9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang dibutuhkan dan diinginkan, melalui penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain (Kotler dan Armstrong, 2001). Pemasaran tidak hanya menjual ataupun beriklan, tetapi pemasaran adalah bagaimana memuaskan keinginan dan kebutuhan pelanggan. Pemasaran dilandasi oleh konsep dasar kebutuhan, di mana manusia selalu merasakan kekurangan terhadap produk tertentu.
Kebutuhan ini
meliputi kebutuhan fisik dasar, seperti makanan dan pakaian, serta kebutuhan individual akan pengetahuan dan ekspresi diri. Keinginan adalah kebutuhan manusia yang dibentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang. Manusia memiliki keinginan yang tidak terbatas, akan tetapi sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi keinginan tersebut sangat terbatas. Hal tersebut menyebabkan konsumen akan memilih produk yang memberikan kepuasan terbesar sesuai dengan daya belinya. Ketika didukung daya beli, maka keinginan akan berubah menjadi permintaan. Pemasaran pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan produk dan jasa (Boyd dkk, 2000). Produk adalah suatu objek fisik berwujud yang dapat memberikan jasa, misalnya mobil memberikan transportasi, sedangkan jasa merupakan suatu hal yang tidak berwujud yang dapat diberikan baik dari objek fisik, maupun diberikan oleh orang (dokter, pengacara, arsitek), lembaga (Gereja Katolik), tempat (Disney World), dan kegiatan (perlombaan). 2.2. Perilaku Konsumen Menurut Engel dkk (1994), perilaku konsumen adalah tindakan secara langsung
yang
terlibat
dalam
mendapatkan,
mengkonsumsi,
dan
menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini. Perilaku konsumen penting untuk
10
dipelajari untuk kepentingan bersama, kepentingan pendidikan dan perlindungan konsumen, serta perumusan kebijakan masyarakat dan undang-undang perlindungan konsumen. Menurut Sumarwan (2002), studi perilaku konsumen merupakan studi mengenai
bagaimana
seorang individu
membuat
keputusan
untuk
mengalokasikan sumber daya (waktu, uang, usaha, dan energi) yang tersedia. Studi tentang perilaku konsumen akan sangat berguna bagi para pemasar, karena studi perilaku konsumen akan menghasilkan tiga informasi penting, yaitu: 1. Orientasi/arah/cara pandang konsuman. 2. Fakta mengenai perilaku konsumen dalam berbelanja. 3. Konsep/teori yang memberi acuan terhadap proses berpikirnya manusia dalam mengambil keputusan. 2.3. Lingkungan dan Situasi Konsumen Lingkungan konsumen terbagi menjadi dua macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial adalah seluruh interaksi sosial yang terjadi diantara konsumen dengan orang-orang disekelilingnya. Lingkungan fisik merupakan segala sesuatu yang berbentuk fisik yang berada di sekitar konsumen, diantaranya adalah variasi produk, toko, lokasi toko, serta lokasi produk di dalam toko. Menurut
Sumarwan
(2002),
situasi
konsumen
adalah
faktor
lingkungan sementara yang menyebabkan suatu situasi di mana perilaku konsumen muncul pada waktu dan lokasi tertentu. Situasi konsumen terdiri atas tiga macam, yaitu situasi komunikasi, situasi pembelian, dan situasi penggunaan. Situasi komunikasi merupakan lingkungan di mana konsumen memperoleh informasi ataupun melakukan komunikasi. Situasi pembelian merupakan lingkungan yang dihadapi konsumen ketika membeli produk atau jasa. Situasi pembelian dalam sebuah toko eceran, memiliki karakteristik situasi konsumen, seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, waktu, alasan pembelian, dan suasana hati. Lingkungan fisik dapat berbentuk lingkungan informasi dan lingkungan toko, di mana pada lingkungan toko perlu memperhatikan lokasi toko, tata letak, musik, display
11
barang, dan kesesakan.
Lingkungan sosial dapat berupa interaksi antar
sesama konsumen ataupun interaksi antar konsumen dengan pramuniaga. Sedangkan situasi penggunaan merupakan situasi ketika konsumen sedang melakukan konsumsi atas produk atau jasa. 2.4. Proses Pengambilan Keputusan Konsumen Konsumen sering kali dihadapkan pada beberapa pilihan sulit dalam proses pengambilan keputusan. Engel dkk (2002), mendefinisikan keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Ketika konsumen hendak membeli atau mengkonsumsi sebuah produk, maka konsumen tersebut akan melakukan serangkaian langkah dalam pengambilan keputusan. Terdapat lima langkah dalam proses pengambilan keputusan, yaitu: 1. Pengenalan kebutuhan Pengenalan kebutuhan akan muncul ketika menghadapi suatu persoalan di mana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan konsumen dengan keadaan yang sebenarnya terjadi.
Pengenalan kebutuhan ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah waktu, perubahan situasi, kepemilikan produk, konsumsi produk, perbedaan individu, serta pengaruh pemasaran. 2. Pencarian informasi Pada tahap ini, konsumen akan berusaha mencari informasi yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhannya. Konsumen melakukan pencarian informasi secara internal dan eksternal. Pencarian informasi secara internal dilakukan konsumen dengan cara mengingat kembali informasi yang telah didapat sebelumnya, sedangkan pencarian secara eksternal dilakukan konsumen dengan cara mencari informasi yang dibutuhkan yang berasal dari lingkungan konsumen, seperti keluarga, teman, ataupun tenaga penjual. 3. Evaluasi alternatif Pada tahap ini, konsumen akan mengevaluasi atribut yang dimiliki produk atau merek, kemudian memilihnya sesuai dengan keinginan konsumen tersebut. Evaluasi yang dilakukan konsumen didasarkan pada
12
kriteria evaluasi yang dianggap penting oleh konsumen, seperti harga, merek, dan sebagainya. 4. Keputusan pembelian Pada tahap ini konsumen akan memutuskan produk yang akan dibeli atau dikonsumsi. 5. Evaluasi hasil pembelian Pada tahap ini, konsumen akan menunjukkan rasa puas atau ketidakpuasan atas produk yang telah dibeli dan dikonsumsinya. Jika konsumen merasa puas, maka konsumen akan melakukan pembelian ulang bahkan merekomendasikannya kepada orang lain. Sedangkan rasa tidak puas atas suatu produk, menyebabkan konsumen tidak akan melakukan pembelian ulang dan tidak akan bercerita kepada orang lain. Konsumen sering menghadapi situasi pembelian yang beragam. Beragamnya situasi pembelian yang dihadapi konsumen menyebabkan konsumen tidak melakukan seluruh langkah pengambilan keputusan, sehingga terdapat tiga tipe pengambilan keputusan konsumen.
Pertama
adalah pemecahan masalah yang diperluas, di mana konsumen tidak memiliki kriteria dalam mengevaluasi suatu produk atau merek tertentu. Tipe tersebut biasanya terjadi pada barang-barang mewah, seperti rumah, mobil, peralatan elektronik, dan sebagainya.
Kedua adalah pemecahan
masalah yang terbatas, di mana konsumen sudah memiliki kriteria dasar untuk mengevaluasi produk dan merek, akan tetapi konsumen belum memiliki preferensi tentang merek tersebut.
Ketiga adalah pemecahan
masalah rutin, di mana konsumen telah memiliki pengalaman terhadap produk yang akan dibelinya. Pada tahap ini, konsumen tidak akan melalui seluruh langkah pengambilan keputusan. 2.5. Persepsi Konsumen Pengolah informasi pada diri konsumen dapat terjadi akibat adanya stimulus (rangsangan).
Stimulus merupakan sebuah input yang dapat
merangsang satu atau lebih kelima panca indera manusia. Stimulus dapat berbentuk produk, nama merek, kemasan, iklan, dan nama produsen
13
(Engel dkk, 2002).
Terdapat lima tahap pengolahan informasi, yaitu:
pemaparan, perhatian, pemahaman, penerimaan, dan perhatian. 1. Tahap pemaparan Tahapan di mana terjadi kegiatan penyampaian stimulus yang dilakukan oleh para pemasar kepada konsumen. Pada tahap ini, konsumen akan merasakan sensasi yang merupakan respon terhadap stimulus yang dirasakan konsumen. Sensasi dipengaruhi oleh ambang absolut, yaitu titik di mana konsumen merasakan perbedaan ada atau tidak suatu stimulus, dan ambang berbeda, yaitu batas perbedaan terkecil yang dapat dirasakan antara dua stimulus yang mirip. 2. Tahap perhatian Pada tahap ini, tidak semua stimulus akan memperoleh perhatian dari konsumen.
Perhatian dipengaruhi oleh faktor pribadi dan faktor
stimulus, seperti warna, ukuran, intensitas stimulus, dan sebagainya. 3. Tahap pemahaman Pada tahap ini, konsumen akan berusaha untuk mengartikan dan menginterpretasikan stimulus yang diperhatikannya. 4. Tahap penerimaan Pada tahap ini, konsumen akan sampai pada suatu kesimpulan mengenai stimulus atau objek tertentu.
Kesimpulan tersebut kemudian disebut
sebagai persepsi konsumen.
Pada konteks pemasaran, persepsi
konsumen dapat berupa persepsi produk, persepsi merek, persepsi pelayanan, persepsi harga, persepsi produk, dan sebagainya. 5. Tahap retensi Retensi merupakan proses memindahkan informasi ke memori jangka panjang. Informasi yang disimpan ini merupakan interpretasi konsumen terhadap stimulus yang diterimanya.
Apabila tahap ini dilakukan,
konsumen dapat mengingat kembali informasi untuk digunakan dalam pertimbangan pengambilan keputusan pembelian selanjutnya.
14
2.6. Ritel Bisnis ritel merupakan suatu kegiatan menjual barang atau jasa kepada individu konsumen untuk keperluan pribadi, keluarga, ataupun rumah tangga.
Kegiatan tersebut mencakup penjualan barang dan jasa secara
langsung kepada konsumen yang bervariasi, mulai dari mobil, pakaian, makanan, hingga tiket bioskop (Ma’ruf, 2006). Saluran tradisional pada industri ritel menggambarkan bagaimana proses distribusi dalam industri ritel berjalan seperti mata rantai, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Produsen/pabrikan mempunyai tugas untuk mendesain, membuat, memberi merek, menetapkan harga, mempromosikan, serta menjualnya kepada agen/distributor, bukan kepada konsumen. Agen/distributor inilah yang membeli dan membayar produk dari produsen. Agen juga mempunyai tugas untuk melakukan stocking, mempromosikan, mendisplay, mengirimkan, serta menjualnya kepada ritel. Ritel mempunyai fungsi untuk membeli dan membayar produk dari agen, melakukan stocking, mempromosikan, mendisplay, menjual dan bila perlu mengirimkannya kepada konsumen. Ritel ini hanya menjual produk kepada konsumen, tidak ke pengecer lain.
Produsen/Pabrikan Agen/Distributor Ritel
Pembeli Gambar 3. Saluran tradisional Perkembangan
zaman
kemudian
merubah
saluran
penjualan
tradisional menjadi saluran vertikal yang disebut sebagai VMS (Vertical Marketing System).
VMS memiliki fungsi-fungsi seperti mendesain,
menciptakan merek, menetapkan harga, mempromosikan, membeli,
15
melakukan stocking, mendisplay, menjual, mengirimkan, serta membayar saling tumpang tindih. Hal tersebut dapat terjadi karena masing-masing pihak dalam penyaluran produk saling memasuki fungsi wilayah pihak yang lain seiring dengan semakin dinamisnya pasar.
Pada saluran VMS ini,
ketiga pihak penyalur dapat melayani para pembeli secara langsung. 2.7. Retailer 2.7.1 Fungsi Retailer Pelaku usaha di bidang ritel disebut dengan retailer atau pengecer. Sebagai penyalur terakhir di dalam pendistribusian barang dari pabrik kepada konsumen, maka terdapat beberapa fungsi retailer (Sugiarta, 2011): 1. Menyediakan barang dan jasa Retailer menyediakan barang dengan berbagai variasi merek, ukuran, warna, dan cita rasa dalam satu tempat penjualan, sehingga konsumen memiliki berbagai alternatif pilihan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya. 2. Menjual barang dalam eceran/pecahan Produsen/Pabrikan melakukan produksi barang yang dipak dalam karton dan mendistribusikan kepada distributor atau whosaler untuk diteruskan kepada retailer. Retailer akan memecah karton tersebut ke dalam bentuk satuan, dimana satuan tersebut akan memudahkan konsumen dalam melakukan pembelian. 3. Menyediakan stok/inventory Retailer harus mengetahui kapan saatnya built up stock atau menaikkan stok dan kapan waktunya melakukan permintaan barang kepada distributor/whosaler. Hal tersebut dilakukan agar ketersediaan stok barang dagang selalu terjaga. Dengan demikian, barang akan selalu tersedia ketika konsumen membutuhkannya. 4. Pelayanan Retailer harus memberikan pelayanan yang optimal kepada konsumen
untuk
memudahkan
mereka
ketika
melakukan
pembelian.
Pelayanan yang dilakukan dapat berupa pelayanan
16
yang bersifat langsung maupun tak langsung.
Pelayanan yang
bersifat langsung yaitu melayani konsumen yang berbelanja di toko.
Sedangkan pelayanan yang bersifat tak langsung yaitu
melakukan display untuk memudahkan konsumen dalam mencari barang yang dibutuhkan, memberikan kejelasan dan kesesuaian harga di rak dan POS (point of sales), menjaga kebersihan lingkungan toko, memberikan penjelasan mengenai manfaat produk (product knowledge), serta kecepatan dalam melakukan transaksi di kasir. 2.7.2 Jenis-jenis Retailer Terdapat berbagai macam bentuk usaha ritel dari beberapa sudut pandang (Sugiarta 2011), yaitu: 1. Usaha ritel berbasis toko dan tidak a. Usaha ritel berbasis toko Merupakan usaha ritel yang memiliki wujud toko secara fisik, dimana konsumen dapat melakukan kunjungan secara langsung ke toko untuk membeli produk yang dibutuhkan. b. Usaha ritel tidak berbasis toko Merupakan usaha ritel yang tidak memiliki wujud toko secara fisik tetapi tetap dapat dikunjungi konsumen setiap saat. Contoh bentuk usaha ritel ini yaitu penjualan secara online, vending machine (mesin penjual produk), direct selling (penwaran barang ke rumah-rumah/kantor oleh salesman), dan lain-lain. 2. Kepemilikan usaha ritel (types of ownership) a. Toko individu (independent store/single store) Merupakan usaha ritel yang dimiliki oleh individu dan dikelola secara mandiri oleh pemilik toko. b. Toko ritel jaringan (corporate chain) Merupakan usaha ritel yang dikelola oleh sebuah perusahaan secara professional.
Bentuk ritel ini memiliki aneka ragam
produk, strategi harga dan promosi yang menarik, serta
17
pelayanan yang baik. Ritel dengan bentuk ini dapat beroperasi hingga ribuan toko. c. Toko waralaba (franchise store) Merupakan usaha ritel yang dimiliki oleh individu atau jaringan melalui perjanjian waralaba/franchise antara pemilik usaha waralaba (franchisor) dan pembeli hak waralaba (franchisee) untuk satu atau beberapa toko dengan menggunakan merek dagang dan sistem dari pemilik waralaba dalam jangka waktu yang disepakati. 3. Jenis produk a. Consumer goods retailer Merupakan usaha ritel yang menjual kebutuhan pokok seharihari kepada konsumen (FMCG). Consumer goods retailer juga biasa disebut food retailer, meskipun produk yang dijual tidak hanya berupa makanan. Bentuk usaha ini memiliki beberapa tipe lagi berdasarkan luas ruangan yang digunakan, jumlah varian barang yang dijual, serta layanan yang diberikan. Tipetipe tersebut terdiri dari: • Hypermarket (luas area penjualan sekitar > 5000 m2) • Supermarket (luas area penjualan sekitar 400 s.d 5000 m2) • Minimarket (luas area penjualan sekitar 100 s.d 400 m2) • Convenience (luas area penjualan sekitar 100 s.d 200 m2) b. General merchandise retailer Merupakan usaha ritel yang menyediakan produk-produk bersifat umum dan sebagian besar produk bukan kebutuhan pokok yang dikonsumsi sehari-hari. Bentuk usaha ini memiliki beberapa jenis tipe yang dapat dikelompokkan dalam kategori sebagai berikut: • Department store (contoh: Matahari Department Store) • Drug store (contoh: Guardin dan Century) • Speciality store (contoh: toko Adidas, Nike, dan Giordano)
18
• Home improvement store (contoh: Ace Hardware, Mitra 10, Home Builder Center, dan Home) c. Service retailer Merupakan usaha ritel yang menitik beratkan kepada penjualan produk berupa jasa, seperti penjualan tiket pesawat, jasa angkutan travel, restoran, dan sebagainya). 2.8. Strategi Pemasaran Seluruh strategi pemasaran dibangun berdasarkan segmentation (segmentasi), targeting (pembidikan), dan positioning (penetapan posisi). Suatu perusahaan akan mencari sejunlah kebutuhan dan kelompok yang berbeda di pasar, membidik kebutuhan dan kelompok yang dapat dipuaskan dengan cara yang unggul, serta memposisikan tawarannya sedimikan rupa sehingga pasar sasaran dapat mengenali tawaran dan citra khas perusahaan tersebut (Kotler dan Keller, 2007). 2.8.1 Segmentasi Segmentasi pasar merupakan proses membagi pasar menjadi kelompok-kelompok pembeli yang berbeda di mana memiliki kebutuhan,
karakteristik,
atau
perilaku
yang
berbeda
dan
membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda pula. Terdapat
beberapa
variabel
utama
yang
digunakan
dalam
mensegmentasi pasar konsumsi (Kotler, 2001). Variabel pertama adalah segmentasi geografis, di mana pasar akan dibagi ke dalam unit geografis yang berbeda-beda seperti negara, regional, negara bagian, kota, atau lingkungan.
Pemasar dapat
memutuskan untuk beroperasi pada satu, beberapa wilayah, ataupun seluruh wilayah dengan memberikan perhatian terhadap perbedaan kebutuhan dan keinginan tiap wilayah geografis.
Variabel kedua
adalah segmentasi demografis, di mana pasar dibagi kedalam grupgrup yang didasarkan pada variabel usia, gender, siklus keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, dan kebangsaan. Variabel ini merupakan variabel yang lebih mudah dihitung dibandingkan variabel yang lain. Variabel ketiga adalah segmentasi
19
psikografis, di mana pasar dibagi berdasarkan pada kelas sosial, gaya hidup, atau karakteristik kepribadian. Variabel keempat adalah segmentasi perilaku, di mana pasar dibagi berdasarkan pada pengetahuan, sikap, penggunaan, atau tanggapan terhadap suatu produk. 2.8.2 Targeting Target pasar merupakan proses mengevaluasi daya tarik masingmasing segmen pasar dan pemilihan satu atau lebih pasar yang akan dikembangkan lebih dalam (Kotler, 2001). Pemasar akan menetapkan segmen pasar yang akan dilayani dan banyaknya segmen tersebut. Terdapat tiga strategi penguasaan pasar yang salah satu diantaranya dapat diadopsi oleh pemasar, yaitu: 1. Pemasaran tak dibedakan Strategi di mana pemasar memutuskan untuk mengabaikan perbedaan antar segmen pasar dan masuk ke seluruh segmen dengan satu penawaran.
Strategi ini berfokus pada kebutuhan
konsumen yang sama dibandingkan yang berbeda. Pemasar akan sangat bergantung pada distribusi dan iklan massal yang ditujukan untuk memberikan citra produk super dalam benak konsumen. Pemasaran ini akan menghasilkan penghematan biaya, akan tetapi akan mengundang persaingan yang ketat. 2. Pemasaran dibedakan Strategi di mana pemasar memutuskan untuk membidik beberapa segmen pasar berbeda dan mendesain penawaran-penawaran yang berbeda untuk masing-masing segmen.
Strategi pemasaran ini
menciptakan total penjualan yang lebih banyak, akan tetapi akan meningkatkan biaya operasional bisnis. 3. Pemasaran terkonsentrasi Strategi di mana pemasar berusaha mendapatkan pangsa yang besar dari satu atau beberapa sub pasar. Strategi ini digunakan pemasar ketika sumberdaya yang dimiliki perusahaan terbatas. Melalui
20
strategi ini, pemasar dapat meraih posisi pasar yang kuat di segmen tertentu, akan tetapi pemasar akan menemui risiko di atas normal. 2.8.3 Positioning Positioning pasar merupakan suatu proses di mana suatu produk didefinisikan oleh konsumen melalui sifat-sifat penting yang dimiliki produk dibandingkan dengan produk pesaing (Kotler, 2001). Produk dapat diposisikan berdasarkan sifat produk, manfaat yang ditawarkan, penggunaannya, kelas pengguna tertentu, berhadapan langsung dengan pesaing, ataupun kelas produk yang berbeda.
Beberapa
perusahaan tidak sulit dalam memilih strategi positioning-nya karena sudah memiliki kelebihan sendiri sedangkan beberapa perusahaan melakukan
positioning
yang
sama,
sehingga
masing-masing
perusahaan harus membedakan apa yang ditawarkan dengan membangun suatu perangkat keunggulan bersaing yang unik dan menarik bagi suatu grup dalam segmen tertentu. Tugas positioning terdiri dari tiga langkah, yaitu: 1. Mengidentifikasi suatu perangkat keunggulan bersaing yang mungkin dibuat di mana positioning akan dibangun. Keunggulan bersaing merupakan perangkat penting bagi perusahaan di mana keunggulan yang dimiliknya berada diatas pesaing yang diperoleh dengan menawarkan nilai lebih kepada konsumen. Berdasarkan hal
tersebut,
penting
bagi
perusahaan
untuk
memberikan
penawaran yang berbeda kepada konsumen yang lebih baik dibandingkan
penawaran
milik
pesaing.
Perusahaan
dapat
memberikan penawaran yang berbeda di sepanjang garis produk, jasa, orang, ataupun citra. 2. Memilih keunggulan bersaing yang tepat. Langkah ini digunakan ketika suatu perusahaan memiliki beberapa potensi keunggulan bersaing, di mana perusahaan selanjutnya diharuskan untuk memilih salah satu potensi keunggulan bersaing yang ada sebagai dasar untuk membangun strategi positioning-nya. Keputusan yang diambil adalah untuk mengetahui banyaknya perbedaan yang
21
ditonjolkan dan perbedaan yang dipromosikan. Suatu perbedaan dapat dibangun jika memenuhi kriteria penting, berbeda, superior, dapat dikomunikasikan, preemptive, harga terjangkau, serta menguntungkan. Perusahaan harus mengingat untuk menghindari tiga kesalahan positioning. Pertama adalah underpositioning, atau kegagalan dalam memposisikan perusahaan.
Kedua adalah
overpositioning, atau memberikan gambaran yang sempit mengenai perusahaan. Ketiga adalah confused positioning, atau memberikan posisi perusahaan yang membingunkan konsumen. 3. Mengkomunikasikan dan menyampaikan posisi yang dipilih secara efektif ke pasar. Setelah perusahaan menetapkan satu posisi yang akan digunakan, maka perusahaan perlu menentukan bauran pemasaran yang tepat untuk mendukung strategi positioning-nya. Mendesain bauran pemasaran sama dengan menjabarkan taktik strategi positioning secara rinci. Setelah perusahaan membangun posisi yang diinginkan, maka perusahaan harus dengan ketat memantau dan menyesuaikan posisinya di sepanjang waktu agar sesuai dengan perubahan pada kebutuhan konsumen dan strategi pesaing. 2.9. Analisis Persaingan Persaingan merupakan hal terpenting yang perlu diperhatikan perusahaaan ketika menjalankan bisnisnya.
Ketika persaingan menjadi
semakin ketat, perusahaan perlu memberikan perhatian lebih pada setiap strategi yang dirancang untuk mengeksploitasi kelemahan pesaingpesaingnya. Setelah mengidentifikasi lawan terdekat saat ini, manajemen perusahaan perlu mengetahui beberapa tahap yang dibutuhkan untuk mengantisipasi tindakan yang akan dilakukan pesaing di masa depan. Tahap pertama adalah menganalisis tujuan pesaing.
Tahap ini penting
dilakukan karena akan memberikan pemahaman tentang kepuasaan pesaing saat ini terhadap posisi pasarnya dan bagaimana pesaing memperkuat strategi yang sedang dilakukan. Tujuan tersebut akan mencakup sasaran
22
keuangan, posisi kompetitif (pangsa pasar), serta tujuan kualitatif seperti kepemimpinan dalam harga industri, teknologi produksi, dan tanggung jawab sosial.
Tahap selanjutnya adalah dengan menganalisis strategi
pesaing. Pada tahap ini, dilakukan peninjauan kembali terhadap strategi yang sudah dan sedang diterapkan dari setiap pesaing utama. Pengetahuan mengenai strategi yang sudah diterapkan pesaing akan memberikan informasi mengenai kegagalan yang pernah ada dan bagaimana cara merekayasa perubahan. Berbagai informasi tersebut membantu perusahaan untuk melakukan antisipasi program-program pemasaran strategis yang akan dilakukan pesaing di masa depan. Tahap ketiga adalah mengevaluasi keberhasilan pesaing dalam mencapai tujuan dan menjalankan strateginya.
Pada tahap ini, akan
diketahui estimasi penjualan dan pangsa pasar yang bisa diandalkan, bahkan pada tiap tingkat segmennya.
Setelah melakukan evaluasi keberhasilan
pesaing, tahap berikutnya adalah menganalisis kekuatan dan kelemahan pesaing.
Tahap ini sangat penting ketika dikaitkan dengan tujuan dan
strategi pesaing. Saat mengevaluasi kekuatan dan kelemahan pesaing, perlu diperhitungkan kepentingan relatif dari setiap unsur yang penting dari program pemasaran strategis. Apabila perusahaan mengetahui kelemahan pesaing,
maka
perusahaan
dapat
mengambil
keuntungan
dengan
menggunakan kekuatan yang dimilikinya. Tahap terakhir yang dilakukan adalah dengan menganalisis perilaku pesaing di masa depan. Tujuan dari tahap ini adalah menilai perilaku masa depan pesaing yang berkaitan dengan tujuan dan strateginya. Kotler dan Keller (2007), menyebutkan lima kekuatan yang menentukan daya tarik laba jangka panjang intrinsik pasar atau segmen pasar tertentu.
Lima kekuatan tersebut kemudian menimbulkan lima
ancaman bagi perusahaan, yaitu: 1. Ancaman persaingan segmen yang ketat Suatu segmen tertentu akan menjadi tidak menarik ketika pesaing semakin banyak, kuat, atau agresif. Akibatnya, para pesaing akan saling berlomba dalam hal harga, iklan, dan pengenalan produk baru, yang pada
23
akhirnya menyebabkan pengeluaran perusahaan dalam persaingan semakin besar. 2. Ancaman pendatang baru Segmen dapat dibedakan berdasarkan tingginya hambatan untuk masuk dan keluar industri. Segmen yang paling menarik adalah segmen yang memiliki hambatan untuk masuk yang tinggi dan hambatan untuk keluar yang rendah, di mana hanya terdapat sedikit perusahaan baru yang dapat memasuki industri dalam segmen ini dan perusahaan yang memiliki kinerja buruk akan dengan mudah keluar dari industri. Apabila hambatan untuk masuk dan keluar segmen sama-sama tinggi, perusahaan akan mendapatkan potensi laba yang tinggi, tetapi perusahaan juga menghadapi risiko yang lebih besar karena perusahaan yang memiliki kinerja buruk dalam industri akan tetap tinggal dan berusaha untuk bertahan. Apabila hambatan untuk masuk dan keluar sama-sama rendah, maka perusahaan akan dengan mudah masuk dan keluar dari industri. Akibatnya, tingkat pengembalian investasinya stabil dan rendah. Segmen yang paling buruk terjadi ketika hambatan untuk masuk rendah dan hambatan untuk keluar tinggi.
Pada segmen ini, perusahaan-
perusahaan akan masuk dalam situasi yang menguntungkan tetapi sulit untuk keluar dari situasi yang buruk. Akibatnya, akan terjadi kelebihan kapasitas serta penurunan harga dan penghasilan bagi semua pihak. 3. Ancaman produk substitusi Suatu segmen akan menjadi tidak menarik jika terdapat substitusi produk yang potensial, karena substitusi membatasi harga dan laba. Perusahaan harus memantau selalu fluktuasi harga dari produk substitusinya, karena harga dan laba cenderung menurun ketika teknologi semakin maju atau persaingan meningkat pada industri substitusi tersebut. 4. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pembeli Ketika pembeli memiliki kekuatan posisi tawar yang kuat atau semakin meningkat pada segmen tertentu, maka segmen tersebut menjadi tidak menarik. Kekuatan posisi tawar pembeli berkembang jika mereka lebih terkonsentrasi atau terorganisasi, produk merupakan bagian yang
24
signifikan dari biaya pembeli, produk tidak terdiferensiasi, biaya perpindahan ke pemasok/produk lain rendah, pembeli peka terhadap harga karena laba yang rendah, atau pembeli dapat melakukan integrasi ke hulu. Salah satu cara perusahaan untuk menghadapi masalah tersebut adalah dengan memilih pembeli yang memiliki kekuatan posisi tawar yang paling rendah atau yang sulit mengganti pemasok. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan mengembangkan tawaran unggul yang tidak dapat ditolak oleh para pembeli yang memiliki posisi tawar tinggi. 5. Ancaman peningkatan kekuatan posisi tawar pemasok Suatu segmen tertentu menjadi tidak menarik jika para pemasok perusahaan mampu menaikkan harga atau mengurangi kuantitas pasokannya.
Para pemasok cenderung menjadi kuat jika mereka
terkonsentrasi atau terorganisasi, terdapat sedikit substitusi, produk yang dipasok merupakan produk input paling penting, biaya berpindah pemasok tinggi, dan pemasok dapat melakukan integrasi ke hilir. Cara yang terbaik untuk mengatasi masalah tersebut adalah membangun hubungan menang-menang dengan para pemasok atau menggunakan berbagai sumber pasokan. 2.10. Penelitian Terdahulu Penilitian yang dilakukan oleh Apriantoro (2006) mengenai “Analisis Positioning Popeyes Chicken and Seafood dalam Pasar Restoran Fast Food di Kota Bogor” menggunakan analisis deskriptif, analisis faktor, multidimensional scalling, dan analisis biplot. Kesimpulan yang didapat dari penelitian tersebut adalah diantara para pesaingnya di bidang restoran fast food yang ada di kota Bogor, Popeyes Chicken and Seafood memiliki keunggulan pada dua atributnya, yaitu cita rasa khas bumbu dan pelayanan yang ramah. Penelitian yang dilakukan oleh Ekaputra (2008) mengenai “Analisis Preferensi Pengunjung dan Positioning Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor (Studi Kasus: Botani Square, Ekalokasari Plaza, Bogor Trade Mall, san Pangrango Plaza)”, didapatkan kesimpulan bahwa rata-rata pengunjung melakukan dua kali kunjungan dalam satu bulan untuk berbelanja.
25
Menurut, para responden, bentuk promosi yang paling menarik adalah dengan diadakannya event-event di dalam pusat perbelanjaan.
Secara
keseluruhan, responden lebih memilih Botani Square. Melalui penggunaan alat analisis IPA, didapatkan hasil bahwa faktor yang terpenting pada pusat perbelanjaan adalah ketersediaan sarana ibadah, sedangkan faktor yang paling tidak penting adalah ukuran (luas) bangunan. Melalui penggunaan alat analisis multidimensional scalling berbasis atribut dengan pendekatan analisis faktor, didapatkan hasil bahwa terdapat tiga pusat perbelanjaan yang memiliki lokasi saling berdekatan. Berdasarkan perceptual map, diketahui bahwa Ekalokasari dianggap lebih baik karena adanya variasi tenant dan fasilitas pendukung. Penelitian yang dilakukan oleh Zamahsyarie (2010) mengenai “Analisis Positioning Ragusa Es Italia dalam Industri Es Krim di Jakarta”, didapatkan kesimpulan bahwa Ragusa Es Italia memiliki keunggulan pada harga yang sesuai dibandingkan dengan para pesaingnya. Melalui penggunaan analisis Biplot, diketahui bahwa posisi Ragusa Es Italia sangat berjauhan dengan para pesaingnya, di mana Ragusa Es Italia diposisikan sebagai toko es krim yang memiliki rasa lezat, tekstur lembut, dan pelayanan yang cepat. Melalui penggunaan analisis IPA, diketahui bahwa faktor kualitas produk merupakan faktor terpenting dan memiliki kinerja yang baik, faktor merek terkenal merupakan faktor tidak terpenting, dan faktor bonus yang diberikan merupakan faktor dengan kinerja yang terburuk. Perbedaan penelitian ini dibandingkan penelitian-penelitian terdahulu terletak pada objek penelitian, di mana objek penelitian ini adalah salah satu bentuk retail consumer goods, yaitu convenience store.
Pesaing yang
digunakan sebagai pembanding dari objek penelitian ini tidak hanya berbentuk convenience store, tetapi juga menggunakan bentuk lain dari retail consumer goods, yaitu minimarket.