LAPORAN HASIL KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI KE PROVINSI ACEH PADA RESES MASA PERSIDANGAN IV TAHUN SIDANG 2011 – 2012 TANGGAL 15 S.D 17 JULI 2012
I. PENDAHULUAN A. DASAR Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor: 65/PIMP/IV/2011-2012 tanggal 13 Juli 2012 tentang Penugasan Anggota Komisi I s.d. XI DPR RI untuk melakukan Kunjungan Kerja Berkelompok dalam Reses Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2011 – 2012. Keputusan Intern Rapat Komisi VI tanggal 22 Mei 2012 mengenai Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Komisi VI dalam Reses Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2011 – 2012 B. MAKSUD DAN TUJUAN Laporan ini dimaksudkan untuk menyampaikan pokok-pokok permasalahan sebagai hasil temuan Komisi VI DPR RI yang menyangkut bidang tugasnya selama Kunjungan Kerja ke Provinsi Aceh dalam rangka memenuhi salah satu fungsi Dewan sebagaimana diatur dalam Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib dengan tujuan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku. C. SASARAN DAN OBYEK KUNJUNGAN KERJA Sasaran Kunjungan Kerja dititik beratkan pada aspek: 1. Pengawasan Pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan, khususnya yang berkaitan dengan bidang mitra kerja Komisi VI DPR RI. 2. Pengawasan terhadap kinerja lembaga-lembaga/badan yang berada di dalam lingkup mitra kerja Komisi VI DPR RI. 3. Pengawasan terhadap implementasi Public Service Obligation (PSO) dan pelaksanaan subsidi yang dilakukan oleh para Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Provinsi Aceh. 4. Pembahasan perkembangan daerah, khususnya yang terkait dengan bidang tugas mitra kerja Komisi VI DPR RI. 5. Memonitor situasi lapangan serta menampung aspirasi yang berkembang mengenai lapangan kerja, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
1
Sedangkan obyek yang dikunjungi dan dibahas meliputi: 1.
2. 3.
4. 5.
Pemerintah Provinsi Aceh; Bupati/Walikota, DPR Aceh, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM, BPKMD, dan Kepala BP Sabang. BUMN Perbankan, meliputi Bank Mandiri, Bank BTN, Bank BRI, Bank BNI, dan Bank Aceh. BUMN Perkebunan, meliputi PT Pupuk Indonesia, PT Pupuk Iskandar Muda, Asean Aceh Fertilizer, Bulog, PT Kertas Kraft Aceh, PTPN I, PTPN II, PTPN III, PTPN IV, PT Pertani, dan PT Sang Hyang Seri. BUMN Energi, meliputi PT Pertamina, PLN, Perusahaan Gas Negara, dan PT Arun. BUMN Transportasi, meliputi PT Garuda Indonesia, PT Angkasa Pura II, PT ASDP, dan PT Pelindo I.
D. WAKTU DAN ACARA KUNJUNGAN KERJA (Terlampir) E. ANGGOTA TIM KUNJUNGAN KERJA ( Terlampir) II. DESKRIPSI UMUM DAERAH KUNJUNGAN KERJA Provinsi Aceh sendiri memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah dengan keistimewaan sejarah, sosial, budaya, dan pemerintahan sebagaimana diakui melalui UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Provinsi Aceh juga telah bergerak menuju kehidupan demokrasi yang lebih baik dengan ditandai terlaksananya pilkada Aceh pada 9 April lalu secara lancar, damai, dan demokratis. Aceh memiliki kekayaan alam berupa minyak bumi dan gas yang melimpah, dimana cadangan minyak bumi sebesar 3, 93 milyar barel sedangkan untuk gas sebesar 5, 75 trilyun kaki kubik persegi atau 5,3% dari cadangan gas nasional. Keistimewaan Aceh dalam pengelolaan sumber daya migas juga diakui dalam UU No 11 tahun 2006 dimana pada pasal 160 ditegaskan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat dapat menunjuk suatu badan pelaksana yang ditetapkan bersama dalam rangka pengelolaan sumber daya ini. Aceh juga memiliki potensi dibidang perikanan, perkebunan/pertanian, dan peternakan. Potensi di bidang pertanian ditandai dengan tersedianya areal yang dapat digunakan bagi pengembangan komoditas ekspor seperti kelapa sawit, karet, nilam, pala dan sebagainya. Luas areal bagi komoditas unggulan tersebut sekitar sekitar 200.000 – 400.000 ha, dan kebun campuran seluas 294.924 ha. Saat ini sudah teraktualisasi lahan perkebunan yang dikelola perusahaan sebesar 205.550 ha dan lahan perkebunan rakyat 367.501 ha. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh mencapai 5,11% pada triwulan 1 2012 dan diprediksi mencapai 4,5-4,7% pada triwulan 2. Sedangkan inflasi di Banda Aceh hingga Juni 2012 mencapai 3,28%. Secara agregat angka inflasi di Provinsi Aceh mencapai 4,56% dan diperkirakan hingga akhir 2012 akan 2
mencapai 4,5%. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh sebagian besar masih digerakkan oleh sektor konsumsi. Hal ini dikarenakan masih kurangnya bisnis besar yang berkembang di Aceh. Ekonomi rakyat masih didominasi oleh usaha kecil dan menengah dengan berbasis koperasi. III. DESKRIPSI PERBIDANG A. BIDANG PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN Isu utama bidang perindustrian di Provinsi Aceh adalah usaha revitalisasi dari BUMN besar dan strategis yang terdapat di provinsi ini. Revitalisasi utama akan dilaksanakan pada PT Arun LNG yang akan diubah fungsinya dari kilang pengolah gas alam menjadi terminal penerima dan regasifikasi LNG dari Bontang. Revitalisasi PT Arun ini akan membawa dampak kepada PT PIM dan PT KKA yang membutuhkan gas alam sebagai bahan baku utama produksi. Revitalisasi Arun direncanakan akan selesai pada tahun 2013. Revitalisasi ini juga diikuti oleh penyediaan pasokan gas alam dari lapangan blok-A Medco khusus bagi PIM dan AAF. Diperkirakan bila industri ini mulai beroperasi dalam kapasitas penuh maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi di Aceh di atas angka 6% sekaligus membuka lapangan kerja bagi 10.000 orang. Potensi perdagangan di Provinsi Aceh masih didominasi oleh produk pertanian dan kelautan. Komoditas unggulan di bidang pertanian adalah kelapa sawit dan karet. Potensi kelapa sawit ini tercermin dari luas areal tanam yang mencapai lebih dari 100.000 ha, baik dimiliki oleh pihak swasta maupun BUMN/BUMD. Untuk lebih memacu potensi perdagangan di Aceh, Pemerintah Aceh saat ini tengah membangun Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang yang direncanakan akan menjadi pusat perdagangan Asia. Posisi Sabang yang strategis didukung oleh kewenangan pengelolaan kawasan Sabang secara mandiri sebagaimana tercantum dalam UU No 11 Tahun 2006 tentunya akan semakin mendorong arus perdagangan di daerah ini. B. BIDANG KOPERASI DAN UKM Jumlah koperasi di Provinsi Aceh berjumlah 7275 unit, akan tetapi dalam perjalanannya terdapat 1361 unit yang beku usahanya, atau tidak beroperasi lagi. Sebanyak 2205 unit koperasi bergerak dalam bidang jasa simpan pinjam dengan jumlah anggota 186 ribu dan telah berhasil menghimpun dana masyarakat sebesar Rp 551 milyar. Kondisi perindustrian berbasis agro yang dilakukan oleh UKM di Provinsi Aceh sebenarnya cukup berpotensi. Potensi yang terbesar diantaranya adalah kakao dan tebu. Akan tetapi industri ini tidak bisa berkembang karena dukungan pengolahan yang tidak maksimal. Sebagai contoh pengolahan kakao di Provinsi Aceh hanya terdapat 1 unit di Pidie Jaya, itupun tanpa dukungan program budidaya yang baik. Sedangkan untuk tebu terdapat pengolahan sebanyak 200 unit akan tetapi masih dilakukan secara tradisional sehingga belum memberikan hasil pengolahan yang maksimal. Pernah ada pemikiran untuk mengolah tebu menjadi metanol yang dapat berfungsi sebagai bahan bakar. Akan tetapi program ini terhenti karena ketiadaan
3
bantuan Pemerintah untuk membangun instalasi pengolahan yang cukup rumit. C. BIDANG PENANAMAN MODAL DAN INVESTASI Investasi yang diprioritaskan di Provinsi Aceh adalah investasi berbasis agro dengan penekanan pada penambahan nilai tambah pada produk pertanian. Hal ini mengimplikasikan bahwa investasi yang diarahkan oleh Pemerintah Aceh harus menekankan pada sektor hilir. Hal ini sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat yang berusaha mengurangi ekspor barang mentah. Prospek investasi yang lain adalah pada sektor energi, terutama berkaitan dengan pembangkitan listrik di daerah terpencil. PLN Aceh hinga saat ini masih menyewa genset untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah terpencil. Harapan yang diberikan pada investor adalah membangun pembangkit listrik dengan bahan bakar selain BBM; dan akan lebih baik lagi bila menggunakan energi terbarukan. Prosepek investasi di bidang logistik juga cukup menjanjikan di Provinsi Aceh terutama bagi logistik pendukung operasional di pelabuhan. Pelabuhan yang cukup menjanjikan di Aceh adalah Pelabuhan Lhokseumawe dan Sabang. Pelabuhan Lhokseumawe diprediksi akan menjadi salah satu pusat perkapalan industri skala nasional, sedangkan Sabang akan menjadi salah satu pusat perdagangan di Asia. IV. PERMASALAHAN SPESIFIK DAN REKOMENDASI A. PEMERINTAH PROVINSI ACEH DAN UKM DINAS PERINDUSTRIAN, KOPERASI, PERDAGANGAN, DAN UKM Jumlah koperasi di Provinsi Aceh berjumlah 7275 unit, akan tetapi dalam perjalanannya terdapat 1361 unit yang beku usahanya, atau tidak beroperasi lagi. Hal ini disebabkan oleh konflik yang mengakibatkan iklim usaha tidak kondusif, dan bencana alam tsunami yang menghancurkan fasilitas operasional koperasi tersebut. Sebanyak 2205 unit koperasi bergerak dalam bidang jasa simpan pinjam dengan jumlah anggota 186 ribu dan telah berhasil menghimpun dana masyarakat sebesar Rp 551 milyar. Untuk program pemerintah, berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR), UKM di Aceh baru bisa menyerap sebesar 38,1% dari total bantuan Rp 1,5 trilyun per Juni 2012. Penyebab utama dari rendahnya penyerapan anggaran ini adalah ketidakmampuan dari UKM untuk menyusun serta mengeksekusi rencana bisnis. Pada tahun 2011 tingkat penyerapan juga tidak maksimal, berada di angka 42,2% dari total bantuan Rp 1,4 trilyun. Pelaksanaan program corporate social responsibility (CSR) dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) dari BUMN di Aceh tidak transparan sehingga mempersulit UKM untuk mengakses bantuan tersebut. Hal ini merupakan kemunduran, karena dahulu terdapat koordinasi dan MoU untuk menyalurkan dana tersebut baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
4
Perkembangan UKM yang cenderung lambat di Provinsi Aceh juga disebabkan oleh persepsi yang ada di kalangan UKM yang menganggap kewajiban pembinaan merupakan tanggung jawab dinas koperasi, sehingga mereka cenderung bersikap pasif dan tidak mengambil inisiatif dalam mengembangkan usaha. Kondisi perindustrian berbasis agro yang dilakukan oleh UKM di Provinsi Aceh sebenarnya cukup berpotensi. Potensi yang terbesar diantaranya adalah kakao dan tebu. Akan tetapi industri ini tidak bisa berkembang karena dukungan pengolahan yang tidak maksimal. Sebagai contoh pengolahan kakao di Provinsi Aceh hanya terdapat 1 unit di Pidie Jaya, itupun tanpa dukungan program budidaya yang baik. Sedangkan untuk tebu terdapat pengolahan sebanyak 200 unit akan tetapi masih dilakukan secara tradisional sehingga belum memberikan hasil pengolahan yang maksimal. Pernah ada pemikiran untuk mengolah tebu menjadi metanol yang dapat berfungsi sebagai bahan bakar. Akan tetapi program ini terhenti karena ketiadaan bantuan Pemerintah untuk membangun instalasi pengolahan yang cukup rumit. Potensi lain yang belum tergarap maksimal adalah potensi perikanan air tawar seperti yang terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara/Gayo Luwes. Belum terdapat koperasi perikanan/peternakan yang mampu menghimpun modal dalam rangka mengembangkan sektor perikanan air tawar ini.
KOPERASI SIMPAN PINJAM SEJAHTERA BAHARI
Koperasi ini bergerak dalam bidang simpan pinjam modal bagi usaha dengan sasaran utama nelayan. Akan tetapi dalam perkembangannya koperasi ini juga memperluas pasar dengan menyasar konsumen kredit dari golongan non-nelayan yang kebanyakan tidak menjadi anggota koperasi. Kelemahan meminjamkan uang kepada anggota non-koperasi adalah bila ada kredit macet atau wanprestasi dan diajukan ke pengadilan, maka pihak koperasi akan kalah. Hal ini disebabkan koperasi simpan pinjam telah melakukan praktek lembaga keuangan mikro akan tetapi tidak mengikuti aturan perbankan. Akibatnya adalah aset yang digunakan sebagai jaminan debitur tidak bisa disita oleh koperasi. Jumlah anggota koperasi sebanyak 135 orang, dengan iuran pokok Rp 1 jt dan iuran wajib Rp 200.000 perbulan. Didirikan tahun 2005 dengan iuran pokok pertama Rp 50.000 dan iuran wajib Rp 200.000 perbulan. Jumlah anggota pada saat pertama berdiri berjumlah 22 orang; dan saat ini telah berkembang menjadi 135 orang. Salah satu kendala pihak yang diberikan pinjaman dana tetapi tidak mau bergabung menjadi anggota koperasi adalah kewajiban iuran pokok dan iuran wajib yang dirasa terlalu berat. Selain itu dengan menjadi anggota maka mereka terikat kewajiban untuk taat kepada tata tertib koperasi sekaligus berkomitmen ikut serta mengembangkan koperasi. Bila dihadapapkan pada pilihan untuk mempersulit atau mempermudah masuk menjadi anggota, maka pilihan pihak koperasi adalah mempermudah. Alasan utama adalah dengan semakin banyak anggota maka pemodalan koperasi akan semakin kuat. Di sisi lain memang ada 5
resiko SHU per anggota semakin turun, akan tetapi dalam jangka panjang SHU akan kembali meningkat seiring dengan perkembangan bisnis dan pembinaan yang dilakukan secara kontinyu. NPL saat ini berada di bawah anga 2%. Kebijakan yang diambil oleh koperasi bila terjadi NPL maka akan disuntikkan modal lagi sepanjang kerugian yang terjadi tidak disebabkan oleh karakter debitur atau kecerobohan yang bersangkutan (lebih bersifat kecelakaan). Cara pengelolaan resiko untuk meminimalisir NPL adalah dengan cara melakukan survey terhadap kelayakan bisnis masing-masing calon debitur. Koperasi juga melakukan pendekatan secara komunal dimana tokoh masyarakat didekati dan diminta kesediaan sebagai penjamin dari kredit yang diberikan. Dengan jalan ini maka norma sosial akan berlaku bagi debitur yang tidak membayar pinjamannya.
REKOMENDASI
Dalam rangka mengembangkan UKM di Provinsi Aceh sekaligus memperbesar daya serap terhadap bantuan KUR, Pemerintah Aceh dalam hal ini Dinas Perindustrian, Koperasi, Perdagangan, dan UKM perlu melakukan pembinaan UKM agar lebih profesional dalam menjalankan bisnisnya, khususnya dalam membuat dan mengeksekusi rencana bisnis yang telah disusun. Untuk koperasi simpan pinjam yang juga menyalurkan kredit ke nonanggota diharapkan dapat merubah status badan hukumnya menjadi lembaga keuangan mikro dan melakukan praktek yang sesuai dengan aturan perbankan. Hal ini dapat menjamin usaha simpan pinjam yang dilakukan dapat memiliki payung hukum yang jelas dan bila terjadi wanprestasi, maka koperasi dapat melakukan sita aset debitur melalui pengadilan. Sebagai informasi saat ini KOMISI VI tengah melakukan pembahasan UU tentang Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro. Diharapkan UU yang baru nanti dapat memberikan payung hukum sekaligus mengakomodasi kepentingan dari LKM yang ada.
B. BUMN PERBANKAN BANK INDONESIA Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh mencapai 5,11% pada triwulan i dan diprediksi mencapai 4,5-4,7% pada triwulan 2. Sedangkan inflasi di Banda Aceh hingga Juni 2012 mencapai 3,28% dan Lhokseumawe mencapai 5,92%. Secara agregat angka inflasi di Provinsi Aceh mencapai 4,56% dan diperkirakan hingga akhir 2012 mencapai 4,5%. Aset perbankan di Provinsi Aceh hingga Juni 2012 mencapai Rp 32,3 trilyun. Dana Pihak Ketiga (DPK) Provinsi Aceh pada hingga Juni 2012 mencapai Rp 9,7 trilyun sedangkan penyaluran kredit mencapai Rp 18,9 trilyun dengan angka Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar 95,6%. Angka Non Performed Loan (NPL) berada di 4,5%, jumlah yang cukup kecil sehingga memberikan indikasi bagus bagi bisnis di Provinsi Aceh.
6
BANK MANDIRI
Total kantor Bank Mandiri di Provinsi Aceh berjumlah 37 buah yang terdiri atas 24 kantor cabang dan 13 kantor cabang mikro. Jumlah KOMISI VI yang berhasil dihimpun pada tahun 2010 sebesar Rp 2,7 trilyun, kemudian meningkat menjadi Rp 3,3 trilyun pada tahun 2011, dan hingga bulan Juni 2012 telah tercapai Rp 2,6 trilyun. Jumlah penyaluran kredit Bank Mandiri di Provinsi Aceh pada tahun 2010 sebesar Rp 511 milyar, meningkat menjadi Rp 752 milyar pada tahun 2011, dan hingga bulan Juni 2012 telah mencapai Rp 840 milyar. Sedangkan jumlah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga bulan Juni 2012 telah mencapai Rp 112,3 milyar dengan nasabah berjumlah 2.297. NPL hingga Juni 2012 mencapai 3,9%. LDR dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, yaitu 33% pada tahun 2010, 42% pada tahun 2011, dan 54% hingga Juni 2012. Bank Mandiri Provinsi Aceh juga aktif menyalurkan dana untuk aktifitas bina lingkungan, dan jumlahnya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2008 disalurkan sebesar Rp 139 juta, pada tahun 2009 sebesar Rp 153 juta, tahun 2010 sebesar Rp 555 juta, dan hingga Juni 2012 telah mencapai RP 858 juta.
BANK RAKYAT INDONESIA (BRI)
BRI di Provinsi Aceh memiliki kantor sebanyak 246 buah. Jumlah pinjaman yang telah dikucurkan per Juni 2012 sebesar Rp 4,5 trilyun dengan jumlah debitur sebanyak 147 ribu orang. DPK yang berhasil dihimpun per Juni 2012 sebesar Rp 3,9 trilyun dengan jumlah deposan sebanyak 670.000 orang, sehingga LDR BRI sebesar 115%. Khusus untuk KUR, BRI Provinsi Aceh telah menyalurkan sebesar Rp 41 milyar kepada 39.400 debitur. Peruntukkan KUR terutama untuk membantu masyarakat yang bergerak di sektor pertanian dan perdagangan. NPL untuk KUR sebesar 4,8% dan NPL rata-rata sebesar 4,65%.
BANK NEGARA INDONESIA (BNI)
BNI di Provinsi Aceh memiliki outlet sebanyak 18 unit dengan DPK yang berhasil dihimpun per Juni 2012 sebesar Rp 2 trilyun yang berasal dari 115.000 deposan. Pinjaman yang berhasil disalurkan per Juni 2012 sebesar Rp 1,45 trilyun dimana 78,03% nya merupakan kredit untuk sektor produktif terutama di sektor pengolahan, hotel, dan perdagangan. Khusus untuk KUR terus mengalami peningkatan. Tercatat pada tahun 2009 BNI berhasil menyalurkan KUR sebesar Rp 23,3 milyar, pada tahun 2010 sebesar Rp 35,5 milyar, pada tahun 2011 sebesar RP 39,7 milyar, dan hingga bulan Juni 2012 telah mencapai Rp 41,408 milyar. Target hingga akhir tahun 2012 ini penyaluran KUR mencapai Rp 70 milyar. 7
BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) Jumlah kantor BTN di Provinsi Aceh sebanyak 3 buah, dimana 2 kantor terletak di Banda Aceh, dan 1 kantor di Lhokseumawe. BTN juga menjalin kerjasama dengan 84 jaringan kantor pos yang tersebar di seluruh Provinsi Aceh. Jumlah kredit yang berhasil dikucurkan oleh BTN pada tahun 2011 mencapai RP 56,7 milyar dan hingga bulan Juni 2012 mencapai Rp 36,2 milyar. Khusus untuk KUR hingga bulan Juni 2012 telah tercapai sebesar Rp 4,3 milyar dengan target tahun 2012 sebesar Rp 6,2 milyar. BANK ACEH Bank Aceh merupakan bank lokal terbesar di Provinsi Aceh dengan jumlah kantor sebanyak 105 buah. Aset hingga saat ini sebesar Rp 13 trilyun, DPK sebesar Rp 10,2 trilyun, dan hingga Juni 2012 jumlah kredit yang disalurkan sebesar Rp 9,4 trilyun. Kinerja ini membuat Bank Aceh memegang 40% pangsa pasar di Provinsi Aceh. Program KUR direncanakan akan mulai dilaksanakan pada bulan Juli 2012 dengan target hingga akhir 2012 mencapai Rp 40 milyar. Sedangkan pada tahun 2014 ditargetkan 40% dari jumlah KUR merupakan kredit produktif. Jumlah LDR mencapai 90%, merupakan indikasi yang bagus bagi kemampuan Bank Aceh untuk memobilisasi dana di masayarakat. REKOMENDASI Pangsa pasar Bank Aceh yang sebesar 40% menunjukkan masih dominannya Bank lokal di Provinsi Aceh. Perbankan nasional diharapkan mampu meningkatkan kinerjanya terutama dari jumlah kredit yang disalurkan ke masyarakat sehingga pangsa pasar dapat meningkat. Khusus untuk Bank Mandiri, LDR yang dimiliki masih terlalu rendah. Hal ini menunjukkan kemampuan penyaluran kredit masih minim. Bank Mandiri di Provinsi Aceh diharapkan mampu meningkatkan jumlah kredit yang disalurkan ke masyarakat sehingga mampu mendukung pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh. Selain itu pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh masih dominan digerakkan oleh sektor konsumsi. Hal ini merupakan indikasi kurang baik karena kemampuan menggerakkan sektor riil menjadi lemah. Diharapkan pihak perbankan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kredit produktif. Salah satu strategi yang disarankan adalah menyalurkan KUR maupun PKBL melalui koperasi sehingga mampu menyentuh jumlah anggota yang lebih besar. Peranan KUR dirasa semakin penting karena industri besar di Provinsi Aceh belum begitu berkembang, sehingga kredit bagi usaha mikro dan usaha kecil akan lebih potensial untuk dikembangkan. Berkaitan dengan usaha peningkatan penyaluran KUR, diharapkan pihak 8
perbankan mau besaran agunan (persentase terhadap besar pinjaman) dapat diturunkan sehingga dapat memperluas akses masyarakat Aceh terhadapa pemodalan. Khusus untuk BTN diharapkan mau bekerjasama dengan pihak terkait seperi Perumnas dalam rangka mengucurkan kredit perumahan layak yang terjangkau bagi masyarakat Aceh. Harapan pihak Perbankan kepada Pemerintah Provinsi Aceh antara lain: 1. Bank Mandiri berkomitmen untuk terus menambah unit bisnis di Provinsi Aceh. Saat ini Bank Mandiri tengah membidik kesempatan untuk menyalurkan kredit di sektor perkebunan. Untuk itu diharapkan kesedian Pemerintah Aceh untuk memediasi proses penyaluran kredit kepada pihak PTPN agar dapat berjalan lancar. 2. BRI berencana menambah unit kerja di semester II tahun 2012. Untuk itu BRI mengharapkan kerja sama dengan Pemerintah Aceh agar dapat menambah sumber daya manusia lokal dari Kabupaten/Kota yang bersangkutan. 3. BNI memiliki fokus usaha di pembiayaan bisnis. Selain itu BNI akan melaksanakan strategi “mobile banking” dimana BNI akan mendatangi pihak yang membutuhkan jasa perbankan. Oleh karena itu BNI mengharapkan kerjasama dari pihak Pemerintah Aceh untuk menginformasikan pihak mana saja yang potensial untuk didatangi dalam program “mobile banking” ini. 4. BTN telah bekerja sama dengan PNS Meulaboh dan Bireun dalam hal menyediakan fasilitas kredit perumahan. BTN berharap Pemerintah Aceh dapat mengakomodasi usaha memperluas kredit perumahan ini untuk PNS di Kabupaten/Kota lainnya. 5. Bank Aceh mengharapkan Pemerintah Aceh mengadakan program serftifikasi tanah gratis bagi rakyat kecil sehingga dapat meningkatkan akses permodalan ke bank. Wakil Gubernur Aceh menghimbau agar pihak perbankan dapat menurunkan suku bunga pinjaman terutama bagi pinjaman produktif. Perlu memperoleh perhatian disini adalah tingkat suku bunga perbankan nasional masih lebih tinggi dibandingkan bank asing. Wagub juga berharap Bank Indonesia dapat mendorong perbankan di Aceh untuk menurunkan tingkat suku bunga mereka. C.BUMN PANGAN PT PUPUK INDONESIA (HOLDING COMPANY)
PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) merupakan holding dari 5 pabrik pupuk di Indonesia, yaitu Pupuk Iskandar Muda, PT Pupuk Kaltim, Petrokimia Gresik, PT Pupuk Kujang, dan Pupuk Sriwijaya. Produk utama dari PIHC adalah amonia dan urea. Pada tahun 2009 produksi amonia dari PIHC sebesar 4,57 juta ton, pada tahun 2010 sebesar 4,53 juta ton, sedangkan pada tahun 2011 sebesar 4,51 juta ton. Sedangkan produksi urea pada tahun 2009 sebesar 6,86 juta ton, tahun 2010 sebesar 6,72 juta ton, sedangkan 2011 sebesar 6,74 juta ton. 9
Pada tahun 2009 PIHC mencatat pendapatan sebesar Rp 32,35 trilyun, tahun 2010 sebesar Rp 32,68 trilyun, sedangkan pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp 40,77 trilyun. Dari sisi laba pada tahun 2009 PIHC mencatat laba sebesar Rp 3,7 trilyun, pada tahun 2010 sebesar Rp 3,1 trilyun, sedangkan pada tahun 2011 naik menjadi Rp 5,46 trilyun. Dalam menjalankan tugas menyalurkan pupuk bersubsidi PIHC melaksanakan mekanisme pengawasan sebagai berikut: 1. Distributor pupuk bersubsidi tidak diperkenankan merangkap sebagai Distributor non subsidi 2. Penyaluran pupuk bersubsidi ke petani harus menggunakan RDKK, sedangkan untuk non subsidi berdasarkan puchase order dari perkebunan atau industri 3. Pupuk bersubsidi (khususnya Urea) berwarna pink, sedangkan non subsidi berwarna putih 4. Khusus untuk urea bersubsidi mulai tanggal 1 Mei 2012 telah diproduksi dengan menggunakan karung dengan satu merek dan mencantumkan “bags code” pada punggung karung agar mudah ditelusuri asalnya 5. Penambahan dan peningkatan efektivitas aparat distribusi di lapangan, termasuk aparat yang wilayah kerjanya mencakup pelabuhan 6. Koordinasi dengan pihak Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) di seluruh tingkatan 7. Melakukan validasi dan verifikasi RDKK
PT PUPUK ISKANDAR MUDA (PIM)
PT PIM didirikan tanggal 24 Februari 1982. Lokasi PT PIM dipilih di desa Krueng Geukueh, Lhokseumawe karena alasan berikut: 1. Sangat strategis, dijalur kapal internasional Selat Malaka 2. Tersedia cadangan gas bumi yang sangat besar di Arun 3. Tersedia sumber air baku dari Sungai Peusangan 4. Sinergi pelabuhan dengan PT AAF dan pelabuhan umum 5. Sinergi pipa gas alam dengan PT AAF Jumlah karyawan saat ini berjumlah 1.133 orang dengan modal sebesar Rp 887,6 milyar yang terbagi atas 887.626 lembar saham. Pada tahun 2011 Kinerja Keuangan PIM membukukan keuntungan setelah Pajak Rp. 176,5 Milyar dengan tingkat kesehatan “ SEHAT AA” dimana produksi Urea tahun 2011 mencapai 478.701 Ton Masalah pokok yang saat ini dihadapi oleh PIM adalah proses ketersediaan bahan baku gas jangka panjang yang belum selesai. Yang ada saat ini adalah penyediaan bahan baku jangka pendek dengan pola swap untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi 1 pabrik Sejak berakhirnya kontrak gas bumi dengan EMOI pada tahun 2003 belum ada perpanjangan kontrak untuk pabrik PIM-1 dan PIM-2. Kebutuhan gas dari tahun 2006-2012 sebagai bahan baku produksi PIM dipenuhi dari Pupuk Kaltim Sedangkan mulai tahun 2013 diperkirakan kebutuhan pupuk akan dipenuhi dari terminal regasifikasi. 10
Karena kondisi keuangan PT PIM saat ini terkendala pasokan gas maka program PUKK dan Bina Lingkungan melanjutkan program yang ada sebelum kondisi keuangan terkendala yaitu program kemitraan usaha kecil (yang memiliki kekayaan bersih maksimum Rp. 200 juta) sedangkan program Bina Lingkungan untuk korban bencana alam, untuk pendidikan kesehatan dan pengembangan sarana umum, sarana ibadah dan pelestarian alam.
ASEAN ACEH FERTILIZER (AAF)
AAF merupakan pabrik yang didirikan dengan modal bersama antara Indonesia dan negara ASEAN. Komposisi kepemilikan sahamnya adalah 60% pemerintah Indonesia dan 40% negara ASEAN. AAF berhenti berproduksi sejak tahun 2004 karena ketiadaan bahan baku gas. Dahulu AAF memiliki tenaga kerja sebanyak 600 orang dengan kebutuhan gas sebagai bahan baku sebanyak 8 MMSCFD. Dalam proyek revitalisasi yang dikoordinir oleh PT Pupuk Indonesia Holding Company direncanakan pasokan gas untuk AAF akan diperoleh dari sisa sumur milik EMOI (tail gas). Diperkirakan rencana revitalisasi ini akan memakan biaya total Rp 1,3 trilyun dengan rencana pendanaan Rp 500 milyar dari holding dan sisanya melalui pinjaman bank. Dana sebesar ini sebagian besar akan digunakan untuk mengganti/memperbaiki peralatan pabrik yang telah tidak berfungsi. Proyek revitalisasi fasilitas pabrik juga akan diikuti revitalisasi operasional dengan penyediaan gas dari fasilitas regasifikasi dan blok A milik MEDCO EP Malaka mulai tahun 2014 dan seterusnya.
PT KERTAS KRAFT ACEH (KKA)
PT Kertas Kraft Aceh (Persero) adalah BUMN bergerak di bidang industri pembuatan kertas kraft dengan kapasitas produksi terpasang 135.000 ton per tahun dimana jenis produk yang dihasilkan adalah kertas kantong semen (kertas kraft) dengan bahan baku utama berupa kayu pinus. Operasional pabrik KKA dalam periode tahun 2001 – 2006 diwarnai dengan pasang surut gangguan produksi , dengan permasalahan antara lain: pasokan bahan baku kayu pinus dan pasokan gas bumi, hingga akhirnya harus berhenti operasi terhitung mulai akhir Desember 2007 sampai saat ini. PT. KKA memiliki unit pembangkit daya listrik yang dioperasikan dengan Steam Turbin Generator buatan General Electric Energy (“GEE”) berkapasitas 2 x 18 MW. Steam dibangkitkan dengan menggunakan 2 Power Boiler yang berkapasitas masing-masing 87,5 ton per jam dan menghasilkan tegangan output 6,3 kV dan frekuensi Generator 50Hz. Selama mesin tidak beroperasi, perawatan tetap dilakukan sesuai dengan Standar Operating Procedure (SOP); Berdasarkan hasil rapat pimpinan Kementerian BUMN tanggal 21 Februari 2012 telah diputuskan penyelamatan KKA akan dilakukan dengan mengoperasikan unit pembangkit daya listrik yang ada di KKA 11
untuk memproduksi listrik melalui skema sinergi BUMN, yaitu kerjasama dengan PT PLN; Manfaat kerjasama dengan PT PLN adalah: 1. Menyelamatkan aset negara dengan replacemaent value USD 400 juta. 2. Menambah pasokan listrik untuk daerah Aceh dan mengurangi ketergantungan pasokan listrik dari Sumatera Utara. 3. Menambah kontribusi pada perekonomian di Kabupaten Aceh Utara 4. PT. KKA mampu membiayai operasional serta pengamanan aset lainnya, sebelum ada kepastian bahan baku kayu pinus di Aceh untuk memproduksi kertas sack kraft
BULOG
Operasional Perum BULOG Divre Aceh sebagian besar masih merupakan implementasi wujud tugas pelayanan publik yaitu : 1. Pengadaan gabah/beras dalam negeri. Kebijakan Perberasan Nasional yang tertuang dalam Inpres, mencakup antara lain 3 tugas pokok Pelayanan Publik BULOG, yaitu : Menjaga Harga Pembelian Pemerintah (HPP), Mengelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP), serta Menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan rawan pangan serta penyaluran beras untuk menanggulangi keadaan darurat dan bencana. Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut diatas, secara operasional kegiatan Pengadaan Dalam Negeri merupakan kegiatan Perum BULOG di hulu yang memiliki peran ganda, yaitu dalam pengamanan harga gabah/beras di tingkat produsen (petani) dan pemupukan stok untuk memenuhi kebutuhan penyaluran. 2. Pelaksana penyaluran program raskin Program Raskin merupakan komitmen Pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat kurang mampu (miskin). Program ini bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Miskin dalam memenuhi kebutuhan pangan. Disamping itu, program ini juga memiliki peran untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok sebagai salah satu hak dasar masyarakat. 3. Pengelolaan cadangan beras pemerintah Untuk memenuhi kebutuhan beras masyarakat dalam rangka mengantisipasi kekurangan pangan, gejolak harga, keadaan darurat akibat bencana, kerawanan pangan pasca bencana dan untuk memenuhi kesepakatan Cadangan Beras Darurat ASEAN, maka Pemerintah Pusat telah mengalokasikan Cadangan Beras Pemerintah untuk setiap Kabupaten/Kota sebanyak 100 ton/tahun yang pengelolaannya dilaksanakan oleh Perum BULOG. 12
Pada tahun 2011 Gerakan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) Divre Aceh di tugaskan agar melakukan pengadaan melalui GP3K pada setiap lokasi dan memantau perkembangan rencana dan lokasi tanam. Berdasarkan realisasi areal binaan PT. Pertani untuk Provinsi Aceh telah dialokasikan areal tanam seluas 5.000 Ha dan rencana tanam pada bulan Juni 2011, sedangkan untuk PT. Sang Hyang Seri mengalokasikan tanam dengan luas 10.840 Ha. Pada dasarnya gabah/beras yang dibeli oleh Divre Aceh merupakan hasil produksi petani/GAPOKTAN baik yang telah mandiri maupun yang merupakan program GP3K. Seluruh hasil panen tersebut dibeli dengan mekanisme pengadaan melalui mitra kerja pengadaan dan Unit Bisnis Pengolahan Gabah Beras (UB-PGB) milik Perum BULOG, Realisasi pengadaan tahun 2011 mencapai 38.977,96 ton, sedangkan realisasi tahun 2012 (posisi 15 Juli 2012) sebesar 46.353,92 ton.
PTPN I, PTPN II, PTPN III, dan PTPN IV
Sinergi antara BUMN yang dilakukan oleh PTPN dalam kerangka hlding perkebunan antara lain adalah: 1. Pembangunan dan pengelolaan kebun Karang Inong dan Julok Rayeuk Selatan dan bentuk kerjasama operasi (KSO) dengan PTPNII. 2. Pembangunan dan pengelolaan kebun Krueng Luas, Ujung Lamie, dan Batee Puteh serta pabrik kelapa sawit melalui pendirian perusahaan patungan dengan PTPN IV, yaitu PT Agro Sinergi Nusantara (saham PTPN I sebesar 40,39%). 3. Program Peumakmu Gampong yang bekerjasama dengan PTPN II dan PTPN IV dalam pengelolaan bersama kebun karet dan kelapa sawit. 4. Kerja Sama Operasi berupa Pengalihan Operasional Kebun-kebun dan Pabrik Karet milik PTPN I yang dikelola oleh PTPN III selama periode waktu 25 tahun. Objek KSO meliputi ; Kebun Karet dan Kelapa Sawit seluas 9.103 Ha serta seluruh aset yang ada diatasnya (inklusif emplasmen dan areal lain-lain). 5. Pembentukan PT. Sarana Agro Nusantara yang bergerak dibidang jasa pemompaan dan Tangki Timbun antara PTPN III dan PTPN IV.
Kendala yang dihadapi oleh PTPN antara lain : 1. Masih terjadi pencurian TBS. 2. Masih terjadi gangguan transportasi CPO di perjalanan menuju Belawan dan Dumai. 3. Masih adanya penggarapan lahan HGU dengan luas lahan sengketa sebesar 3.502,74 Ha dan masih dalam proses hukum seluas 345,56 Ha. 4. Masalah peralihan izin SHGU untuk Kawasan Industri Hilir Sei Mangkie.
13
Sedangkan solusi yang telah diambil untuk mengatasi kendala tersebut adalah: 1. Memasang jaring pengaman dengan kunci (Smooth Lock/Locis) 2. Bekerjasama dengan aparat Keamanan. 3. Penyelesaian permasalahan sengketa Tanah, PTPN III telah melakukan Kerjasama dengan Pihak KEJATISU selaku Jaksa Pengacara Negara dan Pemda. 4. Mengadakan pendekatan secara persuasif kepada penggarap, melakukan inventarisasi,ploting areal dan penentuan besar nilai kompensasi/suguhati 5. Melakukan musyawarah yang dimediasi oleh Pemko/Pemkab. 6. Mengajukan Proses Pengalihan Izin SHGU ke Instansi terkait baik di tingkat Pemda dan Pemerintah Pusat.
Kendala yang dihadapi dalam proses pembentukan Holding sampai sejauh ini tidak ada. Solusi yang telah dilaksanakan dalam kerangka persiapan Holding, PT. Perkebunan Nusantara III telah melakukan koordinasi aktivitas koorporasi terhadap BUMN Perkebunan lainnya sesuai Surat Menteri Negara BUMN Nomor : S-273/MBU/2012 tgl. 30 Mei 2012, perihal : Persiapan Pembentukan Holding BUMN. Pasca Pembentukan Holding Kinerja Anak Perusahaan diharapkan meningkat, dengan telah dilakukannya : 1. Pemasaran produksi Holding (memperkuat bargaining position terhadap buyers) sehingga dapat memperoleh harga jual komoditi yang terbaik. 2. Peningkatan Kinerja Keuangan (dukungan pendanaan) bagi PTPN I dan XIV dalam bentuk KSO dan PTPN XI dalam bentuk Penjamin (Avalist). 3. Pengembangan Industri Hulu yaitu pembukaan lahan baru untuk tanaman pada tahun 2017 seluas 300.000 Ha dengan rincian sebagai berikut :
No. Budidaya 1. Kelapa Sawit 2. Karet 3. Tebu
Luas (Ha) 100.000 100.000 100.000
Lokasi Kalimantan Kalimantan / Sulawesi Nusa Tenggara Timur
4. Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit dan Karet yang terdiri dari pendirian Pabrik Minyak Goreng ,Oleochemical, dan pendirian Pabrik Ban Sepeda Motor Roda Dua (R2) pada tahun 2014. REKOMENDASI
KOMISI VI mendorong Pemerintah agar segera melakukan koordinasi lintas kementerian dalam penyelesaian masalah Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Kejelasan dalam pembagian wilayah KEL dan non-KEL akan mendukung percepatan penambahan lahan bagi PTPN. 14
Untuk mendukung ketersediaan pasokan gas bagi industri pupuk di Aceh KOMISI VI meminta agar Pemerintah berkomitmen dalam proyek revitalisasi Arun. KOMISI VI juga menambahkan pentingnya revisi UU Migas terutama yang berkaitan dengan pengaturan alokasi gas bagi kebutuhan domestik. Program Peumakmu Gampong merupakan program yang vital, karena selain melibatkan sinergi antar BUMN, program ini merupakan salah satu butir kesepakatan MoU Helsinki. KOMISI VI meminta PTPN sebagai pelaksana program ini dapat mengawal dengan baik. KOMISI VI juga menyarankan dalam pelaksanaan program Peumakmu Gampong, PTPN dapat menjajaki kemungkinan untuk membentuk perusahaan patungan. Selain memperkuat komitmen pelaksanaan program, pembentukan perusahaan patungan dapat memperbesar potensi keberhasilan program ini. Khusus untuk sinergi KKA dan PLN dalam bentuk pembelian listrik dari pembangkit KKA, KOMISI VI Mengingatkan agar KKA tidak melupakan bisnis intinya yaitu produksi kertas semen. Oleh karena itu bila bahan baku kayu pinus telah mudah diperoleh, diharapkan KKA dapat kembali fokus ke bisnis intinya.
D.BUMN ENERGI PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN) Sistem kelistrikan PLN Aceh saat ini dengan beban puncak sebesar 332 MW, dengan natural growth 7% per tahun, yang di salurkan melalui sistem grid 150 KV Sumut – Aceh sebesar 241 MW (72%) dan sub sistem isolated 20 KV sebesar 91 MW (28%), yang sebelumnya mengalami defisit energi dan tingginya daftar tunggu calon pelanggan. Sejak Juni 2010 sistem kelistrikan Aceh telah bebas pemadaman bergilir. Hal tersebut dilakukan melalui penyewaan genset sebesar 150 MW pada grid 150 kV dan 62 MW pada subsistem Isolated dengan lokasi tersebar. Sewa genset tersebut merupakan solusi sementara hingga beroperasinya PLTU Nagan Raya 2x100 MW pada akhir tahun 2012. Seiring dengan bebasnya pemadaman bergilir, dilakukan upaya penyelesaian Daftar Tunggu Pelanggan melalui GRASS (Gerakan Sehari Sejuta Sambungan) Tahap-I pada 17 Oktober 2010 dapat menyambung sebanyak 19.264 pelanggan & GRASS Tahap-II pada 17 Juni 2011 dapat menyambung sebanyak 30.242 pelanggan. Pertumbuhan Rasio Elektrifikasi (RE) di Provinsi Aceh sangat menggembirakan. Hal itu dapat dilihat pada perkembangan RE pada tahun 2010 sebesar 85,2 %, Juni 2012 sudah mencapai 88,1 % dan diharapkan pada tahun 2015 menjadi 100 %. Pertumbuhan penggunaan Listrik Pintar di Aceh s/d Juni 2012 sebanyak 82.271 pelanggan, dimana rata-rata per-bulan mencapai 7.000 pelanggan. Dalam rangka menjangkau area terpencil di Provinsi Aceh dalam lima tahun terakhir PLN telah membangun JTM sepanjang 2.165 15
kms, JTR sepanjang 1.947 kms dan Trafo 1.421 bh/ 200.663 kVA dan menyambung 205.148 pelanggan. Untuk mencapai RE 100% dalam tiga tahun kedepan, diperlukan pembangunan Jaringan Tegangan Menengah sepanjang 1.331 kms, Jaringan Tegangan Rendah sepanjang 1.998 kms, Trafo Distribusi 86.182 kVA dan penyambungan pelanggan Rumah Tangga sebanyak 133.202 pelanggan. Untuk daerah yang sulit dijangkau Sistem 20 kV PLN Wilayah Aceh merencanakan Pembangunan PLTS Komunal & Hybrid yang diantara lain meliputi Desa Pameu, Pulau Aceh, Pulau Banyak, Pulau Pusong, Pulau Siumat dan pulau-pulau lainnya. Dalam rangka mengurangi pemakaian BBM, PLN Aceh telah melakukan beberapa upaya sebagai berikut: 1. Pembelian kelebihan energi listrik/Excess Power dari PLTU Mulut Tambang PT. EAS sebesar 8 MW di Meulaboh. 2. PLT Mikro Hydro milik Koperasi Tuah Sabeena di Krueng Kala, Aceh Besar sebesar 0,05 MW. 3. PLT Mini Hydro Rerebe milik PEMDA Gayo Lues sebesar 0,25 MW Sedangkan upaya lebih lanjut untuk pengurangan pembangkit BBM, PLN Aceh merencanakan pembangunan pembangkit listrik Non BBM sebesar 1.153 MW (RUPTL 2011 – 2020). PT PERTAMINA
Data kuota dan realisasi BBM bersubsidi di Provinsi Aceh (dalam kiloliter):
Strategi menjaga kuota BBM bersubsidi : 1. Himbauan ke SPBU 2. Menghimbau kepada kendaraan pribadi, khususnya keluaran terbaru dan mobil mewah yang ingin mengisi dengan BBM Bersubsidi untuk beralih ke Pertamax (bagi SPBU yang memiliki dispenser Pertamax) 3. Mewaspadai mobil pick up dan truk yang telah dimodifikasi tangki bahan bakarnya, dengan cara mengisi BBM sesuai dengan kewajaran 4. Tidak melayani kendaraan bermotor yang diketahui dalam 1 (satu) hari telah melakukan beberapa kali pengisian BBM bersubsidi (melansir)
16
5. Melarang pengisian dengan jerigen, kecuali untuk jenis usaha tertentu yang dilengkapi dengan Surat Rekomendasi dari SKPD di lokasi SPBU berada (sesuai Perpres No. 15 Tahun 2012). 6. Memasang iklan Himbauan ke Industri untuk memakai BBM Non Subsidi ke lima Provinsi 7. Melakukan Inspeksi dan sanksi ke SPBU-SPBU. Sejak 2011 hingga 2012, terdapat 37 SPBU dan 1 APMS di Sumbagut yang pernah diberikan Pembinaan yaitu Peringatan Pertama dan Stop Pasokan dengan waktu yang bervariasi. Pembinaan dilakukan karena SPBU tersebut menjual BBM subsidi tidak sesuai peruntukan. Pertamina melakukan pengiriman ke SPBU sesuai dengan rata-rata omset penjualan BBM dengan penjadwalan sesuai dengan kebutuhan yang ada. Hal ini agar pemenuhan BBM bersubsidi dapat disalurkan sesuai kuota Pemerintah hingga tanggal 31 Desember mendatang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan 1. Program Kemitraan Pertamina bertujuan untuk membantu usaha Kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. Kegiatan yang dilaksanakan bersama mitra binaan antara lain : pelatihan kewirausahaan, pendampingan dan pameran di dalam dan luar negeri. 2. Program Bina Lingkungan bertujuan untuk memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitar wilayah usaha Pertamina dalam bentuk bantuan : korban bencana alam, pendidikan , peningkatan kesehatan, pengembangan prasarana dan sarana umum, sarana ibadah dan pelestarian alam. PT ARUN LNG
PT. Arun LNG adalah perusahaan nirlaba (non profit), tidak ada neraca untung rugi. Komposisi kepemilikan di Arun adalah Pertamina 55%, Exxon Mobil 30%, dan Jilco 15%. Permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Arun adalah : 1. Produksi yang semakin menurun menyebabkan biaya per unit produksi meningkat 2. Ketersediaan gas baku yang semakin menurun sehingga tidak mencukupi untuk memproduksi LNG dan konsumsi domestik. 3. Banyaknya peralatan kilang yang idle yang harus dirawat (pengeluaran biaya yang tdak menghasilkan). Dari kendala di atas maka alih fungsi Kilang LNG Arun adalah solusi yang tepat untuk menjaga kelangsungan operasi PT. Arun dan industri lain di Aceh. Potensi alih fungsi dari Arun adalah: 1. LNG Receiving Terminal 2. Pembangkit Listrik : memanfaatkan 11 power generator (220 MW) untuk memenuhi kebutuhan listrik Aceh dan Sumut. 3. LPG Processing / Transhipment dengan memanfaatkan kilang LPG yang idle untuk mengolah LNG dari tempat lain dan memanfaatkan fasilitas LPG storage untuk impor LPG dan distribusi LPG untuk wilayah Sumatera. 4. Pengolahan condensate / crude oil dari tempat lain.
17
5. Relokasi sebagian killang LNG untuk memproduksi LNG di tempat yang tersedia gas yang cukup. 6. Memanfaatkan tanki -tanki yang ada untuk fuel bunkering. 7. Memodifikasi kilang menjadi Refinery dan/atau Petrochemical Plant. Program CSR dari Arun : 1. Ekonomi (Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL), Mengembangkan (Micro Economic Enterprise Program (MEEP ) Dengan Dompet Dhuafa dan Program Microfinance BPRS Hikmah Hijrah Agung, Pelatihan Kewirausahaan) 2. Sosial/Budaya (Mengembangkan Potensi Zakat Pekerja, Donor Darah Para Pekerja, Bantuan Bencana Alam, Bantuan Darurat, Pembangunan 350 Rumah Dhuafa di desa lingkungan, dll) 3. Pendidikan (Mendukung 250-an Beasiswa Prestasi di 5 Universitas Negeri di Aceh/tahun , Eductaional Assistance, Mefasilitasi Magang Life Skill Alumi Unsyiah, Unimal, Poltek, Melakukan sertifikasi SIO dan Pelatihan Ketrampilan Pemuda Desa Partnership Dengan Perguruan Tinggi dan LSM (Rahmania Foundation) 4. Kesehatan (Menyediakan Pelayanan Kesehatan Melalui Civic Mission Clinic, Sunat Massal, Workshop HIV/AIDs, Seminar Kesehatan Lingkungan (Kerjasama BLHK, Dinas Kesehatan Lhokseumawe, Dll) 5. Keagamaan (Membantu Dakwah Pembangunan, Donasi Untuk Mesjid, Menasah, Balai Pengajian dan Pesantren) 6. Lingkungan (Sosialisasi Masalah Kesehatan Lingkungan, Promosi Kesadaran Lingkungan, Aksi Menanam Pohon, Hemat Enerji dan Sumberdaya Air, Melindungi Sumberdaya Hayati, Promosi Go Green, Penerapan ISO-14001:2004)
REKOMENDASI
Komisi VI mengingatkan agar BUMN Energi, khususnya PLN disiplin dalam penggunaan anggaran bagi BBM bersubsidi. Disarankan agar melakukan efisiensi proses produksi agar penggunaan BBM bersubsidi dapat lebih hemat. Selain itu usaha diversifikasi sumber energi primer perlu dilanjutkan agar mengurangi ketergantungan terhadap BBM bersubsidi. BUMN energi yang beroperasi di Provinsi Aceh diharapkan meningkatkan kerjasama dengan Pemerintah Aceh dalam rangka menarik investor agar menanamkan modalnya di bidang pengadaan energi. Bila semakin banyak investor swasta yang masuk maka tentunya suplai energi di Provinsi Aceh dapat ditingkatkan. Komisi VI dapat mengerti bahwa usaha menyewa genset merupakan hal yang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah terpencil. Namun tetap diingatkan kepada PLN usaha ini tidak boleh dijadikan sebagai solusi jangka panjang. Harus ada kebijakan pengamanan sumber energi primer untuk kebutuhan pembangkit listrik dalam jangka panjang. Komisi VI meminta agar usaha pengawasan penyaluran BBM bersubsidi oleh Pertamina dapat terus ditingkatkan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan BBM bersubsidi ini. Komisi VI mengapresiasi 18
langkah Pertamina untuk menyediakan SPBU mobile dalam rangka menjangkau daerah terpencil dan berharap program ini dapat terus ditingkatkan. E. BUMN TRANSPORTASI PT GARUDA INDONESIA
Pada tahun 2011 terjadi pertumbuhan traffic sebesar 17 ribu pax atau growth sebesar 7%. Sedangkan pax GA carried terjadi pertumbuhan sebesar 17%. Pertumbuhan ini menempatkan market share sebesar 34%. Pada jasa pengangkutan cargo, penerimaan mengalami peningkatan sebesar 19% dan dari segi traffic mengalami peningkatan sebesar 21%. Jumlah traffic yang melalui rute Cengkareng- MedanBanda Aceh pada periode Januari-Desember 2011 mengalami pertumbuhan sebesar 17% (36 ribu penumpang) dibandingkan periode yang sama pada tahun 2010. Sedangkan jumlah traffic CengkarengMedan-Banda Aceh periode Januari-Juni 2012 mengalami pertumbuhan sebesar 15% (18 ribu penumpang) dibandingkan periode yang sama pada tahun 2011.ccpormance BTJ-MES-CGK Jan-Dec Sejak tahun 1992 sampai dengan 31 Desember 2011, Garuda Indonesia telah melaksanakan Program Kemitraan dengan jumlah mitra binaan sebanyak 3,853. Pelaksanaan Program Kemitraan meliputi 17 (tujuh belas belas) propinsi terdiri dari Aceh, Sumatera Barat, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Ruang lingkup usaha mitra binaan, meliputi kategori industri, perdagangan, pertanian peternakan, dan jasa.
PELINDO I
Pelindo I memilik 4 (empat) pelabuhan di Provinsi Aceh, yaitu Lhokseumawe, Kuala Langsa, Malahayati, dan Meulaboh. Pelabuhan Lhokseumawe merupakan pelabuhan Pelindo I yang terbesar di Aceh dan melayani kegiatan peti kemas dan perkapalan konvensional. Sedangkan status ketiga pelabuhan lainnya adalah perwakilan dan hanya melayani kegiatan perkapalan konvensional. Secara umum kondisi infrastruktur pelabuhan di Provinsi Aceh berada dalam kondisi baik, hanya pasarnya yang belum besar sehingga masih banyak terdapat peralatan yang tidak difungsikan. Hal yang penting untuk dilakukan adalah promosi potensi perdagangan Provinsi Aceh bekerjasama dengan pihak Pemda sehingga arus perdagangan melalui Provinsi Aceh dapat meningkat. Sinergi antar BUMN yang telah dilakukan oleh Pelindo I adalah bekerjasama dengan Wijaya Karya dan Hutama Karya dalam rangka pembangunan infrastruktur pelabuhan.
19
PT ASDP
Peran utama dari PT ASDP adalah membangun konektivitas antar wilayah. Peran ini dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1. Perusahaan negara, dengan peran memberikan keuntungan dan deviden melalui jasa angkutan penyeberangan dan pelabuhan. 2. Infrastruktur negara, dengan menyediakan akses transportasi publik antar pulau, baik di daerah yang sudah maupun yang sedang berkembang. 3. Agen pembangunan, menyediakan akses transportasi publik bagi wilayah pulau terpencil dan terluar guna mempercepat pembangunan dan membuka isolasi geografis. Sedangkan peran pendukung dari PT ASDP adalah: 1. Penunjang kedaulatan NKRI dengan jalan menyediakan akses untuk keperluan sosial politik negara dan pertahanan nasional melalui kunjungan reguler di pulau terluar di seluruh Indonesia. 2. Penunjang bantuan tanggap darurat dengan jalan menyediakan angkutan dengan kapasitas besar, cepat, murah dan handal ke seluruh pelosok nusantara dalam kondisi darurat nasional. Untuk melayani Provinsi Aceh ASDP memiliki 2 (dua) buah kapal, yaitu KMP BRR (komersil) dan KMP Simeulue (perintis). Sedangkan rute pelayaran yang ditempuh ada 2 (dua), yaitu : Balohan-Ulee Lheue (komersil) dan Ulee Lheue-Lamteng (perintis). Kinerja keuangan 5 (lima) tahun terakhir adalah sebagai berikut:
Uraian
Satuan
2007
Tahun 2009
2008
2010
2011
Aset
Rupiah
365,548,750
154,486,998
944,311,120
507,670,200
537,087,000
Pendapatan
Rupiah
7,099,243,950
9,218,031,960
14,343,011,582
13,365,374,063
12,010,920,466
Biaya
Rupiah
6,027,345,420
7,332,124,818
13,574,209,814
14,930,240,596
16,448,003,752
Laba (Rugi)
Rupiah
1,071,898,530
1,885,907,142
768,801,768
(1,564,866,533)
(4,437,083,286)
Kerugian PT ASDP sebagian besar disebabkan oleh beban biaya pada lintasan perintis dimana beban biaya tetap tidak dapat dikompensasi oleh jumlah penumpang. REKOMENDASI
Pelindo I diharapkan lebih fokus untuk mengembangkan pelabuhan Lhokesumawe yang telah mendatangkan untung. Pelindo I juga diharapkan membuat terobosan dengan membuat sistem logistik yang terintegrasi dengan lingkungan sekitar sehingga keuntungan pada suatu pelabuhan dapat lebih maksimal. PT Garuda Indonesia diharapkan dapat menambah frekuensi penerbangan ke Provinsi Aceh. Garuda Indonesia memberikan tanggapan bahwa rencana menambah frekuensi penerbangan ini sudah ada dalam rencana jangka panjang. Penambahan frekuensi penerbangan ke Provinsi Aceh dilaksanakan seiring dengan promosi sebagai daerah tujuan wisata. Diharapkan Pemerintah Aceh dapat 20
bekerjasama dalam mempromosikan Aceh sebagai daerah tujuan wisata. BUMN transportasi yang beroperasi di daerah Aceh diharapkan memperkuat sinergi antar BUMN seperti melakukan pembelian BBM melalui Pertamina. Berkaitan dengan kemacetan yang terjadi di Pelabuhan Merak, ASDP menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kejadian insidentil karena bertepatan dengan masa liburan sekolah. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya kapal yang sedang menjalani pemeliharaan. Berkaitan dengan kelancaran lalu lintas pelabuhan dan logistik komisi VI merekomendasikan dilakukan kunjungan spesifik dalam rangka mengidentifikasi dan memberikan rekomendasi dalam memecahkan masalah tersebut.
V. PENUTUP Demikianlah gambaran laporan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke daerah Provinsi Aceh reses masa Sidang IV 2011-2012. Dari kunjungan kerja tersebut secara umum dapat disimpulkan bahwa Provinsi Aceh memiliki banyak potensi pertanian, UKM, perindustrian, perdagangan, dan pariwisata. Potensi tersebut bila mampu dikelola secara optimal tentunya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh. Perhatian khusus perlu diberikan pada kinerja BUMN bidang perbankan, pangan, energi, dan transportasi di Provinsi Aceh. Pemerintah perlu mendorong terciptanya sinergi antara BUMN tersebut sehingga segala kegiatan BUMN di Provinsi Aceh dapat terkoordinasi dengan baik dan memiliki satu tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh.
KOMISI VI DPR RI
21