I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai posisi yang vital dalam upaya pemenuhan kebutuhan gizi, protein, penciptaan kesempatan kerja dan pengembangan wilayah. Pembangunan ekonomi sumberdaya perikanan juga menduduki posisi penting apabila dilihat dari sudut wawasan nusantara dan ketahanan nasional serta pengisian Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Mengingat pentingnya peranan sumberdaya perikanan menyebabkan ketersediaan dan kesinambungan (sustainability) dari sumberdaya ini menjadi sangat penting bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan akan sangat tergantung dari pengelolaan yang baik oleh setiap stakeholder. Tekanan pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sering menimbulkan dilema bagi kelestarian sumberdaya termasuk sumberdaya perikanan. Dengan meningkatnya kebutuhan ekonomi yang berbasiskan sumberdaya perikanan (fisheries resources based), makin memberikan tekanan yang tinggi terhadap sumberdaya itu sendiri, sehingga kebutuhan akan pengelolaan sumberdaya alam yang baik menjadi kebutuhan yang mendesak. Paradigma pembangunan yang harus diimplementasikan sekarang dan untuk masa-masa mendatang adalah paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berkelanjutan adalah suatu sistem pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini, tanpa menurunkan atau merusak kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi hidupnya (WCED 1987). Pengelolaan perikanan tangkap selama ini cenderung mengarah pada pola yang tidak berkelanjutan. Hal ini disebabkan pendekatan dan pola pembangunan perikanan dilakukan secara terpilah dan sektoral. Kondisi ekosistem perikanan yang dicirikan oleh keterkaitan ekologis yang kompleks dan terdiri atas berbagai macam sumberdaya (multiple resources) dan merupakan sumberdaya milik
2
bersama
(common
pengelolaan
property
pembangunan
resources) perikanan
mengharuskan
dilaksanakan
perencanaan
secara
terpadu
dan dan
berkelanjutan. Provinsi Kalimantan Barat merupakan daratan berdataran rendah dengan luas 145.807 Km2 atau 7,3% dari luas Indonesia atau 1,13 kali luas Pulau Jawa. Wilayah Kalimantan Barat membentang lurus dari Utara ke Selatan sepanjang lebih dari 600 Km dan sekitar 850 Km dari Barat ke Timur dengan panjang garis pantai 1.300 Km, 94 pulau-pulau kecil, sekitar 154.175 Ha mangrove serta memiliki potensi pengembangan areal perikanan tambak sekitar 830.200 Ha (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat 2005). Kabupaten Sambas merupakan salah satu Kabupaten di Kalimantan Barat dengan luas wilayah 6.395,7 Km2
atau 639.570 Ha, dengan panjang pantai
198,76 Km dan panjang perbatasan Negara kurang lebih 97 Km. Batas wilayah di sebelah Utara dengan Serawak (Malaysia Timur), sebelah Selatan dengan Kota Singkawang, sebelah Timur dengan Kabupaten Bengkayang dan sebelah Barat dengan Laut Natuna. Secara administrasi, Kabupaten Sambas memiliki 5 kecamatan yang merupakan kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Selakau, Pemangkat, Jawai, Teluk Keramat dan Paloh. Wilayah pesisir Pemangkat merupakan salah satu potensi wilayah pesisir dan laut yang dimiliki oleh Kabupaten Sambas. Sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Sambas menjadi salah satu prioritas pembangunan daerah yang diharapkan dapat menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya sarana Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) di Pemangkat, diharapkan dapat memberikan kontribusi lebih besar terhadap ekonomi daerah di Kabupaten Sambas. Hasil tangkapan ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pemangkat pada tahun 2006 didominasi oleh ikan Tongkol sebesar 1.892 ton, Layang sebesar 1.497 ton, dan Selar 1.252 ton. Ikan-ikan tersebut merupakan hasil tangkapan nelayan dengan menggunakan alat tangkap Purse Seine, disamping jenis-jenis ikan lainnya hasil tangkapan berbagai jenis alat tangkap seperti terlihat pada Lampiran 7.
3
Perikanan tangkap, seperti halnya sektor ekonomi lainnya adalah merupakan
salah
satu
aktivitas
yang
memberikan
kontribusi
terhadap
kesejahteraan di wilayah setempat. Sebagai sumberdaya alam yang bersifat dapat diperbaharui (renewable), maka pengelolaan sumberdaya ini memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati, sehingga timbul pertanyaan bagaimana sebaiknya mengelola sumberdaya ini. Kebijakan pengelolaan seharusnya ditujukan untuk mendapatkan manfaat maksimum dalam jangka panjang yang menyangkut upaya menghindari tangkap lebih (over fishing) secara ekonomi mau pun biologi serta upaya untuk mencegah kerusakan lingkungan perairan laut dan konflik sosial. Upaya mencapai manfaat maksimum jangka panjang dapat dilakukan apabila sumberdaya perikanan dapat dialokasikan secara optimal. Optimalisasi penangkapan ikan di Perairan Pemangkat ini dapat dilakukan apabila nelayan dan armada penangkapan di wilayah perairan ini juga dalam jumlah yang optimal. Untuk mengetahui kondisi tersebut perlu kiranya dilakukan suatu kajian tentang pengelolaan optimum sumberdaya perikanan di Perairan Pemangkat, Kabupaten Sambas.
1.2 Perumusan Masalah Pemanfaatan sumberdaya perikanan di WPP Laut Cina Selatan, menurut survey Departemen Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Jakarta (2001) masih memiliki peluang untuk dikembangkan. Pemanfaatan sumberdaya ikan Demersal baru mencapai 16,34 % dari potensinya sebesar 334.800 ton per tahun, potensi ikan Pelagis Kecil sebesar 621.500 ton per tahun dan pemanfaatan baru mencapai 33,07 % dan potensi ikan Pelagis Besar sebesar 66.080 ton per tahun dengan pemanfaatan sebesar 53,21 %. Wilayah Perairan Pemangkat merupakan bagian dari WPP Laut Cina Selatan. Terletak di bagian Utara Provinsi Kalimantan Barat dan merupakan pintu gerbang wilayah Perairan Laut Cina Selatan yang berbatasan dengan Perairan Negara Malaysia, Thailand dan Vietnam. Posisi ini memiliki implikasi positif dan negatif. Implikasi positif, yaitu memiliki akses pasar yang sangat luas bagi pemasaran produksi hasil perikanan. Implikasi
negatif
sebagai
daerah
penangkapan ikan yang rawan terhadap pencurian ikan tidak dapat terelakkan.
4
Bertitik tolak dari pendekatan ekonomi pengelolaan perikanan yang dikembangkan oleh Gordon HS (1954) diacu dalam Fauzi A (2006) dan Nikijuluw VPH (2002) yang menyatakan bahwa sumberdaya perikanan pada umumnya bersifat akses terbuka (open access) yang menyebabkan siapa saja bisa berpartisipasi
untuk
mengeksploitasi
sumberdaya
tersebut
tanpa
harus
memilikinya. Kondisi perikanan yang tak terkontrol ini akan menyebabkan kelebihan tangkap (over fishing) apabila tidak dilakukan pengelolaan yang baik. Selama ini aktivitas penangkapan sumberdaya ikan yang dilakukan oleh sebagian besar nelayan lebih ditekankan pada kepentingan jangka pendek dengan tingkat manfaat yang tidak terlalu besar dibandingkan dengan nilai jangka panjang. Nelayan umumnya berlomba untuk menangkap ikan lebih banyak dan memperoleh manfaat yang lebih besar, sehingga menstimulasi adanya upaya peningkatan teknologi penangkapan. Selanjutnya di sisi lain jumlah nelayan yang menangkap ikan semakin banyak, sehingga menimbulkan persaingan dalam mendapatkan hasil tangkapan. Dampaknya tekanan terhadap sumberdaya ikan menjadi semakin tinggi, sehingga menimbulkan degradasi sumberdaya ikan. Tingginya kebutuhan akan perikanan tangkap dan produk olahannya di daerah ini dan di Indonesia menyebabkan tingginya harga produk yang merangsang nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan pengelolaan yang tepat akan menyebabkan terjadinya pengurasan (depletion) terhadap sumberdaya tersebut, sehingga terjadi kepunahan. Fenomena ini telah terjadi di wilayah Perairan Laut Jawa dan Perairan Selat Malaka (Wahyudin Y 2005). Wilayah perairan tersebut diduga telah mengalami tangkap lebih (over fishing) dan salah satunya diduga sebagai akibat semakin banyaknya nelayan yang memanfaatkan ikan di perairan ini. Demikian halnya dengan perikanan di Perairan Pemangkat, diduga telah mengalami
tekanan
sumberdaya
akibat
banyaknya
kepentingan
yang
memanfaatkan perairan ini. Dugaan ini memerlukan pembuktian secara ilmiah yang mencerminkan kondisi aktual karakteristik sumberdaya perikanan di perairan ini. Oleh karena itu, harus dilakukan analisis mengenai tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut di Perairan Pemangkat yang terjadi saat ini dan
5
menganalisis tingkat alokasi optimum sumberdaya perikanan di Perairan Pemangkat Kabupaten Sambas.. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1) Menganalisis tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut di Perairan Pemangkat yang terjadi saat ini. 2) Menganalisis tingkat alokasi optimum sumberdaya ikan laut di Perairan Pemangkat, Kabupaten Sambas.
1.4 Manfaat Penelitian 1) Sebagai bahan evaluasi bagi kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. 2) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan masyarakat dalam merumuskan program pembangunan perikanan yang berkelanjutan.
1.5 Kerangka Pendekatan Studi Wilayah Perairan Pemangkat telah dimanfaatkan oleh barbagai aktivitas, diantaranya aktifitas perikanan yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Peningkatan aktivitas disinyalir tidak sebanding dengan kemampuan atau daya dukung perairan untuk dapat memberikan kontribusi optimal yang diperoleh nelayan, sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik antar nelayan, karena ingin memaksimalkan keuntungan, yang pada akhirnya dapat berdampak terhadap meningkatnya tekanan dan menimbulkan degradasi sumberdaya ikan. Degradasi sumberdaya ikan dikhawatirkan akan menurunkan kelestarian sumberdaya ikan di Perairan Pemangkat. Oleh karena itu untuk mengantisipasinya diperlukan suatu rumusan kebijakan pengelolaan yang didesain berdasarkan prinsip pemanfaatan sumberdaya yang optimal dan lestari. Mengingat pentingnya peranan sumberdaya perikanan bagi masyarakat nelayan di wilayah Pemangkat yang juga sebagai salah satu penyumbang pendapatan asli bagi daerah, menyebabkan ketersediaan dan kesinambungan
6
(sustainability) dari sumberdaya ikan menjadi sangat penting. Dengan demikian kelangsungan pembangunan ekonomi daerah akan sangat tergantung dari pengelolaan yang baik oleh setiap stakeholder terhadap sumberdaya ini. Untuk menentukan pengelolaan optimal serta mengetahui tingkat upaya pemanfaatan maksimum lestari secara ekonomi, maka digunakan analisis data dengan menggunakan model estimasi parameter Clarke, Yoshimoto and Pooley (CYP) analisis bio-ekonomi. Pendekatan ini dilakukan untuk memaksimumkan keuntungan. Pendekatan penelitian secara diagram diilustrasikan pada Gambar 1. SDI
Input (Effort)
Analisis Bioekonomi
Output (Produksi)
Produksi Lestari Rente Ekonomi Lestari
Aktual> Lestari ?
Alokasi Optimal
Degradasi
Implikasi Kebijakan Pengelolaan SDI Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Pendekatan Studi