I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara ke-4 dunia yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2009 diperkirakan mencapai 230.975.120 jiwa. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk sekitar 29 juta jiwa dibandingkan dengan tahun 2000 yang hanya mencapai 202.649.482 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk dapat meningkatkan konsumsi masyarakat, khususnya konsumsi pangan, karena pangan merupakan kebutuhan primer makhluk hidup. Salah satu Provinsi di Indonesia yang juga mengalami peningkatan jumlah penduduk adalah Provinsi Banten. Pada tahun 2009 jumlah penduduk provinsi Banten diperkirakan mencapai 10.761.524 jiwa, padahal pada tahun 2000 jumlahnya hanya mencapai 8.098.000 jiwa1). Rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Banten tahun 2000-2008 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rata-Rata Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Banten Tahun 2000-2008 No Kabupaten/Kota Pertumbuhan (persen) Kabupaten 1 Pandeglang 0,96 2 Lebak 2,29 3 Tangerang 3,18 4 Serang 1,25 Kota 5 Tangerang 1,82 6 Cilegon 1,93 7 Serang Catatan : Data Kota Serang bergabung dengan Kabupaten Serang Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009)
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa Kabupaten Tangerang memiliki rata-rata laju
pertumbuhan
penduduk
yang
paling
tinggi
dibandingkan
dengan
kabupaten/kota lainnya yang terdapat di Provinsi Banten, yaitu sebesar 3,18 persen. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Lebak sebesar 2,29 persen dan Kota Cilegon sebesar 1,93 persen. Sedangkan Kota Tangerang, Serang (kabupaten dan kota), dan Kabupaten Pandeglang secara berturut-turut berada pada peringkat 1)
Proyeksi Penduduk Indonesia Menurut Provinsi Tahun 2004-2009 http://digilibampl.net/file/pdf/UO-044-01.pdf [Diakses tanggal 15 April 2010]
berikutnya. Pada tahun 2008, Kabupaten Tangerang memiliki jumlah penduduk paling banyak yaitu sebesar 3.574.048 jiwa, sedangkan Kota Cilegon memiliki jumlah penduduk paling sedikit dibandingkan kota/kabupaten lainnya di Provinsi Banten, yaitu hanya mencapai 343.599 jiwa (BPS Provinsi Banten 2009). Gaya hidup super sibuk yang saat ini tengah berkembang, membuat orangorang memilih makanan cepat saji, mudah diperoleh, mudah dikemas, dan sesuai selera. Hal ini menyebabkan kebiasaan makan di luar rumah semakin meningkat. Pada tahun 2009, perusahaan riset Nielsen telah melakukan penelitian tentang tren makan di luar rumah dan hasilnya menunjukkan bahwa kebiasaan tersebut memang sudah mendunia. Dalam hasil penelitian tersebut diketahui bahwa sekitar 44 persen masyarakat dunia, termasuk Indonesia, makan di luar rumah satu hingga tiga kali dalam seminggu dan sekitar 38 persen melakukannya sebulan sekali bahkan kurang2). Peningkatan konsumsi pangan yang didukung oleh perkembangan tren makan di luar rumah menyebabkan bisnis restoran/rumah makan semakin berkembang di Indonesia. Salah satu provinsi yang mengalami perkembangan jumlah restoran/rumah makan adalah Provinsi Banten. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009) menyebutkan bahwa pada tahun 2008 Provinsi Banten memiliki jumlah restoran/rumah makan sebanyak 568 unit. Hal ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 542 unit. Jumlah tersebut tersebar di seluruh kota/kabupaten yang ada di Provinsi Banten yang dapat dilihat Pada Tabel 2. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa Kota Cilegon memiliki jumlah restoran/rumah makan yang terbilang banyak dibandingkan kota/kabupaten lainnya di Provinsi Banten, yaitu menempati urutan ke-3 setelah kota dan Kabupaten Tangerang. Padahal Kota Cilegon memiliki jumlah penduduk paling sedikit dibandingkan dengan kota/kabupaten lainnya.
2)
Hadriani. 2009. Bukan Sekedar Makan. http://dev.tempointeraktif.com [Diakses tanggal 8 April 2010]
2
Tabel 2. Jumlah Restoran/Rumah Makan di Kota/Kabupaten Provinsi Banten Tahun 2008 Kabupaten/Kota Jumlah Restoran/Rumah Makan Kabupaten Pandeglang 83 Lebak 25 Tangerang 161 Serang 88 Kota Tangerang 113 Cilegon 98 Serang Catatan : Data Kota Serang bergabung dengan Kabupaten Serang Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2009)
Perkembangan usaha restoran/rumah makan dapat juga dilihat dari perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Cilegon berdasarkan harga konstan tahun 2000 yang meningkat sejak tahun 2006-2008 seperti yang terlihat Pada Tabel 3. Tabel 3. Produk Domestik Regional Bruto Kota Cilegon Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Pada Tahun 2006-2008 (Juta Rupiah) No Lapangan Usaha 2006 2007*) 2008**) Pertanian, peternakan, 1 kehutanan, dan 262.294,79 265.580,93 267.383,93 perikanan Pertambangan dan 2 8.798,34 9.385,19 10.184,89 penggalian 3 Industri pengolahan 6.315.848,60 6.625.956,77 6.848.341,04 Listrik, gas, dan air 4 925.553,72 921.166,85 911.970,08 bersih 5 Bangunan 43.212,96 46.959,53 49.281,84 Perdagangan, hotel, 6 1.197.149,40 1.343.203,99 1.546.959,42 dan restoran Pengangkutan dan 7 811.879,39 866.322,37 926.106,30 komunikasi Keuangan, persewaan, 8 271.550,42 290.027,59 319.141,64 dan jasa perusahaan 9 Jasa-jasa 136.559,32 150.336,11 167.951,50 Jumlah 9.972.846,95 10.518.939,33 11.047.320,64 Keterangan : * : Angka Perbaikan **: Angka Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Cilegon (2009)
3
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa PDRB Kota Cilegon sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 mengalami peningkatan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kota Cilegon semakin membaik. Salah satu lapangan usaha yang memiliki kontribusi besar dalam laju pertumbuhan ekonomi tersebut adalah lapangan usaha di bidang perdagangan, hotel dan restoran, dimana menempati urutan ke-2 setelah industri pengolahan. Hal ini menunjukkan bahwa lapangan usaha tersebut sangat berkembang di Kota Cilegon. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten (2008) menyebutkan bahwa yang dimaksud restoran adalah usaha penyedia makanan dan minuman jadi yang pada umumnya dikonsumsi di tempat penjualan, seperti bar, kantin, warung kopi, rumah makan, warung nasi, warung sate, dan lain-lain. Salah satu jenis restoran/rumah makan yang berkembang di Kota Cilegon adalah rumah makan sate bebek. Sate bebek adalah salah satu makanan khas Provinsi Banten yang berasal dari Kota Cilegon, sehingga usaha ini mudah ditemui di kota tersebut. Menurut informasi yang diperoleh dari grup usaha sate bebek Kota Cilegon, rumah makan sate bebek di Kota Cilegon terdiri dari sate bebek H. Syafe’i Cibeber, sate bebek Cindelaras, sate bebek Bang Hazin PCI, sate bebek Abu Faisal, sate bebek Banyu Milli Kang Zukky, sate bebek Nong Inul, warung sate bebek Cibeber dan sate bebek Bung Hatta. Konsep usaha sate bebek pada umumnya berupa rumah makan yang menu utamanya berupa sate dan sop bebek. Ada juga yang menambahkan menu bebek goreng ataupun produk substitusi sate bebek berupa sate ayam, sate kambing, maupun jenis sate lainnya. Salah satu rumah makan sate bebek di Kota Cilegon adalah sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber merupakan pionir usaha sate bebek di Provinsi Banten. Usaha rumah makan sate bebek yang semakin berkembang menyebabkan tingkat persaingan dalam industri rumah makan sate bebek pun semakin tinggi. Hal tersebut menuntut usaha sate bebek H.Syafe’i Cibeber untuk menyiapkan strategi bersaing yang tepat sehingga dapat mengungguli pesaingnya dalam industri. 1.2. Perumusan Masalah Usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber berdiri sejak tahun 1977. Pada awalnya, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber memang menguasai industri rumah 4
makan sate bebek, namun seiring dengan berjalannya waktu, muncul usaha-usaha sejenis yang berusaha untuk merebut pasar usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Hal ini terlihat dari penurunan penjualan yang ditandai oleh penurunan jumlah produksi. Sejak tahun 2007, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber mengalami penurunan jumlah bebek yang diproduksi tiap harinya. Sebelum tahun 2007, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dapat menggunakan 50 ekor bebek per hari, namun sejak tahun 2007 mereka hanya dapat menggunakan 30 ekor bebek per harinya untuk dijadikan sate dan sop bebek. Usaha sate bebek Cindelaras diidentifikasi sebagai salah satu pesaing utama usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, karena memiliki target konsumen yang sama, letaknya berdekatan, dan memiliki konsep usaha yang hampir sama. Harga yang ditawarkan oleh usaha sate bebek Cindelaras sama dengan harga yang ditawarkan oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, yaitu untuk sepuluh tusuk sate bebek harganya Rp 10.000,00, sedangkan untuk satu porsi sop bebek harganya Rp 5.000,00. Letak usaha kedua rumah makan tersebut pun berdekatan. Dalam hal lokasi, sate bebek Cindelaras lebih unggul, karena lokasi usahanya di pinggir jalan, sehingga konsumen dapat dengan mudah menemukan lokasinya dan mudah diakses oleh kendaraan umum maupun pribadi. Berbeda halnya dengan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber yang lokasinya masuk ke perkampungan dengan kondisi jalan yang rusak dan sulit dijangkau oleh angkutan umum. Dalam hal konsep usaha, sate bebek Cindelaras memiliki konsep yang hampir sama dengan usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber, yaitu rumah makan dengan menu utama yang ditawarkan berupa sate dan sop bebek, dimana konsumen dapat menikmati menu-menu yang tersedia dengan cara lesehan ataupun menggunakan kursi dan meja makan. Selain itu usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber harus menghadapi persaingan yang cukup ketat dengan keberadaan usaha-usaha rumah makan sate bebek lainnya di Kota Cilegon. Masing-masing usaha memiliki kondisi intern yang berbeda, yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan dalam bersaing untuk memperoleh bagian pasar yang ada dalam industri rumah makan sate bebek.
5
Persaingan dengan produk substitusi rumah makan sate bebek berupa rumah makan yang menawarkan sate ayam, sate kambing ataupun jenis sate lainnya dihadapi juga oleh usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Pada umumnya sate ayam ataupun sate kambing memiliki harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga sate bebek. Harga sate ayam per sepuluh tusuk di rumah makan yang ada di Kota Cilegon berkisar antara Rp 7.000,00-8.000,00, sedangkan sate kambing pada umumnya dijual dengan harga Rp 9.000,00-10.000,00 per sepuluh tusuk. Contoh lain yang membuktikan bahwa harga sate bebek lebih mahal dibandingkan sate ayam dan sate kambing dapat dilihat di Pondok sate dan sop Asmawi, rumah makan tersebut menjual sate bebek dengan harga Rp 12.000,00 per sepuluh tusuknya sedangkan untuk sate ayam Rp 10.000,00 per sepuluh tusuk, dan sate kambing Rp 11.000,00 per sepuluh tusuknya. Untuk menghadapi hal tersebut, usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber perlu meningkatkan posisi saingnya diantara pesaing-pesaing yang ada. Hal ini dapat diwujudkan dengan menerapkan strategi bersaing yang tepat sehingga tercipta suatu keunggulan bersaing dalam usahanya. Penerapan strategi ini dilakukan dengan memanfaatkan peluang dan berusaha meminimalkan risiko ancaman yang ada di lingkungan eksternal tersebut. Selain itu penerapan strategi juga disesuaikan dengan kondisi internal usaha tersebut. Oleh karena itu, suatu usaha perlu menganalisis lingkungan internalnya, sehingga dapat diidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka pembahasan dalam penelitian ini antara lain : 1)
Faktor eksternal apa saja yang menjadi peluang dan ancaman bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber?
2)
Faktor internal apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan bagi usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber?
3)
Bagaimana posisi bersaing usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber dibandingkan pesaing-pesaing utamanya?
4)
Bagaimana alternatif dan prioritas strategi bersaing yang tepat untuk diterapkan pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber?
6
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1)
Menganalisis lingkungan eksternal dan internal usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
2)
Menganalisis posisi bersaing usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
3)
Merumuskan alternatif strategi dan merekomendasikan prioritas strategi bersaing yang tepat untuk diterapkan pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihakpihak yang berkepentingan, seperti : 1)
Pengelola usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi usahanya dalam menerapkan strategi bersaing untuk meningkatkan keunggulan bersaingnya sehingga dapat memenangkan kompetisi dalam industri.
2)
Pembaca. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi mengenai usaha sate bebek dan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
3)
Penulis. Penelitian ini sebagai pengalaman nyata dalam penerapan ilmuilmu yang diperoleh selama kuliah.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya mencakup pengkajian strategi bersaing usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber pusat yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal usaha. Penerapan strategi diserahkan sepenuhnya kepada pengambil keputusan pada usaha sate bebek H. Syafe’i Cibeber. Persaingan usaha sate bebek dalam industri rumah makan sate bebek dibatasi berdasarkan wilayah, yaitu Kota Cilegon. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa Kota Cilegon memiliki jumlah usaha sate bebek yang banyak dengan harga yang bersaing.
7