Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
PENGARUH SUPLEMENTASI MINERAL BLOK TERHADAP PRODUKTIVITAS KAMBING PERAH PERANAKAN ETAWAH DI TINGKAT PETERNAK (The Effect of Mineral Block Supplementation on the Productivity of Peranakan Etawah Crossbred Goat at Farmer’s Level) SUPRIYATI, I G.M. BUDIARSANA dan I-K. SUTAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Peranakan Etawah goats has been reared for breeding and meat purposes, as well as milk production, such as by Adam Farm Lampung. For this purpose, the Indonesian Research Institute for Animal Production collaborated with Adam Farm to carry out the study of the Zn enriched mineral block supplementation on the productivity of PE goat. Thirty two heads of PE goats (30 females and two males) were used in this study. The female goats were divided into two goups of ten animals for control group (without mineral supplementation) and twenty animals for treatment group (mineral supplementation). Feed given were roughages (King grass, setaria grass, leucaena, glirisidia) and concentrate, restrictively. From the beginning of trial until 3 months of pregnancy animals were given 3 kg of roughages. In the late pregnancy until lactation period the animal were given 4 kg roughages and 300 g/h/d concentrate. Each animal was mated naturally and weighed every month. The pregnant does were penned individually until the end of the trial. The result of observation in the field showed that the 2 animals (20%) from control group were not pregnant meanwhile all the animals (100%) of treatment group were pregnant. The initial mean of bodyweight of control and treatment were 24.05 and 24.35 kg, and at late pregnancy (5 months) were 31 and 32 kg, with BWG for 5 months were 7.05 and 7.65 kg. The improvement of bodyweight at lactation periods for control and tretmeant were 1 and 2 kg, respectively. The number of kids born and birth weight were 12 kids (120%) and 3.15 kg; 29 kids (145%) and 3.38 kg for control and treatment respectively. The treatment did not influence sex types of kids but improved the mean weaning weight of kids (11.5 vs 12.8 kg). The mortalities of does and kids were not found in this trial. It is concluded that the supplementation of mineral block enriched with Zn improved the number of pregnant animals and the number of kids born, improved the bodyweight at birth and weaning kids, also eliminated the mortality of animals at farmer’s level. Key Words: Mineral Block, Productivity, PE Goats, Farmer’s Level ABSTRAK Kambing Peranakan Etawah (PE) telah banyak dipelihara untuk produksi bibit atau daging, dan juga untuk produksi susu, diantaranya oleh Peternakan Adam Farm- Lampung. Untuk itu Balai Penelitian Ternak bekerjasama dengan Peternakan Adam Farm melakukan penelitian kemitraan pengaruh suplementasi mineral blok terhadap produktivitas kambing PE. Sebanyak 30 ekor kambing betina dara dan dua ekor jantan dewasa dipergunakan pada percobaan ini, yang dibagi atas dua kelompok. Kelompok kontrol (tanpa suplementasi mineral blok) sebanyak 10 ekor dan kelompok perlakuan (suplementasi mineral blok yang diperkaya dengan Zn) sebanyak 20 ekor. Pakan yang diberikan adalah hijauan (rumput gajah, rumput setaria, lamtoro, glirisidia) dan konsentrat secara terbatas. Dari awal pengamatan sampai ternak berstatus bunting 3 bulan diberikan hanya hijauan. Pada saat ternak bunting tua sampai laktasi diberikan 4 kg hijauan dan 300 g/ek/h konsentrat. Ternak dikawinkan secara alam dan ditimbang setiap bulan. Ternak yang bunting dikandangkan secara individu sampai akhir pengamatan. Hasil pengamatan di lapang ternyata pada kelompok kontrol ada 2 ekor ternak (20%) tidak bunting sedangkan kelompok perlakuan semua ternak bunting (100%). Rataan bobot badan awal ternak masing-masing untuk kontrol dan perlakuan adalah 24,05 dan 24,35 kg, dan saat bunting 5 bulan adalah 31 dan 32 kg, dengan PBB selama 5 bulan untuk kontrol dan perlakuan adalah 7,05 dan 7,65 kg. Peningkatan bobot badan ternak selama laktasi masing-masing untuk kontrol dan perlakuan adalah 1 dan 2 kg. Jumlah anak lahir dan bobot lahir untuk kontrol dan perlakuan adalah 12 ekor (120%) dan 3,15 kg; 29 ekor (145%) dan 3,38 kg. Perlakuan tidak mempengaruhi jenis kelamin anak namun meningkatkan rataan
387
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
bobot sapih (11,5 vs 12,8 kg). Tidak ditemukan kematian induk maupun anak. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi mineral blok yang diperkaya dengan Zn dapat meningkatkan jumlah induk bunting dan jumlah anak lahir, meningkatkan bobot badan anak lahir dan sapih, serta mengeliminasi kematian ternak di tingkat peternak. Kata Kunci: Mineral Blok, Produktivitas, Kambing PE, Tingkat Peternak
PENDAHULUAN Kambing perah selain sebagai sumber produksi susu, juga dapat digunakan sebagai penghasil daging. Akan tetapi tingkat produktivitas kambing perah di Indonesia relatif masih rendah. Tingginya tingkat kematian anak kambing pada fase prasapih serta rendahnya laju pertambahan bobot hidup merupakan salah satu penyebab rendahnya tingkat produktivitas. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap daya tahan anak menurun. Kambing perah di Indonesia memiliki produksi susu relatif rendah sekitar 0,45 – 2,2 l/hari dan kematian anak prasapih cukup tinggi sekitar 33 – 53% (SUTAMA et al., 1996). Hal ini mungkin akibat dari rendahnya manajemen pemeliharaan induk selama kebuntingan. Untuk dapat mencapai tingkat produktivitas yang diharapkan, maka diperlukan zat gizi agar dapat mengekspresikan aspek genetik yang dimiliki. Oleh karena itu upaya peningkatan produktivitas perlu dilakukan terutama terhadap pemberian pakan. Tersedianya zat-zat pakan yang optimal dan bermutu selama masa kebuntingan merupakan faktor penting bagi keberhasilan induk dalam memelihara kebuntingan, melahirkan dan menyusui anaknya. Pada periode kebuntingan keadaan fisiologis dan metabolisme induk bunting akan bergeser ke arah untuk penyimpanan cadangan zat-zat makanan dalam tubuh sebagai persediaan yang dapat dimobilisasi pada saat menyusui ketika kebutuhan untuk sintesis air susu jauh melebihi kemampuan induk untuk makan (ISDONI et al., 1996). Dalam penyusunan ransum hal yang paling diperhatikan adalah kecukupan akan energi maupun protein. Disamping itu faktor mineral terutama mikromineral sering terabaikan. Ketersediaan pakan yang sangat fluktuatif serta kualitas hijauan tropis yang rendah, menyebabkan ketersediaan makro dan mikro mineral pada pakan hijauan di Indonesia masih sangat kurang (LITTLE et al., 1989). Makro dan
388
mikromineral memegang peranan penting dalam proses metabolisme dan fisiologik ternak. Mineral ini mutlak diperlukan, walaupun ada yang dalam jumlah sedikit. 1981; PAIK, 2001). (UNDERWOOD, Makromineral yang esensial untuk ternak adalah Ca, P, Mg, K, Na, S sedangkan mikromineral adalah Zn, Cu, Fe, Mn, Se, Co dan Mo (UNDERWOOD, 1981). Selain kecukupan nutrien dan kualitas, juga yang tidak kalah pentingnya adalah keseimbangan dari protein-energi, mineral dan vitamin yang terkandung dalam pakan. Salah satu faktor penyebab menurunnya produktivitas akibat rendahnya energi, protein dan mikromineral dalam kurun waktu lama dan terus menerus dan juga akan berakibat pada penurunan genetik potensial. Kejadian penyakit yang sering muncul di sekitar partus berupa gangguan metabolisme maupun penyakit infeksi akibat ketidakmampuan tubuh dalam menjaga keseimbangan atau mempertahankan homeostasis (GOFF dan HERST, 1997). Faktor stres fisiologis yang sering terjadi di sekitar partus disertai meningkatnya kadar hormon glukokortikoid/ kortisol dalam serum darah. Disamping faktor di atas menurunnya daya tahan juga akibat menurunnya nafsu makan karena volume rumen makin menurun dengan membesarnya fetus, serta ketidakseimbang protein-energi, mineral dan vitamin. Hormon glukokortikoid meningkatkan pembentukan metalotionin dalam jaringan dan di sertai menurunnya kadar Zn dalam plasma darah. Disamping itu adanya luka, trauma dan kesulitan saat partus juga menyebabkan menurunnya kadar Zn dalam darah (UNDERWOOD, 1997). Pemberian suplementasi konsentrat dan suplementasi mineral dalam pakan mampu meningkatkan produksi susu pada sapi laktasi (SUKARINI, 2000) dan mampu meningkatkan bobot lahir pada anak (PUTRA, 1999). Suplementasi mineral Zn mampu meningkatkan produktivitas kambing PE (WIDHYARI, 2005).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
sehari yaitu pagi dan sore hari. Konsentrat yang digunakan adalah Giri Tani -03 yang diperoleh dari Balitnak, Ciawi yang diberikan di pagi hari sebanyak 300 g/hari/ekor dari saat ternak bunting 3 bulan sampai laktasi 3 bulan. Mineral blok disiapkan dengan cara mencampur garam, kapur, semen, premix B (mengandung mineral makro dan mikro serta Vitamin) dan Zn biokompleks. Campuran selanjutnya dicetak dan ditengahnya diberi lubang untuk memasang tali agar dapat digantungkan di kandang. Parameter yang diamati yaitu produktivitas ternak yang meliputi bobot hidup induk, bobot bunting, jumlah ternak bunting, bobot laktasi, jumlah anak, bobot lahir anak, bobot sapih, jenis kelamin anak, dan tingkat kematian anak.
Oleh karena itu, perbaikan pakan dengan penambahan suplementasi mineral yang diperkaya dengan Zn diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dan meningkatkan sistem kekebalan. Pada penelitian ini diamati respon suplementasi mineral blok yang diperkaya dengan Zn terhadap produktivitas kambing PE di tingkat peternak. MATERI DAN METODE Percobaan di tingkat peternak dilakukan di Peternakan Adam Farm, Kalianda Lampung Selatan. Penelitian menggunakan kambing perah Peranakan Etawah fase bunting sampai laktasi. Penelitian dilakukan selama 8 bulan meliputi lima bulan kebuntingan dan tiga bulan setelah partus (masa laktasi). Ternak yang digunakan adalah 30 ekor kambing PE betina dara dan 2 ekor jantan dewasa dengan bobot hidup sekitar 28 – 30 kg ditempatkan secara acak dalam kandang individu. Pada percobaan ini kambing dibagi dalam dua kelompok. Kelompok I (kontrol – tanpa suplementasi mineral blok) sebanyak 10 ekor dan kelompok II (suplementasi dengan mineral blok) sebanyak 20 ekor. Air minum tersedia secara bebas. Ternak kambing diseragamkan birahinya. Ternak yang birahi dikawinkan dengan pejantan yang sudah dipersiapkan. Hijauan pakan yang diberikan adalah campuran rumput gajah/raja, rumput setaria, glirisidia dan kaliandra. Daun glirisidia dan lamtoro sebelum diberikan ke ternak dilayukan terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh senyawa sekunder dalam daun tersebut. Pakan hijauan diberikan dua kali
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi pakan Komposisi nutrien rumput raja, rumput setaria, glirisidia, lamtoro dan konsentrat dapat dilihat pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa daun glirisidia dan daun lamtoro mengandung protein kasar yang cukup tinggi masing-masing adalah 25,40 dan 22,01%. Kadar Ca dan P dalam legum lebih tinggi daripada kadar Ca dalam rumput. Sedangkan kadar Zn dalam rumput dan legum berkisar antara 26 – 37 mg/kg. Pakan yang berupa hijauan (rumput raja/gajah, rumput setaria, gamal, lamtoro) diberikan selama penelitian adalah terbatas. Keterbatasan pakan yang diberikan dikarenakan kondisi lapang yang tidak memungkinkan untuk mendapatkan pakan
Table 1. Komposisi kimia rumput, legume dan konsentrat ransum percobaan Komposisi
Rumput Raja
Rumput Setaria
Glirisidia
Lamtoro
Konsentrat
Bahan kering (%)
21,12
15,02
28,57
20,45
63,45
Protein kasar (%)
10,24
13,50
25,40
22,01
15,70
Ca (%)
0,30
0,28
1,28
1,30
0,95
P (%)
0,18
0,14
0,30
0,28
0,46
28
37
26
30
44
2698
2472
2962
3258
3370
Zn (mg/kg) Energi kasar (kal/g)
389
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
secara ad libitum. Dari awal pengamatan sampai kambing bunting 3 bulan, pakan yang diberikan adalah hijauan (campuran rumput dengan legum) sebanyak 3 kg tanpa konsentrat. Setelah umur kebuntingan memasuki bulan ke4 sampai akhir laktasi pemberian pakan ditingkatkan yaitu 4 kg dengan tambahan konsentrat sebanyak 0,3 kg. Konsumsi nutrien ransum harian seperti tertera pada Tabel 2, dengan ratan pemberian setiap harinya rumput raja 40%, rumput setaria 20%, gamal 20% dan lamtoro 20%. Ternak kontrol dan perlakuan dari awal dikawinkan sampai bunting 3 bulan hanya mengkonsumsi rumput dan legum dalam jumlah yang sama. Rataan konsumsi bahan kering sebesar 828 g/hari, sekitar 3,33 – 3,44% dari bobot hidup. Hal ini sesuai yang disarankan oleh KEARL (1982). Rataan konsumsi protein dan energi masing-masing adalah 138 g/ekor dan 2455 kal/kg. Konsumsi harian protein kasar sebesar 138 g/ekor diperoleh dari daun glirisidia dan lamtoro, yang kandungan proteinnya tinggi masing-masing 25,40 dan 22,41%. Daun glirisidia dan lamtoro merupakan sumber protein hijauan. RICHARDS et al. (1994a) mengantikan konsentrat dalam ransum kambing yang sedang tumbuh dengan 25% daun gamal. Demikian pula campuran daun lamtoro dan gamal digunakan untuk menggantikan konsentrat pada kambing yang sedang laktasi (RICHARDS et al.1994b). SUPRIYATI et al. (1995; 1997) menggantikan rumput dengan daun glirisidia pada domba yang sedang berproduktivitas ternyata pemberian daun glirisidia sampai 100% tidak memberikan efek negatif terhadap produksi ternak. Pemberian hijauan berupa daun glirisidia yang telah dilayukan, dimana daun glirisidia mengandung senyawa kumarin SUTIKNO dan SURPIYATI (1995), pada percobaan ini ternyata tidak berdampak negatif pada ternak. Pada saat ternak dalam status bunting tua sampai laktasi untuk ternak perlakuan dan kontrol ditambahkan konsentrat sebanyak 300
g/ekor, dengan demikian konsumsi harian bahan kering untuk semua ternak adalah 1041 g/ekor/hari (3.35 – 4.16% Bobot hidup). Konsumsi protein kasar ternak penelitian sebesar 175g/ekor/hari dengan energi berkisar antara 3066 kal/g. Pakan yang dikonsumsi tanpa konsentrat namun protein yang dikonsumsi cukup tinggi dikarenakan adanya daun lamtoro dan glirisidia sebagai sumber protein. Pertambahan bobot hidup induk Jumlah induk bunting untuk ternak kontrol dan suplementasi mineral blok masing-masing adalah 8 ekor (80%) dan 20 ekor (100%). Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi mineral blok dapat meningkatkan jumlah ternak bunting. Ada 2 ekor ternak kontrol yang tidak bunting, dianjurkan ternak tersebut untuk dijual. Perubahan bobot induk pada periode kebuntingan dan awal laktasi disajikan pada Tabel 3. Pada awal penelitian ternyata bahwa rata-rata bobot hidup induk pada kelompok I (kontrol) sekitar 25,32 kg, kelompok II (Suplementasi mineral blok) sekitar 25,38 kg. Rataan bobot hidup awal ternak masingmasing untuk kontrol dan perlakuan suplementasi adalah 24,05 dan 24,35 kg/ekor. Dari mulai bunting 1 bulan sampai bunting 5 bulan tidak terdapat perbedaan pertambahan bobot hidup antara kontrol dan perlakuan (7 vs 7,6 kg), namun ada kecenderungan pada ternak perlakuan laju pertumbuhannya lebih tinggi, dimana bobot induk saat bunting 5 bulan masing-masing untuk kontrol dan perlakuan adalah 31 dan 32 kg. Rataan pertambahan bobot hidup domba muda ke saat kawin yang mencapai 7 kg/ek ini sejalan dengan hasil penelitian SUPRIYATI et al. (1995) yang melaporkan bahwa pemberian daun glirisidia (25%) pada ransum domba muda meningkatkan bobot hidup sebesar 7 kg.
Table 2. Konsumsi nutrien ransum ternak selama penelitian Status fisiologis ternak
Bahan kering (g/hari)
Protein kasar (g/hari)
Energi kasar (kal/g)
Awal – bunting 3 bulan
828
138
2455
Bunting 3 bulan – laktasi
1041
175
3066
390
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Tabel 3. Perubahan bobot hidup ternak selama percobaan Kontrol
Perlakuan
Jumlah ternak (ekor)
Parameter
10
20
Jumlah ternak bunting (ekor)
8
20
Awal
24,05
24,35
Bunting 1 bulan
24,5
24,76
Bunting 2 bulan
25,0
25,23
Bunting 3 bulan
25,5
26,25
Bunting 5 bulan
31
32
7,05
7,65
Bobot ternak (kg)
Pertambahan bobot hidup awal – bunting 5 bulan (kg) Bobot ternak (kg) Laktasi 1 bulan
25,0
24
Laktasi 2 bulan
25,5
25,5
Laktasi 3 bulan Pertambahan bobot hidup selama laktasi (kg)
Rataan bobot hidup induk saat laktasi 1 bulan masing-masing untuk kontrol dan perlakuan adalah 25 dan 24 kg, namun pada saat laktasi 2 bulan bobot hidup induknya sama yaitu 25,5 kg. Pada saat laktasi 3 bulan bobot hidup induk untuk kontrol dan perlakuan tidak beda 26 kg. Hal ini menunjukkan bahwa pada ternak perlakuan, ternak mempunyai kemampuan untuk merekoveri bobot hidupnya setelah melahirkan. Dengan adanya pertambahan bobot hidup selama laktasi menunjukkan bahwa pakan dasar yang diberikan cukup baik. Pakan kontrol dan perlakuan dapat meningkatkan bobot hidup induk selama bunting maupun laktasi. Suplementasi mineral blok tidak memperlihatkan perubahan secara nyata (P > 0,05). Namun pada kelompok yang mendapatkan mineral blok peningkatan bobot hidupnya mulai dari periode dikawinkan sampai dengan bunting tua lebih tinggi dibandingkan kontrol. Peningkatan bobot hidup pada saat bunting disebabkan karena adanya pertumbuhan fetus di dalam kandungan, dan adanya pertumbuhan serta perkembangan kelenjar ambing untuk mempersiapkan produksi susu. Peningkatan bobot hidup induk selama bunting pada kelompok suplementasi mineral akibat nutrisi induk lebih banyak digunakan untuk perkembangan fetus terlhat dari bobot akhir
26
26
1,0
2,0
anak lebih tinggi pada kelompok ini. Walaupun tidak nyata namun direkomendasikan bahwa pemberian mineral pada ransum kambing pada periode bunting sebaiknya diberikan. Pertambahan bobot hidup induk pada kelompok suplementasi mineral setelah melahirkan atau awal laktasi sedikit lebih tinggi dibandingkan kelompok tanpa suplementasi. Hal ini mungkin ada hubungannya dengan lebih tingginya produksi susu yang dihasilkan pada kelompok suplementasi mineral mengakibatkan terjadi mobilisasi cadangan nutrien dari tubuh. Pada awal laktasi untuk produksi susu akan terjadi mobilisasi cadangan tubuh dengan memanfaatkan lemak atau protein tubuh sebagai sumber energi sehingga belum terlihat pertambahan bobot hidup yang berarti. Hal ini terjadi karena kebutuhan yang meningkat secara tiba-tiba tanpa diimbangi dengan asupan yang cukup. Tingkat kematian induk Tingkat kematian induk selama penelitian terjadi setelah bunting 3 bulan sampai laktasi untuk kontrol dan perlakuan adalah 0%. Selama penelitian terlihat bahwa kedua kelompok tidak memperlihatkan adanya gangguan penyakit di sekitar periode partus
391
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
ataupun seminggu setelah partus. Dari percobaan ini ternyata tidak ditemukan adanya kematian induk. Hal ini menunjukkan bahwa manajemen yang meliputi kebersihan kandang dan pakan yang diberikan cukup baik. Bobot lahir dan jumlah anak Rataan induk bunting, jumlah anak, jenis kelamin, bobot lahir anak, disajikan pada Tabel 4. Jumlah induk melahirkan untuk ternak kontrol dan suplementasi mineral blok masingmasing adalah 8 dan 20 ekor. Ada 2 ekor ternak kontrol yang tidak bunting, dianjurkan ternak tersebut untuk dijual. Tidak terlihat perbedaan jumlah anak/induk, jenis kelamin antar kelompok perlakuan akan tetapi ada kecenderungan pada kelompok suplementasi mineral bobot anak yang dilahirkan lebih tinggi. Bobot hidup anak yang lebih tinggi pada suplementasi mineral mungkin ada hubungannya dengan perubahan biokimiawi darah sebagai pemasok kebutuhan nutrien fetus selama kebuntingan. Seng berperan dalam membantu metabolisme karbohidrat, protein dan lemak sehinga efisiensi kecernaan pakan lebih tinggi. Pemberian mineral dalam pakan tidak mempengaruhi jumlah anak maupun jenis kelamin anak yang dilahirkan. Table 4. Perubahan bobot hidup dan tingkat kelahiran ternak kontrol dan perlakuan Kontrol
Perlakuan
Jumlah induk (ekor)
Parameter
10
20
Jumlah induk melahirkan (ekor)
8
20
Jumlah anak (ekor)
12
29
Jantan
5
14
Betina
7
15
Tingkat kelahiran
1,50
1,45
Bobot lahir jantan (kg)
3,30
3,65
Bobot lahir betina (kg)
2,80
3,10
Rataan bobot lahir (kg)
3,15
3,38
Bobot sapih jantan (kg)
12,0
13,2
Bobot sapih betina (kg)
11,0
12,4
Rataan bobot sapih (kg)
11,5
12,8
392
Jumlah anak sekelahiran seekor ternak tergantung pada jumlah ovum yang diovulasikan, pembuahan dan kemampuan hidup embrio. Disamping itu jumlah anak juga tergantung pada bangsa ternak, induk, nutrisi dan lingkungan (HULET dan SHELTON, 1980 dalam ADRIANI, 2003). Rataan bobot lahir anak pada kelompok kontrol adalah 3,15 kg sedangkan pada kelompok perlakuan adalah 3,38 kg. Bobot anak jantan lebih besar dibanding anak betina. Rataan bobot hidup masing-masing untuk kontrol dan perlakuan adalah 3,30 dan 3,65 kg untuk anak jantan. Untuk anak betina bobot hidupnya lebih kecil masing-masing yaitu 2,80 dan 3,10 kg untuk kontrol dan perlakuan. Bobot lahir anak yang cenderung lebih besar pada kelompok perlakuan kemungkinan dipengaruhi oleh kemampuan induk untuk memberi nutrisi kepada fetus lebih efisien. Nutrien yang diberikan selama kebuntingan lebih banyak digunakan untuk perkembangan fetus dan terlihat juga lebih berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan induk selama bunting. Rataan bobot sapih lebih besar pada kelompok perlakuan yaitu 12,8 kg, sedangkan bobot sapih ternak kontrol adalah 11,5 kg. Sejalan dengan lebih besarnya bobot lahir anak jantan, maka bobot sapih jantan juga lebih besar dibanding bobot sapih betina. Bobot sapih jantan masing-masing untuk kontrol dan perlakuan adalah 12 dan 13,2 kg. Sedangkan untuk bobot sapih anak betina adalah 11 dan 12,4 masing-masing untuk ternak kontrol dan perlakuan. Adanya perbedaan bobot hidup sapih disebabkan adanya suplementasi mineral pada ternak. Pada percobaan ini ditambahkan Zn organik pada mineral blok yang berakibat pada tambahnya asupan Zn ke ternak. Diduga produksi susu pada ternak yang memperoleh suplementasi mineral meningkat, sehingga jumlah susu yang dikonsumsi oleh anak lebih banyak. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan ADRIANI (2003) bahwa suplementasi Zn dapat meningkatkan jumlah produksi susu dan meningkatkan volume ambing. Tingkat kematian anak mulai lahir dan lepas sapih untuk kontrol dan perlakuan adalah 0%. Selama penelitian terlihat bahwa kedua kelompok tidak memperlihatkan adanya gangguan penyakit ataupun gejala lainnya. Dengan tidak terjadinya kematian,
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
menunjukkan bahwa manajemen yang meliputi kebersihan kandang dan pakan yang diberikan cukup baik.
PAIK, I.K. 2001. Applocation of Chelated Minerals in Animal Production. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14: 191 – 198.
KESIMPULAN
PUTRA, S. 1999. Peningkatan Performans Sapi Bali Melalui Perbaikan Mutu Pakan dan Suplementasi seng asetat. Disertasi. Program Pascasarjana. IPB.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa suplementasi mineral blok pada ransum dasar rumput, daun glirisidia dan lamtoro cenderung meningkatkan produktivitas ternak melalui peningkatan bobot ternak, anak lahir, jumlah anak dan kenaikan bobot induk pada akhir kebuntingan dan laktasi kambing perah Peranakan Etawah di tingkat peternak. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan ke Bapak Herno dan keluarga serta pemilik Adam Farm Kalinda, Lampung atas kerjasamanya sehingga percobaan ini dapat berjalan dengan baik. DAFTAR PUSTAKA ADRIANI. 2003. Optimalisasi Oroduksi Anak dan Susu kambing Peranakan Etawah dengan Superovulasi dan Suplementasi Seng. Disertasi. Program Pascasarjana. IPB. GOFF, J.P. and R.L. HERST. 1997. Physiological Changes at Parturition and Their Relationship to Metabolic Disorders. J. Dairy Sci. 80: 1260 – 1268. ISDONI, H. MAHESWARI dan A. SISMEN. 1996. Gambaran Nitrogen Urea Darah Kambing Bunting. Media Veteriner. 3(2): 23 – 29. KEARL, L. 1982. Nutrient Requirement of Goats: Angora, Dairy and Meat goats in temperate and tropical Countries. National Academy of Science, Washington DC. LINDER, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme (terjemahan). Penerbit Universitas Indonesia.
RICAHARDS, D.E., W.F. BROWN, G. RUEGSEGGER and D.B. BATES. 1994a. Replacement value of tree legumes for concentrates in forages based diet. 1. Replacement value of Glirisidia sepium for growing goats. Anim. feed Sci. Technol. 46: 37 – 52. RICAHARDS, D.E. , W.F. BROWN, G. RUEGSEGGER, and D.B. BATES. 1994b. Replacement value of tree legumes for concentrates in forages based diet. 1. Replacement value of Leucaena leucocephala and Glirisidia sepium for growing goats. Anim. feed Sci. Technol. 46: 53 – 65. SUKARINI, I.A.M. 2000. Peningkatan Kenerja Laktasi Sapi Bali (Bibos Banteng) Beranak Pertama Melalui Perbaikan Mutu pakan. Disertase. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. SUPRIYATI, I G.M. BUDIARSANA, Y. SAEPUDIN dan IK. SUTAMA. 1999. Pengaruh pemberian glirisidia secara kontinu terhadap kinerja reproduksi dan produksi domba ekor gemuk: dampak pada perkawinan kedua. JITV 1(1): 16 – 20. SUPRIYATI, I G.M. BUDIARSANA dan I-K. SUTAMA. 1999. Pengaruh pemberian glirisidia secara kontinu terhadap kinerja reproduksi dan produksi domba ekor gemuk: Dampak pada perkawinan kedua. JITV 4(3): 161 – 166. SUTAMA, I.K., B. SETIADI dan I W. MATHIUS. 1996. Pemurnian Bibit Kambing PE untuk Produksi Anak dan Susu. Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor. SUTIKNO, I. dan SUPRIYATI. 1995. Kumarin dalam daun glirisidia. Ilmu dan Peternakan. 8(2): 44 – 48. UNDERWOOD, E.J. 1997. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. 4 Ed. Academic Press. New York, San Francisco, London. 197 – 242.
LITTLE, D.A., SUPRIYATI dan R.J. PETREHAM. 1989. Mineral composition of Indonesian ruminant forages. Trop. Agric. (Trinidad). 66(1): 33 – 37.
UNDERWOOD, E.J. 1981. The mineral Nutrition of Livestock 2nd Edition. CAB England.
MACKLE, T.R., D.A, DWYER, K.L. INGVARTSEN, P.Y. CHOUINARD, D.A. ROSS and D.E. BAUMAN. 2000. Effects of insulin and postruminal supply of protein on use of amino acids by the mammary gland for milk protein synthesis. J. Dairy Sci. 83: 93 – 105.
WIDHYARI, S.D. 2005. Patofisiologi Sekitar Partus pada Kambing Peranakan Etawah: Kajian Peran Suplementasi Zincum terhadap Respons Imunitas dan Prosuktivitas Ternak. Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
393