KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sumatera Selatan
Triwulan III - 2010
Kantor Bank Indonesia Palembang
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya ”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2010” dapat dipublikasikan. Buku ini menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan informasi bagi pihak eksternal. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.
Palembang, November 2010
Ttd
Endoong Abdul Gani Pemimpin
Daftar Isi
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
ii
Daftar Isi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GRAFIK
ix
INDIKATOR EKONOMI
xiii
RINGKASAN EKSEKUTIF
1
BAB 1
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
7
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan
7
ANOMALI CUACA MENURUNKAN PRODUKTIVITAS KUANTITAS KOMODITAS UNGGULAN SUMSEL
9
Suplemen 1
Suplemen 2
BAB 2
DAN
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan
13
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan
19
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan
20
1.5. Struktur Ekonomi
22
1.6. Perkembangan Ekspor Impor
24
1.6.1. Perkembangan Ekspor
24
1.6.2. Perkembangan Impor
26
KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENINGKAT; PENGARUH MEMBAIKNYA KONDISI EKONOMI SECARA MAKRO?
28
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG
33
2.1. Inflasi Tahunan
33
iii
Daftar Isi
Suplemen 3
Suplemen 4
RESUME HASIL QUICK SURVEY KENAIKAN TDL: DAMPAK KENAIKAN TDL TERHADAP SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI SUMBAGSEL
38
2.2. Inflasi Bulanan
40
MEMANTAU INFLASI SECARA PEMANTAUAN HARGA
MINGGUAN
MELALUI
SURVEI 43
Suplemen 5
HARGA-HARGA VOLATILE FOODS SEMAKIN BERGEJOLAK
47
BAB 3
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
51
3.1. Kondisi Umum
51
3.2. Kelembagaan
52
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
52
3.3.1. Penghimpunan DPK
52
3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota
53
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan
54
3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral
54
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan
56
3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten
57
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menengah (MKM)
Usaha
Mikro
Kecil
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan
Suplemen 6 iv
59 60
3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan
60
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman
61
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga
62
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan
62
3.7. Rentabilitas Perbankan
64
3.8. Kelonggaran Tarik
64
3.9. Risiko Likuiditas
65
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah
65
3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
67
PERBANDINGAN AKTIVITAS PERBANKAN ANTAR WILAYAH
68
Daftar Isi
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
69
4.1. Realisasi APBD Sumatera Selatan
69
4.2. Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan
72
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
75
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS)
75
5.2. Perkembangan Perkasan
78
5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau
79
PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
KETENAGAKERJAAN
DAERAH
DAN 81
6.1. Ketenagakerjaan
81
6.2. Pengangguran
83
6.3. Tingkat Kemiskinan
84
6.4. Nilai Tukar Petani
86
6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
88
6.6. Rasio Gini Provinsi Sumatera Selatan
88
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
91
7.1. Pertumbuhan Ekonomi
91
7.2. Inflasi
94
7.3. Perbankan
96
DAFTAR ISTILAH
v
Daftar Isi
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
vi
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL Tabel 1.1
Laju Pertumbuhan Tahunan (yoy) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
8
Laju Pertumbuhan Triwulanan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 (%)
13
Realisasi Luas Tanam (LT) dan Luas Panen (LP) Padi Provinsi Sumatera Selatan (dalam Ha)
15
Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%)
20
Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan (qtq) Provinsi Sumatera Selatan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009-2010 (%)
22
Tabel 1.6
Struktur Ekonomi Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (%)
23
Tabel 1.7
Struktur Ekonomi Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan (%)
23
Tabel 1.8
Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD)
24
Perkembangan Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
24
Perkembangan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD)
26
Perkembangan Bulanan Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumatera Selatan (USD Juta)
26
Pertumbuhan DPK Perbankan per Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
54
Tabel 3.2
Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta)
55
Tabel 3.3
Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan Perbankan Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan (dalam Rp Juta)
58
Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 1.5
Tabel 1.9 Tabel 1.10 Tabel 1.11 Tabel 3.1
per
Tabel 3.4
Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan III 2010
64
Tabel 3.5
Perkembangan Bank Umum Syariah di Sumatera Selatan (Rp Juta)
66
Tabel 4.1
Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2010 (Rp Miliar)
70
Tabel 4.2
Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2009 dan Triwulan III 2010 (Rp Miliar)
71
Tabel 5.1
Perputaran Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sumatera Selatan
77
Tabel 5.2
Kegiatan Perkasan di Sumsel (Rp Miliar)
78
Tabel 5.3
Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau (Rp Miliar)
79
Tabel 6.1
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Februari 2008 - Februari 2010
81
vii
Daftar Tabel
Tabel 6.2
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2008 - Februari 2010
82
Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Februari 2008 Februari 2010
83
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Selatan Tahun 1993-2010
84
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008 – Maret 2010
85
Garis Kemiskinan Makanan dan Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009 – Maret 2010
86
Rata-rata Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sumatera Selatan
87
Tabel 6.8
Rata-rata Indeks Biaya Produksi dan Penambahan Modal Petani
87
Tabel 6.9
IPM 2007-2008 Menurut Provinsi
88
Tabel 6.10
Rasio Gini 2007-2009 Menurut Provinsi
89
Tabel 7.1
Resume Leading Economic Indicator Provinsi Sumsel Triwulan III 2010
92
Proporsi Ekspor Sumatera Selatan dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 (dalam persentase)
94
Prediksi Beberapa Indikator Perekonomian pada Triwulan IV 2010
97
Tabel 6.3 Tabel 6.4 Tabel 6.5 Tabel 6.6 Tabel 6.7
Tabel 7.2 Tabel 7.3
viii
Daftar Grafik
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1
PDRB dan Laju Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000
7
Grafik 1.2
Perkembangan Penyaluran Kredit Konstruksi
11
Grafik 1.3
Perkembangan Jumlah Pelanggan dan Penjualan Air Bersih
11
Grafik 1.4
Perkembangan Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumsel
12
Grafik 1.5
PDRB dan Laju Pertumbuhan Triwulanan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000
13
Kontribusi Sektor Triwulan III 2010
14
Grafik 1.6
Ekonomi
PDRB
Provinsi Sumatera
Selatan
Grafik 1.7
Perkembangan Curah Hujan di Sumatera Selatan
14
Grafik 1.8
Perkembangan Harga Tandan Buah Segar di Sumatera Selatan
14
Grafik 1.9
Perkembangan Konsumsi Semen
15
Grafik 1.10
Perkembangan Penumpang Angkutan Udara
16
Grafik 1.11
Perkembangan Penumpang Angkutan Laut Pelabuhan Boom Baru Provinsi Sumsel
16
Grafik 1.12
Perkembangan Pendaftaran Kendaraan Bermotor
16
Grafik 1.13
Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar dan Jumlah Wisatawan
16
Grafik 1.14
Perkembangan Harga Karet di Pasar Internasional
17
Grafik 1.15
Perkembangan Harga CPO di Pasar Internasional
17
Grafik 1.16
Perkembangan Penjualan LPG
18
Grafik 1.17
Perkembangan Konsumsi Listrik Total dan Sektor Rumah Tangga
18
Grafik 1.18
Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Sosial dan Pemerintah
18
Grafik 1.19
Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Bisnis dan Industri
18
Grafik 1.20
Perkembangan Harga Batu Bara di Pasar Internasional
19
Grafik 1.21
Perkembangan Harga Minyak Bumi di Pasar Internasional
19
Grafik 1.22
Perkembangan Indeks Ketepatan Waktu Pembelian (Konsumsi) Barang Tahan Lama
20
Grafik 1.23
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar
21
Grafik 1.24
Perkembangan Konsumsi BBM di Provinsi Sumsel
21
Grafik 1.25
Struktur Ekonomi Provinsi Sumatera Selatan
22
Grafik 1.26
Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
25
Grafik 1.27
Perkembangan Volume Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
25
ix
Daftar Grafik
Grafik 1.28
Perkembangan Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan
25
Pangsa Ekspor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Tujuan Jun 10 - Agt 10
25
Grafik 1.30
Perkembangan Nilai Impor Provinsi Sumatera Selatan
27
Grafik 1.31
Perkembangan Volume Impor Provinsi Sumatera Selatan
27
Grafik 1.32
Perkembangan Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal
27
Pangsa Impor Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Negara Asal Jun 10 - Agt 10
27
Grafik 2.1
Perkembangan Inflasi Tahunan Palembang
33
Grafik 2.2
Inflasi Tahunan Kota Palembang per Kelompok Pengeluaran Triwulan III 2010
33
Grafik 2.3
Perkembangan Harga Komoditas Strategis di Pasar Internasional
34
Grafik 2.4
Perkembangan Inflasi Tahunan per Kelompok Barang dan Jasa di Palembang
35
Grafik 2.5
Kontribusi Inflasi Tahunan
36
Grafik 2.6
Disagregasi Inflasi Tahunan: Core, Volatile Foods, Administered Prices
36
Grafik 2.7
Perbandingan Inflasi Tahunan Palembang dan Nasional
36
Grafik 2.8
Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang
40
Grafik 2.9
Perkembangan Inflasi Bulanan Palembang per Kelompok Barang dan Jasa
41
Grafik 2.10
Kontribusi Inflasi Bulanan
42
Grafik 2.11
Disagregasi Inflasi Bulanan: Core, Volatile Foods, Administered Prices
44
Grafik 2.12
Event Analysis Inflasi Kota Palembang September 2009 - September 2010
45
Perbandingan Inflasi Bulanan dan Ekspektasi Harga Konsumen 3 Bulan YAD
45
Grafik 2.14
Perbandingan Inflasi Bulanan Palembang dan Nasional
45
Grafik 3.1
Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan
51
Grafik 3.2
Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumatera Selatan
52
Grafik 3.3
Pertumbuhan DPK Perbankan di Provinsi Sumatera Selatan
53
Grafik 3.4
Komposisi DPK Perbankan Triwulan III 2010 di Provinsi Sumatera Selatan
53
Grafik 1.29
Grafik 1.33
Grafik 2.13
x
Daftar Grafik
Grafik 3.5
Pangsa Penyaluran Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2010
56
Grafik 3.6
Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sumatera Selatan
57
Grafik 3.7
Pangsa Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwulan III 2010
57
Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Triwulan III 2010 Berdasarkan Wilayah
58
Penyaluran Kredit MKM Perbankan Provinsi Sumatera Selatan Menurut Penggunaan
59
Grafik 3.10
Penyaluran Kredit MKM Menurut Plafond Kredit
59
Grafik 3.11
Perkembangan Suku Bunga Simpanan Sumatera Selatan
60
Grafik 3.12
Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Sumatera Selatan
61
Grafik 3.13
Perkembangan Spread Suku Bunga Sumatera Selatan
62
Grafik 3.14
Perkembangan NPL Perbankan Sumatera Selatan
62
Grafik 3.15
Perkembangan NPL Menurut Kelompok Bank
63
Grafik 3.16
Komposisi NPL Bank Umum Konvensional Menurut Sektor Ekonomi Triwulan III 2010
63
Grafik 3.17
Perkembangan Undisbursed Loan Perbankan Sumatera Selatan
64
Grafik 3.18
Perkembangan Risiko Likuiditas Perbankan Sumatera Selatan
65
Grafik 3.19
Perkembangan Aset, DPK, dan Kredit Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
67
Perkembangan Rasio Likuiditas Bank Perkreditan Rakyat di Provinsi Sumatera Selatan
67
Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2010
71
Perbandingan Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2010
71
Grafik 4.3
Perkembangan Penerimaan PPh Orang Pribadi Sumatera Selatan
72
Grafik 4.4
Perkembangan Penerimaan PPh Pasal 21 Sumatera Selatan
72
Grafik 4.5
Perkembangan Penerimaan PBB Sumatera Selatan
73
Grafik 4.6
Perkembangan Penerimaan BPHTB Sumatera Selatan
73
Grafik 5.1
Perkembangan Kliring Sumsel
75
Grafik 5.2
Pertumbuhan Tahunan Kliring vs Kredit Modal Kerja (KMK)
76
Grafik 5.3
Perkembangan Perputaran Kliring dan Hari Kerja
76
Grafik 5.4
Perkembangan RTGS Sumsel
76
Grafik 5.5
Perkembangan Bulanan Perputaran Kliring Sumsel
77
Grafik 3.8 Grafik 3.9
Grafik 3.20 Grafik 4.1 Grafik 4.2
xi
Daftar Grafik
Grafik 5.6
Perkembangan Jumlah Cek dan Bilyet Giro Kosong Sumsel
77
Grafik 5.7
Perkembangan Kegiatan Perkasan Sumsel 2009-2010
78
Grafik 5.8
Perkembangan Penarikan Uang Lusuh oleh KBI Palembang
79
Grafik 5.9
Perkembangan Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 20092010
80
Indeks Harga yang diterima, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Petani
86
Perkembangan Rata-rata Nilai Tukar Petani Sumsel dan Harga Komoditas Unggulan di Pasar Dunia
87
Grafik 7.1
Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Selatan
91
Grafik 7.2
Proyeksi Inflasi Tahunan Sumatera Selatan
95
Grafik 6.1 Grafik 6.2
xii
Indikator Ekonomi
INDIKATOR EKONOMI
A. Inflasi dan PDRB
xiii
Indikator Ekonomi
B. Perbankan
xiv
Indikator Ekonomi
Lanjutan
C. Sistem Pembayaran
xv
Indikator Ekonomi
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
xvi
III/10
RINGKASAN EKSEKUTIF Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Selatan
Abstraksi Perekonomian Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2010 terkendala oleh hambatan di sisi suplai. Perekonomian tumbuh moderat namun melambat dibandingkan periode sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi antara lain terhambat oleh kendala menipisnya bahan baku sehubungan dengan adanya anomali cuaca yang menurunkan produksi komodit as primer, kenaikan biaya sehubungan dengan naiknya tarif listrik, serta realisasi fiskal yang masih cenderung bersifat kontraktif. Meskipun demikian, perekonomian masih tertopang dengan baik oleh realisasi investasi serta terjaganya optimisme terhadap prospek perekonomian. Inflasi cenderung meningkat seiring lonjakan harga volatile foods yang semakin hari semakin bergejolak, dan dibarengi dengan kecenderungan meningkatnya core inflation secara gradual. Di sisi lain, dunia perbankan masih tumbuh dari sisi penghimpunan dana maupun penyaluran kredit meski berbarengan dengan semakin lebarnya spread suku bunga. Meningkatnya aktivitas sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai mengkonfirmasi masih intensnya aktivitas perekonomian. Pada triwulan IV 2010, perekonomian diperkirakan masih terpengaruh kondisi cuaca dan kenaikan biaya produksi. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan akan berlanjut pada level yang relatif konstan terdorong oleh sektor konstruksi walaupun secara agregat kendala di sisi suplai masih mengganggu untuk sektor industri pengolahan berbasis pertanian. Harga komodit as unggulan tetap tinggi, investasi dan pengeluaran pemerintah tetap tinggi merupakan faktor pendorong pertumbuhan ekonomi, namun anomali cuaca yang menipiskan ketersediaan bahan baku dan kenaikan tarif listrik membuat kegiatan produksi tidak maksimal. Tekanan inflasi diprediksi meningkat seiring tingginya ekspektasi inflasi serta adanya perayaan Natal dan tahun baru. Perbankan diperkirakan tumbuh konstan karena tetap terjaganya kondisi finansial secara makro dan prospek perekonomia n, walaupun terdapat potensi terlambatnya investasi karena adanya kenaikan biaya. Frekuensi dan nilai transaksi tunai maupun non tunai diprediksi akan tinggi ditopang oleh permintaan domestik yang tetap kuat.
Ringkasan Eksekutif
Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) secara tahunan pada triwulan III 2010 sebesar 5,3% (yoy). Laju pertumbuhan tersebut tergolong moderat namun mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Terus membaiknya kondisi perekonomian telah memungkinkan terjadinya peningkatan penjualan, ekspansi pasar, rencana realisasi investasi maupun terbentuknya optimisme terhadap kondisi usaha dan perekonomian secara umum. Meskipun demikian, terdapat pula beberapa kendala yang membatasi pengembangan usaha, antara lain: (i) keterbatasan bahan baku crumb rubber akibat penurunan produksi karet, (ii) tingginya curah hujan yang berdampak pada penurunan produksi maupun kualit as produksi (khususnya pada sub sektor perkebunan), (iii) Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), (iv) meningkatnya persaingan usaha, (v) masalah regulasi, dan (vi) keterbatasan anggaran baik untuk pemeliharaan sarana irigasi maupun untuk menopang kegaitan produksi komoditas unggulan Kinerja dunia usaha pada triwulan III 2010 menunjukkan perbaikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya terutama didorong oleh meningkatnya harga komoditas primer seperti sawit dan karet. Kondisi tersebut juga berdampak positif terhadap peningkatan daya beli masyarakat dan permintaan terhadap barang dan jasa. Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang pada triwulan III - 2010 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwula n sebelumnya. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mencapai 114,09, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang mencatat indeks rata-rata sebesar 113,50. Demikian pula dengan rata-rata Indeks Keyakinan Ekonomi Saat ini (IKESI) yang juga meningkat, yakni dari 105,96 menjadi 108,22 pada triwulan ini. Di sisi lain, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sedikit menurun dari sebesar 121,04 menjadi 119,96. Apabila dibandingkankan dengan indeks pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, seluruh indeks yang meliputi IKK, IKESI dan IEK mengalami penurunan. Rela tif tingginya harga-harga komoditas unggula n di pasar internasional tidak cukup membantu sektor pertambangan dan penggalia n untuk tidak terpuruk pada triwulan ini. Hasil monitoring pada beberapa pelaku usaha menunjukkan bahwa stagnannya kapasitas produksi yang dialami pela ku usaha (bahkan beberapa pelaku usaha mengalami penurunan lifting minyak) serta tingginya harga bahan baku masih merupakan penyebab kurang optimalnya produktivitas subsektor pertambangan.
2
Ringkasan Eksekutif
Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi triwulan III 2010 secara tahunan didorong oleh net ekspor dengan andil sebesar 3,3%. Pertumbuhan ekspor mengalami akselerasi dibandingkan dengan kondisi pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, impor juga tercatat mengalami akselerasi dibandingkan dengan kinerja tahunan pada triwulan sebelumnya. Konsumsi mengalami perlambatan dari triw ulan sebelumnya. Seluruh komponen konsumsi relatif mengalami perbaikan kecuali pada komponen konsumsi rumah tangga yang mengalami perlambatan. Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan III 2010 sebesar 4,57% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,62% (yoy). Tekanan peningkatan inflasi semakin terasa jika dibanding angka inflasi triwulan yang sama tahun lalu inflasi yang tercatat sebesar 1,30% (yoy). Kendati kenaikan inflasi tahun ini masih dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia yang sebesar 3,96±1%, angka tersebut tela h berada di atas median proyeksi. Tekanan inflasi tahunan pada triwulan III 2010 antara lain bersumber dari kenaikan biaya listrik yang ditransmisikan melalui peningkatan harga jual berbagai je nis barang. Selain itu juga, efek musiman telah mendorong permintaan barang, khususnya bahan makanan dan makanan jadi, pada bulan puasa dan Idul Fit ri. Kenaikan biaya pendidikan khususnya tarif akademi/perguruan tinggi juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan inflasi. Kelompok sandang mengalami inflasi yang moderat seiring kenaikan harga emas di pasar internasional, kelompok kesehatan mengalami peningkatan sekitar 0,5% pada bulan Juli. Sementara itu, kelompok transportasi juga mengalami peningkatan harga pada bulan Juli dan September bersamaan dengan meningkatnya permintaan angkutan antar kota pada saat Idul Fitri. Menurut hasil quick survey “Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) terhadap Sektor Industri Pengolahan”, 84% responden di Palembang merasakan dampak kenaikan TDL. Kenaikan harga yang dilakukan oleh pelaku usaha industri pengola han di Palembang adalah sebesar 7,50%. Penurunan margin yang harus dilakukan karena adanya kenaikan TDL menurut pelaku usaha industri pengolahan di Palembang adalah sebesar 5,22%. Sebagian besar responden di Palembang berencana menaikkan harga jual pada awal tahun 2011 yang pada umumnya disebabkan oleh adanya ikatan kontrak sampai dengan akhir tahun 2010. Namun demikia n, responden juga banyak yang berencana untuk meningkatkan harga jual pada bulan September –Oktober 2010 serta bulan Desember 2010.
3
Ringkasan Eksekutif
Core inflation bulanan mulai menunjukkan tendensi peningkatan yang gradual setelah sebelumnya bergerak di kisaran sangat rendah. Komponen volatile foods mengalami perubahan harga yang semakin bergejolak dibandingkan tren pada dua tahun terakhir, dan mengalami infla si hampir 3% (mtm) pada bulan September 2010. Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Pale mbang, secara umum terjadi tendensi peningkatan harga barang/komoditas sebesar 2,89% dibandingkan posisi triwulan sebelumnya. Pola pergerakan harga antara beberapa komoditas cukup bervariasi. Untuk komponen volatile foods, harga beras dan daging ayam mengalami tendensi peningkatan Di sisi lain, cabe merah dan minyak goreng mengalami penurunan harga. Sementara itu, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation mengalami peningkatan. Harga nasi dan mie mengalami peningkatan. Selain itu, harga emas perhiasan juga meningkat. Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan III 2010 (Agustus 2010) dari beberapa indikator seperti total aset, penghimpunan dana dan penyaluran kredit/pembiayaan mengalami peningkatan seiring dengan baik nya prospek ekonomi domestik. Dibandingkan periode sebelumnya, wilayah selain Palembang cenderung lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit, sehingga dapat mendukung konvergensi perekonomian antar wilayah. Realisasi pendapatan sebesar 75,30% dari anggaran yang sebesar Rp3.131,67 miliar. Sementara realisasi belanja sebesar 50,85% dari anggaran sebesar Rp3.225,41 miliar. Realisasi belanja maupun penerimaan periode ini tercatat lebih baik dibandingkan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun demikian, realisasi fiskal tersebut secara umum masih cenderung bersifat kontraktif, karena realisasi belanja yang masih cenderung lebih lambat dibandingkan realisasi penerimaan. Aktivitas kliring mengalami peningkatan dari sisi jumlah warkat dan nominal dibandingkan triwulan maupun tahun sebelumnya. Tingginya aktivitas kliring sejalan dengan tingginya penyaluran kredit modal kerja. Modal yang disalurkan memiliki dampak positif terhadap peningkatan aktivitas kliring seir ing bergulirnya kegiatan ekonomi antar pelaku usaha. Peningkatan aktivitas pembayaran non tunai pada triw ulan ini diiringi dengan meningkatnya cek dan bilyet giro kosong dari sisi jumlah warkat, sedangkan dari sisi nominal mengalami penurunan, yang
4
Ringkasan Eksekutif
mengindikasikan kelompok grassroot. Net-inflow diperkirakan terja di karena relatif tingginya inflow selama triwulan berja lan yang salah satunya disebabkan aktivitas perekonomian yang relatif tinggi sehingga berdampak pada meningkatnya inflow secara triwulanan di atas angka 50%. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2010 diprediksi akan cenderung konstan dibandingkan triwulan sebelumnya. Walaupun terdapat pembangunan konstruksi terkait penyelenggaraan Sea Games 2011, tingginya harga komoditas di pasar internasional dan peningkatan investasi swasta, namun terdapat beberapa faktor risiko dari sisi suplai, yaitu yang muncul dari meningkatnya tarif listrik, penurunan produksi komoditas terkait musim kemarau basah pada triwulan sebelumnya, dan adanya penundaan transaksi dari beberapa negara tujuan ekspor CPO. Secara musiman, perekonomian pada triwulan IV 2010 akan menurun karena faktor masuknya kembali musim hujan. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan triwulan IV 2010 diperkirakan akan cenderung konstan pada kisaran 5,4 ± 1%. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan tumbuh negatif di kisaran 4,3 ± 1%. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi kumulatif tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,5 ± 1%. Namun demikia n, laju pertumbuhan triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi akan mengalami perlambatan dibandingkan triw ulan sebelumnya dan memberikan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2010 secara riil akan melambat, yaitu menjadi sebesar 1,1 ± 0,5% (qtq,sa) dari sebelumnya sebesar 1,3% (qtq,sa). Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2010 bervariasi dibandingkan proyeksi sebelumnya. Berdasarkan IMF, proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat direvisi menurun. Sebaliknya, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa dan India direvisi meningkat. Kemudian, negara yang mengalami pertumbuhan tinggi di Asia, yaitu Cina, tetap diperkirakan tumbuh tinggi seperti proyeksi semula yaitu sebesar 10,5%. Inflasi tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan secara moderat, yang didorong oleh ekspektasi excess demand pangan karena adanya kemarau basah, serta dampak lanjutan kenaikan tarif listrik melalui peningkatan harga jual. Ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adalah meningkat, yang ditunjukkan oleh hasil survei konsumen dimana sebagia n besar responden berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga. Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Selatan, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan IV 2010 akan berada pada kisaran 5,24±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan 5
Ringkasan Eksekutif
(qtq) diperkirakan akan menurun menjadi 0,90±0,5%. Namun demikian, proyeksi tersebut saat ini mempunyai kecenderungan bias ke atas karena adanya risik o dampak perubahan iklim dan bencana alam melalui gangguan pada distribusi dan pasokan. Pada bulan Oktober diperkirakan terjadi penurunan harga secara tipis karena penyesuaia n kembali harga beberapa jenis barang/jasa pasca lebaran. Di bulan November, kenaikan harga akan kembali terjadi menyusul potensi gangguan distribusi dan pasokan barang seiring dengan curah huja n yang tinggi dan bencana alam di beberapa daerah. Pada akhir tahun, tekanan kenaikan harga akan muncul pada liburan Natal dan tahun baru, termasuk dari kelompok transportasi. Kinerja perbankan pada triwulan IV 2010 diproyeksikan akan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III 2010 dengan tingkat pertumbuhan yang rela tif stabil, baik dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran kredit. Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada triwulan IV 2010 hanya akan cenderung konstan dari triwulan sebelumnya, yait u berada di kisaran 5,7% ± 1% (qtq). Penyaluran kredit yang meningkat tersebut diprediksi tidak akan merubah tingkat Non Performing Loan (NPL) secara signifikan. Walaupun kemampuan membayar debitur sedikit berkurang karena turunnya margin pasca naiknya tarif listrik, namun hal tersebut diperkirakan hanya akan bersifat temporer, sehingga tingkat NPL tetap rendah.
6
BAB 1
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
•
Laju pertumbuhan ekonomi Sumsel triwulan III 2010 sebesar 5,3% (yoy) ditopang oleh kenaikan ekspor dan stabilnya kinerja sektor industri pengolahan.
•
Sektor pertanian tumbuh relatif rendah akibat kondisi cuaca yang lebih ekstrem dibandingkan tahun sebelumnya.
1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Tahunan Laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan (Sumsel) secara tahunan pada triwulan III 2010 sebesar 5,3% (yoy), melambat dibandingkan dengan kondisi triwulan sebelumnya yang mencetak pertumbuhan sebesar 5,7% (yoy). Grafik 1.1 PDRB dan Laju Per tumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sumsel Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) 2000 pada triwulan ini mencapai Rp16,7 triliun, lebih t inggi dibandingkan PDRB periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp15,9 triliun. Tingginya laju perekonomian di Sumsel terkonfirmasi oleh survei bisnis yang menunjukkan kondisi usaha secara umum semakin
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah
membaik .
Terus membaiknya kondisi perekonomia n
telah
memungkinkan terjadinya
peningkatan penjualan, ekspansi pasar, rencana realisasi investasi maupun terbentuknya optimisme terhadap kondisi usaha dan perekonomian secara umum. Meskipun demikian, terdapat pula beberapa kendala yang membatasi pengembangan usaha, antara lain: (i) keterbatasan bahan baku crumb rubber akibat penurunan produksi karet, (ii) tingginya curah hujan yang berdampak pada penurunan produksi maupun kualitas produksi (khususnya pada sub sektor perkebunan), (iii) Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), (iv) meningkatnya persaingan usaha, (v) masalah regulasi, dan (vi) keterbatasan anggaran
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
untuk pemeliharaan sarana ir igasi maupun untuk menopang kegia tan produksi komoditas unggulan (Lihat Suple men 1. Anomali Cuaca Menurunkan Produktivitas dan Kuantitas Komoditas Unggulan Sumsel). Kinerja dunia usaha pada triwulan III 2010 menunjukkan perbaikan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya terutama didorong oleh meningkatnya harga komoditas primer seperti sawit dan karet. Kondisi tersebut juga berdampak positif terhadap peningkatan daya beli masyarakat serta permintaan terhadap barang dan ja sa. Kinerja perekonomian triwula n
Tabel 1. 1 Laju Pertumbuhan Tahunan (yo y) Sektoral PDRB Provinsi Sumat era Selat an ADHK 2000 (%) Lapangan Usaha
2009
III 2010
berdasarkan komponen
sektoral
2010
ditandai
dengan
III
IV
I
II
III
4.2
6.3
9.0
4.6
2.6
2.3
0.8
0.6
1.5
1.4
2.4
5.2
4.9
5.9
6.4
LGA
3.5
10. 4
13. 9
5.5
7.1
Banguna n
8.2
8.7
7.0
8.5
10. 0
PHR
2.4
4.3
5.6
6.5
7.1
12. 7
12. 3
12. 5
13. 9
15. 0
Keu., Persewaan & Js. Perusahaan
6.5
6.6
6.8
7.8
7.4
industri
Jasa-jasa
9.2
9.4
8.2
8.4
5.8
memberikan sumbangan terhadap
Total PDRB
4.4
5.3
5.7
5.7
5.3
laju pertumbuhan ekonomi sebesar
Pertanian Pertambangan dan Pe nggalian Industri Pengola han
Pengangkutan & Komunikasi
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
pertumbuhan pada
sektor
tahunan
tertinggi
pengangkutan
dan
komunikasi yakni sebesar 15,0% (yoy) dengan andil terhadap laju PDRB sebesar 0,9%. Adapun sektor ekonomi yang memberik an andil yang paling tinggi adalah sektor pengolahan
yang
1,1%.
Sektor pengangkutan dan komunikasi menunjukkan pertumbuhan tahunan yang paling tinggi yakni sebesar 15,0% (yoy). Ekspansifnya kinerja subsektor komunikasi diproyeksikan memberi andil yang cukup besar dalam mendorong peningkatan kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, aktivitas perekonomian yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya telah menjadi dorongan terhadap peningkatan kinerja subsektor pengangkutan.
8
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Suplemen 1 ANOMALI CUACA MENURUNKAN PRODUKTIVITAS DAN KUANTITAS KOMODITAS UNGGULAN SUMSEL *) Perkembangan usaha di Sumatera Selatan secara umum menunjukkan kondisi yang semakin membaik. Peningkatan kinerja ditunjukkan oleh meningkatnya penjualan, ekspansi pasar, rencana realisasi investasi maupun optim isme terhadap kondisi usaha dan perekonomian secara umum. Membaiknya kondisi ekonomi terutama didorong oleh meningkatnya harga komoditas primer seperti sawit dan karet yang berdampak positif pada peningkatan daya beli masyarakat serta permintaan terhadap barang dan jasa. Meskipun demikia n, terdapat beberapa pelaku usaha sawit dan tebu yang berpendapat bahwa kondisi usaha mengalami penurunan disebabkan oleh faktor iklim yang menurunkan produksi dan kualitas. Terdapat beberapa faktor yang masih menjadi kendala dalam peningkatan kinerja perekonomian, yaitu (i) keterbatasan bahan baku crumb rubber karena penurunan produksi karet, (ii) tingginya curah hujan berdampak pada penurunan produksi maupun kualitas/produksi tebu, sawit , dan karet, (iii) kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang meningkatkan biaya produksi, (iv) meningkatnya persaingan usaha, (v) regulasi, antara lain terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPn), biaya sertifikasi lahan perkebunan, tumpang tindih lahan, dan kurangnya dukungan pemerintah khususnya untuk sektor pertanian, serta (vi) keterbatasan anggaran untuk pemeliharaan sarana irigasi maupun pengembangan komoditas unggulan. Permintaan domestik menunjukkan peningkatan seiring dengan peningkatan daya beli masyarakat sebagai dampak langsung dari berlanjutnya tren membaiknya harga komoditas primer seperti karet dan sawit. Peningkatan kinerja dunia usaha terutama dirasakan pada sektor perdagangan, persewaan dan pengangkutan. Kinerja dunia usaha pada triwulan III2010 secara umum menunjukkan peningkatan ke arah yang semakin membaik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Ekspor saat ini secara umum menunjukkan berlanjutnya tren positif dibanding tahun sebelumnya terutama untuk komoditas crumb rubber. Hal ini disebabkan meningkatnya permintaan terhadap crumb rubber dan membaiknya harga di pasar internasional. Kapasit as utilisasi pelaku usaha secara umum mengalami perbaikan dibanding tahun lalu terutama untuk karet karena meningkatnya permintaan. Meskipun di sisi lain, faktor cuaca dan iklim yang cukup ekstrem berdampak pada penurunan kuantitas dan kualitas hasil produksi sawit dan gula. Hal yang masih menggembirakan di tengah masih terdapatnya kendala dan keterbatasan peningkatan usaha, beberapa pelaku usaha optimis untuk meningkatkan kapasitas utilisasinya. Pelaku usaha yang melakukan investasi pada tahun ini diantaranya melakukan pembukaan kantor cabang baru, pembelian armada kendaraan, pembangunan gudang open storage. Selain itu, investasi yang sifatnya rutin juga dilaksanakan seperti pemeliharaan mesin.
*) Diperoleh dari hasil Busi ness S urvey yang merupakan ke giatan pemantaua n kondisi usaha dengan mewawancarai langsung pelaku usaha
9
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Margin usaha secara umum relatif tetap dibanding tahun sebelumnya. Kondisi sektor perdagangan menunjukkan fenomena meningkatnya biaya operasional yang diimbangi dengan peningkatan usaha dari sisi perbaik an harga. Hal yang cukup mengkhawatirkan terjadi pada sektor perkebunan sawit yang mengalami penurunan margin akibat rendahnya tingkat produksi. Namun demikian, pele mahan nilai tukar rupiah telah menahan penurunan margin, khususnya pelaku usaha yang berorientasi ekspor. Penggunaan tenaga kerja secara umum relatif tetap jika dibandingkan dengan tahun lalu. Beberapa pelaku usaha menyatakan tidak akan menambah atau mengurangi jumlah tenaga kerja pada tahun 2010. Tenaga kerja baru yang akan direkrut hanya diperuntukkan untuk replacement pegawai yang pensiun atau mengundurkan diri. Akan tetapi, seiring dengan rencana realisasi investasi, terdapat beberapa pelaku usaha yang menambah jumlah tenaga kerja pada tahun ini.
10
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kinerja sektor bangunan meningkat sebesar
10,0%
(yoy),
tumbuh lebih
cepat
Grafik 1.2 Perkembang an Penyaluran K redit Konstruksi
dibanding kondisi triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 8,5% (yoy). Akselerasi usaha di sektor
ini
terindikasi
dari
meningkatnya
penjualan, terutama untuk rumah tipe menengah ke bawah pada beberapa pelaku usaha. Tingkat permintaan yang masih tinggi dari masyarakat dan ketersediaan lahan yang mencukupi diyakini sebagai
beberapa
penyebabnya.
Namun
Sumber : Ba nk Indonesia
demikia n, ada beberapa faktor yang dirasakan menjadi kendala dalam peningkatan kinerja sektor bangunan yang salah satunya adalah keengganan sebagian besar bank untuk menyalurkan kredit bunga bersubsidi, padahal sebagian besar permintaan kredit rumah berasal dari kalangan masyarakat yang mengharapkan adanya subsidi bunga. Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan mengalami pertumbuhan tahunan yang relatif tinggi sebesar 7,4% (yoy). Cukup tingginya kinerja sektor keuangan tidak terlepas dari perkembangan sektor perbankan yang cukup baik (pembahasan lebih lanjut sektor ini dibahas pada Bab III Perkembangan Perbankan Daerah). Sektor Listrik, Gas Kota, dan Air Bersih serta sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) masing-masing tumbuh sebesar 7,1% (yoy). Jumlah pelanggan PDAM meningkat sebesar 11,40% (yoy) dan penjuala n air bersih sebesar 11,20% (yoy) yang tergolong
Grafik 1.3 Perkembang an Jumlah Pelanggan dan Penju alan Air Bersih
relatif signifikan menjadi salah satu pendorong utama
meningkatnya
kinerja
sektor
LGA.
Sementara itu, akselerasi sektor PHR dibanding kondisi triwulan sebelumnya ditenggarai dipicu oleh
peningkatan
kinerja
sektor
industri
pengolahan yang merupakan sektor unggulan Sumsel
dan
berdampak
langsung
pada
peningkatan daya beli masyarakat sehingga
Sumber : PT PD AM Tirta Musi
menyebabkan peningkatan kinerja sektor PHR.
11
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 6,4% (yoy), sedik it lebih baik dibanding triwulan sebelumnya. Relatif membaiknya kinerja tahunan sektor industri pengolahan tidak terle pas dari meningkatnya harga komoditas unggulan di pasar internasional dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal tersebut memberi insentif kepada pelaku bisnis sektor industri pengola han, walaupun dari sisi supla i (petani perkebunan karet dan sawit ) sedikit mengalami gangguan berupa penurunan produksi yang menyebabkan sektor industri pengolahan tidak berkinerja dengan optimal. Sektor jasa-jasa tumbuh sebesar 5,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahunan pada triwula n sebelumnya yang mencapai 8,4% (yoy). Kondisi tersebut diperkirakan erat kaitannya dengan penurunan kondisi perekonomian secara umum, terutama yang terjadi pada sektor pertanian. Sektor pertanian mengalami perlambatan pertumbuhan dibandingkan triwula n sebelumnya yakni sebesar 2,6% (yoy) yang disebabkan terutama karena menurunnya kinerja subsektor tanaman bahan makanan (tabama) akibat kondisi cuaca yang lebih ekstrem dan belum masuknya musim panen. Berdasarkan hasil survei di beberapa sentra pertanian diindikasikan terjadinya penurunan produktivitas tabama yang salah satunya disebabkan faktor cuaca disertai banyaknya serangan hama dan bencana alam seperti banjir. Sementara itu, sektor perkebunan yang didominasi oleh kelapa sawit dan karet memilik i beberapa permasalahan terkait rendahnya produktivitas tanaman karet yang mayoritas merupakan kebun karet rakyat. Sektor Grafik 1.4 Perkembang an Lifting Minyak Bumi Provinsi Sumsel
pertambangan
dan
penggalian merupakan sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan tahunan paling rendah yakni
sebesar
1,4%
(yoy).
Berdasarkan
pemantauan pada beberapa perusahaan yang bergerak di sektor ini, cukup signifikannya penguatan harga minyak bumi dan batu bara relatif menghambat keterpurukan sektor ini ditengah penurunan produksi. Sumber: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Departemen Energi da n Sum ber
12
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Sektoral Secara Triwulanan Perekonomian Sumsel secara triwulanan mengala mi peningkatan sebesar 6,0% (qtq). Pertumbuhan triwulanan dimaksud Grafik 1.5 PDRB dan Laju Per tumbuhan Tr iwulan an PDRB Provinsi Sumsel ADHK 2000
mengalami perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatat kinerja triwulanan sebesar 3,6% (qtq).
Selain
pergeseran
faktor
siklikal yakni pada triwulan I I masih terjadi panen tabama di beberapa wilayah,
meningkatnya
harga
komoditas primer dan kondisi cuaca yang kondusif kinerja
telah
mendorong
perekonomian
terus
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, diolah
meningkat. Kinerja perekonomian pada triwulan III 2010 ditandai dengan pertumbuhan di seluruh sektor perekonomian. Kinerja sektor pertanian mengalami pertumbuhan paling tinggi seiring semakin membaiknya harga komoditas primer dan cuaca yang kondusif bagi subsektor perkebunan karet dan sawit.
Tabel 1. 2 Laju Pertumbuhan Triwul anan (qtq) Sektoral PDRB Provinsi Sumat era Selat an ADHK 2000 (%)
Andil sektor pertania n terhadap laju pertumbuhan
triw ulanan
pun
2009
2010
Lapangan Usaha
diperkirakan relatif besar yakni sebesar
III
IV
I
II
III
Pertanian
18. 2
(18. 9)
3.6
5.4
15. 7
Pertambangan dan Pe nggalian
1.2
(0.7)
(1.0)
2.0
1.2
Industri Pengola han
4.9
(2.1)
(1.4)
4.6
5.4
LGA
(4.7)
5.3
3.9
1.1
3.3
lain sektor bangunan yang tumbuh
Banguna n
4.9
1.7
(2.9)
4.7
6.0
sebesar 6,0 % (qtq). Adapun sektor
PHR
5.4
(2.0)
0.3
2.8
5.7
4.3
4.7
1.0
3.2
5.8
2.4
0.3
3.6
1.3
2.5
3,1%. Sektor lainnya yang mengalami laju pertumbuhan cukup tinggi antara
ekonomi
yang
mengalami
pertumbuhan triwulanan paling rendah adalah
jasa-jasa
dengan
laju
pertumbuhan triwulanan di bawah 1%
Pengangkutan & Komunikasi Keu., Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa
2.1
1.4
0.7
4.0
0.2
Total PDRB
6.3
(4.4)
0.3
3.6
6.0
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
(qtq).
13
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Dari
Grafik 1.6 Kontribusi Sektor Ekonomi PDRB Provinsi Sum atera Sel atan Triwul an I II 2010
segi
kontribusi,
sektor
pertanian merupakan penyumbang PDRB yang paling besar dengan pangsa sebesar 21,3%.
Kontribusi
sektor
pertanian
mengalami peningkatan setelah triwulan
sebelumnya
19,5%.
Adapun
pada
tercatat
sebesar
kontribusi
sektor
pertambangan dan penggalian sebesar 21,2%,
relatif
menurun
dibanding
triwulan sebelumnya yang mencapai 22%.
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Kinerja sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 15,7% (qtq). Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan kinerja pada triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 5,4% (qtq). Rendahnya curah hujan dibandingkan triwulan sebelumnya berdampak posit if terhadap meningkatnya produktivitas subsektor tanaman perkebunan (terutama karet) dan menjadi pendorong utama meningkatnya kinerja sektor pertanian. Hal ini pun semakin didukung oleh terus membaiknya harga komoditas primer, baik di pasar internasional maupun domestik. Grafik 1.7 Perkembang an Curah Hujan di Sumat era Selat an
Grafik 1.8 Perkembang an Harga Tand an Buah Segar di Sumatera Selatan
Sumber: Stasiun Klimatologi Ke nten
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi S umatera Selatan, diolah
Dari subsektor tabama, panen padi yang terjadi di beberapa sentra beras menyebabkan produksi subsektor tabama
14
mengalami peningkatan.
Hal tersebut
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
terkonfirmasi melalui data dari Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumsel yang menunjukkan terjadinya peningkatan luas panen padi sebesar 60,66% (qtq). Tabel 1. 3 Realisasi Lu as Tan am (LT) dan Lu as Pan en (LP) Padi Provinsi Sum at era Sel atan (dalam Ha)
Sumber : Dina s Tanaman Panga n dan Hortikultura Provinsi Sumatera Selatan
Kinerja sektor bangunan mengalami pertumbuhan sebesar 6,0% (qtq), kinerja tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan Sementara
sebesar
4,7%
(qtq).
itu, walaupun berdasarkan
Grafik 1.9 Perkembang an Konsumsi Sem en
kegiatan survei bisnis diperoleh informasi bahwa
permintaan
properti
untuk
perumahan tipe menengah ke bawah masih meningkat, namun data Asosiasi Semen Indonesia menunjukkan terjadi penurunan penjualan semen yakni sebesar 4,49% (qtq) yang diperkirakan terjadi sebagai
akibat
terhentinya
beberapa
Sumber : As osiasi Semen Indonesia, di olah
proyek pembangunan selama Idul Fitri. Sektor pengangkutan dan komunikasi mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 5,8% (qtq), lebih baik dibandingkan kinerja yang ditorehkan pada triwulan lalu yang mencapai 3,2% (qtq). Permintaan konsumen yang tetap tinggi atas layanan komunikasi seluler diyakini mampu menjaga kinerja subsektor komunikasi. Pada subsektor
15
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
pengangkutan, perayaan Idul Fitri yang diikuti masa cuti liburan telah mendorong pertumbuhan subsektor ini. Data dari PT. Angkasa Pura II dan dari PT. Pelindo menunjukkan tingkat aktivitas angkutan penumpang yang cukup tinggi dan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.10 Perkembangan Penumpang Angkutan Udara
Grafik 1.11 Perkembang an Penumpang Angkutan L aut Pel abuhan Boom Baru Provinsi Sumsel
Sumber : PT. Angkasa Pura II, diolah
Sumber : PT. Pelindo Boom Baru, diolah
Kinerja
sektor
Perdagangan,
Hotel,
dan Restoran
(PHR)
mengalami
pertumbuhan sebesar 5,7% (qtq) sebagai dampak meningkatnya konsumsi masyarakat terutama di subsektor perdagangan besar & eceran. Kondisi tersebut terkonfirmasi ole h data pendaftaran kendaraan baru dari Dispenda Provinsi Sumatera Selatan yang menunjukkan pendaftaran mobil baru mengalami peningkatan sebesar 5,84% (qtq) dan pendaftaran motor mengalami peningkatan sebesar 6,66% (qtq). Tidak berbeda dengan subsektor perdagangan, kinerja subsektor perhotelan pun diperkirakan mengalami peningkatan yang ditandai dengan meningkatnya sewa kamar dan ruang pertemuan. Grafik 1.12 Perkembang an Pendaftaran K endar aan B ermotor
Sumber: Dispenda Pr ovinsi Sumatera Selatan
16
Grafik 1.13 Perkembang an Tingkat Penghunian Kam ar dan Jumlah W isatawan
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Kinerja sektor industri pengolahan pada triwulan ini sebesar 5,4% (qtq) mengalami perbaikan dibandingkan kinerja pada triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 4,6% (qtq). Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, walaupun harga di pasar internasional terus menguat terkait permintaan yang tetap tinggi, curah hujan yang relatif tinggi mengakibatkan ketersediaan bahan baku terbatas. Para pelaku industri pada subsektor industri pengolahan non migas (khususnya crumb rubber) mengalami kesulitan dalam penyediaan bahan baku yang berkualitas. Rata-rata harga karet di pasar internasional pada triwulan ini mencapai USD371,00 cent/kg atau mengala mi peningkatan sebesar 0,2% dibandingkan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar USD370,28 cent/kg. Sementara itu rata-rata harga CPO dunia tercatat sebesar USD838,57/metrik ton atau mengalami peningkatan sebesar 7,31% dibandingkan dengan rata-rata harga pada triwulan sebelumnya. Grafik 1.14 Perkembang an Harga Kar et di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
Grafik 1.15 Perkembang an Harga CPO di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
Sektor listrik, gas, dan air bersih (LGA) mengalami pertumbuhan sebesar 3,3% (qtq), relatif lebih baik dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 1,1% (qtq). Salah satu indikator pertumbuhan pada sektor ini tercermin dari data penjualan Liquid Petroleum Gas (LPG) yang menunjukkan peningkatan sebesar 8,84% (qtq) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami penurunan pada level 4,72% (qtq). Walaupun tidak seperti sebelumnya, isu keamanan penggunaan tabung LPG ukuran 3 kg seiring program konversi minyak tanah ke LPG tetap menjadi perhatian baik dari konsumen maupun otoritas setempat. Di sisi lain, data konsumsi listrik dari PT PLN
17
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu (WS2JB) menunjukkan terjadinya peningkatan konsumsi listrik dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.16 Perkembang an Penjualan LPG
Grafik 1.17 Perkembang an Konsumsi Listrik Total dan Sektor Rumah Tangg a
Sumber : PT. Pertamina UPMS II
Sumber : PT. PLN WS2J B
Grafik 1.18 Perkembang an Konsumsi Listrik Sektor Sosial dan Pemerint ah
Grafik 1.19 Perkembang an Konsumsi Listrik Sektor Bisnis dan Industri
Sumber : PT. PLN WS2JB
Sumber : PT. PLN WS2JB
Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tercatat mengala mi laju pertumbuhan triwulanan relatif rendah yakni sebesar 2,5% (qtq). Namun demikian, kondisi tersebut lebih baik dibandingkan pencapaian triwulan sebelumnya yang mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 1,3% (qtq). Relatif tingginya harga-harga komoditas unggulan di pasar internasional tidak cukup membantu keterpurukan sektor pertambangan dan penggalian pada triwula n ini. Kinerja sektor pertambangan dan penggalian tercatat hanya mengalami pertumbuhan sebesar 1,2% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hasil monitoring pada beberapa pelaku usaha menunjukkan bahwa stagnannya kapasitas produksi yang dialami pelaku 18
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
usaha (bahkan beberapa pelaku usaha mengalami penurunan lifting minyak) serta tingginya harga bahan baku merupakan penyebab kurang optimalnya produktivitas subsektor pertambangan. Rata-rata harga batu bara di pasar internasional pada triwulan ini tercatat di level USD67,95/metrik ton atau mengalami peningkatan sebesar 8,02% (qtq) dibandingkan posisi triwulan sebelumnya, sedangkan rata-rata harga minyak bumi tercatat di level USD76,01/barrel atau mengalami penurunan sebesar 2,72% (qtq) dibandingkan posisi triwulan sebelumnya. Grafik 1.20 Perkembang an Harga Batu Bara di Pasar Intern asional
Grafik 1.21 Perkembang an Harga Minyak Bumi di Pasar Intern asional
Sumber: Bloomberg
Sumber: Bloomberg
Laju pertumbuhan sektor jasa-jasa sebagai penunjang perekonomian merupakan yang terendah pada periode laporan yakni mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 0,2% (qtq).
1.3. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Tahunan Pada sisi penggunaan, laju pertumbuhan ekonomi triwulan III 2010 secara tahunan didorong oleh net ekspor dengan andil sebesar 3,3%. Kegiatan ekspor mengalami peningkatan sebesar 23,9% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan kondisi pada triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 21,0% (yoy). Sementara itu, impor juga tercatat meningkat dengan pertumbuhan tahunan sebesar 17,6% (yoy), mengalami akselerasi dibandingkan dengan kinerja tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 14,3% (yoy).
19
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Tabel 1. 4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (yoy) Pro vinsi Sum ater a Sel atan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009 –2010 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Konsumsi mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya menjadi 3,5% (yoy) dari 4,3% (yoy). Seluruh komponen konsumsi relatif mengalami perbaik an kecuali pada Grafik 1.22 Perkembang an Indeks Ketepat an Waktu Pembel ian (Konsumsi) Barang Tahan L ama
komponen konsumsi rumah tangga yang mengalami
perlambatan.
Komponen
konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,0% (yoy), melambat apabila dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 5,7% (yoy). Adapun konsumsi pemerintah tercatat mengalami kontraksi sebesar 1,3% (yoy). Sisi
investasi
tercatat
mengalami
pertumbuhan negatif yakni sebesar 0,7% Sumber : Survei Konsumen K BI Palembang
(yoy). Namun demikian, kondisi tersebut
mengalami perbaikan dibanding triwulan sebelumnya.
1.4. Perkembangan Ekonomi Makro Regional Sisi Penggunaan Secara Triwulanan Komponen PDRB Penggunaan yang mengalami pertumbuhan triwulanan relatif tinggi adalah ekspor dengan pertumbuhan sebesar 9,4% (qtq). Kondisi tersebut terkait erat dengan permintaan terhadap komoditas unggulan yang tetap tinggi dari pasar internasional.
20
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Net Ekspor mengalami pertumbuhan relatif tinggi yakni sebesar 43,6% (qtq). Namun demikian, kondisi tersebut mengalami perlambatan dibandingkan kinerja triwula n sebelumnya yang mengalami pertumbuhan sebesar 49,8% (qtq). Melambatnya net ekspor dibandingkan triwulan sebelumnya lebih banyak disebabkan nilai mata uang
Grafik 1.23 Perkembang an Nilai Tu kar Rupi ah Terhad ap US Doll ar
Rupiah yang terus menguat terhadap US Dollar. Penguatan nilai Rupiah dalam kurun waktu satu tahun terakhir rata-rata meningkat
sebesar
2,71%
setiap
triwulannya. Di sisi lain, menguatnya nilai tukar
rupiah
peningkatan
belum
nilai
mendorong
impor.
Saat
ini
pertumbuhan impor sebesar 3,0% (qtq)
Sumber : Website Ba nk Indonesia, diola h
dari 5,0% (qtq) pada triwulan sebelumnya. Konsumsi pertumbuhan
hanya
sebesar
mengalami 3,2%
(qtq).
Grafik 1.24 Perkembang an Konsumsi BBM di Provinsi Sumsel
Namun demikian, kondisi tersebut lebih baik
dibandingkan
sebelumnya pertumbuhan
kinerja
yang sebesar
triwulan mengalami
2,1%
(qtq).
Komponen konsumsi memberikan andil sebesar 2,2%, di atas andil komponen investasi yang sebesar 1,0%, namun lebih rendah dibanding andil komponen net ekspor yang mencapai 2,8%.
Sumber : Pertamina UPMS II Palembang
21
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Tabel 1. 5 Pertumbuhan Ekonomi Triwul anan (qtq) Pro vinsi Sum ater a Sel atan ADHK 2000 menurut Penggunaan Tahun 2009 –2010 (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
1.5. Struktur Ekonomi Berdasarkan strukturnya, PDRB Sumsel masih ditopang oleh sektor primer yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian dengan pangsa sebesar 39,2%. Pangsa sektor primer tersebut meningkat dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya. Peningkatan pangsa di sektor primer terutama didorong peningkatan pangsa sektor pertania n dari sebesar 16,2% menjadi 18,2%. Grafik 1.25 Struktur Ekonomi Provinsi Sumat era Selat an
Sektor sekunder relatif tidak mengalami triw ulan 30,3%.
perubahan sebelumnya,
Pangsa
mengalami
dibandingkan yakni
subsektor
peningkatan
sebesar
bangunan
dibandingkan
triw ulan sebelumnya yakni dari 6,3% menjadi 6,4%. Sedangkan sub sektor industri
pengolahan
mengalami
penurunan menjadi 23,4% dari 23,5 %. Sumber: BPS Pr ovinsi Sumatera Selatan, diolah
Sementara subsektor LGA diperkirakan tidak mengalami perubahan yakni tetap sebesar 0,5%.
Pangsa sektor tersier sedikit menurun dari sebesar 31,0% pada triwula n sebelumnya menjadi 30,5%. Hal tersebut terutama disebabkan terjadinya penurunan pangsa pada subsektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan serta subsektor jasajasa. 22
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Tabel 1. 6 Struktur Ekonomi Sektoral Pro vinsi Sum ater a Sel atan (%)
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan, diolah
Dari sisi penggunaan, walaupun secara struktural komponen konsumsi masih memperlihatkan peran yang dominan pada PDRB Sumsel, namun pangsa komponen tersebut mengalami penurunan menjadi 72,3% dibandingkan pangsa triwulan sebelumnya yang mencapai 75,1%. Menurunnya kontribusi komponen impor yang relatif besar dan peningkatan ekspor sangat berpengaruh terhadap peningkatan kontribusi komponen eksternal menjadi 5,5% dari pangsa triwulan sebelumnya yang sebesar 1,7%. Sebagai konsekuensinya, komponen internal tercatat
mengalami penurunan kontribusi dibandingkan kondisi triwulan
sebelumnya yakni menjadi sebesar 94,5%. Tabel 1. 7 Struktur Ekonomi Penggunaan Pro vinsi Sum atera Sel atan (%)
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan, diola h
23
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.6. Perkembangan Ekspor Impor 1.6.1. Perkembangan Ekspor Nilai ekspor selama tiga bulan terakhir (Juni - Agustus 2010) tercatat sebesar USD785,43 juta, meningkat sebesar 96,89% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD398,92 juta. Dibandingkan dengan triwula n sebelumnya, nilai ekspor tercatat meningkat sebesar 5,39% (qtq) dari sebesar USD745,25 juta. Berdasarkan komoditas, pangsa nilai ekspor terbesar masih didominasi oleh komoditas karet dengan pangsa sebesar 79,95%. Tabel 1. 8 Perkembang an Nilai Ekspor Komoditas Utam a Provinsi Sumat era Selat an (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
Nilai ekspor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010 (ytd) tercatat sebesar USD1.796,43 juta atau meningkat sebesar 93,65% (yoy) dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD927,67 juta. Tabel 1. 9 Perkembang an Bulanan Nilai Ekspor Komoditas Utama Provinsi Sumat era Sel atan (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
Berdasarkan volume, ekspor pada periode Juni - Agustus 2010 tercatat sebesar 888,25 ribu ton, meningkat sebesar 30,90% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 678,56 ribu ton. Sementara dibandingkan triwula n sebelumnya mengalami peningkatan sebesar 56,76% (qtq) dari sebesar 566,63 ribu ton.
24
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.26 Perkembangan Nilai Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 1.27 Perkembang an Volum e Ekspor Provinsi Sumatera Selatan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Bank Indonesia
Grafik 1.28 Perkembang an Ekspor Provinsi Sumat era Selat an Berdasarkan Negara Tujuan
Grafik 1.29 Pangsa Ekspor Provinsi Sumat era Selat an Berd asarkan Negara Tujuan Jun 10-Agt 10
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Volume ekspor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010 tercatat sebesar 1.726,92 ribu ton atau meningkat sebesar 12,72% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 1.532,11 ribu ton. Berdasarkan negara tujuan ekspor, ekspor ke Cina pada triwulan ini tercatat paling tinggi dengan pangsa sebesar 21,99%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 18,13%. Sementara ekspor ke Amerika Serikat mengalami penurunan pangsa dari sebesar 24,69% pada triwula n sebelumnya menjadi 20,70%.
25
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
1.6.2. Perkembangan Impor Nilai impor periode Juni - Agustus 2010 tercatat sebesar USD88,82 juta, meningkat sebesar 13,62% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD78,17 juta. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya terjadi penurunan nilai impor sebesar 31,64% (qtq) dari sebesar USD129,92 juta. Penurunan nila i im por secara triwulanan ini terkait dengan menurunnya impor mesin pembangkit yang banyak digunakan dala m menunjang kegiatan sektor pertambangan dan industri pengolahan. Tabel 1. 10 Perkembang an Nilai Impor Komoditas Pilihan Provinsi Sumater a Selat an (USD)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
Nilai impor Sumsel tahun 2010 sampai dengan bulan Agustus 2010 (ytd) tercatat sebesar USD256,01 juta, meningkat sebesar 58,72% (yoy) dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD161,29 juta. Tabel 1. 11 Perkembang an Bulanan Nilai Impor Komodi tas Pi lihan Provinsi Sumat era Selat an (USD Juta)
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Ba nk Indonesia
Volume impor pada periode ini tercatat sebesar 103,98 ribu ton atau meningkat sebesar 6,21% (yoy) dibandin gkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 97,90 ribu ton. Apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, volume impor tercatat mengalami penurunan sebesar 10,89% (qtq) dari sebesar 116,69 ribu ton.
26
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.30 Perkembang an Nilai Impor Provinsi Sum atera Sel atan
Grafik 1.31 Perkembangan Volume Impor Provinsi Sum atera Sel atan
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Grafik 1.32 Perkembang an Impor Provinsi Sumat era Selat an Berdasarkan Negara Asal
Grafik 1.33 Pangsa Impor Provinsi Sumat era Selat an Berd asarkan Negara Asal Jun 10-Agt 10
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan M oneter Bank Indonesia
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
Pangsa negara asal impor terbesar pada periode ini masih didom inasi negara Cina yakni sebesar 50,97%, kemudian disusul oleh negara Amerika Serikat dengan pangsa sebesar 7,08%, dan negara Jerman dengan pangsa sebesar 5,05%. Sementara itu, pangsa negara asal impor terbesar selama tahun 2010 hingga Agustus 2010 adalah negara Cina dengan pangsa sebesar 53,83%.
27
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Suplemen 2
KEYAKINAN KONSUMEN PALEMBANG MENINGKAT; PENGARUH MEMBAIKNYA KONDISI EKONOMI SECARA MAKRO?
I. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen Selama Triwulan III - 2010 Tingkat Keyakinan Konsumen Palembang pada triwulan III - 2010 secara umum mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwula n sebelumnya. Rata-rata Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mencapai 114,09, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang mencatat indeks rata-rata sebesar 113,50. Demikian pula dengan rata-rata Indeks Keyakinan Ekonomi Saat ini (IK ESI) yang juga meningkat, yakni dari 105,96 menjadi 108,22 pada triwulan ini. Di sisi lain, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sedikit menurun dari sebesar 121,04 menjadi 119,96. Apabila dibandingkan dengan indeks pada triwulan yang sama tahun sebelumnya, seluruh indeks yang meliputi IKK, IKESI dan IEK mengalami penurunan.
Grafik 1. IKK, IKESI, IEK Periode 2009-2010
Indeks Keyakinan Konsumen diperoleh dari Survei Konsumen. Survei Konsumen merupakan survei bulanan yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak Januari 1999. Di kota Palembang survei dilaksanakan sejak tahun 2001 terhadap 300 rumah tangga setiap bulan sebagai responden (stratified random sampling). Pengumpulan data dilakukan secara langsung kepada responden secara rotated. Indeks dihitung dengan metode balance score (net balance + 100), sehingga jika indeks diatas 100 berarti optimis, sebaliknya dibawah 100 berarti pesimis.
28
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Di tengah masih terjaganya optimisme konsumen selama triwulan III - 2010, beberapa hal yang menjadi perhatian utama bagi konsumen Palembang antara lain; tingkat penghasilan, ketersediaan tenaga kerja, perkiraan harga barang dan ja sa baik kondisi untuk saat ini maupun predik si untuk periode 6 bulan mendatang (lihat grafik 2). Grafik 2. Pembentuk Keyakinan Kons umen periode 2009-2010
II. Keyakinan Konsumen Secara umum IKK selama triw ulan I I 2010 mengalami tren peningkatan. Pada bulan Juli tercatat sebesar 109,33, dengan IKESI dan IEK masing-masing 102,00 dan 116,67. Pada bulan Agustus mengalami peningkatan menjadi sebesar 113,22 dengan IKESI dan IE K masing-masing sebesar 107,11 dan 119,33. Sementara itu IKK pada bulan September kembali meningkat menjadi sebesar 119,72 dengan IKESI dan IEK masing-masing sebesar 115,56 dan 123,89. 2.1 Pendapat Responden terhadap Kondisi Ekonomi Mayoritas responden menilai bahwa kondisi ekonomi pada bulan Juli dan Agustus 2010 masih sama dibandingkan kondisi 6 bulan sebelumnya. Hal itu terkonfirmasi dari besarnya persentase responden yang berpendapat terhadap kondisi tersebut masing-masing mencapai 44,33% dan 45,67%. Pada bulan September 2010, mayoritas responden justru berpendapat bahwa kondisi ekonomi saat ini lebih baik dibandingkan 6 bulan sebelumnya walaupun dengan angka yang tidak terlalu signifikan yakni sebesar 37,00%. 2.2 Pendapat Responden terhadap Ketersediaan Lapangan Kerja Pada awal triwulan, sebanyak 46,67% responden berpendapat bahwa ketersediaan lapangan kerja lebih buruk dibandingkan kondisi 6 bulan yang lalu. Sementara itu pada bulan Agustus mengalami penurunan menjadi 37,67%. Membaiknya kondisi ketersediaan lapangan kerja terindikasi dari meningkatnya optimisme responden ke level indeks 86,00 pada bulan Agustus dari sebelumnya sebesar 78,00. Optimisme masyarakat terhadap kondisi ketersediaan lapangan kerja meningkat cukup signifikan di akhir triwulan yang diindikasikan dengan peningkatan indeks menjadi 105,00.
29
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
2.3 Pendapat Responden terhadap Penghasilan Sebanyak 50,33% responden berpendapat bahwa penghasilan mereka relatif tetap pada bulan Juli 2010, yang kemudia n naik ke level 58,67% pada bulan Agustus. Di akhir periode triwulan III 2010 jumlah responden yang berpendapat bahwa pendapatan mereka tetap mengalami penurunan menjadi 49,00%. 2.4 Perkiraan Perkembangan Harga Barang/Jasa 3 Bulan Mendatang Lebih dari setengah jumlah responden berpendapat bahwa harga barang/ja sa pada 3 bulan yang akan datang akan mengalami peningkatan. Hal tersebut tercermin dari persentase responden yang berada di atas 50,00% pada tiap periodenya. Pada bulan Juli tercatat sebesar 88,00%, kemudian menurun cukup tajam menjadi sebesar 77,33% pada bula n Agustus dan kembali turun ke level 50,33% pada bulan September 2010.
III. Profil Responden 3.1 Profil Responden Bulan Juli 2010 Profil responden pada bulan Juli 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Profil R esponden Survei Konsumen Kota Pal embang Periode Bulan Jul i 2010 Profil Re sponden
Laki-Laki
Pen didikan
Jenis Kelamin Perempuan
Pen didikan
Total respon den Berdasarkan Latar B elakang Pendidikan Total Responden
30
SMA Akad emi/D.III Sarjana/S1 Pasca Sarjana Subtotal SMA Akad emi/D.III Sarjana/S1 Pasca Sarjana SMA Akad emi/D.III Sarjana/S1 Pasca Sarjana
Rp 1j utaRp3 Juta 40 8 32 5 85 40 22 23 4 89 80 30 55 9 174
Pengel uaran pe r Bulan >Rp 5 Rp3 -5 juta juta 27 5 4 3 23 9 10 4 64 21 13 1 4 3 10 5 2 3 29 12 40 6 8 6 33 14 12 7 93 33
T otal 72 15 64 19 170 54 29 38 9 130 126 44 102 28 300
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
3.2 Profil Responden Bulan Agustus 2010 Profil responden pada bulan Agustus 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Profil R esponden Surv ei Konsumen Kota Pal embang Periode Bulan Agustus 201 0 Pengeluaran per Bulan Profil Responden Rp 1jutaRp3-5 >Rp 5 j uta Rp3 Juta juta SMA 54 20 3 Akademi/D.III 15 7 3 Pendidikan Laki-Laki Sarjana/S1 32 16 6 Pasca Sarjana 5 4 6 Jenis Subtotal 106 47 18 Kelamin SMA 37 9 3 Akademi/D.III 13 7 1 Pendidikan Perempuan Sarjana/S1 30 15 1 Pasca Sarjana 4 4 5 84 35 10 SMA 91 29 6 Total responden Berdasarkan Latar Akademi/D.III 28 14 4 Belakang Pendidikan Sarjana/S1 62 31 7 Pasca Sarjana 9 8 11 Total Responden 190 82 28
Total 77 25 54 15 171 49 21 46 13 129 126 46 100 28 300
3.3 Profil Responden Bulan September 2010 Profil responden pada bulan September 2010 secara rinci dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Profil R esponden Surv ei Konsumen Kota Pal embang Periode Bulan Sept ember 20 10
Profil Responden
Laki-Laki
Pendidikan
Jenis Kelamin Perempuan
Pendidikan
Total responden Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan Total Responden
SMA Akademi/D.III Sarjan a/S1 Pasca Sarjana Su btotal SMA Akademi/D.III Sarjan a/S1 Pasca Sarjana SMA Akademi/D.III Sarjan a/S1 Pasca Sarjana
Rp 1jutaRp3 Juta 53 5 47 3 108 27 7 36 0 70 80 12 83 3 178
Pengeluaran per Bulan Rp3-5 >Rp 5 juta juta 20 0 9 0 25 11 2 2 56 13 15 4 7 1 19 4 2 1 43 10 35 4 16 1 44 15 4 3 99 23
Total 73 14 83 7 177 46 15 59 3 123 119 29 142 10 300
31
BAB 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
32
BAB 2 • • •
PERKEMBANGAN INFLASI PALEMBANG
Core inflation mengalami peningkatan secara gradual namun robust dan harga volatile foods semakin bergejolak. Kenaikan inflasi banyak dipicu oleh kenaikan tarif listrik secara tidak langsung. Meskipun masih dalam batas kisaran proyeksi inflasi triwulan III 2010, namun inflasi mulai berada di atas median proyeksi.
2.1. Inflasi Tahunan Inflasi tahunan kota Palembang pada triwulan III 2010 sebesar 4,57% (yoy), atau meningkat dibandingkan dengan inflasi tahunan pada triwulan sebelumnya yang sebesar 3,62% (yoy). Tekanan peningkatan inflasi semakin terasa jika dibanding angka inflasi triw ulan yang sama tahun lalu inflasi yang tercatat sebesar 1,30% (yoy). Kendati kenaikan inflasi tahun ini masih dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia untuk triwulan III 2010 yang sebesar 3,96±1%, angka tersebut telah berada di atas median proyeksi. Tekanan inflasi tahunan antara lain bersumber dari kenaikan biaya listrik yang ditransmisikan melalui peningkatan harga jual berbagai jenis barang. Selain itu juga, efek musiman telah mendorong permintaan barang, khususnya bahan makanan dan makanan jadi pada bulan puasa dan Idul Fitri. Kenaik an biaya pendidikan khususnya tarif akademi/perguruan tinggi juga memberikan kontribusi terhadap kenaikan inflasi. Grafik 2.1 Perkembang an Infl asi Tahun an Palemb ang
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.2 Inflasi Tahunan Kot a Pal embang per Kelompok Pengelu aran Triwul an II I 2010
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.3 Perkembangan Harga Komoditas Strat egis di Pasar Intern asional Perkembang an Harga Terigu
Perkembang an Harga Beras
Sumber : Bloomberg, diola h
Sumber : Bl oomberg, diola h
Perkembang an Harga Em as
Perkembangan Harga Ked elai
Sumber : Bl oomberg, diola h
Sumber : Bloomberg, diola h
Harga beberapa komoditas di pasar internasional mengalami perubahan yang bervariasi. Indik asi excess demand muncul melalui meningkatnya harga kedelai dan harga terigu. Namun, harga beras di pasar internasional justru mengalami penurunan. Dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, harga beras di pasar internasional pada triwulan III 2010 mengalami penurunan dari USD 425,37/metrik ton menjadi
USD
402,76/metrik ton, atau turun sebesar 5,32% (qtq), demikian pula harga beras secara tahunan menurun dari minus 13,24% menja di minus 19,25% (yoy). Sementara itu harga terigu dan harga kedelai mengalami peningkatan dari USD 3,78/bushel menjadi USD 5,31/bushel dan dari USD 9,38/bushel menjadi USD 10,18/bushel, atau masing-masing naik sebesar 40,49% (qtq) dan 8,48% (qtq). Secara tahunan pertumbuhan harga terigu dan
34
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
kedelai masing-masing sebesar 20,29% dan minus 2,81% (yoy). Adapun harga emas mengalami peningkatan sebesar 2,80% (qtq) dari USD 1.194,32/oz menjadi USD 1.227,73/oz. Peningkatan harga emas telah mengalami perlambatan menja di 27,77% (yoy) dari yang sebelumnya 29,50% (yoy). Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan mengalami inflasi tahunan tertinggi yaitu sebesar 9,77%, diikuti ole h kelompok sandang dan kelompok perumahan yaitu masing-masing sebesar 7,28% dan 3,32%. Sebaliknya, inflasi terendah terjadi pada kelompok kesehatan dan kelompok makanan jadi masing-masing sebesar 0,94% dan 1,29%. Bila dibandingkan dengan triwulan II, inflasi tahunan sebagian besar kelompok barang
dan
Kelompok
jasa
pendidikan
cukup
bervariasi.
dan
kelompok
Grafik 2.4 Perkembang an Infl asi Tahun an per Kelompo k Bar ang dan Jasa di Pal embang
perumahan mengalami peningkatan inflasi yang cukup besar dari yang semula sebesar -1,73% dan 1,79% menjadi 2,68% dan 3,32%. Kelompok bahan makanan dan kelompok sandang mengalami perubahan kenaikan harga tahunan yang cenderung minimal
dibandingkan
triwulan
sebelumnya, sebaliknya terjadi penurunan
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
pada harga kelompok makanan jadi. Kelompok bahan makanan berkontribusi sebesar 51% pada inflasi tahunan September 2010. Kelompok perumahan dan kelompok sandang berkontribusi masingmasing sebesar 19% dan 14%. Subkelompok padi- padian merupakan subkelompok yang berkontribusi tertinggi pada inflasi tahunan, mencapai 22%. Hal ini menunjukkan bahwa inflasi tahunan sebagian besar masih dipengaruhi kenaikan harga beras. Subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok daging dan hasilnya berkontribusi terhadap inflasi tahunan masing-masing sebesar 9% dan 8%.
35
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.5 Kontribusi Inflasi Tahunan
Sumber: BPS, diolah
Sejak awal tahun hingga September 2010, peningkatan inflasi yang terjadi lebih disebabkan oleh adanya inflasi pada volatile foods. Core inflation tercatat stabil sejak pertengahan 2009 dan sampai bulan Juni 2010 masih bertahan pada tingkat yang rendah, namun pada triwulan ketiga ini mengalami peningkatan secara gradual. Inflasi administered prices juga tercatat minimal namun mulai mengalami peningkatan pada bulan Agustus dan September.
Grafik 2.6 Disagregasi Infl asi Tahunan: Core, Vol atile Foods, Administered Pr ices
Grafik 2.7 Perbanding an Infl asi Tahun an Pal embang dan N asional
Sumber: BPS
36
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Walaupun mempunyai pergerakan yang cenderung searah dengan inflasi nasional, inflasi kota Palembang rela tif cukup terkendali sejak pertengahan tahun 2009 sampai dengan triwula n III 2010, dimana inflasi tahunan Palembang setiap bulannya selalu berada di bawah inflasi nasional. Infla si Palembang sebesar 4,57% (yoy) sedangkan inflasi nasional sebesar 5,80% (yoy) pada triwulan III 2010, atau mempunyai selisih sebesar 1,23%.
37
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Suplemen 3 RESUME HASIL QUICK SURVEY KENAIKAN TDL: DAMPAK KENAIKAN TDL TERHADAP SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI SUMBAGSEL Analisis ini didasarkan atas hasil quick survey “Dampak Kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) terhadap Sektor Industri Pengolahan”. Responden di wilayah kerja KKBI Palembang terdiri dari 130 responden. 100 responden berada di wilayah KBI Palembang, 20 responden berada di wilayah KBI Lampung, dan 10 responden berada di wilayah kerja KBI Bengkulu. Mayoritas responden (81%) merasakan dampak kenaikan TDL pada kegiatan operasional perusahaan. Di Palembang, 84% responden merasakan dampak kenaikan TDL, sedangkan di Lampung dan Bengkulu dampak kenaik an TDL dirasakan ole h masing-masing 70% responden. Grafik 2. Respon Kenai kan TDL
Grafik 1. Dampak Kenaikan TDL
Respon kenaikan TDL tersebut dapat berupa menaikkan harga jual maupun menurunkan margin perusahaan. Responden yang berencana untuk menaikkan harga jual adala h sebesar 33%, sedangkan responden yang berencana untuk menurunkan margin lebih banyak, yaitu 49%. Tabel 1. Kenai kan H arga Ju al
Prov insi
% kenaikan*
Palembang
7.10
Prov insi
% penurunan*
Palembang
5.22
Bengkulu
11.83
Bengkulu
4.00
Lampung
7.50
Lampung
10.17
Sumbagsel
7.54
Sumbagsel
*rata-rata terti mbang
38
Tabel 2. Penurunan Margin Keuntungan
*rata-rata terti mbang
6.03
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Kenaikan harga jual yang direncanakan oleh pelaku usaha industri pengolahan di Sumbagsel terkait kenaikan TDL adalah sebesar 7,54%. Kenaikan harga tertinggi yang dilakukan oleh pelaku usaha industri pengolahan terjadi di Bengkulu (11,83%), yang kemudian diikuti oleh Lampung (7,10%), dan Palembang (7,50%). Penurunan margin yang harus dilakukan karena adanya kenaikan TDL menurut pelaku usaha industri pengola han di Sumbagsel adalah sekitar 6,03%. Penurunan margin tertinggi terjadi di Lampung (10,17%), yang kemudian diikuti oleh Palembang (5,22%), dan Bengkulu (4,00%). Grafik 3. Waktu Menaikkan Harg a Jual
Sebagian besar responden di Sumbagsel berencana menaikkan harga jual pada awal tahun 2011 yang pada umumnya disebabkan oleh adanya ikatan kontrak sampai dengan akhir tahun 2010. Namun demikian, responden juga banyak yang berencana untuk meningkatkan harga jual pada bula n September–Oktober 2010 serta bulan Desember 2010. Di Bengkulu, mayoritas responden berencana meningkatkan harga jual pada Oktober 2010.
39
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
2.2. Inflasi Bulanan Kota Palembang pada bula n September 2010 tercatat mengalami inflasi sebesar 1,01% (mtm), meningkat dibandingkan
Grafik 2.8 Perkembang an Inflasi Bulanan Palembang
bulan Juni 2010 dimana terjadi inflasi sebesar 0,95%. Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga volatile foods yang cukup tajam pada saat hari raya
Idul Fitri
bersamaan dengan respon pelaku ekonomi atas kenaikan biaya listrik yang terjadi pada Agustus
2010.
Permintaan
beberapa
komoditas bahan makanan yang inelastis
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
memberikan tekanan sehingga peningkatan inflasi kembali terjadi walaupun sempat rendah pada bulan Agustus 2010. Inflasi bulanan yang tertinggi pada bulan September 2010 terjadi pada kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan masing-masing sebesar 2,29% dan 0,84%. Kenaikan harga kelompok bahan makanan disumbang antara lain oleh kenaikan harga daging ayam ras dan beras. Harga-harga di kelompok tersebut secara umum mengalami peningkatan didorong oleh gangguan distribusi dan spekulasi excess demand pangan berkenaan dengan musim kemarau basah serta lonjakan permintaan pada Idul Fitri. Kelompok perumahan mengalami kenaikan harga yang disebabkan antara lain ole h meningkatnya tarif listrik. Kelompok sandang mengalami inflasi yang moderat seiring kenaikan harga emas di pasar internasional, kelompok makanan jadi juga menunjukkan tendensi peningkatan yang moderat sejak bulan Juli. Kelompok kesehatan mengalami peningkatan sekitar 0,5% pada bulan Juli, kelompok pendidikan mengalami peningkatan harga hampir 2% pada bulan Agustus. Sementara itu, kelompok transportasi juga mengalami peningkatan harga pada bulan Juli dan September bersamaan dengan meningkatnya permintaan angkutan antar kota pada saat Idul Fitri.
40
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.9 Perkembang an Infl asi Bulanan Palembang per Kelompok Barang dan Jasa
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
Bahan makanan tercatat mempunyai kontribusi yang sangat besar pada inflasi bulanan September 2010 yaitu sebesar 71%. Kemudian, kontribusi yang juga tinggi juga dicatat oleh kelompok perumahan dan kelompok transportasi, yaitu masing-masing sebesar 14% dan 9%. Di antara kelompok bahan makanan, subkelompok daging dan hasilnya merupakan subkelompok yang berkontribusi terbesar terhadap inflasi bulanan, yaitu sebesar 23%, yang diikuti oleh subkelompok ikan segar dan subkelompok bumbubumbuan, yaitu masing-masing sebesar 15% dan 12%.
41
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.10 Kontribusi Inflasi Bulanan
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan
42
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Suplemen 4 MEMANTAU INFLASI SECARA MINGGUAN MELALUI SURVEI PEMANTAUAN HARGA Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan mencakup sekitar 35% bobot komoditas yang diperhitungkan dalam inflasi BPS berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) 2007. SPH diinterpretasikan lebih lanjut untuk menganalisa perubahan harga di dalam perekonomia n secara lebih dini. Saat ini, KBI Palembang memperbarui perhitungan inflasi berdasarkan SPH dengan mempertimbangkan bobot masing-masing kelompok barang dan jasa menurut SBH 2007 yang dikeluarkan BPS, serta menyertakan sebagia n besar komoditi yang disurvei. Tabel 1. Korelasi Inflasi SPH dan Inflasi BPS Bulanan menurut Metode
Grafik 1. Inflasi SPH dan BPS
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan, SPH KBI Palemba ng
Pada inflasi secara umum, korelasi antara inflasi BPS dengan inflasi SPH dengan metode rata-rata adalah sebesar 0,41. Korela si tertinggi diperoleh melalui metode minggu 3 yait u mencapai 0,50. Selain itu, metode ini juga menghasilkan korelasi yang cukup baik pada inflasi volatile foods dan core, yaitu masing-masing sebesar 0,77 dan 0,42. Meskipun demikia n, SPH belum cukup baik dalam menjelaskan perubahan harga pada administered prices. Berdasarkan hal tersebut, perkiraan inflasi melalui SPH dilakukan dengan menggunakan metode minggu 3. Perkembangan harga yang dipantau dari SPH secara umum cukup baik dalam menjelaskan perkembangan inflasi bulanan BPS, walaupun pergerakan inflasi SPH secara relatif lebih tinggi dibandingkan inflasi BPS sehingga mela lui SPH dapat diperoleh informasi dini dalam mendeteksi arah pergerakan inflasi. Melalui regresi sederhana dengan mengasumsikan adanya hubungan linie r, diperoleh in dikasi bahwa pergerakan 1% inflasi SPH secara signifikan akan berkesesuaian dengan pergerakan inflasi BPS sebesar 0,18%. Model regresi tersebut sudah terbebas dari masalah autokorelasi, multikolinearitas dan heteroskedastisitas serta mampu menjelaskan 24,9% variasi pada sampel
Tabel 2. Regresi Inflasi SPH terhadap Inflasi BPS
**signifikan pada nilai kritis 5%
43
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.11 Disagregasi Infl asi Bulanan: Core, Volatile Foods, Administered Prices
Melalui disagregasi infla si bulanan, dapat diketahui bahwa inflasi pada triwulan III 2010 le bih banyak dipengaruhi oleh komponen core inflation. core inflation bulanan mulai menunjukkan tendensi peningkatan yang gradual setelah sebelumnya bergerak di kisaran sangat rendah. Komponen volatile foods mengalami perubahan harga yang semakin bergejolak dibandingkan tren pada dua tahun terakhir, mengalami inflasi hampir 3% (mtm) pada bulan September 2010. Di sisi lain, inflasi administered prices mulai mengalami peningkatan pada bulan Agustus, yang antara lain dipengaruhi oleh kenaikan harga listrik. Bulan puasa dan Idul Fitri tahun ini relatif memberikan tekanan inflasi yang lebih rendah dibandingkan pada tahun sebelumnya, yang terlihat dari inflasi bulanan September 2010 yang lebih rendah dibandingkan inflasi bulanan pada September 2009. Inflasi bulanan pada bulan September 2010 justru terlihat melambat dibandingkan bulan Agustus 2010, dimana terjadi kenaikan tarif listrik dan biaya pendidikan.
44
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 2.12 Event Analysis Infl asi Kot a Palemb ang Septemb er 2009 – Sept ember 2010
Sumber: Diolah dari BPS Pr ovinsi Sumatera Selatan
Grafik 2.13 Perbanding an Infl asi Bulanan d an Ekspekt asi Harga Konsumen 3 Bulan YAD
Grafik 2.14 Perbanding an Infl asi Bulanan Pal embang dan N asional
Sumber: BPS dan Survei Konsume n BI
Sumber: Ba dan P usat Statistik
Secara umum inflasi kota Palembang memilik i pola pergerakan yang searah dengan inflasi nasional, meskipun relatif lebih fluktuatif dibandingkan dengan inflasi nasional. Seja k akhir tahun 2009, Kota Palembang mengalami inflasi yang secara umum lebih rendah
45
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
dibandingkan nasional. Pada bulan September 2010, inflasi Palembang meningkat menjadi lebih tinggi dibandingkan infla si nasional. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilaksanakan setiap bulan oleh Bank Indonesia Pale mbang dengan responden yang berdomisili di Palembang, terdapat pergerakan yang searah antara laju inflasi bulanan atau laju infla si bulanan pada bulan sebelumnya dengan jumlah konsumen yang memprediksikan kenaik an harga pada 3 bula n yang akan datang (ekspektasi harga t) dengan laju inflasi bulanan.
46
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Suplemen 5
HARGA-HARGA VOLATILE FOODS SEMAKIN BERGEJOLAK Dari hasil Survei Pemantauan Harga (SPH) yang dilakukan KBI Palembang secara mingguan pada dua pasar modern dan dua pasar tradisional di Palembang, secara umum terjadi tendensi peningkatan harga barang/komodit as sebesar 2,89% dibandingkan posisi triwula n sebelumnya. . Grafik 1. Perg erakan Harga Bulan an Berd asarkan SPH
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 2. Perg erakan Harga Mingguan Berd asarkan SPH
Sumber : SPH K BI Palembang
47
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Sesuai dengan disagregasi inflasi seperti yang dije laskan sebelumnya, perubahan harga komoditas-komoditas yang termasuk pada volatile foods pada triwulan III 2010 ini semakin bergejolak. Harga vola tile foods meningkat tajam di sekitar 3% dalam satu minggu pada minggu pertama Juni dan menurun drastis sekitar 2% pada minggu keempat Juni. Hanya dalam tempo dua minggu sesudahnya harga volatile foods meningkat kembali sekitar 3% dan menurun kembali 1,5-2,5% pada akhir Agustus. Kemudia n harga volatile foods meningkat kembali sebesar 3,8% pada hari raya Idul Fitri, yait u pada minggu kedua September, namun kemudian mengalami penyesuaian moderat sebesar 0,5-1% pada akhir September. Di sisi lain, core Inflation mengalami tendensi kenaikan yang konsisten dilihat dari nila inya yang selalu positif sejak minggu kedua Agustus.
48
Grafik 3. Perg erakan Harg a Ber as
Grafik 4. Perg erakan Harg a Minyak Goreng
Sumber : SPH K BI Palembang
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 5. Perg erakan Harg a Daging Ayam
Grafik 6. Perg erakan Harg a Cab e Merah
Sumber : SPH K BI Palembang
Sumber : SPH K BI Palembang
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Grafik 7. Perg erakan Harg a Nasi
Grafik 8. Pergerakan Harg a Mie
Sumber : SPH K BI Palembang
Sumber : SPH K BI Palembang
Grafik 9. Perg erakan Harg a Emas Perhiasan
Sumber : SPH K BI Palembang
Pola pergerakan harga antara beberapa komoditas cukup bervariasi. Untuk komponen volatile foods, harga beras mengalami tendensi peningkatan sebesar 6,8% (qtq). Daging ayam mengala mi peningkatan harga sebesar 11,6% (qtq). Di sisi lain, cabe merah dan minyak goreng mengalami penurunan harga masing-masing sebesar 19,0% dan 0,8%. Berbeda dengan volatile foods, harga beberapa komoditas yang termasuk komponen core inflation mengalami peningkatan. Harga nasi dan mie mengalami peningkatan masingmasing sebesar 5,7% dan 2,3% (qtq). Selain itu, harga emas perhiasan mengalami inflasi sebesar 0,6% (qtq).
49
BAB 2 - Perkembangan Inflasi Palembang
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
50
BAB 3 • •
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Baiknya prospek perekonomian domestik mendorong kinerja perbankan menjadi lebih ekspansif. Dibandingkan periode sebelumnya, wilayah selain Palembang cenderung lebih ekspansif dalam menyalurkan kredit, sehingga dapat mendukung konvergensi perekonomian antar wilayah
3.1. Kondisi Umum Secara umum, kinerja perbankan di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) pada triwulan III
Grafik 3.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Kredi t Perban kan Provinsi Sumat era Selat an
2010 (Agustus 2010) dari beberapa indikator seperti total aset, penghimpunan dana dan penyaluran
kredit/pembiayaan
mengala mi
peningkatan seiring dengan baiknya prospek ekonomi domestik. Secara triwulanan
(qtq)
total aset
meningkat sebesar 3,01% menjadi Rp46,40 triliun dan secara tahunan total aset perbankan Sumsel meningkat dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy) sebesar
*Posisi A gustus 2010
26,46%. Penghimpunan DPK triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 27,69% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya dari Rp29,10 triliun menjadi Rp37,15 triliun, dan secara triwulanan tercatat meningkat sebesar 2,69% (qtq). Sementara itu, penyaluran kredit/ pembiayaan secara tahunan mengala mi peningkatan sebesar 25,34% (yoy) dari Rp25,33 triliun menjadi Rp31,75 triliun. Penyaluran kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) secara tahunan (yoy) tercatat mengalami peningkatan sebesar 29,48% dari Rp17,01 triliun menjadi sebesar Rp21,58 triliun. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengala mi peningkatan sebesar 8,88%.
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan yang lebih tinggi dari peningkatan DPK secara triwulanan telah menyebabkan peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 83,12% pada triwulan II 2010 menjadi 85,45% pada triwula n III 2010. 3.2. Kelembagaan Jumlah bank yang beroperasi di Provinsi Sumsel sampai dengan triwulan III 2010 berjum lah 54
Grafik 3.2 Jumlah Kantor Bank dan ATM di Provinsi Sumat era Selat an
bank. Jumlah kantor bank sebanyak 512 kantor yang terdiri dari 4 Kantor wilayah Bank Umum Konvensional, 1 Kantor Pusat Bank Pemerintah Daerah, 18 Kantor Pusat BPR/S, Cabang
Bank
Umum
62 Kantor
Konvensional,
10
Kantor Cabang Bank Umum Syariah dan 4 Kantor Cabang BPR/S, 302 Kantor Cabang Konvensional, 40
*Posisi A gustus 2010
Kantor Cabang Pembantu Bank Umum Syariah,
Pembantu
Bank
Umum
serta 64 Kantor Kas Bank Umum, 3 Kantor Kas Bank Syariah dan 4 Kantor Kas BPR. Sementara itu jumlah Anjungan Tunai Mandiri (ATM) tercatat sebanyak 525 unit.
3.3. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) 3.3.1 Penghimpunan DPK Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya (yoy), DPK mengalami peningkatan sebesar 27,69%. Seluruh komponen DPK mengalami kenaikan secara tahunan. Giro tercatat meningkat dari Rp5,46 triliun menjadi sebesar Rp6,69 triliun atau sebesar 22,43%. Tabungan mengalami peningkatan sebesar 25,85% menjadi Rp15,07 triliun. Simpanan berjangka/deposito meningkat dari Rp11,65 triliun menjadi Rp15,39 triliun atau meningkat sebesar 32,04%. Secara triwulanan (qtq), penghimpunan DPK mengalami peningkatan sebesar 2,69% yang dikontribusikan oleh peningkatan simpanan deposito dan tabungan masingmasing sebesar 7,55% dan 2,87%. Namun di sisi lain, simpanan giro mengalami penurunan sebesar 7,30% (qtq).
52
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.3 Pertumbuhan D PK Perban kan di Provinsi Sumat era Selat an
Grafik 3.4 Komposisi DPK Perbankan Tr iwulan III 2010 di Provinsi Sumat era Selat an
*Posisi A gustus 2010
*Posisi A gustus 2010
Berdasarkan pangsa masing-masing komponen simpanan terhadap total DPK yang dihimpun, deposito berjangka tercatat memiliki pangsa terbesar yait u sebesar 41,42%, atau sedikit meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 39,55%. Sementara itu tabungan dan giro masing-masing memiliki pangsa sebesar 40,57% dan 18,00%. 3.3.2. Penghimpunan DPK Menurut Kabupaten/Kota
Saat ini sistem pelaporan bank yang dikelola Bank Indonesia Palembang masih mengelompokkan daerah berdasarkan 11 kabupaten/kota. Berdasarkan la ju pertumbuhan secara tahunan (yoy), penghimpunan DPK Lematang Ilir Ogan Tengah tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi yakni sebesar 67,83% atau dengan pangsa pertumbuhan tahunan sebesar 7,70%. Kota Palembang dan Ogan Komering Ulu juga mencatat kontribusi terhadap pertumbuhan tahunan yang tinggi, yaitu masing-masing sebesar 17,85% dan 7,23%. Pada periode ini, Ogan Komering Ilir merupakan wilayah yang membatasi pertumbuhan kredit secara tahunan, yaitu dengan andil pertumbuhan tahunan sebesar minus 0,28%.
53
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Tabel 3. 1 Pertumbuhan DPK Perban kan p er K abupaten/ Kota di Provinsi Sumat era Selat an (dalam Rp Juta)
Kabupaten/Kota
2009 III
Prabumulih Pagar Alam Lubuklinggau Baturaja Palembang Ogan Komering Ulu
1,049, 379
2010 IV 1,069, 924
I 994,060
II 1,204, 056
III* 1,242, 549
344,141
308,350
244,480
327,537
340,667
1,277, 817
1,196, 570
1,266,307
1,467, 709
1,394, 871
700,139
789,252
42, 448
44, 761
44, 610
20, 133,157
22,469,744
21, 479,957
23, 946,104
25, 390,620
531,868
472,256
1,329,957
1,519, 619
1,490, 788
Ogan Komering Ilir
746,386
746,578
841,085
694,373
620,866
Musi Banyuasin
984,333
1,041, 640
1,265,999
1,795, 090
1,524, 471
39, 497
45, 194
104,645
44, 027
53, 998
2,513, 605
4,524, 899
4,482,735
4,263, 236
4,218, 599
775,003
722,501
764,056
870,552
829,650
Musi Rawas Lematang Ilir Ogan Tengah Lahat *Posisi Agustus 2010
Wilayah Musi Rawas tercatat sebagai wilayah dengan peningkatan penghimpunan DPK terbesar secara triwulanan yakni naik sebesar 22,65%. Sementara itu, beberapa kota/kabupaten lain yakni Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir mencatat penurunan DPK dibandingkan triwulan sebelumnya. DPK Kabupaten Musi Banyuasin juga tercatat mengalami penurunan paling drastis yaitu sebesar 15,08%. Kontribusi Palembang terhadap pertumbuhan penyaluran kredit merupakan yang tertinggi yakni sebesar 4,12%. Wilayah yang juga berkontribusi sebagai penopang pertumbuhan triwula nan antara lain adala h Prabumulih dan Pagar Alam, dengan andil masing-masing sebesar 0,11% dan 0,04%. Berdasarkan pangsa, DPK Kota Palembang masih merupakan wilayah dengan pangsa terbesar yakni sebesar 68,34% dari total DPK Sumatera Selatan, sementara daerah yang mempunyai pangsa terendah adalah Kabupaten Baturaja sebesar 0,12%.
3.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan 3.4.1. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Secara Sektoral Laju pertumbuhan kredit/pembiayaan tercatat mengalami peningkatan sebesar 25,34% dari tahun sebelumnya (yoy) yaitu dari Rp25,33 triliun menjadi Rp31,75 tril iun. Laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada kredit sektor jasa sosial dan kredit sektor lain-lain masing-masing sebesar 138,08% dan 44,80%.
54
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Tabel 3.2 Perkembangan Kredit Sektoral Provinsi Sumatera Selatan (Rp Juta) Sektor
2009
2010
Pertanian
III 4,205,007
IV 4,935,680
I 4,263,349
II 4,270,243
III* 4,801,640
Pertambangan Perindustrian
435,143 2,660,552
609,393 3,156,263
615,637 2,610,876
518,460 3,018,585
593,694 3,264,175
Perdagangan
5,510,281
5,828,923
4,936,273
5,325,800
6,325,730
Jasa-jasa Listrik, Gas dan Air
3,533,555 178,887
3,485,232 242,201
3,518,964 250,016
3,712,200 284,317
3,752,123 286,056
Konstruksi Pengangkutan
1,656,373 242,737
1,550,167 244,498
1,485,497 330,557
1,601,727 363,728
1,657,412 368,274
Jasa Dunia Usaha Jasa Sosial M Lain-laink
1,278,693 176,865
1,262,746 185,620
1,255,387 197,507
1,041,484 420,944
1,019,302 421,079
8,984,438
9,896,154
12,060,873
13,224,773
13,009,828
*Posisi Agustus 2010
Sektor yang berkontribusi terbesar sebagai penopang pertumbuhan kredit tahunan adalah sektor perdagangan dan sektor perindustrian masing-masing sebesar 2,95% dan 2,33%. Sektor perdagangan juga memegang peranan terbesar pada pertumbuhan triwulanan dengan andil pertumbuhan sebesar 3,74%. Pertumbuhan kredit secara tahunan sedikit terhambat oleh pertumbuhan kredit di sektor jasa dunia usaha dengan andil sebesar minus 0,65%. Selain sektor lain-la in, sektor perdagangan memiliki pangsa terbesar dala m penyaluran kredit yait u sebesar 19,93%. Urutan kedua dan ketiga ditempati oleh sektor pertanian dan sektor perindustrian yaitu masing-masing sebesar 15,12% dan 10,28%. Selain itu, penyaluran kredit di sektor jasa konstruksi dan sektor jasa dunia usaha juga mempunyai pangsa yang cukup besar, yaitu masing-masing sebesar 5,22% dan 3,21%.
55
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.5 Pangsa Penyaluran Kredit Sektor al Provinsi Sumatera Sel atan Triwul an I II 2010
*Posisi A gustus 2010
3.4.2. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Penggunaan Penyaluran kredit/pembiayaan menurut penggunaan mengalami perubahan yang bervaria si dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Kredit modal kerja mencatat peningkatan paling tinggi yakni dari Rp10,59 triliun menja di Rp.14,34 triliun atau 35,43%. Kredit konsumsi mencatat pertumbuhan sebesar 34,91%. Di sisi lain, kredit investasi menurun 8,08%. Secara triwulanan (qtq), penyaluran kredit/pembiayaan untuk modal kerja tercatat mengala mi peningkatan yang juga tertinggi yaitu sebesar 11,15%. Penyaluran kredit konsumsi mengalami peningkatan sebesar 2,69%, sedangkan kredit investasi tercatat menurun sebesar 1,47%.
56
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.6 Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan Provinsi Sum atera Sel atan
Grafik 3.7 Pangsa Penyaluran Kredit /Pembiayaan Menurut Penggunaan Provinsi Sumsel Triwul an III 2010
*Posisi A gustus 2010 *Posisi A gustus 2010
Dari per komposisi, penyaluran kredit berdasarkan penggunaan masih didominasi oleh kredit modal kerja yakni sebesar 45,16%, kemudian diikuti kredit konsumsi yakni sebesar 38,14%, dan kredit investasi dengan pangsa sebesar 16,70%. Jika diperhatikan pula data triwulan sebelumnya, telah terjadi sedikit peningkatan pada proporsi kredit modal kerja dari sebelumnya sebesar 42,89%. 3.4.3. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Menurut Kabupaten Berdasarkan daerah penyaluran kredit, wilayah Palembang, Lematang Ilir Ogan Tengah, dan Ogan Komering Ulu tercatat sebagai wilayah yang paling dominan dalam penyaluran kredit/pembiayaan secara tahunan (yoy) yakni dengan andil pertumbuhan masing-masing sebesar 22,88%, 4,20% dan 3,40%. Begitupun halnya dengan pertumbuhan secara triwulanan (qtq), wilayah Palembang dan Musi Banyuasin tercatat sebagai wilayah dengan kontribusi tertinggi terhadap pertumbuhan kredit/pembiayaan yakni masing-masing sebesar 3,81% dan 1,01%. Sementara itu, kontribusi pertumbuhan yang negatif disum bang oleh wilayah Ogan Komering Ilir dengan andil sebesar minus 0,14%.
57
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Tabel 3. 3 Perkembang an Penyaluran K redit/Pemb iayaan Perb ankan per W ilayah di Provinsi Sumat era Selat an (dalam Rp Juta)
Wilayah
2009
2010
III
IV
I
II
III*
Prabumulih
919,247
1,034, 049
926,720
1,065, 823
1,129, 014
Pagar Alam Lubuklinggau
315,990
309,706
264,518
269,491
287,771
Baturaja
841,744
840,973
921,416
1,130, 749
1,139, 823
1,076, 839
1,099, 851
95, 339
91, 588
95, 105
12, 778,531
14, 835,993
16, 204,837
16, 815,392
17, 949,328
Ogan Komering Ulu
1,429, 590
1,743, 072
1,844, 438
2,087, 848
2,148, 417
Ogan Komering Ilir Musi Banyuasin
2,157, 162
2,209, 802
2,259, 199
2,485, 484
2,440, 583
2,286, 765
2,727, 439
2,342, 973
2,745, 756
3,035, 393
Palembang
Musi Rawas Lematang Ilir Ogan Tengah Lahat Lainnya
594,602
693,235
869,712
766,770
828,609
1,092, 360
1,674, 845
1,552, 376
1,803, 014
1,870, 689
686,291
737,015
718,920
802,817
817,397
2,998
5,665
5,524
5,329
5,061
*Posisi Agustus 2010 Grafik 3.8 Komposisi Penyaluran Kredit Perbankan Pro vinsi Sum atera Sel atan Triwul an III 2010 Berdasarkan Wil ayah
*Posisi Agustus 2010
Menurut lokasi penyaluran, Palembang tercatat sebagai kota dengan pangsa penyaluran kredit terbesar yakni sebesar 56,54%. Kemudia n disusul oleh Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir yaitu masing-masing mempunyai pangsa sebesar 9,56% dan 7,69%.
58
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.4.4. Penyaluran Kredit/Pembiayaan Mikro Kecil Menengah (MKM) Realisasi kredit Mikro, Kecil, dan Menengah (MKM) pada triwulan ini secara tahunan tercatat mengalami peningkatan dari posisi yang sama tahun sebelumnya, yakni meningkat sebesar 29,48% (yoy) dari Rp17,01 triliun menjadi sebesar Rp21,58 triliun. Berdasarkan penggunaan, pertumbuhan tertinggi adalah kredit konsumsi yaitu sebesar 38,12%, diikuti oleh kredit investasi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar 30,80% dan 17,28%. Sementara itu, secara triwulanan (qtq), realisasi kredit MKM mengala mi peningkatan sebesar 8,88% dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut dikontribusikan oleh kenaikan penyaluran kredit konsumsi, kredit modal kerja , dan kredit investasi masingmasing sebesar 10,86%, 7,15% dan 4,25%. Berdasarkan pangsa penggunaan, kredit yang diberikan pada triwulan III 2010 banyak digunakan untuk konsumsi dan modal kerja. Kredit konsumsi tercatat sebesar Rp11,88 triliun atau dengan pangsa sebesar 55,05%, sementara kredit modal kerja tercatat sebesar Rp7,88 triliun atau dengan pangsa sebesar 36,52%. Selain itu, kredit investasi tercatat sebesar Rp1,82 triliun atau dengan pangsa sebesar 8,43%. Grafik 3. 9 Penyaluran Kredi t MKM Perb ankan Provinsi Sum atera Sel atan Menurut Penggunaan
Grafik 3.10 Penyaluran Kredi t MKM Menurut Plafond Kredit
*Posisi Agustus 2010
*Posisi Agustus 2010
Berdasarkan plafon kredit, realisasi penyaluran kredit kecil masih mencatat pertumbuhan tertinggi secara tahunan. Secara tahunan (yoy), perkembangan realisasi penyaluran kredit mikro (plafon sd. Rp50 juta) mengalami peningkatan sebesar 4,96%, sedangkan kredit kecil (plafon Rp51 juta s.d. Rp500 juta), dan menengah (Rp501 juta s.d.
59
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Rp5 miliar) masing-masing meningkat sebesar 49,50%, dan 30,20%. Secara triwulanan (qtq), perkembangan realisasi penyaluran kredit usaha mikro, kredit usaha kecil, dan kredit usaha menengah masing-masing meningkat sebesar 5,69%, 9,71% dan 10,90%. Menurut komposisinya, kredit kecil mempunyai pangsa tertinggi yaitu sebesar 47,21% dari keseluruhan kredit Mikro, Kecil, dan Menengah. Kemudian, kredit mikro dan kredit menengah masing-masing mempunyai pangsa sebesar 26,78% dan 26,01%. Pangsa penyaluran kredit kecil mengalami peningkatan yang robust sejak triwulan yang sama tahun sebelumnya.
3.5. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Konvensional di Sumatera Selatan Suku bunga bank umum konvensional yang terdiri dari suku bunga simpanan dan suku bunga pinjaman pada triwulan III 2010 mengala mi pertumbuhan dengan arah yang berbeda. Menurunnya bunga simpanan dan meningkatnya suku bunga pinjaman memperlebar spread suku bunga kredit perbankan. 3.5.1. Perkembangan Suku Bunga Simpanan Suku bunga simpanan yang terdiri dari suku bunga simpanan yang berjangka waktu 1 bulan, 3 bula n, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan, secara rata-rata mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Suku bunga simpanan mengalami
Grafik 3.11 Perkembang an Suku Bunga Si mpanan Sumatera Sel atan
penurunan
secara
terus-menerus
pada
beberapa periode terakhir . Rata-rata suku bunga simpanan tercatat sebesar 7,20%, menurun tipis dibandingkan dengan tingkat suku
bunga
sebelumnya
simpanan (qtq)
pada
triwulan
yang tercatat sebesar
7,22% maupun dengan periode yang sama tahun
sebelumnya
(yoy),
suku
bunga
simpanan tercatat jauh menurun dari tahun sebelumnya sebesar 8,32%.
*Posisi A gustus 2010
60
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Bila dibandingkan dengan triwula n sebelumnya, berdasarkan jangka waktu simpanan, jenis simpanan dengan berbagai jangka waktu mengalami perubahan yang bervariasi. Penurunan suku bunga yang secara relatif paling drastis terja di pada jenis simpanan dengan jangka waktu 12 bulan, sedangkan suku bunga simpanan dengan jangka waktu 6 bulan relatif meningkat. Suku bunga simpanan yang tertinggi saat ini dicatat oleh suku bunga simpanan dengan jangka waktu 12 bulan, yakni sebesar 7,38%. Sedangkan suku bunga simpanan yang memiliki rate paling rendah adalah dengan jangka waktu 6 bulan yakni sebesar 7,08%.
3.5.2. Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Perkembangan tingkat suku bunga pinjaman yang terdiri dari suku bunga kredit modal kerja, kredit investasi, maupun konsumsi, secara rata-rata mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy), namun sedik it meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq). Rata-rata pinjaman
tingkat
tercatat
suku
sebesar
bunga 15,22%,
meningkat apabila dibandingkan dengan
Grafik 3.12 Perkembang an Suku Bunga Pin jaman Sumatera Sel atan
tingkat suku bunga pinjaman pada triwulan sebelumnya (qtq) yang sebesar 15,08% yang didorong oleh kenaikan suku bunga kredit konsumsi. Namun, suku bunga pinjaman masih lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar 15,44%. Berdasarkan penggunaan, suku bunga kredit yang tertinggi pada triwulan III
*Posisi A gustus 2010
2010 adalah suku bunga kredit konsumsi, yaitu sebesar 17,59%. Sementara itu kredit investasi tercatat sebagai kredit dengan suku bunga terendah, yakni sebesar 14,01%. Berbeda dengan suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja, suku bunga kredit konsumsi mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. dari 16,69% menjadi 17,59%, yang menunjukkan terjadinya excess demand pada jenis kredit ini. 61
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.5.3. Perkembangan Spread Suku Bunga Spread suku bunga bank umum Grafik 3.13 Perkembang an Spr ead Suku Bunga Sumatera Selat an
konvensional, yaitu selisih antara suku bunga
kredit
simpanan
dan
suku
perbankan
mengalami
bunga tercatat
peningkatan
pada
triwulan III 2010 menjadi 8,02%. Ha l ini di satu sisi menunjukkan tingginya kinerja
perbankan
untuk
menghasilkan laba, namun di sisi lain memberikan indikasi adanya excess *Posisi A gustus 2010
demand dalam hal penyaluran kredit pada triwulan III 2010.
3.6. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Tingkat Non-Performing
Loan (NPL)
gross bank umum Sumatera Selatan
Grafik 3.14 Perkembang an NPL Perban kan Sumat era Selat an
pada triwulan III 2010 sebesar 1,90%, menurun dibandingkan kondisi tahun sebelumnya
maupun
triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,02%. Sementara
itu,
NPL
memperhitungkan
net
(sudah
PPAP)
posisi
triwulan III 2010 tercatat sebesar 0,79%,
juga
dibandingkan
tingkat
apabila
NPL
net
triwulan sebelumnya.
*Posisi A gustus 2010
62
menurun
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Grafik 3.15 Perkembangan NPL menurut Kelompok Bank
Perubahan NPL Gross pada periode triwulan III 2010 secara umum menurun pada
setiap
kelompok
bank.
Bank
pemerintah mengalami penurunan
NPL
secara tipis dari 1,88% menjadi 1,79%. Bank
Umum
Swasta
Nasional
(BUSN)
mengalami penurunan NPL dari 1,97% menjadi
1,88%.
Walaupun
tetap
merupakan yang tertinggi, NPL pada BPR mengalami signifikan,
*Posisi A gust us 2010
penurunan yaitu
dari
yang
paling
7,47%
menja di
6,95%.
Persentase NPL gross bank umum konvensional terbesar masih bersumber
Grafik 3.16 Komposisi NPL Bank Umum Konvensional menurut Sektor Ekonomi Triwul an II I 2010
dari sektor perdagangan yakni sebesar 42,91%,
meningkat
dari
triwulan
sebelumnya yang mencapai 42,03%. Sektor pertanian tercatat menyumbang NPL sebesar 8,92% dan sektor konstruksi tercatat
menyumbang
NPL
sebesar
14,39%. Berubahnya proporsi NPL di sektor–sektor tersebut pada umumnya lebih bersifat temporer bergantung pada
*Posisi A gustus 2010
faktor musiman permintaan barang dan jasa serta cash flow yang secara umum berbeda pada masing-masing sektor.
63
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.7. Rentabilitas Perbankan Bank pemerintah mampu mencatat keuntungan sebesar Rp513,0 mil iar, lebih tinggi dibandingkan BUSN yang memperoleh keuntungan Rp311,2 miliar. Sementara itu, BPR hanya mampu mencetak laba sebesar Rp20,5 miliar. Return on Asset (ROA) Bank Pemerintah sebesar 1,63%, lebih rendah dibandingkan BPR yang mencapai 2,27% maupun dibandingkan BSU yang mencapai 3,35%. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) bank pemerintah sebesar 84,68%. Sementara itu, BOPO pada BUSN dan BPR lebih rendah, yaitu masing-masing sebesar 81,81% dan 70,73%. Tabel 3.4 Indikator Kinerja Perbankan terkait Laba Triwulan III 2010 No
Indikator
1
Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
2
Return on Asset (ROA)
3
Keuntungan (dalam Rp juta)
Angka Rasio Bank BUSN Pemerintah 84.68 81.81
BPR 70.73
1.63
2.27
3.35
513,024
311,233
20,491
3.8. Kelonggaran Tarik Dari Laporan Bank Umum (LBU) KBI
Grafik 3.17 Perkembang an Undisbursed Loan Perban kan Sumatera Selat an
Palembang diperoleh informasi bahwa undisbursed loan (kredit yang belum ditarik oleh debitur) pada triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp1,94 triliun atau 7,31% dari plafon kredit yang disetujui oleh perbankan, menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,37 triliun atau 11,48%, dan juga menurun bila dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya
yang
tercatat
*Posisi Februari 2010
sebesar Rp1,90 triliun atau 7,48%.
64
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
3.9. Risiko Likuiditas Risiko likuiditas bank umum konvensional di Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan III 2010 tergolong cukup likuid dengan
Grafik 3.18 Perkembang an Risiko Li kuidit as Perban kan Sumat era Selat an
besaran angka rasio likuiditas sebesar 1
92,63% .
Rasio
tersebut
tercatat
menurun jika dibandingkan dengan rasio likuiditas
triwulan
sebelumnya
yang
tercatat sebesar 95,82%. Meningkatnya
rasio
likuiditas
merupakan dampak dari kenaikan aktiva likuid < 1 bulan sebesar 2,56% (qtq) menjadi sebesar Rp30,05 triliun yang disertai dengan peningkatan pasiva likuid *Posisi A gustus 2010
< 1 bulan sebesar 6,09% (qtq) menjadi sebesar Rp32,44 triliun.
3.10. Perkembangan Bank Umum Syariah
Perkembangan bank umum Syaria h dalam kurun satu tahun terakhir menunjukkan kinerja yang cukup baik. Total aset pada triw ulan I I 2010 (hingga Agustus 2010) tercatat sebesar Rp2.399,59 miliar, meningkat sebesar 59,46% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy) yang tercatat sebesar Rp1.504,84 miliar, dan juga meningkat apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (qtq), yaitu tercatat mengala mi peningkatan sebesar 17,17%. Penghimpunan DPK tercatat sebesar Rp1.261,21 miliar, meningkat cukup pesat sebesar 29,06% (yoy) dan meningkat sebesar 9,09% (qtq). Dana investasi t idak terikat mendominasi pangsa penghimpunan DPK yakni sebesar 87,41% atau sebesar Rp1.102,45 miliar yang terdiri dari komponen tabungan mudharabah sebesar Rp440,07 miliar (pangsa 34,91% dari total DPK) dan deposito mudharabah sebesar Rp662,11 miliar (pangsa 52,50% dari total DPK).
1
Diperoleh me lalui rasio nila i aktiva likuid < 1 bulan terhadap nilai pasiva likuid < 1 bulan 65
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Tabel 3. 5 Perkembangan Bank Umum Syari ah di Sumat era Selat an (Rp Juta)
INDIKATOR
2009
2010
III
IV
I
II
III*
1,504,843
1,727,725
1,826,867
2,047,994
2,399,593
Dana Pihak Ketiga
977,232
1,026,077
1,015,414
1,156,153
1,261,208
1. Simpanan Wadiah
80,625
92,307
95,832
130,473
158,755
- Giro Wadiah
54,186
64,322
57,057
75,080
82,068
- Tabungan Wadiah
26,439
27,985
38,775
55,393
76,687
2. Dana Investasi tidak terikat
896,607
933,770
919,582
1,025,680
1,102,453
- Tabungan Mudharabah
382,576
419,160
406,078
433,700
440,346
- Deposito Mudharabah
514,031
514,610
513,504
591,980
662,107
Komposisi Pembiayaan
975,233
1,051,636
1,214,996
1,356,821
1,436,886
- Piutang Murabahah
589,850
669,024
755,944
869,120
921,316
- Piutang Istishna
2,026
1,919
1,819
1,753
1,706
- Piutang Qardh
47,634
54,364
79,804
85,373
93,210
- Pembiayaan Mudharabah
230,029
215,169
211,819
213,776
220,847
- Pembiayaan Musyarakah
105,644
111,113
165,178
185,764
198,193
50
47
432
1,035
1,614
Total Aset
Aktiva Ijarah Non Performing Financing
2.51
1.09
1.34
1.83
1.92
*) Data s. d A gust us 2010
Berbeda dengan DPK, penyaluran pembiayaan mengalami peningkatan yang sedik it lebih tinggi, yaitu sebesar 47,34% (yoy) atau 5,90% (qtq). Dari total penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp1.436,89 miliar, piutang murabahah memiliki pangsa sebesar 64,12% dari total pembiayaan yang disalurkan. Pembiayaan mudharabah tercatat sebesar Rp 220,85 m iliar atau memiliki pangsa sebesar 15,37% dan pembiayaan musyarakah tercatat sebesar Rp198,19 miliar atau memiliki pangsa sebesar 13,79%. Sementara itu, piutang qardh dan piutang istishna pangsanya masih relatif kecil yakni masing-masing sebesar 6,49% dan 0,12%. Pertumbuhan penyaluran pembiayaan yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan penghimpunan DPK menyebabkan angka Finance to Deposit Ratio (FDR) menurun dari sebesar 117,36% pada triwula n sebelumnya menjadi 113,93%.
66
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Non Performing Financing (NPF) pada perbankan syariah mengalami peningkatan tipis dibandingkan triw ulan sebelumnya, yaitu dari 1,83% menjadi 1,92. Tingkat NPF juga lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara besaran masih terbilang rendah. 3.11. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat Bank Perkredit an Rakyat (BPR) di Provinsi Sumatera Selatan secara umum menunjukkan perkembangan kinerja . Total aset BPR meningkat sebesar 22,96% (yoy) atau 4,14% (qtq). Peningkatan DPK yang terjadi juga cukup tinggi, yakni sebesar 17,49% (yoy) atau 4,17% (qtq). Grafik 3.19 Perkembang an Aset, DPK, dan Kredi t Bank Perkredit an Rakyat di Provinsi Sumat era Selat an
Grafik 3.20 Perkembang an Rasio Li kuiditas Bank Perkredit an Rakyat di Provinsi Sumat era Selat an
*Posisi Agustus 2010
*Posisi A gustus 2010
Penyaluran kredit mengalami peningkatan sebesar 4,23% (qtq), dan secara tahunan juga menunjukkan peningkatan sebesar 31,85% (yoy). Dengan perkembangan DPK dan penyaluran kredit tersebut, Loan to Deposit Ratio (LDR) pada BPR mengalami peningkatan dari 93,44% menjadi 93,53%. Secara bersamaan, tingkat Non Performing Loan (NPL) pada BPR menurun dari 7,47% menjadi 6,95%. Sama halnya dengan bank umum konvensional, rasio likuiditas BPR menurun dibandingkan triwula n
sebelumnya,
yait u
dari 73,76%
menjadi 70,50%,
yang
menunjukkan sedikit menurunnya kondisi likuiditas pada BPR. Rasio lik uiditas tersebut meningkat cukup signifikan dari tahun sebelumnya yang sebesar 44,83%.
67
BAB 3 - Perkembangan Perbankan Daerah
Suplemen 6 PERBANDINGAN AKTIVITAS PERBANKAN ANTAR WILAYAH
Bila diasumsikan mempunyai hubungan linier, pertumbuhan DPK sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan kredit sebesar 0,43%. Wilayah OKU dan Ogan Ilir merupakan wilayah yang memilik i pertumbuhan DPK yang tinggi dan dapat digolongkan sebagai wilayah surplus secara rela tif terhadap wilayah la innya. Sedangkan wilayah Palembang, Lubuklinggau, Muba, Lahat, dan OKI merupakan wilayah defisit yang cenderung menyerap kredit dibandingkan menyumbang DPK di Sumsel. Wilayah Baturaja tercatat sebagai wilayah yang memiliki pertumbuhan kredit dan DPK yang negatif secara tahunan, walaupun secara rela tif merupakan wilayah surplus. Grafik 1. Pertumbuhan Kredit vs. DPK per wil ayah *
Tabel 1. Peluang Ekspansi K redit
Data Agustus 2010, DW=1 jika berada di Palembang, DW=0 bila lainnya *signifikan pada nilai kritis 10% ***si gnifikan pa da nilai kritis 1%
*Data Agustus 2010
Estimasi logistik mengindikasikan bahwa pada bulan Juli ke Agustus 2010, peluang terja dinya ekspansi kredit perbankan di Kota Pale mbang lebih rendah 0,16 (antilog dari -1,86) kali dibandingkan perbankan di luar Pale mbang. Hal ini menunjukkan adanya penyebaran penyaluran kredit perbankan ke wilayah di luar Kota Palembang yang dapat menunjukkan adanya dorongan konvergensi antar wila yah.
68
BAB 4 •
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Realisasi pendapatan daerah mencapai Rp2.358,26 miliar atau sebesar 75,30%. Sementara itu, belanja terealisasi 50,85% atau sebesar Rp1.640,22 miliar.
4.1 Realisasi APBD Sumatera Selatan Realisasi pendapatan sebesar Rp2.358,26 m iliar atau mencapai 75,30% dari total anggaran yang sebesar Rp3.131,67 m iliar. Sementara realisasi belanja sebesar Rp1.640,22 m ilia r atau mencapai 50,85% dari anggaran sebesar Rp3.225,41 miliar. Realisasi belanja maupun penerimaan periode ini tercatat lebih baik dibandingkan pencapaian pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dari sisi komponen pendapatan, realisasi paling tinggi dicapai oleh komponen Dana Perimbangan yakni sebesar 86,19% dengan kontribusi sebesar 57,58% dari total pendapatan. Realisasi dana perimbangan paling tinggi dicapai oleh Bagi Hasil Paja k dan Bukan Pajak yang mencapai 86,54%, sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) terealisasi sebesar 84,05%. Sementara itu, realisasi komponen PAD yang merupakan gambaran kemandirian suatu daerah tercatat sebesar Rp974,15 miliar atau terealisasi sebesar 65,09% dengan pangsa sebesar 41,31% terhadap total pendapatan. Komponen PAD yang mencatat realisasi paling besar secara nominal adalah Pajak Daerah yakni sebesar Rp891,28 miliar atau dengan tingkat realisasi sebesar 65,53% dari anggaran. Tingkat realisasi tertinggi pada komponen PAD dicapai oleh Hasil Retribusi Daerah yakni sebesar 91,48% dengan nominal sebesar Rp11,86 miliar. Sementara itu, realisasi Lain-lain PAD yang sah tercatat sebesar Rp47,60 miliar atau mencapai 57,37% dari target anggaran.
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
Tabel 4. 1 Realisasi APBD Sumsel Triwul an III 2010 (Rp Miliar)
Sumber: Biro Keuanga n Provinsi S umatera Selatan, diolah
70
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
Tabel 4. 2 Realisasi APBD Sumsel Triwul an III 2009 dan Triwul an III 2010 (Rp Miliar)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi S umatera Selatan, diolah
Pada komponen belanja, realisasi belanja tidak langsung tercatat sebesar 58,26% atau mencapai Rp695,17 miliar, melebihi pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar 55,20%. Realisasi bela nja hibah pada komponen belanja tidak langsung tercatat sebesar Rp68,94 m iliar merupakan komponen belanja dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni sebesar 95,75%. Sementara itu, realisasi belanja pegawai sebesar Rp301,33 miliar atau mencapai 64,78%. Komponen belanja tidak langsung yang terealisasi paling rendah adala h belanja tidak terduga yakni sebesar 8,25%. Grafik 4.1 Perbandingan Komponen Sisi Pendapatan Realisasi APBD Sumsel Triwulan III 2010
Grafik 4.2 Perbanding an Komponen Sisi Pengeluaran Realisasi APBD Sumsel Triwul an III 2010
Sumber : Biro Ke uangan Provinsi S umatera Selatan
Sumber : Biro Ke uangan Provinsi Sumatera Selatan
71
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
Komponen belanja langsung mencapai Rp945,05 miliar atau terealisasi sebesar 46,51%, melebihi pencapaian tahun sebelumnya yang sebesar 34,43%. Realisasi belanja modal pada komponen belanja la ngsung tercatat sebesar Rp519,44 miliar dan merupakan komponen belanja langsung dengan tingkat realisasi paling tinggi yakni sebesar 55,14%. Sementara itu, realisasi belanja pegawai sebesar Rp280,41 miliar atau mencapai 42,28%. Komponen belanja langsung yang terealisasi paling rendah adalah belanja barang dan jasa yakni dengan realisasi sebesar Rp145,19 atau hanya terealisasi 34,02% dari anggaran.
4.2 Realisasi Penerimaan Pajak Sumatera Selatan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung menginformasikan bahwa rata-rata penerimaan pajak pada triwulan III 2010 mengalami peningkatan dibandingkan kondisi tahun sebelumnya. Penerimaan PPh Orang Pribadi tercatat sebesar Rp5,27 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 9,61% (yoy). Kondisi tersebut melambat dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar 339,89% (yoy). Bertola k belakang dengan kinerja penerimaan PPh Orang Pribadi, kinerja penerimaan PPh Pasal 21 tercatat mengalami perbaikan dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar 30,07% (yoy). Penerimaan PPh Pasal 21 pada triwulan berjala n tercatat sebesar Rp284,72 miliar atau meningkat 36,85% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
72
Grafik 4.3 Perkembang an Penerimaan PPh Orang Pribadi Sumatera Sel atan
Grafik 4.4 Perkembang an Penerim aan PPh Pasal 21 Sumatera Sel atan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Ba ngka Belitung
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
Sementara itu, penerimaan PBB tercatat sebesar Rp759,46 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 11,29% (yoy). Kondisi tersebut juga mengalami perlambatan dibandingkan kinerja triwulan sebelumnya yang mengalami peningkatan sebesar 984,03% (yoy). Adapun penerimaan Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) tercatat sebesar Rp25,39 miliar, turun 28,91% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Grafik 4.5 Perkembang an Penerim aan PBB Sumatera Sel atan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Ba ngka Belitung
Grafik 4.6 Perkembang an Penerimaan B PHTB Sumatera Sel atan
Sumber : Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Selatan dan Kepulauan Ba ngka Belitung
73
BAB 4 - Perkembangan Keuangan Daerah
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
74
BAB 5
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
•
Meningkatnya aktivitas kliring pada triwulan laporan dipengaruhi oleh tingginya penyaluran kredit modal kerja.
•
Peningkatan aktivitas pembayaran non tunai diiringi dengan meningkatnya cek dan bilyet giro kosong
5.1. Perkembangan Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) Aktivitas kliring mengalami peningkatan dari sisi jumlah warkat dan nominal dibandingkan triwulan maupun tahun sebelumnya. Jumlah warkat yang dikliringkan selama triwulan III 2010 tercatat 189.809 lembar, meningkat 0,86% (qtq) dari triwulan sebelumnya dan sebesar 7,33% (yoy) dibandingkan kondisi tahun sebelumnya. Nominal kliring tercatat sebesar Rp6,68 triliun, mengalami peningkatan sebesar
5,41%
triwulan
(qtq)
sebelumnya
15,98%
(yoy)
periode
yang
dibandingkan dan
sebesar
dibandingkan
dengan
sama
Grafik 5.1 Perkembang an Kli ring Sumsel
pada
tahun
sebelumnya. Aktivitas kliring pada triwulan III 2010
mengalami
peningkatan
dibandingkan dengan kondisi triwula n sebelumnya
yang
mengalami
peningkatan jumlah warkat dan nominal masing-masing sebesar 0,62% (yoy) dan 6,85% (yoy). Aktivitas kliring di Sumatera Selatan selama dua tahun terakhir relatif dipengaruhi oleh pergerakan harga karet dan jumlah kredit yang disalurkan (terutama kredit modal kerja). Kondisi yang sama terja di pada triwulan laporan yang menunjukkan tingginya aktivitas kliring seiring dengan tingginya penyaluran kredit modal kerja. Modal yang disalurkan memiliki dampak positif terhadap peningkatan aktivitas kliring seiring bergulirnya kegiatan ekonomi antar pela ku usaha.
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Grafik 5.2 Pertumbuhan Tahunan Klir ing vs Kr edit Modal Kerj a (KMK)
Perputaran kliring harian pada triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp107,72 miliar per hari, mengalami peningkatan dibandingkan kondisi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp102,19 m iliar per hari. Sementara dari sisi jumlah warkat tercatat menjadi 3.061 lembar per hari dari 3.035 lembar per hari. Jumlah hari kerja selama triwulan berjalan tercatat tidak mengalami
perubahan
dibandingkan
triwulan sebelumnya yakni 62 hari kerja. Grafik 5.3 Perkembangan Perputar an Kli ring dan Hari K erj a
Nilai net RTGS tercatat sebesar Rp5,13
triliun,
mengalami
penurunan
sebesar 0,29% (qtq) dibandingkan kondisi triwula n
sebelumnya.
Sementara
itu,
pertumbuhan tahunan nila i net RTGS meningkat sebesar 14,22% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahunan pada triwulan sebelumnya yang mengalami penurunan (yoy).
Grafik 5.4 Perkembang an RTGS Sumsel
76
sebesar 2,62%
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Peningkatan aktivitas pembayaran non tunai pada triwulan ini diiringi dengan meningkatnya cek dan bilyet giro kosong dari sisi jumlah warkat, sedangkan dari sisi nominal mengalami penurunan. Jumlah cek dan bilyet giro (BG) kosong pada triwulan ini tercatat sebanyak 3.090 lembar dengan nominal sebesar Rp83,35 miliar. Jumlah warkat cek/BG kosong bertambah sebesar 5,32% (qtq) dibandingkan dengan triwula n sebelumnya yang tercatat sebanyak 2.934 lembar, sedangkan dari sisi nominal tercatat menurun sebesar 4,41% (qtq) dari sebesar Rp87,19 miliar. Sementara itu, nominal cek/BG kosong tercatat mengalami penurunan secara tahunan sebesar 0,40% (yoy), sedangkan dari sisi jumlah warkat tercatat mengalami peningkatan sebesar 2,15% (yoy). Tabel 5. 1 Perputar an Cek dan Bilyet Giro Kosong Provinsi Sum atera Sel atan
2009
Keterangan
2010
III
IV
I
II
III
1. Lembar Warkat
3,025
3,123
2,784
2,934
3,090
2. Nominal (Rp Miliar)
83.68
88.17
85.10
87.19
83.35
Grafik 5.5 Perkembangan Bulanan Perputar an Kliring Sumsel
Grafik 5.6 Perkembangan Jumlah Cek dan Bil yet Giro Kosong Sumsel
Aktivitas kliring bulanan yang paling tinggi selama triwulan III 2010 terjadi pada bulan Agustus dengan rata-rata perputaran nominal kliring per hari sebesar Rp111,56 miliar dan rata-rata jumlah warkat per hari sebesar 3.262 lembar.
77
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
5.2. Perkembangan Perkasan Kegiatan perkasan pada triwulan III 2010 mencatat inflow sebesar Rp2,51 triliun, meningkat 59,34% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp1,57 triliun. Dibandingkan triwulan sebelumnya, terjadi peningkatan inflow sebesar 68,57% (qtq) dari sebesar Rp1,49 triliun. Pada periode yang sama, outflow tercatat sebesar Rp2,44 triliun atau naik sebesar 4,46 (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, namun turun sebesar 2,31% (qtq) apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan membandingkan inflow dan outflow diperoleh net-inflow selama triwulan I I 2010 sebesar Rp64,02 m iliar, sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya tercatat mengalami net-outflow sebesar Rp765,74 miliar. Net-inflow di Sumatera Selatan merupakan peristiwa yang rela tif jarang terjadi. Kondisi net-inflow terakhir dialami Sumatera Selatan pada triwulan I 2009 ketik a dampak krisis keuangan global 2008 masih cukup terasa. Tabel 5. 2 Kegiat an Perkasan di Sumsel (Rp Mili ar) 2009
Keterangan
2010
III
IV
I
II
III
Inflow
1,574.04
1,617.00
1,258.33
1,487.84
2,508.09
Outflow
2,339.78
2,319.96
1,635.36
2,501.95
2,444.08
Net Inflow (Net Outflow)
(765.74)
(702.96)
(377.03)
(1,014.11)
64.02
Net-inflow diperkirakan terjadi karena relatif tingginya inflow selama triwulan berjalan yang salah satunya disebabkan aktivitas perekonomian yang relatif tinggi sehingga berdampak pada meningkatnya inflow secara triwulanan di atas angka 50%. Melalui
kegiatan
perkasan,
dilakukan pula penarikan uang lusuh di KBI Palembang sebagai wujud dari clean money policy Bank Indonesia untuk memenuhi kebutuhan uang dalam kondisi layak edar. Uang lusuh yang ditarik tercatat meningkat sebesar 0,83% (qtq), sedangkan secara tahunan meningkat sebesar 233,36% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya.
78
Grafik 5.7 Perkembangan Keg iat an Perkasan Sumsel 2009-2010
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
Menurut proporsinya terhadap inflow, persentase penarikan uang lusuh mengalami penurunan dari sebesar 32,03% pada triwulan sebelumnya menjadi 19,16%. Secara nominal, uang lusuh yang ditarik dan dimusnahkan pada triwulan ini mencapai Rp480,47 miliar. Grafik 5.8 Perkembangan Penari kan Uang Lusuh oleh KBI Palembang
5.3. Perkembangan Kas Titipan Lubuk Linggau Selain kegiatan perkasan yang dilaksanakan di Kota Palembang, Bank Indonesia mengadakan kegiatan kas titipan di Kota Lubuk Linggau. Pertimbangan penyelenggaraan kas titipan di daerah ini dilatarbelakangi oleh relatif tingginya kebutuhan terhadap uang tunai serta jarak yang cukup jauh dari Kota Pale mbang. Tabel 5. 3 Perkembang an Kas Titip an Lubuk Linggau (Rp Mili ar)
2009
Keterangan
2010
III
IV
I
Inflow
336.99
239.24
312.39
235.59
318.01
Outflow
331.85
344.60
284.62
437.42
318.98
5.14
(105.36)
27.77
(201.83)
(0.97)
Net Inflow (Net Outflow)
II
III
Outflow di Lubuk Linggau pada triwulan III 2010 tercatat sebesar Rp318,98 miliar, menurun sebesar 27,08% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu aktivitas inflow tercatat sebesar Rp318,01 miliar atau meningkat sebesar 34,98% (qtq)
79
BAB 5 - Perkembangan Sistem Pembayaran
dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga dengan membandingkan angka outflow dan inflow diperoleh net-outflow sebesar Rp0,97 miliar. Masih terjadinya net-outflow merupakan salah satu indikator cukup tingginya aktivitas perekonomian di Lubuk Linggau pada triwulan III 2010 ini. Hal tersebut sejalan dengan kondisi perekonomian Sumatera Selatan yang diproyeksi mengalami peningkatan kinerja secara triwulanan (qtq). Peningkatan aktivitas ekonomi Lubuk Linggau dari sisi pembayaran tunai pada triwulan ini terutama terjadi pada Agustus 2010 yang ditandai dengan terjadinya net-outflow yang mencapai Rp83,09 miliar.
Grafik 5.9 Perkembang an Bulanan Kas Titipan Lubuk Linggau Tahun 2009-2010
80
BAB 6 • •
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN KESEJAHTERAAN
Meningkatnya harga komoditas unggulan berdampak pada kenaikan indeks harga yang diterima petani dan peningkatan nilai tukar petani secara umum. IP M Sumsel terus mengala mi peningkatan.
6.1. Ketenagakerjaan Jumlah angkatan kerja di Provinsi Sumsel pada bulan Februari 2010 mencapai 3.619.177 orang, bertambah 131.178 orang atau 3,76% (yoy) dibanding jumlah angkatan kerja pada bulan Februari 2009 yang tercatat sebesar 3.487.999 orang. Secara keseluruhan, kondisi ketenagakerjaan di Sumsel pada bulan Februari 2010 ditandai perubahan beberapa indikator ketenagakerjaan yang cukup signif ikan ke arah yang lebih baik. Dari total angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja pada bulan Februari 2010 tercatat sebesar 3.382.059 orang, bertambah 186.294 orang atau sebesar 5,83% (yoy) jika dibandingkan dengan posisi bulan Februari 2009. Tabel 6. 1 Penduduk Usia 15 Tahun ke At as Yang Beker ja Menurut Lapangan Pekerj aan Ut ama, Februari 2008 – F ebruari 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Ditinjau dari lapangan pekerjaan utama, kondisi ketenagakerjaan pada Februari 2010 memperlihatkan fenomena yang relatif sama dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, dimana sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian yakni sebesar 59,55%, dengan tingkat persentase pekerja yang sedikit meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan sebagian besar penduduk masih bertempat tinggal di daerah pedesaan dan mengandalkan hasil pertanian sebagai mata pencaharian. Dari tujuh pembedaan status pekerjaan yang terekam pada Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), dapat diidentifikasi dua kelompok utama terkait kegiatan ekonomi formal dan informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adala h mereka yang berstatus di luar itu. Jika melihat status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, maka pada bulan Februari 2010 lebih dari 75% tenaga kerja masih bekerja pada kegiatan informal. Tabel 6. 2 Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Beker ja Menurut Status Pekerjaan, F ebruari 2008 – Februari 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Dari 3.382.059 orang yang bekerja, sebanyak 25,31% penduduk berstatus pekerja tidak dibayar, kondisi ini sedikit mengalami perubahan jika dibandingkan dengan kondisi pada Februari 2009 dimana proporsi terbesar penduduk yang bekerja berstatus berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar yakni sebesar 23,59%.
82
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
6.2. Pengangguran Masalah pengangguran merupakan masalah yang melekat pada aspek ketenagakerjaan. Penduduk yang menganggur adalah penduduk yang sedang mencari pekerjaan ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja ), yang mendapat pekerjaan tetapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan Berdasarkan data BPS Sumsel, jumlah pengangguran pada bulan Februari 2010 mengalami penurunan sebanyak 55.116 orang atau 18,86% dibandingkan dengan posisi bulan Februari 2009, dan mengalami penurunan sebanyak 26.353 orang atau sebesar 10,00% jika dibandingkan dengan kondisi pada bulan Agustus 2009 yang mencapai 263.471 orang. Tabel 6. 3 Penduduk Usia 15 Tahun ke At as Menurut Kegi atan Februari 2008 – Februar i 2010
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Sumsel pada bulan Februari 2010 menurun menjadi 6,55% dibandingkan kondisi pada bulan Februari 2009 yang mencapai 8,38%. TPT pada Februari 2010 tercatat merupakan yang terendah sejak tahun 2007. Berdasarkan daerah tempat tinggal, TPT di daerah perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan. Tingginya TPT di kota erat kaitannya dengan pertumbuhan alamiah penduduk, arus masuk angkatan kerja dari pedesaan, dan banyaknya pencari kerja sebagai konsekuensi meningkatnya pendidikan penduduk perkotaan. Di sisi lain, lapangan kerja di perkotaan relatif terbatas sehingga menyebabkan terjadinya tingkat pengangguran yang relatif tinggi.
83
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
6.3. Tingkat Kemiskinan Berdasarkan data resmi BPS Sumsel, jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 1.125.725 jiwa atau 15,47% dari jumlah penduduk Sumsel. Angka tersebut tercatat mengalami penurunan sebesar 3,61% atau sebesar 42.140 orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (Maret 2009) yang tercatat sebesar 1.167.870 jiwa. Tabel 6. 4 Jumlah dan Persent ase Penduduk Miskin Sumat era Sel at an Tahun 1993-2010
Tahun
Jumlah Penduduk Miskin (ribuan)
Persentase
1993
901,9
15, 73
1996 1999 2002
1.017, 0 1.481, 9 1.434, 1
17, 04 23, 87 22, 49
2003 2004
1.397, 3 1.379, 3
21, 54 20, 92
Januari 2005 Januari 2006 Maret 2007 Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010
1.429, 0 1.446, 9 1.331, 8 1.249,61 1.167,87 1.125,73
21, 01 20, 99 19, 15 17, 73 16, 28 15, 47
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)
Jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode 1993-2010 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada periode 1996-1999 jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 464,9 ribu karena krisis ekonomi, persentase penduduk miskin mengalami peningkatan dari 17,04% menjadi 23,87%. Selama periode 1999-2010, jumlah penduduk miskin relatif terus mengalami penurunan. Garis Kemiskinan (yang merupakan indikator penetapan kriteria miskin) mengalami peningkatan dalam kurun waktu satu tahun terakhir, yakni meningkat sebesar 4,38% dari Rp212.381,00 per kapita/bulan menjadi Rp221.687,00 per kapit a/bulan. Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan dan pedesaan, Garis Kemiskinan di perkotaan dalam setahun terakhir tercatat mengalami peningkatan sebesar 4,3% dari Rp247.661,00 per kapita/bulan menjadi Rp258.304,00 per kapita/bulan. Sementara itu,
84
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Garis Kemiskinan di daerah pedesaaan mengalami kenaikan sebesar 4,5% pada periode yang sama, dari Rp190.109,00 per kapita/bulan menjadi Rp198.572,00 per kapita/bulan. Tabel 6. 5 Garis Kemiskinan, Jum lah d an Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2008-Mar et 2010 Garis Kemiskinan
Jumlah Penduduk
(Rp/Kapita/Bul an)
Miskin
Perkot aan Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010
229.552 247.661 258.304
514.704 470.025 471.224
18, 87 16, 93 16, 73
Perdesaan Maret 2008 Maret 2009
175.556 190.109
734.905 697.848
17, 01 15, 87
Maret 2010
198.572
654.501
14, 67
Kota+Desa Maret 2008 Maret 2009 Maret 2010
196.452 212.381 221.687
1.249. 609 1.167. 873 1.125. 725
17, 73 16, 28 15, 47
Daerah/ Tahun
Persentase
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)
Dengan memperhatikan garis kemiskinan berdasarkan komponen makanan dan bukan makanan terlihat bahwa peranan komoditi makanan ja uh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan. Kontribusi garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 77,08%. Garis kemiskinan bukan makanan pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar Rp170.875,00/kapita/bulan, dan garis kemiskinan makanan sebesar Rp50.813,00/kapita/bulan. Kondisi tersebut mengalami kenaikan dibandingkan Maret 2009 yang mencatat Rp163.801,00/kapita/bulan untuk garis kemiskinan bukan makanan dan Rp48.580,00/kapita/bula n untuk garis kemiskinan makanan. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, ada beberapa dimensi la in yang perlu diperhatikan yakni tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan itu sendir i. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan pengentasan kemiskinan juga harus mampu mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
85
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Tabel 6. 6 Garis Kemiskinan Makanan d an Bukan Makanan di Sumsel Menurut Daerah, Maret 2009-Mar et 2010 Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Daerah/ Tahun
Total
Makanan
Bukan Makanan
Perkot aan Maret 2009
181.415
66.246
247.661
Maret 2010
188.781
69.523
258.304
Perdesaan Maret 2009 Maret 2010
152.681 159.571
37.427 39.001
190.109 198.572
Kota+Desa Maret 2009 Maret 2010
163.801 170.875
48.580 50.813
212.381 221.687
Sumber : Data BPS Provinsi Sumsel, diolah dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse nas)
6.4. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu indik ator yang digunakan untuk
menunjukkan
Grafik 6.1 Indeks Harga yang d iteri ma, Indeks Harga yang dibayar dan Nilai Tukar Pet ani
kesejahteraan
petani. Perkembangan NTP dalam satu tahun
terakhir
peningkatan.
terus
Rata-rata
triwulan III 2010
mengalami NTP
pada
tercatat sebesar
104,85 atau meningkat sebesar 0,81% (qtq)
dibanding
periode
triwulan
sebelumnya yang memiliki rata-rata NTP sebesar 104,01. Peningkatan nilai
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
tukar petani terutama disebabkan meningkatnya harga komoditas unggulan yang berdampak pada indeks harga yang diterima petani jauh lebih besar daripada pertumbuhan indeks harga yang dibayar petani. Rata-rata indeks yang diterima petani meningkat menjadi 128,79 dari 124,67 atau naik sebesar 3,31% (qtq), sedangkan indeks yang dibayar petani mengalami peningkatan sebesar 2,48% (qtq) dari 119,86 menjadi 122,83.
86
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Grafik 6.2 Perkembang an Rat a-rata Nilai Tukar Pet ani Sumsel dan Harga Komodit as Unggulan di Pasar Dunia
Rata-rata
Indeks
Konsumsi
Tangga
Petani
mengalami
Rumah
peningkatan
sebesar
2,96%
(qtq)
dibanding triwulan sebelumnya dari 120,93 menjadi 124,51. Konsumsi yang mengalami peningkatan indeks paling tinggi terjadi pada komponen bahan makanan yang naik sebesar 4,81% (qtq) sebagai akibat tingkat konsumsi Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
yang tinggi selama bula n Ramadhan
dan perayaan Idul Fitri yang jatuh di bulan September. Tabel 6. 7 Rata-rat a Indeks Konsumsi Rumah Tangga Petani di Sum atera Sel atan
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
Rata-rata biaya produksi dan penambahan modal petani mengalami peningkatan yang tercermin dari kenaikan rata-rata indeks biaya produksi dan penambahan modal dari sebesar 117,59 pada triwulan sebelumnya menjadi 118,46. Peningkatan biaya produksi yang paling tinggi terja di pada komponen penambahan barang modal yang digunakan selama proses penanaman. Tabel 6. 8 Rata-rat a Indeks Biaya Produksi dan Pen ambahan Modal Petani
Sumber : BPS Provinsi Sumatera Selatan
87
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
6.5. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk
semua negara seluruh
dunia.
IPM
digunakan untuk mengklasifikasikan apakah
Tabel 6. 9 IPM 2007-2008 Menurut Provinsi
sebuah wilayah adalah wilayah maju, wilayah berkembang atau
wilayah terbelakang, serta
untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualit as hidup. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), IPM Sumatera Selatan
pada
tahun
2008
adalah
72,05
menempati peringkat ke-12 dari seluruh provinsi di Indonesia. Kondisi ini lebih baik dibandingkan peringkat tahun 2009 dimana Angka IPM Sumatera Selatan tercatat sebesar 71,40 dan
Sumber : Badan P usat Statistik
menempati peringkat ke-13 nasional. Peringkat IPM tertinggi masih dimiliki ole h DKI Jakarta sedangkan IPM terendah adalah Provinsi Papua.
6.6. Rasio Gini Provinsi Sumatera Selatan Rasio Gini adalah salah satu ukuran ketimpangan pendapatan penduduk secara menyeluruh. Rasio Gini didasari kurva Lorenz yaitu kurva dua dimensi antara distribusi penduduk
(persentase kumulatif
penduduk) dan distribusi pengeluaran
perkapita
(persentase kumulatif pengeluaran perkapita). Nilai Rasio Gini terletak antara 0 dan 1, nilai Rasio Gini yang mendekati 0 memiliki pengertian bahwa tingkat ketimpangan pendapatan sangat rendah, atau distribusi pendapatan merata, sedangkan apabila nilainya mendekati 1 maka tingkat ketimpangan pendapatan berarti tinggi. Perkembangan angka Rasio Gini Sumatera Selatan dalam tiga tahun terakhir relatif stabil. Pada tahun 2007 Indeks Gini tercatat 0,32, kemudian mengalami perbaikan pada tahun 2008. Peningkatan ini lebih disebabkan oleh hantaman krisis keuangan global yang sedikit menurunkan kesejahteraan golongan menengah ke atas. Setelah dampak krisis
88
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
sedikit berkurang, Indeks Gini pada tahun 2009 kembali mengalami peningkatan ke level 0,31. Tabel 6. 10 Rasio Gini 2007-2009 Menurut Provinsi
Sumber : Ba dan Pusat Statistik
Walaupun Indeks Gini Sumatera Selatan relatif lebih baik dibandingkan nasional, upaya-upaya untuk memperkecil angka rasio gini harus terus dilakukan. Upaya tersebut antara lain dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas pertumbuhan ekonomi dengan cara mendorong peningkatan peran investasi, terutama di sektor-sektor yang tradeable. Upaya yang lain adalah membenahi pengelolaan jaminan pengaman sosial, perlu dicarikan metode ataupun pola redistribusi pendapatan yang lebih adil untuk mengurangi ketidakmerataan.
89
BAB 6 - Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah dan Kesejahteraan
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
90
BAB 7 •
• •
OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan terus berlanjut pada le vel yang relatif konstan pada triwulan IV 2010 seiring dengan baiknya kondisi perekonomia n secara umum, kendati terdapat risiko dari sisi suplai produksi. Inflasi diperkirakan meningkat terutama didorong oleh kenaikan harga listrik, faktor cuaca, serta adanya perayaan Natal dan tahun baru. Kinerja perbankan diperkirakan tumbuh stabil karena kondisi finansial secara makro yang baik
7.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan pada triwulan IV 2010 diprediksi terus berlanjut pada level yang konstan dibandingkan triw ulan sebelumnya. Walaupun terdapat pembangunan konstruksi terkait penyelenggaraan Sea Games 2011 dan tingginya harga komoditas di pasar internasional, terdapat beberapa faktor risiko dari sisi suplai, yaitu yang muncul dari meningkatnya tarif listrik, penurunan produksi komoditas terkait musim kemarau basah pada triwulan sebelumnya, dan adanya penundaan transaksi dari beberapa negara tujuan ekspor CPO. Secara musiman, perekonomian pada triwulan IV 2010 akan menurun karena faktor masuknya kembali musim hujan. Pertumbuhan
ekonomi
Sumatera
Selatan triwulan IV 2010 diperkirakan akan
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sumat era Selat an
cenderung konstan. Berdasarkan data historis, kondisi ekonomi terkini, dan prediksi shock yang akan terjadi di masa depan, diperkirakan pertumbuhan ekonomi tahunan (yoy) pada triwulan IV 2010 akan berada pada kisaran 5,4 ± 1%. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi diperkirakan
akan
tumbuh negatif di kisaran 4,3 ± 1%. Dengan demikia n, pertumbuhan ekonomi kumulatif tahun 2010 diperkirakan sebesar 5,5 ± 1% (yoy).
Sumber: BPS, estimasi BI *Hasil proyeksi KBI Palemba ng
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Namun demikian, laju pertumbuhan triwulanan dengan penyesuaian musiman diprediksi akan
mengalami perlambatan dibandingkan
triwulan
sebelumnya
dan
memberikan indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2010 secara riil akan melambat, yaitu menjadi sebesar 1,1 ± 0,5% (qtq,sa) dari sebelumnya sebesar 1,3% (qtq,sa).
1
Tabel 7. 1 Resume Lead ing Economic Indicator Pro vinsi Sumsel Tr iwulan III 2010 Aspek
Pertumbuhan
Penyebab Pertumbuhan
Ekspekt asi triwulan mendatang
Kegiatan Usaha (umum)
Meningkat, Melambat
Realokasi sumber daya produksi akibat kenaikan TDL
Meningkat
Volume produksi
Meningkat, Melambat
Meningkat
Nilai penjualan
Meningkat, melambat
Faktor musiman yang meningkatkan produksi, namun terdapat perubahan struktur biaya akibat kenaikan TDL Meningkatnya harga jual dan permintaan
Kapasitas produksi
Meningkat
Tetap
Tenaga kerja
Menurun
Peningkatan kegiatan investasi karena optimisme usaha yang tinggi dan kondisi perekonomian yang baik Terjadinya mobilitas tenaga kerja yang bersifat jangka pendek
Volume pesanan
Meningkat
Harga jual komoditas unggulan Kondisi keuangan
Meningkat
Akses kredit
Meningkat
Situasi bisnis
Meningkat, melambat
Meningkat, melambat
Meningkat, melambat
Meningkat
Permintaan yang cukup tinggi karena meningkatnya aktivitas perekonomian Masuknya pembeli dari Cina dan India khususnya untuk komoditas karet Membaiknya hargajual, namun terdapat kenaikan biaya listrik Baiknya prospek bisnis
Meningkat, melambat
Perekonomian domestik tetap baik, namun terjadi kenaikan biaya energi
Meningkat
Meningkat, Melambat Meningkat, Melambat Meningkat, melambat
Keter angan Ekspektasi
Baiknya prospek perekonomian khususnya permintaan karet
Penundaan transaksi dari beberapa negara tujuan ekspor Tertundanya investasi lebih lanjut karena adanya perubahan struktur biaya akibat kenaikan TDL Dimulainya proyek pemerintah, penambahan produksi, serta proyek Sea Games Penundaan transaksi dari beberapa negara tujuan ekspor Penundaan transaksi dari beberapa negara tujuan ekspor Penundaan transaksi ekspor, menurunnya margin karena naiknya biaya listrik Baiknya prospek bisnis, namun terjadi penundaan produksi jangka pendek Perekonomian domestik tetap baik, diiringi dengan situasi investasi yang kondusif
Sumber: SKDU K BI Palembang, A nalisa Kelompok Kajian Ekonomi KBI Palembang
1
Laju pertumbuhan ekonomi dengan penyesuaian musiman (qtq,sa) diperoleh dari laju pertumbuhan triwulanan dari hasil estimasi PDRB harga konstan yang telah dihilangkan faktor musimannya (seasonally adjusted). Metode yang digunakan adalah X12-ARIMA dengan mengadopsi US Census Bureau.
92
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan III 2010 yang dilakukan KBI Palembang, secara umum kegiatan usaha diperkirakan akan mengalami peningkatan pada triwulan IV 2010, dan peningkatan tersebut lebih cepat dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan terjadi baik dari aspek volume produksi, nilai penjualan, tenaga kerja, dan situasi bisnis. Kinerja ekspor produk-produk unggulan Sumsel pada triwulan IV 2010 diperkirakan akan mengalami penurunan secara triwulanan yang disebabkan oleh produksi yang berisik o menurun karena gangguan cuaca dan di sisi lain terdapat penundaan pesanan CPO ke Indonesia oleh beberapa perekonomian tujuan ekspor utama yaitu Amerika Serikat dan kawasan Eropa. Di sisi lain, nilai tukar Rupiah tetap kuat dan menyebabkan barang ekspor Sumatera Selatan menjadi kurang kompetitif dibandingkan sebelumnya, dengan risiko sedikit menurun karena mulai dinaikkannya suku bunga acuan di Cina yang memperlambat capital inflow ke negara-negara di kawasan Asia. Pada triwulan IV 2010, tekanan dari sisi impor diprediksi relatif tetap walaupun terjadi potensi penurunan kuantitas barang impor sehubungan dengan tersendatnya kegiatan produksi secara temporer. Hal ini disebabkan ole h: (1) pendapatan masyarakat yang masih baik sehubungan dengan tingginya harga karet, (2) adanya penurunan tarif barang impor terkait Asean-China Free-Trade Area (AC-FTA) yang diprediksi akan semakin terasa ke depan, (3) adanya apresiasi Rupiah yang menyebabkan barang impor relatif lebih kompetitif dibandingkan sebelumnya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi negara tujuan ekspor Sumatera Selatan untuk tahun 2010 bervariasi dibandingkan proyeksi sebelumnya. Berdasarkan IMF, proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat direvisi menurun menjadi 2,6% dari yang sebelumnya 3,2%. Sebaliknya, proyeksi pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa dan India direvisi meningkat masing-masing dari 1,0% menjadi 1,7% dan dari 9,4% menjadi 9,7%. Pertumbuhan ekonomi Thailand juga direvisi meningkat dari 7,0% menjadi 7,5%. Kemudian, negara yang mengalami pertumbuhan tinggi di Asia, yaitu Cina, tetap diperkirakan tumbuh tinggi seperti proyeksi semula yaitu sebesar 10,5%. Korea Selatan, Malaysia, dan Vietnam juga diperkirakan mampu tumbuh sesuai proyeksi semula, yait u masing-masing sebesar 5,7%, 6,7% dan 6,5%.
93
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Tabel 7. 2 Proporsi Ekspor Sumater a Sel atan d an Pro yeksi Pertumbuhan Ekonomi Negara Tujuan Tahun 2010 (dalam persent ase) Negara
1
Ekspor Sumsel
2
Proyeksi Sebelumn ya
7,20
AS
3,3
3
Proyeksi Terakhir 2,6
Eropa
4,79
1,0
1,7
Cina
24, 99
10, 5
10, 5
India
4,85
9,4
9,7
Korea Selat an
3,11
5,7
5,7
Malaysia
31, 24
6,7
6,7
Thail and
6,62
7,0
7,5
Vietnam
5,88
6,5
6,5
1
Proporsi nilai ekspor Sumatera Selatan pada negara tersebut, menggunakan data “Nilai Ekspor Berdasarkan Negara Tujuan” periode Januari 2009 sampai dengan Februari 2010, Bank Indonesia 2 IMF World Economic Outlook Update, July 2010 3 IMF World Economic Outlook, October 2010
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat membuat permintaan domestik tetap kuat, yaitu: (1) tetap baiknya pendapatan karena baiknya harga karet yang memicu peningkatan konsumsi masyarakat (2) adanya potensi peningkatan investasi sehubungan dengan persiapan pergelaran Sea Games 2011, (3) masih rendah dan stabilnya tingkat inflasi yang dapat mempertahankan daya beli masyarakat, (4) potensi peningkatan penyaluran kredit perbankan karena meningkatnya kegiatan investasi dan baiknya outlook perekonomian Indonesia. Sebaliknya, terdapat pula potensi yang patut diperhatik an karena dapat membuat pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari perkiraan, yaitu: (1) nilai tukar Rupiah yang berpotensi semakin terapresiasi yang dapat menurunkan net ekspor, (2) kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) yang menambah beban biaya usaha. (3) Penundaan transaksi CPO dari beberapa negara tujuan ekspor.
7.2. Inflasi Inflasi tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan secara moderat, yang didorong oleh ekspektasi excess demand pangan karena adanya kemarau basah, serta dampak lanjutan kenaikan tarif listrik mela lui peningkatan harga jual. Berdasarkan proyeksi dan dengan mempertimbangkan perkembangan harga serta determinan utama inflasi di Sumatera Selatan, maka diperkirakan inflasi tahunan (yoy) pada triwulan IV 2010 akan meningkat menjadi 5,24±0,5%, sedangkan inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan menurun menjadi 0,90±0,5%. Namun demikian, proyeksi tersebut saat ini mempunyai
94
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
kecenderungan bias ke atas karena adanya risiko dampak perubahan iklim dan bencana alam melalui gangguan pada distribusi dan pasokan. Kinerja ekspor CPO diperkirakan menurun karena adanya penundaan transaksi dari beberapa negara tujuan ekspor seperti Amerika Serik at dan negara-negara di kawasan Eropa. Hal ini akan dipengaruhi secara negatif terhadap pendapatan masyarakat dan kemudian berimplikasi pada menurunnya permintaan domestik, relatif terhadap keadaan normal. Pada bulan Oktober diperkirakan terjadi penurunan harga secara tipis karena penyesuaian kembali harga beberapa jenis barang/ja sa pasca lebaran. Di bulan November, kenaikan harga akan kembali terjadi menyusul potensi gangguan distribusi dan pasokan barang seiring dengan curah hujan yang tinggi dan bencana alam di beberapa daerah. Pada akhir tahun, tekanan kenaikan harga akan muncul pada liburan Natal dan tahun baru, termasuk dari kelompok transportasi. Ekspektasi inflasi masyarakat ke depan adala h meningkat, yang ditunjukkan ole h hasil survei konsumen dimana sebagian besar responden berpendapat bahwa akan terjadi kenaikan harga. Ekspektasi masyarakat tersebut antara lain dapat dipengaruhi oleh ekspektasi kondisi perekonomian secara umum di masa depan dan kebijakan-kebijakan tertentu yang akan dibuat. Dari sis i perekonomian domestik, peningkatan
tekanan
inflasi
tersebut
Grafik 7.2 Proyeksi Infl asi Tahunan Sumater a Sel atan
utamanya disebabkan oleh investasi dan konsumsi yang diindikasikan akan tetap tinggi pada baik melalui pengeluaran pemerintah maupun melalui konsumsi masyarakat. Pergelaran Sea Games 2011 yang
menuntut
termasuk
berbagai
pembangunan
persia pan perumahan,
jalan, maupun infrastruktur penunjang lainnya diperkirakan akan berdampak pada kenaikan harga barang konstruksi
Sumber: BPS Provinsi S umatera Selatan dan proyeksi KBI Palembang
karena tingginya permintaan. Realisasi inf lasi tahunan sampai dengan triwulan III 2010 (September 2010) masih sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia untuk inflasi sepanja ng 2010, begitu pula volatilitas 95
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
inflasi bulanan. Hal ini diharapkan dapat meminimalisasi inflation bias ke depan melalui terjaganya ekspektasi inflasi dalam perekonomian. Walaupun ke depan diperkirakan terjadi kenaikan tekanan infla si dibandingkan perkiraan semula, sampai saat ini perkiraan inflasi akhir tahun 2010 masih konsisten dengan kisaran proyeksi inflasi yang telah disusun di awal tahun yakni sebesar 5,24±1% (yoy).
7.3. Perbankan Kinerja perbankan pada triwulan IV 2010 diproyeksikan akan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan III 2010 dengan tingkat pertumbuhan yang relatif stabil, baik dari sisi penghimpunan dana pihak ketiga maupun penyaluran kredit. Pemulihan perekonomian dunia terus berlangsung walaupun tetap rapuh, dan berlangsung lebih baik di negara berkembang ketimbang negara maju. Hal ini membuat investor asing masih terkonsentrasi untuk menginvestasikan dananya di emerging markets termasuk Indonesia. Sehingga, capital inflow diperkirakan akan terjaga pada level yang tinggi yang ditandai dengan kecenderungan meningkatnya IHSG dan terapresiasinya Rupiah, dan memberikan keleluasaan pada perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit. Faktor risiko muncul dari kenaikan tarif listrik yang merubah kondisi profitabilitas bisnis. Dalam jangka pendek, hal ini dapat memperlambat kegiatan ekspansi usaha atau investasi khususnya sebelum harga jual produk dapat ditingkatkan secara proporsional dengan kenaikan biaya. Hal tersebut pada akhirnya akan memperla mbat la ju pertumbuhan permintaan kredit perbankan. Penyaluran kredit perbankan diperkirakan juga akan terdorong kegiatan investasi maupun pembangunan fisik khususnya terkait persiapan Sea Games 2011, antara lain melalui pembangunan perumahan, jalan, dan infrastruktur pendukung lainnya. Kemudian, ekspektasi naik nya permintaan Cina dan India atas komoditas primer di masa depan juga dapat mendorong penyaluran kredit. Berdasarkan proyeksi teknikal dan judgment, diperkirakan pertumbuhan kredit pada triwulan IV 2010 hanya akan cenderung konstan dari triwulan sebelumnya, yaitu berada di kisaran 5,7% ± 1% (qtq). Hal ini diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara optimal.
96
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Penyaluran kredit yang meningkat tersebut diprediksi tidak akan merubah tingkat Non Performing Loan (NPL) secara signifikan. Wala upun kemampuan membayar debitur sedikit berkurang karena turunnya margin pasca naiknya tarif listrik, namun hal tersebut diperkirakan hanya akan bersifat temporer, sehingga tingkat NPL tetap rendah.
Tabel 7. 3 Predi ksi Beber apa Indikator Perekonomian p ada Triwul an IV 2010 Indikator Ekspor
Predi ksi Moderat
Faktor Penyebab Harga komoditas dunia khusus nya karet berada pa da level yang cukup tinggi, namun terda pat penundaan transaksi dari bebera pa negara tujua n ekspor CPO.
Impor
Moderat
Pendapatan per kapita yang meningkat, nilai Rupiah yang terapresiasi, dan implementasi AC-FTA.
Pertumbuhan
Moderat
Potensi pe ningkatan pengeluaran pemerintah da n investasi, walaupun terdapat hambatan dari sisi produksi terkait kenaikan biaya listrik dan faktor cuaca
Inflasi
Meningkat
Natal dan tahun baru, ke naikan harga bara ng konstruksi, ekspektasi kenaikan harga kom oditas pa nga n, kenaika n biaya listrik.
Pengangguran
Menurun
Meningkatnya investasi yang me ndor ong pe nyerapan tenaga kerja khususnya terkait konstruksi
Investasi
Meningkat
Membaiknya outlook perekonomian Indonesia da n ada nya
Konsumsi domestik
Moderat
Kenaikan permintaan pada Natal dan tahun baru, namun sedikit
Kredit p erbankan
Moderat
rencana pembangunan terkait persiapan Sea Games 2011.
terhambat oleh kenaikan harga-harga Risiko perekonomian menurun, da n ada nya capital inflow, namun terdapat peruba han alokasi sumber daya yang memperlambat investasi *Prediksi mempertimbangkan kondisi terkini,ekspektasi, dan karakteristik siklikal secara relatif terhadap keadaan normal
97
BAB 7 - Outlook Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Daerah
Halaman ini sengaja dikosongkan This page is intentionally blank
98
DAFTAR ISTILAH Mtm
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya
Qtq
Quarter to quarter perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya
Yoy
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya
Share Of Growth
Kontribusi suatu sektor ekonomi terhadap total pertumbuhan PDRB
Investasi
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal
Sektor ekonomi dominan
Sektor ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan
Migas Omzet
Minyak dan Gas. Merupakan kelompok sektor industri yang mencakup industri minyak dan gas Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi
Share effect
Kontribusi pangsa sektor atau subsektor terhadap total PDRB
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktifitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Indeks Pembangunan Manusia
Ukuran kualitas pembangunan manusia, yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 hal kualitas hidup, yaitu pendidikan, kesehatan, daya beli
APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR, dan ditetapkan dengan peraturan daerah
Andil inflasi
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan
Bobot inflasi
Besaran yang menunjukan pengaruh suatu komoditas, terhadap tingkat inflasi secara keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas tersebut Dalah keseluruhan barang yang keluar dari suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil. Seluruh barang yang masuk suatu wilayah/daerah baik yang bersifat komersil maupun bukan komersil
Ekspor Impor
PDRB atas dasar harga berlaku
Penjumlahan nilai tambah bruto (NTB) yang mencakup seluruh komponen faktor pendapatan yaitu gaji, bunga, sewa tanah, keuntungan, penyusutan dan pajak tak langsung dari seluruh sektor perekonomian
PDRB atas dasar harga konstan
Merupakan perhitungan PDRB yang didasarkan atas produk yang dihasilkan menggunakan harga tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya
Bank Pemerintah
Bank-bank yang sebelum program rekapitalisasi merupakan bank milik pemerintah (persero) yaitu terdiri dari bank Mandiri, BNI, BTN dan BRI
Dana Pihak Ketiga (DPK)
Simpanan masyarakat yang ada di perbankan terdiri dari giro, tabungan, dan deposito
Loan to Deposits Ratio (LDR)
Rasio antara kredit yang diberikan oleh perbankan terhadap jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun
Cash inflows
Jumlah aliran kas yang masuk ke kantor Bank Indonesia yang berasal dari perbankan dalam periode tertentu
Cash Outflows
Jumlah aliran kas keluar dari kantor Bank Indonesia kepada perbankan dalam periode tertentu
Net Cashflows
Selisih bersih antara jumlah cash inflows dan cash outflows pada periode yang sama terdiri dari Netcash Outflows bila terjadi cash outflows lebih tinggi dibandingkan cash inflows, dan Netcash inflows bila terjadi sebaliknya
Aktiva Produktif
Penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit, penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia(SBI), dan surat-surat berharga lainnya. Pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bamk berdasarkan risiko dari masingmasing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Kualitas Kredit
Penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas yaitu lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Rasio antara modal (modal inti dan modalpelengkap) terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum konvensional
Inflasi
Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent)
Kliring
Pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu
Kliring Debet
Kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada penyelenggara kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja yang menagani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara nasional
Non Performing Loans/Financing (NPLs/Ls)
Kredit atau pembiayaan yang termasuk dalam kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugia yang mungkin timbul dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang dibentuk, misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15 % dari jumlah Kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk kedit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari totsl kredit macet (setelah dikurangi agunan)
Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)
Rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs, gross. Semakin rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ybs.
Rasio Non Performing Loans (NPLs) – NET
Rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan penyisihan penghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit
Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI RTGS)
Proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika (real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)
Sistem kliring bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.
Industri
Suatu kegiatan yang mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya, menjadi yang lebih tinggi nilainya termasuk kegiatan jasa industri, pekerjaan perakitan (assembling) dari bagian suatu industri.
Pekerja
Orang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha tersebut.
Pekerja Dibayar
Oorang yang biasanya bekerja diperusahaan/usaha dengan mendapatkan upah/gaji dan tunjangan-tunjangan lainnya baik berupa uang maupun barang.
Pekerja Tidak Dibayar
Pekerja pemilik dan pekerja keluarga yang ikut aktif dalam pengelolaan perusahaan tetapi tidak mendapatkan upah/gaji, tidak termasuk mereka yang bekerja kurang dari 1/3 jam kerja yang biasa di perusahaan.
Input
Biaya antara yang dikeluarkan dalam kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa bahan baku, bahan bakar, barang lainnya diluar bahan baku/penolong, jasa industri, sewa gedung dan biaya jasa non industri lainnya.
Output
Nilai keluaran yang dihasilkan dari kegiatan proses produksi/proses industri yang berupa nilai barang yang dihasilkan, tenaga listrik yang dijual, jasa industri yang diterima, keuntungan jual beli, pertambahan stok barang setengah jadi dan penerimaan-penerimaan lainnya.
Nilai Tambah/Value Added
Selisih nilai output dengan nilai input atau biasa disebut dengan nilai tambah menurut harga pasar.
Produktivitas
Rasio antara nilai out put dengan jumlah tenaga kerja baik yang dibayar maupun yang tidak dibayar.
Tingkat Efisiensi
Ratio antara nilai tambah atas dasar harga pasar terhadap output produksi.
Intensitas Tenaga Kerja
Suatu rasio antara biaya upah/gaji yang dikeluarkan untuk tenaga kerja terhadap nilai tambah.
Gross Margin
Persentase value added dikurangi biaya tenaga kerja dibagi output.
Usaha
Kegiatan yang menghasilkan barang/jasa dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual/ditukar dan atau menunjang kehidupan dan menanggung resiko.
Perusahaan
Suatu unit usaha yang diselenggarakan/ dikelola secara komersil yaitu yang menghasilkan barang dan jasa sehomogen mungkin, umumnya terletak pada satu lokasi dan mempunyai catatan administrasi tersendiri mengenai produksi, bahan baku, pekerja dan sebagainya yang digunakan dalam proses produksi.
Perusahaan Industri
Diklasifikasikan menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja tanpa memperhatikan penggunaan mesin maupun nilai dari aset yang dimiliki.
Jasa Industri
Kegiatan dari suatu usaha yang melayani sebagian proses industri suatu usaha industri atas dasar kontrak atau balas jasa ( fee ).