I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong maupun penghambat pembangunan. Peubah ini dipandang sebagai faktor pendorong pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke masa. Selanjutnya, pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada mereka sebelum menjadi tenaga kerja, membuat masyarakat memperoleh tenaga ahli, terampil, terdidik, dan juga enterpreneur yang berpendidikan. Selain itu, perkembangan penduduk juga merupakan perluasan pasar. Luas pasar barangbarang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Dengan demikian, apabila penduduk bertambah dengan sendirinya luas pasar akan bertambah pula. Karena perannya ini, maka perkembangan penduduk akan merupakan pendorong bagi sektor produksi untuk meningkatkan kegiatannya. Dan akhirnya, pertambahan penduduk dapat menciptakan dorongan untuk mengembangkan teknologi. Pertambahan penduduk, di sisi lain dapat juga menjadi penghambat pembangunan. Pertambahan penduduk menghambat ketika produktivitas sangat rendah sementara terdapat banyak pengangguran. Dengan adanya kedua keadaan ini, pertambahan penduduk tidak akan menaikkan produktivitas secara signifikan namun justru dapat menurunkan pendapatan perkapita. Keadaan bertambah buruk saat jumlah penduduk sudah sangat berlebihan. Pertambahan penduduk menimbulkan implikasi yang tidak mendukung terhadap tingkat tabungan, penanaman modal, pembagian pendapatan, migrasi penduduk, kemampuan mengekspor
dan
beberapa
faktor
lain
yang
mempengaruhi
laju
pertumbuhan.Dengan demikian perlunya pengelolaan yang tepat dalam menyikapi pertambahan penduduk. Sehingga pertambahan penduduk menjadi modal dalam pembangunan dan bukan menjadi beban atau permasalahan yang justru merugikan dan menghambat pembangunan. 1
Pengelolaan penduduk yang ekstra hati-hati harus diterapkan di Jawa Barat dikarenakan laju pertumbuhan penduduk yang pesat dapat menimbulkan social costseperti pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi terpadat di Indonesia. Letaknya yang startegis dan dekat dengan Ibu Kota Jakarta membuat Jawa Barat memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak dibandingkan dengan provinsi lain (Gambar 1.1) 45,00 Jumlah penduduk (Juta)
40,00 35,00 30,00 25,00
Jawa Barat
20,00
Jawa Tengah
15,00
Jawa Timur
10,00 5,00 0,00 2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 1.1 Perbandingan Jumlah Penduduk di Pulau JawaTahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010) Gambar 1.1 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Provinsi Jawa barat selalu lebih banyak dibandingkan dengan provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.Terdapat lebih dari 40 juta jiwa penduduk yang tinggal di Jawa Barat.Selain itu, laju pertumbuhan penduduk di Jawa Barat juga sangat pesat.Pada tahun 2009, laju pertumbuhan penduduk di Jawa Barat mencapai 1,68 persen jauh lebih tinggi dari pada Jawa Tengah yang hanya sebesar 0,57 persen dan Jawa Timur sebesar 0,83 persen (Gambar 1.2).
2
Laju Pertumbuhan Penduduk (%)
2 1,8 1,6 1,4 1,2 1
Jawa Barat
0,8
Jawa Tengah
0,6
Jawa Timur
0,4 0,2 0 2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 1.2 Laju Pertumbuhan Penduduk di Pulau Jawa Tahun 2005- 2009 Sumber: BPS (2010) Kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat juga lebih tinggi dari pada di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.Pada tahun 2009, kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Barat sebesar 1.124 orang/km2 lebih tinggi dari kepadatan penduduk di Provinsi Jawa Tengah (1.002 orang/km2) dan Provinsi Jawa Timur (798 orang/km2). Keadaan ini dapat digambarkan pada Gambar 1.3 sebagai berikut: Rata-rata Kepadatan penduduk (Orang/km2)
1400 1200 1000 800 Jawa Barat
600
Jawa Tengah
400
Jawa Timur
200 0 2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 1.3 Kepadatan Penduduk Pulau Jawa Tahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010)
3
Paparan diatas menunjukkan bahwa Jawa Barat memiliki modal manusia yang potensial untuk dikembangkan.Modal manusia ini kemudian haruslah diolah hingga menjadi modal manusia yang berkualitas sehingga modal manusia dapat menjadi faktor pendukung pembangunan di provinsi Jawa Barat. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan indikator kualitas pembangunan manusia melalui Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang pencapaiannya tergantung pada derajat kesehatan, pendidikan dan daya beli masyarakat. Indeks ini dikembangkan oleh ekonom Pakistan bernama Mahbub ul Haq pada tahun 1990 dan digunakan oleh United Development Program (UNDP) pada laporan tahunannya sejak tahun 1993. UNDP memasukkan pembangunan manusia sebagai komponen utama dalam pembangunan ekonomi.Pembangunan manusia (human development) dirumuskan sebagai perluasan pilihan bagi penduduk (enlarging the choice ofpeople), yang dapat dilihat sebagai proses upaya ke arah “perluasan pilihan” dan sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Di antara berbagai pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan dan untuk mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. Di antara pilihan lain yang tak kalah pentingnya adalah kebebasan politik, jaminan atas hak asasi manusia dan harga diri. Dengan demikian, pembangunan manusia tidak hanya memperhatikan peningkatan kemampuan manusia, seperti
meningkatkan kesehatan dan
pendidikan. Pembangunan manusia juga mementingkan apa yang bisa dilakukan oleh manusia dengan kemampuan yang dimilikinya, untuk menikmati kehidupan, melakukan kegiatan produktif, atau ikut serta dalam berbagai kegiatan budaya, dan sosial politik. Pembangunan manusia harus menyeimbangkan berbagai aspek tersebut. Jawa
Barat
masih
harus
meningkatkan
IPM-nya
dalam
konsep
pembangunan manusia. Pada tahun 2009, Jawa Barat menempati urutan 15 dari 33 provinsi, dengan angka IPM 71,64. Berikut dapat dilihat Peringkat IPM tahun 2009 untuk tiap-tiap provinsi di Indonesia pada Tabel 1.1.
4
Tabel 1.1 IPM 33 Provinsi di Indonesia
DKI Jakarta Sulawesi Utara
Tahun 2009 IPM Ranking 77,36 1 75,68 2
Riau
75,6
3
Yogyakarta
75,23
4
Kalimantan Timur
75,11
5
Kepulauan Riau Kalimantan Tengah
74,54 74,36
6 7
Sumatera Utara
73,8
8
Sumatera Barat
73,44
9
Sumatera Selatan
72,61
10
Bangka Belitung
72,55
11
Bengkulu Jambi
72,55 72,45
12 13
Jawa Tengah
72,1
14
Jawa Barat
71,64
15
Bali Nanggroe Aceh Darussalam
71,52
16
71,31
17
Provinsi
Sumber: BPS (2010)
Provinsi Jawa Timur Maluku Sulawesi Selatan Lampung Sulawesi Tengah Banten Gorontalo Sulawesi Tenggara Kalimantan Selatan Sulawesi Barat Kalimantan Barat Maluku Utara Irian Jaya Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Papua Indonesia (BPS)
Tahun 2009 IPM Ranking 71,06 18 70,96 19 70,94
20
70,93
21
70,7
22
70,06 69,79
23 24
69,52
25
69,3
26
69,18
27
68,79
28
68,63 68,58
29 30
66,6
31
64,66
32
64,53
33
71,76
Makin tinggi nilai IPM berarti makin baik kondisi sumber daya manusia di suatu daerah.Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa IPM Jawa Barat masih jauh tertinggal dari IPM DKI Jakarta. Padahal sebagai Provinsi penopang ibu kota Jakarta, kualitas sumber daya manusia di Provinsi Jawa Barat perlu diperhatikan karena dapat menjadi potensi pembangunan daerah dan juga menopang pembangunan Ibu Kota Jakarta. Bahkan pada jangka panjang akan memajukan pembangunan Indonesia. Dampak pembangunan manusia mempunyai pengaruh yang besar dalam pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu dalam mengentaskan kemiskinan, nilai pembangunan manusia tidak boleh dikesampingkan. Dengan pembangunan manusia yang baik, pembangunan negara dapat tercapai dan derajatsosial bangsa akan meningkat sehingga mendorong pembangunan manusia yang berkualitas.
5
1.2 Perumusan Masalah Pentingnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang telah dipaparkan diatas memberikan gambaran bahwa jumlah penduduk yang besar di Jawa Barat tidak bisa diabaikan. Diperlukan kebijakan pembangunan manusia yang tepat sehingga Jawa Barat dapat memaksimalkan potensi modal manusia dalam pembangunan era globalisasi.Pembangunan manusia dilakukan dengan berbagai kebijakan seperti dengan membangun pendidikan yang baik agar lulusan sekolah mempunyai kualitas yang baik. Selain itu juga dengan membangun fasilitasfasilitas kesehatan dan meningkatkan daya beli masyarakat. Penggunaan konsep IPMmembuat pembangunan manusia tak hanya terpusat pada besarnya penghasilan. Namun memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/ PPP, penghasilan). Indeks pembangunan manusia di Jawa Barat terus meningkat dari tahun ke tahun, namun nilai IPM di Jawa Barat belum dapat menembus nilai 80 dimana pada nilai tersebut, IPM dikategorikan tinggi. Pergerakan IPM Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 1.4. Pada gambar tersebut terlihat bahwa IPM Provinsi Jawa Barat konsisten meningkat, namun dengan besaran yang tidak terlalu besar. Pada Tahun 2009 IPM Provinsi Jawa Barat sebesar 71,64 naik dari tahun 2008 sebesar 0,52 poin. 72,0
71,64
71,5 71,12
IPM
71,0 70,5 70,0
69,9
70,32
70,71
69,5 69,0 2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 1.4 Pergerakan IPM Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2009 Sumber: Bappeda Jawa Barat(2010) 6
Jawa Barat menetapkan target IPM mencapai 80 pada tahun 2025 dan menetapkan visi sebagai provinsi termaju di Indonesia. Dengan target tersebut Pemerintah Provinsi harus mendorong peningkatan kualitas di sektor pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Peningkatan di salah satu sektor tersebut dapat mendorong peningkatan IPM. Peningkatan dalam sektor tersebut meliputi akses masyarakat terhadap pendidikan yang mudah, yakni dari segi menjangkau dan mengenyam pendidikan. Akses terhadap kesehatan juga sangat menentukan peningkatan IPM. Keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana kesehatan di setiap Kabupaten/kota akan mendukung peningkatan IPM Jawa Barat. Selain itu, yang tidak bisa dilepaskan dari peningkatan IPM adalah daya beli masyarakat. Daya beli menandakan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk dalam mengakses pendidikan dan kesehatan. Perbedaan karakteristik tiap Kabupaten/Kota di Jawa Barat juga sangat mempengaruhi pemenuhan target tersebut. Provinsi Jawa Barat merupakan wilayah luas yang memiliki 26 kabupaten/ kota dengan angka IPM yang berbedabeda (Gambar 1.5). Dengan demikian diperlukan penerapankebijakan yang berbeda untuk tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.Namun dengan adanya otonomi daerah yang dimulai tahun 1999, Pemerintah Provinsi hanya berperan sebagai pengawas dan Pemerintah Kabupaten/Kota lebih memiliki kewenangan dalam peningkatan kesejahteraan daerah masing-masing. Gambar 1.5 memperlihatkan pergerakan nilai IPM untuk setiap kabupaten/kota di Jawa Barat untuk selang tahun 2007-2009. Terlihat bahwa IPM untuk daerah kota memiliki kecenderungan lebih tinggi daripada wilayah kabupaten. Daerah-daerah yang letaknya lebih dekat dengan Ibu Kota Jakarta juga memiliki perkembangan lebih cepat pada IPM daripada daerah-daerah yang letaknya lebih jauh dari Ibu Kota Jakarta. Bukan hanya letak daerah saja yang mempengaruhi perbedaan nilai IPM kabupaten/kota di Jawa Barat, faktor-faktor lain berupa geografis daerah, karakteristis budaya, dan kearifan lokal secara langsung maupun tidak sangat mempengaruhi IPM tiap kabupaten/kota yang selanjutnya sangat mempengaruhi pengambilan keputusan dalam membuat kebijakan di daerah tersebut.
7
Kota Banjar Kota Tasikmalaya Kota Cimahi Kota Depok Kota Bekasi Kota Cirebon Kota Bandung
Kabupaten/Kota di jawa Barat
Kota Sukabumi Kota Bogor Kab. Bekasi Kab. Karawang Kab. Purwakarta Kab. Subang
2009
Kab. Indramayu
2008
Kab. Sumedang
2007
Kab. Majalengka Kab. Cirebon Kab. Kuningan Kab. Ciamis Kab. Tasikmalaya Kab. Garut Kab. Bandung Kab. Cianjur Kab. Sukabumi Kab. Bogor 60,00
65,00
70,00
75,00
80,00
IPM
Gambar 1.5 Pergerakan IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2007-2009 Sumber: Bappeda Jawa Barat (2010) Kebijakan-kebijakan dalam rangka peningkatan IPM meliputi sektor pendidikan, sektor kesehatan dan sektor perekonomian. Pada sektor pendidikan, Provinsi Jawa Barat membuat misi meningkatkan kualitas dan produktivitas sumber daya manusia. Kualitas pendidikan di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dari indikator pendidikan berupa angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah.
8
Kedua indikator tersebut merupakan komponen penyusun IPM dalam sektor pendidikan. Angka melek huruf di Provinsi Jawa Barat sudah tergolong tinggi. Terlihat dari Gambar 1.6 pada tahun 2009 angka melek huruf Provinsi Jawa Barat telah mencapai 95,98 persen. Meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 95,53 persen. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk provinsi Jawa Barat yang buta huruf masih ada sebesar 4,02 persen.
Angka Melek Huruf (Persen)
96,5 96,0
95,98
95,5
95,32
95,0 94,5
95,53
94,91 94,6
94,0 93,5 2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 1.6Persentase Angka Melek Huruf di Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2009 Sumber: Bappeda Jawa Barat (2010) Pendidikan memang merupakan hal penting dalam membangun negara. Kesadaran inilah yang mendorong Pemerintah Pusat menetapkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Bab IV pasal 6 ayat 1 mengenai hak dan kewajiban warga negara berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun mengikuti pendidikan dasar. Pada Pasal 11 ayat 2 dinyatakan bahwa Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negaraberusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Dengan demikian, seharusnya sudah tidak ada lagi anak usia 7-15 tahun yang tidak bersekolah. Rata-rata lama bersekolah juga menjadi indikator pendidikan dikarenakan rata-rata lama bersekolah dapat menjadi cerminan tingkat drop out murid.Gambar 1.6 memaparkan pergerakan rata-rata lama sekolah di Provinsi Jawa Barat. Pada 9
tahun 2009, rata-rata lama sekolah di Provinsi Jawa Barat mencapai 7,72 tahun. Angka ini tergolong masih rendah karena angka maksimal rata-rata lama sekolah
Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun)
yang ditetapkan oleh BPS adalah 15 tahun. 7,8 7,72
7,7 7,6 7,5 7,4 7,3
7,50
7,50
7,50
7,4
7,2 7,1 2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 1.7Rata-Rata Lama Sekolah di Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2009 Sumber: Bappeda Jawa Barat (2010) Program wajib belajar sembilan tahun yang dicanangkan pemerintah pusat, harus mendorong pemerintah daerah menggiatkan pembangunan sarana prasarana pendidikan yang berkualitas.Pembangunan sarana dan prasarana pendidikan merupakan kebijakan tepat untuk memperluas akses masyarakat terhadap pendidikan. Pembangunan sekolah akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan angka melek huruf dan peningkatan partisipasi bersekolah.Pada tahun 2009 jumlah SD dan SMP sebanyak 29.600 sekolah meningkat dari tahun 2008 yang sebesar 28.130 sekolah (Gambar 1.8). Jumlah sekolah SD dan SMp (ribu)
35,00 30,00 25,00
29,60 22,76
20,00
22,88
27,18
28,13
15,00 10,00 5,00 0,00 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 1.8 Jumlah SD dan SMP di Jawa Barat Tahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010) 10
Sektor kesehatan juga menjadi fokus dalam peningkatan IPM di Jawa Barat. Tolak ukur kondisi kesehatan di Jawa Barat salah satunya bisa dilihat dari angka harapan hidupnya. Provinsi Jawa Barat memiliki angka harapan hidup sebesar 68 tahun pada tahun 2009. Dibandingkan dengan nilai maksimal IPM menurut UNDP sebesar 85 tahun, usia harapan hidup di Jawa Barat masih termasuk rendah. Namun tren meningkatnya usia harapan hidup tiap tahun di Provinsi Jawa Barat menandakan adanya perbaikan di sektor pendidikan di provinsi ini. (Gambar 1.9)
Angka Harapan Hidup (Tahun)
68,2 68,0
68,00
67,8
67,80
67,6
67,60
67,4
67,40 67,2
67,2 67,0 66,8
2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 1.9 Angka Harapan Hidup Jawa Barat Tahun 2005-2009 Sumber: BPS, 2010 Perbaikan sektor kesehatan juga terlihat dari jumlah sarana prasarana kesehatan yang meningkat di Jawa Barat. Pada tahun 2009, jumlah puskesmas di Jawa Barat sebanyak 3.337 Puskesmas yang terdiri dari puskesmas umum, puskesmas pembantu, dan puskesmas keliling (Gambar 1.10). Dengan meningkatnya jumlah puskesmas, akses masyarakat terhadap sarana kesehatan pun akan meningkat.
11
3400 3337
Jumlah Puskesmas
3300 3230
3200 3100
3094 3031
3000
2985
2900 2800 2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 1.10 Jumlah Puskesmas di Jawa Barat Tahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010) Sektor perekonomian juga menjadi penentu peningkatan IPM. Dalam penghitungan IPM, komponen pengeluaran per kapita menjadi indikator. Pendapatan per kapita mencerminkan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat akan menentukan akses masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup yang menyangkut kualitas hidup termasuk akses terhadap pendidikan dan kesehatan. Di Jawa Barat pengeluaran per kapita masyarakat adalah Rp 628.710,- pada tahun 2009 (Gambar 1.11). Jumlah ini masih dibawah standar maksimal yang ditetapkan
Pengeluaran Per Kapita (Ribu Rp)
oleh UNDP yakni sebesar Rp 732.720,-. 630,0 628,0 626,0 624,0 622,0 620,0 618,0 616,0 614,0
628,71 626,81 623,64 619,7
2005
621,11
2006
2007
2008
2009
Tahun
Gambar 1.11 Pengeluaran Per Kapita Jawa Barat Tahun 2005-2009 Sumber: BPS (2010)
12
Berdasarkan paparan di atas, terdapat bebarapa permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa Barat 2. Bagaimana implikasi kebijakan peningkatan sumber daya manusia dengan realitas yang terjadi di provinsi Jawa Barat. 1.3 Tujuan Panelitian Tujuan dari penelitian ini dapat dijabarkan menjadi dua poin sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa Barat 2. Mengkaji implikasi kebijakan peningkatan sumber daya manusia dengan realitas yang terjadi di provinsi Jawa Barat 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan arahan dan sebagai dasar pertimbangan antara lain: 1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam perumusan dan perencanaan kebijakan pembangunan daerah baik pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia. 2. Sebagai informasi dan studi pustaka kepada masyarakat, pemerintah, praktisi dan akademisi, khususnya tentang kajian pembangunan manusia di Jawa Barat. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Ruang lingkup dan penelitian meliputi beberapa hal. Pertama, memberikan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia yang meliputi tiga aspek besar dalam penghitungan indeks pembangunan manusia yakni peluang hidup (longevity), pengetahuan (knowladge), dan hidup layak (decent living). Adapun peluang hidup diukur dengan pendekatan kesehatan meliputi ketersediaan sarana kesehatan dan pelayan kesehatan. Sementara aspek pengetahuan diukur dengan pendekatan pendidikan yaitu ketersedian sekolah dasar dan menengah di
13
suatu wilayah. Sedangkan untuk aspek hidup layak memakai pendekatan variabel kemiskinan dan variabel PDRB per kapita. Selain ketiga aspek tersebut, dimasukkan juga sarana infrastruktur yang dapat menunjang perekonomian suatu wilayah. Dengan memasukkan sarana infrastruktur dengan pendekatan panjang jalan, diduga akan memberikan pengeruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini hanya meneliti Provinsi Jawa Barat yang meliputi 25 Kabupaten Kota. Adapun Kabupaten Bandung Barat yang baru terbentuk tahun 2007 dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Bandungtidak menjadi objek penelitian terkait dengan ketersedian data. Penelitian ini juga meneliti kebijakankebijakan yang diterapkan Provinsi Jawa Barat dalam kurun waktu tahun 20052009 dalam meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia di Jawa Barat.
14