PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor unggulan yang berkontribusi sebesar 15,3 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2009. Pertimbangan lain yang menguatkan bahwa sektor pertanian menjadi sektor unggulan di Indonesia ketika ekspor produk non-pertanian mengalami penurunan, ekspor produk pertanian justru mengalami peningkatan tajam. Berangkat dari pertimbangan–pertimbangan itulah sektor pertanian patut dipertimbangkan sebagai alternatif andalan pembangunan ekonomi nasional menggantikan sektor industri (high tech industry) yang telah terbukti tidak sesuai untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan (Syam dan Dermoredjo, 2000). Daryanto (2009) juga mengatakan bahwa sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa.
Hal ini
didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan PDB, penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan perolehan devisa.
Peranan sektor pertanian juga dapat dilihat secara lebih
komprehensif, antara lain: (a) sebagai penyediaan pangan masyarakat sehingga mampu berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) yang erat kaitannya dengan ketahanan sosial (socio security), stabilitas ekonomi, politik dan ketahanan nasional (nasional security); (b) sektor pertanian menghasilkan bahan baku untuk peningkatan sektor industri dan jasa; (c) sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk substitusi impor; (d) sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi produk sektor industri; (e) transfer surplus tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi, dan (f) sektor pertanian mampu menyediakan modal bagi pengembangan sektor–sektor lain; (g) peran pertanian dalam penyediaan jasa – jasa lingkungan. Dalam rangka menjadikan dan mendukung sektor pertanian sebagai sektor unggulan yang menjadi dasar pembangunan ekonomi negara Indonesia maka pertanian sangat dipengaruhi oleh 2 (dua) aspek atau faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian, yaitu sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM) yang menunjang sektor pertanian secara komprehensif dan berkelanjutan. Sumberdaya alam merupakan peubah yang sifatnya naturally given, sementara itu sumberdaya
2
manusia merupakan subyek atau pelaku pertanian bumi ini yang dapat menjalankan kegiatan pertanian atau dengan kata lain manusia merupakan motor dari berhasil atau tidaknya suatu kegiatan pertanian.
Sumberdaya manusia diharapkan bisa sebagai
fasilitator, motor, motivator dan dinamisator pembangunan pertanian agar terjadi gerakan pembangunan pertanian. Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor penentu dalam program pembangunan dari segala bidang. Kondisi SDM pertanian Indonesia saat ini termasuk rendah, khususnya petani yang antara lain bercirikan tingkat pendidikan yang tergolong relatif rendah. Menurut data BPS 2010 terdapat tenaga kerja petani sebanyak 41,49 juta orang orang atau 40 persen dari jumlah tenaga kerja nasional (Deptan, 2005). Fakta mengkhawatirkan yang tidak bisa dilepaskan juga dari SDM petani di Indonesia adalah sebanyak 35,5 persen tenaga kerja petani memiliki pendidikan tidak tamat SD, sedangkan yang tamat SD sebanyak 46,2 persen, sementara itu untuk petani yang memiliki pendidikan terakhir SLTP terdapat sebesar 12,8 persen dan SLTA sebesar 5,2 persen. Ironisnya orang yang berkerja di bidang pertanian yang berasal dari lulusan perguruan tinggi hanya sebesar 0,3 persen. Kondisi ini diperparah lagi dengan rendahnya minat generasi muda untuk memasuki jalur pendidikan formal di bidang pertanian yang ditandai dengan rendahnya tingkat pendaftaran pada Sekolah Pertanian Tingkat Menengah maupun Tingkat Perguruan Tinggi pertanian (Deptan, 2005). Persoalan ini akan menjadi masalah serius di masa yang akan datang apabila tidak diantisipasi dengan baik oleh pemerintah. Secara tidak langsung jika dilihat dari tingkat pendidikan yang dimiliki petani di Indonesia, menunjukan bahwa banyak petani yang bekerja tidak well-educated sehingga akan berperan terhadap keterbatasan daya pikir, wawasan, dan kreativitas para petani dalam menghadapi persoalan–persoalan di bidang pertanian. Kondisi sebagian besar petani berpendidikan tidak tamat SD dan tamat SD sebanyak 81,7 persen, hal ini menjadi masalah yang patut dicermati secara mendalam dan serius. Masalah tidak selesai pada itu saja, hasil survei Badan Pengembangan SDM Pertanian Kementrian Pertanian dalam Deptan (2005) menunjukkan bahwa 70 persen dari petani di Indonesia telah berumur di atas 50 tahun. Melalui data tersebut dapat dilihat bahwa minat pemuda bekerja di sektor pertanian memiliki tendensi menurun. Rendahnya partisipasi pemuda pada sektor pertanian merupakan permasalahan yang
3
sangat mendasar yang dapat berakibat pada hilangnya generasi (lost of generation) penerus di bidang pertanian pada masa yang akan datang. Banyak pemuda yang berasal dari keluarga petani yang justru tidak bekerja di bidang pertanian, mereka lebih memilih sektor lain selain bidang pertanian (non-pertanian), dan
yang lebih ironis banyak
pemuda yang berasal dari wilayah sentra pertanian justru memilih keluar bidang pertanian. Terdapat pula citra pertanian yang lebih diidentikkan sebagai pekerjaan kotor dan tidak mendatangkan keuntungan atau benefit secara cepat. Pertanian yang berkualitas, maju dan berkelanjutan tidak dapat dilepaskan sumberdaya manusia yang berkualitas. Peranan agen–agen pembangunan dalam mencitrakan pertanian secara baik kepada pemuda sangat penting dalam rangkat menjaga agar pemuda tetap bertahan di bidang pertanian. Perilaku pemuda pedesaan yang bertahan maupun yang keluar dari bidang pertanian tidak terlepas dari adanya pengaruh dari kebijakan–kebijakan pemerintah yang sifatnya membangun (generating knowledge) dan memberikan harapan yang positif kepada para pemuda. Akan tetapi ketidaktertarikan maupun ketertarikan pemuda untuk bekerja di bidang pertanian tidak semata–mata menjadi tanggung jawab pemerintah, karena pembentukkan perilaku tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sistem–sistem terdekat yang berada di sekitar pemuda yang terbentuk melalui suatu proses sosialisasi dari agen–agen terdekat dengan pemuda (mikro level), karena bagaimana pun gencarnya komunikasi yang dilakukan oleh agen– agen pembangunan dalam rangka merubah perilaku pemuda, selama lingkungan sekitar pemuda tidak sejalan maka akan sulit merubah sikap ataupun perilaku pemuda tersebut. Tinggi rendahnya partisipasi pemuda di bidang pertanian diawali dari sikap pemuda terhadap pertanian itu sendiri, sementara itu salah satu faktor yang sangat penting dalam membentuk sikap adalah sosialisasi, seperti yang dikatakan oleh Mar’at (1981) sikap merupakan buah atau hasil dari sosialisasi. Berangkat dari pemahaman yang disebutkan oleh Mar’at (1981), maka sikap pemuda yang berada di wilayah pertanian sebenarnya terbentuk melalui sosialisasi yang berasal dari dalam (mikro) orang tua, teman (peers), dan media massa (mass media). Sosialisasi tersebut dilakukan dalam proses komunikasi yang terjadi sehari–hari yang dijalani oleh pemuda tersebut. Orang tua, teman, dan media massa (radio, televisi) merupakan komponen atau unit terkecil dalam suatu sistem sosial yang berhubungan langsung dengan pembentukkan karakter suatu individu (mikro level) oleh karena itu pengaruh ketiga aspek tersebut
4
sangat berperan penting dalam menentukan kualitas pembentukkan kepribadian pemuda. Sosialisasi oleh orang tua merupakan aspek penting karena setiap anggota keluarga terikat satu sama lain melalui proses komunikasi. Keluarga mengembangkan serangkaian pesan, perilaku dan harapan tertentu melalui proses komunikasi (Suleeman, 1990). Ketika berbicara mengenai keluarga, maka akan berbicara mengenai keluarga sebagai sebuah sistem yang terdiri dari subsistem–subsistem yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi. Penelitian mengenai pemuda dan pertanian telah dilakukan sebelumnya oleh Lubis dan Sutarto (1991),
Pranadji (1999), Rozany (1999), Herlina (2002). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Pranadji, Rozany, dan Herlina ditemukan fakta bahwa pemuda kurang tertarik untuk bekerja di bidang pertanian dikarena beberapa hal yaitu: pekerjaan
di
bidang
pertanian
kurang
menjanjikan
dari
segi
ekonomi,
kurang”terhormat”, merupakan pekerjaan yang kotor, melelahkan, dan tidak bergengsi. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Lubis dan Sutarto (1991) menghasilkan temuan yang berbeda dari penelitian–penelitian lainnya, ada konsistensi yang kuat antara pekerjaan utama orang tua dengan pekerjaan anaknya. Berpijak pada beberapa faktor pendorong dan penarik seperti lahan, hubungan sosial, modal, pasar, pola kerja dan aksesibilitas terhadap teknologi, peneliti sampai pada kesimpulan bahwa nilai pertanian masih memiliki daya tarik bagi pemuda. Selain pengaruh sosialisasi dalam keluarga ketertarikan ini mendapatkan dukungan yang kuat dari ketidaksesuaian mental pemuda ketika memasuki dunia kerja di sektor pertanian. Penelitian yang dilakukan oleh Rozany, Pranadji, Lubis dan Sutarto dilakukan di wilayah pertanian tanaman pangan, sementara penelitian Herlina dilakukan di wilayah perkebunan, sementara pada penelitian ini dilakukan di wilayah pertanian hortikultura (sayuran). Pertimbangan pemilihan komoditas hortikultura karena hortikultura memiliki perbedaan dengan komoditas pertanian lainnya seperti tanaman pangan dan tanaman perkebunan. Komoditas hortikultura merupakan komoditas komersial (high value commodity) yang memiliki nilai ekonomi yang cenderung masih tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan maupun perkebunan (Saptana et al., 2006), selain hal itu produksi tanaman hortikultura (sayur dan buah-buahan) masih belum mampu memenuhi permintaan masyarakat akan kebutuhan sayuran dan buah–buahan masyarakat. Pertimbangan – pertimbangan tersebut menjadi dasar bahwa minat pemuda di bidang
5
pertanian hortikultura kemungkinan akan berbeda dengan minat pemuda dari bidang pertanian pangan maupun perkebunan. Penelitian yang dilakukan Herlina, Rozany, Pranadji, Lubis dan Sutarto tidak melihat bagaimana ekologi membentuk sikap seorang pemuda, tetapi melihat faktor– faktor yang menyebabkan migrasinya pemuda dari bidang pertanian ke bidang nonpertanian, sementara penelitian mengenai sosialisasi yang dilakukan oleh agen–agen sosialisasi (orang tua, media massa, dan teman) dalam membentuk sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana sosialisasi terkait dengan bidang pertanian dalam keluarga, sosialisasi pertanian dengan sesama teman dan media massa ini dapat memberikan pengaruh terhadap sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian. Rendahnya partisipasi pemuda di bidang pertanian bisa jadi mungkin karena terdapat rendahnya penerusan nilai-nilai pertanian dari orang tua, teman dan media massa yang semakin tidak mendukung pemuda di wilayah pertanian untuk bekerja di sektor pertanian. Interaksi dengan orang tua, teman dan media massa (konteks mikro) sangat memegang peranan penting dalam mempengaruhi proses sosialisasi nilai–nilai dalam suatu keluarga termasuk dalam menentukan pekerjaan mereka. Tidak dapat dipungkiri pada tataran mikro pergeseran nilai kerja pemuda di pedesaan tidak terlepas dari peranan keluarga dan masyarakat.
Budaya pedesaan kerap membuat proses pengambilan
keputusan seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi, konteks ini menyoroti otonomi pribadi atau nilai subyektivitas sebagai faktor paling dominan dalam proses pengambilan keputusan seseorang Herlina (2002). Perumusan Masalah Pertanian menjadi salah satu sektor unggulan di Indonesia, tetapi akhir– akhir ini sektor pertanian mengalami berbagai permasalahan. Dewasa ini terdapat indikasi bahwa pertanian sering dianggap sebagai pekerjaan kotor yang tidak menjanjikan (Muksin, 2007), tetapi terdapat pula orang yang beranggapan petani sebagai pekerjaan yang menjanjikan, perbedaan sikap tersebut yang kemudian berdampak
kepada cara pandang petani terhadap pertanian itu sediri sehingga
ditenggarai mempengaruhi pertisipasi pemuda di bidang pertanian. Menurut data dari Badan Pengembangan SDM Pertanian Deptan dalam Renstra (2005-2009) menunjukkan bahwa 70 persen dari petani di Indonesia telah berumur di atas 50 tahun (Deptan, 2005).
6
Hal tersebut mengindikasikan pertanian di Indonesia mulai ditinggalkan pemuda. Tidak sedikit pemuda yang berasal dari keluarga petani mulai meninggalkan pertanian dan lebih memilih sektor non-pertanian, tetapi bukan berarti tidak ada pemuda yang berasal dari keluarga petani yang terus bekerja di bidang pertanian. Kurangnya minat angkatan kerja muda untuk bekerja dan berusaha di sektor pertanian menjadi salah satu kekhwatiran dalam pembangunan sektor ini. Sebagai negara agraris yang meletakan pembangunan perekonomian pada pertanian, dalam jangka pendek maupun jangka panjang fenomena rendahnya minat pemuda akan membawa konsekuensi tersendiri.
Kelangkaan sumberdaya
manusia di sektor pertanian atau keterlibatan sebagian besar tenaga kerja pertanian yang setengah terpaksa akibat tidak terbukanya alternatif lain, mengakibatkan proses produksi tidak optimal. Produktivitas tenaga kerja mengalami hal yang sama. Hal ini akan menghambat perkembangan pembangunan itu sendiri, tetapi masih terdapat pula pemuda yang berasal dari keluarga pertanian yang tetap bekerja di bidang pertanian dan tidak memilih bidang di luar sektor pertanian. Artinya terdapat perbedaan sikap pemuda dalam memandang sektor pertanian sebagai pekerjaan masa depan. Pengaruh dari orang tua. teman, dan media massa akan sangat menentukan cara berpikir, bersikap, dan berperilaku seorang. Sikap pemuda terhadap pertanian akan dipengaruhi melalui tiga aspek besar yaitu aspek mikro (orang tua, teman dan media massa), aspek meso (lingkungan sekitar), dan aspek makro (Brofenbrenner dalam Puspitawati 2006). Penelitian ini hanya melihat aspek mikro (orang tua, teman, dan media massa) dalam memberikan pengaruh terhadap sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian . Penelitian mengenai hubungan orang tua, teman, dan media massa terhadap sikap pemuda terhadap pertanian diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana orang tua, media massa, dan teman dalam menyosialisasikan pertanian, dan apakah sosialisasi pada tataran keluarga, teman dan media massa secara nyata dapat mempengaruhi sikap pemuda terhadap pertanian. Berangkat dari uraian tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian hortikultura? 2. Bagaimanakah karakteristik individu pemuda, sosialisasi oleh orang tua, keterdedahan terhadap media massa (televisi dan radio) dan interaksi dengan teman di bidang pertanian?
7
3. Apakah terdapat hubungan karakteristik individu pemuda dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian pertanian hortikultura? 4. Apakah terdapat hubungan sosialisasi oleh orang tua, keterdedahan terhadap media massa (televisi dan radio) dan interaksi dengan teman dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian hortikultura? 5. Apakah terdapat hubungan antara persepsi pemuda terhadap kondisi di pedesaan dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian hortikultura? Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengkaji hubungan antara karakteristik pemuda, dan sosialisasi (orang tua, media massa, dan teman) dalam membentuk sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian. Secara spesifik penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi sikap pemuda terhadap pekerjaan di sektor pertanian hortikultura. 2. Mengindentifikasi karakteristik individu pemuda, sosialisasi oleh orang tua, keterdedahan terhadap media massa (televisi dan radio,) dan interaksi dengan teman di bidang pertanian. 3. Menganalisis hubungan karakteristik individu pemuda dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian hortikultura. 4. Menganalisis hubungan Sosialisasi oleh orang tua, keterdedahan terhadap media massa (televisi dan radio) dan interaksi dengan teman dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di sektor pertanian hortikultura. 5. Menganalisis hubungan persepsi pemuda terhadap kondisi di pedesaan dengan sikap pemuda terhadap pekerjaan di bidang pertanian hortikultura. Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada: 1.
Pemerintah, dalam rangka meningkatkan minat pemuda diharapkan melalui penelitian ini pemerintah dapat lebih memperhatikan peranan agen sosialisasi
8
primer (orang tua, teman), karena tanpa ada dukungan sosialisasi dari orang tua, teman, maka kebijakan pemerintah tidak akan berpengaruh pada pemuda. 2.
Peneliti, dapat memahami secara komprehensif bagaimana proses sosialisasi yang dilakukan oleh orang tua, teman, dan media massa dalam membentuk sikap pemuda terutama pemuda di bidang pertanian
3.
Bidang komunikasi pembangunan, memberikan sumbangan pemikiran bahwa komunikasi pembangunan tidak akan berjalan secara optimal tanpa dibarengi oleh komunikasi pada tataran level mikro.