I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah suatu negara yang memiliki perananan penting baik dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam, pertahanan keamanan dan kedaulatan ekonomi sebuah negara. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika banyak negara di berbagai benua dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan setiap jengkal wilayah perbatasannya dengan berbagai cara baik melalui pendekatan militer maupun pendekatan ekonomi. Pendekatan militer dilakukan melalui pembangunan pos keamanan dan penempatan personil militer di garis batas negara, sedangkan pendekatan ekonomi dilakukan melalui upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah perbatasan sehingga dapat sejajar dengan negara tetangga. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan perbatasan merupakan bagian intergral yang tidak terpisahkan dalam pelaksanaan pembangunan suatu negara serta memiliki arti strategis tanpa memandang apakah wilayah tersebut memiliki potensi secara ekonomi ataupun tidak. Negara Indonesia yang terdiri atas beribu pulau secara geografis berbatasan dengan beberapa negara tetangga baik di darat maupun laut. Di wilayah laut panjang garis batas mencapai 108.000 km, dimana Indonesia berbatasan dengan 10 negara yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Papua New Guinea, Australia dan Timor Leste. Sedangkan di darat panjang garis perbatasan mencapai 29.141 km, dimana Indonesia berbatasan dengan tiga negara yaitu Malaysia, Papua New Guinea dan Timor Leste. Daerah-daerah yang berbatasan darat dengan negara tetangga antara lain Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur berbatasan dengan Malaysia, Nusa Tenggara Timur berbatasan dengan Timor Leste dan Papua berbatasan dengan Papua New Guinea. Kawasan Perbatasan, menurut Undang-Undang Nomor 26/2007 mengenai Penataan Ruang Nasional telah ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional di bidang pertahanan dan keamanan. Hal ini bukan berarti kawasan perbatasan tidak
1
boleh dikembangkan secara sosial-ekonomi. Justru sebaliknya, sebagai bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia maka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan ekonomi wilayah merupakan pendekatan yang komplementer dengan pendekatan pertahanan dan keamanan dalam rangka menjamin kedaulatan wilayah. Dengan demikian tujuan pembangunan kawasan perbatasan sesungguhnya sangatlah kompleks karena harus memenuhi beberapa tujuan sekaligus, yakni menciptakan pemerataan pembangunan serta menjamin kedaulatan wilayah. Akan tetapi sampai saat ini pembangunan di wilayah perbatasan masih sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah perkotaan maupun pembangunan di wilayah negara tetangga. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di daerah ini umumnya jauh lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi warga perkotaan maupun negara tetangga. Gambar 1 di bawah ini memperlihatkan kondisi salah satu desa perbatasan di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur.
Gambar 1 Kondisi Salah Satu Desa Perbatasan di Kabupaten Nunukan Propinsi Kalimantan Timur.
2
Pada tahun 2005, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia melalui Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Nomor 001/Kep/M-PDT/I/2005 Tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal melansir 199 kabupaten tertinggal di Indonesia yang tersebar pada hampir seluruh propinsi di Indonesia kecuali dua propinsi yaitu DKI Jakarta dan Banten. Dari 199 kabupaten tersebut, 26 diantaranya adalah kabupaten perbatasan dengan negara tetangga yang terbagi atas 16 kabupaten yang berbatasan di darat dan 10 kabupaten berbatasan di laut. Data ini menunjukkan bahwa seluruh kabupaten perbatasan di darat merupakan daerah tertinggal. Gambar 2 di bawah ini menunjukan betapa sulitnya akses transportasi menuju daerah perbatasan di Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Timur.
Gambar 2 Sarana Transportasi Menuju Daerah Perbatasan di Kabupaten Malinau Propinsi Kalimantan Timur. Pada tahun 2007, angka indeks pembangunan manusia kabupaten perbatasan di Kalimantan Timur yaitu Kabupaten Malinau sebesar 72,71, Kabupaten Nunukan sebesar 73,54 dan Kabupaten Kutai Barat sebesar 73,35. Indeks pembangunan manusia ketiga kabupaten tersebut masih jauh tertinggal
3
dibandingkan angka Propinsi Kalimantan Timur yaitu sebesar 74,83, padahal Propinsi Kalimantan Timur merupakan daerah kaya dengan nilai PDRB tertinggi di kawasan timur Indonesia yaitu sebesar Rp. 212 Triliun pada tahun 2007. Sementara untuk kabupaten perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua indeks pembangunan manusianya lebih rendah lagi yaitu di bawah angka 70. Tabel 1 Perbandingan Indikator Kinerja Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota Perbatasan dengan Nasional Tahun 2007
(3)
Angka Melek Huruf (%) (4)
Purchasing Power Parity (Ribu Rp) (5)
Indonesia
68,70
91,87
624,37
70,59
Prop.Kalbar
66,10
89,40
617,90
67,53
1.
Sambas
60,48
89,50
607,20
63,01
2.
Bengkayang
68,40
88,69
594,10
66,32
3.
Sanggau
67,61
89,92
609,80
67,64
4.
Sintang
67,68
90,41
599,60
66,89
5.
Kapuas Hulu
66,28
92,55
626,31
69,26
Prop.Kaltim
70.60
95.70
623.57
73.77
1.
Kutai Barat
69,50
95,49
618,50
73,35
2.
Malinau
68,00
92,33
640,82
71,54
3.
Nunukan
70,80
93,30
626,00
72,61
Prop.NTT
66,70
87,25
621,76
65,36
1.
Kupang
64,77
88,72
585,66
64,57
2.
Timor Tengah Utara
67,27
87,19
596,44
65,84
3.
Belu
64,72
82,79
599,52
62,82
Prop.Papua
67,90
75,40
593,40
63,40
1.
Merauke
62,00
87,10
591,40
64,00
2.
Boven Digoel
66,20
31,70
574,40
48,70
3.
Pegunungan Bintang
65,20
31,60
573,10
47,40
4.
Keerom
66,60
31,60
573,10
68,00
5.
Kota Jayapura
68,20
98,40
620,00
73,80
No
Daerah
Angka Harapan Hidup (Thn)
(1)
(2)
1.
IPM (6)
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009.
4
Capaian kinerja pembangunan manusia yang masih memprihatinkan memunculkan kondisi keterbelakangan yang apabila dibiarkan berlarut-larut dapat meningkatkan timbulnya berbagai kegiatan ilegal di daerah perbatasan yang selama ini masih terus berlangsung. Kegiatan illegal yang terjadi di daerah perbatasan didorong oleh potensi sumber daya alamnya yang sangat melimpah seperti potensi hasil hutan dan potensi bahan tambang yang belum tergali. Kondisi ini apabila tidak ditindaklanjuti maka dikhawatirkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan berbagai kerawanan sosial.
Gambar 3. Masyarakat Dusun Aruk Propinsi Kalimantan Barat Berbelanja Sembako ke Malaysia. Semakin terkikisnya rasa nasionalisme warga perbatasan karena interaksi masyarakat selama ini lebih banyak dilakukan dengan negara tetangga juga merupakan masalah serius yang harus segera ditangani agar harga diri bangsa Indonesia di mata internasional tetap terjaga dengan baik. Kompas, 15 Juli 2009 mewartakan seluruh warga Dusun Aruk yang berjumlah 237 kepala keluarga harus bolak-balik ke kawasan Biawak Malaysia untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Gambar 3 di atas memperlihatkan kondisi Dusun Aruk yang merupakan satu dari tiga dusun di Desa Sebunga yang persis terletak di tapal batas RI-Malaysia yang berjarak sekitar 375 Km dari Pontianak. Begitu pula yang
5
terjadi di Kecamatan Kayan Hulu dan Kayan Selatan Kabupaten Malinau dan Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan Propinsi Kalimantan Timur, mayoritas kebutuhan hidupnya berasal dari Negeri Jiran Malaysia. Bahkan siaran televisi yang disaksikan warga desa di perbatasan pada daerah tersebut berasal dari stasiun televisi Malaysia. Intensnya interaksi ekonomi warga Indonesia di daerah perbatasan RI-Malaysia dipicu oleh harga komoditi dalam negeri yang lebih mahal dibanding komoditi dari Malaysia karena faktor jarak distribusi yang berdampak pada perbedaan harga yang sangat mencolok. Tabel 2 Perbandingan Harga Beberapa Komoditi di Daerah Perbatasan RIMalaysia di Kabupaten Malinau Propinsi Kalimantan Timur dengan Ibukota Propinsi Tahun 2008 No
Komoditi
(1)
(2)
Harga di Malinau
Harga di Samarinda
(Rp)
(Rp)
(3)
(4)
1.
Beras (kg)
15.000
6.000
2.
Gula (kg)
25.000
7.000
3.
Garam (bks)
10.000
1.000
4.
Indomie (bks)
5.000
1.200
5.
Kopi (bks)
15.000
9.450
6.
Susu Kental Manis (kaleng)
23.000
7.500
7.
Bensin (liter)
30.000
4.500
8.
Minyak Tanah (liter)
30.000
4.000
9.
Minyak Goreng (liter)
40.000
12.500
10.
Semen (sak)
1.500.000
55.000
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Malinau, 2009. Berbagai permasalahan
yang terakumulasi
tersebut harus segera
diselesaikan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah mengingat kondisi keterbelakangan yang dialami oleh warga Indonesia di daerah perbatasan baik di Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur maupun Papua telah berlangsung bertahun-tahun sehingga membutuhkan penanganan yang serius dan komprehensif serta berkelanjutan.
6
1.2 Perumusan Masalah Mengapa pembangunan kawasan perbatasan negara menjadi isu yang sangat penting ? letak kawasan ini yang berhadapan secara langsung dengan negara lain menyebabkan kawasan ini rawan terhadap intervensi dari negara lain baik dalam aspek ekonomi, politik, sosio kultural, maupun keamanan. Di sisi lain, kawasan ini memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat besar. Dengan demikian, selain memiliki fungsi strategis dalam bidang ekonomi, daerah perbatasan juga memiliki fungsi strategis dalam menjamin kedaulatan wilayah negara. Akan tetapi peran strategis tersebut tidak diimbangi dengan kondisi kabupaten perbatasan yang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya. Keterbelakangan tersebut dipicu oleh paradigma pembangunan masa lalu yang memandang daerah perbatasan hanya dari sisi pertahanan dan kemanan (security approach), padahal pendekatan kesejahteraan masyarakat (prosperity approach) melalui pembangunan perekonomiannya merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya peningkatan kemakmuran masyarakat. Pelaksanaan otonomi daerah yang efektif berjalan sejak 1 Januari 2001 memberikan energi baru bagi pembangunan daerah khususnya kabupaten perbatasan. Pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada daerah otonom yang diikuti dengan pelimpahan sumber daya manusia pendukung dan pendanaan yang cukup besar mendorong pemerintah daerah untuk lebih berperan dalam memajukan daerahnya. Selain kebijakan pelimpahan kewenangan dan pendanaan kepada daerah, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan pemekaran daerah yang direspon positif oleh daerah sehingga memunculkan euforia pemekaran yang luas tak terkecuali bagi daerah perbatasan. Mayoritas daerah perbatasan mengalami pemekaran sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kabupaten Bengkayang di Propinsi Kalimantan Barat adalah daerah perbatasan yang merupakan daerah pemekaran baru yang lahir seiring dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999. Begitu pula Kabupaten Kutai Barat, Malinau dan Nunukan di Propinsi Kalimantan Timur merupakan
7
daerah perbatasan yang juga terbentuk pada tahun yang sama sedangkan Kabupaten Keerom, Boven Digoel dan Pegunungan Bintang merupakan daerah perbatasan di Propinsi Papua yang terbentuk pada tahun 2002. Pemekaran daerah perbatasan tentunya memberikan harapan besar bagi seluruh masyarakat daerah tersebut untuk dapat hidup lebih baik dan sejajar dengan daerah lainnya khusunya di perkotaan. Berdasarkan hal di atas maka permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah perkembangan karakteristik kabupaten perbatasan secara umum di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua dan Nusa Tenggara Timur sejak digulirkannya otonomi daerah hingga saat ini. 2. Sektor-sektor apa sajakah yang selama ini menjadi basis perekonomian pada masing-masing daerah perbatasan tersebut. 3. Seberapa besar ketimpangan pembangunan kabupaten perbatasan dengan bukan perbatasan di propinsi penelitian. 4. Bagaimana pola dan struktur pertumbuhan ekonomi kabupaten perbatasan. 5. Bagaimana pergeseran dan peranan perekonomian kabupaten perbatasan. 6. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten perbatasan. 7. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi PDRB perkapita kabupaten perbatasan
1.3 Tujuan Penelitian : Tujuan dari penelitian yang dilakukan antara lain : 1. Menganalisis kondisi sosial ekonomi daerah perbatasan di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua dan Nusa Tenggara Timur. 2. Menganalisis sektor-sektor basis di daerah perbatasan. 3. Menganalisis ketimpangan pembangunan kabupaten perbatasan dan bukan perbatasan di propinsi penelitian. 4. Menganalisis pola dan struktur pertumbuhan ekonomi kabupaten perbatasan.
8
5. Menganalisis
pergeseran
dan
peranan
perekonomian
kabupaten
perbatasan. 6. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kabupaten perbatasan. 7. Menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
PDRB
perkapita
kabupaten perbatasan.
1.4 Manfaat penelitian : Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Memberikan informasi pada pembaca mengenai kondisi terkini daerah perbatasan. 2. Memperkaya khasanah penelitian dan ilmu pengetahuan khususnya berkaitan dengan daerah perbatasan. 3. Sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakan oleh instansi terkait baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten dalam rangka pembangunan daerah perbatasan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya yang berada di daerah perbatasan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan pada periode 2002-2008 yang mencakup seluruh kabupaten perbatasan darat yang berjumlah 16 kabupaten yang tersebar pada 4 propinsi yaitu : 1. Kalimantan Barat sebanyak 5 kabupaten yaitu Kabupaten Sambas, Sintang, Sanggau, Bengkayang dan Kapuas Hulu. 2. Kalimantan Timur sebanyak 3 kabupaten yaitu Kabupaten Nunukan, Malinau dan Kutai Barat. 3. Nusa Tenggara Timur sebanyak 3 kabupaten yaitu Kabupaten Kupang, Belu dan Timor Tengah Utara. 4. Papua sebanyak 1 kota dan 4 kabupaten yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Merauke, Pegunungan Bintang dan Boven Digoel.
9
Kabupaten
perbatasan
darat
menjadi
fokus
penelitian
dengan
pertimbangan bahwa interaksi ekonomi dengan negara tetangga berlangsung lebih cepat dan intens dibanding perbatasan laut. Selain itu seluruh kabupaten perbatasan darat juga merupakan daerah tertinggal sebagaimana tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Nomor 001/Kep/M-PDT/I/2005 Tahun 2005 Tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal.
10