II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Peran Masyarakat pada Sektor Informal
Pertumbuhan penduduk suatu negara yang diiringi dengan pertambahan angkatan kerja telah menimbulkan permasalahan tersendiri. Hal ini antara lain disebabkan belum berfungsinya semua sektor kehidupan masyarakat dengan baik serta belum meratanya pembangunan disegala bidang sehingga ketersediaan lapangan pekerjaan tidak seimbang dengan laju pertumbuhan penduduk yang cepat dan dinamis. Sektor formal tidak mampu memenuhi dan menyerap pertambahan angkatan kerja secara maksimal yang disebabkan adanya ketimpangan antara angkatan kerja yang tumbuh dengan cepat dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Karena itu sektor informal menjadi suatu bagian yang penting dalam menjawab permasalahan lapangan kerja dan angkatan kerja. Istilah sektor informal biasanya digunakan untuk menunjukkan sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil.
Tetapi akan menyesatkan bila disebutkan perusahaan
berskala kecil, karena sektor informal dianggap sebagai suatu manifestasi situasi pertumbuhan kesempatan kerja di negara sedang berkembang, karena itu mereka yang memasuki kegiatan berskala kecil ini di kota, terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan daripada memperoleh keuntungan. Karena mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak terampil dan kebanyakan para migran, jelaslah bahwa mereka bukanlah kapitalis yang mencari investasi yang menuntungkan dan juga bukan pengusaha seperti yang dikenal pada umumnya (Manning dan Tadjuddin 1996). Saat ini, sektor informal menjadi bagian penting dalam perumusan kebijakan ketenagakerjaan. Sektor informal merupakan salah satu alternatif kesempatan kerja yang mampu menampung tenaga kerja tanpa persyaratan tertentu seperti tingkat pendidikan dan keterampilan kerja. Hal ini merupakan salah satu faktor utama yang memudahkan tenaga kerja memasuki sektor ini dan semakin mengukuhkan kehadirannya sebagai penyangga terhadap kelebihan tenaga kerja. Keadaan ini dalam jangka pendek akan dapat membantu mengurangi angka pengangguran di Indonesia (Harahap dan Sri Hastuty 1998).
Pemberdayaan
sektor
informal
merupakan
bagian
dari
pemberdayaan
perekonomian rakyat guna pertumbuhan dan perkembangan ekonomi. Dalam beberapa hal, sektor informal lebih dapat beradaptasi dan tidak terganggu oleh manajemen operasional yang kaku. Dalam periode krisis perekonomian nasional, sektor informal yang bersifat adaptif dan lentur, masih tetap bertahan bahkan mampu mengembangkan peluang-peluang usaha dibandingkan dengan perusahaan besar. Pada dasarnya, apabila seseorang mempunyai kemampuan, memiliki sedikit pengetahuan praktis serta memiliki peralatan yang sederhana dan keuletan berusaha maka ia dapat melakukan usaha dalam sektor informal. Selanjutnya Tjiptoherijanto (1989), mengemukakan bahwa walaupun dikatakan secara umum kegiatan sektor informal memberikan pendapatan yang rendah, namun bagi golongan masyarakat kelas bawah sebenarnya penghasilan mereka cukup tinggi meskipun didapatkan dengan penuh kerja keras. Hal ini merupakan daya tarik tersendiri bagi orang-orang yang mencari pekerjaan yang mengakibatkan banyak orang-orang yang masuk ke dalam sektor ini. Adanya sifat alamiah dan sifat manusia, menyebabkan timbulnya perpindahan penduduk dari daerah yang kurang menguntungkan, seperti daerah pedesaan ke daerah yang lebih menjanjikan, seperti daerah perkotaan atau pusat pertumbuhan baru sebagai tempat bermukim, bekerja, berusaha dan bermasyarakat. Migrasi ini telah menciptakan berbagai macam lapangan usaha baru, seperti keberadaan pekerja sektor informal. Keberadaan pekerja sektor informal turut memberikan sumbangan bagi perkembangan dan kegiatan usaha. Tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan sektor informal tersebut telah memberikan sumbangan yang tidak kecil bagi ekonomi lokal dalam suatu wilayah bahkan di dalam suatu kabupaten dimana terdapatnya sektor informal tersebut. Dilihat dari uraian diatas, bahwa dengan terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat golongan bawah maka terjadi peningkatan taraf hidup mereka. Keadaan ini diharapkan memberikan kontribusi peningkatan pendapatan daerah dan nasional. Oleh karena itu peranan sektor informal mempunyai peran penting dalam mewujudkan tujuan pemerataan pembangunan. 2.2
Peran Perekonomian Masyarakat sekitar kampus Darmaga bagi Perekonomian Wilayah/Pengembangan Wilayah
Wilayah merupakan suatu area geografis yang mempunyai ciri-ciri tertentu dan merupakan media bagi segala sesuatu untuk berlokasi dan berinteraksi. Berdasarkan hal ini, wilayah didefinisikan, dibatasi dan digambarkan berdasarkan ciri atau kandungan area geografis tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa ciri dan kandungan area geografis yang digunakan untuk mendefinisikan wilayah masih tetap merupakan hal yang terus diperdebatkan dan belum tercapai konsensus.
Oleh karena itu ahli ekonomi dan
pengembangan wilayah sepakat bahwa ciri-ciri dan kandungan area geografis yang digunakan untuk mendefinisikan suatu wilayah haruslah mencerminkan tujuan analisis atau tujuan penyusunan kebijaksanaan pengembangan wilayah. Atas dasar konsesus di atas maka didalam pengembangan wilayah perlu dipahami pengertian perencanaan wilayah agar arah dan maksud perencanaan pembangunan di dalam suatu daerah atau wilayah dapat secara lebih baik tercapai dan tidak menimbulkan ketimpangan di dalam wilayah itu sendiri atau antar wilayah (Winoto 2000). Glasson (1990) mendefinisikan wilayah sebagai kesatuan area geografis yang menggambarkan hubungan ekonomi, administrasi, formulasi dan implementasi dari pembuatan perencanaan dan kebijakan masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut.
Selanjutnya dinyatakan bahwa
perencanaan wilayah merupakan proses memformulasikan tujuan-tujuan sosial dan pengaturan ruang untuk kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapaai tujuan ekonomi sosial tersebut. Unsur spasial merupakan dasar dan pedoman bagi seorang perencana wilayah dalam membuat suatu rencana sektoral, daerah serta program-program pembangunan wilayah.
Secara konseptual (Glasson 1990) membedakan wilayah
menjadi: a. Wilayah Homogen yaitu wilayah yang dibatasi oleh kesamaan ciri-ciri baik yang bersifat geogarfis, ekonomi, sosial maupun politik, sehingga apabila terjadi perubahan dari suatu bagian wilayah akan mendorong terjadinya perubahan keseluruhan aspek wilayah.
b. Wilayah Nodal yaitu wilayah yang dilandasi oleh adanya faktor heterogenitas akan tetapi satu sama lain saling berhubungan erat secara fungsional. Struktur wilayah ini dapat digambarkan sebagai suatu sel hidup yang memiliki satu
wilayah inti (pusat, metropolis) dan beberapa wilayah plasma/pinggiran (periferi, hinterland) yang merupakan bagian sekelilingnya yang bersifat komplementer terhadap intinya dan dihubungkan oleh pertukaran informasi secara intern. c. Wilayah Administrasi yaitu wilayah yang dibatasi oleh kesatuan administrasi politis penduduk dari suatu wilayah, jadi batas wilayah ini tidak ditentukan oleh derajat interaksi ataupun homogenitas antar komponen wilayah. d. Wilayah Perencanaan yaitu wilayah yang mempunyai keterkaitan fungsional antar bagian-bagian penyusunnya (yang membentuk suatu sistem), baik keterkaitan dalam biofisik–ekologis (ekosistem) maupun sosial ekonomi. Pada wilayah ini terdapat sifat-sifat tertentu yang alamiah, perlu perencanaan secara integral dalam pengembangan dan pembangunannya sehingga dapat memberikan solusi dari permasalahan regional yang dihadapi. Wilayah ini dapat mencakup lebih dari satu wilayah administrasi. Dengan memahami konsep wilayah diharapkan para perencana dalam melakukan pendekatan lebih memperhatikan komponen-komponen penyusun wilayah tersebut yang saling berinteraksi dan mengkombinasikan potensi masing-masing komponen sehingga tercipta suatu strategi pengembangan dan pembangunann wilayah yang baik dan terarah. Pembangunan wilayah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat, menyediakan dan memperluas kesempatan kerja, memeratakan pendapatan, memperkecil disparitas kemakmuran antar daerah/regional serta mendorong transformasi perekonomian yang seimbang antara sektor pertanian dan industri melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia tapi dengan tetap memperhatikan aspek kelestariannya (sustainable) (Todaro 2000). Pada hakekatnya pembangunan wilayah bertujuan untuk menciptakan berbagai alternatif yang lebih baik bagi setiap anggota masyarakatnya guna mencapai cita-citanya.
Penciptaan berbagai alternatif tersebut
dicirikan oleh adanya proses transformasi ekonomi dan struktural melalui peningkatan kapasitas produksi dan produkstivitas rata-rata tenaga kerja, peningkatan pendapatan, penurunan disparitas pendapatan, perubahan struktur distribusi kekuasaan antar golongan masyarakat kearah yang lebih adil, serta transformasi kultural dan tata nilai. Perubahan
yang terjadi diharapkan lebih mengarah kepada perbaikan mutu hidup dan kehidupan masyarakat
(Nasoetion 1999).
Pembangunan wilayah yang berkelanjutan dapat memberikan manfaat optimal bagi kepentingan masyarakat umum maupun lokal (base community). Dalam pengelolaan sumberdaya alam seyogyanya pertimbangan ekonomi dan lingkungan berada dalam keadaan seimbang agar kelestarian sumberdaya dapat terpelihara dan terjadinya misalokasi sumberdaya dapat dihindari (Anwar 2001b). Pembangunan wilayah yang berkelanjutan berlandaskan kenyataan adanya keterbatasaan kemampuan sumberdaya alam sedangkan kebutuhan manusia terus meningkat. Kondisi seperti ini membutuhkan suatu strategi pemanfaatan sumberdaya yang lebih efektif dan efisien. Pembangunan berkelanjutan menitikberatkan pada tanggung jawab moral dalam memberikan kesejahteraan bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian permasalahan utama yang dihadapi dalam pembangunan wilayah adalah bagaimana memperlakukan alam dengan kapasitasnya yang terbatas dan telah mengalami degradasi baik karena faktor alam sendiri maupun faktor intervensi manusia, secara arif bijaksana tetapi alokasi sumberdaya secara adil sepanjang waktu dan antar generasi guna menjamin kesejahteraannya tetap berlangsung. Konsep pembangunan menurut Todaro (2000) adalah pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yang dijadikan sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu
kecukupan
(sustenance), jati diri (self-esteem) serta kebebasan (freedom).
Konsep pembangunan berkelanjutan dengan tetap memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang, pertama kali digunakan oleh Komisi Pembangunan dan Lingkungan Dunia (World Commission on Environment and Development) atau The Brundtland Commission pada tahun 1987. Palunsu dalam Hastuti (2001) mengemukakan bahwa pembangunan yang berkelanjutan mengandung tiga pengertian yaitu: 1. Memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kebutuhan masa yang datang. 2. Tidak melampaui daya dukung ekosistem.
akan
3. Mengoptimalkan manfaat dari sumberdaya alam serta sumberdaya manusia dengan menyelaraskan manusia dan pembangunan dengan sumberdaya alam.
Hal terpenting yang perlu mendapat perhatian bukan pada perbedaan interpretasi pembangunan yang berkelanjutan tersebut namun lebih terfokus pada hal-hal yang merupakan implikasi dari pelaksanaan pembangunan. Seragaldin (1994) mengemukakan bahwa pelaksanaan pembangunan tidak akan membawa hasil apabila dalam proses pembangunan tersebut tidak terjadi integrasi tiga poin utama yaitu ekonomi, ekologi dan sosiologi. Ketiga aspek- aspek kehidupan dan tujuan pembangunan berkelanjutan dapat digambarkan sebagai “a triangular framework” dengan tujuan masing-masing aspek yang berbeda seperti pada Gambar 1 dibawah ini:
Ekonomi:
Pertumbuhan, Pemerataan dan Efisiensi (sustainable growth efficiency)
Sosial: Pemerataan (Equity)
Ekologi/Lingkungan
Pemberdayaan Masyarakat
Integrasi ekosistem (Ecosistem Integrity)
(Empowerment)
keanekaragaman hayati (Biodiversity)
Keterpaduan sosial (Social Cohession)
daya dukung lingkungan
Partisipasi Masyarakat (Participation)
(Carrying Capacity)
Sumber: Anwar (2001a) Gambar 1. Dimensi Pembangunan Berkelanjutan Dari
aspek
ekonomi,
pembangunan
berkelanjutan
bertujuan
untuk
memaksimalkan kesejahteraan manusia melalui pertumbuhan ekonomi dan efisiensi penggunaan kapital dalam keterbatasan dan kendala sumberdaya dan teknologi. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui upaya perencanaan pembangunan secara komprehensif dengan tetap berpijak pada tujuan-tujuan jangka panjang.
Selain itu perlu adanya
pengurangan eksploitasi sumberdaya secara berlebihan dan menghindari dampak yang mungkin timbul dari eksploitasi sumberdaya dengan memberikan harga kepada sumberdaya (pricing) dan biaya tambahan (charge). Dengan demikian sasaran ekonomi dalam pembangunan berkelanjutan adalah peningkatan ketersediaan dan kecukupan kebutuhan ekonomi (growth), kelestarian aset dalam arti efisiensi pemanfaatan sumberdaya yang ramah lingkungan, berkeadilan bagi masyarakat pada masa kini dan yang akan datang (Munashe 1994).
Aspek ekologis didasarkan pada pertimbangan bahwa perubahan lingkungan akan terjadi diwaktu yang akan datang dan dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Pandangan kologis didasarkan pada 3 prinsip utama: 1. Aktivitas ekonomi yang dilakukan manusia adalah tidak terbatas dan berhadapan dengan ekosistem
yang terbatas.
Kerusakan lingkungan dan polusi yang
ditimbulkannya akan mempengaruhi life support system. 2. Aktivitas ekonomi yang lebih maju seiring dengan pertumbuhan populasi akan meningkatkan kebutuhan akan sumberdaya alam dan tingginya produksi limbah (waste) yang dapat merusak lingkungan karena melebihi daya dukung ekosistem.
3. Pembangunan yang dilaksanakan dalam jangka panjang akan berdampak pada kerusakan lingkungan yang irreversible (Rees 1994).
Dari aspek sosiologi, sebagaimana dikemukakan oleh Cernea (1994), bahwa pembangunan berkelanjutan lebih ditekankan pada pemberdayaan organisasi sosial masyarakat yang ditujukan untuk pengelolaan sumberdaya alam yang mengarah kepada keberlanjutan.
Pendekatan partisipatif masyarakat dalam pembangunan dilakukan
dengan menciptakan kesadaran masyarakat pada peningkatan kualitas
sumberdaya
manusia, penghargaan terhadap bentuk kelembagaan dan organisasi sosial masyarakat sebagai satu sistem kontrol terhadap jalannya pembangunan, pengembangan nilai-nilai masyarakat tradisional yang mengandung keutamaan dan kearifan serta meningkatkan kemandirian masyarakat dalam berorganisasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa keberhasilan dan kemajuan pembangunan tidak akan tercapai tanpa adanya keterpaduan ketiga aspek tersebut yaitu ekonomi mencakup pertumbuhan dan efisiensi yang dapat diukur dengan kriteria materi (monetary value); ekologi atau lingkungan mencakup keutuhan ekosistem, daya dukung lingkungan dan konservasi sumberdaya alam; dan sosial mencakup keadilan, keterpaduan kehidupan sosial, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Keberhasilan dan kemajuan kedua aspek terakhir tersebut (ekologi dan sosial) tidak dapat diukur dengan kriteria materi semata (nilai uang). Interaksi ketiga aspek pendukung pembangunan berkelanjutan dapat dilihat pada Gambar 2 dibawah ini: Tujuan ekonomi (Economic Objective) Pertumbuhan (growth) dan Efisiensi Distribusi pendapatan
Evaluasi dampak Lingkungan
Kesempatan kerja
Penilaian Sumberdaya
Bantuan kepada
Internalisasi dampak
sasaran subsidi
lingkungan
Tujuan Sosial
Tujuan Ekosistem
Pengentasan Kemiskinan
Manajemen Sumberdaya dan
Pemerataan
alam
Partisipasi Konsultasi Pluralisme
Sumber: Anwar (2001c) Gambar 2. Interaksi Aspek-Aspek Pendukung Pembangunan Berkelanjutan.
Interaksi ketiga aspek pendukung pembangunan berkelanjutan tersebut (ekonomi, sosial dan lingkungan hidup/ekologi) dalam upaya pengelolaan sumberdaya yang bertujuan
untuk
perbaikan
tingkat
kesejahteraan
masyarakat
bukan
hanya
dipertimbangkan secara lokal untuk sekala waktu masa kini saja, tetapi juga dalam sistem hirarki yang lebih luas melalui lintas skala management (internasional, nasional dan daerah atau regional) dan temporal (tahunan, jangka menengah, dan jangka panjang). Selanjutnya dikemukakan oleh Anwar (2001c) bahwa, dalam kerangka tiga dimensi pembangunan berkelanjutan akan terjadi interaksi yang kuat dan tolak angsur (trade off) antara dimensi spasial, dimensi temporal dan dimensi kesejahteraan yang masing-masing memiliki perbedaan karakteristik sebagaimana yang diperlihatkan oleh Gambar berikut:
Skala Spasial yang parallel dan berhubungan dengan hierarkhi administrasi ekologi
Pandangan jauh ke depan memerlukan terjadinya proses yang berkembang secara evolutif yang dapat mempengaruhi keberlanjutan (sustainability)
Spasial
Internasional
Temporal
Nasional Regional Lokal
Aspek-aspek ini menjadi pertimbangan utama, agar tindakan kebijaksanaan mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan
3
Sumber: Anwar (2001c) Gambar 3. Kerangka Berfikir Tiga Dimensi tentang Keberlanjutan (sustainability) Hakekat pembangunan wilayah adalah menciptakan keadaan dimana terjadinya alternatif nyata yang lebih banyak bagi setiap anggota masyarakat untuk mencapai aspirasinya yang paling humanistik. Penciptaan alternatif dicirikan oleh adanya proses transformasi karakteristik masyarakat yang ditandai oleh adanya peningkatan kapasitas produksi dan pendapatan, penurunan disparitas pendapatan, peningkatan produktivitas tenaga kerja, perubahan struktur distribusi kekuasaan antar golongan masyarakat kearah yang lebih adil, transformasi struktural dan tata nilai (virtue), yang akhirnya perubahan tersebut mengarah pada perbaikan mutu hidup dan kehidupan masyarakat. Tingkat hidup/kesejahteraan dicerminkan oleh semakin banyak tersedianya kebutuhan fisik dibarengi dengan perbaikan mutu kehidupan yang meliputi mutu lingkungan fisik, pola konsumsi, rasa aman, tersedianya alternatif jenis pekerjaan yang dapat dimasuki. Dengan demikian upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat akan dapat tercapai dan semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan pengembangan diri. Pembangunan wilayah pada hakekatnya merupakan suatu perubahan atau pelaksanaan pembangunan nasional yang dilaksanakan disuatu wilayah yang harus disesuaikan dengan kondisi dan potensi lingkungan yang terdapat didaerah tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Potensi tersebut tidak hanya terbatas pada
potensi fisik saja, melainkan juga meliputi berbagai aspek lainnya yang meliputi sosial, budaya dan politik. Dengan demikian, pembangunan wilayah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang melibatkan perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi disuatu wilayah berdasarkan pertimbangan kondisi setempat dan ditujukan untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks pertumbuhan regional pada umumnya dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen maupun eksogen, yakni faktor-faktor diluar daerah, atau kombinasi keduanya. Penentu-penentu penting yang berasal dari dalam daerah meliputi distribusi faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja dan modal. Sedangkan salah satu penentu eksternal yang penting adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut.
Di sisi lain, pertumbuhan
regional yang terjadi tidak dapat menyebar secara merata dan bersamaan diseluruh wilayah. Hal ini disebabkan adanya keragaman antar wilayah terutama keragaman dalam potensi sumberdaya alam, teknologi dan kelembagaan. Selain itu pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan saling berinteraksi antar wilayah, baik interaksi menguntungkan maupun yang merugikan. Dengan demikian dalam penelaahan pembangunan wilayah terutama yang menyangkut dengan pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah pendukungnya, perlu diketahui adanya hubungan antara pusat pertumbuhan dengan daerah hinterlandnya dalam ruang lingkup kegiatan sosial ekonomi yang tercermin dari adanya arus perpindahan orang, barang dan jasa. Hubungan yang terjadi tersebut dapat menguntungkan (spread effect) maupun merugikan (backwash effect) terhadap hinterland sebagai akibat pertumbuhan suatu wilayah. Salah satu penyebab dari ketimpangan sosial ekonomi antar wilayah adalah struktur tata ruang yang memusat. Dalam struktur tata ruang yang demikian, kota bertindak sebagai inti sedangkan desa bertindak sebagai wilayah pheripheri (wilayah pinggiran yang mengelilingi inti). Manusia mempunyai sifat dasar ingin selalu mencari manfaat dan kenyamanan yang terbaik bagi dirinya ataupun kelompoknya. Suatu kelompok masyarakat akan lebih suka bermukim di daerah yang mempunyai kesuburan baik untuk produksi atau tempat yang mempunyai akses yang mudah untuk mendapatkan pekerjaan, fasilitas sosial seperti rumah sakit, hiburan dan lain-lain. Semakin tinggi ketersediaan faktor ini semakin mudah masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan hidupnya dan semakin menarik pula daerah tersebut untuk tempat pemukiman.
Dengan adanya kampus IPB Darmaga, mendorong adanya migrasi penduduk ke sekitar kampus. Kehadiran kampus menarik banyak orang untuk mencari penghidupan yang lebih baik dan layak dari sebelumnya ditempat tinggalnya yang terdahulu. Teori
Resource
Endowment
dari
suatu
wilayah
menyatakan
bahwa
perkembangan ekonomi wilayah dalam pembangunan bergantung pada sumber daya alam yang di miliki dan permintaan terhadap komoditas yang dihasilkan dari sumber daya itu. Dalam jangka pendek sumber daya yang dimiliki suatu wilayah merupakan suatu aset untuk memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan. Nilai dari suatu sumber daya merupakan nilai dan permintaan terhadapnya merupakan permintaan turunan. Suatu sumber daya menjadi berharga jika dapat dimanfaatkan dalam bentuk-bentuk produksi. Pertumbuhan wilayah jangka panjang bergantung pada kegiatan industri ekspornya. Kekuatan utama dalam pertumbuhan wilayah adalah pemintaan ekternal akan barang dan jasa yang dihasilkan dan dieksport oleh wilayah itu. Permintaan eksternal ini mempengaruhi penggunaan modal tenaga kerja, dan teknologi untuk menghasilkan komoditi ekspor. Suatu wilayah memiliki sektor ekspor karena sektor itu menghasilkan keuntungan dalam memproduksi barang dan jasa, mempunyai sumber daya yang unik, dan mempunyai beberapa tipe keuntungan tranportasi. Dalam
perkembangannya
perekonomian wilayah cenderung membentuk kegiatan pendukung yang dapat menguatkan posisi yang menguntungkan dalam sektor ekspor di wilayah itu. Penekanan teori ini ialah pentingnya keterbukaan wilayah yang dapat meningkatkan aliran modal dan teknologi yang dibutuhkan untuk pembangunan wilayah. Myrdal dalam Soekirno (1986) menyatakan bahwa usaha pembangunan di daerah/wilayah yang lebih maju (Growth Centre) akan memberikan dampak kepada daerah sekitarnya (hinterland). Dampak kepada daerah sekitarnya tersebut bersifat negatif, apabila terjadi penguasaan
terhadap daerah sekitarnya (backwash effect)
sehingga mengakibatkan adanya pertumbuhan wilayah yang terpusat (gonvergence), sebaliknya dapat pula berdapak positif, apabila dapat mendorong pertumbuhan wilayah sekitarnya (spread effect) sehingga menimbulkan pertumbuhan yang menyebar. Selanjutnya Richardson (1972), berpendapat bahwa pada proses pembangunan ekonomi dengan adanya kecenderungan pemusatan penduduk dan ketersediaan fasilitas, maka investasi diwilayah inti pada mulanya lebih efisien karena berkaitan dengan efisien
usaha (economies of scale) dimana masing-masing individu akan memanfaatkan keuntungan-keuntungan eksternal. Dengan demikian akhirnya terjadi pemusatan investasi pada wilayah inti, baik investasi publik maupun investasi swasta. Kecenderungan pemusatan aktivitas ekonomi maupun pemusatan penduduk diwilayah inti, pada negaranegara bukan sosialis lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara sosialis. Di negara sosialis seperti Negara Persemakmusran Rusia, Republik Rakyat Cina dan Kuba, pertumbuhan ekonominya lebih lamban dan struktur politik perekonomiannya lebih mengutamakan pembangunan pertanian di wilayah pedesaan (pheriphery) sehingga arus migrasi dapat dikendalikan. Pemusatan aktivitas ekonomi dan penduduk diwilayah inti pada akhirnya akan mengakibatkan adanya kajian-kajian ekonomi (diseconomies of scale) karena timbulnya biaya-biaya sosial (social cost) yang semakin besar, seperti adanya kemacetan lalu lintas, pencemaran air dan udara, biaya hidup yang tinggi dan sebagainya. Keadaan tersebut secara populer di nyatakan bahwa daya dukung telah melampaui batas kemampuan ekologinya (Anwar 1987). Philip Cooke (1999) menyatakan bahwa daerah/wilayah saat ini menjadi ruang yang proaktif, dengan memobilisasi aset-aset dan potensi yang dimiliki untuk mengamankan daya saing yang ada. Daya saing suatu daerah/wilayah berhubungan dengan tingkat kemampuan inovasi sistem yang dimiliki. Pengintegrasian universitas atau pendidikan tinggi dengan kebutuhan industri dan pelatihan yang difokuskan kepada penduduk muda dan penduduk lebih tua yang tidak bekerja untuk mengisi kebutuhan pekerjaan baru di perusahaan-perusahaan menjadi lebih nyata. Universitas atau pendidikan tinggi cenderung menjadi konsultan regional daripada nasional. 2.3
Input-Output Model Pelaksanaan suatu usaha atau program pembangunan ekonomi tidak hanya
memberikan dampak positif terhadap keadaan ekonomi peserta/pelaksana usaha tersebut, tetapi juga memberikan dampak positif terhadap perekonomian wilayah/masyarakat secara keseluruhan. Adanya kegiatan usaha/program pembangunan ekonomi dalam suatu lingkup perekonomian yang semakin luas/berkembang akan menciptakan keterkaitan yang semakin kuat dan dinamis di antara berbagai sektor ekonomi. Pelaksanaan kegiatan di satu sektor ekonomi tidak mungkin dapat terjadi tanpa dukungan faktor produksi (baik
tenaga kerja maupun modal) yang memadai dari pelaku ekonomi dan dari sektor-sektor ekonomi lainnya (Badan Pusat Statistik 1995 & 1996). Dalam kaitannya dengan upaya peningkatan perekonomian diperlukan dukungan (kontribusi) dari berbagai pelaku dan sektor ekonomi lainnya, terutama dalam penyediaan berbagai macam input/sumberdaya, pemasaran dan pengolahan hasil. Model Input-Output (I-O) merupakan kerangka atau alat analisis yang banyak digunakan untuk mengetahui atau menganalisis dampak usaha/proyek pembangunan terhadap berbagai keadaan ekonomi suatu negara atau wilayah. Model I-O termasuk ke dalam model keseimbangan umum (general equilibrium), dikembangkan pertama kali oleh Wassily Leontief pada saat membangun model I-O perekonomian Amerika Serikat untuk tahun 1919 dan 1929. Konsep dasar yang dikembangkan oleh Leontief yang disajikan dalam bentuk ”Tabel Input-Output” (Budiharsono 1996) adalah: 1. Struktur perekonomian tersusun dari berbagai ”sektor” (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual beli. 2. Output suatu sektor dijual kepada sektor-sektor lainnya dan untuk memenuhi permintaan akhir. 3. Input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga (jasa tenaga kerja), pemerintah (pembayar pajak tak langsung), penyusutan dan surplus usaha serta impor. 4. Hubungan input dengan output bersifat linier. 5. Dalam suatu kurun waktu analisis (biasanya 1 tahun) total input sama dengan total output. 6. Suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut diproduksikan oleh satu teknologi.
Tabel I-O merupakan suatu tabel transaksi yang merekam data tentang hasil produksi berbagai sektor ekonomi dan penggunaannya oleh sektor ekonomi lainnya, baik sebagai input antara (intermediate inputs) maupun permintaan akhir (final demand) di suatu wilayah pada periode waktu tertentu. Tabel I-O mempunyai dua sisi, yaitu produksi dan penggunaan. Bentuk dasar tabel I-O seperti pada Tabel 1 berikut (Sutomo 1995, Budiharsono 1996):
Tabel 1. Bentuk Dasar Tabel Input – Output Struktur Input
Penggunaan (Alokasi) Output Permintaan Antara Permintaan Akhir 12…j…n
Input Antara 1 2 I i n Input Primer III Sumber: Sutomo 1995, Budiharsono 1996
II
IV
Berbagai asumsi dasar yang perlu diperhatikan dalam penggunaan model I-O adalah (Sutomo 1995, Budiharsono 1996): 1. Homogenitas, menyatakan bahwa masing-masing sektor hanya memproduksi satu output dengan satu struktur input tertentu, dan tidak ada substitusi di antara input atau output dalam sektor. 2. Proporsionalitas, menyatakan bahwa dalam suatu proses produksi, hubungan antara input dengan output merupakan fungsi linier, yaitu tiap jenis input yang digunakan oleh suatu sektor tertentu akan meningkat atau menurun sebanding dengan peningkatan atau penurunan penggunaan output sektor yang bersangkutan. 3. Additivitas, menyatakan bahwa akibat total dari pelaksanaan produksi di berbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Ini berarti bahwa pengaruh-pengaruh di luar sistem I-O terhadap tingkat produksi sektor diabaikan.
Berbagai analisis ekonomi yang dapat dilakukan dengan menggunakan model/tabel I-O dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu: 1) Analisis Deskriptif, antara lain: analisis struktur input, analisis alokasi output, analisis PDRB menurut penggunaan, analisis kontribusi sektor-sektor, dan 2) Analisis Kuantitatif, meliputi: analisis keterkaitan sektor (ke depan dan ke belakang), analisis dampak pengganda (pendapatan, tenaga kerja dan output), analisis koefisien dan kepekaan penyebaran (Sutomo 1995, BPS 1995, Budiharsono 1996). Berikut ini secara garis besar berbagai analisis tersebut diuraikan:
1. Analisis Struktur Input, berguna untuk menjelaskan nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu sektor dibandingkan dengan total output sektor bersangkutan, penggunaan input (antara) untuk menghasilkan output suatu sektor. Analisis ini dilakukan dengan menganalisis koefisien input suatu tabel I-O. 2. Analisis Alokasi Output, berguna untuk menjelaskan penggunaan output suatu sektor oleh sektor-sektor lain, atau penggunaan output suatu sektor oleh permintaan antara dan permintaan akhir. Analisis ini dilakukan dengan menganalisis koefisien output suatu tabel I-O. 3. Analisis PDRB menurut Penggunaan, berguna untuk menjelaskan persentase pembentukan PDRB suatu wilayah ditinjau dari sisi penggunaan, seperti: konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), perubahan stok, dan ekspor (netto). Dari analisis ini diperoleh informasi mengenai kontribusi masing-masing komponen PDRB tersebut terhadap total PDRB. 4. Analisis Kontribusi Sektor-sektor, berguna untuk menjelaskan kontribusi sektorsektor, misalnya terhadap total output, nilai tambah, pendapatan tenaga kerja, ekspor dan impor. Dari analisis ini diperoleh informasi mengenai kontribusi masing-masing sektor terhadap masing-masing permasalahan yang ditelaah (misalnya sektor mana yang menghasilkan nilai tambah terbesar). 5. Keterkaitan Langsung ke Depan (Direct Forward Linkage), menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. 6. Keterkaitan Langsung ke Belakang (Direct Backward Linkage), menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan total. 7. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Depan, menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan output sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total. 8. Keterkaitan Langsung dan Tidak Langsung ke Belakang, menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung per unit kenaikan permintaan total.
9. Pengganda Pendapatan, menjelaskan besarnya peningkatan pendapatan suatu sektor akibat meningkatnya permintaan akhir sektor tersebut sebesar satu unit. Semakin besar nilai pengganda pendapatan suatu sektor semakin besar pula peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor tersebut akibat
permintaan akhir. Pengganda
pendapatan dibedakan atas: sederhana, total, tipe I dan tipe II. 10. Pengganda Tenaga Kerja/Kesempatan Kerja, menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung setiap unit permintaan akhir suatu sektor terhadap kesempatan kerja yang diciptakan output sektor bersangkutan. Pengganda tenaga kerja dibedakan atas: tipe I dan tipe II. 11. Pengganda Output, dibedakan atas: sederhana dan total. Pengganda Output sederhana untuk melihat pengaruh peningkatan suatu unit permintaan akhir sektor tertentu dalam perekonomian terhadap output sektor lain, secara langsung maupun tidak langsung. Sementara itu, Pengganda Output total untuk menghitung pengaruh induksi disamping pengaruh langsung. Dalam perhitungannya, sektor rumah tangga dijadikan faktor endogen, sehingga matrik yang digunakan adalah matrik kebalikan Leontief tertutup. 12. Koefisien Penyebaran (Coefficient of Dispersion), menyatakan pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir untuk semua sektor dalam suatu perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matrik kebalikan Leontief. 13. Kepekaan Penyebaran (Sensitivity of Dispersion), menyatakan pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir untuk semua sektor dalam suatu perekonomian. Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tak langsung ke depan yang dinormalkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matrik kebalikan Leontief.
Kerangka analisis lainnya yang dapat digunakan untuk menganalisis ekonomi wilayah sebagai dampak dari adanya suatu usaha pembangunan
adalah ”Analisis
Ekonomi” yang termasuk dalam ”Analisis Investasi Proyek”. Analisis Ekonomi (Economic Analysis) adalah analisis yang melihat manfaat
dan pengorbanan
dalam pelaksanaan proyek terhadap perekonomian masyarakat (nasional atau wilayah) secara keseluruhan, berbeda dari Analisis Finansial (Financial Analysis) yang hanya membatasi manfaat dan pengorbanan
dari peserta/pelaksana proyek. Analisis
ekonomi terutama penting dilakukan untuk proyek-proyek yang berskala besar dengan jangka waktu analisis lebih menimbulkan perubahan produk tertentu,
dari satu tahun (multi years), yang seringkali dalam penambahan supply dan demand akan produk-
karenanya dampak yang ditimbulkan pada ekonomi nasional akan
cukup berarti (Husnan dan Suwarsono 1994). Mangkuprawira (2000) menyatakan bahwa dalam struktur ekonomi Kabupaten Bogor, industri memegang peranan penting sebagai sektor penyumbang terbesar dalam Nilai Tambah Bruto. Sektor ini juga mendominasi sektor-sektor lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan mengindikasikan bahwa sektor industri khususnya agroindustri memainkan peranan utama dalam pembangunan ekonomi regional. Selanjutnya Mangkuprawira (2000) berpendapat bahwa disamping pentingnya sektor manufaktur (industri), sektor pertanian masih memegang peranan penting khususnya dalam menaikkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor melalui ekspor. Sektor industri berdasarkan koefisien multiplier output, agroindustri dapat berperan sebagai leading sector. Oleh karenanya, dalam rangka memelihara atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor, prioritas pertama dalam industri riil seharusnya diarahkan kepada agroindustri. Dalam kaitannya dengan usaha peningkatan perekonomian di Kabupaten Bogor, maka kerangka model analisis yang digunakan untuk menganalisis dampak dari keberadaan kampus IPB Darmaga terhadap peningkatan perekonomian wilayah Kabupaten Bogor adalah ”Model Input-Output (I-O)”. Beberapa alasan yang memperkuat penggunaan Model I-O tersebut adalah: 1. Model I-O dapat digunakan untuk menganalisis ekonomi wilayah sebagai dampak dari keberadaan kampus IPB Darmaga, meliputi: kontribusi usaha jasa-jasa terhadap PDRB, keterkaitannya dengan sektor ekonomi lain, dan multiplier effect-nya terhadap pendapatan, output dan tenaga kerja (sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian).
2. Usaha jasa-jasa menghasilkan satu output yang diproduksi dengan satu teknologi atau satu struktur input, hal ini sesuai dengan syarat penggunaan (asumsi) Model I-O. 3. Model I-O digunakan untuk analisis aktivitas ekonomi yang berlangsung dalam periode satu tahun, ini sesuai dengan usaha jasa-jasa yang telah berlangsung satu tahun.