BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka 1.
Tanaman Manggis (Garcinia mangostana) a. Morfologik tanaman manggis dan klasifikasi Manggis termasuk tanaman tahunan yang masa hidupnya mencapai puluhan tahun. Susunan tanaman manggis terdiri atas organ vegetatif dan generatif. Organ vegetatif tanaman manggis meliputi akar, batang, dan daun yang berfungsi sebagai alat pengambil, pengangkut, pengolah, pengedar, dan penyimpanan makanan. Batang tanaman manggis berbentuk pohon berkayu, tumbuh tegak ke atas hingga mencapai 25 meter atau lebih. Kulit batangnya tidak rata dan berwarna kecoklatan. Percabangan tanaman umumnya simetris membentuk tajuk yang rimbun dan rindang. Daun manggis berbentuk bulat telur sampai bulat panjang, struktur helai daun tebal dengan permukaan sebelah atas berwarna hijau mengkilap, sedangkan permukaan bawah warnanya kekuning-kuningan (Heyne K, 1987: 1385-1390). Organ generatif tanaman manggis terdiri atas bunga, buah, dan biji. Bunga manggis muncul dari ujung ranting, berpasangan dengan tangkainya yang pendek, tebal dan teratur (aktinomorf). Struktur bunga manggis memiliki empat kelopak yang tersusun dalam dua pasang. Mahkota bunga terdapat empat helai, berwarna hijau kekuningan dengan warna merah pada pinggirnya. Benang sarinya banyak dan bakal buahnya mempunyai 4-8 ruang dengan 4-8 kuping kepala putik yang tidak pernah
7
rontok sampai stadium buahnya matang. Bakal buah manggis berbentuk bulat, mengandung 1-3 bakal biji yang mampu tumbuh berkembang menjadi biji normal. Bunga manggis mempunyai alat kelamin jantan dan betina atau disebut bunga sempurna, namun benang sarinya berukuran kecil dan mengering (rudimenter) sehingga tidak mampu membuahi sel telur. Manggis berbunga sempurna disebut hanya berbunga betina saja. Buah atau biji yang tumbuh dan berkembang tanpa melalui penyerbukan lebih dulu disebut Apomixis (Rukmana, 1995: 17). Klasifikasi tanaman manggis menurut Verheij (1997: 220-225) adalah: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Dictyledonaceae
Ordo
: Guttiferales
Family
: Guttiferae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana\
b. Buah manggis Manggis (Garcinia mangostana) merupakan buah yang berasal dari daerah Asia Tenggara meliputi Indonesia, Malaysia, Thailand dan Myanmar. Manggis merupakan tumbuhan fungsional karena sebagian besar dari buah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai obat. Diluar negeri buah manggis merupakan refleksi perpaduan dari rasa asam manis yang
8
tidak di punyai oleh komoditas buah lainnya. Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu (Jawa barat), Manggus (lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista (Sumatera Barat). (Jose Pedraza, et al., 2008: 3227-3239). Buah manggis berbentuk bulat saat buahnya masih muda permukaan kulit buah berwarna hijau namun setelah buahnya matang berubah menjadi ungu kemerah-merahan atau merah muda. Pada bagian ujung buah terdapat jaring berbentuk bintang sekaligus menunjukkan ciri dari jumlah segmen daging buah. Jumlah jaring buah ini berkisar 4-8 buah. Kulit buah manggis ukurannya tebal mencapai proporsi sepertiga bagian dari buahnya (Suksamrarnet 2006: 1) Kulit buahnya mengandung getah yang warnanya kuning dan cita rasanya pahit. Bagian yang terpenting dari buah manggis adalah daging buahnya. Warna daging buah putih bersih dan cita rasanya sedikit asam sehingga digemari masyarakat luas. Biji manggis berbentuk bulat agak pipih dan berkeping dua (Suksamrarnet 2006: 1)
Gambar 1. Gambar morfologik buah manggis (Mardiana, 2011: 17) 9
Kulit buah manggis mengandung resin kuning yang kaya akan xanton. Ekstrak kulit buah manggis yang tinggi antioksidan dapat diperoleh dengan cara pengupasaan dan pembuangan tangkai untuk mengurangi rendemen kulit buah manggis. Sebelum di ekstraksi rendemen pada kulit buah manggis sebesar 61,05 %. Sedangkan rendemen ekstrak kulit buah manggis menurun menjadi 23.47 %. Total fenol pada kulit buah manggis segar sebesar 18.67 %. Total fenol kulit buah manggis setelah diekstrak adalah sebesar 41.12 % (Adinda Ayu dan Simon B.W, 2015: 116). Kandungan xanton pada ekstrak kulit buah manggis mencapai 95%. Terdapat sekitar 50 jenis xanton alami yang terdapat pada kulit buah manggis
diantaranya
Dehydration
6-0-methilmangostanin,
3-
isomangostin, Mangostanol, Gartanine, 8-deoxygartanin, Mangostenone, mangostenone B, α-mangostin,
β-mangostin ,γ-mangostin, Garcinone,
Garcinone
Garcinone
A,
Garcione
B,
C,
Garcinone
D,
9-
hydroxycalabaxanthone, β-mangostin, mangostenone. Xanton merupakan senyawa polifenolik dengan struktur kimia yang mengandung cincin trisiklik aromatic. Struktur ini yang memiliki aktivitas biologis seperti antioksidan, antinflamasi, antibakteri, antikanker dll
(Nakagawa, dkk,
2007: 5620-5628). Xanton merupakan salah satu senyawa yang bersifat antioksidan, sebab mampu menetralkan senyawa radikal bebas. Senyawa turunan
10
xanton yang banyak ditemukan adalah α-mangostin, β-mangosin, γmangostin, Garcinone, Gartanin, dan 8-deoxygartanine.
Gambar 2. Rumus kimia turunan senyawa xanton (Jung : 2006) Senyawa turunan dari xanton tersebut mempunyai gugus (OH) yang mampu menetralkan zat radikal bebas. Hal tersebut dibuktikan dari aktivitas antioksidan yang tinggi dari xanton. Pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak kulit manggis dengan metode DPPH didapatkan Effective Concentration 50 (EC50) 8,5539 μg/ml. Nilai tersebut menunjukkan ekstrak tersebut termasuk dalam antioksidan kuat (Y.I.P Arry Miryanti, dkk, 2011: 42) . Pengukuran aktivitas antioksidan pada
11
ekstrak kulit buah manggis juga dapat diketahui dari Nilai ORAC. Nilai ORAC merupakan nilai yang menunjukkan kapasitas kemampuan suatu senyawa dalam mengabsorbsi oksigen reaktif atau senyawa radikal bebas. Nilai ORAC dari ekstrak kulit buah manggis adalah sekitar 17.000-20.000 ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity). Nilai ORAC xanton yang tinggi menggambarkan kemampuannya dalam menyerap radikal bebas secara cepat (Yunitasari, 2011: 5). Xanton mampu menghambat radikal bebas sebagai bukti adanya aktivitas antioksidan intraseluler secara signifikan yang diukur dengan metode DPPH. DPPH merupakan suatu senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil, senyawa ini berwarna ungu gelap. DPPH digunakan sebagai indikator kemampuan antioksidan suatu senyawa, dengan cara melihat perubahan warna dari DPPH tersebut. Perubahan warna dari ungu menjadi kuning dapat disimpulkan bahwa senyawa uji mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Hasil DPPH membuktikan bahwa ekstrak kulit buah manggis mampu menghambat 50% pembentukan radikal dan juga mereduksi radikal superoksida dan radikal hidroksil (Kosem, dkk, 2007 : 10). Aktivitas antioksidan ekstrak lebih tinggi hingga 2 kali lipat di bandingkan dengan kulit segar, hal ini dapat diukur dari aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Aktivitas antioksidan dari kulit buah manggis segar hanya sebesar 40,30 %, sedangkan aktivitas antioksidan
12
dari ekstrak kulit buah manggis sebesar 84.42 % (Adinda Ayu dan Simon. B.W, 2015: 116). Xanthone ialah suatu bahan kimia aktif dengan strukturnya yang terdiri dari 3 cincin dan ini menjadikannya sangat stabil ketika berada dalam tubuh manusia. Senyawa xanthone yang telah teridentifikasi diantaranya adalah 1,3,6-trihidroksi-7-metoksi-2.8-bis(3-metil-2-butenil)9H-xanten-9-on dan 1,3,6,7 – tetrahidroksi - 2,8-bis(3-metil-2-butenil) 9Hxanten -9-on (Joze Pedraza, et al., 2008:3227-3239). Xanton merupakan derivat dari difenil-γ-pyron, yang memiliki nama IUPAC 9H-xantin-9-on. Xanton terdistribusi luas pada tumbuhan tinggi, tumbuhan paku, jamur, dan tumbuhan lumut. Sebagian besar xanton ditemukan pada tumbuhan tinggi yang dapat diisolasi dari empat suku, yaitu Guttferae, Moraceae, Polygalaceae dan Gentianaceae. Xanton memiliki
aktivitas
farmakologi
sebagai
antibakteri,
antifungi,
antiinflamasi, antileukimia, antiagregasi platelet, selain itu xanton dapat menstimulasi sistem saraf pusat dan memiliki antituberkolosis secara in vitro pada bakteri Mycobacterium tuberculosis (Bruneton, 1999 ; Sluis,1985). Xanton pada kulit manggis sudah terbentuk sejak buah berumur satu bulan setelah bunga mekar (SBM). Pada umur satu BSA hingga empat BSA (saat buah dipanen) kandungan xanton relatif sama (Kurniawati, 2011).
13
Xanton umumnya terdistribusi luas pada tumbuhan dalam bentuk ikatan glikosida seperti halnya flavonoid. Oleh karena itu, perlu dilakukan proses hidrolisis yang berfungsi untuk memecah ikatan glikosida sehingga dihasilkan aglikon xanton. Proses hidrolisis dilakukan dengan cara hidrolisis asam menggunakan HCl 2 N. Xanton biasanya terdapat sebagai xanton O-glikosida. Satu gugus hidroksi xanton (atau lebih) terikat pada suatu gula dengan ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam. Hidrolisis asam digunakan untuk memecah ikatan O-glikosida tersebut (Pradipta, dkk., 2007). Menurut Lenny tahun 2006 pada penelitiannya mengatakan, xanton termasuk ke dalam golongan senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang terbanyak ditemukan di alam. Senyawa ini umumnya ditemukan pada tumbuhan yang berwarna merah, ungu, biru, atau kuning. Keberadaannya dalam daun dipengaruhi oleh adanya proses fotosintesis sehingga daun muda umumnya belum terlalu banyak mengandung flavonoid. Sebagian besar senyawa flavonoid di alam ditemukan dalam bentuk glikosida. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glikosida. Residu gula dari glikosida flavonoid alam adalah glukosida, ramnosida, galaktosida. Poliglikosida yang larut dalam air dan sedikit larut dalam pelarut organik seperti benzene,aseton, eter dan kloroform. Flavonoid merupakan deretan senyawa C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6
14
(cincin benzena) yang dihubungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Leny, 2006). Kelas yang berlainan dalam golongan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Berdasarkan penambahan rantai oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksilnya flavonoid digolongkan menjadi enam jenis, yaitu flavon, isoflavon, flavonol, flavanon, kalkon, dan auron. Senyawa ini memiliki dua cincin benzene dan satu cincin piran. Inti xanton dikenal sebagai 9 xanthenone atau dibenzo-cpyrone (Leny, 2006). Xanton dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu; oxygenated
xanthone,
xanthone
glycoside,
prenylated
xanthone,
xanthonolignoid, dan miscellaneous Xanthone. Saat ini sekitar 1000xanton berbeda telah diketahui (Pedraza Chaverri, 2008 : 39). Xanton telah diisolasi dari seluruh bagian buah manggis terutama kulit buah, seluruh buah, kulit batang, serta daun. Di antara senyawa xanton tersebut, dan mangostin, garcinone E, 8-deoxygartanin, dan gartanin paling banyak dipelajari, yang paling utama terkandung dalam xanton ialah kandungan alfa-mangostin dan gamma-mangostin. Alfamangostin adalah senyawa yang sangat berkhasiat dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon. Senyawa xanthone selain mengandung alfa-mangostin juga mengandung gamma-mangostin yang juga memiliki banyak manfaat dalam memberikan proteksi atau
15
melakukan upaya pencegahan terhadap serangan penyakit (Haryadi, 2010 : 8-10). Kadar xanton berbeda tergantung pada kualitas buah, di mana kadar terbesar didapatkan pada buah dengan kulit burik atau kasar yakni sebesar 23,544 µg/g ekstrak, sedangkan pada buah besar dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18,502 µg/g ekstrak, buah kecil sebesar 20,434 µg/g dan buah 32 dengan kulit mengandung getah kuning 15,289 µg/g ekstrak. Buah dengan kulit burik terjadi akibat adanya serangan hama atau akibat kerusakan fisik. Xanton berperan sebagai mekanisme pertahanan dalam mencegah terjadinya stres akibat serangan hama tersebut atau kerusakan fisik (Haryadi, 2010 : 8-10). 2. Rokok Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Rokok berbentuk silinder dari kertas dengan ukuran panjang antara 70-120 mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung yang lainnya (Aditama, 2006: 8). Jumlah perokok dalam satu dasawarsa ini mengalami kenaikan yang pesat di kalangan perokok laki-laki maupun perempuan di Indonesia. Hal tersebut membuat Indonesia menyandang predikat jumlah perokok terbanyak nomor tiga di dunia (Wirakusuma, 2011: 3).
16
Berdasarkan bahan baku atau isi, rokok umumnya dibagi menjadi tiga jenis, yaitu rokok mild/rokok putih, rokok kretek, dan rokok klembak. Rokok putih merupakan rokok dengan bahan baku berupa daun tembakau yang diberi perasa untuk mendapatkan efek rasa tertentu, mengandung sekitar 14–15 mg tar dan 5 mg nikotin. Rokok kretek merupakan rokok dengan bahan baku tembakau, cengkeh dan perasa agar mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, mengandung kadar tar dan nikotin lebih tinggi daripada rokok putih yaitu 20-40 mg tar dan 3–5 mg nikotin. Rokok klembak merupakan rokok yang bahan bakunya berasal dari campuran tembakau, cengkeh, kemenyan dan perasa agar tercipta rasa dan aroma tertentu (Aditama, 2006: 8). Senyawa kimia yang terkandung dalam rokok antara lain: a. Tar Tar merupakan partikel solid yang tersuspensi dalam gas yang dihasilkan dari proses pembakaran rokok. Tar mengandung berbagai macam senyawa toksik, antara lain: metal, polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH), dioksin dan beberapa nitrosamin non-volatil. Dilaporkan bahwa senyawa PAH merupakan karsinogen yang dapat memicu karsinogenesis pada paru-paru. Pada saat rokok dihisap, tar akan masuk ke rongga mulut dalam bentuk uap padat. Setelah mengalami penurunan suhu, tar akan memadat dan membentuk endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran nafas dan paru-paru (Gondodiputro, 2007: 9).
17
b. Nikotin Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya. Nikotin dapat meracuni syaraf tubuh, meningkatkan tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer (Sitepoe, 1997: 5). Kandungan nikotin berkisar dari <13 mg, mempunyai efek farmakologis yang mendorong faktor habituasi atau ketergantungan psikis (Toshinori Yoshida and Rubin, 2007: 87). Rokok kretek mengandung 60–70 tembakau, sisanya 30%–40% cengkeh dan ramuan lain. Rokok kretek lebih berbahaya daripada rokok putih, karena kandungan tar, nikotin dan karbon monoksida di dalamnya lebih tinggi. Komsumsi rokok kretek di Indonesia mencapai 88% (Widodo, dkk., 2007: 277). c. Karbon monoksida Karbon monoksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau, yang diproduksi oleh segala proses pembakaran yang tidak sempurna dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau pembakaran di bawah tekanan dan temperatur tinggi seperti yang terjadi di dalam mesin (Slamet, 1996: 58). Gas karbonmonoksida yang terkandung dalam asap rokok jumlahnya relatif tinggi. Gas CO yang masuk dalam tubuh dapat menyebabkan menurunnya kapasitas transportasi oksigen dalam darah oleh hemoglobin dan penggunaan oksigen ditingkat seluler. Hal tersebut terjadi karena gas CO memiliki afinitas dengan hemoglobin ± 200 kali lebih kuat jika dibandingkan dengan afinitas oksigen terhadap hemoglobin.
18
Karbon monoksida memiliki dampak buruk terhadap kesehatan karena CO dapat menggeser oksigen yang terikat pada hemoglobin dan mengikat Hb menjadi karboksihemoglobin seperti pada reaksi berikut: HbO2 + CO HbCO + O2 Hal tersebut terjadi disebabkan karena afinitas CO terhadap Hb kira-kira 210 kali lebih kuat daripada afinitas O2 terhadap Hb. Reaksi ini menyebabkan berkurangnya kapasitas darah untuk menyalurkan O2 kepada jaringan tubuh. Gas CO dalam dosis rendah menimbulkan efek atau gangguan pada penderita penyakit paru, jantung ataupun perokok yang sebagian dari hemoglobinnya sudah terikat oleh CO (Slamet, 1997: 59). Gas CO mempunyai kemampuan mengikat hemoglobin yang terdapat dalam eritrosit, lebih kuat dibandingkan oksigen, sehingga setiap ada asap tembakau, disamping kadar oksigen udara yang sudah berkurang, ditambah lagi eritrosit akan semakin kekurangan oksigen karena yang diangkut adalah CO (Gondodiputro,2007: 9). d. Nitorsamin Merupakan amina organik yang mengandung senyawa nitrogen (NO) yang berikatan dengan grup amina melalui reaksi nitrosasi. Komponen nitrosamin yang spesifik pada tembakau dikenal dengan istilah tobacco-specific nitrosamines (TSNA), diantaranya N-nitrosoanabasin (NAB), Nnitrosoanatabin (NAT), 4-(metilnitrosamino)-1-(3- piridil)-1butanon (NNK) dan nitrosonornikotin (NNN) (Gambar 2). Tembakau dan
19
asap rokok mengandung tobacco-specific nitrosamines dengan konsentrasi yang relatif tinggi. Dari keempat senyawa tersebut, NNK dan NNN merupakan senyawa mutagenik utama yang dapat menimbulkan kerusakan pada DNA sehingga memicu tumorigenesis dan/atau karsinogenesis (Stepanov and Stephen, 2005: 885-891). 3. Radikal Bebas Radikal bebas merupakan suatu logam yang memiliki elektron tidak berpasangan. Dalam kepustakaan kedokteran radikal bebas sering disamakan dengan oksidan karena memiliki sifat yang mirip dan dapat menyebabkan kerusakan yang sama walaupun prosesnya berbeda. Salah satu penyebab adanya radikal bebas adalah asap rokok. Rokok merupakan faktor resiko utama dalam menimbulkan berbagai penyakit respirasi. Paruparu, trakea dan rongga hidung juga beresiko terkena dampak asap rokok. Penyakit paru-paru yang ditimbulkan oleh asap rokok, antara lain adalah emfisema, bronkitis kronis dan chronic obstructive pulmonary disease (COPD) (Rahman, 2003: 95-109). Macam-macam penyakit pada saluran pernafasan antara lain gangguan nasal dan sinus, emphisema, bronkitis, chronic obstructive pulmonary disease (COPD), stroke dan kanker (Martey 2005: 289). Hal tersebut disebabkan oleh adanya berbagai macam senyawa kimiawi yang bersifat toksik, mutagenik dan karsinogenik dalam asap rokok. Senyawa kimiawi dalam jumlah yang tinggi yang terkandung
20
dalam asap rokok adalah senyawa radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) (Kukner, 2001: 103-109). Senyawa ROS dapat merusak protein, lipid dan rangkaian DNA yang merupakan unsur utama dalam sel (Yu, et al., 2012: 3791-3806). Hal tersebut dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan resiko kanker pada saluran pernapasan, antara lain kanker pada alveoli, bronkiolus, bronkus dan trakea. Paparan asap rokok dapat menyebabkan lesi pre-neoplastik pada sel-sel epitelia trakea, yang disertai adanya hiperplasia sel basal, sel mukosa dan kelenjar submukosa (Kukner, 2001: 103-109) Oksidan adalah bahan kimia elektrofil yang sangat reaktif dan dapat memindahkan elektron dari molekul lain dan menghasilkan oksidasi pada molekul tersebut. Oksidan yang dapat masuk berasal dari berbagai sumber, antara lain (Halliwell, 1999: 35): 1) Berasal dari tubuh sendiri, berupa senyawa yang sebenarnya berasal dari proses biologi normal oleh suatu sebab terdapat jumlah yang berlebihan (Halliwell, 1999: 35-36). 2) Berasal dari luar tubuh yang berperan menimbulkan dampak negatif adalah asap rokok, NO, NO2 dan ozon. Efek radikal bebas bebas dalam tubuh akan dinetralisir oleh antioksidan yang dibentuk oleh tubuh sendiri dan suplemen dari luar melalui makanan, minuman atau obat-obatan, seperti karotenoid, citamin C, E dan lain-lain.
21
4. Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa yang dapat merendam dampak negatif oksidan (radikal bebas) termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam. Antioksidan ada yang diproduksi dalam tubuh ada juga yang diperoleh dari luar tubuh (Halliwell dan Whiteman, 2004: 231). Berdasarkan fungsi sistem antioksidan dalam melindungi jaringan tubuh dari efek radikal bebas dapat dikelompokkan menjadi 5 macam, yaitu yaitu antioksidan internal/primer, antioksidan eksternal/sekunder, antioksidan tersier, oxygen scavenger dan chealtors atau squesstrants. a. Antioksidan internal atau primer Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif, dengan cara memberikan atom hidrogen ke zat radikal. Antioksidan primer meliputi enzim superperoksida dismutase (SOD), enzim katalase, glutation (GSH) dan glutation peroksidase (GPx). SOD yang dibentuk dalam sitosol merupakan metaolenzim yang mengandung atom tembaga, seng dan besi. SOD yang dibentuk di dalam matriks mitokondria mengandung tembaga. SOD adalah antioksidan intraseluler utama dalam sel aerobik yang berada di dalam otak, hati, SDM, ginjal, tiroid, testis, otot jantung, mukosa lambung, kelenjar pituitary, pancreas dan paru-paru. Kerja enzim ini mengkatalisis pemecahan anion superperoksida menjadi oksigen dan hidrogen peroksida.
22
Reaksi yang terjadi adalah : 2O2- + 2H2O + SOD
2H2O + O2 + 2OH-
Glutation (GSH) dan glutation peroksidase (GPx) merupakan koenzim dan berperan dalam melindungi sel dari radikal oksigen dan senyawa toksik serta terlibat dalam transport asam amino. GPx merupakan tripertida yang terdiri dari asam amino glisin, asam glutamat, sistein, dan empat selenium. Enzim ini mencegah peroksidasi lipid dengan menggunakan hidrogen peroksida untuk mengubah glutation menjadi glutation teroksidasi (GS-SG). Reaksi yang terjadi adalah H2O2 + 2 GSH
2 H2O + GS-SG
Enzim katalase banyak terdapat dalam hati dan eritrosit, dan sedikit terdapat pada otot, jantung dan otot skeleton. Kerja enzim ini mengkatalisis pengubahan hidrogen peroksida menjadi molekul air dan oksigen. Reaksinya adalah 2H2O
2H2O + O2
b. Antioksidan eksternal atau sekunder Antioksidan eksternal atau sekunder disebut juga antioksidan nonenzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini sebagai pencegahan dan sistem pertahanan tubuh. Antioksidan ini meliputi vitamin A, E, C, β karoten, golongan flavonoid, senyawa fenolik, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik. Senyawa antioksidan ini bekerja dengan cara menagkap radikal bebas kemudian mencegah reaktivitas amplifikasinya
23
c. Antioksidan tersier Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas, misal enzim metionin sulfosida reduktase yang dapat memperbaiki DNA yang rusak dalam inti sel. d. Oxygen scavenger Oxygen scavenger berfungsi mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. e. Chelators atau squesstrants Chelators atau squesstrants mampu mengikat logam yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi asam sitrat dan asam amino (Halliwell dan Whiteman, 2004: 231-250). Pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak kulit manggis dengan metode DPPH didapatkan
Effective Concentration 50 (EC50) 8,5539
μg/ml. Nilai tersebut menunjukkan ekstrak tersebut termasuk dalam antioksidan kuat (Y.I.P Arry Miryanti, dkk, 2011: 42) . Pengukuran aktivitas antioksidan pada ekstrak kulit buah manggis juga dapat diketahui dari Nilai ORAC. Nilai ORAC merupakan nilai yang menunjukkan kapasitas kemampuan suatu senyawa dalam mengabsorbsi oksigen reaktif atau senyawa radikal bebas. Nilai ORAC dari ekstrak kulit buah manggis adalah sekitar 17.000-20.000 ORAC (Oxygen Radical Absorbance Capacity) per 100 ons. Nilai ORAC xanton yang tinggi menggambarkan kemampuannya dalam menyerap radikal bebas secara cepat (Yunitasari, 2011: 5).
24
5.
Asap Rokok Asap rokok mengandung senyawa kimia lebih dari 4.000 molekul yang bersifat karsinogenik, mutagenik, iritatif maupun toksik. Asap rokok sangat mudah dijumpai di lingkungan dan sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia (Gilmour, et al., 2006: 627-633). Senyawa toksik utama dalam asap rokok, antara lain: nikotin, tar dan karbon monoksida (Mehta, et al., 2008: 497-503). Senyawa mutagenik dan karsinogenik yang utama dalam asap rokok, yaitu N-nitrosamin, 1,3-butadien, benzo(a)piren dan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) ( Weiss and Jaeger, 2012: 2-3). Setelah masuk kedalam mulut, asap terkonsentrasi secara aerosol dengan jutaan partikel per kubik sentimeter dengan ukuran 5µm (partikel sedang). Faktor penting pada komposisi asap rokok ditentukan pada suhu saat zona pembakaran. Asap rokok yang dihasilkan dari pembakaran rokok merupakan gas heterogen yang terdiri dari uap yang tidak terkondensasi dan zat cair partikulat. Kandungan asap rokok terdistribusi di lingkungan dengan dua fase yaitu fase partikulat atau partikel solid yang tersuspensi dalam gas (tar) dan fase uap (gas) (Geiss and Dimitrios, 2007).
6.
Mencit Pada penelitian ini hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) jantan putih. Mencit bersifat mudah ditangani, penakut, cenderung berkumpul dengan sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk bersembunyi dan lebih aktif pada malam hari. Mencit cenderung menggigit, maka sebaiknya ditangkap dengan memegang ekor pada dekat
25
pangkalnya kemudian diangkat cepat-cepat dan diletakkan di atas ram kawat, kemudian ditarik pelan-pelan dan dipegang tengkuknya pada kulit yang longgar dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri, dengan tangan yang sama ekor dijepit menggunakan jari kelingking. Sebelum mencit diberi perlakuan, mencit dapat dipegang ekornya dan digoyang-goyangkan supaya tidak membalik diri dan merangkak ketangan pemegang (Smith dan Mangkoewidjoyo, 1988: 182). Klasifikasi Mencit menurut Mangkoewidjojo & Smith (1988) : Filum
: Chordata
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Famili
: Muridae
Genus
: Mus
Spesies
: Mus musculus
Tabel 1. Data Biologik Mencit (Smith dan Mangkoedwidjojo, 1998) Lama Hidup
1-2 tahun
Umur dewasa
35 hari
Berat dewasa
20-40g jantan, 18-35g betina
Volume darah
75-80 ml/kg
Sel darah merah
7,7-12,5 . 106/mm3
Sel darah putih
6,0-12,6 . 103/mm3
Hemoglobin
13-16/ 100 ml
26
Mencit (Mus musculus) termasuk mamalia yang dianggap memiliki struktur anatomi pencernaan mirip manusia, mudah ditangani dan mudah diperoleh dengan harga relatif murah dibandingkan hewan uji yang lain. Hewan ini bersifat fotofobik dan penakut. Mencit merupakan hewan nocturnal yang lebih aktif di malam hari, Aktifitas ini menurun dengan kehadiran manusia sehingga mencit perlu diadaptasikan terlebih dahulu dengan lingkungannya. Mencit yang digunakan adalah mencit putih jantan galur Swiss yang mempunyai berat badan rata-rata 29,18 gram pada umur 4-6 minggu. Batas maksimal volume pemberian obat pada mencit untuk pemberian per oral adalah 1 ml. Hal ini berkaitan dengan kapasitas lambung mencit. 7.
Trakea Mencit a. Struktur dan fungsi trakea Trachea (batang tenggorok) merupakan tabung dari cincin tulang rawan, terletak di daerah leher, yang mengubungkan phaynx dengan bronkus. Posisinya bersebelahan dengan kerongkongan, tepatnya di depan kerongkongan. Dinding dalamnya (mukosa) dilapisi lendir yang sel-selnya berambut getar (Heru Nurcahyo, 2010). Struktur trakea adalah: 1) Tunica
mucosa
tersusun
atas
sel
thoraks
(epithelium
pseudocomplex columnair) bersilia dengan sel piala (sel goblet). Lamina propria tersusun atas jaringan ikat longgar dengan serabut elastis.
27
2) Tunica sub-mucosa tersusun atas jaringan ikat longgar dengan membrana elastica sebagai batas dengan lamina propria glandula sero-mucosa. 3) Tunica cartilaginea tersusun atas kartilago hialin berbetuk seperti tapal kuda (huruf C), jaringan ikat antara kedua ujung kartilago mengandung sel-sel otot polos juga glandula seromucosa. 4) Tunica adventitia tersusun atas jaringan pengikat longgar dengan pembuluh darah lymfe dan saraf.
Gambar 3. Struktur trakea mencit (Irma, 2015: 07). Fungsi utama trakea adalah pertukaran udara, smembantu dalam perlindungan dari mikroba dan zat berbahaya. Trakea mencegah masuknya zat berbahaya ke bagian yang lebih dalam dari paru-paru, yang akan
28
mendorong kerusakan.trakea adalah bertanggung jawab mengangkut udara untuk respirasi dari laring ke bronkus. a. Gambaran anatomi trakea Trakea terletak di posterior laring, memanjang dan berbatasan dengan bifurkasio bronki primer dalam kavum thorak. Trakea merupakan organ tubuler yang bertekstur tipis, lentur dan tersusun dari 16-20 deretan kartilago hialin berbentuk C yang mengelilingi bagian ventral dan lateral trakea (Rajagopal and Paul, 2005; Samuelson, 2007). Kartilago hialin berfungsi menahan tekanan eksternal yang dapat menutup saluran pernapasan. Celah diantara kartilago hialin disatukan oleh jaringan fibroelastis yang berfungsi memudahkan pergerakan trakea. Pada dinding posterior trakea tidak terdapat kartilago, tetapi ada pita otot polos tebal yang melintang dan bersatu dengan jaringan ikat (Fawcett, 2002). b. Gambaran histologi trakea Trakea tersusun dari tunika mukosa, submukosa, adventisia, jaringan kartilago, jaringan ikat dan otot polos (Gambar 2). Tunika mukosa dilapisi oleh sel-sel epitelia kolumner kompleks bersilia yang terdiri dari enam jenis sel, yaitu sel basal, sel kolumner bersilia, sel Goblet, sel sikat, sel Clara dan sel neuroendokrin (Fawcett, 2002). Sel basal (± 29%) dan sel kolumner bersilia (± 30%) merupakan komponen utama dalam susunan sel-sel epitelia trakea. Sel-sel tersebut bertanggung jawab untuk regenerasi sel dan pengeluaran mukus. Selain itu, sel Goblet (± 28%) secara kontinyu memproduksi vesikel sekretori yang mengandung
29
musigen. Musigen tersebut akan dilepaskan pada lumen dan mengalami hidrasi menjadi musin, yaitu substansi likat yang dapat mengikat partikel asing dalam udara yang masuk ke dalam saluran pernapasan (inspirasi). Sel sikat, sel Clara dan sel neuroendrokrin hanya terdapat dalam jumlah sedikit (± 10%) dari total populasi sel. Dilaporkan, bahwa sel sikat berkaitan dengan saraf trigeminalis sehingga dapat berperan sebagai sel sensori. Sel Clara berfungsi menghasilkan cairan lumen yang mengandung protein dan glikoprotein dan sel neuroendokrin berfungsi menghasilkan granula yang dilepaskan ke dalam lamina propria (Samuelson, 2007). Lapisan submukosa memiliki 16–20 kartilago hialin berbentuk huruf C yang dilapisi oleh perikondrium berfungsi sebagai penjaga agar lumen trakea tetap terbuka. Cincin–C pada trakea lebih tebal di bagian anterior dari pada sisi posterior dan dipisahkan satu sama lain oleh jaringan ikat fibrosa yang tebal dan kontinyu dengan perikondrium cincin– C. Struktur ini menyebabkan lumen trakea tetap terbuka (Gartner, et al., 2012).
Gambar 4. Gambaran histologik epitel trakea mencit (Herliyani, 2009: 10
30
c. Pengaruh asap rokok terhadap saluran pernafasan Saluran pernafasan memiliki mekanisme pertahanan terhadap masuknya benda asing, seperti debu, bakteri, dan virus, yang dapat masuk bersama udara inspirasi. Sel-sel epitelia saluran pernafasan merupakan pertahanan pertama terhadap antigen. Sel epitelium saluran pernafasan terdiri dari beberapa jenis sel. Jenis yang terbanyak adalah sel epitelium bersilia. Setiap sel tersebut, memiliki 250 silia pada permukaan apikal. Sedangkan dibagian bawah silia, terdapat banyak mitokondria. Mitokondria akan menyediakan adenosin trifosfat (ATP) yang diperlukan sebagai sumber energi untuk penggetaran silia. Permukaan saluran pernafasan dilapisi oleh lapisan tipis mukus yang disekresikan oleh membran mukosa sel Goblet. Lapisan mukus pada saluran pernafasan mengandung faktor yang efektif sebagai mekanisme pertahanan tubuh, yaitu imunoglobulin terutama IgA, leukosit, interferon dan antibodi lainnya (Ganong, 2003: 468-480). Merokok secara langsung membahayakan integritas barier fisik sel, meningkatkan permeabilitas sel-sel epitelia saluran pernafasan dan mengganggu kebersihan mukosilia. Jika partikel asing (antigen) masuk ke dalam saluran pernafasan, maka antigen tersebut akan ditangkap dan kemudian diteruskan ke faring. Antigen dan mukus digerakkan dengan kecepatan 1 cm/menit pada sepanjang permukaan trakea ke faring. Inhalasi asap rokok pada perokok pasif maupun perokok aktif menimbulkan iritasi kronik dan gangguan pada mata, hidung dan
31
oroparing. Dilaporkan, bahwa partikel yang terdapat dalam asap rokok dapat menyebabkan penurunan gerakan silia pada saluran pernafasan (Tamashiro, et al., 2009: 117-122). Paparan asap rokok akut mengakibatkan supresi sel-sel epitelia saluran pernafasan dan secara kronik dapat mengakibatkan inflamasi dan kerusakan sehingga menyebabkan metaplasia sel-sel epitelia (Stampfli, et al., 2009: 34-39). Asap rokok juga dapat menimbulkan perubahan pada mekanisme produksi mukus pada saluran pernafasan. Paparan asap rokok secara kronik menyebabkan kerusakan pada sel-sel epitelia saluran pernafasan dan meningkatkan jumlah dan ukuran sel Goblet sehingga meningkatkan sekresi mukus (Tamashiro, et al., 2009: 117-122). Pada saluran pernafasan, salah satu gambaran histopatologi yang terdapat pada trakea adalah adanya hiperplasia sel-sel Goblet (Komori, et al., 2001: 431441). Penelitian pada hewan percobaan, membuktikan bahwa asap rokok dapat meyebabkan meningkatnya jumlah sel Goblet. Selain itu dilaporkan, bahwa asap rokok dapat menghambat transportasi senyawa klorida yang dapat menyebabkan sistik fibrosis pada trakea (Kreindler, et al., 2005: 894-902). Asap rokok menyebabkan perubahan struktural dan perubahan fungsional
pada
sel-sel
epitelia
saluran
pernafasan.
Penelitian
membuktikan, bahwa asap rokok mereduksi viabilitas dan menginduksi apoptosis sel. Penelitian pada hewan percobaan yang dipapar asap rokok
32
secara kronik dan intermiten menyebabkan lesi histopatologi pada sel-sel epitelia saluran pernafasan. Jika konsentrasi asap rokok yang diberikan rendah, maka akan menyebabkan hiperplasia, sedangkan pada asap rokok konsentrasi tinggi menyebabkan nekrosis silia dan metaplasia dengan keratinisasi,
penebalan
submukosa
dan
infiltrasi
sel-sel
radang
mononukleus (Tamashiro, et al., 2009: 117-122). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kristianti tahun 2004. Paparan asap rokok yang tinggi menyebabkan terjadinya lesi dan metaplasia sel-sel epitelia bronkus dan bronkiolus, adanya metaplasia selsel epitelia, hiperplasia kelenjar dan infiltrasi sel-sel radang. 8.
Paru-paru Mencit a. Gambaran makroskopis Paru-paru mencit berada dalam kavum toraks yang terdiri dari tiga lobi di sebelah kanan dan dua lobus berada di sebelah kiri (Sirois, 2005: 167,172). Paru-paru dibagi menjadi sistem penyalur udara intrapulmonalis, sistem respirasi (parenkima) dan pleura. Sistem penyalur udara intrapulmonalis (bronkus dan bronkiolus) mencakup 6% paru-paru. Parenkima atau daerah pertukaran gas terdiri dari duktus alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli yang mencakup 85% dari seluruh paru-paru (Dellmann, et al., 1992). b. Histologi paru-paru mencit 1) Bronkus
33
Bronkus primer memiliki diameter yang lebih kecil jika dibandingkan dengan trakea. Pada setiap bronkus terdapat saraf, pembuluh darah dan percabangan limfatik yang bersamaan dengan percabangan jalur udara. Lamina epitelium mengandung sel Goblet, kelenjar dan jaringan ikat dengan sedikit kartilago. Lamina muskularis terdiri atas jaringan otot polos dan jaringan elastis yang mengandung sel Clara. Setiap bronkus primer akan terbagi menjadi satu atau lebih bronkus intrapulmonalis yang terdiri atas bronkus sekunder dan tersier.(Samuelson, 2007).
Gambar 4. Gambaran histologik parenkima paru-paru mencit a) bronkus b) bronkiolus, c) bronkiolus respiratorius, d) alveoli (Laelatul Rahmad, 2013: 22). 2) Bronkiolus Bronkiolus merupakan percabangan terakhir pada bronkus intrapulmonalis. Lanjutan pertama adalah bronkiolus primer, tunika mukosa yang terdiri dari lapisan epitelium kuboid bersilia dengan
34
jumlah sel Goblet yang semakin sedikit tanpa sel basal. Sel Clara sebagai sel eksokrin bronkial yang berfungsi mengabsorbsi dan mensekresikan glikoprotein bergranula yang dilepaskan melalui sel-sel epitelia bronkioli. Selain itu, sel Clara mampu mendegradasi substansi toksik yang terinhalasi dan sebagai sel basal untuk sel-sel epitelia bronkioli. Lamina propria terdiri dari jaringan ikat dan otot polos. Tunika adventisia terdiri dari sedikit kartilago dan serabut elastis di sekitar lapisan otot polos. Percabangan yang lebih kecil yaitu brokial terminal. Lamina epitelium tersusun atas epitelium kuboid simpleks yang mengandung sel Clara. 3) Bronkiolus respiratorius Bronkiolus respiratorius melanjut sebagai alveoli dengan dinding yang sangat tipis dan terisi oleh duktus alveoli dan sakus alveoli. Bronkiolus respiratorius secara strukutral terdiri atas lamina epitelium, lamina propria dan tunika submukosa. Lamina epitelium tersusun atas sel-sel epitelia kuboid. 4) Alveoli Sel utama penyusun alveoli adalah sel-sel epitelia skuamus simpleks (sel alveolar tipe I atau pneumosit I). Nukleus pneumosit I berbentuk pipih. Pneumosit I memiliki sitoplasma sangat tipis (<200 nm) sehingga tidak terlihat secara histologis karena keterbatasan resolusi mikroskop cahaya. Pneumosit I adalah penyusun permukaan luar alveoli sampai >95%. Sel natif lainnya yang menyusun sel-sel
35
epitelia alveolus adalah sel alveolar tipe II (pneumosit II) yang terlihat secara histologis berupa sel kuboid. Selain pneumosit I dan II, pada alveoli juga terdapat makrofag dan mast cell. Makrofag pulmonalis berasal dari monosit yang terdapat di dalam sirkulasi darah dan bermigrasi ke jaringan interstisium paru-paru yang juga disebut sebagai makrofag septal. Makrofag tersebut pada umumnya terdapat pada jaringan antar pneumosit I dan lumen alveoli sehingga disebut makrofag alveolaris (Samuelson, 2007). c. Pengaruh asap rokok pada hewan percobaan mencit Penelitian mengenai paparan asap rokok terhadap hewan laboratorium terutama mencit telah banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian yang ditujukan untuk menentukan efek sitotoksik asap rokok terhadap jaringan tubuh hewan laboratorium. Asap rokok mengandung reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) berupa radikal superoksida, peroksida hidroksil, radikal hidroksil dan peroksinitrit yang dapat menginduksi terjadinya lesi pada sel-sel epitelia alveolaris, stres oksidasi dan kematian sel pada jaringan paru-paru. Asap rokok memiliki sifat sitotoksik yang dapat menghasilkan senyawa ROS dan memiliki kandungan senyawa aldehid pada fase gas asap rokok. Senyawa-senyawa tersebut dapat melemahkan aktifitas pemusnah radikal bebas di dalam tubuh, antara lain glutation (GSH), N-acetylcystein (NAC) dan superoxide dismutase (SODs). Kandungan
36
senyawa ROS akan menginduksi deplesi glutation, menggangu pertumbuhan sel, sel rusak dan lisis, serta meningkatkan permeabilitas sel-sel epitelia. Asap rokok juga berpotensi menginduksi respon inflamasi pada sel-sel epitelia alveoli dan bronki. Asap rokok mengandung acrolein dan acetaldehyde yang merupakan kandungan utama pada fase gas asap rokok yang terbukti dapat menginduksi apoptosis sel-sel epitelia bronki (Aoshiba, et al., 2003: 219-226). Nekrosis dan apoptosis sel-sel epitelia alveolaris dan bronkialis, senyawa ROS dan RNS pada asap rokok dapat menginduksi terjadi fibrosis pulmonalis pada hewan laboratorium. Penelitian tersebut ditujukan untuk melihat kemampuan aktifitas antioksidan pada tubuh hewan percobaan, yaitu GSH, NAC dan SODs. Ketiga antioksidan tersebut mampu mengurangi induksi fibrosis pulmonalis oleh senyawa ROS atau RNS yang terkandung dalam asap rokok (Aoshiba, et al., 2003: 219-226). Glutation merupakan antioksidan yang terdapat dalam jaringan paru-paru. Jika glutation jumlahnya tidak normal akan menyebabkan konstriksi bronkus. Senyawa NAC adalah antioksidan yang mengatur homeostatis glutation dengan meningkatkan level cysteine sehingga akan mengatur sintesis glutation. NAC juga akan menyebabkan penurunan
aktifitas
respon
inflamasi,
deposisi
kolagen
dan
meningkatkan bleomycin sebagai induktor terjadinya fibrosis jaringan paru-paru. Antioksidan yang ketiga, yaitu SODs, memiliki aktifitas
37
yang dapat menurunkan stres oksidasi, inflamasi jaringan paru-paru dan mencegah terjadinya kerusakan jaringan paru-paru (Kinnula, et al., 2005: 417- 422).
38
B. Kerangka Berpikir Teoritis
Kandungan zat berbahaya pada asap rokok menyebabkan berbagai macam penyakit terutama penyakit pada saluran pernafasan hingga menyebabkan kanker.
Meningkatnya jumlah perokok aktif setara dengan jumlah kematian akibat rokok di Indonesia.
Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) mengandung antioksidan tinggi terutama xanthone.
Dapat dilakukan pencegahan secara alternatif dengan mengkonsumsi makanan atau minuman kaya antioksidan.
Hewan perobaan menggunakan mencit yang diberi perlakuan berupa pengasapan dari asap rokok dan diberi ekstrak kulit buah manggis secara oral.
Gambaran histologik Paru-Paru Gambaran histologik Trakea
Deskriptif Sel epitel
Kruskal Wallis
39
C. Hipotesis Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian ini yaitu : 1. Pemberian ekstrak kulit manggis berpengaruh terhadap pengurangan kerusakan epitel trakea mencit yang tepapar asap rokok 2. Pemberian ekstrak kulit manggis berpengaruh terhadap gambaran histologik paru-paru mencit yang tepapar asap rokok.
40