BULETIN
ISSN : 1693 - 3265 Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN The Need of Legaly Mandated for Central Bank in Dealing with Financial Stability Peranan Hukum Dalam Krisis Perekonomian (Dunia) eNotaris Indonesia: Komparasi Awal Peranan Notaris dalam Penyelenggaraan Transaksi Elektronik Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik Di Bank Indonesia Resensi Buku: Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan Cakrawala Hukum: Kedudukan Mahkamah Kontititusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia, Januari - Mei 2011 Ringkasan Peraturan Bank Indonesia, Januari - Mei 2011
Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Direktorat Hukum Bank Indonesia Pelindung Deputi Gubernur Bidang Hukum Bank Indonesia Penanggung Jawab Ahmad Fuad, Christina Sani, Heru Pranoto, Agus Santoso Pemimpin Redaksi Agus Santoso Sekretaris Redaksi Dyah Pratiwi Dewan Redaksi Imam Subarkah, Sudarmaji, Arief R. Permana, Amsal Chandra Appy, Rosalia Suci, Rika S. Dewi, Amy Rachmy Budiati, Hari Sugeng Raharjo, Suprianto, Umi Widji R. Redaksi Pelaksana Dyah Pratiwi, Hernowo Koentoadji, Ellia Syahrini, Kesumawati, Kuwat Wijayanto, Rizal Wisnajaya Mitra Bestari Prof. Dr. Erman Radjagukguk, SH, LLM Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH, LLM Prof. Dr. Huala Adolf, SH, LLM Dr. Inosentius Samsul, SH, LLM Dr. Lastuti Abubakar, SH, MH Penanggung Jawab Pelaksana dan Distribusi Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum, Direktorat Hukum Bank Indonesia Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan ini diterbitkan oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan dalam buletin ini sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Bank Indonesia. Buletin ini pada awal tahun penerbitan, tahun 2003, diterbitkan 6 (enam) bulan sekali, yaitu pada bulan Juli dan Desember. Mulai tahun 2004 buletin ini terbit secara berkala pada bulan April, Agustus dan Desember, dan mulai tahun 2009, buletin diterbitkan pada bulan Januari, Mei, dan September. Peminat buletin ini dapat menghubungi Bagian Administrasi Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter, Gedung B Lt. 16, Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350, telepon (021) 381 8629, facsimile (021) 350 1931, email:
[email protected] Redaksi menerima sumbangan tulisan berupa artikel ilmiah atau semi ilmiah serta resensi buku berkenaan dengan hukum perbankan dan kebanksentralan. Tulisan tersebut dapat disampaikan kepada Tim Perundang-undangan dan Pengkajian Hukum, Direktorat Hukum Bank Indonesia, Gedung Tipikal Lt. 9 Jl. M.H Thamrin No. 2 Jakarta 10350, telepon (021) 381 7346, facsimile (021) 380 1430. Atas dimuatnya artikel dan resensi buku dimaksud, Redaksi memberikan uang jasa penulisan. “Buletin ini dapat diakses melalui website Bank Indonesia di http://www.bi.go.id, pilih links riset, survey dan publikasi, kemudian pilih publikasi”
Halaman ini sengaja dikosongkan
Dari Meja Redaksi
Pada penerbitan kali ini, Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan (Buletin) Volume 9 Nomor 1, Edisi Mei s.d. Agustus 2011 kembali hadir ditengah-tengah para pembaca dan pencintanya. Topik hangat pada materi muatan Buletin adalah menyoroti mengenai mandat bagi bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan sebagaimana penulisan artikel: “The Need of Legaly Mandated for Central Bank in Dealing with Financial Stability”. Perkembangan trend bank sentral modern cenderung menambah tujuan bank sentral dalam UU-nya tidak hanya mencapai stabilitas harga, namun juga berkontribusi pada pencapaian stabilitas sistem keuangan, karenanya bank sentral perlu mendapat mandat eksplisit dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang SSK. Krisis yang terjadi pada tahun 2008 memberikan bukti bahwa bank sentral tidak hanya mempunyai satu tanggungjawab yaitu menjaga stabilitas harga (price stability). Dalam hal ini fungsi Lender of Last Resort (LoLR) merupakan fungsi inheren pada bank sentral sehingga secara implisit bank sentral berperan dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Dalam perkembangannya, terdapat pemikiran yang menyarankan bank sentral untuk memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Selain artikel tersebut, secara lengkap, penerbitan Buletin edisi kali ini menurunkan 4 artikel, yaitu : 1. The Need of Legaly Mandated for Central Bank in Dealing with Financial Stability, oleh Agus Santoso, SH., LLM. 2. Peranan Hukum Dalam (Krisis) Perekonomian, oleh Dr. Dian Ediana Rae, SH., LLM., Kepala Perwakilan BI London, dosen luar biasa FH UI 3. e-Notary, oleh Josua Sitompul, SH. IMM 4. Keterbukaan Informasi Publik, oleh Tim Informasi Hukum Bank Indonesia. Disamping itu, dalam cakrawala hukum redaksi menyajikan salah satu materi workshop litigasi, yaitu artikel mengenai Kedudukan Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI. Selanjutnya, sebagai referensi, redaksi juga telah menyajikan resensi buku “Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundangundangan Yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, oleh Rizal Wisnajaya, SE, MH., Analis Hukum. Akhirnya, guna memberikan pengkinian informasi produk perundang-undangan Bank Indonesia, buletin ini akan memuat daftar Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan Surat Edaran (SE) Ekstern Bank Indonesia dari bulan Januari sampai dengan Maret 2011, yang dilengkapi dengan Ringkasan Peraturan Bank Indonesia, dengan harapan agar semakin mempermudah pembaca dalam menelusuri dan mencari regulasi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Selamat membaca. Jakarta, Juni 2011 Redaksi
i
Halaman ini sengaja dikosongkan
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
Halaman Dari Meja Redaksi............................................................................................................................................
i
Daftar Isi..........................................................................................................................................................
iii
The Need of Legaly Mandated for Central Bank in Dealing with Financial Stability.............................................
1-4
Agus Santoso, SH., LLM Peranan Hukum Dalam Krisis Perekonomian (Dunia).........................................................................................
5-9
Dr. Dian Ediana Rae, SH., LLM eNotaris Indonesia: Komparasi Awal Peranan Notaris dalam Penyelenggaraan Transaksi Elektronik....................
11 - 27
Josua Sitompul, SH., IMM Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik Di Bank Indonesia..................................................................
29 - 35
Tim Informasi Hukum Bank Indonesia Resensi Buku: Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan ...................................................................................
37 - 38
Rizal Wisnajaya, SE, MH, Cakrawala Hukum: Kedudukan Mahkamah Kontititusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI.................................................................
39 - 40
Redaksi Daftar Peraturan Bank Indonesia dan Surat Edaran Ekstern Bank Indonesia, Januari - Mei 2011.....................
41 - 43
Tim Informasi Hukum (Direktorat Hukum Bank Indonesia) Ringkasan Peraturan Bank Indonesia, Januari - Mei 2011..............................................................................
45 - 63
Tim Informasi Hukum (Direktorat Hukum Bank Indonesia)
iii
Halaman ini sengaja dikosongkan
The Need of A Mandate for Central Bank in Dealing with Financial Stability 1
By Agus Santoso2, SH, LLM
This paper focuses on the needs of central bank to have an
The discharge of the three tasks above is mutually supportive
explicit mandate in dealing with financial stability, particularly
to achieve the stability of the rupiah. The task of formulating
in crisis. It takes Bank Indonesia as a Central Bank of the
and implementing monetary policy shall be conducted
Republic of Indonesia as a case, as it might be happened in
through among other things, targeting monetary aggregates
other central banks.
and or interest rate. The effectiveness in implementing the monetary policy task calls for the support of an efficient,
This paper elaborates 6 (six) topics as follows:
expeditious, safe, and reliable payment system (which is
1. Bank Indonesia Objective
the target of the task in regulating and supervising the
2. Bank Indonesia and Indonesia Financial Stability
smoothness of the payment system). Further, the efficient,
3. Central Bank’s Conventional Mandate
expeditious, safe, and reliable payment system needs a
4. Central Bank and Financial Stability
sound banking system, which is the target of the task in
5. Redefining the Mandate of Central Bank
banking regulation and supervision. A sound banking will
6. Autonomy and Accountability
in turn facilitate monetary control since in Indonesia the implementation of monetary policy is transmitted primarily
Based on Article 7 of Bank Indonesia Act, the objective of
through the banking system (around 80% of the total
Bank Indonesia is to achieve and maintain the stability of
financial asset is managed by 121 commercial banks and
the Rupiah, the currency of the Republic of Indonesia. The
1680 rural banks with 14.140 commercial bank branches
meaning of the stability of the rupiah is the stability of the
and 3.996 rural bank branches).4 In this regards, Bank
Rupiah value against goods and services, as well as against
Indonesia in fact has performed a range of task related to
foreign currencies. As an archipelago country which has
the financial stability and has included financial stability
17.508 islands and thirty three provinces, stretching at 3
considerations in its monetary and micro prudential policy
different time zones with over 238 million people and the
making. The performance of the task in financial stability
world’s fourth most populous country,3 it is really challenging
is related to the one of important roles of a central bank,
for the central bank to conduct macro economy policy
such as lender of the last resort to provide liquidity assistance
successfully.
to illiquid but solvent bank.5
In order to achieve its objective, Bank Indonesia has three
To prevent 2008 financial crisis, several responses have been
tasks as follows:
taken, such as enacted Government Regulation in Liu of
a. to formulate and to implement monetary policy b. to regulate and to safeguard the smoothness of the payment system; c. to regulate and to supervise banks.
1
Presented in the International Conferences on Legal Aspects in A Changing Global banking Sector held by the Association of Legal Adviser in the Financial And Banking System, Iasi Romania May 31 - June 4, 2011
2
Deputy Director, Directorate for Legal Affairs, Bank Indonesia
3
http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia.html
4
As of April 2011
5
Based on Bank Indonesia Act, there are three types of liquidity assistance that can be provided by Bank Indonesia, namely intraday liquidity facility, short term liquidity support facility, and emergency liquidity assistance. The intraday liquidity facility is a funding facility extended by Bank Indonesia to a bank in their capacity as a member of payment system managed by Bank Indonesia. Under the Central Bank Act, Bank Indonesia shall have a task to ensuring and maintaining the effectiveness operation of Payment System in Indonesia. The type of payment system operation in Indonesia is 1) The Real Time Gross Settlement (RTGS) that is a system for electronic funds transfer among members in domestic currency with settlement processed individually per transaction basis; and 2) national clearing system that is the clearing system that cover debit and credit clearing in which the settlement is conducted on a nationwide basis.
1
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
Act Number 4 of 2008 regarding Financial System Safety
However, the rescue of the bank from political point of
Net to provide coordination mechanism among authorities
view become a dispute and has been scrutinized before the
and a crisis prevention mechanism and crisis management
parliament, and as the result: rejection of the Regulation
system to handle financial crisis. The government also enacted
in Liu of Act Number 4 of 2008 regarding Financial System
Government Regulation Number 66 of 2008 regarding The
Safety Net to become an act; investigation on the handling
Amount of Deposits Guaranteed by Indonesia Deposit
of the rescued bank; filing draft law on Financial Stability
Insurance Corporation, to amend the amount of the deposit
Safety Net to be discussed in the parliament.
guaranteed, from the most Rp100.000.000,00 (one hundred million Rupiah) to become the most Rp2.000.000.000,00
The rejection of Regulation in Liu of Act Number 4 of 2008
(two billion Rupiah). Besides, Bank Indonesia Act had been
regarding Financial System Safety Net to become an act
amended to broaden the collateral for short term liquidity
means that there is no legal basis in the level of law/statute
support, from limited collateral consist of treasury bills and
in Indonesia legal setting providing authority coordination
Bank Indonesia Certificate to include high rated performing
mechanism and emergency liquidity assistance mechanism
loans.
for banks and other financial institutions if financial crisis occurs. The only legal basis to provide emergency liquidity
In fact, the 2008 crisis has impacted on a small bank, the
assistance is Article 11 section (4) of Bank Indonesia Law
Century Bank. Although it was considered a small bank,
which stipulates that in the event that a Bank experiences
Bank Indonesia, Ministry of Finance and Deposit Insurance
financial difficulties with systemic impact that may result in
Corporation concluded that during the crisis it was a small
crisis endangering the financial system, Bank Indonesia may
but potentially systemic bank. For the sake of preventing
provide an emergency financing facility funded by the
banking crisis, instead of closing the bank, the failing bank
Government. Article 11 section (5) of Bank Indonesia Law
has been decided to be rescued, as the best policy at that
states that the procedures and decision making process
time. The bank was rescued by way of recapitalization by
regarding financial difficulties of a Bank with systemic impact,
Deposit Insurance Corporation in the sum of 6.7 billion
provision of the emergency financing facility, and source of
Rupiah, instead of giving emergency liquidity assistance to
funding from the State Budget shall be stipulated in a
the bank as provided by Government Regulation in Liu of
separate law to be promulgated no later than the end of
Act Number 4 of 2008 regarding Financial System Safety
2004. But until now, the law has not been enacted. This
Net. By recapitalizing the rescued bank, the Deposit
means that there is no sufficient legal basis for Bank Indonesia
Insurance Corporation became the majority shareholder
to provide emergency liquidity assistance. Besides, Bank
of the bank.6
Indonesia does not have an explicit legal mandate for financial stability function. Bank Indonesia’s tasks do not cover the oversight of the entire financial system from a macro
If a bank has difficulty to settle its financial obligation related to payment transaction through clearing system or through electronic funds transfer in Real Time Gross Settlement System (RTGS), the bank may ask the central bank provide funds to clear its obligation. This fund shall be settled in the same day and covered with very liquid collateral. Short term liquidity support facility is a support from Bank Indonesia for any bank experiencing a short term liquidity problem (liquidity mismatch). The duration of this lender of the last resort facility is up to 90 days. This facility is deemed as a secured loan because it is fully backed by high quality of collateral with minimum value equivalent to the amount of facility received. Among the collaterals which are considered as high quality is government bond/bill or central bank bill. Meanwhile, the emergency liquidity assistance is an unsecured loan which is provided by the central bank as the lender of the last resort, but is guaranteed by the Government. The bank may obtain emergency assistance if its liquidity problem is considered to trigger systemic failure. Indeed, this facility is provided to prevent systemic failure in banking system that can lead to the banking crisis. 6
In its development, the Deposit Insurance Corporation has changed the name of the bank, from Century Bank to Permata Bank. This bank has become solvent and has been ready to be divested from this year to 2013.
2
prudential perspective.7 There is no evidence that the stability of the value of the Rupiah as an objective has a direct relationship with the financial system stability. Under the current legal framework the legal test for any decision and operation would be restricted to Bank Indonesia’s monetary objective, which is the stability of the value of the Rupiah.8 Realizing that in today’s globalized world no country is immune from the crisis, the Governments of the Republic of Indonesia must do its utmost to protect the country from most vulnerable crisis. Hence, Indonesia is drafting Financial
7
Bank Indonesia is only authorized to regulate and supervise banks.
8
International Monetary Fund Report, November 2010
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
System Safety Net Act and the new Bank Indonesia Act.
conditional degree of responsibility for outcomes, like: to
These two acts must give the clear mandate to do proper
maintain, to contribute, to participate, to promote, and to
actions by the government and central bank in preventing
support. A few description of central banks laws as followed:11
and managing crisis. -
The People’s Bank of China Act states that the Bank
Preceding the global crisis 2008, many central banks
shall, under the leadership of the State Council, formulate
concerned to narrow definition of the mandates of central
and implement monetary policies, guard against and
banks in performing price stability. In this regards, the
eliminate financial risks, and maintain financial stability.
central banks conventional mandate broadly divided into three main categories (keeping in view the prime emphasis of their
mandate:9)
-
firstly, central banks with a primary
The Statute of Bank of Thailand states that the BOT’s objectives are to carry on such tasks as pertain to central
mandate. For European Central Bank, the primary objective
banking in order to maintain monetary stability, financial
is to maintain price stability. Secondly, central banks with
institution system stability and payment system stability.”
two co-equal primary goals, like US Federal Reserve, which has long had a dual mandate: long term price stability and
-
Bank Negara Malaysia Act states that the principal objects
full employment. Thirdly, central banks with a broader
of the Bank shall be to promote monetary stability and
mandate, such as Reserve Bank of India, it includes currency
financial stability conducive to the sustainable growth
and stability, flow of credit, and price stability with growth.
of the Malaysian economy.
However, the great majority of central banks operate under
-
In Japan, the purpose of the Bank of Japan, or the central
the presumption that they have a policy responsibility for
bank of Japan, is to issue banknotes and to carry out
financial stability. The responsibility for financial stability is
currency and monetary control. In addition to what is
usually inferred from the existence of functions that relate
prescribed in the preceding paragraph, the Bank of
to it. Such functions include bank regulation (and /or licensing)
Japan’s purpose is to ensure smooth settlement of funds
and bank supervision, deposit insurance, the provision of
among banks and other financial institutions, thereby
safety nets through emergency liquidity assistance, provision
contributing to the maintenance of stability of the
of honest broker services, and involvement in the payment
financial system.
system in general.10 -
England states that an objective of the Bank shall be
Bank for International Settlement (BIS) Report shows that
to contribute to protecting and enhancing the stability
less than half of central bank statutes contain objectives
of the financial systems of the United Kingdom (the
relating to financial stability in which from 146 central bank
“Financial Stability Objective”.)
laws, less than one fifth have an explicit objective for financial stability per se- for instance an objective that extends beyond
-
Zambia states that the central bank shall formulate and
objectives for functions that contribute to financial stability.
implement monetary and bank supervisory policies that
In some cases in which the central banks has an explicit
will ensure the maintenance of price and financial
legal objective for financial stability, the objective is broad-
systems stability.
ranging and the central bank’s responsibility apparently far reaching, inter alia by using the language which implies a
As mentioned before, the language implies a conditional degree of the responsibility of outcomes: to maintain, to contribute, to participate, to promote, or to support.
9
Grace Koshie, Reserve Bank of India “Impact of Changing Mandates on Central Bank Governance” presentation to the Seminar on Central Bank Governance: The Role of the Board, Windsor, United Kingdom, April 2011
10 source: Issues in the Governance of Central Banks; A Report from the Central Bank Governance Group chaired by Guiilermor Ortiz, the Governor of the Bank of Mexico, BIS, May 2009
11 Issues in the Governance of Central Banks; A Report from the Central Bank Governance Group chaired by Guiilermor Ortiz, the Governor of the Bank of Mexico, BIS, May 2009
3
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
The crisis triggered the debate on role and responsibility of
financial stability measures which is often carry a cost, and
central bank. Should central bank persist with inflation
greater considerations with government.13
targeting? The role of central banks as an anchor for price stability remains crucial. But in the post-crisis environment,
Even though the role of capital market and non bank
central banks are expected to ensure stability in a broader
financial industry in Indonesia’s financial system is less crucial
sense than just price stability. In particular, it is now more
than banking sector, the Ministry of Finance has important
or less universally recognized that central banks should have
role in maintaining financial stability by guaranteeing an
a formal mandate for financial stability.12 Because central
emergency liquidity support provided by Bank Indonesia to
banks are increasingly being put in charge of overseeing
illiquid-systemic bank. Minister of Finance also preside the
systemic risk in the context, as the ultimate provider of
Committee of Financial System Stability which sets the
liquidity, in which central banks also focus on system-wide
policy for crisis prevention or crisis management, because
risks and obtain an integrated view of both the individual
the cost of crisis resolution will burden the Government
micro and macro prudential supervision, for Indonesia case,
Budget. From my point of view, the central bank, therefore
the IMF has recommended Bank Indonesia to have the
needs enhancing powers to influence macro-prudential
financial system stability mandates. Such a framework would
conditions.
provide a sound legal basis for operations and accountability for its macro prudential work. The financial stability objective
As a conclusion, learning from the financial crisis in the
of Bank Indonesia should be explicit and aligned with its
period of 1990’s and the effort to response the global
functions and powers. The specific wording of Bank
financial crisis 2008, the need to push back the boundaries
Indonesia’s financial stability objective should be carefully
of central bank’s conventional mandate to do such
crafted to avoid creating expectations that Bank Indonesia
intervention on financial sector in order to prevent the
cannot fulfill. The wording should not reflect Bank Indonesia
collapse of the financial system must be precisely designed
full responsible for handling financial crisis. All Bank
on the statute to legitimate a mandate of central bank in
Indonesia’s functions and objectives should be clearly stated
handling financial stability. Indeed, well-built micro and
and mandated in the Bank Indonesia Act. The mandate
macro prudential supervision are essential elements in
shall comprise a consistent set of objective, functions, policy
maintaining financial stability. Strong good corporate
instruments, and legal powers. This is because the policy
governance, risk management and qualified bank supervisors
taken has allowed public question and political interference
have also contribute to the development of sound national
in supervisory actions, which could caused a slowing down
banking system significantly. Moreover, good coordination
decision making process and occasionally paralyzing the
among the authorities and, without any intention to
prudential system. Therefore, central bank needs legal basis
simplifying the situation, quick and proper responses could
and also effective coordination among authorities involved,
be a pivotal factor in preventing contagious effect of a
in which responsibility for financial stability cannot be beared
crisis.
solely to the central bank, and therefore must be shared by the government, the central bank and other regulators. As for Indonesia, there are three authorities involved in Indonesia financial system, namely Bank Indonesia, Indonesia Deposit Insurance Corporation, and Ministry of Finance. This financial stability mandate will raise some concerns to be addressed further, namely central bank independence,
12 Herve Hannoun, Deputy GM, Bank for International Settlements: The expanding role of central banks since the crisis: what are the limits?, BIS, June 2010
4
13 Under current regime, Indonesia adopts fragmented supervisory agency for financial sector. Bank Indonesia as the central bank is authorized as a banking supervisor both compliance based supervision and risk based supervision. While Indonesia Deposits Insurance Corporation (IDIC)’s main task is to provide (a limited) guarantee for deposits and to participate in maintaining banking system stability. The aim of guaranteeing the deposits is to maintain the public’s trust in the banking system and to protect depositors. In this regards, any bank operates in Indonesia is mandatory to be a member of IDIC’s guarantee scheme. On the other hand, the Ministry of Finance is a capital market and non bank financial industry supervisor. Currently Government of Indonesia is preparing draft law to integrate financial supervisory agency into single instruction (FSA)
Peranan Hukum Dalam Krisis Perekonomian (Dunia) Oleh: Dr. Dian Ediana Rae, SH., LL M. (Dosen Luar Biasa Hukum Perbankan/Keuangan/Perbankan Universitas Indonesia, Universitas Tarumanegera dan Universitas 17 Agustus 1945/Kepala Perwakilan Bank Indonesia-London)
Pendahuluan
engeenering” dan “excessive risk taking” dalam transaksi ekonomi. Dengan demikian, justru disinilah letak persoalan
Dalam bukunya yang baru saja diterbitkan pada akhir tahun
yang utama yaitu terjadinya pelemahan atau bahkan
2010 yang lalu, mantan Perdana Menteri Inggris Gordon
pembusukan peranan hukum didalam pengelolaan transaksi
Brown menyatakan bahwa pasar memerlukan apa yang
perekonomian yang demikian dinamis dan berisiko. Hukum
tidak bisa dibuatnya sendiri yaitu “moral”. Pendapat ini
lebih sering dianggap sebagai faktor penghambat inovasi
sebenarnya bukan pendapat baru tetapi semakin
daripada sebaliknya.
menegaskan berbagai tulisan yang dibuat oleh banyak penulis yang mengupas masalah krisis ekonomi yang
Hukum kini dihadapkan pada tantangan yang tidak pernah
terjadi dewasa ini yang mempersalahkan pasar yang tidak
terjadi sebelumnya (unprecedented) ditengah-tengah
“bermoral”. Pendapat Gordon Brown ini tentu saja tidak
dalam situasi perekonomian global yang bergerak dengan
diragukan kebenarannya, dengan moral yang baik tentu
cepat dengan persoalan yang semakin rumit, luas dan
saja pada dasarnya semua aktivitas manusia, tidak saja
berisiko. Hukum harus membuktikan peranannya yang
persoalan perekonomian, pada hakekatnya akan berjalan
besar didalam mendorong daya saing perekonomian bangsa
dengan baik. Sebagai seorang dosen ilmu hukum (ekonomi)
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat secara signifikan
tentu saja pernyataan seperti ini sangat menggelitik karena
ditengah gejolak dan komplikasi transaksi perekonomian.
menyentuh filosofi dasar kenapa masyarakat, ditengah-
Hal ini hanya bisa dilakukan apabila para pihak yang
tengah perkembangan moral agama dan moral sosial,
terlibat dengan hukum memiliki pemahaman ekonomi dan
masih membutuhkan hukum. Hukum dalam tataran filosofis
bekerjanya transaksi perekonomian dengan baik.
secara pengertian sederhana dimaksudkan untuk menjamin kehidupan manusia yang tertib dengan menghormati hak
Krisis Ekonomi dan Keuangan: Perlunya Peningkatan
dan kewajiban dalam semua aktivitas kehidupannya secara
Peranan Hukum
normatif, dimana setiap pelanggaran hak dan kewajiban akan memiliki implikasi hukum. Dengan adanya hukum
Perkembangan yang terjadi dalam transaksi perekonomian
yang baik dan ditegakkan secara benar akan dapat ditekan
masyarakat yang disertai dengan proses globalisasi
sekecil mungkin semangat naluri dasar manusia (basic
perekonomian merupakan tantangan terbesar bagi
instinc) yang cenderung mementingkan diri sendiri (self-
perkembangan ilmu hukum ekonomi dewasa ini. Ilmu
interest) dan bahkan rakus (greedy). Tanpa adanya
hukum sebagai ilmu normatif, nampaknya belum dapat
keterlibatan hukum yang efektif, re-introduksi aspek moral
memberikan kontribusi yang nyata didalam upaya mengelola
dalam aktivitas perekonomian semata hanya akan
proses perkembangan transaksi perekonomian dan proses
mengakibatkan semua proses ekonomi tergantung kepada
globalisasi yang dewasa ini berjalan dengan sangat cepat.
sesuatu yang penuh ketidakpastian. Adalah benar apa
Globalisasi telah membuat negara-negara di dunia in
yang dikatakan oleh Gordon Brown apabila pengertian
menjadi saling terkait dan saling tergantung
moral dimaksudkan sebagai sesuatu yang diharapkan
(interdependent). Interdependensi ini di satu sisi telah
dilakukan para pelaku bisnis dalam kondisi “kekosongan
memberikan dampak positif berupa peningkatan kegiatan
hukum“ yang mengatur transaksi bisnis secara sehat.
perdagangan dan investasi antar negara sehingga telah
Kondisi ini terlihat dari fakta yang terjadi dimana krisis
membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi di berbagai
terjadi bukan karena terjadinya pelanggaran hukum,
negara, tetapi disisi lain globalisasi ini juga telah
melainkan karena apa yang disebut sebagai “financial
menimbulkan tambahan risiko berupa kerawanan
5
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
(vulnerability) dalam perekonomian, dimana masalah
perundang-undangan lainnya, tapi tidak atau belum
ekonomi yang timbul di suatu negara akan dengan mudah
diberikan peranan didalam perumusan rancang bangun
mengenai negara lainnya.
substansi peraturan perundang-undangan, termasuk peranan didalam melakukan penilaian atas risiko terhadap kesehatan
Terjadinya persoalan ekonomi dalam skala makro tidak
institusi dan atau sistem ekonomi. Demikian pula didalam
dapat dilepaskan dari perilaku pelaku bisnis dalam tingkat
pelaksanaan penanganan masalah hukum yang timbul,
mikro. Kita sudah menyaksikan berbagai skandal yang
baik sebagai akibat transaksi bisnis biasa maupun akibat
terkait dengan pengelolaan bisnis, baik di Indonesia maupun
pengambilan kebijakan ekonomi otoritas perekonomian,
diberbagai negara yang menuntut perhatian khusus para
dunia hukum kita masih menghadapi kendala kredibilitas
praktisi dan akademisi hukum untuk merespon persoalan
yang serius. Dalam banyak kasus penyelesaian masalah
tersebut dengan memberikan perhatian khusus terhadap
hukum tidak menghasilkan keputusan yang berkualitas,
pengembangan hukum korporasi, dan hukum-hukum
bahkan semakin menciptakan ketidakpastian hukum. Banyak
khusus seperti hukum perdagangan internasional (publik),
keputusan pengadilan tidak bisa dijadikan precedent yang
keuangan dan perbankan, hukum pasar modal. Disamping
baik dalam memprediksi arah perilaku ekonomi atau
itu, perlu pula membenahi hukum yang mengatur pemberi
kebijakan ekonomi di masa mendatang. Kondisi ini telah
jasa keuangan seperti Akuntan Publik, penasehat hukum,
mengakibatkan biaya yang tidak sedikit terhadap keuangan
penasehat keuangan. Demikian pula perbaikan perlu
negara, keuangan pelaku bisnis dan juga risiko reputasi
dilakukan di bidang hukum yang terkait dengan kebijakan
terhadap banyak pejabat pengambil keputusan.
persaingan usaha dan perlindungan konsumen (market conduct and consumers’ protection). Hukum dibidang-
Pertanyaannya adalah bagaimana untuk selanjutnya hukum
bidang ini harus dijadikan terintegrasi dan saling mendukung,
dapat memainkan peran yang lebih berarti didalam ikut
dan hal ini tentu saja memerlukan rekonstruksi pengajaran
mendorong pelaksanaan aktivitas ekonomi yang lebih
dan pembangunan infrastruktur hukum yang besar.
predictable, secure dan risk free atau paling tidak less risky didalam dunia yang semakin mengglobal dan terintegarasi
Beberapa kali krisis yang dialami oleh Indonesia maupun
ini. Nampaknya diperlukan perubahan paradigma (paradigm
negara-negara lainnya telah menimbulkan kerugian yang
shift) yang luar biasa didalam kita melakukan perumusan
luar biasa, baik kepada Pemerintah Indonesia maupun
dan penegakan hukum ekonomi dewasa ini, perlu
kepada seluruh pelaku bisnis itu sendiri. Kondisi yang
keterlibatan langsung (hands on approach) dari para ahli
berulang ini telah menimbulkan pertanyaan yang serius
hukum didalam semua proses transaksi perekonomian, atau
mengenai peranan dan kedudukan hukum dalam
bahkan instrusif. Perubahan paradigma berpikir juga terkait
keseluruhan sekuen krisis ekonomi tersebut, baik dalam
dengan orientasi jurisdiksi. Logika bisnis sedang bergerak
konteks peran pencegahan (preventive role) ataupun dalam
ke arah global, ilmu hukum itu sendiri masih sangat
konteks peranan penyelesaian krisis (curative role).
berorientasi secara domestik. Dewasa ini banyak norma, standar, prinsip-prinsip, dan aturan dalam kegiatan
Hukum seolah menjadi penonton yang pasif dari bekerjanya
perekonomian, termasuk penegakan aturannya (enforcement)
semua mekanisme pasar dengan segala konsekwensinya
dilakukan oleh berbagai organisasi Internasional publik
terhadap kehidupan perekonomian kita. Peranan hukum
maupun privat. Di banyak negara, kini pemerintahan tidak
sering disamakan dengan peranan pelayan yang harus bisa
lagi menjadi pembuat aturan (rule-makers) tapi menjadi
melayani para pelaku bisnis dan membersihkan “piring
penerima aturan (rule takers). Globalisasi norma, standar,
kotor,” ketika terjadi persoalan kemudian. Dalam ranah
prinsip-prinsip, aturan-aturan dan penegakannya merupakan
perdata peranan konsultan hukum dalam penanganan
bentuk globalisasi yang paling menantang untuk dunia
suatu transaksi perekonomian tidak sepenuhnya bisa
hukum. Globalisasi dengan demikian telah meningkatkan
independen menghadapi kekuatan korporasi. Demikian
komplikasi didalam merumuskan peraturan perundang-
pula di ranah publik, peranan hukum dalam perumusan
undangan nasional. Oleh karena itu penyusunan peraturan
peraturan perundang-undangan hanya sebatas menilai
perundang-undangan bisa dipastikan tidak akan sempurna
adanya inkonsistensi atau tidak dengan berbagai peraturan
tanpa penguasaan yang komprehensif dari semua aturan
6
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
terkait dan komitmen internasional. Peraturan perundang-
hukum dan ekonomi di masa mendatang yang ditandai
undangan tidak saja harus compatible dengan praktek-
dengan kemajuan teknologi, inovasi transaksi perekonomian
praktek internasional terbaik (International best practices),
dan globalisasi ekonomi. Bisakah hukum memainkan
tetapi juga harus berdaya saing (competitive) terhadap
peranannya didalam menjaga “ketertiban” kegiatan
negara-negara lain. Masalah ini telah menimbulkan banyak
perekonomian yang ditandai dengan keseimbangan antara
persoalan serius didalam penanganan perumusan peraturan
manfaat bagi pelaku bisnis dan perlindungan kepentingan
perundang-undangan nasional, pemahaman pelaku bisnis,
umum.
dan penyelesaian masalah hukum sehingga menjadi tantangan tersendiri untuk para praktisi hukum dan kalangan
Persoalan hubungan hukum dan ekonomi menyentuh hal
akademisi. Sampai dengan saat ini persoalan utama yang
yang lebih mendasar yaitu ketidakmampuan hukum
menghambat pengembangan perekonomian nasional adalah
memerankan posisinya sebagai “the guardian of the sound
aspek kepastian hukum dari tahap penyusunan peraturan
economic transaction as well as economic stability”. Persoalan
perundang-undangannya sampai kepada tahap
yang dihadapi hukum ekonomi, bukan saja karena
penegakkannya.
ketidakmampuan sistem hukum untuk mengejar praktek transaksi dan kebijakanekonomi yang terjadi, melainkan
Kebijakan yang dilakukan oleh berbagai negara didalam
terjadinya jurang pengetahuan (knowledge gap) yang akut
mengatasi krisis juga menarik untuk dicermati dari aspek
diantara perumus peraturan perundang-undangan dengan
paradigma hukum ekonomi yang dewasa dewasa ini
para pelaku transaksi perekonomian yang mengakibatkan
berlaku. Langkah yang telah dilakukan berbagai
deteksi dini dari setiap permasalahan selalu terlambat.
Pemerintahan telah menimbulkan pertanyaan filosofis
Hukum nampaknya gagal untuk bisa memahami dengan
mengenai batas antara Pemerintah dan Pasar (redrawing
baik perkembangan dinamika transaksi perekonomian yang
the boundaries between government and markets). Krisis
cenderung sangat teknis dan kompleks. Hukum oleh
keuangan yang melanda tersebut telah menuntut
karenanya dihadapkan kepada wilayah yang tidak atau
pemerintahan di dunia untuk menjadi semakin intrusif
kurang diketahuinya. Hukum bahkan dapat dikatakan ikut
kedalam kegiatan bisnis. Dalam pengamatan penulis, krisis
bertanggung-jawab didalam menciptakan sistem yang self-
yang terjadi ini antara lain disebabkan adanya jarak yang
defeating seperti dalam konteks hukum korporasi yang
cukup lebar antara perkembangan pasar keuangan dan
medorong berkembangnya model kepemilikan saham dan
pemahaman regulator. Hal ini terjadi antara lain karena
penciptaan instrumen yang melegalisir pengambilan risiko
beberapa hal: Pertama, pendekatan economic orthodoxy
dan utang yang berlebihan (excessive risk taking dan
yang menjauhkan regulator (pemerintah) dari pasar; Kedua,
excessive leverage) dalam pengelolaan dana masyarakat
terlalu tergantungnya kegiatan ekonomi terhadap
yang pada gilirannya dapat membahayakan perekonomian
mekanisme pasar yang cenderung mengembangkan sikap
secara makro. Dalam kenyataannya sistem hukum juga
kepentingan pribadi dan rakus (greedy) didalam
harus mampu menangani kecenderungan prilaku manusia
memaksimalkan share holders’ values; Ketiga, kekurang
(human factor) dalam aktivitas perekonomian seperti sifat
mampuan regulator didalam memahami komplikasi
mementingkan diri sendiri dan serakah (self-interest and
perkembangan instrumen keuangan dan dampaknya
greed) dan moral hazard dari suatu kebijakan ekonomi.
terhadap kesehatan dan integritas sistem keuangan. Keempat, pengembangan komunikasi antara regulator
Sistem hukum harus mampu untuk mendeteksi and
dan para pelaku ekonomi yang masih terbelakang dan
mencegah setiap kemungkinan risiko terhadap para pihak
rigid yang masih yang masih memelihara pemikiran bahwa
didalam transaksi perekonomian, dan bahkan bisa
kepentingan kedua lembaga ini berbeda.
mendeteksi kemungkinan dampak terhadap sistem perekonomian secara keseluruhan. Persoalan ini tentu
Inovasi Transaksi Perekonomian dan Globalisasi
hanya mudah diucapkan tapi tidak gampang dilakukan,
Ekonomi: Tantangan Dunia Hukum
masalah teknikalitas transaksi dan “self interest and greed” begitu tersembunyi dan tidak gampang diketahui sebelum
Menarik untuk melihat perkembangan hubungan antara
masalah benar-benar menjadi serius. Kita bisa dengan jelas
7
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
melihat dalam hal terjadi kegagalan suatu bank, baik di
dan mampu menangani berbagai persoalan yang menjadi
Indonesia maupun di negara lainnya.
inti aktivitas bisnis itu sendiri seperti aspek efisiensi dan daya saing, bekerja atau tidak bekerjanya pasar (market failure),
Kesulitan seperti ini sebenarnya bisa diatasi dengan studi
dan aspek risiko dari setiap transaksi perekonomian. Hanya
yang mendalam dan sistematis terhadap kekayaan
dengan pemahaman yang baik dari aspek ini maka kita bisa
precedent/jurisprudensi yang dimiliki ilmu hukum sehingga
menciptakan regulasi yang lebih baik, interpretasi yang
akan dapat memberikan clues untuk banyak perilaku
cerdas, dan implementasi yang lebih konsisten.
transaksi perekonomian dewasa ini dan di masa mendatang. Aturan yang semata-mata menggantungkan kepada regulasi Memahami aspek hukum suatu transaksi perekonomian
kehati-hatian (prudential regulation) dan pengawasan berbasis
tanpa memahami transaksi perekonomian itu sendiri telah
risiko (risk based supervision) sebagaimana dipraktekan
menjadikan hukum yang tidak efektif dan tidak relevan.
didalam dunia keuangan diberbagai negara terbukti tidak
Kita menyaksikan suatu kerancuan kepada kerancuan lainnya
mampu mengurangi pengambilan risiko yang berlebihan
dalam penanganan sengketa hukum dari suatu transaksi
(excessive risk taking) sehingga tidak mampu untuk mencegah
atau pemahaman aspek hukum dari suatu kebijakan
terjadinya krisis keuangan dan perekonomian yang telah
ekonomi, yang justru semakin menempatkan negara kita
terjadi berulang-ulang. Sistem penilaian risiko yang diterapkan
dalam situasi ekonomi yang kurang kompetitif dan kepastian
oleh lembaga pengawas maupun lembaga pemeringkat
hukum yang semakin memburuk.
(rating agencies) terbukti tidak mampu mengungkapkan risiko tersembunyi karena rekayasa keuangan/akutansi dan
Didalam dunia yang global dan kompetitif seperti sekarang,
hukum (financial/accounting and legal engeenering) yang
suatu sistem hukum harus mampu memberikan nilai tambah
disinyalir banyak berkembang selama ini, dan bahkan
yang signifikan dalam mendorong inovasi dengan tetap
banyak diapresiasi di banyak institusi keuangan dalam rangka
memelihara tingkat kepastian berusaha yang tinggi sehingga
mendorong peningkatan keuntungan yang sebenarnya tidak
hukum bisa memberikan kontribusi kepada daya saing suatu
dengan benar merefleksikan transaksi ekonomi nyata.
negara dalam persaingan global dewasa ini. Tekanan
Ketidakpercayaan (distrust) terhadap regulator keuangan
penyesuaian hukum nasional untuk menjadi hukum yang
dan lembaga pemeringkat dewasa ini masih terjadi dibanyak
fungsional dalam mendorong efisiensi dan daya saing
negara.
ekonomi nasional semakin meningkat dengan keikutsertaan Indonesia diberbagai forum ekonomi bilateral, regional
Krisis keuangan dan ekonomi dunia dewasa ini berdampak
maupun internasional. Adalah jelas bahwa akan sulit untuk
luar biasa terhadap kesejahteraan dan prospek kesejahteraan
suatu negara untuk mempertahankan daya saing
rakyat kedepan. Krisis yang oleh Gordon Brown disebut
perekonomiannya tanpa kerangka hukum dan regulasi yang
sebagai “The First Crisis of Globalization” telah menunjukkan
dapat mendorong efisiensi dan daya saing perekonomian
persoalan yang sangat fundamental dari dinamika transaksi
suatu negara.
perekonomian yang selama ini berlangsung, dan dalam waktu bersamaan disertai dengan proses liberalisasi dan
Sistem hukum yang bekerja dengan baik mendorong
globalisasi perekonomian dunia. Proses inovasi perekonomian
kegiatan pasar keuangan dan lembaga perantara
dan globalisasi itu sendiri dilakukan dengan hanya melibatkan
(intermediary). Membedakan negara-negara berdasarkan
peranan ahli hukum secara marginal. Oleh karena itu kedepan
efisiensi dari sistem hukumnya dalam mendorong transaksi
para perumus kebijakan harus benar-benar memperhatikan
keuangan lebih berguna dibandingkan dengan membedakan
pendekatan holistik didalam mendorong dinamika dan daya
negara-negara berdasarkan apakah negara tersebut memiliki
saing ekonomi nasional. Investasi dibidang kajian penelitian
sistem keuangan berdasar bank atau berdasar pasar (Jakob
interdisipliner harus menjadi investasi utama, baik untuk
De Haan, Sander Oosterloo, and Dirk Schoenmaker, 2009).
pihak eksekutif, legislatif maupun yudikatif didalam merumuskan kebijakan perekonomian nasional dan
Untuk bisa memainkan peranan hukum seperti itu tentu
memberikan suatu komitmen dalam kesepakatan global.
saja tidak mudah karena para ahli hukum harus memahami
Globalisasi perekonomian telah menjadi bagian dari
8
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
kehidupan nyata masyarakat kita, demikian pula halnya demokratisasi kehidupan perekonomian nasional. Hukum ekonomi pada hakekatnya harus mampu memainkan peranannya yang lebih menonjol dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, sistem hukum ekonomi nasional harus dijadikan sistem hukum yang efisien dan efektif didalam mendorong transaksi perekonomian nasional dan global. Paradigma berpikir para perumus peraturan perundang-undangan di bidang ekonomi, para penegak dan praktisi hukum ekonomi kita harus integrated, mengglobal dan tidak cenderung tunduk kepada kelompok kepentingan domestik semata. London, 2011.
9
Halaman ini sengaja dikosongkan
eNotaris Indonesia: Komparasi Awal Peranan Notaris dalam Penyelenggaraan Transaksi Elektronik Oleh: Josua Sitompul, SH., IMM Security world and legal world are really hard to combine. (M.B. Voulon, Consultant in Governance, Law and ICT)
ABSTRAK:
sebagai RA juga dapat diterapkan di Indonesia karena dimungkinkan berdasarkan UU Jabatan Notaris dan UU
Perkembangan dan penerapan Teknologi Informasi dan
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Peranan notaris
Komunikasi yang diterapkan dalam transaksi komersial
sebagai RA harus diatur dalam peraturan perundang-
secara elektronik memberikan banyak keuntungan bagi
undangan. UU ITE juga mengatur bahwa akta autentik
masyarakat, dan baik secara perlahan-lahan maupun secara
elektronik belum dapat diterapkan. Hal ini sejalan dengan
radikal sedang mengubah kebiasaan, pola pikir dan budaya
konsep publica fides. Oleh karena itu, pengaturan ini perlu
masyarakat, serta peraturan perundang-undangan. Akan
dipertahankan
tetapi, perkembangan dan penerapan teknologi tersebut menyisakan setidaknya dua masalah yang masih terus dibahas
Development and deployment of information and
dan dicari titik temunya: legalitas dan keamanan informasi.
communication technology (ICT) in electronic commercial
Dalam transaksi yang dilakukan secara elektronik, para pihak
transaction have provided many benefits for societies. ICT
tidak perlu bertemu muka secara langsung, dan peranan
is changing habits, paradigm, and law and regulations.
saksi semakin tidak terlihat. Oleh karena itu, diperlukan
However, there are two issues remain: legal and security
mekanisme yang dapat digunakan oleh para pihak untuk
issues. In electronic transaction, parties have no need to
memastikan identitas dan kecakapan para pihak serta untuk
meet their counterparts personally and directly; the
memastikan persetujuan yang diberikan masing-masing
importance of witness is also getting blurred. Therefore, it
pihak. Tanda tangan elektronik adalah salah satu teknologi
is necessary for parties to establish mechanisms to ensure
yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan-
the identity and capability of their counterparts and to ensure
permasalahan yang di maksud diatas. Penyelenggara
their consent. Electronic signature is one of many technologies
sertifikasi elektronik merupakan pihak ketiga yang dapat
developed to solve the issues. Certification Authority (CA)
dipercaya untuk memberikan tanda tangan elektronik.
is a service provider that can act as trusted third party to
Terkait dengan hal ini, ada dua pertanyaan besar: (i) peranan
deliver electronic signature. Discussion related to this topic
notaris dalam penyelenggaraan transaksi elektronik, dan (ii)
raised two main questions: (i) notaries’ role in certification
kemungkinan pengaturan akta notaris secara elektronik
authority scheme, and (ii) the possibility to regulate electronic
sebagai akta autentik di Indonesia.
notaries deed as authentic document in Indonesia.
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengangkat wacana dalam
This paper attempts to address the issues through comparison
menjawab kedua pertanyaan di atas dengan melakukan
of regulations in Netherland and Indonesia. From the
komparasi awal antara pengaturan penyelenggaraan
comparisons, it is sufficiently clear that as civil law countries,
sertifikasi elektronik dan peranan notaris di Belanda dan di
Netherland and Indonesia regulate notaries as professional
Indonesia. Dari perbandingan tersebut, terlihat jelas bahwa
who have publica fides. The countries acknowledge notary
sebagai negara-negara yang menganut Civil Law, Belanda
deed as authentic instrument. Further, notaries in Netherlands
dan Indonesia mengatur notaris sebagai profesional yang
have developed specialization in electronic transaction
memiliki kewenangan publica fides. Negara-negara tersebut
process, particularly in certification authority area; notaries
mengakui akta notaris sebagai akta autentik. Lebih lanjut,
can be part of electronic transaction process as registration
notaris di Belanda telah mengembangkan bidang baru bagi
authority (RA). However, it is not possible for notaris to
notaris, yaitu sebagai registration authority (RA) dalam bidang
establish electronic notarial deed as authentic instrument.
penyelenggaraan sertifikasi elektronik. Peranan notaris
Notaries’ role as RA can be implemented in Indonesia since
11
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
Notary Law and Electronic Information and Transaction Law
bentuk tertulis dan ditanda tangani oleh para pihak
(EIT) open the possibility; implementation regulation should
sehingga diperlukan kertas dan pena untuk menuangkan
follow. EIT also regulate that it is not possible to establish
hak dan kewajiban sehingga masing-masing pihak
electronic notary deed. Such provision should not be revised.
mengingatnya dan tidak memungkirinya. Para pihak juga menggunakan pengaman lain dengan meminta
A. Pendahuluan
kehadiran saksi dalam transaksi yang mereka lakukan untuk melindungi kepentingan mereka masing-masing.
Perkembangan dan penerapan teknologi informasi dan
Para pihak juga dapat meminta kehadiran pejabat, yaitu
komunikasi memberikan banyak keuntungan bagi
orang yang memiliki kewenangan untuk membuat
masyarakat: komunikasi yang semakin cepat dengan
dokumen dimaksud dan menyimpannya, dan pejabat
biaya yang semakin murah dan dapat dilakukan dari
yang dimaksud mengukuhkan kesepakatan antara pihak.
berbagai tempat dan waktu di dunia; transaksi komersial dengan sistem online di berbagai bidang seperti di
Akan tetapi, dalam transaksi yang dilakukan secara
perbankan, penerbangan, atau perasuransian; serta
elektronik, para pihak tidak perlu bertemu muka secara
akses terhadap informasi yang semakin luas.
langsung. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting
Perkembangan dan penerapan teknologi informasi
mengenai identitas dan kecakapan mereka dalam
tersebut baik secara perlahan-lahan maupun secara
melakukan perbuatan hukum. Peranan saksi juga
radikal mengubah kebiasaan, pola pikir dan budaya
semakin tidak terlihat. Dengan demikian, dalam transaksi
masyarakat, serta peraturan perundang-undangan.
elektronik diperlukan mekanisme yang dapat digunakan oleh para pihak untuk memastikan identitas dan
Salah satu perubahan yang terjadi adalah dalam bidang
kecakapan para pihak serta mekanisme untuk memastikan
transaksi elektronik yang bersifat komersial. Menurut
persetujuan yang diberikan masing-masing pihak.
M.B. Voulon
(2011)1
dalam transaksi elektronik yang
bersifat komersial, perkembangan teknologi menyisakan
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang di
setidaknya dua masalah yang masih terus dibahas dan
maksud diatas, dikembangkan teknologi untuk
dicari titik temunya: legalitas dan keamanan informasi.
mengidentifikasi dan mengautentikasi orang yang
Legalitas berbicara mengenai keabsahan suatu transaksi
melakukan transaksi secara elektronik, yaitu bahwa
elektronik, termasuk mengenai informasi yang
orang tersebut adalah orang yang dimaksud dan bahwa
dipertukarkan secara elektronik, dan dapat/tidaknya
dia-lah yang memberikan persetujuan terhadap transaksi
suatu informasi elektronik digunakan sebagai alat bukti
yang dilakukannya. Salah satu teknologi yang
di pengadilan. Keamanan informasi, di lain pihak,
dikembangkan ialah tanda tangan elektronik.
menekankan pada perlindungan terhadap data untuk
Penyelenggaraan tanda tangan elektronik dapat
menjaga kerahasiaan (confidentiality), keutuhan (integrity),
dilakukan oleh para pihak atau menggunakan pihak
dan ketersediaan (availability) data.
ketiga yang dapat dipercaya (trusted third party) yang mengeluarkan sertifikat tanda tangan elektronik bagi
Para pihak yang melakukan transaksi komersial secara
pengguna.
konvensional bertemu muka dan menyepakati hak dan kewajiban yang akan mengikat mereka secara hukum.
Berbicara mengenai tanda tangan elektronik dan pihak
Untuk itu, mereka harus cakap dalam melakukan
ketiga yang dapat dipercaya, muncul diskusi mengenai
perbuatan hukum dan memiliki itikad baik (good will).
peranan notaris dalam transaksi elektronik. Notaris adalah
Dalam transaksi komersial ada resiko, dan resiko dapat
pejabat yang berwenang untuk mengautentikasi tanda
dipengaruhi oleh, antara lain, nilai transaksi dan adanya
tangan dan juga membuat akta. Berdasarkan diskusi-
itikad baik dari pihak lawan (counter part). Selain itu,
diskusi tersebut, muncul dua pertanyaan besar: (i) peranan
muncul kebutuhan untuk membuat kesepakatan dalam
notaris dalam penyelenggaraan transaksi elektronik, dan (ii) kemungkinan pengaturan akta notaris secara elektronik sebagai akta autentik di Indonesia.
1
Wawancara tanggal 8 April 2011.
12
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengangkat wacana
notaris memiliki publica fides, yaitu kewenangan
dalam menjawab kedua pertanyaan di atas yang
untuk mengautentikasi dan menyatakan kebenaran
didasarkan pada perbandingan dengan pengaturan
identitas para pihak, termasuk tanda tangan mereka.
eNotaris di Belanda.
Selain itu, notaris berwenang untuk menentukan keakuratan dan kebenaran informasi yang diberikan
B. Konsep eNotaris
para pihak mengenai perbuatan hukum yang mereka lakukan. Semua informasi yang dimaksud ditulis
Konsep eNotaris masih merupakan konsep yang ambigu
dalam suatu akta yang dibuat berdasarkan format
dalam sistem hukum di Indonesia. Oleh karena itu,
tertentu3. Oleh karena itu, notaris bertanggung
sebelum membahas mengenai konsep yang dimaksud,
jawab atas kebenaran identitas para pihak,
perlu dipaparkan secara singkat mengenai beberapa
keautentikan tanda tangan mereka, dan keabsahan
konsep yang membangun konsep eNotaris.
perbuatan hukum yang mereka lakukan. Notaris Latin menekankan tanggung jawab profesi dalam
1. Tanda Tangan
suatu transaksi daripada tanggung jawab kepada
Dalam suatu perbuatan hukum, tanda tangan
para pihak karena notaris memberikan layanan
memiliki banyak fungsi. Pada dasarnya, tanda tangan
kepara para pihak yang berkepentingan, dan bukan
melekat pada si pemilik tanda tangan itu sendiri.
klien4. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya,
Dengan demikian, ketika seseorang membubuhkan
kemandirian dan ketidakberpihakan merupakan
tanda tangannya, tanda tangan itu merujuk pada
prinsip-prinsip yang harus diterapkan.
identitas pemilik yang sekaligus merupakan alat identifikasi. Selain itu, tindakan yang dimaksud
Yang dimaksud dengan keabsahan transaksi ialah
mengindikasikan bahwa penanda tangan hadir dan
semua fakta hukum dalam transaksi haruslah benar,
terlibat dalam suatu perbuatan
hukum2.
Di sisi lain,
misalnya: kebenaran waktu, kesesuaian transaksi
kehadiran tanda tangan dalam suatu dokumen
dengan peraturan perundang-undangan, dan
menunjukkan maksud dan tujuan perbuatan hukum
pemahaman para pihak terhadap transaksi yang
yang tercantum dalam dokumen, dan bahwa
mereka lakukan. Untuk itu, para pihak harus
penanda tangan menyetujui isi dari dokumen tersebut
menghadap notaris dan notaris harus memeriksa
serta mengikatkan diri dalam suatu perbuatan hukum
semua persyaratan tersebut.
yang diatur dalam dokumen yang dimaksud. Semua detail transaksi harus tertuang dalam akta 2. Notaris Civil Law dan Common Law
notaris yang merupakan dokumen yang dibuat
Penjabaran mengenai peran dan fungsi notaris dalam
berdasarkan format baku atau standar tertentu.
sistem Civil Law dan Common Law sangat penting
Notaris harus menyimpan dan memelihara protokol,
dalam mendiskusikan konsep eNotaris. Peran dan
yaitu kumpulan dokumen yang merupakan arsip
fungsi notaris dalam kedua sistem hukum ini memiliki
negara. Dengan kata lain, notaris adalah wali negara
kesamaan yang dapat dilihat mulai dari jaman
yang diberikan wewenang untuk menyimpan dan
Romawi, tetapi peran dan fungsi notaris menjadi
memelihara dokumen negara5.
berbeda semenjak abad pertengahan. Notaris Civil Law lebih dikenal dengan Latin Notary, sedangkan notaris Common Law dikenal dengan Notaries public. 3
Pedro A. Malavet, Counsel for the Situation: The Latin Notary, a Historical and Comparative Model, January 1996, Hastings Int’l & Comparative Law Review, Vol. 19, No.3, hal. 440.
4
Council of the Notariats of the European Union, Comparative Study on Authentic Instruments: National Provisions of Private Law, Circulation, Mutual Recognition and Enforcement, Possible Legislative Initiative by European Union England, France, Germany, Poland, Romania, Sweden, Study for the Europen Parliament No IP/C/JURI/IC/2008-019.
5
Pedro A. Malavet, Op. Cit. hal. 391.
Notaris Civil Law merupakan pejabat publik yang diangkat oleh negara. Dalam konsep hukum ini, 2
Yin-Miao (Vicky), Liu, 2004, Thesis, Visually Sealed and Digitally Signed Electronic Documents: Building on Asian Tradition, Information Security Research Centre Faculty of Information Technology, Queensland University of Technology.
13
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
Untuk menjadi notaris, seseorang harus telah
dan bukan isi dari kesepakatan para pihak. Dengan
mencapai usia tertentu (misalnya 25 tahun), dan
demikian, pejabat tersebut tidak berkewajiban untuk
telah menyelesaikan studi yang khusus di bidang
memberikan konsultasi mengenai isi kesepakatan
kenotariatan. Tidak hanya itu, untuk menjadi notaris,
dan bagaimana seharusnya kesepakatan tersebut
seseorang juga harus telah lulus ujian notariat dan
tertuang dalam suatu dokumen. Ketiga, akta dibawah
telah pernah bekerja di kantor notaris untuk waktu
tangan, yaitu akta yang ditandatangani oleh para
yang ditentukan.
pihak tanpa diautentikasi oleh pejabat yang berwenang8.
Di lain pihak, notaris Common Law, bukan merupakan pejabat publik dan tidak memiliki kewenangan publica
Dalam sistem Civil Law, konsep preventive justice
fides. Tugas utama notaris ialah mengidentifikasi
merupakan dasar untuk memahami fungsi akta
para pihak dan mengautentikasi tanda tangan
autentik. Pada dasarnya mekanisme preventive justice
mereka. Notaris tidak memiliki kewenangan untuk
dalam akta autentik ialah mekanisme kontrol yuridis
memastikan keabsahan transaksi yang dilakukan
yang diterapkan dalam suatu transaksi untuk
para pihak. Untuk menjadi notaris dalam sistem
memberikan kepastian hukum melalui autentikasi
hukum Common Law tidak diperlukan persyaratan
terhadap legalitas dan validitas suatu dokumen yang
seketat dalam sistem Civil Law. Secara umum, untuk
dilakukan oleh pejabat yang berwenang9. Oleh karena
menjadi notaris seseorang harus telah mencapai usia
itu, akta autentik memiliki kekuatan pembuktian
tertentu (misalnya 18 (delapan belas tahun) di Amerika
yang sempurna (res judicata – probative value –
Serikat), serta dapat membaca dan menulis dengan
binding effect without the possibility of further judicial
baik. Notaris diharuskan memiliki pemahaman-
review) dan dapat dipaksakan kepada para pihak.
pemahaman dasar mengenai hukum dan memiliki
Dengan demikian para pihak dapat mencegah proses
moral yang baik. Untuk menjadi notaris, seseorang
peradilan yang memakan waktu dan biaya untuk
harus mengajukan permohonan kepada pejabat
memeriksa keabsahan akta yang merupakan bukti
negara dan diangkat oleh pejabat negara yang
bagi para pihak, termasuk ketentuan-ketentuan
bersangkutan (misalnya gubernur, letan gubernur,
dalam akta tersebut.
atau
hakim)6. Kehadiran pejabat (misalnya notaris) dalam
3. Akta Autentik
pembuatan suatu akta autentik dalam sistem Civil
Dalam sistem Civil Law, secara umum, dikenal tiga
Law menunjukkan adanya kewenangan dari negara
bentuk dokumen. Pertama, Akta autentik (authentic
dan kompetensi untuk membuat akta. Oleh karena
instruments). Akta autentik memiliki kekuatan
itu, kewajiban untuk tidak berpihak (impartial) adalah
pembuktian yang sempurna (probative value) karena
salah satu syarat utama dalam menjalankan profesi
dibuat oleh pejabat yang berwenang berdasarkan
sebagai pejabat yang dimaksud. Pejabat yang
publica fides dengan kualifikasi yang ketat sebagai
berwenang itu telah melengkapi fungsi hakim sebagai
profesional. Dalam hal terjadi sengketa, akta notaris
pihak yang menyelesaikan sengketa mengenai
merupakan dokumen yang langsung dapat dijadikan
ketentuan yang disepakati sebelumnya oleh para
alat bukti tanpa perlu meminta notaris memberikan
pihak10. Oleh karena itu, pihak yang melakukan
kesaksian di hadapan
pengadilan7.
autentikasi tidak dapat berasal dari privat11.
Kedua, akta yang ditandatangani oleh para pihak.
Pejabat pembuat akta, sebelum akta yang dimaksud
Dalam hal ini, pejabat yang berwenang hanya
ditandatangani oleh dan diserahkan kepada para
mengautentikasi keaslian tanda tangan para pihak,
6
Pedro A. Malavet, Op.Cit.
7
Council of the Notariats of the European Union, Op.Cit. hal. iv.
14
8
Council of the Notariats of the European Union, Op.Cit. hal. 9-11.
9
Council of the Notariats of the European Union, Op.Cit. hal. 3.
10 Council of the Notariats of the European Union, Op.Cit. hal. 3-4. 11 Council of the Notariats of the European Union, Op.Cit. hal. 22-25.
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
pihak, harus melakukan autentifikasi dengan
para pihak dan keautentikan tanda tangan. Sistem
memastikan bahwa para pihak yang melakukan
hukum Common Law hanya mengenal adanya
transaksi memiliki kecakapan (secara mental dan
dokumen yang dibuat oleh para pihak yang tanda
hukum), ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh
tangannya diautentikasi oleh pejabat yang
para pihak tidak bertentangan dengan hukum, dan
berweanag, dan akta di bawah tangan13.
para pihak mengerti tentang apa yang mereka sepakati12.
Dalam sistem hukum Common Law dikenal adanya dokumen publik (public document), tetapi konsep
Mengingat notaris Common Law tidak memiliki
ini berbeda dari konsep akta autentik karena
kewenangan publica fides, dalam sistem Common
dokumen publik adalah dokumen yang terkait
Law secara umum, tidak dikenal konsep akta autentik.
dengan aktivitas dari suatu instansi pemerintah dan
Dalam hal terjadi sengketa, akta notaris tidak dapat
dikeluarkan oleh institusi pemerintah atau pejabat
langsung dijadikan alat bukti. Notaris harus
publik lainnya, misalnya: akta kelahiran atau kematian
memberikan kesaksian di hadapan pengadilan bahwa
serta putusan pengadilan. Dengan demikian, konten
notaris membuat akta yang disengketakan serta
dari dokumen publik adalah hal-hal yang terkait
memberi kesaksian mengenai kebenaran identitas
dengan publik14.
Tabel Perbandingan Notaris Civil Law dan Notaris Common Law Perbandingan Fungsi
Notaris Civil Law
Notaris Common Law
Profesional & pejabat publik yang memiliki publica fides (governmental power – administrative – to authenticate or to certify) the contents of the documents
Tidak dapat dikatakan sebagai professional & bukan pejabat publik
-
-
Tugas utama -
membuat akta autentik (termasuk di dalamnya mengautentikasi fakta hukum) mengidentifikasi para pihak mengautentikasi tanda tangan menyimpan protokol (kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara oleh notaris)
identifikasi para pihak autentikasi tanda tangan
(tidak memiliki kewenangan untuk mengautentikasi fakta hukum)
Persyaratan untuk menjadi notaris
Persyaratan ketat: memiliki pendidikan hukum yang memadai dan lulus ujian serta diangkat oleh negara
Persyaratan: memiliki moral yang baik, kemampuan menulis dan membaca, dan ditunjuk oleh pejabat negara
Konsep Akta Autentik
Dikenal
Tidak dikenal
Sifat akta yang dibuat notaris
-
- Tidak ada konsep akta autentik
-
Akta autentik (dibuat berdasarkan ketentuan yang ketat mengenai bentuk dan isi) Kekuatan pembuktian yang sempurna (probative value)
Konsekuensi dari kewenangan publica fides Akta Notaris di pengadilan
Tidak perlu dibuktikan dihadapan pengadilan
Notaris harus memberikan kesaksian di hadapan pengadilan
13 Pedro A. Malavet, Op.Cit. 12 Council of the Notariats of the European Union, Op.Cit. hal. 36-37.
14 Council of the Notariats of the European Union, Op.Cit.
15
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
4. Tanda Tangan Elektronik
(EU Directive on eSignature). Dalam bagian ini dibahas
Tanda tangan elektronik pada dasarnya adalah teknik
secara singkat EU Directive on eSignature dan
dan mekanisme yang digunakan untuk memberikan
penerapannya dalam sistem hukum Belanda.
kesamaan fungsi dan karakteristik tanda tangan tertulis (basah) yang dapat diterapkan dalam
a. EU Directive on eSignature
lingkungan elektronik (functional equivalence
EU Directive on eSignature dimaksudkan untuk
approach). Tanda tangan elektronik merupakan data
memfasilitasi penggunaan tanda tangan
dalam bentuk elektronik yang dilekatkan, terasosiasi
elektronik dan mengatur akibat hukumnya. Akan
atau terkait dengan informasi elektronik yang
tetapi, directive ini tidak mengatur mengenai
berguna untuk mengidentifikasi penanda tangan
penyelesaian kontrak dan keabsahannya atau
dan menunjukkan persetujuan penanda tangan atas
mengenai kewajiban hukum lainnya tentang
informasi elektronik yang dimaksud. Dengan kata
penggunaan dokumen yang dipersyaratkan oleh
lain, tanda tangan elektronik berfungsi sebagai alat
peraturan perundang-undangan nasional atau
verifikasi dan autentikasi.
peraturan Uni Eropa untuk dibuat dalam bentuk tertentu.
Ada berbagai jenis tanda tangan elektronik. Akan tetapi, secara umum tanda tangan elektronik dapat
EU Directive on eSignature mengatur tiga jenis
dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu tanda tangan
tanda tangan elektronik sebagai berikut.
digital dan tanda tangan elektronik selain tanda tangan digital. Tanda tangan digital dihasilkan dan
1) Tanda tangan elektronik secara umum, yaitu
diverifikasi dengan menggunakan kriptografi, yaitu
data dalam bentuk elektronik yang dilekatkan
cabang matematika terapan yang digunakan untuk
kepada, atau secara logis terasosiasi dengan,
mengubah pesan ke dalam bentuk yang tidak dapat
data elektronik lainnya dan berfungsi sebagai
dibaca secara langsung dan kembali kepada bentuk
satu metode autentikasi15.
awalnya. Tanda tangan digital menggunakan kriptografi kunci publik (public-key cryptography)
2) Advanced electronic signatures, yaitu tanda
yang didasarkan pada fungsi logaritma untuk
tangan elektronik yang memenuhi persyaratan:
menghasilkan dua jenis kunci yang berbeda tetapi
a) secara unik terkait dengan penanda
saling terkait secara matematis. Kunci pertama
tangan;
adalah kunci privat yang digunakan untuk
b) mampu mengidentifikasi penanda tangan;
menghasilkan tanda tangan digital, sedangkan kunci
c) dibuat dengan alat yang hanya berada
yang kedua adalah kunci publik yang berfungsi untuk memverifikasi tanda tangan digital. Dengan
dalam kuasa penanda tangan; dan d) terkait dengan data yang lain yang terkait
demikian, tanda tangan digital telah diverifikasi
sehingga dalam hal terdapat perubahan
apabila: (i) kunci privat digunakan untuk
data dapat diketahui.
menandatangani pesan, (ii) pesan tidak berubah. 3) Advanced electronic signature yang C. Penyelenggaraan CA & Peranan Notaris dalam Penyelenggaraan CA di Belanda
menggunakan qualified certificate. Qualified certificate yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tertentu dan dikeluarkan oleh
1. Penyelenggaraan Certification Authority (CA)
penyelenggara sertifikat elektronik yang telah
Penyelenggaraan CA di Negara Belanda terkait
memenuhi persyaratan terkait dengan
dengan berbagai instrumen Uni Eropa yang
prosedur, pengoperasian, personel, sistem,
diterapkan dalam sistem hukum Belanda. Salah satu
serta alat dan perangkat yang digunakan.
instrumen yang dimaksud ialah European Union Directive 1999/93/EC tentang Electronic Signature
15 data in electronic form which are attached to or logically associated with other electronic data and which serve as a method of authentication;
16
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
EU Directive on eSignature mengatur dengan
tersebut menggunakan qualified certificate
tegas bahwa advanced electronic signature
sebagaimana diatur dalam EU Directive on
yang menggunakan qualified certificate dan
eSignature19. Dengan kata lain, pada
dibuat dengan secure-signature-creation device
prinsipnya, tanda tangan elektronik yang
merupakan jenis tanda tangan yang memiliki
tidak menggunakan qualified certificate tidak
tingkat keamanan yang paling tinggi
memiliki akibat hukum yang sama seperti
dibandingkan dengan kedua jenis tanda tangan
tanda tangan tertulis atau konvensional. Akan
lainnya sehingga memiliki akibat hukum yang
tetapi, para pihak yang melakukan transaksi
sama dengan tanda tangan tertulis, dan dapat
dapat mengecualikan prinsip ini sebagaimana
digunakan sebagai alat bukti dalam proses
diatur dalam Pasal 15a (6) Buku III BW.
peradilan16.
Pengecualian tersebut harus memenuhi
Namun demikian, tanda tangan
elektronik lainnya masih tetap dapat memiliki
ketentuan pada ayat 1, yaitu sufficiently
akibat hukum dan dapat diajukan dalam proses
reliable, having regard to the purpose for
peradilan17.
which the electronic data are used.
b. Perundang-undangan di Belanda
Berdasarkan Pasal 6:227a(2) BW mengatur
EU Directive on eSignature diterapkan di Belanda
bahwa sepanjang udang-undang
dengan mengamandemen Kitab Undang-Undang
mengharuskan dibuatnya akta autentik, maka
Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek), Undang-
akta tersebut tidak dapat dibuat dalam bentuk
Undang Telekomunikasi (Telecommunicatiewet),
elektronik. Akan tetapi, dalam BW telah diatur
dan Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi
kemungkinan akta dibawah tangan yang
(Wet op de Economische Delicten). Tujuan
dibuat secara elektronik.
pengaturan tanda tangan elektronik tersebut ialah dokumen elektronik dan tanda tangan
(2) UU Telekomunikasi
elektronik harus memiliki fungsi yang ekuivalen
(Telecommunicatiewet)
atau memenuhi fungsi-fungsi yang sama dari
Pasal 15a Buku III BW mengacu kepada
dokumen kertas dan tanda tangan konvensional.
Telecommunicatiewet. Menurut Pasal 1.1
Beberapa fungsi tersebut adalah: fungsi
(ss) yang dimaksud dengan sertifikat
pembuktian, fungsi informasi dan komunikasi,
elektronik ialah sertifikat yang digunakan
dan perlindungan terhadap pihak ketiga18.
untuk memverifikasi tanda tangan elektronik seseorang dan memastikan identitas orang
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan
Belanda (Burgelijk Wetboek - BW Belanda)
qualified certificate ialah sertifikat yang
Dalam Buku III KUHPerdata Belanda telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan
ditambahkan satu bagian baru yaitu Section
dalam Pasal 18.15, paragraf kedua dan
1A tentang Electronic Transactions in Respect
dikeluarkan oleh penyelenggara sertifikasi
of Proprietary Rights (elektronisch
elektronik yang memenuhi persyaratan
vermogensrechtelijk rechtsverkeer).
sebagaimana diatur dalam Pasal 18.15,
Berdasarkan Pasal 15a Buku III BW, tanda
paragraf pertama20. Akan tetapi, Pasal 18.15
tangan elektronik memiliki akibat hukum
tidak mengatur secara spesifik ketentuan
yang sama dengan tanda tangan
mengenai persyaratan qualified certificate
konvensional apabila tanda tangan elektronik
dan persyaratan penyelenggara sertifikasi elektronik yang dapat mengeluarkan qualified
16 Pasal 5.1 dan lihat pertimbangan EU Directive on eSignature butir 20.
certificate. Pasal 18.15 mengatur bahwa
17 Pasal 5.2 EU Directive on eSignature. 18 Corien Prins, Regulating Electronic Commerce in the Netherlands, vol 6.4 ELECTRONIC JOURNAL OF COMPARATIVE LAW, (December 2002),
19 Standar yang digunakan oleh pemerintah Belanda ialah ETSI. 20 Pasal 1.1 (tt) Telecommunicatiewet.
17
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
ketentuan mengenai kedua hal tersebut
bagi para pihak yang melakukan transaksi.
diatur oleh suatu organisasi tersendiri.
Misalnya, dalam transaksi jual beli tanah, notaris
Organisasi inilah yang akan melakukan audit
harus memberikan layanan dan pemahaman
mengenai terpenuhinya seluruh persyaratan
hukum baik kepada penjual maupun kepada
yang dimaksud dan menerbitkan sertifikat
pembeli. Untuk menjadi notaris, seseorang harus
bagi penyelenggara sertifikasi elektronik.
lulusan dari fakultas hukum.
Sertifikat inilah yang menjadi bukti bahwa penyelenggara telah memenuhi seluruh
Selain memberikan nasehat hukum, notaris juga
persyaratan dan dapat mengeluarkan
menyimpan salinan perjanjian yang dilakukan
qualified certificate21. Onafhankelijke Post
berdasarkan ketentuan perundang-undangan
en Telecommunicatieautoriteit (OPTA) adalah
atau berdasarkan permintaan para pihak. Akta
organisasi yang menjalankan fungsi yang
yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan
diamanatkan dalam Pasal
18.1522.
(3) Undang-Undang Tindak Pidana
pembuktian yang sempurna. Notaris diatur dalam Wet Op Notarisambt
Perekonomian (Wet op de Economische
(UU Notaris Belanda) yang diundangkan pada 1
Delicten)
Oktober 1999. Beberapa hal yang diatur dalam
Wet op de Economische Delicten mengatur
UU Notaris Belanda ialah notaris dilarang
bahwa pelanggaran terhadap Pasal 15d
mejalankan profesi selain profesi notaris. Akan
(paragraf pertama dan kedua) dan Pasal 15e
tetapi notaris dapat mengembangkan layanan
(paragraf pertama dan kedua) dari Buku III
jasanya dan melakukan spesialisasi, seperti dalam
BW merupakan salah satu tindak pidana di
bidang mediasi, pertanian, dan penyelenggaraan
bidang perekonomian.
transaksi elektronik.
2. Peranan Notaris dalam Penyelenggaraan CA
Notaris diawasi oleh Koninklijke Notariele Beroepsorganisatie (KNB). Pengawasan yang
a. Pengaturan Notaris
dimaksud mencakup penyelenggaraan layanan
Dalam sistem hukum Belanda yang menganut
notaris dan biaya layanan notaris. Layanan yang
sistem hukum Civil Law, notaris merupakan profesi
diberikan oleh notaris mencakup jual beli tanah
yang memiliki dua peran sekaligus. Di satu sisi
dan bangunan, membuat atau menerbitkan
notaris merupakan profesi yang sejajar dengan
perjanjian, melegalisasi tanda tangan, membuat
advokat yang memberikan layanan komersial
dan mengubah serta melaksanakan surat wasian,
kepada klien. Akan tetapi, di sisi lain, notaris
dan membuat akta pendiriaan perusahaan.
sama seperti seorang hakim yang ditunjuk dan
Akan tetapi, berdasarkan Undang-Undang
diangkat oleh Kerajaan untuk seumur hidup
Notaris Belanda, notaris memiliki keleluasaan
(sampai berumur 65 tahun). Oleh karena itu
untuk menentukan biaya layanannya. Untuk
notaris juga harus bertindak secara seimbang
menjalankan profesinya, seorang calon notaris harus menyerahkan rencana bisnis kepada
21 Pasal 18.16a Telecommunicatiewet. 22 Secara umum, OPTA adalah organisasi yang dibentuk untuk membangun lingkungan bisnis pos dan telekomunikasi di Belanda dan mengawasi serta mengevaluasi para pelaku usaha di bidang pos dan telekomunikasi. OPTA merupakan suatu organisasi administrasi yang bersifat independen dan melekat kepada Kementerian Perekonomian, Pertanian dan Inovasi (Ministrie van Economische Zaken, Landbow en Innovatie). Walaupun melekat, Kementerian Perekonomian tidak memiliki kontrol langsung terhadap OPTA termasuk yang keputusan yang dibuat oleh oranganisasi independen tersebut. Akan tetapi, Kementerian Perekonomian memiliki tanggung jawab secara politik dalam penunjukan dan pengangkatan Komisi OPTA, persetujuan anggaran dan kelangsungan OPTA.
18
Komite untuk dievaluasi. b. Akta Autentik dalam Sistem Hukum Belanda Dalam Wetboek van Burgeligjke van Rechtvordering (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Belanda – WBR) diatur mengenai akta sebagai alat bukti. Dalam Pasal 156.1 WBR diatur bahwa akta yang ditandatangani dapat
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
dijadikan alat bukti. Akta autentik ialah akta
kodrati sebagai pekerja dari suatu organisasi
yang dibuat berdasarkan format tertentu oleh
tanpa mengindikasikan adanya kewenangan
pejabat yang
berwenang23.
Akta autentik
pribadi tersebut untuk mewakili organisasi;
memiliki kekuatan pembuktian yang penuh terhadap setiap orang tentang apa yang pejabat
4) Sertifikat Profesi (Beroepscertificaat), dimaksudkan
nyatakan dalam lingkup kewenangannya
untuk mengidentifikasi pribadi kodrati sebagai
mengenai hal-hal yang ia amati atau nyatakan.
pekerja professional yang idendependen. Sertifikat
Sedangkan berdasarkan Pasal 156.3 WBR
ini diberikan kepada, misalnya, notaris, Inspektur
ditegaskan bahwa akta dibawah tangan tidak
Pencatat Kapal (Inspecteur Scheepsregistratie),
termasuk dalam kategori akta autentik.
Juru Sita (Gerechtsdeurwaarder), dan Juru Sita Kekaisaran (Rijksdeurwaarder);
3. DigiNotar, suatu contoh DigiNotar adalah salah satu penyelenggara sertifikasi elektronik yang mengeluarkan qualified certificate di
Belanda24.
Organisasi ini merupakan trusted third
party (TTP) yang dibentuk oleh notaris Civil Law dan
5) Sertifikat Amplop (Envelopcertificaat), dimaksudkan untuk mengidentifikasi suatu organisasi atau departmen dari organisasi tanpa mengidentifikasi pribadi kodrati;
spesialis IT di Belanda. 4. Peranan Notaris dalam Penerbitan Sertifikat Bekerja sama sama dengan sekitar 50 (lima puluh)
Elektronik
notaris di Belanda, DigiNotar menerbitkan beberapa
Dalam struktur DigiNotar, notaris berperan sebagai
jenis sertifikat yang didasarkan pada ‘siapa’ atau
Registration Authority (RA) dan bertugas melakukan
‘apa’ yang diidentifikasi oleh DigiNotar dan
verifikasi data25. Menurut regulasi di Belanda, fungsi
‘kewenangan’ yang dimiliki oleh pengguna sertifikat.
RA dapat dilakukan tidak hanya oleh notaris. Akan
Semua sertifikat adalah milik DigiNotar, dan semua
tetapi, salah satu keuntungan notaris yang berfungsi
pengguna diberikan hak untuk menggunakan
sebagai RA ialah Notaris memiliki kewenangan
Sertifikat dan Kunci, sehingga tidak diperbolehkan
berdasarkan undang-undang untuk melakukan
peralihan kepemilikan. Sertifikat yang pernah
identifikasi seseorang dan autentikasi tanda tangan.
dikeluarkan oleh DigiNotar, antara lain: Seseorang yang akan menggunakan layanan sertifikat 1) Sertifikat Perorangan (Natuurlijk Persoonscertificaat)
elektronik yang diterbitkan oleh DigiNotar harus
ditujukan bagi pribadi kodrati (naturlijk person)
mengisi formulir yang dapat diakses dari website
dan digunakan untuk mengidentifikasi seseorang
DigiNotar sesuai dengan sertifikat yang akan
sebagai pribadi kodrati;
digunakan. Formulir tersebut memuat permintaan informasi tentang, antara lain, identitas pemohon
2) Sertifikat Perusahaan (Bedrijfscertificaat)
dan kartu identitas. Dalam hal yang pemohon
dimaksudkan untuk mengidentifikasi seseorang
diwakilkan, maka wakil tersebut harus menunjukkan
yang diberi kewenangan suatu perusahaan untuk
kuasa yang diberikan olehnya. Setelah semua
mewakili perusahaan tersebut;
informasi dipenuhi, pemohon atau wakil pemohon harus mendatangi notaris yang beraliansi dengan
3) Sertifikat Organisasi untuk Perorangan
DigiNotar26 atau notaris lain yang ada di Belanda
(Persoonsgebonden Organisatiecertificaat), yaitu dimaksudkan untuk mengidentifikasi pribadi 25 CPS DigiNotar 30 October 2007, CPS DigiNotar General Version 3.5. 23 Pasal 156.2 WBR. 24 MHM Schellekens, Electronic Signatures Authentication Technology from a Legal Perspective, TMC Asser Press, the Hague, Information Technology & Law Series 5, hal. 38-39.
26 Biaya legalisasi tanda tangan sangat beragam (sekitar 25 s.d. 50) karena regulasi di Belanda telah meliberalisasi biaya layanan kenotariatan, kecuali biaya di bidang hukum keluarga. Dengan adanya kerja sama antara DigiNotar dengan notaris, maka biaya legalisasi sudah tercakup dalam keseluruhan biaya pembuatan sertifikat elektronik.
19
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
dengan membawa formulir dan dokumen pendukung
peninggalan Belanda lainnya terkait dengan notaris
(seperti kartu identitas, paspor, dan akta pendirian
ialah Ordonantie 16 September 1931 yang mengatur
perusahaan). Notaris secara konvensional memeriksa
tentang Honorarium Notaris. Akan tetapi, mengingat
dan memastikan bahwa pemohon telah mengisi
peraturan perundang-undangan di atas sudah tidak
formulir dengan benar dan memeriksa kesesuaian
sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan
antara informasi yang diberikan dan dokumen
kebutuhan masyarakat, Pemerintah mengundangkan
pendukung. Dalam hal pemohon berada di luar
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
negara Belanda, ia dapat mendatangi Notaris Civil
Jabatan Notaris (UUJN)28.
Law di negara Uni Eropa lainnya atau pihak lainnya yang berwenang.27
Salah satu pertimbangan dasar pembentukan UUJN ialah kebutuhan akan akta autentik sebagai alat
Melalui prosedur inilah identitas dan tanda tangan
bukti terkuat dan terpenuh dalam berbagai hubungan
seseorang dapat diverifikasi. Setelah itu, notaris akan
hukum dan transaksi, seperti dalam perbankan,
memberikan surat pertanyaan yang dibubuhkan cap
pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain. Akta
Notaris. Selain itu, RA juga berwenang untuk menolak
autentik dinilai dapat memberikan kepastian hukum
pengajuan penerbitan, perubahan, pembaruan, atau
mengenai hak dan kewajiban dari para pihak yang
pencabutan sertifikat jika hasil verifikasi menunjukkan
melakukan hubungan hukum dan transaksi yang
adanya kekurangan.
dimaksud. Kepastian hukum ini sangat diperlukan dalam hal terjadi sengketa sehingga penyelesaian
Kemudian, pemohon harus mendatangi DigiNotar
sengketa tersebut dapat lebih cepat dan murah.
dengan membawa seluruh dokumen termasuk surat pernyataan notaris. Sebagai CA, DigiNotar dapat
Berdasarkan UUJN, akta autentik pada hakikatnya
menghubungi Notaris yang bersangkutan untuk
memuat kebenaran formal sesuai dengan yang
melakukan klarifikasi. Setelah semua persyaratan
dinyatakan para pihak kepada notaris. Akan tetapi,
dinilai lengkap, DigiNotar mengeluarkan sertifikat
notaris mempunyai kewajiban untuk memastikan
dengan dua cara, yaitu dengan cara diberikan
bahwa apa yang termuat dalam akta notaris
langsung kepada pemohon, atau diberikan melalui
sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai
pos (dalam hal ini pegawai pos harus memastikan
dengan kehendak para pihak. Hal ini dilakukan
bahwa pemohon sendiri yang menerima sertifikat).
dengan cara membacakan akta yang dimaksud
Sertifikat diberikan dalam media yang cukup
sehingga menjadi jelas bagi para pihak. Notaris juga
beragam, mulai dari smart card, USB, sampai token.
wajib memberikan akses terhadap informasi,
Secara umum sertifikat berlaku untuk 3 (tiga) tahun.
termasuk akses terhadap peraturan perundangundangan yang terkait bagi para pihak yang akan
D. eNotaris Indonesia: Suatu Proposal
menandatangani akta. Tujuannya ialah agar para pihak memahami hubungan hukum yang mereka
1. Pengaturan Notaris di Indonesia
lakukan sehingga dapat menentukan dengan bebas
Berdasarkan sejarah, negara Indonesia menganut
untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta
sistem Civil Law yang diwarisi dari hukum Belanda
yang akan ditandatanganinya.
sejak zaman kolonialisasi. Pada awalnya, pengaturan mengenai notaris diatur dalam Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb. 1860:3). Reglemen ini diubah terakhir dengan Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101. Selain reglemen tersebut, peraturan
27 CPS DigiNotar 30 October 2007, CPS DigiNotar General Version 3.5, hal. 13.
20
28 Selain itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab UndangUndang Hukum Perdata adalah dua perundang-undangan yang diterapkan langsung dari Wetboek van Strafrecht dan Boergelijk Wetboek Belanda. Regulasi Belanda lain yang sudah “dinasionalisasi” misalnya Faillissements-Verordening, Staatsblad 1905 Nomor 217 jo Staatsblad 1906 Nomor 348 yang sudah diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan kemudian diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang.
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
2. Kewenangan Notaris
tidak terpenuhi, akta yang dimaksud memiliki
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk
kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan
membuat akta autentik sejauh pembuatan akta
sepanjang ditandatangani para pihak31.
autentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Notaris membuat akta notaris
Pasal 1874 KUHPerdata mengatur bahwa yang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah
undangan atau berdasarkan permintaan para pihak.
akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan
Secara umum, persyaratan untuk menjadi notaris
yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang
sama dengan notaris latin lainnya yang mengharuskan
pejabat umum. Sedangkan yang dianggap sama
adanya pelimpahan wewenang dari negara untuk
dengan tanda tangan suatu tulisan di bawah tangan
menjalankan publica fides melalui penunjukan oleh
ialah pembubuhan suatu cap jempol. Pembubuhan
pejabat yang berwenang (dalam hal ini Menteri
cap jempol yang dimaksud harus disertai dengan
Hukum dan HAM). Untuk menjaga fungsi tersebut,
pernyataan yang bertanggal dari seorang Notaris
UUJN mengatur persyaratan secara ketat baik dari
atau seorang pejabat lain yang ditunjuk undang-
segi pendidikan maupun profesi.
undang yang menyatakan bahwa pembubuh cap jempol itu dikenal olehnya atau telah diperkenalkan
Kewenangan utama notaris diatur dalam Pasal 15
kepadanya, bahwa si akta telah dijelaskan kepada
ayat (1) UUJN yaitu membuat akta autentik mengenai
orang itu, dan bahwa setelah itu cap jempol tersebut
semua perbuatan hukum dan transaksi yang
dibubuhkan pada tulisan yang dimaksud di hadapan
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan
pejabat yang bersangkutan.
atau yang dikehendaki oleh para pihak untuk dinyatakan dalam akta autentik. Notaris juga
Akta dibawah tangan dapat memiliki kekuatan
berwenang menjamin kepastian tanggal pembuatan
pembuktian yang sama dengan akta autentik
akta, menyimpan akta, memberikan grosse, serta
sepanjang akta yang dimaksud diakui kebenarannya
salinan dan kutipan akta. UUJN juga memberikan
oleh orang yang membuatnya atau secara hukum
kemungkinan bagi notaris untuk menjalankan
dianggap telah dibenarkan olehnya. Dengan
kewenangan lain, sepanjang kewenangan yang
demikian, kekuatan pembuktian tersebut berlaku
dimaksud diatur dalam peraturan perundang-
bagi ahli warisnya dan orang yang mendapatkan
undangan.
hak berdasarkan akta yang dimaksud32.
3. Esensi Akta Autentik
4. eNotaris Indonesia
Sama seperti Belanda yang menganut Civil Law,
Peranan Notaris dalam penyelenggaraan transaksi
sistem hukum Indonesia mengenal konsep akta
elektronik dapat dikembangkan dari fungsi Notaris
autentik. Akta autentik ialah suatu akta yang dibuat
sebagai pejabat yang berwenang yang memiliki
dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh
kewenangan publica fides. Secara harfiah, publica
atau dihadapan pejabat umum yang berwenang
fides memiliki arti kepercayaan dari publik, dan
untuk itu di tempat akta itu dibuat29. Akta autentik
dengan kewenangan publica fides yang dimiliki,
memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna
notaris dapat mengautentikasi identitas seseorang,
bagi para pihak yang berkepentingan beserta ahli
termasuk menyatakan kebenaran serta keakuratan
warisnya dan setiap orang yang mendapat hak dari
dan keaslian informasi yang diberikannya. Notaris
mereka mengenai apa yang termuat dalam akta
juga berwenang untuk mengautentikasi dan
tersebut30.
menyatakan kebenaran tanda tangan seseorang.
Dalam hal persyaratan yang dimaksud
29 Pasal 1868 KUHPerdata
31 Pasal 1869 KUHPerdata.
30 Pasal 1870 KUHPerdata.
32 Pasal 1875 KUHPerdata.
21
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
Dalam transaksi, notaris memiliki kewenangan dalam
verifikasi identitas pengguna layanan sertifikasi
menyatakan kebenaran fakta hukum yang tertuang
serta kebenaran informasi yang diberikan oleh
dalam suatu akta notaris. Oleh karena itu, sejak
pengguna. Fungsi ini dapat dilakukan oleh seluruh
awalnya, notaris latin memiliki fungsi sebagai trusted
notaris. Hasil dari pemeriksaan atau verifikasi
third party dalam suatu transaksi.
tersebut merupakan dasar bagi CA untuk mengeluarkan sertifikat bagi pengguna yang
a. Notaris sebagai RA
dimaksud. Sebagai RA, notaris dapat memberikan
Menurut Arion et. al. (1984) trust harus ada
nasehat hukum yang dibutuhkan klien klien
dalam suatu transaksi elektronik, dan karena itu,
mengenai jenis sertifikat yang akan digunakan
mereka memperkenalkan konsep ‘faith’, ‘trust’,
oleh klien, seperti:
dan ‘confidence’ yang merupakan bagian-bagian
1) lingkup kerahasiaan atau keamanan informasi
dari belief. Yang membedakan ketiganya adalah bukti konkrit yang tersedia bagi pengambil keputusan. Dalam hal tidak ada bukti konkrit sama sekali, belief dapat dilihat sebagai ‘faith’.
elektronik yang akan dipertukarkan; 2) nilai ekonomis transaksi yang akan dilakukan melalui pertukaran informasi secara elektronik; 3) posisi informasi elektronik sebagai bukti;
Sedangkan dalam hal tidak cukup bukti konkrit, seseorang dapat menggunakan bukti-bukti
Tentunya tidak selalu dalam penyelenggaraan
yang tersedia tersebut untuk merasionalisasi
sertifikasi elektronik membutuhkan peranan
kepercayaan (belief) mereka; dan hal ini
notaris sebagai RA. Peran notaris sebagai RA
dinamakan ‘trust’. Akan tetapi, dalam hal ada
akan diperlukan dalam penerbitan sertifikat
banyak data dan bukti kronkrit untuk
elektronik yang membutuhkan keamanan yang
mendukung keputusan tersebut, kepercayaan
lebih tinggi dibandingkan jenis sertifikas lainnya.
tersebut dinamakan ‘confidence’. Dengan
Keamanan yang dimaksud dipengaruhi oleh
demikian, trust adalah salah satu mekanisme
faktor kepastian dan kebenaran identitas serta
mental yang dapat mengurangi kompleksitas
kebenaran dan keakuratan informasi. Jenis
dan ketidakpastian untuk membangun atau
sertifikat ini tentunya dapat memberikan
menjaga hubungan bahkan di dalam kondisi
perlindungan yang lebih baik bagi para pihak
yang beresiko (Luhmann, 1988)33.
yang melakukan transaksi yang menurut mereka signifikan, seperti transaksi yang bernilai besar.
Sebagai pihak ketiga yang dapat dipercaya, notaris
Selain itu, jenis sertifikat ini juga dapat
dapat berperan dalam penyelenggaraan sertifikasi
bermanfaat untuk diterapkan dalam komunikasi
elektronik (certification authority) sebagai
rahasia yang dilakukan oleh para pihak, termasuk
registration authority (RA) untuk membantu
pemerintah.
menghadirkan trust yang dimaksud. Peranan ini dimungkinkan berdasarkan Pasal 16 ayat (3) UU
Seperti yang telah disebutkan dalam bagian
Jabatan Notaris.
sebelumnya bahwa tanda tangan menggunakan kriptografi kunci publik (public-key cryptography)
Fungsi strategis RA dalam rangkaian proses
yang didasarkan pada fungsi logaritma untuk
sertifikasi elektronik adalah sebagai gerbang awal
menghasilkan dua jenis kunci yang berbeda tetapi
yang memeriksa kebenaran dan melakukan
saling terkait secara matematis, yaitu kunci privat dan kunci publik. Kunci privat digunakan untuk
33 Arion, M.J.H. Numan, H. Pitariu & R. Jorna. (1994) ‘Placig Trust in HumanComputer Interaction’, in: Proc. 7th Europen Cognitive Ergonomics Conference di dalam Florian N. Egger, Consumer Trust in E-Commerce From Psychology to Interaction Design di dalam J.E.J Prins, P.M.A. Ribbers, H.C.A. van Tilborg, A.F.L. Veth and J.G.L. van der Wees (Ed), Trust in Electronic Commerce: The Role of Trust from a legal, an Organizational and a Technical Point of View., Kluwer Law International, The Hague, The Netherlands.
22
menghasilkan tanda tangan digital, sedangkan kunci publik berfungsi untuk memverifikasi tanda tangan digital. Akan tetapi, kedua kunci yang dimaksud hanyalah kombinasi antara 0 dan 1 yang dihasilkan dari fungsi matematika dan tidak
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
dapat menentukan bahwa penanda tangan ialah
Teknologi yang ada saat ini mungkin sudah
orang yang dimaksud dalam suatu transaksi.
cukup untuk memenuhi persyaratan dalam
Kehadiran notaris sebagai RA menjembatani
pembuatan akta autentik secara elektronik.
fungsi kedua pasangan kunci dan orang yang
Teleconference, CCTV, dan digital signature
dimaksud.
beberapa teknologi yang dapat diterapkan untuk memenuhi persyaratan yang dimaksud. Akan
Dengan demikian, peranan notaris sebagai RA
tetapi, berdasarkan penjelasan mengenai peran
akan melahirkan bidang usaha baru. RA akan
dan fungsi notaris dalam sistem Civil Law dan
bekerjasama dengan CA dalam bentuk aliansi
Common Law di atas, konsep akta notaris dalam
atau subordinat sehingga perlu kembangkan
bentuk elektronik lebih mungkin diterapkan
model bisnis yang tepat. Peluang usaha ini perlu
dalam sistem Common Law. Sedangkan dalam
ditinjau efektivitas peluang usaha yang dimaksud
sistem Civil Law, benturan doktrin mengenai
melalui berbagai proyek percontohan.
esensi akta autentik serta peranan dan fungsi notaris harus menjadi perhatian utama. Hal ini
b. eAkta Autentik
juga yang menjadi dasar pertimbangan
Seperti yang dibahas sebelumnya bahwa notaris
pengaturan Pasal 5 ayat (4) UU Nomor 11 Tahun
Indonesia termasuk dalam keluarga notaris latin
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
yang memiliki kewenangan dalam membuat
(UU ITE). Selengkapnya Pasal 5 ayat (4) UU ITE.
akta autentik. Esensi dari keautentikan akta tersebut didasarkan pada dua hal, yaitu
Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/
kewenangan notaris sebagai pejabat yang
atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud
berwenang dan fungsi notaris dalam melakukan
pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
autentikasi dan verifikasi identitas. Notaris ialah
a. surat yang menurut Undang-Undang harus
wakil negara yang terlibat dalam suatu transaksi untuk melakukan identifikasi dan verifikasi para
dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. surat beserta dokumennya yang menurut
pihak dan menjaga kebenaran serta keakuratan
Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
informasi dalam transaksi dengan menyatakannya
akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat
dalam suatu dokumen yang disusun berdasarkan
pembuat akta.
format dan aturan tertentu. Oleh karena itu, pemeriksaan secara fisik menjadi bagian yang
c. Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
penting. Tidak hanya itu, notaris juga wajib
Menurut UU ITE, Sertifikat Elektronik ialah
membaca akta dihadapan para pihak untuk
sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat
menjamin bahwa mereka mengerti perbuatan
tanda tangan elektronik dan identitas yang
hukum yang mereka akan tanda tangani.
menunjukkan status subjek hukum para pihak
Pembacaan bukan menjadi kewajiban notaris
dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan
apabila para pihak membaca sendiri, mengetahui
penyelenggara sertifikasi elektronik, sedangkan
dan memahami isinya; apabila hal ini dilakukan
penyelenggara sertifikasi elektronik ialah badan
maka notaris harus menyatakannya dalam bagian
hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak
akhir akta dan pada setiap halaman akta diparaf
dipercaya, yang memberikan dan mengaudit
oleh para pihak, saksi, dan notaris. Dalam hal
sertifikat elektronik. Fungsi utama penyelenggara
pembacaan atau pengecualian terhadap
sertifikasi Elektronik ialah memastikan keterkaitan
pembacaan tidak dilakukan, akta yang dimaksud
tanda tangan elektronik dengan pemiliknya.
hanya memiliki kekuatan pembuktian di bawah
Penyelenggara sertifikasi elektronik menurut UU
tangan. Untuk menjaga netralitas, perbuatan
ITE dibagi menjadi penyelenggara sertifikasi
hukum yang dimaksud harus disaksikan oleh
elektronik Indonesia dan penyelenggara asing.
minimal dua orang.
Untuk yang pertama, penyelenggara yang
23
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
dimaksud harus berbadan hukum dan berdomisili
sertifikasi elektronik dan yang tidak menggunakan
di Indonesia. Sedangkan untuk yang kedua,
sertifikasi elektronik.
sepanjang beroperasi di Indonesia, penyelenggara yang dimaksud harus terdaftar di Indonesia.
Kondisi yang beragam seperti ini akan menimbulkan permasalahan dalam praktiknya.
Menurut Pasal 11 UU ITE, tanda tangan elektronik
Salah satu masalah yang dapat muncul ialah
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum
dalam hal terjadi sengketa, seluruh tanda tangan
yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai
elektronik harus dibuktikan pemenuhannya
berikut:
terhadap keenam persyaratan dalam Pasal 11
1) data pembuatan Tanda Tangan Elektronik
UU ITE. Pembuktian ini akan menimbulkan
terkait hanya kepada Penanda Tangan;
masalah waktu dan biaya serta kenyamanan.
2) data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik
Jika mengacu kepada regulasi di Belanda mengenai
hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
tanda tangan elektronik dan Penyelenggara
3) segala perubahan terhadap Tanda Tangan
Sertifikasi Elektronik, hanya tanda tangan
Elektronik yang terjadi setelah waktu
elektronik yang menggunakan qualified certificate
penandatanganan dapat diketahui;
dan diterbitkan oleh penyelenggara sertifikasi
4) segala perubahan terhadap Informasi
elektronik yang telah memenuhi standar ETSI
Elektronik yang terkait dengan TandaTangan
dan standar teknis lainnya yang memiliki kekuatan
Elektronik tersebut setelah waktu
dan akibat hukum yang sama dengan tanda
penandatanganan dapat diketahui;
tangan tertulis. Konsekuensinya, sepanjang tanda
5) terdapat cara tertentu yang dipakai untuk
tangan elektronik menggunakan qualified
mengidentifikasi siapa Penandatangannya;
certificate dan telah memenuhi persyaratan maka,
dan
kecuali dibuktikan sebaliknya (secara a priori),
6) terdapat cara tertentu untuk menunjukkan
tanda tangan yang dimaksud memiliki kekuatan
bahwa Penanda Tangan telah memberikan
dan akibat hukum yang sama dengan tanda
persetujuan terhadap Informasi Elektronik
tangan konvensional. Dengan demikian, dalam
yang terkait.
hal terjadi sengketa, tanda tangan elektronik tersebut tidak perlu dibuktikan lagi mengenai
Dalam UU ITE tidak dijelaskan apa yang dimaksud
pemenuhan persyaratan yang ditentukan dalam
“memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum
regulasi di Belanda.
yang sah”. Akan tetapi, berdasarkan tujuan pengembangan tanda tangan elektronik, yang
E. Simpulan dan Saran
dimaksud dengan “memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah” adalah memiliki
1. simpulan
kekuatan dan akibat hukum yang sama dengan
24
tanda tangan konvensional. Berdasarkan
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa
penafsiran tersebut, maka hanya tanda tangan
satu faktor yang mempengaruhi peranan notaris
elektronik yang memenuhi enam persyaratan
dalam penyelenggaraan sertifikasi elektronik adalah
yang diatur dalam Pasal 11 UU ITE yang dapat
konsep notaris yang dianut suatu negara. Secara
memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sama
garis besar, konsep notaris dapat dibagi dua, yaitu
dengan tanda tangan tertulis. Berdasarkan
notaris dalam sistem hukum Civil Law dan notaris
penafsiran UU ITE, tanda tangan elektronik yang
dalam sistem hukum Common Law. Dalam konsep
memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sama
Civil Law seperti di Belanda dan Indonesia, notaris
dengan tanda tangan elektronik itu dapat
memiliki kewenangan publica fides yang diberikan
dihasilkan dari tanda tangan yang menggunakan
negara untuk mengautentikasi dan menyatakan
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
kebenaran identitas para pihak, termasuk tanda
Oleh karena itu, pengaturan yang dimaksud perlu
tangan mereka dan fakta hukum yang tertulis dalam
ditindaklanjuti dengan menentukan jenis sertifikat
akta notaris. Oleh karena itu, dalam sistem hukum
elektronik apa yang membutuhkan peranan
Civil Law, dikenal konsep akta autentik yang memiliki
notaris mengingat keterlibatan yang dimaksud
kekuatan pembuktian sempurna. Sedangkan sistem
memiliki konsekuensi secara hukum dan bisnis.
hukum Common Law tidak dikenal konsep publica
Hal ini dapat diatur dalam peraturan menteri.
fides dan konsep akta autentik. b. Notaris Indonesia termasuk rumpun Notaris Civil Pengaturan penyelenggaraan sertifikasi elektronik
Law. Oleh karena itu, notaris tidak dapat
di negara Belanda terkait dengan berbagai instrumen
membuat akta notaris elektronik. Konsep akta
Uni Eropa seperti EU Directive on eSignature yang
notaris dalam bentuk elektronik lebih mungkin
mengatur tanda tangan elektronik dalam tiga jenis.
diterapkan dalam sistem Common Law karena
Dari ketiga jenis tanda tangan itu, advanced electronic
dalam sistem ini tidak dikenal adanya akta
signature yang menggunakan qualified certificate
autentik yang memiliki kekuatan pembuktian
dan dibuat dengan secure-signature-creation device
sempurna. Sedangkan dalam sistem Civil Law,
merupakan jenis tanda tangan yang memiliki tingkat
benturan doktrin mengenai esensi akta autentik
keamanan yang paling tinggi dibandingkan dengan
serta peranan dan fungsi notaris menjadi
kedua jenis tanda tangan lainnya sehingga memiliki
perhatian utama.
akibat hukum yang sama dengan tanda tangan tertulis dan dapat digunakan sebagai alat bukti dalam
c. Saat ini sedang disiapkan revisi terhadap UU ITE.
proses peradilan. Negara Belanda menerapkan EU
Berdasarkan penjelasan di atas, ketentuan Pasal
Directive on eSignature dalam perundang-
5 ayat (4) UU ITE seyogyanya tetap dipertahankan.
undangannya. d. Perlu pengaturan yang lebih ketat dan rinci Sebagai salah satu negara yang menganut sistem
mengenai jenis sertifikat apa yang dapat dijadikan
hukum Civil Law, Belanda mengatur notaris dalam
alat bukti yang sah. Menurut Pasal 11 UU ITE,
penyelenggaraan sertifikasi elektronik sebagai
tanda tangan elektronik memiliki kekuatan
registration authority (RA) untuk melakukan verifikasi
hukum dan akibat hukum yang sah (memiliki
data dan identitas calon pengguna tanda tangan
kekuatan dan akibat hukum yang sama dengan
elektronik, seperti yang dilakukan oleh DigiNotar.
tanda tangan konvensional) sepanjang memenuhi
Dalam regulasi Belanda, notaris tidak dapat membuat
enam persyaratan. Dalalm Rancangan Peraturan
akta notaris elektronik. Pengaturan yang sama juga
Pemerintah tentang Penyelenggaraan Informasi
terdapat dalam Pasal 5 ayat ayat (4) UU ITE.
dan Transaksi Elektronik (RPP PITE) dibuat
Pengaturan-pengaturan ini sesuai dengan konsep
klasifikasi penyelenggara sertifikasi elektronik
akta autentik dan peranan notaris Civil Law.
yaitu Penyelenggara yang memiliki status terdaftar, tersertifikasi, dan berinduk. Status
2. Saran
terdaftar adalah status awal untuk beroperasi. Penyelenggara dapat memiliki status setingkat
a. notaris di Indonesia dapat berperan sebagai RA
lebih tinggi (tersertifikasi kemudian berinduk)
dalam penyelenggaraan transaksi elektronik.
apabila telah memenuhi persyaratan pada status
Berdasarkan Pasal 16 ayat (3) UUJN, peranan
operasi yang lebih rendah dan memenuhi
notaris dimungkinkan sepanjang diatur dalam
persyaratan tingkatan di atasnya. Oleh karena
suatu peraturan perundang-undangan. Terkait
itu, perlu ditentukan Penyelenggara Sertifikasi
dengan hal ini, RPP Penyelenggaraan ITE telah
Elektronik dengan status operasi apa yang kecuali
mengatur kewenangan notaris yang dimaksud
dibuktikan sebaliknya (secara a priori) telah
dalam Bab Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik.
menerbitkan Sertifikat Elektronik yang memiliki
25
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
kekuatan dan akibat hukum yang sama dengan tanda tangan tertulis. Penentuan ini akan dapat sangat membantu penyelesaian sengketa antara para pihak. Pola yang sama diterapkan di Belanda.
26
Daftar Pustaka
Arion, M.J.H. Numan, H. Pitariu & R. Jorna. (1994) ‘Placing Trust in Human-Computer Interaction’, in: Proc. 7th Europen Cognitive Ergonomics Conference di dalam Florian N. Egger, Consumer Trust in E-Commerce From Psychology to Interaction Design di dalam J.E.J Prins, P.M.A. Ribbers, H.C.A. van Tilborg, A.F.L. Veth and J.G.L. van der Wees (Ed), Trust in Electronic Commerce: The Role of Trust from a legal, an Organizational and a Technical Point of View., Kluwer Law International, The Hague, The Netherlands. Barry M. Leiner, A Brief History of the Internet, http://www.isoc.org/internet/history/brief.shtml, diakses 13 Januari 2011. Corien Prins, Regulating Electronic Commerce in the Netherlands, vol 6.4 ELECTRONIC JOURNAL OF COMPARATIVE LAW, (December 2002), http://www.ejcl.org/64/art64-28.html, diakses 29 Maret 2011. Council of the Notariats of the European Union, Comparative Study on Authentic Instruments: National Provisions of Private Law, Circulation, Mutual Recognition and Enforcement, Possible Legislative Initiative by European Union England, France, Germany, Poland, Romania, Sweden, Study for the Europen Parliament No IP/C/JURI/IC/2008-019. Hans C.S. Warendorf, Richard Thomas, Ian Curry-Sumner, The Civil Code of the Netherlands, Kluwer Law International, 2009, the Netherlands. Leslie G. Smith, The Role of the Notary in Secure Electronic Commerce, Thesis, Queensland University of Technology, September 2006. MHM Schellekens, Electronic Signatures Authentication Technology from a Legal Perspective, TMC Asser Press, the Hague, Information Technology & Law Series 5, hal. 38-39. Paul van Der Molen dan Martin Wubbe, e-Government and e-Land Administration as an Example: The Netherlands, diakses dari http://www.fig.net/pub/costarica_1/papers/ts10/ts10_02_wubbe_vandermolen_2480.pdf, tanggal 20 Maret 2011. Pedro A. Malavet, Counsel for the Situation: The Latin Notary, a Historical and Comparative Model, Januari 1996 Yin-Miao (Vicky), Liu, 2004, Thesis, Visually Sealed and Digitally Signed Electronic Documents: Building on Asian Tradition, Information Security Research Centre Faculty of Information Technology, Queensland University of Technology.
27
Halaman ini sengaja dikosongkan
Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik Di Bank Indonesia Oleh: Tim Informasi Hukum Bank Indonesia
ABSTRAKSI
Adapun yang dimaksud dengan Badan Publik adalah Lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan
Publik (UU KIP) telah mengatur mengenai kewajiban Badan
penyelenggaraan Negara, yang sebagian atau seluruh
Publik untuk melakukan pengelolaan Informasi termasuk
dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi
Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan
Publik yang berada di bawah kewenangannnya kepada
Belanja Daerah, atau organisasi non pemerintah
Pemohon Informasi Publik. Disamping kewajiban tersebut,
sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber
UU KIP juga mengatur mengenai hak Badan Publik untuk
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan
dengan peraturan perundang-undangan.
masyarakat, dan/atau luar negeri (vide Pasal 1 angka 3 UU KIP).
Terkait dengan implementasi UU KIP dimaksud, tulisan ini akan membahas mengenai pengelolaan Informasi di Bank
Dengan melihat definisi tersebut, maka Bank Indonesia
Indonesia termasuk pengaturan mengenai Informasi Rahasia
sebagai Lembaga Negara yang tugas pokoknya berkaitan
sebagai Rahasia Jabatan yang merupakan Informasi yang
dengan penyelenggaraan negara di bidang ekonomi
dikecualikan dari kewajiban pembukaan akses bagi Pemohon
yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,
Informasi.
mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, dan mengatur dan mengawasi Bank (vide Pasal 8 UU
I.
PENDAHULUAN
Nomor 23 Tahun 2009 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 6 Tahun 2009
Dalam upaya mewujudkan good corporate governance
tentang Penentapan Peraturan Pemerintah Pengganti
transparansi merupakan suatu hal yang mutlak untuk
UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang perubahan Kedua
dilaksanakan. Salah satu cerminan dari transparansi
atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2009 tentang
adalah dijaminnya hak warga negara untuk memperoleh
Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (UU BI)) tunduk
informasi yang terkait dengan penyelenggaraan negara.
pada ketentuan dalam UU KIP.1
Guna memberikan landasan hukum bagi warga negara untuk memperoleh Informasi Publik telah diterbitkan
II. PEMBAHASAN
UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yang mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak
A. Pengaturan dalam UU KIP
tanggal diundangkan.
UU KIP menganut prinsip MALE (maksimum access limited exemption), sehingga dalam UU dimaksud
Dalam pasal 7 ayat (1) UU KIP diatur bahwa Badan Publik
diatur bahwa secara prinsip Informasi Publik bersifat
wajib menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan
terbuka, kecuali beberapa informasi yang
Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya
dikecualikan.
kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.
1
Keuangan Bank Indonesia tidak bersumber dari APBN, namun dalam hal jumlah modal Bank Indonesia kurang dari 2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah), pemerintah (melalui APBN) wajib menutup kekurangan tersebut yang dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan rakyat (vide Pasal 62 ayat (3) UU BI
29
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
Yang dimaksud Informasi Publik adalah informasi
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan
yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau
diberikan kepada Pemohon Informasi Publik
diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan Negara
dapat mengungkap rahasia pribadi; i.
memorandum atau surat-surat antar Badan Publik
dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan
atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya
publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang
dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi
ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik (vide Pasal 1 angka 2 UU KIP).
atau pengadilan; j.
Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang
Dalam UU KIP telah diatur mengenai informasi kewajiban penyediaan dan pengumuman informasi,
Dalam UU KIP diatur bahwa Badan Publik wajib
yang dibagi menurut urgensinya, yaitu:
menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan
a. informasi yang wajib disediakan dan diumumkan
Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya
secara berkala; b. informasi yang wajib diumumkan serta merta; dan c. informasi yang wajib tersedia setiap saat.
kepada Pemohon Informasi Publik. Untuk melaksanakan kewajiban tersebut, Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi tersebut, dan untuk mewujudkan pelayanan
Namun demikian, UU KIP juga telah mengatur
cepat, tepat, dan sederhana, Badan Publik menunjuk
mengenai pengecualian terhadap kewajiban membuka
Pejabat pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
akses bagi Pemohon Informasi Publik, yaitu:
dan membuat serta mengembangkan sistem
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan
penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah,
diberikan kepada Pemohon Informasi Publik
dan wajar sesuai petunjuk teknis standar layanan
dapat menghambat proses penegakan hukum;
Informasi Publik yang berlaku secara nasional.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
dapat mengganggu kepentingan perlindungan
inilah yang bertanggungjawab dalam penyimpanan,
hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan
pendokumentasian, penyediaan dan/atau pelayanan
dari persaingan usaha tidak sehat;
informasi di badan publik. Tugas PPID merupakan
c. Informasi Publlik yang apabila dibuka dan
salah satu ujung tombak dalam implementasi UU
diberikan kepada Pemohon Informasi Publik
KIP. Pejabat inilah yang akan melakukan klasifikasi
dapat membahayakan pertahanan dan keamanan
informasi Publik sekaligus melakukan pelayanan
Negara;
informasi di badan publik.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik
Klasifikasi informasi merupakan salah satu hal krusial
dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
dalam implementasi UU KIP, sehingga dalam UU
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan
informasi yang wajib dibuka untuk publik dan
dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional;
informasi yang dikecualikan dari kewajiban
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
pembukaan dimaksud. Namun demikian, dalam
kepada Pemohon Informasi Publik, dapat
peraturan Pelaksanaan UU dimaksud, yaitu PP No.
merugikan kepentingan hubungan luar negeri;
61 Tahun 2010 tentang pelaksanaan UU No. 14
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat
30
tersebut telah diatur secara tegas mengenai batasan
diberikan kepada Pemohon Informasi Publik,
Tahun 2008 tentang KIP justru diatur bahwa PPID
mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat
atas persetujuan Pimpinan Badan Publik yang
pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat
bersangkutan dapat mengubah klasifikasi Informasi
seseorang;
yang dikecualikan berdasarkan Pengujian Konsekuensi
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
(vide Pasal 10 PP KIP). Adapun pengujian Konsekuensi
meminta Informasi untuk keperluan apapun. Hal ini
adalah pengujian tentang konsekuensi yang timbul
dapat membebani Badan Publik yang harus
apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat
menyediakan banyak sumber daya manusia untuk
dengan mempertimbangkan secara seksama bahwa
melayani permintaan Informasi yang jumlahnya
menutup Informasi publik dapat melindungi
banyak dan tidak terkait secara langsung dengan
kepentingan yang lebih besar daripada membukanya
kepentingan masyarakat umum. Oleh karena itu,
atau sebaliknya.
perlu diatur mengenai kriteria alasan/tujuan penggunaan Informasi yang dapat dijadikan alasan
Penjelasan Pasal 10 PP tersebut memberikan contoh
permintaan Informasi.
perubahan klasifikasi informasi, yang terbatas pada perubahan penggolongan informasi dalam satu
Pengaturan tersebut tidak akan mengurangi hak
klasifikasi yang sama, bukan bukan perubahan
Pengguna Informasi karena dalam UU KIP telah
klasifikasi Informasi Publik dari wajib dibuka menjadi
diatur mengenai kewajiban Badan Publik untuk
dikecualikan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya
mengumumkan informasi-informasi yang perlu
ketentuan dalam PP KIP tersebut akan menimbulkan
diketahui oleh masyarakat secara luas, dengan
keraguan bagi PPID untuk menetapkan Informasi
mengumumkan secara berkala untuk informasi yang
sebagai Informasi yang wajib dibuka untuk publik.
berkaitan dengan badan publik kegiatan, kinerja,
Pengaturan dalam PP tersebut akan memperlemah
dan laporan keuangan badan publik, maupun
klasifikasi yang telah ditetapkan oleh UU KIP.
mengumumkan secara serta merta suatu informasi yang mengancam hajat hidup orang banyak dan
Terkait dengan hak untuk mendapatkan informasi
ketertiban umum. Pengaturan tersebut diperlukan
publik, UU KIP telah mengatur bahwa setiap orang
agar Informasi itu bisa tepat sasaran, benar-benar
berhak untuk:
diberikan kepada orang yang membutuhkan sesuai
a. Melihat dan mengetahui Informasi Publik
dengan kegunaan dan tujuan Informasi tersebut.
b. Menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk memperoleh Informasi Publik
B. Pengelolaan Informasi Di Bank Indonesia
mendapatkan salinan Informasi Publik melalui
Dengan diberlakukannya UU KIP, Bank Indonesia
permohonan sesuai dengan UU KIP; dan/atau
tunduk pada kewajiban untuk menyediakan Informasi
c. Menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Publik. Dalam Pasal 17 UU KIP telah diatur beberapa perkecualian yang terkait dengan pelaksanaan Tugas BI, antara lain:
Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan
permintaan untuk memperoleh Informasi Publik
diberikan kepada Pemohon Informasi Publik
kepada Badan Publik terkait secara tertulis maupun
dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional:
tidak tertulis. Dalam Pasal 4 UU KIP juga diatur
rencana awal pembelian dan penjualan mata
bahwa Setiap Pemohon Informasi Publik berhak
uang nasional atau asing, saham dan aset vital
mengajukan permintaan Informasi Publik disertai
negara; rencana awal perubahan nilai tukar, suku
alasan permintaan tersebut. UU KIP maupun
bunga, dan model operasi institusi keuangan,
peraturan pelaksanaannya tidak mengatur lebih
rencana awal perubahan suku bunga bank,
lanjut mengenai alasan yang dapat digunakan dalam
pinjaman pemerintah; proses dan hasil
meminta Informasi Publik maupun kepentingan
pengawasan perbankan; dan atau hal-hal yang
yang dapat dijadikan alasan untuk mengajukan
berkaitan dengan proses pencetakan uang
permintaan informasi.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada Pemohon Informasi Publik,
Hal ini akan membuka kesempatan yang seluasnya-
dapat merugikan kepentingan hubungan luar
luasnya bagi setiap orang untuk mengakses dan
negeri: posisi, daya tawar dan strategi yang akan
31
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
dan telah diambil oleh negara dalam hubungannya
undangan. Salah satu informasi yang dikecualikan
dengan negosiasi internasional
adalah informasi yang berkaitan dengan rahasia
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan
jabatan.
diberikan kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap rahasia pribadi: kondisi
Pasal 6 UU KIP mengatur bahwa Badan Publik berhak
keuangan, aset, pendapatan, dan rekening bank
menolak memberikan informasi yang dikecualikan
seseorang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
d. Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik
undangan, yaitu:
atau intra Badan Publik yang menurut sifatnya
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan
atau pengadilan.
perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;
Terhadap informasi-informasi tersebut di atas, Bank
c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
Indonesia dikecualikan dari kewajiban pembukaan
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan;
akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik.
dan/atau e. informasi Publik yang diminta belum dikuasai
Terkait dengan pengelolaan Informasi, di Bank
dan didokumentasikan
Indonesia terdapat beberapa pengaturan mengenai pengelolaan informasi, antara lain PDG Nomor
Terkait dengan rahasia jabatan, penjelasan Pasal 6
8/17/PDG/2006 tentang Kewajiban Menjaga Informasi
huruf e mengatur bahwa yang dimaksud dengan
Rahasia ( PDG KMIR), PDG Nomor 10/10/PDG/2008
“rahasia jabatan” adalah rahasia yang menyangkut
tentang Manajemen Informasi Bank Indonesia (PDG
tugas dalam suatu jabatan Badan Publik atau tugas
MIBI), SE Penatalaksanaan (Governance) Informasi
Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan
Bank Indonesia (SE Governance).
peraturan perundang-undangan. Pengaturan dimaksud masih sangat terbuka dan luas dan
Terkait dengan pengelolaan informasi, di Bank
memerlukan peraturan perundang-undangan lain
Indonesia telah dibentuk satuan kerja yang secara
untuk menjabarkannya.
khusus membidangi manajemen informasi, sedangkan penatausahaan informasi dilakukan oleh
Di Indonesia, ketentuan mengenai rahasia jabatan
satuan kerja pemilik infomasi dan/atau satuan kerja
tersebar dalam beberapa peraturan perundang-
yang membidangi kearsipan.
undangan yang mengatur mengenai badan publik. Dalam Pasal 6 ayat (1) UU No.8 Tahun 1974 tentang
Adapun terkait dengan hubungan dengan pihak
Pokok-pokok Kepegawaian, sebagaimana telah
eksternal, di Bank Indonesia terdapat satuan kerja
diubah dengan UU No.43 Tahun 1999, diatur bahwa
yang mengelola publikasi terkait Bank Indonesia
“Setiap Pegawai Negeri wajib menyimpan rahasia
kepada pihak eksternal. Dalam rangka tindaklanjut
jabatan”.
UU KIP, satuan kerja dimaksud sekaligus berfungsi sebagai PPID yang akan memberikan pelayanan
Penjelasan ayat tersebut mengatur bahwa pada
kepada Pemohon Informasi Publik yang mengajukan
umumnya yang dimaksud dengan "rahasia" adalah
permintaan Informasi publik kepada Bank Indonesia
rencana kegiatan atau tindakan yang akan, sedang atau telah dilakukan yang dapat mengakibatkan
C. Pengaturan Mengenai Rahasia Jabatan Terkait
32
kerugian yang besar atau dapat menimbulkan bahaya,
UU KIP
apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh
UU KIP telah mengatur mengenai hak badan publik
orang yang tidak berhak. Rahasia jabatan adalah
untuk menolak memberikan informasi yang
rahasia mengenai atau yang ada hubungannya
dikecualikan sesuai dengan peraturan perundang-
dengan jabatan. Pada umumnya rahasia jabatan
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
dapat berupa dokumen tertulis, seperti surat, notulen
(2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
rapat, peta, dan lain-lain; dapat berupa rekaman
berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk
suara dan dapat pula berupa perintah atau keputusan
oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu
lisan dari seorang atasan. Ditinjau dari sudut
dalam pelaksanaan ketentuan peraturan
pentingnya, maka rahasia jabatan itu ditentukan
perundang-undangan perpajakan. Dikecualikan
tingkatan klasifikasinya, seperti sangat rahasia,
dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
konfidensil atau terbatas. Ditinjau dari sudut sifatnya,
ayat (1) dan ayat (2) adalah :
maka ada rahasia jabatan yang sifat kerahasiaannya
a. Pejabat dan tenaga ahli yang bertindak
terbatas pada waktu tertentu tetapi ada pula rahasia
sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang
jabatan yang sifat kerahasiaanya terus menerus.
pengadilan.
Apakah sesuatu rencana, kegiatan atau tindakan bersifat rahasia jabatan, begitu juga tingkatan klasifikasi dan sampai bilamana hal itu menjadi rahasia jabatan, harus ditentukan dengan tegas oleh pimpinan instasi yang bersangkutan.
b. Pejabat dan tenaga ahli yang memberikan keterangan kepada pihak lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. (3) Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
Pada umumnya Pegawai Negeri karena jabatan atau
tenaga-tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam
pekerjaannya mengetahui sesuatu rahasia jabatan.
ayat (2) supaya memberikan keterangan,
Bocornya sesuatu rahasia jabatan selalu menimbulkan
memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang
kerugian atau bahaya terhadap Negara. Pada
Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuknya.
umumnya kebocoran sesuatu rahasia jabatan adalah
(4) Untuk kepentingan pemeriksaan di Pengadilan
disebabkan oleh dua hal, yaitu sengaja dibocorkan
dalam perkara pidana atau perdata atas
kepada orang lain atau karena kelalaian atau
permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara
tidak/kurang hati-hatinya pejabat yang bersangkutan.
Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri
Apakah kebocoran rahasia jabatan itu karena
Keuangan dapat memberi izin tertulis untuk
kesengajaan atau karena kelalaian, akibatnya
meminta kepada pejabat sebagaimana dimaksud
terhadap Negara sama saja, oleh sebab itu setiap
dalam ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana
Pegawai Negeri wajib menyimpan rahasia jabatan
dimaksud dalam ayat (2), bukti tertulis dan
dengan sebaik-baiknya.
keterangan Wajib Pajak yang ada padanya. (5) Permintaan Hakim sebagaimana dimaksud dalam
Beberapa Undang-undang tidak secara spesifik
ayat (4), harus menyebutkan nama tersangka
menggunakan istilah “rahasia jabatan”, meskipun
atau nama tergugat, keterangan-keterangan
dalam UU tersebut mengatur mengenai kewajiban-
yang diminta serta kaitan antara perkara pidana
kewajiban untuk menjaga informasi rasasia terkait
atau perdata yang bersangkutan dengan
jabatan/pekerjaannya.
keterangan yang diminta tersebut.
Pasal 34 UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Adapun dalam UU Bank Indonesia, pengaturan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
mengenai rahasia jabatan dimuat dalam Pasal 71,
beberapa kali telah diubah dan terakhir dengan UU
yaitu Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi
No.16 Tahun 2000, mengatur bahwa:
Gubernur, pegawai Bank Indonesia, atau pihak lain
(1) Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada
yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia
pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau
untuk melakukan tugas tertentu yang memberikan
diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam
keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia
rangka jabatan atau pekerjaannya untuk
yang diperoleh karena jabatannya secara melawan
menjalankan ketentuan peraturan perundang-
hukum, diancam dengan pidana penjara sekurang-
undangan perpajakan.
kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
33
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
tahun serta denda sekurang-kurangnya
4. terdapat sanksi bagi pihak yang membocorkan
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
rahasia jabatan dimaksud.
banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia
D. Pengaturan mengenai Informasi Rahasia Sebagai
ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur.
Rahasia Jabatan di Bank Indonesia. Pada PDG KMIR telah diatur mengenai kategorisasi
Ketentuan mengenai rahasia jabatan tidak hanya
Informasi yang digolongkan menjadi Informasi Rahasia
terdapat dalam Undang-Undang mengenai badan
di Bank Indonesia, yaitu:
publik, namun juga terdapat dalam UU mengenai
a. Ditetapkan sebagai Informasi rahasia berdasarkan
profesi. UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
peraturan perundang-undangan
Notaris, Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf
b. Dinyatakan sebagai Informasi Rahasia secara
e serta penjelasannya mengatur bahwa notaris
tertulis atau tidak tertulis oleh Dewan Gubernur,
berkewajiban merahasiakan segala sesuatu mengenai
Anggota Dewan Gubernur, atau Pemimpin Satuan
akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
Kerja yang memiliki Informasi tersebut;
diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan
c. Dinyatakan sebagai informasi Rahasia secara
sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
tertulis atau tidak tertulis oleh pihak lain di luar
menentukan lain. Kewajiban untuk merahasiakan
Bank Indonesia yang menyampaikan Informasi
segala sesuatu yang berhubungan dengan akta dan
tersebut kepada Dewan Gubernur , Anggota
surat-surat lainnya tersebut adalah untuk melindungi
Dewan Gubernur, atau Pegawai Bank Indonesia
kepentingan semua pihak yang terkait dengan akta
d. Diperlakukan sebagai Informasi Rahasia
tersebut.
berdasarkan sifat Informasi tersebut.
Adapun dalam Pasal 19 UU No.18 Tahun 2003
Selanjutnya dalam PDG KMIR juga telah diatur bahwa
tentang Advokat diatur bahwa Advokat wajib
Informasi rahasia yang dimiliki oleh Dewan Gubernur,
merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau
Anggota Dewan Gubernur, pemimpin Satuan kerja,
diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya,
Pegawai, local Staff, tenaga honorer, tenaga
kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang.
Outsourcing, dan Pihak Lain karena berkaitan dengan
Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya
pelaksanaan tugas atau pekerjaannya di Bank
dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas
Indonesia merupakan rahasia jabatan2.
dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan
Pada prinsipnya pengaturan mengenai kategorisasi
atas komunikasi elektronik Advokat.
Informasi Rahasia tersebut telah sejalan dengan pengaturan dalam UU KIP, yaitu dalam Pasal 6 ayat
Dari beberapa pengaturan mengenai rahasia jabatan
(3) UU KIP yang mengatur mengenai hak badan
tersebut terdapat beberapa persamaan dalam
publik untuk menolak memberikan informasi yang
pengaturan mengenai kriteria rahasia jabatan antara
berkaitan dengan rahasia jabatan.
lain: 1. segala hal baik tertulis maupun tidak tertulis yang diperoleh karena jabatan atau pekerjaannya; 2. sifatnya rahasia, atau bisa dikelompokkan lagi sesuai dengan tingkatannya, misalnya sangat rahasia, konfidensil atau terbatas; 3. apabila hal rahasia tersebut diketahui oleh pihak lain maka akan menimbulkan kerugian bagi negara, masyarakat, klien dan/atau pihak lain yang terkait; dan
34
2
Ketentuan ini merupakan pengaturan lebih lanjut dari Pasal 71 UU BI yang mengatur bahwa Gubernur, Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, pegawai Bank Indonesia, atau pihak lain yang ditunjuk atau disetujui oleh Bank Indonesia untuk melakukan tugas tertentu yang memberikan keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia yang diperoleh karena jabatannya secara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). Keterangan dan data lainnya yang bersifat rahasia ditetapkan dengan Peraturan Dewan Gubernur
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
Namun demikian, PDG KMIR belum mengatur mengenai kriteria/dasar klasifikasi pengkategorisasian informasi sebagai informasi rahasia. Penetapannya masih digantungkan pada Dewan Gubernur, Anggota Dewan Gubernur,atau Pemimpin Satuan Kerja Pemilik Informasi. Hal ini akan menimbulkan kemungkinan adanya perbedaan klasifikasi terhadap informasi jenisnya sama, namun dimiliki oleh satuan kerja yang berbeda. Selain itu, tidak adanya pengaturan tersebut dapat menyebabkan kegamangan/keraguan untuk melakukan klasifikasi informasi dengan berdasarkan pada UU Bank Indonesia dan UU KIP. Oleh karena itu, perlu pengaturan secara jelas/tegas di Bank Indonesia mengenai pengklasifikasian Informasi yang termasuk dalam Rahasia jabatan dan merupakan informasi Rahasia. III. PENUTUP 1. Pengaturan terkait Informasi khususnya mengenai rahasia jabatan di Bank Indonesia telah sejalan dengan pengaturan dalam UU KIP, namun masih diperlukan penyempurnaan dengan menambahkan pengaturan mengenai pengklasifikasian Informasi yang termasuk dalam Rahasia jabatan. 2. Pengelolaan Informasi sebagaimana diamanatkan oleh UU KIP telah dilakukan di Bank Indonesia, dan dilaksanakan oleh satuan kerja pemilik informasi, satuan kerja yang membidangi manajemen informasi, satuan kerja yang membidangi kearsipan, dan dan PPID.
35
Halaman ini sengaja dikosongkan
Resensi Buku
Judul
:
Penulis Penerbit Halaman Oleh
: : : :
Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik : Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan Prof. Dr. Yuliandri, S.H., M.H. PT. RajaGrafindo Persada, Maret 2010 (ISBN: 978-979-769-259-9) x + 284 halaman Rizal Wisnajaya, SE, MH.
Buku ini merupakan disertasi Prof. Dr. Yuliandri, S.H., M.H
undang-undang, menjadi penting untuk dilakukan.
dan telah dipertahankan dalam ujian terbuka untuk
Perubahan pengaturan tidak hanya dilakukan terhadap UU
memperoleh gelar Doktor Ilmu Hukum pada Program
No.10 Tahun 2004, tetapi juga undang-undang tentang
Pascasarjana Universitas Airlangga pada tahun 2007. Buku
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD,
ini menarik untuk disimak berkenaan hiruk-pikuknya
khususnya yang menyangkut tata cara pembentukan
pembahasan RUU atau Amendemen UU di DPR.
undang-undang. Selain itu, juga perlu diubah peraturan pelaksanaannya, serta ketentuan yang termuat dalam
Pada buku ini, Penulis berpendapat bahwa pembentukan
peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
undang-undang dewasa ini belum memenuhi tujuan
Perwakilan Daerah.
pembuatan undang-undang yang memiliki karakteristik berkelanjutan, karena tidak didukung oleh profesionalisme
Sesuai dengan judul buku, pembahasan lebih difokuskan
sumber daya manusia yang berperan dalam pembentukan
mengenai Perumusan asas-asas pembentukan peraturan
undang-undang. Disamping itu proses pembentukannya
perundang-undangan yang baik, yang menurut penulis
juga sangat bersifat elitis dan sarat kepentingan serta
ketentuan Pasal 5 UU No.10 Tahun 2010 sangat bersifat
diperparah lagi oleh lemahnya koordinasi antar sektor dalam
limitatif dan sulit menampung perkembangan peraturan
penyusunan peraturan materi muatan undang-undang.
hukum dimasa depan. Dengan demikian adanya pembatasan
Fakta sejarah menunjukkan bahwa proses pembentukan
asas dalam undang-undang, akan menutup perkembangan
undang-undang, baik sebelum dan pasca amendemen UUD
asas, khususnya asas pembentukan aturan hukum yang
1945, serta sebelum maupun setelah ditetapkannya UU
baik. Menurut pandangan Philipus M. Hajon bahwa rumusan
Nomor 10 Tahun 2004, pada kenyataannya masih dihadapkan
perihal asas dalam undang-undang seyogianya hanya
dengan berbagai problem, baik secara substansial, teknis
rumusan normatif saja, seperti: pembentukan aturan hukum
yuridis penyusunannya, maupun pelaksanaan dan penegakan
haruslah berdasarkan asas-asas pembentukan aturan hukum
hukumnya.
yang baik (tanpa rician). Akan tetapi untuk ilustrasi asasasas tersebut dimasukan dalam penjelasan umum atau
Didalam buku dikutip dan dianalisis beberapa pendapat
penjelasan pasal yang sifatnya tidak limitatif.
ahli hukum antara lain menurut Biezeveld “Suatu undangundang dapat dikatakan berkualitas baik dan memiliki
Didalam buku juga dibahas bahwa berbagai permasalahan
karakteristik berkelanjutan, bisa dilihat dari sudut pandang
hukum dapat terjadi ketika asas-asas pembentukan peraturan
keberhasilan mencapai tujuan (doeltreffendheid),
perundang-undangan dimaksud ditentukan secara limitatif
pelaksanaan (uitvoerbaarheid) dan penegakan hukumnya
sebagai norma dalam undang-undang. Permasalahan yang
(handhaafbaarheid)”. Terkait dengan pendapat tersebut,
dapat timbul antara lain adalah Pertama, akan menutup
menurut penulis bahwa untuk menyelesaikan berbagai
perkembangan asas-asas pembentukan perundang-
problem di atas, perubahan pengaturan pembentukan
undangan yang baik itu sendiri. Kedua, sukar memaknai
37
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
dalam pembentukan undang-undang dan dalam menentukan
(ambiguity) dan kekaburan (obscurity) dari segi asas hukum
materi muatan undang-undang penerapan asas-asas
maupun teknik yuridis perancangan. Kedua, Penyusunan
peraturan perundang-undanga yang baik. Ketiga, tidak ada
Program Legislasi Nasional, yang dilakukan saat ini,
ketegasan , apakah asas-asas pembentukan peraturan
seyogyanya tidak dijadikan sebagai ambisi untuk membentuk
perundang-undangan yang baik bersifat alternatif, atau
pelbagai undang-undang dalam tenggat waktu tertentu.
bersifat kumulatif.
Perlu diperhitungkan bahwa terdapat keterbatasan waktu dan biaya dalam proses persiapan dan pembahasan suatu
Mengutip pandangan Yusril Ihza Mahendra, asas-asas hukum
undang-undang. Selain itu, mekanisme partsipasi publik
dan asas-asas pembuatan peraturan perundangan-undangan
juga harus diperhatikan dan dilembagakan. Ketiga, UU
yang baik, merupakan conditio sine quanon bagi berhasilnya
No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
suatu peraturan perundang-undangan yang dapat diterima
Perundang-undangan perlu direvisi, terutama berkaitan
dan berlaku dimasyarakat, karena telah mendapatkan
dengan kedudukan asas-asas pembentukan peraturan
dukungan filosofis, yuridis dan sosiologis.
perundang-undangan yang baik, sebagai asas hukum yang berbeda pengertiannya dari norma hukum. Penuangan
Penulis kembali mengutip pandangan Philipus M. Hajon
asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan
bahwa pada hakekatnya asas peraturan perundang-
yang baik sebagai asas hukum, lebih tepat ditempatkan
undangan yang baik berfungsi sebagai dasar pengujian
pada bagian Penjelasan Umum atau penjelasan pasal, agar
dalam pembentukan aturan hukum, maupun sebagai dasar
tidak bersifat limitatif dan rigid (kaku), serta membuka
pengujian terhadap aturan hukum yang berlaku. Dengan
peluang bagi pengembangan asas-asas baru. Perlunya
demikian, dari segi pembentukan aturan hukum misalnya
menerapkan fungsi harmonisasi dalam pembentukan
pembentukan undang-undang, asas-asas tersebut haruslah
undang-undang, agar tidak terdapat perbedaan persepsi
menjadi pedoman perancangan undang-undang.
terhadap terminologi yang digunakan dalam berbagai aturan hukum.
Selain itu, dikutip pula pandangan A. Hamid S. Attamimi bahwa asas-asas pembentukan peraturan perundang-
Akhirnya, peresensi merekomendasikan bahwa buku ini
undangan yang baik, berfungsi untuk memberikan pedoman
dapat memenuhi “kehausan” akan pengetahuan bagaimana
dan bimbingan bagi penuangan isi peraturan ke dalam
mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan,
bentuk dan susunan yang sesuai, bagi penggunaan metode
pihak-pihak mana saja yang terlibat dan perlu dilibatkan,
pembentukan yang tepat dan bagi mengikuti proses dan
apakah pembahasan telah berjalan sesuai dengan idealisme
prosedur pembentukan yang telah ditentukan, serta
hukum di masyakarat. Buku ini cocok untuk bacaan para
bermanfaat bagi penyiapan, penyusunan, dan pembentukan
pemerhati masalah hukum tata negara, praktisi/peneliti/ahli
suatu peraturan perundang-undangan. Kemudian, dapat
hukum, pejabat negara, civitas akademika dan masyarakat
digunakan oleh hakim untuk melakukan pengujian (toetsen),
umum. Sedikit masukan dari peresensi, agar pemanfaatan
agar peraturan-peraturan tersebut memenuhi asas-asas
buku ini meluas sampai pada masyarakat umum, supaya
dimaksud, serta sebagai dasar pengujian dalam pembentukan
mudah dicerna dan dimengerti, hendaknya menggunakan
aturan hukum maupun sebagai dasar pengujian terhadap
gaya bahasa ilmiah popular, sehingga kemanfaatan buku
aturan hukum yang berlaku.
ini akan lebih terasa.
Sebagai penutup, dalam bukunya penulis menyarankan bahwa mengatasi permasalahan tersebut, disarankan untuk mengimplentasikan antara lain Pertama, Konsep “preview” dalam proses pembentukan undang-undang, perlu diwujudkan. Hal ini penting untuk mencegah suatu undangundang langsung diajukan ke Mahkamah Konstitusi, ketika undang-undang tersebut baru saja diundangkan. Selain itu, melalui mekanisme ini, akan dapat dihindari arti ganda
38
Cakrawala Hukum: Kedudukan Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI 1
Oleh: Tim Redaksi
Pendahuluan
dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung”. Pembentukan Mahkamah Konstitusi diwujudkan
Gagasan pengujian undang-undang terhadap Undang-
melalui pengangkatan para hakim konstitusi, sesuai dengan
Undang Dasar sebenarnya telah muncul dalam rapat besar
Pasal 24C UUD 1945 yang menyatakan “Pengangkatan
BPUPKI yang dilaksanakan tanggal 15 Juli 1945, ketika itu
dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta
anggota BPUPKI, yaitu Moh. Yamin menghendaki agar Balai
ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur
Agung (Mahkamah Agung) menjadi pula badan yang
dengan undang-undang”. Selanjutnya, menyusul
membanding, sebagaimana dikemukakannya sebagai berikut
pemberlakuan UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
‘…apakah undang-undang yang dibuat oleh Dewan
Konstitusi, yang disahkan serta diundangkan pada tanggal
Perwakilan Rakyat tidak melanggar Undang-Undang Dasar
13 Agustus 2003 dalam Lembaran Negara RI No.98 dan
Republik atau bertentangan dengan hukum adat yang diakui,
Tambahan Lembaran Negara RI No.4316. Atas dasar undang-
ataukah tidak bertentangan dengan syariah agama Islam’.
undang ini, maka proses rekruitmen calon hakim
Anggota Soepomo tidak menyetujui gagasan Moh. Yamin
dilaksanakan, dengan hasil pengangkatan 9 (sembilan)
dengan alasan bahwa pengujian undang-undang terhadap
hakim konstitusi yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden
Undang-Undang Dasar hanya dikenal dalam suatu sistem
No.147/M Tahun 2003.
pemerintahan yang mengenal pemisahan kekuasaan secara tegas (separation of power) sedangkan Indonesia menerapkan
Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI
distribution of power. Soepomo menambahkan lagi, bahwa para ahli hukum Indonesia tidak mempunyai pengalaman
Berkaitan dengan kedudukan Mahkamah Konstitusi, Pasal
untuk tugas tersebut. Menurut Soepomo, pengujian undang-
24 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa kekuasaan
undang terhadap Undang-Undang Dasar bukan wewenang
kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan
Mahkamah Agung, tetapi wewenang badan peradilan
peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan
khusus (‘pengadilan spesial’) yang nama Constitutionel-hof,
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
seperti Austria, Cekoslowakia dan Jerman di zaman
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara,
Weimar.Beliau menyimpulkan bahwa negara Indonesia masih
dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya pada
terlalu muda dan untuk mengerjakan hal tersebut belum
Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa Mahkamah
waktunya. Terhadap kesimpulan pendapat Soepomo tersebut,
Konstitusi adalah bagian dari kekuasaan kehakiman,
Moh. Yamin sependapat untuk ditunda saja.
merupakan kekuasaan yang merdeka guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian Mahkamah Konstitusi
Dalam perkembangannya, Mahkamah Konstitusi
bukan bagian dari Mahkamah Agung dalam makna perkaitan
(constitutional court) baru terbentuk pada Perubahan
struktur unity of jurisdiction ,seperti hal yang berlaku dalam
Ketiga UUD 1945 berdasarkan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal
sistem hukum Anglo Saxon, namun mandiri dan terpisah
24 C. Fungsi Mahkamah Konstitusi dilembagakan secara
dari Mahkamah Agung secara duality of jurisdiction.
konstitusional, atas dasar Pasal III Aturan Peralihan UUD
Kedudukan Mahkamah Konstitusi setara dengan kedudukan
1945 yang menyatakan “Mahkamah Konstitusi dibentuk
Mahkamah Agung, keduanya adalah penyelenggara tertinggi
selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum
kekuasaan kehakiman.
1
Sesuai yang tercantum dalam Pasal 24C ayat (1), Mahkamah
Artikel merupakan rangkuman dari materi yang disampaikan oleh Prof. Dr. HM. Laica Marzuki, S.H. yang merupakan salah satu pemberi materi, dalam acara Workshop Litigasi pada tanggal 24 s.d 25 Mei 2011 di Hotel Peninsula Jakarta.
Konstitusi memiliki 4 (empat) kewenangan dan 1 (satu)
39
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
kewajiban. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
Penutup
mulai pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
Mahkamah Konstitusi , dari mulai berdiri sampai dengan
1. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945
tanggal 7 April 2008 menerima 141 perkara pengujian
2. Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara
undang-undang (telah diputus 132 perkara), menerima 10
yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.
perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara dan
3. Memutuskan pembubaran partai politik, dan
semuanya telah diputus, 252 perkara perselisihan hasil
4. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
pemilihan umum tahun 2004 yang diajukan oleh 23 partai politik, dan 21 perkara yang diajukan oleh calon anggota
Dalam hal kewajiban, Mahkamah Konstitusi wajib
DPD. Hal tersebut mencerminkan tumpuan harapan para
memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden
justisiabel terhadap Mahkamah Kontitusi. Cukup banyak
dan/atau Wakil Presiden diduga:
yang mendukung putusan namun ada pula yang menyatakan
1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa:
kekecewaannya. Ini adalah hal yang lumrah. Ketika
a. Penghianatan terhadap negara,
pembacaan putusan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk
b. Korupsi
umum maka putusan peradilan tersebut menjadi milik dan
c. penyuapa
bagian publik. Masyarakat berhak untuk mengungkapkan
2. atau perbuatan tercela, dan/atau
kekecewaannya, sebagaimana masyarakat mendukung atas
3. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
suatu putusan Mahkamah Konstitusi. Walaupun masyarakat
Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD
terpecah antara pro dan kontra atas substansi hukum yang
1945.
dipermasalahkan namun masyarakat harus menerima dan menghormati suatu putusan peradilan manakala Mahkamah
Selanjutnya terkait dengan pihak yang berhak mengajukan
Kontitusi telah memutuskan. Sesuai kewenangannya,
permohonan pengujian undang-undang adalah:
Mahkamah Konstitusi adalah pengawal konstitusi (the
1. Orang-per orang
guardian of constitution) dan sekaligus penafsir resmi the
2. Masyarakat adat
supreme law of the land.
3. Badan Hukum Publik/Privat/Lembaga Negara Syarat pengajuan harus ada unsur “diirugikan” dengan berlakunya undang-undang, hal ini sama dengan hukum acara perdata bahwa pada pengajuan gugatan harus ada “kepentingan”. Mahkamah Konstitusi dari sisi legislative function merupakan negative legislation, derajat keputusan yang ditetapkan sama dengan undang-undang dan mengikat secara umum (Erge Omnes).
40
Daftar Peraturan Bank Indonesia (PBI) Januari - Mei 2011
Peraturan
Tanggal
Satker
Perihal
13/14/PBI/2011
24/03/2011
DPbS
Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
13/13/PBI/2011
24/03/2011
DPbS
Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
13/12/PBI/2011
17/03/2011
DSM
Perubahan atas PBI No.5/26/PBI/2003 tentang Laporan Bulanan Bank Umum Syariah
13/11/PBI/2011
03/03/2011
DKBU
Pencabutan atas PBI Nomor 3/2/PBI/2001 tantang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan SE BI Nomor 3/9/BKR perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Kecil
13/10/PBI/2011
09/02/2011
DPNP/DKM
Perubahan atas PBI No.12/19/PBI/2010 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum pada Bank Indonesia dalam Rupiah dan Valuta Asing
13/9/PBI/2011
08/02/2011
DPbS
13/8/PBI/2011
04/02/2011
DPM/UKMI/DInt/ DSM/DPNP
13/7/PBI/2011
28/01/2011
DInt
Perubahan Kedua atas PBI No.7/1/PBI/2005 tanggal 10 Januari 2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank
13/6/PBI/2011
24/01/2011
DPbS
Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Dalam Status Pengawasan Khusus
13/5/PBI/2011
24/01/2011
DPbS
Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
13/4/PBI/2011
21/01/2011
DPM
Pencabutan Peraturan Bank Indonesia No.10/22/PBI/2008 tentang Pemenuhan Kebutuhan Valuta Asing Korporasi Domestik melalui Bank
13/3/PBI/2011
17/01/2011
DPNP
Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank
13/2/PBI/2011
12/01/2011
DPNP
Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum
13/1/PBI/2011
05/01/2011
DPNP
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Perubahan atas PBI No.10/18/PBI/2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah Laporan Harian Bank Umum
41
Halaman ini sengaja dikosongkan
Daftar Surat Edaran Ekstern (SE) Bank Indonesia Januari - Mei 2011
Peraturan
Tanggal
Satker
Perihal
13/17/DPbS
30/05/2011
DPbS
Batas Maksimum Penyaluran Dana Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
13/18/DPbS
30/05/2011
DPbS
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/34/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 Tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
13/16/DPbS
30/05/2011
DPbS
Perubahan atas SE Nomor 10/35/DPbS tanggal 22 Oktober 2008 tentang Restrukturisasi Pembiayaan bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
13/15/DPBS
30/05/2011
DPBS
Laporan Bulanan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
13/14/DKBU
12/05/2011
DKBU
Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
13/13/DPM
09/05/2011
DPM
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/18/DPM tanggal 7 Juli 2010 perihal Operasi Pasar Terbuka.
13/12/DPU
29/04/2011
DPU
Perubahan atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/8/DPU tanggal 28 Februari 2008 perihal Penukaran Uang Rupiah
13/11/DPbS
13/04/2011
DPbS
Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
13/10/DPbS
13/04/2011
DPbS
Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
13/9/DPU
05/04/2011
DPU
Penyetoran dan Penarikan Uang Rupiah oleh Bank Umum di Bank Indonesia
13/8/DPNP
28/03/2011
DPNP
Uji Kemampuan dan Kepatutan (Fit and proper test)
13/7/DASP
25/02/2011
DASP
Self Regulatory Organization di Bidang Sistem Pembayaran
13/6/DPNP
18/02/2011
DPNP
Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko untuk Risiko Kredit dengan Menggunakan Pendekatan Standar
13/5/DPNP
08/02/2011
DPNP
Transparansi Informasi Suku Bunga Dasar Kredit
13/4/DPM
04/02/2011
DPM
Biaya Laporan Harian Bank Umum
13/3/DPM
04/02/2011
DPM
Laporan Harian Bank Umum
13/2/DPbS
31/01/2011
DPbS
Tindak lanjut Penanganan terhadap Bank Pembiayaan Syariah dalam Status Pengawasan Khusus
13/1/DInt
20/01/2011
DInt
Kewajiban Pelaporan Utang Luar Negeri
43
Halaman ini sengaja dikosongkan
Ringkasan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Januari - Mei 2011
NOMOR PBI PBI No.13/1/PBI/2011
RINGKASAN PBI Latar Belakang Pengaturan: a.
Perubahan kompleksitas usaha dan profil risiko, penerapan Pengawasan secara konsolidasi, serta perubahan pendekatan penilaian kondisi Bank yang diterapkan secara internasional mempengaruhi pendekatan penilaian Tingkat Kesehatan Bank.
b.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas penilaian Tingkat Kesehatan Bank untuk menghadapi perubahan sebagaimana dimaksud pada huruf a diperlukan penyempurnaan penilaian Tingkat Kesehatan Bank dengan pendekatan berdasarkan risiko.
Substansi Pengaturan: 1.
Pokok-pokok pengaturan dalam PBI ini adalah sebagai berikut: a.
Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank baik secara individual maupun konsolidasi dengan menggunakan pendekatan risiko.
b.
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi dilakukan bagi Bank yang melakukan pengendalian terhadap Perusahaan Anak.
c.
Periode penilaian dilakukan paling kurang setiap semester (untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember) serta dilakukan pengkinian sewaktu-waktu apabila diperlukan.
d.
Faktor-faktor penilaian tingkat Kesehatan Bank terdiri dari: Profil risiko (risk profile), Good Corporate Governance, Rentabilitas (earnings), dan Permodalan (capital).
e.
Setiap faktor ditetapkan peringkatnya berdasarkan kerangka analisis yang komprehensif dan terstruktur.
f.
Peringkat komposit ditetapkan berdasarkan analisis secara komprehensif dan terstruktur terhadap peringkat setiap faktor dengan memperhatikan materialitas dan signifikansi masing-masing faktor, serta mempertimbangkan kemampuan Bank dalam menghadapi perubahan kondisi eksternal yang signifikan.
g.
Kategori Peringkat Komposit adalah Peringkat Komposit 1 sampai dengan Peringkat Komposit 5. Urutan Peringkat Komposit yang lebih kecil mencerminkan kondisi Bank yang lebih sehat.
h.
Dalam melakukan penilaian tingkat kesehatan secara konsolidasi, mekanisme penetapan peringkat setiap faktor penilaian dan penetapan Peringkat Komposit serta pengkategorian peringkat setiap faktor penilaian dan peringkat komposit wajib mengacu pada mekanisme penetapan dan pengkategorian peringkat Bank secara individual.
i.
Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pemegang saham wajib menyampaikan action plan kepada Bank Indonesia dalam hal berdasarkan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia dan/atau self assesment oleh Bank terdapat:
45
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI 1.
Faktor Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 4 atau peringkat 5;
2.
Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 4 atau peringkat 5;
3.
Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank yang ditetapkan dengan peringkat 3, namun terdapat permasalahan signifikan yang perlu diatasi agar tidak mengganggu kelangsungan usaha Bank.
j.
Waktu penyampaian self assesment Tingkat Kesehatan Bank: 1.
Untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara individual, paling lambat pada tanggal 31 Juli untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 31 Januari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember; dan
2.
Untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara konsolidasi, paling lambat pada tanggal 15 Agustus untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 15 Februari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember
k.
Waktu penyampaian action plan Tingkat Kesehatan Bank: a.
Sesuai batas waktu tertentu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk action plan yang merupakan tindak lanjut dari hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank oleh Bank Indonesia;
b.
Paling lambat tanggal 15 Agustus untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Juni dan tanggal 15 Februari untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember, untuk action plan yang merupakan tindak lanjut dari self assesment Bank.
Laporan pelaksanaan action plan disampaikan selambat-lambatnya 10 hari kerja setelah target waktu penyelesaian action plan dan/atau 10 hari kerja setelah akhir bulan yang dilakukan secara bulanan, apabila terdapat permasalahan signifikan yang akan mengganggu penyelesaian action plan secara tepat waktu. Dalam rangka persiapan penerapan secara efektif penilaian Tingkat Kesehatan Bank, Bank wajib melaksanakan uji coba penilaian Tingkat Kesehatan Bank sejak tanggal 1 Juli 2011 untuk posisi penilaian Tingkat Kesehatan Bank akhir bulan Juni 2011. Dalam rangka pengawasan Bank, apabila terdapat perbedaan hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan hasil self assesment yang dilakukan oleh Bank, maka yang berlaku adalah hasil penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia ini berlaku secara efektif sejak tanggal 1 Januari 2012 yaitu untuk penilaian Tingkat Kesehatan Bank posisi akhir bulan Desember 2011 dan pada tanggal berlakunya sekaligus mencabut PBI No. 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
46
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI PBI No.13/2/PBI/2011
RINGKASAN PBI 1.
Fungsi Kepatuhan adalah serangkaian tindakan atau langkah-langkah yang bersifat exante (preventif) untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta kegiatan usaha yang dilakukan oleh Bank telah sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk sesuai dengan Prinsip Syariah (bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah), serta memastikan kepatuhan Bank terhadap komitmen yang dibuat oleh Bank kepada Bank Indonesia dan/atau otoritas pengawas lain yang berwenang.
2.
Pokok pokok pengaturan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Pada Bank Umum adalah: •
Fungsi kepatuhan merupakan bagian dari pelaksanaan framework manajemen risiko. Fungsi kepatuhan melakukan pengelolaan risiko kepatuhan melalui koordinasi dengan satker terkait.
•
Pelaksanaan fungsi kepatuhan menekankan pada peran aktif dari seluruh elemen organisasi kepatuhan yang terdiri dari Direktur yang membawahkan Fungsi Kepatuhan, Kepala unit kepatuhan dan satuan kerja kepatuhan untuk mengelola risiko kepatuhan.
•
Menekankan pada terwujudnya budaya kepatuhan dalam rangka mengelola risiko kepatuhan.
•
Kepatuhan merupakan tanggung jawab personil seluruh bagian dari bank dengan tone from the top.
•
Status independensi yang disandang dari elemen organisasi fungsi kepatuhan dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan tugas dan menghindari konflik kepentingan (conflict of interest).
3.
Dengan berlakunya PBI ini maka Pasal 2 s.d. Pasal 7, Pasal 12, Pasal 14, Pasal 16 ayat (1), Pasal 17, Pasal 18, dan Pasal 19 dari PBI No.1/6/PBI/1999 tanggal 20 September 1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum dinyatakan tidak berlaku.
PBI No.13/3/PBI/2011
Latar Belakang Pengaturan: 1.
Dalam rangka mempercepat penyelesaian permasalahan bank, menjaga tingkat kepercayaan masyarakat serta mendukung terciptanya Stabilitas Sistem Keuangan, Bank Indonesia memberikan batasan waktu untuk setiap status pengawasan bank dan menuntut upaya yang sungguh-sungguh dari Pengurus dan Pemegang Saham Pengendali (PSP) untuk menyelesaikan permasalahan bank karena terdapat konsekuensi peningkatan Status Pengawasan Bank apabila batas waktu tidak dipenuhi atau kondisi bank semakin memburuk.
2.
Bank Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) wajib menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya paling lama 1 (satu) tahun. Perpanjangan waktu BDPI (paling lama 1 (satu) tahun) hanya dimungkinkan untuk penyelesaian Non-performing Loan (NPL) yang bersifat kompleks. Dalam hal permasalahan tidak dapat diselesaikan dan jangka waktu terlampaui maka bank ditingkatkan status pengawasannya menjadi pengawasan khusus.
47
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI 3.
PBI ini mempertegas kembali kriteria status pengawasan intensif yang didasarkan atas kriteria yang terukur yaitu keuangan (permodalan, likuiditas dan NPL) serta aspek lainnya berupa Tingkat Kesehatan (TKS) dan profil risiko.
4.
Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK/SSU) wajib menyelesaikan permasalahan yang dihadapi paling lama 3 (tiga) bulan. Bank Indonesia berwenang membekukan kegiatan usaha tertentu (paling lama 1 (satu) bulan) dalam periode BDPK apabila kondisinya semakin memburuk dan/atau terjadi pelanggaran ketentuan perbankan yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris dan/atau pemegang saham pengendali.
5.
Bank dimungkinkan keluar dari status BDPK, apabila terdapat setoran modal untuk memenuhi jumlah modal yang ditetapkan Bank Indonesia.
6.
Bank Indonesia berwenang menetapkan Tindakan Pengawasan (Supervisory Action) yang lebih keras apabila Pengurus dan/atau PSP dinilai Bank Indonesia tidak sungguh-sungguh menyelesaikan permasalahan bank.
7.
Penyempurnaan ketentuan tersebut menyiratkan kepada Bank bahwa penyelesaian permasalahan bank harus dilakukan secara maksimal pada saaat Bank Dalam Pengawasan Intensif mengingat waktu yang sangat terbatas untuk Bank Dalam Pengawasan Khusus (BDPK/SSU).
PBI No.13/4/PBI/2011
I.
Latar Belakang dan Tujuan Pada bulan Oktober 2008, Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pemenuhan kebutuhan valuta asing korporasi domestik melalui Bank dalam rangka menghadapi gejolak ekonomi yang berpengaruh terhadap ketersediaan valuta asing di pasar domestik. Kebijakan ini merupakan temporary measure yang bertujuan untuk memberikan kepastian atas tersedianya likuiditas valuta asing di pasar domestik kepada masyarakat, khususnya korporasi domestik. Dalam perkembangannya, perekonomian dan kondisi pasar valuta asing domestik telah mengalami peningkatan yang berpengaruh pula pada peningkatan kemampuan korporasi domestik untuk memenuhi kebutuhan valuta asing melalui mekanisme yang berlaku umum di pasar domestik. Untuk itu, perlu dilakukan pencabutan ketentuan mengenai pemenuhan kebutuhan valuta asing korporasi domestik melalui Bank.
II.
Materi Pengaturan Peraturan Bank Indonesia ini mencabut Peraturan Bank Indonesia No.10/22/PBI/2008 tentang Pemenuhan Kebutuhan Valuta Asing Korporasi Domestik Melalui Bank dan selanjutnya Peraturan Bank Indonesia No.10/22/PBI/2008 dinyatakan tidak berlaku.
48
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI PBI No.13/5/PBI/2011
RINGKASAN PBI Latar Belakang Bahwa penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran dana perlu dilakukan, antara lain dengan penyebaran portofolio penyaluran dana yang diberikan agar risiko penyaluran dana tersebut tidak terpusat pada nasabah penerima fasilitas atau sekelompok nasabah penerima fasilitas tertentu. Sejalan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tentang Batas Maksimum Penyaluran Kredit Bank Perkreditan Rakyat No.31/61/KEP/DIR tanggal 9 Juli 1998. Materi Pengaturan 1.
Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD) adalah persentase maksimum realisasi penyaluran dana terhadap modal Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) yang mencakup pembiayaan dan penempatan dana BPRS di bank lain.
2.
Pelanggaran BMPD yaitu selisih lebih persentase penyaluran dana pada saat direalisasikan terhadap modal BPRS dengan BMPD yang diperkenankan.
3.
Pelampauan BMPD yaitu selisih lebih antara persentase penyaluran dana yang telah direalisasikan terhadap modal BPRS pada saat tanggal laporan dengan BMPD yang diperkenankan, dan penyaluran dana tersebut bukan merupakan pelanggaran BMPD.
4.
BPRS wajib memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah dalam membuat akad pembiayaan antara BPRS dengan nasabah penerima fasilitas.
5.
BPRS dilarang membuat akad pembiayaan apabila akad pembiayaan tersebut mewajibkan BPRS untuk menyalurkan dana yang akan mengakibatkan terjadinya pelanggaran BMPD.
6.
BPRS dilarang memberikan penyaluran dana yang mengakibatkan pelanggaran BMPD.
7.
BMPD untuk pembiayaan dihitung berdasarkan baki debet pembiayaan sedangkan BMPD untuk penempatan dana antar bank pada BPRS lain dihitung berdasarkan nominal penempatan dana antar bank.
8.
Penyaluran dana kepada seluruh pihak terkait ditetapkan paling tinggi 10% dari modal BPRS.
9.
Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan kepada pihak terkait wajib memperoleh persetujuan dari 1 (satu) orang anggota Direksi dan 1 (satu) orang anggota Dewan Komisaris BPRS.
10. Penyaluran dana dalam bentuk penempatan dana antar bank kepada BPRS lain yang merupakan pihak tidak terkait dan/atau dalam bentuk pembiayaan kepada 1 (satu) nasabah penerima fasilitas yang merupakan pihak tidak terkait ditetapkan paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari modal BPRS.
49
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI 11. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan kepada 1 (satu) kelompok nasabah penerima fasilitas yang merupakan pihak tidak terkait ditetapkan paling tinggi 30% dari modal BPRS. 12. BPRS wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindak (action plan) untuk penyelesaian pelanggaran BMPD dan/ atau pelampauan BMPD. 13. Action plan tersebut wajib memuat paling kurang langkah-langkah untuk penyelesaian pelanggaran BMPD dan/atau pelampauan BMPD serta target waktu penyelesaian. 14. BPRS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan action plan untuk penyelesaian pelanggaran BMPD dan/atau pelampauan BMPD disertai dengan bukti pendukungnya. 15. BPRS wajib menyusun dan menyampaikan laporan BMPD kepada Bank Indonesia secara on-line setiap bulan secara benar, lengkap dan tepat waktu paling lama tanggal 14 pada bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan laporan yang bersangkutan. 16. Laporan BMPD mencakup: a.
Penyaluran Dana kepada pihak tidak terkait yang melanggar dan melampaui BMPD; dan
b.
Seluruh penyaluran dana kepada pihak terkait.
17. BPRS wajib melaporkan struktur kelompok usaha yang terkait dengan BPRS termasuk badan hukum pemilik BPRS sampai dengan ultimate shareholders kepada Bank Indonesia, 1 tahun sekali untuk posisi akhir tahun dan setiap terdapat rencana perubahan struktur kelompok usaha yang menyebabkan perubahan pengendali BPRS. 18. BPRS wajib mengungkapkan ultimate shareholders BPRS dalam laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan publikasi BPRS. Kewajiban ini merupakan tambahan atas kewajiban pengungkapan informasi mengenai pemegang saham BPRS. 19. BPRS yang tidak memenuhi Peraturan Bank Indonesia ini akan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. 20. Ketentuan Peralihan: a.
Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/61/KEP/DIR tanggal 9 Juli 1998 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat tetap berlaku dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini.
b.
Terhadap pelanggaran atas kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud pada huruf 19.a tetap berlaku ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/61/KEP/DIR tanggal 9 Juli 1998 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Perkreditan Rakyat.
50
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI 21. Dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini, maka Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/61/KEP/DIR tanggal 9 Juli 1998 tentang Batas Maksimum Penyaluran Kredit Bank Perkreditan Rakyat dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
PBI No.13/6/PBI/2011
I.
Dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), diperlukan upaya penyehatan terhadap BPRS yang bersifat sistematis dan berkelanjutan guna mendorong tumbuhnya industri BPRS yang sehat. Agar upaya penyehatan terhadap BPRS yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya dapat dilakukan secara optimal, maka diperlukan upaya tindak lanjut yang sesuai dengan kemampuan BPRS, komitmen pemilik, dan alternatif peluang yang dimiliki.
II.
Pokok-pokok pengaturan dalam PBI ini antara lain meliputi: 1.
Bank Indonesia menetapkan BPRS dalam status pengawasan khusus apabila memenuhi 1 (satu) atau lebih kriteria sebagai berikut: a. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) kurang dari 4% (empat persen); b. Cash Ratio (CR) rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen).
2.
Dalam rangka tindak lanjut pengawasan khusus, Bank Indonesia berwenang melakukan tindakan antara lain: a.
membatasi kewenangan rapat umum pemegang saham, dewan komisaris, direksi, dan pemegang saham;
b.
meminta pemegang saham menambah modal;
c.
meminta pemegang saham mengganti anggota dewan komisaris dan/atau direksi BPRS;
d.
meminta BPRS menghapusbukukan penyaluran dana yang macet dan memperhitungkan kerugian BPRS dengan modalnya;
e.
meminta BPRS melakukan penggabungan atau peleburan dengan BPRS lain;
f.
meminta BPRS dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajibannya;
g.
meminta BPRS menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan BPRS kepada pihak lain; dan/atau
h.
meminta BPRS menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban BPRS kepada pihak lain; dan/atau
i.
menghentikan kegiatan usaha tertentu dalam waktu yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
3.
BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus wajib: a.
menyampaikan rencana tindak (action plan) penyehatan BPRS yang realistis sesuai dengan permasalahan yang dihadapi paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak BPRS ditetapkan dalam status pengawasan khusus yang ditandatangani oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan Pemegang Saham Pengendali BPRS;
51
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI b.
melaksanakan action plan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.
menyampaikan laporan pelaksanaan action plan sebagaimana dimaksud pada huruf b paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan action plan; dan
d.
melakukan penyesuaian action plan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada huruf a atas permintaan Bank Indonesia.
4.
Dalam rangka pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat menempatkan petugas Bank Indonesia untuk melakukan pemantauan secara langsung terhadap kegiatan operasional BPRS dan tidak mengurangi tanggung jawab Dewan Komisaris, Direksi dan/atau pemegang saham BPRS terhadap kegiatan operasional dan kewajiban BPRS.
5.
Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS mengenai BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus disertai dengan keterangan mengenai kondisi BPRS yang bersangkutan.
6.
BPRS dalam status pengawasan khusus yang memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen), dilarang melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana yang berlaku sejak tanggal penetapan larangan sampai dengan BPRS keluar dari status pengawasan khusus.
7.
Jangka waktu pengawasan khusus ditetapkan paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak tanggal penetapan BPRS dalam status pengawasan khusus dari Bank Indonesia.
8.
Penambahan modal yang dilakukan oleh BPRS dalam status pengawasan khusus wajib ditempatkan dalam escrow account di Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah dan penambahan modal tersebut harus sesuai dengan ketentuan permodalan yang berlaku.
9.
Jangka waktu status pengawasan khusus dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu status pengawasan khusus, dengan syarat BPRS telah meningkatkan: a.
rasio KPMM paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai rasio KPMM 4% (empat persen) dan rasio KPMM lebih dari 0% (nol persen); dan/atau
b.
CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari selisih untuk mencapai CR 3% (tiga persen) dan CR lebih dari 1% (satu persen).
10. Bagi BPRS yang tidak memenuhi angka 9 tersebut di atas dimana sumber dana setoran modalnya berasal dari APBD, dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu status pengawasan khusus disertai dengan komitmen pemegang saham untuk menambah setoran modal sehingga meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang 3% (tiga persen).
52
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI 11. Bank Indonesia menetapkan BPRS dikeluarkan dari status pengawasan khusus apabila memenuhi kriteria Rasio KPMM paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR ratarata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 3% (tiga persen). 12. Selama jangka waktu status pengawasan khusus, Bank Indonesia sewaktu-waktu dapat memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPRS, dalam hal BPRS yang ditetapkan dalam status pengawasan khusus memenuhi kriteria sebagai berikut: a.
BPRS memiliki rasio KPMM sama dengan atau kurang dari 0% (nol persen) dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir sama dengan atau kurang dari 1% (satu persen); dan
b.
berdasarkan penilaian Bank Indonesia, BPRS tidak mampu meningkatkan rasio KPMM menjadi paling kurang sebesar 4% (empat persen) dan CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir paling kurang sebesar 3% (tiga persen).
13. Pada saat berakhirnya jangka waktu pengawasan khusus, Bank Indonesia memberitahukan kepada LPS dan meminta LPS untuk memberikan keputusan menyelamatkan atau tidak menyelamatkan BPRS yang memenuhi kriteria yaitu rasio KPMM kurang dari 4% (empat persen); dan/atau CR rata-rata selama 6 (enam) bulan terakhir kurang dari 3% (tiga persen). 14. Dalam hal LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap BPRS, Bank Indonesia mencabut izin usaha BPRS yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari LPS serta Bank Indonesia memberitahukan keputusan pencabutan izin usaha kepada BPRS yang bersangkutan dan LPS. 15. Sanksi: a.
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, dan/atau pegawai BPRS dalam status pengawasan khusus yang melanggar larangan dapat dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) huruf b Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
b.
BPRS dalam status pengawasan khusus yang melanggar ketentuan dapat dikenakan sanksi administratif sesuai dengan Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa: 1.
teguran tertulis; dan/atau
2.
pencantuman anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai dan pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang memperoleh predikat tidak memenuhi persyaratan (tidak lulus) dalam uji kemampuan dan kepatutan BPRS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku mengenai uji kemampuan dan kepatutan Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.
16. Dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia ini maka: a.
Peraturan Bank Indonesia No.7/34/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
53
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI b.
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia No.7/34/PBI/2005 tentang Tindak Lanjut Penanganan Terhadap Bank Perkreditan Rakyat Dalam Status Pengawasan Khusus, dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini.
PBI No.13/7/PBI/2011
I.
Latar Belakang Pengaturan 1.
Kebijakan penerapan kembali pembatasan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek bank merupakan normalisasi dari kebijakan yang berlaku sebelumnya. Ketentuan batasan posisi harian pinjaman luar negeri jangka pendek bank sebesar 30% (tiga puluh perseratus) dari modal dihapus pada 14 Oktober 2008 sebagai respon kebijakan untuk mengantisipasi dampak krisis global yang dipicu oleh kebangkrutan Lehman Brother. Pada saat itu terjadi outflows cukup besar yang menyebabkan likuiditas valas domestik dan perbankan menjadi ketat.
2.
Namun seiring dengan peningkatan inflow yang terus terjadi hingga saat ini, kondisi likuiditas valas perbankan meningkat tinggi. Salah satu sumber peningkatan likuiditas valas perbankan adalah pinjaman luar negeri jangka pendek, termasuk rekening giro (vostro) dan instrumen keuangan luar negeri jangka pendek lainnya.
3.
Oleh karena itu, kebijakan pinjaman luar negeri jangka pendek bank perlu kembali dinormalisasi atau dibatasi kembali sebagai upaya: (1) penerapan prinsip kehati-hatian (macro prudential) dalam mengelola pinjaman luar negeri jangka pendek bank, (2) mendorong pinjaman luar negeri bank ke arah jangka panjang, dan (3) mendukung pencapaian stabilitas makro dan sistem keuangan.
II.
Pokok-pokok Pengaturan 1.
Bank wajib membatasi posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek paling tinggi 30% (tiga puluh perseratus) dari modal bank.
2.
Hal-hal yang dikecualikan dari batasan perhitungan maksimal adalah: a.
Pinjaman luar negeri jangka pendek dari pemegang saham pengendali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas dan penyaluran kredit ke sektor riil;
b.
Dana usaha kantor cabang bank asing di Indonesia sampai dengan paling tinggi 100% (seratus perseratus) dari dana usaha yang dinyatakan (declared dana usaha);
c.
Giro, tabungan dan deposito milik perwakilan negara asing serta lembaga internasional, termasuk anggota stafnya;
d.
Giro milik bukan penduduk yang digunakan untuk kegiatan investasi di Indonesia. Kegiatan investasi berupa penyertaan langsung, pembelian saham/obligasi korporasi Indonesia dan Surat Berharga Negara;
54
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI e.
Kewajiban bank dalam rangka perdagangan internasional (sebagaimana tertuang dalam PBI No.7/1/PBI/2005 tentang Pinjaman Luar Negeri Bank yang diterbitkan pada tanggal 10 Januari 2005).
3.
Pengecualian tersebut wajib didukung dengan bukti-bukti yang memadai dan ditatausahakan oleh bank.
4.
Bank yang melanggar ketentuan ini akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar 1% (satu per seratus) pertahun dari jumlah kelebihan per hari.
5.
Apabila Bank memiliki posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek melebihi 30%, Bank tidak dapat menambah saldo tersebut dan harus menurunkan posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek menjadi paling tinggi 30% paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal mulai berlakunya PBI Perubahan ini.
PBI No.13/8/PBI/2011
1.
Laporan Harian Bank Umum (LHBU) adalah laporan yang disusun dan disampaikan oleh Bank Pelapor secara harian kepada Bank Indonesia, yang meliputi data transaksional dan data non transaksional.
2.
Data transaksional: •
Adalah data yang dihasilkan dari transaksi Bank Pelapor dengan pihak lain sebagai counterparty. Termasuk di dalam data ini adalah data Pasar Uang Antar Bank (PUAB), data pasar Uang Antar Bank berdasarkan prinsip syariah (PUAS), data perdagangan surat berharga di pasar sekunder, dan transaksi valuta asing.
•
Data transaksional wajib disampaikan segera setelah terjadinya transaksi secara real time setiap Hari Kerja pada tanggal laporan.
3.
Data non transaksional: •
Adalah data yang bukan dihasilkan dari transaksi Bank Pelapor dengan pihak lain, dan/atau merupakan data posisi atas transaksi Bank Pelapor. Termasuk di dalam data ini adalah posisi akhir hari transaksi derivatif jual valuta asing bukan investasi dengan pihak asing, posisi akhir hari transaksi derivatif beli valuta asing bukan investasi dengan pihak asing, posisi rekapitulasi transaksi derivatif, posisi devisa neto, pos-pos tertentu neraca, proyeksi arus kas, tingkat imbalan deposito investasi mudharabah Bank syariah, suku bunga dasar kredit, suku bunga kredit, suku bunga deposito berjangka, diskonto sertifikat deposito, dan suku bunga tabungan, suku bunga penawaran, posisi saldo harian pinjaman luar negeri jangka pendek Bank, dan posisi harian dana usaha kantor cabang bank asing.
• 4.
Data non transaksional wajib disampaikan pada setiap Hari Kerja pada tanggal laporan.
Bank Pelapor menyampaikan LHBU secara on-line. Dalam hal terdapat gangguan teknis pada Bank Pelapor atau pada Bank Indonesia, maka LHBU disampaikan secara off-line.
55
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI 5.
Hasil olahan LHBU berupa data agregat dan data individual Bank Pelapor.
6.
Termasuk hasil olahan LHBU adalah Data JIBOR, yaitu suku bunga indikasi penawaran transaksi PUAB di Indonesia yang berasal dari data suku bunga penawaran Bank-Bank Pelapor yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai kontributor JIBOR.
7.
Bank Indonesia menyediakan hasil olahan LHBU kepada Bank Pelapor dan kepada Pelanggan LHBU.
8.
Untuk menjadi Pelanggan LHBU, calon Pelanggan LHBU mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bank Indonesia, dan dalam hal disetujui menandatangani Perjanjian Penggunaan LHBU.
9.
Bank Indonesia menyediakan hak akses terhadap sistem LHBU kepada Bank Pelapor dan Pelanggan LHBU. Hak akses dalam jumlah tertentu kepada bank Pelapor tidak dikenakan biaya, sedangkan hak akses dan informasi bagi pelanggan LHBU dikenakan biaya.
10. Pelanggaran terhadap pelaporan LHBU dikenai sanksi berupa sanksi kewajiban membayar dan/atau sanksi teguran tertulis. 11. Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia ini maka PBI No.9/2/PBI/2007 tentang Laporan Harian Bank Umum dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. PBI No.13/9/PBI/2011
1.
Dalam rangka menjaga kelangsungan usaha dan kualitas pembiayaan serta meminimalisasi risiko kerugian, Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah berkewajiban menjaga kualitas pembiayaannya, dimana salah satu upayanya dapat dengan melakukan Restrukturisasi Pembiayaan atas nasabah yang memiliki prospek usaha dan/atau kemampuan membayar.
2.
Ketentuan ini mengatur hal-hal berupa: a.
Kualitas pembiayaan yang dapat dilakukan restrukturisasi.
b.
Intensitas berapa kali restrukturisasi pembiayaan dapat dilakukan dan penetapan kualitas pembiayaan apabila melebih jumlah maksimal pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan sesuai ketentuan.
c.
Bank wajib menetapkan jumlah maksimal pelaksanaan restrukturisasi pembiayaan untuk pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
d. 3.
Laporan restrukturisasi pembiayaan bagi BPRS.
Pelaksanaan Restrukturisasi Pembiayaan, hendaknya menganut prinsip universal yang berlaku di perbankan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan prinsip syariah.
4.
Restrukturisasi Pembiayaan dapat dilakukan untuk Pembiayaan dengan kualitas Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
56
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI 5.
Restrukturisasi Pembiayaan dengan kualitas Lancar dan Dalam Perhatian Khusus dapat dilakukan paling banyak 1 (satu) kali, dan apabila dilakukan lebih dari 1 (satu) kali digolongkan paling tinggi Kurang Lancar.
6.
Bank wajib memiliki kebijakan dan Standard Operating Procedure tertulis mengenai Restrukturisasi Pembiayaan, termasuk didalamnya penetapan jumlah maksimal pelaksanaan restrukturisasi untuk Pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet.
7.
Restrukturisasi Pembiayaan dengan kualitas Kurang Lancar, Diragukan dan Macet, dapat dilakukan paling banyak sesuai ketentuan bank yang mengatur mengenai jumlah maksimal Restrukturisasi Pembiayaan, dan apabila dilakukan lebih dari jumlah maksimal tersebut digolongkan Macet sampai dengan Pembiayaan lunas.
8.
Bank Indonesia berwenang menetapkan kualitas Pembiayaan yang berbeda dengan Bank, apabila Bank melakukan Restrukturisasi Pembiayaan tidak sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia mengenai Restrukturisasi Pembiayaan.
9.
BPRS wajib melaporkan Restrukturisasi Pembiayaan secara on-line kepada Bank Indonesia, sejak pelaporan bulan Mei 2011 yang disampaikan bulan Juni 2011 dan pada masa transisi menyampaikan laporan Restrukturisasi Pembiayaan secara off-line dan on-line.
PBI No.13/10/PBI/2011
Latar Belakang Pengaturan : a.
Peningkatan arus masuk modal asing telah mengakibatkan peningkatan kondisi likuiditas valuta asing perbankan secara signifikan. Arus masuk modal asing tersebut lebih bersifat jangka pendek dan berdampak pada kondisi ekses likuiditas valuta asing yang dapat menyebabkan instabilitas nilai tukar dan gangguan pada stabilitas ekonomi makro.
b.
Oleh karena itu, diperlukan penguatan manajemen likuiditas valuta asing oleh bank dan pengelolaan arus modal asing oleh Bank Indonesia melalui kebijakan peningkatan giro wajib minimum dalam valuta asing.
Substansi Pengaturan : 1.
Pokok-pokok pengaturan atau perubahan dalam PBI ini adalah sebagai berikut: a.
Bank wajib memenuhi Giro Wajib Minimum (GWM) dalam valuta asing sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam valuta asing.
b.
Ketentuan pemenuhan GWM dalam valuta asing sebagaimana dimaksud pada huruf a diatur sebagai berikut: 1.
Sejak tanggal 1 Maret 2011 sampai dengan tanggal 31 Mei 2011, GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari DPK dalam valuta asing.
2.
Sejak tanggal 1 Juni 2011, GWM dalam valuta asing ditetapkan sebesar 8% (delapan persen) dari DPK dalam valuta asing.
57
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI c.
Bank yang melanggar kewajiban pemenuhan GWM dalam valuta asing akan dikenakan sanksi kewajiban membayar dalam valuta rupiah dengan menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada hari terjadinya pelanggaran.
2. PBI No.13/11/PBI/2011
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Latar Belakang Pencabutan 1.
Peraturan Bank Indonesia No.3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil (KUK) masih mengacu kepada Undang-Undang No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang telah dicabut dan sudah tidak berlaku lagi.
2.
Pemerintah telah menerbitkan UU No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pada tanggal 4 Juli 2008, yang mencabut UU No.9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan mengatur mengenai kriteria usaha yang diperluas menjadi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang semula pada UU No. 9 Tahun 1995 hanya terdapat kriteria Usaha Kecil.
3.
Hasil survei Redefinisi UMKM kepada Perbankan pada Juli 2008 salah satu hasilnya adalah 74,4% responden setuju definisi kredit UMKM tidak lagi didasarkan pada plafon kredit, tetapi berdasarkan kriteria UMKM sebagaimana tercantum dalam UU No.20 Tahun 2008.
Substansi Pengaturan 1.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/2/PBI/2001 Tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/9/BKR Perihal Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Kredit Usaha Kecil, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
PBI No.13/12/PBI/2011
2.
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 2011.
1.
Bank pelapor wajib menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan kepada Bank Indonesia paling lama tanggal 5 bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan Laporan yang bersangkutan.
2.
Bank Pelapor dinyatakan terlambat menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan apabila menyampaikan Laporan pada tanggal 6 dan tanggal 7 bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan Laporan yang bersangkutan.
3.
Bank Pelapor dinyatakan tidak menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan apabila Bank Indonesia belum menerima Laporan dan/atau koreksi Laporan sampai dengan tanggal 7 bulan berikutnya setelah berakhirnya bulan Laporan yang bersangkutan.
4.
Laporan dan/atau koreksi laporan yang disampaikan secara online dapat disampaikan pada hari Sabtu, Minggu, hari libur, dan cuti bersama yang ditetapkan Bank Indonesia.
58
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI 5.
Kewajiban penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan secara online dikecualikan terhadap: a.
Bank Pelapor yang berkedudukan di daerah yang belum tersedia fasilitas komunikasi untuk menyampaikan Laporan secara online;
b.
Bank Pelapor yang baru dibuka dengan batas waktu paling lama 2 (dua) bulan setelah melakukan kegiatan operasional;
c.
Bank Pelapor yang mengalami gangguan teknis dalam menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan baik karena gangguan teknis pada Bank Pelapor maupun pada Bank Indonesia.
6.
Dalam hal gangguan teknis di Bank Indonesia dan/atau Bank Pelapor terjadi pada batas akhir penyampaian Laporan dan/atau koreksi Laporan, Laporan dan/atau koreksi Laporan disampaikan paling lama pada hari kerja berikutnya secara offline.
7.
Bagi Bank Pelapor yang melakukan kegiatan operasional di luar Indonesia, Laporan wajib disusun dan disampaikan oleh kantor pusat Bank atau Unit Usaha Syariah dari Bank Pelapor.
8.
Sanksi: a.
Bank Pelapor yang terlambat menyampaikan Laporan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan.
b.
Bank Pelapor yang tidak menyampaikan Laporan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
c.
Bank Pelapor yang terlambat menyampaikan koreksi Laporan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan.
d.
Bank Pelapor yang menyampaikan koreksi Laporan atas inisiatif Bank Pelapor setelah melampaui batas waktu keterlambatan penyampaian koreksi Laporan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) per item kesalahan dan paling banyak seluruhnya sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Sementara itu, untuk koreksi Laporan yang didasarkan pada hasil penelitian dan/atau pemeriksaan Bank Indonesia, maka Bank Pelapor akan dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) per item kesalahan dan paling banyak seluruhnya sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
e.
Bank Pelapor yang menyampaikan Laporan dan/atau koreksi Laporan secara offline pada periode penyampaian online tanpa memenuhi persyaratan, dikenakan sanksi kewajiban membayar sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk setiap penyampaian Laporan atau koreksi Laporan.
9.
Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak pelaporan data bulan Maret 2011 yang disampaikan pada bulan April 2011.
59
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI PBI No.13/13/PBI/2011
RINGKASAN PBI 1.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah mencabut Peraturan Bank Indonesia sebelumnya yaitu Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan perubahannya, dengan beberapa penyempurnaan ketentuan, antara lain: -
perubahan pengaturan Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah;
-
penggantian jenis penempatan dana BUS/UUS pada Bank Indonesia dari Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS);
-
perubahan batas jumlah nominal Pembiayaan dalam penilaian kualitas Pembiayaan yang hanya mendasarkan pada kemampuan membayar;
2.
-
perubahan pengaturan Properti Terbengkalai;
-
perubahan pengaturan Agunan Yang Diambil Alih (AYDA); dan
-
perubahan pengaturan validitas hasil penilaian agunan oleh Penilai Independen.
Penilaian kualitas aktiva dalam rangka pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) merupakan salah satu bentuk pengelolaan risiko yang bertujuan agar BUS/UUS dapat menyerap potensi kerugian yang telah diperkirakan (expected loss).
3.
Penilaian kualitas aktiva dilakukan terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif.
4.
Aktiva Produktif terdiri dari: (i) Pembiayaan, (ii) Surat Berharga Syariah, (iii) Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), (iv) Penyertaan Modal, (v) Penyertaan Modal Sementara, (vi) Penempatan Pada Bank Lain, (vii) Transaksi Rekening Administratif (komitmen & kontinjensi), dan (viii) bentuk penyediaan dana lainnya.
5.
Aktiva Non Produktif terdiri dari: (i) Agunan Yang Diambil Alih (AYDA), (ii) Properti Terbengkalai, serta (iii) Rekening Antar Kantor dan Suspense Account.
6.
Jenis aktiva dan kualitas penggolongan: Kualitas Aktiva No.
Jenis Aktiva
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pembiayaan Surat Berharga Syariah SBIS Penempatan Pada Bank Lain Penyertaan Modal (<20% - cost method) Penyertaan Modal (>20% - equity method) Penyertaan Modal Sementara (PMS) Transaksi Rekening Administratif Agunan yang Diambil Alih (AYDA) Properti Terbengkalai Rekening Antar Kantor (RAK) & Suspense Account
L
DPK
KL
D
M
Catatan : L=Lancar; DPK=Dalam Perhatian Khusus; KL=Kurang Lancar; D=Diragukan; dan M=Macet
60
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI 7.
Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) terdiri dari cadangan umum dan cadangan khusus sesuai dengan jenis aktiva sebagai berikut:
8.
a.
Aktiva Produktif wajib dibentuk cadangan umum dan cadangan khusus; dan
b.
Aktiva Non Produktif wajib dibentuk cadangan khusus.
Cadangan umum ditetapkan paling kurang 1% dari seluruh Aktiva Produktif yang digolongkan Lancar kecuali untuk Aktiva Produktif dalam bentuk SBIS, Surat Berharga Syariah yang diterbitkan Pemerintah Indonesia, dan bagian Aktiva Produktif yang dijamin dengan jaminan Pemerintah Indonesia atau agunan tunai.
9.
Cadangan khusus ditetapkan paling kurang: a.
5% dari seluruh aktiva yang digolongkan DPK setelah dikurangi agunan;
b.
15% dari seluruh aktiva yang digolongkan KL setelah dikurangi agunan;
c.
50% dari seluruh aktiva yang digolongkan D setelah dikurangi agunan; dan
d.
100% dari seluruh aktiva yang digolongkan M setelah dikurangi agunan.
10. Jenis agunan, nilai agunan sebagai pengurang PPA, dan pengikatannya:
No.
Jenis Agunan
Nilai Agunan sebagai pengurang PPA
Pengikatan
1.
Jaminan Pemerintah Indonesia
100% dari nilai yang dijamin
-
2.
Agunan tunai
Maksimal 100%
Diblokir disertai surat kuasa pencairan
3.
Surat berharga/tagihan Pemerintah Indonesia
Maksimal 100%
4.
Surat Berharga Syariah yang likuid atau memiliki peringkat investasi
Maksimal 50% nilai pasar
Gadai
5.
Tanah/bangunan untuk tempat tinggal
Maksimal 70% nilai wajar
Hak tanggungan
6.
Tanah/bangunan bukan untuk tempat tinggal dan mesin yang dianggap satu kesatuan dengan tanah
Maksimal 70% nilai wajar
Hak tanggungan
7.
Pesawat udara dan kapal laut di atas 20 meter kubik
Maksimal 70% nilai wajar
Hipotek
8.
Kendaraan bermotor dan persediaan
Maksimal 70% nilai wajar
Fidusia
9.
Resi gudang
Maksimal 70% nilai wajar
Hak jaminan atas resi gudang
61
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI PBI No.13/14/PBI/2011
RINGKASAN PBI 1.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/ 14 /PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah mencabut Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/24/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, dengan beberapa penyempurnaan ketentuan, antara lain: -
perubahan pengaturan Pembiayaan Mudharabah dan Pembiayaan Musyarakah;
-
penghapusan penempatan dana BPRS pada Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI);
-
pengaturan penempatan dana BPRS pada bank umum konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat;
-
perubahan pengaturan Agunan Yang Diambil Alih (AYDA); dan
-
perubahan pengaturan jenis dan nilai agunan nasabah sebagai faktor pengurang dalam perhitungan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA).
2.
Penilaian kualitas aktiva dan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) mencakup Aktiva Produktif, Aktiva Non Produktif dan penempatan pada bank umum konvensional.
3.
Aktiva Produktif BPRS meliputi Pembiayaan dan Penempatan Pada Bank Lain, sedangkan untuk Aktiva Non Produktif adalah Agunan Yang Diambil Alih (AYDA).
4.
Penempatan dana BPRS pada bank umum konvensional hanya dapat dilakukan dalam bentuk giro dan/atau tabungan untuk kepentingan transfer dana bagi BPRS dan nasabah BPRS. Penempatan pada bank umum konvensional tersebut tidak diklasifikasikan sebagai Aktiva Produktif BPRS.
5.
Dalam Pembiayaan Mudharabah, BPRS tidak diwajibkan menetapkan pembayaran angsuran pokok secara berkala kepada nasabah. Sedangkan untuk Pembiayaan Musyarakah dengan jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun, BPRS wajib menetapkan pembayaran angsuran pokok secara berkala sesuai dengan proyeksi arus kas masuk (cash inflow) usaha nasabah.
6.
BPRS hanya dapat mengambilalih agunan nasabah dalam bentuk AYDA terhadap nasabah yang telah tergolong Macet.
7.
AYDA yang dimiliki BPRS wajib dicairkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal pengambilalihan.
8.
Jenis dan kualitas penggolongan aktiva untuk BPRS adalah sebagai berikut: Kualitas Aktiva No. 1. 2. 3. 4.
Jenis Aktiva Pembiayaan Penempatan Pada Bank Lain Agunan yang Diambil Alih (AYDA) Penempatan pada bank umum konvensional
Catatan : L=Lancar; KL=Kurang Lancar; D=Diragukan; dan M=Macet
62
L
KL
D
M
Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan • Volume 9, Nomor 2, Mei - Agustus 2011
NOMOR PBI
RINGKASAN PBI 9.
BPRS wajib membentuk PPA sesuai dengan jenis aktiva sebagai berikut: a.
Aktiva Produktif wajib dibentuk cadangan umum dan cadangan khusus;
b.
Aktiva Non Produktif wajib dibentuk cadangan khusus; dan
c.
Penempatan dana pada bank umum konvensional wajib dibentuk cadangan umum dan cadangan khusus.
10. Beberapa tambahan jenis agunan nasabah yang dapat digunakan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPA cadangan khusus adalah: -
jaminan Pemerintah Pusat;
-
jaminan Pemerintah Daerah;
-
jaminan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/ Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
-
tempat usaha/kios yang dikelola oleh badan pengelola; dan
-
resi gudang.
63
Halaman ini sengaja dikosongkan