I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan Perawatan saluran akar merupakan perawatan endodontik yang paling banyak dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan keberhasilannya (Musani dkk., 2009). Salah satu tahap penting dalam perawatan saluran akar adalah tahap pembersihan dan pembentukan (cleaning and shaping) yang betujuan untuk menghilangkan iritan baik berupa bakteri beserta produknya, jaringan nekrotik, jaringan organik dan anorganik maupun iritan lainnya dengan menggunakan bahan irigasi saluran akar (Moogi dan Rao, 2010). Natrium hipoklorit (NaOCl) dan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) merupakan bahan irigasi yang sering digunakan selama perawatan saluran akar, karena kedua bahan ini mempunyai fungsi yang saling melengkapi. Natrium hipoklorit berfungsi untuk melarutkan jaringan organik, mempunyai tegangan permukaan yang rendah, berfungsi sebagai pelumas dan desinfektan. Pada saat terurai, natrium hipoklorit membentuk natrium klorit dan oksigen bebas. Oksigen bebas ini dapat menghambat polimerisasi material adhesif. Tidak sempurnanya proses polimerisasi akan mengakibatkan ikatan antara material adhesif dan struktur gigi tidak terbentuk dengan baik (Zaparolli dkk., 2012). EDTA berfungsi sebagai pelarut komponen anorganik pada lapisan smear sehingga proses pembersihan dan pembentukan lebih optimal (Garg dan Garg, 2008). EDTA juga berfungsi untuk dekalsifikasi dentin peritubuler dan intertubuler dengan membentuk kelasi dengan ion kalsium (Cecchin dkk., 2010). Dekalsifikasi ini menyebabkan perubahan rasio kalsium dan fosfat pada dentin 1
2
yang berpengaruh pada permeabilitas, solubilitas , kekerasan mikro, dan adhesi bahan bonding terhadap dentin (Garcia-Godoy dkk., 2005). Klorheksidin diglukonat juga dapat digunakan sebagai larutan irigasi saluran akar karena mempunyai daya antibakteri spektrum luas dengan toksisitas rendah. Beberapa penelitian membuktikan bahwa klorheksidin diglukonat adalah satusatunya bahan irigasi yang mampu membunuh Enterococcus faecalis yang merupakan bakteri dominan pada gigi nekrosis sehingga penggunaan klorheksidin diglukonat yang paling tepat adalah untuk kasus-kasus nekrosis pulpa. Efek anti bakteri dari klorheksidin diglukonat akan jauh lebih efektif apabila saluran akar diirigasi lebih dahulu dengan NaOCl (Gomes dkk., 2013). Penggunaan klorheksidin diglukonat sebagai matrix metalloproteinase (MMP) inhibitor dapat meningkatkan pelekatan material adhesif dengan struktur dentin (Moon dkk., 2010 ). Interaksi EDTA dan klorheksidin dapat membentuk presipitat berwarna putih susu (milky white) yang dapat menyumbat tubuli dentinalis sehingga mempengaruhi pelekatan material adhesif dengan struktur gigi. Akuades sering digunakan sebagai larutan perantara diantara penggunaan EDTA dan klorheksidin untuk mencegah terjadinya presipitat ini
(Gomes dkk., 2013). Penggunaan
klorheksidin diglukonat dan NaOCl tanpa diselingi pemberian akuades juga dapat membentuk presipitat berwarna orens kecoklatan yang disebut dengan parachloroaniline, presipitat ini juga dapat mempengaruhi pelekatan material adhesif dengan gigi.(Moon dkk., 2010).
3
Pada saat melakukan irigasi saluran akar, bahan irigasi saluran akar akan meluap dan berkontak dengan dentin kamar pulpa sehingga dentin kamar pulpa ikut terpapar dengan bahan larutan irigasi . Dentin pada kamar pulpa merupakan daerah yang paling sering tergenang larutan irigasi setelah dentin saluran akar. Struktur dentin pada kamar pulpa berbeda dalam hal dentin intertubuler yg berjumlah lebih sedikit dan tubuli dentinalis dengan densitas tinggi (65.000 mm 2 ) dengan diameter lebih besar dan kandungan air yang lebih tinggi (Pegado dkk., 2010). Santos dkk. (2006) melaporkan bahwa penggunaan bahan irigasi saluran akar dapat mengubah struktur dentin pada gigi pasca perawatan saluran akar. Permukaan dentin tersebut selanjutnya akan berkontak dengan material restorasi dan mempengaruhi pelekatannya. Pembuatan restorasi gigi dianjurkan segera setelah perawatan saluran akar selesai. Restorasi ini bertujuan untuk mengembalikan fungsi fisiologis maupun estetik gigi serta meminimalisir kontaminasi bakteri dari koronal. Restorasi gigi pasca perawatan saluran akar biasanya diletakkan pada dentin kamar pulpa untuk menggantikan struktur gigi yang hilang pada saat dilakukan pembukaan atap pulpa. Restorasi gigi yang baik diperoleh dari teknik persiapan preparasi kavitas dan tahap aplikasi material yang tepat serta pemilihan material restorasi yang sesuai untuk mencegah terjadinya kebocoran mikro pada gigi pasca perawatan saluran akar. Salah satu teknik yang dapat dilakukan adalah restorasi direct menggunakan resin komposit karena memungkinkan distribusi gaya-gaya fungsional serta bersifat non invasif (Nagpal dkk., 2014).
4
Salah satu jenis resin komposit yang dapat digunakan untuk menggantikan dentin adalah resin komposit bulkfill. Metode bulkfill adalah teknik penempatan resin komposit dengan satu kali aplikasi dengan tebal maksimal 4mm kemudian diaktivasi sinar (Ilie dkk., 2013). Terdapat dua jenis komposit bulkfill berdasarkan viskositasnya, yaitu resin komposit bulkfill viskositas rendah dan resin komposit bulkfill viskositas tinggi (Lazarchik dkk., 2007). Menurut Scotti dkk. (2014) resin komposit bulkfill viskositas rendah mengandung modifiers yang berfungsi sebagai modulator polimerisasi. Modulator ini mempunyai berat molekul yang tinggi berfungsi
untuk
meningkatkan
fleksibilitas
sehingga
dapat
mengurangi
pengerutan pada saat polimerisasi. Karena sifatnya yang cair, resin komposit ini mempunyai daya pembasahan yang tinggi sehingga mampu menutup celah celah kecil, mengurangi stress pada permukaan interfasial antara gigi dan resin komposit akibat pengerutan saat polimerisasi. Resin komposit tidak memiliki sifat adhesif terhadap struktur gigi, oleh karena itu diperlukan material adhesif (bonding agent) agar terjadi pelekatan yang baik antara struktur gigi dengan tumpatan. Salah satu klasifikasi untuk mengelompokkan bahan bonding dentin adalah berdasarkan jumlah tahapan pada saat aplikasi klinis yang dikenal dengan sebutan sistem total etch (etch and rinse) dan self etch (Yesilyurt dan Bulucu, 2006). Sistem total etch ini terdiri dari proses pengetsaan dilanjutkan dengan pembilasan, dan pemberian primer serta material adhesif dilanjutkan dengan proses polimerisasi (Proenca dkk., 2007). Sistem self etch terbagi menjadi two bottle self etch adhesive dan all in one self etch adhesive. Two bottle self etch
5
adhesive terdiri dari dua sediaan, pertama berisi bahan etsa dan primer tergabung ke dalam satu larutan, dan botol kedua berisi monomer adhesif. Terdiri dari 2 aplikasi dan satu aplikasi. Metode satu kali aplikasi lebih banyak menyerap air (hidrofilik) dibandingkan dengan dua kali aplikasi sehingga lebih sering menyebabkan kegagalan ikatan pelekatan,
metode 2 aplikasi menghasilkan
lapisan hibrid yang lebih tebal dibandingkan dengan satu aplikasi sehingga mempunyai kekuatan mekanis lebih tinggi (van Meerbeek dkk., 2011), 2). All in one self etch adhesive terdiri dari satu tahap aplikasi pada satu larutan yang terdiri dari etsa, primer dan adhesif. Kekurangan jenis bahan bonding ini adalah ikatan pelekatan yang rendah dengan struktur gigi yang disebabkan oleh larutan all in one self etch adhesive yang telah terpolimerisasi merupakan komponen yang porus, berperan sebagai membran yang semipermiabel yang memungkinkan cairan bergerak melewati lapisan adhesif dan menyebabkan kebocoran nano pada lapisan adhesif (Tay dkk., 2002). Kebocoran mikro merupakan salah satu parameter untuk membandingkan sealing abilty dari material adhesif. Kebocoran mikro umumnya ditemukan antara dinding kavitas dengan material restorasi. Adanya kebocoran mikro dapat memicu terjadinya karies sekunder, hipersensitifitas gigi, perubahan warna dentin, peradangan pulpa dan kegagalan perawatan endodontik ( Yavuz dan Aydin, 2010). Barutcigil dkk. (2012) menyebutkan bahwa larutan irigasi saluran akar memberikan pengaruh yang berbeda-beda pada pelekatan bonding pada dentin kamar pulpa. Moghaddas dkk. (2014) juga menyebutkan bahwa ikatan bahan
6
bonding dengan dentin kamar pulpa dipengaruhi oleh berbagai macam larutan irigasi yang digunakan pada saat perawatan saluran akar. Pada penelitian ini menggunakan resin komposit bulkfill viskositas rendah, karena resin
komposit ini
mampu meminimalkan shrinkage stress saat
polimerisasi. Shrinkage stress resin komposit saat polimerisasi dapat melebihi kekuatan sistem bonding sehingga kebocoran mikro yang terjadi berasal dari resin komposit bukan dari sistem bonding. Pemilihan resin komposit bulkfill viskositas rendah diharapkan mampu menimalkan shrinkage stress sehingga kebocoran mikro yang berasal dari material restorasi dapat diabaikan (Mattinlinna dan Mittal,2009). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan suatu permasalahan apakah ada pengaruh kombinasi larutan irigasi saluran akar dan jenis bahan bonding terhadap kebocoran mikro restorasi resin komposit bulkfill viskositas rendah pada dentin kamar pulpa. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi larutan irigasi saluran akar dan jenis bahan bonding terhadap kebocoran mikro restorasi resin komposit bulkfill viskositas rendah pada dentin kamar pulpa.
7
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk : 1. Pada aplikasi klinis diharapkan dapat memberikan informasi dan pertimbangan bagi dokter gigi dalam penggunaan kombinasi larutan irigasi saluran akar dan pemilihan jenis bahan bonding yang paling sesuai digunakan untuk gigi pasca perawatan saluran akar agar didapatkan restorasi yang kuat dan tahan lama. 2. Menambah pengetahuan dan pengembangan ilmu kedokteran gigi, khususnya ilmu konservasi gigi. E. Keaslian Penelitian Sejauh ini penelitian mengenai pengaruh larutan irigasi saluran akar terhadap dan jenis bahan bonding terhadap kebocoran mikro restorasi resin komposit bulkfill viskositas rendah
pada dentin kamar pulpa belum pernah dilakukan.
Nagpal dkk. (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh larutan irigasi (EDTA 17% + NaOCl 5,25%) terhadap kobocoran mikro pada kamar pulpa menggunakan 3 macam bahan bonding generasi 5, 6 dan 7 didapatkan hasil kebocoran mikro terendah adalah pada kelompok menggunakan bahan bonding generasi ke 7. Agrawal dkk. (2012) juga melakukan penelitian tentang pengaruh larutan irigasi saluran akar (klorheksidin 2%, EDTA 17% + NaOCl 5,25) terhadap sealing ability bahan bonding self etch (Adper Easy One dan Xeno 5) didapatkan hasil penggunaan EDTA 17% + NaOCl 5,25 % secara signifikan menurunkan tingkat kebocoran mikro dengan menggunakan bonding Adper Easy One sementara penggunaan klorheksidin tidak berpengaruh terhadap sealing ability bahan bonding self etch.