PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK DALAM RANAH KELUARGA PEDAGANG YANG BERDAGANG DI PASAR BESAR BERINGHARJO YOGYAKARTA SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun oleh: Katarina Yulita Simanulang 091224076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013
i
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKRIPSI
KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK DALAM RANAH KELUARGA PEDAGANG YANG BERDAGANG DI PASAR BESAR BERINGHARJO YOGYAKARTA
Disusun oleh: Katarina Yulita Simanulang 091224076
Telah disetujui oleh: Dosen Pembimbing
Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.
Tanggal 3 Desember 2013
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKRIPSI KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK DALAM RANAH KELUARGA PEDAGANG YANG BERDAGANG DI PASAR BESAR BERINGHARJO YOGYAKARTA Dipersiapkan dan disusun oleh: Katarina Yulita Simanulang 091224076 Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 18 Desember 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap
Tanda tangan
Ketua
: Dr. Yuliana Setiyaningsih
................................
Sekretaris
: Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum.
................................
Anggota 1
: Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.
................................
Anggota 2
: Prof. Dr. Pranowo, M.Pd.
................................
Anggota 3
: Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum.
................................
Yogyakarta, 18 Desember 2013 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Dekan,
Rohandi, Ph.D.
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN Karya ini saya persembahkan kepada: Tuhan Yesus yang senantiasa mengatur dan memberi berkat dalam setiap langkah saya Kedua orang tua saya, Parman Simanullang dan Lucia Sumiatun Adik-adikku, Nandus, Erli, dan Ana yang selalu mendoakan, memberi kasih sayang, dan mendukung setiap pilihan hidup saya Pria spesial dalam hidup saya, David Verdyan yang tiada hentinya menemani, mendukung, dan menyemangati dengan cintanya Teman sepayung dalam cinta, Tina, Clara, Idang, Erni kerja sama kalian luar biasa Terakhir, konco kenthel dan sahabat penyakit PBSI yang luar biasa memberi semangat dengan jargon “syak” dan “isyik”-nya, tanpa kalian perjalanan saya tak berarti apapun.
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
MOTTO Manusia tanpa suatu tujuan adalah ibarat sebuah kapal tanpa kemudi – anak terlantar, hal sia-sia, bukan siapa-siapa. (Thomas Carlyle) Kita tidak akan pernah tahu kemana arah jalan berliku itu tanpa pernah kita melaluinya.
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 18 Desember 2013 Penulis
Katarina Yulita Simanulang
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama
: Katarina Yulita Simanulang
Nomor Mahasiswa
: 091224076
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK DALAM RANAH KELUARGA PEDAGANG YANG BERDAGANG DI PASAR BESAR BERINGHARJO YOGYAKARTA beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 18 Desember 2013 Yang menyatakan
(Katarina Yulita Simanulang)
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Simanulang, Katarina Yulita. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik dalam Ranah Keluarga Pedagang yang Berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. Penelitian ini membahas ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa dalam interaksi anggota keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan wujud-wujud linguistik dan pragmatik, (2) mendeskripsikan penanda linguistik dan pragmatik berbahasa, serta (3) mendeskripsikan maksud yang mendasari penutur menggunakan bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta dengan data berupa tuturan lisan yang tidak santun. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan. Metode pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik catat dan rekam, dan kedua, metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam analisis data, penelitian ini menggunakan metode kontekstual, yakni dengan memerantikan dimensi-dimensi konteks dalam menginterpretasi data yang telah berhasil diidentifikasi, diklasifikasi, dan ditipifikasikan. Simpulan dari penelitian ini adalah (1) wujud ketidaksantunan linguistik berupa tuturan lisan tidak santun antaranggota keluarga pedagang yang terbagi dalam kategori melanggar norma (subkategori menolak dan menentang), mengancam muka sepihak (subkategori kesal, memerintah, menyindir, memperingatkan, dan mengancam), melecehkan muka (subkategori kesal, menyindir, mengejek, menentang, menolak, dan memperingatkan), menghilangkan muka (subkategori mengejek, memperingatkan, menyindir, kesal, dan meremehkan), dan menimbulkan konflik (subkategori mengancam, mengejek, memperingatkan, dan kesal); wujud ketidaksantunan pragmatik berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak santun, (2) penanda ketidaksantunan linguistik berupa penggunaan diksi, kata fatis, nada, tekanan, dan intonasi; penanda ketidaksantunan pragmatik berupa konteks yang menyertai setiap tuturan, serta (3) maksud ketidaksantunan penutur dalam kategori melanggar norma adalah menunda, protes, dan kesal; mengancam muka sepihak bermaksud kesal, protes, mengusir, basa-basi, memperingatkan, dan bercanda; melecehkan muka bermaksud memerintah, mengelak, kesal, mengomentari, menakut-nakuti, mengejek, basa-basi, menyindir, memperingatkan, dan melarang; menghilangkan muka bermaksud menanggapi, bercanda, melarang, memperingatkan, menyindir, basa-basi, mengomentari, mengusir, kesal, dan protes; serta menimbulkan konflik maksudnya menakutnakuti, mengejek, protes, melarang, memperingatkan, dan kesal.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Simanulang, Katarina Yulita. 2013. Linguistics and Pragmatics Impoliteness at the Scope of Trader Family Work in Beringharjo Market, Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD. This research discusses linguistics and pragmatics impoliteness in language at the scope of trader family work in Beringharjo Market, Yogyakarta. The aims of the research are (1) to describe the forms of linguistics and pragmatics, (2) to describe the signs of linguistics and pragmatics in language, and (3) to describe the basic meaning of the speakers when using the forms of language which are impolite at the scope of trader family work in Beringharjo Market, Yogyakarta. Type of this research is descriptive qualitative. The source of the research is the trader family work in Beringharjo Big Market, Yogyakarta with the data of impolite spoken language. The instrument used is interview guideline (lists of questions, bait, and case list) and observation checklist. Data gathering technique are; first, listening method with noting and recording technique, and second, speaking method which is balanced with interview which is done with bait technique. In the data analysis, the research uses contextual method, with using the context dimensions in interpreting the identified, clarified, and typificated data. The summary of the research are; (1) the form of linguistic impoliteness showed in impolite spoken language between the trader family who are divided in breaking the norm categorization (subcategory refusing and opposing), threatening face unilaterally (subcategory angry, commanding, teasing, reminding, and threatening), face humiliating (subcategory angry, teasing, mocking, opposing, refusing, and reminding), omitting the face (subcategory mocking, reminding, teasing, angry, and humiliating), and rising conflict (subcategory threatening, mocking, reminding, and angry); the form of pragmatics impoliteness showed in the way speakers deliver the speaking which following every impolite spoken language, (2) impolite linguistics signs are in the form of diction, fatis word, tone, stress, and intonation; impolite pragmatics signs are in the form of context which participated in spoken language, and (3) the aims of the impoliteness of the speaker in breaking the norm category are postponing, protest, and angry; threatening face unilaterally showed anger, protest, chasing away, good manners, reminding, and kidding; face threatening showed commanding, jumping the queue, anger, commenting, frightening, mocking, good manners, teasing, reminding, and forbidding; omitting the face showed perceiving, kidding, forbidding, reminding, teasing, good manners, commenting, chasing away, anger, and protest; and rising conflict means frightening, mocking, protest, forbidding, reminding, and anger.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus yang senantiasa memberi berkat dan kasih, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik dalam Ranah Keluarga Pedagang yang Berdagang di Pasar Besar Beringharjo Yogyakarta”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi dalam kurikulum Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (JPBS), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma. 2. Caecilia Tutyandari, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Universitas Sanata Dharma. 3. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak dukungan, pendampingan, saran, dan nasihat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membantu dan mendukung penulis. 5. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. sebagai dosen pembimbing yang dengan bijaksana, sabar, dan penuh ketelitian membimbing, mengarahkan, memotivasi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh dosen prodi PBSI yang dengan penuh dedikasi mendidik, mengarahkan, membimbing, membagi ilmu pengetahuan, memberikan
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dukungan, dan bantuan kepada penulis dari awal perkuliahan sampai selesai. 7. R. Marsidiq, selaku karyawan sekretariat Prodi PBSI yang dengan sabar memberikan pelayanan administratif kepada penulis dalam menyelesaikan berbagai urusan administrasi. 8. Dinas Pengelola Pasar Bringharjo beserta staf yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini. 9. Seluruh keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Bringharjo yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. 10. Teman-teman seperjuangan (Valentina Tris Marwati, Clara Dhika Ninda Natalia, Catarina Erni Riyanti, dan Nuridang Fitra Nagara) yang bersedia berjuang dan bekerja sama dengan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 11. Kika Ayu, Rosalia Desinta, Yohana Maria, Agatha Wahyu, Mikael Jati, Ambrosius Bambang, Rosalina Anik, Cicilia Verlit, Yuli Astuti, Bernadeta Febri, Risa Ferina, Ade Henta, Yudha Hening, Ignatius Satrio, Reinardus Aldo, Yohanes Marwan, dan semua sahabat PBSID angkatan 2009, yang berdinamika bersama selama menjalani perkuliahan di PBSI. 12. Semua pihak yang belum disebutkan yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan memberikan inspirasi bagi penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, 18 Desember 2013 Penulis
Katarina Yulita Simanulang
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI
Hal. HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
HALAAN PERSEMBAHAN
iv
HALAMAN MOTTO
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
vii
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
KATA PENGANTAR
x
DAFTAR ISI
xii
DAFTAR BAGAN
xvii
DAFTAR TABEL
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang Masalah
1
1.2 Rumusan Masalah
5
1.3 Tujuan Penelitian
6
1.4 Manfaat Penelitian
7
1.5 Batasan Istilah
7
1.6 Sistematika Penelitian
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
10
2.1 Penelitian yang Relevan
10
2.2 Pragmatik
15
2.3 Fenomena Pragmatik
17
2.3.1 Praanggapan
17
2.3.2 Tindak Tutur
18
xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2.3.3 Implikatur
20
2.3.4 Deiksis
21
2.3.5 Kesantunan
22
2.3.6 Ketidaksantunan
23
2.4 Teori-teori Ketidaksantunan
25
2.4.1 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher
25
2.4.2 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Bousfield
27
2.4.3 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Culpeper
28
2.4.4 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Terkourafi
30
2.4.5 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher and Watt
31
2.5 Konteks
34
2.6 Unsur Segmental
44
2.6.1 Diksi
44
2.6.2 Gaya Bahasa
51
2.6.3 Kategori Fatis
52
2.7 Unsur Suprasegmental
54
2.7.1 Tekanan
54
2.7.2 Intonasi
55
2.7.3 Nada
55
2.8 Teori Maksud
56
2.9 Kerangka Berpikir
59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
61
3.1 Jenis Penelitian
61
3.2 Data dan Sumber Data
62
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
63
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3.4 Instrumen Penelitian
65
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data
65
3.6 Sajian Hasil Analisis Data
67
3.7 Trianggulasi Data
68
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
69
4.1 Deskripsi Data
69
4.1.1 Melanggar Norma
71
4.1.2 Mengancam Muka Sepihak
72
4.1.3 Melecehkan Muka
73
4.1.4 Menghilangkan Muka
74
4.1.5 Menimbulkan Konflik
75
4.2 Analisis Data
76
4.2.1 Melanggar Norma
76
4.2.1.1 Subkategori Menolak
77
4.2.1.2 Subkategori Menentang
79
4.2.2 Mengancam Muka Sepihak
81
4.2.2.1 Subkategori Kesal
82
4.2.2.2 Subkategori Memerintah
85
4.2.2.3 Subkategori Menyindir
87
4.2.2.4 Subkategori Memperingatkan
89
4.2.2.5 Subkategori Mengancam
92
4.2.3 Melecehkan Muka
94
4.2.3.1 Subkategori Kesal
94
4.2.3.2 Subkategori Menyindir
97
4.2.3.3 Subkategori Mengejek
100
4.2.3.4 Subkategori Menentang
103
4.2.3.5 Subkategori Menolak
104
4.2.3.6 Subkategori Memperingatkan
106
4.2.4 Menghilangkan Muka
109
4.2.4.1 Subkategori Mengejek
xiv
110
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.2.4.2 Subkategori Memperingatkan
112
4.2.4.3 Subkategori Menyindir
115
4.2.4.4 Subkategori Kesal
118
4.2.4.5 Subkategori Meremehkan
120
4.2.5 Menimbulkan Konflik
123
4.2.5.1 Subkategori Mengancam
124
4.2.5.2 Subkategori Mengejek
127
4.2.5.3 Subkategori Memperingatkan
129
4.2.5.4 Subkategori Kesal
131
4.3 Pembahasan
135
4.3.1 Melanggar Norma
135
4.3.1.1 Subkategori Menolak
136
4.3.1.2 Subkategori Menentang
137
4.3.2 Mengancam Muka Sepihak
141
4.3.2.1 Subkategori Kesal
142
4.3.2.2 Subkategori Memerintah
145
4.3.2.3 Subkategori Menyindir
147
4.3.2.4 Subkategori Memperingatkan
150
4.3.2.5 Subkategori Mengancam
153
4.3.3 Melecehkan Muka
155
4.3.3.1 Subkategori Kesal
156
4.3.3.2 Subkategori Menyindir
159
4.3.3.3 Subkategori Mengejek
162
4.3.3.4 Subkategori Menentang
165
4.3.3.5 Subkategori Menolak
167
4.3.3.6 Subkategori Memperingatkan
169
4.3.4 Menghilangkan Muka
172
4.3.4.1 Subkategori Mengejek
172
4.3.4.2 Subkategori Memperingatkan
176
4.3.4.3 Subkategori Menyindir
178
4.3.4.4 Subkategori Kesal
182
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4.3.4.5 Subkategori Meremehkan 4.3.5 Menimbulkan Konflik
185 187
4.3.5.1 Subkategori Mengancam .
188
4.3.5.2 Subkategori Mengejek
192
4.3.5.3 Subkategori Memperingatkan
194
4.3.5.4 Subkategori Kesal
197
BAB V PENUTUP
202
5.1 Simpulan
202
5.1.1 Wujud Ketidaksantunan
202
5.1.2 Penanda Ketidaksantunan
203
5.1.2.1 Melanggar Norma
204
5.1.2.2 Mengancam Muka Sepihak
204
5.1.2.3 Melecehkan Muka
205
5.1.2.4 Menghilangkan Muka
205
5.1.2.5 Menimbulkan Konflik
205
5.1.3 Maksud Ketidaksantunan
206
5.2 Saran
207
5.2.1 Bagi Peneliti Lanjutan
207
5.2.2 Bagi Keluarga
208
DAFTAR PUSTAKA
209
LAMPIRAN
212
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR BAGAN Hal. Bagan 1 Kerangka Berpikir
60
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Hal. Tabel 1 Jumlah Data Tuturan berdasarkan Kategori Ketidaksantunan
69
Tabel 2 Persentase Jumlah Data Tuturan berdasarkan Subkategori Ketidaksantunan
70
Tabel 3 Melanggar Norma
72
Tabel 4 Mengancam Muka Sepihak
72
Tabel 5 Melecehkan Muka
73
Tabel 6 Menghilangkan Muka
74
Tabel 7 Menimbulkan Konflik
76
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi uraian (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) sistematika penyajian. Berikut adalah uraian dari kelima hal tersebut.
1.1 Latar Belakang Masalah Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial yang senantiasa akan hidup berdampingan dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia tentu akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain. Manusia dapat berinteraksi dengan baik apabila ia mampu berkomunikasi dengan baik pula. Masyarakat manusia, apa pun bentuknya, selalu memerlukan alat atau cara untuk berkomunikasi antar sesama warganya (Sumarsono, 2004:53). Alat komunikasi utama untuk berkomunikasi atau berinteraksi dengan sesama manusia adalah bahasa. Fungsi bahasa yang terutama adalah sebagai alat untuk bekerja sama atau berkomunikasi di dalam kehidupan manusia bermasyarakat (Chaer, 2011:2). Bahasa yang kita gunakan sehari-hari merupakan suatu sarana untuk menyampaikan gagasan, pikiran, konsep, dan perasaan. Manusia akan bersosialisasi dengan sesamanya melalui aktivitas berbahasa yang dapat diungkapkan baik secara lisan maupun tertulis. Ilmu yang mengkaji tentang bahasa adalah linguistik. Sosok linguistik sebagai ilmu bahasa yang meneliti dan mengkaji seluk-beluk bahasa natural
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
manusia, tidak saja aspek-aspek internal tetapi juga bagian-bagian eksternalnya, di dalam perkembangannya memiliki beberapa cabang atau ranting-ranting ilmu (Rahardi, 2003:9). Salah satu cabang ilmu linguistik yang bersifat eksternal adalah pragmatik. Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar,
dan
sebagai
pengacuan
tanda-tanda
bahasa
pada
hal-hal
“ekstralingual’ yang dibicarakan (Verhaar, 1996:14). Rahardi (2003:16) mengatakan bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial budaya tertentu. Karena pragmatik mengkaji maksud penutur sesuai konteks dan lingkungan sosialnya, bidang kajian pragmatik tentu berkaitan dengan kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa. Kesantunan berbahasa adalah bidang kajian pragmatik yang sudah banyak diteliti dan dikaji secara mendalam oleh para peneliti. Sementara ketidaksantunan merupakan kajian yang baru mulai dikembangkan. Ketidaksantunan dalam berbahasa merupakan fenomena pragmatik yang baru. Fenomena pragmatik yang tidak dikaji secara mendalam, tentu tidak akan bermanfaat banyak bagi perkembangan ilmu bahasa, khususnya pragmatik. Ketidaksantunan berbahasa ini dapat dikaji dalam berbagai bidang, yaitu bidang pendidikan,
keluarga,
dan
agama.
Ketidaksantunan
perlu
dikaji
untuk
mempertimbangan bentuk-bentuk ketidaksantunan berbahasa yang harus dihindari dalam praktik berkomunikasi. Kajian ini akan dapat memperkuat pendidikan karakter dalam lingkup pendidikan, keluarga, dan agama, yang ketiga-tiganya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
merupakan faktor sangat penting dan berpengaruh bagi pembentukan karakter bangsa. Ranah keluarga adalah salah satu bidang kajian ketidaksantunan berbahasa yang menarik untuk dikaji. Keluarga merupakan satuan atau kelompok terkecil dalam masyarakat. Keluarga menjadi titik awal seseorang mulai berkomunikasi. Tidak dapat dipungkiri, komunikasi dalam keluarga adalah salah satu faktor penting pembentukan karakter seseorang. Keluarga adalah tempat bagi seorang anak mengenal bahasa untuk pertama kalinya. Oleh sebab itu, kekhasan bahasa dalam keluarga akan sangat berpengaruh dalam perkembangan kebahasaan orangorang yang ada di dalam keluarga tersebut. Begitu pula jika di dalam keluarga kurang memperhatikan bahasa yang santun dalam praktik berkomunikasi tentu akan sangat mempengaruhi perkembangan karakter anggota keluarga tersebut terutama anak yang masih dalam masa perkembangan. Kehidupan sebuah keluarga tentu tidak pernah lepas dari status sosialnya. Cara berkomunikasi dalam kelompok masyarakat terkecil yang tidak lain adalah keluarga sangat erat kaitannya dengan status sosial yang telah melekat pada keluarga itu sendiri. Status sosial ini membagi keluarga dalam kelas-kelas sosial sesuai dengan lingkup pekerjaan dan lingkungannya. Secara umum, strata sosial di masyarakat melahirkan kelas-kelas sosial yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu atas (Upper Class), menengah (Midlle Class), dan bawah (Lower Class). Kelas atas mewakili kelompok elite di masyarakat yang jumlahnya sangat terbatas. Kelas
menengah
mewakili
kelompok
profesional,
kelompok
pekerja,
wiraswastawan, pedagang, dan kelompok fungsional lainnya. Sedangkan kelas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
bawah mewakili kelompok pekerja kasar, buruh harian, buruh lepas, dan semacamnya. Secara khusus, kelas sosial ini terjadi pada lingkungan-lingkungan khusus pada bidang tertentu sehingga content varian strata sosial sangat spesifik berlaku pada lingkungan itu. Content varian lebih banyak menyangkut variasi strata dalam satu lingkungan yang membedakannya dengan strata pada lingkungan lainnya (Bungin, 2006:49−50). Fenomena komunikasi yang terjadi dalam setiap keluarga tentu berbedabeda. Komunikasi sosial baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga tentu harus disesuaikan dengan konteks sosialnya. Fenomena komunikasi keluarga pedagang tentu sangat berbeda jika dibandingkan dengan komunikasi dalam keluarga pendidik atau keluarga berstatus sosial lainnya. Bagaimana anggota keluarga pedagang berbahasa tentu tidak luput dari pengaruh lingkungannya. Lingkungan yang tidak jauh dari dunia jual beli tentu akan membawa dampak tersendiri bagi komunikasi dalam keluarga ini. Dunia jual beli memberi efek tersendiri bagi kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa keluarga yang berlatar belakang sebagai pedagang. Pasar merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli yang tidak lepas dari peristiwa tawar menawar. Ketika menjajakan dagangannya, si penjual tentu akan menggunakan berbagai cara agar dapat menarik perhatian pembeli, salah satunya menggunakan suara dengan volume yang cukup keras. Volume yang keras ini menimbulkan kesan kasar pada bahasa yang digunakan oleh si penjual. Karena sudah menjadi bahasa sehari-hari si pedagang ketika menjajakan dagangannya, bahasa yang terkesan kasar itu akan terbawa dalam komunikasi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
keluarganya, bahkan menjadi kekhasan bahasa sehari-hari dalam keluarga. Oleh karena itu, pedagang yang berdagang di Pasar Beringharjo memberikan daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk mengkaji lebih jauh bagaimana ketidaksantunan berbahasa pada keluarga pedagang di pasar yang sangat terkenal di Yogyakarta tersebut. Pasar Beringharjo dipilih oleh peneliti karena pasar tersebut merupakan pasar yang terbesar di Yogyakarta dengan komoditi perdagangan yang sangat bervariasi. Berbagai macam komoditi, baik sandang maupun pangan, dijual di pasar ini. Pedagangnya pun bermacam-macam, baik daerah asal maupun sukunya. Selain pedagangnya yang bermacam-macam, pembeli yang datang ke pasar ini pun berasal dari berbagai daerah dengan beraneka bahasa. Dengan kondisi pasar yang demikian, sangat dimungkinkan terjadinya komunikasi yang terkesan kasar atau kurang santun. Dengan demikian, kemungkinan besar bahasa khas ala pasar yang kurang santun tersebut akan terbawa ketika si pedagang berada di rumah atau berkomunikasi dengan keluarganya. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini bermaksud mengkaji ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta yang ditinjau dari kajian linguistik dan pragmatik.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
1) Wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik apa sajakah yang terdapat dalam ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta? 2) Penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik apa sajakah yang digunakan oleh keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta? 3) Maksud apa sajakah yang mendasari penutur menggunakan bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun dalam ranah
keluarga pedagang yang
berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan wujud-wujud linguistik dan pragmatik yang terdapat dalam ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta. 2) Mendeskripsikan penanda linguistik dan pragmatik yang terdapat dalam ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta. 3) Mendeskripsikan maksud yang mendasari penutur menggunakan bentukbentuk kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil dan manfaat bagi berbagai pihak. Manfaat-manfaat tersebut antara lain sebagai berikut. 1) Manfaat Teoretis Kajian-kajian yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat memperluas
kajian
dan
memperkaya
khasanah
teoretis
tentang
ketidaksantunan dalam berbahasa sebagai fenomena pragmatik yang baru. 2) Manfaat Praktis a) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh para penutur dalam ranah keluarga untuk mempertimbangkan bentuk-bentuk ketidaksantunan berbahasa yang harus dihindari dalam praktik berkomunikasi. b) Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat pendidikan karakter dalam ranah keluarga yang merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh bagi pembentukan karakter bangsa.
1.5 Batasan Istilah 1) Ketidaksantunan berbahasa Struktur bahasa penutur yang tidak berkenan di hati mitra tutur. 2) Linguistik Ilmu tentang bahasa; telaah bahasa secara ilmiah (Depdiknas,2008:832) 3) Pragmatik Ilmu bahasa yang mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial budaya tertentu (Rahardi, 2003:16).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
4) Ketidaksantunan linguistik Ketidaksantunan berbahasa yang dikaji dari aspek-aspek linguistik suatu tuturan. 5) Ketidaksantunan pragmatik Ketidaksantunan berbahasa yang dikaji dari konteks situasi yang menyertai suatu tuturan. 6) Keluarga Ibu dan bapak beserta anak-anaknya; orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat (Depdiknas, 2008:659). 7) Pedagang Orang yang kerjanya berdagang (Depdiknas, 2008:285) 8) Keluarga pedagang Satuan kekerabatan terkecil dalam masyarakat yang kerjanya berdagang.
1.6 Sistematika Penyajian Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penelitian. Bab II berisi landasan teori yang akan digunakan untuk menganalisis masalah-masalah yang akan diteliti, yaitu tentang ketidaksantunan berbahasa. Teori-teori yang dikemukakan dalam bab II ini adalah teori tentang (1) penelitianpenelitian yang relevan, (2) pragmatik, (3) fenomena pragmatik, (4) teori
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
ketidaksantunan, (5) teori mengenai konteks, (6) unsur segmental, (7) unsur suprasegmental, (8) teori maksud dan (9) kerangkan berpikir. Bab III berisi metode penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur yang akan digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Dalam bab III akan diuraikan (1) jenis penelitian, (2) subjek penelitian, (3) metode dan teknik pengumpulan data, (4) instrumen penelitian, (5) metode dan teknik analisis data, (6) sajian hasil analisis data, dan (7) trianggulasi data. Bab IV berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3) pembahasan hasil penelitian. Bab V berisi tentang kesimpulan penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan penelitian ketidaksantunan berbahasa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi pemaparan penelitian yang relevan, landasan teori, dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tinjauan terhadap topik-topik sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan analisis dari penlitian ini yang terdiri atas teori pragmatik, fenomena pragmatik, ketidaksantunan berbahasa, konteks, unsur segmental, dan unsur suprasegmental. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian terdahulu dan teori yang relevan digunakan untuk menjawab rumusan masalah.
2.1 Penelitian yang Relevan Ketidaksantunan berbahasa dalam kajian ilmu pragmatik merupakan fenomena baru yang belum dikaji secara mendalam. Oleh karena itu, penelitian pragmatik yang mendalami kajian ketidaksantunan berbahasa belum banyak ditemukan. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji tentang ketidaksantunan berbahasa sebagai penelitian yang relevan. Penelitian-penelitian tentang ketidaksantunan berbahasa yang ditemukan oleh peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Rita Yuliastuti (2013), Caecilia Petra Gading May Widyawari (2013), Agustina Galuh Eka Noviyanti (2013), dan Olivia Melissa Puspitarini (2013).
10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
Penelitian tentang ketidaksantunan berbahasa yang dilakukan oleh Elizabeth Rita Yuliastuti (2013) berjudul Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Guru dan Siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode simak dan metode cakap. Pada penelitian ini, peneliti menemukan bahwa Pertama, wujud ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan tuturan lisan yang tidak santun antara guru dan siswa yang berupa tuturan melecehkan muka, memain-mainkan muka, kesembronoan, mengancam muka, dan menghilangkan muka, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan uraian konteks berupa penutur, mitra tutur, tujuan tutur, situasi, suasana, tindak verbal, dan tindak perlokusi yang menyertai tuturan tersebut. Kedua, penanda ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi, serta penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks yang menyertai tuturan yakni penutur, mitra tutur, situasi, suasana, tujuan tutur, tindak verbal, dan tindak perlokusi. Ketiga, makna ketidaksantunan (1) melecehkan muka yakni hinaan dan ejekan dari penutur kepada mitra tutur hingga melukai hati mitra tutur, (2) memain-mainkan muka yakni tuturan yang membuat bingung mitra tutur sehingga mitra tutur menjadi jengkel karena sikap penutur yang tidak seperti biasanya, (3) kesembronoan yang disengaja yakni penutur bercanda kepada mitra tutur sehingga mitra tutur terhibur, tetapi candaan tersebut dapat menimbulkan konflik, (4) mengancam muka yakni penutur memberikan ancaman kepada mitra tutur sehingga mitra tutur merasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
12
terpojokkan, dan (5) menghilangkan muka yakni penutur mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang. Penelitian yang mengkaji tentang ketidaksantunan juga pernah dilakukan oleh Caecilia Petra Gading May Widyawari (2013) dengan judul Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID Angkatan 2009—2011 Universitas Sanata Dharma. Jenis penelitian dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan wujud
ketidaksantunan
linguistik
dan
pragmatik
berbahasa,
penanda
ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa, serta makna ketidaksantunan berbahasa yang digunakan antarmahasiswa PBSID Angkatan 2009—2011 di Universitas Sanata Dharma. Peneliti menggunakan dua mtode dalam penelitan ini, pertama metode simak dengan teknik dasar berupa teknik sadap dan teknik lanjutan berupa teknik simak libat cakap dan teknik cakap, kedua metode cakap dengan teknik dasar berupa teknik pancing dan dua teknik lanjutan berupa teknik lanjutan cakap semuka dan tansemuka. Simpulan dari penelitian ini tidak jauh berbeda dengan simpulan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Rita Yuliastuti (2013), yakni (1) wujud ketidaksantunan linguistik dapat dilihat dari tuturan antarmahasiswa yang terdiri dari melecehkan muka, sembrono, mengancam muka dan menghilangkan muka. Lalu wujud ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks (penutur, mitra tutur, situasi, suasana, tindak verbal, tindak perlokusi dan tujuan tutur), (2) penanda ketidaksantunan linguistik yang ditemukan berupa nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks tuturan yang berupa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tindak verbal, tindak perlokusi, dan tujuan tutur, dan (3) makna ketidaksantunan berbahasa yaitu: a) melecehkan muka, ejekan penutur kepada mitra tutur dan dapat melukai hati, b) memainmainkan muka, membingungkan mitra tutur dan itu menjengkelkan, c) kesembronoan, bercanda yang menyebabkan konflik, d) menghilangkan muka, mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang, dan e) mengancam muka, menyebabkan ancaman pada mitra tutur. Penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh Agustina Galuh Eka Noviyanti (2013) dengan judul Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Jenis penelitian yang dilakukan oleh Agustina Galuh Eka Noviyanti ini serupa dengan penelitian sebelumnya, yaitu penelitian deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap dengan teknik sadap dan teknik pancing, dengan instrumen berupa pedoman atau panduan wawancara (daftar pertanyaan), pancingan, daftar kasus, dan peneliti sendiri. Data dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode kontekstual. Penelitian ini menjawab tiga masalah tentang (a) wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa apa saja yang digunakan oleh antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, (b) penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa apa saja yang digunakan antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, dan (c) apakah makna penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa yang digunakan antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
Penelitian tentang ketidaksantunan berbahasa selanjutnya dilakukan pula oleh Olivia Melissa Puspitarini (2013) yang mengangkat judul Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Dosen dan Mahasiswa Program Studi PBSID, FKIP, USD, Angkatan 2009—2011. Penelitian yang menjadikan dosen dan mahasiswa Program Studi PBSID sebagai sumber data ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, serupa dengan penelitian yang telah dilakukan oleh ketiga peneliti di atas. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap, dengan menggunakan instrumen berupa panduan wawancara, daftar pertanyaan pancingan, dan daftar kasus. Penelitian ini juga menemukan hasil serupa seperti penelitian sebelumny, yakni pertama, wujud ketidaksantunan linguistik berdasarkan tuturan lisan dan wujud ketidaksantunan pragmatik berbahasa yaitu uraian konteks tuturan tersebut. Kedua, penanda ketidaksantunan linguistik yaitu nada, intonasi, tekanan, dan diksi, serta penanda pragmatik yaitu konteks yang menyertai tuturan yakni penutur, mitra tutur, situasi, dan suasana. Ketiga, makna ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa meliputi 1) melecehkan muka yakni penutur menyindir atau mengejek mitra tutur, 2) memainkan muka yakni penutur membuat jengkel dan bingung mitra tutur, 3) kesembronoan yang disengaja yakni penutur bercanda kepada mitra tutur dan mitra tutur terhibur namun candaan tersebut dapat menimbulkan konflik bila candaan tersebut ditanggapi secara berlebihan, 4) menghilangkan muka yakni penutur mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang, dan 5) mengancam muka yakni penutur memberikan ancaman atau tekanan kepada mitra tutur yang menyebabkan mitra tutur terpojok.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
Keempat penelitian di atas merupakan penelitian yang mengkaji tentang ketidaksantunan berbahasa dalam, khususnya ketidaksantunan berbahasa dalam ranah pendidikan. Keempat penelitian di atas menemukan tiga hal penting tentang masalah ketidaksantunan, yakni wujud, penanda, dan makna ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa. Dengan mengacu dari keempat penelitian tersebut, peneliti akan mengkaji lebih dalam tentang ketidaksantunan berbahasa, secara khusus ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga pedagang.
2.2 Pragmatik Pragmatik merupakan ilmu yang mengkaji bahasa dalam kaitannya dengan konteks penutur dan lingkungannya. Dalam sebuah komunikasi atau percakapan, penutur dan mitra tutur tidak dapat meluputkan konteks situasi tuturan. Mitra tutur tidak hanya memahami maksud dari tuturan penutur, tetapi juga harus memahami konteks tuturan tersebut. Hal itu penting dalam kelancaran komunikasi. Dengan demikian, pragmatik adalah ilmu bahasa yang terikat konteks. Ilmu bahasa pragmatik sebagai salah satu cabang linguistik, sesungguhnya baru mulai mencuat dan kemudian berkembang hingga menjadi benar-benar berkumandang dalam percaturan linguistik Amerika Serikat sejak tahun 1970-an. Pada tahun-tahun sebelumnya, khususnya pada tahun 1930-an, linguistik masih dianggap hanya mencakup bidang-bidang tradisional saja seperti misalnya fonetik, morfologi, dan fonemik. Sementara, istilah ilmu bahasa pragmatik, yang semula disebut dengan pragmatika, sebenarnya sudah mulai dikenal sejak masa hidupnya seorang filsuf sangat ternama, yakni Charles Morris. Berdasarkan gagasan dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
pemikirannya, sosok pragmatik lalu dapat dikatakan mulai terlahir di dunia, dan mulai bertengger di atas bumi linguistik dan hingga kini kian terbukti, bahwa sosok ilmu bahasa pragmatik berkembang secara amat signifikan dan menjadi bagian dari ilmu bahasa yang tidak dapat diabaikan (Rahardi, 2003:3−8). Huang (2007:2) menuturkan bahwa “pragmatics is the systematic study of meaning by virtue of, or dependent on, the use of language”. Huang mendefinisikan pragmatik sebagai studi sistematis tentang makna yang berdasarkan atau tergantung pada penggunaan bahasa. Kemudian, Cruse (2000:16) dalam Cummings (2007:2) memaparkan bahwa pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi yang disampaikan melalui bahasa yang tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, tetapi yang juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvesional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut. Seperti yang sudah dicantumkan pada bagian sebelumnya, pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual’ yang dibicarakan (Verhaar, 1996:14). Rahardi (2003:16) mengatakan bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial budaya tertentu. Selanjutnya, Yule (2006:3−6) merangkum empat ruang lingkup yang tercakup dalam pragmatik. Pertama, pragmatik adalah studi tentang maksud
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
penutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Ketiga, pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan. Keempat, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan. Pragmatik semakin menarik karena melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik, tetapi pragmatik dapat juga merupakan ruang lingkup studi yang mematahkan semangat karena studi ini mengharuskan orang untuk saling memahami apa yang ada dalam pikiran mereka. Dari definisi beberapa ahli di atas, dapatlah dikatakan bahwa pragmatik merupaka ilmu kebahasaan yang mengkaji maksud sebuah tuturan dengan mengacu dari unsur luar bahasa, dalam hal ini adalah konteks situasi dan lingkungan di mana tuturan itu lahir. Dengan demikian, jelaslah bahwa pragmatik adalah ilmu yang terikat konteks. Sebagai cabang ilmu linguistik, pragmatik sangatlah penting dalam kajian ilmu kebahasaan. Tidak mungkin tidak pragmatik diluputkan dalam studi kebahasaan.
2.3 Fenomena Pragmatik Pragmatik sebagai ilmu bahasa yang terikat konteks mengkaji enam fenomena, yaitu praanggapan, tindak tutur, implikatur, deiksis, kesantunan, an ketidaksantunan. Berikut pemaparan dari keenam fenomena tersebut.
2.3.1 Praanggapan Praanggapan atau presupposisi merupakan unsur penting yang harus saling dipahami oleh penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Penutur beranggapan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
bahwa terdapat informasi tertentu yang sudah diketahui oleh mitra tuturnya berkenaan dengan tuturan yang akan disampaikan oleh penutur. Oleh karena itu, informasi tersebut tidak perlu dikatakan meskipun informasi tersebut merupakan bagian yang harus dipahami oleh mitra tutur bersama dengan tuturan si penutur. Yule (2006:43) memaparkan bahwa presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Presupposisi ini dimiliki oleh penutur, bukan kalimat. Dalam analisis tentang bagaimana asumsi-asumsi penutur diungkapkan secara khusus, presupposisi sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur. Berdasarkan hal tersebut, Yule (2006:46) membagi presupposisi menjadi enam jenis, yaitu presupposisi eksistensial, presupposisi faktif, presupposisi leksikal, presupposisi nonfaktif, presupposisi struktural, presupposisi faktual tandingan atau konterfaktual.
2.3.2 Tindak Tutur Tindak tutur adalah fenomena pragmatik yang berkenaan dengan tindakan penutur yang ditunjukkan melalui tuturan. Diperjelas oleh Yule (2006:82−84) bahwa tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat tuturan biasanya disebut tindak tutur. Tindakan yang ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan mengandung tiga tindak yang saling berhubungan. Pertama, tindak lokusi, yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kedua, tindak illokusi. Penutur membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di dalam pikiran. Tindak illokusi ditampilkan melalui penekanan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
komunikatif suatu tuturan. Ketiga, tindak perlokusi. Tentu penutur tidak secara sederhana menciptakan tuturan yang memiliki fungsi tanpa memaksudkan tuturan itu memiliki akibat. Tindak tutur diklasifikasikan menjadi 5 jenis fungsi umum, yaitu deklaratif, representatif, ekspresif, direktif, dan komisif (Yule, 2006:92–94). Deklarasi adalah jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Contoh 1: Pastor : Sekarang saya menyebut Anda berdua suami-istri. Seperti contoh tersebut menggambarkan, penutur harus memiliki peran institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan suatu deklarasi secara tepat. Pada waktu menggunakan deklarasi penutur mengubah dunia dengan kata-kata. Jenis tindak tutur selanjutnya adalah representatif. Representatif merupakan jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini penutur kasus atau bukan. Pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. Contoh : Bumi itu datar. Itu merupakan contoh dunia sebagai sesuatu yang diyakini oleh penutur
yang
menggambarkannya.
Pada
waktu
menggunakan
sebuah
representatif, penutur mencocokkan kata-kata dengan dunia (kepercayaannya). Selanjutnya, tindak tutur ekspresif merupakan jenis tindak tutur yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Contoh: Sungguh, saya minta maaf. Tindak tutur itu mungkin disebabkan oleh sesuatu yang dilakukan oleh penutur atau pendengar, tetapi semuanya menyangkut pengalaman penutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
Direktif adalah jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan negatif. Contoh 1: Berilah aku secangkir kopi. Buatkan kopi pahit. Contoh 2: Jangan menyentuh itu! Pada waktu menggunakan direktif, penutur berusaha menyesuaikan dunia dengan kata (lewat pendengar). Jenis tindak tutur yang terakhir adalah komisif. Jenis tindak tutur ini adalah jenis tindak tutur yang dipahami oleh penutur untuk mengaitkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur. Tindak tutur ini dapat berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Contoh : Saya akan kembali. Pada waktu menggunakan komisif, penutur berusaha untuk menyesuaikan dunia dengan katakata (lewat penutur).
2.3.3 Implikatur Ketika terjadi sebuah tuturan, sesungguhnya penutur dan mitra tutur harus memiliki pemahaman yang sama tentang latar belakang pengetahuan dari topik yang dituturkan oleh penutur. Hal itulah yang akan memperlancar terjadinya komunikasi. Grice (1975) via Rahardi (2005:43) menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari tuturan tersebut.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
Yule (2006:61) juga memaparkan implikatur secara kompleks. Jika seorang pendengar mendengar suatu tuturan, pertama-tama dia harus berasumsi bahwa penutur sedang melaksanakan kerja sama dan bermaksud untuk menyampaikan informasi. Informasi itu tentunya (memiliki makna) lebih banyak daripada sekedar kata-kata itu. Makna ini merupakan makna tambahan yang disampaikan, yang disebut dengan implikatur. Dengan mengatakan suatu tuturan, penutur berharap pendengar akan mampu menentukan implikatur yang dimaksud dalam konteks berdasarkan pada apa yang sudah diketahui.
2.3.4 Deiksis Deiksis adalah fenomena pragmatik tentang apa yang ditunjuk oleh penutur berkaitan dengan konteks tuturannya. Yule (2006:13−14) menjabarkan bahwa deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukan’ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan ‘penunjukan’ disebut ungkapan deiksis. Ketika seseorang menunjuk suatu objek dan bertanya, “Apa itu?”, maka ia telah menggunakan ungkapan deiksis (“itu”) untuk menunjuk sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba. Ungkapan-ungkapan deiksis kadangkala juga disebut indeksikal. Masih oleh Yule, dijelaskan pula bahwa ungkapan-ungkapan itu berada di antara bentuk-bentuk awal yang dituturkan oleh anak-anak yang masih kecil dan dapat digunakan untuk menunjuk orang dengan deiksis pesona (‘ku’, ‘mu’), atau untuk menunjuk tempat dengan deiksis spasial (‘di sini’, ‘di sana’), atau untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menunjuk waktu dengan deiksis temporal (‘sekarang’, ‘kemudian’).
22
Untuk
menafsirkan deiksis-deiksis itu, semua ungkapan bergantung pada penafsiran penutur dan pendengar dalam konteks yang sama. Jelas sekali bahwa deiksis mengacu pada bentuk yang terkait dengan konteks penutur, yang dibedakan secara mendasar antara ungkapan-ungkapan deiksis’dekat penutur’ dan ‘jauh dari penutur’.
2.3.5 Kesantunan Fenomena kelima yang dikaji oleh pragmatik adalah kesantunan. Bahasa yang digunakan oleh seseorang merupakan cerminan dari dirinya sendiri. Melalui bahasa pula, orang lain dapat menilai harkat dan martabat seseorang. Seseorang yang mampu berbahasa secara santun menunjukkan kepribadiannya yang santun pula. Inilah mengapa, memperhatikan kesantunan dalam berbahasa menjadi suatu hal penting pula dalam berkomunikasi dengan lingkungan sosial. Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Ketika menggunakan bahasa dalam bersosialisasi, penutur harus memperhatikan kaidah berbicara dengan baik dan benar. Bahasa yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku. Begitu juga ketika seseorang sedang menulis cerpen, mereka menggunakan kaidah bahasa sesuai dengan peran tokoh yang sedang diperankan. Namun, kedua hal tersebut tidaklah cukup. Masih ada satu kaidah lagi yang perlu diperhatikan yaitu kesantunan (Pranowo, 2009:4−5).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
Pranowo (2009:14−15) juga menyebutkan tiga alasan berbahasa secara santun dalam interaksi penutur dan mitra tutur. Pertama, mitra tutur diharapkan dapat memahami maksud yang diampaikan oleh penutur. Kedua, setelah mitra tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang lain. Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antara penutur dengan mitra tutur.
2.3.6 Ketidaksantunan Dalam perkembangan pragmatik, kelima fenomena yang telah dipaparkan di atas ternyata kurang menjawab semua permasalahan bahasa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Terdapat fenomena baru yang perlu dikaji secara mendalam di dalam kajian pragmatik. Fenomena baru ini muncul berdasarkan konteks dan lingkungan penutur yang selalu berkembang. Fenomena baru yang muncul seiring perkembangan kajian pragmatik ini adalah ketidaksantunan berbahasa. Tidak jauh berbeda dengan kelima fenomena yang telah dikaji secara mendalam sebelumnya, ketidaksantunan tentulah tidak lepas dari konteks. Ketidaksantunan berbahasa muncul dengan melihat realita di masyarakat bahwa berbahasa secara santun masih jauh dari harapan. Penggunaan bahasa yang santun tampaknya kurang mendapat perhatian. Banyak individu yang merupakan bagian dari masyarakat tidak mengindahkan pentingnya berbahasa secara santun. Padahal, untuk dapat berkomunikasi dengan lancar, seseorang tidak hanya dituntut
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
mampu menggunakan bahasa yang baik dan benar, tetapi juga harus mampu berbahasa secara santun. Pranowo (2009:72−73) menyebutkan empat faktor yang menyebabkan adanya ketidaksantunan pemakaian bahasa. Pertama, ada orang yang memang tidak tahu kaidah kesantunan yang harus dipakai ketika berbicara. Kedua, faktor pemerolehan bahasa. Kebanyakan kesantunan berbahasa Indonesia masyarakat Indonesia dikuasai secara alamiah. Mereka berbahasa secara santun, tetapi tidak dapat menjelaskan kaidah kesantunan apa yang digunakan. Ketiga, ada orang yang sulit meninggalkan kebiasaan lama dalam budaya bahasa pertama sehingga masih terbawa dalam kebiasaan baru (berbahasa Indonesia) (interferensi). Keempat, karena sifat bawaan “gawan bayi” yang memang suka berbicara tidak santun di hadapan publik. Pranowo (2009:68−71) menunjukkan beberapa fakta dalam berkomunikasi yang tidak santun. Komunikasi menjadi tidak santun jika penutur ketika bertutur menyampaikan kritik secara langsung kepada mitra tutur. Ketika bertutur, penutur didorong rasa emosi yang berlebihan ketika bertutur sehingga terkesan marah kepada mitra tutur. Selain itu, seorang penutur kadang-kadang protektif terhadap pendapatnya ketika bertutur. Hal demikian dimaksudkan agar tuturan mitra tutur tidak dipercaya oleh pihak lain. Fakta lain, dapat pula penutur sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam bertutur. Dengan demikian, mitra tutur menjadi tidak berdaya. Tuturan menjadi tidak santun dengan fakta jika penutur terkesan menyampaikan kecurigaan terhadap mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
2.4 Teori-teori Ketidaksantunan Dalam buku Impoliteness in Language: Studies on its Interplay with Power in Teory and Practice yang disusun oleh Bousfield dan Locher (2008) seperti yang telah dikutip dan dibahasakan oleh Rahardi (2012) dalam presentasinya “Penelitian Kompetensi: Ketidaksantunan Pragmatik dan Linguistik Berbahasa dalam Ranah Keluarga (Family Domain)”, tampak bahwa beberapa ahli telah menelaah fenomena baru ini. Berikut pemaparan beberapa ahli mengenai ketidaksantunan berbahasa.
2.4.1 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher Miriam A Locher (2008) berpendapat bahwa ketidaksantunan dalam berbahasa dapat dipahami sebagai berikut, ‘…behaviour that is face-aggravating in a particular context.’ Intinya, ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk pada perilaku ‘melecehkan’ muka (face-aggravate). Perilaku melecehkan muka itu sesungguhnya lebih dari sekadar ‘mengancam’ muka (face-threaten), seperti yang ditawarkan dalam banyak definisi kesantunan klasik Leech (1983), Brown and Levinson (1987), atau sebelumnya pada tahun 1978, yang cenderung dipengaruhi konsep muka Erving Goffman (cf. Rahardi, 2009). Interpretasi lain yang berkaitan dengan definisi Locher terhadap ketidaksantunan berbahasa ini adalah bahwa tindakan tersebut sesungguhnya bukanlah sekadar perilaku ‘melecehkan muka’, melainkan perilaku yang ‘memainmainkan muka’. Jadi, ketidaksantunan berbahasa dalam pemahaman Miriam A.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
Locher adalah sebagai tindak berbahasa yang melecehkan dan memain-mainkan muka, sebagaimana yang dilambangkan dengan kata ‘aggravate’ itu. Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut. Situasi: Ketika liburan tiba, sang anak yang sedang kuliah di Jogja pulang ke kampung halamannya di Lampung dan bercakap-cakap dengan ibunya. Wujud Tuturan: Anak : “Bu, aku pulang ni. Hehe.” (berbasa-basi dengan ibu dengan nada riang). Ibu : “Eh, anakku udah pulang. Lho, katanya kuliah di Jogja, tapi kok pulang-pulang kulitmu jadi kayak kulit orang utan, item kayak gak keurus gitu.” Anak : “Ibu ni lho.” (langsung masuk kamar dengan wajah tertunduk).
Dari percakapan di atas, tuturan sang ibu menunjukkan bahwa ia mengejek kulit anaknya yang hitam seperti tidak dirawat. Hal itu ditunjukkan pada tuturan kulitmu jadi kayak kulit orang utan. Tuturan tersebut menunjukkan tuturan seorang ibu yang tidak santun meskipun diucapkan dengan nada santai dan berjanda. Namun, tuturan tersebut justru mengakibatkan sang anak tersinggung. Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa
teori
ketidaksantunan
berbahasa
dalam
pandangan
Locher
ini
menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan berbahasa oleh penutur yang memiliki maksud menyinggung perasaan mitra tutur dengan melecehkan muka atau memain-mainkan muka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
2.4.2 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Bousfield Dalam pandangan Bousfield (2008), ketidaksantunan dalam berbahasa dipahami sebagai, ‘The issuing of intentionally gratuitous and conflictive facethreatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed.’ Bousfield memberikan penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ (gratuitous), dan konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun itu. Jadi apabila perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka, dan ancaman terhadap muka itu dilakukan secara sembrono (gratuitous), hingga akhirnya tindakan berkategori sembrono demikian itu mendatangkan konflik, atau bahkan pertengkaran, dan tindakan tersebut dilakukan dengan kesengajaan (purposeful), maka tindakan berbahasa itu merupakan realitas ketidaksantunan. Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfiled ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut. Situasi: Pada sebuah keluarga, seorang ayah sedang menerima dua orang tamu yang cukup penting. Mereka berbincang-bincang di ruang tamu. Namun, dalam sela-selan perbincangan itu, anak si pemilik rumah yang berusia 8 tahun berlari-lari dengan seorang temannya melintasi ruang tamu. Hal itu dilakukannya berulang kali, sehingga ayah dan dua orang tamunya terganggu dengan situasi itu.
Wujud Tuturan: Ayah : “Nak, kamu tu apa ndak bisa mainnya di luar aja? Bapak tu lagi ada tamu ni lho. Kalau ada tamu tu mbok dihargai.” Anak : “Ih, wong aku seneng mainnya di sini kok, Pak. Di luar panas.” (masih sambil berlari-lari di ruang tamu). Ayah : “Kamu tu susah banget di omongin. Masih kecil udah ngelawan, gimana kalau besar nanti.” (sang ayah semakin bernada tinggi).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
Berdasarkan percakapan di atas, sang ayah menegur anaknya agar menghargai orang lain yang sedang bertamu. Namun, sang anak justru memjawab secara sembrono dengan tuturan Ih, wong aku seneng mainnya di sini kok, Pak. Jawaban sang anak tersebut merupakan tuturan yang tidak santun, karena ia bukannya menuruti kata-kata ayahnya, justru membantah dengan menjawab demikian. Tuturan tersebut justru semakin menimbulkan konflik dan membuat sang ayah marah. Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud adanya sebuah kesembronoan yang akhirnya menimbulkan adanya koflik antara penutur dan mitra tutur.
2.4.3 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Culpeper Pemahaman Culpeper (2008) tentang ketidaksantunan berbahasa adalah, ‘Impoliteness, as I would define it, involves communicative behavior intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’ Dia memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’—kalau dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu dekat dengan konsep ‘kelangan rai’ (kehilangan muka). Jadi ketidaksantunan (impoliteness) dalam berbahasa itu merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeperr ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut. Situasi: Pada suatu kesempatan, terdapat sebuah pertemuan keluarga besar. Mereka memperbincangkan suatu masalah keluarga yang cukup serius. Setelah perbincangan serius itu selesai, mereka berbasa-basi satu sama lain. Wujud Tuturan: Paman
: “Gimana kuliahmu, Nduk? Lancar tow?” (seorang paman berkata dengan keponakannya yang masih kuliah). Keponakan : “Lancar kok, Paman.” Bibi : “Loh, Nduk, kamu tu kan Cuma ngambil D3, kok udah 4 tahun gak lulus-lulus. Nek gitu sih mending sana kamu bantuin ibumu mepe gabah. Kayak gitu kan malah lumayan bisa ngasih makan sekeluarga.” Semua keluarga tertawa mendengar tuturan sang bibi. Keponakan : (diam saja, tertunduk malu dan tersinggung dengan tuturan bibinya).
Dari percakapan di atas, jika dilihat dari konteks situasi tuturan, sebenarnya sang bibi bertutur dengan nada bercanda. Namun, dengan tuturan Nek gitu sih mending sana kamu bantuin ibumu mepe gabah yang dimaksud oleh sang bibi bukan hanya candaan, melainkan juga sebuah sindiran. Candaan sang bibi tersebut diikuti dengan tawa dari semua keluarga yang hadir dalam pertemuan keluarga tersebut. Tuturan yang diungkapkan oleh sang bibi merupakan tuturan yang tidak santun karena mengakibatkan keponakannya tersinggung dan tertunduk malu. Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud mempermalukan mitra tuturnya.
2.4.4 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Terkourafi Terkourafi (2008) memandang ketidaksantunansebagai, ‘impoliteness occurs when the expression used is not conventionalized relative to the context of occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-threatening intention is attributed to the speaker by the hearer.’
Jadi, perilaku berbahasa dalam
pandangannya akan dikatakan tidak santun bilamana mitra tutur (addressee) merasakan ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur (speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya. Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut. Situasi: Pada suatu kesempatan dalam sebuah kamar, tiba-tiba dari luar kamar seorang adik masuk dan menepuk pundak kakaknya yang sedang rebahan di tempat tidur. Wujud Tuturan: Adik
: “Baaaaaaaa, kakak liat bajuku yang baru dibelikan ibu gak:” (sambil menepuk pundak kakaknya). Kakak : “Ih, apaan si kamu. Dasar, kurang kerjaan.” (dengan nada tinggi dan membentak).
Dari ilustrasi di atas, tuturan adik menunjukkan bahwa ia ingin mendapatkan respon dari kakaknya dengan nada tanya dan menepuk pundak kakaknya tersebut. Namun, cara si adik meminta respon tersebut mengakibatkan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
kakak merasa tidak nyaman dengan disentuh pundaknya. Adik berkata dengan intonasi normal, tetapi si kakak menjawab dengan intonasi tinggi dan membentak. Dari percakapan antara kakak dan adik di atas, dapat diketahui bahwa kakak menanggapi adiknya dengan rasa kesal yang mengancam muka si adik secara sepihak. Hal tersebut mengakibatkan si adik sebagai mitra tutur merasa terancam dan malu dengan tanggapan kakaknya. Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud mengancam muka sepihak mitra tuturnya, tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur.
2.4.5 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher and Watts Locher and Watts (2008) berpandangan bahwa perilaku tidak santun adalah perilaku yang secara normatif dianggap negatif (negatively marked behavior), lantaran melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Juga mereka menegaskan bahwa ketidaksantunan merupakan peranti untuk menegosiasikan hubungan antarsesama (a means to negotiate meaning). Selengkapnya pandangan mereka tentang ketidaksantunan tampak berikut ini, ‘…impolite behaviour and face-aggravating behaviour more generally is as much as this negation as polite versions of behavior.’ (cf. Lohcer and Watts, 2008:5).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
Konsep mengenai perilaku ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts ini dapat diilustrasikan dengan situasi berikut. Situasi: Pada suatu malam pukul 22.00 WIB, seorang ibu menegur anaknya yang pulang terlambat. Sebelum pergi, si anak sudah menyetujui akan pulang pukul 21.00 WIB sesuai dengan aturan dari ibunya. Namun, sang anak justru baru pulang pukul 22.00 WIB.
Wujud Tuturan: Ibu
: “Udah puas mainnya?” (ibu menyambut kepulangan anaknya dengan nada sinis). Anak : “Apa to, bu? Wong baru jam segini kok.” (menjawab pertanyaan ibunya dengan nada santai) Ibu : “Oalah, Nduk. Wong udah telat, kok masih ngomong baru jam segini.” (berlalu dengan nada semakin sinis). Anak : “Ibu ki gak tau anak zaman sekarang.”
Dari ilustrasi tersebut, tuturan ibu menunjukkan bahwa ia menegur anaknya yang pulang terlambat, tidak sesuai dengan kesepakatan sebelum pergi. Namun, si anak justru tidak merasa bersalah telah melanggar aturan yang telah disepakati. Hal itu mengakibatkan sang ibu semakin jengkel dan sinis menanggapi tuturan anaknya. Tuturan sang ibu yang semakin sinis justru tetap tidak dihiraukan oleh sang anak dengan tuturan ibu ki gak tau anak zaman sekarang. Tuturan sang anak tersebut merupakan tuturan yang tidak sopan kepada ibunya karena telah mengacuhkan dan melanggar kesepakatan yang telah disepakatinya sebelum pergi. Berdasarkan ilustrasi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
yang secara normatif dianggap negatif, karena dianggap melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat (tertentu).
Peneliti memahami sejumlah teori ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan beberapa tokoh di atas dengan megaskan bahwa (1) dalam pandangan Miriam A. Locher ketidaksantunan berbahasa sebagai tindak berbahasa yang menyinggung perasaan mitra tutur dengan melecehkan muka atau memainmainkan muka, (2) ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield adalah perilaku berbahasa yang dilakukan dengan adanya sebuah kesembronoan yang akhirnya menimbulkan adanya koflik antara penutur dan mitra tutur, (3) ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper adalah perilaku berbahasa untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka dengan maksud untuk mempermalukan mitra tuturnya, (4) ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi adalah perilaku berbahasa yang bilamana mitra tutur merasakan ancaman terhadap kehilangan muka atau penutur mengancam muka mitra tuturnya tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur, dan (5) ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts adalah perilaku berbahasa yang secara normatif dianggap negatif, lantaran melanggar normanorma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Kelima teori ketidaksantunan tersebut akan digunakan dalam penelitian ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
2.5 Konteks Pada prinsipnya, pragmatik adalah ilmu yang menonjolkan adanya konteks situasi dalam tuturan. Konteks sangat mempengaruhi bentuk kebahasaan yang digunakan oleh penutur. Konteks adalah bagian terpentig dalam pragmatik di mana maksud penutur dalam tuturan dapat diketahui dengan mengetahui konteks situasi yang mengelilingi terjadinya sebuah tuturan. Sebelum para ahli linguistik dan pragmatik, pada tahun 1923 Malinowsky telah terlebih dahulu berbicara tentang konteks itu, khususnya konteks yang berdimensi situasi atau ‘context of situation’. Secara khusus Malinowsky mengatakan, seperti yang dikutip di dalam Vershueren (1998:75) via Kunjana (2003), ‘Exactly as in the reality of spoken or written languages, a word without linguistics context is a mere figment and stands for nothing by itself, so in the reality of a spoken living tongue, the utterance has no meaning except in the context of situation.’ Jadi, di dalam pandangannya sesungguhnya dinyatakan bahwa kehadiran konteks situasi menjadi mutlak untuk menjadikan sebuah tuturan benar-benar bermakna. Rahardi (2003:20) mengemukakan bahwa konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Kemudian Levinson (1983:22−23) via Nugroho (2009:119) menjelaskan bahwa untuk mengetahui konteks, seseorang harus membedakan antara situasi aktual sebuah tuturan dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
35
semua keserbaragaman ciri-ciri tuturan mereka, dan pemilihan ciri-ciri tuturan tersebut secara budaya dan linguistis yang berhubungan dengan produksi dan penafsiran tuturan. Jika Malinosky menyebut ‘context of situation’, Leech (1983) menggunakan istilah ‘speech situation’ dalam pemahamannya tentang konteks. Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan, Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Aspek-aspek itu adalah sebagai berikut. 1) Penutur dan lawan tutur Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penulis dan pembaca bila tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya. 2) Konteks tuturan Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial disebut konteks. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan (back gorund knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
3) Tujuan penutur Bentuk-bentk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Di dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities). Ada perbedaan yang mendasar antara pandangan pragmatik yang bersifat fungsional dengan pandangan gramatika yang bersifat formal. Di dalam pandangan yang bersifa formal, setiap bentuk lingual yang berbeda tentu memiliki makna yang berbeda. 4) Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dan sebagainya, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hubungan ini, pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas penutur dan lawan tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya. 5) Tuturan sebagai produk tindak verbal Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh karenanya,
tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
verbal. Sebagai contoh, kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang? Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini, dapat ditegaskan ada perbedaan yang mendasar antara kalimat (sentence) dengan tuturan (utturance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi tertentu. Selain kelima aspek tuturan yang telah dijelaskan oleh Leech (1983), lebih lanjut dijelaskan perihal yang berkenaan dengan penutur dan lawan tutur di dalam Verschueren (1998:76) via Kunjana (2012), bahwa bagi sebuah pesan (message), untuk dapat sampai kepada ‘interpreter’ (I) dari seorang ‘utterer’ (U), selain akan ditentukan oleh keberadaan konteks linguistiknya (linguistic context), juga oleh konteks dalam pengertian yang sangat luas, yang mencakup latar belakang fisik tuturan (physical world of the utterance), latar belakang sosial dari tuturan (social world of the utterance), dan latar belakang mental penuturnya (mental world of the utterance). Jadi setidaknya, Verschueren menyebut empat dimensi konteks yang sangat mendasar dalam memahami makna sebuah tuturan. 1) ‘The utterer’ dan ‘The Interpteter’ Pembicara dan lawan bicara, penutur dan mitra tutur, atau ‘the utterer’ and ‘the interpreter’ adalah dimensi paling signifikan dalam pragmatik. Dalam hal ini, ‘pembicara’ atau ‘penutur’ (utterer) itu memiliki banyak suara (many voices), sedangkan mitra tutur atau mitra wicara atau interpreter, lazimnya dikatakan memiliki banyak peran. Penutur atau pembicara, atau yang lazim disebut ‘the speaker’ dan ‘the utterer’, memang memiliki banyak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
kemungkinan kata. Bahkan ada kalanya pula, seorang penutur atau ‘utterer’ dapat berperan sebagai ‘interpreter’. Jadi, dia sebagai penutur atau pembicara, tetapi juga sekaligus dia sebagai pengintepretasi atas apa yang sedang diucapkannya itu. Hal lain lagi yang juga mutlak harus diperhatikan dan diperhitungkan dalam kaitan dengan ‘utterer’ dan ‘interpreter’ atau ‘pembicara’ dan ‘mitra wicara’ adalah jenis kelamin, adat-kebiasaan, dan semacamnya. Hal tersebut adalah perihal ‘the influence of numbers’ alias ‘pengaruh dari jumlah’ orang yang hadir dalam sebuah pertutursapaan. Jadi, memang akan menjadi sangat berbeda makna kebahasaan yang muncul bilamana sebuah pertutursapaan dihadiri orang dalam jumlah banyak, dan bilamana hanya dihadiri dua pihak saja, yakni penutur (utterer) dan mitra tutur (interpreter). Jika penutur berbicara di depan publik yang jumlahnya tidak sedikit, dipastikan berbeda bentuk kebahasaannya jika dibandingkan dengan seorang mitra tutur saja. Lazimnya, seorang penutur tunggal akan sedikit banyak memiliki beban psikologis jika berhadapan dengan publik yang jumlahnya tidak sedikit. Sebaliknya, jika ‘interpreter’ hanya berjumlah satu, sedangkan ‘utterer’ jumlahnya jauh lebih banyak, ‘interpreter’ itu akan cenderung menginterpretasi dengan hasil yang berbeda daripada jika ‘utterer’ itu hanya satu orang saja jumlahnya. Jadi, semuanya ini menegaskan, bahwa kehadiran penutur yang banyak, cenderung akan memengaruhi proses interpretasi makna oleh ‘interpreter’. Demikian pula jika jumlah ‘utterer’ itu banyak,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
maka interpretasi kebahasaan yang akan dilakukan ‘interpreter’ pasti sedikit banyak terpengaruhi. 2) Aspek-aspek Mental ‘Language Users’ Dimensi mental ‘langugae users’ sangat dekat dengan aspek-aspek kepribadian penutur dan mitra tutur itu. Seseorang yang kepribadiannya tidak cukup matang, sehingga terhadap segala sesuatu yang hadir baru cenderung ‘menentang’ dan ‘melawan’, sekalipun tidak selalu memiliki dasar alasan yang jelas dan tegas, akan sangat mewarnai bentuk kebahasaan yang digunakan di dalam setiap pertutursapaan. Demikian pula seseorang yang sudah sangat matang dan dewasa, akan dengan serta-merta berbicara sopan dan halus kepada setiap orang yang ditemuinya, karena dia mengerti bahwa setiap orang itu memang harus selalu dihargai dan dijunjung tinggi harkat dan martabatnya. Dalam konteks pragmatik, aspek kepribadian atau ‘personality’ dari penutur dan mitra tutur, ‘utterer’ dan ‘interpreter’, ternyata mengambil peranan yang sangat dominan. Selain dimensi ‘personality’, aspek yang harus diperhatikan dalam kaitan dengan komponen penutur dan mitra tutur ini adalah aspek warna emosinya (emotions). Seseorang yang memiliki warna emosi dan temperamen tinggi, cenderung akan berbicara dengan nada dan nuansa makna yang tinggi pula. Akan tetapi, seseorang yang warna emosinya tidak terlampau dominan, dia cenderung akan berbicara sabar. Selain dimensi ‘personality’ dan ‘emotions’, terdapat pula dimensi ‘desires’ atau ‘wishes’, dimensi ‘motivations’ atau ‘intentions’, serta dimensi kepercayaan atau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
‘beliefs’ yang juga harus diperhatikan dalam kerangka perbicangan konteks pragmatik ini. Dimensi-dimensi mental ‘language users’ berpengaruh besar terhadap dimensi kognisi dan emosi penutur dan mitra tutur dalam pertuturan sebenarnya. Dengan demikian harus dikatakan pula, bahwa dimensi mental penutur dan mitra tutur tidak bisa tidak harus dilibatkan dalam analisis pragmatik karena semuanya berpengaruh terhadap warna dan nuansa interaksi dalam komunikasi. 3) Aspek-aspek Sosial ‘Language Users’ Penutur dan mitra tutur atau ‘utterer’ dan ‘interpreter’ merupakan individu-individu yang menjadi bagian dari masyarakat tertentu. Dimensidimensi yang berkaitan dengan keberadaannya sebagai warga masyarakat dan kultur atau budaya tertentu tersebut harus dilibatkan di dalamnya. Aspekaspek sosial, atau dapat pula diistilahkan sebagai ‘social setting’ alias seting sosial atau oleh Verschueren (1998) disebut ‘ingredient of the communicative context’ harus diperhatikan dengan benar-benar baik dalam analisis pragmatik. Aspek kultur juga merupakan satu hal yang sangat penting sebagai penentu makna dalam pragmatik, khususnya yang berkaitan dengan aspek ‘norms and values of culture’ dari masyarakat bersangkutan. Berkaitan dengan hal ini, Verschueren (1998:92) menyatakan sebagai berikut, ‘Culture, with its invocation of norms and values has indeed been a favourite social-world correlate to linguistic choices in the pragmatic literatures.’ Artinya, kebudayaan, dengan invokasinya atas norma-norma dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
nilai-nilai memang telah menjadi dunia sosial favorit yang berkorelasi dengan pilihan-pilihan linguistik dan literatur pragmatik. Lebih lanjut dia menegaskan bahwa dimensi-dimensi kultur yang harus diperhatikan dalam kerangka perbincangan konteks pragmatik ini adalah, ‘…the contrast between oral and literate societies, rural versus urban patterns of life, or a mainstream versus a subcultural environment.’ Dimensi kultur yang dimaksud oleh Verschueren itu adalah kontras antara masyarakat lisan dengan tulis, pola kehidupan pedesaan dengan perkotaan, atau lingkungan mainstream dengan subkultur. Dimensi-dimensi sosial lain yang harus diperhatikan dalam pragmatik, khususnya dalam kaitan dengan konteks pragmatik, dalam pandangan Verschueren (1998:92) adalah: ‘…social class, ethnicity and race, nationality, linguistic group, religion, age, level of education, profession, kinship, gender, sexual preference…’. Verschueren melibatkan tingkat sosial, etnisitas dan ras, kebangsaan, kelompok linguistik, religi, usia, tingkat pendidikan, profesi, kekerabatan, jenis kelamin, preferensi seksual. Begitu kompleks dimensidimensi sosial yang harus dilibatkan dalam konteks pragmatik. 4) Aspek-aspek Fisik ‘Language Users’ Aspek fisik ‘referensi spasial’ harus diperhatikan di dalam analisis pragmatik. Aspek fisik tersebut berkaitan dengan fenomena penggunaan deiksis. Fenomena deiksis (deixis phenomenon), baik yang berciri persona (personal deixis), deiksis perilaku (attitudinal deixis), deiksis waktu (temporal deixis), maupun deiksis tempat (spatial deixis), semuanya telah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
berpuluh-puluh tahun menjadi perhatian linguis, bahkan sejak nosi pragmatik itu belum benar-benar terlahir ihwal deiksis dengan segala macam variasinya itu telah diteliti dan menjadi bahan perbincangan. Dalam perbincangan konteks pragmatik ini, semuanya harus diperhatikan dan diperhitungkan dengan benar-benar baik dan cermat. Deiksis persona, lazimnya menunjuk pada penggunaan kata ganti orang, misalnya saja dalam bahasa Indonesia kurang ada kejelasan kapan harus digunakan kata ‘kita’ dan ‘kami’. Kejanggalan lain juga ditemukan pada pemakaian antara ‘saya’ dan ‘kami’. Adapun ‘attitudinal deixis’ berkaitan sangat erat dengan bagaimana kita harus memperlakukan panggilanpanggilan persona seperti yang disampaikan di depan itu dengan tepat sesuai dengan referensi sosial dan sosietalnya. Deiksis-deiksis dalam jenis yang disampaikan di depan itu semuanya merupakan aspek fisik ‘language users’, yang secara sederhana dimaknai sebagai ‘penutur’ dan ‘mitra tutur’, sebagai ‘utterer’ dan ‘interpreter’. Selanjutnya masih berkaitan dengan persoalan diksis pula, tetapi yang sifatnya temporal, harus diperhatikan misalnya saja, kapan harus digunakan ucapan ‘selamat pagi’ atau ‘pagi’ saja dalam bahasa Indonesia. Masalah tersebut berkaitan dengan deiksis waktu (temporal deixis). Perhatian juga harus diberikan tidak saja pada dimensi waktu atau ‘temporal reference’ seperti yang ditunjukkan di depan tadi, khususnya dalam kaitan dengan deiksis-deiksis waktu, tetapi juga pada dimensi tempat atau dimensi lokasi, atau yang oleh Verschueren (1998:98) disebut sebagai ‘spatial reference’.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
Konsep ‘spatial reference’ menunjuk pada konsepsi gerakan atau ‘conception of motion’, yakni gerakan dari titik tempat tertentu ke dalam titik tempat yang lainnya. Aspek-aspek fisik konteks lain di luar apa yang disebutkan di depan itu adalah ihwal jarak spasial atau ‘space distance’. Pengaturan distansi atau jarak dalam pengertian bertutur dilakukan bukan oleh ‘utterer’ saja, atau ‘interpreter’ saja, melainkan oleh kedua belah pihak secara bersama-sama. Terdapat semacam pengaturan ‘motion’ untuk menentukan ‘jarak’ atau ‘distansi’ dalam bertutur. Verschueren (1998) telah memaparkan panjang lebar empat dimensi konteks yang mendasar untuk memahami sebuah tuturan. Selanjutnya, Hymes melibatkan istilah ‘komponen tutur’ dalam menjelaskan tentang konteks. Seperti yang dikutip oleh Sumarsono (2008:325−334), Hymes menyebutkan terdapat enam belas komponen tutur, yaitu (1) bentuk pesan (message form), (2) isi pesan (message content), (3) latar (setting), (4) suasana (scene), (5) penutur (speaker, sender), (6) pengirim (addressor), (7) pendengar (hearer, receiver, audience), (8) penerima (addressee), (9) maksud-hasil (purpose-outcome), (10) maksud-tujuan (purposegoal), (11) kunci (key), (12) saluran (channel), (13) bentuk tutur (forms of speech), (14) norma interaksi (norm of interaction), (15) norma interpretasi (norm of interpretation), dan (16) kategori wacana (genre). Dari keenam belas komponen tersebut, Hymes (1974) via Nugroho (2009:119) memunculkan istilah ‘SPEAKING’ untuk menghubungkan konteks dengan situasi tutur. Dalam situasi tutur tersebut, terdapat delapan komponen yang mempengaruhi tuturan seseorang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
Kedelapan komponen tutur tersebut meliputi latar fisik dan latar psikologis (setting and scene), peserta tutur (participants), tujuan tutur (ends), urutan tindak (acts), nada tutur (keys), saluran tutur (instruments), norma tutur (norms), dan jenis tutur (genres). Berdasarkan penjelasan di atas, konteks dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan situasi dan kondisi peserta tutur dengan latar belakang pengetahuan yang sama atas apa yang dituturkan dan dimaksudkan oleh penutur. Konteks tersebut disertai dengan komponen-komponen tuturan yang sangat mempengaruhi tuturan seseorang. Kehadiran konteks berhubungan dengan produksi dan penafsiran dari tuturan. Seseorang tidak bisa dikatakan berbicara secara santun atau tidak tanpa dipahami terlebih dahulu konteks yang melingkupi tuturan seseorang tersebut.
2.6 Unsur Segmental Unsur segmental berkenaan dengan wujud tuturan. Unsur segmental ini mencakup penggunaan diksi, gaya bahasa, kata fatis yang terdapat dalam tuturan. Berikut pemaparan dari setiap unsur tersebut.
2.6.1 Diksi Pemaparan tentang diksi dijelaskan panjang lebar oleh Keraf (1987) dalam bukunya Diksi dan Gaya Bahasa. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa. Keraf (1987:87−111) menegaskan bahwa pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu pertama, ketepatan pemilihan kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan, dan kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tadi. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imanjinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis dan pembicara. Beberapa butir perhatian dan persoalan berikut hendaknya diperhatikan setiap orang agar bisa mencapai ketepatan pilihan kata itu. Berikut persyaratan ketepatan diksi. 1) Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan disebut denotasi, sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, nilai rasa tertentu di samping arti yang umum, dinamakan konotasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
46
2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Sebab itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan. 3) Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Bila penulis atau pembicara sendiri tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya itu, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham. 4) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Perkembangan bahasa pertama-tama tampak dari pertambahan jumlah kata baru. Namun, hal itu tidak berarti bahwa setiap orang boleh menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru biasanya muncul untuk pertama kali karena dipakai oleh orangorang terkenal atau pengarang terkenal. Bila anggota masyarakat lainnya menerima kata itu, maka kata itu lama-kelamaan akan menjadi milik masyarakat. Neologisme atau kata baru atau penggunaan sebuah kata lama dengan makna dan fungsi yang baru termasuk dalam kelompok ini. 5) Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing yang mengandung akhiran asing tersebut. 6) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis. 7) Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan kata umum dan kata khusus. Bila sebuah kata mengacu kepada suatu hal atau kelompok yang luas bidang lingkupnya maka itu disebut kata umum. Bila ia
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
mengacu kepada pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkret maka kata-kata itu disebut kata khusus. Semakin khusus sebuah kata atau istilah, semakin dekat titik persamaan atau pertemuan yang dapat dicapai antara penulis dan pembaca; sebaliknya, semakin umum sebuah istilah, semakin jauh pula titik pertemuan antara penulis dan pembaca. 8) Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus. Suatu jenis pengkhususan dalam memilih kata-kata yang tepat adalah penggunaan istilah-istilah yang menyatakan pengalaman-pengalaman yang dicerap oleh pancaindria, yaitu cerapan indria penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Karena kata-kata itu menggambarkan pengalaman manusia melalui pencaindria yang khusus, maka terjamin pula daya gunanya, terutama dalam membuat deskripsi. 9) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal. Kenyataan yang dihadapi oleh setiap pemakai bahasa adalah bahwa makna kata tidak selalu bersifat statis. Dari waktu ke waktu, makna kata-kata dapat mengalami perubahan sehingga akan menimbulkan kesulitan-kesulitan baru pemakain yang terlalu bersifat konservatif. Sebab itu, untuk menjaga agar pilihan kata selalu tepat, maka setiap penutur bahasa harus selalu memperhatikan perubahan-perubahan makna yang terjadi. Perubahanperubahan makna yang penting diketahui oleh pemakai bahasa adalah perluasan arti, penyempitan arti, ameliorasi, peyorasi, metafora, dan metonimi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10) Memperhatikan
kelangsungan
pilihan
kata.
yang
dimaksud
48
dengan
kelangsungan pilihan kata adalah teknik memilih kata yang sedemikian rupa, sehingga maksud atau pikiran seseorang dapat disampaikan secara tepat dan ekonomis. Kelangsungan dapat terganggu bila seorang pembicara atau pengarang mempergunakan terlalu banyak kata untuk suatu maksud yang dapat diungkapkan secara singkat, atau mempergunakan kata-kata yang kabur, yang bisa menimbulkan ambiguitas (makna ganda). Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata-kata adalah kecocokan atau kesesuaian. Terdapat beberapa hal yang perlu diketahui setiap penulis atau pembicara, agar kata-kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu suasana, dan tidak akan menimbulkan ketegangan antara penulis atau pembicara dengan para hadirin atau para pembaca. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut. 1) Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam suatu situasi yang formal. 2) Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata populer. Kata-kata populer adalah kata-kata yang dikenal dan diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan kata-kata ilmiah adalah kata-kata yg biasa dipakai oleh kaum terpelajar, dalam pertemuan-pertemuan resmi, diskusi-diskusi khusus, teristimewa dalam diskusi ilmiah. 3) Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum. Jargon merupakan bahasa yang khusus sekali, maka tidak akan banyak artinya bila dipakai untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
49
suatu sasaran yang umum. Sebab itu, hendaknya dihindari sejauh mungkin unsur jargon dalam sebuah tulisan atau percakapan umum. 4) Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata slang. Kata-kata slang adalah semacam kat percakapan yang tinggi atau murni. Kata slang adalah kata-kata nonstandar yang informa, yang disusun secara khas; atau kata-kata biasa yang diubah secara arbitrer; atau kata-kata kiasan yang khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan. Kadangkala kata slang dihasilkan dari salah ucap yang disengaja, atau kadangkala berupa pengrusakan sebuah kata biasa untuk mengisi suatu bidang makna yang lain. 5) Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan. Kata percakapan adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orangorang yang terdidik. 6) Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati). Yang disebut idiom adalah pola-pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum, biasanya berbentuk frasa, sedangkan artinya tidak bisa diterangkan secara logis tau secara gramatikal, dengan bertumpu pada makna kata-kata yang diterangkannya. Ungkapan atau idiom masih digunakan karena memiliki tenaga, tetapi ada juga idiom yang sudah usang atau tidak bertenaga lagi, karena terlalu sering dipergunakan. Ungkapan semacam in disebut klise atau stereotip. Sebab itu, usahakanlah menghindari idiom-idiom yang sudah usang, terutama dalam mengungkapkan hal-hal kontemporer.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
7) Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial. Yang dimaksud dengan bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan suatu maksud.fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung tak perlu disembunyikan. Penulis atau pembicara harus dapat membedakan penggunaan bahasa standar dan bahasa nonstandar dalam pemilihan kata. Keraf (1987:104) memaparkan pengertian bahasa standar dan bahasa nonstandar tersebut. Bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Secara kasar kelas ini dianggap sebagai kelas terpelajar. Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah, ahli-ahli bahasa, ahli-ahli hukum, dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman, insinyur, serta semua ahli lainnya, bersama keluarganya. Bahasa nonstandar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya, bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa, tidak dipakai dalam tulisan-tulisan. Kadangkadang unsur nonstandar dipergunakan juga oleh kaum terpelajar dalam bersendagurau, berhumor, atau untuk menyatakan sarkasme atau menyatakan ciri-ciri kedaerahan. Bahasa nonstandar dapat juga berlaku untuk suatu wilayah yang luas dalam wilayah bahasa standar tadi. Pilihan kata seseorang harus sesuai dengan lapisan pemakaian bahasa. Dalam suatu suasana formal, harus dipergunakan unsur-unsur bahasa standar, harus dijaga agar unsur-unsur nonstandar tidak boleh menyelinap masuk dalam tutur seseorang.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
2.6.2 Gaya Bahasa Pranowo (2009:18−23) berpendapat bahwa kesanggupan menggunakan gaya bahasa dapat tingkat kesantunannya dalam berkomunikasi. Gaya bahasa bukan sekadar mengefektifkan maksud pemakaian bahasa, melainkan juga memperlihatkan keindahan tuturan dan kehalusan budi bahasa penutur. beberapa gaya bahasa untuk melihat santun tidaknya pemakaian bahasa dalam bertutur dapat dilihat melalui gaya bahasa berikut ini. 1) Majas Hiperbola Hiperbola adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang memperbandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain secara berlebihan. 2) Majas Perumpamaan Perumpamaan adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berlainan, tetapi dianggap sama. Penanda majas perumpamaan biasanya menggunakan kata-kata sebagai berikut “seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama, laksana, bagai, bagaikan, serupa”, dan lain-lain. 3) Majas Metafora Majas metafora sebagai salah satu jenis gaya bahasa perbandingan mampu menambah daya bahasa tuturan. Dengan metafora, seorang penutur mampu melukiskan atau menggambarkan suatu objek melalui komparasi atau kontras. Metafora adalah salah satu jenis gaya bahasa yang membuat perbandingan secara langsung antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
4) Majas Eufemisme Eufemisme adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal dengan menggunakan pembanding yang lebih halus. Hal ini dimaksudkan penutur tidak menyinggung perasaan mitra tutur, atau ungkap-ungkapan yang halus untuk menggantikan ungkapan yang dapat dipersepsi menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan bagi mitra tutur.
2.6.3 Kategori Fatis Kridalaksana (1986: 113–116) memaparkan bahwa kategori fatis adalah kategori
yang
bertugas
memulai,
mempertahankan,
atau
megkukuhkan
pembicaraan antara pembicaa dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka kebanyakan kategori fatis terhadap dalam kalimat-kalimat nonstandar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Berikut adalah bentuk-bentuk dari kata fatis. 1) ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh. 2) ayo menekankan ajakan. 3) deh menekankan pemksaan dengan membujuk, pemberian persetujuan, pemberian garansi, sekedar penekanan. 4) dong digunakan untuk menghaluskan perintah, menekankan kesalahan kawan bicara. 5) ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
6) halo digunakan untuk memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon, serta menyalami kawan bicara yang dianggap akrab. 7) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah, dan tugasnya ialah menekankan pembuktian. Apabila kan terletak di tengah kalimat maka kan juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan. 8) kek mempunyai tugas menekankan pemerincian, menekankan perintah, dan menggantikan kata saja. 9) kok menekankan alasan dan pengingkaran. Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat. 10) -lah menekankan kalimat imperatif dan penguat sebutan dalam kalimat. 11) lho bila terletak di awal kalimat bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas menekankan kepastian. 12) mari menekankan ajakan. 13) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain. 14) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas menonjolkan bagian tersebut. 15) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami sesuatu yang baik. 16) sih memiliki tugas menggantikan tugas –tah dan –kah, sebagai makna ‘memang’ atau ‘sebenarnya’, dan menekankan alasan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
17) toh bertugas menguatkan maksud; adakalanya memiliki arti yang sama dengan tetapi. 18) ya bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran dan meminta persetujuan atau pendapat kawan bicara bila dipakai pada akhir ujaran. 19) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya, bila dipakai pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila di tengah ujaran.
2.7 Unsur Suprasegmental Unsur suprasegmental dibedakan atas tekanan, intonasi, dan nada. Berikut akan dipaparkan unsur-unsur suprasegmental tersebut.
2.7.1 Tekanan Tekanan dalam bahasa Indonesia menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga menyebabkan amplitudonya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan keras. Sebaliknya, sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit, pasti dibarengi dengan tekanan lunak. Tekanan ini mungkin terjadi secara sporadis, mungkin juga telah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
berpola; mungkin juga bersifat distingtif, dapat membedakan makna,mungkin juga tidak distingtif (Achmad & Alek, 2013:33−34).
2.7.2 Intonasi Intonasi dalam bahasa Indonesia sangat berperan dalam pembedaan maksud kalimat. Bahkan, dengan dasar kajian pola-pola intonasi ini, kalimat bahasa Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Kalimat berita (deklaratif) ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Kalimat tanya (interogatif) ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Kalimat perintah (imperatif) ditandai dengan pola intonasi datar-tinggi (Muslich, 2009:115−117). Keraf (1991:2008) menambahkan intonasi seru dalam jajaran intonasi dalam bahasa Indonesia. Intonasi seru tersebut membentuk pola kalimat seru. Kalimat seru adalah kalimat yang menyatakan perasaan hati, kekaguman, atau keheranan terhadap suatu hal. Kalimat ini biasanya ditandai oleh kata-kata atau ungkapan-ungkapan tertentu, yaitu sungguh, alangkah, betapa, dan dapat juga dinyatakan dengan intonasi yang lebih tinggi dari kalimat inversi.
2.7.3 Nada Dalam penuturan bahasa Indonesia, tinggi-rendahnya (nada) suara tidak fungsional atau tidak membedakan makna. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembedaan makna, nada dalam bahasa Indonesia tidak fonemis. Walaupun demikian, ketidakfonemisan ini tidak berarti nada tidak ada dalam
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara, arus udara, dan posisi pita suara ketika bunyi itu diucapkan. Makin tegang pita suara, yang disebabkan oleh arus udara dari paru-paru, makin tinggi pula nada bunyi tersebut. Begitu juga posisi pita suara. Pita suara yang bergetar lebih cepat akan menentukan tinggi nada suara ketika berfonasi (Muslich, 2009:112). Achmad & Alek (2013:33−34) menjelaskan bahwa nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi segmental diucapkan dengan frekuens getaran yang tinggi, tentu akan disertai dengan nada tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi getaran rendah, tentu akan disertai juga dengan nada rendah. Dalam hal ini biasanya dibedakan adanya empat macam nada, yaitu: 1) Nada yang paling tinggi, diberi tanda dengan angka 4 2) Nada tinggi, diberi tanda dengan angka 3 3) Nada sedang atau biasa, diberi tanda dengan angka 2 4) Nada rendah, diberi tanda dengan angka 1.
2.8 Teori Maksud Setiap penutur yang bertutur tentulah terdapat maksud yang ingin disampaikannya. Maksud tersebut adalah milik si penutur, bukan tuturan. Tuturan adalah media bagi penutur untuk menyampaikan maksud tersebut. Berkaitan dengan maksud tersebut, sangat perlu dipahami bagaimana maksud dan makna dapat dibedakan, karena kedua hal tersebut adalah berbeda jika telah bersinggungan dengan konteks situasi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
57
Rahardi (2003:16−17) dalam bukunya telah berbicara perihal maksud dan makna ini. Rahardi mengawali dengan memaparkan bahwa ilmu bahasa pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah maksud penutur dalam menyampaikan tuturannya, maka dapat pula dikatakan bahwa pragmatik dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa yang mengkaji makna bahasa, tetapi makna bahasa itu dikaji secara internal. Jadi, sesungguhnya perbedaan yang sangat mendasar antarkeduanya adalah bahwa pragmatik mengkaji makna satuan lingual tertentu secara eksternal, sedangkan sosok semantik mengkaji makna satuan lingual tersebut secara internal. Masih dalam Rahardi, dipaparkan pula bahwa makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent), sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks (context independent). Makna yang dikaji di dalam semantik bersifat diadik (diadic meaning), sedangkan dalam pragmatik makna itu bersifat triadik (triadic meaning). Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan linguan an sich, yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahya. Selanjutnya,
Wijana
dan
Muhammad
(2008:10–11)
menguatkan
pemaparan Rahardi di atas. Dalam bukunya, kedua ahli tersebut membedakan ketiga hal, yaitu makna, maksud, dan informasi dengan mengatakan dengan tegas bahwa makna berbeda dengan maksud dan informasi karena maksud dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
informasi bersifat di luar bahasa. Maksud ialah elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara, sedangkan informasi adalah elemen luar bahasa yang bersumber dari isi tuturan. Maksud bersifat subjektif, sedangkan informasi bersifat objektif. Lebih jelasnya dapat dilihat pada kalimat (6), (7), (8), dan (9) berikut. (6) Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya 9. (7) Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya saja 4,5. (8) Ayah membeli buku. (9) Buku ini dibeli ayah. Kata “pandai” dalam kalimat (6) bermakna “pintar” karena secara internal memang kata “pandai” bermakna demikian. Kata “pandai” dalam kalimat (7) yang bermakna internal “pintar” dimaksudkan secara subjektif oleh penuturnya untuk mengungkapkan bahwa dia bodoh. Pengungkapannya yang bersifat subjektif inilah yang disebut “maksud”. “Pandai” yang menyatakan “pintar” pada kalimat (6) disebut makna linguistik (linguistic meaning), sedangkan “pandai” yang menyatakan “bodoh” pada kalimat (7) disebut makna penutur (speaker meaning). Makna linguistik (makna)menjadi bahan kajian semantik, sedangkan makna penutur (maksud) menjadi bahan kajian pragmatik. Kalimat (8) jelas memiliki perbedaan makna (gramatikal) dengan kalimat (9). Kalimat (8) adalah kalimat aktif, sedangkan kalimat (9) adalah kalimat pasif. Akan tetapi, berdasarkan isi tuturan secara objektif kedua kalimat di atas menyatakan informasi yang sama, yakni “ayah yang membeli buku” dan “buku yang dibeli ayah” (Wijana & Muhammad, 2008:10–11).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
2.9 Kerangka Berpikir Berdasarkan paparan dalam penelitian yang relevan dan landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini, tuturan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah berbagai tuturan yang terdapat dalam interaksi keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Beringharjo, Yogyakarta yang mengandung bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun. Tuturan tersebut akan dianalisis berdasarkan teori ketidaksantunan
berbahasa
ketidaksantunan
berbahasa
menurut menurut
pandangan pandangan
Locher
(2008),
teori
Bousfield
(2008),
teori
ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Terkourafi (2008), teori ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Locher and Watts (2008), dan teori
ketidaksantunan
berbahasa
menurut
pandangan
Culpeper
(2008).
Berdasarkan teori tersebut, hasil penelitian ini berupa wujud, penanda, dan maksud ketidaksantunan pragmatik dan linguistik dalam ranah keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Kerangka berpikir ini dapat digambarkan dalam skema berikut ini.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
FENOMENA KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA DI RANAH KELUARGA
TEORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA
LOCHER (2008)
BOUSFIELD
TERKOURAFI
LOCHER AND
CULPEPER
(2008)
(2008)
WATTS (2008)
(2008)
HASIL PENELITIAN
WUJUD LINGUISTIK DAN PRAGMATIK
PENANDA KETIDAKSANTUNAN
MAKSUD KETIDAKSANTUNAN
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, data dan sumber data, metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan teknik analisis data, serta sajian hasil analisis data.
3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mencoba untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang situasi, permasalahan, fenomena, layanan atau program, ataupun menyediakan informasi tentang, misalnya kondisi kehidupan suatu masyarakat pada suatu daerah, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap, pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena, pengukuran cermat tentang fenomena dalam masyarakat (Widi, 2010:47−48). Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan secara konkret dan terperinci fenomena kebahasaan yang berkaitan dengan seluk-beluk ketidaksantunan berbahasa antar anggota keluarga dalam ranah keluarga. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ketidaksantunan berbahasa ini adalah pendekatan kualitatif. Artinya, penelitian ini tidak memanfaatkan metode-metode kuantifikasi tertentu, mengingat bahwa tujuan pokok penelitian ini tidak menuntut pemerantian dari semuanya itu. Moleong (2007:6) mensintesiskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Sejalan dengan pendapat Moleong, Herdiansyah (2010:9) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.
3.2 Data dan Sumber Data Soewandi (2007:16) memaparkan bahwa data merupakan hasil pencatatan peneliti tentang objek penelitian. Hasil pencatatan peneliti tersebut dapat berupa kata, dan dapat berupa angka. Data dalam penelitian ini berupa kata yang merupakan tuturan langsung yang berwujud kalimat-kalimat tuturan yang direkam dan dicatat oleh peneliti. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:172), sumber data dalam penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Sumber data merupakan tempat asal muasal data diperoleh. Sumber data dari penelitian ini adalah berbagai macam cuplikan tuturan yang semuanya diambil secara natural dalam praktik-praktik perbincangan dalam ranah keluarga. Sumber data penelitian ketidaksantunan berbahasa ini juga dapat berupa rekaman hasil simakan tuturan para orangtua dan anggota keluarga yang diperoleh baik secara terbuka maupun tersembunyi,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
sehingga diharapkan data penelitian yang diperoleh dari sumber termaksud bersifat natural, andal, dan terpercaya. Cuplikan tuturan dan rekaman hasil simakan tersebut diperoleh dari berbagai macam komunikasi lisan keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta. Peneliti akan mengacak beberapa keluarga sebagai sumber untuk memperoleh data. Sumber tersebut dapat berasal dari keluarga yang murni pedagang, artinya suami istri memang berdagang, dapat pula dari keluarga yang hanya salah satu atau lebih dari anggotanya yang berprofesi sebagai pedagang. Wujud data dalam penelitian ini adalah bermacam-macam wujud tuturan yang diperoleh secara natural dalam ranah keluarga yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk
kebahasaan
yang
secara
linguistis
maupun
nonlinguistis
mengandung maksud yang tidak santun. Bentuk-bentuk kebahasaan yang bermakna tidak santun baik secara linguistis maupun nonlinguistis tersebut merupakan objek sasaran penelitiannya dan sisa bentuk kebahasaan yang ada merupakan konteksnya. Data dari penelitian ini berupa gabungan keduanya, yakni objek sasaran penelitian yang berupa bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun bersama entitas kebahasaan yang mengikuti dan mengawalinya.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan metode cakap. Metode pertama yang digunakan oleh peneliti adalah metode simak, yakni menyimak pertuturan langsung di dalam ranah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
keluarga yang dipresumsikan di dalamnya terdapat bentuk-bentuk kebahasaan yang mengandung makna ketidaksantunan berbahasa itu baik secara linguistis maupun nonlinguistis. Metode penyediaan data ini diberi nama metode simak karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan menyimak pernggunaan bahasa (Mahsun, 2007:92). Adapun teknik yang digunakan dalam rangka melaksanakan metode simak itu adalah teknik catat dan teknik rekam. Dari catatan dan/atau rekaman pertuturan itulah data diperoleh sebagai bahan jadi penelitian ketidaksantunan berbahasa ini. Metode kedua yang digunakan oleh peneliti adalah metode cakap. Penamaan metode penyediaan data dengan metode cakap disebabkan cara yang ditempuh dalam pengumpulan data itu adalah berupa percakapan antara peneliti dengan informan (Mahsun, 2007:95). Selanjutnya Sudaryanto (1993:137) menyebut metode cakap karena memang berupa percakapan dan terjadi kontak antara peneliti selaku peneliti dengan penutur selaku nara sumber. Dari pengertian tersebut, Rahardi mensejajarkan metode cakap dengan metode wawancara (2009:34). Teknik yang digunakan dalam melaksanakan metode cakap adalah teknik pancing. Teknik pancing merupakan teknik dasar dari metode cakap, karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode tersebut hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberi stimulasi (pancingan) pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti (Mahsun, 2007:95).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
3.4 Instrumen Penelitian Suharsimi Arikunto (2010:203) memaparkan bahwa instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan berbekal dari teori yang telah dipelajari tentang ketidaksantunan berbahasa. Teori tersebut akan akan digunakan untuk menganalisis penggunaan bahasa antar anggota keluarga. Datadata yang didapat akan dicatat untuk kemudian dianalisis lebih lanjut.
3.5 Metode dan Teknik Analisis Data Analisis data merupakan upaya yang dilakukan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan, menyamakan data yang sama, dan membedakan data yang memang berbeda, serta menyisihkan pada kelompok lain yang serupa, tetapi tidak sama (Mahsun, 2007:253). Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kontekstual, yakni dengan memerantikan dimensi-dimensi konteks dalam menginterpretasi data yang telah berhasil diidentifikasi, diklasifikasi, dan ditipifikasikan. Adapun yang dimaksud dengan metode analisis kontekstual adalah cara analisis yang diterapkan pada data dengan mendasarkan dan mengaitkan konteks (cf. Rahardi, 2004; Rahardi, 2006 dalam Rahardi, 2009:36). Metode kontekstual ini dapat disejajarkan dengan metode padan. Ada dua metode yang digunakan untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
menganalisis data dalam penelitian ini, yaitu metode padan intralingual dan metode padan ekstralingual.
3.5.1 Metode dan Teknik Analisis Data secara Linguistik Metode dalam analisis data secara linguistik menggunakan metode padan intralingual. Metode padan intralingual adalah metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda (Mahsun, 2007:118). Teknik yang digunakan dalam pelaksanaan metode ini adalah teknik dasar teknik hubung banding yang bersifat lingual.
3.5.2 Metode dan Teknik Analisis Data secara Pragmatik Metode dalam analisis data secara pragmatik menggunakan metode padan ekstralingual. Metode padan ekstralingual adalah metode analisis yang digunakan untuk menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa (Mahsun, 2007:120). Teknik yang digunakan dalam pelaksanaan metode ini adalah teknik dasar teknik hubung banding yang bersifat ekstralingual.
Peneliti menggunakan langkah-langkah berikut untuk menganalisis data dalam penelitian ini. 1) Peneliti mentranskripsi data yang telah dikumpulkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
2) Peneliti mengklasifikasikan data ke dalam teori-teori ketidaksantunan berbahasa
dengan
mengacu
dari
penanda
khas
dari
setiap
jenis
ketidaksantunan berbahasa tersebut. 3) Peneliti memasukkan tuturan yang telah diklasifikasikan ke dalam tabulasi data yang berisi tuturan, penanda ketidaksantunan secara lingual dan nonlingual, persepsi ketidaksantunan, dan informasi indeksal. 4) Peneliti menyusun parameter penentu ketidaksantunan berbahasa berdasarkan hasil tabulasi data. 5) Atas hasil tabulasi data, peneliti menganalisis data dengan mengacu dari parameter penentu ketidaksantunan yang telah disusun. Data tersebut dianalisis secara linguistik dan pragmatik. Analisi secara linguistis dilakukan berdasarkan unsur-unsur intralingual, sedangkan analisis secara prakmatik dilakukan berdasarkan unsur-unsur ekstralingual. 6) Hasil analisis data tersebut dideskripsikan dalam bentuk sajian analisis data.
3.6 Sajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data yang berupa temuan penelitian sebagai jawaban atas masalah yang hendak dipecahkan, haruslah disajikan dalam bentuk teori. Hasil analisis data dapat disajikan secara formal dan informal (Mahsun, 2007:279). Pada penelitian ini, data yang telah diinterpretasi dalam tahapan analisis data itu kemudian hasilnya disajikan secara tidak formal atau informal, dalam arti bahwa hasil analisis data itu dirumuskan dengan kata-kata biasa, bukan dengan simbol-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
simbol tertentu karena memang hasil penelitian ini tidak menuntut model sajian demikian itu.
3.7 Trianggulasi Data Menurut Lexy J. Moleong (1989:195), trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data. Dalam penelitian ini, peneliti membuat trianggulasi dengan tujuan untuk melakukan pengecekan terhadap validitas dan keterpercayaan hasil temuan. Trianggulasi dalam penelitian ini meliputi dua hal, yaitu trianggulasi teori dan trianggulasi logis. Trianggulasi teori peneliti gunakan untuk membandingkan beberapa teori ketidaksantunan berbahasa dari beberapa ahli bahasa dengan tujuan untuk melihat kelebihan dan kekurangan masing-masing. Peneliti juga melakukan trianggulasi logis,
yaitu dengan melakukan
pembimbing yaitu Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum.
bimbingan bersama dosen
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi uraian (1) deskripsi data dan (2) analisis data, dan (3) pembahasan. Ketiga hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
4.1 Deskripsi Data Data penelitian yang dianalisis berupa tuturan lisan antaranggota keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta dengan jangka waktu selama bulan April−Mei 2013. Data diambil berdasarkan peristiwa tutur dan fenomena kebahasaan yang tidak santun. Data yang terkumpul berjumlah 68 tuturan. 68 tuturan tersebut diambil peneliti karena sudah mewakili sebagai data kualitatif. Tuturan tersebut dengan rincian dan persentase sebagai berikut. Tabel 1 Jumlah Data Tuturan berdasarkan Kategori Ketidaksantunan
No 1 2 3 4 5
Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma Mengancam Muka Sepihak Melecehkan Muka Menghilangkan Muka Menimbulkan Konflik JUMLAH
Jumlah Data 4 11 23 20 10 68
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah data tuturan terbanyak adalah kategori ketidaksantunan berbahasa yang melecehkan muka, yaitu berjumlah 23 tuturan dari 68 tuturan. Selanjutnya, ketidaksantunan berbahasa
69
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
70
yang menghilangkan muka berjumlah 20 tuturan. Ketidaksantunan berbahasa yang mengancam muka sepihak menempati posisi ketiga dengan jumlah tuturan sebanyak 11 tuturan. Kemudian, ketidaksantunan yang menimbulkan konflik berjumlah 10 tuturan. Ketidaksantunan berbahasa yang melanggar norma merupakan kategori ketidaksantunan yang paling sedikit dibandingkan kategori ketidaksantunan yang lain, yaitu berjumlah 4 tuturan dari keseluruhan tuturan. Selanjutnya, setiap kategori memiliki makna ketidaksantunan yang menjadi subkategori ketidaksantunan. Berikut adalah persentase jumlah data tuturan berdasarkan subkategori ketidaksantunan. Tabel 2 Persentase Jumlah Data Tuturan berdasarkan Subkategori Ketidaksantunan
Menyindir
Memperingatkan
Mengejek
Mengancam
Meremehkan
0
0
0
0
0
0
0
4
5,88
0
0
2
1
5
2
0
1
0
11
16,18
1
1
6
0
9
4
2
0
0
23
33,82
0
0
2
0
9
3
4
0
2
20
29,41
0
0
4
0
0
2
1
3
0
10
14,7
2
4
14
1
23
11
7
4
2
68
-
33,82
16,17
10, 29
2,94
-
100
Persentase Tuturan (%)
5,88
Memerintah
3
1,47
5
Kesal
4
1
20,58
3
Menentang
2
Melanggar Norma Mengancam Muka Sepihak Melecehkan Muka Menghilangkan Muka Menimbulkan Konflik JUMLAH
5,88
1
% Tuturan
Kategori Ketidasantunan
2,94
No.
Jumlah
Menolak
Subkategori Ketidaksantunan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa dari keseluruhan tuturan yang berjumlah 68 tuturan, tuturan dalam subkategori menyindir menempati persentase tertinggi, yaitu 33,82 % dari 100 %. Selanjutnya, dengan persentase yang cukup jauh dari subkategori menyindir, tuturan dalam subkategori kesal menempati urutan kedua dengan tingkat persentase 20,58 %. Kemudian, disusul oleh tuturan yang termasuk dalam subkategori memperingatkan dengan tingkat persentase 16,17 % dan tuturan dalam subkategori mengejek dengan tingkat persentase 10,29 %. Sementara, tuturan dalam subkategori menentang dan mengancam memiliki tingkat persentase yang sama, yaitu 5,88 %. Tuturan dalam subkategori menolak dan meremehkan memiliki tingkat persentase yang sama, yaitu 2,94 %. Tuturan dalam subkategori memerintah menempati tingkat persentase terendah, yaitu 1,47 % dari 100 %. Berikut ini adalah deskripsi lebih lanjut mengenai tuturan tidak santun yang telah diklasifikan ke dalam setiap kategori ketidaksantunan berbahasa menurut para ahli. Tuturan tersebut disajikan beserta kode dan subkategori dari setiap tuturan tersebut.
4.1.1 Melanggar Norma Ketidaksantunan berbahasa yang melanggar norma mengarah pada penggunaan ketidaksantunan berbahasa oleh penutur yang secara normatif dianggap negatif karena melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau norma-norma yang telah disepakati dalam keluarga. Berikut tuturan yang termasuk dalam kategori tuturan yang melanggar norma.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
Tabel 3 Melanggar Norma
No 1. 2. 3. 4.
Tuturan Halah, mbok mengko ah, Bu. Halah, ngopo lho, aturan opo ngono kuwi. Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini kok! Halah, ora sinau, aku yo iso kok.
Kode A1 A2 A3
Subkategori Menolak Menentang
A4
4.1.2 Mengancam Muka Sepihak Ketidaksantunan berbahasa yang mengancam muka sepihak mengarah pada penggunaan ketidaksantunan berbahasa oleh penutur yang memiliki maksud mengancam muka mitra tutur secara sepihak, sehingga mitra tutur merasa tersingsung. Namun, penutur tidak menyadari bahwa tuturan menyinggung perasaan mitra tutur. Berikut tuturan yang termasuk dalam kategori tuturan yang mengancam muka sepihak. Tabel 4 Mengancam Muka Sepihak
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Tuturan Opo. Wong kowe ngentekke wedang e kung kok. Sayur e endi bu? Emoh mangan aku nek gak enek sayur e. Wes, nek wes takon gek lungo! Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih, mbok sini lho! Kae po karo Mbak e wae? Waduh, silakan janjian lho, Masnya pasti bisa kalo janjian kayak gini. Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro sebulan?
Kode B1 B2 B3 B4 B5 B6 B9
Subkategori Kesal Memerintah
Menyindir
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8. 9.
Endi jatahku be, gopek gopek? Lho, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu. 10. Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek maghrib ki kudu mandek! 11. Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!
73
B11 B7 B8 B10
Memperingatkan Mengancam
4.1.3 Melecehkan Muka Ketidaksantunan berbahasa yang melecehkan muka mengarah pada bentuk ketidaksantunan oleh penutur yang memiliki maksud menyinggung perasaan mitra tutur. Berikut adalah tuturan yang termasuk dalam kategori tuturan yang melecehkan muka.
Tabel 5 Melecehkan Muka
No 1. 2. 3. 4. 5.
Tuturan Heh, sepatu ne endi kuwi? Heh heh heh, kono neng sekolah wae! Heh, kuping e endi, kene tak andani! Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!! Ah, kok aku terus sih Mbak sing mbok takok i? 6. Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi ra ketemu, jedule neng kene. 7. Wong ra sekolah kok njaluk susu. 8. Ben, mengko neng wetenge ben eneng gambare. 9. Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang virus ya? 10. Wes tuwo neng cilik yo, Mbak. 11. Biasalah nek orang tua kayak gitu, Mbak, biasalah ibu-ibu. 12. Kowe ki keentekan obat, kono ngombe obat sek ben ra edan!
Kode C1 C2 C4 C9 C10
Subkategori
Kesal
C22 C3 C5 C6 C12 C13 C15
Menyindir
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13. Kuwi mbok dijamuni disek ben bapakmu rodo mari leh edan! 14. Iyo kuwi, nek mikir ora mangan sego, tapi mangane rokok. 15. Mlaku ki yo mlaku wae, ra sah meleng mripate! 16. Opo, kowe ki arep ngopo? 17. Zaman koyo ngene kok ra ndwe HP. 18. Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus kok! 19. Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!! 20. Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung utah!!! 21. Gak ada liburan, kalo libur kamu mau bayar semesteran pake apa? 22. Pokoknya jangan dikasih, nanti buat macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem! 23. Heh, sana belajar! Nonton terus.
74
C16 C17 C18 C7 C19 C8 C11 C14
Mengejek Menentang Menolak
C20 C21
Memperingatkan
C23
4.1.4 Menghilangkan Muka Ketidaksantunan berbahasa yang menghilangkan muka mengarah pada bentuk penggunaan ketidaksantunan berbahasa oleh penutur yang memiliki maksud mempermalukan mitra tutur dengan membuat mitra tutur kehilangan muka di depan orang banyak. Berikut tuturan yang termasuk dalam kategori tuturan yang menghilangkan muka.
Tabel 6 Menghilangkan Muka
No 1. 2. 3.
Tuturan La yo mboh, mbok umurmu dewe kok tekok. Halah, Mbok, kowe ki ra bener tenan. Halah, mboh kowe ngomong opo.
Kode D1 D4 D7
Subkategori Mengejek
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Wo la yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus. Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu malu-maluin! Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak kewengen! Uwes, ayo balek, ngopo kowe neng kene? Kuwi ki mbiyen kantoran lho mbak, saiki malah mung bakul. Ya kakaknya, Mbak. Nek kakaknya tu sabar Mbak, yang ini main terus. Lah, kok bingung-bingung lho Mbak! Disiapin ora e? Weh, kok koyo wong londo kowe panganane roti. Koyo londo ndeso! Mau dikasih apa kok tanya-tanya gitu? Pacare Ari ki akeh banget. Koleksi kok. Mbok golek seng jilbaban kono lho. Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono. Heh, udah nambah belum itu tinggimu? Yo kwi, Mbak, wong lanang ki mripate ra dienggu. Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe gelo. Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di UNS. Kowe ki mbok mengko wae nek arep nonton, aku disek. Lah, mboh mbiyen.
75
D12 D3 D6
Memperingatkan
D20 D5 D8 D9 D10 D11 D14
Menyindir
D15 D16 D19 D13 D18
Kesal
D2 Meremehkan D17
4.1.5 Menimbulkan Konflik Ketidaksantunan berbahasa yang menimbulkan konflik mengarah pada penggunaan ketidaksantunan berbahasa secara sembrono dan memiliki maksud untuk menyinggung mitra tutur yang akhirnya menimbulkan adanya konflik antara penutur dan mitra tutur. Berikut tuturan yang termasuk dalam kategori tuturan yang menimbulkan konflik.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Tabel 7 Menimbulkan Konflik
No 1.
Tuturan Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci kapok kowe! 2. Opo to kowe ki mas, tak andakke ibu kowe nyenggol-nyenggol. 3. Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri. 4. Halah, ibu ki silit, silit!!! 5. Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono kuwi marai tuman. 6. Aku juga butuh makan, cepetan!!! 7. Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak. 8. Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!! 9. Kamu tu gak tau ya aku tu capek, banyak tugas. 10. Enenge koyo ngene. La nek ra percoyo kono delok dewe! Wong kok ra percoyoan.
Kode E1
Subkategori
E3 Mengancam E9
E2 E5
Mengejek Memperingatkan
E7 E4 E6 E8
Kesal
E10
4.2 Analisis Data Analisis dari hasil penelitian ini disajikan berdasarkan
(a) wujud
ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, (b) penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, dan (c) maksud ketidaksantunan. Berikut adalah pemaparan analisis data dalam penelitian ini.
4.2.1 Melanggar Norma Kategori
ketidaksantunan
yang
melanggar
norma
memiliki
dua
subkategori, yaitu subkategori menolak dan menentang. Kedua subkategori tersebut dianalisis berdasarkan wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan. Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak santun. Penanda ketidaksantunan linguistik dianalisis berdasarkan intonasi, penggunaan partikel, nada tutur, tekanan, dan diksi dalam setiap tuturan. Penanda ketidaksantunan pragmatik berupa konteks yang melingkupi setiap tuturan. Maksud ketidaksantunan berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika mengutarakan tuturan tidak santunnya kepada mitra tutur. Berikut adalah analisis tuturan yang termasuk dalam subkategori tersebut.
4.2.1.1 Subkategori Menolak Cuplikan tuturan 1 MT : “Gek belajar ndisek, Le, wes wektune belajar ki lho!” P : “Halah, mbok mengko ah, Bu.” (A1) (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur disuruh oleh MT untuk belajar karena sudah waktunya belajar. Penutur sedang menonton TV di ruang tengah. Aturan belajar di rumah adalah pukul 20.00 WIB.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan A1 : “Halah, mbok mengko ah, Bu.” (Halah, nanti ah, Bu.)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan A1: Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur berbicara kepada orang yang lebih tua. Penutur tidak menaati peraturan di rumah. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan A1 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel halah dan ah, nada tutur sedang, tekanan lunak pada kata mengko, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan A1 : tuturan terjadi ketika penutur disuruh oleh MT untuk belajar karena sudah waktunya belajar. Penutur sedang menonton TV di ruang tengah. Aturan belajar di rumah adalah pukul 20.00 WIB. Suasana ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur laki-laki berusia 15 tahun. MT perempuan berusia 56 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan penutur adalah menanggapi dengan kesal tuturan MT yang menyuruh penutur belajar. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT hanya diam, tidak merespons tuturan penutur lagi. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan A1
: penutur bermaksud menunda belajarnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
4.2.1.2 Subkategori Menentang Cuplikan tuturan 3 MT : “Waktunya belajar dulu, nontonnya udah!” P : “Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini kok!” (A3) MT : “Gek belajar sana, nek gak tv-nya tak matiin ini!!!” (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga. Penutur sedang menonton televisi. MT menyuruh penutur untuk belajar karena sudah pukul 20.00 WIB, waktu belajar keluarga.) Cuplikan tuturan 4 MT : “Kowe ki mbok belajar to!” P : “Halah, ora sinau, aku yo iso kok.” (A4) (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, waktu belajar yang sudah ditetapkan dalam keluarga. MT menyuruh penutur untuk belajar dulu. Penutur merasa dirinya sudah pandai, oleh karenanya ia tidak mau belajar. Penutur menjawab dengan kesal karena merasa dirinya diatur-atur.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan A3 : “Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini kok!” Tuturan A4 : “Halah, ora sinau, aku yo iso kok.” (Halah, gak belajar, aku bisa kok.) 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan A3: Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur berbicara kepada orang yang lebih tua. Penutur tidak menaati peraturan di rumah. Penutur menanggapi MT dengan sinis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
Tuturan A4: Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur berbicara kepada orang yang lebih tua. Penutur tidak menaati peraturan di rumah. Penutur bersikap sinis kepada MT. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan A3 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel ya, wong, dan kok, nada tutur sedang, tekanan lunak pada kata bentar, serta diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan dengan kata tidak baku bentar, masih, dan segini; penggunaan istilah bahasa Jawa wong. Tuturan A4 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel yo, halah, dan kok, nada tutur rendah, tekanan lunak pada kata iso, serta diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan A3 : tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga. Penutur sedang menonton televisi. MT menyuruh penutur untuk belajar karena sudah pukul 20.00 WIB (waktu belajar keluarga). Suasana ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai.Tuturan terjadi di rumah pukul 20.10 WIB, tanggal 6 Mei 2013. Penutur laki-laki berusia 15 tahun. MT perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi MT yang menyuruhnya belajar. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal komisif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung meninggalkan penutur dengan kesal. Tuturan A4 : tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, waktu belajar
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
yang sudah ditetapkan dalam keluarga. MT menyuruh penutur untuk belajar dulu. Penutur merasa dirinya sudah pandai, oleh karenanya ia tidak mau belajar. Penutur menjawab dengan kesal karena merasa dirinya diatur-atur. Suasana ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur laki-laki berusia 13 tahun. MT perempuan berusia 40 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi MT yang menyuruhnya belajar, sementara penutur merasa dirinya bisa tanpa belajar. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal representatif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung diam dan pergi dengan jawaban penutur yang tidak menuruti nasihatnya. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan A3
: penutur bermaksud menunda belajarnya.
Tuturan A4
: penutur bermaksud mengungkapkan kekesalannya akan
perintah mitra tutur.
4.2.2 Mengancam Muka Sepihak Kategori ketidaksantunan yang mengancam muka sepihak terdapat lima subkategori,
yaitu
kesal,
mengancam.
Kelima
memerintah,
subkategori
menyindir,
tersebut
memperingatkan,
dianalisis
berdasarkan
dan
wujud
ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan. Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
82
santun. Penanda ketidaksantunan linguistik dianalisis berdasarkan intonasi, penggunaan partikel, nada tutur, tekanan, dan diksi dalam setiap tuturan. Penanda ketidaksantunan pragmatik berupa konteks yang melingkupi setiap tuturan. Maksud ketidaksantunan berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika mengutarakan tuturan tidak santunnya kepada mitra tutur. Berikut adalah analisis tuturan dari kelima subkategori tersebut.
4.2.2.1 Subkategori Kesal Cuplikan Tuturan 5 MT : “Wedange endi, Kung?” P : “Opo. Wong kowe ngentekke wedang e kung kok.” (B1) (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur sedang membersihkan kandang burung peliharaannya. MT sedang bermain dengan temannya. MT meminta dibuatkan susu. Sebelumnya, MT sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur mengatakan tuturannya sambil asyik memandikan burung peliharaannya tanpa melihat MT. MT merasa penutur memarahi dirinya karena sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya membuat MT menangis.)
Cuplikan Tuturan 6 P : “Sayur e endi bu? Emoh mangan aku nek gak enek sayur e.” (B2) MT: “Mbok sabar to le, kowe ki ra ndelok ibu sibuk po iki.” P : “La wong aku ngelih lho.” (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari sekolah. MT sedang menyapu lantai rumah. Penutur hendak makan, lalu ia membuka tudung saji, tetapi tidak menemukan sayur. Penutur tidak mau makan jika tidak ada sayur. Tanpa melihat pada MT, penutur pergi begitu saja tanpa mempedulikan MT yang merasa bersalah tidak memasak sayur untuk penutur. Tuturan terjadi dalam suasana serius.)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
83
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan B1 : “Opo. Wong kowe ngentekke wedang e kung kok.” (Apa. Kamu menghabiskan minum kung kok.) Tuturan B2 : “Sayur e endi, Bu? Emoh mangan aku nek gak enek sayur e.” (Sayurnya mana, Bu? Tidak mau makan aku kalau tidak ada sayurnya.)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan B1 : Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur tidak merasa menyinggung MT. Penutur mempedulikan akibat dari tuturannya. Tuturan B2 : Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur tidak mempedulikan akibat dari tuturannya. Penutur tidak merasa membuat MT tersinggung. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan B1 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel wong dan kok, nada tutur sedang, tekanan lunak pada frasa kowe ngentekke, serta diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan B2 : tuturan dikatakan dengan intonasi tanya, nada tutur tinggi, tekanan keras pada frasa sayur e endi, diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan B1 : tuturan terjadi ketika penutur sedang membersihkan kandang burung peliharaannya. MT sedang bermain dengan temannya. MT meminta dibuatkan susu. Sebelumnya, MT sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur
mengatakan
tuturannya
sambil
asyik
memandikan
burung
peliharaannya tanpa melihat MT. MT merasa penutur memarahi dirinya karena sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya membuat MT menangis. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di halaman rumah pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. Penutur laki-laki berusia 60 tahun. MT laki-laki berusia 3 tahun. MT adalah cucu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi dengan kesal permintaan MT yang minta dibuatkan susu. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung menangis dan berlari ke pelukan ibunya. Tuturan B2 : tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari sekolah. MT sedang menyapu lantai rumah. Penutur hendak makan, lalu ia membuka tudung saji, tetapi tidak menemukan sayur. Penutur tidak mau makan jika tidak ada sayur. Tanpa melihat pada MT, penutur pergi begitu saja tanpa mempedulikan MT yang merasa bersalah tidak memasak sayur untuk penutur. Tuturan terjadi dalam suasana serius. Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. Penutur lakilaki berusia11 tahun. MT perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur bertanya dengan kesal sayur yang seharusnya sudah tersedia di meja makan. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung buru-buru memasak sayur untuk penutur. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan B1
: penutur bermaksud mengungkapkan kekesalannya terhadap mitra tutur yang menghabiskan minumannya.
Tuturan B2
: penutur bermaksud memprotes mitra tutur yang tidak menyediakan sayur.
4.2.2.2 Subkategori Memerintah Cuplikan Tuturan 7 P : “Wes, nek wes takon gek lungo!” (B3) MT: (langsung pergi). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. MT datang lalu ikut bertanya-tanya kepada tamu penutur. Karena merasa MT tidak memiliki kepentingan terhadap tamunya, penutur menyuruh MT pergi. MT langsung meninggalkan penutur bersama tamunya karena tersinggung dengan tuturan penutur.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan B3 : “Wes, nek wes takon gek lungo!” (Sudah, kalau sudah tanya langsung pergi!)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan B3 : Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur tidak mempedulikan MT yang tersinggung karena tuturannya. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan B3 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa gek lungo, diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan B3 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. MT datang lalu ikut bertanya-tanya kepada tamu penutur. Karena merasa MT tidak memiliki kepentingan terhadap tamunya, penutur menyuruh MT pergi. MT langsung meninggalkan penutur bersama tamunya karena tersinggung dengan tuturan penutur. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 20 April 2013. Penutur perempuan berusia 40 tahun. MT perempuan berusia 62 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur menyuruh MT pergi setelah bertanya-tanya pada tamu penutur. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung pergi meninggalkan tamu penutur. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan B3
: penutur bermaksud mengusir mitra tutur yang ikut berbincang dengan tamu penutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
4.2.2.3 Subkategori Menyindir Cuplikan Tuturan 8 P : “Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih, mbok sini lho!” (B4) MT: “Eh, iya, Mbak. Ini bentar lagi kok.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang membuat minum untuk penutur. MT berada di dapur, sementara penutur berada di ruang tamu. Jarak dapur dengan ruang tamu tidak terlalu jauh, sehingga penutur dapat berbicara dengan nada sedang. Penutur mengatakan tuturan hanya dengan maksud bercanda. MT merasa dirinya disindir karena terlalu sibuk padahal sedang ada tamu.)
Cuplikan Tuturan 13 MT: “Mbak, aku nitip helm yo?” P : “Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro sebulan?” (B9) MT: “Yowes, Mbak, ra sido.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT baru saja datang, tetapi hendak pergi lagi. MT menitipkan helmnya kepada penutur karena ia merasa tidak perlu memakai helm. Penutur mengatakan tuturan dengan maksud bercanda. Penutur tidak tahu bahwa tuturan sudah menyinggung MT. MT merasa tidak boleh menitipkan helmnya kepada penutur.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan B4 : “Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih, mbok sini lho!” Tuturan B9 : “Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro sebulan?” (Kamu nitip helm ada pajaknya lho. Berani bayar berapa sebulan?)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
88
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan B4 : Penutur berbicara ketika MT tengah sibuk. Penutur tidak menyadari bahwa MT tersinggung karena tuturannya. Tuturan B9 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara tanpa mempedulikan MT yang tersinggung akibat tuturannya. Penutur bersikap santai saja. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan B4 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel sih dan lho, nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa sibuk banget sih, serta diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku mbaknya dan banget; penggunaan istilah bahasa Jawa mbok. Tuturan B9 : tuturan dikatakan dengan intonasi tanya, partikel lho, nada tutur sedang, tekanan keras pada kata piro, serta diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan B4 : Tuturan terjadi ketika MT sedang membuat minum untuk penutur. MT berada di dapur, sementara penutur berada di ruang tamu. Jarak dapur dengan ruang tamu tidak terlalu jauh, sehingga penutur dapat berbicara dengan nada sedang. Penutur mengatakan tuturan hanya dengan maksud bercanda. MT merasa dirinya disindir karena terlalu sibuk padahal sedang ada tamu. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 22 April 2013. Penutur perempuan berusia 23 tahun. MT perempuan berusia 19 tahun. Tujuan dari penutur adalah menyuruh MT untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
ikut berbincang-bincang bersama. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi MT langsung buru-buru menyelesaika pekerjaannya. Tuturan B9 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT baru saja datang, tetapi hendak pergi lagi. MT menitipkan helmnya kepada penutur karena ia merasa tidak perlu memakai helm. Penutur mengatakan tuturan dengan maksud bercanda. Penutur tidak tahu bahwa tuturan sudah menyinggung MT. MT merasa tidak boleh menitipkan helmnya kepada penutur. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. Penutur perempuan berusia 28 tahun. MT perempuan berusia 24 tahun. MT adalah adik sepupu penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi permintaan MT yang hendak menitipkan helmnya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung pergi dengan memakai helmnya kembali. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan B4
: penutur hanya bermaksud basa-basi dengan mitra tutur.
Tuturan B9
: penutur hanya bermaksud bercanda dengan mitra tutur.
4.2.2.4 Subkategori Memperingatkan Cuplikan Tuturan 11 MT : “Duh, Mbak. Tugasku tuh makin banyak banget nih. Ya ampun.” P : “Loh, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu.” (B7) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT baru pulang dari kampus dan penutur berada di dapur. MT mengeluhkan tentang tugas kuliahnya yang semakin banyak. Penutur menanggapi keluhan MT tanpa melihat ke MT. MT tersinggung dengan tuturan penutur yang tidak menanggapi dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
baik keluhannya. Penutur tidak merasa menyinggung karena menurutnya itu memang sudah menjadi tanggung jawab MT.) Cuplikan Tuturan 12 MT: “Aku ki wingi tibo mbak numpak motor pas maghrib-maghrib kae.” P : “Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek maghrib ki kudu mandek!” (B8) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bercengkrama di halaman rumah penutur. MT menceritakan bahwa kemarin sore ia jatuh dari motor sekitar waktu Maghrib. Penutur menanggapi tuturan MT dengan maksud mengingatkan. MT justru tersindir dengan tuturan penutur.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan B7 : “Loh, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu.” Tuturan B8 : “Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek Maghrib ki kudu mandek!” (Lah, ya itu untuk pengingat kalau Maghrib harus berhenti!) 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan B7 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara tanpa merasa menyinggung perasaan MT. Penutur berbicara tanpa melihat ke penutur. Tuturan B8 : Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya telah menyinggung MT. Penutur berbicara dengan santai. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan B7 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel lho, nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa tanggung jawabmu, dan diksi nonstandar dengan penggunaan kata tidak baku kan.
bahasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
91
Tuturan B8 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel lah, nada tutur sedang, tekanan keras pada kata mandek, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan B7 : Tuturan terjadi ketika MT baru pulang dari kampus dan penutur berada di dapur. MT mengeluhkan tentang tugas kuliahnya yang semakin banyak. Penutur menanggapi keluhan MT tanpa melihat ke MT. MT tersinggung dengan tuturan penutur yang tidak menanggapi dengan baik keluhannya. Penutur tidak merasa menyinggung karena menurutnya itu memang sudah menjadi tanggung jawab MT. Tuturan terjadi dalam suasana serius. Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. Penutur perempuan berusia 25 tahun. MT laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik penutur. Tujuan dari penutur adalah menangapi keluhan MT tentang tugas kuliahnya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal representatif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung meninggalkan penutur yang tidak menanggapi dengan baik keluhannya. Tuturan B8 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bercengkrama di halaman rumah penutur. MT menceritakan bahwa kemarin sore ia jatuh dari motor sekitar waktu Maghrib. Penutur menanggapi tuturan MT dengan maksud mengingatkan. MT justru tersindir dengan tuturan penutur. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di halaman rumah pada sore hari. Penutur perempuan berusia 45 tahun. MT perempuan berusia 40 tahun. Tujuan dari penutur adalah mengingatkan MT untuk tidak melakukan aktivitas ketika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
92
Maghrib. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal representatif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT lalu mengalihkan pembicaraan ke topik lain. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan B7 : penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur akan tugas kuliahnya. Tuturan B8 : penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur agar lebih berhati-hati.
4.2.2.5 Subkategori Mengancam Cuplikan Tuturan 14 P : “Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!” (B10) MT: (berlari kepada ibunya). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT hendak pulang ke rumahnya bersama ibunya. MT berpamitan kepada penutur. Penutur mengatakan tuturannya dengan maksud bercanda, tetapi seperti mengancam. MT merasa diancam hendak dicubit jika datang lagi ke rumah penutur.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan B10 : “Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!” (Awas kalau kamu ke sini lagi, aku jiwit kamu. Hutang lho kamu!)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
93
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan B10 : Penutur berbicara dengan sedikit berteriak. Penutur berbicara tanpa mempedulikan MT yang menangis akibat tuturannya. Penutur bersikap santai setelah memberi ancaman kepada MT. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan B10 : tuturan dikatakan dengan intonasi seru, partikel lho, nada tutur tinggi, tekanan keras pada frasa tak jiwit kowe, serta diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan B10 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT hendak pulang ke rumahnya bersama ibunya. MT berpamitan kepada penutur. Penutur mengatakan tuturannya dengan
maksud bercanda, tetapi
seperti mengancam. MT merasa diancam hendak dicubit jika datang lagi ke rumah penutur. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. Penutur perempuan berusia 70 tahun. MT laki-laki berusia 7 tahun. MT adalah cucu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah mengancam MT agar tidak datang lagi ke rumah penutur. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal komisif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT lalu mengadu kepada ibunya. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan B10
: penutur hanya bermaksud bercanda dengan mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
94
4.2.3 Melecehkan Muka Kategori
ketidaksantunan
yang melecehkan
muka memiliki
enam
subkategori, yaitu kesal, menyindir, mengejek, menentang, menolak, dan memperingatkan. Keenam subkategori tersebut dianalisis berdasarkan wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan. Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak santun. Penanda ketidaksantunan linguistik dianalisis berdasarkan intonasi, penggunaan partikel, nada tutur, tekanan, dan diksi dalam setiap tuturan. Penanda ketidaksantunan pragmatik berupa konteks yang melingkupi setiap tuturan. Maksud ketidaksantunan berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika mengutarakan tuturan tidak santunnya kepada mitra tutur. Berikut adalah analisis tuturan tidak santun dari keenam subkategori tersebut.
4.2.3.1 Subkategori Kesal Cuplikan Tuturan 24 P : “Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!!” (C9) MT: (mengganti chanel TV). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. MT menonton acara pertandingan sepak bola. Penutur yang baru keluar dari kamar hendak menonton televisi pula. Penutur tidak menyukai acara pertandingan bola. Penutur kesal ketika mendapati MT justru menonton bola. Penutur menyuruh MT mengganti chanel TV ke acara yang lain. Penutur berbicara dengan keras, padahal jarak MT dengan penutur hanya 2 meter.)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
Cuplikan Tuturan 37 P : “Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi ra ketemu, jedule neng kene.” (C22) MT: “La kowe ki ngopo mbak nggoleki aku ki? P : “Njukuk pesenan to.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sudah berkeliling mencari MT. MT sedang mengambil barang di tempat lain. Penutur hendak mengambil pesanannya. Penutur dan MT bertemu di dekat tanggayang cukup jauh jaraknya dengan lapak MT.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan C9 : “Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!!” (Ganti sih, Pak, aku tidak suka bola!!!) Tuturan C22 : “Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi ra ketemu, jedule neng kene.” (Dasar penjual ikan, dicari kemana-mana tidak ketemu, ternyata di sini.) 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C9 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara dengan keras. Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur menyinggung MT. Tuturan C22 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara dengan ejekan. Penutur menyinggung MT dengan menyebutkan profesi. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan C9 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, nada tutur tinggi, tekanan keras pada kata ganti, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
96
Tuturan C22 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, nada tutur sedang, tekanan: keras pada frasa dasar bakul iwak, dan diksi bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C9 : Tuturan terjadi ketika MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. MT menonton acara pertandingan sepak bola. Penutur yang baru keluar dari kamar hendak menonton televisi pula. Penutur tidak menyukai acara pertandingan bola. Penutur kesal ketika mendapati MT justru menonton bola. Penutur menyuruh MT mengganti chanel TV ke acara yang lain. Penutur berbicara dengan keras, padahal jarak MT dengan penutur hanya 2 meter. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur laki-laki berusia 23 tahun. MT laki-laki berusia 50 tahun. MT adalah bapak penutur. Tujua dari penutur adalah menyuruh mengganti chanel TV, karena chanel yang sedang ditonton oleh MT tidak disukai oleh penutur. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT tidak langsung mengganti chanel TV yang dimaksud oleh penutur, tetapi tidak lama kemudian MT mengganti chanel dan meninggalkan penutur menonton sendirian. Tuturan C22 : Tuturan terjadi ketika penutur sudah berkeliling mencari MT. MT sedang mengambil barang di tempat lain. Penutur hendak mengambil pesanannya. Penutur dan MT bertemu di dekat tanggayang cukup jauh jaraknya dengan lapak MT. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di pasar pukul 14.00 WIB, tanggal 21Mei 2013. Penutur perempuan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 35 tahun. Tujuan dari penutur adalah mengungkapkan kekesalan karena sudah mencari MT kemana-mana. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT mengajak penutur ke lapaknya. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan C9 : penutur bermaksud memerintah mitra tutur untuk mengganti chanel televisi. Tuturan C22 : penutur bermaksud mengungkapkan kekesalannya kepada mitra tutur yang sulit ditemui.
4.2.3.2 Subkategori Menyindir Cuplikan Tuturan 18 MT: “Aku njaluk susu.” P : “Wong ra sekolah kok njaluk susu.” (C3) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di halaman rumah bersama seorang ibu, tetangga rumahnya. MT bersama dengan temannya bermain di halaman rumah. Penutur menanggapi permintaan MT. MT merengek minta susu. MT tidak mau berangkat ke sekolah jika belum dibuatkan susu. Penutur menyindir MT agar sekolah terlebih dahulu, setelah itu baru meminta susu.)
Cuplikan Tuturan 21 P : “Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang virus ya?” (C6) MT: “Duh, ngece tenan kamu tu.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT berada di dalam kamarnya dalam keadaan pintu terbuka. Penutur juga berada di kamarnya. Kamar penutur dan MT bersebelahan. Sebelumnya, penutur meminjam flashdisc MT untuk memindahan data kuliahnya yang hendak dikumpulkan kepada dosennya. Penutur meminjam flashdisc MT karena miliknya sedang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
98
dipinjam oleh temannya. Tanpa menyebutkan nama MT, penutur meneriaki MT dalam kamarnya. MT yang merasa sudah berbaik hati meminjamkan flashdisc-nya kepada penutur tersinggung dengan tuturan penutur.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan C3 : “Wong ra sekolah kok njaluk susu.” (Tidak sekolah kok minta susu.) Tuturan C6 : “Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang virus ya?” 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C3 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara dengan santai. Penutur menyinggung MT dengan sindiran. Penutur berbicara tanpa melihat MT. Tuturan C6 : Penutur berbicara dengan keras. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur tidak berterima kasih telah diberi pinjaman. Penutur menyinggung MT. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan C3 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel wong, kok, nada tutur sedang, tekanan lunak pada frasa njaluk susu, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan C6 : tuturan dikatakan dengan intonasi tanya, partikel heh, nada tutur tinggi, tekanan keras pada frasa banyak banget, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, banget.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
99
4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C3 : Tuturan terjadi ketika penutur berada di halaman rumah bersama seorang ibu, tetangga rumahnya. MT bersama dengan temannya bermain di halaman rumah. Penutur menanggapi permintaan MT. MT merengek minta susu. MT tidak mau berangkat ke sekolah jika belum dibuatkan susu. Penutur menyindir MT agar sekolah terlebih dahulu, setelah itu baru meminta susu. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. Penutur perempuan, nenek berusia 55 tahun.
MT laki-laki, anak berusia 3 tahun. Tujuan dari penutur adalah
menanggapi MT sebagai cucunya yang minta dibuatkan susu. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT tetap meronta-ronta minta dibuatkan susu. Tuturan C6 : Tuturan terjadi ketika MT berada di dalam kamarnya dalam keadaan pintu terbuka. Penutur juga berada di kamarnya. Kamar penutur dan MT bersebelahan. Sebelumnya, penutur meminjam flashdisc MT untuk memindahan data kuliahnya yang hendak dikumpulkan kepada dosennya. Penutur meminjam flashdisc MT karena miliknya sedang dipinjam oleh temannya. Tanpa menyebutkan nama MT, penutur meneriaki MT dalam kamarnya. MT yang merasa sudah berbaik hati meminjamkan flashdisc-nya kepada penutur tersinggung dengan tuturan penutur. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pukul 09.00 WIB, tanggal 23 April 2013. Penutur dan MT perempuan berusia 22 tahun. Tujuan dari penutur adalah memberi tahu MT bahwa flashdisc MT banyak virus. Tindak verbal
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung meminta flashdisc-nya untuk dikembalikan. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan C3 : penutur hanya bermaksud mengomentari permintaan mitra tutur. Tuturan C6 : penutur bermaksud mengejek mitra tutur akan banyaknya virus di flashdisc-nya.
4.2.3.3 Subkategori Mengejek Cuplikan Tuturan 22 MT: “Pak, eneng krupuk ra?” P : “Opo, kowe ki arep ngopo?” (C7) MT: (langsung pergi). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di tokonya sedang menyusun barang dagangannya. MT datang hendak membeli kerupuk. MT bertanya tentang harga kerupuk yang ia inginkan. Bukannya menjawab pertanyaan MT, penutur justru menanyakan hal yang lain. Penutur mengganggap MT tidak terlalu penting untuk dilayani.)
Cuplikan Tuturan 34 P : “Nomer HP-mu piro?” MT: “Kowe ki ngece tenan. Wong tuwo dijaluki nomer HP.” P : “Zaman koyo ngene kok ra nduwe HP.” (C19) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru datang ke rumah MT. MT sedang duduk di kursi di teras rumahnya. Penutur meminta nomor HP MT agar mudah untuk dihubungi. Karena MT tidak terlalu bisa menggunakan HP dan merasa tidak terlalu membutuhkannya, MT tidak memiliki HP. Penutur yang usianya jauh lebih muda dari mengejek MT yang tidak memiliki HP di zaman serba teknologi.)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
101
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan C7 : “Opo, kowe ki arep ngopo?” (Apa, kamu itu mau apa?) Tuturan C19 : “Zaman koyo ngene kok ra nduwe HP.” (Zaman seperti ini kok tidak punya HP.) 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C7 : Penutur berbicara dengan santai. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur menyinggung MT. Penutur tidak menghargai MT sebagai pembeli. Tuturan C19 : Penutur berbicara dengan santai. Penutur memberi ejekan kepada MT. Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur menyinggung MT. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan C7 : tuturan dikatakan dengan intonasi tanya, nada tutur sedang, tekanan lunak pada kata opo, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan C19 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel kok, nada tutur sedang, tekanan lunak pada frasa ra nduwe, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C7 : Tuturan terjadi ketika penutur berada di tokonya sedang menyusun barang dagangannya. MT datang hendak membeli kerupuk. MT bertanya tentang harga kerupuk yang ia inginkan. Bukannya menjawab
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
102
pertanyaan MT, penutur justru menanyakan hal yang lain. Penutur mengganggap MT tidak terlalu penting untuk dilayani. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di toko pukul 09.00 WIB, tanggal 25 April 2013. Penutur laki-laki berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 28 tahun. MT adalah tetangga penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi MT yang datang hendak membeli kerupuk. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT yang hendak membeli kerupuk langsung pergi tidak jadi membeli. Tuturan C19 : Tuturan terjadi ketika penutur baru datang ke rumah MT. MT sedang duduk di kursi di teras rumahnya. Penutur meminta nomor HP MT agar mudah untuk dihubungi. Karena MT tidak terlalu bisa menggunakan HP dan merasa tidak terlalu membutuhkannya, MT tidak memiliki HP. Penutur yang usianya jauh lebih muda dari mengejek MT yang tidak memiliki HP di zaman serba teknologi. Suasana ketika tuturan terjadi santa. Tuturan terjadi di depan rumah pukul 16.00 WIB, tanggal 21 Mei 2013. Penutur laki-laki berusia 20 tahun. MT perempuan bersuai 55 tahun. MT adalah bibi penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi MT yang mengaku tidak memiliki HP. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT tidak menanggapi lagi tuturan penutur. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan C7 : penutur hanya bermaksud basa-basi dengan mitra tutur. Tuturan C19 : penutur bermaksud mengejek mitra tutur yang tidak memiliki HP.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
4.2.3.4 Subkategori Menentang Cuplikan Tuturan 23 MT: “Itu lho bukain pintunya!” P : “Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus kok!” (C8) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang berada di dapur. Penutur berada di ruang tamu sedang bermain HP ketika terdapat suara pintu yang diketuk. MT yang sedang sibuk menyuruh penutur untuk membukakan pintu untuk tamunya. Penutur tidak mau membukakan pintu karena penutur belum mandi. Penutur menyuruh MT yang sedang sibuk untuk membukakan pintu karena MT yang sudah tampak rapi.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan C8
: “Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus kok!” (Ya, sana kamu saja, aku belum mandi kok!)
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C8 : Penutur berbicara dengan keras. Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur menyinggung MT. Penutur menyuruh balik ke MT yang tengah sibuk. Penutur berbicara dengan ketus. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan C8 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel yo, wong, kok, nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa kowe wae, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C8 : Tuturan terjadi ketika MT sedang berada di dapur. Penutur berada di ruang tamu sedang bermain HP ketika terdapat suara pintu yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
104
diketuk. MT yang sedang sibuk menyuruh penutur untuk membukakan pintu untuk tamunya. Penutur tidak mau membukakan pintu karena penutur belum mandi. Penutur menyuruh MT yang sedang sibuk untuk membukakan pintu karena MT yang sudah tampak rapi. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 22 April 2013. Penutur anak laki-laki berusia 14 tahun. MT perempuan berusia 19 tahun. Tujuan dari penutur adalah menanggapi dengan kesal tuturan
MT yang menyuruhnya
membukakan pintu untuk tamu. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT yang akhirnya membuka pintu untuk tamu mereka yang baru datang. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan C8 : penutur bermaksud mengelak dari perintah mitra tutur yang menyuruhnya membuka pintu untuk tamu.
4.2.3.5 Subkategori Menolak Cuplikan Tuturan 26 MT: “Mas, aku melu yo?” P : “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!” (C11) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di kamarnya dan bersiap-siap hendak pergi. MT datang ke kamar penutur meminta izin untuk ikut bersama penutur karena jika penutur pergi, MT hanya tinggal sendirian di rumah. Penutur tidak memperbolehkan MT ikut karena penutur menganggap MT masih kecil dan belum pantas ikut dengannya. MT meinggalkan penutur dengan kesal karena tidak dizinkan ikut.)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan C11 : “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!” (Halah, jangan jangan, di rumah saja, masih kecil!!!) 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C11 : Penutur berbicara dengan keras. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur menyinggung MT yang ingin ikut dengannya. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan C11 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel halah, nada tutur tinggi, tekanan keras pada frasa ojo-ojo, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C14 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di toko penutur. MT membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. Sebelumnya, MT sudah menumpahkan barang yang tidak sengaja disenggolnya. MT salah meletakkan barang yang hendak ia susun. Penutur mengingatkan MT untuk tidak meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi. Suasana ketika tuturan terjadi serius. Tuturan terjadi di toko pada siang hari pukul 12.30 WIB, tanggal 6 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 46 tahun. MT laki-laki berusia 18 tahun. MT adalah anak penutur. Tujuan dari penutur adalah mengingatkan MT agar meletakkan barang pada tempatnya. Tindak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
106
verbal yang terjadi adalah direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT meletakkan barang pada tempatnya dengan berhati-hati. Tuturan C21 : Tuturan terjadi ketika MT1 sedang berada di ruang keluarga bersama ibunya (MT2). MT1 meminta HP model terbaru kepada ibunya. Penutur yang berada di dalam kamar mendengar perbincangan MT1 dengan ibu. Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan MT1 dengan sinis. Suasana ketika tuturan terjadi serius. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur perempuan berusia 20 tahun. MT1 laki-laki berusia 15 tahun. MT2 perempuan berusia 47 tahun. MT1 adalah adik dari penutur. MT2 adalah ibu dari MT1 dan penutur. Tujuan dari penutur menanggapi permintaan MT1 kepada ibunya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT1 langsung diam dan pergi ke kamarnya. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan C11 : penutur bermaksud melarang mitra tutur yang ingin ikut bersamanya.
4.2.3.6 Subkategori Memperingatkan Cuplikan Tuturan 29 P : “Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung utah!!!” (C14) MT: (memindahkan barang ke tempat lain). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di toko penutur. MT membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. Sebelumnya, MT sudah menumpahkan barang yang tidak sengaja disenggolnya. MT salah meletakkan barang yang hendak ia susun.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
107
Penutur mengingatkan MT untuk tidak meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi.)
Cuplikan Tuturan 36 MT1: “Bu, aku boleh minta ganti HP baru?” MT2: (belum sempat menjawab). P : “Pokoknya jangan dikasih, nanti buat macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!” (C21) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT1 sedang berada di ruang keluarga bersama ibunya (MT2). MT1 meminta HP model terbaru kepada ibunya. Penutur yang berada di dalam kamar mendengar perbincangan MT1 dengan ibu. Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan MT1 dengan sinis.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan C14 : “Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung utah!!!” (Itu ya tidak di situ, apa-apa kok hanya tumpah!!!) Tuturan C21 : “Pokoknya jangan dikasih, nanti buat macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!” 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C14 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur mengingatkan dengan sinis. Penutur membuat MT tersinggung dengan tuturannya. Tuturan C21 : Penutur berbicara dengan keras. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur menyinggung MT1.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
108
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan C14 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel yo, kok, nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa neng kono, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan C21 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel wong, nada tutur tinggi, tekanan keras pada kata jangan, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu pokoknya, dikasih, buat, macemmacem, masih, gitu, dan udah; penggunaan istilah bahasa Jawa wong. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan C14 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di toko penutur. MT membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. Sebelumnya, MT sudah menumpahkan barang yang tidak sengaja disenggolnya. MT salah meletakkan barang yang hendak ia susun. Penutur mengingatkan MT untuk tidak meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi. Suasana ketika tuturan terjadi serius. Tuturan terjadi di toko pada siang hari pukul 12.30 WIB, tanggal 6 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 46 tahun. MT laki-laki berusia 18 tahun. MT adalah anak penutur. Tujuan dari penutur adalah mengingatkan MT agar meletakkan barang pada tempatnya. Tindak verbal yang terjadi adalah direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT meletakkan barang pada tempatnya dengan berhati-hati. Tuturan C21 : Tuturan terjadi ketika MT1 sedang berada di ruang keluarga bersama ibunya (MT2). MT1 meminta HP model terbaru kepada ibunya. Penutur yang berada di dalam kamar mendengar perbincangan MT1 dengan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
109
ibu. Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan MT1 dengan sinis. Suasana ketika tuturan terjadi serius. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur perempuan berusia 20 tahun. MT1 laki-laki berusia 15 tahun. MT2 perempuan berusia 47 tahun. MT1 adalah adik dari penutur. MT2 adalah ibu dari MT1 dan penutur. Tujuan dari penutur menanggapi permintaan MT1 kepada ibunya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT1 langsung diam dan pergi ke kamarnya. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan C14 : penutur hanya bermaksud mengomentari pekerjaan mitra tutur. Tuturan C21 : penutur bermaksud melarang mitra tutur yang meminta HP baru.
4.2.4 Menghilangkan Muka Kategori ketidaksantunan yang menghilangkan muka memiliki lima subkategori,
yaitu
mengejek,
memperingatkan,
menyindir,
kesal,
dan
meremehkan. Kelima subkategori tersebut dianalisis berdasarkan wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan. Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak santun. Penanda ketidaksantunan linguistik dianalisis berdasarkan intonasi, penggunaan partikel, nada tutur, tekanan, dan diksi dalam setiap tuturan. Penanda
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
110
ketidaksantunan pragmatik berupa konteks yang melingkupi setiap tuturan. Maksud ketidaksantunan berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika mengutarakan tuturan tidak santunnya kepada mitra tutur. Berikut adalah analisis tuturan tidak santun dari kelima subkategori tersebut.
4.2.4.1 Subkategori Mengejek Cuplikan Tuturan 39 MT : “Umurku 35 tahun kan yo, Bu?” P : “La yo mboh, mbok umurmu dewe kok tekok.” (D1) MT : “Yo kan aku lali bu.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang menerima tamu di teras rumah. Penutur duduk tidak jauh dari MT. MT bertanya tentang usianya. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan seenaknya.)
Cuplikan Tuturan 50 P : “Mangane kok gembus meneh? neng omah gembus, neng kene yo gembus.” MT: “Iyo mbak, wong senenge gembus.” P : “Wo lah yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.” (D12) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di warung makan miliknya. Di warung makan tersebut, MT datang hendak membeli makanan. Selain penutur dan MT, terdapat pula pembeli yang lain. MT lalu bercerita bahwa tadi pagi memasak tempe gembus, lalu sekarang hendak membeli lauk tempe gembus juga. Penutur bukannya menanggapi cerita dengan baik, tetapi justru mengejeknya.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
111
Tuturan D1 : “La yo mboh, mbok umurmu dewe kok tekok.” (Ya tidak tahu, umurmu sendiri kok tanya.) Tuturan D12 : “Wo la yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.” (Wah, la ya itu, lama-lama mukanya jadi muka gembus.) 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan D1 : Penutur berbicara di depan orang lain. Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur tidak merasa telah mempermalukan MT di depan tamunya. Tuturan D12 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur memberi ejekan kepada MT. Penutur berbicara di depan orang lain. Penutur mempermalukan MT di depan umum tanpa merasa bersalah. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan D1 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel la, yo, mbok, kok, nada tutur sedang, tekanan keras pada kata mboh, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan D12 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel lah, yo, nada tutur sedang, tekanan keras pada kata gembus, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan D1 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang menerima tamu di teras rumah. Penutur duduk tidak jauh dari MT. MT bertanya tentang usianya. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan seenaknya. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di teras rumah pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. Penutur perempuan berusia 55 tahun. MT perempuan berusia 35 tahun. MT adalah anak dari penutur. Tujuan dari penutur menanggapi pertanyaan MT
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
112
yang menanyakan berapa usianya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung menghitung sendiri usianya. Tuturan D12 : Tuturan terjadi ketika penutur berada di warung makan miliknya. Di warung makan tersebut, MT datang hendak membeli makanan. Selain penutur dan MT, terdapat pula pembeli yang lain. MT lalu bercerita bahwa tadi pagi memasak tempe gembus, lalu sekarang hendak membeli lauk tempe gembus juga. Penutur bukannya menanggapi cerita dengan baik, tetapi justru mengejeknya. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di warung makan pada siang hari pukul 14.30 WIB, tanggal 13 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 45 tahun. MT adalah tetangga penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi ceritaMT tentang makanan yang ia masak tadi pagi. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah dikarenakan malu, MT tidak jadi memilih lauk tempe gembus, ia lalu memilih lauk lain. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan D1 : penutur hanya bermaksud menanggapi pertanyaan mitra tutur. Tuturan D12 : penutur hanya bermaksud bercanda dengan mitra tutur.
4.2.4.2 Subkategori Memperingatkan Cuplikan Tuturan 41 P : “Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu malu-maluin!” (D3) MT: “Iya-iya, Mbak.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
113
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga bersama anggota lainnya. Penutur duduk di sebelah MT. Penutur dan anggota keluarga sedang membicarakan tentang prestasi keluarga.)
Cuplikan Tuturan 44 P : “Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak kewengen!” (D6) MT: (langsung pergi). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. MT datang untuk ikut berbincang-bincang dengan tamu penutur. Penutur menegur MT yang terlalu banyak bertanya kepada tamu penutur padahal malam semakin larut. Penutur menegur MT di depan tamu penutur.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan D3 : “Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu malu-maluin!” Tuturan D6 : “Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak kewengen!” (Sudah, jangan banyak bicara, nanti kemalaman.) 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan D3 : Penutur berbicara di depan anggota keluarga yang lain. Penutur mengakibatkan MT merasa malu. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Tuturan D6 : Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur berbicara di depan tamu. Penutur mengakibatkan MT merasa malu. Penutur berbicara dengan sinis.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
114
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan D3 : tuturan dikatakan dengan intonasi seru, nada tutur sedang, tekanan keras pada kata malu-maluin, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, harusnya, dan malu-maluin. Tuturan D6 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa ndak kewengen, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan D3 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga bersama anggota lainnya. Penutur duduk di sebelah MT. Penutur dan anggota keluarga sedang membicarakan tentang prestasi keluarga. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur perempuan berusia 22 tahun. MT laki-laki berusia 15 tahun. MT adalah adik dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menyindir MT yang nilainya tidak sebaik nilai kakak-kakaknya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi MT langsung masuk ke kamar dengan raut muka malu. Tuturan D6 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. MT datang untuk ikut berbincang-bincang dengan tamu penutur. Penutur menegur MT yang terlalu banyak bertanya kepada tamu penutur padahal malam semakin larut. Penutur menegur MT di depan tamu penutur. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pukul 19.00 WIB, tanggal 20 April 2013. Penutur perempuan berusia 40 tahun, MT perempuan berusia 62
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
115
tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur menegur MT yang banyak bertanya kepada tamu penutur. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung pergi meninggalkan penutur dan tamunya. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan D3 : penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur untuk lebih rajin belajar. Tuturan D6 : penutur bermaksud mengusir mitra tutur yang banyak bertanya kepada tamu penutur.
4.2.4.3 Subkategori Menyindir Cuplikan Tuturan 53 MT : “Mbak, nek aku nganggo iki pas ra yo?” P : “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.” (D15) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di kamar. Selain penutur dan MT, kakak MT juga berada di kamar tersebut. MT sedang mencoba baju yang baru dibelinya. MT bertanya kepada penutur apakah baju itu cocok dengannya. Penutur menjawab dengan sindirran karena penutur merasa baju itu tidak sesuai dengan badan MT yang sedikit lebih gemuk dari sebelumnya.) Cuplikan Tuturan 54 P : “Heh, udah nambah belum itu tinggimu?” (D16) MT: “Ya segini aja kok.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang duduk di teras rumah. MT baru saja datang bersama adiknya, lalu menyapa penutur. Selain penutur, terdapat 2 anggota keluarga lain yang duduk di teras itu. Penutur tidak membalas sapaan MT, tetapi malah menyindir MT yang tidak terlalu tinggi.)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
116
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan D15 : “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.” (Kamu itu sekarang gemuk, kok pede sekali pakai baju ukuran S seperti itu.) Tuturan D16 : “Heh, udah nambah belum itu tinggimu?” 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan D15 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur membuat MT malu. Penutur tidak merasa telah mengejek MT. Tuturan D16 : Penutur berbicara dengan santai. Penutur berbicara di depan anggota keluarga yang lain. Penutur berbicara hanya untuk bercanda, tetapi hal itu justru mempermalukan MT. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan D15 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel kok, nada tutur sedang, tekanan lunak pada kata lemu, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan D16 : tuturan dikatakan dengan intonasi tanya, partikel heh, nada tutur sedang, tekanan lunak pada kata nambah, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu udah, nambah. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan D15 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di kamar. Selain penutur dan MT, kakak MT juga berada di kamar tersebut. MT sedang mencoba baju yang baru dibelinya. MT bertanya kepada penutur apakah baju
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
117
itu cocok dengannya. Penutur menjawab dengan sindirran karena penutur merasa baju itu tidak sesuai dengan badan MT yang sedikit lebih gemuk dari sebelumnya. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pukul 13.30 WIB, tanggal 23 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 34 tahun. MT perempuan berusia 18 tahun. MT adalah keponakan dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi pertanyaan MT tentang cocok tidaknya baju yang sedang dicoba MT. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal representatif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung melepas baju itu dan tidak mencoba baju yang lain. Tuturan D16 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang duduk di teras rumah. MT baru saja datang bersama adiknya, lalu menyapa penutur. Selain penutur, terdapat 2 anggota keluarga lain yang duduk di teras itu. Penutur tidak membalas sapaan MT, tetapi malah menyindir MT yang tidak terlalu tinggi. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di teras rumah pukul 13.15 WIB, tanggal 23 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 34 tahun. MT perempuan berusia 21 tahun. MT adalah keponakan penutur. Tujuan dari penutur adalah menyindir MT dengan menenyakan apakah tingginya sudah bertambah. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT diam saja karena malu, lalu langsung masuk ke rumah. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan D15 : penutur bermaksud mengomentari mitra tutur yang menggunakan baju tidak sesuai dengan badannya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
118
Tuturan D16 : penutur hanya bermaksud bercanda dengan mitra tutur.
4.2.4.4 Subkategori Kesal Cuplikan Tuturan 51 P : “Le, tumbaske gulo sek neng warung kono!” MT: “Iyo, Bu, mengku disek.” P : “Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe gelo.” (D13)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur hendak membuatkan minuman untuk tamunya. MT sedang menyiapkan buku pelajarannya besok. Penutur menyuruh MT untuk membeli gula di warung depan rumahnya. MT tidak langsung pergi karena ia ingin merapikan bukubukunya terlebih dahulu. Penutur kesal, lalu memarahi MT dengan nada tinggi, padahal sedang ada tamu.) Cuplikan Tuturan 56 MT : “Gimana, Dek, maunya di mana?” P : “Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di UNS.” (D18) MT : “Ya udah, ibu nurut aja, yang penting sukanya di mana.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang membicarakan tentang kelanjutan kuliah penutur di ruang keluarga. MT memberi tawaran kepada penutur untuk melanjutkan kuliah di UIN atau di UNS. Penutur tidak tertarik melanjutkan kuliah di UNS. Penutur langsung menolak tawaran MT sambil beranjak meninggalkan MT.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan D13 : “Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe gelo.” (Ah, kamu itu kalau diperintah membuat kecewa.) Tuturan D18 : “Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di UNS.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
119
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan D13 : Penutur berbicara di depan tamunya. Penutur tidak melihat kondisi MT. Penutur membuat MT malu. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara dengan suara keras. Tuturan D18 : Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur berbicara di depan anggota keluarga yang lain. Penutur mempermalukan MT, tetapi penutur tidak merasa telah mempermalukan MT. Penutur berbicara dengan ketus. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan D13 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel ah, nada tutur tinggi, tekanan keras pada kata gelo, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan D18 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa gak mau, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu mau, aja, gak. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan D13 : Tuturan terjadi ketika penutur hendak membuatkan minuman untuk tamunya. MT sedang menyiapkan buku pelajarannya besok. Penutur menyuruh MT untuk membeli gula di warung depan rumahnya. MT tidak langsung pergi karena ia ingin merapikan buku-bukunya terlebih dahulu. Penutur kesal, lalu memarahi MT dengan nada tinggi, padahal sedang ada tamu. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pukul 19.30 WIB, tanggal 20 Mei 2013. Penutur perempuan berusia 41 tahun. MT
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
120
laki-laki berusia 12 tahun. MT adalah anak penutur. Tujuan dari penutur adalah memarahi MT yang tidak langsung melaksanakan perintahnya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung pergi melaksanakan perintah penutur. Tuturan D18 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang membicarakan tentang kelanjutan kuliah penutur di ruang keluarga. MT memberi tawaran kepada penutur untuk melanjutkan kuliah di UIN atau di UNS. Penutur tidak tertarik melanjutkan kuliah di UNS. Penutur langsung menolak tawaran MT sambil beranjak meninggalkan MT. Suasana ketika tuturan terjadi serius. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur perempuan berusia 22 tahun. MT perempuan berusia 47 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menolak melanjutkan kuliah di UNS. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung menuruti kemauan penutur. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan D13 : penutur bermaksud mengungkapkan kekesalannya kepada mitra tutur yang sulit diperintah. Tuturan D18 : penutur bermaksud protes kepada mitra tutur.
4.2.4.5 Subkategori Meremehkan Cuplikan Tuturan 40 P : “Kowe ki mbok mengko wae nek arep nonton, aku disek.” (D2) MT: (hanya diam).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
121
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di ruang keluarga. MT baru keluar dari kamar hendak menonton televisi. Penutur menyuruh mitra tutur untuk menonton televisi nanti saja. Padahal penutur sejak tadi menonton televisi. Penutur merasa lebih tua dibanding MT, sehingga ia bisa mengatur seenaknya. Di ruangan itu terdapat anggota keluarga yang lain.)
Cuplikan Tuturan 55 MT: “Ket kapan yo awak dewe neng kene, kae umur piro kowe? “ P : “Lah, mboh mbiyen.” (D17) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang tamu. Penutur duduk di samping MT. Selain penutur dan MT, ada pula 3 orang tamu. MT bertanya kepada penutur. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan sinis, padahal penutur tahu mereka tinggal di rumahnya sejak ia kecil, tetapi penutur malas menghitung sudah berapa lama.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan D2 : “Kowe ki mbok mengko wae nek arep nonton, aku disek.” (Kamu itu nanti saja kalau mau nonton, aku dulu.) Tuturan D17 : “Lah, mboh mbiyen.” (Lah, tidak tahu dulu.) 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan D2 : Penutur berbicara di depan keluarga yang lain. Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur memerintah MT dengan seenaknya. Penutur bersikap senioritas. Tuturan D17 : Penutur berbicara dengan ketus. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara di depan tamu. Penutur berbicara tanpa melihat MT. Penutur mempermalukan MT.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
122
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan D2 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, partikel ki, nek, nada tutur sedang, tekanan lunak pada frasa mengko wae, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan D17 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel lah, nada tutur sedang, tekanan lunak pada kata mbiyen, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan D2 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di ruang keluarga. MT baru keluar dari kamar hendak menonton televisi. Penutur menyuruh mitra tutur untuk menonton televisi nanti saja. Padahal penutur sejak tadi menonton televisi. Penutur merasa lebih tua dibanding MT, sehingga ia bisa mengatur seenaknya. Di ruangan itu terdapat anggota keluarga yang lain. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur lakilaki berusia 26 tahun. MT laki-laki berusia 15 tahun. MT adalah adik penutur. Tujuan dari penutur adalah melarang MT yang hendak menonton televisi. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT tidak jadi menonton televisi karena merasa sudah dipermalukan di depan anggota keluarga yang lain. Tuturan D17 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang tamu. Penutur duduk di samping MT. Selain penutur dan MT, ada pula 3 orang tamu. MT bertanya kepada penutur. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan sinis, padahal penutur tahu mereka tinggal di rumahnya sejak ia kecil, tetapi penutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
123
malas menghitung sudah berapa lama. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah, pukul 18.00 WIB, tanggal 16 April 2013. Penutur perempuan berusia 30 tahun. MT perempuan berusia 56 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menanggapi pertanyaan MT tentang berapa lama mereka tinggal di rumah itu. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT lalu menghitung sendiri sudah berapa lama mereka tinggal di rumah itu. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan D2 : penutur bermaksud melarang mitra tutur menonton televisi. Tuturan D17 : penutur hanya bermaksud menanggapi pertanyaan mitra tutur.
4.2.5 Menimbulkan Konflik Kategori ketidaksantunan yang menimbulkan konflik memiliki empat subkategori, yaitu mengancam, mengejek, menegur, dan kesal. Keempat subkategori tersebut dianalisis berdasarkan wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan. Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Wujud ketidaksantunan pragmatik berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak santun. Penanda ketidaksantunan linguistik dianalisis berdasarkan intonasi, penggunaan partikel, nada tutur, tekanan, dan diksi dalam setiap tuturan. Penanda ketidaksantunan pragmatik berupa konteks yang melingkupi setiap tuturan. Maksud ketidaksantunan berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika mengutarakan tuturan tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
124
santunnya kepada mitra tutur. Berikut adalah analisis tuturan dari keempat subkategori tersebut.
4.2.5.1 Subkategori Mengancam Cuplikan Tuturan 59 P : “Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci kapok kowe!” (E1) MT: (memukul kepala penutur). (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu dan berbincang-bincang. MT bermain-main dengan temannya di sekitar penutur dan tamunya. Penutur sudah menegur MT berkali-kali, tetapi MT tidak mengindahkan teguran penutur yang menyuruh MT bermain agak jauh dari penutur dan tamunya. Penutur merasa sangat terganggu dengan tingkah MT. Penutur menegur lagi dengan marah. MT merasa tidak mengganggu. Mendengar teguran penutur, MT langsung membalas dengan memukul kepala penutur lalu berlari meninggalkan penutur.)
Cuplikan Tuturan 67 P : “Kamu gak kuliah?” MT: “Gak, Mbak.” P : “Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.” (E9) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari pasar. MT berada di dalam kamar sedang bermain gitar. Melihat MT, penutur langsung kesal karena seharusnya MT masih kuliah. Penutur merasa MT tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh penutur yang sudah membiayai kuliahnya. MT tidak terima dengan tuturan penutur karena ia merasa diremehkan.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
125
Tuturan E1 : “Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci kapok kowe!” (Adek!!! Heh, aku masukkan kamar aku kunci kapok kamu.) Tuturan E9 : “Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.” 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan E1 : Penutur berbicara dengan berteriak. Penutur berbicara dengan berkacak pinggang. Penutur berbicara dengan sinis. Penutur memberi ancaman kepada MT. Tuturan E9 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur memberi ancaman kepada MT. Ancaman penutur mengakibatkan MT emosi dan pergi dari rumah. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan E1 : tuturan dikatakan dengan intonasi seru, partikel heh, nada tutur tinggi, tekanan keras pada kata adek, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan E9 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, nada tutur sedang, tekanan keras pada frasa kuliah apa enggak, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu mau, enggak, kalo, usah, cari; penggunaan istilah bahasa Jawa manut. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan E1 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu dan berbincang-bincang. MT bermain-main dengan temannya di sekitar penutur dan tamunya. Penutur sudah menegur MT berkali-kali, tetapi MT tidak mengindahkan teguran penutur yang menyuruh MT bermain agak jauh dari penutur dan tamunya. Penutur merasa sangat terganggu dengan tingkah MT. Penutur menegur lagi dengan marah. MT merasa tidak mengganggu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
126
Mendengar teguran penutur, MT langsung membalas dengan memukul kepala penutur lalu berlari meninggalkan penutur. Tuturan terjadi dalam suasana tegang. Tuturan terjadi di halaman rumah pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. Penutur perempuan berusia 35 tahun. MT laki-laki berusia 3 tahun. Penutur adalah ibu dari MT. Tujuan dari penutur adalah memarahi MT tidak mau sekolah. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal komisif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah setelah
penutur memarahi MT, MT malah
memukul kepala penutur. Tuturan E9 : Tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari pasar. MT berada di dalam kamar sedang bermain gitar. Melihat MT, penutur langsung kesal karena seharusnya MT masih kuliah. Penutur merasa MT tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh penutur yang sudah membiayai kuliahnya. MT tidak terima dengan tuturan penutur karena ia merasa diremehkan. Tuturan terjadi dalam suasana tegang. Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. Penutur perempuan berusia 28 tahun. MT laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik dari penutur. Tujuan dari penutur adalah memarahi MT yang membolos kuliah. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal komisif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung menghidupkan motor dengan mengeraskan gas motor lalu pergi hingga larut malam. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan E1 : penutur bermaksud menakut-nakuti mitra tutur agar tidak nakal lagi.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
127
Tuturan E9 : penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur agar mengikuti aturan dari penutur.
4.2.5.2 Subkategori Mengejek Cuplikan Tuturan 60 P : “Halah, ibu ki silit, silit!!!” (E2) MT: “Heh, gak boleh ngomong gitu.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang menerima tamu di ruang tamu bersama dengan anggota keluarga yang lainnya. Tiba-tiba, penutur yang sebelumnya berada di ruang keluarga sedang menonton televisi keluar ke ruang tamu dan meneriaki MT dengan tuturan yang mengejek MT. Tuturan penutur sangat membuat terkejut tamu dan anggota keluarga yang lain. MT lalu menarik penutur masuk ke ruang keluarga dan memarahinya. MT menghukum penutur dengan tidak memperbolehkan penutur menonton televisi lagi.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan E2 : “Halah, ibu ki silit, silit!!!” (Halah, ibu itu ‘silit, silit’!!!) 2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan E2 : Penutur berbicara dengan sedikit berteriak. Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. Penutur memberi ejekan kepada MT. Penutur membuat MT marah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
128
3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan E2 : tuturan dikatakan dengan intonasi seru, partikel halah, nada tutur tinggi, tekanan keras pada kata silit, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan E2 : Tuturan terjadi ketika MT sedang menerima tamu di ruang tamu bersama dengan anggota keluarga yang lainnya. Tiba-tiba, penutur yang sebelumnya berada di ruang keluarga sedang menonton televisi keluar ke ruang tamu dan meneriaki MT dengan tuturan yang mengejek MT. Tuturan penutur sangat membuat terkejut tamu dan anggota keluarga yang lain. MT lalu menarik penutur masuk ke ruang keluarga dan memarahinya. MT menghukum penutur dengan tidak memperbolehkan penutur menonton televisi lagi. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di rumah, pukul 18.00 WIB, tanggal 16 April 2013. Penutur laki-laki, anak berusia 5 tahun. MT perempuan, ibu berusia 30 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah ingin mencari perhatian MT. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi MT langsung memarahi dan menghukum penutur karena tuturan tersebut sangat tidak sopan. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan E2
: penutur bermaksud mengejek mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
129
4.2.5.3 Subkategori Memperingatkan Cuplikan Tuturan 63 P : “Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono kuwi marai tuman.” (E5) MT: “Wong nggolek duit ki yo pancen ngge anak lho, Bu.” P : “Yo, tapi kwi kan marai tuman, Pak. Kwe ki manjakke anak tenan.” MT: “Halah, Bu. Kwe ki opo-opo mung nyalahke.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga. Penutur menegur MT yang dengan mudahnya menuruti permintaan anaknya. MT merasa dipojokkan oleh tuturan penutur. MT lalu membela diri, tetapi penutur masih saja menyalahkan MT yang terlalu memanjakan anak. MT semakin kesal dan membalas tuturan penutur dengan ketus.)
Cuplikan Tuturan 65 P : “Aku juga butuh makan, cepetan!!!” (E7) MT: “Sabar kenapa sih!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bersiap mengerjakan tugas masing-masing. MT yang bertugas mengantar penutur ke pasar tidak cepat-cepat bersiap. Penutur mulai terpancing emosi dan meneriaki MT. MT yang tersinggung dengan tuturan penutur langsung menanggapi dengan kesal pula lalu masuk ke kamar sambil menutup pintu kamar dengan keras.)
1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan E5 : “Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono kuwi marai tuman.” (Pak, kamu apa-apa untuk anak dibelikan. Seperti itu membuat kebiasaan.) Tuturan E7 : “Aku juga butuh makan, cepetan!!!”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
130
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan E5 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur berbicara sambil mengerjakan pekerjaan lain. Penutur berbicara tanpa melihat MT. Penutur memancing emosi dan adu mulut dengan MT. Tuturan E7 : Penutur berbicara dengan suara keras. Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. Penutur berbicara dengan ketus. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan E5 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, nada tutur sedang, tekanan lunak pada frasa marai tuman, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan E7 : tuturan dikatakan dengan intonasi perintah, nada tutur tinggi, tekanan keras pada kata cepetan, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu butuh, cepetan. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan E5 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga. Penutur menegur MT yang dengan mudahnya menuruti permintaan anaknya. MT merasa dipojokkan oleh tuturan penutur. MT lalu membela diri, tetapi penutur masih saja menyalahkan MT yang terlalu memanjakan anak. MT semakin kesal dan membalas tuturan penutur dengan ketus. Tuturan terjadi dalam suasana serius. Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. Penutur perempuan berusia 37 tahun. MT laki-laki berusia 40 tahun. MT adalah suami dari penutur. Tujuan dari penutur adalah menegur MT yang selalu menuruti permintaan anaknya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
131
Tindak perlokusi yang terjadi MT balas marah kepada penutur karena ia merasa dipojokkan. Tuturan E7 : Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bersiap mengerjakan tugas masing-masing. MT yang bertugas mengantar penutur ke pasar tidak cepat-cepat bersiap. Penutur mulai terpancing emosi dan meneriaki MT. MT yang tersinggung dengan tuturan penutur langsung menanggapi dengan kesal pula lalu masuk ke kamar sambil menutup pintu kamar dengan keras. Tuturan terjadi dalam suasana tegang. Tuturan terjadi di rumah pada pagi hari. Penutur perempuan berusia 25 tahun. MT laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik penutur. Tujuan dari penutur adalah memarahi MT yang sangat lambat dalam mengerjakan sesuatu. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung menutup pintu kamar dengan keras. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan E5 : penutur bermaksud melarang mitra tutur menuruti setiap permintaan anaknya. Tuturan E7 : penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur agar lebih bertindak cepat.
4.2.5.4 Subkategori Kesal Cuplikan Tuturan 62 P : “Bu, aku njaluk dolanan anyar yo!” MT: “Yo, tapi mengku yo, Le, ibu lagek ra ndwe duit.” P : “Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.” (E4) MT: “Kamu tu masih kecil udah berani ngomong gitu sama ibu.”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
132
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang memainkan mainannya. MT sedang membersihkan rumah. Penutur merasa mainannya kurang, ia meminta mainan baru kepada MT. MT menyuruh penutur untuk bersabar karena MT belum memiliki uang lebih untuk membelikan mainan baru untuk penutur. Penutur justru menanggapi nasihat MT dengan marah. Penutur membanding-bandingkan MT dengan ayahnya yang tidak pelit. Karena dibanding-bandingkan, MT langsung memarahi penutur yang tidak bisa memahami keadaan orang tuanya.)
Cuplikan Tuturan 64 P : “Kowe ra sekolah?” MT: “Ora bu, loro weteng.” P : “Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!!” (E6)
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru saja pulang dari pasar. Sesampai di rumah, penutur mendapat laporan dari nenek MT bahwa MT membolos dari sekolah. Penutur langsung menghampiri MT yang berada di meja makan hendak mengambil makan. Penutur langsung memarahi MT yang bandel tidak mau sekolah. Mendengar tuturan penutur, MT tidak jadi mengambil makanan, tetapi justru membanting piring yang dipegangnya. Tanpa membalas tuturan penutur, MT langsung pergi meninggalkan penutur dengan kesal. Sebenarnya MT izin pulang dari sekolah karena sakit, tetapi ia belum sempat menjelaskan kepada penutur, penutur sudah marah dahulu.) 1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik Wujud ketidaksantunan linguistik berupa transkrip tuturan lisan tidak santun. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dari cuplikan tuturan di atas. Tuturan E4 : “Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.” (Halah, ibu itu pelit sekali, tidak seperti bapak.) Tuturan E6 : “Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!!”
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
133
2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan E4 : Penutur berbicara dengan sinis. Penutur menyindir MT dengan membandingkan MT dengan ayahnya. Penutur berbicara dengan orang tua. Penutur tadinya masih bersabar menjadi marah. Tuturan E6 : Penutur berbicara dengan suara keras Penutur berbicara dengan berkacak pinggang. Penutur berbicara menggunakan kata-kata kasar. 3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik Tuturan E4 : tuturan dikatakan dengan intonasi berita, partikel halah, nada tutur sedang, tekanan keras pada kata pelit, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Tuturan E6 : tuturan dikatakan dengan intonasi seru, partikel kok, nada tutur tinggi, tekanan keras pada kata bandel, nakal, kurangajar, dan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan kata umpatan bandel, nakal, kurangajar. 4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Tuturan E4 : Tuturan terjadi ketika penutur sedang memainkan mainannya. MT sedang membersihkan rumah. Penutur merasa mainannya kurang, ia meminta mainan baru kepada MT. MT menyuruh penutur untuk bersabar karena MT belum memiliki uang lebih untuk membelikan mainan baru untuk penutur. Penutur justru menanggapi nasihat MT dengan marah. Penutur membanding-bandingkan MT dengan ayahnya yang tidak pelit. Karena dibanding-bandingkan, MT langsung memarahi penutur yang tidak bisa memahami keadaan orang tuanya. Tuturan terjadi dalam suasana santai. Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. Penutur laki-laki berusia 11 tahun. MT
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
134
perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur. Tujuan dari penutur adalah marah kepada MT karena tidak dibelikan mainan. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT langsung memarahi penutur yang tidak mau mengerti keadaan orang tuanya. Tuturan E6 : Tuturan terjadi ketika penutur baru saja pulang dari pasar. Sesampai di rumah, penutur mendapat laporan dari nenek MT bahwa MT membolos dari sekolah. Penutur langsung menghampiri MT yang berada di meja makan hendak mengambil makan. Penutur langsung memarahi MT yang bandel tidak mau sekolah. Mendengar tuturan penutur, MT tidak jadi mengambil makanan, tetapi justru membanting piring yang dipegangnya. Tanpa membalas tuturan penutur, MT langsung pergi meninggalkan penutur dengan kesal. Sebenarnya MT izin pulang dari sekolah karena sakit, tetapi ia belum sempat menjelaskan kepada penutur, penutur sudah marah dahulu Tuturan terjadi dalam suasana tegang. Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. Penutur perempuan berusia 40 tahun. MT laki-laki berusia 13 tahun. MT adalah anak dari penutur. Tujuan dari penutur adalah memarahi MT yang bolos sekolah. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak perlokusi yang terjadi adalah MT
tidak membalas perkataan itu, tetapi
membanting piring yang sedang dipegangnya lalu pergi sampai larut malam. 5) Maksud Ketidaksantunan Tuturan E4 : penutur bermaksud protes kepada mitra tutur yang tidak membelikannya mainan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
135
Tuturan E6 : penutur bermaksud mengungkapkan kekesalannya kepada mitra tutur yang tidak berangkat sekolah.
4.3 Pembahasan Data yang telah dianalisis pada bagian sebelumnya akan dibahas secara mendalam pada subbab ini. Secara berurutan, data akan dibahas berdasarkan kategori ketidaksantunan berbahasa dan subkategaori ketidaksantunan berbahasa. Berikut pembahasan dari penelitian ini.
4.3.1 Melanggar norma Locher dan Watts (2008) berpandangan bahwa perilaku tidak santun adalah perilaku yang secara normatif dianggap negatif (negatively marked behavior), lantaran melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Juga mereka
menegaskan
bahwa
ketidaksantunan
merupakan
peranti
untuk
menegosiasikan hubungan antarsesama (a means to negotiate meaning). Locher dan Watts lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang secara normatif dianggap negatif, karena dianggap melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau keluarga tertentu. Tuturan lisan tidak santun yang melanggar norma sesuai dengan pandangan Locher dan Watts dikategorikan dalam dua subkategori. Subkategori menolak dan menentang dalam kategori ini hanya menimbulkan efek tersinggung pada si mitra tutur yang biasanya membuat mitra tutur hanya terdiam.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
136
4.3.1.1 Subkategori Menolak Tuturan A1 : “Halah, mbok mengko ah, Bu.” (Halah, nanti ah, Bu.) (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur disuruh oleh MT untuk belajar karena sudah waktunya belajar. Penutur sedang menonton TV di ruang tengah. Aturan belajar di rumah adalah pukul 20.00 WIB.) Tuturan A1 yang secara linguistik berwujud “Halah, mbok mengko ah, Bu.” dikatakan penutur dengan ketus dan tidak melihat ke penutur. Tuturan tersebut dikatakan kepada mitra tutur yang lebih tua darinya. Tuturan tersebut menunjukkan bahwa penutur tidak menaati peraturan di rumah. Dari cara-cara tersebut dapat dilihat bahwa penutur bersikap tidak sopan kepada mitra tutur. Tuturan tersebut menggunakan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa dan kata fatis halah dan ah yang berfungsi untuk menegaskan tuturan. Bahasa Jawa tersebut menjadi ciri kedaerahan masyarakat Jawa yang dalam komunikasi kesehariannya menggunakan bahasa Jawa. Penutur berbicara dengan nada sedang, bertekanan lunak pada kata mengko, dan berintonasi berita yang ditunjukkan dengan pola intonasinya yang datar-turun. Penutur mengatakan tuturan dalam konteks tuturan yang melibatkan situasi yang melingkupi tuturan. Tuturan tersebut dikatakan oleh penutur laki-laki berusia 15 tahun yang masih duduk dibangku SMA kepada mitra tutur perempuan yang berusai 56 tahun. Tuturan terjadi ketika penutur sedang menonton televisi. Mitra tutur yang melihat jam telah menunjukkan pukul 20.00 WIB sebagai jam belajar keluarga menyuruh penutur untuk belajar. Penutur pun sudah mengetahui adanya aturan jam belajar tersebut. Suasana ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai. Penutur yang masih ingin menonton televisi pun menolak suruhan mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
137
Tuturan dikatakan penutur untuk menanggapi dengan kesal tuturan mitra tutur yang menyuruh penutur belajar yang terjadi pada malam hari ketika mitra tutur tengah asyik menonton televisi di ruang tengah. Tindak verbal dari tuturan A1 ini adalah ekspresif. Penutur mengekspresikan penolakannya terhadap perintah mitra tutur yang menyuruhnya untuk belajar. Karena tersinggung atas tuturan penutur, tindak perlokusi yang ditunjukkan mitra tutur hanya diam, mitra tutur tidak merespon tuturan penutur lagi. Konteks di atas memperjelas akan situasi terjadinya tuturan yang tidak santun. Dilihat dari konteks tuturan tersebutlah, tuturan A1 termasuk dalam subkategori menolak. Penutur menolak untuk untuk belajar sesuai aturan yang telah disepakati keluarga. Tetapi sebenarnya, penutur ketika mengutarakan tuturan A1 bermaksud menunda belajar karena ia masih ingin menonton televisi, meskipun ia tahu waktu telah menunjukkan pukul 20.00 WIB dan memasuki jam belajar keluarga. Tuturannya menyiratkan suatu penundaan terhadap aktivitas belajar yang telah menjadi jadwal rutin atau kesepakatan dalam keluarga.
4.3.1.2 Subkategori Menentang Tuturan A3 : “Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini kok!” (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga. Penutur sedang menonton televisi. MT menyuruh penutur untuk belajar karena sudah pukul 20.00 WIB, waktu belajar keluarga.) Tuturan A4 : “Halah, ora sinau, aku yo iso kok.” (Halah, gak belajar, aku bisa kok.) (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, waktu belajar yang sudah ditetapkan dalam keluarga. MT menyuruh penutur untuk belajar dulu. Penutur merasa dirinya sudah pandai, oleh
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
138
karenanya ia tidak mau belajar. Penutur menjawab dengan kesal karena merasa dirinya diatur-atur.) Tuturan A3 yang secara berwujud “Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini kok!” dan tuturan A4 yang berwujud “Halah, ora sinau, aku yo iso kok.” dikatakan oleh penutur dengan ketus tanpa melihat ke arah mitra tutur. Kedua hal tersebut menunjukkan ketidaksopanan penutur kepada mitra tutur. Apalagi penutur sedang berbicara dengan mitra tutur yang lebih tua darinya yang tidak lain adalah ibunya. Penutur telah melakukan kesalahan dengan tidak menaati peraturan yang telah disepakati dalam keluarga, tetapi ketika mendapat teguran dari mitra tutur, justru cara yang menyinggung mitra tuturlah yang digunakan penutur untuk menjawab teguran mitra tutur. Tuturan tersbebut dikatakan dengan sinis, yaitu tuturan A3 dan A4. Sikap sinis itu menambah kesan tidak santun dari penutur. Diksi yang digunakan dalam kedua tuturan tersebut adalah bahasa nonstandar. Tuturan A4 menggunakan bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa sebagai dialek masyarakat Jawa dalam interaksi sehari-hari. Sedangkan, tuturan A3 menggunakan bahasa Indonesia yang di dalamnya terdapat bahasa nonstandar kata tidak baku bentar, masih, dan segini. Selain kata tidak baku, dalam tuturan A3 juga terselip istilah bahasa Jawa wong yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘orang’, tetapi ‘orang’ di sini tidak sesuai digunakan dalam kalimat bahasa Indonesia. Kemudian, dalam tuturan A3 terdapat penggunaan kata fatis ya, kok, wong yang semakin memberi penekanan dalam tuturan tersebut. Sedangkan, dalam tutran A4 terdapat penggunaan kata fatis halah, yo, kok dalam bahasa jawa. Tuturan A3 dikatakan dengan nada sedang, bertekanan lunak pada kata bentar, dan berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Tuturan A4 dikatakan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
139
dengan nada rendah, bertekanan lunak pada kata iso, dan berintonasi berita dengan pola yang sama dengan tuturan A3. Aspek nada, seperti yang dikatakan oleh Pranowo (2009) menunjukkan suasanan hati penutur. Nada tutur ini menjadi indikasi adanya ketidaksantunan penutur ketika menanggapi atau berbicara dengan mitra tutur. Nada tutur rendah untuk menandai tuturan tidak santun menunjukkan bahwa penutur tidak menghargai mitra tutur. Dengan nada tutur rendah tersebut, sebenarnya mitra tutur tidak berniat menanggapi mitra tutur, atau menanggapi mitra tutur hanya dengan kata-kata sekenanya. Kemudian, nada tutur sedang digunakan oleh penutur untuk menangggapi secara santai tuturan penutur, tetapi tetap ditekankan bahwa tanggapannya tersebut menyinggung mitra tutur. Dalam membahas ketidaksantunan sebuah tuturan, sangat perlu dilibatkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Tuturan A3 dituturkan penutur laki-laki berusia 15 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 37 tahun. Mitra tutur yang berprofesi sebagai pedagang adalah ibu dari penutur. Tuturan A4 dikatakan oleh penutur laki-laki berusia 13 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 40 tahun. Mitra tutur tersebut adalah ibu dari penutur. Dilihat dari usia dan jenis kelamin, kedua tuturan tersebut dikatakan oleh penutur laki-laki yang masih berusia belasan tahun kepada mitra tutur perempuan yang tidak lain adalah ibu penutur. Ketidaksantunan sangat berpotensi dikatakan oleh seorang laki-laki dengan usia belasan tahun. Hal itu karena psikis si penutur dalam tahap perkembangan di mana si penutur sedang mencari jati diri dan sangat mudah terpengaruh. Sangat terutama, penutur dalam usia demikian sangat ingin mendapatkan kebebasan yang lepas dari aturan, sehingga mereka tidak menyukai adanya aturan yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
140
mengekang mereka. Itulah mengapa penutur mengatakan tuturan tidak santunnya untuk melawan aturan yang mengekangnya. Tuturan A3 dan A4 terjadi dalam situasi dan topik yang sama. Kedua tuturan tersebut terjadi ketika penutur sedang menonton televisi. Mitra tutur yang melihat jam telah menunjukkan pukul 20.00 WIB sebagai jam belajar keluarga menyuruh penutur untuk belajar. Penutur pun sudah mengetahui adanya aturan jam belajar tersebut. Suasana ketika tuturan terjadi dalam keadaan santai. Penutur tuturan A3 yang masih ingin menonton televisi pun menolak suruhan mitra tutur. Sedangkan, penutur tuturan A4 menentang suruhan mitra tutur karena merasa ia sudah pandai, sehingga tanpa belajar pun ia bisa. Kedua tuturan tersebut memiliki tujuan yang hampir sama. Tuturan A3 dikatakan penutur untuk menanggapi mitra tutur yang menyuruhnya belajar. Tuturan A4 yang terjadi pada malam hari ketika penutur tengah menonton televisi pula dikatakan penutur untuk menanggapi mitra tutur yang menyuruhnya belajar, sementara penutur merasa dirinya bisa tanpa belajar. Tuturan A3 terjadi pada pukul 20.10 WIB, tanggal 6 Mei 2013, ketika penutur tengah menonton televisi di ruang keluarga. Tuturan A3 bertindak verbal komisif. Penutur menjanjikan hendak belajar nanti karena ia masih ingin menonton televisi. Menanggapi tuturan penutur, tindak perlokusi mitra tutur dengan kesal pergi meninggalkan penutur. Tuturan A4 adalah bentuk tindak verbal representatif. Penutur menentang perintah mitra tutur yang menyuruhnya belajar. Hal itu ia lakukan karena penutur masih ingin menonton televisi. Kemudian, mitra tutur menunjukkan tindak perlokusi yang hanya diam dan meninggalkan penutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
141
Dilihat dari konteks tersebutlah, maka tuturan A3 dan A4 masuk dalam subkategori menentang. Hal itu karena penutur menentang apa yang diperintahkan oleh mitra tutur. Tetapi ada maksud tersendiri dari penutur ketika mengatakan tuturannya. Penutur yang mengutarakan A3 pun melakukan penundaan terhadap hal yang sama, yaitu penundaan aktivitas belajar dengan alasan yang sama pula. Pada tuturan A4, penutur mengungkapkan kekesalannya terhadap mitra tutur yang mengingatkannya untuk belajar. Penutur adalah orang yang merasa dirinya pandai walau tanpa belajar.
4.3.2 Mengancam Muka Sepihak Terkourafi (2008) memandang ketidaksantunansebagai, ‘impoliteness occurs when the expression used is not conventionalized relative to the context of occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-threatening intention is attributed to the speaker by the hearer.’
Jadi, perilaku berbahasa dalam
pandangannya akan dikatakan tidak santun bilamana mitra tutur (addressee) merasakan ancaman terhadap kehilangan muka (face threaten), dan penutur (speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya. Terkourafi lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang memiliki maksud mengancam muka sepihak mitra tuturnya, tetapi di sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur. Tuturan lisan yang tidak santun dalam kategori ini terbagi dalam lima subkategori. Tuturan lisan tidak santun dalam subkategori
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
142
kesal, memerintah, menyindir, memperingatkan, dan mengancam dalam kategori ini menimbulkan efek tersinggung pada si mitra tutur tanpa disadari oleh penutur.
4.3.2.1 Subkategori Kesal Tuturan B1 : “Opo. Wong kowe ngentekke wedang e kung kok.” (Apa. Kamu menghabiskan minum kung kok.) (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur sedang membersihkan kandang burung peliharaannya. MT sedang bermain dengan temannya. MT meminta dibuatkan susu. Sebelumnya, MT sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur mengatakan tuturannya sambil asyik memandikan burung peliharaannya tanpa melihat MT. MT merasa penutur memarahi dirinya karena sudah menghabiskan minuman penutur. Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya membuat MT menangis.) Tuturan B2 : “Sayur e endi, Bu? Emoh mangan aku nek gak enek sayur e.” (Sayurnya mana, Bu? Tidak mau makan aku kalau tidak ada sayurnya.) (Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari sekolah. MT sedang menyapu lantai rumah. Penutur hendak makan, lalu ia membuka tudung saji, tetapi tidak menemukan sayur. Penutur tidak mau makan jika tidak ada sayur. Tanpa melihat pada MT, penutur pergi begitu saja tanpa mempedulikan MT yang merasa bersalah tidak memasak sayur untuk penutur. Tuturan terjadi dalam suasana serius.) Tuturan B1 yang berwujud “Opo. Wong kowe ngentekke wedang e kung kok.” dikatakan oleh penutur tanpa melihat ke mitra tutur. Penutur justru tidak merasa telah menyinggung mitra tutur dan membuat mitra tutur menangis. Tuturan B2 yang berwujud “Sayur e endi bu? Emoh mangan aku nek gak enek sayur e.” dikatakan penutur kepada orang yang lebih tua dengan sikap sinis tanpa melihat ke mitra tutur. Penutur yang tidak merasa telah menyinggung mitra tutur tidak mempedulikan akibat dari tuturannya. Dengan cara-cara demikian, penutur telah menunjukkan sikap yang tidak menghargai mitra tutur. Aspek segmental
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
143
dalam tuturan menjadi penanda linguistik dalam sebuah tuturan yang tidak santun. Diksi yang digunakan dalam kedua tuturan tersebut adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Kata fatis kok dalam tuturan B1 mendapat tugas mempertegas tuturan tidak santun si penutur. Aspek suprasegmental pun ikut berperan penting dalam tuturan lisan. Tuturan B1 dikatakan oleh penutur dengan nada sedang, bertekanan lunak pada frasa kowe ngentekke, dan berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun; tuturan B2 dikatakan oleh penutur dengan nada tinggi, bertekanan keras pada frasa sayur e endi, dan berintonasi tanya dengan pola intonasi datar-turun pula. Jika aspek segmental dan suprasegmental berperan menjadi penanda linguistik, aspek konteks menduduki perannya sebagai penanda pragmatik dalam tuturan lisan tidak santun. Konteks tersebut melingkupi sebuah tuturan, hal itu sejalan dengan teori konteks menurut Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13). Pada tuturan B1, tuturan dikatakan oleh penutur laki-laki berusia 60 tahun kepada mitra tutur laki-laki yang berusia 3 tahun. Mitra tutur adalah cucu dari penutur. tuturan B2 dikatakan oleh penutur laki-laki yang berusia berusia 11 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 37 tahun. Mitra tutur adalah ibu dari penutur. Dengan kedekatan ikatan kekeluargaan tersebut memungkinkan terjadinya kontak tidak santun antara penutur dan mitra tutur. Hal itu karena dipengaruhi oleh tingkat keakbaran penutur dan mitra tutur yang sangat dekat. Dilihat dari situasinya, tuturan B1 terjadi dalam keadaan santai ketika penutur sedang membersihkan kandang burung peliharaannya. Mitra tutur yang bermain dengan temannya tiba-tiba merengek meminta dibuatkan susu. Penutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
144
yang kesal karena minumannya telah dihabiskan mitra tutur pun menanggapi mitra tutur dengan tuturannya yang membuat mitra tutur menangis. Namun, penutur tidak menyadari tuturan yang terkesan memarahi mitra tutur tersebut telah mengancam muka mitra tutur. Penutur masih saja asyik memandikan burung peliharaannya tanpa mempedulikan mitra tuturnya. Sedangkan, tuturan B2 terjadi dalam suasana serius karena penutur baru pulang dari sekolah dalam keadaan lelah. Saat itu, mitra tutur sedang menyapu lantai rumah. Penutur yang hendak makan membuka tudung saji, tetapi tidak menemukan sayur. Penutur yang sangat menyukai sayur-sayuran tidak mau makan jika tidak ada sayur. Tanpa melihat kepada mitra tutur, penutur pergi begitu saja sambil mengujarkan tuturannya tanpa mempedulikan mitra tutur yang merasa bersalah tidak memasak sayur untuk penutur. Tuturan B1 terjadi di halaman rumah pada pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013, ketika penutur sedang membersihkan kadang burung peliharaannya. Penutur untuk menanggapi dengan kesal permintaan mitra tutur yang minta dibuatkan susu. Tuturan B2 yang terjadi di rumah pada siang hari bertujuan untuk menanyakan sayur yang seharusnya sudah tersedia di meja makan. Kedua tuturan tersebut merupakan bentuk tindak verbal ekspresif. Tuturan B1, penutur mengekspresikan kekesalan kepada mitra tutur yang telah menghabiskan minumannya. Tindak perlokusi dari mitra tutur langsung menangis dan berlari ke pelukan ibunya. Penutur juga mengekspresikan kekesalannya kepada mitra tutur dengan mengatakan tuturan B2.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
145
Tuturan yang merupakan bentuk uangkapan kekesalan penutur termasuk dalam subkategori kesal, di mana penutur merasa kesal dengan suatu hal yang berkaitan dengan mitra tutur. Penutur menyiratkan maksud kekesalannya dalam tuturan B1 kepada mitra tutur yang telah menghabiskan minumannya, tetapi mitra tutur justru menanyakan di mana minuman penutur yang diminumnya itu kepada penutur sendiri. Sedangkan, penutur menyampaikan tuturan B2 sebenarnya memiliki maksud untuk memberi protes kepada mitra tutur yang tidak lain adalah ibunya. Protesnya adalah tentang tidak tersedianya sayur di meja makan ketika penutur hendak makan. Protesnya tersebut menunjukkan ketidaksantunan seorang anak kepada ibunya.
4.3.2.2 Subkategori Memerintah Tuturan B3 : “Wes, nek wes takon gek lungo!” (Sudah, kalau sudah tanya langsung pergi!) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. MT datang lalu ikut bertanya-tanya kepada tamu penutur. Karena merasa MT tidak memiliki kepentingan terhadap tamunya, penutur menyuruh MT pergi. MT langsung meninggalkan penutur bersama tamunya karena tersinggung dengan tuturan penutur.)
Tuturan B3 yang berwujud “Wes, nek wes takon gek lungo!” dikatakan penutur tanpa melihat kepada mitra tutur yang lebih tua darinya. Penutur tidak mempedulikan MT yang tersinggung karena tuturannya. Tuturan dikatakan dengan intonasi perintah yang berpola intonasi datar-tinggi, nada tutur sedang, dan bertekanan keras pada frasa gek lungo. Diksi yang digunakan adalah bahasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
146
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa yang merupakan dialek khas masyarakat jawa. Tuturan B3 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 40 tahun kepada mitra tutur perempuan yang berusia 62 tahun. Mitra tutur adalah ibu dari penutur. Tuturan B3 terjadi dalam suasana santai ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. Mitra datang lalu ikut bertanya-tanya kepada mitra tutur. Karena merasa mitra tutur tidak memiliki kepentingan terhadap tamunya, penutur menyuruh mitra tutur pergi. Dengan tuturan penutur yang telah mengancam secara sepihak, mitra tutur langsung meninggalkan penutur bersama tamunya karena tersinggung dengan tuturan penutur. Tuturan B3 dikatakan penutur untuk menyuruh mitra tutur pergi setelah bertanya-tanya pada tamu penutur. Tuturan B3 terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 20 April 2013, ketika penutur sedang menerima tamu. Tuturan B3 adalah bentuk tindak verbal direktif. Penutur memberi perintah kepada mitra tutur untuk segera pergi setelah mengajukan pertanyaan kepada tamu penutur. Tindak perlokusi dari mitra tutur pun langsung pergi meninggalkan penutur dan tamunya. Dilihat dari aspek konteks tuturan itulah, tuturan B3 termasuk dalam subkategori memerintah. Penutur memerintah mitra tutur untuk segera pergi. Diakui oleh penutur bahwa tuturannya tersebut sebenarnya memiliki maksud untuk mengusir mitra tutur. Penutur mengutarakan tuturan B3 sebagai bentuk pengusiran halus kepada mitra tutur. Tuturan B3 memberi isyarat ketidaksukaan penutur akan kedatangan mitra tutur yang ikut bergabung dengan penutur yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
147
sedang berbincang-bincang dengan tamunya. Dengan maksud demikian, sangatah jelas bahwa penutur bersikap tidak santun kepada mitra tutr.
4.3.2.3 Subkategori Menyindir Tuturan B4 : “Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih, mbok sini lho!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang membuat minum untuk penutur. MT berada di dapur, sementara penutur berada di ruang tamu. Jarak dapur dengan ruang tamu tidak terlalu jauh, sehingga penutur dapat berbicara dengan nada sedang. Penutur mengatakan tuturan hanya dengan maksud bercanda. MT merasa dirinya disindir karena terlalu sibuk padahal sedang ada tamu.) Tuturan B9 : “Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro sebulan?” (Kamu nitip helm ada pajaknya lho. Berani bayar berapa sebulan?) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT baru saja datang, tetapi hendak pergi lagi. MT menitipkan helmnya kepada penutur karena ia merasa tidak perlu memakai helm. Penutur mengatakan tuturan dengan maksud bercanda. Penutur tidak tahu bahwa tuturan sudah menyinggung MT. MT merasa tidak boleh menitipkan helmnya kepada penutur.)
Tuturan B4 yang berwujud “Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih, mbok sini lho!” dikatakan penutur ketika mitra tutur tengah sibuk. Penutur tidak menyadari bahwa mitra tutur tersinggung karena tuturannya itu. Tuturan B9 berwujud “Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro sebulan?” Dalam tuturan B9, penutur tidak merasa bersalah dengan tuturannya tentang penitipan helm kepadanya ada pajaknya. Sebenarnya, penutur hanya bercanda, tetapi tuturannya yang dikatakan dengan sinis itu telah membuat mitra tutur tidak jadi menitipkan helm kepadanya. Mitra tutur merasa bahwa penutur tidak mau
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
148
disibukkan dengan adanya helm yang dititipkan kepadanya. Penutur pun bersikap santai tanpa merasa bersalah dengan situasi tersebut. Adanya pemilihan kata yang tepat diperuntukkan sebagai penegas ketidaksantunan tuturan. Tuturan B4 dikatakan dengan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku mbaknya dan banget; terdapat pula penggunaan istilah bahasa Jawa mbok. Penutur dalam tuturan B9 menggunakan bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa untuk menegaskan tuturannya. Pemilihan kata tersebut menunjukkan pula ragam dialek yang digunakan penutur. Kedua tuturan tersebut terdapat kata fatis lho dan sih yang bertugas untuk menekankan kepastian penutur terhadap suatu hal. Tuturan B4 dikatakan penutur dengan nada tutur sedang, bertekanan keras pada frasa sibuk banget sih, dan berintonasi perintah dengan pola intonasi datar-tinggi. Tuturan tersebut tercetus dengan nada tutur sedang, bertekanan keras pada kata piro, dan berintonasi tanya dengan pola intonasi datar-turun. Adanya nada, tekanan, dan intonasi tersebut mempengaruhi pula tingkat ketidaksantunan tuturan seseorang. Penutur dan mitra tutur adalah aspek pertama dalam suatu pertuturan. Tuturan B4 dikatakan oleh penutur perempuan yang berusia 23 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 19 tahun. Tuturan B9 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 28 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 24 tahun. Mitra tutur tersebut adalah adik sepupu penutur. Tuturan B4 tejadi dalam suasana santai ketika penutur datang bertamu ke rumah mitra tutur. Saat itu, mitra tutur sedang membuat minum untuk penutur. Mitra tutur berada di dapur, sementara penutur berada di ruang tamu. Jarak dapur dengan ruang tamu tidak terlalu jauh,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
149
sehingga penutur dapat berbicara dengan nada sedang. Penutur mengatakan tuturan hanya dengan maksud bercanda. Mitra tutur
merasa dirinya disindir
karena terlalu sibuk padahal sedang ada tamu. Kemudian, tuturan B9 terjadi dalam suasana santai ketika penutur berada di teras rumahnya. Mitra tutur baru saja datang, tetapi hendak pergi lagi. Kemudian, mitra tutur bermaksud menitipkan helmnya kepada penutur karena ia merasa tidak perlu memakai helm. Penutur mengatakan tuturan dengan maksud bercanda. Penutur justru tidak tahu bahwa tuturannya telah menyinggung mitra tutur. Mitra tutur tersinggung dan merasa tidak diperbolehkan menitipkan helmnya kepada penutur. Tuturan B4 yang terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 22 April 2013 dikatakan penutur untuk menyuruh mitra tutur ikut berbincang-bincang bersama. Tuturan B9 yang terjadi pada sore hari ketika penutur sedang duduk santai di teras rumahnya dikatakan penutur untuk menanggapi permintaan mitra tutur yang hendak menitipkan helmnya. Tuturan B4 adalah bentuk tindak verbal direktif, di mana penutur memberi suruhan kepada mitra tutur. Mitra tutur yang tersinggung dengan tuturan penutur buru-buru menyelesaikan pekerjaan dan bergabung dengan penutur dan anggota keluarga yang lain. Bentuk tindak verbal ekspresif dapat dilihat pada tuturan B9. Penutur mengekspresikan pendapatnya yang terkesan mengejek mitra tuturnya. Penutur seolah-olah tidak mau menerima titipan helm mitra tutur, walau hanya sebentar. Tindak perlokusi dari mitra tutur adalah langsung pergi dengan memakai kembali helmnya. Dari aspek konteks itulah dapat ditentukan bahwa tuturan B4 dan B9 termasuk dalam subkategori menyindir, karena mitra tutur merasa penutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
150
menyindir dirinya, tetapi tidak disadari oleh penutur. Namun, dalam tuturan B4, sebenarnya penutur hanya berbasa-basi kepada mitra tutur yang tengah membuatkan minum untuk penutur. Sedangkan tuturan B9, maksud yang sebenarnya dari penutur adalah bercanda. Penutur hanya bercanda dengan ejekannya tentang pajak penitipan helm kepada mitra tutur yang hendak menitipkan helmnya kepada penutur. Hanya bercanda memang, tetapi tuturan seorang penutur yang bercanda sekalipun dapat menjadi tidak santun jika itu hingga menyinggung mitra tutur.
4.3.2.4 Subkategori Memperingatkan Tuturan B7 : “Loh, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT baru pulang dari kampus dan penutur berada di dapur. MT mengeluhkan tentang tugas kuliahnya yang semakin banyak. Penutur menanggapi keluhan MT tanpa melihat ke MT. MT tersinggung dengan tuturan penutur yang tidak menanggapi dengan baik keluhannya. Penutur tidak merasa menyinggung karena menurutnya itu memang sudah menjadi tanggung jawab MT.) Tuturan B8 : “Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek Maghrib ki kudu mandek!” (Lah, ya itu untuk pengingat kalau Maghrib harus berhenti!) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bercengkrama di halaman rumah penutur. MT menceritakan bahwa kemarin sore ia jatuh dari motor sekitar waktu Maghrib. Penutur menanggapi tuturan MT dengan maksud mengingatkan. MT justru tersindir dengan tuturan penutur.)
Tuturan B7 yang berwujud “Loh, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu.” dikatakan oleh penutur dengan sinis tanpa melihat kepada mitra tutur. Bahkan, penutur tidak merasa telah menyinggung perasaan mitra tuturnya. Tuturan B8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
151
yang berwujud “Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek maghrib ki kudu mandek!” dikatakan penutur dengan santai tanpa melihat kepada mitra tutur. Penutur juga tidak menyadari bahwa tuturan tersebut telah menyinggung mitra tutur. Dengan cara-cara tersebut, tuturan penutur dinilai tidak santun karena dikatakan dengan sikap yang dianggap tidak sopan. Kesan tidak santun tersebut diperkuat dengan adanya keterlibatan unsur segmental dan suprasegmental yang menjadi penanda linguistik dalam sebuah tuturan lisan. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Pilihan kata merupakan salah satu penentu kesantunan dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis, seperti yang dikatakan oleh Pranowo (2009:77). Tuturan B7 menggunakan diksi bahasa nonstandar dalam bahasa Indonesia, sedangkan tuturan B8 menggunakan diksi bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa. Kata fatis lho dan lah dalam tuturan tersebut memegang tugas sebagai penegas sebuah tuturan. Unsur suprasegmental mencakup aspek nada, tekanan, dan intonasi pengutaraan sebuah tuturan. Tuturan B7 dan B8 dikatakan oleh penutur dengan nada tutur sedang. Tekanan keras dalam tuturan B7 terletak pada frasa tanggung jawabmu, sedangkan pada tuturan B8 terletak pada kata mandek. Kedua tuturan tersebut berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Intonasi dalam sebuah tuturan dapat mencirikan latar belakang budayanya. Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) memaparkan adanya konteks yang mengikuti setiap tuturan. Penutur tuturan B7 adalah seorang perempuan berusia 25 tahun. Mitra tuturnya adalah seorang laki-laki berusia 20 tahun. Mitra
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
152
tutur adalah adik penutur. Tuturan B8 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 45 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 40 tahun. Tuturan B7 terjadi dalam suasana serius ketika mitra tutur baru pulang dari kampus dan menemui penutur yang berada di dapur. Mitra tutur lalu mengeluhkan tentang tugas kuliahnya yang semakin banyak. Penutur menanggapi keluhan mitra tutur tanpa melihat ke mitra tutur. Mitra tutur tersinggung dengan tuturan penutur yang tidak menanggapi dengan baik keluhannya. Penutur tidak merasa menyinggung karena menurutnya itu memang sudah menjadi tanggung jawab mitra tutur. Sedangkan tuturan B8 terjadi dalam suasana santai. Penutur dan mitra tutur sedang bercengkrama di halaman rumah penutur. Mitra tutur menceritakan bahwa kemarin sore ia jatuh dari motor sekitar waktu Maghrib. Penutur menanggapi tuturan mitra tutur dengan maksud mengingatkan. Mitra tutur justru tersindir dengan tuturan penutur. Tuturan B7 yang terjadi pada siang hari ketika penutur sedang mengerjakan sesuatu di dapur rumahnya dikatakan penutur untuk menangapi keluhan mitra tutur tentang tugas kuliahnya. Tuturan B8 yang terjadi di halaman rumah pada sore hari dikatakan penutur untuk mengingatkan MT agar tidak melakukan aktivitas ketika Maghrib. Tuturan B7 dan B8
adalah bentuk tindak verbal
representatif. Dalam tuturan B7, penutur menegaskan kepada penutur akan tugas kuliah yang memang sudah menjadi tanggung jawab mitra tutur. Tindak perlokusi dari penutur adalah pergi meninggalkan penutur yang menurutnya tidak menanggapi dengan baik keluhannya tentang tugas kuliah yang semakin berat.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
153
Penutur tuturan B8 juga menegaskan akan hal-hal yang tidak baik dilakukan ketika Maghrib. Mitra tutur lalu mengalihkan pembicaraan ke topik lain. Kedua tuturan tersebut memanglah sangat cocok digolongkan dalam subkategori memperingatkan, karena maksud yang dimiliki penutur pun untuk memperingatkan.
Penutur
yang
menyatakan
tuturan
B7
bermaksud
memperingatkan mitra tutur untuk tidak mengeluh akan tugas-tugasnya. Hal itu dikarenakan tugas-tugas kuliahnya adalah tanggung jawab
yang harus
diselesaikan. Kemudian, penutur memberi peringatan pula kepada mitra tutur yang tersirat dalam tuturan B8. Kali ini, penutur mengingatkan mitra tutur untuk berhenti berkendara jika Maghrib tiba. Hal itu dikatakan oleh penutur karena mitra tutur bercerita bahwa dirinya jatuh dari motor ketika waktu Maghrib.
4.3.2.5 Subkategori Mengancam Tuturan B10 : “Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!” (Awas kalau kamu ke sini lagi, aku jiwit kamu. Hutang lho kamu!) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di teras rumah. MT hendak pulang ke rumahnya bersama ibunya. MT berpamitan kepada penutur. Penutur mengatakan tuturannya dengan maksud bercanda, tetapi seperti mengancam. MT merasa diancam hendak dicubit jika datang lagi ke rumah penutur.)
Tuturan yang berwujud “Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!” memberi ancaman hendak mencubit mitra tutur jika datang lagi kepada penutur. Tuturan itu dikatakan dengan suara keras. Ancaman tersebut sebenarnya hanya bercanda. Tetapi, mendapat ancaman demikian, mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
154
langsung menangis dan berlari ke pelukan ibunya. Penutur pun tidak merasa bersalah telah membuat mitra tutur menangis. Penutur masih saja bersikap santai setelah memberi ancaman demikian. Ciri-ciri kedaerahan dalam bahasa nonstandar cenderung memberi ciri tersendiri dalam tuturan tidak santun keluarga yang profesinya erat dengan pasar dan bagian dari masyarakat pengguna bahasa Jawa. Bahasa nonstandar itulah yang dipilih oleh penutur dalam tuturan B10. Kemudian, kata fatis lho pun terlibat dalam tuturan tersebut, dimana kata fatis tersebut bertugas untuk menekankan kepastian penutur yang hendak mencubit mitra tutur. Kemudian nada, tekanan, intonasi pun terlibat dalam ciri tuturan tidak santun. Tuturan B10 dikatakan dengan nada tutur tinggi, bertekanan keras pada frasa tak jiwit kowe, dan berintonasi seru dengan pola intonasi tinggi-datar. Dalam teori Leech, tersebutlah aspek konteks yang melingkupi sebuah tuturan mempengaruhi santun dan tidak santunnya sebuah tuturan. Penutur tuturan B10 adalah perempuan berusia 70 tahun. Mitra tuturnya laki-laki berusia 7 tahun. Mitra tutur adalah cucu dari penutur. Dilihat dari hubungan keakraban penutur dan mitra tutur yang memiliki hubungan kekeluargaan yang sangat dekat, suatu tuturan tidak santun berkemungkinan besar dapat terjadi. Tuturan B10 terjadi dalam suasana santai ketika penutur berada di teras rumahnya. Mitra tutur yang hendak pulang ke rumahnya bersama ibunya berpamitan kepada penutur. Penutur mengatakan tuturan hendak mencubit mitra tutur jika kembali ke rumahnya lagi dengan maksud bercanda, tetapi seperti mengancam. Tuturan B10 yang pada sore hari ketika penutur sedang berada di teras rumahnya dikatakan penutur untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
155
mengancam mitra tutur agar tidak datang lagi ke rumah penutur. Tuturan B10 adalah bentuk tindak verbal komisif. Penutur mengancam mitra tutur hendak mencubitnya jika datang ke rumah penutur lagi. Tindak perlokusi dari mitra tutur adalah langsung mengadukan ancaman penutur kepada ibunya. Dari segi konteks tersebut, dapat dilihat bahwa tuturan B10 termasuk dalam subkategori mengancam. Tetapi, penutur hanya bercanda dengan tuturannya yang terkesan mengancam mitra tuturnya. Penutur mengancam hendak mencubit mitra tutur jika datang lagi kepadanya. Diakui oleh penutur, sebenarnya ancaman tersebut hanyalah bercanda, tidak benar-benar hendak mencubit mitra tutur.
4.3.3 Melecehkan Muka Miriam A Locher (2008) menunjukkan ciri lain dari ketidaksantunan. Locher berpendapat bahwa ketidaksantunan dalam berbahasa dapat dipahami sebagai berikut, ‘…behaviour that is face-aggravating in a particular context.’ Intinya, ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk pada perilaku ‘melecehkan’ muka (face-aggravate). Perilaku melecehkan muka itu sesungguhnya lebih dari sekadar ‘mengancam’ muka (face-threaten), seperti yang ditawarkan dalam banyak definisi kesantunan klasik Leech (1983), Brown and Levinson (1987), atau sebelumnya pada tahun 1978, yang cenderung dipengaruhi konsep muka Erving Goffman (cf. Rahardi, 2009). Dalam kategori ini, penutur memiliki maksud menyinggung perasaan mitra tutur dengan melecehkan muka atau memain-mainkan muka. Tuturan lisan tidak santun yang melecehkan muka tersebut terbagi dalam enam subkategori, yaitu subkategori kesal, menyindir,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
156
mengejek, menentang, menolak, dan memperingatkan. Yang membedakan keenam subkategori dalam kategori melecehkan muka dengan kategori lain adalah efek ditimbulkan dari tuturan tidak santun itu sendiri.
4.3.3.1 Subkategori Kesal Tuturan C9 : “Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!!” (Ganti sih, Pak, aku tidak suka bola!!!) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. MT menonton acara pertandingan sepak bola. Penutur yang baru keluar dari kamar hendak menonton televisi pula. Penutur tidak menyukai acara pertandingan bola. Penutur kesal ketika mendapati MT justru menonton bola. Penutur menyuruh MT mengganti chanel TV ke acara yang lain. Penutur berbicara dengan keras, padahal jarak MT dengan penutur hanya 2 meter.) Tuturan C22 : “Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi ra ketemu, jedule neng kene.” (Dasar penjual ikan, dicari kemana-mana tidak ketemu, ternyata di sini.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sudah berkeliling mencari MT. MT sedang mengambil barang di tempat lain. Penutur hendak mengambil pesanannya. Penutur dan MT bertemu di dekat tanggayang cukup jauh jaraknya dengan lapak MT.)
Tuturan C9 yang berwujud “Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!!” dikatakan penutur ketus dan bersuara keras, padahal itu dikatakannya kepada orang yang lebih tua. Tuturan C22 yang berwujud “Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi ra ketemu, jedule neng kene.” dikatakan penutur dengan ketus pula. Tuturan tersebut memberi suatu ejekan yang membawa-bawa profesi mitra tutur sebagai pedagang ikan. Kedua tuturan tersebut membuat mitra tutur tersinggung. Apalagi kedua tuturan tersebut dikatakan dengan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Hal itu memang sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
masyarakat
Jawa,
interaksi
sosial
dengan
menggunakan
bahasa
157
Jawa
menunjukkan identitas kedaerahannya yang sangat kental. Tuturan C9 dikatakan dengan nada tutur tinggi, bertekanan keras pada kata ganti, dan berintonasi perintah dengan pola intonasi datar-tinggi. Tuturan C21 dikatakan dengan nada tutur sedang, bertekanan keras pada frasa dasar bakul iwak, dan berintonasi berita yang ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Nada, tekanan, dan intonasi dalam sebuah tuturan menjadi penentu pula dalam ketidaksantunan sebuah tuturan. Hal itu karena, ketiga aspek tersebut mengikuti suasana hati penutur. Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) memaparkan adanya konteks yang mengikuti setiap tuturan. Konteks tersebut menjadi penanda pragmatik dalam menentukan tuturan yang tidak santun. Tuturan C9 dikatakan oleh penutur laki-laki yang berusia 23 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 50 tahun. Mitra tutur tersebut adalah bapak penutur. Tuturan C21 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 48 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 35 tahun. Tuturan C9 terjadi dalam suasana santai, ketika mitra tutur berada di ruang keluarga sedang menonton televisi. Saat itu, mitra tutur menonton acara pertandingan sepak bola. Penutur yang baru keluar dari kamar hendak menonton televisi pula. Penutur tidak menyukai acara pertandingan bola. Penutur yang ingin menonton televisi kesal ketika mendapati mitra tutur justru menonton bola. Penutur menyuruh mitra tutur mengganti chanel televisi ke acara yang lain. Penutur berbicara dengan keras, padahal jarak mitra tutur dengan penutur hanya 2 meter. Tuturan C22 terjadi dalam suasana santai pula.
Penutur yang ingin
menemui mitra tutur sudah berkeliling mencari mitra tutur. Ternyata, mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
158
sedang mengambil barang di tempat lain. Penutur hendak mengambil pesanannya. Akhirnya, penutur dan mitra tutur bertemu di dekat tanggayang cukup jauh jaraknya dengan lapak mitra tutur. Tuturan C9 yang terjadi rumah pada malam hari dikatakan oleh penutur menyuruh mitra tutur mengganti chanel televisi, karena chanel yang sedang ditonton oleh mitra tutur tidak disukai oleh penutur. Tuturan C22 yang terjadi di pasar pukul 14.00 WIB, tanggal 21Mei 2013 dikatakan penutur untuk mengungkapkan kekesalan karena sudah mencari mitra tutur kemana-mana. Sebuah tuturan adalah bentuk dari aktivitas tindak verbal. Tuturan C9 adalah bentuk tindak verbal direktif, di mana penutur memberi perintah kepada mitra tutur. Mendapat perintah demikian, mitra tutur tidak langsung mengganti chanel televisi yang dimaksud oleh penutur, tetapi tidak lama kemudian mitra tutur mengganti chanel dan meninggalkan penutur menonton sendirian. Sedangkan tuturan C22 adalah bentuk tindak verbal ekspresif, penutur mengekspresikan kekesalannya kepada mitra tutur yang sulit untuk ditemuinya. Ketika bertemu penutur, mitra tutur langsung saja mengajak penutur ke lapak dagangannya. Kedua tuturan tersebut termasuk dalam subkategori kesal karena dilihat dari aspek wujud dan konteksnya, tuturan tersebut merupakan sebuah ungkapan kekesalan penutur terhadap mitra tutur. Perlu pula diperhatikan, dalam sebuah tuturan terdapat maksud dalam hanya dimiliki oleh penutur. Maksud yang tersirat dalam tuturan C9 memanglah sebuah maksud memerintah. Sangat jelas bahwa penutur memberi perintah kepada mitra tuturnya untuk mengganti chanel TV karena penutur tidak menyukai acara TV yang sedang ditonton oleh mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
159
Sementara tuturan C22 adalah bentuk kekesalan penutur terhadap mitra tutur yang sulit untuk ditemuinya padahal telah mencarinya kemana-mana.
4.3.3.2 Subkategori Menyindir Tuturan C3 : “Wong ra sekolah kok njaluk susu.” (Tidak sekolah kok minta susu.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di halaman rumah bersama seorang ibu, tetangga rumahnya. MT bersama dengan temannya bermain di halaman rumah. Penutur menanggapi permintaan MT. MT merengek minta susu. MT tidak mau berangkat ke sekolah jika belum dibuatkan susu. Penutur menyindir MT agar sekolah terlebih dahulu, setelah itu baru meminta susu.) Tuturan C6 : “Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang virus ya?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT berada di dalam kamarnya dalam keadaan pintu terbuka. Penutur juga berada di kamarnya. Kamar penutur dan MT bersebelahan. Sebelumnya, penutur meminjam flashdisc MT untuk memindahan data kuliahnya yang hendak dikumpulkan kepada dosennya. Penutur meminjam flashdisc MT karena miliknya sedang dipinjam oleh temannya. Tanpa menyebutkan nama MT, penutur meneriaki MT dalam kamarnya. MT yang merasa sudah berbaik hati meminjamkan flashdisc-nya kepada penutur tersinggung dengan tuturan penutur.)
Tuturan C3 yang berwujud “Wong ra sekolah kok njaluk susu.” dikatakan dengan sinis tanpa melihat kepada mitra tutur, tetapi penutur bersikap santai. Penutur menyinggung mitra tutur dengan sindirannya. Tuturan C6 yang berwujud “Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang virus ya?”dikatakan penutur sinis pula, bahkan dengan suara yang bervolume keras. Bukannya berterima kasih telah diberi pinjaman flashdisc, penutur justru menyinggung mitra tutur. Kedua tuturan tersebut menggunakan diksi bahasa nonstandar. Bedanya,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
160
tuturan C3 menggunakan bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa, sedangkan C6 dengan bahasa Indonesia yang melibatkan kata tidak baku yaitu tu dan banget yang semestinya itu dan sekali. Kata fatis kok, wong, dan heh dalam tuturan tersebut bertugas untuk memberi penegasan akan kesan tidak santun pada tuturan tersebut. Kemudian, aspek suprasegmental, yaitu nada, tekanan, dan intonasi pun ikut andil sebagai penanda linguistik dalam tuturan lisan. Tuturan C3 dikatakan dengan nada tutura rendah, bertekanan lunak pada frasa njaluk susu, dan berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Sedangkan, tuturan C6 dikatakan dengan nada tutur tinggi, bertekanan keras pada frasa banyak banget, dan berintonasi tanya dengan pola intonasi datar-turun. Aspek konteks yang melingkupi sebuah tuturan memegang peran penting pula dalam penentuan santun tidaknya sebuah tuturan. Bahkan, dapat dikatakan santun tidaknya sebuah tuturan tergantung pada konteksnya. Tuturan C3 dikatakan oleh penutur perempuan, seorang nenek berusia 55 tahun kepada cucunya laki-laki berusia 3 tahun sebagai mitra tuturnya. Tuturan C6 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 22 tahun kepada mitra tutur perempuan yang seusia dengannya. Mitra tutur tersebut adalah kembaran penutur. Tuturan C3 terjadi dalam suasana santai ketika penutur berada di halaman rumah bersama seorang ibu, tetangga rumahnya. Mitra tutur bersama dengan temannya bermain di halaman rumah. Mitra tutur kemudian merengek minta susu. Mitra tutur yang semestinya ikut ke sekolah sore tidak mau berangkat ke sekolah jika belum dibuatkan susu. Penutur menyindir mitra tutur agar sekolah terlebih dahulu, setelah itu baru meminta susu. Tuturan C6 terjadi dalam suasana santai. Mitra
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
161
tutur berada di dalam kamarnya dalam keadaan pintu terbuka. Penutur juga berada di kamarnya yang bersebelahan dengan kamar mitra tutur. Sebelumnya, penutur meminjam flashdisc mitra tutur untuk memindahkan data kuliahnya yang hendak dikumpulkan kepada dosennya. Penutur meminjam flashdisc mitra tutur karena miliknya sedang dipinjam oleh temannya. Tanpa menyebutkan nama mitra tutur, penutur meneriaki mitra tutur dalam kamarnya dengan mengatakan bahwa flashdisc mitra tutur seperti gudang virus. Mitra tutur yang merasa sudah berbaik hati meminjamkan flashdisc-nya kepada penutur tersinggung dengan tuturan penutur. Tuturan C3 yang terjadi di halaman rumah, pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013 dikatakan penutur untuk menanggapi mitra tutur sebagai cucunya yang minta dibuatkan susu. Tuturan C6 yang terjadi di rumah pukul 09.00 WIB, tanggal 23 April 2013, ketika penutur hendak mengembalikan flashdisc mitra tutur dikatakan oleh penutur untuk memberi tahu mitra tutur bahwa flashdisc mitra tutur banyak virus. Kedua tuturan tersebut adalah bentuk tindak verbal ekspresif. Penutur C3 mengekspresikan tanggapannya akan permintaan mitra tutur. Meski telah disindir oleh penutur, mitra tutur tetap meronta-ronta meminta dibuatkan susu. Sedangkan dalam tuturan C6, penutur mengekspresikan kekesalannya memlaui sindiran kepada mitra tutur dengan mengatakan bahwa flashdisc yang ia pinjam dari mitra tutur seperti gudang virus. Mitra tutur pun menunjukkan tindak perlokusinya dengan langsung meminta flashdisc untuk dikembalikan kepadanya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
162
Dengan adanya kesan sindiran, tuturan tersebut termasuk dalam subkategori menyindir. Meskipun berupa sindiran, tuturan C3 diakui oleh penutur hanya bermaksud untuk mengomentari permintaan mitra tutur. Dengan komentar itu, ia berharap mitra tutur mau berangkat ke sekolah sore yang tidak jauh dari rumahnya, bukan merengek meminta susu. Tuturan C6 berisi tentang ejekan penutur akan flashdisc mitra tutur yang terdapat banyak virus di dalamnya, seperti gudang virus. Penutur mengatakan tuturan yang berupa sindiran tersebut agar mitra tutur membersihkan flashdisc-nya dari virus. 4.3.3.3 Subkategori Mengejek Tuturan C7 : “Opo, kowe ki arep ngopo?” (Apa, kamu itu mau apa?) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di tokonya sedang menyusun barang dagangannya. MT datang hendak membeli kerupuk. MT bertanya tentang harga kerupuk yang ia inginkan. Bukannya menjawab pertanyaan MT, penutur justru menanyakan hal yang lain. Penutur mengganggap MT tidak terlalu penting untuk dilayani.) Tuturan C19 : “Zaman koyo ngene kok ra nduwe HP.” (Zaman seperti ini kok tidak punya HP.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru datang ke rumah MT. MT sedang duduk di kursi di teras rumahnya. Penutur meminta nomor HP MT agar mudah untuk dihubungi. Karena MT tidak terlalu bisa menggunakan HP dan merasa tidak terlalu membutuhkannya, MT tidak memiliki HP. Penutur yang usianya jauh lebih muda dari mengejek MT yang tidak memiliki HP di zaman serba teknologi.) Tuturan C7 yang berwujud “Opo, kowe ki arep ngopo?” dikatakan penutur dengan sinis, tetapi penutur tetap bersikap santai. Penutur tidak menghargai mitra tutur sebagai pembeli. Hal itu membuat mitra tutur tersinggung. Tuturan C19 yang berwujud
“Zaman koyo ngene kok ra nduwe HP.” dikatakan penutur
dengan santai kepada orang yang lebih tua. Mitra tutur tersinggung dengan tuturan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
163
penutur yang mengejek dirinya. Ketersinggungan mitra tutur ditambah pula dengan keterlibatan aspek segmental dan suprasegmental tuturan tersebut. Kedua tuturan tersebut dikatakan dengan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa yang merupakan dialek keseharian dalam masyarakat Jawa. Kata fatis kok dalam tuturan C19 mempertegas penekanan ejekan penutur. Nada tutur seseorang berkenaan dengan suasana hatinya, seperti yang dikatakan Pranowo (2009). Nada tutur kedua tuturan tersebut adalah sedang, di mana hati penutur sebenarnya dalam situasi tenang, tetapi tuturannya justru menyinggung mitra tuturnya. Tuturan C7 dikatakan dengan tekanan lunak pada kata opo dan berintonasi tanya yang ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Tuturan C19 dikatakan dengan tekanan lunak pada frasa ra nduwe dan berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Berkaitan dengan konteks, Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) memaparkan adanya lima aspek yang mengikuti sebuah tuturan, yaitu penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tutur, tuturan sebagai bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Tuturan C7 dikatakan oleh penutur laki-laki berusia yang 48 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 28 tahun. Mitra tutur adalah tetangga penutur. Tuturan C19 dituturkan oleh penutur laki-laki berusia 20 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 55 tahun. Mitra tutur tersebut adalah bibi penutur. Dari kedua tuturan tersebut, antara penutur dan mitra tutur terdapat kedekatan yang cukup baik. Hal itu memungkinkan bentuk kebahasaan penutur mampu melecehkan mitra tuturnya karena kedekatan itu, penutur tidak terbebani untuk menanggapi mitra tutur secara tidak santun.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
164
Tuturan C7 terjadi dalam suasana santai ketika penutur berada di tokonya sedang menyusun barang dagangannya. Kemudian, mitra tutur datang hendak membeli kerupuk. Mitra tutur bertanya tentang harga kerupuk yang ia inginkan. Bukannya menjawab pertanyaan mitra tutur, penutur justru menanyakan hal yang lain. Penutur mengganggap mitra tutur tidak terlalu penting untuk dilayani. Tuturan C19 terjadi dalam suasana santai ketika penutur datang ke rumah mitra tutur. Mitra tutur sedang duduk di kursi di teras rumahnya. Penutur menghampiri mitra tutur dan meminta nomor HP mitra tutur agar mudah untuk dihubungi. Karena mitra tutur tidak terlalu bisa menggunakan HP dan merasa tidak terlalu membutuhkannya, mitra tutur tidak memiliki HP. Penutur yang usianya jauh lebih muda dari mitra tutur mengejek mitra tutur yang tidak memiliki HP di zaman serba teknologi. Tuturan C7 yang terjadi di toko pukul 09.00 WIB, tanggal 25 April 2013 dikatakan penutur untuk menanggapi menanggapi yang datang hendak membeli kerupuk. Tuturan C19 yang terjadi di depan rumah pukul 16.00 WIB, tanggal 21 Mei 2013, ketika penutur baru datang ke rumah mitra tutur dikatakan oleh penutur untuk menanggapi mitra tutur yang mengaku tidak memiliki HP. Kedua tuturan tersebut menunjukkan tindak verbal ekspresif. Di mana pada tuturan C7, penutur mengekspresikan tanggapannya kepada mitra tutur yang memberi kesan ejekan. Sebagai tindak perlokusi, mitra tutur yang hendak membeli kerupuk langsung pergi dan tidak jadi membeli kerupuk.
Pada tuturan C19, penutur
mengekspresikan keheranannya terhadap mitra tutur yang tidak memiliki HP di zaman sekarang. Tuturan penutur justru terkesan seperti ejekan kepada mitra
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
165
tutur. Tindak perlokusi dari mitra tutur hanya diam dengan tanggapan penutur yang mengejeknya. Ditinjau dari wujud dan konteks dalam tuturan tersebut, makna mengejek melekat pada kedua tuturan tersebut. Itulah mengapa kedua tuturan tersebut digolongkan dalam subkategori mengejek. Dibalik makna yang dipersepsi melalu tuturan, etrdapat maksud tersendiri yang dimiliki oleh penutur. Tuturan C7 yang berupa ejekan juga hanya memiliki maksud untuk berbasa-basi. Penutur bertanya kepada mitra tutur, tetapi pertanyaan tersebut terkesan ejekan yang melecehkan mitra tutur. Tuturan yang bernar-benar mengejek terdapat pada tuturan C19. Penutur mengejek mitra tutur yang tidak memiliki HP, padahal zaman sudah sangat modern. Ejekan tersebut ditujukan penutur kepada mitra tutur yang sudah cukup tua usianya, yang notabene tidak terlalu membutuhkan barang berteknologi tinggi tersebut. Kedua tuturan yang memiliki maksud berbeda itu membuat mitra tutur merasa dilecehkan.
4.3.3.4 Subkategori Menentang Tuturan C8 : “Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus kok!” (Ya, sana kamu saja, aku belum mandi kok!) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang berada di dapur. Penutur berada di ruang tamu sedang bermain HP ketika terdapat suara pintu yang diketuk. MT yang sedang sibuk menyuruh penutur untuk membukakan pintu untuk tamunya. Penutur tidak mau membukakan pintu karena penutur belum mandi. Penutur menyuruh MT yang sedang sibuk untuk membukakan pintu karena MT yang sudah tampak rapi.)
Tuturan yang berwujud “Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus kok!” dikatakan oleh penutur dengan ketus. Penutur yang berbicara dengan orang yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
166
lebih tua justru menyuruh balik ke mitra tutur yang jelas-jelas tengah sibuk. Tuturan tersebut membuat mitra tutur tersinggung. Pemilihan kata dengan bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa pun memberi kesan tersendiri dalam tuturan tersebut. Penggunaan kata fatis yo, wong, dan kok menempati tugas sebagai penegas tuturan. Tuturan tersebut dikatakan oleh penutur dengan nada tutur rendah, bertekanan keras pada frasa kowe wae,dan berintonasi perintah yang ditandai dengan pola intonasi datar-tinggi. Konteks tuturan perlu pula diperhatikan untuk dapat menentukan santun tidaknya sebuah tuturan. Tuturan C8 dikatakan oleh penutur laki-laki berusia 14 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 19 tahun. Mitra tutur tersebut adalah saudara sepupu penutur. Dengan kedekatan demikian, sangat mungkin terjadi interaksi yang tidak santun antara penutur dan mitra tutur. Tuturan tersebut terjadi dalam keadaan santai, ketika mitra tutur sedang berada di dapur. Penutur yang berada di ruang tamu sedang bermain HP ketika terdapat suara pintu yang diketuk. Mitra tutur yang sedang sibuk menyuruh penutur untuk membukakan pintu untuk tamunya. Penutur tidak mau membukakan pintu karena penutur belum mandi. Penutur menyuruh mitra tutur yang sedang sibuk untuk membukakan pintu karena mitra tutur yang sudah tampak rapi. Tuturan yang terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 22 April 2013 dikatakan penutur untuk menanggapi dengan kesal tuturan
mitra tutur yang
menyuruhnya membukakan pintu untuk tamu. Dilihat dari tujuannya, tuturan tersebut adalah bentuk tindak verbal direktif, di mana penutur memberi suruhan pula kepada mitra tutur. Tindak perlokusi yang terjadi adalah mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
167
sendirilah yang akhirnya membuka pintu untuk tamu mereka yang baru datang. Tuturan tersebut dapat digolongkan sebagai tuturan yang menentang karena penutur memberi tentangan terhadap apa yang diperintahkan oleh mitra tutur. Namun, sebenarnya penutur yang menyampaikan C8 berkeinginan untuk tidak melakukan apa yang diperintahkan oleh mitra tutur. Hal itu dilakukan penutur dengan mengelak bahwa ia belum mandi. Mengelak dengan beralasan belum mandi itu ternyata menjadi senjata ampuh untuk memberi perintah balik ke mitra tutur, karena akhirnya mitra tutur sendirilah yang membuka pintu.
4.3.3.5 Subkategori Menolak Tuturan C11 : “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!” (Halah, jangan jangan, di rumah saja, masih kecil!!!) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di kamarnya dan bersiap-siap hendak pergi. MT datang ke kamar penutur meminta izin untuk ikut bersama penutur karena jika penutur pergi, MT hanya tinggal sendirian di rumah. Penutur tidak memperbolehkan MT ikut karena penutur menganggap MT masih kecil dan belum pantas ikut dengannya. MT meinggalkan penutur dengan kesal karena tidak dizinkan ikut.) Tuturan yang berwujud “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!” dikatakan penutur dengan sinis dan bersuara keras. Penutur menyinggung mitra tutur yang ingin ikut dengannya. Tuturan yang menyinggung tersebut tentulah tidak santun. Diksi yang digunakan penutur adalah bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa. Dengan adanya kata fatis halah semakin menekankan kesan tidak santun dalam tuturan tersebut. Tuturan tersebut dikatakan oleh penutur dengan nada tutur tinggi, bertekanan keras pada frasa ojo-ojo, dan berintonasi perintah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
168
dengan pola intonasi datar-tinggi. Unsur nada, tekanan, dan intonasi tersebut menandakan emosional si penutur dalam tuturan lisan. Konteks sebuah tuturan yang mengikutinya pun ikut andil dalam penentuan tingkat ketidaksantunan sebuah tuturan. Tuturan C11 dikatakan oleh penutur lakilaki berusia 20 tahun kepada mitra tutur laki-laki yang merupakan adiknya berusia 14 tahun. Tuturan tersebut terjadi dalam suasana santai ketika penutur berada di kamarnya dan bersiap-siap hendak pergi. Mitra tutur datang ke kamar penutur meminta izin untuk ikut bersama penutur karena jika penutur pergi, mitra tutur hanya tinggal sendirian di rumah. Penutur justru tidak memperbolehkan mitra tutur ikut karena penutur menganggap mitra tutur masih kecil dan belum pantas ikut dengannya. Mitra tutur meninggalkan penutur dengan kesal karena tidak dizinkan ikut. Tuturan C11 yang terjadi pada malam hari ketika penutur berada di kamarnya dan bersiap-siap hendak pergi dikatakan oleh penutur untuk menanggapi mitra tutur dengan sinis permintaan mitra tutur yang ingin ikut dengannya. Tuturan tersebut adalah bentuk tindak verbal direktif. Tuturan penutur adalah bentuk penolakan penutur yang tidak mau mengajak mitra tutur ikut bersamanya. Mitra tutur pun hanya diam dan tinggal di rumah sendirian, tidak jadi ikut dengan penutur. Meskipun berupa penolakan, penutur yang menuturan tuturan C11 mengaku tuturan tersebut memiliki maksud untuk melarang mitra tutur agar tidak ikut pergi dengannya ada malam hari karena masih kecil. Keluar pada malam hari bagi anak seusia mitra tutur adalah hal yang tidak baik menurut penutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
169
4.3.3.6 Subkategori Memperingatkan Tuturan C14 : “Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung utah!!!” (Itu ya tidak di situ, apa-apa kok hanya tumpah!!!) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di toko penutur. MT membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. Sebelumnya, MT sudah menumpahkan barang yang tidak sengaja disenggolnya. MT salah meletakkan barang yang hendak ia susun. Penutur mengingatkan MT untuk tidak meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi.) Tuturan C21 : “Pokoknya jangan dikasih, nanti buat macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT1 sedang berada di ruang keluarga bersama ibunya (MT2). MT1 meminta HP model terbaru kepada ibunya. Penutur yang berada di dalam kamar mendengar perbincangan MT1 dengan ibu. Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan MT1 dengan sinis.)
Tuturan C14 yang berwujud “Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung utah!!!” dan tuturan C21 yang berwujud “Pokoknya jangan dikasih, nanti buat macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!” dikatakan oleh penutur dengan ketus dan sinis.
Bahkan, pada tuturan C21
dikatakan dengan suara yang bervolume keras. Dengan cara demikian tentutalah tuturan tersebut membuat mitra tutur tersinggung. dikatakan penutur. Unsur segmental dan suprasegmental dalam sebuah tuturan memjadi penanda linguistik dalam tuturan tidak santun. Diksi dalam kedua tuturan tersebut adalah bahasa nonstandar. Tuturan C14 menggunakan bahasa Jawa sebagai identitas kedaerahannya. Tuturan C21 menggunakan bahasa nonstandar dengan bahasa Indonesia dan melibatkan kata tidak baku yaitu pokoknya, dikasih, buat, macemmacem, masih, gitu, dan udah; penggunaan istilah bahasa Jawa wong. Pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
170
tuturan C14 terdapat penggunaan kata fatis yo dan kok yang bertugas sebagai penegas. Kedua tuturan tersebut dikatakan dengan intonasi perintah yang ditandai dengan pola intonasi datar-tinggi. Nada tutur yang digunakan dalam tuturan C14 adalah nada sedang, tuturan C21 dengan nada tinggi. Tuturan C14 bertekanan keras pada frasa neng kono, di mana penutur ingin menekankan akan bahwa barang tersebut tidak untuk diletakkan di tempat tersebut. Tuturan C21 menggunakan tekanan pada kata jangan, hal itu menunjukkan bahasa penutur memberi peringatan yang cukup keras kepada mitra tutur. Konteks dalam sebuah tuturan akan berdampak pula pada penentuan santun tidaknya sebuah tuturan. Tuturan C14 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 46 tahun kepada laki-laki berusia 18 tahun. Mitra tutur adalah anak dari penutur. Tuturan C21 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 20 tahun kepada mitra tutur 1laki-laki berusia 15 tahun. Dalam tuturan tersebut terlibat pula mitra tutur 2, yaitu perempuan berusia 47 tahun. Mitra tutur 1 adalah adik dari penutur, sedangkan mitra tutur 2 adalah ibu dari mitra tutur 1 dan penutur. Tuturan C14 terjadi dalam situasi serius ketika penutur dan mitra tutur berada di toko penutur. Mitra tutur membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. Sebelumnya, mitra tutur sudah menumpahkan barang yang tidak sengaja disenggolnya. Mitra tutur salah meletakkan barang yang hendak ia susun. Karena kecerobohan mitra tutur itulah, penutur mengingatkan mitra tutur untuk tidak meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi. Tuturan C21terjadi juga dalam situasi serius. Mitra tutur 1sedang berada di ruang keluarga bersama ibunya (mitra tutur 2). Mitra tutur 1 meminta HP model terbaru kepada ibunya. Penutur yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
171
berada di dalam kamar mendengar perbincangan mitra tutur 1 dengan ibu. Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan mitra tutur 1 dengan sinis. Tuturan C14 yang terjadi di toko pada siang hari pukul 12.30 WIB, tanggal 6 Mei 2013 dikatakan penutur untuk mitra tutur agar meletakkan barang pada tempatnya. Tuturan C21 yang terjadi di rumah pada malam hari dikatakan penutur untuk menanggapi permintaan mitra tutur 1 kepada mitra tutur 2. Kedua tuturan tersebut merupakan bentuk tindak verbal direktif. Tindak perlokusi yang ditimbulkan pada tuturan C14 adalah mitra tutur lalu meletakkan barang pada tempatnya yang semestinya dengan berhati-hati. Sedangkan pada tuturan C21, mitra tutur 1 langsung diam dan pergi ke kamarnya. Dari konteks dan wujudnya, tampaklah bahwa tuturan tersebut mengandung makna yang memberi peringatan kepada mitra tutur. Dari penentuan makna tersebut,
kedua tuturan
tersebut
dapat
digolongkan
dalam
subkategori
memperingatkan. Perlu diperhatikan, bahwa setiap tuturan memiliki maksud yang dalam hal ini hanya dimiliki oleh penutur. Maksud tidak dapat diinterpretasi semata-mata melalui tuturannya. Tuturan C14 memang berupa tuturan yang memperingatkan mitra tutur, tetapi sebenarnya diakui penutur tuturan tersebut hanya semata-mata untuk mengomentari pekerjaan mitra tutur. Sedangkan dalam tuturan C21, penutur memberi larangan kepada mitra tutur 2 untuk tidak membelikan HP baru untuk mitra tutur 1. Hal itu ia katakan dengan alasan bahwa anak sesuai mitra tutur 1 yang masih duduk di bangku SMP tidak membutuhkan HP baru dengan teknologi tinggi. HP dengan teknologi tinggi hanya memberi pengaruh buruk bagi mitra tutur 1 yang adalah adiknya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
172
4.3.4 Menghilangkan Muka Culpeper (2008) menerangkan pemahamannya tentang ketidaksantunan. Pemahaman Culpeper tentang ketidaksantunan berbahasa adalah, ‘Impoliteness, as I would define it, involves communicative behavior intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’ Dia memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’—kalau dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu dekat dengan konsep ‘kelangan rai’ (kehilangan muka). Jadi ketidaksantunan (impoliteness) dalam berbahasa itu merupakan perilaku komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benarbenar kehilangan muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka. Kehilangan muka dapatlah dicirikan dengan si mitra tutur merasa dipermalukan oleh penutur. Tuturan lisan tidak santun yang terkategori menghilangkan muka terklasifikasi dalam lima subkategori, yaitu subkategori mengejek, memperingatkan, menyindir, kesal, dan meremehkan. Kelima subkategori ini memiliki efek tersinggung dan malu pada si mitra tutur yang ditimbulkan dari tuturan tidak santun si penutur.
4.3.4.1 Subkategori Mengejek Tuturan D1 : “La yo mboh, mbok umurmu dewe kok tekok.” (Ya tidak tahu, umurmu sendiri kok tanya.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang menerima tamu di teras rumah. Penutur duduk tidak jauh dari MT. MT bertanya tentang usianya. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan seenaknya.) Tuturan D12 : “Wo la yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.” (Wah, la ya itu, lama-lama mukanya jadi muka gembus.)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
173
(Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur berada di warung makan miliknya. Di warung makan tersebut, MT datang hendak membeli makanan. Selain penutur dan MT, terdapat pula pembeli yang lain. MT lalu bercerita bahwa tadi pagi memasak tempe gembus, lalu sekarang hendak membeli lauk tempe gembus juga. Penutur bukannya menanggapi cerita dengan baik, tetapi justru mengejeknya.)
Tuturan D1 yang berwujud “La yo mboh, mbok umurmu dewe kok tekok.” dikatakan dengan sinis tanpa melihat kepada mitra tutur. Penutur mengatakannya di depan orang banyak sehingga membuat mitra tutur malu. Sedangkan, tuturan D12 yang berwujud “Wo lah yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.” dikatakan dengan ketus di depan orang lain. Penutur telah mempermalukan mitra tutur dengan ejekannya itu. Kedua tuturan tersebut menggunakan diksi bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa. Bahasa Jawa sebagai identitas kedaerahan masyarakat Jawa tentulah sangat dekat dengan penutur dan mitra tutur sebagai bagian dari masyarakat Jawa. Dalam tuturan D1 terdapat kata fatis dalam istilah Jawa, yaitu lah, yo, mbok, dan kok yang berfungsi sebagai penegasan. Kata fatis lah dan yo juga terdapat dalam tuturan D12 yang menduduki tugas yang sama dengan tuturan sebelumnya. Aspek suprasegmental ikut andil dalam penuturan tidak santun seseorang. Dalam tuturan lisan, nada, intonasi, dan tekanan sangat menentukan santun tidaknya pemakaian bahasa seseorang. Hal tersebut juga dipengaruhi dengan latar belakang budaya si penutur. Dalam hal ini, tuturan D1 bernada rendah, bertekanan keras pada kata mboh, dan berintonasi berita dengan pola intonasi yang datarturun. Sedangkan, tuturan D12 bernada sedang, bertekanan keras pada kata
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
174
gembus, dan berintonasi berita dengan pola intonasi yang sama dengan tuturan D1. Sejalan dengan yang disampaika Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13), di mana terdapat lima aspek yang mengikuti sebuah tuturan, yaitu penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tutur, tuturan sebagai bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Dalam tuturan D1, penutur adalah perempuan berusia 55 tahun kepada mitra tuur perempuan berusia 35 tahun. Mitra tutur adalah anak dari penutur. Sedangkan, tuturan D12 dikatakan oleh oleh penutur perempuan berusia 48 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 45 tahun. Mitra tutur adalah tetangga yang sangat dekat dengan penutur. dilihat dari tingkat keakraban yang sangat dekat, tentulah sebuah tuturan tidak santun sangat mungkin terjadi dalam interaksi kedua belah pihak. Tuturan D1 terjadi dalam suasana santai. Penutur dan mitra tutur sedang menerima tamu di teras rumah. Penutur duduk tidak jauh dari mitra tutur. Mitra tutur bertanya tentang usianya kepada penutur. Penutur justru menjawab pertanyaan mitra tutur dengan seenaknya. Tuturan D12 terjadi dalam suasana santai. Penutur memiliki warung makan. Di warung makan tersebut, mitra tutur datang hendak membeli makanan. Selain penutur dan mitra tutur, terdapat pula pembeli yang lain. Mitra tutur lalu bercerita bahwa tadi pagi memasak tempe gembus, lalu sekarang hendak membeli lauk tempe gembus juga. Penutur bukannya menanggapi cerita dengan baik, tetapi justru mengejeknya. Tuturan D1 yang terjadi di teras rumah pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013, ketika penutur sedang menerima tamu itu dikatakan penutur untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
175
menanggapi pertanyaan mitra tutur yang menanyakan berapa usianya. Tuturan D12 yang terjadi di warung makan pada siang hari pukul 14.30 WIB, tanggal 13 Mei 2013, ketika penutur sedang melayani pembeli di warungnya itu dikatakan oleh penutur untuk menanggapi cerita mitra tutur tentang makanan yang ia masak. Kedua tuturan tersebut adalah bentuk tindak verbal ekspresif. Penutur mengekspresikan ketidakinginannya menjawab pertanyaan mitra tutur akan usia mitra tutur sendiri. Mitra tutur pun langsung menghitung sendiri usianya sebagai tindak perlokusi atas tuturan penutur. Sedangkan, penutur dalam tuturan D12 mengekspresikan ejekannya kepada mitra tutur tentang ‘wajah gembus’. Tindak perlokusi dari mitra tutur pun tidak jadi memilih lauk tempe gembus karena malu telah diejek oleh penutur. Kedua tuturan tersebut termasuk dalam subkategori mengejek tampak dalam tuturannya. Tidak hanya itu, berdasarkan konteks situasi pun dapat dikondisikan penutur yang mengejek mitra tuturnya. Namun, ada maksud lain yang dimiliki oleh penutur dalam tuturannya. Dalam tuturan D1, penutur hanya menanggapi mitra tutur yang menanyakan berapa umurnya mitra tutur sekarang. Menurut penutur, umur sendiri mengapa harus ditanyakan kepadanya. Tanggapan penutur justru seperti sebuah ejekan yang meremehkan mitra tutur. Sedangkan pada tuturan D12, ejekannya kepada mitra tutur yang memiliki wajah seperti tempe gembus karena selalu makan tempe gembus itu hanyalah bercanda.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
176
4.3.4.2 Subkategori Memperingatkan Tuturan D3 : “Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu malu-maluin!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang keluarga bersama anggota lainnya. Penutur duduk di sebelah MT. Penutur dan anggota keluarga sedang membicarakan tentang prestasi keluarga.) Tuturan D6 : “Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak kewengen!” (Sudah, jangan banyak bicara, nanti kemalaman.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. MT datang untuk ikut berbincang-bincang dengan tamu penutur. Penutur menegur MT yang terlalu banyak bertanya kepada tamu penutur padahal malam semakin larut. Penutur menegur MT di depan tamu penutur.)
Tuturan D3 yang berwujud “Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu malumaluin!” dikatakan dengan ketus di depan anggota keluarga yang lain tanpa melihat ke mitra tutur. Tuturan D6 yang berwujud “Wes, ojo kakean
leh
ngomong, ndak kewengen!” yang dikatakan dengan sinis kepada mitra tutur yang lebih tua dari penutur membuat mitra tutur malu, karena dikatakan di depan tamu penutur. Kedua tuturan tersebut dikatakan dengan menggunakan pilihan kata bahasa nonstandar. Pilihan kata dalam tuturan D3 adalah bahasa nonstandar dengan melibatkan kata tidak baku tu, harusnya, dan malu-maluin; tuturan D6 mengunakan bahasa Jawa yang sudah menjadi bahasa keseharian masyarakat Jawa. Kemudian, nada, tekanan, dan intonasi juga ambil peran dalam penentuan santun tidaknya sebuah tuturan. Tuturan D3 dikatakan penutur dengan nada sedang, bertekanan keras pada malu-maluin, dan berintonasi seru dengan pola intonasi yang lebih tinggi dari intonasi pada kalimat inversi. Sedangkan tuturan D6 dikatakan penutur dengan nada sedang pula, bertekanan keras pada frasa ndak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
177
kewengen, dan berintonasi perintah dengan pola intonasi datar-tinggi. Intonasi tersebut memiliki peran sebagai pembedaan maksud kalimat, seperti yang dikatakan oleh Muslich, 2009:115−117. Selanjutnya, teori konteks yang disampaikan oleh Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) mencakup lima aspek penting dalam tuturan. Kelima aspek tersebut adalah penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan tutur, tuturan sebagai bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Tuturan D3 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 22 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 15 tahun. Mitra tutur adalah adik dari penutur. Tuturan tersebut terjadi dalam suasana santai. Penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga bersama anggota lainnya. Penutur duduk di sebelah mitra tutur. Penutur dan anggota keluarga sedang membicarakan tentang prestasi keluarga. Sedangkan, tuturan D6 yang terjadi di rumah pukul 19.00 WIB, tanggal 20 April 2013 dikatakan oleh penutur perempuan berusia yang berusia 40 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 62 tahun. Mitra tutur tersebut adalah ibu dari penutur. Tuturan tersebut terjadi dalam suasana santai ketika penutur sedang menerima tamu di ruang tamu. Tiba-tiba, mitra tutur datang dan ikut berbincang-bincang dengan tamu penutur. Penutur menegur mitra tutur yang terlalu banyak bertanya kepada tamu penutur di depan tamu penutur, padahal malam semakin larut. Tuturan D3 yang terjadi pada malam hari ketika penutur dan anggota keluarga lain sedang bercengkerama di ruang keluarga itu dikatakan oleh penutur untuk menyindir mitra tutur yang nilainya tidak sebaik nilai kakak-kakaknya. Sedangkan, tuturan D6 dikatakan penutur untuk menegur mitra tutur yang banyak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
178
bertanya kepada tamu penutur. Dengan tujuan demikian, kedua tuturan tersebut bentuk tindak verbal direktif. Penutur dalam tuturan D3 menunjukka tindak verbal direktif dengan memberi peringatan kepada mitra tutur agar lebih rajin belajar karena nilai mitra tutur dinilai memalukan keluarga. Mitra tutur pun langsung masuk kamar dengan raut muka malu sebagai tindak perlokusinya. Tuturan D6 adalah tuturan peringatan kepada mitra tutur yang tidak memahami waktu yang semakin larut. Mendapat peringatan demikian, mitra tutur langsung meninggalkan penutur dan tamunya. Aspek nonlingual tersebut menguatkan kedua tuturan tersebut tergolong dalam subkategori mengingatkan, di mana penutur memberi peringatan kepada mitra tutur. Maksud memperingatkan jugalah yang disiratkan penutur dalam tuturan D3. Penutur ini memperingatkan mitra tutur yang adalah adiknya untuk belajar. Hal itu dikarenakan nilai-nilai mitra tutur mengecewakan, bahkan mempermalukan keluarga. Lain halnya dengan tuturan D6. Sebenarnya, penutur tidak menyukai kehadiran mitra tutur dan dalam tuturannya, penutur bermaksud mengusir mitra tutur agar segera pulang ke rumahnya. Semua aspek tersebut menekankan bahwa kedua tuturan tersebut benarlah tidak santun.
4.3.4.3 Subkategori Menyindir Tuturan D15 : “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.” (Kamu itu sekarang gemuk, kok pede sekali pakai baju ukuran S seperti itu.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di kamar. Selain penutur dan MT, kakak MT juga berada di kamar tersebut. MT sedang mencoba baju yang baru dibelinya. MT bertanya kepada penutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
179
apakah baju itu cocok dengannya. Penutur menjawab dengan sindirran karena penutur merasa baju itu tidak sesuai dengan badan MT yang sedikit lebih gemuk dari sebelumnya.) Tuturan D16 : “Heh, udah nambah belum itu tinggimu?” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang duduk di teras rumah. MT baru saja datang bersama adiknya, lalu menyapa penutur. Selain penutur, terdapat 2 anggota keluarga lain yang duduk di teras itu. Penutur tidak membalas sapaan MT, tetapi malah menyindir MT yang tidak terlalu tinggi.) Tuturan D15 yang berwujud “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.” dikatakan penutur dengan ketus. Penutur telah mengejek dan membuat mitra tutur malu. Sementara tuturan D16 yang berwujud “Heh, udah nambah belum itu tinggimu?” dikatakan penutur dengan santai di depan anggota keluarga lain. Penutur sebenarnya hanya bercanda, tetapi hal itu justru membuat mitra tutur yang memang secara fisik tidak terlalu tinggi malu. Diksi yang dipilih penutur dalam kedua tuturan adalah bahasa nonstandar. Tuturan
D15
menggunakan
bahasa
Jawa
guna
menunjukkan
identitas
kedaerahannya. Sedangkan tuturan D16 melibatkan kata tidak baku udah dan nambah yang dalam seharusnya sudah dan bertambah dalam pembakuannya. Kata fatis kok dan heh juga terdapat dalam kedua tuturan tersebut. Kata fatis tersebut semakin menegaskan kesan tidak santun yang ditimbulkan dari kedua tuturan tersebut. Selanjutnya, aspek suprasegmental yang menyertai tuturan tersebut juga menjadi penentu santun tidaknya tuturan. Tuturan D15 dikatakan dengan nada tutur sedang, bertekanan lunak pada kata lemu,dan berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Tuturan D16 dikatakan oleh penutur dengan nada tutur yang sama dengan tuturan D15, bertekanan lunak pada kata nambah,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
180
dan berintonasi tanya dengan pola intonasi datar-turun. Tuturan yang bertekanan lunak, kata yang ingin ditekankan oleh penutur dikatakan dengan arus udara yang tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit. Hal itu agar tidak terkesan terlalu ekstrim, tetapi tidak juga mengurangi kesan tidak santun yang ditimbulkannya, seperti dalam kedua tuturan tersebut. Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) mengemukakan adanya konteks yang mengikuti sebuah tuturan. Konteks tersebut sangat berperan dalam penentuan santun tidaknya sebuah tuturan. Tuturan D15 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 34 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 18 tahun. Mitra tutur adalah keponakan dari penutur. Tuturan terakhir, yaitu tuturan D16 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 34 tahun. MT perempuan berusia 21 tahun. MT adalah keponakan penutur. Kedua tuturan tersebut dikatakan oleh seorang perempuan kepada mitra tuturnya yang usianya relatif lebih muda dari penutur, ditambah dengan adanya kedekatan kekeluargaan. Penutur yang merasa usianya lebih tua dibandingkan mitra tuturnya lebih memiliki kemungkinan besar untuk berkata tidak santun. Terutama pula karena antara penutur dan mitra tutur terdapat kedekatan yang cukup baik. Penutur dapat saja dengan mudahnya mempermalukan mitra tutur, apalagi jika tuturannya dikatakan di depan orang lain. Tuturan D15 terjadi dalam suasana santai. Penutur dan mitra tutur berada di kamar. Selain penutur dan mitra tutur, kakak mitra tutur juga berada di kamar tersebut. Mitra tutur sedang mencoba baju yang baru dibelinya. Mitra tutur bertanya kepada penutur apakah baju itu cocok dengannya. Penutur menjawab
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
181
dengan sindiran karena penutur merasa baju itu tidak sesuai dengan badan mitra tutur yang sedikit lebih gemuk dari sebelumnya. Tuturan D16 terjadi dalam suasana santai ketika penutur sedang duduk di teras rumahnya. Mitra tutur baru saja datang bersama adiknya, lalu menyapa penutur. Selain penutur, terdapat 2 anggota keluarga lain yang duduk di teras itu. Penutur tidak membalas sapaan mitra tutur, tetapi malah menyindir mitra tutur yang tidak terlalu tinggi. Tuturan D15 yang terjadi di rumah pukul 13.30 WIB, tanggal 23 Mei 2013, ketika penutur dan mitra tutur berada di kamar hendak mencoba baju baru dikatakan penutur untuk menanggapi pertanyaan mitra tutur tentang cocok tidaknya baju yang sedang dicoba mitra tutur. Tuturan D16 yang terjadi di teras rumah pukul 13.15 WIB, tanggal 23 Mei 2013, ketika penutur tengah duduk santai di teras rumahnya dikatakan oleh penutur untuk menyindir mitra tutur dengan menanyakan apakah tingginya sudah bertambah. Tuturan D15 adalah bentuk tindak verbal representatif dengan menegaskan bahwa badan mitra tutur telah mulai gemuk, sehingga tidak sesuai lagi menggunakan pakaian ukuran S. Mitra tutur pun langsung melepas baju yang dicobanya sebagai bentuk tindak perlokusinya. Sedangkan, tuturan D16 adalah bentuk tindak verbal ekspresif. Penutur mengekspresikan sindirannya kepada mitra tutur yang tidak bertambah tinggi badannya. Mitra tutur pun hanya diam dan berlalu masuk ke dalam rumah. Ditinjau dari aspek lingual dan nonlingual, dapat ditentukan bahwa kedua tuturan tersebut adalah tuturan yang memberi sindiran kepada mitra tutur. Namun,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
182
maksud yang sebenarnya bukan menyindir. Dalam tuturan D15, penutur hanya mengomentari kondisi fisik mitra tutur saat ini tanpa bermaksud menyindir, hanya saja tuturannya dikatakan dengan sindiran. Lain pula dalam tuturan D16. Penutur menanyakan kepada mitra tutur tentang pertambahan tinggi badannya. Tuturan yang terkesan menyindir tersebut dimaksud penutur hanyalah sebagai candaan, karena penutur tahu bahwa mitra tutur memang memiliki fisik yang kurang tinggi. 4.3.4.4 Subkategori Kesal Tuturan D13 : “Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe gelo.” (Ah, kamu itu kalau diperintah membuat kecewa.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur hendak membuatkan minuman untuk tamunya. MT sedang menyiapkan buku pelajarannya besok. Penutur menyuruh MT untuk membeli gula di warung depan rumahnya. MT tidak langsung pergi karena ia ingin merapikan bukubukunya terlebih dahulu. Penutur kesal, lalu memarahi MT dengan nada tinggi, padahal sedang ada tamu.) Tuturan D18 : “Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di UNS.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang membicarakan tentang kelanjutan kuliah penutur di ruang keluarga. MT memberi tawaran kepada penutur untuk melanjutkan kuliah di UIN atau di UNS. Penutur tidak tertarik melanjutkan kuliah di UNS. Penutur langsung menolak tawaran MT sambil beranjak meninggalkan MT.)
Tuturan D13 yang berwujud “Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe gelo.” dikatakan penutur dengan ketus dan bersuara keras. Penutur membuat mitra tutur malu karena tuturannya dikatakan di depan tamu penutur. Penutur juga tidak mempedulikan kesibukan mitra tutur. Tuturan D18 yang berwujud “Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di UNS.” dikatakan penutur ketus kepada orang yang lebih tua. Tuturan tersebut membuat mitra tutur cukup malu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
183
karena dikatakan di depan anggota keluarga yang lain. Pengunaan bahasa nonstandar dipilih oleh penutur untuk menyatakan tuturannya. Tuturan D13 menggunakan bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa, sedangkan tuturan D18 menggunakan bahasa nonstandar dalam bahasa Indonesia dengan melibatkan kata tidak baku mau, aja, dan gak. Dalam tuturan D13 terdapat kata fatis ah yang berfungsi sebagai penegas sebuah tuturan. Nada tutur yang terlibat dalam kedua tuturan tersebut adalah nada tinggi dan sedang. Tuturan D13 dikatakan penutur dengan tekanan keras pada kata gelo dan berintonasi berita yang ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Tuturan D18 dikatakan penutur dengan tekanan keras pada frasa gak mau dan berintonasi berita juga, sama dengan tuturan D13. Kemudian, dalam menentukan santun tidaknya sebuah tuturan, aspek konteks perlu juga terlibat di dalamnya. Tuturan D13 dikatakan oleh penutur perempuan yang berusia 41 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 12 tahun. Mitra tutur tersebut adalah anak penutur. Tuturan D18 dikatakan penutur perempuan berusia 22 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 47 tahun. Mitra tutur tersebut adalah ibu dari penutur. Kedua tuturan tersebut menunjukkan adanya hubungan ibu dan anak. Sayangnya kedekatan tersebut justru memberi peluang adanya interaksi yang kurang santun di antaranya. Tuturan D13 terjadi dalam suasana santai ketika penutur hendak membuatkan minuman untuk tamunya, tetapi penutur kehabisan gula. Kemudian, penutur menyuruh mitra tutur untuk membeli gula di warung depan rumahnya. Mitra tutur yang sedang menyiapkan buku pelajarannya besok tidak langsung pergi karena ia ingin merapikan buku-bukunya terlebih dahulu. Penutur kesal, lalu memarahi mitra
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
184
tutur dengan nada tinggi, padahal sedang ada tamu. Tuturan D18 terjadi dalam suasana serius. Penutur dan mitra tutur sedang membicarakan tentang kelanjutan kuliah penutur di ruang keluarga. Mitra tutur memberi tawaran kepada penutur untuk melanjutkan kuliah di UIN atau di UNS. Namun, penutur tidak tertarik melanjutkan kuliah di UNS. Penutur langsung menolak tawaran mitra tutur sambil beranjak meninggalkan mitra tutur. Tuturan D13 yang terjadi di rumah pukul 19.30 WIB, tanggal 20 Mei 2013 dikatakan penutur untuk memarahi mitra tutur yang tidak langsung melaksanakan perintahnya. Tuturan D18 yang terjadi di rumah pada malam hari dikatakan penutur memberi penolakan akan tawaran mitra tutur untuk melanjutkan kuliah di UNS. Kedua tuturan tersebut tergolong dalam bentuk tindak verbal yang berbeda. Tuturan D13 adalah bentuk tindak verbal ekspresif, sedangkan tuturan D18 tindak verbal representatif. Tuturan D13 adalah ekspresi kekesalan penutur terhadap mitra tutur, sedangkan tuturan D18 adalah penegasan penolakan penutur tawaran mitra tutur. Tindak perlokusi yang terjadi setelah tuturan D13 adalah mitra tutur yang langsung pergi melaksanakan perintah penutur. Mitra tutur dalam tuturan D18 hanya menuruti kemauan mitra tutur. Kedua tuturan tersebut jelas merupakan bentuk kekesalan penutur terhadap mitra tutur. Hal itu dapat dilihatdari konteks dalam tuturan tersebut. Maksud kesal memang diakui oleh penutur dalam tuturan D13. Dalam tuturan tersebut, penutur kesal terhadap mitra tutur yang tidak langsung melaksanakan perintahnya. Penutur merasa bahwa jika memberi perintah kepada mitra tutur itu sama halnya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
185
membuat diri sendiri kesal. Namun, maksud penutur dalam tuturan D18 sebenarnya ingin memprotes tawaran yang diusulkan oleh mitra tutur.
4.3.4.5 Subkategori Meremehkan Tuturan D2 : “Kowe ki mbok mengko wae nek arep nonton, aku disek.” (Kamu itu nanti saja kalau mau nonton, aku dulu.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berada di ruang keluarga. MT baru keluar dari kamar hendak menonton televisi. Penutur menyuruh mitra tutur untuk menonton televisi nanti saja. Padahal penutur sejak tadi menonton televisi. Penutur merasa lebih tua dibanding MT, sehingga ia bisa mengatur seenaknya. Di ruangan itu terdapat anggota keluarga yang lain.) Tuturan D17 : “Lah, mboh mbiyen.” (Lah, tidak tahu dulu.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT berada di ruang tamu. Penutur duduk di samping MT. Selain penutur dan MT, ada pula 3 orang tamu. MT bertanya kepada penutur. Penutur menjawab pertanyaan MT dengan sinis, padahal penutur tahu mereka tinggal di rumahnya sejak ia kecil, tetapi penutur malas menghitung sudah berapa lama.)
Tuturan D2 yang berwujud “Kowe ki mbok mengko wae nek arep nonton, aku disek.” dikatakan penutur dengan ketus dan sinis. Penutur memerintah mitra tutur dengan seenaknya. Sikapnya yang senioritas tentu menyinggung mitra tutur, apalagi tuturan tersebut dikatakan di depan anggota keluarga yang lain. Tuturan D17 yang berwujud “Lah, mboh mbiyen.” dikatakan penutur dengan ketus dan sinis pula. Tuturan yang dikatakan tanpa melihat ke mitra tutur dan di depan tamu tentulah membuat mitra tutur malu. Kedua tuturan tersebut dikatakan dengan penggunaan diksi yang sama, yaitu bahasa nonstandar dengan bahasa Jawa. Kata fatis lah dalam tuturan D17 menekankan kesan tidak santun dalam tuturan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
186
tersebut. Tuturan D2 dikatakan oleh penutur dengan nada tutur sedang, bertekanan lunak pada mengko wae, dan berintonasi perintah dengan pola intonasi datartinggi. Sedangkan, tuturan D17 dikatakan penutur dengan nada rendah, bertekanan lunak pada kata mbiyen, dan berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) menyinggung soal konteks yang melingkupi sebuah tuturan. Tuturan D2 dikatakan oleh penutur laki-laki berusia 26 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 15 tahun. Mitra tutur adalah adik penutur. Tuturan D17 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 30 tahun kepada mitra tutur perempuan berusia 56 tahun. Mitra tutur adalah ibu dari penutur. Tuturan D2 terjadi dalam suasana santai di mana penutur sedang berada di ruang keluarga. Mitra tutur baru keluar dari kamar hendak menonton televisi. Penutur menyuruh mitra tutur untuk menonton televisi nanti saja. Padahal penutur sejak tadi menonton televisi. Penutur merasa lebih tua dibanding mitra tutur, sehingga ia bisa mengatur seenaknya. Di ruangan itu terdapat anggota keluarga yang lain. Hal tersebut membuat mitra tutur malu. Tuturan D17 terjadi dalam suasana santai pula ketika penutur dan mitratutur berada di ruang tamu. Penutur duduk di samping mitra tutur. Selain penutur dan mitra tutur, ada pula 3 orang tamu. Mitra tutur bertanya kepada penutur. Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur dengan sinis, padahal penutur tahu mereka tinggal di rumahnya sejak ia kecil, tetapi penutur malas menghitung sudah berapa lama. Tuturan D2 yang terjadi di rumah pada malam hari dikatakan penutur untuk melarang MT yang hendak menonton televisi. Sedangkan tuturan D17 yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
187
terjadi di rumah, pukul 18.00 WIB, tanggal 16 April 2013 dikatakan penutur untuk menanggapi pertanyaan MT tentang berapa lama mereka tinggal di rumah itu. Tuturan D2 adalah bentuk tindak verbal direktif yang memberi perintah kepada mitra tutur untuk tidak menonton televisi. Mitra tutur pun tidak jadi menonton televisi karena merasa sudah dipermalukan di depan anggota keluarga yang lain. Tuturan D17 adalah bentuk tindak verbal ekspresif. Penutur hanya mengekpresikan tanggapannya kepada mitra tutur. Mitra tutur yang tidak mendapat jawaban atas pertanyaannya, lalu menghitung sendiri sudah berapa lama mereka tinggal di rumah itu. Dari konteks yang ada, dapatlah tuturan D2 dan D17 digolongkan dalam subkategori meremehkan, karena dari tuturan penutur sangat jelas bahwa penutur kurang menghargai mitra tutur. Tidak hanya terkesan meremehkan, uturan D2 diakui penutur memiliki maksud untuk melarang mitra tutur agar tidak menonton televisi terlebih dahulu. Penutur memberi kesempatan bagi mitra tutur menonton televisi setelah penutur selesai menonton. Penutur hanya menanggapi tuturan mitra tutur yang kurang jelas dengan mengatakan bahwa ia tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh mitra tutur, tetapi dalam tuturan D7 ini penutur memberi tuturan yang terkesan meremehkan.
4.3.5 Menimbulkan konflik Dalam pandangan Bousfield (2008), ketidaksantunan dalam berbahasa dipahami sebagai, ‘The issuing of intentionally gratuitous and conflictive facethreatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed.’ Bousfield memberikan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
188
penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ (gratuitous), dan konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak santun itu. Jadi apabila perilaku berbahasa seseorang itu mengancam muka, dan ancaman terhadap muka itu dilakukan secara sembrono (gratuitous), hingga akhirnya tindakan berkategori sembrono demikian itu mendatangkan konflik, atau bahkan pertengkaran, dan tindakan tersebut dilakukan dengan kesengajaan (purposeful), maka tindakan berbahasa itu merupakan
realitas
ketidaksantunan.
Tuturan
lisan
tidak
santun
yang
menimbulkan konflik terbagi dalam empat subkategori, yaitu subkategori mengancam, mengejek, memperingatkan, dan kesal. Pada kategori ini, terjadinya konflik antara penutur dan mitra tutur menjadi efek yang parah pada keempat subkategori tersebut.
4.3.5.1 Subkategori Mengancam Tuturan E1 : “Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci kapok kowe!” (Adek!!! Heh, aku masukkan kamar aku kunci kapok kamu.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu dan berbincang-bincang. MT bermain-main dengan temannya di sekitar penutur dan tamunya. Penutur sudah menegur MT berkali-kali, tetapi MT tidak mengindahkan teguran penutur yang menyuruh MT bermain agak jauh dari penutur dan tamunya. Penutur merasa sangat terganggu dengan tingkah MT. Penutur menegur lagi dengan marah. MT merasa tidak mengganggu. Mendengar teguran penutur, MT langsung membalas dengan memukul kepala penutur lalu berlari meninggalkan penutur.) Tuturan E9 : “Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru pulang dari pasar. MT berada di dalam kamar sedang bermain gitar. Melihat MT, penutur langsung kesal karena seharusnya MT masih kuliah. Penutur merasa MT tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh penutur yang sudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
189
membiayai kuliahnya. MT tidak terima dengan tuturan penutur karena ia merasa diremehkan.) Tuturan E1 yang berwujud “Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci kapok kowe!” dikatakan dengan sinis dan berteriak. Sambil berkacak pinggang, penutur mengancam mitra tutur yang sulit diberi tahu. Sementara itu, tuturan E9 yang berwujud “Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.” juga dikatakan dengan sinis. Penutur mengancam mitra tutur untuk hidup sendiri. Cara-cara demikian dinilai tidak santun karena tidak mengindahkan mitra tutur. Ditambah pula dengan pemilihan kata atau diksi dalam setiap tuturan yang juga mempengaruhi santun tidaknya sebuah tuturan. Kedua tuturan tersebut menggunakan diksi bahasa nonstandar. Kesan tidak santun semakin melekat pada tuturan insan penutur ketika bahasa nonstandar yang berkembang dalam masyarakat menjadi diksi andalan dalam setiap tuturan. Tuturan E1 yang menggunakan bahasa Jawa menjadikan bahasa tersebut dialek khas dalam interaksi sehari-harinya. Sedangkan, tuturan E9 menggunakan bahasa nonstandar dalam bahasa Indonesia, karena kata tidak baku ikut serta di dalamnya. Kata tidak baku mau, enggak, kalo, usah, dan cari, serta kata manut yang diadopsi dari bahasa Jawa menandai penggunaan bahasa nonstandar dalam tuturan ini. Dengan adanya penggunaan kata fatis heh, tuturan E1 menjadi semakin tidak santun karena kata fatis tersebut bertugas mempertegas kesan tidak santun. Kemudian aspek suprasegmental, yaitu nada, tekanan, dan intonasi pun ikut menjadi penentu santun tidaknya sebuah tuturan. Tuturan E1 dikatakan dengan nada tinggi, bertekanan keras pada kata
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
190
adek, dan berintonasi seru dengan pola intonasi tinggi. Sedangkan, tuturan E9 dikatakan dengan nada sedang, bertekanan keras pada frasa kuliah apa enggak, dan berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Ketiga aspek tersebut mencirikan adanya kesan tidak santun pada kedua tuturan tersebut. Dengan teori Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13), ketidaksantunan sebuah tuturan dapat ditinjau pula dari aspek konteks yang mengikutinya. Tuturan E1 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 35 tahun kepada mitra tutur lakilaki berusia 3 tahun yang adalah anak dari penutur sendiri. Sedangkan, tuturan E9 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 28 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 20 tahun. Mitra tutur adalah adik dari penutur. Kedua tuturan tersebut dikatakan oleh perempuan yang usianya sudah cukup matang. Tuturan tidak santun yang tercetus dari kedua penutur tersebut dipengaruhi oleh efek emosional penutur saat itu. Tuturan E1 yang timbul dalam suasana tegang tersebut terjadi di halaman rumah, pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. Ketika itu, penutur sedang menerima tamu dan berbincang-bincang. Mitra tutur bermain-main dengan temannya di sekitar penutur dan tamunya. Penutur sudah menegur mitra tutur berkali-kali, tetapi mitra tutur tidak mengindahkan teguran penutur yang menyuruh mitra tutur bermain agak jauh dari penutur dan tamunya. Penutur merasa sangat terganggu dengan tingkah mitra tutur. Penutur menegur lagi dengan marah. Mitra tutur merasa tidak mengganggu. Mendengar teguran penutur, mitra tutur langsung membalas dengan memukul kepala penutur lalu berlari meninggalkan penutur. Tuturan E9 terjadi di rumah pada siang hari ketika penutur baru pulang dari pasar. Tuturan tersebut terjadi dalam suasana tegang ketika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
191
penutur baru pulang dari pasar dan mendapati mitra tutur berada di dalam kamar sedang bermain gitar. Melihat mitra tutur, penutur langsung kesal karena seharusnya mitra tutur masih kuliah. Penutur merasa mitra tutur tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh penutur yang sudah membiayai kuliahnya. Penutur lalu mengancam mitra tutur untuk membiayai kuliahnya sendiri jika tidak mengikuti aturan darinya. Mitra tutur tidak terima dengan tuturan penutur karena ia merasa diremehkan. Mitra tutur langsung menghidupkan motor dengan mengeraskan gas motor lalu pergi hingga larut malam. Setiap tuturan memiliki tujuan tertentu dari si penutur. Tuturan E1 dikatakan penutur untuk memarahi mitra tutur yang tidak mau sekolah, justru bermain-main. Sedangkan, tuturan E9 dikatakan penutur untuk memarahi mitra tutur yang membolos kuliah. Kedua tuturan tersebut adalah bentuk tindak verbal komisif. Tuturan E1 merujuk pada sebuah kekesalan penutur kepada mitra tutur sehingga mengancamnya hendak mengunci mitra tutur dalam kamar. Mitra tutur bukannya mengindahkan penutur, justru memukul kepala mitra tutur sebagai tindak perlokusinya. Sedangkan tuturan E9, penutur yang kesal dengan mitra tutur yang tidak masuk kuliah mengancam mitra tutur agar hidup sendiri tanpa meminta bantuan penutur jika tidak menuruti aturan dari penutur. Mitra tutur yang kesal dengan ancaman penutur langsung menghidupkan motor dengan mengeraskan gas motornya lalu pergi hingga larut malam. Dilihat dari segi konteks itulah, kedua tuturan tersebut tergolong dalam subkategori mengancam, karena tuturan mengandung makna ancaman. Tetapi dibalik makna tersebut, terdapat maksud yang dimiliki oleh penutur sendiri.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
192
Dalam tuturan E1, penutur menakut-nakuti akan mengunci mitra tutur dalam kamar. Sayangnya, penutur menakut-nakutinya dengan ancaman, sehingga bukannya membuat mitra tutur nakut, melainkan justru memukul kepala penutur. Tuturan E9 dimaksudkan penutur untuk mengingatkan mitra tutur yang tidak lain adalah adiknya yang tidak berangkat kuliah untuk rajin kuliah. Kedua tuturan tersebut sangatlah tampak tidak santun, diikuti dengan konteks dan maksud tersebut.
4.3.5.2 Subkategori Mengejek Tuturan E2 : “Halah, ibu ki silit, silit!!!” (Halah, ibu itu ‘silit, silit’!!!) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika MT sedang menerima tamu di ruang tamu bersama dengan anggota keluarga yang lainnya. Tiba-tiba, penutur yang sebelumnya berada di ruang keluarga sedang menonton televisi keluar ke ruang tamu dan meneriaki MT dengan tuturan yang mengejek MT. Tuturan penutur sangat membuat terkejut tamu dan anggota keluarga yang lain. MT lalu menarik penutur masuk ke ruang keluarga dan memarahinya. MT menghukum penutur dengan tidak memperbolehkan penutur menonton televisi lagi.)
Tuturan E2 yang berwujud “Halah, ibu ki silit, silit!!!” adalah tuturan ejekan kepada mitra tutur yang diucapkan dengan sedikit berteriak. Parahnya, tuturan tersebut dikatakan kepada orang yang lebih tua. Ketidaksantunan penutur didukung dengan pemilihan diksi bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia memiliki arti yang tidak sopan. Kata fatis halah ditambahkan pula dalam tuturan guna mempertegas efek tidak santun dalam tuturan tersebut. Dengan nada tinggi, bertekanan keras pada kata silit, dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
193
berintonasi seru dengan pola intonasi yang tinggi semakin menekankan adanya kesengajaan penutur mengejek mitra tutur. Sesuai dengan pendapat Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13), tuturan memiliki sejumlah aspek yang mengikutinya. Tuturan yang merupakan ejekan tersebut dikatakan oleh penutur laki-laki, seorang anak yang masih berusia 5 tahun kepada mitra tutur perempuan, ibu penutur sendiri yang berusia 30 tahun. Seorang anak dengan usia demikian tentulah sangat rentan dalam perkembangan kebahasaannya. Ia akan dengan gampangnya meniru penggunaan bahasa di lingkungan sekitarnya dan menerapkannya dalam interaksi di rumah. Sebenarnya, tuturan tersebut terjadi dalam suasana santai yang terjadi di rumah, pukul 18.00 WIB, tanggal 16 April 2013, ketika penutur keluar dari ruang keluarga ke ruang tamu. Saat itu, mitra tutur sedang menerima tamu di ruang tamu bersama dengan anggota keluarga yang lainnya. Tiba-tiba, penutur yang sebelumnya berada di ruang keluarga sedang menonton televisi keluar ke ruang tamu dan meneriaki mitra tutur dengan tuturan yang mengejek mitra tutur dengan ejekan silit. Tuturan penutur tersebut sangat membuat terkejut tamu dan anggota keluarga yang lain. Mitra tutur lalu menarik penutur masuk ke ruang keluarga dan memarahinya. Mitra tutur menghukum penutur dengan tidak memperbolehkan penutur menonton televisi lagi. Tujuan penutur mengatakan tuturan demikian sebenarnya untuk mencari perhatian mitra tutur. Dengan demikian, tuturan E2 adalah bentuk tindak verbal ekspresif di mana penutur mengekspresikan ejekannya kepada mitra tutur yang tengah bercengkerama dengan tamunya. Ekspresi penutur tersebut menimbulkan konflik karena mitra tutur langsung memarahi dan menghukum
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
194
penutur dengan tidak memperbolehkannya menonton televisi lagi. Hukuman tersebut sebagai tindak perlokusi dari mitra tutur. Berdasarkan aspek konteks tersebut, tuturan E2 dapatlah diklasifikasikan dalam subkategori mengejek yang mengandung makna mengejek. Maksud mengejek pula yang diakui penutur. Semakin jelas tuturan tersebut adalah tuturan yang tidak santun. Tuturan ini terkesan begitu kasar karena menggunakan katakata tabu dan memberikan kesan ‘jorok’. Penutur mengejek mitra tutur yang adalah ibunya dengan kata silit. Karena kata-kata itulah, mitra tutur menjadi marah dan berujung konflik antara penutur dan mitra tutur.
4.3.5.3 Subkategori Memperingatkan Tuturan E5 : “Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono kuwi marai tuman.” (Pak, kamu apa-apa untuk anak dibelikan. Seperti itu membuat kebiasaan.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang berada di ruang keluarga. Penutur menegur MT yang dengan mudahnya menuruti permintaan anaknya. MT merasa dipojokkan oleh tuturan penutur. MT lalu membela diri, tetapi penutur masih saja menyalahkan MT yang terlalu memanjakan anak. MT semakin kesal dan membalas tuturan penutur dengan ketus.) Tuturan E7 : “Aku juga butuh makan, cepetan!!!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur dan MT sedang bersiap mengerjakan tugas masing-masing. MT yang bertugas mengantar penutur ke pasar tidak cepat-cepat bersiap. Penutur mulai terpancing emosi dan meneriaki MT. MT yang tersinggung dengan tuturan penutur langsung menanggapi dengan kesal pula lalu masuk ke kamar sambil menutup pintu kamar dengan keras.) Tuturan E5 yang berwujud “Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono kuwi marai tuman.” dikatakan dengan sinis dan tanpa melihat ke arah mitra tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
195
karena penutur sambil mengerjakan pekerjaan lain. Sementara, tuturan E7 dikatakan oleh penutur dengan sinis sambil berkacak pinggang. Sikap-sikap seperti itu dinilai tidak sopan dalam berinteraksi. Ditambah pula diksi nonstandar yang dipilih penutur. Tuturan E5 menggunakan diksi bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa, di mana bahasa tersebut adalah identitas kedaerahan masyarakat Jawa dalam interaksi sosialnya. Bahasa Indonesia digunakan dalam tuturan E7, tetapi dengan diksi bahasa nonstandar. Di dalamnya terdapat kata tidak baku butuh dan cepetan, yang dalam bahasa baku semestinya membutuhkan dan cepat. Unsur
suprasegmental,
seperti
nada,
tekanan,
dan
intonasi
juga
mempengaruhi kesan tidak santun yang ditimbulkan dalam sebuah tuturan. Seperti pendapat Pranowo bahwa aspek nada dalam bertutur mempengaruhi kesantunan berbahasa seseorang. Tuturan E5 bernada tutur sedang, sedangkan tuturan E7 bernada tinggi. Nada tutur tersebut mengikuti suasana hati penutur, ketika penutur tidak dalam keadaan emosi, penutur dapat berbicara dengan nada sedang. Sebaliknya, penutur yang mulai emosi berbicara dengan nada tinggi. Tekanan dari kedua tuturan tersebut juga berbeda. Tuturan E5 bertekanan lunak pada frasa marai tuman, sedangkan tuturan E7 bertekanan keras pada kata cepetan. Intonasi berita dengan pola datar-turun dapat dilihat pada tuturan E5, sedangkan tuturan E7 berintonasi perintah dengan pola datar-tinggi. Intonasi menunjukkan latar belakang budaya dari penuturnya. Sesuai dengan pendapat Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13), setiap tuturan terdapat konteks yang mengikuti setiap tuturan tersebut. Tuturan E5 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 37 tahun kepada mitra tutur laki-laki
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
196
berusia 40 tahun yang merupakan suami dari penutur. Dengan kedekatan emosional seperti itu, tentulah sangat mungkin munculnya suatu interaksi kebahasaan yang kurang santun di antara suami istri. Tuturan yang terjadi di rumah pada malam hari itu tercetus dalam suasana serius, ketika penutur dan mitra tutur sedang membicarakan tentang anak mereka. Penutur yang berada di ruang keluarga bersama mitra tutur menegur mitra tutur yang dengan mudahnya menuruti permintaan anaknya. Karena merasa dipojokkan oleh penutru, mitra tutur pun membela diri. Namun, penutur masih saja menyalahkan mitra tutur terlalu memanjakan anaknya. Mitra tutur pun semakin kesal dan membalas tuturan penutur dengan ketus. Terjadilah adu mulut yang cukup panjang antarkeduanya. Sedangkan, tuturan E7 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 25 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 20 tahun. Mitra tutur adalah adik penutur. Hal itu menunjukkan adanya kesewenang-wenangan penutur kepada mitra tutur yang lebih muda darinya. Tuturan tersebut terjadi di rumah pada pagi hari ketika penutur dan mitra tutur sedang bersiap mengerjakan tugas masingmasing. Bahkan, dalam suasana tegang ketika penutur dan mitra tutur sedang bersiap mengerjakan tugas masing-masing. Mitra tutur yang bertugas mengantar penutur ke pasar tidak cepat-cepat bersiap. Penutur mulai terpancing emosi dan meneriaki mitra tutur untuk lebih cekatan. Mitra tutur yang tersinggung dengan tuturan penutur langsung menanggapi dengan kesal pula lalu masuk ke kamar sambil menutup pintu kamar dengan keras. Tujuan penutur dalam tuturan E5 memang ingin menegur mitra tuturnya yang selalu menuruti permintaan anaknya. Tuturan E7 dikatakan penutur untuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
197
memarahi mitra tutur yang sangat lambat dalam mengerjakan sesuatu. Tuturan E5 adalah bentuk tindak verbal ekspresif, di mana penutur mengekspresikan kekesalannya terhadap mitra tutur melalui teguran tersebut. Dengan teguran tersebut, mitra tutur justru balas marah kepada penutur karena ia merasa dipojokkan. Balasan tersebut sebagai tindak perlokusi dari tuturan penutru. Tuturan E7 adalah bentuk tindak verbal direktif, penutur memberi menyuruh mitra tutur untuk bertindak secara cepat dalam mengerjakan sesuatu. Mitra tutur yang tidak menyukai tuturan penutur langsung masuk ke kamar dengan menutup pintu kamar dengan keras sebagai tindak perlokusinya. Dari konteks tersebut, dapat dilihat bahwa kedua tuturan tersebut merupakan peringatan penutur kepada mitra tuturnya. Dibalik makna dalam subkategori, ada maksud yang hanya dimiliki oleh penutur itu sendiri. Tuturan E5 tersirat maksud penutur yang melarang mitra tutur agar tidak dengan mudahnya menuruti permintaan anaknya. Menurut penutur, hal itu akan menjadikan kebiasaan buruk bagi sang anak. Sedangkan dalam tuturan E7, penutur memang bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa yang membutuhkan makan bukan hanya mitra tutur, tetapi penutur pula. Oleh sebab itu, penutur mengharapkan pengertian mitra tutur untuk bersiap-siap dengan cepat dan menyelesaikan tugasnya saat itu dengan cepat agar waktu yang ada dapat dibagi dengan baik. 4.3.5.4 Subkategori Kesal Tuturan E4 : “Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.” (Halah, ibu itu pelit sekali, tidak seperti bapak.) (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur sedang memainkan mainannya. MT sedang membersihkan rumah. Penutur merasa mainannya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
198
kurang, ia meminta mainan baru kepada MT. MT menyuruh penutur untuk bersabar karena MT belum memiliki uang lebih untuk membelikan mainan baru untuk penutur. Penutur justru menanggapi nasihat MT dengan marah. Penutur membanding-bandingkan MT dengan ayahnya yang tidak pelit. Karena dibanding-bandingkan, MT langsung memarahi penutur yang tidak bisa memahami keadaan orang tuanya.) Tuturan E6 : “Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!!” (Konteks tuturan: Tuturan terjadi ketika penutur baru saja pulang dari pasar. Sesampai di rumah, penutur mendapat laporan dari nenek MT bahwa MT membolos dari sekolah. Penutur langsung menghampiri MT yang berada di meja makan hendak mengambil makan. Penutur langsung memarahi MT yang bandel tidak mau sekolah. Mendengar tuturan penutur, MT tidak jadi mengambil makanan, tetapi justru membanting piring yang dipegangnya. Tanpa membalas tuturan penutur, MT langsung pergi meninggalkan penutur dengan kesal. Sebenarnya MT izin pulang dari sekolah karena sakit, tetapi ia belum sempat menjelaskan kepada penutur, penutur sudah marah dahulu.)
Tuturan E4 yang berwujud “Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.” dituturkan
oleh penutur dengan sinis kepada orang yang lebih tua. Penutur
dengan sengaja membandingkan mitra tutur dengan ayahnya. Tuturan E6 yang berwujud “Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!!” dikatakan oleh penutur dengan suara keras sambil berkacak pinggang.
Kedua tuturan tersebut
menggunakan diksi yang sama, yaitu bahasa nonstandar, tetapi dalam bahasa yang berbeda. Tuturan E4 menggunakan bahasa Jawa yang dalam masyarakat Jawa menjadi ciri kedaerahannya yang selalu digunakan dalam interaksi sehari-hari. Sedangkan, dalam tuturan E6 terdapat kata umpatan, yaitu bandel, nakal, dan kurangajar. Umpatan tersebut tentulah telah menunjukkan adanya kesan tidak santun yang tersirat dalam tuturan tersebut. Kedua tuturan tersebut didukung pula dengan penggunaan kata fatis halah dan kok yang memberi penegasan pada kesan tidak santun. Tuturan E4 dikatakan dengan nada sedang, bertekanan keras pada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
199
kata pelit, dan berintonasi berita berita dengan pola datar-turun. Sedangkan tuturan E6 dikatakan dengan nada tinggi, bertekanan keras pada kata bandel, nakal, kurangajar, dan berintonasi seru dengan pola intonasi yang tinggi. Nada, tekanan, dan intonasi dalam sebuah tuturan adalah aspek yang memperngaruhi ketidaksantunan berbahasa seseorang. Selanjutnya, dari aspek konteks situasi yang melingkupi sebuah tuturan juga sangat berpengaruhi kadar santun dan tidak santunnya sebuah tuturan. Leech (1983) dalam Wijana (1996:10−13) mengemukakan sejumlah aspek yang mengikuti sebuah tuturan, yaitu (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan tutur, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan, dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal. Tuturan E4 yang dikatakan oleh penutur laki-laki berusia 11 tahun ditujukan kepada mitra tutur perempuan berusia 37 tahun. Mitra tutur tersebut adalah ibu dari penutur. kemudian, tuturan E6 dikatakan oleh penutur perempuan berusia 40 tahun kepada mitra tutur laki-laki berusia 13 tahun. Mitra tutur adalah anak dari penutur. Tuturan E4 yang dikatakan oleh anak usia belasan tahun tentulah dilandasi oleh perkembangan psikis remaja yang belum matang. Tidak hanya dalam usia belum matang, tetapi dalam usia yang sudah cukup matang pun, tuturan tidak santun pun dapat terucap dari penutur. Hal itu dipengaruhi oleh keadaan emosi penutur saat itu. Tuturan E4 terjadi dalam suasana santai ketika penutur sedang memainkan mainannya dan mitra tutur sedang membersihkan rumah. Penutur merasa mainannya kurang, ia meminta mainan baru kepada mitra tutur. Mitra tutur menyuruh penutur untuk bersabar karena mitra tutur belum memiliki uang lebih
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
200
untuk membelikan mainan baru untuk penutur. Penutur justru menanggapi nasihat mitra tutur dengan marah. Penutur membanding-bandingkan mitra tutur dengan ayahnya yang tidak pelit. Karena dibanding-bandingkan, mitra tutur langsung memarahi penutur yang tidak bisa memahami keadaan orang tuanya. Masih pada subkategori yang sama, tuturan E6 terjadi dalam suasana tegang ketika penutur baru saja pulang dari pasar dalam kondisi lelah. Sesampai di rumah, penutur mendapat laporan dari nenek mitra tutur bahwa mitra tutur membolos dari sekolah. Penutur langsung menghampiri mitra tutur yang berada di meja makan hendak mengambil makan. Penutur langsung memarahi mitra tutur yang bandel tidak mau sekolah. Mendengar tuturan penutur, mitra tutur tidak jadi mengambil makanan, tetapi justru membanting piring yang dipegangnya. Tanpa membalas tuturan penutur, mitra tutur langsung pergi meninggalkan penutur dengan kesal. Sebenarnya mitra tutur izin pulang dari sekolah karena sakit, tetapi ia belum sempat menjelaskan kepada penutur, penutur sudah marah terlebih dahulu. Tuturan E4 yang terjadi pada sore hari ketika penutur sedang memainkan koleksi mainannya di ruang keluarga itu dikatakan penutur dengan tujuan untuk menunjukkan amarahnya kepada mitra tutur karena tidak dibelikan mainan. Tuturan E6 yang terjadi di rumah pada sore hari ketika penutur baru pulang dari pasar dikatakan penutur untuk memarahi mitra tutur yang bolos sekolah. Kedua tuturan adalah bentuk tindak verbal ekspresif. Penutur dalam tuturan E4 mengekspresikan kemarahannya kepada mitra tutur yang tidak segera membelikan mainan baru untuknya. Penutur yang tersulut emosi langsung memarahi penutur yang tidak bisa mengerti keadaan orang tuanya. Sedangkan, penutur dalam tuturan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
201
E6 mengekspresikan kekesalannya terhadap mitra tutur yang tidak masuk sekolah dengan alasan sakit perut. Mitra tutur tidak membalas tuturan penutur, tetapi justru membanting piring yang sedang dipegangnya lalu pergi hingga larut malam. Kedua tuturan tergolong dalam subkategori kesal tentulah karena tuturan tersebut mengandung makna kesal. Lain halnya dengan maksud yang dimiliki oleh penutur itu sendiri. Dibalik kekesalannya, penutur memiliki maksud tersendiri dalam tuturannya. Penutur dalam tuturan E4 memprotes mitra tutur yang tidak segera menuruti kemauannya, yaitu ingin mendapatkan mainan baru. Sedangkan dalam tuturan E6, penutur merasa sangat kesal terhadap mitra tutur yang adalah anaknya. Kekesalannya tersebut dikarenakan oleh mitra tutur yang tidak masuk sekolah dengan alasan sakit perut. Penutur merasa mitra tutur bandel dan tidak menghargai mitra tutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V PENUTUP
Bab ini terdiri dari dua hal pokok, yiatu (1) simpulan dan (2) saran. Simpulan berisi rangkuman keseluruhan isi dari penelitian ini. Sedangkan, saran berisi hal-hal relevan yang perlu diperhatikan untuk peneliti lanjutan, baik mahasiwa jurusan Bahasa Indonesia, maupun peneliti lain. Berikut adalah pemaparan dari kedua hal tersebut.
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis data, peneliti menemukan adanya tuturan lisan tidak santun dalam komunikasi lisan antaranggota keluarga pedagang yang berdagang di Pasar Besar Beringharjo, Yogyakarta. Temuan dalam hasil analisis data disimpulkan sebagai berikut.
5.1.1 Wujud Ketidaksantunan Wujud ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga pedagang disimpulkan dalam dua bagian, yaitu secara linguistik dan pragmatik. Wujud ketidaksantunan linguistik yang ditemukan peneliti berupa tuturan lisan tidak santun antaranggota keluarga yang telah ditranskripsi. Tuturan lisan tersebut teridentifikasi dalam lima kategori dan sebelas subkategori ketidaksantunan. Kategori ketidaksantunan berbahasa kategori ketidaksantunan melanggar norma, 202
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
203
kategori ketidaksantunan mengancam muka sepihak, kategori ketidaksantunan melecehkan muka, kategori ketidaksantunan menghilangkan muka, dan kategori ketidaksantunan menimbulkan konflik. Dalam kategori melanggar norma, terdapat subkategori menolak dan menentang. Subkategori dalam mengancam muka sepihak adalah kesal, memerintah, menyindir, memperingatkan, dan mengancam. Subkategori dari melecehkan muka adalah kesal, menyindir, mengejek, menentang, menolak, dan memperingatkan. Kemudian, subkategori dalam menghilangkan muka adalah mengejek, memperingatkan, menyindir, kesal, dan meremehkan. Kategori terakhir, yaitu menimbulkan konflik memiliki subkategori mengancam, mengejek, memperingatkan, dan kesal. Adanya subkategori tersebut berasal dari makna tuturan yang dipersepsi berdasarkan wujud dan konteks yang melingkupinya. Sementara, wujud ketidaksantunan pragmatik ditemukan oleh peneliti berupa cara penyampaian penutur yang mengikuti setiap tuturan lisan tidak santun. Secara umum, cara-cara penutur menyampaikan tuturannya dengan sinis, ketus, tanpa melihat ke mitra tutur.
5.1.2 Penanda Ketidaksantunan Penanda ketidaksantunan ditinjau dari aspek linguistik dan pragmatik pula. Penanda ketidaksantunan linguistik ditandai dengan diksi, penggunaan kata fatis, nada tutur, tekanan, dan intonasi dalam setiap tuturan. Sedangkan, penanda ketidaksantunan pragmatik tuturan lisan tidak santun berupa paparan konteks yang menyertai setiap tuturan. Pemaparan dari konteks setiap tuturan tersebut meliputi aspek penutur dan mitra tutur, aspek konteks yang dalam hal ini berupa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
204
situasi dan suasana terjadinya tuturan, aspek tujuan penutur, aspek tuturan sebagai bentuk tindak atau aktivitas, serta aspek tuturan sebagai produk tindak verbal.
5.1.2.1 Melanggar Norma Tuturan lisan tidak santun yang melanggar norma banyak ditandai dengan penggunaan diksi bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa; kata fatis ah, lho, ya, kok, wong, dan halah; nada tutur rendah dan sedang; tekanan lunak; intonasi berita dan tanya. Tuturan lisan tidak santun yang melanggar norma cenderung dikatakan oleh seorang anak dalam keluarga pedagang; dalam suasana santai; tindak verbal ekspresif, komisif, dan representatif; tindak perlokusi mitra tutur yang kesal hanya diam, tidak menanggapi tuturan penutur lagi.
5.1.2.2 Mengancam Muka Sepihak Tuturan lisan tidak santun yang mengancam muka sepihak ditandai dengan penggunaan diksi bahasa nonstandar; kata fatis kok, sih, lho,dan lah; nada tutur sedang dan tinggi; tekanan lunak dan keras; intonasi berita, tanya, perintah, dan seru. Tuturan lisan tidak santun yang mengancam muka dapat dilakukan oleh siapa saja dalam keluarga; dalam suasana santai dan beberapa serius; tindak verbal ekspresif, direktif, representatif, dan komisif; tindak perlokusi mitra tutur merasa tersinggung, tetapi tidak disadari oleh penutur.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
205
5.1.2.3 Melecehkan Muka Tuturan lisan tidak santun yang melecehkan muka ditandai dengan penggunaan diksi bahasa nonstandar; kata fatis heh, kok, yo, wong, ah, sih, halah, dan mbok;
nada tutur rendah, sedang, dan tinggi; tekanan lunak dan keras;
intonasi berita, tanya, dan perintah. Tuturan lisan tidak santun yang melecehkan muka dapat dituturkan oleh siapa saja dalam keluarga; dalam suasana santai, serius; tindak verbal ekspresif, direktif, dan representatif; tindak perlokusi mitra tutur tersinggung, tetapi tetap melakukan apa yang diinginkan penutur.
5.1.2.4 Menghilangkan Muka Tuturan lisan tidak santun yang menghilangkan muka ditandai dengan penggunaan diksi bahasa nonstandar; kata fatis lah, yo, mbok, kok, halah, lho, weh, ah, dan heh; nada tutur rendah, sedang, dan tinggi pada satu tuturan; tekanan lunak dan keras; intonasi berita, tanya, perintah, dan seru. Tuturan lisan tidak santun yang menghilangkan muka dapat dikatakan oleh siapa saja dalam keluarga; dalam suasana santai dan serius; tindak verbal ekspresif, representatif, dan direktif; tindak perlokusi mitra tutur merasa malu karena tuturan penutur tersebut dikatakan di depan orang lain.
5.1.2.5 Menimbulkan Konflik Tuturan lisan tidak santun yang menimbulkan konflik ditandai dengan penggunaan diksi bahasa nonstandar; kata fatis heh, halah, dan kok; nada tutur
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
206
sedang dan tinggi; tekanan lunak pada satu tuturan dan keras untuk tuturan lainnya; intonasi berita, perintah, dan seru. Tuturan lisan tidak santun yang menimbulkan konflik dapat dikatakan oleh siapa saja dalam keluarga; dalam suasana tegang, serius dan dapat pula dalam suasana santai; tindak verbal direktif, komisif, repersentatif, ekspresif; tindak perlokusi mitra tutur menjadi emosi dan munculah konflik antara penutur dan mitra tutur.
5.1.3 Maksud Ketidaksantunan Maksud sebuah tuturan hanya dimiliki oleh penutur. Hal itu karena maksud dalam sebuah tuturan melekat pada si pemilik tuturan atau penutur. Dalam kategori melanggar norma, penutur mengatakan tuturan tidak santunnya dengan maksud untuk menunda, protes, dan kesal kepada mitra tutur. Kategori mengancam muka sepihak memiliki maksud ketidaksantunan penutur untuk mengungungkapkan kekesalan, protes, mengusir, basa-basi, memperingatkan, dan bercanda kepada mitra tutur. Kemudian pada melecehkan muka, terdapat maksud memerintah, mengelak, kesal, mengomentari, menakut-nakuti, mengejek, basabasi, menyindir, memperingatkan, dan melarang mitra tutur akan suatu hal. Pada kategori menghilangkan muka, maksud menanggapi, bercanda, melarang, memperingatkan, menyindir, basa-basi, mengomentari, mengusir, kesal, dan protes diakui penutur merupakan maksud dari tuturan tidak santunnya. Kategori terakhir, yaitu menimbulkan konflik, penutur memiliki maksud untuk menakut-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
207
nakuti, mengejek, protes, melarang, memperingatkan, dan kesal dalam tuturan tidak santunnya.
5.2 Saran Berdasarkan hasil yang telah ditemukan, peneliti memberi beberapa saran bagi peneliti lanjutan yang ingin meneliti topik yang serupa dengan penelitian ini. Berikut adalah saran-saran dari peneliti.
5.2.1 Bagi Peneliti Lanjutan 1) Penelitian ini hanya meneliti ketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatik dalam lingkup keluarga saja. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan subjek dan ranah yang berbeda seperti ketidaksantunan dalam novel, ketidaksantunan berbahasa elit politik, suku, budaya, dan lain-lain. 2) Penelitian ini menemukan lima kategori dan sembilan subkategori. Diharapkan peneliti lanjutan dapat menemukan kategori dan subkategori ketidaksantunan
lain
untuk
melengkapi
teori
dalam
fenomena
ketidaksantunan ini. 3) Selain bidang ilmu pragmatik, data tuturan yang dianalisis dari segi wujud, penanda, dan maksud ketidaksantunan berbahasa linguistik dan pragmatik dapat dianalisis pula dari beberapa bidang ilmu lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
208
5.2.2 Bagi Keluarga Fenomena ketidaksantunan berbahasa merupakan fenomena baru dalam kajian ilmu pragmatik. Dengan hasil penelitian yang telah diuraikan, dengan adanya ikatan kekeluargaan yang sangat dekat, sebagai keluarga yang berkecimpung dalam profesi pedagang seharusnya dapat menghindari penggunaan bahasa yang tidak santun baik antaranggota keluarga. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau gambaran umum mengenai bentuk ketidaksantunan berbahasa itu sehingga dengan adanya acuan ketidaksantunan berbahasa anggota keluarga dapat mengurangi bahkan menghindari bertutur yang tidak santun, sebaliknya dapat bersikap dan berperilaku yang santun dengan orang tua, saudara, atau orang lain.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Achmad dan Alek Abdullah. 2013. Linguistik Umum. Jakarta: Erlangga. Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Bousfield, Derek dan Miriam A. Locher.2008. Impoliteness in Language: Studies on its Interplay with Power in Teory and Practice. New York: Mouton de Gruyter. Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana. Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia. Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Huang, Yan. 2007. Pragmatics. New York: Oxford University Press. Keraf, Gorys. 1987. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia. __________. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo. Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia. Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. London: Longman. _____________.1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terj. Jakarta: UI Press. Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
209
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
210
Muslich, Masnur. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia: Tinjauan Deskriptif Sistem Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. Noviyanti, Agustina Galuh Eka. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD. Nugroho, Miftah. 2009. “Konteks dalam Kajian Pragmatik” dalam Peneroka Hakikat Bahasa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Puspitarini, Olivia Melissa. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Dosen dan Mahasiswa Program Studi PBSID, FKIP, USD, Angkatan 2009—2011. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD. Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma _______________. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. ______________. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga. _______________. 2012. “Penelitian Kompetensi: Ketidaksantunan Pragmatik dan Linguistik Berbahasa dalam Ranah Keluarga (Family Domain)”. Presentasi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD. ______________. ____. “Re-interpretasi Konteks Pragmatik”. Jurnal. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguitis. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sumarsono. 2004. Filsafat Bahasa. Jakarta: Grasindo. _________. 2008. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Verhaar, J. W. M. 1996. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
211
Widyawari, Caecilia Petra Gading May. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID Angkatan 2009—2011 Universitas Sanata Dharma. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi. Wijana, I Dewa Putu & Muhammad Rohmadi. 2008. Semantik: Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka. Yule, George. 2006. Pragmatik. Terj. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Yuliastuti, Elizabeth Rita. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Guru dan Siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN
212
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
KORPUS DATA DAN TABULASI DATA KATEGORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA MELANGGAR NORMA
NO.
KODE
1.
A1
TUTURAN Cuplikan Tuturan 1 MT : “Gek belajar ndisek, Le, wes wektune belajar ki lho!” P : “Halah, mbok mengko ah, Bu.”
• • •
• •
PENANDA KETIDAKSANTUNAN PRESEPSI NONLINGUAL KETIDAKSANTUNAN LINGUAL (Topik dan Situasi) Kategori: melanggar norma. Intonasi berita. • Penutur disuruh oleh MT untuk belajar Subkategori: menolak karena sudah waktunya belajar. Partikel: halah, Wujud: ah. • Penutur sedang menonton TV di ruang • Penutur berbicara dengan tengah. Nada tutur: ketus. penutur berbicara • Aturan belajar di rumah adalah pukul • Penutur berbicara tanpa dengan nada 20.00 WIB. melihat ke MT. sedang. • Suasana ketika tuturan terjadi dalam • Penutur berbicara kepada keadaan santai. Tekanan: lunak orang yang lebih tua. pada kata • Tuturan terjadi di rumah pada malam mengko. • Penutur tidak menaati hari. peraturan di rumah. Diksi: bahasa • Penutur laki-laki berusia 15 tahun. MT nonstandar perempuan berusia 56 tahun. MT adalah dengan ibu dari penutur. menggunakan • Tujuan: penutur menanggapi dengan bahasa Jawa. kesal tuturan MT yang menyuruh penutur belajar. • Tindak verbal: ekspresif • Tindak perlokusi: MT hanya diam, tidak merespons tuturan penutur lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
2.
A2
Cuplikan Tuturan 2 MT : “Le, leh bali ojo bengibengi yo!” P : “Halah, ngopo lho, aturan opo ngono kuwi.”
3.
A3
Cuplikan Tuturan 3 MT : “Waktunya belajar dulu, nontonnya udah!” P : “Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini kok!” MT : “Gek belajar sana, nek
• Intonasi tanya. • Partikel: halah, lho. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada aturan opo. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT bertemu di ruang makan. Kategori: melanggar norma. Subkategori: menentang. • Penutur berpamitan kepada MT hendak Wujud: pergi keluar rumah pada malam hari. • Penutur berbicara dengan • MT memberi pesan kepada penutur agar ketus. tidak pulang larut malam. • Penutur berbicara tanpa • Penutur sudah mengetahui batas jam melihat ke MT. malam dalam keluarganya yaitu pukul • Penutur berbicara kepada 22.00 WIB. orang yang lebih tua. • Suasana ketika tuturan terjadi dalam • Penutur tidak menaati keadaan santai. peraturan di rumah. • Tuturan terjadi di rumah. • Penutur laki-laki berusia 15 tahun. MT perempuan berusia 56 tahun. MT adalah ibu dai penutur. • Tujuan: penutur menanggapi MT yang memberi pesan kepada penutur. • Tindak verbal: ekspresif • Tindak perlokusi: MT langsung diam, tidak menanggapi tuturan penutur.
• Intonasi berita. • Partikel: ya, kok, wong. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang.
• Penutur dan MT sedang berada di ruang Kategori : Melanggar norma. Subkategori: menentang. keluarga. Wujud: • Penutur sedang menonton televisi. • MT menyuruh penutur untuk belajar • Penutur berbicara dengan ketus. karena sudah pukul 20.00 WIB (waktu • Penutur berbicara tanpa belajar keluarga). melihat ke MT. • Suasana ketika tuturan terjadi dalam
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
gak tv-nya tak matiin ini!!!”
4.
A4
Cuplikan Tuturan 4 MT : “Kowe ki mbok belajar to!” P : “Halah, ora sinau, aku yo iso kok.”
• Tekanan: lunak pada kata bentar. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan dengan kata tidak baku bentar, masih, dan segini; penggunaan istilah bahasa Jawa wong.
keadaan santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 20.10 WIB, tanggal 6 Mei 2013. • Penutur laki-laki berusia 15 tahun. MT perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur. • Tujuan: penutur menanggapi MT yang menyuruhnya belajar. • Tindak verbal: komisif. • Tindak perlokusi: MT langsung meninggalkan penutur dengan kesal.
• Penutur berbicara kepada orang yang lebih tua. • Penutur tidak menaati peraturan di rumah. • Penutur menanggapi MT dengan sinis.
• Intonasi berita. • Partikel: halah, yo, kok. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada rendah. • Tekanan: lunak pada kata iso. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT berada di ruang keluarga Kategori : melanggar norma. Subkategori: menentang. sedang menonton televisi. • Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, Wujud: waktu belajar yang sudah ditetapkan • Penutur berbicara dengan ketus. dalam keluarga. • MT menyuruh penutur untuk belajar dulu. • Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. • Penutur merasa dirinya sudah pandai, • Penutur berbicara kepada oleh karenanya ia tidak mau belajar. orang yang lebih tua. • Penutur menjawab dengan kesal karena • Penutur tidak menaati merasa dirinya diatur-atur. peraturan di rumah. • Suasana ketika tuturan terjadi dalam • Penutur bersikap sinis keadaan santai. kepada MT. • Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. • Penutur laki-laki berusia 13 tahun. MT
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
perempuan berusia 40 tahun. MT adalah ibu dari penutur. • Tujuan: penutur menanggapi MT yang menyuruhnya belajar, sementara penutur merasa dirinya bisa tanpa belajar. • Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT langsung diam dan pergi dengan jawaban penutur yang tidak menuruti nasihatnya.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
KORPUS DATA DAN TABULASI DATA KATEGORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA MENGANCAM MUKA SEPIHAK
NO.
KODE
1.
B1
TUTURAN Cuplikan Tuturan 5 MT : “Wedange endi, Kung?” P : “Opo. Wong kowe ngentekke wedang e kung kok.”
• • •
• •
PENANDA KETIDAKSANTUNAN PRESEPSI NONLINGUAL KETIDAKSANTUNAN LINGUAL (Topik dan Situasi) Intonasi berita. • Penutur sedang membersihkan kandang Kategori : mengancam muka sepihak. burung peliharaannya. Partikel: wong, Subkategori : kesal. kok. • MT sedang bermain dengan temannya. Wujud: Nada tutur: • MT meminta dibuatkan susu. penutur berbicara • Sebelumnya, MT sudah menghabiskan • Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. dengan nada minuman penutur. sedang. • Penutur mengatakan tuturannya sambil • Penutur tidak merasa menyinggung MT. Tekanan: lunak asyik memandikan burung peliharaannya • Penutur mempedulikan pada frasa kowe tanpa melihat MT. akibat dari tuturannya. ngentekke. • MT merasa penutur memarahi dirinya Diksi: bahasa karena sudah menghabiskan minuman nonstandar penutur. dengan • Penutur tidak menyadari bahwa menggunakan tuturannya membuat MT menangis. bahasa Jawa. • Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 60 tahun. MT laki-laki berusia 3 tahun. MT adalah cucu dari penutur. • Tujuan: penutur menanggapi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
kesal permintaan MT yang minta dibuatkan susu. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung menangis dan berlari ke pelukan ibunya. 2.
B2
Cuplikan Tuturan 6 P : “Sayur e endi bu? Emoh mangan aku nek gak enek sayur e.” MT: “Mbok sabar to le, kowe ki ra ndelok ibu sibuk po iki.” P : “La wong aku ngelih lho.”
• Intonasi tanya • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada frasa sayur e endi. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Kategori : mengancam muka • Penutur baru pulang dari sekolah. sepihak. • MT sedang menyapu lantai rumah. • Penutur hendak makan, lalu ia membuka Subkategori : kesal. tudung saji, tetapi tidak menemukan Wujud: • Penutur berbicara dengan sayur. orang yang lebih tua. • Penutur tidak mau makan jika tidak ada • Penutur berbicara dengan sayur. sinis. • Tanpa melihat pada MT, penutur pergi • Penutur berbicara tanpa begitu saja tanpa mempedulikan MT yang melihat ke MT. merasa bersalah tidak memasak sayur • Penutur tidak untuk penutur. mempedulikan akibat dari • Tuturan terjadi dalam suasana serius. tuturannya. • Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. • Penutur laki-laki berusia11 tahun. MT • Penutur tidak merasa membuat MT tersinggung. perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur. • Tujuan: penutur bertanya dengan kesal sayur yang seharusnya sudah tersedia di meja makan. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung buru-
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
buru memasak sayur untuk penutur. 3.
B3
Cuplikan Tuturan 7 P : “Wes, nek wes takon gek lungo!” MT: (langsung pergi).
4.
B4
Cuplikan Tuturan 8 P : “Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih, mbok sini lho!” MT: “Eh, iya, Mbak. Ini bentar lagi kok.”
• Intonasi perintah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa gek lungo. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menerima tamu di ruang Kategori : mengancam muka sepihak. tamu. • MT datang lalu ikut bertanya-tanya Subkategori : memerintah. Wujud: kepada tamu penutur. • Penutur berbicara dengan • Tuturan terjadi dalam suasana santai. orang yang lebih tua. • Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00 • Penutur berbicara tanpa WIB, tanggal 20 April 2013. melihat ke MT. • Penutur perempuan berusia 40 tahun. MT perempuan berusia 62 tahun. MT adalah • Penutur tidak mempedulikan MT yang ibu dari penutur. tersinggung karena • Tujuan: penutur menyuruh MT pergi tuturannya. setelah bertanya-tanya pada tamu penutur. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung pergi meninggalkan tamu penutur.
• Intonasi perintah. • Partikel: sih, lho. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa sibuk
• MT sedang membuat minum untuk Kategori : mengancam muka sepihak. penutur. Subkategori : menyindir. • MT berada di dapur, sementara penutur Wujud: berada di ruang tamu. • Jarak dapur dengan ruang tamu tidak • Penutur berbicara ketika MT tengah sibuk. terlalu jauh, sehingga penutur dapat • Penutur tidak menyadari berbicara dengan nada sedang. bahwa MT tersinggung • Penutur mengatakan tuturan hanya
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
5.
B5
Cuplikan Tuturan 9 MT1 : “Saya masih single.” MT 2: “Wah masih single to mas.” P : “Kae po karo Mbak e wae?” MT1: “Wah, ya ndaklah. Ini mbaknya mau tanya apa lagi?” MT2: “Oh, bentar, Mas.”
banget sih. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku mbaknya, banget; penggunaan istilah bahasa Jawa mbok.
dengan maksud bercanda. • MT merasa dirinya disindir karena terlalu sibuk padahal sedang ada tamu. • Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 22 April 2013. • Penutur perempuan berusia 23 tahun. MT perempuan berusia 19 tahun. • Tujuan: penutur menyuruh MT untuk ikut berbincang-bincang bersama. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung buruburu menyelesaika pekerjaannya.
karena tuturannya.
• Intonasi tanya. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada frasa kae po. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT1 sedang menerima MT2 Kategori : mengancam muka sepihak. sebagai tamunya di ruang tamu. Subkategori : menyindir. • Penutur, MT1, dan MT2 sedang membicarakan tentang MT1 yang belum Wujud: • Penutur berbicara tanpa memiliki pacar. melihat ke MT1 dan MT2. • Penutur menuturkan tuturannya dengan • Penutur tidak merasa telah maksud bercanda. membuat MT1 tersindir • Tuturan terjadi dalam suasana santai. karena tuturannya. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30 • Penutur berbicara dengan WIB, tanggal 25 April 2013. santai. • Penutur perempuan berusia 53 tahun. MT1 laki-laki berusia 25 tahun. MT2 perempuan berusia 21 tahun. MT1 adalah
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
anak dari penutur. MT2 adalah mahasiswa yang sedang mewawancarai penutur dan MT1. • Tujuan: penutur menawarkan kepada MT1 untuk mendekati MT2. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT1 langsung menolak tawaran penutur dan mengalihkan topik pembicaraan. 6.
B6
Cuplikan Tuturan 10 MT1 : “Boleh mampir lho Mas!” MT 2: “Iya mbak, nanti kapan-kapan.” P : “Waduh, silakan janjian lho, Masnya pasti bisa kalo janjian kayak gini.” MT2: “Wah, Mbaknya ini lho.”
• Intonasi perintah. • Partikel: lho. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada kata waduh. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku waduh, masnya, kalo, janjian, kayak, gini.
• Penutur, MT1, dan MT2 berada di ruang Kategori : mengancam muka sepihak. tamu. • Penutur, MT1, dan MT2 sedang Subkategori : menyindir. membicarakan alamat rumah MT1 yang Wujud: • Penutur berbicara tanpa tidak jauh dari rumah MT2. melihat ke MT2. • Dalam tuturannya, penutur hanya • Penutur tidak merasa telah bermaksud bercanda. membuat MT2 tersindir • MT2 menjadi gugupdan menanggapi karena tuturannya. tuturan penutur dengan serba salah. • Penutur berbicara dengan • Tuturan terjadi dalam suasana santai. santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30 WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur perempuan berusia 21 tahun. MT1 perempuan berusia 22 tahun. MT2 laki-laki berusia 25 tahun. • Tujuan: penutur menyuruh MT2 membuat janji dengan MT1.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT menanggapi tuturan penutur dengan sikap serba salah. 7.
B7
Cuplikan Tuturan 11 MT: “Duh, Mbak. Tugasku tuh makin banyak banget nih. Ya ampun.” P : “Lho, itu kan tanggung jawabmu, itu tugasmu.”
• Intonasi berita. • Partikel: lho. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa tanggung jawabmu. • Diksi: bahasa nonstandar dan penggunaan kata tidak baku kan.
• MT baru pulang dari kampus dan penutur Kategori : mengancam muka sepihak. berada di dapur. • MT mengeluhkan tentang tugas kuliahnya Subkategori : memperingatkan. Wujud: yang semakin banyak. • Penutur menanggapi keluhan MT tanpa • Penutur berbicara dengan sinis. melihat ke MT. • MT tersinggung dengan tuturan penutur • Penutur berbicara tanpa merasa menyinggung yang tidak menanggapi dengan baik perasaan MT. keluhannya. • Penutur tidak merasa menyinggung • Penutur berbicara tanpa melihat ke penutur. karena menurutnya itu memang sudah menjadi tanggung jawab MT. • Tuturan terjadi dalam suasana serius. • Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. • Penutur perempuan berusia 25 tahun. MT laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik penutur. • Tujuan: penutur menangapi keluhan MT tentang tugas kuliahnya. • Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT langsung meninggalkan penutur yang tidak menanggapi dengan baik keluhannya.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
8.
B8
Cuplikan Tuturan 12 MT: “Aku ki wingi tibo mbak numpak motor pas maghrib-maghrib kae.” P : “Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek maghrib ki kudu mandek!”
9.
B9
Cuplikan Tuturan 13 MT: “Mbak, aku nitip helm yo?” P : “Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani bayar piro sebulan?”
• Intonasi berita. • Partikel: lah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada kata mandek. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT sedang bercengkrama di halaman rumah penutur. • MT menceritakan bahwa kemarin sore ia jatuh dari motor sekitar waktu Maghrib. • Penutur menanggapi tuturan MT dengan maksud mengingatkan. • MT justru tersindir dengan tuturan penutur. • Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah pada sore hari. • Penutur perempuan berusia 45 tahun. MT perempuan berusia 40 tahun. • Tujuan: penutur mengingatkan MT untuk tidak melakukan aktivitas ketika Maghrib. • Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT lalu mengalihkan pembicaraan ke topik lain.
• Intonasi tanya. • Partikel: lho. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras
Kategori : mengancam muka • Penutur sedang berada di teras rumah. sepihak. • MT baru saja datang, tetapi hendak pergi Subkategori : menyindir. lagi. • MT menitipkan helmnya kepada penutur Wujud: karena ia merasa tidak perlu memakai • Penutur berbicara dengan sinis. helm. • Penutur mengatakan tuturan dengan • Penutur berbicara tanpa
Kategori : mengancam muka sepihak. Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. • Penutur tidak menyadari bahwa tuturannya telah menyinggung MT. • Penutur berbicara dengan santai.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
10.
B10
MT: “Yowes, Mbak, ra sido.”
pada kata piro. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
maksud bercanda. • Penutur tidak tahu bahwa tuturan sudah menyinggung MT. • MT merasa tidak boleh menitipkan helmnya kepada penutur. • Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. • Penutur perempuan berusia 28 tahun. MT perempuan berusia 24 tahun. MT adalah adik sepupu penutur. • Tujuan: penutur menanggapi permintaan MT yang hendak menitipkan helmnya. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung pergi dengan memakai helmnya kembali.
Cuplikan Tuturan 14
• Intonasi seru. • Partikel: lho. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada frasa tak jiwit kowe. • Diksi: bahasa nonstandar
Kategori : mengancam muka • Penutur sedang berada di teras rumah. sepihak. • MT hendak pulang ke rumahnya bersama Subkategori : mengancam. ibunya. Wujud: • MT berpamitan kepada penutur. • Penutur mengatakan tuturannya dengan • Penutur berbicara dengan sedikit berteriak. maksud bercanda, tetapi seperti • Penutur berbicara tanpa mengancam. mempedulikan MT yang • MT merasa diancam hendak dicubit jika menangis akibat tuturannya. datang lagi ke rumah penutur. • Penutur bersikap santai • Tuturan terjadi dalam suasana santai. setelah memberi ancaman • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari
P : “Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit kowe. Utang lho kowe!” MT: (berlari kepada ibunya).
mempedulikan MT yang tersinggung akibat tuturannya. • Penutur bersikap santai saja.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
dengan menggunakan bahasa Jawa.
11.
B11
Cuplikan Tuturan 15 P : “Endi jatahku be, gopek gopek?” MT: “La kok njaluk karo aku?” P : “Yo ben.”
• Intonasi tanya. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada kata jatahku. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur perempuan berusia 70 tahun. MT laki-laki berusia 7 tahun. MT adalah cucu dari penutur. • Tujuan: penutur mengancam MT agar tidak datang lagi ke rumah penutur. • Tindak verbal: komisif. • Tindak perlokusi: MT lalu mengadu kepada ibunya.
kepada MT.
• MT sedang membersihkan kadang burung Kategori : mengancam muka sepihak. peliharaannya. • Penutur yang baru dari dapur menghapiri Subkategori : menyindir. Wujud: MT. • Penutur menagih jatah uang jajan kepada • Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. MT (kebiasaan penutur ketika kecil yang selalu meminta uang jajan kepada MT • Penutur berbicara dengan santai. pada sore hari setelah MT pulang kerja). • Maksud dari tuturan penutur adalah • Penutur tidak mempedulikan MT yang bercanda, tetapi MT merasa penutur tersinggung dengan benar-benar menagih uang jajan tuturannya. kepadanya, padahal penutur sudah menjadi seorang ibu. • Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan berusia 35 tahun. MT laki-laki berusia 60 tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tujuan: penutur meminta uang kepada MT. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT menolak memberi uang kepada penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
KORPUS DATA DAN TABULASI DATA KATEGORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA MELECEHKAN MUKA
NO.
KODE
1.
C1
TUTURAN Cuplikan Tuturan 16 P : “Heh, sepatu ne endi kuwi?” MT: (mengambil sepatunya).
• • •
• •
PENANDA KETIDAKSANTUNAN PRESEPSI NONLINGUAL KETIDAKSANTUNAN LINGUAL (Topik dan Situasi) Intonasi tanya. • Saat MT hendak berangkat ke sekolah Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. sore. Partikel: heh. • Penutur sedang berbincang-bincang Wujud: Nada tutur: • Penutur berbicara dengan dengan tamunya. penutur berbicara keras. dengan nada • MT melepas sepatunya dan • Penutur mengungkakpkan tinggi. meninggalkannya begitu saja. kekesalahan dengan ketus. Tekanan: keras • MT berlari-lari tanpa menggunakan • Penutur berbicara dengan pada kata endi. sepatu. menyentak. Diksi: bahasa • Penutur berkata dengan kesal kepada MT nonstandar karena sebelumnya MT sudah memakai • Penutur membuat MT takut. dengan sepatu, tetapi sepatunya dilepas lagi. menggunakan • Suasana ketika tuturan terjadi santai. bahasa Jawa. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan, ibu berusia 35 tahun. MT laki-laki, anak berusia 3 tahun. MT adalah anak dari penutur. • Tujuan: penutur memarahi MT sebagai anak penutur yang tidak mau memakai sepatunya. • Tindak verbal: ekspresif.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tindak perlokusi: MT mengambil sepatunya, lalu dipakai. 2.
C2
Cuplikan Tuturan 17 P: “Heh heh heh, kono neng sekolah wae!”
3.
C3
Cuplikan Tuturan 18 P : “Aku njaluk susu.” MT: “Wong ra sekolah kok
• Intonasi perintah. • Partikel: heh. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada kata heh. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang berada di teras rumah Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. bersama tamunya. • Penutur memarahi MT yang tidak mau Wujud: • Penutur menyentak MT. berangkat sekolah sore. • MT mengganggu penutur yang sedang • Penutur membuat MT ketakutan dan berbincang-bincang dengan tamu. meninggalkan penutur. • MT merengek-rengek tidak jelas. • Penutur berbicara dengan • Suasana ketika tuturan terjadi santai. keras. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul • Penutur berbicara dengan 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. ketus. • Penutur perempuan, ibu berusia 35 tahun. MT laki-laki, anak berusia 3 tahun. MT adalah anak dari penutur. • Tujuan: penutur memarahi MT sebagai anak penutur yang tidak mau ke sekolah sore. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung berlari menuju sekolah.
• Intonasi berita. • Partikel: wong, kok. • Nada tutur:
• Penutur berada di halaman rumah Kategori : melecehkan muka. bersama seorang ibu, tetangga rumahnya Subkategori : menyindir. • MT bersama dengan temannya bermain Wujud: • Penutur berbicara dengan di halaman rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
njaluk susu.”
4.
C4
Cuplikan Tuturan 19 P: “Heh, kuping e endi, kene tak andani!”
penutur berbicara dengan nada rendah. • Tekanan: lunak pada frasa njaluk susu. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur menanggapi permintaan MT. • MT merengek minta susu. • MT tidak mau berangkat ke sekolah jika belum dibuatkan susu. • Penutur menyindir MT agar sekolah terlebih dahulu, setelah itu baru meminta susu. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan, nenek berusia 55 tahun. MT laki-laki, anak berusia 3 tahun. • Tujuan: penutur menanggapi MT sebagai cucunya yang minta dibuatkan susu. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT tetap merontaronta minta dibuatkan susu.
• Intonasi perintah. • Partikel: heh. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada frasa kuping
• Penutur berada di teras rumah bersama Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. tamunya. Wujud: • MT sedang asyik berlari-lari sendirian. • Penutur menyuruh MT untuk ke sekolah. • Penutur berbicara dengan keras. • MT masih saja asyik bermain dengan • Penutur menyinggung MT. temannya tanpa mempedulikan perintah • Penutur berbicara dengan penutur. menyentak. • Penutur mulai kesal karena sejak tadi
sinis. • Penutur berbicara dengan santai. • Penutur menyinggung MT dengan sindiran. • Penutur berbicara tanpa melihat MT.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
e endi. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• • • • • •
5.
C5
Cuplikan Tuturan 20 MT1: “Dek, cuci tangan dulu!” MT2: (masih berlari-lari). P : “Ben, mengko neng wetenge ben eneng gambare.”
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada kata ben. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
tidak mau mendengaran nasihat atau perintah penutur. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. Penutur perempuan, ibu berusia 35 tahun. MT laki-laki, anak berusia 3 tahun. Tujuan: penutur memarahi MT sebagai anaknya yang sulit diberi tahu. Tindak verbal: direktif. Tindak perlokusi: MT langsung datang kepada penutur.
• Penutur berada di halaman rumah Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. bersama seorang ibu, tetangga penutur. Wujud: • MT2 baru saja pulang dari sekolah sore. • Penutur berbicara tanpa • Di sekolah, MT2 belajar menggambar. meihat ke MT. • Sepulang sekolah, MT1 menyuruh MT2 untuk mencuci tangannya terlebih dahulu. • Penutur menyindir MT. • MT2 tidak mau mencuci tangan terlebih • Penutur menyinggung MT. • Penutur bericara dengan dahulu. ketus. • Penutur menyindir MT2 agar mau mencuci tangannya. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di halaman rumah, pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan, nenek berusia 55
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
tahun. MT1 perempuan berusia 35 tahun. MT2 laki-laki, anak berusia 3 tahun. MT2 adalah anak dari MT1 dan cucu dari penutur. • Tujuan: penutur menyindir MT2 yang tidak mau mencuci tangannya setelah menggambar. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT2 mencari kran air untuk mencuci tangannya. 6.
C6
Cuplikan Tuturan 21 P : “Heh, flashdisc-mu tu banyak banget virusnya, gudang virus ya?” MT: “Duh, ngece tenan kamu tu.”
• Intonasi tanya. • Partikel: heh. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada frasa banyak banget. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, banget.
• MT berada di dalam kamarnya dalam Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. keadaan pintu terbuka. Wujud: • Penutur juga berada di kamarnya. • Penutur berbicara dengan • Kamar penutur dan MT bersebelahan. keras. • Sebelumnya, penutur meminjam flashdisc MT untuk memindahan data kuliahnya • Penutur berbicara dengan sinis. yang hendak dikumpulkan kepada • Penutur tidak berterima dosennya. kasih telah diberi pinjaman. • Penutur meminjam flashdisc MT karena • Penutur menyinggung MT. miliknya sedang dipinjam oleh temannya. • Tanpa menyebutkan nama MT, penutur meneriaki MT dalam kamarnya. • MT yang merasa sudah berbaik hati meminjamkan flashdisc-nya kepada penutur tersinggung dengan tuturan penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 09.00 WIB, tanggal 23 April 2013. • Penutur dan MT perempuan berusia 22 tahun. • Tujuan: penutur memberi tahu MT bahwa flashdisc MT banyak virus. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung meminta flashdisc-nya untuk dikembalikan. 7.
C7
Cuplikan Tuturan 22 MT: “Pak, eneng krupuk ra?” P : “Opo, kowe ki arep ngopo?” MT: (langsung pergi).
• Intonasi tanya. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada kata opo. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur berada di tokonya sedang Kategori : melecehkan muka. Subkategori : mengejek. menyusun barang dagangannya. Wujud: • MT datang hendak membeli kerupuk. • MT bertanya tentang harga kerupuk yang • Penutur berbicara dengan santai. ia inginkan. • Bukannya menjawab pertanyaan MT, • Penutur berbicara dengan sinis. penutur justru menanyakan hal yang lain. • Penutur menyinggung MT. • Penutur mengganggap MT tidak terlalu • Penutur tidak menghargai penting untuk dilayani. MT sebagai pembeli. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di toko pukul 09.00 WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 28 tahun. MT adalah tetangga penutur. • Tujuan: penutur menanggapi MT yang
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
datang hendak membeli kerupuk. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT yang hendak membeli kerupuk langsung pergi tidak jadi membeli. 8.
C8
Cuplikan Tuturan 23 MT: “Itu lho bukain pintunya!” P : “Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus kok!”
• Intonasi perintah. • Partikel: yo, wong, kok. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada rendah. • Tekanan: keras pada frasa kowe wae. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Kategori : melecehkan muka. • MT sedang berada di dapur. • Penutur berada di ruang tamu sedang Subkategori : menentang. bermain HP ketika terdapat suara pintu Wujud: • Penutur berbicara dengan yang diketuk. keras. • MT yang sedang sibuk menyuruh penutur untuk membukakan pintu untuk tamunya. • Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. • Penutur tidak mau membukakan pintu • Penutur menyinggung MT. karena penutur belum mandi. • Penutur menyuruh MT yang sedang sibuk • Penutur menyuruh balik ke MT yang tengah sibuk. untuk membukakan pintu karena MT yang sudah tampak rapi. • Penutur berbicara dengan ketus. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 22 April 2013. • Penutur anak laki-laki berusia 14 tahun. MT perempuan berusia 19 tahun. • Tujuan: penutur menanggapi dengan kesal tuturan MT yang menyuruhnya membukakan pintu untuk tamu. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT yang akhirnya
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
membuka pintu untuk tamu mereka yang baru datang. 9.
C9
Cuplikan Tuturan 24 P : “Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!!” MT: (mengganti chanel TV).
• Intonasi perintah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada kata ganti. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• MT berada di ruang keluarga sedang Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. menonton televisi • MT menonton acara pertandingan sepak Wujud: • Penutur berbicara dengan bola. ketus. • Penutur yang baru keluar dari kamar • Penutur berbicara dengan hendak menonton televisi pula. keras. • Penutur tidak menyukai acara • Penutur berbicara dengan pertandingan bola. orang yang lebih tua. • Penutur kesal ketika mendapati MT justru • Penutur menyinggung MT. menonton bola. • Penutur menyuruh MT mengganti chanel TV ke acara yang lain. • Penutur berbicara dengan keras, padahal jarak MT dengan penutur hanya 2 meter. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. • Penutur laki-laki berusia 23 tahun. MT laki-laki berusia 50 tahun. MT adalah bapak penutur. • Tujuan: penutur menyuruh mengganti chanel TV, karena chanel yang sedang ditonton oleh MT tidak disukai oleh penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT tidak langsung mengganti chanel TV yang dimaksud oleh penutur, tetapi tidak lama kemudian MT mengganti chanel dan meninggalkan penutur menonton sendirian. 10.
C10
Cuplikan Tuturan 25 MT: “Kenapa gak lanjut sekolah?” P : “Ah, kok aku terus sih Mbak sing mbok takok i?” MT: “Lah, ya udah gantian aja.”
• Intonasi tanya. • Partikel: ah, kok, sih. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada rendah. • Tekanan: lunak pada kata takok i. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang berbincang-bincang Kategori : melecehkan muka. Subkategori : kesal. dengan MT di ruang tamu. • Bersama penutur terdapat kedua Wujud: saudaranya yang juga ikut berbincang- • Penutur berbicara dengan sinis. bincang dengan MT. • MT bertanya banyak hal tentang penutur. • Penutur menyinggung MT. • Penutur berbicara dengan • Penutur tidak ingin ia ditanyai terus. orang yang lebih tua. • Penutur menginginkan MT bertanya dengan yang lain. • Suasana ketika tuturan terjadi serius. • Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00 WIB, tanggal 22 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 14 tahun. MT perempuan berusia 21 tahun. MT adalah tamu penutur. • Tujuan: penutur menanggapi MT yang bertanya kepada penutur, tetapi penutur tidak ingin ditanyai terus. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: setelah penutur
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
mengatakan demikian, MT tidak bertanya lagi kepada penutur. 11.
C11
Cuplikan Tuturan 26 MT: “Mas, aku melu yo?” P : “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!”
• Intonasi perintah. • Partikel: halah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada frasa ojoojo. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur berada di kamarnya dan bersiap- Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menolak. siap hendak pergi. • MT datang ke kamar penutur meminta Wujud: izin untuk ikut bersama penutur karena • Penutur berbicara dengan keras. jika penutur pergi, MT hanya tinggal • Penutur berbicara dengan sendirian di rumah. sinis. • Penutur tidak memperbolehkan MT ikut karena penutur menganggap MT masih • Penutur menyinggung MT yang ingin ikut dengannya. kecil dan belum pantas ikut dengannya. • MT meninggalkan penutur dengan kesal karena tidak dizinkan ikut. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. • Penutur laki-laki berusia 20 tahun. MT laki-laki berusia 14 tahun. MT adalah adik dari penutur. • Tujuan: penutur menanggapi MT dengan sinis permintaan MT yang ingin ikut dengannya. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT lalu hanya tinggal di rumah sendirian, tidak jadi ikut penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
12.
C12
Cuplikan Tuturan 27 MT1 : “Mas, usianya berapa?” MT2: “25 Mbak, wes tuwo to?” P : “Wes tuwo neng cilik yo, Mbak.”
13.
C13
Cuplikan Tuturan 28 MT2: (menceritakan keluarganya).
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada kata cilik. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT2 berada di ruang tamu Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. bersama MT1. Wujud: • Penutur duduk di samping MT2. • MT1 duduk di hadapan MT2 dan penutur. • Penutur berbicara dengan santai. • MT1 menanyakan tentang usia MT2. • Penutur tidak mengatakan MT1 mengaku bahwa dirinya sudah tua. hal yang sebenarnya. • Setelah MT2 menjawab berapa usianya, • Penutur mempermalukan penutur langsung menanggapi dengan MT sebagai anaknya. sindiran kepada MT2. • Tubuh MT2 tidak terlalu tinggi dan kurus. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30 WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur perempuan berusia 53 tahun. MT1 perempuan berusia 21 tahun. MT2 laki-laki berusia 25 tahun. MT adalah anak dari penutur. • Tujuan: penutur menanggapi MT2 yang mengaku dirinya sudah tua. • Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT2 hanya diam saja.
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada
• Penutur dan MT2 berada di ruang tamu Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. bersama MT1. Wujud: • Penutur duduk di samping MT2. • MT1 duduk di hadapan MT2 dan penutur. • Penutur berbicara dengan
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
14.
C14
P
: “Biasalah nek orang tua kayak gitu, Mbak, biasalah ibu-ibu.” MT1: “Iya, Mas. Gak papa.”
rendah. • Tekanan: lunak pada kata biasalah. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu biasalah, kayak, gitu; penggunaan istilah bahasa Jawa nek.
• MT2 banyak bercerita tentang keluarganya. • Penutur menambahi bahwa dirinya sering dimarah oleh MT2. • Penutur mangganggap bahwa hal itu wajar dan perlu dimaklumi karena memang sudah menjadi kebiasaan ibuibu, tetapi tuturan penutur sebenarnya bermaksud untuk menyindir MT2 yang menurutnya cerewet. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30 WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 25 tahun. MT1 perempuan berusia 21 tahun. MT2 perempuan berusia 53 tahun. MT2 adalah ibu dari penutur. • Tujuan: penutur menyindir MT2 yang menurutnya cerewet. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT2 lalu diam setelah mendengar tuturan penutur.
santai. • Penutur berbicara dengan sinis. • Penutur menyindir orang yang lebih tua. • Penutur membuat MT tersinggung.
Cuplikan Tuturan 29
• Intonasi perintah. • Partikel: yo, kok. • Nada tutur: penutur berbicara
• Penutur dan MT berada di toko penutur. • MT membantu penutur menyusun barang dagangan penutur. • Sebelumnya, MT sudah menumpahkan
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan
P : “Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung utah!!!”
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
15.
C15
MT: (memindahkan barang ke tempat lain).
dengan nada sedang. • Tekanan : keras pada frasa neng kono. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
barang yang tidak sengaja disenggolnya. • MT salah meletakkan barang yang hendak ia susun. • Penutur mengingatkan MT untuk tidak meletakkan barang di tempat yang salah karena nanti bisa tumpah lagi. • Suasana ketika tuturan terjadi serius. • Tuturan terjadi di toko pada siang hari pukul 12.30 WIB, tanggal 6 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 46 tahun. MT laki-laki berusia 18 tahun. MT adalah anak penutur. • Tujuan: penutur mengingatkan MT agar meletakkan barang pada tempatnya. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT meletakkan barang pada tempatnya dengan berhati-hati.
Cuplikan Tuturan 30
• Intonasi perintah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa keentekan obat. • Diksi: bahasa
Kategori : melecehkan muka. • Penutur sedang memasak di dapur. • MT datang ke dapur dan menggoda Subkategori : menyindir. Wujud: penutur. • Penutur menganggap MT aneh tiba-tiba • Penutur berbicara dengan ketus. menggoda penutur karena biasanya • Penutur berbicara dena penutur tidak suka menggodanya. sinis. • Penutur menyindir MT dengan • Penutur berbicara dengan mengumpamakan MT kehabisan obat orang yang lebih tua atau sehingga aneh demikian.
P : “Kowe ki keentekan obat, kono ngombe obat sek ben ra edan!” MT: “Opo to, Bu. Wong aku rapopo kok.”
ketus. • Penutur mengingatkan dengan sinis. • Penutur membuat MT tersinggung dengan tuturannya.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
16.
C16
Cuplikan Tuturan 31 P
: “Kuwi mbok dijamuni disek ben bapakmu rodo mari leh edan!” MT1: (hanya diam). MT2: (meninggalkan penutur).
• Intonasi perintah. • Partikel: mbok • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada kata edan. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 12.30 WIB, tanggal 15 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 42 tahun. MT laki-laki berusia 45 tahun. MT adalah suami penutur. • Tujuan: penutur menyindir MT yang menggoda penutur. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT membela diri.
yang seharusnya lebih dihormati. • Penutur menggunakan katakata ejekan.
Kategori : melecehkan muka. • Penutur sedang memasak di dapur. • MT1 menonton televisi di ruang keluarga. Subkategori : menyindir. • Jarak dapur dengan ruang keluarga tidak Wujud: • Penutur berbicara dengan terlalu jauh. sinis. • MT2 datang ke dapur dan menggoda • Penutur menyindir orang penutur. yang lebih tua. • Penutur menganggap MT2 aneh tiba-tiba menggoda penutur karena biasanya • Penutur menggunakan katakata ejekan. penutur tidak suka menggodanya. • Penutur menyindir MT2 dengan • Penutur tidak menghargai MT yang sebenarnya mengumpamakan MT2 kehabisan obat sedang mengajak penutur sehingga aneh demikian. bercanda. • Penutur melibatkan MT1 yang tidak tahu apa-apa untuk menyindir MT2 yang masih saja menggodanya. • Suasana ketika tuturan terjadi santai.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tuturan terjadi di rumah pukul 12.30 WIB, tanggal 15 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 42 tahun. MT1 laki-laki berusia 12 tahun. MT2 laki-laki berusia 45 tahun. MT1 adalah anak dari penutur dan MT2 adalah suami dari penutur. • Tujuan: penutur menyindir MT2 yang masih saja menggoda penutur. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: karena sudah berkalikali disindir, MT2 tidak menggoda penutur lagi lalu pergi meninggalkan penutur dan MT1. 17.
C17
Cuplikan Tuturan 32 MT2: (merokok sambil melamun). MT1: “Nek mikir ki kudu karo ngerokok po”? P : “Iyo kuwi, nek mikir ora mangan sego, tapi mangane rokok.”
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa mangane rokok. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunaan bahasa Jawa.
• MT2 sedang duduk di teras rumah Kategori : melecehkan muka. Subkategori : menyindir. seorang diri sambil merokok. • MT2 tampak sedang melamun dan Wujud: • Penutur berbicara dengan memikirkan sesuatu. sinis. • MT1 datang ke rumah MT2. • Penutur memberi sindiran • MT1 menegur MT2 dengan menanyakan kepada MT2. apa yang sedang dilakukan MT2. • Penutur membuat MT • Belum sempat menjawab pertanyaan tersinggung, padahal MT MT1, penutur yang tiba-tiba keluar dari tidak mengganggu penutur. rumah langsung menanggapi pertanyaan MT1. • Suasana ketika tuturan terjadi santai.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tuturan terjadi di rumah pada siang hari pukul 13.00 WIB, tanggal 13 Mei 2013. • Penutur perempuan 40 tahun. MT1 perempuan berusia 48 tahun. MT2 lakilaki berusia 35 tahun. MT2 adalah saudara sepupu penutur. • Tujuan: penutur menanggapi MT1 yang bertanya kepada MT2 tentang apa yang sedang dipikirkan oleh MT2. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT2 hanya diam saja. 18.
C18
Cuplikan Tuturan 33 P: “Mlaku ki yo mlaku wae, ra sah meleng mripate!”
• Intonasi perintah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada kata meleng. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Kategori : melecehkan muka. • Penutur sedang duduk di teras rumah. • MT yang baru datang berjalan hendak Subkategori : menyindir. Wujud: masuk ke rumah. • MT berjalan tanpa melihat arah jalannya, • Penutur berbicara dengan ketus. tetapi melihat ke arah jalan. • MT melihat gadis yang sedang berjalan di • Penutur menyinggung MT. • Penutur berbicara dengan depan rumahnya. sinis. • Karena mengalihkan padangannya tersebut, MT hampir saja terjatuh ketika • Penutur memberi sindiran kepada MT. menaiki anak tangga. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di depan rumah pukul 16.00 WIB, tanggal 21 Mei 013. • Penutur perempuan berusia 20 tahun. MT laki-laki berusia 55 tahun. MT adalah
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
keponakan penutur. • Tujuan: penutur menyindir MT yang tidak berkonsentrasi dan melihat ke arah lain ketika berjalan masuk ke rumah. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung memperhatikan ke depan sesuai arah berjalannya. 19.
C19
Cuplikan Tuturan 34 P : “Nomer HP-mu piro?” MT: “Kowe ki ngece tenan. Wong tuwo dijaluki nomer HP.” P: “Zaman koyo ngene kok ra nduwe HP.”
• Intonasi berita. • Partikel: kok. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada frasa ra nduwe. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Kategori : melecehkan muka. • Penutur baru datang ke rumah MT. • MT sedang duduk di kursi di teras Subkategori : mengejek. Wujud: rumahnya. • Penutur meminta nomor HP MT agar • Penutur berbicara dengan santai. mudah untuk dihubungi. • Penutur memberi ejekan • Karena MT tidak terlalu bisa kepada MT. menggunakan HP dan merasa tidak terlalu membutuhkannya, MT tidak • Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. memiliki HP. • Penutur menyinggung MT. • Penutur yang usianya jauh lebih muda dari mengejek MT yang tidak memiliki HP di zaman serba teknologi. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di depan rumah pukul 16.00 WIB, tanggal 21 Mei 2013. • Penutur laki-laki berusia 20 tahun. MT perempuan bersuai 55 tahun. MT adalah bibi penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang mengaku tidak memiliki HP. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT tidak menanggapi lagi tuturan penutur. 20.
C20
Cuplikan Tuturan 35 MT: “Mbak, aku boleh izin pergi liburan sama temen-temen gak?” P : “Gak ada liburan, kalo libur kamu mau bayar semesteran pake apa?”
• Intonasi tanya. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa gak ada. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu gak, kalo, mau, dan pake.
• Penutur sedang menggoreng onde-onde Kategori : melecehkan muka. Subkategori: memperingatkan. dagangannya. Wujud: • Suasana ketika tuturan terjadi serius. • MT yang baru saja pulang dari kampus • Penutur berbicara dengan ketus. menghapiri penutur. • MT meminta izin hendak pergi berlibur • Penutur melarang MT dengan ancaman. dengan teman-teman sekampusnya. • Penutur langsung melarang MT berlibur • Penutur menyinggung MT. karena ia harus membantu penutur • Penutur berbicara dengan sedikit menyentak. bekerja agar dapat membayar uang kuliah MT. • Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. • Penutur perempuan berusia 28 tahun. MT laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik penutur. • Tujuan: penutur menanggapi MT yang meminta izin pergi berlibur bersama teman-temannya. • Tindak verbal: eksprsif. • Tindak perlokusi: MT langsung diam dan menuruti penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
21.
C21
Cuplikan Tuturan 36 MT1: “Bu, aku boleh minta ganti HP baru?” MT2: (belum sempat menjawab). P : “Pokoknya jangan dikasih, nanti buat macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macemmacem!”
22.
C22
Cuplikan Tuturan 37 P : “Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi
• Intonasi perintah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada kata jangan. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu pokoknya, dikasih, buat, macem-macem, masih, gitu, dan udah; penggunaan istilah bahasa Jawa wong.
• MT1 sedang berada di ruang keluarga bersama ibunya (MT2). • MT1 meminta HP model terbaru kepada ibunya. • Penutur yang berada di dalam kamar mendengar perbincangan MT1 dengan ibu. • Penutur langsung keluar kamar dan menanggapi permintaan MT1 dengan sinis. • Suasana ketika tuturan terjadi serius. • Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. • Penutur perempuan berusia 20 tahun. MT1 laki-laki berusia 15 tahun. MT2 perempuan berusia 47 tahun. MT1 adalah adik dari penutur. MT2 adalah ibu dari MT1 dan penutur. • Tujuan: penutur menanggapi permintaan MT1 kepada ibunya. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT1 langsung diam dan pergi ke kamarnya.
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara
Kategori : melecehkan muka. • Penutur sudah berkeliling mencari MT. • MT sedang mengambil barang di tempat Subkategori : kesal. Wujud: lain.
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan keras. • Penutur berbicara dengan ketus. • Penutur berbicara dengan sinis. • Penutur menyinggung MT1.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
23.
C23
ra ketemu, jedule neng kene.” MT: “La kowe ki ngopo mbak nggoleki aku ki? P : “Njukuk pesenan to.”
dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa dasar bakul iwak. • Diksi: bahasa nonstandar dalam bahasa Jawa.
• Penutur hendak mengambil pesanannya. • Penutur dan MT bertemu di dekat tanggayang cukup jauh jaraknya dengan lapak MT. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di pasar pukul 14.00 WIB, tanggal 21Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 35 tahun. • Tujuan: penutur mengungkapkan kekesalan karena sudah mencari MT kemana-mana. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT mengajak penutur ke lapaknya.
• Penutur berbicara dengan ketus. • Penutur berbicara dengan ejekan. • Penutur menyinggung MT dengan menyebutkan profesi.
Cuplikan Tuturan 38
• Intonasi perintah. • Partikel: heh. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada frasa sana belajar. • Diksi: bahasa nonstandar
• MT sedang menonton televisi di ruang keluarga. • Selain MT, terdapat pula anggota lain di ruangan tersebut. • Penutur keluar dari kamar hendak mengambil minum di dapur. • Penutur melihat MT masih menonto televisi padahal sudah waktunya belajar. • Penutur menegur MT dengan keras. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pada malam
Kategori : melecehkan muka. Subkategori : memperingatkan. Wujud: • Penutur berbicara dengan keras. • Penutur memberi teguran. • Penutur berbicara dengan ketus. • Penutur berbicara sambil berlalu.
P : “Heh, sana belajar! Nonton terus.” MT: hanya diam.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
dengan menggunakan kata tidak baku sana, terus.
hari. • Penutur perempuan berusia 22 tahun. MT laki-laki berusia 15 tahun. MT adalah adik dari penutur. • Tujuan: penutur menyuruh MT belajar. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung masuk ke kamar.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
KORPUS DATA DAN TABULASI DATA KATEGORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA MENGHILANGKAN MUKA
NO.
KODE
1.
D1
TUTURAN Cuplikan Tuturan 39 MT : “Umurku 35 tahun kan yo, Bu?” P : “Lah yo mboh, mbok umurmu dewe kok tekok.” MT : “Yo kan aku lali bu.”
• • •
• •
2.
D2
Cuplikan Tuturan 40 P : “Kowe ki mbok
PENANDA KETIDAKSANTUNAN PRESEPSI NONLINGUAL KETIDAKSANTUNAN LINGUAL (Topik dan Situasi) Intonasi berita. • Penutur dan MT sedang menerima tamu Kategori : menghilangkan muka. di teras rumah. Partikel: la, yo, Subkategori : mengejek. mbok, kok. • Penutur duduk tidak jauh dari MT. Wujud: Nada tutur: • MT bertanya tentang usianya. penutur berbicara • Penutur menjawab pertanyaan MT • Penutur berbicara di depan orang lain. dengan nada dengan seenaknya. • Penutur berbicara tanpa rendah. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. melihat ke MT. Tekanan: keras • Tuturan terjadi di teras rumah pukul • Penutur berbicara dengan pada kata mboh. 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. sinis. Diksi: bahasa • Penutur perempuan berusia 55 tahun. MT nonstandar perempuan berusia 35 tahun. MT adalah • Penutur tidak merasa telah mempermalukan MT di dengan anak dari penutur. depan tamunya. menggunakan • Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan bahasa Jawa. MT yang menanyakan berapa usianya. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung menghitung sendiri usianya.
• Intonasi perintah. • Nada tutur: penutur berbicara
• Penutur sedang berada di ruang keluarga. Kategori : menghilangkan muka. • MT baru keluar dari kamar hendak Subkategori : meremehkan. menonton televisi.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
3.
D3
mengko wae nek arep nonton, aku disek.” MT: (hanya diam).
dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada frasa mengko wae. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur menyuruh mitra tutur untuk Wujud: menonton televisi nanti saja. Padahal • Penutur berbicara di depan penutur sejak tadi menonton televisi. keluarga yang lain. • Penutur merasa lebih tua dibanding MT, • Penutur berbicara dengan sehingga ia bisa mengatur seenaknya. ketus. • Di ruangan itu terdapat anggota keluarga • Penutur berbicara dengan yang laen. sinis. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Penutur memerintah MT dengan seenaknya. • Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. • Penutur bersikap senioritas. • Penutur laki-laki berusia 26 tahun. MT laki-laki berusia 15 tahun. MT adalah adik penutur. • Tujuan: penutur melarang MT yang hendak menonton televisi. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT tidak jadi menonton televisi karena merasa sudah dipermalukan di depan anggota keluarga yang lain.
Cuplikan Tuturan 41
• Intonasi seru. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras
• Penutur dan MT berada di ruang keluarga Kategori : menghilangkan muka. bersama anggota lainnya. Subkategori : memperingatkan. • Penutur duduk di sebelah MT. • Penutur dan anggota keluarga sedang Wujud: • Penutur berbicara di depan membicarakan tentang prestasi keluarga. anggota keluarga yang lain. • Suasana ketika tuturan terjadi santai.
P : “Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu malu-maluin!” MT: “Iya-iya, Mbak.”
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
4.
D4
Cuplikan Tuturan 42 MT : “Ngopo e neng kene?” P : “Halah, Mbok, kowe ki ra bener tenan.”
pada kata malumaluin. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, harusnya, dan malu-maluin.
• Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. • Penutur perempuan berusia 22 tahun. MT laki-laki berusia 15 tahun. MT adalah adik dari penutur. • Tujuan: penutur menyindir MT yang nilainya tidak sebaik nilai kakakkakaknya. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung masuk ke kamar dengan raut muka malu.
• Penutur mengakibatkan MT merasa malu. • Penutur berbicara dengan ketus. • Penutur berbicara tanpa melihat ke MT.
• Intonasi berita. • Partikel: halah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada kata bener. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menerima tamu di ruang Kategori : menghilangkan muka. tamu. Subkategori : mengejek. • MT datang menghampiri penutur dan bertanya kepada penutur apa yang sedang Wujud: • Penutur berbicara dengan penutur lakukan. orang yang lebih tua. • Penutur menjawab pertanyaan MT • Penutur berbicara dengan dengan sembrono. ketus. • Penutur sudah membuat MT malu di • Penutur berbicara di depan depan tamu penutur. tamu. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 09.00 • Penutur membuat MT malu tanpa merasa bersalah. WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur laki-laki berusia 45 tahun, MT perampuan berusia 68 tahun. MT adalah ibu dari penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tujuan: penutur menanggapi MT yang bertanya tentang kesibukan penutur. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung pergi meninggalkan penutur. 5.
D5
Cuplikan Tuturan 43 P : “Kuwi ki mbiyen kantoran lho mbak, saiki malah mung bakul.” MT1: “Oh, iya ya, Pak.” MT2: “duh, Pak. Malah dibeberke lho.”
• Intonasi berita. • Partikel: lho. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada kata bakul. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menerima tamu (MT1) di Kategori : menghilangkan muka. ruang tamu. • MT2 datang ke rumah penutur lalu Subkategori : menyindir. Wujud: menyalami tamu penutur. • Penutur lalu memperkenalkan MT2 yang • Penutur berbicara di depan tamu. juga pedagang kepada tamunya dengan • Penutur mempermalukan sindiran. MT2. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Penutur berbicara dengan • Tuturan terjadi di rumah pukul 09.00 santai. WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur laki-laki berusai 45 tahun. MT1 • Penutur tidak peduli bahwa tuturannya telah perempuan berusia 21 tahun. MT2 menyinggung MT2. perempuan berusia 38 tahun. MT2 adalah adik dari penutur. • Tujuan: penutur memperkenalkan MT2 yang baru datang ke rumah penutur. • Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT2 hanya sedikit menanggapi penutur dengan malu sambil berlalu meninggalkan penutur dan tamunya.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
6.
D6
Cuplikan Tuturan 44 P : “Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak kewengen!” MT: (langsung pergi).
7.
D7
Cuplikan Tuturan 45 MT : “Iki podo ko ngendi?” P : “Halah, mboh kowe ngomong opo.”
• Intonasi perintah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa ndak kewengen. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menerima tamu di ruang Kategori : menghilangkan muka. tamu. • MT datang untuk ikut berbincang- Subkategori : memperingatkan. Wujud: bincang dengan tamu penutur. • Penutur menegur MT yang terlalu banyak • Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. bertanya kepada tamu penutur padahal • Penutur berbicara di depan malam semakin larut. tamu. • Penutur menegur MT di depan tamu • Penutur mengakibatkan MT penutur. merasa malu. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 19.00 • Penutur berbicara dengan sinis. WIB, tanggal 20 April 2013. • Penutur perempuan berusia 40 tahun, MT perempuan berusia 62 tahun. MT adalah ibu dari penutur. • Tujuan: penutur menegur MT yang banyak bertanya kepada tamu penutur. • Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung pergi meninggalkan penutur dan tamunya.
• Intonasi berita. • Partikel: halah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang.
• Penutur sedang menerima tamu di ruang Kategori : menghilangkan muka. tamu. Subkategori : mengejek. • MT yang sebelumnya berada di rumahnya yang bersebelahan dengan Wujud: rumah penutur datang dan ikut • Penutur berbicara di depan tamunya. berbincang-bincang bersama tamu
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
8.
D8
Cuplikan Tuturan 46 MT1: “Yang biasanya ngajari ibu pake HP siapa, Bu?” P : “Ya kakaknya, Mbak. Nek kakaknya tu sabar Mbak, yang ini main terus.”
• Tekanan: lunak pada kata mboh. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
penutur. • MT berbicara dengan suara rendah dan kurang jelas, sehingga tidak dapat dipahami oleh penutur. • Penutur menyindir MT di depan tamu penutur. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 19.00 WIB, tanggal 20 April 2013. • Penutur perempuan berusia 40 tahun. MT perempuan berusia 62 tahun. MT adalah ibu dari penutur. • Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT yang kurang dipahami oleh penutur. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT diam saja, tidak melanjutkan pertanyaannya.
• Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. • Penutur mempermalukan MT. • Penutur berbicara dengan ketus.
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada kata kakaknya. • Diksi: bahasa
• Penutur dan MT2 sedang berbincang- Kategori : menghilangkan muka. bincang dengan MT1 di teras rumah. Subkategori : menyindir. • MT2 duduk di samping penutur. • MT1 bertanya tentang anak-anak penutur. Wujud: • Penutur membanding-bandingkan anak- • Penutur berbicara dengan sinis. anaknya kepada MT1. • MT2 merasa dipermalukan oleh penutur • Penutur mengakibatkan MT malu karena tuturannya. di depan MT1 karena dibanding• Penutur tetap bersikap bandingkan dengan kakaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu; penggunaan istilah bahasa Jawa nek.
9.
D9
Cuplikan Tuturan 47 P : “Opo, opo maning?” MT: “Opo maning yo.” P : “Lah, kok bingungbingung lho Mbak! Disiapin ora e?”
• Intonasi tanya. • Partikel: lah, kok, lho. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada kata bingung-bingung. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan
• Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30 WIB, tanggal 25 April 2013. • Penutur perempuan berusia 53 tahun, MT1 perempuan berusia 21 tahun. MT2 laki-laki berusia 25 tahun. MT2 adalah anak dari penutur. • Tujuan: penutur membandingkan MT2 dengan kakaknya. • Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT2 langsung diam sejenak karena merasa malu.
santai.
• Penutur dan MT berada di ruang tamu Kategori : menghilangkan muka. bersama anggota keluarga penutur yang Subkategori : menyindir. lain. • Sebelumnya, MT banyak menanyakan Wujud: • Penutur berbicara dengan tentang keluarga penutur. santai. • MT sudah kehabisan pertanyaan dan • Penutur berbicara kepada bingung hendak bertanya apalagi. MT di depan anggota • Penutur menangkap kebingungan MT. keluarga yang lain. • Karena malu, MT berusaha membela diri • Penutur membuat MT di depan anggota keluarga penutur. merasa malu. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 10.30 • Penutur tetap bersikap santai tanpa peduli telah WIB, tanggal 25 April 2013. menyinggung MT. • Penutur laki-laki berusia 25 tahun. MT
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
kata tidak baku, yaitu kok, bingung-bingung, disiapin; penggunaan isitilah bahasa Jawa ora e;.
10.
D10
Cuplikan Tuturan 48 P
: “Ngopo kowe ra mangan?” MT: “Rapopo, aku lagi ra nafsu mangan ki. Mangane mung roti ket wingi, mangan sego ra mlebu.” P : “Weh, kok koyo wong londo kowe panganane roti. Koyo londo ndeso!”
• Intonasi seru. • Partikel: weh, kok. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa londo ndeso. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
perempuan berusia 21 tahun. MT adalah tamu penutur. • Tujuan: penutur menanggapi MT yang tampak bingung hendak menanyakan tentang apalagi kepada penutur. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT tersenyum malu dan membela diri. • Penutur berada di tokonya dan hendak Kategori : menghilangkan muka. makan. Subkategori : menyindir. • MT datang hendak belanja. • Penutur menawarkan makan kepada MT. Wujud: • MT menolak dengan halus sambil • Penutur berbicara di depan orang lain. bercerita. • Penutur menanggapi cerita MT sambil • Penutur berbicara dengan sinis. tertawa. • Semua yang ada di toko tersebut pun ikut • Tuturan penutur mengakibatkan semua tertawa. orang tertawa dan • Suasana ketika tuturan terjadi santai. mempermalukan MT. • Tuturan terjadi di toko penutur pukul • Penutur ikut tertawa pula. 12.00 WIB, tanggal 11 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 52 tahun. MT perempuan berusia 47 tahun. Penutur adalah tetangga MT. • Tujuan: penutur menanggapi cerita MT yang tidak makan nasi beberapa ini.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT tersenyum malu karena semua orang yang ada di toko tersebut tertawa karena tuturan penutur. 11.
D11
Cuplikan Tuturan 49 P : “Mau dikasih apa kok tanya-tanya gitu?” MT: “Gak kok, Bu, cuma mau tanya-tanya aja.”
• Intonasi tanya. • Partikel: kok. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada frasa dikasih apa. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu mau, dikasih, gitu.
• Penutur sedang berada di warung Kategori : menghilangkan muka. makannya. Subkategori : menyindir. • MT datang dan meminta izin kepada penutur untuk bertanya-tanya tentang Wujud: • Penutur berbicara di depan keluarga penutur. orang lain. • Penutur mengatakan tuturannya di depan pembeli yang hendak membeli makanan • Penutur menyebabkan MT merasa malu. di warung penutur. • Karena malu, MT tidak banyak bertanya, • Penutur berbicara dengan ketus. ia hanya menyimak percakapan penutur dengan para pembeli yang datang. • Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di warung makan pada • Penutur berbicara dengan sinis. siang hari pukul 14.20 WIB, 13 Mei 2013. • Penutur berlalu begitu saja setelah berbicara. • Penutur perempuan berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 21 tahun. MT adalah tamu penutur. • Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT tentang keluarga penutur. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT hanya sedikit
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
tersenyum dan menjawab pertanyaan penutur dengan malu. 12.
D12
Cuplikan Tuturan 50 P
: “Mangane kok gembus meneh? neng omah gembus, neng kene yo gembus.” MT: “Iyo mbak, wong senenge gembus.” P : “Wo lah yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai gembus.”
• Intonasi berita. • Partikel: lah, yo. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada kata gembus. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Kategori : menghilangkan • Penutur memiliki warung makan. muka. • Di warung makan tersebut, MT datang Subkategori : mengejek. hendak membeli makanan. • Selain penutur dan MT, terdapat pula Wujud: • Penutur berbicara dengan pembeli yang lain. ketus. • MT lalu bercerita bahwa tadi pagi • Penutur memberi ejekan memasak tempe gembus, lalu sekarang kepada MT. hendak membeli lauk tempe gembus juga. • Penutur berbicara di depan • Penutur bukannya menanggapi cerita orang lain. dengan baik, tetapi justru mengejeknya. • Penutur mempermalukan • Suasana ketika tuturan terjadi santai. MT di depan umum tanpa • Tuturan terjadi di warung makan pada merasa bersalah. siang hari pukul 14.30 WIB, tanggal 13 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 48 tahun. MT perempuan berusia 45 tahun. MT adalah tetangga penutur. • Tujuan: penutur menanggapi ceritaMT tentang makanan yang ia masak. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: karena malu, MT tidak jadi memilih lauk tempe gembus, ia lalu memilih lauk lain.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
13.
D13
Cuplikan Tuturan 51 P
: “Le, tumbaske gulo sek neng warung kono!” MT: “Iyo, Bu, mengku disek.” P : “Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe gelo.”
14.
D14
Cuplikan Tuturan 52 MT1: “Itu kemarin pacar yang mana lagi lho Ri?”
• Intonasi berita. • Partikel: ah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada kata gelo. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur hendak membuatkan minuman Kategori : menghilangkan muka. untuk tamunya. • MT sedang menyiapkan buku Subkategori : kesal. Wujud: pelajarannya besok. • Penutur menyuruh MT untuk membeli • Penutur berbicara di depan tamunya. gula di warung depan rumahnya. • MT tidak langsung pergi karena ia ingin • Penutur tidak melihat kondisi MT. merapikan buku-bukunya terlebih dahulu. • Penutur kesal, lalu memarahi MT dengan • Penutur membuat MT malu. • Penutur berbicara dengan nada tinggi, padahal sedang ada tamu. ketus. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 19.30 • Penutur berbicara dengan suara keras. WIB, tanggal 20 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 41 tahun. MT laki-laki berusia 12 tahun. MT adalah anak penutur. • Tujuan: penutur memarahi MT yang tidak langsung melaksanakan perintahnya. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung pergi melaksanakan perintah penutur.
• Intonasi perintah. • Partikel: lho. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada
• Penutur dan MT1 sedang bercengkrama Kategori : menghilangkan muka. di teras rumah penutur. Subkategori : menyindir. • MT2 menghampiri penutur dan MT1. Wujud: • MT1 lalu bertanya kepada MT2. • MT2 belum sempat menjawab, penutur • Penutur berbicara di depan
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
P
: “Pacare Ari ki akeh banget. Koleksi kok. Mbok golek seng jilbaban kono lho.”
sedang. • Tekanan: keras pada kata koleksi. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• • •
•
• •
15.
D15
Cuplikan Tuturan 53 P
: “Mbak, nek aku ngganggo iki pas ra yo?” MT: “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.”
• Intonasi berita. • Partikel: kok. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada kata lemu. • Diksi: bahasa nonstandar
langsung menanggapi pertanyaan MT1, padahal itu untuk menyindir MT2. Suasana ketika tuturan terjadi santai. Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. Penutur perempuan berusia 35 tahun. MT1 perempuan berusia 37 tahun. MT2 lak-laki berusia 23 tahun. MT2 adalah keponakan penutur. Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT1 yang bertanya kepada MT2 tentang siapa perempuan yang bersama MT2 kemarin. Tinda verbal: direktif. Tindak perlokusi: MT2 langsung terdiam malu karena dianggap memiliki banyak pacar oleh penutur.
orang lain. • Penutur berbicara dengan sinis. • Penutur tidak memotong pembicaraan. • Penutur tidak memberi kesempatan MT2 untuk menjawab pertanyaan MT1. • Penutur mempermalukan MT2 di depan MT1.
Kategori : menghilangkan • Penutur dan MT berada di kamar. muka. • Selain penutur dan MT, kakak MT juga Subkategori : menyindir. berada di kamar tersebut. • MT sedang mencoba baju yang baru Wujud: • Penutur berbicara dengan dibelinya. ketus. • MT bertanya kepada penutur apakah baju • Penutur membuat MT malu. itu cocok dengannya. • Penutur menjawab dengan sindirran • Penutur tidak merasa telah mengejek MT. karena penutur merasa baju itu tidak sesuai dengan badan MT yang sedikit
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
dengan menggunakan bahasa Jawa.
16.
D16
Cuplikan Tuturan 54 P : “Heh, udah nambah belum itu tinggimu?” MT: “Ya segini aja kok.”
• Intonasi tanya. • Partikel: heh. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada kata nambah. • Diksi: bahasa nonstandar dengan
lebih gemuk dari sebelumnya. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 13.30 WIB, tanggal 23 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 34 tahun. MT perempuan berusia 18 tahun. MT adalah keponakan dari penutur. • Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT tentang cocok tidaknya baju yang sedang dicoba MT. • Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT langsung melepas baju itu dan tidak mencoba baju yang lain. Kategori : menghilangkan • Penutur sedang duduk di teras rumah. muka. • MT baru saja datang bersama adiknya, Subkategori : menyindir. lalu menyapa penutur. • Selain penutur, terdapat 2 anggota Wujud: • Penutur berbicara dengan keluarga lain yang duduk di teras itu. santai. • Penutur tidak membalas sapaan MT, tetapi malah menyindir MT yang tidak • Penutur berbicara di depan anggota keluarga yang lain. terlalu tinggi. • Penutur berbicara hanya • Suasana ketika tuturan terjadi santai. untuk bercanda, tetapi hal • Tuturan terjadi di teras rumah pukul itu justru mempermalukan 13.15 WIB, tanggal 23 Mei 2013. MT. • Penutur perempuan berusia 34 tahun. MT
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
menggunakan kata tidak baku, yaitu udah, nambah.
17.
D17
Cuplikan Tuturan 55 MT : “Ket kapan yo awak dewe neng kene, kae umur piro kowe? “ P : “Lah, mboh mbiyen.”
• Intonasi berita. • Partikel: lah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada rendah. • Tekanan: lunak pada kata mbiyen. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
perempuan berusia 21 tahun. MT adalah keponakan penutur. • Tujuan: penutur menyindir MT dengan menenyakan apakah tingginya sudah bertambah. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT diam saja karena malu, lalu langsung masuk ke rumah. Kategori : menghilangkan • Penutur dan MT berada di ruang tamu. muka. • Penutur duduk di samping MT. Subkategori : meremehkan. • Selain penutur dan MT, ada pula 3 orang Wujud: tamu. • Penutur berbicara dengan • MT bertanya kepada penutur. ketus. • Penutur menjawab pertanyaan MT dengan sinis, padahal penutur tahu • Penutur berbicara dengan sinis. mereka tinggal di rumahnya sejak ia kecil, tetapi penutur malas menghitung • Penutur berbicara di depan tamu. sudah berapa lama. • Penutur berbicara tanpa • Suasana ketika tuturan terjadi santai. melihat MT. • Tuturan terjadi di rumah, pukul 18.00 • Penutur mempermalukan WIB, tanggal 16 April 2013. MT. • Penutur perempuan berusia 30 tahun. MT perempuan berusia 56 tahun. MT adalah ibu dari penutur. • Tujuan: penutur menanggapi pertanyaan MT tentang berapa lama mereka tinggal
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
di rumah itu. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT lalu menghitung sendiri sudah berapa lama mereka tinggal di rumah itu. 18.
D18
Cuplikan Tuturan 56 MT : “Gimana, Dek, maunya di mana?” P : “Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di UNS.” MT : “Ya udah, ibu nurut aja, yang penting sukanya di mana.”
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa gak mau. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu mau, aja, gak.
• Penutur dan MT sedang membicarakan Kategori : menghilangkan muka. tentang kelanjutan kuliah penutur di Subkategori : kesal. ruang keluarga. • MT memberi tawaran kepada penutur Wujud: untuk melanjutkan kuliah di UIN atau di • Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. UNS. • Penutur tidak tertarik melanjutkan kuliah • Penutur berbicara di depan anggota keluarga yang lain. di UNS. • Penutur langsung menolak tawaran MT • Penutur mempermalukan MT, tetapi penutur tidak sambil beranjak meninggalkan MT. merasa telah • Suasana ketika tuturan terjadi serius. mempermalukan MT. • Tuturan terjadi di rumah pada malam • Penutur berbicara dengan hari. ketus. • Penutur perempuan berusia 22 tahun. MT perempuan berusia 47 tahun. MT adalah ibu dari penutur. • Tujuan: penutur menolak melanjutkan kuliah di UNS. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung menuruti kemauan penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
19.
D19
Cuplikan Tuturan 57 MT1: “Kowe ki nyawang opo to mas?” P : “Yo kwi, Mbak, wong lanang ki mripate ra dienggu.”
• Intonasi berita. • Partikel: yo. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada frasa ra dienggu. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT1 sedang bercengkrama Kategori : menghilangkan muka. di ruang keluarga. Subkategori : menyindir. • MT2 hendak naik tangga dari dapur. • Lantai dapur rumah penutur berada lebih Wujud: rendah dari lantai utama, sehingga • Penutur berbicara dengan sinis. terdapat tiga anak tangga yang • Penutur berbicara dengan menyatukannya. ketus. • Ketika baru menaiki satu anak tangga, • Penutur berbicara di depan MT2 terpeleset dan hampir saja terjatuh. orang lain. • MT1 bersimpati lalu menanyakan ada apa dengan MT2 hingga hampir terjatuh • Penutur memberi sindiran yang mempermalukan MT. begitu. • Penutur bukan menjawab pertanyaan • Penutur tidak merasa telah menyinggung perasaan MT. MT1 sesuai dengan pertanyaannya, tetapi malah menyindir MT2. • Suasana ketika tuturan terjadi santai. • Tuturan terjadi di rumah pukul 12.30 WIB, tanggal 15 Mei 2013. • Penutur perempuan berusia 42 tahun. MT1 perempuan berusia 44 tahun. MT2 laki-laki berusia 45 tahun. MT1 adalah tetangga penutur. MT2 adalah suami penutur. • Tujuan: penutur menyindir MT2 yang hampir terjatuh dari tangga. • Tindak verbal: representatif.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tindak perlokusi: MT2 yang malu hanya menoleh dengan senyum dipaksakan lalu pergi. 20.
D20
Cuplikan Tuturan 58 P : “Uwes, ayo balek, ngopo kowe neng kene?” MT: “Lah, mbok ko sek.”
• Intonasi tanya. • Nada tutur: penutur berbicara dengan ada sedang. • Tekanan: keras pada frasa ayo balek. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• MT tinggal bersama penutur yang Kategori : menghilangkan muka. rumahnya bersebelahan dengan anaknya. • Penutur mendatangi rumah anaknya Subkategori : memperingatkan. untuk ikut berbincang-bincang dengan Wujud: • Penutur berbicara dengan tamu anaknya. ketus. • Karena ingin tahu, MT pun datang hendak ikut mengobrol dengan tamu • Penutur berbicara di depan tamu anaknya. anaknya. • Penutur merasa MT tidak berkepentingan • Penutur membuat MT merasa malu. terhadap tamu anaknya. • Penutur tidak merasa telah • Suasana ketika tuturan terjadi santai. mempermalukan MT di • Tuturan terjadi di rumah pukul 18.00 depan tamu anaknya. WIB, tanggal 20 April 2013. • Penutur perempuan berusia 65 tahun. MT laki-laki berusia 70 tahun. MT adalah suami dari penutur. • Tujuan: penutur mengajak MT pulang. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung pulang dengan sedikit mengumpat karena dipermalukan di depan tamu anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
KORPUS DATA DAN TABULASI DATA KATEGORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA MENIMBULKAN KONFLIK
NO.
KODE
1.
E1
TUTURAN Cuplikan Tuturan 59 P : “Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci kapok kowe!” MT: (memukul kepala penutur).
• • •
• •
PENANDA KETIDAKSANTUNAN PRESEPSI NONLINGUAL KETIDAKSANTUNAN LINGUAL (Topik dan Situasi) Intonasi seru. • Penutur sedang menerima tamu dan Kategori : Menimbulkan konflik. berbincang-bincang. Partikel: heh. Subkategori : mengancam. • MT bermain-main dengan temannya di Nada tutur: Wujud: sekitar penutur dan tamunya. penutur berbicara dengan nada • Penutur sudah menegur MT berkali-kali, • Penutur berbicara dengan berteriak. tinggi. tetapi MT tidak mengindahkan teguran • Penutur berbicara dengan penutur yang menyuruh MT bermain Tekanan: keras berkacak pinggang. agak jauh dari penutur dan tamunya. pada kata adek. • Penutur berbicara dengan • Penutur merasa sangat terganggu dengan Diksi: bahasa sinis. tingkah MT. nonstandar • Penutur memberi ancaman dengan bahasa • Penutur menegur lagi dengan marah. kepada MT. Jawa. • MT merasa tidak mengganggu. Mendengar teguran penutur, MT langsung membalas dengan memukul kepala penutur lalu berlari meninggalkan penutur. • Tuturan terjadi dalam suasana tegang. • Tuturan terjadi di halaman rumah pukul 17.00 WIB, tanggal 10 April 2013. • Penutur perempuan berusia 35 tahun. MT laki-laki berusia 3 tahun. Penutur adalah
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
ibu dari MT. • Tujuan: penutur memarahi MT tidak mau sekolah. • Tindak verbal: komisif. • Tindak perlokusi: setelah tuturan penutur tersebut, MT malah memukul kepala penutur. 2.
E2
Cuplikan Tuturan 60 P : “Halah, ibu ki silit, silit!!!” MT: “Heh, gak boleh ngomong gitu.”
• Intonasi seru. • Partikel: halah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada kata silit. • Diksi: bahasa nonstandardengan menggunakan bahasa Jawa.
• MT sedang menerima tamu di ruang tamu Kategori : menimbulkan konflik. bersama dengan anggota keluarga yang Subkategori : mengejek. lainnya. • Tiba-tiba, penutur yang sebelumnya Wujud: berada di ruang keluarga sedang • Penutur berbicara dengan sedikit berteriak. menonton televisi keluar ke ruang tamu dan meneriaki MT dengan tuturan yang • Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. mengejek MT. • Tuturan penutur sangat membuat terkejut • Penutur memberi ejekan tamu dan anggota keluarga yang lain. kepada MT. • MT lalu menarik penutur masuk ke ruang • Penutur membuat MT marah. keluarga dan memarahinya. • MT menghukum penutur dengan tidak memperbolehkan penutur menonton televisi lagi. • Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah, pukul 18.00 WIB, tanggal 16 April 2013. • Penutur laki-laki, anak berusia 5 tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
MT perempuan, ibu berusia 30 tahun. MT adalah ibu dari penutur. • Tujuan: penutur ingin mencari perhatian MT. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung memarahi dan menghukum penutur karena tuturan tersebut sangat tidak sopan. 3.
E3
Cuplikan Tuturan 61 P
: (tiba-tiba menyenggol adiknya). MT: “Opo to kowe ki mas, tak andakke ibu kowe nyenggol-nyenggol.” P : “Apa sih kamu tuh, gitu aja ngaduan.”
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada pada frasa tak andakke. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur sedang menonton televisi di Kategori : menimbulkan konflik. ruang keluarga. • Tiba-tiba, MT yang sebelumnya berada di Subkategori : mengancam. Wujud: kamar, keluar dan menjaili penutur. • Karena merasa terganggu, penutur ingin • Penutur berbicara dengan suara keras. mengadukan MT kepada ibunya. • MT menimpali tuturan penutur dengan • Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. marah pula karena maksud MT hanya • Penutur memberi ancaman bercanda. kepada MT. • Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Penutur membuat MT yang • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. tadinya hanya bercanda • Penutur laki-laki berusia 11 tahun. MT menjadi marah. laki-laki berusia 15 tahun. Penutur adalah adik MT. • Tujuan: penutur memarahi MT karena menepuk pundaknya secara tiba-tiba.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tindak verbal: komisif. • Tindak perlokusi: MT tidak terima dengan perkataan penutur yang akan mengadukannya kepada ibunya, lalu MT balas marah kepada penutur. 4.
E4
Cuplikan Tuturan 62 P
: “Bu, aku njaluk dolanan anyar yo!” MT: “Yo, tapi mengku yo, Le, ibu lagek ra ndwe duit.” P : “Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.” MT: “Kamu tu masih kecil udah berani ngomong gitu sama ibu.”
• Intonasi berita. • Partikel: halah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada kata pelit. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
Kategori : menimbulkan • Penutur sedang memainkan mainannya. konflik. • MT sedang membersihkan rumah. • Penutur merasa mainannya kurang, ia Subkategori : kesal. Wujud: meminta mainan baru kepada MT. • MT menyuruh penutur untuk bersabar • Penutur berbicara dengan sinis. karena MT belum memiliki uang lebih untuk membelikan mainan baru untuk • Penutur menyindir MT dengan membandingkan penutur. MT dengan ayahnya. • Penutur justru menanggapi nasihat MT • Penutur berbicara dengan dengan marah. orang tua. • Penutur membanding-bandingkan MT • Penutur tadinya masih dengan ayahnya yang tidak pelit. bersabar menjadi marah. • Karena dibanding-bandingkan, MT langsung memarahi penutur yang tidak bisa memahami keadaan orang tuanya. • Tuturan terjadi dalam suasana santai. • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. • Penutur laki-laki berusia 11 tahun. MT perempuan berusia 37 tahun. MT adalah ibu dari penutur. • Tujuan: penutur marah kepada MT
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
karena tidak dibelikan mainan. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT langsung memarahi penutur yang tidak mau mengerti keadaan orang tuanya. 5.
E5
Cuplikan Tuturan 63 P : “Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono kuwi marai tuman.” MT: “Wong nggolek duit ki yo pancen ngge anak lho, Bu.” P : “Yo, tapi kwi kan marai tuman, Pak. Kwe ki manjakke anak tenan.” MT: “Halah, Bu. Kwe ki opoopo mung nyalahke.”
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: lunak pada frasa marai tuman. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.
• Penutur dan MT sedang berada di ruang Kategori : menimbulkan konflik. keluarga. • Penutur menegur MT yang dengan Subkategori : memperingatkan. mudahnya menuruti permintaan anaknya. Wujud: • MT merasa dipojokkan oleh tuturan • Penutur berbicara dengan sinis. penutur. • MT lalu membela diri, tetapi penutur • Penutur berbicara sambil mengerjakan pekerjaan lain. masih saja menyalahkan MT yang terlalu • Penutur berbicara tanpa memanjakan anak. melihat MT. • MT semakin kesal dan membalas tuturan • Penutur memancing emosi penutur dengan ketus. dan adu mulut dengan MT. • Tuturan terjadi dalam suasana serius. • Tuturan terjadi di rumah pada malam hari. • Penutur perempuan berusia 37 tahun. MT laki-laki berusia 40 tahun. MT adalah suami dari penutur. • Tujuan: penutur menegur MT yang selalu menuruti permintaan anaknya. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: MT balas marah
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
kepada penutur dipojokkan. 6.
E6
Cuplikan Tuturan 64 P : “Kowe ra sekolah?” MT: “Ora bu, loro weteng.” P : “Anak kok bandel, nakal, kurangajar!!!”
• Intonasi seru. • Partikel: kok. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada kata bandel, nakal, kurangajar. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata umpatan bandel, nakal, kurangajar.
karena
ia
merasa
Kategori : menimbulkan • Penutur baru saja pulang dari pasar. konflik. • Sesampai di rumah, penutur mendapat laporan dari nenek MT bahwa MT Subkategori : kesal. Wujud: membolos dari sekolah. • Penutur langsung menghampiri MT yang • Penutur berbicara dengan suara keras. berada di meja makan hendak mengambil • Penutur berbicara dengan makan. berkacak pinggang. • Penutur langsung memarahi MT yang • Penutur berbicara bandel tidak mau sekolah. menggunakan kata-kata • Mendengar tuturan penutur, MT tidak kasar. jadi mengambil makanan, tetapi justru membanting piring yang dipegangnya. • Tanpa membalas tuturan penutur, MT langsung pergi meninggalkan penutur dengan kesal. • Sebenarnya MT izin pulang dari sekolah karena sakit, tetapi ia belum sempat menjelaskan kepada penutur, penutur sudah marah dahulu. • Tuturan terjadi dalam suasana tegang. • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. • Penutur perempuan berusia 40 tahun. MT laki-laki berusia 13 tahun. MT adalah anak dari penutur.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tujuan: penutur memarahi MT yang bolos sekolah. • Tindak verbal: ekspresif. • Tindak perlokusi: Mitra tutur tidak membalas perkataan itu, tetapi membanting piring yang sedang dipegangnya lalu pergi sampai larut malam. 7.
E7
Cuplikan Tuturan 65 P : “Aku juga butuh makan, cepetan!!!” MT: “Sabar kenapa sih!”
• Intonasi perintah. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada tinggi. • Tekanan: keras pada kata cepetan. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu butuh, cepetan.
• Penutur dan MT sedang bersiap Kategori : menimbulkan konflik. mengerjakan tugas masing-masing. Subkategori : memperingatkan. • MT yang bertugas mengantar penutur ke Wujud: pasar tidak cepat-cepat bersiap. • Penutur mulai terpancing emosi dan • Penutur berbicara dengan suara keras. meneriaki MT. • MT yang tersinggung dengan tuturan • Penutur berbicara tanpa melihat ke MT. penutur langsung menanggapi dengan kesal pula lalu masuk ke kamar sambil • Penutur berbicara dengan ketus. menutup pintu kamar dengan keras. • Tuturan terjadi dalam suasana tegang. • Tuturan terjadi di rumah pada pagi hari. • Penutur perempuan berusia 25 tahun. MT laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik penutur. • Tujuan: penutur memarahi MT yang sangat lambat dalam mengerjakan sesuatu.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
• Tindak verbal: direktif. • Tindak perlokusi: MT langsung menutup pintu kamar dengan keras. 8.
E8
Cuplikan Tuturan 66 MT: “Eh, ni tugasmu antar dagangan!” P : “Kamu tu gak tau ya aku tu capek, banyak tugas.” MT: “Semua tuh juga capek, tapi gak banyak alasan kayak kamu.”
9.
E9
Cuplikan Tuturan 67 P : “Kamu gak kuliah?” MT: “Gak, Mbak.” P : “Kamu mau kuliah
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada kata capek. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, gak, tau.
Kategori : menimbulkan • Penutur baru pulang dari kampus. konflik. • MT menyuruh penutur mengantarkan Subkategori : kesal. dagangan kepada langganan. • Karena masih lelah, penutur menolak Wujud: • Penutur berbicara dengan perintah MT. orang yang lebih tua. • Penolakan penutur justru membuat MT • Penutur berbicara dengan marah. sinis. • Tuturan terjadi dalam suasana tegang. • Penutur menolak perintah • Tuturan terjadi di rumah pada sore hari. MT dengan ketus. • Penutur laki-laki berusia 20 tahun. MT • Penutur bersikap lancang perempuan berusia 25 tahun. MT adalah kepada MT dengan kakak penutur. menyebut ‘kamu’ kepada • Tujuan: penutur menangapi dengan kesal MT sebagai kakak penutur. perintah dari MT. • Tindak verbal: representatif. • Tindak perlokusi: MT membalas tututan penutur dengan marah pula.
• Intonasi berita. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang.
Kategori : menimbulkan • Penutur baru pulang dari pasar. konflik. • MT berada di dalam kamar sedang Subkategori : mengancam. bermain gitar. • Melihat MT, penutur langsung kesal Wujud: • Penutur berbicara dengan karena seharusnya MT masih kuliah.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.”
10.
E10
Cuplikan Tuturan 68 P
: “Mbak, sing koyo ngene ki yo?” MT: “Ora sing koyo ngono, nek koyo ngono akeh neng kene.” P : “Enenge koyo ngene. Nek ra percoyo kono delok dewe! Wong kok
• Tekanan: keras pada frasa kuliah apa enggak. • Diksi: bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu mau, enggak, kalo, usah, cari; penggunaan istilah bahasa Jawa manut.
• Penutur merasa MT tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh penutur yang sudah membiayai kuliahnya. • MT tidak terima dengan tuturan penutur karena ia merasa diremehkan. • Tuturan terjadi dalam suasana tegang. • Tuturan terjadi di rumah pada siang hari. • Penutur perempuan berusia 28 tahun. MT laki-laki berusia 20 tahun. MT adalah adik dari penutur. • Tujuan: penutur memarahi MT yang membolos kuliah. • Tindak verbal: komisif. • Tindak perlokusi: MT langsung menghidupkan motor dengan mengeraskan gas motor lalu pergi hingga larut malam.
• Intonasi seru. • Partikel: kok. • Nada tutur: penutur berbicara dengan nada sedang. • Tekanan: keras pada kata ngene. • Diksi: bahasa
• Penutur dan MT sedang membantu Kategori : menimbulkan konflik. ibunya menjaga toko. • MT menyuruh penutur untuk mengambil Subkategori : kesal. Wujud: barang digudang. • Barang yang diambil penutur tidak sesuai • Penutur berbicara dengan sinis. dengan yang dimaksud oleh MT. • MT menyuruh penutur untuk mengambil • Penutur berbicara dengan orang yang lebih tua. barang sesuai yang dimaksud MT. • Penutur menolaknya karena ia merasa • Penutur berbicara tanpa
sinis. • Penutur memberi ancaman kepada MT. • Ancaman penutur mengakibatkan MT emosi dan pergi dari rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
PARAMETER PENENTU KETIDAKSANTUNAN Lingual No .
1.
2.
Jenis Ketidaksantunan
Melanggar norma
Mengancam muka sepihak
Intonasi
Nonlingual
Nada
Tekanan
Diksi
Tuturan dikataka n dengan nada rendah dan sedang
Tuturan dikataka n dengan tekanan lunak
Intonasi berita (datarturun) dan tanya (datarturun)
Bahasa nonstand ar
Tuturan dikataka n dengan nada sedang
Tuturan dikataka n dengan tekanan lunak
Intonasi berita (datarturun), tanya
Bahasa nonstand ar.
Penutur dan Lawan Tutur
Situasi Tutur
Tujuan Tuturan
Waktu dan Tindak Verbal dan Tempat Tindak Perlokusi
Contoh Cuplikan Tuturan
Orang yang terlibat dalam tuturan: siapa saja yang berkomunik asi dengan anggota keluarga
Keadaan ketika terjadi suatu tuturan: santai.
Penutur • Tempat menanggapi suatu tuturan tuturan mitra tutur terjadi: yang di mana menyuruhn saja ya • Waktu melakukan suatu suatu hal tuturan sesuai terjadi: norma atau kapan kesepakatan saja
• Tindak verbal ekspresif, komisif, dan representatif. • Tindak perlokusi umumnya membuat mitra tutur kesal hanya diam, tidak menanggapi tuturan penutur lagi.
MT : “Le, leh bali ojo bengi-bengi yo!”
Orang yang terlibat dalam tuturan: siapa saja
Keadaan ketika terjadi suatu tuturan:
Penutur • Tempat menanggapi suatu mitra tutur tuturan atau terjadi: menyuruh di mana
• Tindak verbal ekspresif, direktif, komisif, dan representatif. • Tindak perlokusi
P : “Sayur e endi bu? Emoh mangan
P : “Halah, ngopo loh, aturan opo ngono kuwi.”
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
dan tinggi.
dan keras.
(datarturun), perintah (datartinggi), dan seru (tinggidatar)
yang berkomunik asi dengan anggota keluarga
santai dan serius
mitra tutur melakukan sesuatu.
saja • Waktu suatu tuturan terjadi: kapan saja
umumnya mitra tutur merasa tersinggung, tetapi tidak disadari oleh penutur.
aku nek gak enek sayur e.” MT: “Mbok sabar to le, kowe ki ra ndelok ibu sibuk po iki.” P : “La wong aku ngelih lho.”
3.
Melecehkan Muka
Tuturan dikataka n dengan nada rendah, sedang, dan tinggi.
Tuturan dikataka n dengan tekanan lunak dan keras.
Intonasi berita (datarturun), tanya (datarturun), dan perintah (datar-
Bahasa nonstand ar
Orang yang terlibat dalam tuturan: siapa saja yang berkomunik asi dengan anggota keluarga
Keadaan ketika terjadi suatu tuturan: santai, serius
Penutur • Tempat menanggapi suatu mitra tutur, tuturan menyuruh terjadi: mitra tutur di mana melakukan saja sesuatu, • Waktu menyindir suatu mitra tutur, tuturan atau terjadi: memperinga
• Tindak verbal ekspresif, representatif, dan direktif. • Tindak perlokusi pada umumnya mitra tutur tersinggung, tetapi tetap melakukan apa
MT: “Mas, aku melu yo?” P : “Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!”
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
tinggi).
4.
5.
Menghilangkan muka
Menimbulkan konflik
Tuturan dikataka n dengan nada rendah, sedang, dan tinggi.
Tuturan `dikataka n dengan tekanan lunak dan keras.
Tuturan dikataka n dengan nada
Tuturan dikataka n dengan tekanan
tkan mitra tutur.
Intonasi berita (datarturun), intonasi tanya (datarturun), intonasi perintah (datartinggi), dan seru (tinggidatar)
Bahasa nonstand ar
Intonasi berita (datarturun),
Bahasa nonstand ar
Orang yang terlibat dalam tuturan: siapa saja yang berkomunik asi dengan anggota keluarga
Keadaan ketika terjadi suatu tuturan: santai, serius
Orang yang terlibat dalam tuturan:
Keadaan ketika terjadi suatu
kapan saja
yang diinginkan penutur.
Penutur • Tempat menanggapi suatu mitra tutur, tuturan menyindir terjadi: mitra tutur, di mana menyuruh saja mitra tutur, • Waktu atau suatu memperinga tuturan tkan mitra terjadi: tutur. kapan saja
• Tindak verbal ekspresif, direktif, dan representatif. • Tindak perlokusi pada umumnya mitra tutur merasa malu karena tuturan penutur tersebut dikatakan di depan orang lain.
MT: “Mbak, nek aku nganggo iki pas ra yo?”
• Tempat suatu tuturan terjadi:
• Tindak verbal ekspresif, direktif, representatif, dan
P : “Halah, ibu ki silit,
Penutur memarahi mitra tutur atau
P: “Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan ngengge klambi ukuran S koyo ngono.”
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
sedang dan tinggi
keras
intonasi seru (tinggidatar), intonasi perintah (datartinggi)
siapa saja yang berkomunik asi dengan anggota keluarga
tuturan: tegang, serius
memperinga di mana tkan mitra saja tutur. • Waktu suatu tuturan terjadi: kapan saja
komisif. • Tindak perlokusi umumnya mitra tutur menanggapi tuturan penutur dengan emosi dan munculah konflik.
silit!!!” MT: “Heh, gak boleh ngomong gitu.”
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
Maksud Ketidaksantunan Penutur No.
Kategori
Subkategori
Kode
Tuturan
Maksud
1.
Melanggar norma
Menolak
A1
Halah, mbok mengko ah, Bu.
Menentang
A2
Halah, ngopo lho, aturan opo ngono kuwi.
Protes
A3
Bentar lagi ya, Bu, wong masih jam segini
Menunda
Menunda
kok!
2.
Mengancam muka sepihak
Kesal
A4
Halah, ora sinau, aku yo iso kok.
Kesal
B1
Opo. Wong kowe ngentekke wedang e
Kesal
kung kok. B2
Sayur e endi bu? Emoh mangan aku nek
Protes
gak enek sayur e. Memerintah
B3
Wes, nek wes takon gek lungo!
Mengusir
Menyindir
B4
Haduh, Mbaknya nih sibuk banget sih,
Basa-basi
mbok sini lho! B5
Kae po karo Mbak e wae?
Basa-basi
B6
Waduh, silakan janjian lho, Masnya pasti
Basa-basi
bisa kalo janjian kayak gini.
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
B9
Kowe nitip helm eneng pajakke lho. Wani
Bercanda
bayar piro sebulan?
Memperingatkan
B11
Endi jatahku be, gopek gopek?
B7
Loh, itu kan tanggung jawabmu, itu
Bercanda Memperingatkan
tugasmu. B8
Lah, yo kuwi ngge pengeling-eling nek
Memperingatkan
maghrib ki kudu mandek! Mengancam
B10
Awas nek kowe reneh meneh, tak jiwit
Bercanda
kowe. Utang lho kowe! 3.
Melecehkan muka
Kesal
C1
Heh, sepatu ne endi kuwi?
Memerintah
C2
Heh heh heh, kono neng sekolah wae!
Memerintah
C4
Heh, kuping e endi, kene tak andani!
Memerintah
C9
Ganti to pak, aku ki ra seneng bal!!!
Memerintah
C10
Ah, kok aku terus sih Mbak sing mbok takok i?
Mengelak
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
C22
Dasar bakul iwak, digoleki nengdi-nengdi
Kesal
ra ketemu, jedule neng kene. Menyindir
C3
Wong ra sekolah kok njaluk susu.
Mengomentari
C5
Ben, mengko neng wetenge ben eneng
Menakut-nakuti
gambare. C6
Heh, flashdisc-mu tu banyak banget
Mengejek
virusnya, gudang virus ya? C12
Wes tuwo neng cilik yo, Mbak.
Basa-basi
C13
Biasalah nek orang tua kayak gitu, Mbak,
Basa-basi
biasalah ibu-ibu. C15
Kowe ki keentekan obat, kono ngombe
Kesal
obat sek ben ra edan! C16
Kuwi mbok dijamuni disek ben bapakmu
Kesal
rodo mari leh edan! C17
Iyo kuwi, nek mikir ora mangan sego, tapi
Menyindir
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
mangane rokok.
C18
Mlaku ki yo mlaku wae, ra sah meleng
Memperingatkan
mripate! Mengejek
Menentang
C7
Opo, kowe ki arep ngopo?
Basa-basi
C19
Zaman koyo ngene kok ra ndwe HP.
Mengejek
C8
Yo, kono kowe wae, wong aku rung adus
Mengelak
kok! Menolak
C11
Halah, ojo ojo, nang omah wae, jeh cilik!!!
Melarang
Memperingatkan
C14
Kuwi yo ra neng kono, opo-opo kok mung
Mengomentari
utah!!! C20
Gak ada liburan, kalo libur kamu mau
Melarang
bayar semesteran pake apa? C21
Pokoknya jangan dikasih, nanti buat
Melarang
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
macem-macem, wong masih SMP gitu udah minta yang macem-macem!
4.
Menghilangkan muka
Mengejek
C23
Heh, sana belajar! Nonton terus.
D1
La yo mboh, mbok umurmu dewe kok
Memperingatkan Menanggapi
tekok. D4
Halah, Mbok, kowe ki ra bener tenan.
D7
Halah, mboh kowe ngomong opo.
D12
Wo la yo kuwi, suwi-suwi raine dadi rai
Mengejek Menanggapi Bercanda
gembus. Memperingatkan
D3
Kamu tu harusnya lebih rajin, nilaimu tu
Memperingatkan
malu-maluin! D6
Wes, ojo kakean leh ngomong, ndak
Mengusir
kewengen! D20
Uwes, ayo balek, ngopo kowe neng kene?
Mengusir
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
Menyindir
D5
Kuwi ki mbiyen kantoran lho mbak, saiki
Bercanda
malah mung bakul. D8
Ya kakaknya, Mbak. Nek kakaknya tu
Menyindir
sabar Mbak, yang ini main terus. D9
Lah, kok bingung-bingung lho Mbak!
Basa-basi
Disiapin ora e? D10
Weh, kok koyo wong londo kowe
Bercanda
panganane roti. Koyo londo ndeso! D11
Mau dikasih apa kok tanya-tanya gitu?
Basa-basi
D14
Pacare Ari ki akeh banget. Koleksi kok.
Menanggapi
Mbok golek seng jilbaban kono lho. D15
Kowe ki saiki lemu, kok pede tenan
Mengomentari
ngengge klambi ukuran S koyo ngono. D16
Heh, udah nambah belum itu tinggimu?
Bercanda
D19
Yo kwi, Mbak, wong lanang ki mripate ra
Menyindir
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
dienggu. Kesal
D13
Ah, kowe ki nek diperintah mung nggawe
Kesal
gelo. D18
Pokoknya aku mau di UIN aja, gak mau di
Protes
UNS. Meremehkan
D2
Kowe ki mbok mengko wae nek arep
Melarang
nonton, aku disek. D17 5.
Menimbulkan konflik
Mengancam
E1
Lah, mboh mbiyen. Adek!!! Heh, tak masukke kamar tak kunci
Menanggapi Menakut-nakuti
kapok kowe! E3
Opo to kowe ki mas, tak andakke ibu kowe
Menakut-nakuti
nyenggol-nyenggol. E9
Kamu mau kuliah apa enggak, kalo gak manut aturan gak usah kuliah terserah, hidup sendiri, cari uang sendiri.
Memperingatkan
PLAGIAT MERUPAKAN MERUPAKAN TINDAKAN TINDAKAN TIDAK TIDAK TERPUJI TERPUJI PLAGIAT
Mengejek
E2
Halah, ibu ki silit, silit!!!
Mengejek
Memperingatkan
E5
Pak, kowe opo-opo anak ditukukke. Ngono
Melarang
kuwi marai tuman.
Kesal
E7
Aku juga butuh makan, cepetan!!!
Memperingatkan
E4
Halah, ibu ki pelit tenan, ra koyo bapak.
Protes
E6
Anak kok bandel, nakal, kurang ajar!!!
Kesal
E8
Kamu tu gak tau ya aku tu capek, banyak
Protes
tugas. E10
Enenge koyo ngene. La nek ra percoyo kono delok dewe! Wong kok ra percoyoan.
Protes
Instrumen Penelitian PLAGIAT TERPUJI PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAK TERPUJI
Panduan Wawancara
A. Daftar Pertanyaan untuk Orang Tua dalam Relasi dengan Anggota Keluarga PETUNJUK: Gunakan daftar pertanyaan berikut untuk mewawancarai informan, kemudian tulislah atau rekamlah bentuk kebahasaan yang disampaikan oleh informan (pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)! 1. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak perempuan Anda yang sudah cukup dewasa belum bisa memasak atau anak lelaki Anda yang sudah cukup dewasa hanya bermalas-malasan di rumah? (melecehkan muka) Penjelasan Informan: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------2. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda ketika anak Anda menjawab sekenanya dan terkesan acuh saat Anda memberikan nasihat? (menimbulkan konflik) Penjelasan Informan: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------3. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak Anda yang sudah kuliah semester 12 belum lulus atau anak Anda yang masih bersekolah tidak naik kelas jika situasinya sedang ada pertemuan keluarga? (menghilangkan muka) Penjelasan Informan: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------4. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak Anda yang sedang membersikan rumah tanpa sengaja mengganggu aktivitas Anda (misalnya menulis, membaca, atau menonton televisi)? (mengancam muka sepihak) Penjelasan Informan: ------------------------------------------------------------------------------------------
Instrumen Penelitian PLAGIAT TERPUJI PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAK TERPUJI
Panduan Wawancara
-----------------------------------------------------------------------------------------5. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak Anda terlambat pulang ke rumah tanpa alasan yang jelas, padahal sudah disepakati bersama dalam keluarga bahwa batasan jam pulang malam tidak boleh dilanggar? (melanggar aturan) Penjelasan Informan: ------------------------------------------------------------------------------------------
B. Daftar Pertanyaan untuk Anggota Keluarga dalam Relasi dengan Orang Tua PETUNJUK: Gunakan daftar pertanyaan berikut untuk mewawancarai informan, kemudian tulislah atau rekamlah bentuk kebahasaan yang disampaikan oleh informan (pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)! 1. Bagaimana respon Anda ketika mengetahui bahwa orang tua Anda tidak dapat mengoperasikan komputer? (melecehkan muka) Penjelasan Informan: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------2. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda menegur Anda karena mendengarkan musik dengan volume yang keras? (menimbulkan konflik) Penjelasan Informan: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------3. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda berusaha membandingbandingkan nilai Anda dengan kakak/adik yang memiliki nilai lebih baik dari Anda? (menghilangkan muka) Penjelasan Informan: -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Instrumen Penelitian PLAGIAT TERPUJI PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAK TERPUJI
Panduan Wawancara
4. Bagimana respon Anda bila saat Anda belajar, orang tua Anda meminta bantuan Anda, tetapi hanya dengan meneriakkan nama Anda tanpa memberikan penjelasan mengenai bantuan apa yang diperlukan? (mengancam muka sepihak) Penjelasan Informan: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------5. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda mengotak-atik handphone Anda dan membaca pesan singkat antara Anda dengan teman dekat Anda? (melanggar aturan) Penjelasan Informan: -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PLAGIAT TERPUJI Instrumen Penelitian PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAK TERPUJI Kasus/Situasi
KUESIONER PENELITIAN KETIDAKSANTUNAN DALAM BERBAHASA A. Pertanyaan Kasus/Situasi untuk Orang Tua dalam Relasi dengan Anggota Keluarga PETUNJUK: Tulislah bentuk kebahasaan yang akan Anda gunakan sebagai respons Anda terhadap situasi-situasi berikut dengan sejujurnya (pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)! Situasi 1: Keluarga Anda memiliki jam belajar pukul 20.00 WIB. Ketika waktu menunjukkan pukul 20.00 WIB, anak Anda belum juga belajar, tetapi justru masih menonton televisi. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda? Respons Anda: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Situasi 2: Saat Anda menasihati anak Anda ketika terlibat perkelahian di sekolah, anak Anda justru memainkan handphone dan tidak memperdulikan nasihat Anda. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda? Respons Anda: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Situasi 3: Ketika Anda sedang menerima telepon dari teman, anak Anda menghidupkan musik dengan volume yang keras dan tidak menyadari bahwa hal itu mengganggu percakapan Anda. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda? Respons Anda: -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PLAGIAT TERPUJI Instrumen Penelitian PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAK TERPUJI Kasus/Situasi
Situasi 4: Ketika sedang menonton sebuah acara televisi favorit Anda, tiba-tiba anak Anda mengganti saluran televesi tersebut tanpa meminta izin dari Anda. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda? Respons Anda: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Situasi 5: Keluarga Anda membuat kesepakatan jam malam untuk anak Anda sampai pukul 22.00 WIB. Suatu malam, anak Anda pulang melampaui jam yang telah disepakati. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda? Respons Anda: -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
B. Pertanyaan Kasus/Situasi untuk Anggota Keluarga dalam Relasi dengan Orang Tua PETUNJUK: Tulislah bentuk kebahasaan yang akan Anda gunakan sebagai respons Anda terhadap situasi-situasi berikut dengan sejujurnya (pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)! Situasi 1: Anda meminta supaya dibelikan handphone baru karena handphone lama Anda sudah ketinggalan zaman. Anda sudah meminta berulang kali, tetapi belum juga dibelikan. Apa yang akan Anda katakan kepada orang tua Anda? Respons Anda: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Situasi 2: Anda dipaksa oleh ibu Anda untuk membeli sayur di pasar, padahal Anda tidak suka berbelanja di pasar. Apa yang akan Anda katakan dalam situasi seperti ini?
PLAGIAT TERPUJI Instrumen Penelitian PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAK TERPUJI Kasus/Situasi
Respons Anda: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Situasi 3: Anda diajak teman-teman keluar rumah pada malam hari. Namun, orang tua tidak mengizikinkan Anda untuk pergi. Apa yang akan Anda katakan kepada orang tua Anda di depan teman-teman Anda? Respons Anda: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Situasi 4: Ketika Anda pulang sekolah dan merasa lapar, tidak ada makanan di rumah. Apa yang akan Anda katakan kepada orang tua Anda? Respons Anda: ----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Situasi 5: Ketika Anda sedang dimarahi oleh orang tua karena Anda dianggap pergi tanpa seizin mereka, padahal Anda merasa sudah meminta izin kepada orang tua Anda. Apa yang akan Anda katakan dalam situasi seperti ini? Respons Anda: ---------------------------------------------------------------------------------------------
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
InstrumenPenelitian Maksud Penutur Kode Tuturan: 1. Lokasi
:
2. Suasana
:
3. Keadaanemosi
:
4. Identitaspenutur
:
a. Gender
:
b. Umur
:
c. Pekerjaan
:
d. Domisili
:
e. Daerah Asal
:
f. Bahasa yang dipakaisehari-hari
:
5. Identitaslawantutur
:
a. Gender
:
b. Umur
:
c. Pekerjaan
:
d. Domisili
:
e. Daerah Asal
:
f. Bahasa yang dipakaisehari-hari
:
6. Tanggalpercakapan
:
7. Waktupercakapan
:
Tuturan:---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Maksud:----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Katarina Yulita Simanulang lahir di Jawa Tengah, tanggal 1 April 1992. Ia menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD Negeri No 204/VII Singkut 7, Sarolangun, Jambi pada tahun
2003. Kemudian, ia
melanjutnya studinya di SMP Xaverius Tugumulyo, Musi Rawas, Sumatera Selatan dan tamat pada tahun 2006. Pendidikan tingkat menengah atas ditempuhnya di SMA Xaverius Lubuk Linggau, Sumatera Selatan dan lulus pada tahun 2009. Setelah menyelesaikan sekolah tingkat menengah atas, ia melanjutnya studi S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Masa pendidikan S1 tersebut berakhir pada tahun 2013.