PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BASA-BASI BERBAHASA ANTARA KELUARGA KESULTANAN DAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KERATON YOGYAKARTA
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Disusun oleh: Fajar Nurrahman 111224070
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015 i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTO
Ketika otak anda diremehkan, bungkam mereka dengan prestasi. (Fajar.N) Jika suatu hasil merupakan sebuah tujuan, maka proses adalah hal yang utama (Fajar.N)
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk: Tuhan yang Maha Esa yang seanantiasa memberikan rahmatnya. Orang tua tercinta, Bapak Kemiran dan Ibu Bintuyati yang selalu memberikan cinta, doa, dukungan, dan kesabaran yang begitu besar untukku Adik Raras Oktaviana Dewi yang selalu memberikan semangat, doa dan canda tawa serta pertengkaran lucu setiap kita bertemu Teman-teman ‘sepayung’, Surahmat Wiyata , Dani Hertanto, Maria Budi Asih dan Selvi Novianti yang selama ini jatuh-bangun dan berjuang bersama-sama dalam menyelesaikan skripsi ini
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Nurrahman, Fajar. 2015. Basa-basai Berbahasa Antara Keluarga Kesultanan dan Masyarakat di Lingkungan Keraton Yogyakarta. SKRIPSI. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. Penelitian ini membahas basa-basi linguistik dan nonlinguistik berbahasa yang dituturkan antara keluarga kesultanan keraton Yogyakarta dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa, (2) mendeskripsikan penanda basa-basi linguistik dan nonlinguistik dalam berbahasa, dan (3) mendeskripsikan makna basa-basi dalam berbahasa yang digunakan antara keluarga kesultanan Keraton Yogyakarta dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah keluarga kesultanan keraton Yogyakarta. Metode pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik catat dan rekam, dan kedua, metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh sebab itulah, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi Simpulan penelitian adalah (1) wujud basa-basi linguistik dapat dilihat dari tuturan keluarga kesultanan dan masyarakat yang terdiri dari meminta maaf, simpati, memberi salam, berterima kasih, meminta, menerima dan menolak. Lalu wujud basa-basi nonlinguistik dilihat berdasarkan konteks (penutur, mitra tutur, situasi, suasana, dan tujuan tutur), (2) penanda basa-basi linguistik yang ditemukan berupa nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Penanda basa-basi nonlinguistik dapat dilihat berdasarkan konteks tuturan yang berupa penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, dan tujuan tutur, dan (3) maksud basa-basi berbahasa yaitu: a) meminta maaf, menghormati mitra tutur b) simpati, mempedulikan mitra tutur c) memberi salam, menyenangkan mitra tutur d) berterimakasih menyenangkan mitra tutur e) meminta menghormati mitra tutur f) menerima menghargai mitra tutur g) menolak, memberikan rasa sungkan.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Nurrahman, Fajar. 2015. The politeness Among the Royal Family and the People in Keraton Yogyakarta. SKRIPSI. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. This research discussed about the linguistic and nonlinguistic politeness which uttered among the royal family and people who have lived around keraton Yogyakarta. The objectives of this research were: (1) to describe the form of politeness in speech, (2) to describe the markers of linguistic and nonlinguistic politeness in speech, and (3) to describe the meanings of politeness in speech which were uttered among the royal family and people who have lived around keraton Yogyakarta. This research was a descriptive qualitative research. This main data was the royal family of keraton Yogyakarta. Data gathering that the researcher used are, first, paying attention by using take notes and record techniques, and second, using conversation method which is considered as interview. This method was conducted by using cross-question technique. In data analysis, this research used contextual method, which means using contextual dimensions in interpreting the data which had been identified, classified, and typified successfully. In this research, the researcher tried to understand the phenomenon of using platitude which is used by the speaker or interlocutor to convey meaning. Therefore, the purpose of this research is as an understanding of the use of platitude, especially language used in communicating. The result were (1) the form of linguistic politeness was seen from the royal family and people who have lived around keraton Yogyakarta speech which was divided into asking for pardon, giving sympathy, saying hello, thanking, accepting, and rejecting. Beside, the for of nonlinguistic politeness was seen based on the context (the speaker, the partner, the situation, the atmosphere, and the purpose of the speech). (2) The markers of the linguistic politeness which were found were tone, stress, intonation, and diction. The form of nonlinguistic politeness was seen based on the speech context which were the speaker and the partner of the speaker, the situation and the atmosphere, and the purpose of the seech. (3) The meanings of speech politeness were a) asking for pardon, respecting the partner, b) giving sympathy, caring the partner, c) saying hello, giving happiness to the partner, d) thanking, giving happiness to the partner, e) asking, respecting the partner, f) accepting, respecting the partner, g) rejecting, giving reluctant to approach or take action toward someone of higher status.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga dengan berkat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Basa-basai Berbahasa Antara Keluarga Kesultanan dan Masyarakat di Lingkungan Kraton Yogyakarta ini dengan baik. Sebagaimana disyaratkan dalam Kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, penyelesaian skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Kelancaran dan keberhasilan proses pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan selaku dosen Pembimbing II yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian telah mendampingi, membimbing, memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis mulai dari proses awal hingga akhirnya penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M. Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma dan selaku dosen Pembimbing I yang dengan pengertian dan kesabaran, membimbing, memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis mulai dari proses awal hingga akhirnya penulis menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 4. Segenap dosen Program Studi PBSI yang dengan penuh dedikasi mendidik, membimbing, memberikan dukungan, bantuan, dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis dari awal kuliah sampai selesai.
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. Robertus Marsidiq sebagai karyawan sekretariat PBSI yang selalu sabar memberikan
pelayanan
dan
membantu
kelancaran
penulis
dalam
menyelesaikan kuliah di PBSI sampai penyusunan skripsi ini. 6. Kedua orang tua, Bapak Kemiran dan Ibu Bintiyati, yang telah memberikan cinta, doa dan dukungan, baik secara moral maupun material bagi penulis selama menjalani masa kuliah. 7. Wiwit, Dani, Maria Budi dan Selvi, teman ‘sepayung’ dan seperjuangan yang sudah bersama-sama berjuang dengan skripsi ini. 8. Adikku Raras yang sudah memberikan semangat, doa dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Cecil Petra, Hendra, Vidam, Viviyanti, Rezti, Siti, Tito, Deni, Dwi, Andre, Nanda yang telah berjuang belajar bersama di perpustakaan ataupun di kos dan bersedia menemani, memberikan semangat, bantuan, dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 10. Teman-teman Mahasiswa PBSI Sanata Dharma Angkatan 2011 s.d. 2014; melalui kebersamaan selama berproses dan kuliah ini saya dapat merasakan bagaimana arti sebuah keakraban dan kesetiakawanan. Penulis menyadari bahwa penulisan dan penyusunan laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis memohon maaf apabila laporan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan berbagai saran dan kritik dari para pembaca. Penulis berharap agar laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Yogyakarta
Penulis
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI Hal. HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii HALAMAN MOTO ............................................................................................. iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI.............................................. vii ABSTRAK .......................................................................................................... viii ABSTRACT ........................................................................................................... ix KATA PENGANTAR ............................................................................................x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii DAFTAR BAGAN.............................................................................................. xvi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................................................4 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................5 1.5 Batasan Istilah ....................................................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................8 2.1 Penelitian yang Relevan .....................................................................................8 2.2 Kajian Teori .....................................................................................................10 2.2.1 Pragmatik ...............................................................................................10 2.2.2 Konteks ..................................................................................................11 2.2.3 Fenomena Pragmatik .............................................................................16 2.2.3.1 Dieksis ............................................................................................16 2.2.3.2 Praanggaan/Presuposisi ..................................................................17
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.2.3.3 Implikatur .......................................................................................19 2.2.3.4 Tindak Ujaran .................................................................................20 2.2.3.5 Basa-basi sebagai Fenomena Pragmatik ........................................21 2.2.4 Maksud dalam Pragmatik ......................................................................25 2.3 Aspek-aspek Kebahasaan Penanda Basa-basi ..................................................28 2.3.1 Bunyi Suprasegmental ...........................................................................28 2.3.1.1 Nada ...............................................................................................29 2.3.1.2 Tekanan ..........................................................................................30 2.3.1.3 Intonasi ...........................................................................................31 2.3.2 Pilihan Kata ............................................................................................32 2.3.2.1 Bahasa Standar dan Nonstandar .....................................................33 2.3.3 Kategori Fatis .........................................................................................34 2.4 Kerangka Berpikir ............................................................................................35
BAB III METODELOGI .................................................................................... 41 3.1 Jenis Penelitian .................................................................................................41 3.2 Data dan Sumber Data .....................................................................................42 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...........................................................44 3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ....................................................................46 3.5 Trianggulasi Hasil Analisis Data .....................................................................48
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................49 4.1 Deskripsi Data ..................................................................................................49 4.2 Analisis Data ....................................................................................................57 4.2.1 Meminta Maaf ........................................................................................57 4.2.1.1 Wujud Basa-basi Linguistik ...........................................................59 4.2.1.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik .....................................................59 4.2.1.3 Penanda Basa-basi Linguistik ........................................................60 4.2.1.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik ...................................................61 4.2.1.5 Maksud Basa-basi Berbahsa yang Meminta Maaf .........................63 4.2.2 Simpati ...................................................................................................63
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.2.2.1 Wujud Basa-basi Linguistik ...........................................................64 4.2.2.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik .....................................................65 4.2.2.3 Penanda Basa-basi Linguistik ........................................................65 4.2.2.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik ...................................................66 4.2.2.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Simpati...................................67 4.2.3 Memberi Salam ......................................................................................67 4.2.3.1 Wujud Basa-basi Linguistik ...........................................................68 4.2.3.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik .....................................................69 4.2.3.3 Penanda Basa-basi Linguistik ........................................................69 4.2.3.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik ...................................................70 4.2.3.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Memberi Salam .....................71 4.2.4 Berterima kasih ......................................................................................72 4.2.4.1 Wujud Basa-basi Linguistik ...........................................................73 4.2.4.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik .....................................................73 4.2.4.3 Penanda Basa-basi Linguistik ........................................................74 4.2.4.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik ...................................................74 4.2.4.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Berterima kasih ......................75 4.2.5 Meminta .................................................................................................76 4.2.5.1 Wujud Basa-basi Linguistik ...........................................................77 4.2.5.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik .....................................................77 4.2.5.3 Penanda Basa-basi Linguistik ........................................................78 4.2.5.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik ...................................................79 4.2.5.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Meminta.................................80 4.2.6 Menerima ...............................................................................................81 4.2.6.1 Wujud Basa-basi Linguistik ...........................................................82 4.2.6.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik .....................................................82 4.2.6.3 Penanda Basa-basi Linguistik ........................................................83 4.2.6.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik ...................................................83 4.2.6.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Menerima...............................84 4.2.7 Menolak .................................................................................................85 4.2.7.1 Wujud Basa-basi Linguistik ...........................................................86
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.2.7.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik .....................................................86 4.2.7.3 Penanda Basa-basi Linguistik ........................................................87 4.2.7.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik ...................................................87 4.2.7.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Menolak .................................88 4.3 Pembahasan ......................................................................................................89 4.3.1 Meminta Maaf ........................................................................................89 4.3.2 Simpati ...................................................................................................99 4.3.3 Memberi Salam ....................................................................................107 4.3.4 Berterima kasih ....................................................................................115 4.3.5 Meminta ...............................................................................................123 4.3.6 Menerima .............................................................................................133 4.3.7 Menolak ...............................................................................................140
BAB V PENUTUP ..............................................................................................148 5.1 Simpulan ........................................................................................................148 5.2 Saran ...............................................................................................................150
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................151 LAMPIRAN
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR BAGAN
Hal. Bagan 1 Kerangka Berpikir ....................................................................................40
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Hal. Tabel 1 Jumlah Data Tuturan Berdasarkan Kategori Basa-basi ............................49 Tabel 2 Tuturan Basa-basi Meminta maaf .............................................................50 Tabel 3 Tuturan Basa-basi Simpati ........................................................................51 Tabel 4 Tuturan Basa-basi Memberi Salam ...........................................................52 Tabel 5 Tuturan Basa-basi Berterima kasih ...........................................................53 Tabel 6 Tuturan Basa-basi Meminta ......................................................................56 Tabel 7 Tuturan Basa-basi Menerima ....................................................................55 Tabel 8 Tuturan Basa-basi menolak .......................................................................56
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu bagian utama di kehidupan manusia, karena
bahasa merupakan alat komunikasi dan interaksi antarsesama manusia. Bahasa dalam komunikasi memiliki makna yang terkandung dalam tuturannya. Maknamakna dalam bahasa tersebut dikaji oleh cabang linguistik yaitu pragmatik. Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan
dalam
tuturan
itu
sendiri.
Pragmatik,
sebagaimana
yang
diperbincangkan dewasa ini paling tidak dapat dibedakan atas dua hal: (1) pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan atau (2) pragmatik sebagai suatu yang mewarnai tindakan mengajar. Soal (1) itu masih dapat dibedakan lagi atas dua hal: (a) pragmatik sebagai kajian linguistik, dan (b) pragmatik sebagai salah satu segi dalam bahasa; “pragmatik” pengertian (b) ini lazim disebut “fungsi komunikatif”. Bidang kajian pragmatik bersifat komunikatif, menurut KBBI edisi keempat (2008:720) komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak. Saat berkomunikasi seorang penutur biasanya tidak secara langsung mengungkapkan apa yang ingin di sampaikan atau diungkapkan, akan
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
tetapi seorang penutur akan membuka komunikasi dengan kata atau kalimat secara spontan dan bermaksud untuk mengakrabkan diri dengan mitra tutur. Hal ini bertujuan untuk membuka pembicaraan dan memelihara hubungan sosial antara penutur dengan mitra tuturnya yang biasa dikenal dengan istilah basa-basi. Basa-basi adalah (1) adat sopan santun; tata karma pergaulan, (2) ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “apa kabar?” yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan (3) perihal menggunakan ungkapan semacam itu (KBBI edisi keempat, 2008:143). Basa-basi memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan hubungan antarmanusia. Basa-basi sangat dipengaruhi oleh konteks yang dapat membangun situasi dan kondisi antara penutur dan lawan tuturnya. Basa-basi berbahasa tidak hanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat umum, akan tetapi basa-basi berbahasa dapat ditemukan di ranah bangsawan. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Basa-basi Berbahasa Antara Keluarga Kesultanan dan Masyarakat di Lingkungan Keraton Yogyakata”. Penelitian basa-basi bangsawan dengan masyarakat ini sangatlah menarik karena kedudukan bangsawan dengan masyarakat itu tidak memiliki kedudukan yang sama, khususnya bagi masyarakat Yogyakata. Peneliti memilih objek penelitian di keraton Yogyakarta karena keraton Yogyakarta dianggap dapat mewakili tuturan basa-basi yang berasal dari status sosial yang berbeda. Basa-basi antara bangsawan dan masyarakat seringkali terjadi ketika seorang bangsawan berpapasan dengan wisatawan di keraton Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Contoh: Bangsawan Wisatawan
3
: monggo : iya, Trima kasih pak.
Pada dialog tersebut konteksnya ketika bangsawan dan wisatawan bertemu di pintu masuk salah satu ruangan keraton. Ungkapan “monggo” dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang menandai realitas yang terjadi ketika itu. Pada tuturan “monggo” merupakan basa-basi yang digunakan untuk membuka suatu percakapan dan mempersilakan sesorang untuk melakukan sesuatu atau melewati. Peneliti mengambil topik basa-basi berbahasa di ranah bangswan ini karena penelitian yang berkaitan dengan basa-basi masih belum banyak diteliti dalam kajian pragmatik. Selain itu, basa-basi penting digunakan dalam kaitannya dengan budaya khususnya budaya Jawa. Budaya Jawa yang dimaksud adalah budaya yang terkait dengan bahasa, dalam ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa dalam budaya jawa memiliki keunikan, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi keunikan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
Di ranah
bangsawan, basa-basi berkaitan erat dengan karakter dan sopan santun sehingga penelitian basa-basi berbahasa di ranah bangswan sangat menarik untuk diteliti.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.2
4
Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dideskripsikan di atas, penulis
mendeskripasikan rumusan masalah sebagai berikut: 1.2.1 Apa saja wujud basa-basi dalam berbahasa antara keluarga kesultanan keraton Yogyakarta dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta? 1.2.2 Apa saja penanda linguistik dan nonlinguistik basa-basi dalam berbahasa antara keluarga kesultanan keraton Yogyakarta dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta? 1.2.3 Apa saja maksud basa-basi dalam berbahasa antara keluarga kesultanan keraton Yogyakarta dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dideskripsikan di atas, penelitian
ini memiliki tujuan sebagai berikut 1.3.1 Mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa antara keluarga kesultanan keraton Yogyakarta dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta 1.3.2 Mendeskripsikan penanda linguistik dan nonlingustik basa-basi dalam berbahasa antara keluarga kesultanan keraton Yogyakarta dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta 1.3.3 Mendeskripsikan makna basa-basi dalam berbahasa antara keluarga kesultanan keraton Yogyakarta dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.4
5
Manfaat Penelitian Penelitian basa-basi dalam berbahasa antara keluarga kerajan dengan
masyarakat ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini. 1.4.1 Manfaat Teoretis Kajian-kajian yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat memperluas kajian dan memperkaya khasanah teoretis tentang basa-basi dalam berbahasa sebagai fenomena pragmatik yang baru. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian basa-basi berbahasa ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat Jawa pada umumnya terutama antara bangsawan dan masyarakat untuk membuka serta mempererat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Demikian pula, penelitian ini akan memberikan masukan kepada para praktisi dalam bidang pendidikan terutama bagi dosen, guru, mahasiswa, siswa, dan tenaga kependidikan untuk mengembangkan ilmu pragmatik dengan penelitian yang berbeda. 1.5
Batasan Istilah Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini tidak lepas dari teori
basa-basi berbahasa dalam ilmu pragmatik, maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut: 1.5.1 Pragmatik Pragmatik adalah ilmu yang mengkaji bahasa beserta konteksnya yang mendasari pengertian suatu bahasa. Pengertian atau pemahaman bahasa menunjuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
kepada fakta bahwa untuk mengerti suatu ungkapan atau ujaran bahasa diperlukan juga pengetahuan di luar makna kata dan hubungan kata bahasanya, yakni hubungannya dengan konteks pemakaian 1.5.2 Phatic Communion Phatic Communion adalah kelas kata yang digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. 1.5.3 Basa-basi Basa-basi
adalah
tuturan
yang
dipergunakan
untuk
memulai,
mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. 1.5.4 Wujud Basa-basi Wujud basa-basi ialah sesuatu yang menunjukkan adanya tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara dalam suatu tuturan. 1.5.5 Maksud Basa-basi Maksud basa-basi ialah sesuatu yang sungguh-sungguh ingin disampaikan oleh penutur dan hanya bersumber dari penutur 1.5.6 Konteks Konteks adalah situasi lingkungan yang digunakan petutur untuk memperjelas penyampaian informasi. Konteks adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan lawan tutur dan yang membantu lawan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
tutur menafsirkan makna tuturan. Konteks sangat penting dalam memahami suatu tuturan, ia tidak menelaah struktur bahasa secara internal melainkan secara eksternal. Konteks itu bisa berupa bahasa dan bukan bahasa, kedua-duanya dapat mempengaruhi
arti
bahasa
itu.Istilah
konteks
sering
digunakan
untuk
menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini menguraikan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tentang tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti yang lain. Landasan teori berisi tentang teoriteori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, konteks, fenomena pragmatik, basa-basi sebagai fenomena pragmatik, maksud dalam pragmatik, aspek-aspek kebahasaan penanda basa-basi dan katagori fatis. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah. 2.1 Penelitian yang Relevan Penelitian tentang basa-basi berbahasa di ranah bangsawan sejauh yang diketahui oleh penulis, belum pernah dilakukan. Namun terdapat penelitian yang relevan dengan penelitian yang berkaitan dengan basa-basi berbahasa yaitu penelitian yang dilakukan Fitri Apri Susilo (2013) Penelitian Fitri Apri Susilo (2013) berjudul Basa-Basi dalam Berbahasa Antarguru di SMP N 12 Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan bentuk atau wujud basa-basi antara guru dan guru di SMP N 12 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014, (2) mendeskripsikan maksud basa-basi antara guru dan guru di SMP N 12 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014.
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
Berdasarkan dari tujuan penelitian yang dilakukan oleh Fitri Apri Susilo, dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut: (1) Peneliti menemukan 8 wujud basa-basi berbahasa antara guru dan guru di SMP N 12 Yogyakarta. Kedelapan wujud basa-basi tersebut ialah basa-basi menerima, basa-basi menolak, basa-basi berterima kasih, basa-basi meminta maaf, basa-basi memberi salam, basa-basi bersimpati, basa-basi mengucapkan selamat, dan basa-basi mengundang. (2) Maksud basa-basi berbahasa antara guru dan guru adalah untuk memulai, mempertahankan atau mengukuhkan, menjalin relasi antara penutur dan mitra tutur, serta untuk menyampaikan berbagai maksud. Selain itu, basa-basi digunakan untuk mengekpresikan perasaan penutur terhadap suatu tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Metode simak dengan teknik catat dan rekam, dan metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh sebab itu, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi. Berdasarkan penelitian di atas penelitian kali ini akan membedakan dari segi subjek yaitu basa-basi berbahasa antara keluarga kesultanan dan masyarakat, sehingga peneliti akan melakukan penelitian di ranah bangsawan dengan judul penelitian Basa-Basi Berbahasa Antara Kelurga Kesultanan dan Masyarakat di
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Lingkungan Keraton Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian basa-basi berbahasa tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mengkaji fenomena basa-basi berbahasa khususnya dalam ranah bangsawan. 2.2 Kajian Teori 2.2.1 Pragmatik Levinson dalam Nadar (1987:3) menyatakan bahwa kajian pragmatik adalah kajian tentang pemakai bahasa mengaitkan kalimat-kalimat dengan konteks-konteks yang sesuai dengan bagian itu. Pragmatik mempunyai kaitan erat dengan semantik, Leech dalam Nadar (2009:8) mendeskripsikan bahwa semantik memerlukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan dua segi ‘dyadic’ seperti pada “Apa artinya X?”, sedangkan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan yang melibatkan tiga segi ‘triadic’, seperti pada “Apa maksudmu dengan X?”. Dengan demikian dalam pragmatik makna diberi definisi dalam hubungannya dengan penutur atau pemakai bahasa, sedangkan dalam semantik, makna didefinisikan semata-mata sebagai ciri-ciri ungkapan-ungkapan dalam suatu bahasa tertentu, terpisah dari situasi, penutur dan lawan tuturnya. George dalam Rahardi (2003: 12) telah mendeskripsikan bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya adalah ilmu tentang makna bahasa, dalam kaitan dengan keseluruhan perilaku umat manusia dan tanda-tanda atau lambanglambang bahasa yang disekelilingnya. Terhadap tanda atau lambang bahasa yang mencuat di sekelilingnya itu, manusia akan selalu bereaksi dengan aneka kemungkinan sikap dan variasi tindakan atau prilakunya. Dalam kaitan dengan kenyataan yang demikian itu George mendefinisikan pragmatik sebagai semantik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
perilaku (behavioral semantiks). Ilmu bahasa pragmatik adala telaah terhadap pertuturan langsung maupun tidak langsung, presuposisi, implikatur, entailment, dan percakapan atau kegiatan konversasional antara penutur dan mitra tutur yang dikemukakan oleh David R. dan Dowty dalam Rahardi (2003: 13). Dalam kajian pragmatik bukanlah kata atau kalimat, melainkan tindak tutur atau tindak ujaran (speech act). Pragmatik mengkaji maksud ujaran dengan satuan analisis berupa tindak tutur (speech act). Dengan kata lain, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme daripada ke formalisme. Misalnya dalam komunikasi, satu maksud atau satu fungsi dapat diungkapkan dengan berbagai bentuk atau struktur. Untuk maksud “menyuruh” orang lain, penutur dapat mengungkapkannya dengan kalimat imperatif, kalimat deklaratif, atau bahkan dengan kalimat interogatif. Pragmatik adalah ilmu yang memelajari tentang maksud sebuah tuturan yang dipaparkan dalam komunikasi. Hal tersebut dapat dilihat dari perilaku penutur saat berkomunikasi, penutur akan bertutur dengan tidak tutur maupun ujaran yang mengandung maksud tertentu. Dalam pragmatik tidak hanya mengkaji tentang makna sebuah kalimat namun termasuk juga perilaku dalam menuturkan kalimat tersebut. Jadi pragmatik adalah kajian linguistik yang mengkaji tentang maksud sebuah tuturan melaluli perilaku dan tuturannya. 2.2.2 Konteks Pragmatik adalah ilmu yang menonjolkan adanya konteks situasi dalam tuturan. Konteks sangat mepengaruhi bentuk kebahasaan yang digunakan oleh penutur. Konteks adalah bagian terpenting dalam pragmatik di mana maksud
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
penutur dalam tuturan dapat diketahui dengan mengetahui konteks situasi yang mengelilingi terjadinya sebuah tuturan. Konteks sangat penting dalam memahami suatu tuturan, konteks tidak menelaah struktur bahasa secara internal melainkan secara eksternal. Konteks itu bisa berupa bahasa dan bukan bahasa, kedua-duanya dapat mempengaruhi arti bahasa itu. Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984:44). Istilah “konteks” didefinisikan oleh Mey (1993:38) konteks sebagai the surrounding, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expression of their interaction intelliegible (lingkungan sekitar dalam arti luas sesuatu yang memungkinkan peserta tuturan dapat berinteraksi, dan yang dapat membuat tuturan mereka dapat dipahami). Konteks didefinsikan oleh Leech melalui Nadar (2009:6) sebagai background knowledge assumed to be shared by s and h and which contributies to h’s interpretation of what s means by a given utterance (latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu) (s berarti speaker “penutur”; h berarti hearer “lawan tutur”). Dengan demikian, konteks adalah hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna tuturan (Nadar, 2009: 6-7).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
Rahardi (2003:20) mengemukakan bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Kemudian Levinson dalam Nugroho (2009:119) menjelaskan bahwa untuk mengetahui konteks, seseorang harus membedakan antara situasi aktual sebuah tuturan dalam semua keserbaragaman ciri-ciri tuturan mereka, dan pemilihan ciri-ciri tuturan tersebut secara budaya dan linguistis yang berhubungan dengan produksi dan penafsiran tuturan. Jika Malinowsky menyebut ‘context of situation’, Leech (1983) menggunakan istilah ‘speech situation’ dalam pemahamannya tentang konteks. Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang dikomunikasikan oleh penuturan
sebuah
tuturan,
Leech
(1983)
dalam
Wijana
(1996:10−13)
mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek itu adalah sebagai berikut. 1) Penutur dan lawan tutur Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya. 2) Konteks tuturan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks seting sosial disebut konteks. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back gorund knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur. 3) Tujuan penutur Bentuk-bentk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Di dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities). Ada perbedaan yang mendasar antara pandangan pragmatik yang bersifat fungsional dengan pandangan gramatika yang bersifat formal. Di dalam pandangan yang bersifat formal, setiap bentuk lingual yang berbeda tentu memiliki makna yang berbeda. 4) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dan sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini, pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas penutur dan mitra tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya. 5) Tuturan sebagai produk tindak verbal Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal. Sebagai contoh, kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang? Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini, dapat ditegaskan ada perbedaan yang mendasar antara kalimat (sentence) dengan tuturan (utturance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi tertentu. Selain kelima aspek tuturan yang telah dijelaskan oleh Leech (1983), lebih lanjut dijelaskan perihal yang berkenaan dengan penutur dan lawan tutur di dalam Verschueren dalamRahardi (2012), bahwa bagi sebuah pesan (message), untuk dapat sampai kepada ‘interpreter’ (I) dari seorang ‘utterer’ (U), selain akan ditentukan oleh keberadaan konteks linguistiknya (linguistic context), juga oleh konteks dalam pengertian yang sangat luas, yang mencakup latar belakang fisik tuturan (physical world of the utterance), latar belakang sosial dari tuturan (social world of the utterance), dan latar belakang mental penuturnya (mental world of the utterance). Jadi setidaknya, Verschueren menyebut empat dimensi konteks yang sangat mendasar dalam memahami makna sebuah tuturan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
Berdasarkan penjelasan di atas, konteks dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan situasi dan kondisi peserta tutur dengan latar belakang pengetahuan yang sama atas apa yang dituturkan dan dimaksudkan oleh penutur. Konteks tersebut disertai dengan komponen-komponen tuturan yang sangat mempengaruhi tuturan seseorang. Kehadiran konteks berhubungan dengan produksi dan penafsiran dari tuturan. Seseorang tidak bisa dikatakan berbicara secara santun atau tidak tanpa dipahami terlebih dahulu konteks yang melingkupi tuturan seseorang tersebut. 2.2.3 Fenomena Pragmatik Dalam ilmu pragmatik terdapat empat fenomena pragmatik yang telah disepakati, yaitu (1) deiksis, (2) praanggapan (presupposition), (3) implikatur percakapan (conversational implicature), dan (4) tindak ujaran (speech acts), Purwo (1990:17). 2.2.3.1 Deiksis Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa yunani) untuk salah satu hal yang mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukan’ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan ‘penunjukan’ disebut ungkapan deiksis. Ketika Anda menunjuk objek asing dan bertanya, “Apa itu?”, maka Anda menggunakan ungkapan deiksis (“itu”) untuk menunjuk sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba (Yule, 2006:13). Kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata yang deiktis. Kata-kata tersebut tidak memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
dengan kata rumah, kertas, kursi, di tempat manapun, pada waktu kapan pun, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya, sini, sekarang barukah dapat diketahui pula siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan. 2.2.3.2 Praanggapan/presuposisi Pada mulanya preposisi merupakan kajian dalam lingkup semantik, namun dalam perkembangannya para linguis cenderung berpendapat bahwa kajian preposisi dalam lingkup semantik saja tidak dapat memuaskan mereka, sehingga kajian presuposisi bergeser ke wilayah pragmatik (Nadar, 2009:63 melalui Gazdar, 1976:103; Mey, 1993:201; Levinson, 1983:167). Levinson (1983:169) menyatakan bahwa preposisi pragmatik merupakan inferensi pragmatik yang sangat sensitif terhadap faktor-faktor konteks, dan membedakan terminologi preposisi menjadi dua macam.Pertama, kata “presuposisi” sebagai terminologi umum dalam penggunaan bahasa inggris sehari-hari, serta kata “presuposisi” sebagai terminologi teknis dalam kajian pragmatik. Dibandingkan dengan luasnya makna preposisi secara umum dalam penggunaan sehari-hari, makna preposisi dalam pragmatik relatif lebih sempit. Preposisi dapat dijelaskan sebagai berbagai inferensi atau asumsi pragmatik yang nampaknya dibangun menjadi ungkapan linguistik (Nadar, 2009:64-65). Rahardi (2003:83) menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat dikatakan mempresuposisikan atau mempraanggapkan tuturan yang lainya,
apabila
ketidakbendaan
tuturan
yang
lainnya,
apabila
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
ketidakbenaran yang diperanggapkan itu mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan tidak dapat dikatakan sama sekali. Presuposisi pragmatik ‘pragmatik presupposition’, sebagaimana halnya teori tindak tutur ‘speech act theory’, justru ditemukan filsuf dan bukan linguis. Levinson (1983:169) dalam Nadar (2009:64) menyatakan bahwa presuposisi pragmatik merupakan inferensi pragmatik yang sangat sensitive terhadap faktor-faktor konteks, dan membedakan terminologi presuposisi menjadi dua macam. Pertama, kata “presuposisi”sebagai terminologi teknis dalam kajian pragmatik. Sebuah tuturan dapat dikatakan mempraanggapkan tuturan yang lain apabila ketidakbenaran tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan yang mempresuposikan tidak dapat dikatakan. Tuturan yang berbunyi “Mahasiswa tercantik di kelas itu pandai sekali”, mempraanggapkan adanya seorang mahasiswi yang berparas cantik. Apabila pada kenyataannya memang ada seorang mahasiswi yang berparas sangat cantik di kelas itu, tuturan di atas dapat di nilai benar atau salahnya. Sebaliknya, apabila di dalam kelas itu tidak ada seorang mahasiswa yang berparas cantik, tuturan tersebut tidak dapat ditentukan benar atau salahnya. Tuturan yang berbunyi Kalau kamu sudah sampai Jakarta, tolong aku diberi kabar. Jangan sampai lupa! Aku tidak ada di rumah karena bukan hari libur. Tuturan itu tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahu si mitra tutur bahwa ia harus melakukan sesuatu seperti yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
dimaksudkan di dalam tuturan itu melainkan ada sesuatu yang tersirat dari tuturan itu yang harus dilakukannya, seperti misalnya mencari alamat kantor atau nomor telepon si penutur (Rahardi, 2005:42). 2.2.3.3 Implikatur Mey dalam Nadar (2009:60) mengatakan implikatur berasal dari kata kerja to imply sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja ini berasal dari bahasa latin plicare yang berarti to fold “melipat”, sehingga untuk mengerti apa yang dilihat atau disimpan tersebut haruslah dilakukan dengan cara membukanya. Dalam rangka memahami apa yang dimaksudkan oleh seorang penutur, lawan tutur harus selalu melakukan interpretasi pada tuturan-tuturannya. Wijana (1996:37-38) menjelaskan bahwa sebuah tuturan memang dapat mengimplementasikan proposisi yang bukan bagian dsri tuturan yang bersangkutan. Karena implikatur bukan merupakan bagian dari tuturan
yang mengimplementasikanya,
hubungan
kedua
proposisi
merupakan konsekuensi mutlak. Contoh yang dipergunakan untuk memperjelas pernyataan bahwa implikatur bukan merupakan bagian dari tuturan yang mengimplementasikannya adalalah sebagai berikut: (+) Ali sekarang memelihara kucing (-) Hati-hati menyimpan daging. Tuturan (-) bukan merupakan bagian dari tuturan (+) karena tuturan (-) muncul akibat inferensi yang didasari oleh latar belakang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
pengrtahuan tentang kucing dengan segala sifatnya. Adapun salah satu sifatnya adalah senang makan daging. Antara penutur dan mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan tidak tertulis bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu saling dimengerti. Grice (1975) di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut. Preposisi yang diimplikasikan itu dapat disebut dengan implikatur percakapan. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan itu bersifat tidak mutlak. Inferensi maksud tuturan itu harus didasarkan pada konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut (Rahardi, 2005:43). 2.2.3.4 Tindak Ujaran(speech acts) Dalam usaha untuk mengungkapkan diri mereka, orang-orang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan strukturstruktur gramatikal saja, tetapi mereka juga memperlihatkan tindakantindakan melalui tuturan-tuturan itu (Yulie, 2006:81) Austin dalam Nadar (2009:11) menyebutkan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pada waktu sesorang menggunakan kata-kata kerja promise ‘berjanji’, apologize ‘minta maaf’, name ‘menanamkan’, pronounce ‘menyatakan’ misalnya dalam tuturan I promise I will come on time (“saya berjanji akan dating tepat waktu”), dan I apologize for coming late ( “saya minta maaf
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
karena dating terlambat”) maka yang bersangkutan tidak hanya mengucapkan tetapi juga melakukan tindakan berjanji dan meminta maaf. Tuturan-tuturan tersebut dinamakan tuturan performatif, sedangkan kata kerjanya juga disebut kata kerja performatif. 2.2.3.5 Basa-Basi sebagai Fenomena Pragmatik Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:16) menjelaskan bahwa ungkapan-ungkapan yang digunakan dalam fatik atau yang dikenal dengan basa-basi, biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu berjumpa, pamit, membicarakan cuaca, atau menanyakan keadaan keluarga. Ungkapan-ungkapan
yang
digunakan
tidak
dapat
diartikan
atau
diterjemahkan secara harfiah. Misalnya, dalam bahasa Indonesia ada ungkapan seperti Apa kabar?, Bagaimana kabar keluarga di rumah?, Mau kemana nih?, dan sebagainya. Oleh karena itu, penggunaan suatu bahasa tidak
akan
lepas
dari
basa-basi,
namun
hanya
berbeda
kadar
penggunaannya. Penggunaan paling besar dalam percakapan yang bertujuan untuk memelihara komunikasi, dimana ungkapan itu hanya uuntuk bersopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi. Arimi (1998) dalam tesisnya membagi tuturan basa-basi yang dipakai dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya tuturannya digolongkan atas dua jenis, yaitu basa-basi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni keniscayaan, basa-basi keteralamian, dan basa-basi keakraban. Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basa-basi polar sosial dan basabasi polar personal. Halliday melalui Sudaryanto (1990:17) menjelaskan bahwa fungsi khas bahasa yang tercermin pada struktur bahasa ada tiga, yaitu (1) fungsi “ideasional” berkaitan dengan peranan bahasa untuk pengungkapan ‘isi’, pengungkapan pengalaman penutur tentang dunia nyata, termasuk duniadalam dari kesadarannya sendiri, (2) fungsi “interpersonal” berkaitan dengan peranan bahasa untuk membangun dan memelihara hubungan sosial, untuk pengungkapan peranan-peranan sosial termasuk perananperanan komunikasi yang diciptakan oleh bahasa itu sendiri, (3) fungsi “tekstual” berkaitan dengan tugas bahasa untuk membentuk berbagai mata rantai kebahasaan dan mata rantai unsure situasi (features of the situation) yang memungkinkan digunakannya bahasa oleh para pemakainya. Dalam hal ini, fungsi fatik (basa-basi) berkaitan erat dengan fungsi interpersonal karena berkaitan dengan peranan bahasa untuk membangun dan memelihara hubungan sosial, untuk pengungkapan peranan-peranan sosial termasuk peranan-peranan komunikasi yang diciptakan oleh bahasa itu sendiri. Fungsi interpersonal dapat dilihat pada struktur yang melibatkan modalitas dan system yang dibangunnya. Membangun hubungan sosial
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
berarti termasuk juga memelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak. Basa-basi erat kaitannya dengan tindak tutur karena tindak tutur menjelaskan bahwa dalam mengatakan sesuatu seharusnya orang tersebut juga melakukan sesuatu. Misalnya, pada waktu seseorang mengatakan “maaf saya terlambat” maka orang tersebut tidak hanya mengatakan saja tapi juga melakukan (perbuatan) terlambat. Suatu tindak tutur memiliki makna yaitu dapat berupa lokusi, ilokusi, dan perlukosi. Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur itu disebut sebagai The Act of Saying Something. Tindak ilokusi adalah tuturan yang bukan hanya untuk memberikan informasi tapi juga agar tuturan itu mempunyai efek untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Tindak perlokusi adalah tuturan yang bukan hanya menginformasikan sesuatu tapi juga untuk memengaruhi. Tindak perlukosi disebut The Act of Affecting Someone. Taksonomi tindak tutur diatas mencakup tindak tutur konstantif (constantif),
direktif
(directives),
komisif
(comissives),
dan
acknowledgenments. Konstantif merupakan ekpresei kepercayaan yang dibarengi dengan ekspresi maksud sehingga mitra tutur membentuk atau memegang kepercayaan yang serupa. Direktif mengekspresikan sikap penutur terhadap tindakan prospektif oleh mitra tutur dan kehendaknya terhadap tindakan mitra tutur. Komisif (comissive) mengekspresikan kehendak dan kepercayaan penutur sehingga ujarannya mengharuskannya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
untuk melakukan sesuatu. Yang termasuk dalam komisif adalah promisses dan offers. Sementara itu, acknowledgements mengekspresikan perasaan mengenai mitra tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu seperti itu. Basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi acknowledgements.
Acknowledgements
merupakan
tuturan
yang
digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitratutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. Tuturan yang termasuk acknowledgements adalah, sebagai berikut: (a) meminta maaf; fungsi tuturan untuk mengekspresikan penyesalan, (b) simpati; fungsi tuturan untuk mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur, (c) mengucapkan selamat; fungsi tuturan mengekspresikan kegembiraan karena adanya kabar baik, (d) memberi salam; fungsi tuturan untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang, (e) berterima kasih; fungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan, (f) meminta; fungsi tuturan untuk mengekpresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang akan terjadi, (g) menerima; fungsi tuturan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
menerima (menghargai) basa-basi dari mitra tutur, (h) menolak; fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur. Komponen dan klasifikasi komunikatif tersebut dapat digunakan sebagai faktor pendukung dalam melakukan analisis basa-basi bahasa. 2.2.4
Maksud dalam Pragmatik Tercakupnya pragmatik merupakan tahap akhir dalam gelombang-
gelombang ekspansi linguistik, dari sebuah disiplin sempit yang menguasai data fisik bahasa, menjadi suatu disiplin sempit yang mengurusi data fisik bahasa, menjadi suatu disiplin yang luas meliputi bentuk, makna, dan konteks. Leech (1993:45) mengemukakan bahwa banyak linguis berasumsi bahwa makna dapat diperikan melalui seperangkat ‘implikatur’. Implikatur yang digunakan oleh Leech dalam arti yang lebih luas daripada yang digunakan oleh Grice; walaupun demikian Leech tetap mengikuti pendapat Grice (1975:50) yang mengatakan bahwa ‘adanya implikatur percakapan harus mampu dijelaskan’ dengan cara berpikir informal. Hal ini merupakan pemikiran lebih lanjut yang berkaitan dengan pendapat yang mengatakan bahwa pragmatik mengkaji perilaku yang dimotivasi oleh tujuan-tujuan percakapan. Menafsirkan sebuah tuturan sama dengan pekerjaan tebak-menebak atau seperti membuat hipotesis. Untuk menjelaskan hal ini Leech mengambil contoh dari Grice untuk mengilustrasikan prinsip kerja sama: 12) A : Kapankah hari ulang tahun Bibi Rose? B : Pada bulan April. Makna jawaban B ialah proposisi bahwa hari ulang tahun Bibi Rose jatuh pada bulan April (dalam bentuk yang lebih panjang jawaban tersebut dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
diungkapkan sebagai pada tanggal 1 Aptil, atau pada tanggal 2 April, atau pada …). Arti tambahan yang diperoleh oleh A dari jawaban tersebut ialah: B tidak tahu tanggal ulang tahun Bibi Rose yang tepat (B tidak tahu apakah Bibi Rose berulang tahun pada tanggal 1 April, atau pada tanggal 2, tanggal 3,… atau tanggal 30 April). Hal ini dapat diketahui melalui tiga tahapan berikut ini: a) Pengamatan pertama member kesan seakan-akan ada yang tidak ‘beres’ dengan jawaban B. Informasi yang diberikan oleh B kurang daripada yang dibutuhkan oleh A. Dengan kata lain, B tampaknya melanggar prinsip kerja sama (khususnya maksim kuantitas). b) Namun sebetulnya tidak ada alasan untuk berprasangka bahwa B sengaja tidak ingin bekerja sama. Karena itu, A boleh yakin bahwa B memang menaati prinsip kerja sama dan kesan bahwa B melanggar maksim kuantitas disebabkan oleh keinginan A untuk menaati prinsip kerja sama. Karena itu kita harus menemukan alas an yang tepat mengapa prinsip kerja sama dapat menyebabkan B tidak memberikan informasi sebanyak yang dibutuhkan oleh A. c) Alasan ini dapat didasarkan pada dugaan bahwa B mencoba menaati maksim kualitas. Andaikata bahwa B taat pada prinsip kerja sama dan B tidak tahu hari ulang tahun Bibi Rose, kecuali bawa jatuhnya pada bulan April. Kalau ini benar maka B tidak akan menyatakan dengan sembarangan bahwa hari ulang tahun Bibi Rose pada tanggal 1 April, atau pada tanggal 2, tanggal 3, … atau tanggal 30 April karena kalau demikian B akan melanggar maksim kualitas (berbohong) walaupun tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
melanggar maksim kuantitas. Oleh karena itu, untuk mencari aman B hanya mengatakan bahwa hari ulang tahun Bibi Rose ialah pada bulan April. Karena tidak adanya penjelasan lain, penjelasan ini akan diterima sebagai penjelasan yang taat asas dengan prinsip kerja sama. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa B tidak tahu pada tanggal berapa dalam bulan April Bibi Rose berulang tahun. Jadi, tiga tahap dalam penafsiran makna ialah (i) menolak interpretasi pengamatan pertama karena tidak taat asas dengan prinsip kerja sama; (ii) mencari interpretasi baru yang taat asas prinsip kerja sama; (iii) menemukan interpretasi baru dan memastikan bahwa interpretasi ini taat asas dengan prinsip kerja sama. Tahap-tahap tersebut merupakan strategi yang informal dan rasional untuk memecahkan masalah. Strategi ini terdiri dari usaha (a) merupakan hipotesis yang paling mungkin, (b) menguji hipotesis tersebut dan bila tidak teruji, (c) merumuskan hipotesis berikutnya, dan sebagainya. Jenis strategi ini merupakan strategi yang lazim digunakan oleh manusia untuk memecahkan masalah-masalah penafsiran atau interpretasi. Meskipun pragmatik memberi kesan menelaah proses-proses di dalam benak si penutur, pragmatik sebetulnya merupakan kajian-kajian yang hanya menaganalisis makna yang interpretasinya dapat diamati oleh umum. Dengan kata lain, dalam pragmatik (dan juga dalam ilmu-ilmu lain), para linguis bertujuan melakukan pengamatan-pengamatan yang dapat dikonfirmasi oleh umum dan menyusun teori-teori yang dapat menjelaskan pengamatan-pengamatan tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
Karena pragmatik mengkaji makna dalam situasi ujar, jelaslah bahwa kita tidak dapat membuat pernyataan-pernyataan pragmatis mengenai apa yang terjadi dalam benak pribadi seseorang. Misalnya, penutur menyatakan sekarang pukul enam, kita sebetulnya tidak tahu apakah dibenak penutur yakin waktunya pukul enam, karena mungkin saja si penutur seorang pembohong ulung yang sedang menyamar. Yang kita ketahui dan karena itu dapat kita katakan implikatur ‘mitra tutur yakin waktunya pukul enam’ merupakan bagian dari makna atau daya pragmatik tuturan tersebut. Dengan kata lain, ‘makna’ sebagaimana digunakan dalam pragmatik (yaitu ‘n bertujuan D melalui tuturanT’ , n = penutur, D = daya, T = tuturan), merupakan suatu “maksud refleksif” yaitu suatu maksud yang hanya dapat dicapai bila maksud tersebut diketahui mitra tutur (Leech, 1993: 53). Namun, menurut Bach dan Harnish (1979: 5) melalui Leech (1993:53), maksud reflektif ini hanya terlaksana melalui apa yang disebut ‘Praasumsi Komunikatif’ (Communicative Presumption), yaitu keyakinan penutur maupun mitra tutur akan adanya tujuan ilokusi; bila seseorang mengatakan sesuatu pada orang lain ia mempunyai satu tujuan ilokusi tertentu. 2.3 Aspek-aspek Kebahasan Penanda Basa-basi 2.3.1 Bunyi Suprasegmental Bunyi-bunyi yang bisa disegmentalkan disebut bunyi segmental, misalnya bunyi vokoid dan bunyi kontoid. Bunyi-bunyi yang tidak dapat disegmen-segmen karena kehadiran bunyi tersebut selalu diiringi, atau ditemani bunti segmental (baik vokoid maupun kontoid) bunyi tersebut disebut bunyi suprasegmental atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
bunyi nonsegmental. Bunyi-bunyi suprasegmental dikelompokkan menjadi empat jenis aspek yaitu (a) tinggi-rendah bunyi (nada), (b) keras-lemahnya bunyi (tekanan), (c) panjang-pendek bunyi (tempo), dan (d) kesenyapan (jeda). (Muslich, 2008: 61-63). 2.3.1.1 Nada Ketika bunyi-bunyi segmental diucapkan selalu melibatkan nada baik nada tinggi, sedang, atau rendah. Hal ini disebabkan adanya faktor ketegangan pita suara, arus suara, dan udara pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Makin tegang pita suara yang disebabkan oleh kenaikan arus udara dari paru-paru makin tinggi pula bunyi tersebut. Nada menjadi perhatian fonetis karena secara linguistik berpengaruh dalam sistem linguistik tertentu. Misalnya nada turun biasanya menandakan kelengkapan tutur sedangkan nada naik menandakan ketidaklengkapan tuturan. Dalam penuturan bahasa Indonesia, tinggi-rendahnya suara tidak fungsional atau tidak membedakan makna. Ketika penutur mengucapkan [aku], [membaca], [buku] dengan nada tinggi, sedang, atau rendah maknanya sama saja. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembedaan makna
nada
dalam
bahasa
Indonesia
tidak
fonemis.
Namun,
ketidakfonemisan ini tidak berarti nada tidak ada dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara, arus udara, dan posisi pita suara saat bunyi itu diucapkan. (Muslich, 2008:112). Aspek nada dalam bertutur lisan memengaruhi santun tidaknya tuturan seseorang. Nada adalah naik turunnya ujaran yang menggambarkan suasana
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
hati penutur ketika sedang bertutur. Jika suasana hati sedang senang, nada bicara penutur menaik dengan ceria sehingga terasa menyenangkan. Jika suasana hati sedang sedih, nada bicara penutur menurun dengan datar sehingga terasa menyedihkan. Jika suasana hati sedang marah, emosi, nada bicara penutur menaik dengan keras, kasar sehingga terasa menakutkan. 2.3.1.2. Tekanan Tekanan pada bunyi ialah besarnya tenaga yang digunakan untuk mengucapkan bunyi dan tergantung kepada desakan udara ke luar dari paruparu (Lubis, 1985: 22). Ketika bunyi-bunyi segmental diucapkan tidak lepas dari keras atau lemahnya bunyi. Hal ini disebabkan keterlibatan energi otot ketika bunyi itu diucapkan. Suatu bunyi dikatakan mendapatkan tekanan apabila energi otot yang dikeluarkan lebih besar ketika bunyi itu diucapkan. Sebaliknya suatu bunyi dikatakan tidak mendapatkan tekanan apabila energi otot yang dikeluarkan lebih kecil ketika bunyi itu diucapkan. Praktiknya, kerasnya bunyi juga berpengaruh pada ketinggian bunyi. Buktinya tekanan keras dengan nada rendah pun bisa diucapkan oleh penutur bahasa, Hal ini sangat tergantung pada fungsinya dalam komunikasi. Variasi tekanan dapat dibedakan menjadi empat yaitu (1) tekanan keras, (2) tekanan lemah, (3) tekanan lemah, dan (4) tidak ada tekanan. Penekanan makna dibedakan menjadi dua tataran yaitu tataran kata, tekanan yang bersifat silabis dan tataran kalimat, tekanan leksis. Tekanan dalam tuturan bahasa Indonesia berfungsi membedakan maksud
dalam
tataran
kalimat
(sintaksis)
tetapi
tidak
berfungsi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
membedakan makna dalam tataran kata (leksis) (Muslich, 2008:113). Tidak semua kata dalam kalimat ditekanan sama, hanya kata-kata yang dianggap penting atau dipentingkan yang mendapatkan tekanan. Oleh karena itu, pendengar atau mitra tutur harus mengetahui maksud di balik makna tuturan yang didengarkannya. 2.3.1.3 Intonasi Aspek intonasi dalam bahasa verbal lisan sangat menentukan santun tidaknya pemakaian bahasa. Ketika penutur menyampaikan maksud kepada mitra tutur dengan menggunakan intonasi keras, padahal mitra tutur berada pada jarak yang sangat dekat dengan penutur, sementara mitra tutur tidak tuli, penutur akan dinilai tidak santun. Sebaliknya, jika penutur menyampaikan maksud dengan intonasi lembut, penutur akan dinilai sebagai orang yang santun. Namun, intonasi kadang-kadang dipengaruhi oleh latar belakang budaya masyarakat. (Pranowo, 2009:76-77) Pada tataran kalimat, variasi-variasi nada pembeda maksud disebut intonasi yang ditandai dengan intonasi datar turun yang biasa terdapat dalam kalimat berita, intonasi datar naik yang biasa terdapat dalam kalimat tanya, dan intonasi datar tinggi yang biasa terdapat dalam kalimat perintah. Bunyi-bunyi suprasegmental tersebut dapat menentukan kesantunan berbahasa seseorang dan dalam penelitian basa-basi ini kesantuna berbahasa juga dimaksudkan sebagai penanda linguistik tuturan basa-basi. Adapun beberapa aspek bunyi suprasegmental yang dapat mempengaruhi santun tidaknya tuturan basa-basi berbahasa seseorang adalah nada, tekanan,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
intonasi. Nada merupakan naik turunnya ujaran yang menggambarkan suasana hati penutur ketika sedang bertutur. Tekanan mempengaruhi bunyi dan arti sebuah tuturan, sedangkan intonasi merupakan perpaduan antara nada dan tekanan ketika tuturan itu diujarkan. Aspek intonasi kadangkadang dipengaruhi oleh latar belakang budaya masyarakat tertentu. 2.3.2 Pilihan Kata Menurut keraf (1981: 22-23) istilah pilihan kata atau diksi bukan saja dipergunakan
untuk
menyatakan
kata-kata
mana
yang
dipakai
untuk
mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan, fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Lebih lanjut dipaparkan mengenai diksi. Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kata atau kosa kata bahasa itu. Dalam bertutur, seorang penutur seharusnya dapat menggunakan diksi secara tepat dan sesuai dalam sebuah tuturan untuk membantu keberhasilan proses berkomunikasi. Ketepatan diksi menyangkut kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
pendengar seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Kesesuaian diksi menyangkut apakah sebuah kata yang dipergunakan itu tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan orang yang hadir. 2.3.2.1 Bahasa Standar dan Nonstandar Kata-kata bukan saja menunjukkan barang-barang atau sikap orang tetapi merefleksikan juga tingkah laku sosial dari orang-orang yang mempergunakannya. Pemakaian bahasa dipengaruhi oleh latar belakang si penutur yang berpendidikan atau tidak. Misalnya pada waktu yang sama sebuah pertanyaan seperti “Tahukah Tuan di mana tempat tinggal Ahmad?”, ada kemungkinan kita mendapatkan jawaban sebagai berikut “Saya tidak tahu” atau “Saya tidak mengerti”. Kedua jawaban mungkin sama jelasnya namun perbedaan bentuk jawaban tersebut adalah suatu penafsiran situasi. Bentuk pertama tersebut disebut bahasa standar (bahasa baku) serta bentuk kedua disebut bahasa nonstandar (bahasa nonbaku) (Keraf, 1985:104). Bahasa standar adalah dialek kelas dan dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Bahasa ini dipergunakan oleh orang yang terpelajar, misalnya pejabat pemerintahan, ahli-ahli bahasa, ahli-ahli hukum, dokter, guru, dan sebagainya. Bahasa nonstandar adalah bahasa dipergunakan oleh mereka yang tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak dipakai dalam tulisan-tulisan. Kadang-kadang unsur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
nonstandar dipergunakan juga oleh kaum terpelajar dalam bersenda gurau, berhumor, atau untuk menyatakan sarkasme atau menyatakan ciri-ciri kedaerahan. Bahasa standar lebih ekspresif dari bahasa nonstandar. Penggunaan ungkapan-ungkapan
atau
unsur-unsur
yang
nonstandar
akan
mencerminkan bahwa latar sosial ekonomis si pemakai masih terbelakang atau masih rendah. Itu sebabnya, orang-orang yang terpelajar juga segan mempergunakan unsur-unsur tadi. Dengan demikian, pilihan kata seseorang harus sesuai dengan lapisan pemakaian bahasa. Dalam suatu suasana formal harus dipergunakan unsur-unsur bahasa standar dan pemakaian unsur-unsur nonstandar tidak boleh menyelinap masuk dalam tutur seseorang 2.3.3 Kategori Fatis Kategori fatis adalah kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. (1)Partikel dan kata fatis, (2) frase fatis Kridalaksana (1986: 113–116) memaparkan bahwa kategori fatis adalah kategori
yang
bertugas
memulai,
mempertahankan,
atau
megkukuhkan
pembicaraan antara pembicaa dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
non-standar, maka kebanyakan kategori fatis terhadap dalam kalimat-kalimat nonstandar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Bentuk-bentuk dari kata fatis tersebut antara lain: ah, ayo, deh, dong, ding, halo, kan, kek, kok, -lah, lho, nah, pun, selamat, sih, toh, ya, dan yah. Pilihan kata dapat pula memengaruhi basa-basi berbahasa seseorang. Kesanggupan memilih kata oleh seorang penutur dapat menjadi salah satu penentu basa-basi berbabahasa yang digunakan. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga menimbulkan efek tertentu pada mitra tutur. Beberapa pilihan kata tersebut dapat digunakan seorang penutur secara tepat dan sesuai dalam sebuah tuturan untuk membantu keberhasilan proses berkomunikasi. 2.4 Kerangka Berpikir Basa-basi merupakan suatu fenomena baru dalam studi pragmatik. Basabasi berbahasa muncul dari perkembangan pengguna bahasa yang digunakan untuk memulai atau mempertahankan hubungan sosial antara penutur dan lawan tutur dalam kehidupan sehari-hari. Basa-basi berbahasa biasanya muncul di dalam masyarakat, bahkan di ranah bangsawan. Basa-basi ini berkembang dalam ranah Bangsawan karena berbagai faktor. Kini, di dalam ranah bangsawan, basa-basi banyak digunakan untuk memperkokoh dan mempertahankan hubungan sosial antarpenutur dan mitra
tutur di ranah bangsawan. Hal inilah yang menjadi
fenomena baru dalam studi pragmatik dan menjadi kajian dari penelitian ini, yaitu basa-basi berbahasa dalam ranah bangsawan, khususnya basa-basi dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
berbahasa antara keluarga kesultanan dan masyarakat di lingkungan
36
keraton
Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan lima teori basa-basi dalam berbahasa untuk menguraikan tuturan basa-basi antara guru dan guru. Pertama, Malinowski (1923:315) dalam tesis Waridin (2008:13) mendefinisikan phatic communion sebagai “a type of speech in which ties of union are created by a mere exchange of word“.Phatic communion mempunyai fungsi sosial. Phatic communion digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antarpeserta komunikasi. Situasi tersebut diciptakan dengan pertukaran kata-kata dalam pembicaraan ringan, dengan perasaan tertentu untuk membentuk hidup bersama yang menyenangkan. Malinowski dalam tesis Arimi (1998) mengatakan basa-basi digunakan sebagai kata anonim berarti bahwa kata ini bukanlah jenis kata contrived , dibuat-buat atau yang tidak alamiah. Akan tetapi, istilah basa-basi
justru mengacu pada pemakaian bahasa yang benar-benar
alamiah (naturally occuring language) yang meresap pada konteks sosial-budaya Indonesia. Malinowski mempertegas fungsi basa-basi (phatic communion), untuk mengikat antara pembaca dan pendengar. Dikatakannya fungsi tersebut bukanlah merupakan alat pencerminan bahasa tetapi sebagai modus tindakan (antarpenutur). Lengkapnya ia mengatakan sebagai berikut: “ it consists in just this atmosphere of sociability and in the fact personal communion of these people. But this is in fact achieved by speech, and the situation in all such cases is created by the exchanged of word, by the specific feelings which form convivial gregariousness, by the
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
give and take of utterances which make up ordinary gossip. Each utterances is an act serving the direct aim of binding hearer to speaker sentiment or other. Once more, language appears to us in this function not as isntrument of reflection but a mode of action. “ Kedua, Jakobson dalam tesis Waridin (2008:15) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau
memutuskan
komunikasi
untuk
memastikan
berfungsinya
saluran
komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap meperhatikan. Menurut Jakobson dalam tesis Waridin (2008:16), terdapat enam faktor yang berkaitan dengan fungsi dengan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi verbal. Keenam faktor tersebut adalah addresser (pengirim pesan), message (pesan), addressee (penerima pesan), context (konteks), contact (kontak), dan code (kode). Ketiga, Harimurti Kridalakasna (1986:111) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Keempat, Anwar (1984:46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejemput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk membujuk, merayu dan sebagainya. Terlepas dari berbagai pengertian tersebut sebenarnya basa-basi memiliki fungsi untuk menyampaikan berbagai maksud.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
Kelima, Ibrahim (1993:37) mengatakan bahwa basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi acknowledgements. Acknowledgements merupakan tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaaan dan kepercayaan tertentu. Keenam, Arimi (1998: 95) secara praktis basa-basi didefinisikan sebagai fenomena bahasa yang secara sadar dipakai oleh penutur, akan tetapi secara sadar pula tidak diakuinya ketika ditanyakan kebasa-basian itu. Dengan kata lain, basabasi adalah fenomena lingual yang alamiah, tetapi penggunaannya mental atau menolak jika ditanyakan apakah penutur berbasa-basi. Arimi (1998: 96) juga menjelaskan bahasa secara metodologis penolakan tersebut akan lebih jelas jika dibandingkan dengan aktivitas verbal non basa-basi, seperti aktivitas marah atau serius. Bagi aktivitas marah atau serius, penutur dapat mengakui kepada mitra tuturnya bahwa ia marah atau serius. Berdasarkan keenam teori basa-basi tersebut, data yang diperoleh dengan menggunakan metode simak dan cakap ini dideskripsikan dan diinterpretasikan. Metode simak adalah metode dengan menyimak pertuturan langsung maupun tidak langsung di dalam keluarga. Metode cakap adalah metode penyediaan data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan. Penggunaan dua metode pengambilan data tersebut, peneliti diharapkan dapat memperoleh data yang memadai.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
Tuturan sebagai data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan metode dan teknik kontekstual. Metode dan teknik analisis kontekstual ini artinya adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan dan mengaitkan dengan konteks (Rahardi, 2009:36). Setelah proses analisis data selesai, penelitian ini menghasilkan wujud basa-basi, penanda dan maksud basa-basi antarakeluarga kesultanan dan masyarakat dalam ranah bangsawan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berikut ini adalah bagan dari kerangka berpikir yang sudah dipaparkan di atas: FENOMENA BASA-BASI DALAM KAJIAN PRAGMATIK
TEORI BASA-BASI
ANWAR (1984)
KRIDALAKSANA (1986)
JAKOBSON (1980)
IBRAHIM (1993)
ARIMI (1998)
MALINOWSKy (1923)
METODE PENELITIAN DESKRIPTIF KUALITATIF
METODE PENGUMPULAN DATA: METODE SIMAK DAN METODE CAKAP
METODE DAN TEKNIK ANALISIS DATA: KONTEKSTUAL
HASIL PENELITIAN
WUJUD BASA-BASI DALAM BERBAHASA RANAH BANGSAWAN
PENANDA LINGUISTIK DAN NON-LINGUISTIK BASA-BASI DALAM BERBAHASA RANAH BANGSAWAN BANGSAWAN
MAKNA BASA-BASI DALAM RANAH BANGSWAN
40
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI Pada bagian metodologi akan dibahas tentang metode penelitian. Hal-hal yang berkaitan dengan metode penelitian adalah: (1) jenis penelitian, (2) data dan sumber data, (3) metode dan teknik pengambilan, data (4) analisis data, dan (5) trianggulasi data. 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Fokus penelitian ini adalah penggambaran secara menyeluruh tentang bentuk, fungsi, dan makna tuturan basa-basi. Hal ini sejalan dengan pendapat Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2002: 3) yang menyatakan ”metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Arikunto,2009:234). Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti seperti yang dipaparkan Moelong (2005) dalam Hendriansyah (2010:9). Dengan kata lain, penelitian ini disebut penelitian kualitatif karena merupakan penelitian yang tidak mengadakan perhitungan.
41
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
Penelitian kualitatif harus mempertimbangkan metodologi kualitatif itu sendiri. Metodologi kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 2006:11). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendekatan kualitatif yang menggunakan data lisan suatu bahasa memerlukan informan. Pendekatan yang melibatkan masyarakat bahasa ini diarahkan pada latar dan individu yang bersangkutan secara holistik sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh. Oleh karena itu, dalam penelitian bahasa jumlah informan tidak ditentukan jumlahnya. Dengan kata lain, jumlah informannya ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian. 3.2 Data dan Sumber Data Soewandi (2007:16) mendeskripsikan bahwa data merupakan hasil pencatatan peneliti tentang objek penelitian. Hasil pencatatan peneliti tersebut dapat berupa kata, dan dapat berupa angka. Data dalam penelitian ini berupa kata yang merupakan tuturan langsung yang berwujud kalimat-kalimat tuturan yang direkam dan dicatat oleh peneliti. Menurut Arikunto (2010:172), sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Sumber data merupakan tempat asal muasal data diperoleh. Sumber data dari penelitian ini adalah berbagai macam cuplikan tuturan yang semuanya diambil secara natural dalam praktik-praktik perbincangan dalam ranah keluarga. Sumber data dari penelitian ini diperoleh dari keluarga kesultanan Yogyakarta. Keluarga kesultanan Yogyakarta yang dimaksud peneliti dalam penelitian ini adalah kerabat/nonkerabat dari kesultanan Yogyakarta yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
memiliki pangkat kelenggahan/jabatan di kesultanan Yogyakarta. Berikut Biodatanya: 1. Nama
: KRT. H. Jatiningrat, SH.
Pangkat Kelenggahan/Jabatan : Bupati Nayaka/Pehageng Tepas 2. Nama
: KRT. Waedojayengbragalbo
Pangkat Kelenggahan/Jabatan : Bupati Kliwon/Miji Sudonomulyo 3. Nama
: KRT. Soemonegoro
Pangkat Kelenggahan/Jabatan : Bupati Kliwon/Kahartakan Tepas 4. Nama
: KRT. Kusumohadibroto
Pangkat Kelenggahan/Jabatan : Bupati Sepuh/Lumaksana 5. Nama
: KRT. Dwijo Bakriwijoyo, S.Pd.
Pangkat Kelenggahan/Jabatan : Bupati Anom/Lumaksana 6. Nama
: KRT. Wijaya Pamungkas, SE.
Pangkat Kelenggahan/Jabatan : Bupati Anom/Carik Tepas 7. Nama
: Mry. Yudosabono
Pangkat Kelenggahan/Jabatan : Riya BA/Lumaksana 8. Nama
: RW. Joyodiharjo
Pangkat Kelenggahan/Jabatan : Wedana/Lumaksana Cuplikan tuturan dan rekaman hasil simakan tersebut diperoleh dari berbagai macam komunikasi lisan keluarga kesultanan dan masyarakat
yang
berada di lingkungan keraton Yogyakarta yang dirasa dapat mewakili tuturan basa-basi dari strata sosial yang berbeda. Kesenjangan sosial tersebut dapat menjadikan penelitian ini semakin baik karena dapat mengakomodasi bentuk-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
bentuk basa-basi berbahasa yang mewakili golongan bangsawan. Dengan ini, peneliti akan melakukan suatu penelitian dengan judul “Basa-Basi Berbahasa Antara
Keluarga
Kesultanan
dan
Masyarakat
di
Lingkungan
Keraton
Yogyakarta“. Penelitian basa-basi antara bangsawan dan masyarakat sangatlah menarik karena kedudukan bangsawan dan masyrakat yang memiliki derajat yang berbeda. Peneliti memilih objek penelitian di keraton Yogyakarta karena keraton Yogyakarta dianggap dapat mewakili tuturan basa-basi dari status sosialnya sebagai data penelitian. 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini berusaha menggambarkan tentang suatu variabel, gejala atau keadaan secara apa adanya. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan menguji hipotesis tertentu. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Penelitian deskriptif ini menjadi dasar untuk menguraikan basa-basi berbahasa karena peneliti akan menguraikan peritiwa tutur antara bangsawan dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak dan metode cakap. Metode simak adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa (Mahsun, 2007:92). Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan. Dalam arti, peneliti dalam upaya mendapatkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
data dilakukan dengan menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan. Perlu ditekankan bahwa menyadap penggunaan bahasa yang dimaksudkan menyangkut penggunaan bahasa secara lisan. Dalam praktik teknik sadap diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap, simak bebas libat cakap, catat, dan teknik rekam. Teknik simak libat cakap maksudnya si peneliti melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sembari menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan. Dalam hal ini, si peneliti terlibat langsung dalam dialog. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode cakap. Metode cakap ialah cara penyediaan data yang berupa percakapan antara peneliti dengan informan (Mahsun, 2009 :95). Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing, karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode tersebut hanya dimunculkan jika peneliti memberi stimulasi (pancingan) pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti. Teknik dasar tersebut dijabarkan dalam dua teknik lanjutan, yaitu teknik cakap lanjutan cakap semuka dan cakap tansemuka. Pada pelaksanaan teknik cakap semuka peneliti langsung melakukan percakapan dengan penggunaan bahasa sebagai informan dengan bersumber pada pancingan yang sudah disiapkan (berupa daftar tanya) atau spontanitas, maksudnya pencingan dapat muncul ditengah-tengah percakapan. Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam mencing data yang diharapkan dari informan oleh seorang peneliti dengan menggunakan teknik cakap semuka sebagai teknik bawahan. Teknik lanjutan cakap tansemuka berarti
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
peneliti tidak secara langsung melakukan percakapan dengan pengguna bahasa (menyajikan kasus atau situasi). Kedua teknik ini dapat dilengkapi dengan pencatatan atau perekaman, baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Teknik rekam dilakukan dengan menyiapkan alat rekam yang sudah siap pakai. 3.4 Metode dan TeknikAnalisis Data Penelitian ini menggunakan metode analisis kontekstual. Teknik analisis data dilakukan menggunakan metode analisis kontekstual, yakni dengan menerapkan dimensi-dimensi konteks dalam menafsirkan data yang telah berhasil dikumpulkan, diidentifikasi, dan diklasifikasikan. Metode analisis kontekstual ini dapat disejajarkan dengan metode analisis padan. Metode padan itu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode padan yang sifatnya intralingual dan metode pada yang sifatnya ekstralingual (cf. Mahsun, 2005 melalui Rahardi 2009: 36). Metode analisis data yang dipilih secara selektif di sini disesuaikan pula dengan tujuan
dan masalah basa-basi itu. yang jelas ialah bahwa pemilihan
metode analisis dilakukan mengikuti alur metode kualitatif, dalam penertian bahwa kegiatan analisis yang dilakukan berkaitan dengan penelusuran pola-pola yang umum pada wujud dan perilaku data yang dipengaruhi dan hadir bersama dengan kontek-konteksnya (c.f. Asher, 1994: 3257 melalui tesis Arimi). Metode analisis data secara linguistik menggunakan metode padan intralingual yaitu metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda (Mahsun, 2005: 118).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
Analisis data adalah proses mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2006). Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis penggunaan basa-basi dalam berbahasa antara keluarga kesultanan dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta yang dikategorikan menurut bentuk dan makna sesuai dengan teori basa-basi yang dikaji dalam ilmu Pragmatik. Teknik yang digunakan adalah teknik dasar teknik hubung banding yang bersifat lingual. Metode analisis data secara pragmatik menggunakan metode padan ekstralingual yaitu metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsurunsur yang bersifat ekstralingual, seperti hal-hal yang menyangkut makna, informasi, konteks tuturan, dan lain-lain. Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data dalam penelitian ini sebagaiberikut. 1. Peneliti mengumpulkan tuturan yang termasuk ke dalam basa-basi berbahasa. 2. Peneliti mentranskrip tuturan yang telah didapatkan. 3. Peneliti memasukkan tuturan ke dalam tabulasi data yang berisi tuturan basa-basi, makna basa-basi dan motif tuturan basa-basi. 4. Peneliti mengklasifikasikan hasil tabulasi ke dalam bentuk, makna, dan motif berbasa-basi. 5. Peneliti menganalisis data yang telah didapatkan secara linguistis dan pragmatis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
6. Peneliti menyimpulkan hasil analisis data dan pembahasan ke dalam teori basa-basi dalam kajian pragmatik. 3.5 Trianggulasi Hasil Analisis Data Menurut Lexy J. Moleong (1989:195), trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data. Dalam penelitian ini, peneliti membuat trianggulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekan terhadap validitas dan keterpercayaan hasil temuan. Denzin (1978) dalam Moleong (2006:330) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Dalam penelitian ini, sebagai tujuan untuk melakukan pengecekan terhadap validitas dan keterpercayaan hasil temuan, peneliti menggunakan triangulasi penyidik yaitu triangulasi yang memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Dalam penelitian ini, peneliti lainnya yang melakukan pengecekan dalam triangulasi ialah Dr. Y. Karmin, M.Pd.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi uraian (1) deskripsi data dan (2) analisis data, dan
(3)
pembahasan. Ketiga hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut. 4.1 Deskripsi Data Data penelitian ini berupa tuturan basa-basi berbahasa antara keluarga kesultanan dengan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta. Data yang terkumpul sebanyak 40 tuturan berupa tuturan basa-basi yang terbagi dalam laban jenis tuturan basa-basi (a) meminta maaf (b) simpati (c) memberi salam (d) berterima kasih (e) meminta (f) menerima (g) menolak. Data-data itu dapat disimak pada halaman lampiran skripsi ini. Berikut disajikan data-data yang akan dianalisis dan dibahas pada penelitian ini Tabel 1 Jumlah data tuturan berdasarkan kategori basa-basi No KategoriBasa-basi 1 Meminta maaf 2 Simpati 3 Memberi salam 4 Berterima kasih 5 Meminta 6 Menerima 7 Menolak JUMLAH
Jumlah Data 7 4 9 2 4 11 3 40
Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa jumlah data yang terkumpul sebanyak 40 tuturan, dengan rincian 7 tuturan meminta maaf, 4 tuturan simpati, 9 tuturan memberi salam, 2 tuturan berterima kasih, 4 tuturan meminta, 11 tuturan menerima dan 3 tuturan menolak. Data-data itu dapat disimak pada halaman 49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
lampiran skripsi ini. Berikut ini adalah beberapa deskripsi lebih lanjut mengenai tuturan basa-basi yang telah dikategorikan ke dalam setiap kategori basa-basi berbahasa. Tuturan tersebut disajikan beserta kode dan konteks dari setiap tuturan tersebut 1. Meminta maaf Berikut beberapa tuturan yang termasuk ke dalam tuturan basa-basi meminta maaf. Tuturan meminta maaf memiliki maksud bahwa tuturan tersebut dapat mengekspresikan penyesalaan penutur terhadap mitra tutur. Tabel 2 Tuturan basa-basi meminta maaf No Tuturan 1
2
Konteks
Kode
Tuturan terjadi Dwarapura A1 ruang kerja keraton, penutur P : kok ngagem sendal? melihat mitra tutur Mt : injih kanjeng, habis jatuh menggunakan sandal ketika P : Maaf ya, yang pakai sandal memberi salam dan memasuki ruang kerja keraton. Suasana di sebaiknya ditaruh diluar Mt : oh injih kanjeng, ngapunten ruanan saat itu ramah dan santai. Ketika melewetai penutur mitra tutur di tegur dengan halus oleh penutur dengan menunjukan arah tempat menaruh sandal menggunakan jempol. Tuturan terjadi di A5 Cuplikan tuturan5 Parentahageng ruang kerja P: dulu pernah kesini? keraton ketika penutur sedang Mt : iya kanjeng bercakap dengan mitra tutur di P: kamu dari mana? ruang kerja. Suasana tenang dan Mt: wates kanjeng, kulon progo ramah. Ketika sedang bercakap, penutur batuk-batuk dan P: maaf ya, saya agak batuk Mt : iya kanjeng, tidak apa-apa penutur pun meminta maaf karena membuat tidak nyaman mitra tutur yang ada didepannya dengan memberitahukan bahwa penutur sedang sakit batuk. Cuplikan Tuturan 1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
2. Simpati Berikut tuturan yang termasuk ke dalam tuturan basa-basi simpati. Tuturan simpati memiliki maksud bahwa tuturan tersebut dapat mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur. Tabel 3 Tuturan basa-basi simpati No Tuturan 1.
2.
Konteks
Kode
Tuturan terjadi di B1 Parentahageng ruang kerja Mt: Nuwun sewu kanjeng keraton ketika penutur melihat P : awas-awas nanti kepalanya mitra tutur ingin keluar dari ruangan. Susana tenang dan kepentok ramah. Setelah berpamitan dengan penutur, mitra tutur segera meninggalkan ruangan. Penutur melihat bahwa mitra tutur akan terbentur pintu yang ukuranya pendek sehingga penutur memperingatkan mitra tutur untuk merunduk agar tidak terbentur. Tuturan terjadi di Dwarapura B3 Cuplikan tuturan 10 ruang kerja keraton ketika P : monggo-monggo, lho kenapa penutur melihat mitra tutur berjalan pincang memasuki kakinya? Mt: kemarin jatuh kanjeng ruangan. Suasana ramah dan tenang. Penutur menayakan tentang keaadaan mitra tutur Mitra tutur pun menjelaskan tentang musibah yang dialamiya. Cuplikan tuturan 8
3. Memberi Salam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
Berikut tuturan yang termasuk ke dalam tuturan basa-basi memberi salam. Tuturan memberi salam memiliki maksud bahwa tuturan tersebut dapat menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang. Tabel 4 Tuturan basa-basi memberi salam No Tuturan
Konteks
1.
Tuturan terjadi dipelataran C5 keraton ketika penutur berpapasan dengan mitra tutur.Penutur memberis salam kepada mitra tutur sehingga mitra tutur pun merespons dan berjabat tangan dengan penutur. suasan tenang dan ramah.
Cuplikan tuturan 16 P: selamat pagi Mt : selamat pagi kanjeng P : mau penelitian lagi? Mt: iya kanjeng P: oh. monggo dilajengaken
2.
Kode
Tuturan terjadi di pelataran C7 keraton ketika penutur P : hallo, kok mlampah- berapasan dengan mitra tutur. Suasana ramah dan santai. mlampah mawon? Mt : injih kanjeng, saking mlebet Penutur menegur mittra tutur tepas Parentahageng wau dengan salam sapaan, mitra P : oh, monggo-monggo tutur pun merespons dengan Mt: monggo kanjeng memberi salam balik. Setelah memberi salam sapaan penutur pun melanjutkan perjalananya.
Cuplikan tuturan 18
4. Berterima kasih Berikut tuturan yang termasuk ke dalam tuturan basa-basi berterima kasih. Tuturan berterima kasih memiliki maksud bahwa tuturan tersebut dapat menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan.. Tabel 5
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
Tuturan basa-basi berterima kasih No Tuturan
Konteks
1.
Tuturan terjadi di Dwarapura D1 ruang kerja keraton ketika penutur sedang berbincang dengan mitra tutur. Suasana tenang dan ramah. Penutur menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur. mitra tutur pun menyanggupi permintaan penutur. Penutur pun berjabat tangan dan tersenyum. Tuturan terjadi di pelataran D2 keraton diblakang tempat pementasan gamelan ketika penutur sedang duduk dan menikmati suara gamelan. suasana santai dan ramah. Mitra tutur menghampiri penutur dan menaykan sesuatu. Mitra tutur mengucakapkan terima kasih atas jawaban dari penutur. Penuturmerespons ucapan terima kasih dari mitra tutur
Cuplikan tuturan 21 P : kinten-kinten saget mboten menawi tugas mekaten? Mt : insyaallah saget kanjeng P : kula remen menawi kancakanca saget mbiantu, matur suwun Mt : injih kanjeng
2.
Cuplikan tuturan 22 Mt : permisi, apakah di sini boleh untuk merokok? P : oh iya-iya boleh boleh Mt : terima kasih P : oh terimakasih kembali
Kode
5. Meminta Berikut tuturan yang termasuk ke dalam tuturan basa-basi meminta. Tuturan
meminta
memiliki
maksud
bahwa
tuturan
tersebut
dapatmengekpresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang akan terjadi. Tabel 6 Tuturan basa-basi meminta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
No Tuturan 1.
2.
54
Konteks
Kode
Tuturan terjadi di Dwarapura E1 ruang kerja keraton ketika penutur telah selasai berbicara P : silahkan duduk di sini Mt : injih kanjeng, matur swun dengan mitra tutur lainya. P : apa yang bisa saya bantu? Suasana santai dan ramah. Mt : niki kanjeng bade tangklet- Penutur memanggil mitra tutur tangklet kaitanipun basa bagongan dan mempersilahkan duduk kanjeng mitra tutur dengan menujuk kursi menggunakan ibu jari. Mitra tutur pun maju dan duduk di di depan meja penutur. Tuturan terjadi di Dwarapura E2 Cuplikan tuturan 24 ruang kerja keraton ketika P : kinten-kinten saget mboten penutur sedang bercakap dengan mitra tutur. Suasana menawi tugas mekaten? Mt : insyaallah saget kanjeng tenang dan santai. Penutur menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur untuk meminta bantuan dari mitra tutur. Cuplikan tuturan 23
6. Menerima Berikut tuturan yang termasuk ke dalam tuturan basa-basi menerima. Tuturan menerima memiliki maksud bahwa tuturan tersebut dapat diposisikan untukmenerima (menghargai) basa-basi dari mitra tutur. Tabel 7 Tuturan basa-basi menerima No Tuturan
Konteks
Kode
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.
Cuplikan tuturan 27
2.
Cuplikan tuturan 30
55
Tuturan terjadi di Dwarapura F1 ruang kerja keraton ketika Mt : mekaten, mbok bilih niki penutursedang bercakap dengan sapun cekap sementen kula mitra tutu. Suasana tenang dan nyuwun pamit ramah. Mitra tutur merasa P : njih monggo, nderekaken sudah cukup berbincang dan mohon pamit. Penutur pun (F1) merespons dan bersalman
Tuturan terjadi di Dwarapura F4 ruang kerja keraton ketika Mt : kanjeng, nuwunsewu badhe penutur sedang sibuk membaca pamit arsip Dwarapura. Suasana tenang dan santai. Mitra tutur P : oh njih-njih, monggo (F4) Mt : matur suwun kanjeng menghampiri penutur yang sedang duduk sibuk membaca. Penutur kaget dan langsung sepontan menjawab mitra tutur.
7. Menolak Berikut tuturan yang termasuk ke dalam tuturan basa-basi menolak. Tuturan menolak memiliki maksud bahwa tuturan tersebut dapat diposisikan untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur. Tabel 8 Tuturan basa-basi menolak No Tuturan
Konteks
Kode
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1.
2.
56
Tuturan terjadi di Dwarapura G1 ruang kerja keraton ketika mitra Mt : ada yang bisa saya bantu tutur melihat penutur kerepotan kanjeng? membawa peralatan panahnya untuk dibawa ke tempat P : oh tidak, trimaksaih ceramah abdi dalem. Suasana tenang dan ramah. Mitra tutur menghampiri penutur dan menawarkan bantuan. Penuturmerespons dan tersenyum. tuturan terjadi di Parentahageng G3 Cuplikan tuturan 40 ruang kerja keraton ketika mitra Mt : terimaksih bukunya kanjeng tutur mengembalikan buku P : iya sama-sama yang dipinjamkan oleh penutur. Mt : maaf kanjeng, merepotkan Suasana tenang dan ramah. P : oh tidak, saya malah senang Mitra tutur berterimaksih dan memita maaf telah merepotkan. bisa membantu Penutur tersenyum. Cuplikan tuturan 38
4.2 Analisis Data Hasil penelitian ini disajikan dengan urutan sebagai berikut: (a) wujud basabasi berbahasa, (b) wujud penanda linguistik dan nonlingistik basa-basi berbahasa, dan (c) maksud basa-basi berbahasa. Pembahasan lebih lanjut mengenai basa-basi berbahasa antara keluarga kesultanan dan masyarakat sebagai berikut. 4.2.1 Meminta maaf Basa-basi meminta maaf berfungsi untuk mengekspresikan penyesalan dan merupakan kategori dari basa-basi berbahasa. Kategori ini dianalisis berdasarkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
wujud, penanda dan maksud tuturan basa-basi. Wujud tuturan basa-basi berupa transkip tuturan lisan basa-basi. Berikut adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Ibrahim (1993:37) mengatakan bahwa basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi acknowledgements. Acknowledgements merupakan tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur
bahwa
ujarannya
memenuhi
kriteria
harapan
sosial
untuk
mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. Dengan demikian, sebuah tuturan dikatakan basa-basi meminta maaf jika tuturan tersebut menimbulkan keuntungan berupa rasa dihargai dan dihormatinya mitra tutur yang menimbulkan hubungan atau kontak antara penuturdengan mitra tutur.
Cuplikan Tuturan 1 P : kok ngagem sendal? Mt : injih kanjeng, habis jatuh P : Maaf ya, yang pakai sandal sebaiknya ditaruh diluar (A1) Mt : oh injih kanjeng, ngapunten (konteks tuturan: tuturan terjadi Dwarapura ruang kerja keraton, penutur melihat mitra tutur menggunakan sandal ketika memberi salam dan memasuki ruang kerja keraton. Suasana ramah dan santai. Ketika melewetai penutur mitra tutur di tegur dengan halus oleh penutur dengan menunjukan arah tempat menaruh sandal menggunakan jempol) Cuplikan tuturan 3 P :Maaf ya , saya ada rapat jadi tidak bisa lama (A3) Mt : iya kanjeng, terima kasih ( Konteks tuturan: tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton mitra tutur meminjam buku dari penutur. Suasana ramah dan santai, penutur mengutarakan keperluan yang akan dilakukan selanjutnya kepada mitra tutur) Cuplikan tuturan5 P: dulu pernah kesini? Mt : iya kanjeng
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
P: kamu dari mana? Mt: wates kanjeng, kulon progo P: maaf ya, saya agak batuk (A5) Mt : iya kanjeng, tidak apa-apa (konteks tuturan: tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton ketika penutursedang bercakap dengan mitra tutur di ruang kerja. Suasana tenang dan ramah. Ketika sedang bercakap, penutur batuk-batuk dan penutur pun meminta maaf karena membuat tidak nyaman mitra tutur yang ada didepannya dengan memberitahukan bahwa penutur sedang sakit batuk) Cuplikan tuturan 7 P: bentar ya, saya nrima ini dulu. Ini ultah siapa saya tidak tahu, hehe (A7) Mt: oh injih kanjeng. (konteks tuturan: tuturan terjadi di Parentahageneg ruang kerja keraton.Suasana tenang dan santaiPenutur sedang bercakap dengan mitra tutur.Ketika sedang bercakap penutur mendapatkan sajian ulang tahun dari Abdi dalemPenutur pun menerimanya di depan mitra tutur
4.2.1.1 Wujud Basa-basi Linguistik Wujud basa-basi linguistik tuturan di atas berupa hasil transkrip tuturan lisan basa-basi antara keluarga kesultanan dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta yang meminta maaf. Berikut masing-masing wujud basa-basi linguistik tuturan yang meminta maaf tersebut. a. Tuturan (A1): “Maaf ya, yang pakai sandal sebaiknya ditaruh diluar” b. Tuturan (A3): “Maaf ya , saya ada rapat jadi tidak bisa lama” c. Tuturan (A5): “maaf ya, saya agak batuk” d. Tuturan (A7): “bentar ya, saya nrima ini dulu. Ini ultah siapa saya tidak tahu”, 4.2.1.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
Wujud basa-basi nonlinguistik tuturan yang meminta maaf dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Berikut uraian konteks sebagai basa-basi nonlinguistik masing-masing tuturan yang meminta maaf. Tuturan (A1): Penutur melihat mitra tutur menggunakan sandal ketika memberi salam dan memasuki ruang kerja keraton. Ketika melewati penutur, mitra tutur ditegur dengan halus oleh penutur dengan menunjukan arah tempat menaruh sandal menggunakan jempol. Tuturan (A3): Ketika mitra tutur meminjam buku dari penutur, penutur mengutarakan keperluan yang akan dilakukan selanjutnya kepada mitra tutur. Sehingga komunikasi terputus ketika memberikan buku pinjaman. Tuturan (A5): Penutur edang bercakap dengan mitra tutur di ruang kerja. Ketika sedang bercakap, penutur batuk-batuk dan penutur pun meminta maaf karena membuat tidak nyaman mitra tutur yang ada didepannya dengan memberitahukan bahwa penutur sedang sakit batuk. Tuturan (A7): Penutur sedang bercakap dengan mitra tutur. Ketika sedang bercakap penutur mendapatkan sajian ulang tahun dari Abdi dalem sehingga penutur pun menerimanya di depan mitra tutur. 4.2.1.3 Penanda Basa-basi Linguistik Penanda basa-basi linguistik tuturan yang memita maaf dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Berikut uraian masing-masing penanda basa-basi linguistik tuturan yang meminta maaf. a. Tuturan (A1) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi sungkan, tekanan sedang pada kata maaf, intonasi berita, serta pilihan kata dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis ya kata tidak baku pakai. b. Tuturan (A3) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi sungkan, tekanan sedang pada kata maaf, intonasi berita, serta pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis. c. Tuturan (A5) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi sungkan, tekanan sedang pada kata maaf, intonasi berita, serta pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis ya dan kata tidak baku agak. d. Tuturan (A7) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi sungkan, tekanan sedang pada kata bentar, intonasi berita, sedangkan pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis ya dan kata tidak baku nrima. 4.2.1.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik Penanda basa-basi nonlinguistik tuturan yang meminta maaf dapat dilihat pula berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Adapun uraian konteks meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana. Berikut uraian konteks masing-masing tuturan yang meminta maaf. Tuturan (A1) yaitu tuturan terjadi pada pagi hari pukul 09.40 WIB di dwanaura ruang kerja keraton. Suasana di ruangan tersebutramah dan santai. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga seorang laki-laki dan merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di lingkunga keraton. Penutur menegur mitra tutur karena mitra tutur telah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
61
melakukan kesalahan dengan memasuki ruangan menggunakan sandal. Penutur menegur dengan menepatkan dirinya pada posisi yang salah dengan meminta maaf terlebih dahulu sebelum menegur mitra tutur. Dalam tuturan tersebut terdapat bahasa tubuh penutur dengan menunjukan arah tempat menaruh sandal. Tuturan (A3) yaitu tutuan terjadi pada pagi hari pukul 11.15 WIB di Parentahageng ruang kerja keraton. Suasana di ruang tersebut ramah dan santai. Saat itu penutur sedang bertemu dengan mitra tutur. Mitra tutur bermaksud meminjam buku kepada penutur, namun karena penutur tidak bisa berlama-lama untu berbincang penutur hanya meminjami buku kepada mitra tutur dan segera berpamitan. Penutur merupakan bangsawan keraton dan mitra tutur merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di empat tersebut. Peutur memberitahukan bahawa akan ada kegiatan lain yang akan dilakukan penutur sehingga penuturpun meminta izin untuk segera meninggalkan tempat tersebut. Penutur merasa sungkan kepada mitra tutur karena tidak bisa berlama-lama di tempat tersebut. Tuturan (A5): tuturan terjadi pagi hari 09.15 WIB di Parentahageng ketika penutur sedang berbincang dengan mitra tutur. Suasana di ruang tersebut tenang dan santai. Saat itu sedang bercakap dengan mitra tiutur. Ketika sedang bercakap-cakap tiba-tiba penutur batuk-batuk dan penutur pun meminta maaf karena membuat tidak nyaman mitra tutur yang ada didepannya dengan memberitahukan bahwa penutur sedang sakit batuk. Penutur merupakan bangsawan keraton dan mitra tutur merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di empat tersebut. Penutur memberitahu mitra tutur bahawa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
penutur sedang tidak enak badan. Penutur merasa sungkan kepada mitra tutur karena ketika sedang berbincang penutur sempat batuk beberapa kali Tuturan (A7) yaitu tuturan terjadi paa siang hari pukul 10.30 WIB di Parentahageng ruang kerja keraton ketika penutur bertemu dengan mitra tutur untuk wawancara terkait dengan penelitian. Setelah penutur menjelaskan tentang maksud kedatanganya penutur sejenak menghentikan komunikasi karena penutur menerima makanan. Penutur merupakan bangsawan keraton dan mitra tutur merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di ingkup keraton. Penutur sejenak menghentikan pembicaraan dan beralih menerima sajian ulang tahun dari Abdi dalem. Penutur merasa sungkan kepada mitra tutur karena menghentikan percakapan dengan mitra tutur dengan tuturan basa-basinya. 4.2.1.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Meminta maaf Secara umum, maksud basa-basi berbahasa yang meminta maaf yaitu penuturmenghormati, sungkan, menghargai, dan menyenangkan hati mitra tuturnya.berikut uraian masing-masing maksud dari tuturan yang meminta maaf. a. Tuturan (A1) memiliki maksud berupa rasa sungkan dan menghormati penutur kepada mitra tutur atas kesalahan mitra tutur. b. Tuturan (A2) memiliki maksudberupa rasa sungkan penutur kepada mitra tutur atas ketidaktahuan penutur terhadap mitra tutur. c. Tuturan (A3) memiliki maksudberupa rasa sungkan dan menghargai penutur kepada mitra tuturkarena tidak bisa lama menemani mitra tutur. d. Tuturan (A7) memiliki maksud berupa rasa sungkan dan menghormati penutur kepada mitra tutur karena sejenak mengabaikan mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
4.2.2 Simpati Basa-basi simpati berfungsi tuturan untuk mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur dan merupakan kategori dari basabasi berbahasa. Kategori ini dianalisis berdasarkan wujud, penanda dan maksud tuturan basa-basi. Berikut adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut Anwar (1984:46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejumput katakata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas suatu masalah, membujuk, merayu dan sebagainya. Terlepas dari berbagai pengertian tersebut sebenarnya basa-basi memiliki fungsi untuk menyampaikan berbagai maksud. Dengan demikian, sebuah tuturan dikatakan basa-basi simpati jika tuturan tersebut digunakan untuk mempertahankan suasana baik antara penutur dan mitra tutur. Cuplikan tuturan 8 Mt: Nuwun sewu kanjeng P : awas-awas nanti kepalanya kepentok (B1) (konteks tuturan: tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton ketika penutur melihat mitra tutur ingin keluar dari ruangan. Susana tenang dan ramah. Setelah berpamitan dengan penutur, mitra tutur segera meninggalkan ruangan. Penutur melihat bahwa mitra tutur akan terbentur pintu yang ukuranya pendek sehingga penutur memperingatkan mitra tutur untuk merunduk agar tidak terbentur) Cuplikan tuturan 10 P : monggo-monggo, lho kenapa kakinya? (B3) Mt: kemarin jatuh kanjeng (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur melihat mitra tutur berjalan pincang memasuki ruangan. Suasana ramah dan tenang. Penuturmenayakan tentang keaadaan mitra tutur Mitra tutur pun menjelaskan tentang musibah yang dialamiya) 4.2.2.1 Wujud Basa-basi Linguistik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Wujud basa-basi linguistik tuturan di atas berupa hasil transkrip tuturan lisan basa-basi antara keluarga kesultanan dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta yang simpati. Berikut masing-masing wujud basa-basi linguistik tuturan yang simpati tersebut. a. Tuturan (B1): “awas-awas nanti kepalanya” b. Tuturan (B2): “monggo-monggo, lho kenapa kakinya”
4.2.2.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik Wujud basa-basi nonlinguistik tuturan yang simpati dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Berikut uraian konteks sebagai basa-basi nonlinguistik masing-masing tuturan yang simpati. Tuturan (B1): Penutur melihat mitra tutur ingin keluar dari ruangan. Penutur melihat bahwa mitra tutur akan terbentur pintu yang ukurannya pendek sehingga penutur memperingatkan mitra tutur untuk merunduk agar tidak terbentur. Tuturan (B3): Penutur melihat mitra tutur berjalan pincang memasuki ruangan. Penutur menanyakan tentang keaadaan mitra tutur. Mitra tutur pun menjelaskan tentang musibah yang dialaminya. 4.2.2.3 Penanda Basa-basi Linguistik Penanda basa-basi linguistik tuturan yang simpati dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Berikut uraian masing-masing penanda basa-basi linguistik tuturan yang simpati.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
a. Tuturan (B1) dikatakan penutur dengan nada sedang ekspresi sungkan, tekanan sedang pada pengucapan tuturan awas-awas, intonasi berita, sedangkan pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata tidak baku kepentok. b. Tuturan
(B3)
dikatakan
penutur
dengan
nada
rendah
ekspresi
sungkan.tekanan sedang pada pengucapan tuturan lho kenapa kakinya, intonasi
tanya,
sedangkan
pilihan
kata
dalam
tuturan
tersebut
menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis lho. 4.2.2.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik Penanda basa-basi nonlinguistik tuturan yang simpati dapat dilihat pula berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Adapun uraian konteks meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana. Berikut uraian konteks masingmasing tuturan yang simpati. Tuturan (B1) yaitu tuturan terjadi pada siang hari pukul 11.00 WIB di Dwarapura ruang kerja keraton. Suasana di ruang tersebut tenang dan ramah. Saat itu penutur mendengar bunyi barang jatuh. Mitra tutur menjelaskan bahwa HP miliknya jatuh sehingga penutur pun menanggapi dengan rasa simpatinya. Penutur laki-laki dan merupakan bangsawan keraton, mitra tutur juga seorang laki-laki dan merupakan mahasiwa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Penutur merasa peduli kepada mitra tutur karena HP milik mitra tutur terjatuh sehingga penutur melontarkan tuturannya langsung di hadapan mitra tutur Tuturan (B3) yaitu tuturan terjadi di Dwarapura tetapi dengan waktu yang berbeda yaitu pada pagi hari pukul 10.30. Suasana di ruangan tersebut ramah dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
tenang. ketika penutur melihat mitra tutur berjalan pincang memasuki ruangan. Saat itu penutur menayakan tentang keadaan mitra tutur mitra tutur pun menjelaskan tentang musibah yang dialamiya. Penutur merupakan bangsawan keraton dan mitra tutur merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di ingkup keraton. Penutur menanyakan tentang sakit di kaki mitra tutur. Penutur merasa peduli kepada mitra tutur, hal itu terlihat dari tuturan penutur yang menanyakan perihal kaki mitra tutur yang sakit. 4.2.2.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Simpati Secara umum, maksud basa-basi berbahasa yang simpati yaitu penutur simpati, perhatian, dan menyenangkan hati mitra tuturnya. Berikut uraian masingmasing maksud dari tuturan yang simpati. a. Tuturan (B1) memiliki maksud berupa rasa simpati dan perhatian penutur kepada mitra tutur atas kesalahan mitra tutur. b. Tuturan (B3) memiliki maksud berupa rasa simpati dan perhatian penutur kepada mitra tutur atas ketidaktahuan penutur terhadap mitra tutur. 4.2.3
Memberi Salam Basa-basi memberi salam berfungsi untuk menyatakan rasa senang karena
bertemu seseorang dan merupakan kategori dari basa-basi berbahasa. Kategori ini dianalisis berdasarkan wujud, penanda dan maksud tuturan basa-basi. Berikut adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Ibrahim (1993:37)mengatakan bahwa basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi acknowledgements. Acknowledgements merupakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur
bahwa
ujarannya
memenuhi
kriteria
harapan
sosial
untuk
mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. Dengan demikian, sebuah tuturan dikatakan basa-basi memberi salam jika tuturan tersebut menimbulkan keuntungan berupa rasa senang dan
dapat membentuk serta memelihara
hubungan atau kontak antara penutur dengan mitra tutur. Cuplikan tuturan 16 P: selamat pagi (C5) Mt : selamat pagi kanjeng P : mau penelitian lagi? Mt: iya kanjeng P: oh. monggo dilajengaken (konteks tuturan: tuturan terjadi di pelataran keraton ketika penutur berpapasan dengan mitra tutur. Penutur memberis salam kepada mitra tutur sehingga mitra tutur pun merespons dan berjabat tangan dengan penutur. suasan tenang dan ramah) Cuplikan tuturan 17 P : oh sudah datang, monggo (C6) Mt : iya kanjeng, maaf mengganggu lagi pagi ini P : lha ini sudah siang mbak,hehe Mt : hehehe, iya maksudnya siang kanjeng P : iya, gimana-gimana? (konteks tuturan: tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton. Sembari berjabat tangan penutur memberi salam dengan candaan. Suasana ramah dan santai. Penutur menjabat tangan mitra tutur sembari memberi salam dengan beberapa candaan sebelum menerima maksud kedatangan mitra tutur) Cuplikan tuturan 18 P : hallo, kok mlampah-mlampah mawon? (C7) Mt : injih kanjeng, saking mlebet tepas Parentahageng wau P : oh, monggo-monggo Mt: monggo kanjeng (konteks tuturan: tuturan terjadi di pelataran keraton ketika penutur berapasan dengan mitra tutur. Suasana ramah dan santai. Penutur menegur mittra tutur dengan salam sapaan, mitra tutur pun merespons dengan memberi salam balik. Setelah memberi salam sapaan penutur pun melanjutkan perjalananya) 4.2.3.1 Wujud Basa-basi Linguistik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
Wujud basa-basi linguistik tuturan di atas berupa hasil transkrip tuturan lisan basa-basi antara keluarga kesultanan dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta yang memberi salam Berikut masing-masing wujud basa-basi linguistik tuturan yang memberi salam tersebut. a. Tuturan (C5): “selamat pagi?” b. Tuturan (C6): “oh sudah datang, monggo” c. Tuturan (C7): “hallo, kok mlampah-mlampah mawon? 4.2.3.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik Wujud basa-basi nonlinguistik tuturan yang memberi salam dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Berikut uraian konteks sebagai basa-basi nonlinguistik masing-masing tuturan yang memberi salam. Tuturan (C5): Penutur sedang duduk didalam ruang kerja dan di hampiri oleh mitra tutur. Mitra tutur memberi salam dan penutur pun merespons salam tersebut sembari mempersilahkan duduk dan menayakan keperluan mitra tutur. Tuturan (C6): Sembari berjabat tangan penutur memberi salam dengan candaan. Penutur menjabat tangan mitra tutur sembari memberi salam dengan beberapa candaan sebelum menerima maksud kedatangan mitra tutur. Tuturan (C7): Penutur berapasan dengan mitra tutur. Penutur menegur mitra tutur dengan salam sapaan, mitra tutur pun merespons dengan memberi salam balik. Setelah memberi salam sapaan penutur pun melanjutkan perjalanannya. 4.2.3.3 Penanda Basa-basi Linguistik
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
69
Penanda basa-basi linguistik tuturan yang memberi salam dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Berikut uraian masing-masing penanda basa-basi linguistik tuturan yang memberi salam. a. Tuturan (C5) dikatakan penutur dengan nada sedang ekspresi snang, tekanan sedang pada pengucapan tutuean selamat pagi, intonasi tanya, serta pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis selamat. b. Tuturan (C6) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi senang, tekanan sedang pada pengucapan tuturan oh sudah datang, intonasi tanya, serta pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis oh. c. Tuturan (C7) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi sungkan, tekanan sedang pada pengucapan tuturan hello, intonasi tanya, sedangkan pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis hello. 4.2.3.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik Penanda basa-basi nonlinguistik tuturan yang memberi salam dapat dilihat pula berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Adapun uraian konteks meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana. Berikut uraian konteks masing-masing tuturan yang memeberi salam. Tuturan (C5) yaitu tuturan terjadi pada pagi hari pukul 10.00 WIB di pelataran keraton. Suasana di ruang tersebut tenang dan ramah. Saat itu ketika penutur berpapasan dengan mitra tutur. Penutur memberis salam kepada mitra
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
tutur sehingga mitra tutur pun merespons dan berjabat tangan dengan penutur. suasan tenang dan ramah. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga seorang laki-laki dan merupakan mahasiwa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan Keraton Tuturan (C6) yaitu tuturanterjadi pada pagi hari pukul 10.00 WIB di Parentahageng ruang kerja keraton. Sembari berjabat tangan penutur memberi salam dengan candaan. Suasana di ruangan tersebut ramah dan santai. Penutur menjabat tangan mitra tutur sembari memberi salam dengan beberapa candaan sebelum menerima maksud kedatangan mitra tutur. suasan tenang dan ramah. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga seorang laki-laki dan merupakan mahasiwa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Tuturan penutur merespons tuturan dari mitra tutur dengan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menanggapi salam dari mitra tutur walaupun penutur sudah mengetahui maksud dari tuturan mitra tutur. Tuturan (C7) yaitu tuturan terjadi pada pagi hari pukul 10.00 WIB di pelataran keraton. Ketika sedang berjalan di pelataran keraton penutur berapasan dengan mitra tutur. Suasana pada saat itu ramah dan santai. Penutur menegur mitra tutur dengan salam sapaan, mitra tutur pun merespons dengan memberi salam balik. Setelah memberi salam sapaan penutur pun melanjutkan perjalanannya. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga seorang laki-laki dan merupakan mahasiwa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Tuturan penutur merespons tuturan dari mitra
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
tutur dengan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menanggapi salam dari mitra tutur walaupun penutur sudah mengetahui maksud dari tuturan mitra tutur. 4.2.3.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Memberi Salam Secara umum, maksud basa-basi berbahasa yang memberi salam yaitu penutursenang, menghormati, dan menyenangkan hati mitra tuturnya. berikut uraian masing-masing maksud dari tuturan yang memberi salam. a. Tuturan (C5) memiliki maksud berupa rasa senang dan menghormati penutur kepada mitra tutur karena dapat bertemu kembali. b. Tuturan (C6) memiliki maksud berupa rasa senang dan menghormati penutur kepada mitra tutur karena dapat bertemu kembali. c. Tuturan (C7) memiliki maksud berupa rasa senang dan menghormati penutur kepada mitra tutur karena dapat bertemu kembali. 4.2.4 Berterima kasih Basa-basi berterima kasih berfungsi tuturan untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan. dan merupakan kategori dari basa-basi berbahasa. Kategori ini dianalisis berdasarkan wujud, penanda dan maksud tuturan basa-basi. Berikut adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut Harimurti
Kridalakasna
(1986:111)
menjelaskan
bahwa
basa-basi
merupakan tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Dengan demikian, sebuah tuturan dikatakan basa-basi berterima kasih jika tuturan tersebut digunakan untuk memulai pembicaraan antara penutur dan mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
Cuplikan tuturan 21 P : kinten-kinten saget mboten menawi tugas mekaten? Mt : insyaallah saget kanjeng P : kula remen menawi kanca-kanca saget mbiantu, matur suwun (D1) Mt : injih kanjeng (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur sedang berbincang dengan mitra tutur. Suasana tenang dan ramah. Penutur meminta bantuan dan menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur. mitra tutur pun menyanggupi permintaan penutur. Penutur pun berjabat tangan dan tersenyum) Cuplikan tuturan 22 Mt : permisi, apakah di sini boleh untuk merokok? P : oh iya-iya boleh boleh Mt : terima kasih P : oh terimakasih kembali (D2) (konteks tuturan: tuturan terjadi di pelataran keraton diblakang tempat pementasan gamelan ketika penutur sedang duduk dan menikmati suara gamelan. suasana santai dan ramah. Mitra tutur menghampiri penutur dan menaykan sesuatu. Mitra tutur mengucakapkan terima kasih atas jawaban dari penutur. Penuturmerespons ucapan terima kasih dari mitra tutur) 4.2.4.1 Wujud Basa-basi Linguistik Wujud basa-basi linguistik tuturan di atas berupa hasil transkrip tuturan lisan basa-basi antara keluarga Kesultanan dan masyarakat di lingkungan KeratonYogyakarta yang berterima kasih. Berikut masing-masing wujud basabasi linguistik tuturan yang berterima kasih tersebut. a. Tuturan (D1): “kula remen menawi kanca-kanca saget mbiantu, matur suwun” b. Tuturan (D2): “oh terimakasih kembali” 4.2.4.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik Wujud basa-basi nonlinguistik tuturan yang simpati dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Berikut uraian konteks sebagai basa-basi nonlinguistik masing-masing tuturan yang berterima kasih.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
Tuturan (D1): Penutur sedang berbincang dengan mitra tutur. Penutur meminta bantuan dan menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur. mitra tutur pun menyanggupi permintaan penutura. Penutur pun berjabat tangan dan tersenyum. Tuturan (D2): Penutur sedang duduk dan menikmati suara gamelan. Mitra tutur menghampiri penutur dan menanyakan sesuatu. Mitra tutur mengucakapkan terima kasih atas jawaban dari penutur. Penutur merespons ucapan terima kasih dari mitra tutur. 4.2.4.3 Penanda Basa-basi Linguistik Penanda basa-basi linguistik tuturan yang berterima kasih dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Berikut uraian masing-masing penanda basa-basi linguistik tuturan yang berterima kasih. a. Tuturan (D1) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi sungkan, tekanan sedang pada pengucapan tuturan matur suwun, intonasi berita, serta pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis suwun. b. Tuturan (D2) dikatakan penutur dengan nada rendah eksresi sungkan, tekanan sedang pada pengucapan tuturan terima kasih, intonasi berita, serta pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis oh. 4.2.4.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik Penanda basa-basi nonlinguistik tuturan yang berterima kasih dapat dilihat pula berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Adapun uraian konteks
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
74
meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana. Berikut uraian konteks masing-masing tuturan yang berterima kasih. Tuturan (D1) yaitu tuturan terjadi pada pagi hari pukul 09.15 WIB di Dwarapura ruang kerja keraton. Suasana di ruang tersebut tenang dan ramah. Pada saat itu penutur sedang berbincang dengan mitra tutur. Penutur meminta bantuan dan menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur. mitra tutur pun menyanggupi permintaan penutura. Penutur pun berjabat tangan dan tersenyum. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga dua orang peremuan dan merupakan masyarakat yang sedang diberikan arahan untuk membantu G.K.R. Hemas. Tuturan penutur merespons tuturan dari mitra tutur dengan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menanggapi salam dari mitra tutur walaupun penutur sudah mengetahui maksud dari tuturan mitra tutur. Tuturan (D2) yaitu tuturan terjadi di pelataran keraton di belakang tempat pementasan gamelan yaitu pada pagi hari pukul 09.30. Suasana di tempat tersebut santai dan ramah. Saat itu penutur sedang duduk dan menikmati suara gamelan. Mitra tutur menghampiri penutur dan menaykan sesuatu. Mitra tutur mengucakapkan terima kasih atas jawaban dari penutur. Penutur merespons ucapan terima kasih dari mitra tutur. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, sedangkan mitra tutur adalah wisatawan asing yang sedang berkunjung di keraton dan merupakan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta. Tuturan penutur merespons uturan dari mitra tutur dengan bahasa halus dan lebih sopan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
Bahasa tersebut digunakan untuk menanggapi tuturan dari mitra tutur walaupun penutur sudah mengetahui maksud dari tuturan mitra tutur. 4.2.4.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Berterima kasih Secara umum, maksud basa-basi berbahasa yang berterima kasih yaitu penutur senang dan menghargai, dan menyenangkan hati mitra tuturnya. berikut uraian masing-masing maksud dari tuturan yang berterima kasih. a. Tuturan (D1) memiliki maksud berupa rasa senang dan menghargai atas bantuan mitra tutur. b. Tuturan (D2) memiliki maksudberupa rasa menghargai atas ungkaan terima kasih dari mitra tutur dan merupakan respons dari penutur. 4.2.5 Meminta Basa-basi meminta berfungsi tuturan untuk mengekpresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang akan terjadi dan merupakan kategori dari basa-basi berbahasa. Kategori ini dianalisis berdasarkan wujud , penanda dan maksud tuturan basa-basi. Berikut adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Jakobson dalam tesis Waridin (2008:15) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan. Dengan demikian, sebuah tuturan dikatakan basa-basi memintai jika tuturan tersebut menimbulkan keuntungan berupa rasa dihargai dan dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
memastikan berfungsinya komunikasi untuk menarik perhatian mitra tutur agar tetap memperhatikan penutur. Cuplikan tuturan 23 P : silahkan duduk di sini (E1) Mt : injih kanjeng, matur swun P : apa yang bisa saya bantu? Mt : niki kanjeng bade tangklet-tangklet kaitanipun basa bagongan kanjeng (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur telah selasai berbicara dengan mitra tutur lainya. Suasana santai dan ramah. Penutur memanggil mitra tutur dan mempersilahkan duduk mitra tutur dengan menujuk kursi menggunakan ibu jari. Mitra tutur pun maju dan duduk di di depan meja penutur) Cuplikan tuturan 24 P : kinten-kinten saget mboten menawi tugas mekaten? (E2) Mt : insyaallah saget kanjeng (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur sedang bercakap dengan mitra tutur. Suasana tenang dan santai. Penutur menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur untuk meminta bantuan dari mitra tutur) Cuplikan tuturan 25 P: injih mekaten, menika sak lajengipun kula caosi perso njih? (E3) Mt : injih kanjeng, matur suwun (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur sedang menjelaskan rencana kerja kepada mitra tutur. Suasana tenang dan santai. Penutur menyerahkan semua tugas kepada mitra tutur dan mempercayai mitra tutur. Selanjutnya penutur meminta laporan untuk seterusnya) 4.2.5.1 Wujud Basa-basi Linguistik Wujud basa-basi linguistik tuturan di atas berupa hasil transkrip tuturan lisan basa-basi antara keluarga kesultanan dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta yang meminta. Berikut masing-masing wujud basa-basi linguistik tuturan yang meminta tersebut. a. Tuturan (E1): “silahkan duduk di sini b. Tuturan (E2): “kinten-kinten saget mboten menawi tugas mekaten?”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
c. Tuturan (E3): “injih mekaten, menika sak lajengipun kula caosi perso njih?” 4.2.5.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik Wujud basa-basi nonlinguistik tuturan yang memberi salam dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Berikut uraian konteks sebagai basa-basi nonlinguistik masing-masing tuturan yang memberi salam. Tuturan (E1) Penutur telah selasai berbicara dengan mitra tutur lainya. Penutur memanggil mitra tutur dan mempersilakan duduk mitra tutur dengan menujuk kursi menggunakan ibu jari. Mitra tutur pun maju dan duduk di depan meja penutur Tuturan (E2): Penutur sedang bercakap dengan mitra tutur. Penutur menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur untuk meminta bantuan dari mitra tutur. Tuturan (E3): Penutur sedang menjelaskan rencana kerja kepada mitra tutur. Penutur menyerahkan semua tugas kepada mitra tutur dan mempercayai mitra tutur. Selanjutnya penutur meminta laporan untuk seterusnya. 4.2.3.3 Penanda Basa-basi Linguistik Penanda basa-basi linguistik tuturan yang meminta dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Berikut uraian masing-masing penanda basa-basi linguistik tuturan yang meminta. a. Tuturan (E1) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi sungkan, tekanan sedangpada pengucapan tuturan silahkan duduk, intonasi perintah,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
serta pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata tidak baku silahkan. b. Tuturan (E2) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi sungkan, tekanan sedang pengucapan tuturan kinten-kinten saget mboten, intonasi tanya, c. Tuturan (E3) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi sungkan, tekanan sedangsak lajengipun kula caosi perso njih?, intonasi tanya, serta pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis sak dan njih 4.2.5.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik Penanda basa-basi nonlinguistik tuturan yang meminta dapat dilihat pula berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Adapun uraian konteks meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana. Berikut uraian konteks masingmasing tuturan yang meminta. Tuturan (E1) yaitu tuturan terjadi pada pagi hari pukul 09.15 WIB di Dwarapura ruang kerja keraton. Suasana di ruangan tersebut santai dan ramah. Saat itu penutur telah selesai berbicara dengan mitra tutur lainya. Penutur memanggil mitra tutur dan mempersilakan duduk mitra tutur dengan menujuk kursi menggunakan ibu jari. Mitra tutur maju dan duduk di depan meja penutur. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur adalah mahasiswa yang sedang melakukan penelitian dan merupakan masyarakat lingkungan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menghormati mitra tutur yang baru saja datang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
menemui penutur. Adapun tuturan penutur ditegaskan dengan kinestetik penutur dengan mengacungkan ibu jari tanda mempersilahkan. Tuturan (E2) yaitu tuturan terjadi pada pagi hari pukul 09.15 WIB di Dwarapura ruang kerja keraton. Suasana di ruang tersebut ramah dan santai.Tuturan terjadi ruang kerja keraton ketika penutur sedang bercakap dengan mitra tutur. Penutur menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur untuk meminta bantuan dari mitra tutur. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan masyarakat skitar lingkungan keraton yang sedang di minta untuk membantu pekerjaan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menghormati mitra tutur yang baru saja datang menemui penutur. Tuturan (E3) yaitu tuturan terjadi pagi hari 09.15 WIB di Dwarapura ketika penutur sedang berbincang dengan mitra tutur. Suasana di ruang tersebut tenang dan santai. Tuturan terjadi ruang kerja keraton ketika penutur sedang menjelaskan rencana kerja kepada mitra tutur. Penutur menyerahkan semua tugas kepada mitra tutur dan mempercayai mitra tutur. Selanjutnya penutur meminta laporan untuk seterusnya. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan masyarakat skitar lingkungan keraton yang sedang di minta untuk membantu pekerjaan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menghormati mitra tutur yang baru saja datang menemui penutur. 4.2.5.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Meminta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
Secara umum, maksud basa-basi berbahasa yang meminta yaitu penutur, menghormati, dan menyenangkan hati mitra tuturnya. Berikut uraian masingmasing maksud dari tuturan yang memberi salam. a. Tuturan (E1) memiliki maksud berupa rasa menghormati penutur kepada mitra tutur untuk mempersilahkan duduk b. Tuturan (E2) memiliki maksud berupa rasa menghormati penutur kepada mitra tutur atas apa yang akan dilakukan mitra tutur. c. Tuturan (E3) memiliki maksud berupa rasa senang dan menghormati penutur kepada mitra tuturatas penjelasan atau pemberitahuan yang ingin diketahui penutur. 4.2.6 Menerima Basa-basi menerima berfungsi untuk menerima (menghargai) basa-basi dari mitra tutur dan merupakan kategori dari basa-basi berbahasa. Kategori ini dianalisis berdasarkan wujud, penanda dan maksud tuturan basa-basi. Wujud tuturan basa-basi berupa transkip tuturan lisan basa-basi. Maksud berupa berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika mengutarakan tuturan basa-basi kepada mitra tutur. Berikut adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut Jakobson (1980) dalam tesis Waridin (2008:15) mendefinisikan bahwa basa-basi adalah tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau
memutuskan
komunikasi
untuk
memastikan
berfungsinya
saluran
komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan. Dengan demikian, sebuah tuturan dikatakan basa-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
basi menerima
81
jika tuturan tersebut digunakan untuk mempertahankan
pembicaraan antara penutur dan mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
Cuplikan tuturan 27 Mt : mekaten, mbok bilih niki sapun cekap sementen kula nyuwun pamit P : njih monggo, nderekaken (F1) (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur sedang bercakap dengan mitra tutu. Suasana tenang dan ramah. Mitra tutur merasa sudah cukup berbincang dan mohon pamit. Penutur pun merespons dan bersalaman) Cuplikan tuturan 30 Mt : kanjeng, nuwunsewu badhe pamit P : oh njih-njih, monggo (F4) Mt : matur suwun kanjeng (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur sedang sibuk membaca arsip Dwarapura. Suasana tenang dan santai. Mitra tutur menghampiri penutur yang sedang duduk sibuk membaca. Penutur kaget dan langsung sepontan menjawab mitra tutur) 4.2.6.1 Wujud Basa-basi Linguistik Wujud basa-basi linguistik tuturan di atas berupa hasil transkrip tuturan lisan basa-basi antara keluarga kesultanan dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta yang menerima. Berikut masing-masing wujud basa-basi linguistik tuturan yang menerima tersebut. a. Tuturan (F1): “njih monggo, nderekaken” b. Tuturan (F4): “oh njih-njih, monggo” 4.2.6.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik Wujud basa-basi nonlinguistik tuturan yang menerima dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Berikut uraian konteks sebagai basa-basi Nonlinguistik masing-masing tuturan yang menerima. Tuturan (F1): Penutur sedang bercakap dengan mitra tutur. Mitra tutur merasa sudah cukup berbincang dan mohon pamit. Penutur pun merespons dan bersalaman
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
Tuturan (F4): Penutur sedang sibuk membaca arsip Dwarapura. Mitra tutur menghampiri penutur yang sedang duduk sibuk membaca. Penutur kaget dan langsung sepontan menjawab mitra tutur. 4.2.6.3 Penanda Basa-basi Linguistik Penanda basa-basi linguistik tuturan yang menerima dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Berikut uraian masing-masing penanda basa-basi linguistik tuturan yang berterima kasih. a. Tuturan (F1) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi menghargai, tekanan sedang pada pengucapan tuturan njih monggo, intonasi berita, serta pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis njih. b. Tuturan (F4) dikatakan penutur dengan nada rendah ekspresi menghargai, tekanan sedang terdapat pengucapan tuturan oh njih-njih monggo, intonasi berita, serta pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis njih 4.2.6.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik Penanda basa-basi nonlinguistik tuturan yang menerima dapat dilihat pula berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Adapun uraian konteks meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana. Berikut uraian konteks masingmasing tuturan yang menerima. Tuturan (F1) yaitu tuturan terjadi pada siang hari pukul 09.20 WIB di Parentahageng ruang kerja keraton. Suasana di ruang tersebut tenang dan ramah. Tuturan terjadi ketika penutur sedang duduk didalam ruang kerja. Mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
datang dengan membawa beberapa surat. Penutur pun menerima surat tersebut. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk merespons tuturan mitra tutur ketika menyerahkan surat ijin penelitian. Tuturan (F4) yaitu tuturanterjadi di Dwarapura pada siang hari pukul 10.40. Suasana di ruangan tersebut tenang dan santai. Saat itu penutur sedang sibuk membaca arsip Dwarapura. Mitra tutur menghampiri penutur yang sedang duduk sibuk membaca. Penutur kaget dan langsung sepontan menjawab mitra tutur. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk merespons tuturan mitra tutur ketika menyerahkan surat ijin penelitian 4.2.6.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Menerima Secara umum, maksud basa-basi berbahasa yang menerima yaitu penutur menerima dan menghargai, serta menyenangkan hati mitra tuturnya. berikut uraian masing-masing maksud dari tuturan yang berterima kasih. a. Tuturan (F1) memiliki maksud berupa rasa menghargai dan menerima terhadap tuturan basa-basi mitra tutur. b. Tuturan (F4) memiliki maksud berupa rasa menghargai dan menerima terhadap tuturan basa-basi mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.2.7
85
Menolak Basa-basi meminta fungsi tuturan untuk menolak (melanggar) basa-basi
dari mitra tutur dan merupakan kategori dari basa-basi berbahasa. Kategori ini dianalisis berdasarkan wujud , penanda dan maksud tuturan basa-basi. Berikut adalah analisis tuturan yang termasuk dalam kategori tersebut. Anwar (1984:46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejumput katakata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk membujuk, merayu dan sebagainya. Terlepas dari berbagai pengertian tersebut sebenarnya basa-basi memiliki fungsi untuk menyampaikan berbagai maksud. Dengan demikian, sebuah tuturan dikatakan basa-basi menolak jika tuturan tersebut digunakan untuk mempertahankan susana baik antara penutur dan mitra tutur Cuplikan tuturan 38 Mt : ada yang bisa saya bantu kanjeng? P : oh tidak, trimaksaih (G1) (konteks tuturan:tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika mitra tutur melihat penutur kerepotan membawa peralatan panahnya untuk dibawa ke tempat ceramah abdi dalem. Suasana tenang dan ramah. Mitra tutur menghampiri penutur dan menawarkan bantuan. Penuturmerespons dan tersenyum) Cuplikan tuturan 40 Mt : terimaksih bukunya kanjeng P : iya sama-sama Mt : maaf kanjeng, merepotkan P : oh tidak, saya malah senang bisa membantu (G3) (konteks tuturan: tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton ketika mitra tutur mengembalikan buku yang dipinjamkan oleh penutur. Suasana tenang dan ramah. Mitra tutur berterimaksih dan memita maaf telah merepotkan. Penutur tersenyum)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
4.2.7.1 Wujud Basa-basi Linguistik Wujud basa-basi linguistik tuturan di atas berupa hasil transkrip tuturan lisan basa-basi antara keluarga kesultanan dan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta karta yang menolak. Berikut masing-masing wujud basa-basi linguistik tuturan yang menolak tersebut. a. Tuturan (G1): “oh tidak, trimaksaih” b. Tuturan (G3): “oh tidak, saya malah senang bisa” 4.2.7.2 Wujud Basa-basi Nonlinguistik Wujud basa-basi nonlinguistik tuturan yang menolak dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Berikut uraian konteks sebagai basa-basi nonlinguistik masing-masing tuturan yang menolak. Tuturan (G1): Mitra tutur melihat penutur kerepotan membawa peralatan panahnya untuk dibawa ke tempat ceramah abdi dalem. Suasana tenang dan ramah. Mitra tutur menghampiri penutur dan menawarkan bantuan. Penutur merespons dan tersenyum Tuturan (G3): Mitra tutur mengembalikan buku yang dipinjamkan oleh penutur. Suasana tenang dan ramah. Mitra tutur berterima kasih dan memita maaf telah merepotkan. Penutur pun tersenyum.
4.2.7.4 Penanda Basa-basi Linguistik Penanda basa-basi linguistik tuturan yang menerima dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Berikut uraian masing-masing penanda basa-basi linguistik tuturan yang berterima kasih.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
a. Tuturan (G1) dikatakan penutur dengan nada sedang ekspresi sungkan, tekanan sedang pada pengucapan tuturan oh tidak, intonasi berita, sedangkan pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis oh. b. Tuturan (G2) dikatakan penutur dengan nada sedang ekspresi sungkan. tekanan sedang pada pengucapan tuturan oh tidak, intonasi berita, sedangkan pilihan kata dalam tuturan tersebut menggunakan kata nonstandar yaitu kata fatis oh. 4.2.7.4 Penanda Basa-basi Nonlinguistik Penanda basa-basi non linguistik tuturan yang menerima dapat dilihat pula berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan itu. Adapun uraian konteks meliputi penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana. Berikut uraian konteks masingmasing tuturan yang menerima. Tuturan (G1) yaitu tuturanterjadi pada siang hari pukul 10.00 WIB di Dwarapura ruang kerja keraton ketika mitra tutur melihat penutur kerepotan membawa peralatan panahnya untuk dibawa ke tempat ceramah abdi dalem. Suasana diruang tersebut pada saat itu tenang dan
ramah. Mitra tutur
menghampiri penutur dan menawarkan bantuan. Penutur merespons dan tersenyum. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan wisatawan yang sedang berkunjung di lingkungan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk merespons tuturan mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
Tuturan (G3) yaitu tuturanterjadi sianghari pukul 10.40 WIB di Parentahageng ruang kerja keraton ketika mitra tutur mengembalikan buku yang dipinjamkan oleh penutur. Suasana di tempat tersebut pada saat itu tenang dan ramah. Mitra tutur berterimaksih dan memita maaf telah merepotkan. Penutur tersenyum. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan wisatawan yang sedang berkunjung di lingkungan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk merespons tuturan mitra tutur. 4.2.7.5 Maksud Basa-basi Berbahasa yang Menolak Secara umum, maksud basa-basi berbahasa yang menolak yaitu penutur sungkan dan menolak, serta menyenangkan hati mitra tuturnya. berikut uraian masing-masing maksud dari tuturan yang berterima kasih. a. Tuturan (G1) memiliki maksud berupa rasa sungkan dan menolak terhadap tuturan basa-basi mitra tutur. b. Tuturan (G3) memiliki maksud berupa rasa sungkan dan menolak terhadap tuturan basa-basi mitra tutur.
4.3 Pembahasan Hasil kajian yang dilakukan terhadap tuturan yang ada di dalam interaksi antara keluarga kesultanan dengan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta ditemukan beberapa tuturan yang mengandung basa-basi. Tuturan yang termasuk ke dalam tuturan basa-basi terbagi menjadi jenis basa-basi berbahasa (a) meminta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
maaf (b) belasungkawa (c) memberi salam (d) berterima kasih (e) meminta (f) menerima (g) menolak. Data tuturan yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat penanda basa-basi linguistik dan nonlinguistik yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan ke dalam jenis basa-basi tertentu. Adapun penanda basa-basi linguistik meliputi nada, tekanan, intonasi dan pilihan kata, sedangkan penanda nonlinguistik meliputi situasi, suasana, dan implikatur tambahan. 4.3.1
Meminta maaf Berdasarkan data yang telah didapatkan oleh peneliti sebanyak 40
tuturan yang basa-basi, terdapat 7 tuturan yang termasuk ke dalam basabasi yang meminta maaf. Tuturan-tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi yang dituturkan oleh para keluarga kesultanan keraton Yogyakarta. Tuturan yang berjumlah 7 itu memiliki penanda basa-basi linguistik dan juga penanda basa-basi nonlinguistik yang dapat dilihat dari konteks tuturan yang melingkupinya. Perilaku basa-basi meminta maaf lebih mengarah pada sebuah tuturan yang disampaikan penutur untuk mengekspresikan penyesalan, tidak hanya menimbulkan rasa sungkan tetapi dapat merasa dihargainya mitra tutur. Dengan demikian, sebuah tuturan dapat dikatakan basa-basi meminta maaf jika tuturan tersebut telah membuat mitra tutur merasa sungkan dan merasa dihargai. Contoh: (A1)Maaf ya, yang pakai sandal sebaiknya ditaruh diluar (konteks tuturan: tuturan terjadi Dwarapura ruang kerja keraton, penutur melihat mitra tutur menggunakan sandal ketika memberi salam dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
memasuki ruang kerja keraton. Suasana ramah dan santai. Ketika melewetai penutur mitra tutur di tegur dengan halus oleh penutur dengan menunjukan arah tepat menggunakan jempol) (A3)Maaf ya , saya ada rapat jadi tidak bisa lama (konteks tuturan: tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton mitra tutur meminjam buku dari penutur. Suasana ramah dan santai, penutur mengutarakan keperluan yang akan dilakukan selanjutnya kepada mitra tutur) (A5)maaf ya, saya agak batuk (konteks tuturan: tuturan terjadi diParentahageng ruang kerja keraton ketika penutur sedang bercakap dengan mitra tutur di ruang kerja. Suasana tenang dan ramah. Ketika sedang bercakap, penutur batuk-batuk dan penutur pun meminta maaf karena membuat tidak nyaman mitra tutur yang ada didepannya dengan memberitahukan bahwa penutur sedang sakit batuk) (A7) bentar ya, saya nrima ini dulu. Ini ultah siapa saya tidak tahu, hehe (konteks tuturan: tuturan terjadi di parentahageneg ruang kerja keraton Suasana tenang dan santai. Penutur sedang bercakap dengan mitra tutur. Ketika sedang bercakap penutur mendapatkan sajian ulang tahun dari Abdi dalem Penutur pun menerimanya di depan mitra tutur) Keempat tuturan tersebut merupakan wujud basa-basi linguistik berupa tuturan lisan yang telah ditranskrip. Dalam penelitian ini penanda basa-basi linguistik keempat tuturan di atas dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan pilihan kata. Dalam tuturan (A1), (A3), (A5), dan (A7), penutur menyampaikan tuturannya dengan nada rendah. Penggunaan nada tersebut menunjukkan ekspresi sungkan penutur terhadap mitra tutur. Nada tuturan yang rendah itu menunjukkan suasana hati penutur yang merasa sungkan dengan perilaku mitra tutur. Hal tersebut sejalan dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
Pranowo (2009:77) nada bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Oleh karena itu tuturan basa-basi dapat di kategorikan meminta maaf bila tuturan tersebut mengandung maksud dan rasa sungkan dari nada tutur yang di utarakan. Keempat tuturan itu dapat dipersepsi memiliki basa-basi karena pada nada tuturan (A1), (A3), (A5), dan (A7) dikatakan dengan nada rendah berupa rasa sungkan terhadap mitra tutur. Selain itu, dapat dipersepsi pula bahwa seorang penutur dapat menyenangkan hati mitra tuturnya apabila nada tutur yang dipakai adalah nada rendah Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nada rendah merupakan salah satu penanda linguistik untuk tuturan yang meminta maaf. Selanjutnya, mengenai tekanan dan intonasi dapat diuraikan sebagai berikut. Keempat tuturan itu dikatakan dengan tekanan sedang. Muslich (2008:113) mengatakan tidak semua kata dalam kalimat ditekankan
sama,
hanya
kata-kata
yang dianggap
penting atau
dipentingkan yang mendapatkan tekanan. Hal tersebut dapat dilihat pada masing-masing tuturan itu. Pada tuturan (A1), (A3) dan (A5) terdapat tekanan pada pengucapan tuturan maaf ya. Pada tuturan (A7) terdapat pengucapan tuturan bentar ya. Beberapa bagian tuturan yang ditekankan pada keempat tuturan tersebut merupakan bagian tuturan
yang
dipentingkan penutur ketika mengungkapkan rasa sungkannya. Lebih lanjut pembahasan mengenai intonasi. Menurut Muslich (2008:115) pada tataran kalimat, variasi-variasi nada pembeda maksud
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
disebut intonasi. Intonasi pada sebuah tuturan terdiri dari tiga pola yaitu pola kalimat berita yang ditandai dengan pola intonasi datar turun, kalimat tanya yang berpola datar naik, dan kalimat perintah yang berpola datar tinggi. Pada tuturan (A1), (A3), (A5), dan (A7) memiliki intonasi berita yang berpola datar rendah yang menunjukkan ekspresi sungkan penutur mengenai tingkah mitra tutur dan menunjukkan pemberitahuan kepada mitra tuturnya. Keempat tuturan tersebut sama-sama dikatakan dengan suara sedang disertai nada sungkan di depan mitra tuturnya. Dalam hal ini, keempat tuturan itu dapat dipersepsi sebagai tuturan yang memiliki katagori basa-basi. Hal tersebut dapat dikatakan demikian karena keempat tuturan itu dikatakan dengan nada sungkan, terlebih tuturan (A1), (A3), (A5), dan (A7) dikatakan dengan suara yang sedang, sementara apa yang dilontarkan penutur tidak sesuai dengan konteks pembicaraan yang terjadi dan mitra tutur dekat menyebabkan kadar basabasi jelas terlihat. Tuturan yang disampaikan dengan tekanan sedang dan intonasi berita dapat pula berpotensi menyenangkan hati mitra tuturnya. Dengan demikian, penanda basa-basi linguistik berikutnya untuk tuturan basa-basi meminta maaf adalah tekanan sedang dan intonasi berita berupa rasa sungkan. Pembahasan berikutnya mengenai pilihan kata, Keraf (1981:23) mendeskripsikan pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Pilihan kata dalam kelima tuturan itu meliputi kata nonstandar berupa kata tidak baku, kata fatis, kata seru dan interferensi ke dalam bahasa Jawa serta terdapat pula kata jargon berupa umpatan. Kata nonstandar yang berupa kata fatis terdapat pada tuturan (A1), (A3), (A5)) yaitu ya. Kata fatis itu digunakan untuk memberikan penegasan pada tuturan yang diujarkan. Ada pula penggunaan kata tidak baku pada tuturan (A7) yaitu nrima, kata tidak baku ini menandakan bahwa penutur sudah merasa dekat dengan mitra tutur. Dengan pilihan kata yang tepat ketika menyampaikan maksud dalam konteks tertentu dapat menggambarkan pemakaian bahasa penuturnya. Pembahasan berikutnya terkait wujud basa-basi dan penanda basabasi nonlinguistik. Pada keempat tuturan dapat dilihat dari konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984: 44). Selanjutnya ditegaskan oleh Rahardi (2003:20) konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Adapun konteks tuturan dapat diuraikan mulai dari dimensi penutur dan mitra tutur. Keempat tuturan tersebut dituturkan oleh keluarga
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
Kesultanan kepada masyarakat. Hal yang membedakan adalah dimensi sosial penutur dan mitra tutur pada keempat tuturan itu yang berupa dimensi jenis kelamin. Tuturan (A1), (A3), (A5), dan (A7) penutur dan mitra tuturnya adalah laki-laki, Berkaitan dengan dimensi jenis kelamin, bahasa untuk laki-laki cenderung keras, sedangkan bahasa perempuan cenderung lebih lembut (Rahardi, 2011:161). Dalam tuturan (A1), (A3), (A5), dan (A7) dapat ditemukan tuturan yang lembut sekalipun yang menuturkan adalah laki-laki. Selanjutnya, konteks tuturan meliputi pula waktu terjadi, tempat, suasana dan latar belakang pengetahuan penutur dan mitra tutur. Berikut akan dijelaskan lebih rinci masing-masing tuturan itu. Tuturan (A1) terjadi pada pagi hari pukul 09.40 WIB di dwanaura ruang kerja keraton. Suasana di ruangan tersebut ramah dan santai. Penutur laki-laki dan merupakan bangsawan keraton, mitra tutur juga seorang laki-laki dan merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Penutur menegur mitra tutur karena mitra tutur telah melakukan kesalahan dengan memasuki ruangan menggunakan sandal akan tetapi penutur menepatkan dirinya ada posisi yang salah dengan meminta maaf terlebih dahulu sebelum menegur mitra tutur. Dalam tuturan (A1) terdapat bahasa tubuh penutur dengan menunjukan arah tempat menaruh sandal. Tuturan (A3) terjadi pada pagi hari pukul 11.15 WIB di Parentahageng ruang kerja keraton. Suasana di ruang tersebut ramah dan santai. Saat itu penutur sedang bertemu dengan mitra tutur. Mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
bermaksud meminjam buku kepada penutur, namun karena penutur tidak bisa berlama-lama untuk berbincang penutur hanya meminjami buku kepada mitra tutur dan segera berpamitan. Penutur merupakan bangsawan keraton dan mitra tutur merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di tempat tersebut. Peutur memberitahukan akan ada kegiatan lain yang akan dilakukan penutur sehingga penutur pun meminta izin untuk segera meninggalkan tempat tersebut. Penutur merasa sungkan kepada mitra tutur karena tidak bisa berlama-lama di tempat tersebut. Berikutnya Tuturan (A5), tuturan terjadi pagi hari 09.15 WIB di Parentahageng ketika penutur sedang berbincang dengan mitra tutur. Suasana di ruang tersebut tenang dan santai. Saat itu sedang bercakap dengan mitra tiutur. Ketika sedang bercakap-cakap tiba-tiba penutur batuk-batuk dan penutur pun
meminta maaf
karena membuat tidak
nyaman mitra tutur yang ada didepannya dengan memberitahukan bahwa penutur sedang sakit batuk. Penutur merupakan bangsawan keraton dan mitra tutur merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di empat tersebut. Penutur memberitahu mitra tutur bahawa penutur sedang tidak enak badan. Penutur merasa sungkan kepada mitra tutur karena ketika sedang berbincang penutur sempat batuk beberapa kali Beralih ketuturan (A7) seperti konteks yang telah dipaparkan di atas, tuturan (A5) terjadi siang hari pukul 10.30 WIB di Parentahageng ruang kerja keraton ketika penutur bertemu dengan mitra tutur untuk wawancara terkait dengan penelitian. Setelah penutur menjelaskan tentang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
maksud kedatangannya penutur sejenak menghentikan komunikasi karena penutur menerima makanan. Penutur merupakan bangsawan keraton dan mitra tutur merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di lingkup keraton. Penutur sejenak menghentikan pembicaraan dan beralih menerima sajian ulang tahun dari abdi dalem. Penutur merasa sungkan kepada mitra tutur karena menghentikan percakapan dengan mitra tutur dengan tuturan basa-basinya. Berdasarkan uraian konteks yang telah dipaparkan di atas, keempat konteks tersebut dapat membantu memperjelas maksud yang terdapat pada setiap tuturan yang dituturkan oleh penutur itu. Hal ini sejalan dengan Mey (1993:38) yang mengatakan konteks sebagai the surrounding, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expression of their interaction intelliegible
(lingkungan
sekitar
dalam
arti
luas
sesuatu
yang
memungkinkan peserta tuturan dapat berinteraksi, dan yang dapat membuat tuturan mereka dapat dipahami). Selain menunjukkan maksud dari sebuah tuturan, konteks juga dapat membantu apakah tuturan itu dapat dikatakan sebagai tuturan yang santun atau tidak. Seperti yang diungkapkan Pranowo (2009:97-98) bahwa konteks situasi tertentu dapat memengaruhi kesantunan pemakaian bahasa. Dalam konteks tuturan (A1), (A3), (A5), dan (A7) terlihat bahwa penutur seperti merasa sungkan dengan mitra tutur dalam memaparkan tuturannya, sehingga tuturan yang terlontar mengarah ke fase meminta maaf dari penutur. Walaupun tuturan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
(A1), (A3), (A5), dan (A7) dikatakan dengan strata sosial yang berbeda, tetapi tuturan yang dideskripsikan oleh penutur memberikan kesan rasa dihomatinya mitra tutur dengan tuturan penutur. Berbicara mengenai kesantunan berbahasa, dalam penelitian ini lebih menonjolkan tuturan basa-basi berbahasa. Dalam konteks tuturan (A1), (A3), (A5), dan (A7) yang
telah dipaparkan di atas terdapat
beberapa tuturan yang menggunakan bahasa tubuh mitra tutur yang dapat dipersepsikan sebagai tuturan basa-basi berbahasa. Seperti tuturan (A1) yang menggunakan ibu jari untuk menunjukan arah dan mempersilahkan. Jika dilihat dari sisi bahasa Indonesia bahasa tubuh yang digunakan penutur dalam tuturan (A1) dapat dikatagorikan sebagai basa-basi berbahasa. Jika dilihat dari sisi konteks kultural bahasa tubuh yang digunakan penutur lebih mengarah ke ciri khas gaya bahasa tubuh di keraton Yogyakarta yang sudah memiliki maksud tersendiri. Berbicara mengenai maksud, keempat tuturan tersebut memiliki maksud yang cenderung sama yaitu memberikan rasa hormat terhadap mitra tuturnya. Tuturan (A1), (A3), (A5), dan (A7) memiliki maksud berupa ekspresi sungkan dari penutur kepada mitra tutur. Selain itu, adanya tuturan (A1), (A3), (A5), dan (A7) tersebut dapat pula digunakan mitra tutur sebagai imbal balik dari sikap yang dilakukan mitra tutur. Ibrahim (1993:37)
mempaparkan bahwa basa-basi sebagai
pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan
penyimak
masuk
dalam
klasifikasi
acknowledgements.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Acknowledgements
merupakan
tuturan
yang
digunakan
98
untuk
mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasuskasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. Sejalan dengan Ibrahim keempat tuturan basa-basi meminta maaf itu mengarah pada sebuah tuturan yang dapat menyenangkan hati mitra tuturnya. Semua mitra tutur pada keempat tuturan itu seperti dihargai oleh penutur yang tuturannya disampaikan secara langsung dan terus terang di depan mitra tutur yang menyebabkan timbulnya keuntungan bagi mitra tuturnya. Keuntungan tersebut seperti merasa dihargai dan dihormati oleh penutur. Hal tersebut dapat dikatakan demikian berdasarkan uraian dari penanda basa-basi linguistik dan nonlinguistik yang telah dideskripsikan sebelumnya. Seperti yang telah dipaparkan, penanda basa-basi linguistik dapat dilihat dari penggunaan nada yang rendah, tekanan yang cenderung sedang, intonasi berita berupa rasa sungkan,
serta pilihan kata yang tidak sesuai seperti kata- kata
nonstandar, sedangkan untuk penanda basa-basi nonlinguistik dapat dilihat dari konteks tuturan itu. 4.3.2
Simpati Berdasarkan data yang telah didapatkan oleh peneliti sebanyak 40
tuturan yang basa-basi, terdapat 4 tuturan yang termasuk ke dalam basabasi yang simpati. Tuturan-tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi yang dituturkan oleh para keluarga kesultanan keraton
Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
Tuturan yang berjumlah 4 itu memiliki penanda basa-basi linguistik dan juga penanda basa-basi nonlinguistik yang dapat dilihat dari konteks tuturan yang melingkupinya. Perilaku basa-basi simpati lebih mengarah pada sebuah tuturan yang disampaikan penutur untuk mengekspresikan rasa simpati karena musibah yang dialami oleh mitra tutur tetapi dapat merasa dipedulikannya mitra tutur. Dengan demikian, sebuah tuturan dapat dikatakan basa-basi simpati jika tuturan tersebut telah membuat mitra tutur merasa dipedulikan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
Contoh: (B1) awas-awas nanti kepalanya kepentok (konteks tuturan: tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton ketika penutur melihat mitra tutur ingin keluar dari ruangan. Susana tenang dan ramah. Setelah berpamitan dengan penutur,
mitra tutur
segera meninggalkan ruangan. Penutur melihat bahwa mitra tutur akan terbentur pintu yang ukuranya pendek sehingga penutur memperingatkan mitra tutur untuk merunduk agar tidak terbentur) (B3) monggo-monggo, lho kenapa kakinya? (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur melihat mitra tutur berjalan pincang memasuki ruangan. Suasana ramah dan tenang. Penutur menayakan tentang keaadaan mitra tutur Mitra tutur pun menjelaskan tentang musibah yang dialamiya) Kedua tuturan tersebut merupakan wujud basa-basi linguistik berupa tuturan lisan yang telah ditranskrip. Dalam penelitian ini penanda basa-basi linguistik kedua tuturan di atas dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan pilihan kata. Dalam tuturan (B1), dan (B3), penutur menyampaikan tuturannya dengan nada sedang. Penggunaan nada tersebut menunjukkan ekspresi sungkan penutur terhadap mitra tutur. Nada tuturan yang sedang itu menunjukkan suasana hati penutur yang merasa peduli dengan musibah yang akan menimpa atau sudah dialami mitra tutur. Hal tersebut sejalan dengan Pranowo (2009:77) bahwa nada bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Oleh karena itu tuturan basa-basi dapat di kategorikan simpati bila tuturan tersebut mengandung maksud dan rasa peduli dari nada tutur yang diutarakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
Kedua tuturan itu dapat dipersepsi memiliki basa-basi karena pada nada tuturan (B1) dan (B3) dikatakan dengan nada sedang berupa rasa peduli terhadap mitra tutur. Selain itu, dapat dipersepsi pula bahwa seorang penutur dapat memperhatikan mitra tuturnya apabila nada tutur yang dipakai adalah nada sedang. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nada sedang merupakan salah satu penanda linguistik untuk tuturan yang simpati. Penanda lingistik selanjutnya adalah mengenai tekanan dan intonasi dapat diuraikan sebagai berikut. Kedua tuturan itu dikatakan dengan tekanan sedang.
Muslich (2008:113) mendeskripsikan bahwa
tidak semua kata dalam kalimat ditekankan sama, hanya kata-kata yang dianggap penting atau dipentingkan yang mendapatkan tekanan. Hal tersebut dapat dilihat pada masing-masing dari dua
tuturan itu. Pada
tuturan (B1) terdapat tekanan pada pengucapan tuturan awas-awas. Sedangkan pada tuturan (B3) terdapat pengucapan tuturan lho kenapa kakinya?. Beberapa bagian tuturan yang ditekankan pada kedua tuturan tersebut merupakan bagian tuturan yang dipentingkan penutur ketika mengungkapkan rasa pedulinya. Beralih ke pembahasan mengenai intonasi. Menurut Muslich (2008:115) pada tataran kalimat, variasi-variasi nada pembeda maksud disebut intonasi. Intonasi pada sebuah tuturan terdiri dari tiga pola yaitu pola kalimat berita yang ditandai dengan pola intonasi datar turun, kalimat tanya yang berpola datar naik, dan kalimat perintah yang berpola datar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
tinggi. Pada tuturan (B1) memiliki intonasi berita yang berpola datar sedang yang menunjukkan ekspresi peduli penutur mengenai apa yang akan terradi jika tuturannya tidak dilontarkan dan secara tidak langsung menunjukkan pemberitahuan kepada mitra tutur. Tuturan (B3) memiliki intonasi tanya yang berola datar sedang yang menunjukkan rasa peduli dan rasa keingintahuan penutur tentang apa yang dialami mitra tutur. Kedua tuturan tersebut sama-sama dikatakan dengan suara sedang disertai nada peduli di depan mitra tuturannya. Kedua tuturan itu dapat dipersepsi sebagai tuturan yang memiliki katagori basa-basi. Hal tersebut dapat dikatakan demikian karena kedua tuturan itu dikatakan dengan nada sungkan, terlebih tuturan (B1) dan (B3) dikatakan dengan suara yang sedang, sementara apa yang dilontarkan penutur tidak sesuai dengan konteks pembicaraan yang terjadi dan mitra tutur dekat menyebabkan kadar basa-basi jelas terlihat. Tuturan yang disampaikan dengan tekanan sedang dan intonasi berita atau tanya dapat pula berpotensi seperti diperhatikannya mitra tutur dan mengalihkan tuturan utamanya. Dengan demikian, penanda basa-basi linguistik berikutnya untuk tuturan basa-basi simpati adalah tekanan sedang dan intonasi berita atau tanya dan berupa rasa peduli. Keraf (1981:23) mendeskripsikan pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat dan gaya mana yang paling
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
baik digunakan dalam suatu situasi. Pilihan kata dalam kedua tuturan itu meliputi kata nonstandar berupa kata tidak baku dan kata fatis serta terdapat pula kata jargon berupa umpatan. Kata nonstandar yang berupa kata tidak baku terdapat pada tuturan (B1) yaitu kepentok. Kata tidak baku ini menandakan bahwa penutur sudah merasa dekat dengan mitra tutur. Kata fatis itu digunakan untuk memberikan penegasan pada tuturan yang diujarkan. Ada pula penggunaan kata fatis pada tuturan (B3) yaitu lho. Kata fatis itu digunakan untuk memberikan penegasan pada tuturan yang akan diujarkan dan sebagi awalan tuturan basa-basi. Dengan pilihan kata yang tepat ketika menyampaikan maksud dalam konteks tertentu dapat menggambarkan pemakaian bahasa penuturnya. Beralih ke pembahasan terkait wujud basa-basi dan penanda basabasi nonlinguistik. Pada kedua tuturan dapat dilihat dari konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984: 44). Selanjutnya ditegaskan oleh Rahardi (2003:20) bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Konteks tuturan dapat diuraikan mulai dari dimensi penutur dan mitra tutur. Kedua tuturan tersebut dituturkan oleh keluarga kesultanan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
kepada masyarakat. Hal yang membedakan adalah dimensi sosial penutur dan mitra tutur pada kedua tuturan itu yang berupa dimensi jenis kelamin. Tuturan (B1) dan (B3) penutur dan mitra tuturnya adalah laki-laki. Berkaitan dengan dimensi jenis kelamin bahasa untuk laki-laki cenderung keras, sedangkan bahasa perempuan cenderung lebih lembut (Rahardi, 2011:161). Namun, dalam tuturan (B1) dan (B3) dapat ditemukan tuturan yang lembut sekalipun yang menuturkan adalah laki-laki. Selanjutnya, konteks tuturan meliputi pula waktu terjadi, tempat, suasana dan latar belakang pengetahuan penutur dan mitra tutur. Berikut akan dijelaskan lebih rinci masing-masing tuturan itu. Tuturan (B1) terjadi pada siang hari pukul 11.00 WIB di Dwarapura ruang kerja keraton. Suasana di ruang tersebut tenang dan ramah. Saat itu penutur mendengar bunyi barang jatuh. Mitra tutur menjelaskan bahwa HP miliknya jatuh sehingga penutur pun menanggapi dengan rasa simpatinya. Penutur lakilaki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga seorang laki-laki dan merupakan mahasiwa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Penutur merasa peduli kepada mitra tutur karena HP miliknya terjatuh sehingga penutur melontarkan tuturannya langsung dihadapan mitra tutur. Sama halnya Tuturan (B3) terjadi di Dwarapura tetapi dengan waktu yang berbeda yaitu pada pagi hari pukul 10.30. Suasana di ruangan tersebut ramah dan tenang. ketika penutur melihat mitra tutur berjalan pincang memasuki ruangan.
Saat itu penutur
menayakan tentang keadaan mitra tutur mitra tutur pun menjelaskan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
tentang musibah yang dialaminya. Penutur merupakan bangsawan keraton dan mitra tutur merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di lingkup keraton. Penutur menanyakan tentang sakit di kaki mitra tutur. Penutur merasa peduli kepada mitra tutur, hal itu terlihat dari tuturan penutur yang menanyakan perihal kaki mitra tutur yang sakit. Berdasarkan uraian konteks yang telah dipaparkan di atas, kedua konteks tersebut dapat membantu memperjelas maksud yang terdapat pada setiap tuturan yang dituturkan oleh penutur itu. Hal ini sejalan dengan Mey (1993:38) yang mengatakan konteks sebagai the surrounding, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expression of their interaction intelliegible
(lingkungan
sekitar
dalam
arti
luas
sesuatu
yang
memungkinkan peserta tuturan dapat berinteraksi, dan yang dapat membuat tuturan mereka dapat dipahami). Selain menunjukkan maksud dari sebuah tuturan, konteks juga dapat membantu apakah tuturan itu dapat dikatakan sebagai tuturan yang santun atau tidak. Seperti yang diungkapkan Pranowo (2009:97-98) bahwa konteks situasi tertentu dapat memengaruhi kesantunan pemakaian bahasa. Dalam konteks tuturan (B1) dan (B3) terlihat bahwa penutur seperti merasa peduli dengan mitra tutur dalam memaparkan tuturannya, sehingga tuturan yang terlontar mengarah ke fase simpati dari penutur. Walaupun tuturan (B1) dan (B3) dikatakan dengan strata sosial yang berbeda, tetapi tuturan yang di paparkan oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
penutur memberikan kesan diperhatikannya mitra tutur dengan tuturan penutur. Berbicara mengenai maksud, kedua tuturan tersebut memiliki maksud yang cenderung sama yaitu mengekspresikan rasa simpati terhadap mitra tuturnya. Tuturan (B1) dan (B3)memiliki maksud berupa ekspresi peduli dari penutur kepada mitra tutur. Selain itu, adanya tuturan (B1) dan (B3) tersebut memberikan keuntungan bagi mitra tutur yang seakan diperhatikannya mitra tutur dengan tuturan penutur. Anwar (1984:46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejumput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk membujuk, merayu dan sebagainya. Terlepas dari berbagai pengertian tersebut sebenarnya basa-basi memiliki fungsi untuk menyampaikan berbagai maksud. Sejalan dengan Anwar, tuturan basa-basi simpati itu mengarah pada sebuah tuturan yang dapat digolongkan prhatian dari penutur kepada mitra tuturnya. Semua mitra tutur pada kedua tuturan itu seperti dipedulikan oleh penutur yang tuturannya disampaikan secara langsung dan terus terang di depan mitra tutur yang menyebabkan timbulnya keuntungan bagi mitra tuturnya. Keuntungan tersebut seperti merasa dipedulikannya mitra tutur oleh penutur. Hal tersebut dapat dikatakan demikian berdasarkan uraian dari penanda basa-basi linguistik dan nonlinguistik yang telah dipaparkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
sebelumnya. Seperti yang telah dipaparkan, penanda basa-basi linguistik dapat dilihat dari penggunaan nada yang sedang, tekanan yang cenderung sedang, intonasi berita atau tanya berupa rasa peduli, serta pilihan kata yang tidak sesuai seperti kata- kata nonstandar, sedangkan untuk penanda basa-basi nonlinguistik dapat dilihat dari konteks tuturan itu. 4.3.3
Memberi Salam Berdasarkan data yang telah didapatkan oleh peneliti sebanyak 40
tuturan yang basa-basi, terdapat 9 tuturan yang termasuk ke dalam basabasi yang memberi salam. Tuturan-tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi yang dituturkan oleh para keluarga kesultanan keraton Yogyakarta. Tuturan yang berjumlah 9 itu memiliki penanda basa-basi linguistik dan juga penanda basa-basi nonlinguistik yang dapat dilihat dari konteks tuturan yang melingkupinya. Perilaku basa-basi memberi salam lebih mengarah pada sebuah tuturan yang disampaikan penutur untuk menyatakan rasa senang karena bertemu seseorang oleh mitra tutur. Dengan demikian, sebuah tuturan dapat dikatakan basa-basi memberi salam jika tuturan tersebut telah membuat mitra tutur merasa senang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
Contoh: (C5) selamat pagi (konteks tuturan: tuturan terjadi dipelataran keraton ketika penutur berpapasan dengan mitra tutur. Penutur memberis salam kepada mitra tutur sehingga mitra tutur pun merespons dan berjabat tangan dengan penutur. suasan tenang dan ramah) (C6) oh sudah datang, monggo (konteks tuturan: tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton. Sembari berjabat tangan penutur memberi salam dengan candaan. Suasana ramah dan santai. Penutur menjabat tangan mitra tutur sembari memberi salam dengan beberapa candaan sebelum menerima maksud kedatangan mitra tutur) (C7 )hallo, kok mlampah-mlampah mawon? (konteks tuturan: tuturan terjadi di pelataran keraton ketika penutur berapasan dengan mitra tutur. Suasana ramah dan santai. Penutur menegur mittra tutur dengan salam sapaan, mitra tutur pun merespons dengan memberi salam balik. Setelah memberi salam sapaan penutur pun melanjutkan perjalananya) Ketiga tuturan tersebut merupakan wujud basa-basi linguistik berupa tuturan lisan yang telah ditranskrip. Dalam penelitian ini penanda basa-basi linguistik kedua tuturan di atas dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan pilihan kata. Dalam tuturan (C5), (C6), dan (C7), penutur menyampaikan tuturannya dengan nada sedang. Penggunaan nada tersebut menunjukkan ekspresi senangpenutur terhadap mitra tutur. Nada tuturan yang sedang itu menunjukkan suasana hati penutur yang merasa senang dapat bertemu lagi dengan mitra tutur. Hal tersebut sejalan dengan Pranowo (2009:77) nada bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Oleh karena itu tuturan basa-basi dapat di kategorikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
simpati bila tuturan tersebut mengandung maksud dan rasa peduli dari nada tutur yang di utarakan. Ktiga tuturan itu dapat dipersepsi memiliki basa-basi karena pada nada tuturan (C5), (C6), dan (C7) dikatakan dengan nada rendah berupa rasa senang terhadap mitra tutur. Selain itu, dapat dipersepsi pula bahwa seorang penutur dapat memberi rasa seneng terhadap mitra tuturnya apabila nada tutur yang dipakai adalah nada rendah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nada rendah merupakan salah satu penanda linguistik untuk tuturan yang memberi salam. Penanda lingistik selanjutnya adalah mengenai tekanan dan intonasi dapat diuraikan sebagai berikut. Kedua tuturan itu dikatakan dengan tekanan sedang. Muslich (2008:113) mengatakan tidak semua kata dalam kalimat ditekankan sama, hanya kata-kata yang dianggap penting atau dipentingkan yang mendapatkan tekanan. Hal tersebut dapat dilihat pada masing-masing dari tiga tuturan itu. Pada tuturan (C5) terdapat tekanan pada pengucapan tuturan selamat pagi. Tuturan (C6) terdapat tekanan pengucapan tuturan oh sudah datang. Pada tuturan (C7) terdapat tekanan pada pengucapan tuturan hallo Beberapa bagian tuturan yang ditekankan pada kedua tuturan tersebut merupakan bagian tuturan yang dipentingkan penutur ketika mengungkapkan senangnya. Beralih ke pembahasan mengenai intonasi. Menurut Muslich (2008:115) pada tataran kalimat, variasi-variasi nada pembeda maksud disebut intonasi. Intonasi pada sebuah tuturan terdiri dari tiga pola yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
pola kalimat berita yang ditandai dengan pola intonasi datar turun, kalimat tanya yang berpola datar naik, dan kalimat perintah yang berpola datar tinggi. Pada tuturan (C5), (C6), dan (C7) memiliki intonasi berita yang berpola datar sedang yang menunjukkan ekspresi senang penutur karena dapat bertemu kembali dengan mitra tutur. Ketiga tuturan tersebut samasama dikatakan dengan suara sedang disertai nada senang peduli di depan mitra tuturnya. Ketiga tuturan itu dapat dipersepsi sebagai tuturan yang memiliki katagori basa-basi. Hal tersebut dapat dikatakan demikian karena ketiga tuturan itu dikatakan dengan nada senang, terlebih tuturan (C5), (C6) dan (C7) dikatakan dengan suara yang sedang, sementara apa yang dilontarkan penutur tidak sesuai dengan konteks pembicaraan yang terjadi dan mitra tutur dekat menyebabkan kadar basa-basi jelas terlihat. Tuturan yang disampaikan dengan tekanan sedang dan intonasi berita dapat pula berpotensi seperti efek rasa senang mitra tutur dan mengalihkan tuturan utamanya. Dengan demikian, penanda basa-basi linguistik berikutnya untuk tuturan basa-basi memberi salam adalah tekanan sedang dan intonasi berita berupa rasa senang. Pembahasan berikutnya mengenai pilihan kata. Keraf (1981:23) mengatakan pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
suatu situasi. Pilihan kata dalam kelima tuturan itu meliputi kata nonstandar berupa kata tidak baku, kata fatis. Kata nonstandar yang berupa kata fatis terdapat pada tuturan (C5), (C6), (C7)) yaitu selamat, oh, halo dan kok. Kata fatis itu digunakan untuk memperpanjang tuturan dan memberikan penegasan pada tuturan yang diujarkan. Dengan pilihan kata yang tepat ketika menyampaikan maksud dalam konteks tertentu dapat menggambarkan pemakaian bahasa penuturnya. Beralih ke pembahasan terkait wujud basa-basi dan penanda basabasi nonlinguistik. Pada ketiga tuturan dapat dilihat dari konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984: 44). Selanjutnya ditegaskan oleh Rahardi (2003:20) bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Konteks tuturan dapat diuraikan mulai dari dimensi penutur dan mitra tutur. Ketiga tuturan tersebut dituturkan oleh keluarga kesultanan kepada masyarakat. Hal yang membedakan adalah dimensi sosial penutur dan mitra tutur pada kedua tuturan itu yang berupa dimensi jenis kelamin. Tuturan (C5) dan (C7) penutur dan mitra tuturnya adalah laki-laki, sedangkan pada tuturan (C6) penutur merupakan seorang laki-laki dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
mitra tutur merupakan seorang perempuan. Berkaitan dengan dimensi jenis kelamin, bahasa untuk laki-laki cenderung keras, sedangkan bahasa perempuan cenderung lebih lembut (Rahardi, 2011:161). Namun, dalam tuturan (C5), (C6), dan (C7) dapat ditemukan tuturan yang lembut sekalipun yang menuturkan adalah laki-laki. Selanjutnya, konteks tuturan meliputi pula waktu terjadi, tempat, suasana dan latar belakang pengetahuan penutur dan mitra tutur. Berikut akan dijelaskan lebih rinci masing-masing tuturan itu. Tuturan (C5) terjadi pada pagi hari pukul 10.00 WIB di pelataran keraton. Suasana di ruang tersebut tenang dan ramah. Saat itu ketika penutur berpapasan dengan mitra tutur. Penutur memberis salam kepada mitra tutur sehingga mitra tutur pun merespons dan berjabat tangan dengan penutur. Penutur lakilaki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga seorang laki-laki dan merupakan mahasiwa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Tuturan (C6) terjadi pada pagi hari pukul 10.00 WIB di Parentahageng ruang kerja keraton. Sembari berjabat tangan penutur memberi salam dengan candaan. Suasana di ruangan tersebut ramah dan santai. Penutur menjabat tangan mitra tutur sembari memberi salam dengan beberapa candaan sebelum menerima maksud kedatangan mitra tutur. suasan tenang dan ramah. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga seorang laki-laki dan merupakan mahasiwa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Tuturan penutur merespons tuturan dari mitra tutur dengan bahasa halus
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menanggapi salam dari mitra tutur walaupun penutur sudah mengetahui maksud dari tuturan mitra tutur. Pada tuturan (C7) konteks tuturan terjadi pada pagi hari pukul 10.00 WIB di pelataran keraton. Ketika sedang berjalan di pelataran keraton penutur berapasan dengan mitra tutur. Suasana pada saat itu ramah dan santai. Penutur menegur mitra tutur dengan salam sapaan, mitra tutur pun merespons dengan memberi salam balik. Setelah memberi salam sapaan penutur pun melanjutkan perjalananya. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga seorang laki-laki dan merupakan mahasiwa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Tuturan penutur merespons tuturan dari mitra tutur dengan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menanggapi salam dari mitra tutur walaupun penutur sudah mengetahui maksud dari tuturan mitra tutur. Berdasarkan uraian konteks yang telah dipaparkan di atas, kedua konteks tersebut dapat membantu memperjelas maksud yang terdapat pada setiap tuturan yang dituturkan oleh penutur itu. Hal ini sejalan dengan Mey (1993:38) yang mengatakan konteks sebagai the surrounding, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expression of their interaction intelliegible
(lingkungan
sekitar
dalam
arti
luas
sesuatu
yang
memungkinkan peserta tuturan dapat berinteraksi, dan yang dapat membuat tuturan mereka dapat dipahami). Selain menunjukkan maksud
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
dari sebuah tuturan, konteks juga dapat membantu apakah tuturan itu dapat dikatakan sebagai tuturan yang santun atau tidak. Seperti yang diungkapkan Pranowo (2009:97-98) konteks situasi tertentu dapat memengaruhi kesantunan pemakaian bahasa. Dalam konteks tuturan (C5), (C6), dan (C7) terlihat bahwa penutur seperti merasa senang dengan mitra tutur dalam memaparkan tuturannya, sehingga tuturan yang terlontar mengarah ke fase member salam dari penutur. Walaupun tuturan (C5), (C6), dan (C7) dikatakan dengan strata sosial yang berbeda, tetapi tuturan yang dipaparkan oleh penutur memberikan kesan rasa senang mitra tutur dengan tuturan penutur. Berbicara mengenai maksud, ketiga tuturan tersebut memiliki maksud yang cenderung sama yaitu mengekspresikan rasa senang terhadap mitra tutur karena dapat bertemu kembali. Tuturan (C5), (C6), dan (C7) memiliki maksud berupa ekspresi senang dari penutur kepada mitra tutur. Selain itu, adanya tuturan (C5), (C6), dan (C7) tersebut memberikan keuntungan bagi mitra tutur yang seakan mitra tutur pun ikut merasa senang dengan tuturan penutur. Ibrahim (1993:37) mendeskripsikan basa-basi sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak masuk dalam klasifikasi acknowledgements. Acknowledgements merupakan tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur atau dalam kasus-kasus di mana ujaran berfungsi secara formal, kehendak penutur bahwa ujarannya memenuhi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
115
kriteria harapan sosial untuk mengekspresikan perasaan dan kepercayaan tertentu. Sejalan dengan Ibrahim tuturan basa-basi memberi salam itu mengarah pada sebuah tuturan yang dapat memberi rasa senang dari penutur kepada mitra tuturnya. Semua mitra tutur pada ketiga tuturan itu seperti ikut merasakan rasa senang oleh penutur yang tuturannya disampaikan secara langsung dan terus terang di depan mitra tutur yang menyebabkan timbulnya keuntungan bagi mitra tuturnya. Keuntungan tersebut seperti merasa senangnya mitra tutur. Hal tersebut dapat dikatakan demikian berdasarkan uraian dari penanda basa-basi linguistik dan nonlinguistik yang telah dipaparkan sebelumnya. Seperti yang telah dipaparkan, penanda basa-basi linguistik dapat dilihat dari penggunaan nada yang rendah, tekanan yang cenderung sedang, intonasi berita berupa rasa senang,
serta pilihan kata yang tidak sesuai seperti kata-kata
nonstandar, sedangkan untuk penanda basa-basi nonlinguistik dapat dilihat dari konteks tuturan itu. 4.3.4
Berterima kasih Berdasarkan data yang telah didapatkan oleh peneliti sebanyak 40
tuturan yang basa-basi, terdapat 2 tuturan yang termasuk ke dalam basabasi yang memberi salam. Tuturan-tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi yang dituturkan oleh para keluarga kesultanan keraton Yogyakarta. Tuturan yang berjumlah 2 itu memiliki penanda basa-basi linguistik dan juga penanda basa-basi nonlinguistik yang dapat dilihat dari konteks tuturan yang melingkupinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
116
Perilaku basa-basi berterima kasih lebih mengarah pada sebuah tuturan yang disampaikan penutur untuk menyatakan terima kasih karena mendapat bantuan dan merespons ungkapan terima kasih dari mitra tutur yang mengakibatkan mitra tutur merasa senang. Dengan demikian, sebuah tuturan dapat dikatakan basa-basi berterima kasih jika tuturan tersebut telah membuat mitra tutur merasa senang. Contoh: (D1) kula remen menawi kanca-kanca saget mbiantu, matur suwun (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur sedang berbincang dengan mitra tutur. Suasana tenang dan ramah. Penutur
meminta bantuan dan menjelaskan tugas yang akan
diberikan kepada mitra tutur. mitra tutur pun menyanggupi permintaan penutura. Penutur pun berjabat tangan dan tersenyum) (D2) oh terimakasih kembali (konteks tuturan: tuturan terjadi di pelataran keraton diblakang tempat pementasan gamelan ketika penutur sedang duduk dan menikmati suara gamelan. suasana santai dan ramah. Mitra tutur menghampiri penutur dan menaykan sesuatu. Mitra tutur mengucakapkan terima kasih atas jawaban dari penutur. Penutur merespons ucapan terima kasih dari mitra tutur) Keedua tuturan tersebut merupakan wujud basa-basi linguistik berupa tuturan lisan yang telah ditranskrip. Dalam penelitian ini penanda basa-basi linguistik kedua tuturan di atas dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan pilihan kata. Dalam tuturan (D1) dan (D2) penutur menyampaikan tuturannya dengan nada sedang. Penggunaan nada tersebut menunjukkan ekspresi sungkan penutur terhadap mitra tutur. Nada tuturan yang sedang itu menunjukkan suasana hati penutur yang merasa peduli
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
dengan musibah yang akan menimpa atau sudah dialami mitra tutur. Hal tersebut sejalan dengan Pranowo (2009:77) nada bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Oleh karena itu tuturan basabasi dapat di kategorikan simpati bila tuturan tersebut mengandung maksud dan rasa peduli dari nada tutur yang diutarakan. Kedua tuturan itu dapat dipersepsi memiliki basa-basi karena pada nada tuturan (D1) dan (D2) dikatakan dengan nada rendah berupa rasa senangterhadap mitra tutur. Selain itu, dapat dipersepsi pula bahwa seorang penutur dapat menyatakan terima kasihnya kepada mitra tutur apabila nada tutur yang dipakai adalah nada rendah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nada rendah merupakan salah satu penanda linguistik untuk tuturan yang berterima kasih. Penanda lingistik selanjutnya adalah mengenai tekanan dan intonasi dapat diuraikan sebagai berikut. Kedua tuturan itu dikatakan dengan tekanan sedang. Muslich (2008:113) mengatakan tidak semua kata dalam kalimat ditekankan sama, hanya kata-kata yang dianggap penting atau dipentingkan yang mendapatkan tekanan. Hal tersebut dapat dilihat pada masing-masing dari dua
tuturan itu. Pada tuturan (D1) terdapat
tekanan pada pengucapan tuturan matursuwun. pada tuturan (D2) terdapat pengucapan tuturan terima kasih kembali. Beberapa bagian tuturan yang ditekankan pada kedua tuturan tersebut merupakan bagian tuturan yang dipentingkan penutur ketika mengungkapkan rasa terima kasihnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
Beralih ke pembahasan mengenai intonasi. Menurut Muslich (2008:115) pada tataran kalimat, variasi-variasi nada pembeda maksud disebut intonasi. Intonasi pada sebuah tuturan terdiri dari tiga pola yaitu pola kalimat berita yang ditandai dengan pola intonasi datar turun, kalimat tanya yang berpola datar naik, dan kalimat perintah yang berpola datar tinggi. Pada tuturan (D1) dan (D2) memiliki intonasi berita yang berpola datar sedang, namun tuturan (D1) menunjukkan ekspresi senang penutur atas bantuan dari mitra tutur. Sedangkan Tuturan (D2) menunjukkan ekspresi respons senang atas ucapan terima kasih yang disampaikan mitra tutur. Kedua tuturan tersebut sama-sama dikatakan dengan suara sedang disertai nada senang di depan mitra tuturnya. Kedua tuturan itu dapat dipersepsi sebagai tuturan yang memiliki katagori basa-basi. Hal tersebut dapat dikatakan demikian karena kedua tuturan itu dikatakan dengan nada sungkan, terlebih tuturan (D1) dan (D2) dikatakan dengan suara yang sedang, sementara apa yang dilontarkan penutur hanya merupakan respons yang terjadi antara penutur dan mitra tutu ryang menyebabkan kadar basa-basi jelas terlihat. Tuturan yang disampaikan dengan tekanan sedang dan intonasi berita dapat pula berpotensi seperti rasa senang mitra tutur atas ungkapan terima kasih penutur. Dengan demikian, penanda basa-basi linguistik berikutnya untuk tuturan basa-basi berterima kasih adalah tekanan sedang dan intonasi berita berupa rasa senang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
119
Pembahasan berikutnya mengenai pilihan kata, Keraf (1981:23) mengatakan pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Pilihan kata dalam kelima tuturan itu meliputi kata nonstandar berupa kata tidak baku dan kata fatis serta terdapat pula kata jargon berupa umpatan. Kata nonstandar yang berupa kata tidak baku terdapat pada tuturan (D1) yaitu suwun. Kata tidak baku ini menandakan bahwa penutur sudah merasa dekat dengan mitra tutur. Kata fatis itu digunakan untuk memberikan penegasan pada tuturan yang diujarkan. Ada pula penggunaan kata fatis pada tuturan (D2) yaitu oh. Kata fatis itu digunakan untuk memberikan penegasan pada tuturan yang akan diujarkan dan sebagi awalan tuturan basa-basi. ketika
menyampaikan
maksud
Dengan pilihan kata yang tepat
dalam
konteks
tertentu
dapat
menggambarkan pemakaian bahasa penuturnya. Beralih ke pembahasan terkait wujud basa-basi dan penanda basabasi nonlinguistik. Pada kedua tuturan dapat dilihat dari konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984: 44). Selanjutnya ditegaskan oleh Rahardi (2003:20) bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120
diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Konteks tuturan dapat diuraikan mulai dari dimensi penutur dan mitra tutur. Kedua tuturan tersebut dituturkan oleh keluarga kesultanan kepada masyarakat. Hal yang membedakan adalah dimensi sosial penutur dan mitra tutur pada kedua tuturan itu yang berupa dimensi jenis kelamin. Tuturan (D1) dan (D3) penutur dan mitra tuturnya adalah laki-laki, Berkaitan dengan dimensi jenis kelamin, bahasa untuk laki-laki cenderung keras, sedangkan bahasa perempuan cenderung lebih lembut (Rahardi, 2011:161). Namun, dalam tuturan (D1) dan (D2) dapat ditemukan tuturan yang lembut sekalipun yang menuturkan adalah laki-laki. Selanjutnya, konteks tuturan meliputi pula waktu terjadi, tempat, suasana dan latar belakang pengetahuan penutur dan mitra tutur. Berikut akan dijelaskan lebih rinci masing-masing tuturan itu. Tuturan (D1) terjadi pada pagi hari pukul 09.15 WIB di Dwarapura ruang kerja keraton. Suasana di ruang tersebut tenang dan ramah. Pada saat itu penutur sedang berbincang dengan mitra tutur. Penutur meminta bantuan dan menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur. mitra tutur pun menyanggupi permintaan penutura. Penutur pun berjabat tangan dan tersenyum. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga dua orang peremuan dan merupakan masyarakat yang sedang diberikan arahan untuk membantu G.K.R. Hemas. Tuturan penutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
121
merespons tuturan dari mitra tutur dengan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menanggapi salam dari mitra tutur walaupun penutur sudah mengetahui maksud dari tuturan mitra tutur. Tuturan (D2) terjadi di pelataran keraton diblakang tempat pementasan gamelan yaitu pada pagi hari pukul 09.30 WIB. Suasana di tempat tersebut santai dan ramah. Saat itu penutur sedang duduk dan menikmati suara gamelan. Mitra tutur menghampiri penutur dan menanyakan sesuatu. Mitra tutur mengucakapkan terima kasih atas jawaban dari penutur. Penutur merespons ucapan terima kasih dari mitra tutur. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, sedangkan mitra tutur adalah wisatawan asing yang sedang berkunjung di keraton dan merupakan masyarakat di lingkungan keraton Yogyakarta. Tuturan penutur merespons tuturan dari mitra tutur dengan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menanggapi tuturan dari mitra tutur walaupun penutur sudah mengetahui maksud dari tuturan mitra tutur. Berdasarkan uraian konteks yang telah dipaparkan di atas, kedua konteks tersebut dapat membantu memperjelas maksud yang terdapat pada setiap tuturan yang dituturkan oleh penutur itu. Hal ini sejalan dengan Mey (1993:38) yang mengatakan konteks sebagai the surrounding, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expression of their interaction intelliegible
(lingkungan
sekitar
dalam
arti
luas
sesuatu
yang
memungkinkan peserta tuturan dapat berinteraksi, dan yang dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
122
membuat tuturan mereka dapat dipahami). Selain menunjukkan maksud dari sebuah tuturan, konteks juga dapat membantu apakah tuturan itu dapat dikatakan sebagai tuturan yang santun atau tidak. Seperti yang diungkapkan Pranowo (2009:97-98) konteks situasi tertentu dapat memengaruhi kesantunan pemakaian bahasa. Dalam konteks tuturan (D1) terlihat bahwa penutur seperti mengungkapkan rasa terima kasih dengan mitra tutur dalam memaparkan tuturannya, seangkan tuturan (D2) terlihat bahwa penutur seperti merespons tuturan terima kasih dari mitra tutur sehingga dalam kedua tuturan yang terlontar mengarah ke rasa senang dari penutur. Walaupun tuturan (D1) dan (D2) dikatakan dengan strata sosial yang berbeda, tetapi tuturan yang di paparkan oleh penutur memberikan kesan senang mitra tutur dengan tuturan penutur. Berbicara mengenai maksud, kedua tuturan tersebut memiliki maksud yang cenderung sama yaitu mengekspresikan rasa senang terhadap mitra tuturnya. Tuturan (D1) dan (D2) memiliki maksud berupa ekspresi senang dari penutur kepada mitra tutur. Selain itu, adanya tuturan (D1) dan D2) tersebut memberikan keuntungan bagi mitra tutur yang seakan rasa senang mitra tutur dengan tuturan penutur. Berdasarkan uraian di atas, kedua tuturan yang disampaikan penutur lebih mengarah ke perilaku basa-basi berbahasa berterima kasih karena tuturan tersebut terkesan mengukuhkan pembicaraan dengan ungkapan terima kasih. Kridalakasna (1986:111) menjelaskan bahwa basabasi
merupakan
tuturan
yang
dipergunakan
untuk
memulai,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
123
mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara. Sejalan dengan Keidalaksana, tuturan basa-basi berterima kasih itu mengarah pada sebuah tuturan yang dapat digolongkan terima kasih dari penutur kepada mitra tuturnya. Semua mitra tutur pada kedua tuturan itu seperti dipedulikan oleh penutur yang tuturannya disampaikan secara langsung dan terus terang di depan mitra tutur yang menyebabkan timbulnya keuntungan bagi mitra tuturnya. Keuntungan tersebut seperti merasa senangnya mitra tutur oleh tuturan penutur. Hal tersebut dapat dikatakan demikian berdasarkan uraian dari penanda basa-basi linguistik dan nonlinguistik yang telah dipaparkan sebelumnya. Seperti yang telah dipaparkan, penanda basa-basi linguistik dapat dilihat dari penggunaan nada yang rendah, tekanan yang cenderung sedang, intonasi berita berupa rasa senang,
serta pilihan kata yang tidak sesuai seperti kata-kata
nonstandar, sedangkan untuk penanda basa-basi nonlinguistik dapat dilihat dari konteks tuturan itu. 4.3.5
Meminta Berdasarkan data yang telah didapatkan oleh peneliti sebanyak 40
tuturan yang basa-basi, terdapat 9 tuturan yang termasuk ke dalam basabasi yang memberi salam. Tuturan-tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi yang dituturkan oleh para keluarga kesultanan keraton Yogyakarta. Tuturan yang berjumlah 9 itu memiliki penanda basa-basi linguistik dan juga penanda basa-basi nonlinguistik yang dapat dilihat dari konteks tuturan yang melingkupinya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
124
Perilaku basa-basi meminta lebih mengarah pada sebuah tuturan yang disampaikan penutur untuk mengekpresikan harapan baik ketika sesuatu yang berhubungan dengan masa depan sesorang akan terjadi pada mitra tutur. Dengan demikian, sebuah tuturan dapat dikatakan basa-basi meminta jika tuturan tersebut telah membuat mitra tutur merasa senang Contoh: (E1) silahkan duduk di sini (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur telah selasai berbicara dengan mitra tutur lainya. Suasana santai dan ramah. Penutur memanggil mitra tutur dan mempersilahkan duduk mitra tutur dengan menujuk kursi menggunakan ibu jari. Mitra tutur pun maju dan duduk di di depan meja penutur) (E2)kinten-kinten saget mboten menawi tugas mekaten? (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur sedang bercakap dengan mitra tutur. Suasana tenang dan santai. Penutur menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur untuk meminta bantuan dari mitra tutur) (E3)injih mekaten, menika sak lajengipun kula caosi perso njih? (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur sedang menjelaskan rencana kerja kepada mitra tutur. Suasana tenang dan santai. Penutur menyerahkan semua tugas kepada mitra tutur dan mempercayai mitra tutur. Selanjutnya penutur meminta laporan untuk seterusnya) Ketiga tuturan tersebut merupakan wujud basa-basi linguistik berupa tuturan lisan yang telah ditranskrip. Dalam penelitian ini penanda basa-basi linguistik ketiga tuturan di atas dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan pilihan kata. Dalam tuturan (E1), (E2), dan (E3) penutur menyampaikan tuturannya dengan nada rendah. Penggunaan nada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
125
tersebut menunjukkan ekspresi sungkan penutur terhadap mitra tutur. Nada tuturan yang rendah itu menunjukkan suasana hati penutur yang merasa menghormati dengan adanya mitra tutur. Hal tersebut sejalan dengan Pranowo (2009:77) nada bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Oleh karena itu tuturan basa-basi dapat di kategorikan meminta maaf bila tuturan tersebut mengandung maksud dan rasa sungkan dari nada tutur yang diutarakan. Ketiga tuturan itu dapat dipersepsi memiliki basa-basi karena pada nada tuturan (E1), (E2), dan (E3) dikatakan dengan nada rendah berupa rasa menghormati terhadap mitra tutur. Selain itu, dapat dipersepsi pula bahwa seorang penutur dapat menyenangkan hati mitra tuturnya apabila nada tutur yang dipakai adalah nada rendah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nada rendah merupakan salah satu penanda linguistik untuk tuturan yang meminta. Selanjutnya, mengenai tekanan dan intonasi dapat diuraikan sebagai berikut. Ketiga tuturan itu dikatakan dengan tekanan sedang. Muslich (2008:113) mengatakan tidak semua kata dalam kalimat ditekankan
sama,
hanya
kata-kata
yang dianggap
penting atau
dipentingkan yang mendapatkan tekanan. Hal tersebut dapat dilihat pada masing-masing dari tiga tuturan itu. Pada tuturan (E1) terdapat tekanan pada pengucapan tuturan silahkan duduk. Tuturan (E2) terdapat tekanan pada pengucapan tuturan kinten-kinten saget mboten. Pada tuturan (E3) terdapat tekanan pada pengucapan tuturan sak lajengipun kula caosi perso
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
126
njih? Beberapa bagian tuturan yang ditekankan pada ketiga tuturan tersebut merupakan bagian tuturan yang dipentingkan penutur ketika mengungkapkan rasa hormat penutur dalam basa-basi meminta. Lebih lanjut pembahasan mengenai intonasi, menurut Muslich (2008:115) pada tataran kalimat, variasi-variasi nada pembeda maksud disebut intonasi. Intonasi pada sebuah tuturan terdiri dari tiga pola yaitu pola kalimat berita yang ditandai dengan pola intonasi datar turun, kalimat tanya yang berpola datar naik, dan kalimat perintah yang berpola datar tinggi. Pada tuturan (E1) memiliki intonasi printah yang berpola datar sedang yang menunjukkan ekspresi menghormati dan menghargai penutur akan adanya mitra tutur. Pada tuturan (E2) dan (E3) memiliki intonasi tanya yang berpola datar sedang yang menunjukakan ekspresi hormat dan menghargai penutur terhadap mitra tutur. Ketiga tuturan tersebut samasama dikatakan dengan suara sedang disertai nada menghormati dan menghargai di depan mitra tuturnya. Dalam hal ini, ketiga tuturan itu dapat dipersepsi sebagai tuturan yang memiliki katagori basa-basi. Hal tersebut dapat dikatakan demikian karena ketiga tuturan itu dikatakan dengan nada menghormati dan menghargai, terlebih tuturan (E1), (E2), dan (E3) dikatakan dengan suara yang sedang, sementara apa yang dilontarkan penutur tidak sesuai dengan konteks pembicaraan yang akan terjadi dan mitra tutur dekat menyebabkan kadar basa-basi jelas terlihat. Tuturan yang disampaikan dengan tekanan sedang dan intonasi perintah ataupun tanya dapat pula berpotensi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
127
menyenangkan hati mitra tuturnya dan mengalihkan tuturan utamanya. Dengan demikian, penanda basa-basi linguistik berikutnya untuk tuturan basa-basi meminta adalah tekanan sedang dan intonasi perintah ataupun tanya berupa rasa menghormati. Pembahasan berikutnya mengenai pilihan kata, Keraf (1981:23) mengatakan pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Pilihan kata dalam kelima tuturan itu meliputi kata nonstandar berupa kata tidak baku, kata fatis. Kata nonstandar yang berupa kata fatis terdapat pada tuturan (E3) yaitu njih. Kata fatis itu digunakan untuk memberikan penegasan pada tuturan yang diujarkan. Ada pula penggunaan kata tidak baku pada tuturan (E1) yaitu silahkan, kata tidak baku ini menandakan bahwa penutur sudah merasa dekat dengan mitra tutur. Dengan pilihan kata yang tepat ketika menyampaikan maksud dalam konteks tertentu dapat menggambarkan pemakaian bahasa penuturnya. Pembahasan berikutnya terkait wujud basa-basi dan penanda basabasi nonlinguistik pada ketiga tuturan dapat dilihat dari konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984: 44). Selanjutnya ditegaskan oleh Rahardi (2003:20) bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
128
semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Adapun konteks tuturan dapat diuraikan mulai dari dimensi penutur dan mitra tutur. Ketiga tuturan tersebut dituturkan oleh keluarga kesultanan kepada masyarakat. Hal yang membedakan adalah dimensi sosial penutur dan mitra tutur pada ketiga tuturan itu yang berupa dimensi jenis kelamin. Tuturan (E1), (E2), dan (E3) penutur dan mitra tuturnya adalah laki-laki, Berkaitan dengan dimensi jenis kelamin, bahasa untuk laki-laki cenderung keras, sedangkan bahasa perempuan cenderung lebih lembut (Rahardi, 2011:161). Namun, dalam tuturan (E1), (E2), dan (E3) dapat ditemukan tuturan yang lembut sekalipun yang menuturkan adalah laki-laki. Selanjutnya, konteks tuturan meliputi pula waktu terjadi, tempat, suasana dan latar belakang pengetahuan penutur dan mitra tutur. Berikut akan dijelaskan lebih rinci masing-masing tuturan itu. Tuturan (E1) terjadi pada pagi hari pukul 09.15 WIB di dwanaura ruang kerja keraton. Suasana di ruangan tersebut santai dan ramah. Saat itu penutur telah selasai berbicara dengan mitra tutur lainya. Penutur memanggil mitra tutur dan mempersilahkan duduk mitra tutur dengan menujuk kursi menggunakan ibu jari. Mitra tutur pun maju dan duduk di depan meja penutur. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
129
mahasiswa yang sedang melakukan penelitian dan merupakan masyarakat lingkungan
keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan
lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menghormati mitra tutur yang baru saja datang menemui penutur. Adapun tuturan penutur ditegaskan dengan kinestetik penutur dengan mengacungkan ibu jari tanda mempersilahkan. Tuturan (E2) terjadi pada pagi hari pukul 09.15 WIB di Dwarapura ruang kerja keraton. Suasana di ruang tersebut ramah dan santai.Tuturan terjadi ruang kerja keraton ketika penutur sedang bercakap dengan mitra tutur. Penutur menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur untuk meminta bantuan dari mitra tutur. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan masyarakat skitar lingkungan keraton yang sedang diminta untuk membantu pekerjaan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menghormati mitra tutur yang baru saja datang menemui penutur. Pada Tuturan (E3), tuturan terjadi pagi hari 09.15 WIB di Dwarapura ketika penutur sedang berbincang dengan mitra tutur. Suasana di ruang tersebut tenang dan santai. Tuturan terjadi ruang kerja keraton ketika penutur sedang menjelaskan rencana kerja kepada mitra tutur. Penutur menyerahkan semua tugas kepada mitra tutur dan mempercayai mitra tutur. Selanjutnya penutur meminta laporan untuk seterusnya. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan masyarakat skitar lingkungan keraton yang sedang di minta
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
130
untuk membantu pekerjaan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk menghormati mitra tutur yang baru saja datang menemui penutur. Berdasarkan uraian konteks yang telah dipaparkan di atas, ketiga konteks tersebut dapat membantu memperjelas maksud yang terdapat pada setiap tuturan yang dituturkan oleh penutur itu. Hal ini sejalan dengan Mey (1993:38) yang mengatakan konteks sebagai the surrounding, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expression of their interaction intelliegible
(lingkungan
sekitar
dalam
arti
luas
sesuatu
yang
memungkinkan peserta tuturan dapat berinteraksi, dan yang dapat membuat tuturan mereka dapat dipahami). Selain menunjukkan maksud dari sebuah tuturan, konteks juga dapat membantu apakah tuturan itu dapat dikatakan sebagai tuturan yang santun atau tidak. Seperti yang diungkapkan Pranowo (2009:97-98) konteks situasi tertentu dapat memengaruhi kesantunan pemakaian bahasa. Dalam konteks tuturan (E1), (E2), dan (E3) terlihat bahwa penutur seperti merasa sungkan dengan mitra tutur dalam memaparkan tuturannya, sehingga tuturan yang terlontar mengarah ke tututan meminta dari penutur. Walaupun tuturan (E1), (E2), dan (E3) dikatakan dengan strata sosial yang berbeda, tetapi tuturan yang dipaparkan oleh penutur memberikan kesan rasa dihormatinya mitra tutur dengan tuturan penutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
131
Konteks tuturan (E1), (E2), dan (E3), yang telah dipaparkan di atas terdapat beberapa tuturan yang menggunakan bahasa tubuh mitra tutur yang dapat dipersepsikan sebagai tuturan basa-basi berbahasa. Seperti tuturan (E1) yang menggunakan ibu jari untuk menunjukan arah dan mempersilahkan. Jika dilihat dari sisi bahasa Indonesia bahasa tubuh yang digunakan penutur dalam tuturan (E1) dapat dikatagorikan sebagai basabasi berbahasa. Namun, dilihat dari sisi konteks kultural bahasa tubuh yang digunakan penutur lebih mengarah ke ciri khas gaya bahasa tubuh di keraton Yogyakarta yang sudah memiliki maksud tersendiri. Berbicara mengenai maksud, ketiga tuturan tersebut memiliki maksud yang cenderung sama yaitu memberikan rasa hormat terhadpa mitra tuturnya. Tuturan (E1), (E2), dan (E3) memiliki maksud berupa ekspresi sungkan dari penutur kepada mitra tutur. Berdasarkan uraian di atas, tuturan yang disampaikan penutur lebih mengarah ke perilaku basa-basi berbahasa meminta. Jakobson dalam tesis Waridin (2008:15) mendefinisikan basa-basi sebagai tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian kawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan. Basa-basi meminta itu mengarah pada sebuah tuturan yang dapat menyenangkan hati mitra tuturannya. Semua mitra tutur pada ketiga tuturan itu seperti dihargai oleh penutur yang tuturannya disampaikan secara langsung dan terus terang di depan mitra tutur yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
132
menyebabkan timbulnya keuntungan bagi mitra tuturnya. Keuntungan tersebut seperti merasa dihargai dan dihormati oleh penutur. Hal tersebut dapat dikatakan demikian berdasarkan uraian dari penanda basa-basi linguistik dan nonlinguistik yang telah dipaparkan sebelumnya. Seperti yang telah dipaparkan, penanda basa-basi linguistik dapat dilihat dari penggunaan nada yang rendah , tekanan yang cenderung sedang, intonasi perintah ataupun tanya berupa rasa hormat dan menghargai, serta pilihan kata yang tidak sesuai seperti kata- kata nonstandar, sedangkan untuk penanda basa-basi nonlinguistik dapat dilihat dari konteks tuturan itu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.3.6
133
Menerima Berdasarkan data yang telah didapatkan oleh peneliti sebanyak 40
tuturan yang basa-basi, terdapat 11 tuturan yang termasuk ke dalam basabasi yang memberi salam. Tuturan-tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi yang dituturkan oleh para keluarga kesultanan keraton Yogyakarta. Tuturan yang berjumlah 11 itu memiliki penanda basa-basi linguistik dan juga penanda basa-basi nonlinguistik yang dapat dilihat dari konteks tuturan yang melingkupinya. Perilaku basa-basi menerima lebih mengarah pada sebuah tuturan yang disampaikan penutur untuk menerima (menghargai) basa-basi dari mitra tutur. Dengan demikian, sebuah tuturan dapat dikatakan basa-basi memberi menerima jika tuturan tersebut telah membuat mitra tutur merasa senang Contoh: (F1) njih monggo, nderekaken (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur sedang bercakap dengan mitra tutu. Suasana tenang dan ramah. Mitra tutur merasa sudah cukup berbincang dan mohon pamit. Penutur pun merespons dan bersalman) (F4) oh njih-njih, monggo (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika penutur sedang sibuk membaca arsip Dwarapura. Suasana tenang dan santai. Mitra tutur menghampiri penutur yang sedang duduk sibuk membaca. Penutur kaget dan langsung sepontan menjawab mitra tutur)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
134
Kedua tuturan tersebut merupakan wujud basa-basi linguistik berupa tuturan lisan yang telah ditranskrip. Dalam penelitian ini penanda basa-basi linguistik kedua tuturan di atas dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan pilihan kata. Dalam tuturan (F1), dan (F3), penutur menyampaikan tuturannya dengan nada rendah. Penggunaan nada tersebut menunjukkan ekspresi menghargai penutur terhadap mitra tutur. Nada tuturan yang rendah itu menunjukkan suasana hati penutur yang merasa peduli dengan musibah yang akan menimpa atau sudah dialami mitra tutur. Hal tersebut sejalan dengan Pranowo (2009:77) nada bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Oleh karena itu tuturan basa-basi dapat di kategorikan simpati bila tuturan tersebut mengandung maksud dan rasa peduli dari nada tutur yang diutarakan. Kedua tuturan itu dapat dipersepsi memiliki basa-basi karena pada nada tuturan (F1) dan (F4) dikatakan dengan nada sedang berupa rasa peduli terhadap mitra tutur. Selain itu, dapat dipersepsi pula bahwa seorang penutur dapat menghargai mitra tuturnya apabila nada tutur yang dipakai adalah nada rendah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nada rendah merupakan salah satu penanda linguistik untuk tuturan yang menerima. Penanda lingistik selanjutnya adalah mengenai tekanan dan intonasi dapat diuraikan sebagai berikut. Kedua tuturan itu dikatakan dengan tekanan sedang. Muslich (2008:113) mengatakan tidak semua kata dalam kalimat ditekankan sama, hanya kata-kata yang dianggap penting
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
135
atau dipentingkan yang mendapatkan tekanan. Hal tersebut dapat dilihat pada masing-masing dari dua
tuturan itu. Pada tuturan (F1) terdapat
tekanan pada pengucapan tuturan njih monggo. Pada tuturan (F4) terdapat pengucapan tuturan oh njih-njih monggo. Beberapa bagian tuturan yang ditekankan pada kedua tuturan tersebut merupakan bagian tuturan yang dipentingkan penutur ketika mengunapkan rasa menghargai dalam tuturan basa-basi menerima. Beralih ke pembahasan mengenai intonasi. Menurut Muslich (2008:115) pada tataran kalimat, variasi-variasi nada pembeda maksud disebut intonasi. Intonasi pada sebuah tuturan terdiri dari tiga pola yaitu pola kalimat berita yang ditandai dengan pola intonasi datar turun, kalimat tanya yang berpola datar naik, dan kalimat perintah yang berpola datar tinggi. Pada tuturan (F1) dan (F4) memiliki intonasi berita yang berpola datar sedang yang menunjukkan ekspresi menghargai penutur akan basabasi yang diutarakan mitra tutur. Kedua tuturan tersebut sama-sama dikatakan dengan suara sedang disertai nada peduli di depan mitra tuturnya. Kedua tuturan itu dapat dipersepsi sebagai tuturan yang memiliki katagori basa-basi. Hal tersebut dapat dikatakan demikian karena kedua tuturan itu dikatakan dengan nada sungkan, terlebih tuturan (F1) dan (F4) dikatakan dengan suara yang sedang, sementara apa yang dilontarkan penutur untuk merespons tuturan basa-basi mitra tutur dan mitra tutur dekat menyebabkan kadar basa-basi jelas terlihat. Tuturan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
136
disampaikan dengan tekanan sedang dan intonasi berita atau tanya dapat pula berpotensi seperti diperhatikannya mitra tutur dan mengalihkan tuturan utamanya. Dengan demikian, penanda basa-basi linguistik berikutnya untuk tuturan basa-basi menerima adalah tekanan sedang dan intonasi berita berupa rasa menghargai. Pembahasan berikutnya mengenai pilihan kata, Keraf (1981:23) mengatakan pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Pilihan kata dalam kelima tuturan itu meliputi kata nonstandar berupa kata tidak baku dan kata fatis serta terdapat pula kata jargon berupa umpatan. Kata nonstandar yang berupa Kata fatis pada tuturan (F1) dan (F4) yaitu njih dan oh. Kata fatis itu digunakan untuk memberikan penegasan pada tuturan yang akan diujarkan. Dengan pilihan kata yang tepat ketika menyampaikan maksud dalam konteks tertentu dapat menggambarkan pemakaian bahasa penuturnya. Beralih ke pembahasan terkait wujud basa-basi dan penanda basabasi nonlinguistik. Pada kedua tuturan dapat dilihat dari konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984: 44). Selanjutnya ditegaskan oleh Rahardi (2003:20) bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
137
semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Konteks tuturan dapat diuraikan mulai dari dimensi penutur dan mitra tutur. Kedua tuturan tersebut dituturkan oleh keluarga kesultanan kepada masyarakat. Hal yang membedakan adalah dimensi sosial penutur dan mitra tutur pada kedua tuturan itu yang berupa dimensi jenis kelamin. Tuturan (F1) dan (F4) penutur dan mitra tuturnya adalah laki-laki, Berkaitan dengan dimensi jenis kelamin, bahasa untuk laki-laki cenderung keras, sedangkan bahasa perempuan cenderung lebih lembut (Rahardi, 2011:161). Namun, dalam tuturan (F1) dan (F4) dapat ditemukan tuturan yang lembut sekalipun yang menuturkan adalah laki-laki. Selanjutnya, konteks tuturan meliputi pula waktu terjadi, tempat, suasana dan latar belakang pengetahuan penutur dan mitra tutur. Berikut akan dijelaskan lebih rinci masing-masing tuturan itu. Tuturan (F1) terjadi pada siang hari pukul 09.20 WIB di Parentahageng ruang kerja keraton. Suasana di ruang tersebut tenang dan ramah. Tuturan terjadi ketika penutur sedang duduk didalam ruang kerja. Mitra tutur datang dengan membawa beberapa surat. Penutur pun menerima surat tersebut. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
138
sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk merespons tuturan mitra tutur ketika menyerahkan surat ijin penelitian. Tuturan (F4) terjadi di Dwarapura pada sianghari pukul 10.40. Suasana di ruangan tersebuttenang dan santai. Saat itu penutur sedang sibuk membaca arsip Dwarapura. Mitra tutur menghampiri penutur yang sedang duduk dan sibuk membaca. Penutur kaget dan langsung sepontan menjawab mitra tutur. Penutur lakilaki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan lakilaki dan merupakan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di lingkungan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk merespons tuturan mitra tutur ketika menyerahkan surat ijin penelitian Berdasarkan uraian konteks yang telah dipaparkan di atas, kedua konteks tersebut dapat membantu memperjelas maksud yang terdapat pada setiap tuturan yang dituturkan oleh penutur itu. Hal ini sejalan dengan Mey (1993:38) yang mengatakan konteks sebagai the surrounding, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expression of their interaction intelliegible
(lingkungan
sekitar
dalam
arti
luas
sesuatu
yang
memungkinkan peserta tuturan dapat berinteraksi, dan yang dapat membuat tuturan mereka dapat dipahami). Selain menunjukkan maksud dari sebuah tuturan, konteks juga dapat membantu apakah tuturan itu dapat dikatakan sebagai tuturan yang santun atau tidak. Seperti yang diungkapkan Pranowo (2009:97-98) konteks situasi tertentu dapat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
139
memengaruhi kesantunan pemakaian bahasa. Dalam konteks tuturan (F1) dan (F4) terlihat bahwa penutur seperti menghargai dengan mitra tutur dalam memaparkan tuturannya, sehingga tuturan yang terlontar mengarah ke fase menghargai dari penutur. Walaupun tuturan (F1) dan (F4) dikatakan dengan strata sosial yang berbeda, tetapi tuturan yang di paparkan oleh penutur memberikan kesan dihargainya mitra tutur dengan respons dari tuturan penutur. Berbicara mengenai maksud, kedua tuturan tersebut memiliki maksud yang cenderung sama yaitu mengekspresikan rasa menghargai terhadap tuturan mitra tuturnya. Tuturan (F1) dan (F4) memiliki maksud berupa ekspresi menghargai dari penutur kepada mitra tutur terlbih menghargai pada tuturan dari mirttra tutur. Selain itu, adanya tuturan (F1) dan F4) tersebut memberikan keuntungan bagi mitra tutur yang seakan dihargainya mitra tutur dengan tuturan penutur. Jakobson dalam tesis Waridin (2008:15) mendefinisikan bahwa basa-basi
adalah
tuturan
yang
dipergunakan
untuk
memulai,
mempertahankan, atau memutuskan komunikasi untuk memastikan berfungsinya saluran komunikasi dan untuk menarik perhatian lawan bicara atau menjaga agar kawan bicara tetap memperhatikan. Sejalan dengan Jaksbon, tuturan basa-basi menerima itu mengarah pada sebuah tuturan yang dapat digolongkan menghargai dari penutur kepada mitra tuturnya. Semua mitra tutur pada kedua tuturan itu seperti dihargainya tuturan mitra tutur oleh penutur yang tuturannya disampaikan secara
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
140
langsung dan terus terang di depan mitra tutur yang menyebabkan timbulnya keuntungan bagi mitra tuturnya. Keuntungan tersebut seperti merasa dihargainya mitra tutur oleh penutur. Hal tersebut dapat dikatakan demikian berdasarkan uraian dari penanda basa-basi linguistik dan nonlinguistik yang telah dipaparkan sebelumnya. Seperti yang telah dipaparkan, penanda basa-basi linguistik dapat dilihat dari penggunaan nada yang rendah, tekanan yang cenderung sedang, intonasi berita berupa rasa menghargai, serta pilihan kata yang tidak sesuai seperti kata-kata nonstandar, sedangkan untuk penanda basa-basi nonlinguistik dapat dilihat dari konteks tuturan itu. 4.3.7
Menolak Berdasarkan data yang telah didapatkan oleh peneliti sebanyak 40
tuturan yang basa-basi, terdapat 3 tuturan yang termasuk ke dalam basabasi yang menolak. Tuturan-tuturan tersebut merupakan tuturan basa-basi yang dituturkan oleh para keluarga kesultanan keraton Yogyakarta. Tuturan yang berjumlah 3 itu memiliki penanda basa-basi linguistik dan juga penanda basa-basi nonlinguistik yang dapat dilihat dari konteks tuturan yang melingkupinya. Perilaku basa-basi menerima lebih mengarah pada sebuah tuturan yang disampaikan penutur untuk menolak (melanggar) basa-basi dari mitra tutur dan merupakan kategori dari basa-basi berbahasa. Dengan demikian, sebuah tuturan dapat dikatakan basa-basi memberi menolak jika tuturan tersebut telah membuat mitra tutur merasa sungkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
141
Contoh: (G1) oh tidak, trimaksaih (konteks tuturan: tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton ketika mitra tutur melihat penutur kerepotan membawa peralatan panahnya untuk dibawa ke tempat ceramah abdi dalem. Suasana tenang dan ramah. Mitra tutur menghampiri penutur dan menawarkan bantuan. Penutur merespons dan tersenyum) (G3) oh tidak, saya malah senang bisa membantu (konteks tuturan: tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton ketika mitra tutur mengembalikan buku yang dipinjamkan oleh penutur. Suasana tenang dan ramah. Mitra tutur berterimaksih dan memita maaf telah merepotkan. Penutur tersenyum) Kedua tuturan tersebut merupakan wujud basa-basi linguistik berupa tuturan lisan yang telah ditranskrip. Dalam penelitian ini penanda basa-basi linguistik kedua tuturan di atas dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan pilihan kata. Dalam tuturan (G1) dan (G3), penutur menyampaikan tuturannya dengan nada sedang. Penggunaan nada tersebut menunjukkan ekspresi sungkan penutur terhadap mitra tutur. Nada tuturan yang sedang itu menunjukkan suasana hati penutur yang merasa sungkan dengan tuturan mitra tutur.
Hal tersebut sejalan dengan Pranowo
(2009:77) nada bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya. Oleh karena itu tuturan basa-basi dapat di kategorikan menolak bila tuturan tersebut mengandung maksud dan rasa sungkan dari nada tutur yang diutarakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
142
Kedua tuturan itu dapat dipersepsi memiliki basa-basi karena pada nada tuturan (G1) dan (G3) dikatakan dengan nada sedang berupa rasa sungkan terhadap mitra tutur. Selain itu, dapat dipersepsi pula bahwa seorang penutur dapat membuat sungkan mitra tuturnya apabila nada tutur yang dipakai adalah nada sedang. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nada sedang merupakan salah satu penanda linguistik untuk tuturan yang menolak. Penanda lingistik selanjutnya adalah mengenai tekanan dan intonasi dapat diuraikan sebagai berikut. Kedua tuturan itu dikatakan dengan tekanan sedang. Muslich (2008:113) mengatakan tidak semua kata dalam kalimat ditekankan sama, hanya kata-kata yang dianggap penting atau dipentingkan yang mendapatkan tekanan. Hal tersebut dapat dilihat pada masing-masing dari dua tuturan itu. Tuturan (G1) dan (G3) terdapat tekanan pada pengucapan tuturan oh tidak. Beberapa bagian tuturan yang ditekankan pada kedua tuturan tersebut merupakan bagian tuturan yang dipentingkan penutur ketika mengunapkan rasa sungkan dalam tuturan basa-basi menolak. Beralih ke pembahasan mengenai intonasi. Menurut Muslich (2008:115) pada tataran kalimat, variasi-variasi nada pembeda maksud disebut intonasi. Intonasi pada sebuah tuturan terdiri dari tiga pola yaitu pola kalimat berita yang ditandai dengan pola intonasi datar turun, kalimat tanya yang berpola datar naik, dan kalimat perintah yang berpola datar tinggi. Pada tuturan (G1) dan (G3) memiliki intonasi berita yang berpola
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
143
datar sedang yang menunjukkan ekspresi sungkan penutur akan basa-basi yang diutarakan mitra tutur. Kedua tuturan tersebut sama-sama dikatakan dengan suara sedang disertai nada sungkan di depan mitra tuturnya. Kedua tuturan itu dapat dipersepsi sebagai tuturan yang memiliki katagori basa-basi. Hal tersebut dapat dikatakan demikian karena kedua tuturan itu dikatakan dengan nada sungkan, terlebih tuturan (G1) dan (G3) dikatakan dengan suara yang sedang, sementara apa yang dilontarkan penutur adalah untuk merespons tuturan basa-basi mitra tutur dan mitra tutur dekat menyebabkan kadar basa-basi jelas terlihat. Tuturan yang disampaikan dengan tekanan sedang dan intonasi berita berpotensi seperti rasa sungkan mitra tutur atas tertolaknya tuturan basa-basi mitra tutur. Dengan demikian, penanda basa-basi linguistik berikutnya untuk tuturan basa-basi menolak adalah tekanan sedang dan intonasi berita berupa rasa sungkan. Pembahasan berikutnya mengenai pilihan kata, Keraf (1981:23) mengatakan pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Pilihan kata dalam kelima tuturan itu meliputi kata nonstandar berupa kata tidak baku dan kata fatis serta terdapat pula kata jargon berupa umpatan. Kata nonstandar yang berupa kata fatis pada tuturan (G1) dan (G3) yaitu oh. Kata fatis itu digunakan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
144
memberikan penegasan pada tuturan yang akan diujarkan. Dengan pilihan kata yang tepat ketika menyampaikan maksud dan maksud dalam konteks tertentu dapat menggambarkan pemakaian bahasa penuturnya. Beralih ke pembahasan terkait wujud basa-basi dan penanda basabasi nonlinguistik. Pada kedua tuturan dapat dilihat dari konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Istilah konteks sering digunakan untuk menerangkan peristiwa bahasa sebagai salah satu petunjuk untuk lebih memahami masalah arti bahasa (Anwar, 1984: 44). Selanjutnya ditegaskan oleh Rahardi (2003:20) bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Konteks tuturan dapat diuraikan mulai dari dimensi penutur dan mitra tutur. Kedua tuturan tersebut dituturkan oleh keluarga kesultanan kepada masyarakat. Hal yang membedakan adalah dimensi sosial penutur dan mitra tutur pada kedua tuturan itu yang berupa dimensi jenis kelamin. Tuturan (G1) dan (G3) penutur dan mitra tuturnya adalah laki-laki, Berkaitan dengan dimensi jenis kelamin, bahasa untuk laki-laki cenderung keras, sedangkan bahasa perempuan cenderung lebih lembut (Rahardi, 2011:161). Namun, dalam tuturan (G1) dan (G3)dapat ditemukan tuturan yang lembut sekalipun yang menuturkan adalah laki-laki.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
145
Selanjutnya, konteks tuturan meliputi pula waktu terjadi, tempat, suasana dan latar belakang pengetahuan penutur dan mitra tutur. Berikut akan dijelaskan lebih rinci masing-masing tuturan itu. Tuturan (G1) terjadi pada siang hari pukul 10.00 WIB di Dwarapura ruang kerja keraton ketika mitra tutur melihat penutur kerepotan membawa peralatan panahnya untuk dibawa ke tempat ceramah abdi dalem. Suasana diruang tersebut pada saat itu tenang dan ramah. Mitra tutur menghampiri penutur dan menawarkan bantuan. Penutur merespons dan tersenyum. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan wisatawan yang sedang berkunjung di lingkungan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk merespons tuturan mitra tutur. Tuturan (G3) terjadi siang hari pukul 10.40 WIB di Parentahageng ruang kerja keraton ketika mitra tutur mengembalikan buku yang dipinjamkan oleh penutur. Suasana di tempat tersebut pada saat itu tenang dan ramah. Mitra tutur berterima kasih dan memita maaf telah merepotkan. Penutur tersenyum. Penutur laki-laki dan merupakaan bangsawan keraton, mitra tutur juga merupakan laki-laki dan merupakan wisatawan yang sedang berkunjung di lingkungan keraton. Tuturan penutur menggunakan bahasa halus dan lebih sopan. Bahasa tersebut digunakan untuk merespons tuturan mitra tutur. Berdasarkan uraian konteks yang telah dipaparkan di atas, kedua konteks tersebut dapat membantu memperjelas maksud yang terdapat pada setiap tuturan yang dituturkan oleh penutur itu. Hal ini sejalan dengan Mey
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
146
(1993:38) yang mengatakan konteks sebagai the surrounding, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expression of their interaction intelliegible
(lingkungan
sekitar
dalam
arti
luas
sesuatu
yang
memungkinkan peserta tuturan dapat berinteraksi, dan yang dapat membuat tuturan mereka dapat dipahami). Selain menunjukkan maksud dari sebuah tuturan, konteks juga dapat membantu apakah tuturan itu dapat dikatakan sebagai tuturan yang santun atau tidak. Seperti yang diungkapkan Pranowo (2009:97-98) konteks situasi tertentu dapat memengaruhi kesantunan pemakaian bahasa. Dalam konteks tuturan (G1) dan (G3) terlihat bahwa penutur seperti menolak tuturan basa-basi mitra tutur, sehingga tuturan yang terlontar mengarah ke fase menolak dari penutur. Walaupun tuturan (G1) dan (G3) dikatakan dengan strata sosial yang berbeda, tetapi tuturan yang dipaparkan oleh penutur memberikan kesan sungkannya mitra tutur dengan respons dari tuturan penutur. Berbicara mengenai maksud, kedua tuturan tersebut memiliki maksud yang cenderung sama yaitu mengekspresikan rasa sungkan terhadap tuturan mitra tuturnya. Tuturan (G1) dan (G3) memiliki maksud berupa ekspresi sungkan dari penutur kepada mitra tutur terlebih tuturan terkihat menolak tuturan dari mirtra tutur. Selain itu, adanya tuturan (G1) dan G3) tersebut memberikan keuntungan bagi mitra tutur yang seakan sungkan dengan tuturan penutur akan tetapi masih terasa dihargainya mitra tutur dengan tuturan penutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
147
Anwar (1984:46) menjelaskan bahwa basa-basi merupakan sejumput kata-kata yang dipakai untuk sekedar memecah kesunyian, untuk mempertahankan suasana baik dan sebagainya, sehingga bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan perasaan atau pikiran, untuk membahas sesuatu masalah, untuk membujuk, merayu dan sebagainya. Terlepas dari berbagai pengertian tersebut sebenarnya basa-basi memiliki fungsi untuk menyampaikan berbagai maksud. Sejalan dengan Anwar basa-basi menolak
itu mengarah pada sebuah tuturan yang dapat
digolongkan sebagai rasa sungkan dari penutur kepada mitra tuturnya. Semua mitra tutur pada kedua tuturan itu seperti dihargainya tuturan mitra tutur oleh penutur yang tuturannya disampaikan secara langsung dan terus terang di depan mitra tutur yang menyebabkan timbulnya keuntungan bagi mitra tuturnya. Keuntungan tersebut seperti merasa dihargainya mitra tutur oleh penutur. Hal tersebut dapat dikatakan demikian berdasarkan uraian dari penanda basa-basi linguistik dan nonlinguistik yang telah dipaparkan sebelumnya. Seperti yang telah dipaparkan, penanda basa-basi linguistik dapat dilihat dari penggunaan nada yang sedang, tekanan yang cenderung sedang, intonasi berita berupa rasa sungkan, serta pilihan kata yang tidak sesuai seperti kata- kata nonstandar, sedangkan untuk penanda basa-basi nonlinguistik dapat dilihat dari konteks tuturan itu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V PENUTUP Dalam bab ini akan diuraikan dua hal, yaitu (1) simpulan dan (2) saran. Simpulan meliputi rangkuman atas keseluruhan penelitian ini. Saran meliputi halhal relevan yang kiranya perlu diperhatikan, baik untuk penelitian lanjutan maupun aplikasi hasil penelitian ini dalam pembelajaran bahasa Indonesia di lembaga pendidikan. 5.1. Simpulan Dalam bab empat telah diuraikan wujud, penanda, dan makna basa-basi berbahasa antara keluarga kerajaan dan masyarakat lingkup kraton Yogyakarta. Dari hasil analisis data ditemukan adanya tuturan yang basa-basi dalam interaksi keluarga kerajaan dan masyarakat lingkup kraton Yogyakarta. Simpulan hasil analisis dapat dikemukakan sebagai berikut. 5.1.1 Wujud Basa-basi Wujud basa-basi linguistik yang ditemukan berupa tuturan lisan yang telah ditranskrip sedangkan wujud basa-basi nonlinguistiknya berupa uraian konteks yang melingkupi tuturan itu. wujud basa-basi linguistik dapat dilihat dari tuturan keluarga kesultanan dan masyarakat yang terdiri dari meminta maaf, simpati, memberi salam, berterima kasih, meminta, menerima dan menolak .
148
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
149
5.1.2 Penanda Bas-basi Linguistik dan Nonlinguistik Penanda basa-basi linguistik yang ditemukan berupa nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Tuturan basa-basi minta maaf ditandai dengan nada tutur rendah; tekanan sedang; intonasi berita. Selanjutnya tuturan basa-basi simpati ditandai dengan nada tutur sedang; tekanan sedang; intonasi berita dan intonasi tanya. Tuturan basa-basi memberi salam ditandai dengan nada tutur rendah; tekanan sedang; intonasi berita. Pada tuturan basa-basi berterima kasih ditandai dengan nada tutur rendah; tekanan sedang; intonasi berita. Pada tuturan basa-basi berterima kasih ditandai dengan nada rendah; tekanan sedang; intonasi perintah dan intonasi tanya. Kemudian pada tuturan basa-basi menerima ditandai dengan nada rendah; tekanan sedang; intonasi perinta. Terakhir pada tuturan basa-basi menolak ditandai dengan nada rendah; tekanan sedang; intonasi perintah. Keseluruahan tuturan basa-basi yang telah dideskripsikan disertai diksi bahasa nonstandar. Penanda basa-basi nonlingistik dapat dilihat berdasarkan konteks tuturan berupa penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana. Adapun penutur dan mitra tutur yaitu keluarga kesultanan dan masyarakat; situasi dapat terjadi di lingkungan keraton Yogyakarta. Tuturan basa-basi dalam ranah bangsawan dapat terjadi dengan suasana yang cenderung santai dan ramah. Tuturan diutarakan dengan strata sosial yang berbeda. Dalam penanda basa-basi nonlinguistik juga terdapat beberapa tuturan yang menggunakan bahasa tubuh penutur dan mitra tutur yang dapat dianggap sebagai tuturan basa-basi berbahasa. Jika dilihat dari sisi konteks kultural, bahasa tubuh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
150
yang digunakan penutur dan mitra tutur lebih mengarah ke ciri khas bahasa tubuh kraton Yogyakarta. 5.1.3 Maksud Basa-Basi Basa-basi berbahasa tidak hanya dilihat dari penanda linguistik dan didukung dengan penanda nonlinguistiknya namun lebih dari itu makna yang melingkupi tuturan tersebut juga mepengaruhi basa-basi tuturan tersebut. Makna berdasarkan jenis kategori basa-basi: (a) meminta maaf, menghormati mitra tutur (b) simpati, mepedulikan mitra tutur (c) memberi salam, menyenangkan mitra tutur (d) berterima kasih menyenangkan mitra tutur (e) meminta menghormati mitra tutur (f) menerima menghargai mitra tutur (g) menolak, memberikan rasa sungkan. Selain itu, adanya tuturan tersebut memberikan keuntungan bagi mitra tutur yang seakan dihormati, dihargai dan diperhatikanya mitra tutur dengan tuturan penutur. 5.2. Saran Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, peneliti memberikan beberapa saran bagi peneliti yang akan melanjutkan penelitian yang sejenis. Penelitian tentang basa-basi berbahasa ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan subjek dan ranah yang berbeda seperti ranah keluarga, agama, pedagang, perusahaan, pabrik dan lain-lain. Selain bidang ilmu Pragmatik, data tuturan yang dianalisis dari segi wujud, penanda, dan makna basa-basi berbahasa dapat dianalisis pula dari beberapa bidang ilmu lain seperti Psikologi, Sosiologi dan Etnografi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
151
DAFTAR PUSTAKA Anwar. 1984. Fungsi dan Peranan Bahasa Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Arimi, Sailal. 1998. Basa-basi dalam Masyarakat Bahasa Indonesia. (Tesis). Yogyakarta: UGM. Arikunto, Suharsimi. 2009. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Hendriansyah, Haris. 2010. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika. Ibrahim, Abdul Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional. Jayanti, Septhany. 2010. Partikel Fatis Bahasa Mandarin dalam Acara Temu Wicara Televisi Yule Baifenbai ‘Seratus Persen Hiburan’. Depok: Universitas Indonesia. Keraf, Gorys. 1981. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia. _______. 1985. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Kridalaksana, Harimurti. 1994. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia. Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mualafina, Rawinda Fitrotul. 2013. Basa-basi dalam Interaksi Jual Beli di Pasar Tradisional Kertek Wonosobo. (Skripsi). Yogyakarta: UGM. Muslich, Masnur. 2008. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Nababan. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nadar FX. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Nugroho, Miftah. 2009. “Konteks dalam Kajian Pragmatik” dalam Peneroka Hakikat Bahasa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
152
Pranowo. 2009. Kesantunan Berbahasa Tokoh Masyarakat Ditinjau Dari Aspek Pragmatik. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Purwo, Bambang Kaswanri. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Menyibak Kurikulum 1984. Yogyakarta: Kanisius. Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma Malang. ______. 2005. Pragmatik Kesantunan Inperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. ______. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga. ______. 2012. “Penelitian Kompetensi: Ketidaksantunan Pragmatik dan Linguistik Berbahasa dalam Ranah Keluarga (Family Domain)”. Presentasi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD. Sudaryanto. 1990. Menguak Fungsi Hakikat Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Susilo, Fitri Apri. 2014. Basa-basi dalam Berbahasa Antarguru di SMP N 12 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD Ulfa, Maria. 2012. Tipe Basa-basi dalam Dialog Sinetron Si Doel Anak Sekolahan. (Skripsi). Yogyakarta: UGM. Waridin. 2008. Ungkapan Fatis dalam Acara Temu Wicara Televisi. Jakarta: FIB UI. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi. Wijana, I Dewa Putu & Muhammad Rohmadi. 2008. Semantik: Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. _______. 2009. Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
TABULASI DATA Berikut ini merupakan tabulasi data dari penelitian yang berjudul “Basa-basi dalam Berbahasa Antara Keluarga Kesultanan dan Masyarakat di Lingkungan Keraton Yogyakarta. 1. KATEGORI BASA-BASI BERBAHASA MEMINTA MAAF NO. KODE 1.
A1
TUTURAN Penggalan tuturan 1 P : Kok ngagem sandal? Mt : Injih Kanjeng, habis jatuh P : Maaf ya, yang pakai sandal sebaiknya ditaruh diluar (A1) Mt : Oh injih Kanjeng, ngapunten
(P: Kok pakai sandal? Mt: Iya Kanjeng, habis jatuh P: Maaf ya, yang pakai sandal sebaiknya ditaruh diluar (Al) Mt: Oh iya Kanjeng, saya minta maaf) 2.
A2
Penggalan tuturan 2 P : Sampun? Lha niki taseh nenggo sinten? Mt : Sampun Kanjeng, namung badhe wonten mriki rumiyen kagem pados data penelitian. P : Oh mekaten, ngapunten njih mangga dilajengaken (A2) Mt : Injih Kanjeng mboten napanapa, matur suwun.
PENANDA BASA-BASI LINGUAL NONLINGUAL Intonasi berita Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton, Nada tutur: rendah Penutur melihat mitra tutur menggunakan sandal ketika Tekanan : sedang memberi salam dan memasuki Pilihan kata: ruang kerja keraton. nonstandar yaitu penggunaan kata Suasana ramah dan santai fatis ya Ketika melewati penutur mitra tutur ditegur dengan halus oleh penutur Penutur menunjukkan arah tepat menaruh sandal menggunakan jempol Intonasi berita Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton ketika Nada tutur: penutur sudah menyelesaikan rendah obrolan dengan mitra tutur Tekanan : sedang beberapa saat sebelumnya, Pilihan kata: Mitra tutur masih tetap ada di nonstandar yaitu dalam ruang kerja keraton penggunaan kata fatis oh dan njih Suasana tenang dan santai Penutur menegur mitra tutur Mitra tutur pun merespon
MAKSUD BASA-BASI Penutur bermaksud meminta maaf untuk menghormati mitra tutur sebelum menegur mitra tutur karena kesalahannya.
Penutur meminta maaf untuk menghormati kepada mitra tutur karena salah mengira apa yang dilakukan mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
A3
(P: Sudah? Lalu sekarang tinggal menunggu siapa? Mt: sudah Kanjeng, hanya ingin di sini dulu untuk mencari data penelitian. P: Oh begitu, maaf ya silakan dilanjutkan. Mt: Iya Kanjeng tidak apa-apa, terima kasih.) Penggalan tuturan 3 P : Maaf ya, saya ada rapat jadi tidak bisa lama Mt : Iya Kanjeng, trima kasih (P: Maaf ya, saya ada rapat jadi tidak bisa lama Mt: Iya Kanjeng, terima kasih.)
4.
A4
Culikan tuturan 4 P : Kula remen menawi kancakanca saged mbiantu Mt : Injih Kanjeng P : Namung ngaten ingkang saged kula aturaken, sak lajenge kula ndherek mawon (A4) (P: Saya senang jika teman-teman bisa membantu. Mt:Iya Kanjeng P: Hanya itu yang bisa saya sampaikan, selanjutnya saya ikut
Penutur merespon balik dengan menggunakan jempol tanda mempersilakan
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis ya Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis sak
Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton mitra tutur meminjam buku dari penutur. Suasana ramah dan santai, penutur mengutarakan keperluan yang akan dilakukan selanjutnya kepada mitra tutur tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Penutur menjelaskan suatu pekerjaan. Suasana tenang dan santai, Penutur menghentikan penjelasannya karena dirasa sudah cukup dimengerti mitra tutur dan menyerahkan semuanya pada mitra tutur
Penutur meminta maaf untuk menghormati kepada mitra tutur karena masih ada keperluan dan tidak bisa lama menemani mitra tutur.
Penutur meminta maaf untuk menghargai dan menghormati kepada mitra tutur karena baantuan yang akan diberikan mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
saja) 5.
6.
A5
A6
Penggalan tuturan 5 P: Dulu pernah ke sini? Mt : Iya Kanjeng P: Kamu dari mana? Mt: Wates Kanjeng, Kulonprogo P: Maaf ya, saya agak batuk (A5) Mt : Iya Kanjeng, tidak apa-apa (P: dulu pernah ke sini? Mt: iya Kanjeng. P: kamu dari mana? Mt: Wates Kanjeng, Kulonprogo. P: Maaf ya, saya agak batuk. Mt: Iya Kanjeng, tidak apa-apa) Penggalan tuturan 6 P: Nuwun sewu (A6) Mt: Injih mangga Kanjeng (P: Permisi. Mt: iya silahkan Kanjeng)
7.
A7
Penggalan tuturan 7 P: Bentar ya, saya nrima ini dulu. Ini ultah siapa saya tidak tahu, hehe (A7) Mt: Oh injih Kanjeng.
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis ya
Tuturan terjadi d Parentahageng ruang kerja keraton Penutur bercakap dengan mitra tutur di ruang kerja Suasana tenang dan ramah Ketika sedang bercakap, penutur batuk-batuk dan penutur pun meminta maaf karena membuat tidak nyaman mitra tutur yang ada di depannya dengan memberitahukan bahwa penutur sedang sakit batuk.
Intonasi berita Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Nada tutur: rendah Suasana ramah dan santai Tekanan : sedang Penutur memasuki ruang kerja Pilihan kata: dan melewati beberapa mitra tutur yang sedang duduk di ruangan tersebut. Penutur berjalan membungkuk melewati beberapa mitra tutur untuk menuju tempat kerjanya. Intonasi berita Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton Nada tutur: rendah Suasana tenang dan santai Tekanan : sedang Penutur sedang bercakap dengan mitra tutur. Pilihan kata:
Penutur bermaksud meminta maaf untuk menghormati kepada mitra tutur karena penutur merasa telah membuat mitra tutur tidak nyaman.
Penutur meminta maaf untuk menghormati mitra tutur karena penutur merasa telah membuat mitra tutur tidak nyaman dengan berjalan di depanya ketika mitra tutur sedang duduk.
Penutur bernaksud meminta maaf untuk menghormati kapada mitra tutur karena telah meninggalkan obrolan dengan mitra tutur untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
nonstandar yaitu penggunaan kata fatis ya; penggunaan kata tidak baku nrima
(P: Bentar ya, saya nrima ini dulu. Ini ultah siapa saya tidak tahu, hehe Mt: Oh iya Kanjeng)
Ketika sedang bercakap penutur mendapatkan sajian ulang tahun dari abdi dalem Penutur pun menerimanya di depan mitra tutur
menerima sajian ulang tahun.
2. KATEGORI BASA-BASI BERBAHASA SIMPATI NO. KODE 1.
B1
TUTURAN Penggalan tuturan 8 Mt: Nuwun sewu Kanjeng P : awas-awas nanti kepalanya kepentok (B1) (Mt: Permisi Kanjeng P: Awas-awas nanti kepalanya kepentok)
2.
B2
Penggalan tuturan 9 P: Weh opo kui mau? Mt : HP Kanjeng P: Wah... eman-eman niku (B2) Mt: Hehehe, mboten napa-napa Kanjeng
PENANDA BASA-BASI LINGUAL NONLINGUAL Intonasi berita Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton Nada tutur: sedang Penutur melihat mitra tutur ingin keluar dari ruangan Tekanan : sedang Susana tenang dan ramah Pilihan kata: nonstandar yaitu Setelah berpamitan dengan penggunaan kata penutur, mitra tutur segera tidak baku meninggalkan ruangan kepentok Penutur melihat bahwa mitra tutur akan terbentur pintu yang ukuranya pendek sehingga penutur memperingatkan mitra tutur untuk merunduk agar tidak terbentur Intonasi berita Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Nada tutur: sedang Penutur mendengar bunyi barang jatuh Tekanan : sedang Suasana tenan dan ramah Pilihan kata: nonstandar yaitu Mitra tutur menjelaskan bahwa
MAKSUD BASA-BASI Penutur mengekspresikan rasa simpati terhadap mitra tutur sebelum mitra tutur terkena musibah
Penutur mengekspresikan rasa simpati terhadap mitra tutur karena handphone mitra tutur terjatuh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
B3
(P: Wah apa itu tadi? Mt: HP Kanjeng. P: Wah sayang sekali itu. Mt: Hehehe, tidak apa-apa Kanjeng) Penggalan tuturan 10 P : Mangga-mangga, lho kenapa kakinya? (B3) Mt: Kemarin jatuh Kanjeng (P: Silahkan-silahkan, lho kenapa kakinya? Mt: Kemarin jatuh Kanjeng.
4.
B4
Penggalan tuturan 11 P: Sugeng, mangga-mangga Mt : Injih Kanjeng, matur suwun P :Niku kaki e kenopo? Kok ketok angel mlaku Mt : Injih Kanjeng, dawah hehe P: Oh mekaten, mugi-mugi ndang mari njih (B4) (P: Selamat datang, silahkansilahkan. Mt: Iya Kanjeng, terimakasih. P: Itu kakinya kenapa? Kok sepertinya sulit untuk berjalan? Mt: Iya Kanjeng, jatuh hehe P: Oh begitu, semoga cepat sembuh ya)
penggunaan kata fatis wah
HP miliknya jatuh Penutur pun menanggapi dengan rasa simpatinya
Intonasi berita Nada tutur: sedang Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis lho
Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Penutur melihat mitra tutur berjalan pincang memasuki ruangan Suasana ramah dan tenang Penutur menayakan tentang keaadaan mitra tutur Mitra tutur pun menjelaskan tentang musibah yang dialamiya Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton Penutur mempersilakan mitra tutur untuk masuk dan duduk Suasana tenang dan ramah Penutur melihat mitra tutur berjalan kesakitan Mitra tutur menjelaskan tentang musibah yang dialami Penutur merespon dengan mendoakan
Intonasi berita Nada tutur: sedang Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis njih
Penutur mengekspresikan rasa simpati kepada mitra tutur atas musibah yang dialaminya
Penutur mengekspresikan rasa simpati kepada mitra tutur atas musibah yang dialaminya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. KATEGORI BASA-BASI BERBAHASA MEMBERI SALAM NO. KODE 1.
2.
C1
C2
TUTURAN Penggalan tuturan 12 Mt:Sugeng Kanjeng P: Sugeng, mangga-mangga. (C1) badhe ngersakaken pripun? Mt : Sak menika badhe nyaosakken serat penelitian Kanjeng P: Oh mekaten, njih kula tampi rumiyin. (Mt: Bagaiana kabarnya Kanjeng. P: Syukurlah baik-baik saja, silahkan-silahkan. Ada keperluan apa? Mt: Ini akan menyerahkan surat penelitian Kanjeng. P: oh begitu, iya saya terima dulu.) Penggalan tuturan 13 P: Assalamualaikum (C2) Mt : waalaikumsalam (P: Assalamualaikum. Mt: Waalaikumsalam)
PENANDA BASA-BASI LINGUAL NONLINGUAL Intonasi berita Tuturan terjadai di Dwarapura ruang kerja keraton Nada tutur: rendah Penutur sedang duduk di dalam ruang kerja dan di hampiri oleh Tekanan : sedang mitra tutur Pilihan kata: nonstandar yaitu Susana tenang dan ramah penggunaan kata Mitra tutur memberi salam dan fatis oh dan Injih penutur pun merespon salam tersebut sembari mempersilakan duduk dan menanyakan keperluan mitra tutur
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang
Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Penutur memasuki ruang kerja keraton Suasana tenang dan ramah Penutur melihat beberapa mitra tutur di dalam ruangan
MAKSUD BASA-BASI Penutur menyatakan rasa senangnya karena bertemu dengan mitra tutur dengan menjawab salam dari mitra tutur.
Penutur bermaksud memberi salam kepada mitra tutur yang ada di dalam ruangan dwanpura tersebut dengan sopan dan ramah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.
C3
Penggalan tuturan 14 Mt: Sugeng enjing Kanjeng P: Sugeng enjing ugi njih (C3) (Mt: Selamat pagi Kanjeng P: Selamat pagi juga ya)
4.
5.
C4
C5
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan penggunaan fatis njih
Penggalan tuturan 15 Mt : Sugeng Kanjeng P : Pangestunipun, manggamangga (C4) Mt : Niki badhe nglajenganken penelitian Kanjeng P : Oh njih sumangga. Mt : Matur suwun Kanjeng
Intonasi berita Nada tutur: rendah (pemberitahuan) Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan
(Mt: Bagaimana kabarnya Kanjeng P: Syukurlah baik-baik saja, silakan-silakan Mt: Ini mau meneruskan penelitian, Kanjeng P: Oh iya silakan Mt: Terima kasih Kanjeng) Penggalan tuturan 16 P: Selamat pagi (C5) Mt : Selamat pagi Kanjeng
Intonasi berita Nada tutur: rendah
Penutur memasuki ruangan sembari memberi salam Tuturan terjadi di pelataran keraton Penutur berpapasan dengan mitra tutur Suasana santai dan rileks Mitra tutur memberi slam kepada penutur Penutur pun menanggapi dengan senyum dan melanjutkan perjalanannya Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Penutur sedang duduk di meja kerja Suasana ramah dan santai Mitra tutur menghampiri penutur dan memberi salam Penutur merespon balik dengan senyuman
Tuturan terjadi di pelataran keraton Penutur berpapasan dengan mitra
Penutur menyatakan rasa senang karena dapat bertemu mitra tutur dengan menanggapai salam dari mitra tutur
Penutur menyatakan rasa senangnya dengan merespon salam dari mitra tutur yang dianggap oleh penutur sebagai sebuah doa.
Penutur menyatakan rasa senangnya karena dapat bertemu mitra tutur dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
P : Mau penelitian lagi? Mt: Iya Kanjeng P: Oh.. mangga dilajengaken
6.
7.
C6
C7
(P: Selamat pagi Mt: Selamat pagi Kanjeng P: Mau penelitian lagi? Mt: Iya Kanjeng P: Oh ... silakan dilanjutkan) Penggalan tuturan 17 P : Oh sudah datang, mangga (C6) Mt : Iya Kanjeng, maaf mengganggu lagi pagi ini P : Lha ini sudah siang mbak,hehe Mt : Hehehe, iya maksudnya siang Kanjeng P : Iya, gimana-gimana? (P: oh sudah datang, silakan Mt: iya Kanjeng, maaf mengganggu lagi pagi ini P: lha ini sudah siang mbak, hehe Mt: hehehe, iya maksudnya siang Kanjeng P: iya, gimana-gimana?) Penggalan tuturan 18 P : Halo, kok mlampahmlampah mawon? (C7) Mt : Injih Kanjeng, saking mlebet tepas parentahageng wau
Tekanan : sedang Pilihan kata: penggunaan kata nonstandar yaitu kata fatis selamat
tutur Penutur memberi salam kepada mitra tutur Mitra tutur pun merespon dan berjabat tangan dengan penutur Suasan tenang dan ramah
memberi salam
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis oh
Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton Sembari berjabat tangan penutur memberi salam dengan candaan Suasana ramah dan santai Penutur menjabat tangan mitra tutur sembari memberi salam dengan beberapa candaan sebelum menerima maksud kedatangan mitra tutur
Penutur mengungkapkan rasa senangnya karena bertemu mitra tutur dengan salam salam dan tawa
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata:
Tuturan terjadi di pelataran keraton Penutur berapasan dengan mitra tutur Suasana ramah dan santai
Penutur mengekspresikan rasa senangnya karena bertemu mitra tutur dengan menyapa mitra tutur ketika berpapasan di pelataran
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
P : Oh, mangga-mangga Mt: Mangga Kanjeng
8
9
C8
C9
(P: Hallo, kok jalan-jalan saja? Mt: Iya Kanjeng, habis masuk tepas parentahageng tadi P: Oh,silakan-silakan Mt: Mari Kanjeng) Penggalan tuturan 19 Mt : Sugeng Kanjeng P : Pangestunipun (C8) Mt : Badhe nerusaken penelitian kanejng P : Oh njih sumangga (Mt: Bagaimana kabarnya Kanjeng P: Syukurlah baik-baik saja Mt: Mau meneruskan penelitian P: Oh iya silakan) Penggalan tuturan 20 Mt : Selamat pagi Kanjeng P : Injih, selamat pagi (C9) Mt: Niki badhe nyaosaken serat penelitian Kanjeng (Mt: Selamat pagi Kanjeng P: Iya, selamat pagi Mt: Ini mau memberikan surat penelitian Kanjeng)
nonstandar yaitu penggunaan kata fatis halo dan kok
Penutur menegur mittra tutur dengan salam sapaan, mitra tutur pun merespon dengan memberi salam balik Setelah memberi salam sapaan penutur pun melanjutkan perjalanannya
keraton
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan
Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Penutur sedang duduk di ruang kerja Mitra tutur menghampiri penutur dan memberi salam Penutur pun merespon balalik dengan jawaban salam dan senyuman Suasna ramah dan tenang
Penutur mengekspresikan rasa senangnya karena bertemu mitra tutur dengan menerima slam dari mitra tutur sebagai doa
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata nonstandar kata fatis selamat; interfensi ke dalam bahasa jawa injih
Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton Penutur sedang duduk didalam ruangan Mitra tutur memasuki ruangan dan menghampiri penutur Mitra tutur memberi salam dan langsung direspon oleh penutur Suasana tenang dan ramah
Penutur menyatakan rasa senangnya karena dapat bertemu dengan mitra tutur dan membalas salam yang diberikan mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4. KATEGORI BASA-BASI BERBAHASA BERTERIMAKASIH NO. KODE 1.
2.
D1
D2
TUTURAN Penggalan tuturan 21 P : Kinten-kinten saged mboten menawi tugas mekaten? Mt : Insyaallah saged Kanjeng P : Kula remen menawi kancakanca saged mbiantu, matur suwun (D1) Mt : Injih Kanjeng (P: Kira-kira bisa atau tidak apabila tugasnya seperti itu? Mt: Saya suka jika teman-teman bisa membantu, terimakasih Mt: Iya Kanjeng) Penggalan tuturan 22 Mt : Permisi, apakah di sini boleh untuk merokok? P : Oh iya-iya boleh boleh Mt : Trima kasih P : Oh terima kasih kembali (D2) (Mt: Permisi, apakah di sini boleh untuk merokok? P: Oh iya-iya boleh-boleh Mt: Terima kasih P: Terima kasih kembali)
PENANDA BASA-BASI LINGUAL NONLINGUAL Intonasi berita Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Nada tutur: Penutur sedang berbincang rendah dengan mitra tutur Tekanan : sedang Suasana tenang dan ramah Pilihan kata: penutur meminta bantuan dan nonstandar yaitu menjelaskan tugas yang akan tidak baku suwun diberikan kepada mitra tutur
MAKSUD BASA-BASI Penutur menyatakan rasa trimaksih untuk menghargai karena mitra tutur mau membantu dan menjalankan tugas dari penutur
mitra tutur pun menyanggupi permintaan penutur penutur pun berjabat tangan dan tersenyum Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: penggunaan kata fatis oh
tuturan terjadi di pelataran keraton di belakang tempat pementasan gamelan penutur sedang duduk dan menikmati suara gamelan suasana santai dan ramah mitra tutur menghampiri penutur dan menanyakan sesuatu mitra tutur mengucapkan terima kasih atas jawaban dari penutur penutur merespon ucapan terima kasih dari mitra tutur
Penutur bermaksud untuk merespon ungkaan trimaksih yang dilontarkan oleh mitra tutur karena telah menjawab pertanyaan dari mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5. KATEGORI BASA-BASI BERBAHASA MEMINTA NO. KODE 1.
2.
3.
E1
E2
E3
TUTURAN Penggalan tuturan 23 P : Silahkan duduk di sini (E1) Mt : Injih Kanjeng, matur swun P : Apa yang bisa saya bantu? Mt : Niki Kanjeng bade tangklettangklet kaitanipun basa bagongan Kanjeng (P: Silakan duduk di sini Mt: Iya Kanjeng, terima kasih P: Apa yang bisa saya bantu? Mt: Ini Kanjeng mau tanya-tanya berkaitan dengan bahasa bagongan Kanjeng) Penggalan tuturan 24 P : Kinten-kinten saged mboten menawi tugas mekaten? (E2) Mt : Insyaallah saged Kanjeng
PENANDA BASA-BASI LINGUAL NONLINGUAL Intonasi berita Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Nada tutur: Penutur telah selasai berbicara rendah dengan mitra tutur lainya Tekanan : sedang Suasana santai dan ramah Pilihan kata: kata Penutur memannggil mitra tutur tidak baku dan mempersilakan duduk mitra silahkan tutur dengan menujuk kursi
MAKSUD BASA-BASI Penutur meminta mitra tutur untuk duduk di kursi yang telah disediakan di depan meja kerjanya
menggunakan ibu jari Mitra tutur pun maju dan duduk di di depan meja penutur
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang
(P: Kira-kira bisa atau tidak apabila tugasnya seperti itu? Mt: Insyaallah bisa Kanjeng)
Pilihan kata: nonstandar yaitu
Penggalan tuturan 25 P: injih mekaten, menika sak lajengipun kula caosi pirsa njih? (E3) Mt : Injih Kanjeng, matur suwun
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang
Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Penutur sedang bercakap dengan mitra tutur Suasana tenang dan santai Penutur menjelaskan tugas yang akan diberikan kepada mitra tutur untuk meminta bantuan dari mitra tutur Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Penutur sedang menjelaskan rencana kerja kepada mitra tutur Suasana tenang dan santai
Penutur mengekspresikan harapan baik kepada mitra tutur tentang tugas yang di berikan kepada mitra tutur
Penutur mengeksresikan harapan baik yang berhubungan dengan masa depan, yaitu terkait dengan tugas yang telah dipercayakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(P: Iya begitu, itu yang selanjutnya saya beri tahu ya? Mt: Iya Kanjeng, terima kasih) 4.
E4
Penggalan tuturan 26 P : Kinten-kinten mo? Mt : Lha njeh mekaten P : Nek saged njih langsung mriku (E4) Mt : Oh njih (P: Kira-kira mo? Mt: Lha iya begitu P: Kalau bisa ya langsung ke situ Mt: Oh iya)
Pilihan kata: penggunaan kata fatis njih dan penggunan kata tidak baku suwun Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata nonstandar yaitu penggunaaan kata nonstandar kata fatis nek
Penutur menyerahkan semua tugas kepada mitra tutur dan mempercayai mitra tutur Selanjutnya penutur meminta laporan untuk seterusnya Percakapan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton Penutur bertemu dengan mitra tutur ketika memasuki ruang kerja Suasana tenang dan santai Penutur mengingatkan janji kepada mitra tutur dan meminta untuk hadir
kepada mitra tutur
Penutur mnyatakan harapan baik terkait janji yang sudah dibicarakan dan meminta mitra tuturb untuk langsung ketempat janjiannya.
6. KATEGORI BASA-BASI BERBAHASA MENERIMA NO. KODE 1.
F1
TUTURAN Penggalan tuturan 27 Mt : Mekaten, mbok bilih niki sampun cekap sementen kula nyuwun pamit P : Njih mangga, ndherekaken (F1) (Mt: Begini, kalau sudah cukup,
PENANDA BASA-BASI LINGUAL NONLINGUAL Intonasi berita Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Nada tutur: sedang Penutur sedang bercakap dengan mitra tutur Tekanan : sedang Suasana tenang dan ramah Pilihan kata: nonstandar yaitu Mitra tutur merasa sudah cukup penggunaan kata berbincang dan mohon pamit fatis njih Penutur pun merespon dan
MAKSUD BASA-BASI Penutur bermaksud menghargai basa-basi mitra tutur yang menyatakan diri untuk mohon pamit kepada penutur dengan merespon basa-basi dari mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.
F2
saya pamit dulu P: Iya, silakan.) Penggalan tuturan 28 Mt : Sugeng Kanjeng P : njih, pripun? (F2) Mt : sak menika badhe nerusaken penelitian Kanjeng (Mt: Permisi Kanjeng P: Iya, bagaimana? Mt: ini mau meneruskan penelitian Kanjeng)
3.
F3
Penggalan tuturan 29 P : Sugeng enjing, badhe nyaosaken serat nopo? Mt : Injih Kanjeng badhe nyaosaken serat penelitian P : Oh njih, kula tampi (F3) Mt : Matur suwun Kanjeng (P: Selamat pagi, mau memberi surat apa? Mt: Iya Kanjeng ini mau memberikan surat penelitian P: Oh iya, saya terima)
4.
F4
Penggalan tuturan 30 Mt : Kanjeng, nuwunsewu badhe pamit P : Oh njih-njih, mangga (F4) Mt : matur suwun Kanjeng
bersalaman Intonasi berita Nada tutur: sedang Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis njih
Tuturan terjadi di Dwarapura ruang keja keraton Penutur sedang duduk di ruang kerja Suasan tenang dan ramah Mitra tutur menghampiri penutur Penutur menerima kehadiran mitra tutur
Penutur bermaksud menanggapi basa-basi dari mitra tutur denga merespon basa-basi dari mitra tutur
Intonasi berita Nada tutur: sedang Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis oh dan njih;
Tuturan terjadi di parentahageng ruang kerja keraton Penutur sedang duduk didalam ruang kerja Suasana tenang dan ramah Mitra tutur datang dengan membawa beberapa surat Penutur pun menerima surat tersebut
Penutur bermaksud menghargai basa-basi dari mitra tutur karena penutur telah tau bahwa mitra tutur akan memberikan surat perizinan
Intonasi berita Nada tutur: sedang Tekanan : sedang Pilihan kata:
Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Penutur sedang sibuk membaca arsip Dwarapura Suasana tenang dan santai
Penutur bermaksud menghargai basa-basi mitra tutur dengan merespon atau menerima basa-basi berpamitan mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(Mt: Kanjeng, permisi mau pamit dulu P: Oh iya-iya, silakan ) 5.
6.
7.
F5
F6
F7
Penggalan tuturan 31 Mt : Ngapunten Kanjeng, badhe terusan ten tepas Parentahageng rumiyin P : Oh njih, sumangga (G5) Mt : Matursuwun Kanjeng (Mt: Maaf Kanjeng, mau ke Parentahageng dulu P: Oh iya, silakan) Penggalan tuturan 32 Mt : Kanjeng niki kula sak rencang angsal wonten mriki rumiyen? Neruske penelitian P : Mangga-mangga, silahkan (F6) Mt : Matur suwun Kanjeng (Mt: Kanjeng, ini saya dan temanteman boleh berada di sini? Menerukan penelitian P: iya, silakan Mt: terima kasih Kanjeng) Penggalan tuturan 33 P: Haduh sudah datang Mt : Iya Kanjeng, maaf mengganggu lagi pagi ini
nonstandar yaitu penggunaan kata fatis oh Intonasi berita Nada tutur: sedang Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis oh dan njih
Mitra tutur menghampiri penutur yang sedang duduk sibuk membaca Penutur kaget dan langsung seontan menjawab mitra tutur Tuturan terjadi di Dwarapura Penutur sedang duduk di meja kerja Suasana tenang dan santai Mitra tutur mendekati penutur dan meminta ijin untuk meninggalkan tempat Penutur pun mengijinkan mitra tutur untuk pergi
Penutrur bermaksud menerima basa-basi dari mitra tutur dengan meresepon tuturan basa-basi mitra tutur
Intonasi berita Nada tutur: sedang (pemberitahuan) Tekanan : sedang
Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton Penutur ssudah menyelesaikan percakapan dengan mitra tutur Suasana tenang dan ramah Mitra tutur meminta ijin untuk lebih lama berada dalam ruangan tersebut Penutur pun mengizinkan karena sudah biasanya mitra tutur melakukan penelitian di situ
Penutur bermaksud merespon tuturan basa-basi mitra tutur dengan menerima basa-basi meminta izin dari mitra tutur, karena penutur dan mitra tutur sudah sama-sama mengetahui hasil jawabannya
Intonasi berita Nada tutur: sedang (pemberitahuan)
Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton Mitra tutur mendatngi penutur melalui pintu dean dan duduk di
Penutur bermaksud merespon tuturan basa-basi mitra tutur dengan menerima basa-basi menyapa dari mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
P: Lha ini sudah siang mbak (tertawa) (F7)
8.
F8
Penggalan tuturan 34 Mt : Nyuwun sewu Kanjeng, mbok menawi niki sampun cekap enggal badhe nyuwun pamit P: Injih, ngatos-atos njih (F8) (Mt: permisi Kanjeng, ini sudah cukup baik, mohon pamit dulu. P: iya hati-hati ya)
Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis lha
depan meja keja penutur Suasan tenang dan santai Penutur mengagetkan mitra tutur dengan menyapa terlebih dahulu Penutur sungkan dan salah menjawab Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Penutur mendatangi mitra tutur yang sedang duduk di meja kerja Suasan tenang dan ramah Mitra tutur meminta izin untuk meninggalkan tempat tersebut Penutur merespon dengan mengizinkan dan berjabat tangan
Intonasi berita Nada tutur: sedang Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis njih
Tuturan terjadi di pelataran keraton di belakang gedung kesenian gamelan keraton Mitra tutur menghampiri penutur yang sedang merokok Suasana ramah dan ramai Mitra tutur menanyakan apakah tempat tersebut bisa digunakan untuk merokok? Penutur merespon dan tersenyum Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton Mitra tutur menghampiri penutur yang sedang duduk di balik meja kerjanya dan berjabat tangan
9.
F9
Penggalan tuturan 35 Mt: Permisi, apakah tempat ini boleh untuk merokok? P: Oh iya-iya, noleh-boleh (F9) Mt : Oh , terima kasih P : Kembali
Intonasi berita Nada tutur: sedang Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis oh
10.
F10
Penggalan tuturan 36 Mt : Selamat pagi Kanjeng, maaf mengganggu sebentar. Mau memita ijin untuk melanjutkan penelitian P : Oh iya, silakan (F10)
Intonasi berita Nada tutur: sedang Tekanan : sedang Pilihan kata:
Penutur bermaksud menghargai basa-basi mitra tutur dengan merespon atau menerima basa-basi berpamitan mitra tutur
Penutur bermaksud merespon tuturan basa-basi mitra tutur dengan menerima basa-basi dari mitra tutur, karena penutur dan mitra tutur sudah sama-sama mengetahui hasil jawabanya
Penutrur bermaksud menerima basa-basi dari mitra tutur dengan meresepon tuturan basa-basi mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
nonstandar yaitu penggunaan kata fatis oh 11.
F11
Penggalan tuturan 37 Mt: Nyuwun sewu Kanjeng, badhe pindah wonten tepas Parentahageng rumiyen Kanjeng P: Oh mekaten, njih sumangga (F11) (Mt: Permisi Kanjeng, mau pindah ke Parentahageng dulu Kanjeng P: Oh begitu, iya silakan.)
Intonasi berita Nada tutur: sedang Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis oh dan njih
Suasana tenang dan ramah Seperti biasanya mitra tutur meminta izin untuk melanjutkan penelitian Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Mitra tutur menghampiri meja kerja penutur Suasana tenang dan ramah Mitra tutur meminta izin untuk meninggalkan tempat tersebut Penutur merespon dan berjabat tangan
Penutrur bermaksud menerima basa-basi dari mitra tutur dengan meresepon tuturan basa-basi mitra tutur
7. KATEGORI BASA-BASI BERBAHASA MENOLAK NO. KODE 1.
2.
G1
G2
TUTURAN Penggalan tuturan 38 Mt : Ada yang bisa saya bantu Kanjeng? P : Oh tidak, terima kasih (G1)
Penggalan tuturan 40 Mt : Sugeng Kanjeng
PENANDA BASA-BASI LINGUAL NONLINGUAL Intonasi berita Tuturan terjadi di Dwarapura ruang kerja keraton Nada tutur: rendah Mitra tutur melihat penutur kerepotan membawa peralatan Tekanan : sedang panahnya Pilihan kata: nonstandar yaitu Suasana tenang dan ramah penggunaan kata Mitra tutur menghampiri penutur fatis oh dan menawarkan bantuan Penutur merespon dan tersenyum Intonasi berita Tuturan terjadi di bangsal
MAKSUD BASA-BASI Penutur bermaksud menolak basa-basi mitra tutur yang ingin membawakan barang penutur dengan halus
Penutur bermaksud menolak basa-basi mitra meminta izin
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
P : Injih, niki mahasiswa sing badhe penelitian? Mt : Injih Kanjeng badhe nyuwun ijin P : Oh iya, izinnya saya trima tapi besok ya pnelitiannya (G2) Mt : Oh injih Kanjeng, matur suwun
3.
G3
(Mt: permisi Kanjeng P: iya, ini mahasiswa yang mau penelitian? Mt: iya Kanjeng, mau minta izin P: oh iya, izinnya saya trma tapi besok ya penelitannya Mt: oh iya Kanjeng, terima kasih) Penggalan tuturan 40 Mt : Terima kasih bukunya Kanjeng P : Iya sama-sama Mt : Maaf Kanjeng, merepotkan P : Oh tidak, saya malah senang bisa membantu (G3)
Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis oh
Intonasi berita Nada tutur: rendah Tekanan : sedang Pilihan kata: nonstandar yaitu penggunaan kata fatis oh
belakang Dwarapura Mitra tutur menghampiri penutur dan berjabat tangan Suasana ramai dan ramah Mitra tutur meminta izin untuk melakukan penelitian di bangsal tersebut Penutur merespon dengan senyum dan menjelaskan bahwa sedang ada ujian abdi dalem dan tidak boleh diganggu
Tuturan terjadi di Parentahageng ruang kerja keraton Mitra tutur mengembalikan buku yang dipinjamkan oleh penutur Suasana tenang dan ramah Mitra tutur berterima kasih dan memita maaf telah merepotkan Penutur tersenyum
dari mitra tutur dengan halus
Penutur bermaksud menolak basa-basi mitra tutur yang meminta maaf telah merepotkan penutur
.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Fajar Nurrahman lahir di Kulon Progo, Yogyakarta, tanggal 15 Oktober 1992. Ia mengawali pendidikan formalnya di Taman Kanak-kanak Puspitarini, Cerme, Panjatan, Kulon Progo pada tahun 1996. Ia menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD Negeri 1 Cerme, Panjatan, Kulon Progo pada tahun 2004. Kemudian, ia melanjutkan studinya di SMP Negeri 1 Panjatan, Kulon Progo dan tamat pada tahun 2007. Pendidikan tingkat menengah atas ditempuhnya di SMA Negeri 1 Pengasih, Kulon Progo pada tahun 2010. Setelah menyelesaikan sekolah tingkat menengah atas, ia melanjutnya studi S1 Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Masa pendidikan S1 tersebut berakhir pada tahun 2015 dengan menyelesaikan skripsi Basa-basi Berbahasa Antara Keluarga Kasultanan dan Masyarakat di Lingkungan Yogyakarta.