I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami fraktur dibandingkan gigi dengan pulpa yang masih vital. Hal ini terutama disebabkan karena adanya struktur difek akibat karies dan preparasi gigi (Faria dkk., 2011). Kehilangan struktur anatomi seperti dinding kamar pulpa dan satu atau lebih marginal ridge, mengakibatkan risiko yang lebih besar terjadinya fraktur (Burke, 1992). Resistensi fraktur dan struktur jaringan gigi yang tersisa pasca perawatan saluran akar mempengaruhi prosedur restorasi (Peroz dkk., 2005). Banyak penelitian menunjukkan bahwa gigi pasca perawatan saluran akar lebih getas dan mudah terjadi fraktur. Beberapa perubahan yang terjadi pada gigi yang telah dilakukan PSA antara lain: kehilangan integritas, kelembaban dan kekerasan dentin (Guttman, 1992). Pada gigi non vital terjadi kehilangan sumber nutrisi untuk menyuplai dentin, sehingga terjadi perubahan yang progresif pada kemampuan biomekanis dentin (Sedgley dan Messer, 1992). Gigi premolar merupakan gigi yang memiliki sifat khusus sebagai gigi posterior karena selain memiliki fungsi estetik dalam menciptakan senyuman juga berperan sebagai alat mastikasi dimana pada gigi tersebut terdapat kombinasi beban antara gaya tekan dan gaya geser, sehingga apabila gigi tersebut mengalami kerusakan maka diperlukan restorasi berkekuatan tinggi dan estetik yang baik. (Belli dkk., 2005).
1
Restorasi
dengan
perlindungan
pada
bagian
koronal
gigi
dapat
meningkatkan kekuatan gigi pasca perawatan endodontik, tetapi masih terdapat kerugian dalam penggunaannya. Pada restorasi menggunakan logam cenderung tidak estetik, sedangkan penggunaan porselin pada bagian oklusal dapat menyebabkan terjadinya keausan pada gigi antagonis. Penggunaan resin komposit indirek sebagai bahan restorasi perlindungan koronal merupakan alternatif pemilihan
restorasi
tetapi
secara
klinis
keawetannya
belum
banyak
didokumentasikan. Mahkota penuh berbahan porselin fusi metal (PFM) merupakan cara menyelesaikan masalah tersebut, tetapi prosedur ini bersifat tidak konservatif dan lebih mahal (Uyehara dkk., 1999). Restorasi bertujuan antara lain untuk melindungi dan memperkuat struktur jaringan sehat gigi yang masih tersisa, hal ini didukung dengan adanya restorasi adhesif yang sesuai dengan prinsip preparasi invasi minimal atau pengurangan jaringan sehat sedikit mungkin (Deliperi dan Baldwell, 2009). Resistensi fraktur merupakan kemampuan gigi dapat menahan beban pengunyahan supaya tidak mengalami fraktur (Nam dkk., 2010). Hernandez dkk. (1994) menjelaskan bahwa resistensi fraktur pada gigi premolar pasca perawatan saluran akar dapat meningkat dengan penggunaan dentin bonding dan resin komposit. Bahan tersebut dapat memberikan kontribusi dalam meningkatkan resistensi fraktur karena berfungsi memperkuat struktur gigi (Siso dkk., 2007). Penggunaan resin komposit sebagai bahan restorasi memerlukan bahan bonding yang berfungsi melekatkan resin komposit pada struktur gigi, sehingga kualitas restorasi berbahan resin komposit dapat meningkat (Craig dan Powers, 2002).
2
Kemajuan teknologi dalam sistem adhesif dan adanya generasi baru resin komposit dalam bidang konservasi memungkinkan dilakukan restorasi pada gigi secara langsung menggunakan resin komposit karena mempunyai estetik yang baik (Belli dkk., 2005). Pengerutan resin komposit saat polimerisasi merupakan masalah yang belum dapat dihilangkan, salah satu cara yang digunakan untuk mengurangi stress akibat pengerutan adalah menggunakan teknik restorasi secara berlapis (Ruiz, 2010), tetapi cara ini membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuatannya karena aplikasi komposit dilakukan secara lapis demi lapis (Kwong, 2012). Beberapa tahun belakangan ini, diperkenalkan jenis resin komposit bulk fill untuk restorasi gigi posterior. Resin komposit ini dapat diaplikasikan dengan teknik bulk yaitu aplikasi resin komposit secara sekaligus ke dalam kavitas setebal 4 mm, sehingga restorasi dapat dilakukan dengan lebih cepat dan mudah (Kwong, 2012). Resin komposit bulk fill memiliki beberapa karakteristik penting antara lain pengerutan polimerisasinya rendah sehingga dapat mengurangi kebocoran mikro, dapat disinar sampai kedalaman 4 mm sehingga mengurangi waktu yang dibutuhkan pada teknik berlapis, lebih mengalir sehingga mudah beradaptasi pada kavitas termasuk tepi servikal, mudah penggunaannya serta memiliki sifat fisik yang baik seperti tahan terhadap tekanan dan mudah dipoles (Ruiz, 2010). Stres dan pengerutan polimerisasi pada restorasi resin komposit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil akhir suatu restorasi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut terdapat metode aplikasi lapisan intermediate dengan modulus elastisitas dan viskositas rendah diantara dentin bonding agent dan resin
3
komposit sebagai bahan stress breaker karena dapat menyerap gaya akibat adanya pengerutan polimerisasi (Smith dan Schuman, 1997). Salah satu bahan yang bisa digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah resin komposit flowable, meskipun dalam penggunaannya apabila dilakukan tersendiri tidak dapat meningkatkan resistensi fraktur, tetapi apabila digabungkan dengan polyethylene fiber didalamnya maka dapat meningkatkan resistensi fraktur (Burke, 1992). Penggabungan dua material ini berfungsi sebagai stress absorber karena memiliki modulus elastisitas yang rendah (Faria dkk., 2011). Fiber Reinforced Composite (FRC) merupakan kombinasi fiber dan matriks resin. Fiber merupakan bagian penguat yang dapat memberikan stabilitas dan kekakuan, sedangkan matriks resin merupakan bagian yang melindungi, dapat meningkatkan kekuatan dan membuat bahan tersebut dapat difungsikan (Freilich dkk., 2000; Oshagh dkk., 2009). Karakteristik mekanik dan efektivitas peningkatan kekuatan fiber pada FRC berdasarkan pada jenis fiber (Glass, Carbon, Polyethylene, Aramid), kuantitas fiber, struktur fiber (searah, dua arah dan acak), posisi fiber, adhesi fiber dengan matriks resin, sifat fiber dan matriks resin, kualitas peresapan fiber dan penyerapan air pada matriks FRC (Al-Dharwish dkk., 2007; Garoushi dan Vallitu, 2006). Sekarang ini banyak jenis fiber yang digunakan sebagai penguat komposit, dengan perbedaan kekuatan fisik dan mekanik (Ellakwa dkk., 2002). Kekuatan fisik dan mekanik yang merupakan efek penguat fiber dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis fiber yang digunakan (Ellakwa dkk., 2001).
4
Sistem penguatan fiber merupakan teknik inovatif yang digunakan untuk meningkatkan daya tahan dan toleransi terhadap kerusakan pada suatu restorasi berbahan resin komposit (Abdulmajeed dkk., 2011; van Heumen dkk., 2008). Meskipun beberapa penelitian telah menyelidiki kinerja FRC dalam bidang kedokteran gigi, tetapi jumlah literatur ilmiah penggunaan FRC sebagai bahan restorasi gigi tunggal masih terbatas. Menurut hasil penelitian sebelumnya, penambahan polyethylene fiber ke dalam kavitas pada daerah sepertiga gingiva dan oklusal dapat meningkatkan resistensi fraktur pada gigi molar (Belli dkk., 2005). Keunggulan anyaman polyethylene fiber mempunyai kekuatan dan resistensi fraktur yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan glass fiber dan karbon (Ferrari dkk., 2008). Glass fiber merupakan fiber berbahan dasar silika (SiO2) yang paling sering digunakan untuk memperkuat matriks polimer (Zhang dan Matinlinna, 2011). Keuntungan dari penggunaan glass fiber adalah harganya murah, tensile strength tinggi, dan tahan terhadap zat-zat kimia. Kerugian dari penggunaan glass fiber adalah densitas yang tinggi, hardness tinggi, ketahanan fatique rendah, sensitif terhadap abrasi saat pemakaian (Malick, 2007). Meskipun telah terdapat penelitian yang dilakukan untuk membandingkan penambahan dua jenis fiber yang berbeda pada restorasi resin komposit packable dengan teknik incremental untuk meningkatkan resistensi fraktur gigi premolar pasca perawatan saluran akar (Oskoee dkk., 2011), tetapi belum ada penelitian yang membandingkan penambahan dua jenis fiber yang berbeda pada restorasi resin komposit teknik bulk fill untuk meningkatkan resistensi fraktur gigi premolar pasca perawatan saluran akar.
5
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan suatu permasalahan apakah terdapat pengaruh jenis fiber sebagai penguat restorasi resin komposit bulk fill terhadap resistensi fraktur gigi premolar pasca perawatan saluran akar?.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jenis fiber sebagai penguat restorasi resin komposit bulk fill terhadap resistensi fraktur gigi premolar pasca perawatan saluran akar.
D. Keaslian Penelitian Penelitian yang dilakukan berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Pada penelitian yang dilakukan oleh Oskoee dkk. (2011) membandingkan pengaruh resistensi fraktur gigi premolar maksila pasca perawatan saluran akar dengan penambahan dua jenis fiber yang berbeda (glass fiber & polyethylene fiber) pada restorasi resin komposit packable, sedangkan pada penelitian ini menggunakan resin komposit bulk fill.
E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para dokter gigi sebagai pertimbangan untuk memilih bahan restorasi resin komposit serta teknik aplikasi yang digunakan pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar
6
untuk mengurangi risiko terjadinya fraktur sehingga gigi dapat berfungsi kembali secara optimal dan restorasi dapat bertahan lama, serta bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
7