1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kebijakan
Pemerintah
mengembangkan
perekonomian
di
Indonesia
berorientasi global membangun keunggulan kompetitif dengan mengedepankan kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam meningkatkan daya saing dengan membuka akses yang sama terhadap kesempatan berusaha dan kesempatan kerja bagi segenap rakyat dari seluruh daerah dengan menghapuskan seluruh perlakuan diskriminatif dan hambatan. Pengembangan sektor industri pengolahan mengacu kepada arahan pembangunan ekonomi, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sektor industri dan perdagangan. Pembangunan ditujukan untuk perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, peningkatan dan pemerataan pendapatan. Hasil yang hendak dicapai dari pembangunan ini adalah usaha kecil berperan maksimal dalam perkembangan dunia usaha, sehingga usaha kecil dapat berkembang dan mampu bersaing dengan pengusaha-pengusaha lainnya sesuai potensi dan bidang usaha yang ditekuninya selama ini. Kebijakan ekonomi kerakyatan bertumpu pada mekanisme pasar yang adil, persaingan sehat, berkelanjutan, mencegah struktur yang monopolistik dan distortif dapat merugikan masyarakat. Melalui optimalisasi peran pemerintah untuk melakukan koreksi pasar dengan menghilangkan berbagai hambatan melalui regulasi, subsidi dan insentif. Pemberdayakan usaha kecil agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan meningkatkan penguasaan IPTEK dan melakukan secara proaktif negosiasi serta kerjasama ekonomi dalam upaya peningkatan ekspor. Pelaksanaan pembangunan salah satunya diarahkan untuk mengentaskan kemiskinan, maka berbagai upaya mendasar ditujukan pada penanganan pengangguran. Upaya penanganan pengangguran tidak bisa seluruhnya ditangani melalui rekruitmen pegawai negeri sipil, tetapi melalui pengembangan sektor swasta, sehingga masyarakat perlu ditumbuh kembangkan agar mampu menggali potensi yang ada pada dirinya, yang pada gilirannya mereka lebih berdaya dan mendiri. Provinsi Banten sebagian besar wilayahnya merupakan daerah pertanian, Luas lahan pertanian adalah 872.112 ha, namun tidak hanya pertanian saja, Provinsi
2
Banten juga memiliki beberapa peluang investasi di antaranya dari sektor perkebunan,
pertanian,
perikanan,
pertambangan,
industri
dan
pariwisata
(http://www.banten.go.id). Di Provinsi Banten sektor usaha kecil telah tumbuh dengan pesat. Usaha kecil banyak berkembang di wilayah Provinsi Banten seperti: industri hasil pertanian, perikanan, peternakan, garmen, manufaktur, jasa, sampai industri baja. Dengan perkembangan ini menuntut tumbuhnya industri-industri kecil di berbagai bidang. Arah kebijakan Pemerintah Provinsi Banten dalam sektor industri ditekankan pada kegiatan pelatihan dan bantuan peralatan bagi Usaha Kecil dan Manengah di Provinsi Banten, kegiatan agro industri Kabupaten/Kota dan kegiatan pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Provinsi Banten, 2002). Perkembangan usaha kecil industri agro yang dikelola masyarakat Serang terutama didominasi oleh usaha emping yang sudah menjadi kebiasaan masyarakatnya. Hasil kajian instansi terkait dan PT ASDAL Karunia Sejahtera sebagai konsultal Departemen Perindustrian telah melakukan pengkajian dalam rangka menentukan komoditas unggulan di masing-masing Kabupaten seluruh Indonesia, ternyata di Kabupaten Serang emping dijadikan salah satu produk unggulan. Menurut petugas dari Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Serang, potensi bahan baku emping cukup memadai dan mudah dicari, selain itu menurut masyarakat setempat mengolah emping dianggap mudah dan banyak menyerap tenaga kerja terutama oleh kaum ibu. Rekomendasi dari Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Serang, emping merupakan agro politan artinya sebagai produk khas suatu daerah tetapi tidak kalah bersaing dengan produk makanan di kota sehingga tetap diminati oleh pangsa pasar masyarakat kota. Dinas Pertanian Kabupaten Serang memberikan rekomensasi bahwa bila emping dikelola secara modern atau semi modern akan berubah rasanya (hasil wawancara dengan Kasi Sarana Prasarana UMKM Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Serang tanggal 2 Desember 2009). Produk emping masyarakat Serang mampu bersaing dengan emping dari daerah lain, hal ini terbukti bahwa emping produk masyarakat Serang sudah dieksport melalui PT. Sentana Baja Cilegon ke Arab Saudi, Thailand dan Malaysia. Emping dikelola oleh masyarakat di beberapa kecamatan, yang paling dominan
3
adalah di Kecamatan Waringin Kurung tetapi pengelolaannya masih belum maksimal yaitu hanya menjadi pekerjaan sampingan, sedangkan di Kecamatan Bojonegara sudah dikelola secara bisnis. Produk industri agro non emping (gula merah, kue basah, kue kering, telor asin, tempe, ikan asin dan kerupuk) menurut petugas Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Serang, belum mampu bersaing dengan produk sejenis dari daerah lain serta belum ada yang berhasil dipasarkan ke luar negeri. Gula merah terutama dikelola di wilayah Kecamatan Anyer dan Mancak, produk ini bahan bakunya sangat ditentukan oleh iklim, bila musim hujang bahan bakunya sangat mencukupi, sebaliknya akan berkurang bila musim kemarau. Kue basah contohnya lapis legit dapat dikelola secara lebih kenyal, makin lama lebih enak bila dimasukkan dalam kulkas dan mampu bertahan selama tujuh hari, produk ini terutama dikelola oleh masyarakat Kecamatan Bojonegara dan Pontang. Kue kering contohnya sempring dan keripik pisang terutama dikelola masyarakat Kecamatan Baros dan Tanjung Teja. Telor asin terutama dihasilkan di wilayah yang masih banyak lahan persawahan karena ternak bebek secara alami dapat berkembang dengan baik, terutama di Kecamatan Carenang dan Pamarayan. Ikan asin terutama banyak dikelola oleh masyarakat Kecamatan Bojonegara, Tirtayasa dan Pontang. Kerupuk dapat diproduksi dengan mencampurkan tepun ikan payus sehingga disebut sebagai kerupuk ikan, produk kerupuk terutama dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Pontang, Anyer dan Bijonegara. Kelompok pengelola tempe sudah mampu membentuk koperasi yang relatif berjalan dengan baik, produk tempe terutama banyak dikelola oleh masyarakat Kecamatan Kramat Watu, Kopo, Keragilan dan Ciomas. Sebagai perbandingan dapat dikemukakan data dari Propinsi Jawa Barat yaitu hasil kajian BPS Jawa Barat dengan Dinas KUKM bahwa permasalahan yang dihadapi usaha kecil meliputi: (1) Masalah belum dimilikinya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; (2) Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman, baik dari bank maupun modal ventura, karena kebanyakan UKM mengeluh prosedur mendapatkan kredit yang berbelit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi; (3) Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin
4
ketat; (4) Masalah akses terhadap teknologi, terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan atau grup bisnis tertentu, sementara selera konsumen berubah dengan cepat; (5) Masalah memperoleh bahan baku, terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkualitas rendah, dan tingginya harga bahan baku; (6) Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi, terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor yang harus mengikuti selera konsumen; dan (7) Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil (http://www.smecda.com/kajian/files/kjdaerah/Jabar 5.htm). Melalui berbagai kebijakan, Pemerintah Kabupaten Serang telah melakukan upaya peningkatan keterampilan dan mendorong kemauan masyarakat untuk berwirausaha, yaitu melalui upaya penyadaran, pembinaan dan pelatihan serta bantuan dari Dinas Perindustrian Perdagangan serta Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Kabupaten Serang. Di samping itu ada kebijakan pemerintah tentang “Peran Pembina BUMN terhadap Usaha Kecil” di daerahnya. Pemerintah
Daerah
terus
berupaya
memberikan
informasi
kepada
masyarakat dunia usaha, khususnya para pengusaha kecil menyangkut peluang dan pangsa pasar yang sangat memungkinkan dimasuki oleh para pengusaha kecil. Jadi produksi usaha kecil diharapkan omzet penjualannya berskala makro baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Informasi ini dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh para penyuluh dari dinas instansi tersebut. Penyuluhan dapat dilaksanakan melalui pertemuan seluruh usaha kecil dengan para petugas/penyuluh dari Dinas tersebut serta para pengusaha menengah dan besar. Selain itu melalui kegiatan pelatihan bagi para usaha kecil serta penyuluhan langsung ke lapangan (ke tempat-tempat usaha kecil) oleh para petugas/penyuluh dari dinas/instansi terkait (termasuk Dinas Pertanian). Hal ini dapat dilakukan secara periodik maupun insidental ketika kebutuhan informasi tersebut dianggap mendesak. Perkembangan usaha kecil dalam perjalanannya tidak lepas dari berbagai masalah yang harus dihadapi. Menurut Tambunan (2002: 69), permasalahan yang dihadapi para usaha kecil antara lain: keterbatasan modal kerja/investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi, keterbatasan SDM dengan kualitas yang baik (terutama manajemen dan teknisi produksi), informasi mengenai pasar, dan kesulitan dalam pemasaran (termasuk distribusi). Dengan demikian masalah-masalah yang dihadapi pengusaha kecil bersifat multi dimensi.
5
Akibat permasalahan yang dihadapi di atas, seringkali usaha kecil berjalan di tempat, kurang menunjukkan kemajuan yang berarti. Namun demikian jika dikaji lebih mendalam permasalahan tersebut disebabkan oleh pola perilaku wirausaha dari para pengusaha kecil itu sendiri. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ismawan (2001) bahwa perangkat terpenting yang seharusnya terdapat dalam diri setiap pelaku ekonomi rakyat adalah keterampilan berwirausaha. Selama ini mentalitas kewirausahaan terus digempur oleh “virus” feodalisme modern yaitu daya tarik perusahaan-perusahaan besar industri dan jasa yang dimiliki oleh konglomerat atau pemodal asing yang dianggap lebih menjanjikan sehingga setiap orang ingin bekerja diperusahaan-perusahaan tersebut, akibatnya sulit memiliki masyarakat yang punya etos kerja kewirausahaan tinggi. Mengkaji tentang kegagalan usaha kecil, Griffin dan Ebert (2003) mengemukakan bahwa 63% bisnis kecil mengalami kondisi usaha yang tidak menggembirakan. Mereka mengatakan walaupun tidak ada pola yang tetap, tetapi ada tiga faktor umum yang mempengaruhi kegagalan bisnis kecil (usaha kecil): (1) Manajerial yang tidak kompeten atau tidak berpengalaman. Para pebisnis kecil tidak tahu cara membuat keputusan dasar bisnis atau memahami konsep serta prinsip dasar manajemen, maka kecil kemungkinan mereka bisa berhasil dalam usaha jangka panjang. (2) Kurang memberi perhatian. Memulai bisnis kecil tidak cukup hanya mengabdikan waktu sedikit, sebaliknya perlu memberi perhatian yang serius terhadap usahanya, bila tidak akan mengalami kegagalan. (3) Sistem kontrol yang lemah. Sistem kontrol yang efektif diperlukan untuk membantu agar bisnis dapat tetap bertahan dan untuk membantu pengelola usaha kecil mewaspadai masalah-masalah yang mungkin timbul. Kenyataan menunjukkan bahwa sektor usaha kecil selama ini dapat menyerap tenaga kerja dan bahkan beberapa daerah di Indonesia dapat menjadi penyangga dari hantaman krisis ekonomi dan moneter. Memperhatikan pentingnya peran usaha kecil, maka upaya menumbuhkan usaha kecil merupakan keharusan, baik oleh pihak pemerintah, pengusaha menengah dan besar maupun masyarakat itu sendiri. Menurut Maksum, Industri non agro yang menjadi perhatian pemerintah selama puluhan tahun hanya menghasilkan ketergantungan demi ketergantungan. Ini terjadi karena input produksi industri non agro semuanya dari impor, seperti bahan
6
baku, teknologi, modal, dan tenaga ahli. Setiap tahun negara mengeluarkan devisa Rp 50 triliun untuk impor pangan, sekitar 5 persen dari APBN, bahkan garam juga harus impor sebanyak 1,58 juta ton setahun senilai Rp 900 miliar. Telah banyak kemudahan diberikan kepada industri non agro seperti kebijakan fiskal dengan keringanan atau pembebasan pajak. Dalam kebijakan moneter dilakukan penguatan nilai tukar rupiah sehingga produk pertanian kalah bersaing. Begitu pula dalam kebijakan tata niaga yang pro impor, ternyata sampai sekarang industri non agro tak pernah dewasa.Karena itu saatnya perubahan kebijakan pada tataran supra makro dengan mengubah orientasi kebijakan ekonomi ke industri agro. Saat ini ada 42 juta tenaga kerja di sektor pertanian dari total 105 juta angkatan kerja yang ada (http://bantenindustrialcluster.com). Membangun pertanian sama halnya meningkatkan pendapatan mayoritas masyarakat, misalnya dengan memfokuskan pembangunan industri pengolahan yang berbasis produk pertanian lokal, bahan baku, modal, tenaga kerja, teknologi dari dalam negeri dan pasar dalam negeri, kemudian setelah berkembang baru ekspor. Usaha Kecil di Kabupaten Serang terus menunjukkan pertumbuhan, apalagi setelah terjadi beberapa krisis di atas, namun permasalahan dan tantangan yang dihadapi sangat kompleks, hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Dinas Koperasi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah Kabupaten Serang (2009) bahwa permasalahan dan tantangan yang dihadapi usaha kecil antara lain: (1) masih memerlukan informasi yang mudah diakses; (2) masih sangat memerlukan peningkatan pengetahuan dan wawasan berusaha; (3) sangat memerlukan perluasan pangsa pasar; (4) masih ada usaha kecil yang menyalahgunakan penggunaan bantuan modal; (5) ada usaha kecil yang mengganti usahanya setelah mendapatkan bantuan modal; (6) sangat memerlukan akan pola kemitraan; (7) sulit untuk mengakses program dari sumber pembiayaan karena banyak persyaratan yang harus ditempuh; dan (8) usahanya masih menggunakan teknologi yang sederhana; Permasalahan di atas sangat memerlukan peran kegiatan penyuluhan, untuk permasalahan point satu dan dua, penyuluh dapat membantu usaha kecil mendapatkan informasi perkembangan bisnis industri agro dan memberikan pengetahuan tentang wirausaha dan wawasan berusaha. Untuk permasalahan ketiga, penyuluh dapat membatu memberi informasi pangsa pasar industri agro di daerah lain dan membantu dalam menghubungkan kegiatan pemasaran para pengusaha kecil dengan pengusaha lain.
7
Permasalahan empat dan lima, penyuluh dapat melakukannya dengan melalui pendekatan, penyadaran dan bimbingan kepada para pengusaha kecil. Permasalahan enam dan tujuh, penyuluh dapat berperan menjadi media penghubung antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah dan besar untuk membentuk kerjasama dan bermitra yang saling menguntungkan kedua belah pihak, dengan lembaga keuangan, penyuluh dapat membantu pengusaha kecil mempersiapkan pemberkasan persyaratan pengajuan pinjaman kredit modal. Untuk permasalahan kedelapan harus disikapi secara proporsional karena ada proses industri agro yang lebih baik menggunakan peralatan tradisional, tetapi ada pula yang membutuhkan teknologi lebih maju guna mempercepat proses produksi, hal ini dapat dilakukan oleh penyuluh dengan mengusulkan kepada Pemerintah Daerah terkait bantuan teknologi tersebut, kemudian membimbing dan melatih penggunaan teknologi tersebut. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa peran penyuluh masih sangat dibutuhkan, tetapi kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh dinas terkait terindikasi masih sangat minim, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Jumlah penyuluh juga masih belum memadai, menurut salah seorang pejabat Dinas Peeindustrian dan Perdagangan Kabupaten Serang jumlah penyuluh atau petugas lapangan yang ada di instansinya hanya sepuluh orang dan akan ada bantuan tenaga penyuluh dari program D3 sebanyak dua orang. Kelembagaan penyuluhan juga masih memerlukan pembenahan, paling tidak di kecamatan yang terdapat banyak usaha kecil perlu ada kelembagaan penyuluhan disertai dengan tenaga penyuluh yang memadai. Mata pencaharian masyarakat Kabupaten Serang sebagian besar bergerak di bidang pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan, sehingga daerah ini memiliki potensi bahan baku yang memadai bagi tumbuhnya usaha kecil khususnya di bidang industri agro. Di lapangan menunjukkan bahwa para petani dan peternak menjual hasil panennya kepada para pengusaha kecil industri agro yang ada di daerahnya, karena itu keberadaan usaha kecil tersebut sangat membantu masyarakat petani dan peternak setempat. Pada sisi lain perilaku para pengusaha kecil industri agro di Kabupaten Serang juga memperlihatkan semangat dan kemampuan wirausaha yang belum memadai. Memperhatikan pentingnya keberadaan usaha kecil bidang industri agro guna menampung bahan baku hasil pertanian, perkebunan dan perikanan setempat
8
serta sebagai upaya mengurangi pengangguran, meningkatkan daya beli dan kesejahteraan masyarakatnya. Sementara permasalahan yang dihadapi usaha kecil industri agro bersifat kompleks, maka sangat layak untuk dilakukan penelitian secara lebih mendalam melalui pendekatan ilmu penyuluhan pembangunan guna menemukan kondisi para pengusaha kecil industri agro, pola perilaku wirausahanya, tingkat keberdayaannya serta menemukan strategi pemberdayaan yang tepat.
Masalah Penelitian Adanya kesulitan para pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya, berarti mereka berada dalam kondisi ketidakberdayaan, bukan hanya karena kurang mampu mengakses permodalan, informasi pasar dan kurang mampu menjalin relasi bisnis, tetapi juga terdapat kelemahan lainnya yang terkait dengan sikap mental para pengusaha kecil itu sendiri dalam mengelola usahanya terkait semangat dan kemampuan dalam berwirausaha. Namun demikian keberadaan dan peran mereka sangat dibutuhkan di tengah-tengah masyarakatnya, karena itu usaha kecil khususnya industri agro perlu terus ditingkatkan, tetapi ada permasalahan yang terindikasi berdasarkan pengamatan di lapangan dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik permasalahan internal maupun eksternal. Permasalahan internal yang dihadapi para usaha kecil industri agro menyangkut pola tindak yang diperlihatkan oleh mereka sendiri, yaitu: (1) Masih lemah dalam menekuni usahanya. Sebagai ilustrasi masih lemahnya dalam menekuni usaha, seperti ketika menghadapai kesulitan pemasaran mereka cepat patah semangat, sehingga ada keinginan untuk ganti usaha, padahal belum tentu mereka menguasai bidang usaha baru tersebut. Mereka kurang mau berkreasi dan inovatif atas produkproduk yang dihasilkannya, sehingga selama bertahun-tahun tidak ada pembaharuan produk. Perilaku seperti ini diduga akan mengakibatkan kegagalan atau paling tidak akan kurang mampu mengembangkan usaha kecil yang telah digelutinya selama ini. Lebih jauh bila usaha kecil banyak yang gulung tikar, maka masyarakat pemasok bahan baku akan kesulitan memasarkan, di samping akan menambah pengangguran, yang berarti pendapatan dan daya beli masyarakat semakin menurun. Pemerintah Daerah juga akan terkena dampaknya bila usaha kecil banyak yang gulung tikar, karena pemasukan pajak daerah dan retribusi akan
9
menurunan, hal ini berarti akan berpengaruh terhadap upaya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). (2) Masih cenderung berperilaku konsumtif. Sebagai ilustrasi masih berperilaku konsumtif, yaitu ketika ada keuntungan yang memadai tidak disisakan untuk dialokasi modal usaha, tetapi digunakan untuk membeli kendaraan, padahal kendaraan yang ada masih layak digunakan untuk operasi usahanya. Dalam hal ini kendaraan baru tersebut dapat dikategorikan aspek konsumtif dan bukan aspek bisnis, sebab dapat mengurangi modal usaha, sementara kebutuhan transportasi bagi kelancaran usaha kecil masih bisa digunakan kendaraan yang lama. Perilaku konsumtif bila dikaji lebih jauh merupakan gejala pergeseran pola tindak yang semakin mengedepankan aspek-aspek materiil dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, juga semakin kuatnya pengaruh pola sikap yang cenderung individualis bahkan kapitalis. Hal ini disebabkan oleh hasil-hasil pembangunan yang lebih menekankan pada bidang fisik, juga kuatnya isu globalisasi yang liberal dan perkembangan kecanggihan teknologi yang menjadikan manusia semakin dimanjakan atau sebenarnya semakin diperbudak oleh teknologi dan kebendaan lainnya dan mengejar status. Perilaku konsumtif perlu dikurangi jika mereka ingin berhasil dalam menjalankan wirausaha, sebab perilaku ini akan mengakibatkan kekeliruan alokasi penggunaan sumber-sumber usaha secara tepat. Dengan kata lain para pengusaha kecil industri agro lebih mengedepankan felt need daripada real need. (3) Kurang mampu menjalin jaringan dan hubungan dengan pihak pemerintah, pengusaha menengah-besar dan pemasok lainnya, sehingga kesulitan dalam mengakses ke pihak pengambil kebijakan, menjalin transaksi bisnis, pemasaran maupun sumber bahan baku lainnya. Fenomena ini dirasakan oleh para pengusaha kecil pada umumnya. Faktor penyebabnya adalah kurangnya kemampuan pengusaha kecil menjalin hubungan dalam menjalankan bisnisnya, baik hubungan dengan instansi pemerintah, pengusaha menengah maupun besar. Di antara mereka ada yang kurang berani menjalin hubungan dengan pihak-pihak tersebut karena merasa minder dan tidak percaya diri. Untuk itu dinas dan instansi terkait perlu memberikan motivasi, penyuluhan, penyadaran dan pembinaan, sehingga mereka lebih berani dan
10
percaya diri dalam melakukan hubungan serta pergaulan dengan pihak-pihak yang akan mendukung kemajuan usaha mereka. Di pihak pengusaha menengah dan besar juga hendaknya ada kemauan dan ketulusan untuk menjalin hubungan bisnis dengan para usaha kecil yang didasari semangat kesetaraan dan saling menguntungkan. (4) Masih kurang mampu membaca peluang pasar, mengakses pasar dan persaingannya. Gejala ini bila ditelusuri lebih jauh disebabkan antara lain oleh tingkat pendidikan yang relatif rendah, kapasitas dalam memperoleh informasi pasar dan persaingannya, selain itu ada kecenderungan para pengusaha kecil kurang proaktif dalam menggali informasi pasar tersebut. Di samping itu masih kurang kepedulian pihak pemerintah daerah dalam hal informasi pasar, perkembangan dan persaingannya. Padahal mereka seharusnya
bertanggung
jawab
dan
sangat
berkepentingan
terhadap
perkembangan usaha kecil di daerahnya. Pihak pengusaha menengah dan besar juga secara normatif bertanggung jawab terhadap perkembangan usaha kecil, karena ada kebijakan pemerintah tentang “kemitraan” antara usaha kecil dengan menengah dan besar. Jadi sudah selayaknya mereka juga memberikan perhatian dan informasi pangsa pasar dan persaingannya. Permasalahan eksternal yang dihadapi oleh para pengusaha kecil industri agro cenderung lebih bersifat umum, yaitu: (1) Keterbatasan akses ke bank/lembaga-lembaga keuangan. Gejala ini terjadi karena mereka kurang mampu menjalin relasi dengan pihak perbankan/lembaga keuangan serta belum dibuatnya sertifikasi tanah dan bangunan yang dimiliki sebagai agunan, sehingga sering menemui kesulitan dalam hal kredit modal dan akhirnya kembali ke rentenir. (2) Distorsi pasar yang disebabkan oleh kebijakan-kebijakan atau peraturanperaturan Pemerintah yang tidak kondusif, yang disengaja maupun yang tidak disengaja lebih menguntungkan pengusaha besar, termasuk investor asing. Dilandasi oleh kesadaran akan adanya permasalahan tersebut, maka penelitian ini dirancang dengan harapan dapat dirumuskan suatu strategi pemberdayaan usaha kecil secara tepat menyangkut di dalamnya pola pembinaan kewirausahaan pada masyarakat, sehingga tumbuh semangat dan kemampuan berwirausaha yang tinggi, yang pada gilirannya dapat meningkatkan taraf hidup
11
mereka. Bersadarkan permasalahan penelitian di atas, maka pertanyaan penelitian yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah faktor internal, faktor eksternal pengusaha kecil industri agro serta kegiatan penyuluhan dan pelaksanaan kebijakan usaha kecil? (2) Bagaimanakah perilaku wirausaha pengusaha kecil industri agro dalam menjalankan usahanya dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perilaku wirausaha? (3) Bagaimanakah tingkat keberdayaan pengusaha kecil industri agro dan faktorfaktor apa saja yang berpengaruh terhadap keberdayaan? (4) Bagaimanakah tingkat keberhasilan pengusaha kecil industri agro dan bagaimanakah
hubungan
kausalnya
dengan
perilaku
wirausaha
dan
keberdayaan? (5) Bagaimanakah strategi pemberdayaan usaha kecil industri agro melalui program penyuluhan? Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran rinci tentang faktor-faktor yang menentukan perilaku wirausaha dan pengaruhnya terhadap keberdayaan serta keberhasilan pengusaha kecil industri agro yang selama ini telah digelutinya. Berdasarkan tujuan umum tersebut maka secara lebih terperinci penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi faktor internal, faktor eksternal, kegiatan penyuluhan dan kebijakan usaha kecil; (2) Menganalisis
perilaku
wirausaha
pengusaha
kecil
industri
agro
dan
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya; (3) Menganalisis tingkat keberdayaan pengusaha kecil industri agro dan mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan tersebut; (4) Menganalisis tingkat keberhasilan pengusaha kecil industri agro serta hubungan kausalnya dengan perilaku wirausaha dan keberdayaan; (5) Merumuskan alternatif strategi pemberdayaan usaha kecil industri agro melalui kebijakan penyuluhan.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai proses pembelajaran dalam
12
merumuskan suatu strategi pemberdayaan masyarakat usaha kecil industri agro yang didasarkan pada analisis empirik dan teoretik. Secara lebih rinci kegunaan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Sebagai pencarian kebenaran ilmiah menyangkut aspek-aspek yang berhubungan dengan perilaku wirausaha pengusaha kecil industri agro dalam memberdayaan usahanya. (2) Temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun berbagai program pemberdayaan masyarakat usaha kecil industri agro dan pola pengembangan kemampuan wirausaha bagi para pengusaha kecil industri agro. (3) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Serang dalam menyusun kebijakan tentang pembangunan masyarakat di bidang usaha kecil melalui pembinaan kemampuan berwirausaha yang berorientasi pada kemandirian usaha dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Definisi Istilah Perilaku Perilaku menunjukkan pola tindakan yang diperlihatkan seseorang dan merupakan hasil kombinasi pengetahuan, sikap dan ketrampilannya. Perubahan perilaku dipengaruhi oleh internal seseorang dan faktor lingkungan dimana seseorang berinteraksi sosial.
Wirausaha Wirausaha adalah aktivitas berusaha sendiri untuk mengelola sebuah bisnis dengan tujuan memperoleh keuntungan dengan cara membuat produk/jasa dan atau menjualbelikan sesuatu barang/jasa yang diyakini dibutuhkan oleh masyarakat konsumen dengan telah mempertimbangkan kemungkinan resiko yang akan dihadapi serta berusaha menerapkan inovasi yang terus-menerus dengan selalu menyesuaikan perkembangan di masyarakat.
Perilaku Wirausaha Perilaku wirausaha merupakan sikap mental, gaya hidup dan pola tindak yang didasarkan atas pengetahuan, keahlian, pengalaman dan kebutuhannya dalam upaya mengkaji peluang dan pertumbuhan bisnis serta tindakannya berusaha
13
mencari kreatifitas, menunjukkan keuletan, bersikap mandiri dan berani mengambil resiko dengan perhitungan yang matang.
Pemberdayaan Pemberdayaan adalah proses memberikan kepada seseorang atau kelompok tentang kesempatan, kekuatan dan kepemilikan sehingga mereka berkemampuan untuk mengatur dirinya sendiri, tidak tergantung pada pihak lain dan dapat berkembang berdasarkan potensi yang dimilikinya.
Keberdayaan Usaha Kecil Keberdayaan usaha kecil adalah tingkat kondisi yang dicapai oleh seorang pengusaha kecil atau kelompok usaha kecil, menyangkut ketahanan usahanya, tingkat kesempatan berusaha, tingkat kekuatan bersaing dan tingkat kepemilikan permodalan, kemampuan mengatur usahanya, tidak tergantung pada pihak lain dan mampu berkembang berdasarkan potensi bisnis yang dimilikinya.
Industri Agro Industri agro adalah proses pengolahan bahan mentah dari hasil pertanian dalam arti luas, mencakup pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan menjadi barang-barang yang siap dikonsumsi. Dalam hal ini misalnya: pengolahan emping, kue basah, kue kering, telor asin, ikan asin, tempe, kerupuk dan gula merah.
Pengusaha Kecil Pengusaha kecil adalah orang yang menjalankan suatu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dengan kepemilikan kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000 sampai Rp. 500.000.000, yang dilakukan sendiri atau dalam suatu badan usaha (Undang-undang No. 20 Tahun 2008).
Keberhasilan Pengusaha Kecil Industri Agro Keberhasilan pengusaha kecil industri agro adalah kondisi yang dicapai oleh pengusaha kecil di bidang industri agro, yang ditunjukkan dengan kemampuan mengelola, membenahi secara optimal potensi internalnya, memiliki kehandalan dalam membaca peluang, beradaptasi dan mampu mengantisipasi secara cermat
14
terhadap fluktuasi lingkungan. Selain itu keberhasilan juga ditandai dengan: (1) bertambahnya jumlah pelanggan, (2) meningkatnya kesetiaan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan, (3) terciptanya perluasan pangsa pasar, (4) memiliki kemampuan bersaing di bidang usahanya, dan (5) terjadi peningkatan keuntungan.