1
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan saluran akar bertujuan menyelamatkan gigi yang sudah rusak sehingga memungkinkan struktur gigi yang tersisa untuk berfungsi dan gigi tidak perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis, disinfeksi dan obturasi. Preparasi biomekanis melibatkan alat endodontik, yang disebut file, terbuat dari logam. Logam yang sekarang paling sering dipakai untuk preparasi mekanis, terutama dengan alat endodontik putar adalah Nikel Titanium (NiTi). NiTi adalah logam yang sangat fleksibel, kemampuan shape-memory, dan lebih tahan fraktur pada pemakaian dengan mesin. NiTi mesin mulai diperkenalkan tahun 1995 dan mulai disukai karena memiliki beberapa keunggulan. Hasil pengisian pada saluran akar yang dipreparasi dengan NiTi menunjukkan dinding saluran akar yang lebih halus dan kecorongan yang baik (Gulabivala dkk, 1995). Pemakaian instrumen NiTi dengan mesin terus berkembang, di tahun 2001 diperkenalkan gerakan crown down dengan alat NiTi putar, yaitu teknik yang diawali dengan mengambil jaringan keras dentin dari mulai koronal, berlanjut ke tengah hingga ujung saluran akar dengan gerakan file yang berputar terus menerus sehingga disebut continuous rotation (Ruddle dkk., 2008). Teknik pemakain serta bahan NiTi terus berkembang hingga tahun 2008 mulai diperkenalkan variasi NiTi yaitu M-Wire yang digunakan pada file untuk gerakan resiprokal, yaitu 1
2
bergerak dengan gerakan kombinasi searah jarum jam dan berawanan dengan jarum jam. Satu siklus gerakan resiprokal terdiri dari 1500 berlawanan jarum jam dan 300 searah jarum jam dalam 3 kali, lalu satu putaran penuh 3600 (Vyver, 2013). Salah satu contoh file dengan gerakan continuous rotation adalah ProTaper dan salah satu file dengan gerakan resiprokal adalah WaveOne. (Webber dkk, 2010) Kemampuan mengurangi dentin oleh instrumen ditentukan oleh gerakan yang dipakai instrumen tersebut (Plotino dkk, 2014). Penggunaan gerakan resiprokal memungkinkan untuk menggunakan instrumen NiTi dengan single file, yaitu hanya satu file untuk preparasi, dibandingkan dengan teknik continuos rotation yang mengharuskan penggunaan beberapa file secara berurutan, tentunya penggunaan teknik single file akan lebih murah dan mengurangi kelelahan operator (Yared,2008). Teknik single file juga akan mengurangi resiko patahnya instrumen, dan infeksi silang akibat pergantian instrumen. Penggunaan single-file mengurangi jumlah file yang masuk ke dalam saluran akar sehingga mengurangi banyaknya kontak di dalam saluran akar. Kontak yang berkurang akan mengurangi gaya yang timbul pada dinding saluran akar sehingga defek terutama retak yang terjadi selama preparasi akan minimal dan hasil preparasi akan memberi kekuatan dentin yang lebih tinggi (Giuliani dkk., 2014). Defek dentin pasca preparasi yang mendapat tekanan pengunyahan akan memicu fraktur pada gigi pasca endodontik. Preparasi dengan file akan menimbulkan gaya vertikal dan horisontal (Blum dkk., 1999), dimana gaya ini
3
juga dipengaruhi oleh desain alat dan akan memberi tekanan yang signifikan terhadap dentin saluran akar dan dan menginduksi defek dentin (Blum dkk., 1999; Sanghvi dan Mistry,2011). El Nasr dan El Kader (2014), melaporkan bahwa preprasi mekanis saluran akar secara signifikan melemahkan akar dan dapat menimbulkan cracks di ujung akar. Bier dkk. (2009) melaporkan craze line dan retak sebagian setelah preparasi. Cracks akan memanjang jika mendapat tekanan yang konstan dan menciptakan fraktur. Defek dentin yang terjadi akibat preparasi dapat dikategorikan sebagai garis yang berjalan dari satu permukaan dentin ke permukaan lainnya, yang menghasilkan fraktur (garis yang berjalan dari dalam saluran akar mencapai permukaan luar), craze line (garis yang berada pada dentin, tidak mencapai lumen saluran akar) ataupun retak sebagian. Retak, serta patahnya dentin disebabkan karena kekuatan tarik pada dinding saluran akar melebihi kekuatan tarik pada dentin Aksi mekanis dari intrumentasi saluran akar dapat merusak integritas dari saluran akar dengan menciptakan defek dentin ataupun retak, yang telah diobservasi pada beberapa studi. Retak yang terjadi setelah preparasi saluran akar akan menciptakan tekanan yang terlokalisir, sehingga saat dentin digunakan dalam tekanan yang konstan, retak akan menjadi tumpul dan meningkatkan tekanan yang terjadi (Bier dkk., 2009) Tekanan paling tinggi pada dentin saluran akar saat preparasi crown down dihasilkan saat pergantian instrumen 0,04 ke 0,06. Bier dkk. (2009) mengatakan bahwa preparasi dengan continuous rotation akan menghasilkan defek dentin
4
sebesar 16%. Studi Liu dkk. (2013) memperlihatan bahwa gerakan resiprokal hanya memperlihatkan defek 5% sementara continuous rotation mencapai 50%. Hin dkk. (2013) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa gerakan resiprokal dengan self adjusting file sama sekali tidak menimbulkan keretakan mikro sementara dengan continuos rotation menciptakan keretakan mikro hingga 30%, sehingga dapat disimpulkan gerakan resiprokal menimbulkan defek dentin yang lebih rendah. El Nasr dan El Kader (2014) mengatakan putaran yang terus menerus dari file NiTi akan menciptakan defek dentin dan penggunan single-file akan mengurangi kontak instrumen dengan dentin saluran akar sehingga integritas dentin dapat terjaga. Pemotongan continuous rotation juga lebih agresif dibandingkan gerakan resiprokal, hal ini membuat dentin lebih tipis pada preparasi continuous rotation (Berutti dkk.,2012). Dentin yang tipis sebagai hasil preparasi juga akan melemahkan struktur gigi dan meningkatkan resiko fraktur akar (Kim dkk.,2010). Hal ini membuat gerakan resiprokal lebih aman dibanding continuos rotation. Medikamen intrakanal untuk disinfeksi saluran akar yang paling sering digunakan
adalah
kalsium
hidroksida
(Ca(OH)2)
dibandingkan
dengan
champorated chlorophenol dan bahan lainnya (Grossman dkk.,1995). Ca(OH)2 pertama kali diperkenalkan pada tahun 1920, penggunannya sangat luas pada bidang kedokteran gigi, beberapa diantaraya termasuk medikasi intrakanal hingga kapping pulpa. Kemampuan Ca(OH)2 termasuk pH-nya yang tinggi, efek antimikroba dan stimulasi jaringan keras sehingga dipakai pada perawatan
5
apeksifikasi ataupun pada kasus resorbsi akar dan untuk memicu penyembuhan lesi periapikal yang besar, dan Ca(OH)2 dapat diaplikasikan mulai satu minggu hingga satu bulan sampai hasil yang diharapkan tercapai (Zmener dkk., 2007) Ca(OH)2 adalah bahan yang bersifat basa kuat dengan pH antara 12,5-12,8 dan mempunyai aktivitas antimikroba. Dalam penggunaannya, serbuk Ca(OH)2 ditambah bahan pencampur salin akan terurai menjadi ion kalsium (Ca2+) dan ion hidroksil (OH-). Ca(OH)2 adalah bahan yang digunakan pada seluruh kasus perawatan saluran akar dengan nekrosis pulpa dibandingkan bahan medikamen lain karena sifat baiknya tersebut (Lee dkk., 2009). Penggunaan Ca(OH)2 pada
apeksifikasi dilakukan hingga terbentuk
barrier pada ujung akar, dan diganti hingga maksimal 2 minggu selama perawatan (Ingle and Bakland, 2002). Athanassiadis dkk. (2007) mengatakan bahwa ion hidroksil akan berdifusi hanya beberapa jam setelah aplikasi, tetapi untuk mencapai permukaan luar dentin membutuhkan waktu 1-7 hari dan 3-4 minggu untuk mencapai pH maksimal yang stabil Penggunaan Ca(OH)2 dalam jangka panjang ternyata dapat melemahkan struktur dentin. Sudah ada penelitian yang melaporkan bahwa alkalinitas yang tinggi dari Ca(OH)2 dapat mendenaturasi gugus karboksilat dan fosfat dentin sehingga struktur ini rusak dan menurunkan daya tahan fraktur dan dilaporkan mencapai 23% setelah 28 hari (Rosenberg dkk, 2007). Tes mekanis dari spesimen menggunakan Ca(OH)2 selama 5 minggu menunjukkan terjadi kekuatan dentin berkurang sebesar 32%, bahkan hingga 59% setelah penggunaan sodium
6
hipoklorit 5% (Shin dkk.,2011). Studi Sahebi dkk. (2010) tentang Micro Tensile Fracture Strength (MTFS) dari dentin mendapatkan bahwa gigi yang diberi Ca(OH)2, didapatkan MTFS mulai berkurang dari hari ke-7. Penggunaan alkali seperti (Ca(OH)2) dapat melarutkan, mendenaturasi sampai menetralisir komponen organik asam dalam jaringan dentin yang berperan sebagai agen bonding antara kristal hidroksiapatit dan kolagen fibril, yang berujung pada berkurangnya kekuatan dentin, sehingga penggunaan jangka panjangnya akan membuat gigi rentan fraktur (Hulsmann, 2013) Kekuatan
gigi
pasca
perawatan
saluran
akar
dinilai
dengan
mengaplikasikan tekanan, sehingga didapat nilai maksimal yang dapat diterima sebelum gagal atau patah. Ketahanan terhadap fraktur ( fracture strength) pada gigi pasca perawatan saluran akar dipengaruhi oleh bahan kimia selama perawatan, bakteri yang berada dalam dentin, faktor preparasi dan hilangnya jaringan keras dentin, faktor restorasi serta umur (Kishen,2006). Kekuatan terhadap fraktur biasanya diukur setelah saluran akar diberi perlakuan yang menurut teori dapat melemahkannya dengan mengaplikasikan tekanan luar hingga akar menjadi patah. (Sahebi dkk., 2010). Dari uraian diatas, diketahui bahwa dalam proses perawatan saluran akar ternyata preparasi dan medikasi untuk disinfeksi saluran yang dipakai dapat mengurangi kekuatan terhadap fraktur (fracture strength). Teknik pemakaian instrumen akan bekerja pada komponen jaringan keras (anorganik) dengan mengurangi dentin dan dapat menciptakan defek pada dentin selama perawatan
7
saluran akar serta medikamen saluran akar yaitu Ca(OH)2 akan bekerja pada komponen organik dari dentin yaitu kolagen yang berfungsi sebagai penahan fraktur yang rusak akibat aplikasi dan mengurangi kekuatan terhadap fraktur, sehingga menjadi penting untuk melihat kombinasi keduanya memberikan perbedaan terhadap kekuatan akar terhadap fraktur. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: apakah terdapat perbedaan ketahanan fraktur akar antara teknik preparasi crown down dengan gerakan continuous rotation dan gerakan resiprokal serta lama aplikasi Ca(OH)2 dalam saluran akar. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ketahanan fraktur akar antara teknik preparasi crown down dengan gerakan continuous rotation dan gerakan resiprokal serta lama aplikasi Ca(OH)2 dalam saluran akar. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah di bidang kedokteran gigi dan sebagai pertimbangan klinisi dalam menggunakan teknik preparasi serta lama waktu yang tepat dalam penggunaan Ca(OH)2 jangka panjang sehingga menghasilkan kekuatan dentin yang maksimal pasca perawatan saluran akar.
8
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran penulis, sejauh ini belum ada penelitian tentang perbedaan ketahanan fraktur akar antara teknik preparasi crown down dengan gerakan continuous rotation dan gerakan resiprokal serta lama aplikasi Ca(OH)2 di dalam saluran akar. Penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Shin dkk. (2011) yang meneliti dentin fracture strength dengan menggunakan ProTaper dan pasta Ca(OH)2. Penelitian ini berbeda karena menggunakan 2 jenis preparasi yaitu crown down dengan continuous rotation dan gerakan resiprokal serta aplikasi Ca(OH)2 menggunakan serbuk dengan bahan pencampur salin. Metode penelitian yang digunakan adalah membandingkan hasil mean francture strength (Newton) dari gigi dengan aplikasi Ca(OH)2 dengan jangka waktu 7 hari dan 30 hari dengan gerakan continuous rotation dan gerakan resiprokal