PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERBEDAAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL ANTARA REMAJA DENGAN SENSITIVITAS PENOLAKAN YANG TINGGI DAN YANG RENDAH DI SMA A YOGYAKARTA
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Disusun oleh: Marlina Sutandi NIM: 119114061
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERBEDAAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL ANTARA REMAJA DENGAN SENSITIVITAS PENOLAKAN YANG TINGGI DAN YANG RENDAH DI SMA A YOGYAKARTA
Oleh: Marlina Sutandi NIM: 119114061
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing
Dr. T. Priyo Widiyanto,M.Si
tanggal:
ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PENGESAHAN SKRIPSI
PERBEDAAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL ANTARA REMAJA DENGAN SENSITIVITAS PENOLAKAN YANG TINGGI DAN YANG RENDAH DI SMA A YOGYAKARTA
Dipersiapkan dan ditulis oleh: Marlina Sutandi NIM: 119114061
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Pada Tanggal: ............................................... dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap
Tanda Tangan
Penguji I
:
Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si
.....................
Penguji II
:
C. Siswa Widyatmoko, M.Psi
.....................
Penguji III
:
Drs. H. Wahyudi, M. Si
.....................
Yogyakarta, ............................................. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Dekan,
Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si
iii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
My Prayer of Dedication (Matthew 22:37)
Take my heart and may it love truth and wisdom from above Take my mind that I may serve fully, Lord, without reserve Take my feet and take my hands Let them serve your wise commands Take my voice and let it sing praises always to my King Take my life and bring it, Lord, with your will, in full accord Take my self, may all I do be well pleasing, Lord, to you.
Watchtower Bible and Tract Society of Pennsylvania (2009)
iv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
It is a gift...
for you.
v
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pernyataan Keaslian Karya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 31 Agustus 2015 Penulis
Marlina Sutandi
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERBEDAAN FREKUENSI AKTIVITAS SEKSUAL ANTARA REMAJA DENGAN SENSITIVITAS PENOLAKAN YANG TINGGI DAN YANG RENDAH DI SMA A YOGYAKARTA
Marlina Sutandi ABSTRAK Individu yang pernah mengalami penolakan akan mengembangkan sensitivitas akan penolakan/ rejection sensitivity (Kang & Downey, 2007). Sensitivitas akan penolakan/ Rejection Sensitivity dapat dibagi menjadi dua, yaitu High Rejection Sensitivity dan Low Rejection Sensitivity (Downey, Bonica, & Rincon dalam Furman, Brown, & Feiring, 1999). Purdie dan Downie (2000) mengemukakan bahwa individu HRS cenderung merasa cemas untuk kehilangan pasangan sehingga ingin mencegah agar penolakan tidak terjadi. Individu yang merasa cemas cenderung menggunakan seks dalam hubungan mereka (Davis, dkk, 2003, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan frekuensi aktivitas seksual antara remaja HRS dan LRS di SMA A Yogyakarta. Skala Children Rejection Sensitivity Questionnaire yang berbentuk skala Likert digunakan untuk mengukur sensitivitas akan penolakan individu (Downey & Feldman, 1996) dan skala aktivitas seksual digunakan untuk mengukur frekuensi aktivitas seksual individu. Data (N=75) diambil dari siswa kelas X dan XI SMA A Yogyakarta. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan independent sample t-test dengan hasil tidak ada perbedaan frekuensi aktivitas seksual antara remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A Yogyakarta (p= 0.272; p> 0.05). Analisis faktor dilakukan lebih lanjut untuk analisis. Hasil yang diperoleh setelah dilakukan analisis faktor adalah terdapat perbedaan frekuensi aktivitas seksual yang berbentuk perilaku seksual mendalam pada remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A Yogyakarta (p= 0.000; p< 0.05).
Kata Kunci: Sensitivitas akan penolakan, aktivitas seksual, remaja
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SEXUAL ACTIVITY FREQUENCY DIFFERENCE BETWEEN HIGH REJECTION SENSITIVITY TEENAGERS AND LOW REJECTION SENSITIVITY TEENAGERS IN A SENIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA Marlina Sutandi ABSTRACT Individual who has experienced rejection will develop rejection sensitivity (Kang & Downey, 2007). Rejection sensitivity can be divided into two, High Rejection Sensitivity (HRS) and Low Rejection Sensitivity (LRS) (Downey, Bonica, & Rincon dalam Furman, Brown, & Feiring, 1999). Purdie and Downie (2000) explained that HRS individual tends to feel anxious to lost their partner so that they want to prevent the occurance of rejection. Individual who feels anxious tends to use sex in their relationship (Davis, et al., 2003, 2004). The aim of this research is to see the sexual activity frequency difference between High Rejection Sensitivity teenagers and Low Rejection Sensitivity teenagers in A Senior High School Yogyakarta. Children Rejection Sensitivity Questionnaire (CRSQ) in Likert scale is used to measure the rejection sensitivity in teenagers (Downey & Feldman, 1996) and Sexual Activity Scale is used to measure the sexual activity frequency. Data (N=75) is collected from 1st and 2nd stage students in A Senior High School Yogyakarta. The data is analyzed using independent sample t-test which shows there is not sexual activity frequency difference between High Rejection Sensitivity teenagers and Low Rejection Sensitivity teenagers in A Senior High School Yogyakarta (p= 0.272; p>0.05). Factor analysis is used for further analysis. The result shows that there is sexual activity frequency difference especially in deep sexual behavior between High Rejection Sensitivity teenagers and Low Rejection Sensitivity teenagers in A Senior High School Yogyakarta (p=0.000; p< 0.05).
Keywords: Rejection sensitivity, sexual activity, teenagers.
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswi Universitas Sanata Dharma: Nama
: Marlina Sutandi
Nomor Mahasiswa
: 119114061
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: Perbedaan Frekuensi Aktivitas Seksual Antara Remaja dengan Sensitivitas akan Penolakan yang Tinggi dan yang Rendah di SMA A Yogyakarta beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta, Pada tanggal 31 Agustus 2015
Yang menyatakan
Marlina Sutandi
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan kekuatan dan hikmat melalui roh kudus untuk menyelesaikan skripsi dengan judul ―Perbedaan Frekuensi Aktivitas Seksual Antara Remaja dengan Sensitivitas akan Penolakan yang Tinggi dan yang Rendah di SMA A Yogyakarta‖ sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi dan mengakhiri pendidikan penulis di program S1 Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penulisan skripsi adalah pelatihan yang sangat berarti bagi penulis. Walaupun banyak kesulitan dan hambatan dalam menyelesaikan skripsi ini, namun peneliti dapat terus bertahan dan berdiri teguh hingga langkah teakhir. Kekuatan dan keberanian yang dimiliki penulis dapat terus dimiliki dan dipertahankan bukan karena diri penulis sendiri, namun juga karena kehadiran banyak pihak di kehidupan penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Allah Yehuwa dan Yesus Kristus yang terus mendengarkan dan memberikan jawaban atas doa-doa penulis dengan memberikan hikmat praktis dan kekuatan hingga akhir. 2. Tjhin Kong Fo, Gan Sun Kiauw, dan Eka Dewi Sutandi (Chen Xiao Yen) sebagai papa, mama, dan cece dari penulis yang terus mencintai dan
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menyayangi penulis tanpa syarat, mendengarkan, mendoakan, menghibur, dan mendukung penulis kapan pun dan dimana pun. 3. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si yang berperan bukan hanya sebagai dosen pembimbing, namun juga sebagai bapak yang mau membuka dirinya untuk membimbing dalam skripsi ini. 4. Bapak Cornelius Siswa Widyatmoko, M.Psi selaku dosen yang selalu siap membantu dan mengajar penulis ketika mengalami masalah dalam penelitiannya. 5. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik yang terus memberikan dukungan dan peka dalam membimbing penulis. 6. Bapak Agung Santoso, M.A., sebagai rekan diskusi dan berkeluh kesah. Terimakasih atas kebijaksanaan dan pengajarannya selama ini. 7. Bapak Ir. Ignatius Aris Dwiatmoko, M.Sc , terimakasih atas pengajarannya dalam bidang statistik. Terimakasih telah membuat hal yang rumit menjadi sederhana. 8. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si., terimakasih atas bantuan dan penjelasannya selama ini. Terimakasih atas senyuman hangat yang menjadi therapy bagi penulis. 9. Koko Herman Yosef Paryono, atas bantuan, doa, dukungan, obrolan, dan semua hal yang diberikan. Terimakasih. 10. Saudara-saudari Yogyakarta English Congregation dan saudara-saudari seluas dunia. Terimakasih atas doa, dukungan, dan persaudaraan internasional yang hangat. xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11. Teman-teman riset penelitian payung, Dara Novianta, Flaviana Rinta Ferdian, Haksi Mayawati, Nathan Agung, Fiona Damanik, dan Anindita untuk semua bantuan praktis, dukungan, dan insight yang sangat berharga bagi penulis. 12. Semua dosen di Fakultas Psikologi, dosen-dosen di Universitas Sanata Dharma, dan staff. Thank you for everysingle thing, even the smallest things. Semua sangat berharga bagi penulis. 13. Rekan kerja di etutor21 dan DoDream World company : 반병흠, 제닌 Fuertez, Edleth, dan 박선영 atas kerja sama, dukungan, semangat, dan doa yang selama ini diberikan.Let’s work, develop, and grow together!
14. Teman-teman I-Hanst yang selalu mendukung dan mendoakan: Nancy Konkar, Prairie, Sunny (Guan Xin Ran), 이지수, Agatha Elma, Maria Nitya, Chicay, Maram Abusada, Mariana Sanchez, Iman Raharjo, 신제필, 황철민, dan yang lainnya. Terimakasih atas doa dan dukungan selama ini. You are the best and I miss you alot!
15. Teman-teman dekatku, Dionisia Bhisetya Rarasati, Ricca Monica, Sadriyah Pratiwi, Brigitta Stacia, Astari Paramita Tjandra, Yinni Lauly, Sarah Monica, Lukas Suhardiman,
dan teman-teman seangkatan Psikologi 2011. Terimakasih atas
kesempatan untuk mengenal, berteman, dan belajar dari kalian. Terimakasih atas ―langkah pertamanya‖ di dunia Psikologi.
16. Marlina Sutandi. Terimakasih telah menjadi diri yang tangguh, mau belajar, rendah hati, pantang menyerah, dan pekerja keras. Walaupun banyak menangis, tapi kamu juga banyak tersenyum dan tertawa. I love you, myself. I will always be right beside you, support and take care of you. 17. Untuk dirimu. Terimakasih atas kehadiranmu di dalam kehidupan. You are precious, believe it. xii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka pada saran dan masukan terkait karya tulis ini. Apa pun itu, penulis siap dihubungi (+62898-2252-393). Semoga karya ini dapat menambah kajian ilmu Psikologi dan bermanfaat secara praktis untuk masyarakat.
Yogyakarta, 31 Agustus 2015 Penulis
Marlina Sutandi
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PENDAMPING ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN... .......................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ........................................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................... ix KATA PENGANTAR ............................................................................................ x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1 B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 10 C. TUJUAN PENELITIAN ............................................................................ 10 D. MANFAAT PENELITIAN ........................................................................ 10 1.
Manfaat Teoretis ..................................................................................... 10
2.
Manfaat Praktis ....................................................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................... 12 A. AKTIVITAS SEKSUAL ........................................................................... 12 1.
Pengertian Aktivitas Seksual .................................................................. 12
2.
Pengertian Aktivitas Seksual (Mental) ................................................... 13
3.
Pengertian Aktivitas Seksual (Perilaku) ................................................. 15
4.
Tipe Perilaku Seksual ............................................................................. 17
5.
Dinamika Kemunculan Aktivitas Seksual .............................................. 18
6.
Dampak Aktivitas Seksual ..................................................................... 18
7.
Alat Ukur ................................................................................................ 19 xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. SENSITIVITAS AKAN PENOLAKAN ................................................... 21 1.
Pengertian Sensitivitas akan Penolakan ................................................. 21
2.
Tipe Sensitivitas akan Penolakan ........................................................... 23
3.
High Rejection Sensitivity dan Low Rejection Sensitivity .................... 23
4.
Dinamika Kemunculan Sensitivitas akan Penolakan ............................. 25
5.
Dampak Penolakan ................................................................................. 27
6.
Alat Ukur ................................................................................................ 28
C. REMAJA .................................................................................................... 30 1.
Pengertian Remaja .................................................................................. 30
2.
Perkembangan pada Remaja .................................................................. 30
D. HIPOTESIS PENELITIAN ....................................................................... 34 BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 34 A. JENIS PENELITIAN ................................................................................. 34 B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN ............................................ 34 C. DEFINISI OPERASIONAL ...................................................................... 35 1.
Sensitivitas akan Penolakan ................................................................... 36
2.
Aktivitas Seksual .................................................................................... 36
D. SUBJEK DAN LOKASI PENELITIAN ................................................... 37 E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA .................................. 39 1.
Skala Sensitivitas akan Penolakan ......................................................... 39
2.
Skala Aktivitas Seksual .......................................................................... 40
F.
PERTANGGUNGJAWABAN ALAT UKUR .......................................... 41 1.
Children Rejection Sensitivity Questionnaire ........................................ 41
2.
Aktivitas Seksual .................................................................................... 44
G. METODE ANALISIS DATA .................................................................... 46 1.
Uji Normalitas ........................................................................................ 46
2.
Uji Homogenitas ..................................................................................... 47
3.
Uji Hipotesis ........................................................................................... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................... 49 A. PERSIAPAN PENELITIAN ...................................................................... 49 B. PELAKSANAAN PENELITIAN .............................................................. 50 xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
C. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN ....................................................... 51 D. DESKRIPSI DATA PENELITIAN ........................................................... 53 E. ANALISIS DATA PENELITIAN ............................................................. 55 1.
Uji Asumsi .............................................................................................. 55
2.
Uji Hipotesis ........................................................................................... 57
F.
PEMBAHASAN ........................................................................................ 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 70 A. KESIMPULAN .......................................................................................... 70 B. SARAN ...................................................................................................... 71 1.
Bagi Sekolah ........................................................................................... 71
2.
Bagi Orang Tua ...................................................................................... 72
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya ....................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 74 LAMPIRAN-LAMPIRAN................................................................................... 82
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel.1 Uji Reliabilitas CRSQ Indonesia ............................................................. 44 Tabel.2 Uji Reliabilitas Skala Aktivitas Seksual .................................................. 45 Tabel.3 Analisis Item Skala Aktivitas Seksual ..................................................... 45 Tabel. 4 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ................................. 51 Tabel. 5 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin .................. 52 Tabel. 6 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Status Berpacaran ............ 52 Tabel. 7 Karakteristik Subjek Berdasarkan Level Rejection Sensitivity .............. 53 Tabel. 8 Deskripsi Data Aktivitas Seksual Berdasarkan Kelompok RS ............... 54 Tabel. 9 Uji Normalitas Aktivitas Seksual Subjek HRS dan LRS ........................ 55 Tabel. 10 Uji Homogenitas ................................................................................... 56 Tabel. 11 Independent Sample t-test Aktivitas Seksual pada Remaja HRS dan LRS ....................................................................................................................... 57 Tabel. 12 Kaiser Mayer Olkin Aktivitas Seksual Mental dan Perilaku ................ 59 Tabel. 13 Communalities Aktivitas Seksual Mental ............................................. 60 Tabel. 14 Communalities Aktivitas Seksual Perilaku ........................................... 60 Tabel. 15 Nilai Eigenvalues Aktivitas Seksual Mental ......................................... 61 Tabel. 16 Nilai Eigenvalues Aktivitas Seksual Perilaku ....................................... 62 Tabel. 17 Component Matrix Aktivitas Seksual Mental ....................................... 63 Tabel. 18 Component Matrix Aktivitas Seksual Perilaku ..................................... 64 Tabel. 19 Independent Sample t-test (Faktor) ....................................................... 65
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN I SKALA CHILDREN REJECTION SENSITIVITY QUESTIONNAIRE INDONESIA ........................................................................ 82 LAMPIRAN 2 SKALA AKTIVITAS SEKSUAL ............................................... 96 LAMPIRAN 3 ANALISIS RELIABILITAS SKALA DAN ANALISIS ITEM.. 99 LAMPIRAN 4 ANALISIS DATA...................................................................... 101
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Sebagai makhluk sosial, manusia ingin mempertahankan status sosial yang berperan sebagai motivator yang kuat dalam hampir setiap aspek kehidupan manusia (Baumeister & Leary, 1995). Oleh karena itu, manusia memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi bagian dari suatu kelompok. Keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok akan semakin kuat ketika individu tersebut berada dalam budaya kolektif yang menekankan kepada identitas sosial individu di dalam kelompok sosial. Namun terkadang, karena satu atau lain alasan dalam proses menjadi bagian suatu kelompok, pengalaman penolakan dapat dialami oleh individu. Selain itu, oleh karena tidak seorangpun memiliki sistem kekebalan akan pengalaman penolakan, maka sampai taraf tertentu setiap orang akan mengembangkan sensitivitas akan penolakan (Downey, Bonica, & Rincon dalam Furman, Brown, & Feiring, 1999). Setiap orang pernah mengalami penolakan di dalam kehidupannya (Downey, Mougios, Ayduk, London, & Shoda, 2004) dan penolakan adalah fenomena yang umum dialami di seluruh dunia (Baumeister & Leary, 1995). Penolakan adalah hal yang sebenarnya sederhana namun menyakitkan bagi individu yang mengalaminya (Sinclair, Ladny, & Lyndon, 2011). Rasa sakit yang dirasakan dari penolakan interpersonal tersebut sama dengan rasa sakit
1
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2
yang dialami secara fisik karena penolakan tersebut dapat mengaktifkan indikator neurologis yang sama dengan rasa sakit secara fisik (Eisenberger & Lieberman, 2004). Walaupun setiap orang pernah mengalami perasaan ditolak, namun setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam merespon perasaan tersebut. Beberapa merespon dengan menggunakan ketenangan hati dan ada pula yang merespon dengan mengorbankan hubungan sosial dan well-being mereka (Downey & Feldman, 1996; Downey, Mougios, Ayduk, London, & Shoda, 2004). Ketika seorang individu memiliki pengalaman penolakan sebelumnya, maka biasanya individu tersebut akan memiliki sensitivitas yang lebih besar akan penolakan di kemudian hari. Sensitivitas terhadap penolakan yang dirasakan itu dipahami sebagai rejection sensitivity (Kang & Downey, 2007). Rejection sensitivity atau sensitivitas akan penolakan adalah ekspektasi kecemasan atau ketakutan akan penolakan, mudah merasakan penolakan, dan reaksi yang berlebihan terhadap penolakan (Aguilar & Downey, 2009; Canyas, Downey, Berenson, Ayduk, & Kang, 2010; Downey & Feldman, 1996; Downey, Lebolt, Rincon, & Freitas, 1998; Feldman & Downey, 1994). Selain itu, sensitivitas akan penolakan juga dapat dipahami sebagai adanya pengharapan kecemasan akan adanya penolakan dari significant others pada situasi yang memungkinkan adanya penolakan tersebut (Ayduk, Downey, Testa, & Yen, 1999; Downey, Freitas, Michaelis, & Khouri, 1998; Downey, Mougios, Ayduk, London, & Shoda, 2004). Significant others
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3
seringkali adalah orang tua, saudara, sahabat, dan pacar. Sensitivitas terhadap penolakan oleh orang-orang penting bagi individu dapat membuat individu menimbulkan sikap bermusuhan terhadap situasi yang menyebabkan perasaan ditolak ini muncul (Ayduk et al., 1999). Perasaan cemas untuk takut ditolak dan sikap bermusuhan yang mengikutinya sebenarnya justru akan memperburuk dan memperpanjang penolakan yang ada (Downey et al., 2004). Jika dibandingkan dengan orang-orang di sekitar individu yang tidak terlalu signifikan, significant others dan kelompok sosial yang dianggap bernilai oleh individu jauh lebih berpotensi untuk menimbulkan perasaan ditolak. Hal ini disebabkan mereka memiliki pengaruh yang besar terhadap perasaan dan perilaku individu (Williams, 2001). Alasan lain mengapa significant others dapat lebih berpotensi menimbulkan perasaan ditolak adalah semua orang pasti menginginkan penerimaan dari orang-orang yang dipandang penting oleh mereka (Kang & Downey, 2007). Downey, Bonica, dan Rincon (dalam Furman, Brown, & Feiring, 1999) mengemukakan bahwa sensitivitas akan penolakan dapat digambarkan pada suatu garis kontinu. Oleh karena itu, berdasarkan tingkat sensitivitas penolakan yang dimiliki oleh masing-masing individu, sensitivitas akan penolakan dapat dibagi menjadi dua, yaitu High Rejection Sensitivity (HRS) dan Low Rejection Sensitivity (LRS). Individu yang HRS berarti individu tersebut memiliki sensitivitas yang tinggi akan adanya penolakan dari significant others ketika dia berada dalam situasi dan perilaku orang lain yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
4
ambigu. Sedangkan individu yang LRS berarti individu tersebut memiliki sensitivitas yang rendah akan adanya penolakan ketika individu berada dalam situasi atau menerima perilaku yang ambigu dari significant others (Downey, 1998). Terdapat dinamika yang berbeda antara individu yang HRS dan LRS. Pada individu yang HRS, mereka relatif memiliki level yang tinggi untuk merasa cemas dan khawatir akan pengabaian dan penolakan (Downey, Freitas, Michaelis, & Khouri,1998), tanpa disadari mereka mencari-cari situasi yang memungkinkan terjadinya penolakan, dan sensitif terhadap sikap ataupun perilaku orang lain yang ambigu (Ayduk, Denton, Mischel, & Downey, 2000; Downey & Feldman, 1996; Downey, Freitas, Michaelis, & Khouri,1998) dan tidak terlalu mengharapkan penerimaan (Ayduk, Downey, & Kim, 2001). Ketika individu HRS menerima penolakan, maka mereka akan cenderung merasa terancam, stress mereka meningkat, bereaksi dengan agresif (Downey, Feldman, & Ayduk, 2000; Downey, Irwin, Ramsay, & Ayduk, 2004) dan mengeluarkan gairah yang negatif. Dinamika-dinamika ini yang menyebabkan individu HRS menggunakan hot system, yaitu merespon penolakan tanpa penyelesaian (Metcalfe & Mischel, 1999; Mischel, Shoda, & Rodriguez, 1989). Individu yang HRS juga cenderung memandang rendah dan negatif hubungan mereka yang pada akhirnya justru mengarah kepada penolakan selanjutnya (Ayduk, Denton, Mischel, & Downey, 2000). Sedangkan pada individu yang LRS, mereka cenderung tidak terlalu khawatir akan penolakan dan lebih mengharapkan penerimaan dari orang lain
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
5
(Ayduk, Downey, & Kim, 2001; Ayduk, Downey, Testa, & Yen, 1999; Ayduk, Denton, Mischel, & Downey, 2000). Individu yang LRS juga cenderung merespon penolakan dengan cool system, yaitu individu menggunakan proses kognitif yang memungkinkan adanya refleksi dan pemecahan masalah yang rasional (Metcalfe & Mischel, 1999; Mischel, Shoda, & Rodriguez, 1989). Sensitivitas terhadap penolakan dapat menimbulkan dampak-dampak kepada diri individu itu sendiri dan hubungan individu tersebut dengan orang lain. Dampak bagi diri individu itu sendiri adalah individu akan cenderung merasa kesepian, cemas secara sosial, dan menimbulkan self-silencing (Aguilar & Downey, 2009), menurunkan well-being (Downey & Feldman, 1996), dan depresi yang kemudian diikuti oleh penolakan berikutnya (Baldwin, 1994; Cooper, Shaver, & Collins, 1998; Hammen, Burge, Daley, & Davila, 1995; Kobak & Sceery, 1988; Shaver & Hazan, 1987; Simpson, Rholes, & Phillips, 1996). Cara individu menilai dirinya juga akan dipengaruhi sehingga individu cenderung menilai secara negatif dan merasa orang lain juga menilai hal yang sama tentang dirinya (Sinclair, Ladny, & Lyndon, 2011). Dari sisi perasaan (afeksi), individu akan cenderung merasa buruk dan negatif (Williams & Govan, 2005) dan memunculkan perasaan diabaikan (Maner, DeWall, & Ballmeister, 2007). Kebutuhan dasar individu juga akan cenderung menurun ketika individu mengalami penolakan. Kebutuhan dasar seperti harga diri (Leary, Tambor, & Terdal, 1995), rasa saling memiliki, kontrol, dan kehadiran yang bermakna (Zadro & Williams,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
6
2005). Individu juga dapat memiliki sindrom klinis, seperti depresi, kecemasan sosial, Borderline Personality Disorder (Kang & Downey 2007), dan Avoidant Personality Disorder (Aguilar & Downey, 2009). Sensitivitas akan penolakan bukan hanya berdampak pada diri individu itu sendiri, namun juga kepada hubungannya dengan orang lain. Individu tersebut dapat berperilaku dengan penuh rasa bersalah dan menggunakan cara-cara yang agresif dalam hubungan mereka (Baumeister, DeWall, Ciarocco, & Twenge, 2005; Downey, Feldman, & Ayduk, 2000; Downey, Freitas, Michaelis, & Khouri, 1998; Dutton, Saunders, Staromski, & Bartholomew, 1994; Gaines et al., 1997; Leary, Twenge, Quinlivan, 2006; Mikulincer, 1998; Romero-Canyas, Downey, Berenson, Ayduk, & Kang, 2010a; Twenge, Baumeister, Tice, & Stucke, 2001). Fungsi hubungan interpersonal individu dapat menjadi rusak (Kang & Downey, 2007). Individu akan cenderung memiliki perasaan bersalah, kekesalan, dan kecemburuan yang tidak logis (Downey & Feldman, 1996; Romero-Canyas, Downey, Berenson, Ayduk, & Kang, 2010). Sensitivitas akan penolakan yang dimiliki oleh individu juga dapat memengaruhi hubungan interpersonal individu di kemudian hari. Individu dapat melakukan kekerasan dalam keluarga, pengabaian emosi, disiplin yang keras, cinta bersyarat kepada anggota keluarganya jika dia menjadi seorang orang tua ( Kang & Downey, 2007). Sensitivitas akan penolakan juga dapat membuat individu lebih cenderung
untuk
melakukan
aktivitas
seksual
dengan
pasangannya
(Davis.,dkk, 2003, 2004). Aktivitas seksual ini pada akhirnya dapat membuat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7
individu memiliki konsekuensi psikososial yang negatif sebagai dampak dari kurangnya kemampuan sosial, emosi, dan kognitif untuk terlibat dalam hubungan romantis yang dikarakteristikan dengan afeksi dan kesetaraan (Ciairano, Kliewer, Bonino, Miceli, & Jackson, 2006; Mitchell & Wellings, 1998). Perasaan bersalah juga dapat ditimbulkan oleh karena imajinasi seksual yang dilakukan individu. Individu dapat merasa tidak bermoral, tidak dapat diterima secara sosial, abnormal, tidak umum (uncommon), dan indikatif dari adanya masalah dalam diri mereka atau hubungan mereka, atau keduanya. Kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit seksual menular termasuk HIV juga merupakan hasil negatif dari perilaku seksual beresiko yang tidak terlindungi. Penelitian yang dilakukan oleh Purdie dan Downey (2000) menunjukkan bahwa individu yang HRS justru cenderung rela melakukan hal apa pun walaupun mereka tahu bahwa hal tersebut salah dengan tujuan mempertahankan pasangan mereka di dalam hubungan mereka. Mereka merasa cemas bahwa pasangan mereka akan pergi meninggalkan mereka dan tidak memiliki kelekatan dengan mereka lagi. Perilaku ini muncul mungkin karena individu HRS termotivasi untuk menghindari penolakan lagi karena tidak ingin merasakan perasaan sakit yang sama (Aguilar & Downey, 2009). Hasil penelitian pada penelitian Purdie dan Downie (2000) menunjukkan bahwa ketika individu HRS, maka individu cenderung merasa cemas dan takut kehilangan pasangan mereka. Individu ingin mencegah agar peristiwa penolakan tersebut tidak terjadi lagi. Pada individu yang LRS,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
8
karena mereka cenderung tidak terlalu khawatir akan penolakan dan lebih mengharapkan penerimaan dari orang lain (Ayduk, Downey, & Kim, 2001; Ayduk, Downey, Testa, & Yen, 1999; Ayduk, Denton, Mischel, & Downey, 2000), maka individu seringkali menggunakan pemecahan masalah yang rasional dalam hubungan dengan pasangan mereka. Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Davis,
dkk
(2003,
2004)
mengemukakan bahwa individu yang merasa cemas cenderung menggunakan seks untuk memenuhi kebutuhan mereka akan kelekatan dengan pasangan. Individu tersebut lebih memiliki motivasi untuk melakukan aktivitas seksual dan lebih sering berimajinasi tentang seks ketika mereka dihadapkan dengan ancaman dalam hubungan mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Birnbaum , Svitelman, Bar-Shalom, Porat (2008) mengemukakan bahwa individu yang memiliki perasaan cemas yang tinggi (yang merupakan bentuk dari sensitivitas akan penolakan) lebih cenderung untuk merasa cemburu dan mengekspresikannya dengan mempertahankan hubungan, seperti melakukan hal yang spesial untuk pasangan. Individu
melakukan
aktivitas
seksual
karena
mereka
ingin
mendapatkan kesenangan dari aktivitas tersebut. Selain itu, individu melakukan aktivitas seksual juga disebabkan untuk mendapatkan kelekatan dengan pasangannya (Browning, Hatfield, Kessler, & Levine, 2000; Cooper, Shapiro, & Powers, 1998; Katz, Fortenberry, Zimet, Blythe, & Orr, 2000). Alasan lain individu melakukan aktivitas seksual adalah untuk meningkatkan perasaan positif dan mengurangi perasaan negatif (Cooper, Agocha, &
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
9
Sheldon, 2000; Cooper, Shapiro, & Powers, 1998; Wills & Hirky, 1996; Wills, Sandy, Shinar, & Yaeger, 1999). Kecemasan akan penolakan adalah perasaan negatif. Hasil dalam penelitian Purdie dan Downie (2000)
menunjukkan
bahwa remaja yang memiliki sensitivitas akan penolakan yang tinggi cenderung untuk mempertahankan pasangannya walaupun dengan cara yang dia tahu salah. Seperti yang disebutkan di paragraf sebelumnya, peneliti berhipotesis bahwa salah satu hal yang dilakukan untuk mempertahankan pasangannya adalah aktivitas seksual. Alasan lain peneliti memilih aktivitas seksual adalah masa remaja adalah masa dimana tingkat aktivitas seksual tertinggi dibandingkan rentang usia yang lainnya (Rosenthal, et.al. ,2001) sehingga kemungkinan munculnya aktivitas seksual pada usia remaja jauh lebih tinggi dibandingkan hal yang lainnya. Atas dasar hal tersebut, peneliti ingin mengetahui perbedaan dinamika yang terjadi antara sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah terkait aktivitas seksual pada rentang usia remaja. Pada penelitian ini, peneliti lebih berfokus pada siswa salah satu SMA di Yogyakarta disebabkan alasan perijinan dan karakteristik subjek. Sekolah ini adalah salah satu SMA swasta di Yogyakarta yang dinilai masyarakat memiliki tingkat aktivitas seksual yang cukup tinggi pada siswa sekolah tersebut. Beberapa berita dalam media massa menyebutkan mengenai adanya kehamilan yang tidak diinginkan pada siswa dan resiko-resiko lain yang didapatkan siswa oleh karena aktivitas seksual yang mereka lakukan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
10
Asumsi peneliti adalah terdapat perbedaan frekuensi aktivitas seksual pada remaja dengan sensitivitas penolakan yang tinggi dan yang rendah di SMA A. Hasil penelitian ini kemudian diharapkan dapat memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai dinamika sensitivitas akan penolakan yang tinggi pada remaja yang terdapat dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Purdie dan Downie (2000). Selain itu, hasil penelitian ini dapat lebih menjelaskan perbedaan dinamika remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan yang rendah terkait aktivitas seksual dengan pasangan mereka.
B. RUMUSAN MASALAH Apakah terdapat perbedaan frekuensi aktivitas seksual pada remaja dengan sensitivitas penolakan yang tinggi dan yang rendah di SMA A?
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan frekuensi aktivitas seksual pada remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan yang rendah di SMA A.
D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoretis Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam pengembangan ilmu Psikologi khususnya dalam bidang Psikologi Klinis dan Psikologi Sosial terkait
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
11
sensitivitas individu akan penolakan dan dinamika hubungan romantis, terutama aktivitas seksual dalam budaya kolektif, serta dapat menjadi sumber acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti: Penelitian ini dapat menjadi media untuk menuangkan gagasan secara ilmiah, melatih kemampuan dalam penelitian, dan menulis. b. Bagi Lembaga Pendidikan: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gagasan tambahan bagi sekolah bersangkutan untuk memperjelas perbedaan dinamika yang terjadi dalam hubungan romantis ketika individu memiliki sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan yang rendah terkait
aktivitas
seksual,
sehingga
dapat
dilakukan
tindakan
pencegahan yang diperlukan terkait hal tersebut. Tindakan praktis yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah adalah pendampingan dan pengajaran secara mendalam kepada para siswa mengenai cara menjalin hubungan romantis yang sehat dan resiko-resiko yang akan didapatkan apabilan melakukan aktivitas seksual.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II LANDASAN TEORI
A. AKTIVITAS SEKSUAL 1. Pengertian Aktivitas Seksual Aktivitas seksual adalah tindakan fisik dan mental yang menstimulasi, merangsang, dan memuaskan secara jasmaniah. Tindakan tersebut dilakukan sebagai cara yang penting bagi seseorang untuk mengekspresikan perasaan dan daya tarik terhadap orang lain. Beberapa ahli mengemukakan bahwa aktivitas seksual dapat berupa perilaku seksual beresiko di antara remaja yang dapat didefinisikan sebagai awal dimulainya hubungan seksual intercourse yang tidak terlindungi atau hubungan seksual dengan beragam partner (Center for Disease Control & Prevention, 2008). Imajinasi mengenai seks, masturbasi, ciuman yang mendalam, menghisap atau mengigit leher, buah dada, atau paha pasangan, necking (ciuman dan pelukan yang dalam), petting (lebih dalam daripada necking, merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, entah di luar atau di dalam pakaian), oral seks (menggunakan mulut untuk merangsang daerah genital pasangan), anal seks (menyelipkan penis yang tegang ke dalam dubur pasangan), dan sexual intercourse (memasukan penis ke dalam vagina ) adalah bentuk-bentuk aktivitas seksual (Nugraha, 2010).
12
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
13
Aktivitas seksual manusia dapat pula dipahami sebagai interaksi antara proses kognitif dan fisik (perilaku) (Catania, Gattai, Puppo, Abdulcadir, Abdulcadir, Abdulcadir, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Birnbaum (2010) dalam Birnbaum, Simpson, Weisberg, Barnea, dan Simhon (2012) mengemukakan bahwa aktivitas seksual mental dan perilaku dilakukan oleh individu dengan tujuan kelekatan, terutama dalam kondisi yang membuat individu merasa hubungannya sedang berada dalam ancaman atau bahaya. 2. Pengertian Aktivitas Seksual (Mental) Secara mental, aktivitas seksual mental dapat berbentuk fantasifantasi atau imajinasi tentang seks. Aktivitas seksual mental dapat mengacu kepada segala bentuk imaginasi mental individu yang merangsang secara seksual atau erotis. Imajinasi seksual ini dapat berbentuk paduan cerita atau dapat hanya berupa imajinasi-imajinasi akan aktivitas-aktivitas romantis dan seksual. Imajinasi tersebut dapat berbentuk imajinasi yang aneh ataupun realistis. Selain itu, imajinasi tersebut dapat melibatkan kenangan-kenangan dari kejadian-kejadian yang telah berlalu ataupun murni hanya sebuah imajinasi saja (Birnbaum, Simpson, Weisberg, Barnea, & Simhon, 2012). Kinsey, dkk (1953) dalam McCauley dan Swann (1978) mendefinisikan aktivitas seksual mental sebagai pikiran dari hubungan seksual yang telah mereka lakukan sebelumnya, atau pikiran dari hubungan seksual yang mereka ingin dan akan lakukan. Istilah fantasi seksual itu sendiri merujuk
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
14
kepada segala bentuk imajinasi mental yang merangsang secara seksual atau erotis bagi individu. Elemen dasar dari berimajinasi secara seksual adalah kemampuan individu untuk mengontrol imajinasi itu sendiri (Leitenberg & Henning, 1995). Pada penelitian yang dilakukan oleh Birnbaum, Simpson, Weisberg, Barnea, dan Simhon (2012) dikemukakan pula bahwa imajinasi seksual dilakukan oleh individu dengan motivasi yang sama dengan perilaku seksual, yaitu mendapatkan kesenangan dalam hubungan dan mendapatkan kelekatan dengan pasangan. Aktivitas seksual mental juga dilakukan oleh individu disebabkan individu merasa hubungan terancam. Individu juga cenderung melakukan aktivitas seksual mental disebabkan hal tersebut dapat dilakukan secara pribadi dan tidak dapat diamati oleh dunia luar. Oleh karena imajinasi seksual adalah aspek sentral dari aktivitas seksual manusia, memahami imajinasi seksual adalah hal pokok untuk memahami aspek-aspek penting lain dari seksualitas individu. Imajinasi seksual dapat memengaruhi perilaku seksual dan juga merefleksikan pengalaman seksual di masa lalu. Dengan kata lain, perilaku seksual yang individu lakukan dapat dipengaruhi oleh imajinasi mereka, dan sebaliknya, imajinasi seksual dipengaruhi oleh perilaku seksual yang telah mereka lakukan, lihat, dan baca sebelumnya (Leitenberg & Henning, 1995). Imajinasi seksual dapat dipicu oleh hal-hal yang individu baca atau lihat (Jones & Barlow, 1990, dalam Leitenberg & Henning, 1995). Imajinasi-
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
15
imajinasi tersebut dapat digunakan untuk menstimulasi gairah seksual, demikian pula sebaliknya, gairah seksual dapat menstimulasi imajinasiimajinasi mengenai seks (Leitenberg & Henning, 1995). Dalam imajinasi seksual, individu dapat mengimajinasikan apa pun yang dia inginkan, entah hal tersebut realistis atau tidak, tanpa mengalami perasaan malu atau penolakkan
sosial dan pembatasan hukum.
Kebanyakan imajinasi seksual dilakukan untuk menstimulasi atau meningkatkan perasaan puas akan seks entah imajinasi tersebut melibatkan pengenangan akan pengalaman seksual yang telah dilakukan, aktivitas seksual yang akan dilakukan, hanya pikiran impian belaka, atau khayalan (Leitenberg & Henning, 1995). Imajinasi seksual adalah hal yang umum dialami oleh laki-laki maupun perempuan pada usia pubertas. Selain itu, semakin meningkatnya imajinasi seksual pada individu berhubungan dengan meningkatnya perilaku seksual individu. 3. Pengertian Aktivitas Seksual (Perilaku) Aktivitas seksual tersebut dapat terlihat secara lebih spesifik dalam perilaku-perilaku seksual. Perilaku seksual pada remaja berkaitan dengan jalur perkembangan beresiko pada masa remaja (Graber, Brooks-Gunn, & Galen, 1998; Mitchell & Wellings, 1998a; Tapert, Aarons, Sedlar, & Brown, 2001). Perilaku seksual juga merupakan proses yang dapat membentuk bentuk hubungan yang baru dengan lawan jenis. Coleman dan Roker
(1998)
mengemukakan
bahwa
memiliki
hubungan
intim
berdasarkan cinta dan seks merupakan salah satu tantangan pada masa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
16
perkembangan dewasa. Perilaku seksual juga dapat dipahami sebagai perilaku yang muncul sebagai hasil dari dorongan untuk memiliki keturunan, pencarian kesenangan secara biologis maupun psikologis, dan pernyataan cinta antara lawan jenis maupun sesama jenis. Berikut adalah penjabaran tipe perilaku seksual secara lebih spesifik oleh Sarwono (dalam Asmarayasa, 2004): a. Berpegangan tangan Perilaku ini seperti bergandengan tangan saat berjalan ataupun berpegangan tangan saat pasangan sedang berdua saja. b. Berciuman Perilaku ini nampak ketika individu mencium pipi pasangan ataupun mencium bibir pasangan. c. Berpelukan Perilaku ini muncul ketika individu merangkul bahu pasangan ataupun berpelukan secara penuh dengan pasangan. d. Meraba tubuh Perilaku ini muncul ketika individu meraba tubuh bagian atas di luar maupun di dalam pakaian pasangan. Selain itu, perilaku ini juga muncul ketika individu meraba bagian tubuh bawah di luar maupun di dalam pakaian pasangan. e. Menempelkan alat kelamin Perilaku ini nampak ketika individu melakukan petting dengan pakaian lengkap, masih memakai pakaian, maupun tanpa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
17
pakaian sama sekali. f. Masturbasi Perilaku ini muncul ketika individu melakukan masturbasi dengan dirinya sendiri maupun ketika individu melakukan masturbasi dengan pasangan. g. Hubungan Seks Intercourse Perilaku ini muncul ketika individu memasukkan alat kelamin ke dalam alat kelamin lawan jenis. 4. Tipe Perilaku Seksual Perilaku seksual dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu perilaku seksual beresiko dan tidak beresiko. Perilaku seksual beresiko dapat dipahami sebagai hubungan yang tidak aman yang dapat mengakibatkan timbulnya HIV/AIDS, penyakit seksual menular, atau kehamilan yang tidak diinginkan. Perilaku seksual beresiko dapat pula dipahami sebagai perilaku seks yang diikuti dengan penggunaan kondom yang tidak konsisten dan melakukan hubungan seks dengan berbagai macam partner. Bisa jadi, mereka melakukan hubungan seksual tersebut bersamaan dengan mengkonsumsi narkoba dan alkohol, baik sebelum maupun selama aktivitas berlangsung (Kotchick, Shaffer, Forehand, 2001). Perilaku seksual tidak beresiko adalah aktivitas seksual tanpa hubungan intercourse, seperti masturbasi, berciuman, bercumbu, petting, dan oral seks. Oleh karena perilaku seksual tidak beresiko terjadi tanpa hubungan intercourse, maka resiko munculnya penyakit HIV/AIDS dan penyakit
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
18
seksual menular jauh lebih kecil daripada perilaku seksual beresiko. 5. Dinamika Kemunculan Aktivitas Seksual Perilaku seksual dimulai dari adanya daya tarik kepada lawan jenis baik karena fisik, kepribadian, ataupun intellegensi lawan jenis tersebut. Kemudian, individu akan jatuh cinta kepada lawan jenis melalui stimulasi fisik dan mental. Jika timbul pikiran-pikiran dan birahi seksual dalam diri individu, maka hal tersebut akan mendorong munculnya perilaku seksual (Nugraha, 2010; Sprecher & McKinney, 1993). Abel dan Blanchard (1974) dalam Stock, James, dan Geer (1982) mengemukakan bahwa imajinasi seksual dapat membangkitkan gairah seks. Setelah munculnya dorongan seksual, maka ciuman yang bergairah dapat terjadi. Ciuman bergairah ini dapat mendorong individu untuk bergerak ke arah perabaan dada dan alat kelamin pasangan, dan jika memungkinkan individu melakukan seks oral-genital yang kemudian dilanjutkan dengan seks intercourse (Geer & Broussard, 1990; Jemail & Geer, 1977; Stock, James, & Geer, 1982). 6. Dampak Aktivitas Seksual Aktivitas seksual yang dilakukan dapat memiliki konsekuensi psikososial yang negatif sebagai dampak dari kurangnya kemampuan sosial, emosi, dan kognitif untuk terlibat dalam hubungan romantis yang dikarakteristikan dengan afeksi dan kesetaraan (Ciairano, Kliewer, Bonino, Miceli, & Jackson, 2006; Mitchell & Wellings, 1998). Imajinasi seksual membuat individu merasa bersalah. Perasaan bersalah yang
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
19
dirasakan membuat individu merasa bahwa imajinasi seksual adalah hal yang tidak bermoral, tidak dapat diterima secara sosial, abnormal, tidak umum (uncommon), dan indikatif dari adanya masalah dengan diri mereka atau hubungan mereka, atau keduanya. Selain itu, rasa bersalah (guilt) berhubungan dengan semakin banyaknya masalah seksualitas (Leitenberg & Henning, 1995). Dampak yang jauh lebih serius dari perilaku seksual tidak terlindungi atau beresiko adalah kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit seksual menular termasuk HIV. Menarik, penyakit seksual menular memang terutama menular melalui hubungan intercourse, akan tetapi penyakit seksual menular juga dapat menular melalui kontak genital-oral dan kontak genital-anal (Santrock, 2007). Kehamilan remaja berkaitan dengan ekspektasi pendidikan yang rendah, harga diri yang rendah, kejahatan, penggunaan zat adiktif, dan alkohol. 7. Alat Ukur Untuk mengukur variabel aktivitas seksual, peneliti membuat skala aktivitas seksual. Skala ini adalah skala ordinal yang memiliki nol mutlak. Hal ini berarti skor nol yang diperoleh subjek menunjukkan angka nol yang sesungguhnya, tidak adanya variabel itu. Skala aktivitas seksual ini bertujuan untuk mengukur frekuensi aktivitas seksual individu. Oleh karena aktivitas seksual terdiri atas dua wilayah, yaitu mental dan perilaku, maka dalam skala ini pengukuran juga dilakukan secara mental dan perilaku seksual. Terdapat 14 item pernyataan yang terdiri atas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
20
6 item aktivitas seksual mental dan 8 item perilaku seksual. Item-item ini berupa intensitas aktivitas seksual dimulai dari imajinasi yang paling sederhana hingga ke hubungan seksual berupa intercourse. Pilihan jawaban skala terdiri atas 4, yaitu 0 (tidak pernah sama sekali), 1-2 kali (dalam seminggu), 3-4 kali (dalam seminggu), dan lebih dari 4 kali (dalam seminggu). Pilihan jawaban ini didasarkan atas hasil penelitian yang dilakukan oleh Safarinejd (2006) yang meneliti tentang frekuensi individu melakukan aktivitas seksual. Agar dapat memberikan score value untuk pilihan jawaban, proses penskalaan perlu dilakukan (Azwar, 2013). Terdapat tiga macam bentuk penskalaan, yaitu penskalaan stimulus, penskalaan respon, dan penskalaan subjek. Sebenarnya, penskalaan stimulus adalah penskalaan yang paling tepat untuk menentukan score value pada skala aktivitas seksual. Akan tetapi, pada penskalaan stimulus, proses pemberian skor oleh beberapa ahli perlu dilakukan. Sedangkan tidak semua ahli-ahli tersebut memahami dengan baik teori mengenai seksualitas. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan dalam pemberian score value untuk setiap pilihan jawaban yang menimbulkan tingkat error yang semakin tinggi. Oleh karena itu, penskalaan respon digunakan untuk memberikan score value untuk setiap pilihan jawaban pada setiap item (Azwar, 2013). Selain itu, Edwards (1957) mengemukakan bahwa penskalaan respon menghasilkan reliabilitas koefisien yang sama atau bahkan lebih baik dari penskalaan stimulus. Penskalaan respon adalah prosedur penempatan pilihan-pilihan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
21
jawaban di sepanjang kontinum kuantitatif sehingga ditemukan titik letak masing-masing pilihan jawaban yang kemudian dijadikan sebagai nilai atau skor (Spector, 1992 dalam Azwar, 2013). Rumus yang digunakan untuk menghitung score value pada penskalaan respon adalah sebagai berikut : pk-t = ½ p + pkb Keterangan: pk-t = titik tengah proporsi kumulatif yang dirumuskan sebagai
setengah proporsi dalam kategori yang
bersangkutan ditambah proporsi kumulatif pada kategori di sebelah kiri p
= proporsi kategori
pk
= proporsi sebelah kiri
Setelah nilai pk-t ditemukan untuk setiap item skala, langkah berikutnya adalah melihat nilai z dengan nilai pk-t yang telah ditemukan. Nilai z dapat ditemukan pada tabel deviasi normal. Adapun nilai z adalah skor bagi pilihan jawaban yang bersangkutan.
B. SENSITIVITAS AKAN PENOLAKAN 1. Pengertian Sensitivitas akan Penolakan Dalam penelitian mengenai rejection sensitivity atau sensitivitas akan penolakan, para peneliti mendefinisikan sensitivitas akan penolakan adalah ekspektasi kecemasan atau ketakutan akan penolakan, mudah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
22
merasakan penolakan, dan reaksi yang berlebihan terhadap penolakan (Aguilar & Downey, 2009; Canyas, Downey, Berenson, Ayduk, & Kang, 2010; Downey & Feldman, 1996; Downey, Lebolt, Rincon, & Freitas, 1998; Feldman & Downey, 1994). Sensitivitas akan penolakan juga dapat dipahami sebagai proses kognisi-afeksi (Mischel & Shoda, 1995) yang berasal dari pengalaman penolakan dan kemudian menjadi aktif dalam situasi sosial dimana ada kemungkinan terjadinya penolakan. Sensitivitas penolakan bersifat stabil. Beberapa peneliti lain menjelaskan sensitivitas akan penolakan juga dapat dipahami sebagai adanya ekspektasi kecemasan akan adanya penolakan dari significant others pada situasi yang memungkinkan adanya penolakan tersebut (Ayduk, Downey, Testa, & Yen, 1999; Downey, Freitas, Michaelis, & Khouri, 1998; Downey, Mougios, Ayduk, London, & Shoda, 2004). Pada akhirnya, sikap bermusuhan terhadap situasi yang menyebabkan kemunculan perasaan ditolak dihasilkan dari ekspektasi kecemasan untuk takut ditolak oleh orang-orang yang penting bagi individu (Ayduk et al., 1999). Padahal, perasaan cemas untuk takut ditolak dan sikap bermusuhan yang mengikutinya sebenarnya justru akan memperburuk dan memperpanjang penolakan yang ada (Downey et al., 2004). Maka, dapat disimpulkan bahwa sensitivitas akan penolakan adalah ekspektasi kecemasan atau ketakutan akan penolakan, mudah merasakan penolakan, dan reaksi yang berlebihan terhadap penolakan dari orangorang di sekitarnya, terutama significant others ketika individu berada
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
23
dalam situasi yang ambigu. 2. Tipe Sensitivitas akan Penolakan Berdasarkan teori atribusi terdapat dua bentuk penolakan, yaitu penolakan eksternal (penolakan tidak langsung) dan penolakan internal (penolakan langsung). Penolakan eksternal terjadi ketika individu memberikan atribusi eksternal untuk peristiwa penolakan yang terjadi pada dirinya. Sebagai contoh penolakan eksternal adalah ―Saya ditolak oleh pria tersebut karena saya sedang tidak memiliki waktu untuk berkencan dengan seseorang saat ini.‖ Sedangkan penolakan internal dapat didefinisikan ketika individu memberikan atribusi internal pada saat peristiwa penolakan terjadi. Sebagai contoh, ― Pria tersebut menolak saya karena saya masih terlalu kekanak-kanakkan baginya.‖ Para peneliti juga membagi sensitivitas akan penolakan menjadi 2 tipe berdasarkan tingkat sensitivitas akan penolakan, yaitu High Rejection Sensitivity dan Low Rejection Sensitivity. High Rejection Sensitivity adalah level yang tinggi akan sensitivitas penolakan dan Low Rejection Sensitivity adalah level yang rendah akan sensitivitas akan penolakan. Penelitianpenelitian sebelumnya menjelaskan bahwa salah satu prediktor yang dapat memprediksi tingkat intensitas rejection sensitivity adalah delayed gratification yang mengandalkan proses berpikir mindfulness (Ayduk, Mendoza, Denton, Mischel, & Downey, 2000). 3. High Rejection Sensitivity dan Low Rejection Sensitivity Level sensitivitas akan penolakan yang tinggi atau High Rejection
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
24
Sensitivity dapat didefinisikan sebagai level sensitivitas yang tinggi untuk merasa cemas dan khawatir akan pengabaian dan penolakan (Downey, Freitas, Michaelis, & Khouri, 1998) sehingga individu tanpa disadari mencari-cari situasi yang memungkinkan terjadinya penolakan, dan sensitif terhadap sikap ataupun perilaku orang lain yang ambigu (Ayduk, Denton, Mischel, & Downey, 2000; Downey & Feldman, 1996; Downey, Freitas, Michaelis, & Khouri,1998) dan tidak terlalu mengharapkan penerimaan (Ayduk, Downey, & Kim, 2001). Individu yang memiliki level sensitivitas akan penolakan yang tinggi akan cenderung merespon secara agresif ketika mereka mengalami penolakan dalam kehidupan (Downey et al., 2000). Selain itu, individu HRS akan lebih termotivasi untuk menghindari penolakan dan memberikan upaya untuk mencegahnya (Aguilar & Downey, 2009). Individu HRS juga cenderung menginterpretasikan secara negatif atau ambigu atas tanda-tanda sosial, seperti perilaku orang lain yang dingin dan mengambil jarak. Hal ini kemudian dapat mengarah kepada perilaku merasa bersalah, depresi, dan penarikan diri secara sosial (Aguilar & Downey, 2009). Penelitian yang sama mengemukakan bahwa individu HRS memiliki resiko yang lebih besar untuk memiliki HIV. Hal ini disebabkan individu tersebut lebih menyetujui keputusan untuk melakukan hubungan seks dengan pasangan dan penggunaan kontrasepsi yang tidak seharusnya. Individu HRS juga lebih beresiko untuk mengalami psikopatologi berupa Borderline Personality Disorder (BDE) dan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
25
Avoidant Personality Disorder (APD) (Aguilar & Downey, 2009). Level sensitivitas akan penolakan yang rendah dapat didefinisikan sebagai level sensitivitas yang rendah untuk merasa cemas dan khawatir akan pengabaian dan penolakan sehingga pada individu yang LRS, mereka cenderung tidak terlalu khawatir akan penolakan dan lebih mengharapkan penerimaan dari orang lain (Ayduk, Downey, & Kim, 2001; Ayduk, Downey, Testa, & Yen, 1999; Ayduk, Denton, Mischel, & Downey, 2000). Individu yang LRS juga cenderung merespon penolakan dengan cool system,
yaitu individu menggunakan proses kognitif yang
memungkinkan adanya refleksi dan pemecahan masalah yang rasional (Metcalfe & Mischel, 1999; Mischel, Shoda, & Rodriguez, 1989). 4. Dinamika Kemunculan Sensitivitas akan Penolakan Sensitivitas akan penolakan dapat dimiliki oleh individu yang pernah mengalami peristiwa atau pengalaman penolakan sebelumnya (Kang & Downey, 2007). Peristiwa penolakan yang pertama dialami individu biasanya diawali dari dalam keluarga. Oleh karena keluarga adalah lingkungan primer bagi individu, maka bentuk hubungan yang terjalin di dalam keluarga akan turut membentuk banyak aspek psikologis dalam diri individu. Orang tua yang melakukan kekerasan baik secara fisik maupun verbal kepada anak akan membuat anak merasakan penolakan. Selain itu, pengabaian secara fisik dan emosi serta penerimaan yang bersyarat dari orang tua membuat anak merasa tidak diterima atau ditolak (Downey et al., dalam Cicchetti & Toth, 1997). Orang tua juga seringkali
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
26
menuntut anak untuk memenuhi keinginan orang tua. Pembentukan sensitivitas akan penolakan pada individu juga dapat terjadi ketika kebutuhan individu di masa kanak-kanaknya dipenuhi atau tidak. Ketika kebutuhan mereka dipenuhi secara konsisten, anak akan mengembangkan
secure
working
model
yang
berkaitan
dengan
pengharapan apakah orang lain akan menerima dan mendukung mereka. Namun, ketika kebutuhan anak ditanggapi dengan penolakan (baik overt maupun covert), mereka akan mengembangkan insecure working models yang berkaitan dengan ketakutan dan keraguan akan apakah orang lain akan menerima dan mendukung mereka. Untuk mengatasi gejolak negatif ini, individu akan mengembangkan respon defensif yang muncul dalam bentuk kecemasan atau kemarahan ( Downey, Lebolt, Rincon, & Freitas, 1998). Seraya anak bertumbuh dewasa, lingkungan sosial anak juga semakin luas. Sumber pengalaman penolakan selanjutnya dapat pula diperoleh dari teman-teman. Misalnya, individu tersebut menjadi korban atau sasaran ejekan, disingkirkan, menjadi subjek gosip dan rumor, serta diabaikan oleh teman-temannya (Asher & Coie, 1990; Crick & Grotpeter, 1995).
Pengalaman
penolakan
ini
kemudian
mengarah
kepada
pembentukan sensivitas akan penolakan yang justru mengarahkan kepada peristiwa penolakan lainnya.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
27
Diagram Proses Kemunculan Rejection Sensitivity -Kekerasan fisik dan verbal Keluarga
-pengabaian fisik dan emosi -kebutuhan yang terpenuhi/tidak
Insecure model Rejection Sensitivity
-sasaran ejekan, gosip Teman-teman -disingkirkan, diabaikan
5. Dampak Penolakan Terdapat bukti bahwa penolakan (Leary et al., 2006) dan kepekaan terhadap penolakan (Romero-Canyas et al., 2010a) memengaruhi agresi, baik secara fisik dan non-fisik (Twenge et al., 2001). Jika individu HRS mengalami penolakan, maka individu tersebut akan cenderung merespon secara agresif yang dapat menghasilkan luka pada diri sendiri dan orang lain (Downey et al., 2000, 2004). Selain itu, penolakan interpersonal dapat membuat individu merasa buruk. Individu yang ditolak menunjukkan perasaan positif yang menurun dan perasaan negatif yang meningkat. Individu yang mengalami penolakan juga akan mengalami perasaan diabaikan karena adanya perasaan ditolak tersebut (Maner, DeWall, & Baumeister, 2007). Harga diri individu juga dapat menurun karena penolakan yang dialami (Leary, Tambor, & Terdal, 1995). Zadro & Williams (2005) menambahkan bahwa selain harga diri, kebutuhan dasar lain seperti rasa saling memiliki, kontrol, dan kehadiran bermakna juga akan menurun.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
28
Penolakan dapat pula memberi dampak pada penuruan well-being individu dan merusak fungsi hubungan interpersonal seseorang karena mereka cenderung merasa tidak aman dan tidak bahagia dengan hubungan mereka. Respon yang ditimbulkan dari penolakan adalah perasaan bersalah, kekesalan, penarikan diri secara emosional, dan kecemburuan yang tidak logis. Individu juga dapat memiliki sindrom klinis, seperti depresi, kecemasan sosial, Borderline Personality Disorder (Kang & Downey 2007), dan Avoidant Personality Disorder (Aguilar & Downey, 2009). 6. Alat Ukur Terdapat berbagai macam alat ukur atau skala untuk mengukur sensitivitas akan penolakan. Beberapa alat ukur tersebut adalah RSQ-A (Rejection
Sensitivity
Questionnaire-Adolescent),
CRSQ
(Children
Rejection Sensitivity Questionnaire), RSQ-R (Rejection SensitivityRevised),
GRS
(Gay-related
Rejection
Sensitivity),
dan
IPSM
(Interpersonal Sensitivity Measure). Peneliti yang membuat skala Rejection Sensitivity Questionnaire (RSQ) adalah Downey dan Feldman. Macam-macam skala ini didasarkan pada tahap perkembangan individu, yaitu RSQ Adult (18 item), RSQ Adult Young (9 item), dan RSQ Children (12 item). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala RSQ Children. Skala ini dipilih sebagai skala untuk penelitian ini karena skala ini diperuntukkan untuk remaja dan menggunakan setting sekolah yang seringkali terjadi di budaya Indonesia.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
29
Skala RSQ akan terdiri atas 12 situasi yang menggambarkan penolakan yang mungkin saja terjadi. Partisipan akan diminta untuk membayangkan diri mereka berada pada situasi tersebut dan kemudian menjawab tiga pertanyaan berupa skala Likert sebagai bentuk respon mereka terhadap situasi tersebut. Pertanyaan pertama pada setiap item akan bertujuan untuk mengindikasikan seberapa gelisah atau cemas individu akan penolakan. Pilihan jawaban terentang dari angka 1 sampai 6 dengan angka 1 mengindikasikan sangat tidak gelisah dan angka 6 untuk sangat gelisah. Pertanyaan kedua pada setiap item akan bertujuan untuk mengindikasikan seberapa kemarahan individu terhadap penolakan. Pilihan jawaban akan sama seperti pertanyaan pertama, yaitu berupa skala Likert dengan rentang 1 sampai 6. Sedangkan pertanyaan ketiga pada setiap item skala akan bertujuan untuk mengindikasikan perkiraan subjektif individu terhadap situasi tersebut. Pilihan jawaban juga berupa skala Likert dengan rentang 1 sampai 6. Angka 1 menunjukkan sangat tidak sesuai dan angka 6 untuk sangat sesuai. Skala RSQ-Children memiliki reliabilitas yang tergolong baik. Downey dan Feldman (1996) menunjukkan bahwa nilai α Cronbach dari skala RSQ-Children adalah sebesar 0.83. Validitas skala ini juga dibuktikan dengan adanya penggunaan skala oleh banyak peneliti dalam penelitian area kepekaan terhadap penolakan (Khoshkam, Bahrami, Ahmadi, Fatehizade, & Eternadi, 2012; Park, 2012).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
30
C. REMAJA 1. Pengertian Remaja Pada Bukatko (2008) dikemukakan teori bahwa individu dapat dikatakan remaja ketika mereka berada pada usia 12 sampai 18 tahun. Masa remaja dapat dipahami sebagai masa yang penuh perubahan dalam tahapan perkembangan. Hal ini disebabkan pada masa remaja inilah perubahan dari masa kanak-kanak beralih menuju masa dewasa. Perubahan yang terjadi adalah perubahan secara biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Sternberg, 2002). 2. Perkembangan pada Remaja a. Perkembangan Biologis Salah satu perkembangan yang terjadi pada remaja adalah perkembangan biologis. Perubahan secara fisik yang dialami oleh remaja dapat dipahami sebagai pubertas. Pubertas dapat dipahami sebagai perubahan secara fisik pada remaja, seperti pertumbuhan buah dada pada remaja wanita, rambut kemaluan, dan pertumbuhan tinggi tubuh, serta kematangan alat reproduksi (Graber, Petersen, & BrooksGunn, 1996 dalam Sternberg, 2002). Pubertas pada remaja membuat mereka beradaptasi dengan remaja yang lain dan orang-orang di sekitarnya. Perubahan pada bentuk wajah, tubuh, dan bagaimana mereka memandang diri mereka secara fisik memengaruhi hubungan mereka dengan orang-orang di sekitarnya. Misalnya, remaja akan lebih membutuhkan privasi dalam kehidupan mereka dan tidak lagi merasa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
31
nyaman untuk dekat secara fisik dengan ayah atau ibu mereka (Sternberg, 2002). b. Perkembangan Kognitif Secara kognitif, remaja mengalami banyak perubahan jika dibandingkan dengan masa anak-anak. Para remaja lebih dapat memahami kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dan dapat mengeneralisasikan kemungkinan-kemungkinan secara sistematik dan membuat hipotesis. Remaja juga dapat berpikir secara abstrak serta dapat memahami hal-hal yang tidak dapat dihitung dan diukur. Remaja mulai berpikir lebih kepada proses berpikir, mereka jauh lebih reflektif. Mereka lebih mampu untuk mengawasi pikiran mereka dan menjelaskan proses yang mereka gunakan untuk membuat keputusan dan tindakan tertentu. Sudut pandang mereka menjadi jauh lebih kompleks sehingga mereka mempertimbangkan sudut pandang yang beragam sebelum membuat keputusan. Selain itu, remaja juga akan mengembangkan
kemampuan
untuk
berpikir
secara
hipotesis
mengenai diri mereka sendiri, hubungan mereka dengan orang lain, dan dunia di sekitar mereka. Remaja akan mampu untuk berpikir secara logika mengenai bagaimana kehidupan mereka di masa depan dan hubungan mereka dengan orang-orang di sekitar mereka (Sternberg, 2002). c. Perkembangan sosial-emosional Masa remaja adalah periode ―badai dan stress‖, sebuah masa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
32
ketika individu masih tidak menentu, emosional, tidak stabil, dan tidak dapat diprediksi (Hurlock, 1973). Terdapat beberapa bukti bahwa masalah-masalah tersebut meningkat mencapai puncaknya pada masa remaja (Powell & Frerichs, 1971). Selain itu, masa remaja juga adalah masa ketika hubungan romantis mulai dibentuk. Namun, walaupun hubungan romantis mulai dibentuk pada masa remaja, hubungan-hubungan romantis tersebut masih tidak terlalu berurat berakar jika dibandingkan dengan masa dewasa. Hal ini berarti masa remaja adalah waktu yang tepat untuk melakukan pencegahan guna membantu remaja yang beresiko untuk memiliki hubungan romantis yang bermasalah mengembangkan kemampuan untuk membangun relasi yang sehat (Downey, Bonica, & Rincon, dalam Furman, Brown, & Feiring, 1999). Pada saat remaja, perilaku mengambil resiko meningkat. Pengambilan resiko ini berhubungan dengan pencarian kesenangan dalam kehidupan mereka. Remaja memiliki keyakinan bahwa mereka kebal terhadap resiko-resiko. Hal ini pada akhirnya dapat mengarahkan mereka pada perilaku seksual beresiko yang tidak terlindungi karena mereka percaya bahwa diri mereka spesial dan berbeda dari orang lain sehingga mereka tidak akan hamil atau terinfeksi penyakit seksual menular. Selain itu, keadaan emosional remaja yang tidak stabil akan mendorong mereka untuk melakukan eksperimen seksual (Santrock, 2007).
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
33
Selama masa remaja, individu mengembangkan peningkatan pada kebutuhan intimasi dalam kapasitas untuk memiliki hubungan intim. Berpikiran mengenai seks, cara menghadapi perasaan seksual, dan menikmati kontak fisik dengan orang lain adalah bagian penting dari masa remaja (Bellavance, 2014). Masa remaja adalah masa ketika remaja baru saja memiliki dorongan seks, ciri-ciri kepribadian eksperimentasi, eksplorasi, belum bertanggung jawab, masih mengikuti kesenangan sesaat, tidak berpikir dewasa dalam jangka jauh sehingga sering muncul masalah seksualitas (Dirgagunarsa dalam Sarwono, 1981). Pada masa remaja, penerimaan secara sosial terutama dari teman-teman sebaya adalah hal yang penting dalam pembentukkan identitas diri dan sosial remaja. Remaja yang tidak mendapatkan penerimaan dari teman-temannya akan merasa tidak bahagia dan mengembangkan ketidakyakinan di dalam dirinya. Remaja tersebut akan berulang kali mengembangkan sikap pesimis terhadap kehidupan dan dirinya sendiri. Oleh karena itu, sebagai gantinya remaja akan mengembangkan pencarian kepuasan pengganti, seperti berkhayal dan melakukan aktivitas seksual (Hurlock, 1973). Perubahan-perubahan secara fisik, kognitif, dan psiko-sosial ini sangat berkaitan dan dipengaruhi oleh lingkungan remaja. Lingkungan remaja dimulai dari keluarga, teman-teman, sekolah, dan tempat kerja akan sangat memengaruhi perkembangan remaja.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
34
D. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat perbedaan frekuensi aktivitas seksual pada remaja dengan sensitivitas penolakan yang tinggi dan yang rendah di SMA A.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN Peneliti melakukan penelitian kuantitatif komparatif. Penelitian kuantitatif komparatif menggunakan analisis statistik inferensial yang bertujuan untuk membandingkan rerata dari dua atau lebih kelompok populasi untuk melihat apakah perbedaan statistik yang signifikan pada kedua populasi tersebut (Neuman, 2000). Pendekatan kuantitatif menekankan analisis pada data-data numerikal yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2012). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan frekuensi aktivitas seksual pada remaja yang memiliki sensitivitas penolakan yang tinggi dan yang rendah di SMA A. Pada penelitian ini, variabel sensitivitas akan penolakan adalah variabel yang berada dalam sebuah garis interval yang akan lebih baik diteliti dalam penelitian korelasional. Namun, dalam penelitian ini penelitian korelasional tidak dapat dilakukan karena uji asumsi berupa uji normalitas dan linearitas yang tidak terpenuhi. Padahal, uji normalitas dan linearitas perlu terpenuhi terlebih dahulu agar uji korelasional dapat dilakukan. Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan metode kuantitatif komparatif.
B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN Berdasarkan landasan teori yang ada dan rumusan hipotesis penelitian, maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah:
34
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Variabel Independen
: Sensitivitas akan penolakan
2. Variabel Dependen
: Aktivitas seksual
C. DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional digunakan untuk memberikan gambaran bagaimana suatu variabel akan diukur. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
35
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
36
1. Sensitivitas akan Penolakan Sensitivitas akan penolakan adalah ekspektasi kecemasan atau ketakutan akan penolakan, mudah merasakan penolakan, dan reaksi yang berlebihan terhadap penolakan. Terdapat dua macam sensitivitas akan penolakan, yaitu High Rejection Sensitivity dan Low Rejection Sensitivity. High Rejection Sensitivity adalah level sensitivitas yang tinggi untuk merasa cemas dan khawatir akan pengabaian dan penolakan
(Downey,
Freitas, Michaelis, & Khouri, 1998) sehingga individu tanpa disadari mencari-cari situasi yang memungkinkan terjadinya penolakan, dan sensitif terhadap sikap ataupun perilaku orang lain yang ambigu (Ayduk, Denton, Mischel, & Downey, 2000; Downey & Feldman, 1996; Downey, Freitas, Michaelis, & Khouri,1998) dan tidak terlalu mengharapkan penerimaan (Ayduk, Downey, & Kim, 2001). Sedangkan Low Rejection Sensitivity adalah level sensitivitas yang rendah untuk merasa cemas dan khawatir akan pengabaian dan penolakan sehingga pada individu yang LRS, mereka cenderung tidak terlalu khawatir akan penolakan dan lebih mengharapkan penerimaan dari orang lain (Ayduk, Downey, & Kim, 2001; Ayduk, Downey, Testa, & Yen, 1999; Ayduk, Denton, Mischel, & Downey, 2000). Pada penelitian ini, sensitivitas akan penolakan diukur dengan menggunakan Children Rejection Sensitivity Questionnaire atau CRSQ (Downey, Lebolt, et al., 1998). 2. Aktivitas Seksual Aktivitas seksual adalah tindakan fisik dan mental yang menstimulasi,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
37
merangsang, dan memuaskan secara jasmaniah. Tindakan tersebut dilakukan sebagai cara yang penting bagi seseorang untuk mengekspresikan perasaan dan daya tarik terhadap orang lain. Dalam penelitian ini, aktivitas seksual diukur dengan menggunakan skala yang dibuat oleh peneliti sendiri dengan tujuan mengukur frekuensi aktivitas seksual remaja.
D. SUBJEK DAN LOKASI PENELITIAN Penelitian ini melibatkan 75 murid SMA A kelas I dan II (2 subjek digugurkan karena rentang usia subjek tidak masuk ke dalam kriteria rentang usia subjek penelitian). Rentang usia partisipan adalah 15 sampai 18 tahun baik untuk laki-laki maupun untuk perempuan. Jumlah partisipan laki-laki adalah 35 subjek dan jumlah partisipan perempuan adalah 30 subjek sedangkan 10 tidak diketahui jenis kelaminnya. Penelitian ini melibatkan partisipan remaja karena berdasarkan penelitian yang diadakan oleh Rosenthal, et.al. (2001) yang mengemukakan bahwa remaja adalah tingkat tertinggi perilaku seksual jika dibandingkan dengan rentang usia yang lainnya. Selain itu, usia remaja dijelaskan sebagai masa awal perilaku seksual akan terjadi karena pada usia ini, individu telah memiliki kelekatan dengan lawan jenis mereka (Center for Disease Control & Prevention, 2008). Masa remaja juga merupakan periode ―badai dan stress‖ sehingga remaja masih tidak menentu, emosional, tidak stabil, dan tidak dapat diprediksi (Hurlock, 1973). Oleh karena ketidakstabilan ini, remaja cenderung berani untuk mengambil resiko, misalnya eksperimen seksual (Santrock, 2007). Masa remaja adalah masa ketika remaja baru saja memiliki dorongan seks,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
38
ciri-ciri kepribadian eksperimentasi, eksplorasi, belum bertanggung jawab, masih mengikuti kesenangan sesaat, tidak berpikir dewasa dalam jangka jauh sehingga sering muncul masalah seksualitas (Dirgagunarsa dalam Sarwono, 1981). Namun, walaupun hubungan romantis mulai dibentuk pada masa remaja, hubunganhubungan romantis tersebut masih tidak terlalu berurat berakar jika dibandingkan dengan masa dewasa. Hal ini berarti masa remaja adalah waktu yang tepat untuk melakukan pencegahan guna membantu remaja yang beresiko untuk memiliki hubungan romantis yang bermasalah mengembangkan kemampuan untuk membangun relasi yang sehat (Downey, Bonica, & Rincon, dalam Furman, Brown, & Feiring, 1999). Penerimaan secara sosial terutama dari teman-teman sebaya adalah hal yang penting dalam pembentukkan identitas diri dan sosial remaja. Remaja yang tidak mendapatkan penerimaan dari teman-temannya akan merasa tidak bahagia dan mengembangkan ketidakyakinan di dalam dirinya. Remaja tersebut akan berulang kali mengembangkan sikap pesimis terhadap kehidupan dan dirinya sendiri. Oleh karena itu, sebagai gantinya remaja akan mengembangkan pencarian kepuasan pengganti, seperti berkhayal dan melakukan aktivitas seksual (Hurlock, 1973). Metode sampling yang dilakukan adalah convenience sampling. Peneliti memilih metode sampling tersebut karena alasan kemudahan dan kepraktisan. Hal tersebut
terkait
dalam
perijinan
penelitian
di
institusi
terkait.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
39
E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap. Pertama, sensitivitas akan penolakan diperoleh melalui pengisian skala psikologi. Kedua, aktivitas seksual diukur dengan skala psikologi yang mengukur perilaku seksual tersebut. 1. Skala Sensitivitas akan Penolakan Pengumpulan data terkait sensitivitas akan penolakan dilakukan dengan skala psikologi. Skala psikologi adalah instrumen yang digunakan untuk atribut psikologi seperti atribut kepribadian atau atribut afektif (Azwar, 2013). Skala yang digunakan untuk mengukur kepekaan terhadap penolakan adalah Children Rejection Sensitivity Questionnaire. Skala ini digunakan karena skala ini diperuntukan untuk subjek remaja dan menggunakan setting sekolah yang dapat diadaptasi dengan baik dalam budaya Indonesia. Pada setiap soal diberikan situasi dimana terdapat kemungkinan penolakan dari significant others dapat terjadi. Situasi yang diberikan pada skala ini adalah setting sekolah dan secara umum dialami oleh siswa di budaya Indonesia.Untuk setiap situasi, partisipan akan memberikan rating terkait derajat kecemasan dan ketakutan mereka akan hasil dari situasi tersebut pada 6-point scale dari 1 (tidak khawatir) sampai 6 (sangat-sangat khawatir). Skala ini terdiri atas 12 item soal yang setiap itemnya terdiri atas tiga bagian. Bagian pertama adalah sub-skala pertama dari sensitivitas akan penolakan, yaitu kecemasan akan penolakkan. Bagian kedua adalah sub-skala kedua dari sensitivitas akan penolakan, yaitu kemarahan akan penolakan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
40
Bagian ketiga adalah pengharapan akan penolakan (expectation of rejection). Masing-masing item pada bagian kecemasan akan penolakan dan kemarahan akan penolakan menunjukkan derajat pengharapan akan penolakan sebagai hasil dari situasi yang diberikan (entah pengharapan subjek akan penolakan maupun penolakan sebagai hasil dari stimulus situasi). Sebagai contoh, partisipan akan diberikan suatu situasi yang menggambarkan bahwa salah seorang temannya sedang menunggu dirinya. Kemudian, partisipan akan diminta untuk mengindikasikan seberapa besar derajat kecemasan dan kemarahan yang dimilikinya terkait apakah temannya akan menunggu atau tidak dengan memberikan skala dari 1 sampai 6. Untuk skala Rejection Sensitivity asli (Bahasa Inggris), try-out telah dilakukan pada 387 remaja yang terdiri atas 197 perempuan dan 190 laki-laki dengan hasil uji reliabilitas tes-retest adalah 0.82 untuk kecemasan akan penolakan dan 0.85 untuk kemarahan akan penolakan. Sedangkan reliabilitas untuk skala Rejection Sensitivity adaptasi (Bahasa Indonesia) adalah 0.889 untuk mean total. 2. Skala Aktivitas Seksual Aktivitas seksual akan diukur dengan menggunakan skala survei dan bertujuan untuk mengukur tingkat (frekuensi) aktivitas seksual individu. Frekuensi pilihan jawaban pada skala ini adalah 0= tidak pernah sama sekali, 1-2 kali (dalam seminggu), 3-4 kali (dalam seminggu), lebih dari 4 kali (dalam seminggu) (Safarinejd, 2006). Skala ini akan terdiri atas dua wilayah, yaitu kognitif atau mental dan fisik. Untuk wilayah yang pertama, yaitu
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
41
kognitif akan terdiri atas 6 pernyataan yang akan dimulai dari lamunan akan aktivitas seksual yang paling sederhana (berpegangan tangan) hingga lamunan intercourse. Wilayah kedua, yaitu fisik akan terdiri atas 8 pernyataan yang akan dimulai dari aktivitas seksual yang paling sederhana (berpegangan tangan) hingga intercourse.
F. PERTANGGUNGJAWABAN ALAT UKUR Sebelum peneliti menggunakan skala tersebut dalam penelitian ini, peneliti mencari informasi mengenai keabsahan dari alat ukur tersebut dalam mengukur aspek kepekaan terhadap penolakan dan perilaku seksual. Berikut adalah keterangan lebih lanjut mengenai hal tersebut: 1. Children Rejection Sensitivity Questionnaire Skala psikologi ini dinilai valid jika isi dan makna yang terkandung dalam setiap itemnya sesuai dengan ranah isi konstruk yang dimaksud, yakni sensitivitas akan penolakan. Proses validitas konstruk ini dilihat dari evidensi terkait isi skala tersebut. Evidensi terkait isi juga bisa berupa penilaian para pakar atau ahli terhadap kesesuaian antara bagian-bagian tes dan konstruk yang
diukur
(Supratiknya,
2014).
Children
Rejection
Sensitivity
Questionnaire telah melewati tahap ini. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan skala ini oleh banyak peneliti dalam penelitian area kepekaan terhadap penolakan (Khoshkam, Bahrami, Ahmadi, Fatehizade, & Eternadi, 2012; Park, 2012). Selain itu, reliabilitas untuk skala psikologi dapat terbilang baik jika r> 0.50. Untuk Children Rejection Sensitivity Questionnaire, hasil
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
42
uji reliabilitas tes-retest adalah 0.82 untuk kecemasan akan penolakan dan 0.85 untuk kemarahan akan penolakan. Oleh karena Children Rejection Sensitivity Questionnaire ini adalah skala yang dikembangkan di luar negeri, maka sebelum menggunakan skala ini dalam penelitian di Indonesia, diperlukan proses penerjemahan. Hambleton & Patsula (dalam Suharsono & Istiqomah, 2014) menjelaskan bahwa proses penerjemahan skala ke dalam bahasa lain diperlukan karena (1) menerjemahkan skala cenderung lebih murah dibandingkan membuat skala baru; (2) skala sudah terjamin reliabilitas dan validitasnya sehingga menimbulkan
perasaan
aman
ketika
menggunakannya
dibandingkan
menggunakan skala yang baru; (3) adanya kemungkinan mendapatkan hasil pengukuran yang sama walaupun menggunakan bahasa yang berbeda dalam skala tersebut.
Melalui proses penerjemahan, peneliti berharap subjek
penelitian dapat lebih memahami sehingga dapat memberikan respon yang sesuai seperti yang dimaksudkan. Proses penerjemahan ini dilakukan dengan back-translation bersamasama dengan salah satu dosen Psikologi, yaitu C. Siswa Widyatmoko, M.Si.. Proses penerjemahan ini dilakukan dengan melibatkan beberapa pihak. Pihak pertama adalah seseorang yang menguasai ilmu Psikologi dan yang ahli dalam bahasa Inggris. Pihak pertama ini akan diminta untuk menerjemahkan skala bahasa inggris tersebut ke dalam bahasa indonesia untuk setiap itemnya. Kemudian, skala bahasa indonesia yang diperoleh dari proses penerjemahan oleh pihak pertama akan diberikan kepada pihak kedua. Pihak kedua adalah
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
43
seseorang yang menguasai bahasa inggris dan bahasa indonesia dengan baik serta tidak mengetahui skala asli yang akan digunakan dalam penelitian. Penguasaan bahasa pihak kedua dipastikan ketika individu tersebut telah tinggal minimal 2 tahun di negara dengan bahasa inggris sebagai bahasa utama dan menguasai bahasa indonesia sebagai bahasa ibu. Setelah proses penerjemahan oleh pihak kedua selesai, maka tahap selanjutnya adalah perbandingan dari kedua terjemahan skala tersebut. Proses perbandingan ini dilakukan melalui diskusi bersama peneliti, pihak pertama, dan pihak kedua. Apabila telah sesuai, maka item-item skala tersebut dapat digunakan. Setelah proses diskusi selesai, maka tahap selanjutnya adalah try-out. Try-out akan dilakukan pada subjek yang memiliki umur terkecil pada skala usia remaja, yaitu 12 tahun. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat memastikan bahwa kalimat yang digunakan pada item-item skala dapat dipahami dan direspon dengan baik dan sepenuhnya oleh subjek.
Apabila ditemukan
kalimat yang sulit untuk dipahami dalam item skala tersebut, maka peneliti akan mendiskusikannya kembali dan menggunakan kalimat yang lebih mudah dipahami oleh subjek. Skala CRSQ yang diadaptasi kedalam bahasa Indonesia telah digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh C. Siswa Widyatmoko, M.Si., Felicia Anindhita, Elisabeth Haksi Mayawati, Fiona Damanik, Flaviana Rinta Ferdian, dan Maria Kristanti Dara Novianta Widodo. Data penelitian yang diperoleh pada skala CRSQ memiliki reliabilitas dengan α sebesar 0.889. Angka ini menunjukkan adanya reliabilitas yang tinggi dari
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
44
skala CRSQ Indonesia. Tabel.1 Uji Reliabilitas CRSQ Indonesia
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
N of Items
.889
.887
36
2. Aktivitas Seksual Skala yang digunakan untuk mengukur aktivitas seksual dibuat oleh peneliti sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing skripsi. Proses pembuatan ke 14 item peryataan (6 item aktivitas seksual mental, 8 item aktivitas seksual perilaku) pada skala ini dilakukan dengan proses diskusi dengan expert sebagai salah satu cara untuk memastikan validitas dari skala ini. Frekuensi aktivitas seksual yang digunakan sebagai pilihan jawaban ditentukan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Safarinejd (2006). Frekuensi aktivitas seksual tersebut adalah 0 (tidak pernah sama sekali), 1-2 kali (dalam seminggu), 3-4 kali (dalam seminggu), dan lebih dari 4 kali (dalam seminggu). Kemudian, untuk memastikan kata-kata yang digunakan pada skala ini dapat dipahami dengan baik oleh subjek, 9 subjek ditanyakan pendapatnya mengenai
pemahaman mereka akan skala.
Kesembilan subjek mengemukakan bahwa mereka dapat memahami pernyataan-pernyataan di dalam skala dengan baik. Setelah proses pengambilan data, reliabilitas skala dihitung dan diperoleh α sebesar 0.878. Oleh karena nilai α > 0.50, maka angka reliabilitas pada skala aktivitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
45
seksual ini terbilang baik. Tabel.2 Uji Reliabilitas Skala Aktivitas Seksual Cronbach's Alpha
N of Items
.878
14
Oleh karena skala ini digunakan sebagai try-out terpakai, maka analisis item perlu dilakukan untuk memastikan bahwa item-item pada skala mengukur atribut yang sama sebagaimana yang diukur oleh keseluruhan item (Supratiknya, 2014). Cara untuk melakukan analisis item adalah dengan menghitung rit pada item-item skala. Suatu item dikatakan memiliki korelasi ≥ 0.20 dengan skor total, layak dipertahankan (rit ≥ 0.20). Analisis item untuk menghitung rit dapat dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0 for Windows. Berikut adalah hasil analisis SPSS yang diperoleh: Tabel.3 Analisis Item Skala Aktivitas Seksual Scale Scale Mean if Variance if Item Deleted Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
AKT_SEX_M1
5.52
32.253
.262
.884
AKT_SEX_M2
5.57
29.734
.576
.868
AKT_SEX_M3
5.61
28.646
.736
.859
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
Scale Scale Mean if Variance if Item Deleted Item Deleted
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
AKT_SEX_M4
5.85
30.073
.682
.864
AKT_SEX_M5
5.88
30.296
.654
.865
AKT_SEX_M6
5.79
30.386
.593
.867
AKT_SEX_P7
5.13
30.225
.374
.883
AKT_SEX_P8
5.89
32.907
.251
.882
AKT_SEX_P9
6.08
31.345
.602
.868
AKT_SEX_P10
5.59
28.813
.596
.867
AKT_SEX_P11
5.75
29.300
.680
.862
AKT_SEX_P12
5.97
29.999
.635
.865
AKT_SEX_P13
6.08
31.507
.571
.870
AKT_SEX_P14
6.05
30.754
.648
.866
46
Nilai rit pada tabel di atas dapat dilihat pada kolom Corrected ItemTotal Correlation. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh hasil bahwa semua item skala aktivitas seksual memiliki nilai rit ≥ 0.20. Maka, dapat disimpulkan bahwa item-item skala aktivitas seksual memiliki kualitas item yang baik.
G. METODE ANALISIS DATA Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan SPSS 16.0 for Windows. Sebelum menganalisis data secara keseluruhan (uji hipotesis), analisis uji asumsi data perlu dilakukan. 1. Uji Normalitas Uji normalitas adalah suatu metode statistika yang digunakan untuk melihat apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Uji normalitas diperlukan sebelum melakukan uji hipotesis karena uji hipotesis dirancang dengan asumsi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
47
bahwa daya yang akan dianalisis berasal dari populasi yang memiliki sebaran normal. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan skor Z dari teknik Kolmogorov-Smirnov. Jika hasil uji normalitas menunjukkan nilai p lebih besar dari 0.1, maka data penelitian dinyatakan terdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Berdasarkan Santoso (2010) uji homogenitas adalah suatu metode statistika yang digunakan untuk melihat perbedaan varians pada dua kelompok. Uji homogenitas ini diperlukan karena pada analisis independent sample t-test,
data yang akan dibandingkan
adalah sampel dari dua kelompok dan membutuhkan homogenitas varians. Uji homogenitas ini penting untuk dilakukan dengan tujuan menghindari kesalahan pengambilan kesimpulan. Uji homogenitas Levene digunakan dalam penelitian ini. Suatu data penelitian dikatakan homogen apabila uji homogenitas memiliki nilai p lebih besar daripada 0.05. 3. Uji Hipotesis a. Parametrik (Independent Sample t-test) Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan frekuensi aktivitas seksual remaja yang memiliki sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan yang rendah di SMA A. Apabila hasil uji normalitas menunjukkan data terdistribusi secara normal, maka uji analisis parametrik independent sample t-test akan dilakukan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
48
Tujuan dari independent sample t-test adalah menguji perbedaan rata-rata dari dua kelompok data atau sampel yang independen. Apabila nilai p lebih besar dari 0.05 (p> 0.05) , maka H0 diterima. Hal ini berarti tidak ada perbedaan antara kedua kelompok. Sebaliknya, jika nilai p lebih kecil dari 0.05 (p< 0.05) maka H0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan antara kedua kelompok. Uji analisis independent sample t-test masih dapat dilakukan walaupun data tidak terdistribusi normal apabila jumlah subjek lebih besar daripada 30 (N >30). Hal ini dilakukan dengan dasar central limit theorem sehingga data dapat di-robust. b. Non-Parametrik (Mann-Whitney U) Namun, apabila hasil uji normalitas menunjukkan data tidak terdistribusi normal dan jumlah subjek kurang dari 30 (N<30), maka uji analisis non-parametrik Mann-Whitney U akan dilakukan. Uji analisis non-parametrik Mann-Whitney U memiliki tujuan yang sama dengan independent sample t-test pada uji parametrik. Tujuannya adalah mengetahui apakah kedua buah sampel yang bebas berasal dari populasi yang sama. ―Bebas‖ atau independent berarti kedua sampel tersebut tidak bergantung satu dengan yang lainnya (Santoso, 2012). Uji Mann-Whitney U adalah uji statistik non-parametrik yang khusus digunakan untuk dua sampel bebas.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PERSIAPAN PENELITIAN Hal pertama yang dilakukan sebagai persiapan penelitian adalah meminta izin dari pembuat skala CRSQ untuk menerjemahkan dan menggunakan skala dalam penelitian ini. Kemudian, bersama dengan C. Siswa Widyatmoko, M.Si.., Felicia Anindhita, Elisabeth Haksi Mayawati, Fiona Damanik, Flaviana Rinta Ferdian, dan Maria Kristanti Dara Novianta Widodo dilakukan proses penerjemahan dengan metode back translation. Proses penerjemahan skala asli dari bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia dibantu oleh seseorang yang pernah tinggal di negara yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa primer mereka. Individu ini minimal telah tinggal di negara tersebut selama kurun waktu minimal dua tahun dan mengenal Psikologi. Setelah skala diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, skala Bahasa Indonesia tersebut diterjemahkan kembali ke Bahasa Inggris oleh seorang ahli Bahasa Inggris dan sering menerjemahkan skala-skala Psikologi. Skala Bahasa Inggris sebagai hasil dari proses tersebut akan dikirimkan kembali kepada peneliti pembuat skala CRSQ asli dan meminta tanggapan beliau terkait skala tersebut. Tanggapan tersebut diperlukan untuk memastikan adanya keselarasan skala terjemahan dengan skala asli. Hal kedua yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan try-out
49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
50
skala CRSQ kepada subjek dengan karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Try-out ini bertujuan untuk memastikan bahwa bahasa dan kata-kata yang digunakan dalam skala dapat dipahami oleh subjek. Langkah persiapan berikutnya adalah mengurus surat izin untuk menyebarkan angket ke SMA A Surat izin ini disediakan oleh Fakultas Psikologi dan kemudian diberikan kepada guru yang berwenang dalam bidang penelitian di SMA A. Setelah mendapatkan izin untuk menyebarkan angket penelitian, angket penelitian disebarkan kepada siswa-siswi kelas X dan XI SMA A.
B. PELAKSANAAN PENELITIAN Pengambilan data pertama dilakukan pada tanggal 18 Mei 2015 berlokasi di salah satu SMA di Yogyakarta. Oleh karena pertimbangan kenyamanan subjek, maka nama SMA tidak akan disebutkan dalam penlitian ini. Skala penelitian disebarkan kepada 21 siswa-siswi kelas XI IPS pada jam Bimbingan Konseling. Kemudian, pengambilan data kedua dilakukan pada tanggal 20 Mei 2015 kepada 17 siswa-siswi X-B SMA A. Pengambilan data ketiga dilakukan pada tanggal 21 Mei 2015 kepada 14 siswa-siswi X-A dan 25 siswa-siswi XI IPA SMA A. Dalam proses pelaksanaan penelitian, peneliti mengalami beberapa hambatan seperti perijinan ke sekolah. Beberapa sekolah tidak memberikan ijin kepada peneliti untuk mengambil data disebabkan waktu yang mendekati Ujian Akhir Semester. Pada akhirnya, SMA A
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
51
memberikan ijin kepada peneliti untuk menyebarkan angket selama jam Bimbingan Konseling.
C. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN Jumlah data subjek yang terkumpul dalam penelitian ini adalah 77 subjek. Namun, oleh karena 2 subjek tidak masuk ke dalam kriteria usia subjek penelitian, maka kedua subjek tersebut digugurkan sehingga jumlah data subjek yang digunakan berjumlah 75 subjek. Jumlah partisipan lakilaki adalah 35 subjek dan jumlah partisipan perempuan adalah 30 subjek sedangkan 10 subjek tidak diketahui jenis kelaminnya. Berikut adalah deskripsi umum subjek berdasarkan usia dan jenis kelamin: Tabel. 4 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Usia 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun Tidak diketahui Total
Jumlah 6 33 29 4 3 75
Presentase 8.0% 44.0% 38.7% 5.3% 4.0% 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 8.0% subjek berusia 15 tahun, 44.4% subjek berusia 16 tahun, 38.7% subjek berusia 17 tahun, dan 5.3% subjek berusia 18 tahun. 4.0% subjek tidak diketahui usianya disebabkan ketidaklengkapan pengisian identitas pada skala
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
52
penelitian. Tabel. 5 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tidak diketahui Total
Jumlah 35 30 10 109
Presentase 46.7% 40.0% 13.3% 100%
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa 46.7% subjek berjenis kelamin laki-laki dan 40.0% subjek berjenis kelamin perempuan. Sedangkan 13.3% subjek tidak diketahui jenis kelaminnya disebabkan ketidak lengkapan dalam pengisian identitas pada skala. Tabel. 6 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Status Berpacaran
Status
Jumlah
Presentase
Berpacaran
29
38.7%
Tidak berpacaran
34
45.3%
Tidak diketahui
12
16.0%
Jumlah
109
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa 38.7% subjek berada dalam status berpacaran dan 45.3% subjek berada pada status tidak
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
53
berpacaran. 16.0% subjek tidak diketahui status hubungan disebabkan ketidak lengkapan pada pengisian identitas skala penelitian. Berikut adalah jumlah pembagian subjek berdasarkan tingkat sensitivitas akan penolakan. Hasil diperoleh melalui analisis median split menggunakan SPSS 16.0 for Windows. Tabel. 7 Karakteristik Subjek Berdasarkan Level Rejection Sensitivity Rejection Sensitivity
Jumlah
Presentase
Low Rejection Sensitivity High Rejection Sensitivity Total
37
49.3%
38
50.7%
75
100%
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa berdasarkan median split, 49.5% subjek tergolong pada kelompok Low Rejection Sensitivity (LRS) dan 50.5% subjek tergolong pada kelompok High Rejection Sensitivity (HRS).
D. DESKRIPSI DATA PENELITIAN Terdapat 75 data subjek penelitian yang dapat dianalisis untuk mengetahui statistik deskriptif data penelitian. Deskripsi data penelitian dikelompokkan berdasarkan level sensitivitas akan penolakan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak statistik SPSS 16.0 for Windows. Berikut adalah statistik deskriptif aktivitas seksual berdasarkan kelompok tingkat sensitivitas akan penolakan:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
54
Tabel. 8 Deskripsi Data Aktivitas Seksual Berdasarkan Kelompok RS Deskripsi
N Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi
Level Rejection Sensitivity High Rejection Low Rejection Sensitivity Sensitivity 38 37 0 0 1.64 1.71 0.5094 0.3764 0.46593 0.36679
Berdasarkan tabel di atas, terdapat 38 subjek yang berada pada kelompok HRS (High Rejection Sensitivity) dan 37 subjek yang berada pada kelompok LRS (Low Rejection Sensitivity). Skor terendah aktivitas seksual subjek pada kelompok HRS adalah 0. Sedangkan skor terendah aktivitas seksual subjek pada kelompok LRS adalah 0. Skor 0 bisa jadi diperoleh dikarenakan adanya social desirability pada diri subjek. Oleh karena subjek mengisi skala di dalam ruang kelas dengan kehadiran teman-teman dan guru, maka ada kemungkinan subjek merasa enggan untuk memberikan jawaban sesuai dengan keadaan diri subjek yang sebenarnya. Skor tertinggi aktivitas seksual pada subjek kelompok HRS adalah 1.64 dan skor tertinggi aktivitas seksual pada subjek kelompok LRS adalah1.71. Mean yang diperoleh untuk subjek HRS adalah 0.5094 dan mean yang diperoleh pada subjek LRS 0.3764. Untuk kelompok
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
55
subjek HRS, standar deviasi yang diperoleh adalah 0.46593 dan untuk kelompok subjek LRS, standar deviasi yang diperoleh adalah 0.36679.
E. ANALISIS DATA PENELITIAN 1. Uji Asumsi Sebelum analisis independent sample t-test dilakukan, uji asumsi berupa uji normalitas dan uji homogenitas perlu dilakukan. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah sebaran data mengikuti
kurva
normal
atau
tidak.
Teknik
perhitungan
Kolmogorov-Smirnov dengan program SPSS 16.0 for Windows digunakan untuk melakukan uji normalitas. Apabila nilai p yang diperoleh lebih besar (p>0.1), maka data yang diperoleh dikatakan memiliki sebaran yang normal. Tabel. 9 Uji Normalitas Aktivitas Seksual Subjek HRS dan LRS
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp Sig. (2-tailed)
HRS 1.510
LRS 0.957
0.021
0.319
Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan, diperoleh nilai signifikansi (p) untuk kelompok subjek HRS adalah sebesar 0.021 dan nilai Z 1.510. Oleh karena nilai p lebih kecil daripada 0.1 (p<0.1), maka data subjek HRS tidak terdistribusi normal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
56
Sedangkan untuk hasil uji normalitas kelompok subjek LRS, diperoleh nilai p sebesar 0.319 (p > 0.1). Oleh karena itu nilai signifikansi lebih besar daripada 0.1, maka subjek LRS dikatakan terdistribusi normal. Persyaratan untuk melakukan uji independent sample t-test adalah data terdistribusi secara normal. Namun, apabila jumlah subjek lebih besar daripada 30, uji analisis independent sample ttest dapat tetap dilakukan walaupun data tidak terdistribusi secara normal. Akan tetapi, apabila jumlah subjek kurang dari 30 (N<30), maka analisis non-parametrik yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah uji dua sampel bebas- Mann-Whitney’s U (Santoso, 2012). b. Uji Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan dengan menggunakan Levene’s Test for Equality of Variances dalam SPSS 16.0 for Windows. Uji homogenitas memiliki tujuan untuk melihat apakah terdapat kesamaan varian dari dua populasi yang diuji. Apabila nilai p lebih besar dari 0.05 (p> 0.05), maka kedua varian sama. Sedangkan apabila nilai p lebih kecil dari 0.05 (p<0.05), maka kedua varian berbeda. Setelah dilakukan uji homogenitas, maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: Tabel. 10 Uji Homogenitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Levene’s Test for Equality of Variances
57
Subjek HRS dan LRS Sig. 0.272
Berdasarkan hasil uji homogenitas Levene’s Test for Equality of Variances, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.272 (p>0.05). Oleh karena nilai ini lebih besar daripada 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data bersifat homogen atau kedua varians sama. 2. Uji Hipotesis a. Independent Sample t-test Analisis data untuk uji beda menggunakan independent sample t-test dengan menggunakan SPSS 16.0 for Windows. Walaupun data tidak terdistribusi secara normal, namun oleh karena jumlah subjek lebih besar daripada 30 (N>30), maka data bersifat robust. Dasar pengambilan keputusan independent sample t-test adalah jika p > 0.05 maka tidak terdapat perbedaan pada kedua kelompok. Sebaliknya, apabila p < 0.05, maka terdapat perbedaan pada kedua kelompok. Berikut adalah hasil analisis yang diperoleh: Tabel. 11 Independent Sample t-test AktivitasSeksual pada Remaja HRS dan LRS
Asymp. Sig
Remaja HRS dan LRS 0.272
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
58
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nilai p > 0.05. Maka, H0 diterima, yaitu tidak terdapat perbedaan aktivitas seksual pada remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah (HRS dan LRS) di SMA A.
F. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan frekuensi aktivitas seksual pada remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah (High Rejection Sensitivity dan Low Rejection Sensitivity) di SMA A. Tidak adanya perbedaan frekuensi aktivitas seksual pada remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A bisa jadi disebabkan skala aktivitas seksual bukan hanya mengukur satu faktor, namun lebih dari satu faktor. Peneliti berusaha untuk mencari dasar teori yang mendukung asumsi ini, namun sayangnya tidak ditemukan dasar teori yang dapat mendukung asumsi ini. Oleh karena itu, peneliti melakukan analisis faktor untuk mencari tahu apakah memang benar skala aktivitas seksual memiliki lebih dari satu faktor. 1. Analisis Faktor Analisis faktor adalah salah satu teknik analisis statistik yang bertujuan untuk menyederhanakan sekumpulan data yang kompleks (Kline, 2012). Dengan kata lain, analisis faktor adalah salah satu alat
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
59
analisis statistik yang digunakan untuk mereduksi faktor-faktor yang memengaruhi suatu variabel menjadi beberapa set indikator saja, tanpa kehilangan informasi yang berarti. Jadi, ketika analisis faktor diberlakukan pada suatu variabel, maka variabel tersebut akan terbagi menjadi beberapa faktor apabila teryata variabel tersebut memiliki lebih dari satu faktor yang memengaruhi. Analisis faktor pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.0 for Windows dengan membedakan aktivitas seksual mental dan aktivitas seksual perilaku. Hal pertama yang perlu diberikan perhatian pada tahapan analisis faktor adalah nilai Kaiser Meyer Olkin (KMO) yang diharapkan lebih besar daripada 0.5 ( KMO > 0.5). Berdasarkan hasil analisis, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel. 12 Kaiser Mayer Olkin Aktivitas Seksual Mental dan Perilaku
Aktivitas seksual mental Aktivitas seksual perilaku
Kaiser Meyer Olkin (KMO) 0.762 0.734
Oleh karena nilai KMO untuk aktivitas seksual mental dan perilaku lebih besar daripada 0.5 (KMO>0.5), maka proses analisis faktor dapat dilanjutkan.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
60
Hal kedua yang perlu diberikan perhatian pada tahapan analisis faktor adalah nilai communalities yang diharapkan memiliki nilai lebih besar daripada 0.4. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel. 13 Communalities Aktivitas Seksual Mental Initial
Extraction
AKT_SEX_M1
1.000
.844
AKT_SEX_M2
1.000
.874
AKT_SEX_M3
1.000
.761
AKT_SEX_M4
1.000
.847
AKT_SEX_M5
1.000
.888
AKT_SEX_M6
1.000
.818
Untuk aktivitas seksual mental, nilai communalities pada setiap item memiliki nilai lebih daripada 0.4. Sedangkan untuk aktivitas seksual perilaku, berikut adalah hasil analisis yang diperoleh: Tabel. 14 Communalities Aktivitas Seksual Perilaku Initial
Extraction
AKT_SEX_P7
1.000
.827
AKT_SEX_P8
1.000
.938
AKT_SEX_P9
1.000
.648
AKT_SEX_P10
1.000
.809
AKT_SEX_P11
1.000
.845
AKT_SEX_P12
1.000
.785
AKT_SEX_P13
1.000
.862
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
AKT_SEX_P14
1.000
61
.777
Untuk aktivitas seksual perilaku, nilai communalities yang diperoleh pada setiap item berada di atas 0.4. Oleh karena itu, proses faktor analisis dapat dilanjutkan. Tahapan selanjutnya pada analisis faktor adalah melihat nilai eigenvalues yang diperoleh. Berdasarkan hasil analisis untuk aktivitas seksual mental, diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel. 15 Tabel Nilai Eigenvalues Aktivitas Seksual Mental
Initial Eigenvalues Component
Total
% of Variance
Cumulative %
1
3.249
54.154
54.154
2
1.782
29.708
83.862
3
.361
6.009
89.871
4
.250
4.165
94.036
5
.199
3.314
97.350
6
.159
2.650
100.000
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa dari 6 komponen pada aktivitas seksual mental, terdapat 2 komponen yang memiliki nilai eigenvalues lebih besar daripada 1 (eigenvalues >1). Komponen 1 memiliki nilai 3.249 dan komponen 2 memiliki nilai 1.463. Hal ini
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
62
berarti, keenam item pertanyaan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, tanpa kehilangan informasi yang berarti. Sedangkan untuk aktivitas seksual perilaku, hasil analisis yang diperoleh untuk nilai eigenvalues adalah sebagai berikut: Tabel. 16 Tabel Nilai Eigenvalues Aktivitas Seksual Perilaku Initial Eigenvalues Component
Total
% of Variance
Cumulative %
1
3.974
49.669
49.669
2
1.443
18.043
67.712
3
1.073
13.413
81.124
4
.611
7.638
88.762
5
.402
5.027
93.789
6
.213
2.658
96.447
7
.174
2.176
98.623
8
.110
1.377
100.000
Berdasarkan hasil tabel di atas, dapat terlihat bahwa dari 8 komponen pada aktivitas seksual perilaku, terdapat 3 komponen yang memiliki nilai eigenvalues lebih besar daripada 1 (eigenvalues >1). Komponen 1 memiliki nilai 3.974, komponen 2 memiliki nilai 1.443, dan komponen 3 memiliki nilai 1.073. Hal ini berarti, kedelapan item pertanyaan tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, tanpa kehilangan informasi yang berarti. Langkah berikutnya pada analisis faktor adalah melihat nilai component
matrix
pada
setiap
item
dan
kemudian
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
63
mengelompokkannya. Berdasarkan hasil analisis, berikut adalah hasil component matrix untuk aktivitas seksual mental: Tabel. 17 Tabel Component Matrix Aktivitas Seksual Mental
Component 1
2
AKT_SEX_M1
-.170
.903
AKT_SEX_M2
.212
.910
AKT_SEX_M3
.507
.710
AKT_SEX_M4
.895
.215
AKT_SEX_M5
.941
.044
AKT_SEX_M6
.904
.030
Berdasarkan component matrix dapat terlihat bahwa item Akt_sex_M1 tergolong dalam komponen 2 karena memiliki loading factor sebesar 0.903 yang lebih besar daripada loading factor pada komponen 1, yaitu 0.170 (pada rotated component matrix, kita mengabaikan tanda negatif). Cara yang sama diberlakukan pada item-item yang lain sehingga diperoleh hasil item Akt_Sex_M1, M2, dan M3 tergolong pada komponen 2 yang dinamai peneliti sebagai aktivitas seksual mental normal. Sedangkan item Akt_Sex_M4, M5, dan M6 tergolong pada komponen 1 yang dinamai peneliti sebagai aktivitas seksual mental mendalam. Tahapan yang sama dilakukan untuk aktivitas seksual perilaku. Hasil component matrix adalah sebagai berikut:
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
64
Tabel. 18 Tabel Component Matrix Aktivitas Seksual Perilaku
Component 1
2
3
AKT_SEX_P7
-.076
.873
.242
AKT_SEX_P8
.103
-.009
.963
AKT_SEX_P9
.777
.176
.116
AKT_SEX_P10
.339
.798
-.237
AKT_SEX_P11
.548
.724
-.145
AKT_SEX_P12
.872
.145
.061
AKT_SEX_P13
.924
.042
.074
AKT_SEX_P14
.846
.220
-.109
Berdasarkan component matrix dapat terlihat bahwa item Akt_sex_P7 tergolong dalam komponen 2 karena memiliki loading factor sebesar 0.873 yang lebih besar daripada loading factor pada komponen 1, yaitu 0.076 dan komponen 3, yaitu 0.242 (pada rotated component matrix, kita mengabaikan tanda negatif). Cara yang sama diberlakukan pada item-item yang lain sehingga diperoleh hasil item Akt_Sex_P7, P10, dan P11 tergolong pada komponen 2 yang dinamai peneliti sebagai aktivitas seksual perilaku normal. Sedangkan item Akt_Sex_P9, P12, P13 dan P14 tergolong pada komponen 1 yang dinamai peneliti sebagai aktivitas seksual perilaku mendalam. Item Akt_Sex_P8 tergolong pada komponen 3 yang dinamai peneliti sebagai aktivitas seksual sendirian. Maka, berdasarkan semua proses analisis faktor, dapat disimpulkan bahwa skala aktivitas seksual memiliki 5 faktor yang diukur, yaitu aktivitas seksual mental normal, aktivitas seksual mental mendalam, aktivitas seksual perilaku normal, aktivitas seksual perilaku mendalam, dan aktivitas seksual sendirian.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
65
2. Uji Beda Independent sample t-test Dengan mempertimbangkan hasil pada analisis faktor, peneliti kembali mencoba melakukan analisis uji beda independent sample ttest. Oleh karena jumlah subjek lebih daripada 30 (N>30), maka data bersifat robust walaupuan data tidak terdistribusi secara normal. Berikut adalah hasil analisis independent sample t-test dengan menggunakan SPSS 16.0 for Windows:
Tabel. 19 Independent Sample t-test (Faktor)
Aktivitas Seksual Mental Normal Aktivitas Seksual Mental Mendalam Aktivitas Seksual Perilaku Normal Aktivitas Seksual Perilaku Mendalam Aktivitas Seksual Sendirian
Asymp. Sig 0.795 0.067 0.680 0.000 0.808
Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa pada aktivitas seksual perilaku mendalam, nilai signifikansi lebih kecil daripada 0.05, yaitu sebesar 0.000 (p< 0.05). Maka, berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat terlihat bahwa perbedaan frekuensi aktivitas seksual untuk remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A hanya dapat terlihat pada perilaku seksual mendalam. Berdasarkan skala aktivitas seksual, dapat terlihat bahwa perilaku seksual mendalam mencakup onani atau masturbasi bersama dengan lawan jenis, meraba
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
66
tubuh lawan jenis, menempelkan atau menggesek-gesekkan alat kelamin ke lawan jenis, dan melakukan hubungan intim dengan lawan jenis (intercourse). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Purdie dan Downey (2000) yang menunjukkan bahwa individu yang HRS cenderung rela melakukan hal apa pun walaupun mereka tahu hal tersebut salah dengan tujuan mempertahankan pasangan mereka dalam hubungan. Individu merasa cemas bahwa pasangan mereka akan pergi meninggalkan diri mereka dan tidak memiliki kelekatan lagi. Selain itu, hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Davis, dkk (2003, 2004) yang mengemukakan
bahwa
individu
yang
merasa
cemas
cenderung
menggunakan seks untuk memenuhi kebutuhan mereka akan kelekatan dengan pasangan atau dengan kata lain tidak ditolak oleh pasangan. Penelitian lain yang sejalan dengan hasil penelitian ini adalah Browning, Hatfield, Kessler, & Levine (2000), Cooper, Shapiro, & Powers (1998), Katz, Fortenberry, Zimet, Blythe, & Orr (2000) yang mengemukakan bahwa aktivitas seksual dilakukan individu untuk mendapatkan kelekatan dengan pasangan yang ditakutkan akan hilang pada individu HRS. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan beberapa penelitian Cooper, Agocha, & Sheldon (2000),
Cooper, Shapiro, & Powers (1998), Wills & Hirky,
(1996), Wills, Sandy, Shinar, & Yaeger (1999) yang mengemukakan bahwa aktivitas seksual dilakukan individu untuk meningkatkan perasaan
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
67
positif dan mengurangi perasaan negatif yang mana kecemasan akan penolakan adalah perasaan negatif. Namun, berdasarkan hasil analisis independent sample t-test terlihat bahwa untuk aktivitas seksual (mental) tidak terdapat perbedaan antara remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A. Hal ini bisa jadi terjadi disebabkan aktivitas seksual mental adalah suatu bentuk aktivitas seksual yang berbentuk fantasi atau imajinasi yang seringkali dilakukan secara individual, tanpa melibatkan partner (Birnbaum, Simpson, Weisberg, Barnea, & Simhon, 2012). Hal ini tidak sejalan dengan sensitivitas akan penolakan yang melibatkan hubungan interpersonal. Oleh karena itu, aktivitas seksual secara mental tidak dapat dilakukan untuk mempertahankan pasangan dan mencegah penolakan dari pasangan. Hal
yang sama terjadi pada aktivitas seksual sendirian.
Berdasarkan skala aktivitas seksual yang digunakan dalam penelitian ini, terlihat bahwa aktivitas seksual sendirian adalah melakukan onani atau masturbasi sendirian. Aktivitas seksual sendirian ini juga bersifat personal, tanpa melibatkan hubungan interpersonal. Oleh karena itu, aktivitas seksual sendirian tidak dapat dilakukan individu untuk mempertahankan pasangan ataupun mencegah penolakan dari pasangan. Selain itu, berdasarkan hasil analisis, tidak terdapat perbedaan aktivitas seksual berbentuk perilaku seksual normal antara remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A. Jika
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
68
melihat ke dalam skala aktivitas seksual, perilaku seksual normal adalah berpegangan tangan dengan lawan jenis, berpelukan dengan lawan jenis, dan berciuman dengan lawan jenis. Bisa jadi, tidak adanya perbedaan perilaku seksual normal dalam penelitian ini disebabkan perilaku-perilaku tersebut dipandang perilaku yang normal dilakukan pasangan oleh subjek penelitian ini. Namun tentu saja, diperlukan penelitian lebih lanjut untuk lebih memahami mengapa tidak ada perbedaan dalam bentuk-bentuk perilaku seksual normal.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil analisis independent sample t-test, diperoleh nilai p sebesar 0.272. Oleh karena nilai p lebih besar daripada 0.05 (p> 0.05), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan frekuensi aktivitas seksual antara remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A. 2. Peneliti melakukan analisis tambahan, yaitu analisis faktor. Melalui analisis faktor ini diperoleh hasil bahwa aktivitas seksual dapat terbagi menjadi 5 faktor, yaitu aktivitas seksual mental normal, aktivitas seksual mental mendalam, aktivitas seksual perilaku normal, aktivitas seksual perilaku mendalam, dan aktivitas seksual perilaku sendirian. Setelah itu, uji analisis independent t-test dilakukan dengan mempertimbangkan kelima faktor tersebut. Hasil analisis yang diperoleh adalah terdapat perbedaan frekuensi aktivitas seksual perilaku mendalam pada remaja dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah di SMA A. Nilai p yang diperoleh adalah 0.000 (p< 0.05).
70
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
71
A. KETERBATASAN PENELITIAN Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Pertama, tidak semua partisipan dalam penelitian ini berada dalam status berpacaran. Berdasarkan deskripsi statistik subjek, diketahui bahwa 29 subjek penelitian (38.7%) berada pada status berpacaran dan 34 subjek penelitian tidak berpacaran (45.3%) serta 12 subjek tidak diketahui status hubungannya (16.0%). Hal ini bisa memengaruhi aktivitas seksual yang dilakukan subjek. Pada budaya Indonesia, khususnya di Yogyakarta, aktivitas seksual akan lebih mungkin dilakukan apabila subjek berada pada status berpacaran. Kedua, hasil penelitian ini dapat digeneralisasikan terbatas hanya pada populasi siswa di SMA A. Hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada siswa SMA secara keseluruhan. Ketiga, oleh karena skala aktivitas seksual dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi aktivitas seksual partisipan, maka tidak dapat dibuat item non-favorable yang dapat bermanfaat untuk memastikan konsistensi partisipan dalam menjawab. Oleh karena itu, keabsahan jawaban yang diberikan partisipan dalam penelitian ini hanya dapat dijamin melalui inform-consent yang partisipan setujui di bagian awal skala penelitian. B. SARAN 1. Bagi Sekolah Sekolah diharapkan dalam memberikan informasi dan pengetahuan mengenai resiko dari aktivitas seksual secara jelas dan mendalam. Melalui adanya pendampingan dari pihak sekolah diharapkan siswa
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
72
dapat lebih mempertimbangkan dengan baik sebelum mereka melakukan aktivitas seksual, khususnya perilaku seksual mendalam. Selain itu, sekolah juga dapat memberikan pendampingan terkait cara menjalin hubungan romantis yang sehat dengan lawan jenis. Diharapkan melalui adanya pendampingan ini, siswa dapat lebih memahami
cara-cara
yang
lebih
sehat
dan
positif
untuk
mempertahankan pasangan mereka. 2. Bagi Orang Tua Orang tua perlu melakukan pendampingan dan pengajaran yang mendalam dengan anak mereka terkait seksualitas. Orang tua dapat mendidik anak mengenai resiko dari aktivitas seksual dan dampaknya terhadap diri anak itu sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Selain itu, pendampingan dari orang tua mengenai cara menjalin hubungan romantis yang sehat juga merupakan hal yang sangat penting. Orang tua perlu membantu anak mereka memahami cara-cara yang lebih sehat dan positif untuk mempertahankan pasangan mereka. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan penelitian ini, diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti dengan subjek remaja yang berada dalam status berpacaran. Selain itu, peneliti selanjutnya juga dapat meneliti dengan teknik random sampling sehingga hasil penelitian kemudian dapat digeneralisasikan kepada semua siswa SMA di Yogyakarta. Peneliti selanjutnya juga dapat meneliti bukan hanya
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
73
kepada siswa SMA, namun juga kepada mahasiswa yang bisa jadi lebih banyak melakukan aktivitas seksual dibandingkan siswa SMA. Berdasarkan hasil penelitian dengan mempertimbangkan analisis faktor, diperoleh bahwa perbedaan aktivitas seksual pada siswa dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah hanya terdapat pada perilaku seksual mendalam. Oleh karena itu, penelitian lebih lanjut dibutuhkan dengan hanya menggunakan perilaku seksual mendalam sebagai variabel daripada aktivitas seksual secara keseluruhan. Penelitian lebih lanjut juga dibutuhkan untuk menemukan penjelasan yang lebih mendalam mengapa tidak ditemukan adanya perbedaan perilaku seksual normal (berpegangan tangan, berpelukan, dan berciuman) pada siswa dengan sensitivitas akan penolakan yang tinggi dan rendah.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Aguilar, L.J., & Downey, G. (2009). Rejection Sensitivity. In Reis, H.T., & Sprecher, S (Eds.), Encyclopedia of Human Relationships (1340-1342). Thousand Oaks: SAGE Publications, Inc. Asher, S.R., & Coice, J.D. (1990). Peer Rejection in Childhood. New York: Cambridge University Press. Asmarayasa, I.G. (2004). Hubungan antara Frekuensi Mengakses Situs Porno dengan Sikap Remaja Terhadap Perilaku Seksual. Skripsi (Tidak diterbitkan). Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Ayduk, O., Mendoza-Denton, R., Mischel, W., & Downey, G. (2000). Regulating the Interpersonal Self: Strategic Self-Regulation for Coping with Rejection Sensitivity. Journal Personality Social Psychology, 79, 776-792. Ayduk, O., Downey, G., & Kim, M. (2001). Rejection Sensitivity and Depressive Symptoms in Women. Personality and Social Psychology Bulletin, 27(7), 868877. Ayduk, O., Downey, G., Testa, A., Yen, Y., & Shoda, Y. (1999). Does rejection elicit hostility in high rejection sensitive women? Social Cognition, 17, 245-271. Ayduk, O., Mendoza-Denton, R., Mischel, W., Downey, G. (2000). Regulating the interpersonal self: Strategic self-regulation for coping with rejection sensitivity. Journal Personality Social Psychology, 79,776–792. Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2013). Penyusuan Skala Psikologi. Yogykarta: Pustaka Pelajar. Baldwin, M.W. (1994). Primed Relational Schemas As a Source of Selfevaluative Reactions. Journal of Social and Clinical Psychology, 13, 380-403. Baumeister, R.F., & Leary, M.R. (1995). The Need to Belong: Desire for Interpersonal Attachments As a Fundamental Human Motivation. Psychology Bulletin, 117,497–529. Baumeister, R. F., DeWall, C. N., Ciarocco, N. J., & Twenge, J. M. (2005). Social exclusion impairs selfregulation. Journal of Personality and Social Psychology,
74
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
75
88, 589-604. Bellavance, A. (2014). Sexual Assault Awareness Month. National Sexual Violance Resource. Diambil dari http://nsvrc.org/sites/default/files/saam_2014_overview-ofadolescent-sexual-development.pdf Birnbaum, G.E., Simpson, J.A., Weisberg, Y.J., Barnea, E., & Simhon, Z.A. (2012). Is It My Overactive Imagination? The Effects of Contextually Activated Attachment Insecurity on Sexual Fantasies. Journal of Social and Personal Relationships, 22, 1-22. Birnbaum, G.E., Svitelman, N., Bar-Shalom, A., Porat, O. (2008). The Thin Line Between Reality and Imagination: Attachment Orientations and The Efforts of Relationship Threats on Sexual Fantasies. Personality and Social Psychology Bulletin, 34, 1185-1999. Bowlby, J. (1969). Attachment and loss (Vol. 1). New York: Basic Books. Bowlby, J. (1973). Attachment and loss (Vol. 2). New York: Basic Books. Bowlby, J. (1980). Attachment and loss (Vol. 3). New York: Basic Books. Browning, J.R., Hatfield, E., Kessler, D., & Levine, T. (2000). Sexual Motives, Gender, and Sexual Behavior. Archives of Sexual Behavior, 29, 135-153. Bukatko. (2008). Child Adolescent Development: A Chronological Approach. Boston: Houghton Mifflin Company. Canyas, R.R., Downey, G., Berenson, K., Ayduk, O., & Kang, N. (2010). Rejection Sensitivity and The Rejection-Hostility Link in Romantic Relationships. Journal of Personality, 78, 119-148. Catania, L., Gattai, A., Puppo, V., Abdulcadir, J., Abdulcadir, D., Abdulcadir, O. (2008). Sexual Imagination in a Group of Women with Female Genital Mutilation Compared to Women with Intact Genitals. Sexologies, 17, 68. Center For Disease Control and Prevention. (2008). Youth Risk Behavior Surveillance United States, 2007. Morbidity and Mortality Weekly Report, 57, 1131. Ciairano, S., Kliewer, W., Bonino, S., Miceli, R., & Jackson, S. (2006). Dating, sexual activity, and well-being in Italian adolescents.Journal of Clinical Child and Adolescent Psychology, 35(2), 275e282. Coleman, J., & Roker, D. (1998).Teenage sexuality. Health, risk and education.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
76
Amsterdam: OPA eHarwood Academic Publishers. Cooper, M.L., Agocha, V.B., & Sheldon, M.S. (2000). A Motivational Perspective on Risky Behaviors: The Role of Personality and Affect Regulatory Processes. Journal of Personality, 68, 1059-1088.
Cooper, M.L., Shaver,P.R., & Collins, N.L. (1998). Attachment Styles, Emotion Regulation, and Adjustment in Adolescence. Journal of Personality and Social Psychology, 74, 1380-1397. Cooper, M.L., Shapiro, C.M., & Powers, A.M. (1998). Motivations for Sex and Risky Sexual Behavior Among Adolescents and Young Adults: A Functional Perspective. Journal Personality & Social Psychology, 75, 1528-1558. Crick, N.R., & Grotpeter, J.K. (1995). Relational Aggression, Gender, and SocialPsychological Adjustment. Child Development, 66, 710-722. Davis, D., Shaver, P. R., & Vernon, M. L. (2003). Physical, emotional, and behavioral reactions to breaking up. Personality and Social Psychology Bulletin, 29, 871-884. Davis, D., Shaver, P. R., & Vernon, M. L. (2004). Attachment style and subjective motivations for sex. Personality and Social Psychology Bulletin, 30, 1076-1090. Dirgagunarsa, Ny.S. (1981). Arti Adolesensia, Problema Seksualitas dan Fertilitas Pada Masa Remaja. In Sarwono, S.W. Seksualitas dan Fertilitas Remaja (Hal 2531). Jakarta: CV Rajawali- Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. Downey, G., Khouri, H., & Feldman, S. (1997). Early Interpersonal Trauma and Later Adjustment: The Mediational Role of Rejection Sensitivity. Dalam D. Cicchetti & S. Toth (Eds), Rochester Symposium on Developmental Psychopathology: Volume 8, The Effects of Trauma on The Developmental Process (Hal. 85-11). Rochester, New` York: University of Rochester Press. Downey, G., Bonica, C., & Rincon, C. (1999). Rejection Sensitivity and Adolescent Romantic Relationships. Dalam W. Furman, B. Brown, & C. Feiring (Eds). The Development of Romantic Relationships in Adolescence (Hal. 148174). New York: Cambridge University Press. Downey, G., & Feldman, S.I. (1996). Implications of Rejection Sensitivity for Intimate Relationships. Journal of Personality and Social Psychology, 70(6), 1327-1343 Downey, G., Freitas, A. L., Michaelis, B., & Khouri, H. (1998). The self-fulfilling prophecy in close relationships: Rejection sensitivity and rejection by romantic
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
77
partners. Journal of Personality and Social Psychology, 75, 545-560. Downey, G., Bonica, C., & Rincon, C. (1999). Rejection sensitivity and conflict in adolescent romantic relationships. In W. Furman, B. Brown, & C. Feiring (Eds.), The development of adolescent romantic relationships (148–174). New York: Cambridge University Press. Downey, G., Feldman, S., & Ayduk, O. (2000). Rejection sensitivity and male violence in romantic relationships. Personal Relationships, 7, 45-61. Downey, G., Mougios, V., Ayduk, O., London, B.E., Shoda, Y. (2004). Rejection Sensitivity and the Defensive Motivational System Insight From the Startle Response to Rejection Cues. American Psychological Society, 15 (10), 668-673. Downey, G., Irwin, I., Ramsay, M., Ayduk, O. (2004). Rejection sensitivity and girls‘ aggression. Girls and Aggression: Contributing Factors and Intervention Principles. New York, NY: Kluwer Academic/Plenum Publishers. Downey, G., Lebolt, A., Rincon, C., & Freitas, A.L. (1998). Rejection Sensitivity and Children‘s Interpersonal Difficulties. Child Development, 69, 1072-1089. Dutton, D. G., Saunders, K., Staromski, A., & Bartholomew, K. (1994). Intimacy anger and insecure attachment as precursors of abuse in intimate relationships. Journal of Applied Social Psychology, 24, 145-156. Downey, G., Lebolt, A., Rincon, C., & Freitas, A. L. (1998). Rejection sensitivity and children's interpersonal difficulties. Child Development, 69, 1072-1089. Edwards, A.L. (1957). Techniques of Attitude Scale Construction. New York: Appleton Century Crofts.Inc. Eisenberger, N.I., & Lieberman, M.D. (2004). Why Rejection Hurts: A Common Neural Alarm System for Physical and Social Pain. Trends Cognitive Science, 8, 294–300. Erbelding, E.J., Hummel, B., Hogan, T., & Zenilman, J. (2001). High Rates of Depressive Symptoms in STD Clinic Patients. Sexually Transmitted Diseases, 28, 281-284. Eyre, S.L. & Millstein, S.G. (1999). What leads to sex? Adolescent Preferred Partners and Reasons for Sex. Journal of Research on Adolescence, 9, 277-307. Feldman, S., & Downey, G. (1994). Rejection sensitivity as a mediator of the impact of childhood exposure to family violence on adult attachment behavior. Development and Psychopathology, 6, 231-247.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
78
Graber, J. A., Brooks-Gunn, J., & Galen, B. R. (1998). Betwixt and between: sexuality in the context of adolescent transition. In R. Jessor (Ed.), New perspectives on adolescent risk behavior. Cambridge: Cambridge University Press. Gaines, S. O., Jr., Reis, H. T., Summers, S., Rusbult, C. E., Cox, C. L., Wexler, M. O., Marelich, W. D., & Kurland, G. J. (1997). Impact of attachment style on reactions to accommodative dilemmas in close relationships. Personal Relationships, 4, 93-113. Geer, J.H., & Broussard, D.B. (1990). Scaling Heteroseksual Behavior and Arousal : Consistency and Sex Differences. Journal of Personality and Social Psychology, 58, 664-671. Gumley, A.I. (2002). Implicational Meaning Versus Meaning Implied by Experience: A Reply to Clarke (2002) Introducing Further Developments Towards an ICS Formulation of Psychosis. Clinical Psychology and Psychotherapy Clinical Psychology Psychotherapy, 9, 51–54. Hammen, C.L., Burge, D., Daley, S.E., & Davila, J. (1995). Interpersonal Attachment Cognitions and Prediction of Symptomatic Responses to Interpersonal Stress. Journal of Abnormal Psychology, 104, 436-443. Hurlock, E.B. (1973). Adolescent Development, Fourth Edition. Tokyo: McGrawHill Kogakusha. Jemail, J.A., & Geer, J.H. (1977). Sexual Scripts. In R. Gemme & C. Wheelerr (Eds.), Progress in Sexology (Hal 513-522). New York: Plenum. Kang, J., & Downey, G. (2007). Rejection Sensitivity. In Baumeister, R.F., & Vohs, K.D (Eds.), Encyclopedia of Social Psychology (741-743). Thousand Oaks: SAGE Publications, Inc. Katz, B.P., Fortenberry, J., Zimet, G.D., Blythe, M.J., & Orr, D.P. (2000). Partner-Specific Relationship Characteristics and Condom Use Among Young People with Sexually Transmitted Diseases. Journal of Sex Research, 37, 69-75. Khoshkam, S., Bahrami, F., Ahmadi, S.A., Fatehizade, M., Etemadi, O. (2012). Attachment Style and Rejection Sensitivity: The Mediating Effect of Self-Esteem and Worry Among Iranian College Students. Europe‘s Journal of Psychology, 8, 363-374. Kline, P. (2012). An Easy Guide to Factor Analysis. London and New York: Routledge Taylor and Francis Group.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
79
Kobak, R. R., & Sceery, A. (1988). Attachment in late adolescence: Working models, affect regulation, and representations of self and others. Child Development, 59, 135-146. Kotchick, B.A., Shaffer, A., Forehand, R. (2001). Adolescent Sexual Risk Behavior: A Multi-System Perspective. Clinical Psychology Review, 21, 493-519. Leary, M. R., Tambor, E. S., & Terdal, S. K. (1995). Self-esteem as an interpersonal monitor: The sociometer hypothesis. Journal of Personality and Social Psychology, 68, 518-530. Leary, M.R., Twenge, J.M., Quinlivan, E. (2006). Interpersonal rejection as a determinant of anger and aggression. Personality Social Psychology Revision,10, 111–132. Leigh, B.C. (1989). Reasons for Having and Avoiding Sex: Gender, Sexual Orientation, and Relationship to Sexual Behavior. Journal of Sex Research, 26, 199-209. Leitenberg, H., & Henning, K. (1995). Sexual Fantasy. Psychological Bulletin, 117, 469-496. Maner, J. K., DeWall, C. N., & Baumeister, R. F. (2007). Does social exclusion motivate interpersonal reconnection? Resolving the ―porcupine problem.‖ Journal of Personality and Social Psychology, 92, 42-55. McCauley, C., & Swann,C.P. (1978). Male-Female Differences in Sexual Fantasy. Journal of Research in Personality, 12, 76-86. Mitchell, K., & Wellings, K. (1998b). Risks associated with early sexual activity. In J. Coleman, & D. Roker (Eds.), Teenage sexuality. Amsterdam: Harwood Academic Publishers. Mischel, W., & Shoda, Y. (1995). A Cognitive-Affective System Theory of Personality: Reconceptualizing Situations, Dispositions, Dynamics, and Invariance in Personality Structures. Psychology Review, 102, 246-268. Metcalfe, J., & Mischel, W. (1999). A hot/cool-system analysis of delay of gratification: Dynamics of willpower. Psychological Review, 106, 3– 19. Meston, C.M., & Buss, D.M. (2007). Why Humans Have Sex. Archives of Sexual Behavior, 36, 477-507. Mikulincer, M. (1998). Adult attachment style and individual differences in functional versus dysfunctional experiences of anger. Journal of Personality and Social Psychology, 74, 513— 524.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
80
Mischel, W., Shoda, Y., & Rodriguez, M. L. (1989). Delay of gratification in children. Science, 244, 933–938. Mitchell, K., & Wellings, K. (1998a). First sexual intercourse: anticipation and communication. Interviews with young people in England.Journal of Adolescence, 21, 717-726. Mullen, P.E., Pathe´ M, Purcell, R. (1999). Study of stalkers. Am J Psychiatry ,156, 1244–1249. Nugraha, B.D.N. (2010). It’s All About Sex. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Neuman, W.L (2000). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon. Park, L.E. (2012). Appearance-Based Rejection Sensitivity: Implication for Mental and Physical Health, Affect, and Motivation. Personality and Social Psychology Bulletin, 33, 490-504. Powell, M. & Frerichs, A.H. (1971). Readings in Adolescent Psychology. Minnesota: Burgess Publishing Company. Purdie, V., & Downey, G. (2000). Rejection Sensitivity and Adolescent Girls‘ Vulnerability to Relationship-Centered Difficulties. Child Maltreatment, 5, 338349. Romero-Canyas, R., Downey, G., Berenson, K., Ayduk, O., Kang, N.J. (2010). Rejection sensitivity and the rejection-hostility link in romantic relationships. Journal Personality , 78, 119–148. Ryan, K.M., Frieze, I.H., Sinclair, H.C. (1999). Physical violence in dating relationships. In: Paludi MA (editor). The Psychology of Sexual Victimization: A Handbook. Westport, CT: Greenwood Publishing, 33–54. Rosenthal, S.L., Von Ranson, K.M., Cotton, S., Biro, F.M., Mills, L., & Succop, P.A. (2001). Sexual Initiation: Predictors and Developmental Trends. Sexually Transmitted Disease, 28, 527-532. Safarinejd, M.R. (2006). Female Sexual Dysfunction in a Population-based Study in Iran: Prevalence and Associated Risk Factors. International Journal of Impotence Research, 18, 382-395. Santrock, J.W. (2007). Remaja, Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Santoso, A. (2010). Statistik untuk Psikologi: Dari Blog Menjadi Buku.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
81
Yogyakarta: Penerbit Universitas Sanata Dharma. Santoso, S. (2012). Aplikasi SPSS pada Statistik Non-Parametrik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Simpson, J.A., Rholes, W.S., & Phillips, D. (1996). Conflict in Close Relationships: An Attachment Perspectives. Journal of Personality and Social Psychology, 71, 899-914. Sinclair, H.C., Ladny, R.T., Lyndons, A.E. (2011). Adding Insult to Injury: Effects of Interpersonal Rejection Types, Rejection Sensitivity, and SelfRegulation on Obsessive Relational Intrusion. Aggressive Behavior, 37, 503-520. Shaver, P., & Hazan, C. (1987). Being Lonely, Falling in Love: Perspectives from Attachment Theory. Journal of Social Behavior and Personality, 2, 105-124. Supratiknya, A. (2014). Pengukuran Psikologis. Yogyakarta: Penerbit USD. Suharsono, Y., & Istiqomah. (2014). Validitas dan Reliabilitas Skala SelfEfficacy. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2, 144-151. Sprecher, S.,& McKinney, K. (1993). Sexuality. United Kingdom: SAGE Publications, Inc. Sternberg, L. (2002). Adolescence Sixth Edition. Boston: Mc. Graw Hill. Tapert, S. F., Aarons, G. A., Sedlar, G. R., & Brown, S. A. (2001). Adolescent substance use and sexual risk-taking behaviour.Journal of Adolescent Health, 28, 181-189. Twenge, J. M., Baumeister, R. F., Tice, D. M., & Stucke, T. S. (2001). If you can‘t join them, beat them: Effects of social exclusion on aggressive behavior. Journal of Personality and Social Psychology, 81, 1058-1069. Zadro, L., & Williams, K. D. (2005). Riding the ‗O‘ train: Comparing the effects of ostracism and verbal dispute on targets and sources. Group Processes & Intergroup Relations,8, 125-143.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN I SKALA CHILDREN REJECTION SENSITIVITY QUESTIONNAIRE INDONESIA
82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
SKALA PENELITIAN
Oleh:
Marlina Sutandi 119114061
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2015
83
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
84
PERNYATAAN KESEDIAAN Saya, Marlina Sutandi adalah mahasiswa tingkat akhir Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian terkait dengan penyusunan tugas akhir saya. Tujuan penelitian ini untuk lebih memahami dinamika psikologis teman-teman. Oleh karena itu, saya ingin meminta bantuan dan partisipasi teman-teman untuk terlibat dalam penelitian ini dengan mengisi skala penelitian yang telah saya sediakan. Jawaban teman-teman akan dirahasiakan, sehingga baik saya maupun orang lain tidak akan mengetahui identitas asli teman-teman. Teman-teman juga dapat mengundurkan diri dari penelitian ini kapanpun teman-teman inginkan tanpa adanya konsekuensi apa pun. Dalam proses pengisian skala ini, teman-teman mungkin akan mendapati pernyataan yang membuat teman-teman merasa tidak nyaman. Walaupun begitu, saya akan sangat menghargai bila teman-teman bersedia mengisi seluruh skala ini dengan jujur/apa adanya tanpa ada satu kolom yang terlewati. Tidak akan ada jawaban yang benar maupun salah, maka teman-teman diharapkan untuk mengisi skala ini sesuai dengan keadaan diri teman-teman. Partisipasi teman-teman dalam pengisian skala ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan referensi ilmu pengetahuan Psikologi. Silahkan memberikan paraf di bagian bawah sebagai tanda persetujuan, apabila teman-teman bersedia terlibat dalam penelitian ini. Teman-teman juga dapat menghubungi saya pada nomor +62898-2252393 atau pada email
[email protected] .
Saya mengucapkan terimakasih atas partisipasi dan kerjasama temanteman.
Saya bersedia untuk terlibat dalam penelitian ini tanpa paksaan dari siapapun.
Tanggal: (paraf tanpa nama)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
85
Di bawah ini terdapat situasi-situasi atau keadaan-keadaan yang biasa terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Bayangkanlah dirimu berada dalam situasi-situasi tersebut dan ceritakanlah bagaimana perasaanmu jika kamu mengalami situasi atau keadaan itu. Berilah tanda silang (X) pada nomor yang paling menggambarkan perasaanmu.
1. Bayangkan kamu ingin membeli kado untuk seseorang yang penting bagimu, tapi uangmu tidak cukup. Lalu kamu mendekati salah seorang teman di kelasmu untuk meminjam uang. Temanmu berkata, ―Tunggu aku di luar gerbang setelah sekolah selesai. Nanti aku bawakan uangnya‖. Setelah sekolah selesai kamu menunggu di luar gerbang sekolah. Sambil menunggu, kamu bertanya-tanya dalam hati apakah temanmu benar-benar akan datang.
Saat itu, seberapa gelisah perasaanmu, terhadap kemungkinan temanmu akan datang/ tidak datang?
Tidak Gelisah 1
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
Saat itu, seberapa marah perasaanmu, terhadap kemungkinan temanmu akan datang/ tidak datang?
Tidak Marah 1
Sangat Sangat Marah 2
3
4
5
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
86
Menurutmu, apakah temanmu akan datang untuk meminjamkan uangnya? YA!! 1
TIDAK!! 2
3
4
5
6
2. Bayangkan suatu hari kamu adalah anak terakhir yang keluar dari kelas untuk makan siang di kantin. Kamu sedang berlari menuruni tangga menuju kantin. Lalu kamu mendengar beberapa anak berbisik di beberapa anak tangga di bawahmu. Kamu bertanya-tanya dalam hati apakah mereka sedang membicarakanmu. Saat itu, seberapa gelisah perasaanmu, terhadap kemungkinan anak-anak tersebut berbicara buruk tentangmu? Tidak Gelisah 1
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
Saat itu, seberapa marah perasaanmu, terhadap kemungkinan anak-anak tersebut berbicara buruk tentangmu? Tidak Marah 1
Sangat Sangat Marah 2
3
4
5
6
Menurutmu, apakah mereka berbicara buruk tentangmu? YA!! 1
TIDAK!! 2
3
4
5
6
3. Bayangkan salah seorang teman di kelasmu melapor ke Pak/Bu Guru bahwa kamu mengganggunya. Kamu mengatakan bahwa kamu tidak mengganggunya. Pak/Bu Guru memintamu untuk menunggu di luar kelas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
87
untuk berbicara denganmu. Kamu bertanya-tanya dalam hati apakah Pak/Bu Guru akan percaya padamu. Saat itu, seberapa gelisah perasaanmu, terhadap kemungkinan Pak/Bu Guru akan mempercayai/ tidak mempercayai ceritamu? Tidak Gelisah 1
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
Saat itu, seberapa marah perasaanmu, terhadap kemungkinan Pak/Bu Guru akan mempercayai/ tidak mempercayai ceritamu? Tidak Marah 1
Sangat Sangat Marah 2
3
4
5
6
Menurutmu, apakah Pak / Bu Guru akan mempercayai ceritamu? YA!! 1
4.
TIDAK!! 2
3
4
5
6
Bayangkanlah baru-baru ini kamu bertengkar sengit dengan salah
seorang temanmu. Sekarang kamu memiliki masalah yang berat dan kamu ingin menceritakan masalahmu dengan temanmu tersebut. Kamu memutuskan untuk menunggu temanmu setelah sekolah selesai untuk berbicara dengannya. Kamu bertanya-tanya dalam hati apakah temanmu mau berbicara denganmu. Saat itu, seberapa gelisah perasaanmu, terhadap kemungkinan temanmu mau berbicara/ tidak mau berbicara denganmu dan mendengarkan masalahmu?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tidak Gelisah 1
88
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
Saat itu, seberapa marah perasaanmu, terhadap kemungkinan temanmu mau berbicara/ tidak mau berbicara denganmu dan mendengarkan masalahmu? Tidak Marah
Sangat Sangat Marah
1
2
Menurutmu,
apakah
3 temanmu
4 mau
5
berbicara
6
denganmu
dan
mendengarkan masalahmu? YA!! 1
5.
TIDAK!! 2
3
4
5
6
Bayangkanlah ada orang terkenal akan berkunjung ke sekolahmu.
Pak/Bu Guru akan memilih 5 anak untuk bertemu dengan orang tersebut. Kamu bertanya-tanya dalam hati apakah kamu akan dipilih. Saat itu, seberapa gelisah perasaanmu, terhadap kemungkinan kamu akan dipilih/ tidak dipilih? Tidak Gelisah 1
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
Saat itu, seberapa marah perasaanmu, terhadap kemungkinan kamu akan dipilih/ tidak dipilih? Tidak Marah 1
Sangat Sangat Marah 2
3
4
5
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
89
Menurutmu, apakah kamu akan dipilih untuk bertemu dengan tamu istimewa tersebut? YA!! 1
6.
TIDAK!! 2
3
4
5
6
Bayangkanlah kamu baru saja pindah sekolah dan sekarang kamu
sedang berjalan pulang dari sekolah. Kamu berharap ada teman yang bisa menemanimu berjalan pulang. Kamu melihat di depanmu ada seorang teman sekelasmu sedang berjalan pulang juga. Kamu memutuskan untuk menyusul dan mengajaknya ngobrol. Ketika kamu sedang bergegas menyusulnya, kamu bertanya-tanya dalam hati apakah dia mau ngobrol denganmu. Saat itu, seberapa gelisah perasaanmu, terhadap kemungkinan dia mau ngobrol/ tidak mau ngobrol denganmu? Tidak Gelisah 1
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
Saat itu, seberapa marah perasaanmu, terhadap kemungkinan dia mau ngobrol/tidak mau ngobrol denganmu? Tidak Marah 1
Sangat Sangat Marah 2
3
4
5
6
Menurutmu, apakah dia mau ngobrol denganmu? YA!! 1
TIDAK!! 2
3
4
5
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
90
7. Bayangkanlah kamu duduk di kelas bagian belakang. Pak/Bu Guru meminta agar beberapa anak dapat membantu pesta syukuran kelasmu secara sukarela. Pak /Bu Guru meminta agar anak yang mau membantu mengacungkan tangan. Banyak anak mengacungkan tangan sehingga kamu bertanya-tanya dalam hati apakah Pak/Bu Guru akan memilihmu. Saat itu, seberapa gelisah perasaanmu, terhadap kemungkinan kamu akan dipilih/ tidak dipilih oleh Pak/Bu Guru? Tidak Gelisah 1
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
Saat itu, seberapa marah perasaanmu, terhadap kemungkinan kamu akan dipilih/ tidak dipilih oleh Pak/Bu Guru? Tidak Marah 1
Sangat Sangat Marah 2
3
4
5
6
Menurutmu, apakah Pak/ Bu Guru akan memilihmu? YA!! 1
TIDAK!! 2
3
4
5
6
8. Bayangkanlah pada suatu hari Sabtu siang kamu membawa barang belanjaan pulang ke rumah karena diminta orang tuamu. Saat itu hujan deras dan kamu ingin segera sampai di rumah. Tiba-tiba tas belanjaanmu robek dan barangbarang belanjaanmu tumpah. Kamu melihat ke sekeliling dan terlihat olehmu dua orang teman sekelasmu sedang berjalan cepatcepat. Kamu bertanyatanya dalam hati apakah mereka mau berhenti dan membantumu.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Saat
itu,
seberapa
gelisah
perasaanmu,
terhadap
91
kemungkinan
temantemanmu mau berhenti/ tidak mau berhenti dan mau membantumu? Tidak Gelisah 1 Saat
Sangat Sangat Gelisah 2
itu,
seberapa
3
4
marah
perasaanmu,
5 terhadap
6 kemungkinan
temantemanmu mau berhenti/ tidak mau berhenti dan mau membantumu? Tidak Marah 1
Sangat Sangat Marah 2
3
4
5
6
Menurutmu, apakah teman-temanmu mau menawarkan diri untuk membantumu? YA!! 1
TIDAK!! 2
3
4
5
6
9. Bayangkanlah kamu baru saja pindah sekolah. Di sekolah yang baru, Pak/Bu Guru mengijinkan murid-murid untuk meminjam program video game untuk dibawa pulang dan dimainkan di rumah setiap akhir pekan (Sabtu-Minggu). Beberapa minggu berlalu dan selama ini kamu hanya melihat temanmu meminjam program video game untuk dibawa pulang. Sekarang kamu memutuskan mendatangi Pak/Bu Guru untuk bertanya apakah pada SabtuMinggu ini kamu boleh meminjam program video game. Kamu bertanya-tanya dalam hati apakah Pak/Bu Guru akan mengijinkanmu meminjam program video game. Saat itu, seberapa gelisah perasaanmu, terhadap kemungkinan Pak/Bu Guru mengijinkanmu/ tidak mengijinkanmu meminjam program video game untuk Sabtu-Minggu ini?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tidak Gelisah 1
92
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
Saat itu, seberapa marah perasaanmu, terhadap kemungkinan Pak/Bu Guru mengijinkanmu/ tidak mengijinkanmu meminjam program video game untuk Sabtu-Minggu ini? Tidak Marah
Sangat Sangat Marah
1
2
3
4
5
6
Menurutmu, apakah Pak/Bu Guru mengijinkanmu membawa pulang program video game untuk Sabtu-Minggu ini? YA!!
TIDAK!!
1
2
3
4
5
6
10. Bayangkanlah kamu berada di dalam kelas. Semua anak di kelas membentuk
kelompok-kelompok
untuk
mengerjakan
suatu
tugas
kelompok. Kamu duduk melihat banyak anak-anak lain dipilih temantemannya untuk bergabung dalam kelompok mereka. Ketika kamu menunggu, kamu bertanya-tanya dalam hati apakah teman-temanmu akan memilihmu menjadi anggota kelompok mereka. Saat
itu,
seberapa
gelisah
perasaanmu,
terhadap
kemungkinan
temantemanmu memilihmu/ tidak memilihmu untuk menjadi anggota kelompok mereka? Tidak Gelisah 1
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Saat
itu,
seberapa
marah
perasaanmu,
terhadap
93
kemungkinan
temantemanmu memilihmu/ tidak memilihmu untuk menjadi anggota kelompok mereka? Tidak Marah 1
Sangat Sangat Marah 2
3
4
5
6
Menurutmu, apakah teman-temanmu memilihmu menjadi anggota kelompok mereka? YA!! 1
TIDAK!! 2
3
4
5
6
11. Bayangkanlah keluargamu baru saja pindah ke daerah yang baru, dan kamu pindah ke sekolah yang baru. Besok akan ada ulangan Matematika yang penting, dan kamu sangat cemas karena kamu sama sekali tidak paham materi pelajaran yang akan diujikan! Kamu memutuskan untuk menemui gurumu dan membicarakan masalahmu pada saat sekolah selesai. Kamu bertanya-tanya dalam hati apakah Pak/Bu Guru akan berbaik hati menawarkan diri untuk membantumu. Saat itu, seberapa gelisah perasaanmu, terhadap kemungkinan Pak/ Bu Guru akan menawarkan diri untuk membantumu? Tidak Gelisah 1
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
Saat itu, seberapa marah perasaanmu, terhadap kemungkinan Pak/ Bu Guru akan menawarkan diri untuk membantumu/ tidak membantumu?
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tidak Marah 1
94
Sangat Sangat Marah 2
3
4
5
6
Menurutmu, apakah Pak/ Bu Guru akan menawarkan diri untuk membantumu? YA!! 1
TIDAK!! 2
3
4
5
6
12. Bayangkanlah kamu sedang di kamar mandi di sekolahmu. Dari dalam kamar mandi, kamu mendengar sayup-sayup dua orang gurumu di luar sedang memperbincangkan tentang salah seorang murid. Kamu mendengar bahwa Pak/Bu Guru sangat tidak suka anak tersebut ada di kelasnya. Kamu bertanyatanya dalam hati apakah murid yang dimaksud Pak/Bu Guru adalah kamu. Saat itu, seberapa gelisah perasaanmu, terhadap kemungkinan Bu Guru sedang membicarakanmu/ tidak sedang membicarakanmu? Tidak Gelisah 1
Sangat Sangat Gelisah 2
3
4
5
6
Saat itu, seberapa marah perasaanmu, terhadap kemungkinan Bu Guru sedang membicarakanmu/ tidak sedang membicarakanmu? Tidak Marah 1
Sangat Sangat Marah 2
3
4
5
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
95
Menurutmu, apakah murid yang tidak disukai Bu Guru di kelasnya adalah kamu? YA!! 1
TIDAK!! 2
3
4
5
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 2 SKALA AKTIVITAS SEKSUAL
96
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
97
Pernyataan di bawah terdiri atas beberapa aktivitas-aktivitas seksual. Silahkan berikan tanda X (silang) pada salah satu pilihan jawaban sesuai dengan keadaan dirimu. Tidak perlu khawatir, jawaban teman-teman saya jamin kerahasiaannya.
Aktivitas
Saya mengkhayalkan berpegangan tangan dengan lawan jenis Saya mengkhayalkan berpelukan dengan lawan jenis Saya mengkhayalkan berciuman dengan lawan jenis Saya mengkhayalkan meraba tubuh lawan jenis Saya mengkhayalkan menempelkan/menggesekgesekkan alat kelamin saya ke lawan jenis Saya mengkhayalkan melakukan hubungan intim dengan lawan jenis Saya berpegangan tangan dengan lawan jenis Saya melakukan masturbasi atau onani sendirian
0 (tidak pernah sama sekali)
1-2 kali (dalam seminggu)
3-4 kali (dalam seminggu)
Lebih dari 4 kali (dalam seminggu)
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
0 (tidak pernah
Aktivitas
sama sekali)
1-2 kali
3-4 kali
(dalam
(dalam
seminggu)
seminggu)
Lebih dari 4 kali (dalam seminggu)
Saya melakukan masturbasi atau onani bersama lawan jenis Saya berpelukan dengan lawan jenis Saya berciuman dengan lawan jenis Saya meraba tubuh lawan jenis Saya menempelkan/menggesekgesekkan alat kelamin saya ke lawan jenis Saya melakukan hubungan intim dengan lawan jenis
Usia Jenis Kelamin Status *Lama berpacaran
: : Laki-laki/Perempuan (Lingkari salah satu) : Berpacaran*/tidak berpacaran (Lingkari salah satu) : .........................
Selesai Terimakasih banyak atas partisipasinya ^^
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 3 ANALISIS RELIABILITAS SKALA DAN ANALISIS ITEM
99
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
100
A. TABEL UJI RELIABILITAS CRSQ INDONESIA
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on Standardized Items
N of Items
.889
.887
36
B. TABEL UJI RELIABILITAS SKALA AKTIVITAS SEKSUAL
Cronbach's Alpha
N of Items
.878
14
C. TABEL ANALISIS ITEM SKALA AKTIVITAS SEKSUAL
Scale Scale Mean if Variance if Item Deleted Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
AKT_SEX_M1
5.52
32.253
.262
.884
AKT_SEX_M2
5.57
29.734
.576
.868
AKT_SEX_M3
5.61
28.646
.736
.859
AKT_SEX_M4
5.85
30.073
.682
.864
AKT_SEX_M5
5.88
30.296
.654
.865
AKT_SEX_M6
5.79
30.386
.593
.867
AKT_SEX_P7
5.13
30.225
.374
.883
AKT_SEX_P8
5.89
32.907
.251
.882
AKT_SEX_P9
6.08
31.345
.602
.868
AKT_SEX_P10
5.59
28.813
.596
.867
AKT_SEX_P11
5.75
29.300
.680
.862
AKT_SEX_P12
5.97
29.999
.635
.865
AKT_SEX_P13
6.08
31.507
.571
.870
AKT_SEX_P14
6.05
30.754
.648
.866
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
LAMPIRAN 4 ANALISIS DATA
101
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
A. STATISTIK DESKRIPTIF DATA PENELITIAN 1. Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia Usia Jumlah 15 tahun 6 16 tahun 33 17 tahun 29 18 tahun 4 Tidak diketahui 3 Total 75
Presentase 8.0% 44.0% 38.7% 5.3% 4.0% 100%
2. Deskripsi Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Tidak diketahui Total
Jumlah 35 30 10 109
Presentase 46.7% 40.0% 13.3% 100%
3. Deskripsi Subjek Berdasarkan Status Berpacaran Status
Jumlah
Presentase
Berpacaran
29
38.7%
Tidak berpacaran
34
45.3%
Tidak diketahui
12
16.0%
Jumlah
109
100%
4. Karakteristik Subjek Berdasarkan Level Rejection Sensitivity Rejection Sensitivity Low Rejection Sensitivity High Rejection Sensitivity Total
Jumlah
Presentase
37
49.3%
38
50.7%
75
100%
102
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
103
5. Deskripsi Data Aktivitas Seksual Berdasarkan Kelompok RS Deskripsi
N Minimum Maksimum Mean Standar Deviasi
Level Rejection Sensitivity High Rejection Low Rejection Sensitivity Sensitivity 38 37 0 0 1.64 1.71 0.5094 0.3764 0.46593 0.36679
B. UJI ASUMSI 1. Uji Normalitas Subjek LRS dan HRS HRS Kolmogorov-Smirnov Z 1.510 Asymp Sig. (2-tailed)
0.021
LRS 0.957 0.319
2. Uji Homogenitas Subjek HRS dan LRS Sig. 0.272
Levene’s Test for Equality of Variances
C. UJI INDEPENDENT SAMPLE T-TEST Independent Sample t-test pada Remaja LRS dan HRS Remaja HRS dan LRS Asymp. Sig 0.272 D. ANALISIS TAMBAHAN (ANALISIS FAKTOR) 1. Kaiser Mayer Olkin Aktivitas Seksual Mental dan Perilaku Kaiser Meyer Olkin (KMO) Aktivitas seksual mental 0.762 Aktivitas seksual perilaku 0.734 2. Communalities Aktivitas Seksual Mental Initial
Extraction
AKT_SEX_M1
1.000
.844
AKT_SEX_M2
1.000
.874
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
AKT_SEX_M3
1.000
.761
AKT_SEX_M4
1.000
.847
AKT_SEX_M5
1.000
.888
AKT_SEX_M6
1.000
.818
104
3. Communalities Aktivitas Seksual Perilaku Initial
Extraction
AKT_SEX_P7
1.000
.827
AKT_SEX_P8
1.000
.938
AKT_SEX_P9
1.000
.648
AKT_SEX_P10
1.000
.809
AKT_SEX_P11
1.000
.845
AKT_SEX_P12
1.000
.785
AKT_SEX_P13
1.000
.862
AKT_SEX_P14
1.000
.777
4. Nilai Eigenvalues Aktivitas Seksual Mental
Initial Eigenvalues Component
Total
% of Variance
Cumulative %
1
3.249
54.154
54.154
2
1.782
29.708
83.862
3
.361
6.009
89.871
4
.250
4.165
94.036
5
.199
3.314
97.350
6
.159
2.650
100.000
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
105
5. Nilai Eigenvalues Aktivitas Seksual Perilaku Initial Eigenvalues Component
Total
% of Variance
Cumulative %
1
3.974
49.669
49.669
2
1.443
18.043
67.712
3
1.073
13.413
81.124
4
.611
7.638
88.762
5
.402
5.027
93.789
6
.213
2.658
96.447
7
.174
2.176
98.623
8
.110
1.377
100.000
6. Component Matrix Aktivitas Seksual Mental
Component 1
2
AKT_SEX_M1
-.170
.903
AKT_SEX_M2
.212
.910
AKT_SEX_M3
.507
.710
AKT_SEX_M4
.895
.215
AKT_SEX_M5
.941
.044
AKT_SEX_M6
.904
.030
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
7. Component Matrix Aktivitas Seksual Perilaku
Component 1
2
3
AKT_SEX_P7
-.076
.873
.242
AKT_SEX_P8
.103
-.009
.963
AKT_SEX_P9
.777
.176
.116
AKT_SEX_P10
.339
.798
-.237
AKT_SEX_P11
.548
.724
-.145
AKT_SEX_P12
.872
.145
.061
AKT_SEX_P13
.924
.042
.074
AKT_SEX_P14
.846
.220
-.109
8. Independent Sample t-test (Faktor)
Aktivitas Seksual Mental Normal Aktivitas Seksual Mental Mendalam Aktivitas Seksual Perilaku Normal Aktivitas Seksual Perilaku Mendalam Aktivitas Seksual Sendirian
Asymp. Sig 0.795 0.067 0.680 0.000 0.808
106