I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang - Dalam GBHN 1988 telah jelas dicantumkan sasaran utama
pembangunan jangka panjang adalah terciptanya landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya sendiri menuju masyarakat yang adil Lebih lanjut
dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD"45.
dijelaskan bahwa titik berat dalam pembangunan jangka panjang adalah pembangunan bidang ekonomi dengan sasaran utama untuk mencapai keseimbangan antara sektor pertanian dan sektor industri serta terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Xondisi sosial ekonomi yang terus berkembang dan situasi politik Indonesia yang cukup stabil merupakan salah satu faktor kondusif bagi industri untuk tumbuh dan berkembang.
Sektor industri baik agroindustri maupun non
agroindustri memberikan kontribusi yang tinggi bagi penerimaan Negara, sehingga sektor ini menjadi sangat penting dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Agroindustri di Indonesia cukup berkembang, karena didukung oleh keadaan alam yang kaya akan sumberdaya alamnya yang dapat diolah menjadi produk-produk industri baik setengah jadi ataupun produk jadi siap pakai. berdaya
alam yang sangat besar potensinya
Hasil sum-
salah
satunya
adalah hasil hutan berupa rotan.
Kondisi ini memungkinkan
untuk mengandalkan hasil olahan kayu rotan, baik dalam bentuk produk perabot kelengkapan rumah tangga, kantor, restoran dan lain-lain.
Produk ini merupakan komoditi
ekspor yang dapat bersaing dengan Negara-negara pengekspor rotan olahan lainnya dan sekaligus memberikan sumbangan devisa bagi Negara dari sektor non migas. Permintaan terhadap produk.rotan olahan dengan adanya pasar ekspor, perbaikan dan peningkatan jalan raya, peningkatan pelayanan jasa transportasi baik darat maupun laut, serta peningkatan kegiatan ekonomi akan meningkatkan konsumsi produk rotan itu sendiri .
Berikut ini disajikan
perkembangan ekspor produk rotan yang berasal dari industri-industri pengolah rotan di Jawa Timur menurut Negara tujuan ekspor dari tahun 1991 sampai tahun 1992. Tabel 1. Realisasi Ekspor Produk Rotan Jawa Timur Menurut Negara Tujuan Tahun 1991-1992 Tahun 1991
Tahun 1992
Negara Tujuan U S A
Kanada Mexico Puerto Rico M E E T imur Tengah Asia Tenggara R R C Jepans T o t a l
'
Volume (Kg)
N i l a i (US 5)
Volume (Kg)
N i l a i (US 8 )
4.793.083,67 226.081.24 219.307,79 15.348.30 3.549.577.44 12.905,OO 4.739.402.09
14.215.590,lO 549.518,LL 622.491.09 45.923.95 11.047.345.77 21.766,70 5.672.702.23
5.582.396.74 193.958.97 163.298.02 33.645.84 3.423.804.14 25.935,30 3.531.892.76 43.990.00 18.002.171.98
16.267.405.53 694.271 ,?3 475.189.36 152.079.25 10.315.770.64 118.200.20 7.171.325.35 113.910.93 66.044.223.23
32.175.336.23
30.501.093.75
13.555.705.53
101.132.372.20
Sunber : Kanuil Departemen Perdagangan Jaua Timur, Tahun 1992
~ a r itabel 1 tersebut dapat dilihat bahwa dari tahun 1991 sampai tahun 1992 baik volume maupun nilainya untuk
beberapa Negara mengalami kenaikan.
Disisi lain terdapat
juga beberapa Negara yang justru mengalami penurunan, namun secata total baik volume maupun nilai ekspor dari tahun 1991 sampai tahun 1992 sebesar 125 kenaikan nilainya sebesar 214 %.
%,
sedangkan
Peningkatan yang cukup
besar ini disebabkan pada tahun 1992 Negara RRC dan Jepang mulai membuka pasarnya untuk produk rotan dari Indonesia dengan jumlah volume dan nilai yang besar.
Kondisi per-
kembangan ekspor produk rotan yang cukup baik dan menawarkan prospek cerah ini cukup memberikan motivasi pada para investor untuk menanamkan investasinya pada usaha pengolahan rotan. Prospek industri rotan yang sangat baik ini tidak lepas dari campur tangan Pemerintah melalui kebijakankebijakan Pemerintah.
Kebijakan Pemerintah untuk mendo-
rong dan meningkatkan industri rotan tersebut melalui pelarangan ekspor bahan baku rotan yang dimulai tahun 1988.
Langkah tersebut telah berhasil menumbuhkan keman-
tapan iklim berusaha terutama bagi dunia usaha permebelan Indonesia yang tercermin pada kenaikan angka ekspor produk mebel yang sangat tajam dan dengan sendirinya juga telah meningkatkan penghasilan masyarakat.
~ibidangindustri rotan sebelum tahun 1988 pasar in-
t-rnasional dikuasai oleh Taiwan dan Philipina, walaupun . bahan baku yang dipakai hampir sia.
100 % berasal dari Indone-
pada saat itu industri rotan Indonesia pada umumnya
masih bertumpu pada cara yang tradisional, dan hasil produksi masih bergantung pada ketrampilan perorangan dari ~engrajinyang sering melibatkan seluruh keluarga, seperti istri, bapak/ anak, tetangga dan seterusnya.
Usaha sema-
cam ini lebih dikenal sebagai industri rumah tangga (Cottage Industry).
Selain dipacu dengan adanya kebijakan
pemerintah dan juga kondisi bahan baku rotan yang dimiliki Indonesia dalam jumlah yang sangat melimpah, maka industri rotan ini dimasa mendatang akan memiliki prospek yang baik dan diharapkan mampu menguasai pasar mebel rotan dunia. Perkembangan industri rotan dengan prospek yang semakin baik telah mendorong PT R untuk menekuni industri rotan ini, dengan mendirikan pabrik pengolah rotan yang berlokasi di Surabaya pada tahun 1989, dengan product line adalah perabot rumah tangga, kantor, restoran dan peralatan dapur.
Pemasaran produk rotan ini selain untuk meme-
nuhi permintaan pasar domestik juga di ekspor ke pasar internasional. PT R dalam melaksanakan proses produksi membutuhkan
banyak bahan baku sebagai input produksi dan beragam jenisnya.
Adapun jenis bahan baku dan jumlah pemakaiannya
dalam proses produksi dapat dilihat pada
tabel 2.
Pada tabel 2 tersebut, terlihat bahwa permintaan untuk rotan mentah sangat besar yaitu 152.100 Pcs.
Sedang-
kan untuk bahan-bahan lainnya penggunaannya relatif kecil. Dengan demikian dalam industri rotan bahan baku paling dominan adalah rotan mentah.
Saldo Bahan baku rotan men-
tah cukup tinggi yaitu sebesar 81,39 %.
Tingginya perse-
diaan bahan baku ini akan memberikan konsekuensi pada perusahaan dalam bentuk biaya penyimpanan yang tinggi. Tabel 2.
Jenis Bahan Baku, Persediaan dan Pemakaian serta Sisa Pemakaian Bahan Baku Selama Tahun 19'92.
Sumber : PT R (diolah), Tahun 1992
Pada tabel 3 dapat dilihat besarnya nilai pembelian bahan
baku
tersebut
dan
nilai
bahan
baku
yang
tersisa, sehingga dengan demikian dapat dilihat berapa besarnya uang/ modal yang tertahan dalam sisa yang tersimpan di gudang.
bentuk bahan baku
Besarnya nilai pembelian
maupun besarnya uang yang tertahan merupakan ha1 yang
ha-
rus diperhatikan oleh nianajemen agar terhindar dari biaya tinqqi.
Besarnya nilai pembelian dan saldo pemakaian
bahan baku dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3.
Nilai Pembelian, Pemakaian dan Nilai Saldo dari Masing-masing Jenis Bahan Baku selama Tahun 1992
smber : PT R (diolah). Tahun 1992
Pada tabel 3, tampak bahwa nilai saldo ternyata cukup tinggi yaitu rata-rata di atas 5 0
%
dari nilai total
persediaan bahan baku, dengan nilai saldo yang tertinqgi pada jenis bahan baku rotan masing-masing sebesar
mentah
dan triplek yaitu
7 8 , 5 3 % dan 8 0 , 7 2 %.
Tingginya
nilai saldo untuk bahan baku triplek tersebut disebabkan pada tahun tersebut Cina mulai membuka pasarnya untuk produk.triplek dari Indonesia, sehinqqa produk triplek di dalam negeri menjadi sangat sulit diperoleh.
Akibat kondisi
ini harga triplek di dalam negeri menjadi sangat tinggi. Untuk mengantisipasi ha1 ini, pihak manajemen mengambil kebijaksanaan untuk melakukan pembelian dalam junlah yang
= ~ k u ptinggi.
Namun disisi lain nilai saldo yang tinggi
ini akan menyebabkan pemborosan dan tingginya harga pokok produksi.
1.2.
Permasalahan
Bertitik tolak dari kondisi jumlah persediaan dan pemakaian bahan baku yang dilakukan oleh PT R yang telah disajikan pada tabel 2 dan tabel 3 , terlihat bahwa
jumlah
saldo bahan baku yang ada di gudang, dimana rata-rata persentase salda terhadap jumlah persediaan adalah,di atas 50 %.
Adapun kondisi tingkat persediaan serta saldo bahan
baku rotan siap pakai dari berbagai ukuran yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 1.
Pada lampiran 1 tersebut
dapat dilihat bahwa saldo tertinggi terjadi pada rotan siap pakai dengan ukuran 2 2 mm yaitu sebesar 9 8 , 2 0 % . Sedangkan saldo paling rendah terjadi pada rotan siap pakai dengan ukuran 12 mm yaitu 2,20 %.
Sangat tingginya
saldo pemakaian bahan baku rotan siap pakai ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : a.
.
Mengalami kesulitan dalam melakukan peramalan terhadap kebutuhan bahan baku.
Kebutuhan bahan
baku ini sulit diramalkan karena sifat dari pada produksi yang bersifat Job Order, sehingga jumlah produksi sangat tergantung dari pesanan.
b.
Menghindari resiko tidak tersedianya bahan baku pada saat pesanan dalam kondisi boom, sehingga menghilangkan kredibilitas perusahaan.
c.
Bahan baku utama dalam industri ratania ini adalah hasil pertanian yang berupa rotan, dimana mempunyai sifat ketidakpastian, baik dalam kualitas maupun dalam kuantitas.
Penyediaan bahan
baku dalam jumlah yang tinggi ini untuk tetap menjaga kontinuitas bahan baku demi kesinambungan proses produksi. Disisi lain dengan tingginya jumlah saldo bahan tersebut akan dapat mengakibatkan inefisiensi dalam melakukan proses produksi, sehingga harga pokok jual menjadi tinggi.
Tingginya harga jual tersebut dikarenakan oleh
tingginya total biaya sebagai akibat dari : a.
Tingginya biaya penyimpanan, termasuk juga biaya pembuatan dan pemeliharaan gudang
b.
Adanya tambahan biaya karena adanya biaya resiko kerusakan ataupun kehilangan bahan baku
Lebih lanjut dengan tingginya harga pokok'penjualan, akan mengakibatkan produk tidak mampu bersaing dipasaran, baik pasaran domestik maupun pasaran internasional.
Untuk
mengatasi permasalahan ini sangat diperlukan perhitungan jumlah stock optimal untuk memperkecil kelebihan stock.
r.3.
Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari permasalahan yang dihadapi oleh BT R, maka penelitian ini bertujuan untuk menentukan
jumlah atau tingkat persediaan bahan baku untuk memperkecil adanya kelebihan stock (Over Stock). 1.4.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1.
PT R sebagai sumbangan pemikiran untuk dapat di-
pergunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak manajemen perusahaan dalam menetapkan kebijakan perencanaan kebutuhan bahan baku 2.
Pihak-pihak lain yang membutuhkan baik akan dipakai sebagai referens maupun sebagai bahan informasi dalam menetapkan kebijakan dalam perenCanaan kebutuhan bahan baku