I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan Resin komposit merupakan bahan restorasi gigi yang telah lama digunakan untuk menggantikan jaringan gigi yang hilang dan mampu memodifikasi warna serta kontur gigi sehingga meningkatkan faktor estetik restorasi (Craig dan Powers, 2006). Resin komposit dapat digunakan untuk beberapa macam aplikasi, antara lain untuk merestorasi gigi anterior dan posterior yang patah atau terkena karies, penyesuaian oklusi, sementasi dari restorasi indirect (tidak langsung), perekat braket ortodontik, dan mentransformasi gigi secara estetik (Schneider dkk., 2010). Faktor
estetik merupakan faktor utama yang dikembangkan dalam
perkembangan bahan restorasi, sedangkan sifat-sifat biomaterial seperti besarnya pengerutan polimerisasi dan kemampuan adhesi terhadap jaringan keras gigi merupakan syarat utama untuk mencapai keberhasilan klinis (Frankenberger dkk., 2010).
Keberhasilan
klinis
bahan
restorasi
telah
ditingkatkan
melalui
pengembangan resin komposit yang menghasilkan sifat mekanis yang lebih baik, perubahan dimensi yang lebih rendah saat setting, dan wear resistance (Craig dan Powers, 2006). Kekurangan utama resin komposit adalah terjadinya pengerutan selama polimerisasi. Pengerutan polimerisasi dapat menyebabkan deformasi tonjol, microfractures dan turunnya ketahanan terhadap patah tonjol secara drastis (Vyer, 2011). Besarnya pengerutan polimerisasi bergantung pada beberapa faktor,
1
2
termasuk juga pengerutan volumetrik resin komposit, modulus elastisitas, dan faktor konfigurasi kavitas (Faktor C) (Jackson, 2011). Menurut Han (1990), microfractures pada email yang terjadi di sepanjang margin restorasi tepat setelah polimerisasi dapat menyebabkan kebocoran mikro di area tersebut. Selain karena microfractures, kebocoran mikro terjadi karena faktor koefisien muai panas bahan restorasi. Koefisien muai panas resin komposit 3-4 kali lebih besar dibandingkan dengan koefisien muai panas gigi (Gunawan dan Perwitasari, 2001). Akibat perbedaan koefisien muai panas antara bahan restorasi dan gigi dapat menyebabkan celah mikro (Trowbridge, 1987). Pada proses polimerisasi, bahan restorasi mengalami pengerutan yang dapat membentuk celah interfasial di antara bahan restorasi dan dinding kavitas. Melalui celah tersebut, mikroorganisme dan produknya dapat berpenetrasi ke dalam gigi dan menyebabkan karies sekunder, pewarnaan pada restorasi, inflamasi pulpa, dan gigi yang hipersensitif (Aschheim dan Dale, 2001; Yazici dkk., 2002; Chimello dkk., 2002). Hipersensitivitas gigi pasca perawatan disebabkan oleh internal stress yang dirangsang oleh bakteri yang masuk dan berpenetrasi pada gigi melalui celah mikro (Annusavice, 2004). Kebocoran mikro dapat terlihat secara mikroskopis sebagai adaptasi yang buruk antara bahan restorasi dan kavitas, namun kebocoran mikro tidak dapat dideteksi secara klinis (Fabianelli dkk., 2009, sit. Kidd, 1976). Kebocoran mikro merupakan indikator keberhasilan restorasi gigi dan faktor utama yang mempengaruhi keawetan pemakaian restorasi resin komposit. Tes untuk mendeteksi kebocoran mikro merupakan metode penelitian yang sangat umum
3
dilakukan dan
merupakan parameter yang terpercaya untuk memprediksi
performa bahan pada in vivo (Soderholm, 1991). Penelitian tentang kebocoran mikro sampai saat ini merupakan metode yang paling populer untuk mengetahui kualitas dari bahan restorasi (Chimello dkk.,2002; Trowbridge, 1987). Teori lain menurut Mota dkk. (2003) mengatakan hal sebaliknya, bahwa peran kebocoran mikro pada kegagalan restorasi masih kontroversial. Kebocoran mikro mempunyai hubungan dengan pengerutan polimerisasi, jenis resin komposit yang digunakan, beban kunyah, dan teknik penumpatan yang digunakan (Diansari dkk., 2008). Salah satu teknik yang digunakan sebagai standar dalam penumpatan resin komposit adalah teknik inkremental. Teknik inkremental digunakan sebagai standar karena dapat mencegah pembentukan celah yang diakibatkan oleh tekanan pada saat polimerisasi dan dapat menghasilkan ikatan yang lebih baik antara resin komposit dan jaringan gigi (Van Ende dkk., 2012). Bahan resin komposit konvensional yang digunakan pada restorasi posterior tidak akan terpolimerisasi dengan baik jika ketebalan resin lebih dari 2 mm, oleh karena itu, pada kavitas yang kedalamannya lebih dari 2 mm, resin komposit harus ditumpat lapis demi lapis, lalu setiap lapis disinari sebelum lapisan berikutnya diletakkan, dan menjaga agar bahan tidak berlebihan, karena cahaya normal di ruang kerja dapat juga mempolimerisasikan bahan yang tidak terpakai. Setelah lapisan terakhir diletakkan, permukaan oklusal beserta inklinasi tonjolnya dibentuk sebelum dilakukan penyinaran. Teknik ini disebut dengan teknik inkremental (Kidd, 2000).
4
Keuntungan besar dari teknik penumpatan inkremental adalah efeknya terhadap konfigurasi kavitas atau faktor C. Faktor C adalah rasio dari area permukaan dari restorasi yang terikat dan tidak terikat yang mempunyai dampak besar terhadap pengerutan polimerisasi. Peningkatan faktor C menunjukkan adanya peningkatan jumlah area dari permukaan restorasi resin komposit yang terikat dengan dinding kavitas, yang kemudian menyebabkan pengerutan polimerisasi meningkat drastis. Penumpatan dan penyinaran resin komposit secara inkremental akan membuat faktor C dari setiap lapis menurun dan dengan menurunnya faktor C,maka akan terjadi peningkatan kekuatan ikatan yang akan menghasilkan ikatan yang lebih baik antara resin komposit dengan dinding kavitas, sehingga hasil restorasi akan lebih baik
jika dibandingkan dengan
penumpatan teknik bulk (Summitt dkk., 2006). Untuk menguji dapat atau tidaknya menggantikan penggunaan teknik inkremental berlapis dengan teknik satu kali tumpat, maka digunakan kavitas yang dalam dan sempit karena kavitas ini memiliki faktor C yang tinggi. Faktor C yang tinggi pada kavitas menyebabkan pembebasan tekanan saat resin komposit mengalir
menjadi
sangat
terbatas
dan
pengerutan
yang
terjadi
dapat
mempengaruhi kekuatan ikatan (Van Ende, 2013). Kavitas kelas I mempunyai faktor C yang buruk atau tinggi sehingga menghasilkan tekanan saat polimerisasi yang tinggi, jika teknik yang hati-hati tidak dilakukan untuk mengurangi tekanan polimerisasi, maka dapat menyebabkan kebocoran mikro (Kwon dkk., 2012; Vichy dkk., 2009). Studi tentang kebocoran mikro banyak dilakukan pada kavitas kelas I dan kelas V ( Joseph dkk., 2013).
5
Teknik inkremental akan menghasilkan lebih banyak permukaan bebas dibandingkan dengan teknik bulk, hal ini menghasilkan lebih rendahnya pengerutan polimerisasi pada teknik inkremental dibandingkan dengan teknik bulk ,sehingga efek negatif dari pengerutan polimerisasi seperti kebocoran mikro dapat menurun (Kwon dkk., 2012; Vichy dkk., 2005). Penggunaan teknik inkremental menghasilkan kebocoran mikro yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan teknik bulk pada resin komposit low shrinkage (Hermes), nanofiller dan resin komposit hybrid, sehingga pada kavitas kelas I dengan faktor C yang tinggi, teknik inkremental menjadi teknik pilihan (Yamazaki dkk., 2006). Teknik inkremental merupakan teknik yang sulit dan kurang efisien sehingga teknik bulk merupakan teknik yang sering digunakan karena lebih efisien dan mudah. Teknik ini dilakukan dengan menumpat seluruh kavitas dengan resin komposit sekaligus (Christensen, 2012).
Keuntungan dari
penggunaan teknik bulk adalah lebih sedikitnya void atau ruang kosong pada massa bahan restorasi dan lebih cepat dibandingkan dengan teknik inkremental dengan waktu penyinarannya identik namun, pada teknik bulk efek dari tekanan yang dihasilkan saat polimerisasi lebih jelas terlihat dibandingkan dengan teknik inkremental dikarenakan seluruh bahan restorasi terpolimerisasi dalam satu waktu (Christensen, 2012). Penelitian oleh Sarcev dkk. (2012) melaporkan bahwa kavitas dengan faktor C yang tinggi akan mengalami pengerutan yang berasal dari polimerisasi resin komposit, yang akan membentuk celah marginal. Penggunaan teknik bulk pada kavitas dengan faktor C sebesar 3,7 dilaporkan menghasilkan celah
6
marginal. Penumpatan kavitas yang berfaktor C tinggi menggunakan teknik bulk membuat pemilihan resin komposit yang digunakan menjadi faktor penting untuk menghindari debonding/ kegagalan ikatan. Teknik penumpatan dan jenis resin komposit mempunyai dampak yang besar pada adhesi dari resin
komposit ,
terlebih lagi pada kavitas dengan faktor C yang tinggi (Van Ende dkk., 2012). Beberapa teknik penumpatan untuk mengurangi kebocoran mikro masih merupakan kontroversi. Banyak sumber yang mengatakan bahwa dengan teknik inkremental dapat mengurangi kebocoran mikro, sementara beberapa sumber mengatakan bahwa tidak ada perbedaan kebocoran mikro baik dengan teknik inkremental maupun bulk ( Fabianelli.dkk,2009). Resin komposit konvensional membutuhkan waktu pengerjaan yang lama dan memiliki potensi terjadi kesalahan. Belakangan ini diperkenalkan bahan restorasi baru yaitu bulk fill resin-based-composites (RBCs) yang dapat ditumpat dengan satu lapis resin komposit/Bulk fill/ Single Increment. Resin komposit Bulkfill (contoh : Tetric N Ceram Bulk Fill, Ivoclar Vivadent) mempunyai adaptasi marginal yang tinggi pada preparasi dinding dan dasar kavitas, sehingga dapat mengeliminasi kebutuhan akan liner. Resin komposit Bulkfill translusen dan mampu ditumpat pada kavitas dengan kedalaman sampai 4 mm karena sangat kondusif untuk transmisi cahaya, mudah diaplikasikan dengan handling yang minimal, mempunyai karakteristik fisik yang sangat baik, seperti ketahanan terhadap kekuatan tekan yang besar (Ruiz, 2010). Bulk fill RBCs dapat ditumpat menggunakan teknik bulk pada restorasi kelas I dan II (Czasch dan Ilie, 2012). Penggunaan resin komposit bulk fill pada
7
kavitas posterior kelas I dan II memberikan beberapa manfaat, yaitu rendahnya pengerutan polimerisasi dan adaptasi kavitas yang sangat baik, juga menghindari hasil perawatan yang negatif seperti sensitivitas pasca perawatan, kebocoran mikro dan debonding (Goodchild, 2013). Pengerutan volumetrik lebih rendah pada resin komposit bulk fill viskositas tinggi dibandingkan dengan resin komposit bulk fill viskositas rendah , yaitu sekitar 1,6-2,4%. Nilai yang lebih rendah berhubungan dengan lebih kecilnya pengerutan polimerisasi (Christensen, 2012). Filler yang tinggi dalam resin komposit dapat menurunkan pengerutan polimerisasi, selain itu perkembangan baru resin komposit berhasil menurunkan pengerutan volumetrik polimerisasi sampai kurang dari 2%, hal ini dihasilkan dengan menggabungkan jumlah isi filler yang tinggi dengan partikel yang mempunyai ukuran yang berbeda – beda, sehingga menghasilkan resin komposit yang disebut “nanocomposites”. Resin komposit nano memiliki pengerutan polimerisasi yang rendah dan mempunyai karakteristik fisik yang lebih baik dan lebih translusen (Devlin, 2006). Salah satu resin komposit bulkfill nanohybrid berviskositas tinggi adalah Tetric-N-Ceram, dengan Tetric N-Ceram Bulk Fill penumpatan resin komposit dilakukan dengan mudah sekaligus sampai sedalam 4 mm dan mengalami penyinaran hanya dalam 10 detik untuk hasil yang memuaskan pada regio gigi posterior. Pencapaian ketebalan 4 mm dikarenakan adanya fotoinisiator ivocerin yang sudah dipatenkan. Ivocerin lebih reaktif daripada fotoinisiator konvensional sehingga mempercepat polimerisasi, walaupun pada kavitas yang dalam. Resin
8
Komposit ini juga mengandung shrinkage stress reliever yang berperan seperti pegas untuk meredam gaya yang dihasilkan selama pengerutan polimerisasi sehingga menghasilkan tekanan serendah mungkin (Ivoclar Vivadent, 2012). Teknologi shrinkage stress reliever dapat meningkatkan integritas marginal dan menurunkan pengerutan polimerisasi (Vasquez, 2012). Pengerutan yang rendah pada resin komposit dapat dicapai dengan penggunaan bahan adhesif sebagai perekat antara komposit resin dengan jaringan gigi, dan diperlukan polimerisasi yang optimal untuk memaksimalkan ikatan antara email/dentin - bahan adhesif- resin komposit yang akan menghasilkan adaptasi marginal yang lebih baik dan insidensi kebocoran mikro menjadi lebih rendah atau tidak ada sama sekali (Diansari dkk., 2008). Aplikasi agen bonding sebagai bahan adhesif dapat mengurangi kebocoran mikro karena agen bonding lebih hidrofilik dan dapat menguatkan ikatan antara resin komposit dan dentin (Aschheim dan Dale, 2001). Penggunaan bahan bonding dilakukan pada kavitas dengan faktor C yang tinggi dengan tujuan menahan tekanan yang terbentuk saat penyinaran, namun sistem adhesif tidak efektif untuk menghalangi tekanan pada saat penyinaran pada restorasi resin komposit, sehingga tetap terbentuk kebocoran mikro dan celah pada interface antara gigi dan komposit yang telah diobservasi pada kondisi klinis (Fabianelli dkk., 2009). Diansari dkk. (2008) melaporkan bahwa umumnya kebocoran mikro pada beberapa macam resin komposit dengan sistem total etch lebih rendah dibandingkan dengan self etch pada jarak penyinaran berapapun.
9
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, didapatkan permasalahan apakah terdapat perbedaan kebocoran mikro antara teknik bulk dan teknik inkremental pada restorasi gigi posterior dengan resin komposit bulkfill viskositas tinggi pada kavitas kelas I. C. Keaslian Penelitian Menurut sepengetahuan penulis, penelitian pernah dilakukan sebelumnya dengan mengukur efek dari 3 teknik penumpatan yang berbeda terhadap kebocoran mikro kavitas kelas V oleh Duarte (2007) dengan menggunakan resin komposit microfill namun, yang membedakan adalah kavitas yang digunakan. Penelitian ini menggunakan kavitas kelas I dan pada penelitian ini resin komposit bulk fill nanohybrid berviskositas tinggi digunakan sebagai bahan restorasi. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kebocoran mikro antara teknik bulk dan teknik inkremental pada restorasi gigi posterior dengan resin komposit bulkfill viskositas tinggi
pada kavitas kelas I dan untuk
mengetahui teknik yang lebih baik dalam mengurangi risiko kebocoran mikro pada restorasi gigi posterior dengan menggunakan resin komposit bulkfill viskositas tinggi pada kavitas kelas I dalam penggunaannya secara klinis. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah, dengan mengetahui perbedaan kebocoran mikro antara teknik bulk dan teknik inkremental pada restorasi gigi posterior dengan resin komposit bulkfill viskositas tinggi
pada kavitas kelas I dapat
10
memberikan informasi pada klinisi mengenai teknik mana yang lebih baik untuk restorasi kelas I yang estetis nya baik, dapat bertahan lama, risiko karies sekunder rendah, risiko kegagalan restorasi yang minimal dan, menghindari sensitivitas pasca perawatan sehingga dapat meningkatkan kepuasan pasien dan performa klinis dari restorasi kavitas kelas I, selain itu, klinisi dapat menjaga kepercayaan pasien berasal dari perawatan yang lebih berhasil.