KAJIAN EKONOMI REGIONAL Provinsi Sulawesi Utara
Triwulan I – 2010
Kantor Bank Indonesia Manado
0
Kata Pengantar Sesuai Pasal 7 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, dijelaskan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Guna mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai 3 (tiga) tugas yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan mengawasi bank. Sejalan dengan itu dan diperkuat oleh momentum otonomi daerah, setiap Kantor Bank Indonesia (KBI) yang berada di daerah, termasuk KBI Manado dituntut berperan sebagai ”economic intelligent and research unit” yang diharapkan mampu memberikan informasi ekonomi dan keuangan daerah yang akurat, menyeluruh, dan terkini sebagai bahan masukan Kantor Pusat Bank Indonesia dalam perumusan dan penetapan kebijakan moneter yang tepat sasaran. Penyajian informasi ekonomi dan keuangan daerah tersebut, disusun dalam bentuk Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Sulawesi Utara secara triwulanan, yang berisi analisis mengenai kondisi makro ekonomi regional, tingkat harga, perbankan, sistem pembayaran, keuangan daerah, tingkat kesejahteraan dan kemiskinan serta prospeknya ekonomi di triwulan mendatang.
Di samping itu, dalam rangka meningkatkan akuntabilitas Bank Indonesia melalui penyampaian informasi mengenai kondisi perekonomian dan keuangan kepada stakeholder maka KBI perlu menyampaikan informasi dimaksud kepada stakeholder di daerah seperti pemerintah daerah, lembaga pendidikan, institusi keuangan, dan lembaga lainnya di daerah. Kami senantiasa mengharapkan masukan dan saran untuk meningkatkan kualitas dan manfaat laporan di masa yang akan datang. Akhir kata, kiranya laporan ini dapat memberikan manfaat bagi yang berkepentingan dan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini kami ucapkan terima kasih.
Manado, 31 Maret 2010 BANK INDONESIA MANADO
Ramlan Ginting Pemimpin
1
Daftar Isi RINGKASAN EKSEKUTIF
halaman 5
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
halaman 13
Sisi Permintaan
halaman 14
Sisi Penawaran
halaman 23
Boks 1. Kondisi Sektor Industri Pengolahan di Triwulan I-2010 dan Prospeknya Dalam
halaman 32
Menghadapi Perdagangan Bebas ASEAN Cina (ASEAN China Free Trade Area)
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
halaman 38
Inflasi Tahunan (yoy)
halaman 38
Inflasi Triwulanan (qtq)
halaman 39
Inflasi Bulanan (mtm)
halaman 40
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
halaman 43
Fungsi Intermediasi
halaman 44
Risiko Kredit
halaman 53
Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat
halaman 55
Boks 2. Pengaruh Perdagangan Bebas ASEAN Cina Terhadap Potensi Pembiayaan
Halaman 57
Daerah
PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
halaman 59
Dana Perimbangan
halaman 59
Perkembangan APBD Provinsi
halaman 61
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
halaman 65
Perkembangan Aliran Uang Kartal
halaman 65
Penemuan Uang Palsu
halaman 68
Perkembangan Kliring Lokal (Tunai)
halaman 69
RTGS (Real Time Gross Settlement)
halaman 69
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN
halaman 71
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Pengangguran
halaman 71
Kemiskinan
halaman 75
Rasio Gini
halaman 77
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
halaman 78
2
PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI
halaman 80
Prospek Pertumbuhan Ekonomi
halaman 80
Prakiraan Inflasi
halaman 82
Prospek Perbankan
Halaman 83
Daftar Istilah dan Singkatan
halaman 85
3
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi : Kantor Bank Indonesia Manado Jl. 17 Agustus No. 56 Ph. 0431-868102, 868103, 868108 Fax. 0431 - 866933 Email :
[email protected] [email protected]
4
RINGKASAN EKSEKUTIF
Perkembangan Makro Ekonomi Regional Secara umum, perekonomian nasional pada triwulan I-2010 terus mnenunjukan perkembangan yang semakin baik.
Secara umum, perekonomian nasional pada triwulan I-2010 terus menunjukan perkembangan yang semakin baik. Perbaikan tersebut ditopang oleh meningkatnya optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan global, serta terjaganya kestabilan makroekonomi domestik. Sejalan dengan hal tersebut, kinerja pasar keuangan global terus membaik, dampak krisis utang Dubai World
dan
krisis
fiskal
Yunani
berlangsung
singkat
dan
rambatannya bersifat minimal terhadap pasar keuangan dunia. Di sisi domestik, kinerja ekspor diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan ekonomi global dan membaiknya harga komoditas internasional. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh pada level tinggi, didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat serta ekspektasi konsumen yang masih terjaga. Sejalan dengan hal tersebut, investasi diperkirakan juga akan membaik didukung oleh peningkatan investasi swasta dan upaya pemerintah untuk mendorong proyek infrastruktur dalam bidang energi, transportasi dan
telekomunikasi.
Dengan
semakin
membaiknya
kondisi
tersebut, ekonomi domestik secara tahunan di triwulan I-2010 diperkirakan tumbuh 5,7%.
Berbagai indikator ekonomi Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 tak terlepas dari perkembangan kondisi makro ekonomi Indonesia...
Berbagai indikator ekonomi Provinsi Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 tak terlepas dari perkembangan kondisi makro ekonomi Indonesia yang menunjukan perkembangan positif. Optimisme masyarakat terhadap pemulihan ekonomi nasional dan regional menunjukan
peningkatan
tercermin
dari
indeks
keyakinan
konsumen (IKK) dari hasil Survey Ekspektasi Konsumen (SEK) Kota Manado. Peningkatan rasa optimisme ini didorong oleh adanya kenaikan UMP dan aktivitas persiapan pilkada yang pada tahap berikutnya akan mendorong peningkatan kegiatan konsumsi. Tanda-tanda pemulihan ekspor dan meningkatnya kegiatan 5
konsumsi
masyarakat
mendorong
pelaku
usaha
untuk
menanamkan investasinya di Sulawesi Utara. Mengacu data baik primer maupun sekunder serta merujuk hasil survei yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Manado, maka laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 diperkirakan berada pada level 6,7% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan perkiraan laju pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan sektor ekonominya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2010 disumbangkan oleh seluruh sektor...
Berdasarkan sektor ekonominya, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2010 disumbangkan secara merata oleh seluruh sektor yang ada. Kinerja sektor pertanian dan industri pengolahan diperkirakan akan mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Peningkatan ini salah satunya didorong oleh pemberlakuan ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) yang memberikan peluang bagi komoditi unggulan di Sulut khususnya ikan olahan dan produk kelapa dan turunannya untuk memperluas pasarannya ke negara China dan ASEAN. Sementara itu, kinerja sektor perdagangan, hotel dan restaurant (PHR), sektor bangunan dan sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan I-2009 diperkirakan akan mengalami sedikit perlambatan. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketiadaan even berskala besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sehingga aktivitas pembangunan infrastruktur,
sarana/prasarana
lainnya
menunjukan
tren
perlambatan, yang pada tahap selanjutnya akan berdampak terhadap perlambatan kegiatan perdagangan dan kunjungan wisatawan.
Perkembangan Inflasi Daerah Laju inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan I-2010 cenderung menurun...
Laju inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan I – 2010 cenderung menurun bila dibandingkan periode sebelumnya. Inflasi Kota Manado pada triwulan I – 2010 tercatat sebesar 1,84% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun lalu yang tercatat 8,85% (yoy). Penurunan laju inflasi tahunan Sulawesi Utara selama triwulan I – 2010 disebabkan baik 6
oleh faktor fundamental maupun non fundamental. Faktor fundamental diantaranya adalah apresiasi rupiah terhadap dollar AS seiring dengan semakin derasnya aliran modal dari luar negeri masuk ke Indonesia, kembali stabilnya harga beras setelah dipenghujung Tahun 2009 lalu sempat meningkat seiring dengan tingginya
kebutuhan
menjelang
dan
pada
saat
perayaan
keagamaan dan Tahun Baru 2010 serta kembali normalnya pola permintaan masyarakat selama triwulan I - 2010. Sedangkan faktor non fundamental yang menyebabkan melemahnya tekanan inflasi adalah tidak adanya kebijakan pemerintah terkait harga yang signifikan mempengaruhi laju inflasi barang dan jasa secara umum.
Berdasarkan kelompoknya, penurunan inflasi selama Triwulan I – Berdasarkan kelompoknya, pernurunan inflasi selama triwulan 2010 terutama disumbangkan oleh kelompok bahan makanan I-2010 terutama disumbangkan oleh kelompok bahan makanan... yang mengalami deflasi -2,19% (yoy). Sedangkan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mencatat inflasi tertinggi selama triwulan laporan yang mencapai 8,13% (yoy) yang disusul oleh kelompok kesehatan sebesar 4,98% (yoy). Inflasi terendah dicatat oleh kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang tercatat sebesar 1,45% (yoy).
Perkembangan Perbankan Daerah Secara umum perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan I2010 menunjukkan perkembangan yang cukup baik.
Secara umum perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 menunjukan perkembangan yang cukup baik. Laju pertumbuhan dari total aset, dana pihak ketifa (DPK) dan kredit tercatat mengalami pertumbuhan yang positif, walaupun lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun
lalu.
Sementara
itu,
fungsi
intermediasi
perbankan
memperlihatkan tren peningkatan sejak awal triwulan II-2009 sampai
dengan
triwulan
laporan,
yang
tercermin
dari
meningkatnya prosentase Loan To Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 106,12% di triwulan I-2010. Sejalan dengan hal tersebut, kualitas kredit yang disalurkan perbankan semakin membaik, yang ditunjukan oleh turunnya rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) dari 3,86% pada Triwulan I-2009 menjadi 7
3,57% pada triwulan I-2010. Sementara itu, kredit UMKM juga terus menunjukan perkembangan yang cukup signifikan, ditandai dengan meningkatnya pangsa kredit UMKM terhadap total kredit yang mencapai 80,83%, disertai oleh membaiknya kualitas kredit UMKM yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,49%.
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan I-2010 mengalami peningkatan...
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan I-2010 mengalami peningkatan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tercermin dari naiknya total aset, DPK, dan jumlah kredit yang berhasil disalurkan. Peningkatan beberapa indikator ini juga dibarengi dengan membaiknya rasio Loan To Deposit Ratio (LDR). Namun demikian, kenaikan rasio LDR ini tidak diiringi dengan perbaikan pada kualitas kreditnya, hal ini tercermin dari kenaikan rasio Non Performing Loan (NPL) BPR.
Perkembangan Keuangan Daerah (APBD) Alokasi transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari APBN ke Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp5,68 Triliun...
Alokasi transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp5,68 Triliun atau naik 0,12% dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, kenaikan transfer dana dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Perimbangan (Dana Alokasi Umum) yang naik 9,17% (yoy) mencapai jumlah Rp4,43 Triliun. Sementara itu Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus justru mengalami penurunan sebesar 43,88% dibandingkan tahun sebelumnya.
Kinerja keuangan pemerintah provinsi pada triwulan I- 2010 relatif lebih rendah...
Kinerja keuangan pemerintah provinsi pada triwulan I-2010 relatif lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan 31 Maret 2010, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp137,24 miliar atau hanya sebesar 12,6% dari target pengeluaran dalam APBD sebesar Rp1.094 miliar. Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan laporan sebesar Rp319 miliar atau baru mencapai 29,9% dari target pendapatan 8
dalam APBD sebesar Rp1.066 miliar. Sedangkan untuk Tahun 2010, pembiayaan pemerintah Provinsi menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, atau hanya sebesar Rp27 miliar.
Perkembangan Sistem Pembayaran Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan I-2010 berada pada kondisi net inflow.
Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan I-2010 berada pada kondisi net inflow. Artinya jumlah aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia (inflow) lebih besar dibandingkan dengan jumlah aliran uang kartal yang keluar ke masyarakat (outflow) . Aliran uang masuk meningkat 0,62% (yoy) atau sebesar Rp3,8 miliar sedangkan aliran uang keluar mengalami penurunan yang signifikan sebesar 95,80% (yoy) atau sebesar Rp17,47 miliar.
Penemuan uang palsu di wilayah kerja KBI Manado pada triwulan laporan menunjukan penurunan...
Penemuan uang palsu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan laporan menunjukan penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke Bank Indonesia Manado pada triwulan I-2010 sebanyak 37 lembar yang terdiri dari 14 lembar uang pecahan Rp100.000,-, 19 lembar uang pecahan Rp50.000, 1 lembar uang pecahan Rp10.000,- dan 3 lembar uang pecahan Rp5.000,-. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 41 lembar. Penurunan temuan ini mengindikasikan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah sudah cukup baik.
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan I-2010 tercatat mengalami peningkatan...
Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara selama triwulan I2010 mengalami peningkatan, jumlah warkat yang dikliringkan sebanyak 75.799 lembar dengan nilai Rp1.658 miliar atau meningkat jumlahnya sebesar 10,75% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian lembar warkat yang dikliringkan selama periode laporan tercatat sebanyak 1.221 lembar dengan nilai sebesar Rp26,73 miliar atau tumbuh sebesar 5,24% (yoy). Peningkatan rata-rata jumlah nominal kliring tersebut semakin menegaskan bahwa 9
perekonomian Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang positif.
Perkembangan
Ketenagakerjaan
Daerah
dan
Kesejahteraan Masyarakat Kinerja yang cukup baik dari berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat...
Kinerja yang cukup baik dari berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal, berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dalam bentuk penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan di Sulawesi Utara. Tingkat pengangguran di Sulawesi Utara pada Agustus 2009 mengalami perbaikan tercermin dari rasio TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar 10,56% atau turun tipis (0,09%) dibandingkan dengan periode Agustus 2008 lalu sebesar 10,65%. Berdasarkan jenis lapangan pekerjaan, pertanian masih menjadi sektor
lapangan
pekerjaan
utama,
walaupun
telah
terjadi
pergeseran ke sektor lainnya, terutama sektor perdagangan dan sektor jasa. Berdasarkan persebarannya, Manado masih menjadi daerah dengan jumlah angkatan kerja terbesar dan angka pengangguran tertinggi.
Seiring dengan itu, tingkat kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara di tahun 2009 menunjukkan perbaikan...
Seiring dengan itu, tingkat kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara di tahun 2009 menunjukkan perbaikan, salah satunya tercermin dari penurunan jumlah penduduk miskin. Pada Maret 2009 jumlah penduduk miskin di Sulawesi Utara tercatat sebesar 219,57 ribu (9,79%), sedikit lebih rendah dibandingkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2008 yang berjumlah 223,5 ribu (10,10%). Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2008 - Maret 2009 antara lain disebabkan oleh perkembangan pesat pertumbuhan ekonomi selama periode tersebut yang mendorong bertambahnya luasnya kesempatan kerja akibat banyak berdirinya hotel, restoran, ataupun perusahaanperusahaan baru lainnya.
10
Outlook Pertumbuhan Ekonomi Prospek perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 7,4%±0,5%...
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II – 2010 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 7,4%±0,5%, lebih baik dibandingkan
triwulan
sebelumnya.
Faktor
pendorong
pertumbuhan diantaranya adalah penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 7 kabupaten/kota dan provinsi yang direncanakan akan dilaksanakan secara serentak paling akhir triwulan II - 2010. Penyelenggaraan Pilkada diperkirakan tidak hanya meningkatkan aktivitas konsumsi swasta namun juga belanja pemerintah. Masa liburan sekolah di akhir triwulan II – 2010 diperkirakan juga akan mendorong peningkatan aktivitas konsumsi khususnya konsumsi rumah tangga. Selain itu, mulai direalisasikannya kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 5% pada April 2010 juga diprediksi akan mendorong potensi pembelanjaan masyarakat sehingga akan meningkatkan aktivitas ekonomi. Kinerja perdagangan luar negeri Kinerja perdagangan luar negeri diperkirakan juga akan mengalami diperkirakan juga akan mengalami peningkatan. Sementara itu, implementasi ACFTA belum peningkatan.
berpengaruh terhadap menurunnya permintaan dunia terhadap komoditas ekspor Sulawesi Utara. Hal ini diperkuat dengan hasil Survei Liason yang menunjukan bahwa sebagain besar debitur bank umum dan BPR di Sulawesi Utara belum merasakan pengaruh ACFTA. Demikian pula halnya dengan beberapa perusahaan yang bergerak di sektor pertanian dan perikanan yang tetap optimis bahwa pemberlakuan ACFTA akan meningkatkan kinerja ekspor perusahaan mereka
Beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami percepatan Beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami pertumbuhan pada triwulan mendatang adalah sektor percepatan pertumbuhan pada triwulan mendatang adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor jasa-jasa dan sektor Perdagangan... bangunan. Perkiraan ini didukung antara lain oleh Hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengindikasikan bahwa ekpektasi realisasi kegiatan usaha di triwulan II - 2010 diperkirakan akan meningkat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. 11
Outlook Inflasi Regional Tekanan Inflasi Kota Manado selama triwulan II-2010 diperkirakan akan cenderung meningkat...
Tekanan inflasi Kota Manado selama triwulan II–2010 diperkirakan akan
cenderung
meningkat
seiring
dengan
dikeluarkannya
kebijakan pemerintah berupa kenaikan harga pupuk bersubsidi per tanggal 9 April 2010 rata-rata sebesar ±35%. Kenaikan harga pupuk bersubsidi ini berpotensi akan meningkatkan biaya produksi produk pertanian yang pada tahap berikutnya akan mendorong kenaikan harga jual. Faktor lain yang berpotensi memberikan tekanan terhadap harga adalah meningkatnya aktivitas konsumsi selama masa kampanye Pilkada Gubernur dan 7 walikota/bupati baik berasal dari konsumsi rumah tangga, perusahaan maupun belanja pemerintah.
Prospek Perbankan Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan II-2010 diperkirakan masih cukup baik.
Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan II – 2010 diperkirakan masih cukup baik. Kebijakan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) sebesar 6,5% mendorong perbankan untuk lebih ekspansif dalam melakukan pembiayaan yang didukung oleh kecenderungan menurunnya suku bunga kredit. Sementara itu, jumlah Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun pada triwulan mendatang diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini didorong
oleh
potensi
meningkatnya
tingkat
pendapatan
masyarakat seiring dengan realisasi kenaikan gaji PNS, TNI/Polri sebesar 5% pada April 2010, dimulainya panen raya cengkeh, dan potensi membaiknya kinerja ekspor Sulawesi Utara. Dari sisi penyaluran kredit, perbankan Sulawesi Utara optimis untuk terus meningkatkan pertumbuhan hingga 25-30%..
Dari sisi penyaluran kredit, perbankan Sulawesi Utara optimis untuk terus meningkatkan pertumbuhan hingga 25 – 30%, lebih tinggi dibandingkan target penyaluran kredit secara nasional yang hanya berada pada kisaran 17%. Menurut sektor ekonominya, sektor PHR (Perdagangan, Hotel dan Restoran), sektor konstruksi, sektor jasa dunia usaha dan konsumsi masih menjadi fokus utama dalam portofolio kredit di Sulawesi Utara 12
BAB I PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL
Secara umum, perekonomian nasional pada triwulan I-2010 terus menunjukkan perkembangan yang semakin baik. Perbaikan tersebut ditopang oleh meningkatnya optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi domestik dan global, serta terjaganya kestabilan makroekonomi domestik. Di tengah-tengah pemulihan pasca krisis global, berbagai kinerja yang cukup positif tersebut tidak terlepas dari daya tahan permintaan domestik yang kuat, sektor perbankan yang tetap sehat dan stabil, ekspektasi pemulihan ekonomi global yang semakin optimis, serta respons kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif dalam mendukung terjaganya perekonomian domestik. Sejalan dengan hal tersebut, kinerja pasar keuangan global terus membaik. Meskipun sempat mengalami tekanan akibat kembali menurunnya kepercayaan investor terkait krisis utang Dubai World dan krisis fiskal Yunani, dampak kedua krisis tersebut berlangsung singkat dan rambatannya bersifat minimal terhadap pasar keuangan dunia. Hal ini tercermin dari Indeks harga saham yang mulai kembali menguat di pasar saham Amerika Serikat, Eropa dan Jepang. Di sisi domestik, perbaikan ekonomi global mendukung kinerja ekspor dan peningkatan investasi. Kinerja ekspor diperkirakan mengalami peningkatan seiring dengan perbaikan ekonomi global dan membaiknya harga komoditas internasional. Konsumsi rumah tangga masih tumbuh pada level tinggi, didorong oleh stabilnya daya beli masyarakat serta ekspektasi konsumen yang masih terjaga. Sejalan dengan peningkatan ekspor dan konsumsi rumah tangga, investasi diperkirakan juga akan membaik didukung oleh peningkatan investasi swasta dan upaya pemerintah untuk mendorong proyek infrastruktur dalam bidang energi, transportasi dan telekomunikasi. Dengan semakin membaiknya kondisi tersebut, ekonomi domestik secara tahunan di triwulan I-2010 diperkirakan tumbuh 5,7%. Membaiknya berbagai indikator makro ekonomi nasional berdampak pula pada perkembangan berbagai indikator makro ekonomi regional termasuk di Provinsi Sulawesi Utara. Hal ini antara lain ditandai dengan pertumbuhan ekspor antar daerah yang lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan semakin minimalnya tingkat ketergantungan terhadap daerah lain yang tercermin dari melambatnya permintaan impor ke daerah lain. Seiring dengan itu, optimisme masyarakat terhadap pemulihan ekonomi 13
nasional dan regional menunjukan peningkatan tercermin dari indeks keyakinan konsumen (IKK) dari hasil Survey Ekspektasi Konsumen (SEK) Kota Manado. Peningkatan rasa optimisme ini didorong oleh adanya kenaikan UMP dan aktivitas persiapan pilkada yang pada tahap berikutnya akan mendorong peningkatan kegiatan konsumsi. Tanda-tanda pemulihan ekspor dan meningkatnya kegiatan konsumsi masyarakat mendorong pelaku usaha untuk menanamkan investasinya di Sulawesi Utara. Mengacu data baik primer maupun sekunder serta merujuk hasil survei yang dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Manado maka, laju pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 diperkirakan berada pada level 6,7% (yoy) masih lebih tinggi dibandingkan perkiraan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya berada pada 5,7% (yoy).
A. SISI PERMINTAAN Dari sisi permintaan, kegiatan perekonomian selama triwulan I-2010 diperkirakan lebih banyak disumbangkan oleh kegiatan konsumsi dan kinerja ekspor yang menunjukkan perkembangan yang cukup membaik. Meningkatnya kegiatan konsumsi seiring dengan peningkatan optimisme masyarakat yang tercermin dari hasil Survei Ekspektasi Konsumen (SEK) dan hasil penjualan ritel berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Sementara itu, kegiatan ekspor khususnya ekspor antar daerah pada triwulan laporan menunjukan tren yang meningkat. Kondisi ini didukung pula oleh neraca perdagangan luar negeri yang secara neto mengalami net ekspor sebesar USD14,05 juta.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Provinsi Sulawesi Utara Menurut Penggunaan (%) Jenis Penggunaan Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah
2008
2009 Q1
Sumb.
Q4
Sumb.
2010
2009 Q1
1
Sumb.
4,1
8,5
5,8
3,8
2,4
5,6
5,6
3,8
3,4
5,1
2,4
2,5
1,0
4,0
5,8
2,4
5,3
15,9
3,4
6,1
1,4
8,7
5,2
1,2
PMTB
11,7
10,0
2,0
5,0
1,2
7,2
5,3
1,1
Stok
40,5
-19,9
-0,3
7,6
0,1
-22,6
-20,4
-0,2
Ekspor
18,4
6,0
2,9
13,5
6,0
3,9
11,1
5,4
Impor
18,4
7,9
3,1
5,2
1,8
-3,0
8,7
3,4
7,6
7,5
7,5
8,0
8,0
7,9
6,7
6,7
PDRB
Ket : 1 Data Proyeksi Bank Indonesia Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
1. Konsumsi Kegiatan konsumsi selama Triwulan I-2010 diperkirakan tumbuh 5,6% (yoy) dengan kontribusi sebesar 3,8% terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Dibandingkan pencapaian 14
periode yang sama tahun sebelumnya maka kinerja kegiatan konsumsi selama triwulan laporan tercatat mengalami perlambatan. Hal ini antara lain disebabkan oleh ketiadaan even berskala besar serta turunnya realisasi belanja pemerintah selama triwulan I-2010. Namun, terdapat beberapa faktor pendorong yang menyebabkan kegiatan konsumsi masih tumbuh positif, diantaranya kenaikan Upah Minimun Regional dan berbagai aktivitas persiapan pilkada.
Berdasarkan komponen penyusunnya, kegiatan konsumsi dapat digolongkan pada konsumsi swasta dan konsumsi pemerintah. Konsumsi swasta pada triwulan I-2010 tumbuh 5,8% (yoy) dengan kontribusi sebesar 2,4% terhadap pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan. Peningkatan konsumsi swasta khususnya konsumsi rumah tangga antara lain dapat dikonfirmasi melalui beberapa indikator penuntun konsumsi rumah tangga yang mengindikasikan perbaikan. Salah satu diantaranya adalah hasil Survei Ekspektasi Konsumen (SEK) Kota Manado periode Maret 2010 dimana sebagian besar konsumen yakin bahwa kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasinya ke depan masih cukup baik terindikasi dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari 105,92 pada Maret 2009 menjadi 145,42 pada Maret 2010 (optimis > 100). Membaiknya kondisi ekonomi saat ini, didorong oleh kenaikan indeks pada seluruh komponen penyusunnya yaitu aspek penghasilan, pembelian barang tahan lama dan ketersediaan tenaga kerja dimana sebagian besar responden menyatakan bahwa kondisinya saat ini lebih baik dibandingkan 3 – 6 bulan yang lalu.
Peningkatan kegiatan konsumsi selama triwulan laporan tak lepas pula dari relatif terjaganya daya beli masyarakat khususnya para petani tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) untuk posisi Februari 2010 yang tercatat pada level 100,85. Pencapaian ini relatif lebih lambat jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, namun demikian indeks NTP pada triwulan laporan masih berada dalam kategori sejahtera (indeks > 100). Sebagaimana diketahui, berdasarkan komposisinya hampir 40% masyarakat di Sulawesi Utara bermata pencaharian bertani, sehingga tingkat kesejahteraan petani mampu memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap aktivitas konsumsi rumah tangga.
15
Grafik 1.1. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik 1.2. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
170 Kondisi Ekonomi Saat Ini
160
Ekspektasi Konsumen
150
Penghasilan Saat Ini
Pembelian Barang Tahan Lama
Ketersediaan Lap. Kerja
Kondisi Ekonomi Saat Ini
Indeks Keyakinan Konsumen
140 130
120
110
100
90
80
70
60 40
2009
F
M
J
D
N
O
S
J
A
J
M
A
M
F
J
50
J
F
M
A
M
J
J
A
S
O
N
D
J
F
2009
2010
Sumber : Survey Konsumen (SK) Kota Manado
M
2010
Sumber : Survey Konsumen (SK) Kota Manado
Grafik 1.4. Perkembangan Upah Minimum Regional (Rp)
Grafik 1.3. Perkembangan Nilai Tukar Petani 105
2010
1.000.000
103
2009
929.000
101
2008
99 97
845.000
2007
750.000
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F
95
2008
2009
2006
2010
0
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Peningkatan
kegiatan
konsumsi
perkembangan
penjualan
selama
ecaran
berdasarkan hasil Survei Penjualan Eceran (SPE). Nilai penjualan riil selama triwulan laporan mengalami peningkatan 12,42% dari Rp146,7 miliar selama triwulan I-2009 menjadi Rp164,9 miliar
selama
triwulan
I-2010.
Dorongan
peningkatan pendapatan (UMR), sebagian besar diprediksikan
akan
direalisasikan
200.000
400.000
600.000
800.000 1.000.000 1.200.000
Sumber : Disnaker Provinsi Sulawesi Utara
triwulan laporan juga dapat dikonfirmasi dari data
713.500
melalui
kenaikan daya beli masyarakat. Sejalan dengan
Grafik 1.5. Perkembangan Nilai Penjualan Riil Milliar Rp
180 160 140 120 100 80 60 40 20 ‐
Q4 2008
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
2010
Sumber : Survey Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado
16
hal tersebut, ekspektasi yang tetap terjaga terbukti mampu menopang kestabilan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2010.
Sementara itu, kegiatan konsumsi pemerintah selama triwulan I-2010 diperkirakan akan mengalami perlambatan atau hanya tumbuh sebesar 5,2% (yoy) dibandingkan pada triwulan I-2009 yang tumbuh 15,9% (yoy). Perlambatan ini antara lain dapat dikonfirmasi dengan penurunan anggaran belanja pada APBD 2010 yang turun sebesar 2,52% dibandingkan anggaran belanja pada APBD 2009. Sejalan dengan itu, persentase realisasi belanja pemerintah pada triwulan laporan baru mencapai Rp137 miliar (12,6%) dari total anggaran belanja yang ditargetkan sebesar Rp1.093 miliar.
2. Investasi Pada triwulan I-2010, investasi di Sulawesi Utara diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,3% (yoy), relatif lebih lambat dibandingkan pada triwulan I-2009 yang tercatat sebesar 10%. Perlambatan ini diantaranya diprediksi sebagai dampak dari ketiadaan even berskala besar sehingga pembangunan berbagai sarana dan prasarana fisik oleh pemerintah maupun swasta semakin berkurang, ditambah dengan kondisi infrastruktur yang kurang memadai terutama jalan dan pelabuhan. Kinerja investasi selama triwulan laporan, antara lain dapat dikonfirmasi melalui data volume penjualan semen di Sulawesi Utara yang memperlihatkan penurunan dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Volume penjualan semen pada 2 bulan pertama di triwulan I-2010 baru mencapai 61% dari pencapaian pada triwulan I2009. Dari sisi penyaluran kredit, jumlah kredit yang disalurkan untuk investasi selama triwulan I-2010 sebesar Rp1.035 miliar atau hanya tumbuh 17,44% (yoy). Pertumbuhan kredit investasi ini jauh lebih lambat dibandingkan kinerja triwulan I-2009 yang tumbuh 31,77% (yoy). Grafik 1.6. Perkembangan Penjualan Semen
Grafik 1.7. Pertumbuhan Kredit Produkif (%) 1.200
%
Rp miliar
45
Investasi
gInvestasi
40
1.000 35 800
30 25
600 20 400
15 10
200 5 -
0 Q1
Q2
Q3 2008
Sumber : Asosiasi Semen
Q4
Q1
Q2
Q3 2009
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Basel II
Q4
Q1 2010
17
Sementara itu, kondisi infrastruktur yang kurang
Grafik 1.8. Kondisi Infrastruktur Jalan
memadai juga turut mendorong perlambatan investasi, tercermin dari kondisi jalan rusak yang mencapai 47,5% dari total jalan yang ada di Sulawesi Utara. Jalan yang rusak ringan dan berat
47,50% 52,50%
termasuk dalam katagori jalan yang rusak, sedangkan untuk jalan yang tidak rusak adalah kondisi jalan yang masih baik dan sedang. Tidak Rusak*
Rusak**
Ket: Sumber: Ditjen Binamarga Dep. PU
Namun demikian, kinerja investasi masih menunjukkan pertumbuhan yang positif, pencapaian ini diantaranya dapat dikonfirmasi oleh data volume impor barang modal dan indikator dini volume penjualan listrik yang diperkirakan akan mengalami peningkatan. Volume impor barang modal sampai dengan Februari 2010 diperkirakan mencapai 2.371 ton atau mengalami ekspansi sangat signifikan (2.277%) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Indikator dini yang menunjukkan arah positif dari kinerja investasi juga ditunjukkan oleh volume penjualan listrik yang diproyeksikan akan mengalami peningkatan sebesar 11,71% (yoy) selama triwulan I-2010.
Grafik 1.9. Perkembangan Volume Impor Barang Modal 3.000
Grafik 1.10. Volume Penjualan Listrik 2.500
Capital (ton)
2.500
2.000
gCapital (%)
2.000
1.500
1.500
1.000
1.000
500
500
0
0
‐500 Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1 2010
Sumber : Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter
Sumber : Kanwil PLN Sulutenggo
18
3. Ekspor – Impor Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian domestik dan daerah mitra dagang Sulawesi Utara, kinerja ekspor pada triwulan I-2010 diperkirakan masih akan tumbuh positif. Indikasi membaiknya kinerja ekspor terutama disumbang oleh perdagangan antar daerah/provinsi yang ditunjukkan oleh tren peningkatan permintaan ekspor dari daerah lain. Sementara itu, untuk pasar luar negeri masih menunjukkan adanya perlambatan permintaan bahkan pertumbuhannya diproyeksikan akan mengalami kontraksi di akhir triwulan I-2010.
Kinerja ekspor Sulawesi Utara selama triwulan I-2010 diperkirakan masih akan mencatat
pertumbuhan
yang
positif
Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor Sulawesi Utara Ribu Ton 300
Muat
%
gMuat
12
sebesar 11,1% (yoy). Salah satu indikator
8
untuk mengkonfirmasi kinerja ekspor pada triwulan laporan adalah perkembangan
4 150 0
volume ekspor baik ke luar negeri maupun ke
pasar
domestik
Perkembangan
(antar
kegiatan
-4
daerah).
ekspor
antar
0
daerah/provinsi dapat dikonfirmasi dengan kegiatan muat barang melalui pelabuhan Bitung.
Kegiatan
muat
didefinisikan
-8 Q3
Q4
2008
Q1
Q2
Q3
2009
Q4
Q1*) 2010
Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung *) Data Sementara
sebagai kegiatan pengiriman barang dari Sulawesi Utara ke luar provinsi. Selama triwulan I2010, volume barang asal Sulawesi Utara yang dikirim (muat) ke pasar domestik mencapai 250,3 ribu ton atau meningkat 9,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, kegiatan ekspor luar negeri sampai dengan bulan Februari 2010 menunjukan perlambatan. Volume ekspor Sulawesi Utara ke luar negeri hanya mencapai 18 ribu ton atau turun 79,1% (yoy) dengan nilai ekspor sebesar USD29,69 juta atau turun 63,1% (yoy). Berdasarkan jenisnya, komoditi utama ekspor luar negeri terutama dalam bentuk Food & Live Animals serta Animals & Vegetable Oils & Fats khususnya olahan dari produk kopra, minyak kelapa (Virgin Coconut Oil) dan ikan dengan negara tujuan utama adalah Amerika Serikat, Belanda, Malaysia, Australia dan Jerman.
19
Grafik 1.12. Perkembangan Nilai Ekspor Sulawesi Utara
Grafik 1.13. Perkembangan Volume Ekspor Sulawesi Utara %
Juta USD
180
Ekspor_Value
40
gEkspor_Value
160
20
140 120
Ribu Ton 250
% Ekspor_Vol
gEkspor_Vol
20 200 0
0
100
40
150
-20
100
-40
-20
80 60
-40
40 20 0 Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
2008
Q4
2009
-60
-60
50
-80
0
Q1*) 2010
-80 -100 Q3
Q4
Q1
Q2
2008
Q3
Q4
Q1*)
2009
2010
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d Februari 2010
Tabel 1.2. Komoditi Utama Ekspor Sulut (dlm Ribu Ton)
Komoditi Food and Live Animals Animal and Vegetable Oils&Fats Others Total
Q1 36,27 48,13 1,53 85,94
2009 Q2 71,82 132,62 9,86 214,30
Q3 43,54 114,83 1,79 160,16
Q4 66,47 128,47 11,65 206,59
2010 Q1*) 4,92 11,85 1,22 18,00
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
Grafik 1.14. Negara Tujuan Utama Ekspor Tahun 2009
Grafik 1.15. Negara Tujuan Utama Ekspor Januari-Februari 2010
US
Belanda
21%
23%
18,55%
11,11% Australia
China Amerika Serikat Korea Selatan
Belanda 9,64%
26,49%
6% 19% 7%
4,69%
Malaysia
Jerman Negara Lainnya
8%
Jerman
Jepang
16%
9,27%
Korsel 20,24% Lainnya
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia
20
Berbeda dengan ekspor, kinerja impor luar negeri ke Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 diperkirakan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Peningkatan kinerja impor luar negeri merupakan salah satu konsekuensi dari diberlakukannya ACFTA pada awal Januari 2010. Penurunan tarif impor sampai dengan 0% berdampak pada maraknya barang-barang impor yang masuk wilayah Sulawesi Utara. Perkembangan kinerja impor luar negeri ini antara lain dapat dikonfirmasi dengan data volume impor selama bulan Januari dan Februari 2010 yang mencapai 2,48 ribu ton atau meningkat 947,02% (yoy) dengan total nilai impor mencapai USD15,64 juta. Meskipun demikian, secara agregat, neraca perdagangan luar negeri Sulawesi Utara masih berada pada kondisi surplus perdagangan. Hal ini berarti bahwa nilai ekspor luar negeri lebih tinggi dibandingkan nilai impor dari luar negeri ke Sulawesi Utara. Grafik 1.16. Perkembangan Nilai Impor Sulawesi Utara Juta USD 25
Grafik 1.17. Perkembangan Volume Impor Sulawesi Utara %
Impor_Value
gImpor_Value
7.500
ribu ton 18
% Impor_Vol
16
20
5.000
800
14
600
12
15 2.500
10
400
8
10
200
6
0
5
4
0
2
0
-2.500 Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3
Q4
2009
-200
0 Q3
Q1*)
Q4
Q1
2008
2010
1.000
gImpor_vol
Q2
Q3
Q4
Q1*)
2009
2010
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
Grafik 1.19. Perkembangan Net Volume Ekspor-Impor Sulawesi Utara
Grafik 1.18. Perkembangan Net Nilai Ekspor-Impor Sulawesi Utara 180
Juta USD
% NetExim_Value
gNetExim_Value
160
40
250
Ribu Ton
% NetExim_Vol
gNetExim_Vol
20
40 20
200
140 0
120 100
-20
80
-40
60
0 150
-20 -40
100
-60
40
-60 50
-80
20
-100
0 Q3
Q4 2008
Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1*) 2010
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
-80 -100
0 Q3
Q4 2008
Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1*) 2010
21
Tabel 1.4. Komoditi Utama Impor Sulut (dlm Ton)
Komoditi
Q1
Machinery and Transport Equipment Manufactured Goods Chemical Animal and Vegetable Oils & Fats Food and Lived Animals Others Total
100 1 6 0 0 6 113
2009 Q2 2.510 350 37 15 10 44 2.966
Q3 10.700 3.333 637 803 93 33 15.597
Q4 105 665 262 40 20 8 1.100
2010 Q1*) 2.393 30 5 42 0 8 2.479
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
Berdasarkan strukturnya, kegiatan impor luar negeri masih didominasi oleh impor barang modal dengan pangsa 96% dari total impor. Beberapa produk barang modal tersebut antara lain mesin, perkakas, alat transportasi, dlsb-nya. Meningkatnya komposisi barang impor dalam bentuk mesin, peralatan dan material ini mengindikasikan terus meningkatnya kegiatan investasi di Sulawesi Utara. Berdasarkan negara asal barangnya, barang impor sepanjang Tahun 2009 sampai dengan Februari 2010 lebih banyak didatangkan dari negara China, Australia dan Filipina. Grafik 1.20. Negara Asal Impor Sulawesi Utara
2009
Jan - Feb 2010 3,58%
6,46%
0,34%
Filipina
15,99%
Malaysia
21,02%
Malaysia 1,88% China
11,34%
Jepang Australia
7,29%
China Lainnya
Australia 37,90%
Lainnya
94,20%
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
Sementara itu, perkembangan kegiatan impor antar provinsi selama triwulan laporan masih mencatat pertumbuhan yang positif. Hal ini dapat dikonfirmasi dengan kegiatan bongkar barang melalui pelabuhan Bitung. Kegiatan bongkar didefinisikan sebagai masuknya barang dari luar provinsi ke Sulawesi Utara. Selama triwulan I-2010, volume barang asal Sulawesi 22
Utara yang dikirim (muat) ke pasar domestik mencapai 250,3 ribu ton atau meningkat 9,5% (yoy) dibandingkan
Grafik 1.21. Perkembangan Kegiatan Bongkar dan Muat di Pelabuhan Bitung Ribu Ton 3.500
% Bongkar
25
gBongkar
periode yang sama tahun lalu. Jika dilihat
perkembangannya,
ketergantungan
Sulawesi
tingkat
20 2.000 15
Utara
terhadap daerah/provinsi lainnya di luar Sulawesi
Utara
sudah
10 500
mulai
5
menunjukan adanya tren penurunan, yang
tercermin
dari
pertumbuhan
volume barang yang masuk ke Sulawesi Utara
(bongkar)
yang
Q3 -1.000
Q4
Q1
Q2
2008
Q3
2009
Q4
Q1*) 2010
0
Sumber : PT. Pelindo IV (Persero), Bitung *) Data Sementara
mengalami
perlambatan.
B. SISI PENAWARAN Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2010 disumbangkan oleh seluruh sektor yang ada dengan proyeksi laju pertumbuhan sebesar 6,7% (yoy), lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (7,5%). Potensi perlambatan ini diantaranya disebabkan oleh ketiadaan even berskala besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu sehingga aktivitas pembangunan infrastruktur, sarana/prasarana lainnya menunjukan tren perlambatan, yang pada tahap selanjutnya akan berdampak terhadap perlambatan kegiatan perdagangan dan kunjungan wisatawan. Tabel 1.5. Laju Pertumbuhan Sulawesi Utara Menurut Sektor Ekonomi (%) Lapangan Usaha
2008
2009 Q1
Sumb.
Q4
Sumb.
2009
2010 Q1*)
Pertanian
2,7
4,7
0,9
0,6
0,1
2,1
5,0
Pertambangan & Penggalian
9,4
5,7
0,3
5,1
0,3
5,5
7,1
Industri Pengolahan
6,2
5,4
0,4
7,5
0,6
7,0
5,4
Listrik, Gas & Air Bersih
7,5
17,8
0,1
9,8
0,1
14,9
10,0
Bangunan
10,7
7,9
1,3
4,2
0,7
6,1
7,2
PHR
10,9
12,4
1,8
12,9
2,2
12,3
10,4
Pengangkutan & Komunikasi
8,1
11,0
8,7
1,1
21,2
2,4
16,9
Keu., Sewa & Jasa Perusahaan
7,3
7,0
0,5
8,0
0,5
7,6
6,3
Jasa-Jasa
5,4
6,5
1,1
7,2
1,1
6,9
4,3
7,6
7,5
7,5
8,0
8,0
7,9
6,7
PDRB Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah *) Proyeksi Bank Indonesia Manado
23
1. Pertanian Kinerja sektor pertanian pada triwulan I-2010 diperkirakan sedikit lebih baik dibandingkan periode yang sama Tahun 2009. Pada triwulan ini, sektor pertanian diperkirakan akan tumbuh 5,0% (yoy). Berdasarkan pangsanya, pertumbuhan sektor pertanian terutama disumbangkan oleh sub sektor perkebunan, tanaman bahan makanan, sub sektor peternakan dan kemudian disusul oleh sub sektor perikanan.
Sementara itu, untuk sub sektor lainnya yaitu sub sektor kehutanan laju pertumbuhannya rendah sehingga kontribusinya relatif terbatas. Rendahnya pertumbuhan sub sektor kehutanan antara lain disebabkan oleh semakin terbatasnya lahan kehutanan yang bisa dimanfaatkan serta gencarnya proses penegakan hukum terhadap pelaku illegal logging yang menyebabkan masyarakat dan pengusaha harus extra hati-hati dalam memanfaatkan lahan yang ada.
Perkembangan pertanian
kinerja
antara
dikonfirmasi
dengan
sektor
lain
dapat
data
angka
Tabel 1.6. Produksi, Produktivitas dan Luas Panen Tanaman Padi dan Palawija di Provinsi Sulawesi Utara Jenis Tanaman
ATAP 2008
ASEM 2009
ARAM I-2010
Perubahan (%)
Produksi (Ton)
ramalan (Aram) I Tahun 2010 untuk
Padi (Sawah+Ladang)
520.193
548.912
584.647
Jagung
466.041
450.989
488.859
8,40
Kedelai
7.217
7.667
9.167
19,56
produksi padi pada triwulan I-2010
Kacang Tanah
8.640
8.493
9.138
7,59
Kacang Hijau
2.381
2.680
2.164
-19,25
diperkirakan mencapai 584.647 ton
Ubi Kayu
83.656
77.206
88.591
14,75
Ubi Jalar
42.062
53.121
50.063
-5,76 1,82
produksi padi dan palawija. Jumlah
atau naik 6,51% (yoy) dibandingkan periode
yang
Demikian
pula
sama
tahun
dengan
lalu.
komoditi
jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi kayu yang diprediksikan akan mengalami masing
pertumbuhan
sebesar
8,40%,
masing19,56%,
7,59% dan 14,75%. Seperti halnya jumlah produksi, angka produktivitas dan luas panen dari tanaman padi dan jagung juga tercatat mengalami
6,51
Produktivitas (Ku/Ha) Padi (Sawah+Ladang)
47,31
47,84
48,71
Jagung
35,36
35,69
36,48
2,21
Kedelai
13,81
13,57
13,28
-2,14
Kacang Tanah
13,14
13,17
13,12
-0,38
Kacang Hijau
13,29
12,62
12,71
0,71
Ubi Kayu
130,96
130,70
130,70
0,00
Ubi Jalar
98,34
97,83
97,93
0,10 4,60
Luas Panen (Ha) Padi (Sawah+Ladang)
109.951
114.745
120.018
Jagung
131.791
126.349
133.991
6,05
Kedelai
5.227
5.652
6.903
22,13
Kacang Tanah
6.573
6.450
6.965
7,98
Kacang Hijau
1.791
2.123
1.702
-19,83
Ubi Kayu
6.388
5.907
6.778
14,75
Ubi Jalar
4.277
5.430
5.112
-5,86
Sumber : Direktorat Statistik, Ekonomi dan Monter Bank Indonesia *) s.d. Februari 2010
peningkatan.
24
Grafik 1.22. Pertumbuhan Kredit Pertanian 600
Rp miliar
Pertanian
%
gPertanian
120 100
500
80 60
400
40 20
300
0 200
-20 -40
100
-60 -80
Q1
Q2
Q3 2008
Q4
Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1 2010
Sumber : Lapoaran Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Dari sisi pembiayaan, peran perbankan untuk membiayai sektor pertanian masih relatif terbatas. Sampai dengan Maret 2010, jumlah kredit yang disalurkan pada sektor pertanian hanya mencapai Rp140 milliar atau hanya 1,29% dari total kredit yang disalurkan. Belum terlalu optimalnya penyaluran kredit di sektor pertanian antara lain disebabkan oleh relatif tingginya resiko usaha di sektor tersebut tercermin dari tingginya NPL (Non Performing Loan). Selain itu, belum terlalu kondusifnya kondisi usaha di sektor riil sebagai dampak krisis ekonomi global menyebabkan saat ini perbankan lebih berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan termasuk di sektor pertanian. Hal ini terbukti dengan terus melambatnya pertumbuhan kredit di sektor ini dari sebelumnya tumbuh pada kisaran 35-40% (yoy) pada triwulan I Tahun 2009 sampai menyentuh level kontraksi sebesar 66,89% (yoy) di triwulan I2010.
2. Sektor Bangunan (Konstruksi) Kinerja sektor bangunan (konstruksi) selama triwulan I-2010 diperkirakan akan mengalami perlambatan dari 7,9% (yoy) pada triwulan I-2009 menjadi 7,2% (yoy) pada triwulan I2010. Perlambatan kinerja sektor bangunan diperkirakan dipengaruhi oleh ketiadan even berskala besar sehingga terjadi penurunan aktivitas pembangunan. Selain itu, realisasi belanja pemerintah khususnya untuk pekerjaan proyek fisik yang masih cenderung rendah di awal triwulan juga turut mendorong perlambatan kinerja sektor bangunan. Beberapa variabel ekonomi yang bisa mengkonfirmasi perkembangan sektor ini diantaranya adalah data perkembangan volume penjualan semen yang pada 2 bulan pertama triwulan I-2010 baru mencapai 60% pencapaian pada periode triwulan I-2009. Namun demikian, kinerja 25
sektor ini masih relatif baik tercermin dari angka pertumbuhan yang positif. Dari sisi pembiayaan, posisi kredit perbankan ke sektor bangunan pada triwulan I-2010 juga menunjukan tren yang melambat bahkan menyentuh level kontraksi sebesar 4,89% dengan jumlah nominal Rp459 miliar. .
Grafik 1.23. Volume dan Pertumbuhan Penjualan Semen
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Konstruksi Rp Miliar
%
600
Konstruksi
70
gKonstruksi
60 500
50 40
400
30 300
20 10
200
0 -10
100
-20 -30
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2008
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia
Q3
Q4
Q1
2009
2010
Sumber : LBU Bank Umum Basel II
3. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) Sektor PHR pada triwulan I-2010 diprediksi akan tumbuh 10,4% (yoy). Kinerja ini relatif lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tumbuh 12,4% (yoy). Ketiadaan even internasional telah berdampak terhadap perlambatan kinerja sektor PHR. Perlambatan ini antara lain dapat dikonfirmasi melalui perkembangan data pariwisata yang secara umum memperlihatkan tren penurunan diantaranya adalah data wisatawan mancanegara, data jumlah tamu dan lama tamu menginap, Tingkat Penghunian Kamar (TPK), dan jumlah kamar terjual. Grafik 1.26. Jumlah Tamu Menginap
Grafik 1.25. Kunjungan Wisman ke Sulut 10.000
orang
Wisman
gWisman (y.o.y)
orang % 70 50.000
Kmr Terjual
%
gKmr Terjual (y.o.y)
60 8.000
50 40.000
6.000
40
25 20
30.000
15
20 20.000
10
10
5
30 4.000 2.000
10.000
0
0 -10
Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulut, diolah *) estimasi Maret 2010.
Q1*) 2010
30
-
-5 Q1
Q2
Q3
2008
Q4
Q1
Q2
Q3
2009
Q4
Q1*) 2010
26
Grafik 1.28. Jumlah Kamar Terjual
Grafik 1.27. TPK dan Lama Menginap %
60
TPK
hari
Ratas Menginap
orang
6 40.000 35.000 5 30.000
50
Menginap
%
gMenginap (y.o.y)
60 50
40
4 25.000
40
30
3 20.000
30
20
2
15.000
20
10.000
10
1
-
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2008
Q3
Q4
2009
10
5.000
0
Q1
Q1*)
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2008
2010
Q3
Q4 Q1*)
2009
2010
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulut, diolah *) estimasi Maret 2010.
Selain itu, kinerja sektor PHR selama triwulan I-2010 antara lain dapat dikonfirmasi melalui nilai penjualan riil dari hasil Survey Penjualan Eceran (SPE) yang meningkat 12,42% (yoy) yaitu dari Rp146,71 miliar di triwulan I-2009 naik menjadi Rp164,93 miliar di triwulan laporan.
Grafik 1.30. Perkembangan Kredit Sektor PHR
Grafik 1.29. Perkembangan Nilai Penjualan Riil Milliar Rp
180
%
Rp Miliar
60
3.500
160
PHR
gPHR 50
3.000
140 120
2.500
100
2.000
40 30 20
80
1.500
10
60 1.000
40
0
500
20 ‐
‐10 ‐20
‐
Q4 2008
Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Sumber : Survey Penjualan Eceran (SPE) Kota Manado
Q1 2010
Q1
Q2
Q3 2008
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Q1 2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Dari segi pembiayaan, sektor PHR merupakan sektor terbesar kedua setelah sektor konsumsi yang mendapatkan alokasi pembiayaan dari perbankan yaitu sebesar Rp2.456 miliar di 27
triwulan I-2010. Jika dibandingkan periode yang sama tahu lalu yang tumbuh 25,02% (yoy), jumlah penyaluran kredit di sektor ini mengalami penurunan bahkan menyentuh level kontraksi sebesar 7,37% (yoy). Hal ini mengindikasikan bahwa pengurangan jumlah kredit yang disalurkan pihak perbankan di sektor PHR turut mendorong perlambatan kinerja sektor ini.
4. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Salah satu multiplier effect dari adanya penyelenggaraan berbagai even berskala internasional di Tahun 2009 adalah semakin dikenalnya Kota Manado sebagai salah satu kota tujuan wisata oleh masyarakat luar. Hal ini berpengaruh pada meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung ke Sulawesi Utara hingga pada tahap lanjut mampu mendorong kinerja sektor pengangkutan dan telekomunikasi. Sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan I-2010 diproyeksikan akan tumbuh 8,1% (yoy). Menurut sub sektornya, pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi terutama berasal dari sub sektor pengangkutan dengan kontribusi diatas 80% sedangkan sisanya disumbangkan oleh sub sektor komunikasi (±20%).
Sementara
itu,
relatif
tingginya
Grafik 1.31. Perkembangan Kredit Sektor Angkutan (%)
pertumbuhan sub sektor komunikasi dalam
triwulan
laporan
terutama
disebabkan oleh dibukanya rute baru
Rp Miliar
Angk&Kom
100
%
gAngk&Kom
80
90 60
80 70
penerbangan (Manado-Gorontalo) serta dijadikannya
Kota
Manado
sebagai
home base bagi salah satu maskapai
40
60 50
20
40 0
30 20
penerbangan
domestik
(Lion
Air)
khususnya untuk rute penerbangan di
‐40
‐ Q1
wilayah timur. Sejalan dengan hal tersebut, pesatnya penggunaan sarana
‐20
10
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3 2009
Q4
Q1 2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Basel II
telepon selular oleh masyarakat yang didukung oleh semakin luasnya wilayah jangkauan, disamping pesatnya pembangunan sejumlah menara BTS (Base Transceiver System) di beberapa lokasi pada daerah yang sebelumnya terisolir sehingga dapat meningkatkan kenyamanan pelanggan dalam berkomunikasi. Selain itu perkembangan berbagai macam fasilitas/ fitur baru dan gencarnya promosi yang dilakukan oleh para provider telekomunikasi semakin memudahkan dan memanjakan para pengguna jasa telekomunikasi. 28
5. Sektor Jasa-Jasa Pada triwulan I-2010 sektor jasa-jasa diperkirakan tumbuh positif sebesar 4,3% (yoy). Pencapaian ini antara lain disebabkan persentase realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama triwulan laporan yang mencapai Rp87,91 miliar atau 25,1% dari total PAD yang ditargetkan pada APBD Tahun 2010 sebesar Rp350,03 miliar, atau mengalami kenaikan bila dibandingkan realisasi PAD pada periode yang sama tahun lalu sebesar 23,3%.
6. Sektor Lainnya Kinerja sektor industri pengolahan selama triwulan I-2010 relatif stabil sehingga sektor industri pengolahan diprediksikan tumbuh 5,4% (yoy). Dari hasil Quick Survey “Kondisi Sektor/Produk Unggulan di Sulawesi Utara Saat ini & Prospeknya (Peluang/Ancaman) dalam Menghadapi Perdagangan Bebas ASEAN-China” yang dilakukan kepada 5 responden yakni 4 perusahaan ekpor komoditi tepung kelapa dan 1 perusahaan minyak kelapa (Crude Coconut Oil) diperoleh kesimpulan bahwa dengan pemberlakuan ACFTA merupakan peluang bagi komoditi tepung kelapa untuk memperluas pasarannya ke negara China dan ASEAN, karena selama ini target pemasaran produk mereka hanya ke pasar Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Selain kelapa dan produk turunannya, komoditi ikan dan produk olahannya juga menjadi andalan ekspor Sulawesi Utara ke mancanegara. Semakin terbukanya pasaran ekspor di ASEAN dan China diperkirakan akan mendorong kinerja ekspor dan sektor industri pengolahan sebagaimana tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di triwulan IV-2009 yang memprediksikan perkembangan kegiatan industri pengolahan pada triwulan I-2010 akan cenderung mengalami peningkatan tercermin dari nilai SBT yang naik sebesar 7,38%.
Perkembangan sektor industri pengolahan tak lepas pula dari dukungan pembiayaan oleh perbankan, sampai dengan akhir triwulan I-2010 jumlah kredit yang disalurkan pada sektor ini mencapai Rp251 miliar atau tumbuh signifikan sebesar 28,63% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tercatat 5,27% (yoy).
29
Grafik 1.32. Ekspektasi Kegiatan Dunia Usaha Per Sektor Ekonomi Tw.I-2010 %
Grafik 1.33. Perkembangan Kredit Sektor Industri %
Rp Miliar
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
300
Pertambangan dan Penggalian
250
50
4,00
Industri Pengolahan
200
40
2,00
Listrik, Gas dan Air Bersih
150
30
100
20
50
10
8,00 6,00
-
Inds_Pengolahan
60
gInds_Pengolahan
Bangunan
(2,00)
Perdagangan, Hotel dan Restoran
(4,00)
Pengangkutan dan Komunikasi
‐
(6,00)
Keuangan, Persewaan dan Jasa Keuangan
(8,00)
0 Q1
Q2
Jasa-Jasa
Q3
Q4
Q1
2008
(10,00)
Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Kota Manado
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
2010
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Basel II
Sementara itu, sektor listrik, gas dan air bersih pada triwulan I-2010 diperkirakan akan tumbuh 10% (yoy). Peningkatan kinerja sektor ini, tak lepas dari pulihnya pasokan listrik di Sulawesi Utara seiring dengan kembali beroperasinya beberapa mesin pembangkit yang sebelumnya mengalami kerusakan dan pemeliharaan. Namun demikian, jumlah antrian calon pelanggan PLN masih tetap tinggi. Hal ini disebabkan oleh relatif terbatasnya pasokan listrik oleh PLN di Sulawesi Utara. Kinerja sektor listrik, gas dan air besih antara lain dapat dikonfirmasi dengan perkembangan jumlah pemakaian listrik.
Grafik 1.34. Penggunaan Listrik di Sulawesi Utara 75.000
%
MWh
18 16
70.000
14 12
65.000
10 8
60.000
6 4
55.000
2 50.000
0 Q4 2008
Q1
Q2
Q3 2009
Q4
Q1 2010
Sumber : PLN Kanwil Sulutenggo
30
Sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan I-2010 diperkirakan tumbuh 7,1% (yoy). Berdasarkan sub sektornya, pertumbuhan sektor ini disumbangkan oleh seluruh sub sektor yang ada yaitu sub sektor minyak dan gas, pertambangan tanpa migas dan penggalian. Berdasarkan pelaku usahanya, sub sektor penggalian ini lebih banyak dilakukan oleh penambangan tradisional/rakyat dan bukan industri berskala besar. Sementara itu, untuk kinerja sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan pada triwulan laporan diperkirakan akan tumbuh 6,3% (yoy). Perkembangan sektor keuangan, persewaan dan jasa antara lain tercermin dari maraknya pembangunan jaringan kantor dan fasilitas perbankan antara lain: pembukaan kantor cabang pembantu baru, penambahan ATM (Anjungan Tunai Mandiri), serta penawaran produk-produk baru yang memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada masyarakat dalam bertransaksi.
31
BOKS 1. KONDISI SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN DI TRIWULAN I-2010 DAN PROSPEKNYA DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA (ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA) Perkembangan sektor industri pengolahan selama Triwulan I-2010 di wilayah kerja KBI Manado diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap 7 perusahaan yang selanjutnya disebut contact dengan orientasi pasar domestik maupun luar negeri yang tersebar di wilayah kota/kabupaten di Sulawesi Utara. Mulai diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) tahun 2010 diperkirakan akan memberi dampak positif bagi sebagian besar pelaku usaha di Sulut. Kecenderungan ke arah positif ini terutama disebabkan karena sebagian besar sektor usaha di Sulut bergerak dalam memproduksi jenis komoditi primer, sehingga dengan terbukanya peluang pasar ke negara-negara anggota ACFTA yang bebas tarif akan memacu pelaku usaha untuk lebih gencar mempromosikan produknya. Kinerja ekspor cenderung mengalami pertumbuhan. Contact yang berorientasi ekspor menyatakan bahwa kinerja penjualan produk ekspor pada triwulan I-2010 menunjukkan indikasi pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan penjualan terutama disebabkan karena semakin luasnya pasar tujuan ekspor yang diikuti dengan tingkat permintaan yang masih cukup tinggi. Sementara untuk contact dengan orientasi domestik menyatakan bahwa nilai penjualan di awal tahun 2010 menunjukkan adanya sedikit penurunan akibat telah kembalinya tingkat permintaan ke posisi normal, setelah sebelumnya mengalami masa peak di akhir tahun 2009. Kapasitas utilisasi masih berada dalam posisi normal dengan kecenderungan sedikit meningkat. Rata-rata
kapasitas utilisasi sebesar 80% dari total kapasitas terpasang yang
tersedia. Peningkatan kapasitas utilisasi terutama untuk industri pengolahan ikan yang menyesuaikan peningkatan permintaan ekspor. Sementara untuk contact yang berorientasi domestik cenderung mempertahankan tingkat kapasitas utilisasi pada level normal. Investasi baru masih belum direncanakan oleh sebagian besar contact. Contact yang berorientasi ekspor cenderung tidak melakukan investasi baru, melainkan melakukan tindak lanjut atas investasi yang dilakukan sebelumnya serta melakukan perbaikan dan perawatan mesin. Sementara contact yang berorientasi domestik melakukan investasi dalam bentuk differensiasi usaha. Tingginya tingkat persaingan menyebabkan contact berusaha untuk mengembangkan produknya guna meraih market yang lebih luas. Harga jual komoditas ekspor telah kembali ke posisi normal. Harga jual produk yang sempat mengalami peningkatan cukup signifikan pada tahun 2008 telah berangsur normal sepanjang tahun 2009 dan kembali stabil di awal tahun 2010. Kembalinya harga jual ke posisi 32
normal berdampak pada margin perusahaan yang terkoreksi ke kembali ke level normal. Pembiayaan internal masih menjadi prioritas sumber pembiayaan contact. Sebagian besar contact masih kurang berminat untuk menambah sumber pembiayaan dari perbankan. Alasan utama yang melatar belakanginya adalah karena tingkat suku bunga perbankan dinilai masih terlalu tinggi untuk menjalankan usaha. Rata- rata tingkat suku bunga yang diterima contact masih di atas 12% per tahun. Penambahan tenaga kerja belum menjadi prioritas utama perusahaan. Mayoritas contact baik yang berorientasi ekspor maupun domestik menyatakan masih akan tetap mempertahankan jumlah tenaga kerja yang ada sementara melihat perkembangan kondisi pasar. Contact menilai bahwa tenaga kerja yang tersedia saat ini masih cukup memadai bahkan masih bisa ditingkatkan produktivitasnya. Trend penguatan nilai tukar rupiah memangkas margin sebagian contact. Sebagian besar contact yang berorientasi ekspor menyatakan penguatan nilai rupiah sepanjang tahun 2009 yang berlanjut hingga awal tahun 2010 berdampak terhadap margin yang diperolehnya.
Pasar Domestik Kinerja penjualan domestik contact pada triwulan I-2010 menunjukkan perlambatan dibandingkan periode sebelumnya sebagai dampak faktor musiman. Tingginya tingkat penjualan di akhir tahun 2009 menyebabkan kondisi awal tahun berikutnya menjadi cenderung melambat. Jika dibandingkan dengan kondisi tahun sebelumnya, perlambatan di awal tahun ini juga disebabkan oleh berkurangnya aktivitas perekonomian. Pada tahun 2009, aktivitas perekonomian
cenderung
bergerak
di
atas
level
normal
akibat
adanya
persiapan
penyelenggaraaan event berskala internasional. Sementara dengan ketiadaan event berskala internasional pada tahun 2010 maka aktivitas ekonomi masyarakat kembali pada posisi normal. Harga jual produk berada pada kondisi stabil. Contact menyatakan bahwa harga jual produk dipertahankan pada level tetap. Keputusan untuk mempertahankan tingkat harga ini disesuaikan dengan permintaan pasar yang cenderung melambat. Di masa mendatang, contact memperkirakan akan terjadi peningkatan permintaan masyarakat. Contact mengkonformasi perkiraan peningkatan permintaan masyarakat pada triwulan berikutnya akan membaik. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan contact dalam memperkirakan peningkatan permintaan antara lain meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah yang tercermin dari perkiraan peningkatan konsumsi akibat adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan pelaksanaan Pemilihan Kepala daerah (Pilkada).
Pasar Ekspor Permintaan pasar ekspor pada triwulan I-2010 masih menunjukkan pertumbuhan positif. Menurut contact yang berorientasi ekspor, permintaan dari luar negeri pada triwulan 33
laporan masih menunjukan pertumbuhan positif.
Gambar. 1 Nilai Ekspor Sulut Berdasarkan Negara Tujuan (ribu USD) 300000 250000 200000 150000
2005 2006
100000
2007 2008
50000
2009
0
Sumber : SEKDA
Pemberlakuan ACFTA 2010 disinyalir akan memberi dampak positif terhadap pelaku perdagangan internasional di Sulawesi Utara. Hal ini tidak terlepas dari peran Sulawesi Utara sebagai penghasil komoditas primer, dengan produk utama kelapa dan turunannya serta produk ikan dan olahannya. Salah satu kesepakatan ACFTA yang dinilai akan menguntungkan bagi penghasil komoditas primer adalah ditetapkannya bea masuk 0 (nol) % atau tanpa pajak sama sekali untuk produk dari sektor pertanian. Adanya kesepakatan ACFTA juga dinilai akan dapat membuka peluang pasar baru bagi eksportir Sulut yang selama ini cenderung lebih banyak melakukan kegiatan ekspor dengan negara tujuan non ASEAN-China. Walaupun China belum menjadi negara tujuan utama ekspor Sulut, namun demikian terlihat adanya trend peningkatan baik dalam hal volume maupun nilai ekspor dari Sulut ke China pada periode waktu 2008-2009. Tabel.1 Perkembangan Ekspor Sulut ke China
TAHUN VOLUME 2008 84325 Ton 2009 124553 Ton
Tabel.2 Komoditi Ekspor Sulut ke China
KOMODITI EKSPOR SULUT KE CHINA SHARE DARI TOTAL 1.Minyak kelapa kasar 7.Sabut kelapa NILAI 2.Minyak goreng kelapa 8.Serbuk sabut kelapa EKSPOR 3.Minyak sawit kasar 9.Arang tempurung 10.Tuna segar US$74,70 juta 10,09% 4.Minyak goreng sawit 5.Bungkil kopra 11.Tuna beku US$ 71,85 juta 13,50% 6.Tepung kelapa 12.Ikan kayu.
Sumber : Disperindag Prov Sulut
Tingkat harga jual khususnya untuk produk tepung kelapa telah kembali ke posisi normal. Harga jual tepung kelapa yang sempat mengalami periode peak sepanjang tahun 2008, telah berangsur normal pada tahun 2009. Pada awal tahun 2010 ini, tingkat harga telah kembali stabil di posisi USD 1/kg. Sementara itu, untuk produk ikan, tingkat harga ikan beku mulai kembali meningkat, setelah di akhir tahun 2009 mengalami penurunan akibat melimpahnya pasokan di negara tujuan ekspor.
34
Kapasitas Utilisasi Kapasitas utilisasi mayoritas contact yang berorientasi pada pasar ekspor maupun domestik pada triwulan I - 2010 masih sama dengan periode sebelumnya, yaitu pada kisaran 80% dari total kapasitas terpasang yang ada. Khusus untuk industri pengolahan ikan, contact menyatakan telah meningkatkan kapasitas utilisasinya untuk memenuhi peningkatan permintaan ekspor.
Persediaan Tingkat persediaan mayoritas contact yang berorientasi ekspor masih sama dengan kondisi triwulan sebelumnya, yaitu berada dalam kondisi normal. Sementara contact yang berorientasi domestik menyatakan bahwa tingkat persediaan cenderung meningkat. Pada triwulan I-2009, contact yang berorientasi domestik mengkonfirmasi meningkatnya persediaan sebagai akibat kembalinya kondisi perekonomian ke posisi normal setelah sebelumnya meningkat di akhir tahun. Investasi Contact yang berorientasi domestik menyatakan akan melakukan kegiatan investasi dalam rangka mengembangkan kegiatan usahanya. Fokus pengembangan usaha terutama untuk differensiasi produk guna meraih pasar yang lebih luas. Sementara itu, mayoritas contact yang berorientasi ekspor tidak melakukan kegiatan investasi baru, melainkan hanya melanjutkan proyek investasi sebelumnya serta melakukan perawatan dan perbaikan mesin.
Pembiayaan dan Tingkat Suku Bunga Mayoritas contact liaison pada triwulan I-2010 menggunakan sumber pembiayaan internal dalam rangka memenuhi pendanaan modal kerja. Masih cukup tingginya suku bunga pinjaman perbankan saat ini menyebabkan mayoritas contact cenderung menggunakan pembiayaan internal ataupun permodalan asing. Sumber pembiayaan perbankan umumnya diperlukan oleh sebagian contact sebagai modal kerja. Contact yang mengambil pembiayaan perbankan menyatakan sudah mulai merasakan dampak penurunan BI Rate berupa penetapan suku bunga kredit yang lebih rendah daripada tahun sebeumnya. Namun demikian, penurunan ini dinilai masih terlalu lambat dibandingkan penurunan BI Rate itu sendiri. Kisaran suku bunga yang diterima contact dari perbankan masih di atas 12% per tahun. Contact berpendapat bahwa suku bunga yang ideal untuk menjalankan usaha adalah dibawah 10% per tahun.
Tenaga Kerja Peningkatan permintaan pada contact yang berorientasi domestik maupun eskpor belum berdampak pada peningkatan jam kerja karyawan maupun penambahan jumlah tenaga kerja. Mayoritas contact berencana akan mengoptimalkan tenaga kerja yang ada untk meningkatkan produktivitas dan belum berencana untuk menambah tenaga kerja.
35
Biaya-Biaya Pada triwulan I-2009, mayoritas contact menyatakan proporsi struktur biaya tidak mengalami perubahan bila dibandingkan tahun sebelumnya yaitu biaya bahan baku yang memiliki pangsa terbesar dalam strukur biaya diikuti oleh biaya tenaga kerja, biaya energi, biaya overhead, dan biaya lainnya. Kenaikan bahan baku di awal tahun 2010 terutama disebabkan karena adanya keterbatasan pasokan bahan baku, akibat adanya tarik menarik kepentingan antara beberapa sub sektor usaha di Sulut, khususnya untuk produk kelapa dan turunannya. Harga kopra yang terlalu tinggi mendorong petani untuk menjual produknya dalam bentuk kopra kepada perusahaan pengolahan minyak. Hal ini berdampak pada berkurangnya pasokan buah kelapa yang menjadi bahan baku utama produk tepung kelapa. Peningkatan biaya tenaga kerja juga menjadi hal yang perlu dicermati oleh contact. Hal ini terkait dengan adanya keputusan pemerintah Provinsi Sulut yang meningkatkan nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) di wilayah Sulawesi Utara menjadi sebesar Rp.1000.000,00 (satu juta rupiah) per bulan. Tabel.3 Tingkat Upah Minimum Provinsi (UMP) Sulut Tahun
UMP/Bulan
2001 Rp372.000,00 2002 Rp438.000,00 2003 Rp495.000,00 2004 Rp545.000,00 2005 Rp600.000,00 2006 Rp713.500,00 2007 Rp750.000,00 2008 Rp845.100,00 2009 Rp929.500,00 2010 Rp1.000.000,00
Persentase Perubahan ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆ ∆
17,7% 13% 10,1% 10% 18,9% 5,1% 12,68% 9,9% 7,58%
Peraturan SK Gubernur Sulut No.229/2000 SK Gubernur Sulut No.949/2001 SK Gubernur Sulut No.351/2003 SK Gubernur Sulut No.262/2003 Pergub No.1/2005 Pergub No.31/2005 Pergub No.41/2006 Pergub No.47/2007 Pergub No.43/2008 SK Gubernur Sulut No. 27 /2009
Sumber : Berbagai Sumber
Margin Harga jual produk yang kembali ke posisi normal untuk contact liaison yang berorientasi ekspor pada triwulan I -2010, serta adanya kenaikan biaya bahan baku menyebabkan margin yang diperoleh contact semakin menipis. Penipisan margin juga dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2009 yang berlanjut hingga awal tahun 2010. Pembayaran transaksi ekspor yang menggunakan mata uang Dollar USA mengakibatkan ketergantungan perusahaan terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah untuk membentuk margin. Sebagian contact yang berorientasi domestik menaikkan harga jual untuk mengkompensasi peningkatan biaya bahan baku serta pengaruh inflasi. Kenaikan harga jual ini tidak berdampak kepada kenaikan margin yang diterima contact, hal ini disebabkan kenaikan harga bahan baku baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Contact lebih cenderung menerapkan sistem persentase margin yang fleksibel untuk menjaga stabilitas harga jual.
36
Nilai Tukar Kecenderungan penguatan nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2009 yang berlanjut hingga awal tahun 2010 Pada triwulan I-2010 menyebabkan mayoritas contact yang berorientasi ekspor mengalami pengurangan level margin. Contact mengharapkan agar nilai tukar dapat tetap dijaga tingkat kestabilannya sehingga daya saing produk contact di pasar internasional dapat ditingkatkan. Gambar.2 Perkembangan Nilai Tukar Rp Terhadap USD
Regulasi ASEAN-China Free Trade Asia (ACFTA) yang diberlakukan pada awal tahun 2010 dan dikhawatirkan akan memukul industri nasional justru diperkirakan akan memberikan dampak positif bagi perkembangan industri pengolahan yang berorientasi ekspor di Sulut. Komoditi primer yang selama ini menjadi andalan ekspor Sulut menyambut positif pemberlakuan ACFTA, karena terdapat potensi terbukanya peluang ekspor baru ke negera-negara anggota ACFTA yang bebas bea ekspor. Contact mengharapkan terbukanya peluang pasar baru bagi komoditi ekspor Sulut akan mendapat dukungan lebih dari pemerintah berupa fasilitasi dalam bentuk mempersingkat jalur transportasi dari wilayah Sulut ke negara-negara tujuan ekspor. Selama ini, komoditas ekspor Sulut harus dikirim melalui pelabuhan di Jakarta/ Surabaya, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk tiba di negara tujuan. Oleh karena itu, contact berharap program pelabuhan Bitung sebagai hub port dapat segera direalisasikan. Terkait dengan salah satu komoditas unggulan Sulut berupa kelapa dan turunannya, maka contact juga mengharapkan pemerintah daerah mampu memotori peningkatan produktivitas kelapa di Sulut. Hal ini terkait dengan mulai berkurangnya persediaan bahan baku akibat alih fungsi lahan perkebunan dan belum adanya proyek peremajaan tanaman kelapa. Sementara di sisi lain kebutuhan kelapa terus meningkat karena semakin berkembangnya industri kelapa dan turunannya di Sulut.
37
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH Laju inflasi tahunan Kota Manado pada triwulan I – 2010 cenderung menurun bila dibandingkan periode sebelumnya. Inflasi Kota Manado pada triwulan I – 2010 tercatat sebesar 1,84% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun lalu yang tercatat 8,85% (yoy). Sementara itu, bila dibandingkan dengan laju inflasi nasional sebesar 3,43% (yoy) pada triwulan I -2010 maka laju inflasi tahunan Kota Manado masih jauh lebih rendah. Perekonomian Sulawesi Utara yang diperkirakan tumbuh 6,7% (yoy) pada triwulan I – 2010 ternyata didukung pula oleh relatif stabilnya perkembangan harga barang dan jasa selama triwulan laporan tercermin dari laju inflasi Kota Manado sebesar 1,84% (yoy) atau 0,72% (qtq).
Grafik 2.1. Laju Inflasi Kota Manado Vs Nasional (yoy)
16 14 12 10 8 6 4 2 0 ‐2
Grafik 2.2. Laju Inflasi Kota Manado Vs Nasional (qtq) 5 qtq Manado
yoy Manado
4
yoy Nasional
qtq Nasional
3 2 1 0
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2008
Q3
Q4
2009
Q1
‐1
2010
‐2
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2008
Q3
Q4
2009
2010
‐3 Suber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
Suber : BPS Provinsi Sulawesi Utara , diolah
A. INFLASI TAHUNAN (yoy) Secara tahunan, inflasi Kota Manado
Q1
pada triwulan I – 2010 cenderung turun
dibandingkan triwulan IV – 2009 dan periode yang sama tahun lalu. Penurunan laju inflasi tahunan Sulawesi Utara selama triwulan I – 2010 disebabkan baik oleh faktor fundamental maupun non fundamental. Faktor fundamental diantaranya adalah apresiasi rupiah terhadap dollar AS seiring dengan semakin derasnya aliran modal dari luar negeri masuk ke Indonesia, kembali stabilnya harga beras setelah dipenghujung Tahun 2009 lalu sempat meningkat seiring dengan tingginya kebutuhan menjelang dan pada saat perayaan 38
keagamaan dan Tahun Baru 2010 serta kembali normalnya pola permintaan masyarakat selama triwulan I - 2010. Sedangkan faktor non fundamental yang menyebabkan melemahnya tekanan inflasi adalah tidak adanya kebijakan pemerintah terkait harga yang significant mempengaruhi laju inflasi barang dan jasa secara umum.
Berdasarkan kelompoknya, penurunan inflasi selama Triwulan I – 2010 terutama disumbangkan oleh kelompok bahan makanan yang mengalami deflasi -2,19% (yoy). Sedangkan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mencatat inflasi tertinggi selama triwulan laporan yang mencapai 8,13% (yoy) yang disusul oleh kelompok kesehatan sebesar 4,98% (yoy). Inflasi terendah dicatat oleh kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang tercatat sebesar 1,45% (yoy). Tabel 2.1. Inflasi Tahunan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%) 2009 No Kelompok Q1 Q2 Q3 1 Bahan Makanan 21.82 4.75 -0.82 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 8.03 7.5 6.15 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 3.54 2.07 -0.15 4 Sandang 6.05 4.94 4.67 5 Kesehatan 9.16 5.43 4.84 6 Pendidikan, Rekreasi & Olahraga 2.58 2.03 2.63 7 Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan 1.05 -8.66 -8.76 Umum 8.85 2.25 -0.01
Q4 5.82 4.88 0.44 6.37 4.12 1.81 -5.33 2.31
2010 Q1 -2.19 8.13 1.45 2.83 4.98 1.97 1.63 1.84
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
B. INFLASI TRIWULANAN (QtQ) Tekanan inflasi Kota Manado selama Triwulan I – 2010 cenderung menurun bila dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan, inflasi Kota Manado pada Triwulan I – 2010 tercatat 0,72% (qtq), lebih rendah dibandingkan Triwulan IV-2009 lalu dan periode yang sama Tahun 2009 lalu yang masing-masing tercatat 2,50% (qtq) dan 1,18% (qtq). Berdasarkan kelompoknya, inflasi secara triwulanan terutama disumbangkan oleh kelompok makanan jadi, minuman,
rokok dan tembakau 4,68% (qtq) dan kelompok kesehatan
2,02% (qtq). Namun demikian, kenaikan harga pada kedua kelompok ini mampu diredam oleh kecenderungan menurunnya inflasi kelompok bahan makanan dan kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan yang masing-masing mengalami deflasi -1,50% (qtq) dan -0,20% (qtq) sehingga secara aggregate tekanan inflasi selama Triwulan I – 2010 relatif rendah. 39
Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok
Q1 6.58 1.54 -0.26 3.97 1.18 0.57 -7.03 1.18
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan
Umum
2009 Q2 Q3 -7.86 0.84 1.07 1.85 -0.29 0.23 -1.93 0.92 2.32 0.99 0.22 0.91 0.28 -0.02 -2.08 0.74
Q4 6.86 0.34 0.77 3.36 -0.42 0.10 1.57 2.50
2010 Q1 -1.50 4.68 0.74 0.52 2.02 0.72 -0.20 0.72
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
B. INFLASI BULANAN (mtm) Secara bulanan, inflasi Kota Manado sepanjang Triwulan I – 2010 memperlihatkan kecenderungan yang menurun. Di Bulan Januari 2010, Kota Manado mencatat inflasi sebesar 0,41% (mtm) lalu naik sedikit pada Februari 2010 menjadi 0,49% (mtm). Pada Maret 2010 perkembangan harga di Kota Manado mengalami deflasi sebesar -0,18%. Penurunan ini utamanya disumbangkan oleh penurunan harga beberapa komoditi khususnya pada sub kelompok kelompok padi-padian, umbi-umbian serta bumbubumbuan. Grafik 2.3. Laju Inflasi Kota Manado Vs Nasional (mtm)
% 2
mtm Manado
mtm Nasional
1
0 1 ‐1
‐2
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
2009
1
2
3
2010
Sumber: BPS Prov. Sulut dan Nasional, diolah.
40
JANUARI 2010
Kota Manado pada Januari 2010 mengalami inflasi sebesar 0,41% (mtm). Dari 66 kota
Grafik 2.4. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa Januari 2010 ‐0.01 ‐0.10
tercatat semua kota mengalami inflasi. Inflasi
Transportasi
tertinggi terjadi di Kota Maumere 3,56%
Pendidikan
(mtm) dan terendah di Kota Sorong 0,12%
Kesehatan
0.05
Sandang
0.04
(mtm). Inflasi Kota Manado selama Januari 2010, terutama disumbangkan oleh kelompok
Perumahan
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau
Makanan jadi
sebesar
2,45%
(mtm)
meningkatnya
akibat
dampak
permintaan/kebutuhan
masyarakat pada saat perayaan Tahun Baru
0.02 0.42 1.36 0.70 0.11 0.41 0.43 2.45 ‐0.23
Bahan Makanan
‐0.85
‐2
Andil
‐1
0
1
2
3
Inflasi (mtm) Jan 2010
Sumber: BPS Nasional, diolah.
2010. Secara tahunan, laju inflasi Kota Manado pada Januari 2010 tercatat 4,13% (yoy).
FEBRUARI 2010
Perkembangan harga barang dan jasa di Kota Manado
selama
Februari
2010
mengalami
kenaikan atau inflasi sebesar 0,49% (mtm). Angka inflasi ini lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang tercatat 0,14% (mtm). Inflasi
Grafik 2.5. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa Februari 2010
Transportasi Pendidikan
makanan jadi, rokok dan tembakau (0,03%), kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (0,18%), kelompok kesehatan (0,65%) dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga (0,13%). Khusus pada kelompok bahan makanan, kenaikan harga tertinggi terjadi pada
0.01 0.13 0.03
Kesehatan
terjadi terutama didorong oleh kenaikan harga kelompok bahan makanan (1,69%), kelompok
‐0.05 ‐0.33
Sandang
0.65 ‐0.01 ‐0.09 0.05 0.18
Perumahan
0.01 0.03
Makanan jadi
0.46
Bahan Makanan
‐1 Andil
1.69
0 1 Inflasi (mtm) Feb 2010
2
Sumber: BPS Nasional, diolah.
sub kelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya terutama komoditi beras seiring terjadinya pergeseran masa panen akibat iklim/cuaca. Secara akumilasi, sampai dengan Februari 2010, laju inflasi Kota Manado mencapai 0,90% (ytd) atau 3,35% (yoy) secara tahunan.
41
MARET 2010
Bila pada bulan-bulan sebelumnya, perkembangan harga barang dan jasa di Kota Manado mengalami inflasi
maka
di
akhir
triwulan
I
–
Grafik 2.6. Inflasi dan Andil Inflasi Kota Manado Menurut Kelompok Barang dan Jasa Maret 2010
2010,
perkembangan harga barang dan jasa secara umum justru menunjukkan penurunan. Tercatat laju inflasi Kota Manado pada Maret 2010
Transportasi
0.03 0.24
Pendidikan
0.01 0.17
mengalami deflasi sebesar -0,18% (mtm) atau
Sandang
lebih rendah dibandingkan laju deflasi nasional
Perumahan
yang tercatat sebesar -0,14% (mtm). Deflasi
Makanan jadi
terjadi karena adanya penurunan indeks pada kelompok
bahan
makanan
(-2,30%)
0.01 ‐0.08 0.04 0.14 0.38 2.14 0.63
Bahan Makanan ‐2.30
dan
‐3 Andil
kelompok sandang (-0,08%). Berdasarkan sub kelompoknya, penurunan harga pada kelompok
0.00 0.00
Kesehatan
‐2 ‐1 0 1 2 Inflasi (mtm) Mar 2010
Sumber: BPS Nasional, diolah.
bahan makanan terutama terjadi pada sub kelompok padi-padian, umbi-umbian serta bumbu-bumbuan. Hal ini antara lain disumbangkan oleh penurunan harga beras, setelah pada 2 (dua) bulan sebelumnya sempat mengalami kenaikan harga seiring dengan pergeseran masa panen (gangguan cuaca) serta terjaganya pasokan komoditi umbi-umbian dan bumbu-bumbuan seiring dengan cukup kondusifnya kondisi iklim/cuaca. Sementara itu 4 (empat) kelompok komoditi lainnya tetap mengalami kenaikan harga selama Maret 2010 dan 1 (satu) kelompok komoditia yaitu kelompok kesehatan tidak mengalami perubahan harga pada Maret 2010. Secara akumulasi, laju inflasi Kota Manado hingga Maret 2010 tercatat sebesar 0,72% (ytd) atau 1,84% (yoy) secara tahunan.
42
3
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH
Secara umum perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan I-2010 menunjukan perkembangan yang cukup baik. Laju pertumbuhan dari total aset, dana pihak ketifa (DPK) dan kredit tercatat mengalami pertumbuhan yang positif, walaupun lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, fungsi intermediasi perbankan memperlihatkan tren peningkatan sejak awal triwulan II-2009 sampai dengan triwulan laporan, yang tercermin dari meningkatnya prosentase Loan To Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 106,12% di triwulan I-2010. Sejalan dengan hal tersebut, kualitas kredit yang disalurkan perbankan semakin membaik, yang ditunjukan oleh turunnya rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) dari 3,86% pada Triwulan I-2009 menjadi 3,57% pada triwulan I-2010. Sementara itu, kredit UMKM juga terus menunjukan perkembangan yang cukup signifikan, ditandai dengan meningkatnya pangsa kredit UMKM terhadap total kredit yang mencapai 80,83%, disertai oleh membaiknya kualitas kredit UMKM yang pada triwulan laporan tercatat sebesar 3,49%.
Kinerja yang semakin membaik, mengindikasikan industri perbankan di wilayah Sulawesi Utara mulai bergairah kembali pasca terkena dampak krisis ekonomi global yang melanda perbankan sepanjang tahun 2009. Namun demikian, adanya risiko dari ketidakpastian pemulihan ekonomi global menuntut perbankan untuk tetap fokus pada penerapan prinsip kehati-hatian diantaranya dengan lebih memperhatikan potensi usaha debitur ke depan melalui risk based pricing. Tabel 3.1 Indikator Utama Perbankan di Sulawesi Utara Komponen Total Aset
2008
2009
2010
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
10.793
11.691
12.359
13.527
13.635
14.235
14.860
14.769
15.114
Tumbuh Y.o.Y (%)
20,48
25,45
24,78
28,24
26,33
21,76
20,24
9,17
10,85
DPK (Rp Miliar)
7.189
7.765
7.929
8.860
8.907
9.448
9.725
9.987
10.220
Tumbuh Y.o.Y (%)
20,12
20,65
21,91
25,31
23,90
21,67
22,64
12,72
14,74
Kredit (Rp Miliar)
6.823
7.852
8.454
8.934
9.095
9.627
10.004
10.485
10.846
Tumbuh Y.o.Y (%)
31,74
39,27
39,08
35,84
33,30
22,60
18,34
17,36
19,25
LDR (%)
94,90
101,13
106,62
100,84
102,11
101,90
102,88
104,98
106,12
NPL (%)
4,86
4,88
3,43
2,86
3,86
3,72
3,58
2,83
3,57
kredit UMKM
4.305
5.079
5.435
5.727
5.841
6.185
6.270
6.414
8.767
Share UMKM
63,09
64,68
64,29
64,10
64,22
64,25
62,67
61,17
80,83
6,01
5,69
4,91
3,78
4,91
4,96
5,18
4,32
3,49
NPL UMKM (%)
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)
43
A. Fungsi Intermediasi Perbankan 1. Respon Perbankan Sulawesi Utara Terhadap Kebijakan Moneter Di tengah proses pemulihan perekonomian global, serta seiring dengan melemahnya tekanan inflasi, Bank Indonesia tetap mengarahkan perhatian pada upaya menggerakkan sektor riil guna mendukung pertumbuhan ekonomi. Dalam upaya penguatan fungsi intermediasi perbankan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 4 Maret 2010 memutuskan untuk tetap mempertahankan BI Rate sebesar 6,50%. Pelonggaran kebijakan moneter ini sudah mulai direspon oleh pihak perbankan di Sulawesi Utara yang ditandai dengan penurunan rata-rata tingkat suku bunga kredit, meskipun perubahan tingkat suku bunga kredit tercatat relatif tidak terlalu signifikan. Pihak perbankan masih dihadapkan pada kondisi perekonomian yang sedang berada dalam tahap pemulihan pasca krisis, dimana potensi risiko masih relatif tidak stabil, sehingga suku bunga kredit yang ditetapkan oleh perbankan di wilayah Sulawesi Utara cenderung tinggi. Seperti halnya tingkat suku bunga kredit, pergerakan rata-rata tingkat suku bunga deposito 1 bulan sepanjang triwulan I-2010 juga masih terbatas, bahkan ada kecenderungan akan mengalami peningkatan.
Tidak jauh berbeda dengan kondisi perbankan nasional, perbankan di wilayah Sulawesi Utara juga masih diwarnai oleh persaingan tingkat suku bunga antar bank. Dampak dari persaingan ini tercermin dari pertumbuhan DPK dan kredit yang cenderung melambat. Namun, pertumbuhan kredit yang masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK menyebabkan LDR perbankan mengalami peningkatan. Tingkat suku bunga kredit yang masih relatif tinggi walaupun berada pada trend menurun berimplikasi pada tidak optimalnya akselerasi pertumbuhan kredit. Berdasarkan data yang bersumber dari Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II, sampai dengan akhir bulan Maret 2010, rata-rata tingkat suku bunga kredit tercatat sebesar 15,81%. Pihak perbankan masih mematok margin keuntungan bank yang sangat tinggi sebagai opportunity cost atas risiko yang akan dihadapi
bank
ketika
debitur
mengalami
gagal
bayar
(default).
Menurut
jenis
penggunaannya, rata-rata tingkat suku bunga kredit modal kerja mencapai 18% per tahun, rata-rata kredit investasi sebesar 17,02% per tahun dan 12,43% untuk rata-rata kredit konsumsi. Sementara itu,
pergerakan tingkat suku bunga deposito menunjukkan
perkembangan yang tidak jauh berbeda. Sampai dengan Maret 2010, rata-rata tingkat suku bunga deposito 1 bulan tercatat sebesar 6,09%, mengalami kenaikan terbatas (±0,1%) sepanjang triwulan laporan. 44
Grafik 3.1. Perkembangan Rata-Rata Tingkat Suku Bunga Kredit, Deposito dan BI Rate 8,0 %
Grafik 3.2. Rata-Rata Tingkat Suku Bunga Kredit Menurut Jenis Penggunaan %
Sk. Bunga Deposito (Left Axis)
17,5
BI Rate (Left Axis)
7,5
17,0
Sk. Bunga Kredit (Right Axis)
19,0 18,0 17,0
7,0 16,5 6,5 16,0
16,0 15,0
6,0
14,0 15,5
Modal Kerja Konsumsi
13,0
2009
Investasi
2010
2009
2010
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
2. Penyerapan Dana Masyarakat Sepanjang triwulan I-2010, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun perbankan menunjukan pertumbuhan yang positif, walapun secara tahunan relatif tumbuh melambat. Posisi DPK di wilayah Sulawesi Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp15.010 miliar atau hanya tumbuh 10,09% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan DPK pada periode yang sama tahun lalu (23,67%). Berdasarkan jenis simpanannya, kenaikan dana terutama terjadi pada jenis tabungan yang meningkat 19,83% (yoy) kemudian disusul oleh jenis giro sebesar 11,19% (yoy) dan deposito sebesar 10,88% (yoy). Grafik 3.3. Perkembangan Dana Pihak Ketiga Rp miliar 6.000
Giro
Deposito
Grafik 3.4. Share Dana Pihak Ketiga (DPK)
Tabungan
5.000
19,52%
4.000
44,32%
3.000 2.000 1.000
36,16%
0 Q1
Q2
Q3
Q4
2009 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Q1 2010
Giro
Deposito
Tabungan
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
45
Mar
Feb
Jan
Des
Okt
Nop
Sep
Jul
Aug
Jun
May
Mar
12,0
Jan
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nop
Sep
Jul
Aug
Jun
Apr
May
Mar
15,0
Feb
5,0
Apr
5,5
Menurut pangsanya, penempatan dana dalam sistem perbankan masih didominasi oleh jenis simpanan tabungan sebesar 44,32% dari total keseluruhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun, disusul kemudian deposito (36,16%) dan giro (19,52%). Berdasarkan
kelompok
banknya, Grafik 3.5. Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Bank Penghimpun
bank pemerintah menyerap hampir 65,61% dari total DPK sedangkan sisanya dihimpun oleh bank swasta (34,39%).
Berdasarkan
pertumbuhannya,
pemerintah berhasil tumbuh 18,40%
3.000
(yoy) sedangkan dana di bank swasta
2.000
tumbuh lebih rendah yaitu sebesar
1.000
pertumbuhan
Perkembangan dana
di
0 Q1
tidak
lepas
dari
Q2
Q3
Q4
Q1
bank 2009
pemerintah yang masih dinilai cukup tinggi
Bank Swasta
5.000 4.000
(yoy).
di
Bank Pemerintah
6.000
bank
8,34%
dana
laju
Rp miliar
7.000
adanya
2010
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
preferensi masyarakat untuk lebih memilih menanamkan dananya tanpa risiko, dimana dalam pandangan masyarakat saat ini bank pemerintah dinilai lebih terjamin dan bebas risiko. Selain itu, maraknya bank swasta yang baru membuka cabang di Kota Manado berdampak terhadap persaingan antar bank dalam menyaring dana pihak ketiga.
Berdasarkan wilayah penghimpunan dananya, dari keseluruhan total dana pihak ketiga yang dihimpun, sebesar 71,62% atau Rp7.320 miliar berasal dari bank-bank yang berlokasi di Manado, selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Minahasa (8,23%), Kabupaten Bolaang Mongondow (7,78%), Kota Bitung (6,90%), dan Kabupaten Sangihe Talaud (5,47%). Tingginya penghimpunan dana masyarakat di Kota Manado terkait dengan jumlah jaringan kantor bank yang sebagian besar terkonsentrasi di Kota Manado, disamping itu sentra pertumbuhan ekonomi daerah berada di Manado tercermin dari maraknya aktivitas pembangunan daerah yang terfokus di sekitar Manado.
46
Tabel 3.2. Perkembangan Sebaran DPK per Kabupaten/Kota (Rp. Miliar)
Kota/Kabupaten
Q1 468 392 315 5.371 644 7.189
Minahasa Bolaang Mongondow Sangihe Talaud Manado Bitung Total
2008 Q2 Q3 513 684 427 391 329 343 5.862 5.959 635 552 7.765 7.929
Q4 586 448 372 6.872 583 8.860
Q1 833 553 440 6.443 639 8.907
2009 Q2 827 669 473 6.835 642 9.448
Q3 794 697 575 6.989 669 9.725
2010 Q1 841 795 559 7.320 705 10.220
Q4 686 632 488 7.509 673 9.987
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Grafik 3.6. Komposisi Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kabupaten/Kota 12.000
Grafik 3.7. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga Berdasarkan Kab/Kota
Rp miliar Minahasa
Bolmong
Sangihe Talaud
Manado
Bitung
Bitung
Q1-10
10.000 8.000
Q4-09
Manado
6.000 4.000
Q1-09 Sangihe Talaud
2.000 Q1
Q2
Q3
Q4
2009 Bitung Manado
Q1 2010
639
642
669
673
705
6.443
6.835
6.989
7.509
7.320
Sangihe Talaud
440
473
575
488
559
Bolmong
553
669
697
632
795
Minahasa
833
827
794
686
841
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Bolmong
Minahasa
-20
0
20
40
60
80
100
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan wilayah administratifnya, pada triwulan laporan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang positif jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan tertinggi dialami oleh Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 43,87% (yoy) dengan total DPK sebesar Rp795 miliar. Berikutnya adalah Kabupaten Sangihe Talaud yang tumbuh 27,11% (yoy) dengan jumlah Rp559 miliar, Kota Manado (13,61%), Kota Bitung (10,38%) dan Kabupaten Minahasa yang mencatat pertumbuhan terkecil sebesar 0,97% (yoy).
3. Penyaluran Kredit Bank Pelapor Mulai membaiknya kondisi perekonomian, belum menunjukkan dampak terhadap penyaluran kredit oleh bank umum konvensional. Hal ini terlihat dari masih melambatnya pertumbuhan kredit pada triwulan I-2010 dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 47
Outstanding kredit yang disalurkan sampai dengan akhir triwulan I-2010 adalah sebesar Rp10.846 miliar. Secara tahunan, penyaluran kredit bank umum tumbuh 19,25% (yoy), mengalami perlambatan dibandingkan triwulan I-2009. Berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit paling signifikan dialami oleh kredit konsumsi mencapai jumlah Rp6.300 miliar atau tumbuh sebesar 33,12% (yoy). Pertumbuhan yang cukup signifikan ini dipicu dari tingginya aktivitas konsumsi masyarakat Sulawesi Utara yang dikonfirmasi dengan data pertumbuhan ekonomi khususnya dari komponen konsumsi yang juga memberikan kontribusi cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi Sulawesi utara. Sementara itu, untuk jenis kredit investasi dan kredit modal kerja pertumbuhannya masingmasing sebesar 17,44% (yoy) dan 0,86% (yoy).
Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
48 43
gTotal_Kredit
gInvestasi
gKonsumsi
gModal_Kerja
2010
53 %
Grafik 3.9. Penyaluran Kredit di Provinsi Sulawesi Utara
38
Q1
Konsumsi
Q4
33 28 23
Investasi
Q2
Modal Kerja
2009
18
Q3
13 8
-12 -17
2009 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Feb
2010
Mar
Jan
Des
Nop
Okt
Sep
Jul
Aug
Jun
May
Apr
Feb
Mar
-7
Jan
3 -2
Q1
-
2.000
4.000
6.000
8.000
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan strukturnya, pangsa kredit konsumsi menempati urutan pertama sebesar 58,08% dari total kredit yang disalurkan, hal ini sejalan dengan pertumbuhan kredit konsumsi yang juga paling signifikan dibandingkan pertumbuhan kredit investasi dan modal kerja. Selanjutnya pangsa kredit modal kerja tercatat sebesar 32,37%, kemudian diikuti oleh kredit investasi dengan pangsa sebesar 9,54%. Berdasarkan sektor ekonominya, penyaluran kredit produktif selama triwulan ini sebagian besar ditujukan ke sektor lainnya (konsumsi) dengan jumlah Rp6.833 miliar dengan pangsa 63%. Selanjutnya diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) mencapai jumlah Rp2.456 miliar dengan pangsa sebesar 22,64% dari total kredit. Disusul penyaluran kredit pada sektor jasa dunia usaha dan sektor konstruksi masing-masing dengan pangsa 4,58% dan 4,23%. Dominasi penyaluran kredit pada sektor PHR didorong oleh tingginya tingkat aktivitas konsumsi 48
masyarakat, salah satu faktor pendorongnya antara lain adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi dan berbagai kegiatan menjelang Pilakada, sehingga hal ini menjadi insentif bagi pihak perbankan untuk menyalurkan kredit di sektor ini.
Sementara itu berdasarkan pencapaiannya, peningkatan pertumbuhan kredit paling signifikan terjadi di sektor Listrik, Gas dan Air Bersih yang tumbuh lebih dari 19302% (yoy) dengan jumlah Rp7 miliar. Berikutnya adalah sektor Jasa Sosial Kemasyarakatan dan sektor lainnya (konsumsi) yang tumbuh masing-masing sebesar 137,78% (yoy) dan 43,90% (yoy). Selanjutnya beberapa sektor juga mengalami kontraksi penyaluran kredit yakni di sektor pertanian yang mengalami kontraksi sebesar 66,89% (yoy), sektor transportasi dan komunikasi
terkontraksi sebesar 23,29% (yoy) dan sektor Perdagangan, Hotel dan
Restauran yang terkontraksi sebesar 7,37% (yoy). Grafik 3.10. Penyaluran Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
2010
Lainnya (Konsumsi) PHR Pertanian
Sektor Produktif Lainnya Konstruksi
Q1
Q4
2009
Q3
Q2
Q1
1.000 2.000 3.000 4.000 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
5.000
6.000
Berdasarkan kelompok bank, sampai dengan triwulan laporan, bank umum pemerintah masih terus mendominasi penyaluran kredit dibandingkan dengan bank umum swasta nasional. Kelompok bank pemerintah berhasil menyalurkan Rp8.349 miliar atau mencapai pangsa pasar 76,97% sedangkan sisanya disalurkan oleh kelompok bank swasta sebesar Rp2.498 miliar dengan pangsa pasar 23,03% dari total kredit. Sejalan dengan hal tersebut, dominasi pembiayaan oleh bank umum pemerintah terlihat semakin kuat ditinjau dari laju pertumbuhan kreditnya yang tumbuh sebesar 22,83% (yoy). Sementara pertumbuhan penyaluran kredit di bank swasta hanya tumbuh sebesar 8,66% (yoy). Jumlah bank swasta yang semakin bertambah di wilayah Sulawesi Utara mendorong persaingan yang semakin 49
kuat, yang pada tahap selanjutnya akan berdampak terhadap lambatnya pertumbuhan penyaluran kredit. Grafik 3.11. Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank 9.000 Bank Swasta
8.000
Bank Pemerintah
7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2009
2010 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Berdasarkan wilayah penyaluran kredit, dari total kredit sebesar Rp10.846 miliar, sebesar 65,18% atau sebesar Rp7.070 miliar disalurkan di wilayah Kota Manado hal ini juga tidak lepas dari banyaknya jaringan kantor perbankan yang berada di Kota Manado sebagai sentra pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Utara. Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Minahasa dengan pangsa pasar sebesar 12,53% (Rp1.359 miliar), Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 10,07% (Rp1.092 miliar), Kota Bitung sebesar 6,37% (Rp.691 miliar), dan Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 5,85% (Rp.634 miliar). Grafik 3.13. Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota
Grafik 3.12. Komposisi Kredit Berdasarkan Kabupaten/Kota
Rp miliar 12.000
Bitung Bolmong
Manado Minahasa
Sangihe Talaud
Q1-10
Bitung
Q4-09
10.000
Q1-09
Manado
8.000
Sangihe Talaud
6.000 4.000
Bolmong
2.000 -
Minahasa Q1
Q2
Q3
Q4
2009 Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Q1 2010
-
10
20
30
40
% 50
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
50
Berdasarkan laju pertumbuhan kreditnya, wilayah dengan laju pertumbuhan kredit tertinggi dialami Kabupaten Minahasa sebesar 30,64% (yoy) sedangkan yang terendah adalah Kota Bitung sebesar 14,77% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit selama triwulan laporan merupakan dampak atas respon pihak perbankan pada proses masa pemulihan perekonomian global yang kemudian berdampak pada perilaku perbankan yang lebih memperhitungkan faktor risiko dengan fokus pada prinsip kehati-hatian. Fungsi intermediasi perbankan mengalami peningkatan tercermin dari angka Loan to Deposit Ratio (LDR) sebesar dari 106,12% pada triwulan laporan, meningkat dari posisinya di periode yang sama tahun lalu sebesar 102,11%. Perlu digaris bawahi bahwa perhitungan LDR ini hanya membagi jumlah total kredit yang disalurkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun oleh perbankan. Meningkatnya rasio LDR ini disebabkan karena pertumbuhan kredit yang jauh lebih signifikan dibandingkan pertumbuhan DPK yang berhasil dihimpun bank. Berdasarkan wilayah administratifnya, rasio LDR terendah dialami oleh Kota Manado sebesar 96,59%. Sedangkan LDR tertinggi dicapai oleh Kabupaten Minahasa sebesar 161,47%, disusul kemudian berturut-turut oleh Kabupaten Bolaang Mongondow sebesar 137,44%, Kabupaten Sangihe Talaud sebesar 113,37%, dan Kota Bitung sebesar 98,03%.
Grafik 3.14. Loan to Deposit Ratio (LDR) Berdasarkan Kabupaten/Kota Q1-10
Bitung
Q4-09 Manado
Q1-09
Sangihe Talaud
Bolmong
Minahasa
-
50
100
150
% 200
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
4. Kredit UMKM Perkembangan kredit MKM (Mikro, Kecil dan Menengah) memperlihatkan perkembangan yang cukup signifikan, ditandai dengan laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan 51
laju pertumbuhan kredit secara umum. Sampai dengan triwulan I–2010, jumlah kredit MKM yang berhasil disalurkan mencapai Rp8.767 miliar dengan laju pertumbuhan sebesar 50,10% (yoy). Pencapaian ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan pertumbuhan kredit secara umum pada triwulan laporan yang hanya tumbuh 19,25% (yoy).
Grafik 3.15. Laju Pertumbuhan Kredit UMKM dan Total Kredit 60
% gKredit
50
gUMKM
40 30 20 10
2009
Mar
Feb
Jan
Des
Nop
Okt
Sep
Aug
Jul
Jun
May
Apr
Mar
Jan
Feb
0
2010
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Sejalan dengan hal tersebut, pangsa kredit UMKM terhadap penyaluran kredit perbankan secara keseluruhan juga mengalami peningkatan. Pada triwulan I-2010, pangsa kredit UMKM tercatat sebesar 80,83%. Kenaikan pangsa kredit UMKM juga diikuti oleh meningkatnya kualitas kredit UMKM yang tercermin dari rasio Non Performing Loan (NPL) yang mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sampai akhir triwulan I-2010 rasio NPL kredit UMKM tercatat sebesar 3,49%, masih lebih rendah dari batas toleransi Bank Indonesia sebesar 5%.
Rp miliar 6.000
Mikro
Kecil
Grafik 3.17. Non Performing Loan Kredit UMKM 2010
Grafik 3.16. Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Menengah
Q1 Menengah
5.000
Kecil
Q4
4.000
Mikro
3.000 2009
Q3
2.000
Q2
1.000 Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
Q1 2010
Q1
-
20
40
60
80
100
120
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
140
160 Rp miliar
52
Berdasarkan penyebarannya, penyaluran kredit UMKM masih belum merata dan lebih banyak terfokus pada daerah-daerah tertentu. Tercatat Kota Manado menyerap 64,63% dari total kredit MKM yang disalurkan, diikuti oleh kota dan kabupaten lainnya yang ratarata memiliki pangsa pada kisaran 5%-14%. Berdasarkan laju pertumbuhannya, perkembangan kredit MKM di Kabupaten Minahasa merupakan yang tertinggi yaitu sebesar 113,02% (yoy) sedangkan wilayah dengan laju pertumbuhan kredit MKM terendah adalah di Kota Bitung yang tumbuh sebesar 28,55% (yoy). Grafik 3.18. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Kab/Kota
Grafik 3.19. Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Kab/Kota
Rp miliar 10.000 9.000
Bitung
Manado
Bolmong
Minahasa
Q1-10
Bitung
Sangihe-Talaud
Q4-09
8.000
Manado
7.000
Q1-09
6.000 5.000
Sangihe Talaud
4.000 3.000
Bolmong
2.000 1.000 -
Minahasa Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Q1
(%)
2010
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
-20
0
20
40
60
80
100
120
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
B. RISIKO KREDIT
1. Rasio Kelonggaran Tarik Kredit Perkembangan rasio kelonggaran tarik kredit bank umum pada triwulan I-2010 memperlihatkan
penurunan
dibandingkan periode yang sama tahun
Grafik 3.20. Kelonggaran Tarik Kredit Bank Umum
14.000
Miliar
% 7 6
12.000
5 10.000
4
8.000
3
sebelumnya. Tercatat rasio kelonggaran tarik pada triwulan laporan sebesar 2,32%
turun
dibandingkan
periode
2 6.000 4.000
1 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Plafond
tercatat sebesar 6,20%. Penurunan rasio
10.187
10.647
11.031
11.731
13.133
Outstanding
merupakan suatu awal yang baik untuk
Rasio UL (%)
9.095
9.627
10.004
10.485
10.846
6,20
5,50
5,38
6,31
2,32
2009
yang sama tahun sebelumnya lalu yang
lebih
mengoptimalkan
fungsi
-
2010
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
intermediasi perbankan. 53
2. Net Interest Margin (NIM) Net Interest Margin (NIM) didefinisikan sebagai salah satu indikator penilaian terkait
kemampuan
menghasilkan
bank
laba.
dalam
Berdasarkan
Grafik 3.21. Net Interest Margin Bank Umum
2.000 Rp miliar 1.600 1.200
neraca konsolidasi bank umum, saldo bersih
pendapatan
bunga
800
setelah
400
dikurangi biaya bunga atau yang biasa
-
Q1
disebut Net Interest Margin (NIM).
Q2
angka
yang
positif
tercatat sebesar Rp356 miliar atau mengalami
peningkatan
dibandingkan
periode
bila
yang
Q4
2009
Pada triwulan laporan, rasio NIM menunjukkan
Q3
Q1 2010
Pend.Bunga
363
748
1.154
1.580
490
Biaya Bunga
119
235
348
456
134
NIM
244
513
805
1.125
356
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
sama
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp244miliar. Pendapatan bunga (antara lain dalam bentuk kredit dan penempatan antar bank) pada periode laporan lebih besar dibandingkan dengan biaya bunga (antara lain dalam bentuk tabungan, giro dan deposito). Hal ini dapat dikonfirmasi melalui pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK. 3. Rasio BOPO Rasio
BOPO
efisiensi
menunjukkan
bank
dalam
tingkat
melakukan
kegiatan operasionalnya. Rasio BOPO yang tinggi mencerminkan kondisi bank yang tidak efisien. Sampai dengan triwulan
laporan,
tingkat
efisiensi
operasional perbankan meningkat yang
Grafik 3.22. Rasio Biaya dan Pendapatan Operasional Bank Umum 2.000 1.800 1.600 1.400 1.200 1.000 800 600 400 200 -
%
Rp miliar
80 78 76 74 72 70 68
Q1
Q2
BO
322
PO
tercermin dari rasio BOPO bank umum
Q3
Q4
683
997
1.329
377
423
880
1.358
1.858
538
76,05
77,62
73,40
71,54
70,03
2009
yang
turun
menjadi
70,03%
dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya
yang
tercatat
sebesar
Rasio
Q1
66
2010
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
76,05%. Hal ini dapat diartikan bahwa bank
sudah
lebih
efisien
dalam
menjalankan kegiatan operasionalnya. 54
4. Return on Asset (ROA) Return on Asset (ROA) merupakan suatu
Grafik 3.23. Return On Asset Bank Umum
rasio yang mengukur kemampuan bank 15.500
untuk menghasilkan laba dengan asset
%
Rp miliar
4
15.000
yang dimilikinya. Sampai dengan triwulan
3 14.500
I-2010, rasio ROA bank umum tercatat
14.000
sebesar 1,11% mengalami peningkatan
13.500 1
bila dibandingkan periode yang sama
13.000
tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 0,99%. didorong
Peningkatan oleh
rasio
tingginya
ROA
12.500
baik
oleh
Q2
untuk
Q3
Q4
L/R (Rp miliar)
134
253
459
428
Aset (Rp miliar)
167
13.635
14.235
14.860
14.769
15.114
0,99
1,78
3,09
2,90
1,11
2009
presentase
bank
Q1
ini
kenaikan total aset yang mampu dikelola dengan
2
ROA (%)
Q1 2010
Sumber: Laporan Bulanan Bank Umum (LBU) Basel II
menghasilkan laba.
C. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT Secara kelembagaan, jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi di wilayah kerja Bank Indonesia Manado sebanyak 17 BPR yang seluruhnya merupakan bank konvensional dengan rincian sebanyak 13 BPR dengan jumlah kantor 39 unit beroperasi di Sulawesi Utara, sedangkan 4 BPR dengan jumlah kantor 8 unit beroperasi di Gorontalo. Tabel 3.3. Indikator Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Di Sulawesi Utara (Rp. Miliar) 2009
Komponen Q1
Q2
2010 Q3
Q4
Y.o.Y
Q1
Aset
207,9
220,4
237,8
241,1
264,1
27,02%
DPK
153,0
160,3
171,5
170,9
185,6
21,27%
108,8
113,1
120,3
119,7
131,2
20,61%
44,2
47,2
51,2
51,3
54,3
22,89%
163,7
181,5
195,6
202,7
208,0
27,05%
Modal Kerja
39,6
45,7
51,0
54,4
54,9
38,49%
Investasi
14,5
13,5
13,4
13,5
13,2
-9,49%
109,5
122,3
131,2
134,8
139,9
27,76%
Pertanian
3,1
3,2
3,9
4,4
4,4
42,52%
Perindustrian
0,5
0,6
0,5
0,6
0,5
-6,22%
28,1
28,2
31,6
31,7
33,1
17,76%
Deposito Tabungan Kredit Jenis Penggunaan
Konsumsi Sektoral
PHR Jasa-jasa
14,3
15,1
18,1
16,2
17,5
22,60%
Lain-lain
117,7
134,4
141,5
149,8
152,5
29,55%
LDR (Persen)
107,0
113,2
114,0
118,6
112,1
NPL (Persen)
3,5
3,2
3,3
2,9
4,0
*) posisi Februari 2010
Sumber: Laporan Statistik BPR
55
-
Secara umum kinerja BPR selama triwulan I-2010 mengalami peningkatan jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, tercermin dari naiknya total aset, DPK, dan jumlah kredit yang berhasil disalurkan. Peningkatan beberapa indikator ini juga dibarengi dengan membaiknya rasio Loan To Deposit Ratio (LDR). Namun demikian, kenaikan rasio LDR ini tidak diiringi dengan perbaikan pada kualitas kreditnya, hal ini tercermin dari kenaikan rasio Non Performing Loan (NPL) BPR. Pada triwulan laporan total aset BPR tercatat Rp264,1 miliar atau tumbuh 27,02% (yoy) dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, DPK yang berhasil dihimpun naik sebesar 21,27% (yoy) mencapai Rp185,6 miliar. Berdasarkan jenisnya, sebagian besar DPK tersebut disimpan dalam bentuk deposito dengan pangsa 70,71% atau sebesar Rp131,2 miliar, sedangkan sisanya sebesar Rp54,3 miliar dalam bentuk tabungan. Berdasarkan jenisnya, kredit yang disalurkan sebagian besar merupakan kredit konsumsi mencapai Rp139,9 miliar dengan pangsa 67,28% dari total kredit yang disalurkan, selanjutnya kredit modal kerja sebesar Rp54,9 miliar (26,39%) dan sisanya kredit investasi sebesar Rp13,2 miliar (6,33%).
Terlihat dalam tabel diatas, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya jenis kredit modal kerja mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 38,49% (yoy) kemudian disusul oleh kredit konsumsi sebesar 27,76%(yoy). Sebaliknya, kredit investasi mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar 9,49% (yoy). Peningkatan pertumbuhan kredit modal kerja ini sebagian besar didorong oleh tumbuhnya sektor perdagangan dan retail, dimana nasabah yang mengajukan kredit modal kerja di BPR umumnya digunakan untuk usaha jenis retail. Sementara itu, kredit konsumsi masih tetap tumbuh karena merupakan suatu konsekuensi logis dari dominannya kegiatan konsumsi pada PDRB Provinsi Sulawesi Utara yang didukung oleh berbagai kemudahan yang diberikan oleh BPR dalam pengajuan kredit dibandingkan bank umum walaupun bunga yang ditawarkan relatif lebih tinggi. Sementara itu, fungsi intermediasi yang tercermin dari rasio LDR (Loan to Deposit Ratio) BPR yang mencapai 112,1% mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 107,0%. Perhitungan LDR ini berbeda dengan cara perhitungan penentuan tingkat kesehatan BPR, dimana dalam perhitungan LDR ini hanya membagi total kredit dengan total Dana Pihak Ketiga, sedangkan dalam penilaian tingkat kesehatan BPR (total kredit dibagi dengan total dana yang diterima bank), dimana total DPK hanya sebagai salah satu komponen dari jumlah dana yang diterima. Namun demikian, kinerja LDR yang semakin membaik tidak dibarengi dengan perningkatan kualitas kredit yang tercermin dari kenaikan rasio NPL (Non Performing Loan) menjadi 4,0% pada triwulan laporan.
56
BOKS 2. PENGARUH PERDAGANGAN BEBAS ASEAN-CINA TERHADAP POTENSI PEMBIAYAAN DAERAH Pemberlakuan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) sejak Januari 2010 menjadi dasar keleluasaan arus barang untuk berpindah diantara negara ASEAN dan Cina. Dengan adanya penegasan tarif yang menurun secara bertahap tersebut diprediksikan dapat menjadi ancaman bagi keberlangsungan produksi/ kinerja usaha dari suatu perusahaan. Namun demikian, diberlakukannya ACFTA juga dapat memberikan peluang terutama untuk usaha yang berorientasi pada produk primer yang bersifat resource-based commodity. Pada tahap selanjutnya, kinerja usaha yang semakin membaik dapat diartikan sebagai prospek positif bagi pembiayaan di daerah. Sebaliknya, kinerja usaha yang memburuk, akan menurunkan kelancaran pembayaran dan berisiko meningkatkan rasio Non-Performing Loan (NPL). Guna mengetahui sejauh mana dampak pemberlakuan ACFTA terhadap potensi pembiayaan daerah, Bank Indonesia Manado melakukan survei dalam bentuk interview yang dilakukan kepada debitur besar dan UMKM pada Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Utara (BPD Sulut). Responden secara umum didominasi oleh debitur UMKM dengan skala usaha antara Rp500 juta s.d. Rp2,5 miliar, terutama berasal dari sektor usaha perdagangan, hotel dan restauran. Keterangan
Komposisi
Omset < Rp500 juta
46,67%
Rp500 juta – Rp2,5 miliar
53,33%
Sektor Usaha
Sumber
pembiayaan
bersumber dari
Perdagangan, Hotel, Restauran
66,67%
Pertanian
20,00%
Jasa-jasa
13,33%
usaha
dari
responden
terutama
Modal sendiri
modal sendiri, pinjaman bank serta
Pinjaman bank
Keduanya
6,67%
keduanya. Jenis pinjaman yang diberikan oleh perbankan adalah kredit modal kerja dengan tingkat suku bunga kredit yang dikenakan kepada responden sebesar > 12% per tahun,
46,67% 46,67%
dengan jumlah plafon kredit sebesar Rp500 juta – Rp 5 miliar (33,33%), Rp50 juta - Rp500 juta (40%), sedangkan sisanya mendapatkan plafon sebesar < Rp50 juta (26,67%). 57
Sebanyak 73,33% responden menjawab bahwa pemberlakuan
ACFTA
tidak
Menguntungkan
Merugikan
Tdk Berpengaruh
berpengaruh
terhadap kinerja usaha. Sementara itu, sebanyak
Pertanian
20% dari responden mengatakan bahwa ACFTA berpotensi meningkatkan keuntungan, terutama
Jasa-jasa
untuk (i) sektor usaha yang menggunakan bahan baku impor, (ii) sektor yang memperjualbelikan PHR
produk dari ASEAN-Cina. Serta hanya 6,67% responden
yang
memperkirakan
akan
ada
0
20
40
60
80
% 100
dampak negatif, namun hal ini tidak sampai mengganggu kelancaran pembayaran kredit. Dari hasil survei tersebut, secara umum dapat diperoleh informasi sebagai berikut:
9 Debitur Bank Pembangunan Daerah di wilayah Sulawesi Utara masih didominasi oleh debitur UMKM yang berasal dari sektor perdagangan.
9 Pelaku usaha sebagian besar tidak merasakan dampak negatif dari pemberlakuan ACFTA terhadap kinerja usahanya. Responden yang merasakan dampak positif dari ACFTA didorong oleh harga beli produk bahan baku yang menjadi lebih murah.
9 Pihak perbankan belum melihat bahwa pemberlakuan ACFTA akan memberikan dampak negatif terhadap pembiayaan di daerah. Pernyataan ini dikonfirmasikan oleh responden debitur, dimana sebanyak 73,33% menjawab bahwa ACFTA tidak akan berpengaruh terhadap kinerja usahanya.
58
BAB IV PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH
Transfer dana dari pemerintah pusat yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ke Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara pada Tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp5,68 Triliun atau naik 0,12% dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen penyusunnya, kenaikan transfer dana dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Perimbangan (Dana Alokasi Umum) yang naik 9,17% (yoy) mencapai jumlah Rp4,43 Triliun. Sementara itu Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus justru mengalami penurunan sebesar 43,88% dibandingkan tahun sebelumnya. Tabel 4.1. Perkembangan Transfer Dana Pusat Ke Prov/Kab/Kota di Wilayah Sulawesi Utara (dlm jutaan rupiah)
Dana
2007
Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak Dana Alokasi Umum (DAU) Dana Alokasi Khusus (DAK) Dana Penyesuaian & Otonomi Khusus TOTAL
2008
3.796.133 222.918 3.071.594 501.621 160.774 3.956.907
2010 1
2009
4.375.802 274.401 3.427.845 673.556 280.370 4.656.172
5.282.510 335.993 4.059.322 887.196 393.844 5.676.354
5.462.060 330.894 4.431.419 699.748 221.033 5.683.093
1 Data Update per 8 April 2010 Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
4.1. Dana Perimbangan Alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat bagi Provinsi/Kab/Kota di wilayah Sulawesi Utara Tahun 2010 menunjukkan peningkatan sebesar 3,40% dibandingkan dengan Tahun 2009. Secara agregat, jumlah alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat ke provinsi, kabupaten dan kota di Sulawesi Utara mencapai Rp5,68 Triliun. Hampir seluruh kabupaten/kota/provinsi
di
Tahun
2010
mengalami
penurunan
alokasi
anggaran
dibandingkan tahun lalu, kecuali Kabupaten Minahasa, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut), Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel). Tingkat penurunan tertinggi alokasi anggaran terjadi di Kabupaten Kep. Sangihe sebesar 14,63%, sedangkan pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Boltim sebesar 310,37%.
59
Tabel 4.2. Dana Perimbangan ke Prov/Kab/Kota di Wilayah Sulawesi Utara Wilayah Sulawesi Utara Pemprov Manado Bitung Tomohon Minahasa Minsel Minut Bolmong Talaud Sangihe Kotamobagu Bolmut Sitaro Mitra Boltim Bolsel TOTAL
Total Dana Total Dana Perimbangan Th Perimbangan Th 2009 2010 (Juta Rp) (Juta Rp) 668.996 666.514 516.127 494.517 335.571 325.596 284.382 270.027 465.437 466.587 359.695 353.639 335.432 325.318 337.930 349.291 344.783 328.910 419.459 358.092 265.687 257.010 266.605 268.284 286.803 273.115 274.500 271.791 54.223 222.514 66.880 230.856 5.282.510 5.462.060
Naik/(Turun) (%) (0,37) (4,19) (2,97) (5,05) 0,25 (1,68) (3,02) 3,36 (4,60) (14,63) (3,27) 0,63 (4,77) (0,99) 310,37 245,18 3,40
Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
Berdasarkan alokasi dana perimbangan di masing-masing kabupaten/kota/provinsi di Tahun 2010, pangsa terbesar terjadi pada tingkat provinsi dengan jumlah Rp666,51 milliar dengan pangsa 12,20%. Berikutnya adalah Kota Manado sebesar Rp494,52 miliar dengan pangsa 9,05% dari total anggaran, Kabupaten Minahasa sebesar Rp.466,59 dengan pangsa 8,54% dan Kabupaten Sangihe sebesar Rp358,09 miliar dengan pangsa 6,56%. Alokasi dana terendah diperoleh oleh Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan pangsa 4,07% dari total dana perimbangan atau sebesar Rp222,51 milliar. Grafik 4.1. Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2009
Grafik 4.2. Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2010
1%
Pemprov 5%
13%
5% 1%
5%
10%
Manado
Bitung
Tomohon
Minahasa
Minsel
Minut
Bolmong
Talaud
Sangihe
Kotamobagu
Bolmut
Sitaro
Mitra
Boltim
Bolsel
6% 5%
7% 9%
6% 6%
7%
4%
12%
5% 5%
9%
5%
5% 8%
4%
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
6%
5%
5%
7% 9%
6% 6%
6%
6%
Pemprov
Manado
Bitung
Tomohon
Minahasa
Minsel
Minut
Bolmong
Talaud
Sangihe
Kotamobagu
Bolmut
Sitaro
Mitra
Boltim
Bolsel
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
60
Grafik 4.3. Rincian Alokasi Dana Perimbangan Sulawesi Utara Tahun 2010 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 ‐
Dana Bagi Hasil
Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Umum
Dana Perimbangan
Sumber: Dirjen Perimbangan Keuangan Depkeu
Berdasarkan komponennya, alokasi dana perimbangan di masing – masing wilayah Sulawesi Utara pada APBD Tahun 2010 sebagian besar terdiri dari Dana Alokasi Umum. Secara agregat, pangsa dari DAU, DAK dan Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak berturutturut
sebesar 81,13%, 12,81% dan 6,06%. Dana Bagi Hasil merupakan bagian dana
perimbangan untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal (antara Pusat dan Daerah) yang dilakukan melalui pembagian hasil antara Pemerintah Pusat dan Daerah penghasil, dari sebagian penerimaan perpajakan (nasional) dan penerimaan sumber daya alam. Rendahnya pangsa Dana Bagi Hasil di Sulawesi Utara mencerminkan bahwa kontribusi Provinsi Sulawesi Utara terhadap penerimaan negara, baik dari segi pajak maupun pengelolaan sumber daya alam masih kecil.
4.2. Perkembangan APBD Provinsi Kinerja keuangan pemerintah pada triwulan I-2010 relatif lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sampai dengan 31 Maret 2010, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp137,24 miliar atau hanya sebesar 12,6% dari target pengeluaran dalam APBD sebesar Rp1.094 miliar. Sementara itu, realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan laporan sebesar Rp319 miliar atau baru mencapai 29,9% dari target pendapatan dalam APBD sebesar Rp1.066 miliar. Sedangkan untuk Tahun 2010, pembiayaan pemerintah Provinsi menunjukkan penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, atau hanya sebesar Rp27 miliar. 61
Tabel 4.3. Kinerja Keuangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 31 Maret 2010
No I
II
III
Uraian Pendapatan Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan Lain-lain PAD yang Sah Belanja Belanja Operasi Belanja Modal Belanja Tidak Terduga Transfer (Ke Kab/Kota/Desa) Pembiayaan Penerimaan Daerah - SILPA Pengeluaran Daerah
APBD 2009 (Rp Juta)
Realisasi APBD Tw. I-2009 Nominal
%
APBD 2010 (Rp Juta)
Realisasi APBD Tw. I-2010 Nominal
%
1.028.716 309.720 668.996 50.000
232.213 72.254 159.960 -
22,6 23,3 23,9 -
1.066.545 350.031 666.514 50.000
319.424 87.910 198.713 32.801
1.121.799 703.682 242.692 7.500 167.925
167.247 114.516 2.288 1.154 49.290
14,9 16,3 0,9 15,4 29,4
1.093.545 746.124 207.921 7.500 132.000
137.243 115.218 1.173 405 20.446
29,9 25,1 29,8 65,6 12,6 15,4 0,6 5,4 15,5
91.736 341.836 54.836 250.100
70.000 205.000
20,5 82,0
27.000 329.000 29.000 302.000
39.000 193.000
11,9 63,9
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
1. Pendapatan Provinsi Sampai dengan triwulan I-2010 realisasi pendapatan Provinsi Sulawesi Utara baru mencapai Rp319 miliar, atau sebesar 29,9% dari target pendapatan dalam APBD. Berdasarkan komponen pembentuknya, sumber penerimaan ini terutama berasal dari dana perimbangan (utamanya Dana Alokasi Umum) dengan pangsa 62,5% disusul Penerimaan Asli Daerah (PAD) dengan pangsa 32,8%.
Sementara itu, kinerja pemerintah provinsi dalam melakukan berbagai pemanfaatan asetaset yang dimiliki pada triwulan I-2010 cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari pencapaian realisasi Penerimaan Asli Daerah (PAD) pada triwulan laporan sebesar 25,1% dari target APBD atau meningkat dibandingkan realisasi PAD pada periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai 23,3% dari target APBD 2009. Berdasarkan komponen pembentuknya, PAD ini terutama bersumber dari penerimaan pajak sedangkan sisanya dalam bentuk retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain.
Pencapaian PAD sepanjang Tahun 2010 tersebut masih relatif kecil bila dibandingkan kebutuhan dana pembangunan di Sulawesi Utara tercermin dari relatif rendahnya rasio kemandirian fiskal daerah yaitu perbandingan PAD terhadap total belanja yang hanya 32,8%. Hal ini berarti kegiatan ekonomi dan sosial sebagian besar masih digerakkan oleh dana perimbangan yang berasal dari pemerintah pusat.
62
Tabel 4.4. Kinerja Pendapatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 31 Maret 2010 (dlm jutaan rupiah)
APBD 2009 (Rp Juta)
Uraian PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah - Lain-lain Dana Perimbangan - Dana Bagi Hasil Pajak - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan yang Sah
Realisasi APBD Tw. I-2009 Nominal
1.028.716 309.720 275.626 7.594 16.500 10.000 668.996 56.516 965
232.213 72.254 68.104 1.369 2.781 159.960 3.769 621
558.635 52.879 50.000
139.705 15.864 -
APBD 2010 (Rp Juta)
% 22,6 23,3 24,7 18,0 27,8 23,9 6,7 64,4 25,0 30,0 -
Proporsi APBD 2010 (%)
1.066.545 350.031 311.927 11.589 16.500 10.015 666.514 54.035 965
100,0 32,8 89,1 3,3 4,7 2,9 62,5 8,1 0,1 83,8 7,9 4,7
558.635 52.879 50.000
Realisasi APBD Tw. I-2010 Nominal
%
319.424 87.910 82.202 2.012 3.696 198.713 6.954 267
29,9 25,1 26,4 17,4 36,9 29,8 12,9 27,7 33,3 9,9 65,6
186.260 5.232 32.801
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
2. Belanja Provinsi Total belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD 2010 adalah sebesar Rp1.093 miliar, mengalami penurunan dibandingkan total belanja pada APBD 2009 sebesar Rp1.122 miliar. Seperti halnya penurunan anggaran belanja APBD, realisasi belanja provinsi sampai dengan triwulan I-2010 baru mencapai Rp137 miliar atau 12,6% dari target total belanja dalam APBD. Pencapaian ini sedikit lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang saat itu mencapai 14,9%. Menurut komponen pembentuknya, belanja provinsi terutama didominasi untuk belanja operasional dengan pangsa 68,2% atau mencapai Rp746,12 miliar. Sedangkan pangsa belanja modal hanya sebesar Rp207,92 miliar dengan pangsa 19%. Bila dibandingkan tahun lalu, maka target belanja modal di Tahun 2010 mengalami penurunan sebesar 14,33%. Hal ini menunjukkan bahwa belanja daerah masih banyak dialokasikan untuk konsumsi semata (pembayaran gaji, tunjangan, dan lain sebagainya). Tabel 4.5. Kinerja Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Utara s.d. 31 Maret 2010 (dlm jutaan rupiah)
Uraian BELANJA Belanja Operasi
- Belanja Pegawai - Belanja Barang - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bantuan Keuangan Belanja Modal - Belanja Tanah - Belanja Peralatan dan Mesin - Belanja Bangunan dan Gedung - Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan - Belanja Aset Tetap Lainnya Belanja Tak Terduga Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa)
APBD 2009 (Rp Juta)
Realisasi APBD Tw. I-2009 Nominal
1.121.799 703.682 397.782 221.120 16.375 58.405 10.000 242.692 10.595 29.475
167.247 114.516 73.162 18.547 3.942 18.865 2.288 878
58.469 140.110 4.043 7.500 167.925
9 1.401 1.154 49.290
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sulawesi Utara, diolah
% 14,9 16,3 18,4 8,4 24,1 32,3 0,9 3,0 0,02 1,0 15,4 29,4
APBD 2010 (Rp Juta) 1.093.545 746.124 402.388 231.236 63.500 45.000 4.000 207.921 13.800 24.789 17.921 148.113 3.298 7.500 132.000
Proporsi APBD 2010 (%) 100,0 68,2 53,9 31,0 8,5 6,0 0,5 19,0 6,6 11,9 8,6 71,2 1,6 0,7 12,1
Realisasi APBD Tw. I-2010 Nominal 137.243 115.218 76.862 25.312 5.675 7.368 1.173 1.170 3 405 20.446
% 12,6 15,4 19,1 10,9 8,9 16,4 0,6 4,7 0,002 5,4 15,5
63
3. Kontribusi APBD Terhadap Sektor Riil dan Uang Beredar Realisasi APBD di tingkat provinsi khususnya realisasi belanja daerah sedikit banyak telah memberikan kontribusi bagi pertumbuhan perekonomian. Dengan melakukan identifikasi terhadap pos-pos belanja dalam APBD provinsi ke dalam 2 (dua) kegiatan utama berdasarkan tabel PDRB sisi permintaan, yaitu konsumsi pemerintah dan belanja modal diperoleh hasil bahwa realisasi konsumsi pemerintah memberikan kontribusi sebesar 1,78% terhadap PDRB Provinsi Sulawesi Utara sedangkan realisasi belanja modal hanya memberikan kontribusi sebesar 0,02%. Kontribusi di tingkat kabupaten dan kota relatif sulit untuk diperoleh sehingga hanya besaran-besaran pokok saja yang dimiliki. Secara total, realisasi anggaran belanja dan modal dalam APBD provinsi memberikan kontribusi sebesar 1,8% terhadap PDRB Sulawesi Utara. Sementara itu, dampak realisasi APBD provinsi terhadap perkembangan uang beredar sampai dengan posisi 31 Maret 2010 berada pada kondisi ekspansif yang berarti jumlah pendapatan pemerintah lebih sedikit dibandingkan jumlah pengeluarannya (belanja pemerintah). Tabel 4.6. Kontribusi APBD Provinsi Terhadap Sektor Riil s.d. 31 Maret 2010 (dlm jutaan rupiah)
Uraian PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah - Lain-lain Dana Perimbangan - Dana Bagi Hasil Pajak - Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan yang Sah BELANJA Konsumsi Pemerintah - Belanja Pegawai - Belanja Barang - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bantuan Keuangan - Belanja Tak Terduga - Transfer (Bagi Hasil ke Kab/Kota/Desa) Pembentukan Modal Tetap Bruto (Blnj Modal)
Realisasi APBD Tw.I-2010 (Rp Juta) 319.424 87.910
% thd PDRB
1
4,18 1,15
82.202
1,08
2.012
0,03
3.696 198.713 6.954 267 186.260 5.232 32.801 137.243 136.070 76.862 25.312 5.675 7.368 0 405 20.446 1.173
0,00 0,05 2,60 0,09 0,00 2,44 0,07 0,43 1,80 1,78 1,01 0,33 0,07 0,10 0,00 0,01 0,27 0,02
1
Data menggunakan PDRB harga berlaku proyeksi Tw.I-2010 dengan menggunakan metode Exponensial Smoothing Holt-Winters Multiplicative Seasonal
Sumber: Biro Keuangan Daerah Sulawesi Utara, diolah
64
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran nasional baik tunai maupun non tunai merupakan salah satu tugas Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan undangundang. Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk dapat memenuhi kebutuhan uang kartal dimasyarakat dalam nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar (clean money policy). Sementara itu, untuk transaksi non tunai, Bank Indonesia mengarahkan transaksi pembayaran yang efektif, efisien, aman dan handal dengan tetap memperhatikan aspek perlindungan konsumen. Hal tersebut diwujudkan melalui alternatif pilihan metode pembayaran yang dapat diakses ke seluruh wilayah dengan biaya rendah, penerapan asas kesetaraan dalam penyelenggaraan sistem pembayaran, serta mengadopsi asas-asas perlindungan konsumen secara wajar dalam penyelenggaraan sistemnya.
A. Perkembangan Aliran Uang Kartal Aliran uang kartal di khasanah Kantor Bank Indonesia Manado pada triwulan I-2010 berada pada kondisi net inflow. Artinya jumlah aliran uang kartal yang masuk ke Bank Indonesia (inflow) lebih besar dibandingkan dengan jumlah aliran uang kartal yang keluar ke masyarakat (outflow) . Aliran uang masuk meningkat 0,62% (yoy) atau sebesar Rp3,8 miliar sedangkan aliran uang keluar mengalami penurunan yang signifikan sebesar 95,80% (yoy) atau sebesar Rp17,47 miliar. Kondisi ini merupakan pola musiman, dimana pada akhir tahun aktivitas ekonomi cenderung meningkat sehubungan dengan berlangsungnya perayaan Natal dan Tahun Baru. Namun setelah itu, pada awal tahun aktivitas ekonomi kembali normal sebagaimana tercermin dari tingginya tingkat pengembalian uang dari masyarakat masuk ke khasanah Bank Indonesia. Secara netto, aliran uang kartal selama triwulan laporan berada pada kondisi inflow sebesar Rp616,17 miliar lebih tinggi dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp594,90 miliar. Secara bulanan, net inflow tertinggi terjadi pada bulan Januari 2010 sebesar Rp329,51 miliar, berikutnya berturut-turut di bulan Februari dan Maret 2010 masing-masing sebesar Rp180,35 miliar dan Rp106,31 miliar. 65
Grafik 5.1. Netflow Aliran Kas Uang Kartal KBI Manado
miliar
800 600 400 200 0 ‐200 ‐400 ‐600 ‐800
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2008
Q3
Q4
Q1
2009
2010
Setoran
592
119
103
217
613
160
122
235
617
Bayaran
‐87
‐337
‐370
‐428
‐18
‐355
‐235
‐687
‐0,77
Netflow 505
‐218
‐268
‐211
595
‐195
‐113
‐453
616
Sumber : Bank Indonesia Manado, diolah
Dalam upaya memelihara kualitas uang kartal yang diedarkan, Bank Indonesia melakukan kegiatan berupa Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) dalam bentuk pemusnahan terhadap uang yang sudah tidak layak edar. Selama triwulan laporan, rasio PTTB terhadap uang kartal masuk tercatat sebesar 42,35%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 8,57%. Secara nominal, jumlah uang yang diberi tanda tidak berharga selama triwulan laporan sebesar Rp261,27 miliar atau naik 397,47% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Grafik 5.2. Rasio Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) Terhadap Inflow 700
%
Miliar
440 400
600
360 320
500
280 400
240
300
200 160
200
120 80
100 ‐
40 Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
217
613
160
2008 Setoran 592
119
103
Q3
Q4
2009 122
Q1
‐
2010 235
617
PTTB
305
169
118
102
53
78
490
209
261
Rasio
51,4
142,
114,
46,9
8,57
49,0
402,
89,1
42,3
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
66
Dalam perannya sebagai regulator di daerah yang bertugas untuk memenuhi kebutuhan likuiditas dan kebutuhan uang yang layak edar bagi masyarakat di wilayahnya, Kantor Bank Indonesia Manado melakukan kegiatan kas titipan. Kegiatan kas titipan ini dilakukan khususnya untuk daerah yang lokasinya cukup jauh dari Kantor Bank Indonesia. Penyelenggaraan kegiatan kas titipan ini dilakukan Kantor Bank Indonesia Manado bekerjasama dengan salah satu bank umum di wilayah Gorontalo dan Tahuna. Grafik 5.3. Netflow Kas Titipan KBI Manado di Gorontalo (Rp. Miliar) 800 600 400 200 0 ‐200 ‐400 ‐600
.
‐800
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
533
516
702
615
621
542
645
629
Outflow ‐463
672
‐672
‐755
‐560
‐443
‐611
‐566
‐673
‐537
Netflow
‐156
‐53
55
178
‐69
80
‐44
135
2008 Inflow
70
Q3
Q4
2009
Q1 2010
Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
Seperti halnya aliran uang kartal di KBI Manado, kondisi aliran kas titipan di Gorontalo menunjukkan posisi net inflow. Sepanjang triwulan I-2010 posisi aliran kas titipan Gorontalo menunjukkan nilai net inflow sebesar Rp135,05 miliar. Net inflow yang terjadi selama triwulan laporan lebih disebabkan oleh pola musiman setelah pada triwulan sebelumnya terjadi outflow yang cukup tinggi. Grafik 5.4. Netflow Kas Tititpan KBI Manado di Tahuna (Rp. Miliar) 150 100 50 0 ‐50 ‐100 ‐150
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
Q2
Q3
Q4
2009
Q1 2010
Inflow
51
19
23
36
57
27
40
108
40
Outflow
‐31
‐67
‐71
‐100
‐39
‐78
‐63
‐111
‐50
Netflow
20
‐48
‐49
‐63
18
‐51
‐23
‐3
‐11
Sumber: Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
67
Selain di provinsi Gorontalo, kas titipan juga terdapat di Kota Tahuna-Kabupaten Sangihe. Secara historis, kegiatan kas titipan Tahuna cenderung mengalami net outflow (kecuali pada awal tahun). Namun demikian, kondisi kas titipan Tahuna pada triwulan I-2010 menunjukkan sebaliknya, dimana aliran uang keluar khasanah masih lebih besar daripada aliran uang masuk ke khasanah dengan nilai net outflow sebesar Rp11 miliar. Kondisi net outflow yang terjadi di khasanah titipan di Tahuna mengindikasikan perkembangan pembangunan yang cukup pesat yang mendorong bergairahnya berbagai aktivitas perekonomian di daerah tersebut.
B. Penemuan Uang Palsu Penemuan uang palsu di wilayah kerja Kantor Bank Indonesia Manado menunjukkan adanya penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Total uang palsu yang ditemukan dan dilaporkan ke Bank Indonesia Manado pada triwulan I-2010 sebanyak 37 lembar yang terdiri dari 14 lembar uang pecahan Rp100.000,-, 19 lembar uang pecahan Rp50.000, 1 lembar uang pecahan Rp10.000,- dan 3 lembar uang pecahan Rp5.000,-. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya sebesar 41 lembar. Penurunan temuan ini mengindikasikan pemahaman masyarakat terhadap ciri-ciri keaslian uang rupiah sudah cukup baik. Tabel 5.1. Temuan Uang Palsu di Wilayah Kerja KBI Manado
Pecahan
2008
2009
2010
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
- Rp100.000,-
2
1.014
14
1
14
5
4
18
14
- Rp50.000,-
17
19
16
135
23
12
6
15
19
- Rp20.000,-
6
0
1
0
3
0
4
10
0
- Rp10.000,-
0
2
2
0
0
0
0
2
1 3
- Rp5.000,-
0
0
0
0
1
1
0
2
- Rp1.000,Total
0
0
0
0
0
0
0
0
25
1.035
33
136
41
18
14
47
Q1
0 37
Sumber: Bank Indonesia Manado, diolah
Bank Indonesia telah dan akan terus berupaya untuk meminimalisir pergerakan pelaku pemalsuan uang melalui kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah. Kegiatan sosialisasi tidak hanya dilakukan di Kantor Bank Indonesia, kalangan perbankan, di instansi-instansi pemerintah daerah namun juga dilakukan di pusat perbelanjaan di kota Manado. Hal tersebut dilakukan mengingat pusat perbelanjaan juga sangat rentan terhadap kegiatan peredaran uang palsu karena tingginya tingkat perputaran uang yang digunakan untuk melakukan transaksi. Selain itu, pihak Bank Indonesia juga menjalin kerjasama dengan pihak 68
Kepolisian Daerah Sulawesi Utara dalam upaya penanganan proses hukum. Peran serta aktif masyarakat bersama dengan pihak kepolisian diperlukan untuk dapat membongkar sejumlah kasus pemalsuan uang di Sulawesi Utara.
C. Perkembangan Kliring (Tunai) Perkembangan kliring di wilayah Sulawesi Utara (tunai) selama triwulan I-2010 mengalami peningkatan, jumlah warkat yang dikliringkan sebanyak 75.799 lembar dengan nilai Rp1.658 miliar atau meningkat jumlahnya sebesar 10,75% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dilihat berdasarkan rata-rata harian lembar warkat yang dikliringkan selama periode laporan tercatat sebanyak 1.221 lembar dengan nilai sebesar Rp26,73 miliar atau tumbuh sebesar 5,24% (yoy). Peningkatan rata-rata jumlah nominal kliring tersebut semakin menegaskan bahwa perekonomian Sulawesi Utara mengalami pertumbuhan yang positif. Tabel 5.2. Perputaran Kliring dan Cek/BG Kosong di Wilayah Sulawesi Utara KETERANGAN
2008 Q1
Q2
Perputaran Kliring a. Lembar 71.180 75.825 b. Nominal (Rp miliar) 1.402 1.356 Rata-rata perputaran kliring per hari a. Lembar 1.194 1.205 b. Nominal (Rp miliar) 23,51 21,65 Persentase rata-rata penolakan a. Lembar (%) 0,37 0,57 b. Nominal (%) 0,73 0,44
2009 Q3
Q4
Q1
Q2
Q3
Q4
2010 Q1
79.174 1.590
76.409 1.535
72.982 1.497
79.557 1.626
82.114 1.722
84.032 1.860
75.799 1.658
1.237 24,84
1.297 26,06
1.236 25,40
1.282 26,17
1.369 28,72
1.384 30,71
1.221 26,73
0,79 1,02
1,04 1,54
0,99 0,91
0,96 1,08
1,06 1,27
1,33 1,45
1,02 1,01
Sumber : Kantor Bank Indonesia Manado, diolah
Sementara itu, rata-rata penolakan lembar cek/bilyet giro kosong selama triwulan laporan tercatat 1,02% dari rata-rata lembar warkat yang dikliringkan per hari atau mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 0,99%. Sementara itu, dilihat dari segi jumlah nominalnya juga terdapat kenaikan sebesar 11,24% (yoy) dari 0,91% pada triwulan I-2009 menjadi 1,01% pada triwulan I-2010 dari rata-rata nominal cek dan BG yang dikliringkan per hari.
D. RTGS (Real Time Gross Settlement) RTGS sebagai salah satu sarana penyelesaian transaksi non tunai, mempunyai keunggulan dalam kecepatan penyelesaian transaksi (seketika) dan resiko settlement-nya dapat diperkecil. Perkembangan penyelesaian nominal dan volume transaksi RTGS selama triwulan I-2010 (dari dan ke wilayah Sulawesi Utara) mencapai 5.726 transaksi dengan nilai 69
Rp2.603,77 miliar atau mengalami peningkatan nilai sebesar 19,19% (yoy) dibandingkan nilainya di triwulan I-2009. Sejalan dengan jumlah nilainya yang mengalami peningkatan, volume RTGS pada triwulan laporan juga mengalami kenaikan dari 4.980 transaksi di triwulan I-2009 menjadi 5.726 transaksi pada triwulan I-2010, atau tumbuh sebesar 14,98% (yoy). Pertumbuhan nilai dan volume RTGS didorong oleh pembangunan dan kegiatan perekonomian yang terus berkembang di wilayah Sulawesi Utara yang menuntut kecepatan penyelesaian transaksi pada arus lalu lintas uang. Tabel 5.3. Perkembangan Traksaksi Melalui RTGS - Real Time Gross Settlement
Bulan Jan Feb Mar Tw I-2009 Apr Mei Jun Tw II-2009 Jul Agust Sep Tw III-2009 Okt Nov Dec Tw IV-2009 Jan Feb Mar Tw I-2010 Pertumbuhan (%)
TO FROM + TO FROM Nilai Nilai Nilai Volume Volume Volume (Miliar Rp) (Miliar Rp) (Miliar Rp) 196,05 619 490,73 1.275 686,78 1.894 220,92 716 435,00 784 655,92 1.500 278,32 751 563,45 835 841,77 1.586 695,29 2.086 1.489,18 2.894 2.184,47 4.980 254,13 845 623,87 994 878,00 1.839 250,57 946 515,09 849 765,66 1.795 156,81 479 494,57 830 651,38 1.309 661,51 2.270 1.633,53 2.673 2.295,04 4.943 127,73 420 539,12 1.388 666,85 1.808 130,87 502 502,00 800 632,87 1.302 460 526,54 792 670,22 1.252 143,68 402,28 1.382 1.567,66 2.980 1.969,94 4.362 191,76 718 498,42 799 690,18 1.517 225,20 748 544,54 941 769,74 1.689 356,68 1.036 597,55 1.532 954,23 2.568 773,64 2.502 1.640,51 3.272 2.414,15 5.774 182,88 694 709,22 1.102 892,10 1.796 192,27 638 553,24 1.339 745,51 1.977 239,37 833 726,79 1.120 966,16 1.953 614,52 2.165 1.989,25 3.561 2.603,77 5.726 -11,62 3,79 33,58 23,05 19,19 14,98
Sumber : www.bi.go.id, diolah
70
BAB VI
PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH DAN
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kinerja yang cukup baik dari berbagai indikator makro ekonomi regional, perbankan, sistem pembayaran dan fiskal (APBD yang didukung oleh relatif terkendalinya harga barang dan jasa secara umum (inflasi), berimplikasi pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat dalam bentuk penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan di Sulawesi Utara. Tingkat pengangguran di Sulawesi Utara pada Agustus 2009 mengalami perbaikan tercermin dari rasio TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) sebesar 10,56% atau turun tipis (0,09%) dibandingkan dengan periode Agustus 2008
lalu sebesar 10,65%. Berdasarkan jenis
lapangan pekerjaan, pertanian masih menjadi sektor lapangan pekerjaan utama, walaupun telah terjadi pergeseran ke sektor lainnya, terutama sektor perdagangan dan sektor jasa. Berdasarkan persebarannya, Manado masih menjadi daerah dengan jumlah angkatan kerja terbesar dan angka pengangguran tertinggi. Seiring dengan itu, tingkat kemiskinan juga mengalami penurunan dari 10,10% pada Maret 2008 menjadi 9,79% pada Maret 2009.
A. PENGANGGURAN Struktur ketenagakerjaan pada periode Agustus 2009 tidak terlalu berbeda bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari seluruh penduduk usia 15+, jumlah angkatan kerja tercatat 1.051.130 orang (62,05%) masih lebih banyak dibandingkan dengan jumlah bukan angkatan kerja sebanyak 642.995 orang. Jumlah angkatan kerja ini meningkat tipis sebesar 2,96% (yoy) atau sebanyak 30.178 orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tabel 6.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan di Sulawesi Utara
Feb-08
Ags-08
Feb-09
Ags-09
Penduduk 15 Thn ke atas
1,658,299
1,669,313
1,685,502
1,694,125
Angkatan Kerja
1,046,665
1,020,952
1,077,155
1,051,130
Bekerja
917,363
912,198
962,627
940,173
Mencari Kerja
129,302
108,754
114,528
110,957
611,634
648,361
608,347
642,995
TPAK
63.12
61.16
63.91
62.05
TPT
12.35
10.65
10.63
10.56
Bukan Angkatan Kerja
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
71
Menurut komponen penyusunnya, jumlah penduduk yang bekerja berdasarkan data Agustus 2009 mengalami peningkatan. Tercatat jumlah penduduk yang bekerja berjumlah 940.173 orang, meningkat 3,07% (yoy) atau sebanyak 27.975 orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja, jumlah orang yang mencari kerja pun mengalami peningkatan yaitu dari 108.754 orang pada Agustus 2008 naik 2,03% (yoy) menjadi 110.957 orang pada Agustus 2009.
Meningkatnya jumlah angkatan kerja selama periode Agustus 2008 – Agustus 2009 mengakibatkan TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) di Provinsi Sulawesi Utara mengalami peningkatan 0,88% (yoy) dari 61,16% pada Agustus 20008 menjadi 62,05% pada Agustus 2009. TPAK sebesar 62,05% tersebut dapat diartikan bahwa sekitar 62 penduduk Provinsi Sulawesi Utara aktif bekerja dan mencari pekerjaan dari sebanyak 100 orang penduduk yang termasuk ke dalam penduduk usia kerja. Sementara itu, TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) pada Agustus 2009 sebesar 10,56%, merupakan angka yang terendah selama sejak Tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa dari sekitar 100 orang penduduk yang termasuk dalam angkatan kerja hanya 10-11 orang yang menganggur, selebihnya sudah mempunyai perkerjaan. Grafik 6.1. Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja Saat Ini di Sulawesi Utara
Penurunan tingkat pengangguran ini terkonfirmasi
di Kota Manado. Dari hasil survey tersebut,
2010
dari hasil Survey Konsumen yang diselenggarakan
konsumen rumah tangga menilai ketersediaan
S 2009
lapangan kerja saat ini cukup optimis, tercermin
J N
lapangan pekerjaan saat ini masih cukup baik. Sampai dengan Maret 2010, indeks ketersedian
M
J M
dari level indeks sebesar 123,50 (indeks > 100
M
optimis) meningkat jauh dibandingkan Maret 2009
J
lalu yang hanya berada pada level 67 (berada pada level pesimis).
‐
20
40
60
80
100
120
Sumber: Survei Konsumen Kota Manado
72
140
160
Tabel 6.2. Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan di Sulawesi Utara Feb-08 Pertanian
Ags-08
Feb-09
Grafik 6.2. Struktur Tenaga Kerja Menurut Sektor Ekonomi di Sulawesi Utara Ags-09
363,771
362,615
386,873
345,595
Pertambangan
14,806
12,804
19,048
18,301
Industri
61,270
43,846
57,094
57,520
Listrik, Gas & Air Bersih
3,223
3,951
4,312
4,048
56,406
67,121
53,091
68,843
Perdagangan
144,155
163,693
175,012
173,432
Angkutan
136,047
90,561
102,115
93,012
Keuangan
10,127
13,850
14,496
16,546
Jasa
127,558
153,757
150,586
162,876
Total
917,359
912,198
962,633
940,173
Konstruksi
Pertanian 17% 2% Pertambangan Industri Listrik, Gas & Air Bersih 10% Konstruksi Perdagangan Angkutan Keuangan 19% Jasa
37%
2%
7% 0%
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Komposisi penduduk yang bekerja menurut sektor lapangan pekerjaan utama pada Agustus 2009 relatif tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut sektor ekonominya, sektor pertanian merupakan sektor yang banyak digeluti oleh tenaga kerja di Sulawesi Utara yaitu sebanyak 345.595 orang (37,76%). Jumlah ini sudah mengalami penurunan jika dibandingkan pada bulan Agustus 2008 lalu yang tercatat 362.615 orang. Secara umum bila dibandingkan dengan kondisi pada Agustus 2008, seluruh sektor selain sektor pertanian, mengalami peningkatan jumlah tenaga kerja. Data tersebut menggambarkan bahwa walaupun sektor pertanian paling banyak digeluti oleh tenaga kerja di Sulawesi Utara, namun pangsanya terus menurun dan mengalami pergeseran terutama ke sektor perdagangan, jasa dan angkutan. Pergeseran ini terjadi terkait berkembang pesatnya sektor perdagangan ritel (PHR) dan jasa sebagai dampak semakin dikenalnya Kota Manado sebagai kota tujuan pariwisata domestik dan dunia. Selain itu, semakin terjangkaunya harga kendaraan bermotor (khususnya roda dua), dengan berbagai macam kemudahan yang ditawarkan kepada calon konsumen/pembelian menyebabkan bisnis/usaha ojek tumbuh pesat. Tak heran beberapa petani beralih profesi menjadi tukang ojek ataupun pedagang.
73
6%
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan di Sulawesi Utara Feb-08
Ags-08
Feb-09
Ags-09
Berusaha Sendiri
328,437
282,696
287,238
286,716
Berusaha Dibantu Buruh Tidak Tetap - Buruh Tidak Dibayar Berusaha Dibantu Buruh Tetap-
148,096
134,423
130,426
129,345
27,657
31,026
41,175
42,900
Buruh/Karyawan
246,547
264,692
279,163
284,798
Pekerja Bebas Pertanian
50,688
60,824
64,141
48,003
Pekerja Bebas Non Pertanian
34,629
47,802
39,899
55,056
81,309
90,735
120,585
93,355
917,363
912,198
962,627
940,173
Pekerja Tak Dibayar Total
Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
Berdasarkan statusnya, mata pencaharian masyarakat Sulawesi Utara didominasi oleh berusaha sendiri sebanyak 286.716 orang (30,50%), dan buruh/karyawan/pegawai sebanyak 284.798 orang (30,29%). Status pekerjaan penduduk yang bekerja terkecil adalah kategori pekerjaan berusaha dibantu buruh tetap – buruh dibayar sebanyak 42.900 orang (4,56%). Status pekerjaan penduduk yang bekerja di daerah perkotaan terbanyak adalah sebagai buruh/karyawan/pegawai sebesar 167.838 orang (45,33%) dan berusaha sendiri sebesar 115.573 orang (31,22%). Sedangkan untuk daerah perdesaan, status pekerjaan penduduk yang bekerja sebagian besar adalah berusaha sendiri yaitu sebesar 171.143 (30,03%) dan buruh/karyawan/pegawai sebesar 116.960 orang (20,52%).
Grafik 6.4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Utara dan Nasional
Grafik 6.3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Sulawesi Utara 66
TPT Nasional (persen)
65,60
65 63,91
64 63,12
63 62
62,05
61,97
61
61,16
60
TPT Sulut (persen)
Aug‐ 09
7,87
Feb‐ 09
8,14 10,63
Ags‐ 08
8,39
Feb‐ 08
8,46
TPAK Sulut (%)
58 Feb‐07
Agt‐07
Feb‐08
Ags‐08
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Feb‐09
Aug‐09
10,65 12,35
9,11
Agt‐ 07
59
10,56
12,35
9,75
Feb‐ 07
13,00 ‐
5
10
15
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
74
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) provinsi Sulawesi Utara selama kurun waktu 3 (tiga) tahun terakhir terus mengalami penurunan. Namun bila dibandingkan dengan TPT nasional sebesar 7,87%, TPT provinsi Sulawesi Utara sepanjang periode Februari 2007 sampai dengan Agustus 2009 masih termasuk cukup tinggi.
B. KEMISKINAN Tingkat kemiskinan di Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan kecenderungan menurun sejak Tahun 2007. Bila pada Maret 2007, tingkat kemiskinan masih tercatat 11,42% (sebanyak 250 ribu jiwa) maka pada Maret 2009 telah turun menjadi 9,79% (sebanyak 220 jiwa). Bahkan bila dibandingkan dengan tingkat kemiskinan secara nasional, tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara relatif masih lebih rendah.
Tabel 6.4. Sebaran Penduduk Miskin di Kota dan Desa di Sulawesi Utara Jumlah Penduduk Miskin (000 orang) Kota
Desa
Total
Persentase Penduduk Miskin Kota
Desa
Ket
Total
Juli 2006 Sulut Indonesia
61,2
171
233
6.52
14.01
10.76
Naik
13568,4
23,821
37,389
12.68
20.84
16.90
Naik
79
171
250
8.31
13.80
11.42
Naik
13559,3
23,609
37,168
12.52
20.37
16.58
Turun
73
151
224
12,769
22,195
34,963
79
140
Maret 2007 Sulut Indonesia
Maret 2008 Sulut Indonesia
7.56 11.65
12.04 18.93
10.10 15.42
Turun Turun
Maret 2009 Sulut
220
8.14
11.05
9.79
Turun
Indonesia 11,910 20,620 32,530 Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
10.72
17.35
14.15
Turun
Jumlah penduduk miskin pada Maret 2009 sebesar 219,57 ribu (9,79%). Terjadi penurunan jumlah maupun persentase penduduk miskin bila dibandingkan Maret 2008 yang berjumlah 223,5 ribu (10,10%). Penurunan ini lebih disebabkan oleh turunnya jumlah penduduk miskin di kawasan perdesaan. Jika pada posisi Maret 2008 jumlah penduduk miskin di perdesaan berjumlah 150,9 ribu (12,04%), pada periode Maret 2009 jumlah berkurang cukup signifikan menjadi 140,31 ribu (11,05%). Sebaliknya, di perkotaan jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan, jika pada periode Maret 2008 jumlahnya tercatat 72,7 ribu (7,56%), pada periode Maret 2009 jumlahnya meningkat mencapai 79,25 ribu (8,14%).
Secara nasional, juga terjadi penurunan jumlah penduduk miskin dari 34,96 juta orang pada Maret 2008 menjadi 32,53 juta orang pada Maret 2009. Jumlah penduduk miskin di daerah 75
perdesaan turun lebih tajam daripada di daerah perkotaan. Selama periode Maret 2008 Maret 2009, penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang 1,57 juta orang, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta orang. Persentase penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan pada periode Maret 2008 - Maret 2009 tidak banyak berubah, masingmasing mengalami penurunan sebesar 0,93% dan 0,58%. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2008-Maret 2009 antara lain disebabkan oleh perkembangan pesat pertumbuhan ekonomi selama periode tersebut yang mendorong bertambahnya luasnya kesempatan kerja akibat banyak berdirinya hotel, restoran, ataupun perusahaan-perusahaan baru lainnya.
Tabel 6.5. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah di Sulawesi Utara Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Tahun Makanan
Bukan Makanan
Total
Jumlah Penduduk Miskin
% Penduduk Miskin
Pedesaan Maret 2007
117,516
31,924
149,440
171.00
13.80
Maret 2008
128,498
33,935
162,433
150.90
12.04
Maret 2009
141,599
36,672
178,271
140.31
11.05
Maret 2007
119,827
36,723
156,550
250.10
11.42
Maret 2008
129,781
38,378
168,160
223.50
10.10
Maret 2009 143,512 41,260 Sumber : BPS Provinsi Sulawesi Utara
184,772
219.57
9.79
Kota & Desa
Besar kecilnya jumlah penduduk miskin di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan. Semakin tinggi Garis Kemiskinan, semakin banyak penduduk yang tergolong sebagai penduduk miskin. Selama periode Maret 2008 – Maret 2009, garis kemiskinan naik sebesar 9,88% yaitu dari Rp.168.160,- per kapita per bulan pada Maret 2008 menjadi Rp184.772,- per kapita per bulan pada Maret 2009. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Pada Maret 2008, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 77,18%, tetapi pada Maret 2009, peranannya meningkat mencapai 77,67%. Selanjutnya penduduk miskin dapat dibedakan menjadi dua yaitu miskin kronis (chronic poor) dan miskin sementara (transient poor). Miskin kronis adalah penduduk miskin yang berpenghasilan jauh di bawah garis kemiskinan dan biasanya tidak memiliki akses yang cukup terhadap sumber daya ekonomi, sedangkan miskin sementara adalah penduduk miskin yang berada dekat garis kemiskinan. Jika terjadi sedikit saja perbaikan dalam 76
ekonomi, kondisi penduduk yang termasuk kategori miskin sementara ini bisa meningkat dan statusnya berubah menjadi penduduk tidak miskin. Pada periode Maret 2008 - Maret 2009, Indeks Kedalaman
Kemiskinan
(P1)
dan
Indeks
Tabel 6.6. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Menurut Daerah di Sulawesi Utara Tahun
Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung tidak
Kota
Desa
Total
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)
berubah. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata
Maret 2007
1.30
2.33
1.88
Maret 2008
1.08
1.87
1.53
pengeluaran penduduk miskin cenderung sama
Maret 2009
1.27
1.77
1.55
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)
dengan kondisi periode yang lalu mendekati garis
kemiskinan
begitu
pula
dengan
Maret 2007
0.31
0.60
0.47
Maret 2008
0.30
0.45
0.38
Maret 2009
ketimpangan pengeluaran diantara penduduk
0.32
0.39
0.36
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
miskinnya.
C.
Rasio Gini
Rasio gini merupakan ukuran kemerataan tingkat pendapatan yang dihitung dengan membagi luas antara garis diagonal dan kurva lorent dengan luas segi tiga di bawah garis diagonal. Nilai Rasio Gini terletak antara 0 dan 1, nilai rasio Gini yang mendekati 0 maka tingkat ketimpangan pendapatan sangat rendah, artinya distribuso pendapatan merata dan apabila nilainya mendekati 1 maka tingkat ketimpangan pendapatan tinggi.
Perkembangan angka rasio gini Sulawesi Utara dalam 3 (tiga) tahun terakhir relatif tetap. Berdasarkan data terakhir pada tahun 2007 indeks gini tercatat 0,32, relatif tidak berubah dibandingkan indeks gini Tahun 2005 lalu yang juga sebesar 0,32. Namun demikian berdasarkan strukturnya, persentase pendapatan yang dinikmati oleh 20% penduduk berpenghasilan tertinggi menjadi semakin meningkat dari 40,70% menjadi 41,24%. Faktor yang mempengaruhi peningkatan kesenjangan ini adalah dampak kenaikan harga BBM yang menyebabkan kelompok 40% penduduk berpenghasilan rendah terpukul. Fenomena yang menarik adalah terjadinya shifting dari sebagian penduduk di kelompok 40% menengah ke 40% ke bawah dan 20% teratas. Tabel 6.7. Rasio Gini Provinsi Sulawesi Utara 2005
P rovins i
2007
40% populas i 40% populas i 20% populas i dengan dengan dengan pendapatan pendapatan pendapatan terendah moderat tertinggi
S ulawes i Utara 20,03 Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
39,27
40,70
R as io Gini
0,32
40% populas i 40% populas i 20% populas i dengan dengan dengan pendapatan pendapatan pendapatan terendah moderat tertinggi 21,19
37,57
41,24
R as io Gini
0,32
77
D. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Utara di Tahun 2008 tercatat sebesar 75,16 atau turun 0,84 poin dari angka IPM 2007 sebesar 76. Pencapaian ini menempatkan IPM Sulawesi Utara menempatkan posisi No.2 dari seluruh provinsi di Indonesia, sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan komponen pembentuknya, penurunan angka IPM dibandingkan tahun sebelumnya teruma disebabkan oleh turunnya angka harapan hidup masyarakat Sulawesi Utara dari 74,4 tahun menjadi 72,01 tahun, sedangkan 3 (tiga) komponen IPM lainnya yaitu angka melek hurup, rata-rata lama sekolah dan rata-rata pengeluaran riil per kapita justru mengalami peningkatan. Tabel 6.8. Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Sulawesi Utara Periode 2002 – 2008
Komponen IPM
2005
Angka Harapan Hidup Angka Melek Huruf Rata-Rata Lama Sekolah Pengeluaran Riil/Kapita (000 Rp) IPM Peringkat Nasional
71.70 99.30 8.80 616.10 74.20 2
2006 71.80 99.30 8.80 616.90 74.40 2
2007 74.40 99.30 8.80 619.40 76.00 2
2008 72.01 99.31 8.80 625.58 75.16 2
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Berdasarkan wilayah administrasinya, IPM di seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Utara di Tahun 2008 menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan (turun) dibandingkan Tahun 2007. Kota Manado mencatat peringkat IPM tertinggi dari kabupaten/kota se- Sulawesi Utara yaitu diperingkat 13 secara nasional, turun 5 peringkat di tahun sebelumnya yang saat itu berada di peringkat 8 nasional. Peringkat IPM terendah dialami oleh Kabupaten Bolaang Mongondow Utara yaitu diperingkat 180 nasional turun dibandingkan tahun sebelumnya berada diperingkat 147 nasional. Sementara itu menurut komponen penyusun IPM, angka harapan hidup tertinggi pada Tahun 2008 dialami oleh Kota Manado (72,37 tahun), sedangkan yang terendah dialami Kabupaten Minahasa Tenggara (68,31). Untuk angka melek huruf, Kota Manado dan Kota Tomohon mencatat angka melek huruf tertinggi yaitu sebesar 99,83 sedangkan yang terendah dialami oleh Kab. Bolaang Mongondow sebesar 98,22. Untuk rata-rata lama sekolah, Kota Manado mencatat yang tertinggi (10,58), sedangkan yang terendah (7,39). Sedangkan nilai pengeluaran per kapita tertinggi dicatat oleh Kota Manado (631,88) sedangkan Kab. Kep. Sitaro (Siau Tagulandang Biaro) mencatat pengeluaran per kapita yang terendah (605,77).
78
Tabel 6.9. IPM Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara dan Peringkatnya Secara Nasional IPM
Kab/Kota 2007
Tabel 6.10. Komponen Penyusun IPM di Kab/Kota di Sulawesi Utara Tahun 2008
Peringkat Nasional 2008
2007
Kab/Kota
Ket
2008
Angka Harapan Hidup
Angka Melek Huruf
Rata-rata Lama sekolah
Pengeluaran per Kapita (000 rp)
Kab.Bolaang Mongondow
71.19
98.22
7.39
608.55
74.00
72.11
118
158
↓
Kab.Minahasa
72.18
99.52
8.80
619.74
Kab.Minahasa
76.40
74.86
54
66
↓
Kab.Kep.Sangihe
72.50
98.50
7.70
628.55
Kab.Kep.Sangihe
76.00
74.67
63
70
↓
Kab.Kep.Talaud
75.60
74.38
67
79
Kab.Kep.Talaud
71.29
99.30
8.47
623.35
↓
Kab.Minahasa Selatan
75.30
73.79
77
89
Kab.Minahasa Selatan
71.89
99.40
8.54
610.86
↓
Kab.Minahasa Utara
76.70
75.33
42
56
↓
Kab.Minahasa Utara
72.20
99.68
9.07
622.71
Kab.Bolaang Mongondow Utara
73.30
71.84
147
180
↓
Kab.Bolaang Mongondow Utara
69.45
98.30
7.10
620.13
Kab.Kep.Siau Tagulandang Biaro
69.77
99.38
8.08
605.77
Kab.Minahasa Tenggara
68.31
99.61
8.24
623.27
Kota Manado
72.37
99.83
10.58
631.88 628.47
Kab.Bolaang Mongondow
Kab.Kep.Siau Tagulandang Biaro
73.30
71.87
145
175
↓
Kab.Minahasa Tenggara
74.10
72.58
113
142
↓
Kota Manado
78.60
77.28
8
13
↓
Kota Bitung
76.10
74.61
59
71
↓
Kota Bitung
70.20
99.03
9.20
Kota Tomohon
77.00
75.65
34
50
↓
Kota Tomohon
72.16
99.83
9.60
621.61
Kota Kotamobagu
75.90
74.46
65
74
↓
Kota Kotamobagu
71.35
99.49
8.85
620.26
Sulawesi Utara
76.00
75.16
2
2
Tetap
Sulawesi Utara
72.01
99.31
8.80
625.58
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Utara
79
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN
7.1. Prospek Ekonomi Makro Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II – 2010 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya. Faktor pendorong pertumbuhan diantaranya adalah penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di 7 kabupaten/kota dan provinsi yang direncanakan akan dilaksanakan secara serentak paling akhir triwulan II - 2010. Penyelenggaraan Pilkada diperkirakan tidak hanya meningkatkan aktivitas konsumsi swasta namun juga belanja pemerintah tercermin dari besarnya alokasi dana Pilkada yang mencapai Rp180 milliar yang terdiri Rp116 milliar di tingkat provinsi dan Rp64 miliar di tingkat kabupaten/kota. Meningkatnya aktivitas konsumsi antara lain tercermin dari maraknya pemasangan baliho, spanduk, iklan bakal calon kepala daerah di berbagai sudut kota khususnya Kota Manado termasuk pula melalui media massa dan media telekomunikasi. Grafiik 7.1. Alokasi Dana Pilkada Tingkat Provinsi 2010
15
Grafiik 7.2. Alokasi Dana Pilkada Tingkat Kabupaten/Kota 2010
Anggaran Pilkada Kab/Kota di Sulut
21,1
13,28
13
4,1
4,5
Bolsel
5,5
Boltim
9,6 6
Bitung
Minut
Minsel
Pengamanan
Tomohon
Jumlah (dlm milyar rupiah)
KPU
Manado
Panwas 88,71
Jumlah (dlm milyar rupiah)
Sumber : Manado Post, diolah
Masa liburan sekolah di akhir triwulan II – 2010 diperkirakan juga akan mendorong peningkatan aktivitas konsumsi khususnya konsumsi rumah tangga. Selain itu, mulai direalisasikannya kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 5% pada April 2010 juga diprediksi akan mendorong potensi pembelanjaan masyarakat sehingga akan meningkatkan aktivitas ekonomi. Kondisi ini antara lain dapat dikonfirmasi melalui peningkatan optimisme masyarakat terhadap kondisi ekonomi 3 bulan mendatang (termasuk tingkat penghasilan) 80
tercermin dari naiknya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari indeks 131,8 pada Juni 2009 menjadi 155,17 pada Juni 2010. Grafiik 7.3. Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 160 150 140 130 120 110 100 90 80 70 60 J F M AM J J A S ON D J F M AM J J A S ON D J F M AM J 2008
2009
2010
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
Kinerja perdagangan luar negeri diperkirakan juga akan mengalami peningkatan. Setelah terpengaruh oleh dampak krisis ekonomi global di Tahun 2009 lalu, maka di Tahun 2010 kinerja ekspor diperkirakan akan meningkat. Hal ini seiring dengan membaiknya harga komoditas dunia yang mendorong minat eksportir lokal untuk meningkatnya volume penjualannya ke luar negeri. Sementara itu, implementasi ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) belum berpengaruh terhadap menurunnya permintaan dunia terhadap komoditas ekspor Sulawesi Utara. Hal ini cukup beralasan karena sebagian besar komoditi ekspor merupakan komoditas pertanian/primer. Hal ini diperkuat dengan hasil Survei Liason yang menunjukan bahwa sebagain besar debitur bank umum dan BPR di Sulawesi Utara belum merasakan pengaruh ACFTA. Demikian pula halnya dengan beberapa perusahaan yang bergerak di sektor pertanian dan perikanan yang tetap optimis bahwa pemberlakuan ACFTA akan meningkatkan kinerja ekspor perusahaan mereka. Atas dasar berbagai asumsi tersebut, maka pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara di triwulan II – 2010 diperkirakan akan bergerak pada kisaran 7,4 ± 0,5%. Beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami percepatan pertumbuhan pada triwulan mendatang adalah sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), sektor jasa-jasa dan sektor bangunan. Perkiraan ini didukung antara lain oleh Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang mengindikasikan bahwa ekpektasi realisasi kegiatan usaha di triwulan II - 2010 diperkirakan akan meningkat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
81
7.2. Prakiraan Inflasi Tekanan inflasi Kota Manado selama triwulan II – 2010 diperkirakan akan cenderung meningkat seiring dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah berupa kenaikan harga pupuk bersubsidi per tanggal 9 April 2010 rata-rata sebesar ±35%. Kenaikan harga pupuk bersubsidi ini berpotensi akan meningkatkan biaya produksi produk pertanian yang pada tahap berikutnya akan mendorong kenaikan harga jual. Namun demikian, dampak kenaikan harga pupuk bersubsidi ini diperkirakan minimal, disebabkan pangsa komponen pupuk ratarata hanya 10-15% dari total biaya produksi sektor pertanian. Tabel 7.1. Perkembangan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi
Jenis Pupuk Urea NPK/Ponskha Superposfat SP36 ZA NPK Pelangi Petroganik
s/d Trw I 2010 (Rp/Kg)
Harga Eceran Tertinggi (HET) Per 9 April 2010 Perubahan Harga Berdasarkan (Rp/Kg) (%) Permentan 32/2010
1200 1750 1550 ‐ 1050 1840 ‐
1600 2300 ‐ 2000 1400 2300 700
33,33 31,43 ‐ ‐ 33,33 25,00 ‐
1600 2300 ‐ 2000 1400 2300 700
Sumber : Survei dan Berbagai Media,diolah
Pencapaian tingkat inflasi yang rendah dan stabil membutuhkan pula ketersediaan infrastruktur yang memadai termasuk kelistrikan. Hingga saat ini kondisi kelistrikan di Sulawesi Utara masih mengalami defisit dimana kebutuhan akan listrik masih lebih tinggi dibandingkan pasokan yang mampu dipenuhi oleh PT. PLN (Perusahaan Listrik Negara), akibatnya daftar tunggu pelanggan baru dari waktu ke waktu terus meningkat. Hal ini tentunya membutuhkan perhatian kita bersama. Faktor lain yang berpotensi memberikan tekanan terhadap harga adalah meningkatnya aktivitas konsumsi selama masa kampanye Pilkada Gubernur dan 7 walikota/bupati baik berasal dari konsumsi rumah tangga, perusahaan maupun belanja pemerintah. Perhelatan pilkada ini rencananya akan sedikit mengalami pergeseran dari Mei 2010 mundur menjadi Juli 2010. Selain itu, realisasi kenaikan gaji bagi PNS, TNI/Polri di Tahun 2010 sebesar 5% pada April 2010 juga akan meningkatan daya beli masyarakat.
Kecenderungan meningkatnya tekanan harga di triwulan mendatang dapat pula dikonfirmasi dengan perkembangan indeks ekspektasi konsumen yang meliputi ekspektasi penghasilan,
ekspektasi
ekonomi
dan
ekspektasi
ketersediaan
lapangan
kerja.
Kecenderungan meningkatnya ekspektasi konsumen mengindikasikan bahwa tekanan 82
terhadap harga dari sisi permintaan akan meningkat di triwulan mendatang. Sementara itu, dari sisi penawaran pasokan barang dan jasa diperkirakan tidak akan mengalami permasalahan berarti tercermin dari relatif tidak banyak berubahnya indeks ketersediaan barang dan jasa dibandingkan periode-periode sebelumnya. Grafik 7.5. Indeks Ketersediaan Barang dan Jasa
Grafik 7.4. Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen (SEK) 180
200 Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ekonomi Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja
180 160
160 140
140
120
120 100
100
.
Ketersediaan Barang dan Jasa
80
80
60
60 J F MAMJ J A SON D J F MAMJ J A SON D J F MAMJ 2008
2009
2010
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M AM J 2008
2009
2010
Sumber : Survei Konsumen Kota Manado
Di samping faktor-faktor yang ditenggarai memicu inflasi, terdapat pula beberapa faktor yang berkontribusi bagi kestabilan harga barang dan jasa pada triwulan mendatang diantaranya perkiraan relatif baiknya kondisi iklim, berlangsungnya masa panen serta terkendalinya ekspektasi inflasi melalui keberadaan forum diskusi inflasi yang melibatkan Bank Indonesia, pemerintah provinsi, perbankan dan pelaku usaha. Berdasarkan asumsiasumsi di atas, maka laju inflasi Kota Manado di triwulan mendatang diperkirakan sebesar 4,29% (yoy), lebih tinggi dibandingkan akhir triwulan I – 2010 dan periode yang sama tahun lalu yang tercatat masing-masing sebesar 1,84% (yoy) dan 2,25% (yoy).
7.3. Prospek Perbankan Perkembangan berbagai indikator perbankan di Sulawesi Utara pada triwulan II – 2010 diperkirakan masih cukup baik. Kebijakan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga acuannya (BI rate) sebesar 6,5% mendorong perbankan untuk lebih ekspansif dalam melakukan pembiayaan yang didukung oleh kecenderungan menurunnya suku bunga kredit. Sementara itu, jumlah Dana Pihak Ketiga yang berhasil dihimpun pada triwulan mendatang diperkirakan akan mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh potensi meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat seiring dengan realisasi kenaikan gaji PNS, TNI/Polri sebesar 5% pada April 2010, dimulainya panen raya cengkeh, dan potensi membaiknya kinerja ekspor Sulawesi Utara. 83
Grafik 7.6. Ekspektasi Tingkat Suku Bunga
Sumber : Survey Konsumen Kota Manado
Hasil rekapitulasi Rencana Bisnis Bank (RBB) 2010 menunjukkan bahwa perbankan Sulawesi Utara optimis untuk terus meningkatkan penyaluran kreditnya hingga 25 – 30%, lebih tinggi dibandingkan target penyaluran kredit secara nasional yang hanya berada pada kisaran 17%. Menurut sektor ekonominya, sektor PHR (Perdagangan, Hotel dan Restoran), sektor konstruksi, sektor jasa dunia usaha dan konsumsi masih menjadi fokus utama dalam portofolio kredit di Sulawesi Utara. Sedangkan pembiayaan di sektor pertanian diperkirakan akan mengalami banyak tantangan sehubungan dengan tingginya rasio NPL (Non Performing Loan) di sektor pertanian. Oleh karena itu, sinkronisasi program di masingmasing dinas dan kerjasama yang lebih erat antara BI, perbankan dan pemerintah daerah perlu ditingkatkan agar upaya mewujudkan Sulawesi Utara berswasembada beras di Tahun 2010 ini dapat terwujud, tentunya dukungan pembiayaan dari perbankan sangatlah dibutuhan dengan tetap menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian perbankan.
84
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN PDRB M.t.M Q.t.Q Y.o.Y Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Harga Konsumen (IHK) Indeks Kondisi Ekonomi Indeks Ekspektasi Konsumen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dana Perimbangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Inflasi
Volatile Food Administered Price M1 M2
Mo
Uang Kartal Uang Giral
NIM NPLs Restrukturisasi
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu Month to Month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya. Quarter to Quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya. Year on Year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100 Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100 Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100 Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah. Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi. Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli. Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan. Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu. Salah satu disagregasi inflasi , yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah. Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indicator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing). Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral. Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum. Terdiri dari rekening giro masyarakat masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter. Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar. Singkatan dari non performing loan disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI. Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur 85
kredit UMKM UYD Inflow Outflow Netflow PTTB
dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan. Singkatan dari Sektor Usaha Mikri, Kecil Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 Juta s/d Rp 5 Milyar. Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank. Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum. Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI. Selisih antara outflow and inflow. Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalm kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
86