7
TINJAUAN PUSTAKA
Manggis dan Kerabat Dekatnya Manggis (Garcinia mangostana) sebagai queen of tropical fruits merupakan famili Guttiferae. Manggis berasal dari Indonesia atau kawasan Asia Tenggara (Almeyda dan Martin 1976). Manggis atau G. mangostana termasuk ke dalam famili Guttiferae. Famili Guttiferae menurut Choisy (1824) terdiri dari 4 suku yaitu (1) Clusieae, (2) Garciniaeae, (3) Calophylleae, dan (4) Symphonieae. Suku Clusieae terdiri dari Mahurea, Marila, Godoya dan Clusia. Suku Garciniaeae terdiri dari genus Ochrocarpos, Marialva, Micranthera, Garcinia. Genus Garcinia dibagi menjadi 2 section atau sub genus yaitu sub genus ke-1 adalah Mangostana seperti species G. mangostana, G. cornea, G. cambogia dan G.
Morella
sedangkan
sub
genus
ke-2
adalah
Brindonia
seperti
G. cochinchinensis, G. elliptica, G. indica dan G. cowa. Suku Calophylleae terdiri dari genus Mammea, Xanthocymus, Stalagmitis, Mesua dan Calophyllum. Suku Symphonieae terdiri dari genus Canella, Moronobea, Chrysopia, Macanea, Singana dan Rheedia. Berdasarkan klasifikasi famili Guttiferae menurut Choisy (1824), hubungan G. mangostana dengan C. inophyllum adalah termasuk ke dalam famili Guttiferae tetapi berbeda suku dan genus yaitu G. mangostana termasuk ke dalam suku Garcinieae dan genus Garcinia, sedangkan C. inophyllum termasuk ke dalam suku Calophylleae dan genus Chalopyllum. G. mangostana dengan G. subelliptica termasuk ke dalam suku yang sama yaitu suku Garcinieae, tetapi berbeda sub genus/section. G. mangostana termasuk ke dalam sub genus ke-1 yaitu sub genus Mangostana sedangkan G. subelliptica termasuk ke dalam sub genus ke-2 yaitu sub genus Brindonia. Jones (1980) mengklasifikasikan genus Garcinia menjadi 14 sub genus berdasarkan karakter mahkota bunga, kelopak bunga dan polen. Sub genus Garcinia yaitu (1) Garcinia, (2) Rheediopsis, (3) Teracentrum, (4) Rheedia, (5) Macrostigma, (6) Tetraphalangium, (7) Tripetalum, (8) Brindonia, (9) Mungotia, (10) Hebradendron, (11) Xanthocymus, (12) Paragarcinia,
8
(13) Discostigma, dan (14) Tagmanthera. Sari (2000) mengklasifikasikan G. mangostana, G. celebica, G. hombroniana, G. porrecta ke dalam sub genus ke-1 yaitu Garcinia. G. subelliptica termasuk ke dalam sub genus ke-11 yaitu Xanthocymus sedangkan G. forbesii merupakan out group dari genus Garcinia, meskipun stuktur buah mirip dengan buah G. mangostana. Sama halnya dengan C. inophyllum yang merupakan out group dari genus Garcinia, karena C. inopyllum termasuk genus Calophyllum. G. mangostana merupakan allotetraploid dari persilangan Garcinia hombroniana (2n=48) dan Garcinia malaccencis (2n=42) (Richards 1990b) berdasarkan karakter morfologi yaitu (1) waktu berbunga, (2) warna getah, (3) warna mahkota bunga, (4) kedudukan stigma, (5) tekstur permukaan stigma, (6) rasio stigma lobes, (7) diameter stigma, (8) susunan benang sari, (9) ada tidaknya benang sari pada bunga betina, (10) bentuk buah, (11) tekstur permukaan kulit buah, (12) warna buah matang (13) aroma aril. Karakter warna getah, warna mahkota bunga, kedudukan stigma dan warna buah dari G. mangostana mirip dengan G. malaccensis, sedangkan empat karakter lainnya meliputi permukaan stigma, bentuk/kerapatan benangsari, bentuk buah dan permukaan buah mirip dengan G. hombroniana. Berdasarkan penelitian Yapwattanaphun dan Subhadrabandhu (2004), dengan menambahkan sekuen T dan C pada area ITS 1 (Internal Transcribed Spacer) pada DNA ribosom (rDNA), terdapat kemiripan melalui pengelompokan dari G. atroviridis, G. cowa, G. dulcis, G. malaccensis, G. mangostana, G. rostrata dan G. vilersiana. Kelompok yang dekat dengan G. mangostana adalah G. malaccensis dan G. hombroniana. Kemiripan G. mangostana berdasarkan penanda AFLP diperoleh bahwa G. malaccensis menghasilkan 57.5% pita sebagai tetua jantan dan 17.5% dari G. hombroniana sebagai tetua betina (Sinaga, 2008). Penanda isozim diperoleh informasi bahwa G. celebica menghasilkan pita yang lebih sama dengan G. mangostana, sehingga diduga terdapat kerabat dekat lain yang dapat menjadi kandidat tetua seperti G. porrecta, dan G. celebica. Kemiripan karakter pada G. porrecta dan G. celebica dimiliki pula oleh G. mangostana baik pada karakter organ bunga, buah, biji, getah, stomata maupun daun.
9
Ekspresi Sex Tanaman Berbunga Ekspresi sex tanaman berbunga dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu (1) individu bunga, (2) individu tanaman dan (3) populasi. Ekspresi sex pada individu bunga dibagi menjadi tiga tipe yaitu (1) bunga hermaprodit yaitu bunga yang memiliki benang sari dan putik, (2) bunga androecious yaitu bunga yang hanya memiliki benang sari tanpa memiliki bakal buah dan (3) bunga gynoecious yaitu bunga yang memiliki putik tanpa memiliki benang sari. Ekspresi sex pada individu tanaman terbagi menjadi 7 tipe yaitu (1) tanaman hermaprodit yaitu individu tanaman yang hanya memiliki bunga hermaprodit, (2) tanaman monoecious yaitu tanaman yang memiliki bunga jantan dan bunga betina dalam satu pohon, (3) tanaman androecious yaitu tanaman yang hanya memiliki bunga jantan, (4) tanaman gynoecious yaitu tanaman yang hanya memiliki bunga betina, (5) tanaman andromonoecious yaitu tanaman yang memiliki bunga hermaprodit dan bunga jantan, (6) gynomonoecious yaitu tanaman yang memiliki bunga hermaprodit dan bunga betina dan (7) trimonoecious yaitu tanaman yang memiliki bunga hermaprodit, bunga jantan dan bunga betina. Ekpresi sex pada populasi dibagi menjadi 5 tipe antara lain : (1) populasi hermaprodit yaitu populasi yang terdiri dari hanya tanaman hermaprodit, (2) populasi monoecious yaitu populasi yang terdiri dari hanya tanaman monoecious, (3) populasi dioecious yaitu populasi yang terdiri dari tanaman androecious dan gynoecious, (4) populasi androecious yaitu populasi yang terdiri dari tanaman hermaprodit dan androecious dan (5) populasi gynodioecious yaitu populasi yang terdiri dari tanaman hermaprodit dan gynoecious (Frankel dan Galun 1977). Tanaman genus Garcinia pada umumnya memiliki bunga jantan dan betina (dioecious), kecuali pada G. scortechinii King dan G. mangostana (Richard 1990a). Garcinia termasuk tanaman berumah dua yaitu bunga jantan dan betina dihasilkan pada tanaman yang berbeda meskipun fakultatif agamospermy. Pemunculan bunga jantan dan bunga betina terdapat pada pohon yang berbeda sehingga termasuk kategori dioecious. Tanaman dioecious memiliki bunga betina hasil obligat agamospermy, sedangkan tanaman jantan merupakan hasil dari reproduksi seksual. Apabila tidak ditemukan bunga jantan, maka dapat
10
diasumsikan bahwa tanaman tersebut adalah obligate agamospermy (Downtown dan William 2009). Berdasarkan hasil penelusuran literatur (Te-chato 2007), disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tanaman jantan adalah tanaman genus Garcinia lain yang memiliki polen yang viabel. Serbuk sari atau polen pada bunga manggis sendiri umumnya mengalami rudimenter, yaitu mengecil dan mengering, maka buah manggis hanya dihasilkan melalui perkembangan bunga betina tanpa melalui pembuahan. Kondisi ini dikenal dengan nama apomiksis. Fenomena apomiksis ini yang menyebabkan keseragaman manggis.
Penanda Morfologi Penanda morfologi merupakan penanda yang dapat digunakan untuk mengukur besarnya keragaman pada tanaman berdasarkan karakter fenotipe, baik pada fase vegetatif maupun fase generatif. Karakter morfologi pada fase vegetatif ditujukan pada pengamatan batang dan daun, sedangkan pada fase generatif melalui bunga, buah dan biji. Karakter kualitatif meliputi warna dan bentuk dikendalikan oleh gen sederhana (satu atau dua gen) dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan (Stoskopf et al. 2009). Karakter morfologi tanaman memperlihatkan perbedaan pada organ akar, batang dan daun. Daun lengkap mempunyai bagian upih daun atau pelepah daun (vagina), tangkai daun (petioles), dan helaian daun (lamina) sedangkan daun tidak lengkap yaitu daun yang kehilangan salah satu bagian dari daun. Heterofili adalah bentuk daun yang berlainan pada satu pohon pada cabang yang berlainan, sedangkan anisofili adalah terdapat dua bentuk daun pada cabang yang sama. Bentuk daun dapat dilihat pada rasio panjang terhadap lebar daun. Bentuk daun oval/elips/jorong apabila rasio panjang : lebar menunjukan 1.5 - 2 : 1, bentuk memanjang/oblong jika rasio menunjukan 2.5 – 3 : 1, dan lanset dengan rasio 3 – 5 : 1 (Tjitrosoepomo 2005). Bentuk ujung daun terbagi menjadi bentuk (1) runcing yaitu ujung daun membentuk sudut lancip 900, (2) meruncing (acuminatus) yaitu ujung runcing lebih tinggi sehingga ujung daun tampak sempit panjang dan runcing, (3) membulat (rotundus) ujung tumpul tidak membentuk sudut, (4) rompang
11
(truncates) ujung daun rata, (5) ujung terbelah (retusus) ujung daun terdapat lekukan dan (6) ujung berduri (mucronatus) (Tjitrosoepomo 2005). Bentuk acuminate dapat didefinisikan pula sebagai ujung yang meruncing sehingga pada ujung daun membentuk cekungan sepanjang sisi pada ujungnya. Bentuk acute meruncing ke ujung dengan bentuk lurus pada kedua sisi ujung daun. Bentuk pangkal daun terbagi menjadi (1) oblique apabila bentuk pangkal daun tidak seimbang, (2) membulat (rounded), (3) aequilateral apabila kedua sisi bentuk seimbang, (4) cuneate apabila pangkal meruncing (Harris dan Harris 2004). Hipotesa Richards (1990b) menyatakan bahwa karakter morfologi G. mangostana berada diantara karakter G. hombroniana dan G. malaccensis berdasarkan : (1) waktu berbunga, (2) warna getah, (3) warna mahkota bunga, (4) kedudukan stigma, (5) tekstur permukaan stigma, (6) rasio stigma lobes, (7) diameter stigma, (8) susunan benang sari, (9) ada tidaknya benang sari pada bunga betina, (10) bentuk buah, (11) tekstur permukaan kulit buah, (12) warna buah matang (13) aroma aril. Karakter morfologi G. mangostana mirip dengan G. celebica, G. porrecta, dan G. hombroniana yaitu memiliki kesamaan karakter pada morfologi tajuk, daun dan bunga. Pada bunga terdapat empat kelompok tangkai sari, mengelilingi putik/pistil terdiri dari 170 kotak sari yang mengandung polen (Zakki 2003). Pengamatan stomata pada permukaan atas maupun permukaan bawah daun merupakan peubah pada pengamatan morfologi. Stomata adalah celah dalam epidermis yang dibatasi oleh dua sel penutup berbentuk ginjal, sedangkan sel yang berbeda bentuknya disebut sel tetangga. Bentuk sisi sel epidermis bervariasi seperti berleluk dalam, berlekuk dangkal atau rata. Sel epidermis yang mengelilingi sel penutup dapat digunakan sebagai identifikasi dari tipe stomata. Tipe stomata dapat dibedakan menjadi 4, berdasarkan susunan sel epidermis yang berada di samping sel penutup yaitu : (1) anomositik apabila sel penutup dikelilingi oleh sel yang tidak dapat dibedakan ukuran dan bentuknya dengan sel epidermis, (2) anisositik apabila sel penutup dikelilingi tiga buah sel tetangga yang tidak sama besar, (3) parasitik apabila sel penutup diringi satu atau lebih oleh sel tetangga yang sejajar dengan sel penutup dan (4) diasitik apabila stomata dikelilingi oleh dua sel tetangga yang letaknya tegak lurus (Hidayat 1995).
12
Penanda Molekuler Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) Penanda molekuler digunakan untuk menunjukan polimorfisme pada tingkat DNA. Penanda molekuler yang diharapkan adalah sebagai berikut : (1) polimorfik yang tinggi, (2) kodominan untuk dapat membedakan homozigot dan heterozigot pada tanaman diploid, (3) pemunculan diseluruh genom, (4) selektif terhadap perilaku alami, (5) pendugaan mudah, cepat dan murah untuk dideteksi, dan (7) reproducibility tinggi (Kumar et al. 2009). Penanda dengan menggunakan DNA terbagi menjadi dua tipe yaitu (1) non PCR seperti RFLP dan (2) berbasis PCR seperti RAPD, AFLP, SSR, ISSR dengan terbentuknya separasi pita hasil proses elektroforesis sebagai pencerminan alel atau lokus. Penanda molekuler berbasis sekuen DNA dapat terdeteksi dan pewarisan sifat mudah diamati, sehingga efisien untuk evaluasi dan seleksi. Penanda molekuler Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) merupakan salah satu penanda dengan motif sekuen berulang. Ada kalanya terdapat penambahan sekuen nukleotida baik pada bagian ujung 3’ maupun ujung 5’ seperti (CA)8RG dan (CA)8RY. ISSR adalah fragmen DNA dengan ukuran 100-3000 bp berlokasi diantara wilayah mikrosatelit, wilayah amplifikasi sekuen DNA yaitu pada inter-SSR bagian flanked genom secara berlawanan pada area yang dekat dengan sekuen berulang (Zietkiewicz et al. 1994). Area amplifikasi menurut Zietkiewicz et al. (1994) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Wilayah amplifikasi Inter Simple Sequence Repeats (ISSR)
13
Primer yang digunakan adalah primer utas tunggal dengan motif mikrosatelit/SSR. Keuntungan ISSR antara lain tidak diperlukannya data sekuen terlebih dahulu, membutuhkan 5-50 ng templat DNA per reaksi, ISSR tersebar diseluruh genom, dapat bersifat dominan maupun kodominan (Soltis et al. 1998) dan dapat menghasilkan pola polimorfisme lebih tinggi daripada RAPD (Gao et al. 2006). Penanda bersifat dominan, yaitu tidak dapat membedakan individu yang homozigot dan heterozigot, sedangkan penanda kodominan dapat membedakan individu yang homozigot dan heterozigot. Tanaman umumnya memiliki dinukleotida dengan motif SSR seperti AC/TG, AT/AT, dan AG/TC. Inter Simple Sequence Repeats (ISSR) merupakan penanda yang dikembangkan dari motif SSR. Interpretasi alel terletak pada pemunculan atau tidak munculnya pita DNA (Soltis et al. 1998), ISSR dapat digunakan untuk menghasilkan pola separasi pita DNA polimorfik dalam pengamatan genotipe untuk (1) memperoleh hubungan asal tanaman dengan pusat penyebaran, (2) identifikasi genetik tetua, klon, galur dan (3) analisis keragaman genetik serta kekerabatan (Gao et al. 2006).