerja, uangnya dibawa bapake. Sini tak bawane. Dilipat kecil. Saya nggak tau..dikantongi atau ditaruh mana kan nggak tau, saya tinggak kerja. Saya pulang jam 12. Besok pagi pas tempat saya bayar kos itu kan sisa 50rb, trus saya belanjakan. Dikirain yang uang 100rb itu saya belanjakan gitu lho. Woo..marahnya minta ampun... pokoknya aku itung sampe 3, klo nggak ngganti tak pecah kacane. Ya dipecah beneran kaca-kaca rumah itu jendelanya. TR A/F/878-887 Padahal baru saya pasang baru 5 hari Suami memecahkan kaca slese, dipecah. yang baru dipasang 5 hari TR A/F/887-888 Saya nggak papa, tetangga yang Subjek merasa tidak ngerti..dia menghubungi polsek. masalah dengan perilaku suami
Peran sebagai istri 104. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami
TR A/F/888-889 Dan itu..waktu itu udah saya ganti to Suami tidak berpkir kacanya, yang satu blok itu sudah saya mengenai kesulitan subjek ganti. Habisnya 250rb kalau tidak salah mengganti kaca, bagaimana
Pandangan subjek bahwa suami tidak menghargai usaha subjek - Pandangan bahwa perilaku suami tidak membahayakan - Kepercayaan subjek bahwa suami tidak akan mencederai subjek Pandangan bahwa suami tidak mampu berpikir dengan jernih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 235
105. Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan suami 106. Faktor internal yang menaikkan relasi dengan suami 107. Kemandirian
108. Relasi negatif dengan suami
sama masangnya. Dia dengan santainya..kok sampun diganti bu..kok yang di sana belum? Dia nggak mikir aku nggantinya pake uang apa. Trus yang mbersihin siapa? Perasaan saya gimana? Dia nggak mikir. TR A/F/896-900 Dia ya nggak..nggak merasa bersalah ya nggak. Dia njawabnya gini.. salahe orang kok bikin jengkel TR A/F/904-906 Saya nggak masalah malah ada tetangga yang melaporkan ya udah (tersenyum). TR A/F/910-911 Sampe sekarang ya.. saya malah dihitung punya hutang (tertawa). Aduuhh... bu, anda mau mengembalikan uang kapan? Apaaa? Saya bilang. Lha ini suaminya apa nggak..saya bilang gitu. Kayake nggak pernah membelanjakan, nggak pernah ngasih uang, saya malah punya hutang. TR A/F/914-919 Trus saya bilang, ya wis gampang. Saya kembalikan..tapi satu sarat, anda kembali ke tempat ibu. Kalo kembali ke tempat ibu, saya usahakan hutangku
perasaan subjek, dll ketika bertanya dengan santai mengenai kaca yang yang sudah diganti
Suami tidak merasa bersalah Pandangan bahwa suami tidak merasa bersalah atas kesalahannya Subjek tidak ingin melaporkan perbuatan suami kepada polisi
Pandangan bahwa perilaku suami tidak membahayakan
Suami menganggap subjek punya hutang padahal tidak pernah menafkahi
Pandangan subjek bahwa suami tidak menjalankan peran sebagai pemberi nafkah
Subjek akan berusaha keras mengembalikan hutangnya kepada suami jika suami mau pulang ke rumah
Kenginan untuk tinggal terpisah dengan suami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 236
109.
110.
111. Relasi negatif dengan suami
gimana caranya hutangku saya kembalikan. Tapi kalau anda masih di sini, kenapa aku mikir buat ngembalikan? Mosok aku disuruh tombok, tombok ya nggak mau. Ya diem (tersenyum). TR A/F/919-924 Ya itu..anehnya di situ. Tapi nggak saya pikir banget. Istilahnya untuk hiburan di rumah. Tapi ya itu, aneh, aneh orangnya. Makanya..wis nggo genep-genep omah (tertawa). TR A/F/927-929 Tetangga-tetangga sama temen-temen bilang..anakmu lanang, ho’o..anakku lanang, anak mbarep (tertawa). Kebetulan kan anak saya perempuan semua to. TR A/F/930-932 Saya nggak papa. Misalnya pak heru mau kembali lagi (pada istri pertama) ..ya silakan..syukur alhamdulilah, saya bilang gitu. TR A/F/968-969
ibunya
Perilaku aneh suami dianggap sebagai hiburan dan pelengkap di rumah
Subjek mengabaikan perilaku aneh suami
Ketika tetangga dan teman mengatakan suami seperti anak subjek, subjek mengiyakan
Subjek menganggap suami adalah anak
Subjek bersyukur jika suami Harapan subjek agar suami kembali pada istri pertama kembali kepada istri pertama
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Analisis Tematik Subjek B Sebelum Mengetahui Tertular HIV/AIDS Kode: AT B/a
No. 1.
Kategori Tema Peran sebagai ODHA Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
2.
Peran sebagai ODHA Faktor internal yang menurunkan relasi dengan orang lain
3.
Relasi negatif dengan orang lain
4.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami
Transkrip Wawancara S: kehidupanya? Sebelum kena? Sebelum kena ya namanya istilahnya kalo yang namanya sayuran yang tadinya segar. Kan dia dilihat segar, enak kan gitu....kan orang berarti dia itu sehat, hidupnya enjoy, tenang. TR B/F/437-440 Tapi kalau si sayuranya katakanlah kena virus dia kan layu..semacam saya ini (tertawa). Jadinya kan orang menilai kok kamu semakin kurus, semakin memburuk..kan gitu. TR B/F/440-442 Tapi saya tidak menjelaskan kalau saya kena HIV. Ya karena saya hanya cuma bilang karena saya capek. TR B/F/442-444 Tapi saya juga gini..o iyaya..memang gini ya... saya kena..saya jadi istrinya suami saya tadinya saya segar..ternyata saya tertular dengan
237
Pemadatan Fakta Subjek sebelum tertular sehat, tenang, dapat menikmati hidup
Tema Pandangan bahwa HIV berdampak negatif pada subjek
Orang lain menilai keadaan subjek memburuk
Pandangan subjek bahwa orang lain menilai keadaannya memburuk
Subjek menjelaskan kalau dirinya capek
Subjek menyembunyikan keadaannya yang sebenarnya
Setelah menikah, subjek tertular HIV dari suami dan merasa keadaannya memburuk
Pandangan bahwa penyebab subjek tertular HIV adalah suami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 238
5.
Faktor internal yang meningkatkan kemandirian
6.
(ada sikap defensif terhadap perasaan saat ini) Faktor eksternal yang menurunkan penguasaan lingkungan
7.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
8.
Peran sebagai ODHA
9.
suami saya kok memburuk. TR B/F/444-447 Tapi saya hanya cuek saja, biasa saja saya. Saya tidak ada berpikiran gimana-gimana. Saya tu netral-netral aja. TR B/F/447-448 S: lebih enjoy..dan sekarang pun juga lebih enjoy. Tapi yang lebih saya nggak enjoy itu...biasa yang namanya manusia ya dana..faktor ekonomi (tertawa), biasanya kan gitu. TR B/F/450-452 Tapi kalo dipikir sepaneng, dipikir terlalu tegang, nanti kita akan semakin memburuk dan kita akan semakin drop juga. Buat apa saya mesti harus terlalu dipikir sepaneng. TR B/F/452-455 Sepaneng sih memang sepaneng, tegang memang tegang tapi..yah (menghela napas)..dari awal itu tadi...pasraaaah.. TR B/F/455-456 Tapi setelah kena penyakit dia akan terus pikirannya nggak karu-karuan. Bagi mereka yang belum tau
Subjek tidak menghiraukan pendapat orang lain
Pandangan orang lain tidak mempengaruhi subjek
Subjek merasa terbebani dengan perubahan faktor ekonomi
Pandangan bahwa faktor ekonomi menjadi beban
Berpikir terlalu tegang dapat membuat kesehatan menurun
Pandangan bahwa faktor pikiran mempengaruhi keadan fisik
Merasa tegang dengan apa yang terjadi
Subjek merasa tegang menghadapi keadaan
ODHA yang belum tau takut kalau dirinya akan dikucilkan oleh tetangga
Pandangan mengenai pikiran ODHA tentang dampak negatif HIV karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 239
10.
Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan keluarga Peran sebagai ODHA
11.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
identiknya, yang belum tau sama sekali mereka akan berpikirannya..aduh kok saya kena ini. Nanti saya dikucilkan tidak dengan keluarga saya dikucilkan nggak dengan tetangga-tetangga gitu. TR B/F/469-473 Terus pas kena itu mereka memberi spirit dorongan..jadi mereka menyarankan saya waktu kena itu dikasih pendamping jangan sampe dari pihak keluarga kamu tau kalo kamu tu kena. Kalo misalnya keluarga kamu tau..mereka akan mengucilkan kamu dan juga mengucilkan keluarga dari suami kamu juga. Sampe sekarang saya juga nggak ngasih tau. Toh kalo mereka tau mereka hanya cuma diam. Tapi saya tetep memilih diam. TR B/F/473-479 Tadi kan saya sudah bilang...saya nggak papa. Memang saya jadinya pikirannya sedikit agak goyang saya tu. Jadi saya takut bagaimana, nanti kedepannya bagaimana, tapi ternyata saya kena ini nggak sendiri. Ternyata diluar-luar sana mereka juga ada yang
dan keluarga
kurang informasi
Pendampingan tentang diskriminasi membuat subjek tidak memberitahukan keadaannya kepada keluarga
Pendampingan membuat subjek tidak memberi tahu keluarga tentang keadaannya
Setelah tau bahwa yang tertular bukan hanya dirinya, subjek menjadi semangat untuk bertahan hidup
Rasa senasib memotivasi subjek untuk hidup
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 240
12.
Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan suami Peran sebagai istri
13.
Peran sebagai ODHA
14.
Relasi negatif dengan orang lain
kena tetapi mereka yang kena diluar itu dia bisa hidup kenapa saya nggak..dah..gitu aja. TR B/F/479-485 S: dari temenku, dikenalin. Kan dulu sama-sama kerja. Ya saya pikir orangnya..ya kan aku juga nggak tau...kalo orang masih pacaran nggak mau kan dia mengakui statusnya. Nggak mau..apalagi kalo udah..begitu tau..kaget saya. TR B/F/1032-1035 S: waktu pas belum kena itu dalam hal pekerjaan biasa-biasa aja. Tapi setelah kena ada yang sakit..sering nyeri di dada, terasa tangan pada kesemutan, trus kepala pusing, pening. Lemah badannya itu. Itu aja yang dirasakan. TR B/F/1063-1066 S: biasa-biasa aja. Berelasi dengan orang lain sebelum kena ya sewajarnya seperti kita kalo yang namanya..ya kita kan namanya orang nggak tau. Sampai diketahui, sampai disadari setelah orangnya kena si penderita HIV itu dia tidak sadar..tidak disangka..apa..nggak diketahui lah pokoknya. Biasa aja.
Sebelum menikah, suami tidak memberitahu tentang keadaan dirinya yang sebenarnya
- Pandangan bahwa suami menyembnyikan penyakitnya - Perasaan kaget ketika tau keadaan suami
Setelah tertular, subjek merasa badan melemah karena sering merasakan sakit
Pandangan subjek bahwa HIV membuat badan lemah
Tapi setelah tau tertular, relasi dengan orang lain berubah.
Pandangan bahwa diagnosa tertular HIV mempengaruhi hubungan subjek dan orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 241
15.
Faktor eksternal yang menurunkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
16.
Faktor eksternal yang menurunkan penguasaan lingkungn
Tapi setelah tau itu ya....udah deh (suara mengecil) TR B/F/1069-1074 Setelah kena, dampak-dampak, hambatan-hambatan penyakitnya segala macem penyakit itu dia datang. Ya keluhannya macemmacem...kepala..trus kesemutan, sering..kondisi tubuh kita ini lemah..gitu aja. TR B/F/1083-1086 Trus gampang marah, emosi. Biasanya nggak begitu marah jadi marah gitu kan karena pengaruh dari obat ARVnya itu.
Setelah tertular HIV, subjek gampang terkena penyakit
Pandangan bahwa HIV memperburuk kondisi fisik
Subjek gampang marah setelah menggunakan ARV
Pandangan bahwa HIV memberi dampak negatif pada pengendalian emosi
Subjek merasa takut karena kalau berhenti minum obat, virus akan menggerogoti sel tubuh
Rasa takut karena pengobatan tidak mampu memberantas penyakit secara tuntas
Peran sebagai ODHA 17.
Peran sebagai ODHA
TR B/F/1086-1088 Kalo dia tetep minum ARV si virus itu akan terus..yang namanya HIV itu pengobatannya itu belum ada yang jelas. Makanya dia bilangin harus minum seumur hidup karena kalo kita terus minum ARV dia itu mati tapi belum tentu mati. Dia hanya tidur sementara. Kalo kita mengkonsumsi terus ARV itu dia tidur. Tapi kalo kita berhenti, dia akan menggerogoti kita lagi. Lama-lama dia akan mati tapi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 242
18.
Peran sebagai ODHA
19.
Faktor eksternal yang menurunkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
bukan langsung dinyatakan yeeess..aku menang gitu nggak. Virus itu kan ganas menggerogoti sel-sel tubuh. Makanya sebenarnya saya takut. TR B/F/1092-1100 Saya gini..sering sakit di sini..kesemutan, sakit-sakit di sini (memegang tangan dan kaki), sakit di kepala. Si penyerang ARV ku ini lagi menggerogoti. Memang saya rasain...aduh.. sakitnya kok nggak sembuh-sembuh sih. Yang rasain sakit kan saya..orang lain belum tentu sakit, belum tentu dia ngrasain. Dia liatnya kan seperti dia sehat. Padahal hancur. Badan kita ini.. gitu aja dari saya. TR B/F/1101-1106 Saya juga suka ngeluh sakit di sini, sakit di sini kan itu karena apa dok.. kan saya sering tanya. Tulang-tulang kok bisa sakit. Itu kan kata dokter hanya pengaruh dari ARV TR B/F/1106-1109
ODHA lain belum tentu merasakan rasa sakit yang subjek rasakan
Pandangan bahwa kondisi fisik subjek lebih buruk dari pada ODHA lain
ARV menimbulkan rasa sakit
Pandangan bahwa pengobatan menimbulkan efek samping
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 243
Analisis Tematik Subjek B ketika Mengetahui Tertular HIV/AIDS Kode: AT B/b
No. 1.
Kategori Tema Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami
2.
Faktor internal yang meningkatkan penerimaan diri
3.
Peran sebagai ODHA
4.
Peran sebagai istri
Transkrip Wawancara Dia sebelum kena itu tadinya dia nggak mau ngaku. Tapi terus saya desak, saya tanya-tanya..ternyata dia dulunya kena siphilis..gitu. TR B/F/14-16 S: kalau saya sih waktu suami saya...lhaah kenapa kalau suami saya udah kena trus masak akan saya sesali. Namanya juga orang penyakit kayak gitu kan tidak diduga-duga. TR B/F/24-26 Awalnya saya kaget dan lemes..nggak nyangka kalau suami saya itu kena..itu aja. Nggak nyangka trus ya sudah lah..kalau memang sudah dirinya saya kena sama suami saya kena HIV..dalam hati kecil saya si ya..saya trima aja. TR B/F/28-32 Kalau dia memang sudah kena kayak gitu..saya obatin sampe dia
Pemadatan Fakta Suami tidak mau mengaku tentang keadaannya
Tema Pandangan bahwa suami menyembunyikan keadaannya yang sebenarnya
Terkena penyakit tidak bisa dikendalikan membuat subjek menerima keadaan
Pandangan bahwa subjek tidak bisa mengendalikan tertular penyakit
Subjek merasa kaget dan lemas ketika tau tertular HIV
Perasaan subjek keget dan lemas ketika tahu tertular HIV
Subjek ingin merawat suami Harapan agar suami sembuh sampai sembuh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 244
5.
Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan orang lain
6.
Peran sebagai istri
7.
Peran sebagai istri
8.
Faktor internal yang
sembuh..gitu aja (mbil memukul karpet) gitu aja..nggak ada pikiran apa-apa. TR B/F/32-34 Trus kata dokter katanya nggak usah dikasih tau dengan tetangga-tetangga kamu..tapi kan mereka tetap curiga. Awalnya suami saya itu kurus badannya itu..dia kayak orang ya...patah semangat gitu. Tapi saya tetep beri dia dorongan untuk tetep hidup. TR B/F/36-39 Saya kasih dia semangat untuk hidup, apalagi dia seorang kepala rumah tangga..hanya mencukupi saya dan anak saya dengan ibunya. Ibunya aja sudah umur 90 tahun (tersenyum). TR B/F/39-42 Pada waktu itu saya tetep bersikeras untuk menyembuhkan dengan suami saya..mau nggak mau saya tetep biar cepet sembuh. Terserah dia kalo selesai sembuh dia mau berbuat apaapa (tertawa) terserah..saya kan nggak mau tau gitu kan. TR B/F/49-53 Alasannya dia nggak mau..alasannya
Tetangga curiga karena badan suami kurus dan nampak patah semangat
Pandangan bahwa tetangga curiga karena kondisi fisik dan mental suami
Seorang kepala keluarga mencukupi kebutuhan keuarga
Pandangan bahwa suami bertanggungjawab menafkahi keluarga
Subjek berkeinginan kuat untuk menyembuhkan suami
Harapan agar suami sembuh
Subjek menyelidiki sendiri
Pandangan bahwa suami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 245
menurunkan relasi dengan suami
9.
Peran sebagai suami
10.
Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan suami Peran sebagai istri
dia nggak tau…dia bilang gitu. Trus selidiki demi selidiki dari tetangga ternyata suami saya sendiri itu orangnya tukang jajan. Ternyata kamu yang nakal..aku bilang gitu. TR B/F/58-61 Dia perokok berat..masih bandel dia juga. Takutnya dia itu kan kena TB. Pertama saya cek..negatif..tapi nggak begitu banget...jaman paru-paru apaaa..tapi tetep dia minum obat paruparu TBnya. Dianya juga masih tetep bersikeras masih suka putus dengan minum obat paru...suka bandel juga. Aku tu..aduh mbak..jengkel saya sih kalo liat suami saya dulu. TR B/F/61-67 Saya sampe bilang gini..saya itu jadi istri kamu..apa ya dibilang katakanlah seperti orang..saya nggak munafik.. saya sendiri juga kotor..saya nggak sok suci bukan saya sok bersih. Saya jadi istri kamu istilahnya jadi istri kamu seperti dapet dapat seperti orang bejat...gitu deh. Saya trima kekurangan kamu. Saya nggak menilai kamu dari kelebihan..kekuranganmu ..tapi kamu sendiri saya tolong..saya
dan mendapat informasi bahwa suami suka jajan
tidak bisa dipercaya
Subjek merasa kesal karena suami tidak mematuhi pengobatan
Pandangan subjek bahwa pengobatan suami penting
Subjek marah karena suami Pandangan subjek bahwa tidak peduli dengan suami tidak menghargai pengobatannya padahal usahanya merawat subjek sudah mengusahakan yang terbaik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 246
11.
Relasi negatif dengan suami Peran sebagai istri
obati..tapi kamu sendiri kayaknya tanggapannya lain. Dia kayaknya nggak mau tau..nggak peduli. Yayayya..tapi tidak dijalankannya. Dia itu sempet waktu pas masih terapi paru dia sempet ngumpet-ngumpet sambil ngrokok. Ketahuankan sama saya trus kayak apa muka saya itu (tersenyum)..marahnya kayak apa saya waktu itu. Wah..langsung..saya tampari dia..sekarang gini aja deh..kamu itu masih dalam tahap terapi, itu kamu masih dalam tahap pengobatan...aku bilang gitu. Kamu abisin satu bungkus obat itu..abis itu kamu bunuh saya..aku bilang gitu kan. Saya sudah mati-matian ngasih kamu pengobatan tapi kamu bandel..aku bilang gitu. TR B/F/67-82 Akhirnya dia berenti..nggak mau lagi Subjek membiarkan suami ngerokok walaupun dia sembunyi- merokok sembunyi ngerokok tanpa sepengetahuan saya, saya tetep tau tapi saya diemin aja. Terserah kamu deh...kalo kamu masih tetep bandel..masih tetep apa..kalo ada apaapa terpaksa saya lepas tangan..saya
Subjek mengabaikan perilaku suami yang menurunkan kesehatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 247
12.
Faktor internal yang meningkatkan penerimaan dri Peran sebagai ODHA
13.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
14.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan orang lain
15.
Faktor internal yang meningkatkan
itu aja. Sampe sekarang sebodo teing kalo orang jawa barat bilang. Orang sini udah capek-capek..dia cuma diem aja. TR B/F/82-88 S: perasaan saya? Ya itu tadi..dari awal saya bilang kalo memang sudah kena..mau gimana (suara kecil) saya terima. Apa istilahnya..diterima dengan lapang dada. Orang saya dapat penyakit ini dari Atas...mau saya tolak? Mau bagaimana? Kalo orang udah kena? Manusia kan nggak bisa apa-apa. Itu kan tergantung dari yang di Atas. TR B/F/113-117 Kalo dia mau nggak mau hidup, mau berhenti dari obat ..sudahlah. Kalo pingin hidup ya terus aja minum obatnya..aku bilang gitu (trtawa). TR B/F/119-121 Mereka kan pasti bilang kalo saya kena pasti orang-orang berpikiran nanti ketular lah..nanti kena ini lah..nanti di kucilkan lah. TR B/F/124-126 Lho..kalo saya berpikiran begini..kalo saya dikucilkan saya nggak papa.
Subjek tidak 247ias menolak penyakit karena penyakit adalah pemberian Tuhan
Pandangan bahwa penyakit adalah pemberian Tuhan
Kalau suami mau tetap hidup, minum obat. Kalau ingin mati, berhenti dari minum obat
Pandangan bahwa hidup adalah pilihan
Dikucilkan karena orang lain takut tertular
Pandangan penyebab orang lain mengucilkan subjek (takut tertular)
Subjek merasa tidak apaapa dikucilkan krena yakin
Keyakinan pada ketersediaan sumber
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 248
penguasaan lingkungan
16.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami
17.
Peran sebagai istri
18.
Nggak masalah saya dikucilkan, toh saya juga tidak akan mengganggu kalian. Nanti toh juga saya ada yang membangkitkan..bukan kamu tapi orang lain..gitu aja kalo saya. TR B/F/126-130 S: sebenernya..tapi kan waktu pas dia bilang gini..waktu pas dia kena HIV itu kan dia nggak tau. Tapi pas sipilis dia dulu katanya pernah..gitu lho. Dia ngomong. Itu kan awal dari kamu kena HIV itu kan dari sipilis..aku ngomong. Itu kamu sudah kena aslinya. Cuma kamu tu nggak mau menyikapinya. TR B/F/1038-1042 Kamu kan orangnya..e...dia tu percaya dengan jamu-jamu jawa. Tapi kalo minum obat dari dokter dia itu nggak begitu respek banget. Maunya dia tu disuntik langsung sembuh. Orang sakit kayak gitu diliat dari jenis penyakitnya..nggak asal main suntik. TR B/F/1042-1046 S: (memutus perkataan pewawancara) itu kan konseling kan hanya untuk saran. TR B/F/1167-1168
akan ada yang memberi dukungan
dukungan
Suami sudah tau kalau terkena sipilis tetapi tidak mau menyikapi
Pandangan bahwa suami tidak peduli dengan kesehatan
Suami ingin disuntik langsung sembuh, padahal pengobatan harus melalui proses pemeriksaan
Pandangan bahwa suami ingin memperoleh hasil secara instan
Konseling hanya berperan memberi saran
Pandangan bahwa konseling tidak banyak membantu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 249
Analisis Tematik Subjek B setelah Mengetahui Tertular HIV/AIDS Kode: AT B/c
No. 1.
Kategori Tema Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami
2.
Faktor internal yang meningkatkan relasi dengan suami Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami
Transkrip Wawancara S: masih..saya masih kontak sama suami. Tapi ya itu..dia bandel gitu aja orangnya tu. TR B/F/90-91 S: ya iyaaa..saya kan masih tinggal satu rumah. Tapi walaupun yang sebenarnya dinyatakan suami saya belum tentu sembuh total. Namanya juga belum ada 3 bulan..taruhlah 3 bulan...atau 6 bulan itu kan orang pengobatan paru harus ada jarak waktunya kan 6 bulan..udah agak mendingan gitu. Tapi saya nggak papalah (suara lemas)..takutnya nanti kalo saya ganti-ganti obat..apa namanya sendok, gelas..takutnya kalo ganti-ganti kan takutnya tersinggung suami saya..gitu. Saya juga udah disaranin sih..birin aja lah (suara lemas) kalo memang suami saya kayak gitu toh suami saya itu
Pemadatan Fakta Suami bandel
Tema Pandangan bahwa suami sulit diberitahu
Suami dan subjek tinggal bersama walaupun subjek sudah disarankan untuk tinggal terpisah dengan suami karena subjek ingin menjaga perasaan suami
- Keinginan untuk menjaga perasaan suami - Perasaan khawatir tertular oleh penyakit suami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 250
3.
Peran sebagai ODHA
4.
Peran sebagai istri
5.
Relasi negatif dengan orang lain
6.
Faktor internal yang meningkatkan relasi dengan orang lain
7.
Faktor internal yang menurunkan relasi
orangnya tidak positif banget....gitu lho. Tapi kan ada pengobatannya juga. TR B/F/93-102 Itu kan tergantung dari fisik si pasiennya gitu lho. Kalo dia misalnya CD-4 nya rendah..Hbnya rendah..dia akan terlalu drop..dia akan terlalu lemah. Dia tidak akan kuat dengan penyakit badannya..gitu aja. TR B/F/104-108 Tapi saya ya alhamduliah sampe sekarang dia sehat-sehat aja.. TR B/F/108-109 S: awalnya memang..saya tu takutnya gini..saya sempat tanya sama ibu PKK, saya cuman begini..diem aja kan saya itu..yang kena itu kan suami saya, bukan saya. Tapi mereka tau..kamu sakit apa? Ah..biasa..sakit gini-gini.. TR B/F/132-135 Trus...lho..tapi mereka menyikapinya sudah tau sudah memahaminya bahwa kalo saya sakit ini tertular dari suami saya. Jadi kan bukan dari disengaja usur kesengajaan. TR B/F/135-137 Bahwa saya itu kan sakit ini tertular dari suami saya tu, tetangga saya itu
Kondisi fisik memperngaruhi ketahanan menghadapi HIV
Pandangan bahwa kondisi fisik mempengaruhi ketahanan menghadapi HIV
Alhamdulilah suami sehat
Perasaan syukur atas kesehatan suami
Mengatakan pada ibu PKK kalau yang tertular HIV adalah suami dan subjek hanya sakit biasa
Subjek menyembunyikan kondisinya yang tertular HIV
Ibu-ibu PKK memahi kalau subjek tidak sengaja tertular dari suami
Pandangan subjek bahwa orang lain memahami kondisi subjek
Subjek tertular HIV karena kenakalan suaminya
Pandangan subjek bahwa subjek tertular HIV karena
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 251
dengan suami
8.
Faktor ekternal yang meningkatkan relasi dengan orang lain
9.
Faktor internal yang meningkatkan relasi dengan orang lain
mereka juga udah tau kalo kenakalan dari suami saya. TR B/F/137-139 Jadi mereka tidak memperkucilkan saya dengan keluarga saya. Jadi mereka hanya menerima dengan lapang dada, dengan ya..legowo lah kalo orang sini bilang. Aku sempet tanya..apa penduduk sini akan mengucilkan saya? Apa akan mengucilkan suami saya? Tapi mereka hanya menyikapinya ..saya tidak akan mengucilkan kalian. Saya cuma bilang menyuruh kamu untuk berhati-hati atau merawat diri kamu sama anak kamu. Jangan sampai tertular dengan suami kamu. Terutama anak kamu jangan sampai kena dengan suami kamu, kasian anak kamu. TR B/F/139-147 Ya saya cuma hanya..berarti..saya menyikapi berarti mereka masih ada rasa sayang, ada rasa kasihan dengan saya. Jadi mereka berpandangan ke positif, tidak berpandangan ke negaif (tertawa). Perilakunya kebaikan saya di kampung suami saya..gitu aja. TR B/F/148-151
kesalahan suami
Ibu-ibu PKK tidak mengucilkan subjek dan menyuruh subjek untuk merawat dirinya dan anak
Pandangan subjek bahwa orang lain memahami kondisi subjek
Orang-orang berpikiran positif pada subjek karena subjek berperilaku baik
Pandangan subjek bahwa perilaku baiknya membuat subjek diterima orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 252
10.
Faktor internal yang meningkatkan kemandirian
11.
Faktor internal yang meningkatkan relasi dengan orang lai
12.
Faktor internal yang meningkatkan relasi dengan orang lain
Yang penting perilaku saya didalam lingkungan keluarga atau di kampung suami saya..saya tidak macem-macem, saya tidak menyimpang atau tidak berbuat onar. Saya hanya..punya kepribadian saya sendiri layaknya seperti istrinya suami saya. Saya tidak akan melakukan yang seronok ato yang bagaimana. Mereka menyikapinya kayak apa terserah.. yang penting saya..saya..kamu..kamu. TR B/F/155-161 Tapi trus saya cuma diem-diem..tapi mereka menyadainya..o ya sudah...nggak papa..memang sudah takdirnya..saya nggak mau menyalahkan kamu, nggak mau menyalahkan suami kamu. Dia hanya bisa memberi spirit atau dorongan...yang penting kamu harus sabar. Menjalaninya harus sabar dan kamu harus merawat anakmu dengan suami kamu yang baik. TR B/F/164-169 S: iya..malah dikasih semangat.. mereka malah memberi spirit untuk hidup dengan suami saya. TR B/F/171-172
Subjek tidak mempedulikan pendapat orang lain, yang penting berperilaku baik di lingkungan dan keluarga
Subjek mampu melawan pengaruh sosial
Orang lain tidak menyalahkan subjek da suami. Subjek diberi semangat untuk merawat suami dan anak
Pandangan subjek bahwa orang lain memahami kondisi subjek
Orang lain memberi semangat untuk hidup dengan suami
Pandangan subjek bahwa orang lain memberi dukungan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 253
13.
Faktor internal yang meningkatkan relasi dengan orang lain
14.
Faktor internl meningkatkan penguasaan lingkungan
15.
Peran sebagai ODHA
S: saya tetep ikut. Mereka malah menyarankan gini..e..kamu tu sudah termasuk cukup sabar. Trus kamu orangnya diam, nggak neko-neko. Maksudnya seperti..kayak ibuibu..yang kalo suaminya udah kena trus dia malah ditinggalnya pula suaminya...kan gitu. Makanya mereka itu menyikapinya ya itu tadi dari awal saya sudah bilang..mereka hanya memberi spirit, dorongan untuk hidup, untuk bersabar dan bertawakal..gitu aja (tersenyum..nafas seperti ngosngosan). TR B/F/174-180 S: gini..orang itu kan berpikirnya..tadi saya sudah jelasin..mau..dianya tergantung dari dua alterntif... Kan ada dua... itu kan kamu mau sembuh atau nggak..pilihan itu aja. Kalau sudah dinyatakan vonis untuk kena virus HIV, kamu mau hidup apa nggak..apalagi obat itu harus diminum seumur hidup. TR B/F/185-189 Jangan dia kalo sudah bosan...kan kadang orang itu dari gini..dari pikiran aja. Si pederita harus jiwanya tenang,
Orang-orang menganggap bahwa subjek sabar da tidak macam-macam sehingga mereka memberi dukungan
Pandangan subjek bahwa perilaku baiknya membuat orang lain memberi dukungan
Setelah divois tertular HIV, ada 2 pilihan, yaitu mau sembuh atau tidak. Kalau mau sembuh harus minum obat seumur hidup
Pandangan bahwa hidup adalah pilihan untuk diperjuangkan atau diabaikan
Pikiran kacau membuat keadaan ODHA menurun dan bosan minum obat
Pandangan subjek bahwa pikiran berpengaruh pada kondisi fisik dan proses
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 254
16.
Indikasi bersembunyi dalam peran sosial sebagai ODHA
17.
Faktor internal yang menurunkan kemandirian
18.
Indikasi bersembunyi dalam peran sosial sebagai ODHA
pikirannya tenang. Kalo misalnya si penderita pikirannya galau, pikirannya kacau, pikirannya nggak karuan..sumpeklah..apa segala macem. Mereka akan down. Trus dia jenuh dengan minum obat itu dan dia membosankan hidupnya sendiri karena dianya kenapa saya kena penyakit semacam ini? TR B/F/190-196 Kalo mereka yang kedua..saya harus semangat untuk hidup. Kan misalnya kalo dia sudah semangat untuk hidup, dia bosan..kenapa saya nggak. Harus bersemangat untuk hidup. TR B/F/199-202 Saya hanya..kalo ada masalah semacam apa ya diselesaikan dengan bareng-bareng. TR B/F/202-203 Memang sih kalo orang yang kena gitu pikirannya aduh saya..pikirannya ke yang nggak karu-karuan. Pikiranya..saya bisa hidup nggak ya? Masa depan saya suram nggak ya? Pasti gitu. Pasti arah pikirannya kesitu. Pikirannya kenegatif-negatif. Dia tidak ada dorongan semangat untuk
pengobatan
Semangat hidup membuat ODHA bertahan minum obat
Pandangan subjek bahwa semangat hidup membuat ODHA bertahan menghadapi kesulitan dalam pengobatan
Menyelesaikan masalah bersama-sama
Pandangan subjek bahwa kerjasama dapat menyelesaikan masalah
ODHA berpikiran ke halhal yang negatif
Pandangan subjek bahwa ODHA memiliki pikiran negatif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 255
hidup. 19.
20.
Peran sebagai ODHA Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
21.
Faktor internal yang menurunan penguasaan lingkungan
TR B/F/203-207 S: saya pasrah yang di Atas. Kalau yang di Atas menginginkan saya mati ya mati (tersenyum). Kalo mereka tidak menginginkan saya tetap hidup ya saya semangat hidup, begitu aja. TR B/F/209-211 Kalo mereka yang menginginkan mati itu kan dari manusianya sendiri. Kalo dia misalnya pikirannya sudah nggak karu-karuan..udah bosan dengan setiap hari minum obat..setiap hari mengkonsumsi ini..jenuh kan. TR B/F/211-214 Memang saya tidak munafik, buktinya saya sendiri aja suka bosan dengan minum obatnya itu saya bosan.
Pasrah kepada Tuhan atas kematian
Pandangan bahwa kematian adalah sesuatu yang tidak bisa subjek kendalikan
Kejenuhan minum obat membuat ingin mati
Pandangan bahwa rasa jenuh pengobatan menurunkan semangat hidup
Subjek bosan minum obat
Perasaan bosan subjek terhadap pengobatan
Peran sebagai ODHA 22.
Faktor eksternal yang menurunkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
TR B/F/215-216 Tapi saya merasakan pada kondisi Subjek merasa badannya tubuh saya sendiri..rasanya nggak sakit dan ingin marah ketika enak, pikirannya nggak karuan, kepala minum obat pusing, maunya pingin marah. Kalo mengonsumsi obat itu rasanya itu mual di perut itu, jadi rasanya nggak enak di tubuh.
Pengobatan menimbulkan efek samping
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 256
23.
24.
25.
26.
TR B/F/216-220 Indikasi S: setelah saya menjalankan seorang penyangkalan/tidak bisa ibu dan seorang istri tertular HIV saya menerima perasaan diri menyikapinya biasa-biasa aja. Tidak ada rasa was..ya ada rasa was-was sih emang, tapi tidak terlalu berat dipikirnya. TR B/F/228-230 Faktor eksternal yang Memang itu tadi kalau misalnya meningkatkan relasi memang diaturan kalau kita kena, dengan suami suami kena, apalagi kita dalam terapi atau gimana, kita melakukan dengan suami itu pake itu..unsur kesehatan, unsur kebersihan rumah tangga kita, dari kita sendiri harus pake sa..apa..kondom. TR B/F/230-234 Faktor internal yang Biasa-biasa saja..tidak ada...orang kan meningkatkan relasi ada yang parnonya banget.. o..saya dengan suami nggak mau gini.gini. Tapi kalau disisi lain kita dosa juga dia kena, kita kena..orang kita kena, suami kena..trus mengapa kita mengabaikan suami, kasian juga. Mau gimana lagi, namanya kita sama-sama kena mati pun juga harus sama-sama. TR B/F/235-239 Peran sebagai ibu Cuma anak saya ya.. yang merasa
Merasa was-was ketika mejalani peran istri dan ibu
Perasaan khawatir subjek ketika menjalankan peran sebagai ibu dan istri
Subjek dan suami berhubungan seksual dengan menggunakan kondom dan memperhatikan beberapa aspek lain setelah tertular HIV
Subjek dan suami tetap melakukan hubungan seksual setelah tertular HIV
Merasa bedosa dan kasian jika meninggalkan suami
Keyakinan agama dan rasa kasihan membut subjek bertahan untuk tetap peduli pada suami
Anak takut tertular penyakit
Pandangan subjek bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 257
27.
Peran sebagai ibu
28.
Peran sebagai istri
29.
Peran sebagai ibu Relasi negatif dengan anak
30.
Peran sebagai ibu
dirinya ketakutan... nggak mau tertular bu..saya nggak mau. Dia tu nggak mau makan bareng..istilahnya sendokan bareng dari dia..gelas pun bareng dari dia. TR B/F/242-245 Cuma ya udah nggak apa..yang penting kamu istilahnya bismiah aja deh kamu jangan sampe tertular, yang penting kamu sehat. TR B/F/245-247 Saya juga sedikit ada rasa was-was, apalagi suami saya itu kan kena TB. Yang sekarang tadinya nggak tidur sama saya sekarang jadi ikut tidur sama saya. Tapi misah itu tidurnya. TR B/F/248-250 S: anak saya? Kalau anak saya kalo saya kena HIV belum tau dia (suara melemah). Saya tidak akan menjelaskan kepada anak saya, tapi anak saya pun pernah ikut program, maksudnya dia pernah saya ajak ikut dalam acara program-program kayak gini tapi dia nggak nanya saya kena atau nggak. TR B/F/254-258 Kalo toh dia tau kalau saya kena dia
suami
anak takut tertular penyakit suami
Anak jangan sampai tertular penyakit suami
Harapan agar anak sehat
Subjek khawatir kalau tertular penyakit TB dari suami
Perasaan khawatir tertular penyakit TB dari suami
Anak belum tahu kalau subjek tertular HIV dan tidak berkeinginan untuk memberi tahu anak
Keinginan untuk menyembunyikan keadaan bahwa subjek tertular HIV dari anak
Merasa bahwa anak akan
- Rasa khawatir terhadap
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 258
Peran sebagai ODHA Penolakan diri
31.
Peran sebagai ibu dan istri
32.
33.
Peran sebagai ibu Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
34.
Peran sebagai ibu dan
pun juga akan down..aduh ibu saya kena.. apa..suami saya kena..trus jadi saya ikut tinggal satu rumah dengan semacam orang menderita HIV. Saya juga kasihan dengan anak saya. Dia itu kan yang diandalkan, pegangan, patokan itu hidupnya hanya cuma saya. TR B/F/260-265 Kalo dia dengan bapaknya sekarang sudah nggak mau, maunya sama saya. TR B/F/265-266 Kasihan juga sih anak saya, tapi saya tetep untuk menyembunyikan status penyakit saya dengan keluarga saya dengan anak saya. Berbohong demi untuk kebaikan (tertawa) gitu aja. TR B/F/266-269 S: dibilang berat ya nggak berat-berat banget. Cuma ya itu tadi kalo kita orang namanya kerja mana ada yang nggak capek. Semua pasti akan capek. Capeknya ya kan mondar-mandir mondar-mandir dari ke sana ke sini..gitu aja. TR B/F/275-278 S: capek..capek juga menyikapinya
down kalau tahu subjek tertular HIV. Subjek juga kasihan pada anak kalau ia merasa tidak ada yang bisa diandalkan lagi
dampak negatif jika anak mengetahui subjek tertular HIV - Pandangan negatif subjek terhadap ODHA
Anak tidak mau diasuh mantan suami
Pandangan bahwa relasi anak dan mantan suami tidak baik
Merasa bahwa tidak memberitahu anak dan keluarga adalah kebohongan demi kebaikan
Pandangan positif subjek terhadap sikapnya yang tidak memberitahu anak dan keluarga
Pekerjaan membuat subjek lelah
Pandangan subjek bahwa pekerjaan membebani
Subjek merasa lelah ketika
Pandangan subjek bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 259
istri, pekerja Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingungan
35.
Peran sebagai ibu dan istri, pekerja Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
36.
Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
(tersenyum). Kalau dipikir e..apa ya stres juga sih saya..aduh saya harus bangun pagi harus nyiapin buat anak, untuk suami kalo mau kluar.. , belum lagi ke kantor. Bentar belum lagi njemput anak, njeput suami. Capek sebenarnya. Padahal kalo si penderita ODHA itu seharusnya tidak usah terlalu capek, tidak usah terlalu sepaneng atau bagaimana. TR B/F/284-289 Tapi mau bagaimana lagi kalau keadaan saya harus begini ya..mau gimana lagi. Saya cuma saya jalankan saja. Capek memang capek, resiko..tetapi kalau orang bilang ya jangan dipikir-pikir banget. TR B/F/289-292 S:bingung, nggak tau bagaimana cara kerjanya kayak apa. Saya sendiri kan belum begitu paham...kok bisa ya orang kerja kayak gini, gitu..gitu..gitu.
melakukan pekerjaa rumah tangga, mengurus suami, merawat anak, dan bekerja padahal ODHA tidak boleh terlalu capek
peran sebagai istri dan ibu, pekerja membebani
Subjek merasa harus menjalankan perannya sebagai ibu dan istri walaupun hal itu membuat subjek merasa lelah
Sikap tanggungjawab subjek terhadap perannya sebagai istri dan ibu, pekerja
Subjek merasa bingung karena belum paham pekerjaan
Perasaan bingung dalam menjalani pekerjaan
Peran sebagai pekerja 37.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
TR B/F/295-297 Nanti kalau saya begini salah, kalau Kalau tidak bekerja, subjek saya nggak ngerjain saya nggak tidak memperoleh dapet..nggak dapet pasien. pemasukan
- Sikap tanggungjawab terhadap peran pencari nafkah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 260
Peran sebagai pekerja
38.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
- Penolakan subjek terhadap kesulitan dana TR B/F/298-300 Sebenernya kalau dipikir..enak sih Pekerjaan tidak banyak kerjaannya..dari jam sekian sampe jam menguras tenaga sekian, tidak terlalu difokus banget tenaganya..gitu aja.
Pandangan subjek bahwa pekerjaan tidak memforsir tenaga
Peran sebagai pekerja 39.
Peran sebagai ibu dan pekerja
40.
Peran sebagai ODHA Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
TR B/F/303-305 S: ya seperti kayak biasa aja gitu. Ya seperti di rumah ya kayak di kantor. Kalo di rumah ya kita mengerjakan seperti layaknya ibu rumah tangga, kalo di victory ya kita mengerjakan ya seperti kerja. Ya gitu aja...menurutku sama aja. TR B/F/310-314 Trus biasanya kalo orang udah kena ...kamu kalo misalnya putus dengan gini...nah..itu ada otomatis ada 4 tahap. Saya termasuk e...ke tahap satu. Kalo suami saya kan ke tahap tiga. Kalo tahap empat sudah dinyatakan tamat riwayat kamu..gitu. Ada kan sampe keluar kulitnya sampe naujubila..(tertawa) putih-putiiiih, udah rapuh banget kan kalo yang kena HIV/AIDS.
Merasa biasa saja ketika mengerjakan pekerjaan rumah dan bekerja
- Tidak ada pemaknaan khusus terhadap pekerjaan dan peran sebagai ibu - HIV tidak merubah kegiatan
Putus obat membuat keadaan kesehatan memburuk
Pandangan negatif terhadap akibat putus obat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 261
41.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaam lingungan Peran sebagai ODHA
42.
Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
43.
Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
TR B/F/320-326 Kalo HIV masih bisa ditanggulangi. Kalo sudah HIV/AIDS itu kan dia melepuh semua kulitnya. Tu dia akan trombositnya turun. Selama saya kena penyakit HIV ini kan saya harus mengkonsumsi minum ini..apa namanya..jus jambu. Jus jambu itu kan sama juga..trombositnya itu untuk menaikkan..CD-4nya untuk menaturalkan antibody kita. TR B/F/326-331 S: pertama saya mengkonsumsi obat itu suka sakit ini..di leher itu lho. Nyeriii banget di sarafnya gitu. Trus kepala pusing trus kalo minum obat itu maunya muntaaah aja..muaal aja gitu. Tapi itu kan karena e..apa ya..dari obatnya itu. Efek samping dari si obatnya itu. TR B/F/334-337 Tapi tadinya saya tu sudah malas saya..saya nggak mau minum obatnya itu saya pikir. Memang sempet putus asa saya itu. Saya sempet down juga lho karena saya kelebihan dosis (tersenyum). TR B/F/337-340
Subjek meminum jus jambu karena memahami bahwa kesehatan orang yang terkena HIV masih bisa ditingkatkan
Pandangan bahwa penyakit masih bisa ditanggulangi
Subjek merasa tidak enak Pandangan bahwa badan ketika meminum obat pengobatan menimbulkan efek samping negatif
Subjek merasa malas dan putus asa terhadap pengobatan
Perasaan negatif ketika menjalani pengobatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 262
44.
Faktor eksternal yang menurunkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
45.
Faktor yang meningkatkan penguasaan lingkungan
46.
Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
47.
Faktor yang
Panti rapih itu pun juga mereka tidak bisa menerima rujukannya pake Jamkesda. Saya kan pake jamkesda...jadi nggak mau panti rapih. Jadi KTP saya yang jadi jaminan sampe sekarang belum saya ambil KTPnya (tertawa). Masih jaminan di panti rapih (tertawa). TR B/F/345-349 Dari pertemuan-pertemuan di sarjito trus dikasih pemasukkan-pemasukan, saran-saran..si ODHA jangan terlalu lemah, jangan terlalu stres kalo udah kena penyakit semacam gini. Si ODHA sudah harus semangat hidup. Jangan terlalu ke negatif..harus pesimis. TR B/F/365-368 Dari situ saya juga...yaah..yang lain kena kenapa saya harus mesti takut..saya bilang gitu. Dari semangat hidup saya disitu. Berarti nggak cuma saya aja yang kena, ternyata sudah merajalela senusantara..ku bilang gitu. Ya udah lah biarin aja, kenapa saya mesti malu. TR B/F/369-372 Tetapi mereka yang akan mengucilkan
KTP subjek dijadikan jaminan di salah satu rumah sakit
Pandangan subjek bahwa biaya pengobatan menjadi beban
Rumah sakit memberi saran,masukkan,dan semangat hidup pada subjek
Subjek memperoleh dukungan eksternal dari rumah sakit
Pemikiran bahwa subjek tidak sendiri, ada orang lain yang juga tertular HIV, membuat subjek bersemangat
Perasaan senasib membuat subjek bersemangat menghadapi penyakit
Kalau ada orang yang
Pandangan subjek bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 263
menurunkan relasi positif dengan orang lain Peran sebagai ODHA
48.
Faktor yang menurunkan penguasaan lingkungan
49.
Tujuan hidup dalam peran sebagai ibu
50.
Peran sebagai ODHA
saya..kamu kena gi..gini.. Kenapa? Saya kena begini bukan kemauan saya kok. Yang lain juga ada. Tanya pada diri kamu sendiri, kamu pasti akan kena..tapi kamu tidak tahu kan. Tapi pasti kamu kena, saya gitu aja. TR B/F/373-376 Kalo dipikir...saya menolak, saya nggak mau kena penyakit semacam gitu. Tapi kalo saya sudah dinyatakan, divonis saya segala macem..mau nolak bagaimana..penyakitnya sudah masuk. Nggak bisa dong saya harus menolak. Ya udah..akhirnya saya cuma saya jalanin aja...dengan kedepan bagaimana saya. TR B/F/376-382 P: yang membuat ibu tetap semangat itu apa sih bu? S: anak (cepat, tegas, tertawa). Kalo saya nggak liat anak saya udah malas (nada suara menurun). TR B/F/386-388 P: ART itu menurut ibu..e... mempengaruhi hidupnya ibu nggak ya? S: kalo setahu saya..saya itu biasa aja. TR B/F/391-392
mengucilkan, subjek membela diri
orang lain akan mengucilkan Respon terhadap sikap pengucilan orang lain
Subjek tidak bisa apa-apa terhadap keadaan yang sudah terjadi
Perasaan tidak berdaya terhadap penyakit yang dihadapi
Anak menjadi semangat subjek untuk bertahan
Peran sebagai ibu memberi tujuan hidup
Pandangan subjek bahwa ART tidak mempengaruhi hidupnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 264
51.
Peran sebagai ODHA
52.
Peran sebagai ODHA
53.
Faktor eksternal yang menurunkan pengusaan lingungan Peran sebagai pasien
54.
Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
Tapi kalo yang lain saya kurang tahu ya. Semua orang kan beda-beda tergantung fisik dan kondisi tubuh mereka. TR B/F/392-394 Kalo..kalo ini kan memang ada tahaptahapnya, dari berapa bulan kedepannya nanti si ODHA kena penyakitnya atau down bagaimana. Trus nanti keberapa bulan lagi dia akan membaik, kan ada tahaptahapnya minum obatnya itu. Tergantung dari mengkonsumsi kesehatan dan mengkonsumsi pola makanan yang baik. TR B/F/394-399 S: ketika saya pas minum itu memang awalnya saya sedikit agak mual. Saya terus ngantuk. Mau dihadapkan semacam itu saya kurang konsen. Kayak seperti ini sih..ngantuk aja...saya kerja itu. TR B/F/403-405 Saya tanya karena HB kamu. Saya kontrol lagi saya cek ternyata memang dari HB saya memang rendah. Mungkin kamu terlalu capek. Kalo bisa jangan terlalu capek..dokter
Reaksi ART berbeda-beda pada orang tergantung kondisi fisik
Pandangan bahwa reaksi ART berbeda-beda pada orang tergantung kondisi fisik
Mengkonsumsi obat ada tahapannya tergantung pada kesehatan dan pola makan yang baik
Pandangan bahwa pengobatan dilakukan sesuai kebutuhan
Minum obat membuat subjek mual dan mengantuk sehingga tidak dapat berkonsentrasi
Pandangan subjek bahwa efek samping pengobatan mengganggu aktifitas
Kondisi badan yang terlalu capek dapat menurunkan kondisi kesehatan
Pandangan bahwa rutinitas yang terlalu berat mempengaruhi kesehatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 265
55.
Peran sebagai ODHA, pekerja
56.
Peran sebagi istri Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
57.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami Peran sebagai istri
58.
Faktor eksternal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
bilang gitu. Bisa mempengaruhi juga dari CD-4. TR B/F/405-409 Terus ternyata ada unsur pengurangan pegawai, tapi bukan saya aja..yang lainnya pun ikut dikurangi. Berarti nggak saya yang ini gitu kan, berarti ada hikmahnya saya harus untuk merawat suami saya..itu aja. TR B/F/417-420 Ya udahlah..saya terima dengan lapang dada kalo memang kenyataannya suami saya sakit...masak mau saya abaikan. TR B/F/420-422 S: kan itu..suami saya kan..apalagi dari kalangan orang paling kebawah banget ya....soalnya suami saya kan kerjanya buruh, dibagian bengkel mobil tapi dia bagian jahit jok. Itupun juga penghasilannya dibawah UMR. TR B/F/427-430 Jadi untuk bayar semacam kayak gini dia (suami) kan pake jamkesmas. Itu pun kalo juga nggak dibantu dan nggak dikasih spirit dorongan dari victory atau bantuan semacam apa ya
Subjek dipecat dari pekerjan Pandangan bahwa HIV karena ada pengurangan tidak membuat subjek tenaga kerja dipecat dari pekerjaan
Subjek tidak mengabaikan suami yang sedang sakit
Sikap tanggungjawab terhadap peran sebagai istri
Suami bekerja dengan penghasilan dibawah UMR
Pandangan bahwa suami tidak memenuhi peran sebagai pencari nafkah
Suami memperoleh bantuan dari jamkesmas dan LSM sehingga dapat menjalani pengobatan
Pandangan bahwa dukungan finansial dari pihak lain penting Pandangan bahwa biaya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 266
59.
Peran sebagai ibu Peran sebagai istri Peran sebagai ODHA
60.
Peran sebagai ibu Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak
61.
Peran sebagai ibu
62.
Peran ibu Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
namanya untuk dana gitu....suami saya nggak tau. TR B/F/430-434 S: harapannya? Ya semacam supaya kita sembuh. Harapannya bagaimana supaya kita bisa sembuh dari penyakit ini. Saya sehat, suami saya pun juga sehat, anak saya pun juga sehat. TR B/F/459-461 Naah..enak juga kan jawabannya. Berarti kamu tu orangnya terlalu ini..terlalu santai dan tidak ada dorongan untuk kepingin cepet punya IQ yang kuat, aku bilang gitu. Nggak punya dorongan supaya punya prestasi atau bagaimana..kamu tu nggak ada kesitunya. TR B/F/497-500 Aku tu memberi dorongan kamu supaya kamu punya prestasi biar dapet...ya..istilahnya beasiswalah. TR B/F/500-502 Gimana coba kalo begitu. Saya harus bagaimana? Dikasarin nggak bisa, dialusin nggak bisa. Dikasarin anak saya itu nangis apa bagaimana. Dialusin dia semakin ngelunjak. TR B/F/504-506
pengobatan suami membebani Harapan agar subjek dan suami sembuh dari HIV Harapan agar subjek dan keluarga sehat Anak terlalu santai, tidak ingin menjadi pintar, dan tidak ingin perprestasi
Pandangan subjek bahwa anak tidak memiliki dorongan untuk berprestasi
Subjek mendorong anak agar berprestasi
Harapan agar anak berprestasi
Kalau anak dikasari menangis, kalau dihalusin perilakunya memburuk
Perasaan bingung untuk mendidik anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 267
63.
64.
Peran sebagai ibu
Peran sebagai ibu Faktor internal yang menurunkan relasi positif dengan anak
65.
66.
Faktor internal yang menurunkan kemandirian
Pada dasarnya tu saya nggak kepingin anak saya itu ya sampe sekarang sih memang..ya apa ya dibilang e...anak sekarang SMP sekarang sudah banyak sekali ada yang merokok lah, yang minum, faktor dari pergaulan di lingkungan sekolah. Tapi saya perhatiin di sekolahnya juga ada yang ngrokok. TR B/F/507-511 Aku sempat mengancam dengan anak saya (tersenyum)...nanti kamu suatu saat ketauan saya atau dibilang..gak usah deh kamu ngomong gitu ke orang. Saya tau sendiri atau saya denger sendiri kamu ngrokok atau..nggak ada ampun-ampun lagi saya bilang. Jangan ikut sama saya kamu saya lempar..udah. TR B/F/511-515 Harusnya kamu tu bergaul..maunya saya bergaul itu yang berbobot...aku gitu lho. Yang bisa kamu menghasilkan diri kamu sendiri, kesenangan kamu sendiri dapat keberhasilan kamu. TR B/F/523-525 Kalau tidak kamu bisa membanggakan
Subjek tidak ingin anaknya merokok dan minum karena pergaulan di sekolah
Pandangan subjek bahwa perilaku negatif dipengaruhi faktor eksternal Rasa khawatir jika pergaulan membuat anak berperilaku tidak baik
Subjek mengancam tidak mau merawat anak jika berperilaku tidak baik
Sikap penolakan terhadap perilaku anak yang tidak sesuai dengan subjek
Subjek ingin agar anak memiliki pergaulan yang baik agar dapat berhasil
- Pandangan bahwa pergaulan penting untuk perkembangan diri - Harapan agar anak memiliki pergaulan yang baik - Kebutuhan subjek akan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 268
orang tua. 67.
Peran sebagai ibu
68.
Peran sebagai ibu
69.
Peran sebagai ibu Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
70.
Peran sebagai ibu Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
71.
Peran sebagai ibu Ketidakberdayaan
prestise
TR B/F/525-526 Jadi aku tu nggak nyuruh dia.. Subjek memberi semangat memberi ciut hati ke anak saya tu pada anak nggak. Tu malah memberi spirit e saya itu. TR B/F/526-528 Temen anak saya itu orangnya... kayaknya ogah-ogahan gitu lho. TR B/F/528-529 Aku tu keras memang sama anak. Tapi kalo terlalu keras kasihan..dislowin anak saya itu kayaknya nyepelein...aku gitu aja. Ngomong sama anak saya tu saya harus bagaimana? Karena semakin hari semakin ngelunjak. TR B/F/534-537 Saya sebenarnya tu capek..beneran.. saya tu capek. Capek dalam otak saya, capek tenaga saya, capek semuanya saya tu sebenernya kalo dipikir.
Pandangan bahwa subjek memberi dukungan pada anak
Pandangan bahwa lingkungan pergaulan anak buruk Perasaan bingung untuk mendidik anak
Subjek merasa capek secara fisik dan mental dalam menjalani peran sebagai ibu
TR B/F/537-539 Cuma saya itu..ya udah lah. Kalo anak Pasrah terhadap kepribadian saya maunya pribadinya kayak begini anak mau gimana lagi.
Peran sebagai ibu membebani
Sikap tak berdaya dalam mendidik anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 269
72.
Peran sebagia ibu
73.
Peran sebagai ibu Faktori nternal yang menurunkan relasi dengan anak
74.
Peran sebagai ibu
75.
Peran sebagai ibu
76.
Peran sebagai ibu
TR B/F/539-541 Anak saya kan gini..dia itu kan hatinya ciut. Kalo digetak, kalo dibentak, ato kalo diapa..dia langsung nangis. TR B/F/541-543 Kalo kamu nggak mau dibentak kalo kamu nggak mau dipukul kamu berusaha dong. Mandiri..bagaimana kamu. Setiap hari kamu harus selalu saya pukul, setiap hari harus selalu saya tendang..kamu maunya kayak gitu? Kamu kan manusia, kamu kan bukan binatang..saya gituin. Kamu kan manusia..kamu anak siapa? TR B/F/543-548 Cuman aku tu maunya orangnya tu disiplin gitu kalo saya tu. Kalo dia nggak disiplin saya marah. Aku berkali-kali ngasih tau ke dia disiplin itu lho. Kalo kamu disiplin..berhasil sukses.. TR B/F/551-554 Kenapa kok kamu susah banget sih. Ngeyel anakku itu. TR B/F/554-555 Dia kemauannya kayak apa saya juga nggak tau. Kamu tu sebetulnya saya
Anak berkecil hati dan kalau dibentak langsung nangis
Pandangan bahwa anak memiliki hati yang kecil
Perasaan jengkel subjek ketika anak tidak menuruti keinginannya
Subjek ingin anak disiplin agar sukses
Harapan agar anak disiplin
Pandangan bahwa anak sulit diberi tahu Subjek merasa tidak mengetahui keinginan anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 270
Faktor internal yang menurunkan relasi positif dengan anak 77.
Peran sebagai ibu
78.
Peran sebagai ibu Faktor yang menurunkan kemandirian
79.
Peran sebagai ibu
80.
Peran sebagai ibu
81.
Peran sebagai ibu
tanyain..kamu tu sebetulnya pingen apa (memukul lantai)? TR B/F/557-559 Maunya tu kamu maeeen aja. Dia tu maunya maen. TR B/F/559-560 Dia misalnya..maunya saya dia gini lho..bergaul itu yang berbobot yang menghasilkan buat kamu berhasil..kan gitu maksud saya. TR B/F/563-565 Tapi saya gini..aku kasih kamu kebebasan bermain, aku kasih kebebasan kamu bergaul dengan siapa saja. Tapi kamu menyimpang..liat aja kamu. Menyimpang misalnya kamu melakukan yang sekarang ada kan..melakukan pemerkosaan, ada yang melakukan sodomi-sodomi. Liat aja kamu! TR B/F/576-580 Aku bersi keras supaya kamu bisa bangkit membanggakan orang tua..aku bilang gitu aja. TR B/F/580-582 Tapi kamu menyimpang..liat aja..saya
Pandangan bahwa anak suka bermain Pandangan bahwa pergaulan mempengaruhi keberhasilan seseorang
Subjek mengancam anak agar tidak terjerumus pada pergaulan yang tidak baik
Perasaan khawatir subjek terhadap pergaulan anak
Harapan subjek agar anak berhasil
Subjek sudah berusaha
Harapan agar anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 271
Faktor internal yang menurunkan relasi 82.
Kemandirian
83.
Peran sebagai ibu
84.
Peran sebagai ibu
85.
Peran sebagai ibu
86.
Peran sebagai ibu
tendang kamu. Saya nggak mengakui anak saya nggak papa. Capek-capek aku berjuang tapi kamu kayak gitu. TR B/F/582-584 Orang dia bilang kamu tu galak..bla..bla..biarin aja. Saya galak buat anak saya sendiri, bukan buat anak kamu, saya gituin. Toh juga nanti yang berhasil yang seneng ya dia sendiri, bukan saya. TR B/F/584-587 Kenakalan dia itu kenakalan cuma lari sana lari sini, mejeng sana..mejeng sini, gitu aja dia kehidupan pribadinya anak saya itu. TR B/F/595-597 Kalo di sekolahan itu nggak pernah memperhatikan gurunya bagaimanabagaimana. TR B/F/600-601 Gurunya pun juga suka dengan dia gitu (tertawa), pinter dia mencari perhatian sama gurunya. Pak capek ya..nanti saya pijit ya. Nanti disuruhnya..dikasih uang, dirayu-rayu gurunya, anak saya gitu orangnya. TR B/F/601-605 Cuma saya itu kalo anak saya itu
keras, oleh karena itu anak harus berperilaku baik
menghargai usaha yang sudah subjek lakukan sebagai ibu
Tidak perduli pendapat orang karena subjek merasa bersikap galak untuk kebaikan anak
Mampu membuat keputusan sendiri
Pandangan bahwa kenakalan anak masih wajar
Pandangan subjek bahwa anak tidak sekolah dengan sungguh-sungguh Anak pintar berelasi dengan guru
Pandangan subjek bahwa anak pandai bergaul
Subjek meninginkan yang
Pandangan subjek bahwa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 272
87.
Peran sebagai ibu Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
88.
Peran sebaga ibu Fakor internal yang menurunkan relasi dan penguasaan lingungan
89.
Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak
90.
Peran seorang ibu
menyuruhnya mana yang terbaik...gitu aja kan (tertawa). TR B/F/609-610 Kalo saya menyuruh dia bisa jawabannya..terserah ibu..terserah ibu (nada ditekankan). Jadi dia nggak berani mengambil..saya mau gini. Jadi dia maunya apa yang saya mau. TR B/F/610-613 Kayaknya saya memaksa..gini..gini.. ya terserah ibu. Kalo saya bilang ya ayo..tapi kayaknya nggak mau, kayak terbebani..orang saya nggak mau kok dipaksa. Kan dia pemikirannya kan kesitu. Kalo kamu nggak mau ya bilang nggak mau. Jadi saya nggk usah memaksa..maunya saya kan gitu. Jadi dia itu kepinginnya..dia maunya itu kamu maunya apa sih? TR B/F/613-618 Tapi kadang maunya dia gini..tapi saya nggak suka itu dijalanin terus, itu lho yang saya nggak sukanya kesitu. Susahnya disitu anak saya. TR B/F/618-620 S: waktu dia duduk pernah...saya marahin..saya saking emosi..namanya seorang ibu kan.
terbaik untuk anak
dirinya menginginkan yang terbaik untuk anak
Anak mengikuti apa yang diinginkan subjek
Pandangan bahwa anak anak tidak berani mengungkapkan kemauannya
Anak mengatakan terserah ibu namun sikapnya menolak
Kebingungan subjek terhadap keinginan anak
Anak melakukan hal yang tidak disukai subjek
Pandangan bahwa keinginan anak tidak sesuai dengan subjek
Pandangan subjek bahwa seorang ibu wajar marah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 273
91.
Kemandirian
92.
Peran sebagai ibu Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
93.
Faktor internal yang meningkatkan relasi dengan orang lain
94.
Peran sebagai ibu Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak
95.
Peran sebagai ibu
TR B/F/623-624 Aku tu kesalnya disitu. Emoh... Tambah emosi saya. Saya pukul dia sampe nangis-nangis...saya kata-katain macem-macem itu lah (tertawa). Trus tetangga saya..kamu jangan marahi anaknya..kamu marahi temennya. Aku nggak butuh..mereka kan orang lain. Yang saya marahin kan anak saya..kenapa kamu ikut. TR B/F/629-634 Kamu marahin itu temennya. Lho kenapa? Dia kan bukan anak saya (nada suara meninggi). Yang saya marahin anak saya dong...orang anak saya yang ikut ujan-ujanan kok. TR B/F/635-639 Nanti kalo apa...temen anak saya kalo saya marahin..kalo dia nggak trima, dia ngadu orang tuanya, gimana coba? TR B/F/639-641 Memang saya akui saya memang keras kepala. Tapi anak saya nggak ada jera-jeranya. Ngeyel anak saya itu.
TR B/F/645-647 Saya itu sampe bingung saya harus
Subjek menolak saran tetangga untuk memarahi teman anaknya
Sikap menolak pendapat orang lain yang tidak sesuai dengan pendapat subjek
Subjek hanya memarahi anaknya yang hujan-hujan karena merasa anak orang lain bukan anaknya
Pandangan subjek bahwa orang tua bertanggungjawab atas perilaku anak
Kebutuhan untuk dinilai baik oleh orang lain
Subjek keras kepala karena perilaku anak yang bandel
Pandangan bahwa subjek keras kepala dalam mendidik karena perilaku anak
Subjek merasa bingung
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 274
Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingungan 96.
Ketidakberdayaan terhadap peran ibu
97.
Ketidakberdayaan
98.
Peran sebagai ibu
99.
Peran sebagai ibu
bagaimana, saya mengatasinya harus bagaimana, aku cuma gitu aja.
TR B/F/647-649 Saya suruh ikut bapaknya dia nggak mau, dia malah nangis-nangis. TR B/F/649-650 Trus sampe..aahh..udahlah (suara lemah). Mau dikerasin kayak apa juga tetep aja anaknya orangnya kayak gitu. TR B/F/650-652 Dia sebenernya nurut, cuman ya itu tadi kalo sudah ada temennya...rasid... nama anak saya rasid. Rasiiid...trus dia..apa? Ayo nanana..nah ikut. Apa yang saya perintah dia lupa..gitu aja. Apa yang saya suruh dia lupa. Nah gitu..namanya anak (tertawa) sekarang gitu kan.. labil. Aku kesel e sebenernya. TR B/F/652-656 Berarti kamu bisa menyikapinya. O yaya ternyata susah cari uang. Ternyata bagaimana saya harus mendapatkan uang (tertawa). TR B/F/662-664
dalam mendidik anak
Subjek ingin anak diasuh oleh mantan suami
Keinginan untuk melepas peran sebagai ibu
Tidak ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk merubah perilaku anak
Perasaan tidak berdaya dalam mendidik anak
Anak melupakan nasihat subjek ketika ada temannya
Pandangan bahwa pergaulan memberi dampak negatif pada anak Perasaan jengkel karena anak terpengaruh oleh pergaulan
Pandangan subjek bahwa peran mencari nafkah sulit dilakukan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 275
100. Peran sebagai ibu
101. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak
102. Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
Anak saya itu kan fisiknya lemah..gitu lho. Jadi dia pas fisiknya lemah badannya kecapekkan gitu, dia langsung sakit. Maksud saya itu kamu jangan terlalu sakit..jangan terlalu capek. TR B/F/666-669 Terus kalo kamu udah capek begini, apa yang ngajakin kamu kayak gini..apa mereka ada respon? Apa mereka repot sama kamu..nggak kan. Aku udah berkali-kali ngasih tau. Tapi tetep wae anakku itu. Yang repot aku juga..aku juga. TR B/F/669-672 Kalo dipikir saya itu orangnya dobel..single parent lho (ada penekanan) walaupun sekarang saya sudah punya suam tapi itu anak bukan dari suami saya yang sekarang lho..dari suami saya yang dulu. Toh dia hanya cuma ngasih tau beginibegini itu hanya karena menutupnutupin aja gitu sebagai kepala rumah tangga. Tapi saya berperan dobel sebenarnya. Kalo dipikir berat saya hidup saya. TR B/F/683-689
Subjek ingin agar anak tidak terlalu capek karena fisiknya lemah
Kekhawatiran pada kesehatan anak
Subjek menjadi repot karena anak mendapat pengaruh negatif dari pergaulan
Pandangan bahwa subjek memperoleh dampak negatif dari pergaulan anak
Subjek merasa melakuan peran sebagai ayah dan ibu karena suami tidak menjalankan perannya sebagai ayah. Hal ini membuat subjek merasa terbebani.
Subjek merasa hidupnya berat karena suami tidak menjalankan fungsinya sebagai ayah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 276
103. Kemandirian
104. Peran sebagai ibu
105. Peran sebagai ibu
106. Peran sebagai ibu
Ndableg memang ndableg saya mengakui saya ndableg, keras kepala..tapi kan ke hal-hal yang postif gitu saya. TR B/F/689-691 Kamu tu maunya apa? Ke barongsai kan. Ya monggo kalo kamu mau ke barongsai, ya ayok..ikut sana. Sekali dua kali selanjutnya udahan. Anak saya bosenan. Jadi dia tidak diteruskan. Dia hanya kalo saya..anak ini ya itu tadi labil dianya..kesana.. kesini. Dia belum mengambil kesimpulan. TR B/F/693-697 Kenapa kamu nggak ikut? Nanti sama bunda nggak boleh..dia bilang gitu, nanti dimarahin begini...begini. Ya terserah lho kalau selagi kamu bisa, kamu senengin, ya kenapa kamu nggak? Saya kasih, saya dukung kamu..aku bilang gitu. Aku dukung kalo kamu memang enjoy, nyaman..kenapa nggak. TR B/F/698-703 Nakal ya nakal, tapi nggak sampe ke situ dia. Sebatas anak-anak aja seusiausia dia.
Pandangan subjek bahwa ia mampu mempertahankan pendapat yang menurutnya positif Anak merasa bosan pada kegiatan yang ia pilih sendiri
Pandangan subjek bahwa anak belum bisa menentukan minatnya
Subjek mendukung anak untuk mengikuti kegiatan yang diminati
Pandangan bahwa subjek memberi dukungan pada minat anak
Pandangan bahwa kenakalan anak masih wajar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 277
107. Peran sebagai ibu Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak 108. Kemandirian
109. Peran sebagai ibu
110. Peran sebagai ibu
TR B/F/708-709 Anak saya saya gituin dia udah ketakutan..aku nggak ada apa-apa ya bu..ini pacare si iki. Liat aja kamu kalo macem-macem. TR B/F/715-717 Aku..kalo saya nggak seneng, nggak seneng. Ke hal-hal negatif-negatif itu kalo saya nggak seneng, nggak seneng. Keras saya (tertawa). TR B/F/717-719 Kalo misalkan anak saya nakal..orang lain kan yang menginiin..anak siapa sih ini..kok orang tuanya nggak ngasih tau begini-begini. Yang kena kan orang tua. Sangkanya yang tua nggak bisa ndidik, nggak bisa ngasi tau. Nanti kan orang kesitu. TR B/F/720-723 Orang lain bodo amat. Dia nggak ikut makan sama saya. Wah..galak’e ibunya rasid ni (tertawa)..ya biarin aja. Wong anak saya sendiri, yang ngasih makan aku. Aku nggak minta makan kamu..gitu aja. Istilahnya kan mau saya pukul mau saya bacok mau saya (tertawa)..anak gue.
Subjek masih mengancam anak walaupun anak mengatakan kalau ia tidak berpacaran
Perasan tidak percaya subjek kepada anak
Subjek mampu mengatakan ketidaksukaannya pada hal negatif
Pandangan bahwa subjek mampu mengatakan ketidaksukaannya pada hal negatif
Kalau anak nakal, orang lain akan menyalahkan subjek sebagai orang tua
Kebutuhan dipandang sebagai orang tua yang baik oleh orang lain
Karena orang tua yang merawat anak, orang tua bebas memperlakukna anak sesukanya
Pandangan subjek bahwa orang tua bebas memperlakukan anak sesukanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 278
111. Peran sebagai ibu
112. Peran sebagai ibu Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak
113. Peran sebagai ibu
114. Peran sebagai istri
115. Peran sebagai istri
116. Peran sebagai istri
TR B/F/733-737 Makanya kalo sudah tau begitu jangan bikin naik darah ibu kamu, saya bilang gitu (tertawa). TR B/F/742-743 Kemarin dia juga bilang..bu aku kepingin ikut nyanyi begini..begini. Trus..aku tak ikut ya. Aku kan gitu pingin liat bener apa nggak. Aku nggak tau bu..masak boleh ibunya ikut. TR B/F/746-749 Susah anakku itu orangnya..nggak ngerti. Klo disuruh ikut bapaknya dia nggak mau. TR B/F/760-762 S: iya..pas kena HIV kena ini. Sekarang dia agak mendingan dibelakangnya. TR B/F/779-780 Anakku ini cakep. Banyak tingkah sekarang anakku itu......Imut dia. TR B/F/783-784 Orang aku udah belajar sepanengsepaneng malah ntar pelajarannya nggak masuk..dia bilang gitu. Kurang ajar banget nggak kayak gitu. TR B/F/793-795
Harapan agar anak menjaga perilakunya
Subjek ingin melihat anak melakukan aktifitasnya untuk membuktikan benar atau tidak
Perasaan tidak percaya kepada anak
Subjek menyuruh anak ikut ayahnya
Keinginan untuk melepas peran ibu
Pandangan subjek bahwa keadaan suami sudah membaik Anak cakep, imut, dan banyak tingkah
Kepuasan subjek terhadap penampilan fisik anak
Anak tidak belajar dengan serius karena takut pelajarannya tidak masuk otak
Pandangan subjek bahwa anak kurang berusaha dalam belajar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 279
117. Peran sebagai istri
118. Peran sebagai istri
119. Peran sebagai istri
120. Peran sebagai istri Ketidakberdayaan
121. Peran sebagai istri
S: nggak. Nggak mau dia. Dulu pernah sama bapaknya dibohongin. Waah..ayah ternyata bohongin aku bu..gini..gini. Terserah..itu hak kamu. TR B/F/798-800 Lha terus kamu gimana..mau ikut sama ayah apa mau sama ibu? Dah aku ikut sama ibu aja. Terserah..aku bilang gitu (tertawa). Mau dipaksa namanya dia mau ikut sama ibunya mau gimana lagi. Susah. Ya itu tadi..kalo kamu macem-macem liat aja. TR B/F/800-803 S: (memotong perkataan pewawancara) brontak nanti jiwanya. .dia nggak sesuai dengan keinginannya. TR B/F/809-810 Mau dia tapi kan..kita kan jadi merasa bersalahkan kayaknya memaksa terhadap si anak. Paksa-paksain percuma kalo dia nggak mau..mau diapain lagi. TR B/F/816-819 Sulit e ternyata jadi ibu itu. Jadi orang tua itu ternyata sulit. Tapi ya itu tadi ...beresiko tinggi memang.
Anak tidak mau bersama ayah karena pernah dibohongi
Pandangan subjek bahwa hubungan anak dan mantan suami tidak baik
Subjek tidak bisa berbuat apa-apa ketika ingin diasuh oleh subjek
Perasaan tidak berdaya untuk menerima peran sebagai ibu
Jiwa anak memberontak jika diperlakukan tidak sesuai dengan keinginannya
Pandangan subjek bahwa anak memiliki kehendak sendiri
Merasa bersalah dan Perasaan tidak berdaya percuma jika memaksa anak subjek untuk mengarahkan anak
Pandangan subjek bahwa menjadi serang ibu sulit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 280
122.
123. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak
124.
125. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak
TR B/F/841-842 Terkadang dalam hidup saya susah sepahit apapun, kepuruk apapun, saya itu kadang lupa kayak apa kebelakangnya itu kayak gimana...saya malah lupa. Saya liatnya kedepan supaya berhasil. Gitu aja. TR B/F/845-848 Kenapa kamu pusing-pusing, aku gitu aja. Orang kamu sekolah itu harusnya kamu menyimak. Berarti kamu yang nggak menyimak. Aku gituin. Berarti kamunya yang kurang ajar. Anak saya memang kayak gitu. Kadang saya juga jengkel. TR B/F/859-862 Lain dengan saya, kalo saya itukan supaya anak saya berhasil, jangan seperti saya, kalo bisa diatas saya kan..aku gitu. TR B/F/869-871 Tapi kalo saya ngliatin anak orang berhasil, pinter kayak gitu, saya suka iri. Anak itu kok pinter begini..begini..anakku kok nggak bisa. Aku tu kurangnya apa, kayak gitu saya..irinya ke situ. TR B/F/878-881
Subjek melupakan masa lalu dan melihat kedepan
Masa lalu tidak menyenangkan
Perasaan jengkel subjek karena berpandangan bahwa anak tidak bersekolah dengan sungguh-sungguh
Harapan subjek agar anak lebih sukses daripada subjek
Subjek merasa iri jika anak orang lain berhasil sedangkan anaknya tidak. Padahal subjek merasa sudah berusaha semaksimal mungkin
Subjek tidak bisa menerima ketidakmampuan anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 281
126. Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan 127. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak Ketidakberdayaan
128.
129. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak
130. Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
Kok anak saya susah gitu lho..maunya apa, gitu lho..saya nggak ngerti. TR B/F/881-882 Padahal dianya..bu aku pingin.. saya turutin dia mau kemana. Mau menjelang ulangan, mau menjelang apa gitu dia saya ajak refreshing, jalan-jalan ke mal, ke pantai lah supaya dia itu fresh itunya..biar dia nggak terlalu tegang. Hasilnya sama aja, nggak ada menonjol, jeblog. Kurang apa saya coba? TR B/F/883-888 Makanya saya tanya..kamu tu lulus SD..saya tanya sekali lagi..kamu tu mau sekolah apa nggak? Saya gituin. Aku mau sekolah bu. Aku pingin pinter. TR B/F/892-894 Trus kamu tu klo pingin sekolah, kepingin pinter..hasil kamu semacam kayak gini puas nggak? Aku tanya gitu kan. Diem aja dianya. TR B/F/894-896 Toh kalo saya berdoa kamu sendiri nggak belajar apa terus bisa hasilnya sama? Bisa puas? Berdoa sambil
Subjek merasa tidak memahami keinginan anak
Nilai anak tetap jeblog walapun subjek sudah mendukung
- Subjek merasa usahanya untuk mendukung anak dalam bidang akademik sia-sia - Perasaan tidak berdaya untuk mengarahkan anak
Subjek bertanya pada anak untuk memahami keinginananya
Subjek berusaha memahami anak
Perasaan tidak puas terhadap hasil belajar anak
Berdoa tanpa berusaha adalah sia-sia
Pandangan subjek bahwa berusaha adalah hal yang penting
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 282
131.
132. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak 133. Peran sebagai ibu
134. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan anak
belajar..aku bilang gitu. Aku berdoa kamu nggak belajar sama aja, percuma. TR B/F/897-900 Sekarang..aah..kemarin saya tanya Perasaan malu subjek atas gini..liat aja kamu ya..nanti kamu kegagalan anak sekolah nggak naik jangan bikin malu saya kamu. Apa kamu nggak malu? Saya gituin. Kalo kamu nggak naik sekolah apa kamu nggak malu? Jangan bikin malu saya kamu. TR B/F/901-904 Dia apa-apa sudah saya turutin tapi kayaknya dia nyepelein. TR B/F/908-909 Aku kurang apa? Udah tanggung jawab tapi kamu sendiri nggak tanggung jawab. Ibu tu nggak tanggung jawab. Lho..kok kamu bisa bilang nggak tanggung jawab? Aku sudah memenuhi tanggung jawabku. TR B/F/909-912 Kamu aja nggak ada tanggung jawabnya. Kamu nggak punya rasa disiplin kok. Kamu sendiri nggak punya rasa menghargai orang tua..tak gituin.
Kebutuhan dianggap sebagai orang tua yang berhasil oleh orang lain
Pandangan subjek bahwa anak menyepelekan usaha subjek
Subjek sudah bertanggungjawab
Pandangan bahwa subjek telah memenuhi tanggungjawabnya
Anak tidak menjalankan tanggungjawab sebagai anak
Pandangan subjek bahwa anak tidak menjalankan tanggung jawab sebagai anak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 283
135. Ketidakberdayaan mengarahkan anak
136.
137. Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
138. Faktor internal yang menurunkan relasi subjek dengan anak
TR B/F/912-914 Coba kalo kamu..aku sudah nurutin kamu gini..gini.. berusaha walaupun saya sampe nabrak sana nabrak sini cari uang supaya kamu bisa sekolah supaya kamu bisa mengikuti pelajaran, tapi hasilnya mana, hasilnya kamu? Bisa bikin saya puas nggak? Diem aja dianya juga. TR B/F/914-918 Saya kurang apa saya? Sudah kurang apa sebagai orang tua? Sudah tak jelasin, udah saya didik, sudah saya tutun..kurang apa? Memang anak sayanya aja yang itu. TR B/F/919-921 S: susah memang anak saya itu. Sulit..aku sampe bingung. Kadangkadang anak saya maunya apa..aku sendiri juga nggak tau. Saya tanyain..dia jawabannya diem. TR B/F/923-925 Beneran aku satu... ngeyel’e melebihi anak satu..dah gitu aja. Sampe orang bilang..anakmu cuma satu aja kok susah banget to hidupmu tu. Lhoo..kamu nggak ngrasain sih. Aku milih anak 10 dibanding anak 1..aku
Subjek tidak mersa puas dengan hasil belajar anak, padahal subjek sudah berusaha semaksimal mungkin
Pandangan subjek bahwa usaha yang dilakukan subjek agar anak berprestasi di sekolah sia-sia
Subjek merasa anaknya yang salah ketika tidak berprestasi karena subjek sudah berusaha semaksimal mungkin
Pandangan bahwa ketidakmampuan anak berpresatsi adalah kesalahan anak sendiri
Perasaan bingung subjek terhadap keinginan anak
Subjek lebih memilih memiliki 10 anak daripada memiliki seorang anak namun sulit diberitahu seperti anaknya
Sikap tidak bisa menerima perilaku dan sikap anak yang sulit diberi tahu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 284
139. Peran sebagai ibu
140. Peran sebagai ibu
bilang gitu. Anak satu ngeyel’e lebih dari anak 10 kok. Kamu jangan nyalahin, jangan salah. Anak satu memang..anak satu aja kok hidupnya susah..orang kan pikirannya gitu. Kalo aku bisa milih ya milih anaku 10. TR B/F/942-948 Harusnya kan...maksud saya mandiri lah..gitu lho. Harus mandiri tanpa harus orang tua yang maju..gitu lho. Ya..kan usia semacam kayak dia itu kan memang boleh dia saya kasih..ok anak-anak ya... nggak papa kan memang gitu..wajar saya..tapi nggak terus..sekarang umur kamu berapa? Aku kan gitu. Usia seperti kayak kamu itu harusnya stop cara bermainnya seperti kayak anak-anak TK gitu. Kamu kurangi...aku bilang gitu. TR B/F/959-964 Aku nggak menyuruh dia harus berpikir dewasa..harus bagaimana ..nggak. Maksud saya tanggung jawab dianya sebagai anak..gitu aja. Nggak harus berpikiran dewasa gitu nggak. Tanggung jawab dia sebagai anak sebagai murid. TR B/F/964-968
Harapan subjek agar anak mandiri dan mengurangi waktu bermain
Harapan subjek agar anak menjalankan tanggungjawab sebagai anak dan murid
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 285
141. Peran sebagai ibu
142. Ketidakberdayaan dalam mendidik anak
Dah gitu aja kalo saya..tidak ditonjolkan..cuma itu. Kalo dia mau berpikiran dewasa, mau berpikiran apa itu urusannya dia..kalo saya kan gitu orangnya. Nggak..nggak harus kamu harus begini harus begini nggak aku. Itu hak asasi kamu. TR B/F/968-971 Trus nanti kalo saya marahin..trus dibela dengan ibu saya. Lantas trus kalo anak saya pas nakal, pas saya apa, bagaimana gitu kan..ibu saya nglaporin..anak kamu tu begini begini. Kamu sebagai ibunya nggak bisa ngasih tau anak..begini begini..coba.. kurang apa saya? Trus saya tanya lagi...lho..kenapa waktu kalo saya marahin kenapa anakku dibela (suara keras). Jadi seakan-akan dia minta perlindungan kalo saya marahin dia minta perlindungan sama eyang (kata eyang ditekankan). Saya lapor ke eyang....dia yang gini gini. Nah..otomatis kan dilindungin. Mau saya itu kalo anak saya saya marahi ibu saya nggak usah ikut campur. Sekarang suami saya gitu, kalo anak saya saya marahin gini gini, saya
Pandangan bahwa subjek tidak banyak menuntut anak
Ketika subjek mendidik anak, suami dan mertua membela kesalahan anak. Ketika anak melakukan kesalahan, subjek disalahkan oleh mertua. Hal tersebut membuat perilaku anak memburuk. Subjek merasa posisinya serba salah
Pandangan subjek bahwa ia tidak memperoleh dukungan dari suami dan mertua saat mendidik anak Pandangan subjek bahwa perilaku anak memburuk karena perlindungan suami dan mertua
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 286
143. Peran sebagai ibu
144. Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
145. Peran sebagai ibu dan
pukuin, saya apa..suami saya ngebelain. Posisi saya jadi serba salah gitu lho. Jadi anak semakin ngelunjak. TR B/F/975-989 S: kadang setengah 2 kadang jam 1 ato jam 2, belum ekstra lagi. Tidurlah..tidur sejenak setengah jam bagaimana. Mauku gitu. Kalo dia malah nggak. Kamu kan sudah..disekolahan kamu sudah bermain to. Apa badan kamu tu nggak capek? Aku cuma gitu aja. Apa kamu ini tu nggak capek? Bukan masalah aku ngelarang kamu nggak boleh main. Badanmu..aku bilang gitu. TR B/F/998-1003 S: (topik baru) badan sakit-sakit semua kalo saya minum ARV kan fisik saya tu baik-baik aja. Ini ae..sakit semua badanku. Aduh..aku udah terasa badanku ngrasain. Minum obat..pertama minum pertama kali terasa sakit badanku. Aku harus minum ini..kalo nggak minum aku malah tambah down ini..sekarang sakit e. TR B/F/1014-1018 Capek stres. Pikirannku udah nggak
Karena beranggapan badan anak capek, subjek ingin agar anak beristirahat setelah pulang sekolah
Perasaan khawatir subjek terhadap kondisi kesehatan anak
Subjek merasakan sakit setelah mengkonsumsi ARV
Pandangan subjek bahwa ARV memberikan dampak negatif bagi kesehatan
Subjek merasa capek dan
Subjek merasa bahwa peran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 287
istri
146. Ketidakberdayaan Peran sebagai istri
147. Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
karu-karuan. Capek tenaga, capek ngurusin anak, capek ngurusin suami. TR B/F/1026-1027 Suami saya juga bandel itu. Disuruh minum obat juga susah. Ya ampuuuun. Orang aku udah nyuruhnya baik-baik udah apa gimana..masih kuraaang aja saya. Suamiku tu susah orangnya. TR B/F/1027-1030 Makanya yang jadi beban berat kan itu (peraturan minum obat) .
tertekan dalam merawat anak dan suami
sebagai ibu dan istri membebani
Subjek merasa sudah berusaha semaksimal mungkin tetapi suami tetap sulit diarahkan untuk mentaati pengobatan
Perasaan tidak berdaya mengarahkan suami untuk mentaati pengobatan
Pandangan subjek bahwa pengobatan membebani
Peran sebagai ODHA 148. Ketidakberdayaan menghadapi proses pengobatan Peran sebagai ODHA
149. Ketidakberdayaan dalam menerima penyakit
TR B/F/1124 Misalnya kita mau puasa apa..minum obat..malam kan. Nanti jam 7 pagi pun minum obat. Jam 7 itu kan kita puasa. Kan kita jam 7 malam udah minum..masak habis sahur kita minum..kan nggak mungkin. Jangkanya kan terlalu ini banget...sulit. TR B/F/1129-1132 Kalo dibilang berat apa yang diberatin? Sedih..apa yang disedihkan. Orang penyakitnya kayak gini. Biasa
Aturan minum obat membuat subjek merasa tidak dapat menunaikan ibadah puasa
Pandangan subjek bahwa pengobatan menganggu ibadah
Perasaan tidak berdaya subjek dalam menghadapi penyakit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 288
aja. 150. Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingungan Peran sebagai ODHA 151. Faktor internal yang menurunkan kemandirian
152. Faktor internal yang menurunkan kemandirian
TR B/F/1141-1143 Cuman ya itu tadi yang saya rasakan..o..begini ya rasanya kalo orang nggak minum obat..setelah minum obat kok begini. Nggak jadi sehat, jadi begini. TR B/F/1143-1145 Karena dulu saya pernah waktu sebelum minum obat itu mudah putus asa. Tapi terus saya ngerasa..ya udahlah. Akhirnya saya dikasih penjelasan kamu harusnya beginibegini, diberi suport teman-teman supaya begini begini. Harus tenang. Yang sakit itu nggak cuma kamu aja (kata aja diberi penekanan), yang lain juga kena, saya kena. Yang lain bisa bertahan hidup, kenapa kamu nggak...digitun. Iyaya.. Iyaaa..gitu. TR B/F/1147-1153 Contohnya aja yang tadinya suami saya yang loyo yang orang mudah iniini..apa..tidur, mudah lemas itu kan. Saya kasih suport, saya kasih semangat. Sekarang suami saya sudah agak mendingan. TR B/F/1154-1156
Setelah minum obat, subjek merasa tidak sehat
Pandangan subjek bahwa pengobatan memberikan dampak negatif pada kesehatan
Awalnya subjek putus asa. Tetapi setelah mendapat informasi dan dukungan dari teman, subjek bersemangat kembali
Pandangan subjek bahwa informasi dan dukungan dari teman senasib meningkatkan semangat hidup
Setelah suami diberi semangat oleh subjek, keadaan suami membaik
Pandangan bahwa dukungan dari orang lain berpengaruh positif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 289
153. Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingungan Peran sebagai ODHA
154. Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan Peran sebagai ODHA
155. Faktor internal yang menurunkan kemandirian
Membantu kita memang tetapi kan kalo kita nggak minum ARV..soalnya saya sendiri juga udah melihat..ARV itu kan hanya untuk meringankan.. belum sampe AIDS lho. Klo kita sudah sampe stadium ke 3 atau 4, mereka kan sudah sampe parah sekali. ARV itu kan baru level ke 1 dan level ke 2. Itu kan membantu sekali. Kalo si penderita sudah sampe AIDS, kita kan harus untuk bertahan untuk selalu mengkonsumi ARV supaya tidak sampe begitu parah. Hanya meringankan. Kalo untuk sembuh total sih ya enggak, meringankan...gitu aja. TR B/F/1184-1191 Kalo saya itu setahu saya dari saya sebelum kena ama yang sesuah kena ya..yang sebelum kena itu yang tadinya dia segar..ya dia kan sehatsehat saja, hepi ending tidak pernah punya keluhan apa. Tu sebelum kena. Gambaran yang sesudah kena dia akan..takut jugs sih takut ada juga. TR B/F/1200-1204 Tapi ada yang ngasih nasihat-nasihat tertentu seperti itu..mereka bisa menerima dan tegar.
ARV membantu untuk meringankan penyakit agar tidak menjadi lebih parah
Pandangan bahwa pengobatan membantu mempertahankan kesehatan subjek
Sebelum tertular HIV, subjek merasa hidupnya bahagia. Setelah tertular HIV, subjek merasa takut
Pandangan subjek bahwa HIV berpengaruh negatif pada hidup subjek
Pandangan subjek bahwa dukungan orang lain berdampak positif
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 290
156. Faktor internal yang menurunkan penguasaan lingkungan
157. Peran sebagai ODHA
158. Ketidakberdayaan
159. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan orang lain
160. Faktor eksternal yang meningkatkan
TR B/F/1204-1205 Aslinya memang ooh..kenapa sih aku kok jadi kayak gini..orang tadinya saya sehat-sehat aja, trus saya jadi kena, trus dikucilkan segala macem. TR B/F/1205-1208 Memang pada dasarnya saya sih takut nggak boleh ini, nggak boleh itu. TR B/F/1208-1209 Tapi saya pasrah, pasrah sama yang di Atas. Kalo mau dikasih seperti kaya gini..ya saya rela, saya ikhlas, atas tanganmu..atas berkatmu. Rejeki dan matiku ada ditanganMu. Saya terima dengan lapang dada. TR B/F/1209-1212 Kalo misalnya apa itu...ada yang huuu..kamu nggak mungin ginigni.. yang menjalankan kan saya bukan kamu. Badan badan saya bukan kamu. Mulut mulut saya..apa mulut kamu? Saya gitu aja. Jadi mau saya begini, mau saya begitu, kan saya yang ngrasain bukan kamu. Terserah kamu mau bilang saya apa terserah. TR B/F/1212-1217 Nggak..saya tu nggak mau mati..saya tetep minum obat meskipun sedikit-
Pandangan subjek bahwa HIV berpengaruh negatif pada hidup subjek
Perasaan takut subjek jika terbatasi akibat tertular HIV Subjek pasrah pada kehendak Tuhan atas hidupnya
Perasaan tidak berdaya terhadap sesuatu yang subjek anggap tidak bisa dikendalikan
Ketika ada orang yang berprasangka, subjek akan melawan
Pandangan subjek bahwa orang lain akan berperilaku buruk padanya Respon subjek: melawan
Subjek tetap minum obat walaupun sering telat
Subjek bertahan dalam menjalani pengobatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 291
penguasaan lingkungan
161. ketidakberdayaan
162.
163. Faktor eksternal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
sedikit telat, nggak tepat waktu (tertawa) itu aja. Memang saya bandel. Suka mengabaikan minum obat. Saya males minum obat itu. Bosen minum obat. Tapi terus saya inget anak, inget suami, saya minum lagi. TR B/F/1219-1223 Kadang saya cepet putus asa. Putus asanya tu bukan karena dari diri saya atau penyakit saya itu lho. Putus asa itu karena keadaan saya itu kayak begini. Apa dari efek obat atau bagaimana? Itu kan bisa aja. Tapi trus saya berusaha untuk melawan supaya jangan sampe menyerah. TR B/F/1224-1228 Karena orang emosi itu kan menekan kekebalan tubuh dengan ini kan bedabeda unsurnya. TR B/F/1228-1230 Tapi terus...saya bisa menjelaskan pada suami saya kamu harus minum obat..begini begini. Saya menekan terus tapi saya sendiri nggak. Nah..hati kecil saya juga gitu mengapa saya nyuruh suami saya tapi saya kok enggak. TR B/F/1239-1242
karena merasa bosan pada pengobatan. Namun subjek bertahan menjalami pengobatan ketika mengingat anak dan suami
karena keluarga
Perasaan putus asa terhadap keadaan yang dihadapi
Pandangan subjek bahwa emosi mempengaruhi kesehatan Subjek merasa mendorong suami untuk minum obat, tapi dia sendiri malas minum obat
Peran sebagai istri membuat subjek bertahan dalam menjalani pengobatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 292
164. Peran sebagai istri
165. Peran sebagai ODHA
166. Faktor internal yang meningkatkan penguasaan lingkungan
167.
Sedangkan saya ini..memang saya akuin aku penyakitku seperti ini masih kuat ketimbang dengan suami saya, brarti saya sombong dong, gitu aja. Bukan berarti sombong ini..sombong karena saya masih bisa kuat, masih bisa apa. TR B/F/1245-1248 Saya harus menaklukkan dari segala penyakitnya, tapi belum tentu penyakitnya itu mati, gitu aja. Padahal penyakitnya masih berkembang, masih berjalan, merembet..disitu. TR B/F/1248-1251 Tapi suami saya, dia sekarang udah agak mendingan. Udah agak ada peningkatan berat badannya. Tapi setelah dipikir saya juga sudah ada peningkatan sedikit-sedikit. Berat badan saya sudah agak mendingan setelah minum ARV itu dengan rutin, gitu. TR B/F/1255-1259 Itu kan dari faktor pikir. Kalo kita terlalu stres, terlalu dipikir, dia akan turun. Terlalu capek, terlalu stres, turun. TR B/F/1261-1262
Keadaan subjek masih lebih baik dari pada suami
Pandangan subjek bahwa keadaannya masih lebih baik daripada suami
Penyakit masih berkembang dalam tubuh
Pandangan subjek bahwa penyakitnya masih berkembang
Subjek dan suami mengalami peningkatan berat badan setelah minum obat.
Pandangan subjek bahwa pengobatan membuat kadaannya dan suaminya membaik
Pandangan subjek bahwa pikiran mempengaruhi kesehatan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 293
168.
169.
170. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan orang lain
171. Faktor internal yang meningkatkan kamndirian 172.
173. Tidak mampu menerima diri
Yaampuuun badan kamu kok jadi..apa coba..Hbnya dia 4, lebih rendah. Dia harus dinyatakan transfusi darah 5 kantong. Trus saya tanya...kenapa kamu kok bisa seperti kayak gini? Aku stres. TR B/F/1274-1277 Trus kenapa kamu ngeberatin dia...ya buat apa kamu beratin-bertin. Ya udah lepas. Kalo kamu emang nggak suka. TR B/F/1292-1293 Trus kenapa kamu dipikirkan. Entah mereka juga belum tentu mikirin kamu. Kamu mikirin dia...capek-capek badanmu..aku bilang gtiu. TR B/F/1295-1297 Kalo bisa kamu tu nggak sama dia, kamu bisa berdiri. Tunjukin...jadi dia yang kalah. TR B/F/1300-1301 Ya nggak mungkin dong kalo saya salah nggak mau disalahkan, saya nggak salah. TR B/F/1316-1318 Saya ngrasain mbak memang sakit hati..kayak apa..sakiiit emang sakit. Kan takdiiir..kalo kamu sudah dikatakan kayak gini..takdirmu. Ya
Pandangan subjek bahwa pikiran mempengaruhi kesehatan
Hal yang memberatkan lebih baik dilepas
Pandangan subjek bahwa hal yang membebani lebih baik dilepas
Tidak usah memikirkan suami kalau dia tidak memikirkanmu
Pandangan subjek bahwa relasi harus bertimbal balik
Tunjukan kalau 293ias mandiri tanpa suami
Pandangan subjek bahwa seorang istri 293ias mandiri
Kalau salah mau disalahkan
Pandangan subjek bahwa ia mau mengakui kesalahan
Kalau yang terjadi adalah takdir, harus diterima dengan lapang dada
Kebutuhan untuk dapat menerima hal yang tidak bisa subjek kendalikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 294
174. Faktor internal yang menurunkan penerimaan diri
175. Ketidakmanpuan menerima diri
176.
177. Peran sebagai istri
harus terima. Udah..nggak usah terlalu dipersulit, nggak usah terlalu diperpanjang. Hadapi..hadapi dengan legowo. TR B/F/1324-1328 Kamu nengok belakang..nengok ke depan aja, nggak usah ke belakang. Kalo nengok ke belakang kamu nabrak tembok, bilang gitu. Kan kalo jalan sambil liat kebelakan nabrak kan. Lha iya..kita yang liat ke depan aja masih ketabrak, apa lagi yang negok ke belakang. TR B/F/1328-1332 Kalo dpikir saya tu nggak mau, kamu pun nggak mau dikasih penyakit semacam kayak gitu. Iya..tapi mau bagaimana lagi..sudah takdir..sekarang klo sudah kena (tertawa).
Lihat ke masa depan, jangan Pandangan bahwa masa lalu melihat ke belakang. Kalau membebani kehidupan yang melihat kebelakang, sekarang manusia akan mengalami kesulitan
Subjek tidak mau tertular HIV tetapi mau tidak mau harus menerima
TR B/F/1337-1339 S: karena dia terlalu mikir banget, stres. Stres dia karena nggak tenang sama suaminya. Ternyata suaminya yang kurang ajar. TR B/F/1346-1347 Kamu nggak usah banyak bicara. Kalo Subjek ingin bercerai
- Sikap penolakan terhadap penyakit - Ketidakberdayaan terhadap sesuatu yang tidak bisa dikendalikan subjek Pandangan subjek bahwa pikiran mempengaruhi kesehatan
Subjek ingin melepaskan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 295
178. Peran sebagai istri
179. Faktor eksternal yang menurunkan relasi dengan suami
180. Peran sebagai istri
181. Faktor internal yang meningkatkan kemandirian 182. Faktor internal yang menurunkan relasi
memang nggak bisa ya sudah. Kita bubar aja, saya tu gitu. TR B/F/1351-1353 Tapi kalo saya sudah bertindak segala macem itu dianya nangis. Dianya nangis (ada penekanan). Baru kali ini aku liat ada cowok nangis. Berantem..berantem. TR B/F/1355-1358 Malah dia mikirnya gini apa tu namanya..aku tau kalo kamu pasti punya pasangan, pasti kamu punya pacar. Klo kita berantem kamu selalu ngajak bubar..ngajak apa..pisah. Aku tu tau sebenarnya. TR B/F/1358-1361 Lho..aku seujung kuku saya itu nggak ada untuk mencari cowok lain. Memang diluar sana banyak cowok cakep, cowok ini, saya nggak ada secuil pun. TR B/F/1361-136 Malah saya kepinginnya kalo bisa sendiri. Selagi saya masih bisa bekerja..tanpa suami..saya bilang gitu. TR B/F/1363-1365 Tapi kamu yang saya iniin, kamu nggak ada perubahan sama sekali.
dengan suami
peran sebagai istri
Suami menangis saat subjek dan suami bertengkar
Pandangan subjek bahwa suami tidak bertindak selayaknya sebagai suami
Suami menuduh subjek berselingkuh
Pandangan subjek bahwa suaminya tidak mempercayai dirinya
Subjek merasa tidak tertarik dengan pria lain
Pandangan subjek bahwa dirinya setia pada suami
Merasa diri masih mampu untuk mandiri
Subjek berharap pada suami tetapi perilaku suami tidak
Perasaan kecewa subjek terhadap perilaku suami
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI 296
dengan suami 183. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami 184. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami
185. Faktor internal yang menurunkan relasi dengan suami 186.
187.
Ketidakberdayaan menghadapi peran sebagai istri
Kalo masih kayak gitu..ya pisah aja. berubah TR B/F/1365-1367 Aku jadi istri kamu, saya kena itu Subjek tertular penyakit karena kamu. karena suami TR B/F/1367-1368 Saya ibaratnya..kalo kamu mau sembuh ya silahkan. Kalo kamu mau jajan sama perempuan lain ya monggo..ku bilang gitu. TR B/F/1368-1370 Kasian sebenernya liat, tapi dia kelakuannya kayak gitu jengkel to saya itu. TR B/F/1379-1381 Siapa yang bikin susah orang? Saya nggak bikin susah orang. Itu hanya mengeritik salahnya..kan saya bilang gtu. TR B/F/1383-1385 S: iya. Kalo dia masih kayak begini..waduh.. aku tu sebenernya nggak mau sih ribut-ribut kayak gini..ya udahlah. TR B/F/1394-1395
yang tidak berubah Subjek menyalahkan suami atas penyakitnya
Subjek mengabaikan perilaku subjek
Sikap tidak peduli terhadap perilaku suami
Subjek jengkel karena perilaku suami
Perasaan jengkel terhadap perilaku suami
Subjek menganggap bahwa dirinya mengkritik kesalahan orang lain ketika dianggap menyusahkan
Pandangan subjek bahwa dirinya melakukan sesuatu yang benar
Subjek terpaksa marah karena perilaku suami
Perasaan tidak berdaya subjek terhadap perilaku suami