KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sulawesi Utara
Triwulan II
2010
Kantor Bank Indonesia Manado
0
Kata Pengantar Sesuai Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dijelaskan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Guna mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai 3 (tiga) tugas yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank. Sejalan dengan itu dan diperkuat oleh momentum otonomi daerah, setiap Kantor Bank Indonesia (KBI) yang berada di daerah, termasuk KBI Manado dituntut berperan sebagai
yang
diharapkan mampu memberikan informasi ekonomi dan keuangan daerah yang akurat, menyeluruh, dan terkini sebagai bahan masukan Kantor Pusat Bank Indonesia dalam perumusan dan penetapan kebijakan moneter yang tepat sasaran. Penyajian informasi ekonomi dan keuangan daerah tersebut, disusun dalam bentuk Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sulawesi Utara secara triwulanan, yang berisi analisis mengenai kondisi makro ekonomi regional, tingkat harga, perbankan, sistem pembayaran, keuangan daerah, tingkat kesejahteraan dan kemiskinan serta prospeknya ekonomi di triwulan mendatang. Di samping itu, dalam rangka meningkatkan akuntabilitas Bank Indonesia melalui penyampaian informasi mengenai kondisi perekonomian dan keuangan kepada stakeholder maka KBI perlu menyampaikan informasi dimaksud kepada stakeholder di daerah seperti pemerintah daerah, lembaga pendidikan, institusi keuangan, dan lembaga lainnya di daerah. Kami senantiasa mengharapkan masukan dan saran untuk meningkatkan kualitas dan manfaat laporan di masa yang akan datang. Akhir kata, kiranya laporan ini dapat memberikan manfaat bagi yang berkepentingan dan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih. Manado, 30 Juni 2010 BANK INDONESIA MANADO
Ramlan Ginting Pemimpin
1
Daftar Isi KATA PENGANTAR
halaman 1
DAFTAR ISI
halaman 2
RINGKASAN EKSEKUTIF
halaman 5
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
halaman 15
Sisi Permintaan
halaman 16
Sisi Penawaran
halaman 25
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
halaman 37
Inflasi Tahunan (yoy)
halaman 37
Inflasi Triwulanan (qtq)
halaman 39
Inflasi Bulanan (mtm)
halaman 40
Boks 1. Indeks Implisit (Deflator PDRB) Sektor Perekonomian Provinsi Sulawesi Utara
halaman 43
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
halaman 45
Fungsi Intermediasi
halaman 46
Risiko Kredit
halaman 54
Perkembangan Perbankan Syariah
halaman 56
Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
halaman 57
Boks 2.Komitmen Bank Indonesia Dan Perbankan Dalam Mendorong Pengembangan Sektor Pertanian Di Provinsi Sulawesi Utara
halaman 59
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
halaman 61
Dana Perimbangan
halaman 62
Perkembangan APBD Provinsi
halaman 64
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
halaman 69
Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
halaman 69
Perkembangan Alat Pembayaran Non Tunai
halaman 73
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN
halaman 77
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Ketenagakerjaan
halaman 77
Kesejahteraan Masyarakat
halaman 80
2
PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI
halaman 85
Prospek Ekonomi Makro
halaman 85
Prakiraan Inflasi
halaman 88
Prospek Perbankan
Halaman 90
Daftar Istilah dan Singkatan
halaman 92
3
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Kantor Bank Indonesia Manado Jl. 17 Agustus No. 56 Ph. 0431-868102, 868103, 868108 Fax. 0431 - 866933 Email :
[email protected] [email protected]
4
RINGKASAN EKSEKUTIF Perkembangan Makro Ekonomi Regional Kinerja berbagai indikator ekonomi makro nasional menunjukan adanya tren peningkatan sepanjang triwulan II-2010
Kinerja berbagai indikator ekonomi makro nasional menunjukan adanya tren peningkatan sepanjang triwulan II-2010, hal ini sejalan dengan perbaikan ekonomi global yang disertai kenaikan harga komoditas dunia, perbaikan outlook credit rating dan persepsi internasional terhadap Indonesia. Peningkatan kinerja ini tercermin dari surplus neraca transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial, penguatan nilai tukar rupiah disertai dengan volatilitas yang menurun, serta cadangan devisa Indonesia yang sampai dengan akhir triwulan II-2010 mencapai USD76,3 miliar atau setara dengan 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Dengan semakin membaiknya kondisi tersebut, perekonomian Indonesia secara tahunan di triwulan II-2010 diperkirakan tumbuh mencapai sekitar 6%.
Relatif baiknya perkembangan indikator makro ekonomi nasional berdampak pula terhadap perkembangan indikator makro ekonomi regional termasuk di Provinsi Sulawesi Utara.
Relatif baiknya perkembangan indikator makro ekonomi nasional berdampak
pula
terhadap
perkembangan
indikator
makro
ekonomi regional termasuk di Provinsi Sulawesi Utara. Walaupun sedikit mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara di triwulan II-2010 tumbuh 6,80% (yoy). Perlambatan ini lebih disebabkan karena di triwulan II-2009 lalu terdapat beberapa event berskala internasional (World Ocean Conference, Coral Triangle Summit dan Sail Bunaken) yang berdampak cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut
Dari sisi permintaan, lokomotif pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara adalah kegiatan ekspor dan konsumsi, baik konsumsi pemerintah maupun swasta.
Dari sisi permintaan, lokomotif pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara adalah kegiatan ekspor dan konsumsi, baik konsumsi pemerintah maupun swasta. Tiga komoditi utama ekspor antar negara adalah CNO/CCO (minyak mentah dan kopra), bungkil sejenisnya, dan RBD CNO (minyak siap pakai dari kopra) sementara ekspor antar provinsi adalah minyak solar/HSD (curah), barang campuran, dan barang untuk keperluan proyek. Sedangkan 5
peningkatan konsumsi seiring dengan peningkatan aktivitas kampanye menjelang Pilkada (pemilihan kepala daerah) yang akan berlangsung di 7 kabupaten/kota dan provinsi awal Agustus 2010 serta berlangsungnya beberapa even yang sifatnya musiman seperti liburan sekolah dan tahun ajaran baru. Sementara itu, kinerja investasi tetap tumbuh positif di triwulan II-2010 walaupun mengalami
perlambatan
dibandingkan
periode-periode
sebelumnya. Konsentrasi masyarakat dan pemerintah terhadap penyelenggaraan Pilkada menyebabkan aktivitas investasi berjalan tidak terlalu optimal selama triwulan laporan. Dari sisi penawaran, struktur ekonomi Provinsi Sulawesi Utara Dari sisi penawaran, struktur ekonomi Provinsi Sulawesi Utara relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun-tahun relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun demikian, secara umum kinerja sektor sebelumnya ekonomi selama triwulan laporan memperlihatkan perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sektor ekonomi yang menjadi andalan masih tertumpu pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bangunan serta sektor pertanian. Relatif stabilnya pertumbuhan di sektor
PHR
dan pengangkutan serta
meningkat pesatnya
perkembangan sektor pertanian ditunjang oleh beberapa even yang sifatnya musiman diantaranya dimulainya musim liburan sekolah dan tahun ajaran baru. Selain itu mulai berlangsungnya panen
raya
cengkeh
dan
aktivitas
kampanye
menjelang
pelaksanaan Pilkada menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya aktivitas ekonomi di triwulan laporan.
Perkembangan Inflasi Daerah Meskipun menunjukan kecenderungan meningkat, inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan II-2010 masih relatif terkendali.
Meskipun menunjukan kecenderungan meningkat, inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan II-2010 masih relatif terkendali. Secara tahunan inflasi meningkat dari 1,84% (yoy) pada triwulan I-2010 menjadi 4,21% (yoy) pada triwulan II-2010. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,05% (yoy). Peningkatan laju inflasi tahunan Sulawesi Utara selama triwulan II-2010 disebabkan baik oleh faktor 6
fundamental maupun non fundamental. Dari sisi fundamental, tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh faktor interaksi antara permintaan dan penawaran agregat, sedangkan pengaruh tekanan eksternal dan ekspektasi inflasi masih minimal dan terkendali. Sementara itu, dari sisi non fundamental inflasi terutama dipengaruhi oleh inflasi volatile food. Berdasarkan kelompoknya, inflasi selama Triwulan II 2010 tertinggi terjadi pada kelompok sandang ..
Berdasarkan kelompoknya, inflasi selama triwulan II-2010 tertinggi terjadi pada kelompok sandang tercatat mengalami inflasi 6,84% (yoy) yang disusul oleh kelompok bahan makanan sebesar 6,39% (yoy). Inflasi terendah terjadi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 1,75% (yoy). Jika dilihat berdasarkan sub kelompoknya, inflasi terutama disumbangkan oleh kelompok buah-buahan,
sayur-sayuran,
padi-padian
umbi-umbian
dan
hasilnya serta kelompok barang pribadi dan sandang lainnya.
Perkembangan Perbankan Daerah Kinerja perbankan Sulawesi Utara Kinerja perbankan Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 membaik, pada triwulan II 2010 membaik, yang tercermin dari perkembangan positif berbagai indikator yang tercermin dari perkembangan positif
perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan laporan. Laju pertumbuhan dari total aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit tercatat mengalami pertumbuhan yang positif, walaupun lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, fungsi intermediasi perbankan memperlihatkan tren peningkatan sejak awal triwulan II-2009 sampai dengan triwulan laporan, tercermin dari meningkatnya prosentase Loan To Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 109,37% di triwulan II-2010. Sejalan dengan hal tersebut, kualitas kredit yang disalurkan perbankan relatif stabil, yang ditunjukan oleh rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) dari 3,72% pada triwulan II-2009 menjadi 3,79% pada triwulan II-2010. Sementara itu, kredit UMKM juga terus menunjukan perkembangan yang cukup signifikan, ditandai dengan meningkatnya pangsa kredit UMKM terhadap total kredit yang mencapai 81,50%, disertai oleh relatif stabilnya kualitas kredit UMKM yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,80%. 7
Indikator kinerja bank umum syariah di Sulawesi Utara pada triwulan II 2010 secara umum mengalami pertumbuhan positif, terkecuali total DPK.
Indikator kinerja bank umum syariah di Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 secara umum mengalami pertumbuhan positif, terkecuali total DPK. Total aset bank umum syariah secara tahunan, sampai dengan posisi bulan Mei
2010 tercatat
mengalami pertumbuhan sebesar 28,64% (yoy). Begitu juga dengan penyaluran pembiayaan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 24,11% (yoy).
Sementara
itu,
pengumpulan DPK
mengalami pertumbuhan negatif sebesar -51,57% (yoy). Dengan kondisi tersebut, Financing to Deposit Ratio (FDR)
meningkat
tajam dari 80,18% pada triwulan II-2009 menjadi sebesar 205,52% pada triwulan laporan. Kenaikan yang signifikan pada FDR tersebut perlu mendapat perhatian sebab peningkatan yang terjadi merupakan dampak turunnya DPK. Laju pertumbuhan Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Kredit Bank Laju pertumbuhan Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Kredit BPR secara tahunan Provinsi Sulawesi Perkreditan Rakyat (BPR) secara tahunan Provinsi Sulawesi Utara di Utara di triwulan II 2010 triwulan II-2010 menunjukan peningkatan apabila dibandingkan menunjukan peningkatan.....
dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan, pertumbuhan asset BPR secara tahunan meningkat dari 18.11% (yoy) pada triwulan II-2009 menjadi 33.91% (yoy) atau menjadi
Rp295,2
miliar.
Selanjutnya
pertumbuhan
kredit
meningkat dari 15,01% (yoy) menjadi 23,80% (yoy) atau menjadi sebesar Rp224,7 miliar. DPK juga mengalami peningkatan pertumbuhan dari 18,29% (yoy) menjadi 32,23%(yoy) atau menjadi sebesar Rp212 miliar. Namun demikian, hal ini tidak diikuti dengan perbaikan kualitas kredit dan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan persentase kredit bermasalah (Non Performing Loan gross) yang mencapai 4,20% pada triwulan II-2010 dan penurunan rasio LDR dari 111,32% pada triwulan II-2009 menjadi 106% pada triwulan laporan.
8
Perkembangan Keuangan Daerah (APBD) Transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke ...
Transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp5,68 Triliun atau naik 0,12% dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, kenaikan transfer dana dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan komponen dari dana perimbangan yang naik 9,17% (yoy) mencapai jumlah Rp4,43 Triliun. Sementara itu Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus justru mengalami penurunan sebesar 43,88% dibandingkan tahun sebelumnya.
Kinerja keuangan pemerintah pada triwulan II-2010 menunjukan pencapaian yang lebih baik...
Kinerja keuangan pemerintah pada triwulan II-2010 menunjukan pencapaian yang lebih baik, hal ini tercermin dari realisasi pendapatan dan belanja daerah yang mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan triwulan II-2010 realisasi pendapatan Provinsi Sulawesi Utara telah mencapai Rp589,39 miliar, atau sebesar 55,3% dari target pendapatan dalam APBD. Sementara itu, realisasi belanja provinsi sampai dengan triwulan II-2010 mencapai Rp423,57 miliar atau mencapai 38,7% dari target total belanja dalam APBD, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 35,8%.
Perkembangan Sistem Pembayaran Secara netto, aliran uang kartal selama triwulan laporan berada pada kondisi net outflow sebesar Rp221,63 miliar atau meningkat 13,37%, .....
Secara netto, aliran uang kartal selama triwulan laporan berada pada kondisi net outflow sebesar Rp221,63 miliar atau meningkat 13,37%, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp195,48 miliar. Jumlah uang kartal yang dikeluarkan Bank Indonesia Manado meningkat sebesar 47,66% dari Rp355,29 miliar pada triwulan II-2009 menjadi Rp524,64 miliar pada periode laporan. Sementara itu, aliran uang kartal yang masuk dari masyarakat dan perbankan ke Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan II-2010 hanya tercatat sebesar Rp303,01 miliar. 9
Selama triwulan II-2010, rasio PTTB terhadap uang kartal masuk tercatat sebesar 97,86%.....
Selama triwulan II-2010, rasio PTTB terhadap uang kartal masuk tercatat sebesar 97,86%, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 49%. Secara nominal, jumlah uang yang diberi tanda tidak berharga selama triwulan laporan adalah sebesar Rp296,52 miliar atau naik 278,66%
(yoy)
dibandingkan
periode
yang
sama
tahun
sebelumnya. Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Manado pada triwulan laporan menunjukan penurunan...
Penemuan uang palsu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado menunjukan adanya penurunan yang signifikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke Bank Indonesia Manado pada triwulan II-2010 hanya tercatat sebanyak 3 lembar yang keseluruhannya merupakan uang pecahan Rp50.000,00. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebanyak 18 lembar. Penurunan temuan ini mengindikasikan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah sudah cukup baik.
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan II-2010 tercatat mengalami peningkatan...
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara (tunai) selama triwulan II-2010 mengalami peningkatan, jumlah warkat yang dikliringkan sebanyak 80.399 lembar dengan nilai Rp1.674 miliar atau meningkat jumlahnya sebesar 2,95% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian lembar warkat yang dikliringkan selama periode laporan tercatat sebanyak 1.299 lembar dengan nilai sebesar Rp27,08 miliar atau tumbuh sebesar 3,48% (yoy). Peningkatan rata-rata jumlah nominal kliring tersebut semakin menegaskan bahwa perekonomian Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan positif yang berkelanjutan.
10
Perkembangan
Ketenagakerjaan
Daerah
dan
Kesejahteraan Masyarakat Seiring dengan membaiknya berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal pada triwulan II-2010, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Utara terus menunjukan perbaikan.
Seiring dengan membaiknya berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal pada triwulan II-2010, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Utara terus menunjukan perbaikan. Tingkat Pengangguran di Sulawesi Utara pada Februari 2010 menurun, yang tercermin dari nilai TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar 10,48%, merupakan angka terendah sejak tahun 2006. Jumlah penyerapan tenaga kerja baru diperkirakan masih menunjukan perkembangan positif pada triwulan laporan. Berdasarkan jenis lapangan pekerjaan, pertanian masih menjadi sektor lapangan pekerjaan utama, walaupun telah terjadi pergeseran ke sektor lainnya, terutama sektor perdagangan dan sektor jasa.
Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara diperkirakan meningkat di triwulan laporan.
Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara diperkirakan meningkat di triwulan laporan. Kondisi tersebut didasarkan atas beberapa indikator, diantaranya Indeks Ekspektasi Penghasilan yang berada pada level optimis, peningkatan NTP (Nilai Tukar Petani) dan penurunan tingkat kemiskinan. Indeks Ekspektasi Penghasilan berdasarkan Survei Konsumen (SK) Kota Manado mengalami sedikit penurunan dari 136 pada triwulan yang sama periode sebelumnya menjadi 134 pada triwulan laporan, namun masih berada pada level optimis. Selanjutnya kesejahteraan masyarakat petani terindikasi mengalami peningkatan yang tercermin dari rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Utara selama triwulan II-2010 sebesar 101,47, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yang tercatat sebesar 101,43. Sementara itu tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2010 kembali mengalami penurunan yang tercatat sebesar 0,69% (yoy), relatif masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan tingkat kemiskinan secara nasional.
11
Outlook Pertumbuhan Ekonomi Perkembangan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 diperkirakan tumbuh lebih tinggi atau berada pada kisaran 7,59% (yoy) ± 0,5%.
Perkembangan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 diperkirakan tumbuh lebih tinggi atau berada pada kisaran 7,59% (yoy) ± 0,5%. Laju pertumbuhan pada triwulan III-2010 didukung oleh pelaksanaan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) di 7 Kabupaten/Kota dan Provinsi yang direncanakan akan dilaksanakan secara serentak pada bulan Agustus 2010. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2010 adalah perilaku musiman pada saat tahun ajaran baru yang jatuh pada bulan Juli, bulan suci ramadhan pada bulan Agustus dan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan September 2010. Selain itu, perayaan pengucapan syukur di bulan Juli 2010 yang merupakan seremoni rutin yang diselenggarakan oleh sebagian besar masyarakat Sulawesi Utara setelah masa panen, juga turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan III-2010.
Dari sisi permintaan, kegiatan konsumsi dan ekspor masih mendominasi laju pertumbuhan ekonomi Sulut.
Dari sisi permintaan, kegiatan konsumsi dan ekspor masih mendominasi
laju
pertumbuhan
ekonomi
Sulut.
Konsumsi
masyarakat diperkirakan masih akan mengalami peningkatan, terkait dengan pola konsumsi musiman menjelang tahun ajaran baru 2010, seremoni pengucapan syukur, bulan suci Ramadhan dan peringatan hari raya Idul Fitri. Hal ini juga didukung oleh daya beli masyarakat yang cenderung meningkat karena adanya pencairan gaji ke-13 bagi PNS dan Tunjangan Hari Raya (THR). Selain itu, pelaksanaan panen raya cengkeh yang sebagian besar akan berlangsung pada bulan Juli dan Agustus 2010, akan mendorong kenaikan pendapatan khususnya bagi para petani, yang pada
tahap selanjutnya
akan meningkatkan belanja
konsumsi. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2010
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2010 diperkirakan masih akan ditopang oleh sektor-sektor dominan, seperti sektor PHR, bangunan, pengangkutan dan komunikasi serta sektor pertanian. 12
Outlook Inflasi Regional Tekanan Inflasi Kota Manado selama triwulan II-2010 diperkirakan akan cenderung meningkat...
Laju inflasi tahunan Kota Manado selama triwulan III-2010 diperkirakan akan cenderung meningkat, lebih tinggi dibandingkan inflasi pada triwulan III-2009 yang tercatat mengalami deflasi. Laju inflasi Kota Manado di triwulan mendatang diperkirakan berada pada kisaran 5,25%± 0,5 (yoy).
Meningkatnya tekanan inflasi
diperkirakan berasal dari sisi permintaan yang terkait dengan faktor musiman yaitu perayaan Idul Fitri, serta dari sisi penawaran berkaitan dengan kebijakan pemerintah terhadap harga dan kondisi iklim/cuaca yang mengganggu produktivitas hasil-hasil pertanian. Jika dilihat berdasarkan kelompoknya, kelompok bahan makanan, kelompok transport dan kelompok sandang diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi yang cukup tinggi.
Prospek Perbankan Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 diperkirakan masih cukup baik.
Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 diperkirakan masih cukup baik. Kebijakan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) sebesar 6,5% mendorong perbankan untuk lebih ekspansif dalam melakukan pembiayaan yang didukung oleh kecenderungan menurunnya suku bunga kredit. Sementara itu, jumlah Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun pada triwulan mendatang diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini didorong
oleh
potensi
meningkatnya
tingkat
pendapatan
masyarakat seiring dengan pencairan Tunjangan Hari Raya (THR), dimulainya panen raya cengkeh, dan potensi membaiknya kinerja ekspor Sulawesi Utara. Dari sisi penyaluran kredit, perbankan Sulawesi Utara optimis untuk terus meningkatkan pertumbuhan hingga 25-30%..
Dari sisi penyaluran kredit, perbankan Sulawesi Utara optimis untuk terus meningkatkan penyaluran kreditnya hingga 25
30%,
lebih tinggi dibandingkan target penyaluran kredit secara nasional yang
hanya
berada
pada
kisaran
17%.
Menurut
sektor
ekonominya, sektor PHR (Perdagangan, Hotel dan Restoran), sektor konstruksi, sektor jasa dunia usaha dan konsumsi masih menjadi fokus utama dalam portofolio kredit di Sulawesi Utara. 13
Halaman ini sengaja dikosongkan
14
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL Kinerja berbagai indikator ekonomi makro nasional menunjukan tren peningkatan sepanjang triwulan II-2010, hal ini sejalan dengan perbaikan ekonomi global yang disertai kenaikan harga komoditas dunia, perbaikan outlook credit rating dan persepsi internasional terhadap Indonesia. Peningkatan kinerja ini tercermin dari surplus neraca transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial, penguatan nilai tukar rupiah disertai dengan volatilitas yang menurun, serta cadangan devisa Indonesia yang sampai dengan akhir triwulan II-2010 mencapai USD76,3 miliar atau setara dengan 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Dengan semakin membaiknya kondisi tersebut, perekonomian Indonesia secara tahunan di triwulan II-2010 diperkirakan tumbuh mencapai sekitar 6%. Relatif baiknya perkembangan indikator makro ekonomi nasional berdampak pula terhadap perkembangan indikator makro ekonomi regional termasuk di Provinsi Sulawesi Utara. Walaupun sedikit mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara di triwulan II-2010 tumbuh 6,80% (yoy). Perlambatan ini lebih disebabkan karena di triwulan II-2009 lalu terdapat beberapa event berskala internasional (World Ocean Conference, Coral Triangle Summit dan Sail Bunaken) yang berdampak cukup signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut. Dari sisi permintaan, lokomotif pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara adalah kegiatan ekspor dan konsumsi, baik konsumsi pemerintah maupun swasta. Tiga komoditi utama ekspor antar negara adalah CNO/CCO (minyak mentah dan kopra), bungkil sejenisnya, dan RBD CNO (minyak siap pakai dari kopra) sementara ekspor antar provinsi adalah minyak solar/HSD (curah), barang campuran , dan barang untuk keperluan proyek. Sedangkan peningkatan konsumsi seiring dengan peningkatan aktivitas kampanye menjelang Pilkada (pemilihan kepala daerah) yang akan berlangsung di 7 kabupaten/kota dan provinsi awal Agustus 2010 serta berlangsungnya beberapa even yang sifatnya musiman seperti liburan sekolah dan tahun ajaran baru. Peningkatan konsumsi antara lain dapat dikonfirmasi dengan masih tetap tingginya optimisme masyarakat Kota Manado berdasarkan hasil Survei Konsumen (SK) periode Juni 2010 terhadap 200 responden masyarakat Kota Manado. Sementara itu, kinerja investasi tetap tumbuh positif di triwulan II-2010 walaupun mengalami perlambatan dibandingkan periode-periode sebelumnya. 15
Konsentrasi masyarakat dan pemerintah terhadap penyelenggaraan Pilkada menyebabkan aktivitas investasi berjalan tidak terlalu optimal selama triwulan laporan. Dari sisi penawaran, struktur ekonomi Provinsi Sulawesi Utara relatif tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Namun demikian, secara umum kinerja sektor ekonomi selama triwulan laporan memperlihatkan perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sektor ekonomi yang menjadi andalan masih tertumpu pada sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor
pengangkutan dan komunikasi,
sektor bangunan serta sektor pertanian. Relatif stabilnya pertumbuhan di sektor PHR dan pengangkutan serta meningkat pesatnya perkembangan sektor pertanian ditunjang oleh beberapa even yang sifatnya musiman diantaranya dimulainya musim liburan sekolah dan tahun ajaran baru. Selain itu mulai berlangsungnya panen raya cengkeh dan aktivitas kampaye
menjelang
pelaksanaan Pilkada
menjadi
salah
satu
faktor
pendorong
meningkatnya aktivitas ekonomi di triwulan laporan.
1.1. SISI PERMINTAAN Dari sisi permintaan, lokomotif pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 terutama bersumber dari kegiatan ekspor dan konsumsi, baik konsumsi swasta maupun konsumsi pemerintah. Sedangkan kegiatan investasi cenderung melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tabel 1.1. Pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara menurut Penggunaan (% yoy)
Jenis Penggunaan Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah PMTB Stok Ekspor Impor PDRB
2009 Q1 Sumb. Q2 Sumb. 8.53 5.84 6.44 4.15 5.12 2.40 5.16 2.24 15.95 3.44 9.04 1.91 10.03 2.01 6.33 1.35 -19.93 -0.26 -36.13 -0.88 5.96 2.92 6.90 3.40 7.89 3.06 -0.78 -0.29 7.45 7.45 8.31 8.31
2010 Q1 Sumb. Q2 Sumb. 5.04 3.49 5.99 2.36 5.24 2.41 9.13 0.26 4.65 1.08 9.35 1.99 43.72 8.97 2.94 0.61 9.16 0.09 15.18 0.22 -3.11 -1.50 13.61 6.58 11.05 4.30 15.25 5.23 6.75 6.75 6.80 6.80
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
16
1.1.1. Konsumsi Kegiatan konsumsi selama Triwulan II-2010 tumbuh 5,99% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, kegiatan konsumsi dapat digolongkan pada konsumsi swasta dan konsumsi pemerintah. Konsumsi swasta pada triwulan II-2010 tumbuh 9,13% (yoy) yang utamanya didorong oleh meningkatnya pengeluaran masyarakat pada musim liburan dan tahun ajaran baru. Selain itu, adanya panen raya cengkeh telah mendorong peningkatan pendapatan masyarakat yang kemudian direspon dengan naiknya daya beli masyarakat secara umum. Hasil Survei Konsumen Kota Manado periode Juni 2010 yang merupakan indikator penuntun konsumsi rumah tangga menunjukan adanya kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 8,00 poin dari 124,92 pada Juni 2009 menjadi 132,92 pada Juni 2010. Peningkatan kegiatan konsumsi selama triwulan laporan tak lepas pula dari relatif terjaganya daya beli masyarakat khususnya petani tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) dimana untuk posisi Juni 2010 tercatat berada pada level 101,47, lebih tinggi jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai level 100,60. Indeks NTP sepanjang tahun 2009 sampai Juni 2010 selalu berada dalam kategori sejahtera (indeks > 100). Sebagaimana diketahui, berdasarkan komposisinya hampir 40% masyarakat di Sulawesi Utara bermata pencaharian bertani, sehingga tingkat kesejahteraan petani mampu memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap aktivitas konsumsi rumah tangga. Selain itu, peningkatan pelanggan listrik khususnya untuk kelompok rumah tangga juga mengindikasikan meningkatnya kegiatan konsumsi selama triwulan II-2010. Grafik 1.2. Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen 170
Kondisi Ekonomi Saat Ini Indeks Keyakinan Konsumen
NTP (indeks) - left axis
Ekspektasi Konsumen
103
batas minimum sejahtera
3
Growth (% yoy) - right axis
150
2
102 130
1 101 0
110
100 -1
90
99
-2
70
98
50 J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
2009
Sumber : Survey Konsumen (SK) Kota Manado, diolah
M
A
2010
M
J
-3 J
F
M
A M
J
J
2009
A
S
O
N
D
J
F M
A M
J
2010
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Utara, diolah
17
Grafik 1.3. Perkembangan Pelanggan Listrik Kelompok Rumah Tangga 366.000
3,00 Pelanggan_RT - left axis
364.000 gPelanggan_RT (% yoy) - right axis
2,50
362.000 360.000
2,00
358.000 1,50 356.000 354.000
1,00
352.000 0,50
350.000 348.000
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2009
2010
Sumber : PT. PLN (Persero) Wilayah Sulutenggo, diolah
Peningkatan kegiatan konsumsi selama triwulan laporan juga dapat dikonfirmasi melalui data perkembangan kredit konsumsi yang disalurkan bank umum. Selama triwulan II-2010 (posisi Mei 2010), kredit konsumsi yang berhasil disalurkan bank umum mencapai Rp6.582 miliar, atau tumbuh 30,37% (yoy). Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi, penjualan kendaraan roda empat di wilayah Kota Manado dan sekitarnya juga mengalami kenaikan sebagaimana data yang disajikan oleh salah satu dealer utama kendaraan roda empat di Kota Manado. Pada bulan Juni 2010 pertumbuhan penjualan kendaraan roda empat naik hingga 65,19% (yoy). Adanya kenaikan pendapatan masyarakat yang bertepatan dengan panen raya cengkeh serta realisasi kenaikan gaji PNS/TNI/Polri direspon oleh masyarakat dengan melakukan pembelian barang dan jasa khususnya pembelian barang tahan lama.
Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi Bank Umum
Grafik 1.5. Perkembangan Penjualan Kendaraan Roda Empat 300
7.000
Kredit_Konsumsi (Rp miliar) - left axis
45
gKredit_Konsumsi (% yoy) - right axis
40
6.000
35 5.000
Total Sales (Unit) - left axis
100
gSales (% yoy) - right axis
80
250
60
200
30
4.000
25
3.000
20 15
2.000
10 1.000
40 150 20 100
0
50
-20
5
-
0 Q1
Q2 2008
Q3
Q4
Q1
Q2 2009
Q3
Q4
Q1
Q2*)
2010
Ket: *) s.d. Mei 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
0
-40 J
F
M
A
M
J
J
2009
A
S
O
N
D
J
F
M
A
M
J
2010
Sumber : Dealer Utama Penjualan Kendaraan Roda Empat, diolah
18
Sementara itu, kegiatan konsumsi pemerintah selama triwulan II-2010 tumbuh 9,35% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2009 yang hanya tumbuh 9,04% (yoy). Peningkatan ini antara lain dapat dikonfirmasi dengan kenaikan realisasi anggaran belanja di triwulan II2010 yang telah mencapai 38,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya tercatat sebesar 35,8%. Realisasi anggaran belanja terutama dialokasikan untuk perbaikan dan pembangunan infrastruktur. Selain itu, belanja pemerintah daerah terkait persiapan Pilkada juga turut berkontribusi terhadap pertumbuhan konsumsi pemerintah. 1.1.2. Investasi Pada triwulan II-2010, investasi di Provinsi Sulawesi Utara tumbuh lebih lambat sebesar 2,94% (yoy). Kinerja investasi selama triwulan laporan dapat dikonfirmasi melalui data besaran kredit investasi yang disalurkan bank umum di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado. Sampai dengan Mei 2010, jumlah kredit investasi tercatat sebesar Rp1.069 miliar atau tumbuh 21,09% (yoy). Pencapaian pertumbuhan kredit investasi ini lebih tinggi dibandingkan triwulan II-2009 yang tumbuh 10,10% (yoy). Indikator dini yang menunjukan arah positif dari kinerja investasi juga ditunjukan oleh kenaikan jumlah pelanggan listrik khusus untuk segmen bisnis dan industri sebesar 4,94% (yoy) dari sebanyak 13.144 pelanggan pada triwulan II-2009 menjadi 14.793 pelanggan pada triwulan II-2010.
Grafik 1.6. Perkembangan Kredit Investasi Bank Umum
1.200
Grafik 1.7. Perkembangan Pelanggan Listrik di Wilayah Sulawesi Utara
Kredit_Investasi (Rp miliar) - left axis
45
gKredit_Investasi (% yoy) - right axis
40
1.000
13.600
Bisnis - left axis
13.417 13.400
35 800
30 25
600 15 10 200
377
13.200
376
13.316
376
12.904
12.800 12.739
377
377
13.098
376
13.000
20 400
378
Industri - right axis
376
376
12.768
12.600
5 -
0 Q1
Q2 2008
Q3
Q4
Q1
Q2 2009
Q3
Q4
Q1
Q2*)
2010
Ket: *) s.d. Mei 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
12.400
375 Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Q1
Q2 2010
Sumber : PLN Kanwil Suluttenggo, diolah
19
Namun demikian, secara umum kontribusi investasi terhadap pencapaian pertumbuhan ekonomi relatif lebih kecil dibandingkan kontribusi komponen lainnya dalam PDRB di sisi penggunaan. Beberapa indikator yang dapat menjelaskan hal tersebut antara lain, data volume penjualan semen di triwulan II-2010 yang mengalami penurunan bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Rendahnya kontribusi kinerja investasi juga terlihat dari perkembangan volume impor barang modal yang menunjukan perlambatan. Sampai dengan Mei 2010, volume impor barang modal hanya tercatat sebesar 17,32 ton. Selain itu, aktivitas investasi yang masuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara juga memperlihatkan adanya perlambatan. Hal ini tercermin dari realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang sepanjang tahun 2010 hanya tercatat 1 (satu) perusahaan PMA yang berinvestasi. Faktor yang menyebabkan perlambatan ini antara lain adalah sikap wait and see yang diambil oleh investor untuk menunggu hasil Pilkada di bulan Agustus 2010, juga adanya perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No.7 Tahun 2010 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal yang masih dipelajari oleh investor.
Grafik 1.9. Perkembangan Volume Impor Barang Modal
Grafik 1.8. Perkembangan Penjualan Semen Provinsi Sulawesi Utara 70.000
70
Volume (ton) - left axis
60
g_semen (% yoy) - right axis
60.000
50 50.000
40 30
40.000
20 30.000
10
5.000
5.000
Capital (Ton) - left axis
4.500
4.000
gCapital (% yoy) - right axis
4.000 3.500
3.000
3.000 2.500
2.000
2.000 1.000
1.500
0
20.000
-10 10.000
-20
0
-30 J
F
M A M
J
J
A
S
O N
D
J
F
M A M
1.000
0
500 0
-1.000
Q1
Q2
Q3
2010
Sumber : Asosiasi Semen, diolah
Q1
Q2*)
J 2009
2009
Q4
2010
Ket: *) s.d. Mei 2010 Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, diolah
Tabel 1.2. Perkembangan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA)
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Regional Sulut
20
1.1.3. Ekspor – Impor Kinerja perdagangan Provinsi Sulawesi
Grafik 1.10. Perkembangan Volume Ekspor Sulawesi Utara
Utara khususnya ekspor di triwulan II-
Muat (Ribu ton) - left axis
gMuat (% yoy) - right axis
2010 sangat menggembirakan. Indikasi
280
40
membaiknya kinerja ekspor terutama
270
20
disumbang
260
0
250
-20
240
-40
oleh
perdagangan antar
provinsi maupun antara negara. Kinerja ekspor pada triwulan II-2010 tumbuh
230
-60
13,61% (yoy). Salah satu indikator untuk
220
-80
mengkonfirmasi kinerja ekspor pada
210
-100
triwulan laporan adalah perkembangan
200
volume ekspor baik ke luar negeri maupun
ke
(antarprovinsi).
pasar
domestik
Perkembangan
kegiatan
-120 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2
2010
Sumber : PT. Pelindo IV (Persero) Bitung, diolah
ekspor antar provinsi dapat dikonfirmasi dengan kegiatan muat barang melalui Pelabuhan Bitung. Kegiatan muat didefinisikan sebagai kegiatan pengiriman barang dari Provinsi Sulawesi Utara ke luar provinsi. Selama triwulan II-2010, volume barang asal Provinsi Sulawesi Utara yang dikirim (muat) ke pasar domestik mencapai 272,88 ribu ton atau meningkat 19,05% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, berdasarkan data yang bersumber dari Direktorat Statistik dan Moneter, Kantor Pusat Bank Indonesia (data sementara Juni 2010), volume dan nilai ekspor luar negeri masih menunjukan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun demikian, pencapaian ini diperkirakan akan terus mengalami peningkatan hingga data tetap untuk triwulan II-2010 seluruhnya diperoleh. Hal ini cukup optimis mengingat terdapatnya beberapa realisasi ekspor di akhir triwulan laporan khususnya untuk komoditas unggulan Provinsi Sulawesi Utara. Tabel 1.3. Perkembangan Realisasi Ekspor Sulawesi Utara
Periode Triwulan II2010
Komoditi Ekspor Ikan tuna segar Tepung kelapa Kopra Tepung kelapa
Nilai/Volume 199 ton/USD3.005 USD32.500 29 ton/USD2.782 63 ton/USD75.000
Negara Tujuan Thailand Afrika Selatan Bangladesh Rusia
Sumber : Berbagai Media, diolah
21
Berdasarkan jenisnya, komoditi utama ekspor luar negeri terutama dalam bentuk Food & Live Animals serta Animals & Vegetable Oils & Fats khususnya olahan dari produk kopra, minyak kelapa (Virgin Coconut Oil) dan ikan dengan negara tujuan utama adalah China, Amerika Serikat, Belanda, dan Korea Selatan. Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor Sulawesi Utara
Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Sulawesi Utara 100
gEkspor_Vol (% yoy) - right axis
80
200
60 40
150
20 100
0 -20
50
-40 0
-60 Q1
Q2
Q3
Q4
Ekspor_Value (Juta USD) - left axis
160
Ekspor_Vol (Ribu ton) - left axis
250
Q1
80
gEkspor_Value (% yoy) - right axis
140
60
120
40
100
20
80 0
60
-20
40
-40
20 0
-60 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2*) 2009
2009
Q2*) 2010
2010
Ket: *) data sementara Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
Ket: *) data sementara Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
Tabel 1.4. Komoditi Utama Ekspor Sulut (dlm Ribu Ton)
Komoditi
Q1 36.27 48.13 1.53 85.94
Food and Live Animals Animal and Vegetable Oils&Fats Others Total
2009 Q2 Q3 71.82 43.54 132.62 114.83 9.86 1.79 214.30 160.16
Q4 66.47 128.47 11.65 206.59
2010 Q1 Q2*) 46.22 51.87 112.27 88.36 6.80 20.42 165.29 160.65
Ket: *) data sementara Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
Grafik 1.14. Negara Tujuan Utama Ekspor Januari - Juni 2010
Grafik 1.13. Negara Tujuan Utama Ekspor Tahun 2009
10% Belanda
21%
23%
Belanda
27%
China
China
23%
Amerika Serikat
Korea Selatan
Korea Selatan 6%
19% 7%
Jepang Jerman Negara Lainnya
8%
Amerika Serikat
Jepang
4%
Jerman
4% 12%
Negara Lainnya 20%
16%
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
22
Kinerja impor luar negeri ke Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Peningkatan kinerja impor luar negeri merupakan salah satu konsekuensi dari diberlakukannya ACFTA pada awal Januari 2010. Penurunan tarif impor sampai dengan 0% berdampak pada maraknya barang-barang impor yang masuk wilayah Sulawesi Utara. Perkembangan kinerja impor luar negeri ini antara lain dapat dikonfirmasi dengan data volume impor selama triwulan II-2010 yang mencapai 8,63 ribu ton atau meningkat signifikan 191% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meskipun demikian, secara agregat, neraca perdagangan luar negeri masih berada pada kondisi surplus perdagangan sebesar USD152,02 juta. Hal ini berarti bahwa nilai ekspor Provinsi Sulawesi Utara ke luar negeri lebih tinggi dibandingkan nilai impor dari luar negeri ke Sulawesi Utara.
Grafik 1.15. Perkembangan Volume Impor Sulawesi Utara Impor_Vol (Ribu ton) - left axis
18
Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Sulawesi Utara 3,000
30
16
2,500
14,000
Impor_Value (Juta USD) - left axis
gImpor_Vol (% yoy) - right axis
gImpor_Value (% yoy) - right axis
25
12,000
14
2,000
12 10
1,500
8
1,000
10,000
20
8,000
15
6
6,000 4,000
10
500
4
2,000
0
2 0
5
0
-500
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
0
Q2*)
-2,000 Q1
2009
NetExim_Vol (Ribu ton) - left axis
90
gNetExim_Vol (% yoy) - right axis 200 150 100 50 0
Q2*)
Q3
Q4
Q1
50
120
30
100
10
80
-10
60
-30
40
Q2*) 2010
Ket: *) data sementara Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
NetExim_Value (Juta USD) - left axis gNetExim_Value (% yoy) - right axis
160 140
-70
2009
Q1
Grafik 1.18. Perkembangan Net Value Ekspor-Impor Sulawesi Utara
70
-50
Q2
Q4
Ket: *) data sementara Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
Grafik 1.17. Perkembangan Net Volume Ekspor-Impor Sulawesi Utara
Q1
Q3
2010
Ket: *) data sementara Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
250
Q2
50 30 10
-10 -30 -50
20 0
-70 Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1
Q2*) 2010
Ket: *) data sementara Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
23
Tabel 1.5. Komoditi Utama Impor Sulut (dlm Ton)
Komoditi
Q1
Machinery and Transport Equipment Manufactured Goods Chemical Animal and Vegetable Oils & Fats Food and Lived Animals Others Total
100 1 6 0 0 6 113
2009 Q2 Q3 2,510 10,700 350 3,333 37 637 15 803 10 93 44 33 2,966 15,597
2010 Q1 Q2*) 4,607 3,417 544 2,001 26 648 405 63 161 2,500 140 2 5,883 8,632
Q4 105 665 262 40 20 8 1,100
Ket: *) data sementara Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
Berdasarkan strukturnya, kegiatan impor luar negeri pada triwulan laporan masih didominasi oleh impor barang modal dengan pangsa 39,58% dan bahan konsumsi dengan pangsa 23,18% dari total impor. Beberapa produk barang modal tersebut antara lain mesin, perkakas dan alat transportasi. Sedangkan impor bahan konsumsi antara lain berupa food and lived animals. Meningkatnya komposisi barang impor dalam bentuk mesin, peralatan dan material ini diharapkan dapat meningkatkan kegiatan investasi. Sedangkan, peningkatan impor bahan makanan sejalan dengan tingginya aktivitas konsumsi masyarakat. Selain itu, dampak tidak langsung kesepakatan ACFTA adalah tersedianya berbagai macam alternatif produk murah dari China yang mendorong tingginya volume impor bahan konsumsi. Berdasarkan negara asal barangnya, barang impor sepanjang tahun 2009 sampai dengan Juni 2010 lebih banyak didatangkan dari negara China, Jepang dan Australia.
Grafik 1.19. Komoditi Asal Impor Januari - Juni 2010
Grafik 1.18. Negara Asal Impor Tahun 2009
3.59%
6,46%
Filipina
15,99%
13.63%
2.53% 5.30% 7.94%
Malaysia
21,02% 11,34%
Thailand Malaysia Jepang
Jepang
China
7,29%
China
Australia
Lainnya
Australia 37,90%
Lainnya
67.00%
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia
24
Sementara
itu,
perkembangan
kegiatan impor antar provinsi selama triwulan
laporan
masih
Grafik 1.20. Perkembangan Kegiatan Bongkar dan Muat di Pelabuhan Bitung
mencatat Bongkar (Ribu ton) - left axis
gBongkar (% yoy) - right axis 25
pertumbuhan yang positif. Hal ini
3.500
dapat dikonfirmasi dengan kegiatan
3.000
bongkar barang melalui pelabuhan
2.500
Bitung. Kegiatan bongkar didefinisikan
2.000
15
sebagai masuknya barang dari luar
1.500
10
provinsi ke Sulawesi Utara. Selama
1.000
triwulan II-2010, volume barang yang
500
masuk ke Provinsi Sulawesi Utara
0
(bongkar) mencapai 850,35 ribu ton atau
meningkat
6,08%
(yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun
20
5 0 Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Q1
Q2 2010
Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung
lalu. Jika dilihat perkembangannya, sejak awal tahun 2010 tingkat ketergantungan Provinsi Sulawesi Utara terhadap daerah/provinsi lainnya mulai menunjukan adanya tren penurunan, yang tercermin dari pertumbuhan volume barang yang masuk yangcenderung melambat. 1.2. SISI PENAWARAN Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2010 disumbangkan oleh seluruh sektor yang ada dengan proyeksi laju pertumbuhan sebesar 7,16% (yoy), melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (8,31%). Perlambatan ini disebabkan oleh ketiadaan even berskala besar yang terjadi pada triwulan laporan, dimana tepat di triwulan II-2009 terdapat 3 (tiga) event berskala internasional (WOC, CTI Summit dan Sail Bunaken). Sementara itu, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bangunan serta sektor pertanian masih menjadi sektor dominan dalam pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2010. Relatif stabilnya pertumbuhan pada sektor PHR, pengangkutan, bangunan serta sektor pertanian ditunjang oleh dimulainya musim liburan, tahun ajaran baru, peningkatan realisasi belanja pemerintah dan pelaksanaan panen raya cengkeh.
25
Tabel 1.6. Laju Pertumbuhan Sulawesi Utara Menurut Sektor Ekonomi (%)
2009 Q1 Sumb. 4.68 0.94 5.74 0.31 5.43 0.44 17.75 0.14 7.86 1.26 12.37 1.76 8.72 1.07 7.03 0.48 6.47 1.05 7.45 7.45
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan PHR Pengangkutan & Komunikasi Keu., Sewa & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa PDRB
Q2 Sumb. 4.21 0.89 5.75 0.31 6.67 0.51 18.65 0.14 5.77 0.89 15.37 2.28 14.55 1.82 6.94 0.46 6.42 1.00 8.31 8.31
2010 Q1 Sumb. Q2 Sumb. 5.40 1.07 12.54 2.55 8.17 0.43 2.65 0.14 5.17 0.41 6.37 0.48 4.02 0.04 3.86 0.03 11.42 1.83 2.61 0.39 7.29 1.08 6.77 1.07 5.46 0.68 6.38 0.84 6.07 0.41 6.09 0.40 5.00 0.80 5.82 0.89 6.75 6.75 6.80 6.80
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
1.2.1. Pertanian Kinerja sektor pertanian pada triwulan II-2010 lebih baik dibandingkan periode yang sama Tahun 2009. Pada triwulan ini, sektor pertanian tumbuh 12,54% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan di triwulan II-2009 sebesar 4,21% (yoy). Berdasarkan sub sektornya, pencapaian pertumbuhan sektor pertanian terutama disumbangkan oleh sub sektor perkebunan yang tumbuh signifikan menjadi 25% (yoy). Panen raya cengkeh yang dimulai pada Juni mulai berdampak terhadap peningkatan pertumbuhan sub sektor perkebunan. Sementara itu, perkembangan sub sektor tanaman bahan makanan tumbuh lambat sebesar 4% (yoy). Hal ini disebabkan oleh perkiraan menurunnya produksi padi selama triwulan laporan bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu seiring dengan meningkatnya serangan hama dan faktor musim yang tidak menentu, hujan dan panas silih berganti, sebagai dampak iklim El Nino. Tabel 1.7. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Beras, Gabah dan Jagung KOMPONEN
2008 Q1
2009 Q2
Q1
2010 Q2
Q1
Q2*)
Perkembangan Luas Panen, Produksi Gabah dan Beras Luas Panen (Ha)
36.202
37.341
37.398
40.990
52.301
23.671
173.909
185.711
190.246
192.857
256.760
121.536
109.563 116.997 119.855 94.509 Perkembangan Luas Panen dan Produksi Pipilan Kering Jagung
141.218
66.845
Produksi Gabah (Ton) Produksi Beras (Ton) Luas Panen (Ha) Produksi Jagung (Ton)
39.721
39.636
41.872
50.555
70.030
20.761
153.878
159.480
177.495
180.380
285.205
88.514
Ket: *) Data Perkiraan Dinas Pertanian Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Utara, diolah
26
Grafik 1.21. Pertumbuhan Kredit Pertanian 600
Pertanian (Rp miliar) - left axis
500
gPertanian (% yoy) - right axis
120 100 80 60
400
40 300
20 0
200
-20 -40
100
-60 -
-80 Q1
Q2
Q3
Q4
2008
Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Q1
Q2*) 2010
Ket: *) s.d. Mei 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
Sementara itu, dari sisi pembiayaan, peran perbankan untuk membiayai sektor pertanian masih relatif terbatas. Sampai dengan Mei 2010, jumlah kredit yang disalurkan pada sektor pertanian hanya mencapai Rp125 milliar atau hanya 1,11% dari total kredit yang disalurkan. Belum terlalu optimalnya penyaluran kredit di sektor pertanian antara lain disebabkan oleh relatif tingginya resiko usaha di sektor tersebut tercermin dari tingginya NPL (Non Performing Loan). Selain itu, belum terlalu kondusifnya kondisi usaha di sektor riil sebagai dampak krisis ekonomi global menyebabkan saat ini perbankan lebih berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan termasuk di sektor pertanian. Hal ini terbukti dengan terus melambatnya pertumbuhan kredit di sektor ini dari sebelumnya tumbuh pada kisaran 3540% (yoy) pada triwulan I Tahun 2009 sampai menyentuh level kontraksi sebesar 66,76% (yoy) di triwulan II-2010 (lihat Boks 2). 1.2.2. Sektor Bangunan (Konstruksi) Seiring dengan melambatnya kinerja kegiatan investasi, kinerja sektor bangunan (konstruksi) selama triwulan II-2010 tumbuh lambat sebesar 2,61% (yoy). Pertumbuhan sektor bangunan didorong oleh realisasi belanja pemerintah di triwulan II-2010 yang tercatat mencapai 38,7%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 35,8%. Dari sisi pembiayaan, posisi kredit perbankan ke sektor bangunan pada triwulan II2010 juga menunjukan adanya perbaikan. Total kredit yang berhasil disalurkan sampai dengan Mei 2010 tercatat sebesar Rp504 miliar atau tumbuh sebesar 6,19% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 27
Grafik 1.22. Perkembangan Kredit Konstruksi
. 600
Konstruksi (Rp miliar) - left axis
70
gKonstruksi (% yoy) - right axis
60
500
50 40
400
30 300
20 10
200
0 -10
100
-20 -
-30 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2*)
2010
Ket: *) s.d. Mei 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
1.2.3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran pada triwulan II-2010 menunjukan kinerja yang cukup baik dengan laju pertumbuhan sebesar 6,77% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan tersebut jauh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2009 yang mencapai 15,37% (yoy). Ditinjau dari sub sektornya, melambatnya pertumbuhan sub sektor hotel menjadi faktor utama melambatnya kinerja di sektor ini. Melambatnya aktivitas di sub sektor ini terkait dengan ketiadaan event internasional pada triwulan laporan yang menjadi kontributor utama pertumbuhan sub sektor ini. Hal ini antara lain dapat dikonfirmasi melalui perkembangan data pariwisata yang secara umum memperlihatkan tren penurunan diantaranya adalah data wisatawan mancanegara, data jumlah tamu dan lama tamu menginap, Tingkat Penghunian Kamar (TPK), dan jumlah kamar terjual.
28
Grafik 1.24. Jumlah Tamu Menginap
Grafik 1.23. Kunjungan Wisman ke Sulut 40.000 10.000
80
Wisman (org) - left axis
60
Menginap (org) - left axis gMenginap (% yoy) - right axis
35.000
50
30.000
gWisman (% yoy) - right axis
60
8.000
40
25.000
40
20.000
20
15.000
6.000
30
20
10.000
4.000 0 2.000
-20
-
10
5.000 -
0 Q1
-40 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3
Q4
Q1 Q2*)
2009
Q2
Q3
6 5
40
4
30
3
20
2
10
1
-
-
2008
Q1
Q1 Q2*)
2010
Grafik 1.26. Jumlah Kamar Terjual
50
Q4
Q4
Ket: *) estimasi Juni 2010 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulut, diolah
Ratas Menginap (hari) - right axis
Q3
Q3
2009
TPK (%) - left axis
Q2
Q2
2010
Grafik 1.25. TPK dan Lama Menginap
Q1
Q1
2008
Ket: *) estimasi Juni 2010 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulut, diolah
60
Q4
Q2
Q3
Q4
2009
Ket: *) estimasi Juni 2010 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulut, diolah
Q1 Q2*) 2010
Kmr Terjual (unit) - left axis gKmr Terjual (% yoy) - right axis
60.000
30 25
50.000
20
40.000
15 30.000 10 20.000
5
10.000
0
-
-5 Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
2009
Q4
Q1 Q2*) 2010
Ket: *) estimasi Juni 2010 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulut, diolah
Sementara itu, kinerja sub sektor pedagangan besar dan eceran serta sub sektor restoran diperkirakan akan mengalami pertumbuhan positif. Pertumbuhan kinerja kedua sub sektor ini selain didorong meningkatnya aktivitas kampanye menjelang Pilkada, juga dipengaruhi oleh dampak lanjutan dari adanya panen raya cengkeh, dimana terjadi peningkatan pendapatan masyarakat (petani cengkeh) yang sebagian besar akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan primer dan sekunder dari masyarakat. Hal ini pada tahap lebih lanjut akan meningkatkan kinerja sub sektor perdagangan besar dan eceran serta sub sektor restoran. Indikasi pertumbuhan kedua sub sektor tersebut diantaranya dapat dikonfirmasi 29
melalui jumlah pelanggan listrik di kalangan bisnis yang tercatat sebanyak 13.417 pelanggan yang terdaftar pada triwulan II-2010, atau mengalami pertumbuhan sebesar 5,08% (yoy). Grafik 1.28. Perkembangan Kredit Sektor PHR
Grafik 1.27. Perkembangan Pelanggan Bisnis PT. PLN 13.600
6
Pelanggan_Bisnis (firm) - left axis
3.000
gPelanggan_Bisnis (% yoy) - right axis
13.400
3.500
Kredit_PHR (Rp miliar) - left axis
30
gKredit_PHR (% yoy) - right axis
25
5
20 2.500
13.200
15
4
2.000
10
1.500
5
13.000
3
12.800
2 1.000
0 -5
12.600
1
12.400
0 Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Q1
Q2 2010
Sumber : PT. PLN Wilayah Sulutenggo
500
-10
-
-15 Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1
Q2*) 2010
Ket: *) s.d. Mei 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
Dari segi pembiayaan, sektor PHR merupakan sektor terbesar kedua setelah sektor konsumsi yang mendapatkan alokasi pembiayaan dari perbankan. Sampai dengan bulan Mei 2010 kredit sektor PHR yang telah disalurkan bank umum mencapai Rp2.522 miliar. Jika dibandingkan periode yang sama tahu lalu, laju pertumbuhan kredit sektor PHR mengalami perlambatan sebesar 7,08% (yoy). Penurunan ekspansi kredit ini terutama dipengaruhi oleh semakin selektifnya perbankan dalam melakukan penyaluran kredit pada sektor PHR, yang dipengaruhi oleh risiko yang harus ditanggung perbankan mengingat perkembangan kinerja sektor ini tercatat terus mengalami perlambatan. Di sisi lain, tingkat suku bunga kredit yang masih relatif tinggi menyebabkan calon debitur harus melakukan perhitungan bisnis dengan cermat sebelum mengambil pembiayaan dari perbankan. 1.2.4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Salah satu multiplier effect dari adanya penyelenggaraan berbagai event berskala internasional di Tahun 2009 adalah semakin dikenalnya Kota Manado sebagai salah satu kota tujuan wisata oleh masyarakat luar. Hal ini berpengaruh pada tingginya minat wisatawan untuk berkunjung ke Provinsi Sulawesi Utara hingga pada tahap lanjut mampu mendorong kinerja sektor pengangkutan dan telekomunikasi. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan II-2010 tumbuh 6,38% (yoy). Menurut sub sektornya, 30
pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi terutama berasal dari sub sektor pengangkutan dengan pangsa sebesar 89% dari total PDRB sektor pengangkutan, sedangkan sisanya disumbangkan oleh sub sektor komunikasi. Pertumbuhan yang positif pada sub sektor pengangkutan pada triwulan laporan bertepatan dengan adanya kenaikan kelas dan musim liburan sekolah. Hal ini tercermin dari tingginya arus penumpang dan kargo yang masuk dan keluar dari Bandar Udara Sam Ratulangi Manado. Arus penumpang maupun kargo domestik yang datang (masuk) ke Provinsi Sulawesi Utara masing-masing tumbuh sebesar 37,64% (yoy) dan 17,31% (yoy). Demikian pula halnya arus penumpang dan kargo domestik yang berangkat (keluar) dari Provinsi Sulawesi Utara tercatat mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 33,65% (yoy) dan 36,52% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan jumlah penumpang dan kargo yang berasal dari luar negeri (internasional) tercatat mengalami penurunan. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketiadaan event berskala internasional di triwulan II-2010. Faktor lain yang menyebabkan penurunan jumlah wisatawan asing adalah penutupan penerbangan langsung ke luar negeri (Kuala Lumpur dan Singapura) oleh maskapai Air Asia.
Tabel 1.8. Perkembangan Lalu Lintas Penumpang dan Kargo di Bandara Sam Ratulangi Jenis Pengangkutan
Asal/Tujuan Domestik
Penumpang Internasional Domestik Kargo (kg) Internasional
Kedatangan/ Keberangkatan Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat Datang Berangkat
Q1 127.473 133.507 7.727 7.728
2009 Q2 Q3 147.371 162.498 150.115 165.109 9.165 11.582 9.179 10.973
Q4 176.683 161.278 9.771 8.848
2010 Growth (YoY) Q1 Q2 166.510 202.844 37,64% 175.663 200.622 33,65% 7.503 5.377 -41,33% 7.612 5.243 -42,88%
1.478.551 1.435.824 1.361.774 1.610.759 1.358.143 1.684.431 893.345 875.982 722.016 820.500 885.607 1.195.887 23.912 27.238 18.024 24.488 20.151 31.362 46.464 129.662 94.012 80.884 56.165 74.232
17,31% 36,52% 15,14% -42,75%
Sumber: PT. Angkasa Pura II, Sulawesi Utara
Sementara itu, relatif stabilnya pertumbuhan sub sektor komunikasi dalam triwulan laporan antara lain didorong oleh masuknya provider telekomunikasi selular Axis ke Kota Manado serta
didukung
oleh
semakin
luasnya
wilayah
jangkauan,
disamping
pesatnya
pembangunan sejumlah menara BTS (Base Transceiver System) di beberapa lokasi pada daerah yang sebelumnya terisolir sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pelanggan dalam berkomunikasi. Selain itu perkembangan kecanggihan telepon selular dengan berbagai macam jenis, merk, harga, dan fasilitas/fitur baru yang ditawarkan serta gencarnya promosi yang dilakukan semakin mendorong masing-masing provider untuk lebih bersaing 31
mendapatkan konsumen, hal ini pada tahap selanjutnya akan berdampak terhadap peningkatan kinerja sub sektor komunikasi. Jika dilihat dari sisi pembiayaan, penyaluran kredit di sektor pengangkutan dan komunikasi menunjukan adanya perlambatan. Sampai dengan Mei 2010 jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp73 miliar, atau melambat 18,43% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Perlambatan ini tidak hanya dirasakan oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, tetapi juga dialami oleh beberapa sektor lain. Gejala perlambatan ini antara lain disebabkan oleh adanya sistem baru penilaian kelayakan penyaluran kredit (credit scoring) yang tidak hanya didasarkan pada besarnya agunan yang diberikan, namun juga memperhatikan track record nasabah yang baik dan produktif.
Grafik 1.29. Perkembangan Kredit Sektor Angkutan Kredit_Angk&Kom (Rp miliar) - left axis
100
gKredit_Angk&Kom (% yoy) - right axis
90 80
15 10 5
70
0
60
-5
50
-10
40
-15
30
-20
20
-25
10
-30
-
-35 Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Q1
Q2*) 2010
Ket: *) s.d. Mei 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
1.2.5. Sektor Jasa-Jasa Kinerja sektor jasa pada triwulan II-2010 sektor jasa-jasa tumbuh 5,82% (yoy). Kinerja sektor jasa yang cukup stabil ditopang oleh aktivitas sub sektor pemerintahan umum sejalan dengan dimulainya realisasi proyek pembangunan pemerintah daerah pada triwulan laporan. Indikasi ini terlihat dari besaran realisasi belanja yang telah mencapai 38,7% atau sebesar Rp423,57 miliar, lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu sebesar 35,8%. Selain itu, besaran realisasi belanja fisik Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Utara sampai dengan Mei 2010 mencapai 25,97%. 32
Grafik 1.30. Perkembangan Kredit Sektor Jasa-jasa 700 600
Kredit_Jasa (Rp miliar) - left axis
35
gJasa (% yoy) - right axis
30
25 20
500
15 400
10
300
5
200
-5
0 -10
100
-15
-
-20 Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1
Q2*) 2010
Ket: *) s.d. Mei 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
Dari sisi pembiayaan perbankan, laju pertumbuhan kredit sektor jasa-jasa sampai dengan Mei 2010 tercatat sebesar 20,31% dengan jumlah kredit sebesar Rp596 miliar. Penyaluran kredit pada sektor jasa-jasa, didominasi oleh pemberian kredit pada sub sektor jasa dunia usaha sebesar Rp504 miliar, dengan pangsa 84,50% dari total kredit yang berhasil disalurkan pada sektor jasa. Sisanya sebesar 15,50% disalurkan pada sub sektor jasa pemerintahan. Tingginya penyaluran kredit di sektor jasa pada triwulan laporan juga didorong oleh maraknya jasa pembuatan baliho, spanduk, poster, dll menjelang Pilkada Agustus 2010. 1.2.6. Sektor Lainnya Kinerja sektor industri pengolahan selama triwulan II-2010 relatif stabil sehingga sektor industri pengolahan tumbuh 6,37% (yoy). Dari hasil Quick Survey yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Manado terhadap beberapa perusahaan yang bergerak pada industri pengolahan, dapat disimpulkan bahwa pasca krisis ekonomi global, tingkat permintaan ekspor terhadap produk olahan Sulut masih menunjukan adanya peningkatan. Namun demikian, peluang tersedianya pasar dan tingginya permintaan dari negara partner dagang belum dapat dioptimalkan oleh perusahaan. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya ketersediaan bahan baku akibat semakin tingginya persaingan usaha yang sejenis di Sulawesi Utara serta adanya ketergantungan pada alam (cuaca) dalam penyediaan bahan 33
baku. Keterbatasan bahan baku ini juga menjadi penyebab utama belum terpenuhinya kapasitas utilisasi dari sebagian besar perusahaan. Semakin terbukanya pasaran ekspor di ASEAN dan China diperkirakan akan mendorong kinerja ekspor dan sektor industri pengolahan sebagaimana tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di triwulan I-2010 yang memprediksikan perkembangan kegiatan industri pengolahan pada triwulan II-2010 akan cenderung mengalami peningkatan tercermin dari nilai SBT yang naik sebesar 7,38%. Perkembangan sektor industri pengolahan tak lepas pula dari dukungan pembiayaan oleh perbankan, dimana sampai dengan akhir triwulan II-2010 jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp255 miliar atau tumbuh sebesar 33,28% (yoy).
Grafik 1.32. Perkembangan Kredit Sektor Industri
Grafik 1.31. Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha Per Sektor Ekonomi Tw.II-2010
Kredit_Industri (Rp miliar) - left axis
300 %
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
12
35
gKredit_Industri (%yoy) - right axis
30
250
Pertambangan dan Penggalian 10 Industri Pengolahan
200
Listrik, Gas dan Air Bersih
150
25 20
8
15 Bangunan
100
6
10
Perdagangan, Hotel dan Restoran
50
4
Pengangkutan dan Komunikasi
2
Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan
5
-
0 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2*)
Jasa-Jasa
2009
2010
Ket: *) s.d Mei 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
-
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Kota Manado
Sementara itu, sektor listrik, gas dan air bersih pada triwulan II-2010 tumbuh 3,86% (yoy). Perlambatan kinerja sektor ini, tak lepas dari permasalahan pasokan listrik di Provinsi Sulawesi
Utara
seiring
dengan
dilangsungkannya
pemeliharaan
beberapa
mesin
pembangkit. Namun demikian, jumlah antrian calon pelanggan PLN masih tetap tinggi. Hal ini disebabkan oleh relatif terbatasnya pasokan listrik oleh PLN di Sulawesi Utara. Kinerja sektor listrik, gas dan air bersih antara lain dapat dikonfirmasi dengan perkembangan jumlah pemakaian listrik. Jumlah pemakaian listrik di wilayah Sulawesi Utara mencapai 68.833 Megawatt dengan jumlah pelanggan sebanyak 389.600 unit. Angka konsumsi listrik mengalami peningkatan sebesar 5,38% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
34
Sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan II-2010 tumbuh 2,65% (yoy). Berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor ini disumbangkan oleh seluruh sub sektor yang ada yaitu sub sektor minyak dan gas, pertambangan tanpa migas dan penggalian. Berdasarkan pelaku usahanya, sub sektor penggalian ini lebih banyak dilakukan oleh penambangan tradisional/rakyat dan bukan industri berskala besar. Hal inilah yang mendorong rendahnya penyaluran kredit pada sektor pertambangan selain karena faktor risiko yang tinggi dari kegiatan pertambangan. Jumlah kredit yang disalurkan pada sektor pertambangan sampai dengan Mei 2010 tercatat sebesar Rp33 miliar atau mengalami perlambatan sebesar 5,12% (yoy).
Grafik 1.34. Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan
Grafik 1.33. Penggunaan Listrik di Sulawesi Utara 80.000
40 PenjualanListrik (Mwh) - left axis
gPenjualan (% yoy) - right axis
70.000
20
60.000
0
Kredit_Pertambangan (Rp miliar) - left axis 36
200
gKredit_pertambangan (% yoy) - right axis
35 150 34
50.000
-20
40.000
-40
30.000
-60
20.000
-80
10.000
-100
30
-120
29
100
33 32
50
31 0
Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Sumber: PT. PLN Kanwil Sulutenggo, diolah
Q1
Q2
-50 Q1
2010
Q2
Q3 2009
Q4
Q1
Q2*) 2010
Ket: *) s.d. Mei 2010 Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, diolah
Sementara itu, untuk kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan laporan diperkirakan akan tumbuh 6,09% (yoy). Perkembangan sektor keuangan, persewaan dan jasa antara lain tercermin dari maraknya pembangunan jaringan kantor dan fasilitas perbankan antara lain: pembukaan kantor cabang pembantu baru, penambahan ATM (Anjungan Tunai Mandiri), serta penawaran produk-produk baru yang memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada masyarakat dalam bertransaksi. Sementara itu, jasa persewaan di Kota Manado, memperlihatkan adanya tren penurunan, hal ini disebabkan oleh semakin tingginya persaingan antar pemain jasa persewaan.
35
Halaman ini sengaja dikosongkan
36
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Meskipun menunjukan kecenderungan meningkat, inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan II-2010 masih relatif terkendali. Secara tahunan inflasi meningkat dari 1,84% (yoy) pada triwulan I-2010 menjadi 4,21% (yoy) pada triwulan II-2010. Angka tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar 5,05% (yoy). Sementara itu, inflasi triwulanan Kota Manado juga meningkat dari 0,72% (qtq) pada triwulan I-2010 menjadi 0,20% pada periode laporan. Sama halnya dengan inflasi tahunan, inflasi triwulanan Kota Manado tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang sebesar 1,41% (qtq). Grafik 2.1. Laju Inflasi Kota Manado Vs Nasional (yoy)
Grafik 2.2. Laju Inflasi Kota Manado Vs Nasional (qtq)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
2.1. INFLASI TAHUNAN (yoy) Secara tahunan, inflasi Kota Manado
pada triwulan II-2010 tercatat 4,21% (yoy),
mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan I-2010 sebesar 1,84% (yoy) dan periode yang sama tahun lalu sebesar 2,25% (yoy). Berdasarkan faktor yang mempengaruhi inflasi, peningkatan inflasi tahunan Kota Manado selama triwulan II
2010 disebabkan oleh faktor fundamental dan faktor non fundamental.
Dari sisi fundamental, tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh faktor interaksi antara permintaan dan penawaran agregat, sedangkan pengaruh tekanan eksternal dan ekspektasi
37
inflasi masih minimal dan terkendali. Sementara itu, dari sisi non fundamental inflasi terutama dipengaruhi oleh inflasi volatile food . FAKTOR FUNDAMENTAL
Interaksi permintaan dan penawaran
Dari sisi permintaan, laju konsumsi dan permintaan domestik pada triwulan laporan meningkat yang tercermin pada peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Survei
Konsumen Kota Manado sebesar 8,00 poin dari 124,92 pada Juni 2009 menjadi 132,92 pada Juni 2010. Kenaikan permintaan ditenggarai akibat peningkatan konsumsi masyarakat yang bertepatan dengan pelaksanaan tahun ajaran baru, masa liburan, pilkada, perayaan pengucapan syukur, dan realisasi kenaikan gaji PNS/TNI/Polri sebesar 5% di Tahun 2010. Dari sisi penawaran, terjadi perlambatan aktivitas produksi pada triwulan II-2010. Hal ini dikonfirmasi oleh hasil Survei Produksi Kota Manado yang menunjukan penurunan indeks dari 128,85 pada Juni 2009 menjadi 113,03 pada Juni 2010. Respon penawaran yang relatif
lambat terhadap kenaikan permintaan menyebabkan tekanan pada inflasi inti,
terutama terjadi pada kelompok sandang dengan nilai inflasi sebesar 6,85% (yoy) yang tercatat sebagai kelompok dengan inflasi tertinggi pada triwulan II-2010.
Ekspektasi Inflasi
Ekspektasi inflasi masyarakat Kota Manado pada triwulan II-2010 cenderung meningkat namun masih relatif terjaga. Hal ini tercermin pada nilai Indeks Ekspektasi Konsumen Kota Manado untuk perubahan harga umum enam bulan kedepan yang sedikit meningkat apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari 163 poin pada Juni 2009 menjadi 172 poin pada triwulan II-2010.
Tekanan Eksternal
Tekanan eksternal pada triwulan II-2010 cenderung melemah sebagaimana yang terlihat pada menguatnya nilai tukar rupiah. Berlanjutnya apresiasi nilai tukar rupiah pada periode laporan terutama terkait dengan masih derasnya aliran modal masuk ke Indonesia seiring dengan membaiknya peringkat risiko negara (country risk) serta meningkatnya ekspor yang tercermin pada besarnya surplus pos transaksi berjalan (net ekspor-impor) neraca pembayaran Indonesia.
38
FAKTOR NON FUNDAMENTAL Inflasi non inti Kota Manado berasal dari kelompok volatile food yang didorong oleh kenaikan harga pada komoditas bahan makanan sub kelompok bumbu-bumbuan, sub kelompok buah-buahan dan sub kelompok sayur-sayuran. Hal ini ditenggarai akibat faktor cuaca yang tidak menentu sehingga berpengaruh pada produksi hasil pertanian dan kecukupan pasokan. Sementara itu, dari sisi administered price kenaikan Harga eceran tertinggi (HET) pupuk oleh pemerintah per tanggal 9 April 2010 yaitu rata-rata sebesar 30% juga turut andil terhadap peningkatan harga, khususnya pada peningkatan kelompok bahan makanan. Jika dilihat berdasarkan kelompok pengeluarannya, inflasi selama triwulan II-2010 tertinggi terjadi pada kelompok sandang tercatat mengalami inflasi 6,84% (yoy) yang disusul oleh kelompok bahan makanan sebesar 6,39% (yoy). Inflasi terendah terjadi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 1,75% (yoy). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi terutama disumbangkan oleh kelompok buah-buahan, sayur-sayuran, padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya, serta kelompok barang pribadi dan sandang lain. Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
2.2. INFLASI TRIWULANAN (QtQ) Tekanan inflasi Kota Manado selama triwulan II-2010 cenderung menurun bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Kota Manado pada triwulan II-2010 tercatat 0,20% (qtq), lebih rendah dibandingkan Triwulan I-2010 yang tercatat sebesar 0,72% (qtq), namun lebih tinggi dari periode yang sama Tahun 2009 lalu yang tercatat -2,08%.
39
Berdasarkan kelompoknya, inflasi secara triwulanan terutama disumbangkan oleh kelompok sandang 1,89% (qtq) dan kelompok transport, komunikasi & jasa keuangan 1,23% (qtq). Namun demikian, kenaikan harga pada kedua kelompok ini mampu diredam oleh kecenderungan menurunnya inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau dan kesehatan yang masing-masing mengalami deflasi 0,95% (qtq) dan 0,04% (qtq). Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
2.3. INFLASI BULANAN (mtm) Secara bulanan, inflasi Kota Manado sepanjang triwulan II-2010 mengalami fluktuasi. Pada Bulan April 2010, Kota Manado mencatat deflasi sebesar 0,08 % (mtm) , kemudian mengalami inflasi pada Mei 2010 menjadi 1,37% (mtm)
dan pada Juni 2010
perkembangan harga di Kota Manado kembali mengalami deflasi sebesar 1,07%. Fluktuasi harga terutama terjadi pada harga kelompok bahan makanan khususnya pada sub kelompok padi-padian, umbi-umbian serta bumbu-bumbuan.
Grafik 2.3. Laju Inflasi Kota Manado Vs Nasional (mtm)
%
2
mtm Manado
mtm Nasional
1 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 -1
2009
2010
-2 Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
40
2.3.1. APRIL 2010 Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa April 2010
Kota Manado pada April 2010 mengalami deflasi sebesar 0,08% (mtm). Dari 66 kota, tercatat 46 kota IHK di Indonesia mengalami
Transportasi
inflasi dan 20 kota mengalami deflasi. Inflasi
Pendidikan
0.02 0.27 0.03 0.11
Perumahan
sebesar 0,01 persen. Deflasi tertinggi terjadi di
-0.16
Makanan jadi
kota Tarakan sebesar 2,08 persen dan
-0.86
-0.04 -0.16
Bahan Makanan
terendah di kota Jambi sebesar 0,02 persen.
-2 Andil
Deflasi Kota Manado selama April 2010, oleh
0.00 -0.04
Sandang
2,04 persen dan terendah di kota Palembang
disumbangkan
0.00 0.02
Kesehatan
tertinggi terjadi di kota Manokwari sebesar
terutama
0.07 0.49
kelompok
-1 0 1 2 Inflasi (mtm) April 2010
3
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang tercatat 0,86% (mtm). Hal ini ditenggarai sebagai dampak dari masih relatif terjaganya kecukupan pasokan. Berdasarkan data yang terhimpun pada April 2010, komoditas yang mengalami penurunan harga diantaranya gula pasir, beras, cabe merah, kangkung, daun bawang, tomat, sayur, cakalang, daging ayam ras, mujair, dan tahu mentah. Secara tahunan, laju inflasi Kota Manado pada April 2010 tercatat 3,12% (yoy). 2.3.2. MEI 2010 Angka inflasi Kota Manado pada Mei 2010 tercatat 1,37%, lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang tercatat 0,29% (mtm). Tingginya angka inflasi bulan Mei antara lain disebabkan
Grafik 2.5. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa Mei 2010
Transportasi Pendidikan -0.02
oleh kenaikan harga cabai akibat faktor cuaca,
Kesehatan
tingginya daya beli masyarakat sebagai dampak
Sandang
dari kenaikan pendapatan, masa panen raya
Perumahan
cengkeh, serta berbagai aktivitas menjelang pesta
politik
beberapa
pemilihan
wilayah
kepala
administratif
daerah di
di
0.04 0.30 0.00 0.00 0.04 0.05 0.72 0.00 0.01
-0.02 Makanan jadi-0.11
1.31
Bahan Makanan
4.85
provinsi
Sulawesi Utara. Adapun inflasi disumbang oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan
-1 Andil
0
1
2
3
4
5
6
Inflasi (mtm) Mei 2010
Sumber: BPS SulawesiUtara , diolah.
sebesar 4,85 persen, kelompok perumahan, air, 41
listrik, gas dan bahan bakar sebesar 0,01 persen, kelompok sandang sebesar 0,72 persen, kelompok kesehatan 0,04 persen, kelompok transpor komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,30 persen, sedangkan kelompok yang mengalami penurunan indeks adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar -0,11 persen dan kelompok pendidikan, rekreasi & olahraga sebesar -0,02 persen. Secara akumulasi, sampai dengan Mei 2010, laju inflasi Kota Manado mencapai 2,02% (ytd) atau 5,21% (yoy) secara tahunan. 2.3.3. JUNI 2010 Pada akhir triwulan II 2010, perkembangan harga
barang
dan
jasa
secara
Grafik 2.6. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa Juni 2010
umum
menunjukan penurunan. Tercatat Kota Manado
Transportasi
pada Juni 2010 mengalami deflasi paling tinggi
Pendidikan
di Indonesia, yakni sebesar 1,07% (mtm) atau
Kesehatan
lebih rendah dibandingkan laju inflasi nasional
0.06 0.44 0.00 0.01
0.00 -0.04 0.06
Sandang
0.89 -0.01 -0.03
Perumahan
yang tercatat sebesar 0,97% (mtm). Deflasi terutama terjadi karena adanya penurunan indeks pada kelompok bahan makanan dari
0.00 0.02
Makanan jadi
-5 Andil
143,36 pada Mei 2010 menjadi 137,26 pada Juni
2010
(-4,26%).
Berdasarkan
-1.18
Bahan Makanan-4.26
-4
-3
-2
-1
0
1
2
Inflasi (mtm) Juni 2010
Sumber: BPS Sulawesi Utara, diolah.
sub
kelompoknya, deflasi tertinggi terjadi pada sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar 28,42% dan terendah terjadi pada sub kelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya sebesar 0,03%. Secara akumulasi, laju inflasi Kota Manado hingga Juni 2010 tercatat sebesar 0,92% (ytd) atau 4,21% (yoy) secara tahunan.
42
BOKS 1. PERKEMBANGAN INDEKS IMPLISIT (DEFLATOR PDRB) SEKTOR PEREKONOMIAN PROVINSI SULAWESI UTARA
Inflasi yang didefinisikan sebagai perubahan tingkat harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus dapat diukur dengan menggunakan beberapa jenis indeks, salah satunya adalah dengan Indeks Harga Implisit. Indeks Harga Implisit atau sering disebut juga Deflator PDRB merupakan indikator tingkat perkembangan harga dari agregat pendapatan terhadap harga pada tahun dasar yang diperoleh dengan cara membagi nilai PDRB atas dasar harga berlaku dengan nilai sejenis atas dasar harga konstan kemudian dikalikan 100 persen. Laju pertumbuhan berantai indeks implisit tiap tahunnya dapat menggambarkan angka inflasi pada tingkat produsen setiap sektor/ sub sektor. Perkembangan Indeks Implisit Sektor Perekonomian Prov. Sulut (%) 250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
-
II
III
IV
I
2009
II
2010
Pertanian
187.05
187.47
187.64
189.45
188.06
Pertambangan & Penggalian
156.82
156.59
157.35
158.20
159.84
Industri Pengolahan
199.32
200.81
202.61
208.77
209.84
Listrik, Gas & Air Bersih
197.09
196.85
197.76
198.39
198.53
Bangunan
209.57
209.69
212.98
212.70
213.47
PHR
198.61
200.01
200.27
204.07
204.18
Pengangkutan & Komunikasi
169.98
170.04
170.75
171.94
175.18
Keu.Persewaan & Jasa Perh.
165.96
169.58
174.35
180.16
184.06
Jasa-Jasa
208.64
209.33
210.86
215.33
221.70
PDRB
191.32
192.14
194.30
196.77
197.71
Sumber : BPS, diolah
Indeks implisit Sulawesi Utara pada triwulan II tahun 2010 mencapai 197,71 % menunjukan adanya kenaikan harga sebesar 97,71% dibandingkan tahun 2000 yang merupakan tahun dasar perhitungan indeks. Kenaikan harga secara umum pada triwulan laporan terjadi di semua sektor perekonomian. Indeks implisit tertinggi dicapai sektor jasa-jasa sebesar 221,70%, sedangkan 43
indeks terendah terjadi di sektor pertambangan dan penggalian dengan indeks sebesar 159,84%. Apabila dibandingkan dengan indeks implisit Sulawesi Utara secara agregat, maka sektor yang indeks implisitnya berada diatas indeks implisit Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 adalah sektor industri pengolahan (209,84%), sektor listrik, gas dan air bersih (198,53%), sektor bangunan (213,47%), sektor perdagangan, hotel dan restoran (204,18%) dan sektor jasa-jasa (221,70%). Sedangkan sektor yang indeks implisitnya berada dibawah indeks implisit Sulawesi Utara adalah sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan indeks masing-masing sebesar 175,18% dan 184,06%. Kondisi ini mencerminkan bahwa perubahan tingkat harga pada kedua sektor tersebut relatif lebih lambat apabila dibandingkan dengan sektor lainnya. Inflasi Sektor Perekonomian Sulut Berdasarkan Indeks Implisit (%) 30.00
25.00
Pertanian 20.00
Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan
15.00
Listrik, Gas & Air Bersih 10.00
Bangunan PHR
5.00
I (5.00)
II
III
IV
I
2008
II
III 2009
IV
I
II 2010
Pengangkutan & Komunikasi Keu.Persewaan & Jasa Perh. Jasa-Jasa
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan laju pertumbuhan indeks implisit dapat digambarkan besaran inflasi yang mencakup seluruh barang dan jasa yang diproduksi didalam wilayah penghitungan PDRB. Secara umum, pada triwulan II tahun 2010 inflasi terjadi di hampir semua sektor penyangga perekonomian Sulawesi Utara. Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 tercatat sebesar 3,34%, menurun tajam apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 9,97%. Laju perkembangan harga tertinggi terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dengan inflasi sebesar 10,91%. Sementara itu inflasi terendah terjadi pada sektor pertanian sebesar 0,54% yang pada triwulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 0,92%. Tren pergerakan harga sektor pertanian selama tahun 2010 berdasarkan Indeks Implisit sejalan dengan pergerakan harga bahan makanan berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang tercatat mengalami inflasi pada triwulan II-2009 sebesar 6,39% setelah mengalami deflasi sebesar 2,19% pada triwulan I 2010. 44
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH Kinerja perbankan Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 membaik, yang tercermin dari perkembangan positif berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan laporan. Laju pertumbuhan dari total aset, dana pihak ketiga (DPK) dan kredit tercatat mengalami pertumbuhan yang positif, walaupun lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, fungsi intermediasi perbankan memperlihatkan tren peningkatan sejak awal triwulan II-2009 sampai dengan triwulan laporan, yang tercermin dari meningkatnya prosentase Loan To Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 109,37% di triwulan II-2010. Sejalan dengan hal tersebut, kualitas kredit yang disalurkan perbankan relatif stabil, yang ditunjukan oleh rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) dari 3,72% pada triwulan II-2009 menjadi 3,79% pada triwulan II-2010. Sementara itu, kredit UMKM juga terus menunjukan perkembangan yang cukup signifikan, ditandai dengan meningkatnya pangsa kredit UMKM terhadap total kredit yang mencapai 81,50%, disertai oleh relatif stabilnya kualitas kredit UMKM yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,80%. Tabel 3.1 Indikator Utama Perbankan di Sulawesi Utara
Ket *) s.d Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
45
3.1. FUNGSI INTERMEDIASI PERBANKAN 3.1.1. Respon Perbankan Sulawesi Utara Terhadap Kebijakan Moneter Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate sebesar 6,5% masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2010 (5%±1%) dan arah kebijakan moneter saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian di tengah masih tingginya risiko global yang bersumber dari krisis utang di sejumlah negara Eropa, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 3 Juni 2010 memutuskan mempertahankan BI Rate pada level 6,5%. Respon pihak perbankan di Sulawesi Utara terhadap kebijakan moneter ini masih berlangsung, walaupun dengan magnitude yang terbatas. Hal ini ditandai dengan kecenderungan penurunan rata-rata tingkat suku bunga kredit selama triwulan II-2010, meskipun penurunannya tercatat relatif tidak terlalu signifikan. Pihak perbankan masih dihadapkan pada kondisi perekonomian yang sedang berada dalam tahap pemulihan pasca krisis, dimana potensi risiko masih relatif tidak stabil, sehingga suku bunga kredit yang ditetapkan oleh perbankan di wilayah Sulawesi Utara cenderung tinggi. Seperti halnya tingkat suku bunga kredit, pergerakan rata-rata tingkat suku bunga deposito 1 bulan sepanjang triwulan II-2010 juga masih terbatas. Pergerakan rata-rata suku bunga kredit relatif lebih fluktuatif dibandingkan dengan suku bunga deposito. Berdasarkan data yang bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, sampai dengan akhir bulan Mei
2010, rata-rata tingkat suku bunga kredit tercatat sebesar
15,85%. Pihak perbankan masih mematok margin keuntungan bank yang sangat tinggi sebagai opportunity cost atas risiko yang akan dihadapi bank ketika debitur mengalami gagal bayar (default). Menurut jenis penggunaannya, rata-rata tingkat suku bunga kredit modal kerja mencapai 17,82% per tahun, rata-rata kredit investasi sebesar 17,27% per tahun dan rata-rata kredit konsumsi sebesar 12,46% per tahun. Sementara itu, pergerakan tingkat suku bunga deposito menunjukan perkembangan yang tidak jauh berbeda. Sampai dengan Mei 2010, rata-rata tingkat suku bunga deposito 1 bulan tercatat sebesar 5,99%, mengalami penurunan terbatas (±0,01%) sepanjang triwulan laporan.
46
Grafik 3.1. Perkembangan Rata-Rata Tingkat Suku Bunga Kredit, Deposito dan BI Rate 17.5
Grafik 3.2. Rata-Rata Tingkat Suku Bunga Kredit Menurut Jenis Penggunaan 7.50
%
17.0
20.0 18.0
7.00
16.5
16.0
16.0
6.50
15.5 15.0
14.0
6.00
12.0
5.50
10.0
2009
5
4
3
2
1
12
11
9
10
8
7
2009
2010
Sk. Bunga Kredit (Left Axis) BI Rate (Right Axis) Sk. Bunga Deposito (Right Axis)
6
5
4
3
2
5
4
3
2
1
12
11
9
10
8
7
6
5
14.0
1
14.5
2010
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II Modal Kerja
Investasi
Konsumsi
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
3.1.2. Penyerapan Dana Masyarakat Sepanjang triwulan II-2010, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun perbankan menunjukan pertumbuhan yang positif. DPK di wilayah Sulawesi Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp10.271 miliar atau tumbuh 11,69% (yoy). Berdasarkan jenis simpanannya, kenaikan dana terutama terjadi pada tabungan yang bertumbuh 15,13% (yoy) kemudian disusul oleh deposito sebesar 12,80% (yoy) dan giro sebesar 3,22% (yoy). Grafik 3.3. Perkembangan Dana Pihak Ketiga
Grafik 3.4. Share Dana Pihak Ketiga (DPK) 20.20%
43.39%
36.41%
Giro
Deposito
Tabungan
Ket. *) s.d Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU ) Basel II
47
Menurut pangsanya, penempatan dana dalam sistem perbankan masih didominasi oleh jenis simpanan tabungan sebesar 43,39% dari total keseluruhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun, disusul kemudian deposito (36,41%) dan giro (20,20%). Berdasarkan kelompok banknya, bank pemerintah menyerap 65,55% dari total DPK sedangkan
sisanya
dihimpun
oleh
bank
swasta
(34,45%).
Berdasarkan
laju
pertumbuhannya, dana di bank pemerintah berhasil tumbuh 14,21% (yoy) sedangkan dana di bank swasta tumbuh lebih rendah yaitu sebesar 7,19% (yoy).
Grafik 3.5. Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Bank Penghimpun Bank Pemerintah
9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 Q1
Q2
Q3
Bank Swasta
Q4
Q1
2009
Q2*) 2010
Ket. *) s.d Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan wilayah penghimpunan dananya, dari keseluruhan total dana pihak ketiga yang dihimpun, sebesar 71,76% atau Rp7.370 miliar berasal dari bank-bank yang berlokasi di Manado, selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Bolaang Mongondow (8,12%), Kabupaten Minahasa (7,91%), Kota Bitung (6,62%), dan Kabupaten Sangihe Talaud (5,60%). Terkonsentrasinya DPK di Kota Manado disebabkan oleh jumlah jaringan kantor bank yang sebagian besar berlokasi di Kota Manado dan berkembangnya Kota Manado sebagai sentra pertumbuhan ekonomi daerah. Tabel 3.2. Perkembangan Sebaran DPK per Kabupaten/Kota (Rp. Miliar)
Ket *) s.d Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
48
Grafik 3.6. Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kabupaten/Kota 12,000
Grafik 3.7. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kab/Kota
Rp Miliar
10,000
Bitung
8,000
Manado
6,000 4,000
Sangihe Talaud
2,000 -
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2008
Bitung Manado
Q3
Q4
Q1
2009
Q2*)
Bolmong
2010
644
635
552
583
639
642
669
673
705
680
5,371
5,862
5,959
6,872
6,443
6,835
6,989
7,509
7,320
7,370
Sangihe Talaud
315
329
343
372
440
473
575
488
559
575
Bolmong
392
427
391
448
553
669
697
632
795
834
Minahasa
468
513
684
586
833
827
794
686
841
812
Minahasa
-20 Minahasa
Bolmong
Sangihe Talaud
Manado
Bitung
Q2-10*)
0 Q1-10
20
40
60
80
Q2-09
Ket.*) s.d Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan
wilayah
administratifnya,
pada
triwulan
laporan
hampir
seluruh
kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang positif jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan tertinggi dialami oleh Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 28,18% (yoy) dengan total DPK sebesar Rp834 miliar. Berikutnya adalah Kabupaten Sangihe Talaud yang tumbuh 18,72% (yoy), Kota Manado (11,19%), dan Kota Bitung (9,73%). Sedangkan Kabupaten Minahasa mengalami pertumbuhan negatif sebesar 0,17% (yoy). 3.1.3. Penyaluran Kredit Bank Pelapor Penyaluran dana bank umum konvensional pada triwulan II-2010 mengalami pertumbuhan positif secara tahunan, namun sedikit melambat apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Outstanding kredit yang disalurkan sampai dengan akhir triwulan II-2010 adalah sebesar Rp11.233 miliar. Secara tahunan, penyaluran kredit bank umum tumbuh 20,39% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan II-2009 yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 22,60%. Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit paling signifikan dialami oleh kredit konsumsi yang mencapai jumlah Rp6.582 miliar atau tumbuh sebesar 33,44% (yoy). Sementara itu, untuk jenis kredit investasi dan kredit modal kerja pertumbuhannya masing-masing sebesar 25,60% (yoy) dan 0,98% (yoy). 49
Grafik 3.9. Penyaluran Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan Di Provinsi Sulawesi Utara
Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan 45
%
40
Q2*) 2010
35 30
Q1
25 Q4
20 15
Q3 2009
10 5
Q2
0 -5
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2*)
Q1 Rp Miliar
-10
2009 Modal Kerja
Investasi
2010 Konsumsi
Total Kredit
-
1,000
Konsumsi
2,000 Investasi
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
Modal Kerja
Ket *) s.d Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan strukturnya, pangsa kredit konsumsi menempati urutan pertama sebesar 58,59% dari total kredit yang disalurkan, hal ini sejalan dengan pertumbuhan kredit konsumsi yang juga paling signifikan dibandingkan pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja. Selanjutnya pangsa kredit modal kerja tercatat sebesar 31,90%, kemudian diikuti oleh kredit investasi dengan pangsa sebesar 9,51%. Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit produktif selama triwulan ini sebagian besar ditujukan ke sektor lainnya (konsumsi) dengan jumlah Rp7.119 miliar dengan pangsa 63,37%. Selanjutnya diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dengan pangsa sebesar 22,45% dari total kredit. Disusul penyaluran kredit pada sektor jasa dunia usaha dan sektor konstruksi masingmasing dengan pangsa 4,49% dan 4,48%. Berdasarkan kelompok bank, sampai dengan triwulan laporan, bank umum pemerintah masih terus mendominasi penyaluran kredit dibandingkan dengan bank umum swasta nasional. Kelompok bank pemerintah berhasil menyalurkan Rp8.653 miliar atau mencapai pangsa pasar 77,03% sedangkan sisanya disalurkan oleh kelompok bank swasta sebesar Rp2.580 miliar dengan pangsa pasar 22,97% dari total kredit.
50
Grafik 3.10. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank 10,000
9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 Bank Pemerintah
4,000 3,000
2,000
Ket. *) s.d Mei 2010
Bank Swasta
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
1,000 Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2*)
2010
Ket. *) s.d Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan wilayah penyaluran kredit, dari total kredit sebesar Rp11.233 miliar, tercatat 64,79% atau sebesar Rp7.278 miliar disalurkan di wilayah Kota Manado . Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Minahasa dengan pangsa pasar sebesar 12,74% (Rp1.431 miliar), Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 10,18% (Rp1.143 miliar), Kota Bitung sebesar 6,31% (Rp.709 miliar), dan Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 5,98% (Rp.672 miliar).
Grafik 3.11. Komposisi Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota 12,000
Grafik 3.12. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota
Rp Miliar
Q2*)-10
Bitung
10,000 8,000
Manado
Q1-10
Sangihe Talaud
Q2-09
6,000 4,000
2,000 - *) s.d Mei 2010 Ket. Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II 2009
Bolmong
Q2*) Minahasa
2010 -
Bitung Bolmong
Manado Minahasa
10
20
30
40
Sangihe Talaud
Ket. *) s.d Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
51
Berdasarkan laju pertumbuhan kreditnya, wilayah dengan laju pertumbuhan kredit tertinggi dialami Kabupaten Minahasa sebesar 33,27% (yoy) sedangkan yang terendah adalah Kota Bitung sebesar 14,50% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit selama triwulan laporan merupakan dampak atas respon pihak perbankan pada proses masa pemulihan perekonomian global yang kemudian berdampak pada perilaku perbankan yang lebih memperhitungkan faktor risiko dengan fokus pada prinsip kehati-hatian. Fungsi intermediasi perbankan mengalami peningkatan tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar dari 109,37% pada triwulan laporan, meningkat dari posisinya di periode yang sama tahun lalu sebesar 101,47%. Perlu digaris bawahi bahwa perhitungan LDR ini hanya membagi jumlah total kredit yang disalurkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh perbankan. Meningkatnya rasio LDR ini disebabkan karena pertumbuhan kredit yang jauh lebih signifikan dibandingkan pertumbuhan DPK yang berhasil dihimpun bank. Berdasarkan wilayah administratifnya, rasio LDR terendah dialami oleh Kota Manado sebesar 98,76%. Sedangkan LDR tertinggi dicapai oleh Kabupaten Minahasa sebesar 176,23%, disusul kemudian berturut-turut oleh Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 137,11%, Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 116,80%, dan Kota Bitung sebesar 98,76%. Grafik 3.13. Loan to Deposit Ratio (LDR) Berdasarkan Kabupaten/Kota
Bitung
Q2*)-10
Manado
Q1-10
Sangihe Talaud
Ket. *) s.d. mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Q2-09
Bolmong
Minahasa -
10
20
30
40
Ket. *) s.d. mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
52
3.1.4. Kredit UMKM Perkembangan kredit MKM (Mikro, Kecil dan Menengah) memperlihatkan perkembangan yang cukup signifikan, ditandai dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan kredit secara umum. Sampai dengan triwulan II-2010, jumlah kredit MKM yang berhasil disalurkan mencapai Rp9.155 miliar dengan laju pertumbuhan sebesar 54,57% (yoy). Pencapaian ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan pertumbuhan kredit secara umum pada triwulan laporan yang hanya tumbuh 20,39% (yoy). Grafik 3.14. Laju Pertumbuhan Kredit UMKM dan Total Kredit 60 50 40 30 Kredit UMKM
20
Ket. *) s.d. Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
10
Kredit Umum
Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1
Q2*) 2010
Ket. *) s.d. Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Sejalan dengan hal tersebut, pangsa kredit UMKM terhadap penyaluran kredit perbankan secara keseluruhan juga mengalami peningkatan. Pada triwulan II-2010, pangsa kredit UMKM tercatat sebesar 81.50%. Kenaikan pangsa kredit UMKM juga diikuti oleh meningkatnya kualitas kredit UMKM yang tercermin dari penurunan rasio Non Performing Loan (NPL) jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sampai akhir triwulan II-2010 rasio NPL kredit UMKM tercatat sebesar 3,80%, masih lebih rendah dari batas toleransi Bank Indonesia sebesar 5%.
53
Grafik 3.15. Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Grafik 3.16. Non Performing Loan Kredit UMKM
6,000 Rp Miliar 5,000
Q2*)
4,000
Q1 Mikro
3,000
Q4
Kecil Menengah
2,000
Q3
Q2
1,000
Rp Miliar
-
Q2
Q3
Q4
Q2*)
50 Menengah
100 Kecil
150
200
Mikro
Ket. *) s.d. Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
3.2. RISIKO KREDIT 3.2.1. Rasio Kelonggaran Tarik Kredit Perkembangan rasio kelonggaran tarik kredit bank umum pada triwulan II-2010 memperlihatkan penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tercatat rasio kelonggaran tarik pada triwulan laporan sebesar 2,38% turun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 5,50%. Grafik 3.17. Kelonggaran Tarik Kredit Bank Umum
16,000
%
Rp Miliar
7 6
14,000
5
12,000
4 10,000 3 8,000
2
6,000 4,000
1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2*)
2009
2009
2009
2010
2010
Plafond
10,64
11,03
11,73
13,13
13,62
Outstanding
9,627
10,00
10,48
10,84
11,23
Rasio UL (%)
5.50
5.38
6.31
2.32
2.38
-
Ket *) s.d. Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU ) Basel II
54
3.2.2. Net Interest Margin (NIM) Net
Interest
Margin
(NIM)
Grafik 3.18. Net Interest Margin Bank Umum (Rp Miliar)
didefinisikan
sebagai salah satu indikator penilaian terkait 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 -
kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Berdasarkan neraca konsolidasi bank umum, saldo
bersih
pendapatan
bunga
setelah
dikurangi biaya bunga atau yang biasa disebut Net Interest Margin (NIM). Pada triwulan laporan, rasio NIM menunjukan angka yang positif tercatat sebesar Rp603.49 miliar, mengalami dibandingkan
peningkatan
signifikan
bila
1,200 1,000 800 600 400 200 Q2
Q3
Q4
Q1
Q2*)
2009
2009
2009
2010
2010
Pend.Bunga
748
1,154
1,580
489.71
835.92
Biaya Bunga
235
348
456
133.70
232.42
NIM
513
805
1,125
356.02
603.49
-
Ket *) s.d. Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
periode yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar Rp513 miliar. Pendapatan bunga (antara lain dalam bentuk kredit dan penempatan antar bank) pada periode laporan lebih besar dibandingkan dengan biaya bunga (antara lain dalam bentuk tabungan, giro dan deposito). Hal ini dapat dikonfirmasi melalui pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK. 3.2.3. Rasio BOPO Rasio BOPO menunjukan tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya. Rasio BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien. Sampai dengan triwulan laporan, tingkat efisiensi operasional perbankan meningkat yang tercermin dari rasio BOPO bank umum yang turun menjadi 70,03% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 76,05%. Hal ini dapat diartikan bahwa bank sudah lebih efisien dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. 3.2.4. Return on Asset (ROA) Return on Asset (ROA) merupakan suatu rasio yang mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan asset yang dimilikinya. Sampai dengan triwulan I-2010, rasio ROA bank umum tercatat sebesar 1,11% mengalami peningkatan bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 0,99%. Peningkatan rasio ROA ini didorong oleh tingginya presentase kenaikan total aset yang mampu dikelola dengan baik oleh bank untuk menghasilkan laba.
55
Grafik 3.20. Return On Asset Bank Umum
Grafik 3.19. Rasio Biaya dan Pendapatan Operasional Bank Umum %
Rp Miliar 2,000 1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 Ket200 *) s.d. Mei 2010 - Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II Sumber: Q2 Q3 Q4 Q1 2009
80
500 450
15,500
400
78 76
350
15,000
300
74 72 70
14,500
250 200
14,000
150
68 Q2*)
66
13,000
683
997
1,329
377
658
PO
880
1,358
1,858
538
912
77.62
73.40
71.54
70.03
72.07
100
13,500
50
2010
BO Rasio
16,000
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
Q2*)
-
2010
Aset (Rp Juta) 14,235 14,860 14,769 15,114 15,867 L/R (Rp Juta)
253
459
428
167
299
Ket *) s.d. Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH Secara kelembagaan, jumlah Bank Syariah yang beroperasi di wilayah kerja Bank Indonesia Manado sebanyak 3 buah diantaranya Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat dan Bank Syariah Mega Indonesia dengan jumlah kantor 10 unit beroperasi di Sulawesi Utara dan 10 unit beroperasi di Gorontalo. Tabel 3.3. Indikator Utama Perbankan Syariah di Sulawesi Utara (Rp Miliar)
Asset DPK Tabungan Giro Deposito Kredit Modal Kerja Investasi Konsumsi LDR (%)
Q1 129,311 155,290 11,939 91,698 51,653 120,941 114,904 2,412 3,625 77.88
2009 Q2 142,576 167,426 13,781 101,522 52,123 134,266 127,071 2,741 4,454 80.19
Q3 149,299 164,397 14,798 98,269 51,330 139,499 129,541 2,729 7,229 84.85
Q4 161,367 94,679 13,709 61,215 19,755 145,251 133,153 2,840 9,258 153.41
2010 Q1 165,764 83,203 7,892 50,510 24,801 150,073 135,834 2,988 11,251 180.37
Q2*) 183,415 81,081 7,243 52,818 21,020 166,634 151,527 3,283 11,824 205.52
Ket *) s.d. Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
56
Pada triwulan II-2010, secara umum, indikator kinerja bank umum syariah di Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan positif terkecuali total DPK. Total aset bank umum syariah secara tahunan, sampai dengan posisi bulan Mei 2010 tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 28,64% (yoy). Begitu juga dengan penyaluran pembiayaan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 24,11% (yoy) . Sementara itu, pengumpulan DPK mengalami pertumbuhan negatif sebesar -51,57% (yoy) pada periode laporan. Dengan kondisi tersebut, Financing to Deposit Ratio (FDR) meningkat tajam dari 80,18% pada triwulan II2009 menjadi sebesar 205,52% pada triwulan laporan. Kenaikan yang signifikan pada FDR tersebut perlu mendapat perhatian sebab peningkatan yang terjadi merupakan dampak dari turunnya DPK yang mengindikasikan masih rendahnya animo masyarakat Sulawesi Utara untuk menyimpan dananya di bank umum syariah. Hal ini merupakan tantangan bagi perbankan syariah di Sulawesi Utara. Ke depannya, perlu dilaksanakan upaya-upaya dalam menjaga daya saing dan meningkatkan pengembangan bank umum syariah, terutama dalam hal sosialisasi dan financial deepening dengan memperkaya variasi produk maupun jasa yang dihasilkan tanpa mengesampingkan aspek kesesuaian prinsip syariah.
3.4. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT Laju pertumbuhan Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) dan Kredit BPR secara tahunan Provinsi Sulawesi Utara di triwulan II-2010 menunjukan peningkatan apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Namun, hal ini tidak diikuti dengan perbaikan kualitas kredit dan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan laporan, pertumbuhan asset BPR secara tahunan meningkat dari 18.11% (yoy) pada triwulan II-2009 menjadi 33.91% (yoy) atau menjadi Rp295,2 miliar. Selanjutnya pertumbuhan kredit meningkat dari 15,01% (yoy) menjadi 23,80% (yoy) atau menjadi sebesar Rp224,7 miliar. DPK juga mengalami peningkatan pertumbuhan dari 18,29% (yoy) menjadi 32,23%(yoy) atau menjadi sebesar Rp212 miliar. Berdasarkan komponen pembentuknya, deposito masih mendominasi DPK BPR dengan pangsa mencapai 65,08%. Pertumbuhan DPK BPR jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan DPK bank umum. Hal ini diduga terkait dengan masih relatif lebih menariknya suku bunga simpanan di BPR.
57
Tabel 3.4. Indikator Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Sulawesi Utara (Rp. Miliar)
Grafik 3.21. Pertumbuhan Aset, Kredit & DPK BPR serta DPK Bank Umum 40
%
35 30 25 20
15 10 5
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2*) 2010
Aset BPR
Kredit BPR
DPK BPR
DPK Bank Umum
Ket *) s.d. Mei 2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Sebagian besar kredit yang disalurkan BPR merupakan kredit konsumsi dengan pangsa mencapai 66,34% dari total kredit. Hal ini diperkirakan merupakan indikasi dari meningkatnya aktivitas perekonomian khususnya di sektor konsumsi. Namun demikian, rasio LDR mengalami penurunan dari 111,32% pada triwulan II-2009 menjadi 106% pada triwulan laporan. Kualitas kredit BPR memburuk seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan persentase kredit bermasalah (NPL gross) yang mencapai 4,20% pada triwulan laporan. Walaupun masih berada dibawah level toleransi Bank Indonesia (B)I, namun peningkatan NPL ini perlu menjadi perhatian.
58
BOKS 2. KOMITMEN BANK INDONESIA DAN PERBANKAN DALAM MENDORONG PENGEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI UTARA
Penyaluran kredit di sektor pertanian selama Tahun 2010, menunjukan perkembangan yang stagnan. Sampai dengan Mei 2010, jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp124,60 milliar, mengalami penurunan dibandingkan posisi April 2010 yang tercatat Rp132,37 milliar. Menindaklanjuti hal tersebut, Bank Indonesia dan perbankan di Sulawesi Utara telah mengadakan pertemuan bersama yang pada intinya membahas faktor penyebab cenderung stagnannya penyaluran kredit di sektor pertanian, serta langkah/upaya apa yang telah dilakukan oleh perbankan untuk mendorong penyaluran kredit pada sektor tersebut. Perkembangan Kredit Sektor Pertanian Prov. Sulut (Rp. Juta)
No Sub Sektor Pertanian 1. Pertanian a. Tanaman Pangan b. Tanaman Perkebunan c. Perikanan d. Peternakan 2. Kehutanan dan pemotongan kayu 3. Perburuan 4. Sarana Pertanian 5. Lainnya TOTAL
Jan-10
Feb-10
8.794 12.117 65.174 22.771 2.000 20 0 7.452 118.328
10.686 13.124 67.038 24.458 2.000 19 0 7.595 124.920
Mar-10 10.333 15.471 77.182 27.423 2.002 19 0 7.779 140.209
Apr-10
Mei-10
13.875 7.083 76.134 25.679 2.016 19 0 7.566 132.372
10.834 6.471 72.873 24.511 2.015 19 0 7.876 124.599
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II ,diolah
Beberapa hal yang dapat disarikan dari pertemuan tersebut adalah : 1. Bank Indonesia dan Perbankan di Sulawesi Utara tetap memiliki komitmen untuk berperan serta dalam mendorong percepatan pemberdayaan ekonomi daerah melalui pembiayaan pada sektor ekonomi produktif, secara khusus pada sektor pertanian. 2. Beberapa faktor menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan kredit pertanian yaitu : Tingginya rasio kredit bermasalah pada sektor pertanian yang mencapai 10,18% pada Mei 2010, jauh melebihi batas toleransi yang diperkenankan oleh Bank Indonesia sebesar 5%. Penurunan kualitas kredit pertanian ini, tentunya menjadi pertimbangan tersendiri bagi perbankan dalam menilai resiko kredit pada sektor pertanian sehingga mendorong mereka lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit. Hal ini tak jarang selain disebabkan oleh faktor alam dan kegagalan panen, juga terdapatnya pandangan di bagian masyarakat tertentu yang menganggap kredit merupakan pemberian cuma-cuma yang 59
tidak perlu dikembalikan. Rendahnya penyaluran kredit pertanian pada periode-periode sebelumnya juga menyebabkan terbatasnya alokasi dana yang disediakan oleh masing-masing bank karena mengacu pada pengalaman di periode-periode sebelumnya dimana penyaluran kredit di sektor pertanian masih kecil. Hal ini tentunya berkaitan juga dengan tingginya faktor resiko kredit di sektor pertanian, tercermin dari rasio NPL (Non Performing Loan) yang tinggi. Penagihan yang intensif dari bank sehingga pelunasan kredit berjalan lebih cepat dibandingkan realisasi kredit baru. 3. Dalam upaya mengantisipasi berlangsungnya panen raya cengkeh, perbankan Sulawesi Utara berkomitmen untuk turut serta dalam memberikan pembiayaan baik pra panen maupun pasca panen. Namun hingga saat ini masih sangat sedikit petani yang datang ke bank untuk mendapatkan fasilitas itu. Informasi dari salah satu bank menyebutkan bahwa bank umumnya memberikan pembiayaan kepada petani pengumpul dengan pola kemitraan. Dengan pola kemitraan tersebut, maka para petani yang sekiranya membutuhkan biaya pra panen (seperti pembelian karung dan peralatan pertanian lainnya), akan mendapatkan pembiayaan dari para pedagang pengumpul tersebut. Besaran pokok dan bunga dari pinjaman yang didapat oleh petani cengkeh selanjutnya akan diperhitungkan dari hasil penjualan cengkeh pada saat panen. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan prosesnya lebih mudah dan praktis. 4. Saat ini beberapa bank penyalur KUR (Kredit Usaha Rakyat) telah melakukan sosialisasi sekaligus menyalurkan. Namun demikian, hal tersebut belumlah maksimal disebabkan oleh belum adanya keputusan dari Kementerian Keuangan terkait mekanisme pengawasan KUR, disamping itu rasio kredit bermasalah dalam penyaluran KUR di beberapa bank juga menunjukan perkembangan yang meningkat (kurang menggembirakan). 5. Mengacu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 dalam Pasal 2 demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehatioleh perbankan dalam bentuk kredit sebagian besar berasal dari dana nasabah yang disimpan pada bank tersebut baik dalam bentuk tabungan, deposito ataupun giro. Dengan demikian, sudah sewajarnya apabila perbankan harus mampu mengelola dana tersebut secara baik dengan tetap mengaplikasikan prinsip kehati-hatian (prudential banking system). Apabila tidak dikelola dengan baik, pada suatu kondisi tertentu bank tersebut dapat mengalami kegagalan dan dalam hal ini bukan hanya bank yang mengalami kerugian namun kita selaku penyimpan dana juga akan merasakan dampaknya. 60
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan pemerintah daerah dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, meningkatkan output daerah, mencapai pertumbuhan dan stabilitas perekonomian daerah, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan daerah secara umum. Selain itu, APBD juga merupakan kebijakan operasional yang menjadi turunan dari strategi pembangunan pemerintah yang telah ditetapkan, sehingga dapat terlihat arah keberpihakan pemerintah daerah. Karena pada hakikatnya anggaran daerah merupakan alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, maka APBD harus benar-benar menggambarkan angka-angka ekonomis yang mencerminkan kebutuhan masyarakat untuk memecahkan masalah dan meningkatkan
kesejahteraannya.
Pembahasan
dalam
laporan
ini
dibatasi
pada
perkembangan realisasi anggaran pemerintah daerah tingkat Provinsi Sulawesi Utara, sedangkan realisasi anggaran 15 Kabupaten/Kota yang ada di Sulawesi Utara belum dapat tersajikan dalam laporan karena terkendala oleh keterbatasan data realisasi yang diperoleh. Transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp5,68 Triliun atau naik 0,12% dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, kenaikan transfer dana dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang merupakan komponen dari dana perimbangan yang naik 9,17% (yoy) mencapai jumlah Rp4,43 Triliun. Sementara itu Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus justru mengalami penurunan sebesar 43,88% dibandingkan tahun sebelumnya.
61
Tabel 4.1. Perkembangan Transfer Dana Pusat Ke Prov/Kab/Kota di Wilayah Sulawesi Utara Dana
2007
Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus TOTAL
3.796.133 222.918 3.071.594 501.621 160.774 3.956.907
2008
2009
4.375.802 274.401 3.427.845 673.556 280.370 4.656.172
5.282.510 335.993 4.059.322 887.196 393.844 5.676.354
2010
1
5.462.060 330.894 4.431.419 699.748 221.120 5.683.180
1
Data Update per 25 Juni 2010 Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
4.1. DANA PERIMBANGAN Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat bagi Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara Tahun 2010 menunjukan peningkatan sebesar 3,40% dibandingkan dengan Tahun 2009. Secara agregat, jumlah alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat ke provinsi, kabupaten dan kota di Sulawesi Utara mencapai Rp5,68 Triliun. Sebagian besar kabupaten/kota/provinsi
di Tahun 2010 mengalami
penurunan alokasi anggaran
dibandingkan tahun lalu. Namun demikian Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) mengalami peningkatan alokasi dana dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan daerah tersebut merupakan daerah pemekaran baru yang membutuhkan dana untuk mengejar target pembangunannya. Tabel 4.2. Dana Perimbangan ke Prov/Kab/Kota di Wilayah Sulawesi Utara
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
62
Berdasarkan alokasi dana perimbangan di masing-masing kabupaten/kota/provinsi di Tahun 2010, Provinsi Sulawesi Utara mendapatkan alokasi terbesar yakni Rp666,51 miliar dengan pangsa 12,20%. Berikutnya adalah Kota Manado sebesar Rp494,52 miliar dengan pangsa 9,05% dari total anggaran, Kabupaten Minahasa sebesar Rp.466,59 dengan pangsa 8,54% dan Kabupaten Sangihe sebesar Rp358,09 miliar dengan pangsa 6,56%. Alokasi dana terendah diperoleh oleh Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan pangsa 4,07% dari total dana perimbangan atau sebesar Rp222,51 milliar.
Grafik 4.1. Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2009
Grafik 4.2. Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2010
1,0%
4,1% 4,2%
Pemprov
Manado 5,2%
12,2%
5,0%
Bitung
12,7%
5,4%
Tomohon
Pemprov
Manado
Bitung
Tomohon
Minahasa
Minsel
Minut
Bolmong
Talaud
Sangihe
Kotamobagu
Bolmut
Sitaro
Mitra
Boltim
Bolsel
1,3%
5,0%
9,1%
4,9% 6,0%
4,7%
Minahasa
Minsel
Minut
Bolmong
Talaud
Sangihe
Kotamobagu
Bolmut
Sitaro
Mitra
Boltim
Bolsel
5,0% 9,8% 5,0% 6,4%
7,9%
4,9%
6,6%
8,5%
6,0% 6,4% 6,0%
6,5%
5,4% 6,5% 8,8%
6,4% 6,3%
6,8%
Grafik 4.3. Rincian Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2010
700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 -
Dana Bagi Hasil
Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Umum
Dana Perimbangan
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
63
Berdasarkan
komponennya,
alokasi
dana
perimbangan di masing – masing wilayah
Grafik 4.4. Komposisi Dana Perimbangan APBD-2010
administratif di Sulawesi Utara pada APBD
12,81%
6,06%
Tahun 2010 sebagian besar berasal dari Dana Alokasi Umum. Sementara itu, Dana Bagi Hasil yang diperuntukan guna mengatasi masalah 81,13%
ketimpangan
vertikal
(antara
Pusat
dan
Daerah) yang dilakukan melalui pembagian
Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum (DAU)
hasil dari sebagian penerimaan perpajakan (nasional) dan penerimaan sumber daya alam
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
antara Pemerintah Pusat dan Daerah penghasil, masih menunjukan prosentase yang relatif kecil. Rendahnya pangsa Dana Bagi Hasil di Sulawesi Utara mencerminkan bahwa kontribusi Provinsi
Sulawesi Utara terhadap
penerimaan negara, baik dari segi pajak maupun pengelolaan sumber daya alam masih kecil.
4.2. PERKEMBANGAN APBD PROVINSI Kinerja keuangan pemerintah pada triwulan II-2010 menunjukan pencapaian yang lebih baik, hal ini tercermin dari realisasi pendapatan dan belanja daerah yang mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan 30 Juni 2010, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp423,57 miliar atau sebesar 38,7% dari target pengeluaran dalam APBD sebesar Rp1.094 miliar. Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan laporan sebesar Rp589,39 miliar atau telah mencapai 55,3% dari target pendapatan dalam APBD sebesar Rp1.066 miliar. Secara neto, APBD Provinsi Sulawesi Utara tahun 2010 mengalami defisit sebesar Rp27 miliar. Namun demikian, bila dibandingkan APBD-P 2009 defisit APBD Sulut tahun 2010 sudah jauh menurun. Untuk menutupi defisit tersebut, pemerintah provinsi menggunakan pos Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) dan penerimaan kembali investasi daerah.
64
Tabel 4.3. Kinerja Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 Juni 2010 (dlm jutaan rupiah)
No I
II
III
Uraian
APBD-P 2009 (Rp Juta)
Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain PAD yang Sah Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Belanja Tidak Terduga Transfer (Ke Kab/Kota/Desa) Pembiayaan Penerimaan Daerah - SILPA Pengeluaran Daerah
Realisasi APBD Tw. II-2009 Nominal
1.028.716 309.720 668.996 50.000
476.924 145.121 326.479 5.324
1.120.452 702.081 242.945 7.500 167.925 91.736 391.836 54.836 300.100
401.679 281.637 63.256 1.454 55.332 (150.000) 100.000 250.000
% 46,4 46,9 48,8 10,6 35,8 40,1 26,0 19,4 33,0 25,5 83,3
APBD 2010 (Rp Juta)
Realisasi APBD Tw. II-2010 Nominal
1.066.545 350.031 666.514 50.000
589.394 199.718 356.875 32.801
1.093.545 746.124 207.921 7.500 132.000 27.000 329.000 29.000 302.000
423.568 349.867 32.634 405 40.662 (215.000) 39.000 254.000
% 55,3 57,1 53,5 65,6 38,7 46,9 15,7 5,4 30,8 11,9 84,1
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
4.2.1 Pendapatan Provinsi Pendapatan daerah adalah total penerimaan dana yang diperoleh daerah pada suatu periode waktu tertentu. Besarnya nilai pendapatan daerah merupakan ukuran besarnya kemampuan fiskal suatu daerah. Semakin besar pendapatan maka semakin besar pula kekuatan fiskal daerah. Untuk itu suatu daerah diharapkan dapat memaksimalkan setiap potensi penerimaan pendapatan daerahnya, sehingga dapat memberikan ruang gerak kebijakan fiskal yang lebih luas. Sampai dengan triwulan II-2010 realisasi pendapatan Provinsi Sulawesi Utara telah mencapai Rp589,39 miliar, atau sebesar 55,3% dari target pendapatan dalam APBD. Berdasarkan komponen pembentuknya, sumber penerimaan terbesar berasal dari dana perimbangan (utamanya Dana Alokasi Umum) dengan pangsa 62,5% disusul Penerimaan Asli Daerah (PAD) dengan pangsa 32,8%. Sementara itu, kinerja pemerintah provinsi dalam melakukan berbagai pemanfaatan asetaset yang dimiliki pada triwulan II-2010 cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari pencapaian realisasi Penerimaan Asli Daerah (PAD) pada triwulan laporan sebesar 57,1% dari target APBD atau meningkat dibandingkan realisasi PAD pada periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai 46,9% dari target APBD 2009. Berdasarkan komponen pembentuknya, PAD ini terutama bersumber dari penerimaan pajak (89,1%) sedangkan sisanya dalam bentuk retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain. 65
Namun demikian, pencapaian PAD sepanjang Tahun 2010 tersebut masih relatif kecil bila dibandingkan kebutuhan dana pembangunan di Sulawesi Utara, hal ini tercermin dari relatif rendahnya rasio kemandirian fiskal daerah yaitu perbandingan PAD terhadap total belanja yang hanya 32%. Hal ini berarti kegiatan ekonomi dan sosial sebagian besar masih digerakkan oleh dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat.
Tabel 4.4. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 Juni 2010 (dlm jutaan rupiah)
Uraian PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah - Lain-lain Dana Perimbangan - Dana Bagi Hasil Pajak - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan yang Sah
APBD-P 2009 (Rp Juta)
Realisasi APBD Tw. II-2009 Nominal
1.028.716 309.720 275.626 7.594
476.924 145.121 134.797 3.189
16.500 10.000 668.996 56.516 965
7.136 326.479 6.882 621
558.635 52.879 50.000
279.317 39.659 5.324
% 46,4 46,9 48,9 42,0 71,4 48,8 12,2 64,4 50,0 75,0 10,6
APBD 2010 (Rp Juta) 1.066.545 350.031 311.927 11.589 16.500 10.015 666.514 54.035 965 558.635 52.879 50.000
Realisasi APBD Tw. II-2010
Proporsi APBD 2010 (%) Nominal 100,0 32,8 89,1 3,3 4,7 2,9 62,5 8,1 0,1 83,8 7,9 4,7
589.394 199.718 172.510 4.880 13.484 8.845 356.875 25.032 534 325.956 5.353 32.801
% 55,3 57,1 55,3 42,1 82 88,3 53,5 46,3 55,3 58,3 10,1 65,6
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
4.2.2 Belanja Provinsi Belanja daerah merupakan salah satu instrumen fiskal daerah yang paling signifikan disamping pajak dan retribusi daerah. Besarnya belanja daerah ini akan mencerminkan peranan pemerintah daerah terhadap perekonomian daerah. Sebagai instrumen fiskal, besarnya belanja daerah ini juga dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Realisasi belanja daerah yang besar merupakan indikasi peran fiskal daerah yang ekspansif, yang diharapkan dapat berpengaruh positif dalam peningkatan output daerah, selain investasi daerah dan ekspor daerah. Total belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD 2010 adalah sebesar Rp1.093 miliar, mengalami sedikit penurunan dibandingkan total belanja pada APBD 2009 sebesar Rp1.122 miliar. Namun demikian, kinerja belanja provinsi menunjukan peningkatan dibandingkan tahun lalu. Realisasi belanja provinsi sampai dengan triwulan II-2010 mencapai Rp423,57 miliar atau mencapai 38,7% dari target total belanja dalam APBD, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 35,8%. 66
Menurut komponen pembentuknya, belanja provinsi didominasi untuk belanja operasional dengan pangsa 68,2% atau mencapai Rp746,12 miliar. Sampai dengan triwulan II-2010 realisasi belanja operasional telah mencapai 46,9% (Rp349,87 miliar). Sementara itu, pangsa belanja modal hanya sebesar 19% atau senilai Rp207,92 miliar dari total anggaran belanja secara keseluruhan, dengan nilai realisasi pada triwulan II-2010 hanya mencapai 15,7% atau sebesar Rp32,63 miliar. Hal ini menunjukan bahwa belanja daerah masih banyak dialokasikan untuk konsumsi semata (pembayaran gaji, tunjangan, dan lain sebagainya).
Tabel 4.5. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 30 Juni 2010 (dlm jutaan rupiah)
Uraian
APBD-P 2009 (Rp Juta)
BELANJA*) Belanja Operasi
1.120.452 702.081 397.308 - Belanja Pegawai 221.274 - Belanja Barang - Belanja Hibah 16.375 57.125 - Belanja Bantuan Sosial 10.000 - Belanja Bantuan Keuangan 242.945 Belanja Modal - Belanja Tanah - Belanja Peralatan dan Mesin - Belanja Bangunan dan Gedung - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan - Belanja Aset Tetap Lainnya 7.500 Belanja Tak Terduga Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa) 167.925
Realisasi APBD Tw. II-2009 Nominal 401.679 281.637 169.894 69.177 9.235 33.332 63.256 1.454 55.332
% 35,8 40,1 42,8 31,3 56,4 58,3 26,0 19,4 33,0
APBD 2010 (Rp Juta)
Realisasi APBD Proporsi Tw. II-2010 APBD 2010 (%) Nominal %
1.093.545 746.124 402.388 231.236 63.500 45.000 4.000 207.921 13.800 24.789 17.921 148.113 3.298 7.500 132.000
100,0 423.568 68,2 349.867 53,9 184.591 31,0 93.019 8,5 49.020 6,0 19.236 0,5 4.000 19,0 32.634 6,6 3.000 11,9 5.600 8,6 4.876 71,2 19.035 1,6 122 0,7 405 12,1 40.662
38,7 46,9 45,9 40,2 77,2 42,7 100 15,7 22 22,6 27 12,9 4 5,4 30,8
Ket: *) Penyusunan anggaran Belanja dalam APBD-P 2009 menggunakan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 25 Tahun 2009, sedangkan untuk APBD 2010 menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
4.2.3. Kontribusi APBD Terhadap Sektor Riil dan Uang Beredar Realisasi APBD di tingkat provinsi khususnya realisasi belanja daerah sedikit banyak telah memberikan kontribusi bagi pertumbuhan perekonomian. Dengan melakukan identifikasi terhadap pos-pos belanja dalam APBD provinsi ke dalam 2 (dua) kegiatan utama berdasarkan tabel PDRB sisi permintaan, yaitu konsumsi pemerintah dan belanja modal diperoleh hasil bahwa realisasi konsumsi pemerintah memberikan kontribusi sebesar 4,16% terhadap proyeksi PDRB Provinsi Sulawesi Utara triwulan II-2010, sedangkan realisasi belanja modal hanya memberikan kontribusi sebesar 0,39%. Kontribusi di tingkat kabupaten dan kota relatif sulit untuk diperoleh sehingga hanya besaran-besaran pokok saja yang dimiliki. Secara total, realisasi anggaran belanja dan modal dalam APBD provinsi memberikan kontribusi sebesar 5,03% terhadap proyeksi PDRB Sulawesi Utara triwulan II-2010. 67
Sementara itu, dampak realisasi APBD provinsi terhadap perkembangan uang beredar sampai dengan posisi 30 Juni 2010 berada pada kondisi kontraksi yang berarti jumlah pengeluaran
pemerintah
(belanja
pemerintah)
lebih
kecil
dibandingkan
jumlah
pendapatannya. Tabel 4.6. Kontribusi APBD Provinsi Terhadap Sektor Riil s.d. 30 Juni 2010 (dlm jutaan rupiah)
Uraian PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah - Lain-lain Dana Perimbangan - Dana Bagi Hasil Pajak - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan yang Sah BELANJA Konsumsi Pemerintah - Belanja Pegawai - Belanja Barang - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bantuan Keuangan - Belanja Tak Terduga - Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa) Pembentukan Modal Tetap Bruto (Blnj Modal) 1
Realisasi APBD Tw.II- % thd PDRB 1 2010 (Rp 589.394 Juta) 7,00 199.718
2,37
172.510
2,05
4.880
0,06
13.484 8.845 356.875 25.032 534 325.956 5.353 32.801 423.568 349.867 184.591 93.019 49.020 19.236 4.000 405 40.662 32.634
0,16 0,11 4,24 0,30 0,01 3,87 0,06 0,39 5,03 4,16 2,19 1,10 0,58 0,23 0,05 0,00 0,48 0,39
Data menggunakan PDRB harga berlaku proyeksi Tw.II-2010
Sumber: Biro Keuangan Daerah Sulawesi Utara, diolah
68
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN Sesuai dengan amanat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Republik Indonesia No.3 tahun 2004, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Sehingga sebagai representasi Bank Indonesia di daerah, Kantor Bank Indonesia (KBI) Manado mempunyai tugas menjaga dan mengatur kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai di daerah Sulawesi Utara. Dalam rangka mendukung kelancaran aktivitas perekonomian Sulawesi Utara, KBI Manado senantiasa mengupayakan kelancaran sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal. Dalam transaksi tunai, KBI Manado berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sedangkan dalam transaksi non tunai, KBI Manado selalu berusaha menjaga kelancaran sistem pembayaran yang efektif melalui penyelenggaraan kliring dan Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS).
5.1. PERKEMBANGAN TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI 5.1.1. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow/Outflow) Aktivitas transaksi tunai di Sulawesi Utara yang dilakukan melalui Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan II-2010 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan II-2009. Peningkatan transaksi pembayaran tunai ini tercermin pada kenaikan jumlah uang kartal yang dikeluarkan Kantor Bank Indonesia Manado (outflow) pada triwulan II-2010. Jumlah uang kartal yang dikeluarkan Bank Indonesia Manado meningkat sebesar 47,66% dari Rp355,29 miliar pada triwulan II-2009 menjadi Rp524,64 miliar pada periode laporan. Sementara itu, aliran uang kartal yang masuk dari masyarakat dan perbankan ke Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan II-2010 hanya tercatat sebesar Rp303,01 miliar. Secara netto, aliran uang kartal selama triwulan laporan berada pada kondisi net outflow sebesar Rp221,63 miliar atau meningkat 13,37%, triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp195,48 miliar. Peningkatan ini diperkirakan karena meningkatnya kebutuhan akan uang tunai selama proses persiapan menjelang Pilkada Provinsi/Kabupaten/Kota. Selain 69
itu, dimulainya tahun ajaran baru juga meningkatkan kebutuhan masyarakat akan uang tunai terutama untuk transaksi selama masa liburan dan pembelian peralatan serta perlengkapan sekolah. Secara bulanan, net outflow tertinggi terjadi pada bulan Mei 2010 sebesar Rp129,86 miliar, berikutnya berturut-turut di bulan Juni dan April 2010 masingmasing sebesar Rp71,58 miliar dan Rp20,19 miliar. Grafik 5.1. Netflow Aliran Kas Uang Kartal KBI Manado miliar
800 600 400 200 0 -200 -400 -600 -800
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3
Q4
2009
Q1
Q2 2010
Inflow (+)
592
119
103
217
613
160
122
235
617
303
Outflow (-)
-87
-337
-370
-428
-18
-355
-235
-687
-0,77
-525
Net Flow
505
-218
-268
-211
595
-195
-113
-453
616
-222
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
5.1.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar Dalam melaksanakan strategi clean money policy, Bank Indonesia Manado melaksanakan kegiatan pemusnahan uang yang sudah tidak layak edar, dengan melakukan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB). Proses pemusnahan tersebut telah dilakukan dengan prosedur dan pengawasan yang ketat terhadap tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan. Selama triwulan II-2010, rasio PTTB terhadap uang kartal masuk tercatat sebesar 97,86%, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebesar 49%. Secara nominal, jumlah uang yang diberi tanda tidak berharga selama triwulan laporan adalah sebesar Rp296,52 miliar atau naik 278,66% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Budaya dan perilaku masyarakat yang kurang baik dalam memperlakukan uang kertas seperti melipat, mengokot (men-staples), meremas dan mencorat-coret akan mempercepat kelusuhan uang kertas. Selain itu, karena faktor iklim tropis yang lembab juga akan mempercepat tingkat kelusuhan uang kertas.
70
Grafik 5.2. Rasio Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) Terhadap Inflow
700
%
Miliar
440 400
600
360
320
500
280 400
240 200
300
160 200
120 80
100
40 -
-
Q1
Q2
Inflow (+)
592
119
PTTB
305
Rasio
51,4
Q3
Q4
Q1
Q2
Q4
Q1
103
217
613
160
122
235
617
169
118
102
53
78
490
209
261
142,
114,
46,9
8,57
297
49,0
402,
89,1
42,3
97,8
2008
Q3
2009
Q2
2010 303
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
5.1.3. Perkembangan Kas Titipan Dalam perannya sebagai regulator di daerah yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dan kebutuhan uang yang layak edar bagi masyarakat di wilayahnya, Kantor Bank Indonesia Manado melakukan kegiatan kas titipan. Kegiatan kas titipan ini dilakukan khususnya untuk daerah yang lokasinya cukup jauh dari Kantor Bank Indonesia. Penyelenggaraan kegiatan kas titipan ini dilakukan Kantor Bank Indonesia Manado bekerjasama dengan salah satu bank umum di wilayah Gorontalo dan Tahuna. Grafik 5.3. Netflow Kas Titipan KBI Manado di Gorontalo (Rp. Miliar) 800 600 400
200 0 -200 -400 -600
.
-800 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3
Q4
2009
Q1
Q2
2010
Inflow
533
516
702
615
621
542
645
629
672
547
Outflow
-463
-672
-755
-560
-443
-611
-566
-673
-537
-586
Netflow
70
-156
-53
55
178
-69
80
-44
135
-39
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
71
Seperti halnya aliran uang kartal di KBI Manado, kondisi aliran kas titipan di Gorontalo menunjukan posisi net outflow. Sepanjang triwulan II-2010 posisi aliran kas titipan Gorontalo menunjukan nilai net outflow sebesar Rp38,52 miliar. Net outflow yang terjadi selama triwulan laporan lebih disebabkan oleh pola musiman setelah pada triwulan sebelumnya terjadi inflow yang cukup tinggi. Grafik 5.4. Netflow Kas Tititpan KBI Manado di Tahuna (Rp. Miliar) 150
100
50
0
-50
-100
-150
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2008
Q3
Q4
Q1
2009
Q2 2010
Inflow
51
19
23
36
57
27
40
108
40
39
Outflow
-31
-67
-71
-100
-39
-78
-63
-111
-50
-97
Netflow
20
-48
-49
-63
18
-51
-23
-3
-11
-58
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
Selain di provinsi Gorontalo, kas titipan juga terdapat di Kota Tahuha, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Secara historis, kegiatan kas titipan Tahuna cenderung mengalami net outflow (kecuali pada awal tahun). Pada triwulan II-2010, kas titipan di Tahuna mengalami net outflow sebesar Rp58 miliar atau meningkat 13,73% dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Kondisi net outflow yang terjadi di khasanah titipan di Tahuna mengindikasikan pembangunan
perkembangan sarana/prasarana
pembangunan pengaman
yang
pantai,
cukup
pesat
antara
lain
pembangunan rumah khusus,
pembangunan prasarana dermaga penyeberangan dan pembangunan prasarana bandar udara, yang mendorong bergairahnya aktivitas perekonomian di daerah tersebut. 5.1.4. Penemuan Uang Palsu Penemuan uang palsu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado menunjukan adanya penurunan yang signifikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke Bank Indonesia Manado pada triwulan II-2010 hanya tercatat sebanyak 3 lembar yang keseluruhannya merupakan uang pecahan Rp50.000,00. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya
72
sebesar 18 lembar. Penurunan temuan ini mengindikasikan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah sudah cukup baik. Tabel 5.1. Temuan Uang Palsu di Wilayah Kerja KBI Manado Pecahan
2008
2009
2010
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2
1.014
14
1
14
5
4
18
14
0
- Rp50.000,-
17
19
16
135
23
12
6
15
19
3
- Rp20.000,-
6
0
1
0
3
0
4
10
0
0
- Rp10.000,-
0
2
2
0
0
0
0
2
1
0
- Rp5.000,-
0
0
0
0
1
1
0
2
3
0
- Rp1.000,-
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
25
1.035
33
136
41
18
14
47
37
3
- Rp100.000,-
Total
Sumber: Bank Indonesia Manado, diolah
Sebagai strategi preventif, Bank Indonesia telah dan akan terus berupaya untuk meminimalisir pergerakan pelaku pemalsuan uang melalui kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Kegiatan sosialisasi tidak hanya dilakukan di Kantor Bank Indonesia, kalangan perbankan, di instansi-instansi pemerintah daerah, akademisi dan sekolah-sekolah namun juga dilakukan di pusat perbelanjaan di kota Manado. Hal tersebut dilakukan mengingat pusat perbelanjaan juga sangat rentan terhadap kegiatan peredaran uang palsu karena tingginya tingkat perputaran uang yang digunakan untuk melakukan transaksi. Selain itu, secara represif pihak Bank Indonesia juga menjalin kerjasama dengan pihak Kepolisian Daerah Sulawesi Utara dalam upaya penanganan proses hukum. Peran serta aktif masyarakat bersama dengan pihak kepolisian diperlukan untuk dapat membongkar sejumlah kasus pemalsuan uang di Sulawesi Utara.
5.2. PERKEMBANGAN ALAT PEMBAYARAN NON-TUNAI 5.2.1. Perkembangan Kliring (Tunai) Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara (tunai) selama triwulan II-2010 mengalami peningkatan, jumlah warkat yang dikliringkan sebanyak 80.399 lembar dengan nilai Rp1.674 miliar atau meningkat jumlahnya sebesar 2,95% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian lembar warkat yang dikliringkan selama periode laporan tercatat sebanyak 1.299 lembar dengan nilai sebesar Rp27,08 miliar atau tumbuh sebesar 3,48% (yoy). Peningkatan rata-rata jumlah nominal kliring tersebut semakin menegaskan bahwa perekonomian Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan positif yang berkelanjutan.
73
Tabel 5.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong di Wilayah Sulawesi Utara KETERANGAN
2008 Q1
Perputaran Kliring a. Lembar 71.180 b. Nominal (Rp miliar) 1.402 Rata-rata perputaran kliring per hari a. Lembar 1.194 b. Nominal (Rp miliar) 23,51 Persentase rata-rata penolakan a. Lembar (%) 0,37 b. Nominal (%) 0,73
2010
2009
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
75.825 1.356
79.174 1.590
76.409 1.535
72.982 1.497
79.557 1.626
82.114 1.722
84.032 1.860
75.799 1.658
80.399 1.674
1.205 21,65
1.237 24,84
1.297 26,06
1.236 25,40
1.282 26,17
1.369 28,72
1.384 30,71
1.221 26,73
1.299 27,08
0,57 0,44
0,79 1,02
1,04 1,54
0,99 0,91
0,96 1,08
1,06 1,27
1,33 1,45
1,02 1,01
2,16 2,44
Sumber: Bank Indonesia Manado, diolah
Sementara itu, rata-rata penolakan lembar cek/bilyet giro kosong selama triwulan laporan tercatat 2,16% dari rata-rata lembar warkat yang dikliringkan per hari atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,96%. Sementara itu, dilihat dari segi jumlah nominalnya juga terdapat kenaikan dari 1,08% pada triwulan II-2009 menjadi 2,44% pada triwulan II-2010 dari rata-rata nominal cek dan BG yang dikliringkan per hari. 5.2.2. RTGS (Real Time Gross Settlement) RTGS sebagai salah satu sarana penyelesaian transaksi non tunai, mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan resiko settlement-nya dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian nominal transaksi RTGS selama triwulan II-2010 (dari dan ke wilayah Sulawesi Utara) mencapai Rp2.397,14 miliar atau mengalami peningkatan nilai sebesar 4,45% dibandingkan nilainya di triwulan II-2009. Sejalan dengan jumlah nilainya yang mengalami peningkatan, volume RTGS pada triwulan laporan juga mengalami kenaikan dari 4.943 transaksi di triwulan II-2009 menjadi 5.193 transaksi pada triwulan II-2010, atau tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Jika ditelusuri lebih dalam, perkembangan transaksi RTGS yang masuk ke wilayah Sulawesi Utara (kolom To pada tabel 5.3) menunjukan pertumbuhan positif dibandingkan transaksi RTGS yang keluar wilayah Sulawesi Utara (kolom From pada tabel 5.3) yang tercatat mengalami kontraksi. Hal ini mencerminkan pembangunan dan kegiatan perekonomian yang terus berkembang di wilayah Sulawesi Utara juga ditopang oleh arus dana dari luar wilayah Sulawesi Utara.
74
Tabel 5.3. Perkembangan Traksaksi Melalui RTGS - Real Time Gross Settlement
Periode Jan Feb Mar Tw I-2009 Apr Mei Jun Tw II-2009 Jul Agust Sep Tw III-2009 Okt Nov Dec Tw IV-2009 Jan Feb Mar Tw I-2010 Apr Mei Jun Tw II-2010 Pertumbuhan (YoY %)
TO FROM + TO FROM Nilai Nilai Nilai Volume Volume Volume (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) 196,05 619 490,73 1.275 686,78 1.894 220,92 716 435,00 784 655,92 1.500 278,32 751 563,45 835 841,77 1.586 695,29 2.086 1.489,18 2.894 2.184,47 4.980 254,13 845 623,87 994 878,00 1.839 250,57 946 515,09 849 765,66 1.795 156,81 479 494,57 830 651,38 1.309 661,51 2.270 1.633,53 2.673 2.295,04 4.943 127,73 420 539,12 1.388 666,85 1.808 130,87 502 502,00 800 632,87 1.302 460 526,54 792 670,22 1.252 143,68 402,28 1.382 1.567,66 2.980 1.969,94 4.362 191,76 718 498,42 799 690,18 1.517 225,20 748 544,54 941 769,74 1.689 356,68 1.036 597,55 1.532 954,23 2.568 773,64 2.502 1.640,51 3.272 2.414,15 5.774 182,88 694 709,22 1.102 892,10 1.796 192,27 638 553,24 1.339 745,51 1.977 239,37 833 726,79 1.120 966,16 1.953 614,52 2.165 1.989,25 3.561 2.603,77 5.726 213,78 740 581,82 968 795,60 1.708 195,30 676 522,58 932 717,88 1.608 244,18 800 639,48 1.077 883,66 1.877 653,26 2.216 1.743,88 2.977 2.397,14 5.193 -1,25 -2,38 6,76 11,37 4,45 5,06
Sumber : www.bi.go.id, diolah
75
Halaman ini sengaja dikosongkan
76
BAB VI PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Seiring dengan membaiknya berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal pada triwulan II-2010, kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sulawesi Utara terus menujukan perbaikan. Tingkat Pengangguran di Sulawesi Utara pada Februari 2010 menurun, yang tercermin dari nilai TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar 10,48%, merupakan angka terendah sejak tahun 2006. Jumlah penyerapan tenaga kerja baru diperkirakan masih menunjukan perkembangan positif pada triwulan laporan. Berdasarkan jenis lapangan pekerjaan, pertanian masih menjadi sektor lapangan pekerjaan utama, walaupun telah terjadi pergeseran ke sektor lainnya, terutama sektor perdagangan dan sektor jasa. Sejalan dengan itu, tingkat kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara juga diperkirakan akan meningkat. Kondisi tersebut didasarkan atas beberapa indikator, diantaranya Indeks Ekspektasi Penghasilan yang berada pada level optimis di periode laporan, peningkatan NTP (Nilai Tukar Petani) dan penurunan tingkat kemiskinan.
6.1. KETENAGAKERJAAN Kondisi ketenagakerjaan di Sulawesi Utara, memasuki triwulan II-2010, diperkirakan masih menunjukan perkembangan yang positif. Tenaga kerja baru diperkirakan masih banyak terserap oleh beberapa sektor di Sulut. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia, pelaku usaha masih menunjukan tingkat optimisme peningkatan penggunaan tenaga kerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai SBT SKDU yang masih bernilai positif sebesar 11,67%, lebih besar apabila dibandingkan dengan nilai SBT periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan lapangan usahanya selama triwulan laporan, sektor pertanian diperkirakan akan melakukan penambahan jumlah tenaga kerja. Hal ini seiring dengan mulai berlangsungnya panen raya cengkeh di beberapa wilayah di Sulut. Kondisi serupa juga terjadi pada sektor PHR yang diperkirakan juga menyerap tenaga kerja pada triwulan II2010 sebagai dampak berkembang pesatnya sektor ini dan semakin dikenalnya Kota Manado sebagai kota tujuan pariwisata domestik dan dunia.
Perkiraan terbesar akan 77
peningkatan tenaga kerja terutama berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi, yang tercermin dari nilai SBT SKDU sebesar 3,7%. Struktur ketenagakerjaan pada periode Februari 2010 tidak terlalu berbeda bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari seluruh penduduk usia 15+, jumlah angkatan kerja tercatat 1.074.256 orang (62,79%) masih lebih banyak dibandingkan dengan jumlah bukan angkatan kerja sebanyak 636.668 orang. Jumlah angkatan kerja ini menurun tipis sebesar 0,27% (yoy) atau sebanyak 2.899 orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan di Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Menurut komponen penyusunnya, apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2010 juga mengalami sedikit penurunan. Tercatat jumlah penduduk yang bekerja berjumlah 961.648 orang, menurun 0,10% (yoy) atau sebanyak 979 orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Seiring dengan berkurangnya jumlah penduduk yang bekerja, jumlah orang yang mencari kerja pun mengalami penurunan yaitu dari 114.528 orang pada Februari 2009 turun 1,68% (yoy) menjadi 112.608 orang pada Februari 2010. Menurunnya jumlah angkatan kerja selama periode Februari 2009
Februari 2010
mengakibatkan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) di Provinsi Sulawesi Utara mengalami sedikit penurunan dari 63,91% pada Februari 2009 menjadi 62,79% pada Februari 2010. TPAK sebesar 62,79% tersebut dapat diartikan bahwa sekitar 62-63 penduduk Provinsi Sulawesi Utara aktif bekerja dan mencari pekerjaan dari sebanyak 100 orang penduduk yang termasuk ke dalam penduduk usia kerja. Sementara itu, TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) pada Februari 2010 sebesar 10,48%, merupakan angka yang terendah sejak Tahun 2006. Hal ini menunjukan bahwa dari sekitar 100 orang penduduk 78
yang termasuk dalam angkatan kerja hanya 10-11 orang yang menganggur, selebihnya sudah mempunyai perkerjaan.
Tabel 6.2. Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Sulawesi Utara
Grafik 6.1. Struktur Tenaga Kerja Menurut Sektor Ekonomi di Sulawesi Utara
19.03%
2.01%
34.63% 10.13% 18.55%
5.96% 3.23% 0.49%
5.97%
Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik, Gas & Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan
Angkutan
Keuangan
Jasa
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Komposisi penduduk Sulawesi Utara yang bekerja menurut sektor lapangan pekerjaan utama relatif sama dibanding keadaan Februari 2009 maupun Agustus 2009. Sektor pertanian (pertanian, perkebunan,kehutanan, perburuan, dan perikanan) masih merupakan lapangan pekerjaan utama sebagian besar penduduk yang bekerja yaitu 332.981 orang (34,63%). Namun demikian sektor ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 386.873 orang. Secara umum bila dibandingkan dengan kondisi pada Februari 2009, seluruh sektor terkecuali sektor pertanian dan angkutan, mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja. Data tersebut menggambarkan bahwa walaupun sektor pertanian paling banyak digeluti oleh tenaga kerja di Sulawesi Utara, namun pangsanya terus menurun dan mengalami pergeseran terutama ke sektor perdagangan, jasa dan angkutan. Pergeseran ini terjadi terkait berkembang pesatnya sektor perdagangan ritel (PHR) dan jasa sebagai dampak semakin dikenalnya Kota Manado sebagai kota tujuan pariwisata domestik dan dunia.
79
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Berdasarkan statusnya, struktur pekerjaan penduduk pada bulan Februari 2010 mengalami pergeseran. Jika pada periode-periode sebelumnya didominasi oleh berusaha sendiri, pada Februari 2010 status pekerjaan penduduk yang mendominasi bergeser menjadi buruh/karyawan/pegawai yaitu sebesar 322.315 orang (33,52%). Status pekerjaan penduduk yang bekerja terkecil adalah kategori pekerjaan berusaha dibantu buruh tetap buruh dibayar sebanyak 40.962 orang (4,26%). Status pekerjaan penduduk yang bekerja di daerah perkotaan terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai sebesar 178.183 orang (47,42%) dan berusaha sendiri sebesar 95.417 orang (25,39%). Sedangkan untuk daerah pedesaan, status pekerjaan penduduk yang bekerja sebagian besar adalah berusaha sendiri yaitu sebesar 164.136 (28,02%) dan buruh/karyawan/pegawai sebesar 144.132 orang (24,60%).
6.2. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Sejalan dengan kondisi ketenagakerjaan, tingkat kesejahteraan masyarakat di Sulawesi Utara diperkirakan meningkat di triwulan II tahun 2010. Hal ini terkonfirmasi dengan Indeks Ekspektasi Penghasilan berdasarkan Survei Konsumen (SK) Kota Manado yang mengalami sedikit penurunan dari 136 pada triwulan yang sama periode sebelumnya menjadi 134 pada triwulan laporan, namun masih berada pada level optimis. Secara khusus, kesejahteraan masyarakat petani juga terindikasi mengalami peningkatan. Kondisi ini tercermin dari rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Utara selama triwulan II2010 sebesar 101,47, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya, yang tercatat sebesar 80
101,43. Kedua komponen, baik Indeks yang Diterima Petani (IT) maupun Indeks yang Dibayar Petani (IB) mengalami peningkatan, namun karena kenaikan IT lebih besar dibandingkan kenaikan IB, maka terjadi kenaikan NTP pada triwulan II-2010. Adapun kenaikan IB terutama datang dari naiknya indeks harga bahan makanan dan makanan jadi (untuk kelompok konsumsi rumah tangga), serta harga penambahan barang modal & transportasi (untuk kelompok biaya produksi dan penambahan barang modal). Tabel 6.4. Indeks Harga Yang Diterima & Dibayar Petani serta Nilai Tukar Petani Provinsi Sulawesi Utara (2007 = 100)
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Tingkat kemiskinan Provinsi Sulawesi Utara pada Maret 2010 kembali mengalami penurunan yang tercatat sebesar 0,69% (yoy). Bila pada Maret 2009 jumlah penduduk miskin Provinsi Sulawesi Utara sebesar 220 juta jiwa maka pada Maret 2010 telah turun menjadi 206,72 juta jiwa. Penurunan angka kemiskinan pada tahun 2010 ini merupakan lanjutan dari tren yang terjadi sejak tahun 2007 yang sejalan dengan tren perkembangan tingkat kemiskinan Nasional. Secara umum, tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara relatif masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan tingkat kemiskinan secara nasional.
81
Grafik 6.2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Nasional dan Prov. Sulut 18
Grafik 6.3. Persebaran Penduduk Miskin Provinsi Sulut
25
%
16 14
20
12
10
15
8 6
10
4 2 0
5
Juli 06
Mar 07
Mar 08
Mar 09
Mar 10
Sulut
10.76
11.42
10.10
9.79
9.1
Nasional
16.90
16.58
15.42
14.15
13.33
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
0 Juli 06
Mar 07
Desa
Kota
Mar 08
Mar 09
Mar 10
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 6.5. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Sulawesi Utara
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Selama periode Maret 2009
Maret 2010, garis kemiskinan
meningkat sebesar Rp.9.562, yaitu dari Rp.184.772,- per kapita per bulan pada Maret 2009 menjadi Rp. 194.334,- per kapita per bulan pada Maret 2010. Walaupun terjadi peningkatan nilai Garis Kemiskinan, faktanya tingkat kemiskinan mengalami penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendapatan penduduk yang miskin pada tahun lalu mengalami peningkatan dengan laju yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan Garis Kemiskinan sehingga sebagian dari mereka (12.840 orang) mampu keluar dari kemiskinan. 82
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada bulan Maret 2009, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 77,67 persen, pada bulan Maret 2010, peranannya sedikit mengalami penurunan menjadi 77,49 persen. Dengan kata lain peningkatan Garis Kemiskinan dari Maret 2009 ke Maret 2010 lebih disebabkan karena kenaikan harga yang lebih tinggi pada komoditi non makanan dibandingkan pada komoditi makanan. Tabel 6.6. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut D erah di Sulawesi Utara
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Pada periode Maret 2009-Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) ternyata mengalami perbaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan menurun dari 1,55 pada Maret 2009 menjadi 1,14 pada Maret 2010. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,36 menjadi 0,24 pada periode yang sama . Nilai indeks (P1) menunjukan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin besar rata-rata kesenjangan terhadap garis kemiskinan. Indeks ini sering digunakan sebagai dasar penghitungan berapa subsidi yang diperlukan untuk mengentaskan penduduk miskin. Sementara itu nilai indeks (P2) menunjukan ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Dengan penurunan pada indeks (P1) tersebut berarti selama periode Maret 2009-Maret 2010 ada indikasi bahwa rata-rata jarak kedalaman kemampuan konsumsi penduduk miskin semakin bergerak naik mendekati ke garis kemiskinan. Sedangkan penurunan indeks (P2) menunjukan bahwa variasi pengeluaran konsumsi penduduk miskin semakin merata dan semakin kecil ketimpangannya. 83
Kedalaman kemiskinan di pedesaan dan perkotaan tidak signifikan berbeda terlihat dari nilai indeks (P1) yang hampir sama yakni 1,16 berbanding 1,12. Sedangkan dari sisi ketimpangan pengeluaran, penduduk miskin di perkotaan cenderung memiliki tingkat ketimpangan yang lebih tinggi dibandingkan penduduk miskin di pedesaan yang ditunjukkan dari disparitas nilai indeks (P2) dimana di pedesaan 0,19 sedangkan di perkotaan mencapai 0,30.
84
BAB VII PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI & INFLASI 7.1. PROSPEK EKONOMI MAKRO Perkembangan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 diperkirakan akan tumbuh cukup tinggi mencapai 7,59% (yoy) . Pertumbuhan ini diantaranya didukung oleh penyelenggaraan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) di 7 Kabupaten/Kota dan Provinsi yang direncanakan akan dilaksanakan secara serentak pada awal Agustus 2010. Kegiatan Pilkada ini diperkirakan tidak hanya akan meningkatkan aktivitas konsumsi swasta namun juga belanja pemerintah tercermin dari besarnya alokasi dana Pilkada yang mencapai Rp180 milliar, dengan rincian :
Rp116 milliar di tingkat provinsi dan Rp64 miliar di tingkat
kabupaten/kota. Meningkatnya aktivitas konsumsi sudah mulai dirasakan seiring dengan maraknya pemasangan baliho, spanduk, iklan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah di berbagai sudut kota khususnya di daerah-daerah yang menyelenggarakannya. Selain aktivitas konsumsi terkait dengan Pilkada, faktor lain yang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi di triwulan mendatang adalah kegiatan musiman berupa masih berlangsungnya tahun ajaran baru di beberapa sekolah, datangnya bulan suci Ramadhan serta perayaan Hari Raya Idul Fitri. Di samping itu, pesta perayaan pengucapan syukur atas hasil panen yang berlangsung pada Juli 2010 diperkirakan juga turut berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan III-2010. Grafik 7.1. Perkembangan Realisasi dan Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha Provinsi Sulawesi Utara
. Optimisme pertumbuhan ekonomi yang
semakin
membaik
triwulan
III-2010
tercermin
dari
antara
pada
60,00
lain
40,00
50,00
30,00
meningkatnya
20,00 10,00
indikator
ekspektasi
kegiatan
usaha Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dengan persentase Saldo Bersih Tertimbang (SBT) di triwulan III-2010 sebesar 40,93%.
(10,00) (20,00)
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3 2009
Q4
Q1
Q2*
Q3**
2010
(30,00) (40,00) Realisasi Kegiatan Usaha
Perkiraan Kegiatan Usaha
Ket: * Perkiraan Kegiatan Usaha hasil SKDU ** Perkiraan Bank Indonesia Manado Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha KBI Manado Triwulan I-1010
Dari sisi permintaan, kegiatan konsumsi dan ekspor masih menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Utara. Konsumsi masyarakat diperkirakan masih akan mengalami 85
peningkatan, terkait dengan pola konsumsi musiman menjelang tahun ajaran baru 2010, pesta perayaan pengucapan syukur, Bulan Suci Ramadhan dan peringatan Hari Raya Idul Fitri. Hal ini juga didukung oleh meningkatnya daya beli masyarakat karena adanya realisasi pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). Selain itu, masih berlangsungnya panen raya cengkeh yang sebagian besar akan berlangsung pada bulan Juli dan Agustus 2010, akan mendorong kenaikan pendapatan khususnya bagi para petani, yang pada tahap selanjutnya akan meningkatkan belanja konsumsi. Kondisi ini antara lain dapat dikonfirmasi melalui peningkatan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi 6 bulan mendatang (termasuk tingkat penghasilan) tercermin dari kenaikan Indeks Ekspektasi Ekonomi. Grafik 7.2. Indeks Ekspektasi Ekonomi 180 161,00
160
163,00 158,00
150,50 144,00
140
140,00
139,50 129,00
120 108,00
100 80 60 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agust
Sep
2010
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
Sementara itu, kinerja ekspor pada triwulan III-2010 diperkirakan akan membaik. Potensi ekspor Sulawesi Utara yang utama adalah produk kelapa seperti minyak kelapa murni (virgin coconut oil), dan produk turunannya diantaranya adalah tepung kelapa dan arang kelapa. Produk pertanian lain yang potensial untuk diekspor adalah kopra, pala dan cengkeh. Saat ini, Provinsi Sulawesi Utara sedang mengalami panen raya cengkeh dengan estimasi hasil panen mencapai 15.000 ton. Dengan adanya panen raya cengkeh yang jatuh pada bulan Juni-Agustus 2010 ini diharapkan dapat lebih meningkatkan kinerja ekspor. Selain produk pertanian, komoditas yang menjadi andalan eskpor lainnya adalah ikan, baik berupa ikan segar maupun ikan kaleng hasil pengolahan. Namun demikian, peluang tersedianya pasar dan tingginya permintaan dari negara partner dagang belum dapat dioptimalkan oleh perusahaan. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya ketersediaan bahan baku akibat semakin tingginya persaingan usaha yang sejenis di Sulut serta adanya ketergantungan pada alam (cuaca) dalam penyediaan bahan baku. 86
Perkembangan komponen investasi diperkirakan akan lebih tinggi pada triwulan III-2010, hal ini terkait dengan semakin meningkatnya realisasi proyek-proyek fisik pemerintah khususnya untuk proyek infrastruktur diantaranya pembangunan jalan ring road 2 dan ring road 3, pembangunan jembatan lingkar barat Bolaang Mongondow Selatan serta pembangunan sarana umum lainnya seperti pembangunan fasilitas pariwisata di lahan seluas 15 hektar. Sedangkan dari pihak swasta, indikator pertumbuhan investasi dapat dilihat dari rencana dan realisasi investasi khususnya pada bidang pertambangan (tambang emas) di wilayah Minahasa Utara. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi
pada
triwulan
III-2010
diperkirakan masih akan ditopang oleh sektor-sektor dominan, seperti sektor PHR, bangunan, pengangkutan dan
komunikasi
serta
sektor
pertanian.
Perkembangan
sektor
pertanian
diperkirakan
akan
meningkatkan
jumlah
produksi
tanaman bahan makanan. Jumlah produksi padi pada Tahun 2010 diperkirakan mencapai 586.238 ton atau naik 6,77% (yoy). Demikian pula
Tabel 7.1. Produksi, Produktivitas dan Luas Panen Tanaman Padi dan Palawija di Provinsi Sulawesi Utara Jenis Tanaman Produksi (Ton) Padi (Sawah+Ladang) Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Produktivitas (Ku/Ha) Padi (Sawah+Ladang) Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Luas Panen (Ha) Padi (Sawah+Ladang) Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
2008
2009
ARAM II-2010
Perubahan 2009-2010 (%)
520.193 466.061 7.217 8.640 2.381 83.656 520.193
549.087 450.989 7.667 8.493 2.680 77.206 584.647
586.238 489.141 9.155 9.317 2.173 84.412 548.912
6,77 8,46 19,41 9,70 (18,92) 9,33 (6,11)
47,31 35,36 13,81 13,14 13,29 130,96 47,31
47,85 35,69 13,57 13,17 12,62 130,70 48,71
48,77 36,52 13,26 13,12 12,73 130,59 47,84
1,92 2,33 (2,28) (0,38) 0,87 (0,08) (1,79)
109.951 131.791 5.227 6.573 1.791 6.388 109.951
114.745 126.349 5.652 6.450 2.123 5.907 120.018
120.195 133.936 6.905 7.103 1.707 6.464 114.745
4,75 6,00 22,17 10,12 (19,59) 9,43 (4,39)
dengan komoditi jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi kayu yang
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
diprediksikan akan mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 8,46%, 19,41%, 9,70% dan 9,33%. Seperti halnya jumlah produksi, angka produktivitas dan luas panen dari tanaman padi dan jagung juga tercatat mengalami peningkatan. Relatif stabilnya pertumbuhan sektor PHR dan sektor pengangkutan lebih ditopang oleh faktor musiman antara lain musim liburan, tahun ajaran baru serta perayaan Idul Fitri. Kinerja sektor bangunan akan tumbuh sejalan dengan realisasi proyek pemerintah yang terus berjalan. Sementara itu, pertumbuhan pada sektor pertanian di triwulan III-2010 akan lebih didorong oleh pelaksanaan panen raya cengkeh pada bulan Juli dan Agustus 2010.
87
Meski demikian, terdapat beberapa faktor yang dikhawatirkan menjadi potensi yang dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi di triwulan III-2010, yaitu permasalahan pasokan listrik serta ancaman gangguan kamtibmas menjelang dan pada saat pelaksanaan Pilkada.
7.2. PRAKIRAAN INFLASI Laju inflasi tahunan Kota Manado selama triwulan III-2010 diperkirakan akan cenderung meningkat, lebih tinggi dibandingkan inflasi pada triwulan III-2009 yang tercatat mengalami deflasi. Meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan III-2010 diperkirakan berasal dari sisi permintaan yang terkait dengan faktor musiman yaitu berlangsungnya bulan suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, serta dari sisi penawaran berkaitan dengan kebijakan pemerintah terhadap harga dan kondisi iklim/cuaca yang mengganggu produktivitas hasilhasil pertanian. Jika dilihat berdasarkan kelompoknya, kelompok bahan makanan, kelompok transport dan kelompok sandang diperkirakan akan mengalami tekanan inflasi yang cukup tinggi. Melonjaknya permintaan daging ayam ras yang biasa terjadi menjelang hari raya Idul Fitri mengakibatkan kenaikan harga yang cukup tinggi. Tekanan harga gula diperkirakan akan tetap tinggi, karena pasokan yang semakin menipis. Kondisi ini akan semakin tidak terkendali jika pemerintah masih membatasi penggunaan gula rafinasi hanya untuk kalangan industri. Selain itu, kondisi cuaca yang tidak menentu akan berdampak terhadap hasil pertanian khususnya sayur-sayuran dan buah-buahan. Di sisi lain, tekanan harga juga datang dari kelompok administered price. Adanya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang terhitung mulai 1 Juli 2010 akan berdampak khususnya terhadap sektor usaha dan industri yang merupakan pelanggan di atas 1.300 KVA. Selain itu, PT. Pertamina (Persero) UMPS VII Manado juga kembali menaikkan harga premium, solar dan minyak tanah (BBM Non-Subsidi) untuk semua segmen pengguna. Kenaikan ini dilakukan oleh PT. Pertamina karena menyesuaikan dengan standar Mild Oil Plats of
Singapore (MOPS). Kenaikan administered price ini secara tidak langsung telah membawa ekspektasi konsumen pada tingkat harga yang lebih tinggi.
88
Tabel 7.2. Daftar Perkiraan Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) Per 1 Juli 2010
Golongan tarif Sosial Rumah Tangga Bisnis Industri Bangunan Pemerintah Traksi, curah dan layanan khusus
Rata-rata kenaikan 10% 18% 16% 6-12% 15-18% 9-10%
Sumber : Survei dan Berbagai Media,diolah
Kecenderungan meningkatnya tekanan harga di triwulan mendatang dapat pula dikonfirmasi dengan perkembangan indeks ekspektasi konsumen yang meliputi ekspektasi penghasilan,
ekspektasi
ekonomi
dan
ekspektasi
ketersediaan
lapangan
kerja.
Kecenderungan meningkatnya ekspektasi konsumen mengindikasikan bahwa tekanan terhadap harga dari sisi permintaan akan meningkat di triwulan mendatang. Sementara itu, dari sisi penawaran pasokan barang dan jasa diperkirakan tidak akan mengalami permasalahan berarti tercermin dari relatif tidak banyak berubahnya indeks ketersediaan barang dan jasa dibandingkan periode-periode sebelumnya. Grafik 7.3. Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen 200 180
Grafik 7.4. Indeks Ketersediaan Barang dan Jasa 180
Ekspektasi Konsumen
Ekspektasi Penghasilan
Ekspektasi Ekonomi
Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja
170
160
160 140
150
120 100
140
80
Ketersediaan Barang dan Jasa
130 60
2009
2010
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
Di samping faktor-faktor diatas, ekspektasi masyarakat terhadap harga barang dan jasa perlu dijaga. Keberadaan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sebagai komitmen Bank Indonesia, Pemerintah Daerah Sulawesi Utara, perbankan dan pelaku usaha, diharapkan dapat mengawal kestabilan inflasi daerah yang diwujudkan dalam pelaksanaan Forum TPID 89
Sep
Jul
2010
Agust
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nop
Sep
Jul
2009
Agust
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep 2008
Feb
120
40
guna membahas sumber dan potensi tekanan inflasi kedepan. Berdasarkan asumsi-asumsi di atas, maka laju inflasi Kota Manado di triwulan mendatang diperkirakan berada pada kisaran 5,25%± 0,5 (yoy). 7.3. PROSPEK PERBANKAN Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan III-2010 diperkirakan masih cukup baik. Kebijakan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) sebesar 6,5% mendorong perbankan untuk lebih ekspansif dalam melakukan pembiayaan yang didukung oleh kecenderungan menurunnya suku bunga kredit. Sementara itu, jumlah Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun pada triwulan mendatang diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh potensi meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat seiring dengan pencairan Tunjangan Hari Raya (THR), dimulainya panen raya cengkeh, dan potensi membaiknya kinerja ekspor Sulawesi Utara. Grafik 7.5. Indeks Ekspektasi Tingkat Suku Bunga 160 155 150 145 140
135 130
125 120
Tingkat Suku Bunga
115
2009
Sep
Jul
Agust
Jun
Mei
Apr
Feb
Mar
Jan
Des
Okt
Nop
Sep
Agust
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Jan
Feb
110
2010
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
Hasil rekapitulasi Rencana Bisnis Bank (RBB) 2010 menunjukan bahwa perbankan Sulawesi Utara optimis untuk terus meningkatkan penyaluran kreditnya hingga 25
30%, lebih
tinggi dibandingkan target penyaluran kredit secara nasional yang hanya berada pada kisaran 17%. Tingkat suku bunga perbankan sampai dengan saat ini masih bergerak dengan kisaran yang relatif terbatas. Penurunan BI Rate tidak langsung direspon oleh perbankan dengan menurunkan tingkat suku bunganya. Sampai dengan Bulan Mei 2010, tingkat suku bunga deposito tercatat sebesar 5,99%, mengalami tren penurunan terbatas 90
sejak bulan April dan Mei yang tercatat masing-masing sebesar 6,09% dan 6,00%. Sedangkan tingkat suku bunga kredit perbankan masih menunjukan tren peningkatan, walapun dalam kisaran yang relatif kecil. Tingkat suku bunga kredit pada bulan Mei 2010 tercatat sebesar 15,85%, mengalami kenaikan dibandingkan April dan Mei 2010, masingmasing sebesar 15,81% dan 15,61%. Namun demikian, perbankan diharapkan dapat lebih menurunkan tingkat suku bunga kreditnya sehingga dapat mendorong pertumbuhan sektor riil. Hal ini sesuai dengan ekspektasi konsumen yang mengharapkan adanya penurunan tingkat suku bunga pada triwulan III-2010. Menurut sektor ekonominya, sektor PHR (Perdagangan, Hotel dan Restoran), sektor konstruksi, sektor jasa dunia usaha dan konsumsi masih menjadi fokus utama dalam portofolio kredit di Sulawesi Utara. Sedangkan pembiayaan di sektor pertanian diperkirakan akan mengalami banyak tantangan sehubungan dengan tingginya rasio NPL (Non Performing Loan) di sektor pertanian. Selain itu, rendahnya penyaluran kredit pertanian pada periode-periode sebelumnya juga menyebabkan terbatasnya alokasi dana yang disediakan oleh masing-masing bank karena mengacu pada pengalaman di periode-periode sebelumnya dimana penyaluran kredit di sektor pertanian masih kecil. Dalam upaya mengantisipasi berlangsungnya panen raya cengkeh, perbankan Sulawesi Utara berkomitmen untuk turut serta dalam memberikan pembiayaan baik pra panen maupun pasca panen. Bank umumnya memberikan pembiayaan kepada petani pengumpul dengan pola kemitraan. Dengan pola kemitraan tersebut, maka para petani yang sekiranya membutuhkan biaya pra panen (seperti pembelian karung dan peralatan pertanian lainnya), akan mendapatkan pembiayaan dari para pedagang pengumpul tersebut. Besaran pokok dan bunga dari pinjaman yang didapat oleh petani cengkeh selanjutnya akan diperhitungkan dari hasil penjualan cengkeh pada saat panen. Sinkronisasi program di masing-masing dinas dan kerjasama yang lebih erat antara BI, perbankan dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan agar upaya mewujudkan Sulawesi Utara berswasembada beras di Tahun 2010 ini dapat terwujud, tentunya dukungan pembiayaan dari perbankan sangatlah dibutuhkan dengan tetap menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian perbankan.
91
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN PDRB mtm qtq yoy Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Harga Konsumen (IHK) Indeks Kondisi Ekonomi Indeks Ekspektasi Konsumen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dana Perimbangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Inflasi
Volatile Food Administered Price M1 M2
Mo
Uang Kartal Uang Giral
NIM NPL Restrukturisasi
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu Month to Month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya. Quarter to Quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya. Year on Year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100 Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100 Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100 Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi. Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli. Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan. Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu. Salah satu disagregasi inflasi , yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah. Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indicator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing). Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral. Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum. Terdiri dari rekening giro masyarakat masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter. Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar. Singkatan dari non performing loan disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI. Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur
92
kredit UMKM UYD Inflow Outflow Netflow PTTB
dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan. Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil, Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 Juta s/d Rp 5 Milyar. Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartal yang berada di masyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank. Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum. Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI. Selisih antara outflow and inflow. Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada daalm kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
93