5
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Sente (Alocasia macrorrhiza (L.) Schoot)
Alocasia macrorrhiza merupakan jenis tanaman berbunga yang berasal dari hutan hujan Malaysia dan Queesland yang telah banyak dibudidayakan didaerah tropis lainnya. Alocasia adalah kerabat dekat dengan keluarga caladium dan colocaias. Tanaman ini umumnya dikenal dengan nama Makachu di Bangladesh, Daun Keladi di Malaysia, Ray di Vietnam, Hai Yu di China dan di Indonesia sendiri tanaman ini dikenal dengan nama Bira/ Birah yang juga dikenal dengan bahasa jawa dengan nama Sente (Anon, 2013). Secara luas tanaman Alocasia dibudidayakan untuk diambil umbinya yang digunakan untuk pengganti nasi maupun sebagai sup sayuran. Klasifikasi Ilmiah sente adalah sebagai berikut (Srivastava et al., 2010): Kingdom
: Plantae
Division
: Magnoliophyta
Class
: Liliopsida
Orde
: Arales
Family
: Araceae
Genus
: Alocasia
Species
: Alocasia macrorrhiza
Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah lempung berdrainase yang kaya humus organik, dan dapat tumbuh subur pada lingkungan yang lembab dan sedikit terdapat genangan air dengan pH lingkungan sekitar 6,0-6,5 (Srivastava et al., 2010). Alocasia umumnya banyak ditemukan liar ditepi sungai dan tempat
5
6
yang basah, tanaman ini dapat dipanen setelah 1-2 tahun setelah ditanam (Srivastava et al., 2010). Tanaman sente (Alocasia macrorrhiza) dapat dilihat pada Gambar 1. Tumbuhan ini memiliki bentuk daun seperti kuping gajah dengan lebar 0,9-1,8 m dan panjang 0,6-1,2 m. Kormus/kormel pada sente merupakan sumber pangan berkarbohidrat tinggi. Kandungan pati kormus atau kormel sente umumnya lebih tinggi daripada talas, dan kormel sente memiliki kandungan pati lebih tinggi daripada kormusnya (Rubatzky, 1998).
Gambar 1. Tanaman sente Menurut Kumoro et al, (2010) sente mengandung 23,16% karbohidrat dan serat kasar 1,8%. Umbi sente juga lebih unggul dibandingkan dengan umbi lainnya karena hanya mengandung sedikit lemak dan banyak mengandung vitamin C, selain itu sente juga kaya akan protein (1,4 - 3,0%), mineral (kalsium, fosfor, dan besi) serta serat makanan (Amalia et al., 2013). Kandungan gizi per 100 g umbi sente dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Kandungan Gizi per 100 g umbi sente, talas, singkong dan kentang Sentea
Senteb
Singkongc
Kentangd
Energy (Kal)
105,12
102
113,93
105,80
Karbohidrat (g)
23,16
22,5
27,20
23,31
Protein (g)
2,1
2,2
1,8
1,13
Lemak (g)
0,1
0,1
0,45
11,8
Abu (g)
1,2
1,5
1,05
0,28
74,04
70
66
63,13
Fiber (g)
1,8
1,9
3,5
0,35
Vitamin A (SI)
0,1
-
13
14,187
Vitamin C (mg)
15
17
22,3
27,7
Thiamin (mg)
0,18
0,02
0,09
0,08
Riboflavin (mg)
0,04
0,02
0,05
0,06
Niacin (mg)
0,9
0,5
0,85
0,56
Ca (mg)
153,2
38
39
32,3
P (mg)
58,2
0,17
10,6
49
Komponen
Moisture (g)
Sumber: aKumoro et al., (2014), bDignan et al., (2004), cCharles et al., (2005), d Nurwamanya et al., (2011). 2.2.Pati
Pati merupakan cadangan karbohidrat yang ditemukan dalam banyak tanaman dan merupakan komponen karbohidrat terbesar kedua setelah selulosa. Pati tersimpan dalam organ tanaman dalam bentuk granula (serbuk) (Kusnandar, 2010). Menurut Zulaidah, (2010) pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan glikosidik. Sifat pada pati tergantung panjang rantai karbonnya, serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi tersebut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut
8
amilopektin. Granula pati tersusun oleh dua komponen polisakarida utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer linier dari α-D-glukosa atau αD-glukopiranosa yang terhubung satu sama lain melalui ikatan glikosidik α(1-4). Amilopektin merupakan polimer dari α-D-glukosa yang memiliki struktur percabangan, dimana terdapat 2 jenis ikatan glikosidik, yaitu ikatan glikosidik α(14) dan α-(1-6). Gambar struktur amilosa dan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.
(a) Struktur amilosa
(b) Struktur amilopektin Gambar 2. Struktur amilosa dan amilopektin Kandungan amilosa umumnya lebih sedikit dibandingkan dengan amilopektin, yaitu berkisar 20-30%. Amilopektin dan amilosa mempunyai sifat fisik yang berbeda. Amilosa lebih mudah larut didalam air dibandingkan amilopektin. Bila amilosa direaksikan dengan larutan iod akan membentuk warna biru tua, sedangkan amilopektin akan membentuk warna merah (Koswara, 2009). Pada produk makanan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makanan yang akan berasal dari pati yang kandungan
9
amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikan pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal, karena proses pembengkakannya terjadi secara terbatas (Koswara, 2009). Rasio amilosa dan amilopektin dalam granula pati sangat penting dan sering dijadikan sebagai parameter dalam pemilihan sumber pati dan untuk diaplikasikan dalam proses pengolahan pangan agar memberikan sifat fungsional yang diinginkan (Kusnanadar, 2010). Rasio amilosa dan amilopektin akan bepengaruh pada kemampuan pasta membentuk gel, mengentalkan, atau membentuk film. Ikatan hidrogen antarmolekul penyusun pati berperan dalam menentukan kemompakan gel atau film (Kusnandar, 2010). Pati bisa diperoleh dengan menggunakan metode pembuatan pati secara umum yaitu melalui proses pengupasan kulit, pengecilan daging buah, penghancuran dengan blender hingga menjadi bubur buah dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:1 (b/v), kemudian dilakukan penyaringan dengan kain saring untuk memisahkan pati dan ampas. Proses penyaringan dilakukan berulangulang tergantung banyak tidaknya pati sampai hasil saringan tampak jernih. Hasil saringan didiamkan selama beberapa jam agar pati mengendap. Setelah bagian yang jernih dibuang dan endapannya dikeringkan menggunakan oven dengan suhu dan waktu tertentu (Mushita, 2009).
2.3.Modifikasi Pati
Pati termodifikasi adalah pati yang telah mengalami perlakuan fisik, kimia serta senzimatis secara terkendali sehingga mengubah satu atau lebih dari sifat asalnya, seperti suhu awal gelatinisasi, karakteristik selama proses gelatinisasi,
10
ketahanan oleh pemanasan, pengasaman dan pengadukan serta kecenderungan retogradasi (Kusnandar, 2010). Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksilnya telah mengalami perubahan dengan reaksi kimia, dapat berupa esterifikasi atau oksidasi. Sifat-sifat yang diinginkan dari pati termodifikasi adalah menghasilkan pati dengan viskositas stabil pada suhu tinggi dan rendah, daya pengental yang tahan terhadap kondisi asam sehingga pati yang telah termodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang dapat disesuaikan untuk keperluan-keperluan tertentu (Koswara, 2009). Di bidang pangan, pati termodifikasi banyak digunakan dalam pembuatan salad cream, mayonnaise, saus kental, jeli, marmalade (selai), produk-produk konfesioneri (permen coklat dan lain-lain), pengganti gum arab, lemon curd dan lain-lain. Dibidang non pangan banyak digunakan pada industri kertas, industri tekstil, bahan bangunan dan penggunaan lain misal sebagai bahan pencampuran dan pelarut insektisida dan fungisida (Koswara, 2009). Teknik modifikasi yang banyak dilakukan, antaranya adalah modifikasi secara fisik, kimia dan enzimatis. Modifikasi juga dapat dilakukan secara kombinasi misalnya modifikasi ikatan silang dan subtitusi (Kusnanadar, 2010). Modifikasi secara fisika antara lain Heat Moisture Treatment (HMT), Pregelatinisasi, Thermal Inhibition. Modifikasi secara kimia antara lain Ikatan Silang (cross-linking), Subtitusi, Oksidasi pati, dan Hidrolisis asam, sedangkan modifikasi dengan cara enzimatis dengan cara pemutusan ikatan cabang glukosa dengan menggunakan enzim tertentu misalnya amilase.
11
2.4.Gelatinisasi Pati
Gelatinisasi pati merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan serangkaian kejadian tidak dapat balik (irreversible) yang terjadi pada saat pati dipanaskan dalam air (Kusnandar, 2010). Granula pati mengembang didalam air panas setelah melewati suhu tertentu, proses pengembangan granula pati bersifat bolak-balik (reversible) apabila tidak melewati suhu gelatinisasi dan akan menjadi tidak bolak-balik (irreversible) apabila telah mencapai suhu gelatinisasi (Kusnandar, 2010). Analisis gelatinisasi pati dilakukan dengan melakukan pengukuran pati menggunakan Brabender Viscograph. Suspensi pati dilewatkan pada proses pemanasan dan pendinginan secara bertahap sambil diaduk terus-menerus. Alat Brabender Viscograph umumnya dioperasikan dengan tahapan sebagai berikut : 1) tahap pemanasan yaitu proses pemanasan suspensi pati secara bertahap dari suhu 30oC hingga 95oC dengan kecepatan 1,5oC/menit. Pati akan mengalami gelatinisasi dan menghasilkan pasta pati. 2) tahap holding pada suhu pemasakan, yaitu proses pemanasan yang dipertahankan pada suhu 95oC selama 20-30 menit untuk mengetahui kestabilan pasta pati pada suhu pemanasan. 3) tahap pendinginan, yaitu tahapan penurunan suhu pasta pati dari tahap holding secara bertahap dari suhu 95oC ke suhu 50oC dengan kecepatan 1,5oC/menit. Pasta pati akan berangsurangsur berubah menjadi gel yang menyebabkan viskositasnya meningkat. 4) tahap holding pada suhu pendinginan, yaitu proses pendinginan pasta pati yang dipertahankan pada suhu 50oC selama 20-30 menit untuk mengetaui proses kestabilan pasta pati oleh proses pengadukan (Kusnandar, 2010). Perubahan viskositas keempat tahap proses pemasakan akan tercatat pada rekorder.
12
Dari hasil analisis gelatinisasi pati dengan menggunakan Brabender Viscograph akan diperoleh data antara lain: 1) suhu awal gelatinisasi pati yaitu suhu pecahnya granula pati karena pembengkakan granula setelah melewati titik maksimum (Mandasari, 2015). 2) viskositas pada suhu 95oC yaitu titik maksimum viskositas pasta pati selama proses pemanasan pada suhu 95oC (Mandasari, 2015). 3) viskositas holding pada suhu 95oC selama 20-30 menit, yaitu viskositas pasta pati setelah suhu 95oC dan dipertahankan selama 20-30 menit. Pada viskositas holding untuk menunjukkan tingkat kestabilan pasta pati selama proses pemasakan. 4) viskositas breakdown yaitu viskositas yang menggambarkan tingkat kestabilan pasta pati selama proses pemanasan. Viskositas breakdown diperoleh sebagai selisih antara viskositas maksimum dengan viskositas pasta pati setelah mencapai suhu 95oC. 5) viskositas pada suhu 50oC atau viskositas pasta dingin yaitu viskositas pasta pati setelah akhir tahap pendinginan, dimana pasta pati telah mencapai suhu 50oC. 6) viskositas setback merupakan selisih antara viskositas pada akhir pemasakan pada suhu konstan (95oC) dengan viskositas pada akhir mendinginan (50oC). Menurut Kusnandar, (2010) berdasarkan profil gelatinisasinya pati dikelompokkan menjadi 4 tipe, yaitu tipe A, B, C, dan D. Tipe A merupakan pati yang memiliki kemampuan pengembangan yang tinggi, yang ditunjukkan dengan adanya viskositas maksimum dan terjadinya penurunan viskositas selama pemanasan (breakdown viscosity). Tipe B mirip dengan tipe A, tetapi memiliki viskositas maksimum yang lebih rendah. Tipe C merupakan pati yang memiliki pengembangan yang terbatas, ditunjukkan dengan tidak adanya viskositas maksimum dan penurunan viskositas, dan merupakan pati yang memiliki kestabilan
13
tinggi terhadap proses pemanasan. Tipe D merupakan pati dengan pengembangan yang terbatas yang ditunjukkan dengan rendahnnya profil viskositas.
2.5.Cross-linking Pati cross-limking dibuat dengan menambahkan “cross-linking agent” dalam suspensi pati pada suhu tertentu dan pH yang sesuai (Koswara, 2009). Menurut Kusnandar, (2010) pati ikatan silang diperoleh dengan mereaksikan pati dengan senyawa polifungsional yang dapat bereaksi dengan gugus OH pada struktur amilosa atau amilopektin sehingga membentuk ikatan silang (X) atau jembatan yang menghubungkan satu molekul pati dengan molekul lainnya, dengan adanya ikatan silang ini maka akan memperkuat ikatan hidrogen pada rantai pati. Beberapa jenis cross-lining agent yang diperbolehkan dalam makanan (food grade) antara lain: senyawa polifosfat (seperti sodium trimetafosfat (STMP), fosforus oksiklorida dan sodium tripolifosfat (STPP)) dan gliserol. Pembentukan ikatan silang dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi senyawa polifungsional yang dapat membentuk ikatan gugus OH pada rantai pati, kondisi pH dan suhu (Kusnandar, 2010). Metode cross-linking dapat dilakukan dengan mereaksikan pati dengan reagen sodium tripolifosfat (STPP). Modifikasi ini dapat membentuk 1) Monostrach phosphate jika hanya satu gugus hidroksil dari pati yang bereaksi dengan fosfat yang berupa reaksi subtitusi maupun 2) Distrach phosphate jika dua buah gugus hiroksil bereaksi dengan fosfat yang berupa reaksi cross-linking. Subtitusi bertujuan untuk menstabilkan pati dengan mencegah reasosiasi atau retrogradasi. Cross-linking membentuk ikatan kimia yang lebih kuat sehingga saat
14
suhu suspensi dinaikkan granula akan tetap utuh (Widhaswari, 2014). Pati ikatan silang menghasilkan pati yang lebih stabil dapat diaplikasikan kedalam proses pengolahan pangan yang akan menerapkan pemanasan suhu tinggi, penambahan asam, atau dikenai proses pengadukan atau pemompaan. Modifikasi cross-linking dengan menggunaan STPP dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Modifikasi pati dengan STPP pada berbagai bahan dan konsentrasi No. 1.
Bahan Pati sagua
Konsentrasi STTP Jumlah Pati 3,13%; 5,95%; 8,16%; 9,06% 150 g
2.
Pati sukunb
1%; 3%; 5%
150 g
3.
Pati berasc
8%
150 g
4. Pati pisang kepokd 1%; 3%; 5%; 7% 80 g a b c Sumber: Teja et al, (2008), Medikasari et al, (2009), Wulan et al, (2007), d Armayuni, (2015) 2.6. Sodium Tripolifosfat (STPP)
Sodium tripolifosfat (STPP) merupakan salah satu senyawa alkali fosfat yang merupakan salah satu bahan tambahan makanan yang diperkenankan, tidak bersifat toksik, mengalami degradasi secara kimia dan enzimatis pada jaringan. STPP yang khusus dipergunakan untuk bahan makanan disebut STPP Food Grade (STPP FG). STPP FG biasanya digunakan untuk meningkatkan tekstur daging yang disebabkan kenaikan derajat keasaman daging (Yuanita, 2008). Sodium tripolifosfat atau juga dikenal dengan nama natrium tripolifosfat, tripolifosfat, STPP dan pentasodium fosfat memiliki rumus molekul Na5O10P3. Sodium tripolifosfat digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pendispersi, sekuestran, pengawet, pemberi tekstur pada makanan dan sebagai cross-linking agent (Widhaswari, 2009). STPP umunya digunakan sebagai bahan penstabil, pengemulsi, pengental pada susu, evaporasi, susu kental manis, krimmer, susu
15
bubuk, krim bubuk, es krim, dan sejenisnya. Penggunaan pati yang dimodifikasi dengan STPP akan meninggalkan residu fosfat, yang jumlahnya tidak lebih dari 0,4% (Anon, 2012).