I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang Perawatan saluran akar bertujuan untuk mempertahankan fungsi gigi. Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap yaitu preparasi, sterilisasi dan obturasi saluran akar. Obturasi saluran akar adalah salah satu tahapan penting dalam menentukan keberhasilan perawatan saluran akar. Tujuan obturasi saluran akar adalah untuk mendapatkan suatu kondisi yang disebut fluid tight seal, yaitu kemampuan untuk mencegah merembesnya cairan jaringan ke dalam saluran akar. Keadaan ini diperlukan untuk mencegah adanya kebocoran (penutupan) saluran akar yang dapat menyebabkan kontaminasi bakteri sehingga menyebabkan kegagalan perawatan saluran akar (Ingle dkk., 2008). Salah satu penyebab kegagalan perawatan saluran akar adalah obturasi saluran akar yang tidak hermetis. Kehilangan kerapatan atau seal apikal saluran akar dapat menyebabkan terjadinya suatu kebocoran sistem saluran akar, yang akan menyebabkan kegagalan perawatan (Ingle dkk., 2008). Kebocoran obturasi ini dapat terjadi di antara siler dan dinding saluran akar, diantara bahan obturasi dan siler atau pada siler itu sendiri yang mengalami kelarutan. Sebagian besar kebocoran obturasi saluran akar terjadi antara siler dengan dinding saluran akar (Devcic dkk., 2005). Salah satu faktor yang berperan dalam menunjang kerapatan penutupan apeks adalah pemilihan siler saluran akar yang digunakan bersama dengan bahan obturasi saluran akar. Bahan obturasi yang digunakan dalam perawatan saluran 1
akar sejak tahun 1867 adalah guta perca (Ingle dkk, 2008). Siler saluran akar digunakan untuk mengisi celah antara bahan obturasi dan dinding saluran akar, sebagai perekat antara bahan obturasi dan dinding saluran akar serta mengisi saluran akar lateral dan saluran tambahan. Beberapa macam bahan siler saluran akar yang ada pada saat ini adalah yang berbahan dasar zinc okside eugenol, zinc okside, resin, kalsium hidroksida, dan semen ionomer kaca (Topalian, 2002). Kriteria siler yang ideal adalah tidak mudah larut, bersifat biokompatibel dengan jaringan periradikular atau periapikal, berkemampuan antibakteri, radiopak, memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat mengisi kanal asesoris, tidak menyusut selama pengerasan, terutama dapat berikatan baik dengan bahan pengisi utama yaitu guta perca dan dinding saluran akar sehingga dapat mencegah kebocoran (Grossman, 1995). Hasil obturasi saluran akar harus menutup semua sistem saluran akar yang berhubungan dengan periodontium, memadat dan melekat pada dinding saluran akar. Hal ini diperoleh dari tahap preparasi, sterilisasi, teknik pengisian dan pemilihan bahan obturasi saluran akar (Grossman, 1995). Siler saluran akar yang mengandung kalsium hidroksida meningkatkan kemampuan menstimulasi pembentukan daerah apikal, mampu menyesuaikan kondisi dalam intratubular, antibakteri, serta mampu melarutkan sisa jaringan. Siler ini memberikan kemampuan penutupan yang lebih baik dibanding siler zinc oxide eugenol. Hal ini disebabkan adanya penetrasi kalsium hidroksida ke dalam tubulus dentin dan juga adaptasi yang baik dengan dentin dan guta perca (Rajput dkk., 2004). 2
Siler berbahan dasar resin dianggap sebagai siler yang sangat baik tingkat kerapatannya terhadap dinding saluran akar (Pommel dkk., 2003). Hal ini disebabkan siler berbahan dasar resin mempunyai daya larut yang rendah (Wu, dkk., 2002). Penggunaan siler berbahan dasar resin mengalami peningkatan meskipun telah diketahui sifat toksisitasnya dan mutageniknya (Huang dkk., 2001). Umumnya siler resin bersifat toksik pada awal berkontak dengan jaringan dan berkurang seiring dengan perjalanan waktu, saat konsentrasi bahan penyebab iritasi menurun (De Almeida dkk., 2007). Sifat menguntungkan lain dari siler ini adalah kelarutan yang rendah terhadap cairan jaringan, toksisitas yang rendah, sifat daya anti bakteri yang tinggi, radiopasitas yang tinggi, waktu kerja panjang dan dapat melekat pada dentin pada keadaan yang lembab (Ingle dkk., 2008). Siler resin yang sering dipakai saat ini adalah siler berbahan dasar resin epoksi. Siler ini digunakan untuk obturasi akhir gigi permanen dengan satu atau beberapa guta perca point. Siler resin epoksi terdiri dari dua komponen pasta yaitu pasta A dan pasta B. Pasta A komposisinya terdiri dari bisphenol-A epoxy resin, bisphenol-F epoxy resin, calcium tungstate, silica, zirconium oxide, iron oxide pigments, sedangkan pasta B komposisinya terdiri dari dibenzyldiamine, aminoadamantane, tricyclodecane-diamine, calcium tungstate, zirconium oxide, silica, silicone oil. Siler resin epoksi bersifat hidrofobik dan tidak mengeluarkan paraformaldehid pada saat pengadukan (Pommel dkk., 2003). Menurut Kokkas dkk (2003), siler berbahan dasar resin epoksi adalah siler untuk perawatan saluran akar yang digunakan bersama bahan pengisi saluran akar guta perca dengan teknik kompaksi vertikal ataupun kompaksi lateral. Siler 3
berbahan dasar resin epoksi dapat masuk lebih dalam ke daerah struktur dentin karena siler ini mempunyai daya alir yang tinggi dan mempunyai waktu pengerasan lebih lama (Saleh dkk., 2004). Siler ini dapat berdifusi dengan baik hingga ke tubulus dentin dan membentuk suatu ikatan yang kuat antara siler dengan dentin (Sousa-Neto dkk., 2002). Siler resin methacrylate merupakan siler berbahan dasar resin yang mengeras secara dual cure dan komposisinya terdiri dari zinc oxide, barium sulfate, resin, dan pigmen dari matriks urethane dimethacrylate (Pameijer dkk., 2010). Siler ini bersifat hidrofilik sehingga mampu berpenetrasi ke dalam tubulus dentin. Sifat inilah yang memberikan keunggulan siler berbahan dasar resin methacrylate dibandingkan siler resin lainnya. Selain itu, siler ini tidak memerlukan bahan bonding dentin dalam penggunaannya (Pameijer dan Zmener, 2010). Siler berbahan dasar resin methacrylate dapat menghasilkan penutupan yang efektif. Siler resin methacrylate sebaiknya menggunakan gutta percha points methacrylate yaitu guta perca yang dilapisi resin untuk mendapatkan kerapatan yang baik dan dikenal sebagai monoblock. (Sahni dkk., 2008). Siler resin methacrylate juga menggunakan konsep ADOTM (Apically Delivery Obturation) yang memungkinkan pencapaian hasil yang cepat dan efektif dalam obturasi saluran akar. Secara klinis dan radiografis, siler berbahan dasar resin methacrylate memiliki adaptasi yang baik dengan dinding dentin dan guta perca (Pameijer dan Zmener, 2010). Siler saluran akar yang berbahan dasar resin diyakini memiliki kemampuan yang lebih baik mengurangi kebocoran apikal saluran akar. Evaluasi 4
kerapatan penutupan apikal dapat dilihat dengan cara mengukur kebocoran apikal dengan berbagai metode yang nantinya dapat dijadikan sebagai referensi bagi para klinisi. B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan kebocoran apikal pada obturasi saluran akar menggunakan siler berbahan dasar kalsium hidroksida, resin epoksi dan resin methacrylate. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya perbedaan kebocoran apikal pada obturasi saluran akar antara siler berbahan dasar kalsium hidroksida, resin epoksi dan resin methacrylate. D. Manfaat Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
sumbangan
bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian di bidang kedokteran gigi, khususnya di bidang konservasi gigi, dan dapat menambah pengetahuan, pengalaman, serta wawasan peneliti agar lebih memahami dalam memilih bahan obturasi yang dapat menghasilkan kerapatan apikal yang baik sehingga perawatan saluran akar berhasil. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menambah wawasan sejawat, serta meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan gigi kepada masyarakat. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian terdahulu. Pada penelitian terdahulu yaitu Drukteinis dkk (2009) menggunakan dua teknik 5
pengisian saluran akar yaitu teknik single cone dan teknik kondensasi lateral, serta menggunakan tiga macam siler yaitu AH-26, Apexit sealer, dan Sealite ultra sealer. Peneliti ini menggunakan metode filtrasi cairan untuk meneliti kebocoran apikal. Pada penelitian ini, teknik obturasinya menggunakan teknik single cone dan bahan obturasinya menggunakan siler berbahan dasar kalsium hidroksida, resin epoksi, dan resin methacrylate. Metode yang digunakan untuk mengukur kebocoran apikal dengan menggunakan tes penetrasi larutan warna metylen blue 2%.
6