PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia terletak di daerah katulistiwa yang mempunyai tipe hutan hujan tropika yang dikenal cukup unik dan merupakan salah satu komunitas yang kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan di dunia. Indonesia memiliki ± 30.000 jenis tumbuhan dan ± 7000 jenis berkhasiat obat ( 90 % jenis tumbuhan obat di kawasan Asia)( Rosoedarso et al,1990). Selain itu, Indonesia juga diakui sebagai salah satu bagian dunia yang masih menyisakan kehidupan liar sebagai gudang keanekaragaman plasma nutfah untuk memenuhi kebutuhan manusia masa kini maupun masa yang akan datang (Zuhud,1994). Kekayaan keanekaragaman jenis tumbuhan yang dimiliki Indonesia merupakan potensi kandungan bahan-bahan kimia dan sumberdaya genetika. Potensi ini merupakan keunggulan komparatif, karena pada saat ini terjadi peningkatan industri terhadap sumber-sumber bahan kimia untuk memproduksi obat-obatan, agrokimia, kosmetika, zat pewarna, bahan pengawet, dan lain-lain (Sumardja 1998). Potensi tersebut didukung oleh pengetahuan tradisional masyarakat tentang khasiatnya, menyebabkan Indonesia sebagai salah satu negara tujuan bagi pelaku bioprospeksi. Perlombaan pencarian obat baru seiring dengan munculnya penyakitpenyakit baru semakin menarik untuk dikaji. Semakin tingginya perubahan pola hidup manusia telah menyebabkan
berkembangnya penyakit-penyakit baru
seperti stress, stroke, darah tinggi, HIV, flu burung dan penyakit lain yang jarang dialami oleh orang-orang pada masa terdahulu. Sekarang ini dunia industri farmasi berlomba-lomba menemukan obat alternatif untuk memenuhi kebutuhan manusia akan obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit baru tersebut di atas. Berbagai hasil kajian tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat di daerah tropis khususnya Indonesia menjadi incaran.
Kegiatan bioprospeksi terhadap tumbuhan asli Indonesia semakin
meningkat dan bahkan menjadi bidang bisnis yang diprediksi akan meledak karena bioteknologi mempengaruhinya. berbagai
metoda
penapisan
akan
Pengetahuan ini telah menghasilkan sumberdaya
alam
hayati
terhadap
kemungkinannya ditemukan obat baru. Bioprospeksi pada prinsipnya adalah upaya pencarian, penelitian, pengumpulan, ekstraksi, dan pemilihan sumberdaya hayati dan pengetahuan
tradisional untuk mendapatkan materi genetik dan sumber biokimia yang bernilai ekonomi tinggi (Reid et al.1993; Posey 1997). Kegiatan ini penting untuk mendokumentasi sumberdaya genetik keanekaragaman hayati sebelum ada pihak lain yang tidak bertanggung jawab mengeksploitasi habis kekayaan tersebut, sekaligus mencari sumber bagi keuntungan ekonomi di masa depan Kegiatan bioprospeksi telah dilakukan oleh negara jauh sebelum Indonesia
sebagai
pemilik
keanekaragaman
hayati
menyadari
betapa
berharganya kekayaan hayati yang ada di wilayahnya. Indonesia menyimpan tidak kurang dari 17 % dari total jenis dunia. Sebagaian besar masyarakatnya terdiri atas komunitas-komunitas adat yang menyimpan rahasia ilmu-ilmu warisan leluhur untuk menyembuhkan penyakit dan memelihara kesehatan (Kehati 2001) Masyarakat adat yang banyak menyimpan pengetahuan tradisional akan manfaat berbagai jenis tumbuhan namun umumnya tidak berorientasi pada pemenuhan materi, tidak menyadari betapa mahal dan bernilai ekonomi tinggi pengetahuan-pengetahuan tradisional yang mereka kuasai tersebut dan merupakan modal di masa depan. Sampurno (2003), mengemukakan bahwa di negara barat, dari 300 jenis obat-obatan yang dibuat, 40 jenis bahannya berasal dari tumbuhan. Sedangkan 45 macam obat penting di Amerika Serikat berasal dari tumbuhan tropika, 14 jenis di antaranya berasal dari Indonesia. Dalam hal ini perlu dicatat beberapa temuan senyawa bioaktif dari tanaman antara lain Catharanthus roseus G.Don (Apocynaceae),
yang
kemudian
dikembangkan
menjadi
komersil
untuk
mengobati penyakit kanker. Selanjutnya, penemuan tumbuhan Taxus brevifolia Nutt.(Taxaceae) yang diperdagangkan sebagai obat kanker payudara dan kanker kandungan (Endang,2002). Seiring dengan berkembangnya trend kembali ke alam atau “back to nature” penggunaan obat tradisional terutama yang berasal dari tumbuhtumbuhan juga terus meningkat. Pada dasarnya pemanfaatan obat tradisional mempunyai tujuan untuk menjaga kondisi tubuh (promotif), mencegah penyakit (preventif), maupun untuk menyembuhkan suatu penyakit (usaha kuratif) dan untuk memulihkan kondisi tubuh (usaha rehabilitasi) (Depkes, 2000). Obat tradisional menurut Menteri Kesehatan RI N.179/MenKes/Per/VII/76 adalah obat jadi atau obat berbungkus yang berasal dari bahan tumbuhtumbuhan, hewan, mineral dan atau sediaan galeniknya atau campuran bahanbahan yang belum mempunyai data klinis dan dipergunakan dalam usaha
2
pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional sejak lama telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, namun sebagaian besar pemanfaatan tersebut hanya bersifat empiris berdasarkan tradisi dan kepercayaan. Kearifan tradisional masyarakat adat menyimpan kekuatan upaya konservasi
sumberdaya
hayati.
perlindungan
keanekaragaman
sumberdaya
hayati
keanekaragaman
Salah hayati
Indonesia.
hayati
sangat
satu
faktor
adalah
Bagi penting
keberlangsungan hidupnya sebagai bangsa.
penghambat
miskinnya
Indonesia, dan
data
usaha tentang
sumberdaya
strategis
artinya
dan bagi
Bukan hanya karena posisinya
sebagai negara pemilik keanekaragaman hayati terbesar di dunia (mega biodiversity)
tetapi
juga
karena
keterkaitannya
yang
erat
dengan
keanekaragaman budaya lokal yang telah lama berkembang di negeri ini. Masyarakat perlu dibuka wawasannya tentang bioprospeksi, kewaspadaan terhadap kemungkinan
perambahan hayati (biopirasi), juga dimotivasi untuk
melakukan upaya-upaya pelestarian kenekaragaman hayati Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akhirakhir ini generasi muda sekarang mulai meninggalkan seni dan pengetahuan penggunaan pengobatan tradisional ini karena mereka menganggap itu sudah kuno.
Akibatnya
professional.
sulit
mendapatkan
pewaris
pengobat
tradisional
yang
Hal ini akan sangat memprihatinkan sebab kalau tidak segera
dicatat dan didokumentasikan, seni dan pengetahuan pemanfaatan tumbuhan hutan untuk memelihara kesehatan akan lenyap. Sementara itu keberadaan dan penyusutan keanekaragaman genetik, terutama jenis liar belum sempat terdata, padahal sumberdaya genetik, terutama jenis liar yang ada di TNBNW tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat . Adanya kepercayaan masyarakat bahwa obat tradisional yang dibuat dari tumbuhan relatif aman, walaupun data-data ilmiah belum lengkap, hal ini karena khasiat yang diberikan oleh obat tradisional merupakan resultant dari berbagai campuran kompleks zat kimia alami didalamnya, bahan aktif yang satu dapat bekerja sinergis dengan yang lain, namun ada pula yang bersifat antagonis yang menyeimbangkannya, sehingga relatif tidak akan menimbulkan efek samping yang besar dibandingkan obat-obat modern. Pemakaian obat tradisional mempunyai banyak keuntungannya antara lain (1) Efek samping tanaman obat tidak ada jika penggunaanya sesuai dosis
3
anjuran (2) Efektif untuk penyembuhan penyakit tertentu yang sulit disembuhkan dengan obat-obat kimia seperti kanker, tumor, darah tinggi, diabetes, dan lainlain (3) Murah, karena umumnya dapat diperoleh di pekarangan atau tumbuh liar di kebun di sekitar kita (4) Pengobatan umumnya dapat dilakukan oleh anggota keluarga. Obat tradisional yang merupakan warisan budaya telah menjadi bagian integral dari kehidupan bangsa Indonesia, sehingga diharapkan untuk dipakai dalam sistem pelayanan kesehatan.
Untuk itu harus sesuai dengan kaidah
pelayanan kesehatan yaitu secara medis dapat dipertanggung jawabkan. Guna mencapai hal itu perlu dilakukan pengujian ilmiah tentang khasiat dan keamanannya (Depkes, 2000). Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) merupakan salah satu kawasan konservasi di Sulawesi yang memiliki kekayaan keragaman hayati fauna dan floranya yang unik sebagai ciri khas daerah garis Wallacea yang tidak ditemukan di tempat lainnya di dunia ( Whitten et al.1987). Penelitian di kawasan ini telah banyak dilakukan namun lebih banyak terfokus pada fauna dibanding floranya, sehingga data mengenai floranya masih terbatas. Padahal menurut Whitmore (1990) di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone terdapat sekitar 27 suku, 40 marga dan 76 jenis pohon endemik. Sedangkan dalam Kinnaird (1997) dikatakan bahwa di kawasan ini juga terdapat 5000 jenis tumbuhan yang belum diketahui secara pasti penyebaran dan kelimpahannya. Penelitian tumbuhan obat di TNBNW masih sangat terbatas. Hasil inventarisasi Pangemanan(1992), tercatat 169 jenis tumbuhan obat, 20 % di antaranya berasal dari kawasan TNBNW. Selanjutnya Zuhud (1994) mencatat terdapat 99 jenis tumbuhan obat yang dimafaatkan sebagai obat, 11 jenis berasal
dari
hutan
TNBNW.
Setahun
kemudian
Nasution
(1995)
menginventarisasi 51 jenis tumbuhan obat di Kotamobagu yang terletak di sebelah Timur kawasan TNBNW. Dari hasil penelitian terdahulu, terlihat bahwa kajian aspek ekologi maupun etnobotani
di kawasan TNBNW masih sangat
terbatas bahkan belum ada yang mengungkapkan kajian dari dua sudut pandang secara bersamaan. Sebagian pemanfaatan
besar
tumbuhan,
peneliti
dalam
umumnya
melakukan
hanya
pengumpulan
menginventarisasi
data
jenis-jenis
tumbuhan yang bermanfaat dan jarang sekali melakukan pengamatan berbagai aspek yang ada kaitannya dengan aspek sosial budaya, ekologi,etnobotani, dan
4
fitokimia. Kombinasi data ekologi, dan etnobotani jenis tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan tradisional merupakan petunjuk bagi penemuan senyawa aktif farmakologis. Pengumpulan data aspek ekologi jenis tumbuhan obat merupakan data pendukung yang mampu mengungkapkan keberadaan dari jenis-jenis tumbuhan obat yang diamati di habitatnya. Pengetahuan ini sangat penting untuk kepentingan ekonomi dan konservasi. Tersedianya data ekologi (populasi, tempat tumbuh, aspek biologi, dan lain-lain) dapat membantu pengembangan selanjutnya apabila jenis tumbuhan tersebut terbukti mempunyai potensi dan terbukti berkhasiat
sebagai bahan ramuan obat dan terbukti
mengandung senyawa aktif bahan pembuat obat modern. Sedangkan kaitannya dengan aspek konservasi dapat diketahui tingkah laku hidup dan status jenisjenis tumbuhan obat tersebut, sehingga memudahkan upaya pengelolaannya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis mencoba melakukan pengkajian terhadap berbagai aspek sekaligus yaitu aspek ekologi, etnobotani, dan bioprospeksi terhadap tumbuhan hutan di kawasan TNBNW agar diketahui potensi kekayaan kenekaragaman hayatinya.
Hal tersebut sangat penting
sebagai upaya Indonesia untuk memanfaatkan sumber daya alam sendiri sekaligus untuk kepentingan ekonomi. Pengkajian terhadap keanekaragaman floristik dalam hubungannya dengan pemafaatan oleh masyarakat di TNBNW dilakukan dengan metode penelitian pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penggabungan
kedua
permasalahan
yang
metode dihadapi
ini
diharapkan
yaitu
hubungan
akan
lebih
masyarakat
menjawab dengan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan lingkungannya. Selain itu penggunaan kedua metode pendekatan ini, dapat mengembangkan hipotesa yang lebih tajam untuk menjawab persoalan yang dihadapi dengan analisis yang lebih dapat dipertanggung jawabkan sesuai kerangka ilmiah. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan yaitu (1) penelitian ini mengkaji sekaligus berbagai aspek tumbuhan obat yaitu ekologi, etnobotani dan fitokimia (sedangkan penelitian terdahulu umumnya hanya mengkaji salah satu aspek yaitu, ekologi, etnobotani, atau fitokimia saja; (2) dalam menentukan tumbuhan obat yang paling berpotensi, penelitian ini menggunakan metode baru yaitu metode perbandingan eksponensial (MPE) yang didasarkan pada penggabungan metode analisis vegetasi dan metode pemanfaatan tumbuhan (ICS) atau ethno direct sampling; (3) penelitian tentang Pinang yaki (Areca vestiaria) yang belum diteliti sebelumnya .
5
TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama mendapatkan informasi tentang pemanfaatan tumbuhan untuk penyembuhan penyakit oleh masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah : 1. Menginventarisasi keanekaragaman flora di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone 2. Mempelajari pengetahuan tradisional masyarakat dalam pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan obat 3. Mempelajari etnobotani tumbuhan obat yang paling berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut.
MANFAAT PENELITIAN Informasi penelitian ini merupakan masukan kepada Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat dalam penyusunan program pengelolaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Melalui studi ini diharapkan dapat diketahui jumlah, jenis, dan kegunaan tumbuhan obat di sekitar Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Berdasarkan hasil studi ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang potensi jenis tumbuhan obat yang ada untuk dikembangkan lebih lanjut. Demikian pula kearifan lokal masyarakat dalam berperan melestarikan jenis tumbuhan obat yang ada di sekitar kawasan TNBNW, juga sebagai masukan dalam proses pengambilan
keputusan
dalam
kegiatan
konservasi,
perlindungan,
dan
pemanfaatan tumbuhan obat oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Kerangka penelitian keanekaragaman floristik dalam hubungannya dengan pemanfaatan sebagai tumbuhan obat oleh masyarakat di sekitar Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Keanekaragaman Flora
Data Tumbuhan (Metode Analisis vegetasi)
Biodiversitas Tumbuhan
Pengetahuan Masyarakat (Metode Survey dan ICS)
Jenis Tumbuhan Obat
Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Metode Perbandingan Eksponensial Tumbuhan Obat (MPE)
• Uji Fitokimia • Uji Toksisitas • Uji Preklinik
Tumbuhan Obat paling berpotensi
Ekologi Etnobotani
Gambar 1. Kerangka Studi Keanekaragaman Floristik dan Pemanfaatannya Sebagai Tumbuhan Obat di Kawasan Konservasi II Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.
7