Yayasan HAK
Jl. Gov. Serpa Rosa T-091, Farol Dili - Timor Lorosae Tel/Fax.: + 313323 e-mail:
[email protected]
Editorial Lolos dari mulut harimau, masuk ke mulut buaya. Pemeo ini sering dipakai untuk orang yang mengalami kesialan beruntun. Mungkin tidak terlalu meleset jika nasib Timor Lorosae digambarkan dengan pemeo di atas. Baru lepas dari dua penjajah secara beruntut, kini harus bertarung dengan berbagai persoalan. Semuanya warisan kolonial. Masalah tanah dan perumahan belakangan merebak. Klaim baru bermunculan, rumah dan tanah dapat tuan baru. Berdasarkan pasal 7 Peraturan UNTAET 1999/, UNTAET berwenang mengurus kekayaan peninggalan pemerintah Indonesia, termasuk tanah dan perumahan. Masalahnya, bagaimana dengan peninggalan-peninggalan Portugis, yang melalui berbagai cara, sebagian sedang dalam penguasaan dan digunakan oleh orang Timor Lorosae? Siapakah pemilik yang sebenarnya? Nampaknya, baik pemerintah transisi maupun pemerintah Timor Lorosae nanti harus berurusan dengan hal ini. Yang pasti hak rakyat atas penghidupan yang layak, termasuk di dalamnya hak atas perumahan yang layak, harus dipenuhi. Dan hanya suatu kebijakan pemerintah yang ariflah yang dapat menjawabnya.
Direito Dwi Mingguan Hak Azasi Manusia
Masalah Tanah di Timor Lorosae: Warisan Kolonial! Salah satu persoalan sosial yang muncul pasca referendum adalah masalah tanah, rumah, dan properti. Klaim masyarakat atas tanah, rumah, dan hak milik baik yang menjadi hak milik pribadi maupun milik pemerintah.
U
ma nee nain iha ona, la bele tama atau uma nee ema tama tiha ona, buka fatin seluk deit - dan masih banyak kalimat lain yang tertulis di perumahan milik anggota TNI atau pegawai negeri sipil non-pribumi. Terlepas dari siapa yang menulis, kalimat-kalimat seperti itu merupakan indikasi dari usaha mengklaim hak milik orang lain. Dan itu dilakukan ketika sebagian rakyat Timor turun dari hutan di sekitar Dili, setelah pasukan PBB memasuki wilayah yang usai diluluh-lantakkan oleh milisi dan TNI itu. Mereka yang tidak mengungsi ke wilayah Indonesia segera menempati rumah yang relatif masih utuh. Tindakan tersebut memang dibenarkan karena kondisi darurat pada saat itu. Alasan yang mereka ajukan pun
Perumahan Peninggalan Portugis di Kawasan Palapaso. Mau diklaim kembali.
macam-macam. Rumah saya sudah habis dibakar oleh milisi, karena itu saya menempati rumah ini, kata Ny. Rosa, yang ditemui Direito di rumahnya, di kawasan Fatuhada. Sementara Antoninho Gonsalves memberikan jawaban, Rumah yang kami tempati ini sudah lama kosong dan ketika kami kembali dari Dare ternyata tidak dibakar, lalu apa salahnya kami menempatinya? Persoalan rumit suatu saat pasti akan muncul. Bagaimana jika sang pemilik rumah itu kembali dan menuntut haknya? Yang jelas sampai saat ini mayoritas masyarakat masih tetap mempertahankan rumah-rumah yang semula kosong itu untuk ditempati, meskipun rumah miliknya telah diperbaiki. Persoalannya, bagaimana setelah situasi darurat usai? Bagaimana pula menyelesaikannya? Secara yuridis formal ada kesulitan untuk mendefinisikan penempatan rumah-rumah itu sebagai tindakan penyerobotan. Istilah yang tepat, menurut Manuel F. Exposto adalah penghuni sementara, untuk menghidari prasangka yang sematamata berdasarkan pendekatan yuridisformal belaka. Dari sisi yuridis formal, tindakan penempatan/ pendudukan rumah dan bangunan orang lain tanpa izin si pemilik adalah perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Perbuatan itu dapat dikategorikan sebagai penyerobotan
Direito Utama atau penempatan bangunan/tanah orang lain tanpa izin dari pemilik yang sah. Kasus-kasus pendudukan rumah itu dapat dikatagorikan menjadi dua. Pertama, tindakan menduduki dengan iktikad baik, dan kedua, yang beritikat buruk menurut pasal 530 KUH Perdata. Yang pertama terjadi apabila si pemegang memperoleh kebendaan tersebut dengan cara memperoleh hak milik di mana ia tidak menyadari cacat-cela yang terkandung di dalamnya (pasal 531 KUH Perdata). Sementara Pasal 532 KUH Perdata menyebutkan, sebuah tindakan pendudukan bertitikat buruk apabila seseorang mengetahui bahwa dia bukanlah pemiliknya. Secara sederhana kasus-kasus yang tergolong kategori pendudukan berdasarkan pasal 532 KUH Perdata dapat dikategorikan sebagai tindakan pendudukan yang beritikad buruk. Dari sisi teknis hukum penyelesaiannya tampaknya bukan persoalan serius. Prosesnya sekadar mengacu pada pendekatan hukum positif untuk mengecek siapa pemegang yang sah berdasarkan bukti otentik yang diatur dalam hukum. Tapi, mengingat kondidisi riil saat ini pendekatan hukum semata pun banyak mengandung kelemahan. Kasus-kasus pendudukan rumah/tanah orang lain bisa diletakkan dalam dua kategori di atas. Namun, secara umum fenomena tersebut tidak berlangsung secara otomatis tapi harus diletakkan dalam konteks dampak dari bencana operasi pembumihangusan yang mengakibatkan kehancuran, kemiskinan dan lenyapnya harta benda milik sebagian rakyat Timor Lorosae. Bahkan lebih jauh, masalah ini merupakan dampak dari akumulasi persoalan selama penindasan yang sistematis di Timor Lorosae. Dari sisi ini pendekatan hukum perlu dibarengi dengan penyelesaian yang lebih komprehensif, yaitu kebijakan restitusi dan perumahan bagi anggota masyarakat yang harta bendanya hancur dalam peristiwa pasca referendum. *** Timor Lorosae memang Direito 06
mewarisi banyak persoalan tanah. Portugal dan pemerintah Indonesia yang pernah menjajah Timor Lorosae mempunyai sejarah sengketa tersendiri. Seperti klaim PT Batara Indra Group pimpinan Alex Sumampou terhadap aset-asetnya yang ditinggalkan di Timor Lorosae. Begitu juga dengan Portugal mengklaim asetnya yang ditinggalkan sebelum tahun 1975. Persoalan itu menjadi tambah rumit ketika mulai ada intervensi Pemerintah Indonesia. Misalnya, rumah milik Dr.Jose Gonsalves (alm.) yang terletak di Jln. Gov. Celestino da Silva No.1, Mandarin, Dili. Pada akhir Februari lalu, rumah tersebut diperbaiki oleh sebuah perusahaan kontraktor atas pesanan Banco Nacional Ultramarino (BNU) yang mengklaim bahwa rumah itu adalah milik mereka. Berdasarkan keterangan dari keluarga Jose Gonsalves yang dihimpun Direito, pada pertengahan 1983, pemerintah Indonesia (Pemerintah Daerah TK. I Timor Timur, red.) telah menghibahkan rumah tersebut lengkap dengan suratsurat tanah dan bangunan atas rumah tersebut kepada Dr.Jose Gonsalves, yang menjabat sebagai Kepala Biro Ekonomi di Pemda TK. I Timor Lorosae. Rumah tersebut kemudian diperluas dan dibangun atas biaya sendiri. Lalu, pada tahun 1999 ketika militer Indonesia mengobrak-abrik Bumi Timor Lorosae keluarga Jose mengungsi ke Kupang dan Jakarta, lalu terbang ke Portugal. Menurut Silverio Pinto, pengacara Yayasan HAK yang menjadi kuasa hukum keluarga Jose, Klaim pihak BNU atas rumah tersebut sebagai miliknya adalah tidak memiliki alasan yang mendasar. Pada saat pemerintah Portugal meninggalkan Timor Lorosae, mereka tidak pernah menuntut kepada Indonesia atau rakyat Timor Lorosae. Berdasarkan Regulamen No. 1/1999 yang dikeluarkan UNTAET, yang memberlakukan produk hukum Indonesia menjadi hukum Timor Lorosae, maka BNU tidak punya hak atas asetasetnya yang tidak bergerak yang ada di Timor Lorosae. Dari aspek administrasi hukum pun pihak 10 Juli 2000
keluarga Jose memiliki dokumendokumen resmi yang menjelaskan hak mereka atas rumah tersebut. Cara memperoleh rumah tersebut karena pemerintah Indonesia menghibahkan pada Jose atas jasanya selama ia mengabdi pada negara dan bangsa Indonesia umumnya dan khususnya di Timor Lorosae, lanjut Pinto, sarjana hukum tamatan Universitas Indonesia itu. Pernyataan Ramos Horta lain. Wakil Presiden CNRT itu membenarkan klaim pihak BNU tersebut. Alasannya? Alasan historis dan politik di mana Portugal telah banyak membantu rakyat Timor Lorosae. Tapi, Silverio mengatakan, Dalam perkara pokok dari kasus itu bukan alasan politik tapi persoalan hukum, yakni mengakui hak-hak hukum keluarga Jose atas rumah tersebut. Ditambahkan oleh Pinto, bahwa pemerintah Portugal telah menjajah rakyat Timor selama 450 tahun dan mereka tak pernah berbuat banyak untuk rakyat. Bahkan membawa kesengsaraan bagi rakyat karena mereka lepas tangan atas konflik pada tahun 1975. Dalam pertemuan di Dili pada 29 Maret lalu dengan Ramos Horta itu Pinto mengatakan, sesungguhnya seluruh aset yang tidak bergerak, seperti tanah, rumah, dan bangunan pemerintah yang ditinggalkan, baik itu milik Indonesia maupun Portugal harus dinasionalisasikan demi kepentingan rakyat. Namun, Ramos Horta yang meninggalkan Bumi Lorosae pada 1975 itu menolak gagasan nasionalisasi itu. Menurut Horta, karena hubungan historis dan politik itulah Portugal harus diakui sebagai negara yang cukup banyak membantu rakyat Timor Lorosae untuk mencapai kebebasan dari pendudukan militer Indonesia. Untuk Timor Lorosae yang merdeka kita seharusnya memegang asas ukun rasik an. Artinya, kita mengenal pernah terjadinya hubungan sejarah dan politik dengan Portugal dan Indonesia, tapi rakyat Timor Lorosae yang dapat menentukan segala kebijakan baik politik, ekonomi, maupun sosial negaranya. *** 2
Wa w a n c a r a Mari Alkatiri:
Reforma Agraria Halao Enquanto Hasae Economia Povo no Nacao Povo Timor luta tamba nia rai. I agora ita tama ona iha processo ukun rasik an. Mais iha problemas barak nebe agora mosu tamba colonialismo Portuguesa ho Indonesia nebe sei husik hela problemas hirak nee iha Timor Lorosae. Tamba nee maka Direito halo intrevista ho Mari Alkatiri nudar membro Conselho Consultivo Nacional. Mari Alkatiri koalia kona ba nasionalizacao, reforma agraria no saida mak ukun rasik an atu hatene lolos hodi resolve problema nebe mosu. Problema rai no uma nudar problema fundamental ida nebe agora akontese dadaun oin sa senhor Mari Alkatiri hare problemas hirak nee? Ita tenke hahu husi 24 anos nebe liu tiha ona. Indonesia tama I ocupa ita nia rai, ocupacao nee contra lei internasional ou ocupasaun illegal. Tamba nee properidade hanesan direito atu iha rai iha Timor, sei ita hanoin hanesan Indonesia sira be mai iha nee laiha direito atu hetan rai iha Timor. I ita hotu hatene katak Indonesia nia lei mos hanesan nee. Ema estrangeiro labele iha direito atu iha rai iha Indonesia. Se aban bain rua Indonesio sira hakarak iha direito ba rai iha Timor sira tenke ser fo direito ba ema Timor atu mos iha direito ba rai iha Indonesio. Buat seluk, durante 24 anos Timor oan mak faan ba Indonesio- faan tamba presica moris, balun faan tamba kontra lei Indonesio, balun Indonesio mak esforca sira atu faan, sira ita hakarak trata caso hirak nee ita tenke trata caso ida-ida, caso ida la hanesan caso sira seluk. Depois problema seluk, ema nebe agora la hela iha Timor sira iha direito ba rai iha Timor ka lae? Indonesio, estrangeiro no mos ema Timor nebe halai tamba autonomia sai hanesan ema Indonesia. Tuir hau nian hanoin, sei sira fila mai sira bele hetan fali sira nian direito. Indonesio sira, Suharto nia familia, generais, sira laiha direito propriedade. I privado nebe hola tiha rai sei sira hakarak hetan fali sira nia rai sira tenke fila fali mai iha Timor. Se sira hakarak faan sira tenke faan ba ema Timor labele faan ba ema 3
estrangeiro seluk. Aban bai rua, Lei Timor keta dehan estrangeiro sira laiha direito properiedade. Timor nudar rai kiik lei sei dehan katak rai nee, terreno propriedade estado nian. Sei ita dehan rai hotu estado nian ita tenke halo nasionalizacao ida. Ne sei iha consequencia barak. Mais ou menos consequencia saida deit? Ema balun dehan sira iha tiha ona properiedade perfeita. Rai nee sira bele faan I atu halo buat seluk tan ho sira rain. Estado quando dehan rai hotu estado nian, oinsa? Advez quando halo nasionalizacao tenke selu rai nain sira. Hanesan UNTAET dehan Indonesio sira sosa rai iha nee sira sei iha properiedade sei enquanto estado Indonesio selu fali destukcao nebe sira halo. Mais tuir hau nia hanoin Indonesio sira nee sei iha direito se sira fila fali mai iha Timor. Ema Indonesio tenke faan sira nia rain ba ema Timor nee laos limita ema nian direito ou discriminacao ida? Nee laos diskriminasaun nebe mai husi realidade ida. Timor oan, Timor oan. Estrageiro-estrageiro. Ita labele halo confucao. Hau ba Australia, hau estrangeiro hau iha direito limitado. Tamba rai hotu-hotu tenke defende uluk rai nain. Se ita husik estrangeiro mai hola rai, aban bainrua Timor sei sai estrangeiro nian deit. Ema Timor sei hela esprestado fali. Funu ba independencia tamba atu defende Timor oan nia direito. I ida nee laos discriminacao. Direito 06
Ohin koalia tiha ona rai no uma Indonesio nian oinsa ho Portuguese sira nian? Comunidade Internasional reconhese Portugal hanesan potencia colonial. Potencia colonial bele iha aset. Quando too iha Indenpendencia estado foun sei simu aset sira husi potencia colonial. Tuir hau nia hatene Portugal sei entrega deit ba estado Timor. Iha acordo entre Portugal ho Timor katak saida mak uluk Portugal nian sei fo ba estado Timor. Oin sa ho rai no uma privado Indonesio nian? Sei sira hakarak fila mai sira tenke tuir processo iha Timor. Sira nebe faan tiha iha liur ita labele reconhese. Se sira hakarak faan, sira tenke faan ba ema Timor. Agora ema Timor laiha osan I tenke hein. Oin sa ho Kompensasi nebe agora Indonesia husu? Kompensasi ba Indonesia. Indonesia hakarak atu fo compensasi. Quando compensasi, Timor oan tenke halo conta uluk. Tamba Timor nunca ba bolu Indonesia mai iha Timor. Diak liu lalika koalia kona ba compensasi. Tamba agora dadaun Indonesio sira mai atu koalia kona ba aset? Ami sei diskuti aset ho sira mais hau hateten lolos ba sira katak imi hein lai tamba ami sei halo uluk konta atu apresenta ba sira. 10 Juli 2000
Wa w a n c a r a Agora nee ema balun nebe hela iha ema nian uma hanesan provisorio, klaim ba rai sira oin sa ho policy kona ba caso ida nee tamba sira nian uma sunu hotu ona?
rai barak.
Hau hanoin tenke defini politica nasional-realokasi. Ita tenke hari condicoes para hatene atu hela iha nebe. Se uma ema bandona, uma nee estado nee. Estado sei hare atu halo saida ho uma nee.
Premeiro tenke consulta ba povo. Ita bele ofende propriedade tradisional. Ita tenke halo consulta ho estuda ho ema iha campo. Ita labele copia tuir deit ema husi liur.
Kona ba kepemilikan/ownership rai no uma agora nee nusa? Land and property nee confusaun boot ida. Ema balun ho titulo Portuguesa, Indonesia no balun ho titulo rua nee hotuIndonesia ho Portuguesa. Balun ho titulo tradisional. Agora oinsa lei nee bele hare titulo nebe maka sei vale. Agora balun faan tiha ona nia rai maibe agora sira mai dehan ida nee sira nian nafatin. Estado maka sei iha direito atu hare problemas hirak nee. I reforma agraria/land reform nee nusa? Land reform nee iha nivel rua. Ita hare uluk rai nebe laiha nain. Ita tenke halo nusa para halo rendemento para ema bele halo servico. I depois maka ita avanca. Ema nebe iha rai boot maka la halo buat nee labele. Terra que nao produz nao pode. Se hanesan nee rai ne fo ba povo atu halo servico. Mais tenke gradual. Quando halo reforma para economia tenke sae diak ba povo no ba nacao. Reforma para economia tun fali. Reforma nee halo aat. Tamba nee ita tenke quidado. Mais hau hanoin Timor sei iha
Iha ona hanoin ruma atu cada ema Timor sei bele hetan deit rai nebe desidi tiha ona?
Tamba rai maka ita luta atu ukun rasik an oinsa para iha mecanismo ida para povo iha participacao makaas?
Lei sobre rai labele aprova naran-naran deit. Ami nian hanoin tenke ser hodi ba distrito sira antes que Conselho Consultativo Nasional atu aprova. No mos sei diskuti ho Yayasan HAK no ONG barak-barak. Tamba rai nee sensitivo. Agora iha situacao emergencia agora povo sira bele faan deit tamba sira precisa osan. Estado tenke halo nafatin protecao ba interrese povo. Laos dehan ida nee democracia be lei mercado be husik ema faan deit. Durante iha colonialismo
Primeiro tenke iha mecanismo ida para Se ita husik estrangeiro mai hola povo rasik sente nia halo sacrificio I nia rai, aban bainrua Timor sei sai agora liberta duni nia estrangeiro nian deit. Ema Timor rai rasik. Dala ruma independencia sei hela emprestado fali. nasional ita hali hanesan tiha ho ukun rasik an. Ukun rasik an nee liu Portugues no Indonesia halo povo independencia nasional. Independencia seidauk prerado atu halo negocio ho nasional ita iha bandeira deit no estrageiro sira egual para egual. Loron governo. Ukun rasik an katak cada ema ruma Timor rico hanesan Brunei nee oin ida sente katak nia bele ukun rasik nian seluk ona. an. Tamba nia iha nia rai pedasuk ida atu halo buat ida. Nia oan bele ba escola. Ita preciza investor sira atu mai iha I Ukun rasik an liu independencia nacional. oinsa ho sira nia interrese atu hetan rai hodi bele haforsa liu sira nian inIha draft regulamento foun nee fo teresse? direito ba estrageiro sira atu bele hetan rai iha Timor tamba sira dehan katak Quando ita halo lista rai ba investor. ida nee transizao maka buat hotu Naturalmente ita hare nia investo hira. provisorio deit? Hare nia presiza tinan hira atu osan ne fila fali. Uma ka hotel nee ninian maibe Lei sobre rai labele provisorio demais. rai sei sai estado nian nafatin. Ida nee Se sira iha rai depois de independencia maka dupla propriedade.*** maka ita dehan sira laiha direito ba rai.
Kasus Tanah di Uatolari Persoalan yang Muncul 20 Tahun Sekali Persoalan tanah di Uatolari merupakan suatu kasus yang unik. Kasus ini terkait dengan persoalan politik. Menurut masyarakat di sana, kasus tanah seluas sekitar 2.000 hektar itu melibatkan hampir semua warga di lima desa di Uatulari, termasuk pihak Gereja. Menurut informasi, kasus ini bermula dari adanya gerakan warga yang memprotes pemerintahan Portugis pada tahun 1959. Gerakan itu ternyata gagal dan para pelakunya ditangkap pemerintah Portugis lalu dibuang ke
Direito 06
Angola. Mereka dianggap melawan pemerintah atau negara, sehingga kepemilikan atau kekayaannya diambil atau dirampas oleh pemerintah Portugis. Dua puluh tahun kemudian, muncul persoalan baru. Pada tahun 1979 rakyat Uatulari turun dari persembunyian di pegunungan Matebian. Saat itu terjadi klaim baru atas tanah tersebut. Beberapa orang yang menjadi korban pada tahun 1959 berbalik dan menyatakan mendukung integrasi dengan Indonesia dan
10 Juli 2000
kemudian menduduki tanah itu. Sementara si pemilik yang semula dituduh pro-kemerdekaan atau Fretilin, tak punya hak lagi atas tanah itu. Uniknya, setelah 20 tahun, tanah tersebut kembali menjadi persoalan. Sesudah kemenangan mutlak proKemerdekaan dalam referendum 30 Agustus 1999, pihak yang dulunya pro-integrasi dituduh tidak berhak lagi atas tanah itu. Sebab sesungguhnya, menurut mereka, tanah itu adalah milik pihak pro-kemerdekaan.
4
O p i n i Persoalan Tanah di Timor Lorosae
T
imor Lorosae mewarisi banyak persoalan tanah dan properti. Di masa kolonial banyak tanahtanah yang diambil secara tidak sah (menurut pengertian pribumi) oleh penguasa kolonial untuk keperluan membangun perkebunan. Pada masa itu terjadi penyerobotan tanah yang bersangkut-paut dengan persoalan politik. Kasus Uatolari, misalnya, dimulai ketika terjadi pemberontakan pada 1959. Para pemberontak ditangkap dan diasingkan oleh pemerintah kolonial. Orang lain kemudian menduduki tanah mereka dan memanfaatkannya, sampai pemerintah Indonesia datang. Mereka yang mendiami dan menggarap tanah tersebut kemudian mengungsi. Lalu, pada 1979, tanah tersebut diambil-alih oleh pemiliknya pra-1959 yang menggarapnya hingga 1999. Pemerintah pendudukan Indonesia banyak melakukan pengambil-alihan tanah secara tidak sah. Tanah-tanah perkebunan mereka ambil alih. Tanah milik rakyat mereka ambil alih untuk dibangun gedung-gedung pemerintah, perumahan pegawai, diberikan kepada para kolaborator ataupun dijual kepada para investor. Persoalan-persoalan tersebut diperparah oleh kekerasan dan pembakaran besar-besaran September 1999. Bahkan sebelumnya, sejak awal 1999 banyak orang terpaksa mengungsi karena tempat tinggalnya dibakari oleh gerombolan-gerombolan bandit bersenjata pro-Indonesia. Setelah Indonesia pergi orang-orang pun mencari rumah untuk ditinggali, tidak peduli siapa pemiliknya. Ketika pemiliknya kembali, terjadilah sengketa. Bentuk sengketa jenis lain terjadi antara pemilik pada zaman Portugis dengan sekarang. Banco Nacional Ultramarino, yang beroperasi di Timor Lorosae dan pergi meninggalkan negeri ini begitu saja pada Agustus 1975, dan kembali lagi setelah INTERFET datang. Mereka kemudian mau mengambil kembali rumah-rumah yang dulunya mereka miliki. Penghuninya yang sekarang, yang meninggali rumah-rumah tersebut, karena rumah mereka sendiri telah menjadi sasaran pembakaran bandit-bandit bersenjata 1999 tidak mau menyerahkannya. Bagaimana mengatasi persoalan5
oleh Nug Katjasungkana*
persoalan tanah dan properti tersebut? pemerintah memperoleh tanah untuk Siapa yang berkewajiban keperluan itu. menyelesaikannya? PertanyaanHal ini langsung berhubungan pertanyaan inilah yang harus dijawab dengan satu soal besar, yaitu tentang sekarang oleh pemerintah transisi dan kebijakan tanah yang menyeluruh. harus mulai dipikirkan dengan serius Negara Timor Lorosae merdeka harus oleh siapa pun yang menginginkan Timor mempunyai kebijakan tanah yang Lorosae yang merdeka, dengan rakyat menyeluruh yang melindungi hak rakyat yang menikmati kemerdekaannya. Timor Lorosae atas tempat tinggal dan Persoalan-persoalan tersebut mata pencaharian. Pemerintah harus harus diselesaikan dengan prinsip, menjalankan kebijakan yang menjamin bahwa rakyat Timor berhak untuk hidup setiap warganegara punya sebidang sejahtera di tanah airnya sendiri. Untuk tanah untuk tempat tinggal, dan setiap itu pemerintah harus menetapkan bahwa petani punya akses atas tanah yang setiap orang berhak atas tempat tinggal menjadi sarana pencahariannya, baik itu yang layak - hak semacam ini sudah berupa tanah pribadi ataupun tanah diakui dalam ketentuan internasional kolektif. Tentu saja, supaya bisa tentang hak asasi manusia. Pemerintah menjalankan kebijakan semacam ini berkewajiban menjamin bahwa tidak nasionalisasi tanah merupakan seorang pun warganegara Timor kebutuhan mutlak. Seluruh tanah yang Lorosae hidup menjadi gelandangan dulu dikuasai secara tidak sah oleh atau penghuni liar yang banyak kita penguasa Portugis dan penguasa Indotemui di negeri-negeri terbelakang, nesia harus menjadi milik negara. bahkan di negeri maju seperti Amerika Setelah dinasionalisasi, negara Serikat. Selain itu, rakyat Timor Lorosae yang Pemerintah Negara Timor Lorosae kebanyakan hidup dari kegiatan pertanian harus merdeka harus mempunyai dijamin haknya untuk kebijakan tanah yang menyeluruh hidup dari kegiatan yang melindungi hak rakyat Timor mengolah tanah. Pemerintah bisa Lorosae atas tempat tinggal dan menjaminnya dengan mata pencaharian. ... nasionalisasi memberikan hak milik tanah merupakan kebutuhan atas tanah secara individual maupun secara mutlak. kolektif. Secara kolektif dengan memberikan pemilikan tanah kepada desa, yang akan mengerjakan tanah bisa menjalankan kebijakan pertanahan secara koperasi yang hasilnya untuk yang komprehensif yang harus seluruh penduduk, dengan memberikan penghidupan yang layak memperhatikan kebutuhan nyata kepada rakyat. Kebijakan pertanahan masing-masing. harus terkait secara integral dengan Jika kedua prinsip tersebut kebijakan pertanian nasional. Dalam hal diberlakukan, maka dalam setiap ini kita harus mempelajari apa yang dulu penyelesaian sengketa tanah dan pernah digagas dan dijalankan oleh para properti di Timor Lorosae tidak boleh pelopor perjuangan pembebasan salah satu pihak kehilangan tempat nasional sejak 1974, yang pernah tinggal ataupun sumber penghasilannya merumuskan kebijakan yang dari pertanian. Jadi jika dua pihak komprehensif tentang pertanahan bersengketa dan salah satu pihak (nasionalisasi dan landreform) dan kehilangan haknya atas tempat tinggal pertanian nasional yang berbasis ataupun sawah maka pemerintah harus pemenuhan kebutuhan rakyat. *** mencarikan tempat tinggal dan sawah baru untuknya. Persoalan yang * Penulis adalah anggota FORTILOS, kemudian timbul adalah dari mana relawan Yayasan HAK Direito 06 10 Juli 2000
Serba Serbi Lokakarya di Distrik Ermera Sebagai tindak lanjut dari lokakarya yang diselenggarakan Yayasan HAK bekerjasama dengan Yayasan USC Satunama Yogyakarta, pada 25-29 April lalu, CNRT Distrik Ermera telah menyelenggarakan lokakarya tentang Mencari Alternatif Penyelesaian Masalah Secara Damai di Timor Lorosae. Acara yang berlangsung pada 21-23 Juni itu membahas masalah rekonsiliasi, resolusi konflik, perempuan sebagai korban konflik, hak anak, hak asasi manusia, pembangunan yang berwawasan hak asasi manusia dan lingkungan hidup. Acara yang diikuti 44 orang dari 5 zona itu ternyata dirasakan bermanfaat oleh para peserta. Kami akan menyebarluaskan pengetahuan baru bagi kami itu ke masyarakat di tingkat zona maupun suco. *** Dialog Penyelesaian Masalah Tanah di Uatolari, Viqueque Masalah sengketa tanah (sawah), perebutan ternak pada 1979 oleh pihak pro-Integrasi tak kunjung selesai sampai saat ini. Karena itu, untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut, Komisi Perdamaian dan Keadilan Paroqui UatuLari, Komisi Investigasi dan Konsultasi Posto Uatu-Lari, dan Rumah Rakyat Yayasan HAK wilayah Timur bersama USC Canada Dili telah menyelenggarakan dialog dengan warga yang tengah berkonflik. Acara tersebut dibagi dalam dua tahap, yaitu pada 12-14 Juni 2000 di
Aula sekolah St. Maria de Fatima Macadiqui untuk desa Macadiqui dan desa Matahoi. Sedangkan pada 15-16 Juni dialog diselenggarakan di di Desa Afaloicai, Naedala untuk warga di Desa Afaloicai, Babulo, Uaitame dan Vesoru. Untuk menyelesaikan masalah tersebut telah dibentuk sebuah tim yang terdiri dari Yayasan HAK, UNTAET, Komisi Keadilan dan Perdamaian Paroqui UatuLari, Komisi Invsetigasi dan Konsultasi yang dibentuk masyarakat CNRT Zona Uatu-Lari dan enam kepala Desa Zona Uatu-Lari. *** Pertemuan Kelompok Amor da Paz di Sub Distrik Alas Untuk membantu kelompok pertanian di Aldeia Raimutik Nurep Mahaquidan, Subdistrik Alas yang diserang hama tikus dan banjir, Divisi Emergency Aid Yayasan HAK mengadakan koordinasi dengan Pastor Paroki Alas, Pe. Kornelius Keyrans, OFM. Sebagai tindak lanjut dari koordinasi tersebut kemudian diselenggarakan pertemuan dengan kelompok kerja dari lima Nurep, yang tergabung dalam kelompok Amor da Paz, yaitu Mahaquidan, Taitudak, Umabereloik, Dotik, dan Aituha. Pertemuan yang diselenggarakan pada bulan lalu didukung oleh CNRT itu membahas masalah pertanian, pertukangan dan perikanan. Hadir dalam pertemuan itu antara lain, Suster Elverida, pimpinan susteran CIJ, sekretaris zona Alas, Agustu Fernandes, Julio da Costa, sekretaris visi Nurep Mahaquidan dan masing-masing ketua kelompok bersama 25 anggotanya. Selain itu, Divisi Emergency Aid membagikan bantuan berupa alat-alat pertanian di Nurep Mahaquidan, Tautudak dan Umabereloik bantuan dari CESVI dan PPRP Jepang. ***
Dok. Y-HAK
Upaya Penangguhan Penahanan
Staff RR Wilayah Tengah. Mendistribusikan Peralatan Dapur. Direito 06
Pengacara Yayasan HAK mengajukan permohonan penangguhan penahanan atas diri Aniceto Pereira Gomes [34]. Aniceto yang pernah bekerja sebagai penjaga keamanan di Kantor Seksi HAM UNTAET di Comoro itu ditahan karena dituduh ikut bertanggungjawab atas kematian diri Gabriel Alves, milisi Besi Merah Putih yang kembali dari
10 Juli 2000
Atambua pada 27 Maret lalu. Tapi, selama dalam tahanan, Aniceto menderita sakit. Permohonan pengacara Aniceto pada District Court of Dili itu dikabulkan pada 12 Juni lalu. Aniceto diizinkan menjalani perawatan intensif di rumah sakit selama satu bulan atas jaminan dari Teresa dos Santos, istri tersangka. *** Mendiskusikan Masalah Rekonsiliasi Sabtu, 24 Juni lalu di Kafe Ema Kiak, Yayasan HAK diselenggarakan diskusi tentang rekonsiliasi. Dua orang dari luar negeri, masing-masing Paul van Zyl, seorang pengacara yang terlibat dalam Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan dan Priscilla Hayner, peneliti dari AS menjadi pembahas. Mereka menegaskan perlunya dilakukan pengungkapan kebenaran dalam rangka membuat rekonsilitasi. Dengan pengungkapan kebenaran akan diketaui siapa-siapa yang bertanggungjawab melakukan kekerasan dan seberapa berat tindak kejahatannya. Kejahatan yang berat seperti pembunuhan dan perkosaan harus ditindak-lanjuti dengan pengadilan, sedang kejahatan ringan bisa diselesaikan dengan pemberian hukuman berupa kerja untuk masyarakat setempat, misalnya membangun kembali gedung sekolah yang dibakar. Dalam hal ini, pengadilan adat bisa berperan. Pada diskusi yang dihadiri para aktivis NGO dan organisasi pemuda, serta tokoh gereja Padre Maubere ini, para peserta menyoroti sikap para pemimpin politik Timor yang cenderung menekankan rekonsiliasi, tanpa mengungkap masa lalu, atau bahkan dengan melupakan masa lalu. Ini tidak akan bisa mematahkan lingkaran kekerasan, karena banyak orang akan tidak puas dan akan bertindak sendiri-sendiri membalas dendam kepada pelaku. *** Jatah Beras untuk Para Guru Divisi Emergency pada 16-24 Juni lalu mendistribusikan beras untuk para guru. Staf Rumah Rakyat (RR) divisi paling muda di Yayasan HAK tersebut membagikan beras pada guru-guru SD di Distrik Ainaro. Setiap guru mendapatkan jatah tiga sak (150 kg) untuk bulan April, Mei dan Juni. Di Sub-distrik Turiscai dibagikan untuk 42 guru, Hatubuilico Leten untuk 28 guru, Nunumoge beras dibagikan untuk 26 guru, Maubisse diperuntukkan untuk 97 guru. Sementara itu, di suco Mausige diberikan untuk 17 guru, di kampung Dare dan Aituto masing-masing untuk 10 dan 7 guru. ***
6
Serba Serbi Menghormati Hari Kemerdekaan Amerika
... dengan Mengingat 24 Tahun Dukungan AS Kepada Indonesia di Timor Lorosae Tanggal 4 Juli rakyat Amerika merayakan ulang tahun deklarasi kemerdekaan ke224 tahun. Pada saat orang-orang penting dari CNRT, UNTAET, wakil dari berbagai negara, NGO lokal maupun internasional tengah menghadiri resepsi peringatan itu, puluhan laki-laki dan perempuan yang tergabung dalam Aliansi 1975-1999 untuk Keadilan melakukan aksi damai di depan kantor Misi Amerika di Pantai Farol. Mereka mempersoalkan keterlibatan Amerika yang membuat rakyat Timor Lorosae menderita dan membagikan pamflet pada para tamu yang hadir. Banyak orang Amerika yang berniat baik, termasuk sejumlah pejabat pemerintah, memberikan sumbangan penting kepada perjuangan kemerdekaan Timor Lorosae. Dan hari ini, banyak orang Amerika membantu pembangunan kembali Timor Lorosae. Sementara menghargai solidaritas ini, kami tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa seluruh kebijakan politik AS terhadap Timor Lorosae sejak 1975 sampai September 1999 adalah politik persengkongkolan. Indonesia tidak akan bisa melancarkan invasi pada 7 Desember 1975 dan mengobarkan perang penaklukan yang brutal, mempertahankan pendudukan hampir 24 tahun terhadap Timor Lorosae, serta melancarkan teror dan penghancuran pada September tahun lalu tanpa dukungan militer, ekonomi, dan diplomatik yang besar dari pemerintah AS. Sejak 1975 AS menjual persenjataan berharga sekitar AS$ 1.2 milyar kepada Indonesia, melatih lebih dari 2.600 tentara Indonesia di AS, termasuk pasukan Kopassus yang terkenal kejam - serta memberikan bantuan ekonomi lebih dari AS$ 2 milyar pada Jakarta. Berikut adalah beberapa garis besarnya. Desember 1975. Hanya beberapa jam setelah Presiden Gerald Ford dan Menlu Kissinger meninggalkan Jakarta, tentara Indonesia melancarkan invasi besarbesaran terhadap Timor Lorosae. Menurut kalangan diplomat dan pejabat CIA, Ford dan Kissinger memberikan lampu hijau untuk invasi kepada diktaktor Indonesia, Suharto. Dalam konferensi pers di Hawai sekembalinya dari Jakarta, Kissinger mengatakan, Kalau harus memilih antara Timor Lorosae dan Indonesia, AS pasti berada di pihak Indonesia. Departemen Luar Negeri belakangan melaporkan, bahwa
7
90% dari senjata yang digunakan untuk invasi tersebut berasal dari AS. 7 Desember 1975-1976. AS menghalangi tindakan PBB untuk menghentikan invasi dan pendudukan Indonesia. Seperti ditulis oleh Duta Besar Ford di PBB, Daniel Patrick Moynihan mengenai Timor Lorosae, Departemen Luar [AS] menginginkan PBB terlihat nyata tidak efektif menjalankan tindakan apa pun. Tugas ini diberikan pada saya, dan saya menjalankannya dengan keberhasilan yang besar. Januari 1976. Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Dalam hubungan bilateral antara AS dan Indonesia, kami membiarkan [Indonesia] masuk ke Timor Lorosae ... AS mau menjaga hubungannya dengan Indonesia tetap erat dan bersahabat. Negeri ini adalah tempat kita banyak melakukan bisnis. 1977. Presiden Jimmy Carter meningkatkan bantuan militer ke Indonesia, mengesahkan penjualan senjata berharga AS$ 112 juta. Dimulai akhir 1977, militer Indonesia menggunakan pesawat terbang buatan AS yang baru diperoleh untuk membom dan menapalm rakyat Timor Lorosae yang mengungsi di gunung-gunung. Puluhan ribu orang mati karenanya. Sebuah laporan pemerintah Australia menyebutkan, periode ini sebagai suatu pembunuhan membabi-buta yang skalanya tidak ada bandingannya dalam sejarah setelah Perang Dunia II. November-Desember 1991. Pada 12 November, tentara Indonesia menembaki massa yang berarakan ke Kuburan Santa Cruz, Dili dan membunuh ratusan orang. Tanggal 12 Desember, utusan pemerintahan Bush yang menemui para pemimpin militer Indonesia di jawa yang sedang mendapat kritik keras, mengatakan kepada mereka, Kami tidak percaya bahwa teman harus meninggalkan temannya pada saat mengalami kesulitan. 1993-1999. Meskipun meningkat tekanan dari publik Amerika dan banyak anggota Kongres, Presiden Bill Clinton terus melanjutkan kebijakan para pendahulunya. Pemerintahannya mengesahkan penjualan senjata bernilai ratusan juta dolar, memberikan bantuan ekonomi lebih dari AS$ 500 juta, dan mengabaikan Kongres dengan memberikan latihan untuk militer Indonesia.
Direito 06
Awal September 1999. Meskipun terjadi pembunuhan dan penghancuran besarbesaran oleh tentara Indonesia, pemerintahan Clinton menolak menghentikan dukungan militer dan ekonomi kepada Indonesia. Duta Besar AS untuk Indonesia, Stapleton Roy, kepada reporter mengatakan,Indonesia penting, Timor Lorosae tidak. 10 September 1999. Menghadapi semakin meningkatnya tekanan publik dan kegusaran anggota Kongres, Presiden Bill Clinton mengumumkan penundaan semua bantuan ekonomi dan hubungan militer AS dengan Indonesia. Karena itu, Aliansi 1975-1999 untuk Keadilan meminta pemerintah Amerika Serikat melakukan: 1. Membuka semua dokumen pemerintah AS yang berhubungan dengan Timor Lorosae sejak 19741999, termasuk berkas-berkas intelijen, transkripsi rapat-rapat, dan transkripsi hasil sadapan komunikasikomunikasi antar dan di dalam berbagai sektor militer dan pemerintah Indonesia; 2. Membentuk sebuah komisi independen yang terdiri dari para pakar akademis tentang politik luar negeri AS, Timor Lorosae, dan Indonesia, pejuang hak asasi manusia, dan spesialis hukum internasional dengan wewenang hukum yang penuh untuk menyelidiki, menganalisis, dan melaporkan keterlibatan AS dalam invasi Indonesia terhadap Timor Lorosae 1975 dan pendudukan selanjutnya; 3. Meminta maaf secara terbuka kepada rakyat Timor Lorosae atas keterlibatan AS yang menyebabkan kematian lebih dari 200.000 orang, penderitaan manusia yang massif, dan kehancuran yang berlangsung selama invasi dan pendudukan Indonesia, dan atas dasar ini, 4. Memulai pembicaraan dengan wakilwakil dari berbagai golongan masyarakat Timor Lorosae mengenai pemulihan dari pemerintah AS untuk rakyat Timor Lorosae, dan 5. Mendukung secara aktif pembentukan pengadilan kejahatan perang internasional untuk menyelidiki dan mengadili orang-orang yang bersalah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Timor Lorosae dari 1975 sampai dengan 1999. ***
10 Juli 2000
Ami Lian Akibat Kondisi Darurat Pembumihangusan Timor Lorosae oleh Milisi dan TNI merupakan alasan utama kenapa masyarakat menempati rumahrumah yang kosong. Ini diakui oleh Th [32], yang saat ini mendiami sebuah rumah di Delta Comoro. Mayoritas masyarakat di hampir semua tempat, rumahnya dibakar milisi. Mereka sangat kesulitan untuk mendapat tempat tinggal, akhirnya tempat-tempat kosong itu dimanfaatkan oleh mereka sepulang dari pengungsian, jelasnya. Karena kondisi saat itu adalah
darurat, maka tindakan seperti itu mestinya hanya sementara. Artinya setelah para korban dapat membagun rumahnya kembali, rumah darurat yang dipakai sementara itu seharusnya diserahkan kepada pemiliknya, apabila pemiliknya telah kembali. Dan, apabila pemiliknya belum kembali, maka pada saat pemerintah mengeluarkan peraturan tentang penertiban tanah dan rumah, menurut Th, warga yang pada ketika itu hanya menempati untuk sementara, sebaiknya tidak rewel untuk segera
menyerahkannya. Kalau nanti diminta pemerintah atau pemiliknya, jangan protes toh, katanya. Sementara Th. menghimbau pada UNTAET, agar secepatnya menjawab secara konkret persoalan riil yang dihadapi masyarakat tentang sulitnya membangun kembali rumah milik pribadi yang terbakar dan semakin sulitnya hidup saat ini. Terutama dialami rakyat di daerah-daerah pedesaan yang jauh dari jangkauan transportasi dan sentuhan NGO Internasional. ***
Bisa Berbuntut Jadi Konflik Leogildo da Costa Hornai [21], memandang kasus tanah merupakan persoalan yang amat berpotensi menimbulkan konflik. Untuk itu, langkahlangkah antisipatif harus segera diambil oleh UNTAET. Dengan memberikan pengertian dan membangun pemahaman yang baik dan benar kepada masyarakat tentang hak kepemilikan, maka seseorang dapat membedakan mana yang menjadi haknya dan mana yang bukan menjadi haknya. Pada waktu itu seseorang menggunakan milik orang
lain, karena situasi dan kondisi yang waktu itu. Saat itu pemerintahan tidak berfungsi lagi. Hukum pun tidak berfungsi lagi. Menanggapi adanya usaha klaim dari UNTAET atas semua aset peninggalan Indonesia, pemuda dari Liquica itu menanggapi, bahwa dalam tataran tertentu hal itu bisa dibenarkan dalam kerangka untuk menetralisir persoalan. Bagaimana dengan orangorang Portugis yang juga mengklaim tanah-tanah mereka? Tindakan mereka
itu, menurut Leogildo, hanya bisa dibenarkan jika mereka mampu membuktikannya melalui proses hukum formal. Tapi, persoalannya sekarang mereka sering masuk melalui lobi-lobi dengan CNRT dan UNTAET, katanya. Untuk itu, UNTAET harus segera mengeluarkan regulamento yang mengatur tentang persoalan ini, sehingga ke depan tidak akan terjadi konflik berkepanjangan yang berbuntut pada gejolak yang lebih besar. ***
Tidak Menghormati Hak Orang Lain Kasus pencaplokan hak atas tanah, menurut Mario da Conçeição do Rego, warga Fatuhada-Dili merupakan suatu tindakan yang tidak menghormati hak orang lain. Karena klaim itu seringkali tidak berdasarkan bukti formal yang kuat. Ita luta ba ukun an tan defende ita nia direito. Agora ukun an tiha ita la respeita fali ema seluk nia direito. Nunee labele. Menurut Mario, klaim atas milik orang lain itu tidak hanya dilakukan oleh sesama orang Timor Lorosae saja, namun sering klaim itu dilakukan pihak penjajah - pihak Portugis maupun Indo-
nesia, dengan todongan senjata, seperti yang menimpa dirinya. Pada zaman penjajahan Portugis, tanah miliknya di Bedic Fatuhada, dibeli pemerintah Portugis. Namun, saat invasi Indonesia pembayarannya belum lunas. Meskipun ia memiliki bukti formal dari pemerintahan Portugis, tapi tanah miliknya diklaim pemerintah Indonesia. Tanahnya kemudian digunakan untuk lapangan terbang dan lapangan golf. Ketika Mario dan adiknya memprotes tindakan itu, mereka malah ditodong dengan pistol. Karena tidak berdaya, akhirnya Mario
mengurungkan niatnya untuk melanjutkan persoalan ini sampai ke tingkat pengadilan. Ketika UNTAET datang, tanah milik Mario itu diduduki Pasukan Keamanan PBB, asal Portugal. Ketika Mario memprotes dengan menunjukan bukti-bukti formal dari pemerintah Portugis semasa mereka menjajah Timor Lorosae, lagi-lagi Mario mendapatkan jawaban yang tidak bisa dipahaminya, Persoalan itu harus diselesaikan dengan UNTAET. Sampai saat ini Mario hanya menunggu entah sampai kapan.
M i l i s i Ju g a Pu n y a i H a k Sekalipun rumah dan tanah itu milik anggota milisi, tapi tak seorang pun yang berhak mencabut paksa hak kepemilikan terhadap kekayaan yang dimilikinya. Yang harus dituntut adalah pengadilan terhadap diri milisi itu atas perbuatan jahatnya, kata Manuel, seorang warga Comoro, Dili. Menurutnya, tindakan anggota milisi yang ikut membumihanguskan Timor Lorosae itu
tidak ada hubungannya dengan hak milik milisi itu. Masyarakat seharusnya memahami persoalan-persoalan yang muncul secara bijaksana. Jangan hanya emosional dan ingin membalas dendam lalu tidak mengindahkan apa yang menjadi hak orang lain, katanya. Untuk mengantisipasi munculnya konflik antar masyarakat, ia mengusulkan agar pihak UNTAET yang
Redaksi Direito
memegang tampuk sebagai pemerintahan transisi harus melakukan pendataan atas semua bangunan yang ada di Timor Lorosae, yang saat ini diduduki orang lain. Sehingga pada saatnya nanti, jika pemiliknya datang, mereka bisa memintanya kembali. Paling tidak, UNTAET harus mencarikan solusi bagi mereka yang sampai saat ini belum memiliki rumah. ***
Pemimpin Redaksi: Rui Viana Editor: TI Lay Out: Quim Staff & Reporter: Neves, Rodrigues, Exposto, Silva, Borges, Julio, Bangbo 8 Direito 06
Diterbitkan atas dukungan:
10 Juli 2000