I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah Indonesia terdiri atas perairan yang didalamnya terdapat berbagai macam kekayaan laut bernilai ekonomis tinggi. Disamping itu, subsektor perikanan di Indonesia sangat berperan dalam membantu memperluas kesempatan kerja, memperbaiki gizi masyarakat dan meningkatkan devisa negara yang dapat mendukung pertumbuhan pendapatan nasional. Potensi subsektor perikanan Indonesia sangat besar dikarenakan sektor perikanan merupakan salah satu sumber mata pencaharian bagi sebagian masyarakat Indonesia. Besarnya potensi yang dimiliki subsektor perikanan di Indonesia menyebabkan produksi perikanan Indonesia selalu mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, produksi perikanan Indonesia tahun 2010 mencapai 10,83 juta ton atau mengalami kenaikan sebesar 10,29 persen dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 9,82 juta ton. Bahkan pada tahun 2014 pemerintah menargetkan produksi perikanan Indonesia mencapai 22,39 juta ton (DKP 2010). Hal ini sejalan dengan terus meningkatnya konsumsi yang akan mendorong permintaan terhadap produk perikanan di Indonesia. Permintaan terhadap ikan khususnya produk perikanan lainnya dalam sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan, terutama setelah munculnya wabah penyakit sapi gila, flu burung, serta penyakit kuku dan mulut. Disamping itu, sekarang ini sedang terjadi perubahan kecenderungan konsumsi dunia dari protein hewani ke protein ikan. Pada saat ini, konsumsi ikan masyarakat Indonesia terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi masyarakat Indonesia yang walaupun masih rendah, tetapi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut data nasional, sampai akhir tahun 2010, konsumsi ikan pada masyarakat Indonesia mencapai 30,47 kg per kapita per tahun. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan jika dibandingkan dengan konsumsi ikan pada tahun 2009 sebesar 29,98 kg per kapita per tahun, pada tahun 2008 sebesar
29,08 kg per kapita per tahun, dan pada tahun 2007 sebesar 28,28 kilogram per kapita per tahun1. Peningkatan tersebut terjadi akibat keberhasilan program pemerintah yaitu, pemerintah mencanangkan program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan Pembentukan Forum Peningkatan Konsumsi Ikan Nasional (Forikan). Dengan adanya program tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi ikan. Seiring dengan peningkatan populasi penduduk dunia, kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani dari ikan semakin meningkat. Sayangnya, sejak tahun 1990, produksi perikanan tangkap (hasil laut) mengalami penurunan. Hal ini terus berlanjut hingga sekarang sebagai akibat dari kerusakan lingkungan laut dan penangkapan ikan ilegal secara besar-besaran. Satu-satunya harapan untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan konsumsi ikan dunia, yaitu dengan usaha budidaya ikan. Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Selama ini ikan lele menyumbang lebih dari 10 persen produksi perikanan budidaya nasional dengan tingkat pertumbuhan mencapai 17 hingga 18 persen. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), menetapkan ikan lele sebagai salah satu komoditas budidaya ikan air tawar unggulan di Indonesia. Tingginya angka konsumsi dalam negeri dan terbukannya pangsa pasar ekspor, memastikan komoditas ikan air tawar ini menjadi penyumbang devisa negara yang sangat menjanjikan. Ikan lele merupakan komoditas perikanan budidaya air tawar yang mempunyai tingkat serapan pasar cukup tinggi, baik di pasar dalam negeri maupun ekspor. Perkembangan produksi ikan lele selama lima tahun terakhir menunjukkan hasil yang sangat signifikan yaitu sebesar 21,82 persen per tahun. Kenaikan rataratanya setiap tahun sebesar 39,66 persen. Tahun 2010, produksi ikan lele meningkat sangat signifikan yaitu dari produksi sebesar 144.755 ton pada tahun 2009 menjadi 242.811 ton pada tahun 2010 atau naik sebesar 67,74 persen. Adapun proyeksi produksi ikan lele nasional dari tahun 2010 hingga tahun 2014 1) Departemen Perikanan dan Kelautan. http://www.dkp.go.id. Indonesia dan Negara Asia, Update Data Konsumsi Ikan. Diakses pada tanggal 19 April 2011.
2
ditargetkan mengalami peningkatan sebesar 450 persen atau rata-rata meningkat sebesar 35 persen per tahun yakni pada tahun 2010 sebesar 270.600 ton meningkat menjadi 900.000 ton pada tahun 2014 (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2010). Peningkatan produksi ikan lele di Indonesia didorong oleh tingginya permintaan terhadap ikan lele, baik benih maupun ikan lele konsumsi. Tingginya permintaan terhadap ikan lele baik benih maupun ikan lele konsumsi tidak terlepas dari program pemerintah yang mencanangkan Indonesia sebagai produsen terbesar ikan konsumsi atau hasil budidaya dunia tahun 2015. Saat ini, lele sudah menjadi menu favorit yang digemari konsumen dari berbagai kalangan. Produk olahan lele pun sudah banyak dijumpai, baik yang diolah secara tradisional, seperti pecel lele, pepes lele, lele asam pedas, maupun lele yang diolah dan dikemas secara modern dalam skala industri, seperti bakso, nugget, abon, keripik tulang lele, kerupuk lele dan dendeng lele. Dalam bentuk segar, daging lele yang sudah di fillet merupakan salah satu produk yang diminati pasar ekspor. Sentra produksi ikan lele sebagian besar terletak di pulau Jawa. Sekitar 80 persen produksi ikan lele nasional berasal dari lima provinsi yang selama ini telah menjadi sentra budidaya ikan lele yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten. Diantara kelima provinsi tersebut, Jawa Barat merupakan daerah penghasil (produsen) ikan lele dengan total produksi tertinggi di Pulau Jawa. Total produksi ikan lele di Provinsi Jawa Barat mencapai 197.750 ton atau sebesar 42,01 persen dari tahun 2007 hingga tahun 2011. Total produksi ikan lele yang dihasilkan oleh Provinsi Jawa Barat merupakan nilai yang cukup besar apabila dibandingkan dengan Provinsi di Pulau Jawa lainnya, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, D.I.Yogjakarta dan Banten. Berikut ini total produksi ikan lele pada masing-masing Provinsi di Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 1.
3
Tabel 1. Total Produksi Ikan Lele di Pulau Jawa Tahun 2007-2010 Produksi (Ton)
Provinsi
2007
2008
2009
2010
Total
Kenaikan (%)
2.267
2.574
3.648
5.554
14.043
2,98
Jawa Barat
26.978
31.687
48.044
91.041
197.750
42,01
Jawa Tengah
14.960
23.072
28.290
36.768
103.090
21,90
Jawa Timur
20.914
23.472
26.690
43.618
114.694
24,36
5.386
6.365
7.902
21.539
41.192
8,75
470.769
100
Banten
D.I. Yogjakarta
Total Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2011)
Jawa Barat merupakan produsen (penghasil) ikan lele dengan total produksi tertinggi di Pulau Jawa. Pada dasarnya komoditas unggulan perikanan yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat terdiri dari ikan mas, ikan nila, ikan lele, ikan patin dan ikan gurame. Namun, diantara kelima jenis komoditi unggulan yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat, ikan lele merupakan komoditas unggulan yang perkembangan produksi sangat pesat dibandingkan komoditas perikanan lainnya yang dihasilkan di Provinsi Jawa Barat. Perkembangan peningkatan produksi yang cukup signifikan terhadap ikan lele konsumsi mendorong terjadinya peningkatan permintaan terhadap benih atau larva lele di Provinsi Jawa Barat. Permintaan terbesar terhadap benih ikan lele hingga saat ini masih berada di Provinsi Jawa Barat. Berikut ini proyeksi produksi ikan lele siap konsumsi dan permintaan larva atau benih lele di Jawa Barat hingga tahun 2014. Tabel 2. Proyeksi Produksi Lele Siap Konsumsi dan Kebutuhan Larva atau Benih Lele di Provinsi Jawa Barat No.
Tahun
Proyeksi Produksi (Ton)
Kebutuhan Larva (ekor)
1
2010
55.700
1.293.000.000
2
2011
73.200
1.700.000.000
3
2012
99.000
2.299.000.000
4
2013
134.000
3.112.000.000
5
2014
180.000
4.180.000.000
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)
4
Jenis ikan lele yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat adalah ikan lele dumbo, ikan lele sangkuriang dan ikan lele phyton. Diantara ketiga jenis ikan lele yang dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat, ikan lele phyton merupakan varietas lele baru yang unggul, khususnya di Provinsi Jawa Barat. Ikan lele phyton merupakan hasil persilangan antara lele induk betina lele eks Thailand atau lele D89F2 dengan induk jantan lele dumbo F6 yang pertama kali ditemukan di Provinsi Jawa Barat tepatnya di Pandeglang, Banten. Lele phyton dikembangkan oleh tim persilangan lele yang diberi nama Sinar Kehidupan Abadi (SKA) berlokasi di Desa Banyumundu, Kecamatan Cimanuk, tahun 1997. Lele phyton tergolong omnivora, baik di alam maupun di lingkungan budidaya, dapat memanfaatkan plankton, cacing, insekta, udang-udang kecil dan mollusca sebagai makanannya. Keunggulan yang dimiliki ikan lele phyton jika dibandingkan dengan varietas ikan lele lainnya yaitu lele phyton mampu bertahan dalam suhu yang diperlakukan berada di titik ekstrim panas maupun dingin. Selain itu, lele phyton juga memiliki pertumbuhan yang cukup cepat, dari ukuran benih 7-8 cm membutuhkan waktu 50 sampai 55 hari pemeliharaan untuk mencapai ukuran konsumsi. Sementara pemeliharaan ukuran benih 9-10 cm hanya butuh waktu 4045 hari hingga mencapai masa panen (Galeriukm, 2011). Selain itu, keunggulan lain yang dimiliki oleh lele phyton yaitu memiliki hasil produksi yang lebih tinggi baik pada segmen pembenihan maupun pembesaran, masa panen lele phyton lebih cepat, memiliki telur lebih banyak dan daya tetas yang lebih hebat dibandingkan dengan varietas lele lainnya, memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap penyakit, memiliki cita rasa daging lele yang gurih, tekstur daging yang lebih padat dan minim akan lemak, serta proses pembudidayaan dan pemeliharaannya mudah dan sederhana, baik dari segi lokasi, sarana kolam, maupun perawatan air (Khairuman dan Amri 2008). Bekasi merupakan salah satu daerah sentra produksi ikan lele di Jawa Barat selain Bogor, Sukabumi, Indramayu dan Cirebon. Pada dasarnya komoditi perikanan yang dihasilkan di Bekasi terdiri dari ikan mas, ikan nila, ikan gurame, ikan patin dan ikan lele. Namun, diantara kelima komoditas perikanan yang dihasilkan di Bekasi, ikan lele merupakan komoditas unggulan yang memiliki
5
produksi tertinggi di Bekasi. Hal ini dikarenakan perkembangan produksi ikan lele di Bekasi relatif stabil dan selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tersedianya sumberdaya dan faktor klimatologis yang mendukung serta peluang pasar yang terbuka menjadikan kegiatan usaha budidaya perikanan, khususnya ikan lele di Bekasi mengalami perkembangan yang baik. Hal ini terlihat dari peningkatan produksi perikanan budidaya air tawar ikan konsumsi di Bekasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar Ikan Konsumsi di Bekasi Tahun 2005-2010 Produksi (ton) No
Presentasi
Jenis Ikan
2005
2006
2007
2008
2009
Jumlah
Kenaikan Produksi (%)
1
Mas
34,4
62
105,6
96,8
101,46
400,26
22,32
2
Nila
8,5
33,3
24,6
17,5
18,4
102,2
35,98
3
Lele
96,5
96,7
107,3
159,4
176,77
636,67
23,27
4
Patin
17,8
16,3
13,8
16,3
14,88
79,08
15,61
5
Gurame
62,4
85
115
120,5
130,5
513,4
21,15
Sumber : Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Bekasi (2010)
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa ikan lele merupakan hasil komoditas perikanan yang memiliki total produksi tertinggi di Bekasi dibandingkan dengan ikan lainnya. Pada tahun 2005 hingga tahun 2009 total produksi ikan lele mencapai angka 636,67 ton atau mengalami peningkatan produksi sebesar 23,27 persen. Jika dilihat dari persentase kenaikan produksinya, ikan lele memiliki persentase yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan nila. Hal ini dikarenakan peningkatan produksi ikan lele dari tahun ke tahun tidak sebesar ikan nila. Walaupun demikian produksi ikan lele selalu mengalami peningkatan dan produksinya relatif stabil setiap tahun, sedangkan ikan nila produksinya cenderung tidak stabil yaitu mengalami peningkatan pada tahun 2006 dan turun drastis pada tahun 2007 hingga 2008. Hal inilah yang menjadikan persentase kenaikan produksi ikan lele lebih rendah dibandingkan dengan ikan
6
nila. Namun hingga saat ini, produksi ikan lele tetap menduduki urutan teratas di Bekasi. Jenis ikan lele yang paling banyak diusahakan di Bekasi adalah ikan lele phyton. Keunggulan yang dimiliki oleh ikan lele phyton, membuat para pelaku usaha di Bekasi mulai melakukan pengusahaan baik pembenihan maupun pembesaran ikan lele phyton. Salah satu usaha di Bekasi yang melakukan pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele phyton adalah usaha Gudang Lele. Usaha Gudang Lele terletak di Kecamatan Bekasi Utara, yang merupakan salah satu penyedia benih lele phyton dan ikan lele phyton konsumsi di Bekasi. Pengusahaan pembenihan pada usaha Gudang Lele dilakukan untuk mendapatkan benih yang berkualitas dengan ukuran 3-8 cm, sedangkan pengusahaan pembesaran pada usaha Gudang Lele dilakukan untuk mendapatkan ikan lele ukuran konsumsi yaitu 9-10 ekor per kilogram. Usaha Gudang Lele merupakan usaha yang baru berdiri pada tahun 2010, sehingga penting untuk dilakukan analisis kelayakan pengusahaan ikan lele phyton pada usaha Gudang Lele. Hal tersebut dapat diketahui dengan menggunakan analisis finansial melalui beberapa kriteria kelayakan usaha, yaitu Net Present Value (NPV), Net B/C, Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP) dan analisis non finansial (aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek sosial, ekonomi, lingkungan). Selain itu juga dilakukan pula analisis sensitivitas apabila terjadi perubahan yang berkaitan dengan perubahan pada komponen manfaat dan komponen biaya. 1.2. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang dihadapi oleh usaha Gudang Lele adalah tingkat kematian sejumlah ikan lele phyton dalam jumlah yang cukup banyak, khususnya untuk ukuran benih siap tebar. Benih ikan lele phyton merupakan komoditas perikanan yang sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sehingga kematian yang cukup tinggi terjadi pada ukuran benih siap tebar. Permasalahan ini biasanya terjadi pada pembudidaya yang baru memulai usaha atau petani pemula yang kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan benih yang baik, yakni mulai dari penanganan saat pengangkutan hingga penebaran dan pengkondisian air yang memenuhi syarat. Permasalahan ini umumnya terjadi pada
7
saat penyaringan yaitu segmen pendederan benih. Tingkat kematian yang tinggi ini akan menyebabkan penurunan volume produksi baik benih lele phyton maupun ikan lelephyton konsumsi. Selain itu, permasalahan yang dihadapi oleh usaha Gudang Lele adalah kelebihan produksi benih dan ikan lele phyton konsumsi. Kelebihan produksi benih dan ikan lele phyton konsumsi umumnya terjadi pada musim hujan. Ketika musim hujan, banyak pedagang pecel lele yang mengalami penurunan omset penjualan. Akibatnya, banyak ikan lele phyton ukuran konsumsi yang tidak terserap pasar. Di sisi lain, pada musim hujan benih ikan lele phyton di petani tersedia dalam jumlah yang cukup banyak. Akibatnya, banyak benih dan ikan lele phyton konsumsi yang tidak laku terjual. Hal ini akan berdampak pada turunnya harga jual baik benih maupun ikan lele phyton konsumsi di pasaran. Faktor sosial ekonomi masyarakat juga merupakan kendala utama yang mempengaruhi fluktuasi harga ikan lele phyton di pasaran. Ketika liburan sekolah, masyarakat lebih memilih menghabiskan uangnya untuk membeli kebutuhan lain. Belum lagi bagi
daerah disekitar kampus yang menjadi daerah konsentrasi
penjulan pecel lele, liburan berdampak terhadap turunnya permintaan lele phyton di pasaran. Selain itu, harga pakan yang cenderung fluktuatif merupakan kendala yang dihadapi oleh usaha Gudang Lele. Harga pakan yang cenderung fluktuatif ini akan menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan juga fluktuatif, sehingga keuntungan yang diperoleh pun fluktuatif. Adanya permasalahan tersebut akan sangat mempengaruhi kelangsungan usaha Gudang Lele baik pembenihan maupun pembesaran ikan lele phyton. Oleh karena itu, analisis kelayakan baik secara aspek finansial maupun aspek non finansial penting untuk dilakukan pada usaha Gudang Lele. Tujuannya adalah untuk melihat apakan usaha Gudang Lele layak atau tidak untuk diusahakan dilihat dari usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele phyton. Selain itu, analisis nilai pengganti (switching value analysis) pun perlu dilakukan pada usaha Gudang Lele karena adanya permasalahan yang terjadi pada komponen harga jual, volume produksi dan kenaikan biaya variabel. Analisis nilai pengganti (switching value analysis) dilakukan untuk mengetahui perubahan maksimum dari komponen manfaat dan biaya yaitu harga jual, volume produksi dan biaya variabel.
8
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi dalam pengusahaan ikan lele phyton dalam penelitian ini sebagai berikut : 1.
Bagaimana kelayakan pengusahaan ikan lele phyton (pembenihan dan pembesaran) pada usaha Gudang Lele yaitu dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sosial ekonomi lingkungan?
2.
Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan ikan lele phyton ((pembenihan dan pembesaran) pada usaha Gudang Lele dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP)?
3.
Bagaimana pengaruhnya jika terjadi penurunan harga jual output, penurunan volume produksi, dan kenaikan biaya variabel pada pengusahaan ikan lele phyton baik pembenihan maupun pembesaran?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah : 1.
Menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele phyton (pembenihan dan pembesaran) dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, serta aspek sosial dan lingkungan.
2.
Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan ikan lele phyton (pembenihan dan pembesaran) dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP).
3.
Menganalisis sensitivitas pengusahaan ikan lele phyton, apabila terjadi perubahan pada penurunan harga jual output, penurunan volume produksi, serta kenaikan biaya variabel baik pembenihan maupun pembesaran.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Bahan informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
9
2. Bahan informasi bagi pihak perbankan atau non bank mengenai tingkat pengembalian investasi dan kelayakan pengusahaan ikan lele, sehingga dapat memberikan daya tarik bagi mereka untuk menanamkan modal pada kegiatan tersebut. 3. Bagi pembudidaya ikan lele, sebagai salah satu rekomendasi untuk pengambilan keputusan dalam mengembangkan usaha yang sedang dijalankan. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bekasi Utara. Penelitian ini membahas mengenai pengusahaan ikan lele phyton yang terbagi kedalam dua usaha yaitu usaha pembenihan dan usaha pembesaran ikan lele phyton dengan menggunakan kolam terpal, kolam tanah dan kolam semen. Kegiatan pembenihan menghasilkan
benih
ukuran
3-8
cm,
sedangkan
kegiatan
pembesaran
menghasilkan ikan lele phyton konsumsi 9-10 cm per kilogram. Adapun analisis kelayakan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah aspek non finansial (aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek sesial ekonomi lingkungan), aspek finansial (Net Present Value (NPV), Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PP) dan analisis switching value (penurunan harga jual, penurunan volume produksi dan kenaikan biaya variabel). Hasil perhitungan pada aspek finansial dan analisis switching value menggunakan cashflow yang diolah dengan menggunakan sofware Microsoft Excel, sedangkan hasil aspek non finansial disajikan dalam bentuk analisis deskriptif.
10