5
TINJAUAN PUSTAKA Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Manggis juga sudah terkenal di beberapa negara dengan nama yang beragam antara lain : mangosteen (Inggris), mangoustainer (Perancis), mangistan (Belanda), mangostane (Jerman). Di Indonesia sendiri manggis juga disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti Manggu (Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat). Adapun klasifikasi botani tanaman manggis adalah sebagai berikut (Prihatman, 2000) : Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Keluarga
: Guttiferae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana L.
Manggis termasuk tanaman tahunan (prennial) yang masa hidupnya dapat mencapai puluhan tahun. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di daerah tropika pada dataran rendah (<800 mdpl) basah. Suhu udara yang ideal antara 2535oC dengan kelembaban udara lebih dari 80%. Curah hujan minimum adalah 1.250 mm/tahun (Poerwanto,2002). Tanaman manggis biasanya berbuah setahun sekali, namun dapat berbuah di luar musim dengan jumlah produksi buah yang jauh lebih rendah dari ketika musim biasanya. Di Indonesia, musim buah manggis dimulai pada bulan November sampai pada bulan April tahun berikutnya. Produksi rata-rata pada panen pertama hanya sejumlah 5-10 buah/pohon, pada panen kedua rata-rata sejumlah 30 buah/pohon, dan selanjutnya rata-rata dapat mencapai sejumlah 600-1000 buah/pohon sesuai dengan bertambahnya umur pohon. Produksi per ha (100 pohon) dapat mencapai sekitar 200.000 buah atau 20 ton buah. Panen raya terjadi seiring dengan datangnya musim kemarau panjang. Buah manggis terletak pada ranting pohon dan dapat berkembang sekalipun tersembunyi dari cahaya matahari. Secara normal, satu ranting hanya mengeluarkan 1 buah manggis namun pada secara
6
berkala dapat ditemukan ranting yang mengeluarkan 3 hingga 7 buah manggis sekaligus. Buah manggis berbentuk bulat, sewaktu muda berwarna hijau muda dan setelah tua berwarna ungu merah kehitaman. Buah ini umumnya dipanen setelah matang dipohon, namun karena termasuk buah klimakterik walaupun dipanen masih belum tua (matang fisiologis), maka buah ini dapat menjadi matang. Buah berwarna hijau dengan bercak ungu sudah dapat dipanen, dimana buah tersebut akan berubah warnanya menjadi ungu kemerahan setelah sehari penyimpanan (Satuhu 1999). Buah manggis berbentuk bulat, berdiameter lebih kurang 8 cm, dan memilik berat rata-rata antara 80-130 g per buah. Tebal kulit buahnya antara 6-10 mm dan jika matang penuh berwarna merah ungu (Pantastico, 1989). Buah yang masih muda banyak mengandung getah yang berwarna kuning, semakin tua umur buah semakin berkurang getahnya, dan akan sama sekali tidak bergetah pada matang penuh. Setiap buah manggis memiliki rata-rata 4 helai daun kelopak buah yang melekat diantara kulit buah dan tangkai buah (Gambar 1). Karena bentuk daun kelopak buah yang menyerupai mahkota inilah sehingga buah manggis dijuluki “Queen of Fruit” dan keutuhannya dijadikan salah satu standar mutu luar buah oleh masyarakat Eropa. Buah ini dapat dikonsumsi dalam kondisi segar dan dapat dibuat menjadi produk olahan berupa buah kaleng, sirup, atau sari buah. Biji buah manggis diselimuti oleh aril berwarna putih susu, lunak dan banyak mengandung sari buah (Satuhu, 1999).
Gambar 1 Visualisasi eksternal dan internal buah manggis. Di bagian dalam terdapat daging buah manggis sebanyak 4-7 juring dengan ukuran yang berbeda-beda. Daging buah tebalnya kira-kira 0.9 cm. Setiap juring memiliki bakal biji, namun tidak semua bakal biji dalam juring akan menjadi biji.
7
Umumnya biji yang terdapat dalam juring sebanyak 1-2 buah (Martin 1980). Setiap
segmen daging buah mengandung biji yang berukuran besar. Jika telah matang daging berwarna putih dengan tekstur lembut dan rasa manis serta sedikit rasa asam dan sepat (Juanda & Cahyono, 2000).
Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi Buah Manggis Sebagai buah segar, manggis merupakaan sumber mineral dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan bermanfaat untuk kesehatan. Buah manggis mengandung kalori dan kadar air yang cukup tinggi. Komponen kimia buah manggis yang menonjol adalah air yaitu 83% dan karbohidrat 15%. Kalori yang dihasilkan oleh 100 gram daging buah manggis yang dapat dimakan adalah 63 kkal. Kandungan protein dan lemaknya sangat rendah, demikian pula kandungan vitamin-vitaminnya. Menurut Direktorat Gizi Depkes RI, nilai gizi per 100 gram buah manggis seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1Kandungan nilai gizi per 100 gram buah manggis Kandungan Gizi Nilai Energi 63 kkal Protein 0.6 g 0.6 g Lemak 15.6 g Karbohidrat Kalsium 8 mg Fosfor 12 mg Besi 0.8 mg Vitamin B1 0.03 mg Vitamin C 2 mg Air 83 g Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI Komponen protein dan lemak yang dikandungnya sangat rendah, demikian pula kandungan vitamin-vitaminnya. Buah manggis tidak mengandung vitamin A, tetapi mengandung vitamin B1 dan vitamin C. Komposisi buah manggis yang miskin akan vitamin-vitamin menyebabkan buah ini tidak dapat dijadikan sumber vitamin yang potensial. Panen dan Pascapanen Buah Manggis Mutu buah manggis segar sangat ditentukan oleh panen dan penanganan pascapanennya, mulai dari pemilihan tingkat ketuaan buah, pengemasan sampai penyimpanannya. Buah manggis merupakan buah klimakterik sehingga buah
8
dapat matang selama masa penyimpanan. Puncak klimakterik dicapai setelah penyimpanan 10 hari pada suhu ruang (Martin, 1980). Pemanenan buah manggis dilakukan dengan memperhatikan langkahlangkah tertentu untuk mendapatkan penampakan buah yang seragam, mulus dan bersih
sesuai
permintaan
pasar.
Pemanenan
dilakukan
dengan
cara
memetik/memotong pangkal tangkai buah dengan alat bantu pisau tajam. Untuk mencapai buah di tempat yang tinggi dapat digunakan tangga bertingkat dari kayu/galah yang dilengkapi pisau dan keranjang di ujungnya (Prihatman, 2000). Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis. Menurut Pantastico (1989), dalam proses kematangannya buah manggis memerlukan waktu lebih kurang 13-14 minggu, yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna kulit buah. Tanda kematangan yaitu apabila ada perubahan pada warna kulit buah. Kulit buah yang belum matang berwarna hijau kekuningan dan akan berubah menjadi hijau dengan bintik-bintik ungu atau kemerahan ketika memasuki masa matang penuh. Panen buah manggis dapat dilakukan pada beberapa tingkat ketuaan sesuai dengan kebutuhan. Untuk menentukan waktu panen dapat dilakukan dengan beberapa cara : a) Secara visual, dengan melihat warna kulit dan ukuran buah, adanya sisa tangkai putik, mengeringnya tepi daun tua dan mengeringnya tubuh tanaman. b) Secara fisik, dilihat dari mudah tidaknya buah terlepas dari tangkai dan berat jenisnya. c) Secara analisis kimia, kandungan zat padat, zat asam, perbandingan zat padat dengan asam dan kandungan zat pati. d) Secara perhitungan, jumlah hari setelah bunga mekar dalam hubungannya dengan tanggal berbunga dan unit panas. e) Secara fisiologi, dengan melihat respirasi. Menurut Satuhu (1999) buah manggis dipanen setelah berumur 104 hari sejak bunga mekar (SBM). Untuk konsumsi lokal, buah dipetik pada umur 114 SBM sedangkan untuk ekspor pada umur 104-108 SBM seperti dapat dilihat pada Tabel 2.
9
Tabel 2 Sifat fisik beberapa umur panen manggis. Umur Panen (hari)
Warna Kulit
Ukuran Diameter Buah (mm) 58.70 ± 4.20
104
Hijau bintik ungu
106
Ungu kemerahan (10-25%)
58.30 ± 5.23
108
Ungu kemerahan (25-50%)
58.98 ± 4.78
110
Ungu kemerahan (75%)
59.47 ± 4.95
114
Ungu kemerahan (100%)
60.53 ± 5.35
Sumber : Suyanti dan Setyadjit (2007) Kader (2005) menyatakan setelah panen dan selama penyimpanan, buah manggis akan mengalami perubahan warna kulit buah yang merupakan salah satu parameter kematangan buah manggis. Direktorat Tanaman Buah (2003) menambahkan, standar warna dari berbagai tingkat kematangan buah manggis dinyatakan dengan indeks kematangan, dengan warna kulit buah pada indeks 0 kuning, kehijauan, indeks 1 hijau kekuningan, indeks 2 kuning kemerahan dengan bercak merah, indeks 3 merah kecoklatan, indeks 4 merah keunguan, indeks 5 ungu kemerahan dan indeks 6 ungu kehitaman. Buah dengan indeks kematangan 2 dan 3 dipanen untuk tujuan ekspor, sedangkan untuk indeks kematangan 4, 5, dan 6 ditujukan untuk pasar lokal. Buah manggis yang dipanen terlalu muda mengandung banyak getah berwarna kuning yang menempel pada permukaan kulit sehingga penampakan buah menjadi kurang menarik, sedangkan buah yang telah dipanen perlu penanganan lebih lanjut agar dapat bertahan lebih lama. Tabel 3 menggambarkan indeks kematangan buah manggis berdasarkan warna. Setelah pemanenan dilakukan beberapa tahapan penanganan pascapanen yaitu pengumpulan buah, sortasi, pencucian, grading, pemberian label, pengemasan dan penyimpanan. Pengumpulan buah dilakukan pada suhu kamar 28-30oC ditempat yang bersih dengan aerasi udara yang baik dan lancar serta kelembapan maksimum 90%. Pemilihan mutu didasarkan kepada berat/ukuran buah, kemulusan kulit buah dan keutuhan sepal buah sehingga akan diperoleh nilai tambah karena harga buah manggis dapat ditentukan berdasarkan mutu buah melalui proses sortasi dan grading.
10
Tabel 3 Indeks kematangan buah manggis. Indeks Ciri Fisik
Keterangan
Tahap 0
Warna buah kuning kehijauan, kulit buah masih banyak mengandung getah
Buah belum siap dipetik.
Tahap 1
Warna kulit buah hijau kekuningan, buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging.
Buah belum siap dipanen.
Tahap 2
Warna kulit buah kuning kemerahan dengan bercak merah hampir merata. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging.
Buah Siap dipanen.
Tahap 3
Warna kulit buah merah kecoklatan. Kulit buah masih bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit.
Buah disarankan dapat dipetik untuk tujuan ekspor.
Tahap 4
Warna kulit buah merah keunguan. Kulit buah masih sedikit bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi.
Buah dapat dipetik untuk tujuan ekspor.
Tahap 5
Warna kulit buah ungukemerahan. Buah mulai masak dan siap dikonsumsi. Getah telah hilang dan isi buah mudah dilepaskan.
Buah lebih sesuai untuk pasar domestik
Warna kulit buah ungu kehitaman. Buah sudah masak.
Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.
Tahap 6
Sumber : Standar Operasional Prosedur Manggis, Deptan (2007).
11
Tabel 4 Standar mutu manggis menurut SNI 01-3211-2009. Persyaratan Jenis Uji
Satuan Mutu Super
Mutu A
Mutu B
>62
59-62
53-58
Utuh
Utuh
Utuh
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Tingkat kesegaran
Segar
Segar
Segar
Layak dikonsumsi
Layak
Layak
Layak
Diameter
mm
Keutuhan Kelopak buah dan tangkai
Kadar kotoran
%
0
0
0
Benda-benda asing
%
0
0
0
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
0
0
0
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sesuai sifat
Sesuai sifat
Sesuai sifat
varietas
varietas
varietas
%
0
<10
<10
%
<5
<10
<10
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Mudah
Mudah
Mudah
Hama dan penyakit Kelembaban eksternal abnormal
%
Aroma dan rasa asing Bentuk, warna dan rasa Buah cacat atau busuk (area cacat/total permukaan) Daging buah bening dan atau getah kuning Kememaran Kemudahan dibuka
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN) 2009. Proses sortasi buah setelah panen dapat memisahkan buah yang mulus dan tidak cacat. Selanjutnya buah dikelompokan berdasarkan ukuran buah dan bergetah tidaknya. Cara menghilangkan getah yang menempel pada permukaan buah dengan cara dibersihkan dengan kain atau disikat dengan sikat yang halus. Ukuran berat dan diameter buah dipilah pilah sesuai dengan kriteria menurut standar mutu perdagangan, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri (Suyanti dan Setyadjit, 2007).
12
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat mengenai persyaratan standar mutu buah manggis yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 01-32112009, dimana buah manggis dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis mutu yaitu mutu super, mutu A, dan mutu B. Fisiologi Pascapanen Buah Manggis Buah manggis seperti buah dan bahan pertanian lain akan tetap melakukan proses metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik dan kimia. Aktivitas hidup ini berlangsung menggunakan persediaan cadangan makanan yang ada, yaitu substrat yang terakumulasi selama pertumbuhan dan pemasakan buah. Proses metabolisme ini terus berlangsung dan selalu mengakibatkan perubahan-perubahan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan. Selama proses pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata secara fisik maupun kimia yang umumnya terdiri dari perubahan warna, tekstur, bau, tekanan turgor sel, zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan asam-asam organik (Winarno, 2002).Wills et al., (1989) menjelaskan bahwa, Setiap sel hidup bernafas
terus
menerus
selama
kehidupannya
yang
digunakan
untuk
mempertahankan organisasi seluler, transportasi metabolit ke seluruh jaringan, dan mempertahankan permeabilitas membran. Sebagian besar energi yang diperlukan buah segar disuplai dari hasil respirasi aerob. Kehilangan substrat dan air tersebut tidak dapat digantikan sehingga kerusakan mulai terjadi. Substrat yang digunakan pada respirasi ini adalah glukosa (heksosa) dengan reaksi kimia sebagai berikut : C6H12O6 + 6O2→ 6CO2 + 6H2O + energi Winarno (2002)menambahkan, respirasi adalah suatu proses metabolisme yang menggunakan oksigen (O2) untuk perombakan senyawa kompleks seperti pati, gula, protein, lemak dan asam organik yang meghasilkan molekul-molekul yang lebih sederhana yaitu karbondioksida (CO2), air (H2O) dan energi panas yang dapat digunakan untuk reaksi sintesa. Hal yang serupa dinyatakan oleh Muchtadi (1992) bahwa terdapat 3 fase dalam proses respirasi, yaitu : 1). perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana, 2). oksidasi gula-gula sederhana tersebut menjadi asam piruvat, dan 3). transformasi aerobik asam
13
piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi karbondioksida, air, dan energi. Kecepatan respirasi dapat dijadikan sebagai suatu indikasi yang baik untuk menentukan masa simpan buah. Proses respirasi dengan kecepatan tinggi biasanya dihubungkan dengan masa simpan yang pendek sehingga dapat menunjukkan kecepatan penurunan mutu buah dan nilai jual buah. Berdasarkan pola respirasinya, secara umum buah dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu buah golongan klimakterik dan non klimakterik. Buah manggis termasuk dalam golongan buah klimakterik seperti juga alpukat, apel, durian, mangga, melon, pisang, semangka, dan sirsak, dimana buah golongan klimakterik dipanenpada saat mencapai pertumbuhan maksimum (mature) tetapi belum matang (unripe) sehingga proses pematangannya akan tetap berlanjut setelah dipetik dari pohon (Sjaifullah et al., 1998). Berdasarkan hasil penelitian Suyanti et al., (1999) yang menunjukkan bahwa buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan setitik warna ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya berubah dengan cepat menjadi 10-25% ungu kemerahan dalam satu hari pada penyimpanan 25oC, RH 60-70% dan menjadi 100% ungu kemerahan setelah 6 hari penyimpanan. Suyanti et al., (1999) menyatakan bahwa, kandungan air pada buah akan meningkat selama proses penyimpanan. Buah manggis yang bagian terbesar yang dikandungnya adalah air, sehingga semakin tua buah manggis maka semakin tinggi pula kandungan airnya. Selain itu Sjaifullah et al., (1998) menambahkan, Selama penyimpanan terjadi pula perubahan kadar air pada kulit buah manggis. Kadar air kulit buah manggis secara umum mengalami penurunan seiring dengan lamanya umur penyimpanan. Akibatnya, pengerasan akan terjadi pada kulit buah manggis sehingga sulit dibuka yang kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang tinggi di permukaan kulit atau terjadi kerusakan jaringan kulit buah, sehingga terjadi desikasi. Menurut Pantastico (1989) perubahan kekerasan tergolong perubahan fisik pada buah-buahan. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel. Terjadinya difusi yang terus menerus meningkatkan jenjang
14
energi sel dan mengakibatkan tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan sel menjadi tegang. Perubahan keasaman buah selama penyimpanan akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kematangan buah dan tingginya suhu penyimpanan. Menurut Suyanti et al., (1999) pola perubahan kandungan asam pada buah manggis sama dengan pola perubahan kandungan asam pada pisang tanduk, Raja Sere, Barangan, Mangga Gedong, dan Nenas Subang. Hal ini berarti bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada kondisi yang tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya. Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan hanya usaha untuk mencegah kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut. Adapun beberapa perubahan-perubahan secara fisik maupun kimiawi pada buah manggis selama proses pematangannya adalah sebagai berikut :
Perubahan Kekerasan Kulit dan Daging Buah Salah satu masalah dalam penanganan umur simpan buah manggis yaitu terjadinya pengerasan kulit buah ketika disimpan pada suhu rendah dalam jangka waktu tertentu. Menurut Poerwanto (2002), suhu ideal penyimpanan buah manggis adalah 4-8oC. Pada suhu tersebut buah manggis dapat disimpan selama 44 hari, namun mengalami pengerasan kulit yang mengakibatkan buah sulit dikupas. Hasil penelitian terdahulu yag dilakukan oleh Ketsa dan Atantee (1998) menunjukkan bahwa kekerasan kulit buah manggis yang mengalami perlakuan kasar akan meningkat dengan cepat pada suhu ruang. Pantastico (1989) menambahkan, tekstur kulit buah bergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk, dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang, dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsenrrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas sitoplasma, dan elastisitas dinding sel. Terjadinya difusi yang terus
15
menerus meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan meningkatnya tekanan yang mendorog sitoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang. Selain pengerasan kulit, perubahan kekerasan pada daging buah juga dapat menyebabkan penurunan mutu dan umur simpan buah manggis. Hal ini dipengaruhi oleh turgor sel yang masih hidup. Perubahan turgor disebabkan oleh adanya komponen dinding sel yang berubah. Perubahan ini juga berpengaruh terhadap kekerasan yang biasanya menyebabkan buah menjadi lunak setelah masak (Winarno, 2002). Perubahan Jaringan Kulit Buah Manggis Permukaan kulit merupakan bagian terluar yang langsung berhubungan dengan lingkungannya. Kulit buah tersusun dalam sistem jaringan berupa lapisan epidermis yang berfungsi sebagai lapisan pelindung. Jaringan kulit merupakan sebuah media tempat terjadinya perubahan fisik maupun kimia pada buah yang telah dipanen. Pertukaran gas, kehilangan air, peresapan bahan-bahan kimia, ketahanan terhadap perlakuan suhu, kerusakan mekanis, penguapan senyawasenyawa atsiri, dan perubahan tekstural dimulai dari permukaan kulit buah tersebut (Qanytah, 2004). Pengerasan kulit manggis merupakan masalah utama selama penyimpanan. Selama penyimpanan terjadi proses desikasi sehingga kulit buah menjadi kering dan keras yang akibatnya buah sulit untuk dibelah. Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya hal tersebut karena adanya penguapan air dalam jaringan kulit buah yaitu pada mulut kulit dan kutikula. Kehilangan air ini juga dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu udara, terjadinya pergerakan udara dan tekanan atmosfer selama penyimpanan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Qanytah (2004), sistem jaringan kulit buah manggis sebelum dan setelah penyimpanan menunjukkan bahwa jaringan epidermis kulit manggis tidak memiliki lapisan lilin, sehingga laju kehilangan air berlangsung dengan cepat, terutama pada suhu ruang seperti dapat dilihat pada Gambar 2.
16
(a) (b) (c) Gambar 2 Penampang melintang kulit buah manggis; (a) sebelum penyimpanan, (b) dan (c) setelah penyimpanan (Qanytah, 2004). Parenkim merupakan jaringan dasar yang paling umum dan tipe sel utama yang terdapat pada buah-buahan. Jaringan parenkim dapat tersusun rapat atau longgar. Sel-sel yang tersusun longgar mempunyai ruang antar sel (Pantastico, 1989). Menurut Qanytah (2004), pengamatan terhadap irisan melintang kulit manggis menunjukkan bahwa pada awal penyimpanan ruang-ruang antar sel pada jaringan parenkim kulit luar dan tengah manggis terisi oleh cairan, namun pada akhir penyimpanan ruang-ruang antar sel pada jaringan parenkim kulit luar dan tengah rusak karena kehilangan cairan. Pada berbagai tingkat perkembangan buah terdapat perbedaan dalam struktur dinding sel. Selama pematangan buah struktur serabut selulosa menjadi longgar, tergantung pada daya larut zat-zat pektin dan hemiselulosa yang terdapat diantara serabut dalam dinding sel tersebut. Pada akhir penyimpanan menunjukkan bahwa dinding sel terlihat lebih tebal dibandingkan dengan awal penyimpanan. Perubahan Warna Buah Manggis Perubahan warna, tekstur, aroma, dan rasa menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan buah dalam susunannya. Perubahan buah secara maksimal baru akan terjadi setelah terselesaikannya perubahan kimia. Umumnya perubahan warna kulit buah terjadi dari warna hijau ke arah warna kuning meski tidak semua buah mengalami demikian. Perubahan aroma setiap buah mempunyai intensitas
17
yang berbeda, ada yang menyengat namun ada pula yang tidak mengeluarkan aroma. Sehingga secara umum tingkat kematangan buah biasanya ditandai dengan perubahan warna kulit buah dan keluarnya aroma buah. Menurut Kader (2005), Setelah panen dan selama penyimpanan buah manggis akan mengalami perubahan warna pada kulit buah. Perubahan tersebut merupakan salah satu parameter kematangan buah manggis. Kulit buah manggis mengandung
Xanthonin,
gartanin,
8-disoxygartanin
dan
normangostin.
Berdasarkan hasil penelitian Suyanti et al., (1999), buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan sedikit noda ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya akan berubah cepat menjadi ungu kemerahan (10-25%) dalam satu hari pada penyimpanan dengan suhu 25oC, RH 60-70% dan menjadi ungu kemerahan (100%) setelah 6 hari penyimpanan. Mansyah et al., (2007) mengemukakan bahwa dalam kulit buah manggis terdapat senyawa tannin yang bersifat growth inhibition atau dapat menghambat kontaminasi mikroorganisme, tannin juga berperan penting dalam pembentukan rasa sepat. Kandungan tannin pada kulit buah manggis cenderung mengalami perubahan selama masa penyimpanan, sehingga dalam jangka waktu yang cukup lama tannin akan terdegradasi sejalan dengan proses metabolisme yang terjadi didalam buah. Jika tannin tersebut terdegradasi atau tidak mampu mengendapkan kandungan protein pada enzim-enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme dari lingkungan, atau dengan kata lain enzim tersebut menjadi aktif akibatnya buah manggis akan ditumbuhi cendawan dan tidak layak dikonsumsi. Perubahan Kadar Air Komponen terbesar yang terkandung pada buah manggis adalah air. Sjaifullah et al., (1998) menjelaskan bahwa kadar air kulit buah manggis (pericarp) secara umum mengalami penurunan seiring dengan lamanya umur penyimpanan. Suyanti et al., (1999) juga menambahkan, semakin tua buah manggis maka semakin tinggi pula kandungan airnya. Menurut Qanytah (2004) dalam penelitiannya, selama penyimpanan kadar air kulit buah manggis cenderung menurun. Penurunan kadar air kulit pada suhu ruang terjadi lebih cepat, sehingga kehilangan air lebih cepat. Perlakuan yang dapat mempertahankan kadar air kulit manggis selama penyimpanan adalah
18
perlakuan pre-cooling sampai suhu dalam buah mencapai 10oC dengan giberelin, dan disimpan pada suhu 5oC dengan kadar air kulit 64.10%. Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) Total padatan terlarut (TPT) merupakan indikator kandungan gula. Menurut hasil penelitian Suyanti et al., (1999) peningkatan kandungan TPT hanya terjadi pada buah manggis yang dipanen pada indeks kematangan berwarna hijau dengan bercak ungu. Buah manggis yang dipanen pada indeks kematangan lainnya cenderung menunjukkan penurunan kandungan TPT. Meningkatnya kandungan TPT pada buah manggis tingkat kematangan dengan warna kulit hijau dengan bercak ungu disebabkan oleh adanya degradasi pati menjadi gula. Penyimpanan Dingin Buah manggis mempunyai daya simpan yang singkat. Kerusakan buah seperti sepal dan tangkai buah menjadi tidak segar, buah mengeras dan jaringan daging buah yang matang bergetah sehingga sukar dibelah dan sulit untuk memisahkan daging dengan kulitnya. Kerusakan tersebut sering kali dijumpai setelah pengangkutan dan penyimpanan (Sjaifullah et al., 1998). Penyimpanan buah dengan suhu dingin merupakan hal yang paling umum dilakukan untuk memperpanjang umur simpannya. Pada suhu dingin respirasi menjadi terhambat sehingga proses kematangannya dapat diperlambat. Dengan dihambatnya proses tersebut maka proses pembusukan juga menjadi lambat. Budiastra dan Purwadaria (1993) mengemukakan bahwa tujuan penyimpanan suhu dingin adalah untuk memperpanjang masa kesegaran sayuran dan buah-buahan guna menjaga kesinambungan pasokan, menciptakan stabilitas harga dan mempertahankan mutu. Penanganan dengan cara ini diperlukan untuk buah-buahan yang mudah rusak. Menurut Muchtadi et al., (2010), cara ini dapat mengurangi : a. Kegiatan respirasi dan kegiatan metabolik lainnya. b. Kehilangan air dan pelayuan. c. Proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan, dan perubahan-perubahan warna serta struktur. d. Kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang, dan khamir).
19
e. Proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses penyimpanan suhu dingin yaitu penggunaan suhu yang tepat. Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada buah yang diakibatkan oleh suhu dingin. Kerusakan ini dapat dilihat secara visual melalui penampakannya. Tiap jenis buah-buahan mempunyai sifat karakteristik penyimpanan tersendiri. Sifat-sifatnya selama penyimpanan dipegaruhi oleh varietas, iklim tempat tumbuh, kondisi tanah dan cara budidaya tanaman, derajat kematangan dan cara penanganan sebelum disimpan (Muchtadi et al., 2010). Penyimpanan dingin mempunyai pengaruh terhadap bahan
yang
didinginkan tersebut, seperti: 1. Kehilangan berat 2. Kerusakan dingin (chilling injury) 3. Kegagalan untuk matang 4. Kebusukan Pada penyimpanan dingin, selain pengendalian suhu juga diberikan perlakuan atas sirkulasi dan kelembaban relatif (RH) udara. Penggunaan suhu dingin degan RH tinggi dapat menghambat aktivitas fisiologis, mikroba, transpirasi, dan evaporasi dengan batas waktu tertentu. Walaupun perubahan mutu buah tetap terjadi selama penyimpanan dingin namun lajunya menjadi lebih lambat dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang. Pengaturan RH udara pada ruang penyimpanan sangat penting dilakukan, karena RH yang jenuh akan menyebabkan timbulnya pengembunan air pada permukaan buah yang akan menjadi media bagi pertumuhan mikroba. Sedangkan jika RH rendah akan menyebabkan pengeriputan pada kulit buah (Pantastico, 1989). Penyimpanan manggis pada suhu 4-6°C dapat mempertahankan kesegaran buah hingga 40 hari sedangkan pada suhu 9-12°C buah dapat bertahan selama 33 hari (Anonim 2004). Menurut Kader (2005), suhu optimum penyimpanan manggis adalah 13oC. Masalah utama penyimpanan manggis pada suhu rendah adalah pengerasan di kulit yang dapat menurunkan mutu secara keseluruhan dalam penerimaan buah. Kekerasan pada kulit (hardening) dan timbulnya bintikbintik coklat pada kulit (darkening) merupakan gejala chilling injury pada
20
manggis yang disimpan pada suhu 5-10 °C. Pengerasan kulit buah tidak berkaitan dengan peningkatan sintesis lignin pada awal tahap namun keduanya berkaitan pada tahap yang lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian Dangcham et al., (2008), mengenai chilling injury buah manggis yang disimpan pada suhu dingin, gejala yang dapat diamati yaitu peningkatan kekerasan kulit buah. Penelitian tersebut menggunakan buah manggis dengan indeks kematangan merah kecoklatan dan merah keunguan yang disimpan pada suhu 6oC dengan RH 87% dan suhu 12oC dengan RH 83.5% selama 15 hari. Hasilnya, buah yang disimpan pada suhu 6oC memiliki kulit yang lebih keras dibandingkan dengan suhu 12oC dan indeks kematangan merah keunguan pada kulit buahnya lebih keras dibandingkan dengan merah kecoklatan. Maka buah manggis yang lebih matang akan lebih sensitif terhadap chilling injury. Salah satu bentuk lain dari penyimpanan pada suhu dingin yaitu perlakuan pra-pendinginan (pre-cooling). Pra-pendinginan (pre-cooling) bertujuan untuk menghilangkan panas lapang akibat dari pemanenan. Ramadhan (2003) dalam penelitiannya mengenai pre-cooling mengemukakan bahwa perlakuan terbaik adalah buah manggis dengan perlakuan prapendinginan hingga suhu buah 20oC dan disimpan pada suhu 5oC, memiliki persentase susut bobot terendah, persentase kadar air daging dan kulit tertinggi, mempertahankan TPT (Total Padatan Terlarut) terlama, dan mempunyai umur simpan paling lama yaitu masih dapat dikonsumsi hingga hari ke 47. Pelilinan (Waxing) Pelapisan lilin (waxing) merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu buah dan sayuran segar karena dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi. Pelilinan termasuk ke dalam perlakuan pra-pengangkutan yang bertujuan untuk mengurangi susut mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai ke tingkat serendah-rendahnya. Muchtadi et al., (2010) mengemukakan bahwa, umumnya buah-buahan mempunyai lapisan lilin alami pada permukaan kulitnya yang dapat hilang karena proses pencucian. Pemakaian lilin buatan pada buah-buahan adalah untuk
21
meningkatkan kilap sehingga kenampakannya menjadi lebih baik. Disamping itu luka atau goresan pada permukaan kulit buah dapat ditutupi oleh lilin. Emulsi lilin untuk komoditas segar seperti buah-buahan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa komoditi yang akan dilapisi, mudah kering dan tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah diperoleh, harganya murah dan tidak bersifat racun. Disamping itu, buah yang dilapisi harus tua, sehat, segar, utuh dan mulus. Tebal lapisan lilin yang dihasilkan harus seoptimal mungkin dengan pengertian bahwa lapisan lilin yang terlalu tebal dapat mengakibatkan respirasi anaerob yang menyebabkan buah akan membusuk (Muchtadi et al., 2010). Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata pada pengurangan uap air sedangkan yang terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2 dan mengandung sedikit O2. Pelapisan lilin dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pembusaan dilakukan dengan cara membuat lilin dalam bentuk busa, kemudian dilapisi pada produk segar dengan menggunakan sikat. Peyemprotan dilakukan dengan cara menyemprotkan pelapis langsung ke produk segar. Penyemprotan cenderung boros dibandingkan dengan cara lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar dengan mencelupkan buah atau sayuran ke dalam bahan pelapis. Sedangkan pengolesan dilakukan dengan cara mengoleskan bahan pelapis dengan menggunakan kuas ke buah atau sayuran (Akamine et al., 1986). Menurut Setiasih (1999), mekanisme pelapisan lilin adalah menutupi poripori buah-buahan dan sayuran yang sangat banyak. Dengan pelapisan lilin, diharapkan pori-pori dari buah-buahan dan sayuran dapat ditutup sebanyak lebih kurang 50%, sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis, dan mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan. Emulsi lilin dapat dibuat dari bahan lilin dengan bahan pengemulsi. Lilin yang biasa digunakan adalah lilin tebal, lilin carnauba (tumbuhan), maupun lilin lebah. Emulsifier yang digunakan yaitu trietanol amein dan asam oleat (Muchtadi
22
et al., 2010). Lilin lebah banyak digunakan untuk pelilinan produk hortikultura karena mudah didapat dan juga harganya murah. Lilin lebah berwarna putih, kuning, sampai cokelat, dengan titik cair 62.8-70oC, bobot jenis sebesar 0.9520.975. Lapisan lilin untuk produk hortikultura biasanya digunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4 sampai 12% (Setyowati & Budiarti 1992). Winarno (2002) mengemukakan, lilin lebah merupakan hasil sekresi dari lebahmadu (Apis mellifica). Madu dapat diekstrak dengan menggunakan dua cara, yaitu sistem sentrifugal dan pengepresan. Madu yang diekstrak dengan sentrifugal sisir madu akan tetap utuh sehingga dapat digunakan lagi, sedangkan ekstrasi madu menggunakan sisir madu yang ditekan atau dipres, sisir akan hancur. Sisir yang hancur dapat dibuat lilin atau bibit bahan sarang baru. Hasil sisa pengepresan ini, kemudian dicuci dan dikeringkan, lalu dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam. Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena garamgaram yang terkandung di dalam air sadah tersebut dapat merusak emulsi lilin (Pantastico, 1989). Emulsi-emulsi lilin dalam air lebih aman digunakan daripada pelarut-pelarut lilin yang mudah terbakar. Untuk membuat 1 liter larutan stok 12% dibutuhkan 120 gram lilin carnauba yang dicairkan dalam wadah pada suhu 9095oC lalu ditambahkan 20 ml asam oleat dan trietanolamin 40 ml sedikit demi sedikit sambil diaduk. Selanjutnya ditambahkan air sebanyak 820 ml yang telah dididihkan dahulu (90-95oC) secara perlahan sambil diaduk dengan mixer sampai merata. Emulsi lilin siap dipakai apabila suhunya telah dingin (+25oC) (Muchtadi 1992). Sebelum aplikasi pelilinan, buah dicuci bersih dengan busa lembut untuk menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan kulit, kemudian ditiriskan hingga kering. Buah harus dalam keadaan kering saat akan diberi lilin. Aplikasi pelilinan pada buah dapat dilakukan dengan cara penyemprotan, pencelupan, pengolesan, dan pembusaan. Teknik yang paling populer atau komersil adalah penyemprotan dengan tekanan rendah. Pada skala besar digunakan mesin yang dirancang khusus dan dioperasikan dengan komputer, sehingga pelilinan lebih efektif dan efisien. Untuk satu ton buah hanya dibutuhkan 1.5 liter lilin. Setelah
23
pelilinan, buah ditiriskan terlebih dahulu sebelum disimpan atau dipasarkan. Cara melapisi buah dengan lilin ialah sebagai berikut; Buah yang dipilih tidak cacat atau busuk. Kotoran yang melekat di permukaan kulit buah dibersihkan melalui pencucian dengan air bersih diutamakan dengan menggunakan air mengalir. Setelah bersih, kemudian buah dicelup ke dalam emulsi lilin selama beberapa lama (misalnya 30 detik). Kemudian ditiriskan dengan blower (Suyanti 1993). Riza (2004) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa berdasarkan laju konsumsi O2 dan produksi CO2 kadar pelilinan 6% merupakan kadar pelilinan yang optimum bagi buah manggis. Buah manggis dengan pelapisan lilin 6% yang disimpan pada suhu 5oC mempunyai umur simpan 37 hari, sedangkan kontrolnya hanya mencapai 33 hari. Pada penyimpanan suhu 13oC, buah manggis dengan pelapisan lilin memiliki umur simpan 29 hari, sedangkan yang tanpa pelapisan lilin hanya mencapai 21 hari. Widiastuti (2006) menambahkan bahwa buah manggis yang diberi lapisan lilin carnauba dalam penyimpanan suhu ruang layak dijual sampai hari ke 16 penyimpanan, walaupun pada hari ke 25 penyimpanan kondisi buah masih baik (masih dapat dikonsumsi).