1
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEBERLANJUTAN PROGRAM BANK SAMPAH PT ISM Tbk
RIELISA AP HUTAGAOL
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2015
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Keberlanjutan Program Bank Sampah PT ISM Tbk adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Rielisa AP Hutagaol NIM I34110004
ABSTRAK RIELISA AP HUTAGAOL. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Keberlanjutan Program Bank Sampah PT ISM Tbk. Dibimbing oleh MURDIANTO. Bank Sampah merupakan salah satu program CSR PT ISM yang berorientasi pada lingkungan. Sebagai sebuah program CSR, Bank Sampah memerlukan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya sehingga diharapkan dapat memberikan manfaat. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam Bank Sampah; (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi; (3) menganalisis tingkat keberlanjutan program bank sampah. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian yang menggunakan uji tabulasi silang dan didukung dengan uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat partisipasi masyarakat . Selain itu pula diketahui bahwa tidak terdapat hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat keberlanjutan program (tingkat kebersihan lingkungan dan tingkat peluang ekonomi). Kata Kunci: CSR, partisipasi, keberlanjutan, PT ISM Tbk
ABSTRACT RIELISA AP HUTAGAOL The Relation of the Participation with the Sustainability of Garbage Bank Program PT ISM Tbk. Supervised by MURDIANTO. Garbage Bank is one of the CSR program PT ISM oriented environment. As a CSR program , Garbage Bank requires public participation in the implementation of which is expected to provide benefits . The purpose of this study are: ( 1 ) analyze the level of community participation in the Trash Bank ; ( 2 ) analyze the factors that influence participation ; ( 3 ) to analyze the level of sustainability of the waste bank . This study used quantitative and qualitative methods . Results of studies using cross tabulation test and supported by the Spearman rank correlation test showed that there was no correlation between the characteristics of the individual with the level of community participation . In addition it is also known that there is no correlation with the level of participation level sustainability ( environmental hygiene level and degree of economic opportunities ) . Key words: CSR, the participation, sustainability, PT ISM Tbk
iv
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEBERLANJUTAN PROGRAM BANK SAMPAH PT ISM Tbk
RIELISA AP HUTAGAOL
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
5
Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Keberlanjutan Program Bank Sampah PT ISM Tbk Nama : Rielisa AP Hutagaol NIM : I34110004
Disetujui oleh
Ir. Murdianto, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus: ________________
6
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa melimpahkan penyertaan dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Keberlanjutan Program Bank Sampah PT ISM Tbk” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ir Murdianto, M.Si sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan memberikan saran serta motivasi kepada penulis selama proses penyusunan hingga penyelesaian skripsi ini 2. Bapak Dr. Saharudin selaku dosen penguji utama pada sidang skripsi yang telah memberikan masukan serta bimbingan dalam proses perbaikan skripsi ini 3. Ibu Dr. Ninuk Purnaningsih selaku dosen penguji akademik pada sidang skripsi yang telah memberikan semangat dan arahan dalam proses perbaikan skripsi ini 4. Orang tua tercinta, Bapak SP.Hutagaol dan Mama R. Hutauruk, serta kedua abang penulis, Abang Yosefteen Hutagaol dan Abang Satya Novecty Hutagaol, yang selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis 5. Bapak Hisyam dan Bapak Deni Puspahadi, staf dan Manager Departemen CSR PT ISM Tbk yang selama ini telah membantu memfasilitasi peneliti dengan Indofood 6. Seluruh pengurus Bank Sampah, terkhusus Bapak Pri selaku ketua dan keluarga yang bersedia membantu selama proses penelitian 7. Seluruh sahabat penulis, Badia, Nina, Tika, Melpa, Beta yang terima kasih untuk doa dan semangatnya 8. Nerissa, Kak Fitri, Kak Audi dan Hanung teman satu bimbingan, terima kasih untuk bantuan, saran dan sharingnya tentang penelitian ini 9. Seluruh teman-teman SKPM 48, terutama Khalida, Mufida, dan Aya, yang senantiasa mendukung dan memotivasi penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2015
Rielisa AP Hutagaol NIM. I34110004
7
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Bank Sampah Mekanisme Kerja Bank Sampah Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pengelolaan Sampah melalui Bank Sampah Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Corporate Social Responsibility Definisi Corporate Social Responsibility Motivasi Perusahaan dalam Melaksanakan CSR Partisipasi Definisi Partisipasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Tingkat Partisipasi Pembangunan Berkelanjutan Keberlanjutan dalam Program Bank Sampah Kerangka Pemikiran Hipotesis Penelitian PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Lokasi dan Waktu Tenkik Pengambilan Responden dan Informan Teknik Pengumpulan Data Definisi Operasional Teknik Pengolahan dan Analisis Data PROFIL KELURAHAN SEMPER BARAT Kondisi Geografis dan Demografis Kondisi Sosial dan Ekonomi Ikhtisar PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) Profil Indofood Program CSR Indofood Pembangunan Sumber Daya Manusia Peningkatan Nilai Ekonomi Kegiatan Solidaritas Kemanusiaan Partisipasi Aktif dalam Kegiatan Komunitas Menjaga Kelestarian Lingkungan Program Bank Sampah Si Rajawali Latar Belakang Bank Sampah Si Rajawali
1 1 2 3 3 5 5 5 5 6 6 7 7 9 10 10 11 11 12 14 14 16 17 17 17 17 18 20 22 25 25 26 31 33 33 33 34 35 35 35 36 36 36
8
Mekanisme Program Bank Sampah Si Rajawali Ikhtisar KARAKTERISTIK INDIVIDU RESPONDEN Tingkat Umur Tingkat Pendidikan Lama Tinggal Ikhtisar PARTISIPASI RESPONDEN Tingkat Partisipasi Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Tingkat Partisipasi pada Tahap Menikmati Hasil Ikhtisar HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU RESPONDEN DENGAN TINGKAT PARTISIPASI Hubungan Tingkat Umur dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Hubungan Lama Tinggal dengan Tingkat Partisipasi Ikhtisar HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEBERLANJUTAN PROGRAM Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Kebersihan Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Peluang Ekonomi Ikhtisar SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
38 39 41 41 41 42 43 45 45 45 47 48 50 51 51 52 53 55 57 57 58 60 61 63 65 71
9
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Pendekatan penelitian Jenis dan metode pengumpulan data Definisi operasional karakteristik individu Definisi operasional tingkat partisipasi Definisi operasional keberlanjutan program Data jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Data jumlah RT berdasarkan penyebaran RW di Kelurahan Semper Barat Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Kelurahan Semper Barat Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Semper Barat Daftar harga sampah berdasarkan jenisnya di Bank Sampah Si Rajawali Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Umur Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Waktu Lama Tinggal Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap menikmati hasil Hubungan antara tingkat umur responden dengan tingkat partisipasi dalam program bank sampah Hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat partisipasi dalam program bank sampah Hubungan antara lama tinggal responden dengan tingkat partisipasi dalam program bank sampah Hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan tingkat kebersihan lingkungan Hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan tingkat peluang ekonomi
17 19 20 21 22 25 26 28 28 37 41 42 42 45 46 47 49
51 52 54 57 59
DAFTAR GAMBAR 1 The Triple Bottom Line 8 2 Kerangka Pemikiran Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Keberlanjutan Program Bank Sampah PT ISM Tbk 15 3 Piramida penduduk Kelurahan Semper Barat 27 4 Alur mekanisme Bank Sampah Si Rajawali 38 5 Struktur Pengurus Bank Sampah SI RajawaliError! Bookmark not defined.9
10
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Perusahaan dianggap sebagai salah satu elemen penting yang selama ini menjalankan fungsi produksi. Selain menjalankan fungsi-fungsi produksi dan distribusi barang dan jasa, perusahaan juga terlibat langsung dalam proses pemanfaatan sumber daya yang sifatnya terbatas (Mulyadi et al. 2012). Dalam perjalanan kegiatan operasional perusahaan, akan selalu ada kemungkinan terjadi sebuah benturan kepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk memperhatikan aspek sosial budaya masyarakat sekitanya. Hubungan resiprokal yang baik harus diciptakan guna menghindari benturan kepentingan. Selain itu dampak lingkungan akibat aktivitas operasional seperti limbah dan polusi juga wajib untuk diperhatikan oleh perusahaan. Dalam hal ini perusahaan diharapkan tidak hanya berorientasi pada keuntungan (profit) saja tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan. Upaya perusahaan untuk menciptakan kehidupan masyarakat dan lingkungan yang lebih baik diwujudkan dalam kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility atau “CSR”). PT ISM (Indofood Sukses Makmur Tbk) merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang makanan olahan dalam kemasan dengan kegiatan operasional mulai dari pengolahan bahan baku hingga produk jadi. Awalnya PT ISM Tbk didirikan pada tahun 1990 dengan nama PT Panganjaya Intikusuma. Kemudian pada tahun 1994 berganti nama menjadi PT ISM. Sebagai perusahaan yang telah mapan dan terkemuka di Indonesia, PT ISM membagi bisnisnya ke dalam lima kelompok usaha strategis berbentuk grup yaitu Produk Konsumen Bermerek (”CBP”), bogasari, agribisnis, distribusi, serta Budi Daya dan Pengolahan Sayuran dilaksanakan oleh China Minzhong Food Corporation Limited (“CMFC”). PT ISM saat ini memiliki 54 unit operasional yang tersebar di wilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku yang memproduksi antara lain makanan dalam kemasan, tepung terigu dan minyak goreng. Selain unit operasional tersebut, PT ISM juga menjalankan agro industri seperti kelapa sawit, tebu, cokelat, teh dan karet. Dengan sistem distribusi yang menjangkau seluruh wilayah Indonesia, maka seluruh produk PT ISM dapat dijumpai di berbagai pelosok Indonesia. Sebagai sebuah perseroan terbatas, PT ISM memiliki kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility atau “CSR”). Kewajiban melaksanakan program CSR diatur dalam Undangundang Nomor 40 tahun 2007. Pada ayat satu disebutkan bahwa “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan”. PT ISM memiliki komitmen untuk melaksanakan semua kegiatan secara bertanggung jawab baik secara ekonomi, sosial maupun lingkungan. Sepanjang tahun 2011, PT ISM terus melanjutkan program CSR dengan berlandaskan tujuan yang digunakan dalam melaksanakan program CSR Perseroan yaitu menciptakan hidup yang lebih baik setiap hari. PT ISM memusatkan upayanya pada lima pilar CSR yaitu Pembangunan Sumber Daya Manusia, Partisipasi Aktif Dalam
2
Kegiatan Komunitas, Peningkatan Nilai Ekonomi, Menjaga Kelestarian Lingkungan, dan Solidaritas Kemanusiaan. Salah satu program CSR bagian pilar kelestarian lingkungan yang dilaksanakan oleh PT ISM adalah program Bank Sampah. PT ISM sebagai sebuah perusahaan produksi pangan sadar betul bahwa mereka ikut berkontribusi dalam peningkatan jumlah sampah di Indonesia. Kemasan dari produk PT ISM selama ini berada di tangan konsumen dan tidak dikelola dengan tepat sehingga menimbulkan timbunan sampah. Bank Sampah merupakan wujud tanggung jawab dan kepedulian PT ISM dalam rangka mengurangi jumlah sampah dimana sampah kemasan mereka masuk di dalamnya. Sampah yang tidak dikelola dengan serius akan meningkat jumlahnya. Sampah juga berpotensi menurunkan kualitas sumber daya alam, menyebabkan banjir dan menimbulkan penyakit. Melihat kompleksitas persoalan sampah, baik bagi lingkungan fisik maupun lingkungan sosial maka langkah-langkah pengelolaan sampah berbasis partisipasi masyarakat perlu dirumuskan. Konsep pengelolaan sampah berbasis masyarakat sendiri harus disertai dengan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam hal ini berarti menjadikan masyarakat memiliki daya untuk dapat mengelola sampah agar menjadi sesuatu yang berguna dan bernilai jual. Selain itu masyarakat juga harus ditempatkan sebagai aktor atau subyek program. Menurut Yarianto et al. (2005) seperti dikutip oleh Suroyo et al. keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah salah satu faktor teknis untuk menanggulangi persoalan sampah perkotaan atau lingkungan pemukiman dari tahun ke tahun yang semakin kompleks. Selama ini masyarakat hanya melakukan pengelolaan sampah melalui proses pengumpulan dan pembuangan saja, tanpa dilibatkan dalam kegiatan pengelolaan yang cakupannya lebih luas. Prinsip partisipasi adalah satu dari 22 prinsip pengembangan masyarakat yang dikemukakan oleh Ife (1995) dan dikutip oleh Nasdian (2014). Partisipasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat. Selain itu pula peran serta komunitas dianggap menjadi salah satu elemen penting dalam program pengembangan masyarakat sehingga diharapkan nantinya dapat memberikan manfaat yang maksimal kepada peserta program (komunitas). Dengan pelibatan masyarakat dalam program bank sampah, manfaat yang diterima oleh masyarakat tidak hanya sekedar untuk jangka pendek tetapi diharapkan dapat berkelanjutan. Program pengembangan masyarakat yang berkelanjutan akan dapat memberikan manfaat jangka panjang hingga masyarakat mandiri. Oleh karena itu penting untuk diteliti sejauhmanakah hubungan tingkat partisipasi masyarakat dengan keberlanjutan program bank sampah ?
Rumusan Masalah Masyarakat merupakan salah satu pihak yang diperlukan dalam program pengelolaan sampah, termasuk bank sampah. Keterlibatan masyarakat dalam bank sampah bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan menimbulkan kepedulian masyarakat terhadap sampah. Selain itu peran serta masyarakat juga adalah salah satu kunci keberhasilan dari sebuah program pengembangan masyarakat, sehingga
3
penting untuk diteliti seberapa tinggi tingkat partisipasi masyarakat dalam program bank sampah ? Keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan penyelenggaraan program dianggap sebagai bagian yang penting dari upaya pemberdayaan. Pemberian kekuasaan atau wewenang kepada masyarakat dalam penyelenggaraan program bank sampah harus dioptimalkan. Peran serta masyarakat tidak timbul begitu saja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi individu dalam sebuah program. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dalam diri individu dan sebaliknya, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus analisis adalah faktor internal yaitu karakteristik individu peserta program, sehingga penting untuk diteliti faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program bank sampah ? Sebagai sebuah program pengembangan masyarakat, bank sampah diharapkan mampu memberikan manfaat bagi peserta program. Manfaat yang diterima tidak hanya berjangka pendek saja, tetapi dapat berlanjut hingga masyarakat pun menjadi mandiri. Aspek keberlanjutan juga dinilai sebagai salah satu prinsip dari program pengembangan masyarakat, sehingga penting untuk diteliti bagaimanakah hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat keberlanjutan program bank sampah ?
Tujuan Penelitian Tujuan penulisan penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis “hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat keberlanjutan program bank sampah PT ISM Tbk” dan secara khusus bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi tingkat partisipasi peserta dalam program Bank Sampah 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program bank sampah 3. Menganalisis hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat keberlanjutan program bank sampah
Kegunaan Penelitian Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi mengenai CSR yang nantinya akan ditemukan penelitian lebih lanjut terkait topik yang sama. 2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman terkait CSR sebagai salah satu bentuk kepedulian PT ISM terhadap masyarakat sekitar 3. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan perbaikan program selanjutnya 4. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan pelaksanaan CSR perusahaan.
4
5
PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Bank Sampah Bank sampah didefenisikan sebagai tempat pemilahan dan pengumpulan sampah yang dapat di daur ulang dan/atau diguna ulang yang memiliki nilai ekonomi. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 13 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle melalui bank sampah. Bank sampah hadir dengan tiga alasan, pertama pengelolaan sampah selama ini belum menerapkan prinsip 3R, kedua pengelolaan sampah harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir sehingga dapat memberikan manfaat secara ekonomi, sehat dan aman bagi lingkungan serta mengubah perilaku masyarakat. Ketiga, pemerintah bertugas meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Bank sampah dianggap sebagai sebuah strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat ‘berkawan’ dengan sampah untuk mendapatkan manfaat ekonomi langsung dari sampah. Bank Sampah tidak dapat berdiri sendiri. Bank sampah harus diintegrasikan dengan gerakan 3R sehingga manfaat langsung yang dirasakan tidak hanya ekonomi, tetapi juga pembangunan lingkungan yang bersih, hijau dan sehat. Mekanisme Kerja Bank Sampah Bank sampah adalah salah satu program yang bertujuan mendorong masyarakat mengembangkan cara-cara untuk mengurangi, memanfaatkan kembali dan mendaur ulang sampah kemasan serta sampah rumah tangga secara mandiri dan berkelanjutan. Cara kerja bank sampah pada umumnya hampir sama dengan bank lainnya, ada nasabah, pencatatan pembukuan dan manajemen pengelolaannya. Namun yang membedakan antara bank sampah dan bank konvensional adalah alat tukar yang digunakan. Pada bank konvensional alat tukar yang dikenal dan sering digunakan adalah uang, surat berharga, dan benda berharga lainnya. Sementara itu pada bank sampah yang digunakan sebagai alat tukar adalah sampah. Mekanisme kerja bank sampah ialah berbasis rumah tangga dengan memberikan ganjaran (reward) kepada yang berhasil mengumpulkan, memilah, dan menyetorkan sampah ke bank sampah. Sampah-sampah yang telah berhasil dikumpulkan dan ditabung oleh nasabah di bank sampah, kemudian akan dikonversi menjadi saldo berupa uang senilai dengan jumlah dan jenis sampah yang ditabung. Konsep bank sampah mengadopsi manajemen bank pada umumnya. Bank sampah dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan gerakan penghijauan sekaligus pendidikan gemar menabung untuk masyarakat. Metode bank sampah juga berfungsi untuk memberdayakan masyarakat agar peduli terhadap lingkungan. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
6
Hidup RI No. 13 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle melalui bank sampah, mekanisme kerja bank sampah meliputi : a. pemilahan sampah; b. penyerahan sampah ke bank sampah; c. penimbangan sampah; d. pencatatan; e. hasil penjualan sampah yang diserahkan dimasukkan ke dalam buku tabungan; dan bagi hasil penjualan sampah antara penabung dan pelaksana Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Pelaksanaan Pengelolaan sampah melalui Bank Sampah Naditya et al. (tidak ada tahun) mengemukakan faktor yang dapat mendukung dan menghambat pengelolaan sampah. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam yang mempengaruhi terlaksananya suatu kegiatan. Berikut adalah faktor pendukung internal dalam pelaksanaan pengelolaan sampah di RW 3 Kelurahan Sukun yaitu: a. Kondisi lingkungan yang bersih dan sehat merepresentasikan kesadaran warga untuk menangani dan mengelola sampah telah terbentuk sebelum kehadiran bank sampah. b. Keikutsertaan dan partisipasi sebagian besar warga dalam pengelolaan sampah melalui manajemen bank sampah c. Ketersediaan lahan dan sarana dalam mendirikan unit bank sampah Berikut adalah faktor penghambat secara internal dalam pengelolaan sampah dengan manajemen bank sampah di RW 3 Kelurahan Sukun yakni: a. Beberapa RT tidak turut serta dalam manajemen bank sampah b. Nilai rupiah sampah yang rendah dibandingkan harga lapak dan pengepul menjadikan anggapan bahwa sampah hanya bernilai ekonomis c. Kesadaran warga untuk memilah sampah supaya mempunyai nilai ekonomis masih rendah Faktor eksternal merupakan faktor dari luar yang mempengaruhi terlaksananya suatu kegiatan. Berikut adalah faktor pendukung eksternal dalam pelaksanaan pengelolaan sampah: a. Kunjungan dari pihak lain yang meningkatkan semangat masyarakat dalam mengelola sampah b. Pemberian dana bantuan dari pihak sponsor Sedangkan untuk faktor penghambat dari eksternal meliputi harga jual sampah yang tidak stabil dan kurangnya minat masyarakat dalam pengelolaan sampah melalui teknik lain, seperti komposter. Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Masyarakat sebagai salah satu produsen timbulan sampah memiliki tanggung jawab dalam pengelolaan sampah. Hal ini sejalan dengan regulasi yang dikeluarkan pemerintah dalam Pasal 28 ayat 1 UU Nomor 18 tahun 2008 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Sampah yang berbunyi : “Masyarakat dapat berperan dalam pengelolan sampah yang diselenggaraka oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah”. Masyarakat diharapkan dapat terlibat secara total dalam lima
7
susb sistem pengeloaan sampah yaitu sub sistem kelembagaan, sub sistem teknis operasional, sub sistem finansial, sub sistem hukum dan peraturan serta sub sistem peran serta masyarakat (Prianto 2011). Program pengelolaan sampah berbasis masyarakat menurut Syafrudin (2004) seperti dikutip oleh Prianto (2011) merupakan salah satu alternatif dari bentuk keterlibatan masyarakat. Program pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini diimplementasikan dalam kegiatan minimalisasi limbah dan melaksanakan 5R (Reuse, Recycling, Recovery, Replacing dan Refilling). Sebagai sebuah program pengelolaan sampah berbasis masyrakat, bank sampah juga memiliki aspek pemberdayaan. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Yayasan Unilever Indonesia. Desiana dan Damanik (2013) dalam penelitiannya di Bank sampah Unilever meninjau program ini dari sisi pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan yang dilakukan melalui bank sampah dianggap telah berhasil mengembangkan unit bank sampah menjadi unit bisnis. Unit bisnis yang dimaksud meliputi trashion, koperasi simpan pinjam, serta pengadaan kerja sama dengan sektor lain. Bank Sampah sebagai sebuah program pemberdayaan masyarakat setidaknya telah memberikan 3 dampak yaitu : 1. Bank sampah berhasil meningkatkan kepedulian masyrakat terhadap kelestarian dan kebersihan lingkungan 2. Dari sisi ekonomi, bank sampah mampu menghasilkan uang bagi nasabah bank sampah itu sendiri. 3. Para pengelola dan nasabah bank sampah mendapat pengetahuan pengalaman baru Berdasarkan paradigma pembangunan baru yang dikemukakan oleh para ahli, Desiana dan Damanik (2013) mencoba menganalisis hal ini pada program bank sampah. Paradigma pembangunan baru tersebut bersifat people centered, participatory, empowering dan sustainable. Pertama, people centered dilihat dari bank sampah yang benar-benar ddikonsentrasikan untuk masyarakat tanpa memikirkan keuntungan pribadi bagi pihak penyelenggara. Kedua, aspek participatory terlihat dari keterlibatan seluruh pihak, mulai dari masyarakat, penyelenggara program, hingga LSM. Ketiga, bank sampah bertujuan untuk memberdayakan (empowering) dan diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi masyarkat. Terakhir, sustainable. Program bank sampah yang dilaksanakan oleh Yayasan Unilever Indonesia telah berjalan secara berkelanjutan dan masih aktif hingga saat ini.
Corporate Social Responsibilty Definisi Corporate Social Responsibility Konsep awal tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibilty-CSR) pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen sekitar 50 tahun yang lalu. Davis (1960) seperti dikutip oleh Solihin (2009) menegaskan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya semata-mata soal ekonomi. Wibisono seperti dikutip oleh Muryaningrum (2010) mendifinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang
8
mencakup triple bottom lines dalam rangka tujuan pembangunan berkelanjutan. Sejalan dengan Wibisono, Sukada et al (2011) mendefinisikan CSR sebagai segala upaya manajemen yang dilakukan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan berdasar keseimbangan pilar ekonomi, sosial dan lingkungan, dengan meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif di setiap pilar. Dengan kata lain, CSR merupakan sebuah wujud kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya dengan cara tanpa harus merugikan perusahaan sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Dari sekian banyak definisi yang dikemukakan, Carrol seperti dikutip oleh Solihin (2009) merumuskan empat kategori mengenai CSR, yaitu : economic responsibilities, legal responsibilities, ethical responsibilities, dan discretionary responsibilities. Seiring perkembangannya istilah dan definisi CSR telah banyak dikemukakan oleh para pihak. Namun pada dasarnya, CSR berasal dari sebuah istilah Triple Bottom Lines yang dikemukakan oleh John Elkington pada tahun 1997 yang meliputi 3P yakni profit, planet dan people. Profit merupakan aspek ekonomi berupa keuntungan yang dicapai perusahaan untuk peningkatan kesejahteraan karyawan dan pemegang saham, pembayaran pajak, ekspansi usaha serta kapasitas produksi. People merupakan lingkungan masyarakat yang menjadi pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan. Relasi yang baik dan kuat antara perusahaan dan masyarakat akan menciptakan citra baik perusahaan. Planet merupakan lingkungan fisik yang kaitannya erat dengan sumber daya alam yang digunakan perusahaan. Lingkungan menjadi penting untuk dijaga kelestariannya karena akan berpengaruh pada eksistensi perusahaan. Oleh karena ketiga aspek ini penting Muryaningrum (2010) mengemukakan bahwa seharusnya implementasi CSR memang mencakup ketiga aspek ini dalam upaya peningkatan kualitas hidup pekerja beserta keluarganya serta masyarakat, termasuk konsumen.
Profit Economy Etchical Sustainable Bussines Bussines
People
Planet
Equity
Environment Eco-Efficient Bussines
Gambar 1 The Triple Bottom Line Sumber: Elkington seperti dikutip oleh Nasdian (2012)
9
Sebelum konsep CSR muncul di era 1950-an para pelaku bisnis sebenarnya telah melakukan aktivitas pemberian dana bagi masyarakat miskin sebagai bentuk tanggung jawabnya kepada lingkungan. Prinsip ini dikenal dengan prinsip Derma (charity). Charity Principle diyakini sebagai awal lahirnya konsep tanggung jawab sosial perusahaan. Seiring berjalannya waktu, konsep CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan mulai bergeser ke arah yang lebih berlanjut, yakni philantrophy. Prinsip philantrophy tidak hanya berbicara tentang kewajiban saja tetapi juga pada seberapa besar manfaat yang dapat diterima oleh masyarakat dan perusahaan. International Organization for Standardization (ISO) merupakan induk organisasi standarisasi internasional. Pada bulan September tahun 2004, ISO berhasil menyusun panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial perusahaan yang diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility. Dalam ISO 26000 ini terdapat tujuh isu pokok terkait CSR, yaitu : 1. Pengembangan masyrakat 2. Konsumen 3. Praktek kegiatan institusi yang sehat 4. Lingkungan 5. Ketenagakerjaan 6. Hak Asasi Manusia (HAM) 7. Organisasi kepemerintahan Di Indonesia konsep CSR telah menjadi sebuah regulasi dan bersifat mandatory. CSR sempat menjadi pro kontra di tahun 2007. Semenjak dibentuknya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas oleh DPR, konsep CSR menjadi sumber polemik antara pengusaha dan pemerintah. UndangUndang Perseroan Terbatas No. 40 tahun 2007 ayat satu menyatakan bahwa Perseroan Terbatas (PT) yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kemudian pada ayat kedua menyatakan bahwa dana CSR dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Dan pada ayat ketiga disebutkan bahwa Perseroan yang tidak melaksanakan CSR dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Terakhir, pada ayat keempat dimana ketentuan lebih lanjut mengenai CSR diatur dengan peraturan pemerintah. The Green Paper seperti dikutip oleh Solihin (2009) membagi CSR ke dalam dua ketegori, yaitu internal dimension of CSR dan external dimension of CSR. Internal dimension of CSR meliputi manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan keselamatan kerja, adaptasi terhdap perubahan dan dampak lingkungan, serta sumber daya alam. Sedangkan external dimension of CSR meliputi pemberdayaan komunitas lokal, partner usaha yang mencakup para pemasok dan kosumen, hak sasi manusia, dan permasalahan lingkungan global. Motivasi Perusahaan dalam Melaksanakan CSR Lako (2011) mencermati bahwa setidaknya terdapat dua motif perusahaan melakukan CSR, yaitu pertama faktor tekanan stakeholders eksternal yang menginginkan agar korporasi di Indonesia mengintegrasikan CSR dalam tindakan bisnis mereka. Tekanan tersebut bisa berasal dari pelaku pasar internasional (market forces), lembaga keuangan nasional maupun internasional dan lembaga
10
legislatif (DPR). Kedua, perusahaan mulai menyadari manfaat dari pelaksanaan CSR seperti citra baik perusahaan, meningkatnya loyalitas para stakeholders, dan menurunkan peluang konflik dengan masyarakat. Selanjutnya Lako pada tahun yang sama juga mengemukakan dua motif yang tak terungkap (unspoken motives), yaitu pertama charity motives (berkenaan dengan motif mencintai dan mengasihi sesama manusia dan lingkungannya). Kedua, motif untuk meningkatkan dan nilai penjualan dan nilai perusahaan serta kepentingankepentingan lainnya. Menurut Wibisono seperti dikutip oleh Rosyida (2011) terdapat tiga alasan sebuah perusahaan menerapkan CSR, yaitu : 1. Hanya sebatas basa-basi dan keterpaksaan. CSR dilaksanakan karena dipengaruhi oleh faktor eksternal (external driven); 2. Sebagai pemenuhan terhadap regulasi; dan 3. Faktor beyond compliance, artinya memang terdapat dorongan yang tulus dari dalam dan telah menjadi kebijakan perusahaan Steiner (1994) dikutip Nursahid (2006) mengemukakan tiga alasan penting mengapa kalangan bisnis merespondan mengembangkan isu tanggung jawab sosial sejalan dengan operasi perusahaanya. Pertama, perusahaan merupakan “makhluk” masyakat dan oleh karenanya perusahaan harus merespon permintaan masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap kehadiran perusahaan akan mempengaruhi bagaimana masyarakat berhubungan dengan perusahaan tersebut. Perusahaan juga menyadari bahwa terdapat aspek sosial budaya yang juga mengikat dan tidak dapat diacuhkan. Kedua, terkait kepentingan bisnis jangka panjang. Terdapat hubungan simbiosis mutualisme dari pelaksanaan CSR oleh perusahaan kepada masyarakat. Ketiga, menghindari kritikan masyarakat. Hal ini karena dengan merespon suatu tuntutan sosial diyakini dapat mengurangi biaya perusahaan dibandikngkan dengan melanggar peraturan pemerintah yang sanksinya jauh lebih mahal.
Partisipasi Definisi Partisipasi Secara umum partisipasi dapat diartikan sebagai sebuah keterlibatan seseorang dalam sebuah program atau kelompok. Dalam program pengembangan masyarakat, partisipasi merupakan suatu hal yang penting dan prinsip. Begitupun halnya dengan program CSR. Nasdian (2014) mendefinisikan partisipasi dalam aktivitas CSR sebagai suatu proses aktif dan inisiatif yang diambil oleh warga komunitas itu sendiri, dibimbing mellaui cara mereka sendiri dengan menggunakan sarana dan proses (kelembagaan dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Selanjutnya masih menurut Nasdian (2014) program CSR yang partisipatif akan lebih berkelanjutan karena direncanakan sesuai kebutuhan masyarakat. Tidak hanya itu Prayogo dan Hilarius (2012) menyatakan bahwa metode pengelolaan program yang lebih partisiapatif juga akan lebih memngaruhi tingkat keberhasilan program CSR dalam pengentasan kemisikinan. Menurut Arnstein (2007), partisipasi masyarakat adalah kekuasaan yang dimiliki warga negara yang merupakan redistribusi kekuasaan yang
11
memungkinkan warga negara miskin ikut dalam proses politik dan ekonomi. Sedangkan Uphoff et al. (1979) menyatakan bahwa partisipasi adalah keterlibatan banyak orang dalam situasi atau aksi yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka seperti pendapatan, rasa aman, dan penghargan diri. Dari kedua pendapat ahli ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan berpartisipasi dalam sebuah program maka peserta juga akan merasakan manfaat dari program tersebut. Prianto (2011) berpendapat bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah adalah salah satu bentuk kesediaan masyarakat untuk membantu keberhasilan program pengelolaan sampah sesuai dengan kemampuan setiap orang. Tidak dilibatkannya masyarkat dalam program pengelolaan sampah, termasuk bank sampah akan menyebabkan program tersebut sia-sia. Wibowo dan Djajawinata dalam Prianto (2011) juga menambahkan bahwa salah satu pendekatan masyarakat agar dapat membantu program pemerintah berhasil adalah dengan membiasakan masyarakat bertingkah laku sesuai dengan program persampahan tersebut. Upaya pembiasaan masyarakat ini dilakukan dengan mengubah persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah yang tertib, lancar dan merata serta mengubah kebiasaan masyarkat dalam pengelolaan sampah yang kurang baik dan faktor-faktor sosial, struktur dan budaya setempat. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi Dalam penelitian ini konsep faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dirujuk dari hasil penelitian Pujo tahun (2003) tentang partisipasi dalam program kehutanan. Meskipun dalam konteks program yang berbeda, penulis memilih menggunakan konsep yang sama dengan pertimbangan bahwa kedua program (program kehutanan dan program bank sampah) sama-sama termasuk dalam program pembangunan yang melibatkan masyarakat. Koentjaraningrat seperti dikutip oleh Pujo (2003) menyebutkan bahwa terdapat dua sumber munculnya partisipasi, yaitu sumber yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri (yang selanjutnya disebut faktor internal) dan partisipasi karenan dorongan dari luar (yang selanjutnya disebut faktor eksternal). 1. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam masyarkat sendiri. Faktor internal meliputi karakteristik individu, yaitu tingkat umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, tingkat pendapatan, dan pengalaman berkelompok. Selain itu faktor internal lain yang yang mempengaruhi partisipasi menurut Murray dan Lappin (1967) adalah lama tinggal. 2. Berbeda dengan faktor internal, faktor eksternal dapat berupa paksaan ataupun rangsangan dari luar, seperti lingkungan, kegiatan penyuluhan atau faktor yang sangat kompleks (Pujo 2003). Sedangkan menurut Arifah seperti dikutip oleh Febriana (2008) metode kegiatan juga merupakan salah satu faktor eksternal. Metode kegiatan yang dua arah dan interaktif dianggap lebih mampu meningkatkan partisipasi seseorang dalam proyek. Tingkat Partisipasi Partisipasi dapat diukur melalui beberapa tahapan. Uphoff et al. (1979), membagi partisipasi ke dalam empat tahapan , yaitu partisipasi dalam tahapan perencanaan, tahapan pelaksanaan, tahapan evaluasi dan tahapan menikmati hasil.
12
1.
2.
3.
4.
Tahap Perencanaan Tahap perencanaan merupakan keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat dalam tahap penggalian ide atau usulan dan perumusan rencana. Proses perencanaan ini dimaksudkan untuk melihat sejauhmana masyarakat memberikan penilaian dan menentukan sendiri sesuai dengan kebutuhan mereka. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan, diwujudkan melalui keterlibatan masyarakat dalam memberikan kontribusi berupa kerja sama kelompok, pemberian usulan dalam pemecahan masalah serta pemupukan modal. Melalui tahap ini sebuah program diwujudnyatakan dan sekaligus dilakukan monitoring guna perbaikan program. Tahap Evaluasi Partisipasi anggota dalam tahap evaluasi dicerminkan oleh keikutsertaan anggota dalam menilai kinerja kelompok, serta memberikan masukan demi perbaikan pelaksanaan program selanjutnya. Evaluasi yang dilakukan orang dalam akan lebih sesuai konteks dibanding dilakukan oleh orang luar yang tidak turut serta melakukan program. Tahap Menikamati hasil Pada tahap ini, partisipasi anggota dapat diindikasikan oleh penerimaaan imbalan dari hasil program yang diperoleh kelompok. Penilaian terhadap partisipasi menikmati hasil, juga dapat diartikan bahwa program tersebut berhasil mengenai sasaran. Pada tahap ini masyarakat dapat menilai sendiri manfaat yang mereka terima dengan potensi yang mereka miliki sendiri. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu hasil keputusan yang disepakati pada KTT Bumi di Rio De Jeanairo, Brazil pada Juni 1992. Disadari bahwa pengelolaan lingkungan tidak sekedar berguna bagi beberapa wilayah saja tetapi juga mengikat dan mempengaruhi wilayah dalam skala global. Strategi pembangunan berkelanjutan sendiri hadir dengan pertimbangan bahwa laju pembangunan selama ini harus dikendalikan karena telah menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Bahkan Susilo 2008 menyatakan bahwa pembangunan yang selama ini dilakukan tidak lagi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tetapi justru memperparah kerusakan-kerusakan bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Ada banyak definisi terkait pembangunan berkelanjutan atau sustainability development. Salah satu definisi yang terkenal adalah definisi dari World Commission on Environment and Development (WCED). WCED dalam laporannya yang berjudul “our common future” mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Tidak jauh berbeda, salah satu anggota WCED perwakilan
13
Indonesia, Salim seperti dikutip oleh Abdurahman (2010) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan. The Brundtland seperti dikutip oleh Anggraini (2013) mengemukakan dua ide utama dalam konsep sustainability development: (1) pembangunan ekonomi dibutuhkan untuk melindungi lingkungan; dan (2) pembangunan ekonomi harus memperhatikan ketersediaan sumber daya alam untuk kehidupan di masa depan. Selanjutnya Salim seperti dikutip oleh Abdurahman (2010) mengemukakan bahwa rumusan pembangunan berkelanjutan memuat dua konsep pokok yakni, pertama konsep kebutuhan. Konsep kebutuhan berarti kepada siapa prioritas utama perlu diberikan, khususnya kebutuhan pokok kaum miskin sedunia. Kedua, gagasan keterbatasan yang bersumber pada keadaan teknologi dan organisasi sosial yang dikenakan terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa depan. Konsep pembangunan berkelanjutan mengilhami munculnya dua anak konsep penting yaitu business sustainability (atau dikenal dengan corporate sustainability) dan triple bottom line. Konsep Triple bottom line yang juga menjadi dasar konsep CSR meliputi tiga pilar yaitu profit, people dan planet. Konsep ini kemudian diadopsi dan digunakan oleh perusahaan dalam membuat program CSR. Dan yang terpenting adalah inti dari pembangunan berkelanjutan adalah integrasi dan interaksi dari tiga sistem tersebut, yaitu sistem biologi dan sumber daya, sistem ekonomi dan sistem sosial (Budiharjo seperti dikutip oleh Susilo 2008). Menurut Daly seperti dikutip oleh Jalal (2010) dasar dari keberlanjutan ialah keberlanjutan lingkungan. Bila tidak ada keberlanjutan lingkungan, maka tidak akan ada segalanya, baik ekonomi, masyarakat hingga kehidupan. Bila tidak ada keberlanjutan ekonomi maka masyarakat akan tidak dapat maju. Bila tidak ada keberlanjutan dalam masyarakat maka kehidupan masyarakat pun tidak dapat berkembang. Asumsi dasar konsep pembangunan berkelanjutan (Salim seperti dikutip oleh Abdurahman 2003) : 1. Proses pembangunan harus berlangsung secara berlanjut, terus menerus di topang oleh sumber alam, lingkungan dan manusia yang juga berkembang secara berlanjut 2. Sumber alam memiliki ambang batas, dimana pemanfaatan dan pengelolaannya akan mengurangi kualitas dan kuantitasnya. Penurunan kualitas dan kuantitas sumber alam ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam menopang pembangunan secara berlanjut dan berujung pada gangguan keserasian alam dan manusia 3. Kualitas lingkungan berkorelasi dengan kualitas hidup. Semakin baik kualitas lingkungan maka semakin positif pula pengaruhnya pada kualitas hidup seperti kualitas fisik, angka harapan hidup dan menurunnya tingkat kematian. 4. Pembangunan berkelanjutan mengadaikan solidaritas transgenerasi, dimana pembangunan dapat meningkatkan kesejahteraan generasi saat ini tanpa mengurangi kemungkinan generasi masa depan dalam meningkatkan kesejahteraannya.
14
Asumsi dasar yang dikemukakan oleh Salim ini juga tidak jauh berbeda dengan pandangan Iganas Kleden yang juga dikutip oleh Abdurahman (2010) dimana dia menyatakan bahwa ada dua hal yang dipertaruhkan di pembangunan berkelanjutan, yaitu daya dukung sumber daya alam dan solidaritas transgenerasi. Keberlanjutan dalam Program Bank Sampah Menurut Nasdian (2014) keberlanjutan (sustainability) dalam kerangka CSR difokuskan kepada keberlanjutan program (program sustainability) dan keberlanjutan kelembagaan (institutional sustainability). Keberlanjutan program dan kelembagan ini juga dipengaruhi oleh sejauh mana implementasi program dapat menyebabkan perubahan serta memberikan dampak pada kehidupan masyarakat. Selain itu aspek keberlanjutan dalam sebuah program pentig untuk diperhatikan, karena untuk menjaga agar program tersebut tidak seperti ‘proyek pasar malam’ saja, yang hilang tak berbekas manakala program tersebut telah usai, tetapi dapat memberikan manfaat jangka panjang kepada peserta/penerima program. Menurut Iman dan Kustiwan (tidak ada tahun) menyatakan bahwa keberlanjutan proses pengelolaan sampah dapat dilihat dari empat aspek yaitu aspek kelembagaan, aspek pembiayaan, aspek peraturan dan aspek teknik operasional. Selanjutnya Iman dan Kustiwan juga mengemukakan 14 indikator keberlanjutan pengelolaan sampah yang diperoleh dari teori keberlanjutan pengelolaan sampah dan keberlanjutan partisipasi dalam pembangunan. Empat belas indikator keberlanjutan pengelolaan sampah yaitu finansia, kompetisi, internalisasi nilai-nilai, partisipasi masyarakat, kaderisasi, peran perempuan, monitoring dan evaluasi, kepemimpinan, modal sosial, fasilitator, lembaga, peraturan, teknologi dan sarana prasarana, dan pemerintah. Kerangka Pemikiran PT ISM Tbk merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang makanan olahan dalam kemasan dengan kegiatan operasional mulai dari pengolahan bahan baku hingga produk jadi. PT ISM sebagai salah satu perusahaan terkemuka berupaya menunjukkan tanggung jawab sosialnya melalui kegiatan CSR. Salah satu program CSR bagian pilar kelestarian lingkungan yang dilaksanakan oleh PT ISM adalah program Bank Sampah. Pelaksanaan program Bank Sampah merupakan wujud kepedulian PT ISM pada pemberdayaan masyarakat dalam rangka melestarikan dan membangun lingkungannya, terutama di seluruh lokasi dimana perseroan tersebut beroperasi. Salah satu implementasi program CSR adalah program pengembangan masyarakat atau community development (CD). Partisipasi merupakan salah satu dari 22 prinsip pengembangan masyarakat menurut Ife (1995) yang dikutip oleh Nasdian (2014). Melalui partisipasi, seluruh pihak terutama masyarakat dapat berperan aktif dan turut serta dalam setiap tahapan, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan menikmati hasil. Tingkat partisipasi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang akan diteliti adalah karakteristik individu yang meliputi, tingkat umur, tingkat pendidikan dan lama tinggal. Selain itu faktor
15
eksternal yang akan diteliti adalah metode kegiatan, yang meliputi bentuk interaksi antara perusahaan dan komunitas. Selanjutnya akan dilakukan analisis terhadap tingkat keberlanjutan program. Tingkat keberlanjutan program diukur dari tingkat kebersihan lingkungan dan tingkat peluang ekonomi. PT ISM Tbk
Program Bank Sampah
Metode Kegiatan program CSR
Karakteristik Individu Peserta 1. 2. 3.
1.
Tingkat Umur Tingkat Pendidikan Lama Tinggal
Tingkat Partisipasi 1. 2. 3.
Pada tahap perencanaan Pada tahap pelaksanaan Pada tahap menikmati hasil
Keberlanjutan Program 1. 2.
Tingkat kebersihan lingkungan Tingkat peluang ekonomi
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Keterangan : Berhubungan Secara kuantitatif Secara kualitatif
Bentuk interaksi perusahaan dengan komunitas
16
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran dirumuskan hipotesis utama yaitu “terdapat hubungan antara tingkat partisipasi peserta dengan keberlanjutan program bank sampah”. Selain itu dirumuskan pula hipotesis pendukung yaitu sebagai berikut : 1. Terdapat hubungan antara karakteristik individu individu peserta dengan tingkat partisipasi peserta dalam program bank sampah”
17
PENDEKATAN LAPANGAN Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pendekatan survei menggunakan instrumen kuesioner. Survei dilakukan dengan mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun 1989). Data yang dikumpulkan terkait dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR Bank Sampah, faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR Bank Sampah dan keberlanjutan program bank sampah. Keseluruhan data ini dikumpulkan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Adapun metode kualitiatif dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan. Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai pemahaman yang lebih dalam dan terperinci (Tabel 1).
Tabel 1 Pendekatan penelitian No
Tujuan
1.
Tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR Bank Sampah Faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam program CSR Bank Sampah Keberlanjutan program bank sampah
2.
3.
Metode Kuantitatif Kualitatif √
-
√
-
√
-
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Semper Barat, Jakarta Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini lokasi tersebut adalah lokasi keberadaan Bank sampah PT ISM. Secara Keseluruhan penelitian ini berlangsung mulai minggu Februari sampai Agustus 2015. Secara rinci waktu penelitian dijadwalkan pada Lampiran 3.
Utara. karena kedua seperti
Teknik Pengambilan Responden dan Informan Penelitian ini menggunakan sumber data dari responden dan informan. Unit analisa penelitian ini adalah individu yang merupakan peserta program CSR Bank Sampah PT ISM. Alasan pemilihan unit analisa ini dikarenakan analisis partisipasi erat kaitannya dengan individu yang terlibat. Responden diwawancarai sesuai dengan kuesioner yang telah dibuat dan jawabannya dianggap dapat
18
mewakili kondisi dirinya sebagai salah satu anggota dari program CSR Bank Sampah. Responden yang diambil sebanyak 40 orang dari total populasi 124 orang dan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan kepemilikan informasi yang mendalam, keaktifan dalam bank sampah dan kesesuaian dengan karakteristik individu yang diteliti. Pemilihan informan juga dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan kepemilikan informasi yang mendalam dan sesuai. Informan kunci yang dipilih adalah staf departemen CSR PT ISM, pengurus Bank Sampah, dan pemerintahan setempat seperti pihak Kelurahan.
Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung di lapangan dari responden dan informan dengan menggunakan kuesioner maupun wawancara mendalam. Data primer yang didapatkan dari kueisioner digunakan untuk meneliti tingkat partisipasi peserta dan keberlanjutan program bank sampah. Kuesioner telah diuji untuk mengetahui reliabilitas dan validitas dari kuesioner tersebut. Aturan dalam penentuan nilai alpha antara lain: (1) nilai alpha > 0,90 maka reliabilitas sempurna; (2) nilai alpha 0,70 - 0,90 maka reliabilitas tinggi; (3) nilai alpha 0,50 – 0,70 maka reliabilitas moderat; dan (4) nilai alpha < 0,50 maka reliabilitas rendah. Berdasarkan uji reliabilitas yang telah dilakukan maka diperoleh nilai alpha sebesar 0.799 (N=69) sehingga disimpulkan bahwa kuesioner peneliti memiliki reliabilitas tinggi dan layak digunakan di lapang. Data sekunder diperoleh dari penelusuran dokumen-dokumen ataupun menggunakan literatur pendukung. Data sekunder meliputi data anggota Bank Sampah, peta dan data monografi Kelurahan Semper Barat, dan metode kegiatan program CSR Bank Sampah. Teknik pengumpulan data pada metode kuantitatif dilakukan dengan melakukan wawancara kepada responden sesuai dengan pertanyaan yang terdapat pada kuesioner, sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan serta penelusuran dokumen (Tabel 2).
19
Tabel 2 Jenis dan metode pengumpulan data No 1
2
3
4
5
6
Kebutuhan Data
Survei (sumber data)
Data anggota Bank Sampah
-
Peta dan data monografi Kelurahan Semper Barat Karakteristik individu
-
√ Sumber data dari wawancara kepada responden menggunakan panduan kuesioner Tingkat partisipasi √ masyarakat dalam Sumber data program CSR dari wawancara kepada responden menggunakan panduan kuesioner
Data sekunder (sumber data) √ Pengurus Sampah Rajawali
Wawancara mendalam (sumber data) -
Bank Si
√ Sumber data dari kantor Kelurahan Semper Barat -
-
Keberlanjutan √ program bank Sumber data sampah dari wawancara kepada responden menggunakan panduan kuesioner Metode kegiatan √ program CSR Sumber data dari Departemen CSR PT ISM Tbk.
-
√ Sumber data dari wawancara kepada responden menggunakan panduan kuesioner √ Sumber data dari wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan. √ Sumber data dari wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan. √ Sumber data dari wawancara mendalam kepada informan menggunakan panduan pertanyaan.
20
Definisi Operasional Untuk mempermudah pengukuran variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka penting untuk merumuskan definisi operasional sebagai berikut: Tabel 3 Definisi operasional karaktersitik individu No
Variabel
Definisi Operasional
Karakteristik Individu a. Tingkat Umur Lama waktu hidup responden dari sejak lahir hingga pada saat diwawancarai, diukur dalam satuan tahun
Indikator
Jenis Data
Diukur dalam jumlah tahun berdasarkan penduduk usia kerja. Muda : < 43 tahun Sedang : 43-52 tahun Tua : > 52 tahun
Ordinal
b.
Tingkat Pendidikan
Jenjang pendidikan yang selesai ditempuh oleh responden
Diukur berdasarkan jenjang pendidikan formal. Rendah : tamat SD Sedang : tamat SMP s/d SMA Tinggi : tamat D3/S1 Dst
Ordinal
c.
Lama Tinggal
Lama waktu tinggal responden di lokasi penelitian
Diukur berdasarkan jumlah rata-rata lama waktu tinggal responden. Rendah : < 26 tahun Sedang : 26-36 tahun Tinggi : > 36 tahun
Ordinal
21
Tabel 4 Definisi operasional tingkat partisipasi No
Variabel
Tingkat Partisipasi a. Tingkat partisipasi dalam tahap perencanaan
b.
c.
Definisi Operasional
Indikator
Keikutsertaan responden dalam setiap pertemuan dan pengambilan keputusan. Dapat diukur melalui aspek kehadiran dan keaktifan selama proses perencanaan. Aspek kehadiran dilihat dari jumlah kehadiran responden pada rapatrapat yang dilaksanakan. Aspek keaktifan dilihat dari keaktifan responden untuk bertanya, mengajukan usulan, dan diterima atau tidaknya usulan.
Diukur berdasarkan skor total yang di dapat.
Tingkat partisipasi dalam tahap pelaksanaan
Keterlibatan responden dalam proses pelaksanaan program. Dapat diukur melalui sumbangan yang diberikan, kerja sama dalam kelompok, keikutsertaan dalam rapat pemecahan masalah, keaktifan sebagai nasabah serta keaktifan dalam membayar kredit
Diukur berdasarkan skor total yang di dapat.
Tingkat partisipasi dalam tahap menikmati hasil
Keikutsertaan peserta dalam menerima hasil yang diperoleh kelompok. Dapat diukur melalui penerimaan jumlah uang dari tabungan sampah, kemerataan manfaat yang diterima oleh peserta program dan non peserta, keleluasaan mencairkan tabungan sampah.
Diukur berdasarkan skor total yang di dapat.
Jenis Data Ordinal
Dikatakan “RENDAH” apabila skor yang didapat yaitu < 9 Dikatakan “SEDANG” apabila skor yang didapat yaitu 9-10 Dikatakan “TINGGI” apabila skor yang didapat yaitu > 10
Ordinal
Dikatakan “RENDAH” apabila skor yang didapat yaitu < 9 Dikatakan “SEDANG” apabila skor yang didapat yaitu 9-10 Dikatakan “TINGGI” apabila skor yang didapat yaitu > 10
Dikatakan “RENDAH” apabila skor yang didapat yaitu < 9 Dikatakan “SEDANG” apabila skor yang didapat yaitu 9-10 Dikatakan “TINGGI” apabila skor yang didapat yaitu > 10
Ordinal
22
Tabel 5 Definisi operasional keberlanjutan program No
Variabel
Definisi Operasional
Keberlanjutan Program a. Tingkat Persepsi responden kebersihan terhadap tinggi rendahnya kualitas kebersihan suatu lingkungan, termasuk perubahan lingkungan sebelum dan sesudah adanya program. Dapat diukur melalui persepsi responden mengenai banyaknya sampah yang dibuang sembarangan, penyebab banjir, lingkungan yang lebih asri b. Tingkat Kemampuan responden peluang membaca peluang ekonomi ekonomi dari pelaksanaan program Bank Sampah. Dapat diukur melalui persepsi responden terhadap peluang mendapatkan uang dari tabungan sampah, kemampuan tabungan sampah dalam membantu kebutuhan sehari-hari
Indikator
Diukur berdasarkan skor total yang di dapat.
Jenis Data Ordinal
Dikatakan “RENDAH” apabila skor yang didapat yaitu 5-9 Dikatakan “SEDANG” apabila skor yang didapat yaitu 10-15 Dikatakan “TINGGI” apabila skor yang didapat yaitu 16-20
Diukur berdasarkan skor total yang di dapat.
Ordinal
Dikatakan “RENDAH” apabila skor yang didapat yaitu 7-13 Dikatakan “SEDANG” apabila skor yang didapat yaitu 14-21 Dikatakan “TINGGI” apabila skor yang didapat yaitu 22-28
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data sekunder yang diperoleh secara kualitatif seperti profil perusahaan PT ISM, gambaran umum Kelurahan Semper Barat, data monografi Kelurahan Semper Barat, dan data sekunder lainnya dideskripsikan dan diinterpretasikan dalam bentuk narasi oleh penulis. Data primer yang diperoleh secara kuantitatif dari lapangan selanjutnya diolah. Proses pengolahan data ini menggunakan dua metode yakni tabel distribusi frekuensi Microsoft Excel 2007 dan tabulasi silang yang didukung dengan hasil uji Rank Spearman menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) Statistic 16.0. Pertama, penggunaan tabel distribusi frekuensi Microsoft Excel 2007 dimaksudkan agar data yang diperoleh lebih mudah dipahami apabila disajikan dalam bentuk tabel yang sederhana dan jelas. Selanjutnya metode analisis data yang kedua adalah tabulasi silang yang didukung dengan hasil uji Rank Spearman dari SPSS Statistic 16.0. Hasil ini dimaksudkan agar terlihat seberapa besar hubungan antar variabel yang diuji, yakni hubungan antara variabel karakteristik individu dengan tingkat partisipasi, serta hubungan antara variabel tingkat partisipasi dengan variabel tingkat keberlanjutan program. Sedangkan data primer yang diperoleh secara kualitatif dikumpulkan dalam
23
sebuah catatan harian untuk kemudian digunakan sebagai pendapat pendukung dalam interpretasi data kuantitatif nantinya.
24
25
PROFIL KELURAHAN SEMPER BARAT Kondisi Geografis dan Demografis Kelurahan Semper Barat merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara. Pada awalnya kelurahan Semper Barat adalah bagian dari kelurahan Semper. Namun berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1251 tahun 1986 tanggal 19 Oktober 1986 tentang Pemecahan, Penyatuan, Penetapan batas, Perubahan Kelurahan yang kembar atau sama dan Penetapan luas wilayah DKI Jakarta, Kelurahan Semper dimekarkan menjadi dua kelurahan yaitu Kelurahan Semper Timur dan Kelurahan Semper Barat. Kelurahan Semper Barat memiliki luas 159.97 Ha, yang dibagi menjadi 17 Rukun Warga (RW) dan 246 Rukun Tetangga (RT), dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara : Jl. Raya Cilincing Sebelah barat : Jl. Raya Kramat Jaya, Tugu Utara, Kali Cakung Utara Sebelah timur : Jl. Raya Cakung Sebelah selatan : Kali Gubuk Genteng Wilayah Kelurahan Semper Barat beriklim sama dengan wilayah kelurahan di Jakarta Utara lainnya yang berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika mencapai 28-33 derajat Celcius dengan keadaaan tanah antara 50 sampai dengan 100 cm di atas permukaan laut. Jumlah penduduk Kelurahan Semper Barat sampai dengan bulan Januari 2015 mencapai 79.533 penduduk dengan proposisi antara laki-laki dan perempuan yang hampir seimbang yaitu 51% laki-laki dan 49% perempuan. Berikut ini adalah data jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 6 Data jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 40669 38864 79533
51 49 100
Keberadaan RW dan RT pada Kelurahan Semper Barat menyebar pada beberapa wilayah yang saling berdekatan. Untuk lokasi penelitian ini sendiri berada pada RW 02 yang seluruh wilayahnya berada di Asrama Yon Angkatan Air. Penyebaran RW dan RT pada Kelurahan Semper Barat ke beberapa wilayah yang spesifik menunjukkan tingkat kepadatan yang cukup tinggi. Penyebaran RW berdasarkan wilayah spesifik dapat dilihat pada tabel berikut
26
Tabel 7 Data jumlah RT berdasarkan penyebaran RW di Kelurahan Semper Barat No RW Jumlah RT Keterangan 1 01 20 Kavling Semper 2 02 15 Asrama Yon Ang Air 3 03 17 Asrama Kebersihan 4 04 18 Kampung Kandang/ Tipar 5 05 15 Jl. Tipar Selatan 6 06 12 Kampung Kurus 7 07 16 Blok F Kramat Jaya 8 08 17 Blok R Kebon Baru 9 09 16 Kampung Beting 10 10 14 Kebon Baru 11 11 11 Kompleks Dewa Ruci 12 12 18 Blok X Kebon Baru 13 13 12 Blok C Kramat Jaya 14 14 11 Jl Dukuh Timur 15 15 12 Jl Dukuh Utara 16 16 16 Jl Pepaya Kramat Jaya 17 17 6 Asrama Dinas Kebersihan Juml. 17 246
Kondisi Sosial dan Ekonomi Kondisi sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Semper Barat terbilang sangat heterogen. Struktur kependudukan dikelompokkan menjadi 3 kategori, meliputi tingkat umur, jenis kelamin, jenis mata pencaharian, dan tingkat pendidikan. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Chandra (2010) Kelurahan Semper Barat merupakan kelurahan dengan tingkat kepadatan tertinggi di Kecamatan Cilincing dengan tingkat kepadatan mencapai 38.800 jiwa per kilometer persegi. Tingkat umur penduduk dikelompokkan berdasarkan pada standar Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu dengan interval 5 tahun. Tidak hanya itu, pengelompokkan tingkat umur disajikan dalam gambar piramida penduduk (Gambar 3). Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa sebagian besar penduduk berada pada tingkat umur antara 25-29 tahun dengan jumlah mencapai 7.547 jiwa. Tingkat umur 25-29 tahun merupakan usia produktif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
27
75 ke atas 70-74 66-69 60-64 55-59 50-54 45-49 40-44
Perempuan
35-39
Laki-laki
30-34 25-29 20-24 15-19 10-14 5-9 0-4 6000
4000
2000
0
2000
4000
6000
Gambar 3 Piramida penduduk Kelurahan Semper Barat
Selain dapat dilihat dari tingkat umur, kondisi sosial ekonomi masyarakat Semper Barat dapat juga dilihat dari jenis mata pencaharian masyarakatnya. Struktur mata pencaharian masyarakat cukup beragam, diantaranya petani, karyawan/pemerintah/TNI, pedagang, nelayan, dan pertukangan. Sedangkan sejumlah warga lainnya hanya berstatus pensiunan dan fakir miskin. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa angka pengangguran mendominasi dibanding jenis pekerjaan lainnya. Angka pengangguran ini meningkat cukup siginifikan dari angka lima tahun sebelumnya yaitu 2.185 jiwa (Erniyati 2010). Masalah pengangguran memang masih menjadi salah satu masalah utama di wilayah Jakarta, termasuk Kelurahan Semper Barat. Selanjutnya jenis pekerjaan yang juga mendominasi adalah pedagang. Sebagian besar dari mereka adalah wiraswasta (memiliki usaha sendiri) dan masih dalam skala mikro (kecil) seperti warung. Jenis pekerjaan karyawan berada pada urutan ketiga teratas. Karyawan yang dimaksud adalah mereka yang bekerja pada sektor industri. Hal ini didukung dengan jumlah industri skala kecil hingga besar yang cukup banyak di wilayah Kelurahan Semper Barat. Bahkan bila dilihat dalam skala besar yaitu lingkup kecamatan, di Kecamatan Cilincing sendiri terdapat dua perusahaan besar, yaitu BKN dan Bogasari. Tabel di bawah ini menunjukkan jumlah dan persentasi masyarakat berdasarkan jenis pekerjaan.
28
Tabel 8 Jumlah dan persentase penduduk menurut jenis pekerjaan di Kelurahan Semper Barat Mata Pencaharian Tani Karyawan Swasta/Pem/TNI Pedagang Nelayan Buruh tani Pensiunan Pertukangan Pengangguran Fakir miskin Jumlah
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%) 35
0.06
9 635 10 521 5 9 560 4 502 14 624 5 206 54 088
17.8 19.4 0.01 17.7 8.3 27 9.7 100
Struktur penduduk berdasarkan tingkat pendidikan yang ditempuh disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa sebagian besar masyarakat atau sekitar 38 persen dari total jumlah penduduk adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan jumlah mencapa 30 ribu jiwa. Fenomena ini disebabkan oleh persepsi masyarakat bahwa mencari pekerjaan lebih penting dibanding melanjutkan ke perguruan tinggi dan didukung pula dengan ketidaktersediannya dana. Selanjutnya tingkat pendidikan mayoritas masyarakat Kelurahan Semper Barat adalah tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang mencapai 17.518 atau setara 22.6%. Tabel 9 Jumlah dan persentase penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Semper Barat Persentase (%) No Tingkat Pendidikan Jumlah 8 1 Tidak Sekolah 6 169 8 2 Tidak Tamat SD 6 139 14.6 3 SD 11 296 22.6 4 SMP 17 518 38 5 SMA 29 435 8.7 6 Tamat Akademi / PT 6 705 100 Jumlah 77 262 Data mengenai jumlah penduduk berdasarkan jenis pekerjaan ini juga sejalan dengan tingkat pendidikan yang dimiliki 40 responden dalam penelitian ini yang didominasi oleh tingkat pendidikan SMA (akan disajikan pada Bab Karakteristik Individu).
29
Kelembagaan Sosial Sesuai kondisi di lokasi penelitian diketahui bahwa pengelolaan sampah dilaksanakan oleh beberapa pihak yang berkaitan langsung ataupu tidak langsung dalam operasional pengelolaan sampah, baik berupa instansi pemerintah maupun lembaga masyarakat. Meskipun pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab petugas kebersiham namun keterkaitan antar stakeholders juga ikut membantu dalam kegiatan pengelolaan sampah. Kelembagaan sosial atau yang biasa dikenal dengan Lembaga Masyarakat yang turut membantu dalam kegiatan pengelolaan sampah di Keluarahan Semper Barat meliputi RT, RW, Karang Taruna dan PKK. Kelembagaan sosial yang ada di Kelurahan Semper Barat terdiri dari 1 buah PKK, 17 buah Dekel, 8 buah Panti Asuhan, 1 buah Karang Taruna, 58 buah Majlis Ta’lim, 1 buah lembaga PPMK, 245 buah RT, dan 17 buah RW. Keberadaan lembaga-lembaga tersebut turut membantu masyarakat setempat dalam berbagai bidang, seperti lingkungan, sosial bahkan ekonomi (terutama masalah kemiskinan). Masyarakat sebagai produsen sampah terbesar memiliki peran utama dalam pengelolaan sampah. Peran masyarakat ini terlihat dari keterlibatan mereka dalam kegiatan pengelolaan sampah melalui lembagalembaga masyarakat yang mereka ikuti. Selain itu pula keberlangsungan operasional bank sampah dan kemudian didukung oleh kerja sama yang terkordinir dari berbafai pihak juga akan memaksimalkan fungsi dan tujuan pengelolaan sampah. Peran bank sampah dalam pengeloaan sampah dilakukan oleh masyarakat sendiri dan didampingi serta didukung (finansial dan pelatihan) oleh pihak sponsor yaitu PT ISM. Rukun Tetangga Kelurahan Semper Barat yang merupakan salah satu kelurahan dengan tingkat kepadatan tertinggi memiliki rukun tetangga (RT) yang juga cukup banyak. Kelurahan Semper Barat memiliki 246 Rukun Tetangga (RT). Rukun Tetangga ini tersebar di 17 Rukun Warga. Di lokasi penelitian yakni RW 2 terdapat 15 RT. Tiga belas dari 15 RT di RW 2 warganya telah menjadi nasabah bank sampah. Rukun tetangga dibentuk oleh masyarakat untuk memberikan pelayanan pada masyarakat di sekitarnya, misalnya pelayanan pembuatan KTP dan urusan administrasi lainnya. Rukun tetangga (RT) tidak hanya bertindak sebagai lembaga pemerintah saja, tetapi juga sebagai kelembagaan sosial. Dalam perannya sebagai kelembagaan sosial, RT memiliki tugas untuk ikut serta membantu masalah sosial dan lingkungan. Salah satu masalah lingkungan yang menjadi perhatian adalah masalah sampah. Daerah kelurahan Semper Barat yang merupakan daerah rawan banjir membuat warga di kelurahan ini sangat peduli terhadap masalah sampah. Daerah rawan banjir karena berada di pinggir kali dan diperparah dengan masalah sampah akan memperbesar peluang daerah Semper Barat terkena banjir. Oleh karena itu sebagian besar RT di kelurahan ini rutin melaksanakan gotong royong untuk membersihkan saluran air dan jalan lingkungannya. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk menguarangi resiko banjir saja tetapi juga dalam upaya menciptakan keindahan lingkungan. Melanjutkan upaya pengelolaan sampah, salah satu RT di kelurahan Semper Barat yakni RT 10/1 memiliki usaha pengolahan sampah organik menjadi pupuk.
30
Usaha pengolahan sampah ini merupakan usaha swadaya masyarakat. Hasil olahan kompos ini biasanya digunakan untuk pupuk di tanaman rumah warga. Komposting yang dilakukan oleh masyarakat dengan bekerja sama dengan pihak kelurahan ini bertujuan agar sampah daun maupun sisa makan dari rumah warga dapat dimanfaatkan kembali sehingga mengurangi pembuangan sampah ke LPS. Selain membantu dalam perbaikan lingkungan, usaha komposting ini juga mempunyai nilai ekonomi yakni nilai yang terkandung dalam pupuk kompos. Karang taruna Karang taruna merupakan organisasi para pemuda atau remaja di suatu desa atau kelurahan. Fungsi dari organisasi ini adalah sebagai wadah pembinaan para pemuda desa atau kelurahan. Biasanya kegiatan karang taruna meliputi kegiatankegiatan positif, misalnya olahraga, kerja bakti, bakti sosial, kesenian, membantu acara warga yang mempunyai hajatan, keagamaan, dan lain-lain. Ada 32 personil karang taruna di Semper Barat dan di bantu 5 personil unit di tiap RW. Karang taruna tidak hanya bertugas ketika ada bencana saja tetapi juga ikut membantu dalam kegiatan menangani masalah sosial dan lingkungan. Personil karang taruna yang merupakan pemuda diharapkan mampu menjadi promotor dalam membangun wilayah Semper Barat yang lebih baik. Selain itu kreasi dan karya karang taruna dalam menciptakan inovasi bagi lingkungannya juga membantu kelurahan ini mendapatkan penghargaan lingkungan bersih yaitu Adipura. PKK Salah satu kegiatan yang rutin dilakukan oleh PKK adalah kegiatan PSN bersama petugas jumantik. Kegiatan PSN dan aksi bersih-bersih ini biasa dilaksanakan setiap Jumat dan Minggu. Kegiatan PSN merupakan program Pemda DKI Jakarta dalam memerangi dan memberantas nyamuk demam berdarah. Melalui kegiatan ini PKK mengajak peran serta ibu-ibu untuk mendukungnya. Peran ibu-ibu ini dianggap dapat memotivasi dalam menciptakan lingkungannya tetap bersih dan sehat. Tidak hanya ibu-ibu, kader posyandu bersama remaja perempuan juga turut dilibatkan. Baik PKK maupun petugas jumantik berkerja sama karena merekalah yang mengetahui persis wilayah-wilayah mana yang memang rawan terjadinya demam berdarah (DBD). Dalam kegiatannya, kader PKK dibantu para petugas jumantik melakukan sosialisasi tentang DBD,pemberian abate dan pentingnya pelaksanaan 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur) sebagai upaya pemberantasan sarang nyamuk. Selain sebagai salah satu upaya dan bentuk dukungan warga untuk menciptakan lingkungan bersih dan sehat, kegiatan PSN juga dilaksanakn untuk mendukung kelurahan Semper Barat dalam lomba kelurahan tingkat nasional. Pola Rutinitas Harian Kelurahan Semper Barat merupakan kelurahan dengan jumlah oenganggurang cukup besar yakni mencapai 14.624 jiwa atau sekitar 27 persen dari total jumlah penduduk. Pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (IRT) termasuk dalam kategori pengangguran. Tidak jauh berbeda dengan kondisi kelurahan, mayoritas warga di RW 2 juga adalah ibu rumah tangga (IRT). Tidak hanya itu 19
31
orang dari total responden (40 orang) pada penelitian ini juga bekerja sebagai IRT. Rumah tangga adalah produsen sampah terbesar bahkan bila dibanding sampah industri sekalipun. Sebagai ‘tokoh utama’ di rumah tangga, peran IRT sangat dibutuhkan dalam pengelolaan sampah. Hal ini sejalan dengan konsep ekofeminisme yang menyatakan pentingnya peranan perempuan bagi kelangsungan bumi. Begitu pun dengan peran IRT di RW 2 yang secara tidak langsung terlibat dalam kegiatan pengelolaan sampah. Dengan berprofesi sebagai IRT, memungkinkan responden untuk rutin mengumpulkan sampah dari limbah rumah tangga. Selain itu pula IRT juga mengajarkan anggota keluarga lainnya terutama anak untuk membuang sampah sesuai jenisnya. Sebagian besar IRT di RW ini telah membedakan tempat sampah organik dan anorganik. Hal ini memudahkan anggota keluarga lainnya untuk membuang sampah sesuai jenisnya. Sampah organik biasanya dikumpulkan di satu tempat sampah di luar rumah. Selesai memasak, IRT akan memasukkan sampah sisa dapur ke dalam kantong plastik dan kemudian dibuang di tempat sampah luar rumah. Ini dimaksudkan agar sampah tidak menimbulkan bau di dalam rumah. Selanjutnya sampah organik seperti sisa makanan dan limbah dapur akan diangkut oleh petugas kebersihan yang rutin mengambil sekali dalam dua hari. Berbeda dengan sampah organik, untuk sampah anorganik seperti botol minuman dan limbah plastik lainnya dikumpulkan dalam karung. Setelah penuh karung berisi sampah anorganik ini akan disetor ke bank sampah. Namun ada juga IRT yang langsung menyetorkan sampah anorganiknya sebelum karung penuh. Mereka beralasan bahwa dengan menyetorkan sampah langsung akan mengurangi kemungkinan sarang nyamuk yang dapat menyebabkan penyakit. “Kebanyakan yang ikut bank sampah ini adalah ibu rumah tangga. Karena kan mereka yang biasanya ngurus rumah dan ngumpulin sampah di rumahnya. Terus yang punya waktu buat ngurus-ngurus beginian kan ibu-ibu. Selain itu juga yang punya toko juga banyak yang ikut dan biasanya yang jumlah tabungan sampahnya yang paling banyak juga yang punya toko. Mereka biasa jualin kardus-kardus bekas jualan mereka” (PRI,Ketua BSSR)
Tidak hanya IRT, responden dengan jenis pekerjaan wiraswasta juga cukup mendominasi. Profesi wiraswasta yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang memiliki warung atau toko. Responden yang bewiraswasta akan menjual kardus dan bekas botol minuman dari beberapa produk jualan mereka. Bahkan dari data pengurus bank sampah diketahui bahwa sebagian besar nasabah yang memiliki jumlah tabungan besar adalah mereka yang memiliki toko atau warung. Hal ini karena jumlah sampah yang dikumpulkan oleh responden yang memiliki toko lebih banyak dibanding dengan jumlah sampah dari rumah tangga. Ikhtisar Bab ini mengurai tentang profil lengkap lokasi penelitian yang terbagi ke dalam beberapa sub bab seperti kondisi geografis, demografi, dan sosial ekonomi. Kelurahan Semper Barat merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Cilincing, Kotamadya Jakarta Utara. Pada awalnya kelurahan Semper Barat adalah bagian dari kelurahan Semper. Namun berdasarkan pada tahun 1986 Kelurahan Semper dimekarkan menjadi dua kelurahan yaitu Kelurahan Semper Timur dan Kelurahan
32
Semper Barat. Luas wilayah Semper Barat berkisar 159.97 Ha dengan jumlah penduduk mencapai 79.507 per Januari 2015 yang terdiri dari 40.676 laki-laki dan 38.831 perempuan. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Semper Barat dilihat dari beberapa aspek kehidupan, yaitu tingkat umur, jenis pekerjaan dan tingkat pendidikan. Bila dilihat berdasarkan tingkat umur, masyarakat di kelurahan ini didominasi oleh masyarakat berusia 25-29 tahun. Usia ini merupakan usia produktif. Namun begitu, hal ini tidak sejalan dengan jenis pekerjaan masyarakat Semper Barat. Angka pengangguran masih cukup tinggi, bahkan dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain yang produktif. Terakhir, tingkat pendidikan masyarakat. Sebagian besar masyarakat hanya menyelesaikan pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Hal ini pulalah yang menjadi salah satu alasan tingginya angka pengangguran di kelurahan Semper Barat.
33
PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Profil Indofood PT ISM Tbk merupakan perusahaan Total Food Solutions dengan kegiatan operasional pada seluruh tahapannya, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga distribusi produk ke tingkat pasar. Sepanjang perjalanannya, PT ISM telah memiliki lima kelompok usaha Strategis (“Grup”) yang saling melengkapi, yaitu Produk konsumen Bermerek (“CBP”) , Bogasari, Agribisnis, Distribusi, Budidaya & Pengolahan Sayuran. PT ISM didirikan pada tahun 1990 dengan nama awal PT Panganjaya Intikusuma. Empat tahun kemudian, yaitu tahun 1994 PT Panganjaya Intikusuma mengganti nama menjadi PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan pada tahun yang sama pula Indofood mulai mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). PT ISM memiliki visi menjadi Perusahaan Total Food Solutions. Untuk mencapai visinya, PT ISM memiliki beberapa misi yang diuraikan sebagai berikut : Memberikan solusi atas kebutuhan pangan secara berkelanjutan Senantiasa meningkatkan kompetensi karyawan, proses produksi dan teknologi kami Memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan lingkungan secara berkelanjutan Meningkatkan stakeholders’ values secara berkesinambungan
Program CSR Indofood PT ISM sebagai salah satu perusahaan bidang pangan yang cukup terkemuka, selain berusaha memenuhi kebutuhan pangan masyarakat tetapi juga turut berkontribusi dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. Hal tersebut diterjemahkan dalam bentuk kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility atau “CSR”) dengan prinsip Triple Bottom Line (profit (keuangan), people (sosial), planet (lingkungan)). Melalui prinsip ini PT ISM berharap seluruh pihak baik internal maupun eksternal dapat berkembang bersama secara berkelanjutan (sustainable). Kegiatan CSR yang dilakukan oleh PT ISM pada dasarnya telah mulai dilaksanakan sejak tahun 1990-an meskipun hanya berbentuk kegiatan donasi atau yang bersifat charity. Seiring perkembangan regulasi terkait CSR di Indonesia, PT ISM mulai membentuk sebuah departemen khusus yang menangani kegiatan CSR pada tahun 2004. PT ISM dalam melaksanakan kegiatan CSR-nya berlandaskan pada tujuan “Menciptakan Hidup Yang Lebih Baik Setiap Hari” dan kemudian diimplementasikan ke dalam lima pilar, yaitu : Pembangunan Sumber Daya Manusia, Peningkatan Nilai Ekonomi, Kegiatan Solidaritas Kemanusiaan, Partisipasi aktif dalam Kegiatan Komunitas, Menjaga Kelestarian Lingkungan. Masing-masing pilar ini saling bersinergi dan melengkapi upaya pengembangan
34
masyarakat yang dilakukan oleh PT ISM. Penjelasan terkait lima pilar kegiatan CSR PT ISM dapat dilihat di bawah ini : Pembangunan Sumber Daya Manusia Program CSR dalam pilar Pembangunan Sumber Daya Manusia dilaksanakan melalui dua bidang yaitu, pendidikan dan peningkatan nutrisi. 1. Melalui Pendidikan Keyakinan Indofood bahwa pendidikan merupakan faktor utama dalam pembangunan sumber daya manusia mendorong Indofood menunjukkan kepeduliannya terhadap pendidikan melalui kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk mengikuti pendidikan formal maupun non formal, turut serta dalam pengembangan riset, dan meningkatkan kompetensi para guru. 2. Melalui Peningkatan Nutrisi Selain melalui pendidikan, kontribusi pembangunan sumber daya manusia yang juga dilakukan oleh Indofood adalah melalui perbaikan gizi masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mendukung program MDG’s pada poin 4 dan 5, yaitu Menurunkan Angka Kematian Anak dan Meningkatan Kesehatan Ibu. Beasiswa Indofood Sukses Makmur (BISMA) : Pemberian beasiswa bagi anak–anak karyawan yang berprestasi. Selain itu, bekerjasama dengan Yayasan Karya Salemba Empat, Indofood juga memberikan beasiswa bagi para mahasiswa berprestasi yang memiliki keterbatasan ekonomi dari sebelas perguruan tinggi negeri ternama di Indonesia. Indofood Riset Nugraha ("IRN") : program pemberian bantuan dana untuk kegiatan penelitian di bidang pangan, terutama berkaitan dengan peningkatan kualitas pangan, serta penganekaragaman pangan dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Pembangunan “Rumah Pintar” : Pembangunan sarana bagi pendidikan inovatif non formal berupa 20 unit Rumah Pintar dan dilaksanakan bekerja sama dengan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB), Program Bantuan Sarana Pendidikan : Indofood melalui anak perusahaannya, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), berusaha menyediakan fasilitas taman bacaan, yaitu Taman Baca BUNGA (Buku Untuk anak Bangsa) Layanan Mobil Klinik SUN : Layanan Mobil Klinik SUN ini dilakukan dengan beberapa kegiatan , yaitu memberikan edukasi mengenai pentingnya peningkatan gizi masyarakat, menyediakan layanan kesehatan, konsultasi dan pendidikan nutrisi bagi masyarakat. Project Laser Beam : berupa program intervensi gizi bagi 10.000 balita yang berada di wilayah Indonesia Timur yang berstatus rawan gizi, Intervensi gizi ini dilakukan dalam bentuk pemberian makanan tambahan pendamping ASI, dilakukan selama setahun melalui 340 .
35
Program Pencerah Nusantara : Program ini berupa penguatan layanan kesehatan berbasis puskesmas dengan mengirimkan tambahan sejumlah dokter muda dan tenaga medis lainnya untuk melengkapi tenaga kesehatan di Puskesmas-Puskesmas tersebut. Peningkatan Nilai Ekonomi Setiap kegiatan operasional perusahaan, Indofood terus berusaha untuk menciptakan hubungan jangka panjang dengan para stakeholder. Salah satunya adalah melalui program kemitraan yang bertujuan meningkatkan dan mendorong pengembangan ekonomi yang berkelanjutan. Program kemitraan ini ditujukan bagi keluarga petani, peternak, pengusaha UKM dan masyarakat sekitar. Adapun beberapa program yang tercakup dalam program kemitraan ini adalah Kemitraan dengan Petani; meliputi program kemitraan pertanian dengan para petani seperti petani kentang, singkong, gula kelapa, cabai dan kelapa sawit. Pemberdayaan Wanita melalui Program Pojok Selera; berbentuk pelatihan kewirausahaan bagi istri/keluarga petani dan istri/keluarga karyawan perkebunan maupun mitra Indofood lainnya, agar dapat tumbuh menjadi pelaku usaha kecil menengah di bidang kuliner. Program Mahesa; merupakan salah satu pemberdayaan ekonomi masyarakat berupa bantuan bantuan hewan kerbau, sapi dan peralatan pertanian kepada komunitas petani. Program UKM Bogasari; berupa pelatihan pembuatan mi, bakery, martabak, jajanan pasar dengan bagi Usaha Kecil Menengah binaan yang dilakukan oleh divisi Bogasari. Selain itu Indofood juga memberikan bantuan pinjaman lunak untuk peralatan mi, bakery ataupun martabak, khususnya bagi para pemegang Bogasari Mitra Card. Kegiatan Solidaritas Kemanusiaan Selain melakukan program yang terencana, Indofood juga melakukan program yang sifatnya spontan yakni berupa program kemanusiaan serta bantuan tanggap darurat bagi masyarakat yang tertimpa musibah maupun bencana. Kegiatan solidaritas kemanusiaan dilaksanakan melalui dua bentuk program,yaitu : Indofood Peduli; berupa posko dapur umum yang di dalamnya tersedia mi instan, biskuit, makanan bagi balita dan ibu hamil serta susu bagi para pengungsi maupun relawan di lokasi bencana. Indofood Service Day; bekerja sama dengan Palang merah Indonesia Indofood melaksanakan program donor darah Partisipasi Aktif dalam Kegiatan Komunitas Indofood turut serta dalam berkontribusi positif bagi komunitas dimana unit operasional Perseroan berada. Keterlibatan Indofood dalam kegiatan komunitas terlihat pada dua kegiatan utama, yaitu : Kegiatan Sosial dan Keagamaan; kegiatan terkait dengan pendidikan, kesehatan, lingkungan dan peringatan hari besar keagamaan. Program Bedah Rumah; berbentuk dukungan terhadap program rehabilitasi rumah–rumah dalam kondisi buruk.
36
Menjaga Kelestarian Lingkungan Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, Indofood memiliki komitmen untuk senantiasa berupaya menjaga kelestarian lingkungan hidup secara berkelanjutan melalui berbagai program yang telah dilakukan, antara lain: Fasilitas Pengolahan Limbah; Komitmen Indofood dalam menjaga lingkungan terlihat pada penyediaan fasilitas pengolahan limbah di seluruh pabrik Indofood. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa limbah yang dihasilkan memenuhi baku mutu dan ramah lingkungan. Berdasarkan program ini, Indofood telah mendapatkan penghargaan dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai perusahaan dengan predikat baik. Green Office; Program Green Office diimplementasikan pada pabrikpabrik dalam lingkungan Grup CBP. Program ini berdasar pada prinsip 3R, yaitu Reduce (pengurangan scrap di area produksi serta program penghematan listrik dan air), Reuse (penggunaan effluent Waste Water Treatment Plant yang diolah lebih dulu sehingga bisa dimanfaatkan untuk keperluan di toilet dan pemeliharaan taman) dan Recycle (pemanfaatan kertas bekas untuk bahan pembuatan pulp). Program lainnya yaitu pembuatan sumur resapan dan lubang-lubang biopori untuk mempertahankan kesuburan tanah. Bank Sampah Kemasan; Bank Sampah merupakan proyek percontohan pengelolaan bank sampah kemasan yang dilakukan oleh Indofood bersama dengan lima perusahaan multinasional lainnya. Bank Sampah ini ditargetkan memiliki 1.000 ton limbah yang selanjutnya didaur ulang dan dijual ke industri untuk pengolahan lebih lanjut. Aksi Tanam Mangrove sebanyak 2000 pohon di pesisir pantai utara Jakarta bersama Kementerian Lingkungan Hidup RI Untuk meningkatkan kesadaran lingkungan dilaksanakan program penanaman pohon dalam rangka memperingati Hari Bumi dan Hari Anak Nasional oleh para karyawan bekerja sama dengan sekolah–sekolah setempat.
Program Bank Sampah Si Rajawali Bank Sampah Si Rajawali (BSSR) merupakan salah satu program CSR PT ISM. Bank Sampah ini mulai berjalan dari bulan Oktober 2013. BSSR dalam perjalanannya yang hampir dua tahun mengalami berbagai proses. Kegiatan yang pada awalnya hanya melibatkan beberapa orang dan kurangnya respon positif dari warga menjadi kendala awal dari pembentukan bank sampah ini. Seiring berjalannya waktu pengurus yang hanya berjumlah 8 orang berusaha membuktikan bahwa bank sampah ini benar-benar akan mendatangkan manfaat, baik dari segi ekonomi dan juga lingkungan. Latar Belakang Bank Sampah Si Rajawali Bank Sampah Si Rajawali merupakan satu dari lima bank sampah yang terdapat di Kelurahan Semper Barat. BSSR terletak di salah satu RW di kelurahan Semper Barat, yaitu RW 002, tepatnya di komplek Asrama Yon Angkatan Air.
37
Bank sampah ini telah berdiri sejak bulan Oktober 2013 , namun serah terima dari pihak PT ISM ke masyarakat langsung baru dilaksanakan pada 24 Mei 2014. Penggagasan program ini berawal dari keinginan salah satu warga, yakni Pak Pri (yang saat ini menjadi ketua) untuk membentuk sebuah bank sampah. Pak Pri yang pada saat itu sedang mengikuti pelatihan pengolahan sampah di tingkat kelurahan bertemu dengan Pak Banu, salah satu perwakilan Jakarta Green Moster (JGM) dan mengutarakan keinginannya. Hal tersebut ditanggapi positif oleh pihak JGM dan dicarikan pihak yang bersedia memfasilitasi, yang dalam hal ini adalah PT ISM. Pembentukan BSSR sendiri dilakukan dengan mengadakan musyawarah antara pihak RW, JGM dan PT ISM. Setelah mengadakan beberapa kali pertemuan maka berdirilah Bank Sampah Si Rajawali. Selanjutnya pada bulan Januari 2014 BSSR mendapat bantuan dana operasional dari PT ISM untuk membangun bangunan fisik. Selain itu pula BSSR mendapat bantuan berupa perlengkapan operasional bank sampah yakni gerobak motor, dua buah mesin jahit, komposter, timbangan, handytoa, bahan-bahan kreasi daur ulang dan perlengkapan administrasi (buku tabungan, buku transaksi, stiker, kalkulator). Perjalanan BSSR menuju usia dua tahun ini tidaklah terbilang mudah. Pada masa awal beroperasinya BSSR tidak terlalu mendapat respon positif dari warga. Hal ini terlihat dari jumlah nasabah awal yang hanya berasal dari dua RT. Namun dengan sosialisasi kepada masyarakat ketika arisan RW atau pengajian membuat sebagian warga mulai tertarik mengikuti BSSR. Selain itu ruang operasional berupa bangunan juga pada awalnya menumpang di kantor RW. Peran pemerintah dalam hal ini RW sangatlah membantu. Peminjaman ruangan dan sosialisasi di tingkat RW menjadi salah satu upaya membantu BSSR lebih maju. Dalam perkembangannya, BSSR menunjukkan perkembangan yang cukup cepat. Setiap bulannya BSSR dapat memiliki omset hampir mencapai Rp. 1.300.000 atau setara dengan 100 kg sampah. Adapun jenis-jenis sampah yang dibeli oleh BSSR dari masyarakat adalah sebagai berikut disertai dengan harga belinya.
Tabel 10 Daftar harga sampah berdasarkan jenisnya di Bank Sampah Si Rajawali No Jenis Sampah Harga per Kg (Rp) 1. Gabruk/campur 3.000 2. Botol/Gelas bersih 3.500 3. Emberan/Mainan 1.000 4. Besi 1.500 5. Alumunium 5.000 6. Botol beling 100/ botol 7. Kardus 1.000 8. Koran/buku 800 9. Kaleng 300 10. Tutup botol air mineral 1.500 11. Tutup botol galon 1.500 12. Kertas putihan 1.000 13. Duplex 200
38
Mekanisme Program Bank Sampah Si Rajawali Program Bank Sampah Si Rajawali merupakan salah satu perwujudan inisiatif PT ISM dalam mengurangi, memanfaatkan kembali dan melakukan daur ulang pada bahan kemasan, serta mengelola limbah bersama masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan. Dalam praktiknya, BSSR selain melakukan pemilahan sampah juga mengadakan pelatihan pembuatan produk daur ulang. Beberapa jenis sampah plastik yang dapat didaur ulang dijadikan sebuah produk kerajinan yang bernilai ekonomis. Sedangkan jenis sampah yang tidak dapat didaur ulang akan dijual oleh pengurus ke tingkat pengepul.
Bank Sampah
Hasil jual
Diolah dan dikelola
Nasabah
Konsumen
Gambar 4 Alur mekanisme Bank Sampah Si Rajawali Alur mekanisme BSSR dimulai dari pengambilan sampah dari rumah ke rumah (door to door). Jadwal pengambilan sampah adalah setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu mulai pukul 09.00 s.d 12.00 WIB. Meskipun pengurus bank sampah secara langsung mengambil ke rumah warga, namun ada juga sebagian warga yang mengantarkan langsung ke BSSR. Biasanya dari rumah warga jenis sampah yang terkumpul adalah jenis gabruk atau campur. Sebagian besar warga merasa malas untuk memisahkan sampah berdasarkan jenisnya. Padahal harga sampah yang dibedakan berdasarkan jenisnya dihargai lebih tinggi dibanding sampah gabruk. Setelah mengambil sampah dari setiap rumah warga, pengurus melakukan pemilahan sampah berdasarkan jenisnya. Inilah yang terkadang menjadi kendala yang dirasakan pengurus. Mereka merasa kerja dua kali, padahal hal tersebut bisa menjadi lebih efektif ketika warga memiliki kesadaran untuk memilah sampah sendiri. Pemilahan biasa dilakukan pada setiap hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu mulai pukul 09.00 s.d 12.00 WIB. Setelah sampah dipilah berdasarkan jenisnya, dilakukan proses pengremukan untuk beberapa jenis sampah seperti botol air mineral. Hal ini dilakukan dengan maksud agar meminimalisir tempat atau karung yang digunakan. Selanjutnya tahap terakhir adalah penjualan ke pengepul. Penjualan ke pengepul biasanya dilakukan sebulan sekali. Setelah pengurus menimbang sampah yang akan dijual , pengepul akan dihubungi untuk menjemput sampah tersebut. Ketika peneliti berada di lapang untuk mengambil data, pengurus mengeluhkan harga sampah yag sedang turun. Gelas mineral yang
39
biasanya dihargai 6.000 / kg saat ini hanya dihargai 4.000 /kg. Hal ini menyebabkan pengurus lebih memilih untuk tidak menjual sampah sampai harga stabil dan akibatnya terjadi penumpukan di BSSR. Pembentukan pengurus dilakukan pada saat diskusi bersama dengan pihak JGM, Pihak RW dan beberapa tokoh masyarakat. Pada diskusi tersebut hanya dipilih tiga orang pengurus yaitu ketua, sekretaris dan bendahara. Selanjutnya tiga pengurus ini melakukan pemilihan pengurus untuk beberapa bagian, diantaranya bagian pemilahan/pengangkat dan kreasi daur ulang. Struktur pengurus Bank Sampah Si Rajawali dapat dilihat pada gambar di bawah ini. PEMBINA PT. ISM Tbk Kelurahan Semper Barat
DIREKTUR SLP
BENDAHARA THD
SEKRETARIS KTN
PEMILAHAN/ PENGANGKAT DWN THD
KREASI DAUR ULANG NNK SRL RTA
Gambar 5 Struktur pengurus Bank Sampah SI Rajawali
Seiring berjalannya waktu, dari 12 orang pengurus yang tercatat dalam BSSR, hanya 8 orang yang aktif hingga saat ini. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasan. Ada yang berhenti karena mendapatkan pekerjaan di tempat lain sehingga tidak sempat mengurus bank sampah. Ada juga yang berhenti karena alasan tidak mendapatkan gaji. Sampai dengan saat ini BSSR memang belum mampu menggaji pengurus secara langsung. Seluruh keuntungan masih digunakan untuk memenuhi dana operasional lainnya, seperti biaya bensin untuk motor pengangkut sampah. Ikhtisar PT ISM Tbk merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pangan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga distribusi produk ke
40
tingkat pasar. PT ISM dalam melaksanakan kegiatan CSR-nya berlandaskan pada tujuan “Menciptakan Hidup Yang Lebih Baik Setiap Hari” dan kemudian diimplementasikan ke dalam lima pilar, yaitu : Pembangunan Sumber Daya Manusia, Peningkatan Nilai Ekonomi, Kegiatan Solidaritas Kemanusiaan, Partisipasi aktif dalam Kegiatan Komunitas, Masing-masing pilar ini saling bersinergi dan melengkapi upaya pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh PT ISM. Bank Sampah Si Rajawali merupakan salah satu program CSR PT ISM dari pilar Menjaga Kelestarian Lingkungan. Bank Sampah ini mulai berjalan dari bulan Oktober 2013. Bank Sampah Si Rajawali merupakan satu dari lima bank sampah yang terdapat di Kelurahan Semper Barat. BSSR terletak di salah satu RW di kelurahan Semper Barat, yaitu RW 002, tepatnya di komplek Asrama Yon Angkatan Air. Penggagasan program ini berawal dari keinginan salah satu warga, yakni Pak Pri (yang saat ini menjadi ketua) untuk membentuk sebuah bank sampah yang kemudian di fasilitasi oleh JGM kepada PT ISM. Program Bank Sampah Si Rajawali (BSSR) juga merupakan salah satu bentuk tanggung jawab PT ISM karena telah ikut berkontribusi dalam peningkatan jumlah sampah di Indonesia. Dalam praktiknya, BSSR selain melakukan pemilahan sampah juga mengadakan pelatihan pembuatan produk daur ulang. Beberapa jenis sampah plastik yang dapat didaur ulang dijadikan sebuah produk kerajinan yang bernilai ekonomis.
41
KARAKTERISTIK INDIVIDU RESPONDEN Tingkat Umur Umur merupakan lama waktu hidup responden dari sejak lahir hingga pada saat diwawancarai dan diukur dalam satuan tahun. Pembagian kategori tingkat umur pada penelitian ini menggunakan dasar acuan sistem emik, yang artinya berdasarkan pada situasi dan kondisi responden di lapangan. Tingkat umur dibagi ke dalam tiga kategori, yaitu rendah, sedang dan tinggi berdasarkan rataan umur seluruh respondennya. Dikategorikan tingkat umur muda apabila umur responden < 43 tahun, dikategorikan tingkat umur sedang apabila umur responden berada di antara 43-52 tahun dan dikategorikan tingkat umur tua apabila umur responden > 52 tahun.
Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat umur Tingkat Umur Jumlah < 43 tahun (Umur muda) 10 43 tahun - 52 tahun (Umur Sedang) 19 > 52 tahun (Umur Tua) 11 Total 40
% 25.0 47.5 27.5 100.0
Berdasarkan data pada Tabel 11 dapat dilihat hampir separuh responden (47.5%) berada pada kategori umur sedang. Sedangkan untuk proposisi kategori umur muda dan umur tua hampir seimbang yakni masing-masing 25% dan 27.5%. Kondisi ini dipengaruhi oleh sebagian besar responden yang merupakan anak pensiunan perwira di Asrama Yon Ang Air dan merupakan usia produktif. Dalam kaitannya dengan partisipasi, keterlibatan peserta program yang produktif adalah suatu hal yang sangat positif agar dapat membantu kegiatan pengelolaan program dengan baik. Usia produktif dianggap masih memiliki kapasitas yang cukup besar dan cenderung lebih terbuka dengan hal-hal baru, termasuk dalam kegiatan sosial. “...kompleks ini emang kompleks untuk angkatan air dek. Tapi kebanyakan ditinggali sama anak-anak pensiunan angkatan air yang dulu. Orang tuanya yang dulu angkatan sudah pada meninggal. Jadilah anak-anak dan cucunya yang menempati. Jarang di sini yang masih bekerja sebagai perwira angkatan air” (NNK, IRT)
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan pada penelitian ini didefinisikan sebagai tingkat pendidikan formal terakhir yang dijalani oleh responden. Pengkategorian tingkat pendidikan dilakukan secara emik. Sama halnya dengan tingkat umur, tingkat
42
pendidikan dibagi menjadi tiga kategori yaitu, pendidikan rendah, pendidikan sedang dan pendidikan tinggi berdasarkan rataan pendidikan responden. Dikategorikan pendidikan rendah apabila pendidikan responden hanya sampai pada SD atau sederajat, dikategorikan pendidikan sedang apabila tingkat pendidikan responden SMP hingga SMA, dan dikategorikan pendidikan tinggi apabila tingkat pendidikan responden di atas SMA yaitu DIII hingga Sarjana (S1).
Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah % SD (Tingkat Pendidikan Rendah) 3 7.5 SMP-SMA (Tingkat Pendidikan Sedang) 30 75.0 DIII-S1(Tingkat Pendidikan Tinggi) 7 17.5 Total 40 100.0
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden didominasi oleh responden dengan pendidikan sedang (SMP-SMA) dengan persentase 75%. Demikian juga dengan masyarakat Kelurahan Semper Barat secara keseluruhan, dapat dilihat pada tabel 10 di atas, bahwa 38% masyarakat Semper Barat berada pada tingkat pendidikan SMP-SMA. Hal ini karena pada masa dulu orang tua mereka hanyalah seorang perwira dan beban tanggungan keluarga juga banyak sehingga tidak mampu menyekolahkan hingga ke tingkat perguruan tinggi. Selain itu beberapa dari responden mengakui kemauan dan motivasi mereka untuk mengenyam pendidikan saat itu juga masih kurang. Sebagian responden lebih memilih untuk bekerja dibanding melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Bagi responden yang masuk dalam kategori pendidikan rendah adalah responden yang telah berumur tua sehingga pendidikan mereka pun juga rendah.
Lama Tinggal Lama tinggal dalam penelitian ini diukur berdasarkan lama waktu responden tinggal dan berdomisili di lokasi penelitian. Pengkategorian lama tinggal menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi didapatkan dari rataan lama tinggal seluruh responden. Dikategorikan lama tinggal rendah apabila < 26 tahun, dikategorikan lama tinggal sedang apabila berada di antara 26 hingga 36 tahun dan dikategorikan lama tinggal tinggi apabila > 36 tahun. Berikut merupakan tabel jumlah dan presentase responden berdasarkan lama tinggal. Tabel 13 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Waktu Lama Tinggal Lama Tinggal Jumlah % < 26 tahun (Lama Tinggal Rendah) 11 27.5 26-36 tahun (Lama Tinggal Sedang) 9 22.5 >36 tahun (Lama Tinggal Tinggi) 20 50.0 Total 40 100.0
43
Berdasarkan hasil analisis data di lapangan separuh (50%) dari responden masuk ke dalam kategori lama tinggal tinggi. Responden yang masuk dalam kategori tinggi ini adalah mereka yang sejak lahir telah tinggal di Komplek Asrama Yon Angkatan Air dan merupakan anak pensiunan perwira. Sedangkan responden yang masuk ke dalam kategori rendah dan sedang memiliki persentase yang hampir seimbang yaitu 27.5% dan 22.5% . Responden yang masuk dalam kategori sedang dan rendah adalah mereka yang mulai tinggal di Komplek Asrama Yon Angkatan Air karena mengikuti suami atau memang warga dari daerah lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu responden, “...di kompeks sini mah dek rata-rata anak pensiunan perwira angkatan air yang dulu. Jadi kalo ditanya udah berapa lama tinggal disini, yah emang dari lahir” (DN, IRT) Ikhtisar Bab ini membahas tentang karakteristik individu dari responde dalam penelitian ini. Karakteristik individu adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Pujo (2003) memaparkan beberapa karakteristik individu yang mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam sebuah program, yaitu tingkat umur, tingkat pendidikan dan lama tinggal di suatu daerah atau lingkungan sosial. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki karakteristik individu sebagai berikut: (1) tingkat umur sedang (43-52 tahun) sebanyak 47.5%, (2) tingkat pendidikan sedang (SMP-SMA) sebanyak 75% dan (3) lama tinggal tinggi (>36 tahun) sebanyak 50%.
44
45
PARTISIPASI RESPONDEN
Tingkat Partisipasi Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan atau keaktifan seseorang dalam mengikuti sebuah kegiatan atau program. Indikator partisipasi masyarakat program ini dinilai berdasarkan peranan dan keikutsertaannya dalam tahapan partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977), yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap menikmati hasil. Namun dalam penelitian ini, tingkat partisipasi responden hanya diukur pada tiga tahap saja, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap menikmati hasil. Hal ini disebabkan pengurus BSSR belum pernah mengadakan evaluasi terkait pelaksanaan BSSR. Secara umum tingkat partisipasi responden dalam BSSR masih terbilang rendah. Total responden sebanyak 40 orang, didapat 17 orang (42.5%) berpartisipasi rendah, 11 orang (27.5%) berpartisipasi sedang, sedangkan 12 orang lainnya (30%) berpartisipasi tinggi. Responden yang memiliki tingkat partisipasi rendah adalah responden dengan total skor di antara 21 hingga 32, responden yang memiliki partisipasi sedang adalah responden dengan total skor 33 dan 34, dan responden yang memiliki partisipasi tinggi adalah responden dengan total skor 34 hingga 42.
Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi Tingkat Partisipasi Jumlah % Rendah (21-32) 17 42.5 Sedang (33-34) 11 27.5 Tinggi (34-42) 12 30.0 Total 40 100.0
Menurut hasil wawancara kepada responden diketahui bahwa hanya mereka yang memiliki status dalam pemerintahan (seperti ketua RT, ketua RW, ketua PKK dll) dan tokoh masyarakat saja yang dilibatkan dalam rapat pembentukan bank sampah Si Rajawali. Sedangkan masyarakat biasa tidak dilibatkan. Selain itu pada tahap pelaksanaan beberapa responden juga mengakui kurang aktif dalam kegiatan pelatihan daur ulang. Tingkat partisipasi pada masing-masing tahap secara rinci akan dijelaskan sebagai berikut. Tingkat Partisipasi pada Tahap Perencanaan Tingkat partisipasi pada tahap perencanaan didefinisikan sebagai keterlibatan atau keaktifan responden dalam penyusunan dan pengambilan keputusan terkait program yang akan dilaksanakan. Secara rinci tingkat partisipasi responden pada tahap perencanaan dinilai dari kehadiran pada saat rapat pembentukan bank sampah, pemberian usulan/saran/tanggapan ketika rapat, penentuan rancangan biaya, struktur organisasi dan aturan, serta proses pengambilan keputusan.
46
Tingkat partisipasi pada tahap perencanaan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang dan tinggi. Pembagian kategori ini didasarkan pada penjumlahan nilai jawaban responden sebanyak 7 pertanyaan, kemudian total nilai tersebut dibagi menjadi tiga interval nilai, yang selanjutnya dijadikan dasar dalam pembagian kategori. Tingkat partisipasi rendah apabila total nilai responden berada pada nilai 7 hingga 8, tingkat partisipasi sedang apabila total nilai responden berada pada nilai 9 hingga 10, tingkat partisipasi tinggi apabila total nilai responden berada pada nilai 10 hingga 14.
Tabel 15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap perencanaan Tingkat Partisipasi pada Jumlah % Tahap Perencanaan Rendah (< 9) 22 55.0 Sedang (9-10) 9 22.5 Tinggi (> 10) 9 22.5 Total 40 100.0 Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa masyarakat masih memiliki tingkat partisipasi yang rendah pada tahap perencanaan. Sebanyak 22 orang (55%) memiliki partisipasi yang rendah pada tahap perencanaan. Sementara responden pada kategori sedang dan tinggi memiliki persentase yang sama yaitu 22.5 % atau masing-masing 9 orang. Peneliti menemukan beberapa fakta yang mendukung hasil analisis data. Pertama, ide awal untuk membentuk sebuah bank sampah tidak berasal dari keinginan masyarakat secara keseluruhan, tetapi diawali oleh keinginan salah seorang warga yakni Pak Pri (yang saat ini menjadi ketua BSSR). Pada tahun 2013 Pak Pri mengikuti pelatihan pengolahan sampah di kantor Kelurahan dan disana beliau bertemu dengan Pak Banu. Pak Banu adalah salah satu mentor di pelatihan tersebut dan bekerja di Jakarta Green Monster (JGM), salah satu komunitas di bidang lingkungan. Pak Pri yang kemudian tertarik dengan pengolahan sampah berusaha menyampaikan keinginannya untuk membentuk sebuah bank sampah kepada Pak Banu. Keinginan baik itu ternyata direspon positif oleh Pak Banu. Pak Banu berjanji akan mencarikan pihak sponsor yang nantinya akan memfasilitasi bank sampah. Setelah melewati berbagai diskusi dan rapat akhirnya pada tanggal 10 Oktober 2013 berdirilah Bank Sampah Si Rajawali. Kedua, rapat perencanaan hanya melibatkan sebagian warga. Ssebelum bank sampah berdiri, telah diadakan beberapa kali rapat terkait rencana pembentukan bank sampah ini. Dalam rapat tersebut tidak seluruh warga diundang. Hanya warga yang memiliki jabatan dalam pemerintahan (seperti ketua RT, ketua RW, ketua PKK dll) dan beberapa tokoh masyarakat saja yang diundang. Selain pihak pemerintahan, hadir pula pihak Jakarta Green Monster (JGM) yang juga mewakili Indofood. Berikut ini pernyataan ibu SGT, salah satu nasabah BSSR yang mengakui tidak diundang dalam rapat perencanaan BSSR :
47
“Saya mah waktu rapat perencanaan bank sampah ini gak ikut neng. Biasanya yang ikut rapat-rapat begituan cuma ketua RT, ketua RW, ketua PKK, sama beberapa perwakilan tiap RT. Pokoknya yang punya jabatan gitu lah. Kalo kayak saya mah yang warga biasa gak diundang dan kita ngikut aja” (SGT, IRT) Dalam perjalanan awal berdirinya BSSR, JGM tidak hanya bertindak sebagai pencari sponsor saja, tetapi juga turut serta membantu segala persiapan pembentukan BSSR, termasuk kegiatan sosialisasi keberadaan BSSR. Sosialisasi sendiri dilakukan dengan tujuan untuk memperkenalkan dan mengajak seluruh warga bergabung dalam BSSR. Nasabah BSSR yang awalnya hanya berasal dari dua RT saja, dari hari ke hari semakin bertambah. Hal ini tidak terlepas dari sosialisasi yang gencar dilakukan oleh pengurus BSSR beserta pihak JGM. Sosialisasi ini biasa dilakukan ketika pengajian dan arisan RW. Ketiga, kurangnya usulan, ide atau pendapat dari warga yang hadir pada saat rapat perencanaan. Beberapa responden mengakui meskipun mereka hadir rapat perencanaan, tetapi mereka tidak turut serta dalam memberikan usulan, ide atau saran pada rapat tersebut. Sebagian besar dari mereka hanya menjadi pendengar dalam rapat. Selain itu keputusan saat rapat juga dipegang oleh ketua dengan kesepakatan bersama seluruh anggota yang hadir.
Tingkat Partisipasi pada Tahap Pelaksanaan Tingkat partisipasi pada tahap perencanaaan dipandang sebagai keterlibatan responden dalam kegiatan pelaksanaan program. Secara rinci tingkat partisipasi responden pada tahap pelaksanaan dinilai dari keterlibatan menjadi pengurus BSSR, kepemilikan tabungan, keterlibatan dalam kegiatan pelatihan daur ulang, kehadiran mengikuti rapat, penyampaian kritik dan saran, serta proses pengambilan keputusan Sama halnya pada tahap perencanaan, pembagian kategori tingkat partipasi pada tahap pelaksanaan juga dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai jawaban responden sebanyak 7 pertanyaan, kemudian total nilai tersebut dibagi ke dalam tiga interval nilai, dan dikelompokkan dalam kategori rendah, sedang dan tinggi. Jika total nilai responden kurang dari 9 maka akan dikategorikan rendah, jika total nilai responden berada pada nilai 9 hingga 10 maka dikategorikan sedang, dan jika nilai responden lebih besar dari 10 maka dikategorikan tinggi. Untuk melihat tingkat partisipasi dalam tahap ini dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan Tingkat Partisipasi pada Jumlah % Tahap Pelaksanaan Rendah (<9) 8 20.0 Sedang (9-10) 19 47.5 Tinggi (>10) 13 32.5 Total 40 100.0
48
Tabel 16 menunjukkan bahwa secara keseluruhan partisipasi responden pada tahap pelaksanaan tergolong sedang. Mayoritas responden yakni 19 orang (47.5%) berada pada tingkat partisipasi kategori sedang. Sedangkan 32.5% atau 13 orang memiliki partisipasi yang tinggi dan sisanya berjumlah 8 orang (20%) memiliki partisipasi yang rendah. Responden dengan partisipasi sedang biasanya hanya terlibat dalam beberapa kegiatan saja, seperti penyampaian ide atau saran kepada pengurus dan pengumpulan sampah di BSSR, sedangkan untuk mengikuti kegiatan pelatihan daur ulang sampah responden kurang terlibat. Pelatihan daur ulang sampah sendiri sebenarnya terbuka bagi siapapun dan bahkan terbuka bagi masyarakat non peserta program CSR. Tetapi hal ini tidak menjamin meningkatnya partisipasi masyarakat khususnya peserta program untuk dapat mengikuti kegiatan pelatihan daur ulang. Responden yang tidak rutin atau bahkan tidak pernah sama sekali mengikuti kegiatan pelatihan daur ulang sampah menyatakan bahwa mereka tidak dapat hadir karena ketidaktersediaan waktu dan banyaknya pekerjaan rumah tangga yang harus mereka jalani. “Sebenarnya sih pengen mbak ikut pelatihan itu, Cuma susah diwaktunya. Kan kita masih harus beres-beres rumah, masaklah, ngurusin anak juga. Jadi gak sempat buat ikut gitugituan” (SAR, IRT) Beda halnya dengan responden yang berada pada tingkat partisipasi kategori tinggi atau rendah. Mereka yang termasuk responden dengan kategori tinggi adalah mereka yang mengikuti seluruh kegiatan BSSR, termasuk rutin mengikuti pelatihan daur ulang sampah dan merupakan pengurus BSSR. Sedangkan responden yang berada pada kategori rendah adalah mereka yang sama sekali tidak pernah mengikuti kegiatan pelatihan daur ulang sampah dan tidak rutin menyetor sampah. Tingkat Partisipasi pada Tahap Menikmati Hasil Partisipasi responden pada tahap menikmati hasil adalah keikutsertaan responden dalam merasakan manfaat dari program Bank Sampah Si Rajawali, seperti memperoleh manfaat baik dari pengetahuan, keterampilan, kebersihan ataupun ekonomi. Pembagian kategori menjadi rendah, sedang dan tinggi dilakukan dengan cara yang sama pada dua tahap sebelumnya. Seluruh nilai jawaban responden dari 7 pertanyaan dijumlahkan, kemudian total nilai tersebut dibagi ke dalam tiga interval nilai, dan dikelompokkan dalam kategori rendah, sedang dan tinggi. Jika total nilai responden kurang dari 9 maka akan dikategorikan rendah, jika total nilai responden berada pada nilai 9 hingga 10 maka dikategorikan sedang, dan jika nilai responden lebih besar dari 10 maka dikategorikan tinggi. Untuk melihat tingkat partisipasi dalam tahap ini dapat dilihat pada Tabel 17.
49
Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat partisipasi pada tahap menikmati hasil Tingkat Partisipasi pada Jumlah % Tahap Menikmati Hasil Rendah (< 9) 27 67.5 Sedang (9-10) 0 0 Tinggi (> 10) 13 32.5 Total 40 100.0
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 17 terlihat bahwa hanya terdapat dua kategori responden pada tahap ini, yaitu rendah dan sedang. Sebanyak 27 responden dari total 40 responden (67.5%) merasa belum memperoleh manfaat dari adanya BSSR, sedangkan sisanya yakni 13 orang (32.5%) justru mengakui telah memperoleh manfaat dari adanya BSSR. Secara nyata, manfaat yang diperoleh oleh peserta program memang belum terlihat. Kebanyakan dari nasabah beranggapan bahwa manfaat selalu tentang ekonomi. Mereka tidak berpikiran bahwa pengetahuan dan keterampilan juga merupakan bentuk-bentuk manfaat yang diperoleh dari keberadaan bank sampah Si Rajawali. Tingkat pengetahuan dan tingkat keterampilan merupakan dua manfaat yang diterima oleh peserta program dari adanya bank sampah. Keberadaan bank sampah telah mampu meningkatkan pengetahuan peserta program tentang sampah. Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti, setidaknya ditemukan dua faktor yang mendukung hal ini. Pertama, tingkat pengetahuan peserta dipengaruhi oleh intensitas kehadiran mereka dalam beberapa kegiatan BSSR, seperti sosialisasi dan penyuluhan. Intensitas kehadiran peserta dalam kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh BSSR juga menjadi salah satu variabel pengukur tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan. Biasanya dalam kegiatan penyuluhan, peserta program akan diberikan pengetahuan terkait sampah, seperti jenis-jenis sampah organik dan non organik, bahaya sampah, cara mengelola sampah. Maka ketika peserta berpartisipasi dalam kegiatan penyuluhan, tingkat pengetahuannya pun akan meningkat. Selanjutnya, hal kedua yang menjadi salah satu faktor meningkatnya pengetahuan peserta terkait sampah adalah informasi yang diberikan oleh pengurus dan tetangga mereka. Beberapa dari responden mengetahui hal-hal terkait pengolahan sampah justru dari melihat tetangga. Mereka mulai memisahkan sampah organik dan non organik ketika melihat tetangga menaruh dua tempat sampah yang berbeda depan rumah. Begitupun halnya dengan pengetahuan tentang larangan membakar sampah. Beberapa dari responden mengetahui bahwa sampah tidak boleh dibakar ketika ditegur oleh pengurus bank sampah saat membakar sampah. Selain itu, pengetahuan yang berasal dari media televisi juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan peserta. Pengetahuan seperti perbedaan sampah organik dan non organik didapatkan peserta dari media televisi. Manfaat kedua yang diterima oleh peserta program adalah tingkat keterampilan. Keterampilan mengolah atau mendaur ulang sampah didapat dari pelatihan yang dilakukan seminggu sekali yakni setiap hari Sabtu oleh BSSR. Selain karena pelatihan, keterampilan mengolah sampah juga didapat dari faktor lain (bukan partisipasi dalam program), seperti keterampilan saat di sekolah,
50
belajar dari teman, dan media televisi. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti, sebagian besar peserta program memang belum cukup mahir dalam mendaur ulang sampah menjadi barang lain. Hal ini disebabkan oleh intensitas pelatihan yang hanya dilaksanakan seminggu sekali sehingga peserta program tidak mendapat keterampilan yang cukup. Selain itu, Keikutsertaan responden pada pelatihan daur ulang juga dipengaruhi oleh ketersediaan waktu yang dimiliki. Sebagian besar responden menjelaskan alasan tidak mengikuti pelatihan daur ulang karena sibuk mengurusi rumah dan keluarga. Ikhtisar Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan atau keaktifan seseorang dalam mengikuti sebuah kegiatan atau program. Tingkat partisipasi pada penelitian ini dinilai berdasarkan tahapan partisipasi menurut Cohen dan Uphoff (1977), yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan tahap menikmati hasil. Namun dalam penelitian ini, tingkat partisipasi responden hanya diukur pada tiga tahap saja. Tahap evaluasi tidak ikut diteliti. Hal ini disebabkan pengurus BSSR belum pernah mengadakan evaluasi terkait pelaksanaan BSSR. Secara umum tingkat partisipasi responden dalam BSSR masih terbilang rendah. Hal ini disebabkan oleh kurang dilibatkannya masyarakat biasa dalam rapat perencanaan pembentukan bank sampah. Rapat perencanaan BSSR hanya melibatkan mereka yang memiliki status pemerintahan (ketua RW, ketua RT, ketua PKK dll) dan tokoh masyarakat. Masyarakat biasa terkesan hanya sekedar menjual limbah sampah mereka ke BSSR. Bila dilihat tingkat partisipasi dalam setiap tahapan, diketahui bahwa tidak ada satupun tahapan yang masuk dalam kategori tinggi. Tahap perencanaan berada pada kategori tingkat partisipasi rendah. Tahap pelaksanaan berada pada kategori tingkat partisipasi sedang. Tahap menikmati hasil berada pada kategori tingkat partisipasi rendah.
51
HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU RESPONDEN DENGAN TINGKAT PARTISIPASI Hubungan Tingkat Umur dengan Tingkat Partisipasi Hubungan tingkat umur dengan tingkat partisipasi responden akan dianalisis dengan menggunakan tabulasi silang dan didukung oleh uji statistik korelasi nonparametrik Rank Spearman. Lemah atau kuatnya hubungan dalam uji Rank Spearman ditentukan dengan aturan nilai sebagai berikut : 0.00 (tidak ada hubungan), 0.01-0.09 (hubungan kurang berarti), 0.10-0.29 (hubungan lemah), 0.30-0.49 (hubungan moderat), 0.50-0.69 (hubungan kuat), 0.70-0.89 (hubungan sangat kuat), > 0.9 (hubungan mendekati sempurna). Hasil analisa hubungan tingkat umur responden dengan tingkat partisipasi masyarakat disajikan pada tabel berikut. Tabel 18 Hubungan antara tingkat umur responden dengan tingkat partisipasi dalam program bank sampah Tingkat Partisipasi Tingkat Rendah Sedang Tinggi Umur n % n % n % Rendah 4 24 4 36 2 17 Sedang 5 29 6 55 8 66 Tinggi 8 47 1 9 2 17 Total 17 100 11 100 12 100 Rs : -0.175 α: 0.281>α(0.05) Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa terdapat responden dengan tingkat partisipasi rendah, 24% nya memiliki tingkat umur yang rendah, kemudian 29% memiliki tingkat umur yang sedang, dan 47% memiliki tingkat umur tinggi. Pada responden dengan tingkat partisipasi sedang, terdapat 36% responden yang memiliki tingkat umur rendah, 55% memiliki tingkat umur sedang dan 9% responden memiliki tingkat umur yang tinggi. Sedangkan pada responden dengan tingkat partisipasi tinggi, 17% respondennya memiliki tingkat umur yang rendah, 66% memiliki tingkat umur sedang dan sisanya yakni 17% responden memiliki tingkat umur yang tinggi. Secara ringkas, terdapat 47% responden dengan tingkat partisipasi rendah memiliki tingkat umur yang tinggi, sementara 55% responden dengan tingkat partisipasi sedang memiliki tingkat umur yang sedang, dan 66% responden dengan tingkat partisipasi tinggi justru memiliki tingkat umur yang sedang. Sesuai dengan hipotesis penelitian ini seharusnya semakin tinggi tingkat umur responden maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi mereka dalam program bank sampah. Namun dari analisis tabulasi silang di atas maka dapat dipahami bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel tingkat umur dengan tingkat partisipasi. Hal ini kemudian didukung oleh p-value (Sig.(2-tailed))>α(0.05) (Lampiran 4) maka terima H0, artinya tidak terdapat hubungan antara variabel tingkat umur dengan tingkat partisipasi. Hubungan antara kedua variabel tersebut tidak berhubungan
52
secara signifikan sehingga semakin tinggi tingkat umur peserta tidak berhubungan pada peningkatan partisipasi peserta dalam program bank sampah. Tingkat umur tidak berkorelasi dengan tingkat partisipasi diduga disebabkan oleh dua hal. Pertama, sifat dari program sendiri yang terbuka untuk seluruh warga yang mau bergabung. Tidak ada syarat atau ketentuan tertentu terkait umur yang menyebabkan seseorang bisa bergabung dalam BSSR. Kedua, motivasi ataupun keinginan responden dalam mengikuti kegiatan BSSR tidak didasarkan pada segi umur. Hal ini sesuai dengan kenyataan, bahwa terdapat responden dengan golongan usia muda, sedang dan tua yang turut berpartisipasi dalam setiap kegiatan BSSR. Nilai signifikan hitung yang terbalik memiliki makna bahwa responden yang memiliki umur muda cenderung untuk lebih berpartisipasi aktif, dibandingkan dengan responden yang berumur tua. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Tesis Tamarli dalam Berampu (2014) yang menyatakan bahwa semakin tua seseorang, maka akan berkurang pula kemampuan fisiknya sehingga akan berpengaruh pada partisipasinya pada kegiatan sosial. Sebaliknya, semakin muda seseorang maka semakin tinggi pula partisipasinya pada kegiatan atau program tertentu. Selain itu pula dalam Tabel 11 terlihat bahwa responden pada penelitian ini didominasi oleh responden dengan kategori sedang atau berusia antara 43-52 tahun. Dengan usia seperti ini tentu masih memungkinkan peserta program untuk berpartisipasi dalam kegiatan BSSR. Rentang usia 43-52 tahun ini juga masih termasuk dalam kategori usia produktif menurut BPS.
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Partisipasi Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi dianalisis dengan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji statistik non-parametik Rank Spearman. Tabulasi silang antara variabel tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi responden disajikan pada Tabel 19. Tabel 19
Hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat partisipasi dalam program bank sampah Tingkat Partisipasi Tingkat Rendah Sedang Tinggi Pendidikan n % N % n % Rendah 2 12 0 0 1 8 Sedang 11 65 11 100 8 67 Tinggi 4 23 0 0 3 25 Total 17 100 11 100 12 100 Rs : -0.020 α: 0.904>α(0.05)
Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa terdapat responden dengan tingkat partisipasi rendah, 12% memiliki tingkat pendidikan rendah, 65% memiliki tingkat pendidikan yang sedang, dan sisanya yakni 23% memiliki tingkat pendidikan tinggi. Pada responden dengan tingkat partisipasi sedang, 100 respondennya memiliki tingkat pendidikan yang sedang pula. Sedangkan pada responden dengan tingkat partisipasi tinggi, 8% respondennya memiliki tingkat
53
pendidikan yang rendah, 67% memiliki tingkat pendidikan sedang dan 25% memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Secara ringkas, terdapat 65% responden dengan tingkat partisipasi rendah memiliki tingkat pendidikan yang sedang, sementara 100% responden dengan tingkat partisipasi sedang memiliki tingkat pendidikan yang sedang pula, dan 67% responden dengan tingkat partisipasi tinggi justru memiliki tingkat pendidikan yang sedang. Sesuai dengan hipotesis penelitian ini seharusnya semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi mereka dalam program bank sampah. Namun dari analisis tabulasi silang di atas maka dapat dipahami bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi. Hal ini kemudian didukung oleh oleh p-value (Sig.(2-tailed))>α(0.05) (Lampiran 4) maka terima H0, artinya tidak terdapat hubungan antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi. Hubungan antara kedua variabel tersebut tidak berhubungan secara signifikan sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan peserta tidak berhubungan pada peningkatan partisipasi peserta dalam program bank sampah. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki responden tidak mempengaruhi tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan BSSR. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Plumer dalam Yulianti (2012) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi masyarakat berpartisipasi dalam suatu kegiatan sosial. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden tidak pula semata-mata berpengaruh terhadap keterlibatan mereka dalam setiap kegiatan BSSR. Seluruh tahapan kegiatan BSSR dapat dilakukan oleh semua responden yang berpendidikan rendah sampai tinggi. Selain itu hasil penelitian ini juga tidak dapat membuktikan pernyataan Fitriyanti (2014) yang menjelaskan bahwa faktor pendidikan dianggap sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemauan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, diperoleh fakta yang menguatkan hasil analisa statistik. Responden yang berpendidikan rendah kebanyakan adalah mereka yang telah berumur tua sehingga keterlibatan dalam kegiatan sosial terbilang rendah. Responden yang berumur tua ini dulunya tidak memiliki pendidikan yang cukup tinggi. Begitupun sebaliknya. Responden yang berpendidikan sedang hingga tinggi adalah mereka yang masih berumur muda (produktif) sehingga masih memungkinkan untuk terlibat dalam kegiatan sosial (program CSR BSSR).
Hubungan Lama Tinggal dengan Tingkat Partisipasi Hubungan antara lama tinggal dengan tingkat partisipasi masyarakat dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan hasil uji korelasi Rank Spearman. Hasil analisa berdasarkan tabulasi silang secara lengkap disajikan pada tabel di bawah ini.
54
Tabel 20 Hubungan antara lama tinggal responden dengan tingkat partisipasi dalam program bank sampah Tingkat Partisipasi Lama Rendah Sedang Tinggi Tinggal n % n % n % Rendah 2 12 6 55 3 25 Sedang 5 29 1 9 3 25 Tinggi 10 59 4 36 6 50 Total 17 100 11 100 12 100 Rs : -0.141 α: 0.387>α(0.05) Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa terdapat responden dengan tingkat partisipasi rendah, 12% nya memiliki lama tinggal yang rendah, 29% memiliki lama tinggal sedang dan 59% memiliki lama tinggal tinggi. Pada responden dengan tingkat partisipasi sedang, terdapat 55% responden yang memiliki lama tinggal rendah, 9% memiliki lama tinggal sedang dan 36% responden memiliki lama tinggal yang tinggi. Sedangkan pada responden dengan tingkat partisipasi tinggi, 25% respondennya memiliki lama tinggal rendah, 25% respondennya memiliki lama tinggal sedang dan 50% respondennya memiliki lama tinggal yang tinggi. Secara ringkas, terdapat 59% responden dengan tingkat partisipasi rendah memiliki lama tinggal yang tinggi, sementara 55% responden dengan tingkat partisipasi sedang memiliki lama tinggal yang rendah, dan 50% responden dengan tingkat partisipasi tinggi memiliki lama tinggal yang tinggi pula. Sesuai dengan hipotesis penelitian ini seharusnya semakin tinggi lama tinggal responden maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi mereka dalam program bank sampah. Namun dari analisis tabulasi silang di atas maka dapat dipahami bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel lama tinggal dengan tingkat partisipasi. Hal ini kemudian didukung oleh p-value (Sig.(2-tailed))>α(0.05) (Lampiran 4) maka terima H0, artinya tidak terdapat hubungan antara variabel lama tinggal dengan tingkat partisipasi. Hubungan antara kedua variabel tersebut tidak berhubungan secara signifikan sehingga semakin tinggi lama tinggal peserta tidak berhubungan pada peningkatan partisipasi peserta dalam program bank sampah. Responden yang tinggal kurang dari 26 tahun sebagian besar adalah mereka yang warga pendatang atau mengikut suami setelah menikah. Sedangkan responden yang telah tinggal lebih dari 26 tahun merupakan para pensiunan dari angkatan laut atau anak dari pensiunan angkatan laut dan sejak lahir telah tinggal di kompleks Asrama Yon Air. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Suroso et al (2014). Pada penelitiannya Suroso et al menyimpulkan bahwa lama tinggal seseorang tidak menentukan keaktifannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan di desa. Namun hasil penelitian ini memberikan gambaran yang berbeda dari penelitian Advianty dan Handayeni (2013) sebelumnya. Advianty dan Handayeni dalam penelitiannya tentang tingkat partisipasi masyarakat pada kegiatan perbaikan lingkungan menyatakan bahwa penduduk yang tinggal cukup lama akan memiliki rasa memiliki terhadap lingkungannya, sehingga berpeluang
55
memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi dalam kegiatan di lingkungan tersebut. Ikhtisar Bab ini membahas hubungan karakteristik individu responden dengan tingkat partisipasi dalam program Bank Sampah Si Rajawali (BSSR). Karakteristik individu merupakan faktor internal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi partisipasinya dalam sebuah kegiatan sosial (Pangestu 1995). Adapun karakteristik individu yang dimaksud adalah tingkat umur, tingkat pendidikan, dan lama tinggal di suatu daerah. Berdasarkan analisis data di atas, dari tiga variabel karakteristik individu (tingkat umur, tingkat pendidikan, lama tinggal) tidak ada satupun yang terbukti memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Oleh karena itu maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara karakteristik individu responden dengan tingkat partisipasi responden.
56
57
HUBUNGAN TINGKAT PARTISIPASI DENGAN KEBERLANJUTAN PROGRAM
Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Kebersihan Lingkungan Variabel tingkat kebersihan lingkungan dalam penelitian ini ditekankan untuk melihat kualitas kebersihan di lingkungan. Tingkat kebersihan lingkungan diukur dengan melihat persepsi responden terhadap kualitas lingkungan yang meliputi banyaknya sampah yang dibuang sembarangan, penyebab banjir, kualitas udara, dan kebersihan lingkungan. Hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat kebersihan lingkungan dianalisis menggunakan tabulasi silang dan didukung dengan uji statistik non parametik yaitu uji korelasi Rank Spearman. Variabel tingkat partisipasi sebagai variabel independen atau mempengaruhi (X) sedangkan tingkat kebersihan lingkungan sebagai variabel dependen atau terpengaruh (Y). Tabel 21
Hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan tingkat kebersihan lingkungan Tingkat Kebersihan Tingkat Rendah Sedang Tinggi Partisipasi n % n % n % Rendah 3 60 13 43 1 20 Sedang 2 40 9 30 0 0 Tinggi 0 0 8 27 4 80 Total 5 100 30 100 5 100 Rs : 0.342 α: 0.031<α(0.05)
Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa terdapat responden dengan tingkat kebersihan rendah, 60% nya memiliki tingkat partisipasi yang rendah, kemudian 40% memiliki tingkat partisipasi sedang. Pada responden dengan tingkat kebersihan sedang, terdapat 43% responden yang memiliki tingkat partisipasi rendah, 30% memiliki tingkat partisipasi sedang dan 27% responden memiliki tingkat partisipasi tinggi. Sedangkan pada responden dengan tingkat kebersihan tinggi, 20% respondennya memiliki tingkat partisipasi yang rendah dan 80% respondennya memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Secara ringkas, terdapat 60% responden dengan tingkat kebersihan rendah memiliki tingkat partisipasi yang rendah, sementara 43% responden dengan tingkat kebersihan sedang memiliki tingkat partisipasi yang rendah, dan 80% responden dengan tingkat kebersihan tinggi memiliki tingkat partisipasi tinggi. Data ini menunjukkan kecendrungan bahwa ada hubungan antara variabel tingkat partisipasi responden dengan tingkat kebersihan lingkungan. Hasil analisis tabulasi silang ini didukung oleh p-value (Sig.(2-tailed))<α(0.05) (Lampiran 4) maka terima H1, artinya terdapat hubungan antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat kebersihan. Hubungan antara kedua variabel tersebut berhubungan secara signifikan sehingga semakin tinggi tingkat partisipasi peserta berhubungan pada peningkatan kebersihan lingkungan.
58
Hubungan yang terjadi yaitu responden dengan tingkat partisipasi tinggi memiliki persepsi bahwa bank sampah mampu membawa menjadikan lingkungan lebih baik. Responden dengan tingkat partisipasi sedang memiliki persepsi bahwa perubahan lingkungan ke arah yang lebih baik, tidak semata-mata terjadi hanya karena keberadaan bank sampah saja tetapi juga faktor lain seperti adanya petugas kebersihan yang rutin mengambil sampah ke masing-masing rumah. Sedangkan responden dengan tingkat partisipasi rendah cenderung memiliki persepsi yang rendah pula. Responden dengan tingkat partisipasi rendah beranggapan bahwa perubahan lingkungan yang lebih baik tidak disebabkan oleh adanya bank sampah. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat partisipasi responden maka semakin tinggi pula persepsi mereka terhadap tingkat kebersihan yang mampu dibawa oleh bank sampah. Selama proses wawancara dengan responden, peneliti cukup banyak mendengar langsung jawaban dari beberapa responden yang tingkat partisipasinya rendah mengatakan bahwa tidak ada perubahan sama sekali pada kebersihan lingkungan setelah adanya bank sampah. Sebaliknya responden dengan tingkat partisipasi sedang dan tinggi cenderung mengapresiasi keberadaan bank sampah dan menganggap bank sampah mampu menciptakan kebersihan lingkungan yang lebih baik. Hal ini seperti yang diutarakan oleh salah satu responden. “...yah meskipun duitnya gak seberapa tapi ngebantu lingkungan jadi bersih mbak. Saya jadi gak susah lagi buang sampah plastik. Tinggal di kumpulin kalo penuh dianterin ato gak nanti dijemput sama orang sananya. Yah setidaknya gak bikin sumpek rumah sama sarang nyamuklah” (SR, IRT) Berdasarkan hasil pengamatan peneliti lingkungan kompleks Asrama Yon Air cukup bersih dan asri. Berdasarkan beberapa hasil waeancara kepada responden, diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi hal ini. Pertama, di kompleks ini memang telah ada petugas kebersihan yang rutin menjemput sampah setiap dua hari sekali sehingga sampah tidak menimbulkan bau dan bertumpuk. Kedua, setiap rumah memiliki tempat sampah sendiri di depan rumah mereka dan bahkan di beberapa rumah tersedia dua tempat sampah yang khusus dibedakan untuk sampah organik dan non organik. Ketiga, hampir di setiap rumah juga memiliki tanaman seperti pohon rambutan, pohon nangka atau sekedar tanaman dalam pot. Keberadaan tanaman-tanaman ini mampu menjadikan lingkungan menjadi lebih sejuk dan asri. Hubungan Tingkat Partisipasi dengan Tingkat Peluang Ekonomi Tingkat peluang ekonomi dalam penelitian ini diukur dengan persepsi responden dalam membaca peluang ekonomi dari keberadaan bank sampah seperti intensitas menabung di BSSR, intensitas mengambil tabungan, intensitas menjual barang olahan sampah, dan seberapa membantu tabungan di bank sampah dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Untuk menguji hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat peluang ekonomi peserta program bank sampah peneliti menggunakan perangkat lunak SPSS melalui uji tabulasi silang dan didukung
59
denga nilai uji korelasi Rank Spearman. Variabel tingkat partisipasi sebagai variabel independen atau mempengaruhi (X) sedangkan tingkat peluang ekonomi sebagai variabel dependen atau terpengaruh (Y). Data hubungan tingkat partisipasi dengan tingkat peluang ekonomi disajikan pada Tabel 25. Tabel 22 Hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan tingkat peluang ekonomi Tingkat Peluang Ekonomi Tingkat Partisipasi Rendah Sedang Tinggi n % n % n % Rendah 5 56 7 44 5 33.3 Sedang 3 33 3 19 5 33.3 Tinggi 1 11 6 37 5 33.3 Total 9 100 16 100 15 100 Rs : 0.180 α: 0.267>α(0.05) Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa terdapat responden dengan tingkat peluang ekonomi rendah, 56% nya memiliki tingkat partisipasi yang rendah, kemudian 33% memiliki tingkat partisipasi sedang, dan 11% memiliki tingkat partisipasi tinggi. Pada responden dengan tingkat peluang ekonomi sedang, terdapat 44% responden yang memiliki tingkat partisipasi rendah dan 19% responden memiliki tingkat partisipasi sedang, serta 37% responden memiliki tingkat partisipasi yang tinggi. Sedangkan pada responden dengan tingkat peluang ekonomi tinggi, memiliki persentase yang sama yakni 33.3% pada ketiga tingkat partisipasi (rendah, sedang dan tinggi). Secara ringkas, terdapat 56% responden dengan tingkat peluang ekonomi rendah memiliki tingkat partisipasi rendah, lalu 44% responden dengan tingkat peluang ekonomi sedang justru juga memiliki tingkat partisipasi yang rendah, sementara responden dengan tingkat peluang ekonomi tinggi memiliki persentase yang sama pada ketiga tingkatan partisipasi. . Sesuai dengan hipotesis penelitian ini seharusnya semakin tinggi tingkat partisipasi responden maka semakin tinggi pula tingkat peluang ekonomi mereka. Namun dari analisis di atas maka dapat dipahami bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat peluang ekonomi. Hasil analisis tabulasi silang ini kemudian didukung oleh p-value (Sig.(2-tailed))>α(0.05) (Lampiran 4) maka terima H0, artinya tidak terdapat hubungan antara variabel tingkat partisipasi dengan tingkat peluang ekonomi. Hubungan antara kedua variabel tersebut tidak berhubungan secara signifikan sehingga semakin tinggi tingkat partisipasi peserta tidak berhubungan pada peningkatan peluang ekonomi dari kegiatan bank sampah. .Berdasarkan temuan lapang, tingkat peluang ekonomi belum mampu memberikan hasil yang maksimal. Hal ini karena tujuan utama bank sampah adalah untuk pelestarian lingkungan, bukan pada aspek ekonomi. Hasil tabungan sampah yang di dapat dan kemudian dapat dikonversi menjadi uang merupakan tujuan turunan dan insentif dari kesediaan masyarakat mengumpulkan sampah. Ada beberapa hal yang menyebabkan keberadaan bank sampah belum mampu memberikan hasil ekonomi yang maksimal. Pertama, aktivitas pengambilan tabungan masih jarang. Sebenarnya setiap nasabah telah memiliki
60
sejumlah tabungan yang dapat diambil kapan saja. Namun sebagian besar dari nasabah lebih memilih untuk tidak mengambil tabungan tersebut hingga jumlahnya cukup besar. Pengambilan tabungan biasa dilakukan menjelang hari raya Idul Fitri. Hal ini karena uang tabungan bank sampah dapat digunakan untuk membantu mencukupi kebutuhan hari raya. Fakta ini didapatkan dari hasil wawancara dengan salah satu responden. “Biasanya sih saya sama ibu-ibu yang lain nyairin duitnya pas dekat lebaran mbak. Soalnya kan lumayan, 100 ribu buat nambah-nambah beli sirup atau daging sekilo. Kalo sekarang dicairin palingan cuma dapet 20 ribu, jadinya gak kerasa” (DIN, IRT) Kedua, jumlah sampah yang dapat dikumpulkan tidak terlalu besar. Selama ini sampah yang disetor hanya berasal dari sampah rumah tangga sehingga jumlahnya pun tidak seberapa. Situasi ini pulalah yang menyebabkan nilai tabungan nasabah BSSR cenderung masih kecil dan tidak berpengaruh dalam membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Meskipun demikian, cukup banyak responden yang menyatakan bahwa hal tersebut lebih baik dari pada sampah dibuang sembarangan dan menumpuk di rumah yang nantinya juga dapat menimbulkan penyakit. Berbeda dengan nasabah yang berprofesi sebagai wiraswasta atau memiliki toko, mereka cenderung memiliki nilai tabungan yang lebih besar dibanding nasabah lain. Biasanya mereka menjual sisa-sisa kemasan produk jualan mereka, seperti kardus, botol minuman dan plastik. Ketiga, kurangnya produksi barang daur ulang sampah di BSSR. Kondisi ini disebabkan oleh kegiatan mendaur ulang sampah menjadi barang bernilai ekonomis yang belum dapat berjalan optimal, sehingga peserta program tidak mampu menghasilkan barang yang dapat dijual dan menghasilkan keuntungan. Pelatihan daur ulang sampah yang hanya diadakan sekali seminggu dan hanya dihadiri oleh beberapa orang cenderung memperparah kegiatan produksi barang daur ulang sampah. Bahkan untuk beberapa orang yang mampu mendaur ulang sampah pun, mereka masih terkendala oleh tempat pemasaran barang kerajinan yang mereka hasilkan. Biasanya, BSSR menjual hasil daur ulang sampah hanya pada saat mengikuti pameran saja dan ketika ada kunjungan dari instansi-instansi tertentu. Hal-hal tersebutlah yang menjadikan kegiatan daur ulang sampah masih berjalan lambat. Ikhtisar Bab ini membahas hubungan tingkat partisipasi responden dengan tingkat manfaat (tingkat pengetahuan, tingkat keterampilan, tingkat kebersihan lingkungan dan tingkat peluang ekonomi) dalam program Bank Sampah Si Rajawali (BSSR). Tingkat partisipasi telah diuji nilai hubungannya dengan tingkat keberlanjutan program. Sebanyak dua variabel tingkat keberlanjutan program hanya satu variabel saja yaitu tingkat kebersihan lingkungan yang terbukti memiliki hubungan moderat dengan tingkat partisipasi. Sedangkan untuk variabel
61
tingkat peluang ekonomi tidak terbukti memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi.
62
63
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dideskripsikan sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan utama bahwa “terdapat hubungan antara tingkat partisipasi peserta dengan tingkat keberlanjutan program bank sampah”. Dari kedua variabel tingkat keberlanjutan program, hanya satu variabel yakni tingkat kebersihan yang terbukti memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Sedangkan variabel tingkat peluang ekonomi tidak terbukti berhubungan dengan tingkat partisipasi. Selain kesimpulan utama yang telah dijabarkan, terdapat dua kesimpulan pendukung dari hasil penelitian ini, yaitu : 1. Tingkat partisipasi nasabah Bank Sampah Si Rajawali bila dilihat secara umum dalam seluruh tahapan, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap menikmati hasil masih terbilang rendah. 2. Faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus analisis adalah faktor internal berupa karakteristik individu. Karakteristik individu responden meliputi tingkat umur, tingkat pendidikan dan lama tinggal. Dari tiga karakteristik individu , diketahui bahwa seluruhnya (tingkat umur, tingkat pendidikan dan lama tinggal) tidak terbukti berhubungan dengan tingkat partisipasi responden. Ini berarti bahwa karakteristik individu tidak berhubungan dengan tingkat partisipasi seseorang dalam program bank sampah. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti mencoba merumuskan beberapa saran dan masukan bagi beberapa pihak terkait. Saran tersebut sebagai berikut: 1. Partisipasi setiap nasabah perlu ditingkatkan sehingga diperlukan suatu strategi agar Bank Sampah Si Rajawali tetap berkelanjutan. 2. Pendampingan dari CSR PT ISM Tbk terhadap pengurus Bank Sampah Si Rajawali perlu dioptimalkan, terutama dalam hal manajemen. Pengurus masih mengingat belum terbentuk solidaritas yang kuat diantara para pengurus. 3. CSR PT ISM Tbk sebaiknya memfasilitasi kegiatan-kegiatan yang bersifat meningkatkan kapasitas nasabah, seperti pelatihan daur ulang. 4. Perlu dilakukan evaluasi rutin antara pengurus BSSR dengan pihak CSR PT ISM Tbk guna perbaikan program selanjutnya.
64
65
DAFTAR PUSTAKA
Advianty SA, Handayeni Erli KDM. 2013. Tingkat Partisipasi Masyarakat pada Permukiman Kumuh Kelurahan Ploso. Jurnal Teknik Pomits. [Internet]. [Diunduh 2015 Juni 9]; 2(2):-. Dapat diunduh di http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/3924/1235 Anggraini BD. 2013. Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Pembangunan Berkelanjutan di Desa Lulut Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Berampu AC. 2014. Manfaat Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengelolaan Sampah. Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Chandra R. 2010. Analisis Pelaksanaan Program Keluarga Harapan dan Dampaknya terhadap Peserta Program. Tesis. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Desiana, Damanik ER. 2013. Analisa Program Bank Sampah. Working paper. [Internet]. [Diunduh 2015 Juli 8]; 2(2):-. Dapat diunduh di eprints.binus.ac.id/27134/ Dewani AP. 2009. Kebijakan, Implementasi, dan Komunikasi CSR Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Erniyati. 2010. Strategi Pemberdayaan Masyarakat melalui Program Pemberdayaan Masyrakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Semper Barat Jakarta Utara. Skripsi. Jakarta (ID): Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Fitriyanti N. 2014. Partisipasi Masyarakat dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri di Desa Kotabatu Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mulyadi D, Sonny Hersona GW, MM Linda Devis May. 2012. Analisis Pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) pada . Pertamina Gas Area JBB Distrik Cilamaya bagi Masyarakat. Jurnal Manajemen. [Internet]. [Diunduh 2014 September 29]; 9(4):-. Dapat diunduh di http://jurnal.feunsika.ac.id/wpcontent/uploads/2013/05/ANALISISPELAK SANAAN-CORPORATE-SOCIAL-RESPONSIBILITY-CSR.pdf Muryaningrum Y. 2010. Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT Indocement Tunggal Prakarsa dalam Upaya Pengembangan Masyrakat (Studi Kasus: Desa Bantarjati, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Naditya R, Suryono A, Rozikin M. tidak ada tahun. Implementasi Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 10 tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah. Jurnal Administrasi Publik. [Internet]. [Diunduh 2015 Juni 9]; 1(6):-. Dapat diunduh di http://download.portalgaruda.org/article.php%3Farticle%3D190359%26va l%3D6469%26title%3DImplementasi%2520Peraturan%2520%2520Daera h%2520Kota%2520Malang%2520Nomor%252010%2520Tahun%252020 10%2520Tentang%2520Pengelolaan%2520Sampah%2520
66
Nasdian FT. 2006. Pengembangan Masyarakat (Community Development). Bogor (ID): Bagian Sosiologi pedesaan dan Pengembangan Masyarakat Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor PT Indofood Sukses Makmur Tbk. [Internet]. [diakses pada 2015 Februari 20]. Dapat diakses di https://www.indofood.com/id-id/csr/mission.aspx Peratutan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No 13 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse dan Recycle melalui Bank Sampah. Internet]. [diakses pada 2015 Juli 8]. Dapat diakses di http://jdih.menlh.go.id/ Prianto RA. 2011. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah di Kelurahan Jombang Kota Semarang. [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. Pujo. 2003. Partisipasi Masyarakat pada Program Kehutanan Sosial di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Tesis. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rosyida I, Nasdian FT. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya Terhadap Komunitas Perdesaan. Junal Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan. [Internet]. [Diunduh 2015 Februari 20]; 05 (01): 5270. Dapat Diunduh di http://jurnalsodality.ipb.ac.id/jurnalpdf/4%20Isma%20Rosyida.pdf Rosyida I. 2011. Partisipasi Masyarakat dan Stakeholder dalam Penyelenggaraan Program Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya Terhadap Komunitas Perdesaan. Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Singarimbun M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): Pustaka LP3ES Indonesia. Solihin I. 2009. Corporate Social Responsibility from Charity to Sustainability. Jakarta: Salemba Empat. Sukada S, dkk. 2007. Membumikan Bisnis Berkelanjutan, Memahami Konsep dan Praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Jakarta[ID]: Indonesia Business Links. Suroso H, Hakim A, Noor I. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan di Desa Banjaran Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. Jurnal Wacana. [Internet]. [Diunduh 2015 Juni 9]; 17(1):-. Dapat diunduh di http://wacana.ub.ac.id/index.php/wacana/article/view/290/249 Undang-Undang no 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. [Internet]. [diakses pada 2015 Februari 26]. Dapat diakses di http://aria.bapepam.go.id/reksadana/files/regulasi/UU%2040%202007%20 Per seroan%20Terbatas.pdf Wibisono Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility). Gresik (ID): Fascho Publishing.
67
LAMPIRAN
68
69
Lampiran 1 Peta Wilayah Kelurahan Semper Barat
70
Lampiran 2 Daftar Responden Resp.
Nama
Umur
RT
Resp.
Nama
Umur
RT
1
TT
39
1
21
NAN
38
11
2
SRH
43
1
22
YEN
37
10
3
DIN
42
2
23
SGN
43
5
4
NNK
52
2
24
SGT
39
11
5
PRN
71
2
25
DNI
44
9
6
ARI
36
1
26
RNI
42
11
7
SRL
47
1
27
YYK
52
11
8
RTA
47
8
28
YYH
68
5
9
NIS
47
8
29
INC
57
1
10
SPR
58
3
30
FTR
42
1
11
SAE
60
4
31
NRS
51
9
12
SRI
56
1
32
KRM
72
12
13
SAR
30
12
33
YLI
51
12
14
NCH
61
3
34
KPR
45
14
15
SGN
35
5
35
ITA
44
14
16
TNR
42
5
36
RTN
44
2
17
MYK
45
5
37
TRS
38
1
18
ETI
42
6
38
SPR
68
4
19
SGH
32
2
39
IKA
26
8
20
STU
58
6
40
BDI
59
11
71
Lampiran 3 Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan Penyusuan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Skripsi Pengmbilan Data Lapangan Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Skripsi
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
72
Lampiran 4 Hasil Uji Korelasi Rank Spearman
Correlations Tingkat Umur Spearman's Tingkat rho Umur
Correlation Coefficient
1.000
-.175
.
.281
40
40
-.175
1.000
.281
.
40
40
Sig. (2-tailed) N
Tingkat Partisipasi
Tingkat Partisipasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Correlations Tingkat Pendidikan Spearman's rho
Tingkat Pendidikan
Correlation Coefficient
1.000
-.020
.
.904
40
40
-.020
1.000
.904
.
40
40
Sig. (2-tailed) N
Tingkat Partisipasi
Correlation Coefficient
Tingkat Partisipasi
Sig. (2-tailed) N
Correlations Lama Tinggal Spearman's rho
Lama Tinggal
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat Partisipasi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Tingkat Partisipasi
1.000
-.141
.
.387
40
40
-.141
1.000
.387
.
40
40
73
Correlations Tingkat partisipasi Spearman's rho
Tingkat partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.342
.
.031
40
40
Correlation Coefficient
.342
1.000
Sig. (2-tailed)
.031
.
40
40
Sig. (2-tailed) N
Tingkat kebersihan
Tingkat kebersihan
N
Correlations Tingkat partisipasi Spearman's Tingkat rho partisipasi
Correlation Coefficient
1.000
.180
.
.267
40
40
Correlation Coefficient
.180
1.000
Sig. (2-tailed)
.267
.
40
40
Sig. (2-tailed) N
Tingkat ekonomi
Tingkat ekonomi
N
74
Lampiran 5 Gambar
Bangunan bank sampah tampak depan
Stiker tanda sebagai nasabah BSSR
Buku tabungan BSSR
Buku data setoran bank sampah BSSR
Hasil setoran sampah
Hasil setoran sampah
75
Alat timbang sampah
Mesin pencacah
Bentuk daur ulang dari koran
Bentuk daur ulang dari kantong plastik
Bentuk daur ulang dari botol plastik
Lingkungan kompleks yang bersih
76
Pengurus Bank Sampah
Foto bersama salah satu responden
Foto bersama pengurus bank sampah
77
Lampiran 6 Contoh kasus Contoh Kasus 1 (NNK, IRT) NNK merupakan salah satu nasabah bank sampah Si Rajawali. NNK juga adalah istri dari ketua BSSR, Bapak PRY. NNK bukanlah warga asli di kompleks Yon Angkatan Air. Sejak menikah dengan PRY, NNK pindah dari Bandung dan mengikut suaminya ke Jakarta. Kompleks Yon Angkatan Air memang diperuntukkan bagi keluarga perwira TNI. Rumah yang saat ini ditinggali oleh ibu NNK dan keluarga adalah peninggalan mertua laki-lakinya, yaitu Bapak dari PRY yang dulu berprofesi sebagai perwira TNI. Dalam kegiatan bank sampah, NNK menjadi nasabah sekaligus pengurus BSSR. NNK adalah ketua tim kreasi daur ulang dalam BSSR. NNK beserta ibu-ibu lain biasanya menyelenggarakan kegiatan pelatihan daur ulang setiap hari sabtu. Namun diakuinya bahwa saat ini kegiatan itu semakin jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan sedikitnya nasabah yang terlibat akibat kesibukan rumah tangga. Jabatannya sebagai ketua RT juga dimanfaatkan NNK untuk mengajak masyarakat dalam berpartisipasi pada kegiatan BSSR.
Contoh Kasus 2 (DN, IRT) DN adalah salah satu warga asli di Kompleks Yong Angkatan Air. Ayahnya yang dulu bekerja sebagai TNI membuat DN sejak lahir telah tinggal di kompleks ini. Bahkan hingga saat ini DN yang menempati rumah orang tuanya bersama suami dan anak-anaknya. Sebagai salah satu nasabah BSSR, DN tergolong sebagai nasabah yang kurang aktif. DN mengakui bahwa ia hanya terlibat dalam pengumpulan sampah di rumahnya yang kemudian ditabung di BSSR. DN tidak pernah mengikuti kegiatan pelatihan daur ulang sampah yang dilaksanakan setiap sabtu. DN beralasan bahwa dia masih disibukkan oleh pekerjaan rumah tangga serta mengurusi anak sehingga tidak bisa mengikuti pelatihan daur ulang.
Contoh Kasus 3 (SGT, IRT) Proses pembentukan bank sampah dimulai dari rapat yang diadakan oleh pihak JGM bersama pihak masyarakat. Dari pihak masyarakat hanya orangorang tertentu saja yang diundang dalam rapat perencanaan ini. Perwakilan masyarakat ini meliputi tokoh masyarakat seperti ketua RT, ketua RW dan tokoh masyarakat lain. SGT yang hanya masyarakat biasa mengatakan bahwa saat itu dia tidak diundang dalam rapat perencanaan bank sampah. Meskipun begitu SGT dan masyarakat lain yang tidak diundang dalam rapat perencanaan bank sampah tetap mendukung dan mengapresiasi bank sampah ini. Hal ini dianggap wajar oleh SGT karena hasil rapat tetap diberitahukan. Selain itu pula dalam pelaksanaannya SGT dan masyarakat lain tidak terlalu mengalami kendala. Seluruh informasi terkait bank sampah disosialisasikan oleh pengurus bank sampah.
78
Contoh Kasus 4 (SAR, IRT) Tahap pelaksanaan dalam sebuah program dianggap sebagai tahapan terpenting. Dalam tahap pelaksanaan keterlibatan peserta program sangat dibutuhkan. Hal ini karena keterlibatan peserta program dalam tahap pelaksanaan akan mempengaruhi manfaat atau dampat yang diterima. SAR merupakan salah satu warga sekaligus nasabah bank sampah Si Rajawali. SAR dalam pelaksanaan bank sampah masih kurang terlibat aktif, terutama dalam kegiatan pelatihan daur ulang sampah. SAR mengakui bahwa dia sebenarnya tertarik untuk ikut kegiatan pelatihan daur ulang, namun selama ini terkendala oleh waktu. SAR beralasan bahwa dia selalu sibuk dalam mengurusi keperluan rumah tangga dan anaknya sehingga tidak memiliki cukup waktu untuk kegiatan lain diluar rumah. Selain dilihat dari partisipasi dalam kegiatan pelatihan daur ulang , partisipasi peserta dalam tahap pelaksanaan juga dilihat dari keaktifan mereka menyetorkan sampah. SAR meskipun kurang terlibat dalam kegiatan pelatihan daur ulang, namun dia rutin menyetorkan sampah. Setiap pengurus bank sampah ‘keliling’ SAR selalu menyetorkan sampah seberapa pun ada. Hal ini dilakukannya agar sampah tidak menumpuk dirumah dan menjadi sarang nyamuk.
Contoh Kasus 5 (PRN, Wiraswasta) PRN adalah seorang nasabah BSSR yang bekerja sebagai wiraswasta. PRN memiliki toko klontong. PRN telah menjadi nasabah BSSR sejak awal berdirinya bank sampah ini. Dalam kesehariannya, PRN rutin menyetorkan sampah di BSSR. Sampah yang disetornya meliputi sampah-sampah bungkus makanan, kardus dan botol-botol minuman. Sampah terbesar yang disetornya adalah kardus bekas dagangannya. Semenjak menjadi nasabah BSSR, PRN belum pernah sekalipun mengambil atau mencairkan tabungannys. Dia menganggap bahwa keberadaan bank sampah ini sangat baik dan menguntungkan. Sampah yang tadinya tidak bernilai apa-apa bila dikumpulkan dan disetor lama-kelamaan akan menghasilkan tabungan yang cukup. Selain itu pula menurutnya semenjak ada bank sampah ini, lingkungan menjadi lebih bersih. Sampah botol minuman sisa pembelinya yang dulunya dibuang sembarangan sekarang justru ia kumpulkan.
79
Riwayat Hidup
Rielisa Apriyanti Praselia Hutagaol lahir di Muara Bulian, Provinsi Jambi pada tanggal 6 April 1994. Penulis merupakan putri dari pasangan SP.Hutagaol dan R.Hutauruk. Pendidikan formal yang pernah dijalani yaitu TK Pembina Muara Bulian pada tahun 1998-1999, kemudian SD N 112 Perumnas pada tahun 1999-2005. Selanjutnya melanjutkan di SMP N 3 Batang Hari pada tahun 20052008. Dan tahun 2008-2011 di SMA N 1 Batang Hari. Pada tahun 2011 penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Fakultas Ekologi Manusia dengan Program Studi Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) Undangan. Selama duduk di bangku kuliah penulis aktif dalam berbagai kegiatan akademik ataupun non akademik, di antaranya anggota Divisi Research and Development (RnD) Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) masa kepengurusan 2013-2014, anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) cabang Bogor, dan penanggung jawab Persekutuan Asrama di Komisi Persekutuan PMK IPB masa kepengurusan 2012-2013.