II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Manggis
Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah tanaman daerah tropika yang diyakini berasal dari Kepulauan Nusantara. Tumbuh hingga mencapai 7 sampai 25 meter. Buahnya disebut manggis, berwarna merah keunguan ketika matang, meskipun ada pula varian yang kulitnya berwarna merah. Buah manggis dalam perdagangan dikenal sebagai ratu buah, sebagai pasangan durian, si raja buah dengan klasifikasi botani pohon manggis sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Family
: Guttiferae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana
(Anonymous, 2009). Pohon manggis berdaun rapat (rimbun), tinggi dapat mencapai 6-25 m, batang lurus, cabang simetris, dan membentuk piramid ke arah ujung tanaman. Duduk daun berlawanan, dengan tangkai daun pendek. Daunnya tebal, lebar, berwarna hijau kekuning-kuningan pada bagian sisi bawah sedangkan pada bagian dekat tulang daun utama berwarna pucat. Bunga-bunganya sendiri berpasangan di ujung ranting, bergagang pendek dan tebal, berdiameter kira-kira 5,5 cm, daun kelopak 2 pasang, daun mahkota juga 2 pasang, tebal dan berdaging, berwarna hijau-kuning dengan pinggir kemerah-merahan, benang sari semu dan biasanya banyak, bakal buah bertangkai, berbentuk agak bulat, beruang 4, memiliki kepala putik yang tidak bertangkai, dan bercuping 4-8 (Anonymous, 2009). Buahnya globose dengan diameter 4-8 cm, panjang 4-8 cm. Apabila buah telah matang, kulit buah berubah menjadi hitam kemerahan, kelopak bunganya tetap menempel pada bagian dasar buah. Tebal kulit dalam 0,9 cm berwarna merah lembayung dengan ruang bakal buah berisi 0-3 biji. Bekas kepala putik masih melekat dan tampak seperti bintang pada ujung buah (Ashari, 2006).
18
Manggis merupakan buah buni yang mempunyai kulit buah tebal namun mudah pecah, dengan biji berlapis daging (pulp) yang mempunyai rasa manis masam. Sebagian besar kandungan kulit manggis adalah tannin dan xanthones. Kulit manggis berwarna coklat, merah dan sewaktu matang berubah menjadi berwarna ungu dengan daun kelopak yang tetap menempel dan tetap dihiasi oleh cuping kepala putik atau dikenal dengan sepal. Buah ini juga bergetah, namun semakin tua getah akan semakin berkurang. Bagian dalam terdapat daging buah manggis sebanyak 4-7 daging buah dengan ukuran yang berbeda. Tebal daging buah sekitar 0,9 cm dengan karakteristik warna putih susu, lunak, manis, dan segar. Setiap daging buah memiliki bakal biji, namun tidak semua bakal biji akan menjadi biji. Umumnya biji dalam daging buah sebanyak 1-2 buah (Pantastico, 1986). Buah manggis dapat dillihat pada gambar berikut:
Gambar 1. Buah Manggis
Tabel 1. Komposisi gizi buah manggis tiap 100 gram bahan Komposisi zat gizi
Total
Protein
0,10 mg
Lemak
0,10 mg
Karbohidrat
4,50 mg
Kalsium
2,30 mg
Fosfor
3,40 mg
Besi
0,20 mg
Vitamin B1
0,00 mg
Vitamin C
0,50 mg
Air
81,45 mg
Sumber: Bhratara (1989)
419
Buah manggis segar digolongkan dalam tiga jenis mutu yaitu mutu super, mutu I, dan mutu II. Karakteristik rinci mutu manggis dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Persyaratan mutu buah manggis Persyaratan
Karakteristik
Mutu super
Mutu I
Mutu II
Keseragaman
Seragam
Seragam
Seragam
Diameter (mm) Tingkat kesegaran
> 65 Segar
55-65 Segar
> 55 Segar
Warna kulit
Hijau kemerahan s/d merah muda mengkilat
kemerahan s/d merah muda mengkilat
Hijau kemerahan
0
0
0
Utuh
Utuh
Utuh
0 Tidak ada Putih bersih khas manggis
0 Tidak ada Putih bersih khas manggis
Buah cacat atau busuk (jumlah/jumlah) dalam % Tangkai atas kelopak Kadar kotoran (b/b) Serangga Warna daging buah
0 Tidak ada Putih bersih khas manggis Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992)
B. Fisiologi Pasca Panen Buah Manggis
Buah-buahan yang berada di pohon melangsungkan hidupnya dengan melakukan pernafasan (respirasi), namun setelah buah dipetik (panen) juga masih melangsungkan proses respirasi. Respirasi adalah proses biologis dimana oksigen diserap untuk digunakan pada proses pembakaran yang menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluran sisa pembakaran dalam bentuk CO 2 dan air (Phan et al, 1986). Reaksi kimia sederhana untuk respirasi adalah sebagai berikut : C6H12O6 + 6O2
6CO2 + 6H2O
Laju respirasi merupakan indeks yang baik untuk menentukan umur simpan buah-buahan setelah dipanen. Besarnya laju respirasi dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti : tingkat perkembangan organ, susunan kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapisan
520
alami dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal antara lain : suhu, penggunaan etilen, ketersedian oksigen dan karbondioksida, senyawa pengatur pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Phan et al, 1986). Menurut Phan et al. (1986) di dalam Pantastico (1986), besar kecilnya respirasi pada buah dan sayuran dapat diukur dengan cara menentukan jumlah substrat yang hilang, oksigen yang diserap, karbondioksida yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang timbul. Untuk menentukan laju respirasi, cara yang umum digunakan adalah dengan pengukuran laju penggunaan O 2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2. Berdasarkan pola respirasinya, buah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu buah klimakterik dan buah non-klimakterik. Buah klimakterik mengalami kenaikan CO2 secara mendadak dan mengalami penurunan dengan cepat setelah proses pematangan terjadi, sedangkan buah non klimakterik tidak terjadi kenaikan CO2 dan diikuti dengan penurunan CO2 dengan cepat. Klimakterik ditandai dengan adanya proses waktu pematangan yang cepat dan peningkatan respirasi yang mencolok serta perubahan warna, citarasa dan teksturnya (Rhodes, 1970). Berdasarkan pola respirasi, buah dapat digolongkan menjadi buah klimakterik dan buah non klimakterik. Buah klimakterik merupakan buah yang memperlihatkan kenaikan laju respirasi atau kenaikan produksi CO 2 dan etilen yang besar dan cepat selama pemasakan. Sedangkan buah non klimakterik tidak menunjukan adanya perubahan laju respirasi atau produksi CO 2 dan etilen saat pemasakan. Contoh buah klimakterik adalah apel, alpukat, pisang, mangga, pepaya, melon, rambutan, durian, kiwi, jambu biji, pear, semangka, dan manggis. Contoh buah non klimakterik adalah anggur, jeruk, nanas, belimbing, strawberi, lemon (Santoso dan Purwoko, 1995).
C. Teknologi Pelapisan
Buah-buahan dan sayuran memiliki selaput lilin alami pada permukaan kulitnya yang sebagian akan hilang karena pencucian. Pelapisan lilin tambahan yang diberikan secara artificial dapat menghindarkan keadaan anaerobik didalam buah, memberikan perlindungan terhadap organisme-organisme pembusuk dan
21 6
meningkatkan kilap buah-buahan sehingga lebih terlihat menarik (Akamine et al., 1986). Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi, sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat respirasi (Roosmani, 1975). Lilin adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol. Lilin ini berwarna putih kekuningan sampai coklat dengan titik cair 62,8 0C-700C dan bobot jenis 0,952-0,975 kg/m3 (Bennett, 1964). Teknik pelilinan merupakan cara menunda proses pematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan. Pelapisan lilin mampu mengurangi laju respirasi dan transpirasi produk hortikultura (Pantastico, 1986). Menurut Kader (1992) pelapisan lilin diharapakan dapat menutup sebagian stomata sehingga menurunkan laju respirasi dan mencegah penguapan air sehingga dapat memperkecil kerusakan buah yang telah dipanen. Lilin lebah merupakan lilin alami komersial hasil sekresi lebah madu (Apis mellifica) atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan sentrifuse, sisir madunya dapat digunakan lagi sedangkan yang diekstrak dengan pengepresan mengakibatkan sarang lebah hancur. Sarang yang hancur dapat dijadikan lilin. Hasil sisa pengepresan dan sarang yang hancur dicuci dan dikeringkan, kemudian dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam (Winarno, 1981). Pelapisan merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk memperpanjang masa simpan dan melindungi produk segar dari kerusakan dan pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan seperti serangan mikroba. Pelapisan juga dapat menutupi luka-luka atau goresan-goresan kecil pada permukaan buah dan sayuran, sehingga dapat menekan laju respirasi yang terjadi pada buah dan sayuran. Selain itu pelapisan mampu memberikan penampakan yang lebih menarik dan lebih diterima konsumen (Akamine et al., 1986). Pelapisan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pembusaan dilakukan dengan cara membuat lilin dalam bentuk busa, kemudian dilapisi pada produk segar dengan menggunakan sikat. Penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprotkan pelapis langsung pada produk segar. Penyemprotan cenderung
722
memboroskan dibandingkan cara yang lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar dengan mencelupkan buah atau sayuran kedalam bahan pelapis. Sedangkan pengolesan dilakukan dengan cara mengoleskan bahan pelapis menggunakan kuas ke buah atau sayuran (Akamine et al., 1986). Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung pada ketebalan lapisan. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan laju respirasi dan transpirasi, sedangkan yang terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau, dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2 (Roosmani, 1975). Penggunaan lilin untuk melapisi buah dan sayuran terus berkembang. Umumnya lilin yang digunakan adalah karnauba, lilin lebah, lilin sekam, lilin Britex, dan shellac. Selain lilin juga terdapat pelapis yang terbuat dari kulit udang yaitu chitosan (Anonymous, 2009). Emulsi lilin yang dapat digunakan sebagai bahan pelapis harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa yang akan dilapisi, mudah kering, jika kering tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, dan tidak bersifat racun (Roosmani, 1975). Wattimena (1988) mengemukakan bahwa dalam tanaman selain terdapat hormon pemacu penuaan (etilen) dan perontokan organ tanaman (asam absisik) terdapat pula hormon yang menekan proses tersebut (auksin, giberelin, sitokinin). Hal tersebut senada dengan pernyataan Kays (1991) bahwa giberelin dapat menunda kehilangan klorofil, menunda meningkatnya karotenoid pada buah jeruk serta menunda pelunakan pada Prumus domestica L, dan aprikot. Pemberian giberelin dapat menghambat degradasi klorofil pada daun, buah, kotiledon, dan tangkai bunga. Giberelin juga dapat mengurangi degradasi RNA dan protein, memperlambat penuaan dan pemasakan (Arteca, 1996).
Gambar 2. Struktur Kimia Hormon Giberelin (Anonymous, 2009)
23 8
Benomyl atau dikenal dengan Benlate adalah fungisida yang diluncurkan pada tahun 1986 oleh Du Pont, yang merupakan sistematik benzimidazole fungisida yang selektif beracun untuk mikroorganisme dan invertebrate terutama cacing tanah dan cendawan. Efek racun Benomyl lebih tinggi untuk jamur dan mikroorganisme dibandingkan pada mamalia (Anonymous, 2009). Struktur kimia benomil sebagai berikut :
Gambar 3 Struktur Kimia Benomil (Anonymous, 2009)
D. Penyimpanan
Penyimpanan dingin merupakan cara yang paling umum dan ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi produk hortikultura. Penyimpanan dingin (chilling storage) adalah penyimpanan di bawah suhu 15 0C dan di atas titik beku bahan. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, menurunya laju reksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Pantastico, 1986). Setiap produk hortikultura mempunyai karakteristik penyimpanan tersendiri, dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: varietas, iklim tempat tumbuh, kondisi tanah, derajat kematangan, dan perlakuan sebelum penyimpanan (Muctadi, 1992). Masalah utama yang dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada kondisi tanpa pendinginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi seperti vitamin C dan kadar air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung secara cepat dan terus menerus tanpa hambatan (Roosmani, 1975). Penyimpanan buah segar diharapkan dapat memperpanjang umur segar dan dalam keadaan tertentu memperbaiki nilai tambah, jika terkait dengan faktor penuaan. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian laju
924
transpirasi dan respirasi antara lain mengatur suhu dan kelembaban ruangan, mengendalikan infeksi penyakit (Pantastico, 1986). Istilah umur simpan secara umum mengandung pengertian tentang waktu antara saat produk mulai dikemas atau diproduksi sampai dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Umur simpan adalah waktu yang dibutuhkan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu. Menurut (Pantastico, 1986), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah: 1. Jenis dan karakteristik produk pangan a. Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibandingkan dengan produk segar. b. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami ketengikan, produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi maillard (warna cokelat). 2. Jenis dan karakteristik bahan kemasan Permeabilitas bahan kemas terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen). 3. Kondisi lingkungan a. Intensitas sinar (ultra violet) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi warna. b. Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi.
E. Parameter penurunan mutu
Penurunan mutu pada penyimpanan buah segar dapat ditentukan dengan menggunakan suatu parameter yang dapat diukur secara kuantiatif dan kualitatif yang mencerminkan kondisi mutu produknya. Sifat produk buah segar yang umum digunakan sebagai parameter mutu adalah kekerasan dan warna (Azhar, 2004). Lili (1997) menggunakan perubahan tingkat kekerasan, susut bobot, uji organoleptik sebagai parameter penurunan mutu buah manggis selama penyimpanan sistem atmosfir termodifikasi.
10 25
Perubahan-perubahan yang
umumnya
terjadi
pada
buah-buahan selama
pematangan adalah tekstur (kekerasan), warna, dan susut bobot.
1. Susut bobot Susut bobot merupakan salah satu parameter penurunan mutu buah yang sebagian besar terjadi karena proses respirasi dan transpirasi. Transpirasi merupakan faktor utama penyebab susut bobot yaitu karena terjadinya perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air ke lingkungan. Qantiyah (2004) mengemukakan bahwa jika produk segar kehilangan air sebesar 10% dari bobot buah, maka buah tersebut tidak dapat dipasarkan lagi. Pelapisan lilin sangat efektif dalam mempertahankan bobot buah karena proses transpirasi dan respirasi pada buah dapat dihambat dengan penutupan stomata.
2. Peningkatan kekerasan kulit buah Salah satu masalah dalam mempertahankan mutu manggis adalah terjadinya pengerasan kulit buah. Azhar (2004) mengemukakan bahwa pengerasan kulit buah maggis sehingga suit dibuka kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang tinggi pada permukaan kulit buah dan kerusakan kulit manggis yang dipengaruhhi oleh rongga jaringan kulit buah. Dehidrasi disebabkan oleh penguapan air. Penguapan air pada ruang antar sel menyebabkan sel menjadi kecil sehingga ruang antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan. Selain penguapan air dari bahan, terjadinya pengerasan tersebut akibat dari tingginya laju proses desikasi sehingga kulit buah menjadi kering dan keras yang menjadi sulit dibelah.
3. Warna kulit Warna kulit bauh dapat mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap mutu produk. Selama penyimpanan, kulit buah manggis akan mengalami perubahan menuju nilai warna indeks kematangan yang lebih tinggi serta terus berlangsung sampai fase kerusakan (Khalid dan rukayah, 1993). Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan proses fisiologis manggis mengalami penurunan sehingga perubahan warna dapat dihambat. Peningkatan
11 26
suhu akan menyebabkan pembentukan pigmen, sehingga akan menyebabkan perubahan warna menuju indeks selanjutnya akan semakin cepat (Setyadjit, 1994).
4. Uji organoleptik Uji organoleptik penting dilakukan untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap batasan mutu buah manggis yang masih diterima dari setiap perlakuan selama penyimpanan. Penilaian visual terhadap buah adalah faktor utama dalam pengambilan keputusan pembelian konsumen. Uji organoleptik (hedonik) meliputi warna, kesegaran kulit, kesegaran sepal, warna daging buah, rasa, dan tekstur (Soekarto, 1981). Dalam analisisnya, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan skala naik menurut tingkat kesukaan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan panca indera panelis (Azhar, 2004).
1227